hiperlaktasemia sebagai prediktor morbiditas infark

advertisement
TESIS
HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR
MORBIDITAS INFARK MIOKARD AKUT (IMA)
KETUT ERNA BAGIARI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
TESIS
HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR
MORBIDITAS INFARK MIOKARD AKUT (IMA)
KETUT ERNA BAGIARI
NIM 0914138204
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS
INFARK MIOKARD AKUT (IMA)
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pasca Sarjana Universitas Udayana
KETUT ERNA BAGIARI
NIM 0914138204
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL 1 DESEMBER 2014
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr.dr. Ketut Rina Sp.PD, SP.JP (K),FIHA,FAsCC
NIP.194706101978021002
Dr.dr. Ida Sri Iswari Sp.MK, MKes
NIP. 196105051990022001
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
Direktur
Program Pasca Sarjana
Universita Udayana,
Prof.Dr.dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS Prof.Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, SpS(K)
NIP 19461213 197107 1001
NIP. 195902151985102001
Tesis Ini Telah Diuji dan dinilai oleh Penguji
pada Program Pascasarjana Universitas Udayana
pada Tanggal 1 Desember 2014
Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana
No.: 4077/UN14.4/HK/2014
Tanggal 27 Oktober 2014
Penguji Tesis adalah :
Ketua : Dr.dr. I Ketut Rina Sp.PD, Sp.JP (K) FIHA, FAsCC
Anggota :
1.
Dr.dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK.,M.Kes
2.
Prof.Dr.dr. I Wayan Wita, Sp.JP (K) FIHA, FAsCC
3.
Prof.Dr.dr. I Gede Raka Widiana Sp.PD-KGH
4.
dr.K. Badjra Nadha, Sp.JP (K) FIHA, FAsCC
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa
atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan
baik. Terwujudnya tesis yang berjudul “Hiperlaktasemia sebagai Prediktor
Morbiditas Infark MIokard Akut (IMA)” tentunya tidak lepas dari peran berbagai
pihak sehingga penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besar
dan setulus-tulusnya kepada :
Dr.dr. Ketut Rina Sp.PD,Sp.JP (K),FIHA,FAsCC selaku pembimbing utama
yang dengan tulus ikhlas meluangkan waktu, tenaga, serta perhatian yang tinggi
untuk memberi dorongan, bimbingan dan arahan mulai dari penyusunan proposal
hingga penyelesaian tesis ini.
Dr.dr. Ida Sri Iswari Sp.MK,M.Kes selaku pembimbing kedua yang dengan
kesediaan penuh melayani pembimbingan, konsultasi, serta memberikan arahan,
dorongan yang tinggi kepada penulis untuk dapat menyelesaikan tesis ini.
Seluruh staf pengajar Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK
Udayana yang telah mendidik, memberikan kesempatan dan fasilitas serta ijin kepada
penulis untuk mengikkuti pendidikan program spesialis Kardiologi dan Kedokteran
Vaskular dan menyelesaikan tesis ini.
Ketua Tim dan anggota Tim Penguji tesis ini yang telah memberikan
pemecahan, saran, serta masukan yang bermanfaat guna perbaikan tesis ini
Dr.Romy Windianto Sp.A, kakak iparku yang tercinta yang telah memberikan
ide, membimbing, memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian dan
terwujudnya tesis ini.
Yang teristimewa untuk kedua orang tua saya Drs.Nyoman Sukanadha, MSi,
dan Ibu Martini S.Sos, mertua saya dr. Putu Moda Arsana Sp.PD-KEMD dan Ibu
Endang Riawati,SH, suami yang tercinta dr.Made Satria Yudha Dewangga, dan
anakku tersayang Gede Keenan Kusuma Yudha yang memberikan semangat, kasih
sayang, dukungan moril dan materi, serta doa kepada penulis selama mengikuti
pendidikan ini.
Rekan-rekan residen kardiologi yang saya cintai terutama angkatan kedua,
dr.Susila, dr.Eko, dr.Bayu, dr.Eka, dr. Nyoman, dr.Lauren yang telah menjadi teman
seperjuangan dalam suka maupun duka yang memberikan keceriaan, senyuman, dan
kekuatan selama mengikuti pendidikan ini. Rekan-rekan PPDS lainnya yang juga
membantu dalam kelancaran pelaksanaan penelitian ini.
Teman-teman perawat di UGD, ICCU, Poliklinik PJT yang bersama-sama
bahu membahu dalam bekerja sehingga membuat masa pendidikan ini menyenangkan
bila bekerja bersama kalian.
Teman-teman sekretariat mbak Ninik, mbak Candra, mbak Dian, mbak Andi,
dan Pak Ketut yang selalu mendukung, membantu, bekerjasama dalam segala hal
selama pendidikan spesialis ini.
Akhirnya dengan iringan doa semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa
memberikan pahala yang berlipat ganda atas segala amal baik yang telah diberikan
kepada penulis. Semoga tesis ini bermanfaat bagi penulis dan bagi semua pihak yang
berkepentingan.
Denpasar, Desember 2014
Penulis,
dr. Ketut Erna Bagiari
Abstrak
HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK
MIOKARD AKUT (IMA)
Infark Miokard Akut (IMA) menjadi suatu masalah kesehatan dunia yang
bersifat epidemik. Tingginya angka morbiditas dan mortalitas IMA akibat terjadi
pada usia lebih tua, terlambat ke rumah sakit, adanya komorbid, tidak dilakukannya
terapi reperfusi. Komplikasi selama perawatan meningkatkan angka morbiditas.
Komplikasi yang sering terjadi yaitu syok kardiogenik, gagal jantung, aritmia yang
dapat menyebabkan henti jantung mendadak. Nilai prognostik laktat dalam menilai
morbiditas pada pasien IMA sampai saat ini belum banyak diketahui. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui hiperlaktasemia sebagai prediktor morbiditas
pasien IMA yang dirawat di RSUP Sanglah, Denpasar.
Penelitian ini merupakan studi observasional kohort prospektif, yang
bertempat di RSUP Sanglah-Denpasar selama tiga bulan, dari Juli sampai September
2014. Sampel penelitian adalah 70 orang penderita IMA yang diambil secara
consecutive sampling. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi diukur kadar laktat
kapiler saat masuk rumah sakit, 2 jam, dan 24 jam setelah perawatan menggunakan
point of care analyzer, yaitu Accutrend lactate meter. Selama perawatan selanjutnya
diamati terjadinya morbiditas
Pada penelitian ini didapatkan bahwa penderita IMA dengan hiperlaktasemia
memiliki peningkatan risiko morbiditas hampir 3 kali lipat (HR =2.578, 95% CI
=1.278-5.199, p=0.008), syok kardiogenik 15 kali lipat (HR =15.231, 95% CI =
1.848-700.579, p = 0,0014) dan gagal jantung 5 kali lipat (HR = 5.269, 95% CI =
1.913-15.796, p = 0.0002) lebih besar dari kelompok tanpa hiperlaktasemia. Namun
hiperlaktasemia pada penelitian ini tidak terbukti sebagai prediktor terjadinya aritmia
(HR = 1.35, 95% CI = 0.344-4.627, p = 0,3051).
Disimpulkan bahwa hiperlaktasemia terbukti sebagai prediktor independen
morbiditas, terjadinya syok kardiogenik dan gagal jantung pada penderita IMA.
Tetapi penurunan hiperlaktasemia tidak terbukti sebagai prediktor terjadinya aritmia
pada pasien IMA. Studi ini perlu dikonfirmasi studi prospektif dengan jumlah sampel
yang lebih besar
Kata kunci: Infark miokard akut, hiperlaktasemia
Abstract
HIPERLAKTASEMIA AS PREDIKTOR MORBIDITY OF ACUTE
MYOCARDIAL INFARCTION (AMI)
Acute Myocardial Infarction (AMI) is an epidemic worldwide medical
problem. Greater morbidity and mortality in acute myocardial infarction is related to
its occurrence in the elderly, presence of comorbidities, delay in hospital treatment,
and absence of coronary artery reperfusion therapy. Complications during
hospitalization would increase the morbidity rate. The most frequent complications
of AMI were cardiogenic shock, heart failure, arrhytmia that leading to sudden
cardiac death. The prognostic role of lactate for morbidity in patients with AMI so far
is not elucidated. The purpose of this study is to assess whether lactate is an
independent prognostic predictor morbidity patient with AMI in Sanglah Hospital,
Denpasar.
The present study is a prospective observational cohort study, which took
place in Sanglah General Hospital Denpasar for three months ( July until October
2013). Subjects of this study were 70 AMI patients which were enrolled by
consecutive sampling. We measured capillary lactate level three times, at first
admission, 2h, and 24 h after admission, using rapid point-of-care analyzer Accutrend
Lactate Meter. We observed for the cardiovascular event during hospitalization.
The result of this study were the AMI patients with hyperlactatemia have the
increased risk of morbidity of almost 3-fold (HR =2.578, 95% CI =1.278-5.199,
p=0.008), cardiogenic shock of 15-fold (HR =15.231, 95% CI = 1.848-700.579, p =
0,0014) and heart failure of 5-fold (HR = 5.269, 95% CI = 1.913-15.796, p = 0.0002)
compared with subject without hyperlactatemia. In the other hand, hyperlactatemia
was not proved as the predictor of arrhytmia (HR = 1.35, 95% CI = 0.344-4.627, p =
0,3051).
The study concluded that hyperlactatemia is an independent predictor of
morbidity, cardiogenic shock, and heart failure in AMI patients. In the other hand,
hyperlactatemia is not an independent predictor of arrhythmia in AMI patients. This
study should be confirmed by larger prospective studies.
Keywords: Acute myocardial infarction, hyperlactatemia
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ........................................................................................................ i
PRASYARAT GELAR. ................................................................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................. iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................................................ iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT.............................................................. v
UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................................vi
ABSTRAK ................................................................................................................viii
ABSTRACT .......................................................................................................... ...... ix
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ...... x
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xiii
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN, DAN ISTILAH ............................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 7
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA ...................................................................................... 9
2.1 Definisi Infark Miokard Akut .................................................................... 9
2.2 Etiologi Infark Miokard Akut .................................................................. 12
2.3 Patofisiologi Infark Miokard Akut ........................................................... 14
2.4 Komplikasi Infark Miokard Akut............................................................. 17
2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Morbiditas pada Infark Miokard
Akut ......................................................................................................... 19
2.6 Metabolisme Aerob dan Anaerob ............................................................ 21
2.7 Kondisi yang Meningkatkan Kadar Laktat .............................................. 23
2.8 Laktat sebagai Biomarker ........................................................................ 25
2.9 Alat Pengukur Kadar Laktat .................................................................... 28
BAB III KERANGKA BERPIKIR,KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir ..................................................................................... 31
3.2 Konsep ...................................................................................................... 32
3.3 Hipotesis Penelitian................................................................................... 32
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 33
4.1 Rancangan Penelitian ................................................................................ 33
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 34
4.3 Penentuan Sumber Data ............................................................................ 34
4.3.1 Populasi Target .............................................................................. 34
4.3.2 Populasi Terjangkau....................................................................... 34
4.3.3 Sampel Penelitian........................................................................... 34
4.3.4 Kriteria Eligibilitas......................................................................... 34
4.3.4.1 Kriteria inklusi ....................................................................... 34
4.3.4.2 Kriteria eksklusi ..................................................................... 34
4.2.1 Besaran sampel .............................................................................. 35
4.3.5 Teknik Pengambilan Sampel ......................................................... 35
4.4 Variabel Penelitian .................................................................................... 36
4.4.1 Identifikasi dan Klasifikasi Variabel Penelitian ............................ 36
4.4.2 Definisi Operasional Variabel........................................................ 37
4.5 Bahan Penelitian ...................................................................................... 42
4.6 Instrumen Penelitian ................................................................................ 42
4.7 Prosedur Penelitian................................................................................... 42
4.7.1 Tata Cara Penelitian ...................................................................... 42
4.7.2 Prosedur Pengumpulan Data .......................................................... 44
4.7.2 Alur Penelitian .............................................................................. 45
4.8 Analisis Data ............................................................................................. 47
BAB V HASIL PENELITIAN............................................................................... 50
5.1 Karakteristik Subyek Penelitian ............................................................... 51
5.2 Analisis Kurva ROC ................................................................................ 52
5.3 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas IMA ............................... 53
5.4 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Syok Kardiogenik pada IMA ........... 55
5.5 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Gagal Jantung pada IMA ................. 56
5.6 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Aritmia pada IMA ............................ 58
5.7 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas pada Subgrup IMA ........ 59
5.8 Pengaruh Hiperlaktasemia terhadap Morbiditas Setelah Dikontrol
dengan Variabel Lain .................................................................................. 61
BAB VI PEMBAHASAN .....................................................................................64
6.1 Karakteristik Subyek Penelitian ............................................................... 66
6.2 Analisis Kurva ROC ................................................................................ 70
6.3 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas IMA ............................... 72
6.4 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Syok Kardiogenik pada IMA ........... 73
6.5 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Gagal Jantung pada IMA ................. 75
6.6 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Aritmia pada IMA ............................ 76
6.7 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas pada Subgrup IMA ........ 77
6.8 Analisis Multivariat Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas
IMA .......................................................................................................... 78
6.9 Keterbatasan Penelitian ............................................................................ 79
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN …………………………………… 81
7.1 Simpulan .............................................................................................81
7.2 Saran ....................................................................................................81
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................83
Lampiran
........................................................................................................87
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1
Penyebab Infark Miokard Akut...................................................................... 13
2.2
Klasifikasi Asidosis Laktat Menurut Cohen dan Wood ................................. 24
2.3
Penilaian Accutrend Lactate Meter ................................................................ 30
5.1
Karakteristik Subyek Penelitian ..................................................................... 51
5.2
Hazard Ratio (HR) Terjadinya Morbiditas Pada IMA dengan Hiperlaktasemia
dan Tanpa Hiperlaktasemia ............................................................................ 54
5.3
Hazard Ratio (HR) Terjadinya Syok Kardiogenik Pada IMA dengan
Hiperlaktasemia dan Tanpa Hiperlaktasemia................................................. 56
5.4
Hazard Ratio (HR) Terjadinya Gagal Jantung Pada IMA dengan
Hiperlaktasemia dan Tanpa Hiperlaktasemia................................................. 58
5.5
Hazard Ratio (HR) Terjadinya Aritmia Pada IMA dengan Hiperlaktasemia
dan Tanpa Hiperlaktasemia ............................................................................ 59
5.6
Frekuensi STEMI dan NSTEMI Berdasarkan Hiperlaktasemia .................... 59
5.7
Hasil Uji Mantel Haenzel Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas pada
Subgrup IMA ................................................................................................. 60
5.8
Hasil Uji Global Test Terhadap Variabel Hiperlaktasemia ........................... 61
5.9
Model Dasar Hasil Analisis Cox Proportional Hazards Regression
Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas Pasien IMA .......................... 62
5.10
Model Akhir Hasil Analisis Cox Proportional Hazards Regression
Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas Pasien IMA .......................... 63
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1
Waktu Pelepasan Biomarker setelah IMA ..................................................... 12
2.2
Proses Aterosklerosis pada IMA .................................................................... 14
2.3
Paradigma Syok pada IMA ............................................................................ 18
2.4
Metabolisme Intermediari .............................................................................. 22
2.5
Glikolisis pada Keadaan Kadar Oksigen Normal, Iskemia Ringan, dan
Iskemia Berat ................................................................................................. 23
3.1
Konsep Penelitian........................................................................................... 32
4.1
Rancangan Penelitian ..................................................................................... 33
4.2
Hubungan antar Variabel ............................................................................... 37
4.3
Gambar Alur Penelitian.................................................................................. 46
5.1
Kurva ROC dalam Menentukan Cutt of Point Hiperlaktasemia .................... 52
5.2
Kurva Estimasi Survival Kaplan Meier Terjadinya Morbiditas Pada IMA
Berdasarkan Hiperlaktasemia......................................................................... 53
5.3
Kurva Estimasi Survival Kaplan-Meier Terjadinya Syok Kardiogenik pada
IMA Berdasarkan Hiperlaktasemia ................................................................ 55
5.4
Kurva Estimasi Survival Kaplan Meier Terjadinya Gagal Jantung pada IMA
Berdasarkan Hiperlaktasemia......................................................................... 57
5.5
Kurva Estimasi Survival Kaplan Meier Terjadinya Aritmia pada IMA
Berdasarkan Hiperlaktasemia......................................................................... 58
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN, DAN ISTILAH
ACC
:
American College of Cardiology
AGEs
:
Advanced Glycation End-Products
AHA
:
American Heart Association
ATP
:
Adenosine Triphosphat
ARV
:
Anti Retro Viral
AUC
:
Area Under Curve
CKMB
:
Creatinin Kinase tipe MB
CABG
:
Coronary Artery Bypass Graft
CHA
:
Chicago Heart Association Detection Project in Industry
CCB
:
Ca Channel Blocker
EHS
:
European Heart Study
EKG
:
Elektrokardiogram
ESC
:
European Society of Cardiology
FHS
:
Framingham Heart Study
GFR
:
Glomerular Filtration Rate
GRACE
:
Global Registry of Acute Cardiac Events
HR
:
Hazard Ratio
HDL
:
High Density Lipoprotein
IMA
:
Infark Miokard Akut
ICU
:
Intensive Care Unit
LBBB
:
Left Bundle Branch Block
LDL
:
Low Density Lipoprotein
LED
:
Light Emitting Diode
MRFIT
:
Multiple Risk Factor Intervention Trial
NSTEMI
:
Non ST Elevation Myocardial Infarction
NCEP
:
National Cholesterol Education Program in Adult Treatment Panel
NICE
:
National Institute for Health and Clinical Excellence
PJK
:
Penyakit Jantung Koroner
PJNHK
:
Pusat Jantung Nasional Harapan Kita
PCI
:
Percutaneous Coronary Intervention
RSUP
:
Rumah Sakit Umum Pusat
ROC
:
Receiving Operating Procedure
SDM
:
Sumber Daya Manusia
STEMI
:
ST Elevation Myocardial Infarction
SIRS
:
Systemic Inflamatory Response Syndrome
SI
:
Satuan Internasional
TIMI
:
Thrombolysis In Myocardial Infarction
UGD
:
Unit Gawat Darurat
UPIJ
:
Unit Perawatan Intensif Jantung
UAP
:
Unstable Angina Pectoris
VT
:
Ventricular Tachycardia
VF
:
Ventricular Fibrillation
WHO
:
World Health Organization
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Informasi/Penjelasan Pasien.............................................................................88
2. Persetujuan setelah Penjelasan (Informed Concent) ........................................90
3. Lembar Pengumpulan Data ..............................................................................91
4. Data Penelitian .................................................................................................97
5. Hasil Analisis Data .........................................................................................102
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Saat ini telah terjadi
transisi dalam bidang kesehatan akibat perubahan
demografi, ekonomi dan nutrisional. Fenomena ini ditandai dengan pergeseran dari
dominasi penyakit infeksi dan nutrisi ke arah penyakit degeneratif, seperti penyakit
kardiovaskular. Penilaian faktor risiko absolut penyakit kardiovaskular secara
komprehensif dilakukan untuk mengantisipasi dan segera mengambil tindakan
preventif guna menghindari timbulnya penyakit beserta komplikasi yang tidak
diinginkan.
Pada tahun 2003 penyakit kardiovaskular tercatat sebesar 37% penyebab
kematian. American Heart Association (AHA) menyatakan kurang lebih 2600 orang
Amerika meninggal tiap hari akibat penyakit kardiovaskular, kurang lebih satu
kematian setiap 35 detik. Risiko terjadinya penyakit kardiovaskular di Amerika pada
saat berumur 50 tahun tercatat 1 dari 2 laki-laki, dan 2 dari 5 perempuan (Vasan et al,
2008). Penyakit jantung koroner (PJK) menjadi suatu masalah kesehatan dunia yang
bersifat epidemik. Diperkirakan di seluruh dunia 30 % dari semua penyebab kematian
diakibatkan oleh PJK. Lebih dari 1 juta orang di Amerika Serikat menderita Infark
Miokard Akut (IMA), dan lebih dari 300.000 orang diperkirakan meninggal karena
IMA sebelum sampai ke rumah sakit (Christofferson, 2009).
Berdasarkan data rekam medis Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (PJNHK),
92 orang (10.1%) penderita IMA yang berusia di bawah 45 tahun dari 962 penderita
IMA di tahun 2006. Tahun 2007 angka ini menjadi 10,7% (117 penderita IMA usia
muda dari 1096 seluruh penderita IMA), sedangkan di tahun 2008 menjadi 10,1%
(108 penderita IMA usia muda dari 1065 seluruh penderita IMA) (Anonim, 2010).
Morbiditas akibat IMA menunjukkan angka yang tinggi. Morbiditas merupakan
penyulit atau komplikasi yang ditemukan pada saat kondisi IMA, meliputi gagal
jantung, syok kardiogenik, maupun aritmia. Srimahachota dkk dari Pusat Jantung dan
Divisi Penyakit Kardiovaskular Rumah Sakit King Chualalongkorn Memorian,
Thailand melakukan penelitian Oktober 2007 hingga Desember 2008. Penelitian ini
dilakukan untuk menilai morbiditas pada pasien dengan Unstable Angina Pectoris
(UAP), Non ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI), ST Elevation
Myocardial Infarction (STEMI). Pada pasien dengan STEMI ditemukan morbiditas
selama perawatan yaitu angka gagal jantung 27.1%, blok jantung 6.2 %, aritmia
ventrikel 8.8%, syok kardiogenik 23 %. Pada NSTEMI morbiditas selama perawatan
di rumah sakit, yaitu angka gagal jantung 50.3 %, blok jantung 1.7 %, aritmia
ventrikel 1.2%, syok kardiogenik 19.7 % (Srimahachota, dkk., 2012).
Studi Ferreira dkk tahun 2009 menemukan morbiditas dan mortalitas pasien
IMA di rumah sakit umum di Brazil. Morbiditas yaitu kelas Killip >1 sebesar 34.3%,
dan mortalitas sebesar 19.5% (Ferreira, dkk., 2009).
Konsep dasar menegakkan diagnosis infark miokard diperlukan pemeriksaan
tambahan seperti elektrokardiogram (EKG), dan tes laboratorium. Nilai diagnostik
EKG pada suatu penelitian hanya dikatakan 50 % untuk infark miokard (Gatien, dkk.,
2005). Kesulitan yang sering timbul pada unit gawat darurat yaitu bagaimana menilai
pasien dengan keluhan nyeri dada atipikal dimana gambaran EKG meragukan untuk
infark miokard (Christofferson, 2009, Daubert, dkk., 2010).
Kebanyakan tes laboratorium seperti Creatinin Kinase tipe MB (CK-MB),
troponin dan myoglobin tergantung pada kerusakan sel yang mengalami iskemik
yang menyebabkan pelepasan enzim penanda nekrosis otot jantung ke dalam serum.
Parameter ini tidak menggambarkan pengukuran pada level gangguan fisiologis pada
jantung.
Dengan demikian
pemeriksaan ini memiliki sensitivitas yang rendah
sebelum 4-6 jam onset keluhan, sehingga tidak praktis dalam penanganan akut pasien
dengan nyeri dada. Mioglobin sensitivitasnya tidak lebih dari 45-65% hingga 3-6 jam
setelah onset. Laktat meningkat pada kondisi gangguan fisiologis jantung sangat
sensitif untuk diagnosis IMA. Peningkatan ini khususnya pada pasien dengan onset
nyeri dada lebih dari 2 jam (Christofferson, 2009, Daubert, dkk., 2010, P.Cannon dan
H.Lee, 2007, Gatien, dkk., 2005).
Kecenderungan terjadinya keluhan klinik seperti sesak dan kondisi syok
berhubungan dengan parameter spesifik fungsi ventrikel kiri. Abnormalitas awal
terjadinya kekakuan ventrikel pada awal diastolik. Bila abnormalitas segmen yang
berkontraksi lebih dari 15%, ejeksi fraksi menurun dan terjadi peningkatan tekanan
dan volume akhir diastolik, sehingga menimbukan gagal ventrikel kiri. Klinis gagal
jantung terjadi bila area abnormalitas kontraksi lebih dari 25%, bahkan terjadi syok
kardiogenik, dan sering berdampak fatal. Kondisi infark juga memudahkan untuk
terjadinya aritmia yang dapat berbahaya dan berakibat fatal (Antman dan Brawnwald,
2007).
Kondisi IMA menyebabkan penekanan fungsi jantung dan penurunan perfusi.
Laktat serum merupakan penanda menurunnya perfusi sistemik dan hipoksia
jaringan, karena laktat adalah produk metabolisme anaerob. Pengukuran laktat yang
bersirkulasi sudah digunakan secara luas pada perawatan kritis. Laktat digunakan
sebagai indikator gangguan hemodinamik dan prediktor kondisi syok. Pada syok
kardiogenik beberapa studi menunjukkan adanya peningkatan laktat darah. Perfusi
jaringan miokard terganggu akibat IMA menyebabkan penurunan supply oksigen
yang mengubah metabolism aerob menjadi anaerob dengan glikolisis menghasilkan
laktat dari substrat piruvat. Piruvat seharusnya dalam kondisi cukup oksigen akan
teroksidasi untuk produksi ATP sebagai energi di mitokondria (Vermeulen, dkk.,
2010).
Laktat
pada pasien IMA yang dilepaskan dari miokardium
mempunyai
hubungan yang linier dengan derajat keparahan penyakit jantung koroner. Kondisi
hipoperfusi regional terjadi pada IMA meskipun tekanan darah tetap normal. Pada
kondisi basal, miokardium mengekstraksi laktat dari sirkulasi, namun pada kondisi
iskemia jantung kemampuan untuk mengekstraksi laktat menjadi terganggu. Dengan
demikian iskemia miokard menyebabkan peningkatan kadar laktat ke dalam sirkulasi
melalui kedua mekanisme ini (Gatien, dkk., 2005, Vandromme, dkk., 2010).
Laktat merupakan marker yang sensitif dan dapat digunakan sebagai alat triage
dalam penanganan awal pasien dengan keluhan nyeri dada. Pemeriksaan laktat
melalui laboratorium membutuhkan waktu untuk penghantaran dan pemeriksaaan
dalam laboratorium. Durasi antara pengambilan sampel bahan dengan analisis di
laboratorium sentral dapat menyebabkan nilai yang lebih tinggi dan kesalahan
interprestasi. Saat ini sudah tersedia alat analisis yang lebih cepat dan untuk
dilakukan di samping pasien, yaitu disebut point of care analyzer, contohnya
Accutrend lactate meter (Gatien, dkk., 2005, Vermeulen, dkk., 2010).
Evaluasi tindakan resusitasi umumnya digunakan tanda vital seperti tekanan
darah, denyut nadi, dan produksi urin. Analisis hasil akhir parameter tunggal ini tidak
adekuat dalam menilai hasil resusitasi pada pasien. Dua marker yang sering
ditemukan dalam menilai hasil resusitasi adalah defisit basa dan laktat. Pada awal
masuk laktat dan defisit basa berkorelasi baik dan keduanya digunakan sebagai
prediktor prognosis. Dalam perawatan selanjutnya di Intensive Care Unit (ICU)
defisit basa kehilangan spesifisitasnya, sedangkan laktat tetap memiliki nilai prediktif
(Agrawal, dkk., 2004). Hal ini karena defisit basa dipengaruhi oleh bermacam faktor
yang menyebabkan asidosis metabolik, dan diluar dari metabolism anaerob. Faktor
lain yang juga berpengaruh yaitu disfungsi ginjal, resusitasi dengan cairan salin,
hilangnya bikarbonat gastrointestinal, dan ketoasidosis diabetik. Argumen bahwa
pemeriksaan defisit basa lebih mudah dan cepat saat ini sudah dibantahkan dengan
adanya alat analisis laktat yang cepat.
Beberapa penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan klinis kadar laktat
pada pasien IMA. Vermeulen dkk mengemukakan pada pasien STEMI kadar laktat
tinggi dihubungkan dengan hipotensi, denyut jantung lebih tinggi, Thrombolysis In
Myocardial Infarction (TIMI) flow 0-1, diabetes dan tidak merokok. Peningkatan
mortalitas ditemukan pada pasien dengan kadar laktat > 4.0 mmol/L (Vermeulen,
dkk., 2010).
Tingginya kadar laktat arterial dihubungkan dengan luasnya infark. Beberapa
studi dilakukan di ICU sebelumnya menunjukkan kadar laktat vena pada saat awal
masuk rumah sakit berhubungan dengan prognostik IMA. Pasien IMA yang
meninggal atau membutuhkan perawatan intensif lebih lama dari 48 jam memiliki
kadar laktat yang lebih tinggi (yaitu 4.4±4.3 mmol/L) dibandingkan yang tidak
membutuhkan perawatan intensif (1.4±0.6 mmol/L) (Gatien, dkk., 2005, Schmiechen,
dkk., 1997).
Kliegel dkk pada studi retrospektif, menganalisis kadar serum laktat pada saat
masuk dan kadar laktat 48 jam setelah dirawat pada 394 pasien yang mampu bertahan
setelah mengalami henti jantung. Mereka mengobservasi bahwa kadar laktat serum
pada saat masuk dan 48 jam setelahnya secara signifikan lebih rendah pada pasien
yang dapat bertahan hidup dalam 6 bulan pertama setelah keberhasilan resusitasi
kardiopulmonal dibandingkan dengan yang tidak bisa bertahan hidup dalam jangka
waktu tersebut. Mullner dkk menyatakan bahwa pasien yang mengalami fibrilasi
ventrikel, kadar laktat yang tinggi saat masuk rumah sakit dihubungkan dengan
gangguan neurologis yang berat (Attanà, dkk., 2012).
Pada penelitian sebelumnya kebanyakan pemeriksaan laktat hanya dilakukan
satu kali waktu. Pemeriksaan laktat sekali waktu memiliki keterbatasan, dan bila
melakukan pemeriksaan serial dapat berkorelasi dengan kemampuan prognosis.
Lactate clearance nilainya lebih superior daripada variabel delivery oxigen (DO2)
dan oxigen consumption (VO2). Kadar laktat pada fase awal dan akhir lebih rendah
pada orang sakit yang dapat bertahan hidup sedangkan DO2 dan VO2 tidak terdapat
perbedaan (Vernon dan Letourneau, 2010).
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan diatas, dilakukan penelitian
hiperlaktasemia sebagai prediktor morbiditas IMA. Pemeriksaan laktat dilakukan tiga
kali secara serial mulai saat di Unit Gawat Darurat (UGD), 2 jam dan 24 jam
perawatan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, maka dibuat rumusan
masalah sebagai berikut:
Apakah hiperlaktasemia dapat digunakan sebagai prediktor morbiditas IMA?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah hiperlaktasemia dapat
digunakan alat prediktor morbiditas IMA.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengetahui hiperlaktasemia sebagai prediktor terjadinya gagal jantung
1.3.2.2 Mengetahui hiperlaktasemia sebagai prediktor terjadinya syok kardiogenik
1.3.2.3 Mengetahui hiperlaktasemia sebagai prediktor terjadinya aritmia
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat di bidang akademik dan
bidang praktis seperti dibawah ini:
1.4.1 Bidang akademik
Sebagai data dasar dan sebagai pedoman stratifikasi risiko pasien IMA.
Sebagai dasar kelayakan kadar laktat dalam menilai prognosis pasien IMA.
1.4.2 Bidang praktis
Sebagai acuan monitoring dan pengembangan pelayanan pengobatan pasien
IMA.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi Infark Miokard Akut
World Health Organization (WHO) mulai dari tahun 1950 menggunakan data
epidemiologi mendefinisikan IMA dengan adanya minimal dua dari 3 kriteria, yaitu
keluhan klinis sugestif ke arah infark miokard, abnormalitas EKG, peningkatan
marker serum yang mengindikasikan terjadinya nekrosis miokard. Perkembangan
biomarker nekrosis miokard yang lebih sensitif dan spesifik serta tehnik imaging
untuk disfungsi miokard yang iskemik menyebabkan terjadinya perbaikan diagnosis
IMA (Rhee, dkk., 2011).
Pada tahun 2007, Global Task Force dari European Society of Cardiology (ESC)
dan World Heart Federation mempublikasikan konsensus yang menstandarisasi
deteksi biomarker jantung bersama imaging jantung sebagai evaluasi IMA. Infark
miokard dapat didiagnosa tanpa pemeriksaan troponin bila terdapat onset akut
hilangnya miokard yang viabel, adanya ST elevasi atau Left Bundle Branch Block
(LBBB) baru disertai kematian jantung mendadak dalam satu jam keluhan atau
diagnosis patologi postmortem (Werf, dkk., 2008, Rhee, dkk., 2011).
Guideline terbaru ESC 2012 mendefinisikan IMA sebagai kondisi dimana
terdapat bukti nekrosis miokardial pada pasien yang menunjukkan gambaran klinis
iskemia miokardial akut. Deteksi infark miokard berdasarkan adanya peningkatan dan
atau penurunan biomarker jantung (yaitu CKMB dan atau troponin) di atas nilai
normal dengan salah satu dari kondisi berikut : keluhan iskemia, adanya perubahan
segmen ST dan atau gelombang T atau adanya gambaran LBBB, adanya gelombang
Q pada rekaman EKG, gambaran abnormalitas pergerakan dinding regional, dan
identifikasi adanya trombus intrakoroner dengan angiografi atau otopsi (Thygesen,
dkk., 2012).
Terdapat beberapa klasifikasi tipe IMA, menyebabkan evolusi definisi IMA.
IMA terdiri dari lima tipe. Tipe I yaitu infark miokard spontan, tipe II, infark akibat
proses iskemia, tipe III, infark yang menyebabkan kematian tanpa adanya nilai
biomarker, tipe IV berkaitan dengan tindakan intervensi perkutan, dan tipe V yang
berhubungan dengan Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) (Thygesen, dkk.,
2012).
Dari anamnesis didapatkan nyeri dada khas angina berupa nyeri dada rasa berat/
ditindih/dihimpit di daerah retrosternal menjalar kelengan kiri, leher rasa tercekik
atau rasa ngilu rahang bawah yang timbul saat aktivitas dan berkurang saat istirahat.
Untuk nyeri dada angina lamanya <20 menit. Untuk nyeri dada infark nyeri >20
menit dan tidak berkurang walau dengan pemberian nitrat. Adanya nyeri tipikal ini
24% kemungkinan IMA akut, dan kemungkinan menurun 1% jika nyeri bersifat
posisional atau pleuritik pada pasien tanpa riwayat PJK. Nyeri yang muncul dapat
berupa sensasi tajam, tertusuk, atau terbakar. Nyeri tipe ini memiliki probabilitas 23
% terjadinya IMA. Nyeri epigastrium dan nyeri dada tidak khas, tidak disertai
penjalaran, atau kadang-kadang hanya keringat dingin dan lemas saat aktivitas
biasanya terjadi pada orang tua atau pada penderita diabetes melitus (Christofferson,
2009, Burke dan Virmani, 2007, Rhee, dkk., 2011).
Gejala sistemik yang muncul berupa mual, muntah dan keringat dingin dan
kadang-kadang bisa sampai pingsan. Nyeri dada angina ekivalen yaitu presentasi
klinis tidak berupa nyeri dada tetapi sesak napas. Dapat disertai pingsan terutama
pada orang tua (Christofferson, 2009, Burke dan Virmani, 2007, Daubert, dkk.,
2010).
Pemeriksaan EKG memegang peranan penting dalam mendiagnosa IMA, dan
harus dilakukan dalam 10 menit setelah berada pada pusat kesehatan. Pada NSTEMI,
perubahan berupa adanya depresi segmen ST atau inversi gelombang T. Pada STEMI
didapat adanya elevasi segmen ST. Pada jam awal masih berupa hiperakut T
(gelombang T tinggi ) dan kemudian berubah menjadi ST elevasi. Adanya LBBB
baru juga merupakan tanda perubahan EKG pada infark gelombang Q. Jika EKG
awal meunjukkan hasil normal atau inkonklusif, maka perlu dilakukan serial EKG,
dan dibandingkan hasilnya. EKG saat istirahat tidak secara adekuat merefleksikan
dinamika trombosis koroner dan iskemia miokard. Pembedaan STEMI dan NSTEMI
secara klinis penting oleh karena terapi rekanalisasi akut penting untuk memperbaiki
luaran pada STEMI (Hamm, dkk., 2011, Anderson, dkk., 2011).
Marker yang biasa dipakai sebagai petunjuk adanya kerusakan miokard ialah
enzim CKMB, Troponin I dan T. Troponin merupakan marker yang sangat sensitif
dan spesifik untuk terjadinya nekrosis miokard. Peningkatan awal berasal dari
sitosolik sel, dan pelepasan selanjutnya akibat keluarnya enzim dari komponen
struktural. Troponin dapat dideteksi paling cepat 2-4 jam setelah onset keluhan,
namun peningkatannya bisa juga terlambat 8-12 jam. Waktu terjadinya peningkatan
CKMB juga sama. Troponin menetap dalam waktu yang lebih lama yaitu 5-14 hari
dibandingkan dengan CKMB. Waktu pelepasan biomarker setelah suatu kondisi IMA
dijelaskan pada gambar 2.1 dibawah (Anderson, dkk., 2011).
CKMB merupakan protein karier untuk fosfat energi tinggi dalam sitosolik,
digunakan sebagi marker standar diagnosa IMA. CKMB kurang sensitif dan spesifik
untuk IMA dibandingkan troponin. Waktu paruh CKMB yang pendek dapat
digunakan sebagai deteksi diagnosa peningkatan baru setelah puncak awal. CKMB
naik mencapai puncak 2-5x batas atas ambang persentil dari populasi normal , dan
kembali normal dalam 2-3 hari setelah IMA. Troponin jantung dapat sedikit
meningkat dari batas atas ambang persentil dari populasi normal dan dapat meningkat
20-30 kali pada kondisi infark yang luas (Anderson, dkk., 2011).
Gambar 2.1 Waktu Pelepasan Biomarker setelah IMA (Anderson, dkk., 2011)
2.2 Etiologi Infark Miokard Akut
Terdapat berbagai mekanisme patofisiologi penyebab terjadinya IMA, seperti
yang tertera pada tabel 2.1. Berbagai penyebab ini menyebabkan kondisi meliputi
kerusakan endotel melalui disrupsi plak, lesi luminal ireguler, shear injury, agregasi
platelet, pembentukan trombus yang menyebabkan oklusi lumen parsial atau total,
vasospasme arteri, dan cedera reperfusi akibat radikal oksigen bebas, kalsium, dan
neutrofil (Rhee, dkk., 2011).
Tabel 2.1 Penyebab Infark Miokard Akut (Rhee, dkk., 2011)
Aterosklerosis
Sindrom vaskulitis
Emboli koroner (contoh dari endokarditis, katup buatan)
Anomali kongenital arteri koroner
Trauma koroner atau aneurisma
Spasme pembuluh darah koroner
Peningkatan viskositas darah (contoh polisitemia vera, trombositosis)
Peningkatan kebutuhan oksigen miokard ( contoh aorta stenosis)
Proses aterogenesis dimulai dengan inisiasi lesi, akumulasi lipid ekstraseluler
pada intima, evolusi fibrofatty, progresi lesi dan kelemahan fibrous cap. IMA terjadi
bila pada plak terjadi ruptur fibrous cap, sebagai stimulus trombogenesis. Proses
aterosklerosis pada IMA tersebut digambarkan pada gambar 2.2
Gambar 2.2 Proses Aterosklerosis pada IMA
2.3 Patofisiologi Infark Miokard Akut
Iskemia miokard terjadi bila terjadi penurunan aliran darah koroner sangat berat
sehingga ketersediaan oksigen untuk miokard tidak cukup untuk kebutuhan oksigen
jaringan. Konsep biologi berdasar prinsip biologi umum dari sel hati dan otak,
menunjukkan adanya dua fase adaptasi, yang disebut pertahanan jangka pendek dan
penyelamatan jangka panjang. Tujuan mekanisme pertahanan jangka pendek adalah
membentuk keseimbangan baru antara ketersediaan dan kebutuhan oksigen, dengan
kombinasi downregulation kontraksi dan upregulation produksi energi anaerobik
melalui glikolisis. Penyelamatan jangka panjang sampai saat ini belum diketahui
jelas, tetapi bahwa tampaknya iskemia melalui hipoksia mampu menginduksi
serangkaian sinyal seluler yang menyebabkan mekanisme protektif genetik
reprogramming. Bila dua fase adaptasi ini gagal, karena iskemi yang terjadi sangat
berat maka akan terjadi nekrosis sel. Adaptasi jangka panjang merupakan reaksi
protektif terhadap terjadinya iskemi, seperti hibernasi dan stunning (Rhee, dkk., 2011,
H.Opie, 2004).
Pada iskemia dengan onset sangat cepat, terdapat ketidakseimbangan energi,
khususnya phospocreatinin, yang menjaga kadar Adenosine Triphosphat (ATP)
selama mungkin melalui peningkatan phosphat inorganik intraseluler. Substrat ini
juga merupakan sinyal utama untuk downregulation kontraksi. Secara simultan
penurunan status energi merupakan sinyal utama peningkatan glikolisis anaerob.
Dari glikolisis anaerob ini pulalah didapat sumber utama pemecahan glikogen pada
onset akut, segera diikuti oleh peningkatan transport glukosa akibat translokasi dari
transporter glukosa GLUT 1 dan GLUT 4 ke sarkolema (H.Opie, 2004).
Pada saat terjadi iskemia, terdapat perkembangan asidosis intraseluler
yang
berperan pada penurunan kontraksi. Jadi miokard yang mengalami iskemik dapat
bertahan dalam waktu tertentu melalui kombinasi inhibisi kontraksi dan inisiasi
glikolisis anaerob. Bila dilakukan reperfusi, maka akan terjadi perbaikan fungsi
mekanis, dan perbaikan abnormalitas metabolik (H.Opie, 2004).
Iskemia tidak dipulihkan dapat menjadi infark. Umumnya patofisiologi terjadi
dalam dua tahap, yaitu terjadinya perubahan awal dan terjadinya perubahan yang
terjadi belakangan. Pada fase awal, terdapat evolusi infark dan gangguan fungsional
penurunan oksigen pada kontraktilitas miokard. Perubahan awal ini puncaknya pada
terjadinya nekrosis koagulatif miokard dalam 2-4 hari. Seiring dengan penurunan
oksigen pada miokard dimana pembuluh darah yang memberinya nutrisi teroklusi,
terdapat pergeseran cepat dari metabolisme aerob ke arah metabolisme anaerob
(H.Opie, 2004, Weil dan Tang, 2011).
Mitokondria tidak mampu mengoksidasi lemak atau produk glikolisis , oleh
karena itu terjadi penurunan phosphat energi tinggi dan metabolisme anaerob
menyebabkan akumulasi asam laktat. Berkurangnya phosphat energi tinggi seperti
ATP mempengaruhi Na/K ATP-ase transmembran, sehingga terjadi peningkatan Na
intraseluler dan K ekstraseluler. Kebocoran membran dan peningkatan konsentrasi K
ekstraseluler menyebabkan perubahan potensial elektrik transmembran, predisposisi
terjadinya aritmia yang berpotensi mematikan (H.Opie, 2004, Rhee, dkk., 2011).
Kalsium intraseluler terakumulasi pada miosit yang rusak berkontribusi terhadap
terjadinya mekanisme kerusakan sel melalui aktivasi enzim degradasi seperti lipase
dan protease. Secara kolektif perubahan metabolik ini terjadi paling cepat dua menit
setelah trombosis. Tanpa intervensi akan terjadi kerusakan sel irreversibel dalam 20
menit, ditandai dengan defek membran. Enzim proteolitik bocor melalui membran
miosit, merusak miokardium sekitarnya, dan melepas makromolekul yang bertindak
sebagai penanda akut infark miokard. Peningkatan permeabilitas kapiler dan
peningkatan tekanan onkotik interstisial (oleh karena kebocoran protein intraseluler)
akan menyebabkan edema miokard dalam 4-12 jam (Rhee, dkk., 2011, H.Opie,
2004).
Perubahan yang terjadi belakangan yaitu pembersihan miokard yang nekrotik
oleh makrofag dan deposisi jaringan oleh jaringan parut. Perubahan fungsional juga
terjadi akibat IMA yaitu berupa gangguan kontraktilitas dan komplian, stunning, dan
hibernasi. Penghantaran oksigen ke jantung berhubungan dengan aliran darah
koroner, oleh karena itu penghentian mendadak perfusi regional akibat oklusi
trombotik koroner dan secara cepat menghentikan metabolisme aerob, deplesi kreatin
phosphat, dan terjadi metabolisme anaerob. Hal ini diikuti oleh akumulasi laktat
jaringan, penurunan produksi ATP jaringan, akumulasi katabolit, meliputi adenine
nukleotide. Seiring dengan berlanjutnya iskemia, terjadi asidosis jaringan dan efflux
kalium ke ruang ekstraseluler. Penurunan ATP dibawah nilai yang dibutuhkan untuk
mempertahankan fungsi membran, menyebabkan kematian miosit (Rhee, dkk., 2011).
Peningkatan laktat pada iskemi berat dapat terjadi akibat kejadian penurunan
aktivitas kontraktil pada daerah iskemik, kerusakan mitokondria, penurunan durasi
potensial aksi, dan inhibisi glikolisis pada glycerldehid 3-phosphat dehidrogenase
(H.Opie, 2004).
2.4 Komplikasi Infark Miokard Akut
Secara klinis gangguan aliran darah arteri epikardial menyebabkan miokardium
yang diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut akan mengalami gangguan fungsi
kontraksi. Kondisi tersebut menyebabkan penurunan curah jantung, volume
sekuncup, tekanan darah serta peningkatan tekanan akhir sistolik, menimbulkan
kondisi gagal jantung. Kondisi ini merupakan prediktor hemodinamik pada infark
(Antman dan Brawnwald, 2007).
Semakin besar area infark maka semakin besar komplikasi yang mungkin terjadi.
Penurunan volume sekuncup ventrikel kiri akan menurunkan
tekanan aorta dan
mengurangi tekanan perfusi koroner. Kondisi ini akan memperburuk kondisi iskemia.
Inflamasi sistemik akibat infark menyebabkan pelepasan sitokin yang berperan
terhadap terjadinya vasodilatasi dan penurunan resistensi vaskular sistemik. Gambar
2.3 dibawah menunjukkan perkembangan syok pada kondisi IMA (Antman dan
Brawnwald, 2007).
Gambar 2.3 Paradigma Syok pada IMA
Komplikasi lain yang berbahaya pada kondisi iskemia ini adalah terjadinya
aritmia jantung. Dimana pada kondisi iskemi terjadi perubahan heterogenitas listrik
jantung yang dapat memicu aritmia yang dapat berdampak fatal. Aritmia Ventricular
Tachycardia (VT) dan Ventricle Fibrillation (VF) primer terjadi mendadak dan tidak
diharapkan pada pasien dengan tanda dan gejala yang minimal dari gagal ventrikel
kiri. VF pada dekade yang lalu terjadi pada pasien STEMI sekitar 10% , namun saat
ini insidennya dikatakan mengalami penurunan. VF sering merupakan perjalanan
akhir pasien STEMI dengan gagal ventrikel dan syok kardiogenik. Apabila terjadi
setelah >48 jam infark biasanya terjadi pada pasien dengan infark luas dan disfungsi
ventrikel (Antman dan Morow, 2012).
Iskemia dapat mengakibatkan blok konduksi pada berbagai tingkat sistem
konduksi AV atau intraventrikular. Atrial fibrilasi biasanya bersifat sementara atau
transien pada pasien infark hal ini biasanya juga diakibatkan oleh peningkatan
rangsangan simpatis atrial dan sering pada pasien dengan kegagalan ventrikel kiri,
emboli paru atau infark atrial (Antman dan Morow, 2012).
2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Morbiditas pada Infark Miokard Akut
IMA merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas tinggi di dunia. Adanya
faktor risiko tertentu, komorbiditas, dapat mempengaruhi luaran pasien dengan IMA.
Identifikasi faktor risiko dan manajemen yang tepat dapat mengurangi komplikasi.
Prognosis pada pasien IMA ditentukan beberapa indikator, seperti klinis, temuan
obyektif, data laboratorium, dan data penunjang lainnya (Goyal, dkk., 2009, Shabbir,
dkk., 2008, Berton, dkk., 2001).
Faktor risiko terjadinya IMA dibagi menjadi faktor risiko tradisional, faktor
risiko yang bisa dimodifikasi, dan faktor risiko non tradisional. Faktor risiko
konvensional yaitu umur, riwayat keluarga, dan ras. Faktor risiko yang bisa
dimodifikasi yaitu dislipidemia, hipertensi, diabetes, merokok, sindrom metabolik,
kurangnya aktvitas fisik, serta depresi. Faktor risiko non tradisional yaitu C-reactive
protein, lipoprotein, homosistein, partikel LDL-C yang kecil, dan fibrinogen
(Ferreira, dkk., 2009).
Fox dkk tahun 2006 menyatakan terdapat sembilan faktor independen yang
memprediksikan adaya kematian atau kombinasi morbiditas dan mortalitas dari awal
masuk hingga 6 bulan setelahnya. Faktor tersebut yaitu umur, riwayat gagal jantung,
penyakit vaskular perifer, tekanan darah sistolik, kelas Killip, konsentrasi kreatinin,
peningkatan marker jantung, riwayat henti jantung, dan adanya deviasi segmen ST
(Fox, dkk., 2006).
Hiperglikemi sering terjadi pada kondisi IMA. Kondisi ini merupakan prediktor
morbiditas dan mortalitas pada pasien IMA dengan atau tanpa riwayat diabetes.
Pasien dengan diabetes dengan kadar gula darah masuk tinggi ataupun tidak juga
merupakan faktor risiko yang kuat. Kontrol glukosa ketat dibutuhkan pada pasien ini.
Kontrol glukosa dapat mengurangi inflamasi dan memperbaiki ejeksi fraksi pasien
dengan IMA(Goyal, dkk., 2009).
Wanita dikatakan memiliki mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki.
Hal ini mungkin akibat wanita mengalami IMA pada usia yang lebih tua, cenderung
lebih sering menderita diabetes, sering mendapat terapi kurang agresif. Wanita lebih
sering mengalami nyeri dada atipikal sehingga datang terlambat ke rumah sakit dan
tidak memungkinkan untuk dilakukan trombolitik (Shabbir, dkk., 2008).
Umur merupakan prediktor kuat luaran jangka pendek pada pasien IMA. Pada
penelitian yang dilakukan Shabbir dkk tahun 2007 terjadi peningkatan mortalitas
IMA seiring dengan peningkatan umur. Salah satu penyebabnya adalah dengan
semakin tua pasien terjadi peningkatan frekuensi
kelas Killip. Pasien lebih tua
mengalami gangguan hemodinamik lebih berat dibandingkan pasien dengan usia
lebih muda. Studi oleh Gurwitz dkk menyatakan terjadi penurunan angka kematian di
rumah sakit setelah IMA pada pasien dibawah 65 tahun, namun hal ini tidak terjadi
pada pasien yang lebih tua (Shabbir, dkk., 2008).
Terapi revaskularisasi dapat menurunkan angka syok kardiogenik. Penelitian
GUSTO dan metaanalisis oleh Fibrinolytic Therapy Trialists Collaborative
menunjukkan penurunan mortalitas pasien IMA yang mendapat terapi trombolitik
(Rhee, dkk., 2011).
2.6 Metabolisme Aerobik dan Anaerobik
Tiap hari jantung manusia harus mensintesis kurang lebih 35 kg ATP untuk tetap
bisa melaksanakan fungsi pompa. Untuk terjadinya proses ini diperlukan asupan
oksigen, yang diantarkan oleh sirkulasi koroner. Jantung juga membutuhkan asupan
konstan bahan bakar, yang terutama berasal dari sirkulasi koroner, dan glikogen
jantung berfungsi sebagai cadangan yang menyokong bila terjadi peningkatan
kebutuhan mendadak kerja jantung. Bahan bakar ini dipecah oleh proses metabolisme
intermediari menjadi Acetyl CoA. Metabolisme intermediet merupakan proses
dimana bahan bakar (yaitu glukosa dan asal lemak) dimetabolisme untuk
menghasilkan energi di mitokondria, seperti yang tampak pada gambar 2.4 (H.Opie,
2004, Nduka dan Dellinger, 2011).
Gambar 2.4 Metabolisme Intermediari
Ambilan bahan bakar oleh jantung sebagian dipengaruhi oleh konsentrasinya
dalam arteri dan sebagian tergantung dari kebutuhan energi. Aliran koroner normal
dibutuhkan untuk berespon terhadap peningkatan kebutuhan energi. Jika terjadi
keadaan iskemia (aliran darah kurang) maka metabolisme oksidatif diganti oleh
pemecahan glukosa atau glikogen menjadi laktat melalui produksi energi anaerob.
Proses ini memainkan peranan penting dalam survival miokard. Gambar 2.5
menunjukkan proses glikolisis pada kondisi normal dan iskemia. Pada kondisi normal
sitrat dan ATP yang tinggi pada jaringan menghambat glikolisis, namun berbeda pada
kondisi iskemia. Pada iskemia ringan, proses glikolisis dipacu. Pada iskemi berat
terjadi penurunan penghantaran glukosa dan deplesi glikogen, serta akumulasi laktat
dan proton, menghambat glikolisis meskipun terjadi penurunan ATP (H.Opie, 2004).
Gambar 2.5 Glikolisis pada Keadaan Kadar Oksigen Normal, Iskemia Ringan,
dan Iskemia Berat
2.7 Kondisi yang Meningkatkan Kadar Laktat
Peningkatan kadar laktat serum akibat produksi laktat yang melebihi pemakaian
dan sistem buffer tubuh bekerja tidak dengan semestinya menyebabkan asidosis
laktat. Cohen dan Wood mengklasifikasikan asidosis laktat menjadi asidosis laktat
tipe A dan tipe B berdasarkan etiologi peningkatan kadar laktat seperti tertera pada
tabel 2.2 (Agrawal, dkk., 2004).
Asidosis laktat tipe A terjadi akibat penurunan ATP jaringan akibat perfusi
jaringan yang buruk atau hipoksia jaringan. Asidosis laktat tipe A ini dapat terjadi
akibat produksi laktat yang berlebihan, misalnya gangguan sirkulasi (misalnya syok
hipovolemik) dan penggunaan yang sedikit sehingga terjadi akumulasi laktat di
darah, (Agrawal, dkk., 2004).
Tabel 2.2 Klasifikasi Asidosis Laktat Menurut Cohen dan Wood
Tipe A
Tipe B
B1
B2
B3
Syok
Diabetes mellitus
Alkohol
G6PD
Hipoperfusi
Gagal hati
Etilen glikol
Fruktosa 1,6
regional
Hipoksemia berat
difosfat defisiensi
Keganasan
Fruktosa sorbitol
Piruvat
karboksilase
Anemia berat
Sepsis
Xylitol
Defek fosforilasi
oksidasi
Keracunan karbon
Feokromasitoma
Salisilat
Defisiensi thiamin
Acetaminofen
Gagal ginjal
Epinefrin
monoksida
Serangan asma
berat
Hipoglikemi
asidosis berat
Gagal jantung kiri
Sianida terbutalin
Isoniasid
nitroprusida
Asidosis laktat tipe B diklasifikasikan bila tidak ditemukan adanya bukti hipoksia
jaringan. Asidosis laktat tipe B terbagi lagi menjadi tipe B1, B2, dan B3. Tipe B1
terjadi akibat penyakit sistemik yang mengakibatkan akumulasi laktat, seperti
keganasan, sepsis, gagal hati, serta gagal ginjal. Tipe B2 disebabkan oleh beberapa
macam obat atau racun seperti alkohol, isoniasid, asetaminofen, semua jenis glikol,
antiretroviral (ARV), agen beta-adrenergik (epinefrin, terbutalin), kokain, halothan,
propofol, sulfasalazine, asam valproat, dan salisilat. Tipe B3 diakibatkan oleh
kelainan metabolisme bawaan (inborn errors of metabolism) (Agrawal, dkk., 2004,
Gunn dan Nechyba, 2002).
2.8 Laktat sebagai Biomarker
Biomarker didefinisikan sebagai suatu yang bisa diukur secara obyektif dan
dievaluasi sebagai indikator proses biologis normal, proses patologis atau respon
fisiologis terhadap intervensi terapeutik (Nduka dan Dellinger, 2011). Laktat selalu
ada dalam sirkulasi tubuh manusia dengan kadar yang rendah (~1 mm/L). Sumber
lain menyatakan laktat normal yang bersirkulasi dalam tubuh <1.5 mmol/L dan <2
mmol/L pada pasien dengan sakit kritis. Hiperlaktasemia terjadi pada kondisi syok
dimana konsumsi oksigen sangat tergantung pada penghantarannya. Pada kondisi ini
piruvat yang terakumulasi terutama dirubah menjadi laktat. Pada kondisi ini
peningkatan kadar kadar laktat merefleksikan hipoksia jaringan (Husain, dkk., 2003,
Nduka dan Dellinger, 2011, Allen, 2011).
Kadar laktat serum dapat digunakan sebagai alat screening, stratifikasi risiko dan
menentukan prognosis. Kondisi hipoperfusi jaringan tidak akan nampak pada tahap
awal syok. Laktat meningkat pada kondisi pasien stabil secara hemodinamik sehingga
membantu identifikasi kondisi awal syok, kondisi yang dapat meningkatkan
mortalitas (Nduka dan Dellinger, 2011).
Penentuan kadar laktat penting pada pasien dengan syok. Cut off point untuk
kadar laktat yang dinyatakan positif yaitu ≥ 1.5 mmol/L mendekati nilai ambang
batas yang mendekati point maksimum spesifisitas tanpa mengurangi sensitivitasnya.
Mortalitas akut dihubungkan dengan kadar laktat saat masuk ≥1.8 mmol/L (Aslar,
dkk., 2004, Agrawal, dkk., 2004).
Studi pengukuran laktat sebagai faktor prognostik dilakukan pada 3 tempat, yaitu
sebelum masuk rumah sakit, saat di unit gawat darurat (UGD) maupun di ruang
intensif. Studi dilakukan pada lebih dari 1100 pasien dengan infeksi yang ditemukan
pad UGD, ICU, dan ruang rawat rumah sakit umum. Kadar laktat dibagi menjadi
rendah (0–2 mmol/L), intermediet (2.1–3.9 mmol/L), dan tinggi (>4.0 mmol/L).
Kadar laktat 4 mmol/L atau lebih sangat spesifik (89%–99%) untuk prediksi fase akut
kematian selama perawatan di rumah sakit (Nduka dan Dellinger, 2011, Trzeciak,
dkk., 2007).
Kadar laktat yang meningkat pada pemeriksaan 24 jam setelah pemeriksaan awal
secara bermakna berhubungan dengan angka mortalitas yang lebih tinggi. Kadar
laktat lebih bermakna dalam menentukan prognosis pasien yang sakit berat
dibandingkan dengan defisit basa (Aslah AK et al,2004 ; Koliski A et al, 2005).
Kadar laktat yang diukur pada 24 jam setelah masuk rumah sakit mempunyai
sensitivitas 55,6% dan spesifisitas 97,2% yang lebih baik untuk memperkirakan
prognosis pasien yang sakit berat (Aslar, dkk., 2004, O'Brien, dkk., 2007).
Hiperlaktasemia sering digunakan sebagai sebagai alat diagnostik dan prognostik
pada ruang intensif. Kondisi ini juga sering ditemukan pada pasien post operasi
jantung. Berdasarkan analisis penelitian yang dilakukan oleh Mirmohammad dkk
tahun 2005-2006 kadar laktat bermanfaat bagi klinis. Ambang batas 3 mmol/L saat
masuk ke ruang intensif mampu mengidentifikasi pasien tersebut dengan risiko tinggi
komplikasi, dan membutuhkan pemantauan ketat respon terapeutik dan dampak
metabolik (Attanà, dkk., 2012, John G Toffaletti, 2010).
Penilaian kadar laktat sebagai indikator gangguan hemodinamik pada pasien
STEMI sudah pernah dilakukan di Belanda. Dimana studi populasi dibagi menjadi
tiga kelompok yaitu kadar lakat ≤ 1.1 mmol/L, 1.2-1.7 mmol/L, dan ≥1.8 mmol/L.
Peneliti membandingkan karakteristik dasar dan luaran dari ketiga kelompok laktat.
Dimana pada pasien STEMI, gangguan hemodinamik, TIMI Flow yang lebih jelek,
(TIMI Flow 0-1), diabetes, tidak merokok dihubungkan dengan peningkatan kadar
laktat (Vermeulen, dkk., 2010).
Lactate clearance merupakan kemampuan organik untuk mengurangi konsentrasi
laktat. Pembersihan laktat pada orang normal 60% terjadi di hati, 30% di ginjal, dan
dalam jumlah yang lebih sedikit terjadi di organ lain (jantung dan otot skelet).
Pengukuran lactate clearance dapat lebih reliabel sebagai penanda besaran dan durasi
hipoksia jaringan global. Peranan lactate clearance pada kondisi jantung akut sejauh
ini belum jelas karena kurangnya data pada kondisi ini (Vernon dan Letourneau,
2010).
2.9 Alat Pengukur Kadar Laktat
Kadar laktat dapat diukur di plasma, serum, atau darah lengkap. Nilai kadar
laktat yang paling ideal adalah yang berasal dari darah arteri. Sampel darah harus
diperiksa secepat mungkin (tidak boleh lebih dari 4 jam setelah pengambilan)
(Agrawal, dkk., 2004, Gatien, dkk., 2005).
Pemeriksaan laktat darah harus dilakukan dalam 30 menit. Untuk itu dilakukan
pemeriksaan laktat darah tanpa proses dilusi lebih praktis dibandingkan pemeriksaan
dalam plasma yang membutuhkan waktu untuk sentrifugasi. Walaupun pemeriksaan
laktat lebih efektif jika waktu transport ke laboratorium dilakukan dengan pneumatic
system tube atau dibawa ke laboratorium dalam 1-2 menit, pemeriksaan point of care
dapat memberikan manfaat hasil yang lebih cepat. Pada saat ini sedang diteliti
penggunaan alat baru near-infrared spectroscopy yang tidak invasif untuk menilai
antara perfusi jaringan dan kadar laktat (John G Toffaletti, 2010, Agrawal, dkk.,
2004).
Studi di Canadian University mengukur kadar laktat vena pada pasien dengan
infark miokard mendapatkan bahwa dua jam setelah munculnya keluhan kebanyakan
pasien menunjukkan peningkatan kadar laktat. Transpor laktat yang lama juga dapat
mempengaruhi analisis. Glikolisis seluler dapat membentuk laktat. Laktat meningkat
0.4 mmol/L tiap 30 menit. Bahkan bila diberikan es, laktat meningkat 0.1 mmol/L
dalam 30 menit. Selama transport kadar laktat dapat meningkat 0.1-1.2 mmol/L
dalam jam pertama. Pengukuran tepat dengan point-of-care analyzer memungkinkan
mendapatkan hasil lebih akurat dan kadar laktat lebih rendah dibandingkan
pengukuran laktat pada laboratorium sentral (Gatien, dkk., 2005).
Kadar laktat darah juga dapat dipengaruhi oleh cairan infus yang digunakan dan
tempat pengambilan sampel darah. Pengambilan sampel darah tidak boleh pada
tempat yang dipasang infus, khususnya cairan Ringer Laktat karena dapat
menyebabkan kadar laktat yang tinggi pada sampel darah yang diambil (Agrawal,
dkk., 2004).
Saat ini laktat darah dengan mudah diukur secara langsung di sisi pasien
menggunakan alat analitik otomatis. Perkembangan pembuatan elektroda substrat
spesifik dapat mengukur laktat darah secara akurat dengan volume darah < 0,2 ml
dalam waktu 2 menit. Variabilitas pengukuran dengan cara ini < 4 %. Kadar normal
laktat darah saat istirahat ± 1 mEq/L (0,7-1,3), baik pada pengukuran darah arteri
maupun vena, dalam bentuk whole blood maupun plasma. Konversi satuan
internasional (SI) kadar laktat darah dinyatakan dalam mmol/L (0,50 x mEq/L atau
0,25 x mg/dl) (Karon, dkk., 2007, Vernon dan Letourneau, 2010).
Dari jurnal tahun 2008 sudah dipublikasikan validasi alat yang digunakan untuk
mengukur kadar laktat. Jurnal ini dipublikasikan oleh Jurnal Internasional Penyakit
Infeksi. Dalam penelitian diagnostik ini membandingkan alat Accutrend lactate meter
dengan alat gold standard yang telah dibakukan yaitu Beckman CX7 Synchrone
machine (Perez, dkk., 2008).
Sensitifitas alat Accutrend lactate meter diidentifikasi pada pasien dengan kadar
laktat ≥ 2.2 mmol/L adalah 95.9% (95%CI 87.7-98.9%) dengan spesifisitas 63.8%
(95% CI 48.5-76.9%) bila dibandingkan dengan standar baku (Beckman CX7
Synchron machine). Pada penelitian ini didapatkan nilai rata-rata yang mirip
didapatkan dari Accutrend lactate meter (2.89 mmol/L) dibandingkan dengan alat
referensi (2.78 mmol/L). Standar deviasi 1.14 mmol/L untuk alat Accutrend lactate
meter, sedangkan untuk instrument Beckman 1.42 mmol/L. Nilai prediktif positif
untuk alat Accutrend meter yaitu 80.5% (95% CI 70.3-87.9%) dan nilai prediktif
negatif yaitu 90.0% (95% CI 74.5-97.6%). Terdapat persamaan dalam derajat sedang
diantara kedua metode (bias 0.113, 95% CI 2.103-2.329 mmol/L). Hasil dari
penelitian mengenai kesahihan alat Accutrend lactate meter ini tertera pada tabel 2.3
(Perez, dkk., 2008).
Tabel 2.3 Penilaian Accutrend Lactate Meter
False positif
17
True positif
30
False negative
3
True negative
30
Sensitivitas
95.9%
Spesifisitas
63.8%
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP
DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1. Kerangka Berpikir
Laktat merupakan produk dari glikolisis anaerob, yang meningkat pada kondisi
hipoperfusi jaringan, seperti pada kondisi IMA. Gangguan perfusi jaringan ini
menyebabkan penurunan hantaran oksigen yang memicu sel otot melakukan
glikolisis dan menghasilkan laktat dari piruvat. Jumlah laktat yang dilepaskan
berkorelasi dengan derajat beratnya penyakit jantung koroner. Laktat dapat
meningkat pada pasien IMA dengan hemodinamik masih stabil, sehingga membantu
identifikasi awal kondisi syok yang dihubungkan dengan peningkatan morbiditas dan
mortalitas.
Hiperlaktasemia juga dapat terjadi pada pasien kritis tanpa adanya hipoksia
jaringan. Hal ini disebabkan karena pada pasien kritis terjadi peningkatan produksi
laktat dan pengeluaran laktat yang terganggu, seperti pada pasien dengan keganasan,
gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal.
Laktat juga dilepaskan dalam jumlah yang besar pada pasien sepsis dimana
infeksi dan inflamasi menyebabkan glikolisis berlebihan pada leukosit yang
teraktivasi pada tempat infeksi. Diabetes ketoasidosis, penggunaan ARV juga
menyebabkan hiperlaktasemia.
Beberapa faktor lain juga diketahui berpengaruh terhadap morbiditas dan
mortalitas pasien dengan IMA. Diantaranya yaitu diabetes melitus, hipertensi,
dislipidemia, umur, dan jenis kelamin.
3.2 Konsep
Berdasarkan uraian diatas dapat dibuat kerangka konsep penelitian ditunjukkan pada
gambar 3.1 dibawah ini.
Infark Miokard Akut
Dibetik Ketoasidosis
Penyakit Hati Kronis
Gagal Ginjal Kronis
Keganasan
Peggunaan ARV
Sepsis
Gagal Jantung
Laktat
Morbiditas :
 Gagal Jantung
 Syok
kardiogenik
 Aritmia
Gambar 3.1 Konsep Penelitian
3.3. Hipotesis Penelitian
Diabetes Mellitus
Hipertensi
Dislipidemia
Umur
Jenis Kelamin
Merokok
Derajat keparahan
infark
Hiperlaktasemia dapat digunakan sebagai prediktor morbiditas IMA.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian merupakan penelitian observasional dengan rancangan kohort
prospektif. Subyek penelitian akan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok
terpapar (dengan kondisi hiperlaktasemia) dan kelompok tidak terpapar (kadar laktat
normal). Pengukuran variabel penelitian dilakukan pada saat penderita masuk UGD,
2 jam setelah masuk rumah sakit setelah dilakukan penanganan dan 24 jam setelah
perawatan. Kemudian pasien diikuti untuk mengetahui morbiditas pasien selama
perawatan di rumah sakit.
Morbiditas yang dimonitor adalah yaitu adanya gagal jantung dan atau syok
kardiogenik dan atau aritmia selama perawatan. Pasien dikelola dengan memberikan
terapi berdasarkan ESC guidelines. Rancangan penelitian diatas dapat dijabarkan
pada gambar 4.1
Morbiditas (+)
Laktat tinggi
Populasi
terjangkau
penderita
dengan IMA
yang dirawat
di RSUP
Sanglah
Sampel
Penderita
dengan IMA
yang dirawat
di RSUP
Sanglah
Morbiditas (-)
Morbiditas (+)
Laktat normal
A`
Morbiditas (-)
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
4.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di UGD dan UPIJ RS Sanglah-Denpasar
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan sejak bulan Juli-September 2014.
4.3 Penentuan Sumber Data
4.3.1 Populasi Target
Semua pasien IMA
4.3.2 Populasi Terjangkau
Pasien IMA yang dirawat di RSUP Sanglah, Denpasar tahun 2014
4.3.3 Sampel penelitian
Pasien IMA yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diambil dengan
cara consecutive sampling dari populasi penelitian.
4.3.4 Kriteria Eligibilitas
4.3.4.1 Kriteria Inklusi
Pasien yang dirawat dengan IMA yang ditegakkan berdasarkan klinis,
EKG dan laboratorium di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2014
4.3.4.2 Kriteria eksklusi
1. Pasien yang datang dengan kondisi gagal jantung
2. Pasien dengan penyakit ginjal dan penyakit hati kronis
3. Pasien sepsis
4. Diabetik ketoasidosis
5. Pasien dengan riwayat keganasan
6. Pasien dengan penggunaan ARV
4.3.5
Besaran Sampel
Pada penelitian ini menggunakan tingkat kemaknaan p< 0.05, power
80%. Perkiraan jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus berikut :
(Madiyono et al., 2011)
n1  n2 
( z 2 PQ  z P1Q1  P 2Q 2 ) 2
( P1  P 2) 2
Zα dengan kemaknaan α sebesar 0.05 (95% CI) : 1.96
Zβ dengan power 80% : 0.842
Risiko relatif minimal diperkirakan = 2 (dianggap bermakna)
P2 : 0,34
P1 = P2*RR = 0,68;
P = ½ (P1+P2) = 0,51
Q1 = 1 – P1 = 0,32;
Q2 = 1 – P2 = 0,66;
Q = ½(Q1+Q2) = 0,49
n1 = n2 = 33
4.3.6
33 + 5 % = 35; jumlah sampel (n) = n1 + n2 = 70
Teknik Pengambilan Sampel
Sampel penelitian adalah pasien IMA yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi 70 berjumlah orang diambil dengan cara konsekutif sampling
dari populasi penelitian
4.4 Variabel Penelitian
4.4.1 Identifikasi dan Klasifikasi Variabel Penelitian
 Variabel Tergantung
Morbiditas pasien IMA yang dirawat di RSUP Sanglah
 Variabel Bebas
Kadar laktat yang diperiksa pada saat pertama kali pasien dengan
diagnosa IMA yang ditegakkan dari klinis saat masuk rumah sakit, 2 jam
dan 24 jam setelahnya yang diperiksa dengan Accutrend lactate meter
 Variabel Perancu
1. Gula Darah
2. Hemoglobin
3. PaO2
4. Kadar albumin darah
5. Terapi reperfusi
baik Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
maupun trombolisis dengan streptokinase
 Variabel Rambang : diet dan cairan intravena saat terapi, obat resusitasi
Variabel bebas :
Kadar laktat saat
pertama kali MRS, 2
jam setelah
penanganan, 24 jam
setelah perawatan
Variabel tergantung :
Morbiditas :
- Gagal jantung
- Syok kardiogenik
- Aritmia
Variabel perancu :
1.
Gula darah sewaktu
2.
Hemoglobin
3.
PaO2
4.
Kadar albumin darah
5.
Terapi reperfusi
Gambar 4.2 Hubungan antar Variabel
4.4.2
1.
Definisi Operasional Variabel
Infark Miokard Akut : kondisi dimana terdapat bukti nekrosis miokard
(ditandai dengan adanya peningkatan biomarker jantung), pada pasien
yang menunjukkan gambaran klinis iskemia miokard akut yaitu adanya
nyeri dada tipikal angina dan atau disertai perubahan EKG (yaitu
adanya ST depresi dan/atau T inversi, atau adanya ST elevasi)
berdasarkan kriteria WHO untuk IMA. IMA terdiri dari 2 subgrup yaitu
STEMI dan NSTEMI.
1.1 STEMI : Pasien dengan klinis iskemi miokard dengan peningkatan
enzim jantung disertai perubahan EKG berupa ST elevasi.
1.2 NSTEMI : Pasien dengan klinis iskemi miokard dengan
peningkatan enzim jantung dan gambaran EKG tidak menunjukkan
ST elevasi. Gambaran EKG dapat berupa ST depresi dan/atau T
inversi dan/atau gambaran EKG non diagnostik
2.
Morbiditas : Luaran selama pemantauan saat perawatan di rumah sakit
yang terdiri dari gagal jantung dan/atau syok kardiogenik dan/atau
aritmia
2.1 Gagal Jantung: kondisi kegagalan pompa jantung akut yang timbul
sebagai komplikasi IMA, ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
klinis adanya keluhan sesak, dan ditemukan rhonki dikedua
lapangan paru, dan atau dibuktikan dengan pemeriksaan rontgen
thorax.
2.2 Syok kardiogenik: syok yang ditemukan pada kondisi IMA, dimana
tekanan darah sistolik <90 mmHg dan atau diastolik <60 mmHg,
tanpa disertai kondisi hipovolemik dan sepsis
2.3 Aritmia: Gangguan irama jantung berupa takikardi ventrikel,
fibrilasi ventrikel, atrial fibrilasi onset baru, total AV blok dinilai
berdasarkan rekam jantung yang terdokumentasi.
3.
Waktu: durasi sejak terdiagnosis IMA sampai mengalami luaran, dinilai
dalam hari.
4.
Event : kejadian morbiditas dalam 5 hari.
5.
Sensor : hingga sampai waktu pengamatan 5 hari tidak terjadi
morbiditas
6.
Laktat Serum: suatu produk metabolisme intermediet yang digunakan
sebagai indikator hipoperfusi jaringan. Nilai laktat ditetapkan sebagai
nilai tertinggi dari 3 kali pemeriksaan serial darah
kapiler yang
diperiksa dengan alat Accutrend lactate meter yang menggunakan
impuls cahaya light emitting diode (LED) untuk mengukur warna yang
dihasilkan pada strip tes laktat selama reaksi dan membandingkan
dengan nilai baseline (pengukuran enzimatik photometric). Dinyatakan
dengan satuan mmol/L. Apabila pasien meninggal sebelum evaluasi
terakhir, maka kadar laktat yang digunakan yaitu kadar laktat dengan
nilai tertinggi yang pernah diperiksa.
7.
Hiperlaktasemia : Peningkatan kadar laktat, dimana batas nilai untuk
menentukan hiperlaktasemia menggunakan data yang dikumpulkan dari
penelitian ini dengan cara membuat kurva Receiving Operating
Characteristic (ROC) dan dinilai cutt of point terbaik dari kadar laktat
untuk memprediksi morbiditas. Kadar laktat yang merupakan skala
numerik dirubah menjadi skala nominal dengan dua kategori yaitu
hiperlaktasemia dan normal. Pada penelitian ini didapatkan cutt of point
dalam menyatakan hiperlaktasemia berdasarkan kurva ROC yaitu
sebesar 3 mmol/L.
8.
Terapi reperfusi: intervensi berupa PCI ataupun dengan pemberian obat
trombolitik pada pasien yang di diagnosa STEMI dan tidak memiliki
kontraindikasi terhadap tindakan tersebut.
9.
Sepsis: Penderita yang memenuhi kriteria Systemic Inflamatory
Response Syndrome (SIRS) dengan sumber infeksi yang jelas. Kriteria
terpenuhi apabila didapatkan 2 atau lebih kriteria berikut
•
Temperatur >380C atau hipotermia <360C
•
Takipnea, laju respirasi >24x/menit
•
Takikardi, denyut jantung >90 kali/mnt
•
Leukositosis (>12.000/uL)
•
Leukopenia (<4000/uL) atau >10 % bands
Disertai adanya kecurigaan atau bukti etiologi mikrobial dari hasil
kultur
10. Diabetik ketosidosis : Merupakan komplikasi akut diabetes, ditandai
dengan adanya hiperglikemi, ketosis, dan adanya asidosis metabolik
(pH <7.35) disertai dengan gangguan metabolik.
11.
Penyakit keganasan: riwayat keganasan yang diketahui berdasarkan
anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan catatan
medis.
12.
Penyakit ginjal kronis: Adanya kerusakan struktural atau marker
kerusakan ginjal yaitu proteinuria dan/atau penurunan fungsi ginjal
eGFR <60 mL/min/1.72 m2 berdasarkan rumus Cockcroft-Gault selama
≥ 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
13.
Penyakit hati kronis: adanya riwayat penyakit hati atau adanya gejala
dan tanda gagal hati, hipertensi porta, yang didapatkan dengan
melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, laboratorium (mengukur
SGOT, SGPT yaitu bila ada kelainan bila harga lebih besar 2 kali harga
normal).
14.
Penggunaan ARV: Pasien yang dari anamnesa diketahui riwayat
pengobatan ARV paling tidak dalam 1 bulan terakhir atau diketahui
dari catatan medis pasien.
15.
Diabetes melitus : kadar gula darah puasa serum > 126 mg/dL dan
kadar gula darah 2 jam post prandial > 140 mg/dL atau gula darah acak
> 200 mg/dL disertai gejala klinis klasik (poliuri, polidipsi, polifagi)
16. Hipertensi: tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan/atau tekanan darah
diastolik ≥ 90 mmHg pada minimal 2x pemeriksaan serial tekanan
darah, atau dalam pengobatan anti hipertensi.
17. Dislipidemia : Kadar kolesterol dari kimia darah, dimana total
kolesterol >200 mg/dL dan/atau LDL >100 mg/dL, dan/atau HDL <40
mg/dL, dan/atau trigliserida >150 mg/dL berdasarkan National
Cholesterol Education Program in Adult Treatment Panel (NCEPATP) III
18. paO2: tekanan parsial oksigen pada plasma darah arteri, diambil
berdasarkan nilai analisis gas darah, dinyatakan dalam satuan mmHg
19. Hemoglobin serum: merupakan protein dalam sel darah merah yang
membawa oksigen. Diperiksa dengan metode pengukuran photometrik.
Nilai hemoglobin normal untuk laki-laki : 13.8 to 17.2 g/dL, nilai
normal untuk perempuan :12.1 to 15.1 g/dL
20. Kadar albumin: Nilai albumin yang didapatkan dari kimia darah yang
diambil dari darah vena pada saat pasien pertama kali datang
21. Gula darah sewaktu: Kadar gula darah yang didapatkan pertama kali
dari kimia darah yang diambil dari darah vena pada saat pertama kali
pasien datang.
22. Derajat keparahan infark : beratnya infark yang ditandai dengan nilai
peningkatan biomarker (yaitu CKMB dan troponin T). Berat apabila
CKMB >40 IU/mL, dan atau troponin>2000 ng/mL.
4.5 Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah dari darah kapiler ujung jari tangan atau
kaki, dimana kadar laktat diukur dengan metode kuantitatif menggunakan Accutrend
Lactate Meter.
4.6 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pengukur laktat
otomatis yaitu Accutrend Lactate Meter. Koefisien variasi 4.3 % pada kadar laktat
tinggi. (Karon, dkk., 2007)
Instrumen lain yang digunakan yaitu rekam medik pasien, hasil pemeriksaan
laboratorium pasien, tensimeter air raksa Riester, dan lembar pengumpul data.
4.7
Prosedur Penelitian
4.7.1 Tata Cara Penelitian
Pasien yang memenuhi kriteria inklusi, kepada pasien dan pihak keluarga yang
bertanggung jawab diberikan informasi mengenai penelitian ini. Apabila setuju
diminta untuk menandatangani formulir yang telah disediakan. Selanjutnya semua
sampel penelitian dikelola sesuai dengan prosedur. Penanganan pasien IMA sesuai
Pedoman Terapi Lab/SMF Penyakit Jantung dan Kardiologi dan Kedokteran
Vaskular FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar.
Data diperoleh dari catatan medis penderita berupa nama, nomer rekam medis,
jenis kelamin, umur, diagnosa, hasil laboratorium, morbiditas pasien IMA selama
perawatan di UPIJ RS Sanglah.
Pengukuran kadar laktat menggunakan Accutrend lactate meter, pengukuran
dilakukan saat pertama pasien masuk pertama kali, dua jam dan 24 jam setelahnya.
Pasien diikuti selama perawatan di rumah sakit untuk melihat adanya morbiditas
yaitu gagal jantung dan/atau syok kardiogenik dan/atau aritmia pada sampel
penelitian. Pasien yang mengeluh sesak dilakukan evaluasi klinis yaitu anamnesis dan
pemeriksaan fisik, dan dilakukan pemeriksaan penunjang rontgen thorak. Bila
menemukan tanda gagal jantung dari pemeriksaan klinis dan/atau dari penunjang
rontgen maka pasien didiagnosa sebagai gagal jantung akibat infark miokard dan
dimasukkan sebagai luaran. Pasien yang selama perawatan didapatkan tekanan darah
turun dengan tanpa bukti hipovolemik ataupun sepsis dimasukkan sebagai luaran.
Pasien yang mengeluh berdebar dan/atau didapatkan aritmia dari monitor berupa
takikardi ventrikel, fibrilasi ventrikel, atrial fibrilasi onset baru, total AV blok
dilakukan perekaman jantung satu atau 12 lead untuk dokumentasi terjadinya aritmia.
Pasien dengan jenis aritmia yang telah disebutkan diatas dan telah terdokumentasi
tersebut dimasukkan sebagai luaran. Setiap luaran yang didapatkan dicatat hari
keberapa munculnya, terhitung sejak hari pasien dirawat. Hasil pemeriksaan
dikumpulkan oleh peneliti dan selanjutnya dilakukan analisis.
4.7.2 Prosedur Pengumpulan Data
Pasien memenuhi kriteria penelitian dan sudah menandatangani formulir
persetujuan dilakukan evalusi klinis oleh pasien atau keluarga. Dilakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, EKG, pemeriksaan rontgen, dan pasien/keluarga diminta memberi
keterangan untuk mengisi lembar pengumpulan data.
Pemeriksaan laktat dari darah kapiler dengan menggunakan Accutrend lactate
meter pada saat pasien masuk rumah sakit, 2 jam, dan 24 jam setelah perawatan.
Sampel darah kapiler 15-50 µL diletakkan pada area aplikasi pada tes strip,
dimasukkan ke chamber flap dan ditutup. Sampel diambil dari ujung jari tangan atau
kaki yang tidak terpasang infus pada tempat yang sama. Sampel darah akan
mengalami reaksi enzimatik dengan pembentukan warna. Jumlah warna yang
dihasilkan meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi laktat. Intensitas warna
diukur dengan iluminasi area aplikasi dari bawah dengan menggunakan LED .
Intensitas dari cahaya yang direfleksikan diukur dengan detektor (reflectance
photometry) . Nilai yang terukur ditentukan oleh kekuatan sinyal dan cahaya yang
direfleksikan. Hasil akan tertera pada alat dan secara langsung tersimpan ke dalam
memori.
4.7.3 Alur Penelitian
Pasien nyeri dada yang masuk ke UGD RSUP Sanglah didiagnosa sebagai IMA
berdasarkan klinis dan data penunjang. Dari populasi ini pasien yang memenuhi
kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi diambil sebagai sampel secara
konsekutif sampai dengan jumlah sampel yang dibutuhkan.
Pada pasien ini dilakukan pengisian lembar pengumpulan data, pemeriksan
laboratorium dan pemeriksaan kadar laktat dengan alat pengukur kadar laktat
Accutrend lactate meter. Hasil pemeriksaan dikumpulkan oleh peneliti dan
selanjutnya dilakukan analisis. Alur penelitian ditunjukkan pada gambar 4.3 dibawah
ini.
Populasi Target
Pasien IMA
Populasi Terjangkau
Semua penderita IMA yang dirawat di RSUP
Sanglah Denpasar
Kriteria Inklusi
Kriteria Eksklusi
Informed Concent
Eligible study subject




EKG
Foto dada
Tekanan darah
Hasil laboratorium
Lembar Pengumpulan data
 Identitas
 Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan
Penunjang
 Diagnosa
4.3 Gambar Alur Penelitian
4.8 Analisis Data
Analisis data dilakukan dalam 4 tahap, pertama dilakukan analisis univariat,
kemudian dilakukan analisis kurva ROC, analisis bivariat dan analisis multivariat.
1. Analisis univariat, bertujuan untuk menggambarkan karakteristik subjek
penelitian dengan cara membuat tabel distribusi frekuensi.
2. Analisis kurva ROC. Analisis ini bertujuan untuk mendapatkan cutt of point
terbaik untuk menyatakan hiperlaktasemia. Pada analisis ini kadar laktat akan
menjadi variabel kategorikal, dan morbiditas sebagai refference variabel.
Kemudian akan terbentuk kurva ROC yang terdiri dari sumbu X dan Y.
Sumbu X adalah 1-spesifisitas, dan sumbu Y adalah sensitivitas. Cutt of point
terbaik adalah nilai hiperlaktasemia tertentu yang menghasilkan nilai akurasi
tertinggi sebagai prediktor morbiditas.
3. Analisis bivariat, bertujuan untuk mengetahui pengaruh satu variabel bebas
terhadap variabel tergantung. Variabel bebas pada penelitian ini adalah
hiperlaktasemia. Variabel tergantung adalah morbiditas yang terdiri dari tiga
subvariabel, yaitu gagal jantung, syok kardiogenik, dan aritmia. Selain
pengaruh hiperlaktasemia terhadap morbiditas secara keseluruhan, analisis
bivariat juga dilakukan untuk menilai pengaruh hiperlaktasemia terhadap
masing-masing
subvariabel
dari
morbiditas.
Hasil
analisis
bivariat
ditampilkan menggunakan grafik estimasi survival Kaplan-Meier kemudian
dinilai perbedaan median time dan probabilitas survival berdasarkan variabel
bebas. Uji statistik yang digunakan pada analisis bivariat adalah Logrank test.
Pertimbangan penggunaan metode Kaplan-Meier karena pada penelitian ini
terdapat variabel time (waktu), event dan sensor. Selain itu keuntungan
penggunaan analisis Kaplan-Meier pada subjek penelitian yang datanya
dianalisis sesuai dengan waktu aslinya adalah menghasilkan perhitungan
probabilitas survival yang lebih akurat (Kleinbaum and Klein, 2005).
4. Analisis stratifikasi bertujuan untuk mengetahui hiperlaktasemia sebagai
prediktor morbiditas pada masing-masing kelompok (subgrup) berdasarkan
jenis IMA (STEMI dan NSTEMI).
5. Analisis multivariat bertujuan untuk menganalisis apakah hiperlaktasemia
merupakan prediktor independen terjadinya morbiditas dengan mengontrol
variabel lain yang diduga sebagai confounder. Uji statistik yang digunakan
pada analisis multivariat adalah Cox regression atau Cox Proportional
Hazard Model. Penggunaan uji statistik ini didasari karena hazard rasio yang
dihasilkan diharapkan berasal dari perbandingan kelompok pajanan yang tidak
berubah (konstan) sepanjang waktu atau dikenal dengan istilah proportional
hazard
assumption. Untuk mengetahui
apakah
proportional
hazard
assumption sudah terpenuhi atau belum maka sebelum masuk ke dalam model
regresi Cox, pengaruh variabel bebas utama di uji proportional hazards
assumption (Global test). Bila nilai p > 0,05 maka proportional hazard
assumption terpenuhi dan bila nilai p ≤ 0,05 maka proportional hazard
assumption tidak terpenuhi. Bila proportional hazard assumption tidak
terpenuhi maka terlebih dahulu dilakukan stratifikasi berdasarkan waktu
(Kleinbaum and Klein, 2005).
Selanjutnya dilakukan penilaian variabel yang diduga memiliki efek
confounding. Dalam metode statistik penilaian confounding dilakukan dengan
menilai perubahan hazard ratio (HR) antara model dasar dengan sesudah
variabel tersebut dikeluarkan dari model multivariat. Semua variabel yang
diduga sebagai confounding yang memiliki nilai p < 0,25 berdasarkan uji Logrank test dimasukkan kedalam model. Variabel confounding kemudian
dikeluarkan satu per satu dimulai dari nilai p yang tertinggi. Perubahan HR
lebih dari atau sama dengan 10% maka variabel tersebut merupakan
confounding dan harus tetap dimasukkan kedalam model dan bila kurang dari
10% maka variabel tersebut bukan sebagai perancu dan dikeluarkan dari
model.
BAB V
HASIL PENELITIAN
Selama periode bulan Juli 2014 sampai dengan September 2014, telah dilakukan
studi observasional dengan rancangan kohort prospektif, yang bertempat di RSUP
Sanglah-Denpasar. Penelitian ini dimulai setelah mendapat persetujuan dari unit
penelitian dan pengembangan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP
Sanglah Denpasar dengan surat Kelaikan Etik (Ethical Clearance) dan surat ijin
penelitian dari Direktur Sumber Daya manusia (SDM) dan Pendidikan RSUP Sanglah
Denpasar.
Sampel dalam penelitian ini adalah penderita IMA baik STEMI maupun NSTEMI
yang memenuhi kriteria inklusi yang diambil secara consecutive sampling dari
populasi penelitian. Sebanyak 70 pasien IMA yang diikutkan dan menjalani
perawatan di UPIJ RSUP Sanglah Denpasar, dilakukan pemeriksaan laktat dari darah
kapiler dengan menggunakan Accutrend lactate meter pada saat pasien masuk rumah
sakit, 2 jam, dan 24 jam setelah perawatan. Selama perawatan di rumah sakit pasien
diamati timbulnya morbiditas akibat infark miokard akut, yaitu adanya gagal jantung
dan/atau syok kardiogenik dan/atau aritmia. Variabel yang dianalisis dalam penelitian
ini adalah: kadar laktat sebagai variabel bebas, morbiditas selama perawatan di UPIJ
sebagai variabel tergantung, serta gagal jantung, syok kardiogenik, dan aritmia
sebagai subvariabel tergantung.
Penderita IMA yang dilibatkan dalam penelitian ini, yaitu: 48 orang pasien
STEMI dan 22 orang pasien NSTEMI. Hasil analisis deskriptif populasi penelitian
ditunjukkan pada tabel 5.1. Pasien dikelompokkan menjadi dua kelompok
berdasarkan ada tidaknya hiperlaktasemia. Dimana cutt of point dalam menyatakan
hiperlaktasemia ditunjukkan dengan membuat kurva ROC. Kurva ROC untuk
menyatakan hiperlaktasemia sebagai prediktor morbiditas ditunjukkan pada gambar
5.1
5.1 Karakteristik Subyek Penelitian
Tabel 5.1
Karakteristik Subyek Penelitian
Karakteristik
Demografi
Laki-laki
Perempuan
Umur(tahun), rerata ± SD
Pendidikan
Tidak Sekolah
SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
Karakteristik saat datang
Onset nyeri dada
<12 jam
>12 jam
Diagnosis
STEMI
NSTEMI
Laboratorium
CKMB
≤40 IU/mL
>40 IU/mL
Troponin
≤2000 ng/mL
>2000 ng/mL
Hemoglobin(mg/dL),
rerata ± SD
pO2(mmHg), rerata± SD
Albumin(g/dL),rerata±SD
Gula
darah
sewaktu
(mg/dL), rerata ± SD
Faktor risiko kardiovaskular
Riwayat keluarga
Ya
Tidak
Dislipidemia
Ya
Tidak
Total (n=70)
Hiperlaktasemia
Ya (n=23)
Tidak (n=47)
63 (90%)
7(10%)
57.9 ±11.5
18 (78.26%)
5 (21.74%)
58.1 ± 13.3
45 (95.74%)
2 (4.26%)
57.7 ± 10.6
6 (8.57%)
16 (22.86%)
11 (15.71%)
16 (22.86%)
21 (30%)
2 (8.7%)
10 (43.48%)
3 (13.4%)
1 (4.35%)
7 (30.43%)
4 (8.5%)
8 (17.2%)
15 (31.91%)
14(29.79%)
7 (30.43%)
48(68.57%)
22 (31.43%)
14 (60.87%)
9 (39.13%)
34 (72.34%)
13 (27.66%)
48 (68.57%)
22 (31.43%)
18 (78.26%)
5 (21.74%)
30 (63.83%)
17 (36.17%)
52 (74.29%)
18 (25.71%)
14 (60.87)
9 (39.13%)
38 (80.85%)
9 (19.15%)
53 (75.71%)
17 (24.29%)
13.9 ± 2.2
18 (78.26%)
5 (21.74%)
13.8 ± 2.9
35 (74.47%)
12 (25.53%)
14.1 ± 1.8
138.5±38.8
3.7±0.5
172 ±80.2
140.3 ± 39.7
3.7 ± 0.6
144.7 ± 49.2
137.6 ± 38.7
3.7 ± 0.4
186.6 ± 88.9
8 (11.43%)
62 (88.57%)
4 (17.39%)
19 (82.61%)
4 (8.51%)
43 (91.49%)
21 (30%)
49 (70%)
4 (17.39%)
19 (82.61%)
17 (36.17%)
30 (63.83%)
Hipertensi
Ya
Tidak
Diabetes
Ya
Tidak
Merokok
Ya
Tidak
Terapi reperfusi
Ya
Tidak
32 (45.71%)
38 (54.71%)
11 (47.83%)
12 (52.17%)
21 (44.68%)
26 (55.32%)
21 (30%)
49 (70%)
4 (17.39%)
19 (82.61%)
17 (36.17%)
30(63.83%)
45 (64.29%)
25 (35.71%)
11 (47.83%)
12 (52.17%)
34 (72.34%)
13 (27.66%)
29 (41.43%)
41 (58.57%)
8 (34.78%)
15 (65.22%)
21 (44.68%)
26 (55.32%)
5.2 Analisis Kurva ROC
Batas nilai untuk menentukan hiperlaktasemia menggunakan data yang
dikumpulkan dari penelitian ini dengan cara membuat kurva ROC.
Gambar 5.1 Kurva ROC dalam Menentukan Cutt of Point Hiperlaktasemia
Berdasarkan analisis kurva ROC didapatkan nilai cutt of point terbaik dalam
menyatakan hiperlaktasemia untuk memprediksi luaran dengan mendapatkan
hubungan optimal antara sensitivitas dan spesifisitas yaitu 3 mmol/L. Area Under
Curve (AUC) yaitu 0.70 6, standard error 0.0647, (95% CI = 0.57916-0.83284).
Dengan menggunakan nilai cutt of point 3 mmol/L maka didapatkan sebanyak 23
pasien dengan hiperlaktasemia, dan 47 pasien tanpa hiperlaktasemia. Kadar laktat
yang merupakan skala numerik dirubah menjadi skala nominal dengan dua kategori
yaitu hiperlaktasemia dan tidak hiperlaktasemia.
5.3 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas IMA
Untuk mengetahui pengaruh hiperlaktasemia terhadap morbiditas dilakukan
analisis bivariat. Metode analisis yang digunakan adalah metode estimasi survival
dari Kaplan-Meier yang disajikan dalam bentuk grafik estimasi Kaplan-Meier.
Gambar 5.2 Kurva Estimasi Survival Kaplan Meier Terjadinya
Morbiditas Pada IMA Berdasarkan Hiperlaktasemia
Pada Gambar 5.2 grafik estimasi survival dibagi menjadi 2 kelompok kadar laktat
yaitu kelompok hiperlaktasemia dan tanpa hiperlaktasemia.
Dari 70 kasus IMA yang diamati selama penelitian, diketahui sebesar 23 pasien
mengalami morbiditas, 17 pasien diantaranya mengalami hiperlaktasemia, sedangkan
5 pasien
tanpa hiperlaktasemia. Terlihat bahwa pasien yang mengalami
hiperlaktasemia lebih banyak yang mengalami event dari pada yang tidak. Akan
tetapi narasi data diatas belum memperhitungkan waktu pengamatan.
Pada pasien dengan hiperlaktasemia probabilitas survival pada hari pertama
sebesar 0.34, sedangkan pada pasien tanpa hiperlaktasemia sebesar 0.72. Hal ini
berarti bahwa pada hari pertama 34% pasien dengan hiperlaktasemia tidak mengalami
morbiditas, sedangkan pada pasien tanpa hiperlaktasemia 72% pasien tidak
mengalami morbiditas. Pada hari kedua sebesar probabilitas survival pasien dengan
hiperlaktasemia sebesar 0.26, sedangkan tanpa hiperlaktasemia nilainya tetap. Hari
ketiga probabilitas survival pada pasien tanpa hiperlaktasemia sebesar 0.68.
Setelah dilakukan Uji Logrank test didapatkan bahwa survival rate antara pasien
dengan hiperlaktasemia dan tanpa hiperlaktasemia berbeda secara bermakna dengan
nilai p sebesar 0,006.
Pengaruh independen hiperlaktasemia terhadap morbiditas dilihat dengan nilai
hazard ratio yaitu sebesar 4.1, dan ditunjukkan pada tabel 5.2 dibawah ini.
Tabel 5.2 Hazard Ratio (HR) Terjadinya Morbiditas Pada IMA dengan
Hiperlaktasemia dan Tanpa Hiperlaktasemia
Variabel
Jumlah
morbiditas
Jumlah
orangwaktu
IR
HR
95% CI
Nilai p
Hiperlaktasemia
17
49
0.347 4.1
1.945-8.903 0.0001
 Ya
5
179
0.084 Ref
 Tidak
Risiko morbiditas pada pasien IMA jika ditemukan dengan hiperlaktasemia yaitu
4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tanpa hiperlaktasemia. Perbedaan
risiko tersebut bermakna secara statistik dengan p=0.0001. Nilai HR ini masih
bersifat kasar dan belum mengontrol variabel lain yang dianggap sebagai perancu.
5.4 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Syok Kardiogenik pada IMA
Dari 70 kasus IMA yang diamati selama penelitian, diketahui sebesar 7 pasien
mengalami syok kardiogenik, 6 pasien diantaranya mengalami hiperlaktasemia,
sedangkan 1 pasien
tanpa hiperlaktasemia. Gambaran estimasi survival Kaplan
Meier terjadinya syok kardiogenik berdasarkan ada atau tidaknya hiperlaktasemia
ditunjukkan pada gambar 5.3 dibawah ini.
Gambar 5. 3 Kurva Estimasi Survival Kaplan Meier Terjadinya Syok
Kardiogenik pada IMA Berdasarkan Hiperlaktasemia
Berdasarkan grafik survival rate kelompok pasien dengan hiperlaktasemia
berbeda dengan survival rate kelompok tanpa hiperlaktasemia. Survival rate pada
hiperlaktasemia lebih rendah dibandingkan dengan kelompok tanpa hiperlaktasemia.
Pada hari pertama probabilitas survival kelompok hiperlaktasemia menjadi 0.98
sedangkan pada kelompok tanpa hiperlaktasemia menjadi 0.74. Probabilitas ini tetap
hingga akhir pengamatan. Setelah dilakukan Uji Logrank test didapatkan nilai p
sebesar 0,0018 sehingga perbedaan tersebut bermakna secara statistik.
Pengaruh independen hiperlaktasemia terhadap syok kardiogenik dilihat dengan
nilai hazard ratio yaitu sebesar 15, dan ditunjukkan pada tabel 5.3 dibawah ini.
Tabel 5.3 Hazard Ratio (HR) Terjadinya Syok Kardiogenik Pada IMA
dengan Hiperlaktasemia dan Tanpa Hiperlaktasemia
Variabel
Hiperlaktasemia
 Ya
 Tidak
Jumlah
Jumlah
syok
orangkardiogenik waktu
6
1
91
231
IR
HR
95% CI
0.066 15.2 1.848-700.579
0.004 Ref
Nilai p
0.0014
5.5 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Gagal Jantung pada IMA
Dari 70 kasus IMA yang diamati selama penelitian, diketahui sebesar 19 pasien
mengalami gagal jantung, 12 pasien diantaranya mengalami hiperlaktasemia,
sedangkan 7 pasien tanpa hiperlaktasemia. Kurva estimasi survival Kaplan Meier
terjadinya gagal jantung berdasarkan ada atau tidaknya hiperlaktasemia ditunjukkan
pada gambar 5.4 dibawah ini.
Gambar 5.4 Kurva Estimasi Survival Kaplan-Meier Terjadinya Gagal
Jantung pada IMA Berdasarkan Hiperlaktasemia
Nilai probabilitas survival pada hari pertama pada pasien dengan hiperlaktasemia
sebesar 0.52, sedangkan pada pasien tanpa hiperlaktasemia sebesar 0.87. Hal ini
berarti bahwa pada hari pertama 52% pasien dengan hiperlaktasemia tidak mengalami
gagal jantung, sedangkan pada pasien tanpa hiperlaktasemia 87% pasien tidak
mengalami gagal jantung. Pada hari kedua sebesar probabilitas survival pasien
dengan hiperlaktasemia sebesar 0.47 dan menetap hingga akhir pengamatan.
Sedangkan tanpa hiperlaktasemia probabilitas survival berubah menjadi 0.85 pada
hari ketiga dan kemudian menetap hingga akhir masa pengamatan.
Setelah dilakukan Uji Logrank test didapatkan nilai p sebesar 0,0009 sehingga
perbedaan tersebut bermakna secara statistik.
Pengaruh independen hiperlaktasemia terhadap gagal jantung dilihat dengan nilai
hazard ratio yaitu sebesar 5.3, dan ditunjukkan pada tabel 5.4 dibawah ini.
Tabel 5.4 Hazard Ratio (HR) Terjadinya Gagal Jantung Pada IMA dengan
Hiperlaktasemia dan Tanpa Hiperlaktasemia
Variabel
Hiperlaktasemia
 Ya
 Tidak
Jumlah
gagal
jantung
12
7
Jumlah
orangwaktu
68
209
IR
0.176
0.033
HR
5.3
Ref
95% CI
1.91315.796
Nilai p
0.0001
5.6 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Aritmia pada IMA
Selama waktu pengamatan penelitian, diketahui sebesar 13 pasien mengalami
aritmia, 8 pasien diantaranya mengalami hiperlaktasemia, sedangkan 5 pasien tanpa
hiperlaktasemia.
Gambar 5.5 Kurva Estimasi Survival Kaplan Meier Terjadinya Aritmia pada
IMA Berdasarkan Hiperlaktasemia
Gambran estimasi survival Kaplan Meier terjadinya aritmia berdasarkan ada atau
tidaknya hiperlaktasemia ditunjukkan pada gambar 5.5 diatas. Pada pasien dengan
hiperlaktasemia probabilitas tidak terjadinya aritmia pada hari pertama sebesar 0.83,
sedangkan pada pasien tanpa hiperlaktasemia sebesar 0.85. Hal ini berarti bahwa pada
hari pertama 83% pasien dengan hiperlaktasemia tidak mengalami aritmia, sedangkan
pada pasien tanpa hiperlaktasemia 85% pasien tidak mengalami aritmia. Pada hari
kedua sebesar probabilitas survival pasien dengan hiperlaktasemia sebesar 0.78,
sedangkan tanpa hiperlaktasemia nilainya tetap. Hari ketiga probabilitas survival pada
pasien tanpa hiperlaktasemia sebesar 0.82. Setelah dilakukan Uji Logrank test
didapatkan nilai p sebesar 0.6343 sehingga perbedaan tersebut tidak bermakna secara
statistik.
Pengaruh independen hiperlaktasemia terhadap aritmia dilihat dengan nilai
hazard ratio yaitu sebesar 1.3, dan ditunjukkan pada tabel 5.5 dibawah ini.
Tabel 5.5 Hazard Ratio (HR) Terjadinya Aritmia Pada IMA dengan
Hiperlaktasemia dan Tanpa Hiperlaktasemia
Variabel
Hiperlaktasemia
 Ya
 Tidak
Jumlah
aritmia
5
8
Jumlah
orangwaktu
96
205
IR
HR
95% CI
Nilai p
0.052 1.3
0.039 Ref
0.343-4.627
0.3051
5.7 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas pada Subgrup IMA
Dengan adanya cut off point 3 mmol/L, frekuensi pada masing-masing subgrup
dapat ditunjukkan pada tabel 5.6.
Tabel. 5.6 Frekuensi STEMI dan NSTEMI Berdasarkan Hiperlaktasemia
Diagnosis
NSTEMI
STEMI
Hiperlaktasemia
Ya
17
30
Total
Tidak
5
18
22
48
Total
47
23
70
Untuk mengetahui hiperlaktasemia sebagai prediktor morbiditas pada masingmasing kelompok (subgrup) berdasarkan jenis IMA dilakukan analisis stratifikasi.
Analisis stratifikasi dilakukan dengan uji Mantel Haenzel.
Tabel 5.7 Hasil Uji Mantel Haenzel Hiperlaktasemia sebagai Prediktor
Morbiditas pada Subgrup IMA
Diagnosis
STEMI
NSTEMI
HR
3.8
5.2
95% CI
1.539 - 9.681
1.032 - 24.159
Nilai p
0.0009
0.0131
M-H combined, (CI)
4.1 (2.029-8.244)
Pada NSTEMI pengaruh hiperlaktasemia terhadap morbiditas sebesar 5,2. Artinya
pada NSTEMI dengan hiperlaktasemia risiko morbiditas 5,2 x dibandingkan pada
pasien NSTEMI tanpa hiperlaktasemia. Perbedaan risiko morbiditas tersebut secara
statistik bermakna dengan p= 0.0131, 95% CI: 1,032-24,159
Pada STEMI pengaruh hiperlaktasemia terhadap morbiditas sebesar 3.8. Dengan
demikian STEMI dengan hiperlaktasemia risiko morbiditas 3.8 x dibandingkan pada
pasien STEMI tanpa hiperlaktasemia. Perbedaan risiko morbiditas tersebut secara
statistik bermakna dengan p=0.0009 95% CI : 1.539-9.681
Apakah ada perbedaan hiperlaktasemia sebagai prediktor morbiditas antar
subgrup IMA menggunakan tes homogenitas. Dengan tes homogenitas didapatkan
p=0.6904. Hal ini berarti ada perbedaan efek hiperlaktasemia terhadap morbiditas
pasien pada masing-masing kelompok (STEMI dan NSTEMI) walaupun secara
statistik tidak bermakna. Pengaruh hiperlaktasemia terhadap morbiditas setelah
variabel diagnosis dikontrol sebesar 4.1 dan secara statistik bermakna dengan 95% CI
: 2.029-8.244
5.8 Pengaruh Hiperlaktasemia terhadap Morbiditas Setelah Dikontrol dengan
Variabel Lain
Variabel pada penelitian ini meliputi nilai hiperlaktasemia sebagai variabel bebas
dan jenis kelamin, umur, pendidikan,onset nyeri dada, riwayat keluarga, dislipidemia,
hipertensi, diabetes melitus, merokok, diagnosis, gula darah sewaktu, hemoglobin,
paO2, kadar albumin darah, serta terapi reperfusi sebagai variabel kendali. Variabel
dengan skala data kategorik dilakukan uji Chi Square. Variabel dengan skala data
numerik telah diuji normalitasnya dengan Uji Normalitas Saphiro Wilk dan dinilai
homogenitas varian antar kelompok. Variabel yang berdistribusi normal (p>0.05)
dianalisis dengan uji independen t-test. Sedangkan variabel tidak berdistribusi normal
(p < 0,05) dilakukan uji non parametrik (two group mean comparison test).
Analisis multivariat yang digunakan untuk mengetahui pengaruh hiperlaktasemia
terhadap morbiditas adalah Cox Proportional Hazard Model. Sebelumnya dilakukan
pengujian apakah asumsi proportional hazard sudah terpenuhi pada variabel
hiperlaktasemia dengan menggunakan uji global test. Hasil pengujian pada tabel 5.7
berikut ini.
Tabel 5.8 Hasil Uji Global Test Terhadap Variabel Hiperlaktasemia
Uji
Global test
Chi Square
2.49
Df
5
Nilai p
0,7782
Hasil uji global test mendapat nilai p sebesar 0,7782. Oleh karena nilai p
lebih dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa asumsi proportional hazard untuk
variabel hiperlaktasemia terpenuhi. Hal ini berarti hazard ratio yang dihasilkan
berasal dari perbandingan kelompok pajanan yang tidak berubah (konstan) sepanjang
waktu.
Variabel yang dimasukkan dalam uji multivariat adalah variabel dengan nilai
p<0.25. Semua variabel yang diduga sebagai confounding yang memiliki nilai p <
0,25 dimasukkan kedalam model.
Variabel dengan nilai p <0.25 yaitu jenis kelamin, pendidikan, dislipidemia,
diabetes, merokok, diagnosis, CKMB,
dan gula darah sewaktu.
Variabel ini
ditunjukkan dalam tabel model dasar uji regresi cox dibawah ini
.
Tabel 5.9 Model Dasar Hasil Analisis Cox Proportional Hazards Regression
Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas Pasien IMA
Variabel
Hiperlaktasemia
Jenis kelamin
Pendidikan
Dislipidemia
Diabetes
Merokok
Diagnosis
CKMB
Gula darah sewaktu
HR
2.616
0.724
0.969
0.373
1.816
0.916
1.143
0.414
0.999
CI
1.159-5.906
0.209-2.508
0.722-1.302
0.132-1.056
0.494-6.673
0.392-2.140
0.508-2.569
0.164-1.045
0.992-1.008
P
0.021
0.610
0.836
0.063
0.369
0.839
0.747
0.062
0.994
Variabel confounding kemudian dikeluarkan satu per satu dimulai dari nilai p
yang tertinggi. Perubahan HR lebih dari atau sama dengan 10% maka variabel
tersebut merupakan confounding dan harus tetap dimasukkan kedalam model dan bila
kurang dari 10% maka variabel tersebut bukan sebagai perancu dan dikeluarkan dari
model.
Dari kedelapan variabel bebas yang dimasukkan kedalam model cox regresi,
hanya 2 variabel yaitu dislipidemia dan CKMB menyebabkan perubahan HR lebih
dari 10%, namun nilai p yang ditunjukkan oleh kedua variabel tersebut >0.05.
Variabel tersebut kemudian dikeluarkan satu persatu dari model sehingga
mendapatkan nilai murni hubungan hiperlaktasemia terhadap morbiditas.
Tabel 5.10 Model Akhir Hasil Analisis Cox Proportional Hazards Regression
Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas Pasien IMA
Variabel
Hiperlaktasemia
HR
2.578
95% CI
1.278-5.199
P
0.008
Berdasarkan model akhir analisis cox regresi, hiperlaktasemia terbukti sebagai
faktor independen terjadinya morbiditas pada IMA. Hal ini berarti bahwa risiko
morbiditas pasien IMA dengan hiperlaktasemia setelah mengontrol faktor perancu
2.6 kali lebih tinggi dibanding pasien tanpa hiperlaktasemia.
BAB VI
PEMBAHASAN
Selama periode bulan Juli sampai dengan September 2014, dilakukan penelitian
observasional dengan rancangan kohort prospektif, yang bertempat di RSUP Sanglah
Denpasar. Temuan yang penting dari penelitian ini adalah kadar laktat sebagai
penanda derajat hipoperfusi regional sebagai prediktor morbiditas, terjadinya gagal
jantung dan syok kardiogenik pada IMA. Sehingga dapat meningkatkan stratifikasi
risiko selama perawatan di rumah sakit pada penderita IMA.
Sindrom koroner akut memiliki beberapa kesamaan mekanisme patofisiologi,
namun tiap-tiap kondisi memiliki perbedaan klinis, elektrokardiografi dan perubahan
enzim serta menunjukkan luaran kardiovaskular yang berbeda-beda dari ringan
hingga berat (Ramjane, dkk.,2009, Anderson,dkk.,2011).
Pengukuran risiko berdasarkan karakteristik klinis sulit dan sering tidak tepat.
Nyeri yang atipikal dapat merupakan suatu kondisi infark. Hingga sepertiga kasus
IMA tidak menunjukkan nyeri yang tipikal. Bila menggunakan EKG, ST elevasi
memiliki spesifisitas yang tinggi namun sensitivitas yang rendah untuk infark.
Kurang lebih tiga perempat pasien dengan sindrom koroner akut tidak memiliki
gambaran ST elevasi. Nilai troponin saat masuk rumah sakit memiliki nilai prediktor
yang buruk karena dibutuhkan waktu keluarnya biomarker ini untuk keluar dari
kardiomiosit (Ramjane,dkk.,2009, Anderson,dkk.,2011, Rhee,dkk.,2011).
National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) dan guideline
groups (American College of Cardiology/American Heart Association [ACC/AHA]
and European Society of Cardiology [ESC]) merekomendasikan terapi sesuai klinis
dan pengelompokan risiko. Penelitian menunjukkan manfaatnya didapat secara
eksklusif pada kelompok populasi pasien dengan risiko tinggi. Studi terbaru
menyatakan bahwa kateterisasi jantung tidak dilakukan secara optimal pada pasien
dengan NSTEMI, terutama karena tidak dilakukan stratifikasi risiko secara tepat pada
kelompok pasien ini. Dokter fokus pada satu atau dua faktor risiko (yaitu ST depresi
dan nilai troponin), sedangkan faktor lain kurang diperhatikan (misalnya usia, gagal
jantung, fungsi hati yang buruk) (Ramjane,dkk.,2009).
Beberapa penilaian risiko telah digunakan dalam praktik klinis. Skor
Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI) didapatkan dari populasi penelitian
klinis, sedangkan Global Registry of Acute Cardiac Events (GRACE) didapatkan dari
data internasional (Ramjane,dkk.,2009, Anderson,dkk.2011, Hamm,dkk.2011)
Usia, deviasi segmen ST dan status biomarker merupakan komponen yang
terdapat pada TIMI dan GRACE. GRACE memiliki kelebihan karena terdapat
variabel hemodinamik dan disfungsi ginjal. Pemeriksaan laktat menggambarkan
derajat perfusi jaringan sehingga juga menggambarkan variabel hemodinamik,
meskipun aplikasi klinis belum secara luas digunakan (Ramjane,dkk.,2009,
Attana,dkk.,2012).
Glikolisis merupakan tahap awal pada metabolism glukosa dengan produk akhir
piruvat. Setelah terbentuk piruvat mengalami beberapa jalur metabolik. Piruvat dapat
melewati membran mitokondria masuk kedalam alur tricarboxylic acid dan
menghasilkan energy (38 ATP). Piruvat dapat diubah menjadi laktat dengan kerja
enzim laktat dehydrogenase. Disamping itu piruvat juga berperan sebagai substrat
gluconeogenesis untuk produksi glukosa atau menjalani transaminase menjadi
alanine. Perubahan piruvat menjadi laktat hanya pada kondisi kadar piruvat yang
tinggi. Perubahan ini terjadi pada kondisi jaringan yang mengalami hipoksia.
Hiperlaktasemia merupakan suatu penanda stress metabolik dan derajat keparahannya
yang dihubungkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas (Nduka dan
Dellinger,2011).
6.1 Karakteristik Subyek Penelitian
Selama penelitian, 70 penderita IMA yang memenuhi kriteria inklusi diambil
dengan cara consecutive sampling dari
populasi penelitian. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rerata umur penderita IMA yang mengalami hiperlaktasemia
tidak jauh berbeda (58,1 tahun vs 57,7 tahun) dibandingkan dengan kelompok tanpa
hiperlaktasemia.
Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian Lazzeri,dkk (2010) dan
Vermeulen, dkk (2010) pasien dengan hiperlaktasemia maupun tidak memiliki rerata
umur yang tidak berbeda bermakna. Pada penelitian Lazzeri pasien dengan kadar
laktat ≤1.3 mmol/L, 1.3-1.9 mmol/L, dan >1.9 mmol/L masing-masing memiliki ratarata umur 66.5, 67.5 tahun, dan 71 tahun. Pada penelitian Vermeulen pasien dengan
kadar laktat <1.8 mmol/L memiliki rerata umur 63 tahun dibandingkan pasien dengan
laktat ≥1.8 mmol/L memiliki rerata umur 64 tahun.
Disfungsi endotel terjadi seiring bertambahnya usia. Pembuluh darah mengalami
kekakuan
dan
penurunan
elastisitas.
Kemampuan
pembuluh
darah
untuk
memproduksi oksida nitrat (NO) yang berperan dalam vasodilatasi juga akan semakin
menurun (Mudau dkk., 2012, Rhee, dkk.,2011, Irmalita,dkk.,2014). Semakin tua
angka kejadian gagal jantung, gangguan hemodinamik juga semakin meningkat. Erne
P dkk menyatakan terapi awal dengan anti platelet, beta bloker, penyekat ACE dan
reperfusi memiliki manfaat menurunkan angka mortalitas pada IMA, namun
penggunaannya pada orang tua lebih terbatas (Shabbir, dkk., 2008).
Jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan (90% Vs 10%),
namun perempuan yang mengalami IMA lebih banyak mengalami hiperlaktasemia
dibandingkan laki-laki. Hal tersebut karena semua penderita berjenis kelamin
perempuan pada penelitian ini sudah menopause. Wanita yang mengalami IMA
terjadi pada usia yang lebih tua dibandingkan dengan laki-laki. Tingkat fatalitas
dalam 28 hari pasca IMA lebih tinggi pada wanita. Hal ini mungkin disamping akibat
wanita mengalami IMA pada usia yang lebih tua, wanita cenderung lebih sering
menderita diabetes, dan mendapat terapi kurang agresif. Wanita lebih sering
mengalami nyeri dada atipikal sehingga datang terlambat ke rumah sakit dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan trombolitik (Deljanin, dkk., 2007, Shabbir, dkk.,
2008)
Dari beberapa studi yang ada sebelumnya, didapatkan estrogen sebagai proteksi
terhadap proses aterosklerosis. Fisiologi estrogen pada wanita sebelum menopause
akan meningkatkan high density lipoprotein (HDL) dan menurunkan low density
lipoprotein (LDL). Efek lain dari estrogen adalah dalam kemampuannya sebagai
antioksidan, antiplatelet dan meningkatkan vasodilatasi dari dinding pembuluh darah
(Rhee, dkk., 2012).
Pada penelitian didapatkan 30% dari pasien IMA memiliki faktor risiko diabetes
melitus. Studi lain menunjukkan angka diabetes pada pasien IMA yaitu 6% pada
Chicago Heart Association Detection Project in Industry (CHA), 5% pada Multiple
Risk Factor Intervention Trial (MRFIT), 4% pada Framingham Heart Study (FHS),
and 22.9% pada European Heart Study (EHS) (Bennett,dkk.,2008). Pasien IMA
dengan hiperlaktasemia lebih sedikit pada kelompok diabetes dibandingkan dengan
yang tanpa diabetes (17.39% vs 82.61%).
Hubungan antara penyakit arteri koroner dan diabetes melitus telah lama
diketahui. Tidak hanya tingginya insiden IMA, namun juga angka kejadian fatal lebih
tinggi pada pasien diabetes dibanding non diabetes. Hal ini karena kerusakan miokard
lebih luas dan lebih berat pada pasien diabetes, dan telah adanya disfungsi jantung
akibat kardiomiopati diabetikum serta disfungsi autonomi. Perubahan metabolik yang
dihubungkan dengan IMA yaitu stres oksidasi, peningkatan formasi dari advanced
glycation
end-products
(AGEs),
peningkatan
respon
inflamasi,
pelepasan
katekolamin, kortisol, dan asam lemak bebas lebih tinggi pada pasien diabetes
(Christofferson,2009, Rhee,dkk.,2011)
Hipertensi merupakan faktor risiko mayor terjadinya infark miokard.
Hipertensi
mempercepat
terjadinya
aterosklerosis
dan
menyebabkan
stress
hemodinamik. Pada penelitian ini didapatkan 45.71 % pasien dengan IMA menderita
hipertensi. Studi lain menunjukkan angka hipertensi pada IMA yaitu 88% pada CHA,
82% pada MRFIT, 83% pada FHS, dan 57.8% pada EHS. (Bennett, 2008). Penderita
IMA
yang
mengalami
hiperlaktasemia
menderita
hipertensi
lebih
dibandingkan dengan kelompok tanpa hipertensi, dengan persentase
52.17%.
sedikit
47.83% vs
Sebanyak 30 % pasien dengan IMA menderita dislipidemia dari riwayat ataupun
berdasarkan laboratorium yang didapat saat dirawat. Dibandingkan dengan studi lain
hasil ini lebih kecil yaitu 72% pada CHA, 76 % pada MRFIT, 87% pada FHS, dan 47
% pada EHS (Bennett,dkk.,2008).
Dislipidemia bukan merupakan faktor risiko terbanyak dalam populasi penelitian
ini. Sebanyak 17.39% pasien dengan hiperlaktasemia menderita dislipidemia,
dibandingkan 82.61% pasien hiperlaktasemia tanpa dislipidemia.
Faktor risiko yang penting lainnya yaitu riwayat merokok. Dimana pada populasi
penelitian ini didapatkan 64.29% penderita IMA merupakan perokok aktif, lebih dari
6 bulan. Studi lain menunjukkan hasil yang hampir sama yaitu 55% pada CHA, 50%
pada MRFIT, 64% pada FHS, dan 30.2% pada EHS. (Bennett,dkk.,2008).
Pasien hiperlaktasemia dan perokok sebesar 47.83% dibandingkan dengan pasien
dengan hiperlaktasemia tanpa merokok sebesar 52.17%. Hal ini serupa dengan
penelitian Vermeulen,dkk (2010), dimana pasien dengan kadar laktat tinggi memiliki
persentase perokok lebih rendah. Hal ini akibat smoker’s paradox, dimana pasien
perokok terkena IMA pada usia yang lebih muda (Vermeulen,dkk.,2010).
Pasien IMA dengan faktor risiko kardiovaskular yang telah dijelaskan diatas
mengalami hiperlaktasemia lebih sedikit dibandingkan dengan pasien IMA tanpa
hiperlaktasemia. Hal ini karena jumlah pasien yang mengalami hiperlaktasemia lebih
sedikit (n=23) dibandingkan tanpa hiperlaktasemia (n=47). Disamping itu persentase
faktor risiko yang ada di populasi penelitian ini nilainya kebanyakan lebih kecil
dibandingkan penelitian lain.
6.2 Analisis Kurva ROC
Studi ini tidak dirancang untuk menentukan cutt of point laktat. Nilai cutt of point
laktat yang bertujuan untuk prediksi luaran merupakan pertanyaan untuk
mendapatkan hubungan yang optimal antara sensitivitas dan spesifisitas. Hal ini
dengan mudah ditunjukkan dengan ROC. Nilai hiperlaktasemia yang didapat
memiliki nilai akurasi tertinggi sebagai prediktor morbiditas.
Tes dengan sensitivitas yang tinggi membawa risiko banyak false positif dengan
demikian over-triage. Disisi lain jika tes digunakan untuk tujuan skrining atau
sebagai bagian penilaian risiko multifaktorial mungkin dibutuhkan level tertentu over
triage. Semakin tinggi cutt of point, nilai prediktif untuk tes positif semakin baik, dan
risiko mendapatkan hasil false negative semakin besar (Kruse, dkk., 2011).
Kebanyakan studi menggunakan cutt of point 2.0 mmol (Khosravani,dkk.,2009,
Seoane,dkk.,2013, Perez,dkk.,2008, Atana,dkk.,2012). Pada studi ini cutt of point
untuk hiperlaktasemia didapatkan dari kurva ROC. Didapatkan nilai 3 mmol/L
sebagai cutt of point terbaik dalam menyatakan hiperlaktasemia.
Memuaskan atau tidaknya nilai AUC, dapat ditentukan secara klinis atau secara
statistik. Nilai AUC yang didapatkan pada penelitian ini yaitu 70.6 % (70-80%)
memiliki kekuatan sedang, dengan standard error 0.0647, 95% CI 0.579-0.833.
Beberapa penelitian lain juga menggunakan nilai 3 mmol/L sebagai batas menyatakan
hiperlaktasemia (Ranucci,dkk.,2006, Jansen,dkk.,2010).
Hasil penelitian menunjukkan 23 pasien IMA mengalami hiperlaktasemia, dan 47
pasien tanpa hiperlaktasemia. Pada penelitian ini hanya separuh pasien IMA
mengalami hiperlaktasemia. Ada beberapa penyebab diantaranya, akibat dibutuhkan
waktu
sebelum
terjadinya
kekacauan
patofisiologi
yang
menyebabkan
hiperlaktasemia. Bila mengeksklusi pasien yang datang dengan presentasi kurang dari
2 jam, sensitivitas laktat akan meningkat. Pengukuran laktat perifer di sistemik
apakah mencerminkan kadar laktat di miokard pada kondisi iskemia regional
membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk membandingkan kedua konsentrasi laktat
tersebut. Disamping itu teknis pengambilan sampel di jari tangan mungkin akan
mendapatkan serum dan bukan darah (Gatien,dkk.,2005).
Ada dua hal yang harus diperhatikan bila menilai iskemia miokard yang dinilai
dengan nilai produksi laktat. Kebanyakan studi mengukur secara sekuensial. Nilai
produksi laktat sepanjang waktu selama iskemi yang konstan tidak diketahui. Dengan
hipoksemia dari preparat jantung, laju produksi laktat menurun secara progresif
seiring waktu. Jadi pengukuran produksi laktat pada pasien dengan penyakit jantung
iskemik dapat berubah seiring waktu. Produksi laktat pada manusia biasanya dinilai
dengan membandingkan konsentrasi pada sinus koronarius dan pada arteri. Nilai
pada sinus koronarius merupakan nilai campuran dengan darah vena yang merupakan
drainase dari region dengan perfusi kurang dan region dari arteri yang normal.
Evaluasi secara langsung factor ini sulit oleh karena mustahil untuk mempelajari pola
iskemi miokard pada manusia (Apstein,1979).
6.3 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas Pasien IMA
Kebanyakan studi mendukung bahwa pemeriksaan laktat sekali waktu yaitu pada
saat masuk rumah sakit berguna dalam prediksi luaran pasien. Nilai prediktif laktat
darah didukung pula oleh bukti dari beberapa studi menunjukkan hubungan dosisrespon, semakin tinggi kadar laktat maka akan semakin tinggi pula angka mortalitas.
Namun nilai laktat pada sekali pengukuran saat masuk rumah sakit masih
kontroversial karena beberapa studi tidak mampu menunjukkan nilai prediktif yang
signifikan kadar laktat saat masuk.
(Kruse, dkk., 2011, Cerovic,dkk.,2003,
Arnold,dkk.,2009, Kaplan dan Kellum,2008).
Hiperlaktasemia menetap memiliki nilai prediktif pada sejumlah studi, dengan
demikian pengukuran laktat secara serial berguna dalam monitoring pasien. Manfaat
lain pengukuran serial yaitu pasien yang mengalami peningkatan laktat yang
temporer dan non patologi contohnya akibat kadar adrenalin yang tinggi, atau minum
alkohol
dieksklusi
dari populasi.
(Kruse,
dkk., 2011,
Luchette,dkk.,2002,
Dunne,dkk.,2005).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hiperlaktasemia sebagai prediktor
morbiditas pasien IMA nilai hazard ratio sebesar 4.1 (HR = 4.1, 95% CI = 1,9-8.9,
p = 0,0001). Artinya penderita IMA hiperlaktasemia memiliki risiko untuk
mengalami morbiditas 4 kali lipat lebih besar dari kelompok tanpa hiperlaktasemia.
Namun setelah mengontrol variabel lain yang diduga sebagai perancu maka
didapatkan pengaruh independen hiperlaktasemia terhadap morbiditas hampir 3 kali
(HR =2.578, 95% CI=1.278-5.199, p=0.008).
Berdasarkan data yang ada, laktat serum memberikan manfaat dalam menilai
status hemodinamik pasien, jadi dapat memberikan stratifikasi risiko lebih dini dan
mengarahkan monitoring dan terapi.
6.4 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Syok Kardiogenik Pasien IMA
Penelitian ini menunjukkan bahwa hiperlaktasemia sebagai prediktor terjadinya
syok kardiogenik penderita IMA dengan hazard ratio sebesar 15 kali (HR = 15.231,
95% CI = 1.848-700.579, p = 0,0014). Artinya penderita IMA dengan
hiperlaktasemia memiliki risiko untuk mengalami syok kardiogenik 15 kali lipat lebih
besar dari kelompok tanpa hiperlaktasemia.
Iskemia akibat penurunan perfusi koroner menyebabkan hipoksia dan nekrosis
yang mengganggu kontraktilitas miokard. Kondisi ini menyebabkan penurunan curah
jantung dan penurunan tekanan darah arteri. Secara simultan terjadi respon saraf
simpatis
terhadap
penurunan
tekanan
darah
dan
menyebabkan
terajdinya
vasokonstriksi. Sistem hormonal juga teraktivasi menyebabkan retensi garam dan air.
Perfusi koroner semakin terganggu akibat gangguan tersebut. Sirkulus vitiosus
tersebut menyebabkan penurunan perfusi pada tingkat jaringan. Terjadi hipoksia dan
asidosis laktat yang akan memperburuk kontraktilitas miokard sehingga tekanan
darah normal tidak dapat dipertahankan (Khalid dan Dhakam,2008).
Velente dkk dalam studinya terhadap 45 pasien STEMI dengan syok kardiogenik
yang dilakukan PCI menyatakan hiperlaktasemia merupakan indikator independen
kematian selama perawatan di rumah sakit. Chieolero dkk meneliti terjadinya
hiperlaktasemia pada pasien syok kardiogenik pada masa awal post operasi jantung
dan menyimpulkan bahwa hiperlaktasemia berhubungan dengan peningkatan
produksi laktat. Laktat serum merupakan prediktor univariat yang signifikan
terjadinya kematian selama perawataan di rumah sakit pada pasien dengan syok
kardiogenik akibat infark miokard. (Lazzeri,dkk., 2012)
Syok kardiogenik merupakan perjalanan klinis terberat dari kegagalan ventrikel
kiri dan berhubungan dengan kerusakan luas miokardium ventrikel kiri. Syok
kardiogenik diakibatkan oleh penurunan curah jantung sistemik dengan volume
intravaskular yang memadai. Syok kardiogenik biasanya terjadi bila terjadi
kehilangan 40% masa ventrikel kiri baik yang terjadi secara akut atau merupakan
kombinasi dengan miokardium yang mengalami jaringan parut akibat infark lama.
Semakin luas kerusakan miokard, semakin tinggi pula derajat hipoperfusi. (Antman
dan Morow, 2012, Rhee, dkk., 2011).
Syok kardiogenik akibat inadekuasi perfusi jaringan yang menyebabkan
peningkatan metabolism anaerob dan produksi laktat akibat hipoksia regional. Pada
kondisi ini hiperlaktasemia disebabkan oleh peningkatan produksi laktat, yang juga
bisa diinduksi oleh penggunaan inotropik dan gangguan mikrovaskular. Hipoperfusi
renal dan splanknik menyebabkan gangguan fungsional, menyebabkan asidosis laktat
persisten (Lazzeri,dkk., 2012).
Studi Paolo Atana dkk menilai peranan laktat dalam prediksi kematian pada
pasien dengan STEMI
dengan syok kardiogenik yang akan dilakukan PCI.
Didapatkan bersihan laktat 12 jam setelah masuk rumah sakit lebih tinggi pada pasien
yang mampu bertahan. Bersihan laktat dalam 12 jam <10% menandakan pasien
dengan risiko kematian yang lebih tinggi. Dalam studi ini pasien dengan bersihan
laktat dalam 12 jam <10% lebih banyak memiliki gangguan ginjal (dinilai dengan
penurunan glomerular filtration rate) tanpa perbedaan signifikan parameter
hemodinamik (seperti ejeksi fraksi dan tekanan arteri rerata), dan nilai transaminase
(sebagai indeks fungsi hati), maka dihipotesiskan gangguan fungsi ginjal dapat
berkontribusi dalam hiperlaktasemia persisten pada pasien ini dan memainkan
peranan penting ginjal dalam mempengaruhi prognosis pasien STEMI dengan
komplikasi syok kardiogenik. (Attanà, dkk., 2012)
6.5 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Gagal Jantung Pasien IMA
Hiperlaktasemia sebagai prediktor terjadinya gagal jantung penderita IMA
terbukti pada penelitian ini, memiliki hazard ratio sebesar 5 kali (HR = 5.269, 95%
CI = 1.913-15.796, p = 0.0002). Penderita IMA dengan hiperlaktasemia memiliki
risiko untuk mengalami gagal jantung 5 kali lipat lebih besar dari kelompok tanpa
hiperlaktasemia.
Infark miokard akut akan menyebabkan disfungsi sistolik maupun diastolik.
Kedua mekanisme ini akan menyebabkan komplikasi berupa edema paru dengan atau
tanpa syok kardiogenik (Antman dan Morrow, 2012)
Pasien infark yang luas dan
iskemia yang persisten biasanya paling sering
berkembang menjadi gagal jantung. Gagal jantung merupakan prediktor yang dapat
meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas setelah IMA (Allen P. Burke, 2008,
Rhee, dkk., 2011).
Pada penelitian Lazzeri,dkk (2010) nilai laktat merupakan predictor independen
mortalitas hanya pada pasien dengan kelas Killip III-IV (OR, 1.17; 95% CI, 1.051.30; P = .003).
6.6 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Aritmia Pasien IMA
Hiperlaktasemia pada penelitian ini bukan sebagai prediktor terjadinya aritmia
pasien IMA (HR = 1.35, 95% CI = 0.344-4.627, p = 0,3051).
Gangguan irama jantung dapat terjadi pada 90% pasien infark miokard. Gangguan
irama pada kondisi ini dapat disebabkan kondisi iskemia, hipoksia, asidosis laktat,
dan abnormalitas hemodinamik. Disamping itu ketidakseimbangan sistem saraf,
abnormalitas elektrolit, perubahan konduksi
impuls, toksisitas obat juga
mencetuskan aritmia (Rhee,2011).
Aritmia tidak hanya berhubungan hipoperfusi jaringan, melainkan karena adanya
substrat aritmia pada pasien dengan infark. Mekanisme aritmia postinfark adalah
keterlibatan daerah iskemia yang bersebelahan namun bukan daerah infark
miokardium. Pada area atau zona asidosis aritmogenik akan mengakibatkan
pelepasan metabolit seperti potasium, kalsium, dan katekolamin, dengan kadar ATP
rendah dan hipoksemia (Allen P. Burke, 2008, Antman dan Morrow, 2012).
Dalam perjalanan miokard infark, aritmia dapat diakibatkan oleh karena jaringan
parut yang mengelilingi miosit yang masih viabel. Studi eksperimental menyatakan
hubungan antara gangguan fungsi kanal sodium Na+ dengan mati mendadak.
Pengaruh stres oksidatif pada fungsi kanal Na+ dikatakan juga berperan dalam
terjadinya aritmia pasca infark. (Allen P. Burke, 2008, Antman dan Morrow, 2012)
6.7 Hiperlaktasemia Sebagai Prediktor Morbiditas pada Subgrup IMA
Mortalitas awal NSTEMI dikatakan lebih rendah dibandingkan STEMI. Setelah
6 bulan mortalitas keduanya berimbang, dan dalam jangka panjang mortalitas
NSTEMI lebih tinggi. Dibanding pasien STEMI, pasien dengan NSTEMI cenderung
mendapat terapi kurang agresif meskipun memiliki risiko yang tinggi. Prevalensi
NSTEMI lebih tinggi dan pasiennya berusia lebih lanjut dan memiliki komorbiditas
(Irmalita,dkk., 2014).
Data dengan hasil berbeda ditunjukkan oleh studi observasional yang melibatkan
100 pusat kesehatan di Prancis yaitu OPERA registry. OPERA registry menunjukkan
pasien dengan STEMI dan NSTEMI memiliki prognosis saat perawatan rumah sakit
dan prognosis jangka panjang yang sama. Perbedaan studi OPERA dengan studi-studi
lainnya karena studi observasional sebelumnya memisahkan antara STEMI dan
NSTEMI dan terbatas pada luaran selama perawatan di rumah sakit dan 6 bulan
setelahnya. Sedangkan pada OPERA registry memberi pengetahuan karakteristik dan
manajemen pasien selama perawatan di rumah sakit dan luaran klinik dalam 1 tahun.
Pada studi ini pasien dengan STEMI yang harusnya mendapat manfaat dengan terapi
reperfusi segera setelah onset, kebanyakan datang terlambat ke rumah sakit. Pasien
NSTEMI lebih tua dan memiliki risiko rekurensi iskemik lebih tinggi.
Pada penelitian ini dilakukan analisis stratifikasi Mantel Haenzel. Analisis ini
digunakan untuk mengendalikan efek dari suatu variabel perancu (dalam hal ini
diagnosis) dengan cara mengelompokkan sampel menjadi kelompok kategori variabel
perancu yang sama.
Pada penelitian didapatkan pada NSTEMI hazard ratio pengaruh hiperlaktasemia
terhadap morbiditas sebesar 5,2, sedangkan pada STEMI hazard ratio sebesar 3,8. Hal
ini menunjukkan memang ada pengaruh hiperlaktasemia terhadap morbiditas pada
masing-masing diagnosis, walaupun secara statistik tidak bermakna p=0.6904.
STEMI maupun NSTEMI memiliki proses patofisiologi yang sama dan mendapat
terapi yang sama untuk mencegah ruptur plak. Definisi serta prognosis yang sama
antara pasien STEMI dan NSTEMI digunakan sebagai dasar pemberian prevensi
sekunder yang sama pada kedua tipe infark ini untuk menghindari kejadian iskemik
rekuren (Montalescot,dkk.,2007).
6.8 Analisis Multivariat Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas IMA
Pada analisis univariat pasien dengan hiperlaktasemia dan tanpa hiperlaktasemia
berbeda dalam hal jenis kelamin, pendidikan, dislipidemia, diabetes, merokok,
diagnosis, dan CKMB. Setelah analisis regresi, hiperlaktasemia terbukti sebagai
pengaruh independen terhadap terjadinya morbiditas IMA.
Laktat juga terbukti sebagai prediktor independen kematian dalam 30 hari dan
respon
buruk
post
PCI
pada
pasien
STEMI
yang
dilakukan
PCI
(Vermeulen,dkk.,2010). Pada penelitian Lazzeri laktat terbukti sebagai faktor yang
mempengaruhi mortalitas pada pasien dengan Killip III dan IV. Derajat gangguan
hemodinamik (kelas Killip) dan iskemia miokard (troponin), glukosa merupakan
factor yang mempengaruhi kadar laktat pada penelitian tersebut (Lazzeri,dkk.2012).
6.9 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini merupakan kohort prospektif terhadap 70 orang penderita IMA pada
satu pusat pelayanan kesehatan, yaitu RSUP Sanglah. Penelitian dilaksanakan antara
bulan Juli hingga September 2014. Oleh karena penelitian ini ingin mengetahui
hiperlaktasemia sebagai prediktor morbiditas pasien IMA di RSUP Sanglah, maka
sebaiknya data yang dipakai dalam perhitungan jumlah sampel diambil dari proporsi
IMA di RSUP Sanglah.
Adanya perbedaan hasil yang didapatkan dengan penelitian-penelitian yang ada
sebelumnya disebabkan oleh karena beberapa faktor. Rancangan penelitian, meskipun
sama-sama studi kohort tetapi ada beberapa perbedaan yang tentunya dapat
berpengaruh terhadap hasil penelitian.
Standar baku dalam penilaian kadar laktat adalah darah arteri. Sampel yang
digunakan adalah darah kapiler dan bukan darah arteri. Laktat kapiler berkorelasi
dengan laktat arteri dari studi sebelumnya. Pada beberapa studi sebelumnya penulis
menyatakan korelasi baik antara darah arteri, vena dan kapiler. Punksi arteri
membutuhkan personel terlatih, memakan waktu lebih lama, lebih mahal, dan tidak
nyaman bagi pasien (Kruse,dkk.,2011).
Pemeriksaan darah vena ataupun kapiler akan lebih mudah, risiko lebih minimal,
tidak memerlukan personel khusus, serta lebih nyaman bagi pasien. Penggunaan
laktat kapiler menyebabkan over-triage, kecuali cutt of point diatur lebih tinggi
daripada kadar laktat arteri (Kruse, dkk., 2011).
Sampel studi yang kecil serta dari satu tempat pusat penelitian juga merupakan
kelemahan penelitian ini. Untuk generalisir hasil dibutuhkan studi dengan jumlah
subyek yang lebih banyak dan terdapat beberapa pusat penelitian.
Walaupun studi Hart dkk tahun 2013 menunjukkan alat Lactate Plus analyzer
menghasilkan pengukuran yang akurat dan reproduksibel, namun terdapat perbedaan
yang besar bila sampel diambil dari jari-jari tangan, karena adanya manipulasi di
tangan
(Hart,dkk.,2013).
Food
and
Drug
Administration
saat
ini
hanya
merekomendasikan Lactate Plus analyzer untuk penelitian saja (Karon,dkk.,2007).
Infark yang lebih ringan tidak cukup menyebabkan hipoperfusi regional atau
gangguan ekstraksi laktat dari sirkulasi, dengan demikian peningkatan kadar laktat
dalam darah terjadi dalam jumlah kecil (Gatien,dkk.,2005).
Beberapa pasien IMA tidak menunjukkan kadar laktat yang signifikan juga akibat
dibutuhkan waktu sebelum terjadinya kekacauan patofisiologi yang menyebabkan
hiperlaktasemia. Bila mengeksklusi pasien yang datang dengan presentasi kurang dari
2 jam, sensitivitas laktat akan meningkat (Gatien,dkk.,2005).
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Studi kohort prospektif telah dilakukan untuk membuktikan hiperlaktasemia
sebagai prediktor morbiditas IMA di RSUP Sanglah. Berdasarkan hasil penelitian
maka dapat disimpulkan bahwa hiperlaktasemia terbukti sebagai prediktor morbiditas
IMA di RSUP Sanglah dengan nilai HR sebesar hampir 3 kali (HR =2.578, 95%
CI=1.278-5.199, p=0.008). Temuan lain pada penelitian ini, yaitu :
1. Hiperlaktasemia terbukti sebagai prediktor syok kardiogenik pada pasien IMA
di RSUP Sanglah dengan nilai HR sebesar 15 kali (RR = 15.231, 95% CI =
1.848- 700.579, p = 0,0014).
2. Hiperlaktasemia terbukti sebagai prediktor gagal jantung pada pasien IMA di
RSUP Sanglah dengan nilai HR sebesar 5 kali (RR = 5.269, 95% CI = 1.91315.796, p = 0.0002).
3. Hiperlaktasemia tidak terbukti sebagai prediktor aritmia pada pasien IMA di
RSUP Sanglah. b
7.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pemeriksaan kadar laktat dapat digunakan sebagai
alat stratifikasi risiko pasien IMA yang dirawat di RSUP Sanglah. Studi akan
mempunyai nilai presisi lebih baik jika menggunakan sampel darah arteri sesuai
dengan standar bakunya. Mengenai penggunaan darah kapiler dan darah perifer,
maka perlu dikonfirmasi studi prospektif dengan jumlah sampel yang lebih besar.
Studi ini harus dilakukan dengan mengambil darah arteri, vena, dan kapiler dengan
jeda waktu yang singkat dan dilakukan secara serial. Akan lebih bermanfaat dengan
memasukkan subpopulasi pasien dengan hipotensi karena vasokonstriktor perifer,
dirangsang oleh aktivitas simpatis, menyebabkan peningkatan kadar laktat bila diukur
pada darah kapiler.
Studi ini harus diikuti dengan studi intervensional untuk menentukan apakah
terapi untuk mengurangi kadar laktat dapat memperbaiki luaran dibandingkan
kelompok kontrol. Kadar laktat merupakan penanda insufisiensi sirkulasi. Dengan
demikian semua intervensi yang bertujuan untuk memperbaiki sirkulasi (cairan,
inotropik) dapat memiliki efek terhadap laktat.
DAFTAR PUSTAKA
Agrawal, S., Sachdev, A., dkk. 2004. Role Of Lactate In Critically Ill Children Indian
J Crit Care Med, 8, 173-181.
Allen, M. 2011. Lactate and Acid Base as A Hemodynamic Monitor and Markers of
Cellular Perfusion. Pediatr Crit Care Med, 12, S43-49.
Anderson, J. L., Adams, C. D., dkk. 2011. ACCF/AHA Focused Update Incorporated
Into the ACC/AHA 2007 Guidelines for the Management of Patients With
Unstable Angina/Non ST-Elevation Myocardial Infarction: A Report of the
American College of Cardiology Foundation/American Heart Association
Task Force on Practice Guideline Circulation.
Anonim 2010. Sindroma Koroner Akut dengan Gangguan Metabolik pada Wanita
Usia Muda Pengguna Kontrasepsi Hormonal. Heru Sulastomo. Departement
Cardiology and Vascular Medicine Faculty of Medicine, University of
Indonesia.
Antman, E. M. danBrawnwald, E. 2007. ST Elevation myocardial Infraction :
Pathology,Pathophysiology, and Clinical Feature. In: Libby, P., Bonow, R.
O., Mann, D. L. danZipes, D. P. (eds.) Brauwnwald's Heart Disease.
Philadelphia: Saunders Elsevier.
Antman, E. M. dan Morow, D. A. 2012. ST Segmen Elevation Myocardial Infarction
: Management. In: O.Bonow, R., Mann, D. L., P.Zipes, D. danLibby, P. (eds.)
Braunwald's Heart Disease 9th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders.
Apstein C, Gravino F, Hood W. 1979. Limitation of Lactate Production as an Index
of Myocardial Ischemia. Circulation,60, 1-13.
Arnold, R.C., Shapiro, N.I., dkk. 2009. Multicenter Study of Early Lactate Clearance
as A Determinant of Survival in Patients with Presumed Sepsis. Shock, 32,3539.
Aslar, A. K., Kuzu, M. A., dkk. 2004. Admission Lactate Level and The APACHE II
Score are The Most Useful Predictors of Prognosis Following Torso Trauma.
Injury, 35, 746-752.
Attanà, P., Lazzeri, C., dkk. 2012. Lactate and Lactate Clearance in Acute Cardiac
Care Patients. European Heart Journal: Acute Cardiovascular Care, 1, 115–
121.
Bennett, W., D. Lombardi, A.,dkk. 2008. Risk Factors for Acute Myocardial
Infarction in Our Patient Population: A Retrospective Pilot Study. NYMJ.
Berton, G., Cordiano, R., dkk. 2001. Microalbuminuria during Acute Myocardial
Infarction : A Strong Predictor for 1-year Mortality. European Heart Journal
22, 1466-1475.
Burke, A. P. danVirmani, R. 2007. Pathophysiology of Acute Myocardial Infarction.
Med Clin North Am, 91, 553-572; ix.
Cerovic O, Golubovic V, dkk., 2003. Relationship Between Injury Severity and
Lactate Levels in Severely Injured Patients. Intensive Care Med, 29,13001305
Christofferson, A. 2009. Acute Myocardial Infarction : Early Diagnosis and
Management. In: Topol, E. J. (ed.) Textbook of Cardiovascular Medicine.
Cleveland Ohio: Lippincott Williams & Wilkins.
Daubert, M. A., Jeremias, A., dkk. 2010. Diagnosis of Acute Myocardial Infarction.
In: Jeremias, A. danBrown, D. L. (eds.) Cardiac Intensive Care 2nd Ed. 2 ed.
United States of America: Saunders Elsevier.
Dunne,J.R., Tracy, J.K., dkk. Lactate and Base Deficit in Trauma: Does Alcohol or
Drug Use Impair Their Predictive Accuracy?. J Trauma 2005, 58,959-966
Ferreira, G. M. T. D. M., Correia, L. C., dkk. 2009. Increased Mortality and
Morbidity Due to Acute Myocardial Infarction in a Public Hospital, in Feira
de Santana, Bahia. Arq Bras Cardiol, 93, 92-99.
Fox, K. a. A., Dabbous, O. H., dkk. 2006. Prediction of Risk of Death and
Myocardial Infarction in The Six Months after Presentation with Acute
Coronary Syndrome: Prospective Multinational Observational Study
(GRACE). BMJ, 333.
Gatien, M., Stiell, I., dkk. 2005. Diagnostic performance of venous lactate on arrival
at the emergency department for myocardial infarction. Acad Emerg Med, 12,
106-113.
Goyal, A., Mehta, S. R., dkk. 2009. Differential Clinical Outcomes Associated with
Hypoglycemia and Hyperglycemia in Acute Myocardial Infarction.
Circulation, 120, 2429-2437.
Gunn, V. L. danNechyba, C. 2002. The Harriet Lane handbook., Missouri Mosby.
H.Opie, L. 2004. Aerobic and Anaerobic Metabolism. In: H.Opie, L. (ed.) Heart
Physiology : from Cell to Circulation. 4th ed. United States of America:
Lippincolt Williams & Wilkins.
Hamm, C. W., Bassand, J. P., dkk. 2011. ESC Guidelines for the management of
acute coronary syndromes in patients presenting without persistent STsegment elevation: The Task Force for the management of acute coronary
syndromes (ACS) in patients presenting without persistent ST-segment
elevation of the European Society of Cardiology (ESC). Eur Heart J, 32,
2999-3054.
Husain, F. A., Martin, M. J., dkk. 2003. Serum Lactate and Base Deficit as Predictors
of Mortality and Morbidity. Am J Surg, 185, 485-491.
Irmalita, D. A. Juzar,dkk. 2014. Angina Pektoris Tidak Stabil dan Infark Miokard
Non ST Elevasi. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Jakarta :
Centra Communication, 15-42.
Jansen, T.C., Van, B.J.,dkk.2010. Early Lactate-Guided Therapy in Intensive Care
Unit Patients: A Multicenter, Open-Label, Randomized Controlled Trial. Am
J Respir Crit Care Med, 182,752-761.
John G Toffaletti, P. 2010. Measurement and Clinical Interpretation of Whole Blood
Khalid L. dan Dhakam,S. A Review of Cardiogenic Shock in Acute Myocardial
Infarction. Current Cardiology Reviews, 2008, 4, 34-40.
Lazzeri,C., Valente, S., ,dkk. 2012. Lactate in the Acute Phase of ST-Elevation
Myocardial Infarction Treated with Mechanical Revascularization : A SingleCenter Experience. American Journal of Emergency Medicine, 92-96.
Lactate Concentration [Online]. Available: http://it.instrumentationlaboratory.com
/~/media/IL%20Italy/Docs/Critical%20Care/Letteratura/Bibliografia/090.pdf.
Luchette, F.A., Jenkins, W.A.,dkk. 2002. Hypoxia Is Not the Sole Cause of Lactate
Production During Shock. J Trauma, 52, 415-419.
Karon, B. S., Scott, R., dkk. 2007. Comparison of Lactate Value Between Point of
Care and Central Laboratory Analyzers. Am J Clin Pathol 168-171.
Kaplan, L.J. dan Kellum, J.A.Comparison of Acid-Base Models for Prediction of
Hospital Mortality After Trauma. Shock, 29,662-666.
Kruse, O., N. Grunnet, dkk.,2011. Blood Lactate as a Predictor For In-Hospital
Mortality in Patients Admitted Acutely to a Hospital : A Systematic Review.
Journal of Trauma, Resuscitation and Emergency Medicine 1-12.
Khosravani, H., Stelfox,H.T., dkk. 2009. Occurrence and Adverse Effect on Outcome
of Hyperlactatemia in The Critically ill. Crit Care, 13,90.
Nduka, O. dan Dellinger, P. 2011. Lactate: Biomarker and Potential Therapeutic
Target. Crit Care Clin, 27, 299-326.
O'brien, J. M., Jr., Ali, N. A., dkk. 2007. Sepsis. Am J Med, 120, 1012-1022.
P.Cannon, C. danH.Lee, T. 2007. Approach to the Patient with Chest Pian. In: Libby,
P., Bonow, R. O., Mann, D. L. danP.Zipes, D. (eds.) Braunwald's Heart
Disease. 8 ed. Philadelphia: Saunders Elsevier.
Perez, E. H., Dawood, H., dkk. 2008. Validation of the Accutrend Lactate Meter for
Hyperlactatemia Screening during Antiretroviral Therapy in A Resource-Poor
Setting. Int J Infect Dis, 12, 553-556.
Ramjane, K., L. Han and C. Jing. 2009. The Use of Risk Scores for Stratification of
Acute Coronary Syndrome Patients. J Cardiol, 16, 265-267.
Ranucci, M., De Toffol,B.,dkk.2006. Hyperlactatemia During Cardiopulmonary
Bypass: Determinants and Impact on Postoperative Outcome. Critical Care
2006, 10,1-9.
Rhee, J. W., Sabatine, M. S., dkk. 2011. Acute Coronary Syndrome. In: S.Lilly, L.
(ed.) Pathophysiology of Heart Disease. 5th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.
Schmiechen, N. J., Han, C., dkk. 1997. ED Use of Rapid Lactate to Evaluate Patients
With Acute Chest Pain. Ann Emerg Med, 30, 571-577.
Shabbir, M., Kayani, A. M., dkk. 2008. Predictors of Fatal Outcome in Acute
Myocardial Infarction. J Ayub Med Coll Abbottabad, 20, 14-16.
Srimahachota, S., Boonyaratavej, S., dkk. 2012. Thai Registry in Acute Coronary
Syndrome (TRACS)-An Extension of Thai Acute Coronary Syndrome
Resgistry (TASC) Group ; Lower in Hospital but Still HIgh Mortality at One
Year. J Med Assoc Thai, 95, 508-518.
Thygesen, K., S.Alpert, J., dkk. 2012. Third Universal Definition of Myocardial
Infarction. European Heart Journal, 1-17.
Trzeciak, S., Dellinger, R. P., dkk. 2007. Serum Lactate as A Predictor of Mortality
in Patients With Infection. Intensive Care Med, 33, 970-977.
Vandromme, M. J., Griffin, R. L., dkk. 2010. Lactate is A Better Predictor than
Systolic Blood Pressure for Determining Blood Requirement and Mortality:
Could Prehospital Measures Improve Trauma Triage? J Am Coll Surg, 210,
861-867, 867-869.
Vermeulen, R. P., Hoekstra, M., dkk. 2010. Clinical correlates of arterial lactate
levels in patients with ST-segment elevation myocardial infarction at
admission: a descriptive study. Crit Care, 14, R164.
Vernon, C. danLetourneau, J. L. 2010. Lactic acidosis: recognition, kinetics, and
associated prognosis. Crit Care Clin, 26, 255-283, table of contents.
Weil, M. H. danTang, W. 2011. Clinical Correlates of Arterial Lactate Levels in
STEMI Patients. Crit Care, 15, 113.
Werf, F. V. D., Chairperson, dkk. 2008. Management of Acute Myocardial Infarction
in Patient Presenting with Persistent ST-segmen Elevation European Society
if Cardiology, 29, 2909-2945.
Lampiran 1. Informasi/Penjelasan Penelitian
Penelitian ini berjudul Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas Infark
Miokard Akut. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
kadar laktat sebagai prediktor morbiditas pasien dengan infark miokard akut.
Penelitian ini akan mengikutsertakan 70 orang, termasuk anda.
Dalam pelaksanaan penelitian disamping prosedur rutin yang dilakukan pada
penderita infark miokard akut (seperti anamnesa, pemeriksaan fisik, EKG,
pengambilan laboratorium, thorak foto), akan dilakukan pengambilan darah kapiler
di ujung jari tangan atau kaki yang tidak terpasang infus, sebanyak tiga kali,15-50 uL
tiap kali pengambilan yaitu saat pertama masuk rumah sakit di ruang emergensi, 2
jam setelah dirawat, dan 24 jam pertama setelahnya. Risiko komplikasi akibat
tindakan sangat kecil yaitu nyeri saat pengambilan darah, kemerahan, infeksi lokal,
yang dapat diatasi dengan kompres hangat, perawatan luka ataupun antibiotik jika
diperlukan.
Adapun manfaat penelitian ini sebagai pedoman stratifikasi risiko pasien infark
miokard akut, dan sebagai dasar kelayakan kadar laktat dalam menilai prognosis
pasien dengan nyeri dada akut. Jika terbukti, laktat dapat digunakan sebagai acuan
monitoring dan pengembangan pelayanan pengobatan diruang intensif jantung.
Segala prosedur ini hanya dapat dilakukan bila telah mendapat ijin dari anda
dan dengan menandatangani pernyataan kesediaan (terlampir) setelah anda mengerti
maksud, tujuan, manfaat dan prosedur penelitian ini.
Data dari hasil pemeriksaan dan wawancara ini akan dikumpulkan ke dalam
komputer dengan kode nama untuk menjaga kerahasiaan identitas anda. Hanya dokter
peneliti yang mengetahui data kesehatan anda yang berkaitan dengan penelitian ini.
Data ini mungkin dipublikasikan tanpa mencantumkan identitas sumber data.
Apabila selama keikutsertaan anda dalam penelitian ini terdapat hal-hal yang
dirasakan mengganggu dan merugikan anda dapat mengundurkan diri atau
membatalkan keikutsertaan anda, tanpa persyratan apapun.
Untuk dapat berlangsungnya penelitian ini sesuai yang diharapkan, diperlukan
kerjasama yang baik antara anda / keluarga, tim medis dan peneliti. Kami
mengharapkan kesediaan anda untuk ikut serta dalam penelitian ini. Berkaitan dengan
hal ini atau sewaktu-waktu anda memerlukan informasi lebih lanjut anda dapat
menghubungi dr Ketut Erna Bagiari, nomer kontak 081239363024.
Lampiran 2. Persetujuan setelah Penjelasan (Informed Concent)
Kesediaan Untuk Berpartisipasi Dalam Penelitian
Nama pasien
: ----------------------------------------------------
Jenis kelamin
: ----------------------------------------------------
Alamat
: ----------------------------------------------------
Nomor telepon/HP
: ----------------------------------------------------
Nomor Studi
: ----------------------------------------------------
Nomor rekam medis
: ----------------------------------------------------
Nama wali
: ----------------------------------------------------
Pekerjaan wali
: ----------------------------------------------------
Pendidikan wali
: ----------------------------------------------------
Hubungan Keluarga
: ----------------------------------------------------
Saya telah membaca/dibacakan pernyataan-pernyataan di atas. Saya juga telah
diberikan kesempatan untuk menanyakan kembali mengenai pernyataan-pernyataan
di atas. Pertanyaan saya telah dijawab dengan memuaskan. Saya memahami tujuan
dari penelitian ini, serta keuntungan dan kerugian apabila ikut berparstisipasi dalam
penelitian. Tandatangan saya di bawah ini menunjukkan kesukarelaan saya untuk
mengikutsertakan saya dalam penelitian ini. Saya akan menerima salinan dari lembar
persetujuan ini.
Tanda tangan peneliti
Tanda tangan pasien/wali
Tanggal
Tandatangan saksi (tidak diperlukan bila pasien mampu tanda tangan
Lampiran 3 : Lembar Pengumpulan Data
HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK
MIOKARD AKUT (IMA) DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP)
SANGLAH, DENPASAR
Pascasarjana Universitas Udayana
2014
I.
IDENTITAS
1. Nama
: ………………………………………………
2. Sex
: ………………………………………………
3. Umur
: ………………………………………………
4. Suku Bangsa : ………………………………………………
5. Alamat
: ………………………………………………
6. NO. Tlp./HP : ………………………………………………
7. Pendidikan : ………………………………………………
8. Pekerjaan
: ………………………………………………
9. MRS tgl.
: ……………………………………………….
10. Nama Pendamping : ………………………………………
11. No. tlp. Pendamping : ………………………………………
II.
ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
a. Nyeri dada
b. Lama nyeri dada
c. Lokasi nyeri dada
d. Nyeri dada seperti
( ) Ya
( ) Tidak
( ) < 20 menit
( ) ≥ 20 menit
( ) di tengah-tengah ( ) di kiri
( ) ulu hati
( ) ditekan
( ) ditusuk
( ) ditindih
( ) terbakar
( ) terperas
e. Nyeri menjalar ke ( ) leher
( ) lengan kiri ( ) dagu
( ) punggung
( ) lengan kanan
f. Nyeri dada terasa berkurang dengan
( ) istirahat
( ) nitrat
g. Nyeri dada timbul pada saat ( ) aktifitas ( ) istirahat
( ) stres
( ) sesudah makan
2. Keluhan Lain
a. ( ) berdebar
f. ( ) lemas k. ( ) lain-lain
b. ( ) Sesak nafas
g. ( ) masuk angin
c. ( ) keringat dingin h. ( ) pusing
d. ( ) mual
i. ( ) kembung
e. ( ) muntah
j. ( ) kesadaran menurun
3. Riwayat pada keluarga
( ) Ya
( ) Tidak
Hubungan dengan penderita ( ) Bapak ( ) Ibu ( ) Kakek ( ) Nenek
4. Faktor risiko
a. Dislipidemia
1. Apakah menderita penyakit kolesterol? ( ) Ya ( ) Tidak
2. Bila Ya, apakah minum obat? ( ) Ya ( ) Tidak
Nama obat : …………………………………
b. Hipertensi
1. Apakah pernah menderita penyakit darah tinggi?
( ) Ya ( ) Tidak
2. Bila Ya, sudah berapa lama ……………….. tahun
Sudah minum obat? ( ) Ya ( ) Tidak
Nama obat : …………………………………
3. Apakah keluarga menderita darah tinggi?
( ) Ya ( ) Tidak
c. Diabetes Mellitus
1. Apakah pernah menderita sakit kencing manis
( ) Ya ( ) Tidak
2. Bila Ya, sudah berapa lama ……………….. tahun
Sudah minum obat? ( ) Ya ( ) Tidak
Nama obat : …………………………………
3. Apakah keluarga menderita kencing manis?
( ) Ya ( ) Tidak
d. Merokok
1. Apakah anda merokok
( ) Ya ( ) Tidak
2. Jika Ya, berapa lama merokok? ……………..bulan
( )<6 ( )≥6
3. Berhenti merokok sejak ……………………..bulan
( )<6 ( )≥6
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Diperiksa tanggal
: ………………… Oleh : ……………………
Berat badan
: …………………………………
Tinggi badan
: …………………………………
Lingkar perut
: …………………………………
Tekanan darah
: ………………………………….
Frekuensi pernapasan : ………………………………….
Suhu
: ………………………………….
Denyut nadi
: ………………………………….
Irama
Keadaan umum
Sianosis
Anemia
Telinga
Hidung
Mulut/gigi
Tenggorokan
Leher
:(
:(
:(
:(
:(
:(
:(
:(
:(
) teratur
) baik (
) ada (
) ada (
) tak (
) tak (
) tak (
) tak (
) tak (
( ) tidak teratur
) sedang ( ) buruk
) tidak ada
) tidak ada
) kelainan …………..
) kelainan …………..
) kelainan …………...
) kelainan …………..
) kelainan …………..
JANTUNG
a. Aktifitas Ventrikel kanan ( ) normal ( ) meningkat
b. Aktivitas Ventrikel kiri
( ) normal ( ) meningkat
c. Thrill
( ) tidak ada ( ) ada, lokasi: ………
d. Iktus kordis : intercostal …………… kiri / kanan, garis ………
e. Irama jantung
 S1 ( ) normal ( ) mengeras
 S2 ( ) normal ( ) mengeras
( ) single ( ) split
( ) normal
( ) tetap
( ) memendek ( ) memanjang
 S3
( ) tidak ada
( ) ada
 Gallop
( ) tidak ada
( ) ada
 Openik snap ( ) tidak ada
( ) ada
 Ekstra systole ( ) tidak ada
( ) ada
 Klik
( ) tidak ada
( ) ada
 Bising jantung:
o Jenis ………………………
o Waktu …………………….
o Derajat ……………………
o Lokasi …………………….
o Penjalaran ………………...
PARU
a. Suara napas : …………../……………
b. Ronchi
: …………../……………
c. Wheezing : …………../……………
ABDOMEN
a. Hepar
b. Limpa
c. Ascites
: ( ) tidak teraba
: ( ) tidak teraba
: ( ) tidak ada
EXTREMITAS
a. Edema
: ( ) tidak ada
b. Sianosis
: ( ) tidak ada
c. Clubbing : ( ) tidak ada
( ) teraba ………….. cm
( ) teraba ………….. cm
( ) ada
( ) ada
( ) ada
( ) ada
IV.
ELEKTROKARDIOGRAM
( ) Normal
( ) Q waves, lokasi : ……………………………..
( ) ST elevation, lokasi : …………………………
( ) ST depression, lokasi : ……………………….
( ) Inverted T, lokasi : ……………………………
V.
FOTO RONTGEN TORAK
( ) Normal
( ) Kardiomegali
( ) Sembab paru ( ) Efusi pleura
( ) Infiltrat
VI.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM DARAH
Darah Lengkap
No.
Pemeriksaan
Nilai
1
WBC
2
HGB
3
HCT
4
PLT
Kimia
Pemeriksaan
No.
Nilai
1
Troponin T
2
CKMB
3
LDH
4
SGOT
5
SGPT
6
Ureum
7
Kreatinin
8
Kolesterol total
9
Kolesterol LDL
10
Kolesterol HDL
11
Trigeliserida
12
Gula darah acak
13
Albumin
14
pO2
Pemeriksaan Laktat Darah Kapiler
No
Pemeriksaan
1
2
3
Kadar laktat saat masuk rumah
sakit
Kadar laktat 2 jam setelah masuk
rumah sakit
Kadar laktat 24 jam setelah
masuk rumah sakit
Urine Lengkap
Nilai
No
Pemeriksaan
1
Spesifik Grafity
2
Ph
3
Leukosit
4
Nitrit
5
Protein
6
Glukosa
7
Ketone
8
Urobilinogen
9
Bilirubin
10
Eritrosit
11
Warna
12
Sedimen
Leukosit
Eritrosit
Silinder
VII.
13
Sel epitel : gepeng
14
Kristal
15
Lain-lain :
DIAGNOSIS
a. ( ) NSTEMI
TIMI risk score : ………….
Heart failure ( ) Ya ( ) Tidak
Nilai
b. ( ) STEMI
TIMI risk score : ……….
Onset : ………….jam
Killips ( ) I ( ) II ( ) III ( ) IV
VIII.
IX.
TERAPI
 ASA
 Clopidogrel
 Betablocker
 Calcium antagonist
 Nitrat
 Penghambat ACE
 Statin
 LMWH
 Streptokinase
 PCI
 CABG
( ) Ya
( ) Ya
( ) Ya
( ) Ya
( ) Ya
( ) Ya
( ) Ya
( ) Ya
( ) Ya
( ) Ya
( ) Ya
( ) Tidak
( ) Tidak
( ) Tidak
( ) Tidak
( ) Tidak
( ) Tidak
( ) Tidak
( ) Tidak
( ) Tidak
( ) Tidak
( ) Tidak
PENGAMATAN PENDERITA
Morbiditas
Waktu kejadian
(tanggal, jam kejadian)
1. Gagal Jantung
2. VT/VF
3. Total AV Blok
4. Atrial Fibrilasi onset baru
5. Syok kardiogenik
Denpasar,…………………2014
Pemeriksa
(…………………………………..)
Pengamatan dilakukan saat penderita MRS / UPIJ dengan cara :
 Kunjungan tiap hari
 Berkomunikasi dengan penderita
 Berkoordinasi dengan tim medis
Lampiran 4. Data Penelitian
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
Jenis
Riwayat
Nama kelamin Umur Pendidikan Keluarga Dislipidemia Hipertensi DM Merokok Diagnosis Hb CKMB Trop. T
BS
IKM
1
53
3
0
0
0
0
1
1
12.19 >40
>2000
134
IMR
1
61
2
0
1
0
0
0
1
14.9 <=40 >2000
95
KH
1
54
4
0
0
1
1
1
1
13.2
>40 <=2000
238
M
1
47
2
0
0
0
0
1
0
13.2
>40
>2000
106
IKK
1
57
5
0
0
1
1
1
0
15.2 <=40 <=2000 381.72
IMR
1
70
5
0
0
0
0
1
0
12.19 >40
>2000
134
AS
1
44
2
0
0
0
0
1
1
16.68 <=40 <=2000
125
INS
1
55
2
0
1
0
0
1
1
14.7 <=40 <=2000 104.3
K
1
61
3
0
0
0
1
0
1
13.6 <=40 <=2000
258
S
1
36
4
0
1
0
1
1
1
17.4 <=40 <=2000
276
IMR
1
59
3
0
0
1
0
0
1
13.9 <=40 <=2000
157
KD
1
50
5
0
0
0
0
0
1
12.9 <=40 <=2000
133
IGKR
1
75
4
0
0
1
1
0
0
13
>40 <=2000 304.91
AAIA
0
54
2
0
0
1
1
0
1
13.08 <=40 <=2000
356
MK
1
64
1
0
0
0
0
1
1
14.3 <=40 <=2000
113
IWS
1
45
4
1
0
0
0
1
1
15.2 <=40 <=2000 154.37
INY
1
44
2
0
1
0
0
1
1
15
<=40 <=2000
137
IMS
1
63
5
0
0
1
0
1
0
13.6 <=40 <=2000
169
MS
1
68
3
0
0
0
0
0
0
12.4 <=40 <=2000
180
HS
1
64
4
0
0
1
1
1
0
13.9 <=40 <=2000 370.57
RS
1
47
5
0
1
1
0
1
1
13.7
>40
>2000
112
IWS
1
51
4
0
0
1
0
0
0
13.6 <=40 <=2000
149
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
IGA
FB
IKW
SG
S
SH
DNS
NKM
INT
MM
IMTR
IKP
INS
AAGR
HS
NBR
IKM
IWP
DNR
HS
AD
IKW
AH
IWSA
IWS
INS
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
37
46
73
59
53
64
73
64
61
65
51
58
66
50
51
56
57
65
69
83
48
73
72
58
40
34
5
5
3
4
5
4
3
1
4
1
1
4
5
5
4
5
5
5
4
5
4
3
4
4
3
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
0
0
1
0
1
1
1
1
0
0
0
1
0
1
1
0
0
1
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
1
1
0
1
0
0
0
1
0
1
1
1
1
1
0
0
1
0
0
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
1
1
0
1
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
0
1
1
1
0
0
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
0
1
15.3
16.3
17
15.5
16.2
12.9
11.8
13.9
14
12.9
10.2
14
13.8
18
18
13.5
13.4
13
12.32
12.2
13.1
17
11.3
15.2
11.8
17
<=40
<=40
<=40
<=40
<=40
<=40
<=40
<=40
<=40
<=40
<=40
<=40
<=40
<=40
>40
>40
<=40
<=40
<=40
<=40
<=40
<=40
<=40
>40
<=40
<=40
<=2000
<=2000
>2000
<=2000
<=2000
<=2000
>2000
<=2000
>2000
<=2000
<=2000
<=2000
<=2000
<=2000
>2000
>2000
<=2000
<=2000
<=2000
<=2000
<=2000
>2000
<=2000
>2000
<=2000
<=2000
140
266
119
327
171.66
348.69
139
126
119.14
96
296
262
162
130
182
277
131
109
108.74
105
331
119
119
93
306
150
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
MB
SRT
INS
MT
AAKM
IWK
BIM
IWS
KDR
IBMP
IWP
JNI
IND
IMMP
IPGGP
INP
NKL
INW
NKS
NS
NMN
JR
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
0
0
70
65
57
69
34
68
39
69
32
61
61
47
56
58
60
73
63
49
65
56
70
80
Nama
Albumin
pO2
2
2
5
1
4
2
2
2
3
5
2
5
5
5
2
2
1
5
2
2
2
2
Laktat
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
0
0
0
1
Reperfusi Morbiditas
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
1
1
1
0
1
1
1
0
Time
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
1
0
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
Aritmia
Time
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
1
1
1
Gagal
10.3
18.43
11.4
10.5
14.6
9.76
14.2
13.1
17.4
18.1
13
15.2
14.7
14.2
14.9
11.6
13.4
17
10.9
17.5
13.6
7.7
Time
>40
<=40
<=40
>40
>40
<=40
<=40
>40
>40
<=40
>40
<=40
>40
<=40
>40
<=40
<=40
<=40
<=40
<=40
>40
<=40
<=2000
<=2000
<=2000
<=2000
>2000
>2000
<=2000
<=2000
<=2000
<=2000
>2000
<=2000
<=2000
<=2000
>2000
<=2000
<=2000
<=2000
<=2000
<=2000
>2000
<=2000
Syok
116
138.54
114
131
240
192
136
121.19
101
107
49
183
253
149
174
90
140.69
71
169
130.62
180
193
Time Syok
Tertinggi
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
IKM
IMR
KH
M
IKK
IMR
AS
INS
K
S
IMR
KD
IGKR
AAIA
MK
IWS
INY
IMS
MS
HS
RS
IWS
IGA
FB
3.52
3
4.46
3.53
3.73
3.52
4.5
4.17
3.8
4.18
3.5
3.85
3.4
3.43
3.2
4
4.33
3.8
4
3.66
3.97
3.9
3.9
4.3
98
156
150
95
92
98
139
189
92
160
98
176
98
114
145
98
126
92
180
102
142
1.45
152
196
2.3
2.4
2.7
2.4
2.5
2
2.4
2.4
2.3
2.6
2.8
1.4
1.2
1
2.2
2.4
2.8
1.2
1
2.9
1.4
1.5
2
2
Morbiditas
0
1
1
1
0
1
1
1
1
0
0
0
1
0
1
1
0
0
1
1
0
1
0
1
1
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
1
0
0
3
5
5
5
5
1
5
1
5
5
5
5
5
5
5
5
1
5
5
1
5
1
5
5
Aritmia Jantung
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
3
5
5
5
5
5
5
1
5
5
5
5
5
5
5
5
1
5
5
1
5
5
5
5
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
Gagal kardiogenik Kardiogenik
Jantung
5
0
5
5
0
5
5
0
5
5
0
5
5
0
5
1
0
5
5
0
5
5
0
5
5
0
5
5
0
5
5
0
5
5
0
5
5
0
5
5
0
5
5
0
5
5
0
5
5
0
5
5
0
5
5
0
5
1
0
5
5
0
5
5
1
1
5
0
5
5
0
5
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
IKW
SG
S
SH
DNS
NKM
INT
MM
IMTR
IKP
INS
AAGR
HS
NBR
IKM
IWP
DNR
HS
AD
IKW
AH
IWSA
IWS
INS
MB
SRT
3.23
3.79
3.7
4.06
4.06
3.78
3.08
3.68
3.24
3.09
4.05
3.2
4.25
4.11
4.01
3.61
3.59
3.5
3.4
3.23
3.62
3.93
2.9
4.44
1.8
4.08
128
170
126
181
170
190
120
152
164
189
128
136
158
105
181
168
195
141
126
128
185
125
110
96
55
92
2.8
2.6
2.4
1.2
1.3
1.4
1.8
1.8
1
2
2.8
2.5
2.5
2.4
1.2
0.8
1.4
2.9
1.2
2.8
2.4
2
1.8
3
8.4
3.9
0
0
0
0
1
0
1
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
1
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
1
0
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
5
1
5
5
5
1
5
1
5
3
5
1
1
5
1
1
1
1
2
2
5
1
1
1
5
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
1
5
1
5
5
5
5
5
1
5
5
5
1
5
5
5
1
5
5
5
2
5
5
5
1
5
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
1
0
1
1
1
0
0
1
1
0
0
1
5
5
5
5
5
1
5
5
5
3
5
5
1
5
1
5
1
1
2
5
5
1
1
5
5
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
0
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
1
5
5
5
5
1
1
5
5
5
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
INS
MT
AAKM
IWK
BIM
IWS
KDR
IBMP
IWP
JNI
IND
IMMP
IPGGP
INP
NKL
INW
NKS
NS
NMN
JR
4
3.6
3.3
3.6
4.16
3.5
4.48
4.13
3.97
3.73
3.96
2.9
4.2
3.14
3.43
3.9
3.4
3.8
4
3.1
176
130
161
96
173
192
160
161
170
92
130
110
165
187
160
156
199
162
115
90
4.6
3.6
4.3
4.8
11
3
3
3.6
3.2
7.5
3.3
4
4.3
5.2
4
4.1
6.8
5.5
5.8
6.8
0
0
1
0
1
0
0
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
1
1
0
1
1
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
5
1
5
1
1
5
1
1
5
1
0
1
1
0
1
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
1
1
5
1
1
5
1
5
1
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
1
1
0
1
1
0
0
5
5
5
5
5
5
5
5
1
5
5
1
5
1
1
5
1
1
5
5
0
1
1
0
1
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
5
1
1
5
1
1
5
5
5
1
5
5
5
5
5
5
1
5
5
1
0
0
0
0
1
0
0
1
Lampiran 5. Hasil Analisis Data
. tab jeniskelamin
jenis |
kelamin |
Freq.
Percent
Cum.
------------+----------------------------------0 |
7
10.00
10.00
1 |
63
90.00
100.00
------------+----------------------------------Total |
70
100.00
. tab jeniskelamin
jenis |
kelamin |
Freq.
Percent
Cum.
------------+----------------------------------Perempuan |
7
10.00
10.00
Laki-laki |
63
90.00
100.00
------------+----------------------------------Total |
70
100.00
. sum umur
Variable |
Obs
Mean
Std. Dev.
Min
Max
-------------+------------------------------------------------------umur |
70
57.85714
11.45917
32
83
. tab pendidikan
pendidikan |
Freq.
Percent
Cum.
--------------+----------------------------------Tidak Sekolah |
6
8.57
8.57
SD |
16
22.86
31.43
SMP |
11
15.71
47.14
SMA |
16
22.86
70.00
PT |
21
30.00
100.00
--------------+----------------------------------Total |
70
100.00
. tab onsetnyeridada
onset nyeri |
dada |
Freq.
Percent
Cum.
------------+----------------------------------<=12 |
48
68.57
68.57
>12 |
22
31.43
100.00
------------+----------------------------------Total |
70
100.00
. tab riwayatkeluarga
riwayat |
keluarga |
Freq.
Percent
Cum.
------------+----------------------------------Tidak |
62
88.57
88.57
Ya |
8
11.43
100.00
------------+----------------------------------Total |
70
100.00
. tab dislipidemia
dislipidemi |
a |
Freq.
Percent
Cum.
------------+----------------------------------Tidak |
49
70.00
70.00
Ya |
21
30.00
100.00
------------+----------------------------------Total |
70
100.00
. tab hipertensi
hipertensi |
Freq.
Percent
Cum.
------------+----------------------------------Tidak |
38
54.29
54.29
Ya |
32
45.71
100.00
------------+----------------------------------Total |
70
100.00
. tab diabetes
diabetes |
mellitus |
Freq.
Percent
Cum.
------------+----------------------------------Tidak |
49
70.00
70.00
Ya |
21
30.00
100.00
------------+----------------------------------Total |
70
100.00
.tab merokok
merokok |
Freq.
Percent
Cum.
------------+----------------------------------Tidak |
25
35.71
35.71
Ya |
45
64.29
100.00
------------+----------------------------------Total |
70
100.00
. tab diagnosis
diagnosis |
Freq.
Percent
Cum.
------------+----------------------------------NSTEMI |
22
31.43
31.43
STEMI |
48
68.57
100.00
------------+----------------------------------Total |
70
100.00
. tab ckmb
CKMB |
Freq.
Percent
Cum.
------------+----------------------------------<=40 |
52
74.29
74.29
>40 |
18
25.71
100.00
------------+----------------------------------Total |
70
100.00
. tab troponint
Troponin T |
Freq.
Percent
Cum.
------------+----------------------------------<=2000 |
53
75.71
75.71
>2000 |
17
24.29
100.00
------------+----------------------------------Total |
70
100.00
. sum hgb
Variable |
Obs
Mean
Std. Dev.
Min
Max
-------------+------------------------------------------------------hgb |
70
13.985
2.204738
7.7
18.43
. sum po2
Variable |
Obs
Mean
Std. Dev.
Min
Max
-------------+------------------------------------------------------po2 |
70
138.4779
38.75937
1.45
199
. sum albumin
Variable |
Obs
Mean
Std. Dev.
Min
Max
-------------+------------------------------------------------------albumin |
70
3.705429
.4652526
1.8
4.5
. sum bsacak
Variable |
Obs
Mean
Std. Dev.
Min
Max
-------------+------------------------------------------------------bsacak |
70
172.8591
80.23501
49
381.72
. sum reperfusi
Variable |
Obs
Mean
Std. Dev.
Min
Max
-------------+------------------------------------------------------reperfusi |
70
.4142857
.496155
0
1
. tab morbiditas
Morbiditas |
Freq.
Percent
Cum.
------------+----------------------------------Tidak |
38
54.29
54.29
Ya |
32
45.71
100.00
------------+----------------------------------Total |
70
100.00
. tab aritmia
aritmia |
Freq.
Percent
Cum.
------------+----------------------------------Tidak |
57
81.43
81.43
Ya |
13
18.57
100.00
------------+----------------------------------Total |
70
100.00
. tab gagaljantung
gagal |
jantung |
Freq.
Percent
Cum.
------------+----------------------------------Tidak |
51
72.86
72.86
Ya |
19
27.14
100.00
------------+----------------------------------Total |
70
100.00
. tab syokkardiogenik
syok |
kardiogenik |
Freq.
Percent
Cum.
------------+----------------------------------Tidak |
63
90.00
90.00
Ya |
7
10.00
100.00
------------+----------------------------------Total |
70
100.00
. roctab morbiditas laktattertinggi, detail graph
Detailed report of sensitivity and specificity
-----------------------------------------------------------------------Correctly
Cutpoint
Sensitivity
Specificity
Classified
LR+
LR-----------------------------------------------------------------------( >= .8 )
100.00%
0.00%
45.71%
1.0000
( >= 1 )
96.88%
0.00%
44.29%
0.9688
( >= 1.2 )
93.75%
5.26%
45.71%
0.9896
1.1875
( >= 1.3 )
90.63%
15.79%
50.00%
1.0762
0.5938
( >= 1.4 )
90.63%
18.42%
51.43%
1.1109
0.5089
( >= 1.5 )
87.50%
26.32%
54.29%
1.1875
0.4750
( >= 1.8 )
87.50%
28.95%
55.71%
1.2315
0.4318
( >= 2 )
0.4567
( >= 2.2
0.4191
( >= 2.3
0.3958
( >= 2.4
0.5278
( >= 2.5
0.5679
( >= 2.6
0.5700
( >= 2.7
0.5278
( >= 2.8
0.5089
( >= 2.9
0.5363
( >= 3 )
0.5566
( >= 3.2
0.6117
( >= 3.3
0.6477
( >= 3.6
0.6287
( >= 3.9
0.6985
( >= 4 )
0.7335
( >= 4.1
0.8033
( >= 4.3
0.7804
( >= 4.6
0.7382
( >= 4.8
0.7703
( >= 5.2
0.8024
( >= 5.5
0.8345
( >= 5.8
0.8666
( >= 6.8
0.8438
( >= 7.5
0.9063
84.38%
34.21%
57.14%
1.2825
)
81.25%
44.74%
61.43%
1.4702
)
81.25%
47.37%
62.86%
1.5437
)
75.00%
47.37%
60.00%
1.4250
)
65.63%
60.53%
62.86%
1.6625
)
62.50%
65.79%
64.29%
1.8269
)
62.50%
71.05%
67.14%
2.1591
)
62.50%
73.68%
68.57%
2.3750
)
56.25%
81.58%
70.00%
3.0536
53.13%
84.21%
70.00%
3.3646
)
46.88%
86.84%
68.57%
3.5625
)
43.75%
86.84%
67.14%
3.3250
)
43.75%
89.47%
68.57%
4.1563
)
37.50%
89.47%
65.71%
3.5625
34.38%
89.47%
64.29%
3.2656
)
28.13%
89.47%
61.43%
2.6719
)
28.13%
92.11%
62.86%
3.5625
)
28.13%
97.37%
65.71%
10.6875
)
25.00%
97.37%
64.29%
9.5000
)
21.88%
97.37%
62.86%
8.3125
)
18.75%
97.37%
61.43%
7.1250
)
15.63%
97.37%
60.00%
5.9375
)
15.63%
100.00%
61.43%
)
9.38%
100.00%
58.57%
( >= 8.4 )
6.25%
100.00%
57.14%
0.9375
( >= 11 )
3.13%
100.00%
55.71%
0.9688
( > 11 )
0.00%
100.00%
54.29%
1.0000
-----------------------------------------------------------------------ROC
-Asymptotic Normal-Obs
Area
Std. Err.
[95% Conf. Interval]
-------------------------------------------------------70
0.7060
0.0647
0.57916
0.83284
. tab hiperlaktasemia
hiperlaktas |
emia |
Freq.
Percent
Cum.
------------+----------------------------------Tidak |
47
67.14
67.14
3 |
3
4.29
71.43
3.2 |
1
1.43
72.86
3.3 |
1
1.43
74.29
3.6 |
2
2.86
77.14
3.9 |
1
1.43
78.57
4 |
2
2.86
81.43
4.1 |
1
1.43
82.86
4.3 |
2
2.86
85.71
4.6 |
1
1.43
87.14
4.8 |
1
1.43
88.57
5.2 |
1
1.43
90.00
5.5 |
1
1.43
91.43
5.8 |
1
1.43
92.86
6.8 |
2
2.86
95.71
7.5 |
1
1.43
97.14
8.4 |
1
1.43
98.57
11 |
1
1.43
100.00
------------+----------------------------------Total |
70
100.00
. recode hiperlaktasemia 3/max=1 min/2.99=0
(hiperlaktasemia: 23 changes made)
. tab hiperlaktasemia
hiperlaktas |
emia |
Freq.
Percent
Cum.
------------+----------------------------------Tidak |
47
67.14
67.14
Ya |
23
32.86
100.00
------------+----------------------------------Total |
70
100.00
. stset tmmorbiditas, failure(morbiditas==1)
. ir morbiditas hiperlaktasemia tmmorbiditas
| hiperlaktasemia
|
|
Exposed
Unexposed |
Total
-----------------+------------------------+-----------Morbiditas |
17
15 |
32
tm morbiditas |
49
179 |
228
-----------------+------------------------+-----------|
|
Incidence rate | .3469388
.0837989 |
.1403509
|
|
|
Point estimate
|
[95% Conf.
Interval]
|------------------------+----------------------Inc. rate diff. |
.2631399
|
.0928537
.4334261
Inc. rate ratio |
4.140136
|
1.944958
8.90301 (exact)
Attr. frac. ex. |
.758462
|
.4858501
.8876784 (exact)
Attr. frac. pop |
.402933
|
+-----------------------------------------------(midp) Pr(k>=17) =
0.0001
(exact)
(midp)2*Pr(k>=17) =
0.0001
(exact)
|
incidence no. of
|------ Survival time
-----|
hiperl~a | time at risk
rate subjects
25%
50%
75%
---------+-------------------------------------------------------------------Tidak |
179
.0837989
47
1
.
Ya |
49
.3469388
23
1
1
---------+-------------------------------------------------------------total |
228
.1403509
70
1
.
.
sts list, by(hiperlaktasemia)
failure _d:
analysis time _t:
morbiditas == 1
tmmorbiditas
Beg.
Net
Survivor
Std.
Time
Total
Fail
Lost
Function
Error [95%
Conf.Int.]
----------------------------------------------------------------------Tidak
1
47
13
0
0.7234
0.0652
0.5718 0.8290
3
34
2
0
0.6809
0.0680
0.5275 0.7937
5
32
0
32
0.6809
0.0680
0.5275 0.7937
Ya
1
23
15
0
0.3478
0.0993
0.1663 0.5371
2
8
2
0
0.2609
0.0916
0.1062 0.4469
5
6
0
6
0.2609
0.0916
0.1062 0.4469
----------------------------------------------------------------------Log-rank test for equality of survivor functions
|
Events
Events
hiperlakta~a | observed
expected
-------------+------------------------Tidak
|
15
22.12
Ya
|
17
9.88
-------------+------------------------Total
|
32
32.00
chi2(1) =
11.76
Pr>chi2 =
0.0006
. stset tmaritmia, failure( aritmia ==1)
. ltable tmaritmia aritmia, survival by(hiperlaktasemia)
Beg.
Std.
Interval
Total Deaths
Lost
Survival
Error
[95% Conf.
Int.]
-----------------------------------------------------------------------Tidak
1
2
47
7
0
0.8511
0.0519
0.7128
0.9261
3
4
40
1
0
0.8298
0.0548
0.6883
0.9110
5
6
39
0
39
0.8298
0.0548
0.6883
0.9110
Ya
1
2
23
4
0
0.8261
0.0790
0.6006
0.9309
2
3
19
1
0
0.7826
0.0860
0.5542
0.9032
5
6
18
0
18
0.7826
0.0860
0.5542
0.9032
---------------------------------------------------------------------. Log-rank test for equality of survivor functions
|
Events
Events
hiperlakta~a | observed
expected
-------------+------------------------Tidak
|
8
8.75
Ya
|
5
4.25
-------------+------------------------Total
|
13
13.00
chi2(1) =
Pr>chi2 =
0.23
0.6343
. stset tmgagljantung , failure( gagaljantung ==1)
Interval
Total
Deaths
Lost
Survival
Error [95%
Conf. Int.]
-----------------------------------------------------------------------Tidak
1
2
47
6
0
0.8723
0.0487
0.7377
0.9405
3
4
41
1
0
0.8511
0.0519
0.7128
0.9261
5
6
40
0
40
0.8511
0.0519
0.7128
0.9261
Ya
1
2
23
11
0
0.5217
0.1042
0.3051
0.7001
2
3
12
1
0
0.4783
0.1042
0.2683
0.6613
5
6
11
0
11
0.4783
0.1042
0.2683
0.6613
-----------------------------------------------------------------------. sts test hiperlaktasemia, logrank
failure _d:
analysis time _t:
gagaljantung == 1
tmgagljantung
Log-rank test for equality of survivor functions
|
Events
Events
hiperlakta~a | observed
expected
-------------+------------------------Tidak
|
7
12.98
Ya
|
12
6.02
Total
|
19
19.00
chi2(1) =
11.08
Pr>chi2 =
0.0009
. ir gagaljantung hiperlaktasemia tmgagljantung
| hiperlaktasemia
|
|
Exposed
Unexposed |
Total
-----------------+------------------------+-----------gagal jantung |
12
7 |
19
tm gagl jantung |
68
209 |
277
-----------------+------------------------+-----------|
|
Incidence rate | .1764706
.0334928 |
.0685921
|
|
|
Point estimate
|
[95% Conf.
Interval]
|------------------------+----------------------Inc. rate diff. |
.1429778
|
.0400954
.2458602
Inc. rate ratio |
5.268908
|
1.91255
15.79569 (exact)
Attr. frac. ex. |
.8102073
|
.4771378
.9366916 (exact)
Attr. frac. pop |
.5117099
|
+------------------------------------------------
(midp)
Pr(k>=12) =
0.0002 (exact)
(midp) 2*Pr(k>=12) =
0.0005 (exact)
. stset tmsyokkardiogenik , failure( syokkardiogenik ==1)
. ltable tmsyokkardiogenik syokkardiogenik, survival
by(hiperlaktasemia)
Beg.
Std.
Interval
Total
Deaths
Lost
Survival
Error
[95% Conf.
Int.]
-----------------------------------------------------------------------Tidak
1
2
47
1
0
0.9787
0.0210
0.8584
0.9970
5
6
46
0
46
0.9787
0.0210
0.8584
0.9970
Ya
1
2
23
6
0
0.7391
0.0916
0.5092
0.8734 5
6
17
0
17
0.7391
0.0916
0.5092
0.8734
-----------------------------------------------------------------------. sts test hiperlaktasemia, logrank
failure _d:
analysis time _t:
syokkardiogenik == 1
tmsyokkardiogenik
Log-rank test for equality of survivor functions
|
Events
Events
hiperlakta~a | observed
expected
-------------+------------------------Tidak
|
1
4.70
Ya
|
6
2.30
-------------+------------------------Total
|
7
7.00
chi2(1) =
Pr>chi2 =
9.71
0.0018
. ir syokkardiogenik hiperlaktasemia tmsyokkardiogenik
| hiperlaktasemia
|
|
Exposed
Unexposed |
Total
-----------------+------------------------+------------
syok kardiogenik |
6
1 |
7
tm syok kardioge |
91
231 |
322
-----------------+------------------------+-----------|
|
Incidence rate | .0659341
.004329 |
.0217391
|
|
|
Point estimate
|
[95% Conf.
Interval]
|------------------------+----------------------Inc. rate diff. |
.0616051
|
.0081699
.1150403
Inc. rate ratio |
15.23077
|
1.847852
700.5787 (exact)
Attr. frac. ex. |
.9343434
|
.4588312
.9985726 (exact)
Attr. frac. pop |
.8008658
|
+-----------------------------------------------(midp)
Pr(k>=6) =
0.0014
(exact)
(midp) 2*Pr(k>=6) =
0.0028
(exact)
. ir aritmia hiperlaktasemia tmaritmia
| hiperlaktasemia
|
|
Exposed
Unexposed |
Total
-----------------+------------------------+-----------aritmia |
5
8 |
13
tm aritmia |
96
205 |
301
-----------------+------------------------+-----------|
|
Incidence rate | .0520833
.0390244 |
.0431894
|
|
|
Point estimate
|
[95% Conf.
Interval]
|------------------------+----------------------Inc. rate diff. |
.0130589
|
-.0400014
.0661192
Inc. rate ratio |
1.334635
|
.3435309
4.62699 (exact)
Attr. frac. ex. |
.2507317
|
-1.910946
.7838768 (exact)
Attr. frac. pop |
.0964353
|
+------------------------------------------------
(midp)
Pr(k>=5) =
0.3051
(midp) 2*Pr(k>=5) =
0.6102
(exact)
(exact)
. tab jeniskelamin hiperlaktasemia, col chi
jenis |
hiperlaktasemia
kelamin |
Tidak
Ya |
Total
-----------+----------------------+---------Perempuan |
2
5 |
7
|
4.26
21.74 |
10.00
-----------+----------------------+---------Laki-laki |
45
18 |
63
|
95.74
78.26 |
90.00
-----------+----------------------+---------Total |
47
23 |
70
|
100.00
100.00 |
100.00
Pearson chi2(1) =
5.2451
Pr = 0.022
. sum umur if hiperlaktasemia==1
Variable |
Obs
Mean
Std. Dev.
Min
Max
-------------+------------------------------------------------------umur |
23
58.08696
13.28674
32
80
. sum umur if hiperlaktasemia==0
Variable |
Obs
Mean
Std. Dev.
Min
Max
-------------+------------------------------------------------------umur |
47
57.74468
10.60654
36
83
. swilk umur if hiperlaktasemia==1
Shapiro-Wilk W test for normal data
Variable |
Obs
W
V
z
Prob>z
-------------+-------------------------------------------------umur |
23
0.93043
1.820
1.217
0.11175
. swilk umur if hiperlaktasemia==0
Shapiro-Wilk W test for normal data
Variable |
Obs
W
V
z
Prob>z
-------------+-------------------------------------------------umur |
47
0.99220
0.349
-2.234
0.98727
. robvar umur, by(hiperlaktasemia)
hiperlaktas |
Summary of umur
emia |
Mean
Std. Dev.
Freq.
------------+-----------------------------------Tidak |
57.744681
10.606536
47
Ya |
58.086957
13.286743
23
------------+-----------------------------------Total |
57.857143
11.459172
70
W0
=
1.01212903
df(1, 68)
Pr > F = 0.31795993
W50 =
0.63533301
df(1, 68)
Pr > F = 0.42818025
W10 =
1.15230080
df(1, 68)
Pr > F = 0.28686264
. ttest umur, by(hiperlaktasemia)
Two-sample t test with equal variances
-----------------------------------------------------------------------Group |
Obs
Mean
Std. Err.
Std. Dev.
[95%Conf.Interval]
---------+------------------------------------------------------------Tidak |
47
57.74468
1.547122
10.60654
54.63049
60.85888
Ya |
23
58.08696
2.770478
13.28674
52.34134
63.83258
---------+-------------------------------------------------------------combined |
70
57.85714
1.369633
11.45917
55.1248
60.58949
---------+------------------------------------------------------------diff |
-.3422757
2.937083
-6.203133
5.518581
-----------------------------------------------------------------------diff = mean(Tidak) - mean(Ya)
t =
-0.1165
Ho: diff = 0
degrees of freedom =
68
Ha: diff < 0
diff >0
Pr(T < t) = 0.4538
= 0.5462
Ha: diff != 0
Pr(|T| > |t|) = 0.9076
. tab pendidikan hiperlaktasemia, col chi exact
Enumerating sample-space combinations:
stage 5: enumerations = 1
stage 4: enumerations = 6
stage 3: enumerations = 48
stage 2: enumerations = 353
stage 1: enumerations = 0
|
hiperlaktasemia
pendidikan |
Tidak
Ya |
Total
--------------+----------------------+---------Tidak Sekolah |
4
2 |
6
|
8.51
8.70 |
8.57
--------------+----------------------+---------SD |
6
10 |
16
|
12.77
43.48 |
22.86
--------------+----------------------+---------SMP |
8
3 |
11
|
17.02
13.04 |
15.71
--------------+----------------------+---------SMA |
15
1 |
16
|
31.91
4.35 |
22.86
--------------+----------------------+---------PT |
14
7 |
21
|
29.79
30.43 |
30.00
--------------+----------------------+---------Total |
47
23 |
70
|
100.00
100.00 |
100.00
Pearson chi2(4) =
Fisher's exact =
11.6654
Pr = 0.020
0.014
. tab onsetnyeridada hiperlaktasemia, col chi
onset |
hiperlaktasemia
nyeri dada |
Tidak
Ya |
Total
-----------+----------------------+---------<=12 |
34
14 |
48
|
72.34
60.87 |
68.57
-----------+----------------------+--------->12 |
13
9 |
22
|
27.66
39.13 |
31.43
-----------+----------------------+----------
Ha:
Pr(T > t)
Total |
|
47
100.00
23 |
100.00 |
Pearson chi2(1) =
0.9429
70
100.00
Pr = 0.332
. tab riwayatkeluarga hiperlaktasemia, col chi
riwayat |
hiperlaktasemia
keluarga |
Tidak
Ya |
Total
-----------+----------------------+---------Tidak |
43
19 |
62
|
91.49
82.61 |
88.57
-----------+----------------------+---------Ya |
4
4 |
8
|
8.51
17.39 |
11.43
-----------+----------------------+---------Total |
47
23 |
70
|
100.00
100.00 |
100.00
Pearson chi2(1) =
. tab
1.2032
Pr = 0.273
dislipidemia hiperlaktasemia, col chi
dislipidem |
hiperlaktasemia
ia |
Tidak
Ya |
Total
-----------+----------------------+---------Tidak |
30
19 |
49
|
63.83
82.61 |
70.00
-----------+----------------------+---------Ya |
17
4 |
21
|
36.17
17.39 |
30.00
-----------+----------------------+---------Total |
47
23 |
70
|
100.00
100.00 |
100.00
Pearson chi2(1) =
. tab
2.5933
Pr = 0.107
hipertensi hiperlaktasemia, col chi
|
hiperlaktasemia
hipertensi |
Tidak
Ya |
Total
-----------+----------------------+---------Tidak |
26
12 |
38
|
55.32
52.17 |
54.29
-----------+----------------------+---------Ya |
21
11 |
32
|
44.68
47.83 |
45.71
-----------+----------------------+---------Total |
47
23 |
70
|
100.00
100.00 |
100.00
Pearson chi2(1) =
0.0616
Pr = 0.804
. tab diabetes hiperlaktasemia, col chi
diabetes |
hiperlaktasemia
mellitus |
Tidak
Ya |
Total
-----------+----------------------+---------Tidak |
30
19 |
49
|
63.83
82.61 |
70.00
-----------+----------------------+---------Ya |
17
4 |
21
|
36.17
17.39 |
30.00
-----------+----------------------+---------Total |
47
23 |
70
|
100.00
100.00 |
100.00
Pearson chi2(1) =
2.5933
Pr = 0.107
. tab
merokok hiperlaktasemia, col chi
|
hiperlaktasemia
merokok |
Tidak
Ya |
Total
-----------+----------------------+---------Tidak |
13
12 |
25
|
27.66
52.17 |
35.71
-----------+----------------------+---------Ya |
34
11 |
45
|
72.34
47.83 |
64.29
-----------+----------------------+---------Total |
47
23 |
70
|
100.00
100.00 |
100.00
Pearson chi2(1) =
4.0421
Pr = 0.044
. tab
diagnosis hiperlaktasemia, col chi
|
hiperlaktasemia
diagnosis |
Tidak
Ya |
Total
-----------+----------------------+---------NSTEMI |
17
5 |
22
|
36.17
21.74 |
31.43
-----------+----------------------+---------STEMI |
30
18 |
48
|
63.83
78.26 |
68.57
-----------+----------------------+---------Total |
47
23 |
70
|
100.00
100.00 |
100.00
Pearson chi2(1) =
. tab
1.4923
ckmb hiperlaktasemia, col chi
|
hiperlaktasemia
Pr = 0.222
CKMB |
Tidak
Ya |
Total
-----------+----------------------+---------<=40 |
38
14 |
52
|
80.85
60.87 |
74.29
-----------+----------------------+--------->40 |
9
9 |
18
|
19.15
39.13 |
25.71
-----------+----------------------+---------Total |
47
23 |
70
|
100.00
100.00 |
100.00
Pearson chi2(1) =
3.2278
Pr = 0.072
troponint hiperlaktasemia, col chi
|
hiperlaktasemia
Troponin T |
Tidak
Ya |
Total
-----------+----------------------+---------<=2000 |
35
18 |
53
|
74.47
78.26 |
75.71
-----------+----------------------+--------->2000 |
12
5 |
17
|
25.53
21.74 |
24.29
-----------+----------------------+---------Total |
47
23 |
70
|
100.00
100.00 |
100.00
. tab
Pearson chi2(1) =
0.1208
Pr = 0.728
. sum hgb if hiperlaktasemia==1
Variable |
Obs
Mean
Std. Dev.
Min
Max
-------------+------------------------------------------------------hgb |
23
13.84739
2.930691
7.7
18.43
. sum hgb if hiperlaktasemia==0
Variable |
Obs
Mean
Std. Dev.
Min
Max
-------------+------------------------------------------------------hgb |
47
14.05234
1.780295
10.2
18
. swilk hgb if hiperlaktasemia==1
Shapiro-Wilk W test for normal data
Variable |
Obs
W
V
z
Prob>z
-------------+-------------------------------------------------hgb |
23
0.96654
0.875
-0.271
0.60684
. swilk hgb if hiperlaktasemia==0
Shapiro-Wilk W test for normal data
Variable |
Obs
W
V
z
Prob>z
-------------+-------------------------------------------------hgb |
47
0.96525
1.557
0.940
0.17355
. robvar hgb, by(hiperlaktasemia)
hiperlaktas |
Summary of HGB
emia |
Mean
Std. Dev.
Freq.
------------+-----------------------------------Tidak |
14.05234
1.7802946
47
Ya |
13.847391
2.9306906
23
------------+-----------------------------------Total |
13.985
2.2047385
70
W0
=
8.2460206
df(1, 68)
Pr > F = 0.00544119
W50 =
7.6617804
df(1, 68)
Pr > F = 0.0072606
W10 =
8.1642505
df(1, 68)
Pr > F = 0.00566403
. ttest hgb, by(hiperlaktasemia) unequal
Two-sample t test with unequal variances
----------------------------------------------------------------------- Group |
Obs
Mean
Std. Err.
Std. Dev [95%
Conf. Interval]
---------+------------------------------------------------------------------Tidak |
47
14.05234
.2596827
1.780295 13.52963
14.57505
Ya |
23
13.84739
.6110912
2.930691 12.58007
15.11472
---------+-------------------------------------------------------------combined |
70
13.985
.2635167
2.204738
13.4593
14.5107
--------+--------------------------------------------------------------diff |
.2049491
.6639786
-1.150714
1.560612
------------------------------------------------------------------------ diff = mean(Tidak) - mean(Ya)
t =
0.3087
Ho: diff = 0
Satterthwaite's degrees of freedom =
30.1921
Ha: diff < 0
diff > 0
Pr(T < t) = 0.6202
t)= 0.3798
. sum
Ha: diff != 0
Pr(|T| > |t|) = 0.7597
Ha:
Pr(T >
po2 if hiperlaktasemia==1
Variable |
Obs
Mean
Std. Dev.
Min
Max
-------------+------------------------------------------------------po2 |
23
140.3478
39.68811
55
199
. sum
po2 if hiperlaktasemia==0
Variable |
Obs
Mean
Std. Dev.
Min
Max
-------------+------------------------------------------------------po2 |
47
137.5628
38.69752
1.45
196
. swilk po2 if hiperlaktasemia==1
Shapiro-Wilk W test for normal data
Variable |
Obs
W
V
z
Prob>z
-------------+-------------------------------------------------po2 |
23
0.92596
1.937
1.344
0.08947
. swilk po2 if hiperlaktasemia==0
Shapiro-Wilk W test for normal data
Variable |
Obs
W
V
z
Prob>z
-------------+-------------------------------------------------po2 |
47
0.92911
3.176
2.455
0.00704
. ksmirnov po2, by( hiperlaktasemia ) exact
Two-sample Kolmogorov-Smirnov test for equality of distribution
functions
Smaller group
D
P-value
Exact
---------------------------------------------Tidak:
0.2035
0.278
Ya:
-0.1545
0.478
Combined K-S:
0.2035
0.545
0.469
sum albumin if hiperlaktasemia==1
Variable |
Obs
Mean
Std. Dev.
Min
Max
-------------+------------------------------------------------------albumin |
23
3.67913
.5883251
1.8
4.48
. sum albumin if hiperlaktasemia==0
Variable |
Obs
Mean
Std. Dev.
Min
Max
-------------+------------------------------------------------------albumin |
47
3.718298
.3982916
2.9
4.5
. swilk albumin if hiperlaktasemia==1
Shapiro-Wilk W test for normal data
Variable |
Obs
W
V
z
Prob>z
-------------+-------------------------------------------------albumin |
23
0.89454
2.759
2.063
0.01954
. swilk albumin if hiperlaktasemia==0
Shapiro-Wilk W test for normal data
Variable |
Obs
W
V
z
Prob>z
-------------+-------------------------------------------------albumin |
47
0.98476
0.683
-0.811
0.79138
. robvar albumin, by(hiperlaktasemia)
hiperlaktas |
Summary of Albumin
emia |
Mean
Std. Dev.
Freq.
------------+-----------------------------------Tidak |
3.7182979
.39829157
47
Ya |
3.6791304
.58832515
23
------------+-----------------------------------Total |
3.7054286
.46525258
70
W0
=
2.2865126
df(1, 68)
Pr > F = 0.13513664
W50 =
1.7376518
df(1, 68)
Pr > F = 0.19185982
W10 = 1.9315608
df(1, 68)
Pr > F = 0.16912118
. ttest albumin, by(hiperlaktasemia)
Two-sample t test with equal variances
-----------------------------------------------------------------------Group |
Obs
Mean
Std. Err.
Std. Dev.
[95%
Conf. Interval]
---------+-------------------------------------------------------------Tidak |
47
3.718298
.0580968
.3982916 3.601355
3.835241
Ya |
23
3.67913
.1226743
.5883251
3.42472
3.933541
---------+------------------------------------------------------------combined |
70
3.705429
.0556083
.4652526 3.594493
3.816364
---------+-------------------------------------------------------------diff |
.0391675
.1191654
-.1986235
.2769584
----------------------------------------------------------------------diff = mean(Tidak) - mean(Ya)
t =
0.3287
Ho: diff = 0
degrees of freedom =
68
Ha: diff < 0
diff > Pr(T < t) = 0.6283
Pr(T > t) = 0.3717
Ha: diff != 0
Pr(|T| > |t|) = 0.7434
Ha:
. sum bsacak if hiperlaktasemia==1
Variable |
Obs
Mean
Std. Dev.
Min
Max
-------------+------------------------------------------------------bsacak |
23
144.7409
49.2385
49
253
. sum bsacak if hiperlaktasemia==0
Variable |
Obs
Mean
Std. Dev.
Min
Max
-------------+------------------------------------------------------bsacak |
47
186.6191
88.92808
93
381.72
. swilk bsacak if hiperlaktasemia==1
Shapiro-Wilk W test for normal data
Variable |
Obs
W
V
z
Prob>z
-------------+-------------------------------------------------bsacak |
23
0.97911
0.546
-1.229
0.89043
. swilk bsacak if hiperlaktasemia==0
Shapiro-Wilk W test for normal data
Variable |
Obs
W
V
z
Prob>z
-------------+-------------------------------------------------bsacak |
47
0.83584
7.355
4.240
0.00001
. ksmirnov bsacak, by( hiperlaktasemia ) exact
Two-sample Kolmogorov-Smirnov test for equality of distribution
functions
Smaller group
D
P-value
Exact
---------------------------------------------Tidak:
0.0139
0.994
Ya:
-0.2979
0.065
Combined K-S:
0.2979
0.129
0.092
. tab
reperfusi hiperlaktasemia, col chi
|
hiperlaktasemia
reperfusi |
Tidak
Ya |
Total
-----------+----------------------+---------Tidak |
26
15 |
41
|
55.32
65.22 |
58.57
-----------+----------------------+---------Ya |
21
8 |
29
|
44.68
34.78 |
41.43
-----------+----------------------+---------Total |
47
23 |
70
|
100.00
100.00 |
100.00
Pearson chi2(1) =
0.6235
Pr = 0.430
. by diagnosa, sort : stir hiperlaktasemia
-> diagnosa = NSTEMI
failure _d:
analysis time _t:
morbiditas == 1
tmmorbiditas
note: Exposed <-> hiperlaktasemia==Ya and Unexposed <->
hiperlaktasemia==Tidak
| hiperlaktasemia
|
|
Exposed
Unexposed |
Total
-----------------+------------------------+-----------Failure |
4
5 |
9
Time |
10
65 |
75
-----------------+------------------------+-----------|
|
Incidence rate |
.4
.0769231 |
.12
|
|
|
Point estimate
|
[95% Conf.
Interval]
|------------------------+----------------------Inc. rate diff. |
.3230769
|
-.0746723
.7208262
Inc. rate ratio |
5.2
|
1.031828
24.15915 (exact)
Attr. frac. ex. |
.8076923
|
.030846
.9586078 (exact)
Attr. frac. pop |
.3589744
|
+-----------------------------------------------(midp)
Pr(k>=4) =
0.0131
(exact)
(midp) 2*Pr(k>=4) =
0.0261
(exact)
-> diagnosa = STEMI
failure _d: morbiditas == 1
analysis time _t: tmmorbiditas
note: Exposed <-> hiperlaktasemia==Ya and Unexposed <->
hiperlaktasemia==Tidak
| hiperlaktasemia
|
Exposed
Unexposed
|
|
Total
-----------------+------------------------+-----------Failure |
13
10 |
23
Time |
39
114 |
153
-----------------+------------------------+-----------|
|
Incidence rate | .3333333
.0877193 |
.1503268
|
|
|
Point estimate
|
[95% Conf.
Interval]
|------------------------+----------------------Inc. rate diff. |
.245614
|
.0564346
.4347935
Inc. rate ratio |
3.8
|
1.539272
9.681054 (exact)
Attr. frac. ex. |
.7368421
|
.3503423
.8967055 (exact)
Attr. frac. pop |
.416476
|
+-----------------------------------------------(midp)
Pr(k>=13) =
0.0009
(exact)
(midp) 2*Pr(k>=13) =
0.0019
(exact)
. stir hiperlaktasemia, strata(diagnosa)
failure _d:
analysis time _t:
morbiditas == 1
tmmorbiditas
note: Exposed <-> hiperlaktasemia==Ya and Unexposed <->
hiperlaktasemia==Tidak
diagnosa |
IRR
[95% Conf. Interval]
M-H
Weight
-----------------+-----------------------------------------------NSTEMI |
5.2
1.031828
24.15915
.6666667 (exact)
STEMI |
3.8
1.539272
9.681054
2.54902 (exact)
-----------------+-----------------------------------------------Crude |
4.140136
1.944958
8.90301
(exact)
M-H combined |
4.090244
2.02941
8.243823
------------------------------------------------------------------
Test of homogeneity (M-H)
0.6904
chi2(1) =
0.16
Pr>chi2 =
. stcox hiperlaktasemia jeniskelamin pendidikan dislipidemia
diabetesmellitus merokok diagnosa ckmb bsacak
No. of subjects =
No. of failures =
Time at risk
=
70
32
228
Number of obs
= 70
LR chi2(9)
=
15.54
Log likelihood =
-126.0404
Prob > chi2
=
0.0771
----------------------------------------------------------------------t | Haz. Ratio Std. Err.
z
P>|z| [95%
Conf.Interval]
-----------------+-----------------------------------------------------hiperlaktasemia |
2.6164
1.08681
2.32
0.021 1.159121
5.90581
jeniskelamin | .7238704
.458911 -0.51
0.610 .2089421
2.507816
pendidikan | .9693686
.145905 -0.21
0.836 .7217219
1.301991
dislipidemia | .3729242
.1980319 -1.86
0.063 .1317079
1.055916
diabetesmellitus | 1.816489
1.205901
0.90
0.369 .4944828
6.672897
merokok | .9159702
.3966377 -0.20
0.839 .3920036
2.14029
diagnosa | 1.142735
.4723604
0.32
0.747 .5082689
2.5692
ckmb | .4141178
.1955446 -1.87
0.062 .1641309
1.044859
bsacak | .9999706
.0041458 -0.01
0.994 .9918779
1.008129
-----------------------------------------------------------------------. stcox hiperlaktasemia jeniskelamin pendidikan dislipidemia
diabetesmellitus merokok diagnosa ckmb
No. of subjects =
70
No. of failures =
Time at risk
=
15.54
70
Number of obs
=
LR chi2(8)
=
32
228
Log likelihood
0.0494
=
-126.04043
Prob > chi2
=
----------------------------------------------------------------------_t | Haz. Ratio Std. Err. z
P>|z| [95% Conf.
Interval]
-----------------+-----------------------------------------------------hiperlaktasemia | 2.619173
1.01528
2.48 0.013 1.225207
5.599106
jeniskelamin | .7249591 .4331114 -0.54 0.590 .2247922
2.338007
pendidikan | .9691998 .1439304 -0.21 0.833 .7244463
1.296643
dislipidemia | .3731174 .1962162 -1.87 0.061 .1331106
1.045871
diabetesmellitus | 1.809848 .7544516
1.42 0.155 .7994862
4.097068
merokok | .9157138 .3948907 -0.20 0.838 .3932685
2.132212
diagnosa | 1.143068 .4701791
0.33 0.745 .5104421
2.55975
ckmb | .4141138 .1955451 -1.87 0.062 .1641275
1.04486
-----------------------------------------------------------------------. stcox hiperlaktasemia jeniskelamin pendidikan dislipidemia
diabetesmellitus diagnosa ckmb
No. of subjects =
70
No. of failures =
Time at risk
=
15.50
Log likelihood
0.0301
=
70
Number of obs
=
LR chi2(7)
=
Prob > chi2
=
32
228
-126.06105
----------------------------------------------------------------------_t | Haz. Ratio Std. Err.
z
P>|z [95% Conf.
Interval]
-----------------+---------------------------------------------------------------
hiperlaktasemia | 2.61885
1.01559
2.48 0.013 1.224657
5.600239
jeniskelamin |.6839244
.3603691 -0.72 0.471 .2434996
1.920958
pendidikan |.9674218
.1430963 -0.22 0.823 .7239528
1.292771
dislipidemia | .373163
.1963811 -1.87 0.061 .1330284
1.046774
diabetesmellitus |1.796385
.744786
1.41 0.158 .7970563
4.048647
diagnosa |1.134223
.4649278
0.31 0.759 .5079063
2.532873
ckmb |.4178684
.1963554 -1.86 0.063 .1663649
1.049584
-----------------------------------------------------------------------. stcox hiperlaktasemia jeniskelamin dislipidemia
diabetesmellitus diagnosa ckmb
No. of subjects =
70
Number of obs
=
70
No. of failures =
32
Time at risk
=
228
LR chi2(6)
=
15.45
Log likelihood =
-126.08605
Prob > chi2
=
0.0170
---------------------------------------------------------------------_t | Haz. Ratio Std. Err. z
P>|z|
[95% Conf.
Interval]
-----------------+-----------------------------------------------------hiperlaktasemia | 2.62254
1.016353 2.49 0.013 1.226995
5.605332
jeniskelamin | .647382
.3030944 -0.93 0.353 .2586075
1.620616
dislipidemia |.3694156
.1936618 -1.90 0.057 .1322157
1.032161
diabetesmellitus |1.792535
.7444722 1.41 0.160 .7942339
4.045638
diagnosa |1.153752
.4643007 0.36 0.722 .5242838
2.538977
ckmb |.4191372
.1969743 -1.85 0.064 .1668524
1.052883
------------------------------------------------------------------------
. stcox hiperlaktasemia jeniskelamin dislipidemia
diabetesmellitus ckmb
No. of subjects =
70
No. of failures =
Time at risk
=
15.32
Log likelihood
0.0091
=
70
Number of obs
=
LR chi2(5)
=
Prob > chi2
=
32
228
-126.15038
-----------------------------------------------------------------------_t | Haz. Ratio Std. Err. z
P>|z| [95% Conf.
Interval]
-----------------+-----------------------------------------------------hiperlaktasemia | 2.666242
1.029422 2.54
0.011 1.250994
5.682559
jeniskelamin | .6403618
.2998639 -0.95
0.341 .2557591
1.603318
dislipidemia | .3713458
.1950786 -1.89
0.059 .1326227
1.039774
diabetesmellitus | 1.775945
.7395171 1.38
0.168 .7852044
4.016764
ckmb | .4267295
.1993996 -1.82
0.068 .1707687
1.066343
-----------------------------------------------------------------------. stcox hiperlaktasemia dislipidemia diabetesmellitus ckmb
No. of subjects =
70
No. of failures =
Time at risk
=
14.49
Log likelihood
0.0059
=
70
Number of obs
=
LR chi2(4)
=
Prob > chi2
=
32
228
-126.56735
-----------------------------------------------------------------------_t | Haz. Ratio Std. Err. z
P>|z| [95% Conf.
Interval]
-----------------+------------------------------------------------------
hiperlaktasemia | 2.857562
1.075141 2.79 0.005 1.366898
5.973863
dislipidemia | .3753004
.1963105 -1.87 0.061 .1346282
1.046217
diabetesmellitus | 1.777177
.7337257 1.39 0.164 .7912311
3.9917
ckmb | .4318169
.2010788 -1.80 0.071
.173353
1.075643
----------------------------------------------------------------------. stcox hiperlaktasemia dislipidemia ckmb
No. of subjects =
70
No. of failures =
Time at risk
=
12.66
Log likelihood
0.0054
=
70
Number of obs
=
LR chi2(3)
=
Prob > chi2
=
32
228
-127.47973
------------------------------------------------------------------------_t | Haz. Ratio Std. Err.
z
P>|z| [95%
Conf. Interval]
----------------+------------------------------------------------------hiperlaktasemia | 2.618924
.9767873
2.58 0.010 1.260805
5.439987
dislipidemia | .4623903
.2306879 -1.55 0.122 .1739168
1.229351
ckmb | .4588395
.2119267 -1.69 0.092 .1855717
1.134514
------------------------------------------------------------------------
. stcox hiperlaktasemia ckmb
No. of subjects =
70
No. of failures =
Time at risk
=
9.88
Log likelihood
0.0071
=
70
Number of obs
=
32
228
-128.869
LR chi2(2)
=
Prob > chi2
=
-----------------------------------------------------------------------_t | Haz. Ratio Std. Err.
z
P>|z| [95% Conf.
Interval]
----------------+------------------------------------------------------hiperlaktasemia | 3.015108
1.113314
2.99 0.003
1.46218
6.217343
ckmb | .4709151
.2193076 -1.62 0.106 .1890312
1.173145
-----------------------------------------------------------------------. stcox hiperlaktasemia dislipidemia
No. of subjects =
70
No. of failures =
Time at risk
=
9.40
Log likelihood
0.0091
=
70
Number of obs
=
LR chi2(2)
=
Prob > chi2
=
32
228
-129.11319
-----------------------------------------------------------------------_t | Haz. Ratio Std. Err.
z
P>|z| [95% Conf.
Interval]
----------------+------------------------------------------------------hiperlaktasemia | 2.313334
.8397882
2.31 0.021 1.135624
4.7124
dislipidemia | .4843426
.2395587 -1.47 0.143 .1837145
1.276915
. stcox hiperlaktasemia
No. of subjects =
70
Number of obs
=
70
No. of failures =
32
Time at risk
=
228
LR chi2(1)
=
6.91
Log likelihood =
-130.35821
Prob > chi2
=
0.0086
_t | Haz. Ratio
Interval]
Std. Err.
z
P>|z|
[95% Conf.
----------------+-----------------------------------------------------hiperlaktasemia | 2.578084 .9227363 2.65 0.008
1.278318
5.199425
---------------------------------------------------------------------.
Download