Keadaan Faali Kuda Sumba - Jurnal Universitas Padjadjaran

advertisement
Keadaan Faali Kuda Sumba.................................................. ............... Yofa Yuandira Saefullah
KEADAAN FAALI KUDA SUMBA SEBELUM DAN SESUDAH PERTANDINGAN
(Perlombaan Pacuan Kuda Di Lapangan Rihi Eti, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi
Nusa Tenggara Timur)
THE STATE OF SUMBA FAALI A HORSE BEFORE AND AFTER THE MATCH
(The Racetrack In The Field Rihi Eti, East Sumba, East Nusa Tenggara)
Yofa Yuandira Saefullah*, Sri Bandiati Komar Prajoga**, An An Yulianti**
Universitas Padjadjaran
Jln. Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinangor 45363
*Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2016
**Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
e-mail : [email protected]
ABSTRAK
Penelitian mengenai “Keadaan Faali Kuda Sumba Sebelum dan Sesudah Pertandingan di
Pacuan Kuda Tradisional” dilaksanakan di Lapangan Pacuan Kuda Rihi Eti Kota Waingapu
Kabupaten Sumba Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur dimulai sejak tanggal 20 Oktober
hingga 7 November 2015. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana keadaan
faali kuda Sumba sebelum dan sesudah pertandingan di Lapangan Rihi Eti. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif. Sampel ditentukan berdasarkan kuda Sumba jantan dan
betina yang mengikuti pacuan kelas D dan D mini yang berumur antara 4-7 tahun. Jumlah
sampel yang diambil sebanyak 30 ekor terdiri dari 15 jantan dan 15 betina. Berdasarkan data
dan hasil analisis yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa kuda Sumba betina maupun jantan
mempunyai keadaan faali yang relatif sama.
Kata Kunci : Kuda
Sumba, Keadaan, Suhu Tubuh, Respirasi, dan Frekuensi Denyut Jantung.
ABSTRACT
Research about Physiological Condition of Sumba horses before and after race at Rihi Eti
track of Waingapu East Sumba East Nusa Tenggara from 20th Oct to 7th Nov, 2015.
Research objectives was take out how Physiological Condition Sumba horses before and after
race at Rihi Eti track. Research methods use Descriptive, and data was collected using
purposive sampling, that 15 male and 15 female were 4 – 7 years old. The number of samples
to be taken as many as 30 heads. Result showed that physiological condition of Sumba horses
before and after race was relatively same.
Keywords:
Sandelwood horse, the state , body temperature , respiration , and frequency
heartbeat.
1
Keadaan Faali Kuda Sumba.................................................. ............... Yofa Yuandira Saefullah
PENDAHULUAN
Kuda Sumba (Sandalwood) berasal dari kuda poni Sumba di pulau Sumba, Nusa
Tenggara Timur. Poni Sumba dan juga poni Timor, merupakan turunan-turunan dari hasil
persilangan antara kuda liar Asia dan kuda Tarpan yang dibawa ke Indonesia sebagai kuda
kavaleri ketika menaklukkan Indonesia di tahun 1292 (Australian Pony Study Book/APSB,
2011). Kuda sumba atau sering disebut kuda Sandelwood memiliki penampilan yang
primitive, Kuda Sumba memiliki ciri khas tersendiri yaitu memiliki tinggi 123 – 133 cm,
memiliki postur tubuh proposional, telinga kecil, leher pendek, suri tegak, kaki yang kuat,
daya tahan tubuh baik dan mata ekspresif (Simon dan Schuster’s , 1988).
Tradisi masyarakat sumba dalam perawatan kuda untuk dijadikan kuda pacu biasanya
kuda diperlakukan secara spesial dimulai dari perawatan sampai pemberian pakan untuk
memberikan kekuatan tubuh kuda pada saat dipacu. Sebagai kuda pacu maka perlu diketahui
kondisi fisiologis kuda tersebut agar dapat dengan cepat menyesuaikan tubuhnya dengan
lingkungan sekitar sehingga pembentukan panas tubuh dapat disesuaikan dengan
kebutuhannya. Sehingga apabila terdapat kelebihan energi (panas) yang terbentuk harus dapat
dikeluarkan dari dalam tubuh melalui berbagai cara.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mempertahankan kondisi tubuh agar tetap
normal yaitu dengan melakukan peningkatan dari frekuensi respirasi, denyut jantung, dan
mempertahankan suhu tubuh agar konstan. Kuda sumba juga dapat diketahui kondisi
fisiologisnya melalui pengukuran status faali diantaranya adalah frekuensi pernafasan
(respirasi), denyut jantung (pulsus), dan suhu tubuh (temperatur).
Kondisi status faali ternak merupakan indikasi dari kesehatan dan adaptasi ternak
terhadap lingkungannya. Frekuensi respirasi berfungsi sebagai salah satu parameter yang
dapat digunakan untuk mengetahui kondisi kesehatan atau keadaan kuda. Semakin banyak
atau semakin berat aktifitas kuda, maka frekuensi pernafasan kuda semakin meningkat
(Schmidt, 1997). Frekuensi denyut jantung pada kuda bervariasi sesuai dengan kondisi
fisiologis kuda itu sendiri. Suhu tubuh pada kuda dapat menentukan keadaan fisiologis kuda
itu sendiri. Semakin sering kuda itu beraktifitas maka suhu tubuh relatif tinggi. Hal ini akan
cepat direspon dengan melakukan proses homeostasis agar suhu tetap konstan.
Berdasarkan pemaparan tersebut maka dapat diduga bahwa keadaan status faali
(frekuensi respirasi, frekuensi denyut jantung, suhu tubuh) dapat mencerminkan kesehatan
pada kuda untuk menjadi kuda pacu yang baik.
2
Keadaan Faali Kuda Sumba.................................................. ............... Yofa Yuandira Saefullah
BAHAN DAN METODE
(1) Bahan dan Peralatan Penelitian
Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuda Sumba (Sandalwood) betina
dan jantan berjumlah 30 ekor dengan umur dan berat yang relatif sama. Kuda sumba yang
diteliti adalah kuda sumba yang mengikuti perlombaan pacuan kuda pada bulan Oktober
tahun 2015 di lapangan kuda Rihi Eti, Kota Waingapu, Nusa Tenggara Timur.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah Termometer infra red gun,
Stetoskop, Laptop, Alat tulis kerja (ATK), Kamera.
(2) Metode Penelitian
Metode Penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif yaitu suatu metode yang
digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak
digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas. Metode deskriptif digunakan karena
minimnya literatur mengenai kuda sumba (Sandalwood) sehingga perlu digali informasi
mengenai kuda (Sandalwood) Sumba tersebut. Pengambilan sampel kuda sumba
(Sandalwood) jantan dan betina sebanyak 30 ekor dengan umur dan berat badan yang relatif
sama. Pengambilan sampel dilakukan pada saat 1 minggu sebelum pacuan kuda di Lapangan
rihi Eti Kota Waingapu Kabupaten Sumba Timur.
(3) Peubah Yang Diamati
Frekuensi Respirasi
Pengukuran frekuensi respirasi dilakukan dengan mendekatkan punggung tangan atau
telapak tangan pada hidung kuda sumba sehingga terasa hembusan nafasnya. Perlakuan
tersebut dilakukan sebelum dan sesudah dipacu. Pengukuran frekuensi pernafasan dilakukan
selama satu menit dan diulangi sebanyak tiga kali, kemudian data yang diperoleh dirataratakan.
Frekuensi Denyut Jantung
Pengukuran frekuensi denyut jantung pada kuda dilakukan dengan menggunakan
stetoskop di bagian dada sebelah kiri atas pada tulang rusuk ke 3 dan ke 4. Perlakuan tersebut
dilakukan sebelum dan sesudah dipacu. Pengukuran frekuensi denyut jantung dilakukan
selama satu menit dan diulangi sebanyak tiga kali, hasil yang diperoleh kemudian dirataratakan.
3
Keadaan Faali Kuda Sumba.................................................. ............... Yofa Yuandira Saefullah
Suhu Tubuh
Pengukuran suhu tubuh pada kuda sumba dilakukan dengan menggunakan infrared
thermometer gun dengan menembakan laser ke tubuh kuda. Perlakuan tersebut dilakukan
sebelum dan sesudah dipacu. Pengukuran suhu tubuh dilakukan sampai angka parameternya
tetap atau tidak berubah dan diulangi sebanyak tiga kali, kemudian hasil yang diperoleh
dirata-ratakan.
(4) Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik
Data yang terkumpul akan dianalisis menggunakan statistika deskripitf (Mean,
Ragam, Standar deviasi, Koefisien variasi), analisis linier sederhana (Sudjana, 2005).
1.
Rata-rata/Mean ( ̅ )
∑
̅
Keterangan
2.
:̅
= Rata-rata
∑
= Jumlah nilai data
n
= Jumlah sampel
Ragam (
∑
Keterangan:
3.
∑
= Peubah ke-i
x
= Rata-rata sampel
n
= Banyaknya data sampel
i
=1,2,3,…30
Simpangan Baku (
√
Keterangan:
= Ragam
4
Keadaan Faali Kuda Sumba.................................................. ............... Yofa Yuandira Saefullah
4.
Koefisien Variasi (KV)
̅
Keterangan:
s
= Simpangan baku
̅
5.
= Rata-rata sampel
Pertambahan Status Faali
(∆) Frekuensi Pernafasan =
(∆) Denyut Jantung =
(∆) Suhu =
-
-
-
HASIL DAN PEMBAHASAN
Frekuensi Respirasi
Hasil pengukuran frekuensi respirasi yang dilakukan pada kuda sumba dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Analisis Data Frekuensi Respirasi Kuda Sumba Betina Sebelum dan Sesudah Dipacu
Nilai
Rata-rata
Ragam
Simpangan Baku
Koefisien Variasi (%)
Minimal
Maksimal
Sebelum Dipacu
34,13
63,41
7,96
23
24
52
Sesudah Dipacu
52,87
76,78
8,76
16,5
45
69
Pada tabel 1 terlihat bahwa frekuensi respirasi pada kuda Sumba betina sebelum
dipacu memiliki nilai minimal 24 kali dengan nilai maksimal 52 kali dengan rataan jumlah
respirasi sebanyak 34,13 kali/menit. Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan Arifin dkk.
(2013) yang menyatakan respirasi normal pada kuda dewasa saat diam yaitu antara 14 - 48
kali/menit.
Sesudah dipacu ternyata frekuensi respirasi pada kuda Sumba betina meningkat
dengan nilai minimal 45 kali, nilai maksimal 69 kali dengan rataan jumlah respirasi sebanyak
5
Keadaan Faali Kuda Sumba.................................................. ............... Yofa Yuandira Saefullah
52,87 kali/menit. Hal ini terjadi karena adanya aktivitas yang meningkat sehingga terjadi
pembentukan panas (Energi) dalam tubuh, dan kuda akan berusaha mengeluarkan panas yang
terbentuk dalam tubuh untuk mempertahankan suhu tubuh yang relatif konstan
(Homeostasis), salah satunya dengan respirasi. Koefisien variasi sebelum dipacu sebesar 23%
dan sesudah dipacu sebesar 16,5% menunjukan bahwa data populasi yang diamati tidak
seragam.
Tabel 2. Analisis Data Frekuensi Respirasi Kuda Sumba Jantan Sebelum dan Sesudah Dipacu
Nilai
Rata-rata
Ragam
Simpangan Baku
Koefisien Variasi (%)
Minimal
Maksimal
Sebelum Dipacu
35,6
105,26
10,26
28,8
20
56
Sesudah Dipacu
57,2
107,46
10,37
18,1
43
80
Tabel 2 menunjukkan bahwa rataan frekuensi respirasi pada kuda Sumba jantan
sebelum dipacu adalah 35,6 kali/menit, lebih tinggi dari betina yaitu 34,13 kali/menit. Hal
tersebut terjadi karena salah satunya dipengaruhi oleh faktor hormon. Hormon dalam tubuh
kuda jantan yang lebih tinggi mempengaruhi frekuensi respirasi jantan sehingga frekuensinya
lebih tinggi dari betina. Kondisi tersebut juga dipengaruhi oleh lingkungan dan cuaca lokasi
penelitian di Waingapu, Sumba Timur dimana temperatur harian pada saat penelitian berkisar
antara antara
dengan kelembaban udara mencapai 80%. Hal ini sejalan dengan
pendapat Purwanto dkk (1995) yang menyatakan bahwa temperatur dan kelembaban udara
akan meningkatkan penambahan panas dalam tubuh dan menyebabkan peningkatan
pengeluaran udara melalui saluran respirasi.
Pada tabel 2 terlihat bahwa frekuensi respirasi kuda Sumba jantan sesudah dipacu
memiliki nilai minimal 43 kali, nilai maksimal 80 kali dengan rata-rata jumlah respirasi
sebanyak 57,2 kali/menit. Koefisien variasi sebelum dipacu sebesar 28,8% dan sesudah
dipacu sebesar 18,1% menunjukan bahwa data populasi yang diamati tidak seragam.
Dari Tabel 1 dan 2 tersebut didapatkan hasil frekuensi respirasi kuda betina dan jantan
relatif berbeda, frekuensi respirasi betina yang lebih rendah baik sebelum maupun sesudah
6
Keadaan Faali Kuda Sumba.................................................. ............... Yofa Yuandira Saefullah
dipacu dibandingkan jantan. Hal tersebut dapat terjadi karena betina lebih dapat
mengendalikan frekuensi respirasi dalam peningkatan aktivitas dibandingkan dengan jantan
sehingga jumlah frekuensi respirasi yang dihasilkan oleh betina lebih rendah dibandingkan
dengan jantan. Perbedaan frekuensi respirasi sebelum dan sesudah dipacu ini disebabkan pada
saat pacuan kuda melakukan aktivitas fisik yang tinggi yaitu berlari cepat. Aktivitas tersebut
menyebabkan laju respirasi lebih tinggi dari sebelumnya dalam upaya mempertahankan panas
yang relatif tetap di dalam tubuh dengan cara meningkatkan frekuensi respirasi (Johnson,
1995).
Tabel 3. Waktu frekuensi respirasi yang diperlukan Kuda Sumba untuk kembali ke keadaan
normal sesudah dipacu.
Jumlah Ternak (ekor)
Sesudah Dipacu
Jantan
Betina
5’₁
-
-
5’₂
-
2
5’₃
7
8
> 5’₃
8
5
Ket : 5’₁ - 5’₃ : Selang waktu 5 menit
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa terdapat 7 ekor (46%) kuda Sumba jantan frekuensi
respirasinya sudah kembali ke keadaan normal dalam waktu 15 menit, sedangkan 8 ekor
(54%) lainnya membutuhkan waktu lebih dari 15 menit untuk kembali ke keadaan relatif
normal. Pada kuda Sumba betina terdapat 2 ekor (13%) yang sudah kembali ke keadaan
normal dalam waktu 10 menit, kemudian 5 menit selanjutnya terdapat 8 ekor (53%) yang
sudah kembali ke keadaan normal, sedangkan 5 ekor (34%) lainnya membutuhkan waktu
lebih dari 15 menit untuk kembali ke keadaan normal.
7
Keadaan Faali Kuda Sumba.................................................. ............... Yofa Yuandira Saefullah
Frekuensi Denyut Jantung
Tabel 4. Analisis Data Frekuensi Denyut Jantung Kuda Sumba Betina Sebelum dan Sesudah
Dipacu
Nilai
Rata-rata
Ragam
Simpangan Baku
Koefisien Variasi (%)
Minimal
Maksimal
Sebelum Dipacu
54,07
44,78
6,69
12,3
40
68
Sesudah Dipacu
70,67
17,95
4,24
5,9
62
80
Pada tabel 4 terlihat bahwa frekuensi denyut jantung sebelum dipacu pada kuda
Sumba betina memiliki nilai minimal 40 kali, nilai maksimal 68 kali dengan rataan jumlah
denyut jantung sebanyak 54,07 kali/menit. Jumlah rataan frekuensi denyut jantung kuda
Sumba sebelum dipacu tersebut berbeda dengan pendapat Hawcroft (1990) yang menyatakan
bahwa kuda dalam keadaan tenang denyut jantungnya adalah 30 - 40 denyut permenit, hal ini
dikarenakan kondisi cuaca dan lingkungan di tempat penelitian Hawcroft berbeda dengan
kondisi cuaca di Sumba Timur.
Frekuensi denyut jantung kuda Sumba betina sesudah dipacu memiliki nilai minimal
62
kali, nilai maksimal 80 kali dengan rataan jumlah denyut jantung sebanyak 70,67
kali/menit. Hal tersebut terjadi karena dipengaruhi oleh aktivitas fisik yang tinggi. Hal ini
sejalan dengan pendapat Subroto (1985) yang menyatakan bahwa ternak yang mengalami
aktivitas tinggi atau stress akan meningkat denyut jantungnya untuk sementara waktu.
Koefisien variasi baik sebelum dipacu dan sesudah dipacu pada kuda Sumba betina
nilainya dibawah 15%, yaitu sebesar 12,3% dan 5,9% menunjukan bahwa data populasi yang
diamati seragam, sesuai pendapat Nasoetion (1992) yang menyatakan bahwa koefisien variasi
kurang dari 15% menunjukan bahwa populasi yang diamati hampir seragam.
8
Keadaan Faali Kuda Sumba.................................................. ............... Yofa Yuandira Saefullah
Tabel 5. Analisis Data Frekuensi Denyut Jantung Kuda Sumba Jantan Sebelum dan Sesudah
Dipacu
Nilai
Rata-rata
Ragam
Simpangan Baku
Koefisien Variasi (%)
Minimal
Maksimal
Sebelum Dipacu
54,4
49,26
7,02
12,9
36
64
Sesudah Dipacu
69,4
43,97
6,63
9,5
54
79
Tabel 5 menunjukan bahwa frekuensi denyut jantung sebelum dipacu pada kuda
Sumba jantan memiliki nilai minimal 36 kali, nilai maksimal 64 kali dengan rataan jumlah
denyut jantung sebanyak 54,4 kali/menit. Jumlah rataan frekuensi denyut jantung kuda Sumba
sebelum dipacu tersebut berbeda dengan pendapat Hawcroft (1990) yang menyatakan bahwa
kuda dalam keadaan tenang denyut jantungnya adalah 30 - 40 denyut per menit, hal ini
dikarenakan kondisi cuaca dan lingkungan di tempat penelitian Hawcroft berbeda dengan
kondisi cuaca di Sumba Timur.
Frekuensi denyut jantung kuda Sumba jantan sesudah dipacu memiliki nilai minimal
54 kali, nilai maksimal 79 kali dengan
rataan jumlah denyut jantung sebanyak 69,4
kali/menit. Peningkatan tersebut sesuai dengan angka rata-rata menurut pendapat Wilson
(2009) yang menyatakan bahwa seekor kuda yang melakukan aktivitas pacuan akan
meningkat denyut jantungnya menjadi 60 denyut permenit atau lebih tergantung dari aktivitas
yang dilakukan, hal tersebut dapat terjadi karena kuda Sumba telah mampu beradaptasi
dengan baik pada aktivitas yang dilakukan sehingga tidak terjadi peningkatan yang tinggi.
Koefisien variasi sebelum dipacu sebesar 12,9% dan sesudah dipacu sebesar 9,5%
menunjukan bahwa data populasi yang diamati seragam, sesuai pendapat Nasoetion (1992)
yang menyatakan bahwa koefisien variasi kurang dari 15% menunjukan bahwa populasi yang
diamati hampir seragam.
Dari Tabel 4 dan 5 tersebut didapatkan hasil frekuensi denyut jantung kuda Sumba
betina dan jantan relatif berbeda, frekuensi denyut jantung kuda Sumba betina lebih cepat
kembali ke keadaan normal dalam waktu 15 menit dibandingkan dengan kuda Sumba jantan.
Hal tersebut dapat terjadi karena betina lebih dapat mengendalikan frekuensi denyut jantung
9
Keadaan Faali Kuda Sumba.................................................. ............... Yofa Yuandira Saefullah
dalam peningkatan aktivitas dibandingkan dengan jantan sehingga jumlah frekuensi denyut
jantung yang dihasilkan oleh betina lebih rendah dibandingkan dengan jantan.
Tabel 6. Waktu frekuensi denyut jantung yang diperlukan Kuda Sumba untuk kembali ke
keadaan normal sesudah dipacu
Jumlah Ternak (ekor)
Sesudah Dipacu
Jantan
Betina
5’₁
-
-
5’₂
-
3
5’₃
8
6
> 5’₃
7
6
Ket : 5’₁ - 5’₃ : Selang waktu 5 menit
Pada tabel 6 dapat dilihat bahwa frekuensi denyut jantung kuda Sumba jantan 8 ekor
(53%) sudah kembali ke keadaan normal dalam waktu 15 menit, sedangkan 7 ekor (47%)
lainnya membutuhkan waktu lebih dari 15 menit untuk kembali ke keadaan normal. Pada
kuda Sumba betina terdapat 3 ekor (20%) yang sudah kembali ke keadaan normal dalam
waktu 10 menit, kemudian 5 menit selanjutnya terdapat 6 ekor (40%) yang sudah kembali ke
keadaan normal, sedangkan 9 ekor (60%) lainnya belum kembali normal dan membutuhkan
waktu lebih dari 15 menit untuk kembali ke keadaan normal.
Suhu Tubuh
Tabel 7. Analisis Data Suhu Tubuh Kuda Sumba Betina Sebelum dan Sesudah Dipacu
Nilai
Rata-rata
Ragam
Simpangan Baku
Koefisien Variasi (%)
Minimal
Maksimal
Sebelum Dipacu
38,57
0,76
0,87
2,2
37
39,6
Sesudah Dipacu
41,54
0,78
0,88
2,1
40,1
43,1
Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa suhu tubuh kuda Sumba betina sebelum dipacu
memiliki nilai minimal 37oC, nilai maksimal 39,6oC dengan rataan suhu tubuh sebesar
10
Keadaan Faali Kuda Sumba.................................................. ............... Yofa Yuandira Saefullah
38,56oC. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Frape (1986) yang menyatakan bahwa rataan
suhu tubuh kuda berkisar antara 37
– 38,5 , karena kuda yang diteliti dalam keadaan
normal dan memiliki kondisi kesehatan yang baik.
Suhu tubuh pada kuda Sumba betina sesudah dipacu memiliki nilai minimal 40,1oC,
nilai maksimal 43,1oC dengan rataan suhu tubuh sebesar 41,54oC. Peningkatan suhu tubuh ini
dikarenakan aktivitas yang dilakukan oleh kuda sehingga akan meningkatkan aktivitas otot
dalam tubuh seperti yang dikatakan oleh Brown dan Smith (1984) bahwa aktivitas otot dalam
tubuh kuda akan meningkatkan suhu tubuh. Koefisien variasi baik sebelum dipacu dan
sesudah dipacu pada kuda Sumba betina sebesar 2,2% dan 2,1% menunjukan bahwa data
populasi yang diamati seragam.
Tabel 8. Analisis Data Suhu Tubuh Kuda Sumba Jantan Sebelum dan Sesudah Dipacu
Nilai
Rata-rata
Ragam
Simpangan Baku
Koefisien Variasi (%)
Minimal
Maksimal
Sebelum Dipacu
38,92
0,70
0,84
2,1
37,8
40,5
Sesudah Dipacu
42,21
0,95
0,98
2,3
41,1
43,7
Tabel 8 menunjukan bahwa suhu tubuh kuda Sumba jantan sebelum dipacu memiliki
nilai minimal 37,8oC, nilai maksimal 40,5oC dengan rataan suhu tubuh sebesar 38,91oC. Hal
tersebut hampir sesuai dengan pendapat Frape (1986) yang menyatakan bahwa rataan suhu
tubuh kuda berkisar antara 37
– 38,5 , karena kuda yang diteliti dalam keadaan normal
dan memiliki kondisi kesehatan yang baik.
Pada tabel 8 terlihat bahwa suhu tubuh pada kuda Sumba jantan sesudah dipacu
memiliki nilai minimal 41,1oC, nilai maksimal 43,7oC dengan rataan suhu tubuh sebesar
42,21oC. Hal ini sejalan dengan pernyataan Duke’s (1995) yang menyatakan bahwa suhu pada
ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah aktivitas yang tinggi. Aktivitas
yang tinggi dalam hal ini adalah aktivitas pacuan.
11
Keadaan Faali Kuda Sumba.................................................. ............... Yofa Yuandira Saefullah
Berdasarkan tabel 7 dan 8, dapat diketahui bahwa kuda Sumba betina lebih mampu
mengendalikan suhu tubuhnya dengan baik meskipun suhu tubuh kuda Sumba betina tidak
berbeda jauh dengan kuda Sumba jantan. Temperatur tubuh sebelum dipacu dan sesudah
dipacu mempunyai kisaran yang relatif sama. Hal ini disebabkan karena kuda termasuk
ternak homeoterm maka dengan dilakukannya aktivitas, ternak tersebut akan tetap
mempertahankan kisaran suhu tubuhnya dalam keadaan normal, sesuai dengan pendapat
Loving (2006) yang telah dijelaskan sebelumnya.
Tabel 9. Waktu suhu tubuh yang diperlukan Kuda Sumba untuk kembali ke keadaan normal
sesudah dipacu
Jumlah Ternak (ekor)
Sesudah Dipacu
Jantan
Betina
5’₁
-
-
5’₂
5
6
5’₃
5
4
> 5’₃
5
5
Ket : 5’₁ - 5’₃ : Selang waktu 5 menit
Pada tabel 9 dapat dilihat bahwa suhu tubuh kuda Sumba jantan 5 ekor (33%) sudah
kembali ke keadaan normal dalam waktu 10 menit, 5 menit selanjutnya terdapat 5 ekor (33%)
yang kembali ke keadaan normal, sedangkan 5 ekor (33%) lainnya membutuhkan waktu lebih
dari 15 menit untuk kembali ke keadaan normal. Pada kuda Sumba betina terdapat 6 ekor
(40%) yang sudah kembali ke keadaan normal dalam waktu 10 menit, kemudian 5 menit
selanjutnya terdapat 4 ekor (27%) yang sudah kembali ke keadaan normal, sedangkan 5 ekor
(33%) lainnya belum kembali normal dan membutuhkan waktu lebih dari 15 menit untuk
kembali ke keadaan normal.
12
Keadaan Faali Kuda Sumba.................................................. ............... Yofa Yuandira Saefullah
KESIMPULAN
Berdasarkan data dan hasil analisis yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa kuda
Sumba betina maupun jantan mempunyai keadaan faali yang relatif sama baik sebelum dan
sesudah pertandingan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada dosen pembimbing utama Prof. Dr. Ir. Sri
Bandiati KP dan kepada dosen pembimbing anggota Ir. An an Yulianti , M.Si yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan motivasi, saran, serta bimbingan dalam penulisan
dan penyelesaian penyusunan artikel ilmiah ini. Kepada Tim Ekspedisi Sumba dan semua
teman-teman Fapet Burgo 2012 yang telah banyak membantu selama penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N.A., L.G. Mitchell, and J.B. Reece. 2002. Biology. Singapore : The Benyaminper
Cummings Publishing Co. California
Ghalem, S., N. Khebichat, K. Nekkaz. 2012. The Physiology of Animal Respiration: Study of
Domestic Animal. Article ID 737271, 8 pages.
Hardjosubroto, Wartomo.
Jakarta.
1994.
Aplikasi Pemuliabiakan di Lapangan.
PT. Grasindo.
Hawcroft. 1990. Clinical TextBook for Veterinary Technicians fifth edition. Philadelphia :
Saunders.
Hickman, J. 1987. Horse Management. Second Edition. Academic Press, Inc. USA.
Johnson, E. B., R. J. Mackay, and J. A. Hernandez. 2010. An epidemiologic study of
anhidrosis in horses in Florida. J. Am. Vet. Med. Assoc.
Loving,
N.
S.
2006.
Heat
Stress.
Alberta
Horse
Industry.
Canada.
http://www.albertahorseindustry.ca/hboc/Proccedings/heat_stress.pdf diakses pada
tanggal 10 Juni 2015.
Schmidt, K. and Nielsen. 1997. Animal Physiology 5th edition. Cambridge University Press.
Cambridge
Simon and Schuster's .1988 : Horses and Ponies. New York; Americas
Sudjana. 2005. Metode Statistika.Tarsito.Bandung.
Soehardjono, O. 1990. Kuda. Yayasan Pamulang, Jakarta.
13
Download