17 PATULANGAN BAWI SRENGGI DALAM PROSESI NGABEN

advertisement
PATULANGAN BAWI SRENGGI
DALAM PROSESI NGABEN WARGA TUTUAN
DI DESA GUNAKSA, KABUPATEN KLUNGKUNG
(Kajian Estetika Hindu)
Oleh
I Wayan Agus Gunada
Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
Abstrak
Ngaben merupakan prosesi kematian umat Hindu di Bali yang dilakukan dengan jalan
membakar jenasah, pada prosesinya pembakaran jenasah tersebut umumnya menggunakan
sarana wadah yang bernama petulangan. Petulangan sebagai sarana pembakaran umumnya
mengambil wujud binatang yang dianggap suci dan dikeramatkan, bentuk petulangan sendiri
tergantung kepada bhisama-bhisama yang tercantum pada masing-masing treh/soroh/warga
yang terdapat di Bali. Salah satu wujud petulangan yang ada adalah petulangan bawi srenggi
yang digunakan oleh warga tutuan pada prosesi ngaben sesuai dengan piagem prasasti
tutuan.
Bentuk petulangan bawi srenggi merupakan petulangan yang berwujud babi hutan
yang bertanduk. Wujud babi hutan ini menyimbolkan waraha awatara sebagai salah satu
awatara wisnu yang menyelamatkan dunia akibat kejahatan Hiranyaksa. Pada piagem tutuan
ditemukan beberapa bhisama-bhisama yang penting dan wajib ditaati oleh para warga tutuan
sebagai bentuk bhakti terhadap kawitan Ki Mantri Tutuan Pratisentana Sira Dalem Mangori.
Dari sudut pandang Estetika dan Estetika Hindu ditemukan bahwa petulangan bawi
srenggi memiliki prinsip unity kesatuan, balance keseimbangan, contrast dominasi, rhytem
irama, serta mengandung unsur garis, warna dan bidang yang secara keseluruhan membentuk
Petulangan Bawi Srenggi sehingga memiliki keindahan didalamnya. Dari sisi Estetika Hindu
maka unsur satyam dibentuk dari filosofi makna yang terkandung, unsur siwam melalui
upacara-upacara penyucian dan unsur sundaram melalui dikandungnya unsur-unsur sad
angga yaitu Rupabheda, Sadrsy,a Pramana, Wanikabangga, Bhawa dan Lawanya.
Secara unsur pendidikan, maka didalam petulangan bawi srenggi ditemukan fungsi
serta makna pendidikan yang penting dikaitkan dengan proses pendidikan baik pendidikan
formal maupun informal. Fungsi pendidikan yang terkandung didalamnya yaitu fungsi
kejujuran, kesetian, kerja sama, religius dan komoditi. Makna pendidikan yang terkandung
didalam petulangan bawi srenggi adalah makna pendidikan eskatologi, makna pendidikan
interaksional simbolik pengukuhan bhisama, makna pendidikan keseimbangan sekala dan
niskala serta makna pendidikan seni rupa Hindu.
Kata Kunci : Petulangan, Bawi Srenggi, Ngaben, Tutuan, Estetika, Hindu
PENDAHULUAN
Prosesi ngaben sebagai salah satu bagian dari upacara pitra yajna di Bali tidak pernah
lepas dari terintegrasinya unsur-unsur tradisi, seni dan unsur sosial masyarakat Bali. Ngaben
sendiri memiliki konsepsi beragam yang telah dibahas oleh banyak tokoh, salah satu konsep
ngaben adalah ngaben yang berasal dari kata ngapian yang berarti upacara kembali ke api,
dan ngaben berasal dari kata ngebeyanin artinya upacara dengan memberikan bekal kepada
orang yang meninggal.
17
Ngaben sebagai suatu upacara, terlaksana dengan beragam sarana yang cukup unik
dan menarik, salah satunya adalah petulangan sebagai sarana pembakaran jenasahnya. Secara
filosofis masyarakat Bali meyakini bahwa petulangan pada upacara ngaben akan menajdi
wahana yang mengantarkan atma sang mati menuju tempat sesuai dengan karmanya semasih
hidup. Secara teoritis beberapa tokoh menyebutkan bahwa petulangan merupakan tempat
pembakaran jenasah yang mengambil bentuk-bentuk hewan yang dianggap memiliki nilainilai kesucian dan kesakralan.
Secara empiris, salah satu petulangan yang cukup unik wujudnya adalah petulangan
bawi srenggi yang digunakan oleh soroh warga tutuan, petulangan ini berbentuk hewan babi
dengan atribut seperti raja dengan menggunakan ketu dan terdapat tanduk dikepalanya.
Secara pragmatis penelitian mengenai petulangan bawi srenggi yang digunakan oleh warga
tutuan di desa Gunaksa Kabupaten Klungkung akan berguna untuk membedah segala unsur
konsepsi utamanya mengenai kandungan konsepsi esetika Hindu serta kaitannya dengan
fungsi serta makna Pendidikan yang terkandung didalamnya sehingga dapat menjadi suatu
pedoman praktis dalam menginformasikan keberadaan petulangan di Bali
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian terhadap petulangan bawi srenggi maka dapat
disebutkan bahwa secara penggunaan maka dalam proses penggunaannya, petulangan bawi
srenggi digunakan karena merupakan bhisama yang sudah turun temurun ada dalam piagem
prasasti tutuan yang terdapat di pura Bukit Buluh Desa Gunaksa, selain itu pula alasan lain
bahwa terdapat konsepsi filsafat waraha awatara didalamnya sehingga masyarakat warga
tutuan meyakini bahwa keberadaan waraha yang disimbolkan dalam bawi srenggi akan
mampu mengantarkan dan menyelamatkan atma sehingga mendapatkan tempat sesuai
dengan karmanya. Bentuk petulangan bawi srenggi secara struktural dibentuk dari tiga hal
yaitu petulangan, baturan dan sanan. Secara bentuk petulangan bawi srenggi mengambil
wujud babi hutan dengan pepayasan dan ketu yang bertanduk, baturan merupakan alas dari
petulangan yang berbentuk balok dengan beragam hiasan ornamen Bali serta sanan yang
berbetuk persegi yang terbuat dari bambu sebagai sarana untuk menggotong petulangan.
Simbol-simbol yang terdapat dalam petulangan bawi srenggi sangat banyak dan kaya
akan makna didalamnya. Secara konsepsi estetika maka ditemukan bahwa keindahan dalam
petulangan bawi srenggi terbentuk dari adanya unsur unity atau kesatuan bentuk antara
masing-masing struktur petulangan. Balance keseimbangan bahwa masing-masing struktur
saling mendukung. Contrast bahwa dalam petulangan wujud-wujud yang berbeda yang
membentuknya memberikan kesan dinamis dan dominan. Irama bahwa warna dalam
petulangan menggambarkan kesan harmonis dan berirama. Garis dalam petulangan bawi
srenggi terbentuk dalam dua hal yaitu garis semu dan garis nyata. Warna yang terdapat
didalam petulangan bawi srenggi didominasi oleh warna hitam dan emas dimana warna
hitam sebagai warna proporsi tubuh sedangkan warna emas untuk pepayasan. Bidang-bidang
yang terkandung didalam petulangan bawi srenggi terbentuk dari dua bidang yaitu geometris
dan non geometris. Pada sisi estetika Hindu maka konsepsi satyam siwam sundaram
tercermin pada konsepsi kebenaran bahwa dalam petulangan bawi srenggi terdapat suatu
nilai dharma berupa esensi filosofis waraha awatara. Siwam atau kesucian dalam petulangan
bawi srenggi tercermin kepada dua hal yaitu kesucian undagi dan kesucian petulangan
melalui ritual sakralisasi mulai dari proses pembuatan hingga penggunaan. Konsep sundaram
tercermin dari adanya usnur sad angga yang berupa rupabheda, lawanya, pramana, sadrsya,
bhava dan wanikabangga.
Khusus dalam esensi bhava ditemukan dari sembilan bhava utama didalam
petulangan bawi srenggi didominasi oleh tiga Bhava yaitu Bhava Srangga rasa asmara,
Bhava Adbhuta rasa takjub dan Bhava Santa Rasa damai yang disimbolkan oleh Dewa
18
Wisnu, Dewa Brahma Dan Dewa Siwa. Dari sisi fungsi pendidikan maka ditemukan bahwa
sebagai benda upakara petulangan bawi srengggi mengandung fungsi pendidikan karakter
berupa fungsi pendidikan kejujuran, kerja sama, Religius, kesetiaan dan fungsi manifest
berupa fungsi pendidikan komoditi. Lebih dari itu dari sudut pandang makna maka terdapat
beberapa makna pendidikan yang terkandung didalam petulangan bawi srenggi yaitu makna
pendidikan eskatologis, makna pendidikan keseimbangan sekala dan niskala, makna
pendidikan interaksional simbolik pengukuhan bhisama oleh warga tutuan dan makna
pendidikan seni rupa Hindu.
Konsepsi estetika Hindu pada petulangan bawi srenggi merupakan konsepsi dasar
yang membentuk petulangan bawi srenggi sebagai wujud keindahan yang tidak hanya untuk
pemuasan keindahan jasmani namun juga keindahan pada sisi rohani. Satyam dalam
petulangan bawi srenggi terkonsepsi pada makna filosofis waraha awatara, siwam
terkonsepsi pada proses kesucian dan penyucian serta sakralisasi, dan sundaram terkonsepsi
kepada pembentukan penerimaan rasa indah melalui unsur sad angga.
Selain itu konsepsi estetika Hindu nyatanya memiliki keterkaitan pada fungsi
pendidikan dan makna pendidikan yang memberikan gambaran bahwa secara realita
petulangan bawi srenggi sebagai wujud sarana upakara mengandung esensi-esensi
pengetahuan yang cukup menarik untuk diintegrasikan pada proses pendidikan dan
mengandung nilai pendidikan didalamnya.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan temuan maka dapat disimpulkan bahwa secara
konsepsi petulangan bawi srenggi merupakan tempat pembakaran jenasah warga tutuan yang
didasarkan atas bhisama pada piagem prasasti tutuan. Didalamnya terdapat esensi filosofis
waraha awatara dan mengandung berbagai simbol-simbol Hindu. Secara konsepsi keindahan
maka petulangan bawi srenggi terbentuk melalui berbagai unsur-unsur estetika sehingga
memberikan nilai-nilai keindahan yang mampu memberikan keindahan jasmani maupun
rohani. Secara fungsi dan makna, maka petulangan bawi srenggi mengandung banyak sekali
unsur fungsi pendidikan dan makna pendidikan yang terintegrasi dengan konsep estetika
Hindu yang memberikan pengetahuan dan wawasan yang dapat menjadi bagian dari materi
dan media pendidikan khususnya pendidikan seni rupa Hindu yang merupakan bagian dari
praktek keagamaan Hindu.
DAFTAR PUSTAKA
Agung Jaya Ck, I Gusti Ngurah. 2011. ”Komodifikasi Bentuk Pepalihan Dan Ragam Hias
Wadah Karya Ida Bagus Nyoman Parta Di Desa Angantaka, Kabupaten Badung”.
(Tesis). Denpasar. Universitas Udayana
Ahmad Taufiq. 2003. Negeri Akhirat Konsep Eskatologi Nuruddin Ar-Raniri. Solo : PT Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri
Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka
Cipta
Darmayuni, Sri Mulyawati. 2010. “Upacara Ngaben Dadakan Masyarakat Banjar
Sawagunung, Kecamatan Tampak Siring, Gianyar”, (Tesis). Denpasar : Universitas
Hindu Indonesia Denpasar
Djamal, M. 2015. Paradigma Penelitian Kualitatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Djelantik, A.A.M. 2004. Estetika Sebuah Pengantar. Bandung : Masyarakat Pertunjukkan
Seni Indonesia Bekerjasama Dengan Arti
Donder, I Ketut. 2006. Brahmawidya Teologi Kasih Alam Semesta. Surabaya : Paramita
Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin. 2012. Arsitektur Bangunan Suci Hindu. Denpasar : UNUD
Press Dan CV. Bali Media Adhikarsa
19
Gelgel, I Putu Dan Wayan Budi Utama. 2013. Bhisama Parisada Dasar Hukum, Kekuatan
Mengikat, Dan Fungsinya Di Era Global. Denpasar : Pascasarjana Universitas Hindu
Indonesia
Ghazali, Adeng Mochtar. 2011. Antropologi Agama. Bandung : Alfabeta
Agung Jaya Ck, I Gusti Ngurah. 2011. ”Komodifikasi Bentuk Pepalihan Dan Ragam Hias
Wadah Karya Ida Bagus Nyoman Parta Di Desa Angantaka, Kabupaten Badung”.
(Tesis). Denpasar. Universitas Udayana
Ahmad Taufiq. 2003. Negeri Akhirat Konsep Eskatologi Nuruddin Ar-Raniri. Solo : PT Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri
Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka
Cipta
Darmayuni, Sri Mulyawati. 2010. “Upacara Ngaben Dadakan Masyarakat Banjar
Sawagunung, Kecamatan Tampak Siring, Gianyar”, (Tesis). Denpasar : Universitas
Hindu Indonesia Denpasar
Djamal, M. 2015. Paradigma Penelitian Kualitatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Djelantik, A.A.M. 2004. Estetika Sebuah Pengantar. Bandung : Masyarakat Pertunjukkan
Seni Indonesia Bekerjasama Dengan Arti
Donder, I Ketut. 2006. Brahmawidya Teologi Kasih Alam Semesta. Surabaya : Paramita
Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin. 2012. Arsitektur Bangunan Suci Hindu. Denpasar : UNUD
Press Dan CV. Bali Media Adhikarsa
Gelgel, I Putu Dan Wayan Budi Utama. 2013. Bhisama Parisada Dasar Hukum, Kekuatan
Mengikat, Dan Fungsinya Di Era Global. Denpasar : Pascasarjana Universitas Hindu
Indonesia
Ghazali, Adeng Mochtar. 2011. Antropologi Agama. Bandung : Alfabeta
Hendrik Rapar, Jan. 1996. Pengantar Filsafat. Yogyakarta : Kanisius
Kaler, I Gusti Ketut. 2008. Ngaben, Mengapa Mayat Dibakar ?. Denpasar: Pustaka Bali Post.
Kebayantini, Ni Nyoman. 2013. Komodifikasi Upacara Ngaben Di Bali. Denpasar : Udayana
University Pers
Koentjaraningrat. 1981. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta : PT. Dian Rakyat
Kutha Ratna, Nyoman. 2015. Estetika Sastra Dan Budaya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Madrasuta, Ngakan Made. 2013. Mengungkap Misteri Kematian. Jakarta : Media Hindu
Agung Jaya Ck, I Gusti Ngurah. 2011. ”Komodifikasi Bentuk Pepalihan Dan Ragam Hias
Wadah Karya Ida Bagus Nyoman Parta Di Desa Angantaka, Kabupaten Badung”.
(Tesis). Denpasar. Universitas Udayana
Ahmad Taufiq. 2003. Negeri Akhirat Konsep Eskatologi Nuruddin Ar-Raniri. Solo : PT Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri
Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka
Cipta
Darmayuni, Sri Mulyawati. 2010. “Upacara Ngaben Dadakan Masyarakat Banjar
Sawagunung, Kecamatan Tampak Siring, Gianyar”, (Tesis). Denpasar : Universitas
Hindu Indonesia Denpasar
Djamal, M. 2015. Paradigma Penelitian Kualitatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Djelantik, A.A.M. 2004. Estetika Sebuah Pengantar. Bandung : Masyarakat Pertunjukkan
Seni Indonesia Bekerjasama Dengan Arti
Donder, I Ketut. 2006. Brahmawidya Teologi Kasih Alam Semesta. Surabaya : Paramita
Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin. 2012. Arsitektur Bangunan Suci Hindu. Denpasar : UNUD
Press Dan CV. Bali Media Adhikarsa
Gelgel, I Putu Dan Wayan Budi Utama. 2013. Bhisama Parisada Dasar Hukum, Kekuatan
Mengikat, Dan Fungsinya Di Era Global. Denpasar : Pascasarjana Universitas Hindu
Indonesia
20
Ghazali, Adeng Mochtar. 2011. Antropologi Agama. Bandung : Alfabeta
Hendrik Rapar, Jan. 1996. Pengantar Filsafat. Yogyakarta : Kanisius
Kaler, I Gusti Ketut. 2008. Ngaben, Mengapa Mayat Dibakar ?. Denpasar: Pustaka Bali Post.
Kebayantini, Ni Nyoman. 2013. Komodifikasi Upacara Ngaben Di Bali. Denpasar : Udayana
University Pers
Koentjaraningrat. 1981. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta : PT. Dian Rakyat
Kutha Ratna, Nyoman. 2015. Estetika Sastra Dan Budaya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Madrasuta, Ngakan Made. 2013. Mengungkap Misteri Kematian. Jakarta : Media Hindu
Parwati, Ni Nyoman. 2009. “Patulangan Gardabha Dalam Upacara Ngaben Di Kecamatan
Ubud, Kabupaten Gianyar (Kajian Pendidikan Agama Hindu)”. (Skripsi). Denpasar:
Universitas Hindu Indonesia Denpasar
Ritzer, George Dan Douglas J. Goodman. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta : Prenada
Media
Sachari, Agus. 2002. Estetika Makna, Simbol Dan Daya. Bandung : Penerbit ITB
Sadulloh, Uyoh. 2014. Pedagogik Ilmu Mendidik. Bandung : Alfabeta
Sudarsana, I. K. (2016). PEMIKIRAN TOKOH PENDIDIKAN DALAM BUKU
LIFELONG LEARNING: POLICIES, PRACTICES, AND PROGRAMS (Perspektif
Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia). Jurnal Penjaminan Mutu, (2016), 44-53.
Sudarsana, I. K. (2015). PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
DALAM UPAYA PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA. Jurnal
Penjaminan Mutu, (Volume 1 Nomor 1 Pebruari 2015), 1-14.
Sukayasa, I Wayan. 2007. Teori Rasa : Memahami Tasu, Ekspresi Dan Metodenya. Denpasar
: Program Magister (S2) Ilmu Agama Dan Kebudayaan Universitas Hindu Indonesia
Denpasar Bekerja Sama Dengan Penerbit Widya Dharma
Sukraaliwan, I Nyoman. 2007. “Upacara Ngaben Massal Masyarakat Desa Pakraman Sudaji.
Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng : Sebuah Kajian Budaya”. (Tesis). Denpasar:
Universitas Udayana
Suyoga, I Putu Gede. 2014. “Arsitektur Bade Transformasi Konsep Menuju Bentuk”. (Tesis).
Denpasar : Universitas Hindu Indonesia Denpasar
Titib, I Made. 2006. Persepsi Umat Hindu Di Bali Terhadap Svarga, Naraka Dan Moksa
Dalam Svargarohanaparwa Persfektif Kajian Budaya. Surabaya : Paramita
Titib, I Made. 2011. Tri Sandya Sembahyang Dan Berdoa. Surabaya : Paramita
Tri Guna, Ida Bagus Gede Yudha. 2000. Teori Tentang Simbol. Denpasar : Widya Dharma
Tri Guna, Ida Bagus Gede Yudha. 2003. Estetika Hindu Dan Pembangunan Bali. Denpasar :
Widya Dharma
21
Download