PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI KONSEP DIRI ANAK ABDI DALEM KERATON YOGYAKARTA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Disusun oleh: Franciscus De Paula Bramasta M. A. 119114051 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 i PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI iii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI HALAMAN PERSEMBAHAN Karya kecil dan sederhana ini penulis dedikasikan untuk Tuhan Yesus yang selalu membimbing penulis dalam menjalankan kehidupan yang penuh dengan suka dan duka. Orang tua, saudara, dan para sahabat yang selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan kuliah. Semua orang terkasih yang telah memberi kesan, makna, dan warna dalam kehidupan penulis. SEMOGA KARYA INI BERMANFAAT BAGI SEMUA PIHAK iv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI HALAMAN MOTTO “Mintalah, maka akan diberikan kepadamul; carilah, maka kamu akan mendapatka; ketoklah maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima, dan setiap orang mencari, mendapat, dan setiap orang mengetok, baginya pintu dibukakan. Adakah seorang dari padamu yang memberi batu Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti,atau memberi ular, jika ia meminta ikan? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baikkepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepadaNya Matius 7:7-11 v PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah. Yogyakarta, 29 Agustus 2016 Penulis Franciscus De Paula Bramasta Meindo A. vi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Franciscus De Paula Bramasta Meindo A. NIM : 119114051 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: Konsep Diri Anak Abdi Dalem Keraton Yogyakarta Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hal untuk menyimpan, mengalihkan, dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya. Dibuat di : Yogyakarta Pada Tanggal : 29 Agustus 2016 Yang menyatakan, Franciscus De Paula Bramasta Meindo A. vii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI KATA PENGANTAR Puji syukur dan terima kasih penulis sampaikan pada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada: 1. Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan baik 2. Papah dan Mamah, terimakasih atas kasih sayang dan doa yang selalu menyertai penulis. Penulis merasa termotivasi dengan dukungan yang selalu diberikan oleh orang tua penulis. 3. Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi dan Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si. selalu Kaprodi untuk semua kesempatan belajar yang diberikan. 4. Bapak Drs. H.Wahyudi, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah memberikan banyak inspirasi, dukungan, masukan, tenaga, waktu, dan nasehat hidup yang tak terlupakan. Terima kasih atas kesabaran bapak yang mau menerima penulis selama menjalankan bimbingan skripsi. 5. Ibu Debri Pristinella, M.Si. selalu dosen pembimbing akademik, terima kasih atas segala bimbingan dan motivasinya sehingga penulis dapat terus bersemangat berkuliah di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. viii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6. Terima kasih untuk Bapak Emanuel yang telah membantu dan membimbing saya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 7. Para subjek, terima kasih atas kesediannya meluangkan waktu dan tenaga dalam membantu terselesaikannya skripsi ini. 8. Kepada Arum manusia terbaik sedunia yang selalu menemani, mendukung, membantu, dan mendoakan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 9. Kepada sahabatku Agni dan Dek Betha yang membantu dalam penyelesaikan skripsi ini, saya ucapkan trima kasih. 10. Kepada orang tua saya yang selalu mendukung dalam berbagai bentuk saya ucapkan trima kasih yang sebesar-besarnya untuk usaha mereka. 11. Teman-teman terbaik penulis yaitu Wila, Bili, Catur, Andi, Nina, Kristian, Cuki, Edi,Made, Aldo, dan Andre yang selalu mendukung dan membantu dalam segala bentuk. 12. Teman-teman sebimbingan Pak Wahyudi yaitu Ratna, kak Firsta, kak Galih, Kristian, dan Veronica yang sudah menjadi teman diskusi dalam penyelesaian skripsi. 13. Teman-teman angkatan 2011, terima kasih atas segala pengalaman dan kebersamaannya selama berdinamika di Psikologi. 14. Untuk nama-nama yang berperan dalam penyelesaian skripsi ini namun belum disebutkan, maaf atas keterbatasan penulis. Terima kasih untuk semuanya. ix PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Penulis menyadari tulisan ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki karya ini. Akhir kata, penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi semua orang yang membaca. Terimakasih. Penulis Franciscus De Paula Bramasta Meindo A. x PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .............................................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ ii HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... iv HALAMAN MOTTO ...................................................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... vi LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................... vii KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii DAFTAR ISI..................................................................................................... xi ABSTRAK ........................................................................................................ xiv ABSTRACT ...................................................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ....................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .................................................................................. 10 C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 10 D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 10 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Diri............................................................................................ 12 B. Abdi Dalem Keraton .............................................................................. 23 C. Keraton Yogyakarta ............................................................................... 26 xi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI D. Budaya Jawa .......................................................................................... 29 E. Anak ....................................................................................................... 31 F. Konsep Diri Anak................................................................................... 33 G. Konsep Diri Anak Abdi Dalem Keraton ............................................... 34 BAB III. METODE PENELITIAN A. Paradigma Penelitian Kualitatif ............................................................. 36 B. Subjek Penelitian ................................................................................... 38 C. Metode Pengumpulan Data .................................................................... 40 D. Metode Analisis Data ............................................................................ 42 E. Uji Kesahihan dan Keandalan Data ....................................................... 43 F. Pedoman Observasi Wawancara ............................................................ 44 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian ............................................................................ 47 B. Hasil Penelitian ....................................................................................... 49 1. Data Demografi Subjek......................................................................... 49 2. Hasil Observsai Subjek 1 ...................................................................... 50 3. Diskripsi Data Subjek 1 ........................................................................ 51 4. Hasil Wawancara Subjek 1 ................................................................... 54 5. Hasil Observasi Subjek 2 ...................................................................... 55 6. Diskripsi Data Subjek 2 ........................................................................ 56 7. Hasil Wawancara Subjek 2 ................................................................... 58 C. Pembahasan Hasil Penelitian .................................................................. 59 xii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ............................................................................................. 67 B. Saran ........................................................................................................ 67 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 69 LAMPIRAN ...................................................................................................... 72 xiii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI KONSEP DIRI ANAK ABDI DALEM KERATON YOGYAKARTA Franciscus De Paula Bramasta M.A. ABSTRAK Konsep diri adalah gagasan tentang konsep diri yang mencakup keyakinan, pandangan dan penilaian seseorang kepada dirinya sendiri. Konsep diri terdiri atas bagaimana cara kita melihat konsep diri sebagai pribadi, bagaimana kita merasa tentang konsep diri, dan bagaimana kemampuan berpikir seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa konsep diri anak abdi dalem keraton. Penelitian ini mnggunakan metode pendekatann kualitatif dan metode pengumpulan data menggunakan observasi tertutup dan wawancara semi struktur. Subjek dalam penelitian ini adalah seorang anak yang memiliki rentang usia kira-kira 5 hingga 11 tahun, masih bersekolah, dan memiliki orang tua sebagai abdi dalem keraton berdomisili di Daerah Istimewa Yogyakarta. Verifikasi data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi data dan wawancara ulang. Dari hasil analisis data diketahui bahwa secara umum, kedua subjek menggambarkan dirinya sebagai seorang anak yang prososial yaitu memiliki kepedulian kepada orang lain, mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan dirinya, bertanggung jawab, mau dan mampu bersosial dengan lingkungan sosialnya, serta taat pada aturan dan norma. Hasil lainnya menunjukkan kedua subjek memiliki memiliki penghargaan ke pada diri (selfesteem) yang tinggi, memiliki sikap nrima atau menerima apa yang mereka miliki serta mensyukurinya. Konsep diri yang dimiliki oleh kedua subjek adalah konsep diri yang positif, dimana kedua subjek dapat mengenal dirinya dengan baik. Kata kunci: konsep diri, anak dari abdi dalem keraton. xiv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI CHILD'S SELF CONCEPT OF PALACE COURTIERS Franciscus De Paula Bramasta Meindo A. ABSTRACT Self concept is the idea of self concept which encompassed faith, viewpoint, and research someone to him self. Self concept consist of how we to see the self concept as personal, how we to feel the self concept, how the capability thinking of someone. This research inted to understand what the self concept of child palace courtiers. This research using qualitative approach methods and data accumulation method which use closed observation, and semi structure interview. Subjects in this research are child who have the age range about 5 until 11 years old, still study in school and have parents as a palace coutiers who they are domiciled in Daerah Istimewa Yogyakarta. Data verification in this research use data triangulation and repetitive interview. From the result of data analysis are knew that commonly both of subject figure their self as a child that is have concern to other people, accentuate importance other people rather than their importance, responsible, want and capable make the society activity with their social environment, obedient toward rule, regulation, and norm. Other results showed both of subjects have had high self-esteem, has an attitude accept what they have and be grateful. The concept of self-owned by the two subjects is a positive self-concept, where both subjects can recognize himself well. Keyword: self concept, child’s of palace courtier xv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI xvi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI xvii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat melihat bahwa anak-anak lebih banyak melakukan kegiatan bermain dan berinteraksi dengan teman sebaya daripada dengan orang dewasa dan orang lanjut usia, sehingga masa kanak-kanak merupakan periode yang khas. Hal tersebut diungkapkan oleh Borstelman, 1993 dalam buku Life-Span Development (Santrock 1995). Masa awal anak-anak memiliki rentang usia kira-kira 5 atau 6 tahun. Untuk pertengahan dan akhir anakanak ialah periode perkembangan yang memiliki rentang usia kira-kira 6 hingga 11 tahun, yang kira-kira setara dengan tahun-tahun sekolah dasar. Periode ini kadang-kadang disebut sebagai “tahun-tahun sekolah dasar”. Dalam periode ini, teman sebaya penting dalam perkembangan sosial anak karena dengan bergaul dengan teman sebaya, anak akan belajar bagaimana mereka bersosial. Hal tersebut dibuktikan dengan penelitian Anna Freud & Dann tahun 1951 dalam buku Child Development (Santrock, 2007). yang meneliti enam anak dari keluarga yang berbeda yang disatukan setelah orang tua mereka terbunuh dalam Perang Dunia ke II. Kedekatan teman sebaya yang intensif itu diobservasi, anakanak membentuk kelompok yang dirajut secara ketat, yang bergantung satu sama lain dan jauh dari orang-orang luar. Walaupun kurang pengasuhan dari orang tua, mereka tidak menunjukkan perilaku yang menyimpang dan tidak mengalami kelainan mental yang serius. 1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat melihat interaksi seorang anak dengan teman sebaya yang akan melibatkan suatu permainan dan permainan terkesan menjadi kebutuhan seorang anak pada masa itu. Permainan memiliki manfaat yang beragam bagi anak-anak. Permainan memberikan manfaat dalam peningkatan afiliasi dengan teman sebaya, mengurangi tekanan, meningkatkan daya jelajah, dan memberi tempat berteduh yang aman bagi perilaku yang secara potensial berbahaya. Dalam buku Santrock yang berjudul Child Development,, Freud dan Erikson mendefinisikan permainan adalah suatu bentuk penyesuaian diri manusia yang sangat berguna dalam menguasai kecemasan anak dan konflik. Dalam buku yang sama, Jean Piaget dan Lev Vygotsky juga mendefinisikan permainan bagi anak. Piaget (1962) melihat permainan sebagai media yang meningkatkan perkembangan kognitif anak-anak. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Vygotsky (1962) yang meyakini bahwa permainan merupakan setting yang sangat bagus dalam perkembangan kognitif. Masih dalam buku Child Development, Harter (1998) menyebutkan bahwa pada masa anak-anak, anak akan memahami diri berdasarkan atas berbagai peran dan kategori-kategori keanggotaan yang mendefinisikan siapa anak itu. Walaupun bukan keseluruhan identitas prbadi, pemahaman diri memberi tiang pondasi rasionalnya (Damon & Hart, 1988, 1992). Pemahaman diri ialah representasi kognitif diri anak, bahan dan konsep diri. Konsep diri (self-concept) mengacu pada bidang spesifik pada dirinya. Anak-anak dapat membuat evaluasi diri dalam banyak bidang kehidupan mereka (akademis, atletik, penampilan, dan lain-lain). Misalnya, seorang anak perempuan berusia 5 tahun memahami bahwa ia adalah 2 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI seorang perempuan, berambut hitam, suka mengendarai sepedanya, mempunyai seorang teman, dan seorang perenang. Ada beberapa penelitian mengenai konsep diri anak yaitu konsep diri pada anak sekolah dasar dan menengah pertama yang dilakukan oleh Andriasari (2015). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa jenis kelamin tidak mempengaruhi konsep diri positif atau negatif. Selain itu, anak yang memiliki konsep diri negatif akan mudah menyerah sedangkan anak yang memiliki konsep diri positif akan bersikap optimis. Pardede (2008) meneliti tentang konsep diri anak jalanan, dari hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa anak jalan dalam penelitian tersebut memandang diri sebagai pribadi yang negatif. Subyek merasa tidak diterima di masyarakat dan memiliki penghargaan diri yang rendah. Penelitian lain juga dilakukan oleh Husniyati (2009) di RPSA Kota Semarang. Dari penelitian tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa mayoritas anak jalanan pada jangkauan RPSA di Kota Semarang mempunyai konsep diri pada kategori tinggi (50%) serta pengetahuan tentang diri (60%) dengan kategori tinggi, maksudnya rata-rata pengetahuan anak jalanan terhadap diri sendiri adalah tinggi, yaitu mereka mengetahui bagaimana diri mereka sendiri. Penilaian tentang diri pada kategori sedang (47,5%), maksudnya sebagian anak jalanan menilai tentang diri mereka cukup. Sedangkan dalam pengharapan anak jalanan pada kategori tinggi (57,5%), maksudnya sebagian besar anak jalanan berharap agar mereka dapat hidup lebih baik lagi. Penelitian ini menunjukkan bahwa konsep diri terhadap pengetahuan tentang diri dan pengharapannya sendiri yang tinggi kurang diimbangi dengan penilaian tentang diri sendiri yang cukup. 3 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Terdapat fenomena yang ditemukan peneliti dalam masyarakat. Bersumber darisitus berita online: merdeka.com, diberitakan bahwa seorang anak berusia 7 tahun menjadi seorang abdi dalem termuda di Keraton Yogyakarta. Anak ini bernama Riski Kuncoro Manik, dia sudah mengikuti aktivitas sebagai abdi dalem di Keraton Yogyakarta sejak dia berumur tiga tahun. Orang tua Riski juga adalah seorang abdi dalem. Hal ini menarik karena Riski tergolong anak-anak yang tidak seperti anak pada umumnya dimana pada masa ini anak-anak lebih memilih bermain dari pada bekerja. Selain itu, ketika Riski menjalankan tugasnya sebagai abdi dalem keraton, Riski tidak akan bergaul dengan teman sebaya melainkan abdi dalem yang memiliki usia jauh di atas Riski sehingga pergaulan dengan teman sebaya Riski mungkin akan berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Fenomena lain yang berasal dari pengalaman peneliti saat masih duduk di bangku sekolah dasar, peneliti memiliki teman sebaya anak seorang abdi dalem keraton. Anak ini terkesan ramah dan sopan kepada siapa saja. Hal menarik lainnya adalah ketika pada anak seusianya lebih memilih bermain sepulang sekolah, anak ini lebih senang untuk membantu orang tuanya. Dia membantu ibunya dalam mengumpulkan barang bekas dan membantu ayahnya menjalankan tugasnya sebagai abdi dalem, seperti membantu sang ayah membersihkan dan merawat makam-makam raja keraton. Peneliti pernah menanyakan alasan mengapa dia memilih melakukan hal demikian dari pada bermain. Bagi anak ini membantu orang tua terlebih dalam tugas-tugas sang Ayah sebagai abdi dalem keraton membuatnya merasa senang. 4 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Dalam bukunya, Soenarto (2012) mengungkapkan bahwa abdi dalem keraton merupakan agen pelestari budaya atau salah satu perwakilan pelestari budaya seperti yang diharapkan oleh Sultan Hamengku Buwana X sebagai pelestari budaya sekaligus “jati diri” Bangsa Indoensia, yang juga pernah disampaikan oleh Sultan Hamengku Buwana IX saat penobatan sebagai Raja Ngayogyakarta Hadiningrat pada tanggal 18 Maret 1940. Disamping itu dengan diaturnya tata cara, sopan santun tingkah laku bagi Abdi Dalem Keraton Yogyakarta, mengingat bahwa abdi dalem adalah juga agen budaya keraton yang mumpuni (mengetahui makna) dalam hal nilai-nilai keutamaan yang diyakini baik oleh manusia pada umumnya. Sehingga melalui agen budaya ini, abdi dalem keraton dapat menjadi suritauladan di lingkungan masyarakat yang ditempati, yang di lewati, dan yang menyaksikan. Pengabdian seorang abdi dalem keraton ditunjukan dengan tanggung jawab melaksanakan semua yang menjadi keseharusan dan menaati pranata demi kejayaan budaya sebagai jati dirinya. Sehingga kesetiaan seorang abdi dalem kepada keraton dalam arti kepada Raja, dengan segala kekayaan budayanya disebut pengabdian yang dilandasi kebaikan, ketulusan. Matulessy dan Abdi Keraf (2011) mengungkapkan bahwa konsep diri yang dimiliki oleh abdi dalem keraton adalah konsep diri yang positif dan lebih banyak dipengaruhi oleh perasaan kekaguman pada pribadi Sultan sebagai orang yang diabdi, memungkinkan individu untuk mengadopsi perilaku tertentu dari Sultan menjadi bentuk perilaku hidupnya setiap hari. Karena abdi dalem memiliki interaksi sosial dengan Sultan maka terbentuk konsep diri para abdi dalem seperti diatas. Hal ini diperkuat dalam John Kinch (1963) dalam Fitts (1971) yang mengemukakan 5 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI bahwa konsep diri terbentuk melalui interaksi sosial dan konsep diri ini mempengaruhi tingkah laku seseorang. Menurut Papalia, Olds, dan Feldman (2004) terdapat beberapa faktor pembentuk konsep diri, yakni (1) orang tua sebagai kontak sosial yang paling awal yang kita alami, dan yang paling kuat, apa yang dikomunikasikan oleh orang tua pada anak lebih menancap daripada informasi lain yang diterima anak sepanjang hidupnya, (2) kawan sebaya yang menempati kedudukan kedua setelah orang tuanya dalam mempengaruhi konsep diri, apalagi perihal penerimaan atau penolakan, peran yang diukir anak dalam kelompok teman sebayanya mungkin mempunyai pengaruh yang dalam pada pandangan tentang dirinya sendiri, (3) masyarakat yang menganggap penting fakta-fakta kelahiran di mana akhirnya penilaian ini sampai kepada anak dan masuk ke dalam konsep diri, dan (4) belajar di mana muncul konsep bahwa konsep diri kita adalah hasil belajar, dan belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan psikologis yang relatif permanen yang terjadi dalam diri kita sebagai akibat dari pengalaman. Penelitian tersebut menyimpulkanbahwa peran orang tua sebagai abdi dalem dan budaya jawa memiliki peran kuat dalam pembentukan konsep diri anaknya. Sehingga perilaku anak abdi dalem keraton pada fenomena-fenomena yang telah diuraikan peneliti diatas tidak lepas dari hasil interaksi sang anak dengan orang tua. Hal ini didukung oleh Teori Rogers (dalam Burns, 1993) yang menyatakan bahwa konsep diri memainkan peranan yang sentral dalam tingkah laku manusia. George Herbert Mead (1972) mengemukakan bahwa konsep diri merupakan produk sosial yang dibentuk melalui proses internalisasi dan organisasi 6 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI pengalaman-pengalaman psikologis. Pengalaman-pengalaman psikologis ini merupakan hasil eksplorasi individu terhadap lingkungan fisiknya dan refleksi dari dirinya yang diterima dari orang-orang penting (significant others) disekitarnya. Mead juga mengemukakan bahwa setiap individu memiliki pemahaman tertentu tentang penilaian orang lain terhadap dirinya, dan individu tersebut akan bertingkah laku sesuai dengan penilaian umum. Pernyataan ini senada dengan John Kinch (1963 dalam Fitts, 1971) yang mengemukakan bahwa konsep diri terbentuk melalui interaksi sosial dan konsep diri ini mempengaruhi tingkah laku seseorang. Menurutnya, konsep diri seseorang didasarkan pada persepsi dari reaksi-reaksi orang lain terhadap dirinya. Dari beberapa pengertian konsep diri yang telah dikemukakan, dapat dinyatakan secara gamblang bahwa konsep diri merupakan pandangan dan sikap individu terhadap dirinya sendiri. Pengertian ini senada dengan Burns (1993) yang mengemukakan bahwa konsep diri adalah hubungan antara sikap dan keyakinan tentang diri kita sendiri. Cawagas (1983) dalam Pudjijogyanti (1988) juga mengemukakan hal yang sama bahwa konsep diri mencakup seluruh pandangan individu akan dimensi fisiknya, karakteristik pribadinya, motivasinya, kelemahannya, kepandaiannya, kegagalannya, dan lain sebagainya. Dua orang peneliti dan penulis utama yang mengkaji dan memberikan sumbangan besar dalam pengembangan studi konsep diri, Rogers (1951) dan Staines (1954) dalam Burns (1993) yang menyatakan definisi konsep diri yang sejalan. Rogers menyatakan bahwa konsep diri disusun dari unsur-unsur seperti persepsi-persepsi dari karateristik-karateristik dan kemampuan-kemampuan seseorang; hal-hal yang dipersepsikan dan konsep- 7 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI konsep tentang diri yang ada hubungannya dengan orang-orang lain dan dengan lingkungannya; kualitas-kualitas nilai yang dipersepsikan yang dihubungkan dengan pengalaman-pengalaman dan obyek-obyek; dan tujuan-tujuan serta ide-ide yang dipersepsikan sebagai mempunyai valensi positif atau negatif. Jadi menurut Rogers, konsep diri dengan kata lain adalah gambaran yang terorganisasikan yang berada di dalam kesadaran baik sebagai tokoh atau dasar, dari diri dan diri yang berkaitan (self in relationship), bersama-sama dengan nilai-nilai positif dan negatif yang dihubungkan dengan kualitas-kualitas dan hubungan-hubungan sebagaimana mereka dipersepsikan sebagai hidup atau ada dimasa lalu, sekarang, atau dimasa yang akan datang. Staines dalam definisinya juga menempatkan konsep diri ke dalam bidang studi tentang sikap yang dibangun dari pengalamanpengalaman seorang individu. Konsep diri menurutnya adalah suatu sistem yang sadar dari hal-hal yang dipersepsikan, konsep-konsep, dan evaluasi-evaluasi mengenai diri individu sebagaimana dia tampak bagi dirinya sendiri. Termasuk di dalamnya suatu kognisi respons yang evaluatif yang dibuat oleh individu itu terhadap aspek-aspek yang dipersepsikan dan dipahami tentang dirinya sendiri; suatu pemahaman tentang gambaran yang diduga oleh orang-orang lain mengenai dia, dan suatu kesadaran dari suatu diri yang dievaluasikan, yang merupakan gagasannya tentang pribadi sebagaimana yang dia inginkan dan dimana dia harus bertingkah laku. Adapun konsep diri didefinisikan secara berbeda oleh para ahli. Seifert dan Hoffnung (1994), misalnya, mendefinisikan konsep diri sebagai suatu pemahaman mengenai diri atau ide tentang konsep diri. Santrock (1996) menggunakan istilah 8 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI konsep diri mengacu pada evaluasi bidang tertentu dari konsep diri. Sementara itu, Menurut Duffy dan Atwater (2005) konsep diri adalah suatu cara pada individu dalam memandang dirinya, bagaimana perasaan seseorang tentang tubuhnya dan bagaimana kepuasaan dan ketidakpuasan seseorang terhadap dirinya. Selanjutnya, Atwater mengidentifikasi konsep diri atas tiga bentuk. Pertama, body image, kesadaran tentang tubuhnya, yaitu bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri. Kedua, ideal self, yaitu bagaimana cita-cita dan harapanharapan seseorang mengenai dirinya. Ketiga, social self, yaitu bagaimana orang lain melihat dirinya. Menurut Burns (1982), konsep diri adalah hubungan antara sikap dan keyakinan tentang diri kita sendiri. Sementara itu, Cawagas (1983 dalam Pudjijogiyanti, 1988) menjelaskan bahwa konsep diri mencakup seluruh pandangan individu akan dimensi fisiknya, karakteristik pribadinya, motivasinya, kelemahannya, kelebihannya atau kecakapannya, kegagalannya, dan sebagainya. Berdasarkan pada beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah gagasan tentang konsep diri yang mencakup keyakinan, pandangan dan penilaian seseorang kepada dirinya sendiri. Konsep diri terdiri atas bagaimana cara kita melihat konsep diri sebagai pribadi, bagaimana kita merasa tentang konsep diri, dan bagaimana kemampuan berpikir seseorang. Sehingga konsep diri anak abdi dalem keraton adalah gagasan tentang konsep diri sang anak yang mencakup keyakinan, pandangan, dan penilaian anakkepada dirinya sendiri yang terbentuk dari hasil interaksi sang anak dengan orang tua yaitu abdi dalem keraton 9 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dan lingkungannya yaitu lingkungan budaya jawa yang akan mempengaruhi perilaku anak. Berdasarkan fenomena-fenomena anak abdi dalem keraton dan uraian diatas terkait konsep diri, maka peneliti ingin meneliti apa konsep diri anak abdi dalem keraton yang dirumuskan dalam judul “Konsep Diri Anak Abdi Dalem Keraton Yogyakarta”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan fenomena-fenomenaa di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan peneliti sebagai berikut : Apa konsep diri anak abdi dalem keraton? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan fenomena-fenomena di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui apa konsep diri anak abdi dalem keraton. D. Manfaat Penelitian Penelitian yang akan dilakasanakan ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun praktis sebagai berikut: 1. Manfaat teoretis Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi yang dapat digunakan sebagai bahan kajian dan memperkaya hasil 10 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI penelitian dalam bidang psikologi perkembangan dan psikologi sosial terutama yang berkaitan dengan konsep diri anak abdi keraton kepada anak kandungnya. 2. Manfaat praktis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran konsep diri anak kepada orang tua yang memiliki profesi sebagai abdi dalem keraton dan masyarakat umum. Peneliti berharap dengan adanya penelitian ini orang tua dapat memahami konsep diri sang anak sehingga dapat membantu anak dalam mencapai harapan dan cita-cita di masa yang akan datang berdasarkan konsep diri sang anak. 11 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Diri 1. Pengertian Konsep Diri George Herbert Mead (1972) mengemukakan bahwa konsep diri merupakan produk sosial yang dibentuk melalui proses internalisasi dan organisasi pengalaman-pengalaman psikologis. Pengalaman tersebut merupakan hasil eksplorasi individu terhadap lingkungan fisiknya dan refleksi dari dirinya yang diterima dari orang-orang penting (significant others) disekitarnya. Mead (1972) juga mengemukakan bahwa setiap individu memiliki pemahaman tertentu tentang penilaian orang lain terhadap dirinya, dan individu tersebut akan bertingkah laku sesuai dengan penilaian umum. Pernyataan ini senada dengan John Kinch (1963) dalam Fitts (1971) yang mengemukakan bahwa konsep diri terbentuk melalui interaksi sosial dan konsep diri ini mempengaruhi tingkah laku seseorang. Menurutnya, konsep diri seseorang didasarkan pada persepsi dari reaksi-reaksi orang lain terhadap dirinya. Dari beberapa pengertian konsep diri yang telah dikemukakan, dapat dinyatakan dengan jelas bahwa konsep diri merupakan pandangan dan sikap individu terhadap dirinya sendiri. Pengertian ini senada dengan Burns (1993) yang mengemukakan bahwa konsep diri adalah hubungan antara sikap dan keyakinan tentang diri kita sendiri. Cawagas (1983) dalam Pudjijogyanti (1988) juga mengemukakan hal yang sama bahwa konsep diri mencakup seluruh pandangan individu akan dimensi fisiknya, karakteristik pribadinya, motivasinya, kelemahannya, kepandaiannya, 12 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI kegagalannya, dan lain sebagainya. Dua orang peneliti dan penulis utama yang mengkaji dan memberikan sumbangan besar dalam pengembangan studi konsep diri, yaitu Rogers (1951) dan Staines (1954) dalam Burns (1993) menyatakan definisi konsep diri yang juga sejalan dengan penjelasan sebelumnya. Rogers menyatakan bahwa konsep diri disusun dari unsur-unsur seperti persepsi-persepsi dari karateristik-karateristik dan kemampuan-kemampuan seseorang; hal-hal yang dipersepsikan dan konsep-konsep tentang diri yang ada hubungannya dengan orang-orang lain dan dengan lingkungannya; kualitas-kualitas nilai yang dipersepsikan yang dihubungkan dengan pengalaman-pengalaman dan obyekobyek; dan tujuan-tujuan serta ide-ide yang dipersepsikan sebagai mempunyai valensi positif atau negatif. Jadi menurut Rogers, konsep diri dengan kata lain adalah gambaran yang terorganisasikan yang berada di dalam kesadaran baik sebagai tokoh atau dasar, dari diri dan diri yang berkaitan (self in relationship), bersama-sama dengan nilai-nilai positif dan negatif yang dihubungkan dengan kualitas-kualitas dan hubungan-hubungan sebagaimana mereka dipersepsikan sebagai hidup atau ada dimasa lalu, sekarang, atau dimasa yang akan datang. Staines dalam definisinya juga menempatkan konsep diri ke dalam bidang studi tentang sikap yang dibangun dari pengalaman-pengalaman seorang individu. Konsep diri menurutnya adalah suatu sistem yang sadar dari hal-hal yang dipersepsikan, konsep-konsep, dan evaluasi-evaluasi mengenai diri individu sebagaimana dia tampak bagi dirinya sendiri. Termasuk di dalamnya suatu kognisi respons yang evaluatif yang dibuat oleh individu itu terhadap aspek-aspek yang dipersepsikan dan dipahami tentang dirinya sendiri; suatu pemahaman 13 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI tentang gambaran yang diduga oleh orang-orang lain mengenai dia; dan suatu kesadaran dari suatu diri yang dievaluasikan, yang merupakan gagasannya tentang pribadi sebagaimana dia inginkan dan dimana dia harus bertingkah laku. Adapun konsep diri didefinisikan secara berbeda oleh para ahli. Seifert dan Hoffnung (1994) mendefinisikan konsep diri sebagai suatu pemahaman mengenai diri atau ide tentang konsep diri. Santrock (1996) menggunakan istilah konsep diri mengacu pada evaluasi bidang tertentu dari konsep diri. Sementara itu, Duffy dan Atwater (2005) konsep diri adalah suatu cara pada individu dalam memandang dirinya, bagaimana perasaan seseorang tentang tubuhnya dan bagaimana kepuasaan dan ketidakpuasan seseorang terhadap dirinya. Selanjutnya, Atwater mengidentifikasi konsep diri atas tiga bentuk. Pertama, body image, kesadaran tentang tubuhnya, yaitu bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri. Kedua, ideal self, yaitu bagaimana cita-cita dan harapan-harapan seseorang mengenai dirinya. Ketiga, social self, yaitu bagaimana orang lain melihat dirinya. Menurut Burns (1982), konsep diri adalah hubungan antara sikap dan keyakinan tentang diri kita sendiri, sedangkan Pemily dalam Atwater (1984), mendefinisikan konsep diri sebagai sistem yang dinamis dan kompleks diri keyakinan yang dimiliki seseorang tentang dirinya, termasuk sikap, perasaan, persepsi, nilai-nilai, dan tingkah laku yang unik dari individu tersebut. Sementara itu, Cawagas (1983) menjelaskan bahwa konsep diri mencakup seluruh pandangan individu akan dimensi fisiknya, karakteristik pribadinya, motivasinya, kelemahannya, kelebihannya atau kecakapannya, kegagalannya, dan sebagainya. 14 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Berdasarkan pada beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah gagasan tentang konsep diri yang mencakup keyakinan, pandangan dan penilaian seseorang kepada dirinya sendiri. a. Dimensi-dimensi Konsep Diri Dimensi dari konsep diri dikemukakan oleh Fitts (1971), dimana Fitts sependapat dengan Rogers yang menganggap bahwa diri sebagai suatu obyek sekaligus juga sebagai suatu proses, yang melakukan fungsi persepsi, pengamatan serta penilaian. Keseluruhan kesadaran mengenai diri yang diobservasi, dialami serta dinilai ini adalah konsep diri. Berdasarkan pendapatnya itu, Fitts membagi konsep diri ke dalam 2 (dua) dimensi pokok, yaitu : 1) Dimensi Internal, yang terdiri dari : a) Diri sebagai obyek/identitas (identity self) b) Diri sebagai perilaku (behavior self) c) Diri sebagai pengamat dan penilai (judging self) 2) Dimensi Eksternal, yang terdiri dari : a) Diri fisik (physical self) b) Diri moral-etik (moral-ethic self) c) Diri personal (personal self) d) Diri keluarga (family self) e) Diri sosial (social self) Kesemua dimensi dan bagian-bagiannya secara dinamis menurut Fitts adalah berinteraksi dan berfungsi secara menyeluruh menjadi konsep diri. Untuk 15 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI lebih memahami maksud dari kedua dimensi konsep diri ini, berikut dijelaskan satu persatu. Dimensi internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal (internal frame of reference) adalah ketika seorang individu melakukan penilaian terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia batinnya sendiri atau dunia dalam dirinya sendiri terhadap identitas dirinya, perilaku dirinya, dan penerimaan dirinya. Kerangka acuan internal atau yang disebut juga dimensi internal ini oleh Fitts dibedakan atas tiga bentuk, yaitu : 1) Diri identitas (identity self) Identitas diri ini merupakan aspek konsep diri yang paling mendasar. Konsep ini mengacu pada pertanyaan "siapakah saya?" dimana di dalamnya tercakup label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri oleh individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya. Misalnya, "saya Iskandar" dan kemudian sejalan dengan bertambahnya usia dan interaksi individu dengan lingkungannya, akan semakin banyak pengetahuan individu akan dirinya sendiri, sehingga individu tersebut akan dapat melengkapi keterangan dirinya dengan hal-hal yang lebih kompleks, seperti: "saya Tini", "saya seorang ibu dari tiga orang anak", “saya bekerja sebagai seorang polisi wanita", dan sebagainya. Selanjutnya setiap elemen dari identitas diri akan mempengaruhi cara individu mempersepsikan dunia fenomenalnya, mengobservasinya, dan menilai dirinya sendiri sebagaimana ia berfungsi. Pada kenyataannya, identitas diri berkaitan erat dengan diri sebagai pelaku. 16 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Identitas diri sangat mempengaruhi tingkah laku seorang individu, dan sebaliknya identitas diri juga dipengaruhi oleh diri sebagai pelaku. Sejak kecil, individu cenderung untuk menilai atau memberikan label pada orang lain maupun pada dirinya sendiri berdasarkan tingkah laku atau apa yang dilakukan seseorang. Dengan kata lain, untuk dapat menjadi sesuatu seringkali seseorang harus melakukan sesuatu, dan dengan melakukan sesuatu, seringkali individu harus menjadi sesuatu. 2) Diri perilaku (behavioral self) Diri perilaku merupakan persepsi seorang individu tentang tingkah lakunya. Diri pelaku berisikan segala kesadaran mengenai "apa yang dilakukan oleh diri". Selain itu, bagian ini sangat erat kaitannya dengan diri sebagai identitas. Diri yang adekuat akan menunjukkan adanya keserasian antara diri identitas dengan diri pelakunya, sehingga ia dapat mengenali dan menerima baik diri sebagai identitas maupun diri sebagai pelaku. Kaitan keduanya dapat dilihat pada diri sebagai penilai. 3) Diri pengamat/penilai (judging self) Diri penilai ini berfungsi sebagai pengamat, penentu standar serta pengevaluasi. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara diri, identitas dengan diri pelaku. Manusia cenderung untuk senantiasa memberikan penilaian terhadap apa yang dipersepsikannya. Oleh karena itu, label-label yang dikenakan kepada dirinya bukanlah semata-mata menggambarkan dirinya, tetapi dibalik itu juga sarat 17 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dengan nilai-nilai. Selanjutnya, penilaian inilah yang kemudian lebih berperan dalam menentukan tindakan yang akan ditampilkannya. Diri penilai menentukan kepuasan seseorang individu akan dirinya atau seberapa jauh ia dapat menerima dirinya sendiri. Kepuasan diri yang rendah akan menimbulkan harga diri (self-esteem) yang miskin dan akan mengembangkan ketidakpercayaan yang mendasar kepada dirinya, sehingga menjadi senantiasa penuh kewaspadaan. Sebaliknya, bagi individu yang memiliki kepuasan diri yang tinggi, kesadaran dirinya akan lebih realistis, sehingga lebih memungkinkan individu yang bersangkutan untuk melupakan keadaan dirinya dan lebih memfokuskan energi serta perhatiannya ke luar diri yang pada akhirnya dapat berfungsi secara lebih konstruktif. Diri sebagai penilai berkaitan erat dengan harga diri (self-esteem), karena sesungguhnya kecenderungan evaluasi diri ini tidak saja hanya merupakan komponen utama dari persepsi diri, melainkan juga merupakan komponen utama pembentukan harga diri. Penghargaan diri pada dasarnya didapat dari 2 (dua) sumber utama, yaitu (1) dari diri sendiri dan (2) dari orang lain. Penghargaan diperoleh ketika individu berhasil mencapai tujuan-tujuan dan nilai-nilai tertentu. Tujuan, nilai, dan standar ini dapat bersumber dari internal, eksternal, maupun keduanya. Umumnya, nilai-nilai dan tujuan-tujuan pada mulanya dimasukkan oleh orang lain. Penghargaan hanya akan didapat melalui pemenuhan tuntutan dan harapan orang lain. Namun, pada saat diri sebagai pelaku telah berhubungan dengan 18 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI tingkah laku aktualisasi diri, maka penghargaan juga dapat berasal dari diri individu itu sendiri. Oleh karena itu keduanya saling berhubungan. Walaupun harga diri (self-esteem) merupakan hal yang mendasar untuk aktualisasi diri, tetapi aktualisasi diri juga penting untuk kebutuhan harga diri. Penjelasan mengenai ketiga bagian dari dimensi internal, memperlihatkan bahwa masing-masing bagian mempunyai fungsi yang berbeda namun ketiganya saling melengkapi, berinteraksi, dan membentuk suatu diri (self) serta konsep diri (self concept) secara utuh dan menyeluruh. Dimensi kedua dari konsep diri adalah apa yang disebut dengan dimensi eksternal. Pada dimensi eksternal individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktifitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain yang berasal dari dunia di luar diri individu. Sebenarnya, dimensi eksternal merupakan suatu bagian yang sangat luas, misalnya diri individu yang berkaitan dengan belajar. Namun, yang dikemukakan oleh Fitts adalah bagian dimensi eksternal yang bersifat umum bagi semua orang. Bagian-bagian dimensi eksternal ini, dibedakan Fitts atas 5 (lima) bentuk, yaitu : 1) Diri fisik (physical self) Diri fisik menyangkut persepsi seorang individu terhadap keadaan dirinya secara fisik. Dalam hal ini, terlihat persepsi seorang individu mengenai kesehatan dirinya, penampilan dirinya (cantik, jelek, menarik) dan keadaan tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk, dan kurus). 2) Diri moral-etik (moral-ethical self) 19 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Diri moral merupakan persepsi seseorang individu terhadap dirinya sendiri, yang dilihat dari standar pertimbangan nilai-moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi seorang individu mengenai hubungannya dengan Tuhan, kepuasan seorang individu akan kehidupan agamanya, dan nilai-nilai moral yang dipegang seorang individu, yang meliputi batasan baik dan buruk. 3) Diri pribadi (personal self) Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seorang individu terhadap keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungannya dengan individu lain, tetapi dipengaruhi oleh seberapa jauh seorang individu merasa puas terhadap pribadinya atau sejumlah mana seorang individu merasakan dirinya sebagai pribadi yang tepat. 4) Diri keluarga (family self) Diri keluarga menunjukkan pada perasaan dan harga diri seorang individu dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian diri ini menunjukkan seberapa jauh seorang individu merasa adekuat terhadap dirinya sendiri sebagai anggota keluarga dan terhadap peran maupun fungsi yang dijalankannya selaku anggota dari suatu keluarga. 5) Diri sosial (social self) Diri sosial merupakan penilaian seorang individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain dan lingkungan di sekitarnya. 20 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Pembentukan penilaian individu terhadap bagian-bagian dirinya dalam dimensi eksternal ini sangat dipengaruhi oleh penilaian dan interaksinya dengan orang lain. Seorang individu tidak dapat begitu saja menilai bahwa ia memiliki diri fisik yang baik tanpa adanya reaksi dari individu lain yang menunjukkan bahwa secara fisik ia memang baik dan menarik. Demikian pula halnya, seorang individu tidak dapat mengatakan bahwa ia memiliki diri pribadi yang baik tanpa adanya tanggapan atau reaksi dari individu lain di sekitarnya yang menunjukkan bahwa ia memang memiliki pribadi yang baik. Hubungan antar dimensi dalam konsep diri (dimensi internal dan eksternal) dapat dijelaskan dengan menggunakan analogi. Misalnya, total dari diri (self) sebagai suatu keseluruhan adalah sebuah apel. Apel tersebut dapat dibagibagi secara horisontal maupun secara vertikal, yang pada setiap potongan akan mengandung bagian dari potongan bagian lainnya. Dengan demikian dapat diartikan bahwa setiap bagian dari dimensi internal akan mengandung bagianbagian dari dimensi eksternal, demikian pula sebaliknya. Interaksi yang terjadi di dalam bagian-bagian dan antar bagian pada dimensi internal, eksternal, ataupun keduanya, berkaitan erat dengan integrasi serta efektifitas keberfungsian diri secara keseluruhan sebagai suatu keutuhan. Seorang individu yang terintegrasi dengan baik akan menunjukkan derajat konsistensi interaksi yang tinggi, baik di dalam bagian dari dirinya sendiri (intrapersonal communication) maupun dengan individu-individu lain (interpersonal communication). 21 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI b. Konsep Diri Positif dan Konsep Diri Negatif Wicklund dan Frey (1980) dalam Calhoun (1990) menyatakan pendapatnya bahwa yang menjadikan penerimaan diri kepada bentuk konsep diri positif adalah ketika seorang individu dengan konsep diri positif mengenal dirinya dengan baik sekali. Tidak seperti konsep diri yang terlalu kaku atau terlalu longgar, konsep diri yang positif lebih bersifat stabil dan bervariasi. Menurut Chodorkoff (1954) dalam Calhoun(1990), konsep diri positif ini berisi berbagai "kotak kepribadian", sehingga seorang individu dapat menyimpan informasi tentang dirinya sendiri, baik itu informasi yang negatif maupun yang positif. Jadi seorang individu dengan konsep diri positif dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri. Calhoum dan Acocella (1990) membagi konsep diri negatif menjadi dua tipe, yaitu: 1) Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Individu tersebut benar-benar tidak tahu siapa dirinya, kekuatan dan kelemahannya atau sesuatu yang dihargai dalam kehidupannya. 2) Pandangan tentang dirinya sendiri terlalu stabil dan teratur. Hal ini bisa terjadi karena individu dididik dengan cara yang sangat keras sehingga menciptakan cita diri yang tidak mengizinkan adanya penyimpangan dari seperangkat hukum yang dalam pikirannya merupakan cara hidup yang tepat. 22 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan konsep diri negatif adalah keadaan dimana individu tidak tahu siapa dirinya, tidak mengetahui kekurangan, dan kelebihannya serta individu memandang dirinya terlalu stabil dan teratur (kaku). B. Abdi Dalem Keraton Yogyakarta 1. Pengertian Abdi Dalem Keraton Yogyakarta Abdi dalem keraton merupakan agen pelestari budaya atau salah satu perwakilan pelestari budaya seperti yang diharapkan Sultan Hamengku Buwana X. Pernyataan tersebut juga pernah disampaikan oleh Sultan Hamengku Buwana IX pada saat penobatan sebagai Raja Ngayogyakarta Hadiningrat pada tanggal 18 Maret 1940. Menurut Maharkesti (2003) dalam Subarjo (2010) yang disebut dengan abdi dalem Keraton Yogyakarta adalah semua orang, baik laki-laki maupun perempuan, yang bekerja di dalam lingkungan Keraton Yogyakarta. Menurutnya, pada zaman pemerintahan Hamengku Buwono VII, abdi dalem di Keraton Yogyakarta secara umum dibagi ke dalam dua golongan, yaitu abdi dalem perempuan yang disebut dengan abdi dalem keparak dan abdi dalem lakilaki. Untuk abdi dalem laki-laki tidak ada sebutan khusus. Jadi ketika menyebut kata abdi dalem secara langsung atau tidak sudah menunjuk kepada abdi dalem laki-laki. Menurut Joyokusumo dalam Subarjo (2010) abdi dalem adalah semua orang, baik laiki-laki maupun perempuan, yang bekerja di dalam lingkungan 23 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Keraton Yogyakarta. serta ditetapkan dengan serat kekancingan dari raja untuk bekerja di tempat yang ada hubungannya dengan Keraton Yogyakarta. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa abdi dalem keraton adalah semua orang yang bekerja dan mengabdi di lingkungan keraton yang disertai dengan surat pengangkatan berupa surat kekancingan dari Keraton Yogyakarta dan juga sebagai pelestari budaya sekaligus “jati diri” Bangsa Indoensia. 2. Penggolongan Abdi Dalem Penggolongan abdi dalem dibedakan menjadi dua, yaitu abdi dalem punakawan dan abdi dalem kaprajan. Abdi dalem punakawan adalah abdi dalem yang bertugas di keraton, sedangkan abdi dalem keprajan adalah seluruh pegawai pemerintah daerah yang mendapat SK Gubernur dan meminta pangkat (kelengahan) di keraton (Sulistyowati, 1999). 3. Sejarah dan Pengertian Abdi Dalem Punakawan dan Abdi Dalem Keprajan Pada jaman kolonial siapa saja yang bekerja di lingkungan keraton disebut abdi dalem. Menurut Wibawa (2005) pada saat itu sudah ada pembagian kerja. Abdi dalem yang bekerja di dalam benteng disebut abdi dalem punakawan dan abdi dalem yang bekerja di luar benteng disebut abdi dalem kepatihan. Setelah Yogyakarta mendeklarasikan menjadi bagian Republik Indonesia, abdi dalem 24 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI kepatihan diubah menjadi abdi dalem kaprajan dan berstatus Pegawai Negeri Sipil, dimana untuk pemberian gajinya dilakukan oleh pemerintah pusat, sedangkan abdi dalem punakawan tetap menerima gaji dari Keraton Yogyakarta. Menurut Wibawa (2005) gaji yang dterima abdi dalem kaprajan meningkat mengikuti perkembangan jaman, sedangkan abdi dalem punakawan hampir dikatakan tetap. Wibawa juga mengatakan bahwa pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono IX semua pegawai Pemda Propinsi DIY secara otomatis menjadi abdi dalem Keraton Yogyakarta. Namun setelah Sultan Hamengku Buwono X naik tahta, pegawai Pemda Propinsi DIY tidak secara otomatis menjadi abdi dalem Keraton Yogyakarta, melainkan diwajibkan untuk mendaftar terlebih dahulu. Kemudian pangkat pada abdi dalem disesuaikan dengan pangkat atau golongannya dalam Pegawai Negeri Sipil. 4. Hak dan Kewajiban Abdi Dalem Keraton Seorang abdi dalem keraton tidak lepas dari hak dan kewajiban. Menurut Sudaryanto (2005) hak sebagai abdi dalem keraton meliputi kepangkatan, gelar nama, gaji, kesejahteraan, dan uang pensiun. Hal ini juga senada dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh national geographic dengan abdi dalem keraton yang bernama KRT. H. Jatingrat yang akrab disapa Romo Tirun. Humas Keraton Yogyakarta tersebut mengatakan bahwa para abdi dalem mendapatkan gelar dari Keraton dan mendapatkan pendidikan. Hal ini untuk menandakan bahwa mereka 25 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI adalah benar-benar abdi dalem Keraton Yogyakarta yang memahami segala adat dan peraturan Keraton. Abdi Dalem yang masih memiliki hubungan darah dengan Keraton akan mendapatkan gelar Raden. Untuk abdi dalem yang tidak memiliki hubungan darah dengan Keraton akan mendapatkan gelar dengan sebutan Mas Bekel, Mas Rono, dan Mas Lurah. Sudaryanto juga menyebutkan beberapa kewajiban sebagai abdi dalem keraton yang meliputi caos, presensi, dan mengikuti upacara adat. 5. Motivasi Menjadi Abdi dalem Keraton Seseorang yang ingin menjadi abdi dalem keraton tentunya memiliki motivasi atau dorongan menjadi abdi dalem keraton. Menurut Sudaryanto (2005) motivasi seseorang menjadi abdi dalem keraton adalah berupa keinginan untuk mendapatkan ketentraman hidup dan mencari berkah. C. Keraton Yogyakarta 1. Keraton Yogyakarta Yogyakarta sebagai salah satu daerah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mempunyai sejarah, peran, dan pengaruh yang kuat terhadap Bangsa Indonesia. Sejarah yang dimaksud adalah Yogyakarta merupakan satusatunya swapraja, kerajaan zaman kolonial, yang berhasil dan konsisten mempertahankan diri dalam Negara Indonesia. Layaknya sebuah negara yang 26 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI merdeka, Yogyakarta mempunyai kepemimpinan tersendiri yang dikenal dengan kesultanan, wilayah, rakyat dan birokrasi pemerintahan, yang kemudian dikukuhkan sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta oleh perundang-undangan Republik Indonesia (RI) pada tanggal 17 Agustus 1945. Menurut Suwarno (1994) wilayah kekuasaannya meliputi wilayah Kasultanan dan Paku Alaman serta daerah enclave, Ngawen, Kotagede, dan Imogiri. Pasangan pemimpin pada saat itu adalah Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII sebagai kepala dan wakil kepala daerah. Periode jabatannya juga berbeda dengan daerah lain yang menetapkan pergantian kepala dan wakil kepala daerah setiap lima tahun sekali. Oleh karena itu, beberapa keunikan tersebut menjadi motivasi keberadaan Yogyakarta yang diistimewakan. Keraton Yogyakarta adalah pusat wilayah tempat kediaman Raja atau Sri Sultan beserta keluarganya. Tidak hanya raja dan keluarga saja tetapi juga para abdi dalem keraton. Para abdi dalem ini tinggal di lingkungan tempat-tempat yang berbeda. Menurut Suwarno (1994) Keraton Yogyakarta sendiri dibagi menjadi kediaman raja dan keluarga yaitu keraton. Kemudian menyusul lingkungan yang disebut Kutanagara atau yang kemudian disebut dengan Nagara atau Nagari. Di lingkungan wilayah ini, tinggal abdi dalem teras kerajaan yang menjalankan tugas atas perintah raja. Lingkungan luarnya disebut NagaraAgung yang merupakan tanah lungguh para abdi dalem yang tinggal di wilayah Nagari. Lingkungan paling luar disebut Mancanagara dan pasisiran (pantai) yang diperintah oleh para bupati yang ditunjuk oleh raja. 27 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Pasca kemerdekaan komunitas keraton masih tetap berusaha mempertahankan spirit doktrin keagung binataran. Menurut Meodjanto doktrin ini memuat ajaran kekuasaan raja yang besar sehingga rakyat sampai mengakui bahwa raja adalah pemilik segala sesuatu, baik harta benda maupun manusia. Sri Sultan Hamengku Buwono mengisyaratkan tahta bagi kesejahteraan kehidupan sosial budaya rakyat, secara retoris dinyatakan “buat apa sebuah tahta dan menjadi sultan, bila tidak memberi manfaat bagi masyarakat”. Menurut Atmakusumah (1982) cara pandang seperti ini yang membuat para abdi dalem memiliki loyalitas yang tinggi terhadap keraton. 2. Budaya Keraton Yogyakarta Dalam bukunya, Soenarto (2012) mengemukakan kebudayaan keraton dapat dilihat dari bangunan-bangunan dan tanaman-tanaman yang terdapat di dalam keraton. Bangunan-bangunan dan tanaman-tanaman keraton tersebut adalah symbol-simbol yang bermakna dan memiliki ciri khas Budaya Jawa. Selain itu, di dalam Keraton terdapat peraturan yang wajib ditaati oleh semua warga Keraton, baik Keluarga Keraton maupun para Abdi Dalem. Sebagai warga Keraton ada kewajiban datang (sowan) ke Keraton sesuai dengan kepentingan yang dikerjakan oleh masing-masing. Budaya berpakaian di dalam Keraton memiliki perbedaan antara Keluarga Keraton dengan para Abdi dalem Keraton. Para Abdi dalem mengenakan kain batik bercorak, ikat pinggang, baju peranakan, tutup kepala atau disebut dengan blangkon, keris, sandal, dan samir. Selain itu para abdi dalem diwajibkan memiliki sikap sopan, perilaku, dan berbahasa yang baik di dalam Keraton 28 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI maupun di luar Keraton sesuai dengan budaya yang dianut oleh masyarakat Jawa yaitu Budaya Jawa. Idrus (2004) mengemukakan, budaya Jawa merupakan budaya yang menjunjung tinggi nilai-nilai atau adat istiadat dan unggah-ungguh yang sudah diterapkan oleh masyarakat. Sehingga dapat dikatakan bahwa Budaya Keraton tidak terlepas dari Budaya Jawa. D. Budaya Jawa 1. Pengertian Budaya Jawa Menurut Koentjaraningrat (1985) kebudayaan Jawa merupakan konsep- konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari masyarakat mengenai apa yang dianggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman hidup. Menurut Idrus (2004) budaya Jawa merupakan budaya yang menjunjung tinggi nilai-nilai atau adat istiadat dan unggah-ungguh yang sudah diterapkan oleh masyarakat. Selain itu Suseno (1985) mengungkapkan bahwa salah satu tata krama Budaya Jawa adalah prinsip tidak boleh mengungkapkan segala sesuatu secara langsung karena dianggap kurang sopan jika mengungkapkan sesuatu yang dikehendaki. 2. Perilaku Masyarakat Jawa Nilai kebudayaan yang diperoleh dari proses belajar menghasilkan sikap dan perilaku tertentu dalam menjalaninya. Menurut Soekanto (1990) kebudayaan 29 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI mengisi serta menentukan jalannya kehidupan manusia. Prinsip yang mengarahkan perilaku ini dikenal dengan istilah value atau nilai. Rokeach dalam Muniarti dan Beatrix (2000) mendefinisikan nilai sebagai tujuan yang diharapkan seseorang. Nilai berfungsi sebagai prinsip yang mengarahkan perilaku, dan memiliki derajat kepentingan yang berbeda-beda. Pandangan Moghaddam dan Studer dalam Utama (2003) menyebutkan bahwa perilaku manusia bukan dilihat dari hubungan sebab akibat melainkan dari keterkaitan normatif manusia dan lingkungan sekitarnya, sehingga budaya menentukan perilaku yang dianggap tepat tentang bagaimana seharusnya seseorang berperilaku. Menurut Hardjowirogo (1983) orang Jawa tidak bisa melepaskan diri dari lilitan tradisinya sehinga perilaku-perilaku orang Jawa juga tidak lepas dari budaya Jawa. Manusia Jawa digambarkan sebagai makhluk yang tidak begitu tertarik terhadap materi dan merasa bangga akan gambaran mengenai dirinya. Mulder (1984) menyebutkan kaidah-kaidah moril Javanisme yang menekankan pada sikap narima, sabar, waspada-eling (mawas diri), andap asor (rendah diri), dan prasaja (sahaja), serta dorongan-dorongan dan emosi-emosi pribadi. Mudler juga mengatakan bahwa sumber budaya Jawa berpusat pada pendidikan budi pekerti, budi luhur, budi utama, sopan santun, lemah lembut, ramah tamah, sabar, dan menerima diri apa adanya. Interaksi masyarakat jawa dalam kehidupan memiliki berbagai macam peraturan dengan tujuan menjaga keselarasan dalam masyrakat. Greetz dalam Suseno (1996) menyebutkan bahwa terdapat dua kaidah yang paling menentukan kaidah pergaulan dalam masyarakat Jawa. Kaidah pertama menyatakan bahwa 30 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dalam segala situasi manusia hendak bersikap sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan konflik. Kaidah kedua menuntut agar manusia dalam cara bicara dan membawa diri selalu menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain. Dua kaidah ini adalah prinsip rukun dan prinsip hormat. Suseno juga mengatakan bahwa nilai rukun dan hormat secara turun-temurun telah mendasari pandanganpandangan hidup orang Jawa. E. Anak 1. Pengertian Anak Dalam bukunya, Santrock (2003) menjelaskan beberapa fase anak. Masa awal anak-anak memiliki rentang usia kira-kira 5 atau 6 tahun. Untuk pertengahan dan akhir anak-anak ialah periode perkembangan yang memiliki rentang usia kirakira 6 hingga 11 tahun atau kira-kira setara dengan tahun-tahun sekolah dasar. Sehingga dapat diartikan anak adalah seseorang yang memiliki rentang usia 5 sampai 11 tahun 2. Perkembangan Sosio Emosional Masa Anak-anak Masa anak-anak pasti tidak terlepas oleh masa-masa bermain dengan teman sebaya dan relasi dengan keluarga. Masa-masa ini sangat berpangaruh dalam pembentukan sosio emotional pada anak. Dalam berinteraksi dengan teman sebaya dan relasi orang tua, anak akan belajar dan berkembang secara sosial. 31 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Relasi pertama seorang anak terjadi dalam keluarga. Hal tersebut tentu saja berkaitan dengan pola asuh orang tua terhadap anaknya. Menurut Santrock (2003) pola asuh adalah pola atau bentuk pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak, dan termasuk dalam pengaruh mikrosistem terhadap perkembangan. Menurut Utti (2006), Okapko (2004), dan Ofoegbu (2002) dalam Okorodudu (2010), pola asuh adalah tindakan orang tua dalam pengasuhan anak, pelatihan, pemeliharaan, atau pendidikan anak. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pola asuh adalah bentuk pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak, pelatihan, pemeliharaan, atau pendidikan anak yang mempengaruhi perkembangan anak. Definisi teman sebaya dalam Santrock (2007) yaitu anak-anak yang tingkat usia dan kematangannya kurang lebih sama. Interaksi teman sebaya yang mengisi suatu peran yang unik dalam kebudayaan kita. Penelitian yang dilakukan oleh Suaomi, Harlow, dan Domek (1970) dalam Santrock (2007) menjawab pentingya peran teman sebaya bagi perkembangan anak. Penelitian ini menggunakan subjek sekumpulan monyet dimana sekumpulan monyet sebaya yang diasuh bersama dipisahkan, mereka menjadi depresi dan kurang berkembang secara sosial. Sebagian besar interaksi anak-anak dengan teman sebaya akan melibatkan permainan. Permainan adalah suatu kegiatan yang menyenangkan yang dilakukan untuk kepentingan kegiatan itu sendiri. Menurut Freud dan Erikson dalam Santrock (2007), permainan adalah suatu bentuk penyesuaian diri manusia yang sangat berguna, menolong anak menguasai kecemasan dan konflik. Permainan ini 32 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI berguna dalam membantu anak dalam perkembangan kognitif. Menurut Piaget (1962) dalam Santrock (2007) permainan memungkinkan anak mempraktekkan kompetensi-kompentensi dan ketrampilan-ketrampilan mereka yang diperlukan dengan cara yang santai dan menyenangkan. Piaget yakin bahwa struktur–struktur kognitif perlu dilatih dan permainan memberi setting yang sempurna bagi latihan ini. F. Konsep Diri Anak Menurut Harter (1998) anak akan memahami diri pada masa anak-anak berdasarkan atas berbagai peran dan kategori-kategori keanggotaan yang mendefinisikan siapa anak itu. Damon dan Hart (1988 dan 1992) menyebutkan bahwa meskipun bukan keseluruhan identitas pribadi, tetapi pemahaman diri memberi tiang pondasi rasionalnya. Pemahaman diri ialah representasi kognitif diri anak, bahan dan konsep diri. Konsep diri (self-concept) mengacu pada bidang spesifik pada dirinya. Anak-anak dapat membuat evaluasi diri dalam banyak bidang kehidupan mereka, seperti bidang akademis, atletik, penampilan, dan lainlain. Misalnya, seorang anak perempuan berusia 5 tahun memahami bahwa ia adalah seorang perempuan, berambut hitam, suka mengendarai sepedanya, mempunyai seorang teman, dan seorang perenang. Menurut Keliat (2005) konsep diri anak berkembang secara bertahap melalui pengalaman dan hubungan dengan keluarga atau orang-orang di sekitarnya, sehingga konsep diri anak terbentuk melalui kontak sosial dan belajar. 33 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI G. Konsep Diri Anak Abdi Dalem Keraton Jika kita membicarakan konsep diri maka kita akan dihadapkan pertanyaan-pertanyaan tentang diri kita, seperti “siapa saya?”, “apa peran saya dalam kehidudpan?”, “bagaimana nilai-nilai kehidupan yang saya anut?”, “apa cita-cita saya kelak?”, “bagaiamana pandangan orang tentang saya?”. Menurut Aritoteles (384-322 SM) dalam Abdulkarim (2006) manusia merupakan makhluk sosial yang artinya pada dasarnya manusia adalah makhluk yang ingin selalu bergaul dan berkumpul dengan manusia serta bermasyarakat. Hal tersebut mendasari konsep diri pada seseorang yang akan terbentuk melalui interaksi sosial dan konsep diri inilah yang akan mempengaruhi perilaku manusia, dimana pengertian tersebut sejalan dengan pengertian menurut John Kinch (1963) dalam Fitts (1971). Kemudian dalam konteks ini kita mempertanyakan apa yang disebut dengan konsep diri itu. Dalam penelitian ini konsep diri dijelaskan dengan beberapa teori yang sudah dijelaskan diatas. Oleh karena itu, peneliti mengambil kesimpulan berdasarkan beberapa teori yang sudah dijelaskan diatas bahwa gagasan tentang konsep diri mencakup keyakinan, pandangan, dan penilaian seseorang kepada dirinya sendiri. Konsep diri terdiri atas bagaimana cara kita melihat konsep diri sebagai pribadi, bagaimana kita merasa tentang konsep diri, dan bagaimana kemampuan berpikir seseorang. Konsep diri terbentuk melalui interaksi sosial dan konsep diri ini akan mempengaruhi perilaku manusia tersebut. 34 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Dari fenomena-fenomena yang telah diuraikan peneliti pada latar belakang tentang anak abdi dalem keraton yang memilih mengabdi dan bekerja sebagai abdi dalem keraton di usia anak-anak serta lebih memilih membantu pekerjaan orang tua sebagai abdi dalem keraton daripada bermain dengan anak seusianya. Fenomena anak abdi dalem ini berbeda dengan anak pada umum yang lebih memilih bermain dengan teman sebaya daripada bekerja atau mengabdikan diri kepada Keraton di usianya yang masih anak-anak atau merasa lebih senang membantu pekerjaan orang tua sebagai abdi dalem keraton setelah pulang sekolah daripada bermain dengan teman-teman sebaya setelah pulang sekolah. Fenomena anak abdi dalem ini juga berbeda dengan teori-teori perkembangan sosio emosional masa anak-anak sehingga peneliti menganggap fenomena ini merupakan fenomena yang unik. Penelitian ini merumuskan satu permasalahan untuk dikaji, yakni apa konsep diri anak abdi dalem keraton. Berdasarkan teori-teori di atas mengenai pengertian konsep diri, pembentuk konsep diri, dan dampak konsep diri, maka dapat dirumuskan bahwa konsep diri anak abdi dalem keraton adalah gagasan tentang konsep diri anak yang mencakup keyakinan, pandangan, dan penilaian anak kepada dirinya sendiri yang terbentuk dari hasil interaksi sang anak dengan orang tua yaitu abdi dalem keraton dan lingkungannya yaitu lingkungan budaya jawa yang akan mempengaruhi perilaku anak. 35 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB III Metode Penelitian A. Paradigma Penelitian Kualitatif Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif untuk menghasilkan dan pengolahan data yang sifatnya deskriptif, seperti transkrip wawancara dan perilaku-perilaku yang diamati. Penelitian kualitatif adalah proses pencarian data untuk memahami masalah sosial yang didasari pada penelitian yang menyeluruh dibentuk oleh kata-kata, dan diperoleh dari situasi yang alamiah. Penelitian kualitatif didefinisikan secara beragam sesuai dengan sudut pandang yang dipakai oleh para ahli. Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau perilaku yang diamati. Definisi tersebut lebih menitik beratkan pada jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian yakni data deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif dan berupaya menggali makna dari suatu fenomena. Hal ini hampir sama dengan yang dikatakan Matthew B. Milees dan A. Michael hubertman (M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, 2012, dalam Pika dkk, 2009) yang mengatakan bahwa penelitian kualitatif lebih menekankan aspek proses mendapatkan data melalui kontak secara intensif dalam situasi sosial. 36 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Pada penelitian kualitatif, peneliti berusaha memahami subjek dari kerangka berpikirnya sendiri. Dengan demikian, yang penting adalah pengalaman, pendapat, perasaan dan pengetahuan partisipan (Poerwandari, 2005). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep diri anak abdi dalem keraton Yogyakarta. Peneliti akan menggali penghayatan subjek terhadap usahanya dalam menjelaskan gambaran tentang dirinya. Menurut Poerwandari (2007) untuk mendapatkan pemahaman mendalam dan khususnya atas suatu fenomena serta untuk memahami manusia dalam segala kompleksitasnya sebagai makhluk yang subjektif, maka pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang paling sesuai untuk digunakan. Metode yang digunakan dalam pendekatan ini tidak kaku. Penelitian kualitatif sifatnya fleksibel, dalam arti kesesuaiannya tergantung dari tujuan setiap penelitian. Walaupun demikian selalu ada pedoman untuk diikuti, tapi bukan aturan yang mati (Cassel &Symon, 1994:Strauss, 1987:Taylor & Bogdan, 1984 dalam Pika dkk, 2009). Metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui konsep diri adalah metode analisis isi (content analysis). Alasan penggunaan metode ini karena metode atau pendekatan ini bertujuan untuk menafsirkan secara subyektif isi data berupa teks melalui proses klarifikasi sistematik seperti coding dan indentifikasi aneka tema (Hsieh & Shannon dalam Supratiknya, 2015). Analisis isi merupakan analisis mendalam yang dapat digunakan untuk penelitian kuantitatif dan kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, analisis isi melibatkan isi dari komunikasi berupa percakapan, teks tertulis, dan wawancara yang akan dikategorikan serta diklasifikasikan. Selain itu, objek dari analisis isi dalam kualitatif berupa transkrip 37 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI wawancara, rekaman, dokumen, dan sebagainya (Elo & Kyngas dalam Supratiknya, 2015). Dalam analisis isi (content analysis), terdapat dua pendekatan yaitu analisis isi konvensional (pendekatan induktif) dan analisis isi terarah (pendekatan deduktif). Dalam penelitian ini menggunankan pendekatan deduktif atau dapat disebut directed content analysis. Elo dan Kyngas dalam Supratiknya (2015) menjelaskan bahwa pendekatan ini bertujuan untuk menguji kembali atau memvalidasi ketegori, konsep, hipotesis, bahkan teori yang sudah pernah didapatkan dalam sebuah konteks baru dengan subyek yang baru. Hsieh dan Shannon dalam Supratiknya (2015) menyatakan bahwa penggunaan teori pada pendekatan ini dapat membantu menetukan skema pengodean awal. Pendekatan ini lebih cocok digunakan oleh peneliti karena data yang akan diperoleh dari informan akan diuji ulang dan dikategorikan sesuai dengan teori yang digunakan peneliti sebagai pegangan serta acuan. B. Subjek Penelitian 1. Populasi Menurut Hadi (1990 dalam Pika dkk 2009), populasi merupakan sejumlah individu yang paling sedikit mempunyai satu ciri atau sifat yang sama. Populasi ini kemudian diambil contoh atau sampel yang diharapkan dapat mewakili 38 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI populasi. Pada penelitian ini, populasi yang diambil adalah para anak abdi dalem keraton Kesultanan Yogyakarta. 2. Sampel Dalam memperoleh subyek penelitian, teknik yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan subjek yang didasarkan atas adanya tujuan tertentu dan kriteria tertentu (Herdiansyah, 2015). Teknik ini dilakukan karena beberapa pertimbangan yaitu keterbatasan waktu, tenaga, dan dana sehingga tidak mengambil sampel yang besar dan jauh. Pengambilan sampel pada penelitian ini tidak dilakukan secara acak tetapi dipilih mengikuti kriteria tertentu dan kepada subyek juga ditanyakan mengenai kesediannya untuk menjadi subyek penelitian. Adapun kriteria-kriteria untuk menentukan subyek adalah sebagai berikut: a. Seorang anak yang memiliki rentang usia kira-kira 5 hingga 11 tahun. b. Masih bersekolah. c. Memiliki orang tua sebagai abdi dalem Keraton Yogyakarta. d. Berdomisili di Daerah Istimewa Yogyakarta. 39 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI C. Metode Pengumpulan Data 1. Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Maksud mengadakan wawancara, seperti ditegaskan Lincoln dan Guba (1985), antara lain: mengkontruksikan mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain kebulatan; merekontruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu; memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang; memverifikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi); dan memverifikasi, mengubah dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota. Wawancara dilakukan terhadap subjek penelitian dan significant other (orang terdekat dan sekeliling subjek). Peneliti akan menggunakan wawancara semi terstruktur. Peneliti merancang serangkaian pertanyaan yang disusun dalam suatu daftar wawancara, akan tetapi daftar tersebut digunakan untuk menuntun dan bukan untuk mendikte wawancara tersebut. Wawancara semi terstruktur memfasilitasi terbentuknya hubungan atau empati, memungkinkan keluwesan yang lebih besar dalam peliputan dan memungkinkan wawancara untuk memasuki daerah-daerah baru, dan cenderung untuk menghasilkan data yang lebih subur (Smith, 2013). 40 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2. Observasi Poerwandari (2005) mengemukakan bahwa observasi adalah metode pengumpulan data esensial dalam penelitian, apa lagi penelitian dengan pendekatan kualitatif. Observasi bertujuan mendeskripsikan setting yang dipelajari aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian dilihat dari perspektif mereka yangterlibat dalam kejadian yang diamati tersebut. Peneliti yang baik akan melaporkan hasil obsevasinya secara deskriptif, tidak secara interpretative. Deskripsi hendaknya memadai dalam detail dan ditulis sedemikian rupa untuk memungkinkan pembaca memvisualisasikan setting yang diamati. Peneliti melakukan observasi secara tertutup, observasi tertutup adalah observasi yang dilakukan tanpa diketahui oleh subyek dan dilakukan secara diam-diam. Hal ini dikarenakan bahwa manusia pada umumnya bertingkah laku berbeda bila tahu mereka diamati. Sebaliknya, individu yang tidak menyadari bahwa mereka diamati akan bertingkah laku biasa (tidak dibuat-buat atau disesuaikan dengan harapan sosial). Selanjutnya peneliti mencatat segala sesuatu yang dilakukan subjek yang dapat memberikan makna dan informasi. Hal-hal yang perlu untuk diobservasi dalam penelitian ini yaitu : a. Kesan umum terdiri dari kondisi fisik subyek serta lingkungan tempat tinggal. b. Kegiatan sehari-hari terdiri dari interaksi subyek dengan keluarga danlingkungan sosial. 41 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI c. Ekspresi dan perilaku subyek saat proses wawancara. D. Metode Analisis Data Analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisis isi terarah dengan penerapan kategori secara deduktif. Elo & Kyngas dalam Supratiknya (2015) menjeaskan langkah pertama untuk menganalisis data dengan menyusun sebuah kerangka berdasarkan kategori. Hsieh dan Shannon dalam Supratiknya (2015) menambahkan pada langkah pertama, peneliti akan mengajukan pertanyaan terbuka tentang pengalaman atau perasaan informan yang sesuai konteks penelitian dan selanjutnya akan diajukan pula pertanyaan-pertanyaan terarah menuju kategori yang sudah ditetapkan. Pada langkah kedua peneliti akan melakukan coding data agar semua yang nampak dari data para informan dapat diidentifikasikan dan dibagi perkategori yang sejenis atau bermakna sama (Hsieh dan Shannon dalam Supratiknya, 2015). Sebelum proses pengodean dilakukan, peneliti akan membaca seluruh transkrip wawancara kemudian menentukan kode-kode yang sesuai dengan teori yang ditetapkan oleh peneliti. Setelah proses pengodean dilakukan, peneliti akan memilah-milah bagian mana yang termasuk dalam satu kategori baru dan subkategori dari salah satu kode yang sudah ada sebelumnya. 42 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI E. Uji Keabsahan dan Keandalan Data Dalam Moleong (2010), uji keabsahan data bertujuan agar data dapat dipertanggungjawabkan sehingga data memiliki tingkat kepercayaan dan keakuratan yang tinggi. Pemeriksaan keabsahan data didasarkan pada kriteria tertentu. Kriteria itu terdiri atas derajat kepercayaan (kredibilitas), keteralihan, ketergantungan dan kepastian. Masing-masing kriteria tersebut menggunakan teknik pemeriksaa sendiri-sendiri. Kriteria derajat kepercayaan datanya dilakukan dengan teknik perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, triangulasi, pengecekan, kecukupan refensial, kajian kasus negatif dan pengecekan anggota. Pada penelitian ini uji kesahihan dan keandalan data dilakukan dengan metode Triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Penelitian ini menggunakan teknik triangulasi dengan pemeriksaan melalui sumber lainnya. Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton 1987). 43 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI F. Pedoman Observasi dan Wawancara 1. Pedoman Observasi Observasi akan dilakukan bersamaan dengan wawancara. Observasi akan dilakukan secara tertutup, yaitu tanpa sepengetahuan subyek. Hal-hal yang perlu untuk diobservasi dalam penelitian ini yaitu : a. Kesan umum terdiri dari kondisi fisik subyek serta lingkungan tempat tinggal. b. Kegiatan sehari-hari terdiri dari interaksi subyek dengan keluarga danlingkungan sosial. c. Ekspresi dan perilaku subyek saat proses wawancara. 2. Pedoman Wawancara Dimensi dari konsep diri dikemukakan oleh Fitts (1971), dimana Fitts sependapat dengan Rogers yang menganggap bahwa diri sebagai suatu obyek sekaligus juga sebagai suatu proses, yang melakukan fungsi persepsi, pengamatan serta penilaian.Keseluruhan kesadaran mengenai diri yang diobservasi, dialami serta dinilai ini adalah konsep diri. Berdasarkan pendapatnya itu, Fitts membagi konsep diri ke dalam 2 (dua) dimensi pokok, yaitu : a. Dimensi Internal 1) Diri identitas (identity self) Identitas diri subjek (nama, alamat, usia, jumlah saudara, suku) 44 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2) Diri pelaku (behavior self) Kegiatan apa saja yang Anda lakukan? 3) Diri pengamat/penilai (judging self) Menurut Anda, Anda merupakan seorang anak yang seperti apa? b. Dimensi Internal 1) Diri fisik (physical self) Menurut Anda, Anda memiliki fisik yang seperti apa? Bagian manakah dari fisik Anda yang paling disukai dan tidak disukai? Bagaimana penilaian orang tua dan teman-teman tentang fisik Anda? Apa yang Anda lakukan dengan penilaian-penilaian yang Anda dapat? 2) Diri moral-etik (moral-ethcal self) Apa agama Anda? Apa yang Anda dapat dari agama yang Anda anut? Apa fungsi agama untuk Anda? Bagaiamana Anda menjalankan ajaran-ajaran agama? 3) Diri personal (personal self) Apa perasaan Anda dengan segala sesuatu yang ada pada diri Anda? 4) Diri keluarga (family self) Apa perasaan yang Anda rasakan apabila sedang bersama keluarga? Bagaimana perlakuan keluarga Anda kepada dirianda? Apa yang Anda lakukan dengan perlakuan tersebut? 5) Diri social (social self) 45 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Bagaimana hubungan Anda dengan keluarga, teman-teman, dan tetangga? Kegiatan apa saja yang Anda lakukan dengan keluarga, teman-teman, dan tetangga? Apa penilaian Anda dengan kegiatan-kegiatan yang Anda lakukan dengan mereka? Penilaian apa yang Anda dapat dari mereka? Apa yang Anda lakukan dengan penilaian mereka? 46 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB IV PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian 1. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian Sebelum memulai mengumpulkan data, hal pertama yang diperlukan adalah informasi mengenai keberadaan subjek penelitian. Setelah menggali informasi dari berbagai kenalan (seorang gatekeepers), maka didapatlah informasi mengenai alamat atau keberadaan para subjek penelitian. Subjek yang memenuhi kriteria ada dua (2) anak, yaitu anak abdi dalem keraton dengan rentang usia 5 sampai 12 tahun. Mereka berada di Kecamatan Pajangan dan Gamping. Setelah mendapatkan alamat rumah masing-masing subjek, maka tahap selanjutnya adalah mendatangi rumah tersebut dengan tujuan meminta ijin kepada para orang tua dan subjek tersebut agar bersedia melakukan wawancara untuk menggali informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Selama proses wawancara, alat bantu yang digunakan adalah handphone, bolpoin dan kertas. Handphone berfungsi sebagai tape recorder, yaitu digunakan untuk merekam setiap jawaban subjek, sedangkan bolpoin dan kertas digunakan untuk mencatat hal-hal yang diperlukan sekaligus sebagai cadangan apabila handphone mengalami gangguan. Selain itu, bolpoin dan kertas juga berfungsi untuk mencatat respon subjek ketika menjawab pertanyaan yang tidak terdokumentasikan oleh handphone. 47 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Sebelum melakukan proses wawancara, hal wajib yang perlu dilakukan adalah meminta ijin pada subjek untuk merekam hasil wawancara karena hal ini berhubungan dengan privasi subjek. Subjek 2 tidak mempermasalahkan hal tersebut, tetapi Subjek 1 menolak untuk direkam. Ia merasa malu apabila proses wawancara tersebut direkam. 2. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian melalui proses wawancara dilakukan dengan jadwal sebagai berikut: Tabel 4.1 Jawdal Proses Wawancara KETERANGAN SUBJEK 1 SUBJEK 2 1. Hari/tanggal Jumat, 1 April 2016 Kamis, 14 April 2016 Selasa, 5 April 2016 Jumat, 15 April 2016 Kamis, 7 April 2016 2. Waktu 15.00-17.30 WIB 3. Tempat 1. Rumah 14.00-18.00 WIB subjek Jogoran : 1. Rumah Kulon, Kec. Pajangan 2. Tempat makan : sebuah warung bakso di Pajangan 48 Kec. subjek Gampeg, Sedayu : PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3. Subjek Penelitian Pemilihan subjek penelitian dilakukan dengan kriteria yang telah ditentukan, yaitu anak abdi dalem keraton dengan rentang usia 5 sampai 12 tahun. Berdasarkan kriteria tersebut maka terdapat dua (2) orang subjek yang sesuai yang kemudian disusunlah jadwal wawancara yang sesuai. Wawancara dilakukan di rumah subjek. Hal tersebut dipilih dengan pertimbangan kenyamanan dan keamanan suasana dibandingkan diluar lingkungan rumah, karena mengingat subjek masih anak-anak sehingga perlu pantauan dari orang tua. B. Hasil Penelitian 1. Data Demografi Subjek Berdasarkan hasil penelitian, usia subjek berbeda yaitu subjek 1 berusia 9 tahun dan subjek 2 berusia 10 tahun. Subjek 1 berjenis kelamin laki-laki dan subjek 2 berjenis kelamin perempuan. Mereka masih menempuh pendidikan di Sekolah Dasar, subjek 1 duduk di kelas 3 dan subjek 2 duduk di kelas 5. Kedua subjek penelitian bertempat tinggal di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, tetapi berbeda daerah tempat tinggal. Subjek 1 bertempat tinggal di Jogoran Kulon, sedangkan subjek 2 bertempat tinggal di Gampeng. 49 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Untuk mempermudah melihat data demografi dari subjek penelitian, maka dapat dilihat pada tabel berikut: KETERANGAN Tabel 4.2 Data Demografi Subjek Subjek 1 Subjek 2 Usia 9 tahun 10 tahun Jensi Kelamin Laki-laki Perempuan Jogoran Kulon, Alamat Gampeng, Sedayu Panjangan Kelas 2. 3 SD 5 SD Hasil Observasi Subjek 1 Subjek bertempat tinggal di Jogoran Kulon, yang tergolong daerah pedesaan. Rumah subjek terlihat sangat sederhana, dilengkapi dengan warung kecil di depan rumah yang terbuat dari kayu dan bambu. Rumah subjek terlihat belum selesai dalam proses pembangunannya. Batu dan pasir material bangunan terlihat berserakan di depan rumah. Warungnya juga tidak dipenuhi dengan barang dagangan. Orang tua subjek menjual beberapa sayuran yang terlihat sebagian sudah layu dan keperluan-keperluan rumah tangga seperti pasta gigi, sabun cuci, dan jajanan anak. Subjek seringkali terlihat bersama-sama dengan kedua adiknya, subjek terlihat sedang menjagai mereka. Subjek terlihat menggendong adiknya yang paling kecil dengan jarik (jenis kain khas jawa) dan berusaha menidurkannya. 50 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Pada wawancara pertama, Ibu subjek menyambut peneliti dengan baik, dan memanggil subjek supaya bertemu dengan peneliti. Namun subjek terkesan masih malu sehingga pada wawancara tersebut hanya dilakukan perkenalan dengan subjek dan membangun suasana yang nyaman antara subjek dan peneliti. Pada wawancara kedua, subjek masih terlihat malu-malu dan susah untuk diajak berkomunikasi, sehingga peneliti memiliki inisiatif untuk mengajak subjek jalan-jalan dan membeli bakso agar subjek merasa nyaman dengan peneliti. Peneliti bercakap-cakap saat perjalanan dengan subjek seputar kesehariannya di rumah maupun di sekolah. Ketika di warung bakso barulah peneliti memulai pengambilan data dengan cara wawancara. Peneliti masih merasa bahwa subjek masih belum sepenuhnya memberikan informasi yang lengkap sehingga diperlukan wawancara selanjutnya. Pada wawancara ketiga, peneliti mengajak subjek untuk wawancara di rumah subjek. Peneliti memulai dengan memancing subjek untuk bercerita tentang kegiatannya tadi di sekolah sebelum melakukan wawancara agar subjek merasa lebih nyaman saat wawancara. Pada wawancara ketiga ini, subjek sudah dapat memberikan informasi dengan jelas dan sesuai dengan yang diharapkan peneliti. 3. Deskripsi Data Subjek 1 Pengembilan data dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pada Jumat 1 April 2016, Selasa 5 April 2016, dan Kamis 7 April 2016. Wawancara dilakukan di 51 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI rumah subjek, yaitu di Jogoran Kulon dan di sebuah warung makan. Hasil wawancara dengan subjek 1 adalah sebagai berikut: Subjek bernama Mohamad Candra Ariza, berusia 9 tahun dan bertempat tinggal di Jogoran Kulon. Ia merupakan anak tertua dari tiga bersaudara. Ia memiliki hobi memasak, yaitu menggoreng telur. Ia memiliki cita-cita menjadi seorang polisi. Subjek memiliki kegiatan sehari-hari seperti: sekolah, TPA, bermain dengan teman-teman dan kedua adiknya, serta membantu orang tua. Kegiatan selama di sekolah meliputi: kegiatan belajar di hari Senin sampai Sabtu, serta kegiatan olahraga di hari Selasa. Di rumah, ia memiliki kegiatan bermain dengan teman-teman dan kedua adiknya. Permainan yang sering ia lakukan bersama teman-temannya adalah bermain mobil-mobilan, sedangkan bersama adiknya adalah bermain kejar-kejaran. Selain itu, kegiatan lainnya adalah membantu orang tua dalam mempersiapkan barang dagangan dan mengasuh kedua adiknya apabila Ibunya sedang sibuk. Baginya, membantu orang tua adalah kegiatan yang lebih diutamakan dibanding dengan kegiatan bermain. Ia lebih memilih membantu orang tua karena subjek sayang terhadap Bapak dan Ibu. Subjek menilai dirinya adalah orang yang suka membantu siapa saja yang membutuhkan bantuan subjek. Subjek merasa memiliki fisik yang tidak gemuk dan memiliki wajah yang ganteng. Subjek lebih menyukai bagian tubuhnya, yaitu tangan karena menurut subjek tangan berguna untuk membantu. Menurut subjek, beberapa orang sempat 52 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI menilai tentang fisiknya bahwa subjek sekarang kurus dan wajahnya tampan. Subjek merasa senang dengan penilaian mereka. Subjek adalah pemeluk Agama Islam yang menurutnya Islam mengajarkan membaca dan menghafal Alquran serta mengajarkan agar berbuat baik kepada orang lain. Selain dari agama, ia juga mendapat ajaran untuk tidak nakal dan baik kepada siapa saja dari kedua orang tuanya. Subjek merasa puas atas apa yang telah dia miliki, yakni orang tua, adik dan tempat tinggal. Ia juga merasa cukup puas dengan fisik yang dimiliki subjek. Subjek memiliki kegiatan bersama dengan keluarga yaitu jalan-jalan. Subjek merasa senang dan nyaman bila bersama mereka. Menurutnya, orang tua subjek sangat baik kepada subjek. Orang tua subjek selalu memberi uang saku, memasak makanan untuk subjek, dan mengajak jalan-jalan. Kebaikan orang tua membuat subjek sayang dengan keluarga. Subjek memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan juga lingkungan sosialnya, yaitu tetangga dan teman-teman. Kegiatan yang dilakukannya dengan teman-teman dan tetangga adalah bermain, mengobrol dan berkunjung ke rumah mereka. Subjek menceritakan bahwa menurut tetangga dan teman-teman, subjek adalah pribadi yang suka bersosial. Orang tua subjek memberikan informasi tambahan mengenai diri subjek. Orang tua subjek mengatakan bahwa subjek adalah anak yang sangat peduli dengan keadaan orang tuanya. Orang tua subjek memiliki cerita tentang subjek 53 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI yang menurutnya sangat berkesan. Ketika Ayahnya akan berangkat bekerja, tibatiba subjek memberikan uang tabungannya sebagai uang saku Ayahnya. Subjek merasa kawatir bila Ayahnya tidak lagi memiliki uang.Selain itu, subjek tidak mau meminta uang orang tuanya untuk membeli mainan. Subjek akan memakai uang tabungannya untuk membeli mainan yang diinginkannya. 4. Hasil wawancara subjek 1 Berdasarkan hasil wawancara, subjek 1 adalah anak yang lebih mengutamakan kepentingan orang tua daripada kepentingan dirinya. Subjek 1 lebih memilih untuk membantu orang tua, seperti membantu ibu menyiapkan barang dagangan dan mengasuh adiknya ketika orang tuanya sedang sibuk. Subjek 1 berperilaku demikian berdasarkan rasa sayangnya kepada keluarga. Subjek 1 menilai dirinya sebagai orang yang suka membantu siapa saja yang membutuhkan bantuan. Subjek 1 beranggapan bahwa dirinya memiliki tubuh yang tidak gemuk dan memiliki wajah yang tampan. Subjek 1 beragama Islam dan mendapatkan ajaran tentang nilai hidup dari agamanya yaitu berbuat baik kepada orang lain. Di dalam keluarga, subjek 1 adalah anak yang memiliki tanggung jawab membantu orang tua yang didasari rasa sayang kepada orang tua dan adik-adiknya dan dalam lingkungan sosial subjek adalah anak yang suka bersosial. Subjek 1 senang bergaul dengan siapa saja, baik dengan keluarga, teman-teman, dan tetangga rumah. Subjek 1 merasa puas dengan keadaannya, baik dengan diri sendiri, keluarga, rumah, dan teman-temannya. 54 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5. Hasil observasi subjek 2 Subjek bertempat tinggal di Gampeng, yang merupakan daerah pedesaan dan berada di daerah gunung kecil. Rumah subjek terlihat sangat sederhana yang terbuat dari kayu dan bambu. Disamping rumah subjek terlihat seekor sapi yang berada di dalam kandang dan beberapa ayam kampung yang berkeliaran. Subjek terlihat sedang bermain bola voli plastik dengan adik perempuannya di halaman rumahnya. Mereka terlihat bermain dengan gembira dan bersemangat. Pada wawancara pertama, Ayah subjek menyambut dengan baik dan memberikan hidangan makanan dan minuman. Ia kemudian memanggil subjek supaya bertemu dengan peneliti. Subjek terkesan masih malu dengan peneliti sehingga pada wawancara pertama peneliti hanya melakukan perkenalan dengan subjek. Pada wawancara kedua, peneliti belum bisa bertemu dengan subjek karena subjek belum pulang dari kegiatan di sekolah sehingga peneliti menunggu sampai pulang sekolah.Setelah beberapa saat menunggu, akhirya subjek sampai di rumah. Peneliti memberikan sapaan dan salam kepada subjek. Wawancara dimulai dengan memancing subjek untuk bercerita tentang kegiatannya di sekolah agar subjek merasa lebih nyaman saat wawancara. Pada wawancara ini, subjek sudah dapat memberikan informasi dengan jelas dan sesuai dengan yang diharapkan peneliti. 55 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6. Deskripsi data subjek 2 Pengambilan data dilakukan sebanyak dua (2) kali, yaitu pada Kamis 14 April 2016 dan Jumat 15 April 2016. Wawancara dilakukan di rumah subjek, di Gampeng. Hasil wawancara subjek 2 adalah sebagai berikut: Subjek bernama Minarsih, berusia 11 tahun, memiliki 7 saudara, dan memiliki hobi bermain voli.Ia memiliki cita-cita menjadi pemain bola voli. Subjek memiliki kegiatan sehari-hari di rumah seperti menyapu, mencuci piring dan mencuci pakaian. Subjek mengerjakan hal tersebut karena didasari oleh rasa hormatnya kepada orang tua. Selain kegiatan di rumah, subjek memiliki kegiatan lain yaitu kegiatan di sekolah seperti belajar, berlatih komputer, pramuka, dan voli. Subjek juga memiliki kegiatan bersama teman-teman dan saudaranya, yakni bermain bersama mereka. Permainan yang sering dilakukan subjek dan teman-teman adalah bermain kasti dan bermain voli. Menurutnya, walaupun memiliki kegiatan bermain dengan teman-teman dan saudara tetapi subjek lebih mengutamakan dalam membantu orang tua di rumah, seperti menyapu, mencuci piring dan pakaian atau yang lainnya. Subjek menganggap perilaku mengutamakan membantu orang tua adalah hal yang harus dilakukan karena orang tua lebih berharga dari orang lain. Subjek menilai dirinya sebagai seorang anak yang baik, disiplin, dan jujur. Subjek memiliki cerita yang mencerminkan kebaikannya, yaitu ketika teman subjek tidak memiliki uang saku, maka dengan suka rela ia memberikan uang sakunya kepada temannya tersebut. Dalam hal kedisiplinan, menurutnya, subjek 56 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI adalah pribadi yang disiplin dalam hal pekerjaan rumah seperti menyapu, mencuci piring dan pakaian. Subjek merasa memiliki bentuk badan yang kecil dan memiliki wajah yang cantik. Subjek lebih menyukai bagian tubuhnya yaitu mulut. Menurutnya, mulut memiliki kegunaan dalam bertutur kata yang baik. Selain mulut, subjek juga menyukai bagian tubuh lain, yaitu kaki. Menurutnya, kaki berguna dalam membantu subjek berjalan. Subjek juga masih memiliki bagian tubuh yang disukainya, yaitu mata. Baginya, mata berguna untuk melihat. Subjek bercerita tentang kegunaan mata dan mulut dalam hal baik. Pada saat itu subjek melihat seorang yang akan mencuri sehingga subjek menegurnya dan memberikan nasehat kepada pencuri itu agar tidak mencuri. Subjek adalah pemeluk Agama Islam. Menurutnya, Islam mengajarkan membaca dan menghafal Alquran, serta mengajarkan agar berbuat baik kepada orang lain seperti menghormati guru. Subjek merasa senang dan puas atas apa yang telah dia miliki, yakni motor, rumah, pakaian, TV, keluarga serta keadaan fisik subjek. Subjek akan berkumpul bersama dengan keluarga ketika mereka menonton TV sambil makan bersama. Subjek merasa senang dan nyaman bila bersama mereka. Subjek menganggap orang tuanya adalah orang yang baik karena telah membiayai sekolah. Subjek mengatakan bahwa dengan membantu orang tua merupakan salah satu balasan atas kebaikan orang tuanya. 57 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Subjek memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan juga lingkungan sosialnya, yaitu tetangga dan teman-teman. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan subjek dengan teman-teman adalah bermain gobak sodor dan kegiatan yang dilakukan dengan tetangga yaitu arisan. Subjek merasa senang karena subjek mampu bersosialiasi dengan mereka dengan baik. Orang tua subjek memberikan informasi tambahan. Subjek adalah anak yang sangat menerima dan bersyukur atas apa yang dia miliki. Orang tua subjek menceritakan bahwa anaknya tidak seperti anak-anak kebanyakan yang tidak mau membantu orang tua dan memilih bermain atau kelayapan sampai malam dan menuntut agar orang tuanya menuruti keinginan anaknya seperti meminta handphone, motor baru, baju baru, dan lain-lain yang memberatkan orang tuanya. Subjek bukanlah anak yang seperti itu. Dia sangat menerima apa yang orang tuanya sanggup berikan kepada dia. Dalam hal makan juga dia merupakan orang yang tidak banyak menuntut. Ia mau makan seadanya yang dihasilkan dari kebun sendiri, seperti palawija. Subjek sudah sangat bersyukur dengan apa yang dia miliki, rumah yang sangat sederhana namun nyaman menurutnya. 7. Hasil wawancara subjek 2 Berdasarkan hasil wawancara, subjek adalah anak yang lebih mengutamakan membantu orang tua daripada bermain dengan teman-teman. Subjek menganggap orang tua lebih berharga daripada teman-temannya, sehingga dia lebih mengutamakan untuk membantu orang tua. Subjek menilai dirinya 58 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI sebagai seorang anak yang baik, disiplin dan jujur. Hal ini terlihat dalam ceritanya ketika dia mau membantu temannya yang tidak memiliki uang saku dengan sukarela. Subjek taat akan tugas-tugas rumahnya seperti menyapu dan mencuci piring. Subjek menganggap dirinya memiliki tubuh yang kecil dan memiliki wajah yang cantik. Subjek menyukai beberapa bagian tubuhnya seperti mulut untuk berbicara, kaki untuk berjalan, dan mata untuk melihat. Subjek menganut agama Islam, dimana menurutnya agama Islam mengajarkan berbuat baik kepada orang lain. Dalam keluarga, ia adalah anak yang berbakti kepada orang tua. Dia taat pada kewajibannya sebagai anak, seperti membantu orang tua dengan mencuci piring dan menyapu halaman. Menurutnya, rasa bakti ini didasari oleh rasa terima kasih kepada orang tuanya karena telah mencukupi kebutuhannya, seperti kendaraan, tempat tinggal, dan rumah. Subjek suka bermain dengan teman-teman, permainan yang sering mereka lakukan adalah gobak sodor dan voli, dengan tetangga rumah subjek juga memiliki kegiatan rutin yaitu arisan. Subjek memiliki cita-cita menjadi pemain bola voli kelak. C. Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis seluruh subjek, didapatkan hasil dari kedua subjek yang kemudian dikaitkan dengan landasan teori. Beberapa ahli berpandangan tentang definisi dari konsep diri yang telah dibahas dalam bab 59 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI sebelumnya sehingga dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah gagasan tentang konsep yang mencakup keyakinan, pandangan dan penilaian seseorang kepada dirinya sendiri. Fitts (1971) membagi konsep diri ke dalam 2 (dua) dimensi pokok, yaitu dimensi internal dan dimensi eksternal. Dimensi internal terdiri dari diri sebagai obyek/identitas (identity self), diri sebagai perilaku (behavior self), diri sebagai pengamat dan penilai (judging self). Dimensi eksternal terdiri dari diri fisik (physical self), diri moral-etik (moral-ethcal self), diri personal (personal self), diri keluarga (family self), diri sosial (social self). Hasil analisis seluruh subjek yang didapatkan dan telah dikaitkan dengan landasan teori menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Subjek 1 a. Diri identitas (identity self) Subjek bernama Mohamad Candra Ariza, berusia 9 tahun, dan bertempat tinggal di Jogoran Kulon. Subjek memiliki dua saudara dan memiliki hobi memasak, yaitu menggoreng telur. Subjek memiliki cita-cita menjadi polisi. b. Diri perilaku (behavior self) Subjek memiliki kegiatan sehari-hari yaitu sekolah, TPA, bermain dengan teman-teman dan bermain dengan kedua adiknya, serta membantu orang tua.Kegiatan di sekolah meliputi kegiatan belajar di hari Senin sampai Sabtu, serta kegiatan olahraga di hari Selasa. Di rumah, subjek memiliki kegiatan bermain dengan teman-teman dan kedua adiknya, permainan yang sering subjek lakukan bersama teman-temannya adalah bermain mobil-mobilan, 60 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI sedangkan bersama adiknya adalah bermain kejar-kejaran.Selain itu, kegiatan lainnya adalah membantu orang tua dalam mempersiapkan barang dagangan dan mengasuh kedua adiknya apabila Ibunya sedang sibuk. Bagi subjek, membantu orang tua adalah kegiatan yang lebih diutamakan dibanding dengan kegiatan bermain. Subjek adalah anak yang lebih memilih membantu orang tua karena subjek sangat menyayangi Bapak dan Ibunya. c. Diri pengamat/penilai (judging self) Subjek menilai dirinya sebagai orang yang suka membantu siapa saja yang membutuhkan bantuan subjek. d. Diri fisik (physical self) Subjek merasa memiliki fisik yang tidak gemuk dan memiliki wajah yang ganteng. Subjek lebih menyukai bagian tubuhnya, yaitu tangan karena menurutnya tangan berguna untuk membantu diri sendiri dan orang lain. Menurutnya, beberapa orang sempat menilai tentang fisik subjek bahwa subjek sekarang kurus dan wajahnya tampan. Subjek merasa senang dengan penilain mereka. e. Diri moral-etik (moral-ethical self) Subjek adalah pemeluk Agama Islam yang menurutnya, Islam mengajarkan membaca dan menghafal Alquran serta mengajarkan agar berbuat baik kepada orang lain. Selain dari agama, subjek juga mendapat ajaran untuk tidak nakal dan baik kepada siapa saja dari kedua orang tuanya. 61 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI f. Diri pribadi (personal self) Subjek merasa puas atas apa yang telah dia miliki, yakni orang tua, adik dan tempat tinggal serta subjek juga merasa cukup puas dengan fisik yang dimilikinya. g. Diri keluarga (family self) Subjek memiliki kegiatan bersama dengan keluarga yaitu jalanjalan.Subjek merasa senang dan nyaman apabila bersama mereka. Menurutnya, orang tuanya sangat baik kepada subjek. Orang tua subjek selalu memberi uang saku, memasak makanan untuk subjek dan mengajak jalanjalan. Kebaikan orang tua membuat subjek merasa senang dan nyaman di dalam keluarga dan membuat subjek merasa sayang dengan keluarga. h. Diri sosial (social self) Subjek memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan juga lingkungan sosialnya, yaitu tetangga dan teman-teman. Kegiatan yang dilakukan subjek dengan teman-teman dan tetangga adalah bermain, mengobrol dan berkunjung ke rumah mereka. Subjek menceritakan bahwa menurut tetangga dan teman-teman, ia adalah pribadi yang suka bersosial. 2. Subjek 2 a. Diri identitas (identity self) Subjek bernama Minarsih, berusia 11 tahun, dan memiliki 7 saudara. Ia memiliki hobi bermain voli dan memiliki cita-cita menjadi pemain bola voli. 62 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI b. Diri perilaku (behavior self) Subjek memiliki kegiatan sehari-hari di rumah, yakni menyapu, mencuci piring dan mencuci pakaian.Subjek mengerjakan hal tersebut dengan didasari rasa hormatnya kepada orang tua. Selain kegiatan di rumah, subjek memiliki kegiatan lain di sekolah yakni belajar, berlatih komputer, pramuka, dan voli. Subjek juga memiliki kegiatan bersama teman-teman dan saudaranya, yakni bermain bersama mereka.Permainan yang sering dilakukan subjek dan temanteman adalah bermain kasti dan bermain voli. Ia mengatakan bahwa walaupun ia memiliki kegiatan bermain dengan teman-teman dan saudara, tetapi subjek lebih mengutamakan untuk membantu orang tua di rumah, seperti menyapu, mencuci piring dan pakaian atau yang lainnya. Subjek menganggap perilaku mengutamakan membantu orang tua adalah hal yang harus dilakukan karena orang tua lebih berharga dari orang lain. c. Diri pengamat/penilai (judging self) Subjek menilai dirinya sebagai seorang anak yang baik, disiplin dan jujur. Subjek memiliki cerita yang mencerminkan kebaikannya, yaitu ketika teman subjek tidak memiliki uang saku maka dengan suka rela memberikan sebagian uang sakunya kepada temannya. Dalam hal kedisiplinan, ia adalah pribadi yang disiplin dalam hal pekerjaan rumah seperti menyapu, mencuci piring dan pakaian. 63 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI d. Diri fisik (physical self) Subjek merasa memiliki bentuk badan yang kecil dan memiliki wajah yang cantik. Subjek lebih menyukai bagian tubuhnya yaitu mulut. Menurutnya, mulut memiliki kegunaan dalam bertutur kata yang baik. Selain mulut, subjek juga menyukai bagian tubuh lain yaitu kaki. Menurutnya, kaki berguna dalam membantu subjek berjalan. Subjek juga masih memiliki bagian tubuh yang disukainya yaitu mata. Baginya, mata berguna untuk melihat. Subjek bercerita tentang kegunaan mata dan mulut dalam hal baik. Pada saat itu subjek melihat seorang yang akan mencuri sehingga subjek menegurnya dan memberikan nasehat-nasehat kepada pencuri itu agar tidak mencuri. e. Diri moral-etik (moral-ethical self) Subjek adalah pemeluk Agama Islam.Menurutnya, Islam mengajarkan subjek membaca dan menghafal Alquran, serta mengajarkan agar berbuat baik kepada orang lain seperti menghormati guru. f. Diri pribadi (personal self) Subjek merasa senang dan puas atas apa yang telah dia miliki, yakni motor, rumah, pakaian, TV, dan keluarga serta keadaan fisik subjek. g. Diri keluarga (family self) Subjek akan berkumpul bersama dengan keluarga ketika mereka menonton TV sambil makan bersama. Subjek merasa senang dan nyaman apabila bersama mereka. Subjek menganggap orang tuanya adalah orang yang baik karena telah membiayai sekolahnya. Subjek mengatakan bahwa dengan 64 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI membantu orang tua merupakan salah satu balasan atas kebaikan orang tuanya. h. Diri sosial (social self) Subjek memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan dengan lingkungan sosialnya, yaitu tetangga dan teman-teman. Kegiatan-kegiatan yang dilakukannya dengan teman-teman adalah bermain gobak sodor dan kegiatan yang dilakukan dengan tetangga adalah arisan. Subjek merasa senang karena subjek mampu bersosialiasi dengan mereka dengan baik. Berdasarkan hasil analisis di atas, kedua subjek memandang dirinya sebagai seseorang yang memiliki kepedulian yang tinggi kepada orang lain dan mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan pribadinya, serta memiliki perilaku yang baik kepada orang lain. Kedua subjek menilai diri mereka sebagai orang yang suka membantu siapa saja. Selain itu, kedua subjek memiliki penghargaan ke pada diri (self-esteem) yang tinggi. Dari hasil tersebut maka dapat digolongkan ke dalam dimensi internal konsep diri. Kedua subjek memiliki nilai-nilai hidup untuk berbuat baik kepada orang lain dari ajaran Agama Islam dan ajaran dari orang tua. Kedua subjek adalah anak yang memiliki perasaan puas, nrima atau menerima dengan apa yang dimiliki, dan bersyukur dengan apa yang telah dimiliki, baik secara fisik, keluarga, teman-teman, dan barang-barang pemberian orang tua. Menurut Mulder (1984) hal ini merupakan ciri-ciri dari orang Jawa. Selian itu, kedua subjek merasa bahwa dirinya memiliki fisik yang baik. 65 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Mereka adalah anak yang memiliki tanggung jawab dalam membantu orang tua yang didasari rasa sayang serta hormat mereka kepada orang tuanya. Mereka menganggap bahwa orang tua adalah hal yang lebih berharga daripada orang lain. Selain itu, para subjek adalah anak yang mau dan mampu bersosial dengan orang lain, baik dengan teman-teman sepermainan maupun kepada tetangga rumah. Dari hasil tersebut maka dapat digolongkan ke dalam dimensi eksternal konsep diri. Konsep diri yang dimiliki oleh kedua subjek adalah konsep diri positif. Konsep diri positif adalah konsep dimana para subjek dapat mengenal diri mereka sendiri dengan baik sesuai dengan pernyataan Wicklund dan Frey (1980) dalam Calhoun (1990). 66 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai dimensi internal dan eksternal dari konsep diri, dan dengan menggabungkan kedua dimensi tersebut sehingga menjadi kesatuan dari konsep diri anak abdi dalem keraton, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Subjek 1 dan subjek 2 adalah anak yang prososial yaitu memiliki kepedulian kepada orang lain, mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan dirinya, bertanggung jawab, mau dan mampu bersosial dengan lingkungan sosialnya, serta taat pada aturan dan norma. 2. Subjek 1 dan subjek 2 memiliki penghargaan ke pada diri (self-esteem) yang tinggi. 3. Subjek 1 dan subjek 2 adalah anak yang nrima atau menerima apa yang mereka miliki serta mensyukurinya. 4. Konsep diri yang dimiliki oleh kedua subjek adalah konsep diri yang positif, dimana kedua subjek dapat mengenal dirinya dengan baik. B. SARAN Peneliti menyadari terdapat banyak hal yang belum terungkap dari penelitian ini. Keterbatasan penelitian ini terjadi karena kendala yang cukup besar sehingga belum dapat menggambarkan secara komprehensif konsep diri anak abdi dalem 67 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI keraton. Peneliti masih mengalami kesulitan dalam menemukan literatur tentang konsep diri khusus bagi anak dan literatur tentang anak abdi dalem keraton. Penelitian selanjutnya diharapkan mempersiapkan diri secara lebih matang dalam memahami referensi teori yang berkaitan dengan tema maupun subjek penelitian. Peneliti mengalami kesulitan dalam menemukan subjek penelitian dengan kriteria seorang anak yang diharuskan memiliki rentang usia 6-12 tahun, sedangkan para abdi dalem keraton mayoritas memiliki usia yang sudah lanjut dan anak mereka mayoritas berusia dewasa. Peneliti mengalami kesulitan lain dalam wawancara dengan subjek, mengingat subjek adalah seorang anak sehingga butuh kesabaran dan kehalusan dalam pengambilan data. Peneliti berharap kepada masyarakat luas, khususnya bagi orang tua, dapat memahami konsep diri seorang anak sehingga dapat membantu anak dalam mencapai harapan dan cita-cita di masa yang akan datang berdasarkan konsep diri anak. 68 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR PUSTAKA Abdulkarim, Aim. (2006). Pendidikan Kewarganegaraan untuk Kelas X Sekolah Menengah Atas. Bandung: Grafindo Media Pratama. Andriasari, Fitri. (2015). Konsep Diri Pada Anak Sekolah Dasar dan Menengah Pertama. Jurnal Psikologi & Kemanusiaan Universitas Muhammadiyah Malang. Atmakusumah. (1982). Tahta Untuk Rakyat. Jakarta: Gramedia. Burn, R.B. (1982). Self Concept Development and Education. Universitas Michigan: Holt, Rinehart and Winston. Burns, R.B. (1993). Konsep Diri, Teori, Pengukuran, Perkembangan, dan Perilaku. Jakarta: Arcan. Calhoun, J. F., dan Acocella, J. R. (1990). Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan. Alih bahasa: Satmoko. Semarang: IKIP Semarang Press. Duffy, K. G..& Atwater, E. (2005). Psychology for Living Adjustment, Growth, and Behavior Today Eight Edition. New Jersey: Prentice-Hall. Fitts, William H. (1971). The Self Concept and Self Actualization. Los Angeles: Western Psychological Services. G, Moedjanto. (1985). Doktrin Keagungbinateraan, Konsep Kekuasaan Jawa, dan Penerapannya oleh Raja-Raja Mataram. Yogyakarta: Javanologi. Guba, Egon G. & Yvonna S. Lincoln. (1981). Effective Evaluation. San Fransisco: Jossey-Bass Publisher. Hardjoworogo, Marbangun. (1983). Manusia Jawa. Jakarta: CV HAJI MASAGUNG. Harter, S. (1998). The Development of Self-Representation. In W. Damon & N. Eisenberg (Eds.), Handbook of child psychology: Social, emotional and personality development (5th ed., pp. 553-617). New York: Wiley. Herdiansyah, Haris. (2015). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika. Husniyati, Dyah Naila. (2009). Pengaruh Konsep Diri Terhadap Penerimaan Diri Anak Jalan (Children) Di RPSA Kota Semarang. Universitas Negeri Semarang. Idrus, M. (2004). Kepercayaan Eksistensial Remaja Jawa. Psikologi Universitas Gadjah Mada. 69 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Keliat, Budi Anna dkk. (2005). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi Kedua. Jakarta: EGC. Koentjaraningrat. (1985). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. Matulessy, Andik dan Keraf M.K. (2011). Kebermaknaan Hidup, Konsep Diri dan Motivasi Pada Abdi Dalem Di Keraton Yogyakarta. Jurnal Universitas Gunadarma. Mead, George H. (1972). Mind, Self, and Society: From The Standpoint of A Social Behaviorist. London: The University of Chicago Press. Moleong, J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rodaskarya. Moleong, J. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rodaskarya. Mulder, Neils. (1984). Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasionalis. Yogyakarta: Gajahmada Mada University Press. Muniarti,J. Beatrix,S. (2000). Perbedaan Nilai Remaja Sekarang Dengan Remaja Generasi Sebelumnya. Jurnal Psikologi Sosial Universitas Indonesia No.7. Okorodudu, G. N. (2010). Influence of Parenting Style on Adolescent Delinquency in Delta Central Senatorial District. Abraka: Institute of Education Delta State University. Papalia, D.E., Olds, S.W., and Feldman, R.D. (2004). Human development (ninth edition). McGraw-Hill New York. Pardede, Yudit Oktaria. (2008). Konsep Diri Anak Jalanan Usia Remaja. Jurnal Psikologi Universitas Gunadarma. Patton, Michael Quinn. (1987). Qualitative Evaluation Methods. Beverly Hills: Sage Pulications. Pika Susana Putri, Winanti Siwi Respati, Safitri. (2009). Makna Hidup Perempuan Dewasa yang Berperan Ganda. Jurnal Psikologi, Vol. 7, No. 2, pp. 43-50. Poerwandari, E. K. (2005). Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: LPSP3 Fakutas Psikologi Universitas Indonesia. Pudjijogyanti, Clara R. (1988). Konsep Diri Dalam Pendidikan. Jakarta: Arcan. Santrock, John W. (1995). Life-Span Development Edisi Kelima. Dallas: Brown and Brenchmark, Times Mirror International Publiser Ltd. Santrock, John W. (2007). Child Development Edisi Kesebelas. New York: McGraw-Hill. 70 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Santrock. J. W. (2003). Adolescence: Perkembangan Remaja Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga. Seifert, Kelvin L., and Robert Hoffnung. (1994). Child and Adolecent Development (3rd Ed). Boston: Houghton Mifflin. Smith, Jonathan A. (2013). Dasar- Dasar Psikologi Kualitatif: Pedoman Praktis Metode Penelitian. Bandung: Nusa Media. Soekanto, S. (1990). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Soenarto. (2012). Kesetiaan Abdi Dalem Kertaon Ngayogyakarta Hadiningrat. Yogyakarta: Kepel Press. Subarjo, Agus. (2010). Pemaknaan Abdi Dalem Kraton Yogyakarta Terhadap Tugas Melaksanakan Prosesi Ritual Labuhan Di Gunung Merapi. Psikologi Universitas Sanata Dharma Sudaryanto, Agus. (2008). Hak dan Kewajiban Abdi Dalem Dalam Pemerintahan Keraton Yogyakarta. Universitas Gajah Mada. Sulistyiwati, Indah. (2007). Faktor-Faktor yang Memperngaruhi Motivasi Menjadi Abdi Dalem Keraton Yogyakarta. Psikologi Universitas Sanata Dharma. Supratiknya, A. (2015). Metodelogi Penelitian Kuantitatif & Kualitatif Dalam Psikologi. Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma. Suseno, Franz Magnis. (1978). Etika Jawa. Jakarta: PT Gramedia. Suseno, Franz Magnis. (1996). Etika Jawa; Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Suwarno. (1994). Hamengku Bowono IX dan Sistem Birokrasi Pemerintahan Yogyakarta 1942-1974. Yogyakarta: Kanisius. Utama, S.J. (2003). Psikologi Budaya (Cultural Psychology); Kritik dan Konstruksi Pemikirannya. Yogyakarta. Suksma. Vol.2. No.1. Universitas Sanata Dharma. Wibawa, Arya Ning. (2005). Kebermaknaan Hidup pada Abdi Dalem Punokawan Keraton Yogyakarta. Psikologi Universitas Sanata Dharma. 71 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Sumber dari Website : National Geographic. (2012). Menelisik Kehidupan Abdi Dalem Yogyakarta. http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/02/menelisik-kehidupan-abdidalem-keraton-yogyakarta (diakses 08-11- 2015). Merdeka. (2005). Peristiwa Kisah Riski Kuncoro Manik Kecil-Kecil Abdi Dalem. http://www.merdeka.com/peristiwa/kisah-riski-kuncoro-manik-kecil-kecilabdi-dalem.html (diakses pada 08-11- 2015). 72 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 1 Tabel Wawancara a. Subjek 1 Aspek Internal Indikasi Verbatim Diri identitas 1. Siapa nama adek? Candra (identity self) 2. Nama lengkap Candra siapa? Mohamad Candra Ariza 3. Berapa umur Candra? 8 tahun. 4. Dimana alamat Candra? Alamatnya, Jogoran Kulon 5. Berapa saudara Candra? Dua 6. ApahobiCandra? Masak 7. Masak apa Candra? Goreng telur 8. Cita-cita Candra apa? Menjadi polisi. Diri perilaku 1. Apa kegiatan Candra sehari-hari? (behavior self) Eee kegiatannya sekolah, TPA, kalo siang main sama teman-teman, main sama adik, dan membantu orang tua. 2. Kalo disekolah kegiatannya apa saja? Kegiatanya ya belajar sama ada olahraga kalo hari Selasa. 3. Oh, Candra belajar tujuannya buat apa? Supaya pintar. 73 Interpretasi Subjek bernama Mohamad Candra Ariza berusia 9 tahun dan bertempat tinggal; di Jogoran Kulon.Subjek memiliki dua saudara. Subjek memiliki hobi memasak. Subjek memiliki cita-cita menjadi polisi. Subjek adalah anak yang lebih mengutamakan membantu orang tua dari pada bermain yang didasari rasa sayang. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4. Candra di sekolah ranking berapa kemarin? Ranking 4 5. Perasaannya Candra saat mendapat ranking 4 apa? Seneng. 6. Kenapa kok seneng? Karena bisa bikin Bapak sama Ibu seneng. 7. Kalo saat TPA kegiatannya apa? Kegiatannya membaca alquran sama ngapalin 8. Kalo main sama teman-teman permainan apa yang sering dilakukan? Ya main eee, main mobil-mobilan sama main hujan-hujanan. 9. Kalo sama adik main? Main mobil-mobilan sama kejar-kejaran. 10. Candra bilang tadi kegiatannya membantu orang tua ya? Membantu apa saja Candra? Membantu Ibu nyiapain dagangan soale Ibu bukak warung. Terus momong adek. 11. Kalo Candra diberi pilihan, milih membantu orang tua atau bermain? Kenapa? Milih membantu orang tua, soalnya lebih senang membantu orang tua. Soalnya sayang sama 74 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Diri 1. pengamat/penilai (judging self) 2. 3. 4. Diri fisik 1. (physical self) 2. 3. 4. 5. Eksternal 6. 7. Bapak dan Ibu dan adik juga. Menurut Candra, Candra itu orang yang seperti apa? Eee gak tahu.hehe Ehm jadi menurut Candra, Candra adalah orang yang bagimana? Ehm saya orang yang ehm suka membantu. Yang candra bantu siapa saja? Siapa saja. Selain suka membantu apa lagi? Ehm itu aja. Menurut Candra, Candra memiliki fisik seperti apa? Ehm seperti temanteman. Seperti teman-teman ya, memang temanteman candra fisiknya seperti apa? Tidak gendut.hehehe Kalo penampilan Candra seperti apa? Seperti penampilan wajah dan lain-lain? Ehm tidak tahu. hehehe Coba sekarang Candra saya foto, nah menurut foto Candra penampilan Candra bagimana? Ehm bagus. Bagus maksut Candra keren atau apa? Ganteng hehehe. Bagian tubuh Candra yang paling dusukai bagian apa? Tangan. 75 Subjek menilai dirinya sebagai orang yang suka membantu siapa saja. Subjek menganggap dirinya memiliki tubuh yang tidak gemuk dan memiliki wajah yang tampan. Subjek menyukai tangan dalam bagian tubuhnya karena tangan dipakai untuk memegang dan membantu. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Diri Kalo yang tidak disukai? 8. Tidak ada. Kenapa Candra menyukai tangan? 9. Karena tangan itu bisa untuk memegang. 10. Memegang ya? Coba jelaskan dong dengan memegang itu. Ya memegang bisa membantu. 11. Oh maksutnya membantu ya? Iya. 12. Lalu ada tidak yang pernah memberi penilaian kepada candra? Ada 13. Siapa itu? Dan bagaimana penilaiannya? Cuman Ibu bilang Candra sekarang kurus. Sama orangorang ada yang bilang Candra Bagus (tampan). 14. Apa yang Candra rasakan dengan penilaian Ibuk bahwa Candra sekarang kurus? Tidak ada karena Candra memang kurus. 15. Lalu siapa yang bilang kalo Candra Bagus? Apa perasaan Candra? Lupa. hehehe 16. Terus perasaanya Candra bagaimana? Senang. moral-etik 1. Apa agama Candra? Subjek memiliki Islam. nilai-nilai hidup 76 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI (moral-ethical 2. Apa yang Candra dapat dari Agama self) Islam? 3. Ehm 4. Jadi Candra kan sering TPA ya? Nah pas di TPA candra diajarin apa saja? 5. Membaca dan menghafal alquran. 6. Selain itu ada lagi gak? 7. Ehm berbuat baik. 8. Oh berbuat baik ya? Lalu fungsi dari ajaran-ajaran tadi untuk Candra apa? 9. Ehm untuk, ya agar saya berbuat baik. 10. Tadi kan Candra bilang berbuat baik, nah berbuat baik itu melakukan apa saja? 11. Ehm membantu orang tua, belajar, tidak boros uangnya ditabung, sama momong adik. 12. Lalu sama orang tua pernah gak dikasih nasehat? Pernah. 13. Apa itu? Gak boleh nakal sama baik sama adik dan teman-teman. 14. Selain itu ada lagi gak? Udah. Diri pribadi 1. Menurut Candra apa perasaan Candra (personal self) dengan segala sesuatu yang dimiliki sekarang? Ehm 2. Candra bingung ya? 77 dari ajaran Agama Islam yang dia anutdan nasehatnasehat dari orang tua untuk tidak nakal dan berbuat baik ke pada orang lain. Subjek merasa puas dengan keadaan subjek baik dengan diri sendiri, keluarga, rumah, dan teman-teman. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Iya. Hehehe 3. Jadi kan candra punya rumah, punya orang tua, punya dua adik, punya teman-teman, nah perasaanya Candra bagaimana? Senang. 4. Senang kenapa? Karena merasa nyaman. 5. Candra merasa nyaman dengan semua yang ada sekarang maksutnya? 6. Iya. Hehehe 7. Harapan apa yang Candra ingingkan dengan yang Candra punya sekarang? Ehm tidak ada. 8. Kenapa kok tidak ada? 9. Karena sudah cukup dan saya sudah senang. 10. Lalu dengan fisik Candra dan penampilan Candra, harapan apa yang Candra inginkan? Ehm tidak ada. 11. Kenapada tidak ada? Tidak apa-apa karena sudah cukup. Diri keluarga 1. Apa perasaan Candra bila bersama keluarga, (family self) sama Bapak, Ibu, dan adik-adik? Senang. 2. Selain senang apa? Ehm sama nyaman. 3. Kenapa kok bisa merasa senang dan nyaman? Ehm karena saya 78 Subjekmemiliki perasaan senang dan nyaman bila bersama dengan keluarga dan subjek adalah anak yang memiliki tanggung jawab membantu orang tua yang didasari rasa sayang ke pada PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI merasa senang aja. Hehehe 4. Lalu apa yang sering dilakukan Bapak, Ibu, dan adik-adik ke pada Candra? Ehm memberi uang saku, buatin maem, sama pernah ngajak jalan-jalan. 5. Emang jalan-jalan kemana? Dulu jalan-jalan ke Keraton. 6. Oh begitu ya, lalu setelah yang dilakukan mereka ke pada Candra, Candra memberi balasan kepada mereka tidak? Iya 7. Apa itu? Trima kasih 8. Selain itu? Ehm tidak nakal dan membantu orang tua. 9. Apa karena mereka baik kepada Candra sehingga Candra melakukan hal demikian? Iya. 10. Selain karena itu ada tidak hal yang membuat candra tidak nakal dan membantu orang tua? Ehm karena sayang mereka. 11. Kalo sama adik bagiaman? Sama adik juga sayang. Diri sosial (social 1. Bagiaman hubungan kamu dengan keluarga, teman- 79 orang tua dan adikadiknya. Subjek merupakan pribadi yang suka bersosial. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI self) teman, dan tetangga? Baik. 2. Baik? Baik seperti apa? Baik ya tidak bertengkar ya rukunrukun saja. 3. Lalu kegiatan apa saja yang dilakukan dengan mereka? Ehm 4. Kalo sama orang tua biasa apa kegiatannya? Ehm berkumpul bersama mereka, sama pergi jalan-jalan. 5. Lalu kalo sama Bapak atau Ibu pernah dimarahi tidak? Pernah. 6. Kenapa? Karena nakal. 7. Nakal kenapa? Emm, pernah nakalin adik. Mainannya adik tak pake.hehe 8. Oh, terus dimarahinnya bagaiman? 9. Cuman dikasih tahu aja gak boleh nakal kalo sama adek. 10. Selain itu pernah dikasih pesan atau dikasih tau yang lain gak? Iya, kalo sama teman juga gak boleh nakal sama harus sopan sama orang-orang. 11. Kalo sama temanteman kegiatannya apa aja? Main bareng sama mereka. 80 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12. Kalo sama tetangga? Ehm tidak ada. 13. Masak tidak ada? Kalo pas ada tetangga main kerumah atau Candra yang main kerumah gimana? Ya ngbrol aja. Hehehe 14. Apa penilaian Candra dengan kegiatan tadi? Ehm gak tahu. Hehehe 15. Kok tidak tahu? Hehehe. Jadi kan tadi Candra memiliki kegiatan bersama keluarga dan bersama teman-teman dan juga tetangga, menurut candra kegiatan itu bagaimana? Ehm menyenangkan. 16. Kenapa menyenangkan? Karena bisa berbincang dan bermain bersama. 17. Pernah tidak Candra mendapat komentar dari mereka saat candra berbincang atau bermain dengan mereka? Pernah keknya. Hehehe 18. Apa itu? Ehm Candra baik dan suka srawung (bersosial). 19. Bagaiamana menurut Candra dengan penilaian mereka? Senang. 20. Kenapa senang? Karena saya memang suka srawung (bersosial). 81 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI b. Subjek 2 Aspek Internal Indikasi Verbatim Diri identitas 1. Ee nama kamu siapa? Minarsih (identity self) 2. Nama lengkap siapa? Minarsih 3. Nama panggilan? Asih 4. Umurnya berapa? 11 tahun. 5. Jumlah saudara berapa? 7 6. Hobinya? Voli 7. Selain voli ada hobi lain nggak? Tidak. Diri perilaku 1. Apa kegiatan Asih sehari-hari? Kalau di (behavior self) rumah apa kegiatannya? Menyapu, mencuci piring, mencuci pakaian. 2. Tujuannya Asih untuk apa? Untuk menghormati orang tua. 3. Ada lagi tidak tujuan lainnya? Tidak ada. 4. Kalo sehari-hari sama teman-teman kegiatannya apa saja? Bermain. 5. Perasaan seperti apa saat bermain? Senang. 6. Permainan apa yang sering dimainkan? Kasti. 82 Interpretasi Subjek bernama Minarsih berusia 10 tahun, memiliki 7 saudara, dan memiliki hobi bermain voli. Subjek memiliki perilaku yang lebih mengutamakan membantu orang tua daripada bermain dengan temanteman karena orang tua subjek lebih berharga daripada teman-temannya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7. Kalau di sekolah? Voli, komputer, pramuka, belajar 8. Kalau kegiatankegiatan tadi tujuannya buat apa? Supaya mencapai cita-cita. 9. Kalo sama saudara biasanya ada kegiatan apa? Main voli. 10. Kalo Asih dikasih pilihan memilih mana, membantu Bapak dan Ibu atau main sama teman-teman? Membantu Bapak dan Ibu. 11. Memangnya kenapa? Untuk menghargai orang tua 12. Karena lebih menghargai orang tua daripada temantemanya? Iya Diri pengamat/penilai (judging self) 1. Menurut Asih, Asih itu orang yang seperti apa? Baik, disiplin, jujur 2. Ehm pernah ada cerita tidak tentang kebaikan Asih? Enggak ada. 3. Lho tadi kan Asih bilang orang yang baik berarti pernah berbuat baikkan? Pernah membantu teman 4. Kenapa kok dibantu? Karena kasian 5. Kenapa kasian? Peristiwanya seperti 83 Subjek menilai dirinya sebagai orang yang baik, disiplin, dan jujur. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6. 7. 8. 9. Diri fisik 1. (physical self) 2. 3. Eksternal apa? Ceritanya seperti apa? Teman tidak membawa uang terus ngasihin uang. Kalo jujur? Ehm tidak mengejek teman. Terus? Kalo disiplin tadi apa? Membersihkan halaman Ooo maksut Asih taat pada tugasya? Iya. Seperti kalo di rumah membantu orang tua seperti cuci piring tadi? Iya. Setelah tadi Asih menceritakan tentang Asih orang yang seperti apa, lalu menurut Asih, Asih memiliki fisik yang seperti apa? Ya pas ngaca itu kan keliatan mukanya seperti apa? Badannya? Cantik dan kecil Selain itu ada lagi gak pas Asih ngaca terlihat apalagi? Tidak ada. Terus bagian fisik yang disuka Asih tu dimana?Kan tadi ada muka terus badan, nah dibadan kan ada tangan kaki terus kalo dimuka ada hidung ada mulut ada mata ada telinga, nah bagaian yang disukai Asih tu dimana? 84 Subjek menganggap dirinya memiliki tubuh yang kecil dan memiliki wajah yang cantik. Subjek menyukai beberapa bagian tubuhnya seperti mulut untuk berbicara baik, kaki untuk berjalan, dan mata untuk melihat. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Mulut. 4. Kenapa kok suka mulut? Karena supaya ngomong yang tidaktidak. 5. Ooo maksutnya untuk ngomong yang baikbaik begitu? 6. Iya. 7. Jadi suka mulut karena mulut itu untuk berbicara yang baik-baik begitu? Iya. 8. Kan masih ada hidung, tangan, kaki kira-kira masih ada lagi gak? Kaki 9. Kenapa kaki? Karena kaki untuk berjalan. 10. Selain kaki? Kan masih ada lain kan? Mata. 11. Kenapa? Untuk melihat 12. Untuk melihat apa? Untuk melihat orang yang mencuri. 13. Oh pernahya? Pernah 14. Terus pas melihat itu diapain pencurinya? Asih diem saja atau ngomong? Ngomong. 15. Ngomong sama siapa? Sama pencurinya. 16. Ngomong apa sama pencurinya? Jangan mencuri. 17. Oh jadi mulut yang tadi untuk ngomong 85 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI baik-baik kepada pencuri tadi ya? Iya 18. Terus kira-kira ada gak yang pernah menilai fisik Asih? Nggak ada. 19. Bapak atau ibuk? Nggak ada Diri moral-etik 1. Apa agama Asih? Islam. (moral-ethical 2. Apa yang Asih dapat dari Agama Islam? self) Kek pelajaran agama Islam di sekolah? 3. Membaca iqrok 4. Terus ada lagi gak? Jadikan di Agama orang disuruh untuk melakukan sesuatu kan? Apa aja kirakira? 5. Iya. 6. Apa itu? 7. Menghormati guru. 8. Ada yang lain tidak? Contohnya kan seperti Agama Budha umatnya tidak boleh makan daging dan makan sayur-sayuran dan berbuat baik 9. Kalo tempat Asih gimana ajaran Agama Islamnya? 10. Berbuat baik dan tidak mengejek teman. 11. Ada lagi tidak? Tidak ada Diri pribadi 1. Apa saja yang telah dimiliki Asih saat ini? (personal self) Motor, pakaian, rumah, TV 2. Lalu perasaannya apa setelah memiliki 86 Subjek memiliki nilai-nilai hidup dari ajaran Agama Islam yang dia anut untuk berbuat baik kepada orang lain. Subjek merasa cukup dengan apa yang dimiliki subjek baik fisik maupun hal-hal lain yang dimiliki subjek. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3. 4. Diri keluarga 1. (family self) 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. rumah dan lain-lain tadi? Senang Terus ada harapan lagi gak setelah Asih tadi sudah memiliki motor, rumah, dan lain-lain tadi, punya cita-cita lain lagi tidak? Tidak, sudah cukup. Lalu untuk fisik Asih yang cantik dan kecil tadi punya harapan lain lagi gak? Gak ada. Kalo Asih lagi bareng sama keluarga, sama Bapak, Ibuk, adik dan embak rasanya apa? Senang. Terus kegiatannya apa aja kalo sama mereka? Nonton TV. Terus ada lagi tidak? Ehm kalo nonton TV biasanya sambil ngapain? Makan. Terus yang dilakukan kalian pas nonton TV sambil makan tu ada kegiatan lain lagi gak? Gak ada. Apa yang pernah diberi oleh Bapak atau Ibukke Asih? Dibiayai sekolah. Oh biayai sekolah? Iya. Terus Asih ngasih balik ke Bapak Ibu apa? Membantu orang tua. Oh jadi setelah Asih 87 Subjek adalah anak yang berbakti dengan orang tua karena orang tua subjek telah mensekolahkan subjek. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dibiayai sekolah Asih memberikan timbal balik ke orang tua dengan membantu orang tuanya? Iya Diri sosial (social 1. Terus hubungan kamu sama teman-teman self) gimana? Tadikan kalo sama keluarga baik sering nonton sering makan-makan bareng terus kalo sama teman-teman? Baik. 2. Baik? Baik seperti apa? Jadi kalo sama temanteman pernah tidak terjadi berantem gitu? 3. Tidak, rukun? 4. Jadi baiknya karena rukun itu? Iya. 5. Tadi kegiatannya apalagi ya selain kasti tadi? Gobak sodor. 6. Lalu kalo sama Bapak atau Ibu pernah dimarahi tidak? Nggak. 7. Terus kalo sama tetangga kegiatannya apa? Arisan. 8. Ada kegiatanlagi? Tidak ada. 9. Terus perasaannya Asih bagaimana saat Asih berkumpul dengan tetangga seperti arisan tadi? Senang. 10. Ada penilaian dari tetangga tentang 88 Subjek merupakan pribadi yang mau bersosial dengan teman-teman dan tetangga. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Asih? Tidak ada. 89 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 2 A. Hasil Uji Keabsahan Data 1. Subjek 1 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan uji keabsahan data dengan teknik triangulasi dengan sumber. Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton 1987). Peneliti ditanyakan menanyakan dalam kembali wawancara pertanyaan-pertanyaan sebelumnya kepada subjek. yang telah Berdasarkan perbandingan jawaban-jawaban yang telah dijawab subjek dapat disimpulkan tidak ada perbedaan, sehingga dapat disimpulkan bahwa subjek menjawab dengan jujur. Selain itu, peneliti mewawancarai Ayah subjek tentang gambaran diri subjek. Ayah subjek mengatakan bahwa subjek adalah anak yang sangat peduli dengan orang lain terlebih pada orang tua dan adik-adiknya. Ayah subjek menceritakan bahwa subjek senang menabung dari hasil uang saku karena dia tidak mau menghabiskan uang pemberian Ayahnya. Subjek merasa kasian kepada Ayahnya bila sang Ayah tidak memiliki uang. Informasi lain mengenai subjek datang dari sang Ibu, menurutnya subjek adalah anak yang sangat mengasihi adik dan orang tuanya. Subjek bangun pagi setiap hari untuk menemani adiknya ketika sang Ibu sedang sibuk di dapur. Subjek juga lebih mementingkan kedua adiknya dibandingkan kepentingan 90 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dirinya. Subjek lebih memilih menemani kedua adiknya karena sang Ibu sedang sibuk memebereskan barang dagangan ketika subjek diajak bermain oleh temantemannya. Dari hasil uji keabsahan data dengan teknik Triangulasi dengan sumber di atas dapat disimpulkan bahwa data hasil wawancara dengan subjek dapat dipercaya. 2. Subjek 2 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan uji keabsahan data dengan teknik triangulasi dengan sumber. Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton 1987). Peneliti ditanyakan menanyakan dalam kembali wawancara pertanyaan-pertanyaan sebelumnya kepada subjek. yang telah Berdasarkan perbandingan jawaban-jawaban yang telah dijawab subjek dapat disimpulkan tidak ada perbedaan, sehingga dapat disimpulkan bahwa subjek menjawab dengan jujur. Selain itu, peneliti, Ayah subjek mengatakan bahwa subjek adalah anak tidak suka menuntut macam-macam seperti anak jaman sekarang. Selain itu, subjek merupakan anak yang mengerti dengan kondisi orang tua, bila orang tuanya hanya dapat menyediakan hasil kebun untuk makan, subjek tidak pernah menuntut lebih dari itu. Ketika anak seusianya lebih memilih bermain, subjek lebih mengutamakan membantu orang tua di rumah. 91 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Informasi lain mengenai subjek datang dari sang Ibu, menurutnya subjek adalah anak yang sangat patuh dan hormat dengan orang tua. Subjek akan segera melaksanakan perintah kedua orang tuanya bila subjek diberi perintah. Subjek tidak pernah melawan kepada orang tua, menurut Ibu subjek anak jaman sekarang banyak yang berani dengan orang tuanya akan tetapi subjek tidak demikian. Dari hasil uji keabsahan data dengan teknik Triangulasi dengan sumber di atas dapat disimpulkan bahwa data hasil wawancara dengan subjek dapat dipercaya. 92