Uploaded by User32787

CRITICAL REVIEW PERENCANAAN PEMBANGUNAN (1)

advertisement
PERENCANAAN PEMBANGUNAN PEDESAAN
CRITICAL REVIEW :
Pengembangan Desa Wisata Berbasis Partisipasi
Masyarakat Lokal Di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan, Bali
Disusun Oleh :
Darmarita Perdana Nur Fajarini
08141004
Perencanaan Wilayah dan Kota
Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Kalimantan
Balikpapan
2017
DAFTAR ISI
A. PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1
B. KAJIAN TEORI JURNAL ............................................................................................. 2
C. RINGKASAN JURNAL ................................................................................................. 4
D. CRITICAL REVIEW ...................................................................................................... 8
E. LESSON LEARNED ..................................................................................................... 9
F. KESIMPULAN.............................................................................................................. 10
G. DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................11
A. PENDAHULUAN
Bali merupakan daerah pusat wisata Indonesia bagian tengah, dan tujuan wisata dunia
dimana memiliki potensi yang dapat menunjang pertumbuhan kepariwisataan. Panorama
alam yang indah dan ideal dimana perpaduan alam, manusia dan kebudayaan Bali yang unik
akan membentuk suatu konsepsi keserasian untuk mewujudkan satu kondisi estetika yang
ideal dan bermutu tinggi. Potensi-potensi wisata tersebut tersebar di 673 desa yang ada di 53
kecamatan (BPS Bali, 2016). Salah satu desa yang memiliki potensi wisata di Bali yaitu Desa
Jatiluwih dimana terletak di Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan.
Desa Jatiluwuh berjarak 26 km dari ibukota Kabupaten Tabanan, dan sekitar 47 km
dari ibukota Provinsi Bali. Desa Jatiluwih adalah sebuah desa dataran tinggi yang terletak di
kaki Gunung Batukaru. Topografi desa ini berbukit-bukit dengan kemiringan mencapai 600
sehingga persawahan sebagai lahan utama penghidupan penduduk harus dibuat bertingkattingkat (berteras). Selain itu, suhu udara berkisar antara 26-29 derajat Celcius sehinggga
udara di sini tergolong sejuk. Kondisi alam tersebut yang menjadi potensi pariwisata di Desa
Jatiwuluh.
Keindahan alam Desa Jatiluwih dengan terasering sawah (subak) telah diakui sebagai
salah satu kekuatan utama kepariwisataan di Bali dalam peta kepariwisataan dunia (Dewi dkk,
2013). Subak Jatiluwih merupakan subak hulu dan sebagai salah satu tempat tujuan wisata
yang menyajikan keindahan alam terasering persawahan yang ada di kabupaten Tabanan,
Bali. Keberadaan subak juga telah disahkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia
pada tanggal 29 Juni 2012 (Widari, 2015). Penetapan subak sebagai warisan budaya dunia
berpengaruh kepada peningkatan wisatawan yang berkunjung ke subak Jatiluwih semenjak
dibukanya subak Jatiluwih sebagai objek wisata pada tahun 1990. Hal tersbeut dinilai strategis
terutama sebagai upaya mendorong pengembangan desa Jatiluwih, dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat lokal.
Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pengembangan Desa Wisata
belum berpihak kepada masyarakat Jatiluwih. Contohnya, sawah dan petani merupakan aset
pariwisata yang dijual untuk kepuasan wisatawan. Namun, pengembangan desa wisata tidak
berpihak kepada kehidupan petani. Petani tetap miskin sementara investor meraup
keuntungan besar dari aktivitas pariwisata ini. Padahal, jika tidak ada sawah dan petani
pariwisata di Jatiluwih tidak akan berkembang. Kebijakan pemerintah lebih berpihak kepada
kaum kapitalis (investor). Investor dibiarkan membangun fasilitas wisata berupa vila di tengah
hutan yang berdekatan dengan Pura Luhur Petali. Pembangunan vila tersebut telah
melanggar radius kesucian pura yang kurang dari 2 kilometer dan melanggar Peraturan Bupati
Tabanan Nomor 9 tahun 2005 tentang Bangunan Gedung khususnya pasal 14 ayat (5). Lokasi
Critical Review : Pengembangan Desa Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat
Lokal Di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan,Bali.
1
dan desain vila nampak arogan dan kontras dengan lingkungan sekitar. Masyarakat Jatiluwih
menentang keras keberadaan vila tersebut karena ancaman terhadap kesucian pura.
Pembangunan vila Petali bermakna bahwa kepentingan ekonomi lebih diutamakan
daripada kepentingan kelestarian alam dan budaya. Kondisi ini terjadi karena pembiaran yang
dilakukan pengambil kebijakan walaupun alam dan budaya dikorbankan demi kepentingan
bisnis. Hal ini berarti bahwa pembangunan pariwisata berkelanjutan tidak terwujud di wilayah
Jatiluwih. Masuknya kaum kapitalis dalam pengembangan desa wisata membangun area
kompetisi ekonomi. Kompetisi tidak saja dalam perebutan lapangan pekerjaan juga dalam hal
modal. Kelompok kapitalis lokal bersaing dengan pemodal kuat dari luar desa bahkan berasal
dari luar Bali. Jika kondisi ini dibiarkan akan menimbulkan ketidakadilan ekonomi antara
masyarakat lokal dengan pendatang. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya ruang untuk
masyarakat lokal dapat memberikan intervensi terkait sistem yang telah berlaku di sana.
Maka dari itu, perlu diterapkannya konsep pembangunan desa wisata di Desa
Jatiluwuh yang berbasis partisipasi masyarakat. Hal tersebut diharapkan dapat memberikan
ruang bagi masyarakat lokal untuk dapat memberika pengaruh terhadap pembangunan desa
mereka. Pembangunan Desa Jatiluwuh sudah seharusnya memberikan dampak kepada
masyarakat sekitar, bukan untuk kepentingan kaum kapitalis.
B. KAJIAN TEORI JURN AL
1. Konsep Desa Wisata
Muljadi dalam Agustina dalam Jaswandi (2014) menjelaskan desa wisata sebagai
suatu produk wisata yang melibatkan anggota masyarakat desa dengan segala perangkat
yang dimilikinya. Desa wisata tidak hanya berpengaruh pada ekonominya, tetapi juga
sekaligus dapat melestarikan lingkungan alam dan sosial budaya masyarakat terutama
berkaitan dengan nilai-nilai kebersamaan, kekeluargaan, kegotongroyongan, dan lain-lain.
Komponen dalam pengembangan desa wisata:
a. Atraksi dan kegiatan wisata. Atraksi wisata dapat berupa seni, budaya, warisan sejarah,
tradisi, kekayaan alam, hiburan, jasa dan lain-lain yang merupakan daya tarik wisata. Atraksi
ini memberikan ciri khas daerah tersebut yang mendasari minat wisatawan untuk berkunjung
ke tempat tersebut.
b. Akomodasi. Akomodasi pada desa wisata yaitu sebagian dari tempat tinggal penduduk
setempat dan unit-unit yang yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk
c. Unsur institusi atau kelembagaan dan SDM. Dalam pengembangan desa wisata lembaga
yang mengelola harus memiliki kemampuan yang handal.
Critical Review : Pengembangan Desa Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat
Lokal Di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan,Bali.
2
d. Fasilitas pendukung wisata lainnya. Pengembangan desa wisata harus memiliki fasilitasfasilitas pendukung seperti sarana komunikasi.
e. Infrastuktur lainnya juga sangat pentig disiapkan dalam pengembangan desa wisata seperti
sistem pertanian
f. Transportasi sangat penting untuk memperlancar akses tamu.
g. Sumberdaya lingkungan alam dan sosial budaya.
h. Masyarakat. Dukungan masyarakat sangat besar peranannya seperti menjaga kebersihan
lingkungan, keramah tamahan.
i. Pasar domestik dan mancanegara. Pasar desa wisata dapat pasar wisata domestik maupun
mancanegara.
j. Konsep pariwisata berbasis masyarakat (Community Based Tourism).
2. Community Based Tourism
Menurut Garrod dalam Nurhidayati (2010), terdapat dua pendekatan berkaitan dengan
penerapan prinsip-prinsip perencanaan dalam konteks pariwisata. Pendekatan pertama yang
cenderung dikaitkan dengan sistem perencanaan formal sangat menekankan pada
keuntungan potensial dari ekowisata. Pendekatan ke dua, cenderung dikaitkan dengan istilah
perencanaan yang partisipatif yang lebih concern dengan ketentuan dan pengaturan yang
lebih seimbang antara pembangunanan dan perencanaan terkendali. Pendekatan ini lebih
menekankan pada kepekaan terhadap lingkungan alam dalam dampak pembangunan
ekowisata.
Salah satu bentuk perencanaan yang partisipatif dalam pembangunan pariwisata
adalah dengan menerapkan Community Based Tourism (CBT) sebagai pendekatan
pembangunan. Definisi CBT yaitu:
1) bentuk pariwisata yang memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk
mengontrol dan terlibat dalam manajemen dan pembangunan pariwisata,
2) masyarakat yang tidak terlibat langsung dalam usaha-usaha pariwisata juga mendapat
keuntungan,
3) menuntut pemberdayaan secara politis dan demokratisasi dan distribusi keuntungan
kepada communitas yang kurang beruntung di pedesaan
Pembangunan berbasis masyarakat atau populer dinamakan Community Based
Tourism (CBT) merupakan model pembangunan yang memberikan peluang yang sebesarbesarnya kepada masyarakat pedesaan untuk berpartisipasi dalam pembangunan pariwisata.
CBT merupakan sebuah kegiatan pembangunan pariwisata yang dilakukan sepenuhnya oleh
masyarakat. Ide kegiatan dan pengelolaan dilakukan seluruhnya oleh masyarakat secara
partisipatif, dan manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat lokal. Dengan demikian,
Critical Review : Pengembangan Desa Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat
Lokal Di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan,Bali.
3
dalam CBT peran masyarakat lokal sebagai pemangku kepentingan merupakan unsur
terpenting dalam pengembangan desa wisata.
C. RINGKASAN JURNAL DAN ALASAN PEMILIHANNYA
1. Peran Masyarakat dalam Pembangunan Desa Wisata, Jatiluwih
Masyarakat ditunjuk sebagai pelaku pembangunan karena dianggap yang lebih tau
kondisi lokal di suatu wilayah. Maka dari itu, partisipasi dari masyarakat sangatlah dibutuhkan
dalam pembangunan suatu wilayah. Partisipasi yang hakiki akan melibatkan masyarakat
dalam keseluruhan tahapan pengembangan, mulai dari proses perencanaan, pengambilan
keputusan, dan pengawasan program pengembangan desa wisata. Adapun penjelasan
terkait partisipasi masyarakat dalam keseluruhan tahap pengembangan adalah sebagai
berikut :
a. Partisipasi Masyarakat dalam Tahap Perencanaan
Parameter yang digunakan untuk menentukan derajat partisipasi masyarakat dalam
tahap perencanaan adalah keterlibatan dalam identifikasi masalah, perumusan tujuan, dan
pengambilan keputusan terkait pengembangan desa wisata.Tetapi fakta di desa Jatiwulih,
masyarakat merasa tidak dilibatkan kedalam pembangunan desa wisata. Hal-hal seperti
jaring aspirasi untuk mengidentifikasi kebutuhan pembangunan lokal, bersifat tertutup dan
masyarakat tidak dilibatkan. Adapun hal-hal yang terjadi dalam pengembangan desa wisata
di Jatiluwih adalah sebagai berikut :
(1) gagasan pengembangan desa wisata dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Tabanan
tanpa melibatkan masyarakat sebagai pemilik sumber daya, sehingga masyarakat
Jatiluwih kurang memahami latar belakang pengembangan desa wisata;
(2) masyarakat lokal hanya menjalankan apa yang diprogamkan oleh pemerintah, misalnya,
kesediaan menerima kedatangan wisatawan dan menyerahkan lahan untuk dibangun
fasilitas wisata; dan
(3) masyarakat lokal tidak berkekuatan untuk berpartisipasi aktif dalam arti ikut memberi
warna terhadap keputusan yang akan diambil oleh penguasa.
Berdasarkan penelitian Dewi dkk (2013), 40% warga mengaku bahwa jarang diundang ke
dalam forum yang diadakan oleh pemerintah, sedangkan 25% mengaku tidak pernah diundang
kedalam forum, dan sisanya 35% mengaku sering diundang kedalam forum. Dari presentase
tersebut dapat memberikan gambaran jika aspirasi masyarakat tidak menjadi salah satu
pertimbangan dalam pembangunan desa wisata. Hal tersebut yang membuat banyak
Critical Review : Pengembangan Desa Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat
Lokal Di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan,Bali.
4
masyarakat terkesan bergantung dengan investor dan pemerintah, padahal aktor
pembangunan utama adalah masyarakat sendiri.
Isu menarik yang terjadi di sana adalah keterwakilan masyarakat dalam forum-forum
pembangunan. Meskipun wakil-wakil masyarakat dalam forum berasal dari berbagai latar
belakang yang berbeda, tetapi tidak melibatkan berbagai lapisan. Hal tersebut dapat dilihat
dari kehadiran dalam forum dimana dihadiri oleh tokoh masyarakat, pejabat di banjar adat dan
dinas, sekaa (kelompok) teruna-teruni, warga masyarakat yang berpendidikan, misalnya guru,
pegawai negeri sipil, dan rohaniawan, yang secara resmi diundang oleh kepala desa. Melihat
dari komposisi kehadiran yang paling sering dilibatkan dominan masyarakat menengah keatas,
sedangkan lapisan menengah kebawah tidak terwakilkan.
b. Partisipasi Masyarakat Lokal dalam Tahap Implementasi
Parameter Partisipasi masyarakat dalam tahap implementasi adalah keterlibatan di
dalam pengelolaan usaha-usaha pariwisata, misalnya, sebagai pengelola
penginapan,
pengelola rumah makan, pemandu wisata, karyawan hotel, karyawan hotel, dan pengelola
atraksi wisata. Hal tersebut menjadi salah satu potensi lapangan kerja bagi masyarakat Desa
Jatiluwih sendiri. Tetapi faktanya, banyak investor asing yang masuk ke dalam lingkup
pariwisata desa Jatiluwih. Dari 7 fasilitas wisata berupa 4 buah sarana akomodasi dan 3
buah restoran, 5 di antaranya dikelola oleh orang asing, dan hanya 2 buah saja yang dikelola
oleh masyarakat lokal.
Persaingan tersebut dikarenakan keterbatasan modal serta pengetahuan masyarakat
lokal dalam berbisnis. Sehingga masyarakat lokal hanya mampu menekuni usaha dalam skala
kecil. Namun ironisnya, banyak investor asing mulai mengambil lahan pekerjaan masyarakat
lokal dengan membuka usaha kecil di sana. Akibatnya pendapatan wisata Jatiluwih tidak
kembali ke desa tetapi ke tangan investor luar. Kesenjangan pendapatan dan kesejahteraan
antar lapisan masyarakat semakin besar pun terjadi. Masyarakat lokal tetap berada di posisi
marginal dalam usaha yang justru terjadi di wilayahnya sendiri. Kondisi ini mengindikasikan
bahwa pengembangan desa wisata belum bermanfaat ekonomis bagi masyarakat Jatiluwih.
b. Partisipasi Masyarakat Lokal dalam Tahap Pengawasan
Berdasarkan fungsinya, masyarakat lokal memiliki peran tidak hanya sampai pada
implementasi saja, tetapi juga harus bisa menjadi pengawas dari suatu pembangunan.
Partisipasi masyarakat Jatiluwih sangatlah minim. Alasannya, karena perencanaan
pengembangan dilakukan oleh pemeritah secara top-down, sehingga masyarakat tidak
berkompotensi untuk melakukan pengawasan, di samping itu pengawasan oleh masyarakat
Critical Review : Pengembangan Desa Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat
Lokal Di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan,Bali.
5
dimaknai oleh pemerintah sebagai tindakan memata-matai program yang dilakukan
pemerintah sehingga berujung terjadinya konflik.
Akhirnya, masyarakat hanya berperan pada pengawasan keamanannya saja seperti,
mengawasi kehidupan anak muda yang mabuk-mabukan di sekitar are kafe Jatiluwih di
malam hari, pengawasan terhadap pedagang acung yang berjualan di sekitar terasering
sawah, dan pengawasan parkir kendaraan yang tidak teratur dan sering menimbulkan
kemacetan. Sedangkan pengawasan yang bersifat lebih kompleks seperti pelanggaran tata
ruang, pelanggaran kawasan suci, sebagian besar warga bersikap tidak peduli, padahal
secara substansi seharusnya masyarakat lokal ikut mengawasi. Selama ini pengawasan yang
bersifat kompleks hanya dilakukan oleh segelintir masyarakat yang kritis termasuk elite
masyarakat lokal.
2. Model Pengembangan Desa Wisata Berbasis Masyarakat
Pembangunan desa wisata yang berkelanjutan perlu dilakukan agar ketiga elemen
pembangunan yaitu sosial, lingkungan dan ekonomi memang terjadi keseimbangan.
Partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata pada prinsipnya adalah partisipasi
dalam mengelola sumber daya. Maka dari itu, diperlukan suatu model pembangunan yang
dapat merangkul semua aspirasi masyarakat desa Jatiluwih. Adapun harapan masyarakat
Jatiluwih dalam pengembangan desa wisata kedepan adalah sebagai berikut :
(1) pengembangan desa wisata harus berpedoman pada filosofi tri hita karana. Tri hita
karana adalah falsafah hidup berdasarkan agama Hindu yang mengajarkan perlunya
hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan (parahyangan), dengan sesamanya
(pawongan),
dan
dengan
alam
lingkungannya
(palemahan)
guna
mencapai
kesejahteraan lahir batin;
(2) masyarakat harus terlibat penuh dalam pengembangan desa wisata;
(3) menghargai hak-hak masyarakat local;
(4) memperhatikan kelestarian lingkungan dan kesucian pura-pura yang ada di sekitar Desa
Jatiluwih;
(5) pemanfaatan rumah penduduk untuk akomodasi wisatawan; dan
(6) ada kelembagaan otonom dan mandiri yang dibentuk oleh masyarakat lokal dibawah
tanggung jawab desa adat.
Semua harapan yang diinginkan oleh masyarakat lokal tersebut dapat dirumuskan sehingga
model yang disusun debagai pedoman pelaksanaan pembangunan desa wisata sesuai
dengan kebutuhan. Selanjutnya, pada model tersebut harus memiliki kaitan antara faktor
internal dan eksternal. Hal ini dilakukan agar terdapat pendamping dan motivator seperti
institusi pemerintah, NGO, akademisi, asosiasi, dan investor. Selanjutnya, pelaksanaannya
Critical Review : Pengembangan Desa Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat
Lokal Di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan,Bali.
6
memperhatikan fungsi manajemen dan sumber daya yang dimiliki (SDM, peralatan, modal,
material, dan informasi). Model pengembangan berbasis partisipasi seperti terlihat pada
gambar 1.
Gambar 1. Model Pengelolaan Sumber Daya Pariwisata Berbasis Partisipasi Masyarakat
Sumber : Dewi dkk, 2013
Dari model pembangunan tersebut terlihat jelas bagaimana peran antar elemin dalam
pembangunan. Terdapat 3 tokoh yang terlibat dalam pembangunan desa wisata yaitu
pemerintah, masyarakat dan juga swasta. Pembagian wewenang dalam pembangunan desa
wisata tersebut dilakukan agar antar elemen pembangunan memiliki ranah yang jelas dalam
proses pembangunan dan memberikan ruang yang pas bagi setiap elemen. Dalam model
tersebut terlihat bagaimana koordinasi yang seharusnya dilakukan antar elemen untuk
menunjang pembangunan desa wisata yang berbasis partisipasi masyarakat.
3. Alasan Pemilihan Jurnal
Berdasarkan ringkasan jurnal penilitian tersebut, maka alasan pemilihan studi kasus adalah
sebagai berikut :
1. Desa Jatiluwih memiliki potensi wisata alam yang dapat menarik wisatawan domestik
maupun mancanegara. Subak atau sawah terasiring merupakan daya tarik utama yang
ada di Jatiluwih dimana keberadaannya sangat dilindungi di Bali. Karena hal tersebut
Critical Review : Pengembangan Desa Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat
Lokal Di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan,Bali.
7
UNESCO mengakui subak yang ada di Jatiluwih sebagai warisan budaya dunia pada
tanggal 29 Juni 2012.
2. Tujuan pembangunan desa wisata di Jatiluwih memiliki tujuan untuk menciptakan
pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Tetapi dampak dari pemabngunan tidak
dirasakan oleh masyarakat sekitar. Isu pokok yang dibahas dalam jurnal adalah
masyarakat merasa tidak dilibatkan dalam pembangunan, sehingga dampak adanya
pembangunan tidak memberikan keuntungan untuk desa Jatiluwih sendiri, tetapi hanya
bisa dirasakan oleh investor yang memiliki modal besar. Masyarakat desa hanya bisa
memiliki usaha kecil sehingga masyarakat lokal menjadi kaum marginal di desa sendiri.
D. CRITICAL REVIEW
Penelitian yang dilakukan oleh Made Heny Urmila Dewi, Chafid Fandeli dan M. Baiquni
terkait Pengembangan Desa Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat Lokal Di Desa Wisata
Jatiluwih Tabanan, Bali dengan pendekatan Community Based Tourism ini dapat dikatakan
memiliki kelebihan dan kekurangan di dalamnya.
Adapun kelebihan dari jurnal penelitian ini adalah peneliti melakukan metode analisis
kualitatif dimana data yang didapatkan bukanlah data sekunder adri bahan bacaan saja.
Tetapi peneliti mencoba untuk terjun langsung ke masyarakat untuk memperoleh data primer
yang valid. Selain itu, penelitian ini juga mengusungkan metode pendekatan dalam
pengembangan desa wisata, Jatiluwih. Selain itu, permasalahan sudah dapat ditari darik
makro ke mikro. Gambaran umum terkait daerah penelitian sudah cukup tergambarkan.
Selain penulisan daftar pustaka serta sitasi sudah cukup jelas dan lengkap. Hal tersebut
merupakan salah satu bentuk tindakan yang menghindari plagiarisme.
Tetapi dalam penulisannya, ada beberapa kekurangan yang bisa menjadi bahan
koreksi. Adapun hal-hal tersebut adalah sebagai berikut :
1. Gambaran umum kawasan sudah cukup jelas, tetapi data pendukung seperti foto dll tidak
dapat menampilkan seberapa indahnya kawasan Jatiluwih menjadi salah satu desa
wisata di Bali. Data pendukung tersebut dapat membawa pembaca kepada urgensitas
yang ada di Jatiluwih yaitu desa wisata yang mencoba lepas dari dominasi kaum kapitalis.
2. Data-data hasil survei primer tidak ditampilkan secara informatif sehingga pembaca harus
memahami berberapa kali maksud data yang dilampirkan. Saran yang dapat dilakukan
untuk memperbaharui data-data yang dilampirkan tidak bersifat textual melainkan visul
yang berkaitan langsung dengan poster, dll. Selain itu, sumber terkait survei perimer tidak
disebutkan dalam jurnal, padahal hal tersbut penting untuk diterapkan.
Critical Review : Pengembangan Desa Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat
Lokal Di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan,Bali.
8
3. Metode yang digunakan penulis dalam penelitian merupakan teknik analisa kualitatif,
tetapi proses analisis yang digunakan tidak mencerminkan teknik tersebut. Prespektif
penelitian menjadi kurang tegas dimana seharusnya penelitian bisa menggunakan teknik
analisa kualiatif yang akurat. Karena adanya penekanan bahwa data yang digunakan
lebih banyak data wawancara atau data primer, maka seharunya data-data tersebut
dimunculkan. Contohnya transkrip wawancara, dimana hal tersebut menunjang dalam
menyakinkan pembaca bahwa penelitian tersebut adalah valid tanpa ada rekayasa.
4. Jumlah sampel yang dijadikan informan seharusnya dijelaskan alasannya lebih terperinci.
Bukan hanya menyebutkan angkanya saja tetapi mengapa memilih angka tersebut. Hal
ini dilkukan untuk validitas sebuah data. Selain itu perlu dipertimbangkan apakah angka
tersebut dapat mewakili jumlah penduduk yang ada di desa Jatiluwih.
5. Ada beberapa sitasi yang kurang melihat tata aturan yang baku. Selain itu, ada penulisan
yang juga kurang melihat tata aturan penulisan yang baku. Hal tersebut dapat di
kroscheck lebih lanjut menginggat jurnal ini sudah dipubliksikan di dunia maya dimana
setiap orang dapat mengakses.
6. Tidak adanya tijauan pustaka yang mendukung sehingga penelitian kurang mempunyai
dasar teori yang jelas. Seharusnya ditambahkan tinjaun pustaka agar saat proses
analisispun dapat disesuaiakn dengan teori yang ada.
7. Perlu ditambahkan kerangka berfikir penelitian agar dapat mudah dipahami mengapa
penelitian tersebut harus dilakukan, lalu bagaimana proses analisis yang digunakan.
Sampai
degan
mengapa
pendekatan
CBT
digunakan
dalam
menyelesaikan
permasalahan yang ada di desa wisata, Jatiluwih.
E. LESSON LEARNED
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka pelajaran yang dapat diambil dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Community Based Tourism merupakan salah satu pendekatan yang dapat dilakukan
dalam pembangunan desa wisata di suatu daerah. Pndekatan tersebut melihat
kencenderungan agar masyarakat di desa wisata dapat merasakan dampak adanya
pembangunan. Selain itu juga diharapkan dapat mencerminkan ciri pembangunna
berkelanjutan dimana masyarakat lokal yang seharusnya tahu bagaimana kondisi wilayah
serta kebutuhan yang seharusnya dipenuhi.
2. Perlunya menyajikan data awal maupun hasil analisis ke dalam bentuk tabel, diagram,
atau apapun yang mudah dibaca dan dipahami. Hal tersebut dilakukan agar pembaca
lebih mudah memahami, tidak hanya monoton hanya disajikan deskriptif saja.
Critical Review : Pengembangan Desa Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat
Lokal Di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan,Bali.
9
3. Perlunya kerangka berfikir penelitian yang memuat alasan pemilihan studi kasus, wilayah
yang dituju, bagaimana alur dari proses analisis, sampai interpretasi dari proses analisis
yang dilakukan.
4. Penelitian kualitatif dalam jurnal seharusnya difokuskan pada satu pendekatan agar
pembaca tahu dari sudut pandang mana penulis mengerjakannya.
F. KESIMPULAN
Pembangunan desa wisata yang dilakukan di Jatiluwih memberikan gambaran bahwa
masyarakat tidak dilibatkan bahkan tidak membunyai andil yang banyak dalam proses
pembangunan. Hal tersebut dikarenakan keputusan pemerintah terlihat dominan. Padahal
bila mengacu pada pendekatan tata kelola pemerintah yang bersih dan berkelanjutan peran
pemerintah diharapkan menjadi fasilitator dengan memberikan peran dan manfaat yang lebih
besar kepada masyarakat. Dari gambaran singkat tersbeut memberikan bukti bahwa
pembangunan desa wisata di Jatiluwih tidak memberikan dampak yang baik bagi warga desa.
Kontras pembangunan pun terasa di sana sehingga masyarakat desa menjadi kaum marginal
di wilayah sendiri. Masyarakat belum menjadi subjek pembangunan, tetapi masih menjadi
objek pembangunan.
Masyarakat lokal khususnya desa Jatiluwih perlu diajak untuk mendesain sendiri
model pariwisata yang akan dikembangkan. Selama ini pariwisata yang dikembangkan di
desa wisata tersebut tidak pernah di desain oleh mereka sendiri. Pariwisata yang dijalankan
selama ini tidak memberikan peluang bagi masyarakat desa untuk mengeluarkan aspirasinya,
padahal mereka yang tahu kondisi dari wilayah yang akan dibangun serta apa saja kebutuhan
yang seharusnya disediakan. Desain pariwisata yang dilakukan oleh orang luar desa
memberikan dampak negatif bagi penduduk desa dimana masyarakat lokal menjadi
terpinggirkan.
Jurnal ini mempunyai masih mempunyai beberapa kekurangan meskipun penjelasan
dirasa cukup jelas. Proses penelitian yang dilakukan masih mempunyai beberapa kekurangan
seperti penndekatan yang dilakukan, data yang mendukung tidak disertakan alasan untuk
validasinya, data yang disajikan kurang menarik minat pembaca dimana seharusnya bisa
lebih informatif, dll. Selain itu, seharusnya terdapat kerangka penelitian dimana penulis dapat
memberikan gambaran kepada pembaca bgaimana alur berfikir dari penelitian tersebut. Hal
ini menunjang buki serta alasan yang kuat untuk disampaikan oleh pembaca bahwa penelitian
ini sangat harus dilakukan serta bagaimana tahapan proses analisis untuk memberikan solusi
atas permasalahan yang diangkat.
Critical Review : Pengembangan Desa Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat
Lokal Di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan,Bali.
10
G. DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistika Bali. 2016. Dokumen Bali dalam Angka Tahun 2016. BPS Bali :
Denpasar
Dewi, Made Heny Urmila ; Fandeli, Chafid dan M. Baiquni. 2013. Pengembangan Desa
Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat Lokal Di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan,
Bali. Jurnal Kawistara Volume 3 No 2 : 117-226
Widari, Dewa Ayu Diyah Sri. 2015. Perkembangan Desa Wisata Jatiluwih Setelah Penetapan
Subak Sebagai Warisan Budaya Dunia Di Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan.
Tesis Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar
Jaswadi, Lathiffida Noor. 2014. Kesesuaian Pengembangan Desa Wisata Subak Jatiluwih
Dengan Motivasi Wisatawan. Skripsi Sarjana Sains Komunikasi Dan Pengembangan
Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
Critical Review : Pengembangan Desa Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat
Lokal Di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan,Bali.
11
Download