Proseding Seminar Tugas Akhir Teknik Elektro FTI-ITS, Oktober 2013 1 STUDI KARAKTERISTIK TRANSIEN LIGHTNING ARRESTER PADA TEGANGAN MENENGAH BERBASIS PENGUJIAN DAN SIMULASI Bangkit Wahyudian Kartiko, I Made Yulistya Negara, Arif Musthofa Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: [email protected] Abstrak— Studi karakteristik lightning arrester (arester) dilakukan pada arester jenis heavy duty tanpa sela, melalui pengujian menggunakan tegangan impuls polaritas positif dengan kisaran 25 kV - 70 kV, dan simulasi menggunakan software ATP (Alternative Transient Program). Hasil pengujian menunjukkan bahwa arester akan bekerja apabila pada terminal arester terdeteksi tegangan ± 40 kV, hal tersebut sesuai dengan nilai karakteristik tahanan tidak linier yang didapat dari pemodelan arester yang akan bekerja ketika mendeteksi tegangan ± 40 kV, sehingga arester berubah menjadi konduktor untuk menyalurkan arus surja ke tanah. Hal tersebut dibuktikan dengan menguji arester menggunakan tegangan 26,775 kV, arus yang dialirkan arester relative kecil sebesar 20,573 A, sedangkan dengan tegangan uji 41,61 kV, arus yang dialirkan arester semakin meningkat menjadi 589,46 A. Berdasarkan hasil simulasi dua pemodelan arester menunjukkan bahwa model arester Pinceti-Giannettoni memiliki nilai tegangan discharge yang lebih mendekati datasheet arester dibandingkan model arester IEEE W G 3.4.11 ketika menerapkan arus impuls dengan gelombang 0,5/1 µs dan 8/20 µs, sedangkan arus impuls dengan gelombang 60/2000 µs memiliki hasil tegangan discharge yang sama. Model arester Pinceti-Giannettoni lantas digunakan untuk menganalisis kinerja arester pada saluran distribusi akibat sambaran petir langsung pada kawat fasa. Hasil simulasi ini menunjukkan bahwa penggunaan arester pada saluran distribusi mampu menurunkan tegangan lebih yang semula tertinggi 3963,1 kV menjadi 91,2 kV sehingga penggunaan arester ini mampu melindungi isolasi peralatan yang mempunyai BIL 125 kV. Kata Kunci — lightning arrester, tegangan impuls, tegangan lebih, pemodelan arester. I. PENDAHULUAN G angguan-gangguan yang terjadi pada sistem tenaga listrik dapat mengakibatkan terhentinya proses penyaluran daya listrik ke konsumen. Penyebab gangguan tersebut salah satunya adalah kerusakan pada sistem isolasi karena tegangan lebih yang diakibatkan oleh sambaran petir maupun gelombang switching, sehingga perlu adanya perhatian khusus pada sistem proteksi tegangan lebih selama pengoperasian sistem tenaga listrik [1]. Letak Indonesia yang berada pada daerah khatulistiwa yang memiliki iklim tropis mengakibatkan Indonesia memiliki kerapatan sambaran petir yang tinggi. Sebagian besar sambaran petir yang terjadi pada sistem tenaga listrik terjadi pada daerah penyaluran tenaga listrik, sambaran petir ini mengakibatkan munculnya tegangan lebih transient berupa gelombang yang merambat kedua arah dan mencari jalur impedansi rendah ke tanah [2]. Terdapat beberapa peralatan proteksi digunakan untuk mengamankan sistem tenaga listrik dari bahaya tegangan lebih yaitu dengan rod gap (sela batang) dan lightning arrester (arester) yang dipasang antara kawat fasa dan tanah, dari kedua alat proteksi tersebut arester memiliki tingkat proteksi yang lebih baik dibandingkan sela batang karena mampu memutus arus susulan. Sebagai alat proteksi, arester harus mampu bekerja setiap terjadi tegangan lebih pada sistem. Untuk memastikan arester mampu bekerja sesuai dengan karakteristiknya, yaitu menyalurkan arus surja ke tanah untuk mengurangi pengaruh tegangan lebih yang mengalir ke peralatan, diperlukan adanya studi karakteristik lightning arrester. Pada penelitian ini studi karakteristik lightning arrester dilakukan melalui dua cara yaitu pengujian menggunakan tegangan impuls dan simulasi pemodelan arester menggunakan software ATP (Alternative Transient Program), pemodelan dari arester ini lantas diterapkan pada saluran distribusi 20 kV untuk melihat kinerja arester dalam mengurangi pengaruh tegangan lebih akibat sambaran petir langsung pada kawat fasa. II. LIGHTNING ARRESTER SEBAGAI ALAT PROTEKSI PADA SALURAN DISTRIBUSI A. Gangguan Tegangan Lebih pada Saluran Distribusi Tegangan lebih yang muncul pada saluran distribusi sejatinya merupakan tegangan yang mampu ditahan oleh sistem maupun peralatan dalam waktu yang terbatas [3]. Tegangan lebih yang terjadi pada saluran bisa mengakibatkan kerusakan pada sistem isolasi. Penyebab terjadinya tegangan lebih pada sistem distribusi salah satunya diakibatkan oleh sambaran petir baik itu sambaran langsung pada kawat fasa saluran, maupun sambaran induksi yang mengenai objek disekitar saluran, besarnya tegangan lebih akibat sambaran petir ini dapat mencapai jutaan volt, selain itu tegangan lebih bisa terjadi akibat operasi pembukaan dan penutupan saklar daya pada saluran. B. Lightning Arrester Sebagai Alat Proteksi dari Tegangan Lebih Transient Lightning arrester atau biasa disebut arester merupakan suatu alat proteksi pada sistem tenaga listrik yang berfungsi untuk melindungi saluran maupun peralatan penting dari bahaya tegangan lebih yang diakibatkan sambaran petir maupun gelombang switching. Alat ini dihubungkan antara Proseding Seminar Tugas Akhir Teknik Elektro FTI-ITS, Oktober 2013 kawat fasa dan tanah, dan bekerja dengan cara membatasi tegangan lebih yang datang dan berlaku sebagai jalan pintas dengan membentuk jalur yang mudah dilalui oleh arus surja. Alat ini harus mampu menahan tegangan sistem normal dalam waktu yang tak terbatas dan harus dapat melewatkan arus surja ke tanah tanpa mengalami kerusakan. Arester mampu bersifat sebagai isolator maupun konduktor tergantung dari kondisi tegangan sistem, pada tegangan sistem yang normal arester bersifat sebagai isolator, sedangkan apabila timbul tegangan lebih pada sistem yang melebihi karakteristiknya maka alat ini bersifat konduktor dengan mengalirkan arus surja ke tanah sampai batas aman untuk peralatan. Dalam menjalankan fungsinya, arester dapat gagal bekerja karena berbagai sebab, salah satunya akibat energi yang besar dari sambaran petir sehingga dengan seiring waktu mampu menurunkan kemampuan proteksi dari arester, kegagalan juga dapat terjadi ketika batas temporary overvoltage dari arester terlampaui [5]. C. Karakteristik Lightning Arrester Lightning arrester yang ideal memiliki karakteristik sebagai berikut [1] : a) Arester mempunyai karakteristik yang dibatasi oleh tegangan (voltage limiting) apabila dilalui beberapa jenis arus petir. Karakteristik pembatas tegangan merupakan harga tegangan pada terminal yang mampu ditahan oleh arester pada waktu menyalurkan arus tertentu (harga ini berubah dengan besarnya arus). b) Arester mempunyai batasan termis, yaitu kemampuan melewatkan arus surja dalam durasi yang lama dan berulang-ulang. c) Pada jenis arester yang menggunakan tahanan tidak linier, arester ini bekerja berdasarkan tahanan tidak liniernya, ketika arester bekerja, tahanan tidak linier ini akan turun nilainya sehingga arester berubah menjadi konduktor, sedangkan ketika tegangan sistem normal tahanan tidak linier arester bernilai besar sehingga arester bersifat isolator. d) Arester harus mampu melepaskan tegangan lebih melalui aliran arus surja ke tanah tanpa merusak arester itu sendiri e) Arester harus mampu memutuskan arus susulan. f) Mempunyai tingkat perlindungan yang rendah, artinya tegangan percik sela dan tegangan pelepasan rendah. 2 4,5kΩ dengan tujuan untuk melihat seberapa besar arus yang mengalir ke arester dan ke beban, pada pengujian tahap kedua ini tegangan impuls yang digunakan dengan kisaran 40 kV – 70 kV, tegangan impuls ini dihasilkan melalui rangkaian pembangkit tegangan impuls dua tingkat, tegangan impuls yang diujikan berupa tegangan impuls polaritas positive (1,2/50 µs). Gambar 1 menunjukkan skema pengujian pada studi yang dilakukan. 7B III. PROSEDUR PENGUJIAN DAN SIMULASI PEMODELAN LIGHTNING ARRESTER Gambar 1 Skema pengujian arester Besarnya tegangan impuls yang dihasilkan diatur pada kontrol unit. Pada pengujian tahap pertama current shunt ditempatkan pada sisi grounding arester, sedangkan pada pengujian tahap kedua current shunt ditempatkan secara bergantian pada sisi grounding arester dan beban resistif, untuk menampilkan arus yang terukur pada current shunt, dihubungkan pada oscilloscope. B. Simulasi Pemodelan Lightning Arrester Pemodelan arester ini bertujuan untuk mensimulasikan tegangan discharge arester apabila terpengaruh gelombang impuls. Pada studi ini akan dianalisis dua buah pemodelan arester yaitu : model IEEE WG 3.4.11 [6] dan PincetiGiannettoni [7]. 9B (a) (b) Gambar 2 Rangkaian model arester (a) IEEE WG 3.4.11 dan (b) PincetiGiannettoni. 2B A. Pengujian Lightning Arrester Menggunakan Tegangan Impuls Pengujian arester ini dilakukan di laboratorium PT.Bambang Djaja. Pengujian yang dilakukan melalui dua tahap pada arester kelas heavy duty dengan rating tegangan 15 kV, tahap pertama arester diuji langsung menggunakan tegangan impuls 25 kV – 70 kV dengan tujuan untuk melihat tegangan kerja arester dan kemampuan arester dalam menyalurkan arus gangguan ke tanah. Pengujian tahap kedua arester dihubungkan parallel dengan beban resistif murni 8B Perbedaan dari kedua pemodelan tersebut adalah : Kapasitor C parallel dengan tahanan A0 dihilangkan, dan pengaruh kapasitansi ini diabaikan pada karakteristik model arester. b) Dua resistansi parallel terhadap induktansi (R0 dan R1) diganti dengan sebuah tahanan bernilai 1 MΩ ditempatkan pada terminal input rangkain. Arester yang dijadikan objek pemodelan adalah arester kelas heavy duty dengan rating tegangan 15 kV. Gambar 2 menunjukkan kedua rangkaian pemodelan arester yang digunakan pada studi ini. a) Proseding Seminar Tugas Akhir Teknik Elektro FTI-ITS, Oktober 2013 Nilai komponen R, L, C dicari berdasarkan persamaan pada tabel 1 [6][7]. Tabel 1. Persamaan untuk mencari parameter rangkaian pemodelan arester IEEE WG 3.4.11 Pinceti-Giannettoni R0 R1 ((100 × d ) / n ) Ω 1MΩ (( 65 × d ) / n ) Ω - C L0 ((100 × n ) / d ) pF - (( 0, 2 × d ) / n ) µH 1 Vr (1 / T 2 ) × Vr (8 / 20 ) Vr (8 / 20 ) 2 L1 ((15 × d ) / n ) µH 1 Vr (1 / T 2 ) × Vr (8 / 20 ) 4 Vr (8 / 20 ) Vn Vn Tabel 2 karakteristik tahanan tidak linier [6] 0.01 0.1 1 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 1,40 1,54 1,68 1,74 1,80 1,82 1,87 1,90 1,93 1,97 2,00 2,05 2,10 43,750 48,125 52,500 54,375 56,250 56,875 58,437 59,375 60,312 61,562 62,500 64,062 65,625 V-I Kareakteristik A1 I (kA) V (pu) V (kV) 0,1 1 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 1,23 1,36 1,43 1,48 1,50 1,53 1,55 1,56 1,58 1,59 1,60 1,61 Tabel 3. Tegangan discharge pada datasheet arester FOW PL 10 kA 53,5 kV 1.5 kA 40,9 kV 3 kA 43,4 kV LPL 5 kA 45,9 kV 10 kA 50 kV 20 kA 56,3 kV SPL 500 A 36,8 kV C. Simulasi Pemodelan Lightning Arrester pada Saluran Distribusi 20 kV Simulasi pemodelan ini digunakan untuk menganalisis tengangan lebih yang timbul akibat sambaran petir langsung pada kawat fasa dan menganalisis kemampuan arester dalam mengurangi besarnya tegangan lebih yang timbul. Saluran distribusi yang digunakan pada pemodelan ini merupakan saluran distribusi 3 fasa 20 kV penyulang gontor, tetapi hanya lima tiang trafo distribusi yang disimulasikan pada studi ini. Pada saluran ini menggunakan penghantar jenis AAAC (All Aluminium Alloy Conductor) dengan luas penampang 3 x 70 mm2. Data- data yang digunakan pada pemodelan lima tiang trafo distribusi terdapat pada tabel 4 dan 5. 10B Karakteristik dari tahanan tidak linier (A0 dan A1) pada pemodelan arester ditunjukkan pada tabel 2 yang dicari berdasarkan kurva yang diusulkan oleh IEEE WG 3.4.11 dikalikan dengan nilai tegangan discharge Lightning Protection Level pada datasheet ketika arus impuls 10 kA. V-I Kareakteristik A0 I (kA) V (pu) V (kV) 3 38,437 42,500 44,687 46,250 46,875 47,812 48,437 48,750 49,375 49,687 50,000 50,312 Untuk mensimulasikan dua pemodelan arester, maka input dari rangkaian tersebut dihubungkan dengan sumber arus impuls yang dilengkapi dengan komponen alat ukur voltmeter dan amperemeter. Kedua pemodelan arester ini dihubungkan ke tanah untuk mengalirkan arus impuls tersebut. Hasil tegangan discharge dari kedua pemodelan arester ini lantas dibandingkan dengan tegangan discharge dari datasheet arester pada tabel 3. Tabel 4. Panjang penghantar antar tiang Tiang Panjang Penghantar (m) PB180 - PB347 PB347 – PA655 PA655 - PA480 PA480 - PA481 2586 1119 1193 1630 Tabel 5. Data saluran Parameter RLine / fasa LAA LBB LCC LAB LBC LAC Nilai 0.000438 Ω/m 0.00109 mH/m 0.00109 mH/m 0.00109 mH/m 0.00016 mH/m 0.00016 mH/m 0.00002 mH/m Pemodelan arester yang digunakan adalah PincetiGiannettoni yang memiliki rating tegangan 18 kV. Pada setiap tiang trafo distribusi dihubungkan dengan arester pada masing-masng fasanya. Pemodelan tiang trafo distribusi yang digunakan memiliki tiga buah isolator dengan basic insulation level (BIL) 125 kV. Pada tiang ini terdapat tahanan kontak sebesar 500 Ω. Pada simulasi ini sambaran petir dimodelkan menggunakan sumber arus tipe Heidler, dengan menggunakan arus impuls (1 kA – 20 kA) dengan bentuk gelombang 1,2/50 µs. Sumber arus petir ini parallel dengan tahanan impedansi surja petir sebesar 500 Ω. Pemodelan ini ditunjukkan pada gambar 3. Gambar 3 Pemodelan lima tiang trafo distribusi menggunakan arester pada ATP Proseding Seminar Tugas Akhir Teknik Elektro FTI-ITS, Oktober 2013 IV. ANALISIS HASIL PENGUJIAN DAN SIMULASI PEMODELAN LIGHTNING ARRESTER A. Analisis Hasil Pengujian Lightning Arrester. Pada pengujian pertama, keluaran dari generator impuls dihubungkan pada terminal arester, sedangkan current shunt ditempatkan pada sisi grounding arester untuk mengukur besarnya arus yang di salurkan ke tanah. Pada pengujian ini masing-masing level tegangan impuls diterapkan dua kali dengan nilai tegangan charging yang sama. Tabel 6 memperlhatkan hasil pengujian pertama. Tabel 6. Hasil pengujian arester tanpa beban V Charging (KV) V out Bentuk Gelombang VC1 VC2 (KV) T1 (µs) T2 (µs) 15 15 20 20 34 34 52 52 78 78 105 105 15 15 20 20 34 34 52 52 78 78 105 105 28,411 26,775 34,96 34,64 41,61 41,275 49,704 49,431 59,747 59,296 70,609 69,877 0,948 1,869 0,951 0,946 1,12 1,092 1,294 1,273 2,811 2,862 3,528 3,802 49,78 52,011 49,068 49,915 47,419 47,836 38,287 38,318 29,877 30,217 27,068 27,116 Arus (A) 18,177 20,573 58,021 56,708 589,46 569,15 1229,9 1214,7 2305,7 2262,3 3563,2 3478,6 Berdasarkan hasil pengujian pertama dihasilkan grafik tegangan impuls -arus impuls yang ditunjukkan gambar 4. Gambar 4 Grafik tegangan impuls – arus yang dialirkan arester Analisis yang dapat diambil dari hasil pengujian pertama ini adalah sebagai berikut : a) Setiap peningkatan tegangan impuls yang mengenai terminal arester, maka semakin tinggi nilai arus yang disalurkan arester ke tanah. b) Pada level tegangan impuls ± 34 kV, arus yang disalurkan arester ke tanah relative masih kecil. Hal tersebut sesuai dengan nilai karakteristik tahanan tidak linier yang didapat dari pemodelan arester yang akan bekerja ketika mendeteksi tegangan ± 40. c) Pada level tegangan impuls ± 40 kV, arus yang disalurkan arester ke tanah bernilai besar, pada kondisi ini arester sudah bekerja untuk menyalurkan arus gangguan ketika mendeteksi tegangan lebih pada terminal arester. Pada pengujian kedua akan dianalisis aliran arus yang mengalir pada arester dan beban resistif 4,5 kΩ dengan menerapkan tegangan impuls 40 kV – 70 kV pada terminal 4 arester. Hasil dari pengujian ini dapat dilihat pada tabel 7 dan 8. Tabel 7 Hasil pengujian arester berbeban (arus yang mengalir di arester) V Charging (KV) V out Bentuk Gelombang Arus (A)* VC1 VC2 (kV) T1 (µs) T2 (µs) 33 33 50 50 67 67 87 87 33 33 50 50 67 67 87 87 41,230 41,106 50,968 50,626 59,429 59,425 70,367 70,168 1,102 1,096 2,070 2,050 2,920 2,932 3,938 3,829 46,964 52,163 36,763 37,656 29,452 27,885 24,165 22,510 544,080 533,210 1287,400 1270,400 1999,100 1990,000 3067,900 3072,100 Tabel 8 Hasil pengujian arester berbeban (arus yang mengalir di beban) V Charging (KV) V out Bentuk Gelombang Arus (A)** VC1 VC2 (kV) T1 (µs) T2 (µs) 33 33 41,218 33 33 41,140 50 50 51,140 50 50 51,030 67 67 59,782 67 67 59,392 87 87 69,983 87 87 69,941 (*) Arus yang mengalir di arester (**) Arus yang mengalir di beban 1,111 1,095 2,103 2,109 2,967 3,024 3,892 4,155 41,218 41,140 51,140 51,030 59,782 59,392 69,983 69,941 1081,200 1056,100 2612,500 2656,000 4065,400 4038,600 5754,800 5690,600 Berdasarkan hasil pengujian terlihat bahwa arus yang mengalir pada beban lebih besar dibandingkan arus yang mengalir pada arester. Dari tabel 7 dan 8 terlihat arus yang dialirkan arester ke tanah sebesar ±50 % dari arus yang mengalir pada beban. Gambar 5 (a) dan (b) merupakan gelombang arus yang terdeteksi pada current shunt ketika terminal arester terkena tegangan impuls 41 kV. Gambar (a) merupakan hasil dari pengukuran arus yang mengalir pada arester dan gambar (b) arus yang mengalir pada beban. (a) (b) Gambar 5 Gelombang tegangan impuls dan arus hasil pengujian Berdasarkan gambar 5 (a) dan (b) terlihat bahwa arus yang mengalir pada beban lebih besar dibandingkan arus yang mengalir pada arester. Seharusnya menurut teori apabila arester bekerja, arester akan bertindak sebagai konduktor dengan tahanan yang semula bernilai besar menjadi bernilai kecil sehingga seakan-seakan arester menjadi short sehingga arus cenderung mengalir ke arester daripada mengalir ke beban, karena sifat alami dari arus akan mengalir pada tahanan yang lebih rendah nilainya daripada tahanan yang bernilai besar dan pada kondisi ini seharusnya nilai tahanan pada arester lebih rendah dari tahanan beban. Untuk menganalisis kejadian ini diperlukan adanya penelitian lebih lanjut terhadap karakteristik dari tahanan tidak linier pada arester. B. Analisis Hasil Simulasi Pemodelan Lightning Arrester . Variasi dari gelombang impuls yang digunakan pada simulasi ini dibagi menjadi tiga jenis yaitu waktu gelombang dengan front time yang pendek (0,5 µs), waktu gelombang dengan front time sedang (8 µs), dan waktu gelombang dengan Proseding Seminar Tugas Akhir Teknik Elektro FTI-ITS, Oktober 2013 front time yang panjang (60 µs). sedangkan arus impuls yang digunakan mulai 500 A sampai 20 kA. Berikut data hasil simulasi dari kedua pemodelan arester (tabel 9 – 12). Arus Petir (kA) 10 Tabel 9 Data hasil simulasi pemodelan IEEE WG 3.4.11 FOW LPL SPL 10 kA 1.5kA 3 kA 5 kA 10 kA 20 kA 500 A 44,33 48,3 51,41 55,44 59,48 40,9 V sisa (KV) 59,53 10000 1500 3000 5000 10000 20000 500 I petir (A) I arrester (A) 9882,5 1412,8 2908,7 4906,2 9894,9 1988,4 418,19 88,66 96,59 102,82 110,88 118,96 81,81 I beban (A) 119,07 Tabel 10 Relative error tegangan discharge pemodelan IEEE WG 3.4.11 LPL (%) SPL (%) 1.5 kA 3 kA 5 kA 10 kA 20 kA 500 A FOW (%) 11,27 8,39 11,29 12,00 10,88 5,65 11,14 Tabel 11 Data hasil simulasi pemodelan Pinceti-Giannettoni FOW LPL SPL 10 kA 1.5kA 3 kA 5 kA 10 kA 20 kA 500 A 58,15 43,55 45,51 46,57 48,34 50,6 40,9 V sisa (KV) 10000 1500 3000 5000 10000 20000 500 I petir (A) I arrester (A) 9901,8 1412,8 2909 4906,9 9903,4 19899 418,19 126,74 87,12 91,02 93,14 96,69 101,17 81,81 I beban (A) 15 20 5 Fasa A B C A B C A B C T1 T2 291,5 161,85 240,6 427 246,48 364,82 562,6 331,1 488,9 1408,6 911,9 1277,3 2102,7 1366,1 1914,7 2797 1820,2 2551 Tegangan (KV) T3 T4 1985,7 1985,7 1985,7 2974,4 2974,4 2974,4 3963,1 3963,1 3963,1 1891,2 857,1 1713,5 2827,1 1283,9 2566,6 3762,85 1710,8 3419,5 T5 189,07 757,76 1690,4 2826,1 1135 2531,1 3761,5 1512,4 3372,2 Dari tabel 13 terlihat bahwa terjadi kenaikan tegangan yang sangat besar, kenaikan tegangan ini berupa lonjakan tegangan selama 20 ms, setelah itu tegangan menjadi sinusoida dengan osilasi yang sangat besar. Kenaikan tegangan ini yang paling besar dialami fasa yang terkena sambaran langsung (dalam hal ini fasa A) mencapai nilai terendah 47,1 kV sampai nilai yang tertinggi 3,96 MV. Sementara fasa B dan C mengalami kenaikan tegangan, kenaikan tegangan yang terjadi pada fasa yang tidak terkena sambaran langsung dikarenakan adanya pengaruh mutual induktansi antar penghantar fasa. Tabel 12 Relative error tegangan discharge pemodelan Pinceti-Giannettoni LPL (%) SPL (%) FOW (%) 1.5 kA 3 kA 5 kA 10 kA 20 kA 500 A 8,69 6,48 4,86 1,46 -3,32 -10,12 11,14 Dari data hasil simulasi terlihat bahwa error yang dihasilkan pada kedua pemodelan arester menunjukkan bahwa nilai error simulasi bervariasi berdasarkan besar arus puncak yang diterapkan pada pemodelan arester. Model arester PincetiGiannettoni memiliki nilai error yang lebih kecil dibandingkan dengan model IEEE WG 3.4.11 ketika simulasi pengujian tegangan discharge Front of Wave Protection Level (FOW PL) dan simulasi pengujian tegangan discharge Lightning Protection Level (LPL) dengan arus puncak 1,5 kA, 3 kA, 5 kA dan 10 kA, tetapi nilai error tersebut cenderung meningkat ketika menerapkan arus puncak yang lebih tinggi yaitu 20 kA, sedangkan model IEEE WG 3.4.11 ketika diterapkan arus puncak yang lebih tinggi menunjukkan nilai error simulasinya cenderung menurun, sedangkan pengukuran tegangan discharge Switching Protective Level (SPL) memiliki hasil presentase error yang sama pada kedua model tersebut. Apabila diambil nilai rata-ratanya menunjukkan bahwa error simulasi model arester Pinceti-Giannettoni cenderung lebih kecil dibandingkan model arester IEEE WG 3.4.11 secara keseluruhan. C. Analisis Hasil Simulasi Pemodelan Lightning Arrester pada Saluran Distribusi 20 kV . Pada simulasi ini yang dijadikan variabel penelitian adalah nilai arus puncak petir dengan rentang 1 kA – 20 kA. Berikut data hasil simulasi pada pemodelan saluran distribusi tanpa perlindungan arester. 13B Tabel 13 Hasil simulasi tegangan saluran tanpa perlindungan arester Tegangan (KV) Arus Petir Fasa (kA) T1 T2 T3 T4 T5 A 47,1 158,82 214,98 207,06 206,98 17,9 132,95 214,98 182,87 181,24 1 B 21,7 152,27 214,98 208,7 208,5 C A 155,6 713,9 1003,7 955,6 955,3 97,7 554,9 1003,7 431,06 380,5 5 B 116,9 642 1003,7 867,8 855,8 C Gambar 6 Respon tegangan tanpa arester (0 s – 1 s) 2.0 [MV] 1.5 1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0 0.0 0.4 0.8 1.2 1.6 [us] 2.0 Gambar 7 Respon tegangan tanpa arester (0 s – 2 µs) Gambar 6 dan 7 merupakan gelombang tegangan pada tiang tiga ketika terkena sambaran petir 10 kA. Dari bentuk gelombang gambar 6 dan 7 terlihat bahwa setelah mengalami lonjakan tegangan selama 20 ms, respon tegangan kembali sinusoida tetapi mengalami osilasi yang cukup besar mencapai 45 kV dan osilasi ini meningkat seiring dengan peningkatan nilai puncak arus petir. Kenaikan tegangan dan osilasi gelombang yang terjadi setelah saluran distribusi ini terkena sambaran petir langsung, akan berdampak buruk bagi peralatan yang terhubung dengan saluran ini, terutama karena tegangan lebih yang terjadi melebihi BIL peralatan distribusi (125 kV), hal ini bisa mengakibatkan kerusakan isolasi dan terjadinya flashover pada isolator tiang distribusi yang memiliki BIL 125 kV. Pemasangan arester pada masing-masing tiang memberikan pengaruh terhadap besarnya tegangan sistem yang terkena sambaran petir langsung. Pengaruh ini diperlihatkan dari menurunnya nilai lonjakan tegangan lebih yang terjadi pada masing-masing tiang, sehingga tegangan sistem mendekati keadaan normal. Berikut data hasil simulasi setelah dilakukan pemasangan arester. Proseding Seminar Tugas Akhir Teknik Elektro FTI-ITS, Oktober 2013 Tabel 14 Hasil simulasi tegangan saluran menggunakan arester Tegangan (KV) Arus Petir Fasa (KA) T1 T2 T3 T4 T5 A 24,41 42,54 52,08 45,84 44,67 -9,23 -6,62 -5,2 -6,05 -6,16 B 1 -9,92 -9,61 -9,38 -9,5 -9,63 C A 25,12 46,23 66,1 48,47 46,68 -8,95 -5,99 -3,4 -5,52 -5,6 B 5 -9,91 -9,58 -9,05 -9,5 -9,62 C A 25,43 47,81 75,5 49,69 47,47 -8,79 -5,7 -1,93 -5,23 -54,25 10 B -9,8 -9,51 -8,77 -9,45 -9,52 C A 25,63 48,84 83,7 50,46 47,93 -8,68 -5,51 -0,91 -5,09 -5,28 15 B -9,88 -9,41 -8,51 -9,33 -9,42 C A 25,78 49,63 91,2 51,06 48,27 -8,61 -5,37 0,153 -4,95 -5,17 B 20 -9,86 -9,32 -8,27 -9,22 -9,3 C Pengaruh pemasangan arester ini belum 100% sempurna, karena ada pengaruh dari lonjakan tegangan sementara yang nilainya melebihi 20 kV pada fasa yang tersambar, yang terlihat pada tabel 14 yang dicetak tebal. Nilai lonjakan tegangan tersebut tertinggi mencapai 91,2 kV, lonjakan tegangan tersebut berlangsung sampai 0,4 ms, setelah itu tegangan kembali normal sinusoida tanpa osilasi tegangan. Lonjakan tegangan tersebut bervariasi, nilaiya berbeda-beda pada setiap tiang, dan juga tergantung dari besarnya arus puncak petir. Nilai tertinggi dari lonjakan tegangan terjadi pada tiang yang dekat pusat sambaran (tiang tiga), sedangkan pada tiang yang lain nilainya semakin berkurang, semakin jauh jarak tiang dari pusat sambaran, lonjakan tegangan yang terjadi semakin kecil hal tersebut terlihat dari besarnya lonjakan tegangan yang terjadi pada tiang satu yang paling kecil dibandingkan lonjakan tegangan yang terjadi pada tiang yang lainnya. Sementara itu besarnya arus puncak petir berpengaruh terhadap besarnya lonjakan tegangan yang terjadi, semakin besar arus puncak petir, lonjakan tegangan yang terjadi pada masing-masing tiang juga akan semakin besar. 80 [kV] 58 36 14 6 normal, tentunya hal tersebut berpengaruh terhadap kemempuan isolasi pada saluran distribusi yang mempunyai BIL 125 kV, karena tegangan yang muncul masih dibawah BIL isolasi sehingga tidak membahayakan isolasi peralatan pada sistem distribusi V. KESIMPULAN 4B Berdasarkan hasil yang didapat dari analisis pengujian dan simulasi pemodelan lightning arrester pada studi ini, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan bahwa arester akan bekerja apabila pada terminal arester mendeteksi tegangan ± 40 kV, hal tersebut sesuai dengan nilai karakteristik tahanan tidak linier yang didapat dari pemodelan arester yang akan bekerja ketika mendeteksi tegangan ± 40 kV. 2. Pada simulasi pemodelan lightning arrester untuk mengukur besarnya tegangan discharge menunjukkan bahwa model arester Pinceti-Giannettoni memiliki hasil error yang lebih kecil terhadap tegangan discharge pada datasheet dibandingkan dengan model arester IEEE W G 3.4.11 3. Pada simulasi sambaran petir pada saluran distribusi menunjukkan bahwa semakin besar arus puncak petir maka tegangan yang terukur pada masing-masing tiang trafo distribusi juga akan semakin besar. Tegangan tertinggi terjadi pada fasa yang terkena sambaran langsung. Lonjakan tegangan yang terjadi pada fasa yang tersambar (fasa A) mencapai nilai terendah 47,1 kV hingga nilai yang tertinggi 3,96 MV. Lonjakan tegangan ini terjadi selama 20 ms kemudian berubah sinusoida dengan osilasi yang tinggi mencapai 45 kV. 4. Pemasangan arester pada masing-masing fasa tiang trafo distribusi memberikan perlindungan pada saluran dari terjadinya tegangan lebih, sehingga nilai lonjakan tegangan pada masing-masing tiang ketika terkena sambaran langsung pada kawat fasa menjadi turun. Nilai lonjakan tegangan dengan perlindungan arester tersebut tertinggi mencapai 91,2 kV, nilai ini masih dibawah nilai BIL isolasi sehingga tidak membahayakan isolasi peralatan. -8 VI. DAFTAR PUSTAKA -30 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 [s ] 0.10 [1] Gambar 8 Respon tegangan setelah dipasang arester (0 s - 1 s) [2] 80 [kV] [3] 58 36 [4] 14 [5] -8 [6] -30 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 [m s ] 0.5 Gambar 9 Respon tegangan setelah dipasang arester (0 s - 0.5 ms) Pengaruh pemasangan arester pada masing-masing tiang/fasa mengakibatkan tegangan lebih yang terjadi pada sistem menjadi berkurang dan respon tegangan menjadi [7] Arismunandar, Artono. 1990. Teknik tegangan tinggi, Jakarta : Pradnya Paramita Woodworth Jonathan, “Distribution System Response to a Lightning Strike,” Arrester Works, Arrester Facts 029, pp 1-8, Juli 2008. Zoro, Reynaldo, “Proteksi System Tenaga Terhadap Tegangan Lebih pada Sistem Tenaga Listrik”, ITB, Bandung Hutauruk, T.S., “Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja”, Erlangga, Jakarta , 1989. IEEE Std 1410™-2010 “IEEE Guide for Improving the Lightning Performance of Electric Power Overhead Distribution Lines” IEEE Working Group 3.4.11, “Modeling of Metal Oxide Surge Arrester,” Transactions on Power Delivery, Vol. 7 No.1, pp 302-309, January 1992. P.Pinceti , M.Giannttoni, “A simplified model for zinc oxide surge arrester,” IEEE Transaction on Power Delivery, Vol. 14, No.2, pp 393-398, April 1999.