PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PENGARUH PUASA TERHADAP PROFIL FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL PADA TIKUS PUTIH JANTAN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi Oleh: Sulistiawati NIM : 038114012 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PENGARUH PUASA TERHADAP PROFIL FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL PADA TIKUS PUTIH JANTAN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi Oleh: Sulistiawati NIM : 038114012 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008 ii PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Persetujuan Skripsi PENGARUH PUASA TERHADAP PROFIL FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL PADA TIKUS PUTIH JANTAN Yang diajukan oleh: Sulistiawati NIM : 038114012 Telah disetujui oleh : iii PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI HALAMAN PERSEMBAHAN I gratefully dedicated this work To my Beloved Family, To my Alma-mater and Friends, To my Heavenly Father for Your guidance, Lord… …Titus Tuus Egosum. v PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Sulistiawati Nomor Mahasiswa : 038114012 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : Pengaruh Puasa terhadap Profil Farmakokinetika Parasetamol pada Tikus Putih Jantan beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 1 Februari 2008 Yang menyatakan ( Sulistiawati ) vi PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PRAKATA Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, kuasa dan mujizat-Nya yang sempurna sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Puasa terhadap Profil Farmakokinetika Parasetamol pada Tikus Putih Jantan”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) pada Program Studi Farmasi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulisan skripsi ini tidak dapat terwujud tanpa bimbingan, bantuan, dukungan dan doa dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada: 1. Rita Suhadi, M. Si., Apt., selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 2. Drs. Mulyono, Apt., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk memberikan bimbingan, masukan, saran, pengajaran dan semangat yang selalu menginspirasi dalam penyusunan skripsi ini. 3. Yosef Wijoyo, M. Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah berkenan menguji serta memberikan bimbingan, saran, masukan serta semangat bagi penulisan skripsi ini. 4. Christine Patramurti, M. Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah berkenan menguji serta memberikan bimbingan, saran, masukan serta semangat bagi penulisan skripsi ini. 5. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M. S., Apt., yang telah berkenan meluangkan vii PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI waktu untuk memberikan masukan, saran dan pengajaran yang sangat bermanfaat. 6. Keluarga tercinta, papa-mama, kakak-kakak dan adikku, atas doa, dukungan, pengertian, semangat serta kasih yang selalu menyertaiku setiap saat. 7. Agatha ‘Tata’ Devi Mirakel, atas persahabatan yang indah baik dalam suka dan duka, kesabaran serta kerjasamanya terutama dalam pengerjaan dan penyusunan skripsi ini. 8. Yohana dan Yen-yen, sahabat- sahabatku terkasih yang selalu ada dan membantuku bertumbuh dalam iman. 9. Bapak Heru, Bapak Parjiman, Bapak Kayat, Bapak Mukmin, Bapak Prapto, Bapak Parlan, dan Bapak Wagiran serta segenap karyawan yang telah memberikan bantuan dan semangat. 10. Teman- teman seperjuangan di laboratorium: Fanny, Essy, Desy, Sisca, Angga, Surya, Gallaeh, Punto, Madya, Arian, Novi dan Tika untuk dukungan, bantuan, dan canda tawanya. 11. Lanny, Jephi, Hartono dan mbak Vini yang telah memberikan banyak masukan, diskusi, dan dukungan yang sangat bermanfaat bagi penyusunan skripsi ini. 12. Teman- teman seangkatan, khususnya kelas A: Dee-dee, Monchi, Raya, Marga, Dita, Adhy, dan Andi untuk kebersamaan kita yang menyenangkan selama masa perkuliahan. 13. Sahabat- sahabat yang selalu menemani dalam langkah kedewasaanku dengan penuh kasih: Gerry, Herdian, Tirza, Astri, Alvin, dan Andrey. viii PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 14. Semua pihak yang telah banyak membantu dan tidak dapat disebutkan satupersatu disini. Atas semua bantuan yang telah diberikan, penulis mengucapkan banyak terimakasih. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan dan keterbatasan. Oleh sebab itu diharapkan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Penulis ix PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI x PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PENGARUH PUASA TERHADAP PROFIL FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL PADA TIKUS PUTIH JANTAN INTISARI Absorpsi obat dari saluran pencernaan dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Salah satu faktor tersebut adalah kondisi saluran pencernaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan profil farmakokinetika dari analgesik-antipiretik populer yaitu parasetamol bila dikonsumsi pada kondisi puasa. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni, dengan rancangan acak lengkap pola searah. Sepuluh ekor tikus putih jantan galur Wistar digunakan sebagai hewan uji. Lima ekor tikus pertama sebagai kelompok kontrol dan sisanya sebagai kelompok perlakuan. Sebelum diberikan parasetamol, kelompok kontrol dipuasakan selama 18 jam, sedangkan kelompok perlakuan dipuasakan selama 6 jam dan ditambah 18 jam. Dosis parasetamol yaitu 300 mg/kgBB yang diberikan secara oral. Sampling darah diambil melalui vena lateralis ekor pada menit ke 0, 5, 10, 20, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360, dan 420. Kadar parasetamol ditetapkan menggunakan High Performance Liquid Chromatography dengan metode penelitian Howie et. al. (1977) yang telah dimodifikasi oleh Wijoyo (2001). Hasil yang diperoleh diolah menggunakan program Stripe kemudian dianalisis dengan Paired Sampel T-test menggunakan program SPSS (taraf kepercayaan 95 %). Hasil penelitian menunjukkan terjadinya perubahan profil farmakokinetika parasetamol yang signifikan yaitu kenaikan ka (282,41 %), penurunan tmaks (52,24 %), penurunan AUC(0-∞) (16,66 %), kenaikan Vdss (17,42 %), serta kenaikan ClT (20,81 %). Kata kunci: puasa, profil farmakokinetika, parasetamol xi PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI THE INFLUENCE OF FASTING ON PHARMACOKINETICS PROFILE OF PARACETAMOL IN WHITE MALE RATE ABSTRACT Absorption of drug from the gastrointestinal tract can be affected by various factors. One of those factors is the condition of the gastrointestinal tract. This study was aimed to observed the pharmacokinetics profile of the popular analgesic-antipyretic drug, paracetamol, when taken under fasting condition. A pure experimental research conducted by a completely randomized design, analyzed by one way variance was used in this study. Ten white male Wistar strain rats were used. The first five rats were used as control group and the rests as experimental group. The control group was being fasted for 18 hours, while the experimental group was being fasted for 6 hours plus 18 hours, before the paracetamol given (dosage 300 mg/kgBW). Blood sampling was taken from the lateral vein of the rat’s tail and done at 0, 5, 10, 20, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360, and 420 minutes. Paracetamol concentrations were measured using High Performance Liquid Chromatography based on method by Howie et. al. (1997), modified by Wijoyo (2001). The results were analyzed using Stripe program and continued analyzed by SPSS program using Paired Sample T-test (95% confidence interval). The results showed significance increased of ka (282,41 %), decreased of tmaks (52,24 %), decreased of AUC(0-∞) (16,66 %), increased of Vdss (17,42 %), and also increased of ClT (20,81 %). Keywords: fasting, pharmacokinetics profile, paracetamol xii PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL…………………………………………………......... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………. iii HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………. iv HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………….. v PRAKATA………………………………………………………………….. vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………………………….. ix INTISARI…………………………………………………………………… x ABSTRACT……………………………………………………………......... xi DAFTAR ISI……………………………………………………………........ xii DAFTAR TABEL………………………………………………………....... xvi DAFTAR GAMBAR……………………………………………………..... xviii DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………....... xxii BAB I. PENGANTAR…………………………………………………….... 1 A. Latar Belakang………………………………………………………. 1 1. Permasalahan……………………………………………………. 3 2. Keaslian penelitian……………………………………………… 3 3. Manfaat penelitian………………………………………………. 4 B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum…………………………………………………… 4 2. Tujuan Khusus………………………………………………….. 4 BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA A. Nasib Obat dalam Tubuh……………………………………………. xiii 5 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI B. Fase Farmakokinetika………………………………………………. 6 1. Absorpsi obat………………………………………………....... 6 2. Disposisi obat………………………………………………….. 17 C. Prinsip Dasar Farmakokinetika……………………………………. 21 1. Definisi Farmakokinetika……………………………………… 21 2. Analisis Farmakokinetika……………………………………… 22 3. Parameter Farmakokinetika……………………………………. 29 4. Strategi Penelitian Farmakokinetika…………………………… 35 D. Parasetamol………………………………………………………… 38 1. Definisi………………………………………………………… 39 2. Aksi Farmakologis…………………………………………….. 40 3. Farmakokinetika Parasetamol…………………………………. 40 4. Metode Penetapan Kadar Parasetamol dalam Plasma………… 43 E. Darah………………………………………………………………. 47 F. Landasan Teori…………………………………………………….. 48 G. Hipotesis…………………………………………………………… 49 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN…………………………………. 50 A. Jenis dan Rancangan Penelitian…………………………………….. 50 B Variabel Penelitian…………………………………………………. 50 1. Variabel Utama………………………………………………….. 50 2. Variabel Pengacau Terkendali…………………………………… 52 C. Bahan Penelitian……………………………………………………. 52 D. Alat penelitian……………………………………………………… 53 xiv PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI E. Jalan Penelitian……………………………………………………. 54 1. Validasi Metode Analisis………………………………………. 54 2. Tahap Orientasi Dosis dan Jadwal Pengambilan Cuplikan…….. 56 3. Pengaruh Puasa terhadap Profil Farmakokinetika Parasetamol... 57 F. Cara Analisis Hasil……………………………………………….. 59 1. Cara Perhitungan Parameter Farmakokonetika………………… 59 2. Analisis Statistik……………………………………………….. 59 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………. 60 A. Pengambilan Cuplikan Darah Tikus…………………………….... 60 B. Validasi Metode Analisis…………………………………………. 64 1. Persamaan Kurva Baku Parasetamol…………………………… 68 2. Penetapan Nilai Perolehan Kembali, Kesalahan Sistematik dan Kesalahan Acak……………………………………………. 72 3. Stabilitas Prasetamol……………………………………………. 74 C. Orientasi Dosis dan Jadwal Pengambilan Cuplikan………………. 75 1. Orientasi Dosis………………………………………………..... 75 2. Orientasi Jadwal Pengambilan Cuplikan………………………. 76 D. Analisis Profil Farmakokinetika Parasetamol……………………… 78 1. Penentuan Model Kompartemen………………………………. 82 2. Penentuan Orde Reaksi……………………………………….... 83 3. Analisis Parameter Farmakokinetika…………………………… 84 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………………………………….. 99 A Kesimpulan………………………………………………………. xv 99 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI B. Saran…………………………………………………………....... 99 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………. 100 LAMPIRAN……………………………………………………………… 104 BIOGRAFI PENULIS……………………………………………………. 142 xvi PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI DAFTAR TABEL Tabel I Karakteristik Model Satu Kompartemen Terbuka……………… 24 Tabel II Karakteristik Model Dua Kompartemen Terbuka……………… 26 Tabel III Ketergantungan Parameter Farmakokinetika Primer terhadap Beberapa Variabel Fisiologis…………………………………... Tabel IV 30 Perhitungan Parameter Farmakokinetika Model Dua Kompartemen Terbuka dengan Absorpsi Orde Pertama dan Eliminasi hanya dari Kompartemen Sentral- Pemberian Dosis Tunggal……………… 31 Tabel V Parameter Farmakokinetika Model Dua Kompartemen Terbuka 59 Tabel VI Data Persamaan Kurva Baku........................................................ 71 Tabel VII Nilai Perolehan Kembali, Kesalahan Sistematik, Kesalahan Acak dari Penetapan Kadar Parasetamol dalam Plasma secara HPLCintraday………………………………………………………….. 72 Tabel VIII Nilai Perolehan Kembali, Kesalahan Sistematik, Kesalahan Acak dari Penetapan Kadar Parasetamol dalam Plasma secara HPLCinterday…………………………………………………………... 73 Tabel IX Peruraian parasetamol dalam plasma setelah disimpan pada suhu 00 C…………………………………………………………… Tabel X 74 Data Kadar Parasetamol Plasma Tikus setelah Pemberian Parasetamol Oral Dosis 300 mg/kgBB (n=3)……………………. 78 Tabel XI Perhitungan analisis regresi dari Cp vs t dan log Cp vs t………... 84 Tabel XII Rata- rata Kadar Parasetamol dalam Plasma setelah Pemberian Parasetamol Oral Dosis 300 mg/kgBB pada Tikus Putih Jantan.... 85 Tabel XIII Pengaruh Puasa terhadap Profil Farmakokinetika Parasetamol Pada Tikus Putih Jantan setelah Pemberian Parasetamol Oral Dosis 300 mg/kgBB……………………………………............... 86 Tabel XIV Contoh Perhitungan Kadar Larutan Parasetamol pada Penentuan Nilai Perolehan Kembali, Kesalahan Sistemik dan Kesalahan Acak (intraday dan interday)……………………………………. 105 Tabel XV Data Kontrol 1…………………………………………………… 108 xvii PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Tabel XVI Data Kontrol 2……………………………………………………109 Tabel XVII Data Kontrol 3…………………………………………………. 110 Tabel XVIII Data Kontrol 4……………………………………………......... 111 Tabel XIX Data Kontrol 5…………………………………………………. 112 Tabel XX Data Perlakuan 1………………………………………………. 113 Tabel XXI Data Perlakuan 2………………………………………………. 114 Tabel XXII Data Perlakuan 3………………………………………………. 115 Tabel XXIII Data Perlakuan 4………………………………………………. 116 Tabel XXIV Data Perlakuan 5………………………………………………. 117 xviii PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Proses yang Terjadi dalam Organisme Setelah Pemberian Oral 5 Gambar 2 Faktor Pembatas Laju Pergerakan Obat Melintasi Membran, dari Darah ke Jaringan atau Sebaliknya……………………… 8 Gambar 3 Struktur Parasetamol (N-asetil-paraaminofenol)…………….. 39 Gambar 4 Metabolisme Parasetamol……………………………………. 43 Gambar 5 Gambaran Denaturasi Protein……………………………….. 62 Gambar 6 Ionisasi Parasetamol dalam fase gerak………………………. 66 Gambar 7 Gugus Kromofor dan Gugus Auksokrom Parasetamol……… 67 Gambar 8 Kromatogram blanko kurva baku…………………………… 69 Gambar 9 Kromatogram kurva baku pada konsentrasi 100μg/ml…….. 69 Gambar 10 Persamaan Kurva Baku Parasetamol dalam Plasma………… 71 Gambar 11 Kurva Orientasi Dosis (Kadar Parasetamol dalam Plasma Lawan Waktu)………………………………………………. 76 Gambar 12 Kromatogram kelompok kontrol pada menit ke-0………….. 79 Gambar 13 Kromatogram kelompok kontrol pada menit ke-20………… 79 Gambar 14 Kromatogram kelompok perlakuan pada menit ke-0……….. 80 Gambar 15 Kromatogram kelompok perlakuan pada menit ke-20……… 80 Gambar 16 Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu pada kontrol dan perlakuan yang pertama………………….. Gambar 17 Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu pada kontrol dan perlakuan yang kedua……………………. Gambar 18 119 Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu pada kontrol dan perlakuan yang kelima……………………. Gambar 21 118 Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu pada kontrol dan perlakuan yang keempat…………………. Gambar 20 118 Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu pada kontrol dan perlakuan yang ketiga……………………. Gambar 19 118 119 Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu pada kontrol dan perlakuan yang pertama…………………… xix 120 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Gambar 22 Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu pada kontrol dan perlakuan yang kedua………………………. 120 Gambar 23 Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu pada kontrol dan perlakuan yang ketiga………………………. 120 Gambar 24 Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu pada kontrol dan perlakuan yang keempat……………………. Gambar 25 121 Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu pada kontrol dan perlakuan yang kelima……………………... xx 121 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Perhitungan untuk pembuatan kurva baku parasetamol………… 104 Lampiran 2 Contoh data dan perhitungan untuk pembuatan larutan parasetamol pada penentuan nilai perolehan kembali, kesalahan sistematik dan kesalahan acak (intraday dan interday) 105 Lampiran 3 Contoh perhitungan dosis pada orientasi dosis………………… 106 Lampiran 4 Contoh perhitungan volume pemberian larutan parasetamol pada hewan uji………………………………………………… 106 Lampiran 5 Sertifikat parasetamol…………………………………………… 107 Lampiran 6 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 1 108 Lampiran 7 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 2 109 Lampiran 8 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 3 110 Lampiran 9 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 4 111 Lampiran 10 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 5 112 Lampiran 11 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Perlakuan 1…………………………………………………….. 113 Lampiran 12 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Perlakuan 2…………………………………………………….. 114 Lampiran 13 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Perlakuan 3…………………………………………………….. 115 Lampiran 14 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Perlakuan 4……………………………………………………... 116 Lampiran 15 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Perlakuan 5…………………………………………………….. 117 Lampiran 16 Kurva Kadar Parasetamol dalam Plasma (Cp vs t)…………… 118 Lampiran 17 Kurva ln kadar parasetamol dalam plasma (ln Cp vs t)………. 120 Lampiran 18 Profil Farmakokinetika dari Masing- masing Kontrol dan Perlakuan……………………………………………………… 122 Lampiran 19 Contoh Perhitungan AUC dengan Menggunakan Aturan Trapezoid dan Blood Level Equation………………………... xxi 124 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 20 Kromatogram Blanko Kurva Baku …………………………… 126 Lampiran 21 Kromatogram Kurva Baku Kadar 7,5007 μg/ml …………… 126 Lampiran 22 Kromatogram Kurva Baku Kadar 12,5010 μg/ml………….. 127 Lampiran 23 Kromatogram Kurva Baku Kadar 25,0025 μg/ml………….. 127 Lampiran 24 Kromatogram Kurva Baku Kadar 50,0050 μg/ml………….. 128 Lampiran 25 Kromatogram Kurva Baku Kadar 75,0075 μg/ml…………… 128 Lampiran 26 Kromatogram Kurva Baku Kadar 100,0100 μg/ml…………. 129 Lampiran 27 Kromatogram Kurva Baku Kadar 150,0150 μg/ml…………. 129 Lampiran 28 Kromatogram Kurva Baku Kadar 200,0200 μg/ml…………. 130 Lampiran 29 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-0…………. 131 Lampiran 30 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-5…………. 131 Lampiran 31 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-10………… 132 Lampiran 32 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-20………… 132 Lampiran 33 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-30………… 133 Lampiran 34 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-45………… 133 Lampiran 35 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-60………… 134 Lampiran 36 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-90………… 134 Lampiran 37 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-120……….. 135 Lampiran 38 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-180……….. 135 Lampiran 39 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-240………. 136 Lampiran 40 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-300………. 136 Lampiran 41 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-360………. 137 Lampiran 42 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-420………. 137 Lampiran 43 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-0………. 138 Lampiran 44 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-5………. 138 Lampiran 45 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-10……... 139 Lampiran 46 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-20……… 139 Lampiran 47 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-30……… 140 Lampiran 48 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-45……… 140 Lampiran 49 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-60……… 141 Lampiran 50 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-90……… 141 xxii PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 51 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-120……. 142 Lampiran 52 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-180……. 142 Lampiran 53 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-240……. 143 Lampiran 54 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-300……. 144 Lampiran 55 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-360……. 144 Lampiran 56 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-420……. 144 Lampiran 57 Contoh Hasil Analisis Statistik dengan menggunakan data ka………………………………………………………. xxiii 145 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Obat dalam arti luas diartikan sebagai setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup. Penggunaan obat telah menjadi kebutuhan bagi kita dalam kehidupan sehari- hari, baik untuk mengatasi sakit yang bersifat ringan maupun berat. Obat dapat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit bila digunakan dengan dosis dan waktu yang tepat (Anief, 2000). Obat yang telah masuk ke dalam tubuh melalui berbagai rute pemberian akan mengalami berbagai proses di dalam tubuh sebelum akhirnya mencapai tempat aksi. Sehingga dapat dikatakan bahwa ketika kita mengkonsumsi suatu obat, selain obat memberikan pengaruhnya pada tubuh kita, demikian pula sebaliknya tubuh akan menentukan nasib dari obat tersebut di dalam tubuh. Salah satu keadaan atau situasi yang sering kita alami ketika mengkonsumsi obat adalah mengkonsumsinya dalam keadaan perut kosong. Keadaan perut kosong tersebut dapat terjadi misalnya pada saat kita berpuasa, baik untuk alasan medis atau keyakinan, maupun ketika kita sedang beraktivitas yang padat sehingga kita menjadi cenderung lupa makan. Terjadinya penurunan kadar gula dalam darah dapat menyebabkan rasa pusing atau sakit kepala. Penggunaan obat- obat pereda nyeri atau analgesik menjadi salah satu jawaban untuk mengatasi gangguan tersebut. Salah satu jenis obat adalah obat analgesik- antipiretik yang beredar luas 1 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 2 di masyarakat adalah parasetamol. Parasetamol banyak digunakan baik oleh orang dewasa maupun anak- anak. Daya analgesik parasetamol serupa dengan aspirin tetapi pada dosis terapetik hanya memiliki daya anti-inflamasi yang lemah. Parasetamol efektif digunakan untuk meredakan sakit ringan sampai sedang seperti demam, sakit kepala, dan dismenorea (Laurence, Bennett, and Brown, 1997). Pada umumnya parasetamol diberikan dalam bentuk sediaan tablet. Pemberian obat secara ekstravaskuler dengan tujuan sistemik harus melalui tahap absorpsi terlebih dahulu sebelum dapat menimbulkan aktivitas terapetiknya. Absorpsi obat pada saluran pencernaan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor tersebut adalah kondisi dari saluran pencernaan. Pengosongan lambung, motilitas usus dan waktu tinggal di usus akan berpengaruh terhadap absorpsi obat tersebut (Wagner, 1975). Absorpsi obat pada umumnya, namun tidak selalu, diproses secara lebih cepat bila lambung dan saluran pencernaan bagian atas berada dalam keadaan bebas dari makanan (McGilveray and Mattok, 1972). Adanya makanan di dalam lambung akan menyebabkan laju pengosongan lambung menjadi lebih lambat. Pada keadaan lambung yang kosong, waktu kontak antara obat dengan lambung akan lebih singkat, sehingga laju absorpsi obat pun akan meningkat (Anonim, 2003). Absorpsi obat yang diberikan secara oral pada umumnya berlangsung dengan optimal di usus halus karena usus halus mempunyai luas permukaan yang jauh lebih luas dibandingkan dengan lambung. Oleh sebab itu setiap faktor yang PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 3 menunda perpindahan obat dari lambung ke usus halus akan mempengaruhi laju, dan mungkin juga jumlah, absorpsi obat. Dengan demikian akan berpengaruh pula pada waktu yang dibutuhkan obat untuk mencapai konsentrasi plasma maksimum (memperbesar nilai tmaks) serta respon farmakologisnya (Mayersohn, 2002). Bertolak dari pemikiran tersebut di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari kondisi puasa terhadap perubahan profil farmakokinetika dari parasetamol. 1. Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang ada yaitu apakah pengaruh kondisi puasa terhadap profil farmakokinetika dari parasetamol? 2. Keaslian penelitian Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan di perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, penelitian tentang Pengaruh Perlakuan Puasa terhadap Profil Farmakokinetika Parasetamol pada Tikus Putih Jantan, belum pernah dilakukan di lingkungan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penelitian farmakokinetika yang pernah dilakukan adalah penelitian yang berjudul Antaraksi Vegeta dengan Parasetamol : Kajian terhadap Kinerja Farmakokinetika Parasetamol pada Kelinci Putih Jantan (Delima, 2000), Antaraksi Farmakokinetika Jamu Merit dengan Parasetamol : Kajian terhadap Kinetika Parasetamol pada Kelinci Putih Jantan (Kristianto, 2000), dan Pengaruh PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Praperlakuan Antangin JRG Tablet Berbagai Variasi Dosis 4 terhadap Farmakokinetika Parasetamol pada Tikus Putih Jantan (Sulistyowati, 2005). 3. Manfaat penelitian Penelitian mengenai pengaruh kondisi puasa terhadap profil farmakokinetika parasetamol ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis, yaitu sebagai pustaka tambahan tentang pengaruh kondisi puasa terhadap perubahan profil farmakokinetika parasetamol. B. Tujuan Penelitian ini memiliki tujuan yaitu sebagai berikut. 1. Tujuan umum : membandingkan profil farmakokinetika parasetamol pada dua keadaan fisiologis tubuh yang berbeda yaitu keadaan puasa dan non puasa. 2. Tujuan khusus : mengetahui perubahan yang terjadi pada profil farmakokinetika parasetamol akibat perlakuan puasa dipandang dari segi farmakokinetika. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI BAB II PENELAAHAN PUSTAKA Sesuai dengan judul penelitian “Pengaruh Puasa terhadap Profil Farmakokinetika Parasetamol pada Tikus Putih Jantan”, maka dalam bab ini dilakukan penelaahan pustaka yang dapat mendukung analisis profil farmakokinetika yang diperoleh. Pustaka tersebut meliputi penjelasan mengenai nasib obat dalam tubuh, fase farmakokinetika, prinsip dasar farmakokinetika, parasetamol, darah, serta landasan teori dan hipotesis dalam penelitian ini. A. Nasib Obat dalam Tubuh Kerja suatu obat merupakan hasil dari banyak sekali proses yang dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase farmasetika, fase farmakokinetika, dan fase farmakodinamika. Secara skematis gambar 1 menjelaskan ketiga fase tersebut. Penghancuran bentuk sediaan obat, Pelarutan zat aktif Pemberian obat Absorpsi Cadangan Distribusi Ekskresi Fase farmakodinamika Biotransformasi Gambar 1. Proses yang terjadi dalam organisme setelah pemberian oral (Mutschler, 1991) 5 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 6 Fase farmasetika meliputi hancurnya bentuk sediaan obat dan melarutnya bahan obat, dimana kebanyakan digunakan bentuk sediaan obat padat. Dalam fase farmakokinetika terjadi proses invasi serta eliminasi. Proses invasi berarti pengambilan suatu bahan obat ke dalam organisme (meliputi absorpsi dan distribusi), sedangkan proses eliminasi berarti penurunan konsentrasi obat dalam organisme (meliputi biotransformasi dan ekskresi). Fase farmakodinamika merupakan interaksi obat- reseptor serta proses- proses yang terlibat dimana akhir dari efek farmakologi terjadi (Mutschler, 1991). B. Fase Farmakokinetika Melalui berbagai cara pemberian, obat yang masuk ke dalam tubuh pada umumnya akan mengalami absorpsi, distribusi dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan menimbulkan efek. Kemudian, dengan atau tanpa biotransformasi, obat akan diekskresikan dari dalam tubuh (Setiawati, Bustami, dan Suyatna, 2002). Berbagai proses yang terjadi fase ini akan diuraikan sebagai berikut. 1. Absorpsi Jalur pemberian obat yang paling sering dilakukan adalah secara ekstravaskuler. Dengan demikian obat harus dapat diabsorpsi terlebih dahulu dari tempat pemberiannya untuk dapat memberikan efek sistemik (Rowland and Tozer, 1995). Absorpsi obat didefinisikan sebagai proses dimana obat utuh (tak PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 7 berubah) dipindahkan dari tempat pemberian menuju ke sirkulasi sistemik (Rowland and Tozer, 1995). Meknisme absorpsi Absorpsi, seperti halnya distribusi dan eliminasi, pada dasarnya merupakan proses yang memerlukan gerakan melintasi membran agar dapat mencapai sikulasi sistemik. Sebagian besar obat melewati membran melalui mekanisme difusi pasif, yang berarti molekul bergerak searah gradien kadar (Rowland and Tozer, 1995). Disebut pasif karena dalam mekanisme ini tidak ada energi luar yang terlibat (Shargel, Wu-Pong, and Yu, 2005). Berdasarkan Hukum Fick tentang difusi, molekul obat berdifusi dari daerah dengan konsentrasi tinggi menuju ke daerah dengan konsentrasi yang lebih rendah. dQ DAK (Cgt − Cp ) = dt h dimana dQ/dt = laju difusi (1) A = luas permukaan membran D = koefisien difusi K = koefisien partisi obat pada membran h = tebal membran Cgt – Cp = perbedaan antara konsentrasi di saluran pencernaan dengan plasma Model Fluid-Mozaik yang diperkenalkan oleh Leonard dan Singer (1972), menggambarkan tentang struktur membran sel. Membran sel terdiri atas dua lapis lipid yang membentuk fase hidrofilik di kedua sisi membran dan fase hidrofobik diantaranya. Molekul- molekul protein yang tertanam di kedua sisi atau menembus membran berupa mosaik pada membran dan membentuk kanal hidrofilik untuk transpor air dan molekul kecil lain yang larut dalam air PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 8 (Mutschler, 1991; Setiawati dkk., 2002). Pada mekanisme difusi pasif, mula- mula obat harus berada dalam larutan air pada permukan membran sel, kemudian obat akan melintasi membran dengan melarut dalam lipid membran. Pada proses ini, obat bergerak dari sisi yang kadarnya lebih tinggi ke sisi yang lebih rendah. Setelah keadaan ekuilibrium (steady state) tercapai, kadar obat bentuk non-ion di kedua sisi membran akan sama (Setiawati dkk., 2002). Dalam keadaan normal, sistem biologis bersifat dinamis. Sehingga kadar obat di bagian dalam membran berkurang secara berkesinambungan karena selalu dibersihkan oleh darah. Terdapat dua faktor pembatas laju pergerakan obat melintasi membran, yang dapat dilihat pada gambar 2. A. Perfusion-Rate Limitation B. Permeability-Rate Limitation Darah Darah membran Jaringan Jaringan Gambar 2. Faktor pembatas laju pergerakan obat melintasi membran, dari darah ke jaringan atau sebaliknya (Rowland and Tozer, 1995) Ketika membran tidak menjadi sawar (barrier) bagi proses penetrasi obat, yaitu pada obat dengan kelarutan lipid tinggi, maka yang menjadi faktor pembatas laju adalah perfusi (perfusion-rate limitation). Pada kondisi ini gerakan molekul obat dibatasi oleh aliran darah. Obat dalam darah meninggalkan jaringan dalam keadaan ekuilibrium; darah dan jaringan dianggap satu (gambar 2.A). Sedangkan bila resistensi membran terhadap obat meningkat, karena PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 9 bertambahnya ketebalan membran atau kepolaran obat, maka permeabilitas menjadi faktor pembatas (permeability-rate limitation). Pada kondisi ini keadaan ekuilibrium tidak tercapai saat darah meninggalkan jaringan; darah dan jaringan dianggap sebagai kompartemen yang berbeda (gambar 2.B) (Rowland and Tozer, 1995). Faktor- faktor yang mempengaruhi absorpsi Keefektifan absorpsi suatu obat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor mekanis dan faktor fisiologis. a. Faktor mekanis yang meliputi ketiga hal berikut. 1) Rute dan cara pemberian Setiap rute dan cara pemberian memiliki keuntungan dan kelebihan masing- masing. Pemberian obat secara oral adalah cara pemberian yang paling banyak dilakukan, karena cara ini mudah, murah dan aman (Shargel et al., 2005). Kerugiannya meliputi onset yang relatif lambat, beberapa obat mungkin dapat mengiritasi lambung, kemungkinan absorpsi yang tidak teratur dan destruksi obatobat tertentu oleh enzim dan sekresi saluran pencernaan (York, 1990). Ketika obat diberikan secara oral, pada obat- obat tertentu sebagian akan melewati vena porta hepatika dan mengalami metabolisme oleh enzim di hati pada lintasan pertamanya. Fenomena inilah yang disebut sebagai efek lintas pertama (Setiawati dkk, 2002). Bila dibandingkan dengan pemberian secara intravena, maka nilai AUC (area under the curve) oral lebih kecil dari AUC intravena. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 10 (Wagner, 1975). 2) Efek bentuk sediaan obat Bentuk sediaan dari suatu obat (misal tablet atau kapsul) merupakan sistem penghantar obat, dimana hampir semua yang terjadi pada sistem akan berpengaruh pada laju obat untuk mencapai sirkulasi, serta pada rasio jumlah obat yang mencapai sirkulasi dengan yang tertera pada label (Wagner, 1975) Bentuk sediaan obat meliputi keadaan fisik obat (ukuran partikel, bentuk kristal/ bubuk) serta eksipien (zat pengisi, zat pengikat, zat pelicin, dan zat penyalut) yang digunakan. Bentuk sediaan obat akan menentukan laju disintegrasi dan disolusi obat, lebih lanjut akan menentukan absorpsi dari obat yang tersebut (Setiawati dkk., 2002). 3) Dosis dan aturan dosis Setiap pasien idealnya mempunyai dosis dan aturan dosis untuk dirinya sendiri. Dosis suatu obat hendaknya dapat menjamin tercapainya efek terapetik yang diinginkan tanpa menimbulkan efek toksik (Setiawati dkk., 2002). Dosis dan aturan dosis akan mempengaruhi biavailabilitas dari suatu obat, yaitu pada Cmaks dan AUC yang dihasilkan (Shargel, et al., 2005). b. Faktor fisiologis yang meliputi keempat hal berikut. Obat yang diberikan melalui rute enteral dengan tujuan absorpsi sistemik dapat dipengaruhi oleh anatomi, fungsi fisiologis, serta isi saluran PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 11 pencernaan. Lebih lanjut, faktor mekanis dari obat terkait juga berpengaruh terhadap absorpsi dari saluran pencernaan (Shargel et al., 2005). 1) Komponen dan sifat dari cairan pencernaan Agar dapat diserap dari saluran cerna, obat harus melarut dalam cairan pencernaan. Sifat- sifat serta komponen dari cairan pencernaan tersebut dapat mempengaruhi absorpsi obat ke dalam darah dengan cara mengubah laju pelarutan obat terkait (Bear dkk, 1972, cit. Donatus, 2005). pH cairan pencernaan, garam empedu, enzim serta mucin merupakan empat hal yang penting dalam hal ini (Mayersohn, 2002). Sebagian besar obat adalah asam lemah atau basa lemah, karena pH mempengaruhi kelarutan beberapa senyawa, maka laju disolusi dari suatu bentuk sediaan (khususnya tablet dan kapsul) akan tergantung pada pH. Obat asam akan terdisolusi dengan baik pada lingkungan yang basa (usus), demikian pula sebaliknya untuk obat basa akan terdisolusi lebih baik pada lingkungan yang asam (lambung). Karena disolusi merupakan langkah awal dari absorpsi, dan disolusi dipengaruhi oleh pH maka pH cairan saluran pencernaan berperan penting dalam proses absorpsi obat (Mayersohn, 2002). Jumlah obat asam lemah dan basa lemah yang terionisasi dalam cairan pencernaan atau darah dapat dihitung dengan persamaan Henderson- Hasselbach (Proudfoot, 1990). Untuk obat asam lemah: log [A - ] = pH - pKa [HA] (2) PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Untuk obat basa lemah: pH - pKa = log [BH] [B+ ] 12 (3) dimana [A-] = konsentrasi ion asam [HA] = konsentrasi molekul asam [B+] = konsentrasi ion basa [BH] = konsentrasi molekul basa Selain pH, zat- zat yang terdapat pada cairan saluran pencernaan juga dapat mempengaruhi proses absorpsi obat. Garam empedu dapat meningkatkan laju dan atau jumlah absorpsi dari obatobat yang kurang larut dalam air, dengan cara meningkatkan laju disolusi pada saluran pencernaan. Garam empedu juga dapat menurunkan absorpsi obat melalui pembentukan kompleks yang tidak larut air dan tidak terabsorpsi (Mayersohn, 2002). Cairan usus mengandung berbagai macam enzim yang diperlukan pada proses pencernaan. Enzim- enzim ini dapat bereaksi pada beberapa obat. Sebagai contoh, enzim pankreas dapat menghidrolisis kloramfenikol palmitat, pankreatin dan tripsin dapat mendeasetilasi obat- obat N-asetilase, dan esterase mukosal dapat menyerang gugus ester dari penisilin (Mayersohn, 2002). Mucin, yang berfungsi melindungi epitelium usus, dapat berikatan secara non spesifik terhadap beberapa obat (senyawa amonium kuartener) sehingga dapat mencegah atau menurunkan absorpsi. Selain itu mucin juga dapat menjadi sawar bagi difusi obat sebelum mencapai membran usus (Mayersohn, 2002). PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 13 2) Pengosongan lambung Pada umumnya absorpsi obat yang optimal berlangsung di usus halus (Shargel et al., 2005). Sehingga setiap faktor yang menunda perpindahan obat dari lambung ke usus halus akan mempengaruhi laju, dan mungkin juga jumlah, absorpsi obat. Dengan demikian akan berpengaruh pada waktu yang dibutuhkan obat untuk mencapai konsentrasi plasma maksimum (memperbesar nilai tmaks) serta respon farmakologisnya (Mayersohn, 2002). Pola pengosongan lambung tergantung pada ada tidaknya makanan. Pada keadaan lambung yang kosong, terdapat pola khusus aktivitas elektromekanik yang disebut sebagai migrating motor complex (MMC). MMC menyebabkan terjadinya kontraksi yang dimulai pada bagian proksimal lambung dan berakhir di ileum. MMC terdiri dari empat fase. Fase I : periode dimana hanya terjadi sedikit aktivitas, berlangsung sekitar 45 - 60 menit Fase II : terjadi kontraksi tak beraturan yang secara bertahap akan meningkat frekuensinya untuk kemudian menuju ke fase selanjutnya, berlangsung sekitar 30 - 45 menit. Fase III : gelombang peristaltik yang kuat mengosongkan isi lambung ke usus halus, berlangsung selama 5 – 10 menit. Fase IV : transisi penurunan aktivitas (pada Fase III) kembali ke tahap awal (Fase I), disebut juga sebagai gelombang PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 14 ‘housekeeper’. Keseluruhan fase berlangsung selama kurang lebih 2 jam. Suatu bentuk sediaan solid yang dicerna pada keadaan lambung yang kosong akan tinggal di lambung untuk waktu tertentu tergantung pada gelombang ‘housekeeper’. Jika dicerna pada saat dimulainya gelombang ‘housekeeper’ maka waktu tinggal di lambung akan lebih singkat daripada bila dicerna pada akhir gelombang ‘housekeeper’. Sehingga perbedaan waktu tinggal di lambung dapat menjelaskan adanya perbedaan laju absorpsi antar individu (Mayersohn, 2002). Adanya makanan berpengaruh pada pengosongan lambung. Penurunan laju pengosongan lambung yang disebabkan oleh adanya asam lemak berbanding lurus dengan konsentrasi dan panjang rantai karbonnya. Pengaruh terbesar yaitu pada asam lemak dengan rantai karbon lebih dari 10 (asam dekanoat sampai asam stearat). Trigliserida menurunkan laju pengosongan lambung, terutama bentuk tak jenuhnya, seperti minyak zaitun. Karbohidrat menurunkan laju pengosongan lambung, seiring dengan peningkatan konsentrasinya. Asam amino menurunkan laju pengosongan lambung, yang dimungkinkan sebagai hasil dari tekanan osmotik (Mayersohn, 2002). 3) Transit usus Setelah obat dikosongkan dari lambung selanjutnya akan masuk ke usus halus. Usus halus merupakan tempat utama bagi absorpsi obat karena luas permukaannya yang jauh lebih luas dari PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 15 lambung (Mayersohn, 2002). Usus halus manusia sebagian besar terdiri dari mikrovili dengan luas permukaan kurang lebih 200 m2, dan diperkirakan 1 l darah melintasi kapiler darah di sekitar usus per menit. Total luas permukaan lambung hanya 1 m2 dengan aliran darah 150 ml per menit (Rowland and Tozer, 1995). Oleh sebab itu, semakin lama waktu tinggal obat di daerah ini, maka akan semakin besar pula kemungkinan terjadinya absorpsi yang lengkap dari obat tersebut, dengan asumsi bahwa obat stabil dalam cairan usus dan tidak akan membentuk turunan yang tak larut air (Mayersohn, 2002). Terdapat dua macam gerakan usus, yaitu gerakan peristaltik (propulsive) dan gerakan pencampuran (mixing). Gerakan peristaltik akan menentukan laju transit usus dan oleh karena itu menentukan waktu tinggal obat di usus. Lebih lanjut akan berperan dalam menentukan berapa waktu yang tersedia bagi sediaan obat untuk melepaskan zat aktif, berdisolusi, dan kemudian terabsorpsi. Semakin besar motilitas usus maka semakin singkat pula waktu tinggal obat, dan makin singkat pula waktu bagi proses- proses tersebut. Motilitas usus akan sangat penting bagi obat- obat sediaan lepas lambat (sustained-release drugs) atau pada obat- obat salut enterik (entericcoated drugs), demikian juga pada obat yang terlarut dengan lambat atau dimana absorpsinya maksimal hanya pada tempat tertentu di usus (Mayersohn, 2002). PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 16 Gerakan pencampuran akan membawa isi usus menuju ke kontak optimal dengan permukaan epitelium, dan oleh sebab itu tersedia daerah efektif yang lebih luas untuk absorpsi. Laju absorpsi secara langsung tergantung pada daerah permukaan membran, dan karena pencampuran meningkatkan area kontak antara obat dengan membran, maka gerakan pencampuran akan cenderung meningkatkan laju absorpsi obat (Mayersohn, 2002). 4) Aliran darah Saluran pencernaan dilintasi oleh banyak sekali pembuluh darah sehingga daerah ini diperfusi dengan baik oleh aliran darah. Obat yang terabsorpsi terlebih dahulu akan menuju ke hati, yang merupakan tempat utama biotransformasi obat di tubuh. Obat mungkin akan mengalami biotransformasi yang luas sebelum terdistribusi sistemik. Hal ini disebut sebagai efek lintas pertama atau eliminasi prasistemik hati, yang mempunyai implikasi pada bioavailabilitas dan terapi obat (Mayersohn, 2002). Adanya perfusi aliran darah yang baik pada saluran pencernaan memungkinkan terjadinya penghantaran zat terabsorpsi secara efisien. Aliran darah berpengaruh terhadap absorpsi senyawa- senyawa yang diabsorpsi secara aktif atau khusus yang memerlukan partisipasi membran dalam transpornya. Jika aliran darah dan oksigen berkurang, kemungkinan terjadi penurunan absorpsi dari senyawa- senyawa ini. (Mayersohn, 2002). PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 17 Tahap pengendali laju (rate-limiting step) absorpsi pada senyawa yang siap menembus membran usus (yaitu senyawa dengan koefisien permeabilitas tinggi) mungkin ada pada laju perfusi darah di usus. Untuk senyawa dengan permeabilitas rendah (contoh: ribitol) maka absorpsinya tidak tergantung pada aliran darah. (Mayersohn, 2002). 2. Disposisi obat Setelah terabsorpsi, maka obat akan dihantarkan oleh pembuluh darah arteri menuju ke seluruh jaringan, termasuk organ- organ eliminasi. Disposisi adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses- proses yang terjadi setelah proses absorpsi obat. Disposisi mencakup dua hal yaitu distribusi dan eliminasi obat (Rowland and Tozer, 1995). a. Distribusi obat Distribusi merupakan proses perpindahan bolak- balik suatu obat menuju dan dari tempat aksi, biasanya darah atau plasma. Pada umumnya distribusi suatu obat dari darah menuju ke jaringan adalah secara difusi pasif (Riviere, 1999). Distribusi obat terlebih dahulu terjadi pada organ- organ yang perfusinya sangat baik, seperti jantung, hati, ginjal dan otak. Selanjutnya mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ- organ tadi, seperti otot, visera, kulit dan jaringan lemak. Kesetimbangan akan terjadi setelah waktu yang lama (Setiawati dkk., 2002). Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi distribusi suatu obat yaitu perfusi aliran darah pada organ, kemampuan PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 18 menembus membran (permeabilitas), serta ikatan obat dengan darah dan jaringan (Rowland and Tozer, 1995). Distribusi sebagian besar ditentukan oleh pasokan darah dari organ dan jaringan. Apabila pasokan darah semakin besar, maka bagian obat yang dapat berdifusi ke dalam organ tertentu dari pembuluh darah juga semakin banyak. Ini berati bahwa organ yang mempunyai banyak kapiler untuk memulai poses distribusi mengambil jumlah obat lebih banyak dibandingkan dengan organ yang pasokan darahnya kurang (Mutschler, 1991). Seperti halnya absorpsi, laju distribusi juga dapat dibatasi baik oleh perfusi maupun permeabilitas. Suatu perfusion-rate limitation terjadi bila membran jaringan tidak menjadi sawar secara esensial bagi proses ditribusi. Kondisi ini terjadi pada molekul- molekul kecil lipofilik, yang berdifusi melintasi hampir semua membran tubuh. Perfusi dinyatakan dalam satuan ml darah per menit per volume jaringan (ml/menit/ml). Sedangkan permeabilityrate limitation muncul khususnya pada obat polar yang berdifusi melintasi membran lipoid yang rapat. Karena adanya perbedaan perfusi dan permeabilitas dari berbagai jaringan ini, maka sulit untuk memprediksikan distribusi jaringan dari suatu obat (Rowland and Tozer, 1995). Faktor penting lain untuk proses distribusi obat adalah ikatan obat pada protein terutama pada protein plasma, protein jaringan dan sel darah merah. Konsekuensinya, konsentrasi obat dalam darah total, dalam plasma, dan tak terikat dalam air plasma, dapat sangat berbeda. Hanya obat bebas atau tak terikatlah yang dapat menembus membran dan mencapai kesetimbangan PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 19 (Rowland and Tozer, 1995). Ikatan protein bersifat bolak- balik. Derajat ikatan obat dengan protein plasma ditentukan oleh afinitas obat terhadap protein, kadar obat dan kadar protein sendiri. Pada keadaan defisiensi protein, pengikatan obat oleh protein menjadi berkurang (Setiawati dkk., 2002). Makin besar tetapan afinitas zat terhadap protein, makin kuat ikatan protein. Kesetimbangan distribusi akan bergeser ke protein dengan tetapan afinitas yang lebih besar (Mutschler, 1991). b. Eliminasi obat Eliminasi merupakan proses kehilangan tak bolak- balik suatu obat dari tempat aksi ke organ eliminasi. Dua organ eliminasi utama tubuh adalah hati dan ginjal. Ginjal merupakan organ eliminasi utama untuk ekskresi obat bentuk tak berubah. Sebagian besar obat mengalami eliminasi yang berlangsung melalui ginjal. Hati merupakan tempat dimana terjadi biotransformasi obat. Sekresi bentuk obat tak berubah juga dapat dilakukan hati ke dalam empedu (Rowland and Tozer, 1995). Eliminasi obat terjadi melalui dua proses yaitu biotransformasi dan ekskresi. 1) Biotransformasi Biotransformasi atau metabolisme obat adalah proses perubahan struktur kimiawi suatu obat dalam tubuh yang dikatalis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar yang artinya lebih mudah larut dalam air daripada dalam lemak, sehingga lebih mudah dieksresi melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya obat menjadi inaktif PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 20 sehingga sangat berperan dalam mengakhiri masa kerja obat (Setiawati dkk., 2002). Pada umumnya, hati merupakan tempat biotransformasi utama, dan kadang satu- satunya, dari suatu obat (Rowland and Tozer, 1995). Terdapat obat yang metabolitnya sama aktif, lebih aktif, atau lebih toksik, atau obat tersebut justru diaktifkan oleh enzim biotransformasi ini (disebut sebagai prodrug). Metabolit aktif akan mengalami biotransformasi lebih lanjut dan atau dieksresi sehingga kerjanya berakhir (Setiawati dkk., 2002). Jalur biotransformasi obat terdiri dua fase yaitu fase I dan fase II. Fase I meliputi oksidasi, reduksi, hidrolisis. Reaksi fase I ini mengubah obat menjadi metabolit yang lebih polar, yang dapat bersifat inaktif, kurang aktif atau lebih aktif dari bentuk aslinya. Reaksi fase II, disebut juga reaksi sintetik, merupakan konjugasi obat atau metabolit reaksi fase I dengan substrat endogen (misalnya asam glukuronat, sulfat, asetat, dan asam amino). Hasil konjugasi bersifat lebih polar dan lebih mudah terionisasi sehingga lebih mudah diekskresikan. Metabolit hasil konjugasi biasanya tidak aktif, kecuali untuk prodrug tertentu. Beberapa hanya mengalami salah satu dari kedua fase tersebut, tetapi kebanyakan obat mengalami biotransformasi melalui beberapa reaksi sekaligus atau secara berurutan menjadi beberapa macam metabolit (Setiawati dkk., 2002). 2) Ekskresi Ekskresi obat adalah proses kehilangan tak bolak- balik dari bentuk obat tak berubah (Rowland and Tozer, 1995). Obat diekskresikan dari PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 21 tubuh melalui berbagai organ tubuh dalam bentuk metabolitnya atau dalam bentuk tak berubahnya. Ginjal merupakan organ ekskresi tubuh yang paling penting. Ekskresi obat melalui ginjal mencakup tiga tahap, yaitu filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubulus proksimal, dan reabsorpsi pasif di tubulus proksimal dan distal (Setiawati dkk, 2002). Ekskresi obat juga dapat terjadi melalui keringat, air liur, air mata, air susu, dan rambut, tetapi dalam jumlah yang relatif kecil sekali sehingga tidak berarti dalam pengakhiran efek obat (Setiawati dkk., 2002). C. Prinsip Dasar Farmakokinetika Nasib obat dalam tubuh yang meliputi proses absorpsi dan disposisi obat tersebut dipelajari dalam ilmu farmakokinetika. Berikut ini akan dipaparkan mengenai definisi, analisis, parameter serta strategi penelitian farmakokinetika. 1. Definisi farmakokinetika Farmakokinetika adalah suatu perhitungan matematik dari kinetika proses absorpsi, distribusi dan eliminasi obat di dalam tubuh (Makoid and Cobby, 2000). Kinetika berarti gerak atau pindah dari satu tempat ke tempat lain. Dalam konteks farmakokinetika, kinetika yang dipelajari yaitu mengenai proses perpindahan obat dari satu tempat ke tempat lain di dalam tubuh, atau nasib obat di dalam tubuh. Nasib obat di dalam tubuh ini yang kemudian dikenal sebagai proses absorpsi, distribusi, serta eliminasi (Donatus, 1989). Faktor biologis, PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 22 psikologis dan fisika-kimia yang mempengaruhi proses perpindahan obat di dalam tubuh juga mempengaruhi laju dan jumlah dari proses obat tersebut di dalam tubuh (Makoid and Cobby, 2000). Farmakokinetika menggunakan model matematika untuk menguraikan proses- proses absorpsi, distribusi, biotransformasi dan ekskresi, dan memperkirakan besarnya kadar obat dalam plasma sebagai fungsi dari besarnya dosis, interval pemberian dan waktu (Setiawati, 2002). 2. Analisis farmakokinetika Untuk mengukur kadar obat di sel sasaran merupakan pekerjaan yang tidak mudah, bahkan dapat dikatakan sebagai pekerjaan yang sangat sulit serta riskan dilakukan pada manusia. Oleh sebab itu timbullah pertanyaan tentang bagaimana cara untuk menaksir dan mengkaji ketepatgunaan obat di sel sasaran serta nasibnya di dalam tubuh. Analisis farmakokinetika merupakan alternatif jawaban atas permasalahan tersebut (Donatus, 1989). Peningkatan dan penurunan kadar obat di dalam darah akibat proses absorpsi, distribusi, dan eliminasi, berkaitan dengan waktu. Karena itu sebelum dilakukan perhitungan parameter farmakokinetika suatu obat maka perlu diketahui terlebih dahulu ordo kinetikanya. Sebagai analog, untuk menjelaskan fungsi membran, terlebih dahulu perlu diasumsikan model struktur membran. Demikian pula sebelum dilakukan perhitungan parameter farmakokinetika obat perlu diasumsikan terlebih dahulu model kompartemen tubuh, agar hasil pengukuran kadar obat dalam darah lawan waktu dapat diturunkan secara matematis, sehingga PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 23 diperoleh nilai parameter farmakokinetikanya (Donatus, 1989). Analisis yang dilakukan dalam farmakokinetika meliputi analisis model kompartemen tubuh serta analisis ordo kinetika, yang akan diuraikan sebagai berikut. a. Analisis model kompartemen. Yang dimaksud dengan model farmakokinetika adalah suatu hubungan matematika yang menggambarkan perubahan konsentrasi terhadap waktu dalam sistem yang diteliti (Setiawati, 2002). Setelah masuk ke dalam tubuh, obat akan terdistribusi ke jaringan dan berbagai organ tubuh yang sifatnya beragam. Dengan kata lain, tubuh dapat dianggap sebagai suatu sistem yang berupa kumpulan kompartemen dimana satu dengan lainnya terpisah. Untuk mencocokkan dan menginterpretasikan data uji farmakokinetika, sistem multikompartemen tersebut disederhanakan menjadi sistem satu dan dua kompartemen, yang akan diuraikan di bawah ini (Donatus, 1989). 1) Model satu kompartemen Pada model ini, diasumsikan bahwa obat dapat masuk dan keluar tubuh dan tubuh bertindak seperti kompartemen sentral (Shargel et al., 2005). Menurut model ini, tubuh dianggap sebagai satu kompartemen dimana obat menyebar dengan seketika dan merata ke seluruh cairan dan jaringan tubuh (Setiawati, 2002). Sedangkan istilah terbuka mengacu pada proses eliminasi yang dapat terjadi (Mutschler, 1991). Secara ringkas, karakteristik dari model satu kompartemen pada rute pemberian intravaskuler dan ekstravaskuler dapat dilihat pada tabel I PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 24 berikut. Tabel I. Ringkasan karakteristik model satu kompartemen terbuka (Ristchel, 1992) Rute pemberian Intravaskuler (intravena, intracardiac, intra-arteria) Karakteristik -Tidak ada proses absorpsi, -semua obat masuk ke dalam sirkulasi sistemik, -distribusi obat yang cepat antara aliran darah dan jaringan, -steady state tercapai dengan cepat, - penurunan kadar tergantung pada ekskresi dan biotransformasi. Persamaan kadar obat dalam darah (μg/ml) Model Tubuh C(t) = N. e-Kel.t D Kel Vd C D = dosis pemberian Vd = volume distribusi C = konsentrasi obat dalam plasma Kel = tetapan laju eliminasi Kurva kadar obat vs waktu (pada kertas semi log) Dimana : -N = konsentrasi obat hipotetik pada t=0 - C(t) = konsentrasi obat hipotetik pada saat t -Kel = tetapan laju eliminasi log konsentrasi Kel waktu Ekstravaskuler (oral, rektal, intramuskuler, intracutaneous subcutaneous) - terjadi absorpsi karena pelepasan obat dan mekanisme absorpsi - saat t=0 tidak ada obat dalam darah - kadar naik oleh absorpsi, dan turun karena eliminasi, - tidak semua ka D.f Tubuh Vd Kel C D = dosis pemberian f = fraksi obat terabsorpsi ka = tetapan laju absorpsi Vd = volume distribusi C= konsentrasi obat dalam plasma Kel = tetapan laju eliminasi C(t) = M. e-Kel.t L. e-ka.t Dimana : -M = intersep slope eliminasi monoeksponensial backextrapolated dengan ordinat - L = intersep slope absorpsi mono- PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI obat terabsorpsi. Kurva kadar obat vs waktu (pada kertas semi log) log konsentrasi 25 eksponensial dengan ordinat - Kel = tetapan laju eliminasi - ka= tetapan laju absorpsi Kel waktu 2) Model dua kompartemen Pada model ini, diasumsikan bahwa tubuh bertindak sebagai dua kompartemen yaitu kompartemen sentral dan perifer (Shargel et al., 2005). Kompartemen sentral terdiri dari darah dan berbagai organ yang banyak dialiri darah seperti jantung, paru, hati, ginjal dan kelenjar endokrin. Obat tersebar dan mencapai keseimbangan dengan cepat dalam kompartemen ini. Kompartemen perifer adalah berbagai jaringan yang kurang dialiri darah misalnya otot, kulit dan jaringan lemak, sehingga obat lambat masuk ke dalamnya (Setiawati, 2002). Pada dasarnya model dua kompartemen adalah sama dengan model kompartemen satu, bedanya adalah adanya proses ditribusi karena adanya kompartemen perifer (Setiawati, 2002). Secara ringkas, karakteristik dari model dua kompartemen pada rute pemberian intravaskuler dan ekstravaskuler dapat dilihat pada tabel II berikut. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 26 Tabel II. Ringkasan karakteristik model dua kompartemen terbuka (Ristchel, 1992) Rute pemberian Intravaskuler (intravena, intracardiac, intra-arteria) Karakteristik -Tidak ada proses absorpsi, -semua obat masuk ke dalam sirkulasi sistemik, -distribusi obat yang lambat antara aliran darah dan jaringan, -steady state tercapai beberapa saat setelah pemberian, - penurunan bagian pertama karena distribusi - penurunan kedua tergantung distribusi kembali dari jaringan ke darah, ekskresi dan biotransformasi. Persamaan kadar obat dalam darah (μg/ml) Model KP k12 k21 C(t) = M. e-β.t + L. e-α.t KS D k13 Vc C D = dosis pemberian KS = kompartemen sentral KP = kompartemen perifer k12,k21 = tetapan laju distribusi k13 = tetapan laju eliminasi dari kompartemen sentral Vc = volume kompartemen sentral C = konsentrasi obat dalam plasma β = slope eliminasi total (tetapan laju disposisi lambat) Dimana : -M = intersep slope eliminasi β monoeksponensial backextrapolated dengan ordinat - L = intersep slope distribusi α dengan ordinat -β=slope eliminasi total (tetapan laju disposisi lambat) -α= slope distribusi (tetapan laju disposisi cepat) Kurva kadar obat vs waktu (pada kertas semi log) log konsentrasi β waktu Ekstravaskuler (oral, rektal, intramuskuler, intracutaneous subcutaneous) - terjadi absorpsi, berdasarkan mekanisme pelepasan obat - saat t = 0 tidak ada obat dalam darah - kadar naik oleh absorpsi, diikuti penurunan KP k12 C(t) = M. e-β.t + L. e-α.t – N. e–ka.t k21 KS D.f ka k13 Vc C D = dosis pemberian f = fraksi obat terabsorpsi KS = kompartemen sentral Dimana : - M = intersep slope eliminasi β mono-eksponensial back-extrapolated dengan ordinat PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI karena distribusi lambat sampai steady state tercapai - penurunan kurva monoeksponensial tergantung pada distribusi kembali obat dari jaringan ke darah, ekskresi dan biotransformasi KP = kompartemen perifer ka = tetapan laju absorpsi k12,k21 = tetapan laju distribusi k13 = tetapan laju eliminasi dari kompartemen sentral Vc = volume kompartemen sentral C = konsentrasi obat dalam plasma β = slope eliminasi total (tetapan laju disposisi lambat) Kurva kadar obat vs waktu (pada kertas semi log) Bila ka > α log konsentrasi β waktu Bila α > ka log konsentrasi β waktu 27 - L = intersep slope distribusi α dengan ordinat - N = konsentrasi obat hipotetik saat t=0 (diperoleh dari L+M) -β= slope eliminasi total (tetapan laju disposisi lambat) -α= slope distribusi (tetapan laju disposisi cepat) - ka = tetapan laju absorpsi PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 28 b. Analisis ordo kinetika. Perhitungan parameter farmakokinetika diturunkan secara matematis atas dasar asumsi ordo kinetikanya. Perubahan kadar obat di dalam darah atau plasma karena absorpsi, distribusi dan eliminasi merupakan fungsi waktu. Secara matematis, hal ini dinyatakan sebagai berikut. dX = − kX n dt (2) Dalam persamaan tersebut, X adalah kadar obat yang dipindahkan dari suatu kompartemen ke kompartemen lain. Tetapan k menggambarkan tetapan kesebandingan yang berhubungan dengan proses laju perpindahan obat, yang selanjutnya disebut sebagai tetapan laju. Sedangkan n merupakan orde dari proses perpindahan tersebut. (Donatus, 1989). Selanjutnya persamaan 2 dapat diintegralkan, dan dinyatakan dalam persamaan 3. X = Xo.e − kt (3) Terlihat dari persamaan tersebut, bila perubahan kadar, lebih tepatnya penurunan kadar pada waktu tertentu, tergantung pada kadar obat yang dapat dipindahkan pada waktu itu. Hal ini merupakan ciri khas kinetika orde pertama. Dengan kata lain, kinetika suatu obat mengikuti orde pertama jka n nya sama dengan satu. Jika n sama dengan nol, maka kinetika obat tersebut mengikuti orde nol (persamaan 4 atau 5) (Donatus, 1989). dX = −k dt (4) X = − kt (5) Proses- proses absorpsi, distribusi dan eliminasi yang dialami oleh hampir semua obat pada dosis terapi mengikuti kinetika orde pertama, yang PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 29 berarti laju proses- proses tersebut sebanding dengan jumlah obat yang ada. Jadi jumlah obat yang diabsorpsi, didistribusi dan dieliminasi per satuan waktu makin lama makin sedikit, sebanding dengan jumlah obat yang masih belum mengalami proses- proses tersebut (Setiawati, 2002). Pada obat- obat dengan kinetika orde pertama atau kinetika linier ini terdapat hubungan yang linier antara log kadar obat dalam plasma dengan waktu pada fase absorpsi, distribusi dan eliminasi (Setiawati, 2002). 3. Parameter farmakokinetika Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa pola absorpsi, distribusi dan eliminasi suatu obat dapat dikaji dari nilai parameter farmakokinetikanya. Parameter tersebut diperoleh dari pengukuran kadar obat tak berubah di dalam darah pada sederetan waktu tertentu (Donatus, 1989). Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara matematis dari hasil pengukuran kadar obat-utuh atau metabolitnya di dalam cairan tubuh, seperti darah atau urin (Reilly, 1974 cit. Donatus, 2005). Pada hakikatnya terdapat tiga jenis parameter farmakokinetika, yaitu parameter farmakokinetika primer, parameter farmakokinetika sekunder, dan besaran turunan lain (Rowland and Tozer, 1995). Parameter farmakokinetika primer adalah parameter yang nilainya dipengaruhi secara langsung oleh perubahan satu atau lebih variabel fisiologis terkait. Yang termasuk parameter tersebut adalah tetapan laju absorpsi (ka), fraksi dosis obat yang diserap (fa), volume distribusi (Vd), bersihan tubuh total (ClT), PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 30 bersihan hati (ClH), dan bersihan ginjal (ClR) (Rowland and Tozer, 1995). Ubahan fisiologis yang mempengaruhi parameter farmakokinetika primer terkait dapat dilihat pada tabel III. Tabel III. Ketergantungan parameter farmakokinetika primer terhadap beberapa variabel fisiologi* Parameter farmakokinetika primer Variabel fisiologi Tetapan laju absorpsi (ka) Aliran darah pada tempat absorpsi, pengosongan lambung (oral), gerakan usus (oral) Bersih hati (ClH), fraksi obat yang Aliran darah hati, ikatan dalam darah diabsorpsi Bersih ginjal (ClR) Aliran darah ginjal, ikatan dalam darah Volume distribusi (Vd) Ikatan dalam darah ikatan dalam jaringan, pembagian ke dalam lemak, susunan tubuh, dan ukuran tubuh *Dikutip dari Rowland and Tozer (1995) dengan sedikit perubahan Parameter farmakokinetika sekunder adalah parameter farmakokinetika yang besarnya tergantung pada nilai parameter farmakokinetika pimer. Yang termasuk parameter tersebut adalah waktu paruh obat (t½), tetapan laju eliminasi (Kel), dan fraksi obat utuh yang diekskresikan ke dalam urin (fe) (Rowland and Tozer, 1995). Besaran turunan lain nilainya tidak semata- mata tergantung nilai parameter farmakokinetika primer, tetapi juga tergantung pada dosis dan laju pemberian obat terkait. Yang termasuk besaran turunan lain yaitu luas area di bawah kurva kadar obat utuh dalam plasma lawan waktu (area under the curve/ AUC) dan kadar obat pada keadaan tunak (steady state) dalam plasma (Cpss) (Rowland and Tozer, 1995). PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 31 Perhitungan berbagai parameter farmakokinetika obat pada pemberian dosis tunggal dengan model dua kompartemen terbuka dan absorpsi mengikuti orde pertama serta eliminasi terjadi hanya dari kompartemen sentral, dapat dilihat pada tabel IV (Jusko and Gibaldi, 1972; Ritschel, 1992; Wagner, 1975). Tabel IV. Perhitungan Parameter Farmakokinetika Model Dua Kompartemen Terbuka dengan Absorpsi Orde Pertama dan Eliminasi hanya dari Kompartemen Sentral - Pemberian Dosis Tunggal* Persamaan Kadar Obat dalam Darah (Blood Level Equation) : Cp(t) = L.e-α.t + M.e-β.t + N.e-ka.t dimana : L= k a .f a .D ⎡ (k 21 − α ) ⎤ ⎢ ⎥ Vc ⎣ (k a − α )(β − α ) ⎦ M= k a .f a .D ⎡ (k 21 − β ) ⎤ ⎢ ⎥ Vc ⎣ (k a − β )(α − β ) ⎦ N= k a .f a .D ⎡ (k 21 − k a ) ⎤ ⎢ ⎥ Vc ⎣ (α − k a )(β − k a ) ⎦ pada persamaan tersebut diasumsikan bahwa : - ka > α > β atau α > ka > β, dengan definisi nilai α > β - nilai M adalah selalu positif - salah satu atau kedua nilai L dan N harus negatif Perhitungan masing- masing parameter pada kinetika absorpsi, distribusi dan eliminasi berdasarkan persamaan tersebut diatas adalah sebagai berikut. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Kinetika Absorpsi 32 Perhitungan Parameter 1. Tetapan laju absorpsi (ka) ka = 0,693 t1/2 abs 2. Luas area di bawah kurva (Area Under the Curve/ AUC) a. Berdasarkan persamaan kadar obat dalam darah : AUC(0−∞ ) = L M N + − α β ka b. Pendekatan nilai AUC(0-∞) dengan menggunakan aturan trapezoid : 1) AUC (0-∞ ) = AUC (0- tn) + AUC (tn -∞ ) C n -1 + C n ( t n - t n -1 ) 2 2) AUC (0- tn) = 3) AUC(tn −∞ ) = Cn β Prosedur ini hanya sahih bila fraksi terekstrapolasi lebih kecil dari kira- kira 10 % AUC total dan tidak boleh digunakan bila fraksi terekstrapolasi lebih dari 20 % AUC total (Mutschler, Derendorf, Schäfer-Korting, Elrod, and Estes, 1995). 3. Fraksi obat yang terabsorpsi (fa) fa = Distribusi AUC x x 100 % AUCiv 1. Slope distribusi (tetapan laju disposisi cepat) (α) ( α = 1/2 b + b 2 - 4k 21.k13 ) 2. Tetapan laju distribusi dari kompartemen sentral ke perifer (k12) k12 = α + β - k 21 - k13 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 3. Tetapan laju distribusi dari kompartemen perifer ke sentral (k21) k 21 = (L.β.k a ) + (M.α.k a ) + (N.α.β ) L(k a − α ) + M (k a − β ) 4. Volume distribusi kompartemen sentral (Vc) Vc = k a .f a .D L(k a - α ) + M (k a − β ) 5. Volume distribusi pada steady state atau keadaan tunak (Vdss) Vd ss = Eliminasi k12 + k 21 Vc k 21 1. Bersihan tubuh total (ClT) ClT = D. f a AUC(0-∞ ) 2. Slope eliminasi keseluruhan (tetapan laju disposisi lambat) (β) ( β = 1/2 b + b 2 - 4k 21.k13 ) - hubungan antara α dan β adalah sebagai berikut: α.β = k21.k13 α + β = k12 + k21 + k13 3. Waktu paruh eliminasi (t1/2el) t1/2el = 0,693 β 4. Tetapan laju eliminasi dari kompartemen sentral (k13) k13 = α.β k 21 *dikutip dari Jusko and Gibaldi (1972), Ritschel (1992), dan Wagner (1975) dengan sedikit perubahan 33 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 34 Keterangan : a) Cp(t) = kadar obat pada kompartemen sentral pada waktu t b) D = dosis pemberian c) t1/2abs = waktu paruh absorpsi d) AUC(0-∞) = luas area di bawah kurva kadar obat di dalam darah lawan waktu, dari waktu 0 sampai tak hingga e) AUC(0-tn) = luas area di bawah kurva kadar obat di dalam darah lawan waktu, dari waktu 0 sampai waktu ke-n f) AUC(tn-∞) = luas area di bawah kurva kadar obat di dalam darah lawan waktu, dari waktu n sampai tak hingga g) tn = waktu pengamatan dari konsentrasi obat Cn h) tn-1 = waktu pengamatan sebelumnya yang berhubungan dengan konsentrasi obat Cn-1 i) Cn = kadar obat pada titik pengambilan sampel (μg/ml) j) AUCx = AUC pemberian nonsistemik k) AUCiv = AUC pemberian intravena l) b = k12 + k21 + k13 m) L = intersep slope distribusi α dengan ordinat Sebagai catatan, simbol L ini dapat pula ditulis sebagai simbol A1* (Wagner, 1975) dan simbol A (Ritschel, 1992) n) M = intersep slope eliminasi β monoeksponensial back-extrapolated dengan ordinat Sebagai catatan, simbol M ini dapat pula ditulis sebagai simbol A2* (Wagner, 1975) dan simbol B (Ritschel, 1992) o) N = konsentrasi obat hipotetik pada saat t = 0 (diperoleh dari L+M) Sebagai catatan, simbol N ini dapat pula ditulis sebagai simbol A3* (Wagner, 1975) dan simbol C(0) = A+B (Ritschel, 1992) PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 35 4. Strategi penelitian farmakokinetika Suatu penelitian farmakokinetika melibatkan subyek makhluk hidup yang seringkali sulit untuk dikendalikan. Selain itu juga melibatkan berbagai teknik maupun tata cara yang terkait dengan pemilihan subyek uji dan penangannya, perlakuan pada subyek uji, analisis kimia, sampai dengan analisis dan evaluasi hasil penelitian. Oleh karena itu agar hasil penelitian nanti dapat diandalkan, maka diperlukan penyusunan suatu strategi penelitian (Donatus, 1989). Strategi penelitian farmakokinetika didefinisikan sebagai suatu rencana yang disusun sebelum dilakukan penelitian tahap farmakokinetika suatu obat, guna memperoleh informasi ketersediaan biologis atau ketersediaan biologi dari zat itu. Strategi penelitian farmakokinetika tersebut terdiri atas tahap-tahap sebagai berikut. a Pemilihan rancangan uji coba. Dalam memilih rancangan uji coba, perlu dipertimbangkan pula adanya beberapa variabel yang melekat pada subyek uji maupun pada sistem penelitiannya itu sendiri. Variabelvariabel tersebut adalah sebagai berikut. 1) variabilitas antar subyek 2) variabilitas karena perlakuan 3) variabilitas waktu 4) variabilitas dalam subyek 5) variabilitas residual (Wagner, 1975). Adanya variabel- variabel tersebut dapat diperkecil pengaruhnya dengan penerapan suatu rancangan uji coba yang tepat PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 36 (Donatus, 1989). Pada penelitian ini, rancangan uji coba yang diterapkan adalah rancangan acak lengkap (completely randomized design). b pemilihan subyek uji dan jumlahnya. Subyek uji yang digunakan dalam penelitian farmakokinetika meliputi hewan dan manusia. Pada tahap praklinis digunakan subyek uji hewan, sedangkan pada tahap klinis digunakan subyek uji manusia. Hal- hal yang perlu dipertimbangkan meliputi bentuk sediaan dan cara pemberian, kemudahan penanganan hewan uji, kemiripan metabolisme terhadap suatu obat dengan yang ada pada manusia, kemudahan mendapat cuplikan biologis, serta volume maksimum yang dapat diterima hewan uji (Donatus, 1989). c pemilihan cuplikan biologis. Cuplikan biologis yang sering digunakan dalam penelitian farmakokinetika adalah darah atau urin. Darah menjadi pilihan pertama karena darahlah yang paling cepat dicapai oleh obat, serta darahlah yang menerima obat dari tempat pemberian, membawanya ke semua organ, termasuk tempat aksi obat dan elmininasinya (Rowland and Tozer, 1995). Selain itu untuk kebanyakan obat, bentuk obat tak berubah adalah senyawa yang memiliki aktivitas farmakologis. Sehingga, penetapan kadar obat pada cuplikan darah akan memberikan indikasi langsung pada kadar obat yang mencapai sirkulasi (Rowland and Tozer, 1995). d pemilihan metode penetapan kadar. Parameter farmakokinetika suatu obat diperoleh dari hasil pengukuran kadar obat atau metabolitnya di dalam darah atau urin. Oleh sebab itu maka metode penetapan kadar yang PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 37 digunakan harus memenuhi berbagai prasyarat yaitu sebagai berikut. 1) Akurasi (kecermatan), yaitu ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan nilai hasil analisis dengan nilai sebenarnya. Akurasi dinyatakan dengan persen perolehan kembali (recovery) (Harmita, 2004). 2) Presisi (keseksamaan), yaitu ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian hasil pengukuran berulang pada cuplikan biologis yang sama. Presisi dinyatakan dengan simpangan baku relatif (koefisien variasi/ CV) (Harmita, 2004). 3) Selektivitas (spesifisitas). Metode analisis harus memiliki selektivitas yang tinggi terhadap bentuk obat yang akan ditetapkan, sehingga dapat membedakan suatu obat dari metabolitnya, dari obat lain, dan dari kandungan endogen cuplikan biologis (Harmita, 2004). 4) Sensitivitas. Sensitivitas metode berkaitan dengan kadar terendah yang dapat diukur oleh metode analisis yang digunakan. Hal ini penting karena dalam perhitungan parameter farmakokinetika, diperlukan sederetan kadar obat dari waktu ke waktu, atau dari kadar tertinggi sampai kadar terendah (Harmita, 2004). 5) cepat. Dalam suatu penelitian farmakokinetika dilakukan analisis dari cuplikan biologis dalam jumlah yang banyak, sehingga cepat juga merupakan hal yang perlu dipertimbangkan (Donatus, 1989). e Pemilihan takaran dosis. Perbandingan harga LD50 oral lawan LD50 intravena dapat dilakukan untuk memperoleh wawasan terhadap masalah PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 38 absorbabilitas sebagai fungsi waktu sebagai fungsi cara pemberian oral. Jika informasi ini tidak tersedia maka dapat digunakan 5 – 10 % dari harga LD50 intravena sebagai dosis awal penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan (Kaplan, 1973, cit. Donatus, 1989). Takaran dosis yang diberikan harus dapat menjamin dapat diukurnya kadar obat atau metabolitnya pada rentang waktu tertentu, sehingga diperoleh data yang cukup memadai (Donatus, 1989). f Pemilihan lama dan banyaknya waktu pengambilan cuplikan biologis. Bila digunakan cuplikan darah, pengambilan sebaiknya 3-5 kali t½ eliminasi obat yang diuji. Frekuensi pengambilan cuplikan biologis berkaitan erat dengan asumsi model kompartemen tubuh. Bila kinetika obat mengikuti dua kompartemen terbuka, maka frekuensi pengambilan cuplikan setidaknya 3 kali tahap absorpsi, 3 kali daerah puncak, 3 kali tahap distribusi, dan 3 kali tahap eliminasi (Ritschel, 1992). g Analisis dan evaluasi hasil. Analisis data hasil uji dan evaluasi hasil penelitian merupakan tahap terakhir penelitian farmakokinetika. Langkahlangkah analisis yang dilakukan meliputi analisis data uji coba, analisis statistika dan evaluasi (Donatus, 1989). D. Parasetamol Obat yang akan diteliti perubahan profil farmakokinetikanya dalam penelitian ini adalah parasetamol. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 39 1. Definisi Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 % C8H9NO2 dihitung terhadap zat anhidrat. Parasetamol berupa asam lemah serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit. Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N, mudah larut dalam etanol (Anonim, 1995). Parasetamol memiliki nama lain asetaminofen, N-asetil-p-aminofenol atau 4-hidroksiasetanilid. Parasetamol adalah turunan para-aminofenol yang berkhasiat sebagai analgesik-antipiretik (Block and Beale, 2004). Struktur parasetamol dapat dilihat pada gambar 3. H3COCHN OH Gambar 3. Struktur parasetamol (N-asetil-paraaminofenol) Parasetamol mempunyai titik lebur 169o C – 172o C. Satu bagian parasetamol larut dalam 70 bagian air, 20 bagian air panas, 7 bagian etanol dan 50 bagian kloroform. Parasetamol tidak larut dalam benzen dan eter (Clarke, 1969). pH parasetamol dalam larutan jenuh adalah 5,3 – 6,5. Pada larutan berair dengan pH 5 – 7, parasetamol sangat stabil. Parasetamol mempunyai nilai pKa 9,51 (Connors, Amidon, and Stella, 1986; Hanson 2000). Dalam metanol, parasetamol memiliki serapan maksimum pada panjang 1% 1% gelombang 249 nm ( A1cm = 900) (Clarke, 1969). A1cm atau serapan jenis adalah serapan dari larutan 1% zat terlarut dalam sel dengan ketebalan 1 cm (Anonim, 1995). PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 40 2. Aksi farmakologis Parasetamol merupakan metabolit aktif dari fenasetin dan asetanilid. Parasetamol memiliki efek analgesik-antipiretik dan telah digunakan sejak 1893 (Wilmana, 1995). Tempat dan mekanisme aksi dari efek analgesik parasetamol masih belum jelas. Parasetamol menurunkan demam melalui aksi langsung pada pusat pengatur suhu tubuh di hipotalamus dengan cara meningkatkan pengeluaran panas tubuh melalui vasodilatasi dan keringat. Aksi pirogen endogen pada pusat pengatur suhu tubuh pun dihambat (Anonim, 2004). Parasetamol merupakan penghambat enzim siklooksigenase di jaringan perifer yang lemah, sehingga daya anti inflamasinya kurang. Parasetamol lebih efektif dalam penghambat sintesis prostaglandin di sistem saraf pusat sehingga berguna sebagai agen analgesik antipiretik (Katzung, 2002). Dibandingkan dengan aspirin, parasetamol memiliki daya antipiretik dan analgesik yang hampir sama. Daya anti inflamasi aspirin lebih baik. Parasetamol tidak menghambat agregasi platelet dan tidak menyebabkan ulcer pada saluran pencernaan (Anonim, 2004). Parasetamol digunakan sebagai obat analgesik antipiretik alternatif terhadap aspirin, yaitu pada pasien yang hipersensitif terhadap aspirin, memiliki riwayat ulcer, memiliki gout, anak- anak dengan infeksi virus, serta pada pasein yang mengkonsumsi antikoagulan (Anonim, 2001). 3. Farmakokinetika parasetamol Absorpsi parasetamol berjalan cepat dan hampir sempurna dari saluran PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 41 pencernaan melalui pemberian oral. Konsentrasi plasma puncak (Cpmaks) sebesar 5 – 20 mcg/ml muncul dalam waktu 30 – 60 menit, tetapi tidak ada korelasi antara konsentrasi serum dan efek analgesik (American Medical Association (AMA), 1994). Waktu paruh (t1/2) plasma pada subyek sehat antara 1 – 2,5 jam. Pada overdosis, absorpsi berjalan lengkap setelah 4 jam (Anonim, 2001). Setelah diabsorpsi, parasetamol akan terdistribusi ke sebagian besar jaringan dan cairan badan secara cepat dan luas (Anonim, 2001). Hal ini ditunjukkan dengan besarnya nilai koefisien distribusinya pada manusia yaitu 0,94 l/kg (Melmon and Morelli, 1992) atau pada manusia 70 kg, volume distribusinya sekitar 67 L (Katzung, 2002). Dalam plasma, sekitar 25 % parasetamol terikat protein plasma (Wilmana, 1995). Availabilitas oral parasetamol adalah sekitar 88 % (Katzung, 2002). Parasetamol mengalami metabolisme di hati, terutama dalam bentuk konjugat glukuronida dan sulfat, dan dieliminasi di urin (AMA, 1994). Sebanyak 90 – 100 % obat ditemukan kembali dalam urin pada 24 jam pertama, terutama setelah konjugasi hepatik dengan asam glukuronat (± 60 %), dengan asam sulfat (± 35%), atau dengan sistein (± 3 %). Sejumlah kecil metabolit hasil hidroksilasi dan asetilasi juga terdeteksi (Anonim, 2004). Levy (1981) menyebutkan bahwa metabolit hasil hidroksilasi tersebut bertanggungjawab atas hepatotoksisitas akibat overdosis. Parasetamol dimetabolisme secara luas dan diekskresikan dalam urin terutama dalam bentuk konjugat inaktif glukuronat dan sulfat (94 %). Sekitar 4 % dioksidasi oleh sistem enzim sitokrom P450 hati menjadi metabolit yang toksik, 42 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI yaitu N-asetil-para-benzokuinonimina (NABKI) (Block and Beale, 2004; Laurence, et al., 1997). Pada keadaan normal metabolit ini didetoksifikasi oleh konjugasi dengan glutation seluler dan diekskresikan dalam urin sebagai konjugat sistein dan asam merkapturat (Anonim, 2004). Parasetamol mengalami metabolisme fase kedua yang menghasilkan inaktivasi farmakologis dari obat induk. Seperti yang terlihat dalam gambar 4, parasetamol mengalami konjugasi sulfat, konjugasi glutation dan konjugasi glukuronat dan menghasilkan metabolit yang tidak aktif (Gibson and Skett, 1991). Penggunaan parasetamol dalam jangka waktu panjang atau secara akut dalam dosis yang besar menyebabkan persediaan glutation menipis dan nekrosis hepatik dapat terjadi. Sekitar 2 % diekskresikan dalam bentuk tak berubah. Waktu paruh eliminasi sedikit diperpanjang pada neonatus dan sirosis (Anonim, 2004). Efek analgesik antipiretik dari parasetamol akan timbul bila konsentrasinya dalam darah antara 10 – 20 mg/L (Melmon and Morelli, 1992). Jadi, nilai Kadar Efek Minimum (KEM) dari parasetamol adalah bila kadarnya dalam darah sebesar 10 μg/ml hingga 20 μg/ml, sedangkan nilai Kadar Toksik Minimum (KTM) dari parasetamol adalah bila kadarnya dalam darah lebih dari 300 μg/ml (Katzung, 2002). PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 43 NHCOCH3 HO Parasetamol (aktif) Konjugasi sulfat Metabolisme dan konjugasi glutation Konjugasi glukuronat HO OH O HO S O NH COCH3 HO O N H O O COOH (tidak aktif) COCH3 tidak aktif Sistein dan konjugasi merkapturat (tidak aktif) ekskresi urin ekskresi urin ekskresi urin Gambar 4. Metabolisme parasetamol (Gibson and Skett, 1991) 4. Metode penetapan kadar parasetamol dalam plasma Parameter farmakokinetika obat diperoleh berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh dan atau metabolitnya di dalam cairan biologis. Oleh karena itu agar nilai- nilai parameter kinetika obat dapat dipercaya, metode penetapan kadar harus memenuhi berbagai prasyarat metode analisis yang baik (Donatus, 1989). Kadar parasetamol dalam darah dapat ditentukan dengan beberapa metode, yaitu sebagai berikut. a. Gas Liquid Chromatography (GLC) Metode ini memiliki sensitivitas dan selektivitas yang tinggi untuk menetapkan kadar parasetamol dalam darah (Prescott, 1971). Namun demikian pada metode ini diperlukan plasma sebanyak 2 ml (± 4 ml darah utuh) pada setiap pengambilan cuplikan. Sehingga jika metode ini diterapkan PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 44 pada hewan kecil (misalnya tikus) akan sulit untuk dikerjakan. b. Metode spektrokolorimetri-diferensial Metode ini juga dikatakan sebagai metode yang sensitif dan selektif untuk menetapkan kadar parasetamol darah (Knefil, 1974 cit. Donatus, 1994). Namun metode ini juga memerlukan darah dalam dalam jumlah yang banyak (± 5 ml darah utuh), sehingga sulit diterapkan pada hewan kecil (Donatus, 1994). c. Metode Chafetz et. al. (dengan modifikasi oleh Glynn dan Kendal, 1975) Metode ini adalah metode pengukuran parasetamol dalam plasma secara spektrofotometri yang didasarkan pada reaksi diazotasi. Produk hasil reaksi yang terbentuk dalam larutan basa akan menunjukkan kromofor yang kuat dan absorbansinya diukur pada panjang gelombang 430 nm (Chamberlain, 1995). Namun metode ini tidak dapat mengukur dengan tepat konsentrasi parasetamol dalam plasma di bawah 50 μg/ml sehingga pada konsentrasi tersebut biasanya dipakai kromatografi (Widdop, 1986). Selain itu, dalam pelaksanaannya metode ini juga memerlukan volume darah yang cukup banyak (± 2 ml darah utuh) untuk setiap pengambilan cuplikan darah, sehingga sulit diterapkan pada hewan kecil untuk sejumlah waktu pencuplikan. d. High Performance Liquid Chromatography (HPLC) HPLC merupakan teknik analisis yang paling sering digunakan dalam analisis farmasi untuk pemisahan, identifikasi, dan determinasi dalam campuran yang kompleks (Skoog, Holler, and Nieman, 1998). HPLC dapat PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 45 memberikan hasil pemisahan yang sangat cepat seperti pada kromatografi gas, dengan keunggulan zat- zat yang tidak menguap atau tidak tahan panas dapat dikromatografi tanpa peruraian atau tanpa perlunya dibuat turunan yang dapat menguap (Anonim, 1995). Analisis dalam HPLC meliputi analisis kualitatif dan kuantitatif. Tiap senyawa memiliki waktu retensi yang spesifik pada kondisi tertentu seperti kolom, suhu, laju, dan sebagainya sehingga dapat digunakan sebagai salah satu dasar uji kualitatif. Waktu retensi yang menunjukkan identitas suatu senyawa merupakan selang waktu yang diperlukan senyawa mulai pada saat injeksi sampai keluar dari kolom dan sinyalnya ditangkap oleh detektor (Gritter et al., 1985). Analisis kuantitatif dalam HPLC diperoleh dari nilai respon puncak, yaitu mencakup luas puncak dan tinggi puncak. Baik tinggi puncak maupun luasnya daat dihubungkan dengan konsentrasi analit. Tinggi puncak sangat dipengaruhi oleh perubahan waktu retensi yang disebabkan oleh variasi suhu dan komposisi pelarut. Oleh karena itu, luas puncak dianggap sebagai parameter yang lebih akurat untuk pengukuran kuantitatif (Anonim, 1995). Ditinjau dari sistem peralatannya, maka HPLC termasuk kromatografi kolom karena dipakai fase diamnya yang diisikan atau ter”packing” di dalam kolom. Tetapi bila ditinjau dari proses pemisahannya maka HPLC digolongkan sebagai kromatografi adsorpsi atau partisi. Tergantung pada butiran- butiran adsorban yang ada dalam kolom., apakah sebagai fase padat yang murni atau disalut dengan cairan (Mulja dan PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 46 Suharman, 1995). Berdasarkan jenis fase diam dan fase geraknya, maka HPLC (kolomnya) dibedakan menjadi dua. Bila fase diam lebih polar dari fase geraknya, maka disebut kromatografi fase normal. Sebaliknya, bila fase gerak lebih polar dari fase diamnya maka disebut kromatografi fase terbalik (Mulja dan Suharman, 1995). Hal- hal yang harus diperhatikan dan dipersiapkan untuk analisis dengan HPLC meliputi pemilihan pelarut pengembang atau pelarut pengembang campur yang sesuai untuk komponen yang dipisahkan, pemilihan kolom yang dipakai berkaitan dengan pelarut pengembang, pemilihan detektor yang memadai, serta pengetahuan dasar HPLC yang baik serta pengalaman dan keterampilan yang baik (Mulja dan Suharman, 1995) Metode HPLC memberikan keuntungan antara lain, dapat dilakukan pada suhu kamar, detektor dapat divariasi, pelarut pengembang dan kolom dapat digunakan berulangkali, serta ketepatan dan ketelitiannya yang relatif tinggi dijajarkan dengan teknik analisis fisiko-kimia (Mulja dan Suharman, 1995). Dengan berbagai pertimbangan diatas, maka dalam penelitian ini dilakukan penetapan kadar parasetamol utuh dalam plasma tikus dengan menggunakan metode HPLC, dengan mengacu pada penelitian yang pernah dilakukan oleh Howie, et. al. (1997) yang telah dimodifikasi oleh Wijoyo (2001). PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 47 E. Darah Darah merupakan cairan yang beredar melalui jantung, arteri, kapiler dan vena, yang berfungsi mengangkut zat makanan, dan oksigen ke sel- sel tubuh, dan mengeluarkan produk- produk buangan dan karbon dioksida. Darah terdiri dari bagian cairan dan elemen- elemen (Anonim, 1998). Sekitar 40 – 45 % dari darah unsur- unsur sel yang terdiri dari eritrosit, leukosit, dan trombosit (Frisell, 1982). Plasma darah merupakan bagian cair dari darah. Plasma diperoleh dengan membuat darah tidak beku dan sel darah disentrifugasi. Apabila darah dibiarkan saja tanpa penambahan antikoagulan maka sel- sel darah akan mengendap dan terbentuk fase cair yang disebut sebagai serum. Plasma darah berbeda dengan serum darah terutama pada serum tidak terdapat faktor pembekuan fibrinogen (Mutschler, 1991). Plasma manusia mengandung 90 – 92 % air. Air tersebut tidak hanya berfungsi sebagai pelarut bagi zat organik dan inorganik yang ditransportasikan oleh darah, melainkan juga berperan penting dalam regulasi panas dan pertukaran osmotik diantara kompartemen cair tubuh (Frisell, 1982). Selain air, sekitar 7 % dari plasma terdiri dari protein dan sisanya adalah garam- garam, karbohidrat, lipid dan asam amino. Sekitar 56 % protein plasma merupakan albumin. Albumin mempunyai arti yang besar untuk ikatan protein obat yaitu dalam hal distribusi obat (Mutschler, 1995). Langkah pertama dalam mempersiapkan plasma atau serum untuk dianalisis adalah memutus ikatan antara protein dengan obat. Bila dilakukan PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 48 pengukuran secara langsung, maka yang terukur hanyalah obat bebas saja, bukan keseluruhan obat yang ada. Metode yang paling mudah dan paling tua adalah dengan mengendapkan protein dan memperoleh filtratnya. Protein didenaturasi dan ikatannya dengan obat dihancurkan sehingga seluruh obat terlepas ke dalam filtrat. Reagen asam yang banyak digunakan untuk mendenaturasi protein adalah asam trikloroasetat karena memiliki efisiensi yang baik (Chamberlain, 1995). F. Landasan Teori Adanya makanan pada saluran pencernaan dapat mempengaruhi bioavailabilitas obat dari suatu produk obat oral. Zat- zat makanan yang mengandung asam amino, asam lemak, serta nutrien yang lain dapat mempengaruhi pH usus dan kelarutan dari obat. Pengaruh dari makanan tidak selalu dapat diprediksi dan dapat memberikan konsekuensi yang bermakna secara klinis (Shargel et al., 2005). Secara anatomis, setelah ditelan obat akan mencapai lambung dengan cepat, kemudian lambung mengosongkan isinya ke usus halus. Karena duodenum mempunyai kapasitas yang terbesar untuk absorpsi obat dari saluran pencernaan, adanya penundaan pada waktu pengosongan lambung bagi obat untuk mencapai duodenum akan menurunkan laju dan mungkin jumlah dari obat yang terabsorpsi. Sehingga akan memperpanjang waktu onset obat tersebut (Shargel et al., 2005). Pada umumnya, absorpsi suatu obat akan berlangsung lebih cepat bila lambung dan saluran pencernaan bagian atas berada dalam keadaan bebas dari PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 49 makanan. Pada kondisi non-puasa, penurunan laju absorpsi obat dimungkinkan terjadi karena faktor- faktor yang meliputi pencampuran dalam saluran penceraan yang buruk dan terbentuknya kompleks obat dengan makanan. Studi yang telah dilakukan oleh McGilveray dan Mattok (1972) tentang pengaruh puasa pada bioavailabilitas suatu tablet parasetamol komersial menunjukkan terjadinya peningkatan yang signifikan pada laju absorpsi pada subyek puasa, serta nilai luas area di bawah kurva (AUC) yang meningkat tetapi tidak signifikan. Melalui pengujian yang mendalam pada tikus, baik in vivo maupun in vitro, (Bagnal et. al., 1979 cit. Donatus, 1994) ditegaskan bahwa absorpsi parasetamol dari saluran pencernaan, utamanya pada usus halus, berlangsung melalui mekanisme transpor pasif. Oleh karena itu dapat dipahami bila keefektifan absorpsi parasetamol dipengaruhi oleh laju pengosongan lambung. G. Hipotesis Adanya kondisi puasa sebelum pemberian parasetamol secara oral pada tikus putih jantan akan menyebabkan perubahan pada profil farmakokinetika dari parasetamol tersebut. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian dengan judul Pengaruh Puasa terhadap Profil Farmakokinetika Parasetamol pada Tikus Putih Jantan ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. B. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini terdapat dua variabel penelitan, yang pertama yaitu variabel utama, yang terdiri dari variabel bebas dan variabel tergantung, serta yang kedua yaitu variabel pengacau terkendali. Berikut ini akan diuraikan tentang masing- masing variabel tersebut. 1. Variabel utama a Variabel bebas. Pada penelitian ini variabel bebasnya yaitu waktu puasa selama 6 jam sebelum pemberian parasetamol. b Variabel tergantung. Pada penelitian ini variabel tergantungnya adalah profil farmakokinetika parasetamol, yaitu : 1) parameter farmakokinetika primer, meliputi : a) tetapan laju absorpsi (ka) b) volume distribusi steady state (Vdss), adalah jumlah obat terukur dalam tubuh yang digambarkan dalam cairan tubuh 50 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 51 pada keadaan steady state/ tunak (ml) c) bersihan tubuh total (ClT), adalah ukuran volume darah atau plasma yang dibersihkan dari obat per satuan waktu (ml/menit) 2) parameter farmakokinetika sekunder, meliputi : a) waktu untuk mencapai puncak maksimum (tmaks), adalah waktu yang diperlukan obat untuk mencapai Cpmaks (menit) b) waktu paruh eliminasi (t½el), adalah waktu berkurangnya kadar obat dalam darah menjadi setengahnya (menit) c) mean residence time (MRT), adalah waktu tinggal rata-rata saat residu obat ada di dalam tubuh (jam) d) konsentrasi maksimum pada waktu mencapai tmaks (Cpmaks), adalah konsentrasi maksimum yang dapat dicapai obat di dalam plasma darah (mg/L) e) α, adalah tetapan laju disposisi cepat (menit-1) f) β, adalah tetapan laju disposisi lambat (menit-1) g) k12, adalah tetapan laju distribusi dari kompartemen sentral ke kompartemen perifer (menit-1) h) k21, adalah tetapan laju distribusi dari kompartemen perifer ke kompartemen sentral i) k13, adalah tetapan laju eliminasi dari kompartemen sentral (menit-1) 3) besaran turunan lain, yaitu : PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 52 luas area dibawah kurva (AUC(0-∞)), adalah jumlah obat yang terukur dalam tubuh pada waktu 0 sampai tak hingga (μg.menit/ml). 2. Variabel pengacau terkendali Variabel ini disebut sebagai variabel pengacau terkendali karena adanya variabel- variabel ini dapat mengacaukan hasil penelitan yang diperoleh. Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan pengendalian yaitu dengan cara meminimalkan perbedaan antara subyek uji yang digunakan. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini meliputi variabel- variabel berikut. 1) galur spesies subyek uji adalah galur Wistar (Rattus norwegicus) 2) jenis kelamin subyek uji adalah jantan 3) umur subyek uji antara 2-3 bulan 4) berat badan subyek uji antara 240-270 gram 5) status puasa subyek uji terhadap makanan dan minuman selama 18 jam sebelum diberi perlakuan Disamping variabel pengacau yang terkendali, terdapat pula variabel pengacau yang tidak terkendali yaitu keadaan patologis dan psikologis subyek uji. C. Bahan Penelitian Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan, galur Wistar (dewasa sehat), umur 2-3 bulan dengan berat badan antara 240 sampai 270 gram PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 53 yang diperoleh dari laboratorium hewan uji Universitas Sanata Dharma. Zat- zat kimia yang diperlukan adalah parasetamol kualitas farmasetis dari PT Anqiu Lu’An Pharmaceutical Co., Ltd.; natrium-karboksi metil selulosa (carboxy methyl cellulose-sodium/ CMC-Na); asam trikloroasetat, asam asetat, etil asetat kualitas proanalisis (E.Merck); heparin sodium injection USP (Fahrenheit) dan akuabidestilata (dari Laboratorium Kimia Organik Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta). D. Alat Penelitian Penelitian ini menggunakan alat- alat yaitu seperangkat alat gelas (Pyrex) yang lazim digunakan untuk analisis, tabung effendorf, pipet mikro (Socorex) ukuran 200-1000 μl, sentrifuge (berdiameter 18cm, Hettich EBA 85, Germany), neraca analitik (Mettler Toledo, kepekaan 0,1 mg dan Scaltec, kepekaan 0,01 mg), Spektrofotometer UV-Vis (Genesys 6v1.001), penyaring Millex 0,45 µm, organic solvent membrane filter merk Whatman dengan ukuran pori 0,5 μm dan diameter 47 mm, inorganic solvent membrane filter merk Whatman dengan ukuran pori 0,45 μm dan diameter 47 mm, syringe merk Hamilton, degassing ultrasonic merk Retsch, serta seperangkat HPLC (CBM-101 Shimadzu) yang meliputi pompa merk Shimadzu model LC-10 AD, detektor UV/Vis merk Shimadzu model SPD10 AV, CBM-101 merk Shimadzu, kolom Waters BondapacTM C18 (dengan panjang 15 dan 30 cm, diameter partikel 5-10 μm) dan seperangkat komputer merk ACER. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 54 E. Jalan Penelitian Penelitian ini mengacu pada penelitian yang pernah dilakukan oleh Howie et. al. (1977) yang telah dimodifikasi oleh Wijoyo (2001) yaitu penetapan kadar parasetamol utuh menggunakan HPLC. Langkah kerjanya adalah sebagai berikut. Sebanyak kurang lebih 0,5 ml darah berheparin dipusingkan dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit. Jernihan diambil, ini disebut plasma. Pipet 0,25 ml plasma, tambahkan 0,25 ml parasetamol baku kadar tertentu, kemudian tambahkan 0,5 ml larutan TCA 10 %. Pusingkan pada kecepatan 3500 rpm selama 10 menit. Ambil jernihan yang ada, saring dengan penyaring millex 0,45μm. Hilangkan gelembung gas dengan melakukan degassing selama 15 menit. Injeksikan pada HPLC sebanyak 20 μl. Lakukan elusi dengan fase gerak campuran air- asam asetat- etil asetat (98:1:1), pada panjang gelombang 250 nm dengan laju alir 1 ml/menit. Langkah- langkah yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi validasi metode analisis, orientasi dosis dan jadwal pengambilan cuplikan, serta analisis profil farmakokinetika parasetamol pada tikus putih jantan. 1. Validasi metode analisis Langkah- langkah dalam validasi metode analisis meliputi pembuatan seri larutan baku; penetapan persamaan kurva baku; penentuan nilai perolehan kembali, kesalahan acak, dan kesalahan sistematik; serta uji stabilitas PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 55 parasetamol. a Pembuatan seri larutan baku Lebih kurang 100,0 mg parasetamol ditimbang dengan seksama, larutkan dalam akuabidestilata sampai volume 100,0 ml. Pipet 0,15; 0,25; 0,50; 1,0; 1,5; 2,0; 3,0; 4,0 ml lalu masukkan dalam labu ukur 10 ml, kemudian encerkan dengan aquabidestilata sampai tanda. b Penetapan persamaan kurva baku parasetamol dalam plasma. Pipet 0,25 ml dari tiap seri larutan baku, masukkan ke dalam 0,25 ml plasma. Sehingga diperoleh kadar parasetamol 7,5; 12,5; 25; 50; 75; 100; 150; 200 μg/ml. Tambahkan larutan TCA 10 % sebanyak 0,5 ml, pusingkan selama 10 menit pada 3500 rpm. Ambil jernihan yang ada, saring dengan penyaring millex 0,45 μm. Hilangkan gelembung gas dengan melakukan degassing selama 15 menit. Injeksikan pada HPLC sebanyak 20 μl. Lakukan elusi dengan fase gerak campuran air- asam asetat- etil asetat (98:1:1), pada panjang gelombang 250 nm dengan laju alir 1 ml/menit. Sebagai faktor koreksi, dilakukan pula pembuatan blanko kurva baku yaitu plasma darah tikus tanpa parasetamol, dengan cara kerja yang sama. c Penetapan perolehan kembali, kesalahan acak dan kesalahan sistematik. Dibuat dua seri kadar parasetamol dalam plasma yaitu kadar 25 dan 100 μg/ml, masing- masing dilakukan tiga kali replikasi. Penetapan kadar parasetamol dilakukan dengan HPLC seperti langkah 1 b yaitu mulai dari penambahan larutan TCA 10 %. Kadar yang terukur dibandingkan dengan kadar yang terhitung dan dicari kesalahan acak dan kesalahan sistematik PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 56 untuk masing- masing kadar. d Stabilitas parasetamol. Dibuat suspensi parasetamol kadar 100 μg/ml dalam plasma, kemudian disimpan pada suhu 00 C selama 2 hari. Kadar parasetamol dalam plasma setiap hari ditentukan dengan HPLC seperti langkah 1 b yaitu mulai dari penambahan larutan TCA 10 %. Hasil yang diperoleh dinyatakan dengan prosen degradasi. 2. Tahap orientasi dosis dan jadwal pengambilan cuplikan Pemilihan takaran dosis parasetamol didasarkan pada batas keamanan yang masih dapat diterima, sensitivitas metode penetapan kadar dan kemungkinan terdapat kinetika tergantung dosis (Donatus, 1989). Pada penelitian ini dosis parasetamol yang digunakan adalah 300 mg/kgBB, yaitu 10 % dari LD50 oral parasetamol pada tikus. Orientasi dosis dilakukan dengan replikasi sebanyak tiga kali. Penetapan jadwal pengambilan cuplikan yaitu sebanyak 3 -5 kali t1/2 el. Dipilih sedikitnya 3 titik pada tahap absorpsi, 3 titik pada daerah sekitar puncak, 3 titik pada tahap distribusi dan 3 titik pada tahap eliminasi. Kepada sepasang hewan uji diberikan suspensi parasetamol dalam CMC-Na 1 % dengan dosis 300 mg/kg secara oral. Pada menit ke 5, 10, 20, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360, dan 420 diambil cuplikan darah melalui vena lateralis ekor tikus untuk ditetapkan kadar parasetamol utuhnya. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 57 Jadwal pengambilan sampel ditetapkan berdasarkan jumlah obat yang diserap (80 – 90 %) yaitu dihitung dari 3 – 5x t1/2el parasetamol. 3. Pengaruh puasa terhadap profil farmakokinetika parasetamol Pengaruh perlakuan puasa terhadap profil farmakokinetika parasetamol ini akan dilakukan pada tahap ini dengan mengikuti rancangan acak lengkap pola searah. Acak berarti setiap subyek uji dapat menjadi probandus. Lengkap berarti semua hewan uji memiliki keseragaman kondisi yang meliputi persamaan jenis kelamin, galur, umur dan berat badan. Pola searah berarti hanya terdapat satu variabel bebas (dalam penelitian yaitu waktu puasa selama 6 jam). Langkah- langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut. a pengelompokkan dan perlakuan hewan uji Semua hewan uji diadaptasikan dan dipelihara dalam kondisi yang sama, selama 2 minggu sebelum perlakuan. Sebelum perlakuan, hewan uji dipuasakan selama 18 jam. Sebanyak 10 ekor tikus putih jantan sebagai hewan uji dibagi 2 kelompok sama banyak, yaitu kelompok kontrol (I) dan kelompok perlakuan (II). Perbedaan antara kelompok I dan kelompok II adalah pada lamanya puasa. Pada kelompok I, hewan uji dipuasakan selama 18 jam sebelum pemberian parasetamol, sedangkan kelompok II dipuasakan selama 6 jam dahulu lalu ditambah 18 jam, sebelum pemberian parasetamol. Semua hewan uji kontrol terlebih dahulu dilakukan sampling 1,0 ml darah sebagai blangko. Setelah itu hewan uji diberi parasetamol PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 58 secara oral dosis 300 mg/kgBB, kemudian dilakukan sampling darah pada berbagai waktu, yaitu menit ke 5, 10, 20, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360, dan 420 melalui vena lateralis ekor. b Penetapan kadar parasetamol utuh dalam plasma Kurang lebih 0,5 ml darah diambil dari vena lateralis ekor tikus pada menit ke 5, 10, 20, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360, dan 420 (pada menit ke- 0 telah diambil blanko) dan dimasukkan ke dalam tabung effendorf yang telah berisi heparin, selanjutnya dipusingkan selama 10 menit pada 3500 rpm. Ambil plasma yang ada sebanyak 0,25 ml, lalu encerkan dengan akuabidestilata 0,25 ml dan kemudian tambahkan 0,5 ml TCA 10 %. Pusingkan selama 10 menit pada 3500 rpm. Ambil jernihan yang ada lalu saring dengan penyaring millex 0,45 μm, masukkan ke dalam flakon. Injeksikan jernihan sebanyak 20 μl pada HPLC, diikuti elusi dengan fase gerak campuran air - asam asetat - etil asetat (98:1:1) pada laju alir 1 ml/menit. Luas area dari kromatogram yang diperoleh, dimasukkan dalam persamaan kurva baku parasetamol, sehingga diperoleh nilai kadar parasetamol utuh dalam darah. Nilai kadar parasetamol ini selanjutnya digunakan sebagai dasar perhitungan parameter farmakokinetikanya. Data yang diperoleh berupa kadar zat aktif dalam darah tiap satuan waktu. Kemudian dilakukan perhitungan parameter- parameter farmakokinetika dengan perangkat lunak Stripe (Woolard and Johnston, 1983, yang telah direvisi oleh Jung, 1984). PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 59 F. Cara Analisis Hasil 1. Cara perhitungan parameter farmakokinetika Nilai- nilai kadar parasetamol dalam plasma yang diperoleh selanjutnya diolah menjadi parameter farmakokinetika primer, parameter farmakokinetika sekunder, dan besaran turunan lain dengan program Stripe (Johnston and Woollard, 1983, yang telah direvisi oleh Jung, 1984). Tabel V. Parameter farmakokinetika model 2 kompartemen terbuka Kinetika Parameter Satuan Persamaan Absorpsi ka Cpmaks tmaks AUC (0-∞) VdSS menit-1 µg/ml menit µg.menit/ml-1 ml Diolah dengan program Stripe Diolah dengan program Stripe Diolah dengan program Stripe Diolah dengan program Stripe Diolah dengan program Stripe Diolah dengan program Stripe Diolah dengan program Stripe Diolah dengan program Stripe Diolah dengan program Stripe Diolah dengan program Stripe Diolah dengan program Stripe Diolah dengan program Stripe Diolah dengan program Stripe Distribusi Eliminasi α k12 k21 ClT menit-1 menit-1 menit-1 ml/menit β menit-1 t1/2 el k13 MRT menit-1 menit menit 2. Analisis statistik Hasil penelitian yang diperoleh kemudian diolah menggunakan program Stripe, kemudian dianalisis dengan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test dan dilanjutkan dengan Paired Sampel T-test menggunakan program SPSS 12.0 pada taraf kepercayaan 95 %. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan langkah-langkah percobaan sesuai dengan metodologi penelitian serta diperoleh data- data hasil penelitian, maka dalam bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yang telah diperoleh tersebut. A. Pengambilan Cuplikan Darah Tikus Pada penelitian ini digunakan hewan uji tikus. Hal yang menjadi pertimbangan adalah bila digunakan hewan uji mencit maka volume darah yang diperoleh tidak akan mencukupi karena volume darah mencit yang terlalu sedikit. Padahal dibutuhkan serangkaian pengambilan cuplikan darah pada rentang waktu tertentu. Kelinci tidak dipilih sebagai hewan uji pula, karena terdapat perbedaan fisiologis saluran pencernaan yang besar dengan yang ada pada manusia, yaitu pola pengosongan lambung yang lambat sehingga akan berpengaruh pada pola absorpsi obat (Kaplan, 1979 cit. Donatus 1989). Metode sampling atau pencuplikan yang digunakan adalah metode invasif. Cuplikan hayati yang dipilih adalah darah dengan alasan yaitu karena darah merupakan tempat yang paling cepat dicapai oleh obat. Darah jugalah yang mengambil obat dari tempat absorpsi, kemudian mendistribusikannya ke jaringan termasuk tempat aksi, serta menghantarkannya ke tempat eliminasi (Rowland and Tozer, 1995) 60 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 61 Darah tikus diambil dari vena lateralis ekor tikus. Bila darah diambil dari mata, maka hanya dapat dilakukan satu kali pencuplikan saja. Vena lateralis ekor tikus lebih jelas terlihat pada tikus yang muda, karena pada tikus yang tua terjadi penebalan kulit pada ekor sehingga akan susah terlihat. Oleh karena itu digunakan tikus umur 2 – 3 bulan. Ekor tikus terlebih dahulu dicukur dengan bersih, kira- kira 3 – 4 cm dari ujung ekor. Bagian yang akan ditoreh diusap dengan parafin cair dengan maksud agar tidak terjadi penjendalan darah pada bagian itu. Dalam menampung tetesan darah, dilakukan dengan hati- hati agar sel sel darah tidak ruptur. Darah dibiarkan menetes lewat dinding tabung effendorf yang telah diberi antikoagulan. Plasma darah diperoleh dengan menambahkan heparin sebagai antikoagulan sehingga protein dalam darah yang telah diperoleh tidak mengendap. Bila darah membeku, maka obat baik yang terikat maupun yang tidak terikat akan terjebak dalam gumpalan atau jendalan darah tersebut. Darah yang telah ditampung tersebut kemudian dipusingkan selama 10 menit pada 3500 rpm, kemudian akan diperoleh cairan bening atau supernatan yang disebut plasma. Intensitas efek farmakologik atau toksik sering dikaitkan dengan kadar obat pada reseptor yang lazim terletak di dalam sel- sel jaringan (Soehardjono, 1990). Karena sebagian besar sel jaringan dialiri cairan jaringan atau plasma, pemantauan kadar obat dalam plasma merupakan metode yang tepat untuk mengikuti jalannya terapi. Komposisi plasma dalam darah lebih banyak dari serum. Dengan demikian jumlah parasetamol yang dapat terikat pada plasma lebih banyak dan PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 62 sensitivitas dalam pengukuran menjadi lebih kecil pula (Smith and Stewart, 1981). Plasma juga dapat menembus hampir semua jaringan tubuh termasuk selsel darah. Sehingga dapat mencerminkan kadar obat meskipun tidak benar- benar 100 %. Parasetamol termasuk asam lemah (pKa 9,5) sehingga mudah terikat protein plasma, terutama albumin. Albumin termasuk protein globuler yang dapat larut dalam air. Parasetamol akan berikatan dengan residu asam amino penyusun albumin, yaitu gugus asam amino asam aspartat (C4H7NO4) (Wagner, 1975) yaitu melalui ikatan hidrogen. Bentuk obat yang dapat memberikan efek farmakologis adalah bentuk obat tak terikat atau bebas. Sehingga perlu dilakukan pemisahan antara protein dengan obat agar diperoleh bentuk obat bebasnya. Adanya protein dapat menyebabkan kerusakan pada kolom, selain itu absorbansinya juga akan ikut terukur. Dilakukan proses denaturasi protein dengan menggunakan asam trikloroasetat (TCA) yang akan memecah struktur asli dari protein. TCA akan merusak struktur sekunder, kuartener dan tersier dari protein dengan cara memutuskan ikatan non kovalen dalam protein sehingga protein kehilangan aktivitas biologiknya. Proses denaturasi dapat digambarkan seperti yang terlihat pada gambar 5 (Murray, Granner, Mayes, Rodwell, 1995). Denaturasi Aktif (asli) inaktif (terdenaturasi) Gambar 5. Gambaran denaturasi protein PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 63 Protein yang telah mengalami denaturasi akan menjadi kurang larut dan kemudian mengendap. Endapan protein ini kemudian disentrifugasi atau dipusingkan. Setelah dilakukan pemusingan, maka pada bagian atas tabung sentrifugasi terbentuk jernihan atau supernatan yang mengandung parasetamol bebas. Jernihan ini diambil dengan hati- hati menggunakan pipet mikro agar protein yang sudah terendapkan tidak ikut terambil, dan siap untuk digunakan dalam proses selanjutnya. B. Validasi Metode Analisis Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu yang diperoleh dari percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa memenuhi persyaratan dalam penggunaannya (Harmita, 2004). Oleh sebab itu sebelum dilakukan penetapan kadar parasetamol dalam plasma, terlebih dahulu dilakukan validasi terhadap metode yang akan digunakan agar dapat memberikan hasil yang dapat dipercaya. Kadar parasetamol dalam plasma pada penelitian ini ditetapkan dengan mengacu pada penelitian yang pernah dilakukan oleh Howie et. al. (1977) yang telah dimodifikasi oleh Wijoyo (2001) yaitu metode penetapan kadar parasetamol utuh menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Analisis HPLC mempunyai maksud dan tujuan yaitu diperolehnya pemisahan yang baik dalam waktu yang relatif singkat (Mulja dan Suharman, 1995). Parasetamol yang akan ditetapkan kadarnya berasal dari serangkaian data PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 64 pada berbagai waktu pencuplikan darah. Darah merupakan cairan biologis yang paling kompleks. Karena parasetamol berada dalam matriks biologis yang kompleks dan kadarnya dapat sangat kecil, maka diperlukan suatu metode yang dapat memberikan hasil analisis yang tepat. Metode HPLC memberikan hasil analisis yaitu puncak kromatogram yang terpisah untuk masing- masing zat yang berada dalam analit/ sampel. Sehingga meskipun terdapat senyawa endogen dari plasma, namun karena diperoleh puncak- puncak kromatogram yang terpisah, maka analisis terhadap parasetamol saja dapat dilakukan dan memberikan hasil yang tepat. Kelebihan lain dari digunakannya metode HPLC adalah dalam hal waktu pengerjaan dan volume sampel yang dibutuhkan. Dengan banyaknya jumlah sampel yang harus dianalisis, maka dibutuhkan suatu metode analisis yang dapat memberikan hasil analisis dalam waktu yang relatif singkat. Selain itu, volume sampel yang dibutuhkan ketika menginjeksikan sampel adalah sangat sedikit (dalam skala μl). Hal ini sesuai dengan kondisi yang ada yaitu keterbatasan dalam volume darah yang dapat diambil dari hewan uji pada masing- masing waktu pencuplikan. Mengacu pada kedua penelitian tersebut di atas, maka fase gerak yang digunakan yaitu campuran akuabidestilata - asam asetat - etil asetat (98: 1: 1), dan fase diam yaitu C18. Berdasarkan sifat fase gerak dan fase diam yang digunakan tersebut maka kromatografi ini termasuk ke dalam kromatografi partisi fase terbalik, yaitu fase gerak bersifat lebih polar daripada fase diam. Kromatografi partisi didasarkan pada partisi zat terlarut di antara dua PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 65 pelarut yang tidak bercampur, salah satunya diam (fase diam) dan yang lainnya bergerak (fase gerak) dengan polaritas yang berbeda. Pada kromatografi partisi fase terbalik, air dapat digunakan sebagai komponen utama fase gerak. Parasetamol dapat larut dalam air. Sehingga air dapat digunakan sebagai komponen utama dalam fase gerak. Adanya asam asetat akan memberikan suasana asam sehingga parasetamol akan tetap berada dalam bentuk molekulnya. Dibandingkan dengan bentuk molekulnya, parasetamol dalam bentuk ionnya akan memiliki afinitas pada fase gerak (polar) yang lebih besar daripada dengan fase diam (non polar). Sehingga akan terelusi lebih cepat dan memberikan waktu retensi yang lebih singkat. Hal ini akan memberikan hasil pemisahan yang kurang baik, karena puncak kromatogram yang terbentuk akan tumpang tindih dengan puncak kromatogram dari senyawa endogen plasma. Oleh sebab itu, diberikan suasana asam agar parasetamol berada dalam bentuk molekul, sehingga diperoleh pemisahan kromatogram yang baik. Parasetamol adalah asam lemah, di dalam air parasetamol akan mengalami ionisasi sebagian. Ion H+ dari asam asetat akan ditarik oleh atom Odari ion parasetamol, sehingga parasetamol yang telah mengalami ionisasi dalam air tersebut akan kembali ke bentuk utuhnya. Reaksinya dapat dilihat pada gambar 6 berikut. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI H O H + H + H O 66 NHCOCH3 H H O O NHCOCH3 O H3C C O + H O NHCOCH3 O H3C C O + H O NHCOCH3 Gambar 6. Ionisasi parasetamol dalam fase gerak Kombinasi dari komposisi fase gerak bertujuan untuk memperoleh kepolaran fase gerak yang sesuai dengan kepolaran analit. Dalam penelitian, air tidak digunakan sebagai fase gerak tunggal karena akan bersifat terlalu polar, yang akan menyebabkan waktu retensi parasetamol bertambah panjang karena afinitasnya terhadap fase diam yang besar. Oleh sebab itu ditambahkan asam asetat dan etil asetat agar diperoleh kepolaran fase gerak yang optimal. Molekul dengan kepolaran yang mendekati kepolaran air diharapkan akan terelusi terlebih dahulu sebelum parasetamol. Sehingga diperoleh kromatogram yang terpisah. Setelah terelusi oleh fase gerak, parasetamol akan dibaca serapannya oleh detektor UV dalam sistem HPLC yang digunakan. Parasetamol memiliki gugus PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 67 kromofor dalam strukturnya sehingga dapat menyerap radiasi sinar ultraviolet dan dibaca oleh detektor UV tersebut. Elektron π pada ikatan rangkap gugus kromofor parasetamol bila dikenai sinar radiasi elektromagnetik akan tereksitasi ke tingkat yang lebih tinggi yaitu orbital π*. Selain gugus kromofor, pada struktur parasetamol juga terdapat gugus auksokrom yang terikat langsung pada gugus kromofor. Gugus auksokrom memiliki pasangan elektron bebas pada orbital n yang dapat berinteraksi dengan elektron π pada kromofor. Sehingga meskipun tidak menyerap radiasi, namun terikatnya gugus auksokrom pada gugus kromofor akan mengubah panjang gelombang absorpsi maksimum (menjadi lebih panjang) dan meningkatkan absorpsi. Gugus kromofor dan auksokrom dari parasetamol dapat dilihat pada gambar 7. CH 3 C HO O NH Gambar 7. Gugus kromofor dan gugus auksokrom parasetamol Keterangan : = gugus auksokrom = gugus kromofor Validasi metode yang dilakukan meliputi penetapan persamaan kurva baku; penentuan nilai perolehan kembali, kesalahan acak, dan kesalahan PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 68 sistematik; serta uji stabilitas parasetamol. 1. Penetapan persamaan kurva baku parasetamol dalam plasma Kurva baku hendaknya dapat mewakili kadar in vivo. Kurva baku dibuat dengan tujuan untuk memperoleh persamaan kurva baku yang selanjutnya digunakan untuk menetapkan kadar sampel. Dalam penelitian ini dilakukan pembuatan kurva baku dengan rentang kadar parasetamol dalam plasma antara 7,5 μg/ml sampai 200 μg/ml. Pemilihan seri konsentrasi kurva baku ini dimaksudkan agar kadar parasetamol yang terdapat dalam sampel baik yang terendah maupun yang tertinggi dapat masuk dalam rentang seri konsentrasi larutan baku. Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Howie et. al. (1977) yang telah dimodifikasi oleh Wijoyo (2001) maka dalam pengukuran kadar parasetamol dalam plasma pada tahap ini dan selanjutnya dilakukan pada panjang gelombang 250 nm. Hasil pengukuran kurva baku untuk blanko kurva baku dapat dilihat pada gambar 8 dan untuk kurva baku pada konsentrasi 100 μg/ml pada gambar 9. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Gambar 8. Kromatogram blanko kurva baku Gambar 9. Kromatogram kurva baku pada konsentrasi 100 μg/ml 69 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 70 Analisis kualitatif dilakukan dengan melihat waktu retensi dari analit. Waktu retensi yang menunjukkan identitas suatu senyawa merupakan selang waktu yang diperlukan senyawa mulai pada saat injeksi sampai keluar dari kolom dan sinyalnya ditangkap oleh detektor (Gritter et. al., 1985). Pada gambar 8 (blanko) analit atau sampel yang diinjeksikan adalah plasma tanpa parasetamol. Terbentuk satu puncak pada menit ke 3,336 menit. Puncak kromatogram yang terbentuk tersebut dimungkinkan adalah berasal dari senyawa endogen plasma. Analit pada gambar 9 yaitu plasma ditambahkan dengan parasetamol konsentrasi 100 μg/ml. Dapat dilihat pada gambar tersebut terbentuk dua puncak kromatogram yaitu pada menit ke 3,323 dan menit ke 4,595. Adanya kemiripan waktu retensi puncak kromatogram pertama gambar 9 dengan puncak kromatogram gambar 8, dapat disimpulkan berasal dari senyawa yang sama yaitu dimungkinkan adalah senyawa endogen plasma. Sedangkan untuk puncak keduanya, dapat disimpulkan adalah berasal dari parasetamol konsentrasi 100 μg/ml yang ditambahkan tersebut. Analisis kuantitatif dilakukan dengan melihat nilai luas area di bawah kurva (AUC) dari masing- masing senyawa. Blanko digunakan sebagai faktor koreksi dari seri kurva baku. Waktu retensi (tR) parasetamol yaitu 4,595 menit. Pada blanko, terlihat bahwa pada menit yang hampir sama (tR 4,579) juga terdapat serapan yang memberikan nilai AUC sebesar 5154. Sehingga nilai AUC dari masing- masing konsentrasi kurva baku selanjutnya dikurangi dengan faktor koreksi tersebut, dan diperoleh nilai AUC terkoreksi. Nilai AUC terkoreksi ini yang kemudian menjadi dasar perhitungan kuantitatif. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 71 Hasil pengukuran seri kurva baku tersebut dapat dilihat pada tabel VI. Tabel VI. Data persamaan kurva baku Kadar terhitung (a) (μg/ml) AUC terkoreksi (b) 7,5006 12,5013 25,0025 50,0050 75,0075 100,0100 150,1500 200,0200 286875 340097 619447 1093044 1588445 2076294 2990392 4073873 Persamaan regresi linier dari (a) dan (b) adalah : A = 117131,5808 B = 19560,5531 r = 0,9997 Y = BX + A Y = 19560,5531 X + 117131,5808 Melalui data hasil pengukuran kurva baku tersebut diperoleh persamaan kurva baku dengan membuat persamaan garis regresi, yaitu Y = 19560,5531 X + 117131,5808. Hubungan antara kadar dan AUC tersebut bersifat linier, yang ditunjukkan dengan koefisien korelasi (r) yang mendekati satu serta dapat dilihat pada gambar 10, kurva yang terbentuk hampir mendekati garis lurus. Nilai r yang diperoleh dari persamaan lebih besar dari nilai r tabel (df = 6; r= 0,707). Sehingga persamaan kurva baku ini dapat digunakan untuk menghitung kadar parasetamol dalam plasma dengan X sebagai nilai kadar dan Y sebagai nilai AUC terkoreksi. AUC terkoreksi (x1000) kurva baku 5000 4000 3000 2000 1000 0 0 50 100 150 200 250 kadar Gambar 10. Persamaan kurva baku parasetamol dalam plasma (Y = 19560,5531 X + 117131,5808 ; r = 0,9997) PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 72 2. Penetapan nilai perolehan kembali, kesalahan sistematik dan kesalahan acak Metode analisis dikatakan memenuhi syarat apabila dapat memberikan nilai perolehan kembali dalam rentang 80 - 120 %, kesalahan acak dan kesalahan sistematik kurang dari 10 % (Mulja dan Suharman, 1995). Pada penelitian dibuat dua seri kadar parasetamol dalam plasma yaitu kadar 25 dan 100 μg/ml (masingmasing tiga kali replikasi), dengan tujuan untuk mewakili nilai kadar yang kecil maupun yang besar. Nilai perolehan kembali (recovery) merupakan tolok ukur akurasi atau kecermatan. Kesalahan sistematik merupakan tolok ukur inakurasi. Sedangkan kesalahan acak merupakan tolok ukur presisi atau keseksamaan dan dinyatakan dengan nilai koefisien variasi (CV). Dalam penelitian dilakukan penetapan nilai perolehan kembali, kesalahan acak dan kesalahan sistematik pada hari yang sama (intraday) dan pada hari yang berbeda (interday) seperti yang terlihat pada tabel VII dan tabel VIII. Tabel VII. Nilai perolehan kembali, kesalahan sistematik, kesalahan acak dari penetapan kadar parasetamol dalam plasma secara HPLC- intraday Kadar terhitung (μg/ml) 24,9950 25,0000 25,0075 Rata-rata ± SE 99,9800 100,000 100,0300 Rata-rata ± SE Kadar terukur (μg/ml) 24,4868 25,0217 24,9293 24,8126± 0,1651 96,6658 97,5950 99,5062 97,9223± 0,8361 Perolehan kembali (%) 97,97 100,09 99,69 99,25 ± 0,6504 96,69 97,58 99,44 97,90 ± 0,8102 Kesalahan Sistematik (%) 2,03 0,09 0,31 0,81 ± 0,6146 3,32 2,42 0,56 2,10 ± 0,8126 Kesalahan acak (%) 1,15 1,48 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 73 Tabel VIII. Nilai perolehan kembali, kesalahan sistematik, kesalahan acak dari penetapan kadar parasetamol dalam plasma secara HPLC- interday Kadar terhitung (μg/ml) 24,9950 24,9950 25,0075 Rata-rata ± SE 99,9800 99,9800 100,0300 Rata-rata ± SE Kadar terukur (μg/ml) 25,1337 25,1698 24,2656 24,8564± 0,2956 100,2464 97,1070 99,2717 98,8750± 0,9277 Perolehan kembali (%) 100,56 100,70 97,03 99,43 ± 1,2010 100,27 97,13 99,24 98,88 ± 0,9241 Kesalahan Sistematik (%) 0,56 0,70 3,0 1,42 ± 0,7910 0,27 2,87 0,76 1,30 ± 0,7976 Kesalahan acak (%) 2,06 1,63 Nilai perolehan kembali, kesalahan acak dan kesalahan sistematik pada hari yang berbeda (interday) digunakan untuk mengetahui ketangguhan metode (ruggedness), yang menunjukkan derajat ketertiruan hasil uji yang diproleh dari sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal. Dari hasil tersebut diperoleh nilai perolehan kembali pada hari yang sama adalah 99,25 % - 97,90 %, dan pada hari yang berbeda adalah 99,43 % - 98,88 %, yang berarti masuk dalam rentang yang diperbolehkan. Nilai kesalahan sistematik pada hari yang sama adalah 0,81 % dan 2,10 %, dan pada hari yang berbeda adalah 1,42 % dan 1,30 %, berarti nilai tersebut tidak melebihi nilai yang diperbolehkan. Nilai kesalahan acak pada hari yang sama adalah 1,15 % dan 1,48 %, dan pada hari yang berbeda adalah 2,06 % dan 1,63 %, berarti nilai tersebut tidak melebihi nilai yang diperbolehkan. Dari masing- masing nilai perolehan kembali, kesalahan sistematik dan kesalahan acak yang diperoleh tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa metode penetapan kadar parasetamol dalam plasma yang dilakukan telah memenuhi persyaratan metode analisis yang baik. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 74 3. Stabilitas parasetamol Pada penelitian farmakokinetika, dilakukan pengambilan cuplikan cairan biologis pada serangkaian waktu tertentu. Pengambilan cuplikan darah dan penetapan kadarnya biasanya tidak dapat dilakukan secara langsung karena keterbatasan waktu dan fasilitas. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengujian stabilitas untuk mengetahui batas ketahanan zat sampai batas waktu ditentukan kadarnya. Parasetamol dalam plasma setelah dipreparasi ditempatkan dalam tabung sentrifugasi kemudian disimpan dalam almari es suhu 00 C. Hasil uji stabilitas ini tersaji pada tabel XI. Tabel IX. Peruraian parasetamol dalam plasma setelah disimpan pada suhu 00 C Hari ke0 1 2 Kadar parasetamol (μg/ml) 104,6019 101,1462 95,6873 Peruraian (%) 0 3,30 8,52 Dari tabel IX terlihat bahwa peruraian parasetamol setelah disimpan selama satu hari yaitu sebasar 3,30 % dan setelah hari kedua yaitu sebesar 8,52 %. Untuk meminimalkan kesalahan dalam pengukuran, maka penetapan kadar parasetamol dilakukan satu hari setelah dilakukan pengambilan cuplikan darah. Stabilitas ini perlu diketahui untuk memastikan apakah data yang diperoleh benarbenar data yang mewakili situasi in vivo. Langkah- langkah dalam validasi analisis yang telah dilakukan memberikan hasil bahwa metode yang digunakan telah memenuhi persyaratan metode analisis yang baik. Namun yang menjadi catatan disini adalah, dalam PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 75 melakukan tahap validasi metode digunakan kolom C18 dengan panjang 15 cm. Sedangkan untuk tahap- tahap selanjutnya (mulai tahap orientasi dosis) dilakukan pergantian kolom yaitu kolom C18 panjang 30 cm. Hal ini disebabkan karena pada saat dilakukan orientasi dosis, kolom 15 cm tersebut tidak dapat memberikan hasil pemisahan yang baik yang dimungkinkan karena terjadinya penyumbatan kolom sehingga efisiensi kolom menurun. C. Orientasi Dosis dan Jadwal Pengambilan Cuplikan 1. Orientasi dosis Pada tahap ini dilakukan orientasi dosis parasetamol yang akan diujikan pada tikus. Dosis yang diberikan harus dapat menjamin tercapainya efek terapetik yang diinginkan namun tidak menimbulkan efek toksik. Jadi kadar obat dalam darah berada di atas kadar efektif minimum (KEM) serta di bawah kadar toksik minimum (KTM). Pemilihan dosis didasarkan pada LD50 (toksisitas akut) obat yang diuji. Berbagai laporan penelitian menyebutkan bahwa dosis toksik parasetamol oral pada tikus berkisar 2 – 4 g/kgBB (Donatus dkk, 1983 cit. Wijoyo, 2001). Menurut Mitchell, Jollow, Potter, Gillette, and Brodie (1973), LD50 oral parasetamol pada tikus adalah ± 3 g/kgBB. Menurut Clarke’s (1969), LD50 oral parasetamol pada tiikus adalah 3 - 7 g/kgBB. Oleh sebab itu pada penelitian ini digunakan dosis sebesar 10 % dari LD50 oral yaitu sebesar 300 mg/kgBB. Orientasi dosis dilakukan dengan replikasi sebanyak 3 kali. Seperti PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 76 penelitian farmakokinetika pada umumnya, hewan uji tikus dipuasakan 18 jam terlebih dahulu tikus sebelum dilakukan pemberian parasetamol. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi variasi biologis. Dalam periode ini hewan uji hanya diperbolehkan minum ad libitum. Hasil dari orientasi dosis dapat dilihat pada gambar 11. kadar parasetamol (Cp) Kurva orientasi dosis 120 100 80 60 40 20 0 0 100 200 300 400 500 waktu (t) orientasi 1 orientasi 2 orientasi 3 Gambar 11. Kurva orientasi dosis (kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu) Pada gambar 11 tersebut serta pada tabel X dapat dilihat kadar parasetamol dalam plasma pada berbagai waktu pencuplikan. Kadar parasetamol terkecil dalam plasma yang diperoleh dari hasil orientasi adalah 10,4319 μg/ml dan yang terbesar 87,5688 μg/ml. Karena kadar parasetamol masih masuk dalam range kurva baku yang ada serta tidak menimbulkan efek toksik maka dapat disimpulkan bahwa dosis penelitian sebesar 300 mg/kgBB tersebut dapat digunakan. 2. Orientasi jadwal pengambilan cuplikan Penetapan waktu pengambilan cuplikan darah tikus setelah pemberian PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI parasetamol secara oral didasarkan pada waktu paruh eliminasi (t½ el) 77 yaitu sebanyak 3 - 5 x t½ el, karena pada waktu tersebut sekitar 99,2 – 99,9 % obat telah diekskresi (Donatus, 1989). Berdasarkan orientasi yang dilakukan, didapatkan t½ el yaitu 120,934 menit. Dengan mempertimbangkan bahwa puasa akan menyebabkan kenaikan atau penurunan t½ el, maka waktu pengambilan cuplikan ditetapkan selama 420 menit atau sekitar 3,5 x t½ el. Frekuensi pengambilan cuplikan darah setidaknya mencakup 3 kali pada tahap absorpsi, 3 kali pada daerah sekitar puncak, 3 kali pada tahap distribusi, dan 3 kali pada tahap eliminasi (Ritschel, 1992) dengan tujuan agar dapat menggambarkan masing- masing fase farmakokinetika. Dalam pemilihan titik untuk masing- masing fase farmakokinetika perlu diperhatikan nilai AIC (Akaike’s Information Criterion), nilai SS (sum of square), serta prosentase nilai AUC(tn-∞) terhadap AUC(0-∞). AIC menunjukkan perbedaan antara model kompartemen dengan kenyataan, semakin kecil nilai AIC maka semakin kecil pula kesalahan yang ada. Nilai SS menunjukkan selisih kuadrat antara hasil kalkulasi dengan hasil eksperimental, semakin besar nilai SS maka perbedaan model kompartemen eksperimental dengan kenyataan makin besar. Sedangkan prosentase nilai AUC(tn-∞) yang baik adalah kurang dari 10 % (Mutschler et. al., 1995). Pada tabel X dapat dilihat hasil orientasi dosis parasetamol serta waktu pencuplikannya. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 78 Tabel X. Data kadar parasetamol plasma tikus setelah pemberian parasetamol oral dosis 300 mg/kgBB (n=3) Waktu (menit) 5 10 20 30 45 60 90 Kadar parasetamol ± SE (μg/ml) 51,4462 ± 0.9037 58,2213 ± 3,5308 69,6010 ± 1,9072 75,8373 ± 3,4200 87,5688 ± 0,8277 84,7366 ± 5,5463 77,1045 ± 3,1700 Waktu (menit) 120 180 240 300 360 420 Kadar parasetamol ± SE (μg/ml) 66,5235 ± 5,4577 44,8812 ± 5,3888 29,8032 ± 3,2622 20,7524 ± 1,7676 15,0932 ± 1,6600 10,4319 ± 0,7228 Pencuplikan darah dilakukan pada menit ke- 5, 10, 20, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360, dan 420, dan diperoleh nilai AIC yaitu 103,73; nilai SS yaitu 700,63; serta prosentase AUC(tn-∞) terhadap AUC(0-∞) yaitu 9,27 %. Waktu pencuplikan tersebut selanjutnya digunakan untuk analisis profil farmakokinetika parasetamol pada kelompok kontrol dan perlakuan. D. Analisis Profil Farmakokinetika Parasetamol Salah satu tujuan farmakokinetika adalah menerangkan nasib obat dalam tubuh secara kuantitatif. Oleh karena itu agar data kuantitatif tersebut dapat diandalkan, maka data tersebut harus berasal atau diperoleh dari metode analisis yang dapat dipercaya. Melalui tahap validasi metode analisis yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa HPLC memenuhi persyaratan metode analisis yang dapat dipercaya sehingga dapat digunakan untuk menetapkan kadar parasetamol dalam plasma tikus. Penetapan kadar parasetamol dalam plasma dengan menggunakan HPLC yang telah dilakukan memberikan hasil berupa data kromatogram. Gambar 12 dan PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 79 13 adalah contoh kromatogram untuk kelompok kontrol, sedangkan gambar 14 dan 15 untuk contoh kromatogram untuk kelompok perlakuan. Gambar 12. Kromatogram kelompok kontrol pada menit ke-0 Gambar 13. Kromatogram kelompok kontrol pada menit ke-20 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Gambar 14. Kromatogram kelompok perlakuan pada menit ke -0 Gambar 15. Kromatogram kelompok perlakuan pada menit ke-20 80 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 81 Hasil kromatogram yang diperoleh menunjukkan pada gambar 12 dan 14, yaitu pengambilan cuplikan pada menit ke-0, terdapat satu puncak utama yaitu pada menit ke 3,600 dan 3,565. Adanya kemiripan nilai tR tersebut dengan menunjukkan bahwa kedua puncak tersebut berasal dari senyawa yang sama. Seperti pada kurva baku, pada menit ke-0 adalah plasma saja tanpa parasetamol (blanko). Pada blanko kurva baku, diperoleh tR yaitu antara menit ke 3,323- 3,336 sedangkan pada kelompok kontrol dan perlakuan yaitu menit ke 3,565 dan 3,600. Dari kemiripan pola kromatogram (antara kromatogram menit ke-0 kelompok kontrol dan perlakuan dengan blanko kurva baku) maka dapat disimpulkan bahwa kedua puncak berasal dari senyawa yang sama yang dimungkinkan adalah berasal dari senyawa endogen plasma.menunjukkan Adanya pergeseran nilai tR tersebut kemungkinan disebabkan oleh pergantian kolom yang dilakukan. Gambar 13 dan 15 menunjukkan kromatogram yang terbentuk setelah pengambilan cuplikan darah pada menit ke-20. Pada kedua kromatogram terbentuk puncak yang kedua, tR analit untuk kelompok kontrol adalah 5,160 dan untuk kelompok perlakuan adalah 5,087. Karena kedua analit mempunyai waktu retensi yang hampir sama, maka dapat disimpulkan keduanya berasal dari senyawa yang sama. Adanya kemiripan pola kromatogram bila dibandingkan dengan kromatogram kurva baku konsentrasi 100 μg/ml, maka dapat disimpulkan bahwa puncak kedua tersebut adalah berasal dari parasetamol. Nilai kadar parasetamol dalam masing- masing waktu pencuplikan ditetapkan besarnya dengan menggunakan persamaan kurva baku yang telah diperoleh pada validasi metode. Setelah diperoleh masing- masing data kadar PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 82 parasetamol tersebut dari berbagai waktu pencuplikan baik pada kelompok kontrol maupun perlakuan, selanjutnya dilakukan analisis dengan program Stripe untuk memperoleh parameter- parameter farmakokinetika dari parasetamol tersebut. Sebelum dilakukan analisis parameter- parameter farmakokinetika yang diperoleh, terlebih dahulu ditentukan model kompartemen dan orde kinetika dari parasetamol dalam plasma sehingga dapat ditentukan rumus-rumus perhitungan parameter yang sesuai. 1. Penentuan model kompartemen Model kompartemen perlu untuk ditentukan terlebih dahulu karena penting untuk perhitungan data hasil penelitian dengan rumus parameter farmakokinetika yang sesuai. Model digunakan untuk mendeskripsikan dan menginterpretasikan serangkaian data yang diperoleh melalui percobaan. Dalam konteks farmakokinetika, model adalah struktur hipotetik yang digunakan untuk menelaah nasib obat dalam sistem biologis (Ritschel, 1992). Model kompartemen dapat ditentukan dari kurva plot log kadar parasetamol dalam plasma dengan waktu pada kertas semilogaritma. Kinetika parasetamol dalam penelitian ini mengikuti model dua kompartemen terbuka dengan melihat adanya fase distribusi pada kurva (kurva trifasik) pada kertas semilog. Dengan demikian maka perubahan jumlah parasetamol yang ada di kompartemen sentral memenuhi persamaan trieksponensial (persamaan 12). PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 83 Dalam persamaan ini, diasumsikan nilai ka lebih besar dari nilai α, dan nilai α lebih besar dari nilai β (ka>α>β) (Gibaldi and Perrier, 1982). Cp(t) = L.e- βt + M.e- α.t + N.e-ka.t (12) Model kompartemen juga dapat ditentukan secara matematis yaitu dari nilai k12, k21, dan k13 yang diperoleh. Bila nilai k12 + k21 > 20 k13 maka obat mengikuti model satu kompartemen terbuka, dan demikian pula sebaliknya bila nilai k12 + k21 < 20 k13 maka obat mengikuti model dua kompartemen terbuka. Dari hasil perhitungan diperoleh untuk kelompok kontrol, nilai k12 + k21 yaitu 0,0146 dan nilai 20 k13 yaitu 0,148. Untuk kelompok perlakuan nilai k12 + k21 yaitu 0,0163 dan nilai 20 k13 yaitu 0,1160. Karena kedua nilai k12 + k21 tersebut adalah lebih kecil dari 20 k13 sehingga dapat disimpulkan bahwa obat mengikuti model dua kompartemen terbuka, yang berarti bahwa laju distribusi obat tersebut lebih lambat daripada laju eliminasinya. 2. Penentuan orde reaksi Orde reaksi ditentukan melalui perhitungan analisis regresi antara kadar parasetamol terhadap waktu (untuk orde nol) serta antara log kadar parasetamol terhadap waktu (untuk orde satu). Data yang digunakan adalah data rata- rata kadar parasetamol pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Hasil perhitungan analisis regresi dapat dilihat pada tabel XI. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 84 Tabel XI. Perhitungan analisis regresi dari Cp vs t dan log Cp vs t Kontrol Cp vs t r = - 0,861 log Cp vs t r = - 0,930 Perlakuan Cp vs t log Cp vs t r = - 0,872 r = - 0,988 Dari tabel XI terlihat bahwa harga mutlak koefisien korelasi (r) pada analisis log Cp vs t lebih mendekati satu, baik pada kelompok kontrol maupun perlakuan. Nilai r tersebut juga lebih besar dari nilai r tabel (db=12; r=0,532). Sehingga ditarik kesimpulan bahwa kinetika parasetamol dalam plasma tikus mengikuti kinetika orde pertama. 3. Analisis profil farmakokinetika Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan profil farmakokinetika parasetamol antara kondisi non puasa dan kondisi puasa, serta mengetahui profil farmakokinetika apa saja yang berubah. Hewan uji dibagi dua kelompok yaitu kelompok kontrol (non puasa) dan kelompok perlakuan (puasa). Variabel bebas pada kelompok perlakuan yaitu waktu puasa selama 6 jam sebelum dilakukan pemberian parasetamol. Pada tabel XII dapat dilihat rata- rata kadar parasetamol dalam plasma pada masing- masing waktu pencuplikan (menit ke 0 sampai 420). PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 85 Tabel XII. Rata- rata kadar parasetamol dalam plasma setelah pemberian parasetamol oral dosis 300 mg/kgBB pada tikus putih jantan Menit ke- Kadar parasetamol dalam plasma ± SE * Kontrol** Perlakuan*** 0 0 0 5 47,2648 ± 0,7217 60,0013 ± 1,1647 10 57,4811 ± 2,0438 75,3277 ± 1,0020 20 68,7996 ± 1,2149 86,2760 ± 1,0885 30 76,4572 ± 2,0703 79,5613 ± 0,5382 45 88,1803 ± 0,6441 74,4391 ± 0,7130 60 84,0630 ± 3,0674 69,7055 ± 0,6341 90 76,5877 ± 1,7746 58,0530 ± 0,6667 120 63,5463 ± 3,5105 45,4991 ± 0,7969 180 43,7510 ± 3,0632 32,8934 ± 0,3556 240 29,0445 ± 1,8528 23,5199 ± 0,3168 300 20,1555 ± 1,0471 16,2642 ± 0,2597 360 14,4544 ± 1,0216 11,6653± 0,3657 420 9,8849 ± 0,5213 7,9813 ± 0,4688 * Standard Error (kesalahan baku) **Kontrol = non puasa *** Perlakuan = puasa Sedangkan pada tabel XIII dapat dilihat perubahan yang terjadi pada masing- masing parameter farmakokinetika parasetamol akibat puasa. Untuk masing- masing kelompok tersebut diperoleh persamaan umum kadar obat dalam darah (blood level equation). Untuk kelompok kontrol persamaannya : Cp(t) = 54,0456.e-0,0160.t + 120,2034.e-0,0059.t – 174,249.e-0,0415.t Dan untuk kelompok perlakuan persamaannya yaitu Cp(t) = 12,8298.e-0,0173.t + 88,6172.e-0,0054.t – 101,447.e-.0,1587.t PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 86 Tabel XIII. Pengaruh puasa terhadap profil farmakokinetika parasetamol pada tikus putih jantan setelah pemberian parasetamol oral 300 mg/kgBB Parameter Kontrol** Perlakuan*** X (SE)**** X (SE)**** AUC(0-∞) 0,0415 (0,0036) 52,1400 (1,6660) 88,1500 (2,2466) 19101,52 0,1587 (0,0092) 24,9040 (0,2980) 84,4620 (0,8621) 15919,85 (μg.menit ml-1) (820,2540) (171,3294) Vdss (ml)* 717,7826 (25,4970) 0,0160 (0,0028) 0,0022 (0,0009) 0,0124 (0,0016) 3,9824 (0,1672) 0,0059 (0,0001) 0,0074 (0,0007) 117,6304 (3,2341) 180,5120 (2,5385) ka (menit-1) tmaks (menit) Cpmaks (μg/ml)* α (menit-1) k12 (menit-1) k21(menit-1) ClT (ml/menit)* β (menit-1) k13 (menit-1) t1/2 el (menit) MRT Perbedaan % beda 0,000b +282,41b 0,000b -52,24b 0,141t b -4,18t b 0,016b -16,66b 842,8050 (17,2455) 0,0173 (0,0057) 0,0010 (0,0004) 0,0153 (0,0054) 0,036b +17,42b 0,880t b +8,13t b 0,379t b -54,55t b 0,693t b -23,39t b 4,8113 (0,0671) 0,0054 (0,0002) 0,0058 (0,0012) 122,7740 (4,3830) 175,3060 (4,3129) 0,012b +20,81b 0,178t b -9,26tb 0,116t b -21,62t b 0,186t b +4,37t b 0,089t b -2,88t b * per mg yang terabsorpsi ** Kontrol = non-puasa ***Perlakuan = puasa **** X (SE) = rata- rata ± Standard Error dari 5 tikus tanda % beda: - = lebih kecil; + = lebih besar t b = perbedaan tidak bermakna (p>0,05), b = perbedaan bermakna (p<0,05) PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 87 a Kinetika absorpsi Kinetika absorpsi parasetamol dalam darah dapat diketahui melalui parameter- parameter farmakokinetika yang meliputi tetapan laju absorpsi (ka), waktu untuk mencapai puncak maksimum (tmaks), konsentrasi maksimum saat mencapai tmaks (Cpmaks) serta jumlah obat yang terukur dalam tubuh pada waktu 0 sampai tak hingga (AUC0-∞). ka Tetapan laju absorpsi (ka) termasuk parameter farmakokinetika primer, dimana perubahan nilai parameter ini dipengaruhi secara langsung oleh variabel fisiologis terkait. ka dipengaruhi oleh aliran darah di tempat absorpsi, pengosongan lambung, dan gerakan usus. Pengaruh aliran darah pada tempat absorpsi terhadap ka berkaitan dengan sifat membran sel sebagai penyaring setengah tembus terhadap zat- zat yang akan melintasinya. Permeabilitas atau kemampuan tembus suatu senyawa (obat) dalam melintasi membran bergantung pada kelipofilannya. Untuk obat dengan kelipofilan tinggi maka akan dengan mudah melintasi membran, sehingga membran tidak bertindak sebagai sawar (barrier) bagi obat tersebut. Demikian pula sebaliknya bila kelipofilan obat rendah, maka membran akan cenderung bertindak sebagai sawar bagi obat tersebut. Parasetamol termasuk obat dengan kelipofilan yang tinggi, sehingga parasetamol dapat dengan mudah melintasi membran sel. Membran sel merupakan sistem biologis yang bersifat dinamis pada PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 88 kondisi yang normal. Kadar obat di bagian dalam membran akan berkurang secara kontinyu karena selalu dibersihkan oleh aliran darah. Sehingga bila aliran darah dapat berjalan dengan baik maka gradien kadar ke arah bagian dalam membran akan selalu ada. Mekanisme absorpsi dari parasetamol adalah secara difusi pasif. Sehingga bila terdapat gradien kadar ke arah membran bagian dalam, maka parasetamol akan dapat terabsorpsi dengan baik. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa dalam absoprsi parasetamol yang menjadi faktor pembatas laju (rate-limiting step) bukanlah permeabilitas terhadap membran melainkan aliran darah. Adanya perfusi aliran darah yang baik pada saluran pencernaan memungkinkan terjadinya penghantaran zat terabsorpsi secara efisien. Oleh sebab itu pada kelompok perlakuan dimana tidak ada zat- zat makanan dalam darah, maka darah akan dapat membawa obat dengan lebih cepat daripada bila dalam darah juga terdapat zat- zat makanan. Sehingga akan berakibat pada peningkatan laju absorpsi dari obat yang bersangkutan. Selain laju aliran darah, pengosongan lambung juga berpengaruh pada keefektifan laju absorpsi. Bila lambung dalam keadaan yang kosong, akan memungkinkan terjadinya kontak antara obat dengan lambung yang lebih cepat. Meskipun luas permukaan lambung jauh lebih kecil daripada luas permukaan usus halus, namun bila obat dapat mencapai lambung dengan cepat, maka obat juga akan semakin cepat pula dihantarkan menuju ke usus halus untuk mengalami proses absorpsi yang jauh lebih luas. Setelah berada di usus halus, parasetamol selanjutnya akan mengalami PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 89 absorpsi terutama pada bagian atas usus halus atau daerah duodenum. Gerakan peristaltik usus berperan dalam menentukan laju transit di usus sehingga menentukan pula waktu tinggal obat di usus halus. Aktivitas peristaltik akan meningkat setelah makan sebagai hasil dari refleks pencernaan, yang dimulai oleh distensi lambung dan kemudian terjadi peningkatan motilitas usus. Pada kondisi puasa, parasetamol akan dapat mengalami absorpsi dengan lebih cepat karena aktivitas peristaltik usus hanya akan ditujukan pada parasetamol saja. Melalui hasil penelitian yang diperoleh, terlihat bahwa tetapan laju absorpsi (ka) kelompok perlakuan mengalami peningkatan yang signifikan dibanding kelompok kontrol. Rata- rata nilai ka kelompok perlakuan adalah 0,1587, dan rata- rata nilai ka kelompok kontrol adalah 0,0415 (p<0,05). Hal ini menjadi bukti bahwa terjadinya perubahan nilai ka pada kelompok kontrol disebabkan oleh variabel- variabel fisiologis yaitu laju aliran darah, pengosongan lambung serta aktivitas peristaltik usus. tmaks Nilai tmaks menunjukkan waktu yang dibutuhkan obat untuk mencapai konsentrasi maksimum dalam plasma. Jadi nilai tmaks menggambarkan onset dari suatu obat. tmaks merupakan parameter farmakokinetika sekunder yang nilainya tergantung pada nilai parameter farmakokinetika primer. Dalam hal ini, nilai tmaks tergantung pada nilai ka. Nilai tmaks berbanding terbalik dengan nilai ka. Bila terjadi peningkatan nilai ka maka akan menyebabkan penurunan nilai tmaks. Demikian pula sebaliknya PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 90 penurunan nilai ka akan menyebabkan perubahan nilai tmaks. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai rata- rata tmaks kelompok perlakuan adalah 24,9020 menit, sedangkan nilai rata- rata tmaks kelompok kontrol 52,1400 menit. Perbedaan kedua nilai tersebut adalah signikan (p<0,05). Dengan demikian terjadinya penurunan nilai tmaks kelompok perlakuan sesuai dengan terjadinya peningkatan nilai ka kelompok perlakuan. Cpmaks Cpmaks adalah konsentrasi maksimum yang dapat dicapai obat di dalam sirkulasi sistemik. Dengan demikian Cpmaks menggambarkan intensitas obat. Bila nilai Cpmaks berada di atas nilai KEM dan di bawah nilai KTM maka efek farmakologi yang diinginkan dapat tercapai. Nilai Cpmaks dapat dihitung dengan persamaan 14. C maks = fa = fa. D - Kel.tmaks .e Vd AUC x x 100 % AUC i.v (14) (15) dimana AUCx = AUC pemberian nonsistemik AUCiv = AUC pemberian intravena Cpmaks merupakan parameter farmakokinetika sekunder. Dari persamaan 14 dapat kita ketahui bahwa parameter farmakokinetika primer yang mempengaruhi nilai Cpmaks adalah nilai fraksi obat yang terabsorpsi (fa) dan PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 91 volume distribusi (Vd). Hasil penelitian yang diperoleh, untuk Cpmaks kelompok kontrol dan perlakuan berturut- turut adalah sebesar 87,7700 μg/ml dan 83,7320 μg/ml. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa terjadi penurunan Cpmaks. Namun demikian perbedaan tersebut tidak bermakna secara statistik (p>0,05). Terjadinya penurunan nilai Cpmaks tersebut dapat diasumsikan terjadi karena dua hal, pertama karena pengaruh fa dan kedua karena Vd. Besarnya nilai Cpmaks proporsional dengan nilai fa, maka diasumsikan bahwa pada kelompok perlakuan fraksi dosis yang terabsorpsi lebih kecil daripada kelompok kontrol. Untuk mengetahui berapakah tepatnya nilai fa tersebut maka diperlukan data pembanding yaitu pemberian parasetamol secara intravena (persamaan 15). Sehingga dalam hal ini, nilai Cpmaks yang diperoleh adalah per mg obat yang terabsorpsi (μg/ml.mg yang terabsorpsi). Cpmaks juga ditentukan oleh nilai Vd. Bila terjadi peningkatan nilai Vd maka nilai Cpmaks akan mengalami penurunan, dan demikian pula sebaliknya. Parameter Vd bermanfaat untuk memperkirakan jumlah relatif obat yang berada di dalam kompartemen sentral atau perifer. Semakin besar nilai Vd berarti dapat diasumsikan bahwa semakin banyak pula obat yang terakumulasi di jaringan perifer. Dengan kata lain, bila nilai Vd semakin besar, berarti nilai Cpmaks akan semakin kecil, karena jumlah obat yang berada di kompartemen perifer atau jaringan lebih banyak daripada di kompartemen sentral. Nilai Cpmaks tersebut dibandingkan dengan nilai Vdss yang diperoleh. Vdss kelompok perlakuan adalah lebih besar daripada Vdss kelompok kontrol. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 92 Sehingga dapat dipahami mengapa nilai Cpmaks kelompok perlakuan lebih kecil daripada kelompok kontrol. Lebih lanjut dapat diasumsikan berarti pada kelompok perlakuan, jumlah obat yang berada di jaringan adalah lebih besar daripada kelompok kontrol. AUC (0-∞) AUC (0-∞) adalah jumlah obat yang terukur dalam darah pada waktu 0 sampai tak hingga. Nilai AUC(0-∞) dan nilai t1/2el akan menggambarkan durasi obat. Nilai AUC(0-∞) dapat diperoleh melalui persamaan 16 maupun dari blood level equation pada persamaan 17. AUC (0-∞ ) = AUC (0- tn) + AUC (tn -∞ ) AUC (0-∞ ) = M L N + + β α ka (16) (17) dimana M = intersep slope eliminasi β monoeksponensial back-extrapolated dengan ordinat L = intersep slop distribusi α dengan ordinat N = konsentrasi obat hipotetik saat t = 0 β = slope eliminasi total/ tetapan laju disposisi lambat α = slope distribusi/ tetapan laju disposisi cepat Dari hasil penelitian, diperoleh nilai AUC(0-∞) untuk kelompok kontrol dan perlakuan berturut- turut sebesar 18768,358 μg.menit/ml dan 15909,3760 μg.menit/ml. Secara statistik perbedaan tersebut adalah bermakna (p<0,05). Sehingga dapat diasumsikan bahwa jumlah obat yang diabsorpsi dan masuk ke sirkulasi sistemik pada kelompok kontrol adalah lebih banyak dibandingkan pada PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 93 kelompok perlakuan. Penurunan nilai parameter tersebut dimungkinkan disebabkan oleh kondisi psikologis dari hewan uji. Adanya kondisi puasa dapat memicu terjadinya stres pada hewan uji. Kondisi stres dapat memicu gerakan peristaltik usus menjadi lebih cepat. Gerakan peristaltik berperan dalam mencampur isi duodenum, lalu membawa partikel obat menuju ke kontak yang lebih dekat dengan sel mukosal usus. Oleh sebab itu obat harus mempunyai waktu tinggal yang cukup di usus untuk terjadinya proses absorpsi yang optimum. Pada kondisi gerakan peristaltik menjadi lebih cepat, maka waktu tinggal di usus menjadi singkat, sehingga proses absorpsi menjadi kurang optimum. Dengan demikian dapat terjadi pada penurunan nilai AUC(0-∞) parasetamol kelompok perlakuan. b Kinetika distribusi Kinetika distribusi dari parasetamol dapat dilihat dari parameter volume distribusi steady state (Vdss). Parameter ini bermanfaat untuk menilai keefektifan penyebaran obat. Digunakan volume distribusi pada keadaan steady state, karena Vdss tidak dipengaruhi oleh eliminasi obat (misalnya pada gangguan fungsi ginjal), sehingga parameter ini benar- benar mencerminkan perubahan volume distribusi yang terjadi. Keadaan steady state diasumsikan sebagai keadaan dimana laju obat yang masuk ke dalam kompartemen sentral sama dengan laju obat yang keluar dari kompartemen perifer ke kompartemen sentral. Nilai Vdss dapat diperoleh dari persamaan berikut. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Vd ss = Vc = k12 + k 21 .Vc k 21 k a .f a .D.(k 21 - k a ) - (L + M).(β - k a ).(α - k a ) L + M.(β − α) 2 k12 = (L + M).(L.β + M.α ) k 21 = dimana Vc L.β + M.α L+M 94 (18) (19) (20) (21) = volume kompartemen sentral atau plasma k12 = tetapan laju distribusi dari kompartemen sentral ke perifer k21 = tetapan laju distribusi dari kompartemen perifer ke sentral M = intersep slope eliminasi β monoeksponensial back-exrapolated dengan ordinat L = intersep slope distribusi α dengan ordinat α = slope distribusi/ tetapan laju disposisi cepat β = slope eliminasi/ tetapan laju disposisi lambat Dari persamaan 18, terlihat bahwa nilai Vdss berbanding lurus dengan nilai Vc. Sedangkan nilai Vc berbanding lurus dengan fraksi obat yang terabsorpsi (fa). Oleh sebab itu, maka nilai Vdss yang diperoleh tersebut adalah nilai Vdss per mg yang terabsorpsi (ml/mg terabsorpsi), karena dibutuhkan data berapakah tepatnya nilai fraksi dosis. Adanya zat makanan pada saluran pencernaan kelompok kontrol memungkinkan terjadinya ikatan antara zat makanan dengan molekul obat. Parasetamol yang terikat oleh zat makanan akan menjadi lebih besar sehingga sulit untuk menembus membran. Sedangkan pada kelompok perlakuan, molekul parasetamol yang bersifat lipofil dan bobot molekulnya rendah dapat dengan PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 95 mudah menembus membran jaringan dan tersebar di dalam jaringan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Vdss kelompok kontrol yang lebih kecil dari kelompok perlakuan, Vdss kelompok kontrol 717,9838 ml dan Vdss kelompok perlakuan 841,4534 ml. berarti dapat diasumsikan bahwa pada penyebaran parasetamol di jaringan pada kelompok kontrol lebih sedikit daripada kelompok perlakuan. Secara statistik perbedaan kedua nilai tersebut adalah bermakna (p<0,05). Sedangkan laju distribusi parasetamol ditunjukkan oleh nilai parameter α. Pada kelompok perlakuan selain jumlah parasetamol yang terdistribusi lebih banyak, lajunya juga lebih tinggi dari kelompok kontrol (α = 0,0173; p>0,05). Nilai k12 untuk kelompok kontrol dan perlakuan berturut- turut adalah 0,0022 dan 0,0010. Sedangkan nilai k21 untuk kelompok kontrol dan perlakuan berturut- turut adalah 0,0124 dan 0,0153. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi parasetamol dari kompartemen sentral ke perifer pada kelompok kontrol lebih cepat daripada kelompok perlakuan. Sebaliknya, distribusi parasetamol dari kompartemen perifer ke kompartemen sentral pada kelompok perlakuan lebih cepat dari kelompok kontrol. Namun demikian, perbedaan tersebut secara statistik tidak bermakna (p>0,05). c Kinetika eliminasi Kinetika eliminasi dari parasetamol dapat diketahui melalui parameter bersihan tubuh total (ClT) serta waktu paruh eliminasinya (t½el). ClT adalah volume darah yang dibersihkan dari obat per satuan waktu, sedangkan t1/2el adalah waktu berkurangnya kadar obat dalam darah untuk menjadi setengahnya. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 96 Persamaan 22 menunjukkan hubungan antara bersihan tubuh total dengan dosis pemberian, fraksi obat terabsorpsi dan AUC(0-∞). Sedangkan hubungan antara bersihan tubuh total dan waktu paruh eliminasi dapat dilihat pada persamaan 23. ClT = D. f a AUC(0-∞ ) t1/2 = 0,693 . Vd Cl T (22) (23) Dari persamaan 22, terlihat bahwa besarnya nilai ClT juga dipengaruhi oleh fraksi obat terabsorpsi, seperti halnya Cpmaks dan Vdss. Oleh karena itu dalam hal ini nilai ClT adalah nilainya per mg yang terabsorpsi (ml/menit per mg terabsorpsi). Parameter ClT merupakan parameter farmakokinetika primer yang bermanfaat untuk menilai mekanisme atau pola pengurangan obat (parasetamol) dalam tubuh. Bersihan tubuh sesungguhnya menggambarkan bersihan darah, karena nilainya diperoleh dari penetapan kadar obat di dalam darah. Variabel fisiologis yang berpengaruh terhadap bersihan tubuh adalah laju aliran darah, sebab darahlah yang membawa molekul obat menuju ke tempat eliminasinya. Obat dapat dibersihkan dari tubuh melalui dua jalur utama, yaitu lewat ginjal dan hati. Fraksi obat yang tidak mencapai sirkulasi sitemik dapat disebabkan oleh terjadinya ikatan dengan protein maupun karena efek lintas pertama. Fraksi ini yang kemudian disebut sebagai extraction ratio (ER) atau nisbah penyarian. Obat dengan nilai ER tinggi (>0,7) akan menunjukkan PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 97 ketergantungan pada aliran darah hepar yang lebih tinggi daripada obat dengan nilai ER rendah (<0,3). Pada obat dengan ER rendah, nilai ClT dibatasi oleh fraksi obat bebas sehingga obat tersebut secara farmakokinetika sensitif terhadap perubahan ikatan protein. Demikian pula sebaliknya, obat dengan ER tinggi kurang atau tidak tergantung pada ikatan protein. Parasetamol termasuk obat dengan nilai ER sedang (0,3 – 0,7). Pada kelompok perlakuan, nilai ClT meningkat secara signifikan. Hal tersebut dapat diasumsikan karena nilai ER parasetamol yang cukup tinggi sehingga bersihan total parasetamol tergantung pada laju aliran darah. Pada kondisi puasa, dimana darah diasumsikan hanya mengangkut molekul obat saja, maka laju aliran darahnya menjadi lebih tinggi. Sehingga proses eliminasi parasetamol pada kelompok perlakuan menjadi lebih cepat. Meskipun demikian untuk mengetahui apakah eliminasi tersebut disebabkan oleh proses biotransformasi parasetamol di hati ataukah ekskresinya, diperlukan penelitian lanjutan dengan menggunakan data urin. Dari hasil penelitian diperoleh nilai ClT untuk masing- masing kelompok kontrol dan kelompok perlakuan berturut- turut adalah 3,9824 ml/menit dan 4,8145 ml/menit. Perbedaan tersebut adalah bermakna secara statistik (p<0,05). Sedangkan untuk nilai t½el untuk masing- masing kelompok kontrol dan kelompok perlakuan berturut- turut adalah 117,6304 menit dan 121,9472 menit. Meskipun nilai t½el kelompok perlakuan lebih besar, namun secara statistik perbedaan keduanya adalah tidak bermakna (p>0,05). Pengurangan hayati dari parasetamol berlangsung dengan relatif lebih PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 98 cepat pada kelompok perlakuan, yang ditunjukkan dengan lebih pendeknya waktu paruh eliminasi dari kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol. t1/2el merupakan parameter farmakokinetika sekunder yang besarnya tergantung pada ClT maupun Vd. Nilai t1/2 el berbanding terbalik dengan nilai ClT. Pada kelompok perlakuan, ClT lebih besar, namun demikian nilai t1/2el lebih panjang daripada kelompok kontrol. Hal ini dapat dipahami, karena selain tergantung pada ClT, nilai t1/2el juga tergantung pada nilai Vd. Oleh karena itu, meskipun ClT meningkat, namun nilai Vdss kelompok perlakuan juga meningkat, sehingga t1/2 kelompok perlakuan juga ikut meningkat. Penelitian ini bukan penelitian yang sempurna. Peneliti menyadari bahwa masih banyak keterbatasan dan hal- hal yang harus diperbaiki dalam penelitian. Dalam melakukan tahap validasi metode, seharusnya tetap dilakukan pengukuran panjang gelombang maksimum yang digunakan sebagai analisis data sekunder. Selain itu dalam sistem HPLC yang digunakan seharusnya digunakan instrumentasi yang sama mulai dari langkah awal sampai akhir. Serta mungkin masih terdapat pula kekurangan- kekurangan yang lainnya yang belum disebutkan disini. Dengan menyadari kekurangan- kekurangan tersebut, diharapkan penelitian ini dapat menginspirasi dan memberikan manfaat untuk dihasilkannya penelitian yang lebih baik. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 99 Dalam melakukan tahap validasi metode, seharusnya tetap dilakukan pengukuran panjang gelombang maksimum yang digunakan sebagai analisis data sekunder. Selain itu dalam sistem HPLC yang digunakan seharusnya digunakan instrumentasi yang sama mulai dari langkah awal sampai akhir. Serta mungkin masih terdapat pula kekurangan- kekurangan yang lainnya yang belum disebutkan disini. Dengan menyadari kekurangan- kekurangan tersebut, diharapkan penelitian ini dapat menginspirasi dan memberikan manfaat untuk dihasilkannya penelitian yang lebih baik. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil analisis yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa puasa menyebabkan terjadinya perubahan profil farmakokinetika parasetamol secara signifikan, yaitu sebagai berikut. 1. Pada kinetika absorpsi terjadi peningkatan tetapan laju absorpsi (ka) dari parasetamol sebesar 282,41 %, penurunan waktu puncak (tmaks) sebesar 52,24 %, dan penurunan AUC(0-∞) sebesar 16,66 %. 2. Pada kinetika distribusi terjadi peningkatan volume distribusi steady state (Vdss) sebesar 17,42 %. 3. Pada kinetika eliminasi terjadi peningkatan bersihan tubuh total (ClT) sebesar 20,81 %. B. Saran Dari hasil penelitian tersebut diatas dapat dikemukakan saran sebagai berikut. 1. Dilakukan penelitian serupa dengan menggunakan variasi waktu puasa. 2. Dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan rute pemberian intravena untuk mengetahui nilai bioavailabilitas relatif (fa) dari parasetamol. 3. Dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan data urin untuk mengetahui pola eliminasi (biotransformasi dan ekskresi) dari parasetamol. 99 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 100 DAFTAR PUSTAKA American Medical Association (AMA), 1994, Drug Evaluation Annual 1994, 123124, Division of Drugs and Toxicology, USA Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 649, 1009-1012, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 1998, Kamus Saku Kedokteran Dorland, Edisi 25, 148, diterjemahkan oleh dr. Poppy Kumala, dkk, Penerbit EGC, Jakarta Anonim, 2001, Professional’s Handbook of Drug Therapy for Pain, 40, Springhouse Corporation, Springhouse Anonim, 2003, Food-Drug Interaction, http://geri.com/geriatrics/article/articleDetail.jsp? id=87937. Diakses tanggal 10 Maret 2007 Anonim, 2004, A to Z Drug Facts, 5th Edition, 7-8, Facts and Comparison, Missouri, USA Block, J. H., and Beale, J. M., 2004, Wilson and Gisvold’s Textbook of Organic Medicinal and Pharmaceutical Chemistry, 11th Edition, 112, 115, 762, Lippincott Williams & Wilkins, USA Chafetz U., Daly, R. E., Schriftman, H., and Lomner, J. J., 1971, Selective Colorimetric Determination of Acetaminophen, J.Pharm. Sci, 60, 463-466 Chamberlain, J., 1995, The Analysis of Drugs in Biological Fluid, 2nd Edition, 38 – 43, CRC Press, Inc., USA Clarke, E.G.C., 1969, Isolation and Identification of Drug in pharmaceuticals, body fluids and post-mortem material,, 465, The Pharmaceutical Press, London Connors, K. A., Amidon, G. L., and Stella, V. J., 1986, Chemical Stability of Pharmaceuticals : A Handbook for Pharmacists, 2nd Edition, 163, 167, John Willey & Sons, USA Donatus, I. A., 1989, Analisis Farmakokinetika, Bagian I, 1-50, Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Jurusan Kimia Farmasi, Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta Donatus, I. A., 1994, Antaraksi Kurkumin dengan Parasetamol : Kajian terhadap Aspek Farmakologi dan Toksikologi Perubahan Hayati Parasetamol, 138142, Disertasi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 101 Donatus, I. A., 2005, Antaraksi Farmakokinetika, 12-43, Bagian Farmakologi dan Farmasi Klinik Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Rasmedia Grafika, Yogyakarta Frisell, W. R., 1982, Human Biochemistry, 423-427, McMillan Publishing Co., Inc., USA Gibson, G. G., and Skett, P., 1991, Introduction to Drug Metabolism, diterjemahkan oleh Iis Aisyiah, 189-191, UI Press, Jakarta Glynn, J. P., and Kendal, S. E., 1975, Paracetamol Measurement, The Lancet, 1, (7916), 1147 Hanson, G. R., 2000, Analgesic, Antipyretic, and Anti-Inflamatory Drugs, in Gennaro, A. R., et al, (Eds), Remington : The Science and Practice of Pharmacy, 20th Edition, 1455, Philadelphia College of Pharmacy and Science, Philadelphia Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya, review artikel, Majalah Ilmu Kefarmasian, 1 (3), 117-133 Howie, D., Adriaenssens, P.I., and Prescott, L.F., and Pierce, H, 1977, Paracetamol Metabolism Following Overdosage: application of high performance liquid chromatography, J. Pharm. Pharmcol., 29, 235-237 Jusko, W. J., and Gibaldi, M., 1972, Effects of Change in Elimination on Various Parameters of the Two-Compartement Open Model, J. Pharm. Psi.,61 (8), 1270-1273 Katzung, B.G., 2002, Basic and Clinical Pharmacology, 8th Edition, 37; 53, Mc Graw-Hill Companies Inc., USA Laurence, D.R., Bennett, P.N., and Brown, M.J., 1997, Clinical Pharmacology, 8th Edition, 93-95, Churchill Livingstone, Singapore Makoid, M. C., and Cobby, J., 2000, Introduction, in Makoid, M. C., Vuchetich, P. J., and Banakar, U. V., (Eds), Basic Pharmacokinetics, First Edition, 1-2, available from http://pharmacy.creighton.edu/pha443/pdf/ Mayersohn, M., 2002, Principles of Drug Absorption in Banker, G. S., and Rhodes, C. T., (Eds), Modern Pharmaceutics, 4th Edition, 40 - 52, Revised and Expanded, Marcel Dekker, Inc., New York McGilveray, I. J., and Mattock, G. L., 1972, Some Factors Affecting the Absorption of Paracetamol, J. Pharm. Pharmac., 24, 615-619 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 102 Melmon, K. L., and Morelli, H. F., 1992, Melmon and Morelli’s : Clinical Pharmacology Basic Principles in Therapeutics, 3rd Edition, 1032-1033, McGraw-Hill, USA Mitchell, J. R., Jollow, D. J., Potter, W. Z., Gillette, and J. B., Brodie, B. B., 1973, Acetaminophen-induced Hepatic Nekrosis. IV. Protective Role of Glutatione, J. Pharmacol. Exp. Ther., 187(1), 211-217 Mulja, M., dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, 6-7, Airlangga University Press, Surabaya Murray, R. K., Granner, D. K., Mayer, P.A., Rodwell, V.W., 1990, Biokimia Harper (Harper’s Biochemistry), diterjemahkan oleh dr. Andry Hartono, Edisi 22, 48-54, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Mutschler, E., 1991, Dinamika Obat : Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi, Edisi 5, 9, 403, 416, diterjemahkan oleh Mathilda B. Widianto dan Anita Setiadi Ranti, Penerbit ITB, Bandung Mutschler, E., Derendorf, H., Schäfer-Korting, M., Elrod, K., and Estes, K. S., 1995, Drug Action : Basic Principle and Therapeutic Aspects, 33-36, 167, Medpharm Scientific Publisher, Stuttgart Prescott, L. F., 1971, Gas-Liquid Chromatography Estimation of Paracetamol, J. Pham. Pharmac, 23, 807-808 Proudfoot, S. G., 1990, Factors Influencing Bioavailability : Factors Influencing Drug Absorption from Gastrointestinal Tract, in Aulton, M. E., (Eds), Pharmaceutics : The Science of Dosage Form Design, 135-170, ELBS with Churchill Livingstone, UK Ritschel, W. S., 1992, Handbook of Basic Pharmacokinetics- including clinical applications, 4th Edition, Drug Intelligence Publications, Inc., Hamilton, Il 62341 Riviere, J. E., 1999, Comparative Pharmacokinetics : Principles, Techniques, and Applications, 1st Edition, 47-49, Iowa State University Press, USA Rowland, M., and Tozer, T. N., 1995, Clinical Pharmacokinetics Concepts and Application, 3rd Edition, Lea & Febiger Book, USA Setiawati, A., Zulnida, S. B., Suyatna, F. D., 2002 a, Pengantar Farmakologi, dalam Ganiswara, S. G., Setiabudy, R., Suyatna, F. D., Purwantyastuti, Nafrialdi, (ed.), Farmakologi dan Terapi, edisi 4 (Dengan Perbaikan), 1-10, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 103 Setiawati, A., 2002 b, Farmakokinetika Klinik, dalam Ganiswara, S. G., Setiabudy, R., Suyatna, F. D., Purwantyastuti, Nafrialdi, (Ed.), Farmakologi dan Terapi, edisi 4 (Dengan Perbaikan), 1-10, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Shargel, L., Wu-Pong, S., and Yu, A. B. C., 2005, Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetic, 5th Edition, 3, 9-16, 371, 413-442, 456-458, McGraw-Hill Companies, Singapore Skoog, D.A., Holler, F.J., and Nieman, T.A., 1998, Principles of Instrumental Analysis, 5th Edition, 329-351, Harcourt Bace College, Philadelphia Smith, R. V., Stewart, J. T., 1981, A Description of Methods for the Determination of Drugs in Bioloic Fluids, 27-30, Lea & Febiger, Philadelphia Soehardjono, D., 1990, Petunjuk Laboratorium : Percobaan Hewan Laboratorium, 124-125, 134, 162, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Wagner, G. J., 1975, Fundamentals of Clinical Pharmacokinetics, 1st Edition, 1-21, 102-106, Drug Intelligence. Inc, Illinois Widdop, B., 1986, Hospital Toxicology and Drug Abuse Screening, in Moffat A. C., Jackson, J. V., M. B., Widdop, B., Greenfield, E. S., (Eds), Clarke’s Isolation and Identification of Drug in Pharmaceuticals, Body Fluids and Post-Mortem Material, 2nd Edition, 23, The Pharmaceutical Press, London Wilmana, P. F., 2002, Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-Inflamasi Nonsteroid dan Obat Pirai, dalam Ganiswara, S. G., Setiabudy, R., Suyatna, F. D., Purwantyastuti, Nafrialdi, (Ed.), Farmakologi dan Terapi, edisi 4 (Dengan Perbaikan), 214, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Wijoyo, Y., 2001, Antaraksi Sari Wortel (Daucus carota, L.,)- Parasetamol: Kajian Terhadap Kehepatotoksisitasan dan Kinerja Toksikokinetika Parasetamol pada Tikus Putih Jantan, 73-76, Tesis, Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta York, P., 1990, The Design of Dosage Forms, in Aulton, M. E., (Eds), Pharmaceutics: The Science of Dosage Form Design, 1-12, ELBS with Churchill Livingstone, UK PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI LAMPIRAN PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 104 Lampiran 1. Perhitungan untuk Pembuatan Kurva Baku Parasetamol Penimbangan parasetamol Bobot kertas = 28,51303 g Bobot kertas + parasetamol = 28,61305 g Bobot kertas + sisa = 28,51304 g Bobot parasetamol = 0,10001 g 1. Pembuatan larutan induk parasetamol Melarutkan sebanyak 0,10001 g parasetamol dalam 100 ml akuabidestilata sehingga konsentrasi larutan adalah : 0,10001 g 100,01 mg = = 1,0001 mg/ml = 1000,1 μg/ml 100 ml 100 ml 2. Pembuatan seri kadar larutan intermediet parasetamol Memipet 0,15 ; 0,25 ; 0,5 1,0; 1,5; 2,0; 3,0; dan 4,0 ml larutan induk parasetamol, lalu memasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml dan menambahkan akuabidestilata sampai tanda, sehingga diperoleh konsentrasi larutan menjadi 15, 0015; 25,0025; 15,0015; 50,0050; 100,0100; 150,0150; 200,0200; 300,0300; dan 400,0400 μg/ml. Contoh perhitungannya : C1 . V1 = 1000,1 μg/ml . 0,15 ml C2 . V2 = C2 . 10 ml C2 = 15,0015 μg/ml 3. Pembuatan seri kadar larutan baku dalam plasma Mempipet 0,25 ml dari tiap seri kadar larutan intermediet dan menambahkannya pada 0,25 ml plasma sehingga diperoleh konsentrasi larutan menjadi 7,5007; 12,5010; 25,0025; 50,0050; 75,0075; 100,0100; 150,0150; dan 200,0200 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 105 Lampiran 2. Contoh Data dan Perhitungan untuk Pembuatan Larutan Parasetamol pada Penentuan Nilai Perolehan Kembali, Kesalahan Sistematik dan Kesalahan Acak (intraday dan interday) Penimbangan parasetamol Bobot kertas Bobot kertas + parasetamol Bobot parasetamol Bobot kertas + sisa = = = = 33,48099 g 33,58099 g 33,48101 g 0,09998 g 1. Pembuatan larutan induk parasetamol Melarutkan sebanyak 0,10001 g parasetamol ke dalam akuabidestilata hingga volume 100, 0 ml, sehingga konsentrasi larutan adalah : 009998 g 99,98 mg = = 0,9998 mg/ml = 999,8 μg/ml 100 ml 100 ml 2. Pembuatan seri kadar larutan intermediet parasetamol Memipet 0,25 ml dan 1,00 ml larutan induk parasetamol, lalu memasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml dan menambahkan akuabidestilata sampai tanda. 3. Pembuatan seri kadar larutan parasetamol dalam plasma Memipet 0,25 ml dari tiap seri kadar larutan intermediet dan menambahkannya pada 0,25 ml plasma, kemudian dilakukan penetapan kadar parasetamol dalam plasma seperti dalam cara kerja. Tabel XIV. Contoh Perhitungan Kadar Larutan Parasetamol pada Penentuan Nilai Perolehan Kembali, Kesalahan Sistemik dan Kesalahan Acak (intraday dan interday) Volume larutan induk yang diambil (ml) 0,25 1,0 Kadar larutan intermediet yang diharapkan (μg/ml) 25,0000 100,0000 *dihitung dengan persamaan kurva baku Kadar larutan intermediet terhitung (μg/ml) 24,9950 100,9800 Hasil Pengukuran Luas Area (AUC) Kadar terukur* 596106 2007968 24,4868 96,6558 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 106 Lampiran 3. Contoh Perhitungan Dosis pada Orientasi Dosis Ld50 oral parasetamol untuk tikus = 3 g/kgBB Dosis yang digunakan = 10 % x Ld50 oral = 10 % x 3 g/kgBB = 300 mg/kgBB Lampiran 4. Contoh Perhitungan Volume Pemberian Larutan Parasetamol pada Hewan Uji Misal : berat badan tikus (BB) = 250 g Konsentrasi larutan parasetamol (C) = 20 mg/ml Dosis penelitian (D) = 300 mg/kgBB D x BB = CxV 300 mg/ kg x 0, 25 kg = 20 mg/ml x V = 3,75 ml. V PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 5. Sertifikat Analisis Parasetamol 107 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 6. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 1 Tabel XV. Data kontrol 1 T (menit) 0 5 10 20 30 45 60 90 120 180 240 300 360 420 N (1) = 8 N (2) = 3 N (3) = 3 Cp (μg/ml) 0 47,1940 55,6501 68,6421 73,1768 88,8649 78,9846 74,4874 61,4566 40,1088 27,5310 19,1717 13,5350 9,6003 A (1) = A (2) = 119,189 A (3) = 107,773 B (1) = B (2) = -0,023 B (3) = -0,006 AIC = 105,80 Absorption half life = -17,013 Half life (2) = 29,940 Elimination half life = 120,261 AUC (0-Tn) = % 16673,57 AUC (0-inf) = % 18339,23 AUC (Tn-inf) is 9,08 % of AUC (0-inf) AUMC = % 3322717,50 MRT = 181,18 Dose entered = 77190 ng Vd(ss) = 762,592 Total Clearance = 4,2090 Assumed fraction absorbed = 1,000 Tmax = 50,70 residual -227,15 -163,86 -140,82 102,50 77,15 36,48 27,13 4,61 r (1) = -0,991 r (2) = -1,000 r (3) = -1,000 SS = 812,650 Lag time = 0,30 Calculated Cmax residual -107,96 -57,70 -46,26 -27,56 -17,64 5,57 2,59 10,22 7,40 1,85 0,46 = 88,76 108 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 7. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 2 t (menit) 0 5 10 20 30 45 60 90 120 180 240 300 360 420 N (1) = 5 N (2) = 5 N (3) = 4 Tabel XVI. Data kontrol 2 Cp (μg/ml) residual 0 -153,72 49,8474 -99,30 65,2025 -79,51 73,2777 -62,95 82,6347 -45,61 87,8128 -29,32 95,8267 -11,16 83,4141 -5,84 77,4297 2,97 55,6361 3,81 36,2359 24,2812 18,4112 11,8717 A (1) = A (2) = 29,401 A (3) = 153,723 B(1) B (2) = -0,014 B (3) = -0,006 AIC = 106,33 Absorption half life = -21,884 Half life (2) = 49,562 Elimination half life = 114,746 AUC (0-Tn) = % 20394,03 AUC (0-inf) = % 22359,32 AUC (Tn-inf) is 8,79 % of AUC (0-inf) AUMC = 4141511,50 MRT = 185,23 Dose entered = 74910 ng Vd(ss) = 620,557 Total Clearance = 3, 35028 Assumed fraction absorbed = 1,000 Tmax = 58,80 r (1) = -0,970 r (2) = -0,815 r (3) = -0,997 SS = 843,466 Lag time = - Calculated Cmax residual -183,12 -126,72 -105,07 -85,18 -64,93 = 95,81 109 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 110 Lampiran 8. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 3 t (menit) 0 5 10 20 30 45 60 90 120 180 240 300 360 420 N (1) = 7 N (2) = 3 N (3) = 4 Tabel XVII. Data kontrol 3 Cp (μg/ml) residual 0 -93,28 47,0822 43,72 53,8112 -34,59 66,8833 -16,89 71,7103 -7,69 86,0288 12,78 79,3985 11,82 73,4120 15,89 60,6842 11,72 38,8988 3,42 25,6427 18,8044 13,3333 9,8237 A (1) = A (2) = 84,297 A (3) = 93,277 B (1) = B (2) = -0,018 B (3) = -0,005 AIC = 99,72 Absorption half life = -18,284 Half life (2) = 39,484 Elimination half life = 129,069 AUC (0-Tn) = % 16309,72 AUC (0-inf) = % 18138,96 AUC (Tn-inf) is 10,08 % of AUC (0-inf) AUMC = % 3385168,50 MRT = 186,62 Dose entered = 71610 ng Vd(ss) = 736,765 Total Clearance = 3,94785 Assumed fraction absorbed = 1,000 Tmax = 50,40 r (1) = -0,994 r (2) = -0,989 r (3) = -1,000 SS = 526,231 Lag time = - Calculated Cmax residual -177,57 -120,94 -105,31 -76,23 -57,47 25,48 -17,59 = 82,32 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 9. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 4 Tabel XVIII. Data Kontrol 4 t (menit) 0 5 10 20 30 45 60 90 120 180 240 300 360 420 N (1) = 6 N (2) = 4 N (3) = 4 Cp (μg/ml) 0 45,3945 57,8937 68,7978 79,9029 89,9291 83,3774 76,3985 58,2829 43,4446 28,3990 19,7654 14,2957 9,2332 A (1) = A (2) = 5,583 A (3) = 125,877 residual -125,88 -76,67 -60,47 42,49 -24,74 -5,48 -3,62 4,08 -1,84 1,89 B (1) = B (2) = -0,007 B (3) = -0,006 AIC = 93,51 residual -131,46 -82,07 -65,70 -47,39 -29,33 -9,64 r (1) = -0,989 r (2) = -0,798 r (3) = -0,998 SS = 337,720 Lag time = Absorption half life = -12,936 Half life (2) = 106,105 Elimination half life = 112,566 AUC (0-Tn) = % 17118,83 AUC (0-inf) = % 18618,29 AUC (Tn-inf) is 8,05 % of AUC (0-inf) AUMC = % 3275796,50 MRT = 175,95 Dose entered = 79590 Vd(ss) = 752,135 Total Clearance = 4,27483 Assumed fraction absorbed = 1,000 Calculated Cmax = 88,50 Tmax = 50,40 111 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 10. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 5 Tabel XIX. Data kontrol 5 t (menit) 0 5 10 20 30 45 60 90 120 180 240 300 360 420 N (1) = 7 N (2) = 4 N (3) = 3 Cp (μg/ml) 0 46,8060 54,8480 66,3973 74,8711 88,2661 82,7280 75,2264 59,8782 40,6667 27,4137 18,7549 12,6969 8,8954 A (1) = A (2) = 31,758 A (3) = 120,367 residual -120,37 -69,88 -58,26 -39,90 -25,02 -2,73 -0,17 6,43 2,79 1,35 0,34 B (1) = B (2) = -0,019 B (3) = -0,006 AIC = 96,91 residual -152,12 -98,81 -84,62 -61,78 -43,18 -16,46 -10,55 r (1) = -0,993 r (2) = -0,990 r (3) = -1,000 SS = 430,44 Lag time = Absorption half life = -15,822 Half life (2) = 37,209 Elimination half life = 111,510 AUC (0-Tn) = % 16620,73 AUC (0-inf) = % 18051,78 AUC (Tn-inf) is 7,93 % of AUC (0-inf) AUMC = % 3133496,50 MRT = 173,58 Dose entered = 74550 Vd(ss) = 716,864 Total Clearance = 4,12979 Assumed fraction absorbed = 1,000 Calculated Cmax = 85,36 Tmax = 50,40 112 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 113 Lampiran 11. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Perlakuan 1 Tabel XX. Data perlakuan 1 t (menit) 0 5 10 20 30 45 60 90 120 180 240 300 360 420 N (1) = 8 N (2) = 3 N (3) = 3 Cp (μg/ml) 0 60,3487 75,2751 87,7331 79,5841 73,2398 69,3373 58,6904 46,6163 32,4252 23,7568 15,5023 12,5069 8,1925 A (1) = A (2) = 19,707 A (3) = 79,054 residual -79,05 -16,63 0,31 16,65 12,18 11,00 11,87 9,69 4,84 2,05 1,68 B (1) = B (2) = -0,011 B (3) = -0,005 AIC = 71,62 residual -98,76 -35,29 -17,35 r (1) = -0,994 r (2) = -0,976 r (3) = -0,983 SS = 70,693 Lag time = Absorption half life = -3,986 Half life (2) = 63,433 Elimination half life = 130,420 AUC (0-Tn) = % 14552,82 AUC (0-inf) = % 16094,29 AUC (Tn-inf) is 9,58 % of AUC (0-inf) AUMC = % 2889937,20 MRT = 179,56 Dose entered = 75960 ng Vd(ss) = 847,481 Total Clearance = 4,71969 Assumed fraction absorbed = 1,000 Calculated Cmax = 83,94 Tmax = 25,20 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 114 Lampiran 12. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Perlakuan 2 Tabel XXI. Data perlakuan 2 t (menit) 0 5 10 20 30 45 60 90 120 180 240 300 360 420 N (1) = 3 N (2) = 7 N (3) = 4 Cp (μg/ml) 0 60,6084 75,4853 82,9839 79,3666 75,1167 70,5807 57,9871 46,4872 32,1757 22,8538 16,8382 12,0500 8,7791 A (1) = A (2) = 20,071 A (3) = 82,781 residual -82,78 -19,99 -2,99 8,59 8,84 10,02 10,50 6,80 2,88 0,53 B (1) = B (2) = -0,018 B (3) = -0,005 AIC = 73,40 residual -102,85 -38,36 -19,80 r (1) = -0,994 r (2) = -0,926 r (3) = -1,000 SS = 80,269 Lag time = Absorption half life = -4,206 Half life (2) = 39,032 Elimination half life = 129,770 AUC (0-Tn) = % 14535,89 AUC (0-inf) = % 16179,50 AUC (Tn-inf) is 10,16 % of AUC (0-inf) AUMC = % 2955724,50 MRT = 182,68 Dose entered = 79230 ng Vd(ss) = 894,589 Total Clearance = 4,89694 Assumed fraction absorbed = 1,000 Calculated Cmax = 84,76 Tmax = 25,20 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 115 Lampiran 13. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Perlakuan 3 Tabel XXII. Data perlakuan 3 t (menit) 0 5 10 20 30 45 60 90 120 180 240 300 360 420 N (1) = 3 N (2) = 8 N (3) = 3 AIC Cp (μg/ml) 0 57,2971 73,4121 84,7331 77,8520 72,7539 67,5405 56,4394 46,1198 32,6329 23,8608 16,627 11,8039 8,7429 A (1) = A (2) = 12,849 A (3) = 82,346 residual -82,35 -22,87 -4,64 10,75 7,73 8,05 7,83 5,59 2,82 1,23 1,09 B (1) = B (2) = -0,011 B (3) = -0,005 = 61,39 residual -95,19 -35,02 -16,12 r (1) = -0,997 r (2) = -0,975 r (3) = -0,999 SS = 34,044 Lag time = Absorption half life = -3,904 Half life (2) = 61,796 Elimination half life = 129,402 AUC (0-Tn) = % 14394,86 AUC (0-inf) = % 16027,05 AUC (Tn-inf) is 10,18 % of AUC (0-inf) AUMC = % 2945471,00 MRT = 183,78 Dose entered = 73740 Vd(ss) = 845,572 Total Clearance = 4,60097 Assumed fraction absorbed = 1,000 Calculated Cmax = 81,53 Tmax = 25,20 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 116 Lampiran 14. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Perlakuan 4 Tabel XXIII. Data perlakuan 4 t (menit) 0 5 10 20 30 45 60 90 120 180 240 300 360 420 N (1) = 4 N (2) = 4 N (3) = 6 Cp (μg/ml) 0 57,8933 73,5180 86,8136 79,7728 74,3188 69,8006 56,9414 42,3505 34,1998 22,7312 15,7945 11,6414 6,2109 A (1) = A (2) = 8,558 A (3) = 99,846 residual -99,85 -38,86 -20,25 -1,24 -2,92 -0,94 1,32 0,22 B (1) = B (2) = -0,039 B (3) = -0,006 AIC = 73,72 residual -108,40 -45,90 -26,03 -5,15 r (1) = 0,998 r (2) = -0,932 r (3) = -0,990 SS = 82,178 Lag time = Absorption half life = -4,618 Half life (2) = 17,696 Elimination half life = 110,312 AUC (0-Tn) = % 14253,80 AUC (0-inf) = % 15242,24 AUC (Tn-inf) is 6,48 % of AUC (0-inf) AUMC = % 2464221,20 MRT = 161,67 Dose entered = 74100 ng Vd(ss) = 785,960 Total Clearance = 4,86149 Assumed fraction absorbed = 1,000 Calculated Cmax = 86,72 Tmax = 25,20 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 117 Lampiran 15. Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Perlakuan 5 Tabel XXIV. Data perlakuan 5 t (menit) 0 5 10 20 30 45 60 90 120 180 240 300 360 420 N (1) = 5 N (2) = 6 N (3) = 3 Cp (μg/ml) 0 63,8592 78,9480 89,1161 81,2309 76,7662 71,2686 60,2069 45,9215 33,0332 24,3968 16,5591 10,3244 7,9812 A (1) = A (2) = 2,964 A (3) = 99,059 residual -99,06 -32,23 -14,27 1,40 -1,31 1,43 2,50 2,91 -1,82 -0,11 1,38 B (1) = B (2) = -0,007 B (3) = -0,006 AIC = 114,63 residual -102,02 -35,09 -17,02 -1,15 -3,68 r (1) = -0,860 r (2) = -0,465 r (3) = -0,986 SS = 1526,387 Lag time = Absorption half life = -5,438 Half life (2) = 93,782 Elimination half life = 113,966 AUC (0-Tn) = % 14743,91 AUC (0-inf) = % 16056,16 AUC (Tn-inf) is 8,17 % of AUC (0-inf) AUMC = % 2710978,20 MRT = 168,84 Dose entered = 79920 Vd(ss) = 840,423 Total Clearance = 4,97753 Assumed fraction absorbed = 1,000 Calculated Cmax = 85,36 Tmax = 23,71 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 16. Kurva Kadar Parasetamol dalam Plasma (Cp vs t) 100 80 (Cp) kadar parasetamol Kurva hubungan kadar parasetamol (Cp) vs waktu (t) Kontrol1 60 40 perlakuan 1 20 0 0 100 200 300 400 500 waktu (t) Gambar 16. Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu pada kontrol dan perlakuan yang pertama. kadar parasetamol (Cp) Kurva hubungan kadar parasetamol (Cp) vs waktu (t) 120 100 80 60 40 20 0 kontrol 2 perlakuan 2 0 100 200 300 400 500 waktu (t) Gambar 17. Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu pada kontrol dan perlakuan yang kedua. 100 80 (Cp) kadar parasetamol Kurva hubungan kadar parasetamol (Cp) vs waktu (t) kontrol 3 60 40 perlakuan 3 20 0 0 100 200 300 400 500 waktu (t) Gambar 18. Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu pada kontrol dan perlakuan yang ketiga. 118 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 100 80 (Cp) kadar parasetamol Kurva hubungan kadar parasetamol (Cp) vs waktu (t) kontrol 4 60 40 perlakuan 4 20 0 0 100 200 300 400 500 waktu (t) Gambar 19. Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu pada kontrol dan perlakuan yang keempat. 100 80 (Cp) kadar parasetamol Kurva hubungan kadar parasetamol (Cp) vs waktu (t) kontrol 5 60 40 perlakuan 5 20 0 0 100 200 300 400 500 waktu (t) Gambar 20. Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu pada kontrol dan perlakuan yang kelima. 119 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 17. Kurva ln kadar parasetamol dalam plasma (ln Cp vs t) ln kadar (ln Cp) Kurva hubungan ln kadar parasetamol (ln Cp) vs waktu (t) 6 5 4 3 2 1 0 kontrol 1 perlakuan 1 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 waktu (t) Gambar 21. Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu pada kontrol dan perlakuan yang pertama. ln kadar (ln Cp) Kurva hubungan ln kadar parasetamol (ln Cp) vs waktu (t) 6 5 4 3 2 1 0 kontrol 2 perlakuan 2 0 100 200 300 400 500 waktu (t) Gambar 22. Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu pada kontrol dan perlakuan yang kedua. ln kadar (ln Cp) Kurva Hubungan ln kadar parasetamol (ln Cp) vs waktu (t) 6 5 4 3 2 1 0 kontrol 3 perlakuan 3 0 100 200 300 400 500 waktu (t) Gambar 23. Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu pada kontrol dan perlakuan yang ketiga. 120 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI ln kadar (ln Cp) Kurva Hubungan ln kadar parasetamol (ln Cp) vs waktu (t) 6 5 4 3 2 1 0 kontrol 4 perlakuan 4 0 100 200 300 400 500 waktu (t) Gambar 24. Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu pada kontrol dan perlakuan yang keempat. ln kadar (ln Cp) Kurva Hubungan ln kadar parasetamol (ln Cp) vs waktu (t) 6 5 4 3 2 1 0 kontrol 5 perlakuan 5 0 100 200 300 400 500 waktu (t) Gambar 25. Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu pada kontrol dan perlakuan yang kelima. 121 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 122 Lampiran 18. Profil Farmakokinetika dari Masing- masing Kontrol dan Perlakuan 1. ks (menit-1) No. 1 Kontrol 0,0407 Perlakuan 0,1739 2 0,0317 0,1648 3 0,0379 0,1775 4 0,0536 0,1274 5 0,0415 0,1587 2. tmaks (menit) No. 1 Kontrol 50,70 Perlakuan 25,20 2 58,80 25,20 3 50,40 25,20 4 50,40 25,20 5 50,40 23,72 3. Cmaks (μg/ml) No. 1 Kontrol 88,76 Perlakuan 83,94 2 95,81 84,76 3 82,32 81,53 4 88,50 86,72 5 85,36 85,36 4. AUC(0-∞) (μg.menit ml-1) No. 1 2 Kontrol 18339,23 22359,32 Perlakuan 16094,29 16179,50 3 18138,96 16027,05 4 18618,29 15242,24 5 18051,78 16056,16 5. Vdss (ml) No. 1 Kontrol 762,592 Perlakuan 847,481 2 620,557 894,589 3 736,765 845,572 4 752,135 785,960 5 716,864 840,423 6. α (menit-1) No. 1 Kontrol 0,023 Perlakuan 0,011 2 0,014 0,018 3 0,018 0,011 4 0,007 0,039 5 0,019 0,007 7. k12 (menit-1) No. 1 Kontrol 0,0051 Perlakuan 0,0006 2 0,0007 0,0017 3 0,0360 0,0004 4 0,000006 0,0022 5 0,0017 0,000006 8. k21(menit-1) No. 1 Kontrol 0,0141 Perlakuan 00098 2 0,0127 0,0155 3 0,0118 0,0102 4 0,0069 0,0360 5 0,0163 0,0070 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 18 (lanjutan) 9. ClT (ml/menit) No. 1 Kontrol 4,2090 Perlakuan 4,7197 2 3,3503 4,8969 3 3,9479 4,6010 4 4,2748 4,8615 5 4,1298 4,9775 10. β (menit-1) No. 1 Kontrol 0,0060 Perlakuan 0,0050 2 0,0060 0,0050 3 0,0050 0,0050 4 0,0060 0,0060 5 0,0060 0,0060 11. k13 (menit-1) No. 1 Kontrol 0,0098 Perlakuan 0,0056 2 0,0066 0,0058 3 0,0076 0,0054 4 0,0060 0,0064 5 00070 0,0060 12. t1/2 el (menit) No. 1 Kontrol 120,261 Perlakuan 130,420 2 114,746 129,770 3 129,069 129,402 4 112,566 110,312 5 111,510 113,966 13. MRT No. Kontrol Perlakuan 2 185,23 182,68 3 186,62 183,78 4 175,135 161,67 5 173,58 168,84 1 181,18 179,56 123 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 124 Lampiran 19. Contoh Perhitungan AUC dengan Menggunakan Aturan Trapezoid dan Blood Level Equation Data yang digunakan sebagai contoh perhitungan adalah data perlakuan I. Menurut aturan trapezoid, AUC(0-∞) dihitung sebagai berikut. [AUC]tt n n -1 = Cn - 1 + Cn (tn - tn - 1) 2 (0 + 60,3487 ) (5 − 0) = 150,8718 μg.menit ml -1 2 (75,2751 + 60,3487) AUC(5-10) = (10 − 5 ) = 339,0595 μg.menit ml-1 2 (87,7331 + 75,2751 ) AUC(20-10) = (20 − 10 ) = 815,0410 μg.menit ml-1 2 (79,5841 + 87,7331) AUC(30-20) = (30 − 20) = 836,586 μg.menit ml-1 2 (73,2398 + 79,5841) AUC(45-30) = (45 − 30) = 1146,1793 μg.menit ml-1 2 (69,3373 + 73,2398 ) AUC(60-45) = (60 − 45) = 1069,3283 μg.menit ml-1 2 (58,6904 + 69,3373 ) AUC(90-60) = (90 − 60) = 1920,4155 μg.menit ml-1 2 (46,6163 + 58,6904) AUC(120-90) = (120 − 90) = 1579,6005 μg.menit ml-1 2 (32,4252 + 46,6163) AUC(180-120) = (180 − 120) = 2371,2450 μg.menit ml-1 2 (23,7568 + 32,4252) AUC(240-180) = (240 − 180) = 1685,4600 μg.menit ml-1 2 (15,5023 + 23,7568) AUC(300-240) = (300 − 240) = 1177,7730 μg.menit ml-1 2 (12,5069 + 15,5023) AUC(360-300) = (360 − 300) = 840,2760 μg.menit ml-1 2 (8.1925 + 12.5069) AUC(420-360) = (420 − 360) = 620,9820 μg.menit ml-1 2 8,1925 = 1638,5 μg.menit ml-1 AUC(420 - inf) = 0,005 AUC(0-5) = AUC total = 16191,3179 μg.menit ml-1 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 125 AUC(0-∞) juga dapat dihitung menurut Blood Level Equation, yaitu sebagai berikut. AUC(0 - ∞ ) = AUC(0 - ∞) = M L (M + L) + + β α ka 79,054 19,707 (79,054 + 19,707) + 0,005 0,011 0,1739 AUC(0 - ∞) = 17034,4271 μg.menit ml-1 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 20. Kromatogram Blanko Kurva Baku Lampiran 21. Kromatogram Kurva Baku Kadar 7,5007 μg/ml 126 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 22. Kromatogram Kurva Baku Kadar 12,5010 μg/ml Lampiran 23. Kromatogram Kurva Baku Kadar 25,0025 μg/ml 127 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 24. Kromatogram Kurva Baku Kadar 50,0050 μg/ml Lampiran 25. Kromatogram Kurva Baku Kadar 75,0075 μg/ml 128 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 26. Kromatogram Kurva Baku Kadar 100,0100 μg/ml Lampiran 27. Kromatogram Kurva Baku Kadar 150,0150 μg/ml 129 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 28. Kromatogram Kurva Baku Kadar 200,0200 μg/ml 130 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 29. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-0 (data kelompok 4) Lampiran 30. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-5 (data kelompok 4) 131 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 31. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-10 (data kelompok 4) Lampiran 32. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-20 (data kelompok 4) 132 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 33. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-30 (data kelompok 4) Lampiran 34. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-45 (data kelompok 4) 133 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 35. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-60 (data kelompok 4) Lampiran 36. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-90 (data kelompok 4) 134 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 37. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-120 (data kelompok 4) Lampiran 38. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-180 (data kelompok 4) 135 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 39. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-240 (data kelompok 4) Lampiran 40. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-300 (data kelompok 4) 136 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 41. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-360 (data kelompok 4) Lampiran 42. Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-420 (data kelompok 4) 137 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 43. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-0 (data kelompok 4) Lampiran 44. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-5 (data kelompok 4) 138 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 45. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-10 (data kelompok 4) Lampiran 46. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-20 (data kelompok 4) 139 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 47. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-30 (data kelompok 4) Lampiran 48. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-45 (data kelompok 4) 140 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 49. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-60 (data kelompok 4) Lampiran 50. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-90 (data kelompok 4) 141 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 51. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-120 (data kelompok 4) Lampiran 52. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-180 (data kelompok 4) 142 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 53. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-240 (data kelompok 4) Lampiran 54. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-300 (data kelompok 4) 143 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 55. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-360 (data kelompok 4) Lampiran 56. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-420 (data kelompok 4) 144 PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT 145 Lampiran 57. Hasil analisis statistik untuk ka T-Test NPar Tests Paired Samples Statistics One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test kontrol 5 N Normal Parameters a,b Mean Std. Deviation Most Extreme Differences perlakuan 5 .041540 .158740 .0080829 .0204654 Absolute .190 .216 Positive .190 .180 Negative -.132 -.216 Kolmogorov-Smirnov Z .425 .484 Asymp. Sig. (2-tailed) .994 .973 Pair 1 Mean .041540 .158740 kontrol perlakuan N 5 5 Std. Deviation .0080829 .0204654 Std. Error Mean .0036148 .0091524 Paired Samples Correlations N Pair 1 kontrol & perlakuan Correlation -.477 5 Sig. .416 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Paired Samples Test Paired Differences Pair 1 kontrol - perlakuan Mean -.1172000 Std. Deviation .0253378 Std. Error Mean .0113314 95% Confidence Interval of the Difference Lower -.1486611 Upper -.0857389 t -10.343 df 4 Sig. (2-tailed) .000 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 146 BIOGRAFI PENULIS Penulis skripsi berjudul “Pengaruh Puasa terhadap Profil Farmakokinetika Parasetamol pada Tikus Putih Jantan” ini bernama lengkap Veronika Sulistiawati. Dilahirkan pada tanggal 27 Juni 1985 di Yogyakarta, sebagai anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Agustinus I. dan Ibu Anna. Pada tahun 1989 menempuh pendidikan di TK Pangudi Luhur Yogyakarta kemudian dilanjutkan ke SD Pangudi Luhur Yogyakarta pada tahun 1991. Tahun 1997 menempuh Pendidikan SLTP ditempuh di SLTP Stella Duce I Yogyakarta dan lulus pada tahun 2000. Setelah menyelesaikan pendidikan SLTP, dilanjutkan dengan menempuh pendidikan di SMUN 3 Padmanaba Yogyakarta dan lulus pada tahun 2003. Tahun 2003 hingga 2007 menempuh pendidikan S1 di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menempuh pendidikan S1, penulis pernah menjadi asisten pada praktikum Bioanalisis pada tahun ajaran 2006-2007.