BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang secara teknis mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 juncto Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah serta mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2012, bahwa APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran, yang terdiri atas Pendapatan Daerah, Belanja Daerah, dan Pembiayaan Daerah. Kerangka anggaran pembangunan daerah tahun 2012 akan memberikan gambaran arah pembangunan yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan dengan memperhatikan kemampuan fiskal Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Anggaran pembangunan daerah tersebut pendanaannya bersumber antara lain dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan pendanaan dari masyarakat. Secara umum komponen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ini dapat dikategorikan ke dalam dua jenis, yaitu: 1. Penerimaan daerah, terdiri dari pendapatan daerah yang merupakan perkiraan terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, dan penerimaan pembiayaan daerah yang merupakan semua penerimaan yang harus dibayar kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun pada tahun anggaran berikutnya, dan; 2. Pengeluaran daerah, terdiri dari belanja daerah yang merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat, khususnya dalam memberikan pelayanan umum, serta pengeluaran pembiayaan daerah yang merupakan semua pengeluaran yang akan diterima kembali pada tahun anggaran terkait maupun pada tahun berikutnya. Revisi peraturan perundangan yang mengatur pajak dan retribusi daerah telah ditetapkan pada Tahun 2009, yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan pemberlakuan pelaksanaannya efektif pada Tahun 2010. Dengan demikian, pada tahun Anggaran 2010, sementara menunggu diterbitkannya Peraturan Pemerintah untuk petunjuk teknis pelaksanaannya, daerah tengah mempersiapkan perangkat pendukungnya, baik dalam menyiapkan Peraturan Daerah maupun kesiapan sarana prasarana lainnya. III-1 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mencantumkan bahwa sumber penerimaan daerah (provinsi), terdiri atas : 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari kelompok Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah; 2. Dana Perimbangan yang meliputi Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak yang terdiri dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Penghasilan (PPh) Perorangan, Sumber Daya Alam (SDA); Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK); 3. Kelompok-lain-lain pendapatan daerah yang sah meliputi Pendapatan Hibah, Dana Darurat, Dana Bagi Hasil Pajak dari Pemerintah Kab/Kota, Dana Penyesuaian dan Dana Otonomi Khusus, dan Dana Bantuan Keuangan. Sedangkan pembiayaan bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Daerah Tahun Sebelumnya (SiLPA), Penerimaan Pinjaman Daerah, Dana Cadangan Daerah (DCD), dan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan. Sesuai dengan Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 yang merupakan revisi dari Undang Undang Nomor 34 Tahun 2000, jenis Pendapatan Asli Daerah terdapat beberapa perubahan, yaitu: pajak daerah meliputi Pajak Kendaraan Bermotor, BBNKB, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Pemanfaatan Air Permukaan, dan Pajak Rokok, sedangkan untuk retribusi daerah telah ditentukan secara jelas jenis retribusi yang dapat dipungut. Jenis retribusi yang telah dilaksanakan saat ini, masih tetap berlaku, bahkan memungkinkan untuk lebih dikembangkan sesuai dengan peraturan dan kewenangan. Untuk Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah, sesuai dengan Undang-Undang tersebut, mulai tahun 2011 diserahkan pengelolaannya kepada kabupaten/kota. Demikian pula untuk Dana Perimbangan terdapat perubahan, yaitu diserahkannya Bea Peroleh Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang semula pungutan Pemerintah menjadi Kewenangan Kabupaten/Kota. Perkembangan target Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Jawa Barat selama kurun waktu 5 tahun (2008-2012), rata-rata pertumbuhan per tahun mengalami kenaikan sebesar 21,35%. Perkembangan target maupun realisasi PAD menunjukkan disparitas yang tinggi pada pertumbuhannya, yang berarti tingkat kepastiannya masih rendah. Kondisi ini terjadi, mungkin disebabkan oleh belum optimalnya strategi dan kebijakan yang dijalankan serta ketergantungan yang tinggi penerimaan daerah terhadap kondisi ekonomi dan kebijakan Pemerintah Pusat, karena memang sumber utama pendapatan daerah diperoleh dari pajak kendaraan bermotor yang rentan terhadap perubahan kondisi ekonomi. Oleh karena itu, dengan pertimbangan bahwa pajak kendaraan bermotor saat ini masih menjadi sumber utama pendapatan daerah dan bersifat closed list serta pertumbuhannya memiliki keterbatasan (terbatasi oleh ketersediaan ruang dan sarana prasarana infrastruktur), maka perlu segera dicari terobosan untuk mendapatkan sumber pendapatan lain yang prospektif. III-2 Dalam rangka menyiapkan peningkatan pendapatan pada tahun 2012, tengah dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Melakukan revisi Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; 2. Melaksanakan kajian penerapan pajak progresif, terutama yang terkait dengan imbasnya terhadap sosial-ekonomi masyarakat Jawa Barat; dan 3. Menerapkan kebijakan Pendapatan Daerah yang membuka peluang untuk pengembangan sumber penerimaan lain. 4. Menyusun potensi pungutan Pemerintah khususnya potensi Sumber Daya Alam yang ada di Kabupaten/Kota. Peningkatan pendapatan daerah untuk tahun Anggaran 2012 sebagaimana diamanatkan dalam KU-APBD Pemerintah Provinsi Jawa Barat menetapkan kebijakan pengelolaan keuangan daerah sebagai berikut: A. Pendapatan Daerah 1. Kebijakan Pendapatan Daerah Kebijakan anggaran Tahun merupakan potensi daerah dan 2012 untuk pendapatan daerah yang sebagai penerimaan Provinsi Jawa Barat sesuai urusannya diarahkan melalui upaya peningkatan pendapatan daerah dari sektor Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Dana Perimbangan. Upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pendapatan daerah adalah: a. Memantapkan Kelembagaan dan Sistem Operasional Pemungutan Pendapatan Daerah; b. Meningkatkan pendapatan daerah dengan intensifikasi dan ekstensifikasi; c. Meningkatkan koordinasi secara sinergis di bidang pendapatan daerah dengan Pemerintah Pusat, OPD Penghasil, kabupaten/kota, POLRI; d. Meningkatkan kinerja Badan Usaha Milik Daerah dalam upaya peningkatan kontribusi secara signifikan terhadap pendapatan daerah; e. Meningkatkan pelayanan dan perlindungan masyarakat sebagai upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi; f. Meningkatkan peran dan fungsi UPT, CPDP dan Balai penghasil dalam peningkatan pelayanan dan pendapatan; g. Meningkatkan pengelolaan aset dan keuangan daerah; h. Meningkatkan kinerja pendapatan daerah melalui penyempurnaan sistem administrasi dan efisiensi penggunaan anggaran daerah; dan i. Meningkatkan kinerja pelayanan masyarakat melalui penataan organisasi dan tata kerja, pengembangan sumber daya pegawai yang profesional dan III-3 bermoral, pengembangan sarana dan fasilitas pelayanan prima, dan melaksanakan terobosan untuk peningkatan pelayanan masyarakat. j. Meningkatkan koordinasi secara sinergis, baik dengan Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) maupun dengan Pemerintah dalam upaya menggali data potensi pungutan pusat yang ada d Kabupaten/Kota. Sebagaimana telah diketahui, bahwa dana perimbangan terdiri dari Bagi Hasil Pajak/ Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Penerimaan dari bagi hasil pajak yang bersumber dari bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Pajak Penghasilan (PPh) Perorangan menunjukkan peningkatan terus setiap tahunnya. Prospek yang baik ini perlu lebih ditingkatkan dengan memperbanyak Wajib Pajak. Sementara untuk bagi hasil bukan pajak berupa bagi hasil dari sumber daya alam yang beberapa tahun lalu menunjukkan kecenderungan stagnasi menjadi perhatian serius dari Pemerintah Daerah untuk mengoptimalkan potensi Sumber Daya Alam tersebut. Adapun kebijakan pendapatan untuk meningkatkan Dana Perimbangan sebagai upaya peningkatan kapasitas fiskal daerah adalah sebagai berikut : a. Mengoptimalkan upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan PBB, Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (PPh OPDN) dan PPh Pasal 21; b. Meningkatkan akurasi potensi Sumber Daya Alam yang ada di Daerah sebagai dasar perhitungan pembagian dalam Dana Perimbangan; c. Meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah dan kabupaten/kota dalam pelaksanaan Dana Perimbangan; d. Membuat peta potensi PBB khusus, khususnya pungutan PBB yang masih dikelola oleh Pemerintah sektor 3P (Pertambangan, Perhutanan dan Perkebunan). 2. Strategi Pencapaian Target Pendapatan Daerah Berdasarkan kebijakan perencanaan pendapatan daerah tersebut, maka untuk dapat merealisasikan target pada Tahun 2012 disusun strategi pencapaiannya, sebagai berikut: a. Strategi pencapaian target Pendapatan Asli Daerah, ditempuh melalui: 1) Penataan kelembagaan, penyempurnaan dasar hukum pemungutan dan regulasi penyesuaian tarif pungutan; 2) Pelaksanaan pemungutan atas objek pajak/retribusi baru dan pengembangan sistem operasi penagihan atas potensi pajak dan retribusi yang tidak memenuhi kewajibannya; III-4 3) Pemenuhan fasilitas dan sarana pelayanan secara bertahap sesuai dengan kemampuan anggaran; 4) Memberlakukan penetapan pajak dengan tarif progresif dan meningkatkan pelayanan secara khusus dengan memberikan kemudahan kepada masyarakat melalui drive thru, Gerai Samsat dan Samsat Mobile, layanan SMS, dan pengembangan Samsat Outlet; 5) Mengembangkan penerapan standar pelayanan kepuasan publik di beberapa lainnya Kantor Bersama/ Samsat dengan menggunakan parameter ISO 9001-2000; 6) Penyebarluasan informasi dan program sosialisasi di bidang pendapatan daerah dalam upaya peningkatan kesadaran masyarakat; 7) Revitalisasi BUMD melalui berbagai upaya agar dapat memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah; 8) Optimalisasi pemberdayaan aset yang diarahkan pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah; 9) Melakukan pembinaan secara teknis fungsional dalam upaya peningkatan fungsi dan peran OPD sebagai unit kerja penghasil di bidang pendapatan daerah; dan 10) Melakukan koordinasi dengan Kementrian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan pada tataran kebijakan, dengan POLRI dan kabupaten/kota termasuk dengan daerah perbatasan dalam operasional pemungutan dan pelayanan pendapatan daerah serta mengembangkan sinergitas pelaksanaan tugas dengan OPD penghasil. b. Strategi pencapaian target Dana Perimbangan, ditempuh melalui: 1) Melakukan sosialisasi secara terus menerus mengenai pungutan PBB, PPh, dan BPPBB dalam upaya peningkatan kesadaran masyarakat dalam pembayaran pajak; 2) Peningkatan akurasi data potensi baik potensi pajak maupun potensi sumber daya alam bekerja sama dengan Kabupaten/Kota serta Kementerian Keuangan cq. Direktorat Jenderal Pajak dan Kementerian ESDM sebagai dasar perhitungan pembagian dana perimbangan keuangan; 3) Melakukan pembinaan dengan mengoptimalkan Tim Intensifikasi PBB, PPh dan memberikan penghargaan dalam bentuk insentif kepada Kabupaten/Kota; III-5 4) Meningkatkan keterlibatan Pemerintah Daerah dalam perhitungan lifting migas dan perhitungan sumber daya alam lainnya agar memperoleh proporsi pembagian yang sesuai dengan potensi; dan 5) Meningkatkan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan dan Badan Anggaran DPR RI untuk mengupayakan peningkatan besaran DAU; 6) Memberikan fasilitasi kepada Kabupaten/Kota dalam persiapan pengalihan PBB perdesaan dan Perkotaan menjadi Pajak Daerah; 7) Memberikan fasilitasi kepada Kabupaten/Kota dalam penyusunan perencanaan dan pengamanan penerimaan, yang bersumber dari Dana Perimbangan dari Pemerintah. 3. Anggaran dan Realisasi Pendapatan Daerah Realisasi pendapatan daerah Tahun Anggaran 2012 secara keseluruhan dapat direalisasikan sebesar 110,56% dari target yang telah ditetapkan dengan rincian capaian kinerja pendapatan berdasarkan jenis penerimaan: a. PAD dapat direalisasikan sebesar 114,44% dari target yang ditetapkan dengan rincian Penerimaan Pajak Daerah dapat 113,09%. Penerimaan Retribusi Daerah dapat dicapai dicapai sebesar sebesar 98,39%. Penerimaan dari hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang dipisahkan dapat direalisasikan sebesar 99,57 % dan Lain-lain PAD yang sah sebesar 157,82%. b. Dana Perimbangan dapat direalisasikan sebesar 121,74% dari target yang ditetapkan dengan rincian Penerimaan dari Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak dapat direalisasikan sebesar 150,15%, Dana Alokasi Umum sebesar 100,00 % dan Dana Alokasi Khusus sebesar 100,00 %. c. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah dapat direalisasikan sebesar 96,34 % dari target yang ditetapkan dengan rincian penerimaan hibah dapat direalisasikan sebesar 101,79%, Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus sebesar 96,31% dan Dana Insentif Daerah (DID) sebesar 100,00%. Adapun anggaran dan realisasi pendapatan daerah Tahun Anggaran 2012 selengkapnya disajikan dalam daftar sebagai berikut : III-6 Tabel 3.1 Target dan Realisasi Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2012 A. Realisasi *) (Rp) 4 Pencapaian Target % 5 15.280.679.125.313,00 16.894.184.518.260,00 110,56 Pendapatan Asli Daerah 8.737.123.520.817,00 9.998.972.938.028,00 114,44 a. 8.090.524.391.394,00 9.149.214.329.501,00 113,09 a). Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) 3.255.528.710.000,00 3.622.079.065.860,00 111,26 b). Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) 3.490.768.384.000,00 4.061.682.681.160,00 116,35 c). Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) 1.303.931.673.000,00 1.423.203.637.902,00 109,15 40.295.624.394,00 42.248.944.579,00 104,85 58.265.170.540,00 57.326.323.969,00 98,39 No Pendapatan Daerah 1 2 PENDAPATAN DAERAH 1. Pajak Daerah d). Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Permukaan b. Retribusi Daerah a). Retribusi Pelayanan Kesehatan 22.204.239.790,00 17.157.005.251,00 77,27 b). Retribusi Laboratorium Kemetrologian 12.900.000.000,00 14.765.139.682,00 114,46 c). Retribusi Pelayanan Pendidikan 3.631.320.000,00 5.520.784.530,00 152,03 d). Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah 9.654.163.500,00 10.057.713.009,00 104,18 e). Retribusi Pelayanan Kepelabuhan 30.000.000,00 65.314.094,00 217,71 f). Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga 1.500.000.000,00 1.528.197.000,00 101,88 g). Retribusi Penyeberangan di Air 28.000.000,00 25.499.609,00 91,07 h). Retribusi Penjualan Produk Usaha Daerah 6.601.563.000,00 6.709.913.044,00 101,64 i). 1.701.884.250,00 1.482.734.750,00 87,12 14.000.000,00 14.023.000,00 100,16 233.642.000.000,00 232.647.377.086,00 99,57 3.088.000.000,00 1.188.653.056,00 38,49 934.000.000,00 934.053.056,00 100,01 1.900.000.000,00 0,00 254.000.000,00 254.600.000,00 100,24 230.327.000.000,00 231.271.489.070,00 100,41 226.575.000.000,00 226.577.280.633,00 100,00 Retribusi Izin Trayek j). Retribusi Izin Usaha Perikanan c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan a). Perusahaan Milik Daerah 1) P.D. Jasa dan Kepariwisataan 2) P.T. Jasa Sarana 3) PT. Agronesia b). Bagian Laba Lembaga Keuangan Bank d. Anggaran Setelah Perubahan (Rp) 3 0,00 1) Bank BJB 2) PD. Bank Perkreditan Rakyat (PD.BPR) 2.729.000.000,00 3.338.717.032,00 122,34 3) PD. Perkreditan Kecamatan (PD.PK) 1.023.000.000,00 1.355.491.405,00 132,50 Bagian Laba atas Penyertaan Modal pada Perusahaan c). Patungan/Milik Swasta 227.000.000,00 187.234.960,00 82,48 354.691.958.883,00 559.784.907.472,00 157,82 556.544.239,00 2.185.769.881,00 392,74 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah a). Hasil Penjualan Aset Daerah Yang Tidak Dipisahkan 1) Pelepasan Hak Atas Tanah 556.544.239,00 147.851.081,00 26,57 3) Penjualan Rumah Jabatan/Rumah Dinas 0,00 15.053.800,00 - 4) Penjualan Kendaraan Dinas Roda Empat 0,00 1.897.300.000,00 - 5) Penjualan Drum Bekas 0,00 14.472.000,00 - 6) Penjualan Bahan Bekas Bangunan 0,00 111.093.000,00 - b). Penerimaan Jasa Giro c). Pendapatan Bunga 35.137.000.000.00 32.497.844.755,00 92,49 165.000.000.000.00 285.816.939.883,00 173,22 d). Tuntutan Ganti Rugi (TGR) 0,00 5.825.000,00 - e). Pendapatan Denda Atas Keterlambatan Pekerjaan 0,00 1.801.437.346,00 - III-7 f). 94.709.899.961,00 216,70 Pendapatan Denda Retribusi 0,00 731.886.300,00 - h). Pendapatan Hasil Eksekusi atas Jaminan 0,00 525.856.626,00 - i). Pendapatan Dari Pengembalian 0,00 3.018.864.353,00 - j). Pendapatan dari Sewa 13.057.364.350,00 14.455.474.852,00 110,71 Pendapatan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) 97.236.346.894,00 96.403.988.206,00 99,14 0,00 27.631.120.309,00 - DANA PERIMBANGAN 2.326.944.028.496,00 2.832.746.608.832,00 121,74 a. 1.008.626.988.496,00 1.514.429.568.832,00 150,15 l). Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak a). Bagi Hasil Pajak 836.285.911.774,00 1.199.350.816.529,00 143,41 1).Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 344.623.549.979,00 429.689.477.493,00 124,68 2).Bagi Hasil dari Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan PPh Pasal 21 450.621.320.533,00 720.610.185.659,00 159,91 41.041.041.262,00 49.051.153.377,00 119,52 172.341.076.722,00 315.078.752.303,00 182,82 2.300.734.682,00 1.976.242.689,00 85,90 3).Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau b). Bagi Hasil Bukan Pajak / Sumber Daya Alam 1). Bagi Hasil dari Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) 2). Bagi Hasil dari Iuran Tetap/Landrent 140.047.160,00 356.227.649,00 254,36 4.767.863.680,00 7.337.434.776,00 153,89 4). Bagi Hasil dari Pungutan Minyak Bumi 84.000.000.000,00 127.061.181.748,00 151,26 5). Bagi Hasil dari Pertambangan Gas Alam 38.929.831.200,00 53.091.869.755,00 136,38 3). Bagi Hasil dari Iuran Eksplorasi dan Eksploitasi 6). Bagi Hasil dari Pertambangan Panas Bumi 3 43.704.703.400.00 g). k). 2 Pendapatan Denda Pajak b. Dana Alokasi Umum c. Dana Alokasi Khusus LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH a. Pendapatan Hibah b. Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus c. Dana Insentif Daerah 42.202.600.000,00 125.255.795.686,00 296,80 1.269.960.760.000,00 1.269.960.760.000,00 100,00 48.356.280.000,00 48.356.280.000,00 100,00 4.216.611.576.000,00 4.062.464.971.400,00 96,34 16.123.598.000,00 16.412.023.900,00 101,79 4.184.947.230.000,00 4.030.512.199.500,00 96,31 15.540.748.000,00 15.540.748.000,00 100,00 Sumber Data :Laporan keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 sebelum audit BPK RI, 4. Permasalahan dan Solusi a. Permasalahan yang dihadapi antara lain: 1) Pajak Daerah a) Belum optimalnya upaya intensifikasi dan ekstensifikasi; b) Ketersediaan fasilitas pelayanan yang masih belum memadai; c) Terbatasnya kuantitas dan kualitas aparatur pengelola; dan d) Regulasi dasar pemungutan dan dasar penetapan pajak daerah. e) Kemampuan IT untuk proses aktivitas transaksi pada cabang pelayanan masih perlu penyempurnaan. f) Pemahaman wajib pajak terhadap penetapan tarif progresif masih rendah. III-8 2) Retribusi Daerah a) Belum optimalnya upaya intensifikasi dan ekstensifikasi; b) Terbatasnya sarana prasarana dan fasilitas pelayanan lainnya; c) Terbatasnya kuantitas dan kualitas aparatur pengelola; d) Kepatuhan (kesadaran) sebagai wajib retibusi masih perlu ditingkatkan; e) Penyelenggaraan pemungutan retribusi daerah belum memiliki Standar Biaya Operasional; dan f) 3) Belum memiliki Pedoman Tata Cara Penghapusan Benda Berharga. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan a) Belum optimalnya pihak manajemen perusahaan dalam mengimplementasikan pengelolaan perusahaan yang baik ( Good Corporate Governance); b) Terbatasnya Kualitas SDM pengelola Perusahaan; c) Terbatasnya pembiayaan dalam rangka pengembangan usaha dan investasi; d) Belum optimalnya upaya membangun image dan publikasi kompetensi perusahaan disertai rendahnya daya saing (competitive advantage) perusahaan; e) Belum optimalnya sinergitas baik diantara sesama BUMD maupun antara BUMD dengan BUMN/Swasta; f) Belum adanya peraturan perundang-undangan yang khusus tentang operasional BUMD; dan g) Permasalahan beberapa aset (status). 4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah a) Belum optimalnya upaya intensifikasi dan ekstensifikasi; b) Terbatasnya kuantitas dan kualitas aparatur pengelola; dan c) Belum lengkapnya perangkat hukum sebagai acuan dalam pengelolaan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah dan belum optimalnya sistem pengawasan. 5) Dana Perimbangan a) Dana bagi hasil pajak (PBB, BPHTB dan PPh Perseorangan) Masih belum akuratnya data objek dan subjek pajak, masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak ditambah dengan muncul kasus-kasus perpajakan yang berimbas kepada antipati masyarakat dalam membayar pajak, sehingga perlu ditingkatkan kualitas pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat/wajib pajak. III-9 b) Diserahkan pungutan PBB perdesaan dan perkotaan kepada kabupaten/kota yang akan berimbas berkurangnya penerimaan dari Dana Perimbangan sektor PBB; c) Belum optimalnya data potensi sumber daya alam yang ada di Kabupaten/Kota sebagai bahan dasar perhitungan Dana Perimbangan; d) Dana Bagi Hasil Bukan Pajak/Sumber Daya Alam Keterlbatan Pemerintah Daerah (Penghasil Migas) dalam perhitungan, monitoring data produksi dan lifting migas masih minim, mekanisme penghitungan dan penyaluran dana bagi hasil migas dan pertambangan umum ke daerah tidak tepat waktu, terjadinya kelebihan penyaluran migas sebagai akibat tidak tercapainya lifting/produksi migas, sehingga mengakibatkan penetapan rencana penerimaan yang bersumber dari dana bagi hasil migas dan pertambangan umum kurang akurat dan harus dilakukan koreksi terhadap APBD. e) Dalam penggunaan DBH Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) masih dihadapkan pada permasalahan belum adanya keselarasan program penggunaan DBHCHT di Pusat dengan Daerah, sesuai roadmap kegiatan DBHCHT dari Kementerian; dan f) Penetapan alokasi DBHCHT ke daerah melalui Peraturan Menteri Keuangan dilaksanakan setelah APBD ditetapkan, yang mengakibatkan pelaksanaan kegiatannya pada APBD Perubahan, sehingga efektitiftas pelaksanaan program dan kegiatan DBHCHT tidak optimal. b. Solusi 1) Pajak Daerah a) Optimalisasi intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan pajak daerah melalui peningkatan koordinasi dengan berbagai pihak terkait dan penertiban administrasi; a) Pemenuhan sarana dan prasarana beserta fasilitas pelayanan lainnya sesuai dengan standar pelayanan secara bertahap; b) Peningkatan Pola Pelayanan melalui Standar Operasional Prosedur (SOP), Standar Pelayanan Minimal, ISO 9001:2008 dan pelayananpelayanan khusus seperti Samsat Outlet, Samsat Mobile, Samsat Drive Thru dan Samsat Online, Layanan Informasi SMS Info Pajak Kendaraan; III-10 c) Melakukan penataan pegawai dan peningkatan capacity building serta penambahan pegawai yang didasarkan analisis beban kerja; d) Melakukan upaya penggalian potensi penerimaan di luar sektor pajak; dan e) Penataan dalam regulasi dasar penetapan pajak daerah dan dasar pemungutan pajak daerah. f) Sosialisasi kepada seluruh para wajib pajak atas pemberlakuan penetapan pajak dengan tarif progresif. g) Melakukan penyempurnaan system dengan sentralisasi program aplikasi Samsat OnLine dan Server se Jawa Barat. 2) Retribusi Daerah a) Optimalisasi intensifikasi dan ekstensifikasi retribusi daerah diorientasikan kepada potensinya; b) Pemenuhan sarana dan prasarana beserta fasilitas pelayanan lainnya sesuai dengan standar pelayanan secara bertahap; c) Penambahan aparatur pengelola potensial dengan melakukan alih tugas (tour of area) antar OPD lingkup Pemerintah Provinsi serta penyelenggaraan Diklat teknis / fungsional; d) Peningkatan sosialisasi Perda kepada masyarakat; e) Penyusunan standar biaya operasional antar OPD pemungut retribusi daerah; dan 3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan a) Melakukan penataan terhadap perusahaan melalui restrukturisasi yaitu restrukturisasi organisasi, manajemen, aset, permodalan dan keuangan; b) Meningkatkan profesionalisme manajemen perusahaan; c) Meningkatkan Kualitas SDM perusahaan melalui pendidikan dan pelatihan (In or Out house training) serta mengembangkan wawasan; d) Meningkatkan akses perusahaan terhadap sumber-sumber pembiayaan baik bersifat konvensional maupun non-konvensional; e) Mempromosikan kompetensi BUMD secara terintegasi dalam upaya membangun pencitraan; f) Meningkatkan sinergitas antar sesama BUMD, BUMD dengan BUMN/Swasta; g) Mengusulkan kepada Pemerintah c.q. Menteri Dalam Negeri untuk segera menerbitkan peraturan perundang-undangan tentang BUMD; dan III-11 h) Penataan aset. 4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah a) Optimalisasi intensifikasi dan ekstensifikasi lain-lain pendapatan asli daerah yang sah; b) Penambahan aparatur pengelola potensial dengan melakukan alih tugas (tour of duty) antar OPD serta penyelenggaraan diklat teknis/fungsional; dan c) Mereview peraturan perundangan pengelolaan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah dan melakukan sosialisasi pembinaan dan penyuluhan serta harus meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat. 5) Dana Perimbangan a) Memberikan motivasi kepada Pemerintah Kabupaten/Kota yang berhasil dalam pencapaian realisasi dan pengelolaan administrasi PBB sektor pedesaan dan perkotaan, meningkatkan intensitas pelaksanaan sosialisasi peraturan BPHTB dan PPh, penertiban dan penagihan aktif terhadap tunggakan dan melaksanakan upaya penegakan hukum secara konsisten serta memberikan sosialisasi kepada masyarakat; b) Guna mengetahui perhitungan lifting dan penyaluran dana bagi hasil sumber daya alam, setiap triwulan dilakukan rekonsiliasi data antara Pemerintah, yaitu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Keuangan dengan Provinsi/Kabupaten/Kota penghasil; c) Menyelenggarakan Kabupaten/Kota Rapat dan Koordinasi Pemerintah dan dalam Fasilitasi memberikan dengan solusi permasalahan yang dihadapi oleh Daerah; d) Konsultasi yang lebih intensif dengan pemerintah melalui Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian ESDM, Kementerian Kehutanan, Anggota DPR-RI dan DPD asal pemilihan Jawa Barat; e) DBH Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) termasuk komponen dana perimbangan, maka dalam hal penggunaannya, perlu dilakukan pengkajian kembali, sehingga alokasi DBHCHT bersifat block grant yang dapat digunakan memenuhi kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi; dan f) Guna efektifitas pelaksanaan kegiatan DBHCHT, diusulkan agar penetapan alokasi DBHCT dilakukan sebelum APBD ditetapkan. III-12 B. Belanja Daerah 1. Kebijakan Belanja Daerah Dengan berpedoman pada prinsip-prinsip penganggaran, Belanja Daerah tahun 2012 disusun dengan pendekatan anggaran kinerja yang berorientasi pada pencapaian hasil dari input yang direncanakan dengan memperhatikan prestasi kerja setiap satuan kerja perangkat daerah dalam pelaksanaan tugas, pokok dan fungsinya. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanan anggaran serta menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran ke dalam program/kegiatan. Disamping itu, dengan mempertimbangkan keterbatasan anggaran yang ada tahun ini, diharapkan menjadi pemicu kreativitas dan inovasi dalam percepatan pembangunan Jawa Barat yang tepat sasaran menuju Jawa Barat yang mandiri, dinamis, dan sejahtera. Kebijakan Belanja Daerah Tahun 2012 diarahkan untuk mendukung pencapaian target RPJMD, target pencapaian IPM, dukungan terhadap MDG’s, dan Program Prioritas Nasional, dimana dengan mempertimbangkan pencapaian IPM Tahun 2011 sebesar 72,82 poin diperlukan perencanaan kegiatan-kegiatan yang berorientasi pencapaian IPM sebagaimana tercantum di dalam RPJMD 2008-2013. Dengan perencanaan anggaran yang konsisten dan fokus, perencanaan pembangunan diarahkan untuk memperkuat bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, infrastruktur, dan suprastruktur. Kebijakan APBD Tahun 2012 diarahkan pula kepada sektor yang produktif melalui kebijakan afirmatif dan pembangunan yang berkeadilan (menyentuh hingga ke masyarakat pedesaan) yang menjadi prioritas. Kebijakan belanja daerah Tahun 2012 diupayakan dengan pengaturan pola pembelanjaan yang proporsional, efisien dan optimalisasi atas berbagai kebutuhan aktual pembangunan dan kebijakan efektif menuju pencapaian sasaran pembangunan yang Kabupaten/Kota dicirikan terutama sinergi merespon pembangunan 14 prioritas Pusat, Provinsi, Pembangunan dan Nasional, 10 Common Goals baik kegiatan Common Goals Tematik Sektoral maupun Tematik Kewilayahan serta pengarusutamaan gender yang secara keseluruhan dilaksanakan berdasarkan kepada anggaran berbasis kinerja, dengan berdasarkan kepada agenda-agenda pembangunan sesuai pengelompokan bidangnya, dapat dicirikan melalui: a. Bidang Umum 1) Pencapaian rencana pembangunan yang tercantum RPJMD 2008-2013. 2) Mendanai kegiatan Common Goals Tematik Sektoral dan Tematik Kewilayahan. III-13 3) Pencapaian IPM merujuk kepada RPJP 2005-2025 dan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008. 4) Mendukung Nomor percepatan 1/2010) dan Pembangunan Program Pembangunan Nasional (INPRES yang Berkeadilan (INPRES Nomor 3/2010). 5) Mendanai kegiatan yang bersifat lanjutan (komitmen program). 6) Mendanai kegiatan yang bersifat terobosan (program baru/ terobosan). 7) Mendanai kegiatan yang mampu mengungkit performance Jawa Barat secara signifikan dalam merespon isu dan permasalahan pembangunan di Jawa Barat. b. Bidang Pemerintahan 1) Mendanai belanja kegiatan yang bersifat tetap (belanja fasilitas dasar kantor, belanja administrasi umum kantor, belanja aktivitas pelayanan publik), dengan penjelasan sebagai berikut: a) Belanja Fasilitas Dasar Kantor dan Belanja Administrasi Umum Kantor: belanja untuk mendanai fasilitas dasar kantor bagi keberlangsungan kerja OPD (contoh: biaya listrik, telepon, air bersih, BBM, internet, jasa kebersihan, penggantian suku cadang, dan service mobil) dan belanja untuk mendanai aktivitas dasar bagi keberlangsungan kerja OPD (contoh: alat tulis kantor, penggandaan dan pencetakan, perjalanan dinas, belanja makan dan minum, dan lain-lain). b) Belanja Pelayanan Dasar Kantor: belanja untuk mendanai aktivitas Pelayanan Dasar Publik Unit Kerja Provinsi yang menjadi tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) dan bersifat pelayanan keluar/eksternal. Selain kedua kategori di atas, diatur pendanaan untuk membiayai program/kegiatan yang sifatnya pembaharuan, uji coba dan inovasi. 2) Implementasi pembangunan perdesaan melalui konsep Desa Membangun menuju Desa Mandiri Ekonomi, Mandiri Lingkungan, dan Mandiri Perkotaan. Terwujudnya 150 Desa Mandiri menuju Desa Peradaban bersifat prototipe di seluruh Kabupaten; Pendampingan Provinsi untuk PNPM Mandiri; Revitalisasi Posyandu Multifungsi. Pemberian insentif kepada kepala desa dalam rangka meningkatkan pelayanan masyarakat dan penyediaan feed back data untuk pembangunan Jawa Barat Bantuan. 3) Percepatan penyelesaian inventarisasi, pengelolaan, dan pengadministrasian serta secara bertahap melakukan proses sertifikasi aset-aset provinsi di berbagai daerah. III-14 4) Melanjutkan pembangunan gedung DPRD Provinsi Jawa Barat dalam rangka menyiapkan fasilitas kerja yang representatif untuk meningkatkan kualitas dan optimalisasi kinerja DPRD. 5) Peningkatan performance UPTD/Balai melalui perbaikan sarana dan prasarana serta perbaikan manajemen pelayanan. 6) Implementasi peningkatan menyiapkan tata kelola Kualitas Layanan pemerintahan yang Publik diarahkan akuntabel dan pada upaya perbaikan pranata hukum; melalui pendekatan model Tata Kelola Sumber Daya Manusia Aparatur yang berkualitas; melakukan rightsizing pegawai; melanjutkan implementasi Jabar Cyber Province termasuk pembangunan Information & Technology Backbone mandiri dan jaringan kepada pengguna; memperkuat jaringan komunikasi (Radio Tracking) untuk mendukung deteksi dini kebencanaan, meningkatkan kualitas proses dan Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Secara Elektronik (LPSE) sebagai bagian dari program Jabar Cyber Province, serta pengelolaan keuangan dengan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) berbasis web, penerapan informasi yang terbuka, membangun sistem hukum yang terpadu dan sistematis; peningkatan kerjasama daerah dengan perguruan tinggi/lembaga riset/dunia usaha serta kerjasama antar daerah; dan meningkatkan pemanfaatan/uji model hasil-hasil karya ilmu, teknologi, dan seni untuk menuju Pembangunan Jawa Barat Berbasis Ilmu Pengetahuan, Membuka ruang publik untuk komunikasi dengan masyarakat, Penerapan ISO pada OPD/Biro, Pemerintah bersih KKN, Penyiapan Sumber Daya Aparatur yang unggul, Satu Data Pembangunan Jawa Barat Sebagai Dasar Perencanaan Pembangunan Tahunan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat Menuju Opini Wajar Tanpa Pengeculian (WTP), Penyusunan peraturan daerah yang transparan. 7) Mendanai belanja tidak langsung yang meliputi gaji dan tunjangan PNS, belanja subsidi, belanja hibah, belanja sosial, belanja bagi hasil kabupaten/kota, belanja bantuan dengan prinsip proporsional, pemerataan, dan penyeimbang, serta belanja tidak terduga yang digunakan untuk penanggulangan bencana yang tidak teralokasikan sebelumnya. 8) Peningkatan pelayanan publik antara lain dengan percepatan layanan pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor, peningkatan kualitas pelayanan pada Kantor Cabang Pelayanan/balai/UPTD melalui revitalisasi sarana dan prasarana, percepatan penyelesaian administrasi keuangan, menghapus dan menindak tegas pungutan liar, serta pembangunan sistem pelayanan III-15 perijinan terpadu secara online. 9) Dalam rangka mengoptimalkan pencapaian prioritas pembangunan, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat akan merintis skema pelaksanaan program/kegiatan pembangunan melalui Tugas Pembantuan. Tugas Pembantuan ini adalah merupakan penugasan dari Pemerintah Provinsi ke daerah (kabupaten/kota dan desa) untuk melaksanakan tugas tertentu terutama dalam melaksanakan pembangunan di perdesaan. 10) Peningkatan efektivitas Belanja Bantuan Keuangan dan Bagi Hasil kepada kabupaten/kota dengan pola: a) Alokasi yang bersifat block grant dari Pos Bagi Hasil secara proporsional, guna memperkuat kapasitas fiskal kabupaten/kota dalam melaksanakan otonomi daerah; b) Alokasi yang spesific grant dari bersifat pos bantuan kepada kabupaten/kota yang diarahkan, dengan kewajiban kabupaten/kota untuk menyediakan Dana Pendamping, dalam rangka agenda akselerasi pencapaian mendukung Visi Jawa Barat 2008-2013, yaitu membagi alokasi menjadi tiga bagian yaitu dana pemerataan, dana proporsional, dan dana penyeimbang. Dana pemerataan dialokasikan sama untuk setiap kabupaten/kota, dana proporsional dihitung berdasarkan indeks kabupaten/kota, yang sejalan dengan ketentuan Permendagri Nomor 22 tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun 2012, yaitu memperhatikan jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin dan luas wilayah yang ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah; dan dana penyeimbang ditentukan berdasarkan variabel kualitatif seperti Ibu Kota Provinsi, kabupaten/kota perbatasan dengan Provinsi lain serta kabupaten/kota yang akan menyelenggarakan even khusus yang berskala regional atau nasional. Variabel-variabel yang digunakan untuk menghitung indeks kabupaten/kota, selain mempertimbangkan ketentuan Permendagri Nomor 22 Tahun 2011, juga mempertimbangkan variabel lainnya, sehingga secara lengkap akan meliputi: Indeks Pendidikan, Indeks Kesehatan, Indeks Daya Beli, Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Jumlah Penduduk Miskin, PDRB/Kapita, Pendapatan Asli Daerah, Proporsi Pengangguran, dan Proporsi Kawasan Lindung. Adapun kriteria kegiatan yang mendapatkan alokasi Bantuan Keuangan Kabupaten/Kota adalah mendukung secara signifikan upaya peningkatan IPM Jawa Barat; menanggulangi masalah kemiskinan; menanggulangi masalah pengangguran dan meningkatkan upaya III-16 pelestarian lingkungan khususnya kawasan lindung. Dalam rangka mewujudkan keselarasan program pembangunan yang dicanangkan Provinsi Jawa Barat, maka dana bantuan kabupaten/kota akan diarahkan untuk digunakan sesuai dengan proporsi sekurang-kurangnya: a) 20% untuk dana pembangunan fungsi pendidikan; b) 10% untuk fungsi kesehatan; c) 20% untuk infrastruktur dasar; d) 20% untuk upaya peningkatan pendapatan masyarakat, serta e) selebihnya untuk peningkatan kapasitas sumber daya manusia (capaciity building). c. Bidang Sosial Budaya 1) Berorientasi kepada dukungan terhadap capaian MDG’s Indonesia. 2) Mengalokasikan anggaran fungsi pendidikan sebesar 20% dari total belanja daerah tahun 2012, tidak termasuk alokasi anggaran untuk kegiatan yang belum selesai tahun sebelumnya (multi years), dalam rangka meningkatkan Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) menjadi 7,66 tahun dan Angka Melek Huruf (AMH) 95,88% dengan penuntasan Buta Aksara melalui Kebijakan Jawa Barat bebas putus jenjang sekolah pendidikan dasar dan pendidikan menengah; meningkatkan kapasitas daya tampung melalui penuntasan pembangunan 6.000 Ruang Kelas Baru (RKB), meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan dasar melalui program rehabilitasi sekolah yang ditunjang dengan ketersediaan data base sekolah yang perlu direhabilitasi; peningkatan kualitas penyelenggaraan sekolah luar biasa; meningkatkan penyelenggaraan sekolah bertaraf internasional dan kejuruan melaui peningkatan kompetensi guru SSN/SBI dengan pelatihan guru di negara maju (OECD) dan perluasan pengenalan teknologi dasar bagi siswa; peningkatkan kesejahteraan guru sukwan secara bertahap; meningkatkan dukungan sarana dan prasarana pendidikan tinggi; penyediaan beasiswa perguruan tinggi berbasis asal desa serta mengembangkan pendidikan informal dan non-formal. 3) Penyediaan dana BOS untuk SMA/SMK serta beasiswa bagi siswa SMA/SMK dari keluarga tidak mampu. 4) Mengembangkan pendidikan melalui sistem informasi yang berbasis teknologi dan data serta membangun daya saing pendidikan. 5) Peningkatan pendidikan budi pekerti baik di desa-desa maupun di kota. 6) Mengimplementasikan Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan alokasi anggaran sebesar 10% dari total belanja daerah, yang ditujukan dalam rangka peningkatan Angka Harapan Hidup (AHH) sebesar 69,50-69,56, dengan penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka III-17 Kematian Bayi, diantaranya melalui peningkatan pelayanan dan sarana kesehatan melalui Pembangunan Puskesmas dan peningkatan alat kelengkapannya, serta terlaksananya Pembangunan Puskesmas PONED, pembangunan gedung rawat inap GAKIN; rumah sakit rujukan regional; fasilitasi kegiatan posyandu; peningkatan sistem pendukung layanan kesehatan untuk menurunkan disparitas pelayanan; peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya kesehatan melalui peningkatan penempatan tenaga dokter di daerah terpencil, selain itu pendidikan, pengangkatan dan penempatan tenaga bidan/perawat; peningkatan pemberian jaminan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin (JAMKESMAS); peningkatan kesehatan lingkungan, peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat serta penanganan penyakit menular dan tidak menular. 7) Mengembangkan perlindungan, pengawasan, dan daya saing ketenagakerjaan, serta upaya perluasan lapangan kerja melalui sektor UKM. Implementasi peningkatan penciptaan lapangan kerja melalui penyediaan tenaga kerja terampil melalui SMK dan pendidikan non-formal kejuruan serta penyediaan bursa tenaga kerja dan pengembangan UKM. 8) Peningkatan peran Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Provinsi Jawa Barat dan sinergitas berbagai program/kegiatan penanggulangan kemiskinan. 9) Membangun prestasi pemuda yang memiliki spirit juara dan menjadi kekuatan inti nasional Indonesia di bidang olah raga serta membangun dan mengembangkan fasilitas umum yang berskala regional Jawa Barat seperti stadion olah raga di 4 wilayah yang direncanakan selesai dibangun pada akhir tahun 2012, pusat pembinaan olah raga terpadu (Sport Centre Arcamanik, pembangunan SOR Gedebage dan pembangunan sarana olah raga di 4 wilayah), perpustakaan, dan gedung kesenian. 10) Pengembangan seni tradisi dan budaya Jawa Barat dalam rangka mendukung pengembangan dan keanekaragaman destinasi wisata Jawa Barat melalui gelar budaya dan seni, pelestarian dan promosi seni budaya lokal. Selain itu, secara bertahap dilaksanakan revitalisasi nilai-nilai budaya dan kearifan lokal. 11) Implementasi peningkatan kualitas kehidupan beragama melalui pengembangan pendidikan keagamaan, peringatan hari besar keagamaan dan perlombaan kemampuan di bidang agama. 12) Implementasi penanganan masalah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) antara lain melalui metode yang tepat untuk penanganan III-18 anak jalanan dan perbaikan panti-panti yang sudah tidak layak. 13) Pemberdayaan perempuan di bidang perekonomian dan politik, perlindungan dan advokasi anak dan masalah sosial lainnya. 14) Implementasi peningkatan peran serta masyarakat di bidang keluarga berencana, melalui penyediaan layanan KB dan alat kontrasepsi. 15) Penanganan kebencanaan bencana melalui khususnya peningkatan alat-alat kelengkapan mengatasi keadaan situasi tanggap darurat bencana. d. Bidang Ekonomi 1) Peningkatan alokasi anggaran bidang perekonomian masyarakat sebesar 5,07,5% dan infrastruktur penunjang perekonomian sebesar 2,5% dari total belanja, dalam rangka peningkatan Indeks Daya Beli. 2) Mengimplementasikan pembangunan ekonomi regional dengan mendorong aktivitas penanaman modal yang terukur dengan menjadikan Jawa Barat sebagai daerah tujuan investasi yang berdaya saing melalui kerjasama pemerintah dengan pemerintah dan menawarkan komoditas yang mewakili semua daerah di Jawa Barat, sehingga mampu meningkatkan investasi dan Laju Pertumbuhan Ekonomi serta melakukan penyebaran potensi investasi dengan membuka kawasan-kawasan industri yang merata di Jawa Barat sehingga mampu menyerap tenaga kerja yang merata dan menghasilkan komoditas yang merata se- Jawa Barat. 3) Melakukan kerjasama pemerintah dengan swasta (Publik Private Partnership) untuk pembangunan infrastruktur strategis, serta mengoptimalkan tumbuh kembangnya kerjasama kemitraaan dengan masyarakat dan wilayah di sekitar kawasan. 4) Membangun dan meningkatkan dukungan infrastruktur jalan, jembatan dan irigasi ke pusat-pusat produksi pertanian tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan kelautan, pusat kegiatan industri manufaktur dan insdustri agro, serta obyek-obyek pariwisata. 5) Pelipat-gandaan produktivitas penanggulangan kemiskinan sektor melalui pertanian peningkatan dalam rangka kegiatan ekonomi produktif di sektor agribisnis dan agroindustri, dalam rangka peningkatan nilai tambah serta pengembangan tanpa nilai, sekaligus meningkatkan perlindungan lingkungan, melalui pelaksanaan GEMAR (Gerakan Multiaktivitas Agribisnis), dan GAPURA (Gerakan Pengembangan Perikanan Pantai Utara dan Selatan), serta pembangunan Pelabuhan Pendaratan Ikan III-19 (PPI) untuk mendongkrak pendapatan masyarakat nelayan pada khususnya dan masyarakat disekitar PPI pada umumnya, sebagai salah satu upaya penanggulangan kemiskinan. 6) Peningkatan sektor pertanian, perikanan, peternakan dan perkebunan melalui pengembangan bisnis/usaha baru berskala besar berbasis sumber daya alam yang berpotensi menjadi sektor unggulan utama ( core competence) berdaya saing nasional dan global yang akan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru bagi Jawa Barat. 7) Pengendalian ketersediaan dan pasokan input/sarana produksi pertanian (pertanian, perebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan); Pengendalian Hama Terpadu (PHT); pengembangan sarana dan prasarana produksi pertanian; penguatan kelembagaan dan kompetensi SDM pertanian; pengendalian pasca panen dan pengolahan hasil produksi pertanian; peningkatan pertumbuhan industri-industri, pengolah bahan mentah yang berbasis hasil pertanian di daerah-daerah sentra produksi pertanian. 8) Dukungan untuk tercapainya ketahanan pangan Jawa Barat melalui program Jabar sebagai lumbung pangan Nasional dengan produksi 13,5 juta ton GKG (Gabah Kering Giling) dan penguatan lembaga ketahanan pangan; peningkatan ketersediaan dan kesinambungan produksi pangan dalam mewujudkan Jawa Barat sebagai sentra produksi benih/bibit nasional tahun 2013. 9) Penaggulangan kerawanan pangan di 250 desa rawan pangan sebagai prototipe. 10) Peningkatan ketersediaan protein hewani dalam upaya mewujudkan swasembada daging di Jawa Barat, diantaranya melakukan pembangunan Rumah Potong Hewan pada setiap Kab/Kota. 11) Pengendalian ketersediaan, kualitas/kecukupan gizi, distribusi dan keamanan pangan pokok, serta pengelolaan stock pangan daerah. 12) Penguatan kelembagaan petani dan koperasi untuk memfasiltasi pencapaian skala ekonomi; peningkatan kesejahteraan buruh tani secara bertahap, antara lain dengan mengalokasikan anggaran untuk kesejahteraan petani melalui dana talangan untuk menjamin stabilitas harga pupuk dan gabah. Menghentikan alih fungsi lahan pertanian untuk penyelamatan pertanian. Perbenihan dalam mendukung perwujudan Jabar sebagai provinsi benih. 13) Peningkatan kualitas, kuantitas serta profesionalisme tenaga penyuluh lapangan. III-20 14) Pengembangan pembiayaan alternatif, meningkatkan subsidi bunga dan penambahan jumlah kredit pada nusaha mikro, kecil dan menengah kaitannya dengan penciptaan lapangan kerja baru untuk meningkatkan daya beli masyarakat. 15) Membangun sumber daya manusia yang berjiwa wirausaha, serta menyediakan wadah aktivitas di daerah-daerah bagi pelaku wirausahawan muda dan pemula disesuaikan dengan potensi yang dimiliki daerah tersebut. 16) Pengembangan komoditas unggulan daerah serta peningkatan peran quality control komoditas unggulan daerah di wilayah kerja pemerintahan dan pembangunan (WKPP) Jawa Barat. 17) Pengimplementasian Gerakan Pengembangan dan Perlindungan Pasar Tradisional (GEMPITA) dan introduksi pasar petani di perkotaan. 18) Revitalisasi Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) sebagai ujung tombak pelayana dan pengembangan teknologi. 19) Pengembangan industri kreatif dan penumbuhan wirausahawan muda kreatif dalam rangka peningkatan daya saing industri Jawa Barat. 20) Persiapan pengembangan industri kreatif berbasis teknologi informasi (silicon valley) di cekungan Bandung. 21) Pengembangan kepariwisataan daerah yang terintegrasi dalam rangka peningkatan kesiapan kepariwisataan Jawa Barat serta pengembangan destinasi wisata Jawa-Bali dengan fokus ekowisata, wisata budaya, pilgrimage dan wisata IPTEK, melalui peningkatan capacity building pelayanan dan pemandu wisata, perbaikan sarana dan prasarana penunjang wisata dengan harapan mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat daerah wisata. 22) West Java Partnership (WJP) sebagai mitra strategis pendanaan pembangunan Non APBD. 23) Pembentukan LPKD (Lembaga Penjamin Kredit Daerah) Jawa Barat untuk membantu penjaminan terhadap UMKM dengan kemitraan dengan Bank Jabar Banten; 24) Dukungan Pembangunan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Cikidang Pangandaran dan PPI Cisolok Sukabumi; 25) Pembangunan area terbuka untuk gelar karya, kreativitas seni dan budaya para pemuda; 26) Jawa Barat sebagai Destinasi Wisata Jawa – Bali dan Destinasi Wisata Dunia; III-21 e. Bidang Infrastruktur dan Lingkungan Hidup 1) Mengalokasikan anggaran infrastruktur jalan untuk mencapai target kemantapan jalan sebesar 91%-92% dan infrastruktur lainnya melalui penetapan status jalan, penuntasan jalan lintas Jabar Selatan, perbaikan kondisi jalan di perbatasan provinsi; penyelesaian kegiatan lanjutan seperti pembebasan lahan Bandara Internasional Jawa Barat; pembebasan lahan secara langsung atau sebagai dukungan melalui skema kerjasama dengan BUMD (yang akan diperhitungkan sebagai penyertaan modal pada tahap operation and maintenance) untuk Jalan Tol Cisumdawu, Tol Soroja, Bandung Inter Urban Tol Road (BIUTR); Bogor Ring Road Seksi ll, Ciawi – Sukabumi; peningkatan jalan-jalan yang merupakan akses ke pusat pelayanan kesehatan, pusat pendidikan maupun akses jalan menuju jalan sentra-sentra produksi pertanian dan industri; peningkatan cakupan penyediaan air bersih menjadi 60% - 65%, dan pelayanan air limbah menjadi 61% - 67%, peningkatan infrastruktur sumber daya air dan irigasi ke lahan-lahan produksi pertanian dalam rangka menunjang program ketahanan pangan; serta peningkatan rasio elektrifikasi rumah tangga menjadi 71% - 73%. 2) Mengalokasikan anggaran untuk menyelesaikan pembangunan infrastruktur dan bangunan gedung sesuai dengan Perda Nomor 3 Tahun 2010 tentang Pembiayaan Pembangunan Tahun Jamak. 3) Mengembangkan sistem transportasi dan jaringan jalan dalam mengatasi kemacetan dan mempermudah akses distribusi barang melalui perbaikan jalan dan reaktivasi beberapa jalur kereta di Jawa Barat serta pembangunan jalur short cut Cibungur-Tanjungrasa. 4) Mengantisipasi dan menanggulangi bencana tahunan seperti banjir, longsor, gempa bumi, kekeringan melalui penanganan dan pengelolaan lingkungan serta pembangunan infrastruktur. 5) Implementasi peningkatan daya dukung dan kualitas lingkungan melalui penataan ruang wilayah yang terpadu dan pembangunan dengan menggunakan prinsip eco architect, penanganan pencemaran lingkungan hidup, penataan DAS prioritas dengan watershed management dan catchment area, hutan lindung dan kawasan pesisir pantai, peningkatan kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan, pengawasan dan penertiban eksploitasi air bawah tanah, serta optimalisasi pemanfaatan potensi panas bumi. III-22 6) Pembebasan lahan Waduk Jatigede, perencanaan dan pemanfaatan lahan bagi relokasi penduduk eks Waduk Jatigede. 7) Inventarisasi, pengamanan dan sertifikasi situ-situ di Jawa Barat; Pemutakhiran data base daerah irigasi; Peningkatan irigasi di perdesaan. 8) Percepatan pembangunan TPPAS Regional di Jawa Barat. 9) Perencanaan detail Kawasan Strategis Provinsi (KSP) 4 koridor ekonomi dan perencanaan detail Tata Ruang Kawasan Perbatasan Jabar-Banten, JabarDKI dan Jabar-Jateng; Perencanaan Penyusunan Kebijakan dan Strategi Perkotaan PKNP, PKW dan PKWP di Jawa Barat. 10) Pengembangan permukiman dalam rangka penyediaan PSDPU untuk Rusunawa dan peningkatan kualitas perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). 11) Pembangunan pusat pertumbuhan perintis Jabar Selatan. Belanja daerah terdiri dari belanja langsung dan belanja tidak langsung. Belanja langsung adalah belanja yang terkait langsung dengan pelaksanaan kegiatan dan dapat diukur dengan capaian prestasi kerja yang telah ditetapkan. Kelompok belanja langsung ini terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal. Kebijakan Belanja secara umum dapat dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut: a. Penetapan pagu indikatif untuk setiap program dan kegiatan dalam setiap misi hendaknya proporsional; dan b. Secara kewilayahan belanja daerah harus disusun secara adil dan proporsional. Adapun daerah-daerah dengan permasalahan khusus perlu diadakan anggaran penyeimbang. Belanja Langsung adalah belanja yang diarahkan dalam rangka pelaksanaan urusan provinsi dan merupakan alokasi belanja APBD Provinsi Jawa Barat yang dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi Jawa Barat. Alokasi belanja langsung pada Perubahan APBD Tahun 2012 didasarkan pada kebijakan yang diarahkan sebagai berikut: a. Kegiatan yang termasuk ke dalam sepuluh tujuan bersama ( common goals); b. Kegiatan yang lanjutan dan sudah menjadi komitmen pada APBD Perubahan tahun anggaran 2012; c. Program/kegiatan baru sebagai landasan kegiatan tahun anggaran 2012; d. Penambahan alokasi belanja operasional, pemeliharaan kantor dan peningkatan kualitas sumber daya aparatur (fixed cost); dan e. Belanja sebagai dana pendukung program/kegiatan yang didanai APBN. III-23 Belanja tidak langsung merupakan belanja yang terkait langsung dengan kegiatan yang dilaksanakan dan sulit diukur dengan capaian prestasi kerja yang ditetapkan, dan merupakan koordinasi penyelenggaraan kewenangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota yang bersifat umum dalam rangka pendukungan program Provinsi Jawa Barat seperti: a. Belanja pegawai merupakan belanja kompensasi, dalam bentuk gaji dan tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. b. Belanja bunga yang digunakan untuk menganggarkan pembayaran bunga utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang ( principal outstanding) berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. c. Belanja subsidi yang digunakan untuk menganggarkan bantuan biaya produksi kepada perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak. d. Belanja hibah yang digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya. e. Belanja bantuan sosial yang digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan yang bersifat sosial kemasyarakatan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada kelompok/anggota masyarakat, dan partai politik. f. Belanja bagi hasil yang digunakan untuk menganggarkan dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota kepada pemerintah desa atau pendapatan pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah daerah lainnya sesuai dengan ketentuan perundangundangan. g. Belanja bantuan keuangan yang digunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah lainnya atau dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah lainnya dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan. Peruntukan dan penggunaan diarahkan/ditetapkan oleh bantuan pemerintah keuangan yang daerah/pemerintah bersifat desa umum penerima bantuan, untuk bantuan keuangan yang bersifat khusus diarahkan/ditetapkan oleh pemerintah daerah pemberi bantuan. Belanja bantuan keuangan kabupaten/kota terdiri dari: III-24 1) Bantuan keuangan kepada kabupaten dan kota berupa block grant dan specific grant. 2) Alokasi bantuan keuangan kabupaten dan kota dibagi menjadi dana pemerataan, dana proporsional, dan dana penyeimbang. 3) Dana pemerataan dialokasikan sama untuk setiap kabupaten dan kota. 4) Dana proporsional dialokasikan berdasarkan perhitungan indeks kabupaten dan kota yang berdasarkan pada penilaian indeks pendidikan, indeks kesehatan, indeks daya beli, luas wilayah, jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin, PDRB per kapita, pendapatan hasil daerah, proporsi pengangguran dan proporsi kawasan lindung. 5) Dana penyeimbang ditentukan berdasarkan variabel kualitatif seperti ibukota provinsi, kabupaten dan kota yang berbatasan dengan provinsi lain serta kabupaten dan kota yang akan menyelenggarakan event khusus yang berskala nasional atau regional. 6) Bantuan organisasi kemasyarakatan dialokasikan berdasarkan tingkat kepentingan yang dinilai berdasarkan proposal yang diajukan. 7) Kriteria kegiatan bantuan kabupaten dan kota serta organisasi kemasyarakatan harus berada dalam koridor sebagai berikut: mendukung secara signifikan upaya peningkatan IPM Jawa Barat, menanggulangi masalah kemiskinan, menanggulangi masalah pengangguran serta meningkatkan upaya pelestarian lingkungan. h. Belanja tidak terduga merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup. 2. Anggaran dan Realisasi Belanja Daerah Dalam Tahun Anggaran 2012, Belanja Daerah dianggarkan sebesar Rp.18.241.334.184.062,00 dan dapat direalisasikan sebesar Rp.16.938.532.581.535,00 atau 92,86%. Belanja daerah tersebut dialokasikan untuk belanja tidak langsung Rp. 14.601.545.432.289,00 dan belanja langsung dialokasikan sebesar Rp.3.639.788.751.773,00. Rincian selengkapnya untuk alokasi anggaran dan realisasi belanja daerah dapat disajikan dalam tabel sebagai berikut: III-25 Tabel 3.2 Alokasi Anggaran dan Realisasi Belanja Daerah Tahun Anggaran 2012 Nomor Belanja Daerah ABELANJA DAERAH . 1. BELANJA TIDAK LANGSUNG a. Belanja Pegawai b. Belanja Subsidi c. Belanja Hibah d. Belanja Bantuan Sosial e. Belanja Bagi Hasil Kepada Hasil Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa f. Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa g. Belanja Tidak Terduga 2. BELANJA LANGSUNG a. Belanja Pegawai Anggaran Setelah Perubahan Realisasi *) Pencapaian Target (Rp) (Rp) % 18.241.334.184.062,00 16.938.532.581.535,00 92,86 14.601.545.432.289,00 13.664.465.634.219,00 93.58 1.589.917.743.385,00 1.511.157.915.017,00 95.05 5.000.000.000,00 15.054.980,00 0.30 6.480.640.680.114,00 6.152.724.367.619,00 94.94 17.410.312.500,00 16.685.225.000,00 95.84 3.377.552.887.261,00 3.161.224.936.674,00 93.60 3.069.414.941.764,00 2.815.801.802.229,00 91.74 61.608.867.265,00 6.856.332.700,00 11,13 3.639.788.751.773,00 3.274.066.947.316,00 89,95 424.381.781.951,99 404.836.266.619,00 95,39 b. Belanja Barang dan Jasa 1.908.158.353.448,01 1.733.979.443.350,00 90,87 c. Belanja Modal 1.307.248.616.373,00 1.135.251.237.347,00 86,84 Sumber Data : Laporan keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 sebelum audit BPK RI 3. Permasalahan dan Solusi a. Permasalahan : 1) Belanja Tidak Langsung Untuk belanja tidak langsung dari alokasi sebesar Rp.14.601.545.432.289,00 direalisasikan sebesar Rp.13.664.465.634.219,00 atau 93,58%. Belanja yang penyerapannya rendah terdiri dari belanja subsidi dan belanja tidak terduga. Hal ini disebabkan karena penganggran Belanja subsidi digunakan untuk bantuan biaya produksi kepada perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak, dan pada tahun 2012 belanja subsidi hanya direalisasikan untuk kegiatan penjualan beras, gula dan minyak goreng dalam pelaksanaan operasi pasar (OPM) KEPOKMAS di kabupaten Sumedang, Kota Cimahi, Kabupaten Subang dan Kabupaten Cirebon Sebesar Rp. 15.054.980,00. Sedangkan penyerapan belanja Tidak Terduga yang Rendah disebabkan karena Belanja tidak terduga merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas III-26 kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup. Rincian anggaran dan realisasi belanja tidak langsung adalah sebagai berikut: a) Belanja Pegawai dialokasikan sebesar Rp.1.589.917.743.385,00 direalisasikan sebesar Rp.1.511.157.915.017,00 atau 95,05%. b) Belanja Subsidi dialokasikan sebesar Rp.5.000.000.000,00 direalisasikan Rp.15.054.980,00 atau 0,30 %. c) Hibah dialokasikan sebesar Rp.6.480.640.680.114,00 direalisasikan sebesar Rp.6.152.724.367.619,00 atau 94,94%. yang terdiri dari: (1) Hibah Kepada Pemerintah Pusat Sebesar Rp.54.655.860.396,00; (2) Hibah Kepada Badan/Lembaga/Organisasi Swasta Sebesar Rp.690.968.372.600,00; (3) Hibah Biaya Operasional Sekolah (BOS) Pusat kepada Satuan Pendidikan Dasar sebesar Rp. 3.978.815.245.000,00; (4) Hibah Biaya Operasional Sekolah (BOS) Provinsi kepada Satuan Pendidikan Dasar sebesar Rp.420.866.281.250,00; (5) Belanja Hibah Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil kepala Daerah sebesar Rp.1.007.418.608.373,00. d) Bantuan Sosial dialokasikan sebesar Rp.17.410.312.500,00 direalisasikan sebesar Rp.16.685.225.000,00 atau 95,84 %. e) Belanja Bagi hasil Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa dialokasikan Rp.3.377.552.887.261,00 direalisasikan Rp.3.161.224.936.674,00 atau 93,60%. f) Bantuan Keuangan dialokasikan sebesar Rp.3.069.414.941.764,00 direalisasikan sebesar Rp.2.815.801.802.229,00 atau 91,74%, yang terdiri dari: (1) Belanja Bantuan Keuangan Kepada Kabupaten /Kota sebesar Rp.2.421.423.415.465,00; (2) Belanja Bantuan Keuangan Kepada desa/ Kelurahan sebesar Rp.392.587.092.600,00; (3) Belanja Bantuan Keuangan kepada Partai Politik sebesar Rp.1.791.294.164,00. g) Belanja Tidak Terduga dialokasikan sebesar Rp.61.608.867.265,00 direalisasikan sebesar Rp.6.856.332.700,00 atau 11,13 %. yang terdiri dari: (1) Untuk pengembalian kelebihan transfer dana bagi hasil PBB bulan Desember 2011 dari Kas Daerah Provinsi Jawa Barat kepada Kas III-27 Daerah Kota Bekasi akibat kesalahan transfer Bank bjb pada Dana bagi hasil PBB sebesar Rp 2.584.199.717,00. (2) Untuk pengembalian kesalahan bank bjb pada posting RTGS PBBKB untuk Provinsi Banten sebesar Rp 122.207.866,00. (3) Untuk pengembalian dana kelebihan pembayaran atas tanah kavling yang terletak di desa Jatiendah Kecamatan Cilengkrang Kabupaten Bandung sebesar Rp 3.200.000,00. (4) Untuk pengembalian sisa anggaran Dana Percepatan Pembagunan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) Tahun Anggaran 2011 sebesar Rp.620.779.573,00. (5) Untuk pengembalian pembayaran simpanan para Nasabah Perusahaan Daerah Perkreditan Kecamatan (PD.PK) Tarogong Garut sebesar Rp.3.525.945.544,00. 2) Belanja Langsung Untuk belanja langsung dari alokasi sebesar Rp.3.639.788.751.773,00 dan direalisasikan sebesar Rp.3.274.066.947.316,00 atau 89,95%. Hal ini disebabkan adanya efisiensi pada beberapa kegiatan, adanya bagian kegiatan yang belum dan/tidak jadi direalisasikan. b. Solusi: 1) Melakukan penajaman dan rasionalisasi kegiatan yang layak untuk direalisasikan. 2) Menetapkan kegiatan berdasarkan skala prioritas. C. Pembiayaan Daerah 1. Kebijakan Pembiayaan Daerah Pembiayaan merupakan transaksi keuangan yang dimaksudkan untuk menutupi selisih antara Pendapatan dan Belanja Daerah. Adapun pembiayaan tersebut bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran sebelumnya (SiLPA), pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, penerimaan kembali pemberian pinjaman dan penerimaan piutang daerah. Pemerintah Pusat membuka pemerintah daerah yang kesempatan bagi memenuhi persyaratan untuk melakukan pinjaman sebagai salah satu instrumen pendanaan pembangunan daerah, yang bertujuan untuk mempercepat pembangunan daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Namun demikian, mengingat adanya konsekuensi kewajiban yang harus dibayar atas pelaksanaan pinjaman pemerintah daerah dimaksud, III-28 seperti angsuran pokok, biaya bunga, denda, dan biaya lainnya, dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian (prudential management), profesional, dan tepat guna agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi keuangan daerah. Selain itu juga dibuka peluang bagi pemerintah daerah untuk menggalang dana pinjaman pemerintah daerah yang bersumber dari masyarakat sebagai salah satu sumber pendanaan daerah. Sumber pendanaan tersebut adalah obligasi daerah untuk mendanai investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Sampai saat ini, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat belum memanfaatkan sumber-sumber penerimaan pembiayaan yang lain kecuali SiLPA. Pembiayaan ditetapkan untuk menutup defisit yang disebabkan oleh lebih besarnya belanja daerah dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh. Penyebab utama terjadinya defisit anggaran adalah adanya kebutuhan pembangunan daerah yang semakin meningkat. Kebijakan Pembiayaan Daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan Pembiayaan adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya, mencakup sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya (SiLPA), pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, serta penerimaan kembali pemberian pinjaman, dan penerimaan piutang daerah. Pengeluaran pembiayaan adalah pengeluaran yang akan diterima kembali baik pada tahun yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya, mencakup pembentukan dana cadangan, penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah, pembayaran cicilan pokok hutang yang jatuh tempo, dan pemberian pinjaman. Selisih lebih penerimaan pembiayaan terhadap pengeluaran pembiayaan disebut sebagai pembiayaan netto. Jumlah pembiayaan netto harus dapat menutup defisit APBD. Kebijakan pengeluaran pembiayaan tahun anggaran 2012 adalah: a. Penyertaan modal dan pemberian pinjaman manakala terjadi surplus anggaran. b. Sisa Lebih Anggaran tahun Sebelumnya (SiLPA) dipergunakan sebagai sumber penerimaan pada APBD tahun berikutnya dan rata-rata SiLPA diupayakan seminimal mungkin dengan melaksanakan perencanaan dan pelaksanaan anggaran secara konsisten. c. Penyertaan modal BUMD dilaksanakan dengan mempertimbangkan hasil kajian dan tindak lanjut revitalisasi dan restrukturisasi kinerja BUMD serta pendayagunaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan dalam rangka efisiensi III-29 pengeluaran pembiayaan. d. Perintisan pelaksanaan penerbitan obligasi daerah untuk membiayai pembangunan infrastruktur strategis. e. Mengalokasikan Dana Cadangan Daerah untuk dana Pemilukada Gubernur/Wakil Gubernur 2013. 2. Anggaran dan Realisasi Pembiayaan Daerah Alokasi anggaran dan realisasi pembiayaan seluruh daerah tahun anggaran 2011 sebagaimana tercantum dalam tabel sebagai berikut: Tabel 3.3 Alokasi Anggaran dan Realisasi Pembiayaan Daerah Tahun Anggaran 2012 NO Anggaran Setelah Perubahan PEMBIAYAAN (Rp) 1 PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 2 Sisa Lebih Perhitungan Daerah Tahun Sebelumnya PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH (Rp) % 3.003.186.558.749,00 3.003.186.558.749,00 100,00 3.003.186.558.749,00 3.003.186.558.749,00 100,00 42.531.500.000,00 42.531.200.000,00 100,00 42.531.500.000,00 42.531.200.000,00 100,00 2.960.655.058.749,00 2.960.655.358.749,00 100,00 Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah PEMBIAYAAN NETTO Pencapaian Target Realisasi 3 SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN 0,00 2.916.307.295.474,00 TAHUN BERKENAAN Sumber Data : Laporan keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 sebelum audit BPK RI a. Penerimaan Pembiayaan Daerah Penerimaan Pembiayaan Daerah dianggarkan sebesar Rp.3.003.186.558.749,00 dan direalisasikan sebesar Rp.3.003.186.558.749,00 Atau 100,00%. Penerimaan pembiayaan tersebut merupakan sisa lebih perhitungan anggaran daerah tahun sebelumnya. b. Pengeluaran Pembiayaan Daerah Pengeluaran Pembiayaan Daerah dianggarkan sebesar Rp.42.531.500.000,00 dan direalisasikan sebesar Rp.42.531.200.000,00 atau 100 % digunakan untuk Penyertaan Modal kepada: PT. Tirta Gemah Ripah Rp. 17.401.200.000,00 PT. JAMKRIDA JABAR Rp. 25.000.000.000,00 PT. Askrida Rp. 130.000.000,00 III-30 0,00 Adapun rekapitulasi Penyertaan Modal kepada Perusahaan Daerah Provinsi Jawa Barat per 31 Desember 2012 dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 3.4 Daftar Penyertaan Modal Kepada BUMD Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2012 No Nama BUMD 1 PT. Bank Jabar Banten 2 PT. Agronesia 3 PD. Agrobisnis dan Pertambangan Jumlah Penyertaan Jumlah Penyertaan Jumlah Penyertaan Modal Per 1 Januari Modal selama Tahun Modal per 31 2012 Anggaran 2012 Desember 2012 (Rp) (Rp) (Rp) 927.498.683.463,79 0,00 927.498.683.463,79 255.000.000.000,00 0,00 255.000.000.000,00 72.771.688.651,00 0,00 72.771.688.651,00 48.413.799.592,00 0,00 48.413.799.592,00 217.000.000.000,00 0,00 217.000.000.000,00 4 PD. Jasa dan Kepariwisataan 5 PT. Jasa Sarana 6 PT. Tirta Gemah Ripah 13.198.800.000,00 17.401.200.000,00 30.600.000.000,00 7 BPR dan PDPK 88.700.000.000,00 0,00 88.700.000.000,00 8 PT. Askrida 1.180.000.000,00 130.000.000,00 1.310.000.000,00 9 PT. Jamkrida 0,00 25.000.000.000,00 25.000.000.000,00 1.623.762.971.706,79 42.531.200.000,00 1.666.294.171.706,79 Sumber Data : Laporan keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 sebelum audit BPK RI III-31