BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fraud merupakan masalah umum pada bisnis di seluruh dunia. Kondisi ekonomi dan politik di Indonesia dan dunia yang sangat fluktuatif belakangan ini mendorong para pelaku bisnis untuk melakukan fraud demi menghasilkan laporan keuangan yang baik di tengah kondisi yang tidak kondusif ini. Menurut Kirkos et al (2007) variabel kesulitan keuangan memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan fraud pada laporan keuangan. Penelitian yang dilakukan Hasnan (2013) menunjukkan bahwa ketika perusahaan sedang berada di bawah tekanan keuangan, perusahaan mungkin, dengan curang, akan melaporkan hasil yang lebih menguntungkan. Manajemen dari perusahaan yang berada dalam kondisi keuangan yang lemah akan lebih mungkin melakukan ―window dressing‖ untuk menyembunyikan apa yang mungkin menjadi kesulitaan sementara. (Kinney dan McDaniel, 1989). Hal ini sejalan dengan Fraud Triangle yang menjelaskan faktor—faktor yang memicu terjadinya fraud dimana salah satunya adalah tekanan. SAS No.99 kemudian membagi tekanan tersebut menjadi empat kategori, salah satunya adalah stabilitas keuangan. Contoh: Perusahaan mungkin memanipulasi laba ketika stabilitas keuangan atau profitabilitasnya terancam oleh kondisi ekonomi. Menurut penelitian yang dilakukan Association of Certified Fraud Examiner (ACFE) pada tahun 2014 menyatakan bahwa setiap tahunnya perusahaan mengalami kerugian sebesar 5% akibat fraud, yang apabila dihitung 1 dengan Gross World Product pada tahun 2013, mencapai USD 3.7 trilun. Pada penelitian tersebut, diketahui juga bahwa median kerugian akibat fraud adalah sebesar USD 145.000 yang dimana 22% dari total kasus yang diteliti menderita kerugian sekitar USD 1 juta. Apabila ditinjau dari 3 jenis fraud yang terjadi, yaitu: penyalahgunaan aset, korupsi, dan fraud pada laporan keuangan, fraud yang paling sering terjadi adalah penyalahgunaan aset (85%) dengan kerugian median USD 130.000, korupsi (37%) dengan kerugian median USD 200.000 dan yang paling sedikit kasusnya adalah fraud pada laporan keuangan (9%). Namun, meskipun jumlah kasusnya sedikit, fraud pada laporan keuangan memiliki kerugian median yang paling besar, yaitu sebesar USD 1 juta. Fraud tentu saja merugikan banyak pihak, baik perusahaan itu sendiri, negara dan juga merusak kepercayaan masyarakat serta reputasi dari perusahaan itu sendiri. Konsekuensi dari fraud pada laporan keuangan bisa jadi parah dan biaya yang sebenarnya terjadi tak dapat diestimasi secara akurat karena itu mungkin mempengaruhi banyak stakeholder. Terkadang, tidak mungkin menghitungnya ke dalam ukuran moneter karena fraud pada laporan keuangan mungkin melibatkan biaya sosial dan biaya psikologis lainnya. (Krambia—Kapardis, 2002). Sudah banyak kasus fraud yang terjadi di dunia ini, misalnya Enron dan juga KAP Arthur Andersen yang menghebohkan dunia pada tahun 2001 silam dan juga kasus skandal akuntansi pada Toshiba Jepang yang baru saja terjadi tahun ini. Indonesia juga tak luput dari maraknya kasus fraud. Sebut saja kasus Bank Global, Bank Lippo, dan Kimia Farma pada tahun 2000-an yang menodai integritas akuntan. Selain kasus tersebut, masih banyak kasus fraud lainnya yang 2 terjadi. Menurut Pothiniker (2004) dalam Zawawi (2011) jumlah perusahaan yang terlibat dalam kasus fraud pada laporan keuangan mungkin terlihat sangat sedikit, tetapi kasus yang terjadi sebenarnya bisa jadi jauh lebih banyak. Hal ini karena mungkin terdapat kasus yang terdeteksi namun tidak dilaporkan dan diselesaikan di luar pengadilan. Bukan hal yang mengherankan apabila kerugian akibat fraud pada laporan keuangan memiliki median kerugian yang paling besar karena laporan keuangan memiliki peran yang sangat vital bagi para investor dan kreditor dalam membuat keputusan keuangan. Menurut PSAK No. 1, tujuan umum laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Apabila salah satu dasar dalam pembuatan keputusan sudah dimanipulasi, tentu saja keputusan yang dihasilkan akan menjadi kurang tepat. Mengingat banyaknya pengguna laporan keuangan dan luasnya dampak yang ditimbulkan oleh salah saji laporan keuangan, tentu saja perusahaan harus meningkatkan kualitas laporan keuangan yang mereka hasilkan. Salah satu syarat laporan keuangan yang baik adalah laporan keuangan yang terbebas dari segala salah saji yang material yang dapat menyesatkan para pengguna laporan keuangan. Di sinilah peran auditor eksternal sangat diperlukan. Sesuai dengan apa yang dicantumkan dalam SAS No.99 bahwa auditor memiliki tanggung jawab untuk merencanakan dan melakukan audit untuk memperoleh keyakinan yang memadai (reasonable assurance) mengenai apakah laporan keuangan tersebut 3 terbebas dari salah saji yang material, baik yang disebabkan oleh fraud maupun error. FASB, dalam Statement of Financial Accounting Concepts No. 2, menyatakan bahwa relevansi dan reliability merupakan dua kualitas utama yang membuat informasi akuntansi berguna bagi para pembuat keputusan. Karena sifat dari bukti audit dan karakteristik dari fraud, auditor dapat memperoleh keyakinan yang memadai namun tidak mutlak mengenai apakah salah saji material terdeteksi. Memprediksi terjadinya fraud ini penting karena adanya fraud sering menyebabkan tuntutan hukum mahal lagi KAP (Palmrose 1987). Dengan adanya regulasi yang mengatur tentang penerbitan laporan keuangan yang semakin ketat dan juga peran dari auditor diharapkan dapat mengurangi tingkat kasus fraud yang terjadi. 1.2. Rumusan Masalah Penelitian. Perumusan masalah yang disajikan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk pertanyaan penelitian, yakni: 1.2.1. Apakah size KAP mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat risiko terjadinya fraudulent financial statement? 1.2.2. Apakah perpindahan mempengaruhi tinggi size KAP rendahnya pada tingkat suatu risiko perusahaan terjadinya fraudulent financial statement? 1.2.3. Industri manakah yang memiliki tingkat risiko terjadinya fraudulent financial statement tertinggi dan terendah di Indonesia? 4 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1.3.1 Dampak penggunaan size KAP yang dibedakan menjadi 2, KAP Big 4 dan Non Big 4, terhadap tinggi rendahnya risiko terjadinya fraudulent financial statement dengan menggunakan metode Fraud Score Model. 1.3.2 Dampak perpindahan KAP dalam perusahaan dengan tinggi ` rendahnya risiko terjadinya fraudulent financial statement dengan menggunakan metode Fraud Score Model. 1.3.3 Sektor industri mana yang memiliki potensi risiko terjadinya fraudulent financial statement tertinggi dan juga terendah di Indonesia 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilaksanakan ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk berbagai macam pihak, yakni: 1.4.1 Membantu para investor maupun kreditor dalam menetapkan risiko suatu industri dan juga dalam menentukan suatu keputusan sehingga diharapkan mampu memberi peringatan awal akan besar kecilnya risiko fraud di kelompok perusahaan terkait. 1.4.2 Menjadi tambahan wawasan bagi mahasiswa/pembaca dan juga dapat menjadi referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya di masa depan. 5 1.5. Sistematika Penulisan a. BAB I PENDAHULUAN Berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan. b. BAB II LANDASAN TEORI Berisikan teori-teori dan juga peraturan yang sesuai dengan masalah yang diteliti. c. BAB III METODE PENELITIAN Menjelaskan metodologi penelitian yang berisikan subjek penelitian, teknik penelitian, teknik pengumpulan data, pengukuran variabel,serta metode analisis data. d. BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Berisi mengenai analisis data dan pembahasan atas informasi yang dihasilkan dari perolehan data dalam penelitian. e. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berisikan kesimpulan hasil analisis, keterbatasan penelitian dan saransaran untuk penelitian selanjutnya. 6