KONSEP DIRI ANAK ABDI DALEM KERATON

advertisement
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KONSEP DIRI ANAK ABDI DALEM KERATON YOGYAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh:
Franciscus De Paula Bramasta M. A.
119114051
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya kecil dan sederhana ini penulis dedikasikan untuk
Tuhan Yesus yang selalu membimbing penulis dalam menjalankan
kehidupan yang penuh dengan suka dan duka. Orang tua, saudara, dan
para sahabat yang selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan
kuliah. Semua orang terkasih yang telah memberi kesan, makna, dan
warna dalam kehidupan penulis.
SEMOGA KARYA INI BERMANFAAT BAGI SEMUA PIHAK
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN MOTTO
“Mintalah, maka akan diberikan kepadamul; carilah, maka kamu akan
mendapatka; ketoklah maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap
orang yang meminta, menerima, dan setiap orang mencari, mendapat,
dan setiap orang mengetok, baginya pintu dibukakan. Adakah seorang
dari padamu yang memberi batu Adakah seorang dari padamu yang
memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti,atau memberi ular,
jika ia meminta ikan? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi
pemberian yang baikkepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga!
Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepadaNya
Matius 7:7-11
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 29 Agustus 2016
Penulis
Franciscus De Paula Bramasta Meindo A.
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Franciscus De Paula Bramasta Meindo A.
NIM
: 119114051
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
Konsep Diri Anak Abdi Dalem Keraton Yogyakarta
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hal untuk menyimpan, mengalihkan, dalam bentuk media lain,
mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu
meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Yogyakarta
Pada Tanggal : 29 Agustus 2016
Yang menyatakan,
Franciscus De Paula Bramasta Meindo A.
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih penulis sampaikan pada Tuhan Yesus Kristus
atas berkat dan kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan
banyak bantuan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan bimbingan-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan baik
2. Papah dan Mamah, terimakasih atas kasih sayang dan doa yang selalu
menyertai penulis. Penulis merasa termotivasi dengan dukungan yang
selalu diberikan oleh orang tua penulis.
3. Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi dan Ibu
Ratri Sunar Astuti, M.Si. selalu Kaprodi untuk semua kesempatan
belajar yang diberikan.
4. Bapak Drs. H.Wahyudi, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi, yang
telah memberikan banyak inspirasi, dukungan, masukan, tenaga, waktu,
dan nasehat hidup yang tak terlupakan. Terima kasih atas kesabaran
bapak yang mau menerima penulis selama menjalankan bimbingan
skripsi.
5. Ibu Debri Pristinella, M.Si. selalu dosen pembimbing akademik, terima
kasih atas segala bimbingan dan motivasinya sehingga penulis dapat
terus bersemangat berkuliah di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6. Terima kasih untuk Bapak Emanuel yang telah membantu dan
membimbing saya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
7. Para subjek, terima kasih atas kesediannya meluangkan waktu dan
tenaga dalam membantu terselesaikannya skripsi ini.
8. Kepada Arum manusia terbaik sedunia yang selalu menemani,
mendukung, membantu, dan mendoakan sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
9. Kepada sahabatku Agni dan Dek Betha yang membantu dalam
penyelesaikan skripsi ini, saya ucapkan trima kasih.
10. Kepada orang tua saya yang selalu mendukung dalam berbagai bentuk
saya ucapkan trima kasih yang sebesar-besarnya untuk usaha mereka.
11. Teman-teman terbaik penulis yaitu Wila, Bili, Catur, Andi, Nina,
Kristian, Cuki, Edi,Made, Aldo, dan Andre yang selalu mendukung dan
membantu dalam segala bentuk.
12. Teman-teman sebimbingan Pak Wahyudi yaitu Ratna, kak Firsta, kak
Galih, Kristian, dan Veronica yang sudah menjadi teman diskusi dalam
penyelesaian skripsi.
13. Teman-teman angkatan 2011, terima kasih atas segala pengalaman dan
kebersamaannya selama berdinamika di Psikologi.
14. Untuk nama-nama yang berperan dalam penyelesaian skripsi ini
namun belum disebutkan, maaf atas keterbatasan penulis. Terima kasih
untuk semuanya.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Penulis menyadari tulisan ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki
karya ini. Akhir kata, penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi
semua orang yang membaca. Terimakasih.
Penulis
Franciscus De Paula Bramasta Meindo A.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL .............................................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ...................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................... vii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii
DAFTAR ISI..................................................................................................... xi
ABSTRAK ........................................................................................................ xiv
ABSTRACT ...................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 10
C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 10
D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 10
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Diri............................................................................................ 12
B. Abdi Dalem Keraton .............................................................................. 23
C. Keraton Yogyakarta ............................................................................... 26
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
D. Budaya Jawa .......................................................................................... 29
E. Anak ....................................................................................................... 31
F. Konsep Diri Anak................................................................................... 33
G. Konsep Diri Anak Abdi Dalem Keraton ............................................... 34
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Paradigma Penelitian Kualitatif ............................................................. 36
B. Subjek Penelitian ................................................................................... 38
C. Metode Pengumpulan Data .................................................................... 40
D. Metode Analisis Data ............................................................................ 42
E. Uji Kesahihan dan Keandalan Data ....................................................... 43
F. Pedoman Observasi Wawancara ............................................................ 44
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian ............................................................................ 47
B. Hasil Penelitian ....................................................................................... 49
1. Data Demografi Subjek......................................................................... 49
2. Hasil Observsai Subjek 1 ...................................................................... 50
3. Diskripsi Data Subjek 1 ........................................................................ 51
4. Hasil Wawancara Subjek 1 ................................................................... 54
5. Hasil Observasi Subjek 2 ...................................................................... 55
6. Diskripsi Data Subjek 2 ........................................................................ 56
7. Hasil Wawancara Subjek 2 ................................................................... 58
C. Pembahasan Hasil Penelitian .................................................................. 59
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................................. 67
B. Saran ........................................................................................................ 67
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 69
LAMPIRAN ...................................................................................................... 72
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KONSEP DIRI ANAK ABDI DALEM KERATON YOGYAKARTA
Franciscus De Paula Bramasta M.A.
ABSTRAK
Konsep diri adalah gagasan tentang konsep diri yang mencakup
keyakinan, pandangan dan penilaian seseorang kepada dirinya sendiri. Konsep
diri terdiri atas bagaimana cara kita melihat konsep diri sebagai pribadi,
bagaimana kita merasa tentang konsep diri, dan bagaimana kemampuan berpikir
seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa konsep diri anak abdi
dalem keraton. Penelitian ini mnggunakan metode pendekatann kualitatif dan
metode pengumpulan data menggunakan observasi tertutup dan wawancara semi
struktur. Subjek dalam penelitian ini adalah seorang anak yang memiliki rentang
usia kira-kira 5 hingga 11 tahun, masih bersekolah, dan memiliki orang tua
sebagai abdi dalem keraton berdomisili di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Verifikasi data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi data dan wawancara
ulang. Dari hasil analisis data diketahui bahwa secara umum, kedua subjek
menggambarkan dirinya sebagai seorang anak yang prososial yaitu memiliki
kepedulian kepada orang lain, mengutamakan kepentingan orang lain daripada
kepentingan dirinya, bertanggung jawab, mau dan mampu bersosial dengan
lingkungan sosialnya, serta taat pada aturan dan norma. Hasil lainnya
menunjukkan kedua subjek memiliki memiliki penghargaan ke pada diri (selfesteem) yang tinggi, memiliki sikap nrima atau menerima apa yang mereka miliki
serta mensyukurinya. Konsep diri yang dimiliki oleh kedua subjek adalah konsep
diri yang positif, dimana kedua subjek dapat mengenal dirinya dengan baik.
Kata kunci: konsep diri, anak dari abdi dalem keraton.
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
CHILD'S SELF CONCEPT OF PALACE COURTIERS
Franciscus De Paula Bramasta Meindo A.
ABSTRACT
Self concept is the idea of self concept which encompassed faith,
viewpoint, and research someone to him self. Self concept consist of how we to
see the self concept as personal, how we to feel the self concept, how the
capability thinking of someone. This research inted to understand what the self
concept of child palace courtiers. This research using qualitative approach
methods and data accumulation method which use closed observation, and semi
structure interview. Subjects in this research are child who have the age range
about 5 until 11 years old, still study in school and have parents as a palace
coutiers who they are domiciled in Daerah Istimewa Yogyakarta. Data
verification in this research use data triangulation and repetitive interview. From
the result of data analysis are knew that commonly both of subject figure their self
as a child that is have concern to other people, accentuate importance other people
rather than their importance, responsible, want and capable make the society
activity with their social environment, obedient toward rule, regulation, and norm.
Other results showed both of subjects have had high self-esteem, has an attitude
accept what they have and be grateful. The concept of self-owned by the two
subjects is a positive self-concept, where both subjects can recognize himself
well.
Keyword: self concept, child’s of palace courtier
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat melihat bahwa anak-anak lebih
banyak melakukan kegiatan bermain dan berinteraksi dengan teman sebaya
daripada dengan orang dewasa dan orang lanjut usia, sehingga masa kanak-kanak
merupakan periode yang khas. Hal tersebut diungkapkan oleh Borstelman, 1993
dalam buku Life-Span Development (Santrock 1995). Masa awal anak-anak
memiliki rentang usia kira-kira 5 atau 6 tahun. Untuk pertengahan dan akhir anakanak ialah periode perkembangan yang memiliki rentang usia kira-kira 6 hingga
11 tahun, yang kira-kira setara dengan tahun-tahun sekolah dasar. Periode ini
kadang-kadang disebut sebagai “tahun-tahun sekolah dasar”. Dalam periode ini,
teman sebaya penting dalam perkembangan sosial anak karena dengan bergaul
dengan teman sebaya, anak akan belajar bagaimana mereka bersosial.
Hal tersebut dibuktikan dengan penelitian Anna Freud & Dann tahun 1951
dalam buku Child Development (Santrock, 2007). yang meneliti enam anak dari
keluarga yang berbeda yang disatukan setelah orang tua mereka terbunuh dalam
Perang Dunia ke II. Kedekatan teman sebaya yang intensif itu diobservasi, anakanak membentuk kelompok yang dirajut secara ketat, yang bergantung satu sama
lain dan jauh dari orang-orang luar. Walaupun kurang pengasuhan dari orang tua,
mereka tidak menunjukkan perilaku yang menyimpang dan tidak mengalami
kelainan mental yang serius.
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat melihat interaksi seorang anak
dengan teman sebaya yang akan melibatkan suatu permainan dan permainan
terkesan menjadi kebutuhan seorang anak pada masa itu. Permainan memiliki
manfaat yang beragam bagi anak-anak. Permainan memberikan manfaat dalam
peningkatan afiliasi dengan teman sebaya, mengurangi tekanan, meningkatkan
daya jelajah, dan memberi tempat berteduh yang aman bagi perilaku yang secara
potensial berbahaya. Dalam buku Santrock yang berjudul Child Development,,
Freud dan Erikson mendefinisikan permainan adalah suatu bentuk penyesuaian
diri manusia yang sangat berguna dalam menguasai kecemasan anak dan konflik.
Dalam buku yang sama, Jean Piaget dan Lev Vygotsky juga mendefinisikan
permainan bagi anak. Piaget (1962) melihat permainan sebagai media yang
meningkatkan perkembangan kognitif anak-anak. Hal yang sama juga
diungkapkan oleh Vygotsky (1962) yang meyakini bahwa permainan merupakan
setting yang sangat bagus dalam perkembangan kognitif.
Masih dalam buku Child Development, Harter (1998) menyebutkan bahwa
pada masa anak-anak, anak akan memahami diri berdasarkan atas berbagai peran
dan kategori-kategori keanggotaan yang mendefinisikan siapa anak itu. Walaupun
bukan keseluruhan identitas prbadi, pemahaman diri memberi tiang pondasi
rasionalnya (Damon & Hart, 1988, 1992). Pemahaman diri ialah representasi
kognitif diri anak, bahan dan konsep diri. Konsep diri (self-concept) mengacu
pada bidang spesifik pada dirinya. Anak-anak dapat membuat evaluasi diri dalam
banyak bidang kehidupan mereka (akademis, atletik, penampilan, dan lain-lain).
Misalnya, seorang anak perempuan berusia 5 tahun memahami bahwa ia adalah
2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
seorang perempuan, berambut hitam, suka mengendarai sepedanya, mempunyai
seorang teman, dan seorang perenang.
Ada beberapa penelitian mengenai konsep diri anak yaitu konsep diri pada
anak sekolah dasar dan menengah pertama yang dilakukan oleh Andriasari
(2015).
Hasil
penelitiannya
menunjukkan
bahwa
jenis
kelamin
tidak
mempengaruhi konsep diri positif atau negatif. Selain itu, anak yang memiliki
konsep diri negatif akan mudah menyerah sedangkan anak yang memiliki konsep
diri positif akan bersikap optimis. Pardede (2008) meneliti tentang konsep diri
anak jalanan, dari hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa anak jalan
dalam penelitian tersebut memandang diri sebagai pribadi yang negatif. Subyek
merasa tidak diterima di masyarakat dan memiliki penghargaan diri yang rendah.
Penelitian lain juga dilakukan oleh Husniyati (2009) di RPSA Kota
Semarang. Dari penelitian tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa mayoritas
anak jalanan pada jangkauan RPSA di Kota Semarang mempunyai konsep diri
pada kategori tinggi (50%) serta pengetahuan tentang diri (60%) dengan kategori
tinggi, maksudnya rata-rata pengetahuan anak jalanan terhadap diri sendiri adalah
tinggi, yaitu mereka mengetahui bagaimana diri mereka sendiri. Penilaian tentang
diri pada kategori sedang (47,5%), maksudnya sebagian anak jalanan menilai
tentang diri mereka cukup. Sedangkan dalam pengharapan anak jalanan pada
kategori tinggi (57,5%), maksudnya sebagian besar anak jalanan berharap agar
mereka dapat hidup lebih baik lagi. Penelitian ini menunjukkan bahwa konsep diri
terhadap pengetahuan tentang diri dan pengharapannya sendiri yang tinggi kurang
diimbangi dengan penilaian tentang diri sendiri yang cukup.
3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Terdapat fenomena yang ditemukan peneliti dalam masyarakat. Bersumber
darisitus berita online: merdeka.com, diberitakan bahwa seorang anak berusia 7
tahun menjadi seorang abdi dalem termuda di Keraton Yogyakarta. Anak ini
bernama Riski Kuncoro Manik, dia sudah mengikuti aktivitas sebagai abdi dalem
di Keraton Yogyakarta sejak dia berumur tiga tahun. Orang tua Riski juga adalah
seorang abdi dalem. Hal ini menarik karena Riski tergolong anak-anak yang tidak
seperti anak pada umumnya dimana pada masa ini anak-anak lebih memilih
bermain dari pada bekerja. Selain itu, ketika Riski menjalankan tugasnya sebagai
abdi dalem keraton, Riski tidak akan bergaul dengan teman sebaya melainkan
abdi dalem yang memiliki usia jauh di atas Riski sehingga pergaulan dengan
teman sebaya Riski mungkin akan berbeda dengan anak-anak pada umumnya.
Fenomena lain yang berasal dari pengalaman peneliti saat masih duduk di
bangku sekolah dasar, peneliti memiliki teman sebaya anak seorang abdi dalem
keraton. Anak ini terkesan ramah dan sopan kepada siapa saja. Hal menarik
lainnya adalah ketika pada anak seusianya lebih memilih bermain sepulang
sekolah, anak ini lebih senang untuk membantu orang tuanya. Dia membantu
ibunya dalam mengumpulkan barang bekas dan membantu ayahnya menjalankan
tugasnya sebagai abdi dalem, seperti membantu sang ayah membersihkan dan
merawat makam-makam raja keraton. Peneliti pernah menanyakan alasan
mengapa dia memilih melakukan hal demikian dari pada bermain. Bagi anak ini
membantu orang tua terlebih dalam tugas-tugas sang Ayah sebagai abdi dalem
keraton membuatnya merasa senang.
4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dalam bukunya, Soenarto (2012) mengungkapkan bahwa abdi dalem keraton
merupakan agen pelestari budaya atau salah satu perwakilan pelestari budaya
seperti yang diharapkan oleh Sultan Hamengku Buwana X sebagai pelestari
budaya sekaligus “jati diri” Bangsa Indoensia, yang juga pernah disampaikan oleh
Sultan Hamengku Buwana IX saat penobatan sebagai Raja Ngayogyakarta
Hadiningrat pada tanggal 18 Maret 1940. Disamping itu dengan diaturnya tata
cara, sopan santun tingkah laku bagi Abdi Dalem Keraton Yogyakarta, mengingat
bahwa abdi dalem adalah juga agen budaya keraton yang mumpuni (mengetahui
makna) dalam hal nilai-nilai keutamaan yang diyakini baik oleh manusia pada
umumnya. Sehingga melalui agen budaya ini, abdi dalem keraton dapat menjadi
suritauladan di lingkungan masyarakat yang ditempati, yang di lewati, dan yang
menyaksikan. Pengabdian seorang abdi dalem keraton ditunjukan dengan
tanggung jawab melaksanakan semua yang menjadi keseharusan dan menaati
pranata demi kejayaan budaya sebagai jati dirinya. Sehingga kesetiaan seorang
abdi dalem kepada keraton dalam arti kepada Raja, dengan segala kekayaan
budayanya disebut pengabdian yang dilandasi kebaikan, ketulusan. Matulessy dan
Abdi Keraf (2011) mengungkapkan bahwa konsep diri yang dimiliki oleh abdi
dalem keraton adalah konsep diri yang positif dan lebih banyak dipengaruhi oleh
perasaan kekaguman pada pribadi Sultan sebagai orang yang diabdi,
memungkinkan individu untuk mengadopsi perilaku tertentu dari Sultan menjadi
bentuk perilaku hidupnya setiap hari. Karena abdi dalem memiliki interaksi sosial
dengan Sultan maka terbentuk konsep diri para abdi dalem seperti diatas. Hal ini
diperkuat dalam John Kinch (1963) dalam Fitts (1971) yang mengemukakan
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bahwa konsep diri terbentuk melalui interaksi sosial dan konsep diri ini
mempengaruhi tingkah laku seseorang.
Menurut Papalia, Olds, dan Feldman (2004) terdapat beberapa faktor
pembentuk konsep diri, yakni (1) orang tua sebagai kontak sosial yang paling
awal yang kita alami, dan yang paling kuat, apa yang dikomunikasikan oleh orang
tua pada anak lebih menancap daripada informasi lain yang diterima anak
sepanjang hidupnya, (2) kawan sebaya yang menempati kedudukan kedua setelah
orang tuanya dalam mempengaruhi konsep diri, apalagi perihal penerimaan atau
penolakan, peran yang diukir anak dalam kelompok teman sebayanya mungkin
mempunyai pengaruh yang dalam pada pandangan tentang dirinya sendiri, (3)
masyarakat yang menganggap penting fakta-fakta kelahiran di mana akhirnya
penilaian ini sampai kepada anak dan masuk ke dalam konsep diri, dan (4) belajar
di mana muncul konsep bahwa konsep diri kita adalah hasil belajar, dan belajar
dapat didefinisikan sebagai perubahan psikologis yang relatif permanen yang
terjadi dalam diri kita sebagai akibat dari pengalaman. Penelitian tersebut
menyimpulkanbahwa peran orang tua sebagai abdi dalem dan budaya jawa
memiliki peran kuat dalam pembentukan konsep diri anaknya. Sehingga perilaku
anak abdi dalem keraton pada fenomena-fenomena yang telah diuraikan peneliti
diatas tidak lepas dari hasil interaksi sang anak dengan orang tua. Hal ini
didukung oleh Teori Rogers (dalam Burns, 1993) yang menyatakan bahwa konsep
diri memainkan peranan yang sentral dalam tingkah laku manusia.
George Herbert Mead (1972) mengemukakan bahwa konsep diri merupakan
produk sosial yang dibentuk melalui proses internalisasi dan organisasi
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pengalaman-pengalaman psikologis. Pengalaman-pengalaman
psikologis ini
merupakan hasil eksplorasi individu terhadap lingkungan fisiknya dan refleksi
dari dirinya yang diterima dari orang-orang penting (significant others)
disekitarnya. Mead juga mengemukakan bahwa setiap individu memiliki
pemahaman tertentu tentang penilaian orang lain terhadap dirinya, dan individu
tersebut akan bertingkah laku sesuai dengan penilaian umum. Pernyataan ini
senada dengan John Kinch (1963 dalam Fitts, 1971) yang mengemukakan bahwa
konsep diri terbentuk melalui interaksi sosial dan konsep diri ini mempengaruhi
tingkah
laku seseorang. Menurutnya, konsep diri seseorang didasarkan pada
persepsi dari reaksi-reaksi orang lain terhadap dirinya. Dari beberapa pengertian
konsep diri yang telah dikemukakan, dapat dinyatakan secara gamblang bahwa
konsep diri merupakan pandangan dan sikap individu terhadap dirinya sendiri.
Pengertian ini senada dengan Burns (1993) yang mengemukakan bahwa konsep
diri adalah hubungan antara sikap dan keyakinan tentang diri kita sendiri.
Cawagas (1983) dalam Pudjijogyanti (1988) juga mengemukakan hal yang
sama bahwa konsep diri mencakup seluruh pandangan individu akan dimensi
fisiknya, karakteristik pribadinya, motivasinya, kelemahannya, kepandaiannya,
kegagalannya, dan lain sebagainya. Dua orang peneliti dan penulis utama yang
mengkaji dan memberikan sumbangan besar dalam pengembangan studi konsep
diri, Rogers (1951) dan Staines (1954) dalam Burns (1993) yang menyatakan
definisi konsep diri yang sejalan. Rogers menyatakan bahwa konsep diri disusun
dari unsur-unsur seperti persepsi-persepsi dari karateristik-karateristik dan
kemampuan-kemampuan seseorang; hal-hal yang dipersepsikan dan konsep-
7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
konsep tentang diri yang ada hubungannya dengan orang-orang lain dan dengan
lingkungannya; kualitas-kualitas nilai yang dipersepsikan yang dihubungkan
dengan pengalaman-pengalaman dan obyek-obyek; dan tujuan-tujuan serta ide-ide
yang dipersepsikan sebagai mempunyai valensi positif atau negatif. Jadi menurut
Rogers, konsep diri dengan kata lain adalah gambaran yang terorganisasikan yang
berada di dalam kesadaran baik sebagai tokoh atau dasar, dari diri dan diri yang
berkaitan (self in relationship), bersama-sama dengan nilai-nilai positif dan
negatif yang dihubungkan dengan kualitas-kualitas dan hubungan-hubungan
sebagaimana mereka dipersepsikan sebagai hidup atau ada dimasa lalu, sekarang,
atau dimasa yang akan datang. Staines dalam definisinya juga menempatkan
konsep diri ke dalam bidang studi tentang sikap yang dibangun dari pengalamanpengalaman seorang individu. Konsep diri menurutnya adalah suatu sistem yang
sadar dari hal-hal yang dipersepsikan, konsep-konsep, dan evaluasi-evaluasi
mengenai diri individu sebagaimana dia tampak bagi dirinya sendiri. Termasuk di
dalamnya suatu kognisi respons yang evaluatif yang dibuat oleh individu itu
terhadap aspek-aspek yang dipersepsikan dan dipahami tentang dirinya sendiri;
suatu pemahaman tentang gambaran yang diduga oleh orang-orang lain mengenai
dia, dan suatu kesadaran dari suatu diri yang dievaluasikan, yang merupakan
gagasannya tentang pribadi sebagaimana yang dia inginkan dan dimana dia harus
bertingkah laku.
Adapun konsep diri didefinisikan secara berbeda oleh para ahli. Seifert dan
Hoffnung (1994), misalnya, mendefinisikan konsep diri sebagai suatu pemahaman
mengenai diri atau ide tentang konsep diri. Santrock (1996) menggunakan istilah
8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
konsep diri mengacu pada evaluasi bidang tertentu dari konsep diri. Sementara
itu, Menurut Duffy dan Atwater (2005) konsep diri adalah suatu cara pada
individu dalam memandang dirinya, bagaimana perasaan seseorang tentang
tubuhnya dan bagaimana kepuasaan dan ketidakpuasan seseorang terhadap
dirinya. Selanjutnya, Atwater mengidentifikasi konsep diri atas tiga bentuk.
Pertama, body image, kesadaran tentang tubuhnya, yaitu bagaimana seseorang
melihat dirinya sendiri. Kedua, ideal self, yaitu bagaimana cita-cita dan harapanharapan seseorang mengenai dirinya. Ketiga, social self, yaitu bagaimana orang
lain melihat dirinya.
Menurut Burns (1982), konsep diri adalah hubungan antara sikap dan
keyakinan tentang diri kita sendiri. Sementara itu, Cawagas (1983 dalam
Pudjijogiyanti, 1988) menjelaskan bahwa konsep diri mencakup seluruh
pandangan individu akan dimensi fisiknya, karakteristik pribadinya, motivasinya,
kelemahannya, kelebihannya atau kecakapannya, kegagalannya, dan sebagainya.
Berdasarkan pada beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa konsep
diri adalah gagasan tentang konsep diri yang mencakup keyakinan, pandangan
dan penilaian seseorang kepada dirinya sendiri. Konsep diri terdiri atas bagaimana
cara kita melihat konsep diri sebagai pribadi, bagaimana kita merasa tentang
konsep diri, dan bagaimana kemampuan berpikir seseorang. Sehingga konsep diri
anak abdi dalem keraton adalah gagasan tentang konsep diri sang anak yang
mencakup keyakinan, pandangan, dan penilaian anakkepada dirinya sendiri yang
terbentuk dari hasil interaksi sang anak dengan orang tua yaitu abdi dalem keraton
9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan lingkungannya yaitu lingkungan budaya jawa yang akan mempengaruhi
perilaku anak.
Berdasarkan fenomena-fenomena anak abdi dalem keraton dan uraian diatas
terkait konsep diri, maka peneliti ingin meneliti apa konsep diri anak abdi dalem
keraton yang dirumuskan dalam judul “Konsep Diri Anak Abdi Dalem Keraton
Yogyakarta”.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan fenomena-fenomenaa di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan peneliti sebagai berikut :
Apa konsep diri anak abdi dalem keraton?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fenomena-fenomena di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan
untuk mengetahui apa konsep diri anak abdi dalem keraton.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang akan dilakasanakan ini diharapkan dapat memberikan
manfaat baik secara teoretis maupun praktis sebagai berikut:
1. Manfaat teoretis
Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi
yang dapat digunakan sebagai bahan kajian dan memperkaya hasil
10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
penelitian dalam bidang psikologi perkembangan dan psikologi sosial
terutama yang berkaitan dengan konsep diri anak abdi keraton kepada
anak kandungnya.
2. Manfaat praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai gambaran konsep diri anak kepada orang tua yang memiliki
profesi sebagai abdi dalem keraton dan masyarakat umum. Peneliti
berharap dengan adanya penelitian ini orang tua dapat memahami konsep
diri sang anak sehingga dapat membantu anak dalam mencapai harapan
dan cita-cita di masa yang akan datang berdasarkan konsep diri sang anak.
11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Konsep Diri
1.
Pengertian Konsep Diri
George Herbert Mead (1972) mengemukakan bahwa konsep diri
merupakan produk sosial yang dibentuk melalui proses internalisasi dan
organisasi pengalaman-pengalaman psikologis. Pengalaman tersebut merupakan
hasil eksplorasi individu terhadap lingkungan fisiknya dan refleksi dari dirinya
yang diterima dari orang-orang penting (significant others) disekitarnya. Mead
(1972) juga mengemukakan bahwa setiap individu memiliki pemahaman tertentu
tentang penilaian orang lain terhadap dirinya, dan individu tersebut akan
bertingkah laku sesuai dengan penilaian umum. Pernyataan ini senada dengan
John Kinch (1963) dalam Fitts (1971) yang mengemukakan bahwa konsep diri
terbentuk melalui interaksi sosial dan konsep diri ini mempengaruhi tingkah laku
seseorang. Menurutnya, konsep diri seseorang didasarkan pada persepsi dari
reaksi-reaksi orang lain terhadap dirinya. Dari beberapa pengertian konsep diri
yang telah dikemukakan, dapat dinyatakan dengan jelas bahwa konsep diri
merupakan pandangan dan sikap individu terhadap dirinya sendiri. Pengertian ini
senada dengan Burns (1993) yang mengemukakan bahwa konsep diri adalah
hubungan antara sikap dan keyakinan tentang diri kita sendiri.
Cawagas (1983) dalam Pudjijogyanti (1988) juga mengemukakan hal yang
sama bahwa konsep diri mencakup seluruh pandangan individu akan dimensi
fisiknya, karakteristik pribadinya, motivasinya, kelemahannya, kepandaiannya,
12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kegagalannya, dan lain sebagainya. Dua orang peneliti dan penulis utama yang
mengkaji dan memberikan sumbangan besar dalam pengembangan studi konsep
diri, yaitu Rogers (1951) dan Staines (1954) dalam Burns (1993) menyatakan
definisi konsep diri yang juga sejalan dengan penjelasan sebelumnya. Rogers
menyatakan bahwa konsep diri disusun dari unsur-unsur seperti persepsi-persepsi
dari karateristik-karateristik dan kemampuan-kemampuan seseorang; hal-hal yang
dipersepsikan dan konsep-konsep tentang diri yang ada hubungannya dengan
orang-orang lain dan dengan lingkungannya; kualitas-kualitas nilai yang
dipersepsikan yang dihubungkan dengan pengalaman-pengalaman dan obyekobyek; dan tujuan-tujuan serta ide-ide yang dipersepsikan sebagai mempunyai
valensi positif atau negatif. Jadi menurut Rogers, konsep diri dengan kata lain
adalah gambaran yang terorganisasikan yang berada di dalam kesadaran baik
sebagai tokoh atau dasar, dari diri dan diri yang berkaitan (self in relationship),
bersama-sama dengan nilai-nilai positif dan negatif yang dihubungkan dengan
kualitas-kualitas dan hubungan-hubungan sebagaimana mereka dipersepsikan
sebagai hidup atau ada dimasa lalu, sekarang, atau dimasa yang akan datang.
Staines dalam definisinya juga menempatkan konsep diri ke dalam bidang studi
tentang sikap yang dibangun dari pengalaman-pengalaman seorang individu.
Konsep diri menurutnya adalah suatu sistem yang sadar dari hal-hal yang
dipersepsikan, konsep-konsep, dan evaluasi-evaluasi mengenai diri individu
sebagaimana dia tampak bagi dirinya sendiri. Termasuk di dalamnya suatu
kognisi respons yang evaluatif yang dibuat oleh individu itu terhadap aspek-aspek
yang dipersepsikan dan dipahami tentang dirinya sendiri; suatu pemahaman
13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tentang gambaran yang diduga oleh orang-orang lain mengenai dia; dan suatu
kesadaran dari suatu diri yang dievaluasikan, yang merupakan gagasannya tentang
pribadi sebagaimana dia inginkan dan dimana dia harus bertingkah laku.
Adapun konsep diri didefinisikan secara berbeda oleh para ahli. Seifert
dan Hoffnung (1994) mendefinisikan konsep diri sebagai suatu pemahaman
mengenai diri atau ide tentang konsep diri. Santrock (1996) menggunakan istilah
konsep diri mengacu pada evaluasi bidang tertentu dari konsep diri. Sementara
itu, Duffy dan Atwater (2005) konsep diri adalah suatu cara pada individu dalam
memandang dirinya, bagaimana perasaan seseorang tentang tubuhnya dan
bagaimana kepuasaan dan ketidakpuasan seseorang terhadap dirinya. Selanjutnya,
Atwater mengidentifikasi konsep diri atas tiga bentuk. Pertama, body image,
kesadaran tentang tubuhnya, yaitu bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri.
Kedua, ideal self, yaitu bagaimana cita-cita dan harapan-harapan seseorang
mengenai dirinya. Ketiga, social self, yaitu bagaimana orang lain melihat dirinya.
Menurut Burns (1982), konsep diri adalah hubungan antara sikap dan
keyakinan tentang diri kita sendiri, sedangkan Pemily dalam Atwater (1984),
mendefinisikan konsep diri sebagai sistem yang dinamis dan kompleks diri
keyakinan yang dimiliki seseorang tentang dirinya, termasuk sikap, perasaan,
persepsi, nilai-nilai, dan tingkah laku yang unik dari individu tersebut. Sementara
itu, Cawagas (1983) menjelaskan bahwa konsep diri mencakup seluruh pandangan
individu
akan
dimensi
fisiknya,
karakteristik
pribadinya,
motivasinya,
kelemahannya, kelebihannya atau kecakapannya, kegagalannya, dan sebagainya.
14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berdasarkan pada beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
konsep diri adalah gagasan tentang konsep diri yang mencakup keyakinan,
pandangan dan penilaian seseorang kepada dirinya sendiri.
a.
Dimensi-dimensi Konsep Diri
Dimensi dari konsep diri dikemukakan oleh Fitts (1971), dimana Fitts
sependapat dengan Rogers yang menganggap bahwa diri sebagai suatu obyek
sekaligus juga sebagai suatu proses, yang melakukan fungsi persepsi, pengamatan
serta penilaian. Keseluruhan kesadaran mengenai diri yang diobservasi, dialami
serta dinilai ini adalah konsep diri. Berdasarkan pendapatnya itu, Fitts membagi
konsep diri ke dalam 2 (dua) dimensi pokok, yaitu :
1) Dimensi Internal, yang terdiri dari :
a) Diri sebagai obyek/identitas (identity self)
b) Diri sebagai perilaku (behavior self)
c) Diri sebagai pengamat dan penilai (judging self)
2) Dimensi Eksternal, yang terdiri dari :
a) Diri fisik (physical self)
b) Diri moral-etik (moral-ethic self)
c) Diri personal (personal self)
d) Diri keluarga (family self)
e) Diri sosial (social self)
Kesemua dimensi dan bagian-bagiannya secara dinamis menurut Fitts
adalah berinteraksi dan berfungsi secara menyeluruh menjadi konsep diri. Untuk
15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
lebih memahami maksud dari kedua dimensi konsep diri ini, berikut dijelaskan
satu persatu. Dimensi internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal
(internal frame of reference) adalah ketika seorang individu melakukan penilaian
terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia batinnya sendiri atau dunia dalam
dirinya sendiri terhadap identitas dirinya, perilaku dirinya, dan penerimaan
dirinya. Kerangka acuan internal atau yang disebut juga dimensi internal ini oleh
Fitts dibedakan atas tiga bentuk, yaitu :
1) Diri identitas (identity self)
Identitas diri ini merupakan aspek konsep diri yang paling
mendasar. Konsep ini mengacu pada pertanyaan "siapakah saya?"
dimana di dalamnya tercakup label-label dan simbol-simbol yang
diberikan pada diri oleh individu yang bersangkutan untuk
menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya. Misalnya,
"saya Iskandar" dan kemudian sejalan dengan bertambahnya usia dan
interaksi individu dengan lingkungannya, akan semakin banyak
pengetahuan individu akan dirinya sendiri, sehingga individu tersebut
akan dapat melengkapi keterangan dirinya dengan hal-hal yang lebih
kompleks, seperti: "saya Tini", "saya seorang ibu dari tiga orang anak",
“saya bekerja sebagai seorang polisi wanita", dan sebagainya.
Selanjutnya setiap elemen dari identitas diri akan mempengaruhi cara
individu mempersepsikan dunia fenomenalnya, mengobservasinya,
dan menilai dirinya sendiri sebagaimana ia berfungsi. Pada
kenyataannya, identitas diri berkaitan erat dengan diri sebagai pelaku.
16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Identitas diri sangat mempengaruhi tingkah laku seorang individu, dan
sebaliknya identitas diri juga dipengaruhi oleh diri sebagai pelaku.
Sejak kecil, individu cenderung untuk menilai atau memberikan label
pada orang lain maupun pada dirinya sendiri berdasarkan tingkah laku
atau apa yang dilakukan seseorang. Dengan kata lain, untuk dapat
menjadi sesuatu seringkali seseorang harus melakukan sesuatu, dan
dengan melakukan sesuatu, seringkali individu harus menjadi sesuatu.
2) Diri perilaku (behavioral self)
Diri perilaku merupakan persepsi seorang individu tentang tingkah
lakunya. Diri pelaku berisikan segala kesadaran mengenai "apa yang
dilakukan oleh diri". Selain itu, bagian ini sangat erat kaitannya
dengan diri sebagai identitas. Diri yang adekuat akan menunjukkan
adanya keserasian antara diri identitas dengan diri pelakunya, sehingga
ia dapat mengenali dan menerima baik diri sebagai identitas maupun
diri sebagai pelaku. Kaitan keduanya dapat dilihat pada diri sebagai
penilai.
3) Diri pengamat/penilai (judging self)
Diri penilai ini berfungsi sebagai pengamat, penentu standar serta
pengevaluasi. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator)
antara diri, identitas dengan diri pelaku. Manusia cenderung untuk
senantiasa memberikan penilaian terhadap apa yang dipersepsikannya.
Oleh karena itu, label-label yang dikenakan kepada dirinya bukanlah
semata-mata menggambarkan dirinya, tetapi dibalik itu juga sarat
17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan nilai-nilai. Selanjutnya, penilaian inilah yang kemudian lebih
berperan dalam menentukan tindakan yang akan ditampilkannya. Diri
penilai menentukan kepuasan seseorang individu akan dirinya atau
seberapa jauh ia dapat menerima dirinya sendiri. Kepuasan diri yang
rendah akan menimbulkan harga diri (self-esteem) yang miskin dan
akan mengembangkan ketidakpercayaan yang mendasar kepada
dirinya, sehingga menjadi senantiasa penuh kewaspadaan. Sebaliknya,
bagi individu yang memiliki kepuasan diri yang tinggi, kesadaran
dirinya akan lebih realistis, sehingga lebih memungkinkan individu
yang bersangkutan untuk melupakan keadaan dirinya dan lebih
memfokuskan energi serta perhatiannya ke luar diri yang pada
akhirnya dapat berfungsi secara lebih konstruktif. Diri sebagai penilai
berkaitan erat dengan harga diri (self-esteem), karena sesungguhnya
kecenderungan evaluasi diri ini tidak saja hanya merupakan komponen
utama dari persepsi diri, melainkan juga merupakan komponen utama
pembentukan harga diri. Penghargaan diri pada dasarnya didapat dari 2
(dua) sumber utama, yaitu (1) dari diri sendiri dan (2) dari orang lain.
Penghargaan diperoleh ketika individu berhasil mencapai tujuan-tujuan
dan nilai-nilai tertentu. Tujuan, nilai, dan standar ini dapat bersumber
dari internal, eksternal, maupun keduanya. Umumnya, nilai-nilai dan
tujuan-tujuan pada mulanya dimasukkan oleh orang lain. Penghargaan
hanya akan didapat melalui pemenuhan tuntutan dan harapan orang
lain. Namun, pada saat diri sebagai pelaku telah berhubungan dengan
18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tingkah laku aktualisasi diri, maka penghargaan juga dapat berasal dari
diri individu itu sendiri. Oleh karena itu keduanya saling berhubungan.
Walaupun harga diri (self-esteem) merupakan hal yang mendasar untuk
aktualisasi diri, tetapi aktualisasi diri juga penting untuk kebutuhan
harga diri. Penjelasan mengenai ketiga bagian dari dimensi internal,
memperlihatkan bahwa masing-masing bagian mempunyai fungsi yang
berbeda namun ketiganya saling melengkapi, berinteraksi, dan
membentuk suatu diri (self) serta konsep diri (self concept) secara utuh
dan menyeluruh. Dimensi kedua dari konsep diri adalah apa yang
disebut dengan dimensi eksternal. Pada dimensi eksternal individu
menilai dirinya melalui hubungan dan aktifitas sosialnya, nilai-nilai
yang dianutnya, serta hal-hal lain yang berasal dari dunia di luar diri
individu.
Sebenarnya, dimensi eksternal merupakan suatu bagian yang sangat luas,
misalnya diri individu yang berkaitan dengan belajar. Namun, yang dikemukakan
oleh Fitts adalah bagian dimensi eksternal yang bersifat umum bagi semua orang.
Bagian-bagian dimensi eksternal ini, dibedakan Fitts atas 5 (lima) bentuk, yaitu :
1) Diri fisik (physical self)
Diri fisik menyangkut persepsi seorang individu terhadap keadaan
dirinya secara fisik. Dalam hal ini, terlihat persepsi seorang individu
mengenai kesehatan dirinya, penampilan dirinya (cantik, jelek,
menarik) dan keadaan tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk, dan kurus).
2) Diri moral-etik (moral-ethical self)
19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Diri moral merupakan persepsi seseorang individu terhadap dirinya
sendiri, yang dilihat dari standar pertimbangan nilai-moral dan etika.
Hal ini menyangkut persepsi seorang individu mengenai hubungannya
dengan Tuhan, kepuasan seorang individu akan kehidupan agamanya,
dan nilai-nilai moral yang dipegang seorang individu, yang meliputi
batasan baik dan buruk.
3) Diri pribadi (personal self)
Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seorang individu
terhadap keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi
fisik atau hubungannya dengan individu lain, tetapi dipengaruhi oleh
seberapa jauh seorang individu merasa puas terhadap pribadinya atau
sejumlah mana seorang individu merasakan dirinya sebagai pribadi
yang tepat.
4) Diri keluarga (family self)
Diri keluarga menunjukkan pada perasaan dan harga diri seorang
individu dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian diri
ini menunjukkan seberapa jauh seorang individu merasa adekuat
terhadap dirinya sendiri sebagai anggota keluarga dan terhadap peran
maupun fungsi yang dijalankannya selaku anggota dari suatu
keluarga.
5) Diri sosial (social self)
Diri sosial merupakan penilaian seorang individu terhadap
interaksi dirinya dengan orang lain dan lingkungan di sekitarnya.
20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pembentukan penilaian individu terhadap bagian-bagian dirinya dalam
dimensi eksternal ini sangat dipengaruhi oleh penilaian dan
interaksinya dengan orang lain. Seorang individu tidak dapat begitu
saja menilai bahwa ia memiliki diri fisik yang baik tanpa adanya
reaksi dari individu lain yang menunjukkan bahwa secara fisik ia
memang baik dan menarik. Demikian pula halnya, seorang individu
tidak dapat mengatakan bahwa ia memiliki diri pribadi yang baik
tanpa adanya tanggapan atau reaksi dari individu lain di sekitarnya
yang menunjukkan bahwa ia memang memiliki pribadi yang baik.
Hubungan antar dimensi dalam konsep diri (dimensi internal dan
eksternal) dapat dijelaskan dengan menggunakan analogi. Misalnya, total dari diri
(self) sebagai suatu keseluruhan adalah sebuah apel. Apel tersebut dapat dibagibagi secara horisontal maupun secara vertikal, yang pada setiap potongan akan
mengandung bagian dari potongan bagian lainnya. Dengan demikian dapat
diartikan bahwa setiap bagian dari dimensi internal akan mengandung bagianbagian dari dimensi eksternal, demikian pula sebaliknya. Interaksi yang terjadi di
dalam bagian-bagian dan antar bagian pada dimensi internal, eksternal, ataupun
keduanya, berkaitan erat dengan integrasi serta efektifitas keberfungsian diri
secara keseluruhan sebagai suatu keutuhan. Seorang individu yang terintegrasi
dengan baik akan menunjukkan derajat konsistensi interaksi yang tinggi, baik di
dalam bagian dari dirinya sendiri (intrapersonal communication) maupun dengan
individu-individu lain (interpersonal communication).
21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
b. Konsep Diri Positif dan Konsep Diri Negatif
Wicklund dan Frey (1980) dalam Calhoun (1990) menyatakan
pendapatnya bahwa yang menjadikan penerimaan diri kepada bentuk konsep diri
positif adalah ketika seorang individu dengan konsep diri positif mengenal dirinya
dengan baik sekali. Tidak seperti konsep diri yang terlalu kaku atau terlalu
longgar, konsep diri yang positif lebih bersifat stabil dan bervariasi. Menurut
Chodorkoff (1954) dalam Calhoun(1990), konsep diri positif ini berisi berbagai
"kotak kepribadian", sehingga seorang individu dapat menyimpan informasi
tentang dirinya sendiri, baik itu informasi yang negatif maupun yang positif. Jadi
seorang individu dengan konsep diri positif dapat memahami dan menerima
sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri.
Calhoum dan Acocella (1990) membagi konsep diri negatif menjadi dua
tipe, yaitu:
1) Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur,
tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Individu tersebut
benar-benar tidak tahu siapa dirinya, kekuatan dan kelemahannya atau
sesuatu yang dihargai dalam kehidupannya.
2) Pandangan tentang dirinya sendiri terlalu stabil dan teratur. Hal ini bisa
terjadi karena individu dididik dengan cara yang sangat keras sehingga
menciptakan cita diri yang tidak mengizinkan adanya penyimpangan
dari seperangkat hukum yang dalam pikirannya merupakan cara hidup
yang tepat.
22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan konsep diri negatif adalah
keadaan dimana individu tidak tahu siapa dirinya, tidak mengetahui kekurangan,
dan kelebihannya serta individu memandang dirinya terlalu stabil dan teratur
(kaku).
B. Abdi Dalem Keraton Yogyakarta
1.
Pengertian Abdi Dalem Keraton Yogyakarta
Abdi dalem keraton merupakan agen pelestari budaya atau salah satu
perwakilan pelestari budaya seperti yang diharapkan Sultan Hamengku Buwana
X. Pernyataan tersebut juga pernah disampaikan oleh Sultan Hamengku Buwana
IX pada saat penobatan sebagai Raja Ngayogyakarta Hadiningrat pada tanggal 18
Maret 1940. Menurut Maharkesti (2003) dalam Subarjo (2010) yang disebut
dengan abdi dalem Keraton Yogyakarta adalah semua orang, baik laki-laki
maupun perempuan, yang bekerja di dalam lingkungan Keraton Yogyakarta.
Menurutnya, pada zaman pemerintahan Hamengku Buwono VII, abdi dalem di
Keraton Yogyakarta secara umum dibagi ke dalam dua golongan, yaitu abdi
dalem perempuan yang disebut dengan abdi dalem keparak dan abdi dalem lakilaki. Untuk abdi dalem laki-laki tidak ada sebutan khusus. Jadi ketika menyebut
kata abdi dalem secara langsung atau tidak sudah menunjuk kepada abdi dalem
laki-laki.
Menurut Joyokusumo dalam Subarjo (2010) abdi dalem adalah semua
orang, baik laiki-laki maupun perempuan, yang bekerja di dalam lingkungan
23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Keraton Yogyakarta. serta ditetapkan dengan serat kekancingan dari raja untuk
bekerja di tempat yang ada hubungannya dengan Keraton Yogyakarta.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa abdi dalem keraton adalah
semua orang yang bekerja dan mengabdi di lingkungan keraton yang disertai
dengan surat pengangkatan berupa surat kekancingan dari Keraton Yogyakarta
dan juga sebagai pelestari budaya sekaligus “jati diri” Bangsa Indoensia.
2. Penggolongan Abdi Dalem
Penggolongan abdi dalem dibedakan menjadi dua, yaitu abdi dalem
punakawan dan abdi dalem kaprajan. Abdi dalem punakawan adalah abdi dalem
yang bertugas di keraton, sedangkan abdi dalem keprajan adalah seluruh pegawai
pemerintah daerah yang mendapat SK Gubernur dan meminta pangkat
(kelengahan) di keraton (Sulistyowati, 1999).
3. Sejarah dan Pengertian Abdi Dalem Punakawan dan Abdi Dalem
Keprajan
Pada jaman kolonial siapa saja yang bekerja di lingkungan keraton disebut
abdi dalem. Menurut Wibawa (2005) pada saat itu sudah ada pembagian kerja.
Abdi dalem yang bekerja di dalam benteng disebut abdi dalem punakawan dan
abdi dalem yang bekerja di luar benteng disebut abdi dalem kepatihan. Setelah
Yogyakarta mendeklarasikan menjadi bagian Republik Indonesia, abdi dalem
24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kepatihan diubah menjadi abdi dalem kaprajan dan berstatus Pegawai Negeri
Sipil, dimana untuk pemberian gajinya dilakukan oleh pemerintah pusat,
sedangkan abdi dalem punakawan tetap menerima gaji dari Keraton Yogyakarta.
Menurut Wibawa (2005) gaji yang dterima abdi dalem kaprajan meningkat
mengikuti perkembangan jaman, sedangkan abdi dalem punakawan hampir
dikatakan tetap.
Wibawa juga mengatakan bahwa pada masa pemerintahan Sultan
Hamengku Buwono IX semua pegawai Pemda Propinsi DIY secara otomatis
menjadi abdi dalem Keraton Yogyakarta. Namun setelah Sultan Hamengku
Buwono X naik tahta, pegawai Pemda Propinsi DIY tidak secara otomatis
menjadi abdi dalem Keraton Yogyakarta, melainkan diwajibkan untuk mendaftar
terlebih dahulu. Kemudian pangkat pada abdi dalem disesuaikan dengan pangkat
atau golongannya dalam Pegawai Negeri Sipil.
4. Hak dan Kewajiban Abdi Dalem Keraton
Seorang abdi dalem keraton tidak lepas dari hak dan kewajiban. Menurut
Sudaryanto (2005) hak sebagai abdi dalem keraton meliputi kepangkatan, gelar
nama, gaji, kesejahteraan, dan uang pensiun. Hal ini juga senada dengan hasil
wawancara yang dilakukan oleh national geographic dengan abdi dalem keraton
yang bernama KRT. H. Jatingrat yang akrab disapa Romo Tirun. Humas Keraton
Yogyakarta tersebut mengatakan bahwa para abdi dalem mendapatkan gelar dari
Keraton dan mendapatkan pendidikan. Hal ini untuk menandakan bahwa mereka
25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
adalah benar-benar abdi dalem Keraton Yogyakarta yang memahami segala adat
dan peraturan Keraton. Abdi Dalem yang masih memiliki hubungan darah dengan
Keraton akan mendapatkan gelar Raden. Untuk abdi dalem yang tidak memiliki
hubungan darah dengan Keraton akan mendapatkan gelar dengan sebutan Mas
Bekel, Mas Rono, dan Mas Lurah. Sudaryanto juga menyebutkan beberapa
kewajiban sebagai abdi dalem keraton yang meliputi caos, presensi, dan
mengikuti upacara adat.
5.
Motivasi Menjadi Abdi dalem Keraton
Seseorang yang ingin menjadi abdi dalem keraton tentunya memiliki
motivasi atau dorongan menjadi abdi dalem keraton. Menurut Sudaryanto (2005)
motivasi seseorang menjadi abdi dalem keraton adalah berupa keinginan untuk
mendapatkan ketentraman hidup dan mencari berkah.
C. Keraton Yogyakarta
1. Keraton Yogyakarta
Yogyakarta sebagai salah satu daerah dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) mempunyai sejarah, peran, dan pengaruh yang kuat terhadap
Bangsa Indonesia. Sejarah yang dimaksud adalah Yogyakarta merupakan satusatunya swapraja, kerajaan zaman kolonial, yang berhasil dan konsisten
mempertahankan diri dalam Negara Indonesia. Layaknya sebuah negara yang
26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
merdeka, Yogyakarta mempunyai kepemimpinan tersendiri yang dikenal dengan
kesultanan, wilayah, rakyat dan birokrasi pemerintahan, yang kemudian
dikukuhkan sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta oleh perundang-undangan
Republik Indonesia (RI) pada tanggal 17 Agustus 1945. Menurut Suwarno (1994)
wilayah kekuasaannya meliputi wilayah Kasultanan dan Paku Alaman serta
daerah enclave, Ngawen, Kotagede, dan Imogiri. Pasangan pemimpin pada saat
itu adalah Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII sebagai kepala dan
wakil kepala daerah. Periode jabatannya juga berbeda dengan daerah lain yang
menetapkan pergantian kepala dan wakil kepala daerah setiap lima tahun sekali.
Oleh karena itu, beberapa keunikan tersebut menjadi motivasi keberadaan
Yogyakarta yang diistimewakan.
Keraton Yogyakarta adalah pusat wilayah tempat kediaman Raja atau Sri
Sultan beserta keluarganya. Tidak hanya raja dan keluarga saja tetapi juga para
abdi dalem keraton. Para abdi dalem ini tinggal di lingkungan tempat-tempat yang
berbeda. Menurut Suwarno (1994) Keraton Yogyakarta sendiri dibagi menjadi
kediaman raja dan keluarga yaitu keraton. Kemudian menyusul lingkungan yang
disebut Kutanagara atau yang kemudian disebut dengan Nagara atau Nagari. Di
lingkungan wilayah ini, tinggal abdi dalem teras kerajaan yang menjalankan tugas
atas perintah raja. Lingkungan luarnya disebut NagaraAgung yang merupakan
tanah lungguh para abdi dalem yang tinggal di wilayah Nagari. Lingkungan paling
luar disebut Mancanagara dan pasisiran (pantai) yang diperintah oleh para bupati
yang ditunjuk oleh raja.
27
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasca
kemerdekaan
komunitas
keraton
masih
tetap
berusaha
mempertahankan spirit doktrin keagung binataran. Menurut Meodjanto doktrin ini
memuat ajaran kekuasaan raja yang besar sehingga rakyat sampai mengakui
bahwa raja adalah pemilik segala sesuatu, baik harta benda maupun manusia. Sri
Sultan Hamengku Buwono mengisyaratkan tahta bagi kesejahteraan kehidupan
sosial budaya rakyat, secara retoris dinyatakan “buat apa sebuah tahta dan
menjadi sultan, bila tidak memberi manfaat bagi masyarakat”. Menurut
Atmakusumah (1982) cara pandang seperti ini yang membuat para abdi dalem
memiliki loyalitas yang tinggi terhadap keraton.
2. Budaya Keraton Yogyakarta
Dalam bukunya, Soenarto (2012) mengemukakan kebudayaan keraton dapat
dilihat dari bangunan-bangunan dan tanaman-tanaman yang terdapat di dalam
keraton. Bangunan-bangunan dan tanaman-tanaman keraton tersebut adalah
symbol-simbol yang bermakna dan memiliki ciri khas Budaya Jawa. Selain itu, di
dalam Keraton terdapat peraturan yang wajib ditaati oleh semua warga Keraton,
baik Keluarga Keraton maupun para Abdi Dalem. Sebagai warga Keraton ada
kewajiban datang (sowan) ke Keraton sesuai dengan kepentingan yang dikerjakan
oleh masing-masing.
Budaya berpakaian di dalam Keraton memiliki perbedaan antara Keluarga
Keraton dengan para Abdi dalem Keraton. Para Abdi dalem mengenakan kain
batik bercorak, ikat pinggang, baju peranakan, tutup kepala atau disebut dengan
blangkon, keris, sandal, dan samir. Selain itu para abdi dalem diwajibkan
memiliki sikap sopan, perilaku, dan berbahasa yang baik di dalam Keraton
28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
maupun di luar Keraton sesuai dengan budaya yang dianut oleh masyarakat Jawa
yaitu Budaya Jawa. Idrus (2004) mengemukakan, budaya Jawa merupakan budaya
yang menjunjung tinggi nilai-nilai atau adat istiadat dan unggah-ungguh yang sudah
diterapkan oleh masyarakat. Sehingga dapat dikatakan bahwa Budaya Keraton tidak
terlepas dari Budaya Jawa.
D.
Budaya Jawa
1.
Pengertian Budaya Jawa
Menurut Koentjaraningrat (1985) kebudayaan Jawa merupakan konsep-
konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari
masyarakat mengenai apa yang dianggap bernilai, berharga, dan penting dalam
hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman hidup. Menurut Idrus
(2004) budaya Jawa merupakan budaya yang menjunjung tinggi nilai-nilai atau adat
istiadat dan unggah-ungguh yang sudah diterapkan oleh masyarakat. Selain itu
Suseno (1985) mengungkapkan bahwa salah satu tata krama Budaya Jawa adalah
prinsip tidak boleh mengungkapkan segala sesuatu secara langsung karena dianggap
kurang sopan jika mengungkapkan sesuatu yang dikehendaki.
2. Perilaku Masyarakat Jawa
Nilai kebudayaan yang diperoleh dari proses belajar menghasilkan sikap
dan perilaku tertentu dalam menjalaninya. Menurut Soekanto (1990) kebudayaan
29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengisi
serta
menentukan
jalannya
kehidupan
manusia.
Prinsip
yang
mengarahkan perilaku ini dikenal dengan istilah value atau nilai. Rokeach dalam
Muniarti dan Beatrix (2000) mendefinisikan nilai sebagai tujuan yang diharapkan
seseorang. Nilai berfungsi sebagai prinsip yang mengarahkan perilaku, dan
memiliki derajat kepentingan yang berbeda-beda. Pandangan Moghaddam dan
Studer dalam Utama (2003) menyebutkan bahwa perilaku manusia bukan dilihat
dari hubungan sebab akibat melainkan dari keterkaitan normatif manusia dan
lingkungan sekitarnya, sehingga budaya menentukan perilaku yang dianggap tepat
tentang bagaimana seharusnya seseorang berperilaku.
Menurut Hardjowirogo (1983) orang Jawa tidak bisa melepaskan diri dari
lilitan tradisinya sehinga perilaku-perilaku orang Jawa juga tidak lepas dari
budaya Jawa. Manusia Jawa digambarkan sebagai makhluk yang tidak begitu
tertarik terhadap materi dan merasa bangga akan gambaran mengenai dirinya.
Mulder (1984) menyebutkan kaidah-kaidah moril Javanisme yang menekankan
pada sikap narima, sabar, waspada-eling (mawas diri), andap asor (rendah diri),
dan prasaja (sahaja), serta dorongan-dorongan dan emosi-emosi pribadi. Mudler
juga mengatakan bahwa sumber budaya Jawa berpusat pada pendidikan budi
pekerti, budi luhur, budi utama, sopan santun, lemah lembut, ramah tamah, sabar,
dan menerima diri apa adanya.
Interaksi masyarakat jawa dalam kehidupan memiliki berbagai macam
peraturan dengan tujuan menjaga keselarasan dalam masyrakat. Greetz dalam
Suseno (1996) menyebutkan bahwa terdapat dua kaidah yang paling menentukan
kaidah pergaulan dalam masyarakat Jawa. Kaidah pertama menyatakan bahwa
30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dalam segala situasi manusia hendak bersikap sedemikian rupa sehingga tidak
menimbulkan konflik. Kaidah kedua menuntut agar manusia dalam cara bicara
dan membawa diri selalu menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain. Dua
kaidah ini adalah prinsip rukun dan prinsip hormat. Suseno juga mengatakan
bahwa nilai rukun dan hormat secara turun-temurun telah mendasari pandanganpandangan hidup orang Jawa.
E. Anak
1.
Pengertian Anak
Dalam bukunya, Santrock (2003) menjelaskan beberapa fase anak. Masa
awal anak-anak memiliki rentang usia kira-kira 5 atau 6 tahun. Untuk pertengahan
dan akhir anak-anak ialah periode perkembangan yang memiliki rentang usia kirakira 6 hingga 11 tahun atau kira-kira setara dengan tahun-tahun sekolah dasar.
Sehingga dapat diartikan anak adalah seseorang yang memiliki rentang usia 5
sampai 11 tahun
2. Perkembangan Sosio Emosional Masa Anak-anak
Masa anak-anak pasti tidak terlepas oleh masa-masa bermain dengan
teman sebaya dan relasi dengan keluarga. Masa-masa ini sangat berpangaruh
dalam pembentukan sosio emotional pada anak. Dalam berinteraksi dengan teman
sebaya dan relasi orang tua, anak akan belajar dan berkembang secara sosial.
31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Relasi pertama seorang anak terjadi dalam keluarga. Hal tersebut tentu saja
berkaitan dengan pola asuh orang tua terhadap anaknya. Menurut Santrock (2003)
pola asuh adalah pola atau bentuk pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua
terhadap
anak,
dan
termasuk
dalam
pengaruh
mikrosistem
terhadap
perkembangan. Menurut Utti (2006), Okapko (2004), dan Ofoegbu (2002) dalam
Okorodudu (2010), pola asuh adalah tindakan orang tua dalam pengasuhan anak,
pelatihan, pemeliharaan, atau pendidikan anak. Berdasarkan uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa pola asuh adalah bentuk pengasuhan yang dilakukan oleh
orang tua terhadap anak, pelatihan, pemeliharaan, atau pendidikan anak yang
mempengaruhi perkembangan anak.
Definisi teman sebaya dalam Santrock (2007) yaitu anak-anak yang
tingkat usia dan kematangannya kurang lebih sama. Interaksi teman sebaya yang
mengisi suatu peran yang unik dalam kebudayaan kita. Penelitian yang dilakukan
oleh Suaomi, Harlow, dan Domek (1970) dalam Santrock (2007) menjawab
pentingya peran teman sebaya bagi perkembangan anak. Penelitian ini
menggunakan subjek sekumpulan monyet dimana sekumpulan monyet sebaya
yang diasuh bersama dipisahkan, mereka menjadi depresi dan kurang berkembang
secara sosial.
Sebagian besar interaksi anak-anak dengan teman sebaya akan melibatkan
permainan. Permainan adalah suatu kegiatan yang menyenangkan yang dilakukan
untuk kepentingan kegiatan itu sendiri. Menurut Freud dan Erikson dalam
Santrock (2007), permainan adalah suatu bentuk penyesuaian diri manusia yang
sangat berguna, menolong anak menguasai kecemasan dan konflik. Permainan ini
32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berguna dalam membantu anak dalam perkembangan kognitif. Menurut Piaget
(1962) dalam Santrock (2007) permainan memungkinkan anak mempraktekkan
kompetensi-kompentensi dan ketrampilan-ketrampilan mereka yang diperlukan
dengan cara yang santai dan menyenangkan. Piaget yakin bahwa struktur–struktur
kognitif perlu dilatih dan permainan memberi setting yang sempurna bagi latihan
ini.
F. Konsep Diri Anak
Menurut Harter (1998) anak akan memahami diri pada masa anak-anak
berdasarkan atas berbagai peran dan kategori-kategori keanggotaan yang
mendefinisikan siapa anak itu. Damon dan Hart (1988 dan 1992) menyebutkan
bahwa meskipun bukan keseluruhan identitas pribadi, tetapi pemahaman diri
memberi tiang pondasi rasionalnya. Pemahaman diri ialah representasi kognitif
diri anak, bahan dan konsep diri. Konsep diri (self-concept) mengacu pada bidang
spesifik pada dirinya. Anak-anak dapat membuat evaluasi diri dalam banyak
bidang kehidupan mereka, seperti bidang akademis, atletik, penampilan, dan lainlain. Misalnya, seorang anak perempuan berusia 5 tahun memahami bahwa ia
adalah seorang perempuan, berambut hitam, suka mengendarai sepedanya,
mempunyai seorang teman, dan seorang perenang.
Menurut Keliat (2005) konsep diri anak berkembang secara bertahap
melalui pengalaman dan hubungan dengan keluarga atau orang-orang di
sekitarnya, sehingga konsep diri anak terbentuk melalui kontak sosial dan belajar.
33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
G. Konsep Diri Anak Abdi Dalem Keraton
Jika kita membicarakan konsep diri maka kita akan dihadapkan
pertanyaan-pertanyaan tentang diri kita, seperti “siapa saya?”, “apa peran saya
dalam kehidudpan?”, “bagaimana nilai-nilai kehidupan yang saya anut?”, “apa
cita-cita saya kelak?”, “bagaiamana pandangan orang tentang saya?”. Menurut
Aritoteles (384-322 SM) dalam Abdulkarim (2006) manusia merupakan makhluk
sosial yang artinya pada dasarnya manusia adalah makhluk yang ingin selalu
bergaul dan berkumpul dengan manusia serta bermasyarakat. Hal tersebut
mendasari konsep diri pada seseorang yang akan terbentuk melalui interaksi sosial
dan konsep diri inilah yang akan mempengaruhi perilaku manusia, dimana
pengertian tersebut sejalan dengan pengertian menurut John Kinch (1963) dalam
Fitts (1971).
Kemudian dalam konteks ini kita mempertanyakan apa yang disebut
dengan konsep diri itu. Dalam penelitian ini konsep diri dijelaskan dengan
beberapa teori yang sudah dijelaskan diatas. Oleh karena itu, peneliti mengambil
kesimpulan berdasarkan beberapa teori yang sudah dijelaskan diatas bahwa
gagasan tentang konsep diri mencakup keyakinan, pandangan, dan penilaian
seseorang kepada dirinya sendiri. Konsep diri terdiri atas bagaimana cara kita
melihat konsep diri sebagai pribadi, bagaimana kita merasa tentang konsep diri,
dan bagaimana kemampuan berpikir seseorang. Konsep diri terbentuk melalui
interaksi sosial dan konsep diri ini akan mempengaruhi perilaku manusia tersebut.
34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dari fenomena-fenomena yang telah diuraikan peneliti pada latar belakang
tentang anak abdi dalem keraton yang memilih mengabdi dan bekerja sebagai
abdi dalem keraton di usia anak-anak serta lebih memilih membantu pekerjaan
orang tua sebagai abdi dalem keraton daripada bermain dengan anak seusianya.
Fenomena anak abdi dalem ini berbeda dengan anak pada umum yang lebih
memilih bermain dengan teman sebaya daripada bekerja atau mengabdikan diri
kepada Keraton di usianya yang masih anak-anak atau merasa lebih senang
membantu pekerjaan orang tua sebagai abdi dalem keraton setelah pulang sekolah
daripada bermain dengan teman-teman sebaya setelah pulang sekolah. Fenomena
anak abdi dalem ini juga berbeda dengan teori-teori perkembangan sosio
emosional masa anak-anak sehingga peneliti menganggap fenomena ini
merupakan fenomena yang unik.
Penelitian ini merumuskan satu permasalahan untuk dikaji, yakni apa
konsep diri anak abdi dalem keraton. Berdasarkan teori-teori di atas mengenai
pengertian konsep diri, pembentuk konsep diri, dan dampak konsep diri, maka
dapat dirumuskan bahwa konsep diri anak abdi dalem keraton adalah gagasan
tentang konsep diri anak yang mencakup keyakinan, pandangan, dan penilaian
anak kepada dirinya sendiri yang terbentuk dari hasil interaksi sang anak dengan
orang tua yaitu abdi dalem keraton dan lingkungannya yaitu lingkungan budaya
jawa yang akan mempengaruhi perilaku anak.
35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
Metode Penelitian
A. Paradigma Penelitian Kualitatif
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif untuk
menghasilkan dan pengolahan data yang sifatnya deskriptif, seperti transkrip
wawancara dan perilaku-perilaku yang diamati. Penelitian kualitatif adalah proses
pencarian data untuk memahami masalah sosial yang didasari pada penelitian
yang menyeluruh dibentuk oleh kata-kata, dan diperoleh dari situasi yang alamiah.
Penelitian kualitatif didefinisikan secara beragam sesuai dengan sudut
pandang yang dipakai oleh para ahli. Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007)
mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau perilaku yang
diamati. Definisi tersebut lebih menitik beratkan pada jenis data yang
dikumpulkan dalam penelitian yakni data deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif
merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif dan berupaya menggali
makna dari suatu fenomena. Hal ini hampir sama dengan yang dikatakan Matthew
B. Milees dan A. Michael hubertman (M. Djunaidi Ghony dan Fauzan
Almanshur, 2012, dalam Pika dkk, 2009) yang mengatakan bahwa penelitian
kualitatif lebih menekankan aspek proses mendapatkan data melalui kontak secara
intensif dalam situasi sosial.
36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pada penelitian kualitatif, peneliti berusaha memahami subjek dari
kerangka berpikirnya sendiri. Dengan demikian, yang penting adalah pengalaman,
pendapat, perasaan dan pengetahuan partisipan (Poerwandari, 2005). Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui konsep diri anak abdi dalem keraton Yogyakarta.
Peneliti akan menggali penghayatan subjek terhadap usahanya dalam menjelaskan
gambaran tentang dirinya. Menurut Poerwandari (2007) untuk mendapatkan
pemahaman mendalam dan khususnya atas suatu fenomena serta untuk
memahami manusia dalam segala kompleksitasnya sebagai makhluk yang
subjektif, maka pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang paling sesuai untuk
digunakan. Metode yang digunakan dalam pendekatan ini tidak kaku. Penelitian
kualitatif sifatnya fleksibel, dalam arti kesesuaiannya tergantung dari tujuan setiap
penelitian. Walaupun demikian selalu ada pedoman untuk diikuti, tapi bukan
aturan yang mati (Cassel &Symon, 1994:Strauss, 1987:Taylor & Bogdan, 1984
dalam Pika dkk, 2009).
Metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui konsep diri adalah
metode analisis isi (content analysis). Alasan penggunaan metode ini karena
metode atau pendekatan ini bertujuan untuk menafsirkan secara subyektif isi data
berupa teks melalui proses klarifikasi sistematik seperti coding dan indentifikasi
aneka tema (Hsieh & Shannon dalam Supratiknya, 2015). Analisis isi merupakan
analisis mendalam yang dapat digunakan untuk penelitian kuantitatif dan
kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, analisis isi melibatkan isi dari komunikasi
berupa percakapan, teks tertulis, dan wawancara yang akan dikategorikan serta
diklasifikasikan. Selain itu, objek dari analisis isi dalam kualitatif berupa transkrip
37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
wawancara, rekaman, dokumen, dan sebagainya (Elo & Kyngas dalam
Supratiknya, 2015).
Dalam analisis isi (content analysis), terdapat dua pendekatan yaitu
analisis isi konvensional (pendekatan induktif) dan analisis isi terarah (pendekatan
deduktif). Dalam penelitian ini menggunankan pendekatan deduktif atau dapat
disebut directed content analysis. Elo dan Kyngas dalam Supratiknya (2015)
menjelaskan bahwa pendekatan ini bertujuan untuk menguji kembali atau
memvalidasi ketegori, konsep, hipotesis, bahkan teori yang sudah pernah
didapatkan dalam sebuah konteks baru dengan subyek yang baru. Hsieh dan
Shannon dalam Supratiknya (2015) menyatakan bahwa penggunaan teori pada
pendekatan ini dapat membantu menetukan skema pengodean awal.
Pendekatan ini lebih cocok digunakan oleh peneliti karena data yang akan
diperoleh dari informan akan diuji ulang dan dikategorikan sesuai dengan teori
yang digunakan peneliti sebagai pegangan serta acuan.
B. Subjek Penelitian
1.
Populasi
Menurut Hadi (1990 dalam Pika dkk 2009), populasi merupakan sejumlah
individu yang paling sedikit mempunyai satu ciri atau sifat yang sama. Populasi
ini kemudian diambil contoh atau sampel yang diharapkan dapat mewakili
38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
populasi. Pada penelitian ini, populasi yang diambil adalah para anak abdi dalem
keraton Kesultanan Yogyakarta.
2.
Sampel
Dalam memperoleh
subyek penelitian, teknik yang digunakan untuk
pengambilan sampel adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah
teknik pengambilan subjek yang didasarkan atas adanya tujuan tertentu dan
kriteria tertentu (Herdiansyah, 2015). Teknik ini dilakukan karena beberapa
pertimbangan yaitu keterbatasan waktu, tenaga, dan dana sehingga tidak
mengambil sampel yang besar dan jauh. Pengambilan sampel pada penelitian ini
tidak dilakukan secara acak tetapi dipilih mengikuti kriteria tertentu dan kepada
subyek juga ditanyakan mengenai kesediannya untuk menjadi subyek penelitian.
Adapun kriteria-kriteria untuk menentukan subyek adalah sebagai berikut:
a. Seorang anak yang memiliki rentang usia kira-kira 5 hingga 11
tahun.
b. Masih bersekolah.
c. Memiliki orang tua sebagai abdi dalem Keraton Yogyakarta.
d. Berdomisili di Daerah Istimewa Yogyakarta.
39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. Metode Pengumpulan Data
1.
Wawancara
Wawancara
adalah
percakapan
dengan
maksud
tertentu.
Maksud
mengadakan wawancara, seperti ditegaskan Lincoln dan Guba (1985), antara lain:
mengkontruksikan mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi,
tuntutan, kepedulian dan lain-lain kebulatan; merekontruksi kebulatan-kebulatan
demikian sebagai yang dialami masa lalu; memproyeksikan kebulatan-kebulatan
sebagai yang diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang;
memverifikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang
lain, baik manusia maupun
bukan manusia (triangulasi); dan memverifikasi,
mengubah dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai
pengecekan anggota.
Wawancara dilakukan terhadap subjek penelitian dan significant other (orang
terdekat dan sekeliling subjek). Peneliti akan menggunakan wawancara semi
terstruktur. Peneliti merancang serangkaian pertanyaan yang disusun dalam suatu
daftar wawancara, akan tetapi daftar tersebut digunakan untuk menuntun dan
bukan untuk mendikte wawancara tersebut. Wawancara semi terstruktur
memfasilitasi terbentuknya hubungan atau empati, memungkinkan keluwesan
yang lebih besar dalam peliputan dan memungkinkan wawancara untuk memasuki
daerah-daerah baru, dan cenderung untuk menghasilkan data yang lebih subur
(Smith, 2013).
40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.
Observasi
Poerwandari (2005) mengemukakan bahwa observasi adalah metode
pengumpulan data esensial dalam penelitian, apa lagi penelitian dengan
pendekatan kualitatif. Observasi bertujuan mendeskripsikan setting yang
dipelajari aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam
aktivitas, dan makna kejadian dilihat dari perspektif mereka yangterlibat dalam
kejadian yang diamati tersebut. Peneliti yang baik akan melaporkan hasil
obsevasinya secara deskriptif, tidak secara interpretative. Deskripsi hendaknya
memadai dalam detail dan ditulis sedemikian rupa untuk memungkinkan pembaca
memvisualisasikan setting yang diamati. Peneliti melakukan observasi secara
tertutup, observasi tertutup adalah observasi yang dilakukan tanpa diketahui oleh
subyek dan dilakukan secara diam-diam. Hal ini dikarenakan bahwa manusia pada
umumnya bertingkah laku berbeda bila tahu mereka diamati. Sebaliknya, individu
yang tidak menyadari bahwa mereka diamati akan bertingkah laku biasa (tidak
dibuat-buat atau disesuaikan dengan harapan sosial). Selanjutnya peneliti
mencatat segala sesuatu yang dilakukan subjek yang dapat memberikan makna
dan informasi.
Hal-hal yang perlu untuk diobservasi dalam penelitian ini yaitu :
a. Kesan umum terdiri dari kondisi fisik subyek serta lingkungan
tempat tinggal.
b. Kegiatan sehari-hari terdiri dari interaksi subyek dengan keluarga
danlingkungan sosial.
41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
c. Ekspresi dan perilaku subyek saat proses wawancara.
D. Metode Analisis Data
Analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisis isi terarah dengan
penerapan kategori secara deduktif. Elo & Kyngas dalam Supratiknya (2015)
menjeaskan langkah pertama untuk menganalisis data dengan menyusun sebuah
kerangka berdasarkan kategori. Hsieh dan Shannon dalam Supratiknya (2015)
menambahkan pada langkah pertama, peneliti akan mengajukan pertanyaan
terbuka tentang pengalaman atau perasaan informan yang sesuai konteks
penelitian dan selanjutnya akan diajukan pula pertanyaan-pertanyaan terarah
menuju kategori yang sudah ditetapkan.
Pada langkah kedua peneliti akan melakukan coding data agar semua yang
nampak dari data para informan dapat diidentifikasikan dan dibagi perkategori
yang sejenis atau bermakna sama (Hsieh dan Shannon dalam Supratiknya, 2015).
Sebelum proses pengodean dilakukan, peneliti akan membaca seluruh transkrip
wawancara kemudian menentukan kode-kode yang sesuai dengan teori yang
ditetapkan oleh peneliti. Setelah proses pengodean dilakukan, peneliti akan
memilah-milah bagian mana yang termasuk dalam satu kategori baru dan
subkategori dari salah satu kode yang sudah ada sebelumnya.
42
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
E. Uji Keabsahan dan Keandalan Data
Dalam Moleong (2010), uji keabsahan data bertujuan agar data dapat
dipertanggungjawabkan sehingga data memiliki tingkat kepercayaan dan
keakuratan yang tinggi. Pemeriksaan keabsahan data didasarkan pada kriteria
tertentu. Kriteria itu terdiri atas derajat kepercayaan (kredibilitas), keteralihan,
ketergantungan dan kepastian. Masing-masing kriteria tersebut menggunakan
teknik pemeriksaa sendiri-sendiri. Kriteria derajat kepercayaan datanya dilakukan
dengan teknik perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, triangulasi,
pengecekan, kecukupan refensial, kajian kasus negatif dan pengecekan anggota.
Pada penelitian ini uji kesahihan dan keandalan data dilakukan dengan metode
Triangulasi.
Triangulasi
adalah
teknik
pemeriksaan
keabsahan
data
yang
memanfaatkan sesuatu yang lain. Penelitian ini menggunakan teknik triangulasi
dengan pemeriksaan melalui sumber lainnya. Triangulasi dengan sumber berarti
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton
1987).
43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
F.
Pedoman Observasi dan Wawancara
1.
Pedoman Observasi
Observasi akan dilakukan bersamaan dengan wawancara. Observasi akan
dilakukan secara tertutup, yaitu tanpa sepengetahuan subyek. Hal-hal yang perlu
untuk diobservasi dalam penelitian ini yaitu :
a. Kesan umum terdiri dari kondisi fisik subyek serta lingkungan tempat
tinggal.
b. Kegiatan sehari-hari terdiri dari interaksi subyek dengan keluarga
danlingkungan sosial.
c. Ekspresi dan perilaku subyek saat proses wawancara.
2. Pedoman Wawancara
Dimensi dari konsep diri dikemukakan oleh Fitts (1971), dimana Fitts
sependapat dengan Rogers yang menganggap bahwa diri sebagai suatu obyek
sekaligus juga sebagai suatu proses, yang melakukan fungsi persepsi, pengamatan
serta penilaian.Keseluruhan kesadaran mengenai diri yang diobservasi, dialami
serta dinilai ini adalah konsep diri. Berdasarkan pendapatnya itu, Fitts membagi
konsep diri ke dalam 2 (dua) dimensi pokok, yaitu :
a. Dimensi Internal
1) Diri identitas (identity self)
Identitas diri subjek (nama, alamat, usia, jumlah saudara, suku)
44
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2) Diri pelaku (behavior self)
Kegiatan apa saja yang Anda lakukan?
3) Diri pengamat/penilai (judging self)
Menurut Anda, Anda merupakan seorang anak yang seperti apa?
b. Dimensi Internal
1) Diri fisik (physical self)
Menurut Anda, Anda memiliki fisik yang seperti apa?
Bagian manakah dari fisik Anda yang paling disukai dan tidak disukai?
Bagaimana penilaian orang tua dan teman-teman tentang fisik Anda?
Apa yang Anda lakukan dengan penilaian-penilaian yang Anda dapat?
2) Diri moral-etik (moral-ethcal self)
Apa agama Anda?
Apa yang Anda dapat dari agama yang Anda anut?
Apa fungsi agama untuk Anda?
Bagaiamana Anda menjalankan ajaran-ajaran agama?
3) Diri personal (personal self)
Apa perasaan Anda dengan segala sesuatu yang ada pada diri Anda?
4) Diri keluarga (family self)
Apa perasaan yang Anda rasakan apabila sedang bersama keluarga?
Bagaimana perlakuan keluarga Anda kepada dirianda?
Apa yang Anda lakukan dengan perlakuan tersebut?
5) Diri social (social self)
45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Bagaimana hubungan Anda dengan keluarga, teman-teman, dan
tetangga?
Kegiatan apa saja yang Anda lakukan dengan keluarga, teman-teman,
dan tetangga?
Apa penilaian Anda dengan kegiatan-kegiatan yang Anda lakukan
dengan mereka?
Penilaian apa yang Anda dapat dari mereka?
Apa yang Anda lakukan dengan penilaian mereka?
46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Pelaksanaan Penelitian
1.
Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian
Sebelum memulai mengumpulkan data, hal pertama yang diperlukan
adalah informasi mengenai keberadaan subjek penelitian. Setelah menggali
informasi dari berbagai kenalan (seorang gatekeepers), maka didapatlah informasi
mengenai alamat atau keberadaan para subjek penelitian. Subjek yang memenuhi
kriteria ada dua (2) anak, yaitu anak abdi dalem keraton dengan rentang usia 5
sampai 12 tahun. Mereka berada di Kecamatan Pajangan dan Gamping. Setelah
mendapatkan alamat rumah masing-masing subjek, maka tahap selanjutnya adalah
mendatangi rumah tersebut dengan tujuan meminta ijin kepada para orang tua dan
subjek tersebut agar bersedia melakukan wawancara untuk menggali informasi
yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
Selama proses wawancara, alat bantu yang digunakan adalah handphone,
bolpoin dan kertas. Handphone berfungsi sebagai tape recorder, yaitu digunakan
untuk merekam setiap jawaban subjek, sedangkan bolpoin dan kertas digunakan
untuk mencatat hal-hal yang diperlukan sekaligus sebagai cadangan apabila
handphone mengalami gangguan. Selain itu, bolpoin dan kertas juga berfungsi
untuk mencatat respon subjek ketika menjawab pertanyaan yang tidak
terdokumentasikan oleh handphone.
47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sebelum melakukan proses wawancara, hal wajib yang perlu dilakukan
adalah meminta ijin pada subjek untuk merekam hasil wawancara karena hal ini
berhubungan dengan privasi subjek. Subjek 2 tidak mempermasalahkan hal
tersebut, tetapi Subjek 1 menolak untuk direkam. Ia merasa malu apabila proses
wawancara tersebut direkam.
2.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian melalui proses wawancara dilakukan dengan jadwal sebagai berikut:
Tabel 4.1 Jawdal Proses Wawancara
KETERANGAN
SUBJEK 1
SUBJEK 2
1. Hari/tanggal
Jumat, 1 April 2016
Kamis, 14 April 2016
Selasa, 5 April 2016
Jumat, 15 April 2016
Kamis, 7 April 2016
2. Waktu
15.00-17.30 WIB
3. Tempat
1. Rumah
14.00-18.00 WIB
subjek
Jogoran
: 1. Rumah
Kulon,
Kec. Pajangan
2. Tempat makan :
sebuah
warung
bakso
di
Pajangan
48
Kec.
subjek
Gampeg, Sedayu
:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Subjek Penelitian
Pemilihan subjek penelitian dilakukan dengan kriteria yang telah
ditentukan, yaitu anak abdi dalem keraton dengan rentang usia 5 sampai 12 tahun.
Berdasarkan kriteria tersebut maka terdapat dua (2) orang subjek yang sesuai yang
kemudian disusunlah jadwal wawancara yang sesuai. Wawancara dilakukan di
rumah subjek. Hal tersebut dipilih dengan pertimbangan kenyamanan dan
keamanan suasana dibandingkan diluar lingkungan rumah, karena mengingat
subjek masih anak-anak sehingga perlu pantauan dari orang tua.
B.
Hasil Penelitian
1.
Data Demografi Subjek
Berdasarkan hasil penelitian, usia subjek berbeda yaitu subjek 1 berusia 9
tahun dan subjek 2 berusia 10 tahun. Subjek 1 berjenis kelamin laki-laki dan
subjek 2 berjenis kelamin perempuan. Mereka masih menempuh pendidikan di
Sekolah Dasar, subjek 1 duduk di kelas 3 dan subjek 2 duduk di kelas 5. Kedua
subjek penelitian bertempat tinggal di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
tetapi berbeda daerah tempat tinggal. Subjek 1 bertempat tinggal di Jogoran
Kulon, sedangkan subjek 2 bertempat tinggal di Gampeng.
49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Untuk mempermudah melihat data demografi dari subjek penelitian, maka
dapat dilihat pada tabel berikut:
KETERANGAN
Tabel 4.2 Data Demografi Subjek
Subjek 1
Subjek 2
Usia
9 tahun
10 tahun
Jensi Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jogoran Kulon,
Alamat
Gampeng, Sedayu
Panjangan
Kelas
2.
3 SD
5 SD
Hasil Observasi Subjek 1
Subjek bertempat tinggal di Jogoran Kulon, yang tergolong daerah
pedesaan. Rumah subjek terlihat sangat sederhana, dilengkapi dengan warung
kecil di depan rumah yang terbuat dari kayu dan bambu. Rumah subjek terlihat
belum selesai dalam proses pembangunannya. Batu dan pasir material bangunan
terlihat berserakan di depan rumah. Warungnya juga tidak dipenuhi dengan
barang dagangan. Orang tua subjek menjual beberapa sayuran yang terlihat
sebagian sudah layu dan keperluan-keperluan rumah tangga seperti pasta gigi,
sabun cuci, dan jajanan anak.
Subjek seringkali terlihat bersama-sama dengan kedua adiknya, subjek
terlihat sedang menjagai mereka. Subjek terlihat menggendong adiknya yang
paling kecil dengan jarik (jenis kain khas jawa) dan berusaha menidurkannya.
50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pada wawancara pertama, Ibu subjek menyambut peneliti dengan baik, dan
memanggil subjek supaya bertemu dengan peneliti. Namun subjek terkesan masih
malu sehingga pada wawancara tersebut hanya dilakukan perkenalan dengan
subjek dan membangun suasana yang nyaman antara subjek dan peneliti.
Pada wawancara kedua, subjek masih terlihat malu-malu dan susah untuk
diajak berkomunikasi, sehingga peneliti memiliki inisiatif untuk mengajak subjek
jalan-jalan dan membeli bakso agar subjek merasa nyaman dengan peneliti.
Peneliti bercakap-cakap saat perjalanan dengan subjek seputar kesehariannya di
rumah maupun di sekolah. Ketika di warung bakso barulah peneliti memulai
pengambilan data dengan cara wawancara. Peneliti masih merasa bahwa subjek
masih belum sepenuhnya memberikan informasi yang lengkap sehingga
diperlukan wawancara selanjutnya.
Pada wawancara ketiga, peneliti mengajak subjek untuk wawancara di
rumah subjek. Peneliti memulai dengan memancing subjek untuk bercerita
tentang kegiatannya tadi di sekolah sebelum melakukan wawancara agar subjek
merasa lebih nyaman saat wawancara. Pada wawancara ketiga ini, subjek sudah
dapat memberikan informasi dengan jelas dan sesuai dengan yang diharapkan
peneliti.
3.
Deskripsi Data Subjek 1
Pengembilan data dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pada Jumat 1 April
2016, Selasa 5 April 2016, dan Kamis 7 April 2016. Wawancara dilakukan di
51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
rumah subjek, yaitu di Jogoran Kulon dan di sebuah warung makan. Hasil
wawancara dengan subjek 1 adalah sebagai berikut:
Subjek bernama Mohamad Candra Ariza, berusia 9 tahun dan bertempat
tinggal di Jogoran Kulon. Ia merupakan anak tertua dari tiga bersaudara. Ia
memiliki hobi memasak, yaitu menggoreng telur. Ia memiliki cita-cita menjadi
seorang polisi.
Subjek memiliki kegiatan sehari-hari seperti: sekolah, TPA, bermain
dengan teman-teman dan kedua adiknya, serta membantu orang tua. Kegiatan
selama di sekolah meliputi: kegiatan belajar di hari Senin sampai Sabtu, serta
kegiatan olahraga di hari Selasa. Di rumah, ia memiliki kegiatan bermain dengan
teman-teman dan kedua adiknya. Permainan yang sering ia lakukan bersama
teman-temannya adalah bermain mobil-mobilan, sedangkan bersama adiknya
adalah bermain kejar-kejaran. Selain itu, kegiatan lainnya adalah membantu orang
tua dalam mempersiapkan barang dagangan dan mengasuh kedua adiknya apabila
Ibunya sedang sibuk. Baginya, membantu orang tua adalah kegiatan yang lebih
diutamakan dibanding dengan kegiatan bermain. Ia lebih memilih membantu
orang tua karena subjek sayang terhadap Bapak dan Ibu.
Subjek menilai dirinya adalah orang yang suka membantu siapa saja yang
membutuhkan bantuan subjek.
Subjek merasa memiliki fisik yang tidak gemuk dan memiliki wajah yang
ganteng. Subjek lebih menyukai bagian tubuhnya, yaitu tangan karena menurut
subjek tangan berguna untuk membantu. Menurut subjek, beberapa orang sempat
52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menilai tentang fisiknya bahwa subjek sekarang kurus dan wajahnya tampan.
Subjek merasa senang dengan penilaian mereka.
Subjek adalah pemeluk Agama Islam yang menurutnya Islam mengajarkan
membaca dan menghafal Alquran serta mengajarkan agar berbuat baik kepada
orang lain. Selain dari agama, ia juga mendapat ajaran untuk tidak nakal dan baik
kepada siapa saja dari kedua orang tuanya.
Subjek merasa puas atas apa yang telah dia miliki, yakni orang tua, adik
dan tempat tinggal. Ia juga merasa cukup puas dengan fisik yang dimiliki subjek.
Subjek memiliki kegiatan bersama dengan keluarga yaitu jalan-jalan.
Subjek merasa senang dan nyaman bila bersama mereka. Menurutnya, orang tua
subjek sangat baik kepada subjek. Orang tua subjek selalu memberi uang saku,
memasak makanan untuk subjek, dan mengajak jalan-jalan. Kebaikan orang tua
membuat subjek sayang dengan keluarga.
Subjek memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan juga
lingkungan sosialnya, yaitu tetangga dan teman-teman. Kegiatan yang
dilakukannya dengan teman-teman dan tetangga adalah bermain, mengobrol dan
berkunjung ke rumah mereka. Subjek menceritakan bahwa menurut tetangga dan
teman-teman, subjek adalah pribadi yang suka bersosial.
Orang tua subjek memberikan informasi tambahan mengenai diri subjek.
Orang tua subjek mengatakan bahwa subjek adalah anak yang sangat peduli
dengan keadaan orang tuanya. Orang tua subjek memiliki cerita tentang subjek
53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang menurutnya sangat berkesan. Ketika Ayahnya akan berangkat bekerja, tibatiba subjek memberikan uang tabungannya sebagai uang saku Ayahnya. Subjek
merasa kawatir bila Ayahnya tidak lagi memiliki uang.Selain itu, subjek tidak
mau meminta uang orang tuanya untuk membeli mainan. Subjek akan memakai
uang tabungannya untuk membeli mainan yang diinginkannya.
4.
Hasil wawancara subjek 1
Berdasarkan hasil wawancara, subjek 1 adalah anak yang lebih
mengutamakan kepentingan orang tua daripada kepentingan dirinya. Subjek 1
lebih memilih untuk membantu orang tua, seperti membantu ibu menyiapkan
barang dagangan dan mengasuh adiknya ketika orang tuanya sedang sibuk.
Subjek 1 berperilaku demikian berdasarkan rasa sayangnya kepada keluarga.
Subjek 1 menilai dirinya sebagai orang yang suka membantu siapa saja yang
membutuhkan bantuan.
Subjek 1 beranggapan bahwa dirinya memiliki tubuh yang tidak gemuk
dan memiliki wajah yang tampan. Subjek 1 beragama Islam dan mendapatkan
ajaran tentang nilai hidup dari agamanya yaitu berbuat baik kepada orang lain. Di
dalam keluarga, subjek 1 adalah anak yang memiliki tanggung jawab membantu
orang tua yang didasari rasa sayang kepada orang tua dan adik-adiknya dan dalam
lingkungan sosial subjek adalah anak yang suka bersosial. Subjek 1 senang
bergaul dengan siapa saja, baik dengan keluarga, teman-teman, dan tetangga
rumah. Subjek 1 merasa puas dengan keadaannya, baik dengan diri sendiri,
keluarga, rumah, dan teman-temannya.
54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5.
Hasil observasi subjek 2
Subjek bertempat tinggal di Gampeng, yang merupakan daerah pedesaan
dan berada di daerah gunung kecil. Rumah subjek terlihat sangat sederhana yang
terbuat dari kayu dan bambu. Disamping rumah subjek terlihat seekor sapi yang
berada di dalam kandang dan beberapa ayam kampung yang berkeliaran. Subjek
terlihat sedang bermain bola voli plastik dengan adik perempuannya di halaman
rumahnya. Mereka terlihat bermain dengan gembira dan bersemangat.
Pada wawancara pertama, Ayah subjek menyambut dengan baik dan
memberikan hidangan makanan dan minuman. Ia kemudian memanggil subjek
supaya bertemu dengan peneliti. Subjek terkesan masih malu dengan peneliti
sehingga pada wawancara pertama peneliti hanya melakukan perkenalan dengan
subjek.
Pada wawancara kedua, peneliti belum bisa bertemu dengan subjek karena
subjek belum pulang dari kegiatan di sekolah sehingga peneliti menunggu sampai
pulang sekolah.Setelah beberapa saat menunggu, akhirya subjek sampai di rumah.
Peneliti memberikan sapaan dan salam kepada subjek. Wawancara dimulai
dengan memancing subjek untuk bercerita tentang kegiatannya di sekolah agar
subjek merasa lebih nyaman saat wawancara. Pada wawancara ini, subjek sudah
dapat memberikan informasi dengan jelas dan sesuai dengan yang diharapkan
peneliti.
55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6.
Deskripsi data subjek 2
Pengambilan data dilakukan sebanyak dua (2) kali, yaitu pada Kamis 14
April 2016 dan Jumat 15 April 2016. Wawancara dilakukan di rumah subjek, di
Gampeng. Hasil wawancara subjek 2 adalah sebagai berikut:
Subjek bernama Minarsih, berusia 11 tahun, memiliki 7 saudara, dan
memiliki hobi bermain voli.Ia memiliki cita-cita menjadi pemain bola voli.
Subjek memiliki kegiatan sehari-hari di rumah seperti menyapu, mencuci
piring dan mencuci pakaian. Subjek mengerjakan hal tersebut karena didasari oleh
rasa hormatnya kepada orang tua. Selain kegiatan di rumah, subjek memiliki
kegiatan lain yaitu kegiatan di sekolah seperti belajar, berlatih komputer,
pramuka, dan voli. Subjek juga memiliki kegiatan bersama teman-teman dan
saudaranya, yakni bermain bersama mereka. Permainan yang sering dilakukan
subjek dan teman-teman adalah bermain kasti dan bermain voli. Menurutnya,
walaupun memiliki kegiatan bermain dengan teman-teman dan saudara tetapi
subjek lebih mengutamakan dalam membantu orang tua di rumah, seperti
menyapu, mencuci piring dan pakaian atau yang lainnya. Subjek menganggap
perilaku mengutamakan membantu orang tua adalah hal yang harus dilakukan
karena orang tua lebih berharga dari orang lain.
Subjek menilai dirinya sebagai seorang anak yang baik, disiplin, dan jujur.
Subjek memiliki cerita yang mencerminkan kebaikannya, yaitu ketika teman
subjek tidak memiliki uang saku, maka dengan suka rela ia memberikan uang
sakunya kepada temannya tersebut. Dalam hal kedisiplinan, menurutnya, subjek
56
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
adalah pribadi yang disiplin dalam hal pekerjaan rumah seperti menyapu, mencuci
piring dan pakaian.
Subjek merasa memiliki bentuk badan yang kecil dan memiliki wajah
yang cantik. Subjek lebih menyukai bagian tubuhnya yaitu mulut. Menurutnya,
mulut memiliki kegunaan dalam bertutur kata yang baik. Selain mulut, subjek
juga menyukai bagian tubuh lain, yaitu kaki. Menurutnya, kaki berguna dalam
membantu subjek berjalan. Subjek juga masih memiliki bagian tubuh yang
disukainya, yaitu mata. Baginya, mata berguna untuk melihat. Subjek bercerita
tentang kegunaan mata dan mulut dalam hal baik. Pada saat itu subjek melihat
seorang yang akan mencuri sehingga subjek menegurnya dan memberikan nasehat
kepada pencuri itu agar tidak mencuri.
Subjek adalah pemeluk Agama Islam. Menurutnya, Islam mengajarkan
membaca dan menghafal Alquran, serta mengajarkan agar berbuat baik kepada
orang lain seperti menghormati guru.
Subjek merasa senang dan puas atas apa yang telah dia miliki, yakni
motor, rumah, pakaian, TV, keluarga serta keadaan fisik subjek.
Subjek akan berkumpul bersama dengan keluarga ketika mereka menonton
TV sambil makan bersama. Subjek merasa senang dan nyaman bila bersama
mereka. Subjek menganggap orang tuanya adalah orang yang baik karena telah
membiayai sekolah. Subjek mengatakan bahwa dengan membantu orang tua
merupakan salah satu balasan atas kebaikan orang tuanya.
57
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Subjek memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan juga
lingkungan sosialnya, yaitu tetangga dan teman-teman. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan subjek dengan teman-teman adalah bermain gobak sodor dan kegiatan
yang dilakukan dengan tetangga yaitu arisan. Subjek merasa senang karena subjek
mampu bersosialiasi dengan mereka dengan baik.
Orang tua subjek memberikan informasi tambahan. Subjek adalah anak
yang sangat menerima dan bersyukur atas apa yang dia miliki. Orang tua subjek
menceritakan bahwa anaknya tidak seperti anak-anak kebanyakan yang tidak mau
membantu orang tua dan memilih bermain atau kelayapan sampai malam dan
menuntut agar orang tuanya menuruti keinginan anaknya seperti meminta
handphone, motor baru, baju baru, dan lain-lain yang memberatkan orang tuanya.
Subjek bukanlah anak yang seperti itu. Dia sangat menerima apa yang orang
tuanya sanggup berikan kepada dia. Dalam hal makan juga dia merupakan orang
yang tidak banyak menuntut. Ia mau makan seadanya yang dihasilkan dari kebun
sendiri, seperti palawija. Subjek sudah sangat bersyukur dengan apa yang dia
miliki, rumah yang sangat sederhana namun nyaman menurutnya.
7.
Hasil wawancara subjek 2
Berdasarkan
hasil
wawancara,
subjek
adalah
anak
yang
lebih
mengutamakan membantu orang tua daripada bermain dengan teman-teman.
Subjek menganggap orang tua lebih berharga daripada teman-temannya, sehingga
dia lebih mengutamakan untuk membantu orang tua. Subjek menilai dirinya
58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sebagai seorang anak yang baik, disiplin dan jujur. Hal ini terlihat dalam ceritanya
ketika dia mau membantu temannya yang tidak memiliki uang saku dengan
sukarela. Subjek taat akan tugas-tugas rumahnya seperti menyapu dan mencuci
piring.
Subjek menganggap dirinya memiliki tubuh yang kecil dan memiliki
wajah yang cantik. Subjek menyukai beberapa bagian tubuhnya seperti mulut
untuk berbicara, kaki untuk berjalan, dan mata untuk melihat. Subjek menganut
agama Islam, dimana menurutnya agama Islam mengajarkan berbuat baik kepada
orang lain. Dalam keluarga, ia adalah anak yang berbakti kepada orang tua. Dia
taat pada kewajibannya sebagai anak, seperti membantu orang tua dengan
mencuci piring dan menyapu halaman. Menurutnya, rasa bakti ini didasari oleh
rasa terima kasih kepada orang tuanya karena telah mencukupi kebutuhannya,
seperti kendaraan, tempat tinggal, dan rumah. Subjek suka bermain dengan
teman-teman, permainan yang sering mereka lakukan adalah gobak sodor dan
voli, dengan tetangga rumah subjek juga memiliki kegiatan rutin yaitu arisan.
Subjek memiliki cita-cita menjadi pemain bola voli kelak.
C.
Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil analisis seluruh subjek, didapatkan hasil dari kedua
subjek yang kemudian dikaitkan dengan landasan teori. Beberapa ahli
berpandangan tentang definisi dari konsep diri yang telah dibahas dalam bab
59
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sebelumnya sehingga dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah gagasan
tentang konsep yang mencakup keyakinan, pandangan dan penilaian seseorang
kepada dirinya sendiri.
Fitts (1971) membagi konsep diri ke dalam 2 (dua) dimensi pokok, yaitu
dimensi internal dan dimensi eksternal. Dimensi internal terdiri dari diri sebagai
obyek/identitas (identity self), diri sebagai perilaku (behavior self), diri sebagai
pengamat dan penilai (judging self). Dimensi eksternal terdiri dari diri fisik
(physical self), diri moral-etik (moral-ethcal self), diri personal (personal self),
diri keluarga (family self), diri sosial (social self).
Hasil analisis seluruh subjek yang didapatkan dan telah dikaitkan dengan
landasan teori menghasilkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Subjek 1
a. Diri identitas (identity self)
Subjek bernama Mohamad Candra Ariza, berusia 9 tahun, dan bertempat
tinggal di Jogoran Kulon. Subjek memiliki dua saudara dan memiliki hobi
memasak, yaitu menggoreng telur. Subjek memiliki cita-cita menjadi polisi.
b. Diri perilaku (behavior self)
Subjek memiliki kegiatan sehari-hari yaitu sekolah, TPA, bermain dengan
teman-teman dan bermain dengan kedua adiknya, serta membantu orang
tua.Kegiatan di sekolah meliputi kegiatan belajar di hari Senin sampai Sabtu,
serta kegiatan olahraga di hari Selasa. Di rumah, subjek memiliki kegiatan
bermain dengan teman-teman dan kedua adiknya, permainan yang sering
subjek lakukan bersama teman-temannya adalah bermain mobil-mobilan,
60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sedangkan bersama adiknya adalah bermain kejar-kejaran.Selain itu, kegiatan
lainnya adalah membantu orang tua dalam mempersiapkan barang dagangan
dan mengasuh kedua adiknya apabila Ibunya sedang sibuk. Bagi subjek,
membantu orang tua adalah kegiatan yang lebih diutamakan dibanding dengan
kegiatan bermain. Subjek adalah anak yang lebih memilih membantu orang
tua karena subjek sangat menyayangi Bapak dan Ibunya.
c. Diri pengamat/penilai (judging self)
Subjek menilai dirinya sebagai orang yang suka membantu siapa saja yang
membutuhkan bantuan subjek.
d. Diri fisik (physical self)
Subjek merasa memiliki fisik yang tidak gemuk dan memiliki wajah yang
ganteng. Subjek lebih menyukai bagian tubuhnya, yaitu tangan karena
menurutnya tangan berguna untuk membantu diri sendiri dan orang lain.
Menurutnya, beberapa orang sempat menilai tentang fisik subjek bahwa
subjek sekarang kurus dan wajahnya tampan. Subjek merasa senang dengan
penilain mereka.
e. Diri moral-etik (moral-ethical self)
Subjek adalah pemeluk Agama Islam
yang menurutnya,
Islam
mengajarkan membaca dan menghafal Alquran serta mengajarkan agar
berbuat baik kepada orang lain. Selain dari agama, subjek juga mendapat
ajaran untuk tidak nakal dan baik kepada siapa saja dari kedua orang tuanya.
61
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
f. Diri pribadi (personal self)
Subjek merasa puas atas apa yang telah dia miliki, yakni orang tua, adik
dan tempat tinggal serta subjek juga merasa cukup puas dengan fisik yang
dimilikinya.
g. Diri keluarga (family self)
Subjek memiliki kegiatan bersama dengan keluarga yaitu jalanjalan.Subjek merasa senang dan nyaman
apabila bersama mereka.
Menurutnya, orang tuanya sangat baik kepada subjek. Orang tua subjek selalu
memberi uang saku, memasak makanan untuk subjek dan mengajak jalanjalan. Kebaikan orang tua membuat subjek merasa senang dan nyaman di
dalam keluarga dan membuat subjek merasa sayang dengan keluarga.
h. Diri sosial (social self)
Subjek memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan juga
lingkungan sosialnya, yaitu tetangga dan teman-teman. Kegiatan yang
dilakukan subjek dengan teman-teman dan tetangga adalah bermain,
mengobrol dan berkunjung ke rumah mereka. Subjek menceritakan bahwa
menurut tetangga dan teman-teman, ia adalah pribadi yang suka bersosial.
2. Subjek 2
a. Diri identitas (identity self)
Subjek bernama Minarsih, berusia 11 tahun, dan memiliki 7 saudara. Ia
memiliki hobi bermain voli dan memiliki cita-cita menjadi pemain bola voli.
62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
b. Diri perilaku (behavior self)
Subjek memiliki kegiatan sehari-hari di rumah, yakni menyapu, mencuci
piring dan mencuci pakaian.Subjek mengerjakan hal tersebut dengan didasari
rasa hormatnya kepada orang tua. Selain kegiatan di rumah, subjek memiliki
kegiatan lain di sekolah yakni belajar, berlatih komputer, pramuka, dan voli.
Subjek juga memiliki kegiatan bersama teman-teman dan saudaranya, yakni
bermain bersama mereka.Permainan yang sering dilakukan subjek dan temanteman adalah bermain kasti dan bermain voli. Ia mengatakan bahwa walaupun
ia memiliki kegiatan bermain dengan teman-teman dan saudara, tetapi subjek
lebih mengutamakan untuk membantu orang tua di rumah, seperti menyapu,
mencuci piring dan pakaian atau yang lainnya. Subjek menganggap perilaku
mengutamakan membantu orang tua adalah hal yang harus dilakukan karena
orang tua lebih berharga dari orang lain.
c. Diri pengamat/penilai (judging self)
Subjek menilai dirinya sebagai seorang anak yang baik, disiplin dan jujur.
Subjek memiliki cerita yang mencerminkan kebaikannya, yaitu ketika teman
subjek tidak memiliki uang saku maka dengan suka rela memberikan sebagian
uang sakunya kepada temannya. Dalam hal kedisiplinan, ia adalah pribadi
yang disiplin dalam hal pekerjaan rumah seperti menyapu, mencuci piring dan
pakaian.
63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
d. Diri fisik (physical self)
Subjek merasa memiliki bentuk badan yang kecil dan memiliki wajah
yang cantik. Subjek lebih menyukai bagian tubuhnya yaitu mulut.
Menurutnya, mulut memiliki kegunaan dalam bertutur kata yang baik. Selain
mulut, subjek juga menyukai bagian tubuh lain yaitu kaki. Menurutnya, kaki
berguna dalam membantu subjek berjalan. Subjek juga masih memiliki bagian
tubuh yang disukainya yaitu mata. Baginya, mata berguna untuk melihat.
Subjek bercerita tentang kegunaan mata dan mulut dalam hal baik. Pada saat
itu subjek melihat seorang yang akan mencuri sehingga subjek menegurnya
dan memberikan nasehat-nasehat kepada pencuri itu agar tidak mencuri.
e. Diri moral-etik (moral-ethical self)
Subjek adalah pemeluk Agama Islam.Menurutnya, Islam mengajarkan
subjek membaca dan menghafal Alquran, serta mengajarkan agar berbuat baik
kepada orang lain seperti menghormati guru.
f. Diri pribadi (personal self)
Subjek merasa senang dan puas atas apa yang telah dia miliki, yakni
motor, rumah, pakaian, TV, dan keluarga serta keadaan fisik subjek.
g. Diri keluarga (family self)
Subjek akan berkumpul bersama dengan keluarga ketika mereka
menonton TV sambil makan bersama. Subjek merasa senang dan nyaman
apabila bersama mereka. Subjek menganggap orang tuanya adalah orang yang
baik karena telah membiayai sekolahnya. Subjek mengatakan bahwa dengan
64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
membantu orang tua merupakan salah satu balasan atas kebaikan orang
tuanya.
h. Diri sosial (social self)
Subjek memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan dengan
lingkungan sosialnya, yaitu tetangga dan teman-teman. Kegiatan-kegiatan
yang dilakukannya dengan teman-teman adalah bermain gobak sodor dan
kegiatan yang dilakukan dengan tetangga adalah arisan. Subjek merasa senang
karena subjek mampu bersosialiasi dengan mereka dengan baik.
Berdasarkan hasil analisis di atas, kedua subjek memandang dirinya
sebagai seseorang yang memiliki kepedulian yang tinggi kepada orang lain
dan mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan pribadinya,
serta memiliki perilaku yang baik kepada orang lain. Kedua subjek menilai
diri mereka sebagai orang yang suka membantu siapa saja. Selain itu, kedua
subjek memiliki penghargaan ke pada diri (self-esteem) yang tinggi. Dari hasil
tersebut maka dapat digolongkan ke dalam dimensi internal konsep diri.
Kedua subjek memiliki nilai-nilai hidup untuk berbuat baik kepada
orang lain dari ajaran Agama Islam dan ajaran dari orang tua. Kedua subjek
adalah anak yang memiliki perasaan puas, nrima atau menerima dengan apa
yang dimiliki, dan bersyukur dengan apa yang telah dimiliki, baik secara fisik,
keluarga, teman-teman, dan barang-barang pemberian orang tua. Menurut
Mulder (1984) hal ini merupakan ciri-ciri dari orang Jawa. Selian itu, kedua
subjek merasa bahwa dirinya memiliki fisik yang baik.
65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Mereka adalah anak yang memiliki tanggung jawab dalam membantu
orang tua yang didasari rasa sayang serta hormat mereka kepada orang tuanya.
Mereka menganggap bahwa orang tua adalah hal yang lebih berharga daripada
orang lain. Selain itu, para subjek adalah anak yang mau dan mampu bersosial
dengan orang lain, baik dengan teman-teman sepermainan maupun kepada
tetangga rumah. Dari hasil tersebut maka dapat digolongkan ke dalam dimensi
eksternal konsep diri.
Konsep diri yang dimiliki oleh kedua subjek adalah konsep diri positif.
Konsep diri positif adalah konsep dimana para subjek dapat mengenal diri
mereka sendiri dengan baik sesuai dengan pernyataan Wicklund dan Frey
(1980) dalam Calhoun (1990).
66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai dimensi internal dan
eksternal dari konsep diri, dan dengan menggabungkan kedua dimensi tersebut
sehingga menjadi kesatuan dari konsep diri anak abdi dalem keraton, maka dapat
di tarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Subjek 1 dan subjek 2 adalah anak yang prososial yaitu memiliki
kepedulian kepada orang lain, mengutamakan kepentingan orang lain
daripada kepentingan dirinya, bertanggung jawab, mau dan mampu
bersosial dengan lingkungan sosialnya, serta taat pada aturan dan norma.
2. Subjek 1 dan subjek 2 memiliki penghargaan ke pada diri (self-esteem)
yang tinggi.
3. Subjek 1 dan subjek 2 adalah anak yang nrima atau menerima apa yang
mereka miliki serta mensyukurinya.
4. Konsep diri yang dimiliki oleh kedua subjek adalah konsep diri yang
positif, dimana kedua subjek dapat mengenal dirinya dengan baik.
B.
SARAN
Peneliti menyadari terdapat banyak hal yang belum terungkap dari penelitian
ini. Keterbatasan penelitian ini terjadi karena kendala yang cukup besar sehingga
belum dapat menggambarkan secara komprehensif konsep diri anak abdi dalem
67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
keraton. Peneliti masih mengalami kesulitan dalam menemukan literatur tentang
konsep diri khusus bagi anak dan literatur tentang anak abdi dalem keraton.
Penelitian selanjutnya diharapkan mempersiapkan diri secara lebih matang
dalam memahami referensi teori yang berkaitan dengan tema maupun subjek
penelitian. Peneliti mengalami kesulitan dalam menemukan subjek penelitian
dengan kriteria seorang anak yang diharuskan memiliki rentang usia 6-12 tahun,
sedangkan para abdi dalem keraton mayoritas memiliki usia yang sudah lanjut dan
anak mereka mayoritas berusia dewasa. Peneliti mengalami kesulitan lain dalam
wawancara dengan subjek, mengingat subjek adalah seorang anak sehingga butuh
kesabaran dan kehalusan dalam pengambilan data.
Peneliti berharap kepada masyarakat luas, khususnya bagi orang tua, dapat
memahami konsep diri seorang anak sehingga dapat membantu anak dalam
mencapai harapan dan cita-cita di masa yang akan datang berdasarkan konsep diri
anak.
68
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkarim, Aim. (2006). Pendidikan Kewarganegaraan untuk Kelas X Sekolah
Menengah Atas. Bandung: Grafindo Media Pratama.
Andriasari, Fitri. (2015). Konsep Diri Pada Anak Sekolah Dasar dan Menengah
Pertama. Jurnal Psikologi & Kemanusiaan Universitas Muhammadiyah
Malang.
Atmakusumah. (1982). Tahta Untuk Rakyat. Jakarta: Gramedia.
Burn, R.B. (1982). Self Concept Development and Education. Universitas
Michigan: Holt, Rinehart and Winston.
Burns, R.B. (1993). Konsep Diri, Teori, Pengukuran, Perkembangan, dan
Perilaku. Jakarta: Arcan.
Calhoun, J. F., dan Acocella, J. R. (1990). Psikologi Tentang Penyesuaian dan
Hubungan Kemanusiaan. Alih bahasa: Satmoko. Semarang: IKIP
Semarang Press.
Duffy, K. G..& Atwater, E. (2005). Psychology for Living Adjustment, Growth,
and Behavior Today Eight Edition. New Jersey: Prentice-Hall.
Fitts, William H. (1971). The Self Concept and Self Actualization. Los Angeles:
Western Psychological Services.
G, Moedjanto. (1985). Doktrin Keagungbinateraan, Konsep Kekuasaan Jawa,
dan Penerapannya oleh Raja-Raja Mataram. Yogyakarta: Javanologi.
Guba, Egon G. & Yvonna S. Lincoln. (1981). Effective Evaluation. San Fransisco:
Jossey-Bass Publisher.
Hardjoworogo, Marbangun. (1983). Manusia Jawa. Jakarta: CV HAJI
MASAGUNG.
Harter, S. (1998). The Development of Self-Representation. In W. Damon & N.
Eisenberg (Eds.), Handbook of child psychology: Social, emotional and
personality development (5th ed., pp. 553-617). New York: Wiley.
Herdiansyah, Haris. (2015). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu Sosial.
Jakarta: Salemba Humanika.
Husniyati, Dyah Naila. (2009). Pengaruh Konsep Diri Terhadap Penerimaan Diri
Anak Jalan (Children) Di RPSA Kota Semarang. Universitas Negeri
Semarang.
Idrus, M. (2004). Kepercayaan Eksistensial Remaja Jawa. Psikologi Universitas
Gadjah Mada.
69
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Keliat, Budi Anna dkk. (2005). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi
Kedua. Jakarta: EGC.
Koentjaraningrat. (1985). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.
Matulessy, Andik dan Keraf M.K. (2011). Kebermaknaan Hidup, Konsep Diri
dan Motivasi Pada Abdi Dalem Di Keraton Yogyakarta. Jurnal Universitas
Gunadarma.
Mead, George H. (1972). Mind, Self, and Society: From The Standpoint of A
Social Behaviorist. London: The University of Chicago Press.
Moleong, J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rodaskarya.
Moleong, J. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rodaskarya.
Mulder, Neils. (1984). Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasionalis.
Yogyakarta: Gajahmada Mada University Press.
Muniarti,J. Beatrix,S. (2000). Perbedaan Nilai Remaja Sekarang Dengan Remaja
Generasi Sebelumnya. Jurnal Psikologi Sosial Universitas Indonesia No.7.
Okorodudu, G. N. (2010). Influence of Parenting Style on Adolescent Delinquency
in Delta Central Senatorial District. Abraka: Institute of Education Delta
State University.
Papalia, D.E., Olds, S.W., and Feldman, R.D. (2004). Human development (ninth
edition). McGraw-Hill New York.
Pardede, Yudit Oktaria. (2008). Konsep Diri Anak Jalanan Usia Remaja. Jurnal
Psikologi Universitas Gunadarma.
Patton, Michael Quinn. (1987). Qualitative Evaluation Methods. Beverly Hills:
Sage Pulications.
Pika Susana Putri, Winanti Siwi Respati, Safitri. (2009). Makna Hidup
Perempuan Dewasa yang Berperan Ganda. Jurnal Psikologi, Vol. 7, No. 2,
pp. 43-50.
Poerwandari, E. K. (2005). Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku
Manusia. Jakarta: LPSP3 Fakutas Psikologi Universitas Indonesia.
Pudjijogyanti, Clara R. (1988). Konsep Diri Dalam Pendidikan. Jakarta: Arcan.
Santrock, John W. (1995). Life-Span Development Edisi Kelima. Dallas: Brown
and Brenchmark, Times Mirror International Publiser Ltd.
Santrock, John W. (2007). Child Development Edisi Kesebelas. New York:
McGraw-Hill.
70
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Santrock. J. W. (2003). Adolescence: Perkembangan Remaja Edisi Keenam.
Jakarta: Erlangga.
Seifert, Kelvin L., and Robert Hoffnung. (1994). Child and Adolecent
Development (3rd Ed). Boston: Houghton Mifflin.
Smith, Jonathan A. (2013). Dasar- Dasar Psikologi Kualitatif: Pedoman Praktis
Metode Penelitian. Bandung: Nusa Media.
Soekanto, S. (1990). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Soenarto. (2012). Kesetiaan Abdi Dalem Kertaon Ngayogyakarta Hadiningrat.
Yogyakarta: Kepel Press.
Subarjo, Agus. (2010). Pemaknaan Abdi Dalem Kraton Yogyakarta Terhadap
Tugas Melaksanakan Prosesi Ritual Labuhan Di Gunung Merapi.
Psikologi Universitas Sanata Dharma
Sudaryanto, Agus. (2008). Hak dan Kewajiban Abdi Dalem Dalam Pemerintahan
Keraton Yogyakarta. Universitas Gajah Mada.
Sulistyiwati, Indah. (2007). Faktor-Faktor yang Memperngaruhi Motivasi
Menjadi Abdi Dalem Keraton Yogyakarta. Psikologi Universitas Sanata
Dharma.
Supratiknya, A. (2015). Metodelogi Penelitian Kuantitatif & Kualitatif Dalam
Psikologi. Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma.
Suseno, Franz Magnis. (1978). Etika Jawa. Jakarta: PT Gramedia.
Suseno, Franz Magnis. (1996). Etika Jawa; Sebuah Analisa Falsafi tentang
Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Suwarno. (1994). Hamengku Bowono IX dan Sistem Birokrasi Pemerintahan
Yogyakarta 1942-1974. Yogyakarta: Kanisius.
Utama, S.J. (2003). Psikologi Budaya (Cultural Psychology); Kritik dan
Konstruksi Pemikirannya. Yogyakarta. Suksma. Vol.2. No.1. Universitas
Sanata Dharma.
Wibawa, Arya Ning. (2005). Kebermaknaan Hidup pada Abdi Dalem Punokawan
Keraton Yogyakarta. Psikologi Universitas Sanata Dharma.
71
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sumber dari Website :
National Geographic. (2012). Menelisik Kehidupan Abdi Dalem Yogyakarta.
http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/02/menelisik-kehidupan-abdidalem-keraton-yogyakarta (diakses 08-11- 2015).
Merdeka. (2005). Peristiwa Kisah Riski Kuncoro Manik Kecil-Kecil Abdi Dalem.
http://www.merdeka.com/peristiwa/kisah-riski-kuncoro-manik-kecil-kecilabdi-dalem.html (diakses pada 08-11- 2015).
72
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 1
Tabel Wawancara
a. Subjek 1
Aspek
Internal
Indikasi
Verbatim
Diri
identitas 1. Siapa nama adek?
Candra
(identity self)
2. Nama lengkap Candra
siapa?
Mohamad
Candra
Ariza
3. Berapa umur Candra?
8 tahun.
4. Dimana
alamat
Candra?
Alamatnya, Jogoran
Kulon
5. Berapa
saudara
Candra?
Dua
6. ApahobiCandra?
Masak
7. Masak apa Candra?
Goreng telur
8. Cita-cita Candra apa?
Menjadi polisi.
Diri
perilaku 1. Apa kegiatan Candra
sehari-hari?
(behavior self)
Eee
kegiatannya
sekolah, TPA, kalo
siang main sama
teman-teman,
main
sama
adik,
dan
membantu orang tua.
2. Kalo
disekolah
kegiatannya apa saja?
Kegiatanya ya belajar
sama ada olahraga
kalo hari Selasa.
3. Oh, Candra belajar
tujuannya buat apa?
Supaya pintar.
73
Interpretasi
Subjek
bernama
Mohamad Candra
Ariza berusia 9
tahun
dan
bertempat tinggal;
di
Jogoran
Kulon.Subjek
memiliki
dua
saudara.
Subjek
memiliki
hobi
memasak. Subjek
memiliki cita-cita
menjadi polisi.
Subjek adalah anak
yang
lebih
mengutamakan
membantu
orang
tua
dari
pada
bermain
yang
didasari
rasa
sayang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Candra di sekolah
ranking
berapa
kemarin?
Ranking 4
5. Perasaannya Candra
saat mendapat ranking
4 apa?
Seneng.
6. Kenapa kok seneng?
Karena bisa bikin
Bapak
sama
Ibu
seneng.
7. Kalo
saat
TPA
kegiatannya apa?
Kegiatannya membaca
alquran sama ngapalin
8. Kalo
main
sama
teman-teman
permainan apa yang
sering dilakukan?
Ya main eee, main
mobil-mobilan sama
main hujan-hujanan.
9. Kalo sama adik main?
Main mobil-mobilan
sama kejar-kejaran.
10. Candra bilang tadi
kegiatannya
membantu orang tua
ya? Membantu apa
saja Candra?
Membantu
Ibu
nyiapain
dagangan
soale
Ibu
bukak
warung.
Terus
momong adek.
11. Kalo Candra diberi
pilihan,
milih
membantu orang tua
atau
bermain?
Kenapa?
Milih
membantu
orang tua, soalnya
lebih
senang
membantu orang tua.
Soalnya sayang sama
74
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Diri
1.
pengamat/penilai
(judging self)
2.
3.
4.
Diri
fisik 1.
(physical self)
2.
3.
4.
5.
Eksternal
6.
7.
Bapak dan Ibu dan
adik juga.
Menurut
Candra,
Candra itu orang yang
seperti apa?
Eee gak tahu.hehe
Ehm jadi menurut
Candra, Candra adalah
orang yang bagimana?
Ehm saya orang yang
ehm suka membantu.
Yang candra bantu
siapa saja?
Siapa saja.
Selain suka membantu
apa lagi?
Ehm itu aja.
Menurut
Candra,
Candra memiliki fisik
seperti apa?
Ehm seperti temanteman.
Seperti teman-teman
ya, memang temanteman candra fisiknya
seperti apa?
Tidak gendut.hehehe
Kalo
penampilan
Candra seperti apa?
Seperti
penampilan
wajah dan lain-lain?
Ehm
tidak
tahu.
hehehe
Coba sekarang Candra
saya
foto,
nah
menurut foto Candra
penampilan
Candra
bagimana?
Ehm bagus.
Bagus maksut Candra
keren atau apa?
Ganteng hehehe.
Bagian tubuh Candra
yang paling dusukai
bagian apa?
Tangan.
75
Subjek
menilai
dirinya
sebagai
orang yang suka
membantu
siapa
saja.
Subjek
menganggap
dirinya
memiliki
tubuh yang tidak
gemuk
dan
memiliki
wajah
yang
tampan.
Subjek menyukai
tangan
dalam
bagian
tubuhnya
karena
tangan
dipakai
untuk
memegang
dan
membantu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Diri
Kalo
yang
tidak
disukai?
8. Tidak ada.
Kenapa
Candra
menyukai tangan?
9. Karena tangan itu bisa
untuk memegang.
10. Memegang ya? Coba
jelaskan dong dengan
memegang itu.
Ya memegang bisa
membantu.
11. Oh
maksutnya
membantu ya?
Iya.
12. Lalu ada tidak yang
pernah
memberi
penilaian
kepada
candra?
Ada
13. Siapa
itu?
Dan
bagaimana
penilaiannya?
Cuman Ibu bilang
Candra
sekarang
kurus. Sama orangorang ada yang bilang
Candra
Bagus
(tampan).
14. Apa yang Candra
rasakan
dengan
penilaian Ibuk bahwa
Candra
sekarang
kurus?
Tidak ada karena
Candra
memang
kurus.
15. Lalu siapa yang bilang
kalo Candra Bagus?
Apa perasaan Candra?
Lupa. hehehe
16. Terus
perasaanya
Candra bagaimana?
Senang.
moral-etik 1. Apa agama Candra?
Subjek
memiliki
Islam.
nilai-nilai
hidup
76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(moral-ethical
2. Apa yang Candra
dapat dari Agama
self)
Islam?
3. Ehm
4. Jadi
Candra
kan
sering TPA ya? Nah
pas di TPA candra
diajarin apa saja?
5. Membaca
dan
menghafal alquran.
6. Selain itu ada lagi
gak?
7. Ehm berbuat baik.
8. Oh berbuat baik ya?
Lalu
fungsi
dari
ajaran-ajaran
tadi
untuk Candra apa?
9. Ehm untuk, ya agar
saya berbuat baik.
10. Tadi kan Candra
bilang berbuat baik,
nah berbuat baik itu
melakukan apa saja?
11. Ehm membantu orang
tua, belajar, tidak
boros
uangnya
ditabung,
sama
momong adik.
12. Lalu sama orang tua
pernah gak dikasih
nasehat?
Pernah.
13. Apa itu?
Gak boleh nakal sama
baik sama adik dan
teman-teman.
14. Selain itu ada lagi
gak?
Udah.
Diri
pribadi 1. Menurut Candra apa
perasaan
Candra
(personal self)
dengan segala sesuatu
yang
dimiliki
sekarang?
Ehm
2. Candra bingung ya?
77
dari ajaran Agama
Islam yang dia
anutdan
nasehatnasehat dari orang
tua untuk tidak
nakal dan berbuat
baik ke pada orang
lain.
Subjek merasa puas
dengan
keadaan
subjek baik dengan
diri
sendiri,
keluarga,
rumah,
dan teman-teman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Iya. Hehehe
3. Jadi kan candra punya
rumah, punya orang
tua, punya dua adik,
punya teman-teman,
nah
perasaanya
Candra bagaimana?
Senang.
4. Senang kenapa?
Karena
merasa
nyaman.
5. Candra
merasa
nyaman dengan semua
yang ada sekarang
maksutnya?
6. Iya. Hehehe
7. Harapan apa yang
Candra
ingingkan
dengan yang Candra
punya sekarang?
Ehm tidak ada.
8. Kenapa kok tidak
ada?
9. Karena sudah cukup
dan
saya
sudah
senang.
10. Lalu dengan fisik
Candra
dan
penampilan Candra,
harapan apa yang
Candra inginkan?
Ehm tidak ada.
11. Kenapada tidak ada?
Tidak apa-apa karena
sudah cukup.
Diri
keluarga 1. Apa perasaan Candra
bila bersama keluarga,
(family self)
sama Bapak, Ibu, dan
adik-adik?
Senang.
2. Selain senang apa?
Ehm sama nyaman.
3. Kenapa kok bisa
merasa senang dan
nyaman?
Ehm karena saya
78
Subjekmemiliki
perasaan
senang
dan nyaman bila
bersama
dengan
keluarga dan subjek
adalah anak yang
memiliki tanggung
jawab membantu
orang tua yang
didasari
rasa
sayang ke pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
merasa senang aja.
Hehehe
4. Lalu apa yang sering
dilakukan Bapak, Ibu,
dan adik-adik ke pada
Candra?
Ehm memberi uang
saku, buatin maem,
sama pernah ngajak
jalan-jalan.
5. Emang
jalan-jalan
kemana?
Dulu jalan-jalan ke
Keraton.
6. Oh begitu ya, lalu
setelah
yang
dilakukan mereka ke
pada Candra, Candra
memberi
balasan
kepada mereka tidak?
Iya
7. Apa itu?
Trima kasih
8. Selain itu?
Ehm tidak nakal dan
membantu orang tua.
9. Apa karena mereka
baik kepada Candra
sehingga
Candra
melakukan
hal
demikian?
Iya.
10. Selain karena itu ada
tidak
hal
yang
membuat candra tidak
nakal dan membantu
orang tua?
Ehm karena sayang
mereka.
11. Kalo
sama
adik
bagiaman?
Sama
adik
juga
sayang.
Diri sosial (social 1. Bagiaman hubungan
kamu
dengan
keluarga,
teman-
79
orang tua dan adikadiknya.
Subjek merupakan
pribadi yang suka
bersosial.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
self)
teman, dan tetangga?
Baik.
2. Baik? Baik seperti
apa?
Baik
ya
tidak
bertengkar ya rukunrukun saja.
3. Lalu kegiatan apa saja
yang
dilakukan
dengan mereka?
Ehm
4. Kalo sama orang tua
biasa
apa
kegiatannya?
Ehm
berkumpul
bersama mereka, sama
pergi jalan-jalan.
5. Lalu kalo sama Bapak
atau
Ibu
pernah
dimarahi tidak?
Pernah.
6. Kenapa?
Karena nakal.
7. Nakal kenapa?
Emm, pernah nakalin
adik. Mainannya adik
tak pake.hehe
8. Oh,
terus
dimarahinnya
bagaiman?
9. Cuman dikasih tahu
aja gak boleh nakal
kalo sama adek.
10. Selain itu pernah
dikasih pesan atau
dikasih tau yang lain
gak?
Iya, kalo sama teman
juga gak boleh nakal
sama harus sopan
sama orang-orang.
11. Kalo sama temanteman
kegiatannya
apa aja?
Main bareng sama
mereka.
80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12. Kalo sama tetangga?
Ehm tidak ada.
13. Masak tidak ada?
Kalo pas ada tetangga
main kerumah atau
Candra yang main
kerumah gimana?
Ya ngbrol aja. Hehehe
14. Apa penilaian Candra
dengan kegiatan tadi?
Ehm gak tahu. Hehehe
15. Kok
tidak
tahu?
Hehehe. Jadi kan tadi
Candra
memiliki
kegiatan
bersama
keluarga dan bersama
teman-teman dan juga
tetangga,
menurut
candra kegiatan itu
bagaimana?
Ehm menyenangkan.
16. Kenapa
menyenangkan?
Karena
bisa
berbincang
dan
bermain bersama.
17. Pernah tidak Candra
mendapat komentar
dari
mereka
saat
candra
berbincang
atau bermain dengan
mereka?
Pernah
keknya.
Hehehe
18. Apa itu?
Ehm Candra baik dan
suka
srawung
(bersosial).
19. Bagaiamana menurut
Candra
dengan
penilaian mereka?
Senang.
20. Kenapa senang?
Karena saya memang
suka
srawung
(bersosial).
81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
b. Subjek 2
Aspek
Internal
Indikasi
Verbatim
Diri
identitas 1. Ee nama kamu siapa?
Minarsih
(identity self)
2. Nama lengkap siapa?
Minarsih
3. Nama panggilan?
Asih
4. Umurnya berapa?
11 tahun.
5. Jumlah
saudara
berapa?
7
6. Hobinya?
Voli
7. Selain voli ada hobi
lain nggak?
Tidak.
Diri
perilaku 1. Apa kegiatan Asih
sehari-hari? Kalau di
(behavior self)
rumah
apa
kegiatannya?
Menyapu,
mencuci
piring,
mencuci
pakaian.
2. Tujuannya Asih untuk
apa?
Untuk menghormati
orang tua.
3. Ada lagi tidak tujuan
lainnya?
Tidak ada.
4. Kalo sehari-hari sama
teman-teman
kegiatannya apa saja?
Bermain.
5. Perasaan seperti apa
saat bermain?
Senang.
6. Permainan apa yang
sering dimainkan?
Kasti.
82
Interpretasi
Subjek
bernama
Minarsih berusia 10
tahun, memiliki 7
saudara,
dan
memiliki
hobi
bermain voli.
Subjek
memiliki
perilaku yang lebih
mengutamakan
membantu orang tua
daripada
bermain
dengan
temanteman karena orang
tua subjek lebih
berharga daripada
teman-temannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7. Kalau di sekolah?
Voli,
komputer,
pramuka, belajar
8. Kalau
kegiatankegiatan
tadi
tujuannya buat apa?
Supaya
mencapai
cita-cita.
9. Kalo sama saudara
biasanya ada kegiatan
apa?
Main voli.
10. Kalo Asih dikasih
pilihan memilih mana,
membantu Bapak dan
Ibu atau main sama
teman-teman?
Membantu Bapak dan
Ibu.
11. Memangnya kenapa?
Untuk
menghargai
orang tua
12. Karena
lebih
menghargai orang tua
daripada
temantemanya?
Iya
Diri
pengamat/penilai
(judging self)
1. Menurut Asih, Asih
itu orang yang seperti
apa?
Baik, disiplin, jujur
2. Ehm pernah ada cerita
tidak
tentang
kebaikan Asih?
Enggak ada.
3. Lho tadi kan Asih
bilang orang yang
baik berarti pernah
berbuat baikkan?
Pernah
membantu
teman
4. Kenapa kok dibantu?
Karena kasian
5. Kenapa
kasian?
Peristiwanya seperti
83
Subjek
menilai
dirinya
sebagai
orang yang baik,
disiplin, dan jujur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6.
7.
8.
9.
Diri
fisik 1.
(physical self)
2.
3.
Eksternal
apa? Ceritanya seperti
apa?
Teman
tidak
membawa uang terus
ngasihin uang.
Kalo jujur?
Ehm tidak mengejek
teman.
Terus? Kalo disiplin
tadi apa?
Membersihkan
halaman
Ooo maksut Asih taat
pada tugasya?
Iya.
Seperti kalo di rumah
membantu orang tua
seperti cuci piring
tadi?
Iya.
Setelah tadi Asih
menceritakan tentang
Asih orang yang
seperti
apa,
lalu
menurut Asih, Asih
memiliki fisik yang
seperti apa? Ya pas
ngaca itu kan keliatan
mukanya seperti apa?
Badannya?
Cantik dan kecil
Selain itu ada lagi gak
pas
Asih
ngaca
terlihat apalagi?
Tidak ada.
Terus bagian fisik
yang disuka Asih tu
dimana?Kan tadi ada
muka terus badan, nah
dibadan
kan
ada
tangan kaki terus kalo
dimuka ada hidung
ada mulut ada mata
ada
telinga,
nah
bagaian yang disukai
Asih tu dimana?
84
Subjek menganggap
dirinya
memiliki
tubuh yang kecil
dan memiliki wajah
yang cantik. Subjek
menyukai beberapa
bagian
tubuhnya
seperti mulut untuk
berbicara baik, kaki
untuk berjalan, dan
mata untuk melihat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Mulut.
4. Kenapa kok suka
mulut?
Karena
supaya
ngomong yang tidaktidak.
5. Ooo maksutnya untuk
ngomong yang baikbaik begitu?
6. Iya.
7. Jadi
suka
mulut
karena mulut itu
untuk berbicara yang
baik-baik begitu?
Iya.
8. Kan
masih
ada
hidung, tangan, kaki
kira-kira masih ada
lagi gak?
Kaki
9. Kenapa kaki?
Karena kaki untuk
berjalan.
10. Selain kaki? Kan
masih ada lain kan?
Mata.
11. Kenapa?
Untuk melihat
12. Untuk melihat apa?
Untuk melihat orang
yang mencuri.
13. Oh pernahya?
Pernah
14. Terus pas melihat itu
diapain pencurinya?
Asih diem saja atau
ngomong?
Ngomong.
15. Ngomong
sama
siapa?
Sama pencurinya.
16. Ngomong apa sama
pencurinya?
Jangan mencuri.
17. Oh jadi mulut yang
tadi untuk ngomong
85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
baik-baik
kepada
pencuri tadi ya?
Iya
18. Terus kira-kira ada
gak yang pernah
menilai fisik Asih?
Nggak ada.
19. Bapak atau ibuk?
Nggak ada
Diri
moral-etik 1. Apa agama Asih?
Islam.
(moral-ethical
2. Apa yang Asih dapat
dari Agama Islam?
self)
Kek pelajaran agama
Islam di sekolah?
3. Membaca iqrok
4. Terus ada lagi gak?
Jadikan di Agama
orang disuruh untuk
melakukan
sesuatu
kan? Apa aja kirakira?
5. Iya.
6. Apa itu?
7. Menghormati guru.
8. Ada yang lain tidak?
Contohnya kan seperti
Agama
Budha
umatnya tidak boleh
makan daging dan
makan sayur-sayuran
dan berbuat baik
9. Kalo tempat Asih
gimana ajaran Agama
Islamnya?
10. Berbuat baik dan
tidak
mengejek
teman.
11. Ada lagi tidak?
Tidak ada
Diri
pribadi 1. Apa saja yang telah
dimiliki Asih saat ini?
(personal self)
Motor,
pakaian,
rumah, TV
2. Lalu perasaannya apa
setelah
memiliki
86
Subjek
memiliki
nilai-nilai hidup dari
ajaran Agama Islam
yang dia anut untuk
berbuat baik kepada
orang lain.
Subjek
merasa
cukup dengan apa
yang dimiliki subjek
baik fisik maupun
hal-hal lain yang
dimiliki subjek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.
4.
Diri
keluarga 1.
(family self)
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
rumah dan lain-lain
tadi?
Senang
Terus ada harapan
lagi gak setelah Asih
tadi sudah memiliki
motor, rumah, dan
lain-lain tadi, punya
cita-cita lain lagi
tidak?
Tidak, sudah cukup.
Lalu untuk fisik Asih
yang cantik dan kecil
tadi punya harapan
lain lagi gak?
Gak ada.
Kalo Asih lagi bareng
sama keluarga, sama
Bapak, Ibuk, adik dan
embak rasanya apa?
Senang.
Terus kegiatannya apa
aja
kalo
sama
mereka?
Nonton TV.
Terus ada lagi tidak?
Ehm kalo nonton TV
biasanya
sambil
ngapain?
Makan.
Terus yang dilakukan
kalian pas nonton TV
sambil makan tu ada
kegiatan lain lagi gak?
Gak ada.
Apa yang pernah
diberi oleh Bapak atau
Ibukke Asih?
Dibiayai sekolah.
Oh biayai sekolah?
Iya.
Terus Asih ngasih
balik ke Bapak Ibu
apa?
Membantu orang tua.
Oh jadi setelah Asih
87
Subjek adalah anak
yang
berbakti
dengan orang tua
karena orang tua
subjek
telah
mensekolahkan
subjek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dibiayai sekolah Asih
memberikan timbal
balik ke orang tua
dengan
membantu
orang tuanya?
Iya
Diri sosial (social 1. Terus hubungan kamu
sama
teman-teman
self)
gimana? Tadikan kalo
sama keluarga baik
sering nonton sering
makan-makan bareng
terus
kalo
sama
teman-teman?
Baik.
2. Baik? Baik seperti
apa?
Jadi kalo sama temanteman pernah tidak
terjadi berantem gitu?
3. Tidak, rukun?
4. Jadi baiknya karena
rukun itu?
Iya.
5. Tadi
kegiatannya
apalagi ya selain kasti
tadi?
Gobak sodor.
6. Lalu kalo sama Bapak
atau
Ibu
pernah
dimarahi tidak?
Nggak.
7. Terus kalo sama
tetangga kegiatannya
apa?
Arisan.
8. Ada kegiatanlagi?
Tidak ada.
9. Terus
perasaannya
Asih bagaimana saat
Asih
berkumpul
dengan
tetangga
seperti arisan tadi?
Senang.
10. Ada penilaian dari
tetangga
tentang
88
Subjek merupakan
pribadi yang mau
bersosial
dengan
teman-teman
dan
tetangga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Asih?
Tidak ada.
89
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 2
A. Hasil Uji Keabsahan Data
1. Subjek 1
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan uji keabsahan data dengan
teknik
triangulasi
dengan
sumber.
Triangulasi
dengan
sumber
berarti
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton
1987).
Peneliti
ditanyakan
menanyakan
dalam
kembali
wawancara
pertanyaan-pertanyaan
sebelumnya
kepada
subjek.
yang
telah
Berdasarkan
perbandingan jawaban-jawaban yang telah dijawab subjek dapat disimpulkan
tidak ada perbedaan, sehingga dapat disimpulkan bahwa subjek menjawab dengan
jujur. Selain itu, peneliti mewawancarai Ayah subjek tentang gambaran diri
subjek. Ayah subjek mengatakan bahwa subjek adalah anak yang sangat peduli
dengan orang lain terlebih pada orang tua dan adik-adiknya. Ayah subjek
menceritakan bahwa subjek senang menabung dari hasil uang saku karena dia
tidak mau menghabiskan uang pemberian Ayahnya. Subjek merasa kasian kepada
Ayahnya bila sang Ayah tidak memiliki uang.
Informasi lain mengenai subjek datang dari sang Ibu, menurutnya subjek
adalah anak yang sangat mengasihi adik dan orang tuanya. Subjek bangun pagi
setiap hari untuk menemani adiknya ketika sang Ibu sedang sibuk di dapur.
Subjek juga lebih mementingkan kedua adiknya dibandingkan kepentingan
90
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dirinya. Subjek lebih memilih menemani kedua adiknya karena sang Ibu sedang
sibuk memebereskan barang dagangan ketika subjek diajak bermain oleh temantemannya.
Dari hasil uji keabsahan data dengan teknik Triangulasi dengan sumber di
atas dapat disimpulkan bahwa data hasil wawancara dengan subjek dapat
dipercaya.
2. Subjek 2
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan uji keabsahan data dengan
teknik
triangulasi
dengan
sumber.
Triangulasi
dengan
sumber
berarti
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton
1987).
Peneliti
ditanyakan
menanyakan
dalam
kembali
wawancara
pertanyaan-pertanyaan
sebelumnya
kepada
subjek.
yang
telah
Berdasarkan
perbandingan jawaban-jawaban yang telah dijawab subjek dapat disimpulkan
tidak ada perbedaan, sehingga dapat disimpulkan bahwa subjek menjawab dengan
jujur. Selain itu, peneliti, Ayah subjek mengatakan bahwa subjek adalah anak
tidak suka menuntut macam-macam seperti anak jaman sekarang. Selain itu,
subjek merupakan anak yang mengerti dengan kondisi orang tua, bila orang
tuanya hanya dapat menyediakan hasil kebun untuk makan, subjek tidak pernah
menuntut lebih dari itu. Ketika anak seusianya lebih memilih bermain, subjek
lebih mengutamakan membantu orang tua di rumah.
91
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Informasi lain mengenai subjek datang dari sang Ibu, menurutnya subjek
adalah anak yang sangat patuh dan hormat dengan orang tua. Subjek akan segera
melaksanakan perintah kedua orang tuanya bila subjek diberi perintah. Subjek
tidak pernah melawan kepada orang tua, menurut Ibu subjek anak jaman sekarang
banyak yang berani dengan orang tuanya akan tetapi subjek tidak demikian.
Dari hasil uji keabsahan data dengan teknik Triangulasi dengan sumber di
atas dapat disimpulkan bahwa data hasil wawancara dengan subjek dapat
dipercaya.
92
Download