BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Komunikasi Umum 2.1.1.Pengertian komunikasi Secara umum, komunikasi adalah proses tercapainya kesamaan pengertian antara individu yang bertindak sebagai sumber dan individu yang bertindak sebagai penerima; meliputi kemampuan berbicara, mendengar, melihat dan kemampuan kognitif. Ada beberapa pengertian mengenai komunikasi yang dikemukakan oleh beberapa ahli, dimana masing-masing pengertian tersebut adalah: • Edward Depari: Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan dan pesan yang disampaikan melalui lambang-lambang tertentu, mengandung arti, dilakukan oleh penyampai pesan ditujukan kepada penerima pesan. (Ermawati dkk, 2008) • James A.F. Stoner: Komunikasi adalah proses dimana seseorang berusaha memberikan pengertian dengan cara pemindahan pesan. (Ermawati dkk, 2008) • John R. Schemerhom: Komunikasi itu dapat diartikan sebagai proses antara pribadi dalam mengirim dan menerima simbol-simbol yang berarti bagi kepentingan mereka. (Ermawati dkk, 2008) • Dr. Phill Astrid Susanto: Komunikasi adalah proses pengoperan lambanglambang yang mengandung arti. (Ermawati dkk, 2008) • Human Relation of Work, Keith Davis: Komunikasi adalah proses lewatnya informasi dan pengertian seseorang ke orang lain. • Oxford Dictionary, 1956: Komunikasi adalah pengiriman atau tukarmenukar informasi, ide, atau sebagainya. (Ermawati dkk, 2008) • Drs. Onong Uchjana Effendy, MA: Komunikasi mencakup akspresi wajah, sikap dan gerak-gerik suara, kata-kata tertulis, percetakan, kereta api, telegraf, telepon, dan lain-lain. (Ermawati dkk, 2008) Universitas Sumatera Utara • Kozier dan Erb, 1995: komunikasi adalah pertukaran informasi antara dua orang atau lebih, atau pertukaran ide, perasaan, dan pikiran. (Wahjudi, 2006) • William Albig: Komunikasi adalah proses pengoperan lambang-lambang yang memiliki arti di antara individu-individu. (Wahjudi, 2006) • Taylor dkk.: Komunikasi adalah proses berbagi (sharing) informasi atau proses pembangkitan dan pengoperan arti. (Wahjudi, 2006) Berdasarkan berbagai pengertian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan: 1. Kegiatan yang melibatkan dua orang atau lebih 2. Bentuk pembagian ide atau pikiran dengan menggunakan lambang 3. Memiliki tujuan berupa terjadi perubahan pada orang lain. 2.1.2.Tujuan komunikasi (Elsa dkk, 2008) Pada umumnya komunikasi mempunyai tujuan antara lain: 1. Supaya apa yang ingin disampaikan dapat dimengerti 2. Memahami orang lain, komunikator harus mengerti aspirasi orang lain, jangan memaksakan kehendak 3. Supaya gagasan dapat diterima orang lain, melalui pendekatan persuasif bukan memaksakan kehendak 4. Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu, kegiatan yang banyak mendorong dengan cara yang baik. 2.1.3.Fungsi komunikasi Menurut Gustina dan Ermawati (2008), Apabila komunikasi dipandang dari arti yang lebih luas tidak hanya diartikan sebagai pertukaran berita atau pesan, tetapi sebagai kegiatan individu dan kelompok mengenai tukar- menukar data, fakta, dan ide maka fungsinya dalam setiap sistem sosial adalah sebagai berikut: 1. Informasi, pengumpulan, penyimpanan, pemprosesan, penyebaran berita, data, gambar, fakta, pesan, opini dan komentar yang dibutuhkan agar dapat Universitas Sumatera Utara dimengerti dan beraksi secara jelas terhadap kondisi lingkungan dan orang lain agar dapat mengambil keputusan yang tepat. 2. Sosialisasi (pemasyarakatan), penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif sehingga ia sadar akan fungsi sosialnya dan dapat aktif didalam masyarakat. 3. Motivasi, menjelaskan kepada masyarakat tujuan jangka pendek maupun jangka panjang, mendorong orang menentukan pilihan dan keinginannya, mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama yang akan dicapai atau diraih. 4. Perdebatan dan diskusi, menyediakan dan saling menukar fakta yang diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan perbedaan pendapat mengenai masalah publik, menyediakan bukti-bukti relevan yang diperlukan untuk kepentingan umum agar masyarakat lebih melibatkan diri dengan masalah yang menyangkut kepentingan bersama. 5. Pendidikan, perkembangan pengalihan intelektual, ilmu pengetahuan pembentukan watak, dapat serta mendorong membentuk keterampilan dan kemahiran yang diperlukan pada semua bidang kehidupan. 6. Memajukan kehidupan, menyebarkan hasil kebudayaan dan seni dengan maksud melestarikan warisan masa lalu, mengembangkan kebudayaan dengan memperluas horizon seseorang, serta membangun imajinasi dan mendorong kreativitas dan kebutuhan estetiknya. 7. Hiburan, penyebarluasan sinyal, simbol, suara, dan imajinasi dari drama, tari kesenian, kesastraan, musik, olahraga, kesenangan kelompok dan individu. 8. Integrasi, menyediakan bagi bangsa kelompok dan individu kesempatan untuk memperoleh berbagai pesan yang mereka perlukan agar mereka dapat saling kenal dan mengerti serta menghargai kondisi pandangan dan keinginan orang lain. Universitas Sumatera Utara Sementara itu Mudjito (2008), dalam teknik komunikasi menyatakan bahwa fungsi komunikasi ini adalah: 1. Komunikasi merupakan alat suatu organisasi sehingga seluruh kegiatan organisasi itu dapat untuk mencapai tujuan tertentu. 2. Komunikasi merupakan alat untuk mengubah perilaku pada suatu organisasi. 3. Komunikasi adalah alat agar informasi dapat disampaikan kepada seluruh anggota organisasi. 2.1.4.Jenis komunikasi (Wahjudi, 2009) Jenis komunikasi dibagi dalam tiga bentuk yakni verbal, non-verbal, dan paraverbal. 1. Komunikasi verbal : yakni pesan yang disampaikan dalam bentuk katakata atau ucapan, berisi informasi melalui pembicaraan atau bahasa tulisan. Komunikasi verbal bergantung pada bahasa. 2. Komunikasi non-verbal : yakni bentuk pesan yang berupa / disampaikan dengan gerakan tubuh (tidak diucapkan), antara lain dengan facial expression, eye movement, lips movement, body movement, dan physical appearance. 3. Komunikasi para-verbal : yakni bentuk pesan yang mungkin bersama dengan bentuk pesan verbal (tetapi tidak langsung), misalnya menggunakan saluran radio, televisi, kaset, telepon, alat cetak, dan lainlain. 2.1.5.Unsur-unsur komunikasi Komunikasi yang dianggap sebagai proses, mempunyai unsur-unsur komunikasi (Rochimah dkk, 2008) sebagai berikut: a. Sumber (komunikator) Dalam komunikasi, setiap orang ataupun kelompok dapat menyampaikan pesan-pesan komunikasi itu sebagai suatu proses, dimana komunikator Universitas Sumatera Utara dapat menjadi komunikan dan sebaliknya komunikan dapat menjadi komunikator, hal-hal yang harus diperhatikan oleh komunikator adalah: 1. Penampilan 2. Penguasaan masalah 3. Penguasaan bahasa b. Penerima pesan (komunikan) Komunikan adalah objek, sasaran atau audiens dari suatu sasaran dari kegiatan komunikasi atau orang yang menerima pesan atau lambang. Komunikan bisa berupa klien atau indivudi, keluarga maupun kelompok masyarakat. c. Isi pesan (message) Pesan adalah keseluruhan dari apa yang disampaikan oleh komunikator. Pesan ini mempunyai inti pesan atau tema yang sebenarnya menjadi pengarah di dalam suatu usaha mencoba mengubah sikap dan tingkah laku komunikan. Pesan dapat mengupas berbagai segi, namun inti pesan dari komunikasi akan selalu mengarah kepada tujuan akhir komunikasi, sehingga harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Penyampaian pesan: dapat dilakukan melalui lisan, tatap muka, langsung, atau menggunakan media / saluran. 2. Bentuk pesan - Informatif: bersifat memberikan keterangan (fakta-fakta), kemudian komunikan mengambil kesimpulan dan keputusan sendiri. Dalam situasi tertentu pesan informatif justru lebih berhasil daripada persuasif, misalnya jika audiens adalah kalangan cendikiawan. - Persuasif: berisikan bujukan, yakni membangkitkan pengertian dan kesadaran manusia bahwa apa yang disampaikan akan memberikan perubahan sikap, tetapi perubahan ini adalah atas kehendak sendiri (bukan dipaksa). Perubahan tersebut diterima atas kesadaran sendiri. Universitas Sumatera Utara - Koersif: penyampaian pesan yang bersifat memaksa dengan menggunakan sanksi-sanksi apabila tidak dilaksanakan. Bentuk yang terkenal dari penyampaian model ini adalah agitasi dengan penekanan-penekanan yang menimbulkan tekanan batin dan ketakutan dikalangan publik. Koersif dapat berbentuk perintahperintah, instruksi ataupun ultimatum dan sebagainya. 3. Merumuskan pesan yang baik Pesan yang akan disampaikan harus tepat. Ibarat membidik dan menembak, maka peluru harus cocok sesuai dengan sasaran. Pesan yang baik harus memenuhi beberapa syarat antara lain: - Umum: mudah di pahami oleh komunikan - Jelas dan gamblang - Bahasa jelas - Positif - Seimbang - Sesuai dengan keinginan dan kebutuhan komunikan 4. Hambatan-hambatan terhadap pesan Seringkali kita mengalami hal-hal yang tidak diharapkan dalam berkomunikasi, lain yang dituju atau lain juga yang diperoleh. Dengan perkataan lain yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan. Hal ini disebabkan adanya hambatan-hambatan terutama adalah: - Hambatan bahasa Pesan akan disalah-artikan sehingga tidak mencapai apa yang diinginkan, apabila bahasa yang digunakan tidak dipahami oleh komunikan. Termasuk dalam pengertian ini penggunaan istilahistilah yang mungkin dapat diartikan berbeda atau tidak dimengerti sama sekali. - Hambatan teknis Pesan dapat tidak utuh diterima komunikan karena gangguan teknis, misalnya suara tidak sampai karena pengeras suara rusak, bunyi-bunyian, halilintar, lingkungan yang berisik dan sebagainya. Universitas Sumatera Utara d. Media (saluran) Media adalah saluran penyampaian pesan. Media komunikasi dapat dikategorikan dalam dua bagian yaitu: 1. Media umum Media umum adalah media yang dapat digunakan oleh segala bentuk komunikasi; contohnya radio CB, OHP, dan sebagainya. 2. Media massa Media massa adalah media yang digunakan untuk komunikasi masal. Disebut demikian karena sifatnya, misalnya: pers, radio, film, dan televisi. e. Umpan balik (feed back) Setelah pesan diterima oleh komunikan diharapkan adanya umpan balik (feed back) yang diberikan komunikan, dapat berbentuk bermacam-macam yaitu: 1. External feed back Umpan balik yang diterima langsung oleh komunikator dari komunikan 2. Internal feed back Umpan balik yang diterima komunikator bukan dari komunikan, akan tetapi datang dari pesan itu sendiri atau dari komunikator sendiri. 3. Direct feed back atau immediate feed back Umpan balik langsung dalam suatu komunikasi, komunikan menggerakkan salah satu anggota badannya. 4. Indirect feed back atau delayed feed back Dalam bentuk surat kepada direksi surat kabar, penyiar radio atau penyiar televisi. Dalam hal ini umpan balik membutuhkan waktu. 5. Inferential feed back Umpan balik yang diterima dalam komunikasi massa yang disimpulkan sendiri oleh komunikator meskipun secara tidak langsung, akan tetapi cukup relevan dengan pesan yang disampaikan. Universitas Sumatera Utara 6. Zero feed back Hal ini berarti bahwa komunikasi yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan dalam menyampaikan umpan balik yang tidak dipahami oleh komunikan. 7. Neutral feed back Umpan balik yang netral berarti bahwa informasi yang diterima kembali oleh komunikator tidak relevan dengan pesan yang disampaikan semula. 8. Positive feed back Komunikasi yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan mendapat tanggapan positif,misalnya dengan adanya penerimaan pada pesan yang disampaikan. 9. Negative feed back Komunikasi yang disampaikan oleh komunikator mendapat tantangan dari komunikan. 2.1.6.Prinsip-prinsip komunikasi Menurut James L Marsell (2008) mengemukakan ada enam prinsip penting yang harus diperhatikan dalam proses komunikasi yaitu: a. Konteks Komunikasi yang bermakna akan sangat tergantung kepada cara menghubungkan dengan konteks pesan yang disampaikan. Konteks pesan tersebut akan dapat mempengaruhi orang lain dan akhirnya akan diterima tanpa paksaan. b. Fokus Agar komunikasi itu bermakna dan efektif perlu memperhatikan fokus tertentu. Fokus ini berguna agar penyampaian pesan tetap pada media yang digunakan. Universitas Sumatera Utara c. Sosialisasi Komunikasi yang bermakna dan efektif tergantung pada hubungan antara komunikator dan komunikan serta kepada siapa komunikasi itu ditujukan. Sasaran ini perlu diketahui untuk memahami situasi dari sasaran tersebut. d. Individualisasi Komunikasi yang bermakna tentunya perlu mengetahui sikap, kecakapan, dan kemampuan dari masing-masing komunikan secara individu atau kelompok. Biasanya individu atau kelompok tertentu mempunyai tradisi dan kekuasaan tertentu pula. e. Unitas (sequence) Untuk menjaga kelancaran proses komunikasi maka pesan-pesan harus disusun sedemikian rupa sehingga terlihat pesan yang perlu diberikan terlebih dahulu atau yang diutamakan, pesan-pesan tersebut perlu diketahui mana yang lebih dahulu, mana yang belakangan atau ditentukan unit-unitnya, dan secara psikologis seorang komunikator mengetahui kemampuan dari khalayak yang dihadapi. f. Evaluasi Evaluasi merupakan bagian yang integral dari proses komunikasi, evaluasi merupakan umpan balik. Jadi dalam hal ini peran komunikator dan komunikan sangat penting. 2.1.7.Proses komunikasi Menurut Cutlip dan Centre (2008), komunikasi yang efektif harus dilaksanakan dengan melalui empat tahap, yaitu: 1. Fact Finding Mencari, mengumpul fakta dan data sebelum seseorang melakukan kegiatan komunikasi. Untuk berbicara di depan suatu masyarakat perlu dicari fakta dan data tentang masyarakat tersebut, keinginannya, komposisinya dan sebagainya. Universitas Sumatera Utara 2. Planning Berdasarkan fakta dan data itu dibuatkan rencana tentang apa yang akan dikemukakan dan bagaimana mengemukakannya. Bagi suatu masyarakat yang agraris tentu saja pengemukaan komunikasi haruslah menggunakan cara yang sesuai dengan ciri-ciri-agraris. 3. Communicating Setelah planning disusun maka tahap selanjutnya adalah communicating atau berkomunikasi. 4. Evaluation Penilaian dan analisis kembali diperlukan untuk melihat bagaimana hasil komunikasi tersebut. Ini kemudian menjadi bahan bagi perencanaan melakukan komunikasi selanjutnya. 2.2.Komunikasi Dokter-Pasien 2.2.1.Pengertian komunikasi dokter-pasien (Adijanti, 2008) Komunikasi dokter-pasien merupakan momen yang sangat penting dalam rangka penyembuhan pasien. Dalam komunikasi dokter-pasien, karena keahliannya, dokter mempunyai posisi yang “lebih tinggi” daripada pasien. Dapat dikatakan dokter memiliki legitimate power sehingga dengan mudah dapat mempengaruhi pasien. Jadi, hal-hal yang disampaikan dokter lebih efektif dalam mempengaruhi pasien. Namun perlu diingat, dengan kemajuan sistem informasi saat ini banyak pasien yang datang kepada dokter dalam keadaan well informed. Agar tercipta komunikasi dokter-pasien yang baik dan benar maka setiap dokter harus dapat menjadi pendengar aktif yaitu: • Terimalah pasien apa adanya dan perlakukan secara individual. • Dengarkanlah hal-hal yang diucapkan pasien dan cara menyatakannya serta perhatikan nada suara, kata-kata yang dipergunakan, ekspresi wajah dan bahasa tubuh. • Tempatkan diri Anda pada sudut pandang pasien (empati) Universitas Sumatera Utara • Sekali-kali berikan jeda waktu bicara untuk memberi kepada pasien untuk berpikir, menanyakan sesuatu dan berbicara. • Ulangi hal-hal yang telah Anda dengar sehingga pasien tahu bahwa Anda memahaminya. • Duduklah dengan nyaman, sedikit condong kedepan, hindari gerakangerakan yang dapat mengganggu jalannya komunikasi dan pandanglah pasien ketika dia berbicara. 2.2.2.Langkah-langkah dalam komunikasi dokter-pasien (Adijanti, 2008) Dalam konseling yang juga diterapkan dalam komunikasi dokter-pasien yang baik dan benar dikenal adanya GATHER, singkatan dari Greet-Ask-TellHelp-Explain-Return dengan pengertian sebagai berikut: • Greet (memberi salam) Memberi salam kepada pasien di awal pertemuan akan menciptakan hubungan yang baik. Berilah salam dengan ramah kepada tiap pasien pada saat dia datang. Katakan kepada pasien hal-hal yang diharapkan selama pertemuan tersebut dan yakinkan bahwa setiap pasien mempunyai privacy dan kerahasiaannya akan dijaga. • Ask (bertanya) Langkah berikutnya adalah bertanya, melalui pertanyaan tersebut dokter dapat membantu pasien untuk menyatakan keinginan dan kebutuhannya serta mengekspresikan perasaannya. Cara bertanya yang efektif yaitu: - Gunakan nada suara yang menunjukkan minat, perhatian dan keramahan. - Gunakan kata-kata yang dapat dimengerti oleh pasien. - Ajukan satu pertanyaan dan tunggu jawabannya dengan penuh perhatian. - Ajukan pertanyaan yang dapat membantu pasien untuk menyampaikan kebutuhan-kebutuhannya. Universitas Sumatera Utara - Gunakan kata-kata seperti “lalu?”, “dan”, “oh?”. Karena kata-kata tersebut dapat meningkatkan keinginan pasien untuk lebih banyak bicara. - Hindari pertanyaan “mengapa?” karena dapat menimbulkan kesan mencari kesalahan. - Gunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka, misalnya “Ceritakan...”, “Bagaimana...” karena sangat bermanfaat untuk membina hubungan yang baik dengan pasien dan dapat mengorek hal-hal yang terkait dengan penyakitnya. • Tell (memberi informasi) Setelah pasien selesai menyatakan keluhan dan kebutuhannya, berikanlah informasi secara jelas sehingga dapat di mengerti oleh pasien yang kemudian dapat membantu pasien untuk mengambil keputusan. • Help (memberi bantuan) Bantuan diberikan ketika pasien yang mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan atau dalam menentukan sikap. Dalam hal ini dokter memberikan bantuan agar pasien dapat memecahkan permasalahannya dengan mudah. • Explain (memberi penjelasan) Dokter memberikan penjelasan kepada pasien tentang keputusan yang telah dipilihnya. Misalnya, bila pasien memilih salah satu metode KB atau jenis tindakan tertentu, berikan penjelasan tentang pilihannya tersebut berikut dengan efek sampingnya. • Return (kontrol kembali) Bila dirasa perlu, berikan kesempatan pada pasien untuk datang kembali. 2.3.Pengetahuan (Knowledge) 2.3.1Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Universitas Sumatera Utara Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. (Sudigdo, 2006) 2.3.2Adopsi Perilaku Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) (Sudigdo, 2006). Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1947) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: a. Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul. c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. d. Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. e. Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Namun dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, di mana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long-lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka perilaku tersebut akan tidak berlangsung lama. Universitas Sumatera Utara 2.3.3 Tingkat Pengetahuan Pegetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu: (Sudigdo, 2006) 1. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ‘tahu’ ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu apa yang dipelajari, antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. 2. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah diperlajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 4. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. Universitas Sumatera Utara 5. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya: dapat menyusun, dapat merecanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. 6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket dengan menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut di atas. 2.4.Kepatuhan 2.4.1.Pengertian Kepatuhan Kepatuhan adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis dari dokter yang mengobatinya (Kaplan dkk, 1997). Menurut Sacket dan Niven (2000) kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan. Kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan merupakan salah satu faktor penentu dalam keberhasilan pengobatan, di samping faktor-faktor lain, yaitu ketepatan diagnosis, ketepatan pemilihan obat, ketepatan aturan dosis dan cara pemberian dan faktor sugestif/kepercayaan penderita terhadap dokter maupun terhadap obat yang diberikan. Namun ironis sekali kenyataan, bahwa di satu pihak ketelitian pemeriksaan dan diagnosis semakin modern, namun di lain pihak ketaatan untuk menjalani pengobatan dari Universitas Sumatera Utara pihak pasien masih rendah sekali. Ketidak-taatan jelas akan menyebabkan menurunnya keberhasilan terapi, di samping dampak ekonomiknya. 2.4.2.Variabel yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan Beberapa variabel yang mempengaruhi tingkat kepatuhan menurut Suddart dan Brunner (2002) adalah: 1. Variabel demografi seperti usia, jenis kelamin, suku bangsa, status sosio ekonomi dan pendidikan. 2. Variabel penyakit seperti keparahan penyakit dan hilangnya gejala akibat terapi. 3. Variabel program terapeutik seperti kompleksitas program dan efek samping yang tidak menyenangkan. 4. Variabel psikososial seperti intelegensia, sikap terhadap tenaga kesehatan, penerimaan, atau penyangkalan terhadap penyakit, keyakinan agama atau budaya dan biaya financial dan lainnya yang termasuk dalam mengikuti regimen hal tersebut diatas juga ditemukan oleh Bart Smet dalam psikologi kesehatan. 2.4.3.Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan menjadi empat bagian menurut Niven (2002) antara lain: 1. Pemahaman tentang intruksi Tidak seorang pun dapat mematuhi intruksi jika ia salah paham tentang intruksi yang diberikan kepadanya. 2. Kualitas Interaksi Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan. 3. Isolasi sosial dan keluarga Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta juga dapat menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima. Universitas Sumatera Utara 4. Keyakinan, sikap dan kepribadian Becker et al (1979) dan Niven (2002) telah membuat suatu usulan bahwa model keyakinan kesehatan berguna untuk memperkirakan adanya ketidakpatuhan. Selain dari pada yang tersebut diatas Obat yang diberikan juga mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien dari segi harga, efek samping, dan jumlah obat yang diberikan: • Harga Menurut dr. Fachmi Idris, secara internasional obat hanya dibagi menjadi dua, yaitu: obat paten dan obat generik. Obat paten adalah obat yang baru ditemukan berdasarkan riset dan memiliki masa paten yang tergantung dari jenis obatnya. Obat generik terbagi lagi menjadi obat generik berlogo dan obat generik bermerek (Batubara, 2008) Harga obat generik dikendalikan oleh pemerintah untuk menjamin akses masyarakat sedangkan obat paten tidak. Harga obat generik dapat ditekan karena umumnya obat generik dikemas sederhana dan dijual dalam kemasan dengan jumlah besar, dan tidak dipromosikan secara berlebihan sehingga menghemat biaya kemasan dan biaya iklan dalam pemasarannya. Proporsi dari biaya iklan obat dapat mencapai 20-30% (Dinkes Gorontalo, 2008). Sehingga obat generik menjadi lebih murah dari obat paten. Menurut Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/068/2010 tentang Ketetapan Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah pasal 7 disebutkan bahwa Apoteker dapat mengganti obat merek dagang/obat paten dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien. Maka oleh karena penyataan diatas dalam peresepan obat, dokter harus memperhatikan ekonomi pasien, jika tidak pasien dapat meminta Universitas Sumatera Utara penggantian obat terhadap apoteker sehingga mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien dan lebih lanjut berpengaruh pada hasil terapi. • Efek samping obat Menurut definisi Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization /WHO 1970) efek samping suatu obat adalah segala sesuatu khasiat yang tidak diinginkan untuk tujuan terapi yang dimaksudkan pada dosis yang dianjurkan Efek samping yang dapat muncul dari penggunaan obat seperti contohnya Rifampicin yang dapat menyebabkan warna urin berubah menjadi warna merah dapat membuat pasien takut dan enggan mengkonsumsi obat sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh dokter sehingga perlu adanya komunikasi antar dokter dengan pasien yang baik supaya pasien patuh dalam mengkonsumsi obat. • Jumlah obat yang diberikan Menurut Retno Gitawati,dkk dalam peresepan obat dengan tujuan terapeutik, dokter juga harus menimbang terkait jumlah obat yang diberikan, karena obat yang terlalu banyak akan menyebabkan pasien merasa bosan dan tidak disiplin dalam mengkonsumsi obat seperti contohnya adalah pada pasien TB yang dalam pelaksanaan terapinya membutuhkan Pendamping Menelan Obat (PMO) sebagai strategi baru dalam menghadapi TB. 2.4.4.Cara mendeteksi kepatuhan pasien Beberapa cara untuk mendeteksi tingkat kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat yang diberikan antara lain misalnya: 1. Tanya pasien, apakah ada kesulitan untuk memakai obat, atau kesulitan untuk mengikuti petunjuk-petunjuk pemakaian. Pendekatan secara simpatik akan banyak bermanfaat. 2. Pengamatan terhadap obat sisa. Cara ini sangat mudah dilakukan terutama untuk obat-obat yang gampang dihitung, misalnya tablet, sirup, dsb, Universitas Sumatera Utara sedangkan untuk jenis aerosol mungkin sulit. Lakukan penghitungan sisa obat ini secara tidak menyolok. 3. Penilaian terhadap efek farmakologik. Beberapa obat mudah dicek karena mempunyai hubungan yang kuat antara dosis dengan timbulnya respons farmakologik. Bila dokter melihat pengobatan yang diberikan tidak atau kurang bermanfaat, telusuri lebih dulu apakah pasien taat terhadap petunjuk pemakaian atau tidak. Jangan tergesa-gesa mengganti obat atau menduga diagnosis salah. 4. Pengukuran kadar obat. Cara ini lebih pasti, namun memerlukan biaya karena pengukuran kadar secara kuatitatif harus dilakukan di laboratorium. Untuk obat-obat yang keberhasilannya sangat tergantung pada ketaatan berobat, misalnya pada penderita tuberkulosis paru, telah dilakukan upaya untuk mengembangkan metode deteksi secara kuantitatif sederhana atau kualitatif untuk kebutuhan rutin. Bahan yang diperiksa tidak selalu harus darah, tetapi pada beberapa metode yang telah dikembangkan dapat digunakan urin atau saliva yang diambil pada waktu tertentu di mana seharusnya pasien telah minum obat. Menurut Gennaro (2000) parameter kepatuhan penggunaan obat terdiri dari keberhasilan menebus resep, ketepatan dosis ( frekuensi dan jumlah), ketepatan dalam penggunaan, dan ketepatan waktu dan lama penggunaan. 2.4.5.Upaya peningkatan kepatuhan pasien Menurut Smet (1994), Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat adalah: 1. Dukungan profesional kesehatan Dukungan profesional kesehatan sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan, contoh yang paling sederhana dalam hal dukungan tersebut adalah dengan adanya teknik komunikasi. Komunikasi memegang peranan penting karena komunikasi yang baik diberikan oleh profesional kesehatan baik Dokter/ perawat dapat menanamkan ketaatan bagi pasien. Universitas Sumatera Utara 2. Dukungan sosial Dukungan sosial yang dimaksud adalah keluarga. Para profesional kesehatan yang dapat meyakinkan keluarga pasien untuk menunjang peningkatan kesehatan pasien maka ketidakpatuhan dapat dikurangi. 3. Perilaku sehat Modifikasi perilaku sehat sangat diperlukan. Untuk pasien dengan hipertensi diantaranya adalah tentang bagaimana cara untuk menghindari dari komplikasi lebih lanjut apabila sudah menderita hipertensi. Modifikasi gaya hidup dan kontrol secara teratur atau minum obat anti hipertensi sangat perlu bagi pasien hipertensi. 4. Pemberian informasi Pemberian informasi yang jelas pada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang dideritanya serta cara pengobatannya. 2.5.Tinjauan hukum Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. • Pasal 14 UU kesehatan tahun 1992 tersebut mengungkapkan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan kesehatan optimal. • Pasal 53 UU kesehatan tahun 1992 menyebutkan bahwa setiap pasien berhak atas informasi, rahasia kedokteran, dan hak opini kedua. • Pasal 55 UU kesehatan tahun 1992 dan pasal 58 ayat (1) UU kesehatan tahun 2009 menyebutkan bahwa setiap pasien berhak mendapatkan ganti rugi karena kesalahan dan kelalaian petugas kesehatan. Universitas Sumatera Utara