6 Pewarnaan Proses selanjutnya yaitu deparafinisasi dengan xylol III, II, I, alkohol absolut III, II, I, alkohol 96%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 2 menit. Selanjutnya seluruh preparat organ diwarnai dengan pewarnaan HE serta pewarnaan PAS dan MT digunakan untuk mewarnai organ paru. Preparat yang telah diwarnai, dimasukkan ke dalam alkohol bertingkat dari alkohol 70%, 80%, 90%, 96%, alkohol absolut I, II,III, kemudian xylol I, II, III masing-masing selama 2 menit. Proses terakhir yaitu preparat satu per satu diberi etelan lalu ditutup dengan cover glass dan siap untuk dilihat dengan mikroskop. Pengamatan dilakukan terhadap perubahan histopatologi terhadap stuktur organ paru, jantung, hati, ginjal, limpa, ovarium, dan sumsum tulang. Prosedur Analisis Data Data dianalisis secara deskriptif dengan pengamatan histopatologi (HP) yaitu melihat keberadaan sel myelosit dan adanya perubahan HP struktur organ internal ayam broiler. HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel ayam broiler pada penelitian kali ini dibagi menjadi dua kelompok, yakni kode U 50/13 menunjukkan bahwa sampel tersebut berjenis kelamin jantan dan betina berumur 7 dan 14 hari. Sementara, kode U 63/13 berjenis kelamin betina berumur 29 minggu yang merupakan induk dari ayam day old chick (DOC) dengan kode U 50/13. Berdasarkan anamnese sampel yang diteliti menunjukkan peningkatan jumlah kematian serta kesulitan bernapas. Sampel organ paru, jantung, hati, ginjal, dan ovarium diamati lesio patologi anatomi (PA) yang dapat terlihat pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil pemeriksaan patologi anatomi Organ Paru Hati Jantung Ginjal Ovarium Perubahan U 50/13 Radang granuloma Umur 14 hari: Perihepatitis Perikarditis Umur 7 hari: Endapan asam urat disertai dengan kebengkakan ginjal – U 63/13 – Bengkak dan pucat Perikarditis – Oophoritis Hasil pengamatan secara HP pada sampel U 50/13 umur 14 hari terlihat adanya kumpulan sel myelosit seperti pada Gambar 1. Hasil pengamatan ditemukan peningkatan jumlah sel myelosit (>70%). Peningkatan jumlah sel myelosit yang immature dalam jumlah banyak dengan karakteristik nukleus besar berbentuk bulat atau elips dan berada pada bagian tepi dengan kromatin yang terlihat jelas, serta sitoplasma yang bergranul eosinofilik disebut sebagai myelositomatosis atau myeloid leukosis (ML) (Fadly 2000; Wu et al. 2010). 7 Kejadian ML ditandai dengan ditemukan sel myelosit di beberapa organ seperti paru, ginjal, hati, jantung, limpa, dan ovarium. Sel tumor ML terlihat seperti sel myelosit normal di sumsum tulang, namun proliferasi dan pertumbuhannya terjadi sangat cepat (Calnek 1997). Terdapat gambaran mitosis dari sel myelosit dalam tumor ML. Mitosis sel myelosit tanpa disertai dengan diferensiasi sel pada sumsum tulang menyebabkan kegagalan proses hematopoiesis, sehingga sel darah putih sebagai pertahanan terhadap agen penyakit tidak terbentuk dan menyebabkan terjadinya imunosupresi. Deskripsi lesio HP organ paru, jantung, hati, ginjal, ovarium, limpa, serta sumsum tulang juga dijelaskan secara komprehensif pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil pemeriksaan histopatologi Organ Paru Ginjal Hati Jantung Limpa Sumsum tulang Ovarium Perubahan U 50/13 U 63/ 13 1. Radang granuloma disertai dengan 1. Bronkhitis hifa tidak berwarna dibagian tengah 2. Akumulasi sel myelosit di radang interstisium 2. Radang granuloma invasif 3. Infeksi sekunder oleh bakteri ditandai jumlah sel heterofil yang tinggi dan terdapat koloni bakteri yang membentuk radang granuloma 4. Trombus Umur 14 hari: Embolus sel myelosit 1. Proliferasi sel-sel myelosit di interstisium dan di dalam pembuluh darah 2. Nekrosis multifokal tubulus ginjal Umur 7 hari: Kongesti dan infiltrasi sel- Infiltrasi sel myelosit di sekitar sel myelosit pembuluh darah 1. Perikarditis granulomatosa 2. Perikardits fibrinosa – 3. Miokarditis Umur 7 hari: Deplesi pulpa putih dan Deplesi sel limfoid pulpa putih splenitis Umur 14 hari: Deplesi pulpa putih, proliferasi sel myelosit di pulpa merah, dan rendahnya sel darah merah di pulpa merah 1. Tingginya presentase sel myelosit (>70%) – 2. Akumulasi sel myelosit dan sel limfoid Akumulasi sel myelosit di – interstisium ovarium Kejadian ML disebabkan oleh ALV–J (Riddell 1996). Gen virus akan bersatu dengan gen induk semang dan menyebar ke sel hasil mitosis. Avian leukosis virus–J menyebar secara horizontal melalui kontak langsung dan vertikal melalui embrio dari induk ke anak (Payne 1998). Pada kasus ML, virus ALV–J masuk ke dalam sel myelosit induk semang. Proliferasi dan pertumbuhan sel myelosit terjadi sangat cepat (Calnek 1997). Penyakit akan menyebar melalui proliferasi sel yang terinfeksi (Akson 1993). Ditemukannya sel myelosit di 8 beberapa organ menandakan bahwa sel myelosit telah bermetastasis. Sel myelosit akan bermetastasis dalam pembuluh darah dan menyebar ke seluruh tubuh secara sistemik (McEntee 1990 dalam Afriani 2006). Sel myelosit yang terbawa dalam pembuluh darah akan masuk ke sistem genitalia seperti ovarium (Ferry 2011). Hal ini memungkinkan proses penularan ML secara vertikal dari induk ke anaknya. Dari hasil pengamatan secara HP sampel U 63/13, ditemukan kumpulan sel myelosit pada ovarium seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 1 Sumsum tulang U 50/13 umur 14 hari. Peningkatan persentase jumlah sel myelosit (panah) yang mencapai lebih dari 70% dari keseluruhan sel. Pewarnaan HE, bar= 20 µm. Gambar 2 Ovarium U 63/ 13. Akumulasi multifokal sel myelosit (panah) di intestisium. Pewarnaan HE, bar= 20 µm. Metastasis sel myelosit juga ditemukan pada organ jantung. Berdasarkan pengamatan secara HP pada organ jantung ditemukan sel-sel tumor yang memiliki 9 karakteristik sama dengan sel tumor yang ada di ovarium. Pemeriksaan HP organ jantung sampel U 50/13 umur 7 dan 14 hari, ditemukan metastasis sel myelosit pada miokardium yang disebut miokarditis. Selain itu, pada bagian miokardium juga ditemukan lesio nekrosa otot jantung yang terlihat pada Gambar 3. Perikardium ditemukan lesio perikarditis granulomatosa (Gambar 4). Radang granuloma yang terbentuk pada perikardium merupakan suatu bentuk pertahanan tubuh dengan adanya infiltrasi sel heterofil, makrofag, limfosit, dan fibroblas di sekitar radang. Perikardium mengalami penebalan akibat pertumbuhan jaringan ikat dan fibrin. Lesio ini sering disebut perikarditis fibrinosa. Gambar 3 Jantung U 50/13 umur 7 hari. Infiltrasi sel myelosit (panah a) dan nekrosa otot (panah b). Pewarnaan HE, bar= 20 µm. Gambar 4 Jantung U 50/13 umur 7 hari. Perikarditis granulomatosa (panah) ditandai dengan jaringan nekrosis yang dikelilingi oleh sel radang limfosit, makrofag, dan sel raksasa. Pewarnaan HE, bar= 40 µm. 10 Berdasarkan pengamatan sampel organ hati U 50/13 umur 7 hari secara HP, ditemukan lesio berupa kongesti dan infiltrasi sel myelosit pada hati. Tekanan tumor ML pada vena porta menyebabkan kongesti. Infiltrasi sel myelosit pada organ hati mengindikasikan terjadinya hepatitis karena agen infeksius yang parah. Hati dapat terinfeksi oleh agen infeksius melalui 3 cara yaitu hematogenous, penetrasi langsung, dan melalui sistem biliar (ascenden). Infeksi yang paling umum terjadi, yaitu melalui jalur hematogenous karena organ hati menerima banyak darah dari arteri hepatika dan vena porta (Hou et al. 2011). Kejadian hepatitis yang disertai dengan kongesti disebut hepatitis perivaskular. Pengamatan sampel organ ginjal U 50/13 umur 14 hari dan U 63/13 secara HP ditemukan sel-sel tumor sel myelosit di pembuluh darah dan pada interstisium ginjal (Gambar 5). Lesio lain yang terlihat pada pengamatan organ ginjal adalah adanya nekrosa multifokal tubulus ginjal. Tekanan sel-sel tumor pada tubulus ginjal menyebabkan nekrosa multifokal, sementara pada glomerulus ginjal masih terlihat normal. Gambar 5 Ginjal U 63/13. Infiltrasi sel myelosit di interstisium (panah). Pewarnaan HE, bar = 20 µm. Pengamatan HP organ limpa U 50/13 umur 14 hari menunjukkan penurunan jumlah sel darah merah di pulpa merah. Lesio deplesi pulpa putih dan proliferasi sel myelosit terlihat pada pengamatan HP pada semua sampel ayam broiler (Gambar 6). Lesio tersebut menyebabkan sel limfoid yang terbentuk semakin berkurang sehingga memicu kondisi imunosupresi (Calnek 1998). Kondisi imunosupresi dapat menyebabkan kegagalan vaksinasi dan peningkatan kejadian infeksi sekunder di lapangan, satu diantaranya yaitu infeksi sekunder oleh kapang Aspergillus spp. yang menyebabkan aspergilosis. Pagano et al. (2008) menerangkan bahwa aspergilosis bersifat invasif sering terjadi pada penderita imunosupresi yang disebabkan ML. Kejadian aspergilosis yang mengikuti ML mempunyai tingkat kematian yang cukup tinggi yaitu 30–40%. Penyakit ini menyerang organ pernapasan terutama organ paru dan kantung hawa serta dapat menyebabkan gangguan pernapasan (Gholib 2005). 11 Pengamatan gambaran HP preparat organ paru dilakukan dengan pewarnaan HE. Berdasarkan hasil pengamatan sampel U 63/13 ditemukan lesio bronkhitis yang ditandai dengan penebalan epitel bronkus, infiltrasi sel heterofil dan adanya eksudat di lumen bronkus (Gambar 7). Metastasis tumor ML ditemukan pada organ paru yang ditandai dengan akumulasi sel myelosit pada bagian interstisium. Gambar 6 Limpa U 50/13 umur 7 hari. Deplesi pulpa putih (panah). Pewarnaan HE, bar= 80 µm. Gambar 7 Paru U 63/13. Bronkhitis, yang ditandai dengan infiltrasi sel radang (panah) pada bagian sub–epithelial. Pewarnaan HE, bar= 40 µm. Pengamatan juga dilakukan pada sampel U 50/13 umur 7 dan 14 hari. Hasil pengamatan menunjukkan radang granuloma yang parah ditandai dengan adanya struktur hifa tidak terwarnai di tengah radang. Hasil pewarnaan preparat dengan periodic acid–Schiff (PAS), organ paru memperlihatkan keberadaan hifa dari Aspergillus spp. (Gambar 8). Reagen Schiff akan mewarnai dinding sel hifa yang mengandung karbohidrat. Hifa bersepta dan bercabang 45° konsisten dengan 12 morfologi kapang Aspergillus spp, yang mengindikasikan kemungkinan kasus aspergilosis. Gambar 8 Paru U 50/13 umur 7 hari. Kapang yang diduga Aspergillus spp. (panah). Pewarnaan PAS, bar= 40 dan 20 µm. Organ paru yang terinfeksi oleh Aspergillus spp. ditandai dengan adanya radang granuloma. Radang granuloma yang ditemukan pada penelitian ini dicirikan dengan adanya sel raksasa tipe benda asing dan jaringan ikat yang mengelilingi fokus peradangan (Gambar 9). Radang granuloma merupakan bentuk radang kronis yang ditandai dengan adanya kumpulan makrofag termodifikasi (sel raksasa multinukleus) yang menyerupai sel epitel, yang umumnya dikelilingi sel limfosit (Dorland 2012). Berdasarkan hasil pengamatan HP organ paru sampel ayam broiler ditemukan adanya radang granuloma yang bersifat invasif. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 10, dari hasil pewarnaan Masson trichrome (MT) organ paru menunjukkan fokus radang granuloma yang tidak dibatasi dengan jaringan ikat (berwarna biru). Sundaram dan Murthy (2011), menjelaskan bahwa kejadian radang granuloma invasif yang disebabkan penyakit aspergilosis sering terjadi pada individu yang mengalami imunosupresi. Hal ini disebabkan belum terbentuknya jaringan ikat untuk melokalisir infeksi, tetapi pada kasus ini radang granuloma sudah menyebar ke seluruh jaringan paru. Kejadian ML yang disertai juga dengan myeloid leukimia juga menyebabkan adanya granuloma aspergilosis bersifat invasif yang berhubungan dengan faktor imunosupresi pada kasus di manusia (Aquino et al. 1994). Myelositomatosis seringkali ditandai dengan proliferasi sel myeloid pada sumsum tulang yang menyebabkan produksi leukosit pada sumsum tulang terutama sel neutrofil, monosit, serta limfosit menurun. Penurunan produksi leukosit menyebabkan respon kekebalan terhadap adanya infeksi menjadi kurang responsif yang pada akhirnya akan menimbulkan infeksi yang meluas (Butcher dan Miles 2014). Berdasarkan studi literatur, belum pernah dilaporkan adanya kasus ML yang disertai granuloma invasif pada ayam. 13 . Gambar 9 Paru U 50/13 umur 7 hari. Radang granuloma dengan sel raksasa tipe benda asing (panah). Pewarnaan HE, bar= 40 µm. Gambar 10 Paru U 50/13 umur 14 hari. Radang granuloma invasif yang tidak penuh dikelilingi oleh jaringan ikat (panah). Pewarnaan MT, bar= 40 µm. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Simpulan yang diperoleh dari studi kasus ini adalah ditemukannya myelositomatosis atau myeloid leukosis (ML) pada anak ayam yang diikuti dengan radang granuloma invasif. Penularan ML pada kasus ini diduga terjadi secara vertikal yang ditunjukkan dengan ditemukannya fokus-fokus sel tumor