LAPORAN ANALISIS IMPOR PRODUK MINUMAN BERALKOHOL MELALUI PELABUHAN TERTENTU PUSAT PENGKAJIAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2016 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, laporan akhir Analisis Impor Produk Minuman Beralkohol Melalui Pelabuhan Tertentu dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Permasalahan pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran dan penjualan Minuman Beralkohol telah lama menjadi masalah yang sensitif di Indonesia. Hal ini karena produk Minuman beralkohol selain bertentangan dengan norma agama dan jiwa bangsa Indonesia yang religius, juga telah terbukti menelan korban jiwa yang jumlahnya tidak sedikit. Produk Minuman Beralkohol berdampak negatif dan berbahaya terhadap masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut, Kementerian Perdagangan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 20/MDAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol guna melaksanakan Ketentuan Pasal 9 Perpres No. 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol melalui pintu masuk tertentu, yakni pelabuhan laut Belawan di Medan, Tanjung Priok di Jakarta, Tanjung Emas di Semarang, Tanjung Perak di Surabaya, Bitung di Manado, dan Soekarno Hatta di Makassar; atau bandar udara internasional. Oleh karena itu, Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri melakukan analisis untuk mengetahui dampak kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu terhadap struktur dan kinerja impor produk Minuman Beralkohol Indonesia serta industri pariwisata dan produsen sejenis. Dengan selesainya laporan ini, tak lupa kami sampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu sampai dengan terwujudnya laporan. Ucapan terimakasih secara khusus kami sampaikan kepada Kepala Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri yang telah senantiasa memberikan bimbingan baik substansi maupun motivasi,. Harapan kami, laporan analisis ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi perumusan kebijakan. Jakarta, Maret 2016 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN ii ABSTRAK Kajian ini bertujuan untuk menganalisis dampak kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui Pelabuhan Tertentu terhadap struktur dan kinerja impor produk Minuman Beralkohol Indonesia serta dampak penetapan kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui Pelabuhan Tertentu terhadap industri pariwisata, konsumen dan produsen sejenis dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu telah menggeser struktur impor produk Minuman Beralkohol Indonesia dalam hal penggunaan moda transportasi dan pelabuhan bongkar serta menimbulkan ketidakselarasan di antara jumlah alokasi impor dengan realisasi impor. Selain itu, penetapan pelabuhan tertentu sebagai Pelabuhan Tertentu memiliki pengaruh terhadap penurunan pemasokan dan meningkatkan biaya atas pembelian produk Minuman Beralkohol bagi industri pariwisata, menurunkan penjualan dan meningkatkan persaingan usaha bagi produsen sejenis, dan meningkatkan harga di tingkat konsumen. Kata kunci: impor, produk Minuman Beralkohol, pelabuhan ABSTRACT This study aims to analyze the impact of alcoholic beverages import policy through certain ports on the Indonesia’s alcoholic beverages import structure and performance, Indonesia’s tourism industry, consumers and producers using a qualitative descriptive method. Based on the analysis, the import policy of alcoholic beverages products through certain ports have shifted the structure of imports in terms of the use of modes of transportation and the port. It also caused disharmony between imports allocation and its realization. In addition, the determination of certain ports decreased alcoholic beverages supply for tourism industry in Indonesia and increased additional fee for purchasing of acoholic beverages, lower sales and increased competition for producers, and increased price at the consumer level. Keywords: import, alcoholic beverages, port PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN iii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................... ii ABSTRAK .................................................................................................. iii ABSTRACT ................................................................................................ iii DAFTAR ISI ............................................................................................... iv DAFTAR TABEL ........................................................................................ vi DAFTAR GAMBAR ................................................................................... vii BAB I.......................................................................................................... 1 PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 3 1.3 Tujuan ................................................................................................ 3 1.4 Output ................................................................................................ 3 1.5 Dampak/Manfaat................................................................................ 4 1.6 Ruang Lingkup ................................................................................... 4 1.7 Sistematika Laporan .......................................................................... 4 BAB II ......................................................................................................... 6 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 6 2.1 Tinjauan tentang Perdagangan Internasional .................................... 6 2.2 Definisi Impor ................................................................................... 12 2.3 Hambatan Perdagangan Internasional ............................................ 14 2.3.1 Hambatan Perdagangan Tarif ............................................... 15 2.3.2 Hambatan Perdagangan Non-tarif ........................................ 18 2.4 Pengkajian Sebelumnya .................................................................. 20 2.4.1 Pengkajian Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2012) .............................................................................................. 20 2.4.2 Pengkajian Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2013) .............................................................................................. 22 2.4.3 Pengkajian Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2014) .............................................................................................. 23 BAB III ..................................................................................................... 25 METODE PENGKAJIAN ……………………………………………………..24 3.1 Metode Analisis................................................................................ 25 3.2 Metode Pengumpulan Data ............................................................. 25 PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN iv 3.3 Jenis dan Sumber Data ................................................................... 25 BAB IV ..................................................................................................... 26 GAMBARAN UMUM TINGKAT PRODUKSI, KONSUMSI DAN PERDAGANGAN PRODUK MINUMAN BERALKOHOL INDONESIA ….26 4.1 Kinerja Produksi Industri Minuman Beralkohol Indonesia ................ 26 4.2 Kinerja Konsumsi Produk Minuman Beralkohol Indonesia ............... 30 4.3 Kinerja Perdagangan Produk Minuman Beralkohol Indonesia ......... 37 BAB V ...................................................................................................... 49 HASIL ANALISIS ………………………………………………………………49 5.1 Dampak Kebijakan Impor Produk Minuman Beralkohol Melalui Pelabuhan Tertentu Terhadap Struktur dan Kinerja Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia ………………………………………..49 5.2 Dampak Penetapan Kebijakan Impor Produk Minuman Beralkohol Melalui Pelabuhan Tertentu terhadap Industri Pariwisata, Konsumen dan Produsen Sejenis …………………………………………………. 60 BAB VI …………………………………………………………………………. 64 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ……………………………………... 64 6.1 Kesimpulan ……………………………………..................................... 64 6.2 Rekomendasi …………………………………………………………….. 65 DAFTAR PUSTAKA PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN v DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Perkembangan Nilai Output Industri Minuman Beralkohol Indonesia Tahun 2010-2013 29 Tabel 4.2 Perkembangan Nilai Produksi Industri Minuman Beralkohol Indonesia Tahun 2010-2013 30 Tabel 4.3 Tingkat Konsumsi Minuman Beralkohol Perkapita 33 Tabel 4.4 Tingkat Konsumsi Minuman Beralkohol Perkapita 34 Tabel 4.5 Tingkat Konsumsi Minuman Beralkohol Perkapita Indonesia 35 Tabel 4.6 Tingkat Konsumsi Minuman Beralkohol Perkapita Indonesia, Hanya Peminum, Tahun 2010 35 Tabel 4.7 Perkembangan Nilai Ekspor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Jenis Produk 41 Tabel 4.8 Perkembangan Volume Ekspor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Jenis Produk 42 Tabel 4.9 Kinerja Nilai Ekspor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan 43 Tabel 4.10 Kinerja Volume Ekspor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan 44 Tabel 4.11 Perkembangan Nilai Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Jenis Produk 46 Tabel 4.12 Perkembangan Volume Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Jenis Produk 47 Tabel 4.13 Perkembangan Nilai Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Negara Asal 48 Tabel 4.14 Perkembangan Volume Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Negara Asal 48 Tabel 5.1 Jumlah Importir Terdaftar Minuman Beralkohol (ITMB) Berdasarkan Provinsi Tahun 2010-2015 54 Tabel 5.2 Kinerja Nilai Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Pelabuhan Bongkar 56 Tabel 5.3 Kinerja Volume Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Pelabuhan Bongkar 57 Tabel 5.4 Perkembangan Alokasi dan Realisasi Impor Produk Minuman Beralkohol 58 PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN vi DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional Gambar 2.2 Dampak-dampak Keseimbangan Umum dari Pemberlakuan Tarif di Sebuah Negara Kecil 16 Gambar 2.3 Dampak Kebijakan Pembatasan Impor terhadap Kesejahteraan 19 Gambar 4.1 Perkembangan Jumlah Perusahaan dalam Industri Minuman Beralkohol Indonesia Tahun 2010-2013 27 Gambar 4.2 Perkembangan Utilisasi Industri Minuman Beralkohol Indonesia Tahun 2010-2013 28 Gambar 4.3 Perkembangan Konsumsi Produk Minuman Beralkohol Per Kapita Penduduk Berusia Di Atas 15 Tahun 31 Gambar 4.4 Perkembangan Konsumsi Produk Minuman Beralkohol Per Kapita Penduduk Berusia Di Atas 15 Tahun, 2010 (dalam Liter) 32 Gambar 4.5 Konsumsi Minuman Beralkohol Per Kapita (Penduduk Berusia Di Atas 15 Tahun) Tahun 1961-2010 32 Gambar 4.6 Rerata dan Proporsi Konsumsi Minuman Beralkohol Indonesia, 2014 36 Gambar 4.7 Perkembangan Nilai Neraca Perdagangan Produk Minuman Beralkohol Indonesia Tahun 2006-2015 (dalam Juta US$) 38 Gambar 4.8 Perkembangan Volume Neraca Perdagangan Produk Minuman Beralkohol Indonesia Tahun 2006-2015 (dalam Ribu Ton) 39 Gambar 5.1 Pangsa Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Pelabuhan Bongkar Tahun 2006 dan 2009 50 Gambar 5.2 Struktur Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Pintu Masuk Tertentu Tahun 2010 dan 2013 51 Gambar 5.3 Struktur Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Pintu Masuk Tertentu Tahun 2014 dan 2015 53 Gambar 5.3 Perkembangan Volume, Alokasi dan Realisasi Produk Minuman Beralkohol Indonesia Tahun 20102015 59 PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 6 vii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran dan penjualan Minuman Beralkohol telah lama menjadi masalah yang sensitif di Indonesia. Hal ini karena produk Minuman beralkohol selain bertentangan dengan norma agama dan jiwa bangsa Indonesia yang religius, juga telah terbukti menelan korban jiwa yang jumlahnya tidak sedikit. Produk Minuman Beralkohol berdampak negatif dan berbahaya terhadap masyarakat. Produk Minuman Beralkohol secara klinis mengganggu kesehatan sebab menimbulkan gangguan mental organik, merusak syaraf dan daya ingat, odema otak, sirosis hati, gangguan jantung, gastrinitis, paranoid, dan dalam jangka panjang akan memicu penyakit kronis. Secara psikologis, produk Minuman Beralkohol dapat merusak secara permanen jaringan otak sehingga menimbulkan gangguan daya ingat, kemampuan penilaian, kemampuan belajar dan gangguan jiwa tertentu. Selain dampak yang ditimbulkan terhadap kesehatan dan psikologis, Minuman Beralkohol dianggap menjadi faktor pemicu tingginya kriminalitas di beberapa daerah di Indonesia. Dampak negatif yang diakibatkan produk Minuman Beralkohol begitu kompleks, namun faktanya Minuman Beralkohol masih banyak diproduksi, diimpor, dan diperjualbelikan secara bebas sementara penegakan hukum terhadap masalah yang diakibatkan Minuman Beralkohol masih lemah. Hal ini menyebabkan sebagian besar masyarakat mendorong pemerintah untuk mengatur produksi, pendistribusian, dan penjualan produk Minuman Beralkohol. Oleh karena itu, Peraturan Presiden (Perpres) No. 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol memandang perlu untuk mengatur pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran, dan penjualan minuman beralkohol, termasuk di dalamnya pengadaan Minuman yang berasal dari impor sehingga dapat memberikan PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 1 perlindungan serta menjaga kesehatan, ketertiban dan ketentraman masyarakat dari dampak buruk penyalahgunaan minuman beralkohol. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) dalam Perpres No. 74 Tahun 2013, produk Minuman Beralkohol yang berasal dari impor hanya dapat diimpor oleh pelaku usaha yang telah memiliki perizinan impor dari menteri yang menyelenggarakan pemerintahan di bidang perdagangan. Di samping itu, produk Minuman Beralkohol yang berasal dari impor harus memenuhi standar mutu produksi serta standar keamanan dan mutu pangan dan wajib mencantumkan label. Berkaitan dengan hal tersebut, Kementerian Perdagangan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 20/MDAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol guna melaksanakan Ketentuan Pasal 9 Perpres No. 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol. Dengan adanya Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014, pemerintah menetapkan pengadaan Minuman Beralkohol asal impor hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah memiliki penetapan sebagai Importir Terdaftar Minuman Beralkohol (IT-MB) dan melalui pintu masuk tertentu, yakni pelabuhan laut Belawan di Medan, Tanjung Priok di Jakarta, Tanjung Emas di Semarang, Tanjung Perak di Surabaya, Bitung di Manado, dan Soekarno Hatta di Makassar; atau bandar udara internasional. Impor Minuman Beralkohol ke dalam kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas hanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Selain itu, kebijakan impor produk Minuman Beralkohol ini mengatur mengenai alokasi jenis dan jumlah Minuman Beralkohol yang dapat diimpor untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ditetapkan berdasarkan pola pembagian pemenuhan kebutuhan konsumsi Minuman Beralkohol yang penjualannya dikenai pajak (duty paid) dan tidak dikenai pajak (duty not paid). Untuk mengetahui gambaran sampai sejauhmana efektivitas pengimplementasian kebijakan impor produk PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN Minuman Beralkohol 2 Indonesia yang ada, maka Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri menyelenggarakan kegiatan Analisis Kebijakan Impor Produk Minuman Beralkohol Melalui Pelabuhan Tertentu. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, berikut ini adalah rumusan masalah yang akan dibahas dalam analisis: 1. Bagaimana dampak kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu terhadap struktur dan kinerja impor produk Minuman Beralkohol Indonesia? 2. Bagaimana dampak penetapan kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui Pelabuhan Tertentu terhadap industri pariwisata dan produsen sejenis? 1.3 Tujuan Adapun tujuan dari analisis ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis dampak kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui Pelabuhan Tertentu terhadap struktur dan kinerja impor produk Minuman Beralkohol Indonesia 2. Menganalisis dampak penetapan kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui Pelabuhan Tertentu terhadap industri pariwisata, konsumen dan produsen sejenis 1.4 Output Analisis ini diharapkan dapat menghasilkan beberapa output, yakni tersusunnya gambaran dampak kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu terhadap strukur dan kinerja impor produk Minuman Beralkohol Indonesia dan dampak penetapan kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui Pelabuhan Tertentu terhadap industri pariwisata, konsumen dan produsen sejenis PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 3 1.5 Dampak/Manfaat Analisis ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam pengevaluasian dan penyusunan kebijakan impor produk Minuman Beralkohol di Indonesia dan sebagai bahan referensi bagi para pemangku kepentingan terkait. 1.6 Ruang Lingkup Analisis ini hanya membahas pengimplementasian kebijakan impor produk Minuman Beralkohol Indonesia melalui Permendag No. 43/MDAG/PER/9/2009 dan Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014. Sementara itu kegiatan kunjungan lapangan atau survei dengan metode wawancara dilaksanakan di Provinsi Banten, Provinsi Bali, Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Adapun kegiatan diskusi terbatas dilaksanakan di Provinsi DKI Jakarta. 1.7 Sistematika Laporan Laporan analisis ini terbagi menjadi enam bab dengan isi masing- masing Bab sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan masalah umum yang berkaitan dengan dampak produk Minuman Beralkohol dan kebijakan impor produk Minuman Beralkohol. Dalam pendahuluan juga diuraikan rumusan masalah, tujuan, output, dampak/manfaat, ruang lingkup dan sistematika laporan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini diuraikan studi literatur yang berkaitan dengan studi ini. Pada bagian pertama dari tinjauan pustaka dibahas yang terkait dengan definisi impor dan kebijakan kuota impor. Terakhir, pembahasan sub bab selanjutnya dijelaskan mengenai hasil studi empiris sebelumnya. BAB III METODE PENGKAJIAN Bab ini diawali dengan metode analisis, kemudian dilanjutkan dengan penguraian metode pengumpulan data dan jenis data serta sumber data yang digunakan dalam analisis ini. PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 4 BAB IV GAMBARAN UMUM KINERJA INDUSTRI, KONSUMSI, DAN PERDAGANGAN PRODUK MINUMAN BERALKOHOL INDONESIA Sub bab awal dari bab ini akan dibahas mengenai kinerja industri minuman beralkohol yang ada di Indonesia selama ini. Selanjutnya, kinerja konsumsi produk Minuman Beralkohol Indonesia akan dipaparkan secara singkat. Terakhir, kinerja perdagangan produk Minuman Beralkohol Indonesia akan diulas secara komprehensif dalam bab ini. BAB V HASIL ANALISIS Bagian pertama dalam bab ini akan membahas mengenai dampak kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui Pelabuhan Tertentu terhadap struktur dan kinerja impor produk Minuman Beralkohol Indonesia. Bagian kedua mengulas mengenai dampak penetapan kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu terhadap industri pariwisata, konsumen dan produsen sejenis BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Kesimpulan dalam Bab ini merupakan sintesa dari bab-bab sebelumnya terutama mengenai hasil analisis dampak kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui Pelabuhan Tertentu terhadap struktur dan kinerja impor produk Minuman Beralkohol Indonesia serta dampak penetapan kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu terhadap industri pariwisata, konsumen dan produsen sejenis. Pada sub bab berikutnya dibahas dengan rekomendasi kebijakan dan implikasi kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan tentang Perdagangan Internasional Salvatore (1997) berpendapat bahwa terdapat beberapa hal yang mendorong terjadinya perdagangan internasional diantaranya dikarenakan perbedaan permintaan dan penawaran antar negara (Gambar 2.1). Perbedaan ini terjadi karena: (a) tidak semua negara memiliki dan mampu menghasilkan komoditi yang diperdagangkan, karena faktor-faktor alam negara tersebut tidak mendukung, seperti letak geografis dan kandungan buminya dan (b) perbedaan pada kemampuan suatu negara dalam menyerap komoditi tertentu pada tingkat yang lebih efisien. Hal yang sama dikemukakan juga oleh Krugman dan Obstfeld (2003) mengenai dua alasan utama setiap negara melakukan perdagangan internasional. Dalam dunia nyata, adanya interaksi yang terus-menerus dari kedua motif dasar di atas tercermin dalam pola-pola perdagangan internasional. Gambar 2.1 Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional Sumber : Salvatore (1997) Menurut Krugman dan Obstfeld (2003), perdagangan internasional dapat meningkatkan output dunia karena memungkinkan setiap negara memproduksi sesuatu yang mereka kuasai keunggulan komparatifnya. PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 6 Sementara, Sadono Sukirno berpendapat bahwa manfaat-manfaat perdagangan internasional adalah sebagai berikut: 1. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan teknologi dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri. 2. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi. Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri. 3. Memperluas pasar dan menambah keuntungan. Terkadang, para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri. 4. Transfer teknologi modern. Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih modern Secara historis, teori-teori berkenaan dengan konsep-konsep perdagangan internasional atau aktivitas ekspor dan impor antar wilayah/negara dimulai dari teori keunggulan absolut dan keunggulan komparatif. Teori keunggulan absolut yang diperkenalkan oleh Adam Smith dinyatakan bahwa perdagangan didasarkan kepada keunggulan absolut (absolute advantage), yaitu jika sebuah negara lebih efisien daripada negara lain dalam memproduksi sebuah komoditi, namun kurang efisien dibanding negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 7 negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masingmasing melakukan spesialisasi dan memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut dan menukarkan dengan komoditi lain yang memiliki kerugian absolut (Salvatore, 1997). Menurut Adam Smith suatu negara akan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut bisa menghasilkan barang dengan biaya yang secara mutlak lebih murah dari pada negara lain, yaitu karena memiliki keunggulan mutlak dalam produksi barang tersebut. Adapun keunggulan mutlak menurut Adam Smith merupakan kemampuan suatu negara untuk menghasilkan suatu barang dan jasa per unit dengan menggunakan sumber daya yang lebih sedikit dibanding kemampuan negara-negara lain. Melalui proses ini, sumber daya di kedua negara dapat digunakan dengan cara yang paling efisien. Output yang diproduksi pun akan meningkat. Menurut teori keunggulan komparatif yang diperkenalkan David Ricardo tahun 1817 (Salvatore, 1997), nilai penukaran suatu barang didasarkan pada biaya komparatif dan nilai kegunaan/manfaat. Dengan teori keunggulan komparatif, masing-masing negara akan mengambil sesuatu yang relatif efisien. Perdagangan antarnegara akan terjadi jika masing-masing negara memperoleh manfaat dengan spesialisasi yang lebih efisien. Dengan adanya spesialisasi, maka akan terjadilah pembagian kerja internasional yang makin efisien, realokasi faktor-faktor produksi, dan mobilitas faktor-faktor produksi di dalam negeri yang pada akhirnya mendorong terjadinya persaingan di pasar faktor produksi. Walaupun suatu negara memiliki keunggulan absolut, perdagangan akan tetap menguntungkan bagi kedua negara. John Stuart Mill berusaha menyempurnakan teori keunggulan komparatif dengan menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki keunggulan komparatif terbesar dan mengimpor barang yang memiliki ketidakunggulan komparatif (suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau dihasilkan sendiri memakan biaya yang lebih besar). Dengan kata lain, dasar tukar perdagangan internasional yang PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 8 sebenarnya ditentukan oleh permintaan timbal balik. Hal ini akan stabil bilamana nilai ekspor suatu negara cukup untuk membayar nilai impornya. Berdasarkan teori ini, nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut sedangkan dasar nilai pertukaran ditentukan dengan batas-batas nilai tukar masingmasing barang di dalam negeri (Masngudi, 2006). Teori perdagangan lainnya adalah konsep proporsi faktor produksi atau dikenalkan dengan Teori Heckscher-Ohlin. Intisari Teorema HecksherOhlin (H-O) adalah: Sebuah negara akan mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu bersamaan ia akan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara itu. Intisari dari teori Hecksher-Ohlin adalah mengupas dan memprediksikan pola perdagangan, dan teori penyamaan harga faktor (factor-price equalization theorem) yang mengupas dampak-dampak yang ditimbulkan oleh perdagangan internasional (ekspor-impor) terhadap harga faktor produksi di negara yang terlibat. Teorema penyamaan harga faktor (teorema Heckscher-OhlinSamuelson) sebagai berikut: Perdagangan internasional akan mendorong terjadinya penyamaan harga-harga faktor, baik secara relatif maupun secara absolut, di antara negara-negara yang terlibat di dalamnya. Perdagangan internasional dapat berfungsi sebagai pengganti atau substitusi bagi mobilitas faktor internasional. Ada tiga asumsi penting dalam memprediksi penyamaan harga-harga faktor yang sama sekali tidak sesuai dengan fakta yang ada. Ketiga asumsi itu adalah : 1. Kedua negara memproduksi selalu kedua jenis barang sekaligus. 2. Adanya kesamaan dalam teknologi. 3. Hubungan perdagangan benar-benar menyamakan harga-harga barang di kedua negara. Perdagangan antar negara cenderung meningkatkan harga faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di suatu negara dan dalam waktu yang bersamaan akan menurunkan harga faktor produksi yang relatif PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 9 langka dan mahal. Seluruh faktor produksi tenaga kerja dan modal diasumsikan telah terdayaguna secara penuh (full employment) sebelum maupun sesudah perdagangan,maka pendapatan rill tenaga kerja dan suku bunga rill bagi para pemilik modal akan bergerak ke arah yang dituju oleh pergerakan harga-harga faktor produksi itu sendiri. Teori Hecksher-Ohlin memberikan konklusi bahwa perdagangan cenderung memperbesar tingkat pendapatan atau tingkat upah para pekerja dan menurunkan suku bunga rill modal di negara yang kaya tenaga kerja dan yang mengalami kelangkaan modal. Perdagangan (ekspor dan impor) akan memberikan keuntungan bagi negara-negara yang melakukannya. Namun demikian, dalam perkembangannya teori Heckscher-Ohlin (Teori H-O) mengalami pertentangan. Alasan utamanya adalah adanya ketidaksesuaian antara teori Heckscher-Ohlin-Samuelson dengan kondisi nyata, yaitu: asumsi-asumsi yang digunakan dalam teori tersebut terlampau restriktif dan cenderung menyederhanakan kenyataan-kenyataan yang ada. Sebagai contoh, tingkat teknologi setiap negara tidak sama, sedangkan biaya-biaya dan hambatan perdagangan diabaikan yang dalam prakteknya merupakan ganjalan utama bagi berlangsungnya perdagangan internasional sehingga proses penyamaan harga-harga relatif komoditi tidak pernah berjalan sempurna. Keunggulan suatu negara di dalam persaingan global selain ditentukan oleh keunggulan komparatif (teori-teori klasik dan H-O) yang dimilikinya juga karena adanya produksi atau bantuan fasilitas dari pemerintah, juga sangat ditentukan oleh keunggulan kompetitifnya. Keunggulan ini sifatnya lebih dinamis dengan perubahan-perubahan, misalnya teknologi dan SDM yang sangat cepat. Hal ini mendorong suatu konsep baru mengenai perdagangan internasional, yaitu teori keunggulan kompetitif. Menurut Porter (1990), keunggulan persaingan suatu negara tidak berkorelasi langsung antara dua faktor produksi (sumber daya alam yang tinggi dan sumber daya manusia yang murah) yang dimiliki suatu negara PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 10 untuk dimanfaatkan menjadi daya saing dalam perdagangan. Banyak negara di dunia ini yang jumlah tenaga kerjanya sangat besar secara proporsional dengan luar negeri tetapi terbelakang dalam daya saing internasional. Begitu juga tingkat upah yang relatif murah daripada negara lainnya, begitu pula berkorelasi erat dengan rendahnya motivasi bekerja keras dan berprestasi. Porter menyebutkan bahwa peranan pemerintah sangat mendukung selain faktor produksi. Porter mengungkapkan ada empat atribut utama yang menentukan mengapa industri tertentu dalam suatu negara dapat mencapai sukses internasional, keempat atribut itu adalah kondisi faktor produksi, kondisi permintaan dan tuntutan mutu dalam negeri, eksistensi industri pendukung, dan kondisi persaingan strategi dan struktur perusahaan dalam negeri. Negara yang sukses dalam skala internasional pada umumnya didukung oleh kondisi faktor yang baik, permintaan dan tuntutan mutu dalam negeri yang tinggi, industri hulu atau hilir yang maju dan persaingan domestik yang ketat. Keunggulan kompetitif yang hanya didukung oleh 1/2 atribut saja biasanya tidak akan dapat bertahan, sebab keempat atribut saling berinteraksi positif dalam negara yang sukses. Di samping keempat atribut di atas, peran pemerintah juga merupakan variabel yang cukup signifikan. Dari teori-teori perdagangan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa perdagangan internasional menawarkan suatu keuntungan bagi negara-negara yang terlibat. Keuntungan-keuntungan dari perdagangan internasional adalah: tercipta persaingan di pasar internasional yang mendorong efisiensi dunia, spesialisasi dalam menghasilkan barang dan jasa secara murah, baik dari segi bahan maupun cara berproduksi, kenaikan pendapatan, cadangan devisa, transfer modal, dan bertambahnya kesempatan kerja. Komposisi, arah dan bentuk perdagangan internasional atau kegiatan perdagangan internasional suatu negara tidak terlepas dari segala tindakan pemerintahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kebijakan perdagangan internasional memiliki implikasi yang sangat luas, PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 11 tidak hanya dalam volume dan komposisi impor dan ekspor, tetapi juga pola investasi dan arah pengembangan, tetapi juga kondisi persaingan, kondisi biaya, sikap pebisnis dan wirausahawan, pola konsumsi, dsb. Oleh karena itu, kebijakan perdagangan internasional sangat penting dalam keputusan kebijakan ekonomi suatu negara dan kebijakan ini hanya salah satu bagian kebijakan makroekonomi yang harus dikombinasikan dan bersifat mendorong pembangunan perekonomian suatu negara. Kebijakan perdagangan internasional juga dapat ditujukan untuk melindungi industri dalam negeri yang sedang tumbuh (infant industry) dan persaingan-persaingan barang-barang impor. Adapun tujuan kebijakan perdagangan internasional yang bersifat proteksi adalah memaksimalkan produksi dalam negeri, memperluas lapangan kerja, memelihara tradisi nasional, menghindari resiko yang mungkin timbul jika hanya menggantungkan diri pada satu komoditi dikhawatirkan akan terganggu jika bergantung pada negara lain. Proteksi dapat dilakukan dengan penerapan berbagai instrumen kebijakan perdagangan internasional berupa hambatan perdagangan tarif maupun non tarif. Kebijakan perdagangan internasional tidak hanya bersifat untuk melindungi, tetapi juga mendukung kebijakan perdagangan bebas. Di sisi lain, perdagangan internasional juga dapat menimbulkan tantangan dan kendala yang banyak dihadapi oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia. Tantangan dan kendala tersebut antara lain eksploitasi terhadap negara-negara berkembang, ambruknya industri lokal, keamanan barang menjadi rendah, ancaman ketahanan pangan, dan keamanan konsumen dan sebagainya. Untuk mengamankan kepentingan nasionalnya, negara-negara di dunia berupaya untuk menciptakan hambatan perdagangan terutama hambatan untuk impor. 2.2 Definisi Impor Impor merupakan kegiatan mendatangkan barang maupun jasa dari luar negeri ke dalam wilayah pabean suatu negara. Pada dasarnya, impor suatu produk terjadi karena tiga alasan. Pertama, produksi dalam negeri terbatas sedangkan permintaan domestik tinggi. Impor hanya sebagai PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 12 pelengkap. Keterbatasan produksi dalam negeri tersebut dikarenakan dua hal, yakni (a) kapasitas produksi terbatas (titik optimum dalam skala ekonomi telah tercapai) atau (b) pemakaian kapasitas terpasang masih di bawah kapasitas maksimal. Kedua, impor lebih murah dibandingkan dengan harga dari produk sendiri yang dikarenakan ekonomi biaya tinggi atau tingkat efisiensi yang rendah. Ketiga, impor lebih menguntungkan karena produksi dalam negeri ditujukan untuk ekspor dan harga ekspornya lebih tinggi sehingga dapat mengkompensasi biaya yang dikeluarkan untuk impor. Selain itu, impor yang akan dilakukan oleh suatu negara bergantung pada banyak faktor. Permintaan impor sangat ditentukan faktor-faktor harga atau keseimbangan harga baik yang terdapat di dalam negeri maupun keseimbangan harga internasional. Selain itu, suatu negara dapat melakukan impor atau pembelian dari negara lain apabila barang-barang yang diperlukan di dalam negeri tidak dapat dipenuhi oleh pemilik faktorfaktor produksi di dalam negeri. Kesanggupan atau kemampuan dalam menghasilkan barang-barang yang bersaing dengan buatan luar negeri adalah faktor lainnya yang memengaruhi impor yang berarti nilai impor tergantung dari nilai tingkat pendapatan nasional negara tersebut. Makin tinggi pendapatan nasional, semakin rendah menghasilkan barang-barang tersebut, maka impor pun semakin tinggi sehingga pada akhirnya pendapatan nasional menjadi terkikis. Perubahan nilai impor di Indonesia sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi sosial politik, pertahanan dan keamanan, inflasi, kurs valuta asing serta tingkat pendapatan dalam negeri yang diperoleh dari sektor-sektor yang mampu memberikan pemasukan selain perdagangan internasional. Besarnya nilai impor Indonesia antara lain ditentukan oleh kemampuan Indonesia dalam mengolah dan memanfaatkan sumber yang ada dan juga tingginya permintaan impor dalam negeri. Kebijakan impor merupakan salah satu instrumen strategis untuk menjaga kepentingan ekonomi dan sosial yang lebih luas. Penerbitan kebijakan impor digunakan sebagai instrumen menertibkan arus barang PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 13 masuk dan melindungi kepentingan nasional dari pengaruh masuknya barang-barang negara lain dengan tujuan untuk menjaga dan mengamankan aspek K3LM (Kesehatan, Keselamatan, Keamanan Lingkungan Hidup dan Moral Bangsa), melindungi dan meningkatkan pendapatan petani, mendorong penggunaan barang dalam negeri, dan meningkatkan ekspor nonmigas (Widayanto, 2011). Pada umumnya, kebijakan impor dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni kebijakan tarif dan kebijakan hambatan non-tarif. Tarif merupakan pengenaan pajak atau custom duties terhadap barang-barang yang melewati batas suatu negara. Kebijakan hambatan non-tarif adalah kebijakan perdagangan selain kebijakan tarif yang dapat menimbulkan distorsi sehingga mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional. Kebijakan hambatan non-tarif juga dapat didefinisikan sebagai langkahlangkah kebijakan yang memiliki efek membatasi perdagangan tanpa melanggar hukum perdagangan internasional. Penggunaan kebijakan hambatan non-tarif bertujuan untuk mencapai efektivitas, konsistensi, kepastian, dan perlindungan perdagangan. Selain itu, kebijakan hambatan non-tarif tersebut ditujukan untuk melindungi kesehatan, keamanan, keselamatan, sanitasi, nutrisi, keagamaan, atau untuk melindungi sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui dan tidak menciptakan hambatan perdagangan yang tidak berguna. Kebijakan hambatan non-tarif (non tariff measures, NTMs) mencakup berbagai jenis, yakni kuota impor, subsidi pemerintah, SPS, hambatan teknis, larangan, dan lain-lain. 2.3 Hambatan Perdagangan Internasional Perbedaan komparatif dan kompetitif antar negara dan pengamanan kepentingan nasional mendasari penerapan kebijakan perdagangan internasional. Hampir seluruh negara di dunia memiliki hambatan perdagangan untuk mengendalikan impor. Hambatan perdagangan tersebut merupakan intervensi pemerintah dalam mengurangi kebebasan perdagangan internasional. Pada umumnya hambatan perdagangan internasional dibedakan menjadi 2 (dua), yakni: PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 14 2.3.1 Hambatan Perdagangan Tarif Tarif adalah pembebanan pajak atau custom duties terhadap barang-barang yang melewati batas suatu negara. Dilihat dari aspek asal komoditi, tarif terbagi menjadi dua macam (Salvatore,1997) : 1. Tarif impor, adalah pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang diimpor dari negara lain. 2. Tarif ekspor, adalah pajak untuk suatu komoditi yang diekspor. Sementara bila ditinjau dari mekanisme perhitungannya, tarif terbagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu: 1. Tarif ad valorem adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka persentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor. 2. Tarif spesifik dikenakan sebagai beban tetap unit barang yang diimpor. 3. Tarif campuran adalah gabungan antara tarif ad valorem dengan tarif spesifik. Dampak-dampak pemberlakuan tarif terhadap tingkat produksi, konsumsi, perdagangan, dan kesejahteraan di sebuah negara kecil yang hubungan dagang atau kekuatan ekonominya terbatas sehingga tidak mampu memengaruhi harga yang berlaku di pasaran internasional dapat dijelaskan melalui analisis keseimbangan umum. Ketika sebuah negara kecil memberlakukan tarif terhadap barang-barang impornya, yang berubah hanya harga barang tersebut di pasar domestiknya sendiri, sehingga pihak yang harus menghadapi segala implikasi kenaikan harga itu adalah konsumen dan produsen di negara kecil yang bersangkutan. Walaupun setiap produsen dan konsumen menghadapi kenaikan harga komoditi impor meningkat sebesar tarif yang dikenakan, namun harganya bagi perekonomian negara kecil secara keseluruhan tetap konstan, karena kenaikan harga akibat tarif itu diimbangi oleh terciptanya pemasukan pajak bagi pemerintah. Gambar 2.2 menggambarkan bagaimana dampak-dampak keseimbangan umum yang dihasilkan dari pemberlakuan tarif di PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 15 sebuah negara kecil seperti Indonesia. Negara kecil dimaksudkan sebagai negara yang tidak memiliki kekuatan untuk memengaruhi harga di pasar dunia. Y 140 120 - B 85 - F 60 55 - E III G H H’ 40 - II A PW = 1 PF = 2 0 I I I I I 40 65 80 95 100 Gambar 2.2 Dampak-dampak Keseimbangan Pemberlakuan Tarif di Sebuah Negara Kecil X Umum dari Sumber: Nicholson (1994) Pada Px/Py = 1 di pasar dunia, negara 2 akan berproduksi di titik B dan berkonsumsi di titik E. Namun ketika pemerintah negara 2 mengenakan tarif ad valorem (sekian persen dari nilai impor harus dibayarkan pengimpor ke kas negara sebagai pajak) sebesar 100 persen terhadap komoditi X, harga komoditi tersebut bagi para konsumen dan produsen domestik langsung melonjak menjadi P x/Py = 2, sehingga para produsen domestik di negara 2 akan terdorong untuk berproduksi di titik F. Itu berarti negara 2 akan mengekspor 30Y, dan mengimpor 30X; separuh diantaranya, yakni GH atau 15X, akan langsung terarah ke konsumen domestik, sedangkan selebihnya, yakni HH’ yang juga bernilai 15X, akan menjelma sebagai pendapatan pajak bagi pemerintah yang bersumber dari pengenaan tarif ad valorem 100 persen terhadap komoditi X yang diimpor. Karena kita berasumsi bahwa pemerintah negara 2 PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 16 menggunakan kebijakan tarif tersebut dalam rangka meredistribusikan pendapatan yang diperolehnya bagi warganya (agar beban pajak mereka tidak terlalu besar), maka tingkat konsumsi setelah tarif dikenakan akan bergeser ke kurva indiferen II’, tepatnya di titik H’ (titik berpotongan antara dua garis putusputus). Itu berarti, tingkat konsumsi dan kesejahteraan (titik E) dalam perdagangan bebas lebih tinggi ketimbang tingkat konsumsi dan kesejahteraan (titik H’) yang ada setelah tarif tersebut diberlakukan. Kesimpulan pokok dari penjelasan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Dengan adanya tarif, tingkat kesejahteraan negara yang bersangkutan menjadi lebih rendah dibandingkan dengan kondisinya di masa perdagangan bebas. Hal ini dibuktikan dengan bergesernya konsumsi dari titik E ke titik H’ yang terletak pada kurva indiferen yang lebih rendah daripada sebelumnya. 2. Penurunan kesejahteraan bersumber dari dua sebab: (a) Perekonomian tidak lagi berproduksi pada titik yang memaksimumkan nilai pendapatan dan harga dunia. (b) Konsumen tidak dapat lagi berkonsumsi pada kurva indiferen tertinggi yang memaksimumkan kesejahteraan. Baik (a) maupun (b) diakibatkan oleh kenyataan bahwa konsumen dan produsen domestik menghadapi harga yang berbeda dengan harga dunia. Penurunan kesejahteraan (the loss in welfare) terjadi karena kegiatan produksi yang tidak efisien. Hal ini merupakan kondisi (a) padanan keseimbangan umum dari kerugian akibat produksi (production distortion loss) yang telah dijelaskan dalam pendekatan keseimbangan parsial. Penurunan kesejahteraan sebagai akibat dari konsumsi yang tidak efisien juga merupakan (b) padanan dari kerugian akibat konsumsi (consumption distortion loss). 3. Volume perdagangan mengalami kemerosotan dengan adanya tarif. Volume serta nilai-nilai ekspor dan impor sama-sama turun PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 17 segera setelah dilaksanakannya pengenaan tarif itu dibandingkan dengan sebelumnya ketika perdagangan masih berlangsung secara bebas. Semakin tinggi tarif yang dikenakan, akan semakin besar kerugian yang timbul. Pengenaan tarif yang terlalu besar akan mendorong perekonomian yang bersangkutan menuju kondisi autarki (semua komoditi dibuat sendiri, dan perdagangan internasional lenyap). Tarif impor yang mematikan perdagangan internasional ini biasa disebut dengan tarif prohibitif (prohibitive tariff). Tarif yang terlalu tinggi akan memaksa suatu perekonomian terus-menerus berproduksi dan berkonsumsi di titik A, dan jelas merugikan negara itu sendiri. 2.3.2 Hambatan Perdagangan Non-tarif Salah satu bentuk hambatan perdagangan internasional nontarif adalah kuota impor. Kuota adalah pembatasan secara langsung jumlah fisik terhadap barang yang masuk (kuota impor) dan keluar (kuota ekspor). Pemberlakuan kuota impor memberikan dampakdampak terhadap konsumsi dan produksi seperti yang ditimbulkan oleh penerapan tarif impor yang setara. Penyesuaian terhadap setiap pergeseran dalam kurva permintaan atau kurva penawaran sehubungan dengan adanya kuota impor akan terjadi pada hargaharga domestik. Sedangkan jika yang diberlakukan adalah tarif impor, maka penyesuaian tersebut akan terjadi pada kuantitas impor. Secara umum, kuota impor itu lebih menghambat daripada tarif impor yang setara. Kuota impor biasanya dikenakan terhadap bahan mentah sebagai barang perdagangan penting serta di bawah suatu pengawasan badan internasional. Hambatan kuota sering dimanfaatkan untuk memperbaiki neraca pembayaran pembayaran yang defisit. Pemberlakuan hambatan non-tarif akan meningkatkan harga produk sehingga pada dasarnya proteksi terhadap perdagangan tersebut akan menguntungkan bagi produsen namun merugikan bagi konsumen PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 18 dan pada akhirnya akan merugikan perekonomian secara keseluruhan (Salvatore 1997). Pembatasan impor dengan menerapkan kebijakan-kebijakan perdagangan akan memengaruhi kesejahteraan (welfare). Wall (1999) mendeskripsikan dampak pembatasan impor dalam analisis keseimbangan parsial dengan mengilustrasikan supply dan demand suatu negara seperti terlihat dalam Gambar 2.3. Harga S Pp pp A B C D PW D QS0 Gambar 2.3 Dampak Kesejahteraan QS1 QD1 Kebijakan QD0 Pembatasan Kuantitas s Impor Terhadap Sumber: Wall (1999) Jika terjadi perdagangan bebas, barang yang diimpor akan berada pada harga dunia yaitu Pw. Negara akan mengkonsumsi sebesar QD0 dan produksi sebesar QS0. Jumlah yang akan diimpor dari negara lain sebesar QD0-QS0. Ketika ada proteksi impor maka harga akan meningkat menjadi PM?. Sehingga negara tersebut akan produksi sebesar QS1 dan jumlah impor akan berkurang menjadi QD1QS1. Konsumen akan dirugikan karena menanggung harga yang lebih mahal dan produsen diuntungkan dengan peningkatan produksi dengan harga tinggi. Surplus kondumen akan berkurang sebesar area A+B+C+D. Area A merupakan surplus konsumen yang ditransfer ke produsen. Area B dan D adalah Dead Weight Loss (DWL) yang merupakan kerugian perekonomian. Area C tidak merepresentasikan penerimaan pemerintah dari tarif karena PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 19 pembatasan impor bukan berasal dari kebijakan tarif melainkan kebijakan non tarif. Area ini diukur sebagai quota rent. Jika tidak ada peningkatan pemerintah yang berasal dari quota rent ini maka quota rent akan didapat oleh produsen negara lain. Sehingga C direpresentasikan sebagai net welfare loss to economy. Penerimaan dapat meningkat melalui penjualan lisensi kuota sehingga dengan menggunakan θ yang mencerminkan share dari quota rent maka total net welfare loss dari pembatasan impor sebesar B+D+(1- θ)C. Berbagai macam restriksi atau hambatan non-tarif itu telah menggantikan peranan tarif di masa sebelumnya, ini merupakan ancaman bagi kelangsungan dan perkembangan perdagangan internasional yang bebas. Penggunaan hambatan perdagangan ini pada intinya bertentangan dengan semangat pasar bebas (liberalisasi) yang diusung WTO. Indonesia sebagai salah satu anggota WTO harus bisa melakukan pengelolaan hambatan impor agar dapat menjaga kepentingan nasionalnya, terutama yang terkait dengan kesehatan, keamanan, keselamatan lingkungan dan moral bangsa. 2.4 Pengkajian Sebelumnya 2.4.1 Pengkajian Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2012) Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2012) telah mengadakan Pengkajian untuk mengidentifikasi kriteria ideal penetapan pelabuhan yang ditetapkan sebagai pintu masuk impor produk hasil industri dan pertanian/hortikultura, menganalisis kesesuaian penentuan pelabuhan yang akan ditetapkan dengan sentra produksi dan sentra industri dan potensi dampak ekonomi dari kebijakan penetapan pelabuhan yang akan ditetapkan sebagai pintu masuk impor produk hasil industri dan pertanian/ hortikultura. Hasil Pengkajian Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2012) menyimpulkan bahwa beberapa kriteria utama yang dapat dijadikan rujukan sebagai pintu masuk impor produk industri/ hortikultura adalah (1) Kriteria keamanan, Ketahanan, PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN dan Pelayanan 20 Pelabuhan, (2) kriteria Ketersediaan Sumberdaya Manusia, (3) kriteria Fasilitas Pelabuhan Laut, (4) kriteria Proteksi terhadap Produk Lokal , dan (5) kriteria Wilayah Perairan untuk Pelabuhan Laut. Kemudian, Pengkajian tersebut menyimpulkan bahwa secara umum pelabuhan-pelabuhan tertentu untuk pintu masuk impor produk industri dan pertanian/ hortikultura (seperti pelabuhan Batam, Belawan, Tanjung Perak, Soekarno-Hatta, dan Bitung) telah memenuhi standar pada kriteria prioritas pertama (Keamanan, Ketahanan, dan Pelayanan Pelabuhan) dan kriteria prioritas kedua (Ketersediaan Sumberdaya Manusia), akan tetapi pelabuhanpelabuhan tersebut belum mampu memenuhi standar kriteria Fasilitas Pelabuhan Laut dan kriteria Proteksi terhadap Produk Lokal dan kriteria Wilayah Perairan untuk Pelabuhan Laut. Berdasarkan analisis kesesuaian Penentuan Pelabuhan yang akan Ditetapkan dengan Sentra Produksi dan Sentra Industri, maka wilayah yang sangat sensitif dijadikan pintu masuk impor buahbuahan dan sayuran segar berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 89 Tahun 2011 adalah Tanjung Perak (Jawa Timur) dan Belawan (Sumatera Utara) karena kedua wilayah tersebut merupakan produsen utama yang menempati wilayah produsen terbesar kedua dan ketiga dari produksi buah-buahan dan sayuran segar di Indonesia. Apabila dilihat dari data nilai sensitivitas terhadap daya saing produk lokal, maka pelabuhan dengan nilai sensitivitas tinggi adalah Batam (Riau), Belawan (Sumut) dan Tanjung Perak (Surabaya). Dua pelabuhan lainnya yaitu Bitung (Manado) dan Sukarno Hatta (Makasar), nilai sensitivitasnya medium sehingga diperkirakan tidak memberikan dampak negatif yang besar terhadap daya saing produk lokal. Penetapan pelabuhan-pelabuhan sampel (Batam, Belawan Medan, Tanjung Perak Surabaya, Sukarno Hatta Makasar, dan Bitung Manado) sebagai pintu masuk produk-produk hortikultura dan PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 21 industri perlu adanya perbaikan di seluruh willayah pelabuhan tersebut adalah peningkatan daya saing produk lokal. Kebijakan penetapan pelabuhan-pelabuhan tertentu sebagai pintu masuk impor Hortikultura dan produk industri ini diperkirakan tetap dapat memberikan dampak positif secara nasional. Oleh karena itu, pengimplementasian secara efektif, pengevaluasian secara periodik, penyempurnaan dan memperkuat dengan peraturan-peraturan lainnya dalam rangka meningkatkan efektifitas dan meningkatkan daya saing produk-produk hortikultura dan industri lokal. Di samping itu, peraturan perdagangan yang lain dalam bentuk non-tariff barriers, antara lain persyaratan sertifikat halal dan keamanan pangan untuk produk-produk makanan dan minuman, penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib, dan pemberian ijin impor yang lebih selektif. 2.4.2 Pengkajian Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2013) Terkait dengan surat Gubenur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) No. 513/3299 yang memohon agar Pelabuhan Krueng Geukueh di Aceh Utara dan Pelabuhan Kuala Langsa dapat dijadikan sebagai pelabuhan impor produk tertentu dengan harapan dapat mempercepat pertumbuhan perekonomian, menekan tingkat pengangguran, kemiskinan, dan inflasi di NAD. Untuk menganalisis kesesuaian Pelabuhan Krueng Geukueh dan Pelabuhan Langsa sebagai pelabuhan impor produk tertentu dan menganalisis dampak ekonomi dan dampak hukum dari penetapan Pelabuhan Krueng Geukueh dan Pelabuhan Langsa sebagai pelabuhan impor produk tertentu, maka melakukan Pusat Kebijakan Analisis Usulan Impor Perdagangan Luar Negeri Produk Tertentu Melalui Pelabuhan Krueng Geukueh Aceh Utara dan Pelabuhan Kuala Langsa. Berdasarkan analisis baik dari kriteria penentuan kelayakan pelabuhan sebagai pelabuhan ekspor impor dan aspek ekonomi dapat disimpulkan bahwa secara umum pelabuhan Krueng Geukueh PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 22 telah memenuhi seluruh aspek yang dipersyaratkan dalam penyelenggaraan Pelabuhan laut dibandingkan pelabuhan Kuala Langsa. Meskipun ekspor Indonesia yang melewati pelabuhan Krueng Geukueh mengalami penurunan rata-rata sebesar 20,6% per tahun, ekspor Indonesia melalui Pelabuhan Krueng Geukueh pada periode Januari-Februari 2013 sebesar USD 2,2 juta jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai ekspor melalui pelabuhan Kuala Langsa sebesar USD 14,4 ribu pada periode yang sama. Sementara itu, nilai Impor Indonesia melalui pelabuhan Krueng Geukueh selama tahun 2012 mencapai USD 25,2 juta sedangkan pelabuhan Kuala Langsa selama tahun 2012 mencapai USD 3,1 juta. Hasil Pengkajian Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2013) mengusulkan produk impor yang dapat masuk melalui pelabuhan Krueng Geukeh adalah produk Makanan Minuman dan Pakaian Jadi. 2.4.3 Pengkajian Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2014) Analisis Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (2014) menyimpulkan bahwa pelabuhan Bitung Sulawesi Utara dapat dibuka dan ditetapkan sebagai pelabuhan impor Produk tertentu karena pelabuhan Bitung telah memenuhi 5 (lima) aspek persyaratan pelabuhan terbuka bagi perdagangan ekspor-impor sebagaimana kriteria aspek persyaratan penyelenggaraan Pelabuhan Laut sebagai pelabuhan Ekspor-Impor dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 54 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut dan merekomendasikan agar pelabuhan Bitung Sulawesi Utara dapat dibuka dan ditetapkan sebagai pelabuhan impor Produk tertentu dengan dasar pertimbangan bahwa pelabuhan Bitung telah memenuhi 5 (lima) aspek persyaratan pelabuhan terbuka bagi perdagangan eksporimpor. Produk Tertentu yang diusulkan untuk dapat diizinkan masuk melalui pelabuhan Bitung adalah produk Makanan dan Minuman, Pakaian Jadi, dan Elektronika yang diharapkan tidak hanya dapat PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 23 memenuhi kepentingan masyarakat Sulawesi Utara tetapi juga Kawasan Indonesia Timur (seperti Papua Barat dan Maluku). PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 24 BAB III METODE PENGKAJIAN 3.1 Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam Pengkajian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif untuk digunakan untuk menganalisis dampak penetapan kebijakan impor produk Minuman Beralkohol Melalui pelabuhan Tertentu terhadap struktur dan kinerja impor produk Minuman Beralkohol Indonesia, dampak penetapan alokasi impor produk Minuman Beralkohol Melalui Pelabuhan Tertentu terhadap kinerja impor produk Minuman Beralkohol Indonesia, dan potensi dampak penetapan pelabuhan lainnya sebagai pelabuhan tertentu. 3.2 Metode Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam Pengkajian ini adalah penggunaan kuesioner, wawancara, dan survei lapangan, dan diskusi terbatas guna mengetahui dan menganalisis lebih mendalam, termasuk penilaian terhadap dampak dan manfaat kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu. 3.3 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam Pengkajian ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu data primer dan sekunder. Adapun data primer dikumpulkan melalui diskusi terbatas dan survei lapangan, wawancara serta hasil penyebaran kuesioner kepada responden yang merupakan pemangku kepentingan terkait di Provinsi Banten, Provinsi Bali, Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Kepulauan Riau dan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Survei dan diskusi terbatas memiliki tujuan untuk mendapatkan konfirmasi atas desk research. Sementara itu, data sekunder diperoleh dari berbagai publikasi yang diterbitkan oleh berbagai instansi (Badan Pusat Statistik Indonesia, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perhubungan, dan lainnya PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 25 BAB IV GAMBARAN UMUM TINGKAT PRODUKSI, KONSUMSI DAN PERDAGANGAN PRODUK MINUMAN BERALKOHOL INDONESIA 4.1 Kinerja Produksi Industri Minuman Beralkohol Indonesia Industri minuman beralkohol adalah salah satu bidang usaha yang tertutup mutlak untuk penanaman modal di Indonesia sebagaimana tercantum di dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal yang mulai berlaku sejak tanggal diundangkan pada tanggal 24 April 2014. Dalam Perpres No. 39 Tahun 2014 tersebut industri minuman mengandung alkohol yang menjadi bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal dan tertutup bagi penanaman modal asing secara langsung, meliputi industri minuman keras (KBLI 11010), industri anggur dan sejenisnya (KBLI 11020), dan industri minuman mengandung malt (KBLI 11030). Kebijakan mengenai penanaman modal tersebut tidak jauh berbeda dengan Perpres No. 36 Tahun 2010. Dengan kebijakan ketertutupan penanaman modal tersebut, jumlah perusahaan dalam industri minuman beralkohol di Indonesia adalah tetap selama tahun 2010-2013. Perubahan yang terjadi pada industri minuman alkohol di Indonesia tersebut hanya bersifat perubahan dalam komposisi jumlah unit usaha. Pada tahun 2013 jumlah unit usaha yang terdapat di dalam industri Minuman Beralkohol Indonesia sebanyak 19 unit usaha yang terdiri dari 14 unit usaha industri minuman keras dan 5 unit usaha industri anggur dan sejenisnya. Pada tahun sebelumnya industri minuman keras memiliki 15 unit usaha sedangkan industri anggur dan sejenisnya memiliki 4 unit usaha (Gambar 4.1). PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 26 Industri Minuman Keras Anggur dan sejenisnya Industri Minuman Keras dari Malt dan Malt Total 19 18 19 15 13 19 14 12 7 5 2010 4 2011 2012 5 2013 Gambar 4.1 Perkembangan Jumlah Perusahaan dalam Industri Minuman Beralkohol Indonesia Tahun 2010-2013 Sumber: Kementerian Perindustrian (2016), diolah Puska Daglu Dari segi utilisasi produksi, utilisasi industri minuman keras dan industri minuman anggur dan sejenisnya masih berada di bawah kapasitas industri. Utilisasi produksi industri minuman anggur dan sejenisnya Indonesia selama tahun 2010-2013 berkisar di antara 70,5 persen sampai dengan 84,5 persen sedangkan utilisasi produksi industri minuman keras berada di antara 62,4 persen sampai dengan 65,6 persen (Gambar 4.2). Tingginya utilisasi produksi pada industri minuman anggur dan sejenisnya lebih dipicu oleh meningkatnya produktivitas pada industri tersebut sedangkan peningkatan utilisasi produksi pada industri minuman keras didorong oleh naiknya jumlah unit usaha dalam industri tersebut. PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 27 84.5% 76.5% 70.5% 60.5% 62.8% 65.6% 62.8% 0.0% 2010 Minuman keras 62.4% 0.0% 2011 Minuman Anggur dan sejenisnya 0.0% 2012 0.0% 2013 Minuman Keras dari Malt dan Malt Gambar 4.2 Perkembangan Utilisasi Industri Minuman Beralkohol Indonesia Tahun 2010-2013 Sumber: Kementerian Perindustrian (2016), diolah Puska Daglu Sejalan dengan peningkatan jumlah unit usaha dan utilisasi produksi pada industri minuman beralkohol Indonesia, nilai output industri minuman beralkohol juga mengalami kenaikan rata-rata sebesar 65,2 persen seperti yang tercantum dalam Tabel 4.1. Nilai output industri minuman beralkohol Indonesia pada tahun 2010 mencapai Rp 1,4 triliun dimana industri minuman keras menghasilkan output senilai Rp 1,3 triliun dan industri minuman anggur dan sejenisnya menghasilkan output senilai Rp 0,1 triliun. Pada tahun 2013 nilai output industri minuman beralkohol Indonesia mengalami lonjakan yang signifikan dari semula sebesar Rp 2,0 triliun menjadi Rp 5,8 triliun. Kenaikan yang signifikan pada nilai output di industri minuman keras serta industri minuman anggur dan sejenisnya menjadi penyebab utama kenaikan nilai output industri minuman beralkohol di Indonesia. Nilai output industri minuman keras pada tahun 2012 yang berkisar Rp 1,9 triliun, naik sekitar 177 persen hingga menjadi Rp 5,4 triliun pada tahun 2013. Sementara itu, nilai output pada industri minuman anggur dan sejenisnya pada tahun 2013 naik menjadi 4,4 kali lipat dari tahun 2012 hingga menjadi Rp 0,4 triliun. PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 28 Tabel 4.1 Perkembangan Nilai Output Industri Minuman Beralkohol Indonesia Tahun 2010-2013 Nilai Output (Milyar Rp) 2010 Minuman keras Minuman Anggur dan sejenisnya Minuman Keras dari Malt dan Malt Total Industri Minuman Beralkohol 1,281.7 111.6 0.0 1,393.3 2011 2012 784.5 219.3 0.0 1,003.9 1,945.2 104.2 0.0 2,049.3 2013 Trend (%) '2010-2013 5,387.5 68.5 462.2 42.2 0.0 5,849.7 65.2 Sumber: Kementerian Perindustrian (2016), diolah Puska Daglu Tidak jauh berbeda dengan perkembangan nilai output, nilai produksi industri minuman beralkohol di Indonesia juga cenderung meningkat sebesar 31,8 persen per tahunnya (Tabel 4.2). Pertumbuhan nilai produksi industri minuman beralkohol Indonesia dipicu oleh tingginya pertumbuhan nilai produksi pada industri minuman anggur dan sejenisnya sebesar 42,3 persen dan industri minuman keras sebesar 30,8 persen. Nilai produksi industri minuman beralkohol Indonesia pada tahun 2010 mencapai Rp 1,4 triliun, naik menjadi Rp 2,9 triliun pada tahun 2013. Ditinjau dari kontribusinya, industri minuman keras adalah penyumbang terbesar dalam pembentukan nilai produksi industri minuman beralkohol di Indonesia. Nilai produksi industri minuman keras Indonesia pada tahun 2013 mencapai Rp 2,5 triliun atau sekitar 84,8 persen dari nilai produksi industri minuman beralkohol pada tahun tersebut. Sekitar 15,2 persen dari nilai produksi industri minuman beralkohol Indonesia pada tahun yang sama adalah nilai produksi dari industri minuman anggur dan sejenisnya. PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 29 Tabel 4.2 Perkembangan Nilai Produksi Industri Minuman Beralkohol Indonesia Tahun 2010-2013 Nilai Produksi (Milyar Rp) Minuman keras Minuman Anggur dan sejenisnya Minuman Keras dari Malt dan Malt Total Industri Minuman Beralkohol 2010 1,279.0 107.6 0.0 1,386.6 2011 2012 778.7 211.9 0.0 990.6 1,617.2 106.3 0.0 1,723.5 2013 Trend (%) '2010-2013 2,454.8 439.0 0.0 2,893.8 30.8 42.3 31.8 Sumber: Kementerian Perindustrian (2016), diolah Puska Daglu Seiring dengan peningkatan permintaan dan banyaknya produsen minuman beralkohol yang telah mencapai kapasitas produksi maksimum, perusahaan industri minuman beralkohol yang telah ada di Indonesia diizinkan untuk meningkatkan kapasitas produksinya sebagaimana Peraturan Menteri Perindustrian No. 63/M-IND/PER/7/2014. Pada akhir tahun 2014 perusahaan industri minuman beralkohol terdepan, Multi Bintang, telah menyelesaikan pembangunan pabrik ketiga di Jawa Timur dan dengan adanya pabrik baru tersebut menambah kapasitas produksi sekitar 500 ribu hektoliter. 4.2 Kinerja Konsumsi Produk Minuman Beralkohol Indonesia WHO (2014) mencatat konsumsi produk minuman beralkohol per kapita oleh penduduk yang berusia 15 tahun ke atas di dunia cenderung meningkat selama tahun 2006-2010. Peningkatan tren konsumsi minuman beralkohol selama 5 tahun tersebut terjadi di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat, sementara tingkat konsumsi minuman beralkohol yang stabil terjadi di kawasan Afrika dan Amerika (Gambar 4.3). PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 30 Gambar 4.3 Perkembangan Konsumsi Produk Minuman Beralkohol Per Kapita Penduduk Berusia Di Atas 15 Tahun Sumber: WHO (2014) Pada tahun 2010 setiap orang di dunia ini yang memiliki umur 15 tahun ke atas mengkonsumsi rata-rata sekitar 6,2 liter produk minuman alkohol murni per tahunnya. Kurang dari setengah populasi dunia (38,3 persen) benar-benar meminum alkohol, hal ini berarti bahwa mereka mengkonsumsi produk minuman beralkohol murni rata-rata 17 liter per tahunnya. Secara global, kawasan Eropa adalah wilayah dengan konsumsi tertinggi produk minuman beralkohol per kapita di dunia, dengan beberapa negara seperti Belarus, Republik Moldova, Federasi Rusia memiliki tingkat konsumsi minuman alkohol yang sangat tinggi. PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 31 Gambar 4.4 Perkembangan Konsumsi Produk Minuman Beralkohol Per Kapita Penduduk Berusia Di Atas 15 Tahun, 2010 (Dalam Liter) Sumber: WHO (2014) Tingkat konsumsi produk Minuman Beralkohol di Indonesia selama tahun 2006-2010 berdasarkan data WHO (2014) menunjukkan tidak adanya perubahan yang signifikan sebagaimana yang terlihat dalam Gambar 4.3 dan Gambar 4.5. Tingkat konsumsi produk minuman beralkohol oleh penduduk Indonesia yang berumur 15 tahun ke atas sendiri pada tahun 2010 tercatat sebesar 0,6 liter alkohol murni per kapita per tahun. WHO (2014) memprediksi konsumsi total produk Minuman Beralkohol Indonesia pada tahun 2015, 2020, dan 2025 tidak jauh berbeda dengan kondisi pada tahun 2010, yakni tingkat konsumsi diprediksikan tetap berkisar 0,6 liter per kapita per tahun. Gambar 4.5 Konsumsi Minuman Beralkohol Indonesia Per Kapita (Penduduk Berusia Di Atas 15 Tahun) Tahun 1961-2010 Sumber: WHO (2014) PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 32 Tingkat konsumsi produk minuman beralkohol oleh penduduk Indonesia yang berumur 15 tahun ke atas sendiri pada tahun 2008-2010 tercatat sebesar 0,6 liter alkohol murni per kapita per tahun. Jika dibandingkan dengan tingkat konsumsi minuman beralkohol di negara ASEAN lainnya, tingkat konsumsi minuman beralkohol Indonesia termasuk relatif lebih rendah karena tingkat konsumsi minuman produk Minuman Beralkohol di kawasan Asia Tenggara rata-rata sebesar 3,5 liter alkohol murni per kapita per tahunnya (Tabel 4.3). Brunei Darussalam dan Malaysia yang juga mayoritas penduduknya beragama Islam memiliki angka tingkat konsumsi produk minuman beralkohol yang lebih tinggi daripada Indonesia (Tabel 4.4). Tabel 4.3 Tingkat Konsumsi Minuman Beralkohol Perkapita Sumber: WHO (2014) PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 33 Tabel 4.4 Tingkat Konsumsi Minuman Beralkohol Perkapita Sumber: WHO (2014) Dari catatan WHO (2014), tingkat konsumsi produk minuman beralkohol di Indonesia lebih didominasi oleh pria dibandingkan perempuan, dengan rata-rata konsumsi minumanerberalkohol sebesar 1,1 liter per kapita per tahunnya pada tahun 2010. Produk minuman beralkohol yang dikonsumsi oleh penduduk perempuan Indonesia yang berumur 15 tahun ke atas berkisar 0,1 liter per kapita per tahun. PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 34 Tabel 4.5 Tingkat Konsumsi Minuman Beralkohol Perkapita Indonesia Sumber: WHO (2014) Berdasarkan data WHO (2014) yang hanya menghitung konsumsi per kapita produk minuman beralkohol oleh peminum alkohol saja, bukan peminum dikecualikan. Konsumsi per kapita penduduk Indonesia yang berusia 15 tahun ke atas dan merupakan peminum pada tahun 2010 tercatat sebesar 7,1 liter per tahun. Bila dilihat menurut gender, konsumsi alkohol peminum pria sebesar 9,4 liter per kapita per tahun sedangkan perempuan 1,7 liter per kapita per tahun. Bila dilihat dari jenis minuman beralkohol yang dikonsumsi, sekitar 84,5 persen dari peminum alkohol Indonesia yang tercatat pada tahun 2010 memilih produk bir (beer), 15,3 persen memilih alkohol (spirits), dan 0,1 persen memilih produk minuman anggur (wine) (WHO, 2014). Tabel 4.6 Tingkat Konsumsi Minuman Beralkohol Perkapita Indonesia, Hanya Peminum Tahun 2010 Sumber: WHO (2014) Hasil Survei Konsumsi Makanan Individu: Studi Diet Total 2014 yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan Pengembangan Kesehatan (2014) menyimpulkan bahwa proporsi konsumsi minuman beralkohol oleh penduduk Indonesia pada PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 35 tahun 2014 sebesar 0,2 persen, Proporsi konsumsi tersebut adalah yang terendah dibandingkan proporsi konsumsi produk minuman lainnya. Sekitar 31,2 persen penduduk Indonesia lebih memilih untuk meminum teh instan/daun kering sedangkan 25,1 persen memilih untuk meminum Kopi Bubuk. Rerata konsumsi minuman beralkohol penduduk Indonesia per orang per harinya pada tahun 2014 berkisar 1 gram. Penduduk dengan kelompok usia produktif (19-55 tahun) memiliki rerata konsumsi minuman beralkohol per kapita per hari tertinggi (1,3 gram) dibandingkan kelompok umur lainnya. Kelompok penduduk berusia 55 tahun ke atas yang memiliki rerata konsumsi minuman alkohol sebesar 0,9 gram/kapita/hari adalah kelompok kedua tertinggi yang konsumsi minuman beralkohol tertinggi di Indonesia. Sementara itu, hasil survei lembaga riset pasar Nielsen pada tahun 2014 menemukan bahwa sekitar 2,2 persen orang Indonesia yang berusia lebih dari 20 tahun yang mengkonsumsi alkohol dalam setahun terakhir (Reuters, 2015). Rerata Konsumsi Minuman Penduduk Indonesia Per Kapita Per Hari, 2014 (Gram) Proporsi Penduduk yang Mengonsumsi Minuman, Indonesia, 2014 (%) Teh instan/ daun kering Teh instan/ daun kering 31.2 1.6 Kopi bubuk Kopi bubuk Minuman kemasan cairan Minuman serbuk 25.1 6 19.8 1.2 Minuman kemasan cairan 8.7 Minuman serbuk 5.9 Minuman lainnya 1.9 Minuman lainnya 1.8 Minuman berkarbonasi 2.4 Minuman berkarbonasi 1.1 Minuman beralkohol 0.2 Minuman beralkohol 1 Gambar 4.6 Rerata dan Proporsi Konsumsi Minuman Penduduk Indonesia, 2014 Sumber: Kementerian Kesehatan (2014) Meskipun tingkat konsumsi minuman beralkohol di Indonesia tergolong rendah, tetapi memiliki potensi peningkatan penggunaan minuman alkohol yang cukup besar di kemudian hari. Pergeseran gaya PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 36 hidup telah mendorong lebih banyak penduduk Indonesia mengkonsumsi produk minuman beralkohol. Pertumbuhan konsumen dasar peminum lokal terus melebihi dari wisatawan atau ekspatriat asing. Budaya Barat memiliki pengaruh yang kuat pada masyarakat Indonesia, terutama pada orangorang muda, meminum alkohol dalam perayaan telah menjadi semakin umum dan semakin identik dengan gaya bersosialisasi, terutama pada keluarga kelas menengah atas. Selain itu, kini konsumsi perempuan minuman beralkohol tidak lagi dianggap langka. Selain itu, kecenderungan peningkatan konsumsi minuman beralkohol juga dapat dilihat dari banyaknya penduduk yang meninggal akibat menenggak minuman keras oplosan. 4.3 Kinerja Perdagangan Produk Minuman Beralkohol Indonesia Selama satu dasawara terakhir (2006-2015) kinerja perdagangan produk Minuman Beralkohol Indonesia memperlihatkan surplus perdagangan, kecuali pada tahun 2010 dan 2014 yang mengalami defisit perdagangan. Badan Pusat Statistik Indonesia (2016) mencatat setidaknya surplus perdagangan produk Minuman Beralkohol Indonesia mengalami peningkatan yang semula hanya sebesar US$ 3,35 juta pada tahun 2006 naik menjadi US$ 18,31 juta pada tahun 2012. Sementara itu, defisit perdagangan terbesar terjadi pada tahun 2014 sebesar US$ 2,78 juta (Gambar 4.6). PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 37 Ekspor (Juta USD) Impor (Juta USD) Neraca (Juta USD) 31.9 22.4 22.4 18.31 14.9 12.0 9.00 4.3 3.35 4.0 4.04 0.93 0.01 13.60 10.63 7.7 7.25 6.97.67 3.05 4.30 11.46 2007 12.65 9.71 10.99 0.50 -0.80 2006 14.13 11.3 2008 2009 2010 -2.78 2011 2012 2013 2014 2015 Gambar 4.7 Perkembangan Nilai Neraca Perdagangan Produk Minuman Beralkohol Indonesia Tahun 2006-2015 (dalam Juta US$) Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu. Dari sisi volume, neraca perdagangan produk Minuman Beralkohol di Indonesia sepanjang tahun 2006-2015 menunjukkan surplus perdagangan. Volume surplus perdagangan produk Minuman Beralkohol Indonesia pada tahun 2006-2010 cenderung menurun sementara volume surplus perdagangan pada lima tahun terakhir (2011-2015) cenderung meningkat. Surplus perdagangan produk Minuman Beralkohol Indonesia pada tahun 2015 mencapai 11,51 ribu ton, naik dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 9,10 ribu ton. Volume surplus perdagangan pada tahun 2015 tersebut adalah terbesar kedua setelah surplus perdagangan pada tahun 2008 yang mencapai 16,81 ribu ton (Gambar 4.7). PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 38 Ekspor (Ribu Ton) Impor (Ribu Ton) Neraca (Ribu Ton) 17.27 16.81 12.79 11.18 11.07 10.82 9.15 7.88 7.58 6.22 5.44 5.42 4.00 0.29 0.01 0.46 0.11 2006 2007 2008 2009 9.10 9.13 7.63 11.51 7.63 5.05 2.81 1.19 1.17 1.52 1.50 1.72 1.28 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Gambar 4.8 Perkembangan Volume Neraca Perdagangan Produk Minuman Beralkohol Indonesia Tahun 2006-2015 (dalam Ribu Ton) Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu Ekspor produk Minuman Beralkohol Indonesia sepanjang tahun 2006-2015 cenderung meningkat setiap tahunnya baik dari sisi nilai maupun volume. Jika dilihat dari perkembangan nilainya, ekspor produk Minuman Beralkohol Indonesia selama periode 2006-2010 berada di kisaran US$ 4,05 juta sampai dengan US$ 12,05 juta dengan nilai ekspor rata-rata sebesar US$ 7,00 juta per tahunnya. Sementara itu, nilai ekspor produk Minuman Beralkohol Indonesia pada periode 2011-2015 berkisar di antara US$ 14,93 juta sampai dengan US$ 31,91 juta dengan rata-rata nilai ekspor sebesar US$ 20,60 juta per tahunnya. Meskipun nilai ekspor produk Minuman Beralkohol pada lima tahun terakhir tersebut jauh melampaui periode 2006-2010, pertumbuhan ekspor produk Minuman Beralkohol justru cenderung turun 2,24 persen tiap tahunnya (Gambar 4.6 dan Tabel 4.7). Adapun rerata pertumbuhan volume ekspor produk Minuman Beralkohol Indonesia sebesar 3,60 persen per tahunnya selama tahun 2006-2015. Rata-rata pertumbuhan volume ekspor produk Minuman Beralkohol Indonesia periode 2006-2010 turun sebesar 11,85 persen per tahun sedangkan rerata pertumbuhan volume ekspor produk Minuman Beralkohol periode 2011-2015 sebesar 21,49 persen per tahun. Volume PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 39 ekspor produk Minuman Beralkohol Indonesia pernah mencapai angka tertinggi sebesar 17,27 ribu ton pada tahun 2008 sedangkan volume ekspor produk minuman berlakohol terendah mencapai 4,00 ribu ton pada tahun 2010. Pada tahun 2015 volume ekspor produk minuman alkohol Indonesia sebesar 12,79 ribu ton, naik dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 10,82 ribu ton (Gambar 4.7 dan Tabel 4.8). Rata-rata pertumbuhan volume ekspor produk Minuman Beralkohol Indonesia sepanjang tahun 2006-2015 sebesar 3,60 persen per tahun ternyata jauh lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan nilai ekspornya (20,12 persen). Hal ini mengindikasikan ekspor produk Minuman Beralkohol Indonesia bukan dipicu oleh jumlah melainkan didorong oleh harga ekspor produk Minuman Beralkohol. Ditinjau dari jenisnya, sekitar 50 persen produk Minuman Beralkohol yang diekspor oleh Indonesia pada tahun 2015 berupa produk Lain-lain dari bir terbuat dari malt, termasuk ale (Other beer made from malt, including ale (HS 2203.00.90.00)) dengan nilai ekspor sebesar US$ 11,48 juta. Dua produk Minuman Beralkohol lainnya yang banyak diekspor oleh Indonesia adalah produk Minuman Fermentasi Pancar (Sparkling Wine HS 2204.10.00.00) dengan nilai ekspor US$ 7,72 juta (pangsa ekspor 34,52 persen) dan produk Bir Hitam atau Porter (Stout and Porter HS 2203.00.10.00) dengan nilai ekspor US$ 1,30 juta (5,80 persen). Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, produk Sparkling Wine mengalami kenaikan nilai ekspor yang sangat tajam pada tahun 2015 sebesar 442,24 persen (Tabel 4.7). Produk Lain-lain dari bir terbuat dari malt, termasuk ale (Other beer made from malt, including ale (HS 2203.00.90.00)) menempati peringkat pertama dalam komposisi volume ekspor produk Minuman Beralkohol Indonesia pada tahun 2015, diikuti oleh produk Bir Hitam atau Porter (Stout and Porter (HS 2203.00.10.00) dan produk Minuman Fermentasi Lainnya, yang mengandung madu (Other fermented beverages, including mead (HS 2206.00.90.00) dan Sparkling Wine (HS 2204.10.00.00)) (Tabel 4.8)). PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 40 Tabel 4.7 Perkembangan Nilai Ekspor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Jenis Produk No HS 2007 Deskripsi Barang 2006 TOTAL PRODUK MINUMAN BERALKOHOL 4.27 1 2203009000 Other beer made from malt,including ale 0.48 2 2204100000 Sparkling wine 0.04 3 2203001000 Stout and porter 2.03 4 2206009000 Other fermented beverages,including mead 0.43 5 2208203000 Other spirits of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol 0.00 6 2208301000 Whiskies of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol 0.00 7 2206001000 Cider and perry 0.52 8 2204211100 Wine, in containers <= 2 l, alcoholic strength by volume <= 15% 0.00 9 2204212100 Grape must,in container <=2 l,alcoholic strength by volume <= 15% 0.00 10 2204291200 Wine, in containers > 2 l, alcoholic strength by volume > 15% 0.00 11 2208701000 Liqueurs & cordials of an alcoholic strength by volume not exceed.57% vol 0.00 12 2205101000 Vermouth & oth wine,in container <=2 l, alcoholic strength by volume <= 15% 0.00 13 2208909000 Other spirituous beverages 0.00 14 2208601000 Vodka of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol 0.02 15 2208201000 Brandy of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol 0.11 LAINNYA 0.63 2007 4.05 1.01 0.06 1.57 0.58 0.00 0.00 0.15 0.06 0.00 0.00 0.00 0.02 0.32 0.00 0.00 0.27 Nilai Ekspor (Juta USD) Trend (%) Perub. (%) Pangsa (%) 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2006-2015 2015/2014 2015 12.05 7.75 6.87 14.93 31.91 22.45 11.35 22.36 20.12 97.10 100.00 1.27 0.71 1.23 3.16 10.53 4.67 6.37 11.48 41.22 80.15 51.35 0.10 0.08 3.61 9.49 19.04 14.12 1.42 7.72 97.00 442.24 34.52 9.19 6.03 1.55 1.41 1.21 1.56 1.96 1.30 -9.37 -33.83 5.80 0.51 0.29 0.16 0.34 0.58 0.62 0.52 1.01 6.73 94.10 4.51 0.00 0.00 0.00 0.00 0.32 0.54 0.44 0.50 13.90 2.24 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.74 0.36 0.17 -53.16 0.75 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.08 0.05 0.04 -8.07 0.20 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.05 0.04 -33.27 0.16 0.00 0.00 0.00 0.09 0.17 0.02 0.04 0.03 -4.30 0.16 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.04 0.03 -32.93 0.13 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.00 0.00 0.02 0.07 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01 -20.44 0.04 0.00 0.00 0.02 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.03 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.08 0.00 0.00 0.02 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.03 0.00 -89.38 0.01 0.97 0.63 0.30 0.43 0.01 0.01 0.04 0.00 -43.53 -92.99 0.01 Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu. PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 41 Tabel 4.8 Perkembangan Volume Ekspor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Jenis Produk HS 2007 Deskripsi Barang 2006 2007 2008 TOTAL PRODUK MINUMAN BERALKOHOL 7.88 5.44 17.27 2203009000 Other beer made from malt,including ale 0.90 1.89 1.92 2203001000 Stout and porter 3.78 2.75 14.52 2206009000 Other fermented beverages,including mead 0.18 0.12 0.33 2204100000 Sparkling wine 0.04 0.06 0.08 2208203000 Other spirits of an alcoholic strength by volume not 0.00 0.00 0.00 exceeding 46% vol 2208301000 Whiskies of an alcoholic strength by volume not 0.01 0.00 0.00 exceeding 46% vol 2206001000 Cider and perry 0.25 0.05 0.00 2204212100 Grape must,in container <=2 l,alcoholic strength by 0.00 0.00 0.00 volume <= 15% 2204291200 Wine, in containers > 2 l, alcoholic strength by volume > 15%0.00 0.00 0.00 2205101000 Vermouth & oth wine,in container <=2 l, alcoholic strength by0.00volume <=0.0115% 0.00 2208201000 Brandy of an alcoholic strength by volume not exceeding 46%0.09vol 0.00 0.00 2204211100 Wine, in containers <= 2 l, alcoholic strength by 0.00 0.20 0.00 volume <= 15% 2208909000 Other spirituous beverages 0.00 0.04 0.00 2208601000 Vodka of an alcoholic strength by volume not 0.06 0.00 0.00 exceeding 46% vol 2208701000 Liqueurs & cordials of an alcoholic strength by 0.00 0.00 0.00 volume not exceed.57% vol XXX LAINNYA 2.56 0.30 0.42 Volume Ekspor (Ribu Ton) Trend (%) Perub. (%) Pangsa (%) 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 06-10 15/14 2015 11.18 4.00 6.22 9.15 9.13 10.82 12.79 3.60 18.20 100.00 1.06 1.74 4.12 6.89 6.15 8.19 10.62 31.19 29.76 83.05 9.64 1.96 1.21 0.99 1.36 1.57 1.00 -19.12 -36.02 7.84 0.14 0.06 0.18 0.33 0.69 0.58 0.54 18.48 -7.41 4.20 0.08 0.12 0.52 0.68 0.58 0.15 0.38 31.51 151.15 3.00 0.00 0.00 0.00 0.12 0.20 0.16 0.16 0.18 1.27 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.07 0.03 -60.76 0.21 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.03 0.00 0.11 0.07 0.01 0.02 0.02 0.02 0.02 -1.65 1.41 0.16 0.16 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01 0.00 0.02 0.01 0.01 0.00 0.00 0.00 -48.94 65.50 -88.39 -83.39 0.04 0.03 0.02 0.01 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00 0.03 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.26 0.09 0.16 0.01 0.01 0.02 0.00 -54.12 -97.72 0.01 Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu Ekspor produk Minuman Beralkohol Indonesia di tahun 2015 paling banyak ditujukan ke pasar Timor Timur dengan nilai ekspor US$ 6,75 juta yang mengalami kenaikan 112,11 persen dari tahun sebelumnya. Selama dua tahun terakhir (2014-2015),Timor-Timur menempati peringkat pertama sebagai negara tujuan utama ekspor produk Minuman Beralkohol Indonesia. Pasar Thailand dan Singapura menempati peringkat ke-2 dan ke-3 dengan pangsa ekspor sebesar 18,90 persen dan 13,48 persen. Negara tujuan utama lainnya yang memiliki pangsa yang besar dan mengalami peningkatan signifikan pada ekspor produk Minuman Beralkohol di tahun 2015 adalah Singapura dengan pangsa sebesar 13,48 persen dan pertumbuhan 177,05 persen (y-o-y), Malaysia (8,14 persen) dengan lonjakan 119,89 persen (y-o-y) (Tabel 4.9). PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 42 Tabel 4.9 Kinerja Nilai Ekspor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan NO NILAI EKSPOR (JUTA USD) NEGARA TUJUAN 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Trend (%) Perub. (%) Pangsa (%) 2006-2015 2015/14 2015 Total Ekspor Produk 4.27 4.05 12.05 7.75 6.87 14.93 31.91 22.45 11.35 22.36 20.12 97.10 100.00 Minuman Beralkohol 1 TIMOR TIMUR 0.00 0.00 0.04 0.11 0.28 0.66 1.01 1.41 3.18 6.75 - 112.11 30.18 2 THAILAND 0.30 0.32 0.95 0.46 0.30 2.02 6.52 3.42 2.31 4.23 38.70 82.80 18.90 3 SINGAPURA 0.56 0.57 0.31 0.20 1.82 2.62 4.65 4.51 1.09 3.02 29.76 177.05 13.48 4 MALAYSIA 1.21 1.45 2.24 1.30 2.23 1.75 4.96 1.89 0.83 1.82 1.63 119.89 8.14 5 AUSTRALIA 0.12 0.20 0.14 0.10 0.65 1.50 2.58 2.19 1.19 1.25 42.66 5.28 5.60 6 JEPANG 0.27 0.22 0.25 0.25 0.48 1.34 2.33 2.01 0.62 1.11 26.09 77.77 4.96 7 BELANDA 0.20 0.22 1.02 0.66 0.32 1.25 1.36 1.17 0.72 1.08 18.12 51.08 4.84 8 REP.RAKYAT CINA 0.00 0.02 0.21 0.00 0.25 0.94 2.49 1.85 0.13 0.90 90.06 566.11 4.02 9 HONGKONG 0.65 0.53 0.05 0.00 0.13 1.31 2.97 1.77 0.09 0.81 21.50 754.96 3.63 10 PAKISTAN 0.00 0.00 0.00 0.00 0.03 0.00 0.00 0.00 0.22 0.75 - 244.41 3.35 11 KOREA SELATAN 0.02 0.02 0.05 0.05 0.13 0.69 1.53 1.13 0.10 0.31 48.39 227.97 1.41 12 TAIWAN 0.14 0.05 0.04 0.05 0.05 0.05 0.06 0.33 0.13 0.10 8.88 -21.85 0.44 13 PILIPINA 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.06 0.05 -23.30 0.20 14 VIETNAM 0.00 0.01 0.14 0.11 0.04 0.12 0.31 0.01 0.00 0.05 0.20 15 BURMA 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.04 0.18 SUBTOTAL 15 NEGARA 3.46 3.61 5.45 3.29 6.73 14.24 30.77 21.73 10.67 22.26 26.44 108.61 99.53 LAINNYA 0.81 0.44 6.60 4.46 0.14 0.70 1.14 0.71 0.68 0.11 -16.08 -84.45 0.47 Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu. PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 43 Tabel 4.10 Kinerja Volume Ekspor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan VOLUME EKSPOR (RIBU TON) 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Trend (%) Perub. (%) Pangsa (%) NEGARA TUJUAN 2006- 2015/14 2015 2015 Total Ekspor Produk Minuman 7.88 5.44 17.27 11.18 4.00 6.22 9.15 9.13 10.82 12.79 3.60 18.20 100.00 Beralkohol Indonesia TIMOR TIMUR 0.00 0.00 0.05 0.10 0.28 0.50 0.76 1.66 3.48 6.36 82.87 49.72 THAILAND 2.68 0.76 1.66 0.82 0.43 1.66 2.99 2.92 2.95 3.01 11.90 2.23 23.54 MALAYSIA 2.07 1.84 3.20 1.87 2.29 1.55 2.70 1.57 1.04 0.97 -7.96 -6.50 7.58 AUSTRALIA 0.10 0.29 0.15 0.15 0.24 0.67 0.62 0.70 0.96 0.55 24.53 -42.33 4.32 SINGAPURA 1.17 1.25 0.38 0.21 0.15 0.41 0.15 0.74 0.79 0.39 -5.77 -51.23 3.02 BELANDA 0.16 0.14 0.48 0.31 0.14 0.25 0.25 0.31 0.32 0.36 6.60 13.96 2.84 TAIWAN 0.32 0.18 0.03 0.04 0.04 0.04 0.21 0.17 0.31 0.31 11.60 0.21 2.42 PAKISTAN 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.00 0.00 0.00 0.09 0.28 220.65 2.17 JEPANG 0.28 0.25 0.25 0.26 0.18 0.21 0.25 0.26 0.21 0.24 -1.32 13.86 1.88 HONGKONG 0.18 0.07 0.02 0.00 0.00 0.05 0.07 0.08 0.01 0.07 1.26 458.65 0.57 PILIPINA 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.04 0.10 0.07 -31.95 0.55 REP.RAKYAT CINA 0.00 0.03 0.25 0.00 0.02 0.04 0.08 0.07 0.01 0.05 26.37 650.89 0.39 REPUBLIK MALADEWA 0.20 0.29 0.26 0.14 0.05 0.10 0.08 0.08 0.18 0.04 -13.23 -75.44 0.35 SELANDIA BARU 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.03 0.03 0.00 0.03 529.59 0.22 VIETNAM 0.00 0.04 0.25 0.20 0.07 0.28 0.26 0.02 0.00 0.02 0.17 SUBTOTAL 15 NEGARA 7.15 5.15 6.97 4.10 3.90 5.75 8.47 8.63 10.44 12.76 8.72 22.14 99.73 LAINNYA 0.73 0.29 10.30 7.07 0.09 0.47 0.68 0.49 0.38 0.03 -50.38 -1,747.27 0.27 Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu Di sisi impor, nilai dan volume produk Minuman Beralkohol yang dipasok dari luar negeri mengalami pergerakan positif dalam kurun waktu satu dekade terakhir (2006-2015) sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4.6 dan 4.7. Pada lima tahun pertama (2006-2010) permintaan impor produk Minuman Beralkohol Indonesia meningkat secara tajam dengan rata-rata pertumbuhan nilai dan volume impor per tahunnya masing-masing sebesar 122,84 persen dan 57,92 persen. Nilai impor produk minuman beralkohol yang semula hanya sebesar US$ 0,93 juta pada tahun 2006, naik menjadi US$ 8,15 juta pada tahun 2010. Adapun volume impor produk Minuman Beralkohol pada tahun 2006 sebesar 0,29 ribu ton, naik menjadi 1,31 ribu ton pada tahun 2010. Dalam paruh waktu lima tahun terakhir, nilai dan volume impor produk Minuman Beralkohol Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 44 dengan periode sebelumnya. Nilai impor produk Minuman Beralkohol Indonesia berada pada kisaran US$ 9,76 juta – US$ 14,48 juta sedangkan volume impor produk Minuman Beralkohol berada di antara 1,2 ribu ton – 1,57 ribu ton. Nilai dan volume impor produk Minuman beralkohol Indonesia tertinggi selama periode tersebut terjadi pada tahun 2014 dengan nilai impor sebesar US$ 14,48 juta dan volume sebesar 1,28 ribu ton (Gambar 4.6 dan 4.7). Berkebalikan dengan periode lima tahun sebelumnya, impor produk Minuman Beralkohol Indonesia menunjukkan tren pertumbuhan negatif dimana rata-rata pertumbuhan tahunan dari nilai impor produk Minuman Beralkohol selama lima tahun terakhir sebesar -1,62 persen dan rata-rata pertumbuhan volume impornya sebesar 2,83 persen. Hal ini mengindikasikan adanya penurunan dalam permintaan impor produk Minuman Beralkohol. Mayoritas produk Minuman Beralkohol yang diimpor oleh Indonesia pada tahun 2015 berupa produk Wiski dengan kadar alkohol tidak melebihi 46 persen menurut volumenya (Whiskies of an alcoholic strength by volume not exceeding 46 persen vol – HS 2208.30.10.00) dengan nilai impor sebesar US$ 4,49 juta dan volume impor sebesar 0,43 ribu ton. Produk Minuman Beralkohol lainnya yang banyak dipasok dari luar negeri pada tahun 2015 adalah Grapemust lainnya dengan kadar alkohol tidak melebihi 15 persen menurut volumenya (HS 2204.30.10.00) dengan nilai impor dan pangsa impor masing-masing sebesar US$ 1,29 juta (13,26 persen) dan (Tabel 4.11 dan 4.12). PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 45 HS 2007 Tabel 4.11 Perkembangan Nilai Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Jenis Produk Nilai Impor (Juta USD) Trend (%) Trend (%) Perub.(%) Pangsa (%) Deskripsi Barang 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2006-2010 2011-2015 15/14 2015 Total Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia 0.93 0.02 4.69 0.65 8.15 10.88 13.71 11.80 14.48 9.76 122.84 -1.62 2208301000 Whiskies of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol 0.00 0.00 0.35 0.13 3.02 4.52 5.56 6.20 6.72 4.49 1.80 2204301000 Other grape must, alcoholic strength by volume <= 15% 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.03 0.97 1.26 1.29 2208601000 Vodka of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol 0.00 0.00 0.01 0.02 0.49 0.72 0.92 0.82 0.90 0.77 2208203000 Other spirits of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.13 0.70 1.23 0.66 2208701000 Liqueurs & cordials of an alcoholic strength by volume not exceed.57% vol 0.00 0.00 0.00 0.00 0.34 0.54 0.75 0.45 0.58 0.47 2204211100 Wine, in containers <= 2 l, alcoholic strength by volume <= 15% 0.00 0.00 0.20 0.00 1.54 1.69 0.63 0.42 2208501000 Gin&geneva of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol 0.00 0.00 0.11 0.01 0.17 0.26 0.38 2203009000 Other beer made from malt,including ale 0.00 0.00 0.25 0.07 0.33 0.23 2208201000 Brandy of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol 0.91 0.00 0.12 0.00 0.96 2208401000 Rum&tafia of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol 0.00 0.00 0.00 0.00 2208909000 Other spirituous beverages 0.00 0.00 0.00 2204212100 Grape must,in container <=2 l,alcoholic strength by volume <= 15% 0.00 0.00 2206002000 Sake (rice wine) 0.00 2204100000 Sparkling wine 2204302000 Other grape must, alcoholic strength by volume > 15% Lainnya -32.59 100.00 -33.16 46.06 3.00 13.26 -13.73 7.93 -45.95 6.80 -5.29 -19.25 4.81 0.75 0.41 254.46 -23.28 -45.24 4.22 0.34 0.48 0.39 10.77 -20.45 3.95 0.24 0.33 0.67 0.31 17.33 -54.06 3.15 1.94 0.08 0.01 0.06 0.20 -38.57 223.23 2.03 0.12 0.22 0.19 0.20 0.23 0.19 -0.71 -13.44 2.00 0.00 0.02 0.03 0.21 0.26 0.25 0.15 42.67 -40.34 1.50 0.35 0.13 0.09 0.04 0.11 0.18 0.32 0.13 43.98 -58.32 1.38 0.00 0.00 0.00 0.00 0.07 0.06 0.03 0.09 0.10 10.85 6.88 0.98 0.00 0.00 0.00 0.00 0.11 0.12 0.19 0.21 0.24 0.05 -14.17 -79.21 0.51 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.04 0.00 0.01 1.64 0.15 0.48 0.25 0.11 0.34 0.35 0.05 493.90 -19.08 1.17 0.42 -85.99 Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 46 0.50 Tabel 4.12 Perkembangan Volume Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Jenis Produk HS 2007 Deskripsi Barang 2006 Total Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia 0.29 2208301000 Whiskies of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol 0.00 2204301000 Other grape must, alcoholic strength by volume <= 15% 0.00 2208601000 Vodka of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol 0.00 2208203000 Other spirits of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol 0.00 2208701000 Liqueurs & cordials of an alcoholic strength by volume not exceed.57% vol 0.00 2204211100 Wine, in containers <= 2 l, alcoholic strength by volume <= 15% 0.00 2208501000 Gin&geneva of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol 0.00 2203009000 Other beer made from malt,including ale 0.02 2208201000 Brandy of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol 0.21 2208401000 Rum&tafia of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol 0.00 2208909000 Other spirituous beverages 0.01 2204212100 Grape must,in container <=2 l,alcoholic strength by volume <= 15% 0.00 2206002000 Sake (rice wine) 0.00 2204100000 Sparkling wine 0.05 2204302000 Other grape must, alcoholic strength by volume > 15% 0.00 Lainnya 0.00 2007 0.03 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 2008 0.60 0.04 0.00 0.00 0.00 0.00 0.13 0.02 0.05 0.02 0.00 0.00 0.06 0.00 0.00 0.00 0.14 Volume Impor (Ribu Ton) 2009 2010 2011 2012 0.13 1.31 1.20 1.56 0.01 0.32 0.38 0.45 0.00 0.00 0.00 0.40 0.00 0.09 0.07 0.09 0.00 0.00 0.00 0.11 0.00 0.05 0.04 0.06 0.00 0.43 0.30 0.12 0.00 0.02 0.03 0.04 0.03 0.05 0.13 0.14 0.00 0.07 0.13 0.01 0.00 0.01 0.02 0.02 0.00 0.00 0.00 0.02 0.03 0.01 0.01 0.01 0.00 0.00 0.03 0.02 0.00 0.01 0.01 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.12 0.02 0.04 2013 1.57 0.65 0.22 0.10 0.06 0.05 0.04 0.04 0.16 0.00 0.03 0.03 0.02 0.01 0.02 0.00 0.08 2014 1.81 0.52 0.21 0.11 0.10 0.06 0.10 0.06 0.31 0.01 0.03 0.03 0.03 0.03 0.02 0.00 0.09 Trend (%) Trend (%) Perub.(%) Pangsa (%) 2015 2006-2010 2011-2015 15/14 2015 1.28 57.92 2.83 -29.25 13.09 0.43 3.73 -18.75 4.36 0.24 16.40 2.51 0.11 10.59 3.13 1.12 0.06 -39.05 0.63 0.06 7.98 -0.46 0.63 0.08 273.22 -25.30 -21.31 0.79 0.05 19.32 -12.71 0.54 0.12 7.65 -61.72 1.23 0.01 -37.78 4.78 0.11 0.03 11.91 -15.88 0.29 0.02 54.94 -38.12 0.18 0.02 52.18 -27.55 0.26 0.03 1.85 5.03 0.29 0.00 -11.56 -75.39 0.05 0.01 0.06 0.00 484.10 -100.00 0.06 Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu Sebagian besar produk Minuman Beralkohol Indonesia yang asal impor pada tahun 2015 diimpor dari Inggris dengan nilai impor sebesar US$ 2,8 juta (28,84 persen). Impor dari Inggris tersebut turun sebesar 18,47 persen dari tahun sebelumnya. Singapura dan Perancis berada di peringkat kedua dan ketiga sebagai pemasok utama produk Minuman Beralkohol Indonesia pada tahun yang sama dengan nilai impor sebesar US$ 2,01 juta (20,75 persen) dan US$ 1,73 juta (17,83 persen). PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 47 Tabel 4.13 Perkembangan Nilai Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Negara Asal Nilai Impor (Juta USD) Trend (%) Trend (%) Perub.(%) Pangsa (%) 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2006-2010 2011-2015 15/14 2015 Negara Asal Total Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia INGGRIS SINGAPURA PERANCIS AMERIKA SERIKAT AUSTRALIA ITALIA IRLANDIA SWEDIA MEKSIKO REP.RAKYAT CINA JERMAN KANADA CHILI JAMAICA HONGKONG LAINNYA 0.93 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.92 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 3.05 0.00 2.23 0.00 0.00 0.12 0.01 0.00 0.00 0.00 0.12 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.55 0.50 0.01 0.26 0.04 0.01 0.03 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.06 0.09 7.67 10.63 13.60 11.46 1.70 2.62 2.88 4.38 1.22 1.98 2.42 1.85 1.55 2.99 3.41 1.55 0.34 0.44 0.85 0.38 1.00 0.55 1.04 0.95 0.25 0.36 0.38 0.11 0.08 0.22 0.30 0.27 0.24 0.35 0.28 0.27 0.11 0.15 0.22 0.20 0.00 0.09 0.26 0.14 0.00 0.00 0.05 0.03 0.05 0.08 0.05 0.05 0.10 0.04 0.06 0.10 0.00 0.00 0.02 0.02 0.15 0.18 0.27 0.25 0.88 0.56 1.10 0.91 14.13 3.43 3.64 2.57 0.61 1.22 0.23 0.34 0.24 0.19 0.23 0.02 0.05 0.07 0.05 0.10 1.10 9.71 2.80 2.01 1.73 0.67 0.63 0.28 0.25 0.20 0.17 0.11 0.09 0.07 0.06 0.06 0.06 0.52 129.42 660.81 25.39 -1.42 3.10 4.52 -12.82 5.04 4.67 -9.22 3.49 -11.88 1.72 1.78 74.11 -2.94 9.93 85.42 -28.16 -1.61 -31.27 -18.47 -44.72 -32.74 9.07 -48.05 19.31 -26.74 -14.63 -12.09 -54.06 325.03 43.12 -18.65 22.41 -45.41 -53.20 100.00 28.84 20.75 17.83 6.89 6.53 2.89 2.57 2.09 1.74 1.11 0.88 0.74 0.62 0.62 0.59 5.31 Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu Tabel 4.14 Perkembangan Volume Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Negara Asal Negara Asal Total Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia INGGRIS SINGAPURA PERANCIS AMERIKA SERIKAT AUSTRALIA ITALIA IRLANDIA SWEDIA MEKSIKO REP.RAKYAT CINA JERMAN KANADA CHILI JAMAICA HONGKONG LAINNYA 2006 0.29 0.00 0.02 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.27 2007 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 2008 0.46 0.00 0.30 0.00 0.00 0.08 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.06 2009 Volume Impor (Ribu Ton) 2010 2011 2012 0.11 0.00 0.05 0.01 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.03 1.19 0.16 0.25 0.15 0.04 0.32 0.04 0.01 0.04 0.02 0.00 0.00 0.01 0.03 0.00 0.01 0.13 1.17 0.21 0.39 0.21 0.04 0.09 0.04 0.02 0.03 0.01 0.03 0.00 0.01 0.02 0.00 0.01 0.08 1.52 0.24 0.36 0.25 0.10 0.18 0.05 0.03 0.03 0.02 0.03 0.00 0.00 0.02 0.00 0.02 0.19 2013 1.50 0.51 0.33 0.14 0.06 0.15 0.01 0.04 0.03 0.03 0.02 0.00 0.01 0.03 0.00 0.02 0.12 2014 1.72 0.31 0.52 0.24 0.07 0.21 0.03 0.04 0.03 0.03 0.03 0.00 0.00 0.02 0.01 0.01 0.16 Trend (%) Trend (%) Perub.(%) Pangsa (%) 2015 2006-2010 2011-2015 15/14 2015 1.28 0.30 0.30 0.19 0.08 0.13 0.05 0.03 0.02 0.02 0.03 0.01 0.01 0.02 0.01 0.01 0.08 62.81 279.79 -7.16 2.97 10.41 -1.59 -2.07 10.68 10.49 -0.80 15.29 -9.71 12.04 3.46 59.49 4.58 8.00 103.59 -7.69 -3.15 -25.54 -4.71 -42.17 -22.59 17.35 -36.71 54.33 -18.74 -42.01 -15.42 -14.83 414.66 127.25 27.30 24.20 -28.11 -52.93 Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 48 100.00 23.44 23.35 14.64 6.18 10.36 3.64 2.60 1.36 1.76 2.26 0.65 0.62 1.68 0.66 0.75 0.80 BAB V HASIL ANALISIS 5.1 Dampak Kebijakan Impor Produk Minuman Beralkohol Melalui Pelabuhan Tertentu Terhadap Struktur dan Kinerja Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Sebelum adanya kebijakan penetapan pelabuhan tertentu yang mengatur importasi produk Minuman Beralkohol di Indonesia, impor produk Minuman Beralkohol pada tahun 2006 mencapai US$ 0,93 juta dengan volume impor sebesar 0,29 ribu ton (Badan Pusat Statistik Indonesia, 2016). Mayoritas impor produk Minuman Beralkohol Indonesia pada tahun tersebut masuk melalui pelabuhan Tanjung Priok (98,47 persen) sedangkan sisanya masuk melalui bandara udara internasional Soekarno Hatta (0,61 persen), pelabuhan Pekanbaru (0,45 persen), pelabuhan Sungai Guntung (0,27 persen), pelabuhan Merak (0,17 persen) dan bandara udara internasional Ngurah Rai (0,03 persen). Akan tetapi, pada tahun 2009 terdapat pergeseran pintu masuk untuk impor produk Minuman Beralkohol di Indonesia dimana bandara udara internasional Ngurah Rai menjadi pintu masuk utama bagi impor produk Minuman Beralkohol Indonesia dengan pangsa impor sekitar 77,60 persen. Impor produk Minuman Beralkohol lainnya pada tahun yang sama masuk melalui Pelabuhan Batu Ampar (19,04 persen), bandara udara internasional Surabaya (2,42 persen), bandara udara internasional Soekarno-Hatta (0,93 persen). PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 49 TANJUNG PRIOK PEKAN BARU MERAK AMAMAPARE PEKAN BARU 0.45% SOEKARNO-HATTA (U) SUNGAI GUNTUNG NGURAH RAI (U) NGURAH RAI (U) BATU AMPAR JUANDA (U)-SURABAYA SOEKARNO-HATTA (U) HALIM PERDANA KUSUMA (U) SUNGAI GUNTUNG 0.27% MERAK 0.17% NGURAH RAI (U) 0.03% SOEKARNOHATTA (U) 0.61% AMAMAPARE 0.00% JUANDA (U)SURABAYA 2.42% SOEKARNOHATTA (U) 0.93% HALIM PERDANA KUSUMA (U) 0.00% BATU AMPAR 19.04% NGURAH RAI (U) 77.60% TANJUNG PRIOK 98.47% 2006 2009 Gambar 5.1 Pangsa Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Pelabuhan Bongkar Tahun 2006 dan 2009 Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia (2016), diolah Puska Daglu. Dengan adanya Permendag No. 43/M-DAG/PER/9/2009 yang mengatur importasi Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu (pelabuhan Laut Belawan di Medan, Tanjung Priok di Jakarta, Tanjung Emas di Semarang, Tanjung Perak di Surabaya, dan Soekarno Hatta di Makassar; atau Bandar udara internasional serta kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas), sebagian besar impor produk Minuman Beralkohol pada tahun 2010 masuk melalui pelabuhan tertentu, pelabuhan Tanjung Perak (47,90 persen), pelabuhan Tanjung Priok (41,63 persen), bandara udara internasional Ngurah Rai (7,11 persen), pelabuhan Tanjung Emas (0,09 persen). Sisanya sebesar 3,28 persen diimpor melalui pelabuhan Tanjung Uban yang berada di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Apabila dibandingkan dengan tahun 2009, maka terlihat adanya pergeseran pintu masuk impor produk Minuman Beralkohol yang semula sebagian besar diimpor melalui moda transportasi udara (bandara udara internasional) kini diimpor melalui jalur laut atau pelabuhan. Selain itu, PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 50 TANJUNG PERAK TANJUNG PRIOK NGURAH RAI (U) TANJUNG UBAN TANJUNG UBAN 3.28% TANJUNG EMAS TANJUNG PERAK NGURAH RAI (U) TANJUNG EMAS 0.09% NGURAH RAI (U) 7.11% TANJUNG PRIOK TANJUNG UBAN SOEKARNO-HATTA (U) TANJUNG PINANG SOEKARNO-HATTA (U) 1.20% TANJUNG PINANG 0.13% NGURAH RAI (U) 3.30% TANJUNG UBAN 5.94% TANJUNG PERAK 47.90% TANJUNG PRIOK 41.63% TANJUNG PERAK 47.86% TANJUNG PRIOK 41.56% 2010 2013 Gambar 5.2 Struktur Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Pintu Masuk Tertentu Tahun 2010 dan 2013 Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu. Struktur impor produk Minuman Beralkohol Indonesia berdasarkan pintu masuk tertentu pada tahun 2013 tidak jauh berbeda dengan kondisi di tahun 2010. Mayoritas impor produk Minuman Beralkohol Indonesia pada tahun 2013 masuk melalui pelabuhan Tanjung Perak (47,86 persen), pelabuhan Tanjung Priok (41,56 persen), pelabuhan Tanjung Uban (5,94 persen), bandara udara internasional Ngurah Rai (3,30 persen), bandara udara internasional Soekarno-Hatta (1,20 persen), dan pelabuhan Tanjung Pinang (0,13 persen). Dengan masuknya impor produk Minuman Beralkohol Indonesia melalui pelabuhan tertentu yang telah ditetapkan dan kawasan perdagangan bebas serta pelabuhan bebas selama periode 20102013 dapat dianggap bahwa pengimplementasian kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu sebagaimana yang tercantum dalam Permendag No. 43/M-DAG/PER/9/2009 telah efektif dalam mengendalikan impor produk Minuman Beralkohol. Sejalan dengan perkembangan kondisi yang ada, Permendag No. 43/M-DAG/PER/9/2009 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Permendag No. 54/M-DAG/PER/8/2012 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sejak diundangkannya Permendag PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN No. 20/M51 DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol pada tanggal 11 April 2014. Dengan adanya Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014, importasi Minuman Beralkohol oleh perusahaan yang menjadi Importir Terdaftar Minuman Beralkohol (IT-MB) hanya dapat melakukan impor Minuman Beralkohol melalui pelabuhan Laut Belawan di Medan, Tanjung Priok di Jakarta, Tanjung Emas di Semarang, Tanjung Perak di Surabaya, Bitung di Manado, dan Soekarno Hatta di Makassar; atau Bandar udara internasional (Pasal 11 ayat (1)). Perubahan mendasar dari Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014 adalah penambahan pelabuhan Bitung di Manado sebagai pintu masuk produk Minuman Beralkohol dari luar negeri. Adapun kebijakan pengaturan impor Minuman Beralkohol ke dalam kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas masih tetap sama bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Akan tetapi, dalam kebijakan terbaru pada Pasal 11 ayat (3) mengatur bahwa Minuman Beralkohol asal impor untuk kebutuhan konsumsi di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas tidak dapat diperdagangkan ke luar kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Penambahan pelabuhan Bitung sebagai pintu masuk impor produk Minuman Beralkohol di Indonesia pada tahun 2014 ternyata tidak menyebabkan perubahan yang berarti dalam struktur impor produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu. Pelabuhan Tanjung Perak masih menduduki peringkat pertama sebagai pintu masuk impor produk Minuman Beralkohol dengan pangsa impor sebesar 47,27 persen. Pada peringkat kedua dan peringkat ketiga terdapat pelabuhan Tanjung Priok (41,29 persen) dan pelabuhan Tanjung Uban (7,25%). Sisanya masuk melalui bandara udara internasional Ngurah Rai, pelabuhan Sekupang, bandara udara internasional Soekarno-Hatta, dan bandara udara internasional Juanda. PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 52 TANJUNG PERAK NGURAH RAI (U) JUANDA (U)-SURABAYA TANJUNG PRIOK SEKUPANG SEKUPANG 0.70% NGURAH RAI (U) 2.75% TANJUNG UBAN SOEKARNO-HATTA (U) TANJUNG PERAK TANJUNG PRIOK TANJUNG UBAN NGURAH RAI (U) JUANDA (U)-SURABAYA JAKARTA / PASAR IKAN NGURAH RAI (U) 1.19% JUANDA (U)SURABAYA 0.22% SOEKARNO-HATTA (U) 0.56% JUANDA (U)SURABAYA 0.19% SOEKARNO-HATTA (U) 1.37% JAKARTA / PASAR IKAN 0.15% TANJUNG UBAN 6.41% TANJUNG UBAN 7.25% TANJUNG PERAK 47.27% TANJUNG PRIOK 41.29% SOEKARNO-HATTA (U) TANJUNG PRIOK 42.37% 2014 TANJUNG PERAK 48.29% 2015 Gambar 5.3 Struktur Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Pintu Masuk Tertentu Tahun 2014 dan 2015 Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu. Setelah satu tahun penerapan Permendag No. 20/M- DAG/PER/4/2014, pasokan impor produk Minuman Beralkohol Indonesia masih berasal dari pelabuhan Tanjung Perak (48,29 persen), pelabuhan Tanjung Priok (42,37 persen), pelabuhan Tanjung Uban (6,41 persen), bandara udara internasional Soekarno-Hatta (1,37 persen), bandara udara internasional Ngurah Rai (1,19 persen), dan bandara udara internasional Juanda (0,22 persen). Akan tetapi, data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia (2016) menunjukkan bahwa pada tahun 2015 adanya impor produk Minuman Beralkohol yang masuk melalui pelabuhan tertentu selain yang telah ditetapkan melalui Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014, yakni melalui pelabuhan Jakarta/ Pasar Ikan senilai US$ 14,28 ribu (4,2 ton). Hal ini menunjukkan kurangnya pengawasan di lapangan dalam penerapan kebijakan impor produk Minuman Beralkohol karena masih adanya pasokan impor produk Minuman Beralkohol yang masuk di luar pelabuhan yang telah ditetapkan. Di sisi lain, penetapan pelabuhan Laut Belawan di Medan, pelabuhan Tanjung Emas di Semarang, pelabuhan Bitung di Manado, dan pelabuhan PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 53 Soekarno Hatta di Makassar sebagai pintu masuk impor produk Minuman Beralkohol di Indonesia dalam Permendag No. 43/M-DAG/PER/9/2009 dan Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014 dinilai tidak efektif mengingat tidak adanya importasi produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhanpelabuhan tersebut sejak tahun 2010 sebagaimana data yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (2016). Hal ini diperkuat juga oleh hasil kunjungan lapangan dan wawancara dengan perwakilan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sulawesi Utara dan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Tipe A3 Bitung yang mengkonfirmasi ketiadaan importasi produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan Bitung di Manado. KPPBC Tipe A3 Bitung tidak pernah melakukan custom clearance atau kewajiban perpajakan produk Minuman Beralkohol di pelabuhan Bitung. Produk Minuman Beralkohol yang beredar di Provinsi Sulawesi Utara diduga dikirimkan dari pelabuhan Tanjung Priok dan pelabuhan Tanjung Perak. Selain itu, data Direktorat Impor, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan (2016) yang menunjukkan bahwa mayoritas perusahaan importir minuman beralkohol di Indonesia yang ditetapkan sebagai Importir Terdaftar Minuman Beralkohol (IT-MB) pada periode 2010-2015 berdomisili di provinsi DKI Jakarta sedangkan satu perusahaan berada di provinsi Bali. Tabel 5.1 Jumlah Importir Terdaftar Minuman Beralkohol (IT-MB) Berdasarkan Provinsi Tahun 2010-2015 Uraian Jumlah Perusahaan/ Importir IT-MB Provinsi DKI Jakarta Provinsi Bali Tidak ada keterangan alamat 2010 2011 2012 2013 2014 2015 8 16 14 14 14 16 7 14 11 11 11 11 1 2 1 1 1 1 0 2 2 2 4 Sumber: Direktorat Impor, Ditjen Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan (2016), diolah Puska Daglu. PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 54 Meskipun mayoritas impor produk Minuman Beralkohol Indonesia masuk melalui pelabuhan tertentu pasca ditetapkannya Permendag No. 43/M-DAG/PER/9/2009, ironisnya impor produk Minuman Beralkohol Indonesia justru mengalami kenaikan signifikan, baik dari segi nilai maupun volume. Rata-rata pertumbuhan nilai impor produk Minuman Berakohol Indonesia periode 2010-2013 berkisar 15,59 persen per tahunnya sedangkan rerata pertumbuhan volume impor produk Minuman Beralkohol pada periode yang sama sebesar 9,97 persen per tahunnya. Kenaikan impor ini dipicu oleh tingginya pertumbuhan impor di pelabuhan Tanjung Uban sebesar 37,62 persen/tahun , pelabuhan Tanjung Priok sebesar 20,02 persen/tahun dan pelabuhan Tanjung Perak sebesar 12,96 persen/tahun. Nilai impor produk Minuman Beralkohol Indonesia melonjak 1.435,77 persen pada tahun 2010 dibandingkan tahun sebelumnya, dari US$ 0,5 juta menjadi US$ 7,67 juta. Pada tahun yang sama volume impor produk Minuman Beralkohol juga naik dari 108,65 ton menjadi 1,18 ribu ton. Berbeda dengan pengimplementasian kebijakan impor produk Minuman Beralkohol sebelumnya, impor produk Minuman Beralkohol Indonesia justru mengalami penurunan pasca pengimplementasian kebijakan Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014. Impor produk Minuman Beralkohol yang melalui beberapa pelabuhan laut dan bandara udara internasional menunjukkan penurunan, hanya impor produk Minuman Beralkohol yang melalui pelabuhan Tanjung Uban yang justru mengalami kenaikan. PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 55 Tabel 5.2 Kinerja Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Pelabuhan Bongkar No PELABUHAN 2004 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Nilai Impor (USD) 2012 2013 2014 2015 Trend (%) Trend (%) Perub.(%) Pangsa (%) Pangsa (%) Pangsa (%) 2006-2009 2010-2013 2015/2014 2010 2014 2015 Total Impor Produk Minuman 296,314 477,928 926,346 Beralkohol 8,484 3,045,811 499,554 7,671,999 10,632,562 13,596,655 11,457,034 14,127,469 9,709,806 TANJUNG PERAK 0 0 0 TANJUNG PRIOK 258,967 372,087 912,170 TANJUNG UBAN 0 0 0 SOEKARNO-HATTA (U) 23,021 22,299 5,667 NGURAH RAI (U) 10,530 0 253 JUANDA (U)-SURABAYA 0 0 0 JAKARTA / PASAR IKAN 0 0 0 SEKUPANG 0 0 0 TANJUNG EMAS 0 0 0 BATU AMPAR 0 80,124 0 HALIM PERDANA KUSUMA (U) 0 0 0 SUNGAI GUNTUNG 0 0 2,501 PEKAN BARU 0 0 4,193 MERAK 0 0 1,536 AMAMAPARE 0 0 26 LOBAM 0 0 0 BALIKPAPAN 409 0 0 BELAKANG PADANG 0 0 0 BIMA 0 0 0 BULELENG 0 3,137 0 ENTIKONG 0 0 0 SELAT PANJANG 0 0 0 TANJUNG BALAI KARIMUN 0 281 0 TANJUNG PINANG 3,387 0 0 UJUNGPANDANG 0 0 0 0 7,473 0 3,674,615 33 503,793 0 3,193,502 0 0 0 251,487 330 2,268 4,650 0 0 764,176 387,666 545,714 0 0 12,101 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 116,945 0 6,681 0 1,651,156 95,133 0 0 0 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 92 0 0 0 0 0 0 0 7,728 0 0 0 105 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 196 0 0 0 7,262,395 2,586,542 533,210 67,236 183,179 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7,390,145 4,841,156 654,858 405,223 215,347 0 0 0 24,447 0 0 0 0 0 0 0 0 65,479 0 0 0 0 0 0 0 5,483,532 4,760,971 680,795 137,979 378,398 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 15,359 0 6,677,611 4,688,926 5,833,660 4,114,189 1,023,568 622,467 78,907 132,810 388,215 115,609 26,439 21,525 0 14,280 99,069 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 49.64 15.59 -31.27 100.00 100.00 100.00 12.96 20.02 37.62 -29.78 -29.47 -39.19 68.31 -70.22 -18.59 47.90 41.63 3.28 0.00 7.11 0.00 0.00 0.00 0.09 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 47.27 41.29 7.25 0.56 2.75 0.19 0.00 0.70 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 48.29 42.37 6.41 1.37 1.19 0.22 0.15 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 14.27 -8.94 -100.00 Keterangan: Pelabuhan tertentu yang ditetapkan sebagai pintu masuk Minuman Beralkohol XXX Pelabuhan pada kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia (2016), diolah Puska Daglu. PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 56 Tabel 5.3 Kinerja Volume Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Pelabuhan Bongkar No PELABUHAN 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Volume Impor (Kg) 2013 2014 2015 Trend (%) Trend (%) Perub.(%) Pangsa (%) Pangsa (%) Pangsa (%) 2006-2009 2010-2013 2015/2014 2010 2014 2015 Total Impor Produk Minuman 292,535 13,699 461,886 108,647 1,188,378 1,173,449 1,519,441 1,496,832 1,716,281 1,277,862 Beralkohol 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 TANJUNG PERAK 0 0 TANJUNG PRIOK 212,000 16 TANJUNG UBAN 0 0 SOEKARNO-HATTA (U) 786 24 NGURAH RAI (U) 17 0 JUANDA (U)-SURABAYA 0 0 JAKARTA / PASAR IKAN 0 0 SEKUPANG 0 0 TANJUNG EMAS 0 0 BATU AMPAR 0 0 HALIM PERDANA KUSUMA (U) 0 0 SUNGAI GUNTUNG 52,100 0 PEKAN BARU 17,120 0 MERAK 10,506 0 AMAMAPARE 6 0 LOBAM 0 0 BALIKPAPAN 0 0 BELAKANG PADANG 0 0 BIMA 0 8 BULELENG 0 0 ENTIKONG 0 13,388 SELAT PANJANG 0 210 TANJUNG BALAI KARIMUN 0 0 TANJUNG PINANG 0 0 UJUNGPANDANG 0 53 1,425 0 174,761 0 0 0 1,360 1,177 129,315 99,037 0 1,063 0 0 0 0 19,949 0 135,076 7,364 0 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 312,521 770,202 58,352 0 46,893 0 0 0 410 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 551,126 426,937 165,995 7,416 21,975 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 528,679 686,002 219,718 23,808 21,409 0 0 0 9,087 0 0 0 0 0 0 0 0 30,738 0 0 0 0 0 0 0 614,720 640,655 190,796 5,851 36,269 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,541 0 627,157 650,959 372,141 4,529 42,271 1,804 0 17,420 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 505,687 549,786 185,567 9,492 22,518 612 4,200 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5.62 9.97 -25.54 100.00 100.00 100.00 21.99 -0.78 46.73 -19.37 -15.54 -50.14 109.58 -46.73 -66.08 26.30 64.81 4.91 0.00 3.95 0.00 0.00 0.00 0.03 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 36.54 37.93 21.68 0.26 2.46 0.11 0.00 1.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 39.57 43.02 14.52 0.74 1.76 0.05 0.33 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 69.02 -7.66 -100.00 Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia (2016), diolah Puska Daglu. Sejalan dengan pengimplementasian Permendag No. 43/MDAG/PER/9/2009, pemerintah menetapkan alokasi impor produk Minuman Beralkohol. Alokasi impor produk Minuman Beralkohol selama periode 2010-2013 cenderung naik sebesar 10,78 persen sedangkan rata-rata pertumbuhan realisasi impor produk Minuman Beralkohol Indonesia per tahunnya sekitar 12,38 persen. Dari catatan Direktorat Impor, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (2016) PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 57 jumlah alokasi impor produk Minuman Beralkohol Indonesia yang ditetapkan untuk tahun 2013 sebanyak 539,5 ribu karton atau setara dengan 4,85 juta liter produk Minuman Beralkohol, turun 14,36 persen dari tahun sebelumnya (630 ribu karton atau 5,67 juta liter) atau 1,37 kali lipat dibandingkan dengan alokasi pada tahun 2010 (393 ribu karton atau 3,54 juta liter). Pada tahun 2013 realisasi impor produk Minuman Beralkohol Indonesia mencapai 81,56 persen dari alokasi impor yang telah ditetapkan atau sekitar 440 ribu karton (3,96 juta liter), lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata realisasi impor produk Minuman Beralkohol selama tahun 2010-2013 sebesar 76,77 persen. Tabel 5.4 Perkembangan Alokasi dan Realisasi Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Trend (%) Perub. (%) 2010-2013 2015/2014 Alokasi Impor (Karton) 393,000 585,540 630,000 539,500 409,012 440,860 10.78 7.79 Realisasi Impor (Karton) 296,600 458,907 451,594 440,010 304,690 376,225 12.38 23.48 % Realisasi Impor 75.47 78.37 71.68 81.56 74.49 85.34 1.45 14.56 Keterangan: 1 karton = 9 liter Sumber: Direktorat Impor, Ditjen Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan (2016), diolah Puska Daglu. Sementara itu, pasca diterapkannya Permendag No. 20/MDAG/PER/4/2014 alokasi impor produk Minuman Beralkohol Indonesia pada tahun 2015 naik 7,79 persen dari sebesar 409,01 ribu karton (3,68 juta liter) menjadi 440,86 ribu karton (3,97 juta liter). Realisasi impor produk Minuman Beralkohol pada tahun yang sama mencapai 376,23 ribu karton (3,38 juta liter) atau 85,34 persen dari alokasi yang telah ditetapkan. Dengan mengkomparasikan data alokasi impor (duty paid) dengan volume impor produk Minuman Beralkohol Indonesia dapat dilihat adanya hubungan positif di antaranya keduanya. Hal ini mengindikasikan semakin tinggi alokasi impor yang ditetapkan oleh pemerintah maka semakin naik pula volume impor produk Minuman Beralkohol. Akan tetapi, pernyataan PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 58 tersebut tidak dapat mengeneralisasikan kondisi yang ada mengingat data volume impor produk Minuman Beralkohol yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik Indonesia (2016) memuat data impor di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas sedangkan data alokasi impor (duty paid) yang dicatat oleh Direktorat Impor, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (2016) tidak mencakup alokasi impor di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Penetapan alokasi impor di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, seperti di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas bintan, ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Bintan (BP Bintan). 2.00 700,000 630,000 1.80 585,540 1.52 1.50 1.40 1.20 600,000 1.72 539,500 1.60 440,860 393,000 1.19 409,012 500,000 1.28 1.17 400,000 1.00 300,000 0.80 0.60 200,000 0.40 100,000 0.20 296,600 458,907 451,594 440,010 304,690 376,225 0.00 2010 2011 Alokasi Impor (Karton) - RHS 2012 2013 2014 Realisasi Impor (Karton) - RHS 2015 Volume impor (ribu ton) - LHS Gambar 5.4 Perkembangan Volume, Alokasi dan Realisasi Impor Produk Minuman Alkohol Indonesia Tahun 2010-2015 Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu. PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 59 5.2 Dampak Penetapan Kebijakan Impor Produk Minuman Beralkohol Melalui Pelabuhan Tertentu terhadap Industri Pariwisata, Konsumen dan Produsen Sejenis Kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu yang ada saat ini memiliki implikasi terhadap industri pariwisata, konsumen, dan produsen sejenis. 1. Industri Pariwisata Kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu berdampak signifikan terhadap industri pariwisata di Provinsi Bali. Dari catatan Direktorat Impor, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan (2016), saat ini hanya terdapat satu importir produk Minuman Beralkohol yang memiliki IT-MB di Provinsi Bali. Pemasok produk Minuman Beralkohol asal impor untuk kebutuhan industri pariwisata lainnya berada di Jakarta. Selama ini produk Minuman Beralkohol asal impor yang masuk ke Provinsi Bali diturunkan di pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya dan bandara udara internasional Ngurah Rai. Kondisi ini membuat produk Minuman Beralkohol asal impor yang dijual di Bali semakin mahal, sedangkan di sisi lain Provinsi Bali hanya mengandalkan industri pariwisata. Oleh karena itu, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali mengusulkan agar pelabuhan Benoa dibuka menjadi pelabuhan eksporimpor dan menjadi pintu masuk produk Minuman Beralkohol agar harga barang impor menjadi lebih murah dan produk ekspor asal Provinsi Bali menjadi semakin kompetitif. Adapun yang menjadi keluhan dari industri pariwisata di Provinsi Bali adalah Permendag No.6/M-DAG/PER/1/2015 yang melarang penjualan minuman beralkohol berkadar di bawah 5 persen (golongan A) di minimarket dan pengecer sangat mempengaruhi industri pariwisata karena para turis asing selalu mencari minuman beralkohol (Nasrum, 2015). Data Asosiasi Biro Perjalanan Wisata (ASITA) mencatat konsumsi alkohol terbanyak ada di Bali sebesar 50 persen, sedangkan konsumsi terbesar kedua ada di Jakarta sebanyak 40 persen. Sepuluh PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 60 persen konsumsi lainnya tersebar di daerah wisata Indonesia bagian Timur, seperti di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Sementara itu, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bintan mengeluhkan keresahan dan ketidakadilan dari adanya kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu, khususnya untuk Pulau Bintan. Secara administrasi, pulau Bintan memiliki tiga pemerintahan, yakni pemerintah Kota Tanjung Pinang, pemerintah Kabupaten Bintan, dan pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Di dalam Pulau Bintan sendiri terdapat Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Bintan yang meliputi a) sebagian dari wilayah Kabupaten Bintan serta seluruh Kawasan Industri Galang Batang, Kawasan Industri Maritim dan Pulau Lobam dan b) sebagian dari wilayah Kota Tanjung Pinang yang meliputi Kawasan Industri Senggarang dan Kawasan Industri Dompak Barat. Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 11 ayat (2) dalam Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014, impor Minuman Beralkohol ke dalam kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas hanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Kemudian, impor Minuman Beralkohol ke dalam kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan mengenai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (Pasal 11 ayat (4) dalam Permendag No. 20/M- DAG/PER/4/2014). Berkaitan dengan hal tersebut, penerbitan izin penunjukan sebagai Importir Terdaftar Minuman Beralkohol (IT-MB) di KPBPB Bintan berada bawah kewenangan Badan Pengusahaan Kawasan Bintan Wilayah Kabupaten Bintan (BP Bintan) Kepulauan Riau. Sebagai konsekuensi dari Permendag No. 20/M- DAG/PER/4/2014 tersebut, wilayah lainnya yang berada di Pulau Bintan yang bukan termasuk KPBPB Bintan harus melakukan impor dari pelabuhan tertentu yang telah ditetapkan dan bandara udara internasional. Hal ini menimbulkan ketidakjelasan di dalam pelaksanaan PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 61 dan pengawasan kebijakan impor produk Minuman Beralkohol di Pulau Bintan. Pada tahun 2015 BP Bintan hanya memberikan izin impor produk Minuman Beralkohol (IT-MB) ke satu perusahaan importir di KPBPB Bintan dengan alokasi impor produk Minuman Beralkohol golongan A sebanyak 15.600 karton dan 1.550 barel, golongan B sebesar 4.280 karton, dan golongan C sebanyak 1.495 karton. Dengan importir tunggal produk Minuman Beralkohol yang memegang IT-MB, industri pariwisata di KPBPB Bintan mengeluhkan tingginya harga pembelian produk Minuman Beralkohol dibandingkan dengan harga produk Minuman Beralkohol di luar KPBPB Bintan dan Singapura. Dari sisi pasokan, industri pariwisata di KPBPB Bintan tidak mengalami kendala pasca adanya Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014. Pada awal tahun 2016 BP Bintan telah menerbitkan izin IT-MB bagi satu perusahaan importir produk Minuman Beralkohol lainnya sehingga jumlah perusahaan yang memiliki IT-MB di KPBPB Bintan menjadi dua perusahaan. Ketua PHRI Bintan dan perwakilan industri pariwisata yang berlokasi di luar KPBPB Bintan mengeluhkan adanya perbedaan kebijakan impor Minuman Beralkohol yang diterapkan di Pulau Bintan. Hal ini menimbulkan kebingungan bagi industri pariwisata di luar KPBPB Bintan untuk menentukan dan mendapatkan pemasok produk Minuman Beralkohol asal impor (baik subdistributor, distributor, maupun importir). Selama ini pasokan produk Minuman Beralkohol di luar KPBPB Bintan dipasok dari pemasok yang sama dengan pemasok industri pariwisata KPBPB Bintan dan pasokan dari Jakarta. Sama halnya dengan keluhan industri pariwisata di Bali, pihak industri pariwisata di Bintan mengeluhkan larangan penjualan produk Minuman Beralkohol di minimarket dan pengecer. Selain itu, kalangan industri pariwisata di Bintan mengeluhkan adanya Peraturan Daerah (Perda) No. 6 Tahun 2011 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol. PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 62 2. Produsen Sejenis Salah satu produsen sejenis yang berada di Provinsi Banten merasakan adanya penurunan penjualan dan ketatnya persaingan usaha sebagai implikasi dari adanya kebijakan penetapan pelabuhan tertentu untuk impor produk Minuman Beralkohol yang lokasinya berdekatan dengan lokasi produsen sejenis. Oleh karena itu, penetapan pelabuhan tertentu untuk impor produk Minuman Beralkohol dinilai perlu mempertimbangkan lokasi produsen sejenis, kelengkapan infrastruktur, dan instansi terkait serta waktu peralihan untuk penyesuaian kebijakan baru dengan kondisi yang dihadapi. PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 63 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan paparan pada bab-bab sebelumnya, secara umum dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu berdampak pada pergeseran dalam struktur impor produk Minuman Beralkohol Indonesia yang semula sebagian besar menggunakan moda transportasi udara melalui bandara udara internasional beralih menggunakan moda transportasi laut melalui pelabuhan laut. Mayoritas impor produk Minuman Beralkohol Indonesia masuk melalui pelabuhan tertentu yang telah ditetapkan. Namun demikian ditemukan bahwa tidak adanya pemanfaatan pelabuhan Laut Belawan di Medan, pelabuhan Tanjung Emas di Semarang, pelabuhan Bitung di Manado, dan pelabuhan Soekarno Hatta di Makassar sebagai pelabuhan pintu masuk impor produk Minuman Beralkohol. 2. Alokasi impor (duty paid) memiliki hubungan positif dengan volume impor produk Minuman Beralkohol Indonesia. Alokasi impor produk Minuman Beralkohol Indonesia pada tahun 2015 mencapai 440,86 ribu karton, naik sebesar 7,79 persen dibanding tahun 2014. Adapun realisasi impor produk Minuman Beralkohol sebesar 376,22 ribu ton atau sekitar 85,34 persen dari alokasi yang telah ditetapkan. Namun berdasarkan hasil perbandingan antara alokasi dan realisasi impor produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu ditemukan ketidakselarasan di antara realisasi impor produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu dengan alokasi impor yang telah ditetapkan pada tahun 2014. Nilai impor produk Minuman Beralkohol pada pelabuhan tertentu justru mengalami peningkatan, padahal pemerintah menurunkan alokasi impornya pada tahun tersebut. 3. Penetapan pelabuhan tertentu sebagai Pelabuhan Tertentu memiliki pengaruh terhadap penurunan pemasokan dan meningkatkan biaya PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 64 atas pembelian produk Minuman Beralkohol bagi industri pariwisata, menurunkan penjualan dan meningkatkan persaingan usaha bagi produsen sejenis, dan meningkatkan harga di tingkat konsumen. 6.2 Rekomendasi Berdasarkan hasil analisis, maka kami merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut: 1. Penetapan pelabuhan Laut Belawan di Medan, pelabuhan Tanjung Emas di Semarang, pelabuhan Bitung di Manado, dan pelabuhan Soekarno Hatta di Makassar sebagai pintu masuk impor produk Minuman Beralkohol di Indonesia dalam Permendag No. 20/MDAG/PER/4/2014 dapat ditinjau ulang karena tidak adanya pemanfaatan keempat pelabuhan tersebut dalam importasi produk Minuman Beralkohol. 2. Perlu evaluasi pengawasan implementasi kebijakan impor produk Minuman Beralkohol yang masuk melalui pelabuhan tertentu yang telah ditetapkan melalui Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014, terkait ditemukannya importasi produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan Jakarta/ Pasar Ikan. PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 65 DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Indonesia. (2016). Data Perdagangan Ekspor dan Impor Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik Indonesia. Kementerian Kesehatan. (2014). Survei Konsumsi Makanan Individu: Studi Dier Total 2014. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan. Kementerian Perindustrian. (2016). Perkembangan Nilai Output Industri Besar dan Sedang Indonesia. Jakarta: Kementerian Perindustrian. Kementerian Perindustrian. (2016). Perkembangan Nilai Produksi Industri Besar dan Sedang Indonesia. Jakarta: Kementerian Perindustrian. Krugman, Paul R. dan Maurice Obstfeld. (2003). International Economics: Theory and Policy. Pearson Education Internasional. Masngudi. 2006. Diktat kuliah Ekonomi Internasional Lanjutan. Jakarta: Universitas Borobudur. Porter, Michael E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. New York: Free Press. Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri. (2012). Kajian Kebijakan Penentuan Pelabuhan Tertentu Sebagai Pintu Masuk Impor Produk Tertentu. Jakarta: Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan, Kementerian Perdagangan. Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri. (2013). Analisis Usulan Impor Produk Tertentu Melalui Pelabuhan Krueng Geukeuh Aceh Utara dan Kuala Langsa. Jakarta: Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan, Kementerian Perdagangan. Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri. (2014). Analisis Usulan Impor Produk Tertentu Melalui Pelabuhan Bitung. Jakarta: Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan, Kementerian Perdagangan. Salvatore D. (1997). Ekonomi Internasional. Haris Munandar [Penerjemah]. Jakarta: Erlangga. WHO. (2014). Global Status Report on Alcohol and Health 2014. Luxemburg: WHO. Widayanto, S. (2011). Fasilitasi dan Aturan Perdagangan: Prosedur Notifikasi WTO Untuk Transparansi Kebijakan Impor Terkait Bidang Perdagangan: Kewajiban Pokok Indonesia Sebagai Anggota Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization). Direktorat Kerjasama Multilateral, Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional. Jakarta: Direktorat Kerjasama PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 66 Multilateral, Direktorat Jenderal Kerjasama Internasional, Kementerian Perdagangan PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN Perdagangan 67