Kajian Potensi Kolam Perikanan Untuk Konservasi

advertisement
Kajian Potensi Kolam Perikanan Untuk Konservasi Sumber Daya Air:
Respon Air Tanah
Tjandra Chrismadha
Pusat Penelitian Limnologi LIPI, Kompleks LIPI Cibinong, Jl. Raya Bogor Km 46, Cibinong 16911, tlp 021 8757071, fax 021 8757076,
email [email protected]
Abstrak
Kolam perikanan merupakan badan air buatan yang berfungsi untuk kegiatan budidaya
perikanan. Seperti halnya badan air lainnya kolam perikanan juga mempunyai fungsi
hidrologis, yang hingga saat ini belum banyak diperhitungkan dalam upaya pengelolaan
fungsi hidrologis kawasan. Untuk dapat mendorong pemanfaatan kolam perikanan secara
terpadu dengan konservasi sumber daya air, telah dilakukan pengamatan pengaruh kegiatan
kolam perikanan terhadap air tanah dangkal di bawahnya. Hasil pengamatan diharapkan
dapat memberikan gambaran yang lebih nyata peran kolam perikanan dalam menjaga
kondisi sumber daya air di sekitarnya. Pengamatan dilakukan dengan membuat sumur
pantau tinggi muka air tanah pada satu seri kolam perikanan yang terdiri dari lima kolam
dengan luas 200 – 500 m2 yang terssusun secara terasering pada suatu lembah di Desa
Sukaharja, Kecamatan Ciapus, Kabupaten Bogor. Disamping itu juga dipasang alat penakar
curah hujan sederhana untuk mengamati laju presipitasi di sekitar kolam secara
aktual.Pengukuran tinggi muka air tanah dan laju presipitasi dilakukan setiap hari, selama
masa pemeliharaan ikan mas sekitar 4 bulan, yaitu bulan Agustus – Desember 2007. Hasil
pengamatan memperlihatkan pengaruh kolam terhadap air tanah di bawahnya. Pengisian
air kolam secara langsung meningkatkan permukaan air tanah dibawahnya. Pengisian air
kolam dapat meningkatkan permukaan air tanah hingga 40 – 70 cm. Kecepatan respon
peningkatan tinggi muka air ini lebih lambat pada bagian sebelah bawah, memperlihatkan
adanya pergerakan massa air tanah sejajar dengan kontur morfometri lahan dari arah atas
ke bagian lembah dimana terdapat aliran sungai. Curah hujan harian selama masa
pengamatan berfluktuasi 0 – 30 mm, namun tidak terlihat mempengaruhi tinggi muka air
tanah di sekitar kolam. Hal ini menunjukkan peran signifikan badan air seperti kolam
perikanan dalam mempertahankan stabilitas kondisi air tanah di suatu kawasan. Fenomena
peningkatan muka air tanah akibat praktek kolam perikanan yang teramati menguatkan bukti
bahwa infiltrasi air kolam yang dilaporkan sebelumnya memang masuk kedalam sistem air
tanah yang selanjutnya sejalan dengan proses daur hidrologi dapat mengisi akuifer dan
membantu menjaga kelestarian sumber daya air suatu kawasan. Dengan demikian kolam
perikanan harus diperhitungkan sebagai bagian upaya konservasi sumber daya air, bahkan
memiliki nilai unggul karena dapat secara sinergi menggerakan pembangunan ekonomi dan
program pengadaan pangan untuk masyarakat.
Kata Kunci: Kolam, perikanan, konservasi, sumber daya air, air tanah.
Pendahuluan
Bencana banjir, kekeringan, pencemaran, kekurangan air bersih, tanah longsor,
dan intrusi air laut telah menjadi kenyataan yang mengerikan di berbagai kawasan.
Sumber mendasar dari bencana tersebut adalah kerusakan lingkungan yang berimbas
pada ketidakseimbangan ekosistem dan menurunnya daya dukung kawasan.
Meningkatnya jumlah bangunan telah mengakibatkan tutupan lahan bagi resapan air
sangat berkurang (Fakhrudin, 2004; Wibowo, et al. 2004). Demikian juga situ-situ yang
berfungsi sebagai sumber air
irigasi, tandon air, pengendali banjir, perikanan dan
pariwisata, khususnya di kawasan Jabopunjur banyak mengalami kerusakan dan alih
fungsi. Akibatnya terjadi peningkatan kecepatan aliran air di permukaan dan menurunnya
infiltrasi air hujan, sehingga sebagian besar air dari hujan menjadi air permukaan atau
banjir. Selain itu karena imbuhan air tanah semakin berkurang, pasokan air di musim
kemarau pun menurun, sehingga resiko kekeringan semakin tinggi dan intrusi air laut
makin jauh masuk kedaratan.
Masalah di atas harus segera diatasi secara terpadu. Kegagalan mengatasi
masalah tersebut akan menimbulkan bencana banjir di wilayah hilir yang semakin sering
terjadi, pencemaran air dan sedimentasi terus meningkat, ketidaktersediaan air bersih
menjadi semakin parah dan intrusi air laut akan lebih jauh memasuki daratan sehingga
merusak bangunan-bangunan karena percepatan korosi beton. Konsep pemecahan
masalah tersebut pada dasarnya adalah meningkatkan nilai rasio badan perairan dalam
suatu kawasan sehingga waktu tinggal air di daratan relatif lebih lama serta meningkatkan
kapasitas ‘recharge aquifer’ (Anonimous, 2000). Akan tetapi dilihat dari aspek ekonomi,
khususnya di kawasan padat penduduk seperti kawasan Jabodetabek, implementasi
konsep tersebut kurang menarik karena dianggap pemborosan sumberdaya lahan yang
terbatas, serta diperlukan biaya investasi dan pemeliharaan yang relatif tinggi. Chrismadha
et al. (2005; 2008) menyarankan untuk dikembangkannya fungsi ganda badan air,
disamping sebagai penyangga fungsi hidrologi kawasan juga untuk fungsi ekonomi dan
sosial masyarakat, seperti untuk usaha perikanan dan pariwisata.
Secara tradisional di kawasan Jabopunjur masyarakat mengusahakan kolamkolam budidaya ikan, yang secara hidrologis berfungsi sebagai ‘retention basin’ yang
mengurangi beban limpasan air, meningkatkan imbuhan air tanah, dan sebagai perangkap
sedimen. Luas kolam-kolam tersebut di Kabupaten Bogor mencapai 4.898 ha ( Statistik
Kabupaten Bogor 2001) lebih dari 10 kali luas total area situ yang saat ini hanya tersisa
406,73 ha (Sunanisari et al. 2004). Di seluruh wilayah Jawa Barat total luas kolam
perikanan adalah 307.803 ha (Statistik Perikanan Indonesia 1996), sangat luas bila
dibandingkan dengan danau-danau besar, seperti D. Ranau (12.800 ha) atau D. Kerinci
(4.200 ha).
Oleh karena itu pengembangan kolam budidaya patut dipertimbangkan
sebagai alternatif untuk menjaga fungsi hidrologis kawasan. Hal ini terkait dengan kegiatan
ekonomi masyarakat, karena baik biaya investasi maupun pemeliharaan kolam-kolam
merupakan bagian dari kegiatan ekonomi tersebut, sehingga pengelolaannya diharapkan
bersifat swadaya masyarakat.
Pada makalah ini disampaikan hasil pengamatan pengaruh keberadaan kolam
perikanan terhadap kondisi air tanah dangkal di sekitarnya. Proses input air tanah
permukaan kedalam air tanah dangkal diketahui merupakan bagian proses awal dari
imbuhan air tanah secara keseluruhan. Informasi dari hasil pengamatan ini diharapkan
dapat menjadi pelengkap laporan-laporan sebelumnya yang memperlihatkan potensi
fungsi imbuhan kolam perikanan sehingga dapat ditempatkan pada posisi strategis dalam
upaya konservasi sumber daya air kawasan.
Metode
Pengamatan dilakukan dengan membuat sumur pantau tinggi muka air tanah
pada satu seri kolam perikanan yang terdiri dari lima kolam dengan luas 200 – 500 m2
yang tersusun secara terasering pada suatu lembah di Desa Sukaharja, Kecamatan
Ciapus, Kabupaten Bogor. Kolam uji coba merupakan kolam tanah yang dibuat dengan
cara gali-urug, dengan kedalaman sekitar 100 cm dan kedalaman air operasional sekitar
60 - 72 cm. Sumber air berasal dari aliran irigasi yang terdapat di bagian sebalah atas
kolam, dialirkan secara gravitasi melalui pipa-pipa PVC ke kolam-kolam pada debit 17 – 68
L/detik, menghasilkan waktu tinggal air pada masing-masing kolam sekitar 3 jam. Jenis
ikan yang dipelihara adalah ikan mas dan ikan nila.
Sumur pantau dibuat sedalam 10 meter, yaitu dengan cara membor tanah dan
memasukan pipa PVC diameter 2 inchi kedalamnya. Posisi sumur pantau terhadap lokasi
kolam seperti terlihat pada Gambar 2. Pemantauan permukaan air tanah dilakukan dengan
memasukan galah ukur kedalam sumur pantau setiap pagi hari dimulai beberapa hari
sebelum kolam perikanan diisi air dan selama masa pemeliharaan ikan mas sekitar 4
bulan, yaitu bulan Agustus – Desember 2007. Disamping itu juga dipasang alat penakar
curah hujan sederhana untuk mengamati laju presipitasi aktual harian di sekitar kolam.
Gambar 1. Peta lokasi uji coba
Saluran
Irigasi
Pan
Evaporasi
Sumur
S-1
Kolam 1
Rain
Gauge
Sumur S-2
Kolam 2
Sumur S-3
Kolam 3
Sumur S-4
Kolam 4
Kolam 5
Sungai
Gambar 2. Skema kolam uji coba
Hasil dan Pembahasan
Hasil pengamatan memperlihatkan pengaruh signifikan kolam terhadap air tanah
di bawahnya. Pengisian air kolam secara langsung meningkatkan permukaan air tanah
dibawahnya. Pengisian air kolam hingga ketinggian 60-72 cm dapat meningkatkan
permukaan air tanah hingga 40 – 70 cm, yaitu dari kedalaman rata-rata 167 cm menjadi
dibawah 100 cm (Gambar 3). Kecepatan respon peningkatan tinggi muka air ini terlihat
lebih lambat pada bagian sebelah bawahnya, memperlihatkan adanya pergerakan massa
air tanah sejajar dengan kontur morfometri lahan dari arah atas ke bagian lembah dimana
terdapat aliran sungai. Respon yang lebih lambat di sumur-sumur yang lebih rendah
kemungkinan disebabkan oleh ‘travelling time’ yang diperlukan oleh air tanah untuk
mencapai sumur-sumur tersebut.
Hasil pengamatan di atas sejalan dengan laporan sebelumnya yang
memperlihatkan tingginya laju imbuhan air kolam ke dalam tanah di sekitarnya.
Chrismadha et al., 2005 melaporkan nilai laju infiltrasi kolam perikanan dapat mencapai
kisaran 80 – 90 % dari debit inletnya, setara dengan lebih dari 8.500 mm/hari, meskipun
terlihat pola penurunan laju infiltrasi air ini sejalan dengan umur operasional kolam. Nilai
laju infiltrasi ini setara dengan yang dilaporkan oleh Fakhrudin (2007) pada sumur uji di
kawasan Cikunir sedalam 115 cm, yang memiliki lahu infiltrasi 9741 mm/hari, sementara
Sumawijaya (2003) melaporkan laju infiltrasi yang lebih tinggi pada pengukuran yang
menggunakan double ring infiltometer, yaitu mencapai 0,14 – 9,9 cm/jam. Fenomena
peningkatan muka air tanah akibat praktek kolam perikanan yang teramati menguatkan
bukti bahwa infiltrasi air kolam yang dilaporkan sebelumnya memang masuk kedalam
sistem air tanah yang selanjutnya sejalan dengan proses daur hidrologi dapat mengisi
akuifer dan membantu menjaga kelestarian sumber daya air suatu kawasan.
Curah hujan harian selama masa pengamatan berfluktuasi 0 – 30 mm, namun
tidak terlihat mempengaruhi tinggi muka air tanah di sekitar kolam. Demikian juga tidak
terlihat adanya hubungan signifikan antara operasional kolam perikanan dengan aliran air
permukaan, baik di bagian atas yang merupakan sumber input air kolam, maupun di
bagian bawah yang menampung keluaran air kolam. Hal ini menunjukkan peran signifikan
badan air seperti kolam perikanan dalam mempertahankan stabilitas kondisi air tanah di
suatu kawasan. Pada saat yang sama, fenomena ini juga dapat dikaitkan dengan tingkat
kejenuhan tanah yang menyebabkan terjadinya penurunan laju infiltrasi air kolam sejalan
dengan waktu (Chrismadha et al. 2005; Fakhrudin, 2007).
Tinggi M uk a A ir Ta na h (c m )
Tinggi M uk a A ir K ola m (c m )
6-Agust
16-Agust
26-Agust
5-Sep
15-Sep
25-Sep
5-Okt
15-Okt
25-Okt
4-Nop
14-Nop
24-Nop
150
K-1
K-2
K-3
K-4
K-5
100
50
0
0
S-1
S-2
S-3
S-4
50
100
150
200
150
Tinggi Muka Air (cm)
P-1
P-2
100
50
0
Presipitasi (mm)
50
40
CH (mm)
30
20
10
0
Gambar 3. Respon air tanah terhadap praktek kolam perikanan
Hasil pengamatan ini memberikan dukungan bahwa kolam perikanan harus
diperhitungkan sebagai bagian upaya konservasi sumber daya air. Disamping memiliki
nilai unggul karena dapat secara sinergi menggerakan pembangunan ekonomi dan
program pengadaan pangan untuk masyarakat, pemanfaatan kolam perikanan untuk
fungsi imbuhan air tanah di kawasan DAS Ciliwung juga didukung oleh tingkat kesesuaian
4-Des
lahan yang tinggi. Seperti dilaporkan oleh Fakhrudin (2007) di kawasan hulu dan tengah
DAS Ciliwung lahan yang sesuai untuk pembangunan kolam resapan air tersebar pada 47
% kawasan yang mencapai luas area 81.470 Ha. Sejalan dengan hal tersebut,
Sumawijaya (2003) melaporkan hasil evaluasi peta tanah tinjau sekala 1:50.000 yang
memperlihatkan bahwa tanah di kawasan Jabopunjur sebagian besar didominasi oleh jenis
tanah latosol yang mempunyai karakteristik yang baik untuk peresapan air ke dalam tanah.
Potensi lahan untuk kolam resapan di atas didukung oleh potensi curah hujan tahunan
yang sangat tinggi, khususnya di kawasan tengah dan hulu DAS yang kisarannya di atas
2000 mm.
Berdasar hasil pengamatan ini disarankan untuk memanfaatkan kolam perikanan
sebagai bagian strategis dalam program pembangunan sumber daya air, khususnya di
wilayah Jabodetabek. Karakteristik kolam perikanan sebagai wahana kegiatan ekonomi
masyarakat sekaligus fungsi hidrologi kawasan dapat diharapkan untuk mengurangi
intensitas konflik sektoral dalam penanganan masalah konservasi sumberdaya air,
khususnya dalam penyediaan lahan untuk fungsi imbuhan air. Sementara mengingat
kegiatan usaha budidaya perikanan dalam masyarakat pada umumnya terkendala modal
dan mahalnya biaya sarana produksi maka untuk menstimulasi perkembangan usaha
budidaya perikanan secara swakarsa dapat dilakukan pemberian insentif dari alokasi dana
pengelolaan lingkungan yang terkait dengan konservasi sumber daya air. Dengan
demikian program konservasi sumber daya air dapat sejalan dengan program
pemberdayaan masyarakat, khususnya petani budidaya perikanan.
Pustaka
Anonimous. 2001. Statistik Kabupaten Bogor Tahun 2001.
Anonimous. 1998. Statistik Perikanan Indonesia 1996. Departemen Pertanian,
Dirjen Perikanan, Jakarta.
Chrismadha, T., P.E. Hehanussa, J.M. Wijaya, Fauzan Ali, G.S. Haryani. 2005.
Evaluation of Fish Pond Hydrology: A Proposed Multidisciplinay Approach for Water
Conservation in Jakarta – Bogor Hinterland Area. Prosiding: International Symposium on
Ecohydrology. Kuta – Bali, 21 – 26 November 2005
Chrismadha, T. , P. E. Hehanussa, G.S. Haryani. 2008. Faktor imbuhan air
kolam perikanan. Prosiding Seminar Nasional Limnologi IV 2008. Bogor, 15 Oktober 2008.
Hal 335-362.
Fakhrudin, M. 2004. Kajian Pola Penggunaan Lahan untuk Mengendalikan Banjir
Sungai Ciliwung. Poster presented at Lokakarya Nasional Pengelolaan Kawasan
Jabopunjur untuk Pemberdayaan Sumberdaya Air, in Jakarta, 30-31 Maret 2004.
Fakhrudin, M. 2007. Kajian pengendalian banjir di Jakarta. Makalah
dipresentasikan pada Seminar ‘Pemanfaatan Ipteks Dalam Rangka Penguatan dan
Pemberdayaan Masyarakat’. Surakarta, 21 April 2007.
Sumawijaya, N. 2003. Kemampuan lahan, tata guna lahan dan teknologi
perlindungan lingkungan. Laporan Kemajuan Proyek Riset Unggulan Kompetitif Tahun
2003. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Sunanisari, S., T. Suryono, A.B. Santoso, E. Mulyana, dan Rosidah. 2004.
Evaluasi Kondisi Situ-situ di Sekitar Jabotabek. Poster presented at Lokakarya Nasional
Pengelolaan Kawasan Jabopunjur untuk Pemberdayaan Sumberdaya Air, in Jakarta, 3031 Maret 2004.
Wibowo, H., Apip, E. Harsono, T. Tarigan, S.N. Satrio, dan I. Ridwansyah. (2004).
Pengelolaan Sumberdaya Perairan DAS Cisadane. Poster presented at Lokakarya
Nasional Pengelolaan Kawasan Jabopunjur untuk Pemberdayaan Sumberdaya Air, in
Jakarta, 30-31 Maret 2004.
Download