Gayatri Prameswari (1206201870) Teknologi Informasi dan Sistem Informasi: Fungsinya sebagai Sebuah ‘Senjata’ Strategis dan Kompetitif Leslie M. Bobb Peter Harris School of Management, New York Institute of Technology, USA ABSTRAK Banyak perusahaan saat ini sedang mencari dimensi baru dalam menggunakan sistem informasi dan teknologi informasi yang dimilikinya. Dimensi tersebut adalah kegunaan/fungsinya sebagai ‘senjata’ yang kompetitif dan strategis. Sistem informasi (IS) dan teknologi informasi (IT) telah dikenal sebagai alat bantu pemroses data. Saat ini, semakin banyak perusahaan yang sadar bahwa bukanlah data yang menjadi masalah, melainkan bagaimana data tersebut dikelola dan dimanfaatkan. Bahan pembicaraan umum seperti: kejelasan misi perusahaan, penggunaan IT sebagai sumber daya perusahaan, dan posisi bidang pemasaran, bahwa anjuran penggunaan IT telah teridentifikasi oleh berbagai perusahaan sukses sebagai dasar/fondasi yang menjadikannya ‘senjata’ yang kompetitif dan strategis. Tiga modal utama yang diidentifikasi oleh perusahaan-perusahaan IT yang sukses sebagai latar belakang utama kesuksesannya: Harus ada personil IT dengan latar belakang yang kuat, Sebuah dasar tentang teknologi yang tidak kaku, dan Sebuah hubungan kerja sama antara personil IT dan pihak manajemen bisnis. Perusahaan-perusahaan harus mengidentifikasi target yang akan dicapai secara benar dan berfokus pada usaha-usaha untuk mencapainya dengan sungguh-sungguh. Target-target tersebut dapat berhubungan dengan pelanggan, supplier atau persaingan. Selanjutnya, analisis harus dilakukan oleh pihak perusahaan, industri, dan pembuat strategi untuk menentukan keuntungan maksimum yang diperoleh dari penggunaan IT tersebut. Penggunaan IT sebagai ‘senjata’ yang strategis dan kompetitif ini dapat membedakan setiap perusahaan dalam lingkungan persaingan global saat ini. Disaat perusaahan tidak dapat membedakan dirinya dengan yang lain dalam hal diferensiasi biaya/harga dan produk dalam pasar, maka IT dapat menjadi alat pembedanya. Kata Kunci: Sistem Informasi, Teknologi Informasi, Strategi. Gayatri Prameswari (1206201870) PENDAHULUAN Saat ini, banyak perusahaan yang sedang mencari sebuah dimensi baru untuk teknologi informasi (IT). Dimensi tersebut adalah fungsinya sebagai ‘senjata’ yang strategis dan kompetitif. Sebelumnya, sistem informasi (IS) dan IT sering digunakan sebagai alat pemroses data. Namun, hal tersebut selanjutnya akan menjadi ciri minor bagi IS. Seiring dengan pesatnya laju pertumbuhan ekonomi global serta keberadaan Internet, khususnya dalam bidang perdagangan elektronik, bagaimana sebuah perusahaan memanfaatkan dan mengelola teknologi informasi yang dimilikinya itu lah yang akan menjadi kunci kesuksesannya. Perusahaan-perusahaan yang paling sukses saat ini adalah mereka yang memahami benar akan potensi IT dan memanfaatkannya sebisa dan sebanyak mungkin. Perusahaanperusahaan sulit membedakan dirinya satu dengan yang lain secara jelas dalam hal diferensiasi produk dan harga dalam pasar yang mana adalah sebagai budaya lama, tetapi sekarang, pemikiran tersebut harus dikembangkan menjadi lebih kreatif. Penggunaan IT sebagai ‘senjata’ yang kompetitif dan juga sebagai ‘senjata’ yang strategis akan menjadi pembeda. Namun, IT dalam penggunaannya sebagai ‘senjata’ yang strategis, harus menunjukkan potensinya dalam memberikan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Hanya saja, memberikan keunggulan tersebut tidak lah cukup dan dapat dengan mudah diduplikasi sehingga membuatnya bukan lagi menjadi sebuah keunggulan. Paper ini betujuan untuk menunjukkan apa yang perlu dilakukan perusahaan dalam memanfaatkan potensi IT untuk mencapai dan mendukung keunggulan kompetitif tersebut. Paper ini menyajikan jalan pintas bagi penggunaan IT sebagai ‘senjata’ yang strategis. Paper ini juga akan menyajikan beberapa contoh perusahaan yang menggunakan IT sebagai ‘senjata’ strategis dan kompetitif serta cara mereka mencapainya. Beberapa pembahasan umum telah teridentifikasi oleh perusahaan-perusahaan sukses sebagai kunci untuk dapat menggunakan IT sebagai ‘senjata’ yang strategis dan kompetitif. Hal tersebut meliputi kejelasan misi perusahaan, penggunaan IT sebagai sumber daya perusahaan, dan posisi bidang pemasaran yang mengikutsertakan penggunaan IT sebagai ‘senjata’ yang kompetitif, baik secara langsung maupun tidak langsung (Wightman, 1987). Cara pemikiran yang klasik atau lama adalah bahwa IT tidak mampu mengubah cara perusahaan dalam menjalankan bisnisnya, melainkan hanya menyediakan alat/sarana dalam pengimplementasian strategi bisnis. IT tidak menjelaskan atau membentuk strategi (Ferguson, Gayatri Prameswari (1206201870) 1996). Jika perusahaan-perusahaan terus mempertahankan cara pandang yang kuno tersebut, mereka mungkin akan menghancurkan reputasi bisnisnya serta perhatian para pemangku kepentingan. Batas antara bisnis dan dimana produk keluarannya mampu diperoleh tidak lagi menjadi masalah. Dengan adanya perdaganan elektronik, setiap pelayanan dapat menjadi lebih mudah. Kita tidak perlu lagi meninggalkan rumah untuk pergi berbelanja atau melakukan transaksi bisnis. Dengan mengikuti perkembangan teknologi berarti kita menggunakan IT sebagai ‘senjata’ yang strategis dan kompetitif. Salah satu cara yang paling banyak digunakan perusahaan-perusahaan untuk membedakan produk keluarannya adalah dengan membuatnya menjadi lebih ‘pintar’. Sebagai contoh, alat penghisap debu “pintar” yang dapat menyesuaikan diri dengan ketebalan karpet, membuat sendiri jadwal pemeliharaan di dalam mobil yang memberi tahu pemiliknya kapan perbaikan selanjutnya diperlukan, serta sebuah kotak telepon yang secara otomatis menentukan saluran termurah kapan pun Anda menghubungi nomor tertentu, adalah caracara yang dilakukan perusahaan untuk dapat mempertahankan konsumen dengan memanfaatkan teknologi yang dimilikinya (Ferguson, 1996). Jika produk-produk dibedakan dengan cara ini, maka konsumen dapat dipuaskan dan cenderung menjadi lebih loyal kepada alat/teknologi yang bersangkutan. Namun demikian, kerugian utama dari hal ini adalah hilangnya privasi. Ketika sebagian konsumen mungkin mengapresiasi adanya perubahan ini, di sisi lain juga ada yang mungkin memandangnya terlalu memaparkan informasi personal. Dengan demikian, perusahaan-perusahaan perlu berhati-hati dalam memanfaatkan IT. Sistem Informasi dan Teknologi sebagai ‘Senjata’ yang Kompetitif Tiga modal utama telah teridentifikasi oleh perusahaan-perusahaan IT yang sukses sebagai latar belakang utama kesuksesannya: Harus ada personil IT dengan latar belakang yang kuat Sebuah dasar tentang teknologi yang tidak kaku, dan Sebuah hubungan kerja sama antara personil IT dan pihak manajemen bisnis (Ross, 1996; Mata, 1995). Perusahaan-perusahaan dapat memaksimalkan keunggulan potensial dari IT-nya dengan menerapkan dua siklus pengembangan teknologi: siklus pengkajian serta siklus perencanaan, pengembangan, dan implementasi. Dari kedua siklus tersebut, fase Gayatri Prameswari (1206201870) implementasi pada siklus yang kedua adalah fase dimana keuntungan dapat diwujudkan dan dirasakan secara nyata. Fase ini harus ditangani secara benar dan harus berjalan dinamis karena tidak semua perencanaan mampu memenuhi kendala atau keuntungan yang tidak terduga/direncanakan. Perusahaan-perusahaan harus menyadari bahwa hal tersebut adalah yang disebut tugas yang sifatnya monumental dan harus sesuai dengan sumber daya yang diperlukan. Sumber daya seperti teknologi informasi (IT) menjadi sumber keunggulan kompetitif karena ia bernilai/bermanfaat secara strategis dan bersifat sulit untuk ditiru oleh para kompetitor (Ross, 1996). Pada awalnya, setiap sumber daya adalah sebuah keunggulan, namun ia mudah ditiru oleh para kompetitor. Dengan demikian, ia tidak lagi dapat dijadikan sebagai alat pembeda. Kepemilikan akan teknologi, personil, dan kelengkapannya seluruhnya dapat ditiru, baik dalam arti legal maupun ilegal. Oleh karena itu, hal ini menjadi penting, bukan hanya bagi organisasi/perusahaan untuk menciptakan sebuah keunggulan, melainkan juga untuk mempertahankan keunggulan tersebut. Modal yang paling penting adalah sumber daya manusia, yang mungkin ditiru sampai suatu batas tertentu, namun pengetahuan mengenai bisnis yang telah diperolehnya tidak dapat pernah ditiru. Sebagai contoh, sebuah perusahaan besar yang bergerak dalam bidang pengangkutan menyadari lebih cepat kepentingan akan pemanfaatan potensi IT daripada para kompetitornya dan ketika terjadi perubahan industri, mereka menjadi yang terdepan. Meskipun demikian, selanjutnya IT akan menjadi standar dari industri sehingga tidak ada lagi sumber keunggulan kompetitif. Pihak manajemen menyadari kebutuhan untuk melakukan peningkatan secara terus menerus terhadap posisinya dengan mengubah fokus pada sisi lain dari IT sehingga mereka menciptakan sumber baru bagi keunggulan kompetitif. Sekali lagi, IT ini faktanya telah menjadi standar dan hasil keunggulan yang diperoleh seakan lenyap. Ia sifatnya tidak berkelanjutan, sehingga ia bukanlah keunggulan kompetitif yang sebenarnya. Tetapi, pihak manajemen dengan kemampuannya memandang dan merencanakan masa depan sedang mengejar ke arah lain. Keunggulan kompetitif yang berkelanjutan adalah personil IT itu sendiri yang mampu melakukan penyesuaian secara konstan. Manajemen puncak sepenuhnya mendukung departemen/bagian IS yang berkemampuan menciptakan/memberikan solusi yang cepat dan efektif. Penelitian sebelumnya telah berfokus pada penekanan bagaimana IT dapat menciptakan sebuah keunggulan kompetitif yang berkelanjutan (Mata, 1995). Di saat penegasan mengenai IT yang mungkin dapat menciptakan keunggulan kompetitif berkelanjutan disebut provokatif, Gayatri Prameswari (1206201870) pekerjaan yang dilibatkan dalam bidang ini relatif tidak berkembang, baik secara empiris maupun teoritis (Javrenpaa dan Ives, 1990). Banyak penelitian berfokus pada penggunaan IT untuk menciptakan sebuah keunggulan kompetitif, namun hanya sedikit yang mengkaji keberlanjutannya. Yang gagal untuk disadari oleh para peneliti sebelumnya adalah bahwa teknologi memang dapat menciptakan keunggulan, namun sumber daya manusianya lah yang menciptakan keberlanjutannya. Bacaan-bacaan sebelumnya berfokus pada nilai dari IT dan manfaat tersebut diukur dengan return on investment (ROI) atau pengembalian modal. Ketika Walmart memperkenalkan sistem distirbusi inventori dan jaringan supplier yang terkenal yang mereka miliki, fokus utama saat itu adalah untuk mengurangi biaya inventori. Saat ini, IT tidak hanya dilihat sebagai pengurang biaya, namun juga sebagai nilai tambah bagi setiap perusahaan. Dari 100 perusahaan yang dikenal sebagai pengguna teknologi informasi terbaik, hanya satu per empat dari mereka yang masih menggunakan metode lama ROI atau analisa biaya/manfaat (cost/benefit analysis) untuk meninjau ulang penggunaan teknologi informasinya. Perusahaan-perusahaan tersebut menghabiskan lebih dari rata-rata $10,000 per pegawai dengan pengeluaran paling sedikit $4,500 hingga $27,442 per pegawai. Industri seperti finansial, asuransi, dan telekomunikasi merupakan yang teratas dalam pengeluaran semacam ini. Seluruh pengeluaran ini tidak ada gunanya jika tidak ada personil atau pegawai yang berkompeten. Dengan pelatihan formal, on-the-job experience dan kepemimpinan, personilpersonil IT tersebut memberikan perusahaan pengetahuan dan kompetensi IT (Mata, 1995). Satu masalah besar bagi para manajer IT adalah tantangan untuk membuat orang tetap tertarik pada teknologi lama dan tidak dengan mudah menerima teknologi baru. Tantangan dalam menerima sebuah teknologi baru dipandang oleh para personil tersebut sebagai motivasi utama dan di dalamnya terdapat hubungan kerja antara para personil IT, manajemen tingkat atas serta konsumen. Arsitektur dari setiap terapan IT menentukan bahwa perangkat keras, perangkat lunak, dan pendukungnya diperlukan. Perusahaan tanpa arsitektur IT yang baik, dalam lingkup strategi bisnisnya, seringkali bersikap independen dan secara keseluruhan tidak berkontribusi baik kepada perusahaan. Sebagai contoh, pada suatu perusahaan, supplier dari luar dianggap sebagai pilihan terbaik untuk konsumennya karena harga yang ditawarkan sangat murah dan mereka dapat memberikan sistem yang lebih cepat dibandingkan pihak perusahaan. Tetapi, itu bukanlah metode standar yang biasanya diambil/dilakukan. Biasanya, pihak perusahaan sendiri lah yang mengembangkan teknologi terapan baru. Akan tetapi, tindakan seperti ini Gayatri Prameswari (1206201870) dapat dibenarkan karena konsumen membutuhkan IT saat ini juga dan dengan pengalaman yang dimiliki sebelumnya, perusahaan memilih supplier dari luar. Hasilnya, perusahaan dapat menghasilkan produk tepat waktu dan bahkan mampu menghasilkan keuntungan pada prosesnya. Kompetensi/kemampuan dan keputusan personil IT memberikan keuntungan, meskipun memang teknologi lah yang diinginkan. Kepemilikan akan teknologi juga telah menjadi sumber keunggulan kompetitif, namun, meskipun ia dapat dilindungi melalui paten atau kerahasiaan, terapan IT sulit untuk dipatenkan. Alasan utamanya ialah manusia. Pergantian personil, para personil yang tidak puas, spionase pada perusaahaan, semuanya menjadi sumber kehilangan dan peniruan. Jelas bahwa jika perusahaan mampu mempertahankan kepemilikan akan teknologinya, maka perusahaan akan memiliki keunggulan kompetitif tersebut. Tetapi, banyak penelitian menunjukkan bahwa sulit untuk menggunakan kepemilikan teknologi tersebut oleh perusahaan sebagai sumber keunggulan kompetitif berkelanjutan (Diebold, 1986, Mata, 1995). Beberapa tahun belakangan ini, terjadi peningkatan pada difusi/penyerapan teknologi dan semakin tinggi tingkat penyerapannya, sebaliknya, keunggulan kompetitif berkelanjutan semakin menurun. Modal ketiga yang teridentifikasi oleh hampir semua para pengguna dan ahli IT terbaik adalah hubungan atau jalinan kerja sama antara personil IT dan pihak manajemen atas. Manajemen senior harus memberikan sebuah disiplin yang diperlukan untuk memastikan IT dan IS digunakan secara efektif pada keseluruhan organisasi/perusahaan. Jika manajemen atas terlihat lemah dalam praktiknya, maka kemudian hanya akan ada sedikit insentif yang dapat digunakan untuk mengadopsi atau mengimplementasi kebijakan yang diajukan oleh departemen/bagian IS. Departemen/bagian IS dan unit manajemen bisnis juga harus membagi risiko dan imbalan yang didapat untuk kefektifan penerapan dan implementasi IT pada perusahaan. Hubungan seperti ini lah yang menentukan sukses atau tidaknya proyek IT. Sebagai contoh, di Gillete, perusahaan manufaktur global untuk produk bagi konsumen, kebanyakan pererapan IT-nya bersifat inter-divisional dan membutuhkan komunikasi, koordinasi, dan negosiasi yang efektif. Jika manajemen atas tidak menyampaikan apa yang menjadi tujuan mereka secara efektif, maka hanya akan ada sebuah batasan tipis untuk mereka bertahan dan menciptakan kegagalan. Untuk alasan inilah, para personil IT hanya menjalankan penerapan yang dipilih oleh manajer senior bisnis. Serangkaian pengamatan pada manjement tingkat atas juga meyakinkan bahwa sumber daya yang terbatas digunakan secara bijaksana dan keterlibatan mereka secara langsung Gayatri Prameswari (1206201870) seringkali meruntuhkan dinding ketahanan. Bahkan jika perusahaan memiliki kemampuan teknis yang diperlukan, hal ini masih tidak cukup baginya untuk memiliki keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Kemampuan manajerial adalah keperluan tambahan untuk menjamin keunggulan kompetitif berkelanjutan tersebut. Kemampuan manajerial IT termasuk kemampuan manajemen untuk memahami, mengembangkan, dan memanfaatkan penerapan IT untuk mendukung dan merambah faktor bisnis lain (Mata, 1995, Ross, 1996). Contoh dari keterampilan tersebut termasuk kemampuan manajer IT untuk mendukung dan berkoordinasi dengan para manajer, supplier, dan konsumennya. Selain itu, yang paling penting mereka harus mampu mengantisipasi kebutuhan masa depan akan IT untuk perusahaan dan konsumennya. Perusahaan dapat menghadirkan seluruh modal teknis untuk meniru keunggulan perusahaan lain, tapi jika perusahaan tersebut tidak memiliki kompetensi dan kemampuan manajerial, maka keunggulan tersebut tidak dapat dengan mudah ditiru. Inilah yang disebut sumber keunggulan kompetitif berkelanjutan yang sesungguhnya. Akan tetapi, jika kemampuan manajerial dapat diukur dan ditulis, maka keunggulan hilang. Karakteristik dan kemampuan seperti persahabatan, kepercayaan, dan komunikasi interpersonal membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk membentuk dan mengembangkannya dan tidak dengan mudah ditiru. Sekali lagi, faktor manusia ditunjukkan sebagai sumber keunggulan kompetitif berkelanjutan yang sesungguhnya. Contoh yang baik untuk memperlihatkan pentingnya kemampuan manajerial IT sebagai sumber keunggulan kompetitif berkelanjutan yang sebenarnya adalah seperti dalam kasus rantai toko/gudang milik Walmart. Walmart terkenal dengan sistem pembelian/penyimpanan/distribusinya, namun ini bukan sumber keunggulan kompetitif berkelanjutannya. Pada saat sistem tersebut dikembangkan, hal tersebut menjadi sebuah keunggulan, namun mudah ditiru oleh para kompetitor dan keunggulan yang didapat tersebut kemudian hilang. Tetapi, Walmart tetap mampu memeprtahankan keunggulan kompetitif mereka karena kemampuan manajemen yang mereka punya. Hubungan kompleks tersebut digambarkan dalam Fig. 1. Memperoleh sumber keunggulan kompetitif dengan menggunakan IT hanya lah permulaan, fase selanjutnya dan yang paling sulit adalah mempertahankan keunggulan tersebut dan mengubahnya menjadi strategi bisnismu. Gayatri Prameswari (1206201870) Sistem Informasi dan Teknologi Informasi sebagai ‘Senjata’ yang Strategis Ketika sebuah keunggulan sudah benar dapat dipertahankan, kemudian ia berubah dari hanya sekadar bersifat fungsional menjadi sesuatu yang strategis dan harus dimanfaatkan dengan benar oleh manajemen tingkat atas. Bagian ini mengkaji apa yang memungkinkan bagi IS dan IT untuk bertransformasi dari ‘senjata’ kompetitif menjadi ‘senjata’ strategis. Untuk sebuah perusahaan mencapai keunggulan kompetitif yang berkelanjutan, ia harus tahan terhadap tiga tantangan: Ia harus memfokuskan usaha pada bidang IS untuk mendukung strategi bisnis dan menggunakan inovasi pada bidang IT untuk mengembangkan strategi baru yang lebih unggul, Ia harus merancang dan mengelola strategi yang efektif untuk memperoleh biaya pengiriman (delivery cost) yang rendah, layanan IS berkualitas tinggi, dan Ia harus memilih dasar teknis yang benar untuk meningkatkan pelayanan IS-nya (Feeny dan Willcocks, 1998). Beberapa kemampuan penting seperti pemikiran tentang sistem bisnis, perencanaan dasar, dan pendapatan informasi adalah syarat utama untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut. Kemampuan tersebut bersamaan dengan kemampuan teknis, bisnis, dan interpersonal diperlukan sebuah perusahaan untuk mempertahankan keunggulan kompetitif, yang dalam hal ini adalah IT-nya. IT telah mengubah lingkungan persaingan dalam enam buah cara: Produk dan jasa yang ditingkatkan/disempurnakan dengan kemampuan komputer, Cost displacement atau biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan, Peningkatan dalam mengambil keputusan, Perbaikan misi atau tujuan perusahaan, Hubungan timbal balik dalam bisnis, dan Penciptaan produk dan jasa baru (Diebold, 1986). Dari keenam cara tersebut, penciptaan produk dan jasa baru bersamaan dengan perbaikan misi atau tujuan perusahaan menggambarkan pandangan masa depan dan pada akhirnya mengarahkan kepada pemakaian IT sebagai ‘senjata’ strategis. Perusahaan seperti United Airlines Inc. dan American Hospital Supply Corp. (AHS) adalah yang berhasil karena mereka menyadari kebutuhan, kekuatan, dan penggunaan IT untuk mencapai dan mempertahankan keunggulan kompetitif. Sistem perencanaan yang efisien dan efektif juga penting bagi sebuah perusahaan untuk memaksimalkan potensi IT- Gayatri Prameswari (1206201870) nya. Salah satu cara untuk mencapainya adalah melalui penambahan nilai kepada barang dan jasa yang telah ada saat ini. Contohnya, fitur tambahan dengan harga yang sama, pemberian garansi untuk kualitas dan pelayanan yang lebih baik, serta layanan pelanggan yang unggul. Perusahaan Jepang seperti Sony dan Honda terkenal dengan penambahan nilai jenis ini. Konsumen tidak hanya puas, melainkan juga tidak akan ragu untuk membeli kembali dan bahkan merekomendasikan pembelian ini kepada kerabatnya. Persaingan global, siklus hidup produk yang lebih singkat, standar tingkat performa yang lebih ketat, dan permintaan konsumen akan pelayanan dan kualitas yang lebih baik, seluruhnya berperan meningkatkan tekanan pada pasar. Oleh karena itu, agar sebuah perusahaan menjadi kompetitif dan tetap kompetitif, ia harus menggunakan IT sebagai alat pembeda. Perusahaan-perusahaan tidak akan dapat lagi berkompetisi dalam hal 3P, yaitu price (harga), product (produk), dan process (proses). Seperti yang telah digambarkan pada bagian sebelumnya, semua kelengkapan tersebut mudah untuk ditiru dan tidak dapat dijadikan alat pembeda. Akan tetapi, sumber daya yang akan menciptakan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan adalah sumber daya manusia. Meningkatnya kecenderungan terhadap outsourcing membuat perusahaan-perusahaan berkonsentrasi pada kemampuan IS dan IT-nya. Beberapa perusahaan melepaskan tanggung jawabnya kepada para supplier dan partner kelas dunia agar lebih fokus pada kemampuan utama mereka tersebut. Hal ini tidak menguntungkan atau bahkan memungkinkan dalam beberapa kasus bagi manajer untuk memfokuskan perhatiannya pada banyak hal dan dalam pasar yang luas, tetapi lebih untuk berkonsentrasi pada lingkup yang lebih sempit. Tiga tantangan dalam memanfaatkan IT untuk menciptakan keunggulan yang berlanjut harus memiliki pemikiran akan masa depan. Perusahaan harus dapat bergerak dinamis dan memberikan respon secara cepat terhadap perubahan yang terjadi di dalam bisnisnya dan lingkungan global. Jika hal ini melibatkan perencanaan/pengaturan ulang pemilihan strategi bisnis bagi perusahaan, maka perusahaan harus percaya diri bahwa departemen/bagian IT dan manajemen senior cukup berkompeten untuk menghadapi masalah tersebut. IT telah mengubah keseluruhan strategi beberapa perusahaan dan sebagai konsekuensinya, strategi bisnis dan fungsional mereka harus direvisi. Di saat hal ini mungkin menjadi bencana bagi beberapa perusahaan, jika sebuah perusahaan unggul dalam hal ini (dalam hal IT), maka ia akan menjadi yang terdepan di abad ke-21 ini. IT bersama dengan perdagangan elektronik telah merubah pasar yang ada saat ini menjadi kabur akan batas. Reaksi perubahan yang cepat ini memberi tekanan lebih pada departemen/bagian IS untuk mengembangkan sistem baru yang lebih cepat dan memperlihatkan sistem lebih yang unggul. Gayatri Prameswari (1206201870) Tantangan lainnya yang dihadapi oleh para pengembang bidang IT adalah pemilihan platform. Akankah Intranet lebih baik dibandingkan client server platform? Atau apakah Groupware merupakan pilihan yang lebih baik dibanding individual workstation? Platform harus berkemampuan luas dan juga harus bersifat dinamis untuk merespon perubahan lingkungan global. Seperti yang telah ditunjukkan dalam berbagai kejadian pada berbagai riset dan penelitian, pemilihan platform sering berperan penting dalam proses penyerapan IT dan hal ini mempengaruhi strategi perusahaan. Jika para pegawai tidak senang dengan IS dan IT perusahaannya, maka hal ini akan diteruskan kepada para konsumennya. Oleh karena itu, sebuah perusahaan harus memikirkan secara hati-hati mengenai pilihannya. Faktor-faktor seperti kepemimpinan, pemikiran tentang sistem bisnis, pembangunan hubungan, perencanaan dasar, membuat teknologi bekerja, penghadiran informasi dan pengembangan vendor, seluruhnya berperan pada strategi perusahaan dalam definisi jangka panjang. Seluruh faktor tersebut berhubungan dengan sumber daya manusia yang menciptakan keunggulan kompetitif berkelanjutan. Pimpinan menentukan nilai dan budaya dari setiap organisasi/perusahaan dan mereka bertanggung jawab terhadap pemanfaatan IT. Contohnya, CEO dari East Midlands Electricity Company selanjutnya menemukan bahwa para pendahulunya telah melakukan outsourcing terhadap fungsi IS perusahaannya dan ia merasa bahwa telah menjadi keperluan pihaknya sendiri untuk mencapai tujuan bisnisnya tersebut. Ia menghadirkan CIO baru untuk melakukan implementasi ulang departemen-departemen yang ada untuk menyelamatkan masa depan perusahaan (Feeny dan Willcocks, 1998). Jika manajemen atas bersifat tegas dan proaktif, maka hal ini akan menurun kepada manajemen dibawahnya dan seluruh departemen/bagian. Hal ini menghasilkan pembaharuan dan peningkatan kepercayaan diri dan dapat juga dijadikan sebagai pendorong bagi perusahaan. Pembangunan hubungan, komunikasi, dan pengembangan vendor adalah tujuan-tujuan jangka panjang dan seluruhnya berperan untuk menciptakan keunggulan strategis dalam menggunakan IT. Sekali lagi, sumber daya manusia adalah latar belakang dari keberlanjutan tersebut. Jika sebuah perusahaan mengejar IS dan IT sebagai konsep jangka pendek, maka potensi penggunaan IT sebagai ‘senjata’ strategis tidak akan pernah terwujud. Keterampilan interpersonal tidak selalu menjadi karakteristik kuat yang dimiliki pengembang sistem dan personil IT dan pemimpin CIO serta pemberi informasi memiliki tanggung jawab untuk meyakinkan bahwa terdapat komunikasi yang efektif antara departemen/bagian IS dengan departemen/bagian lainnya. Gayatri Prameswari (1206201870) Pertanyaan utama yang menjadi sorotan disini adalah: bagaimana bisnis menciptakan nilai dan bagaimana mungkin bisnis menciptakan lebih dengan pemanfaatan potensi IT? Dengan perdagangan elektronik yang meluas dengan cepat, perusahaan-perusahaan saat ini lebih ditekankan untuk menemukan jalan lain untuk memanfaatkan IT-nya dan menciptakan lebih banyak nilai tambah. Konsumen tidak lagi dikunci oleh switching cost yang tinggi atau loyalitas konsumen, melainkan mencari nilai yang lebih dan lebih lagi. Perusahaan-perusahaan dapat mengejar/mengikuti strategi ini, tetapi penelitian memperlihatkan bahwa hubungan jangka panjang lah yang lebih efektif dan menawarkan rencana strategis yang lebih baik. Perencanaan untuk Masa Depan Karena komputer dan teknologi berperan luas dalam kegiatan sehari-hari, IS dan IT akan dijadikan ‘senjata’ kompetitif di masa depan. Hal ini menjadi jelas karena perusahaan-perusahaan memiliki kecenderungan terhadap dominasi virtualisasi dan bisnis berbasis web. Ketika akan selalu ada kebutuhan akan perusahaan dalam bentuk fisik yang sebenarnya, perusahaan harus merencanakan masa depannya dimana kompetisi tidak ada dalam suatu lokasi tertentu, tetapi ia ada menyebar di seluruh dunia. Perusahaan seperti ini harus memiliki sumber daya yang terbaik dan tidak akan mengalami kesulitan berkompetisi dalam hal seperti harga, produk, dan fleksibilitas. Akan tetapi, jika mereka tidak memanfaatkan potensi IS dan IT secara maksimal, maka mereka tidak akan dapat bersaing dan bertahan. Meskipun, memanfaatkan potensi IS dan IT merupakan yang terpenting seperti yang selama ini dijelaskan dalam paper, semua bergantung pada sumber daya manusia untuk menghidupkan kenggulan kompetitif berkelanjutan ini. Area Penelitian yang Belum Diselesaikan dan Diteliti Sedikit paper yang menyatakan pentingnya mengembangkan hubungan jangka panjang dengan para konsumen dan supplier. Di saat jenis hubungan seperti ini lebih ditekankan dari perspektif manajemen rantai pasok, ia belum memandang dari posisi IS dan IT. Selain itu, hanya para pengguna IT yang sadar lah yang baru memulai untuk menggunakan IT sebagai ‘senjata’ perencanaan yang strategis. Ia terutama digunakan sebagai sebuah ‘senjata’ kompetitif, namun keberlanjutannya belum pernah dipertanyakan. Gayatri Prameswari (1206201870) Perusahaan-perusahaan dipaksa untuk mengembangkan metode baru dalam menggunakan kemampuan IT mereka segera setelah kemampuan tersebut ditiru atau menjadi standar industri. Mereka gagal menyadari bahwa faktor utama untuk keberlanjutan adalah teknologi itu sendiri atau bagaimana teknologi itu digunakan, tetapi orang-orang masih gagap teknologi. Sampai saat ini, belum ada studi yang membuktikan pentingnya sumber daya manusia dalam sistem IS dan IT. KESIMPULAN Sistem informasi dan teknologi informasi adalah tulang belakang dari setiap organisasi/perusahaan dalam menjalankan bisnis tanpa melihat besar kecilnya organisasi/perusahaan tersebut. Oleh karena itu, sangat penting bahwa teknologi tersebut untuk dimanfaatkan dengan maksimal sehingga perusahaan dapat bersaing dalam lingkungan global saat ini. Dari ketiga sumber daya yang telah teridentifikasi: seorang personil IT dengan latar belakang yang kuat, sebuah dasar mengenai teknologi yang tidak kaku, dan sebuah hubungan kerja sama antara personil IT dan pihak manajemen bisnis; personil IT dengan latar belakang yang kuat telah diperlihatkan sebagai sumber daya yang akan menciptakan faktor keberlanjutan tersebut. Hal ini dikombinasikan dengan hubungan kerja sama antara personil IT dan manajemen atas akan membuat IT digunakan secara efektif sebagai ‘senjata’ kompetitif berkelanjutan. Ketika mungkin mudah mendapatkan personil dengan keahlian yang sama; pendidikan yang mereka dapat dalam kegiatan pelatihan kerja serta pengalamannya tidak pernah dapat diduplikasi atau ditiru. Ada beribu keputusan dalam hal bisnis yang dibuat setiap harinya dan bahkan jika dimungkinkan untuk mendaftarkan mereka untuk pengulangan, hasil yang sama tidak dapat diperoleh. Hasilnya akan lebih baik daripada penjumlahan seluruh elemennya. Gayatri Prameswari (1206201870) REFERENSI Bakos, J. Yannis; Treacy, Michael E.(Jun 1986).Information Technology and Corporate Strategy: A Research Perspective. MIS Quarterly, Minneapolis. Cross, Jim. (Feb 1999). Back to the future. Management Review, New York. Diebold, John.(1986). Information Technology as a Competitive Weapon. International Journal of Technology Management, Geneva. Vol. 1 no. 1, 2 pp. 85-100. Feeny, David F.;Willcocks, Leslie P, (Spring 1998). Core IS capabilities for exploiting information technology. Sloan Management Review, CambridgeVol. 39 no. 3, pp.9-21. Ferguson, Glover T. (Nov/Dec 1996). Strategy in the digital age. The Journal of Business Strategy, Boston, Vol.17,no. 6, pp. 28-31. Fried, Louis; Johnson, Richard. (Summer 1992). Planning for the Competitive Use of Information Technology. Information Strategy, Pennsauken, Vol. 8 no.4 pp.5-15. Khalil, Omar E. (Summer 1996). Innovative work environments: The role of information technology and systems, S.A.M. Advanced Management Journal, Cincinnati. Kini, Ranjan B. (Fall 1993). Strategic information systems: A misunderstood concept? Information Systems Management, Boston, Vol.10, no. 4, pp.42-46. Latham, Ann. (Dec 1998). Strategic information systems planning: A necessary evil for schools? Journal of Applied Management Studies, Abingdon Leibs, Scott. (Nov 30, 1998). IT's challenges and opportunities. Informationweek, Manhasset, Iss. No. 711. Mata, Francisco J; Fuerst, William L;Barney, Jay B. (Dec 1995). Information technology and sustained competitive advantage: A resource-based analysis. MIS Quarterly, Minneapolis, Vol.19, no. 4, pp.487. Murphy, Elena Epatko. (Nov 5, 1998). Information technology could transform logistics. Purchasing, Boston. Parsons, Gregory L. (Fall 1983). Information Technology: A New Competitive Weapon. Sloan Management Review, Cambridge, Vol. 25, no.1,pp. 3-15. Rayner, Bruce. (May 1, 1995). All roads lead to IT. Computerworld, Framingham, pp.6. Ross, Jeanne W; Beath, Cynthia Mathis; Goodhue, Dale L. (Fall 1996). Develop long-term competitiveness through IT assets, Sloan Management Review, Cambridge, Vol.38, no.1, pp.31. Sanders, Michael J. (Spring 1987). Strategic Use of Technology -- A Blueprint for Implementation. Journal of Information Management, Atlanta, Vol.8,no.2, pp.17-27. Wightman, David W. L. (Summer 1987). Competitive Advantage Through Information Technology. Journal of General Management, Henley-on-Thames, Vol.12,no.4, pp.36-46. Wiseman, Charles; MacMillan, Ian C. (Fall 1984). Creating Competitive Weapons from Information Systems. The Journal of Business Strategy, Boston, Vol.5, no.2, pp 42-50. Gayatri Prameswari (1206201870) Tulisan ini merupakan hasil terjemahan dari jurnal asli dengan rincian sebagai berikut. Bobb, Leslie M.; Harris, Peter. (2011). “Information Technology and Information Systems: Its Use as a Competitive and Strategic Weapon”. Journal of International Management Studies, Beaverton, Vol. 7, No. 2, pp. 1-7.