program pemberdayaan perempuan

advertisement
Peran Anggota Legislatif dalam
Penghapusan Kemiskinan Perempuan
di Indonesia
“ Tanggung Jawab Negara dalam Pemenuhan Hak-Hak
Kekerasan Seksual”
Oleh :
Arzeti Bilbina Setyawan
(Anggota Komisi VIII DPR RI)
Kekerasan Seksual terhadap
Perempuan
Dalam kasus kekerasan seksual terhadap perempuan, bisa disebabkan
karena adanya ketimpangan terutama ketimpangan dalam relasi
kuasa. ketimpangan relasi kuasa yang dimaksud adalah antara lakilaki dengan perempuan. Ketimpangan diperparah ketika satu pihak
(pelaku) memiliki kendali lebih terhadap korban. Kendali ini bisa
berupa sumber daya, termasuk pengetahuan, ekonomi dan juga
penerimaan masyarakat (status sosial/modalitas sosial).
Kekerasan seksual dalam pandangan Mark Yantzi (2008:11) adalah suatu
bentuk kekerasan yang terjadi karena persoalan seksualitas. Menurutnya,
pandangan perempuan dijadikan sebagai objek seksualitas terkait erat
hubungannya antara seks dan kekerasan. Dimana terdapat seks maka
kekerasan hampir selalu dilahirkan. Berbagai tindakan seperti perkosaan,
pelecehan seksual (penghinaan dan perendahan terhadap lawan jenis),
penjualan anak perempuan untuk prostitusi, dan kekerasan oleh pasangan
merupakan bentuk dari kekerasan seksual yang kerap menimpa kaum
perempuan.
Lanjutan…..
UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
menyebutkan bahwa “Kekerasan adalah setiap perbuatan
terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau
penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan
secara melawan hukum”
Kekerasan seksual adalah isu penting dan rumit dari seluruh
peta kekerasan terhadap perempuan karena ada dimensi
yang sangat khas bagi perempuan.
Angka Kekerasan Seksual
terhadap perempuan di Indonesia

Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI), dari tahun 2011 hingga 2013, tercatat sebanyak
7.650 kasus kekerasan terhadap anak Indonesia, dengan
30,1 persen dari jumlah itu atau sebanyak 2.132 kasus
berupa kasus kekerasan seksual.

Di tahun 2013, KPAI menjelaskan “Kekerasan terhadap
kasus anak-anak dalam catatan Jaksa Indonesia
mencapai 4.620 kasus, termasuk kekerasan seksual.
Lalu di tahun 2014, Jaksa Indonesia telah mengurusi
kasus dengan 1.462 kasus yang melibatkan kekerasan
terhadap anak.”

Sementara data dari Komisi Nasional Perlindungan Anak
(Komnas PA), “Di tahun 2012 terdapat 2.637 kasus
kekerasan terhadap anak, di mana 41 persenya adalah
kasus kekerasan seksual.”
Lanjutan…..

Catatan Tahunan (CATAHU) tahun 2015, (Komnas Perempuan)
menyebut 1.033 kasus perkosaan, 834 kasus pencabulan, 184
kasus pelecehan seksual, 74 kasus kekerasan seksual lain, 46
kasus melarikan anak perempuan, dan 12 kasus percobaan
perkosaan.

Jika dibandingkan dengan tahun 2013, angka kekerasan seksual
yang terjadi tahun lalu lebih rendah. Pada tahun 2013, angka
kekerasan seksual yang terjadi mencapai 2.634 kasus (56%) dari
total 4.679 kasus yang dilaporkan.

Catatan Tahunan (Komnas Perempuan) tahun 2015 juga mencatat
adanya kekerasan terhadap perempuan di ranah personal yang
mencapai 8.626 kasus: kekerasan terhadap istri (5.102 kasus
atau 59%), kekerasan dalam pacaran (1.748 kasus atau 21%),
kekerasan terhadap anak perempuan (843 kasus atau 10%),
kekerasan dalam relasi personal lain (750 kasus atau 9%),
kekerasan dari mantan pacar (63 kasus atau 1%), kekerasan dari
mantan suami (53 kasus atau 0,7%), dan kekerasan terhadap
pekerja rumah tangga (31 kasus atau 0,4%).
Landasan Hukum Untuk Jaminan
Perlindungan Tindak Kekerasan
Seksual
1.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 285,
286, 287, 290, 291
2.
UU No.23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (PKDRT) Pasal 8(b), 47, 48
3.
UU No 21 tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang pasal 1 (3,7)
4.
UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
5.
UU No. 35 Tahun 2014 sebagai pengganti UU No. 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Realita yang Berkembang di
Masyarakat
Berkembang sikap dan tindakan
diskriminatif
terhadap perempuan, yakni mendiskreditkan
perempuan sebagai jenis kelamin yang lebih
rendah dibandingkan laki - laki, sehingga telah
mengakibatkan
mengalami
kaum
hambatan
perempuan
harus
perkembangan
dalam
berbagai bidang kehidupan, bahkan terancam
kehidupannya.
Pemberdayaan Perempuan
Sebagai sumber daya insani, potensi yang dimiliki perempuan dalam hal kuantitas
maupun kualitas tidak di bawah laki-laki. Namun kenyataannya masih dijumpai
bahwa status perempuan dan peranan perempuan dalam masyarakt masih bersifat
subordinatif dan belum sebagai mitra sejajar dengan laki-laki.
ADANYA REALITA :
Ketidakadilan terhadap kaum perempuan
(sebagai gejala global)
Perempuan menjadi serba tertinggal dan terbelakang
(tidak berdaya, subordinatif, sehingga menghambat pembangunan)
Perempuan perlu diberdayakan
(realisasi program permberdayaan perempuan, perempuan memiliki akses dalam
pembangunan)
Bentuk - Bentuk Ketidakadilan Gender
Terhadap Perempuan Yang Berkembang
Di Masyarakat
1. Subordinasi (dinomorduakan)
Perempuan tidak memiliki peluang untuk mengambil keputusan
bahkan menyangkut dirinya, perempuan harus tunduk pada
keputusan yang diambil oleh laki-laki :

Penempatan perempuan di rumah

Keputusan keluarga mamberikan kesempatan lebih pada laki-laki
untuk meraih pendidikan, keterampilan maupun karier

Tidak memiliki kebebasan untuk menentukan masa depan

Dianggap lemah untuk memimpin suatu kelompok

Tidak memiliki hak pengelolaan ekonomi keluarga

Tidak berhak menerima warisan
Lanjutan………….
2. Marginalisasi (peminggiran ekonomi)
Peminggiran ekonomi perempuan adalah
lemahnya kesempatan perempuan terhadap
sumber-sumber ekonomi.
contoh :
 Meskipun perempuan bekerja di sawah, kebun
atau pasar mereka sering tidak mendapatkan
hasil keringatnya, tidak memiliki kekuasaan
mengatur hasil keringatnya
 Program-program peningkatan keterampilan
maupun pengembangan ekonomi keluarga
sering biasa laki – laki, karena hanya kaum
laki-laki yang dianggap penting untuk
mengikuti program tersebut.
Lanjutan………….
3. Beban kerja berlebih
Kaum perempuan pada umumnya memiliki tiga peran (triple
role), yakni peran produktif, reproduktif dan memelihara
lingkungan.
contoh :

Jam kerja perempuan lebih panjang

Tidak ada kesempatan untuk melakukan hal-hal di luar
rutinitasnya, tidak ada kesempatan untuk pengembangan diri.
4. Cap-cap negatif (sterotip)
Berkembang gambaran-gambaran yang negatif terhadap kaum
perempuan yang belum tentu bisa dipertanggungjawabkan
kebenarannya, sehingga menutup kesempatan diberbagai
bidang, seperti ekonomi, politik maupun budaya :
Contoh dikatakan:

Kaum lemah

Emosional (Sensitif)
Lanjutan………….
5. Kekerasan
Kekerasan berbasis gender adalah kekerasan terhadap
perempuan baik dalam bentuk fisik maupun psikologis
dikarenakan
posisi
perempuan
yang
tidak
menguntungkan.
contoh :
•
Perkosaan, termasuk dalam percintaan, perkawinan
•
Serangan fisik, penyiksaan
•
Prostitusi, trafficking
•
Pornografi- pornoaksi
•
Pelecehan seksual ( nyata maupun terselubung )
Isu Kemiskinan Terhadap
Perempuan
Angkatan kerja perempuan baik di perkotaan
maupun pedesaan lebih rendah dibanding
laki-laki : ( P= 45,47 % < L = 81,19% )
2. Upah/gaji yang diterima pekerja perempuan
jauh lebih rendah dari yang diterima pekerja
laki-laki ( pedesaan dan perkotaan)
3. Tingkat
pengangguran
terbuka
pada
perempuan lebih besar dari laki-laki ( P=
7,50%; L= 6,7% ) di pedesaan dan perkotaan
4. Curahan waktu kerja perempuan untuk
kegiatan produksi maupun reproduksi lebih
besar dibandingkan laki-laki/suami
1.
Lanjutan…….
Jabatan pada tataran manajemen di
perusahaan
negara
maupun
swasta
didominasi karyawan laki-laki
6. Sistim panen yang dilakukan dengan “ sistim
tebasan”
menyebabkan
buruh
tani
perempuan kalah bersaing dengan buruh
laki-laki
7. Bagi buruh perempuan yang ikut bekerja
dengan suami, biasanya tercatat sebagai
pekerja tapi tidak menerima upah secara
langsung karena upah diterima oleh suami
8. Posisi
perempuan di perusahaan/pabrik
umumnya mendominasi pekerjaan sebagai
buruh
5.
KEBIJAKAN DASAR
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
•
Pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional dilakukan
melalui “one door policy ” atau kebijakan satu pintu;
•
Peningkatan kualitas SDM perempuan;
•
Pembaharuan hukum dan peraturan perundang-undangan;
•
Penghapusan kekerasan terhadap perempuan;
•
Penegakan hak asasi manusia (HAM) bagi perempuan;
•
Peningkatan kesejahteraan dan perlindungan anak;
•
Pemampuan lembaga pemerintah dalam pemberdayaan
perempuan;
•
Peningkatan peran serta masyarakat;
•
Perluasan jangkauan pemberdayaan perempuan;
•
Peningkatan penerapan komitmen internasional.
Kebijakan Undang-Undang Pro
Perempuan

DPR RI sebagai pembuat kebijakan telah
menerima 4 (empat) RUU dari 14 Draft yang
diajukan dari lembaga yang berkaitan dengan
pro terhadap perempuan untuk masuk ke
Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 20152019.

Ke 4 (empat) RUU tersebut adalah
1. RUU Pekerja Rumah Tangga;
2. RUU Kekerasan Seksual;
3. RUU Peradilan Keluarga;
4. RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender.
Mengapa perlu kebijakan
yang Pro Perempuan ?

Kebijakan berupa peraturan perundangundangan merupakan langkah strategis
berupa legitimasi yang dapat digunakan untuk
mewadahi persoalan yang ada. Mewujudkan
aspirasi
perempuan,
juga
sebagai
perlindungan terhadap hak-hak perempuan.

Penguatan kebijakan berupa regulasi yang pro
perempuan tentu akan menjadi salah satu
penentu keberhasilan terhadap keadilan hakhak perempuan. Penguatan dari segi konten
kebijakan, anggaran sampai pada tahap
implementasi dari kebijakan tersebut.
Kesimpulan
Upaya mewujudkan keadilan dalam perlidungan
hak-hak terhadap perempuan sudah layaknya
diperjuangkan
seiring
dengan
semakin
bertambahnya kasus-kasus yang terjadi terhadap
perempuan. Jika ingin terwujud maka perlu
langkah konkrit yang nyata salah satunya
memperkuat dan memperketat RUU pro
perempuan untuk segera menjadi landasan
yuridis yang kuat. Pemerintah dan DPR RI
beserta
Kementerian/
Lembaga
serta
masyarakat harus bersama-sama mewujudkan
keadilan atas hak-hak terhadap perempuan,
sehingga permasalahan terhadap perempuan
dapat teratasi dengan segera.
SEKIAN
DAN
TERIMA KASIH
Download