Judul : Agresivitas Kaum Male To Female Transseksual (Waria) Nama/ NPM : Meta Damariyanti/ 10503111 Pembimbing : Prof. Dr. A. M. Heru Basuki, MPsi ABSTRAKSI Gangguan identitas gender, biasanya dikenal juga dengan istilah transeksualisme adalah kesadaran mental yang dimiliki seseorang tentang jenis kelaminnya, tentang apakah dirinya laki-laki atau perempuan dimana identitas gender yang dimiliki oleh seorang transeksual ini berlawanan dengan jenis kelamin yang “dikenakan” kepadanya berdasarkan genital fisiknya. Male to female transeksual atau yang dikenal dengan istilah waria yaitu transeksual laki-laki ke perempuan, memiliki tubuh laki-laki dan jiwa perempuan. Sampai saat ini kehadiran kaum waria disekeliling kita masih belum sepenuhnya diterima. Tak jarang mereka diperlakukan seperti manusia ajaib yang patut ditertawakan, diolok – olok, atau bentuk – bentuk penolakan lainnya. Pada kenyataannya penolakan dan sikap anti pati dari masyarakat tersebutlah yang selama ini dapat memicu perilaku agresivitas kaum waria. Dari pemaparan diatas, maka timbul pertanyaan mengenai faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan seseorang menjadi waria, bagaimana gambaran agresivitas subjek, faktor – faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya agresivitas dan bagaimana proses perkembangan agresivitas pada subjek . Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan seseorang menjadi waria, bagaimana gambaran agresivitas subjek, faktor – faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya agresivitas dan bagaimana proses perkembangan agresivitas pada subjek . Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena metode kualitatif sesuai untuk digunakan pada masalah-masalah yang bertujuan untuk mengeksplorasi kehidupan seseorang atau tingkah laku seseorang dalam kehidupannya sehari-hari, dengan menggunakan metode kualitatif juga diperoleh pemahaman yang mendalam tentang berbagai gejala-gejala sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah waria berusia 21 - 40 tahun, memiliki pekerjaan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua orang subjek Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan metode wawancara dan observasi dengan subjek dan significant others. Dalam proses wawancara ini, untuk membantu proses pengumpulan data maka peneliti dilengkapi dengan pedoman wawancara, pedoman observasi dan alat perekam. Setelah dilakukannya penelitian pada subjek 1 dan significant other dan subjek 2 beserta significant othernya maka didapat hasil bahwa kedua subjek tersebut memilki faktor-faktor penyebab seseorang menjadi waria yang meliputi faktor biologis dan psikososial. Selain itu kedua subjek juga memiliki faktor-faktor yang dapat menyebabkan agresi seperti faktor biologis, faktor situasional, faktor lingkungan, faktor sosial, dan faktor psikologis namun pada proses perkembangan agresi yang terdiri dari pemodelan dan pembelajaran, hanya proses pemodelan yang dimiliki oleh kedua subjek tidak dengan proses pembelajaran. Kedua subjek juga memiliki perilaku agresivitas. Walaupun setiap subjek memiliki bentuk-bentuk perilaku agresivitasnya tersendiri. Agresivitas tersebut terdiri dari agresi fisik aktif langsung, agresi fisik aktif tidak langsung, agresi fisik pasif langsung, agresi fisik pasif tidak langsung, agresi verbal aktif langsung, verbal aktif tidak langsung, agresi verbal pasif langsung, dan agresi verbal pasif tidak langsung Kata kunci : Agresivitas, Kaum Male to Female Transeksual (waria) A. Latar Belakang Masalah Kehidupan perkotaan atau masyarakat urban Di kalangan masyarakat saat ini belakangan ini berkembang dengan pesat. fenomena transeksual (waria) dapat dijumpai Bukan hanya soal gaya hidup, tatanan nilai di setiap sudut kota, mereka berbaur dengan dan norma – norma kehidupan pun mulai masyarakat setempat. Banyak masyarakat bergeser dan berkembang untuk sebagian yang menerima kehadiran mereka meskipun masyarakat. kaum transeksual masih dianggap sebagai kecenderungan menerima perkembangan dan suatu gangguan, tetapi tidak sedikit pula yang perubahan itu. Namun sebagian lagi menolak menolak kehadiran mereka. karena mengikuti tatanan norma, dan etika Suatu masyarakat moral (Anonim, 2005). memiliki Menurut diagnosis medis yang menggambarkan identifikasi psikologis 2003) dalam otak seseorang sebagai perempuan transseksualisme adalah salah satu bentuk atau laki-laki. Menurut Kaplan, Sadock, & gender dysphoria (kebingungan gender). Grebb (dalam Fausiah & Widuri, 2003) Gender dysphoria adalah sebuah term general identitas jenis kelamin (gender identity) bagi mereka yang mengalami kebingungan adalah atau gender– mencerminkan perasaan dalam (inner sense) dysphoria diri seseorang sebagai laki – laki atau wanita. sebuah Identitas jenis kelamin didasarkan pada sikap, konvensional (dalam Yash, ketidaknyamanan kelahiran mereka. disebabkan tentang Gender oleh adanya keadaan perkembangan khusus dari hubungan antara pola sekse dan gender seseorang. Untuk dapat ditentukan memahami berhubungan terlebih perkembangan dahulu untuk ini penting memahami arti sekse/jenis kelamin dan gender. perilaku, psikologis dan secara atribut kultural dengan yang lain yang yang biasa maskulinitas dan feminitas. Sedangkan peran gender adalah cara hidup dalam masyarakat dan bagaimana Sekse merujuk kepada sekse anatomis berinteraksi dengan orang lain berdasarkan seseorang atau dengan kata lain tipe genital identitas gender mereka yang dipelajari dari apa yang dimiliki. Dengan kata lain sekse lingkungannya (Iswandi, dkk., 2005). mewakili penampakan internal genitalia, dan Menurut Kaplan, Sadock, & Grebb terdapatnya gonad (ovarium atau testis) yang (dalam Fausiah & Widuri, 2003) gangguan menentukan fungsi reproduktif. identitas gender biasa dikenal dengan istilah Gender lebih sulit dan kompleks untuk dipersepsikan atau digambarkan. transeksual, memiliki perasaan yang menetap dalam diri seseorang tentang Gender yakni pengenalan/kesadaran pada diri ketidaknyamanan memiliki jenis kelamin seseorang, yang juga diharapkan oleh orang (biologis) mereka, dan peran gender yang lain, seperti yang sesuai dengan kategori tidak sesuai dengan jenis kelamin tersebut. sosial: anak laki-laki/pria atau anak Lebih sederhana, seorang transseksual perempuan/wanita. Gender terdiri dari dua adalah sebuah “mind” yang secara fisik aspek yaitu identitas gender dan peran gender terperangkap dalam tubuh dengan jenis (Yash, 2003). kelamin Identitas gender merupakan persepsi internal tersebut atau transseksual berarti memiliki dan pengalaman seseorang tentang gendernya tubuh yang salah terhadap gender yang berkebalikkan dengan “mind” dimiliki. Terdapat dua macam transseksual, persisten yakni transseksual perempuan ke laki-laki Seperti anak laki – laki yang tidak menyukai (female-to-male transsexual), memiliki tubuh alat genitalnya, dan perilakunya tidak sesuai perempuan dan dengan anak laki – laki lainnya. Contohnya transseksual laki-laki ke perempuan (male-to- mereka mulai mengenakan pakaian ibunya female transsexual), memiliki tubuh laki-laki dan dan mind perempuan (Yash, 2003). Pada (Wilson, Leary & Nathan, 1992). dan mind laki-laki, istilah sehari-hari mereka inilah yang sering sewaktu memainkan Bukti-bukti mereka masih permainan tentang kecil. perempuan keberadaan disebut sebagai “waria”, “wadam”, “banci”, fenomena transseksualisme dapat ditemukan “bencong”, ataupun istilah semacam itu. dan tercatat selama berabad-abad dalam Terdapat penelitian bahwa gangguan identitas berbagai kebudayaan dunia. Dalam mitologi gender enam kali lebih banyak terjadi pada Yunani pengaruh transseksual didramatisasi laki-laki dibandingkan perempuan (Zucker, dalam penciptaan sosok seorang Dewi, Venus Bradley & Sanikhani, dalam Davison & Castina, sebagai Dewi yang merespon dengan Neale, 2001) simpati dan pengertian terhadap adanya Beberapa kaum transeksual khususnya perasaan mendalam pada seseorang yang merasakan adalah merasa memiliki jiwa wanita yang terpenjara seseorang yang memiliki jenis kelamin dalam tubuh laki-laki. Menurut sejarah, (wanita) yang berlawanan dengan jenis fenomena transseksual juga ditemukan pada kelaminnya (pria) sejak masa kanak – kanak. kekaisaran Romawi dan Eropa. Sejarah Fakta dari anatomi tubuh, jenis kelamin serta Prancis karakteristik seks sekunder seperti janggut, transseksual ini. Studi-studi antropologis juga tidak dapat menguatkan di dalam dirinya menunjukan adanya fenomena perilaku dan bahwa mereka adalah pria. Kaum transeksual identitas cross-gender. Hal ini diantaranya pria dapat melihat dirinya di cermin sebagai ditemukan diantara sejumlah suku Indian pria secara biologis, tetapi meyakinkan Amerika Utara, yakni pada kebudayaan suku dirinya sebagai wanita (Davison & Neale, Indian Yuma, suku Indian Cocopa, Mohave 2001) dan Navaho. Selain itu ditemukan juga pria atau bahwa yang biasa mereka disebut oleh juga mencatat adanya figure masyarakat sebagai waria. fenomena semacam ini di Madagaskar, Gangguan identitas gender pada laki – laki Tahiti, Brazil dan di Uganda, Afrika Timur. diawali oleh kecemasan yang terjadi secara Sir James Frazer dalam tulisannya The Golden Bough menemukan fenomena ini di mensukseskan Borneo (Kalimantan), Sea Dyak dan di Bugis, mengadakan berbagai perlombaan, selain Celebes untuk mensukseskan PON juga bertujuan (Sulawesi Selatan) dan di Pantagonian, Amerika Selatan (Yash, 2003). PON XVI dengan untuk mengangkat derajat para waria dan Dunia waria belum banyak dikenal. Kurangnya pemahaman, tentu saja, mudah menghilangkan pandangan masyarakat bahwa waria sangat buruk (Anonim, 2005). membangkitkan buruk sangka. Begitulah, Para waria juga berusaha menunjukkan sehingga “alih–alih“ menerimanya sebagai bahwa mereka memiliki skill. Sebut saja suatu takdir, justru banyak orang memandang Merlyn Sopjan, seorang penulis buku Jangan waria itu menentang kodrat. Akibatnya, kaum Lihat Kelaminku, Merlyn Sopjan adalah waria kurang mendapat tempat di dalam di seorang masyarakat, waria Universitas yang Merlyn Sopjan menjabat sebagai ketua kalau diperlakukan tidak kaum sebagai wabah Sarjana Teknik Tekhnologi Sipil Negeri lulusan Malang, “menjijikan” (Atmojo, 1986). IWAMI Waria khususnya di Indonesia adalah bagian dianugerahi gelar Doktor HC dari Northern dari sub komunitas yang tidak bersuara bebas California Global University karena aktivitas untuk - sosialnya dalam bidang HIV/AIDS. Selain itu kepentingannya, termasuk memperjuangkan ada juga Shuniyya, Shuniyya adalah seorang kepentingan dalam Sarjana dengan predikat lulusan terbaik dari kebijakan politik negara. Seiring dengan jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan suasana Politik UGM tahun 2004, Shuniyya lulus merepresentasikan - kepentingannya demokrasi belakangan di yang berkembang Indonesia Waria Malang) dan beberapa Cum Laude dengan IPK 3,56 dan hanya kelompok organisasi yang berlatar belakang menempuh kuliah 3 tahun 2 bulan (Bios, wariapun muncul. Organisasi kewariaan ini 2005). jelaslah ini kepentingan (Ikatan hendak memperjuangkan Kehadiran mereka di sekeliling kita kepentingan - kepentingan kolektif mereka masih belum sepenuhnya diterima. Tak (Anonim, adalah jarang mereka diperlakukan seperti manusia IWAMI (Ikatan Waria Malang), dan juga ada ajaib yang patut ditertawakan, diolok–olok, YWS atau 2006), (Yayasan salah Waria satunya Sriwijaya) di bentuk–bentuk penolakan lainnya. Palembang, yang selama ini dikucilkan oleh Bahkan adapula yang menganggap waria masyarakat, ternyata ikut berpartisipasi untuk sebagai penyebar dosa, karena itu patut disingkirkan. selanjutnya, Pakar psikologi, Elizabeth Hurlock penolakan ini menjadi sikap antipati. Maka, (dalam Anantasari, 2006) mendefinisikan dampaknya jelas, selain mempersempit ruang agresi gerak pergaulan sehari–hari, juga sampai impulsif (spontan) bisa secara fisik maupun pada hal–hal yang serius, misalnya, lapangan verbal. pekerjaan (Atmojo, 1986). Jika Jeritan Pada batin tahap mereka, sebagai kita reaksi berpikir kemarahan tentang agresi yang dan penghinaan, kekerasan, mungkin yang terlintas pertama cercaan, pandangan sinis sudah menjadi kali dalam pikiran kita adalah kejahatan yang santapan rutin “menu“ kehidupan mereka. dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain Mereka selalu diberi “label“ perilaku seks (Sears, Freedman & Peplau, 1994). Kita menyimpang, pengamen, perilaku tindak menyerang, melukai dan kadang saling kriminal ditambah lagi dengan tontonan yang membunuh, kita agresif secara verbal untuk disajikan media elektronik, dipertontonkan menyakiti atau berusaha menghancurkan lelaki yang memerankan tokoh waria yang reputasi orang lain (Riyanti dan Prabowo, tidak lebih hanya menjadi bahan olok– 1998). olokan, dan kekonyolan. Banyak orang yang Hartub (dalam Dayakisni & Hudaniha, tertawa atau mungkin marah melihat tontonan 2003) yang tidak lucu sama sekali itu. Tayangan mulanya dijadikan alat untuk memperoleh melalui media, dan pengamatan langsung, sesuatu. Anak-anak usia sekolah taman sangat mempengaruhi opini serta persepsi kanak-kanak bertengkar dan berkelahi untuk kita tentang waria (Iswandi, dkk., 2005). memperebutkan permainan. Kemudian pada berpendapat bahwa agresi pada Karena orang sering memperlakukan usia yang lebih tua, anak lebih mengarahkan orang lain dengan kasar, bahkan seringkali agresinya pada orang lain yang diwujudkan membahayakan, para pakar psikologi sosial dalam bentuk mengejek, mencela, menggoda mengadakan dan sebagainya. mencoba sejumlah memahami penelitian untuk kekerasan yang Menurut Averill (dalam Sears, dilakukan oleh orang yang satu terhadap Freedman & Peplau, 1994) serangan dan orang yang lain, biasanya menjadi topik frustasi cenderung membuat orang marah, penelitian tentang agresi (Sears, Freedman & dan kemarahan ini merupakan salah satu Peplau, 1994). faktor penentu perilaku agresif yang penting. Tetapi sering kali orang marah tapi berperilaku tenang, atau setidak–tidaknya Rubin, S. O (1993) Sex Reassignment tidak tampak agresif. Dalam suatu survai, Surgery Male to Female dalam Scandinavian dilaporkan bahwa mereka melakukan agresi Journal of Urology and Nephrology, Stig- fisik terbuka hanya dalam 10 persen dari Eric Olsson dan Anders moller (2006) Regret kemungkinan marah, after Sex Reassignment Surgery in a Male to mengekspresikan agresi verbal sebanyak 49 Female Transsexual: Long Term Follow Up persen dan melakukan berbagai bentuk dan masih banyak lagi selain itu terdapat pula kegiatan nonagresif yang tenang sebanyak 60 jurnal mengenai Transgendering, Migrating persen. and Love of Oneself as a Woman: A bila mereka Pada umumnya, istilah agresi ini dapat Contribution to a Sociology of dibedakan offensive aggression yaitu agresi Autogynephilia yang ditulis oleh Richard yang tidak secara langsung disebabkan oleh Elkins dan Dave King tahun 2001, selain itu perilaku orang lain. Yang dilawankan dengan peneliti retaliatory aggression yaitu agresi yang menyeluruh dan kompleks mengenai perilaku merupakan respon terhadap provokasi orang agresivitas kaum male-female transeksual lain. Berdasarkan pada niatnya dibedakan dalam setting alamiah. juga instrumental aggression yang terjadi ketika ingin melihat gambaran B. Pertanyaan Penelitian agresi adalah alat untuk mencapai tujuan Berdasarkan latar belakang masalah yang tertentu dikemukakan, dalam penelitian ini, peneliti (seperti pada perampokan), sementara angry aggression adalah perilaku ingin mengetahui : agresi yang melibatkan keadaan emosional 1. Faktor-faktor apa saja yang dapat seseorang yang sedang marah (seperti dalam menyebabkan seseorang menjadi waria ? perkelahian) (Dayakisni & Hudaniha, 2003). 2. Bagaimana gambaran agresivitas subjek ? Berdasarkan uraian di atas, peneliti 3. Faktor – faktor apa saja yang dapat ingin mengungkapkan perilaku agresivitas menyebabkan terjadinya agresivitas pada kaum male to female transeksual (waria) subjek ? karena jurnal-jurnal mengenai transeksual 4. Bagaimana belum berbicara terlalu banyak mengenai proses perkembangan agresivitas pada subjek ? agresivitas kaum transeksual, jurnal yang banyak diungkapkan mengenai operasi kelamin kaum transeksual yang ditulis oleh, D. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini langsung, agresi fisik pasif tidak adalah untuk melihat lebih jauh faktor- langsung, faktor apa saja yang dapat menyebabkan langsung, agresi verbal aktif tidak seseorang menjadi waria, bagaimana langsung, gambaran agresivitas subjek, faktor – langsung, dan agresi verbal pasif tidak faktor apa saja yang dapat menyebabkan langsung. Peneliti mengharapkan agar terjadinya agresivitas dan bagaimana masyarakat proses perkembangan agresivitas pada ataupun membedakan kaum waria, subjek . karena bagaimanapun kaum waria adalah E. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah untuk membantu masyarakat dalam pandangan agresi verbal verbal tidak manusia aktif pasif mengucilkan biasa yang menginginkan pengakuannya sebagai 1. Manfaat Praktis memberikan agresi bagian dari masyarakat. 2. Manfaat Teoritis mengenai Hasil penelitian ini menunjukan perilaku agresivitas kaum male to adanya perilaku agresivitas pada subjek female Hasil (waria) yang terdapat dalam penelitian penelitian ini menunjukan adanya ini. Dapat dilihat dari bentuk-bentuk perilaku agresivitas yang dimiliki oleh agresi yang dimiliki oleh subjek, seperti subjek penelitian yaitu kaum male to agresi fisik aktif langsung, agresi fisik female transeksual (waria). Hal ini aktif tidak langsung, agresi fisik pasif disebabkan karena adanya faktor- langsung, faktor faktor langsung, agresi verbal aktif langsung, lingkungan, agresi verbal aktif tidak langsung, agresi situasional, biologis dan juga faktor verbal pasif langsung, dan agresi verbal genetik dimana proses perkembangan pasif tidak langsung. Hal ini disebabkan agresi yang dimiliki oleh subjek karena adanya beberapa faktor seperti berasal faktor psikologis, sosial, lingkungan transeksual penyebab psikologis, Sehingga (waria). seperti sosial, dari proses pemodelan. memunculkan agresi fisik pasif tidak bantuk- situasional, biologis dan juga faktor bentuk perilaku agresi seperti agresi genetik dimana proses perkembangan fisik aktif langsung, agresi fisik aktif agresi yang dimiliki oleh subjek berasal tidak langsung, agresi fisik pasif dari proses pemodelan. Hasil penelitian ini diharapkan masukan dapat yang memberikan bermanfaat agresi merupakan perilaku. Dengan bagi demikian segala aspek perilaku juga perkembangan ilmu psikologi khususnya terdapat dalam agresi, terutama emosi. psikologi klinis dan psikologi sosial yang Kedua, ada unsur kesengajaan. Ketiga, berhubungan dengan perilaku agresifitas sasarannya kaum male to female transeksual (waria) terutama manusia. Orang yang marah serta untuk mendapatkan masukan atau besar, tambahan dari peneliti selanjutnya yang menendang bola belum dikatakan sebagai berhubungan perilaku agresifitas kaum agresi. Keempat ada usaha menghindar male to female transeksual (waria). pada diri korban. adalah tetapi mahkluk hidup disalurkan dengan Menurut Sarason (dalam Dayakisni & Hudaniha, 2003) secara umum dapat TINJAUAN PUSTAKA diartikan sebagai suatu serangan yang A. Agresivitas dilakukan oleh suatu organisme terhadap organisme lain, objek lain, atau bahkan 1. Pengertian Agresivitas Menurut pada pada dirinya sendiri. Definisi ini berlaku dasarnya perilaku agresif pada manusia bagi semua makhluk vertebrata, sementara adalah tindakan yang bersifat kekerasan, pada tingkat manusia masalah agresi yang dilakukan oleh manusia terhadap sangat kompleks karena adanya peranan sesamanya. perasaan maksud Anantasari Dalam untuk (2006) agresi terkandung membahayakan atau mencederai orang lain. dan proses-proses simbolik. Sedangkan Koswara (dalam Dayakisni & Hudaniha, 2003) mengatakan agresi Ensiklopedia psikologi sosial (dalam menurut Robert Baron adalah tingkah laku Faturochman, 2006) mengatakan agresi individu yang ditujukan untuk melukai menurut Manstead dan Hewstone adalah atau mencelakakan individu lain yang segala bentuk perilaku yang di sengaja tidak menginginkan datangnya tingkah terhadap mahluk lain dengan tujuan untuk laku tersebut. Definisi Baron ini mencakup melukainya empat faktor tingkah laku, yakni: tujuan dan pihak yang dilukai tersebut berusaha untuk menghindarinya. untuk Dari defenisi tersebut terdapat empat individu yang menjadi pelaku, individu masalah penting dalam agresi. Pertama, yang menjadi korban dan ketidakinginan melukai atau mencelakakan, si korban menerima tingkah laku si berakar dalam naluri kematian yang pelaku. diarahkan Menurut Myers (dalam Sarwono, 1997) bukan kedalam diri sendiri melainkan ke luar dari diri perbuatan agresif adalah perilaku fisik sendiri, atau lisan yang di sengaja dengan maksud Sedangkan menurut Konrad Lorenz, untuk menyakiti atau merugikan orang agresi yang membuahkan bahaya lain. fisikal Dari keseluruhan defenisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa agresivitas ke orang–orang untuk lain. orang-orang lain berakar dalam naluri berkelahi yang dimiliki manusia. adalah tindakan yang bersifat kekerasan 2) Perilaku yang dipelajari. Menurut baik perilaku fisik atau lisan yang di Albert Bandura, perilaku agresif sengaja berakar yang dilakukan oleh suatu dalam respons-respons organisme terhadap organisme lain, objek agresif yang dipelajari manusia lain, atau bahkan pada dirinya sendiri lewat dengan maksud untuk menyakiti atau di masa lampau. Dalam proses merugikan orang lain. pembelajaran Menurut Anantasari (2006) penyebab perilaku agresif bisa digolongkan dalam enam kelompok faktor berikut ini. agresif, 1) Perilaku naluriah. Menurut Sigmund Freud, dalam diri manusia ada naluri kematian, yang ia sebut pula thanatos yaitu energi yang tertuju untuk perusakan atau pengakhiran kehidupan. Memang Freud juga dalam atau lingkungan yang mendorong perwujudan perilaku agresif. b. Faktor-faktor sosial a. Faktor-faktor psikologis bahwa perilaku terlibat pula berbagai kondisi sosial 2. Penyebab Perilaku Agresif mengatakan pengalaman-pengalamannya diri manusia terdapat naluri kehidupan yang dia sebut pula eros. Dalam pandangan Freud, agresi terutama 1) Frustasi. Tidak diragukan lagi pengaruh frustasi dalam perilaku agresif. Seperti diuraikan dalam hipotesis frustasi-agresi dari John Dollard, frustasi bisa mengakari agresi. Kendati demikian, tidak setiap anak mengalami atau orang yang frustasi serta merta menghasilkan agresi. Ada variasi luas sehubungan dengan reaksi yang bisa muncul dari anak atau orang yang mengalami frustasi. Reaksi c. Faktor-faktor lingkungan lain misalnya berupa penarikan diri dan depresi. Di samping itu, tidak setiap agresi berakar dalam frustasi. 2) Provokasi langsung. Bukti-bukti mengindikasikan betapa pencederaan fisikal (physical abuse) dan ejekan verbal dari orang-orang lain bisa memicu perilaku agresif. Faktor-faktor lingkungan meliputi pengaruh polusi udara, kebisingan, dan kesesakan manusia yang karena kondisi terlalu berjejal. Kondisi-kondisi itu bisa melandasi munculnya perilaku agresif. d. Faktor-faktor situasional 3) Pengaruh tontonan perilaku agresif Termasuk dalam kelompok faktor di televisi. Terdapat kaitan antara ini antara lain adalah rasa sakit atau agresi rasa nyeri yang dialami manusia dan paparan tontonan kekerasan lewat televisi. Semakin banyak anak menonton kekerasan lewat televisi, tingkat agresi anak menyebabkan perilaku agresif. e. Faktor-faktor biologis Para peneliti yang menyelidiki tersebut terhadap orang-orang lain kaitan antara cedera kepala dan bisa perilaku kekerasan mengindikasi makin Ternyata meningkat pengaruh pula. tontonan betapa kombinasi pencederaan fisikal kekerasan lewat televisi itu bersifat yang pernah di alami dan cedera kumulatif, artinya semakin kepala, mungkin ikut melandasi panjangnya paparan tontonan penyebab perilaku agresif. kekerasan dalam kehidupan seharihari makin meningkatkan perilaku agresif. f. Faktor-faktor genetik Pengaruh faktor genetik antara lain ditunjukan oleh kemungkinan yang lebih besar untuk menyebabkan perilaku agresif dari insan pria yang memiliki kromosom XYY 3. Bentuk-bentuk Agresi Manusia Tabel 1.Beberapa Bentuk Agresi Manusia. JENIS AGRESI CONTOH Fisik aktif langsung Menikam, memukul, atau menembak orang lain. Fisik aktif tidak langsung Membuat perangkap untuk orang lain, menyewa seorang pembunuh untuk membunuh Secara fisik mencegah orang lain memperoleh tujuan yang diinginkan atau memunculkan tindakan yang diinginkan (misalnya aksi duduk dalam demonstrasi). Fisik pasif langsung Fisik pasif tidak langsung Menolak melakukan tugas-tugas yang seharusnya (misalnya: menolak berpindah ketika melakukan aksi duduk). Verbal aktif langsung Menghina orang lain. Verbal aktif tidak langsung Menyebarkan gossip atau rumors yang jahat tentang orang lain. Verbal pasif langsung Menolak bicara ke orang lain, menolak menjawab pertanyaan, dll. Verbal pasif tidak langsung Tidak mau membuat komentar verbal (misalnya: menolak berbicara ke orang yang menyerang dirinya bila dia di kritik secara tidak fair) Sumber: Morgan dkk, (dalam Riyanti & Prabowo, 1998) melihat 4. Proses Agresi Menurut Faturochman (2006) terdapat dua proses agresi, yaitu: menstimulasi kejadian agresi, orang yang bisa menjadi agresif. Proses meniru seperti itu biasa disebut sebagai permodelan a. Pemodelan Remaja dan anak-anak di daerah pertempuran berbagai seperti Lebanon, misalnya, sering melihat dengan mata kepala sendiri berbagai usaha untuk saling membunuh. Hanya dengan atau imitasi. Salah satu karakteristik penting dalam proses modeling ini adalah adanya hubungan emosional yang kuat antara model dengan peniru. Biasanya orang yang di tiru adalah orang yang dikagumi. Oleh Sering hanya dengan maksud iseng, karenanya pada anak-anak proses ini orang dewasa memerintahkan anak paling sering terjadi antara anak kecil untuk memukul orang lain. Secara dengan ayahnya. Bahkan proses ini sepintas keadaan ini tidak berarti, tetapi sering terjadi tanpa ada kesengajaan. pada dasarnya hal ini adalah Belajar sosial yang paling banyak penanaman sifat agresif. Dalam diri berpengaruh akhir-akhir ini adalah orang yang melakukan perbuatan itu media televisi. Sering terjadi bahwa tertanam proses tidak imbalan tersebut dengan perilakunya. didasari oleh rasionalitas, sehingga Hubungan inilah yang biasanya disebut orang yang menyaksikan kekerasan di sebagai proses belajar terkondisi. televisi peniruan bisa memang menjadi adanya peniruan itu, peniru merasa di beri reward dari orang yang ditirunya. proses pemodelan, meskipun peniru merasa mendapatkan hadiah dengan dengan melakukan hal yang sama dengan pelaku, sebenarnya antara peniru dan yang ditiru memiliki hubungan yang jelas dalam konteks prosesnya. Di sisi lain, sering ada kesengajaan seseorang meminta orang lain melakukan suatu perbuatan dengan memberi B. Transseksual 1. Pengertian Transeksual Menurut Goh (dalam Yash, 2003) menyebutkan bahwa kata “transseksual” b. Pembelajaran Dalam antara ikut-ikutan agresi. Perlu di tambah bahwa dengan melakukan hubungan imbalan apabila orang tersebut mau melakukan. Ternyata dalam kehidupan seharihari, sering juga terjadi hal seperti di atas, dengan skala yang lebih kecil. pertama diketengahkan kali Cauldwell pada tahun 1949 oleh untuk menggambarkan kasus tentang seorang perempuan yang ingin menjadi laki-laki. Namun yang “transseksual” Benjamin. mempopulerkan ini adalah Menurutnya, didefinisikan sebagai Dr. istilah Harry transseksual suatu gangguan identitas gender pada seseorang yang merupakan anggota dari sebuah sekse yang memiliki keinginan yang tetap dan terus menerus atas “perubahan” sekse secara medis, operatif dan sah sehingga memungkinkan mereka untuk hidup sebagai anggota gender kebalikan dari Menurut Yash (2003) transseksual adalah gender yang mereka miliki. masalah identitas gender, kesadaran mental Menurut Sunaryo (2004) transeksual adalah abnormalitas seksual berupa yang dimiliki seseorang tentang jenis kelaminnya tentang apakah dirinya laki-laki adanya gejala merasa memiliki seksualitas atau perempuan yang berlawanan dengan struktur fisiknya. Menurut Atmojo (1986) waria adalah laki– Sedangkan (dalam laki yang berdandan dan berperilaku sebagai Iswandi, dkk, 2005) transeksual adalah wanita, istilah waria diberikan bagi penderita kesalahan transeksual yaitu seseorang yang memiliki seksual, menurut dalam dalam Carlie proses diferensiasi perkembangan untuk menjadi laki–laki atau perempuan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Transeksual adalah individu yang memiliki identitas gender fisik berbeda dengan jiwanya. Sedangkan. yang (2002) waria adalah pria yang memiliki perasaan sebagai wanita. berlawanan dari seks biologisnya (Crooks Dari keseluruhan defenisi tersebut maka & Karla, 1983). dapat Menurut Iswandi, dkk (2005) (waria) disimpulkan adalah bahwa seorang transeksual laki–laki yang transeksual adalah: a) seseorang yang berdandan dan berperilaku sebagai wanita normal secara genetik dan tidak memiliki dan memiliki perasaan sebagai wanita serta ciri interseks secara fisik (ketidakjelasan merasa memiliki seksualitas yang berlawanan atas genital eksternal misalnya pada kasus dengan hermaprodit; b) merasa tidak nyaman menyesuaikan tubuh dengan jiwanya dan dengan tubuhnya; c) merasa dirinya mengganti genital yang dimiliki menjadi anggota gender kebalikan dari genital genital sesuai gender yang dimiliki sekse yang dimilikinya; d) menginginkan diakui yang memiliki keinginan yang tetap dan terus dan hidup secara sah menurut hukum menerus atas “perubahan” sekse secara sebagai anggota gender yang dimiliki; dan medis, e) menginginkan menyesuaikan tubuh memungkinkan mereka untuk hidup sebagai dengan jiwanya dan mengganti genital anggota gender kebalikan dari gender yang yang dimiliki menjadi genital sesuai mereka miliki. gender yang dimiliki. struktur operatif fisiknya, dan menginginkan sah sehingga 2. Faktor – faktor yang Menyebabkan mereka selama masa pengasuhan. Seseorang Menjadi Waria Crooks menyatakan dan Karla bahwa selaras dengan apa yang diajarkan pada (1983), penyebab dari Menurut pendekatan psikososial, terbentuknya gangguan identitas gender transeksual adalah pengalaman belajar dipengaruhi oleh interaksi tempramen sosial. anak, kualitas, dan sikap orang tua. Seorang anak mungkin mengembangkan hubungan yang dekat Secara budaya, masih terdapat larangan dan mengidentifikasikan diri dengan bagi anak laki–laki untuk menunjukan orang tua dari jenis kelamin yang lain perilaku feminism, dan anak dan perempuan menjadi tomboy, termasuk pengidentifikasian ini mungkin dikaitkan oleh reaksi dari orang dewasa. Menurut Kaplan, Sadock dan Grebb (dalam Fausiah & Widury, 2003) ada dengan pembedaan terhadap pakaian dan mainan untuk anak laki–laki dan perempuan. beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang menjadi waria, yaitu : C. Agresivitas Kaum Male to Female a. Faktor biologis. Penjelasan gangguan Transeksual (Waria) biologis identitas munculnya gender sangat berkaitan dengan hormon dalam tubuh. Tubuh manusia menghasilkan hormon testosteron yang mempengaruhi neuron otak, berkontribusi terhadap maskulinitas otak yang terjadi pada area seperti hipotalamus, dan sebaliknya dengan hormon feminism. Namun hingga saat ini, pengaruh hormon terhadap munculnya gangguan masih menjadi kontroversi. b. Faktor psikososial Seorang anak akan mengembangkan identitas gendernya Perilaku agresif yang terjadi pada kaum waria atau kaum male to female transeksual sering kali kita jumpai, meskipun fenomena tersebut masih sangat jarang dibicarakan namun fenomena ini benar-benar ada disekitar kita. Menurut Sunaryo (2004) transeksual adalah abnormalitas seksual berupa adanya gejala merasa memiliki seksualitas yang berlawanan dengan struktur fisiknya. Demikian juga Carlie (dalam Iswandi, dkk, 2005) yang mendefinisikan transeksual adalah suatu kesalahan dalam proses diferensiasi seksual, dalam perkembangan untuk menjadi laki–laki atau perempuan. Seorang transeksual adalah seseorang yang mengalami sebuah kondisi gangguan untuk membahayakan atau mencederai orang lain. yang amat berat yang membutuhkan bantuan Kurangnya pemahaman masyarakat dari orang-orang terdekatnya. Yang terjadi mengenai transeksual, dapat membangkitkan biasanya justru sebaliknya, mereka terlepas buruk sangka, akibatnya kaum waria kurang dari lingkungan terdekat karena keadaan dan mendapat keberadaannya ditolak, dalam kondisi dimana sehingga lahirlah bentuk-bentuk penolakan mereka sebenarnya tidak memiliki pilihan masyarakat terhadap kaum termarginalisasi atas apa yang dihadapi. Ini terjadi karena itu seperti label bahwa waria adalah penyebar sangat minimnya informasi yang tersedia dosa dan patut disingkirkan (Atmojo, 1986) mengenai 2003). selain itu penghinaan, cercaan dan pandangan masyarakat sinis sudah menjadi santapan rutin “menu” tersebut kian memicu tingkat agresivitas kehidupan mereka. Dengan demikian tidaklah kaum waria. mengherankan jika kaum waria memiliki fenomena Penolakan yang ini (Yash, diberikan Agresivitas sendiri menurut Sarason perilaku tempat didalam agresivitas masyarakat didalam kehidupan (dalam Dayakisni & Hudaniha, 2003) secara sehari-harinya, untuk itu dalam penelitian ini umum dapat diartikan sebagai suatu serangan peneliti ingin mengetahuinya lebih jauh yang mengenai perilaku agresivitas kaum male to dilakukan oleh suatu organisme terhadap organisme lain, objek lain, atau female transeksual (waria). bahkan pada dirinya sendiri. Definisi ini berlaku bagi semua makhluk vertebrata, METODE PENELITIAN sementara pada tingkat manusia masalah A. Pendekatan Penelitian agresi sangat kompleks karena adanya peranan perasaan dan proses-proses simbolik. Pendapat (2006) perilaku yaitu lain menurut agresivitas agresif pada Anantasari pada manusia dasarnya Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bermaksud untuk memahami masalah-masalah manusia atau sosial dengan menciptakan gambaran adalah menyeluruh dan kompleks yang disajikan tindakan yang bersifat kekerasan, yang dengan kata-kata, melaporkan pandangan dilakukan oleh manusia terhadap sesamanya. terinci yang diperoleh dari para sumber Sehingga dalam agresi terkandung maksud informasi, serta dilakukan dalam latar (setting) yang alamiah (Creswell, JW dalam Heru Basuki, 2006). subjek yang sesuai dengan karakteristik subjek penelitian. Peneliti bermaksud B. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah waria berusia 21-40 tahun, memiliki pekerjaan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua orang subjek. tahap persiapan dan ini meliputi, yaitu : membuat pedoman wawancara yang disusun berdasarkan beberapa teori-teori yang relevan dengan masalah. Pedoman wawancara ini berisi nantinya akan mendasar berkembang yang dalam wawancara. Pedoman wawancara yang telah disusun, ditunjukkan kepada yang lebih ahli dalam hal ini adalah pembimbing penelitian untuk mencapai masukan mengenai isi pedoman wawancara. Setelah mendapat masukan dari koreksi dari pembimbing, peneliti membuat perbaikan terhadap pedoman wawancara dan menyiapkan diri untuk melakukan wawancara. mencari subjek sendiri maupun dengan bantuan dari orang lain. Setelah kemudian peneliti membuat kesepakatan dengan subjek tersebut mengenai waktu dan tempat untuk melakukan wawancara. 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian. 1. Tahap Persiapan Penelitian. pertanyaan-pertanyaan sesuai untuk tujuan penelitian ini dengan diwawancara, pelaksanaan yang dilakukan dalam penelitian Peneliti untuk mendapatkan data dan subjek yang mendapatkan subjek yang bersedia untuk C. Tahap-tahap Penelitian Adapun Kemudian peneliti mencari calon Sebelum melaksanakan wawancara, peneliti mempelajari informasi yang ada menyangkut latar belakang subjek, sehingga pada saat wawancara peneliti sudah mempunyai sedikit gambaran mengenai subjek. Selanjutnya peneliti memindahkan hasil rekaman berdasarkan hasil wawancara kedalam bentuk verbatim tertulis. Kemudian peneliti melakukan analisis data dan interprestasi data sesuai dengan langkah-langkah yang dijabarkan pada bagian metode analisis data di atas. Setelah itu kesimpulan membuat dari diskusi hasil dan penelitian. Kemudian hasil diskusi dari kesimpulan yang telah dilakukan, peneliti mengajukan saran-saran untuk penelitian yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar selanjutnya. data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai data itu. pemeriksaan melalui sumber lainnya. 1. Observasi Observasi secara harfiah diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara teliti dan sistematis atas gejala–gejala Denzin membedakan sebagai (fenomena) yang sedang diteliti (Soeratno, 1987). (dalam empat moleong, macam teknik 2004) triangulasi pemeriksaan yang memanfatkan pengunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. Dalam penelitian ini peneliti Triangulasi dengan sumber berarti menggunakan observasi partisipan …. membandingkan dan mengecek balik derajat 2. Wawancara kepercayaan suatu informasi yang diperoleh Wawancara (interview) merupakan salah satu pengumpulan data dengan cara bertanya jawab langsung melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. berhadap– hadapan dengan responden (Soeratno, 1987 Pada triangulasi dengan metode, menurut Patton (dalam Moleong, 2004), terdapat dua strategi, yaitu: (1) pengecekan Dalam penelitian, peneliti menggunakan teknik wawancara terbuka dimana para subjek tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula maksud wawancara itu serta menggunakan petunjuk umum wawancara yang terhadap Teknik yang paling banyak digunakan adalah D. Teknik Pengumpulan Data apa pembanding mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok – pokok yang ditanyakan dalam proses wawancara. E.Keakuratan Penelitian Menurut Moleong (2004) triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data, dan (2) pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama. Teknik triangulasi yang ketiga ialah dengan jalan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayan data. Pemanfaatan pengamat lainnya membantu mengurangi pengumpulan pengamatan kemencengan data. suatu tim Pada dalam dasarnya penelitian dapat direalisasikan dilihat dari segi teknik ini. Cara adalah menemukan makna dalam informasi ini ialah membandingkan hasil pekerjaan yang dikumpulkan. Analisis data terdiri dari seorang analisis dengan analis lainnya. tiga alur kegiatan yang terjadi bersamaan, menurut yaitu reduksi data, penyajian data, dan Lincoln dan Guba (dalam Moleong, 2004), penarikan kesimpulan atau verifikasi (Miles berdasarkan anggapan bahwa fakta tertentu dan Huberman, 1992). Triangulasi dengan teori, tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori. Dalam hal ini, jika analisis telah menguraikan pola SIMPULAN 1. Faktor-faktor yang Menyebabkan Seseorang Menjadi Waria hubungan dan menyertakan penjelasan yang muncul dari analisis, maka penting sekali untuk mencari pembanding. tema Secara atau penjelasan induktif hal itu a. Faktor biologis. Pada kasus subjek 1 dan subjek 2 pada umumnya dapat dilakukan dengan mengarahkan pada upaya hormon penemuan penelitian lainnya. Sedangkan ketertarikannya terhadap secara logika dilakukan usaha pencarian cara Pada 1, lainnya terangsang jika untuk mengorganisasikan data merasakan wanita subjek mengenai laki-laki. subjek melihat dapat laki-laki, dengan jalan memikirkan kemungkinan- sedangkan pada subjek 2, subjek ingin kemungkinan itu dapat ditunjang oleh data. sekali disayangi oleh laki-laki Dipihak lain Patton berpendapat lain, bahwa 2. Bentuk-bentuk Perilaku Agresi hal itu dapat dilaksanakan dan hal itu a. Agresi fisik aktif langsung dinamakan penjelasan pembanding. Pada kasus subjek 1 dan subjek 2, 5. Teknik Analisis Data pada umumnya pernah melakukan Menurut Patton (dalam Moleong, 2004) perilaku agresi memukul. Pada subjek analisis data adalah proses 1 bukan hanya perilaku memukul mengorganisasikan dan mengurutkan data namun subjek 1 juga pernah kedalam pola, kategori, dan satuan uraian menendang tukang ojek dan berantem dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dengan preman lain halnya dengan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang subjek 2 yang memukul orang karena disarankan oleh data. Tujuan analisis data subjek 2 mendapat paksaan dari laki- laki untuk memenuhi keinginan lakilaki tersebut Pada kasus subjek 1 dan subjek 2 dapat b. Agresi fisik aktif tidak langsung Pada kasus subjek 1 dan subjek 2 pernah melakukan penjebakan namun penjebakan tersebut tidak bertujuan untuk menyakiti. Pada subjek 1, subjek 1 ingin mengetahui pelaku pencurian namun pada subjek 2 tujuan penjebakan tersebut hanya candaan semata. Namun subjek 1 dan subjek 2 tidak pernah memberi perintah kepada orang lain untuk menyakiti lawannya. Pada kasus subjek 1 dan subjek 2 dapat disimpulkan bahwa subjek 1 pernah mengikuti demonstrasi untuk menuntut penurunan harga minyak namun lain halnya dengan subjek 2 tidak pernah mengikuti demonstrasi. Selain itu dari kasus subjek 1 dan subjek 2 dapat disimpulkan bahwa subjek 1 pernah menghalangi orang disimpulkan bahwa bahwa subjek 1 pernah menolak perintah untuk mencuri dan pada subjek 2, subjek 2 pernah menolak perintah kakak subjek 2 untuk berdagang karena subjek 2 merasa malas. Selain itu pada subjek 1 dan subjek 2 pernah menolak pekerjaan yaitu ketika subjek 1 dan subjek 2 bekerja sebagai PSK subjek 1 dan subjek 2 menolak untuk melayani laki-laki. e. Agresi verbal aktif langsung c. Agresi fisik pasif langsung yang d. Agresi fisik pasif tidak langsung lain untuk mencuri yang akhirnya terjadi aksi tampar menampar namun lain halnya dengan subjek 2 yang tudak pernah menghalangi orang lain secara fisik. Pada subjek 1, subjek 1 akan mengeluarkan kata-kata kasarnya kepada orang lain jika orang tersebut kasar dan berbuat jahat kepada subjek 1 sama halnya dengan subjek 2 yang juga pernah mengeluarkan kata-kata kasar karena menurut subjek 2, subjek 2 akan berlaku kasar lagi dengan orang yang telah kasar kepada subjek 2. Selain itu subjek 1dan subjek 2 akan memaki orang lain jika merasa sangat kesal. Pada subjek 1 biasanya terjadi ketika subjek diacuhkan ketika subjek 1 sedang mengamen sedangkan subjek 2 pernah memaki seorang laki-laki yang meninggalkan subjek yang sedang bertengkar dengan seorang perempuan karena tidak akan menolak berbicara pada memperebutkan laki-laki tersebut. orang lain meskipun orang tersebut telah mengkritiknya. f. Verbal aktif tidak langsung Pada kasus subjek 1 dan subjek 2 dapat disimpulkan bahwa subjek 1 menyebarkan gossip yang didengarnya bukan bertujuan untuk menyakiti melainkan candaan semata, lain halnya dengan subjek 2 yang akan menyebarkan gosip jahat mengenai orang lain jika subjek 2 merasa kesal dengan orang tersebut. g. Agresi verbal pasif langsung disimpulkan bahwa a. Faktor-faktor psikologis 1) Perilaku yang dipelajari. Pada kasus subjek 1 dan subjek 2 dapat disimpulkan bahwa pada subjek 1, subjek 1 dulu sering mengalami perilaku kekerasan dari orang lain dan juga sering diejek oleh temantemannya, masa Pada kasus subjek 1 dan subjek 2 dapat 3. Penyebab Perilaku Agresi karena lalu mengaku pengalaman tersebut subjek sekarang 1 memiliki kedua perilaku yang agresif, pada subjek subjek tidak pernah menolak bicara 2, subjek 2 sering diperlakukan kepada orang lain. Selain itu subjek 1 keras oleh kakak subjek 2 sehingga dan subjek 2 juga tidak pernah jika ada yang keras dengan subjek menolak menjawab pertanyaan dari 2, subjek 2 dapat lebih keras lagi orang lain. terhadap orang tersebut. Selain itu subjek 1 dan subjek 2 mengaku h. Verbal pasif tidak langsung Pada kasus subjek 1 dan subjek 2 dapat disimpulkan pada subjek 1 dan subjek 2 terdapat beberapa kesamaan mengenai perilaku menolak bicara pada orang lain yang telah mengkritiknya. Pada subjek 1, subjek 1 tidak akan menolak bicara kepada orang yang telah mengkritiknya, begitu juga pada subjek 2 yang juga bahwa lingkungan sosial juga dapat memicunya untuk berperilaku agresif. b. Faktor-faktor sosial 1) Frustasi. Pada kasus subjek 1 dan subjek 2 dapat disimpulkan bahwa frustasi munculnya dapat memicu perilaku agresi subjek 1, dan pada subjek 2 saat subjek 2 frustasi subjek akan melihat bagian tubuh laki-laki berperilaku agresi bila orang- yang subjek 1 anggap seksi. orang Lain halnya dengan subjek 2 sekitar tidak mempedulikan. yang tidak menyukai acara yang 2) Provokasi langsung. Pada kasus memaparkan kekerasan, subjek subjek 1 dan subjek 2 dapat 2 lebih suka menyaksikan acara- disimpulkan bahwa subjek 1 dan acara subjek 2 pernah diciderai atau percintaan. disakiti secara fisik oleh orang c. Faktor-faktor lingkungan sinetron mengenai lain. Pada subjek 1 subjek pernah Pada kasus subjek 1 dan subjek 2 ditampar dan juga pernah disiram dapat disimpulkan bahwa lingkungan minyak goreng panas oleh orang yang penuh dengan polusi dapat dan pada subjek 2, yaitu rambut memicu agresifitas subjek 1 dan subjek 2 pernah dijambak saat subjek 2 namun tidak dengan keadaan sedang mengamen, subjek 2 juga yang bising dan padat penduduk. pernah ditampar oleh orang. Selain itu subjek 1 dan subjek 2 sering kali diejek dan mendapat penghinaaan dari orang lain dan kedua subjek mengaku akan membalas perlakuan orang-orang yang telah menyakitinya. 3) Pengaruh tontonan perilaku agresif di televisi. Pada kasus subjek 1 dan subjek 2 dapat disimpulkan bahwa subjek 1 senang menyaksikan acara-acara kekerasan seperti smackdown dan tinju namun bukan d. Faktor-faktor situasional Pada kasus subjek 1 dan subjek 2 dapat disimpulkan bahwa ketika subjek 1 sedang merasakan sakit atau nyeri, subjek 1 tidak akan berperilaku agresi. Namun pada subjek 2, saat subjek 2 merasakan sakit subjek 2 akan merasa sangat tidak tenang sehingga dapat memicunya untuk berperilaku agresi. e. Faktor-faktor biologis Pada kasus subjek 1 dan subjek 2 dapat disimpulkan bahwa subjek 1 kekerasannya yang diperhatikan tidak pernah mengalami cedera tetapi karena subjek 1 senang dikepalanya. Lain halnya dengan subjek 2, ketika subjek 2 masih sekolah, subjek 2 pernah terjatuh dari tangga dan mengalami cidera dikepala namun cidera a. Pemodelan Pada kasus subjek 1 dan subjek 2 tidak dapat disimpulkan bahwa pada subjek 1 berpengaruh terhadap bertambahnya salah satu anggota keluarga yang sering agresivitas subjek 2. selain itu subjek berperilaku agresi yaitu adik dari 1 pernah subjek 1. Pada subjek 2 satu anggota mengalami perilaku kekerasan. Pada keluarga yang sering berperilaku agresi subjek mengalami yaitu kakak kandung subjek namun perilaku kekerasan dari orang lain dan perilaku agresi tersebut hanya sebatas juga teman- verbal namun subjek 1, subjek tidak temannya dan pada subjek 2, subjek 2 pernah meniru perilaku salah satu pernah mengalami perilaku kekerasan anggota keluarganya namun lain halnya dari ibu tiri subjek, saat ayah subjek dengan subjek 2 yang mengatakan dirumah, subjek akan disayang tapi bahwa subjek 2 meniru perilaku kakak jika tidak subjek tidak diberi makan subjek 2 yaitu jika kakak subjek keras kekerasan tersebut merupakan salah maka subjek akan semakin keras dan satu penyebab subjek 2 berperilaku jika kakak subjek diam subjek juga agresi karena subjek 2 merasa sakit akan diam. Selain itu dapat disimpulkan hati jika mengingat masa lalu. bahwa dan subjek 1, sering tersebut 4. Proses Perkembangan Agresi 2 subjek diejek yang 1 oleh f. Faktor-faktor genetik Pada kasus subjek 1 dan subjek 2 dapat disimpulkan bahwa terdapat kesamaan antara subjek 1 dan subjek 2 mengenai perilaku agresi yang dimiliki oleh kedua subjek yang menurut subjek melebihi perilaku agresi yang dimiliki oleh laki-laki. pada menyaksikan namun bukan subjek acara-acara 1, senang kekerasan kekerasannya yang subjek 1 perhatikan tetapi karena subjek 1 senang melihat bagian tubuh laki-laki yang subjek anggap seksi lain halnya dengan subjek 2 yang tidak menyukai acara kekerasan dan lebih menyukai acara sinetron mengenai percintaan. b. Pembelajaran Pada kasus subjek 1 dan subjek 2 dapat disimpulkan bahwa subjek 1 tidak pernah diminta untuk menyakiti b. Untuk Keluarga yang memiliki anggota keluarga seorang transeksual Bagi setiap keluarga diharapkan orang lain ketika kecil sama halnya untuk lebih memperhatikan perilaku dengan subjek 2. anak-anak dini karena jika terdapat perilaku-perilaku yang tidak B. Saran sesuai dengan gendernya diharapkan a. Untuk Subjek untuk segera dikonsultasikan kepada Bagi subjek diharapkan untuk lebih dapat sedari berhati-hati dalam berperilaku pakar psikologi kemungkinan untuk penyebab mencegah yang dapat mengingat masih banyak masyarakat membuat yang belum dapat menerima kaum waria transeksual. Bagi keluarga yang sudah sepenuhnya dan juga diharapkan agar memiliki kaum mengembangkan transeksual, disarankan untuk lebih bisa kreativitas dan kemampuannya sebagai menerima keadaan kaum waria dengan pembuktian terhadap masyarakat bahwa tidak mengucilkan, melainkan keluarga tidak semua kaum waria buruk dan juga disarankan untuk bersikap terbuka dan sebagai modal bagi kaum waria untuk dapat menerima keadaan kaum waria. memenuhi kebutuhan hidup secara halal Bagi keluarga yang belum mampu sehingga pandangan bahwa waria buruk menerima keadaan kaum waria, dapat diperbaiki dan kaum waria dapat disarankan untuk lebih dapat dihargai dan diterima keberadaannya memberikan dengan baik ditengah-tengah masyarakat menerimanya. karena dapat keluarga sangat besar dan berarti bagi buruk, kaum transeksual khususnya waria untuk cemohan serta makian yang selama ini dapat menjalani kehidupannya yang dapat menjadi salah satu sumber perilaku sangat keras ditengah-tengah masyarakat waria dapat hal meminimalisasikan tersebut pandangan anak menjadi anggota keluarga dukungan Karena kaum seorang dan kepedulian agresivitas kaum waria c. Untuk Masyarakat Diharapkan masyarakat dapat mengubah pandangannya terhadap kaum transeksual khususnya waria yang selama ini keberadaan kaum waria dianggap DAFTAR PUSTAKA sebagai sampah masyarakat. Masyarakat Anonim. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi ketiga). Jakarta: Balai Pustaka. disarankan agar tidak mengucilkan ataupun membedakan kaum waria, karena bagaimanapun manusia kaum biasa pengakuannya waria yang adalah menginginkan sebagai bagian dari masyarakat. d. Untuk Penelitian Selanjutnya Bagi penelitian selanjutnya yang ingin mengembangkan penelitian, atau diharapkan melanjutkan hendaknya meninjau perilaku agresivitas kaum transeksual khususnya waria mengenai pengaruhnya pada kaum waria sendiri serta masyarakat. Dalam menerapkan metode penelitian disarankan menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan memungkinkan open untuk interview agar didapatkannya variasi atau temuan baru pada analisis antar kasus serta hasil atau jawaban yang didapat lebih akurat atau dengan menggunakan metode kuantitatif, dimana hasil penelitian dapat digeneralisasikan. Anonim. (2006). Konstruksi Waria. http://www.sogunda–fiera.com. 03/01/2006 Anonim. (2005). Menjenguk Identitas Kaum Homoseksual. http://www.jatim.go.Id. 24/12/2005. Anantasari. (2006). Menyikapi Perilaku Agresif Anak. Yogyakarta: Kanisius. Atmojo, K. (1986). Kami bukan laki – laki ; sebuah sketsa kehidupan kaum waria. Jakarta: PT Temprin Bandura, A. (1973). Aggression a Social Learning Analysis. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Bios. (2005). Kekeliruanku Tentang Waria. http://www.boedy.blogspot.com. 27/05/2005. Crooks, R & Baur, K. (1983). Our Sexuality (2th ed). New York: The Benjamin/Publishing Company, Inc. Davison, G. C. & Neale, J. M (1974). Abnormal Psychology (6th ed). New York: John Willey & Sons,Inc. Dayakisni, T & Hudaniha. (2003). Psikologi Sosial. Malang: UMM Press. Elkins, R & King, D. (2001). Transgendering, Migrating and Love of One Self as a Woman: A Contribution to a Sociology of Autogynephilia. Journal of Urology. http://www.symposion.com. 04/07/2001. Faturochman. (2006). Pengantar Psikologi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Fausiah, F & Widury, J. (2003). Bahan Ajar Mata Kuliah Psikologi Abnormal. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Hadi. (2003). Waria dan Aksi Stop AIDS. http://www.sinarharapan.co.id. 02/07/2003. Hawari, D. (1995). AlQuran Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta: PT Dana Bakti Prima Yasa. Heru Basuki, A. M. (2006). Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Kemanusiaan dan Budaya. Jakarta: Universitas Gunadarma. Iswandi, E., Sitompul, R. P.& Ruhama, S. (2005). Cinta Selalu Ada ; Permenungan Makna ILYD dalam Kehidupan Transseksual. Yogyakarta: Galang Press. Kaplan, H. I., Sadock, B. J. & Grebb, J. A. (1994). Sinopsis Psikiatri. Alih Bahasa: Kusuma, W. Jakarta: Binarupa Aksara. Maryaeni. (2005). Metode Penelitian Budaya. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Miles, B. & Huberman. (1992). Qualitative Data Analysis : A Sourcebook of New Methods. Beverly Hills: Sage Publications. Moleong, L. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Najir, M. (1983). Metodologi Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Narbuko, C & Achmadi, A. (2004). Metodelogi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara. Nurjannah, O. (2006). Penyesuaian Diri pada Waria Terhadap Lingkungan Sosial. Skripsi (Tidak diterbitkan). Depok: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. Olsson, S.E, & Moller, A. (2006). Regret after Sex Reassignmet Surgery in a Male to Female Transsexual: A Long Term Follow Up. Archives of Sexual Behaviour. 35(4), 501-506. http://www.hawaii.edu.com. 11/08/2006. Poerwandari, E., K. (1998). Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Prabowo, H. (1998). Pengantar Psikologi Lingkungan. Jakarta: Universitas Gunadarma. Riyanti, D & Prabowo, H. (1998). Psikologi Umum 2. Jakarta: Universitas Gunadarma. Robin, S. O. (1993). Sex Reassignment Surgery Male to Female. Scandanavian Journal of Urology and Nephrology. 5, 33-39. Sarwono, S. W. (1997). Psikologi Sosial; Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka Sears, D. O, Freedman, J. L & Peplau, L. A. (1994). Psikologi Sosial Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Soeratno. (1987). Metodologi Risert khusus. Jakarta: UniversitasTerbuka Sukandarrumidi. (2004). Metodologi Penelitian; Petunjuk Praktis untuk peneliti pemula. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Sunaryo. (2004). Psikologi Keperawatan. Jakarta: EGC. untuk Wilson, G, T., O’Leary, K, D., & Nathan, P. (1992). Abnormal Psychology. New Jersey: Prentice – Hall, Inc. Yash. (2003) Transseksual; Sebuah Studi Kasus Perkembangan Transseksual Perempuan ke Laki-laki. Semarang: AINI.