Document

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital dimana menetapnya
membrane anus sehingga anus tertutup. Defek ini tidak selalu total,
kadangkala sebuah lubang sempit masih memungkinkan keluarnya isi usus.
Bila penutupannya total anus tampak sebagai lekukan kulit perineum,
keadaan ini seringkali disertai atresia rectum bagian bawah.
Atresia ani paling sering terjadi pada bayi yang baru lahir. Frekuensi
seluruh kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000
kelahiran, sedangkan atresia ani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan
kongenital pada neonatus dan dapat muncul sebagai penyakit tersering.
Jumlah pasien dengan kasus atresia ani pada laki-laki lebih banyak ditemukan
dari pada pasien perempuan.2,3
Insiden terjadinya atresia ani berkisar dari 1500-5000 kelahiran hidup
dengan sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki. 20 % -75 % bayi yang
menderita atresia ani juga menderita anomali lain. Kejadian tersering pada
laki-laki dan perempuan adalah anus imperforata dengan fistula antara usus
distal uretra pada laki-laki dan vestibulum vagina pada perempuan.3
Angka kajadian kasus di Indonesia sekitar 90 %. Berdasarkan dari data
yang didapatkan penulis, kasus atresia ani yang terjadi di Jawa Tengah
khususnya Semarang yaitu sekitar 50 % dari tahun 2007-2009.4
B. Tujuan
Untuk menambah ilmu pengetahuan tentang atresia ani, cara
mendiagnosisnya dan penatalaksanaannya.
C. Manfaat
Dapat menambah ilmu pengetahuan tentang atresia ani, cara
mendiagnosisnya dan penatalaksanaannya.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Atresia ani atau anus imperforata atau malformasi anorektal adalah
suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk
didalamnya agenesis ani, agenesis rekti dan atresia rekti. Insiden 1:5000
kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma VACTRERL (Vertebra, Anal,
Cardial, Esofageal, Renal, Limb).1
B. Epidemiologi
Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah
1 dalam 5000 kelahiran.2 Secara umum, malformasi anorektal lebih banyak
ditemukan pada laki-laki dari pada perempuan. Fistula rektouretra merupakan
kelainan yang paling banyak ditemui pada bayi laki-laki, diikuti oleh fistula
perineal. Sedangkan pada bayi perempuan, jenis malformasi anorektal yang
paling banyak ditemui adalah anus imperforata diikuti fistula rektovestibular
dan fistula perineal.3 Hasil penelitian Boocock dan Donna di Manchester
menunjukkan bahwa malformasi anorektal letak rendah lebih banyak
ditemukan dibandingkan malformasi anorektal letak tinggi.4
C. Embriologi
Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut dan
hindgut. Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah,
esofagus, lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas.
Midgut membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon
asenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari midgut
hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka,
dan ektoderm dari protoderm atau analpit. Usus terbentuk mulai minggu
keempat disebut sebagai primitif gut. Kegagalan perkembangan yang lengkap
dari septum urorektalis menghasilkan 2 anomali letak tinggi atau supra
2
levator. Sedangkan anomali letak rendah atau infra levator berasal dari defek
perkembangan proktoderm dan lipatan genital. Pada anomali letak tinggi, otot
levator ani perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot sfingter eksternus
dan internus dapat tidak ada atau rudimenter.1
Fungsi fisiologi anorectal
1.
Motilitas kolon
a.
Absorbsi cairan
b.
Keluarkan isi feses dari kolon ke rectum
2. Fungsi defekasi
a.
Keluarkan feses secara intermitten dari rectum
b.
Tahan isi usus agar tidak keluar saat tidak defekasi
D. Klasifikasi
1.
Secara Fungsional
a.
Tanpa
anus
tetapi
dengan
dekompresi
adekuat
traktus
gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna. Kelompok
ini terutama melibatkan bayi perempuan dengan fistula recto-vagina
atau recto-fourchette yang relatif besar,dimana fistula ini sering
3
dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang
adekuat sementara waktu.
b.
Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adekuat untuk jalan
keluar tinja. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk
menghasilkan dekompresis pontan kolon, memerlukan beberapa
bentuk intervensi bedah segera.
2.
Berdasarkan Letak
a.
Anomali rendah
Rektum
mempunyai
puborektalis,
terdapat
jalur
desenden
sfingter
internal
normal
dan
melalui
otot
eksternal
yang
berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan
dengan saluran genitourinarius.
b.
Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborektalis; lesung
anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
c.
Anomali tinggi
Ujung rektum di atas otot puborektalis dan sfingter internal tidak
ada. Hal ini biasanya berhubungan dengan fistula genitourinariusretrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung
buntu rektum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm.
3.
Klasifikasi Wingspread
a.
Jenis Kelamin Laki-laki

Golongan I
-
Kelainan fistel urin
Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari
orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke
uretra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis menentukan
letak fistel adalah dengan memasang kateter urin. Bila
kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak
uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin
mengandung mekonuim maka fistel ke vesika urinaria. Bila
4
evakuasi
feses
tidak
lancar,
penderita
memerlukan
kolostomi segera.
-
Atresia rektum
Pada atresia rektum tindakannya sama pada
perempuan. Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi
pada pemerikasaan colok dubur jari tidak dapat masuk lebih
dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu
segera dilakukan kolostomi.
-
Perineum datar
Tidak ada keterangan lebih lanjut.
-
Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.

Golongan II
-
Kelainan fistel perineum
Fistel perineum sama dengan pada perempuan,
lubangnya terletak lebih anterior dari letak anus normal,
tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi.
-
Membran anal
Pada membran anal biasanya tampak bayangan
mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada
sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin.
-
Stenosis anus
Pada stenosis anus, sama dengan perempuan. Pada
stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang
seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak
lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi
definitif.
-
Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.2,3,2
5
Gambar 1. Malformasi anorektal pada laki-laki8
b.
Jenis Kelamin Perempuan

Golongan I
-
Kelainan kloaka
Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara
traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi
feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat
dilakukan kolostomi.
-
Fistel vagina
Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari
vagina. Evakuasi feces menjadi tidak lancar sehingga
sebaiknya dilakukan kolostomi.
-
Fistel rektovestibular
Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat di vulva.
Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya
minum susu. Evakuasi mulai terhambat saat penderita
mulai
makan
makanan
padat.
Kolostomi
dapat
direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal.
-
Atresia rektum
Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada
pemerikasaan colok dubur jari tidak dapat masuk lebih dari
1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu
segera dilakukan kolostomi.
6
-
Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.

Golongan II
-
Kelainan fistel perineum
Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara
vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus
yang buntu menimbulkan obstipasi
-
Stenosis anus
Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat
yang seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak
lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi
definitif.
-
Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi
Gambar 2. Malformasi anorektal pada perempuan8
E. Etiologi
1.
Faktor penyebab
a.
Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayilahir
tanpa lubang dubur.
b.
Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12
minggu atau 3 bulan.
7
c.
Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik di
daerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang
terjadi antara minggu ke-4 hingga ke-6 usia kehamilan.
d.
Berkaitan dengan Sindrom Down
Malformasi anorektal memiliki etiologi yang multifaktorial.
Salah satunya adalah komponen genetik. Pada tahun 1950an,
didapatkan bahwa risiko malformasi meningkat pada bayi yang
memiliki saudara dengan kelainan malformasi anorektal yakni 1
dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan populasi umum sekitar 1
dalam 5000 kelahiran. Penelitian juga menunjukkan adanya
hubungan antara malformasi anorektal dengan pasien dengan trisomi
21 (Down's syndrome). Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa
mutasi
dari
3
bermacam-macam
gen
yang berbeda dapat
menyebabkan malformasi anorektal atau dengan kata lain etiologi
malformasi anorektal bersifat multigenik.6
e.
Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan
f.
Kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguanpertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik.
2.
Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya atresia ani dapat disebabkan oleh
kelainankongenital saat lahir seperti:
a.
Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada
vertebral, anal, jantung, trachea, esofagus, ginjal, dan kelenjar limfe).
b.
Kelainan sistem pencernaan.
c.
Kelainan sistem pekemihan.
d.
Kelainan tulang belakang
F. Patofisiologi
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada
kehidupan embrional. Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian
8
belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang
merupakan bakal genitourinarius dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal
karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia ani karena
tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara
minggu ke-7 dan ke-10 dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat
juga dapat terjadi karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas
pada uretra dan vagina. Tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus
menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami
obstruksi.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.
Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah
dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum,
maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya
feses yang mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang.
Pada keadaan ini biasanyaakan terbentuk fistula antara rektum dengan organ
sekitarnya. Pada wanita 90% kasus atresia ani dengan fistula ke vagina
(rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak
tinggi, umumnya fistula menuju kevesika urinaria atau ke prostat
(rektovesika). Pada letak rendah, fistula menuju keuretra (rektouretralis).
G. Manifestasi klinis
Gejala yang menunjukan terjadinya malformasi anorektal terjadi dalam
waktu 24-48 jam. Gejala itu dapat berupa:5
1.
Perut kembung
2.
Muntah
3.
Tidak bisa buang air besar
4.
Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat
dilihat sampai dimana terdapat penyumbatan.
Malformasi anorektal sangat bervariasi, mulai dari anus imperforata
letak rendah dimana rectum berada pada lokasi yang normal tapi terlalu sempit
sehingga feses bayi tidak dapat melaluinya, malformasi anorektal intermedia
9
dimana ujung dari rektum dekat ke uretra dan malformasi anorektal letak
tinggi dimana anus sama sekali tidak ada.9
Sebagian besar bayi dengan anus imperforata memiliki satu atau lebih
abnormalitas yang mengenai sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% 60%. Makin tinggi letak abnormalitas berhubungan dengan malformasi yang
lebih sering. Kebanyakan dari kelainan itu ditemukan secara kebetulan, akan
tetapi beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa seperti kelainan
kardiovaskuler.2
Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan
malformasi anorektal adalah:2,3,10
1. Kelainan kardiovaskuler
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan anus imperforata. Jenis
kelainan yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten
ductus arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular septal
defect.
2. Kelainan gastrointestinal
Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%),
obstruksi duodenum (1%-2%).
3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan
lumbosakral seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan
hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang sering ditemukan adalah
myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal.
4. Kelainan traktus genitourinarius
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan
pada malformasi anorektal. Beberapa penelitian menunjukkan insiden
kelainan urogeital dengan malformasi anorektal letak tinggi antara 50 %
sampai 60%, dengan malformasi anorektal letak rendah 15% sampai 20%.
Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai
VATER
(Vertebrae,
Anorectal,
10
Tracheoesophageal
and
Renal
abnormality) dan VACTERL (Vertebrae, Anorectal, Cardiovascular,
Tracheoesophageal, Renal and Limb abnormality).3
H. Diagnosis
1.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Pada anamnesis dapat
ditemukan:1
a.
Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
b.
Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula
c.
Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan
kemungkinan kelainan adalah letak rendah
2. Pemeriksaan penunjang
a. Radiologi dengan Barium Enema

Akan terlihat gambaran klasik seperti daerah transisi dari lumen
sempit ke daerah yang melebar.

Pada foto 24 jam kemudian, terlihat retensi barium dan gambaran
mikrokolon pada Hirschsprung segen panjang.
b. Biopsi hisap rektum

Digunakan untuk mencari tanda histologik yang khas, yaitu tidak
adanya sel ganglion parasimpatik di lapisan muskularis mukosa,
dan adanya serabut saraf yang menebal.

3.
Pada pemeriksaan histokimia, aktivitas kolinesterase meningkat.
Pena menggunakan cara sebagai berikut:1
a.
Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urin bila :
 Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal
membran berarti atresia letak rendah maka dilakukan minimal
Postero Sagital Anorektoplasti (PSARP) tanpa kolostomi
 Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan
kolostomi terlebih dahulu, setelah 8 minggi kemudian dilakukan
tindakan definitif.
Apabila
pemeriksaan
diatas
meragukan
dilakukan
invertrogram. Bila akhiran rektum < 1 cm dari kulit maka disebut
11
letak rendah. Akhiran rektum > 1 cm disebut letak tinggi. Pada lakilaki
fistel
dapat
berupa
rektovesikalis,
rektouretralis
dan
rektoperinealis.1
b.
Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel
 Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan minimal
PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty) tanpa kolostomi.
 Bila fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi
terlebih dahulu.
 Bila fistel (-) maka dilakukan invertrogram: apabila akhiran < 1
cm dari kulit dilakukan postero sagital anorektoplasti, apabila
akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostomi terlebih dahulu.
Leape (1987) menyatakan bila mekonium didadapatkan pada
perineum, vestibulum atau fistel perianal maka kelainan adalah letak
rendah . Bila Pada pemeriksaan fistel (-) maka kelainan adalah letak
tinggi atau rendah. Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam
setelah lahir agar usus terisis, dengan cara Wangenstein Reis (kedua
kaki dipegang posisi badan vertikal dengan kepala dibawah) atau
knee chest position (sujud) dengan bertujuan agar udara berkumpul
didaerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan fistulografi.1
Pada pemeriksan klinis, pasien malformasi anorektal tidak
selalu menunjukkan gejala obstruksi saluran cerna. Untuk itu,
diagnosis harus ditegakkan pada pemeriksaan klinis segera setelah
lahir dengan inspeksi daerah perianal dan dengan memasukkan
termometer melalui anus.3,5
Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi
dengan fistula rektoperineal hingga 16-24 jam. Distensi abdomen
tidak ditemukan selama beberapa jam pertama setelah lahir dan
mekonium harus dipaksa keluar melalui fistula rektoperineal atau
fistula urinarius. Hal ini dikarenakan bagian distal rektum pada bayi
tersebut dikelilingi struktur otot-otot volunter yang menjaga rektum
tetap kolaps dan kosong. Tekanan intrabdominal harus cukup tinggi
12
untuk menandingi tonus otot yang mengelilingi rektum. Oleh karena
itu, harus ditunggu selama 16-24 jam untuk menentukan jenis
malformasi anorektal pada bayi untuk menentukan apakah akan
dilakukan colostomy atau anoplasty.6
Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat
perineum, ditandai dengan tidak adanya garis anus dan anal dimple
mengindikasikan bahwa pasien memiliki otot-otot perineum yang
sangat sedikit. Tanda ini berhubungan dengan malformasi anorektal
letak tinggi dan harus dilakukan colostomy.6
Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan
malformasi anorektal letak rendah meliputi adanya mekonium pada
perineum, "bucket-handle" (skin tag yang terdapat pada anal
dimple), dan adanya membran pada anus (tempat keluarnya
mekonium).6
I.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani
letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu
lalu penanganan atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal
pullthrough, tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan
prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982
memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital
anorektoplasti, yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan
muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum dan
pemotongan fistel.1
Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara
jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik
serta antisipasi trauma psikis. Untuk menangani secara tepat, harus
ditentukankan ketinggian akhiran rektum yang dapat ditentukan dengan
berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG.
Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena
13
kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat,
keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang
serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai klasifikasi
penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum
dan ada tidaknya fistula.1
Leape (1987) menganjurkan pada:1
1.
Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau
TCD dahulu, setelah 6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif
(PSARP)
2.
Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya
dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas
otot sfingter ani ekternus
3.
Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion
4.
Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena
dimana dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.
Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan
intermediet dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan
diversi. Operasi definitif setelah 4 – 8 minggu. Saat ini teknik yang paling
banyak dipakai adalah posterosagital anorektoplasti, baik minimal, limited
atau full postero sagital anorektoplasti.1
14
Penatalaksanaan malformasi anorektal11
Gambar 3. Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus lakilaki11
Dengan inspeksi perineum dapat ditentukan adanya malformasi
anorektal pada 95% kasus malformasi anorektal pada bayi perempuan.
Prinsip penatalaksanaan malformasi anorektal pada bayi perempuan hampir
sama dengan bayi laki-laki.3
15
Penatalaksanaan malformasi anorektal pada bayi perempuan9
Gambar 4. Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus
perempuan9
Anoplasty
PSARP adalah metode yang ideal dalam penatalaksanaan kelainan
anorektal. Jika bayi tumbuh dengan baik, operasi definitif dapat dilakukan
pada usia 3 bulan. Kontrindikasi dari PSARP adalah tidak adanya kolon. Pada
kasus fistula rektovesikal, selain PSARP, laparotomi atau laparoskopi
diperlukan untuk menemukan memobilisasi rektum bagian distal. Demikian
juga pada pasien kloaka persisten dengan saluran kloaka lebih dari 3 cm.3
J.
Prognosis
Prognosis baik apabila gejala obstruksi segera diatasi. Penyulit pasca
bedah seperti kebocoran anastomosis, atau striktur anastomosis umumnya
dapat diatasi.
16
DAFTAR PUSTAKA
1.
Bedah UGM. Atresia Ani. http://www.bedahugm.net. [diakses tanggal 3
November 2012].
2. Grosfeld J, O’Neill J, Coran A, Fonkalsrud E. Pediatric Surgery 6th edition.
Philadelphia: Mosby elseivier, 2006; 1566-99.
3. Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. principles and Practice of
Pediatric Surgery Vol.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005;
1395-1434
4. Boocock G, Donnai D. Anorectal Malformation: Familial Aspects and
Associated Anomalies. Archives of Disease in Childhood, 1987, 62, 576-579.
http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fcgi?artid=1778456&blobtype=
pdf [diakses 3 November 2012]
5. FK UII. Atresia Ani. Fakultas Kedokteran Unversitas Islam Indonesia, 2006.
[diakses 3 November 2012]
6. Levitt M, Pena A. Anorectal Malformation. Orphanet Journal of Rare
Diseases 2007, 2:33. http://www.ojrd.com/content/2/1/33 [diakses 3
November 2012]
7. Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. principles and Practice of
Pediatric Surgery Vol.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005;
1395-1434
8. Anonim. Anorectal Malformation A parent’s Guide. Departement of
Paediatric
Surgery
Starship
Hospital
Auckland,
2006.
http://www.starship.org.nz/General%20Surgery%20PDFs/anorect.pdf
[diakses 3 November 2012]
9. University of Michigan. Imperforate Anus. Departement of Surgery
University
of
Michigan
http://www.medcyclopaedia.com/library/topics/volume_vii/a/anorectalmalfor
mation [diakses 3 November 2012]
10. Kella N, Memon S, Qureshi G. Urogenital Anomalies Associated with
Anorectal Malformation in Children. World Journal of Medical Sciences 1 (2)
2006; 151-154 http://www.idosi.org/wjms/1(2)2006/20.pdf [diakses 3
November 2012]
11. De Jong, Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
17
Download