GANGGUAN KECEMASAN

advertisement
GANGGUAN KECEMASAN
M. Faisal Idrus
Tujuan Pembelajaran.
Setelah menyelesaikan mata kuliah ini mahasiswa dapat :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Menjelaskan apa yang dimaksud kecemasan
Menjelaskan klasifikasi gangguan kecemasan
Menjelaskan epidemiologi gangguan kecemasan
Menjelaskan etiologi gangguan kecemasan
Menjelaskan kriteria diagnostik gangguan kecemasan
Menjelaskan penatalaksanaan gangguan kecemasan
Menjelaskan prognosis gangguan kecemasan
Definisi.
Ketegangan, rasa tak aman atau kekhawatiran yg timbul karena dirasakan akan terjadi
sesuatu yg tidak menyenangkan, tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui.
Kecemasan Normal – Kecemasan Patologik.
Kecemasan normal adalah adaptif. Ini adalah respon bawaan untuk ancaman atau tidak
adanya orang atau benda yang menandakan keselamatan dapat menimulkan gangguan kognitif
(khawatir) dan somatik (jantung berdebar-debar, berkeringat, gemetar, kedinginan, dll) gejala.
Kecemasan patologis adalah kecemasan yang berlebihan, merusak fungsi.
Tinjauan Neuroanatomi.
Reaksi kecemasan melibatkan berbagai organ di otak, yang antara lain sbb:
1. Amygdala- terlibat dengan pengolahan rangsangan emosional yang menonjol
2. Medial prefrontal cortex (korteks anterior termasuk cingulate, korteks subcallosal dan gyrus
frontal medial) - terlibat dalam mempengaruhi modulasi
3. Hippocampus- terlibat dalam pengkodean memori
Tanda dan gejala Kecemasan.
Perasaan takut & khawatir ttg sejumlah peristiwa / hal atau aktivitas
Pasien sukar mengendalikan rasa khawatir tsb
Gejala pd point 1 disertai 3 atau lebih gejala berikut :
Gelisah.mudah marah
Mudah lelah, otot tegang
Sukar konsentrasi, tidur terganggu (sukar, sering terbangun-bangun, tidur tak nyenyak)
Gejala-gejala somatik.
Manifestasi Perifer dari Anxietas :
Diarrhae, Lambung terganggu, Perut kembung, nausea, mulut kering
Pusing, kepala ringan, tremor, mydriasis, nafas pendek
Hyperhidosis, telapak tangan berkeringat atau dingin, syncope Polyuria (miksi frekuen)
Hypertensi, palpitasi, takikardi, gelisah, otot tegang, rasa kesemutan pada extremitas Sulit
masuk tidur atau mempertahankan tidur
Klasifikasi Gangguan Kecemasan
1.
2.
3.
4.
5.
Gangguan anxietas menyeluruh (GAD)
Gangguan panik (PD)
Gangguan phobia
Gangguan obsesi kompulsif
Gangguan stress pasca trauma
Gangguan Anxietas Menyeluruh (GAM)
Tingkat kompetensi 3 A
Definisi.
Perasaan khawatir (cemas yg berat & menyeluruh & menetap (bertahan lama) & disertai
dengan gejala somatik (motorik & otonomik) yg menyebabkan gangguan fungsi sosial dan /
fungsi pekerjaan atau perasaan nyeri hebat, perasaan tak enak.
Epidemiologi.
Prevalensi : 3% - 8% dari populasi umum, 50% penderita GAM juga mempunyai ggn mental lain.
Onset antara usia 20-30 tahun, ratio laki-laki :perempuan = 2 :1.
Kebanyakan pasien GAM pergi berobat pd dokter umum, internist, cardiologist, pulmonolog,
gastro-entrologist oleh karena gejala somatiknya
Komorbiditas gangguan anxietas menyeluruh 90% memiliki setidaknya satu kali seumur hidup
mengalami gangguan ini, 66% memiliki gangguan saat Axis I lainnya
Pedoman Diagnostik Menurut PPDGJ III.


Penderita harus menunjukkan kecemasan sebagai gejala primer yang berlangsung hampir
setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya
menonjolpada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau
“mengambang”.
Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut :
a) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit
konsentrasi, dsb)


b) Ketegangan motoric (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan
c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, janOveraktivitas otonomik
(kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak nafas, keluhan
kembung, pusing kepala, mulut kering, tung berdebar-debar, sesak nafas, keluhan
kembung, pusing kepala, mulut kering, dsb).
Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan
(reassurance) serta keluhan-keluhan somatic brulang yang menonjol.
Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya
depresi, tidak membatalkan diagnosis utama. Gangguan anxietas menyeluruh, selama hal
tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresi (F32), gankap dari episode
depresi (F32), gangguan anxietas fobik (F40), gangguan panic (F41.0), gangguan obsesif
kompulsif (F42.)
Diagnosa Banding
Penyakit organik → anxietas
Penyalahgunaan obat tertentu (amphetamin, caffein)
Penghentian obat (withdrawal) : alkohol, obat sedatif hipnotik dan anxiolitika
Ggn panik, ggn fobik, atau ggn obsesif kompulsif, & ggn depresif berat, dll
Penatalaksanaan
Penanganan pasien GAM yang efektif adalah kombinasi antara psikoterapi dan farmakoterapi.
Psikoterapi :
Suportif
Dgn pasien, didiskusikan, problemnya → anxietas ↓↓ dgn penuh perhatian & empati.
Situasi stresful, kalau ada hrs dihilangkan.
Farmakoterapi : Pengobatan dgn obat perlu 6 - 12 bln atau lebih lama.
25% pasien relaps setelah 1 bln obat dihentikan, 60% - 80% penderita relaps dlm waktu 1 thn.
Benzodiazepine Drugs of choice : Xanax0,25-0,5 mg
Ativan = Renaquil
Buspiron (Buspar):efektif 60% - 80% perlu waktu : 2-3 minggu baru terlihat hasilnya
Antidepressan trisiklik : Amitriptilin, Imimpramin, SSRI
-bloker : Propranolol
Prognosis
Sulit diramalkan.
Mungkin berlangsung selama hidup (kronik)
25% pasien akan mengalami ggn panik
% tinggi penderita akan mempunyai / menderita ggn depresi berat.
Gangguan Panik
Tingkat Kompetensi 3 A
Definisi
Gangguan Panik adalah kecemasan yang ditandai serangan panik spontan dan dapat
berkaitan agorafobia (takut di ruang terbuka, di luar rumah sendirian atau dlm keramaian) dan
disertai dengan kecemasan antisipatorik.
Epidemiologi.
2-3% dari populasi umum; 5-10% dari pasien perawatan primer --- Onset remaja atau awal 20an. Ratio Perempuan: laki-laki 2-3: 1.
Komorbiditas Gangguan Panik.
50-60% mengalami depresi besar seumur hidup
Sepertiga mengalami depresi suatu saat
20-25% memiliki riwayat ketergantungan zat.
Etiologi Gangguan Panik
Obat / Alkohol
Genetika
pembelajaran sosial
teori kognitif
Neurobiologi / condi-gaimana disebutkan takut
stessors psikososial
Pedoman Diagnostik Menurut PPDGJ III
•
•
Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak ditemukan adanya
gangguan anxietas fobik (F 40.-)
Untuk diagnosis pasti harus ditemukan adanya beberapa kali serangan anxietas berat
(severe attack of autonomic anxiety) dalam masa kira-kira satu bulan :
(a) Pada keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya
(b) Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga sebelumnya
(unpredictable situations)
(c) Dengan keadaan yang relatif bebas dari dari gejala-gejala anxietas pada periode
diantara serangan anxietas pada periode diantara serangan-serangan panik (meskipun
demikian umumnya dapat terjadi juga “anxietas andapat terjadi juga “anxietas
antisipatoric” yaitu anxietas yang terjadi setelah membayangkan sesuatu yang
mengkhawatirkan akan terjadi.
Serangan Panik adalah Sebuah periode terpisah dari rasa takut yang intens di mana 4 gejala
berikut tiba-tiba berkembang dan puncaknya dalam waktu 10 menit :
•
•
•
Palpitasi atau denyut jantung cepat, berkeringat, Gemetar atau bergetar, sesak napas
Perasaan tersedak, nyeri dada atau ketidaknyamanan, mual
Menggigil atau sensasi panas parestesia, merasa pusing atau pingsan, derealisasi atau
depersonalisasi takut kehilangan kontrol atau menjadi gila dan takut mati.
Penatalaksanaan
70% respon terhadap pengobatan lebih baik
Pendidikan, jaminan, pengurangan kafein, alkohol, obat-obatan, stimulan
Terapi kognitif-perilaku
Farmakologik :
- Diazepam, Alprazolam (Xanax)
- Imipramin (Tofranil)
- Buspiran (Buspar)
- Obat- SSRI, Paroxetine, Sertraline, fluoxetine. venlafaxine, trisiklik, MAOIs,
- valproate, gabapentin
Psikoterapi :
- Terapi kognitif-behaviour
- efektif untuk gangguan panik
- koreksi keyakinan yang salah (kecenderungan mis-interpretasi sensasi-sensasi badan sebagai
serangan panik atau kematian)
- menjelaskan bahwa serangan panik itu terbatas waktunya dan tidak mengancam
kehidupan
- relaksasi
- desensitisasi
Perjalanan & Prognosis
Cenderung kambuh setiap hari 2-3 kali
Kronik dengan remisi dan eksaserbasi
Prognosis sangat baik dengan terapi
GANGGUAN FOBIK
tingkat kompetensi 2
Definisi.
Ketakutan yg menetap hebat & irrasional terhadap suatu objek, aktivitas atau situasi
spesifik yg menimbulkan suatu keinginan mendesak utk menghindari objek, aktivitas atau
situasi yg ditakuti. Rasa takut itu diketahui oleh individu sebagai suatu yg berlebih atau secara
proporsional tak masuk akal terhadap bahaya aktual dari objek, aktivitas atau situasi itu.
Pedoman diagnostic Anxietas Fobik (F40,-) menurut PPDGJ III.
 Anxietas dicetuskan oleh adanya situasi atau objek yang jelas (dari luar individu itu sendiri)
yang sebenarnya pada saat kejadian itu tidak membahayakan
Kondisi lain (dari individu itu sendiri) seperti perasaan takut akan adanya penyakit
(nosofobia) dan ketakutan akan perubahan bentuk badan (dismorfobia) yang tidak realistik
dimasukkan dalam klasifikasi F45.2 (gangguan hipokondrik)
 Sebagai akibatnya, objek atau situasi tersebut dihindari atau dihadapi dengan rasa
terancam.
 Secara subjektif, fisiologik dan tampilan perilaku, anxietas fobik tidak berbda dari anxietas
lainnya dan dapat dalam bentuk yang ringan sampai yang berat (serangan panik)
 Anxiatas fobik sering kali berbarengan (coexist) dengan depresi. Suatu episode depresi
sering kali memperburuk keadaan anxietas fobik yang sudah ada sebelumnya. Beberapa
episode depresi dapat disertai anxietas fobik yang temporer, sebaliknya afek depresi sering
kali menyertai berbagai fobia, khususnya agoraphobia. Pembuatan diagnosis tergantung
dari mana yang jelas-jelas timbul lebih dahulu dan mana yang lebh dominan pada saat
pemeriksaan.
Epidemiologi
 Prevalensi 2% dari populasi
 Ratio Wanita dengan laki-laki: 2: 1
 Onset rata-rata adalah 17 tahun
 30% dari orang dengan agoraphobia mengalami serangan panik atau gangguan panik
 Menganugerahkan risiko tinggi gangguan kecemasan lain, depresi dan gangguan
penggunaan zat
Klasifikasi Gangguan Fobik.
1. Gangguan agorafobi (F40.0)
2. Gangguan fobia social (F40.1)
3. Gangguan fobia khas (F40.2).
Agorafobia
Pedoman Diagnostik
 Semua kriteria dbawah ini harus dipenuhi untuk diagnosa pasti :
(a) Gejala psikologik perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi
primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti misalnya
waham atau pikiran obsesif.
(b) Anxietas yang timbul harus terbatas pada (terutamaterjadi dalam hubungan dengan)
setidaknya dua dari situasi berikut : banyak orang/keramaian, tempat umum, bepergian
keluar rumah, bepergian sendiri dan
(c) Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang menonjol (penderita
menjadi “house bound”
Ketakutan atau kecemasan selama lebih dari 6 bulan sekitar dua atau lebih dari 5 situasi berikut
 Menggunakan transportasi umum
 Berada di ruang terbuka
 Berada di ruang tertutup
 Berada di tengah orang banyak
 Berada di luar rumah saja





Ketakutan individu atau menghindari situasi ini karena melarikan diri mungkin akan sulit atau
bantuan mungkin tidak tersedia
Situasi agoraphobic hampir selalu memprovokasi kecemasan
Kecemasan adalah tidak sesuai dengan ancaman aktual yang ditimbulkan oleh situasi
Situasi agoraphobic dihindari atau mengalami kecemasan intens
Penghindaran, ketakutan atau kecemasan secara signifikan mengganggu rutinitas atau fungsi
mereka
Fobia Sosial
Rasa takut diperhatikan oleh orang lain dlm kelompok yg relatif kecil :
 makan di tempat umum
 berbicara di depan umum
 menghadapi jenis kelamin lain atau dapat bersifat difus.
 biasanya disertai harga diri rendah & takut di kritik.
Pedoman Diagnotik

Semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnostik pasti :
(a) Gejala psikologis perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi
primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti misalnya
waham dan pikiran obsesif.
(b) Anxietas harus mendominasi atas terbatas pada situasi social tertentu (outside the
family circle) dan
(c) Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang menonjol.

Bila terlalu sulit membedakan anxietas sosial dengan agoraphobia, hendaknya diutamakan
diagnosis agoraphobia (F40.0).
Fobia Khas
Fobia terbatas pd objek / situasi yang sangat spesifik :






binatang tertentu
tempat tinggi
petir
ruang tertutup
darah
naik pesawat, dlli
Pedoman Diagnostik Fobia Khas (F40.2) Menurut PPDGJ III.
 Semua kriteria dibwah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti :
(a) Gejala psikologis perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi primer
dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti misalnya waham dan
pikiran obsesif.
(b) Anxietas harus terbatas pada adanya objek atau situasi fobik tertentu (highly specific
situations), dan
(c) Situasi fobik tersebut sedapat mungkin dihindarinya.
 Pada fobia khas ini umumnya tidak ada gejala psikiatrik lain. Tidak seperti halnya
agoraphobia dan fobia social.
Penatalaksanaan :
Farmakoterapi : SSRI,
Benzodiazepine,
Buspar,
-bloker (Tenormin,
Propanolol)
Psikoterapi suportif
Behaviour therapy : desensitisasi, implosion, flooding
Hipnosa
Gangguan Obsesi Kompulsif dan Gangguan Terkait
Tingkat kompetensi 2
Gangguan Obsesif-kompulsif
Gangguan Body dismorfik
Trikotilomania
Definisi
Kecemasan dapat berubah menjadi gejala khas → gambaran klinik = obsesif-kompulsif.
Obsesi :
Isi unsur pemikiran yang berulang2; timbul dalam kesadaran, sekalipun pasien tidak
menghendaki untuk memikirkannya. Ia tidak sanggup mengeluarkannya dari kesadarannya atas
kemauan sendiri, ia seolah ; dipaksa untuk memikirkan, mengingat atau membayangkan.
Kompulsi :
Dorongan utk melakukan perbuatan atau rangkaian perbuatan tertentu yg apabila dilawan atau
tdk dilaksanakan akan menimbulkan ketegangan yg sangat. Pasien seolah2 dipaksa menyerah
pd impuls utk melakukan perbuatan itu sekalipun tdk menyukainya & tdk memperoleh
kepuasan dari perbuatan tsb.
Epidemiologi
2% dari populasi umum, onset rata-rata usia 19,5 tahun, 25 persent di mulai pada usia 14
tahun. Laki-laki mempunyai onset lebih awal dari perempuan. Ratio laki-laki : parempuan = 1: 1
Pedoman diagnosis Obsesif Kompulsif Menurut PPDGJ III.




Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan kompulsif atau
kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua minggu berturut-turut.
Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas
penderita.
Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut :
(a) harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri
(b) Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan, meskipun ada
lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.
(c) Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas bukan hal yang memberi kepuasan
atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau anxietas, tidak dianggap
seb, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti diatas)
(d) Gagasan, bayangan pikiran atau impuls tersebGagasan, bayangan pikiran atau impuls
tersebut harus merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly
repetitive).
Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran (obsesif) dengan depresi. Penderita
gangguan obsesif kompulsif juga menunjukkan gejala depresi dan sebaliknya penderita
gangguan depresi berulang (F33.-) dapat menunjukkan pikiranunjukkan pikiran-pikiran
obsesif selama spisodee deepresifmya.
Dalam berbagai situasi dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut meningkat atau
menurunnya gejala depresif umumnya dibarengi secara parallel dengan perubahan gejala
obsesif,
Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis diutamakan dari gejalagejala yang timbul lebih dahulu.
Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan dpresif
pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul.

Bila dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik menganggap depresi sebagai
diagnosis primer. Pada gangguan menahun, maka priotas diberikan pada gejala yang paling
bertahan saat gejala lain menghilang.
Gejala obsesif “sekunder” yang terjadi pada gangguan skiofrenia, sindroma tourrette atau
gangguan mental organic harus dianggap sebagai bagian dari keadaan tersebut.
Penatalaksanaan.
Psikofarmaka
 Kombinasi Nobrium + Trilafor
 Anti depressan : Anafranil, SSRI
Psikoterapi
 Terapi suportif : penerangan & pendidikan
 Terapi perilaku : desensitisasi, pikiran distop, flooding, implosion, aversion
Gangguan yang terkait dengan obsesif-kompulsif
1. Gangguan Body dismorfik
2. Trikotilomania
Gangguan Body Dysmorphic
Deskripsi Klinik :
 Preokupasi dengan penampilan membayangkan cacat
 “Membayangkan” kejelekkan
 Cermin (Fiksasi atau Penghindaran)
 Ideas of Reference
 Ide dan kecenderungan bunuh diri
Lokasi cacat yang paling sering
 Kulit
 Mata
 Kepala / Muka
 Bibir
Fakta dan Statistik
 Mahasiswa 70% dilaporkan tidak memuaskan
 28% memenuhi kriteria diagnostik “Body Dysmorphic”
 Banyak konsul kem dokter bedah plastik

Wanita = Pria, Onset akhir masa remaja
Etiologi dan Terapi
 Sedikit yang diketahui
 Terjadi bersama dengan Obsesif Kompulsif (OCD)
 Pikiran-pikiran yang mengganggu dan paksaan untuk mengecek penampilannya.
 Pajanan + Respons Pencegahan
Trikotilomania
Tingkat kompetensi 3 A
Definisi
Trikotilomania adalah gangguan yang ditandai oleh dorongan kronis menarik keluar salah satu
rambut sendiri.
Kata trikotilomania berasal dari thrix Yunani (trich), rambut; tillein (Tillo), untuk menarik; dan
mania, kegilaan atau kegilaan (mania).
Trikotilomania secara historis dianggap sebagai kondisi langka.
Epidemiologi
Namun, survei perguruan diselesaikan oleh Christensen et al (1991) menemukan bahwa 3,4%
dari perempuan perguruan tinggi dan 1,5% laki-laki perguruan terlibat dalam perilaku menarik
rambut klinis yang signifikan.
Sebuah survei serupa oleh Rothbaum (1993) dari 700 mahasiswa perguruan tinggi, menemukan
bahwa 11% menarik rambut mereka secara teratur untuk selain alasan kosmetik. (Rothbaum,
1993)1993.
Para peneliti telah melaporkan berbagai tingkat prevalensi tergantung pada bagaimana ketat
kriteria mereka digunakan untuk mendefinisikanhair-pulling.
Jika kita mempertimbangkan konservatif 1%, dan diberi populasi Amerika Serikat mendekati
300 juta, kita dapat memperkirakan bahwa lebih dari tiga juta orang mengalami kondisi ini di AS
saja.
Tipe Trikotilomania :
Manifestasi dari trikotilomania dapat dikelompokkan menjadi tiga subtipe:
1) Bentuk sementara yang paling sering terjadi pada anak-anak usia antara 2-6 tahun.
2) Bentuk kebiasaan dimana individu menarik rambut mereka dalam keadaan tidak sadar,
biasanya ketika terlibat dalam kegiatan menetap.
3) Jenis ketegangan-release mirip dengan terasuki gangguan kompulsif. Dalam jenis ini individu
merasa dorongan untuk menarik yang sering menyebabkan mencari dan sadar menarik rambut
untuk meringankan rasa ketegangan atau kecemasan.
Dalam bentuk terakhir ini individu mungkin merasa terdorong untuk terlibat dalam ritual yang
terkait
Ritual umum termasuk:
 Kebutuhan untuk mengekstrak bola rambut utuh.
 Kebutuhan untuk menggigit atau berbasa bulu atau rambut bohlam.
 Stimulasi taktil dari bibir atau wajah dengan batang rambut.
 Kebutuhan untuk menarik rambut dengan cara tertentu.
 Menempatkan, menyimpan, atau membuang rambut dengan cara ritual.
 Memutar-mutar, bergulir, atau pemeriksaan rambut.
 Mencari rambut yang tidak merasa benar (yaitu kasar).
 Mencari rambut yang tidak terlihat benar (yaitu warna).
 Merasa terdorong untuk membuat rambut mereka benar-benar bahkan.
 Menelan rambut mereka.
Penatalaksanaan.
Pendekatan psikososial
Terapi perilaku ini "pembalikan kebiasaan."
- CBT
- Hipnosis [termasuk digunakan dengan anak-anak]
- Kelompok-kelompok swadaya
Pendekatan Medis
- Clomipramine
- ` SSRI digunakan dan memiliki laporan positif, tetapi tidak dalam studi terkontrol.
- Antipsikotik, tapi tidak dalam studi terkontrol
- Lithium digunakan, tetapi tidak dikendalikan studi
Gangguan Stres Paska Trauma
Tingkat Kompetensi 3 A
Diagnosis
Pedoman diagnosis menurut PPDGJ III.
•
Diagnosis baru ditegakkan bilamana gangguan ini timbul dalam kurun waktu 6 bulan setelah
kejadian traumatis berat (masa laten berkisar antara beberapa monggu sampai beberapa
bulan , jarang melampaui 6 bulan),
`
•
•
•
Kemungkinan diagnosa masih dapat ditegakkan apabila tertundanya waktu mulai saat
kejadian dan onset gangguan melebihi 6 bulan, asal saja manifestasi klinisnya adalah khas
dan tidak didapat alternatif kategori gangguan lainnya
Sebagai bukti tambahan selain trauma, harus didaoatkan bayang-bayang atau mimpi –
mimpi dari kejadian traumatik secara berulang-ulang kembali (flashback).
Gangguan otonomil, gangguan afek dan kelainan tingkah laku semuanya dapat mewarnai
diagnosis, tetapi tidak khas.
Suatu “sequele” menahun yang terjadi lambat setelah stres yang luar biasa misalnya saja
beberapa puluh tahun setelah bencana, diklasifikasikan dalam katagori F 62.0 (perubahan
kepribadian yang berlangsung setelah kejadian katas trofi,
Kriteria diagnostik untuk Posttraumatic Stress Disorder Menurut DSM-IV-TR.
A. Orang yang telah terpapar peristiwa traumatis di mana ada kedua berikut :
1. orang berpengalaman, menyaksikan, atau dihadapkan dengan suatu peristiwa atau
kejadian yang melibatkan kematian aktual atau terancam atau cedera serius, atau
ancaman terhadap integritas fisik diri sendiri atau orang lain
2. respon seseorang yang terlibat takut intens, tidak berdaya, atau horor.
Catatan: Pada anak-anak, ini dapat dinyatakan bukan oleh perilaku disorganisai atau gelisah.
B. Peristiwa traumatik yang terus-menerus dialaminya secara berulang dalam satu (atau lebih)
dari cara berikut:
1. berulang dan kenangan menyedihkan mengganggu acara, termasuk gambar, pikiran, atau
persepsi. Catatan: Pada anak-anak muda, bermain berulang-ulang dapat terjadi di mana
tema atau aspek trauma disajikan.
2. mimpi menyedihkan berulang acara. Catatan: Pada anak-anak, mungkin ada mimpi
menakutkan tanpa isi dikenali.
3. akting atau merasa seolah-olah peristiwa traumatik yang berulang (termasuk rasa
mengenang pengalaman, ilusi, halusinasi, dan episode kilas balik disosiatif, termasuk
yang terjadi pada kebangkitan atau saat mabuk). Catatan: Pada anak-anak muda,
pemeragaan trauma-spesifik mungkin terjadi.
4. tekanan psikologis yang intens di paparan isyarat internal atau eksternal yang
melambangkan atau menyerupai aspek dari peristiwa traumatik
5. reaktivitas fisiologis pada paparan isyarat internal atau eksternal yang melambangkan
atau menyerupai aspek dari peristiwa traumatik
C. Terus-menerus menghindar dari rangsangan yang terkait dengan trauma dan mati rasa
respon umum (tidak hadir sebelum trauma), seperti yang ditunjukkan oleh tiga (atau lebih) dari
yang berikut:
1. upaya untuk menghindari pikiran, perasaan, atau percakapan yang berhubungan dengan
trauma
2. upaya untuk menghindari kegiatan, tempat, atau orang-orang yang membangkitkan
ingatan trauma
3. ketidakmampuan untuk mengingat aspek penting dari trauma
4. nyata berkurang bunga atau partisipasi dalam kegiatan yang signifikan
5. perasaan detasemen atau keterasingan dari orang lain
6. Kisaran terbatas mempengaruhi (misalnya, dapat memiliki perasaan yang penuh kasih)
7. rasa masa depan yang menyempit (misalnya, tidak berharap untuk memiliki karir,
perkawinan, anak-anak, atau jangka hidup yang normal)
D. Gejala persisten peningkatan gairah (tidak hadir sebelum trauma), seperti yang ditunjukkan
oleh dua (atau lebih) dari yang berikut:
1. kesulitan jatuh atau tidur
2. lekas marah atau amarah
3. kesulitan berkonsentrasi
4. hypervigilance
5. respon kaget yang berlebihan
E. Durasi gangguan (gejala pada Kriteria B, C, dan D) lebih dari 1 bulan.
F. Gangguan tersebut menyebabkan distress klinis yang bermakna atau penurunan kemampuan
dalam bidang sosial, pekerjaan, atau penting dari fungsi.
Tentukan jika:
Akut: jika durasi gejala kurang dari 3 bulan
Kronis: jika durasi gejala adalah 3 bulan atau lebih
Tentukan jika:
Dengan onset tertunda: jika timbulnya gejala setidaknya 6 bulan setelah stressor.
Diagnosa Banding.
Karena pasien sering menunjukkan reaksi kompleks dari trauma, dokter harus berhatihati dalam mengevaluasi sindrom lain yang ditimbulkan oleh trauma. Hal ini sangat penting
untuk mengenali kontributor medis berpotensi dapat diobati dengan pengetahuan gejala pasca
trauma, terutama cedera kepala selama trauma. Kontributor medis biasanya dapat dideteksi
melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pertimbangan organik lainnya yang dapat menjadi
penyebab dan memperburuk gejala epilepsi, gangguan penggunaan alkohol, dan gangguan-zat
lain yang terkait. Intoksikasi akut atau putus dari beberapa zat juga dapat memberikan
gambaran klinis yang sulit dibedakan dengan gangguan ini sampai efek dari zat telah memudar.
Gejala Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) bisa sulit untuk membedakan dari kedua
gangguan panik dan gangguan cemas menyeluruh, karena ketiga gangguan ini berhubungan
dengan kecemasan menonjol dan meningkatnya aktivtas saraf otonom. Kunci untuk
mendiagnosa Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) melibatkan perjalanan waktu terkait gejala
untuk peristiwa traumatis. PTSD juga berhubungan dengan pengalaman berulang dan perilaku
menghindari trauma, gambaran biasanya tidak didapatkan pada gangguan panik atau gangguan
cemas menyeluruh. Depresi berat juga sering bersamaan PTSD. Meskipun kedua sindrom
biasanya tidak sulit untuk dibedakan fenomenologisnya, penting untuk dicatat adanya
komorbiditas depresi, karena ini bisa mempengaruhi pengobatan PTSD. PTSD juga harus
dibedakan dari serangkaian gangguan terkait yang dapat menunjukkan kesamaan
fenomenologis, termasuk gangguan kepribadian ambang, gangguan disosiatif, dan gangguan
buatan. Gangguan kepribadian dapat sulit untuk membedakan dari PTSD.
Gangguan dapat bersama-sama atau bahkan menyebabkan gangguan terkait. Pasien dengan
gangguan disosiatif biasanya tidak memiliki perilaku penghindaran, yang meningkatkan
aktivitas saraf otonom, atau adanya riwayat trauma.
Penatalaksanaan.
Ketika seorang dokter dihadapkan dengan pasien yang telah mengalami trauma yang
bermakna, pendekatan utama adalah dukungan, dorongan untuk membahas acara, dan edukasi
tentang berbagai mekanisme koping (misalnya, relaksasi). Penggunaan obat penenang dan
hipnotik juga dapat membantu. Ketika seorang pasien mengalami peristiwa traumatis di masa
lalu dan sekarang memiliki PTSD, penekanan harus pada pendidikan tentang gangguan dan
pengobatan, baik farmakologis dan psikoterapi. Dokter juga harus
bekerja untuk destigmatisasi gagasan penyakit mental dan PTSD. Dukungan tambahan untuk
pasien dan keluarga dapat diperoleh melalui kelompok dukungan lokal dan nasional untuk
pasien dengan PTSD.
Farmakoterapi
Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), seperti sertraline (Zoloft) dan paroxetine (Paxil),
dianggap pengobatan lini pertama untuk PTSD, karena peringkat khasiat, tolerabilitas, dan
keselamatan mereka. SSRI mengurangi gejala dari semua kelompok PTSD gejala dan efektif
dalam meningkatkan gejala unik untuk PTSD, bukan hanya gejala yang mirip dengan mereka
yang depresi atau gangguan kecemasan lainnya. Buspirone (BuSpar) adalah serotonergik dan
juga mungkin digunakan.
Khasiat imipramine (Tofranil) dan amitriptyline (Elavil), dua obat trisiklik, dalam pengobatan
PTSD didukung oleh sejumlah uji klinis yang terkendali dengan baik. Meskipun beberapa
percobaan dari dua obat memiliki temuan negatif, kebanyakan dari uji coba ini memiliki cacat
desain yang serius, termasuk terlalu pendek durasi. Dosis imipramine dan amitriptyline harus
sama dengan yang digunakan untuk mengobati gangguan depresi, dan percobaan yang
memadai harus berlangsung minimal 8 minggu. Pasien yang merespon dengan baik mungkin
harus terus farmakoterapi untuk setidaknya 1 tahun sebelum dilakukan usaha untuk menarik
obat. Beberapa studi menunjukkan bahwa farmakoterapi lebih efektif dalam mengobati
depresi, kecemasan, dan hyperarousal dari dalam mengobati menghindari, penolakan, dan
mati rasa emosional.
Obat lain yang mungkin berguna dalam pengobatan PTSD meliputi inhibitor monoamine
oxidase (MAOIs) (misalnya, phenelzine [Nardil]), trazodone (Desyrel), dan antikonvulsan
(misalnya, carbamazepine [Tegretol], valproate [Depakene]). Beberapa penelitian juga
mengungkapkan peningkatan PTSD pada pasien yang diobati dengan reversibel inhibitor
monoamine oxidase (Rimas). Penggunaan clonidine (Catapres) dan propranolol (Inderal), yang
adalah agen antiadrenergic, disarankan oleh teori tentang hiperaktif noradrenergik di
gangguan. Hampir tidak ada perhatian positif data penggunaan obat antipsikotik dalam
gangguan, sehingga penggunaan obat-obatan seperti haloperidol (Haldol) harus disediakan
untuk kontrol jangka pendek agresi parah dan agitasi.
Psikoterapi
Psikoterapi psikodinamik mungkin berguna dalam pengobatan banyak pasien dengan PTSD.
Dalam beberapa kasus, rekonstruksi peristiwa traumatis dengan abreaksi terkait dan katarsis
mungkin terapi, tetapi psikoterapi harus individual karena reexperiencing trauma menguasai
beberapa pasien.
Intervensi psikoterapi untuk PTSD meliputi terapi perilaku, terapi kognitif, dan hipnosis.
Banyak dokter menganjurkan psikoterapi waktu terbatas untuk korban trauma. Terapi seperti
biasanya mengambil pendekatan kognitif dan juga memberikan dukungan dan keamanan. Sifat
jangka pendek dari psikoterapi yang meminimalkan risiko ketergantungan dan kronisitas, tetapi
isu-isu kecurigaan, paranoia, dan kepercayaan sering mempengaruhi kepatuhan. Terapis harus
mengatasi penolakan pasien dari peristiwa traumatik, mendorong mereka untuk bersantai, dan
menghapus mereka dari sumber stres. Pasien harus didorong untuk tidur, menggunakan obat
jika diperlukan. Dukungan dari orang-orang di lingkungan mereka (misalnya, teman-teman dan
kerabat) harus disediakan. Pasien harus didorong untuk meninjau dan abreact perasaan
emosional yang terkait dengan peristiwa traumatik dan untuk merencanakan pemulihan di
masa depan. Abreactionâ mengalami emosi yang terkait dengan event dapat membantu untuk
beberapa pasien. The amobarbital (Amytal) wawancara telah digunakan untuk memfasilitasi
proses ini.
Psikoterapi setelah peristiwa traumatis harus mengikuti model intervensi krisis dengan
dukungan, pendidikan, dan pengembangan mekanisme koping dan penerimaan acara. Ketika
PTSD telah mengembangkan, dua pendekatan psikoterapi utama dapat diambil. Yang pertama
adalah terapi pemaparan, di mana pasien reexperiences peristiwa traumatik melalui teknik
pencitraan atau dalam paparan vivo. Eksposur dapat intens, seperti dalam terapi implosif, atau
dinilai, seperti dalam desensitisasi sistematis. Pendekatan kedua adalah untuk mengajarkan
metode pasien manajemen stres, termasuk teknik relaksasi dan pendekatan kognitif untuk
mengatasi stres. Beberapa data awal menunjukkan bahwa, meskipun teknik manajemen stres
yang efektif lebih cepat daripada teknik eksposur, hasil teknik eksposur bertahan lebih lama.
Teknik psikoterapi lain yang relatif baru dan agak kontroversial adalah gerakan mata
desensitisasi dan pengolahan ulang (EMDR), di mana pasien berfokus pada gerakan lateral jari
klinisi tetap menjaga citra mental dari pengalaman trauma. Kepercayaan umum adalah bahwa
gejala dapat dikurangi sebagai pasien bekerja melalui peristiwa traumatis sementara dalam
keadaan relaksasi yang mendalam. Para pendukung pengobatan ini menyatakan itu adalah
sebagai efektif, dan mungkin lebih efektif, dibandingkan perawatan lain untuk PTSD dan yang
lebih disukai oleh dokter dan pasien yang telah mencobanya.
Selain teknik terapi individu, terapi kelompok dan terapi keluarga telah dilaporkan efektif dalam
kasus PTSD. Keuntungan dari terapi kelompok termasuk berbagi pengalaman traumatis dan
dukungan dari anggota kelompok lainnya. Terapi kelompok telah sangat sukses pada veteran
Vietnam dan korban bencana bencana seperti gempa bumi. Terapi keluarga sering membantu
mempertahankan perkawinan melalui periode gejala diperburuk. Rawat inap mungkin
diperlukan bila gejala sangat parah atau ketika risiko bunuh diri atau kekerasan lainnya ada.
Perjalanan penyakit dan Prognosis
PTSD biasanya berkembang beberapa waktu setelah trauma. Penundaan bisa sesingkat 1
minggu atau selama 30 tahun. Gejala dapat berfluktuasi dari waktu ke waktu dan mungkin
paling hebat selama periode stres. Bila diobati, sekitar 30 persen pasien sembuh sepenuhnya,
40 persen terus memiliki gejala ringan, 20 persen terus memiliki gejala sedang, dan 10 persen
tetap tidak berubah atau bahkan menjadi lebih buruk. Setelah 1 tahun, sekitar 50 persen
pasien akan sembuh.
prognosis yang baik diprediksi oleh onset yang akut, durasi singkat dari gejala (kurang dari 6
bulan), fungsi premorbid yang baik, dukungan sosial yang kuat, dan tidak adanya gangguan
mental, fisik sehat, atau faktor risiko lain dan yang berhubungan dengan penyalahgunaan zat
lainnya.
Secara umum, orang yang usia sangat muda dan sangat tua memiliki lebih banyak kesulitan
dengan peristiwa traumatis daripada mereka di usia pertengahan. Sebagai contoh, sekitar 80
persen anak-anak muda yang mengalami luka bakar menunjukkan gejala PTSD, 1 atau 2 tahun
setelah cedera awal; hanya 30 persen orang dewasa yang menderita cedera tersebut memiliki
PTSD setelah 1 tahun. Agaknya, anak-anak belum memiliki mekanisme koping yang memadai
untuk menangani cedera fisik dan emosional dari trauma. Demikian juga, orang tua cenderung
memiliki mekanisme koping lebih kaku daripada orang dewasa muda dan kurang mampu
menggunakan pendekatan yang fleksibel untuk menangani efek trauma. Selain itu, efek
traumatis dapat diperburuk oleh cedera fisik pada lanjut usia, terutama cedera dari sistem saraf
dan sistem kardiovaskular, seperti berkurangnya aliran darah ke otak, jantung berdebar, dan
aritmia, gangguan mental yang sudah ada sebelumnya, apakah gangguan kepribadian atau
keadaan yang lebih serius, juga meningkatkan efek stres tertentu. PTSD yang berkomorbiditas
dengan gangguan lainnya sering lebih parah dan mungkin lebih kronis dan mungkin sulit untuk
diobati. Ketersediaan dukungan sosial juga dapat mempengaruhi perkembangan tingkat
keparahan, dan durasi PTSD. Secara umum, pasien yang memiliki jaringan yang baik dari
dukungan sosial pulih lebih cepat.
Download