Bisnis Indonesia, Edisi: 26-OCT-2008 Menyusun remunerasi direksi Mengacu pada sistem hukum di Indonesia, perseroan di Indonesia menganut sistem dual board (dua dewan), ada direksi yang mengelola perusahaan sehari-hari, dan ada dewan komisaris yang melakukan pengawasan serta memberikan nasihat kepada direksi. Pembahasan mengenai sistem penggajian direksi dan komisaris, tentu tidak terlepas dari ruang lingkup pekerjaan, tanggung jawab, kompetensi, dan komitmen waktu dari masing-masing direktur dan komisaris. Di samping itu perlu juga diperhatikan, kesesuaian dengan hakikat pemisahan kepengurusan perusahaan menjadi dual board, agar mekanisme check and balance dapat dilaksanakan secara efektif. Dengan demikian pelaksanaan remunerasi yang akan mengakibatkan mekanisme check and balance semakin lemah, tentu harus dihindari. Sebagai contoh, sistem penggajian komisaris di beberapa perusahaan termasuk BUMN sering dikaitkan dengan sistem penggajian direktur. Hal ini bisa jadi dapat melemahkan bekerjanya mekanisme check and ballance di antara organ perusahaan dimaksud. Sistem remunerasi, untuk direktur dan komisaris juga harus dikaitkan dengan target pencapaiannya. Yang perlu menjadi perhatian, target pencapaian direktur tentu berbeda dengan target komisaris. Target pencapaian direktur, sangat terkait dengan kemampuan menghasilkan sustainable profit bagi perusahaan. Target pencapaian komisaris, terkait dengan fungsi pengawasan dan rekomendasi pembenahan atas beberapa kelemahan yang ditemukan dalam menjalankan roda perusahaan. Terkait dengan komitmen waktu, semua anggota direksi harus memberikan komitmennya secara penuh. Setiap komisaris biasanya bekerja paruh waktu. Terkait dengan tanggung jawab, baik direktur maupun komisaris, keduanya mempunyai risiko tanggung jawab renteng sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang dipikul oleh mereka. Dari bahasan di atas, penyusunan sistem remunerasi bagi direktur dan komisaris akan dipengaruhi oleh beberapa faktor penentu. Pertama, imbal jasa yang dipengaruhi faktor kompetensi dan pengalaman yang dibutuhkan oleh perusahaan. Kedua, imbal jasa yang terkait dengan risiko tanggung jawab renteng, di mana ada kemungkinan risiko yang ditimbulkan bisa mengurangi atau menghilangkan aset pribadi dari masing-masing mereka. Ketiga, imbal jasa untuk menutupi biaya yang diperlukan dalam menjalankan tugas. Keempat, terkait dengan komitmen waktu. Kelima, terkait dengan pencapaian target sesuai dengan tolok ukur pencapaian dari masing-masing direktur dan komisaris. Imbal jasa yang dipengaruhi faktor pertama sampai dengan faktor kedua tergolong biaya tetap yang besarnya sesuai dengan kesepakatan. Imbal jasa yang dipengaruhi faktor ketiga, keempat, dan kelima, tergolong biaya variabel. Pembahasan lebih lanjut adalah faktor yang terkait dengan pencapaian target baik dari jajaran direksi maupun komisaris. Penentuan target yang ditetapkan biasanya sangat dipengaruhi oleh kondisi perusahaan ataupun aspek makroekonomi yang memengaruhinya. Misalnya, pada saat krisis ekonomi, biasanya perusahaan memfokuskan diri untuk melakukan pembenahan internal perusahaan, sedangkan pada saat kondisi pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, tentu perusahaan akan secara agresif melakukan ekspansi. Target yang ditetapkan harus cukup menantang tetapi juga merupakan sesuatu yang bisa dicapai. Susunan komite Kajian dan rekomendasi mengenai kebijakan dan besaran remunerasi direksi dan komisaris, biasanya dilakukan oleh komite remunerasi yang merupakan aparat dari dewan komisaris. Di beberapa perusahaan komite ini sering digabung dengan fungsi komite nominasi, bahkan ada yang digabung dengan Komite Kebijakan Corporate Governance. Bagi perusahaan publik, BUMN/BUMD, perusahaan yang menghimpun dana masyarakat, perusahaan yang produk dan jasanya digunakan masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, komite nominasi, dan remunerasi diketuai oleh komisaris independen, sedangkan anggotanya terdiri dari komisaris dan atau pelaku profesi dari luar perusahaan. Komite ini akan mengusulkan kebijakan dan formula tertentu untuk kemudian ditelaah oleh dewan komisaris dan dimintakan persetujuan kepada RUPS. Proses penentuan formula ini tentu harus transparan. Agar efektif wewenang dan tugas serta tanggung jawab komite remunerasi harus dibuat dengan jelas dalam sebuah piagam (charter). Perumusan formula harus mempertimbangkan berbagai faktor, seperti kondisi keuangan perusahaan serta insentif yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja. Termasuk dalam remunerasi adalah gaji, tunjangan, bonus, dana pensiun, opsi kepemilikan saham, atau bentuk penghargaan lain yang dapat diberikan oleh perusahaan. Dalam perumusan kebijakan, komite remunerasi perlu melakukan kajian terhadap struktur remunerasi di perusahaan, tren pada perusahaan dengan skala dan industri serupa, kesesuaian dengan pedoman GCG, arahan RUPS serta peraturan perundangan yang berlaku. Untuk mendukung efektivitas kinerja komite remunerasi, secara kolektif, perlu didukung oleh anggota yang memiliki pengetahuan terkait antara lain keahlian statistik, pemahaman mengenai pengukuran kinerja, akuntansi dan keuangan, dana pensiun, aktuaria, perpajakan, dan UU Ketenagakerjaan. Jika komite memiliki akses untuk memperoleh bantuan profesional dari konsultan independen, maka anggota komite remunerasi tidak harus seorang pakar, tetapi pemahaman tetap diperlukan. Dengan demikian, jika perusahaan mengaplikasikan sistem remunerasi sesuai dengan Pedoman Umum GCG Indonesia, berarti bukan hanya memastikan bekerjanya mekanisme check and balance, akan tetapi yang paling penting akan mengoptimalkan kinerja perusahaan. Mas Achmad Daniri Ketua Komite Nasional Kebijakan Governance & Angela Indirawati Simatupang Anggota Tim Penyusun Pedoman Umum GCG, Komite Nasional Kebijakan Governance