اٌسالَ ع١ٍىُ ٚسحّح هللا ٚتشواذٗ 9× هللا أوثش الَإٌََٗ اِالَّ هللاُ َٚه

advertisement
ُ١‫تسُ هللا اٌشحّٓ اٌشح‬
KHUTBAH IDUL FITRI 1437 H
Persaudaraan dan Keutamaan Saling Mencintai Karena Allah SWT
ٗ‫تشواذ‬ٚ ‫سحّح هللا‬ٚ ُ‫ى‬١ٍ‫اٌسالَ ع‬
×9 ‫هللا أوثش‬
.‫هللِ ْاٌ َح ّْ ُذ‬ِٚ ‫ هللاُ اَ ْوثَ ُش‬،ُ‫هللاُ اَ ْوثَش‬َٚ ُ‫ الَإٌََٗ اِالَّ هللا‬،ً‫ال‬١ْ ‫ص‬
َ ‫ ُس ْث َح‬َٚ ً‫ْشا‬١ِ‫ ْاٌ َح ّْ ُذ ِهللِ َوث‬َٚ ً‫ْشا‬١ِ‫هللاُ اَ ْوثَ ُش َوث‬
ِ َ‫أ‬َّٚ ً‫اْ هللاِ تُ ْى َشج‬
َٓ ِِ ‫خ‬
َ ْ‫َٔ َّض َي ْاٌمُش‬َٚ ،ََ َ ‫ا‬١ِّ‫ ِٗ اٌص‬١ْ ِ‫ ُْ ف‬ِٙ ١ْ ٍَ‫ َح َّش ََ َع‬َٚ َْٓ ١ِّ ٍِ‫ْذاً ٌِ ٍْ ُّ ْس‬١‫ْ ََ ِع‬َٛ١ٌ‫ْ َج َع ًَ ْا‬ٞ‫اَ ٌْ َح ّْ ُذ ِهللِ اٌَّ ِز‬
ٍ َ ‫ِّٕا‬١َ‫ت‬َٚ ‫اط‬
ِ ٌٍَِّٕ ًٜ‫آْ ُ٘ذ‬
.َِ َ‫ ْا ِإل ْوشا‬َٚ ‫ ْاٌ َجالَ ِي‬ٚ‫ ُر‬َٛ َُ٘ٚ ِٗ ِٔ‫ َو َّا ِي إِحْ َسا‬ٍَٝ‫َٔ ْش ُى ُشُٖ َع‬َٚ ُٖ‫ َٔحْ َّ ُذ‬،ِْ ‫ ْاٌفُشْ لَا‬َٚ ٜ‫ُ َذ‬ٌٙ‫ْا‬
ُ ُّْٛ َ٠ ‫ال‬
ُ ١ِّ ُ٠َٚ ْٟ ِ١ ْ‫ُح‬٠ َٛ َُ٘ٚ ‫ ٌَُٗ ْاٌ َح ّْ ُذ‬َٚ ‫ه‬
َ ٌّٟ ‫ َح‬َٛ َُ٘ٚ ‫ْد‬
ُ ٍْ ُّ ٌ‫ ٌَُٗ ْا‬.ٌَُٗ ‫ه‬
َٛ َُ٘ٚ ‫خ‬
َ ٠ْ ‫حْ َذُٖ الَ َش ِش‬َٚ ُ‫َ ُذ اَ ْْ الَ اٌََِٗ اِالَّ هللا‬ٙ‫أَ ْش‬
ٍَٝ‫ َع‬َٚ ِ‫ ِج ُِ َح َّّ ٍذ ْت ِٓ َع ْث ِذ هللا‬َٚ ‫ ْاٌمُ ْذ‬َٚ ‫ ْاٌمَائِ ِذ‬ٍَٝ‫اُ َسٍِّ ُُ َع‬َٚ ْٟ ٍِّ‫ص‬
َ ُ‫أ‬ٚ .ٌُُٗ ُْٛ‫ َسس‬َٚ ُٖ‫َ ُذ اَ َّْ ُِ َح َّّذاً َع ْث ُذ‬ٙ‫أَ ْش‬َٚ .ٌ‫ش‬٠ْ ‫ ٍْئ لَ ِذ‬١‫تِ ُى ًِّ َش‬
َّ ‫ ًِ هللاِ َح‬١ْ ِ‫ َسث‬ْٟ ِ‫ َِ ْٓ جاََ٘ َذ ف‬َٚ ِٗ ِ‫ذ‬َٛ ‫ هللاِ تِ َذ ْع‬ٌَِٝ‫ َِ ْٓ َدعا َ ا‬َٚ ،ِٗ ِ‫َّر‬٠‫ ُر ِّس‬َٚ ِٗ ِ‫أَصْ حاَت‬َٚ ِٗ ٌِ‫آ‬
ٌَِٝ‫ َِ ْٓ ذَثِ َعُٗ تِئِحْ َسا ٍْ ا‬َٚ ِٖ ‫ا َ ِد‬ٙ‫ك ِج‬
.ِٓ ٠ْ ‫ْ َِ اٌ ِّذ‬َٛ٠
َّ ‫ْ ا هللاَ َح‬ُٛ‫ إِذَّم‬، ُ‫َا إٌَّاط‬ُّٙ٠َ‫ أ‬:‫اَ َِّا تَ ْع ُذ‬
!َْ ُّْٛ ٍِ‫أَ ْٔرُ ُْ ُِ ْس‬َٚ َّ‫ْ ذُ َّٓ إِال‬ُّٛ َ‫الَذ‬َٚ ِٗ ِ‫ك ذُماَذ‬
Allahu Akbar 3x Walillahil Hamd
Yaa Allah, Maha Agung asma-Mu. Wahai Dzat yang Maha Adil dan Maha luas kasih sayang-Nya.
Maha tinggi kemuliaan-Mu yaa „Aziiz, wahai Dzat yang senantiasa mencurahkan rahmat dan
nikmat kepada para hamba-Nya. Maha besar kekuasaan-Mu yaa Maalik. Yaa Rahman, inilah kami
para hamba-Mu. Kami datang bersimpuh di hadapan kebesaran-Mu. Inilah kami, yaa „Aziiz,
makhluk-makhluk-Mu yang lemah dan tak berdaya, kini duduk di hadapan altar kemuliaan dan
keagungan-Mu. Ya Rahiim, inilah kami hamba-Mu yang tak pernah luput dari kesalahan dan dosa,
sering lalai dan alpa, yang acapkali bertengkar untuk memperebutkan bangkai-bangkai dunia; kini
kami hadir menyerahkan segenap jiwa dan raga di depan pintu kekuasaan-Mu. Yaa Ghaani, inilah
kami, orang-orang fakir yang menundukkan kepala karena malu kepada-Mu, kini kami
menengadahkan tangan-tangan kami untuk memohon belas kasih-Mu.
Yaa Allah, Yaa Rahman, yaa Rahiim. Kami yang berkumpul di tempat ini, pada pagi ini, adalah
para hambu-Mu. Saat Ramadhan kami tertatih-tatih mendekatkan diri kepada-Mu karena berharap
kasih sayang-Mu. Yaa Allah, setiap saat kami berusaha mengetuk pintu-Mu dengan rasa lapar dan
dahaga. Yaa Allah, setiap malam kami berusaha membaca Al-Qur‟an untuk memahami petunjukMu. Setiap saat kami menyeru-Mu dengan dzikir dan doa. Semua itu, yaa Rahman, hanya untuk
menggapai ridla dan janji-Mu. Engkaulah Dzat yang maha mengetahui apa yang telah kami
lakukan.
Bagi-Mu, segala puji wahai Dzat yang telah menunjuki kami dengan agama-Mu. Kami bersaksi,
bahwa tiada Rabb yang patut disembah selain Engkau, wahai Dzat yang Maha Agung dan Maha
Mulia, yang keagungan dan ke-muliaan-Mu tidak akan sirna, meskipun seluruh manusia Kafir dan
durhaka kepada-Mu. Yaa Rahman, kami bersaksi, bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusanMu, suri teladan bagi seluruh umat manusia. Shalawat dan salam semoga Engkau limpahkan kepada
beliau SAW, keluarga, kerabat dan shahabat beliau, serta kaum Muslim yang secara konsisten dan
konsekuen menjalankan dan mendakwahkan ajarannya hingga Hari Kiamat.
Allahu Akbar 3x Walillahil Hamd
Hadirin yang dimuliakan Allah. Ramadhan berlalu sudah. Kini kaum Muslim menggemakan takbir,
tahlil dan tahmid serentak di seluruh dunia sebagai ungkapan syukur kepada Allah SWT. yang telah
memberikan kekuatan untuk mendirikan ibadah di bulan Ramadhan; shaum mulai terbit fajar
sampai matahari terbenam, membaca Al-Qur‟an, menghidupkan malam dengan tarawih, i‟tikaf, dan
berdzikir. Bulan yang membuat orang Mukmin berlinang air mata, mengingat akan kealpaan, dosa,
kelalaian, dan kemaksiatan diri. Bulan untuk introspeksi diri terhadap apa yang telah dilakukan.
Semuanya itu ditujukan untuk mendekatkan diri kepada-Mu. Inilah bulan yang Allah telah berikan
kesempatan kepada kita untuk berkaca dan memperbaiki diri. Inilah Bulan yang Allah SWT
limpahkan kasih sayang-Nya kepada hamba-Nya. Inilah Bulan yang Allah SWT janjikan ampunan.
Ampunan atas seluruh dosa kita sebelumnya, sehingga kita bagaikan manusia yang terlahir kembali.
Subhanallah, Allahu Akbar.
Ada getar keharuan dalam hati kita. Ramadhan yang barakah, berlimpah rahmat, dan ampunan
Allah, telah meninggalkan kita. Akankah kita bertemu dengan Ramadhan berikutnya? Jujur kita
menjawab Wallahu a‟lam. Tidak tahu.
Ramadhan telah berlalu. Ada pertanyaan penting yang perlu kita tanyakan pada diri kita. Apakah
shaum kita telah berhasil? Bisakah kita disebut berhasil dan meraih kemenangan, sementara
Ramadhan kita tidak banyak berpengaruh terhadap kualitas diri kita, kualitas iman dan taqwa kita
serta penyelesaian persoalan umat. Apakah pantas kita disebut berhasil, sementara umat tetap saja
hidup menderita. Musuh-musuh Allah, kaum Kuffar, masih saja menindas kaum Muslim.
Sementara kaum muslimin masih berpecah-belah, saling serang sana-sini, lebih mengutamakan dan
fanatik terhadap kelompok/daerahnya sementara menyerang kelompok/daerah lain. Umat masih
suka memakan bangkai saudaranya sendiri dengan mengghibah hingga memfitnah saudaranya,
memprovokasi hingga mengkonvrontasi di sesama kaum muslimin. Pertikaian dan perkelahian
terjadi hanya karena kepentingan sesaat yang fana dan penuh ilusi.
Padahal, tujuan dari zakat fitrah juga adalah untuk membersihkan perkataan-perkataan kotor dari
kita, baik yang kepada sesama maupun kata-kata yang tidak berguna. Sebagaimana dari Ibnu Abbas
ra, ia berkata: "Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah untuk mensucikan orang yang berpuasa
dari kata-kata yang sia-sia/bersenda gurau dan kata-kata kotor/keji dan sebagai makanan bagi
orang-orang miskin. Barangsiapa membayarkannya sebelum shalat (Hari Raya/Ied) maka itu
adalah zakat (fitrah) yang diterima, dan barangsiapa membayarkannya setelah shalat maka itu
hanyalah berupa sedekah dari sedekah (biasa)". (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Pada hari ini pun kita menyaksikan betapa para pemimpin dan politisi lebih sibuk bertikai, saling
berebut kursi, saling menipu demi kekuasaan dan kedudukan, juga demi harta. Mengapa umat Islam
masih diliputi oleh kemiskinan dan kebodohan? KKN dan berbagai penyimpangan pun masih
merajelala. Belum lagi perjudian, pornografi, pelacuran, masih saja berjalan, bahkan di bulan
Ramadan sekalipun. Kriminalitas, seperti pemerkosaan, pembunuhan, pencurian, dan lain-lain
masih merupakan bagian dari keseharian hidup masyarakat kita.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,…!
Inilah, sekilas potret keterpurukan kaum Muslim saat ini. Saat ini kita memang tengah merayakan
Idul Fitri, mengumandangkan takbir, tetapi takbir itu dikumandangkan di tengah situasi kita yang
saat ini tetap terbelenggu kekalahan, ketertindasan dan perpecahan. Mengapa semua ini masih
terjadi? Apa sebenarnya yang menyebabkan semua itu terjadi? Jika kita meneliti dengan cermat,
sesungguhnya penyebab utama dari keterpurukan kaum Muslim saat ini karena kehidupan mereka
yang tidak diatur oleh Islam. Islam telah dicampakkan dalam kehidupan. Dan kaum muslimin pun
sibuk bertikai serta terpecah-belah.
Padahal terkait dengan persatuan dan persaudaraan sesama muslim, Rasulullah SAW bersabda,
“Perumpamaan orang-orang Mukmin di dalam kecintaan, kasih-sayang dan kelembutan mereka
seperti satu tubuh. Jika salah satu anggotanya sakit maka seluruh tubuh merasa demam sepanjang
malam.”
Persaudaraan dan kasih sayang yang diawali dan didasari dengan niat suci dan benar-benar karena
Allah SWT tidak akan pernah terputus, sekalipun tak terlepas dari cobaan-cobaan.
Kita bersyukur kepada Allah SWT dengan persaudaraan dalam agama Islam. Persaudaraan Islam
adalah hal yang sangat indah. Di dalamnya seseorang peduli dengan saudaranya, menunjuki dia ke
jalan yang benar dan selalu ada di sisinya untuk membantu ketika dia mendapatkan masalah
ataupun di timpa suatu musibah.
Islam memerintahkan untuk membina persaudaraan yang hakiki. Sebagaimana yang terjadi antara
Rasulullah SAW dan Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq ra. Beliau selalu berada di sisi Rasulullah
SAW saat orang-orang musyrik berusaha untuk mengganggu dan membunuh beliau. Beliau
menginfakkan hartanya untuk kepentingan dakwah Rasulullah SAW. Beliau juga menemani
Rasulullah SAW berhijrah ke Madinah. Keduanya bersembunyi di Gua. Abu Bakar ra sangat
khawatir terhadap keselamatan Rasulullah SAW dari kejaran orang-orang musyrik.
Akan tetapi, Rasulullah SAW yang percaya dengan perlindungan dan pertolongan Allah berusaha
menenangkan beliau dan berkata, „‟Wahai Abu Bakar, bagaimana pendapatmu terhadap dua orang
yang ketiganya adalah Allah (maksud dari itu adalah perlindungan dan pengawasan Allah).” Dari
kejadian ini kita bisa mengambil contoh persaudaraan yang hakiki.
Ketika orang-orang Muslim berhijrah ke Madinah, mereka meninggalkan harta, keluarga dan segala
sesuatu yang berhubungan dengan dunia demi menyelamatkan agama mereka. Saat itu Rasulullah
SAW mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshor. Al-Qur‟an telah mengabadikan
persaudaraan mereka yang amat erat:
“Dan Orang-orang (Anshar) yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum
(kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada
mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah ke tempat mereka. Dan mereka tidak
menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin);
dan mereka mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan.
Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
(TQS. al-Hasyr [59]: 9).
Persaudaraan Islam inilah yang terus menerus menjadi senjata dakwah Islam hingga mampu
menghancurkan benteng-benteng orang musyrik.
Sayang, saat ini umat Islam terkotak-kotak akibat paham-paham yang termasuk „ashâbiyyah
(fanatisme golongan; negara/suku/keluarga/dan sejenisnya) yang terlarang. Fanatisme
kelompok/golongan ini adalah paham yang menjadikan kesamaan bangsa/suku/negara/kelompok
sebagai dasar persatuan. Paham ini termasuk bagian dari seruan-seruan jahiliah (da„wâ aljâhiliyyah). Fanatisme golongan menjadikan loyalitas dan pembelaan terhadap ke-aku-an nya/kegolongan-nya mengalahkan loyalitas dan pembelaan terhadap Islam. Halal-haram pun akan
dikalahkan ketika bertabrakan dengan „kepentingan nasional/kelompok‟. Akibatnya, kepentingan
bangsa/golongan, meski menyalahi syariah, akan dibela. Jelas paham ini termasuk „ashâbiyyah
yang diharamkan Islam. Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa yang menyeru pada „ashâbiyyah (fanatisme golongan), barangsiapa yang berperang
karena „ashâbiyyah, dan barangsiapa yang mati karena „ashâbiyyah, maka mereka tidak termasuk
(bagian dari) umatku (mukminin/muslimin/umat Muhammad).” (HR. Abu Dawud).
Ukhuwah Islamiyah harus diwujudkan secara nyata. Kaum Muslim diperintahkan untuk tolongmenolong; membantu kebutuhan dan menghilangkan kesusahan saudaranya; melindungi
kehormatan, harta dan darahnya; menjaga rahasianya; menerima permintaan maafnya; dan saling
memberikan nasihat. Masih sangat banyak manfestasi ukhuwah lainnya.
Allahu Akbar 3x Walillahil Hamd
Hadirin jama‟ah shalat Idul Fitri yang dirahmati Allah SWT
Cinta yang paling tinggi dan mutlak bagi seorang Muslim sejatinya adalah cinta kepada Allah SWT
semata. Karena itu segala jenis cinta seorang Muslim kepada siapa pun dan kepada apapun sejatinya
harus dilandaskan semata-mata pada cinta kepada Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, “Tali
iman yang paling kuat adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.” (HR. atTirmidzi).
Cinta karena Allah SWT bahkan menjadi ciri kesempurnaan iman seorang Muslim, sebagaimana
sabda Nabi SAW, “Siapa saja yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi
karena Allah dan tidak memberi karena Allah, maka sungguh telah sempurna imannya.” (HR. Abu
Dawud dan at-Tirmidzi).
Ada beberapa faktor yang dapat mengokohkan kecintaan kita di jalan Allah SWT kepada saudara
kita sesama Muslim. Pertama: memberitahukan kepada orang yang dicintai bahwa kita mencintai
dia karena Allah SWT. Diriwayatkan dari Abu Dzar ra bahwa ia pernah mendengar Rasulullah
SAW bersabda, “Apabila ada seorang dari kalian mencintai temannya hendaklah dia mendatangi
rumahnya dan mengabarinya bahwa ia mencintai dirinya karena Allah SWT.” (HR. Ibnul Mubarak
dalam kitab Az-Zuhd, hlm. 712).
Kedua: Saling memberi hadiah. Rasulullah SAW bersabda, sebagaimana dituturkan oleh Abu
Hurairah ra, “Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. alBukhari dan al-Baihaqi).
Ketiga: Saling mengunjungi. Rasulullah SAW juga pernah bersabda, sebagaimana pula dituturkan
oleh Abu Hurairah ra, “Wahai Abu Hurairah! berkunjunglah engkau dengan baik, tidak terlalu
sering dan terlalu jarang, niscaya akan bertambah sayang.” (HR. ath-Thabrani dan al-Baihaqi).
Keempat: Saling mengucapkan salam. Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah kalian masuk surga
sehingga kalian beriman. Tidakkah kalian beriman sehingga kalian saling mencintai. Maukah
kalian aku tunjukkan tentang sesuatu yang apabila kalian lakukan kalian akan saling mencintai?
Sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim).
Kelima: Jangan berprasangka buruk dan melakukan ghibah. Allah SWT berfirman (yang artinya):
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka. Sesungguhnya sebagian
prasangka itu adalah dosa. Jangan pula sebagian kalian menggunjingkan (ghibah) sebagian yang
lain. Sukakah salah seorang di antara kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu
kalian akan merasa jijik. (Olehnya itu, patuhilah larangan-larangan tersebut) dan bertaqwalah
kamu kepada Allah; sesungguhnya Allah Penerima taubat, lagi Maha mengasihani.” (TQS. alHujurat [49]: 12).
Abu Hurairah ra meriwayatkan sebuah hadits sahih sebagai berikut, “Jauhilah olehmu berburuk
sangka, sesungguhnya berburuk sangka itu termasuk perkataan yang paling dusta. Dan jangan
mencari-cari kesalahan orang lain, jangan buruk sangka, jangan membuat rangsangan dalam
penawaran barang, jangan benci membenci, jangan belakang-membelakangi, dan jadilah kamu
hamba-hamba Allah yang bersaudara. Dan tidak halal bagi seorang muslim untuk mengucil saudara
lebih dari tiga hari.”
Keenam: Memiliki empati. Rasulullah SAW bersabda, “Orang-orang Mukmin itu ibarat satu jasad;
apabila satu anggota badan sakit, maka seluruh jasad turut merasakan sakit dengan demam dan
tidak dapat tidur.” (HR. Muslim).
Berdasarkan penjelasan Rasulullah dalam beberapa haditsnya dinyatakan bahwa buah dan hasil dari
saling mencintai di jalan Allah di antaranya adalah: mendapatkan kecintaan dan mendapatkan
kemuliaan dari Allah SWT; mendapatkan naungan Allah pada Hari Kiamat pada saat tidak ada
naungan kecuali naungan Allah, merasakan manisnya iman, meraih kesempurnaan iman dan akan
masuk surga. Rasulullah SAW, misalnya bersabda, “Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian
beriman. Kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai.” (HR Muslim).
Rasulullah SAW pun bersabda, sebagaimana dituturkan oleh Abu Hurairah ra, “Allah berfirman
pada Hari Kiamat, „Di manakah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku pada
hari ini? Aku akan menaungi mereka dalam naungan-Ku pada hari yang tiada naungan kecuali
naungan-Ku‟.” (HR. Muslim).
Rasulullah SAW juga menceritakan dari Rabb-nya melalui sabdanya, “Orang-orang yang saling
mencintai karena Allah berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya dalam naungan „Arsy pada
hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya.”
Rasulullah SAW pun menceritakan dari Rabb-nya yang berfirman, “Cinta-Ku adalah untuk orangorang yang saling mencintai karena-Ku. Cinta-Ku adalah untuk orang-orang yang saling tolongmenolong karena-Ku. Cinta-Ku adalah untuk orang-orang yang saling berkunjung karena-Ku.”
Orang-orang yang bercinta karena Allah berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya dalam
naungan „Arsy pada hari tiada naungan kecuali naungan-Nya. (HR Ahmad).
Rasulullah SAW pun bersabda, sebagaimana penuturan Muadz bin Jabal, bahwa Allah telah
berfirman, “Orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku, mereka mendapatkan
mimbar-mimbar dari cahaya sehingga para nabi dan syuhada iri kepada mereka.” (HR. atTirmidzi).
Semoga kita bisa meraih semua keutamaan itu. Aamiin.
Hadirin jama’ah Rahimakumullah
Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan. Janji Allah ini adalah sebuah kepastian. Di
balik kondisi umat Islam yang terpuruk, cahaya kesadaran mulai tumbuh. Perasaan senasib
sepenanggungan memancar dari benak umat. Derita dan nestapa di berbagai penjuru Dunia Islam
menjadi pemicu cita-cita bersama, persatuan umat Islam sedunia.
Harus diakui, kini umat Islam dalam kondisi tak berdaya. Persatuan yang berlangsung berabad-abad
lamanya terkoyak-koyak oleh penjajah. Kaum Muslim yang berjumlah 1,4 miliar lebih seolah tak
ada arti dalam kancah kehidupan manusia. Hampir semuanya menjadi obyek bulan-bulanan para
penjajah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kaum Muslim tercerai-berai ke dalam
nation state, lebih dari 50 negara.
Kenyataan ini persis seperti yang digambarkan Baginda Rasulullah SAW dalam sabdanya (yang
artinya), “Hampir saja umat-umat menyerang kalian dari berbagai penjuru, bagaikan rayap-rayap
menyerang tempat makan mereka.” Para Sahabat bertanya, “Apakah hal itu karena kita pada waktu
itu jumlahnya sedikit?” Rasulullah menjawab, “(Tidak), padahal kalian pada waktu itu banyak,
tetapi kalian adalah buih, bagaikan buih air bah. Sesungguhnya Allah SWT akan mencabut
kewibawaan kalian dan pada waktu yang sama Allah akan menanamkan wahn dalam hati kalian.”
Para Sahabat bertanya, “Apakah wahn itu, wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab, “Cinta dunia
dan takut mati.” (HR. Abu Dawud).
Konflik-konflik horisontal antar anak umat muncul di berbagai negeri, tak pernah berhenti, bahkan
seolah-olah sengaja dilanggengkan untuk memberikan pekerjaan rumah (PR) bagi para
penguasanya. Perseteruan Sunni dan Syiah di kawasan yang bergolak saat ini, Irak, semakin
membara pasca serangan Amerika ke negeri 1001 malam tersebut tahun 2003. Padahal perseteruaan
itu tak pernah terjadi sebelum invasi. Sunni dan Syiah tak hanya beradu mulut, tetapi menumpahkan
darah. Penguasa tak berkutik dibuatnya. Ancaman disintegrasi menganga di depan mata. Bahkan
telah ada rencana membagi Irak menjadi tiga negara berdasarkan etnis: Syiah, Sunni, dan Kurdi.
Di luar kawasan-kawasan itu, partai-partai politik yang berafiliasi ke pemilih Muslim saling
bersaing. Alih-alih memperjuangkan tegaknya kehidupan Islam, para aktivisnya justru hanya duduk
di kursi parlemen untuk kepentingannya sendiri, paling banter untuk kepentingan partainya. Suarasuara perjuangan Islam nyaris tak terdengar. Sekali-sekali suara itu muncul kalau menyinggung
kepentingan mereka.
Dalam kondisi seperti itu, serangan Barat terus menusuk ke jantung pertahanan kaum Muslim.
Barat melemparkan jargon-jargon dan stigmatisasi yang menjadikan umat terfragmentasi. Barat
menyebut moderat bagi kalangan Islam yang mau dekat dengannya. Sebaliknya, mereka
menganggap fundamentalis, teroris dan radikal bagi kalangan Muslim yang dengan gigih
memperjuangkan tegaknya Islam. Untuk itu, Barat pun tak segan-segan mengeluarkan dana guna
mendukung salah satu pihak, khususnya yang moderat, agar bisa menjadi corong sekaligus
penghambat perjuangan kalangan yang dianggap fundamentalis. Perpecahan tak terelakkan, kendati
dalam tataran yang wacana.
Kaum Muslim sangat disibukkan dengan permasalahan di nation-state masing-masing. Boro-boro
ikut memikirkan nasib saudaranya yang berada di negeri lain, permasalahan dalam negeri tak
pernah terurai. Tidak aneh jika akhirnya nasib kaum Muslim di Irak, Libanon, Afganistan dan
Palestina yang sedang terjajah terabaikan. Sebagian kaum Muslim bahkan ada yang menganggap itu
merupakan masalah dalam negeri negara yang bersangkutan. Mereka tak mau peduli.
Hadirin jama’ah shalat Idul Fitri Rahimakumullah
Di balik situasi yang carut-marut tersebut, masih ada secercah cahaya harapan akan munculnya
persatuan. Kesamaan dan kesatuan akidah tak pernah bisa dipisahkan. Pancaran sinar akidah masih
cukup melekat di sebagian besar diri umat. Perasaan Islam masih terhujam. Ini sebuah modal
berharga yang kini mulai membara.
Tanpa ada yang mengomando, hampir seluruh kaum Muslim di dunia bersuara, menentang
penghinaan terhadap diri Rasulullah Muhammad SAW yang dilakukan oleh media Denmark,
Jyllands Posten. Dalam beberapa minggu unjuk rasa terjadi di mana-mana, baik di Barat maupun di
Timur. Perbedaan warna kulit, mazhab, bangsa atau organisasi tidak lagi menghalangi. Mereka satu
suara, satu tekad, menentang musuh bersama: Barat dan peradabannya.
Hal serupa dilakukan oleh kaum Muslim di seluruh dunia ketika Amerika Serikat dan sekutunya
dengan pongahnya menyerang Afganistan dan Irak. Kebencian luar biasa muncul terhadap negara
agresor tersebut. Kedatangan George W Bush hingga Obama memicu aksi protes di negara-negara
yang dikunjunginya. Umat Islam telah menjadikan Amerika sebagai musuh bersama. Muncul
kesadaran, mengalahkan Amerika bukan lagi sebuah mitos, apalagi jika kaum Muslim bersatu.
Perang di Afganistan dan Irak membuktikannya.
Serangan Israel terhadap Libanon dan Palestina melahirkan kesadaran baru akan perlunya
implementasi ukhuwah islamiyyah dalam wujud nyata. Para penguasa Arab, tetangga Palestina dan
Libanon, tak tergerak sedikitpun membantu saudaranya yang teraniaya. Justru yang berteriak
lantang adalah umat Islam hampir di seluruh dunia. Mereka menyadari, tak bisa lagi mengandalkan
penguasa mereka dan mengandalkan nation state-nya untuk menghancurkan Israel. Kekuatan ada di
umat. Itu terbukti dalam Perang Libanon; umat Islam—dengan jumlah tentara lebih sedikit dan
senjata apa adanya—mampu mengalahkan tentara terbaik Israel kendati tanpa bantuan tentara
pemerintah setempat.
Allahu Akbar 3x, Hadirin rahimakumullah:
Sejarah Persatuan Umat Islam Indonesia
Mengkaji pentas sejarah Indonesia pada dasarnya adalah mengkaji perjuangan umat Islam.
Pasalnya, tidak ada satu penggal pun dari garis panjang lintasan sejarah Indonesia yang tidak terkait
dengan umat Islam. Umat Islam bukan hanya menjadi penduduk mayoritas (88.2 persen) di negeri
ini, tetapi juga pemain utama dalam perjuangan untuk menyelamatkan negeri ini. Pada sejarahnya
yang cukup panjang, umat Islam Indonesia senantiasa berjuang bahu-membahu membangun
kekuatan yang tidak pernah lekang oleh zaman. Meskipun selalu ada arus yang berupaya memecah-
belah dan membenturkan sesama umat Islam, benteng persatuan yang bertumpu pada pondasi
akidah selalu mampu dibangun dan ditata kembali.
Persatuan Muslim Indonesia dalam Catatan Sejarah
Persatuan umat Islam tampak sangat mengkristal sejak Portugis menduduki dan menguasai Malaka
pada tahun 1511 M. Hal itu ditunjukkan dengan adanya reaksi umat Islam yang berbasis di Demak.
Pada tahun 1546 M mereka berusaha menghalau penjajah dan merebut kembali Malaka. Namun,
persenjataan penjajah cukup kuat sehingga usaha umat Islam menemui kegagalan. Sejak itu, tidak
kurang dari 350 tahun masyarakat Indonesia hidup di bawah penjajahan Portugis, Spanyol, Belanda,
dan Jepang. Sejak awal penjajahan itu pula umat Islam di seluruh pelosok negeri bergerak
merapatkan barisan guna menghalaunya.
Perlu diketahui, pada saat Portugis menguasai Malaka sebenarnya umat Islam telah berkembang di
hampir seluruh daerah penting di Indonesia seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku,
dan sebagainya. Sebagaimana yang diprediksi oleh Hamka, Islam masuk ke Indonesia pada masa
pemerintahan Khulafa‟ ur-Rasyidin, khususnya pada masa Abu Bakar ash-Shiddiq ra dan Umar bin
al-Khaththab ra. Hal ini didasarkan pada satu almanak Tiongkok yang menyebutkan bahwa pada
tahun 674 M terdapat satu kelompok masyarakat Arab (Islam) di Sumatera Barat, yaitu 42 tahun
setelah Rasulullah SAW wafat pada tahun 634 M. Berdasarkan ini, Islam masuk ke Indonesia bukan
pada abad ke-13 Masehi tetapi pada abad ke-7 Masehi. Pada abad ke-13 M bukan awal Islam masuk
ke Indonesia, tetapi awal penyebaran Islam secara meluas di seluruh kawasan Indonesia (Hamka.
1982. Riwayat Hidup Ayahku Dr. Abdul Karim Amrullah dan Perjuangan Kaum Agama di
Sumatera. Umminda, Jakarta, hlm. 3-4).
Menurut Akib Suminto, bagi orang-orang Portugis, seluruh orang Islam adalah orang Moor dan
musuh yang harus diperangi. Orang-orang Spanyol dan Portugis pada abad ke-16 sengaja datang ke
pelosok dunia antara lain untuk memerangi Islam dan diganti (Aqib Suminto. 1985. Politik Islam
Hindia Belanda. LP3ES, Jakarta, hlm. 17). Artinya, dapat dikatakan bahwa api perjuangan umat
Islam yang meledak di seluruh penjuru negeri dalam mengusir penjajah pada dasarnya bersumber
pada satu hal, yaitu bersatu melawan musuh yang berupaya memadamkan cahaya Islam.
Memasuki abad 20, perlawanan menghadapi penjajah Belanda mulai dilakukan melalui wadah
organisasi untuk menyatukan langkah umat Islam. Pada tahun 1905 Haji Samanhoedi (1868-1956)
mendirikan Sarekat Dagang Islam (SDI) di Surakarta. Umat Islam memberikan respon besar
terhadap organisasi yang menjadi simbol persatuan umat melawan hegemoni penjajah ini. Dalam
waktu singkat SDI telah mempunyai cabang di berbagai pelosok Indonesia. Pada tahun 1912,
organisasi ini mengubah namanya menjadi Sarekat Islam (SI) yang dalam waktu tujuh tahun
kemudian telah mampu menghimpun dua setengah juta anggota (George McTurnan Kahin. 1995.
Refleksi Pergumulan Lahirnya Republik Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. University Press
bekerjasama dengan Pustaka Sinar Harapan, hlm. 85). Perkembangan SI yang amat pesat pada saat
kepemimpinan HOS Tjokroaminoto dan sambutan umat yang luar biasa telah membuat gentar
Gubernur Jenderal Belanda, AWF Idenburg. Karena itu, ia berusaha memecah SI menjadi
perkumpulan kecil, dengan hanya memberikan pengakuan pada cabang-cabangnya yang
mempunyai anggaran dasar sendiri dan tidak memiliki kaitan dengan pusat. Namun, siasat Idenburg
ini gagal (Anwar Haryono. 1997. Perjalanan Politik Bangsa: Menoleh ke Belakang Menatap Masa
Depan. Gema Insani Press, Jakarta, hlm. 20).
Demikianlah sejarah telah mencatat, bahwa persatuan umat di bawah payung SI telah mampu
melahirkan kekuatan yang menggentarkan pimpinan Belanda. Musuh pun kemudian memfokuskan
pada upaya penghancuran SI ini.
Pada tahun 1913, seorang agen komunisme internasional, HJFM Sneevliet datang ke Indonesia, dan
pada tahun 1914 dia mendirikan Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) di Surabaya
(M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern. Gajah Mada University Press, Yogyakarta, hlm.
260). ISDV inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Partai Komunis Indonesia (PKI). Orangorang komunis yang berada di bawah ISDV kemudian melakukan penyusupan ke tubuh SI.
Akhirnya, SI dapat digembosi dan dilemahkan melalui berbagai manuver dan fitnah yang keji.
Pasca SI ini umat kembali menyusun persatuan dalam payung organisasi lainnya. Lalu berdirilah
berbagai organisasi Islam seperti NU, Perti, Muhammadiyah, MIAI, Hizbullah, Sabilillah dan yang
lainnya. Semua bergerak dan berjuang untuk membebaskan umat dari cengkeraman penjajah demi
terwujudnya „izzul Islâm wal Muslimîn.
Umat Islam semakin menyadari adanya upaya secara sistematis yang berusaha menyingkirkan
peran Islam dalam menata kehidupan, khususnya dalam bidang ekonomi dan politik. Karena itu,
pada tanggal 7-8 November 1945 diselenggarakan Kongres Umat Islam Indonesia di Yogyakarta.
Kongres ini dihadiri oleh hampir seluruh organisasi Islam seperti Muhammadiyah, Nahdlatul
Ulama, Persatuan Islam, Persatuan Umat Islam, dan sebagainya. Mereka berkumpul guna
menyatukan langkah menentang kembalinya kaum penjajah dan menyatukan pendapat tentang apa
yang harus dilakukan untuk menata kehidupan bernegara (Anwar Harjono, op. cit., hlm. 83).
Setelah bersidang selama dua hari, kongres akhirnya menyepakati pembentukan partai politik Islam
yang berfungsi sebagai satu-satunya wadah perjuangan politik umat Islam di Indonesia, yaitu partai
politik Islam Masyumi.
Partai ini telah merumuskan tujuan perjuangannya secara jelas dan gamblang, yaitu terlaksananya
ajaran dan hukum Islam di dalam kehidupan individu, masyarakat dan negara Indonesia menuju
keridhaan Ilahi. Begitu kuatnya potensi yang dimilikinya sehingga saat itu dipersepsikan bahwa
andaikata Masyumi mau maka akan mampu mengambil-alih pemerintahan secara langsung. Hal ini
karena adanya dukungan umat yang kuat serta para tokohnya yang ternama seperti KH. Hasyim
Asy‟ari, Muhammad Natsir, Muhammad Roem, Sjafruddin Prawiranegara, H. Agus Salim, KH.
Wahid Hasjim, dan sebagainya. Melalui payung Masyumi dan dukungan umat, para tokoh ini gigih
memperjuangkan tegaknya syariah Islam di bumi Indonesia, khususnya dalam sidang-sidang di
Konstituante. Namun, sebagaimana pada SI, ada manuver sistematik yang ditujukan untuk
menimbulkan konflik internal dan perpecahan di dalam tubuh Masyumi. Akhirnya, Presiden
Soekarno „berhasil‟ membubarkan Masyumi pada tahun 1960 dan menuduh para tokohnya terlibat
dalam pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).
Satu hal yang cukup menarik, umat Islam Indonesia saat itu ternyata tidak hanya memperhatikan
persatuan umat di dalam negeri, tetapi bahkan secara internasional. Hal ini dapat dilihat pada respon
mereka saat pembubaran Khilafah Utsmaniyah pada 3 Maret 1924 oleh Mustafa Kemal Attaturk.
Sebagai respon terhadap hal tersebut, Komite Khilafah didirikan di Surabaya tanggal 4 Oktober
1924 dengan ketua Wondosudirdjo dari Sarekat Islam dan wakil ketua KH. A Wahab Hasbullah
dari NU. Tujuannya untuk membahas undangan kongres Kekhilafahan di Kairo. Pertemuan ini
ditindaklanjuti dengan menyelenggarakan kongres Al-Islam Hindia ketiga di Surabaya tanggal 2427 Desember 1924. Kongres ini diikuti oleh 68 organisasi Islam yang mewakili pimpinan pusat
maupun cabang serta mendapat dukungan tertulis dari 10 cabang organisasi lainnya. Kongres ini
dihadiri pula oleh banyak ulama dari seluruh penjuru Indonesia. Keputusan penting kongres ini
adalah melibatkan diri dalam pergerakan Khilafah dan mengirimkan utusan yang harus dianggap
sebagai wakil umat Islam Indonesia ke kongres dunia Islam (Deliar Noer. 1973. Gerakan Modern
Islam di Indonesia 1900-1942. LP3ES Jakarta, hlm. 242). Pada peristiwa ini dapat diambil suatu
fakta sejarah bahwa Muhammadiyah, Sarekat Islam, dan NU sama-sama memberikan perhatian
besar terhadap keruntuhan Khilafah Islamiyah yang menjadi payung utama dalam persatuan umat
Islam di dunia internasional.
Harapan ke Depan
Penggalan sejarah di atas dapat memberikan dua hal penting untuk kita jadikan pelajaran berharga
dalam menata persatuan umat Islam di Indonesia khususnya dan di Dunia Islam secara umum.
Pertama: kesamaan pemikiran mengenai tujuan sebuah perjuangan merupakan hal paling strategis.
Persatuan umat yang begitu kuat sejak menghalau Portugis, Spanyol, Belanda, Jepang hingga upaya
menerapkan syariah Islam melalui jalur Konstituante pada dasarnya bersandar pada kesamaan
pemikiran, bahwa penjajah harus dilenyapkan dari setiap jengkal tanah Muslim, serta kehidupan
bermasyarakat dan bernegara harus bertumpu pada Islam. Sejalan dengan sejarah, saat ini denyut ke
arah persatuan umat semakin terasa. Lihatlah, misalnya, ketika Majelis Ulama Indonesia (MUI),
ormas-ormas Islam, dan komponen umat Islam lainnya bersama-sama menyelenggarakan Kongres
Umat Islam Indonesia (KUII) IV pada 17-21 April 2005 di Jakarta. Kongres tersebut mengeluarkan
14 butir rekomendasi yang salah satu poinnya adalah menjadikan syariah Islam sebagai solusi
dalam mengatasi berbagai macam problematika bangsa.
Kedua: selalu ada upaya secara sistematis yang dilakukan untuk memecah-belah persatuan umat
karena hanya dengan cara inilah umat Islam bisa dikalahkan. Seperti pada sejarah di atas, keretakan
yang pernah menimpa SI dan Masyumi tidak lain karena adanya manuver dari musuh-musuh Islam.
Metode klasik seperti ini pulalah yang kini terus dihembuskan untuk membenturkan sesama umat
Islam, misalnya melalui peristilahan Muslim moderat versus Muslim radikal ataupun yang lain.
Allahu Akbar 3x Walillahil Hamd:
Ma‟asyiral muslimin rahimakumullah. Akhirnya, semoga Allah SWT memberikan kepada kita
kekuatan iman dan semangat untuk menjalankan hukum-hukum Allah SWT. Serta
mengelompokkan kita dalam golongan pejuang-pejuang Islam, yang berupaya mewujudkan Daulah
Islamiyyah yang mengikuti manhaj (metode) Nabi SAW yang akan menyatukan umat Islam seluruh
dunia, menerapkan syariah Islam secara kaffah (total dan menyeluruh) serta mendakwahkan Islam
ke seluruh penjuru dunia. Marilah kita berdoa kepada Allah SWT agar amal ibadah kita selama
bulan Ramadhan diterima di sisi Allah SWT, dan kita berhasil meraih derajat takwa.
‫ه تِ ُسَّٕ ِح‬
َ ‫ َِ ْٓ ذَ َّ َّس‬َٚ َِ َ‫ ِج ْا ِإل ْسال‬َٛ ‫ هللاِ تِ َذ ْع‬ٌَِٝ‫ َِ ْٓ َد َعا إ‬َٚ ِٗ ِ‫ اَصْ َحات‬َٚ ِٗ ٌِ‫ آ‬ٍَٝ‫ َع‬َٚ ‫ِّ ِذَٔا ُِ َح َّّ ٍذ‬١‫ َس‬ٍَٝ‫ َسٍِّ ُْ َع‬َٚ ٍِّٝ‫ص‬
َ َُّ ٌٍَُّٙ‫ا‬
ِٓ ٠ْ ‫ْ َِ اٌ ِّذ‬َٛ٠ ٌِٝ‫ َِ ْٓ ذَثِ َعُٗ تِئِح ْسا َ ٍْ ا‬َٚ ِٗ ٌِ ُْٛ‫َسس‬
َْٓ ١ِِِٕ ‫ ْاٌ ُّ ْؤ‬َٚ ‫خ‬
ِ ‫ ا ٌْ ُّ ْسٍِ َّا‬َٚ َْٓ ١ِّ ٍِ ‫ُ َُّ ا ْغفِشْ ٌِ ٍْ ُّ ْس‬ٌٍَّٙ‫ أ‬،‫صغَاسًا‬
ِ ‫َأَا‬١َّ‫ُ َّا َو َّا َست‬ّْٙ ‫ اسْ َح‬َٚ ‫َٕا‬٠ْ ‫اٌِ َذ‬َٛ ٌَِٚ ‫ُ َُّ ا ْغفِشْ ٌََٕا‬ٌٍَّٙ‫أ‬
‫خ‬
ِ ‫ا‬َٛ ِْ َ‫ ْاأل‬َٚ ُْ ُْٕٙ ِِ ‫َا ِء‬١ ْ‫خ اَ ْْألَح‬
ِ ‫ ْاٌ ُّ ْؤ َِِٕا‬َٚ
َْٓ ١ِ
ِ ‫ْش‬
ِ ‫ ُِع‬ِٛ ‫ َع ِٓ اٌٍَّ ْغ‬َٚ َْٓ ١‫تِاْ ِإل ْسالَ َِ ُِرَ َّ ِّس ِى‬َٚ َْٓ ١ٍِِِ ‫ ِج َحا‬َٛ ‫ٌٍِ َّذ ْع‬َٚ َْٓ ٠‫ض ُِ َؤ ِّد‬
ِ ِ‫ٌِ ٍْفَ َشائ‬َٚ َْٓ ١ٍِِِ َ ‫ّْا َ ِْ وا‬٠‫ُ َُّ اجْ َع ٍْٕا َ تِاْإل‬ٌٍََّٙ‫ا‬
.َْٓ ٠‫ ْاٌثَالَ ِء صاَتِ ِش‬ٍَٝ‫ َع‬َٚ َْٓ ٠‫ٌٍِِّٕ َع ُِ شا َ ِو ِش‬َٚ َْٓ ١ِ
َ َ‫تِ ْاٌم‬َٚ َْٓ ١ِ‫ ِخ َش ِج َسا ِغث‬٢‫ ْا‬ِٟ‫ف‬َٚ َْٓ ٠‫َا صَا ِ٘ ِذ‬١ْٔ ‫ اٌ ُّذ‬ِٟ‫ف‬َٚ
ِ ‫ضا ِء َسا‬
‫ َِ ْٓ َوا َدَٔا‬َٚ ِٗ ‫ َٔ ْف ِس‬ِٟ‫ْ أً فَا َ ْش ِغ ٍُْٗ ف‬ُٛ‫ُ َُّ َِ ْٓ أَ َسا َدٔا َ س‬ٌٍََّٙ‫ ا‬،‫ َْٓ َسخَا ًء َسخا َ ًء‬١ِّ ٍِ‫ َسائِ َش تِالَ ِد ْاٌ ُّ ْس‬َٚ ‫ُ َُّ اجْ َعًْ تِالَ َدَٔا َ٘ َزا‬ٌٍََّٙ‫ا‬
َ‫ ال‬ْٟ ِ‫ه اٌَّر‬
َ ِٕ١ْ ‫احْ شُطْ تِ َع‬َٚ ‫ه‬
َ ِٔ‫اِحْ َسا‬َٚ ‫ن‬
َ ‫تِ ِّش‬َٚ ‫ه‬
َ ِٔ‫أَ َِا‬َٚ ‫ه‬
َ ِٔ‫ِ َّا‬
َ ْٟ ِ‫ُ َُّ اجْ َع ٍْٕا َ ف‬ٌٍََّٙ‫ ا‬.ُٖ‫ ِْش‬١ِ‫ ذَ ْذت‬ِٟ‫ َشُٖ ف‬١ْ ِِ ‫اجْ َعًْ ذَ ْذ‬َٚ ُٖ‫فَ ِى ْذ‬
ْ َ‫احْ ف‬َٚ َُ َ ‫ذَٕا‬
.َُ ‫ُ َشا‬٠ َ‫ْ ال‬ٞ‫ه اٌَّ ِز‬
َ ِٕ‫ظٕا َ تِ ُش ْو‬
َْٓ ١ِّ ٌِ‫ َْٓ اٌظَّا‬١ِّ١ِ‫ث‬١ْ ٍِّ‫ص‬
َ ٌَ‫ا‬ٚ ُْ َُٙٔ‫ا‬َٛ ‫اَ ْع‬َٚ ‫ْ َد‬َُٛٙ١ٌ‫ب اِ ْ٘ ِض َِ ْا‬
َ ‫ ُِجْ ِش‬َٚ ‫ب‬
ِ ‫ ُِحْ ِض ََ ْاألَحْ ضَا‬َٚ ‫ب‬
ِ َ ‫ ْاٌ ِحسا‬ٞ
ِ ‫ـض َي ْاٌ ِىرَا‬
ِ ْٕ ُِ ‫َا‬٠ َُّ ٌٍَُّٙ‫ا‬
ُْ ُٙ‫َا َع‬١‫اَ ْش‬َٚ َْٓ ١ِّ١‫ْ ِع‬ُٛ١‫اٌ ُش‬َٚ َْٓ ١ِّ١‫ ْا ِإل ْشرِ َشا َو‬َٚ ُْ َُٙٔ‫ا‬َٛ ‫اِ ْخ‬َٚ َْٓ ١ِّ١ٌِ‫اٌش َّْأ ُس َّا‬َٚ ُْ ُ٘‫صا َس‬
َ ْٔ َ‫ا‬َٚ
َْٓ ١ِّ ٍِ‫ َسائِ ِش تِالَ ِد ْاٌ ُّ ْس‬َٚ ،ْ‫َا‬
َ ‫ أَ ْفغَأِ ْسر‬َٚ ،ْ‫ا‬
َ ‫ َش‬١ْ ‫ اٌ َّش‬َٚ ،‫اق‬
َ ٌَُ‫َٔسْؤ‬َٚ
َ ‫ ْاألَ ْل‬َٚ ِٓ ١ْ ‫ َش تِالَ ِد فٍََ ْس ِط‬٠ْ ‫ُ َُّ ذَحْ ِش‬ٌٍَّٙ‫ه ا‬
ِ ‫ ْاٌ ِع َش‬َٚ ،ٝ‫ص‬
.َْٓ ٠‫ ْاٌ ُّ ْسرَ ْع ِّ ِش‬َٚ َْٓ ١ِ‫صث‬
ِ ‫اس ْاٌغَا‬
ِ َّ‫ْ ِر ْاٌ ُىف‬ُٛ‫ِِ ْٓ ُٔف‬
‫اٌٍََّ‪ َُّ ُٙ‬اسْ َح ُْ اُ َِّحَ َس‪ِ ِّ١‬ذَٔا ُِ َح َّّ ٍذ َسحْ َّحً َعا َِّحً ذُ ْٕ ِج ْ‪ ُْ ِٙ ١‬تِ‪َٙ‬ا إٌَّا َس َ‪ٚ‬ذُ ْذ ِخ ٍْ‪ ُْ ُٙ‬تِ‪َٙ‬ا ْاٌ َجَّٕحَ‪ .‬اٌٍََّ‪ َُّ ُٙ‬اَ‪َّ ُّ٠‬ا َع ْث ٍذ اَ‪ ْٚ‬أَ َِ ٍح ِِ ْٓ اُ َِّ ِح‬
‫ط ْاالَ ْعٍَ‪َٚ .ٝ‬اَ‪َّ ُّ٠‬ا َع ْث ٍذ اَ‪ْٚ‬‬
‫َس‪ِ ِّ١‬ذَٔا ُِ َح َّّ ٍذ ‪ِ ُ٠‬حثَُّٕا َ‪ْ َ٠ٚ‬ذ ُع‪ٌََٕ ْٛ‬ا فَثَمًِّْ ِِ ْ‪١‬ضَأَُٗ َ‪َ ٚ‬حمِّ ْك اِ ْ‪َّ ٠‬أَُٗ َ‪ٚ‬اجْ َع ٍُْٗ فِ‪ْ ٟ‬اٌ َجَّٕ ِح ْاٌفِشْ دَ‪ِ ْٚ‬‬
‫ك فَ ُش َّدُٖ اٌَِ‪ْ ٝ‬اٌ َح ِّ‬
‫اَ َِ ٍح ِِ ْٓ اُ َِّ ِح َس‪ِ ِّ١‬ذَٔا ُِ َح َّّ ٍذ َعٍَ‪َ ٝ‬خطَؤ ِ َ‪َ٠ َٛ ُ٘ٚ‬ظُ ُّٓ أََُّٗ َعٍ َ‪ْ ٝ‬اٌ َح ِّ‬
‫ك ُس ًّدا َج ِّ ْ‪١‬الً‪ .‬اٌٍََّ‪َُّ ُٙ‬‬
‫ِّش‪َٚ َْٓ ٠‬الَ‬
‫اجْ َع ٍَْٕا ِ ِإل ْخ َ‪ٛ‬إِٔا َ ْاٌ ُّ ْسٍِ ِّ‪َ َْٓ ١‬ح‪َ َْٓ ١ِِّٕ١ٌَ َْٓ ١ِِّٕ١‬س‪َ َْٓ ١ٍِِّٙ‬حثِ ْ‪١‬ثِ‪ َْٓ ١‬لَ ِش ْ‪٠‬ثِ‪ََٔٚ .َْٓ ١‬سْؤٌَُ َ‬
‫ه اَ ْْ ذَجْ َعٍَٕا َ ُِثَ ِّش ِش‪َ١ُِ َٚ َْٓ ٠‬س ِ‬
‫ِّش‪َُِٕ َٚ َْٓ ٠‬فِّ ِش‪.َْٓ ٠‬‬
‫ذَجْ َعٍَٕا َ ُِ َعس ِ‬
‫اب أَحْ ضَإَِٔا َ‪َ ٚ‬جألََْ ُ٘ ُّ‪َِِٕ ْٛ‬ا‪ ،‬اٌٍََّ‪َ َُّ ُٙ‬عٍِّ َّْٕا ِِ ُْٕٗ َِا‬
‫اٌٍََّ‪ َُّ ُٙ‬اجْ َع ًِ ْاٌمُشْ َ‬
‫اسَٔا َ‪َ ٚ‬رَ٘ َ‬
‫آْ ْاٌ َى ِش ْ‪َ َُ ٠‬ستِ ْ‪َ ١‬ع لٍُُ‪ ْٛ‬تَِٕا َ‪َ ُْٛٔٚ‬س اَ ْت َ‬
‫ص ِ‬
‫َج ِ‪ٍَْٕ ٙ‬ا َ‪َ ٚ‬ر ِّوشْ َٔا ِِ ُْٕٗ َِا َٔ ِس ْ‪َٕ١‬ا َ‪ٚ‬اسْ ُص ْلَٕا ذِالَ َ‪ٚ‬ذَُٗ آَٔا َء اٌٍَّ ْ‪ َٚ ًِ ١‬أَ ْ‬
‫اس‪ ،‬اٌٍََّ‪ َُّ ُٙ‬اجْ َع ٍَْٕا ِِ َٓ اٌَّ ِز‪ِ َ٠ َْٓ ٠‬حٍُّ‪َ َْ ْٛ‬حالٌََُٗ‬
‫ط َش َ‬
‫اف إٌَّ‪ِ َٙ‬‬
‫َ‪َ ُ٠ٚ‬ح ِّش ُِ‪َ َْ ْٛ‬ح َشا َُِٗ َ‪ْ َ٠ٚ‬رٍُ‪َ َْ ْٛ‬ح َّ‬
‫ُججًا ٌََٕا ِِ َٓ‬
‫ك ذِالَ َ‪ٚ‬ذِ ِٗ‪ ،‬اٌٍََّ‪ َُّ ُٙ‬اجْ َع ٍُْٗ َ٘ا ِد‪ً٠‬ا ٌََٕا فِ‪َ ٟ‬ح‪َ١‬اذَِٕا َ‪ْ ُِ ٚ‬ؤِٔسًا ٌََٕا فِ‪ ٟ‬لُثُ‪ِ ْٛ‬سَٔا َ‪ٚ‬ح َ‬
‫اس َ‪ٚ‬لَائِذًا ٌََٕا اٌَِ‪ْ ٝ‬اٌ َجَّٕ ِح‬
‫إٌَّ ِ‬
‫ه ‪َ٠‬ا‬
‫ص‪َ١‬ا َِِٕا َ‪ ٚ‬اجْ َع ٍُْٗ َشافِعًا ٌََٕا ‪ْ ََ َْٛ٠‬اٌمِ‪َ١‬ا َِ ِح تِئ ِ ْرِٔ َ‬
‫ه ْاٌ‪َ ُٙ‬ذ‪ َٚ ٜ‬اٌرُّمَ‪ْ َٚ ٝ‬اٌ َعفَ َ‬
‫اٌٍََّ‪ َُّ ُٙ‬إَِّٔا َٔسْؤٌَُ َ‬
‫اف َ‪ْ ٚ‬اٌ ِغَٕ‪َٔ ٝ‬اذِ َجحً ِِ ْٓ ِ‬
‫اَسْ َح َُ اٌشَّا ِح ِّ‪َْٓ ١‬‬
‫ْ‬
‫اج إٌُّثُ َّ‪ِ ٛ‬ج ذُ ِع ُّض تِ‪َٙ‬ا ْا ِإل ْسالَ ََ َ‪ٚ‬اَ ٍَُْ٘ٗ َ‪ٚ‬ذُ ِزيُّ تِ‪َٙ‬ا ْاٌ ُى ْف َش َ‪ٚ‬اَ ٍَُْ٘ٗ‪ َٚ ،‬اجْ َع ٍْٕا َ ِِ َٓ‬
‫اٌٍََّ‪ َُّ ُٙ‬إَِّٔا َٔسْؤٌَُ َ‬
‫ه دَ‪ٌَ ْٚ‬حَ اٌ ِخالَفَ ِح َعٍَ‪ِ َْٕٙ ِِ ٝ‬‬
‫ص‪ َْٓ ١‬تِئِلَا َِرِ‪َٙ‬ا‬
‫ْاٌ َعا ٍِِِ‪ْ َْٓ ١‬اٌ ُّ ْخٍِ ِ‬
‫ص‪َ١‬ا ََِٕا َ‪ٚ‬لِ‪َ١‬ا ََِٕا‬
‫َستََّٕا ظٍََ َّْٕا أَ ْٔفُ َسَٕا َ‪ٚ‬اِ ْْ ٌَ ُْ ذَ ْغفِشْ ٌََٕا َ‪ٚ‬ذَشْ َح َّْٕا ٌََٕ ُى‪ََّٕٔ ْٛ‬ا ِِ َٓ ْاٌخَا ِس ِش‪ ،َْٓ ٠‬اٌٍََّ‪ َُّ ُٙ‬ذَمَثًَّْ َِِّٕا ُد َعائََٕا َ‪ِ ٚ‬‬
‫ه اَ ْٔدَ اٌرَّ َّ‪ٛ‬ابُ اٌ َّش ِح ْ‪ُُ ١‬‬
‫َ‪ُ ٚ‬س ُو‪َ ْٛ‬عَٕا َ‪ُ ٚ‬سجُ‪َ ْٛ‬دَٔا‪ ،‬اٌٍََّ‪ َُّ ُٙ‬اَ ْٔدَ اٌ َّس ِّ ْ‪ُ ١‬ع ْاٌ َعٍِ ْ‪َٚ ُُ ١‬ذُةْ َعٍَ ْ‪َٕ١‬ا أَِّ َ‬
‫َستََّٕا الَ ذُ َؤا ِخ ْزَٔا اِ ْْ َّٔ ِس ْ‪َٕ١‬آ اَ‪ ْٚ‬اَ ْخطَؤَْٔا َستََّٕا َ‪ٚ‬الَ ذَحْ ًِّْ َعٍَ ْ‪َٕ١‬آ اِصْ شًا َو َّا َح َّ ٍْرَُٗ َع ٍَ‪ ٝ‬اٌَّ ِز‪ ْٓ ِِ َْٓ ٠‬لَ ْثٍَِٕا َستََّٕا َ‪ٚ‬الَ‬
‫ذُ َح ِّّ ٍَْٕا َِاالَ طَالَحَ ٌََٕا تِ ِٗ َ‪ٚ‬ا ْع ُ‬
‫ف َعَّٕا َ‪ٚ‬ا ْغفِشْ ٌََٕا َ‪ٚ‬اسْ َح َّْٕا اَ ْٔدَ َِ‪ ْٛ‬الََٔا فَا ْٔصُشْ َٔا َعٍَ‪ْ ٝ‬اٌمَ‪ْ َِ ْٛ‬اٌ َىاِفِ ِش‪َْٓ ٠‬‬
‫صفُ‪َ َٚ َْ ْٛ‬سالَ ٌَ‬
‫اْ َستِّ َ‬
‫اس‪ُ َٚ ،‬س ْث َح َ‬
‫َستََّٕا آذَِٕا فِ‪ ٟ‬اٌ ُّذ ْٔ‪َ١‬ا َح َسَٕحً َ‪ٚ‬فِ‪ْ ٟ‬ا‪ِ ٢‬خ َش ِج َح َسَٕحً َ‪ٚ‬لَِٕا َع َز َ‬
‫ه َسبِّ ْاٌ ِع َّض ِج َع َّّا ‪ِ َ٠‬‬
‫اب إٌَّ ِ‬
‫َعٍَ‪ْ ٝ‬اٌ ُّشْ َسٍِ‪ْ َٚ َْٓ ١‬اٌ َح ّْ ُذ هللِ َسبِّ ْاٌ َعاٌَ ِّ‪ُ ،َْٓ ١‬و ًُ َع ٍاَ َ‪ ٚ‬أَ ْٔرُ ُْ تِ َخ‪ٍْ ١‬ش‬
‫هللاُ أَ ْوثَشْ هللاُ أَ ْوثَشْ هللاُ أَ ْوثَشْ َ‪ٚ‬هللِ ْاٌ َح ّْ ُذ‬
‫‪ٚ‬اٌسالَ عٍ‪١‬ىُ ‪ٚ‬سحّح هللا ‪ٚ‬تشواذٗ‬
Download