pengaruh praperlakuan puasa terhadap

advertisement
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PENGARUH PUASA TERHADAP
PROFIL FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL
PADA TIKUS PUTIH JANTAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Sulistiawati
NIM : 038114012
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PENGARUH PUASA TERHADAP
PROFIL FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL
PADA TIKUS PUTIH JANTAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Sulistiawati
NIM : 038114012
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
ii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Persetujuan Skripsi
PENGARUH PUASA TERHADAP
PROFIL FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL
PADA TIKUS PUTIH JANTAN
Yang diajukan oleh:
Sulistiawati
NIM : 038114012
Telah disetujui oleh :
iii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
I gratefully dedicated this work
To my Beloved Family,
To my Alma-mater and Friends,
To my Heavenly Father
for Your guidance, Lord…
…Titus Tuus Egosum.
v
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama
: Sulistiawati
Nomor Mahasiswa : 038114012
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Pengaruh Puasa terhadap Profil Farmakokinetika Parasetamol pada Tikus Putih Jantan
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan
dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,
mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain
untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan
royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 1 Februari 2008
Yang menyatakan
( Sulistiawati )
vi
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, kuasa dan
mujizat-Nya yang sempurna sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pengaruh Puasa terhadap Profil Farmakokinetika Parasetamol pada
Tikus Putih Jantan”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah syarat memperoleh
gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) pada Program Studi Farmasi di Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulisan skripsi ini tidak dapat terwujud tanpa bimbingan, bantuan,
dukungan dan doa dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis hendak
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rita Suhadi, M. Si., Apt., selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
2. Drs. Mulyono, Apt., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu
dan tenaga untuk memberikan bimbingan, masukan, saran, pengajaran dan
semangat yang selalu menginspirasi dalam penyusunan skripsi ini.
3. Yosef Wijoyo, M. Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah berkenan
menguji serta memberikan bimbingan, saran, masukan serta semangat bagi
penulisan skripsi ini.
4. Christine Patramurti, M. Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah berkenan
menguji serta memberikan bimbingan, saran, masukan serta semangat bagi
penulisan skripsi ini.
5. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M. S., Apt., yang telah berkenan meluangkan
vii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
waktu untuk memberikan masukan, saran dan pengajaran yang sangat
bermanfaat.
6. Keluarga tercinta, papa-mama, kakak-kakak dan adikku, atas doa, dukungan,
pengertian, semangat serta kasih yang selalu menyertaiku setiap saat.
7. Agatha ‘Tata’ Devi Mirakel, atas persahabatan yang indah baik dalam suka
dan duka, kesabaran serta kerjasamanya terutama dalam pengerjaan dan
penyusunan skripsi ini.
8. Yohana dan Yen-yen, sahabat- sahabatku terkasih yang selalu ada dan
membantuku bertumbuh dalam iman.
9. Bapak Heru, Bapak Parjiman, Bapak Kayat, Bapak Mukmin, Bapak Prapto,
Bapak Parlan, dan Bapak Wagiran serta segenap karyawan yang telah
memberikan bantuan dan semangat.
10. Teman- teman seperjuangan di laboratorium: Fanny, Essy, Desy, Sisca,
Angga, Surya, Gallaeh, Punto, Madya, Arian, Novi dan Tika untuk dukungan,
bantuan, dan canda tawanya.
11. Lanny, Jephi, Hartono dan mbak Vini yang telah memberikan banyak
masukan, diskusi, dan dukungan yang sangat bermanfaat bagi penyusunan
skripsi ini.
12. Teman- teman seangkatan, khususnya kelas A: Dee-dee, Monchi, Raya,
Marga, Dita, Adhy, dan Andi untuk kebersamaan kita yang menyenangkan
selama masa perkuliahan.
13. Sahabat- sahabat yang selalu menemani dalam langkah kedewasaanku dengan
penuh kasih: Gerry, Herdian, Tirza, Astri, Alvin, dan Andrey.
viii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
14. Semua pihak yang telah banyak membantu dan tidak dapat disebutkan satupersatu disini.
Atas semua bantuan yang telah diberikan, penulis mengucapkan banyak
terimakasih. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari
kekurangan dan keterbatasan. Oleh sebab itu diharapkan saran dan kritik yang
membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Besar harapan penulis agar skripsi
ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Penulis
ix
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
x
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PENGARUH PUASA TERHADAP
PROFIL FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL
PADA TIKUS PUTIH JANTAN
INTISARI
Absorpsi obat dari saluran pencernaan dapat dipengaruhi oleh berbagai
macam faktor. Salah satu faktor tersebut adalah kondisi saluran pencernaan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan profil farmakokinetika dari
analgesik-antipiretik populer yaitu parasetamol bila dikonsumsi pada kondisi
puasa.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni, dengan
rancangan acak lengkap pola searah. Sepuluh ekor tikus putih jantan galur Wistar
digunakan sebagai hewan uji. Lima ekor tikus pertama sebagai kelompok kontrol
dan sisanya sebagai kelompok perlakuan. Sebelum diberikan parasetamol,
kelompok kontrol dipuasakan selama 18 jam, sedangkan kelompok perlakuan
dipuasakan selama 6 jam dan ditambah 18 jam. Dosis parasetamol yaitu 300
mg/kgBB yang diberikan secara oral. Sampling darah diambil melalui vena
lateralis ekor pada menit ke 0, 5, 10, 20, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360,
dan 420.
Kadar parasetamol ditetapkan menggunakan High Performance Liquid
Chromatography dengan metode penelitian Howie et. al. (1977) yang telah
dimodifikasi oleh Wijoyo (2001). Hasil yang diperoleh diolah menggunakan
program Stripe kemudian dianalisis dengan Paired Sampel T-test menggunakan
program SPSS (taraf kepercayaan 95 %). Hasil penelitian menunjukkan terjadinya
perubahan profil farmakokinetika parasetamol yang signifikan yaitu kenaikan ka
(282,41 %), penurunan tmaks (52,24 %), penurunan AUC(0-∞) (16,66 %), kenaikan
Vdss (17,42 %), serta kenaikan ClT (20,81 %).
Kata kunci: puasa, profil farmakokinetika, parasetamol
xi
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
THE INFLUENCE OF FASTING
ON PHARMACOKINETICS PROFILE OF PARACETAMOL
IN WHITE MALE RATE
ABSTRACT
Absorption of drug from the gastrointestinal tract can be affected by
various factors. One of those factors is the condition of the gastrointestinal tract.
This study was aimed to observed the pharmacokinetics profile of the popular
analgesic-antipyretic drug, paracetamol, when taken under fasting condition.
A pure experimental research conducted by a completely randomized
design, analyzed by one way variance was used in this study. Ten white male
Wistar strain rats were used. The first five rats were used as control group and the
rests as experimental group. The control group was being fasted for 18 hours,
while the experimental group was being fasted for 6 hours plus 18 hours, before
the paracetamol given (dosage 300 mg/kgBW). Blood sampling was taken from
the lateral vein of the rat’s tail and done at 0, 5, 10, 20, 30, 45, 60, 90, 120, 180,
240, 300, 360, and 420 minutes.
Paracetamol concentrations were measured using High Performance
Liquid Chromatography based on method by Howie et. al. (1997), modified by
Wijoyo (2001). The results were analyzed using Stripe program and continued
analyzed by SPSS program using Paired Sample T-test (95% confidence interval).
The results showed significance increased of ka (282,41 %), decreased of tmaks
(52,24 %), decreased of AUC(0-∞) (16,66 %), increased of Vdss (17,42 %), and also
increased of ClT (20,81 %).
Keywords: fasting, pharmacokinetics profile, paracetamol
xii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………….........
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………. iii
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………….. v
PRAKATA………………………………………………………………….. vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………………………….. ix
INTISARI…………………………………………………………………… x
ABSTRACT…………………………………………………………….........
xi
DAFTAR ISI……………………………………………………………........ xii
DAFTAR TABEL………………………………………………………....... xvi
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………….....
xviii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………….......
xxii
BAB I. PENGANTAR……………………………………………………....
1
A. Latar Belakang……………………………………………………….
1
1. Permasalahan…………………………………………………….
3
2. Keaslian penelitian………………………………………………
3
3. Manfaat penelitian……………………………………………….
4
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum…………………………………………………… 4
2. Tujuan Khusus…………………………………………………..
4
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA
A. Nasib Obat dalam Tubuh…………………………………………….
xiii
5
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
B. Fase Farmakokinetika……………………………………………….
6
1. Absorpsi obat……………………………………………….......
6
2. Disposisi obat…………………………………………………..
17
C. Prinsip Dasar Farmakokinetika…………………………………….
21
1. Definisi Farmakokinetika………………………………………
21
2. Analisis Farmakokinetika………………………………………
22
3. Parameter Farmakokinetika…………………………………….
29
4. Strategi Penelitian Farmakokinetika……………………………
35
D. Parasetamol…………………………………………………………
38
1. Definisi…………………………………………………………
39
2. Aksi Farmakologis……………………………………………..
40
3. Farmakokinetika Parasetamol………………………………….
40
4. Metode Penetapan Kadar Parasetamol dalam Plasma…………
43
E. Darah……………………………………………………………….
47
F. Landasan Teori……………………………………………………..
48
G. Hipotesis……………………………………………………………
49
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN………………………………….
50
A. Jenis dan Rancangan Penelitian……………………………………..
50
B Variabel Penelitian………………………………………………….
50
1. Variabel Utama…………………………………………………..
50
2. Variabel Pengacau Terkendali……………………………………
52
C. Bahan Penelitian…………………………………………………….
52
D. Alat penelitian………………………………………………………
53
xiv
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
E. Jalan Penelitian…………………………………………………….
54
1. Validasi Metode Analisis……………………………………….
54
2. Tahap Orientasi Dosis dan Jadwal Pengambilan Cuplikan……..
56
3. Pengaruh Puasa terhadap Profil Farmakokinetika Parasetamol...
57
F. Cara Analisis Hasil………………………………………………..
59
1. Cara Perhitungan Parameter Farmakokonetika…………………
59
2. Analisis Statistik………………………………………………..
59
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………….
60
A. Pengambilan Cuplikan Darah Tikus……………………………....
60
B. Validasi Metode Analisis………………………………………….
64
1. Persamaan Kurva Baku Parasetamol……………………………
68
2. Penetapan Nilai Perolehan Kembali, Kesalahan Sistematik
dan Kesalahan Acak…………………………………………….
72
3. Stabilitas Prasetamol…………………………………………….
74
C. Orientasi Dosis dan Jadwal Pengambilan Cuplikan……………….
75
1. Orientasi Dosis……………………………………………….....
75
2. Orientasi Jadwal Pengambilan Cuplikan……………………….
76
D. Analisis Profil Farmakokinetika Parasetamol………………………
78
1. Penentuan Model Kompartemen……………………………….
82
2. Penentuan Orde Reaksi………………………………………....
83
3. Analisis Parameter Farmakokinetika……………………………
84
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………..
99
A Kesimpulan……………………………………………………….
xv
99
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
B. Saran………………………………………………………….......
99
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….
100
LAMPIRAN………………………………………………………………
104
BIOGRAFI PENULIS…………………………………………………….
142
xvi
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel I
Karakteristik Model Satu Kompartemen Terbuka……………… 24
Tabel II
Karakteristik Model Dua Kompartemen Terbuka……………… 26
Tabel III
Ketergantungan Parameter Farmakokinetika Primer terhadap
Beberapa Variabel Fisiologis…………………………………...
Tabel IV
30
Perhitungan Parameter Farmakokinetika Model Dua Kompartemen
Terbuka dengan Absorpsi Orde Pertama dan Eliminasi hanya dari
Kompartemen Sentral- Pemberian Dosis Tunggal……………… 31
Tabel V
Parameter Farmakokinetika Model Dua Kompartemen Terbuka
59
Tabel VI
Data Persamaan Kurva Baku........................................................ 71
Tabel VII
Nilai Perolehan Kembali, Kesalahan Sistematik, Kesalahan Acak
dari Penetapan Kadar Parasetamol dalam Plasma secara HPLCintraday………………………………………………………….. 72
Tabel VIII Nilai Perolehan Kembali, Kesalahan Sistematik, Kesalahan Acak
dari Penetapan Kadar Parasetamol dalam Plasma secara HPLCinterday…………………………………………………………... 73
Tabel IX
Peruraian parasetamol dalam plasma setelah disimpan pada suhu
00 C……………………………………………………………
Tabel X
74
Data Kadar Parasetamol Plasma Tikus setelah Pemberian
Parasetamol Oral Dosis 300 mg/kgBB (n=3)……………………. 78
Tabel XI
Perhitungan analisis regresi dari Cp vs t dan log Cp vs t………... 84
Tabel XII
Rata- rata Kadar Parasetamol dalam Plasma setelah Pemberian
Parasetamol Oral Dosis 300 mg/kgBB pada Tikus Putih Jantan.... 85
Tabel XIII Pengaruh Puasa terhadap Profil Farmakokinetika Parasetamol
Pada Tikus Putih Jantan setelah Pemberian Parasetamol Oral
Dosis 300 mg/kgBB……………………………………............... 86
Tabel XIV Contoh Perhitungan Kadar Larutan Parasetamol pada Penentuan
Nilai Perolehan Kembali, Kesalahan Sistemik dan Kesalahan
Acak (intraday dan interday)……………………………………. 105
Tabel XV
Data Kontrol 1…………………………………………………… 108
xvii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Tabel XVI
Data Kontrol 2……………………………………………………109
Tabel XVII Data Kontrol 3…………………………………………………. 110
Tabel XVIII Data Kontrol 4……………………………………………......... 111
Tabel XIX
Data Kontrol 5…………………………………………………. 112
Tabel XX
Data Perlakuan 1………………………………………………. 113
Tabel XXI
Data Perlakuan 2………………………………………………. 114
Tabel XXII Data Perlakuan 3………………………………………………. 115
Tabel XXIII Data Perlakuan 4………………………………………………. 116
Tabel XXIV Data Perlakuan 5………………………………………………. 117
xviii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Proses yang Terjadi dalam Organisme Setelah Pemberian Oral 5
Gambar 2
Faktor Pembatas Laju Pergerakan Obat Melintasi Membran,
dari Darah ke Jaringan atau Sebaliknya………………………
8
Gambar 3
Struktur Parasetamol (N-asetil-paraaminofenol)……………..
39
Gambar 4
Metabolisme Parasetamol…………………………………….
43
Gambar 5
Gambaran Denaturasi Protein………………………………..
62
Gambar 6
Ionisasi Parasetamol dalam fase gerak……………………….
66
Gambar 7
Gugus Kromofor dan Gugus Auksokrom Parasetamol………
67
Gambar 8
Kromatogram blanko kurva baku……………………………
69
Gambar 9
Kromatogram kurva baku pada konsentrasi 100μg/ml……..
69
Gambar 10
Persamaan Kurva Baku Parasetamol dalam Plasma…………
71
Gambar 11
Kurva Orientasi Dosis (Kadar Parasetamol dalam Plasma
Lawan Waktu)……………………………………………….
76
Gambar 12
Kromatogram kelompok kontrol pada menit ke-0…………..
79
Gambar 13
Kromatogram kelompok kontrol pada menit ke-20…………
79
Gambar 14
Kromatogram kelompok perlakuan pada menit ke-0………..
80
Gambar 15
Kromatogram kelompok perlakuan pada menit ke-20………
80
Gambar 16
Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu
pada kontrol dan perlakuan yang pertama…………………..
Gambar 17
Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu
pada kontrol dan perlakuan yang kedua…………………….
Gambar 18
119
Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu
pada kontrol dan perlakuan yang kelima…………………….
Gambar 21
118
Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu
pada kontrol dan perlakuan yang keempat………………….
Gambar 20
118
Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu
pada kontrol dan perlakuan yang ketiga…………………….
Gambar 19
118
119
Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu
pada kontrol dan perlakuan yang pertama……………………
xix
120
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Gambar 22
Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu
pada kontrol dan perlakuan yang kedua………………………. 120
Gambar 23
Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu
pada kontrol dan perlakuan yang ketiga………………………. 120
Gambar 24
Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu
pada kontrol dan perlakuan yang keempat…………………….
Gambar 25
121
Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu
pada kontrol dan perlakuan yang kelima……………………...
xx
121
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Perhitungan untuk pembuatan kurva baku parasetamol………… 104
Lampiran 2 Contoh data dan perhitungan untuk pembuatan larutan
parasetamol pada penentuan nilai perolehan kembali,
kesalahan sistematik dan kesalahan acak (intraday dan interday) 105
Lampiran 3 Contoh perhitungan dosis pada orientasi dosis………………… 106
Lampiran 4 Contoh perhitungan volume pemberian larutan parasetamol
pada hewan uji………………………………………………… 106
Lampiran 5 Sertifikat parasetamol…………………………………………… 107
Lampiran 6 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 1 108
Lampiran 7 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 2 109
Lampiran 8 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 3 110
Lampiran 9 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 4 111
Lampiran 10 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 5 112
Lampiran 11 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk
Perlakuan 1…………………………………………………….. 113
Lampiran 12 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk
Perlakuan 2…………………………………………………….. 114
Lampiran 13 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk
Perlakuan 3…………………………………………………….. 115
Lampiran 14 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk
Perlakuan 4……………………………………………………... 116
Lampiran 15 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk
Perlakuan 5…………………………………………………….. 117
Lampiran 16 Kurva Kadar Parasetamol dalam Plasma (Cp vs t)……………
118
Lampiran 17 Kurva ln kadar parasetamol dalam plasma (ln Cp vs t)……….
120
Lampiran 18 Profil Farmakokinetika dari Masing- masing Kontrol dan
Perlakuan………………………………………………………
122
Lampiran 19 Contoh Perhitungan AUC dengan Menggunakan Aturan
Trapezoid dan Blood Level Equation………………………...
xxi
124
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Lampiran 20 Kromatogram Blanko Kurva Baku ……………………………
126
Lampiran 21 Kromatogram Kurva Baku Kadar 7,5007 μg/ml ……………
126
Lampiran 22 Kromatogram Kurva Baku Kadar 12,5010 μg/ml…………..
127
Lampiran 23 Kromatogram Kurva Baku Kadar 25,0025 μg/ml…………..
127
Lampiran 24 Kromatogram Kurva Baku Kadar 50,0050 μg/ml…………..
128
Lampiran 25 Kromatogram Kurva Baku Kadar 75,0075 μg/ml…………… 128
Lampiran 26 Kromatogram Kurva Baku Kadar 100,0100 μg/ml………….
129
Lampiran 27 Kromatogram Kurva Baku Kadar 150,0150 μg/ml………….
129
Lampiran 28 Kromatogram Kurva Baku Kadar 200,0200 μg/ml………….
130
Lampiran 29 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-0………….
131
Lampiran 30 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-5………….
131
Lampiran 31 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-10…………
132
Lampiran 32 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-20…………
132
Lampiran 33 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-30…………
133
Lampiran 34 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-45…………
133
Lampiran 35 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-60…………
134
Lampiran 36 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-90…………
134
Lampiran 37 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-120………..
135
Lampiran 38 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-180………..
135
Lampiran 39 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-240……….
136
Lampiran 40 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-300……….
136
Lampiran 41 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-360……….
137
Lampiran 42 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-420……….
137
Lampiran 43 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-0……….
138
Lampiran 44 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-5……….
138
Lampiran 45 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-10……...
139
Lampiran 46 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-20………
139
Lampiran 47 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-30………
140
Lampiran 48 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-45………
140
Lampiran 49 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-60………
141
Lampiran 50 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-90………
141
xxii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Lampiran 51 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-120…….
142
Lampiran 52 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-180…….
142
Lampiran 53 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-240…….
143
Lampiran 54 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-300…….
144
Lampiran 55 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-360…….
144
Lampiran 56 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-420…….
144
Lampiran 57 Contoh Hasil Analisis Statistik dengan menggunakan
data ka……………………………………………………….
xxiii
145
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Obat dalam arti luas diartikan sebagai setiap zat kimia yang dapat
mempengaruhi proses hidup. Penggunaan obat telah menjadi kebutuhan bagi kita
dalam kehidupan sehari- hari, baik untuk mengatasi sakit yang bersifat ringan
maupun berat. Obat dapat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit bila
digunakan dengan dosis dan waktu yang tepat (Anief, 2000).
Obat yang telah masuk ke dalam tubuh melalui berbagai rute pemberian
akan mengalami berbagai proses di dalam tubuh sebelum akhirnya mencapai
tempat aksi. Sehingga dapat dikatakan bahwa ketika kita mengkonsumsi suatu
obat, selain obat memberikan pengaruhnya pada tubuh kita, demikian pula
sebaliknya tubuh akan menentukan nasib dari obat tersebut di dalam tubuh.
Salah satu keadaan atau situasi yang sering kita alami ketika
mengkonsumsi obat adalah mengkonsumsinya dalam keadaan perut kosong.
Keadaan perut kosong tersebut dapat terjadi misalnya pada saat kita berpuasa,
baik untuk alasan medis atau keyakinan, maupun ketika kita sedang beraktivitas
yang padat sehingga kita menjadi cenderung lupa makan. Terjadinya penurunan
kadar gula dalam darah dapat menyebabkan rasa pusing atau sakit kepala.
Penggunaan obat- obat pereda nyeri atau analgesik menjadi salah satu jawaban
untuk mengatasi gangguan tersebut.
Salah satu jenis obat adalah obat analgesik- antipiretik yang beredar luas
1
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
2
di masyarakat adalah parasetamol. Parasetamol banyak digunakan baik oleh orang
dewasa maupun anak- anak. Daya analgesik parasetamol serupa dengan aspirin
tetapi pada dosis terapetik hanya memiliki daya anti-inflamasi yang lemah.
Parasetamol efektif digunakan untuk meredakan sakit ringan sampai sedang
seperti demam, sakit kepala, dan dismenorea (Laurence, Bennett, and Brown,
1997).
Pada umumnya parasetamol diberikan dalam bentuk sediaan tablet.
Pemberian obat secara ekstravaskuler dengan tujuan sistemik harus melalui tahap
absorpsi terlebih dahulu sebelum dapat menimbulkan aktivitas terapetiknya.
Absorpsi obat pada saluran pencernaan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah
satu faktor tersebut adalah kondisi dari saluran pencernaan. Pengosongan
lambung, motilitas usus dan waktu tinggal di usus akan berpengaruh terhadap
absorpsi obat tersebut (Wagner, 1975).
Absorpsi obat pada umumnya, namun tidak selalu, diproses secara lebih
cepat bila lambung dan saluran pencernaan bagian atas berada dalam keadaan
bebas dari makanan (McGilveray and Mattok, 1972). Adanya makanan di dalam
lambung akan menyebabkan laju pengosongan lambung menjadi lebih lambat.
Pada keadaan lambung yang kosong, waktu kontak antara obat dengan lambung
akan lebih singkat, sehingga laju absorpsi obat pun akan meningkat (Anonim,
2003).
Absorpsi obat yang diberikan secara oral pada umumnya berlangsung
dengan optimal di usus halus karena usus halus mempunyai luas permukaan yang
jauh lebih luas dibandingkan dengan lambung. Oleh sebab itu setiap faktor yang
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
3
menunda perpindahan obat dari lambung ke usus halus akan mempengaruhi laju,
dan mungkin juga jumlah, absorpsi obat. Dengan demikian akan berpengaruh pula
pada waktu yang dibutuhkan obat untuk mencapai konsentrasi plasma maksimum
(memperbesar nilai tmaks) serta respon farmakologisnya (Mayersohn, 2002).
Bertolak dari pemikiran tersebut di atas, maka penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui pengaruh dari kondisi puasa terhadap perubahan profil
farmakokinetika dari parasetamol.
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan yang ada yaitu apakah pengaruh kondisi puasa terhadap
profil farmakokinetika dari parasetamol?
2. Keaslian penelitian
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan di perpustakaan Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta, penelitian tentang Pengaruh Perlakuan Puasa
terhadap Profil Farmakokinetika Parasetamol pada Tikus Putih Jantan, belum
pernah dilakukan di lingkungan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penelitian farmakokinetika yang pernah dilakukan adalah penelitian yang berjudul
Antaraksi Vegeta dengan Parasetamol : Kajian terhadap Kinerja Farmakokinetika
Parasetamol
pada
Kelinci
Putih
Jantan
(Delima,
2000),
Antaraksi
Farmakokinetika Jamu Merit dengan Parasetamol : Kajian terhadap Kinetika
Parasetamol pada Kelinci Putih Jantan (Kristianto, 2000), dan Pengaruh
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Praperlakuan
Antangin
JRG
Tablet
Berbagai
Variasi
Dosis
4
terhadap
Farmakokinetika Parasetamol pada Tikus Putih Jantan (Sulistyowati, 2005).
3. Manfaat penelitian
Penelitian
mengenai
pengaruh
kondisi
puasa
terhadap
profil
farmakokinetika parasetamol ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis,
yaitu sebagai pustaka tambahan tentang pengaruh kondisi puasa terhadap
perubahan profil farmakokinetika parasetamol.
B. Tujuan
Penelitian ini memiliki tujuan yaitu sebagai berikut.
1. Tujuan umum :
membandingkan profil farmakokinetika parasetamol pada dua keadaan
fisiologis tubuh yang berbeda yaitu keadaan puasa dan non puasa.
2. Tujuan khusus :
mengetahui
perubahan
yang
terjadi
pada
profil
farmakokinetika
parasetamol akibat perlakuan puasa dipandang dari segi farmakokinetika.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
Sesuai dengan judul penelitian “Pengaruh Puasa terhadap Profil
Farmakokinetika Parasetamol pada Tikus Putih Jantan”, maka dalam bab ini
dilakukan
penelaahan
pustaka
yang
dapat
mendukung
analisis
profil
farmakokinetika yang diperoleh. Pustaka tersebut meliputi penjelasan mengenai
nasib obat dalam tubuh, fase farmakokinetika, prinsip dasar farmakokinetika,
parasetamol, darah, serta landasan teori dan hipotesis dalam penelitian ini.
A. Nasib Obat dalam Tubuh
Kerja suatu obat merupakan hasil dari banyak sekali proses yang dapat
dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase farmasetika, fase farmakokinetika, dan fase
farmakodinamika. Secara skematis gambar 1 menjelaskan ketiga fase tersebut.
Penghancuran bentuk sediaan obat,
Pelarutan zat aktif
Pemberian obat
Absorpsi
Cadangan
Distribusi
Ekskresi
Fase
farmakodinamika
Biotransformasi
Gambar 1. Proses yang terjadi dalam organisme setelah pemberian oral (Mutschler,
1991)
5
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
6
Fase farmasetika meliputi hancurnya bentuk sediaan obat dan melarutnya
bahan obat, dimana kebanyakan digunakan bentuk sediaan obat padat. Dalam fase
farmakokinetika terjadi proses invasi serta eliminasi. Proses invasi berarti
pengambilan suatu bahan obat ke dalam organisme (meliputi absorpsi dan
distribusi), sedangkan proses eliminasi berarti penurunan konsentrasi obat dalam
organisme (meliputi biotransformasi dan ekskresi). Fase farmakodinamika
merupakan interaksi obat- reseptor serta proses- proses yang terlibat dimana akhir
dari efek farmakologi terjadi (Mutschler, 1991).
B. Fase Farmakokinetika
Melalui berbagai cara pemberian, obat yang masuk ke dalam tubuh pada
umumnya akan mengalami absorpsi, distribusi dan pengikatan untuk sampai di
tempat
kerja
dan
menimbulkan
efek.
Kemudian,
dengan
atau
tanpa
biotransformasi, obat akan diekskresikan dari dalam tubuh (Setiawati, Bustami,
dan Suyatna, 2002). Berbagai proses yang terjadi fase ini akan diuraikan sebagai
berikut.
1. Absorpsi
Jalur pemberian obat yang paling sering dilakukan adalah secara
ekstravaskuler. Dengan demikian obat harus dapat diabsorpsi terlebih dahulu dari
tempat pemberiannya untuk dapat memberikan efek sistemik (Rowland and
Tozer, 1995).
Absorpsi obat didefinisikan sebagai proses dimana obat utuh (tak
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
7
berubah) dipindahkan dari tempat pemberian menuju ke sirkulasi sistemik
(Rowland and Tozer, 1995).
Meknisme absorpsi
Absorpsi, seperti halnya distribusi dan eliminasi, pada dasarnya
merupakan proses yang memerlukan gerakan melintasi membran agar dapat
mencapai sikulasi sistemik. Sebagian besar obat melewati membran melalui
mekanisme difusi pasif, yang berarti molekul bergerak searah gradien kadar
(Rowland and Tozer, 1995). Disebut pasif karena dalam mekanisme ini tidak ada
energi luar yang terlibat (Shargel, Wu-Pong, and Yu, 2005).
Berdasarkan Hukum Fick tentang difusi, molekul obat berdifusi dari
daerah dengan konsentrasi tinggi menuju ke daerah dengan konsentrasi yang lebih
rendah.
dQ DAK
(Cgt − Cp )
=
dt
h
dimana
dQ/dt = laju difusi
(1)
A = luas permukaan membran
D = koefisien difusi
K = koefisien partisi obat pada membran
h = tebal membran
Cgt – Cp = perbedaan antara konsentrasi
di saluran pencernaan dengan plasma
Model Fluid-Mozaik yang diperkenalkan oleh Leonard dan Singer
(1972), menggambarkan tentang struktur membran sel. Membran sel terdiri atas
dua lapis lipid yang membentuk fase hidrofilik di kedua sisi membran dan fase
hidrofobik diantaranya. Molekul- molekul protein yang tertanam di kedua sisi
atau menembus membran berupa mosaik pada membran dan membentuk kanal
hidrofilik untuk transpor air dan molekul kecil lain yang larut dalam air
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
8
(Mutschler, 1991; Setiawati dkk., 2002).
Pada mekanisme difusi pasif, mula- mula obat harus berada dalam
larutan air pada permukan membran sel, kemudian obat akan melintasi membran
dengan melarut dalam lipid membran. Pada proses ini, obat bergerak dari sisi
yang kadarnya lebih tinggi ke sisi yang lebih rendah. Setelah keadaan ekuilibrium
(steady state) tercapai, kadar obat bentuk non-ion di kedua sisi membran akan
sama (Setiawati dkk., 2002).
Dalam keadaan normal, sistem biologis bersifat dinamis. Sehingga kadar
obat di bagian dalam membran berkurang secara berkesinambungan karena selalu
dibersihkan oleh darah. Terdapat dua faktor pembatas laju pergerakan obat
melintasi membran, yang dapat dilihat pada gambar 2.
A. Perfusion-Rate Limitation
B. Permeability-Rate Limitation
Darah
Darah
membran
Jaringan
Jaringan
Gambar 2. Faktor pembatas laju pergerakan obat melintasi membran, dari darah ke
jaringan atau sebaliknya (Rowland and Tozer, 1995)
Ketika membran tidak menjadi sawar (barrier) bagi proses penetrasi
obat, yaitu pada obat dengan kelarutan lipid tinggi, maka yang menjadi faktor
pembatas laju adalah perfusi (perfusion-rate limitation). Pada kondisi ini gerakan
molekul obat dibatasi oleh aliran darah. Obat dalam darah meninggalkan jaringan
dalam keadaan ekuilibrium; darah dan jaringan dianggap satu (gambar 2.A).
Sedangkan
bila
resistensi
membran
terhadap
obat
meningkat,
karena
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
9
bertambahnya ketebalan membran atau kepolaran obat, maka permeabilitas
menjadi faktor pembatas (permeability-rate limitation). Pada kondisi ini keadaan
ekuilibrium tidak tercapai saat darah meninggalkan jaringan; darah dan jaringan
dianggap sebagai kompartemen yang berbeda (gambar 2.B) (Rowland and Tozer,
1995).
Faktor- faktor yang mempengaruhi absorpsi
Keefektifan absorpsi suatu obat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor mekanis dan faktor fisiologis.
a.
Faktor mekanis yang meliputi ketiga hal berikut.
1) Rute dan cara pemberian
Setiap rute dan cara pemberian memiliki keuntungan dan
kelebihan masing- masing. Pemberian obat secara oral adalah cara
pemberian yang paling banyak dilakukan, karena cara ini mudah,
murah dan aman (Shargel et al., 2005). Kerugiannya meliputi onset
yang relatif lambat, beberapa obat mungkin dapat mengiritasi
lambung, kemungkinan absorpsi yang tidak teratur dan destruksi obatobat tertentu oleh enzim dan sekresi saluran pencernaan (York, 1990).
Ketika obat diberikan secara oral, pada obat- obat tertentu
sebagian akan melewati vena porta hepatika dan mengalami
metabolisme oleh enzim di hati pada lintasan pertamanya. Fenomena
inilah yang disebut sebagai efek lintas pertama (Setiawati dkk, 2002).
Bila dibandingkan dengan pemberian secara intravena, maka nilai
AUC (area under the curve) oral lebih kecil dari AUC intravena.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
10
(Wagner, 1975).
2) Efek bentuk sediaan obat
Bentuk sediaan dari suatu obat (misal tablet atau kapsul)
merupakan sistem penghantar obat, dimana hampir semua yang terjadi
pada sistem akan berpengaruh pada laju obat untuk mencapai sirkulasi,
serta pada rasio jumlah obat yang mencapai sirkulasi dengan yang
tertera pada label (Wagner, 1975)
Bentuk sediaan obat meliputi keadaan fisik obat (ukuran
partikel, bentuk kristal/ bubuk) serta eksipien (zat pengisi, zat
pengikat, zat pelicin, dan zat penyalut) yang digunakan. Bentuk
sediaan obat akan menentukan laju disintegrasi dan disolusi obat, lebih
lanjut akan menentukan absorpsi dari obat yang tersebut (Setiawati
dkk., 2002).
3) Dosis dan aturan dosis
Setiap pasien idealnya mempunyai dosis dan aturan dosis untuk
dirinya sendiri. Dosis suatu obat hendaknya dapat menjamin
tercapainya efek terapetik yang diinginkan tanpa menimbulkan efek
toksik (Setiawati dkk., 2002). Dosis dan aturan dosis akan
mempengaruhi biavailabilitas dari suatu obat, yaitu pada Cmaks dan
AUC yang dihasilkan (Shargel, et al., 2005).
b. Faktor fisiologis yang meliputi keempat hal berikut.
Obat yang diberikan melalui rute enteral dengan tujuan absorpsi
sistemik dapat dipengaruhi oleh anatomi, fungsi fisiologis, serta isi saluran
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
11
pencernaan. Lebih lanjut, faktor mekanis dari obat terkait juga berpengaruh
terhadap absorpsi dari saluran pencernaan (Shargel et al., 2005).
1) Komponen dan sifat dari cairan pencernaan
Agar dapat diserap dari saluran cerna, obat harus melarut dalam
cairan pencernaan. Sifat- sifat serta komponen dari cairan pencernaan
tersebut dapat mempengaruhi absorpsi obat ke dalam darah dengan
cara mengubah laju pelarutan obat terkait (Bear dkk, 1972, cit.
Donatus, 2005). pH cairan pencernaan, garam empedu, enzim serta
mucin merupakan empat hal yang penting dalam hal ini (Mayersohn,
2002).
Sebagian besar obat adalah asam lemah atau basa lemah,
karena pH mempengaruhi kelarutan beberapa senyawa, maka laju
disolusi dari suatu bentuk sediaan (khususnya tablet dan kapsul) akan
tergantung pada pH. Obat asam akan terdisolusi dengan baik pada
lingkungan yang basa (usus), demikian pula sebaliknya untuk obat
basa akan terdisolusi lebih baik pada lingkungan yang asam
(lambung). Karena disolusi merupakan langkah awal dari absorpsi, dan
disolusi dipengaruhi oleh pH maka pH cairan saluran pencernaan
berperan penting dalam proses absorpsi obat (Mayersohn, 2002).
Jumlah obat asam lemah dan basa lemah yang terionisasi dalam
cairan pencernaan atau darah dapat dihitung dengan persamaan
Henderson- Hasselbach (Proudfoot, 1990).
Untuk obat asam lemah:
log
[A - ]
= pH - pKa
[HA]
(2)
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Untuk obat basa lemah:
pH - pKa = log
[BH]
[B+ ]
12
(3)
dimana [A-] = konsentrasi ion asam
[HA] = konsentrasi molekul asam
[B+] = konsentrasi ion basa
[BH] = konsentrasi molekul basa
Selain pH, zat- zat yang terdapat pada cairan saluran
pencernaan juga dapat mempengaruhi proses absorpsi obat. Garam
empedu dapat meningkatkan laju dan atau jumlah absorpsi dari obatobat yang kurang larut dalam air, dengan cara meningkatkan laju
disolusi pada saluran pencernaan. Garam empedu juga dapat
menurunkan absorpsi obat melalui pembentukan kompleks yang tidak
larut air dan tidak terabsorpsi (Mayersohn, 2002).
Cairan usus mengandung berbagai macam enzim yang
diperlukan pada proses pencernaan. Enzim- enzim ini dapat bereaksi
pada beberapa obat. Sebagai contoh, enzim pankreas dapat
menghidrolisis kloramfenikol palmitat, pankreatin dan tripsin dapat
mendeasetilasi obat- obat N-asetilase, dan esterase mukosal dapat
menyerang gugus ester dari penisilin (Mayersohn, 2002).
Mucin, yang berfungsi melindungi epitelium usus, dapat
berikatan secara non spesifik terhadap beberapa obat (senyawa
amonium kuartener) sehingga dapat mencegah atau menurunkan
absorpsi. Selain itu mucin juga dapat menjadi sawar bagi difusi obat
sebelum mencapai membran usus (Mayersohn, 2002).
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
13
2) Pengosongan lambung
Pada umumnya absorpsi obat yang optimal berlangsung di usus
halus (Shargel et al., 2005). Sehingga setiap faktor yang menunda
perpindahan obat dari lambung ke usus halus akan mempengaruhi laju,
dan mungkin juga jumlah, absorpsi obat. Dengan demikian akan
berpengaruh pada waktu yang dibutuhkan obat untuk mencapai
konsentrasi plasma maksimum (memperbesar nilai tmaks) serta respon
farmakologisnya (Mayersohn, 2002).
Pola pengosongan lambung tergantung pada ada tidaknya
makanan. Pada keadaan lambung yang kosong, terdapat pola khusus
aktivitas elektromekanik yang disebut sebagai migrating motor
complex (MMC). MMC menyebabkan terjadinya kontraksi yang
dimulai pada bagian proksimal lambung dan berakhir di ileum. MMC
terdiri dari empat fase.
Fase I : periode
dimana
hanya
terjadi
sedikit
aktivitas,
berlangsung sekitar 45 - 60 menit
Fase II : terjadi kontraksi tak beraturan yang secara bertahap akan
meningkat frekuensinya untuk kemudian menuju ke fase
selanjutnya, berlangsung sekitar 30 - 45 menit.
Fase III : gelombang peristaltik yang kuat mengosongkan isi
lambung ke usus halus, berlangsung selama 5 – 10 menit.
Fase IV : transisi penurunan aktivitas (pada Fase III) kembali ke
tahap awal (Fase I), disebut juga sebagai gelombang
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
14
‘housekeeper’.
Keseluruhan fase berlangsung selama kurang lebih 2 jam.
Suatu bentuk sediaan solid yang dicerna pada keadaan lambung yang
kosong akan tinggal di lambung untuk waktu tertentu tergantung pada
gelombang ‘housekeeper’. Jika dicerna pada saat dimulainya
gelombang ‘housekeeper’ maka waktu tinggal di lambung akan lebih
singkat daripada bila dicerna pada akhir gelombang ‘housekeeper’.
Sehingga perbedaan waktu tinggal di lambung dapat menjelaskan
adanya perbedaan laju absorpsi antar individu (Mayersohn, 2002).
Adanya makanan berpengaruh pada pengosongan lambung.
Penurunan laju pengosongan lambung yang disebabkan oleh adanya
asam lemak berbanding lurus dengan konsentrasi dan panjang rantai
karbonnya. Pengaruh terbesar yaitu pada asam lemak dengan rantai
karbon lebih dari 10 (asam dekanoat sampai asam stearat). Trigliserida
menurunkan laju pengosongan lambung, terutama bentuk tak
jenuhnya, seperti minyak zaitun. Karbohidrat menurunkan laju
pengosongan lambung, seiring dengan peningkatan konsentrasinya.
Asam
amino
menurunkan
laju
pengosongan
lambung,
yang
dimungkinkan sebagai hasil dari tekanan osmotik (Mayersohn, 2002).
3) Transit usus
Setelah obat dikosongkan dari lambung selanjutnya akan
masuk ke usus halus. Usus halus merupakan tempat utama bagi
absorpsi obat karena luas permukaannya yang jauh lebih luas dari
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
15
lambung (Mayersohn, 2002). Usus halus manusia sebagian besar
terdiri dari mikrovili dengan luas permukaan kurang lebih 200 m2, dan
diperkirakan 1 l darah melintasi kapiler darah di sekitar usus per menit.
Total luas permukaan lambung hanya 1 m2 dengan aliran darah 150 ml
per menit (Rowland and Tozer, 1995).
Oleh sebab itu, semakin lama waktu tinggal obat di daerah ini,
maka akan semakin besar pula kemungkinan terjadinya absorpsi yang
lengkap dari obat tersebut, dengan asumsi bahwa obat stabil dalam
cairan usus dan tidak akan membentuk turunan yang tak larut air
(Mayersohn, 2002).
Terdapat dua macam gerakan usus, yaitu gerakan peristaltik
(propulsive) dan gerakan pencampuran (mixing). Gerakan peristaltik
akan menentukan laju transit usus dan oleh karena itu menentukan
waktu tinggal obat di usus. Lebih lanjut akan berperan dalam
menentukan berapa waktu yang tersedia bagi sediaan obat untuk
melepaskan zat aktif, berdisolusi, dan kemudian terabsorpsi. Semakin
besar motilitas usus maka semakin singkat pula waktu tinggal obat,
dan makin singkat pula waktu bagi proses- proses tersebut. Motilitas
usus akan sangat penting bagi obat- obat sediaan lepas lambat
(sustained-release drugs) atau pada obat- obat salut enterik (entericcoated drugs), demikian juga pada obat yang terlarut dengan lambat
atau dimana absorpsinya maksimal hanya pada tempat tertentu di usus
(Mayersohn, 2002).
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
16
Gerakan pencampuran akan membawa isi usus menuju ke
kontak optimal dengan permukaan epitelium, dan oleh sebab itu
tersedia daerah efektif yang lebih luas untuk absorpsi. Laju absorpsi
secara langsung tergantung pada daerah permukaan membran, dan
karena pencampuran meningkatkan area kontak antara obat dengan
membran, maka gerakan pencampuran akan cenderung meningkatkan
laju absorpsi obat (Mayersohn, 2002).
4) Aliran darah
Saluran pencernaan dilintasi oleh banyak sekali pembuluh
darah sehingga daerah ini diperfusi dengan baik oleh aliran darah.
Obat yang terabsorpsi terlebih dahulu akan menuju ke hati, yang
merupakan tempat utama biotransformasi obat di tubuh. Obat mungkin
akan mengalami biotransformasi yang luas sebelum terdistribusi
sistemik. Hal ini disebut sebagai efek lintas pertama atau eliminasi
prasistemik hati, yang mempunyai implikasi pada bioavailabilitas dan
terapi obat (Mayersohn, 2002).
Adanya perfusi aliran darah yang baik pada saluran pencernaan
memungkinkan terjadinya penghantaran zat terabsorpsi secara efisien.
Aliran darah berpengaruh terhadap absorpsi senyawa- senyawa yang
diabsorpsi secara aktif atau khusus yang memerlukan partisipasi
membran dalam transpornya. Jika aliran darah dan oksigen berkurang,
kemungkinan terjadi penurunan absorpsi dari senyawa- senyawa ini.
(Mayersohn, 2002).
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
17
Tahap pengendali laju (rate-limiting step) absorpsi pada
senyawa yang siap menembus membran usus (yaitu senyawa dengan
koefisien permeabilitas tinggi) mungkin ada pada laju perfusi darah di
usus. Untuk senyawa dengan permeabilitas rendah (contoh: ribitol)
maka absorpsinya tidak tergantung pada aliran darah. (Mayersohn,
2002).
2. Disposisi obat
Setelah terabsorpsi, maka obat akan dihantarkan oleh pembuluh darah
arteri menuju ke seluruh jaringan, termasuk organ- organ eliminasi. Disposisi
adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses- proses yang terjadi
setelah proses absorpsi obat. Disposisi mencakup dua hal yaitu distribusi dan
eliminasi obat (Rowland and Tozer, 1995).
a. Distribusi obat
Distribusi merupakan proses perpindahan bolak- balik suatu obat
menuju dan dari tempat aksi, biasanya darah atau plasma. Pada umumnya
distribusi suatu obat dari darah menuju ke jaringan adalah secara difusi pasif
(Riviere, 1999). Distribusi obat terlebih dahulu terjadi pada organ- organ yang
perfusinya sangat baik, seperti jantung, hati, ginjal dan otak. Selanjutnya
mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ- organ tadi, seperti otot,
visera, kulit dan jaringan lemak. Kesetimbangan akan terjadi setelah waktu
yang lama (Setiawati dkk., 2002). Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi
distribusi suatu obat yaitu perfusi aliran darah pada organ, kemampuan
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
18
menembus membran (permeabilitas), serta ikatan obat dengan darah dan
jaringan (Rowland and Tozer, 1995).
Distribusi sebagian besar ditentukan oleh pasokan darah dari organ dan
jaringan. Apabila pasokan darah semakin besar, maka bagian obat yang dapat
berdifusi ke dalam organ tertentu dari pembuluh darah juga semakin banyak.
Ini berati bahwa organ yang mempunyai banyak kapiler untuk memulai poses
distribusi mengambil jumlah obat lebih banyak dibandingkan dengan organ
yang pasokan darahnya kurang (Mutschler, 1991).
Seperti halnya absorpsi, laju distribusi juga dapat dibatasi baik oleh
perfusi maupun permeabilitas. Suatu perfusion-rate limitation terjadi bila
membran jaringan tidak menjadi sawar secara esensial bagi proses ditribusi.
Kondisi ini terjadi pada molekul- molekul kecil lipofilik, yang berdifusi
melintasi hampir semua membran tubuh. Perfusi dinyatakan dalam satuan ml
darah per menit per volume jaringan (ml/menit/ml). Sedangkan permeabilityrate limitation muncul khususnya pada obat polar yang berdifusi melintasi
membran lipoid yang rapat. Karena adanya perbedaan perfusi dan permeabilitas
dari berbagai jaringan ini, maka sulit untuk memprediksikan distribusi jaringan
dari suatu obat (Rowland and Tozer, 1995).
Faktor penting lain untuk proses distribusi obat adalah ikatan obat pada
protein terutama pada protein plasma, protein jaringan dan sel darah merah.
Konsekuensinya, konsentrasi obat dalam darah total, dalam plasma, dan tak
terikat dalam air plasma, dapat sangat berbeda. Hanya obat bebas atau tak
terikatlah yang dapat menembus membran dan mencapai kesetimbangan
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
19
(Rowland and Tozer, 1995).
Ikatan protein bersifat bolak- balik. Derajat ikatan obat dengan protein
plasma ditentukan oleh afinitas obat terhadap protein, kadar obat dan kadar
protein sendiri. Pada keadaan defisiensi protein, pengikatan obat oleh protein
menjadi berkurang (Setiawati dkk., 2002). Makin besar tetapan afinitas zat
terhadap protein, makin kuat ikatan protein. Kesetimbangan distribusi akan
bergeser ke protein dengan tetapan afinitas yang lebih besar (Mutschler, 1991).
b. Eliminasi obat
Eliminasi merupakan proses kehilangan tak bolak- balik suatu obat dari
tempat aksi ke organ eliminasi. Dua organ eliminasi utama tubuh adalah hati
dan ginjal. Ginjal merupakan organ eliminasi utama untuk ekskresi obat bentuk
tak berubah. Sebagian besar obat mengalami eliminasi yang berlangsung
melalui ginjal. Hati merupakan tempat dimana terjadi biotransformasi obat.
Sekresi bentuk obat tak berubah juga dapat dilakukan hati ke dalam empedu
(Rowland and Tozer, 1995).
Eliminasi obat terjadi melalui dua proses yaitu biotransformasi dan
ekskresi.
1) Biotransformasi
Biotransformasi atau metabolisme obat adalah proses perubahan
struktur kimiawi suatu obat dalam tubuh yang dikatalis oleh enzim. Pada
proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar yang artinya lebih
mudah larut dalam air daripada dalam lemak, sehingga lebih mudah
dieksresi melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya obat menjadi inaktif
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
20
sehingga sangat berperan dalam mengakhiri masa kerja obat (Setiawati
dkk., 2002). Pada umumnya, hati merupakan tempat biotransformasi utama,
dan kadang satu- satunya, dari suatu obat (Rowland and Tozer, 1995).
Terdapat obat yang metabolitnya sama aktif, lebih aktif, atau lebih
toksik, atau obat tersebut justru diaktifkan oleh enzim biotransformasi ini
(disebut sebagai prodrug). Metabolit aktif akan mengalami biotransformasi
lebih lanjut dan atau dieksresi sehingga kerjanya berakhir (Setiawati dkk.,
2002).
Jalur biotransformasi obat terdiri dua fase yaitu fase I dan fase II.
Fase I meliputi oksidasi, reduksi, hidrolisis. Reaksi fase I ini mengubah obat
menjadi metabolit yang lebih polar, yang dapat bersifat inaktif, kurang aktif
atau lebih aktif dari bentuk aslinya. Reaksi fase II, disebut juga reaksi
sintetik, merupakan konjugasi obat atau metabolit reaksi fase I dengan
substrat endogen (misalnya asam glukuronat, sulfat, asetat, dan asam
amino). Hasil konjugasi bersifat lebih polar dan lebih mudah terionisasi
sehingga lebih mudah diekskresikan. Metabolit hasil konjugasi biasanya
tidak aktif, kecuali untuk prodrug tertentu. Beberapa hanya mengalami
salah satu dari kedua fase tersebut, tetapi kebanyakan obat mengalami
biotransformasi melalui beberapa reaksi sekaligus atau secara berurutan
menjadi beberapa macam metabolit (Setiawati dkk., 2002).
2) Ekskresi
Ekskresi obat adalah proses kehilangan tak bolak- balik dari bentuk
obat tak berubah (Rowland and Tozer, 1995). Obat diekskresikan dari
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
21
tubuh melalui berbagai organ tubuh dalam bentuk metabolitnya atau dalam
bentuk tak berubahnya. Ginjal merupakan organ ekskresi tubuh yang
paling penting. Ekskresi obat melalui ginjal mencakup tiga tahap, yaitu
filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubulus proksimal, dan reabsorpsi
pasif di tubulus proksimal dan distal (Setiawati dkk, 2002).
Ekskresi obat juga dapat terjadi melalui keringat, air liur, air mata,
air susu, dan rambut, tetapi dalam jumlah yang relatif kecil sekali sehingga
tidak berarti dalam pengakhiran efek obat (Setiawati dkk., 2002).
C. Prinsip Dasar Farmakokinetika
Nasib obat dalam tubuh yang meliputi proses absorpsi dan disposisi obat
tersebut dipelajari dalam ilmu farmakokinetika. Berikut ini akan dipaparkan
mengenai definisi, analisis, parameter serta strategi penelitian farmakokinetika.
1. Definisi farmakokinetika
Farmakokinetika adalah suatu perhitungan matematik dari kinetika
proses absorpsi, distribusi dan eliminasi obat di dalam tubuh (Makoid and Cobby,
2000). Kinetika berarti gerak atau pindah dari satu tempat ke tempat lain. Dalam
konteks farmakokinetika, kinetika yang dipelajari yaitu mengenai proses
perpindahan obat dari satu tempat ke tempat lain di dalam tubuh, atau nasib obat
di dalam tubuh. Nasib obat di dalam tubuh ini yang kemudian dikenal sebagai
proses absorpsi, distribusi, serta eliminasi (Donatus, 1989). Faktor biologis,
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
22
psikologis dan fisika-kimia yang mempengaruhi proses perpindahan obat di dalam
tubuh juga mempengaruhi laju dan jumlah dari proses obat tersebut di dalam
tubuh (Makoid and Cobby, 2000).
Farmakokinetika menggunakan model matematika untuk menguraikan
proses-
proses
absorpsi,
distribusi,
biotransformasi
dan
ekskresi,
dan
memperkirakan besarnya kadar obat dalam plasma sebagai fungsi dari besarnya
dosis, interval pemberian dan waktu (Setiawati, 2002).
2. Analisis farmakokinetika
Untuk mengukur kadar obat di sel sasaran merupakan pekerjaan yang
tidak mudah, bahkan dapat dikatakan sebagai pekerjaan yang sangat sulit serta
riskan dilakukan pada manusia. Oleh sebab itu timbullah pertanyaan tentang
bagaimana cara untuk menaksir dan mengkaji ketepatgunaan obat di sel sasaran
serta nasibnya di dalam tubuh. Analisis farmakokinetika merupakan alternatif
jawaban atas permasalahan tersebut (Donatus, 1989).
Peningkatan dan penurunan kadar obat di dalam darah akibat proses
absorpsi, distribusi, dan eliminasi, berkaitan dengan waktu. Karena itu sebelum
dilakukan perhitungan parameter farmakokinetika suatu obat maka perlu diketahui
terlebih dahulu ordo kinetikanya. Sebagai analog, untuk menjelaskan fungsi
membran, terlebih dahulu perlu diasumsikan model struktur membran. Demikian
pula sebelum dilakukan perhitungan parameter farmakokinetika obat perlu
diasumsikan terlebih dahulu model kompartemen tubuh, agar hasil pengukuran
kadar obat dalam darah lawan waktu dapat diturunkan secara matematis, sehingga
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
23
diperoleh nilai parameter farmakokinetikanya (Donatus, 1989).
Analisis yang dilakukan dalam farmakokinetika meliputi analisis model
kompartemen tubuh serta analisis ordo kinetika, yang akan diuraikan sebagai
berikut.
a.
Analisis model kompartemen.
Yang dimaksud dengan model farmakokinetika adalah suatu hubungan
matematika yang menggambarkan perubahan konsentrasi terhadap waktu
dalam sistem yang diteliti (Setiawati, 2002). Setelah masuk ke dalam tubuh,
obat akan terdistribusi ke jaringan dan berbagai organ tubuh yang sifatnya
beragam. Dengan kata lain, tubuh dapat dianggap sebagai suatu sistem yang
berupa kumpulan kompartemen dimana satu dengan lainnya terpisah. Untuk
mencocokkan dan menginterpretasikan data uji farmakokinetika, sistem
multikompartemen tersebut disederhanakan menjadi sistem satu dan dua
kompartemen, yang akan diuraikan di bawah ini (Donatus, 1989).
1) Model satu kompartemen
Pada model ini, diasumsikan bahwa obat dapat masuk dan keluar
tubuh dan tubuh bertindak seperti kompartemen sentral (Shargel et al.,
2005). Menurut model ini, tubuh dianggap sebagai satu kompartemen
dimana obat menyebar dengan seketika dan merata ke seluruh cairan dan
jaringan tubuh (Setiawati, 2002). Sedangkan istilah terbuka mengacu
pada proses eliminasi yang dapat terjadi (Mutschler, 1991).
Secara ringkas, karakteristik dari model satu kompartemen pada
rute pemberian intravaskuler dan ekstravaskuler dapat dilihat pada tabel I
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
24
berikut.
Tabel I. Ringkasan karakteristik model satu kompartemen terbuka (Ristchel, 1992)
Rute
pemberian
Intravaskuler
(intravena,
intracardiac,
intra-arteria)
Karakteristik
-Tidak ada proses
absorpsi,
-semua obat
masuk ke dalam
sirkulasi
sistemik,
-distribusi obat
yang cepat antara
aliran darah dan
jaringan,
-steady state
tercapai dengan
cepat,
- penurunan
kadar tergantung
pada ekskresi dan
biotransformasi.
Persamaan kadar
obat dalam darah
(μg/ml)
Model
Tubuh
C(t) = N. e-Kel.t
D
Kel
Vd
C
D = dosis pemberian
Vd = volume distribusi
C = konsentrasi obat dalam
plasma
Kel = tetapan laju eliminasi
Kurva kadar obat vs waktu
(pada kertas semi log)
Dimana :
-N = konsentrasi
obat hipotetik pada
t=0
- C(t) = konsentrasi
obat hipotetik pada
saat t
-Kel = tetapan laju
eliminasi
log
konsentrasi
Kel
waktu
Ekstravaskuler
(oral, rektal,
intramuskuler,
intracutaneous
subcutaneous)
- terjadi absorpsi
karena pelepasan
obat dan mekanisme absorpsi
- saat t=0 tidak
ada obat dalam
darah
- kadar naik oleh
absorpsi, dan
turun karena
eliminasi,
- tidak semua
ka
D.f
Tubuh
Vd
Kel
C
D = dosis pemberian
f = fraksi obat terabsorpsi
ka = tetapan laju absorpsi
Vd = volume distribusi
C= konsentrasi obat dalam plasma
Kel = tetapan laju eliminasi
C(t) = M. e-Kel.t L. e-ka.t
Dimana :
-M = intersep slope
eliminasi
monoeksponensial backextrapolated
dengan ordinat
- L = intersep slope
absorpsi
mono-
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
obat terabsorpsi.
Kurva kadar obat vs waktu
(pada kertas semi log)
log
konsentrasi
25
eksponensial
dengan ordinat
- Kel = tetapan laju
eliminasi
- ka= tetapan laju
absorpsi
Kel
waktu
2) Model dua kompartemen
Pada model ini, diasumsikan bahwa tubuh bertindak sebagai dua
kompartemen yaitu kompartemen sentral dan perifer (Shargel et al.,
2005). Kompartemen sentral terdiri dari darah dan berbagai organ yang
banyak dialiri darah seperti jantung, paru, hati, ginjal dan kelenjar
endokrin. Obat tersebar dan mencapai keseimbangan dengan cepat dalam
kompartemen ini. Kompartemen perifer adalah berbagai jaringan yang
kurang dialiri darah misalnya otot, kulit dan jaringan lemak, sehingga
obat lambat masuk ke dalamnya (Setiawati, 2002).
Pada dasarnya model dua kompartemen adalah sama dengan
model kompartemen satu, bedanya adalah adanya proses ditribusi karena
adanya kompartemen perifer (Setiawati, 2002).
Secara ringkas, karakteristik dari model dua kompartemen pada
rute pemberian intravaskuler dan ekstravaskuler dapat dilihat pada tabel
II berikut.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
26
Tabel II. Ringkasan karakteristik model dua kompartemen terbuka (Ristchel, 1992)
Rute
pemberian
Intravaskuler
(intravena,
intracardiac,
intra-arteria)
Karakteristik
-Tidak ada proses
absorpsi,
-semua obat
masuk ke dalam
sirkulasi
sistemik,
-distribusi obat
yang lambat
antara aliran
darah dan
jaringan,
-steady state
tercapai beberapa
saat setelah
pemberian,
- penurunan
bagian pertama
karena distribusi
- penurunan
kedua tergantung
distribusi kembali
dari jaringan ke
darah, ekskresi
dan
biotransformasi.
Persamaan kadar
obat dalam darah
(μg/ml)
Model
KP
k12
k21
C(t) = M. e-β.t +
L. e-α.t
KS
D
k13
Vc
C
D = dosis pemberian
KS = kompartemen sentral
KP = kompartemen perifer
k12,k21 = tetapan laju distribusi
k13 = tetapan laju eliminasi
dari kompartemen sentral
Vc = volume kompartemen
sentral
C = konsentrasi obat dalam
plasma
β = slope eliminasi total (tetapan
laju disposisi lambat)
Dimana :
-M = intersep slope
eliminasi β monoeksponensial backextrapolated
dengan ordinat
- L = intersep slope
distribusi α dengan
ordinat
-β=slope eliminasi
total (tetapan laju
disposisi lambat)
-α= slope distribusi
(tetapan
laju
disposisi cepat)
Kurva kadar obat vs waktu
(pada kertas semi log)
log
konsentrasi
β
waktu
Ekstravaskuler
(oral, rektal,
intramuskuler,
intracutaneous
subcutaneous)
- terjadi absorpsi,
berdasarkan
mekanisme
pelepasan
obat
- saat t = 0 tidak
ada obat dalam
darah
- kadar naik oleh
absorpsi, diikuti
penurunan
KP
k12
C(t) = M. e-β.t +
L. e-α.t –
N. e–ka.t
k21
KS
D.f ka
k13
Vc
C
D = dosis pemberian
f = fraksi obat terabsorpsi
KS = kompartemen sentral
Dimana :
- M = intersep
slope eliminasi β
mono-eksponensial
back-extrapolated
dengan ordinat
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
karena distribusi
lambat sampai
steady state
tercapai
- penurunan
kurva monoeksponensial
tergantung pada
distribusi kembali
obat dari jaringan
ke darah, ekskresi
dan biotransformasi
KP = kompartemen perifer
ka = tetapan laju absorpsi
k12,k21 = tetapan laju distribusi
k13 = tetapan laju eliminasi
dari kompartemen sentral
Vc = volume kompartemen
sentral
C = konsentrasi obat dalam
plasma
β = slope eliminasi total (tetapan
laju disposisi lambat)
Kurva kadar obat vs waktu
(pada kertas semi log)
Bila ka > α
log
konsentrasi
β
waktu
Bila α > ka
log
konsentrasi
β
waktu
27
- L = intersep slope
distribusi α dengan
ordinat
- N = konsentrasi
obat hipotetik saat
t=0 (diperoleh dari
L+M)
-β= slope eliminasi
total (tetapan laju
disposisi lambat)
-α= slope distribusi
(tetapan
laju
disposisi cepat)
- ka = tetapan laju
absorpsi
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
28
b. Analisis ordo kinetika.
Perhitungan parameter farmakokinetika diturunkan secara matematis
atas dasar asumsi ordo kinetikanya. Perubahan kadar obat di dalam darah atau
plasma karena absorpsi, distribusi dan eliminasi merupakan fungsi waktu.
Secara matematis, hal ini dinyatakan sebagai berikut.
dX
= − kX n
dt
(2)
Dalam persamaan tersebut, X adalah kadar obat yang dipindahkan dari suatu
kompartemen ke kompartemen lain. Tetapan k menggambarkan tetapan
kesebandingan yang berhubungan dengan proses laju perpindahan obat, yang
selanjutnya disebut sebagai tetapan laju. Sedangkan n merupakan orde dari
proses perpindahan tersebut. (Donatus, 1989). Selanjutnya persamaan 2 dapat
diintegralkan, dan dinyatakan dalam persamaan 3.
X = Xo.e − kt
(3)
Terlihat dari persamaan tersebut, bila perubahan kadar, lebih tepatnya
penurunan kadar pada waktu tertentu, tergantung pada kadar obat yang dapat
dipindahkan pada waktu itu. Hal ini merupakan ciri khas kinetika orde
pertama. Dengan kata lain, kinetika suatu obat mengikuti orde pertama jka n
nya sama dengan satu. Jika n sama dengan nol, maka kinetika obat tersebut
mengikuti orde nol (persamaan 4 atau 5) (Donatus, 1989).
dX
= −k
dt
(4)
X = − kt
(5)
Proses- proses absorpsi, distribusi dan eliminasi yang dialami oleh
hampir semua obat pada dosis terapi mengikuti kinetika orde pertama, yang
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
29
berarti laju proses- proses tersebut sebanding dengan jumlah obat yang ada.
Jadi jumlah obat yang diabsorpsi, didistribusi dan dieliminasi per satuan
waktu makin lama makin sedikit, sebanding dengan jumlah obat yang masih
belum mengalami proses- proses tersebut (Setiawati, 2002).
Pada obat- obat dengan kinetika orde pertama atau kinetika linier ini
terdapat hubungan yang linier antara log kadar obat dalam plasma dengan
waktu pada fase absorpsi, distribusi dan eliminasi (Setiawati, 2002).
3. Parameter farmakokinetika
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa pola absorpsi, distribusi
dan eliminasi suatu obat dapat dikaji dari nilai parameter farmakokinetikanya.
Parameter tersebut diperoleh dari pengukuran kadar obat tak berubah di dalam
darah pada sederetan waktu tertentu (Donatus, 1989).
Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara
matematis dari hasil pengukuran kadar obat-utuh atau metabolitnya di dalam
cairan tubuh, seperti darah atau urin (Reilly, 1974 cit. Donatus, 2005). Pada
hakikatnya terdapat tiga jenis parameter farmakokinetika, yaitu parameter
farmakokinetika primer, parameter farmakokinetika sekunder, dan besaran
turunan lain (Rowland and Tozer, 1995).
Parameter farmakokinetika primer adalah parameter yang nilainya
dipengaruhi secara langsung oleh perubahan satu atau lebih variabel fisiologis
terkait. Yang termasuk parameter tersebut adalah tetapan laju absorpsi (ka), fraksi
dosis obat yang diserap (fa), volume distribusi (Vd), bersihan tubuh total (ClT),
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
30
bersihan hati (ClH), dan bersihan ginjal (ClR) (Rowland and Tozer, 1995).
Ubahan fisiologis yang mempengaruhi parameter farmakokinetika primer
terkait dapat dilihat pada tabel III.
Tabel III.
Ketergantungan parameter farmakokinetika primer terhadap beberapa
variabel fisiologi*
Parameter farmakokinetika primer
Variabel fisiologi
Tetapan laju absorpsi (ka)
Aliran darah pada tempat absorpsi,
pengosongan lambung (oral), gerakan usus
(oral)
Bersih hati (ClH), fraksi obat yang Aliran darah hati, ikatan dalam darah
diabsorpsi
Bersih ginjal (ClR)
Aliran darah ginjal, ikatan dalam darah
Volume distribusi (Vd)
Ikatan dalam darah ikatan dalam jaringan,
pembagian ke dalam lemak, susunan tubuh,
dan ukuran tubuh
*Dikutip dari Rowland and Tozer (1995) dengan sedikit perubahan
Parameter farmakokinetika sekunder adalah parameter farmakokinetika
yang besarnya tergantung pada nilai parameter farmakokinetika pimer. Yang
termasuk parameter tersebut adalah waktu paruh obat (t½), tetapan laju eliminasi
(Kel), dan fraksi obat utuh yang diekskresikan ke dalam urin (fe) (Rowland and
Tozer, 1995).
Besaran turunan lain nilainya tidak semata- mata tergantung nilai
parameter farmakokinetika primer, tetapi juga tergantung pada dosis dan laju
pemberian obat terkait. Yang termasuk besaran turunan lain yaitu luas area di
bawah kurva kadar obat utuh dalam plasma lawan waktu (area under the curve/
AUC) dan kadar obat pada keadaan tunak (steady state) dalam plasma (Cpss)
(Rowland and Tozer, 1995).
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
31
Perhitungan berbagai parameter farmakokinetika obat pada pemberian
dosis tunggal dengan model dua kompartemen terbuka dan absorpsi mengikuti
orde pertama serta eliminasi terjadi hanya dari kompartemen sentral, dapat dilihat
pada tabel IV (Jusko and Gibaldi, 1972; Ritschel, 1992; Wagner, 1975).
Tabel IV. Perhitungan Parameter Farmakokinetika Model Dua Kompartemen
Terbuka dengan Absorpsi Orde Pertama dan Eliminasi hanya dari
Kompartemen Sentral - Pemberian Dosis Tunggal*
Persamaan Kadar Obat dalam Darah (Blood Level Equation) :
Cp(t) = L.e-α.t + M.e-β.t + N.e-ka.t
dimana :
L=
k a .f a .D ⎡ (k 21 − α ) ⎤
⎢
⎥
Vc ⎣ (k a − α )(β − α ) ⎦
M=
k a .f a .D ⎡ (k 21 − β ) ⎤
⎢
⎥
Vc ⎣ (k a − β )(α − β ) ⎦
N=
k a .f a .D ⎡ (k 21 − k a ) ⎤
⎢
⎥
Vc ⎣ (α − k a )(β − k a ) ⎦
pada persamaan tersebut diasumsikan bahwa :
- ka > α > β atau α > ka > β, dengan definisi nilai α > β
- nilai M adalah selalu positif
- salah satu atau kedua nilai L dan N harus negatif
Perhitungan masing- masing parameter pada kinetika absorpsi, distribusi dan
eliminasi berdasarkan persamaan tersebut diatas adalah sebagai berikut.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Kinetika
Absorpsi
32
Perhitungan Parameter
1. Tetapan laju absorpsi (ka)
ka =
0,693
t1/2 abs
2. Luas area di bawah kurva (Area Under the Curve/ AUC)
a. Berdasarkan persamaan kadar obat dalam darah :
AUC(0−∞ ) =
L M N
+ −
α β ka
b. Pendekatan nilai AUC(0-∞) dengan menggunakan aturan trapezoid :
1) AUC (0-∞ ) = AUC (0- tn) + AUC
(tn -∞ )
C n -1 + C n
( t n - t n -1 )
2
2)
AUC (0- tn) =
3)
AUC(tn −∞ ) =
Cn
β
Prosedur ini hanya sahih bila fraksi terekstrapolasi lebih
kecil dari kira- kira 10 % AUC total dan tidak boleh digunakan
bila fraksi terekstrapolasi lebih dari 20 % AUC total (Mutschler,
Derendorf, Schäfer-Korting, Elrod, and Estes, 1995).
3. Fraksi obat yang terabsorpsi (fa)
fa =
Distribusi
AUC x
x 100 %
AUCiv
1. Slope distribusi (tetapan laju disposisi cepat) (α)
(
α = 1/2 b + b 2 - 4k 21.k13
)
2. Tetapan laju distribusi dari kompartemen sentral ke perifer (k12)
k12 = α + β - k 21 - k13
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
3. Tetapan laju distribusi dari kompartemen perifer ke sentral (k21)
k 21 =
(L.β.k a ) + (M.α.k a ) + (N.α.β )
L(k a − α ) + M (k a − β )
4. Volume distribusi kompartemen sentral (Vc)
Vc =
k a .f a .D
L(k a - α ) + M (k a − β )
5. Volume distribusi pada steady state atau keadaan tunak (Vdss)
Vd ss =
Eliminasi
k12 + k 21
Vc
k 21
1. Bersihan tubuh total (ClT)
ClT =
D. f a
AUC(0-∞ )
2. Slope eliminasi keseluruhan (tetapan laju disposisi lambat) (β)
(
β = 1/2 b + b 2 - 4k 21.k13
)
- hubungan antara α dan β adalah sebagai berikut:
α.β = k21.k13
α + β = k12 + k21 + k13
3. Waktu paruh eliminasi (t1/2el)
t1/2el =
0,693
β
4. Tetapan laju eliminasi dari kompartemen sentral (k13)
k13 =
α.β
k 21
*dikutip dari Jusko and Gibaldi (1972), Ritschel (1992), dan Wagner (1975) dengan sedikit
perubahan
33
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
34
Keterangan :
a) Cp(t)
= kadar obat pada kompartemen sentral pada waktu t
b) D
= dosis pemberian
c) t1/2abs
= waktu paruh absorpsi
d) AUC(0-∞) = luas area di bawah kurva kadar obat di dalam darah lawan
waktu, dari waktu 0 sampai tak hingga
e) AUC(0-tn) = luas area di bawah kurva kadar obat di dalam darah lawan
waktu, dari waktu 0 sampai waktu ke-n
f) AUC(tn-∞) = luas area di bawah kurva kadar obat di dalam darah lawan
waktu, dari waktu n sampai tak hingga
g) tn
= waktu pengamatan dari konsentrasi obat Cn
h) tn-1
= waktu pengamatan sebelumnya yang berhubungan dengan
konsentrasi obat Cn-1
i) Cn
= kadar obat pada titik pengambilan sampel (μg/ml)
j) AUCx
= AUC pemberian nonsistemik
k) AUCiv
= AUC pemberian intravena
l) b
= k12 + k21 + k13
m) L
= intersep slope distribusi α dengan ordinat
Sebagai catatan, simbol L ini dapat pula ditulis sebagai simbol
A1* (Wagner, 1975) dan simbol A (Ritschel, 1992)
n) M
= intersep slope eliminasi β monoeksponensial back-extrapolated
dengan ordinat
Sebagai catatan, simbol M ini dapat pula ditulis sebagai simbol
A2* (Wagner, 1975) dan simbol B (Ritschel, 1992)
o) N
= konsentrasi obat hipotetik pada saat t = 0 (diperoleh dari L+M)
Sebagai catatan, simbol N ini dapat pula ditulis sebagai simbol
A3* (Wagner, 1975) dan simbol C(0) = A+B (Ritschel, 1992)
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
35
4. Strategi penelitian farmakokinetika
Suatu penelitian farmakokinetika melibatkan subyek makhluk hidup yang
seringkali sulit untuk dikendalikan. Selain itu juga melibatkan berbagai teknik
maupun tata cara yang terkait dengan pemilihan subyek uji dan penangannya,
perlakuan pada subyek uji, analisis kimia, sampai dengan analisis dan evaluasi
hasil penelitian. Oleh karena itu agar hasil penelitian nanti dapat diandalkan, maka
diperlukan penyusunan suatu strategi penelitian (Donatus, 1989).
Strategi penelitian farmakokinetika didefinisikan sebagai suatu rencana
yang disusun sebelum dilakukan penelitian tahap farmakokinetika suatu obat,
guna memperoleh informasi ketersediaan biologis atau ketersediaan biologi dari
zat itu. Strategi penelitian farmakokinetika tersebut terdiri atas tahap-tahap
sebagai berikut.
a Pemilihan rancangan uji coba. Dalam memilih rancangan uji coba, perlu
dipertimbangkan pula adanya beberapa variabel yang melekat pada
subyek uji maupun pada sistem penelitiannya itu sendiri. Variabelvariabel tersebut adalah sebagai berikut.
1) variabilitas antar subyek
2) variabilitas karena perlakuan
3) variabilitas waktu
4) variabilitas dalam subyek
5) variabilitas residual (Wagner, 1975).
Adanya variabel- variabel tersebut dapat diperkecil
pengaruhnya dengan penerapan suatu rancangan uji coba yang tepat
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
36
(Donatus, 1989). Pada penelitian ini, rancangan uji coba yang diterapkan
adalah rancangan acak lengkap (completely randomized design).
b pemilihan subyek uji dan jumlahnya. Subyek uji yang digunakan dalam
penelitian farmakokinetika meliputi hewan dan manusia. Pada tahap
praklinis digunakan subyek uji hewan, sedangkan pada tahap klinis
digunakan subyek uji manusia. Hal- hal yang perlu dipertimbangkan
meliputi bentuk sediaan dan cara pemberian, kemudahan penanganan
hewan uji, kemiripan metabolisme terhadap suatu obat dengan yang ada
pada manusia, kemudahan mendapat cuplikan biologis, serta volume
maksimum yang dapat diterima hewan uji (Donatus, 1989).
c pemilihan cuplikan biologis. Cuplikan biologis yang sering digunakan
dalam penelitian farmakokinetika adalah darah atau urin. Darah menjadi
pilihan pertama karena darahlah yang paling cepat dicapai oleh obat, serta
darahlah yang menerima obat dari tempat pemberian, membawanya ke
semua organ, termasuk tempat aksi obat dan elmininasinya (Rowland and
Tozer, 1995). Selain itu untuk kebanyakan obat, bentuk obat tak berubah
adalah senyawa yang memiliki aktivitas farmakologis. Sehingga,
penetapan kadar obat pada cuplikan darah akan memberikan indikasi
langsung pada kadar obat yang mencapai sirkulasi (Rowland and Tozer,
1995).
d pemilihan metode penetapan kadar. Parameter farmakokinetika suatu obat
diperoleh dari hasil pengukuran kadar obat atau metabolitnya di dalam
darah atau urin. Oleh sebab itu maka metode penetapan kadar yang
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
37
digunakan harus memenuhi berbagai prasyarat yaitu sebagai berikut.
1) Akurasi (kecermatan), yaitu ukuran yang menunjukkan derajat
kedekatan nilai hasil analisis dengan nilai sebenarnya. Akurasi
dinyatakan dengan persen perolehan kembali (recovery) (Harmita,
2004).
2) Presisi (keseksamaan), yaitu ukuran yang menunjukkan derajat
kesesuaian hasil pengukuran berulang pada cuplikan biologis yang
sama. Presisi dinyatakan dengan simpangan baku relatif (koefisien
variasi/ CV) (Harmita, 2004).
3) Selektivitas (spesifisitas). Metode analisis harus memiliki selektivitas
yang tinggi terhadap bentuk obat yang akan ditetapkan, sehingga dapat
membedakan suatu obat dari metabolitnya, dari obat lain, dan dari
kandungan endogen cuplikan biologis (Harmita, 2004).
4) Sensitivitas. Sensitivitas metode berkaitan dengan kadar terendah yang
dapat diukur oleh metode analisis yang digunakan. Hal ini penting
karena dalam perhitungan parameter farmakokinetika, diperlukan
sederetan kadar obat dari waktu ke waktu, atau dari kadar tertinggi
sampai kadar terendah (Harmita, 2004).
5) cepat. Dalam suatu penelitian farmakokinetika dilakukan analisis dari
cuplikan biologis dalam jumlah yang banyak, sehingga cepat juga
merupakan hal yang perlu dipertimbangkan (Donatus, 1989).
e Pemilihan takaran dosis. Perbandingan harga LD50 oral lawan LD50
intravena dapat dilakukan untuk memperoleh wawasan terhadap masalah
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
38
absorbabilitas sebagai fungsi waktu sebagai fungsi cara pemberian oral.
Jika informasi ini tidak tersedia maka dapat digunakan 5 – 10 % dari
harga LD50 intravena sebagai dosis awal penelitian yang dapat
dipertanggungjawabkan (Kaplan, 1973, cit. Donatus, 1989). Takaran dosis
yang diberikan harus dapat menjamin dapat diukurnya kadar obat atau
metabolitnya pada rentang waktu tertentu, sehingga diperoleh data yang
cukup memadai (Donatus, 1989).
f
Pemilihan lama dan banyaknya waktu pengambilan cuplikan biologis. Bila
digunakan cuplikan darah, pengambilan sebaiknya 3-5 kali t½ eliminasi
obat yang diuji. Frekuensi pengambilan cuplikan biologis berkaitan erat
dengan asumsi model kompartemen tubuh. Bila kinetika obat mengikuti
dua kompartemen terbuka, maka frekuensi pengambilan cuplikan
setidaknya 3 kali tahap absorpsi, 3 kali daerah puncak, 3 kali tahap
distribusi, dan 3 kali tahap eliminasi (Ritschel, 1992).
g Analisis dan evaluasi hasil. Analisis data hasil uji dan evaluasi hasil
penelitian merupakan tahap terakhir penelitian farmakokinetika. Langkahlangkah analisis yang dilakukan meliputi analisis data uji coba, analisis
statistika dan evaluasi (Donatus, 1989).
D. Parasetamol
Obat yang akan diteliti perubahan profil farmakokinetikanya dalam
penelitian ini adalah parasetamol.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
39
1. Definisi
Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari
101,0 % C8H9NO2 dihitung terhadap zat anhidrat. Parasetamol berupa asam lemah
serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit. Larut dalam air mendidih
dan dalam natrium hidroksida 1 N, mudah larut dalam etanol (Anonim, 1995).
Parasetamol memiliki nama lain asetaminofen, N-asetil-p-aminofenol
atau 4-hidroksiasetanilid. Parasetamol adalah turunan para-aminofenol yang
berkhasiat sebagai analgesik-antipiretik (Block and Beale, 2004). Struktur
parasetamol dapat dilihat pada gambar 3.
H3COCHN
OH
Gambar 3. Struktur parasetamol
(N-asetil-paraaminofenol)
Parasetamol mempunyai titik lebur 169o C – 172o C. Satu bagian
parasetamol larut dalam 70 bagian air, 20 bagian air panas, 7 bagian etanol dan 50
bagian kloroform. Parasetamol tidak larut dalam benzen dan eter (Clarke, 1969).
pH parasetamol dalam larutan jenuh adalah 5,3 – 6,5. Pada larutan berair dengan
pH 5 – 7, parasetamol sangat stabil. Parasetamol mempunyai nilai pKa 9,51
(Connors, Amidon, and Stella, 1986; Hanson 2000).
Dalam metanol, parasetamol memiliki serapan maksimum pada panjang
1%
1%
gelombang 249 nm ( A1cm
= 900) (Clarke, 1969). A1cm
atau serapan jenis adalah
serapan dari larutan 1% zat terlarut dalam sel dengan ketebalan 1 cm (Anonim,
1995).
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
40
2. Aksi farmakologis
Parasetamol merupakan metabolit aktif dari fenasetin dan asetanilid.
Parasetamol memiliki efek analgesik-antipiretik dan telah digunakan sejak 1893
(Wilmana, 1995). Tempat dan mekanisme aksi dari efek analgesik parasetamol
masih belum jelas. Parasetamol menurunkan demam melalui aksi langsung pada
pusat pengatur suhu tubuh di hipotalamus dengan cara meningkatkan pengeluaran
panas tubuh melalui vasodilatasi dan keringat. Aksi pirogen endogen pada pusat
pengatur suhu tubuh pun dihambat (Anonim, 2004).
Parasetamol merupakan penghambat enzim siklooksigenase di jaringan
perifer yang lemah, sehingga daya anti inflamasinya kurang. Parasetamol lebih
efektif dalam penghambat sintesis prostaglandin di sistem saraf pusat sehingga
berguna sebagai agen analgesik antipiretik (Katzung, 2002).
Dibandingkan dengan aspirin, parasetamol memiliki daya antipiretik dan
analgesik yang hampir sama. Daya anti inflamasi aspirin lebih baik. Parasetamol
tidak menghambat agregasi platelet dan tidak menyebabkan ulcer pada saluran
pencernaan (Anonim, 2004).
Parasetamol digunakan sebagai obat analgesik antipiretik alternatif
terhadap aspirin, yaitu pada pasien yang hipersensitif terhadap aspirin, memiliki
riwayat ulcer, memiliki gout, anak- anak dengan infeksi virus, serta pada pasein
yang mengkonsumsi antikoagulan (Anonim, 2001).
3. Farmakokinetika parasetamol
Absorpsi parasetamol berjalan cepat dan hampir sempurna dari saluran
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
41
pencernaan melalui pemberian oral. Konsentrasi plasma puncak (Cpmaks) sebesar 5
– 20 mcg/ml muncul dalam waktu 30 – 60 menit, tetapi tidak ada korelasi antara
konsentrasi serum dan efek analgesik (American Medical Association (AMA),
1994). Waktu paruh (t1/2) plasma pada subyek sehat antara 1 – 2,5 jam. Pada
overdosis, absorpsi berjalan lengkap setelah 4 jam (Anonim, 2001).
Setelah diabsorpsi, parasetamol akan terdistribusi ke sebagian besar
jaringan dan cairan badan secara cepat dan luas (Anonim, 2001). Hal ini
ditunjukkan dengan besarnya nilai koefisien distribusinya pada manusia yaitu 0,94
l/kg (Melmon and Morelli, 1992) atau pada manusia 70 kg, volume distribusinya
sekitar 67 L (Katzung, 2002). Dalam plasma, sekitar 25 % parasetamol terikat
protein plasma (Wilmana, 1995). Availabilitas oral parasetamol adalah sekitar 88
% (Katzung, 2002).
Parasetamol mengalami metabolisme di hati, terutama dalam bentuk
konjugat glukuronida dan sulfat, dan dieliminasi di urin (AMA, 1994). Sebanyak
90 – 100 % obat ditemukan kembali dalam urin pada 24 jam pertama, terutama
setelah konjugasi hepatik dengan asam glukuronat (± 60 %), dengan asam sulfat
(± 35%), atau dengan sistein (± 3 %). Sejumlah kecil metabolit hasil hidroksilasi
dan asetilasi juga terdeteksi (Anonim, 2004). Levy (1981) menyebutkan bahwa
metabolit hasil hidroksilasi tersebut bertanggungjawab atas hepatotoksisitas akibat
overdosis.
Parasetamol dimetabolisme secara luas dan diekskresikan dalam urin
terutama dalam bentuk konjugat inaktif glukuronat dan sulfat (94 %). Sekitar 4 %
dioksidasi oleh sistem enzim sitokrom P450 hati menjadi metabolit yang toksik,
42
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
yaitu N-asetil-para-benzokuinonimina (NABKI) (Block and Beale, 2004;
Laurence, et al., 1997). Pada keadaan normal metabolit ini didetoksifikasi oleh
konjugasi dengan glutation seluler dan diekskresikan dalam urin sebagai konjugat
sistein dan asam merkapturat (Anonim, 2004).
Parasetamol mengalami metabolisme fase kedua yang menghasilkan
inaktivasi farmakologis dari obat induk. Seperti yang terlihat dalam gambar 4,
parasetamol mengalami konjugasi sulfat, konjugasi glutation dan konjugasi
glukuronat dan menghasilkan metabolit yang tidak aktif (Gibson and Skett, 1991).
Penggunaan parasetamol dalam jangka waktu panjang atau secara akut
dalam dosis yang besar menyebabkan persediaan glutation menipis dan nekrosis
hepatik dapat terjadi. Sekitar 2 % diekskresikan dalam bentuk tak berubah. Waktu
paruh eliminasi sedikit diperpanjang pada neonatus dan sirosis (Anonim, 2004).
Efek
analgesik
antipiretik
dari
parasetamol
akan
timbul
bila
konsentrasinya dalam darah antara 10 – 20 mg/L (Melmon and Morelli, 1992).
Jadi, nilai Kadar Efek Minimum (KEM) dari parasetamol adalah bila kadarnya
dalam darah sebesar 10 μg/ml hingga 20 μg/ml, sedangkan nilai Kadar Toksik
Minimum (KTM) dari parasetamol adalah bila kadarnya dalam darah lebih dari
300 μg/ml (Katzung, 2002).
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
43
NHCOCH3
HO
Parasetamol (aktif)
Konjugasi
sulfat
Metabolisme dan
konjugasi glutation
Konjugasi glukuronat
HO
OH
O
HO
S
O
NH
COCH3
HO
O
N
H
O
O
COOH
(tidak aktif)
COCH3
tidak aktif
Sistein dan konjugasi
merkapturat (tidak aktif)
ekskresi urin
ekskresi urin
ekskresi urin
Gambar 4. Metabolisme parasetamol (Gibson and Skett, 1991)
4. Metode penetapan kadar parasetamol dalam plasma
Parameter farmakokinetika obat diperoleh berdasarkan hasil pengukuran
kadar obat utuh dan atau metabolitnya di dalam cairan biologis. Oleh karena itu
agar nilai- nilai parameter kinetika obat dapat dipercaya, metode penetapan kadar
harus memenuhi berbagai prasyarat metode analisis yang baik (Donatus, 1989).
Kadar parasetamol dalam darah dapat ditentukan dengan beberapa
metode, yaitu sebagai berikut.
a. Gas Liquid Chromatography (GLC)
Metode ini memiliki sensitivitas dan selektivitas yang tinggi untuk
menetapkan kadar parasetamol dalam darah (Prescott, 1971). Namun
demikian pada metode ini diperlukan plasma sebanyak 2 ml (± 4 ml darah
utuh) pada setiap pengambilan cuplikan. Sehingga jika metode ini diterapkan
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
44
pada hewan kecil (misalnya tikus) akan sulit untuk dikerjakan.
b. Metode spektrokolorimetri-diferensial
Metode ini juga dikatakan sebagai metode yang sensitif dan selektif
untuk menetapkan kadar parasetamol darah (Knefil, 1974 cit. Donatus, 1994).
Namun metode ini juga memerlukan darah dalam dalam jumlah yang banyak
(± 5 ml darah utuh), sehingga sulit diterapkan pada hewan kecil (Donatus,
1994).
c. Metode Chafetz et. al. (dengan modifikasi oleh Glynn dan Kendal, 1975)
Metode ini adalah metode pengukuran parasetamol dalam plasma
secara spektrofotometri yang didasarkan pada reaksi diazotasi. Produk hasil
reaksi yang terbentuk dalam larutan basa akan menunjukkan kromofor yang
kuat dan absorbansinya diukur pada panjang gelombang 430 nm
(Chamberlain, 1995). Namun metode ini tidak dapat mengukur dengan tepat
konsentrasi parasetamol dalam plasma di bawah 50 μg/ml sehingga pada
konsentrasi tersebut biasanya dipakai kromatografi (Widdop, 1986). Selain
itu, dalam pelaksanaannya metode ini juga memerlukan volume darah yang
cukup banyak (± 2 ml darah utuh) untuk setiap pengambilan cuplikan darah,
sehingga sulit diterapkan pada hewan kecil untuk sejumlah waktu
pencuplikan.
d. High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
HPLC merupakan teknik analisis yang paling sering digunakan dalam
analisis farmasi untuk pemisahan, identifikasi, dan determinasi dalam
campuran yang kompleks (Skoog, Holler, and Nieman, 1998). HPLC dapat
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
45
memberikan hasil pemisahan yang sangat cepat seperti pada kromatografi gas,
dengan keunggulan zat- zat yang tidak menguap atau tidak tahan panas dapat
dikromatografi tanpa peruraian atau tanpa perlunya dibuat turunan yang dapat
menguap (Anonim, 1995).
Analisis dalam HPLC meliputi analisis kualitatif dan kuantitatif. Tiap
senyawa memiliki waktu retensi yang spesifik pada kondisi tertentu seperti
kolom, suhu, laju, dan sebagainya sehingga dapat digunakan sebagai salah
satu dasar uji kualitatif. Waktu retensi yang menunjukkan identitas suatu
senyawa merupakan selang waktu yang diperlukan senyawa mulai pada saat
injeksi sampai keluar dari kolom dan sinyalnya ditangkap oleh detektor
(Gritter et al., 1985).
Analisis kuantitatif dalam HPLC diperoleh dari nilai respon puncak,
yaitu mencakup luas puncak dan tinggi puncak. Baik tinggi puncak maupun
luasnya daat dihubungkan dengan konsentrasi analit. Tinggi puncak sangat
dipengaruhi oleh perubahan waktu retensi yang disebabkan oleh variasi suhu
dan komposisi pelarut. Oleh karena itu, luas puncak dianggap sebagai
parameter yang lebih akurat untuk pengukuran kuantitatif (Anonim, 1995).
Ditinjau
dari
sistem
peralatannya,
maka
HPLC
termasuk
kromatografi kolom karena dipakai fase diamnya yang diisikan atau
ter”packing” di dalam kolom. Tetapi bila ditinjau dari proses pemisahannya
maka HPLC digolongkan sebagai kromatografi adsorpsi atau partisi.
Tergantung pada butiran- butiran adsorban yang ada dalam kolom., apakah
sebagai fase padat yang murni atau disalut dengan cairan (Mulja dan
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
46
Suharman, 1995).
Berdasarkan jenis fase diam dan fase geraknya, maka HPLC
(kolomnya) dibedakan menjadi dua. Bila fase diam lebih polar dari fase
geraknya, maka disebut kromatografi fase normal. Sebaliknya, bila fase gerak
lebih polar dari fase diamnya maka disebut kromatografi fase terbalik (Mulja
dan Suharman, 1995).
Hal- hal yang harus diperhatikan dan dipersiapkan untuk analisis
dengan HPLC meliputi pemilihan pelarut pengembang atau pelarut
pengembang campur yang sesuai untuk komponen yang dipisahkan, pemilihan
kolom yang dipakai berkaitan dengan pelarut pengembang, pemilihan detektor
yang memadai, serta pengetahuan dasar HPLC yang baik serta pengalaman
dan keterampilan yang baik (Mulja dan Suharman, 1995)
Metode HPLC memberikan keuntungan antara lain, dapat dilakukan
pada suhu kamar, detektor dapat divariasi, pelarut pengembang dan kolom
dapat digunakan berulangkali, serta ketepatan dan ketelitiannya yang relatif
tinggi dijajarkan dengan teknik analisis fisiko-kimia (Mulja dan Suharman,
1995).
Dengan berbagai pertimbangan diatas, maka dalam penelitian ini
dilakukan penetapan kadar parasetamol utuh dalam plasma tikus dengan
menggunakan metode HPLC, dengan mengacu pada penelitian yang pernah
dilakukan oleh Howie, et. al. (1997) yang telah dimodifikasi oleh Wijoyo (2001).
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
47
E. Darah
Darah merupakan cairan yang beredar melalui jantung, arteri, kapiler dan
vena, yang berfungsi mengangkut zat makanan, dan oksigen ke sel- sel tubuh, dan
mengeluarkan produk- produk buangan dan karbon dioksida. Darah terdiri dari
bagian cairan dan elemen- elemen (Anonim, 1998).
Sekitar 40 – 45 % dari darah unsur- unsur sel yang terdiri dari eritrosit,
leukosit, dan trombosit (Frisell, 1982). Plasma darah merupakan bagian cair dari
darah. Plasma diperoleh dengan membuat darah tidak beku dan sel darah
disentrifugasi. Apabila darah dibiarkan saja tanpa penambahan antikoagulan maka
sel- sel darah akan mengendap dan terbentuk fase cair yang disebut sebagai
serum. Plasma darah berbeda dengan serum darah terutama pada serum tidak
terdapat faktor pembekuan fibrinogen (Mutschler, 1991).
Plasma manusia mengandung 90 – 92 % air. Air tersebut tidak hanya
berfungsi sebagai pelarut bagi zat organik dan inorganik yang ditransportasikan
oleh darah, melainkan juga berperan penting dalam regulasi panas dan pertukaran
osmotik diantara kompartemen cair tubuh (Frisell, 1982). Selain air, sekitar 7 %
dari plasma terdiri dari protein dan sisanya adalah garam- garam, karbohidrat,
lipid dan asam amino. Sekitar 56 % protein plasma merupakan albumin. Albumin
mempunyai arti yang besar untuk ikatan protein obat yaitu dalam hal distribusi
obat (Mutschler, 1995).
Langkah pertama dalam mempersiapkan plasma atau serum untuk
dianalisis adalah memutus ikatan antara protein dengan obat. Bila dilakukan
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
48
pengukuran secara langsung, maka yang terukur hanyalah obat bebas saja, bukan
keseluruhan obat yang ada. Metode yang paling mudah dan paling tua adalah
dengan mengendapkan protein dan memperoleh filtratnya. Protein didenaturasi
dan ikatannya dengan obat dihancurkan sehingga seluruh obat terlepas ke dalam
filtrat. Reagen asam yang banyak digunakan untuk mendenaturasi protein adalah
asam trikloroasetat karena memiliki efisiensi yang baik (Chamberlain, 1995).
F. Landasan Teori
Adanya makanan pada saluran pencernaan dapat mempengaruhi
bioavailabilitas obat dari suatu produk obat oral. Zat- zat makanan yang
mengandung asam amino, asam lemak, serta nutrien yang lain dapat
mempengaruhi pH usus dan kelarutan dari obat. Pengaruh dari makanan tidak
selalu dapat diprediksi dan dapat memberikan konsekuensi yang bermakna secara
klinis (Shargel et al., 2005).
Secara anatomis, setelah ditelan obat akan mencapai lambung dengan
cepat, kemudian lambung mengosongkan isinya ke usus halus. Karena duodenum
mempunyai kapasitas yang terbesar untuk absorpsi obat dari saluran pencernaan,
adanya penundaan pada waktu pengosongan lambung bagi obat untuk mencapai
duodenum akan menurunkan laju dan mungkin jumlah dari obat yang terabsorpsi.
Sehingga akan memperpanjang waktu onset obat tersebut (Shargel et al., 2005).
Pada umumnya, absorpsi suatu obat akan berlangsung lebih cepat bila
lambung dan saluran pencernaan bagian atas berada dalam keadaan bebas dari
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
49
makanan. Pada kondisi non-puasa, penurunan laju absorpsi obat dimungkinkan
terjadi karena faktor- faktor yang meliputi pencampuran dalam saluran penceraan
yang buruk dan terbentuknya kompleks obat dengan makanan. Studi yang telah
dilakukan oleh McGilveray dan Mattok (1972) tentang pengaruh puasa pada
bioavailabilitas suatu tablet parasetamol komersial menunjukkan terjadinya
peningkatan yang signifikan pada laju absorpsi pada subyek puasa, serta nilai luas
area di bawah kurva (AUC) yang meningkat tetapi tidak signifikan.
Melalui pengujian yang mendalam pada tikus, baik in vivo maupun in
vitro, (Bagnal et. al., 1979 cit. Donatus, 1994) ditegaskan bahwa absorpsi
parasetamol dari saluran pencernaan, utamanya pada usus halus, berlangsung
melalui mekanisme transpor pasif. Oleh karena itu dapat dipahami bila
keefektifan absorpsi parasetamol dipengaruhi oleh laju pengosongan lambung.
G. Hipotesis
Adanya kondisi puasa sebelum pemberian parasetamol secara oral pada
tikus putih jantan akan menyebabkan perubahan pada profil farmakokinetika dari
parasetamol tersebut.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian dengan judul Pengaruh Puasa terhadap Profil Farmakokinetika
Parasetamol pada Tikus Putih Jantan ini termasuk jenis penelitian eksperimental
murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel penelitan, yang pertama yaitu
variabel utama, yang terdiri dari variabel bebas dan variabel tergantung, serta
yang kedua yaitu variabel pengacau terkendali. Berikut ini akan diuraikan tentang
masing- masing variabel tersebut.
1. Variabel utama
a
Variabel bebas. Pada penelitian ini variabel bebasnya yaitu waktu puasa
selama 6 jam sebelum pemberian parasetamol.
b
Variabel tergantung. Pada penelitian ini variabel tergantungnya adalah
profil farmakokinetika parasetamol, yaitu :
1) parameter farmakokinetika primer, meliputi :
a)
tetapan laju absorpsi (ka)
b)
volume distribusi steady state (Vdss), adalah jumlah obat
terukur dalam tubuh yang digambarkan dalam cairan tubuh
50
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
51
pada keadaan steady state/ tunak (ml)
c)
bersihan tubuh total (ClT), adalah ukuran volume darah
atau plasma yang dibersihkan dari obat per satuan waktu
(ml/menit)
2) parameter farmakokinetika sekunder, meliputi :
a) waktu untuk mencapai puncak maksimum (tmaks), adalah
waktu yang diperlukan obat untuk mencapai Cpmaks (menit)
b) waktu paruh eliminasi (t½el), adalah waktu berkurangnya
kadar obat dalam darah menjadi setengahnya (menit)
c) mean residence time (MRT), adalah waktu tinggal rata-rata
saat residu obat ada di dalam tubuh (jam)
d) konsentrasi maksimum pada waktu mencapai tmaks (Cpmaks),
adalah konsentrasi maksimum yang dapat dicapai obat di
dalam plasma darah (mg/L)
e) α, adalah tetapan laju disposisi cepat (menit-1)
f) β, adalah tetapan laju disposisi lambat (menit-1)
g) k12, adalah tetapan laju distribusi dari kompartemen sentral
ke kompartemen perifer (menit-1)
h) k21, adalah tetapan laju distribusi dari kompartemen perifer
ke kompartemen sentral
i) k13, adalah tetapan laju eliminasi dari kompartemen sentral
(menit-1)
3) besaran turunan lain, yaitu :
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
52
luas area dibawah kurva (AUC(0-∞)), adalah jumlah obat yang
terukur dalam tubuh pada waktu 0 sampai tak hingga
(μg.menit/ml).
2. Variabel pengacau terkendali
Variabel ini disebut sebagai variabel pengacau terkendali karena adanya
variabel- variabel ini dapat mengacaukan hasil penelitan yang diperoleh.
Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan pengendalian yaitu dengan cara
meminimalkan perbedaan antara subyek uji yang digunakan. Variabel
pengacau terkendali dalam penelitian ini meliputi variabel- variabel berikut.
1) galur spesies subyek uji adalah galur Wistar (Rattus norwegicus)
2) jenis kelamin subyek uji adalah jantan
3) umur subyek uji antara 2-3 bulan
4) berat badan subyek uji antara 240-270 gram
5) status puasa subyek uji terhadap makanan dan minuman
selama 18 jam sebelum diberi perlakuan
Disamping variabel pengacau yang terkendali, terdapat pula variabel
pengacau yang tidak terkendali yaitu keadaan patologis dan psikologis subyek
uji.
C. Bahan Penelitian
Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan, galur Wistar
(dewasa sehat), umur 2-3 bulan dengan berat badan antara 240 sampai 270 gram
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
53
yang diperoleh dari laboratorium hewan uji Universitas Sanata Dharma.
Zat- zat kimia yang diperlukan adalah parasetamol kualitas farmasetis
dari PT Anqiu Lu’An Pharmaceutical Co., Ltd.; natrium-karboksi metil selulosa
(carboxy methyl cellulose-sodium/ CMC-Na); asam trikloroasetat, asam asetat, etil
asetat kualitas proanalisis (E.Merck); heparin sodium injection USP (Fahrenheit)
dan akuabidestilata (dari Laboratorium Kimia Organik Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta).
D. Alat Penelitian
Penelitian ini menggunakan alat- alat yaitu seperangkat alat gelas (Pyrex)
yang lazim digunakan untuk analisis, tabung effendorf, pipet mikro (Socorex)
ukuran 200-1000 μl, sentrifuge (berdiameter 18cm, Hettich EBA 85, Germany),
neraca analitik (Mettler Toledo, kepekaan 0,1 mg dan Scaltec, kepekaan 0,01 mg),
Spektrofotometer UV-Vis (Genesys 6v1.001), penyaring Millex 0,45 µm, organic
solvent membrane filter merk Whatman dengan ukuran pori 0,5 μm dan diameter
47 mm, inorganic solvent membrane filter merk Whatman dengan ukuran pori
0,45 μm dan diameter 47 mm, syringe merk Hamilton, degassing ultrasonic merk
Retsch, serta seperangkat HPLC (CBM-101 Shimadzu) yang meliputi pompa
merk Shimadzu model LC-10 AD, detektor UV/Vis merk Shimadzu model SPD10 AV, CBM-101 merk Shimadzu, kolom Waters BondapacTM C18 (dengan
panjang 15 dan 30 cm, diameter partikel 5-10 μm) dan seperangkat komputer
merk ACER.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
54
E. Jalan Penelitian
Penelitian ini mengacu pada penelitian yang pernah dilakukan oleh
Howie et. al. (1977) yang telah dimodifikasi oleh Wijoyo (2001) yaitu penetapan
kadar parasetamol utuh menggunakan HPLC. Langkah kerjanya adalah sebagai
berikut.
Sebanyak kurang lebih 0,5 ml darah berheparin dipusingkan dengan
kecepatan 3500 rpm selama 10 menit. Jernihan diambil, ini disebut plasma.
Pipet 0,25 ml plasma, tambahkan 0,25 ml parasetamol baku kadar tertentu,
kemudian tambahkan 0,5 ml larutan TCA 10 %. Pusingkan pada kecepatan
3500 rpm selama 10 menit. Ambil jernihan yang ada, saring dengan
penyaring millex 0,45μm. Hilangkan gelembung gas dengan melakukan
degassing selama 15 menit. Injeksikan pada HPLC sebanyak 20 μl. Lakukan
elusi dengan fase gerak campuran air- asam asetat- etil asetat (98:1:1), pada
panjang gelombang 250 nm dengan laju alir 1 ml/menit.
Langkah- langkah yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi validasi
metode analisis, orientasi dosis dan jadwal pengambilan cuplikan, serta analisis
profil farmakokinetika parasetamol pada tikus putih jantan.
1. Validasi metode analisis
Langkah- langkah dalam validasi metode analisis meliputi pembuatan
seri larutan baku; penetapan persamaan kurva baku; penentuan nilai perolehan
kembali, kesalahan acak, dan kesalahan sistematik; serta uji stabilitas
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
55
parasetamol.
a
Pembuatan seri larutan baku
Lebih kurang 100,0 mg parasetamol ditimbang dengan seksama,
larutkan dalam akuabidestilata sampai volume 100,0 ml. Pipet 0,15; 0,25;
0,50; 1,0; 1,5; 2,0; 3,0; 4,0 ml lalu masukkan dalam labu ukur 10 ml,
kemudian encerkan dengan aquabidestilata sampai tanda.
b
Penetapan persamaan kurva baku parasetamol dalam plasma.
Pipet 0,25 ml dari tiap seri larutan baku, masukkan ke dalam 0,25 ml
plasma. Sehingga diperoleh kadar parasetamol 7,5; 12,5; 25; 50; 75; 100;
150; 200 μg/ml. Tambahkan larutan TCA 10 % sebanyak 0,5 ml, pusingkan
selama 10 menit pada 3500 rpm. Ambil jernihan yang ada, saring dengan
penyaring millex 0,45 μm. Hilangkan gelembung gas dengan melakukan
degassing selama 15 menit. Injeksikan pada HPLC sebanyak 20 μl. Lakukan
elusi dengan fase gerak campuran air- asam asetat- etil asetat (98:1:1), pada
panjang gelombang 250 nm dengan laju alir 1 ml/menit. Sebagai faktor
koreksi, dilakukan pula pembuatan blanko kurva baku yaitu plasma darah
tikus tanpa parasetamol, dengan cara kerja yang sama.
c
Penetapan perolehan kembali, kesalahan acak dan kesalahan sistematik.
Dibuat dua seri kadar parasetamol dalam plasma yaitu kadar 25 dan
100 μg/ml, masing- masing dilakukan tiga kali replikasi. Penetapan kadar
parasetamol dilakukan dengan HPLC seperti langkah 1 b yaitu mulai dari
penambahan larutan TCA 10 %. Kadar yang terukur dibandingkan dengan
kadar yang terhitung dan dicari kesalahan acak dan kesalahan sistematik
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
56
untuk masing- masing kadar.
d
Stabilitas parasetamol.
Dibuat suspensi parasetamol kadar 100 μg/ml dalam plasma, kemudian
disimpan pada suhu 00 C selama 2 hari. Kadar parasetamol dalam plasma
setiap hari ditentukan dengan HPLC seperti langkah 1 b yaitu mulai dari
penambahan larutan TCA 10 %. Hasil yang diperoleh dinyatakan dengan
prosen degradasi.
2. Tahap orientasi dosis dan jadwal pengambilan cuplikan
Pemilihan takaran dosis parasetamol didasarkan pada batas keamanan
yang masih dapat diterima, sensitivitas metode penetapan kadar dan
kemungkinan terdapat kinetika tergantung dosis (Donatus, 1989).
Pada penelitian ini dosis parasetamol yang digunakan adalah 300
mg/kgBB, yaitu 10 % dari LD50 oral parasetamol pada tikus. Orientasi dosis
dilakukan dengan replikasi sebanyak tiga kali.
Penetapan jadwal pengambilan cuplikan yaitu sebanyak 3 -5 kali t1/2 el.
Dipilih sedikitnya 3 titik pada tahap absorpsi, 3 titik pada daerah sekitar
puncak, 3 titik pada tahap distribusi dan 3 titik pada tahap eliminasi.
Kepada sepasang hewan uji diberikan suspensi parasetamol dalam
CMC-Na 1 % dengan dosis 300 mg/kg secara oral. Pada menit ke 5, 10, 20,
30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360, dan 420 diambil cuplikan darah
melalui vena lateralis ekor tikus untuk ditetapkan kadar parasetamol utuhnya.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
57
Jadwal pengambilan sampel ditetapkan berdasarkan jumlah obat yang diserap
(80 – 90 %) yaitu dihitung dari 3 – 5x t1/2el parasetamol.
3. Pengaruh puasa terhadap profil farmakokinetika parasetamol
Pengaruh
perlakuan
puasa
terhadap
profil
farmakokinetika
parasetamol ini akan dilakukan pada tahap ini dengan mengikuti rancangan
acak lengkap pola searah. Acak berarti setiap subyek uji dapat menjadi
probandus. Lengkap berarti semua hewan uji memiliki keseragaman kondisi
yang meliputi persamaan jenis kelamin, galur, umur dan berat badan. Pola
searah berarti hanya terdapat satu variabel bebas (dalam penelitian yaitu waktu
puasa selama 6 jam). Langkah- langkah yang dilakukan adalah sebagai
berikut.
a
pengelompokkan dan perlakuan hewan uji
Semua hewan uji diadaptasikan dan dipelihara dalam kondisi yang
sama, selama 2 minggu sebelum perlakuan. Sebelum perlakuan, hewan uji
dipuasakan selama 18 jam. Sebanyak 10 ekor tikus putih jantan sebagai
hewan uji dibagi 2 kelompok sama banyak, yaitu kelompok kontrol (I) dan
kelompok perlakuan (II). Perbedaan antara kelompok I dan kelompok II
adalah pada lamanya puasa. Pada kelompok I, hewan uji dipuasakan
selama 18 jam sebelum pemberian parasetamol, sedangkan kelompok II
dipuasakan selama 6 jam dahulu lalu ditambah 18 jam, sebelum pemberian
parasetamol. Semua hewan uji kontrol terlebih dahulu dilakukan sampling
1,0 ml darah sebagai blangko. Setelah itu hewan uji diberi parasetamol
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
58
secara oral dosis 300 mg/kgBB, kemudian dilakukan sampling darah pada
berbagai waktu, yaitu menit ke 5, 10, 20, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240,
300, 360, dan 420 melalui vena lateralis ekor.
b
Penetapan kadar parasetamol utuh dalam plasma
Kurang lebih 0,5 ml darah diambil dari vena lateralis ekor tikus
pada menit ke 5, 10, 20, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360, dan 420
(pada menit ke- 0 telah diambil blanko) dan dimasukkan ke dalam tabung
effendorf yang telah berisi heparin, selanjutnya dipusingkan selama 10
menit pada 3500 rpm. Ambil plasma yang ada sebanyak 0,25 ml, lalu
encerkan dengan akuabidestilata 0,25 ml dan kemudian tambahkan 0,5 ml
TCA 10 %. Pusingkan selama 10 menit pada 3500 rpm. Ambil jernihan
yang ada lalu saring dengan penyaring millex 0,45 μm, masukkan ke
dalam flakon. Injeksikan jernihan sebanyak 20 μl pada HPLC, diikuti elusi
dengan fase gerak campuran air - asam asetat - etil asetat (98:1:1) pada
laju alir 1 ml/menit.
Luas area dari kromatogram yang diperoleh, dimasukkan dalam
persamaan kurva baku parasetamol, sehingga diperoleh nilai kadar
parasetamol utuh dalam darah. Nilai kadar parasetamol ini selanjutnya
digunakan sebagai dasar perhitungan parameter farmakokinetikanya. Data
yang diperoleh berupa kadar zat aktif dalam darah tiap satuan waktu.
Kemudian dilakukan perhitungan parameter- parameter farmakokinetika
dengan perangkat lunak Stripe (Woolard and Johnston, 1983, yang telah
direvisi oleh Jung, 1984).
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
59
F. Cara Analisis Hasil
1. Cara perhitungan parameter farmakokinetika
Nilai- nilai kadar parasetamol dalam plasma yang diperoleh selanjutnya
diolah menjadi parameter farmakokinetika primer, parameter farmakokinetika
sekunder, dan besaran turunan lain dengan program Stripe (Johnston and
Woollard, 1983, yang telah direvisi oleh Jung, 1984).
Tabel V. Parameter farmakokinetika model 2 kompartemen terbuka
Kinetika
Parameter
Satuan
Persamaan
Absorpsi
ka
Cpmaks
tmaks
AUC (0-∞)
VdSS
menit-1
µg/ml
menit
µg.menit/ml-1
ml
Diolah dengan program Stripe
Diolah dengan program Stripe
Diolah dengan program Stripe
Diolah dengan program Stripe
Diolah dengan program Stripe
Diolah dengan program Stripe
Diolah dengan program Stripe
Diolah dengan program Stripe
Diolah dengan program Stripe
Diolah dengan program Stripe
Diolah dengan program Stripe
Diolah dengan program Stripe
Diolah dengan program Stripe
Distribusi
Eliminasi
α
k12
k21
ClT
menit-1
menit-1
menit-1
ml/menit
β
menit-1
t1/2 el
k13
MRT
menit-1
menit
menit
2. Analisis statistik
Hasil penelitian yang diperoleh kemudian diolah menggunakan program
Stripe, kemudian dianalisis dengan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test dan
dilanjutkan dengan Paired Sampel T-test menggunakan program SPSS 12.0 pada
taraf kepercayaan 95 %.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Setelah dilakukan langkah-langkah percobaan sesuai dengan metodologi
penelitian serta diperoleh data- data hasil penelitian, maka dalam bab ini akan
dibahas mengenai hasil penelitian yang telah diperoleh tersebut.
A. Pengambilan Cuplikan Darah Tikus
Pada penelitian ini digunakan hewan uji tikus. Hal yang menjadi
pertimbangan adalah bila digunakan hewan uji mencit maka volume darah yang
diperoleh tidak akan mencukupi karena volume darah mencit yang terlalu sedikit.
Padahal dibutuhkan serangkaian pengambilan cuplikan darah pada rentang waktu
tertentu. Kelinci tidak dipilih sebagai hewan uji pula, karena terdapat perbedaan
fisiologis saluran pencernaan yang besar dengan yang ada pada manusia, yaitu
pola pengosongan lambung yang lambat sehingga akan berpengaruh pada pola
absorpsi obat (Kaplan, 1979 cit. Donatus 1989).
Metode sampling atau pencuplikan yang digunakan adalah metode
invasif. Cuplikan hayati yang dipilih adalah darah dengan alasan yaitu karena
darah merupakan tempat yang paling cepat dicapai oleh obat. Darah jugalah yang
mengambil obat dari tempat absorpsi, kemudian mendistribusikannya ke jaringan
termasuk tempat aksi, serta menghantarkannya ke tempat eliminasi (Rowland and
Tozer, 1995)
60
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
61
Darah tikus diambil dari vena lateralis ekor tikus. Bila darah diambil dari
mata, maka hanya dapat dilakukan satu kali pencuplikan saja. Vena lateralis ekor
tikus lebih jelas terlihat pada tikus yang muda, karena pada tikus yang tua terjadi
penebalan kulit pada ekor sehingga akan susah terlihat. Oleh karena itu digunakan
tikus umur 2 – 3 bulan.
Ekor tikus terlebih dahulu dicukur dengan bersih, kira- kira 3 – 4 cm dari
ujung ekor. Bagian yang akan ditoreh diusap dengan parafin cair dengan maksud
agar tidak terjadi penjendalan darah pada bagian itu. Dalam menampung tetesan
darah, dilakukan dengan hati- hati agar sel sel darah tidak ruptur. Darah dibiarkan
menetes lewat dinding tabung effendorf yang telah diberi antikoagulan.
Plasma darah diperoleh dengan menambahkan heparin sebagai
antikoagulan sehingga protein dalam darah yang telah diperoleh tidak mengendap.
Bila darah membeku, maka obat baik yang terikat maupun yang tidak terikat akan
terjebak dalam gumpalan atau jendalan darah tersebut. Darah yang telah
ditampung tersebut kemudian dipusingkan selama 10 menit pada 3500 rpm,
kemudian akan diperoleh cairan bening atau supernatan yang disebut plasma.
Intensitas efek farmakologik atau toksik sering dikaitkan dengan kadar
obat pada reseptor yang lazim terletak di dalam sel- sel jaringan (Soehardjono,
1990). Karena sebagian besar sel jaringan dialiri cairan jaringan atau plasma,
pemantauan kadar obat dalam plasma merupakan metode yang tepat untuk
mengikuti jalannya terapi.
Komposisi plasma dalam darah lebih banyak dari serum. Dengan
demikian jumlah parasetamol yang dapat terikat pada plasma lebih banyak dan
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
62
sensitivitas dalam pengukuran menjadi lebih kecil pula (Smith and Stewart,
1981). Plasma juga dapat menembus hampir semua jaringan tubuh termasuk selsel darah. Sehingga dapat mencerminkan kadar obat meskipun tidak benar- benar
100 %.
Parasetamol termasuk asam lemah (pKa 9,5) sehingga mudah terikat
protein plasma, terutama albumin. Albumin termasuk protein globuler yang dapat
larut dalam air. Parasetamol akan berikatan dengan residu asam amino penyusun
albumin, yaitu gugus asam amino asam aspartat (C4H7NO4) (Wagner, 1975) yaitu
melalui ikatan hidrogen.
Bentuk obat yang dapat memberikan efek farmakologis adalah bentuk
obat tak terikat atau bebas. Sehingga perlu dilakukan pemisahan antara protein
dengan obat agar diperoleh bentuk obat bebasnya. Adanya protein dapat
menyebabkan kerusakan pada kolom, selain itu absorbansinya juga akan ikut
terukur. Dilakukan proses denaturasi protein dengan menggunakan asam
trikloroasetat (TCA) yang akan memecah struktur asli dari protein. TCA akan
merusak struktur sekunder, kuartener dan tersier dari protein dengan cara
memutuskan ikatan non kovalen dalam protein sehingga protein kehilangan
aktivitas biologiknya. Proses denaturasi dapat digambarkan seperti yang terlihat
pada gambar 5 (Murray, Granner, Mayes, Rodwell, 1995).
Denaturasi
Aktif (asli)
inaktif
(terdenaturasi)
Gambar 5. Gambaran denaturasi protein
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
63
Protein yang telah mengalami denaturasi akan menjadi kurang larut dan
kemudian mengendap. Endapan protein ini kemudian disentrifugasi atau
dipusingkan. Setelah dilakukan pemusingan, maka pada bagian atas tabung
sentrifugasi terbentuk jernihan atau supernatan yang mengandung parasetamol
bebas. Jernihan ini diambil dengan hati- hati menggunakan pipet mikro agar
protein yang sudah terendapkan tidak ikut terambil, dan siap untuk digunakan
dalam proses selanjutnya.
B. Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap
parameter tertentu yang diperoleh dari percobaan laboratorium, untuk
membuktikan bahwa memenuhi persyaratan dalam penggunaannya (Harmita,
2004). Oleh sebab itu sebelum dilakukan penetapan kadar parasetamol dalam
plasma, terlebih dahulu dilakukan validasi terhadap metode yang akan digunakan
agar dapat memberikan hasil yang dapat dipercaya.
Kadar parasetamol dalam plasma pada penelitian ini ditetapkan dengan
mengacu pada penelitian yang pernah dilakukan oleh Howie et. al. (1977) yang
telah dimodifikasi oleh Wijoyo (2001) yaitu metode penetapan kadar parasetamol
utuh menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC).
Analisis HPLC mempunyai maksud dan tujuan yaitu diperolehnya
pemisahan yang baik dalam waktu yang relatif singkat (Mulja dan Suharman,
1995). Parasetamol yang akan ditetapkan kadarnya berasal dari serangkaian data
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
64
pada berbagai waktu pencuplikan darah. Darah merupakan cairan biologis yang
paling kompleks. Karena parasetamol berada dalam matriks biologis yang
kompleks dan kadarnya dapat sangat kecil, maka diperlukan suatu metode yang
dapat memberikan hasil analisis yang tepat. Metode HPLC memberikan hasil
analisis yaitu puncak kromatogram yang terpisah untuk masing- masing zat yang
berada dalam analit/ sampel. Sehingga meskipun terdapat senyawa endogen dari
plasma, namun karena diperoleh puncak- puncak kromatogram yang terpisah,
maka analisis terhadap parasetamol saja dapat dilakukan dan memberikan hasil
yang tepat.
Kelebihan lain dari digunakannya metode HPLC adalah dalam hal waktu
pengerjaan dan volume sampel yang dibutuhkan. Dengan banyaknya jumlah
sampel yang harus dianalisis, maka dibutuhkan suatu metode analisis yang dapat
memberikan hasil analisis dalam waktu yang relatif singkat. Selain itu, volume
sampel yang dibutuhkan ketika menginjeksikan sampel adalah sangat sedikit
(dalam skala μl). Hal ini sesuai dengan kondisi yang ada yaitu keterbatasan dalam
volume darah yang dapat diambil dari hewan uji pada masing- masing waktu
pencuplikan.
Mengacu pada kedua penelitian tersebut di atas, maka fase gerak yang
digunakan yaitu campuran akuabidestilata - asam asetat - etil asetat (98: 1: 1), dan
fase diam yaitu C18. Berdasarkan sifat fase gerak dan fase diam yang digunakan
tersebut maka kromatografi ini termasuk ke dalam kromatografi partisi fase
terbalik, yaitu fase gerak bersifat lebih polar daripada fase diam.
Kromatografi partisi didasarkan pada partisi zat terlarut di antara dua
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
65
pelarut yang tidak bercampur, salah satunya diam (fase diam) dan yang lainnya
bergerak (fase gerak) dengan polaritas yang berbeda. Pada kromatografi partisi
fase terbalik, air dapat digunakan sebagai komponen utama fase gerak.
Parasetamol dapat larut dalam air. Sehingga air dapat digunakan sebagai
komponen utama dalam fase gerak. Adanya asam asetat akan memberikan
suasana asam sehingga parasetamol akan tetap berada dalam bentuk molekulnya.
Dibandingkan dengan bentuk molekulnya, parasetamol dalam bentuk ionnya akan
memiliki afinitas pada fase gerak (polar) yang lebih besar daripada dengan fase
diam (non polar). Sehingga akan terelusi lebih cepat dan memberikan waktu
retensi yang lebih singkat. Hal ini akan memberikan hasil pemisahan yang kurang
baik, karena puncak kromatogram yang terbentuk akan tumpang tindih dengan
puncak kromatogram dari senyawa endogen plasma. Oleh sebab itu, diberikan
suasana asam agar parasetamol berada dalam bentuk molekul, sehingga diperoleh
pemisahan kromatogram yang baik.
Parasetamol adalah asam lemah, di dalam air parasetamol akan
mengalami ionisasi sebagian. Ion H+ dari asam asetat akan ditarik oleh atom Odari ion parasetamol, sehingga parasetamol yang telah mengalami ionisasi dalam
air tersebut akan kembali ke bentuk utuhnya. Reaksinya dapat dilihat pada gambar
6 berikut.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
H
O
H
+
H
+
H
O
66
NHCOCH3
H
H
O
O
NHCOCH3
O
H3C
C
O
+
H
O
NHCOCH3
O
H3C
C
O
+
H
O
NHCOCH3
Gambar 6. Ionisasi parasetamol dalam fase gerak
Kombinasi dari komposisi fase gerak bertujuan untuk memperoleh
kepolaran fase gerak yang sesuai dengan kepolaran analit. Dalam penelitian, air
tidak digunakan sebagai fase gerak tunggal karena akan bersifat terlalu polar,
yang akan menyebabkan waktu retensi parasetamol bertambah panjang karena
afinitasnya terhadap fase diam yang besar. Oleh sebab itu ditambahkan asam
asetat dan etil asetat agar diperoleh kepolaran fase gerak yang optimal. Molekul
dengan kepolaran yang mendekati kepolaran air diharapkan akan terelusi terlebih
dahulu sebelum parasetamol. Sehingga diperoleh kromatogram yang terpisah.
Setelah terelusi oleh fase gerak, parasetamol akan dibaca serapannya oleh
detektor UV dalam sistem HPLC yang digunakan. Parasetamol memiliki gugus
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
67
kromofor dalam strukturnya sehingga dapat menyerap radiasi sinar ultraviolet dan
dibaca oleh detektor UV tersebut. Elektron π pada ikatan rangkap gugus kromofor
parasetamol bila dikenai sinar radiasi elektromagnetik akan tereksitasi ke tingkat
yang lebih tinggi yaitu orbital π*. Selain gugus kromofor, pada struktur
parasetamol juga terdapat gugus auksokrom yang terikat langsung pada gugus
kromofor. Gugus auksokrom memiliki pasangan elektron bebas pada orbital n
yang dapat berinteraksi dengan elektron π pada kromofor. Sehingga meskipun
tidak menyerap radiasi, namun terikatnya gugus auksokrom pada gugus kromofor
akan mengubah panjang gelombang absorpsi maksimum (menjadi lebih panjang)
dan meningkatkan absorpsi. Gugus kromofor dan auksokrom dari parasetamol
dapat dilihat pada gambar 7.
CH 3
C
HO
O
NH
Gambar 7. Gugus kromofor dan gugus auksokrom parasetamol
Keterangan :
= gugus auksokrom
= gugus kromofor
Validasi metode yang dilakukan meliputi penetapan persamaan kurva
baku; penentuan nilai perolehan kembali, kesalahan acak, dan kesalahan
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
68
sistematik; serta uji stabilitas parasetamol.
1. Penetapan persamaan kurva baku parasetamol dalam plasma
Kurva baku hendaknya dapat mewakili kadar in vivo. Kurva baku dibuat
dengan tujuan untuk memperoleh persamaan kurva baku yang selanjutnya
digunakan untuk menetapkan kadar sampel. Dalam penelitian ini dilakukan
pembuatan kurva baku dengan rentang kadar parasetamol dalam plasma antara 7,5
μg/ml sampai 200 μg/ml. Pemilihan seri konsentrasi kurva baku ini dimaksudkan
agar kadar parasetamol yang terdapat dalam sampel baik yang terendah maupun
yang tertinggi dapat masuk dalam rentang seri konsentrasi larutan baku.
Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Howie et. al. (1977) yang
telah dimodifikasi oleh Wijoyo (2001) maka dalam pengukuran kadar parasetamol
dalam plasma pada tahap ini dan selanjutnya dilakukan pada panjang gelombang
250 nm. Hasil pengukuran kurva baku untuk blanko kurva baku dapat dilihat pada
gambar 8 dan untuk kurva baku pada konsentrasi 100 μg/ml pada gambar 9.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Gambar 8. Kromatogram blanko kurva baku
Gambar 9. Kromatogram kurva baku pada konsentrasi 100 μg/ml
69
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
70
Analisis kualitatif dilakukan dengan melihat waktu retensi dari analit.
Waktu retensi yang menunjukkan identitas suatu senyawa merupakan selang
waktu yang diperlukan senyawa mulai pada saat injeksi sampai keluar dari kolom
dan sinyalnya ditangkap oleh detektor (Gritter et. al., 1985).
Pada gambar 8 (blanko) analit atau sampel yang diinjeksikan adalah
plasma tanpa parasetamol. Terbentuk satu puncak pada menit ke 3,336 menit.
Puncak kromatogram yang terbentuk tersebut dimungkinkan adalah berasal dari
senyawa endogen plasma. Analit pada gambar 9 yaitu plasma ditambahkan
dengan parasetamol konsentrasi 100 μg/ml. Dapat dilihat pada gambar tersebut
terbentuk dua puncak kromatogram yaitu pada menit ke 3,323 dan menit ke 4,595.
Adanya kemiripan waktu retensi puncak kromatogram pertama gambar 9 dengan
puncak kromatogram gambar 8, dapat disimpulkan berasal dari senyawa yang
sama yaitu dimungkinkan adalah senyawa endogen plasma. Sedangkan untuk
puncak keduanya, dapat disimpulkan adalah berasal dari parasetamol konsentrasi
100 μg/ml yang ditambahkan tersebut.
Analisis kuantitatif dilakukan dengan melihat nilai luas area di bawah
kurva (AUC) dari masing- masing senyawa. Blanko digunakan sebagai faktor
koreksi dari seri kurva baku. Waktu retensi (tR) parasetamol yaitu 4,595 menit.
Pada blanko, terlihat bahwa pada menit yang hampir sama (tR 4,579) juga terdapat
serapan yang memberikan nilai AUC sebesar 5154. Sehingga nilai AUC dari
masing- masing konsentrasi kurva baku selanjutnya dikurangi dengan faktor
koreksi tersebut, dan diperoleh nilai AUC terkoreksi. Nilai AUC terkoreksi ini
yang kemudian menjadi dasar perhitungan kuantitatif.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
71
Hasil pengukuran seri kurva baku tersebut dapat dilihat pada tabel VI.
Tabel VI. Data persamaan kurva baku
Kadar terhitung (a)
(μg/ml)
AUC terkoreksi (b)
7,5006
12,5013
25,0025
50,0050
75,0075
100,0100
150,1500
200,0200
286875
340097
619447
1093044
1588445
2076294
2990392
4073873
Persamaan regresi linier
dari (a) dan (b) adalah :
A = 117131,5808
B = 19560,5531
r = 0,9997
Y = BX + A
Y = 19560,5531 X + 117131,5808
Melalui data hasil pengukuran kurva baku tersebut diperoleh persamaan
kurva baku dengan membuat persamaan garis regresi, yaitu Y = 19560,5531 X +
117131,5808. Hubungan antara kadar dan AUC tersebut bersifat linier, yang
ditunjukkan dengan koefisien korelasi (r) yang mendekati satu serta dapat dilihat
pada gambar 10, kurva yang terbentuk hampir mendekati garis lurus. Nilai r yang
diperoleh dari persamaan lebih besar dari nilai r tabel (df = 6; r= 0,707). Sehingga
persamaan kurva baku ini dapat digunakan untuk menghitung kadar parasetamol
dalam plasma dengan X sebagai nilai kadar dan Y sebagai nilai AUC terkoreksi.
AUC terkoreksi (x1000)
kurva baku
5000
4000
3000
2000
1000
0
0
50
100
150
200
250
kadar
Gambar 10. Persamaan kurva baku parasetamol dalam plasma
(Y = 19560,5531 X + 117131,5808 ; r = 0,9997)
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
72
2. Penetapan nilai perolehan kembali, kesalahan sistematik dan kesalahan
acak
Metode analisis dikatakan memenuhi syarat apabila dapat memberikan
nilai perolehan kembali dalam rentang 80 - 120 %, kesalahan acak dan kesalahan
sistematik kurang dari 10 % (Mulja dan Suharman, 1995). Pada penelitian dibuat
dua seri kadar parasetamol dalam plasma yaitu kadar 25 dan 100 μg/ml (masingmasing tiga kali replikasi), dengan tujuan untuk mewakili nilai kadar yang kecil
maupun yang besar.
Nilai perolehan kembali (recovery) merupakan tolok ukur akurasi atau
kecermatan. Kesalahan sistematik merupakan tolok ukur inakurasi. Sedangkan
kesalahan acak merupakan tolok ukur presisi atau keseksamaan dan dinyatakan
dengan nilai koefisien variasi (CV). Dalam penelitian dilakukan penetapan nilai
perolehan kembali, kesalahan acak dan kesalahan sistematik pada hari yang sama
(intraday) dan pada hari yang berbeda (interday) seperti yang terlihat pada tabel
VII dan tabel VIII.
Tabel VII. Nilai perolehan kembali, kesalahan sistematik, kesalahan acak dari
penetapan kadar parasetamol dalam plasma secara HPLC- intraday
Kadar terhitung
(μg/ml)
24,9950
25,0000
25,0075
Rata-rata ± SE
99,9800
100,000
100,0300
Rata-rata ± SE
Kadar
terukur
(μg/ml)
24,4868
25,0217
24,9293
24,8126± 0,1651
96,6658
97,5950
99,5062
97,9223± 0,8361
Perolehan
kembali (%)
97,97
100,09
99,69
99,25 ± 0,6504
96,69
97,58
99,44
97,90 ± 0,8102
Kesalahan
Sistematik (%)
2,03
0,09
0,31
0,81 ± 0,6146
3,32
2,42
0,56
2,10 ± 0,8126
Kesalahan
acak (%)
1,15
1,48
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
73
Tabel VIII. Nilai perolehan kembali, kesalahan sistematik, kesalahan acak dari
penetapan kadar parasetamol dalam plasma secara HPLC- interday
Kadar terhitung
(μg/ml)
24,9950
24,9950
25,0075
Rata-rata ± SE
99,9800
99,9800
100,0300
Rata-rata ± SE
Kadar
terukur
(μg/ml)
25,1337
25,1698
24,2656
24,8564± 0,2956
100,2464
97,1070
99,2717
98,8750± 0,9277
Perolehan
kembali (%)
100,56
100,70
97,03
99,43 ± 1,2010
100,27
97,13
99,24
98,88 ± 0,9241
Kesalahan
Sistematik (%)
0,56
0,70
3,0
1,42 ± 0,7910
0,27
2,87
0,76
1,30 ± 0,7976
Kesalahan
acak (%)
2,06
1,63
Nilai perolehan kembali, kesalahan acak dan kesalahan sistematik pada
hari yang berbeda (interday) digunakan untuk mengetahui ketangguhan metode
(ruggedness), yang menunjukkan derajat ketertiruan hasil uji yang diproleh dari
sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal.
Dari hasil tersebut diperoleh nilai perolehan kembali pada hari yang sama
adalah 99,25 % - 97,90 %, dan pada hari yang berbeda adalah 99,43 % - 98,88 %,
yang berarti masuk dalam rentang yang diperbolehkan. Nilai kesalahan sistematik
pada hari yang sama adalah 0,81 % dan 2,10 %, dan pada hari yang berbeda
adalah 1,42 % dan 1,30 %, berarti nilai tersebut tidak melebihi nilai yang
diperbolehkan. Nilai kesalahan acak pada hari yang sama adalah 1,15 % dan 1,48
%, dan pada hari yang berbeda adalah 2,06 % dan 1,63 %, berarti nilai tersebut
tidak melebihi nilai yang diperbolehkan.
Dari masing- masing nilai perolehan kembali, kesalahan sistematik dan
kesalahan acak yang diperoleh tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa metode
penetapan kadar parasetamol dalam plasma yang dilakukan telah memenuhi
persyaratan metode analisis yang baik.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
74
3. Stabilitas parasetamol
Pada penelitian farmakokinetika, dilakukan pengambilan cuplikan cairan
biologis pada serangkaian waktu tertentu. Pengambilan cuplikan darah dan
penetapan kadarnya biasanya tidak dapat dilakukan secara langsung karena
keterbatasan waktu dan fasilitas. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengujian
stabilitas untuk mengetahui batas ketahanan zat sampai batas waktu ditentukan
kadarnya.
Parasetamol dalam plasma setelah dipreparasi ditempatkan dalam tabung
sentrifugasi kemudian disimpan dalam almari es suhu 00 C. Hasil uji stabilitas ini
tersaji pada tabel XI.
Tabel IX. Peruraian parasetamol dalam plasma setelah disimpan pada suhu 00 C
Hari ke0
1
2
Kadar parasetamol
(μg/ml)
104,6019
101,1462
95,6873
Peruraian (%)
0
3,30
8,52
Dari tabel IX terlihat bahwa peruraian parasetamol setelah disimpan
selama satu hari yaitu sebasar 3,30 % dan setelah hari kedua yaitu sebesar 8,52 %.
Untuk meminimalkan kesalahan dalam pengukuran, maka penetapan kadar
parasetamol dilakukan satu hari setelah dilakukan pengambilan cuplikan darah.
Stabilitas ini perlu diketahui untuk memastikan apakah data yang diperoleh benarbenar data yang mewakili situasi in vivo.
Langkah- langkah dalam validasi analisis yang telah dilakukan
memberikan hasil bahwa metode yang digunakan telah memenuhi persyaratan
metode analisis yang baik. Namun yang menjadi catatan disini adalah, dalam
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
75
melakukan tahap validasi metode digunakan kolom C18 dengan panjang 15 cm.
Sedangkan untuk tahap- tahap selanjutnya (mulai tahap orientasi dosis) dilakukan
pergantian kolom yaitu kolom C18 panjang 30 cm. Hal ini disebabkan karena pada
saat dilakukan orientasi dosis, kolom 15 cm tersebut tidak dapat memberikan hasil
pemisahan yang baik yang dimungkinkan karena terjadinya penyumbatan kolom
sehingga efisiensi kolom menurun.
C. Orientasi Dosis dan Jadwal Pengambilan Cuplikan
1. Orientasi dosis
Pada tahap ini dilakukan orientasi dosis parasetamol yang akan diujikan
pada tikus. Dosis yang diberikan harus dapat menjamin tercapainya efek terapetik
yang diinginkan namun tidak menimbulkan efek toksik. Jadi kadar obat dalam
darah berada di atas kadar efektif minimum (KEM) serta di bawah kadar toksik
minimum (KTM).
Pemilihan dosis didasarkan pada LD50 (toksisitas akut) obat yang diuji.
Berbagai laporan penelitian menyebutkan bahwa dosis toksik parasetamol oral
pada tikus berkisar 2 – 4 g/kgBB (Donatus dkk, 1983 cit. Wijoyo, 2001). Menurut
Mitchell, Jollow, Potter, Gillette, and Brodie (1973), LD50 oral parasetamol pada
tikus adalah ± 3 g/kgBB. Menurut Clarke’s (1969), LD50 oral parasetamol pada
tiikus adalah 3 - 7 g/kgBB. Oleh sebab itu pada penelitian ini digunakan dosis
sebesar 10 % dari LD50 oral yaitu sebesar 300 mg/kgBB.
Orientasi dosis dilakukan dengan replikasi sebanyak 3 kali. Seperti
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
76
penelitian farmakokinetika pada umumnya, hewan uji tikus dipuasakan 18 jam
terlebih dahulu tikus sebelum dilakukan pemberian parasetamol. Hal ini
dimaksudkan untuk mengurangi variasi biologis. Dalam periode ini hewan uji
hanya diperbolehkan minum ad libitum.
Hasil dari orientasi dosis dapat dilihat pada gambar 11.
kadar parasetamol
(Cp)
Kurva orientasi dosis
120
100
80
60
40
20
0
0
100
200
300
400
500
waktu (t)
orientasi 1
orientasi 2
orientasi 3
Gambar 11. Kurva orientasi dosis (kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu)
Pada gambar 11 tersebut serta pada tabel X dapat dilihat kadar
parasetamol dalam plasma pada berbagai waktu pencuplikan. Kadar parasetamol
terkecil dalam plasma yang diperoleh dari hasil orientasi adalah 10,4319 μg/ml
dan yang terbesar 87,5688 μg/ml. Karena kadar parasetamol masih masuk dalam
range kurva baku yang ada serta tidak menimbulkan efek toksik maka dapat
disimpulkan bahwa dosis penelitian sebesar 300 mg/kgBB tersebut dapat
digunakan.
2. Orientasi jadwal pengambilan cuplikan
Penetapan waktu pengambilan cuplikan darah tikus setelah pemberian
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
parasetamol secara oral didasarkan pada waktu paruh eliminasi (t½
el)
77
yaitu
sebanyak 3 - 5 x t½ el, karena pada waktu tersebut sekitar 99,2 – 99,9 % obat telah
diekskresi (Donatus, 1989).
Berdasarkan orientasi yang dilakukan, didapatkan t½
el
yaitu 120,934
menit. Dengan mempertimbangkan bahwa puasa akan menyebabkan kenaikan
atau penurunan t½ el, maka waktu pengambilan cuplikan ditetapkan selama 420
menit atau sekitar 3,5 x t½ el.
Frekuensi pengambilan cuplikan darah setidaknya mencakup 3 kali pada
tahap absorpsi, 3 kali pada daerah sekitar puncak, 3 kali pada tahap distribusi, dan
3 kali pada tahap eliminasi (Ritschel, 1992) dengan tujuan agar dapat
menggambarkan masing- masing fase farmakokinetika. Dalam pemilihan titik
untuk masing- masing fase farmakokinetika perlu diperhatikan nilai AIC
(Akaike’s Information Criterion), nilai SS (sum of square), serta prosentase nilai
AUC(tn-∞) terhadap AUC(0-∞). AIC menunjukkan perbedaan antara model
kompartemen dengan kenyataan, semakin kecil nilai AIC maka semakin kecil
pula kesalahan yang ada. Nilai SS menunjukkan selisih kuadrat antara hasil
kalkulasi dengan hasil eksperimental, semakin besar nilai SS maka perbedaan
model kompartemen eksperimental dengan kenyataan makin besar. Sedangkan
prosentase nilai AUC(tn-∞) yang baik adalah kurang dari 10 % (Mutschler et. al.,
1995).
Pada tabel X dapat dilihat hasil orientasi dosis parasetamol serta waktu
pencuplikannya.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
78
Tabel X. Data kadar parasetamol plasma tikus setelah pemberian
parasetamol oral dosis 300 mg/kgBB (n=3)
Waktu
(menit)
5
10
20
30
45
60
90
Kadar parasetamol
± SE (μg/ml)
51,4462 ± 0.9037
58,2213 ± 3,5308
69,6010 ± 1,9072
75,8373 ± 3,4200
87,5688 ± 0,8277
84,7366 ± 5,5463
77,1045 ± 3,1700
Waktu
(menit)
120
180
240
300
360
420
Kadar parasetamol
± SE (μg/ml)
66,5235 ± 5,4577
44,8812 ± 5,3888
29,8032 ± 3,2622
20,7524 ± 1,7676
15,0932 ± 1,6600
10,4319 ± 0,7228
Pencuplikan darah dilakukan pada menit ke- 5, 10, 20, 30, 45, 60, 90,
120, 180, 240, 300, 360, dan 420, dan diperoleh nilai AIC yaitu 103,73; nilai SS
yaitu 700,63; serta prosentase AUC(tn-∞) terhadap AUC(0-∞) yaitu 9,27 %. Waktu
pencuplikan tersebut selanjutnya digunakan untuk analisis profil farmakokinetika
parasetamol pada kelompok kontrol dan perlakuan.
D. Analisis Profil Farmakokinetika Parasetamol
Salah satu tujuan farmakokinetika adalah menerangkan nasib obat dalam
tubuh secara kuantitatif. Oleh karena itu agar data kuantitatif tersebut dapat
diandalkan, maka data tersebut harus berasal atau diperoleh dari metode analisis
yang dapat dipercaya. Melalui tahap validasi metode analisis yang telah
dilakukan, disimpulkan bahwa HPLC memenuhi persyaratan metode analisis yang
dapat dipercaya sehingga dapat digunakan untuk menetapkan kadar parasetamol
dalam plasma tikus.
Penetapan kadar parasetamol dalam plasma dengan menggunakan HPLC
yang telah dilakukan memberikan hasil berupa data kromatogram. Gambar 12 dan
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
79
13 adalah contoh kromatogram untuk kelompok kontrol, sedangkan gambar 14
dan 15 untuk contoh kromatogram untuk kelompok perlakuan.
Gambar 12. Kromatogram kelompok kontrol pada menit ke-0
Gambar 13. Kromatogram kelompok kontrol pada menit ke-20
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Gambar 14. Kromatogram kelompok perlakuan pada menit ke -0
Gambar 15. Kromatogram kelompok perlakuan pada menit ke-20
80
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
81
Hasil kromatogram yang diperoleh menunjukkan pada gambar 12 dan 14,
yaitu pengambilan cuplikan pada menit ke-0, terdapat satu puncak utama yaitu
pada menit ke 3,600 dan 3,565. Adanya kemiripan nilai tR tersebut dengan
menunjukkan bahwa kedua puncak tersebut berasal dari senyawa yang sama.
Seperti pada kurva baku, pada menit ke-0 adalah plasma saja tanpa parasetamol
(blanko). Pada blanko kurva baku, diperoleh tR yaitu antara menit ke 3,323- 3,336
sedangkan pada kelompok kontrol dan perlakuan yaitu menit ke 3,565 dan 3,600.
Dari kemiripan pola kromatogram (antara kromatogram menit ke-0 kelompok
kontrol dan perlakuan dengan blanko kurva baku) maka dapat disimpulkan bahwa
kedua puncak berasal dari senyawa yang sama yang dimungkinkan adalah berasal
dari senyawa endogen plasma.menunjukkan Adanya pergeseran nilai tR tersebut
kemungkinan disebabkan oleh pergantian kolom yang dilakukan.
Gambar 13 dan 15 menunjukkan kromatogram yang terbentuk setelah
pengambilan cuplikan darah pada menit ke-20. Pada kedua kromatogram
terbentuk puncak yang kedua, tR analit untuk kelompok kontrol adalah 5,160 dan
untuk kelompok perlakuan adalah 5,087. Karena kedua analit mempunyai waktu
retensi yang hampir sama, maka dapat disimpulkan keduanya berasal dari
senyawa yang sama. Adanya kemiripan pola kromatogram bila dibandingkan
dengan kromatogram kurva baku konsentrasi 100 μg/ml, maka dapat disimpulkan
bahwa puncak kedua tersebut adalah berasal dari parasetamol.
Nilai kadar parasetamol dalam masing- masing waktu pencuplikan
ditetapkan besarnya dengan menggunakan persamaan kurva baku yang telah
diperoleh pada validasi metode. Setelah diperoleh masing- masing data kadar
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
82
parasetamol tersebut dari berbagai waktu pencuplikan baik pada kelompok
kontrol maupun perlakuan, selanjutnya dilakukan analisis dengan program Stripe
untuk memperoleh parameter- parameter farmakokinetika dari parasetamol
tersebut.
Sebelum dilakukan analisis parameter- parameter farmakokinetika yang
diperoleh, terlebih dahulu ditentukan model kompartemen dan orde kinetika dari
parasetamol dalam plasma sehingga dapat ditentukan rumus-rumus perhitungan
parameter yang sesuai.
1. Penentuan model kompartemen
Model kompartemen perlu untuk ditentukan terlebih dahulu karena
penting untuk perhitungan data hasil penelitian dengan rumus parameter
farmakokinetika yang sesuai.
Model digunakan untuk mendeskripsikan dan menginterpretasikan
serangkaian
data
yang
diperoleh
melalui
percobaan.
Dalam
konteks
farmakokinetika, model adalah struktur hipotetik yang digunakan untuk menelaah
nasib obat dalam sistem biologis (Ritschel, 1992).
Model kompartemen dapat ditentukan dari kurva plot log kadar
parasetamol dalam plasma dengan waktu pada kertas semilogaritma. Kinetika
parasetamol dalam penelitian ini mengikuti model dua kompartemen terbuka
dengan melihat adanya fase distribusi pada kurva (kurva trifasik) pada kertas
semilog. Dengan demikian maka perubahan jumlah parasetamol yang ada di
kompartemen sentral memenuhi persamaan trieksponensial (persamaan 12).
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
83
Dalam persamaan ini, diasumsikan nilai ka lebih besar dari nilai α, dan nilai α
lebih besar dari nilai β (ka>α>β) (Gibaldi and Perrier, 1982).
Cp(t) = L.e- βt + M.e- α.t + N.e-ka.t
(12)
Model kompartemen juga dapat ditentukan secara matematis yaitu dari
nilai k12, k21, dan k13 yang diperoleh. Bila nilai k12 + k21 > 20 k13 maka obat
mengikuti model satu kompartemen terbuka, dan demikian pula sebaliknya bila
nilai k12 + k21 < 20 k13 maka obat mengikuti model dua kompartemen terbuka.
Dari hasil perhitungan diperoleh untuk kelompok kontrol, nilai k12 + k21 yaitu
0,0146 dan nilai 20 k13 yaitu 0,148. Untuk kelompok perlakuan nilai k12 + k21
yaitu 0,0163 dan nilai 20 k13 yaitu 0,1160. Karena kedua nilai k12 + k21 tersebut
adalah lebih kecil dari 20 k13 sehingga dapat disimpulkan bahwa obat mengikuti
model dua kompartemen terbuka, yang berarti bahwa laju distribusi obat tersebut
lebih lambat daripada laju eliminasinya.
2. Penentuan orde reaksi
Orde reaksi ditentukan melalui perhitungan analisis regresi antara kadar
parasetamol terhadap waktu (untuk orde nol) serta antara log kadar parasetamol
terhadap waktu (untuk orde satu). Data yang digunakan adalah data rata- rata
kadar parasetamol pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Hasil
perhitungan analisis regresi dapat dilihat pada tabel XI.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
84
Tabel XI. Perhitungan analisis regresi dari Cp vs t dan log Cp vs t
Kontrol
Cp vs t
r = - 0,861
log Cp vs t
r = - 0,930
Perlakuan
Cp vs t
log Cp vs t
r = - 0,872
r = - 0,988
Dari tabel XI terlihat bahwa harga mutlak koefisien korelasi (r) pada
analisis log Cp vs t lebih mendekati satu, baik pada kelompok kontrol maupun
perlakuan. Nilai r tersebut juga lebih besar dari nilai r tabel (db=12; r=0,532).
Sehingga ditarik kesimpulan bahwa kinetika parasetamol dalam plasma tikus
mengikuti kinetika orde pertama.
3. Analisis profil farmakokinetika
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan profil farmakokinetika
parasetamol antara kondisi non puasa dan kondisi puasa, serta mengetahui profil
farmakokinetika apa saja yang berubah. Hewan uji dibagi dua kelompok yaitu
kelompok kontrol (non puasa) dan kelompok perlakuan (puasa). Variabel bebas
pada kelompok perlakuan yaitu waktu puasa selama 6 jam sebelum dilakukan
pemberian parasetamol.
Pada tabel XII dapat dilihat rata- rata kadar parasetamol dalam plasma
pada masing- masing waktu pencuplikan (menit ke 0 sampai 420).
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
85
Tabel XII. Rata- rata kadar parasetamol dalam plasma setelah pemberian
parasetamol oral dosis 300 mg/kgBB pada tikus putih jantan
Menit ke-
Kadar parasetamol dalam plasma ± SE *
Kontrol**
Perlakuan***
0
0
0
5
47,2648 ± 0,7217
60,0013 ± 1,1647
10
57,4811 ± 2,0438
75,3277 ± 1,0020
20
68,7996 ± 1,2149
86,2760 ± 1,0885
30
76,4572 ± 2,0703
79,5613 ± 0,5382
45
88,1803 ± 0,6441
74,4391 ± 0,7130
60
84,0630 ± 3,0674
69,7055 ± 0,6341
90
76,5877 ± 1,7746
58,0530 ± 0,6667
120
63,5463 ± 3,5105
45,4991 ± 0,7969
180
43,7510 ± 3,0632
32,8934 ± 0,3556
240
29,0445 ± 1,8528
23,5199 ± 0,3168
300
20,1555 ± 1,0471
16,2642 ± 0,2597
360
14,4544 ± 1,0216
11,6653± 0,3657
420
9,8849 ± 0,5213
7,9813 ± 0,4688
* Standard Error (kesalahan baku)
**Kontrol = non puasa
*** Perlakuan = puasa
Sedangkan pada tabel XIII dapat dilihat perubahan yang terjadi pada
masing- masing parameter farmakokinetika parasetamol akibat puasa.
Untuk masing- masing kelompok tersebut diperoleh persamaan umum
kadar obat dalam darah (blood level equation). Untuk kelompok kontrol
persamaannya : Cp(t) = 54,0456.e-0,0160.t + 120,2034.e-0,0059.t – 174,249.e-0,0415.t
Dan untuk kelompok perlakuan persamaannya yaitu Cp(t) = 12,8298.e-0,0173.t +
88,6172.e-0,0054.t – 101,447.e-.0,1587.t
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
86
Tabel XIII. Pengaruh puasa terhadap profil farmakokinetika parasetamol pada tikus putih
jantan setelah pemberian parasetamol oral 300 mg/kgBB
Parameter
Kontrol**
Perlakuan***
X (SE)****
X (SE)****
AUC(0-∞)
0,0415
(0,0036)
52,1400
(1,6660)
88,1500
(2,2466)
19101,52
0,1587
(0,0092)
24,9040
(0,2980)
84,4620
(0,8621)
15919,85
(μg.menit ml-1)
(820,2540)
(171,3294)
Vdss (ml)*
717,7826
(25,4970)
0,0160
(0,0028)
0,0022
(0,0009)
0,0124
(0,0016)
3,9824
(0,1672)
0,0059
(0,0001)
0,0074
(0,0007)
117,6304
(3,2341)
180,5120
(2,5385)
ka (menit-1)
tmaks (menit)
Cpmaks (μg/ml)*
α (menit-1)
k12 (menit-1)
k21(menit-1)
ClT (ml/menit)*
β (menit-1)
k13 (menit-1)
t1/2 el (menit)
MRT
Perbedaan
% beda
0,000b
+282,41b
0,000b
-52,24b
0,141t b
-4,18t b
0,016b
-16,66b
842,8050
(17,2455)
0,0173
(0,0057)
0,0010
(0,0004)
0,0153
(0,0054)
0,036b
+17,42b
0,880t b
+8,13t b
0,379t b
-54,55t b
0,693t b
-23,39t b
4,8113
(0,0671)
0,0054
(0,0002)
0,0058
(0,0012)
122,7740
(4,3830)
175,3060
(4,3129)
0,012b
+20,81b
0,178t b
-9,26tb
0,116t b
-21,62t b
0,186t b
+4,37t b
0,089t b
-2,88t b
* per mg yang terabsorpsi
** Kontrol = non-puasa
***Perlakuan = puasa
**** X (SE) = rata- rata ± Standard Error dari 5 tikus
tanda % beda: - = lebih kecil; + = lebih besar
t b = perbedaan tidak bermakna (p>0,05), b = perbedaan bermakna (p<0,05)
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
87
a Kinetika absorpsi
Kinetika absorpsi parasetamol dalam darah dapat diketahui melalui
parameter- parameter farmakokinetika yang meliputi tetapan laju absorpsi (ka),
waktu untuk mencapai puncak maksimum (tmaks), konsentrasi maksimum saat
mencapai tmaks (Cpmaks) serta jumlah obat yang terukur dalam tubuh pada waktu 0
sampai tak hingga (AUC0-∞).
ka
Tetapan laju absorpsi (ka) termasuk parameter farmakokinetika primer,
dimana perubahan nilai parameter ini dipengaruhi secara langsung oleh variabel
fisiologis terkait. ka dipengaruhi oleh aliran darah di tempat absorpsi,
pengosongan lambung, dan gerakan usus.
Pengaruh aliran darah pada tempat absorpsi terhadap ka berkaitan dengan
sifat membran sel sebagai penyaring setengah tembus terhadap zat- zat yang akan
melintasinya. Permeabilitas atau kemampuan tembus suatu senyawa (obat) dalam
melintasi membran bergantung pada kelipofilannya. Untuk obat dengan
kelipofilan tinggi maka akan dengan mudah melintasi membran, sehingga
membran tidak bertindak sebagai sawar (barrier) bagi obat tersebut. Demikian
pula sebaliknya bila kelipofilan obat rendah, maka membran akan cenderung
bertindak sebagai sawar bagi obat tersebut. Parasetamol termasuk obat dengan
kelipofilan yang tinggi, sehingga parasetamol dapat dengan mudah melintasi
membran sel.
Membran sel merupakan sistem biologis yang bersifat dinamis pada
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
88
kondisi yang normal. Kadar obat di bagian dalam membran akan berkurang secara
kontinyu karena selalu dibersihkan oleh aliran darah. Sehingga bila aliran darah
dapat berjalan dengan baik maka gradien kadar ke arah bagian dalam membran
akan selalu ada.
Mekanisme absorpsi dari parasetamol adalah secara difusi pasif. Sehingga
bila terdapat gradien kadar ke arah membran bagian dalam, maka parasetamol
akan dapat terabsorpsi dengan baik. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa dalam
absoprsi parasetamol yang menjadi faktor pembatas laju (rate-limiting step)
bukanlah permeabilitas terhadap membran melainkan aliran darah.
Adanya perfusi aliran darah yang baik pada saluran pencernaan
memungkinkan terjadinya penghantaran zat terabsorpsi secara efisien. Oleh sebab
itu pada kelompok perlakuan dimana tidak ada zat- zat makanan dalam darah,
maka darah akan dapat membawa obat dengan lebih cepat daripada bila dalam
darah juga terdapat zat- zat makanan. Sehingga akan berakibat pada peningkatan
laju absorpsi dari obat yang bersangkutan.
Selain laju aliran darah, pengosongan lambung juga berpengaruh pada
keefektifan laju absorpsi. Bila lambung dalam keadaan yang kosong, akan
memungkinkan terjadinya kontak antara obat dengan lambung yang lebih cepat.
Meskipun luas permukaan lambung jauh lebih kecil daripada luas permukaan usus
halus, namun bila obat dapat mencapai lambung dengan cepat, maka obat juga
akan semakin cepat pula dihantarkan menuju ke usus halus untuk mengalami
proses absorpsi yang jauh lebih luas.
Setelah berada di usus halus, parasetamol selanjutnya akan mengalami
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
89
absorpsi terutama pada bagian atas usus halus atau daerah duodenum. Gerakan
peristaltik usus berperan dalam menentukan laju transit di usus sehingga
menentukan pula waktu tinggal obat di usus halus. Aktivitas peristaltik akan
meningkat setelah makan sebagai hasil dari refleks pencernaan, yang dimulai oleh
distensi lambung dan kemudian terjadi peningkatan motilitas usus. Pada kondisi
puasa, parasetamol akan dapat mengalami absorpsi dengan lebih cepat karena
aktivitas peristaltik usus hanya akan ditujukan pada parasetamol saja.
Melalui hasil penelitian yang diperoleh, terlihat bahwa tetapan laju
absorpsi (ka) kelompok perlakuan mengalami peningkatan yang signifikan
dibanding kelompok kontrol. Rata- rata nilai ka kelompok perlakuan adalah
0,1587, dan rata- rata nilai ka kelompok kontrol adalah 0,0415 (p<0,05). Hal ini
menjadi bukti bahwa terjadinya perubahan nilai ka pada kelompok kontrol
disebabkan oleh variabel- variabel fisiologis yaitu laju aliran darah, pengosongan
lambung serta aktivitas peristaltik usus.
tmaks
Nilai tmaks menunjukkan waktu yang dibutuhkan obat untuk mencapai
konsentrasi maksimum dalam plasma. Jadi nilai tmaks menggambarkan onset dari
suatu obat. tmaks merupakan parameter farmakokinetika sekunder yang nilainya
tergantung pada nilai parameter farmakokinetika primer. Dalam hal ini, nilai tmaks
tergantung pada nilai ka.
Nilai tmaks berbanding terbalik dengan nilai ka. Bila terjadi peningkatan
nilai ka maka akan menyebabkan penurunan nilai tmaks. Demikian pula sebaliknya
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
90
penurunan nilai ka akan menyebabkan perubahan nilai tmaks.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai rata- rata tmaks
kelompok perlakuan adalah 24,9020 menit, sedangkan nilai rata- rata tmaks
kelompok kontrol 52,1400 menit. Perbedaan kedua nilai tersebut adalah signikan
(p<0,05). Dengan demikian terjadinya penurunan nilai tmaks kelompok perlakuan
sesuai dengan terjadinya peningkatan nilai ka kelompok perlakuan.
Cpmaks
Cpmaks adalah konsentrasi maksimum yang dapat dicapai obat di dalam
sirkulasi sistemik. Dengan demikian Cpmaks menggambarkan intensitas obat. Bila
nilai Cpmaks berada di atas nilai KEM dan di bawah nilai KTM maka efek
farmakologi yang diinginkan dapat tercapai. Nilai Cpmaks dapat dihitung dengan
persamaan 14.
C maks =
fa =
fa. D - Kel.tmaks
.e
Vd
AUC x
x 100 %
AUC i.v
(14)
(15)
dimana AUCx = AUC pemberian nonsistemik
AUCiv = AUC pemberian intravena
Cpmaks merupakan parameter farmakokinetika sekunder. Dari persamaan
14 dapat kita ketahui bahwa parameter farmakokinetika primer yang
mempengaruhi nilai Cpmaks adalah nilai fraksi obat yang terabsorpsi (fa) dan
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
91
volume distribusi (Vd).
Hasil penelitian yang diperoleh, untuk Cpmaks kelompok kontrol dan
perlakuan berturut- turut adalah sebesar 87,7700 μg/ml dan 83,7320 μg/ml. Dari
data tersebut dapat dilihat bahwa terjadi penurunan Cpmaks. Namun demikian
perbedaan tersebut tidak bermakna secara statistik (p>0,05).
Terjadinya penurunan nilai Cpmaks tersebut dapat diasumsikan terjadi
karena dua hal, pertama karena pengaruh fa dan kedua karena Vd. Besarnya nilai
Cpmaks proporsional dengan nilai fa, maka diasumsikan bahwa pada kelompok
perlakuan fraksi dosis yang terabsorpsi lebih kecil daripada kelompok kontrol.
Untuk mengetahui berapakah tepatnya nilai fa tersebut maka diperlukan data
pembanding yaitu pemberian parasetamol secara intravena (persamaan 15).
Sehingga dalam hal ini, nilai Cpmaks yang diperoleh adalah per mg obat yang
terabsorpsi (μg/ml.mg yang terabsorpsi).
Cpmaks juga ditentukan oleh nilai Vd. Bila terjadi peningkatan nilai Vd
maka nilai Cpmaks akan mengalami penurunan, dan demikian pula sebaliknya.
Parameter Vd bermanfaat untuk memperkirakan jumlah relatif obat yang berada
di dalam kompartemen sentral atau perifer. Semakin besar nilai Vd berarti dapat
diasumsikan bahwa semakin banyak pula obat yang terakumulasi di jaringan
perifer. Dengan kata lain, bila nilai Vd semakin besar, berarti nilai Cpmaks akan
semakin kecil, karena jumlah obat yang berada di kompartemen perifer atau
jaringan lebih banyak daripada di kompartemen sentral.
Nilai Cpmaks tersebut dibandingkan dengan nilai Vdss yang diperoleh.
Vdss kelompok perlakuan adalah lebih besar daripada Vdss kelompok kontrol.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
92
Sehingga dapat dipahami mengapa nilai Cpmaks kelompok perlakuan lebih kecil
daripada kelompok kontrol. Lebih lanjut dapat diasumsikan berarti pada
kelompok perlakuan, jumlah obat yang berada di jaringan adalah lebih besar
daripada kelompok kontrol.
AUC (0-∞)
AUC
(0-∞)
adalah jumlah obat yang terukur dalam darah pada waktu 0
sampai tak hingga. Nilai AUC(0-∞) dan nilai t1/2el akan menggambarkan durasi
obat. Nilai AUC(0-∞) dapat diperoleh melalui persamaan 16 maupun dari blood
level equation pada persamaan 17.
AUC (0-∞ ) = AUC (0- tn) + AUC (tn -∞ )
AUC (0-∞ ) =
M L N
+ +
β α ka
(16)
(17)
dimana M = intersep slope eliminasi β monoeksponensial back-extrapolated
dengan ordinat
L = intersep slop distribusi α dengan ordinat
N = konsentrasi obat hipotetik saat t = 0
β = slope eliminasi total/ tetapan laju disposisi lambat
α = slope distribusi/ tetapan laju disposisi cepat
Dari hasil penelitian, diperoleh nilai AUC(0-∞) untuk kelompok kontrol
dan perlakuan berturut- turut sebesar 18768,358 μg.menit/ml dan 15909,3760
μg.menit/ml. Secara statistik perbedaan tersebut adalah bermakna (p<0,05).
Sehingga dapat diasumsikan bahwa jumlah obat yang diabsorpsi dan masuk ke
sirkulasi sistemik pada kelompok kontrol adalah lebih banyak dibandingkan pada
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
93
kelompok perlakuan.
Penurunan nilai parameter tersebut dimungkinkan disebabkan oleh
kondisi psikologis dari hewan uji. Adanya kondisi puasa dapat memicu terjadinya
stres pada hewan uji. Kondisi stres dapat memicu gerakan peristaltik usus menjadi
lebih cepat. Gerakan peristaltik berperan dalam mencampur isi duodenum, lalu
membawa partikel obat menuju ke kontak yang lebih dekat dengan sel mukosal
usus. Oleh sebab itu obat harus mempunyai waktu tinggal yang cukup di usus
untuk terjadinya proses absorpsi yang optimum. Pada kondisi gerakan peristaltik
menjadi lebih cepat, maka waktu tinggal di usus menjadi singkat, sehingga proses
absorpsi menjadi kurang optimum. Dengan demikian dapat terjadi pada
penurunan nilai AUC(0-∞) parasetamol kelompok perlakuan.
b Kinetika distribusi
Kinetika distribusi dari parasetamol dapat dilihat dari parameter volume
distribusi steady state (Vdss). Parameter ini bermanfaat untuk menilai keefektifan
penyebaran obat. Digunakan volume distribusi pada keadaan steady state, karena
Vdss tidak dipengaruhi oleh eliminasi obat (misalnya pada gangguan fungsi
ginjal), sehingga parameter ini benar- benar mencerminkan perubahan volume
distribusi yang terjadi. Keadaan steady state diasumsikan sebagai keadaan dimana
laju obat yang masuk ke dalam kompartemen sentral sama dengan laju obat yang
keluar dari kompartemen perifer ke kompartemen sentral.
Nilai Vdss dapat diperoleh dari persamaan berikut.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Vd ss =
Vc =
k12 + k 21
.Vc
k 21
k a .f a .D.(k 21 - k a )
- (L + M).(β - k a ).(α - k a )
L + M.(β − α) 2
k12 =
(L + M).(L.β + M.α )
k 21 =
dimana Vc
L.β + M.α
L+M
94
(18)
(19)
(20)
(21)
= volume kompartemen sentral atau plasma
k12
= tetapan laju distribusi dari kompartemen sentral ke perifer
k21
= tetapan laju distribusi dari kompartemen perifer ke sentral
M
= intersep slope eliminasi β monoeksponensial back-exrapolated
dengan ordinat
L
= intersep slope distribusi α dengan ordinat
α
= slope distribusi/ tetapan laju disposisi cepat
β
= slope eliminasi/ tetapan laju disposisi lambat
Dari persamaan 18, terlihat bahwa nilai Vdss berbanding lurus dengan
nilai Vc. Sedangkan nilai Vc berbanding lurus dengan fraksi obat yang terabsorpsi
(fa). Oleh sebab itu, maka nilai Vdss yang diperoleh tersebut adalah nilai Vdss per
mg yang terabsorpsi (ml/mg terabsorpsi), karena dibutuhkan data berapakah
tepatnya nilai fraksi dosis.
Adanya zat makanan pada saluran pencernaan kelompok kontrol
memungkinkan terjadinya ikatan antara zat makanan dengan molekul obat.
Parasetamol yang terikat oleh zat makanan akan menjadi lebih besar sehingga
sulit untuk menembus membran. Sedangkan pada kelompok perlakuan, molekul
parasetamol yang bersifat lipofil dan bobot molekulnya rendah dapat dengan
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
95
mudah menembus membran jaringan dan tersebar di dalam jaringan. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai Vdss kelompok kontrol yang lebih kecil dari kelompok
perlakuan, Vdss kelompok kontrol 717,9838 ml dan Vdss kelompok perlakuan
841,4534 ml. berarti dapat diasumsikan bahwa pada penyebaran parasetamol di
jaringan pada kelompok kontrol lebih sedikit daripada kelompok perlakuan.
Secara statistik perbedaan kedua nilai tersebut adalah bermakna (p<0,05).
Sedangkan laju distribusi parasetamol ditunjukkan oleh nilai parameter α. Pada
kelompok perlakuan selain jumlah parasetamol yang terdistribusi lebih banyak,
lajunya juga lebih tinggi dari kelompok kontrol (α = 0,0173; p>0,05).
Nilai k12 untuk kelompok kontrol dan perlakuan berturut- turut adalah
0,0022 dan 0,0010. Sedangkan nilai k21 untuk kelompok kontrol dan perlakuan
berturut- turut adalah 0,0124 dan 0,0153. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi
parasetamol dari kompartemen sentral ke perifer pada kelompok kontrol lebih
cepat daripada kelompok perlakuan. Sebaliknya, distribusi parasetamol dari
kompartemen perifer ke kompartemen sentral pada kelompok perlakuan lebih
cepat dari kelompok kontrol. Namun demikian, perbedaan tersebut secara statistik
tidak bermakna (p>0,05).
c Kinetika eliminasi
Kinetika eliminasi dari parasetamol dapat diketahui melalui parameter
bersihan tubuh total (ClT) serta waktu paruh eliminasinya (t½el). ClT adalah
volume darah yang dibersihkan dari obat per satuan waktu, sedangkan t1/2el adalah
waktu berkurangnya kadar obat dalam darah untuk menjadi setengahnya.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
96
Persamaan 22 menunjukkan hubungan antara bersihan tubuh total dengan
dosis pemberian, fraksi obat terabsorpsi dan AUC(0-∞). Sedangkan hubungan
antara bersihan tubuh total dan waktu paruh eliminasi dapat dilihat pada
persamaan 23.
ClT =
D. f a
AUC(0-∞ )
t1/2 =
0,693 . Vd
Cl T
(22)
(23)
Dari persamaan 22, terlihat bahwa besarnya nilai ClT juga dipengaruhi
oleh fraksi obat terabsorpsi, seperti halnya Cpmaks dan Vdss. Oleh karena itu dalam
hal ini nilai ClT adalah nilainya per mg yang terabsorpsi (ml/menit per mg
terabsorpsi).
Parameter ClT merupakan parameter farmakokinetika primer yang
bermanfaat untuk menilai mekanisme atau pola pengurangan obat (parasetamol)
dalam tubuh. Bersihan tubuh sesungguhnya menggambarkan bersihan darah,
karena nilainya diperoleh dari penetapan kadar obat di dalam darah. Variabel
fisiologis yang berpengaruh terhadap bersihan tubuh adalah laju aliran darah,
sebab darahlah yang membawa molekul obat menuju ke tempat eliminasinya.
Obat dapat dibersihkan dari tubuh melalui dua jalur utama, yaitu lewat
ginjal dan hati. Fraksi obat yang tidak mencapai sirkulasi sitemik dapat
disebabkan oleh terjadinya ikatan dengan protein maupun karena efek lintas
pertama. Fraksi ini yang kemudian disebut sebagai extraction ratio (ER) atau
nisbah penyarian. Obat dengan nilai ER tinggi (>0,7) akan menunjukkan
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
97
ketergantungan pada aliran darah hepar yang lebih tinggi daripada obat dengan
nilai ER rendah (<0,3). Pada obat dengan ER rendah, nilai ClT dibatasi oleh fraksi
obat bebas sehingga obat tersebut secara farmakokinetika sensitif terhadap
perubahan ikatan protein. Demikian pula sebaliknya, obat dengan ER tinggi
kurang atau tidak tergantung pada ikatan protein.
Parasetamol termasuk obat dengan nilai ER sedang (0,3 – 0,7). Pada
kelompok perlakuan, nilai ClT meningkat secara signifikan. Hal tersebut dapat
diasumsikan karena nilai ER parasetamol yang cukup tinggi sehingga bersihan
total parasetamol tergantung pada laju aliran darah. Pada kondisi puasa, dimana
darah diasumsikan hanya mengangkut molekul obat saja, maka laju aliran
darahnya menjadi lebih tinggi. Sehingga proses eliminasi parasetamol pada
kelompok perlakuan menjadi lebih cepat. Meskipun demikian untuk mengetahui
apakah eliminasi tersebut disebabkan oleh proses biotransformasi parasetamol di
hati ataukah ekskresinya, diperlukan penelitian lanjutan dengan menggunakan
data urin.
Dari hasil penelitian diperoleh nilai ClT untuk masing- masing kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan berturut- turut adalah 3,9824 ml/menit dan
4,8145 ml/menit. Perbedaan tersebut adalah bermakna secara statistik (p<0,05).
Sedangkan untuk nilai t½el untuk masing- masing kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan berturut- turut adalah 117,6304 menit dan 121,9472 menit.
Meskipun nilai t½el kelompok perlakuan lebih besar, namun secara statistik
perbedaan keduanya adalah tidak bermakna (p>0,05).
Pengurangan hayati dari parasetamol berlangsung dengan relatif lebih
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
98
cepat pada kelompok perlakuan, yang ditunjukkan dengan lebih pendeknya waktu
paruh eliminasi dari kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol.
t1/2el merupakan parameter farmakokinetika sekunder yang besarnya
tergantung pada ClT maupun Vd. Nilai t1/2 el berbanding terbalik dengan nilai ClT.
Pada kelompok perlakuan, ClT lebih besar, namun demikian nilai t1/2el lebih
panjang daripada kelompok kontrol. Hal ini dapat dipahami, karena selain
tergantung pada ClT, nilai t1/2el juga tergantung pada nilai Vd. Oleh karena itu,
meskipun ClT meningkat, namun nilai Vdss kelompok perlakuan juga meningkat,
sehingga t1/2 kelompok perlakuan juga ikut meningkat.
Penelitian ini bukan penelitian yang sempurna. Peneliti menyadari bahwa
masih banyak keterbatasan dan hal- hal yang harus diperbaiki dalam penelitian.
Dalam melakukan tahap validasi metode, seharusnya tetap dilakukan pengukuran
panjang gelombang maksimum yang digunakan sebagai analisis data sekunder.
Selain itu dalam sistem HPLC yang digunakan seharusnya digunakan
instrumentasi yang sama mulai dari langkah awal sampai akhir. Serta mungkin
masih terdapat pula kekurangan- kekurangan yang lainnya yang belum disebutkan
disini. Dengan menyadari kekurangan- kekurangan tersebut, diharapkan penelitian
ini dapat menginspirasi dan memberikan manfaat untuk dihasilkannya penelitian
yang lebih baik.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
99
Dalam melakukan tahap validasi metode, seharusnya tetap dilakukan pengukuran
panjang gelombang maksimum yang digunakan sebagai analisis data sekunder.
Selain itu dalam sistem HPLC yang digunakan seharusnya digunakan
instrumentasi yang sama mulai dari langkah awal sampai akhir. Serta mungkin
masih terdapat pula kekurangan- kekurangan yang lainnya yang belum disebutkan
disini. Dengan menyadari kekurangan- kekurangan tersebut, diharapkan penelitian
ini dapat menginspirasi dan memberikan manfaat untuk dihasilkannya penelitian
yang lebih baik.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil analisis yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa
puasa menyebabkan terjadinya perubahan profil farmakokinetika parasetamol
secara signifikan, yaitu sebagai berikut.
1. Pada kinetika absorpsi terjadi peningkatan tetapan laju absorpsi (ka) dari
parasetamol sebesar 282,41 %, penurunan waktu puncak (tmaks) sebesar
52,24 %, dan penurunan AUC(0-∞) sebesar 16,66 %.
2. Pada kinetika distribusi terjadi peningkatan volume distribusi steady state
(Vdss) sebesar 17,42 %.
3. Pada kinetika eliminasi terjadi peningkatan bersihan tubuh total (ClT) sebesar
20,81 %.
B. Saran
Dari hasil penelitian tersebut diatas dapat dikemukakan saran sebagai
berikut.
1. Dilakukan penelitian serupa dengan menggunakan variasi waktu puasa.
2. Dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan rute pemberian intravena
untuk mengetahui nilai bioavailabilitas relatif (fa) dari parasetamol.
3. Dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan data urin untuk
mengetahui pola eliminasi (biotransformasi dan ekskresi) dari parasetamol.
99
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
100
DAFTAR PUSTAKA
American Medical Association (AMA), 1994, Drug Evaluation Annual 1994, 123124, Division of Drugs and Toxicology, USA
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 649, 1009-1012, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 1998, Kamus Saku Kedokteran Dorland, Edisi 25, 148, diterjemahkan oleh
dr. Poppy Kumala, dkk, Penerbit EGC, Jakarta
Anonim, 2001, Professional’s Handbook of Drug Therapy for Pain, 40, Springhouse
Corporation, Springhouse
Anonim, 2003, Food-Drug Interaction, http://geri.com/geriatrics/article/articleDetail.jsp?
id=87937. Diakses tanggal 10 Maret 2007
Anonim, 2004, A to Z Drug Facts, 5th Edition, 7-8, Facts and Comparison, Missouri,
USA
Block, J. H., and Beale, J. M., 2004, Wilson and Gisvold’s Textbook of Organic
Medicinal and Pharmaceutical Chemistry, 11th Edition, 112, 115, 762,
Lippincott Williams & Wilkins, USA
Chafetz U., Daly, R. E., Schriftman, H., and Lomner, J. J., 1971, Selective
Colorimetric Determination of Acetaminophen, J.Pharm. Sci, 60, 463-466
Chamberlain, J., 1995, The Analysis of Drugs in Biological Fluid, 2nd Edition, 38 –
43, CRC Press, Inc., USA
Clarke, E.G.C., 1969, Isolation and Identification of Drug in pharmaceuticals, body
fluids and post-mortem material,, 465, The Pharmaceutical Press, London
Connors, K. A., Amidon, G. L., and Stella, V. J., 1986, Chemical Stability of
Pharmaceuticals : A Handbook for Pharmacists, 2nd Edition, 163, 167,
John Willey & Sons, USA
Donatus, I. A., 1989, Analisis Farmakokinetika, Bagian I, 1-50, Laboratorium
Farmakologi dan Toksikologi Jurusan Kimia Farmasi, Universitas Gadjah
Mada,Yogyakarta
Donatus, I. A., 1994, Antaraksi Kurkumin dengan Parasetamol : Kajian terhadap
Aspek Farmakologi dan Toksikologi Perubahan Hayati Parasetamol, 138142, Disertasi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
101
Donatus, I. A., 2005, Antaraksi Farmakokinetika, 12-43, Bagian Farmakologi dan
Farmasi Klinik Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Rasmedia
Grafika, Yogyakarta
Frisell, W. R., 1982, Human Biochemistry, 423-427, McMillan Publishing Co., Inc.,
USA
Gibson, G. G., and Skett, P., 1991, Introduction to Drug Metabolism, diterjemahkan
oleh Iis Aisyiah, 189-191, UI Press, Jakarta
Glynn, J. P., and Kendal, S. E., 1975, Paracetamol Measurement, The Lancet, 1,
(7916), 1147
Hanson, G. R., 2000, Analgesic, Antipyretic, and Anti-Inflamatory Drugs, in
Gennaro, A. R., et al, (Eds), Remington : The Science and Practice of
Pharmacy, 20th Edition, 1455, Philadelphia College of Pharmacy and
Science, Philadelphia
Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya,
review artikel, Majalah Ilmu Kefarmasian, 1 (3), 117-133
Howie, D., Adriaenssens, P.I., and Prescott, L.F., and Pierce, H, 1977, Paracetamol
Metabolism Following Overdosage: application of high performance liquid
chromatography, J. Pharm. Pharmcol., 29, 235-237
Jusko, W. J., and Gibaldi, M., 1972, Effects of Change in Elimination on Various
Parameters of the Two-Compartement Open Model, J. Pharm. Psi.,61 (8),
1270-1273
Katzung, B.G., 2002, Basic and Clinical Pharmacology, 8th Edition, 37; 53, Mc
Graw-Hill Companies Inc., USA
Laurence, D.R., Bennett, P.N., and Brown, M.J., 1997, Clinical Pharmacology, 8th
Edition, 93-95, Churchill Livingstone, Singapore
Makoid, M. C., and Cobby, J., 2000, Introduction, in Makoid, M. C., Vuchetich, P.
J., and Banakar, U. V., (Eds), Basic Pharmacokinetics, First Edition, 1-2,
available from http://pharmacy.creighton.edu/pha443/pdf/
Mayersohn, M., 2002, Principles of Drug Absorption in Banker, G. S., and Rhodes,
C. T., (Eds), Modern Pharmaceutics, 4th Edition, 40 - 52, Revised and
Expanded, Marcel Dekker, Inc., New York
McGilveray, I. J., and Mattock, G. L., 1972, Some Factors Affecting the Absorption
of Paracetamol, J. Pharm. Pharmac., 24, 615-619
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
102
Melmon, K. L., and Morelli, H. F., 1992, Melmon and Morelli’s : Clinical
Pharmacology Basic Principles in Therapeutics, 3rd Edition, 1032-1033,
McGraw-Hill, USA
Mitchell, J. R., Jollow, D. J., Potter, W. Z., Gillette, and J. B., Brodie, B. B., 1973,
Acetaminophen-induced Hepatic Nekrosis. IV. Protective Role of
Glutatione, J. Pharmacol. Exp. Ther., 187(1), 211-217
Mulja, M., dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, 6-7, Airlangga University
Press, Surabaya
Murray, R. K., Granner, D. K., Mayer, P.A., Rodwell, V.W., 1990, Biokimia Harper
(Harper’s Biochemistry), diterjemahkan oleh dr. Andry Hartono, Edisi 22,
48-54, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Mutschler, E., 1991, Dinamika Obat : Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi, Edisi
5, 9, 403, 416, diterjemahkan oleh Mathilda B. Widianto dan Anita Setiadi
Ranti, Penerbit ITB, Bandung
Mutschler, E., Derendorf, H., Schäfer-Korting, M., Elrod, K., and Estes, K. S., 1995,
Drug Action : Basic Principle and Therapeutic Aspects, 33-36, 167,
Medpharm Scientific Publisher, Stuttgart
Prescott, L. F., 1971, Gas-Liquid Chromatography Estimation of Paracetamol, J.
Pham. Pharmac, 23, 807-808
Proudfoot, S. G., 1990, Factors Influencing Bioavailability : Factors Influencing
Drug Absorption from Gastrointestinal Tract, in Aulton, M. E., (Eds),
Pharmaceutics : The Science of Dosage Form Design, 135-170, ELBS with
Churchill Livingstone, UK
Ritschel, W. S., 1992, Handbook of Basic Pharmacokinetics- including clinical
applications, 4th Edition, Drug Intelligence Publications, Inc., Hamilton, Il
62341
Riviere, J. E., 1999, Comparative Pharmacokinetics : Principles, Techniques, and
Applications, 1st Edition, 47-49, Iowa State University Press, USA
Rowland, M., and Tozer, T. N., 1995, Clinical Pharmacokinetics Concepts and
Application, 3rd Edition, Lea & Febiger Book, USA
Setiawati, A., Zulnida, S. B., Suyatna, F. D., 2002 a, Pengantar Farmakologi, dalam
Ganiswara, S. G., Setiabudy, R., Suyatna, F. D., Purwantyastuti, Nafrialdi,
(ed.), Farmakologi dan Terapi, edisi 4 (Dengan Perbaikan), 1-10, Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
103
Setiawati, A., 2002 b, Farmakokinetika Klinik, dalam Ganiswara, S. G., Setiabudy,
R., Suyatna, F. D., Purwantyastuti, Nafrialdi, (Ed.), Farmakologi dan
Terapi, edisi 4 (Dengan Perbaikan), 1-10, Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Shargel, L., Wu-Pong, S., and Yu, A. B. C., 2005, Applied Biopharmaceutics &
Pharmacokinetic, 5th Edition, 3, 9-16, 371, 413-442, 456-458, McGraw-Hill
Companies, Singapore
Skoog, D.A., Holler, F.J., and Nieman, T.A., 1998, Principles of Instrumental
Analysis, 5th Edition, 329-351, Harcourt Bace College, Philadelphia
Smith, R. V., Stewart, J. T., 1981, A Description of Methods for the Determination of
Drugs in Bioloic Fluids, 27-30, Lea & Febiger, Philadelphia
Soehardjono, D., 1990, Petunjuk Laboratorium : Percobaan Hewan Laboratorium,
124-125, 134, 162, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Wagner, G. J., 1975, Fundamentals of Clinical Pharmacokinetics, 1st Edition, 1-21,
102-106, Drug Intelligence. Inc, Illinois
Widdop, B., 1986, Hospital Toxicology and Drug Abuse Screening, in Moffat A. C.,
Jackson, J. V., M. B., Widdop, B., Greenfield, E. S., (Eds), Clarke’s
Isolation and Identification of Drug in Pharmaceuticals, Body Fluids and
Post-Mortem Material, 2nd Edition, 23, The Pharmaceutical Press, London
Wilmana, P. F., 2002, Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-Inflamasi Nonsteroid
dan Obat Pirai, dalam Ganiswara, S. G., Setiabudy, R., Suyatna, F. D.,
Purwantyastuti, Nafrialdi, (Ed.), Farmakologi dan Terapi, edisi 4 (Dengan
Perbaikan), 214, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta
Wijoyo, Y., 2001, Antaraksi Sari Wortel (Daucus carota, L.,)- Parasetamol: Kajian
Terhadap Kehepatotoksisitasan dan Kinerja Toksikokinetika Parasetamol
pada Tikus Putih Jantan, 73-76, Tesis, Program Pascasarjana, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta
York, P., 1990, The Design of Dosage Forms, in Aulton, M. E., (Eds),
Pharmaceutics: The Science of Dosage Form Design, 1-12, ELBS with
Churchill Livingstone, UK
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
LAMPIRAN
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
104
Lampiran 1. Perhitungan untuk Pembuatan Kurva Baku Parasetamol
Penimbangan parasetamol
Bobot kertas
= 28,51303 g
Bobot kertas + parasetamol
= 28,61305 g
Bobot kertas + sisa
= 28,51304 g
Bobot parasetamol
=
0,10001 g
1. Pembuatan larutan induk parasetamol
Melarutkan sebanyak 0,10001 g parasetamol dalam 100 ml
akuabidestilata sehingga konsentrasi larutan adalah :
0,10001 g 100,01 mg
=
= 1,0001 mg/ml = 1000,1 μg/ml
100 ml
100 ml
2. Pembuatan seri kadar larutan intermediet parasetamol
Memipet 0,15 ; 0,25 ; 0,5 1,0; 1,5; 2,0; 3,0; dan 4,0 ml larutan induk
parasetamol, lalu memasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml dan menambahkan
akuabidestilata sampai tanda, sehingga diperoleh konsentrasi larutan menjadi
15, 0015; 25,0025; 15,0015; 50,0050; 100,0100; 150,0150; 200,0200;
300,0300; dan 400,0400 μg/ml.
Contoh perhitungannya :
C1 . V1
=
1000,1 μg/ml . 0,15 ml
C2 . V2
=
C2 . 10 ml
C2
=
15,0015 μg/ml
3. Pembuatan seri kadar larutan baku dalam plasma
Mempipet 0,25 ml dari tiap seri kadar larutan intermediet dan
menambahkannya pada 0,25 ml plasma sehingga diperoleh konsentrasi larutan
menjadi 7,5007; 12,5010; 25,0025; 50,0050; 75,0075; 100,0100; 150,0150;
dan 200,0200
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
105
Lampiran 2. Contoh Data dan Perhitungan untuk Pembuatan Larutan Parasetamol
pada Penentuan Nilai Perolehan Kembali, Kesalahan Sistematik dan
Kesalahan Acak (intraday dan interday)
Penimbangan parasetamol
Bobot kertas
Bobot kertas + parasetamol
Bobot parasetamol
Bobot kertas + sisa
=
=
=
=
33,48099 g
33,58099 g
33,48101 g
0,09998 g
1. Pembuatan larutan induk parasetamol
Melarutkan sebanyak 0,10001 g parasetamol ke dalam akuabidestilata
hingga volume 100, 0 ml, sehingga konsentrasi larutan adalah :
009998 g 99,98 mg
=
= 0,9998 mg/ml = 999,8 μg/ml
100 ml
100 ml
2. Pembuatan seri kadar larutan intermediet parasetamol
Memipet 0,25 ml dan 1,00 ml larutan induk parasetamol, lalu
memasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml dan menambahkan akuabidestilata
sampai tanda.
3. Pembuatan seri kadar larutan parasetamol dalam plasma
Memipet 0,25 ml dari tiap seri kadar larutan intermediet dan
menambahkannya pada 0,25 ml plasma, kemudian dilakukan penetapan kadar
parasetamol dalam plasma seperti dalam cara kerja.
Tabel XIV. Contoh Perhitungan Kadar Larutan Parasetamol pada Penentuan Nilai
Perolehan Kembali, Kesalahan Sistemik dan Kesalahan Acak (intraday dan interday)
Volume larutan
induk
yang diambil
(ml)
0,25
1,0
Kadar larutan
intermediet
yang
diharapkan
(μg/ml)
25,0000
100,0000
*dihitung dengan persamaan kurva baku
Kadar
larutan
intermediet
terhitung
(μg/ml)
24,9950
100,9800
Hasil Pengukuran
Luas Area
(AUC)
Kadar
terukur*
596106
2007968
24,4868
96,6558
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
106
Lampiran 3. Contoh Perhitungan Dosis pada Orientasi Dosis
Ld50 oral parasetamol untuk tikus = 3 g/kgBB
Dosis yang digunakan = 10 % x Ld50 oral
= 10 % x 3 g/kgBB
= 300 mg/kgBB
Lampiran 4. Contoh Perhitungan Volume Pemberian Larutan Parasetamol pada
Hewan Uji
Misal : berat badan tikus (BB)
= 250 g
Konsentrasi larutan parasetamol (C) = 20 mg/ml
Dosis penelitian (D)
= 300 mg/kgBB
D x BB
=
CxV
300 mg/ kg x 0, 25 kg
=
20 mg/ml x V
=
3,75 ml.
V
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Lampiran 5. Sertifikat Analisis Parasetamol
107
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Lampiran 6. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 1
Tabel XV. Data kontrol 1
T (menit)
0
5
10
20
30
45
60
90
120
180
240
300
360
420
N (1) = 8
N (2) = 3
N (3) = 3
Cp (μg/ml)
0
47,1940
55,6501
68,6421
73,1768
88,8649
78,9846
74,4874
61,4566
40,1088
27,5310
19,1717
13,5350
9,6003
A (1) =
A (2) = 119,189
A (3) = 107,773
B (1) =
B (2) = -0,023
B (3) = -0,006
AIC = 105,80
Absorption half life
= -17,013
Half life (2)
= 29,940
Elimination half life = 120,261
AUC (0-Tn)
= % 16673,57
AUC (0-inf)
= % 18339,23
AUC (Tn-inf) is 9,08 % of AUC (0-inf)
AUMC
= % 3322717,50
MRT
= 181,18
Dose entered
= 77190 ng
Vd(ss)
= 762,592
Total Clearance
= 4,2090
Assumed fraction absorbed = 1,000
Tmax = 50,70
residual
-227,15
-163,86
-140,82
102,50
77,15
36,48
27,13
4,61
r (1) = -0,991
r (2) = -1,000
r (3) = -1,000
SS = 812,650
Lag time = 0,30
Calculated Cmax
residual
-107,96
-57,70
-46,26
-27,56
-17,64
5,57
2,59
10,22
7,40
1,85
0,46
= 88,76
108
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Lampiran 7. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 2
t (menit)
0
5
10
20
30
45
60
90
120
180
240
300
360
420
N (1) = 5
N (2) = 5
N (3) = 4
Tabel XVI. Data kontrol 2
Cp (μg/ml)
residual
0
-153,72
49,8474
-99,30
65,2025
-79,51
73,2777
-62,95
82,6347
-45,61
87,8128
-29,32
95,8267
-11,16
83,4141
-5,84
77,4297
2,97
55,6361
3,81
36,2359
24,2812
18,4112
11,8717
A (1) =
A (2) = 29,401
A (3) = 153,723
B(1)
B (2) = -0,014
B (3) = -0,006
AIC = 106,33
Absorption half life
= -21,884
Half life (2)
= 49,562
Elimination half life = 114,746
AUC (0-Tn)
= % 20394,03
AUC (0-inf)
= % 22359,32
AUC (Tn-inf) is 8,79 % of AUC (0-inf)
AUMC
= 4141511,50
MRT
= 185,23
Dose entered
= 74910 ng
Vd(ss)
= 620,557
Total Clearance
= 3, 35028
Assumed fraction absorbed = 1,000
Tmax = 58,80
r (1) = -0,970
r (2) = -0,815
r (3) = -0,997
SS = 843,466
Lag time = -
Calculated Cmax
residual
-183,12
-126,72
-105,07
-85,18
-64,93
= 95,81
109
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
110
Lampiran 8. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 3
t (menit)
0
5
10
20
30
45
60
90
120
180
240
300
360
420
N (1) = 7
N (2) = 3
N (3) = 4
Tabel XVII. Data kontrol 3
Cp (μg/ml)
residual
0
-93,28
47,0822
43,72
53,8112
-34,59
66,8833
-16,89
71,7103
-7,69
86,0288
12,78
79,3985
11,82
73,4120
15,89
60,6842
11,72
38,8988
3,42
25,6427
18,8044
13,3333
9,8237
A (1) =
A (2) = 84,297
A (3) = 93,277
B (1) =
B (2) = -0,018
B (3) = -0,005
AIC = 99,72
Absorption half life
= -18,284
Half life (2)
= 39,484
Elimination half life = 129,069
AUC (0-Tn)
= % 16309,72
AUC (0-inf)
= % 18138,96
AUC (Tn-inf) is 10,08 % of AUC (0-inf)
AUMC
= % 3385168,50
MRT
= 186,62
Dose entered
= 71610 ng
Vd(ss)
= 736,765
Total Clearance
= 3,94785
Assumed fraction absorbed = 1,000
Tmax = 50,40
r (1) = -0,994
r (2) = -0,989
r (3) = -1,000
SS = 526,231
Lag time = -
Calculated Cmax
residual
-177,57
-120,94
-105,31
-76,23
-57,47
25,48
-17,59
= 82,32
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Lampiran 9. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 4
Tabel XVIII. Data Kontrol 4
t (menit)
0
5
10
20
30
45
60
90
120
180
240
300
360
420
N (1) = 6
N (2) = 4
N (3) = 4
Cp (μg/ml)
0
45,3945
57,8937
68,7978
79,9029
89,9291
83,3774
76,3985
58,2829
43,4446
28,3990
19,7654
14,2957
9,2332
A (1) =
A (2) = 5,583
A (3) = 125,877
residual
-125,88
-76,67
-60,47
42,49
-24,74
-5,48
-3,62
4,08
-1,84
1,89
B (1) =
B (2) = -0,007
B (3) = -0,006
AIC = 93,51
residual
-131,46
-82,07
-65,70
-47,39
-29,33
-9,64
r (1) = -0,989
r (2) = -0,798
r (3) = -0,998
SS = 337,720
Lag time = Absorption half life
= -12,936
Half life (2)
= 106,105
Elimination half life = 112,566
AUC (0-Tn)
= % 17118,83
AUC (0-inf)
= % 18618,29
AUC (Tn-inf) is 8,05 % of AUC (0-inf)
AUMC
= % 3275796,50
MRT
= 175,95
Dose entered
= 79590
Vd(ss)
= 752,135
Total Clearance
= 4,27483
Assumed fraction absorbed = 1,000
Calculated Cmax
= 88,50
Tmax
= 50,40
111
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Lampiran 10. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 5
Tabel XIX. Data kontrol 5
t (menit)
0
5
10
20
30
45
60
90
120
180
240
300
360
420
N (1) = 7
N (2) = 4
N (3) = 3
Cp (μg/ml)
0
46,8060
54,8480
66,3973
74,8711
88,2661
82,7280
75,2264
59,8782
40,6667
27,4137
18,7549
12,6969
8,8954
A (1) =
A (2) = 31,758
A (3) = 120,367
residual
-120,37
-69,88
-58,26
-39,90
-25,02
-2,73
-0,17
6,43
2,79
1,35
0,34
B (1) =
B (2) = -0,019
B (3) = -0,006
AIC = 96,91
residual
-152,12
-98,81
-84,62
-61,78
-43,18
-16,46
-10,55
r (1) = -0,993
r (2) = -0,990
r (3) = -1,000
SS = 430,44
Lag time = Absorption half life
= -15,822
Half life (2)
= 37,209
Elimination half life = 111,510
AUC (0-Tn)
= % 16620,73
AUC (0-inf)
= % 18051,78
AUC (Tn-inf) is 7,93 % of AUC (0-inf)
AUMC
= % 3133496,50
MRT
= 173,58
Dose entered
= 74550
Vd(ss)
= 716,864
Total Clearance
= 4,12979
Assumed fraction absorbed = 1,000
Calculated Cmax
= 85,36
Tmax
= 50,40
112
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
113
Lampiran 11. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Perlakuan 1
Tabel XX. Data perlakuan 1
t (menit)
0
5
10
20
30
45
60
90
120
180
240
300
360
420
N (1) = 8
N (2) = 3
N (3) = 3
Cp (μg/ml)
0
60,3487
75,2751
87,7331
79,5841
73,2398
69,3373
58,6904
46,6163
32,4252
23,7568
15,5023
12,5069
8,1925
A (1) =
A (2) = 19,707
A (3) = 79,054
residual
-79,05
-16,63
0,31
16,65
12,18
11,00
11,87
9,69
4,84
2,05
1,68
B (1) =
B (2) = -0,011
B (3) = -0,005
AIC = 71,62
residual
-98,76
-35,29
-17,35
r (1) = -0,994
r (2) = -0,976
r (3) = -0,983
SS = 70,693
Lag time = Absorption half life
= -3,986
Half life (2)
= 63,433
Elimination half life = 130,420
AUC (0-Tn)
= % 14552,82
AUC (0-inf)
= % 16094,29
AUC (Tn-inf) is 9,58 % of AUC (0-inf)
AUMC
= % 2889937,20
MRT
= 179,56
Dose entered
= 75960 ng
Vd(ss)
= 847,481
Total Clearance
= 4,71969
Assumed fraction absorbed = 1,000
Calculated Cmax
= 83,94
Tmax
= 25,20
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
114
Lampiran 12. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Perlakuan 2
Tabel XXI. Data perlakuan 2
t (menit)
0
5
10
20
30
45
60
90
120
180
240
300
360
420
N (1) = 3
N (2) = 7
N (3) = 4
Cp (μg/ml)
0
60,6084
75,4853
82,9839
79,3666
75,1167
70,5807
57,9871
46,4872
32,1757
22,8538
16,8382
12,0500
8,7791
A (1) =
A (2) = 20,071
A (3) = 82,781
residual
-82,78
-19,99
-2,99
8,59
8,84
10,02
10,50
6,80
2,88
0,53
B (1) =
B (2) = -0,018
B (3) = -0,005
AIC = 73,40
residual
-102,85
-38,36
-19,80
r (1) = -0,994
r (2) = -0,926
r (3) = -1,000
SS = 80,269
Lag time = Absorption half life
= -4,206
Half life (2)
= 39,032
Elimination half life = 129,770
AUC (0-Tn)
= % 14535,89
AUC (0-inf)
= % 16179,50
AUC (Tn-inf) is 10,16 % of AUC (0-inf)
AUMC
= % 2955724,50
MRT
= 182,68
Dose entered
= 79230 ng
Vd(ss)
= 894,589
Total Clearance
= 4,89694
Assumed fraction absorbed = 1,000
Calculated Cmax
= 84,76
Tmax
= 25,20
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
115
Lampiran 13. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Perlakuan 3
Tabel XXII. Data perlakuan 3
t (menit)
0
5
10
20
30
45
60
90
120
180
240
300
360
420
N (1) = 3
N (2) = 8
N (3) = 3
AIC
Cp (μg/ml)
0
57,2971
73,4121
84,7331
77,8520
72,7539
67,5405
56,4394
46,1198
32,6329
23,8608
16,627
11,8039
8,7429
A (1) =
A (2) = 12,849
A (3) = 82,346
residual
-82,35
-22,87
-4,64
10,75
7,73
8,05
7,83
5,59
2,82
1,23
1,09
B (1) =
B (2) = -0,011
B (3) = -0,005
= 61,39
residual
-95,19
-35,02
-16,12
r (1) = -0,997
r (2) = -0,975
r (3) = -0,999
SS = 34,044
Lag time = Absorption half life
= -3,904
Half life (2)
= 61,796
Elimination half life = 129,402
AUC (0-Tn)
= % 14394,86
AUC (0-inf)
= % 16027,05
AUC (Tn-inf) is 10,18 % of AUC (0-inf)
AUMC
= % 2945471,00
MRT
= 183,78
Dose entered
= 73740
Vd(ss)
= 845,572
Total Clearance
= 4,60097
Assumed fraction absorbed = 1,000
Calculated Cmax
= 81,53
Tmax
= 25,20
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
116
Lampiran 14. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Perlakuan 4
Tabel XXIII. Data perlakuan 4
t (menit)
0
5
10
20
30
45
60
90
120
180
240
300
360
420
N (1) = 4
N (2) = 4
N (3) = 6
Cp (μg/ml)
0
57,8933
73,5180
86,8136
79,7728
74,3188
69,8006
56,9414
42,3505
34,1998
22,7312
15,7945
11,6414
6,2109
A (1) =
A (2) = 8,558
A (3) = 99,846
residual
-99,85
-38,86
-20,25
-1,24
-2,92
-0,94
1,32
0,22
B (1) =
B (2) = -0,039
B (3) = -0,006
AIC = 73,72
residual
-108,40
-45,90
-26,03
-5,15
r (1) = 0,998
r (2) = -0,932
r (3) = -0,990
SS = 82,178
Lag time = Absorption half life
= -4,618
Half life (2)
= 17,696
Elimination half life = 110,312
AUC (0-Tn)
= % 14253,80
AUC (0-inf)
= % 15242,24
AUC (Tn-inf) is 6,48 % of AUC (0-inf)
AUMC
= % 2464221,20
MRT
= 161,67
Dose entered
= 74100 ng
Vd(ss)
= 785,960
Total Clearance
= 4,86149
Assumed fraction absorbed = 1,000
Calculated Cmax
= 86,72
Tmax
= 25,20
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
117
Lampiran 15. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Perlakuan 5
Tabel XXIV. Data perlakuan 5
t (menit)
0
5
10
20
30
45
60
90
120
180
240
300
360
420
N (1) = 5
N (2) = 6
N (3) = 3
Cp (μg/ml)
0
63,8592
78,9480
89,1161
81,2309
76,7662
71,2686
60,2069
45,9215
33,0332
24,3968
16,5591
10,3244
7,9812
A (1) =
A (2) = 2,964
A (3) = 99,059
residual
-99,06
-32,23
-14,27
1,40
-1,31
1,43
2,50
2,91
-1,82
-0,11
1,38
B (1) =
B (2) = -0,007
B (3) = -0,006
AIC = 114,63
residual
-102,02
-35,09
-17,02
-1,15
-3,68
r (1) = -0,860
r (2) = -0,465
r (3) = -0,986
SS = 1526,387
Lag time = Absorption half life
= -5,438
Half life (2)
= 93,782
Elimination half life = 113,966
AUC (0-Tn)
= % 14743,91
AUC (0-inf)
= % 16056,16
AUC (Tn-inf) is 8,17 % of AUC (0-inf)
AUMC
= % 2710978,20
MRT
= 168,84
Dose entered
= 79920
Vd(ss)
= 840,423
Total Clearance
= 4,97753
Assumed fraction absorbed = 1,000
Calculated Cmax
= 85,36
Tmax
= 23,71
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Lampiran 16. Kurva Kadar Parasetamol dalam Plasma (Cp vs t)
100
80
(Cp)
kadar parasetamol
Kurva hubungan kadar parasetamol (Cp) vs
waktu (t)
Kontrol1
60
40
perlakuan 1
20
0
0
100
200
300
400
500
waktu (t)
Gambar 16. Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu
pada kontrol dan perlakuan yang pertama.
kadar parasetamol
(Cp)
Kurva hubungan kadar parasetamol (Cp) vs
waktu (t)
120
100
80
60
40
20
0
kontrol 2
perlakuan 2
0
100
200
300
400
500
waktu (t)
Gambar 17. Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu
pada kontrol dan perlakuan yang kedua.
100
80
(Cp)
kadar parasetamol
Kurva hubungan kadar parasetamol (Cp) vs
waktu (t)
kontrol 3
60
40
perlakuan 3
20
0
0
100
200
300
400
500
waktu (t)
Gambar 18. Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu
pada kontrol dan perlakuan yang ketiga.
118
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
100
80
(Cp)
kadar parasetamol
Kurva hubungan kadar parasetamol (Cp) vs
waktu (t)
kontrol 4
60
40
perlakuan 4
20
0
0
100
200
300
400
500
waktu (t)
Gambar 19. Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu
pada kontrol dan perlakuan yang keempat.
100
80
(Cp)
kadar parasetamol
Kurva hubungan kadar parasetamol (Cp) vs
waktu (t)
kontrol 5
60
40
perlakuan 5
20
0
0
100
200
300
400
500
waktu (t)
Gambar 20. Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu
pada kontrol dan perlakuan yang kelima.
119
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Lampiran 17. Kurva ln kadar parasetamol dalam plasma (ln Cp vs t)
ln kadar (ln Cp)
Kurva hubungan ln kadar parasetamol (ln Cp) vs
waktu (t)
6
5
4
3
2
1
0
kontrol 1
perlakuan 1
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
waktu (t)
Gambar 21. Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu
pada kontrol dan perlakuan yang pertama.
ln kadar (ln Cp)
Kurva hubungan ln kadar parasetamol (ln Cp) vs
waktu (t)
6
5
4
3
2
1
0
kontrol 2
perlakuan 2
0
100
200
300
400
500
waktu (t)
Gambar 22. Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu
pada kontrol dan perlakuan yang kedua.
ln kadar (ln Cp)
Kurva Hubungan ln kadar parasetamol (ln Cp) vs
waktu (t)
6
5
4
3
2
1
0
kontrol 3
perlakuan 3
0
100
200
300
400
500
waktu (t)
Gambar 23. Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu
pada kontrol dan perlakuan yang ketiga.
120
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
ln kadar (ln Cp)
Kurva Hubungan ln kadar parasetamol (ln Cp) vs
waktu (t)
6
5
4
3
2
1
0
kontrol 4
perlakuan 4
0
100
200
300
400
500
waktu (t)
Gambar 24. Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu
pada kontrol dan perlakuan yang keempat.
ln kadar (ln Cp)
Kurva Hubungan ln kadar parasetamol (ln Cp) vs
waktu (t)
6
5
4
3
2
1
0
kontrol 5
perlakuan 5
0
100
200
300
400
500
waktu (t)
Gambar 25. Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu
pada kontrol dan perlakuan yang kelima.
121
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
122
Lampiran 18. Profil Farmakokinetika dari Masing- masing Kontrol dan Perlakuan
1. ks (menit-1)
No.
1
Kontrol
0,0407
Perlakuan
0,1739
2
0,0317
0,1648
3
0,0379
0,1775
4
0,0536
0,1274
5
0,0415
0,1587
2. tmaks (menit)
No.
1
Kontrol
50,70
Perlakuan
25,20
2
58,80
25,20
3
50,40
25,20
4
50,40
25,20
5
50,40
23,72
3. Cmaks (μg/ml)
No.
1
Kontrol
88,76
Perlakuan
83,94
2
95,81
84,76
3
82,32
81,53
4
88,50
86,72
5
85,36
85,36
4. AUC(0-∞) (μg.menit ml-1)
No.
1
2
Kontrol
18339,23
22359,32
Perlakuan
16094,29
16179,50
3
18138,96
16027,05
4
18618,29
15242,24
5
18051,78
16056,16
5. Vdss (ml)
No.
1
Kontrol
762,592
Perlakuan
847,481
2
620,557
894,589
3
736,765
845,572
4
752,135
785,960
5
716,864
840,423
6. α (menit-1)
No.
1
Kontrol
0,023
Perlakuan
0,011
2
0,014
0,018
3
0,018
0,011
4
0,007
0,039
5
0,019
0,007
7. k12 (menit-1)
No.
1
Kontrol
0,0051
Perlakuan
0,0006
2
0,0007
0,0017
3
0,0360
0,0004
4
0,000006
0,0022
5
0,0017
0,000006
8. k21(menit-1)
No.
1
Kontrol
0,0141
Perlakuan
00098
2
0,0127
0,0155
3
0,0118
0,0102
4
0,0069
0,0360
5
0,0163
0,0070
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Lampiran 18 (lanjutan)
9. ClT (ml/menit)
No.
1
Kontrol
4,2090
Perlakuan
4,7197
2
3,3503
4,8969
3
3,9479
4,6010
4
4,2748
4,8615
5
4,1298
4,9775
10. β (menit-1)
No.
1
Kontrol
0,0060
Perlakuan
0,0050
2
0,0060
0,0050
3
0,0050
0,0050
4
0,0060
0,0060
5
0,0060
0,0060
11. k13 (menit-1)
No.
1
Kontrol
0,0098
Perlakuan
0,0056
2
0,0066
0,0058
3
0,0076
0,0054
4
0,0060
0,0064
5
00070
0,0060
12. t1/2 el (menit)
No.
1
Kontrol
120,261
Perlakuan
130,420
2
114,746
129,770
3
129,069
129,402
4
112,566
110,312
5
111,510
113,966
13. MRT
No.
Kontrol
Perlakuan
2
185,23
182,68
3
186,62
183,78
4
175,135
161,67
5
173,58
168,84
1
181,18
179,56
123
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
124
Lampiran 19. Contoh Perhitungan AUC dengan Menggunakan Aturan Trapezoid
dan Blood Level Equation
Data yang digunakan sebagai contoh perhitungan adalah data perlakuan I.
Menurut aturan trapezoid, AUC(0-∞) dihitung sebagai berikut.
[AUC]tt
n
n -1
=
Cn - 1 + Cn
(tn - tn - 1)
2
(0 + 60,3487 )
(5 − 0) = 150,8718 μg.menit ml -1
2
(75,2751 + 60,3487)
AUC(5-10) =
(10 − 5 ) = 339,0595 μg.menit ml-1
2
(87,7331 + 75,2751 )
AUC(20-10) =
(20 − 10 ) = 815,0410 μg.menit ml-1
2
(79,5841 + 87,7331)
AUC(30-20) =
(30 − 20) = 836,586 μg.menit ml-1
2
(73,2398 + 79,5841)
AUC(45-30) =
(45 − 30) = 1146,1793 μg.menit ml-1
2
(69,3373 + 73,2398 )
AUC(60-45) =
(60 − 45) = 1069,3283 μg.menit ml-1
2
(58,6904 + 69,3373 )
AUC(90-60) =
(90 − 60) = 1920,4155 μg.menit ml-1
2
(46,6163 + 58,6904)
AUC(120-90) =
(120 − 90) = 1579,6005 μg.menit ml-1
2
(32,4252 + 46,6163)
AUC(180-120) =
(180 − 120) = 2371,2450 μg.menit ml-1
2
(23,7568 + 32,4252)
AUC(240-180) =
(240 − 180) = 1685,4600 μg.menit ml-1
2
(15,5023 + 23,7568)
AUC(300-240) =
(300 − 240) = 1177,7730 μg.menit ml-1
2
(12,5069 + 15,5023)
AUC(360-300) =
(360 − 300) = 840,2760 μg.menit ml-1
2
(8.1925 + 12.5069)
AUC(420-360) =
(420 − 360) = 620,9820 μg.menit ml-1
2
8,1925
= 1638,5 μg.menit ml-1
AUC(420 - inf) =
0,005
AUC(0-5)
=
AUC total = 16191,3179 μg.menit ml-1
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
125
AUC(0-∞) juga dapat dihitung menurut Blood Level Equation, yaitu sebagai berikut.
AUC(0 - ∞ ) =
AUC(0 - ∞) =
M L (M + L)
+ +
β
α
ka
79,054 19,707 (79,054 + 19,707)
+
0,005
0,011
0,1739
AUC(0 - ∞) = 17034,4271 μg.menit ml-1
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Lampiran 20. Kromatogram Blanko Kurva Baku
Lampiran 21. Kromatogram Kurva Baku Kadar 7,5007 μg/ml
126
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Lampiran 22. Kromatogram Kurva Baku Kadar 12,5010 μg/ml
Lampiran 23. Kromatogram Kurva Baku Kadar 25,0025 μg/ml
127
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Lampiran 24. Kromatogram Kurva Baku Kadar 50,0050 μg/ml
Lampiran 25. Kromatogram Kurva Baku Kadar 75,0075 μg/ml
128
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Lampiran 26. Kromatogram Kurva Baku Kadar 100,0100 μg/ml
Lampiran 27. Kromatogram Kurva Baku Kadar 150,0150 μg/ml
129
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Lampiran 28. Kromatogram Kurva Baku Kadar 200,0200 μg/ml
130
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Lampiran 29. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-0
(data kelompok 4)
Lampiran 30. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-5
(data kelompok 4)
131
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Lampiran 31. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-10
(data kelompok 4)
Lampiran 32. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-20
(data kelompok 4)
132
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Lampiran 33. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-30
(data kelompok 4)
Lampiran 34. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-45
(data kelompok 4)
133
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Lampiran 35. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-60
(data kelompok 4)
Lampiran 36. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-90
(data kelompok 4)
134
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Lampiran 37. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-120
(data kelompok 4)
Lampiran 38. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-180
(data kelompok 4)
135
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Lampiran 39. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-240
(data kelompok 4)
Lampiran 40. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-300
(data kelompok 4)
136
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Lampiran 41. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-360
(data kelompok 4)
Lampiran 42. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-420
(data kelompok 4)
137
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Lampiran 43. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-0
(data kelompok 4)
Lampiran 44. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-5
(data kelompok 4)
138
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Lampiran 45. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-10
(data kelompok 4)
Lampiran 46. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-20
(data kelompok 4)
139
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Lampiran 47. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-30
(data kelompok 4)
Lampiran 48. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-45
(data kelompok 4)
140
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Lampiran 49. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-60
(data kelompok 4)
Lampiran 50. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-90
(data kelompok 4)
141
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Lampiran 51. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-120
(data kelompok 4)
Lampiran 52. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-180
(data kelompok 4)
142
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Lampiran 53. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-240
(data kelompok 4)
Lampiran 54. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-300
(data kelompok 4)
143
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Lampiran 55. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-360
(data kelompok 4)
Lampiran 56. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-420
(data kelompok 4)
144
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
145
Lampiran 57. Hasil analisis statistik untuk ka
T-Test
NPar Tests
Paired Samples Statistics
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
kontrol
5
N
Normal Parameters
a,b
Mean
Std. Deviation
Most Extreme
Differences
perlakuan
5
.041540
.158740
.0080829
.0204654
Absolute
.190
.216
Positive
.190
.180
Negative
-.132
-.216
Kolmogorov-Smirnov Z
.425
.484
Asymp. Sig. (2-tailed)
.994
.973
Pair
1
Mean
.041540
.158740
kontrol
perlakuan
N
5
5
Std. Deviation
.0080829
.0204654
Std. Error
Mean
.0036148
.0091524
Paired Samples Correlations
N
Pair 1
kontrol & perlakuan
Correlation
-.477
5
Sig.
.416
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Paired Samples Test
Paired Differences
Pair 1
kontrol - perlakuan
Mean
-.1172000
Std. Deviation
.0253378
Std. Error
Mean
.0113314
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
-.1486611
Upper
-.0857389
t
-10.343
df
4
Sig. (2-tailed)
.000
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
146
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi berjudul “Pengaruh Puasa terhadap
Profil Farmakokinetika Parasetamol pada Tikus Putih
Jantan” ini bernama lengkap Veronika Sulistiawati.
Dilahirkan pada tanggal 27 Juni 1985 di Yogyakarta,
sebagai anak keempat dari lima bersaudara dari
pasangan Bapak Agustinus I. dan Ibu Anna.
Pada tahun 1989 menempuh pendidikan di TK
Pangudi Luhur Yogyakarta kemudian dilanjutkan ke
SD Pangudi Luhur Yogyakarta pada tahun 1991.
Tahun 1997 menempuh Pendidikan SLTP ditempuh di SLTP Stella Duce I
Yogyakarta dan lulus pada tahun 2000. Setelah menyelesaikan pendidikan SLTP,
dilanjutkan dengan menempuh pendidikan di SMUN 3 Padmanaba Yogyakarta
dan lulus pada tahun 2003. Tahun 2003 hingga 2007 menempuh pendidikan S1 di
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menempuh
pendidikan S1, penulis pernah menjadi asisten pada praktikum Bioanalisis pada
tahun ajaran 2006-2007.
Download