pengembangan empati konselor

advertisement
A. PENGEMBANGAN EMPATI KONSELOR
a. Pengertian Empati
Empati dalam konseling merupakan hal yang sangat penting. Mengingat
proses konseling merupakan sebuah bantuan melalui interaksi antara dua orang
yang berbeda latar belakang. Salah satu masalah yang sering muncul adalah
kurangnya rasa empati dalam berkomunikasi yang bisa menyebabkan
kesalahpahaman interaksi komunikasi sehingga konseli frustasi dan tidak ada
manfaat yang dihasilkan dari proses konseling tersebut.
Empati memiliki definisi yang berbeda dan memiliki cakupan yang luas,
mulai dari berarti merawat orang lain dan memiliki keinginan untuk membantu
mereka, untuk mengalami emosi yang sesuai dengan emosi orang lain, untuk
mengetahui apa yang orang lain pikirkan atau rasakan, untuk mengaburkan garis
pembeda antara diri dan lainnya. Berikut adalah definisi empati:

CD Batson, "Perasaan kongruen yang berorientasi pada kesejahteraan yang
dirasakan orang lain." Sumber: Batson, C. D. (1994). Mengapa bertindak
untuk kepentingan publik? Empat jawaban. Kepribadian dan Psikologi Sosial
Bulletin

Nancy Eisenberg: "Sebuah respon afektif berasal dari penangkapan atau
pemahaman kondisi emosional orang lain atau kondisi lainnya, dan mirip
dengan apa yang orang lain harapkan untuk merasakan" (2002, hal 135).
Empati yang berhubungan dengan emosional tanggapan, altruisme, dan
sosialisasi Dalam RJ Davidson & A. Harrington (Eds.).

Martin Hoffman: "Sebuah respon afektif yang lebih tepat dengan situasi lain
dari satu sendiri" (, 1987 p 48)

Greenson RR: "Untuk berempati berarti untuk berbagi, untuk mengalami
perasaan orang lain." (1960, hal 418). Sumber: Sutandar, R. R. (1960). Empati
dan perubahan-perubahan tersebut. International Journal of Psikoanalisis

Carl Rogers: "Untuk memahami kerangka internal referensi lain dengan
akurasi dan dengan komponen emosional dan makna Yang berkaitan
dalamnya seolah-olah adalah menjadi orang lain, tapi tanpa pernah
kehilangan" kondisi seolah-olah ". Dengan demikian, berarti merasakan sakit
atau kesenangan lain saat merasakan perasaan itu dan untuk melihat penyebab
daripadanya saat ia merasakan perasaan itu, tapi tanpa pernah kehilangan
pengakuan Bahwa seolah-olah saya terluka atau senang dan sebagainya. "(
1959, hlm 210-211) " Sumber: Rogers, C. R. (1959). Sebuah teori hubungan
terapi, kepribadian dan interpersonal, sebagaimana Dikembangkan dalam
kerangka berpusat pada klien. Dalam S. Koch (Ed.), Psikologi: Sebuah studi
ilmu (Vol. 3, hal 184-256.). New York: McGraw Hill.

Simon Baron-Cohen (2003): Empati adalah tentang reaksi spontan dan terjadi
secara alami yang masuk ke pikiran orang lain dan perasaannya, Terdapat dua
elemen utama untuk berempati. Yang pertama adalah komponen kognitif:
Memahami perasaan orang lain dan kemampuan untuk mengambil perspektif
mereka [...] elemen kedua empati adalah komponen afektif. Ini adalah respon
yang tepat emosional pengamat untuk keadaan emosi orang lain.

Khen Lampert (2005):. "Empati adalah apa yang terjadi pada kita dan ketika
kita meninggalkan tubuh kita sendiri ... dan menemukan diri kita baik sejenak
atau untuk jangka waktu lebih lama dalam pikiran yang lain Kami mengamati
realitas melalui matanya, merasakan emosinya, berbagi dalam rasa sakitnya ".

Menurut Eileen R. dan Sylvina S (Kompas, 18 Nop.2006) menjelaskan bahwa
empati adalah kegiatan berpikir individu mengenai “rasa” yang dia hasilkan
ketika berhubungan dengan orang lain.
Secara sederhana, empati dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk
membayangkan diri sendiri berada pada tempat dan pemahaman yang dimiliki
orang lain, mencakup perasaan, hasrat, ide-ide, dan tindakan-tindakannya.
Menurut Bolton (1979: 30, Darmiyati Zuchdi, 2008) metode khusus yang
dapat meningkatkan pemahaman yang empatik terhadap orang lain dan dapat
menolong mengkomunikasikan pemahaman tersebut kepada orang lain ialah
dengan keterampilan menyimak (mendengar dengan penuh pemahaman). Banyak
segi-segi kehidupan yang dipengaruhi oleh terampil atau tidaknya dalam
menyimak. Kualitas persahabatan, kepaduan hubungan keluarga, dan keefektifan
pekerjaan banyak ditentukan oleh kecakapan menyimak hal-hal yang diutarakan
orang lain.
Penelitian
yang
dilakukan
oleh
Maccoby
dan
Jacklin
(1974)
menunjukkan bahwa pada usia awal perkembangan anak laki- laki lebih banyak
menunjukkan sikap empati dari pada anak perempuan. Namun demikian, seiring
dengan perkembangannya perempuan lebih banyak menunjukkan empati dari
pada laki-laki.
“Empathy is the ability to take another’s emotional perspective and to
‘feel with’ that person, or respond emotionally in a similar way” (Berk, 2009).
Selain itu, empati juga diartikan sebagai kemampuan untuk mendalami
emosi individu lain, merasai apa yang dirasainya dan kemampuan untuk respon
dalam keadaan diri mempunyai perasaan/emosi yang sama seperti individu
berkenaan.
Menurut Hoffman (1991), perkembangan moral ditandai juga dengan
adanya perkembangan perilaku prososial dan empati dalam diri seorang anak.
Hoffman mengemukankan bahwa dalam perkembangannya, empati memiliki dua
dimensi yaitu dimensi kognitif dan dimensi afektif, selain itu dalam
perkembangan empati memiliki korelasi dengan perkembangan kemampuan
kognitif. Empati banyak disebut sebagai motif dasar bagi seseorang untuk
bertindak prososial, namun demikian banyak penelitian hanya mendapatkan
hubungan antara empati dengan prekembangan perilaku prososial.
b. Peringkat perkembangan Empati
Proses empati yang berlaku dalam diri individu memiliki peringkat. Berikut
ini adalah peringkat empati yang terjadi pada individu menurut Hoffman (2000):
a.
Mod primitif (Primitif Modes)
Adalah peringkat empati yang melibatkan proses kognitif/pemahaman yang
sedikit. Terbagi menjadi 3 jenis, yaitu:
·
Mimicry (ajukan/peniruan)
Mimicry adalah jukan dan peniruan emosi atau aspek afektif oleh
pemerhati yang berlaku secara otomatis (bukan sesuatu yang di buat atau
memiliki sebab). Biasanya berupa ekspresi wajah, suara dan posisi
tubuh.peniruan ini biasanaya kan memberikan efek secara langsung pada diri
pemerhatinya. Misalnya : seseorang yang tertawa di dalam sebuah rumah
penjagaan bayi karena melihat tingkah laku bayi-bayi
·
Classical Conditioning (Pelaziman Klasik)
Classical conditioning adalah suatu cara dapat memunculkan respon
empati dengan cepat dan secara otomatis. Biasanya respon tersebut
dihasilkan dari proses pembelajaran dari pengalaman masa lalu, kemudian
memberikan pengaruh pada pengalaman masa kini. Misalnya : ketika
seorang anak diperlakukan baik oleh ibunya, maka sang anak juga akan
memberikan respon yang sama ketika ia berhadapan dengan ibunya.
·
Direct Association (perkaitan langsung)
Direct association adalah suatu proses yang berlaku apabila individu
melihat situasi yang melibatkan emosi dan perasaan dan mengingatkan ia
kepada masa yang lalu. Namun demikian memiliki perbedaan dengan
pengkondisin klasi karena di sini tidak melibatkan individu yang sama dalam
situasi tersebut. Misalnya : seseorang yang terjatuh di depan orang ramai dan
anda berada di sana, saat itu anda dapat merasakan bagaimana malunya anda
saat itu karena pernah mengalaminya sebelumnya.
b.
Mod Matang (Mature Modes)
Adalah peringkat empati yang melibatkan proses kognitif/pemahaman
yang lebih tinggi dan matang biasanya berkembang sesuai dengan perkembangan
bahasa dan aspek kognitif individu. Terbagi menjadi 2 cara, yaitu :
·
Languange mediated association (pengkaitan melalui medium bahasa)
Seseorang yang berada di dalam cara ini biasanya mencetuskan
empatinya melalui bahasa. Biasanya dapat berlaku meskipun emosinya tidak
ditampakkan secara langsung namun dalam tampak dari cara berbicaranya.
Cara dengan medium bahasa ini membutuhkan kemampuan kognitif yang
lebih tinggi berupa penafsiran bahsa dan proses memberikan penjelasan.
Misalnya: tampak dari penulisan bahasa dalam novel, cerpen dan kisah-kisah
yang sebenarnya.
·
Role taking (pengambilalihan peranan)
Role taking adalah penggambaran perasaan empati yang berlaku
apabila individu mengambil alih peranan atau menilai sesuatu permasalahan
melalui sudut pandang orang lain. Role taking terbagi menjadi 2 :
- Self focused : membayangkan seolah-olah dirinya sendiri yang mengalami
permasalah tersebut.
- Other focused : membayangkan apa yang akan dialami oleh individu yang
terlibat dalam situasi tersebut atau yang dialami oleh kebanyakan orang.
c. Tahap perkembangan Empati
Selain itu, terdapat empat tahap perkembangan empati menurut Hoffman
(2000), diantara lain adalah:
1.
Global Empathy
Empati ini biasanya akan dirasakan oleh semua orang ketika
diletakkan dalam sebuah situasi yang sama ketika ia baru saja dilahirkan.
Empati ini juga tidak dapat dibedakan antara perspektif diri dan orang lain.
Kondisi empati ini biasanya terjadi pada bayi yang baru saja lahir. Contohnya
ketika dalam suatu situasi di ruang bersalin di rumah sakit, dan terdapat bayibayi yang memiliki perasaan yang sama.
2.
Egosentric Empathy
Empati ini terdapat pada anak yang berusia 6 bulan hingga 1 tahun.
Anak biasanya belum merasakan adanya ketakutan terhadap orang lain dan
masih memiliki perspektif yang sama dengan orang lain. Anak masih belum
mampu membedakan emosi diri dan emosi orang lain tetapi tidak lagi
dipengaruhi oleh emosi orang lain. Anak ketika melihat emosi dari orang lain
maka akan mengambilnya sebagai emosi miliknya, kemudian berkelakuan
seolah-olah dirinya sendiri yang mengalami situasi tersebut. Contohnya :
apabila seorang anak A menangis, maka anak lain akan berlari ke arah ibunya
dan memegang tangan ibunya.
3.
Empathy for another’s feelings
Anak ketika berusia 2 atau 3 tahun sudah mulai mengambil peran
yang telah ada, seperti merespon isyarat dari orang lain dengan berbagai
respon emosi. Anak akan mulai mengenal adanya perbedaan antara setiap
individu termasuk emosi yang ia miliki dengan emosi yang orang lain miliki.
Seorang anak biasanya akan mencoba untuk membantu temannya,
walaupun demikian bantuan yang diberikan seolah-olah dapat mengurangi
kesedihan yang dialami oleh dirinya sendiri. Contoh: ketika seorangnya teman
yang bersedih, diajak untuk bermain permainan yang dia sukai.
4.
Empathy for another’s life condition
Setelah melewati tahap anak-anak, seorang anak akan memasuki usia
preadolescense.
Biasanya
anak
akan
memiliki
kesadaran
tentang
kehidupannya yang terjadi dalam sehari-hari. Mula-mula anak akan
memahami bahwa adanya perbedaan antara dirinya dengan orang lain ketika
dihadapkan oleh situasi yang berbeda akan menghasilakn emosi dan respon
yang berbeda.
Selain itu, kesadaran akan hal tersebut juga menumbuhkan bahwa
setiap respon dalam situasi yang berbeda akan memberikan emosi yang
berbeda pula. Kemudian menilai perasaan orang lain dengan menganalisis
situasi yang terlibat atas seseorang secara konteks maupun latar belakangnya.
5.
Broader empathy
Pada tahap ini, seseorang telah mampu mengambil perspektif dalam
waktu jangka panjang. Mampu memahami antar perspektif dirinya dengan
perspektif orang lain. Bukan hanay dalam hal mengenal pasti perasaan dalam
yang dialami serta situasi yang mengakibatkannya tetapi juga melihat kepada
aspek lainnya. Seperti aspek sejarah masa lalu (past) dan kesannya terhadap
masa depan (future). Contohnya dalam hal masalah keluarga miskin,
peperangan, dan lainnya.
Ada pemikiran dari Daniel Goleman (2001) soal melatih empati.” Untuk
melatih empati, Goleman menyarankan lima hal, yaitu:
• Cepat menangkap isi perasaan dan pikiran orang lain (under-standing others).
• Memberikan pelayanan yang dibutuhkan orang lain (service orientation).
• Memberikan masukan-masukan positif atau membangun orang lain (developing
others).
• Mengambil manfaat dari perbedaan, bukan menciptakan konflik dari perbedaan
(leveraging diversity).
• Memahami aturan main yang tertulis atau yang tidak tertulis dalam hubungan kita
dengan orang lain (political aware
Menurut kajian oleh Leonardo BADEA & Nicolae Alexandru PANĂ
(2010), seorang pemimpin yang mempunyai aras kebolehan berempati yang tinggi,
mereka akan memperolehi ciri-ciri seperti berikut:
1. Mereka berupaya membina perhubungan interpersonal yang lebih kuat
2. Mereka adalah lebih baik dalam motivasi kendiri
3. Mereka berperanan sebagai pemimpin yang lebih baik
4. Mereka dapat beradaptasi dengan lebih mudah terhadap perubahan
5. Mereka mewujudkan iklim kerjasama
6. Mereka lebih mudah menenangkan diri mereka
7. Mereka lebih dipercayai oleh subordinat
8. Mereka mewujudkan perhubungan antara ahli-ahli dalam organisasi
9. Mereka mewujudkan resonans (kata-kata mereka didengari oleh subordinat)
Empati merupakan suatu kemahiran yang perlu ada dalam kepimpinan
sesebuah organisasi sekolah. Ianya memainkan peranan penting dalam mewujudkan
hubungan yang positif di kalangan ahli-ahli organisasi sekolah. Apabila keadaan yang
positif wujud, para guru dan staf akan bekerja dengan motivasi yang tinggi dan
memberikan mereka kepuasan dalam melaksanakan tugasan masing-masing.
Pemimpin sekolah yang berempati terhadap guru-guru dan staf akan lebih dihormati
dan arahan mereka akan mudah didengari oleh guru-guru dan staf. Sesebuah sekolah
yang mempunyai seseorang pemimpin berkesan yang mengamalkan ciri empati ini
akan muncul sebagai sebuah sekolah yang cemerlang para pelajarnya dari aspek
sahsiah dan juga akademiknya.
Turut disadari, empati merupakan suatu kebolehan yang akan meningkatkan
lagi perhubungan dalam setiap aspek kehidupan. Ianya memberi kebaikan kepada
kedua-dua pemimpin dan subordinat. Tetapi, bersikap terlalu berempati tidak
seharusnya menjadi amalan pemimpin. Di dalam sebuah artikel dikemukakan oleh
Mayer's (2004), terdapat kesan negatif apabila terlalu mementingkan kesedaran
kendiri (self awareness). Begitu juga bagi sesetengah penulis di dalam Harvard
Business Review article (diketuai oleh Feel, 2004), menekankan bahawa empati
merupakan kemahiran EQ yang sangat penting dalam kepimpinan, tetapi seseorang
pemimpin
perlu
menyedari
dan
menggunakannya
secara
berhemat
untuk
mengelakkan penyalahgunaannya di kalangan subordinat. Di samping itu, Bartz
(2004) menekankan kepentingan untuk mengimbangkan empati dengan perasaan
belas kasihan secara jujurnya. Justeru itu, ciri empati yang ada pada pemimpin ini
seharusnya diamalkan sebaik-baiknya oleh seseorang pemimpin di sesebuah
organisasi sekolah selagi ianya tidak disalahgunakan. Hanya bermula daripada niat
yang ikhlas terbit dari hati seseorang pemimpin untuk memberi perkhidmatan kepada
subordinat supaya suatu suasana kerja yang positif wujud dalam organisasi yang
ditadbirnya. Ini bertepatan juga dengan konsep yang diamalkan oleh corak
kepimpinan Islam yang mementingkan amalan kerja yang dimulai dengan niat kerana
Allah SWT.
Download