BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pasar

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perkembangan pasar finansial telah menimbulkan dampak munculnya
beragam produk investasi, mulai dari yang konvensional hingga yang kepada
produk-pruduk terstruktur. Banyak alternatif investasi yang dimiliki masyarakat
untuk menyimpan kelebihan dananya dengan mengandung risiko pada setiap
alternatif investasi tersebut. Besarnya return yang didapat memiliki korelasi yang
positif dengan risiko yang dikandung pada investasi tersebut. Produk simpanan
yang memiliki risiko rendah semisal deposito dengan jumlah tertentu yang dijamin
oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) namun return yang dihasilkan juga
relatif lebih rendah. Investasi yang memiliki risiko tinggi yaitu saham, dengan
tingkat return yang juga relatif lebih tinggi dibandingkan deposito. Baik saham
maupun deposito semuanya menggunakan instrumen uang dalam melakukan
transaksinya. Selain dengan simpanan berupa uang tersebut, sebagian masyarakat
Indonesia memiliki kebiasaan menyimpan emas dalam berbagai bentuk mulai dari
perhiasan hingga emas batangan, karena masyarakat berkeyakinan bahwa emas
tahan terhadap inflasi yang mampu memangkas daya beli uang.
Dalam sejarah tercatat bahwa selama berabad-abad manusia telah
menyimpan emas sebagai sarana alat tukar dan melindungi kekayaan terhadap
penurunan daya beli yang disebabkan oleh inflasi. Harga emas selalu mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun di mana trend dalam rentang waktu tahun 19852009 melesat jauh di atas angka inflasi seperti tabel berikut ini.
1
2
sumber: http://portalreksadana.com/node/532
Gambar 1.1 Grafik Emas vs Inflasi
Trend pertumbuhan harga emas di atas menyebutkan bahwa benar sampai
dengan tahun 1997 dengan menyimpan emas kita dapat menahan inflasi. Tahun
1998 dan terus berlanjut hingga tahun 2010. Emas terlihat naik secara kumulatif
jauh di atas perubahan kumulatif inflasi. Trend harga emas di berbagai negara
berbeda-beda karena perbedaan kekuatan mata uang negara yang bersangkutan
terhadap mata uang USD. Hingga saat ini harga emas dunia masih mengacu pada
mata uang USD, sehingga fluktuasi harga emas dalam jangka panjang sangat
tergantung pada kondisi ekonomi Amerika dan negara-negara yang bersangkutan.
Iqbal (2010: 55) menyatakan bahwa mata uang memiliki waktu paruh
terhadap emas yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut mencerminkan kekuatan
mata uang tersebut terhadap emas. Emas merupakan hasil bumi yang bersifat
unrenewable atau tidak dapat diperbaharui seperti halnya minyak bumi. Beberapa
analis pasar menilai bahwa kedua sumber daya alam ini memiliki korelasi yang
cukup tinggi meskipun data terakhir menunjukkan hubungan keduanya tidak selalu
positif. Sebagai sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui namun sangat
3
dibutuhkan oleh umat manusia untuk berbagai kebutuhan maka permintaannya
kianhari semakin meningkat. Sebagai perbandingan berikut merupakan daya beli
nilai mata uang rupiah terhadap nilai emas selama kurun waktu 43 tahun yaitu
periode Tahun 1970-2013.
Tabel 1.1 Daya Beli Rupiah Terhadap Emas 1970-2013
Sumber: www.geraidinar.com/www.kitco.com (diolah)
Cara membaca Tabel 1.1 tersebut adalah bila seseorang pada tahun 1970
memiliki uang Rp1,00 yang saat itu cukup untuk membeli 1 krupuk, berapa
krupuk yang bisa dibeli saat ini dengan uang Rp1,00 Ternyata harga krupuk saat
ini adalah Rp1.000,00 sehingga uang Rp1,00 hanya cukup untuk membeli 1:1000
krupuk. Data yang dikumpulkan dan olah dari Kitco dan perbagai sumber
informasi nilai tukar menghasilkan perhitungan daya beli 1 Rupiah terhadap
krupuk hari ini adalah 0.0012 atau sangat-sangat dekat dengan 1:1000, bukti
empiris lapangan bahwa seseorang bisa beli krupuk di kantin dengan harga
Rp1.000 ini. Grafik 1.1 dan Tabel 1.1 tersebut di atas menguatkan teori bahwa
emas adalah instrumen proteksi nilai yang efektif untuk jangka panjang.
4
Sumber: http://portalreksadana.com/node/532
Gambar 1.2 IHSG vs Emas
Terlihat bahwa IHSG berjalan seiring dengan harga emas (sudah
disesuaikan dengan kurs rupiah pada tahun yang bersangkutan). Meskipun begitu,
terlihat bahwa IHSG lebih fluktuatif dibandingkan dengan emas.
Sumber: http://portalreksadana.com/node/532
Gambar 1.3 IHSG, Emas, dan Inflasi
5
Terlihat jelas bahwa IHSG dan emas dapat mengalahkan inflasi. Walaupun
lebih fluktuatif, terlihat bahwa secara kumulatif IHSG mampu untuk mengungguli
kinerja emas. Perusahaan-perusahaan kini semakin yakin bahwa pasar modal
merupakan salah satu alternatif sember pembiayaan untuk operasional dan
mendukung ekspansi perusahaan. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir banyak
perusahaan yang menawarkan sahamnya ke publik melalui IPO maupun
menerbitkan obligasi. Semakin meluasnya produk pasar modal tersebut, semakin
terdongkrak pula pertumbuhan perdagangan produk-produk pasar modal
khususnya saham. Saham dinilai menarik oleh masyarakat karena kemudahan
aksesnya. Cukup dengan nominal puluhan juta, masyarakat dapat memulai
investasi pada saham.
Pada saat kondisi ekonomi krisis dan kondisi ekonomi stabil, kedua
instrumen ini memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Ilmu investasi pada
umumnya berargumentasi bahwa investasi pada emas memiliki dua keunggulan.
Pertama adalah untuk mengatasi inflasi (inflation hedge). Dalam 10 tahun terakhir
secara rata-rata return investasi pada emas memang lebih tinggi dari inflasi, yaitu
sekitar 10 persen lebih tinggi dari inflasi. Namun demikian argumentasi ini tidak
sepenuhnya benar. Return emas pada Tahun 2004 dan 2008 lebih rendah dari pada
inflasi. Kedua, emas diyakini sebagai investasi yang aman (safe haven investment).
Maksudnya adalah pada saat keadaan buruk terjadi, seperti perang atau krisis
ekonomi, orang cenderung memilih investasi pada aset riil seperti emas sehingga
harganya naik atau setidaknya stabil. Argumentasi ini tidak sepenuhnya benar
karena jika ditinjau kembali pada krisis ekonomi tahun 1997-1998 harga emas
6
turun hingga 11 persen dan pada krisis keuangan pada tahun 2008 harga emas
turun hingga hampir 7 persen.
Logam mulia sudah menjadi sahabat kaum hawa sejak ribuan tahun
lamanya. Pesonanya mampu membuat penampilan wanita berkilau. Tak hanya
menjadi perhiasan, bahkan emas dianggap sebagai jenis investasi paling pas di
tengah belitan krisis. Tak heran jika dalam setahun terakhir, emas kembali menjadi
primadona. Sifat logam mulia yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap gejolak
ekonomi, malah jadi keunggulan dari investasi ini. Lambatnya pemulihan ekonomi
global pasca krisis finansial global tahun 2008, mengakibatkan nilai tukar mata
uang Amerika melemah terhadap mata uang berbagai negara. Keadaan ini justru
memicu naiknya harga emas dunia.
Di dalam negeri, krisis ekonomi ini biasanya ditandai dengan tingginya
nilai inflasi dan tingkat suku bunga, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika, dan anjloknya indeks saham. Ketika jenis investasi lain akan turun
seiring naiknya laju inflasi, harga emas justru melambung. Meskipun kondisi
ekonomi negara tidak sedang krisis, investasi emas akan tetap menguntungkan,
sebab harga emas akan mengalami kenaikan sebesar tingkat inflasi tahunan.
Ketika menyimpan satu gram emas dengan harga Rp300.000, dan terjadi kenaikan
inflasi sebesar 5 persen, maka harga emas akan menjadi Rp315.000 per gram.
Sifat investasi emas yang tidak terlibas oleh angka inflasi membuat
investasi ini hampir selalu mendatangkan laba selama memahami risikonya. Risiko
terburuk dari investasi emas adalah hilangnya emas itu sendiri. Investasi emas
memiliki kelemahan dalam hal keamanan fisik. Investor dapat memilih untuk
menyimpan emas batangan atau logam emas di brankas dalam rumah atau dalam
7
safe deposit box di bank yang tidak dijamin. Alternatif lain yang dapat ditempuh
oleh investor adalah melakukan gadai emas yang menjanjikan return yang tinggi
yang tanpa disadari mengandung risiko yang tinggi yaitu penurunan harga yang
signifikan, beban bunga dan biaya administrasi yang tinggi.
Dengan kata lain, harga emas juga berfluktuasi seperti halnya instrumen
investasi lainnya. Di sisi lain, masyarakat pada umumnya menilai bahwa investasi
pada instrumen investasi pasar modal, seperti saham, lebih berisiko dibandingkan
emas. Kenyataanya, secara statistik risiko berivestasi pada emas lebih tinggi
dibandingkan saham. Menurut Iqbal (2008: 25) Dalam 10 tahun terakhir, secara
rata-rata return emas adalah 16,3 persen per tahun dengan risiko sebesar 18,7
persen. Dengan kata lain, untuk setiap 1 persen return investor harus menanggung
risiko sebesar 1,15 persen. Sementara itu, dalam periode waktu yang sama, saham
(diwakili dengan indeks harga saham gabungan) menghasilkan return rata-rata
27,2 persen per tahun dengan risiko sebesar 23,7 persen yang artinya untuk setiap
1 persen return, investor hanya menanggung risiko sebesar 0.87 persen.
Sementara itu, untuk berinvestasi pada instrumen pasar modal, investor
dapat memilih untuk membeli langsung melalui perusahaan sekuritas atau melalui
wadah (produk) Reksa Dana yang dikelola oleh manajer investasi dan
diadministrasikan oleh Bank Kustodian yang profesional. Industri reksa dana
diawasi dengan ketat oleh Otoritas Jasa Keuangan dan rencananya pada tahun
2014 investasi pada pasar modal akan dilindungi juga oleh Investor Protection
Fund (IPF) yang memiliki fungsi yang menyerupai LPS pada industri perbankan.
Berinvestasi pada pasar modal memiliki keunggulan lainnya yaitu
kemudahan untuk melakukan diversifikasi. Jika investor merasa berinvestasi pada
8
saham (atau Reksa Dana saham) terlalu berisiko, investor dapat mengalokasikan
sebagian dananya pada Reksa Dana saham dan sebagian lagi pada reksa dana
obligasi yang memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan saham ataupun
emas. Alternatif lainnya investor dapat memilih berinvestasi pada Reksa Dana
campuran yang portofolio efeknya terdiri dari saham dan obligasi. Hal ini
memungkinkan investor untuk menyesuaikan pilihan investasi dengan profil
risikonya.
Kedua instrumen baik saham maupun emas merupakan alternatif investasi
yang diminati oleh masyarakat dengan berbagai macam karakteristik, namun di
antara kedua alternatif investasi tersebut dapat memberikan return yang berbedabeda. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah emas layak
dipilih sebagai alternatif investasi dan bukan hanya sebagai sarana lindung nilai.
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan
bahwa imbal hasil dari saham menempati posisi tertinggi dibandingkan dengan
obligasi dan produk investasi konvensional lainnya. Namun masih jarang
penelitian yang menjelaskan imbal hasil saham tersebut relatif terhadap harga
emas dan bagaimana pula daya belinya dari keuntungan yang diperoleh tersebut
dibandingkan dengan daya beli emas.
Permasalahan yang akan dipecahkan dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui manakah di antara saham LQ45 dan emas yang lebih baik sebagai
alternatif investasi jangka panjang selama rentang waktu 10 tahun terakhir (Januari
2002-Januari 2012) yang terbagi dalam dua periode 2002-2007 kondisi stabilitas
ekonomi, dan 2008-2012 periode krisis ekonomi. Saham-saham dari sektor mana
saja yang memberikan return terbaik pada saat kondisi krisis ekonomi. Apakah
9
faktor-faktor perubahan kurs, harga minyak mentah, suku bunga, inflasi dan uang
beredar, berpengaruh terhadap return saham-saham yang digolongkan dalam
LQ45 dan return emas dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (Januari 2002 Januari 2012) yang terabagi dalam dua periode 2002-2007 kondisi stabilitas
ekonomi, dan 2008-2012 periode krisis ekonomi.
Selain itu dari saham subsektor keuangan, properti, dan konstruksi akan
dilihat mana dari subsektor tersebut yang menjadi alternatif investasi terbaik
selama rentang waktu tersebut. Untuk melihat trend ketahanan/daya beli dari imbal
hasil saham LQ45 dan emas dilakukan indeksasi atas imbal hasil saham LQ45 dan
imbal hasil emas yang masing-masing telah dilakukan penyesuaian terhadap
inflasi (index of adjusted inflation return) selama kurun waktu tersebut. Dari hasil
analisis tersebut dapat dilihat bagaimana hubungan risk dan return saham LQ45
dan return emas setelah disesuaikan terhadap laju inflasi selama kurun waktu
tersebut.
1.2 Keaslian Penelitian
Penelitian empiris mengenai kinerja investasi instrumen keuangan telah
banyak dilakukan. Beberapa penelitian tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Andiyasa (2014) meneliti pengaruh beberapa indeks saham dan indikator
ekonomi global terhadap kondisi pasar modal indonesia. Dari hasil penelitian
ini diperoleh hasil bahwa indeks Dow Jones, indeks Shanghai, indeks
UK:FT100 memiliki pengaruh positif terhadap IHSG. Apabila terjadi kenaikan
pada indeks Dow Jones, indeks Shanghai, indeks UK:FT100 maka IHSG
cenderung naik. Begitu juga sebaliknya, apabila terjadi penurunan pada indeks
Dow Jones, indeks Shanghai, indeks UK:FT100 maka IHSG cenderung turun.
10
2. Umi Murtini (2012) meneliti tentang pengaruh perubahan harga emas dunia dan
kurs rupiah pada return pasar. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan
bahwa perubahan harga emas dunia berpengaruh positif terhadap return pasar.
3. Muzdalifah Aziz (2013) meneliti tentang Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, dan
Kurs terhadap IHSG di Bursa Efek Indonesia menyimpulkan bahwa kenaikan
tingkat suku bunga dapat meningkatkan beban perusahaan (emiten) untuk
memenuhi kewajiban/utang kepada bank sehingga dapat menurunkan laba
perusahaan dan akhirnya harga saham pun turun. Kenaikan ini juga potensial
mendorong investor mengalihkan dananya ke pasar uang atau tabungan maupun
deposito sehingga investasi di lantai bursa turun dan selanjutnya dapat
menurunkan harga saham.
Penelitian terhadap kinerja Saham LQ45 dan Emas serta faktor-faktor yang
memengaruhinya selama periode 2002-2012 ini terdiri dari analisis kinerja Emas
dan Saham LQ45 yang disesuaikan dengan angka perubahan inflasi. Analisis
faktor-faktor perubahan kurs, minyak, suku bunga, dan inflasi terhadap return
emas dan saham LQ45. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
adalah data yang digunakan untuk melihat pada periode Tahun 2002 sampai Tahun
2010 untuk melihat kinerja emas dan saham LQ45 pada periode ekonomi stabil
dan periode ekonomi krisis. Serta saham mana dari sub sektor keuangan, properti,
dan kontruksi yang memiliki kinerja lebih baik pada periode tersebut.
11
1.3
1.3.1
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian
Penelitian ini mengambil kurun waktu 10 tahun terakhir mulai Januari
2002 -Januari 2012. Jangka waktu yang cukup panjang ini dimaksudkan untuk
melihat trend yang sesungguhnya dari fluktuasi yang terjadi terhadap nilai emas
dan saham LQ45, serta saham-saham yang terbagi dalam subsektor Keuangan,
Properti, dan Konstruksi baik selama periode krisis ekonomi, dan masa
perkembangan ekonomi dan kondisi ekonomi stabil.
Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui di antara kinerja saham yang diwakili oleh saham LQ45 dan emas
yang lebih baik sebagai alternatif investasi jangka panjang.
2. Mengetahui saham dari industri manakah di antara konstruksi, properti dan
keuangan yang memberikan return yang terbaik pada saat ekonomi stabil dan
ekonomi krisis pada periode tersebut.
3. Mengetahui faktor-faktor perubahan kurs, suku bunga, harga minyak mentah,
inflasi, berpengaruh terhadap return saham-saham LQ45 dan return emas.
4. Mengetahui hubungan risk dan return saham dan emas setelah disesuaikan
terhadap laju inflasi selama kurun waktu tersebut.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat sebagai salah satu pertimbangan bagi investor
dalam memilih instrumen investasi yang terbaik bagi investor khususnya saat
menghadapi kondisi ekonomi yang sedang stabil dan kondisi ekonomi yang
sedang krisis, serta menambah prespektif bagi masyarakat tentang emas sebagai
alternatif invetasi. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat bagi pengembangan
12
teori investasi, mengetahui antara hubungan risk dan return emas sebagai alternatif
investasi selain instrumen pasar uang dan pasar modal.
1.4 Sistematika Penulisan
Penelitian yang akan dilakukan ini terdiri dari 5 (lima) bagian yang terdiri
dari: Bab I yang berisi Pengantar meliputi latar belakang, tujuan dan manfaat
penelitian, dan sistematika penulisan; Bab II merupakan Landasan Teori dan
Metode Analisis Data meliputi landasan teoritis, alat analisis yang digunakan; Bab
III merupakan Pengembangan Hipotesis meliputi uji statistik; Bab IV merupakan
Pembahasan Hasil Penelitian; Bab V yang berisi Kesimpulan, Saran dan
Keterbatasan Penelitian.
Download