PATULANGAN BAWI SRENGGI DALAM PROSESI NGABEN WARGA TUTUAN DI DESA GUNAKSA, KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Estetika Hindu) Oleh I Wayan Agus Gunada Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Abstrak Ngaben merupakan prosesi kematian umat Hindu di Bali yang dilakukan dengan jalan membakar jenasah, pada prosesinya pembakaran jenasah tersebut umumnya menggunakan sarana wadah yang bernama petulangan. Petulangan sebagai sarana pembakaran umumnya mengambil wujud binatang yang dianggap suci dan dikeramatkan, bentuk petulangan sendiri tergantung kepada bhisama-bhisama yang tercantum pada masing-masing treh/soroh/warga yang terdapat di Bali. Salah satu wujud petulangan yang ada adalah petulangan bawi srenggi yang digunakan oleh warga tutuan pada prosesi ngaben sesuai dengan piagem prasasti tutuan. Bentuk petulangan bawi srenggi merupakan petulangan yang berwujud babi hutan yang bertanduk. Wujud babi hutan ini menyimbolkan waraha awatara sebagai salah satu awatara wisnu yang menyelamatkan dunia akibat kejahatan Hiranyaksa. Pada piagem tutuan ditemukan beberapa bhisama-bhisama yang penting dan wajib ditaati oleh para warga tutuan sebagai bentuk bhakti terhadap kawitan Ki Mantri Tutuan Pratisentana Sira Dalem Mangori. Dari sudut pandang Estetika dan Estetika Hindu ditemukan bahwa petulangan bawi srenggi memiliki prinsip unity kesatuan, balance keseimbangan, contrast dominasi, rhytem irama, serta mengandung unsur garis, warna dan bidang yang secara keseluruhan membentuk Petulangan Bawi Srenggi sehingga memiliki keindahan didalamnya. Dari sisi Estetika Hindu maka unsur satyam dibentuk dari filosofi makna yang terkandung, unsur siwam melalui upacara-upacara penyucian dan unsur sundaram melalui dikandungnya unsur-unsur sad angga yaitu Rupabheda, Sadrsy,a Pramana, Wanikabangga, Bhawa dan Lawanya. Secara unsur pendidikan, maka didalam petulangan bawi srenggi ditemukan fungsi serta makna pendidikan yang penting dikaitkan dengan proses pendidikan baik pendidikan formal maupun informal. Fungsi pendidikan yang terkandung didalamnya yaitu fungsi kejujuran, kesetian, kerja sama, religius dan komoditi. Makna pendidikan yang terkandung didalam petulangan bawi srenggi adalah makna pendidikan eskatologi, makna pendidikan interaksional simbolik pengukuhan bhisama, makna pendidikan keseimbangan sekala dan niskala serta makna pendidikan seni rupa Hindu. Kata Kunci : Petulangan, Bawi Srenggi, Ngaben, Tutuan, Estetika, Hindu PENDAHULUAN Prosesi ngaben sebagai salah satu bagian dari upacara pitra yajna di Bali tidak pernah lepas dari terintegrasinya unsur-unsur tradisi, seni dan unsur sosial masyarakat Bali. Ngaben sendiri memiliki konsepsi beragam yang telah dibahas oleh banyak tokoh, salah satu konsep ngaben adalah ngaben yang berasal dari kata ngapian yang berarti upacara kembali ke api, dan ngaben berasal dari kata ngebeyanin artinya upacara dengan memberikan bekal kepada orang yang meninggal. 17 Ngaben sebagai suatu upacara, terlaksana dengan beragam sarana yang cukup unik dan menarik, salah satunya adalah petulangan sebagai sarana pembakaran jenasahnya. Secara filosofis masyarakat Bali meyakini bahwa petulangan pada upacara ngaben akan menajdi wahana yang mengantarkan atma sang mati menuju tempat sesuai dengan karmanya semasih hidup. Secara teoritis beberapa tokoh menyebutkan bahwa petulangan merupakan tempat pembakaran jenasah yang mengambil bentuk-bentuk hewan yang dianggap memiliki nilainilai kesucian dan kesakralan. Secara empiris, salah satu petulangan yang cukup unik wujudnya adalah petulangan bawi srenggi yang digunakan oleh soroh warga tutuan, petulangan ini berbentuk hewan babi dengan atribut seperti raja dengan menggunakan ketu dan terdapat tanduk dikepalanya. Secara pragmatis penelitian mengenai petulangan bawi srenggi yang digunakan oleh warga tutuan di desa Gunaksa Kabupaten Klungkung akan berguna untuk membedah segala unsur konsepsi utamanya mengenai kandungan konsepsi esetika Hindu serta kaitannya dengan fungsi serta makna Pendidikan yang terkandung didalamnya sehingga dapat menjadi suatu pedoman praktis dalam menginformasikan keberadaan petulangan di Bali PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian terhadap petulangan bawi srenggi maka dapat disebutkan bahwa secara penggunaan maka dalam proses penggunaannya, petulangan bawi srenggi digunakan karena merupakan bhisama yang sudah turun temurun ada dalam piagem prasasti tutuan yang terdapat di pura Bukit Buluh Desa Gunaksa, selain itu pula alasan lain bahwa terdapat konsepsi filsafat waraha awatara didalamnya sehingga masyarakat warga tutuan meyakini bahwa keberadaan waraha yang disimbolkan dalam bawi srenggi akan mampu mengantarkan dan menyelamatkan atma sehingga mendapatkan tempat sesuai dengan karmanya. Bentuk petulangan bawi srenggi secara struktural dibentuk dari tiga hal yaitu petulangan, baturan dan sanan. Secara bentuk petulangan bawi srenggi mengambil wujud babi hutan dengan pepayasan dan ketu yang bertanduk, baturan merupakan alas dari petulangan yang berbentuk balok dengan beragam hiasan ornamen Bali serta sanan yang berbetuk persegi yang terbuat dari bambu sebagai sarana untuk menggotong petulangan. Simbol-simbol yang terdapat dalam petulangan bawi srenggi sangat banyak dan kaya akan makna didalamnya. Secara konsepsi estetika maka ditemukan bahwa keindahan dalam petulangan bawi srenggi terbentuk dari adanya unsur unity atau kesatuan bentuk antara masing-masing struktur petulangan. Balance keseimbangan bahwa masing-masing struktur saling mendukung. Contrast bahwa dalam petulangan wujud-wujud yang berbeda yang membentuknya memberikan kesan dinamis dan dominan. Irama bahwa warna dalam petulangan menggambarkan kesan harmonis dan berirama. Garis dalam petulangan bawi srenggi terbentuk dalam dua hal yaitu garis semu dan garis nyata. Warna yang terdapat didalam petulangan bawi srenggi didominasi oleh warna hitam dan emas dimana warna hitam sebagai warna proporsi tubuh sedangkan warna emas untuk pepayasan. Bidang-bidang yang terkandung didalam petulangan bawi srenggi terbentuk dari dua bidang yaitu geometris dan non geometris. Pada sisi estetika Hindu maka konsepsi satyam siwam sundaram tercermin pada konsepsi kebenaran bahwa dalam petulangan bawi srenggi terdapat suatu nilai dharma berupa esensi filosofis waraha awatara. Siwam atau kesucian dalam petulangan bawi srenggi tercermin kepada dua hal yaitu kesucian undagi dan kesucian petulangan melalui ritual sakralisasi mulai dari proses pembuatan hingga penggunaan. Konsep sundaram tercermin dari adanya usnur sad angga yang berupa rupabheda, lawanya, pramana, sadrsya, bhava dan wanikabangga. Khusus dalam esensi bhava ditemukan dari sembilan bhava utama didalam petulangan bawi srenggi didominasi oleh tiga Bhava yaitu Bhava Srangga rasa asmara, Bhava Adbhuta rasa takjub dan Bhava Santa Rasa damai yang disimbolkan oleh Dewa 18 Wisnu, Dewa Brahma Dan Dewa Siwa. Dari sisi fungsi pendidikan maka ditemukan bahwa sebagai benda upakara petulangan bawi srengggi mengandung fungsi pendidikan karakter berupa fungsi pendidikan kejujuran, kerja sama, Religius, kesetiaan dan fungsi manifest berupa fungsi pendidikan komoditi. Lebih dari itu dari sudut pandang makna maka terdapat beberapa makna pendidikan yang terkandung didalam petulangan bawi srenggi yaitu makna pendidikan eskatologis, makna pendidikan keseimbangan sekala dan niskala, makna pendidikan interaksional simbolik pengukuhan bhisama oleh warga tutuan dan makna pendidikan seni rupa Hindu. Konsepsi estetika Hindu pada petulangan bawi srenggi merupakan konsepsi dasar yang membentuk petulangan bawi srenggi sebagai wujud keindahan yang tidak hanya untuk pemuasan keindahan jasmani namun juga keindahan pada sisi rohani. Satyam dalam petulangan bawi srenggi terkonsepsi pada makna filosofis waraha awatara, siwam terkonsepsi pada proses kesucian dan penyucian serta sakralisasi, dan sundaram terkonsepsi kepada pembentukan penerimaan rasa indah melalui unsur sad angga. Selain itu konsepsi estetika Hindu nyatanya memiliki keterkaitan pada fungsi pendidikan dan makna pendidikan yang memberikan gambaran bahwa secara realita petulangan bawi srenggi sebagai wujud sarana upakara mengandung esensi-esensi pengetahuan yang cukup menarik untuk diintegrasikan pada proses pendidikan dan mengandung nilai pendidikan didalamnya. SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan temuan maka dapat disimpulkan bahwa secara konsepsi petulangan bawi srenggi merupakan tempat pembakaran jenasah warga tutuan yang didasarkan atas bhisama pada piagem prasasti tutuan. Didalamnya terdapat esensi filosofis waraha awatara dan mengandung berbagai simbol-simbol Hindu. Secara konsepsi keindahan maka petulangan bawi srenggi terbentuk melalui berbagai unsur-unsur estetika sehingga memberikan nilai-nilai keindahan yang mampu memberikan keindahan jasmani maupun rohani. Secara fungsi dan makna, maka petulangan bawi srenggi mengandung banyak sekali unsur fungsi pendidikan dan makna pendidikan yang terintegrasi dengan konsep estetika Hindu yang memberikan pengetahuan dan wawasan yang dapat menjadi bagian dari materi dan media pendidikan khususnya pendidikan seni rupa Hindu yang merupakan bagian dari praktek keagamaan Hindu. DAFTAR PUSTAKA Agung Jaya Ck, I Gusti Ngurah. 2011. ”Komodifikasi Bentuk Pepalihan Dan Ragam Hias Wadah Karya Ida Bagus Nyoman Parta Di Desa Angantaka, Kabupaten Badung”. (Tesis). Denpasar. Universitas Udayana Ahmad Taufiq. 2003. Negeri Akhirat Konsep Eskatologi Nuruddin Ar-Raniri. Solo : PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta Darmayuni, Sri Mulyawati. 2010. “Upacara Ngaben Dadakan Masyarakat Banjar Sawagunung, Kecamatan Tampak Siring, Gianyar”, (Tesis). Denpasar : Universitas Hindu Indonesia Denpasar Djamal, M. 2015. Paradigma Penelitian Kualitatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Djelantik, A.A.M. 2004. Estetika Sebuah Pengantar. Bandung : Masyarakat Pertunjukkan Seni Indonesia Bekerjasama Dengan Arti Donder, I Ketut. 2006. Brahmawidya Teologi Kasih Alam Semesta. Surabaya : Paramita Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin. 2012. Arsitektur Bangunan Suci Hindu. Denpasar : UNUD Press Dan CV. Bali Media Adhikarsa 19 Gelgel, I Putu Dan Wayan Budi Utama. 2013. Bhisama Parisada Dasar Hukum, Kekuatan Mengikat, Dan Fungsinya Di Era Global. Denpasar : Pascasarjana Universitas Hindu Indonesia Ghazali, Adeng Mochtar. 2011. Antropologi Agama. Bandung : Alfabeta Agung Jaya Ck, I Gusti Ngurah. 2011. ”Komodifikasi Bentuk Pepalihan Dan Ragam Hias Wadah Karya Ida Bagus Nyoman Parta Di Desa Angantaka, Kabupaten Badung”. (Tesis). Denpasar. Universitas Udayana Ahmad Taufiq. 2003. Negeri Akhirat Konsep Eskatologi Nuruddin Ar-Raniri. Solo : PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta Darmayuni, Sri Mulyawati. 2010. “Upacara Ngaben Dadakan Masyarakat Banjar Sawagunung, Kecamatan Tampak Siring, Gianyar”, (Tesis). Denpasar : Universitas Hindu Indonesia Denpasar Djamal, M. 2015. Paradigma Penelitian Kualitatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Djelantik, A.A.M. 2004. Estetika Sebuah Pengantar. Bandung : Masyarakat Pertunjukkan Seni Indonesia Bekerjasama Dengan Arti Donder, I Ketut. 2006. Brahmawidya Teologi Kasih Alam Semesta. Surabaya : Paramita Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin. 2012. Arsitektur Bangunan Suci Hindu. Denpasar : UNUD Press Dan CV. Bali Media Adhikarsa Gelgel, I Putu Dan Wayan Budi Utama. 2013. Bhisama Parisada Dasar Hukum, Kekuatan Mengikat, Dan Fungsinya Di Era Global. Denpasar : Pascasarjana Universitas Hindu Indonesia Ghazali, Adeng Mochtar. 2011. Antropologi Agama. Bandung : Alfabeta Hendrik Rapar, Jan. 1996. Pengantar Filsafat. Yogyakarta : Kanisius Kaler, I Gusti Ketut. 2008. Ngaben, Mengapa Mayat Dibakar ?. Denpasar: Pustaka Bali Post. Kebayantini, Ni Nyoman. 2013. Komodifikasi Upacara Ngaben Di Bali. Denpasar : Udayana University Pers Koentjaraningrat. 1981. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta : PT. Dian Rakyat Kutha Ratna, Nyoman. 2015. Estetika Sastra Dan Budaya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Madrasuta, Ngakan Made. 2013. Mengungkap Misteri Kematian. Jakarta : Media Hindu Agung Jaya Ck, I Gusti Ngurah. 2011. ”Komodifikasi Bentuk Pepalihan Dan Ragam Hias Wadah Karya Ida Bagus Nyoman Parta Di Desa Angantaka, Kabupaten Badung”. (Tesis). Denpasar. Universitas Udayana Ahmad Taufiq. 2003. Negeri Akhirat Konsep Eskatologi Nuruddin Ar-Raniri. Solo : PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta Darmayuni, Sri Mulyawati. 2010. “Upacara Ngaben Dadakan Masyarakat Banjar Sawagunung, Kecamatan Tampak Siring, Gianyar”, (Tesis). Denpasar : Universitas Hindu Indonesia Denpasar Djamal, M. 2015. Paradigma Penelitian Kualitatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Djelantik, A.A.M. 2004. Estetika Sebuah Pengantar. Bandung : Masyarakat Pertunjukkan Seni Indonesia Bekerjasama Dengan Arti Donder, I Ketut. 2006. Brahmawidya Teologi Kasih Alam Semesta. Surabaya : Paramita Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin. 2012. Arsitektur Bangunan Suci Hindu. Denpasar : UNUD Press Dan CV. Bali Media Adhikarsa Gelgel, I Putu Dan Wayan Budi Utama. 2013. Bhisama Parisada Dasar Hukum, Kekuatan Mengikat, Dan Fungsinya Di Era Global. Denpasar : Pascasarjana Universitas Hindu Indonesia 20 Ghazali, Adeng Mochtar. 2011. Antropologi Agama. Bandung : Alfabeta Hendrik Rapar, Jan. 1996. Pengantar Filsafat. Yogyakarta : Kanisius Kaler, I Gusti Ketut. 2008. Ngaben, Mengapa Mayat Dibakar ?. Denpasar: Pustaka Bali Post. Kebayantini, Ni Nyoman. 2013. Komodifikasi Upacara Ngaben Di Bali. Denpasar : Udayana University Pers Koentjaraningrat. 1981. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta : PT. Dian Rakyat Kutha Ratna, Nyoman. 2015. Estetika Sastra Dan Budaya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Madrasuta, Ngakan Made. 2013. Mengungkap Misteri Kematian. Jakarta : Media Hindu Parwati, Ni Nyoman. 2009. “Patulangan Gardabha Dalam Upacara Ngaben Di Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar (Kajian Pendidikan Agama Hindu)”. (Skripsi). Denpasar: Universitas Hindu Indonesia Denpasar Ritzer, George Dan Douglas J. Goodman. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta : Prenada Media Sachari, Agus. 2002. Estetika Makna, Simbol Dan Daya. Bandung : Penerbit ITB Sadulloh, Uyoh. 2014. Pedagogik Ilmu Mendidik. Bandung : Alfabeta Sudarsana, I. K. (2016). PEMIKIRAN TOKOH PENDIDIKAN DALAM BUKU LIFELONG LEARNING: POLICIES, PRACTICES, AND PROGRAMS (Perspektif Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia). Jurnal Penjaminan Mutu, (2016), 44-53. Sudarsana, I. K. (2015). PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DALAM UPAYA PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA. Jurnal Penjaminan Mutu, (Volume 1 Nomor 1 Pebruari 2015), 1-14. Sukayasa, I Wayan. 2007. Teori Rasa : Memahami Tasu, Ekspresi Dan Metodenya. Denpasar : Program Magister (S2) Ilmu Agama Dan Kebudayaan Universitas Hindu Indonesia Denpasar Bekerja Sama Dengan Penerbit Widya Dharma Sukraaliwan, I Nyoman. 2007. “Upacara Ngaben Massal Masyarakat Desa Pakraman Sudaji. Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng : Sebuah Kajian Budaya”. (Tesis). Denpasar: Universitas Udayana Suyoga, I Putu Gede. 2014. “Arsitektur Bade Transformasi Konsep Menuju Bentuk”. (Tesis). Denpasar : Universitas Hindu Indonesia Denpasar Titib, I Made. 2006. Persepsi Umat Hindu Di Bali Terhadap Svarga, Naraka Dan Moksa Dalam Svargarohanaparwa Persfektif Kajian Budaya. Surabaya : Paramita Titib, I Made. 2011. Tri Sandya Sembahyang Dan Berdoa. Surabaya : Paramita Tri Guna, Ida Bagus Gede Yudha. 2000. Teori Tentang Simbol. Denpasar : Widya Dharma Tri Guna, Ida Bagus Gede Yudha. 2003. Estetika Hindu Dan Pembangunan Bali. Denpasar : Widya Dharma 21