ii. tinjauan pustaka

advertisement
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Senyawa Nitrogen
Nitrogen adalah senyawa yang tersebar secara luas di biosfir. Atmosfir
bumi mengandung sekitar 78% gas nitrogen yang inert. Pada sistem perairan
senyawa nitrogen dapat berupa nitrogen organik dan anorganik. Nitrogen terdiri
atas amonia (NH3), amonium (NH4+), nitrit (NO3-) dan nitrit (NO2-), jumlah secara
kuantitas dari nitrogen yang terakumulasi oleh tiap mahluk hidup baik hewan
maupun tumbuhan bervariasi 1 sampai 10 persen dari total berat kering (dry
weight) (Metcalf dan Eddy 1991).
Menurut Effendi (2003) nitrogen organik berupa asam amino, protein,
dan urea, bentuk-bentuk tersebut mengalami transformasi sebagai bagian dari
siklus nitrogen. Senyawa nitrogen organik dapat ditransformasi menjadi nitrogen
amonium dan dioksida menjadi nitrogen nitrat dan nitrit dalam sistem biologis
(Jenie et al. 1993).
Siklus biogeokimia nitrogen terdapat lima proses yaitu amonifikasi,
nitirifikasi, asimilasi nitrogen, denitrifikasi dan fiksasi nitrogen. Amonifikasi
adalah proses pembentukan amonia dari materi organik. Amonia juga dapat
mengalami asimilasi menjadi asam amino dan dapat diasimilasi secara langsung
oleh kelompok diatom, alga dan tanaman. Nitrifikasi merupakan reaksi oksidasi
yaitu proses pembentukan nitrat dari amonia. Proses ini dapat berlangsung secara
biologis maupun kimiawi. Denitrifikasi merupakan reduksi nitrat menjadi nitrit,
nitrit oksidasi, nitrous oksida dan gas nitrogen. Fiksasi nitrogen merupakan
pengikatan gas nitrogen menjadi amonia dan nitrogen organik. (Dong et al.
2002).
Nitrogen dalam air limbah yang tidak ditangani biasanya dalam bentuk
amonia atau nitrogen organik, baik dalam bentuk terlarut maupun partikel
dan mengalami transformasi dalam penanganan air limbah. Transformasi ini
mengikuti konversi amonia-nitrogen untuk produk yang dapat dengan mudah di
buang dari limbah. Dua mekanisme yang utama dalam pembuangan/penyisihan
nitrogen adalah asimilasi dan proses nitrifikasi dan denitrifikasi (Kirchman 2000).
10
Nitrogen dalam air limbah, dalam bentuk nitrogen anaerob dan
ammonium nitrat (NH4NO3) merupakan zat penkomsumsi oksigen,
sehingga
dapat mengganggu kesetimbangan ekosistem karena dapat menyebabkan
eutrofikasi pada air, dan dapat menghambat hewan-hewan air untuk hidup dan
bermetabolisme. Senyawa nitrogen amonia akan menjadi toxic atau beracun bagi
mahluk hidup jika terdapat dalam bentuk ammonium hidroksida dengan pH yang
tinggi berkisar antara 9-11 (Metcalf dan Eddy 1991).
2.2 Nitrat
Nitrat ditemukan di alam dalam bentuk garam sebagai hasil siklus
nitrogen. Nitrat terbentuk dari proses nitrifikasi, yaitu oksidasi amoniak dengan
bantuan bakteri dalam tanah. Persenyawaan nitrat penting dalam sintesa protein
yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan hewan. Nitrat banyak digunakan dalam
produksi pembuatan pupuk, industri logam, farmasi dan industri makanan sebagai
pengawet.
Menurut Kirchman (2000) nitrat (NO3-N) adalah bentuk nitrogen yang
dinamis dan menjadi bentuk yang paling dominan pada limpasan (run-off),
masukan sungai, keluarnya air tanah dan deposisi atmosfir ke laut. Nitrat adalah
nutrien utama bagi pertumbuhan alga, nitrat sangat mudah larut dalam air dan
bersifat stabil. Nitrat dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen
dan amonia di perairan (Effendi 2000). Sumber utama nitrat berasal dari erosi
tanah, limpasan dari daratan termasuk pupuk dan limbah (Chester 1990).
Produk akhir proses denitrifikasi adalah gas nitrogen yang tidak dapat
dimanfaatkan oleh tumbuhan secara langsung. Menurut Hutagalung dan Rozak
(1997) distribusi horizontal kadar nitrat akan semakin tinggi ke arah pantai, dan
kadar yang tinggi ditemukan di perairan muara.
2.3
Nitrit
Nitrit biasanya ditemukan sangat sedikit di perairan alami, kadarnya
lebih kecil dari nitrat karena bersifat tidak stabil. Nitrit merupakan senyawa antara
hasil oksidasi amonia. Nitrit merupakan bentuk peralihan antara amonia dan nitrat
(nitrifikasi), antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi). Keberadaan nitrit
11
menggambarkan berlangsungnya proses biologis perombakan bahan organik yang
memiliki kadar oksigen terlarut sangat rendah.
Sumber nitrit dapat berupa limbah industri dan limbah domestik. Kadar
nitrit pada perairan relatif kecil karena segera dioksidasi menjadi nitrat. Perairan
alami mengandung nitrit sekitar 0,001 mg/L (Effendi 2000). Meningkatnya kadar
nitrit di perairan laut berkaitan erat dengan masuknya bahan organik yang mudah
terurai. Penguraian bahan organik yang mengandung unsur nitrogen akan
menghasilkan senyawa nitrat, nitrit atau amonia. Penguraian bahan organik oleh
bakteri membutuhkan oksigen dalam yang jumlah banyak. Pada kondisi
lingkungan anaerob, bakteri akan lebih cenderung menggunakan nitrat sebagai
akseptor elektron dengan cara mereduksi senyawa nitrat menjadi nitrit
(Hutagalung dan Rozak 1997). Senyawa nitrit oleh beberapa bakteri tertentu
digunakan sebagai penerima elektron terakhir dalam proses metabolismenya. Hal
ini terjadi pada kondisi lingkungan yang anaerobik. Mekanisme tersebut dikenal
dengan istilah respirasi nitrit dan enzim yang berperan adalah nitrit reduktase
(Madigan et al. 2003).
2.4
Amonia
Senyawa amonia yang terdapat dalam perairan merupakan hasil reduksi
senyawa nitrat atau nitrit oleh bakteri dissimilative nitrate reduction to ammonium
(DNRA) (Rusmana 2003a). Effendi (2000) menambahkan bahwa sumber amonia
di perairan berasal dari pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan
nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air dan
berasal dari
dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) oleh
mikroba dan jamur. Tinja dan ekskresi biota akuatik merupakan limbah dari
aktivitas metabolisme yang menghasilkan amonia.
Sumber amonia yang lain adalah limbah industri dan domestik. Selain
terdapat dalam bentuk gas, amonia membentuk komplek dengan beberapa ion
logam. Amonia juga dapat terserap ke dalam bahan-bahan tersuspensi dan koloid
sehingga mengendap di dasar perairan. Amonia di perairan dapat menghilang
melalui proses volatilisasi karena tekanan parsial amonia dalam larutan meningkat
dengan semakin meningkatnya pH. Hilangnya amonia ke atmosfir juga dapat
12
meningkat dengan meningkatnya kecepatan angin dan suhu
(Effendi 2000).
Kadar amonia dalam air laut sangat bervariasi dan dapat berubah dengan cepat
(Hutagalung dan Rozak 1997).
Distribusi vertikal kadar amonia semakin tinggi dengan pertambahan
kedalaman air dan sejalan dengan semakin rendahnya oksigen, sedangkan
distribusi horizontal kadar amonia semakin tinggi menuju ke arah perairan pantai
atau muara sungai. Peningkatan kadar amonia berkaitan erat dengan masuknya
bahan organik yang mudah terurai (Hutagalung dan Rozak 1997). Amonia yang
terukur di perairan berupa amonia total (NH3 dan NH4+). Amonia bebas tidak
dapat terionisasi, sedangkan amonium (NH4+) dapat terionisasi. Persentase
ammonia bebas meningkat dengan meningkatnya nilai pH dan suhu perairan.
Amonia bebas bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Toksisitas ini akan
meningkat jika terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, pH dan suhu. Kadar
amonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/L (Effendi 2000). Kadar
amonia yang tinggi mengindikasikan adanya pencemaran bahan organik yang
berasal dari limbah domestik, industri dan limpasan pupuk pertanian (Effendi
2000).
2.5 Bioreaktor
Menurut Chou et al. (1997), bioreaktor adalah reaktor dengan material
padat sebagai bahan pengisi dimana mikroba terjerat secara alami di dalamnya
dengan membentuk biolayer (lapisan tipis). Gas-gas yang melalui biofilter akan
larut atau terserap kedalam lapisan biolayer dan akan diuraikan oleh mikroba yang
ada (Ottenggraf 1986). Metode bioreaktor baik untuk dikembangkan karena biaya
investasi dan operasional rendah, stabil dalam waktu yang relatif lama dan
memiliki daya penguraian/pengolahan yang tinggi jika dibandingkan dengan
metode pengolahan yang dipakai saat ini (Adrew et al. 1995).
Penelitian ini menggunakan bioreaktor dengan media batu kapur dan batu
belerang. Proses denitrifikasi menggunakan bioreaktor terbagi dalam dua jenis,
yaitu: denitrifikasi biakan tersuspensi dan denitrifikasi biakan melekat (Metcalf
dan Eddy 1991). Mikroba biakan tersuspensi bekerja mengurangi kadar nitrat
yang terkandung pada air limbah dengan melayang-layang (tidak melekat pada
13
media) di dalam bioreaktor sehingga akan banyak yang ikut terbuang bersama
dengan air limpasan (effluent), sedangkan mikroba pada biakan melekat, bekerja
mengurangi nitrat dengan menempel pada media buatan sehingga peluang ikut
terbuang dengan air limpasan lebih kecil. Dalam rangka mendapatkan proses yang
lebih efisien digunakan denitrifikasi biakan melekat, karena kontak antara limbah
yang mengandung polutan dalam hal ini air limbah dengan bakteri lebih banyak
dibandingkan dengan biakan tersuspensi sehingga proses reduksi kadar nitrat
berlangsung lebih maksimal.
Bioreaktor yang baik adalah menggunakan prinsip biofiltrasi yang
memiliki struktur menyerupai saringan dan tersusun dari tumpukan media
penyangga yang disusun baik secara teratur maupun acak di dalam suatu
bioreaktor. Adapun fungsi dari media penyangga yaitu sebagai tempat tumbuh
dan berkembangnya bakteri yang akan melapisi permukaan media membentuk
lapisan massa yang tipis (biofilm) (Herlambang dan Marsidi 2003). Bakteri yang
menempel ini akan menguraikan nitrat yang terkandung dalam air limbah. Air
limbah yang akan diolah dikontakan dengan bakteri dalam bentuk lapisan film
yang melekat pada permukaan media.
Pada proses degradasi limbah menggunakan bakteri, hal yang harus
diperhatikan adalah bagaimana bakteri yang digunakan dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik agar bekerja secara optimal. Salah satu kunci penting
adalah menggunakan media yang tepat. Media yang digunakan bisa berupa plastik
(polivinil chlorida), kerikil dan pecahan batu, gambut, kompos, arang aktif, sabut
kelapa, humus, dan tanah. (Nurcahyani 2006).
Keefektifan dari suatu media dalam bekerja tergantung pada beberapa
faktor diantaranya: (a) luas permukaan media, dimana semakin luas permukaan
media maka akan semakin besar jumlah biomassa, (b) volume rongga, semakin
besar volume rongga atau ruang kosong maka semakin besar kontak antara air
limbah dengan biomassa yang menempel. Kedua faktor tersebut bertujuan untuk
mengoptimalkan kerja bakteri dalam mendegradasi limbah yang akan diolah
(Herlambang dan Marsidi 2003). Bakteri yang tumbuh pada permukaan media
akan berperan sebagai lapisan aktif biologis yang akan kontak langsung dengan
air limbah melalui celah-celah media. Lapisan biomassa merupakan lapisan sel
14
mikroba yang berkaitan dengan penguraian zat polutan yang melekat pada suatu
permukaan media. Proses pembentukan lapisan biomassa di media diperlukan
waktu yang agak lama sehingga tingkat efisiensi penurunanya cukup rendah pada
awal proses degradasi limbah, seiring berjalannya waktu efesiensi akan
mengalami peningkatan dengan terbentuknya lapisan biomassa yang tebal.
2.6
Bakteri Denitrifikasi
Bakteri denitrifikasi secara taksonomi dan ekologi tersebar dalam
kelompok bakteri anaerob fakultatif dan anaerob obligat. Bakteri denitrifikasi
menggunakan nitrat sebagai penerima elektron terakhir untuk memperoleh energi
pada kondisi oksigen terbatas atau anaerob. Proses denitrifikasi menghasilkan
produk samping berupa N2O yang termasuk salah satu rumah kaca. Gas N2O dari
sudut pandang lingkungan global mempunyai dua aspek resiko yaitu pemanasan
bumi dan perusakan lapisan ozon di statosfir (Cicerone 1989).
Denitrifikasi merupakan suatu proses yang secara umum digunakan
untuk mengurangi senyawa nitrat dan mengkonversi menjadi nitrit dan pada
akhirnya menjadi gas nitrogen. Pada proses denitrifikasi pembentukan nitrit hanya
sebagai senyawa antara (intermediate) sebelum menjadi gas nitrogen, sehingga
jumlah konsentrasi nitrit selalu berubah karena tergantung kecepatan laju
pengurangan dari nitrat menjadi nitrit dan dari nitrit menjadi gas nitrogen. Reaksi
yang terjadi dalam proses denitrifikasi:
NO3-  NO2-  NO  N2O  N2
Nitrat (NO3-) dan nitrit (NO2-) adalah ion-ion anorganik alami, yang
merupakan bagian dari siklus nitrogen. Secara alami dalam siklus nitrogen, nitrat
akan diubah menjadi nitrit selanjutnya nitrit menjadi gas nitrogen, tetapi jika pada
suatu lingkungan tertentu kadar nitrat dan nitrit terlalu banyak atau melebihi
ambang batas normal maka akan menggangu siklus nitrogen.
Proses denitrifikasi secara biologis merupakan suatu proses reduksi nitrat
dan nitrit menjadi bentuk gas nitrogen sebagai hasil akhir yang dilakukan oleh
mikroorganisme dalam kondisi tanpa oksigen terlarut (DO). Pada proses ini
mikroba memanfaatkan ion nitrat dan nitrit sebagai terminal penerima (akseptor)
15
elektron. Bagaimanapun banyak bakteri yang memiliki kemampuan enzimatis
untuk mengurangi nitrat menjadi nitrit (Glass et al. 1997)
Bakteri merupakan organisme yang paling banyak jumlahnya dan lebih
tersebar luas dibandingkan mahluk hidup yang lain. Bakteri memiliki ratusan ribu
spesies yang hidup di darat hingga lautan dan pada tempat-tempat yang ekstrim.
Bakteri ada yang menguntungkan tetapi ada pula yang merugikan. Bakteri
memiliki ciri-ciri yang membedakannya dengan mahluk hidup yang lain. Bakteri
adalah organisme uniselluler dan prokariot serta umumnya tidak memiliki klorofil
dan berukuran renik (mikroskopis).
Terdapat dua mekanisme penting dalam mereduksi nitrat secara biologis
yaitu assimilatory nitrate reduction dan dissimilatory nitrate reduction (Bitton
1994). Assimilatory nitrate reduction yaitu mekanisme perubahan nitrat menjadi
nitrit dan kemudian menjadi amonium oleh mikroba. Pada tahap ini dibutuhkan
enzim yang dapat mengubah nitrat menjadi amonia yang kemudian bersatu ke
dalam protein dan asam nukleat untuk proses biosintesis makromolekul di dalam
sel. Mikroba yang berperan dalam proses ini yaitu Pseudomonas aeruginosa.
Sedangkan dissimilatory nitrate reduction merupakan proses pernafasan
anaerobik yang menggunakan nitrat sebagai penerima elektron. Dalam proses ini
nitrat direduksi menjadi nitrous oksida dan gas nitrogen. Nitrogen yang bebas
selama proses denitrifikasi akan keluar naik dalam bentuk gelembung karena
memiliki kelarutan yang rendah di dalam air. Adapun mikroorganisme yang
terlibat dalam proses ini yaitu bakteri heterotrof dan autotrof.
Bakteri yang bekerja pada proses denitrifikasi tergolong ke dalam bakteri
anaerobik, yaitu bakteri yang tidak memerlukan oksigen dalam aktivitasnya,
bahkan dengan keberadaan oksigen dapat menyebabkan kematian pada beberapa
spesies (Ramothokang et al. 2006). Pemanfaatan bakteri yang dibutuhkan untuk
mereduksi nitrat dapat dilakukan dengan pengkondisian lingkungan yang sesuai
dengan habitat mikroba denitrifikasi seperti pemberian nutrisi, kondisi pH dan
suhu.
Terdapat beberapa sumber nutrien yang diperlukan untuk pertumbuhan
mikroba, yaitu: air, sumber karbon, dan sumber nitrogen (NO3- dan NO2-) (Pelczar
1988). Mikroba yang mempunyai suatu kondisi pertumbuhan yang optimum di
16
bawah kondisi-kondisi lingkungan tertentu akan tumbuh lebih baik dibandingkan
yang lainnya. Seluruh mikroba memiliki kemampuan untuk memfungsikan segala
jenis atom maupun senyawa penerima elektron (terminal electron acceptors)
selain dari oksigen. Pada kondisi anoxic nitrat merupakan senyawa yang cukup
potensial
untuk
menggantikan
peran
oksigen
dalam
rangka
menjaga
keberlangsungan proses respirasi di dalam sel (Pinar 1997).
Bakteri yang berperan dalam proses denitrifikasi berasal dari beberapa
kelompok fisiologis dan taksonomi yaitu organotrof, litotrof dan fototrof yang
dapat menggunakan beberapa energi seperti kimia organik, kimia anorganik atau
cahaya (Bitton 1994).
2.6.1 Denitrifikasi Bakteri Heterotrof
Bakteri heterotrof sering digunakan untuk proses denitrifikasi limbah
dengan kandungan organik yang cukup. Kandungan organik yang terdapat pada
air limbah akan digunakan oleh mikroba sebagai donor hidrogen untuk
melaksanakan proses denitrifikasi. Beberapa sumber elektron telah dipelajari
dalam penelitian sebelumnya seperti metanol, glukosa dan gliserol (Dahab 1991).
Reaksi denitrifikasi oleh mikroba heterotrof:
6NO3- + 5CH3OH  3N2 + 5CO2 + 7H2O + 6OHBerdasarkan reaksi di atas dibutuhkan 5/6 metanol (CH3OH) untuk dapat
mendenitrifikasi satu mol nitrat (NO3-). Sebagian metanol yang terdapat pada air
limbah digunakan oleh mikroba untuk respirasi sel dan sintesa sel sehingga proses
denitrifikasi tidak berjalan dengan baik. Oleh karena itu perlu adanya tambahan
karbon organik untuk membantu proses denitrifikasi air limbah. Seperti penelitian
yang dilakukan oleh Herlambang dan Marsidi (2003), didapatkan hasil bahwa
penurunan efisiensi nitrat pada awalnya mencapai 87,34% tetapi secara perlahan
efisiensinya turun menjadi 17,93% dengan waktu tinggal 5 hari, penurunan ini
mengindikasikan kurangnya pasokan nutrien untuk bakteri terutama faktor karbon
sehingga kemampuan degradasi limbah menurun.
Pada proses konvensional, denitrifikasi air limbah dengan mikroba
heterotrof yang mempunyai kandungan organik rendah atau kandungan nitrogen
yang tinggi dilakukan dengan menambahkan bahan organik agar proses
17
pengurangan nitrat menjadi lebih efisien. Hal ini disebabkan mikroba heterotrof
tidak dapat menghasilkan nutrien untuk dikonsumsi sendiri sehingga mencari
nutrien dari luar dengan mengkonsumsi senyawa organik.
Dibawah
kondisi
anoxic,
bakteri
heterotrof
dirangsang
untuk
menggunakan nitrat dan nitrit sebagai penerima elektron untuk respirasi sel
(Ketchum 1988; Cappuccino dan Sherman 1992). Beberapa bakteri heterotrof
yang sering digunakan dalam denitrifikasi antara lain Achromobacter xylosoxidan,
Pseudomonas aeruginosa, Flavobacterium indologenes dan Pasteurella spp
(Drysdale et al. 1999). Belakangan ini bakteri heterotrof sudah jarang
dimanfaatkan sebagai agen biologis untuk melakukan proses denitrifikasi karena
sifat ketergantungan terhadap senyawa organik dalam proses pengolahan limbah
menjadi suatu masalah. Hal ini menyebabkan bakteri heterotrof kurang cocok
untuk pengolahan limbah secara in situ dikarenakan terbatasnya jumlah senyawa
organik pada kebanyakan air limbah (Dahab 1991).
2.6.2 Denitrifikasi Bakteri autotrof
Proses biologis yang lain yaitu dengan menggunakan bakteri autotrof.
Bakteri ini tidak memerlukan bahan organik untuk melakukan aktivitas dan
pertumbuhannya melainkan cukup dengan menggunakan senyawa anorganik
(NO2-, NO3-) serta sumber karbon anorganik dari CO2 dan HCO3- (Lampe dan
Zhang 1999).
Banyak studi yang telah mengkaji tentang pengurangan nitrat pada air
limbah secara denitrifikasi dengan bakteri autotrof (Gayle et al. 1989; Hiscock et
al. 1991; Nugroho 2003).
Studi tentang proses denitrifikasi dengan bakteri
autotrof dibedakan menjadi dua bagian, yaitu denitrifikasi bakteri autotrof
berdasarkan hidrogen dan berdasarkan belerang. Saat ini perhatian para peneliti
lebih banyak dipusatkan pada denitrifikasi dengan bakteri autotrof berdasarkan
belerang, dikarenakan terlalu sulit dalam menangani gas hidrogen dan
membutuhkan biaya yang mahal untuk menghasilkan hidrogen (Lampe dan Zhang
1999).
Terdapat beberapa spesies bakteri autotrof yang dapat mereduksi nitrat
menjadi
gas
nitrogen
yaitu:
Thiobacillus
denitrificans,
Thiomicrospira
18
denitrificans, Paracoccus denitrificans dan beberapa spesies Pseudomonas
(Batchelor dan Lawrence 1978; Lampe dan Zhang 1999). Penggunaan elemen
belerang dan batu kapur untuk mengurangi nitrat telah banyak diaplikasikan
dengan bakteri autotrof denitrifikasi (Sikora dan Keeney 1976; Koenig et al.
1996; Nugroho 2003). Beberapa bakteri autotrof denitrifikasi menggunakan
sumber energi yang berasal dari reaksi redoks anorganik dengan elemen-elemen
seperti hidrogen dan berbagai senyawa reduksi belerang seperti: H2S, S, S2O32-,
S4O62- dan SO32- sebagai elektron donor (Lampe dan Zhang 1999). Elemen
belerang dilaporkan sebagai donor elektron paling ekonomis karena biaya yang
dibutuhkan cukup rendah (Driscoll dan Bisogni 1978). Reaksi belerang dan batu
kapur yang terjadi, berdasarkan persamaan reaksi kesetimbangan:
1.114S0 + NO3- + 0.699H2O + 0.337CO2 + 0.0842HCO3- + 0.0842NH4+ 
1.114SO42- + 0.5N2 + 1.228H+ + 0.0865C5H7O2N (biomassa).
Reaksi di atas menjelaskan bahwa nitrat bereaksi dengan belerang dan
sumber karbon anorganik yang dibutuhkan oleh bakteri autotrof (CO2 dan HCO3-)
menghasilkan sulfat,
gas nitrogen, penambahan biomassa (bakteri) serta
+
pelepasan H . Setiap pengurangan satu mol nitrat akan menghasilkan 1.114SO42-.
Reaksi denitrifikasi ini hanya berlaku untuk bakteri autotrof Thiobacillus
denitrificans dengan belerang (Batchelor dan
Lawrence 1978; Driscoll dan
Bisogni 1978).
Keuntungan yang diperoleh jika menggunakan bakteri autotrof
menggunakan belerang dan batu kapur yaitu (1) tidak perlu menambahkan sumber
karbon organik sebagai nutrisi sehingga menekan biaya, (2) tidak menimbulkan
polusi sampingan oleh bahan organik yang tidak terolah, hal ini terjadi
penggunaan bakteri heterotrof, (3) dapat diterapkan dengan sistem yang sederhana
yaitu dengan reaktor bahan isian batu belerang dan batu kapur dan (4) tidak akan
menghasilkan sisa lumpur sehingga mengurangi penanganan terhadap lumpur
(Lampe dan Zang 1999; Nugroho 2003). Sedangkan kelemahan yang dimiliki
pada proses autotrof yaitu (1) membutuhkan waktu yang lama, (2) menghasilkan
produk samping berupa sulfat (SO4) yang menimbulkan masalah baru.
19
Faktor-faktor utama yang dapat mempengaruhi denitrifikasi pada proses
pengolahan air limbah adalah sebagai berikut:
a) Konsentrasi nitrat
Nitrat merupakan salah satu faktor penting dalam proses denitrifikasi
karena nitrat dimanfaatkan sebagai penerima elektron oleh bakteri, maka laju
pertumbuhan bakteri denitrifikasi tergantung pada konsentrasi nitrat. Konsentrasi
nitrat yang terlalu tinggi pada air limbah dapat menyebabkan shock loading pada
bakteri denitrifikasi karena tidak mampu menahan beban nitrat yang terlalu besar.
b) Kondisi anoxic
Terdapatnya oksigen bebas pada saat proses denitrifikasi dapat menjadi
pesaing bagi nitrat sebagai penerima elektron sehingga apabila terdapat banyak
oksigen bebas maka proses reduksi nitrat akan terhambat. Selain itu, keberadaan
oksigen dapat mengganggu kerja bakteri karena bakteri bersifat anaerobik. Oleh
karena itu proses denitrifikasi akan berjalan secara maksimal tanpa adanya
oksigen bebas (Bitton 1994).
c) Keasaman air limbah (pH)
Umumnya keadaan pH pada proses pengolahan air limbah secara biologis
sangat berpengaruh terhadap efisiensi pengolahan itu sendiri. Hal ini disebabkan
kehidupan bakteri yang berperan dalam proses denitrifikasi seperti pertumbuhan,
perkembangbiakan serta aktivitasnya sangat dipengaruhi oleh pH. Proses
denitrifikasi paling efektif pada pH antara 7,0 sampai 8,5 dan kerja bakteri yang
optimal sekitar 7,0 (Kida et al. 1999). Menurut Woon (2007) kondisi yang
optimum berada pada kisaran pH 6,5 sampai 7,5. Efisiensi proses denitrifikasi
akan menurun jika kondisi pH berada di bawah maupun di atas kisaran tersebut
karena kegiatan atau kemampuan bakteri denitrifikasi berkurang.
d) Suhu
Reaksi biokimia di dalam proses biologi sangat tergantung pada suhu.
Berdasarkan hubungan antara suhu dan laju pertumbuhan tampak bahwa
pertumbuhan terjadi pada kisaran suhu tertentu. Denitrifikasi terjadi pada suhu
antara 00C sampai 500C dengan laju reaksi optimum terjadi pada suhu 350C
sampai 500C. Denitrifikasi dapat pula terjadi pada suhu rendah yaitu 5 0C sampai
20
100C namun dengan laju pengurangan nitrat yang lebih rendah (Herlambang dan
Marsidi 2003; Woon 2007).
e) Waktu Tinggal (Hydraulic Retention Time/ HRT)
Waktu tinggal merupakan lamanya kontak yang terjadi antara air limbah
dengan bakteri pengolah sebelum dikeluarkan sebagai air limpasan (effluent).
Waktu tinggal yang dibutuhkan dalam proses denitrifikasi tergantung pada
karakteristik air limbah dan kondisi lingkungan.
Download