Pertanian Organik Menuju Pertanian Berkelanjutan

advertisement
AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009
ISSN: 1979 – 8245X
Pertanian Organik Menuju Pertanian Berkelanjutan
Oleh: Nurlaili
Abstract
Soil, a three phase system consists of water, air, mineral and organic substance and has physical,
chemical, and biological features. It has specific morphology features so that it plays role as growing
place for plants. Soil is also a resource that can be use to prosper human because it produces food,
clothing, medicine, etc. Animal depends on plant growth on soil.
Key words: Soil, environment, plant,organic
PENDAHULUAN
Meningkatnya kegiatan produksi biomassa (tanaman yang dihasilkan kegiatan pertanian,
perkebunan dan hutan tanaman) yang memanfaatkan tanah yang tak terkendali dapat
mengakibatkan kerusakan tanah untuk produksi biomassa, sehingga menurunkan mutu serta
fungsi tanah yang pada akhirnya dapat mengancam kelangsungan kehidupan manusia dan
makhluk hidup lainnya.
Isu pelestarian lingkungan kini begitu kuat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan
sehingga segala usaha atau tindakan yang berkaitan dengan pembangunan perlu memasukkan
unsur pelestarian ke dalamnya. Berkaitan dengan hal itu, teknologi pertanian yang banyak
menimbulkan efek negatif terhadap keseimbangan ekosistem perlu ditinjau kembali untuk
dicarikan jalan keluar atau penggantinya. Pertanian Organik, Pengendalian hama terpadu, dan
biopestisida merupakan cara-cara alternatif dalam menuju pertanian berwawasan lingkungan.
Pada mulanya penemuan pestisida disambut penuh harap, seakan pestisida mampu
menyelesaikan masalah hama tanaman tanpa menimbulkan dampak merugikan terhadap
lingkungan setelah muncul hama yang resisten terhadap pestisida, terbunuhnya organisme
bukan sasaran, munculnya hama sekunder, dan terjadinya pencemaran lingkungan, masyarakat
baru menyadari bahwa masalah pestisida tidak sesederhana yang dipikirkan.
Pestisida merupakan bahan pencemar paling potensial dalam budi daya tanaman. Oleh
karena itu, perannya perlu diganti dengan teknologi lain yang lebih berwawasan lingkungan.
Pemakaian bibit unggul, pupuk anorganik, dan pestisida memang mampu memberikan hasil
yang tinggi. Swasembada beras yang dicapai Indonesia pada beberapa tahun yang lalu tidak
terlepas dari ketiga hal tersebut. Namun, tanpa disadari praktek ini telah menimbulkan
masalah dalam usaha pertanian itu sendiri maupun terhadap lingkungan.

Dosen Tetap Prodi Agronomi FP Universitas Baturaja
Nurlaili, Hal; 63 – 70
63
AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009
ISSN: 1979 – 8245X
Penyebab Kerusakan Tanah Pertanian
1. Erosi Tanah
Kualitas lingkungan merupakan cerminan bahwa komponen-komponennya berada pada
keadaan seimbang sehingga dapat berfungsi baik dalam menopang kehidupan, khususnya
manusia. Lingkungan yang berkualitas menjamin hubungan yang harmonis antara
makhluk hidup dengan makhluk hidup lainnya serta antara benda hidup dengan benda tak
hidup.
Erosi didefinisikan sebagai suatu peristiwa hilang atau terkikisnya tanah atau bagian tanah
dari suatu tempat yang terangkut dari suatu tempat ketempat lain, baik disebabkan oleh
pergerakan air, angin atau es. Di daerah tropis seperti Indonesia, erosi terutama disebabkan
oleh air hujan, ada juga disebabkan oleh angin. Erosi mempunyai dampak yang
merugikan, karena terjadi kerusakan lingkungan hidup. Menurut penelitian bahwa 15%
permukaan bumi mengalami erosi. Kebanyakan disebabkan oleh erosi air kemudian oleh
angin. Jika erosi terjadi di tanah pertanian maka tanah tersebut berangsur-angsur akan
menjadi tidak subur, karena lapisan tanah yang subur makin menipis, dan jika terjadi di
pantai, maka bentuk garis pantai akan berubah. Dampak lain dari erosi adalah sedimen
dan polutan tanah pertanian yang terbawa air akan menumpuk di suatu tempat. hal ini bisa
menyebabkan pendangkalan air waduk, kerusakan ekosistem di danau, juga akan terjadi
pencemaran air minum.
Penggunaan lahan diatas daya dukungnya tanpa diimbangi dengan upaya konservasi dan
perbaikan kondisi lahan akan menyebabkan degradasi lahan. Lahan di daerah hulu dengan
lereng curam yang hanya sesuai untuk hutan, apabila mengalami alih fungsi menjadi lahan
pertanian tanaman semusim akan rentan terhadap bencana erosi dan tanah longsor.
Perubahan penggunaan lahan miring dari vegetasi permanen (hutan) menjadi lahan
pertanian intensif menyebabkan tanah menjadi lebih mudah terdegradasi oleh erosi tanah.
Praktek penebangan dan perusakan hutan (deforesterisasi) merupakan penyebab utama
terjadinya erosi di kawasan daerah aliran sungai (DAS).
2. Pencemaran Agrokimia pada Tanah Pertanian
Tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan di lingkungan pertanian dapat disebabkan
karena penggunaan agrokimia (pupuk kimia dan pestisida) yang tidak proporsional.
Dampak negatif dari penggunaan agrokimia antara lain berupa pencemaran air, tanah, dan
hasil pertanian, gangguan kesehatan petani, menurunnya keanekaragaman hayati, ketidak
berdayaan petani dalam pengadaan bibit, pupuk kimia dan dalam menentukan komoditas
yang akan ditanam.
Penggunaan pestisida yang berlebih dalam kurun yang panjang, akan berdampak pada
kehidupan dan keberadaan musuh alami hama dan penyakit, dan juga berdampak pada
kehidupan biota tanah. Hal ini menyebabkan terjadinya ledakan hama penyakit dan
degradasi biota tanah.
Nurlaili, Hal; 63 – 70
64
AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009
ISSN: 1979 – 8245X
Penggunaan pupuk kimia yang berkonsentrasi tinggi dan dengan dosis yang tinggi dalam
kurun waktu yang panjang menyebabkan terjadinya kemerosotan kesuburan tanah karena
terjadi ketimpangan hara atau kekurangan hara lain, dan semakin merosotnya kandungan
bahan organik tanah. Penanaman varietas padi unggul secara monokultur tanpa adanya
pergiliran tanaman, akan mempercepat terjadinya pengurasan hara sejenis dalam jumlah
tinggi dalam kurun waktu yang pendek. Hal ini kalau dibiarkan terus menerus tidak
menutup kemungkinan terjadinya defisiensi atau kekurangan unsur hara tertentu dalam
tanah.
Akibat dari ditinggalkannya penggunaan pupuk organik berdampak pada penyusutan
kandungan bahan organik tanah. Sistem pertanian bisa menjadi sustainable (berkelanjutan)
jika kandungan bahan organik tanah lebih dari 2%. Bahan organik tanah disamping
memberikan unsur hara tanaman yang lengkap juga akan memperbaiki struktur tanah,
sehingga tanah akan semakin remah. Namun jika penambahan bahan organik tidak
diberikan dalam jangka panjang kesuburan fisiknya akan semakin menurun.
3. Pencemaran industri
Pencemaran dan kerusakan lingkungan pada lingkungan pertanian dapat juga disebabkan
karena kegiatan industri. Pada industri-industri yang banyak menggunakan bahan kimia
misalnya industri tekstil, industri kertas, industri asam sulfat, soda dan lain sebagainya
yang sangat berbahaya bagi lingkungan sekitarnya khususnya lingkungan pertanian,
bilamana limbah itu dibuang langsung tanpa mengindahkan peraturan-peraturan yang
berlaku maka akan berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan
pertanian kita, dikarenakan adanya limbah cair, gas dan padatan yang asing bagi
lingkungan pertanian. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa gas buang seperti belerang
dioksida (SO2) akan menyebabkan terjadinya hujan asam dan akan merusak lahan
pertanian. Disamping itu, adanya limbah cair dengan kandungan logam berat beracun (Pb,
Ni, Cd, Hg) akan menyebabkan degradasi lahan pertanian dan terjadinya pencemaran.
Limbah cair ini apabila masuk ke badan air irigasi, dampak negatifnya akan meluas
sebarannya. Penggalakan terhadap program kali bersih dan langit biru perlu dilakukan, dan
penerapan sangsi bagi pengusaha yang mengotori tanah, air dan udara.
4. Pertambangan dan Galian C
Usaha pertambangan besar sering dilakukan diatas lahan yang subur atau hutan yang
permanen. Dampak negatif pertambangan dapat berupa rusaknya permukaan bekas
penambangan yang tidak teratur, hilangnya lapisan tanah yang subur, dan residu yang
ditimbulkan akan berpengaruh pada reaksi tanah dan komposisi tanah. Residu ini bisa
bereaksi sangat asam atau sangat basa pada tanah, sehingga akan berpengaruh pada
degradasi kesuburan tanah.
Semakin meningkatnya kebutuhan akan bahan bangunan terutama batu bata dan genteng,
akan menyebabkan kebutuhan tanah galian juga semakin banyak (galian C). Tanah untuk
pembuatan batu bata dan genteng lebih cocok pada tanah-tanah yang subur dan produktif.
Dengan rendahnya tingkat keuntungan bertani dan besarnya resiko kegagalan,
menyebabkan lahan-lahan pertanian banyak digunakan untuk pembuatan batu bata,
Nurlaili, Hal; 63 – 70
65
AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009
ISSN: 1979 – 8245X
genteng dan tembikar. Penggalian tanah sawah untuk galian C di samping akan merusak
tata air pengairan (irigasi dan drainase) juga akan terjadi kehilangan lapisan tanah bagian
atas (top soil) yang relatif lebih subur, dan meninggalkan lapisan tanah bawahan (sub soil)
yang kurang subur, sehingga lahan sawah akan menjadi tidak produktif.
Pertanian Organik
Pertanian oganik sudah sejak lama kita kenal, sejak ilmu bercocok tanam dikenal
manusia. Pada saat itu semuanya dilakukan secara tradisonal dan menggunakan bahan-bahan
alamiah. Sejalan dengan perkembangan ilmu pertanian dan perkembangan populasi manusia
maka kebutuhan pangan juga meningkat. Saat itu revolusi hijau di Indonesia memberikan hasil
yang signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan pangan. Di mana penggunaan pupuk kimia
sintetis, penanaman varietas unggul berproduksi tinggi (high yield variety), penggunaan
pestisida, intensifikasi lahan dan lainnya mengalami peningkatan.
Namun belakangan ditemukan berbagai permasalahan akibat kesalahan manajemen di
lahan pertanian. Pencemaran pupuk kimia, pestisida dan lainnya akibat kelebihan pemakaian
bahan-bahan tersebut, berdampak terhadap penurunan kualitas lingkungan dan kesehatan
manusia akibat selalu tercemar bahan-bahan sintetis tersebut. Pemahaman akan bahaya bahan
kimia sintetis dalam jangka waktu lama mulai disadari sehingga dicari alternatif bercocok
tanam yang dapat menghasilkan produk yang bebas dari cemaran bahan kimia sintetis serta
menjaga lingkungan yang lebih sehat. Sejak itulah mulai dilirik kembali cara pertanian
alamiah (back to nature), namun pertanian organik modern sangat berbeda dengan pertanian
alamiah di jaman dulu. Dalam pertanian organik modern dibutuhkan teknologi bercocok
tanam, penyediaan pupuk organik, pengendalian hama dan penyakit menggunakan agen hayati
atau mikroba serta manajemen yang baik untuk kesuksesan pertanian organik tersebut.
Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari
penggunaan pupuk kimia, pestisida dan hasil rekayasa genetik, menekan pencemaran udara,
tanah, dan air. Pertanian organik juga dapat meningkatkan kesehatan dan produktivitas di
antara flora, fauna dan manusia. Penggunaan masukan di luar pertanian yang menyebabkan
degradasi sumber daya alam tidak dapat dikategorikan sebagai pertanian organik. Sebaliknya,
sistem pertanian yang tidak menggunakan masukan dari luar, namun mengikuti aturan
pertanian organik dapat masuk dalam kelompok pertanian organik, meskipun agroekosistemnya tidak mendapat sertifikasi organik. Bila kita sepenuhnya mengacu kepada
pertanian organik natural, tentunya sangatlah sulit bagi petani untuk menerapkannya, oleh
karena itu pilihan yang dilakukan adalah melakukan pertanian organik regeneratif, yaitu
pertanian dengan prinsip pertanian disertai dengan pengembalian ke alam masukan-masukan
yang berasal dari bahan organik.
Pengelolaan pertanian yang berwawasan lingkungan dilakukan melalui pemanfaatan
sumberdaya alam secara optimal, lestari dan menguntungkan, sehingga dapat dimanfaatkan
secara berkelanjutan untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi mendatang. Pemilihan
komoditas dan areal usaha yang cocok merupakan kunci dalam pelaksanaan pembangunan
pertanian berkelanjutan, komoditas harus yang menguntungkan secara ekonomis, masyarakat
sudah terbiasa membudidayakannya, dan dibudidayakan pada lahan yang tidak bermasalah
dari segi teknis, ekologis dan menguntungkan secara ekonomis.
Nurlaili, Hal; 63 – 70
66
AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009
ISSN: 1979 – 8245X
Komponen Pertanian Organik
1. Lahan
Lahan yang dapat dijadikan lahan pertanian organik adalah lahan yang bebas cemaran
bahan agrokimia dari pupuk kimia dan pestisida. Terdapat dua pilihan lahan: (1) lahan
pertanian yang baru dibuka, atau (2) lahan pertanian intensif yang dikonversi untuk lahan
pertanian organik. Lama masa konversi tergantung sejarah penggunaan lahan, pupuk,
pestisida dan jenis tanaman
2. Budidaya Pertanian Organik
Selain aspek lahan, aspek pengelolaan pertanian organik dalam hal ini terkait dengan
teknik budidaya juga perlu mendapat perhatian tersendiri. Sebagai salah satu contoh adalah
teknik bertani sayuran organik, seperti diuraikan di bawah ini.







Tanaman ditanam pada bedengan-bedengan dengan ukuran bervariasi disesuaikan
dengan kondisi lahan
Menanam strip rumput di sekeliling bedengan untuk mengawetkan tanah dari erosi dan
aliran permukaan
Mengatur dan memilih jenis tanaman sayuran dan legum yang sesuai untuk sistem
tumpang sari atau multikultur seperti contoh lobak, bawang daun dengan kacang tanah
dalam satu bedengan.
Mengatur rotasi tanaman sayuran dengan tanaman legum dalam setiap musim tanam.
Mengembalikan sisa panen/serasah tanaman ke dalam tanah (bentuk segar atau
kompos).
Memberikan pupuk organik (pupuk hijau, pupuk kandang, dan lainnya), hingga semua
unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman menjadi tersedia.
Menanam kenikir, kemangi, tephrosia, lavender, dan nimba di antara bedengan
tanaman sayuran untuk pengendalian hama dan penyakit.
Menjaga kebersihan areal pertanaman.
3. Aspek penting lainnya
Dalam pertanian organik yang sesuai dengan standar yang ditetapkan secara umum adalah
mengikuti aturan berikut:



Menghindari benih/bibit hasil rekayasa genetika. Sebaiknya benih berasal dari kebun
pertanian organik,
Menghindari penggunaan pupuk kimia sintetis, zat pengatur tumbuh, pestisida.
Pengendalian hama dilakukan dengan cara mekanis, biologis dan rotasi tanaman,
Peningkatan kesuburan tanah dilakukan secara alami melalui penambahan pupuk
organik, sisa tanaman, pupuk alam, dan rotasi dengan tanaman legum.
Nurlaili, Hal; 63 – 70
67
AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009
ISSN: 1979 – 8245X
Kosep Pertanian Berkelanjutan
Dalam pembangunan pertanian berkelanjutan penggunaan bahan kimia pertanian masih
diperbolehkan dalam batas yang tertentu, seperti menerapkan konsep pengendalian hama
terpadu (PHT). Dalam Grand Strategi Pembagunan Pertanian dinyatakan bahwa pembangunan
pertanian harus secara berkelanjutan dengan memadukan antara aspek organisasi, ekonomi,
teknologi dan ekologis. Pembangunan agribisnis dilakukan dengan memberdayakan dan
melestarikan keanekaragaman sumberdaya hayati, pengembangan produksi dengan tetap
menjaga pelestarian dan konservasi sumberdaya alam (hutan, tanah dan air), menumbuh
kembangkan kelembagaan lokal dan melegalkan hal ulayat masyarakat lokal dalam
pengelolaan sumberdaya alam bagi kegiatan pertanian serta dengan meningkatkan nilai
tambah dan manfaat hasil pertanian.
Pertanian Berkelanjutan adalah keberhasilan dalam mengelola sumberdaya untuk
kepentingan pertanian dalam memenuhi kebutuhan manusia, sekaligus mempertahankan dan
meningkatkan kualitas lingkungan serta konservasi sumberdaya alam. Pertanian berwawasan
lingkungan selalu memperhatikan nasabah tanah, air, manusia, hewan/ternak, makanan,
pendapatan dan kesehatan. Sedang tujuan pertanian yang berwawasan lingkungan adalah
mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah, meningkatkan dan mempertahankan
basil pada batas yang optimal, mempertahankan dan meningkatkan keanekaragaman hayati
dan ekosistem, dan yang lebih penting untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan
penduduk dan makhluk hidup lainnya.
Sistem pertanian berkelanjutan harus dievaluasi berdasarkan pertimbangan beberapa
kriteria, antara lain:
1. Aman menurut wawasan lingkungan, berarti kualitas sumberdaya alam dan vitalitas
keseluruhan agroekosistem dipertahankan/mulai dari kehidupan manusia, tanaman dan
hewan sampai organisme tanah dapat ditingkatkan. Hal ini dapat dicapai apabila tanah
terkelola dengan baik, kesehatan tanah dan tanaman ditingkatkan, demikian juga
kehidupan manusia maupun hewan ditingkatkan melalui proses biologi. Sumberdaya lokal
dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga dapat menekan kemungkinan terjadinya
kehilangan hara, biomassa dan energi, dan menghindarkan terjadinya polusi.
Menitikberatkan pada pemanfaatan sumberdaya yang dapat diperbarui;
2. Menguntungkan secara ekonomi, berarti petani dapat menghasilkan sesuatu yang cukup
untuk memenuhi kebutuhannya sendiri/ pendapatan, dan cukup memperoleh pendapatan
untuk membayar buruh dan biaya produksi lainnya. Keuntungan menurut ukuran ekonomi
tidak hanya diukur langsung berdasarkan hasil usaha taninya, tetapi juga berdasarkan
fungsi kelestarian sumberdaya dan menekan kemungkinan resiko yang terjadi terhadap
lingkungan;
3. Adil menurut pertimbangan sosial, berarti sumberdaya dan tenaga tersebar sedemikian
rupa sehingga kebutuhan dasar semua anggota masyarakat dapat terpenuhi, demikian juga
setiap petani mempunyai kesempatan yang sama dalam memanfaatkan lahan, memperoleh
modal cukup, bantuan teknik dan memasarkan hasil. Semua orang mempunyai
kesempatan yang sama berpartisipasi dalam menentukan kebijkan, baik di lapangan
maupun dalam lingkungan masyarakat itu sendiri;
Nurlaili, Hal; 63 – 70
68
AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009
ISSN: 1979 – 8245X
4. Manusiawi terhadap semua bentuk kehidupan, berarti tanggap terhadap semua bentuk
kehidupan (tanaman, hewan dan manusia) prinsip dasar semua bentuk kehidupan adalah
saling mengenal dan hubungan kerja sama antar makhluk hidup adalah kebenaran,
kejujuran, percaya diri, kerja sama dan saling membantu. Integritas budaya dan agama
dari suatu masyarakat perlu dipertahankan dan dilestarikan, dan;
5. Dapat dengan mudah diadaptasi, berarti masyarakat pedesaan/petani mampu dalam
menyesuaikan dengan perubahan kondisi usahatani: pertambahan penduduk, kebijakan dan
permintaan pasar. Hal ini tidak hanya berhubungan dengan masalah perkembangan
teknologi yang sepadan, tetapi termasuk juga inovasi sosial dan budaya.
Konservasi merupakan faktor yang penting dalam pertanian berwawasan lingkungan.
Konservasi sumberdaya yang dapat diperbarui berarti sumberdaya tersebut harus dapat
difungsikan secara berkelanjutan (continous). Sekarang kita sudah mulai sadar tentang potensi
teknologi, kerapuhan lingkungan, dan kemampuan budi daya manusia untuk merusak
lingkungan tersebut. Suatu hal yang perlu dicatat bahwa ketersediaan sumberdaya adalah
terbatas. Pada dasarnya konservasi lahan diarahkan untuk memulihkan, mempertahankan dan
meningkatkan fungsi hidrologis, menjaga kelestarian sumber air, meningkatkan sumber daya
alam serta memperbaiki kualitas lingkungan hidup yang akhirnya dapat meningkatkan
produksi dan pendapatan petani melalui usaha tani yang berkelanjutan.
Pola usaha tani konservasi merupakan suatu bentuk pengusahaan lahan yang
mengkombinasikan teknik konservasi secara mekanik/sipil teknik, vegetatif maupun kimiawi.
Metode mekanik/sipil teknik, suatu bentuk metode konservasi tanah dengan menggunakan
sarana fisik (tanah, batu dan lain-lain ) sebagai sarana bangunan konservasi tanah. Metode ini
berfungsi untuk: a). memperlambat aliran permukaan, b). menampung dan menyalurkan aliran
permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak. Beberapa cara yang diajurkan: (1)
pengolahan tanah minimum, (2) pengolahan tanah menurut kontur, (3) pembuatan guludan
dan teras, (4) pembuatan terjunan air, (5) pembuatan rorak / saluran buntu.
Metode Vegetatif merupakan suatu metode konservasi tanah dengan menggunakan
tanaman atau tumbuhan dan serasah untuk mengurangi daya rusak hujan yang jatuh,
mengurangi jumlah dan daya rusak aliran permukaan erosi. Metode ini berfungsi: a)
Melindungi tanah terhadap daya rusak yang diakibatkan oleh butir-butir hujan yang jatuh,
serta melindungi tanah terhadap daya perusakan aliran air; b) Memperbaiki kapasitas infiltrasi
tanah dan penahan air yang mempengaruhi besarnya aliran permukaan; c) Memperbaiki
struktur dan kesuburan tanah.
Beberapa cara yang digunakan: sistem pertanaman lorong, strip rumput, tanaman
penutup tanah (mulsa), pembuatan teras guludan, teras bangku, rorak, dan parit. Sedangkan
metode kimia dimaksudkan untuk memperbaiki struktur tanah melalui pemberian bahan kimia
pembenah tanah (soil Conditioner), misalnya pemberian terra cottem pada tanah pertanian.
KESIMPULAN
Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari
penggunaan pupuk kimia, pestisida dan hasil rekayasa genetik, menekan pencemaran udara,
tanah, dan air. Sedangkan Pertanian Berkelanjutan adalah keberhasilan dalam mengelola
Nurlaili, Hal; 63 – 70
69
AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009
ISSN: 1979 – 8245X
sumberdaya untuk kepentingan pertanian dalam memenuhi kebutuhan manusia, sekaligus
mempertahankan dan meningkatkan kualitas lingkungan serta konservasi sumberdaya alam.
Konservasi lahan diarahkan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi
hidrologis, menjaga kelestarian sumber air, meningkatkan sumber daya alam serta
memperbaiki kualitas lingkungan hidup yang akhirnya dapat meningkatkan produksi dan
pendapatan petani melalui usaha tani yang berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Nurlaili dan Novriani. 2004. Diktat Mata Kuliah Dasar-dasar Ilmu Tanah. Baturaja: Fakultas
Pertanian Universitas Baturaja
Rahim, S.E. 1995. Pelestarian Lingkungan Hidup melalui Pengendalian Erosi Tanah.
Universitas Sriwijaya. 136 hal.
Rahim, S.E. 1999. Meningkatkan Daya Dukung Sumberdaya Lahan. Palembang: Universitas
Sriwijaya
Husnain dan Syahbuddin, H. 2007. Mungkinkah Pertanian Organik di Indonesia? Peluang
dan Tantangan. 16 Desember 2007. http://klipingout.wordpress.com
Rusli, I. 2009. Pertanian Organik atau Pertanian Berkelanjutan. Rabu, 6 Mei 2009 13:47.
http://padang-today.com
Sihotang, B. 2009. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan dengan Pertanian Organik.
Senin, 15 Juni 2009 19:16. http://www.benss.co.cc
Nurlaili, Hal; 63 – 70
70
Download