pertambangan dan energi

advertisement
PERTAMBANGAN DAN ENERGI
BAB IX
PERTAMBANGAN DAN ENERGI
A. PERTAMBANGAN
1. Pendahuluan
Dalam rangka pelaksanaan pokok-pokok kebijaksanaan Garisgaris Besar Haluan Negara tahun 1983, kebijaksanaan dan
langkah-langkah yang dilaksanakan adalah melanjutkan dan meningkatkan upaya-upaya inventarisasi, pemetaan, eksplorasi
dan eksploitasi kekayaan alam yang berupa sumber daya mineral
dan energi dengan memanfaatkan teknologi tepat guna, sehingga
produksi dan ekspor hasil pertambangan dapat semakin meningkat. Selanjutnya upaya pengembangan teknologi pertambangan
juga terus dilanjutkan, termasuk penelitian endapan bahan-bahan galian dan pengolahan berbagai macam bahan galian. Seja lan dengan itu pendidikan dan latihan terus ditingkatkan un tuk memenuhi kebutuhan akan tenaga ahli dan terampil guna
mendukung peningkatan pembangunan di sektor pertambangan.
Selanjutnya juga ditetapkan bahwa pembangunan pertambang an juga diarahkan untuk lebih memperluas kesempatan kerja,
melakukan penganekaragaman produk pertambangan dan meningkatkan penyediaan kebutuhan bahan baku untuk industri dalam negeri yang membutuhkan bahan-bahan tambang sebagai bahan baku.
IX/3
Di samping itu, sesuai dengan GBHN tahun 1983 pengelolaan
sektor pertambangan dalam Repelita IV diselaraskan pula dengan
kebijaksanaan umum energi, pembangunan daerah dan pemeliharaan
kelestarian alam serta lingkungan hidup. Usaha pertambangan
rakyat terus dibina dan ditingkatkan melalui penyempurnaan,
pengaturan dan pembinaan usaha pertambangan serta pengemba ngan
koperasi di bidang tersebut.
Dalam Repelita IV sektor pertambangan dan energi tetap
merupakan salah satu sektor yang penting bagi perekonomian
Indonesia, mengingat peranannya sebagai salah satu sumber utama penerimaan negara dan sebagai pendukung utama untuk memenuhi permintaan energi nasional. Sehubungan dengan hal terse but, maka arah dan kebijaksanaan pembangunan sektor pertam bangan selama Repelita IV tetap melanjutkan kebijaksanaan
yang telah ditempuh sebelumnya serta meningkatkan hasil-hasil
yang telah dicapai dalam Repelita III.
Di bidang minyak dan gas bumi hasil penting yang dicapai
selama Repelita IV, antara lain, adalah telah beroperasinya
perluasan kilang-kilang BBM di Balikpapan dan Cilacap secara
penuh, dan selesainya pembangunan unit hydrocracker di Dumai. Dengan demikian, sejak tahun ketiga Repelita IV Indone sia telah dapat melepaskan diri dari ketergantungan impor BBM
dan pengilangan minyak di luar negeri. Selain daripada itu,
telah pula diselesaikan perluasan kilang LNG Arun dan L NG Badak sehingga produksi dan ekspor LNG di mass mendatang diha rapkan dapat meningkat.
Produksi minyak bumi selama Repelita IV dipengaruhi oleh
besarnya pembatasan produksi oleh OPEC. Pada tahun 1984/85
produksinya menunjukkan adanya kenaikan dibanding dengan tahun
sebelumnya, namun pada tahun 1985/86 dan 1986/87 produksinya
menunjukkan penurunan kembali, kemudian meningkat lagi pada
tahun 1987/88. Sementara itu produksi gas bumi berhasil ditingkatkan sejalan dengan meningkatnya penggunaan gas bumi
sebagai sumber energi dan sebagai bahan baku industri dalam
negeri.
Di bidang pertambangan umum, perkembangan yang menonjol
dalam Repelita IV antara lain adalah peningkatan produksi
emas dalam tahun-tahun terakhir Repelita IV, dan berhasilnya
peningkatan produksi batu bara sebagai langkah persiapan menuju pengembangan dan pemanfaatan batu bara secara besar -besaran.
IX/4
Terjadinya resesi ekonomi dunia sejak sekitar akhir Repelita III menyebabkan pemasaran berbagai hasil tambang, ter utama logam, mengalami kelesuan. Demikian pula produksi hasil
pertambangan, kecuali batu bara, terus menurun sejak akhir
tahun 1982/83, dan berkelanjutan sampai dengan tahun 1985/86.
Tetapi sejak tahun 1986/87 produksi hasil tambang non migas,
khususnya hasil tambang utama, mulai meningkat. Dari sepuluh
hasil tambang utama delapan di antaranya, yaitu batu bara,
timah, bijih nikel, nikel-matte, tembaga, perak, pasir besi
dan emas, menunjukkan peningkatan. produksi, sedangkan dua
lainnya, yakni bauksit dan ferro-nikel, terus menurun. Ferronikel meningkat kembali produksinya pada tahun 1988/89.
Kegiatan pemetaan geologi telah dilaksanakan dengan pemetaan geologi Jawa - Madura berskala 1 : 100.000, pemetaan
geologi luar Jawa berskala 1 : 250.000 dan kompilasi peta
geologi Indonesia berskala 1 : 1.000.000. Di samping itu juga
telah dilaksanakan pemetaan gaya berat dan pelbagai penelitian
geologi lainnya secara lebih mendalam.
Inventarisasi dan eksplorasi sumber daya mineral yang
ditujukan untuk mengetahui potensi bahan galian logam dan non
logam terus dilaksanakan di pelbagai tempat, terutama di Suma tera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.
Di samping itu, selama Repelita IV juga telah dilaksanakan pemetaan geologi tata lingkungan, yang meliputi penyelidikan hidrogeologi, potensi air tanah, geologi teknik, serta
penyelidikan daerah rawan geologi; penyelidikan kegunungapian; penyelidikan panas bumi; serta penyelidikan mengenai geo logi kelautan dan potensi sumber daya mineral yang dikandung
di bawahnya.
Hasil-hasil yang telah dicapai serta perkembangan di bidang produksi pertambangan selama Repelita IV dapat dilihat
pada Tabel IR-1.
2. Perkembangan Hasil Pertambangan
a. Minyak Bumi
Pada tahun pertama Repelita IV produksi minyak bumi termasuk kondensat mencapai 532,16 juta barrel, atau naik 2,8%
dari tahun kelima Repelita III. Realisasi produksi pada tahun
kedua turun menjadi 490,88 juta barrel, dan pada tahun ketiga
IX/5
TABEL IX - 1
PRODUKSI HASIL-HASIL PERTAMBANGAN,
1983/84 - 1988/89
Repelita
No.
Jenis Barang
Satuan
1983/84
1984/85
1985/86
IV
1986/87
1987/88
1988/89
1)
2)
2)
490,9
2)
516,1
2)
508,0
1. Minyak Bumi (Mentah)
juta barrel
517,6
532,2
2. Gas Bumi
milyar kaki
kubik
1.288,2
1.548,3
1.582,0
1.657,7
1.737,0
1.787,0
3. Batu bara
ribu ton
614,7
1.200,7
1.487,5
1.731,8
1.987,6
2.597,7
4. Logam Timah
ribu ton
25,8
22,0
20,4
24,5
25,7
28,9
5. Bijih Nikel
ribu ton
1.353,3
946,3
986,9
1.680,6
1.860,4
1.881,6
6. Bauksit
ribu ton
841,9
1.009,6
712,8
636,4
654,2
514,1
7. Pasir Besi
ribu ton
122,1
91,4
137,3
155,3
214,2
210,5
8. Emas
kg
265,1
215,0
250,9
179,8
710,6
5.050,0
9. Perak
kg
1.684,0
2.171,0
1.770,0
2.858,7
5.178,0
64.049,0
199,7
200,2
233,1
249,2
254,4
302,7
10. Konsentrat Tembaga
1) Angka sementara
2) Angka diperbaiki
IX/6
ribu ton
497,4
dan keempat masing-masing naik lagi menjadi sebesar 516,14 juta barrel dan 507,95 juta barrel. Selanjutnya pada akhir Repelita IV produksinya menjadi sebesar 496,92 juta barrel atau
turun 2,17% dari tahun sebelumnya. Dengan demikian maka produksi minyak bumi selama Repelita IV telah menurun dengan
rata-rata 1,58% per tahun, antara lain karena melemahnya harga
minyak yang pada gilirannya mengakibatkan menurunnya kegiatan
pengembangan usaha pertambangan minyak. Perkembangan produksi
minyak bumi selama periode 1983/84 - 1989/90 dapat dilihat
pada Tabel IX-2.
Kegiatan pemboran sumur eksplorasi selama 4 tahun pertama Repelita IV berkecenderungan menurun. Apabila dibandingkan
dengan tahun kelima Repelita III, kegiatan pemboran ekspl orasi tahun kelima Repelita IV telah menurun sebesar 50%. Ke cenderungan penurunan pemboran sumur eksplorasi itu antara
lain disebabkan oleh melemahnya harga minyak bumi di pasaran
internasional. Sementara itu, pada tahun kelima Repelita IV
telah ditandatangani 9 kontrak baru dengan kontraktor minyak
acing yang diharapkan akan dapat meningkatkan kegiatan eks plorasi minyak dan gas bumi pada tahun-tahun mendatang. Dengan demikian sampai saat ini kontrak minyak yang masih berlaku berjumlah 73 buah, terdiri dari 2 kontrak Perjanjian Karya, 2 kontrak Technical Assistance dan 69 kontrak Production
Sharing.
(1) Pengolahan Minyak Bumi
Dalam rangka memenuhi kebutuhan akan bahan bakar minyak
di dalam negeri, dalam tahun ketiga Repelita IV telah selesai
dibangun beberapa perluasan kilang minyak, sehingga kilang
minyak yang ada memiliki kapasitas terpasang 830 ribu barrel
per hari. Pada saat ini kilang minyak ini telah mampu meng olah minyak bumi lebih dari 800 ribu barrel per hari.
Dengan telah beroperasinya kilang-kilang minyak di dalam
negeri secara penuh maka sejak tahun ketiga Repelita IV Indo nesia tidak lagi melakukan pengolahan minyak mentah di luar
negeri. Hasil yang diperoleh dari kilang-kilang tersebut berupa Bahan Bakar Minyak (BBM) telah dapat memenu hi kebutuhan
akan BBM di dalam negeri untuk beberapa waktu mendatang. Apa bila kebutuhan BBM di dalam negeri dapat ditekan, maka kilangkilang ini dapat diturunkan kapasitas operasinya sehingga mi nyak bumi yang diekspor dapat lebih banyak lagi. Kelebihan
kapasitas kilang tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan untuk
melakukan pengolahan minyak mentah dari pihak ketiga (crude
processing deal).
IX/7
TABEL IX - 2
RENCANA DAN REALISASI
PRODUKSI MINYAK BUMI DAN KONDENSAT
1983/84 - 1988/89
(juta barrel)
Produksi
Tahun
Rencana
1983/84
668,00
517,60
1984/85
511,00
532,16
1985/86
565,75
490,88
1986/87
590,66
516,14
1987/88
609,85
507,95
623,30
497,44
1988/89
1)
1) Angka sementara
2) Angka diperbaiki
IX/8
Realisasi
2)
Selama Repelita IV produksi kilang minyak meningkat ratarata sebesar 6,54% per tahun. Pada tahun terakhir Repelita IV
produksi kilang minyak bumi mencapai 226.299,5 ribu barrel.
Apabila dibandingkan dengan tahun kelima Repelita III yang
berjumlah 106.607 ribu barrel, produksi kilang tahun terakh ir
Repelita IV tersebut naik 112,27%. Dibandingkan dengan tahun
1987/88, produksi tahun 1988/89 itu naik sebesar 3,14%. Per kembangan hasil pengilangan minyak selama 1983/84 - 1988/89
dapat dilihat pada Tabel IX-3.
Dalam pada itu dewasa ini sedang dilanjutkan pembangunan
beberapa proyek prioritas, seperti Proyek Kilang Paraxylene
Cilacap, Proyek LNG Badak Train E, dan Proyek Asphal Plant
Gresik.
(2) Ekspor
Ekspor minyak bumi Indonesia setiap tahun ditentukan
oleh kemampuan produksi di dalam negeri, perkemban gan konsumsi di dalam negeri, perkembangan permintaan minyak bumi di
pasar luar negeri dan ketentuan kuota ekspor yang diberlaku kan untuk Indonesia.
Ekspor minyak mentah dan kondensat pada tahun pertama
Repelita IV mencapai 343,6 juta barrel. Ekspor minyak mentah
yang terendah terjadi pada tahun terakhir Repelita IV yaitu
sebesar 274,4 juta barrel. Jumlah itu 0,36% lebih kecil apa bila dibandingkan dengan tahun 1987/88. Ekspor tahun kelima
Repelita IV 22,9% lebih rendah apabila dibandingkan dengan
angka ekspor pada tahun terakhir Repelita III.
Ekspor produk hasil minyak bumi tergantung dari hasil
pengolahan kilang minyak dan jumlah kebutuhan konsumsi BBM
dalam negeri. Ekspor produk hasil minyak bumi pada tahun
1988/89 mencapai 61,10 juta barrel. Jumlah ekspor itu 7% lebih
besar dari ekspor pada tahun terakhir Repelita III. Dibanding kan dengan ekspor tahun keempat Repelita IV, yaitu sebesar
66,10 juta barrel, ekspor tahun kelima Repelita IV itu turun
sebesar 7,5%. Perkembangan ekspor minyak bumi dan produk hasil
minyak selama jangka waktu 1983/84 - 1988/89 dapat dilihat
pada Tabel IX-4.
(3) Pemasaran Dalam Negeri
Bahan Bakar Minyak (BBM) sampai tahun kelima Repelita IV
masih tetap merupakan sumber energi utama di Indonesia, mes kipun penggunaan bahan bakar non BBM juga terus meningkat.
IX/9
TABEL IX - 3
RENCANA DAN REALISASI PRODUKSI KILANG MINYAK,
1983/84 - 1988/89
(juta b a r r e l )
B B M 2)
Tahun
Rencana
R e a l i s a s i ³)
1983/84
221.300,0
106.607,0
1984/85
224.321,0
175.633,0
1985/86
243.747,0
186.986,9
1986/87
243.747,0
194.545,3
1987/88
243.747,0
219.410,0
243.747,0
226.299,0
1988/89
1)
1) Angka sementara
2) Termasuk Naptha dan LSWR
3) Angka diperbaiki
GRAFIK IX - 1
RENCANA DAN REALISASI PRODUKSI KILANG MINYAK,
1983/84 - 1988/89
IX / 10
P e n ju a la n BB M d a la m n e g er i pa d a t ah un pertama Repe l i t a IV turun menjadi 158.149 ribu barrel dibandingkan dengan
penjualan pada tahun kelima Repelita III sebesar 161.026 ribu
barrel. Penurunan itu disebabkan oleh kenaikan harga BBM yang
terjadi pada tahun 1984, adanya usaha penghematan pemakaian
BBM, meningkatnya pemakaian gas minyak cair (liquified petro leum gas, LPG) dan semakin meluasnya program listrik masuk
desa.
Pada tahun keempat Repelita IV jumlah penjualan BBM mencapai 165.012 ribu barrel; sedangkan pada tahun terakhir Repelita IV penjualannya naik 3,7% menjadi 171.162 ribu barrel.
Penjualan BBM tahun terakhir Repelita IV tersebut meningkat
sebesar 6,3% apabila dibandingkan dengan penjualan pada tahun
terakhir Repelita III. Perkembangan pemasaran hasil minyak di
dalam negeri selama Repelita IV dapat dilihat pada Tabel IX -5.
Penjualan produk non BBM seperti bahan pelumas, LPG, aspal dan wax selama Repelita IV mengalami kenaikan yang cukup
berarti. Di samping itu dalam Repelita IV telah mulai di
pasarkan produk baru seperti kokas, methanol dan purified
terephtalic acid (PTA). Pemasaran produk-produk baru tersebut
telah mengakibatkan kenaikan angka penjualan produk non BBM
yang cukup tinggi selama Repelita IV.
b. Gas Bumi
Produksi gas bumi terus mengalami peningkatan sesuai dengan meningkatnya pemanfaatan gas bumi. Selain sebagai pengganti BBM, yang menjadi sumber energi utama di dalam negeri,
gas bumi dimanfaatkan pula untuk bahan baku industri pupuk
dan industri besi baja. Gas bumi yang merupakan "non -associated gas" dipergunakan untuk menghasilkan liquified natural
gas (LNG), sedangkan yang "associated gas" dijadikan liquid fied petroleum gas (LPG)
(1) Produksi dan Pemanfaatan Gas Bumi
Dalam rangka mengurangi ketergantungan pada minyak bumi,
maka produksi dan pemanfaatan gas bumi sebagai sumber energi
yang terpenting setelah minyak bumi terus ditingkatkan. Baik
produksi maupun pemanfaatan gas bumi dalam Repelita IV terus
meningkat. Peningkatan pemanfaatan gas bumi tersebut terutama disebabkan karena meningkatnya pemanfaatan gas bumi untuk
LNG dan industri pupuk, pemakaian gas bumi sebagai energi
pengganti BBM untuk kilang Balikpapan, pabrik semen Cibinong
IX/11
TABEL IX - 4
REALISASI EKSPOR MINYAK BUMI DAN HASIL MINYAK,
1983/84 - 1988/89
(juta barrel)
1) Termasuk kondensat
2) Angka sementara
TABEL IX - 5
REALISASI PEMASARAN HASIL MINYAK BUMI DI DALAM NEGERI,
1983/84 - 1988/89
(ribu barrel)
1) Termasuk Aviation Gasoline dan Bunker Oil
yang dijual untuk kapal terbang dan kapal laut
asing yang berlabuh di pelabuhan Indonesia, serta
pemakaian sendiri
2) Angka sementara
3) Angka diperbaiki
GRAFIK IX - 2
REALISASI PEMASARAN HASIL MINYAK BUMI DI DALAM NEGERI,
1983/84 - 1988/89
IX/12
dan Krakatau Steel, serta meningkatnya penggunaannya untuk
gas kota di Cirebon, Bogor, Jakarta dan Medan. Sementara itu
sedang dimasyarakatkan pula pemanfaatan gas sebagai Bahan Ba ker Gas (BBG) untuk kendaraan bermotor, terutama di Jakarta.
Produksi gas bumi terus meningkat dari 1.548,3 milyar kaki kubik pada awal Repelita IV menjadi 1.787 milyar kaki kubik pada tahun terakhir Repelita IV, atau rata-rata 3,7% setiap tahun. Produksi gas bumi tahun kelima Repelita IV menun jukkan kenaikan sebesar 39% apabila dibandingkan dengan produksinya pada tahun terakhir Repelita III. Dibandingkan dengan
tahun 1987/88 produksi tahun 1988/89 itu meningkat sebesar
2,9%.
Pemanfaatan gas bumi selama Repelita IV juga terus me ningkat dengan rata-rata 3,8% setiap tahun, sehingga mencapai
1.648 milyar kaki kubik pada tahun terakhir Repelita IV. Apa bila dibandingkan dengan tahun kelima Repelita III, pemanfaatan gas bumi tahun kelima Repelita IV menunjukan kenaikan sebesar 45,9%. Dibandingkan dengan tahun 1987/88 pemanfaatan da lam tahun 1988/89 itu naik 3,8%. Perkembangan produksi dan
pemanfaatan gas bumi selama Repelita IV dapat dilihat pada
Tabel IX-6.
(2) Produksi LNG dan LPG
Produksi LNG selama Repelita IV meningkat terus; pada
akhir Repelita III mencapai 569.303,7 ribu MMBTU, sedangkan
pada akhir Repelita IV mencapai 970.150,0 ribu. MMBTU. Pening katan produksi tersebut dimungkinkan karena adanya kenaikan
kemampuan produksi kilang dan diimbangi oleh peningkatan per mintaan akan LNG. Untuk memenuhi permintaan tersebut, kilang
LNG yang ada beroperasi di atas kapasitas terpasang. Kenaikan
produksi yang cukup tajam terjadi pada tahun keempat Repe lita IV (1987/88), yaitu sebesar 11,5% , dari 811.799,6 ribu
MMBTU menjadi sebesar 905.150 ribu MMBTU. Pada tahun kelima
Repelita IV produksi LNG adalah sebesar 970.150 ribu MMBTU,
meningkat sebesar 7,2% apabila dibandingkan dengan produksi
tahun 1987/88. Produksi tahun 1988/89 itu 70,4% lebih besar
apabila dibandingkan dengan tahun terakhir Repelita III. Kenaikan produksi ini, antara lain, disebabkan karena adanya
penambahan kapasitas produksi LNG Arun Train VI.
Ekspor LNG selama Repelita IV mengalami kenaikan rata rata 5,7% setiap tahun. Ekspor LNG pada tahun keempat Repe lita IV mencapai 894.955 ribu MMBTU. Angka ini merupakan
IX/13
kenaikan ekspor tertinggi, yaitu sebesar 11,2% lebih tinggi
dari tahun sebelumnya. Ekspor LNG terbesar selama Repelita IV
terjadi pada tahun terakhir Repelita IV, yaitu sebesar 964.897
ribu MMBTU, meningkat sebesar 73,7% apabila dibandingkan
dengan tahun terakhir Repelita III. Kenaikan ekspor ini antara
lain disebabkan oleh meningkatnya permintaan Jepang dan Korea
Selatan. Perkembangan produksi dan ekspor LNG selama Repelita IV terlihat pada Tabel IX-7.
Ekspor LPG pada tahun pertama Repelita IV adalah sebesar
742,3 ribu ton. Ekspor tahun itu naik cukup tajam, yaitu se besar 69,6% dibanding ekspor tahun kelima Repelita III. Pada
tahun keempat Repelita IV ekspor LPG hanya mencapai 518 ribu
ton. Adapun ekspornya pada tahun kelima Repelita IV meningkat
dengan tajam, yaitu sebesar 176% apabila dibandingkan dengan
tahun 1987/88, menjadi 1.430,6 ribu ton.
Ekspor LPG pada tahun pertama sampai dengan tahun ketiga
Repelita IV cenderung menurun. Perkembangan itu disebabkan
oleh menurunnya kemampuan kilang LPG, sebagai akibat "supply
tail gas" dari "associated gas" yang menurun karena turunnya
produksi minyak mentah dan oleh meningkatnya konsumsi LPG da lam negeri. Pada tahun kelima Repelita IV ekspor LPG mening kat cukup tajam. Peningkatan yang tajam itu terjadi karena
telah beroperasinya kilang LPG Arun dan Bontang untuk meme nuhi permintaan LPG Jepang.
c. Panas Bumi
Sumber energi lainnya yang dapat dimanfaatkan dalam rang ka mengurangi ketergantungan pada minyak bumi adalah energi
panas bumi. Pada tahun kelima Repelita IV pemanfaatan energi
panas bumi sudah menunjukkan kemajuan yang menggembira kan.
Hal ini tampak dari meningkatnya pemanfaatan uap dari sumber
daya panas bumi untuk tenaga pembangkit listrik. Pada tahun
itu pemanfaatan tersebut meningkat sebesar 46% dibandingkan
tahun sebelumnya.
Pada waktu ini sumber daya panas bumi yang dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit tenaga listrik relatif masih terbatas (142 MW). Namun dari hasil survai yang telah dilakukan
selama Repelita IV diketahui adanya 217 prospek lokasi panas
bumi dengan potensi sebesar 10.000 MW yang tersebar di selu ruh
Indonesia.
IX/14
TABEL IX - 6
REALISASI PRODUKSI DAN PENEMPATAN GAS BUMI,
1983/84 - 1988/89
(milyar kaki kubik)
Tahun
Produksi
Pemanfaatan
1983/84
1.288,2
1.182,0
1984/85
1.548,3
1.419,8
1985/86
1.582,0
1.450,0
1986/87
1.657,7
1.518,2
1987/881)
1.737,0
1.587,8
1988/89 2)
1.787,0
1.648,0
1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara
GRAFIK IX - 3
REALISASI PRODUKSI DAN PEMANFAATAN GAS BUMI,
1983/84 - 1988/89
IX/15
TABEL IX - 7
REALISASI PRODUKSI DARI EKSPOR LNG,
1983/84 - 1988/89
(ribu MMBTU)
Tahun
Produksi
Ekspor
1983/84
569.303,7
555.500,0
1984/85
783.729,6
772.000,0
1985/86
788.456,8
770.200,0
1986/87
811.799,6
804.300,0
1987/88
905.150,0
894.955,0
1988/89 1)
970.150,0
964.897,0
1 ) Angka sementara
GRAFIK IX - 4
REALISASI PRODUKSI DAN EKSPOR LNG,
1983/84 - 1988/89
IX/16
Usaha-usaha kearah peningkatan pengembangan sumber daya
panas bumi telah dilakukan melalui pemanfaatan bantuan teknik
luar negeri dan pengikutsertaan perusahaan swasta dan kopera si untuk mengembangkan pengusahaan sumber daya panas bumi
skala kecil.
d. Batu bara
Pengembangan pertambangan batu bara terutama diarahkan
kepada pemenuhan kebutuhan energi pengganti minyak bumi di
dalam negeri, misalnya pemenuhan kebutuhan pusat listrik tena ga uap (PLTU) dan pemenuhan kebutuhan industri semen dan industri lainnya. Produksi batu bara pada tahun terakhir Repelita III yang dihasilkan oleh 2 buah tambang batu bara milik
negara, Ombilin dan Bukit Asam, adalah sebesar 614,7 ribu
ton. Jumlah ini meningkat menjadi 1.200,7 ribu ton pada awal
Repelita IV dan terus meningkat menjadi 2.597,7 ribu ton pada
tahun terakhir Repelita IV. Hal ini berarti adanya kenaikan
sebesar 322,5% selama Repelita IV.
Peningkatan jumlah produksi tersebut terutama disebabkan
oleh selesainya penambahan dan penggantian sebagian peralatan
tambang di PT (Persero) Tambang Batu bara Bukit Asam.
Di samping kedua perusahaan tambang batu bara milik negara tersebut, terdapat pula 5 buah perusahaan tambang batu ba ra swasta, yaitu 4 buah di Kalimantan Timur dan 1 buah di
Bengkulu. Kelima perusahaan tersebut selama Repelita IV juga
terus meningkatkan produksinya. Produksi batu bara pada tahun
terakhir Repelita IV berjumlah 5.195 ribu ton. Anjloknya tanah fondasi di pelabuhan Tarahan (Lampung) beberapa waktu
yang lalu merupakan salah satu sebab kelangsungan peningkatan
produksi batu bare yang belum memuaskan selama Repelita IV.
Namun demikian, produksi batu bara secara keseluruhan pada
tahun terakhir Repelita IV menunjukan adanya peningkatan sebesar 745,2% dibandingkan dengan produksi pada tahun terakhir
Repelita III.
Tabel IX-8 dan Grafik IX-5 memperlihatkan perkembangan
produksi batu bara Ombilin dan Bukit Asam selama periode tahun 1983/84 - 1988/89.
e. Timah
Merosotnya harga timah dan sulitnya mencari pasaran sejak tahun 1983 telah mempengaruhi perkembangan produksi timah
IX/17
TABEL IX - 8
PRODUKSI BATU BABA,
1983/84 - 1988/89
(ribu ton)
Produksi pada unit
Tahun
Jumlah
Ombilin
Bukit Asam
1983/84
410,5
204,2
614,7
1984/85
625,3
575,4
1.200,7
1985/86
754,5
733,0
1.487,5
1986/87
664,2
1.067,6
1.731,8
1987/88
636,9
1.350,7
1.987,6
519,5
2.078,2
2.597,7
1)
1988/89
1) Angka sementara
GRAFIK IX - 5
PRODUKSI BATU BARA,
1983/84 - 1988/89
IX/18
Indonesia, yang 95% dari hasilnya diarahkan untuk ekspor. De mikian pula dengan ditutupnya LME (London Metal Exchange) sejak Oktober 1985, maka ATPC (Association of Tin Producing Co untries) memberlakukan suatu "Supply Rationalization". Menu rut Supply Rationalization I, yang berlaku mulai 1 Maret
1987 sampai dengan 29 Februari 1988, Indonesia memperoleh bagian sebesar 24.516 ton. Pembagian kuota penawaran ini sangat
mempengaruhi perkembangan produksi timah Indonesia. Namun de mikian, dalam suasana harga yang kurang menggembirakan, pro duksi timah selama Repelita IV tetap berkembang. Apabila dibandingkan dengan produksi pada tahun terakhir Repelita III,
maka produksi logam timah pada tahun kelima Repelita IV menunjukkan suatu kenaikan sebesar 12,0% yaitu dari 25,8 ribu ton
menjadi 28,9 ribu ton.
Tabel IX-9 memperlihatkan perkembangan produksi bijih
dan logam timah selama 1983/84 - 1988/89, sedangkan Tabel
IX-10 menggambarkan perkembangan pemasaran logam timah selama
kurun waktu yang sama.
f. Nikel
PT Aneka Tambang melaksanakan penambangan dan pengolahan
bijih nikel di Pomalaa (Sulawesi Tenggara) dan di pulau Gebe
(Halmahera Tengah). Sebagian dari bijih nikel tersebut diolah
menjadi ferro-nikel. Selain dari itu bijih nikel juga terda pat di Soroako (Sulawesi Selatan) yang ditambang dan diolah
oleh PT INCO untuk menghasilkan nickel-matte (nikel kasar).
Harga nikel di pasaran dunia dalam tiga tahun pertama
Repelita IV kurang menggembirakan. Walaupun demikian dengan
penerapan kebijaksanaan harga yang luwes untuk meningkatkan
pangsa pasar, produksi dan ekspor bijih nikel memperlihatkan
kenaikan yang konsisten mulai tahun pertama sampai dengan ta hun kelima Repelita IV. Apabila dibandingkan dengan tahun ter akhir Repelita III, maka dalam tahun terakhir Repelita IV terdapat kenaikan produksi bijih nikel sebesar 39,0%, yaitu dari
1.353,3 ribu ton menjadi 1.881,6 ribu ton. Secara keseluruhan
produksi dan ekspor nikel dalam ferro-nikel serta nickel-matte
dapat memenuhi sasaran yang ditetapkan dalam Repelita IV. Hal
tersebut dapat dicapai, selain berkat kebijaksanaan harga yang
tepat dalam meningkatkan pangsa pasar juga membaiknya harga
nikel di pasaran internasional selama dua tahun terakhir
Repelita IV.
IX/19
TABEL IX - 9
PRODUKSI BIJIH DAN LOGAM TIMAH,
1983/84 - 1988/89
(ribu ton)
Tahun
Bijih Timah
Logam Timah
1983/84
25,4
25,8
1984/85
21,7
22,0
1985/86
20,9
20,4
1986/87
24,9
20,5
1987/88
27,3
26,1
1988/89 1)
30,5
28,9
1) Angka sementara
TABEL IX - 10
PEMASARAN LOGAM TIMAH,
1983/84 - 1988/89
Tahun
Penjualan Dalam
Negeri
(ton)
1983/84
25,0
406,0
1984/85
20,9
840,0
1985/86
21,6
877,0
1986/87
21,8
1.222,0
1987/88
25,4
880,0
1988/89 1)
23,7
1.338,0
1) Angka sementara
IX/20
Ekspor
(ribu ton)
Tabel IX-11, IX-12 dan IX-13 masing-masing memperlihatkan perkembangan produksi dan ekspor bijih nikel, nikel dalam
ferro-nikel dan nickel-matte dalam periode 1983/84 - 1988/89.
g. Bauksit
Bauksit diusahakan oleh PT Aneka Tambang yang memiliki
daerah usaha di sekitar pulau Bintan yang meliputi pulau Ke long, pulau Tembiling dan pulau Dendang. Selama Repelita IV
produksi bauksit belum dapat ditingkatkan secara berarti. Selain daripada itu, ekspor bijih bauksit ke Jepang yang meru pakan negara pembeli satu-satunya, mengalami persaingan yang
berat dari Australia. Seperti yang terlihat pada Tabel IX -14,
kecuali pada tahun pertama, produksi dan ekspor bauksit selama Repelita IV berada di bawah produksi dan ekspor yang per nah dicapai pada tahun terakhir Repelita III.
Penurunan produksi dan ekspor bauksit pada tahun-tahun
terakhir Repelita IV disebabkan oleh, pertama, adanya kecenderungan pada pihak Jepang untuk memilih mengimpor logam aluminium daripada bijih bauksit dan, kedua, belum adanya di ne gara kita industri pengolah bauksit menjadi alumina yang me rupakan salah satu mata rantai antara industri hulu dan industri hilir.
Tabel IX-14 memperlihatkan perkembangan produksi dan ekspor bauksit selama 1983/84 - 1988/89.
h. Pasir Besi
Unit Pertambangan Pasir Besi PT Aneka Tambang mengusahakan penambangan di daerah Cilacap dan sekitarnya. Sampai saat
ini pemanfaatan pasir besi terutama ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan di dalam negeri, yakni sebagai bahan baku/pembantu
untuk pabrik-pabrik semen dan sebagai campuran bahan-bahan
bangunan lainnya.
Dengan meningkatnya permintaan pasir besi oleh industri
semen, maka seat ini telah dibuka tambang baru di Kutoarjo
sebagai penambah dan pengganti produksi tambang pasir besi di
Cilacap yang cadangannya sudah mulai menipis.
Produksi pasir besi dalam tahun terakhir Repelita
sebesar 122,1 ribu ton telah meningkat menjadi 210,5 ribu
pada tahun kelima Repelita IV atau naik sebesar 88,4 ribu
ata u 7 2, 3 9% . B e r be d a d e n ga n b e be r ap a ta h un sebelumnya,
III
ton
ton
di
IX/21
TABEL IX - 11
PRODUKSI DAN EKSPOR BIJIH NIKEL,
1983/84 - 1988/89
(ribu ton)
Tahun
Produksi
1983/84
1.353,3
Ekspor
788,7
1984/85
946,3
926,7
1985/86
986,9
916,8
1986/87
1.680,6
1.291,5
1987/88
1.782,1
1.407,9
1988/89 1)
1.881,6
1.607,8
1) Angka sementara
TABEL IX - 12
PRODUKSI DAN EKSPOR NIKEL DALAM FERRO NIKEL,
1983/84 - 1988/89
(ton)
Tahun
Ekspor
1983/84
4.935,1
5.014,1
1984/85
4.762,5
4.910,3
1985/86
4.801,2
4.472,6
1986/87
4.373,8
4.390,2
1987/88
3.980,0
4.681,0
1988/89 1)
4.833,0
4.700,0
1) Angka sementara
IX/22
Produksi
TABEL IX - 13
PRODUKSI DAN EKSPOR NIKEL MATTE,
1983/84 - 1988/89
(ton)
Produksi
Ekspor
1983/84
21.048
22.443
1984/85
22.236
22.664
1985/86
20.095
26.765
1986/87
31.823
28.293
1987/88
25.148
25.891
1988/89 1)
30.216
28.820
Tahun
1) Angka sementara
TABEL IX - 14
PRODUKSI DAN EKSPOR BAUKSIT,
1983/84 - 1988/89
(ribu ton)
Produksi
Ekspor
1983/84
841,9
861,2
1984/85
1.009,6
960,6
1985/86
712,8
807,3
1986/87
636,4
513,6
654,2
686,4
514,1
703,0
Tahun
1987/88
1988/89
1)
1) Angka sementara
IX/23
mana sebagian hasil produksi dimanfaatkan untuk ekspor, maka
pada tahun keempat dan kelima Repelita IV seluruh produksi
adalah untuk pemenuhan bagi kebutuhan di dalam negeri.
Produksi dan ekspor pasir besi selama Repelita IV dapat
dilihat pada Tabel IX-15.
i. Emas dan Perak
Produksi emas dan perak dari tambang-tambang di Indonesia berupa campuran emas dan perak berbentuk presipitat (sari). Selain daripada itu, emas juga diperoleh dari mineral
ikutan dalam konsentrat tembaga. Selanjutnya emas juga diper oleh dalam bentuk bulion sebagai hasil proses amalgamasi oleh
para penggali pertambangan rakyat dilebur dengan cara yang
sederhana.
Produksi emas pada tahun terakhir Repelita III adalah sebesar 265,1 kilogram. Sejak itu produksi terus meningkat sehingga mencapai 5.050 kilogram pada tahun kelima Repelita IV.
Hal ini berarti bahwa selama Repelita IV terjadi kenaikan
produksi emas sebesar 1.805%.
Dalam tiga tahun terakhir Repelita IV terlihat meningkatnya minat swasta terhadap komoditi emas. Dalam tahun -tahun
itu telah ditandatangani 103 Kontrak Karya dalam bentuk usaha
patungan yang melibatkan 75 perusahaan nasional dan 38 perusahaan asing. Perkembangan itu disebabkan antara lain oleh
dicabutnya larangan ekspor emas pada akhir tahun 1986 dan
tingginya harga emas di pasaran dunia.
Tabel IX-16 dan IX-17 memperlihatkan perkembangan produksi dan penjualan logam emas dan perak di dalam negeri selama periode 1983/84 - 1988/89.
j. Tembaga
Penghasil konsentrat tembaga di Indonesia adalah daerah
Tembaga Pura di Irian Jaya yang, diusahakan oleh PT Freeport
Indonesia, Inc. Seluruh produksi konsentrat tembaga di arahkan
untuk pasaran ekspor.
Selama masa Repelita IV produksi dan ekspor menunjukkan
adanya kenaikan. Pada tahun terakhir Repelita III produksi
dan ekspor masing-masing tercatat sebesar 199,7 ribu ton dan
202,8 ribu ton. Pada tahun kelima Repelita IV pro duksi dan
IX/24
TABEL IX - 15
PRODUKSI DAN EKSPOR PASIR BESI,
1983/84 - 1988/89
(ribu ton)
Produksi
Ekspor
1983/84
122,1
12,0
1984/85
91,4
1985/86
137,3
12,2
1986/87
155,3
5,5
1987/88
214,2
-
210,5
-
Tahun
1988/89
1)
-
2)
2)
2)
1) Angka sementara
2) Tidak ada ekspor pada tahun 1984/85, 1987/88 dan 1988/89
TABEL IX - 16
PRODUKSI DAN PENJUALAN LOGAM EMAS DI DALAM NEGERI,
1983/84 - 1988/89
(kilogram)
Tahun
Produksi
Penjualan
Dalam Negeri
1983/84
265,1
261,0
1984/85
215,0
223,5
1985/86
308,0
274,8
619,6
431,9
3.913,0
1.002,0
5.050,0
131,0
1986/87
1987/88
1988/89
1)
2)
1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara
IX/25
ekspor tembaga menjadi 302,7 ribu ton dan 290,5 ribu ton. Se lama Repelita IV terjadi kenaikan produksi dan ekspor, masingmasing sebesar 51,57% dan 43,2%.
Kenaikan harga tembaga di pasaran dunia sejak tahun
1987 ikut merangsang kenaikan produksi dalam tahun-tahun terakhir Repelita IV. Di samping itu, bijih tembaga dari Indonesia mempunyai kadar tembaga yang lebih tinggi dari bijih
tembaga dari tambang-tambang di negara lain. Selanjutnya adanya kandungan emas dan perak yang cukup tinggi sebagai produk
sampingan membantu menekan biaya penambangan dan pengolahan
tembaga di Indonesia. Kedua hal itu menyebabkan daya saing
tembaga produksi Indonesia di pasaran internasional cukup
kuat.
Tabel IX-18 memperlihatkan produksi dan ekspor konsentrat tembaga dalam kurun waktu 1983/84 - 1988/89.
k. Batu Granit
Batu granit diproduksi di daerah sekitar pulau Karimun
(Riau), pulau Bangka, Belitung, dan Kalimantan Barat. Batu
granit yang dihasilkan di daerah tersebut terdiri dari dua
jenis, yaitu batu granit untuk bahan bangunan dan batu granit
poles sebagai batu hias untuk dinding ataupun lantai. Produk si batu granit sampai saat ini, di samping untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, juga diarahkan untuk diekspor.
Dibandingkan dengan produksi dan ekspor pada tahun terakhir Repelita III, produksi dan ekspor batu granit pada
tahun kelima Repelita IV masing-masing 43,7% untuk produksi
dan 44,18% lebih rendah. Namun demikian penjualan dalam
negeri menunjukkan kenaikan sebesar 41,02% dalam kurun waktu
yang sama.
Tabel IX-19 memperlihatkan produksi, penjualan dalam
negeri dan ekspor batu granit selama kurun waktu 1983/84 1988/89.
1. Bahan-bahan Tambang Lainnya
Bahan-bahan tambang yang termasuk ke dalam golongan ini
adalah bahan galian bukan strategis dan bukan vital yang digolongkan dalam kelompok bahan galian golongan C Bahan galian golongan C adalah bahan-bahan galian untuk industri dan
konstruksi, seperti aspal, asbes, belerang, batu gawping,
IX/26
TABEL IX – 17
PRODUKSI DAN PENJUALAN LOGAM PERAK DI DALAM NEGERI,
1983/84 - 1988/89
(kilogram)
Tahun
1983/84
1984/85
1985/86
1986/87
1987/88
1.684,0
2.171,0
1.700,0
2.207.0
2.179,0
5.786,0
2.870,7
4.600,0
61.727.0
2)
1988/89 1)
1)
2)
Penjualan
Dalam Negeri
Produksi
9.054,0
5.063,0
64.049,0
Angka diperbaiki
Angka sementara
TABEL IX - 18
PRODUKSI DAN EKSPOR KONSENTRAT TEMBAGA,
1983/84 - 1988/89
(ribu ton kering)
Tahun
Produksi
Ekspor
1983/84
1984/85
199,7
200,2
202,8
203,6
1985/86
233,1
213,3
1986/87
249,2
247,7
1987/88
1)
268,4
285,0
1988/89
2)
302,7
290,5
1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara
TABEL IX - 19
PRODUKSI, EKSPOR DAN PENJUALAN DALAM NEGERI BATU GRANIT,
1983/84 - 1988/89
(ribu ton)
Penjualan
Tahun
Produksi
1983/84
1984/85
2.190,7
1.433,9
334.7
314,8
1985/86
1.310,9
224,6
1.033,9
1.028,1
1986/87
1.421,8
285.9
1.291,8
1987/88
1.054,8
231,1
867,1
1)
1988/89 2)
1.233,3
472,0
776,0
Dalam Negeri
Ekspor
1.390,4
1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara
IX/27
bentonit, fosfat, felspar, pasir kuarsa, kaolin, dan yodium.
Pengelolaan bahan galian tersebut pada umumnya diusahakan
oleh Perusahaan Daerah, Badan Usaha Milik Negara, perusahaan
swasta nasional, oleh unit-unit usaha rakyat dalam ukuran kecil dan koperasi.
Bahan-bahan galian golongan C terutama digunakan dalam
industri-industri kecil, pabrik kertas, pabrik kimia dan konstruksi bangunan. Selain itu, pengembangan pertambangan bahan
galian golongan C mempunyai peranan yang cukup besar dalam
menunjang pembangunan di daerah dan dalam menyediakan lapang an kerja.
Produksi beberapa bahan galian industri, termasuk bahan
galian golongan C, selama periode Repelita IV mengalami kenaikan yang disebabkan oleh meningkatnya sektor industri yang
membutuhkan bahan baku mineral. Beberapa bahan galian industri yang meningkat produksinya selama Repelita IV adalah kao lin, gawping, lempung dan pasir kwarsa.
Tabel IX-20 memperlihatkan perkembangan hasil-hasil pertambangan produksi bahan tambang usaha swasta nasional, perusahaan daerah dan lain-lainnya selama Repelita IV.
m. Kegiatan Penunjang
Kegiatan penunjang meliputi kegiatan penyelidikan, penelitian dan pembinaan tenaga kerja di bidang pertambangan.
Dalam usaha menunjang dan menjamin kelangsungan produksi,
khususnya bahan-bahan tambang non migas, maka penyelidikan
dan penelitian geologi dan pertambangan selama Repelita IV
terus dilakukan. Penyelidikan dilakukan baik dalam bidang geologi dan sumber daya mineral, pertambangan, maupun dalam mi nyak dan gas bumi.
Di bidang geologi dan sumber daya mineral dalam Repe lita IV juga dilakukan pemetaan geologi bersistem, yang me liputi seluruh Indonesia, inventarisasi dan eksplorasi sumber
daya mineral, penyelidikan geologi tata lingkungan, pengamat an gunung berapi, penyelidikan geologi dan penyelidikan mengenai potensi mineral di bawah laut.
Pemetaan geologi merupakan dasar dari pelbagai kegiatan
yang diperlukan untuk perencanaan pembangunan pertambangan
karena fungsinya sebagai penghasil data dasar yang menunjukan
potensi sumber daya mineral dan energi. Di samping itu peme -
IX/28
TABEL IX - 20
PRODUKSI BAHAN TAMBANG USAHA SWASTA NASIONAL,
PERUSAHAAN DAERAH DAN LAINNYA,
1983/84 - 1988/89
1) Angka sementara
2) Tidak berproduksi
IX/29
taan geologi juga menunjang kegiatan pembangunan sektor -sektor yang lain, seperti transmigrasi, pekerjaan umum, pertani an dan industri. Sejak Repelita I telah dilaksanakan 3 buah
program pemetaan geologi, yaitu untuk pulau Jawa - Madura dengan skala 1 : 100.000, untuk luar Jawa - Madura dengan skala
1 : 250.000 dan untuk kompilasi peta geologi Indonesia skala
1 : 1.000.000. Dewasa ini telah berhasil diselesaikan 56 peta
dari 58 peta yang direncanakan untuk pulau Jawa - Madura dan
137 peta dari 181 peta yang direncanakan untuk l uar Jawa Madura. Tiga lembar peta geologi Indonesia berskala 1 :
1.000.000 juga sudah berhasil diselesaikan.
Selanjutnya telah dilaksanakan pula pemetaan gaya berat
untuk memperoleh wawasan yang lebih mendalam dan lebih terarah
tentang sumber daya mineral di bumi. Pada akhir Repelita IV
telah dihasilkan sejumlah 46 peta gaya berat dengan skala 1 :
100.000 dari 58 peta yang direncanakan untuk pulau Jawa Madura dan 56 peta dengan skala 1 : 250.000 dari 181 peta
yang direncanakan untuk luar pulau Jawa - Madura.
Pelbagai penelitian geologi yang lebih mendalam juga dilaksanakan untuk menyediakan data dasar geologi, di antaranya
berupa penyelidikan geologi kuarter, pemetaan seismotektonik
dan penelitian fisika batuan, geodinamika serta magnet purba.
Inventarisasi dan eksplorasi sumber daya mineral telah
dilaksanakan di pelbagai tempat di Indonesia, khususnya di
Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Inventarisa si dan eksplorasi ini terutama bertujuan untuk mengetahui po tensi bahan galian logam yang dapat menunjang industri dalam
negeri atau yang dapat diekspor. Komoditi yang menjadi sasar an penyelidikan meliputi kelompok logam dasar (timbal, seng
dan tembaga), kelompok logam mulia (emas, perak dan platina)
dan kelompok logam langka.
Temuan-temuan penting di antaranya adalah endapan tembaga porfir mengandung emas di P. Bacan di Halmahera; timah
(Sn), Wolfram (W), tembaga (Cu), timah hitam (Pb) dan seng
(Zn) di sungai Segah, Mamak di Kalimantan Timur; mineralisasi
timah putih di Pegunungan Tigapuluh di Riau; dan logam Kromit
di Maluku Utara dan Kalimantan Selatan.
Selain itu telah ditemukan pula berbagai mineral indus tri yang diperlukan sebagai bahan baku industri dalam negeri,
antara lain bentonit, toseki, felspar, dolomit, batu gamping,
silika, bahan bangunan agregat, tras dan batu mulia. Semuanya
IX/30
menunjukkan adanya persediaan dalam jumlah yang memadai. Ben tonit terdapat di Pacitan, di Jawa Timur, Bojongmanik di Jawa
Barat, Mengkeung di Lombok, dan Blangkaring di Aceh. Jumlah
cadangan bentonit diperkirakan mencapai lebih kurang 200 juta
ton, di antaranya 177 juta ton terdapat di Lombok. Felspar
dengan cadangan lebih kurang 1.250 juta ton terdapat di Ampa loka, di Aceh, Ngawi, di Jawa Timur, Ende di Nusa Tenggara
Timur dan Sioyong di Sulawesi Tengah. Dolomit terdapat di Kaloi, Langsa, di Aceh, Silika di Batupeletak, di Aceh, dan In dragiri, di Riau. Agregat dan Tras terdapat di banyak tempat
di P. Jawa, sedangkan Batu Mulia terdapat di Banten, Wonogiri
dan Pacitan serta Pangkalan Bun, di Kalimantan Tengah.
Selanjutnya juga ditemukan endapan batu bara di pelbagai
lokasi, terutama di Sumatera; yaitu Meulaboh, di Aceh Barat,
Rokan, Muara Takus, Tangko dan Cerenti di Riau, Galugur Kutotuo, di Sumatera Barat, Ketapang, di Kalimantan Barat dan
Kanamit di Kalimantan Tengah. Cadangan terindikasi selama ini
diperkirakan mencapai 15.500 juta m3. Endapan gambut telah
diselidiki di beberapa daerah seperti daerah Kanamit, di Kalimantan Tengah, Airsugihan di Sumatera Selatan, Ketapang di
Kalimantan Barat, Dendang dan Kumpeh, di Jambi dan Pulau Bengkalis di Riau.
Juga telah dilakukan pemetaan geologi tata lingkungan
dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan dukung untuk pengem bangan wilayah. Pemetaan itu mencakup penyelidikan hidrogeo logi atau potensi air tanah, penyelidikan geologi teknik, dan
penyelidikan daerah rawan geologi di pelbagai tempat. Kegiatan survai hidrogeologi dan konservasi air tanah dalam Repeli ta IV juga dilakukan di daerah Aceh, Sumatera Utara, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Bali, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur dan Malu ku. Pemetaan geologi teknik yang telah dilaksanakan mencakup
Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Riau, Suma tera Barat, Sulawesi Tengah, Irian Jaya dan Timor Timur. Penyelidikan geologi tata kota dan daerah telah dilakukan di
daerah Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Malu ku dan Sulawesi Utara.
Penyelidikan mengenai gunung-gunung berapi dalam rangka
penanggulangan bahaya gunung berapi ditekankan pada pemantauan kegiatan melalui pos-pos pengamatan terhadap 129 gunung
api aktif di Indonesia. Di samping itu juga dilakukan pene litian-penelitian untuk menunjang perkiraan dan peramalan kemungkinan letusan gunung berapi di masa yang akan datang dan
penyelidikan potensi panas bumi.
IX/31
Dalam Repelita IV telah dapat dibangun 17 buah pos peng amatan gunung berapi baru di tempat-tempat terpencil di Sumatera, Jawa dan Nusa Tenggara. Selain itu juga telah dilakukan
pemetaan geologi dan topografi, pemeriksaan kimia dan geofisika serta pengukuran kelandaian lereng 8 buah gunung berapi.
Dalam Repelita IV dapat diselamatkan puluhan ribu jiwa dari
letusan G. Colo, di Sulawesi Tengah, G. Lokon, di Sulawesi
Utara, G. Gamalama, di Maluku Utara, G. Banda Api, di Maluku
Tengah dan G. Anak Ranakah, di Nusa Tenggara Timur.
Kegiatan penyelidikan panas bumi dalam Repelita IV telah
berhasil menyiapkan peta-peta permukaan dan bawah permukaan
mengenai potensi panas bumi di Jawa Barat, Jawa Tengah dan
Jawa Timur, Bengkulu, Sumatera Barat, Jambi dan Aceh. Potensi
panas bumi di seluruh Indonesia diperkirakan mencapai sekitar
10.000 MW.
Penyelidikan geologi bawah laut dan potensi sumber daya
mineral yang dikandungnya telah dilakukan di daerah perairan
dalam maupun di zone ekonomi ekslusif. Pelbagai sumber daya
mineral telah berhasil ditemukan di perairan lepas pantai,
seperti timah di pulau-pulau sebelah timur laut Sumatera dan
emas di sebelah selatan Kalimantan. Ekspedisi Snellius II berhasil mengungkapkan potensi yang terkandung di dalam laut di
Indonesia Timur, khususnya di Busur Banda. Kegiatan penyeli dikan geologi kelautan sampai dengan akhir Repelita IV meli puti lautan seluas 100.000 km persegi. Di samping itu juga
dilakukan beberapa penelitian pantai dan lepas pantai.
Tabel IX-21 memperlihatkan hasil yang dicapai sampai
akhir Repelita IV dalam kegiatan pemetaan di bidang geologi
dan sumber daya mineral.
Dalam rangka meningkatkan produktivitas dan efisiensi
kegiatan di bidang pertambangan dilaksanakan pula kegiatan
peningkatan keahlian dan keterampilan tenaga kerja. Usaha tersebut diselenggarakan dalam bentuk program pengembangan tena ga kerja melalui pendidikan dan pelatihan dengan pola berjen jang non gelar dan kursus-kursus. Untuk meningkatkan kemampuan teknik para pengusaha pertambangan rakyat, telah diberikan
bimbingan eksplorasi kepada para pengusaha pertambangan swas ta nasional yang tersebar di Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Lampung, Bengkulu, Sulawesi
Selatan dan di pulau Jawa.
IX/32
Bimbingan dan pengarahan kepada pengusaha golongan eko nomi lemah terus diberikan. Bahan tambang yang mereka hasil kan dipergunakan sebagai bahan baku industri dan untuk konstruksi bangunan. Selain itu juga diberikan petunjuk -petunjuk
teknis agar dalam mengelola penambangan mereka tidak mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan dan tidak membahayakan
keselamatan manusia, termasuk para pekerja tambang. Petunjuk petunjuk teknis juga diberikan agar mereka dapat menghasilkan
bahan baku industri yang sesuai dengan kebutuhan.
Dalam pada itu pengembangan mineral regional yang dirintis oleh Pusat Pengembangan Teknologi Mineral telah menghasil kan beberapa pengkajian. Pengkajian yang dihasilkan antara
lain meliputi pengkajian mengenai pola alokasi pemanfaata n
sumber daya mineral dalam rangka pengembangan wilayah untuk
bahan galian golongan C di Jawa Barat dan Jawa Tengah, peng kajian mengenai pola distribusi batu bara Kalimantan Timur
dan Kalimantan Selatan dan pengkajian mengenai masalah opti masi penambangan emas di Sulawesi Utara. Di samping itu juga
dihasilkan penyusunan tabel input-output regional propinsi
Bali dan proses penyiapan model transmigrasi pola pertambang an di propinsi Kalimantan Timur.
Penelitian dan pelaksanaan riset yang dilaksanakan di
bidang minyak dan gas bumi antara lain meliputi pengkajian
cekungan hidrokarbon di daerah Sumatera Utara, studi simulasi
reservoir lapangan minyak, penelitian mikrobiologi untuk mengidentifikasikan jamur yang timbul dalam minyak avtur, pening katan metode pengurasan dengan menggunakan bahan kimia yang
tepat untuk mendorong minyak keluar dari batuan dan peneliti an mengenai kemungkinan memproduksi minyak pelumas dari mi nyak bumi Indonesia.
Usaha-usaha untuk lebih menggalakan dan mendorong partisipasi perusahaan di lingkungan usaha pertambangan minyak dan
gas bumi untuk mempercepat proses Indonesianisasi terus dila kukan. Usaha-usaha itu dilaksanakan dengan meningkatkan pe ngetahuan, keterampilan dan kemampuan kerja tenaga teknik di
berbagai bidang, khususnya dalam usaha pertambangan migas dan
panas bumi. Demikian pula usaha-usaha penyediaan tenaga ahli
di bidang migas dan panas bumi dilakukan melalui pendidikan
dan latihan baik di dalam maupun di luar negeri.
Secara umum pembinaan tenaga peneliti terus dila kukan
dalam rangka meningkatkan jumlah dan mutu tenaga peneliti.
Dalam hubungan itu peralatan laboratorium dan sarana peneli-
IX/33
tian lainnya diusahakan tetap disempurnakan dengan bekerja
sama dengan lembaga penelitian dan Badan Usaha Milik Negara.
B.
ENERGI
1. Pendahuluan
Sebagai salah satu faktor yang menentukan untuk mencapai
sasaran pembangunan nasional, pengembangan energi selalu mem peroleh prioritas yang tinggi. Hal ini dituangkan dalam suatu
kebijaksanaan umum bidang energi yang menyangkut pengelo laan
dan pemanfaatan energi. Pada dasarnya kebijaksanaan yang dilaksanakan adalah peningkatan upaya untuk menemukan sumber
daya energi, upaya penganekaragaman sumber daya energi, upaya
pengelolaan dan pemanfaatan energi secara hemat dan efisien
serta upaya penentuan jenis energi yang paling tepat diguna kan untuk tiap sektor kegiatan.
Kebijaksanaan tersebut diambil dalam usaha memaksimalkan
pendapatan devisa dengan mengekspor minyak, gas bumi dan batu
bara, serta dalam usaha memenuhi kebutuhan energi di dalam
negeri dengan mendorong penggunaan energi yang tidak dapat
diekspor, seperti gas bumi kapasitas kecil, batu bara kualitas rendah, tenaga air dan tenaga panas bumi. Hal ini dilaksanakan mengingat bahwa sampai saat ini minyak bumi, di sam ping tetap merupakan energi utama bagi pemenuhan kebutuhan
dalam negeri, juga merupakan sumber utama penghasil devisa
dan pendapatan negara.
Usaha pengembangan sumber-sumber energi yang tidak dapat
diekspor terus ditingkatkan, antara lain dengan pengembangan
dan pemanfaatan batu bara, tenaga air dan tenaga panas bumi
untuk pembangkitan tenaga listrik. Di samping itu juga diusa hakan peningkatan pemanfaatan sumber-sumber energi yang terbarukan, seperti tenaga mikro hidro, tenaga surya, biogas dan
biomassa.
Pemakaian energi komersial selama Repelita IV setiap tahun cenderung mengalami kenaikan. Jika pada tahun pertama Re pelita IV realisasi pemakaian energi adalah sebesar 227,6 ju ta Setara Barrel Minyak (SBM), maka pada tahun akhir Repe lita IV realisasi pemakaian energi komersial telah mencapai
285,7 juta SBM, yang berarti selama periode tersebut terjadi
kenaikan konsumsi energi komersial rata-rata 6,38% setahun.
IX/34
TABEL IX – 21
HASIL PEMETAAN GEOLOGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,
1983/84 – 1988/89
1) Angka sementara
IX/35
Peranan sumber energi non minyak selama Repelita IV mengalami
peningkatan dari 27,07% pada awal Repelita IV menjadi 35,49%
pada akhir Repelita IV. Di antaranya, peranan batu bara meningkat dari 0,83% pada awal Repelita IV menjadi 6,12% pada
akhir Repelita IV; tenaga air meningkat dari 6,15% menjadi
8,19%; pangs bumi dari 0,18% menjadi 0,56%; dan gas bumi me ningkat dari 19,90% menjadi 20,62%. Sementara itu dalam kurun
waktu yang sama peranan minyak bumi turun dari 72,93% pada
tahun 1984/85 menjadi 64,51% pada tahun 1988/89.
Dibandingkan dengan tahun terakhir Repelita III sebesar
223,6 juta SBM, pemakaian energi komersial pada tahun terakhir
Repelita IV telah mengalami kenaikan sebesar 62,1 juta SBM
atau sebesar 27,77%. Rincian dan perkembangan pemakaian energi
komersial selama periode 1983/84 - 1988/89 dapat dilihat pada
Tabel IX-22. Dari angka-angka pada tabel itu tampak bahwa
upaya penganekaragaman sumber daya energi sebagai salah satu
kebijaksanaan energi nasional telah mulai membuahkan hasil.
Dalam pada itu realisasi pemakaian energi final (energi
yang langsung dipergunakan oleh konsumen tanpa pemrosesan)
selama Repelita IV juga meningkat dari 202,3 juta SBM pada
awal Repelita IV menjadi 223,5 juta SBM pada tahun terakhir
Repelita IV. Sektor industri yang sebagian kebutuhan energinya dipenuhi dengan tenaga listrik, pemakaiannya meningkat
dari 88,7 juta SBM pada tahun pertama Repelita IV menjadi
97,5 juta SBM pada tahun terakhir Repelita IV. Selanjutnya
pemakaian energi final sektor transportasi juga meningkat dari 53,6 juta SBM pada awal Repelita IV menjadi 72,3 juta SBM
pada akhir Repelita IV. Kenaikan ini antara lain dipengaruhi
oleh ketersediaan sarana dan prasarana angkutan yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan permintaan energi untuk sektor
ini. Dalam pada itu pemakaian energi final sektor rumah tang ga termasuk komersial (usaha), jasa dan bangunan turun dari
60,0 juta SBM pada tahun pertama Repelita IV menjadi 53,8 ju ta SBM pada tahun terakhir Repelita IV.
Dibandingkan dengan pemakaian energi final pada tahun
terakhir Repelita III sebesar 223.613 ribu SBM, pemakaian pada akhir Repelita IV mengalami penurunan sebesar 106 ribu SBM
atau sebesar 0,05%.
Dalam usaha perkembangan dan peningkatan pemanfaatan sum ber-sumber energi baru dan terbarukan, seperti tenaga air mikro, tenaga angin, tenaga surya, tenaga biomassa, terutama di
IX/36
TABEL IX - 22
PEMAKAIAN ENERGI MENURUT SUMBERNYA,
1983/84 - 1988/89
1) Angka sementara
IX/37
wilayah pedesaan telah dilakukan upaya-upaya untuk membangun
berbagai macaw unit percontohan (prototype) untuk menguji tek nologinya dan mengidentifikasi berbagai masalah yang mungkin
timbul dalam penerapannya ditinjau dari aspek sosial dan eko nomi masyarakat. Untuk beberapa desa tertentu di Jawa Barat
pada saat ini telah dilakukan penerapan (unit percontohan
yang telah diuji) dengan bekerja sama dengan Pemerintah Dae rah.
Di samping itu, pengkajian mengenai potensi-potensi energi yang ada dan yang sesuai untuk wilayah pedesaan terus di lakukan. Pengkajian itu yang dilakukan, antara lain dengan
bekerja sama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat, untuk mempelajari kemungkinan pengembangan energi pedesaan dengan metode
pendekatan participatif guna meningkatkan peran serta dan swa daya masyarakat pedesaan. Kerja sama juga dilakukan dengan
Perguruan Tinggi untuk melakukan studi implementasi tata cara
pemanfaatan dan pemakaian sumber energi untuk keperluan produktif di daerah pedesaan.
Langkah-langkah untuk meningkatkan penghematan pengguna an energi dilakukan melalui kegiatan kampanye, penyuluhan,
pengkajian, latihan dan pengaturan. Kampanye dan penyuluhan
dimaksudkan untuk menumbuhkan pengertian serta kesadaran akan
pentingnya konservasi energi. Pengkajian mengenai potensi
serta langkah-langkah lanjutan untuk mencapai penghematan
energi telah dilakukan di berbagai industri, seperti industri
tekstil, semen, kertas, galas, gula, kayu lapis, makanan dan
minuman, ban dan karat, kelapa sawit, tambang dan baja. Upaya
konservasi energi di sektor industri ini telah dapat mengha silkan penghematan sebesar 10% sampai 30% dari konsumsi ener gi. Begitu juga konsumsi listrik di berbagai gedung pemerin tah, yang sejak diadakan kampanye konservasi energi telah
menunjukkan penurunan; konsumsi untuk pengaturan suhu turun
sebesar 14% dan untuk penerangan turun sebesar 54%.
2. Tenaga Listrik
Pembangunan tenaga listrik dalam Repelita IV ditujukan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, baik di daerah
perkotaan maupun pedesaan, serta untuk mendorong kegiatan
ekonomi, khususnya sektor industri. Sehubungan dengan itu sarana penyediaan listrik dan pemanfaatan serta pengelolaannya
terus ditingkatkan, sehingga dapat dicapai mutu pelayanan
yang baik serta harga yang terjangkau oleh masyarakat. Di
samping itu, partisipasi koperasi dan swasta dalam penyediaan
IX/38
tenaga listrik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat telah di mungkinkan dengan adanya Undang-undang No. 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan.
Selama Repelita IV usaha listrik masuk desa terus ditingkatkan. Usaha itu telah mendorong kegiatan sosial dan
ekonomi di daerah pedesaan. Dengan meningkatnya penggunaan
sumber energi yang tersedia setempat, seperti tenaga air mi kro, tenaga angin, tenaga biogas dan lain -lain usaha itu juga
berhasil menghemat penggunaan bahan bakar minyak, dan se kaligus mengurangi kecenderungan untuk menimbulkan kerusakan hutan, tanah dan air. Apabila pada akhir Repelita III jumlah
desa yang dapat dijangkau adalah sebanyak 7.637 desa, maka
pada akhir Repelita IV jumlah tersebut telah meningkat menja di 19.044 desa.
Pembangunan tenaga listrik yang dilaksanakan selama Repe lita IV telah berhasil meningkatkan daya terpasang dengan di lakukannya rehabilitasi dan pembangunan Baru-pusat-pusat pembangkit tenaga listrik. Selain itu juga telah dibangun jaringan-jaringan transmisi dan distribusi sebagai sarana untuk menyalurkan tenaga listrik yang tersedia selama Repelita IV.
P e l ak s an a an p em b an g una n t en a ga l is t rik selama Repe l i t a IV juga diselaraskan dengan kebijaksanaan lain, seperti
kebijaksanaan umum di bidang energi, kebijaksanaan pengembangan wilayah dan kebijaksanaan pembangunan sektor lain. Dengan
demikian pembangunan tenaga listrik dapat mendukung pembangunan sektor-sektor yang lain sepenuh-penuhnya.
Selaras dengan kebijaksanaan umum di bidang energi, pembangunan pembangkit tenaga listrik ditekankan pada pembangkit
yang menggunakan sumber energi non minyak, seperti tenaga
air, batu bara, gas bumi, dan panas bumi. Untuk daerah -daerah
yang tidak mungkin menggunakan sumber energi non minyak dan
belum terjangkau jaringan listrik yang ada, maka pembangkit
yang dibangun masih menggunakan bahan bakar minyak.
Pembangunan jaringan distribusi yang meliputi jaringan
tegangan menengah (20 kV) dan jaringan tegangan rendah (380/
220 V), beserta gardu distribusinya, dimaksudkan untuk menyalurkan tenaga listrik kepada konsumen, yang terdiri dari kon sumen rumah tangga, industri serta pemakai tenaga listrik la innya.
IX/39
Sejalan dengan kegiatan pembangunan fisik telah pula di lakukan usaha-usaha untuk lebih meningkatkan kemampuan pengelolaan usaha penyediaan tenaga listrik dengan meningkatkan
efisiensi pengusahaan dan dengan jalan meningkatkan mutu tenaga listrik serta mutu pelayanan bagi konsumen.
Dibandingkan dengan keadaan pada akhir Repelita III, pada akhir Repelita IV sarana pembangkit tenaga listrik mengalami kenaikan sebesar 116,75%, yaitu dari 3.935,0 MW pada
akhir Repelita III menjadi 8.529 MW pada akhir Repelita IV.
Dalam periode yang sama panjang jaringan transmisi juga naik
dari 10.641 kms menjadi 14.888 kms, berarti naik 39,91%; kapasitas gardu induk naik sebesar 134,06%, yaitu dari 7.836
MVA menjadi 18.341 MVA; panjang Jaringan Tegangan Menengah
(JTM) naik dari 27.627 kms menjadi 61.529 kms atau mengalami
kenaikan sebesar 122,71%; panjang Jaringan Tegangan Rendah
(JTR) mengalami kenaikan sebesar 73,9%, yaitu dari 50.673 kms
menjadi 88.121 kms; dan kapasitas Gardu Distribusi (GD) juga
naik dari 5.649 MVA menjadi 8.419 MVA, yang berarti mengalami
kenaikan sebesar 49,03%.
Beberapa pembangkit tenaga listrik skala besar yang telah berhasil dibangun dalam Repelita IV adalah: PLTA Saguling
(4 x 175 MW), PLTA Cirata (4 x 125 MW), PLTU Suralaya unit
1,2, dan 3 (3 x 400 MW), PLTU Bukit Asam (2 x 65 MW), PLTU
Gresik unit 3 dan 4 (2 x 200 MW), PLTG Gas Bumi di Medan
(1 x 117 MW) dan PLTP Kamojang unit 2 dan 3 (2 x 55 MW).
Untuk meningkatkan
keandalan
dan efisiensi
pengadaan
tenaga listrik telah berhasil dibangun sistem interkoneksi
dengan jaringan transmisi tegangan ekstra tinggi (500 kV)
yang membentang dari Suralaya, Jawa Barat, sampai ke Krian,
Jawa Timur, disambung ke Banyuwangi dengan jaringan transmisi
tegangan tinggi (150 kV) dan selanjutnya diteruskan ke Pulau
Bali dengan kabel laut tegangan tinggi (150 kV). Jaringan
transmisi ini menghubungkan pusat-pusat pembangkit listrik
skala besar, yaitu PLTU Suralaya, Banten, PLTA Saguling, Ja bar, dan PLTA Cirata, Jabar, dengan pusat pembangkit yang ber ada di Jawa Tengah (PLTU Semarang) dan Jawa Timur (PLTU Gresik).
Hasil pembangunan tenaga listrik dari tahun pertama Repe lita IV (1984/85) sampai dengan tahun keempat Repelita IV
(1987/88) berupa tambahan daya terpasang pembangkit listrik
sebesar 2.940,37 MW, terdiri atas pusat listrik tenaga uap
dengan jumlah kapasitas sebesar 1.060 MW, pusat listrik tena -
IX/40
ga gas dengan kapasitas 84 MW, pusat listrik tenaga air berkapasitas 842,2 MW, pusat listrik tenaga panas bumi yang berkapasitas 110 MW, dan sejumlah pusat listrik tenaga diesel
dan minihidro yang tersebar di beberapa lokasi, termasuk un tuk listrik pedesaan, dengan jumlah kapasitas 844,17 MW.
Selanjutnya, dari tahun 1984/85 sampai dengan tahun
1987/88 telah diselesaikan pembangunan jaringan transmisi se panjang 3.639,9 kms beserta gardu induk sebanyak 47 buah
dengan kapasitas 6.552,4 MVA. Di samping itu juga telah di laksanakan perluasan jaringan distribusi, baik untuk daerah
perkotaan maupun untuk daerah pedesaan, yang terdiri dari ja ringan tegangan menengah sepanjang 28.864,57 kms, jaringan
tegangan rendah sepanjang 33.431,84 kms dan gardu distribusi
sebanyak 29.815 buah dengan kapasitas 2.448,3 MVA. Dalam
rangka program listrik masuk desa, jumlah desa yang memperoleh aliran listrik bertambah sebanyak 9.137 desa dengan
2.557.139 konsumen.
Dalam tahun kelima Repelita IV telah pula diselesaikan
pembangunan sejumlah pembangkit tenaga listrik dengan jumlah
kapasitas 1.635,95 MW. Pembangkit listrik tersebut meliputi
PLTA Mrica (3 x 61,5 MW), PLTA Sengguruh (1 x 29 MW), PLTA
Cirata (3 x 125 MW), PLTG Medan (1 x 117 MW), PLTU Gresik
(2 x 200 MW), PLTU Suralaya (1 x 400 MW), PLTA Wadaslintang
(2 x 8,4 MW), PLTM Kombih (2 x 1,5 MW) serta sejumlah PLTD
yang tersebar di beberapa daerah perkotaan dan pedesaan
dengan jumlah kapasitas 110,65 MW.
Selain penyelesaian pembangunan pembangkit tenaga lis trik tersebut, dalam tahun 1988/89 ini juga diselesaikan pembangunan jaringan transmisi sepanjang 606,66 kms dan gardu
induk 8 buah dengan kapasitas 3.952,5 MVA. Selanjutnya juga
telah dilaksanakan perluasan jaringan distribusi, baik di
perkotaan maupun di pedesaan, yang terdiri dari j aringan tegangan menengah sepanjang 5.037,27 kms dan jaringan tegangan
rendah sepanjang 4.014,75 kms beserta gardu distribusi sebanyak 4.628 buah dengan kapasitas 321,6 MVA.
Adapun hasil pelaksanaan pembangunan tenaga listrik selama periode 1983/84 - 1988/89 dapat dilihat pada Tabel IX-23.
Kegiatan pembangunan tenaga listrik di berbagai wilayah
dalam tahun 1988/89 adalah sebagaimana diuraikan di bawah ini .
IX/41
TABEL IX - 23
HASIL PELAKSANAAN PEMBANGUNAN TENAGA LISTRIK,
1983/84 - 1988/89
1)
IX/42
Angka sementara
Di Daerah Istimewa Aceh dalam tahun 1988/89 diselesai kan pembangunan jaringan distribusi yang mencakup daerah kota
dan pedesaan, terdiri dari jaringan tegangan menengah sepan jang 259,4 kms, jaringan tegangan rendah sepanjang 287,7 kms
dan gardu distribusi sebanyak 124 buah dengan kapasitas kese luruhannya 6,3 MVA. Untuk listrik masuk desa, jumlah desa
yang dapat dialiri listrik bertambah sebanyak 263 desa yang
menjangkau 8.559 konsumen.
Pembangunan tenaga listrik di propinsi Sumatera Utara
dalam tahun 1988/89 meliputi penyelesaian pembangunan PLTG
dengan kapasitas 117 MW dan PLTD desa dengan kapasitas 180 kW,
perluasan jaringan transmisi sepanjang 85,1 kms dan gardu
induk sebanyak 2 buah dengan kapasitas 309 MVA dan jaringan
tegangan menengah dan jaringan tegangan rendah masing-masing
sepanjang 257 kms dan 354 kms, serta gardu distribusi sebanyak
191 buah dengan kapasitas 12,3 MVA. Dalam rangka program lis trik masuk desa, jumlah desa yang dapat dialiri listrik ber tambah dengan 33 desa yang mencakup 15.643 konsumen. Sementara
itu guna menambah penyediaan daya terpasang sedang dilakukan
perluasan PLTD Belawan dengan unit 3 dan 4 (2 x 65 MW). Selain
itu, juga sedang dilaksanakan pekerjaan desain teknis PLTA
Asahan unit 1 dan 3 serta PLTA Renun.
Dalam tahun 1988/89 di daerah Sumatera Barat dan Riau
telah dibangun PLTD berkapasitas kecil dengan kapasitas 320 kW
untuk daerah pedesaan yang tidak terjangkau oleh jaringan
listrik, dan jaringan transmisi sepanjang 42 kms dengan gardu
induk 2 buah dengan kapasitas 80 MVA. Selain itu, untuk daerah perkotaan dan pedesaan juga telah dilaksanakan perluasan
jaringan tegangan menengah sepanjang 128,7 kms dan jaringan
tegangan rendah sepanjang 258 kms, termasuk gardu distribusi
sebanyak 84 buah yang kapasitas keseluruhannya 6,6 MVA. Desa
yang memperoleh aliran listrik bertambah lagi sebanyak 104
desa dengan tambahan konsumen sebanyak 18.354 konsumen. Selan jutnya juga masih dilaksanakan pekerjaan desain teknis PLTA
Singkarak dan PLTA Kotopanjang dalam rangka meningkatkan
daya terpasang di masa mendatang.
Di daerah Sumatera Selatan, Jambi, Lampung dan Bengkulu,
dalam tahun 1988/89 telah dilaksanakan pembangunan tenaga
listrik, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Hasil yang
dicapai dalam tahun 1988/89 antara lain berupa pembangunan
jaringan transmisi sepanjang 19,7 kms, jaringan tegangan me nengah sepanjang 247,3 kms, jaringan tegangan rendah sepan jang 136,9 kiss serta gardu distribusi sebanyak 69 buah dengan
IX/43
jumlah kapasitas 5,9 MVA. Sementara itu, pelaksanaan pro gram
listrik masuk desa telah dapat menambah jumlah desa yang dapat dialiri listrik sebanyak 118 desa dengan tambahan konsu men sebanyak 36.080. Dalam usaha menambah daya terpasang, sa at ini sedang dilaksanakan pembangunan PLTA Tes (4 x 4 MW)
serta desain untuk PLTA Musi dan PLTA Besai.
Pembangunan listrik di daerah Kalimantan Barat dalam tahun 1988/89 juga mencakup daerah pedesaan, dan telah menyele saikan pembangunan PLTD dengan kapasitas 200 kW. Selain itu,
telah dilaksanakan perluasan jaringan tegangan menengah sepanjang 42,1 kms, jaringan tegangan rendah sepanjang 50,1 kms
serta gardu distribusi sebanyak 25 buah dengan jumlah kapasi tas 1 MVA. Daerah pedesaan yang dapat dialiri listrik bertam bah sebanyak 40 desa yang menjangkau 12.110 konsumen.
Untuk kelistrikan daerah Kalimantan Selatan, Kalimantan
Tengah dan Kalimantan Timur, dalam tahun 1988/89 dapat ditam bah daya terpasangnya dengan diselesaikannya pembangunan sejumlah PLTD yang tersebar di beberapa lokasi perkotaan dan
pedesaan dengan kapasitas keseluruhannya 41,3 MW. Di samping
itu juga dilaksanakan perluasan jaringan distribusi yang meliputi jaringan tegangan menengah sepanjang 65 kms, jaringan
tegangan rendah sepanjang 58,5 kms dan gardu distribusi seba nyak 44 buah dengan jumlah kapasitas 3,8 MVA. Dalam rangka
program listrik masuk desa sebanyak 106 desa tambahan meliputi
sebanyak 18.665 konsumen telah mendapat aliran listrik.
Di daerah Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah dalam ta hun 1988/89 telah dapat diselesaikan pembangunan PLTD yang
tersebar di beberapa lokasi perkotaan maupun pedesaan, dengan
jumlah kapasitas 25 MW. Upaya perluasan jaringan distribusi
dilaksanakan dengan membangun jaringan tegangan menengah dan
jaringan tegangan rendah masing-masing sepanjang 241,2 kms
dan 140,6 kms serta gardu distribusi sebanyak 60 buah dengan
kapasitas keseluruhannya 2,2 MVA. Adapun desa yang mendapat
aliran listrik bertambah sebanyak 37 desa yang menjangkau
15.771 konsumen. Dalam pada itu untuk meningkatkan daya
t e r p a s a n g t e l a h d i s e l e s a i k a n p e m b a ng un an P LT A Ta ng ga ri
( 2 x 8,5 MW) di Sulawesi Utara.
Di daerah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, selama
tahun 1988/89 telah diselesaikan perluasan PLTD Ujung Pandang
(2 x 12,5 MW). Selain pembangkit, juga dapat ditingkatkan
jangkauan jaringan distribusi yang meliputi jaringan tegangan
menengah sepanjang 167,4 kms dan jaringan tegangan rendah
IX/44
sepanjang 194,2 kms, serta tambahan gardu distribusi sebanyak
169 buah dengan kapasitas 13,3 MVA. Pelaksanaan program lis trik masuk desa dapat pula menambah jumlah langganan sebanyak
40.367 konsumen yang tersebar di 82 desa. Saat ini pembangun an PLTA Bakaru (2 x 63 MW) di Sulawesi Selatan sedang dalam
tahap pelaksanaan dan diperkirakan akan selesai tahun 1990/91.
Kegiatan pembangunan tenaga listrik di daerah Maluku dalam tahun 1988/89 dilaksanakan dalam wujud perluasan jaringan
tegangan menengah sepanjang 104,1 kms, jaringan tegangan ren dah sepanjang 73,5 kms dan gardu distribusi sebanyak 81 buah
dengan kapasitas 2,5 MVA. Adapun daerah pedesaan yang dapat
dialiri listrik bertambah dengan sebanyak 115 desa yang men jangkau 12.434 konsumen.
Hasil pembangunan tenaga listrik di Irian Jaya dalam tahun kelima Repelita IV berupa penambahan jaringan tegangan
menengah sepanjang 64,8 kms, jaringan tegangan rendah 45,1
kms, serta gardu distribusi sebanyak 22 buah dengan kapasitas
925 kVA. Sementara itu, jumlah desa yang dapat dialiri lis trik bertambah sebanyak 8 desa dengan tambahan langganan sebanyak 6.595 konsumen.
Dalam tahun 1988/89 di daerah Bali, Nusa Tenggara Barat,
Nusa Tenggara Timur dan Timor Timur telah diselesaikan pem bangunan sejumlah pembangkit tenaga listrik berupa PLTD yang
tersebar di beberapa kota dan desa dengan kapasitas seluruhnya 3 MW. Selanjutnya untuk meningkatkan jangkauan pemanfaat an tenaga listrik, telah dibangun gardu induk dengan kapasi tas 35 MVA, perluasan jaringan distribusi yang terdiri dari
jaringan tegangan menengah dan jaringan tegangan rendah ma sing-masing sepanjang 9,1 kms dan 43,7 kms, berikut gardu
distribusinya sebanyak 86 buah dengan kapasitas 10.960 kVA.
Dalam pada itu, selama tahun 1988/89 jumlah desa yang dapat
dialiri listrik bertambah sebanyak 45 desa yang menjangkau
29.641 konsumen sebagai pelanggan baru.
Untuk menghadapi perkembangan dalam kebutuhan akan tena ga listrik di daerah Jawa Timur dan dalam rangka pembangunan
interkoneksi sistem kelistrikan se Jawa, maka dalam tahun
1988/89 telah diselesaikan pembangunan PLTA Sengguruh (2 x
14,5 MW), perluasan PLTU Gresik dengan unit 3 dan 4 (2 x 200
MW) dan pembangunan jaringan transmisi tegangan tinggi sepanjang 150,6 kms, termasuk gardu induk sebanyak 5 buah dengan
kapasitas keseluruhannya sebesar 680 MVA. Selain itu, guna
meningkatkan jangkauan pemakaian tenaga listrik baik di kota
IX/45
maupun di desa, dan guna meningkatkan keandalan sistem distribusi, dilaksanakan pula pembangunan jaringan distribusi
yang
terdiri
dari
jaringan
tegangan
menengah
sepanjang
1.672,3 kms dan jaringan tegangan rendah sepanjang 1.423,2
kms, berikut gardu distribusi sebanyak 1.084 buah dengan kapasitas keseluruhannya sebesar 20,1 MVA. Sementara itu, khusus
untuk daerah pedesaan yang belum dapat dijangkau jaringan
listrik yang ads, telah dibangun beberapa PLTD dengan kapasi tas 630 kW. Jumlah seluruh desa yang dapat dialiri listrik
selama tahun 1988/89 bertambah sebanyak 546 desa dengan tambahan langganan sebanyak 215.758 konsumen. Selanjutnya untuk
meningkatkan penyediaan daya terpasang di mass yang akan da tang, yang mencakup Jawa pada umumnya, sedang dilaksanakan
pekerjaan persiapan pembangunan PLTU Paiton, yang akan menggunakan bahan bakar batu bara.
Pelaksanaan pembangunan tenaga listrik di daerah Jawa
Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam tahun kelima
R e p el i ta I V m e li p ut i p e n ye l es a ia n pembangunan PLTA Mrica
( 3 x 61,5 MW) dan jaringan transmisi sepanjang 217 kms berikut
perluasan gardu induk dengan kapasitas 215,5 MVA. Di samping
itu dalam rangka meningkatkan jangkauan pemakaian tenaga
listrik, serta meningkatkan keandalan sistem, telah dilaksa nakan pembangunan jaringan distribusi berupa jaringan tegangan menengah sepanjang 1.189,4 kms dan jaringan tegangan ren dah sepanjang 961,4 kms, beserta gardu distribusi sebanyak
1.677 buah dengan kapasitas keseluruhannya 68,5 MVA. Selan jutnya, pelaksanaan program listrik masuk desa telah berhasi l
menambah jumlah desa yang dapat dialiri listrik sebanyak
577 buah dan tambahan pelanggan yang berhasil memperoleh
sambungan listrik sebanyak 318.820 konsumen. Sementara itu
dalam usaha meningkatkan daya terpasang, saat ini sedang di lakukan studi kelayakan pembangunan PLTP Dieng.
Hasil pembangunan pusat pembangkit tenaga listrik di dae rah Jawa Barat dan DKI Jakarta Rays selama tahun 1988/89 be rupa penyelesaian pembangunan PLTA Cirata unit 1, 2, dan 3
(3 x 125 MW) dan PLTU Suralaya unit 3 (lx 400 MW). D i samping
itu, guna meningkatkan keandalan sistem dan interkoneksi dengan sistem kelistrikan Jawa Tengah dan Jawa Timur, telah di selesaikan pembangunan jaringan transmisi sepanjang 68,9 kms
dan pembangunan 2 buah gardu induk dengan kapasitas 3.080
MVA. Perluasan jaringan distribusi yang dilaksanakan baik di
kota maupun di desa berupa jaringan tegangan menengah sepan jang 1.588,3 kms dan jaringan tegangan rendah sepanjang
1.539,1 kms berikut 1.345 buah gardu distribusi dengan jumlah
IX/46
kapasitas 164,3 MVA. Sementara itu, pelaksanaan listrik masuk
desa telah dapat menambah jumlah desa yang memperoleh aliran
listrik sebanyak 230 buah dengan pelanggan sebanyak 135.599
konsumen. Dalam pada itu, guna memenuhi kebutuhan tenaga lis trik yang semakin meningkat, serta untuk lebih meningkatkan
keandalan sistem Jawa, sedang dilaksanakan penyelesaian pem bangunan PLTU Suralaya unit 4 (1 x 400 MW).
Sebagai hasil dari peningkatan pembangunan fisik di
berbagai daerah sebagaimana diuraikan di atas, pengusahaan
tenaga listrik selama tahun 1988/89 juga telah meningkat.
Produksi tenaga listrik meningkat sebesar 14,9%, yaitu dari
22.305.912 MWh pada tahun 1987/88 menjadi 25.622.755 MWh pada
tahun 1988/89. Penjualan tenaga listrik juga meningkat dari
17.076.800 MWh pada tahun 1987/88 menjadi 19.990.700 MWh pada
tahun 1988/89, atau mengalami kenaikan sebesar 17,1%. Selain
itu, daya tersambung meningkat sebesar 18,5%, yaitu dari
10.710,7 MVA pada tahun 1987/88 menjadi 12.695,6 MVA pada
tahun 1988/89. Sedangkan jumlah langganan juga mengalami
kenaikan dari 8.203.349 konsumen pada tahun 1987/88 menjadi
9.250.095 konsumen pada tahun 1988/89, yang berarti mengalami
kenaikan sebesar 12,8%.
Perkembangan bidang pengusahaan tenaga listrik selama
periode 1983/84 - 1988/89 secara umum dapat diikuti pada Tabel IX-24, sedangkan perkembangannya di masing-masing daerah
terlihat pada Tabel IX-25.
3. Gas Kota
Kebijaksanaan di bidang pengembangan gas kota selama Repelita IV diarahkan untuk memperluas jaringan gas kota. Pelaksanaan kebijaksanaan itu terutama berupa peningkatan penyaluran dan pemanfaatan gas bumi untuk kota-kota yang telah mempunyai jaringan gas di pulau Jawa dan pembangunan jaringan baru
di daerah-daerah lain yang menunjukan adanya potensi kebutuh an yang cukup besar.
Sasaran utama dalam pengembangan jaringan gas kota adalah para pemakai gas dalam jumlah besar karena kelompok pemakai ini biasanya, untuk setiap konsumen ataupun per unit pe nyediaan gas memerlukan biaya investasi yang relatif rendah.
Lagi pula pelaksanaan penyediaannya lebih mudah dibandingkan
dengan kelompok konsumen rumah tangga yang pemakaian gasnya
relatip kecil. Sambungan gas untuk konsumen rumah tangga yang
IX/47
TABEL IX - 24
PENGUSAHAAN TENAGA LISTRIK,
1983/84 - 1988/89
Repelita
No.
Uraian
Satuan
1983/84
IV
1984/85
1985/86
1986/87
1987/88
1988/89
1)
1.
Produksi Tenaga L i s t r i k
MWh
13.391.832
14.776.524
16.898.637
19.448.877
22.305.912
25.622.755
2.
Penjualan Tenaga L i s t r i k
MWh
10.022.294
11.041.451
12.643.776
14.785.954
17.076.800
19.990.700
3.
Daya Tersambung
kVA
6.126.669
7.120.682
8.149.993
9.282.076
10.710.660
12.695.570
4.
Jumlah Langganan
konsumen
4.406.077
5.133.231
5.953.293
6.965.580
8.203.349
9.250.095
Keterangan :
MWh : Mega Watt Hour
kVA : Kilo Volt Ampere
kW
: Kilo Watt
1) Angka sementara
IX/48
TABEL IX- 2 5
PRODUKSI DAN DAYA TERPASANG TENAGA LISTRIK MENURUT WILAYAH ,
1983/84 -1987/88
Kit . J.J.
- Pembangkit J a b a r Jaya
Dis. Jabar - Distribusi Jawa Barat
Dis. Jaya - Distribusi Jakarta Raya
1) Total KJT + Dis. J a t i m + Dis. Jateng
IX/49
IX/49
baru hanya diarahkan pada daerah perumahan yang mudah terjangkau oleh jaringan distribusi gas yang ada atau yang potensi
permintaannya cukup besar, seperti daerah-daerah Perumnas dan
daerah pemukiman lainnya.
Pada saat ini kota-kota yang jaringan gasnya sudah menyalurkan gas bumi adalah Jakarta, Bogor, Medan dan Cirebon.
Sedangkan jaringan gas di kota-kota Bandung, Semarang, dan
Surabaya masih menyalurkan gas buatan dari batu bara atau mi nyak bumi. Sementara itu fasilitas produksi di Ujung Pandang
sudah tidak beroperasi sejak tahun 1987 dan diganti dengan
LPG. Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk keempat kota
yang terakhir ini masih dipelajari kemungkinannya untuk da pat mempergunakan gas bumi sebagai gas kota.
Perencanaan untuk kegiatan perluasan dan pengembangan
jaringan gas bumi tidak dapat terlepas dari pertimbangan loka si serta tersedianya sumber gas bumi secara murah. Berdasar kan pertimbangan lokasi dan sumber gas bumi yang tersedia
itu, maka kemungkinan untuk menyalurkan gas bumi ke kota Surabaya dan Bandung secara ekonomis cukup baik. Apabila studi
kelayakan yang dilaksanakan di kedua kota itu ternyata mendu kung, maka di waktu yang akan datang penyaluran gas bumi ke
kota Surabaya dan Bandung diharapkan dapat menggantikan gas
buatan yang operasinya sekarang tidak lagi menguntungkan.
Selaras dengan kebijaksanaan di atas, maka peningkatan
pembangunan fisik di bidang gas kota pada waktu ini lebih
diarahkan pada kota-kota yang mendapatkan penyediaan gas bumi, yaitu Medan, Jakarta, Bogor dan Cirebon. Kegiatan fisik
yang dilakukan pada umumnya berupa peningkatan kapasitas ter pasang untuk menyalurkan gas bumi dan perluasan jaringan gas
kota yang meliputi jaringan pipa transmisi (tekanan tinggi)
dan pipa distribusi (tekanan rendah). Selanjutnya, guna meningkatkan jumlah langganan telah pula dibangun pipa dinas
yang menghubungkan pipa tekanan rendah dengan para pelanggan.
Selama periode 1983/84 - 1988/89 telah terjadi kenaikan
kapasitas terpasang dengan rata-rata sebesar 5,7% per tahun.
Seluruh peningkatan kapasitas terpasang tersebut berupa pengembangan kapasitas terpasang untuk penyaluran gas bumi. Apabila kapasitas terpasang yang dikelola oleh Perum Gas Negara
pada tahun terakhir Repelita III baru mencapai 2.831.440 ribu
m3/hari, maka pada tahun 1988/89 kapasitas terpasang total
telah mencapai 3.692.312 ribu m3/hari. Ini berarti bahwa kapasitas terpasang tersebut telah meningkat dengan hampir sebesar
IX/50
900 ribu m3/hari selama Repelita IV. Dibanding dengan tahun
1987/88, kapasitas terpasang tahun 1988/89 telah mencapai
100 ribu m3/hari lebih tinggi. Peningkatan ini disebabkan
oleh adanya pengembangan dan perluasan jaringan distribusi
gas, terutama jaringan distribusi gas bumi.
Apabila jaringan distribusi di seluruh kota yang memiliki jaringan gas kota pada tahun 1983/84 adalah sepanjang
1.174,51 km, maka pada tahun kelima Repelita IV jaringan
distribusi itu telah bertambah menjadi 1.377,16 km, yang
berarti telah meningkat dengan rata-rata 3,24% per tahun
selama Repelita IV.
Perkembangan mengenai kapasitas terpasang dan
distribusi
gas
kota
seluruh
Indonesia
selama
1983/84 - 1988/89 dapat dilihat pada Tabel IX-26.
jaringan
periode
Di samping bidang pembangunan fisik di berbagai kota
sebagaimana diuraikan di atas, bidang pengusahaan gas kota
selama tahun 1988/89 juga telah memperlihatkan peningkatan.
Produksi gas kota dalam tahun kelima Repelita IV meningkat
161% apabila dibandingkan dengan produksi tahun kelima Repelita III. Apabila dibandingkan dengan tahun 1987/88, produksi
gas kota tahun 1988/89 meningkat sebesar 22,3%, yaitu naik
dari 202.331,19 ribu m3 menjadi 247.415,60 ribu m3.
Penjualan
gas
kota
pada
tahun
1988/89
mencapai
223.861,40 ribu m3. Jumlah penjualan itu 233% di atas
jumlah penjualan tahun kelima Repelita III dan 24,4% di a tas
penjualan tahun 1987/88. Kenaikan-kenaikan tersebut terutama
disebabkan oleh meningkatnya penggunaan gas kota oleh para
pemakai besar dan jumlah pelanggan lainnya, yang didukung
oleh pengembangan dan perluasan jaringan gas kota selama
Repelita IV.
Dalam pada itu, efisiensi pengusahaan gas kota terus ditingkatkan antara lain dengan menurunkan angka kehilangan gas.
Angka kehilangan gas kota pada tahun 1988/89 dapat ditekan
hingga menjadi 9,47%, lebih rendah apabila dibandingkan dengan
angka kehilangan gas pada tahun 1987/88 sebesar 11,76%; lebih
rendah lagi apabila dibandingkan dengan tahun terakhir Repelita III. Pada waktu itu angka kehilangan gas tercatat sebesar
29,05%. Menurunnya persentase kehilangan gas ini adalah hasil
dari berbagai usaha, seperti penambahan volume penyaluran gas
IX/51
TABEL IX – 26
REALISASI KAPASITAS TERPASANG DAN JARINGAN GAS KOTA
1983/84 – 1988/89
1) Belum beroperasi
2) Angka sementara
IX/52
TABEL IX - 27
REALISASI PENGUSAHAAN GAS KOTA,
1983/84 - 1988/89
1)
2)
Belum beroperasi
Angka sementara
IX/53
untuk pelanggan industri di kawasan jaringan baru yang kondi sinya lebih baik dan pemutusan jaringan pipa distribusi yang
potensi perkembangannya kecil.
Perkembangan hasil realisasi pengusahaan gas kota selama
kurun waktu Repelita IV (1983/84 - 1987/88) dapat dilihat
pada Tabel IX-27.
IX/54
Download