BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan investasi dalam ekonomi syariah merupakan kegiatan muamalah yang sangat dianjurkan. Karena dengan berinvestasi, harta yang dimiliki menjadi lebih produktif dan mendatangkan manfaat bagi pertumbuhan ekonomi dan masyarakat secara luas. Menurut Iman (4:2008), investasi adalah pengorbanan yang dilakukan masa sekarang untuk mengharapkan imbalan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Pasar modal menjadi salah satu alternatif investasi bagi para investor selain alternatif lainnya seperti, menabung di bank, membeli emas, asuransi, tanah dan bangunan, dan sebagainya.Investasi dengan pemilikan efek syariah dapat dilakukan di pasar modal baik secara langsung pada saat penawaran perdana atau IPO (Initial Public Offering) maupun melalui transaksi pada pasar sekunder di bursa efek. (Wafa, 2010) Salah satu produk investasi syariah yang berkembang saat ini di Indonesia adalah sukuk. Sukuk dipandang sebagai alternatif yang lebih baik daripada berutang keluar negeri karena mengandung unsur kerja sama investasi, berbagi risiko, dan keterlibatan aset (proyek riil) yang juga mendasari penerbitan sukuk. Di Indonesia, perkembangan sukuk terlihat dari penerbitan sukuk di pasar modal yang telah mencapai 46 sukuk yang diterbitkan oleh 28 emiten. Sampai dengan November 2010, jumlah sukuk yang telah dilunasi seluruhnya sebanyak 15 sukuk. Dengan demikian, dari 46 sukuk yang telah diterbitkan tersebut, jumlah sukuk yang masih beredar sebanyak 31 sukuk yang diterbitkan oleh 15 emiten. Berikut grafik perbandingan total penerbitan sukuk dibandingkan dengan total penerbitan obligasi dari tahun 2002 – November 2010. 1 Sumber : Bapepam-LK Gambar 1.1 Total Penerbitan Sukuk dan Total Penerbitan Obligasi & Sukuk Selain itu, perkembangan pasar modal syariah di Indonesia pun telah mengalami kemajuan. Sebagai gambaran dari kemajuan tersebut ialah telah diterbitkannya lima Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No. 20 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksadana Syariah, No.32 tahun 2002 tentang Obligasi Syariah, No.33 tahun 2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah, No.40 tahun 2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum, dan No.41 tahun 2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah. Terkait dengan diterbitkannya fatwa-fatwa tersebut, serta Undang-Undang Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, pemerintah pusat memiliki kewenangan untuk menerbitkan Surat Berharga Syariah Negara (selanjutnya SBSN) dan dilaksanakan oleh Menteri Keuangan. Diterbitkannya Undang-Undang SBSN tersebut memberikan harapan di tengah APBN yang selalu defisit untuk bisa mendorong tersedianya sumber keuangan alternatif bagi negara guna menarik dana dari investor. Surat Berharga Syariah Negara atau sukuk negaraterdiri atas empat seri, yaitu seri IFR (Ijara Fixed Rate) yang diterbitkan pemerintah di pasar perdana dalam negeri yang ditujukan bagi investor dengan nominal pembelian yang 2 cukup besar, seri SR (Sukuk Ritel) yang diterbitkan pemerintah dengan cara bookbuilding dipasar perdana dalam negeri yang ditujukan bagi investor individu atau orang perseorangan Warga Negara Indonesia, seri SNI (Sukuk Negara Indonesia yang diterbitkan pemerintah dalam denominasi valuta asing (US dollar) dengan cara bookbuilding, dan seri SDHI (Sukuk Dana Haji Indonesia) yang diterbitkan berdasarkan penempatan Dana Haji dan Dana Abadi Umat dalam SBSN oleh Departemen Agama dengan cara private placement. Ada yang menarik dari salah satu seri SBSN, yaitu sukuk ritel. Sukuk ritel adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, yang ditujukan untuk investor perorangan. Seri ini telah diterbitkan hingga 4 kali, diantaranya seri SR-001, SR-002, SR-003 dan SR-004. Selama empat kali seri tersebut diterbitkan, terlihat ada permintaan yang berfluktuasi. Permintaan terhadap sukuk ritel dapat ditunjukkan denganstatistik jumlah investor untuk pembelian sukuk ritel seri SR-001 hingga SR-003 di pasar perdana. 17606 17231 20000 15487 14295 16000 12000 8000 4000 0 SR-001 SR-002 SR-003 SR-004 Sumber: Direktorat Jendral Pengelolaan Utang Gambar 1.2 Statistik Jumlah Investor Dari gambar di atas menunjukkan bahwa jumlah investor yang membeli sukuk ritel mulai dari seri SR-001 hingga SR-004, mengalami fluktuasi. Terjadi peningkatan investor dari SR-001 ke SR-002 sebesar 20,54%. Meskipun terjadi penurunan jumlah investor pada seri SR-003 sebesar 10,12%, tetapi SR-003 ini 3 tetap memiliki jumlah yang lebih besar dari SR-001. Kemudian terjadi kembali kenaikan investor dari seri SR-003 ke seri SR-004 sebesar 13,68% dan seri inilah yang memiliki jumlah investor terbanyak dibandingkan dengan seri-seri yang lain. Kemudian, hasil penjualan sukuk ritel di pasar perdana yang dilaporkan oleh agen penjual pun memperlihatkan permintaan masyarakat terhadap produk investasi ini. Berikut data target penjualan dan hasil penjualan pada sukuk ritel dari tahun 2009 hingga 2012. Tabel 1.1 Hasil Penjualan Sukuk Ritel No Tahun penerbitan Seri Target penjualan Hasil penjualan Kenaikan (%) 1 2009 SR-001 Rp 1,770 Triliun Rp 5,55629 Triliun 313,91 2 2010 SR-002 Rp 3 Triliun Rp 8,03386 Triliun 267,77 3 2011 SR-003 Rp 6 Triliun Rp 7,34141 Triliun 122,36 4 2012 SR-004 - Rp. 13,6 Triliun - Sumber : Direktorat Jendral Pengelolaan Utang, data diolah kembali Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa target penjualan dan hasil penjualan sukuk ritel dari seri SR-001 hingga SR-004 sangat meleset dari perkiraan pemerintah. Untuk seri SR-001 dengan masa penawaran mulai tanggal 30 Januari 2009 hingga 20 Februari 2009, total hasil penjualan yang disampaikan agen penjual sebesar Rp 5.556.290.000.000 meningkat sebesar 313,91% dari nilai target penjualan yaitu sebesar Rp 1.770.000.000.000. Kemudian seri SR-002, dengan masa penawaran 25 Januari 2010 hingga 25 Februari 2010, total hasil penjualannya sebesar Rp 8.033.860.000.000 meningkat sebesar 267,77% dari nilai target penjualan yang diperkirakan pemerintah sebesar Rp 3.000.000.000.000. Untuk seri terakhir yaitu seri SR-003 dengan masa penawaran dari tanggal 7 Februari 2011 sampai dengan 18 Februari 2011, total hasil penjualannya sebesar Rp 7.341.410.000.000 meningkat sebesar 122,36% dari target penjualan dengan nilai Rp 6 Triliun. Sedangkan seri SR-004 dengan masa penawaran dari tanggal 5 4 Maret 2012 sampai dengan 16 Maret 2012, untuk jumlah total pemesanan yang masuk sampai penutupan masa penawaran yaitu sebesar Rp 19 Triliun, tetapi Direktur DJPU atas nama Menteri Keuangan menetapkan pemesanan pembelian sebesar Rp 13,6 Triliun. hanya Selain itu, permintaan pun dapat ditunjukkan dengan frekuensi dan volume perdagangan di pasar sekunder. Berikut grafik mengenai perkembangan sukuk ritel di pasar sekunder mulai dari periode Februari 2009 hingga Februari 2012 khusus untuk seri SR-001. Volume dan Frekuensi Perdagangan SR-001 3500,000 3000,000 2500,000 2000,000 1500,000 1000,000 500,000 0,000 Volume Feb-09 Apr-09 Jun-09 Agust-09 Okt-09 Des-09 Feb-10 Apr-10 Jun-10 Agust-10 Okt-10 Des-10 Feb-11 Apr-11 Jun-11 Agust-11 Okt-11 Des-11 Feb-12 Frekuensi Sumber : Bursa Efek Indonesia, data diolah kembali Gambar 1.3 Volume dan Frekuensi Perdagangan SR-001 Berdasarkan grafik di atas bahwa fluktuasi permintaan masyarakat terhadap sukuk ritel di pasar sekunder dapat dilihat dari volume dan frekuensinya. Di awal periode penelitian volume perdagangan sebesar Rp 1990,06 miliar tetapi di akhir periode nominal volume perdagangan menurun menjadi Rp 754,4 miliar serta puncaknya terjadi pada periode Mei 2009 sebesar Rp 3034,22 miliar. Frekuensi perdagangan terjadi puncaknya sama dengan puncaknya volume perdagangan, yaitu pada periode Mei 2009 sebanyak 1544 kali. Di awal periode penelitian, frekuensi perdagangan sebanyak 318 kali, sedangkan di akhir periode terjadi penurunan pula menjadi 103 kali. 5 Keunggulan yang dimiliki sukuk ritel dapat mendorong permintaan masyarakat terhadap produk syariah ini. Dirjen Direktorat Jendral Pengelolaan Utang (DJPU), Rahmat Waluyanto dalam suatu media massa menambahkan, ritel memiliki sejumlah keunggulan dibanding produk ritel Surat Berharga sukuk Negara(SBN) biasa, yakni sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, bebas risiko gagal bayar, dan bisa diperdagangkan. Selain itu, sukuk ritel memberikan kupon atau imbal hasil yang lebih tinggi dari bunga deposito dan dapat dibayarkan setiap bulannya. Namun, penurunan permintaan terhadap sukuk ritel pun dapat disebabkan oleh adanya pesaing dari sukuk ritel yang lebih menguntungkan investor. Menurut Idris dalam Evaluation of Research Developments on the Islamic Securities (Sukuk), penerbitan sukuk telah memberikan kontribusi yang sangat besar dalam peningkatan untuk mengembangkan infrastruktur di banyak negara muslim, serta mampu memenuhi permintaan komunitas muslim terutama bagi mereka yang tinggal di negara non muslim dimana sistem perbankan dan instrumen pasar modal beroperasi sepenuhnya berdasarkan sistem konvensional. Faktor-faktor yang mempengaruhi animo masyarakat terhadap obligasi baik yang berdasarkan prinsip syariah maupun konvensional dapat dijelaskan oleh beberapa penelitian sebelumnya. Menurut Lubis (2009), permintaan terhadap obligasi swasta di Indonesia dapat dipengaruhi oleh nilai kurs rupiah, suku bunga deposito, produk domestik bruto. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa nilai kurs rupiah dan produk domestik bruto memberikan pengaruh positif terhadap permintaan obligasi, sedangkan suku bunga deposito memberikan pengaruh negatif yaitu dapat menurunkan tingkat permintaan terhadap obligasi swasta di Indonesia. Selain itu, permintaan terhadap sukuk ritel khususnya sukuk ritel dengan seri SR-001 menurut Wafa (2010), dapat dilihat dari variabel-variabel seperti tingkat suku bunga deposito perbankan, tingkat nisbah bagi hasil deposito perbankan, harga sukuk ritel, dan harga obligasi lain. Dan hasilnya menunjukkan bahwa variabel-variabel independen tersebut memberikan pengaruh yang 6 signifikan terhadap permintaan sukuk ritel seri SR-001 baik secara parsial maupun simultan. Setelah melihat hasil dari kedua penelitian tersebut, terdapat banyak faktor dapat mempengaruhi permintaan obligasi konvensional maupun syariah di yang Indonesia. Faktor suku bunga yang tinggi akan membuat investasi di sektor perbankan konvensional menarik, kurs memberikan peluang bagi pemilik dana untuk meraih keuntungan dari perbedaan kurs mata uang antar negara, pertumbuhan produk domestik bruto di Indonesia dapat mencerminkan peningkatan pendapatan masyarakat, harga sukuk ritel dan harga obligasi konvensional di bursa efek dapat menjadi pertimbangan untuk memutuskan pemilihan produk investasi. Dari penjelasan faktor-faktor di atas, penulis akan mencoba untuk menggambarkan permintaan sukuk ritel di Indonesia dengan melihat beberapa faktor yang mempengaruhinya melalui pemodelan. Kemudian, membuat prediksi permintaan dengan melihat beberapa perubahan laju dari variabel independen serta membuat analisis kebijakan untuk pengembangan sukuk ritel. Fokus dari penelitian ini ialah untuk memaksimalkan produk sukuk ritel, sehingga dapat digunakan sebagai instrumen pendukung pembangunan infrastruktur negara serta untuk meneliti permintaan sukuk ritel di pasar sekunder. Untuk melakukan penelitian ini, pendekatan System Dynamics merupakan metode yang tepat untuk melakukan pengkajianterhadap permasalahan serta dapat memberikan pemecahan terhadap suatu masalah dengan melakukan analisis kebijakan. Menurut Maani dan Cavana dalam Abdillah (2006), sistem adalah kumpulan berbagai komponen yang saling berinteraksi satu dengan yang lain untuk mencapai fungsi secara utuh. Istilah dinamik mengacu pada perubahan waktu dan sesuatu yang dinamis tentu akan terus menerus berubah. Dengan demikian, sistem dinamik adalah metodologi yang digunakan untuk mengerti bagaimana sistem itu terus berubah. Setelah mengetahui komponen-komponen yang membangun sistem tersebut, maka dibuat suatu model sebagai peniruan terhadap realitas yang dapat mencerminkan permasalahan yang akan dikaji, dalam hal ini permintaan terhadap 7 sukuk ritel dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Setelah itu, dilakukan pengolahan dengan perangkat lunak Powersim (software System Dynamics). Kemudian, membuat skenario kebijakan melalui simulasi model yang telah dibuat, sehingga dapat menghasilkan beberapa skenario kebijakan untuk pengembangan sukuk ritel di masa yang akan datang. Oleh karena itu berdasarkan pemikiran di atas, penulis bermaksud untuk melakukan penelitian yang berjudul“ Pemodelan Permintaan Sukuk Ritel dengan Pendekatan System Dynamics”. 1.2 Rumusan Masalah dan Batasan Masalah 1.2.1 Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat dikaji dalam penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimana membuat pemodelan permintaan sukuk ritel Indonesia dengan pendekatan System Dynamics? 2. Bagaimana prediksi permintaan sukuk ritel Indonesia selama tiga tahun ke depan dengan beberapa perubahan laju variabel independen? 3. Kebijakan apa yang dapat diambil pemerintah untuk pengembangan sukuk ritel Indonesia? 1.2.2 Batasan masalah Pembatasan masalah ini bertujuan untuk lebih memfokuskan kajian yang akan diteliti, sehingga akan tercapai dalam waktu yang singkat. Batasan dalam penelitian ini : 1. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi permintaan sukuk ritel yaitu suku bunga deposito 1 bulan,kurs mata uang rupiah, produk domestik bruto, harga sukuk ritel, dan harga obligasi ritel. 2. Sukuk ritel yang digunakan ialah sukuk ritel seri SR-001 karena seri ini yang pertama diterbitkan yaitu pada tahun 2009 sesuai dengan dimulainya periode penelitian. 8 3. Obligasi ritel yang dijadikan sebagai variabel penelitian yaitu obligasi ritel seri ORI-004 karenaORI tersebut memiliki frekuensi perdagangan yang besar, sehingga dapat dijadikan sebagai pesaing dari Sukuk Ritel SR-001. Data yang diambil merupakan data bulanan yang diperoleh dari data yang 4. dipublikasikan, baik dari websitemaupun data yang diperoleh langsung dari lembaga, diantaranya Bursa Efek Indonesia, Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, dan Direktorat Pembiayaan Syariah. 5. Runtut waktu yang diteliti selama tiga tahun, dimulai dari bulan Februari 2009 sampai dengan Februari 2012. 1.3 Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan di atas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut : 1. Membuat pemodelan permintaan sukuk ritel Indonesia dengan pendekatan System Dynamics. 2. Mengetahui prediksi permintaan sukuk ritel Indonesia selama tiga tahun ke depan dengan beberapa perubahan laju variabel independen. 3. Membuat dan menganalisa kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintahuntuk pengembangan sukuk ritel Indonesia. 1.3.2 Manfaat Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak tertentu, diantaranya : 1. Bagi investor dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menginvestasikan dananya pada sukuk, terutama sukuk ritel yang kini menjadi primadona dalam berinvestasi. 2. Bagi emiten sukuk ritel yaitu pemerintah, penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan dalam menentukan kebijakannya, baik mengenai penerbitan sukuk negara di masa yang akan datang maupun baik peningkatan transaksi perdagangan sukuk ritel di pasar sekunder serta menarik para investor untuk menanamkan modalnya pada proyek-proyek infrastruktur di Indonesia. 9 3. Bagi emiten obligasi syariah, dapat digunakan sebagai benchmark untuk melakukan penerbitan obligasi syariah sebagai alternatif penghimpunan bagi perusahaannya. 4. Bagi penulis, dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pula untuk mencoba berinvestasi pada instrumen keuangan syariah, terutama sukuk negara ritel yang memiliki banyak keuntungan. 5. Bagi pembaca, dapat dimanfaatkan sebagai penambah wawasan mengenai investasi pada instrumen keuangan syariah serta mengajak untuk berpartisipasi dalam berinvestasi. 6. Mengembangkan instrumen syariah terutama sukuk ritel sebagai instrumen keuangan yang berperan penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. 10