anak di luar nikah - Blog UMY Community

advertisement
Tugas UAS Pai 2010
Oleh:
Umi Hanisah
20100720016
A. Nasab Anak Di Luar Nikah
1. Nasab anak di luar nikah berdasarkan hukum Islam.
Dalam al-Qur’an surat al-Ahzab ayat 4-5 yang artinya:
“Allah sekali-sekali tidak menjadikan bagi seseorang dua
buah hatidalam rongganya; dan dia tidak menjadikan isteriisterimu yang kamu dzibar itu sebagai ibumu, dan dia tidak
menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak-anak
kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah
perkataanmu dimulut saja. Dan Allah mengatakan yang
sebenarnya. Dan dia menunjukkan jalan (yang benar).
Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai)
nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil pada sisi
allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka
maka (panggillah) mereka (sebagai) saudara-sauadaramu
seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu
terhadap apa yang kamu khilaf kepadanya, tetapi (yang ada
dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah
maha pengampun lagi maha penyayang”.

2. Nasab Dalam Hukum Perkawinan Indonesia
Nasab dalam hukum perkawinan Indonesia
dapat didefinisikan sebagai sebuah hubungan
darah (keturunan) antara seorang anak dengan
ayahnya, karena adanya akad nikah yang sah.
Hukum perkawinan di Indonesia ini meliputi :
a. Undang-undang No. 1 Tahun 1974
b. Peraturan pemerintah no.9 tahun 1975
c. Kompilasi hukum Islam
3. Status Anak di Luar Nikah Menurut Hukum Perkawinan Nasional.
Menurut hukum Perkawinan Nasional Indonesia, status anak
dibedakan menjadi dua: pertama, anak sah kedua, anak luar nikah.
Anak sah sebagaimana yang dinyatakan UU No. Tahun 1974 pasal
42: adalah dalam anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat
perkawinan yang sah. Dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 99
yang menyatakan : “ anak sah adalah : (a) Anak yang lahir dalam
atau sebagai akibat perkawinan yang sah. (b) Hasil pembuahan
suami istri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh istri tersebut.
Yang dimaksud dengan anak di luar nikah adalah anak yang dibuahi
dan dilahirkan di luar pernikahan yang sah, sebagaimana yang
dsebutkan dalam peraturan perundang-undangan Nasional antara
lain:
a.
UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 43 ayat 1, menyatakan anak yang
dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan
perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
b.
Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 100, menyebutkan anak
yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan
nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya
B. Pendapat MUI dan MK Tentang Anak Di Luar Nikah
Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan tentang
status anak di luar nikah. Putusan ini mengubah pasal 43 ayat (1)
UU No 1/1974 tentang Perkawinan yang sebelumnya tidak
mengakui anak di luar nikah. Keputusan MK yang tertuang dalam
Nomor 46/VIII/2010 pada 17 Februari 2012 tentang anak yang lahir
di luar perkawinan ini banyak menuai kontroversi dari pemuka
agama. MK memutuskan anak yang dilahirkan di luar perkawinan
memiliki hubungan perdata (status hukum) dengan laki-laki yang
dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi atau
alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah
sebagai ayahnya.
Menurut Mahkamah Konstitusi, pokok permasalahan hukum
mengenai anak yang dilahirkan di luar perkawinan adalah mengenai
makna hukum (legal meaning) dari frasa "yang dilahirkan di luar
perkawinan" perlu memperoleh jawaban dalam perspektif yang
lebih luas dan perlu dijawab pula permasalahan terkait, yaitu
permasalahan tentang sahnya anak.
Melihat keputusan yang dikeluarkan oleh MK ternyata ditentang
keras oleh pemuka agama. Baik dari Majelis Ulama Indonesia (MUI),
Nahdlatul Ulama (NU) dan orgamisasi Islam lainnya. Bahkan MUI
sampai mengeluarkan fatwa. Fatwa MUI tersebut adalah “anak hasil
zina tidak memiliki hubungan nasab, wali nikah, waris, dan nafaqah
dengan lelaki yang menyebabkan kelahirannya. Selain itu, anak hasil
zina hanya mempunyai hubungan nasab, waris dan nafaqah dengan
ibunya serta keluarga ibunya”. Fatwa MUI tersebut jelas menentang
keputusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa anak di
luar nikah mendapatkan perlindungan hukum.
Ketua Dewan Pimpinan MUI, Ma'ruf Amin mengatakan keputusan
fatwa ini menggunakan hukum agama Islam. Dalam agama Islam
kata dia, anak dari hasil zina, itu dari segi nasabnya tidak bisa
dinisbahkan pada orang tuanya. “Fatwa MUI ini justru meneguhkan
perlindungan terhadap anak. Salah satunya, dengan mewajibkan
lelaki yang mengakibatkan kelahiran anak untuk memenuhi
kebutuhan anak. Selain itu, fatwa juga melindungi anak dari
kerancuan nasab yaitu anak dari dari hasil zina tidak punya
hubungan nasab, wali nikah dan waris.
Kelemahan dan Kelebiahan
MK
Kelebihan
1. Masa depan anak lebih terjamin.
2. Kehidupan anak terlindungi.
3. Nasib anak di luar nikah menjadi jelas.
4. Lelaki yang mengakibatkan kelahiran anak
berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan anak.
Kelemahan
1. Masyarakat menjadi bingung atas putusan yang
berbeda-beda.
2. Menimbulkan pertentangan dan perselisihan di
berbagai kalangan.
MUI
Kelebihan
1. Lebih Islami
2. Bedasar atas hukum agama Islam.
Kelemahan
1. Lelaki yang mengakibatkan kelahiran anak
menjadi tidak peduli karena tidak adanya
kewajiban memenuhi kebutuhan anak.
2. Kewajiban memenuhi kebutuhan anak hanya
pada Ibu.
3. Masa depan anak tidak terjamin dan kurang
mendapatkan perlindungan.
C. Kesimpulan
Hukum Islam menetapkan nasab sebagai legalitas hubungan kekeluargaan yang
berdasarkan hubungan darah, sebagai akibat dari pernikahan yang sah, atau nikah fasid,
atau senggama subhat. Nasab merupakan pengakauan syara’ bagi hubungan seorang
anak dengan garis keturunan ayahnya, notabenenya anak tersebut berhak mendapatkan
hak dan kewajibannya dari ayahnya, selanjutnya mempunyai hak dan kewajiban pula dari
keturunan ayahnya. Status anak di luar nikah yakni anak yang dibuahi dan dilahirkan di
luar perkawinan yang sah, menurut Hukum Islam disamakan dengan anak zina dan anak
li’an. Konsekwensinya adalah tidak ada hubungan nasab anak dengan bapak
biologisnya, tidak ada hak dan kewajiban antara anak dan bapak biologisnya, baik dalam
bentuk nafkah, waris dan lain sebagainya. Bila kebetulan anak itu adalah perempuan,
maka bapak biologisnya tidak dapat untuk menjadi wali. Sehingga yang dapat menjadi
wali anak luar nikah hanya khadi. Dalam hukum perkawinan di Indonesia pengaturan
tentang nasab anak di luar nikah, hanya secara implisit di pahami bahwa anak di luar
nikah hanya memiliki hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya, ini berarti anak
tersebut tidak mendapatkan hak dan kewajiban dari bapak biologisnya.
Tidak ada anak yang mau dilahirkan dari hasil perzinahan. Semua anak yang lahir
ke dunia dalam keadaan suci. Anak memiliki hak untuk tumbuh kembang dan hidup
layak. Hal tersebut juga sudah tertuang dalam Undang-undang perlindungan anak.
Dalam undang-undang tersebut setiap anak memiliki hak yang sama. Termasuk di
antaranya memiliki akta kelahiran dengan mencantumkan nama bapaknya. Di dalam
undang-undang disebutkan setiap anak berhak mengetahui siapa ayah dan ibunya.
Melindungi hak anak berbeda dengan mendukung perzinahan. Jika memang yang harus
dihukum adalah orang tuanya yang berzina. Jangan menghukum seorang anak yang
tidak berdosa.
Download