tinjauan kebijakan moneter

advertisement
TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER
Agustus 2013
I. STATEMENT KEBIJAKAN MONETER
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 15 Agustus 2013 memutuskan untuk
mempertahankan BI Rate pada level 6,50%. Penguatan bauran kebijakan Bank Indonesia untuk
pengendalian inflasi, pengelolaan neraca pembayaran yang lebih sustainable, dan penguatan stabilitas
sistem keuangan, dilakukan melalui optimalisasi sejumlah instrumen kebijakan moneter dan
makroprudensial. Pertama, penguatan operasi moneter terus dilakukan untuk mengintensifkan
pengendalian ekses likuiditas yang cenderung meningkat pasca Ramadhan. Dalam hal ini, Bank Indonesia
akan menerbitkan Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) dan menyempurnakan ketentuan GWM-LDR
untuk memperkuat penyaluran kredit dan penghimpunan dana yang prudent, serta menyempurnakan
GWM Sekunder untuk memperkuat manajemen likuiditas perbankan. Kedua, stabilisasi nilai tukar jangka
panjang Rupiah tetap dilakukan sesuai dengan kondisi fundamental perekonomian dan sekaligus untuk
pengelolaan neraca pembayaran yang lebih sustainable. Ketiga, Bank Indonesia akan melakukan
langkah-langkah pengawasan bank (supervisory actions) untuk mengendalikan pertumbuhan kredit yang
dinilai masih relatif tinggi pada sejumlah bank dan sektor tertentu, termasuk yang mempunyai
kandungan impor tinggi. Penguatan kebijakan makroprudensial ini, termasuk penyempurnaan GWM-LDR
dan GWM Sekunder, sekaligus dimaksudkan untuk memperkuat kemampuan bank dalam menghadapi
risiko dan memperkuat stabilitas sistem keuangan. Keempat, Bank Indonesia akan menyempurnakan
sejumlah ketentuan untuk pengembangan pasar valas domestik lebih lanjut dan sekaligus untuk
meningkatkan pasokan valas secara lebih efektif, termasuk ketentuan mengenai pembelian valas
terhadap rupiah untuk bank, transaksi derivatif dan pinjaman luar negeri jangka pendek perbankan. Bank
Indonesia meyakini bauran kebijakan tersebut akan memadai untuk mengarahkan inflasi tahun 2014
sesuai dengan sasarannya sebesar 4,5%±1%, serta dapat mendukung penyesuaian ekonomi domestik
bergerak secara terkendali ke arah yang lebih sehat dan seimbang. Penguatan koordinasi dengan
Pemerintah terus dilakukan termasuk untuk pengendalian inflasi dan pengelolaan neraca pembayaran.
Bank Indonesia tetap mewaspadai kinerja ekonomi global yang menunjukkan risiko
perlambatan pertumbuhan dan ketidakpastian pasar keuangan yang masih tinggi. Pertumbuhan
ekonomi dunia tahun 2013 diperkirakan lebih rendah dari prakiraan sebelumnya, dari 3,2% menjadi
3,1%. Revisi ke bawah terutama terjadi akibat realisasi pertumbuhan negara emerging, terutama Cina
dan India, yang lebih rendah. Pada saat yang sama, harga komoditas dunia juga masih menurun, kecuali
harga minyak. Sementara itu, gejolak pasar keuangan global yang pada Juli 2013 sedikit mereda, ke
depan perlu terus dicermati terutama terkait pengaruh spekulasi implementasi pengurangan (tapering)
stimulus moneter oleh the Fed. Kinerja perekonomian global yang tidak menggembirakan tersebut
cenderung berdampak negatif terhadap kinerja perekonomian Indonesia baik melalui jalur perdagangan
maupun jalur keuangan.
Perekonomian nasional menunjukkan pertumbuhan yang lebih rendah dari prakiraan
sebelumnya sebagai dampak dari perlambatan ekonomi global dan kenaikan inflasi di dalam
negeri. Setelah mencatat pertumbuhan 6,0% (yoy) pada triwulan I 2013, ekonomi Indonesia tumbuh
melambat menjadi 5,8% (yoy) pada triwulan II-2013. Ekspor, meskipun telah tumbuh positif, masih
belum cukup kuat menopang pertumbuhan ekonomi akibat masih lemahnya permintaan ekonomi
global. Ekspor yang belum kuat serta melemahnya daya beli akibat inflasi yang meningkat berpengaruh
kepada perlambatan konsumsi rumah tangga dan juga investasi non-bangunan. Ke depan, risiko
perlambatan ekonomi masih tetap besar. Secara keseluruhan Bank Indonesia memperkirakan
pertumbuhan ekonomi tahun 2013 menuju batas bawah kisaran 5,8%-6,2% dan untuk 2014 berada
dalam kisaran 6,4%-6,8%.
Tinjauan Kebijakan Moneter|1
Di sisi eksternal, tekanan pada perekonomian nasional masih berlanjut. Secara keseluruhan,
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan II 2013 mengalami defisit yang lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Perbaikan NPI ditopang surplus yang cukup signifikan
pada Transaksi Modal dan Finansial (TMF) antara lain akibat meningkatnya aliran modal masuk langsung
(FDI) dan penerbitan obligasi valas Pemerintah. Di sisi lain, defisit pada Transaksi Berjalan (TB) tercatat
meningkat relatif tinggi, terutama didorong oleh terus menurunnya ekspor karena perlambatan ekonomi
global dan penurunan tajam harga komoditi global, di tengah masih tingginya impor baik migas maupun
nonmigas sesuai dengan pola musiman. Defisit pada TB juga dipengaruhi oleh pembayaran bunga utang
yang cukup besar pada triwulan II-2013. Cadangan devisa pada akhir Juli 2013 tercatat 92,67 miliar dolar
AS atau setara dengan 5,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, di atas standar
kecukupan internasional. Ke depan, dengan pengetatan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial
yang ditempuh Bank Indonesia, serta langkah koordinasi kebijakan dengan Pemerintah, NPI diprakirakan
kembali membaik ditopang penurunan defisit pada TB sejalan dengan dampak perlambatan permintaan
domestik dan penyesuaian pada nilai tukar rupiah.
Nilai tukar rupiah selama Juli 2013 terdepresiasi sesuai dengan arah fundamentalnya.
Secara rata-rata, rupiah melemah 1,95% (mtm) dibandingkan dengan bulan sebelumnya ke level
Rp10.071 per dolar AS. Sementara itu, secara point-to-point, rupiah terdepresiasi 3,43% (mtm) dan
ditutup di level Rp10.278 per dolar AS. Bank Indonesia menilai tren pelemahan nilai tukar rupiah tersebut
masih sejalan dengan kondisi fundamental perekonomian serta dapat mendukung upaya mempercepat
perbaikan keseimbangan kondisi eksternal dan menopang pertumbuhan ekonomi ke arah yang lebih
sehat.
Inflasi IHK pada Juli 2013 melonjak tinggi mencapai 3,29% (mtm) atau 8,61% (yoy), jauh
lebih tinggi dari inflasi IHK bulan Juni 2013 dan prakiraan Bank Indonesia. Peningkatan inflasi
terutama didorong kenaikan tajam inflasi kelompok volatile food, sedangkan peningkatan inflasi
kelompok administered karena dampak langsung kenaikan harga BBM bersubsidi tercatat tidak jauh
berbeda dengan prakiraan Bank Indonesia. Inflasi inti, meskipun meningkat, masih cukup terkendali
dipengaruhi dampak lanjutan (second round effect) yang lebih rendah dibandingkan dengan pola historis
pasca kenaikan harga BBM bersubsidi. Ke depan, tekanan inflasi diprakirakan akan mereda. Prospek
tersebut dipengaruhi oleh berakhirnya faktor musiman terkait Lebaran dan Tahun Ajaran Baru Sekolah,
serta melambatnya pertumbuhan ekonomi domestik. Bank Indonesia meyakini bahwa dengan tren
penurunan inflasi ke depan maka inflasi IHK tahun 2014 diprakirakan dapat kembali pada kisaran sasaran
sebesar 4,5%±1%.
Stabilitas sistem keuangan juga tetap terjaga, dengan didukung stabilitas industri
perbankan. Di tengah tren perlambatan kredit perbankan, ketahanan industri perbankan tetap solid
tercermin pada rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) yang masih tinggi sebesar 18%
dan berada jauh di atas ketentuan minimum 8%, serta rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing
Loan) gross yang masih rendah sebesar 1,9% pada bulan Juni 2013. Kondisi likuiditas perbankan secara
keseluruhan masih tejaga, meskipun Loan-to-Deposit Ratio (LDR) relatif tinggi yaitu 87,2% pada Juni
2013. Sementara itu, kredit melambat dari 21,0% (yoy) pada Mei 2013 menjadi 20,6% (yoy) pada Juni
2013, sejalan dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia terus mencermati
pertumbuhan kredit yang masih cukup tinggi pada beberapa bank dan pada sejumlah sektor ekonomi,
termasuk yang mempunyai kandungan impor tinggi, yang dikhawatirkan dapat mengganggu kinerja
industri perbankan dan stabilitas sistem keuangan.
Tinjauan Kebijakan Moneter|2
II. PERKEMBANGAN EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pertumbuhan ekonomi Indonesia secara umum masih dipengaruhi oleh kondisi ekonomi
global yang masih melambat. Pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2013 diperkirakan lebih rendah dari
prakiraan sebelumnya, dari 3,2% menjadi 3,1%. Revisi ke bawah terutama terjadi akibat realisasi
pertumbuhan negara emerging, terutama Cina dan India, yang lebih rendah. Pertumbuhan PDB Cina
melambat pada triwulan II 2013 menjadi 7,5% (yoy) dipengaruhi oleh penurunan ekspor dan pelemahan
investasi, khususnya pada sektor manufaktur. Pada saat yang sama, harga komoditas dunia juga masih
menurun, kecuali harga minyak. Sementara itu, gejolak pasar keuangan global yang pada Juli 2013
sedikit mereda, tetap perlu terus dicermati terutama terkait pengaruh spekulasi implementasi
pengurangan (tapering) stimulus moneter oleh the Fed. Kinerja perekonomian global yang tidak
menggembirakan tersebut cenderung berdampak negatif terhadap kinerja perekonomian Indonesia baik
melalui jalur perdagangan maupun jalur keuangan.
Perekonomian nasional menunjukkan pertumbuhan yang lebih rendah dari prakiraan
sebelumnya sebagai dampak dari perlambatan ekonomi global dan kenaikan inflasi di dalam
negeri. Perekonomian Indonesia pada triwulan II 2013 tercatat 5,81% (yoy) melambat dari triwulan
sebelumnya sebesar 6,03% (yoy) dan lebih rendah dari perkiraan Bank Indonesia sebesar 5,9% (yoy)
(Tabel 2.1). Ekspor, meskipun telah tumbuh positif, masih belum cukup kuat menopang pertumbuhan
ekonomi akibat masih lemahnya permintaan ekonomi global. Ekspor yang belum kuat dan permintaan
konsumsi rumah tangga yang melambat kemudian berpengaruh pada investasi (pembentukan modal
tetap domestik bruto/PMTB) khususnya investasi nonbangunan, yang mengalami kontraksi. Demikian
pula konsumsi pemerintah yang meningkat pada triwulan II 2013 juga belum cukup kuat menopang
peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Tabel 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran
%Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
2013
Komponen
I
II
Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi Pemerintah
5,17
0,42
5,06
2,13
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
Ekspor Barang dan Jasa
Impor Barang dan Jasa
PDB
5,78
3,57
-0,06
6,03
4,67
4,78
0,62
5,81
Sumber : BPS
Konsumsi rumah tangga tumbuh melambat menjadi 5,06% (yoy) pada triwulan II 2013 dari
5,17% (yoy) pada triwulan I 2013. Perlambatan konsumsi rumah tangga tidak terlepas dari pengaruh
daya beli yang menurun akibat kenaikan harga yang tinggi. Pengaruh ini terutama terjadi pada kelompok
konsumen menengah bawah. Penurunan daya beli konsumen tersebut tercermin pada hasil survei Bank
Indonesia dan Danareksa yang menunjukkan pelemahan keyakinan konsumen (Grafik 2.1). Pelemahan
konsumsi rumah tangga juga dikonfirmasi oleh perlambatan indikator penjualan mobil yang terus
melambat cukup signifikan sejak triwulan IV 2012 (Grafik 2.2).
Tinjauan Kebijakan Moneter|3
Sumber: Gaikindo, CEIC
Sumber: BI dan Danareksa
Grafik 2.2
Penjualan Mobil
Grafik 2.1
Indeks Keyakinan Konsumen
Konsumsi pemerintah tumbuh meningkat sesuai dengan pola serapan anggaran
pemerintah. Konsumsi pemerintah tercatat sebesar 2,13% (yoy) pada triwulan II 2013, lebih tinggi dari
triwulan sebelumnya sebesar 0,42% (yoy). Berdasarkan komponennya, peningkatan pengeluaran
pemerintah ditopang oleh belanja barang yang meningkat. Sementara itu, belanja pegawai mengalami
penurunan sehubungan dengan pergeseran pencairan gaji ke-13 bagi PNS/TNI/Polri dan Pensiunan ke
triwulan III 2013.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, investasi pada triwulan II 2013 tumbuh melambat
4,67% (yoy), lebih rendah dari 5,78% (yoy) pada triwulan I 2013. Pelemahan kinerja investasi
terutama terjadi pada kelompok investasi non-bangunan, seperti mesin dan alat angkut luar negeri, yang
mengalami kontraksi. Sementara itu, investasi bangunan masih tumbuh kuat, meskipun sedikit melambat
dari triwulan sebelumnya sejalan dengan aktivitas konstruksi yang sedikit termoderasi. Perlambatan
investasi juga sejalan dengan penggunaan kapasitas produksi industri pengolahan yang masih rendah
selama semester I 2013 sehingga mengurangi insentif berinvestasi (Grafik 2.3).
Investasi Nonbangunan
(Skala Kanan)
Kapasitas Utilisasi Industri Pengolahan
Sumber: CEIC, SKDU
Grafik 2.3
Investasi Nonbangunan dan Kapasitas Utilisasi
Industri Pengolahan
Ekspor, meskipun belum terlalu kuat, secara umum tumbuh membaik pada triwulan II 2013
dari 3,57% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi menjadi 4,78% (yoy) pada triwulan laporan.
Perbaikan ekspor tersebut sejalan dengan membaiknya permintaan dari AS, Jepang, India dan masih
tetap kuatnya permintaan dari negara-negara ASEAN. Sementara itu, ekspor ke Cina cenderung
melambat sejalan dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi di Cina. Berdasarkan komponen,
peningkatan ekspor terjadi di seluruh kelompok komoditi, terutama pada komoditas primer pertanian
dan manufaktur, disusul oleh pertambangan (Grafik 2.4). Akselerasi ekspor manufaktur didorong oleh
meningkatnya permintaan ekspor Crude Palm Oil (CPO), makanan olahan, produk logam dasar serta
Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Ekspor pertambangan juga tercatat meningkat didorong oleh kenaikan
ekspor batubara dan tembaga yang cukup signifikan. Peningkatan ekspor pertanian ditopang oleh
Tinjauan Kebijakan Moneter|4
beberapa komoditas unggulan seperti ikan, udang, dan coklat. Kinerja ekspor migas pada periode yang
sama juga menunjukkan perbaikan ditopang oleh kenaikan produksi minyak.
Sejalan dengan perbaikan ekspor, impor juga tumbuh positif pada triwulan II 2013. Impor
pada triwulan laporan tumbuh positif 0,62% (yoy), setelah pada triwulan I 2013 mengalami kontraksi
sebesar 0,06% (yoy). Kenaikan impor terjadi pada kelompok bahan baku dan barang konsumsi,
sedangkan impor kelompok barang modal relatif tertahan (Grafik 2.5). Komoditi impor bahan baku yang
menguat diantaranya ialah bahan baku makanan minuman untuk industri dan bahan baku dasar untuk
industri. Peningkatan impor barang konsumsi terutama pada komoditi makanan dan minuman untuk
rumah tangga sejalan dengan dibukanya keran impor beberapa produk hortikultura dan persiapan
menjelang bulan Ramadhan. Sementara itu, impor barang modal masih dalam tren menurun pada
hampir seluruh komponennya terkait dengan moderasi investasi nonbangunan dan penjualan kendaraan.
Grafik 2.4
Pertumbuhan Riil Ekspor
Grafik 2.5
Pertumbuhan Riil Impor
Berdasarkan lapangan usaha, perlambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2013
dipengaruhi kontraksi di sektor pertambangan serta perlambatan di sektor pertanian dan sektor
jasa-jasa. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, sektor pertambangan mencatat kontraksi yang
cukup dalam sebesar -1,19% (yoy) (Tabel 2.2). Sementara itu, sektor pertanian melambat disebabkan
oleh produksi tanaman bahan makanan yang melambat seiring dengan berlalunya masa panen raya.
Sektor jasa-jasa mengalami perlambatan sejalan dengan kontraksi di subsektor jasa pemerintahan umum.
Kontraksi tersebut terkait dengan penurunan belanja pegawai pemerintah karena pergeseran
pembayaran gaji ke-13 PNS/TNI/Polri dan Pensiunan ke triwulan III 2013. Di sektor lainnya yaitu sektor
listrik, gas, dan air bersih, sektor bangunan dan sektor industri pengolahan mencatat pertumbuhan yang
relatif stabil. Sementara itu, sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh meningkat di atas proyeksi
sejalan meningkatnya jumlah pelanggan dan pemakaian data seluler serta membaiknya subsektor
pengangkutan.
Tabel 2.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
%Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
2013
S e k t o r
I
II
Pertanian,Peternakan,Kehutanan,& Perikanan
Pertambangan & Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas & Air Bersih
Konstruksi
Perdagangan, Hotel & Restoran
Pengangkutan & Komunikasi
3,61
-0,20
5,89
6,55
7,00
6,54
9,98
3,20
-1,19
5,84
6,60
6,88
6,47
11,46
Keuangan, Real Estat & Jasa Perusahaan
Jasa-jasa
PDB
8,35
6,48
6,03
8,07
4,48
5,81
Sumber : BPS
Tinjauan Kebijakan Moneter|5
Ke depan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2013 diperkirakan menuju batas bawah
kisaran 5,8-6,2%. Prakiraan tersebut tersebut antara lain dipengaruhi oleh dampak melambatnya
pertumbuhan ekonomi Cina dan meningkatnya tekanan inflasi. Namun, persiapan penyelenggaraan
Pemilu 2014 diperkirakan dapat kembali mendorong pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2013.
Sehubungan dengan prospek ekonomi tersebut, Bank Indonesia akan memperkuat koordinasi kebijakan
bersama Pemerintah dalam mengelola perekonomian agar dapat tumbuh lebih seimbang dan sehat, di
tengah proses pemulihan ekonomi dunia yang belum sesuai dengan harapan. Pada tahun 2014,
pertumbuhan ekonomi diprakirakan meningkat kembali pada kisaran 6,4-6,8%.
NERACA PEMBAYARAN INDONESIA
Di sisi eksternal, tekanan pada perekonomian nasional masih berlanjut. Secara keseluruhan,
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan II 2013 mengalami defisit yang lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Perbaikan NPI ditopang surplus yang cukup signifikan
pada Transaksi Modal dan Finansial (TMF) antara lain akibat meningkatnya aliran modal masuk langsung
(FDI) dan penerbitan obligasi valas Pemerintah. Di sisi lain, defisit pada Transaksi Berjalan (TB) tercatat
meningkat relatif tinggi, terutama didorong oleh terus menurunnya ekspor karena perlambatan ekonomi
global dan penurunan tajam harga komoditi global, di tengah masih tingginya impor baik migas maupun
nonmigas sesuai dengan pola musiman. Defisit pada TB juga dipengaruhi oleh pembayaran bunga utang
yang cukup besar pada triwulan II 2013. Cadangan devisa pada akhir Juli 2013 tercatat 92,67 miliar dolar
AS atau setara dengan 5,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, di atas standar
kecukupan internasional.
Ke depan, NPI diprakirakan kembali membaik. Dengan pengetatan baluran kebijakan moneter
dan makroprudensial yang ditempuh Bank Indonesia, serta langkah koordinasi kebijakan dengan
Pemerintah, NPI diprakirakan kembali membaik ditopang penurunan defisit pada TB sejalan dengan
dampak perlambatan permintaan domestik dan penyesuaian pada nilai tukar rupiah.
NILAI TUKAR RUPIAH
Selama Juli 2013, rupiah terdepresiasi sesuai dengan fundamentalnya. Perkembangan ini
dipengaruhi berlanjutnya kebutuhan impor di tengah ekspor yang melambat, serta dampak reposisi
kepemilikan non-residen di aset keuangan domestik. Secara rata-rata, pada Juli 2013 rupiah melemah
1,95% (mtm) ke level Rp10.071 per dolar AS dari Rp9.875 per dolar AS pada bulan sebelumnya.
Sementara itu, secara point-to-point, rupiah terdepresiasi 3,43% dan ditutup di level Rp10.278 per dolar
AS (Grafik 2.6). Pelemahan Rupiah disertai tingkat volatilitas yang sedikit meningkat, namun tetap
terkendali. Secara umum, pelemahan mata uang juga dialami oleh mata uang negara-negara lainnya di
kawasan, antara lain dipengaruhi menguatnya sentimen pengurangan laju stimulus The Fed (Grafik 2.7).
Tinjauan Kebijakan Moneter|6
Rata-rata
USD/IDR Harian
Rata2 Bulanan
Grafik 2.6
Pergerakan Nilai Tukar Rupiah
Grafik 2.7
Pergerakan Mata Uang Kawasan dan Eropa
Reposisi kepemilikan non-residen di aset keuangan domestik terhadap pelemahan rupiah
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Lonjakan inflasi pada Juli 2013 sebagai dampak dari kenaikan harga
BBM bersubsidi dan gangguan pasokan bahan makanan menimbulkan sentimen negatif bagi pelaku
non-residen dan mempengaruhi pelemahan rupiah tersebut. Dari faktor eksternal, pelemahan rupiah
juga dipengaruhi oleh sentimen negatif terkait meningkatnya ketidakpastian global yang disebabkan oleh
potensi pertumbuhan ekonomi dunia yang bias ke bawah. Pertumbuhan ekonomi China yang melambat
pada triwulan II 2013 menjadi sebesar 7,5% (yoy) dari 7,7% pada triwulan sebelumnya semakin
menegaskan prospek perekonomian global yang bias ke bawah. Selain itu, ketidakpastian tapering off
QE oleh The Fed menyebabkan investor global melakukan reposisi kepemilikannya pada aset keuangan
Emerging Market di Asia termasuk Indonesia.
Perkembangan rupiah pada Juli 2013 mendapat tekanan di awal bulan, namun terkoreksi
paska pernyataan Ben S Bernanke terkait tapering off QE. Di awal bulan, membaiknya sektor tenaga
kerja AS menguatkan sentimen percepatan tapering off sehingga meningkatkan indikator risiko. Namun,
pernyataan Bernanke bahwa perekonomian AS masih membutuhkan kebijakan moneter akomodatif
mengoreksi turun faktor risiko di akhir bulan. Berbagai dinamika ini tergambar pada indikator Credit
Default Swap (CDS) obligasi Indonesia yang sempat melonjak tinggi di awal bulan, namun kembali turun
di akhir bulan (Grafik 2.8). Tarik ulur pengurangan laju pembelian obligasi oleh The Fed menjadi faktor
dominan yang menimbulkan gejolak di pasar keuangan global selama Juli 2013.
Imbal hasil berinvestasi di aset rupiah masih kompetitif dibandingkan negara kawasan
berpengaruh kepada tetap terkendalinya penempatan aset non-residen di pasar keuangan
domestik. Tingkat imbal hasil yang dicerminkan oleh selisih suku bunga dalam negeri dengan luar negeri
(UIP-Uncovered Interest Parity) masih lebih tinggi dibandingkan dengan negara kawasan, terlebih setelah
dinaikkannya suku bunga acuan. Lebih tingginya UIP Indonesia mengindikasikan bahwa berinvestasi di
aset rupiah memberikan imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan berinvestasi di aset mata
uang negara kawasan. Jika memperhitungkan faktor risiko masing-masing negara (CIP-Covered Interest
Parity), sebagaimana dicerminkan oleh yield spread antara obligasi masing-masing negara dengan US TNote, berinvestasi di aset rupiah juga masih memberikan keuntungan yang lebih baik (Grafik 2.9).
Tinjauan Kebijakan Moneter|7
bps
Credit Default Swap USD 5 Year Senior
300
250
bps
Source: Bloomberg
350
Philippines
Thailand
Korea
China
Indonesia
Malaysia
350
300
250
200
200
150
150
100
100
50
50
Jan-11 Apr-11 Jul-11 Oct-11 Jan-12 Apr-12 Jul-12 Oct-12 Jan-13 Apr-13 Jul-13
Grafik 2.8
CDS Indonesia dan Negara Kawasan
Grafik 2.9
Covered Interest Parity (CIP)
INFLASI
Inflasi IHK pada Juli 2013 melonjak tinggi mencapai 3,29% (mtm) atau 8,61% (yoy), jauh
lebih tinggi dari inflasi IHK bulan Juni 2013 dan prakiraan Bank Indonesia (Grafik 2.10).
Peningkatan inflasi terutama didorong kenaikan tajam inflasi kelompok volatile food, sedangkan
peningkatan inflasi kelompok administered price karena dampak langsung kenaikan harga BBM
bersubsidi tercatat tidak jauh berbeda dengan prakiraan Bank Indonesia. Inflasi inti, meskipun meningkat,
masih cukup terkendali dipengaruhi dampak lanjutan (second round effect) yang lebih rendah
dibandingkan dengan pola historis pasca kenaikan harga BBM bersubsidi.
IHK
Inti
Grafik 2.10
Perkembangan Inflasi
Peningkatan inflasi kelompok volatile food tidak terlepas dari pengaruh gangguan pasokan
kelompok pangan. Inflasi volatile food mencapai 6,07% (mtm) atau 16,12% (yoy), jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan bulan sebelumnya yakni sebesar 1,18% (mtm) atau 11,46% (yoy). Gangguan
pasokan yang dipicu oleh terbatasnya produksi domestik dan masih minimalnya realisasi impor
mendorong kenaikan harga terutama pada komoditas bawang merah, daging sapi, daging ayam dan
cabai. Kenaikan harga yang signifikan pada beberapa komoditas pangan tersebut menyumbang inflasi
0,88% atau sekitar 27% dari inflasi IHK (Tabel 2.3). Sementara itu, kenaikan biaya distribusi dan biaya
produksi akibat waktu pengeringan padi yang lebih lama menjadi faktor penambah tekanan inflasi beras
selama bulan Juli 2013 (Grafik 2.11). Secara spasial, kenaikan inflasi pangan terutama terjadi hampir di
seluruh daerah terutama Jakarta, Jawa, dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) antara lain didorong oleh
meningkatnya biaya distribusi, permintaan musiman Ramadhan, dan terbatasnya pasokan.
Tinjauan Kebijakan Moneter|8
Tabel 2.3 Komoditas Penyumbang Inflasi/Deflasi
Kelompok Volatile Food
Komoditas
Inflasi
Bawang Merah
Daging Ayam
Cabe Rawit
Beras
Telor Ayam
Daging Sapi
Kentang
Tomat
Cabe Merah
Deflasi
Bawang Putih
%,mtm
Jul-13
Kontribusi
(%, mtm)
60,03
14,59
51,97
1,43
7,27
3,74
15,45
14,67
4,87
0,48
0,22
0,11
0,08
0,06
0,04
0,03
0,03
0,03
6,82
0,03
Sumbe r : BPS
Grafik 2.11 Inflasi Beras
Tekanan inflasi pada kelompok administered prices mencapai puncaknya pada Juli 2103
terutama akibat kenaikan harga BBM bersubsidi di bulan Juni. Inflasi administered prices pada Juli
2013 meningkat 7,90% (mtm) atau 15,10% (yoy). Kenaikan inflasi kelompok ini banyak disumbang oleh
inflasi bensin dan solar serta tarif angkutan dalam kota yang menyumbang sekitar 1,32% (Tabel 2.4).
Selain itu, tarif angkutan udara juga mengalami kenaikan sesuai dengan pola musiman seiring dengan
meningkatnya permintaan terkait dengan musim liburan dan perayaan hari keagamaan.
Tabel 2.4 Komoditas Penyumbang Inflasi/Deflasi
Kelompok Administered Prices
Jul-13
Komoditas
Kontribusi
%,mtm
(%, mtm)
Inflasi
Bensin
25.14
0.77
Kenaikan Transpor Dalam Kota
22.17
0.54
Rokok Filter
2.82
0.05
Bahan Bakar Rumah Tangga
0.43
0.01
Solar
14.62
0.01
Sumber : BPS
Inflasi inti pada Juli 2103 secara umum masih pada level yang terkendali, meskipun
tercatat meningkat. Hasil identifikasi menunjukkan dampak lanjutan (second round effect) dari kenaikan
harga BBM bersubsidi tercatat yang lebih rendah dibandingkan dengan pola historis pasca kenaikan
harga BBM bersubsidi. Berdasarkan komponennya, kenaikan inflasi inti pada Juli 2013 terutama
bersumber dari faktor dalam negeri seperti kenaikan harga BBM bersubsidi pada akhir Juni 2013 yang
meningkatkan biaya transportasi dan kenaikan harga bahan pangan, peningkatan permintaan musiman
di bulan Ramadhan, dan dimulainya tahun ajaran baru. Inflasi inti pada bulan ini mencapai 0,99% (mtm)
atau 4,44% (yoy), meningkat dibandingkan dengan bulan lalu sebesar 0,32% (mtm) atau 3,98% (yoy).
Beberapa komoditas utama yang mengalami tekanan inflasi adalah makanan jadi (processed food), biaya
pendidikan, dan harga bahan bangunan.
Inflasi inti yang masih terkendali pasca kenaikan harga BBM bersubsidi dipengaruhi
beberapa faktor. Pada satu sisi, tekanan inflasi dari sisi eksternal sejauh ini masih minimal. Masih
berlangsungnya tren penurunan harga komoditas global mampu meredam dampak pelemahan nilai
tukar terhadap inflasi. Tekanan sisi eksternal yang minimal tercermin pada inflasi inti traded yang berada
dalam tren menurun di sekitar 1,74% (yoy) (Grafik 2.12). Pada sisi lain, permintaan juga masih dapat
direspon dengan memadai oleh penawaran. Kondisi ini tercermin pada kapasitas utilisasi yang tercatat
Tinjauan Kebijakan Moneter|9
stabil di sekitar 73%, dan khusus sektor industri pengolahan masih di bawah 70% (Survei Kegiatan
Dunia Usaha (SKDU)-Triwulan II 2013).
Grafik 2.12
Inflasi Inti dan Faktor Eksternal
Faktor lain yang memengaruhi terkendalinya inflasi inti ialah ekspektasi inflasi yang mulai
menurun pasca kenaikan harga BBM bersubsidi. Hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) menunjukkan
ekspektasi inflasi dari sisi pedagang yang mulai menurun meskipun masih di level yang tinggi. Ekspektasi
inflasi 3 bulan yang akan datang sedikit menurun setelah diimplementasikannya kenaikan harga BBM
bersubsidi dan berlalunya aktivitas di bulan Ramadhan serta perayaan lebaran (Grafik 2.13). Namun
demikian, ekspektasi inflasi 6 bulan yang akan datang mengalami sedikit peningkatan terkait Natal dan
Tahun Baru. Sementara itu, hasil Survei Konsumen (SK) pada bulan Juli menunjukkan ekspektasi harga
dari sisi konsumen yang mengalami penurunan baik untuk 3 bulan maupun 6 bulan yang akan datang
seiring dengan kembali normalnya permintaan paska bulan Ramadhan dan Lebaran. Di pasar keuangan,
ekspektasi inflasi untuk tahun 2013 berdasarkan hasil survei Consensus Forecast bulan Juli mencapai
6,9% meningkat dibandingkan hasil survei bulan sebelumnya sebesar 5,9% yang didorong oleh kenaikan
harga BBM bersubsidi (Grafik 2.14).
%,yoy
%,yoy
Inflasi IHK aktual (skala kanan)
250
20
Indeks Ekspektasi Harga Konsumen 3 bln yad
Indeks Ekspektasi Harga Konsumen 6 bln yad
Indeks Ekspektasi Harga Konsumen 6 bln yad (CMA 5)
220
16
190
12
160
8
130
4
100
0
1 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7 9111 3 5 7
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Grafik 2.13
Ekspektasi Inflasi Konsumen
2012
2013
Grafik 2.14
Ekspektasi Inflasi Consensus Forecast
Ke depan, tekanan inflasi diprakirakan akan mereda. Prospek tersebut dipengaruhi oleh
berakhirnya faktor musiman terkait Lebaran dan Tahun Ajaran Baru Sekolah, serta melambatnya
pertumbuhan ekonomi domestik. Bank Indonesia meyakini bahwa dengan tren penurunan inflasi ke
depan maka inflasi IHK tahun 2014 diprakirakan dapat kembali pada kisaran sasaran sebesar 4,5%±1%.
T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 10
PERKEMBANGAN PASAR UANG ANTAR BANK, PERBANKAN, DAN PASAR KEUANGAN
Pasar Uang Antar Bank
Suku bunga PUAB overnight (O/N) meningkat sejalan dengan kenaikan Deposit Facility (DF)
dan BI Rate. Suku bunga rata-rata PUAB O/N pada bulan Juli meningkat menjadi 4,65% dibandingkan
dengan bulan sebelumnya yaitu sebesar 4,35%, sejalan dengan kenaikan BI Rate yang menjadi 6,50%
dan kenaikan suku bunga DF O/N menjadi 4,75% (Grafik 2.15). Di sisi volume, transaksi di PUAB
mengalami penurunan dari Rp 14,2 triliun menjadi Rp 9,5 triliun sejalan dengan siklusnya, sedangkan
transaksi DF O/N justru meningkat dari Rp 70,9 triliun menjadi Rp 101,4 triliun.
Dari perkembangan suku bunga PUAB tergambar pula penurunan rata-rata spread atau
selisih antara suku bunga PUAB O/N tertinggi dan terendah. Kondisi ini mencerminkan menurunnya
risiko transaksi di PUAB. Pada bulan Juli 2013, spread tersebut menurun menjadi 18 bps dibandingkan
dengan bulan sebelumnya yaitu sebesar 24 bps sejalan dengan kondisi PUAB yang terkendali. Kendati
demikian, spread PUAB dan JIBOR terhadap tenor O/N cenderung meningkat yang dapat
mengindikasikan semakin mahalnya tenor yang lebih panjang (Grafik 2.16).
7,0
%
6,5
Vol DF O/N (RHS)
Vol PUAB O/N (RHS) Rp T
rBI Rate
rPUAB O/N
120
rDF O/N
6,0
100
80
5,5
5,0
Avg Vol DF: Rp101,4 T
RRT Vol PUAB : Rp9,5 T
60
40
rPUAB : 4.65%
20
4,0
0
Apr-12
Jul-12
bps
130
Spread PUAB O/N (bps)
2-4 Hari
110
1 Minggu
2 Minggu
1 Bulan
90
70
50
4,5
3,5
Jan-12
150
Okt-12
Jan-13
Apr-13
Grafik 2.15
Suku Bunga PUAB O/N
Jul-13
30
10
-10
Jan-13
Feb-13 Mar-13
Apr-13
Mei-13
Jun-13
Jul-13
Grafik 2.16
Spread Suku Bunga PUAB O/N
Kinerja Perbankan
Pada bulan Juni 2013, suku bunga deposito tercatat meningkat, namun dibarengi oleh
suku bunga kredit yang menurun. Pada Juni 2013, suku bunga deposito 1 bulan naik 7 bps menjadi
5.60 % dibandingkan dengan bulan Mei 2013 yang sebesar 5.53% (Tabel 2.3). Sementara itu, rata-rata
suku bunga kredit menurun sebesar 6 bps menjadi 11,93% dari bulan sebelumnya sebesar 11,99%.
Penurunan suku bunga kredit terjadi di seluruh jenis penggunaan kredit. Suku bunga Kredit Modal Kerja
(KMK) turun 5 bps menjadi 11,41%, suku bunga Kredit Investasi (KI) turun sebesar 3 bps menjadi
11,14% dan suku bunga Kredit Konsumsi (KK) turun 6 bps menjadi 13,14% (Grafik 2.17 dan Tabel 2.5).
Kenaikan suku bunga deposito yang dibarengi dengan penurunan suku bunga kredit tersebut telah
memperkecil selisih (spread) antara suku bunga deposito dan suku bunga kredit pada Juni 2013 menjadi
6,33% dari 6,46% pada bulan sebelumnya (Grafik 2.18).
T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 11
Tabel 2.5
Perubahan Suku Bunga Perbankan
Suku Bunga (%)
BI Rate
2012
2013
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
5.75
5.75
5.75
5.75
5.75
5.75
5.75
5.75
5.75
5.75
5.75
5.75
6.00
Penjaminan Deposito
5.50
5.50
5.50
5.50
5.50
5.50
5.50
5.50
5.50
5.50
5.50
5.50
5.75
Dep 1 bulan (rata-rata tertimbang)
5.39
5.39
5.42
5.40
5.49
5.42
5.58
5.49
5.43
5.51
5.42
5.53
5.60
Kredit Modal Kerja (KMK)
11.79
11.78
11.73
11.70
11.68
11.61
11.49
11.49
11.45
11.44
11.44
11.46
11.41
Kredit Investasi (KI)
11.46
11.42
11.35
11.36
11.29
11.24
11.27
11.29
11.27
11.24
11.21
11.17
11.14
Kredit Konsumsi (KK)
13.90
13.92
13.69
13.67
13.60
13.53
13.58
13.40
13.22
13.28
13.22
13.20
13.14
%
%
15
11.93
13
8
7
6
11
Selisih rKredit - rDepo1: 6.33%
Per Juni 2013
korelasi: rLPS dan rDep :0.91
korelasi ; BI rate dan rDep: 0.86
9
7
5
4
3
2
1
Spread-rhs
Sb Kredit
BI rate
Jul-12
Jan-13
Jul-11
Jan-12
Jul-10
Sb Dep 1 bln
Jan-11
Jul-09
Jan-10
Jul-08
Jan-09
Jul-07
Jan-08
Jul-06
Jan-07
Jul-05
Jan-06
0
Jan-05
5
Grafik 2.17
Suku Bunga Kredit per Jenis Penggunaan
9
Sb LPS
Grafik 2.18
Suku Bunga Perbankan
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) masih menurun pada Juni 2013, meskipun suku bunga
deposito mencatat kenaikan. Pada bulan Juni 2013, pertumbuhan DPK menurun 14,2% (yoy) mencapai
Rp3.374 triliun, dibandingkan dengan bulan Mei 2013 sebesar 15,1% (yoy) (Grafik 2.19). Pertumbuhan DPK
yang melambat terutama didorong oleh turunnya pertumbuhan tabungan dan deposito. Pangsa deposito
dalam DPK masih cukup tinggi sebesar 44%, sementara pangsa tabungan dan giro masing-masing sebesar
32% dan 24%.
Pada sisi lain, pertumbuhan kredit pada Juni 2013 masih dalam tren melambat menjadi
20,6% (yoy) sejalan dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi (Grafik 2.19). Secara sektoral,
perlambatan kredit pada Juni 2013 dipengaruhi oleh melambatnya kredit sektor lainnya (sektor non
produktif). Kredit pada sektor pengangkutan dan komunikasi juga melambat menjadi 28,2% (yoy).
Sementara itu, kredit untuk industri pengolahan, sektor perdagangan, serta sektor jasa dunia usaha
tumbuh kuat masing-masing menjadi 24,9% (yoy), 32,9% (yoy) dan 22,3% (yoy) dibandingkan dengan
pertumbuhan pada bulan sebelumnya masing-masing sebesar 24,5%, 32,0% dan 20,9% (yoy).
Grafik 2.19
Pertumbuhan Kredit, DPK, BI Rate
T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 12
Secara keseluruhan, dengan kinerja perbankan tersebut, stabilitas industri perbankan tetap
terjaga. Di tengah tren perlambatan kredit perbankan, ketahanan industri perbankan tetap solid
tercermin pada rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) yang masih tinggi sebesar 18%
dan berada jauh di atas ketentuan minimum 8%. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (NPL/Non
Performing Loan) gross yang masih rendah sebesar 1,88% pada bulan Juni 2013 (Tabel 2.6).
Tabel 2.6
Kondisi Umum Perbankan
Dari berbagai kondisi moneter tersebut, likuiditas perekonomian dalam arti sempit (M1)
tercatat meningkat pada Juni 2013. Pertumbuhan M1 meningkat menjadi 10,2% (yoy), dibandingkan
dengan bulan sebelumnya yang sebesar 9,8% (yoy) terutama didorong oleh peningkatan giro rupiah akibat
operasi keuangan pemerintah yang ekspansif. Sementara itu, pertumbuhan uang kartal tercatat menurun,
antara lain dipengaruhi melambatnya pertumbuhan ekonomi. Pada ruang lingkup likuiditas perekonomian
dalam arti luas (M2), pertumbuhannya tercatat melambat menjadi 11,8% (yoy) dibandingkan dengan bulan
Mei 2013 sebesar 14,4% (yoy) (Grafik 2.20). Berdasarkan faktor yang mempengaruhinya, perlambatan M2
terutama dipengaruhi oleh pertumbuhan kredit yang melambat dan kontraksi Net Foreign Asset (NFA) yang
semakin dalam.
30
25
%
%, yoy
M2
M1
14
BI Rate (RHS)
12
20
10
15
8
10
5
0
6
Rata-rata periode sebelum krisis Mei 2006-Sept 2008
M1: 21.5%, M2: 15,7%
4
Jan-11 Apr-11 Jul-11 Oct-11 Jan-12 Apr-12 Jul-12 Oct-12 Jan-13 Apr-13
Grafik 2.20
Pertumbuhan Likuiditas Perekonomian
Pasar Keuangan
Pasar Saham
Kinerja bursa saham domestik mengalami koreksi dibandingkan bulan sebelumnya. IHSG
terkoreksi 4,3% ke level 4.610,37 dibandingkan dengan bulan sebelumya (Grafik 2.21). Pelemahan IHSG
dipengaruhi oleh perilaku investor asing yang masih mengurangi kepemilikannya di pasar saham akibat
sentimen negatif, meskipun jumlahnya jauh menurun. Selama Juli 2013, investor asing mencatat jual neto
sebesar Rp2,48 triliun, jauh lebih rendah dibandingkan dengan periode Juni 2013 yang mencatat jual
neto sebesar Rp20,13 triliun. Berdasarkan sektor ekonomi, penurunan kinerja bursa saham diwarnai
pergerakan negatif hampir pada seluruh sektor, kecuali infrastruktur. Selama Juli 2013, indeks sektoral
T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 13
mengalami pelemahan dengan sektor pertanian yang tertinggi sebesar 16,6%, disusul sektor industri
dasar 11,4%. Sementara sektor lainnya menurun 0,1-9,9%. Namun, sektor infrastruktur tercatat tumbuh
positif 0,7%. (Grafik 2.22).
Pelemahan bursa saham domestik selama bulan Juli 2013 terutama dipicu oleh sentimen
negatif dari domestik dan global. Dari faktor domestik, sentimen muncul terkait dampak peningkatan
inflasi akibat kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi, pelemahan nilai tukar, defisit transaksi berjalan
dan aksi profit taking investor. Selain itu, tekanan bursa domestik juga dipengaruhi sentimen eksternal,
antara lain menurunnya optimisme terhadap perbaikan corporate earnings setelah rilis beberapa
pendapatan emiten yang lebih rendah dari perkiraan, melambungnya harga minyak melebihi 100 dolar
AS per barel sebagai reaksi kekhawatiran dari situasi politik di Mesir, Standard & Poor's Rating Services
(S&P) yang memangkas peringkat utang Italia dari BBB+ menjadi BBB, dan antisipasi klarifikasi dari
pernyataan The Fed terhadap rencana Tapering Quantitative Easing-nya.
Pelemahan lebih lanjut IHSG dapat tertahan oleh sejumlah sentimen positif global. Dari
Eropa, pertemuan menteri keuangan Uni Eropa di Brussels memutuskan untuk memberikan bail out
Yunani sebesar 8,6 miliar dolar AS. Dari AS, rilis minutes FOMC menyatakan bahwa the Fed masih akan
melanjutkan kebijakan stimulusnya. Selain itu, berkembang spekulasi kebijakan stimulus pemerintah
China untuk mendorong ekonominya.
6.000,00
NetJual/Beli
Foreign Buy/Sell
(RHS, Rp T)
Neto
20,00
JCIIHSG
15,00
( Skala Kanan, Rp T)
5.000,00
10,00
4.000,00
5,00
-
3.000,00
(5,00)
2.000,00
(10,00)
(15,00)
1.000,00
(20,00)
-
(25,00)
1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Grafik 2.21 IHSG dan Net Beli/Jual Asing
Properti
Property
-9,7%
Pertanian-16,6%
Agriculture
Perdagangan
Trade
-4,8%
Konsumsi
Consumption
-2,7%
Industri
Lain
Misc.
Industry
Industri
Dasar
Basic
Industry
Keuangan
Finance
Pertambangan
Mining
Infrastruktur
Infrastructure
IHSG
IHSG
-20%
-6,6%
-11,4%
-0,1%
-9,9%
Perubahan
bulanan
Monthly
Changes
-15%
-10%
0,7%
-4,3%
-5%
0%
5%
Grafik 2.22 IHSG dan Perkembangan Sektoral
Pasar Surat Berharga Negara (SBN)
Sejalan dengan tekanan di pasar saham, kinerja SBN mengalami pelemahan di seluruh
tenor. Secara keseluruhan pergerakan imbal hasil (yield) SBN pada Juli 2013 meningkat sebesar 71,83 bps
ke level 7,71% dibandingkan dengan Juni 2013 sebesar 6,99% (Grafik 2.23). Sementara itu, imbal hasil
SBN untuk jangka pendek, menengah dan panjang masing-masing naik sebesar 71,68 bps, 77,45 bps
dan 60,80 bps menjadi sebesar 7,18%, 7,73% dan 8,39%. Imbal hasil SBN 10 Tahun meningkat sebesar
70 bps ke level 7,83% dibandingkan dengan Juni 2013 sebesar 7,13%. Peningkatan yield SBN ini tercatat
lebih besar dibandingkan dengan negara kawasan (Grafik 2.24). Pelemahan yield di pasar SBN didorong
oleh kekhawatiran terhadap defisit transaksi berjalan, pelemahan nilai tukar Rupiah, dan meningkatnya
inflasi kedepan seiring dengan kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi. Selain itu, tekanan terhadap
kinerja SBN juga dipengaruhi sentimen global seiring dengan kembali meningkatnya kekhawatiran
perlambatan ekonomi global.
T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 14
9
Spread Jun 2013 - Jul 2013
Jun-13
Jul-13
%
8,5
bps
180
150
8
Indonesia
120
7,5
7
Malaysia
90
6,5
6
60
5,5
30
5
4
2
3
4
5
6
7
8
9
10
15
20
-51
Vietnam
0
Thailand
-30
1
35
Philipina
Filipina
0
4,5
70
21
30
-100
Tenor
Grafik 2.23
Perubahan Imbal Hasil SBN Bulanan
-50
0
50
100
Grafik 2.24
Perubahan Yield SBN Negara Kawasan
Di tengah pelemahan kinerja SBN, investor non-residen menambah kepemilikannya setelah
pada bulan sebelumnya mengalami jual neto. Aksi beli investor asing dilakukan pada SBN tenor
menengah (5-10 tahun). Aset domestik dinilai masih memberikan imbal hasil yang cukup menarik
sehingga selama Juli 2013, investor asing mencatat beli neto sebesar Rp2,81triliun untuk seluruh tenor
(Grafik 2.25). Namun, aksi tersebut masih terbatas dibayangi oleh sentimen terkait inflasi, defisit transaksi
berjalan dan isu global.
15,0
Short Term
Mid Term
Long Term
10,0
'yield SBN'
10,0
9,0
7,3
5,2
5,0
5,8
5,7
5,3
5,5
4,1
4,1
3,7
2,8
4,4 4,6
3,5
8,0
2,0
1,4
1,4
0,6
0,0
7,0
(1,6)
(1,9)
(2,9)
(2,9)
(5,0)
(2,0)
(3,9)
(1,6)
(2,8)
6,0
(5,6)
(5,8)
(7,7)
(8,6)
(10,0)
(8,9)
5,0
(11,0)
Juli
Apr
Mei
Juni
Jan
Feb
Mar
Okt
Dec
Nov
Juli
Sept
Agustus
Apr
Mei
Juni
Jan
Feb
Mar
Oct
Dec
Nov
Sept
July
2011
August
Apr
May
June
Jan
Feb
4,0
Mar
(15,0)
2013
2012
Grafik 2.25
Net Beli/Jual Asing Per Tenor
T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 15
III. RESPONS KEBIJAKAN MONETER
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 15 Agustus 2013 memutuskan untuk
mempertahankan BI Rate pada level 6,50%. Penguatan bauran kebijakan Bank Indonesia untuk
pengendalian inflasi, pengelolaan neraca pembayaran yang lebih sustainable, dan penguatan stabilitas
sistem keuangan, dilakukan melalui optimalisasi sejumlah instrumen kebijakan moneter dan
makroprudensial. Pertama, penguatan operasi moneter terus dilakukan untuk mengintensifkan
pengendalian ekses likuiditas yang cenderung meningkat pasca Ramadhan. Dalam hal ini, Bank Indonesia
akan menerbitkan Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) dan menyempurnakan ketentuan GWM-LDR
untuk memperkuat penyaluran kredit dan penghimpunan dana yang prudent, serta menyempurnakan
GWM Sekunder untuk memperkuat manajemen likuiditas perbankan. Kedua, stabilisasi nilai tukar jangka
panjang rupiah tetap dilakukan sesuai dengan kondisi fundamental perekonomian dan sekaligus untuk
pengelolaan neraca pembayaran yang lebih sustainable. Ketiga, Bank Indonesia akan melakukan
langkah-langkah pengawasan bank (supervisory actions) untuk mengendalikan pertumbuhan kredit yang
dinilai masih relatif tinggi pada sejumlah bank dan sektor tertentu, termasuk yang mempunyai
kandungan impor tinggi. Penguatan kebijakan makroprudensial ini, termasuk penyempurnaan GWM-LDR
dan GWM Sekunder, sekaligus dimaksudkan untuk memperkuat kemampuan bank dalam menghadapi
risiko dan memperkuat stabilitas sistem keuangan. Keempat, Bank Indonesia akan menyempurnakan
sejumlah ketentuan untuk pengembangan pasar valas domestik lebih lanjut dan sekaligus untuk
meningkatkan pasokan valas secara lebih efektif, termasuk ketentuan mengenai pembelian valas
terhadap rupiah untuk bank, transaksi derivatif dan pinjaman luar negeri jangka pendek perbankan. Bank
Indonesia meyakini bauran kebijakan tersebut akan memadai untuk mengarahkan inflasi tahun 2014
sesuai dengan sasarannya sebesar 4,5%±1%, serta dapat mendukung penyesuaian ekonomi domestik
bergerak secara terkendali ke arah yang lebih sehat dan seimbang. Penguatan koordinasi dengan
Pemerintah terus dilakukan termasuk untuk pengendalian inflasi dan pengelolaan neraca pembayaran.
T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 16
INDIKATOR TERKINI
SEKTOR KEUANGAN
SUKU BUNGA & SAHAM
Suku bunga SBI 9 bln 1)
Suku bunga deposito 1 bln
Suku bunga deposito 3 bln
JIBOR satu minggu 2)
IHSG Indeks 3)
Juni
Jul
Agt
2012
Sep
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
2013
Apr
Mar
Mei
Juni
Juli
4.32
5.39
5.76
4.10
3,956
4.46
5.39
5.67
4.17
4,142
4.54
5.42
5.61
4.29
4,060
4.67
5.40
5.69
4.24
4,263
4.75
5.49
5.66
4.27
4,350
4.77
5.42
5.81
4.29
4,276
4.80
5.58
5.76
4.32
4,317
4.84
5.49
5.89
4.30
4,454
4.86
5.43
5.92
4.28
4,796
4.87
5.51
5.64
4.28
4,941
4.89
5.42
5.73
4.28
5,034
5.02
5.53
5.68
4.27
5,069
5.28
5.60
5.72
4.46
4,819
4,610
BESARAN MONETER (miliar Rp)
Uang Primer
M1(C+D)
Uang Kartal (C)
Uang giral (D)
Uang Beredar Luas (M2 = C+D+T+S)
Uang kuasi (T)
Uang kuasi (Rupiah)
Deposito
Tabungan Total
Deposito (Valas)
Simpanan Giro Valuta Asing
Surat Berharga Selain Saham (S)
627,359
779,416
314,670
464,746
3,050,355
2,254,329
1,915,625
1,016,060
899,565
164,762
173,942
16,610
634,993
771,792
315,375
456,417
3,054,534
2,269,809
1,926,046
1,017,021
909,025
170,722
173,041
12,932
657,955
772,429
327,059
445,370
3,089,011
2,304,474
1,960,339
1,030,262
930,077
171,517
172,617
12,108
638,869
795,518
325,566
469,952
3,125,533
2,318,559
1,968,062
1,030,830
937,232
180,380
170,117
11,457
648,106
774,983
326,119
448,864
3,161,726
2,376,102
2,009,812
1,060,357
949,456
187,859
178,430
10,640
647,979
801,403
327,069
474,334
3,205,129
2,393,320
2,022,975
1,058,871
964,105
190,178
180,166
10,406
704,843
841,721
361,967
479,755
3,304,645
2,452,503
2,092,654
1,066,527
1,026,127
177,508
182,341
10,420
664,007
787,916
326,885
461,031
3,265,869
2,467,124
2,095,427
1,079,275
1,016,152
173,616
198,081
10,829
655,486
786,606
321,541
465,065
3,277,426
2,479,959
2,105,861
1,098,083
1,007,778
169,755
204,343
10,861
664,935
810,112
331,226
478,886
3,319,468
2,497,223
2,123,999
1,123,609
1,000,390
182,383
190,841
12,132
667,122
832,273
324,393
507,880
3,357,823
2,512,648
2,143,605
1,131,219
1,012,386
178,375
190,669
12,902
681,508
822,930
334,087
488,843
3,423,155
2,584,890
2,172,287
1,154,681
1,017,606
195,905
216,699
15,335
691,678
858,603
347,250
511,353
3,410,511
2,540,313
2,136,140
1,113,915
1,022,224
198,689
205,484
11,594
-
Tagihan kepada Sektor Lainnya
Tagihan pada Sektor Swasta
2,653,871
2,361,812
2,668,447
2,378,914
2,696,876
2,406,188
2,758,170
2,471,071
2,791,363
2,504,939
2,833,571
2,504,347
2,920,934
2,584,819
2,897,711
2,556,620
2,921,209
2,571,080
2,970,116
2,616,046
3,024,127
2,654,443
3,105,295
2,671,621
3,175,394
2,671,621
-
0.62
4.53
0.70
4.56
0.95
4.58
0.01
4.31
0.16
4.61
0.07
4.32
0.54
4.30
1.03
4.57
0.75
5.31
0.63
5.90
-0.10
5.57
-0.03
5.47
1.03
5.90
3.29
8.61
9,480
12,420
12,918
9,485
13,168
13,282
9,560
11,238
10,366
9,588
13,011
11,733
9,615
12,636
13,053
9,605
13,202
12,479
9,670
12,313
11,715
9,698
12,386
11,608
9,667
11,897
11,619
9,719
12,727
10,969
9,722
12,480
12,792
9,795
13,308
13,200
9,925
11,970
12,127
10,278
-
2)
2)
HARGA
Inflasi bulanan (%, mtm)
Inflasi tahunan (%, yoy)
SEKTOR EKSTERNAL
Rp/USD (akhir periode, nilai tengah)
Ekspor Barang Non migas (f.o.b, juta USD) 4)
Impor Barang Non migas (c & f, juta USD) 4)
INDIKATOR KUARTALAN
Pertumbuhan PDB (%, yoy)
Konsumsi
Investasi (PMTB)
Perubahan Stok
Ekspor
Impor
1) minggu terakhir
2012
2013
Tw.II
Tw.III
Tw.IV
Tw.I
Tw.II
6.4
5.6
12.5
108.7
2.6
11.3
6.2
4.5
9.8
-9.5
-2.6
-0.2
6.1
3.9
7.3
94.6
0.5
6.8
6.0
4.7
5.9
16.5
3.6
-0.1
5.8
4.7
4.7
-0.6
4.8
0.6
2) rata-rata tertimbang
3) penutupan pada akhir periode
4) closed file
Sumber : Bank Indonesia, kecuali data pasar modal (BAPEPAM), IHK, ekspor/impor dan PDB dari BPS
Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada
setiap bulan Januari, Februari, Maret, Mei, Juni, Agustus, September, dan November. Laporan ini dimaksudkan sebagai media bagi
Dewan Gubernur Bank Indonesia untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat luas mengenai evaluasi kondisi moneter terkini
atas asesmen dan prakiraan perekonomian Indonesia serta respons kebijakan moneter Bank Indonesia yang dipublikasikan dalam
Laporan Kebijakan Moneter (LKM) secara triwulanan pada setiap bulan April, Juli, Oktober, dan Desember. Secara rinci, TKM
menyampaikan hasil evaluasi atas perkembangan terkini mengenai inflasi, nilai tukar, dan kondisi moneter selama bulan laporan,
serta keputusan respons kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Divisi Pengaturan dan Komunikasi Kebijakan
Grup Kebijakan Moneter
Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter
Telp: +62 21 2981 8180/8163
Fax: +62 21 345 2489
Email: [email protected]
Website: www.bi.go.id
Dewan Gubernur
Agus D.W. Martowardojo – Gubernur
Halim Alamsyah - Deputi Gubernur
Ronald Waas - Deputi Gubernur
Perry Warjiyo – Deputi Gubernur
Hendar – Deputi Gubernur
T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 17
Download