Document

advertisement
ISSN 2805 - 2754
GAMBARAN PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CIDERA KEPALA
BERAT DENGAN POST CRANIOTOMY
Oleh :
Sri Iswahyuni1_Rejo2
1. Dosen Akademi Keperawatan Mamba’ul ‘Ulum Surakarta.
2. Dosen Akademi Keperawatan Mamba’ul ‘Ulum Surakarta.
ABSTRAK
Cedera kepala adalah suatu trauma kepala yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak, otak yang terjadi akibat injuri baik secara langsung maupun tidak langsung.
Asuhan keperawatan dilakukan pada tanggal 1-3 Desember 2012 di Rumah Sakit Umum
Dokter Moewardi Surakarta pada Nona S, berumur 18 tahun dengan diagnosa medis Cedera kepal
berat post Craniotomy.
Setelah dilakukan pengkajian, didapatkan diagnosa keperawatan nyeri (sakit kepala)
berhubungan dengan luka insisi post operasi, pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
penurunan kesadaran, resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi. Intervensi disusun
dan implementasi dilaksanakan selama 3 hari. Sebagian intervensi belum dapat dilaksanakan
karena situasi dan kondisi yang belum memungkinkan.
Setelah 3 hari perawatan kemudian dilakukan evaluasi, dari 3 diagnosa yang di tegakkan
semua baru dapat teratasi sebagian berdasarkan kriteria hasil yang dibuat sebalumnya, dengan
penambahan waktu perawatan diharapkan keadaan pasien semakin membaik.
A.
PENDAHULUAN
Cedera kepala adalah gangguan
fungsi normal otak karena trauma baik
trauma tumpul maupu trauma tajam. Defisit
neorologis
terjadi
karena
robeknya
substansia alba, iskemia, dan pengaruh
massa karena hemoragik, serta edema
serebral disekitar jaringan otak (Batticaca,
2008:96).
Cedera kepala yaitu adanya
deformitas berupa penyimpangan bentuk
atau penyimpangan garis pada tulang
tengkorak, percepatan dan perlambatan
yang merupakan perubahan bentuk
dipengaruhi oleh perubahan peningkatan
pada percepatan faktor dan penurunan
percepatan, serta rotasi yaitu pergerakan
pada kepala dirasakan juga oleh otak
sebagai akibat perputaran pada tingkatan
pencegahan (Padila, 2012: 273).
Cedera kepala masih merupakan
penyebab utama kematian dan kecacatan
akibat kecelakaan kendaraan bermotor
kecepatan tinggi. Merupakan epidemi yang
tersembunyi, karena sebagian besar
masyarakat belum begitu mengetahui
tentang cedera kepala beserta akibatnya..
Trauma menjadi penyebab utama kematian
pada pasien berusia di bawah 45 tahun dan
hampir 50% nya merupakan cedera kepala
traumatik. Penyebab terbanyak akibat
kecelakaan kendaraan bermotor (50%),
akibat jatuh (21%), akibat olahraga (10%),
sisanya akibat kejadian lain. Puncak insiden
pada usia 5 tahun, 15-24 tahun dan di atas
70 tahun. Cedera kepala pada laki-laki lebih
sering daripada wanita.Setelah mengalami,
pasien berisiko berulang 2-3 kali lipat.Hal ini
disebabkan karena perhatian pasien
berkurang, reaksi lebih lambat (lebih
impulsive), dan sulit mengambil keputusan
yang cepat dan tepat.Kejadian berulang ini
mengakibatkan kerusakan otak yang lebih
besar.Selain itu memberikan gangguan yang
sifatnya lebih kompleks bila dibandingkan
dengan trauma pada organ tubuh
lainnya.Hal ini disebabkan karena struktur
anatomik dan fisiologik dari isi ruang
tengkorak
yang
majemuk,
dengan
konsistensi cair, lunak dan padat yaitu cairan
otak, selaput otak, jaringan saraf, pembuluh
darah
dan
tulang.Secara
statistik
Gambaran Pelaksanaan .....................................................
1
diperkirakan setiap tahun 2% penduduk
dunia mengalaminya. Di Amerika Serikat, 5,3
juta penduduk setiap tahun mengalami
cedera kepala (Dodik, 2013).
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini telah dilakukan
selama 4 hari, tanggal 01 - 03 Desember
2012 bertempat di Rumah Sakit Umum
Daerah Dokter Moewardi Surakarta. Metode
penelitian adalah dengan observasi yang
dilaksanakan secara mendalam (in depth
observation) terhadap objek yaitu pasien
Post Craniotomy atas indikasi cidera kepala
berat yang dirawat di Ruang Mawar 2
Rumah Sakit Umum Daerah Dokter
Moewardi Surakarta. Analisa dan penyajian
data dilakukan secara deskriptif kualitatif
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 1
desember 2012 pukul 15:00 WIB, sumber
data diperoleh dari pasien, status pasien dan
keluarga pasien. Data yamg diperoleh
adalah pasien bernama Nona S, umur 18
tahun, pendidikan SMA, pekerjaan Pelajar,
agama Islam, suku bangsa Indonesia,
alamat Sumber Agung, Klego, Boyolali.
Pasien masuk rumah sakit pada tanggal 25
November 2012, no register 758199 dengan
diagnosa Cidera Kepala Berat Post
Craniotomy. Penanggung jawab pasien: Tn
T, umur 60 tahun, agama islam, Pekerjaan
Swasta, hubungan dengan pasien Ayah
kandung.
Riwayat kesehatan meliputi keluhan
utama pasien : pasien mengatan nyeri P
(provoking)adanya luka insisi, Q (quality)
nyeri ditusuk tusuk, R (region) cranio,
S(scala) 6, T(time) sering saat bedrest.
Riwayat penyakit sekarang : pasien
mengatakan pada tanggal 25 November
2012 pukul 01.30 WIB mengalami
kecelakaan lalu lintas, kemudian oleh
keluarga di bawa ke Rumah Sakit.
Pemeriksaan fisik dilakukan pada
tanggal 1 desember 2012 pukul 15:00 WIB.
Dari data pemeriksaan fisik diperoleh data,
kepala : terdapat luka post operasi,
kesadaran : Apatis GCS ( E : 3, M : 5, V : 4),
2
hidung : terpasang oksigen 3 liter, wajah :
tampak pucat dan lemah.
Pola fungsi menurut Henderson yang
mendukung masalah antara lain: pola fungsi
bernafas
yaitu
pasien
bernafas
menggunakan canul oksigen 3 liter, pola
fungsi gerak pasien bedrest total, makan,
minum, BAB, BAK, di atas tempat tidur.
Data penunjang laboratorium pada
Nona pada tanggal 1 desember 2012
diperoleh hasil: hemoglobin 10,7 g/dl
(rujukan 13,5-17,5), leukosit 12.1 ribu /ul
(rujukan 4.5-11.0),PO2 205 mmhg(rujukan
70-100 ), HCO3 21 mmol/l (rujukan 22,026,0) O2 saturasi 87 mmol(rujukan 90-100).
data penunjang terapi: injeksi ranitidin 50
mg/12 jam, injeksi kalnex 500m g/8 jam,
piracetam 400mg/8jam, infuse RL 20 tpm
Data fokus pada tanggal 1 desember
2012 pukul 15:00WIB. Data subyektif :
pasien mengatakann nyeri P: adanya luka
insisi. Q: ditusuk tusuk. R: Cranio. S: 6.T
:sering saat bedrest, pasien mengatakan
sesak, pasien mengatakan lemas, pasien
mengatakan bingung, pasien mengatakan
aktifitas terbatas. Data objektif : pasien
tampak menahan nyeri, kesadaran apatis
GCS 12 ( E : 3, M : 5, V : 4) terpasang
oksigen 3 liter,tampak lemah, tampak
bingung, tampak bedrest total, terdapat luka
post operasi, tekanan darah: 110/70 mmHg,
nadi: 80x/menit, pernapasan: 26x/menit,
suhu: 37 0C.
Analisa data
No Tgl Data
1
112201
2
Probl
em
Data subyektif : Nyeri
pasien
mengatakann nyeri
P: Adanya luka
insisi, Q: Nyeri
ditusuk tusuk, R:
Cranio, S: 6, T:
sering saat bedrest
Data
objektif:
pasien
tampak
Etiologi
Luka
insisi
post
operasi
JKèm-U, Vol. VI, No. 17, 2014:1-9
2
3
112201
2
112201
2
menahan
nyeri,
terdapat luka post
operasi, tekanan
darah:
110/70
mmHg,
nadi:
80x/menit, suhu:
370C
Data subyektif :
pasien mengatan
sesak,
pasien
mengatakan
lemas,
pasien
mengatakanbingun
g
Data objektif :
kesadaran Apatis
GCS 12 ( E : 3, M :
5, V : 4) terpasang
oksigen 3 liter,
pasien
tampak
lemah,
tampak
bingung,
pasien
tampak
bedrest
total. HB 10,7 g/dl,
pernapasan:
26x/menit
Data subyektif :
pasien
mengatakann nyeri
Data objektif :
terdapat luka post
operasi,pasien
tampak
lemah,
leukosit 12,1 ribu/ul
Pola
nafas
tidak
efektif
Penurun
an
kesadar
an
b.
Resik
o
infeks
i
Luka
post
operasi
Diagnosa keperawatan sesuai prioritas
a. Nyeri berhubungan dengan luka insisi
post operasi
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan penurunan kesadaran
c. Risiko infeksi berhubungan dengan
luka post operasi
Intervensi,
Implementasi,
Evaluasi
Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan luka insisi
post operasi
Tujuanya agar nyeri berkurang
atau hilang dengan kriteria hasil pasien
mengatakan nyeri berkurang atau
c.
hilang,
wajah
tampak
lebih
rileks.Intervensinya adalah observasi
nyeri yang dialami pasien (PQRST),
berikan posisi yang nyaman, ajarkan
tehnik relaksasi distrasi, berikan
lingkungan yang nyaman, kolaborasi
dalam pemberian analgesik.
Tindakan
keperawatan yang
dilakukanadalah
mengobservasi
keadaan umum pasien, mengkaji skala
nyeri, pemeriksaan fisik, memberikan
posisi dan lingkungan yang nyaman,
mengajarkan nafas dalam.
Pada tanggal 3 Desember2012
dilakukan evaluasi diperoleh data
subjektif (S)pasien mengatakan nyeri
berkurang skala nyeri 4. Objektif(O)
pasien
tampak
lebih
rileks.Assasment(A) masalah nyeri
teratasi sebagian.Planning(P)intervensi
dilanjutkan semua.
Pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan penurunan kesadaran
Tujuannya agar pola nafas efektif
dengan kriteria hasil kesadaran pasien
composmetis,
bebas
sinosis.Intervensinya adalah pantau
kedalaman pernapasan, observasi
tanda-tanda vital, memberikan posisi
yang nyaman, menganjurkan untuk
melakukan nafas dalam,kolaborasi
dalam pemberian oksigen sesuai
program.
Tindakan
keperawatan yang
dilakukan adalah mengobservasi
keadaan umum pasien, memantau
tanda-tanda
vital,
memeriksa
kesadaran, menambah isi air oksigen.
Pada tanggal 3 desember 2012
dilakukan evaluasi diperoleh data S:
pasien mengatakan sesak berkurang.
O: pasien tampak lebih baik,
pernapasan 26x/ menit.A: masalah pola
nafas teratasi sebagian. P: intervensi
dilanjutkan semua.
Risiko infeksi berhubungan dengan
luka post operasi
Tujuannya agar pasien tidak
mengalami infeksi dengan kriteria hasil
bebas tanda tanda infeksi, luka cepat
Gambaran Pelaksanaan .....................................................
3
sembuh, luka bersih, intervensinya
adalah berikan perawatan aseptik dan
antiseptik, observasi daerah kulit yang
mengalami kerusakan (luka jahitan),
lakukan perawatan luka setiap hari,
pantau suhu tubuh secara teratur,
pantau suhu tubuh secara berkala,
batasi pengunjung yang dapat
menularkan
infeksi,
kolaborasi
pemberian antibiotik sesuai indikasi.
Tindakan
keperawatan yang
dilakukan adalah observasi keadaan
umum pasien, memeriksa tanda tanda
vital, melakukan perawatan luka,
memantau suhu tubuh, membatasi
pengunjung.
Pada tanggal 3 desember 2012
dilakukan evaluasi diperoleh data S:
pasien mengatakan merasa lebih
nyaman. O: luka tampak kering dan
bersih. A:masalah resiko infeksi teratasi
sebagian. P: intervensi dilanjutkan
semua.
Pembahasan
Pengkajian: pengkajian adalah tahap
awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses pengumpulan data
yang sistematis dari berbagai sumber untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien(Nursalam, 2008:29).
Metode pengumpulan data yang
dilakukan penulis untuk mendapatkan data
pasien yaitu : wawancara (komunikasi yang
efektif) dengan melakukan wawancara
sesuai dengan tahap-tahap proses
wawancara yang tepat, observasi untuk
mengamati perilaku dan keadaan klien untuk
memperoleh data tentang masalah
kesehatan pasien dan pemeriksaan fisik
untuk memperoleh data obyektif dengan
tujuan menentukan status kesehatan pasien,
mengidentifikasi masalah kesehatan dan
mengambil data dasar untuk menentukan
rencana
tindakan
keperawatan
(Handayaningsih, 2007: 38-39).
Dalam pelaksanaan pengkajian
penulis tidak mengalami kendala dan
mendapat dukungan penuh dari keluarga
pasien, maupun dari tim medis,
kelemahannya adalah keterbatasan waktu
4
penulis dalam pengkajian yang kurang
maksimal.Dalam pendokumentasi penulis
menyadari sehingga kurang teliti dan kurang
lengkap sehingga terdapat data-data
penunjang dalam penegakan diagnogsa
yang tidak dikaji. Data tersebut adalah hasil
CTscan, perjalanan operasi, indikasi
dilakukanya craniotomy, data penunjang
radiologi, pengkajian nutrisi seperti
penghitungan balance cairan, untuk berat
badan dan tinggi badan hanya memperoleh
informasi dari ibu pasien untuk menentukan
IMT pasien, tingkat pengetahuan juga tidak
terkaji. Ada beberapa data yang sudah ada
di draffpengkajiantetapi data tersebut belum
penulis dokumentasikan dalam data dasar
yaitu pasien mengatan sesak, pasien
mengatakan lemas, pasien mengatakan
bingung, pasien menghabiskan setengah
porsi makan.
Pembahasan Tiga Diagnosa yang di
Tegakkan dalam Asuhan Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan luka
insisi post operasi
Nyeri akut adalah keadaan
ketika individu mengalami dan
melaporkan
adanya
rasa
ketidaknyamanan yang hebat atau
sensasi yang tidak menyenangkan
selama 6 bulan atau kurang (Carpenito,
2007:53).
Penyebab dari nyeri adalah
agen pencedera biologis, adanya
proses infeksi/ inflamasi, toksin dalam
sirkulasi (Doenges, 2008: 494).
Batasan karakteristik nyeri akut
perubahan selera makan, perubahan
tekanan darah, perubahan frekuensi
jantung,
perubahan
frekuensi
pernapasan, prilaku distrasi, masker
wajah (Herdman, 2012:604).
Dari keterangan tersebut diatas
penulis simpulkan adalah bahwa nyeri
akut
adalah
suatu
rasa
ketidaknyamanan
yang
dialami
seseorang kurang dari 6 bulan yang
timbul karena adanya proses inflamasi
ditandai dengan perubahan selera
makan, perubahan tekanan darah,
perubahan
frekuensi
jantung,
JKèm-U, Vol. VI, No. 17, 2014:1-9
perubahan frekuensi pernapasan,
prilaku distrasi.
Diagnosa nyeri ditegakkan penulis
karena diperoleh data pasien mengatakan
nyeri kepala (pusing) dan pasien tampak
merintih menahan nyeri serta terdapat luka
post craniotomy kurang lebih panjang 7cm.
Penulis kurang tepat dalam
menepatkan nyeri sebagai diagnosa
pertama, karena menurut kebutuhan dasar
berdasarkan pada Hirarki Maslow bahwa
rasanyeri merupakan kebutuhan rasa aman
nyaman yang harus dipenuhi untuk
kelangsungan hidup bagi setiap manusia.
Apabila tidak segera dipenuhi maka dapat
memengaruhi kebutuhan yang lain dan nyeri
pada Nona.S adalah adalah nyeri sedang,
sedangkan diagnosa pertama seharusnya
masalah gangguan pola nafas tidak efektif
karena menurut hirarki kebutuhan dasar
Moslow pada tingkatan pertama yaitu
merupakan salah satu kebutuhan fisiologis
yang sangat primer dan mutlak harus
dipenuhi untuk kelangsungan hidup
manusia. Bila tidak segera ditangani akan
mengg aktivitas pasien dan akan
menimbulkan rasa tidak nyaman (Asmadi,
2008 : 3-4).
Rencana keperawatan disusun
bertujuan nyeri berkurang atau hilang
setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3X24 jam dengan kriteria hasil
pasien mengatakannyeri berkurang atau
hilang, wajah tampak rileks, yang penulis
maksud nyeri berkurang atau hilang di
tunjukkan dengan skala nyer dari 6 - 4.
Intervensi yang disusun antara lain:
a. Observasi nyeri yang dialami pasien
(PQRST)
untuk
mengoptimalkan
pengkajian akan memberikan perawat
data yang objektif.
b. Berikan posisi yang nyaman untuk
meningkatkan kenyamanan sehingga
dapat
beristirahat
dengan
merelaksasikan semua jaringan.
c. Ajarkan tekhnik relaksasi distrasi untuk
menunjukkan
keefektifan
dalam
mengurangi nyeri.
d. Berikan lingkungan yang nyaman untuk
menurunkan stimulus eksternal atau
kesensitifan terhadap cahaya.
e. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
untuk memblok lintasan nyeri,sehingga
nyeri akan berkurang (Muttaqim,
2008:165; Doenges, 2008, 949).
Selain yang penulis tuliskan, masih
ada beberapa rencana yang dapat disusun
untuk mengatasi masalah nyeri, yaitu:
a. Jelaskan dan bantu klien dengan
tindakan pereda nyeri non farmakologi
dan noninfasif untuk menunjukkan
keefektifan dalam mengurangi nyeri.
b. Berikan kesempatan waktu istirahat bila
terasa nyeri dan berikan posisi nyaman
untukmerelaksasi
semua
jaringan
sehingga
akan
meningkatkan
kenyamanan.
c. Tingkatkan pengetahuan tentang sebabsebab nyeri, dan menghubungkan
berapa lama nyeri akan berlangsung
untukmembantu mengurangi nyeri dan
dapat membantu mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana
terapeutik (Muttaqin, 2008: 165)
Tindakankeperawatan
yang
dilakukan
adalah
mengobservasi
keadaan umum pasien, mengukur tanda
vital, mengkaji skala nyeri, pemeriksaan
fisik, memberikan posisi dan lingkungan
yang nyaman, mengajarkan nafas dalam
serta
berkolaborasi
memberikan
analgetik piracetam.
Evaluasi dilakukan penulis pada
tanggal 3 desember 2012 diperoleh data,
S:pasien mengatakan nyeri berkueang
skala nyeri 4,O: pasien tampak lebih
rileks,A: masalah nyeri teratasi sebagian,
P:intervensi memberikan lingkungan
yang
nyaman,
menganjurkan
menggunakan tehnik relaksasi tarik
napas dalam saat terjadi nyeri dan
pantau tanda vital dilanjutkan.
Kekuatan selama melakukan
tindakan tidak ada kendala dalam bentuk
apapun seperti dalam pemberian obat
analgetik dan latihan nafas dalam
hambatan selama tindakan yaitu dalam
Gambaran Pelaksanaan .....................................................
5
tindakan keperawatan yang dilakukan
masih kurang maksimal karena kondisi
ruangan yang ramai.
2. Pola Nafas tidak Efektif berhubungan
dengan Penurunan Kesadaran
Ketidakefektifan
pola
pernapasan adalah ketika seseorang
individu mengalami kehilangan ventilasi
yang aktual atau potensial yang
berhubungan dengan pola pernapasan
(Carpenito,2007:383).
Penyebab pola nafas tidak
adalah kerusakan neurologis, imaturitas
neurologis, ansietas, deformitas dinding
dada,
gangguan
musculoskeletal,
hiperventilasi, cedera medulla spinalis
(Herdman, 2012: 317).
Batasan karakteristik dari pola
nafas tidak efektif adalah perubahan
dalam frekuensi atau pola pernapasan,
perubahan pada nadi, pernapasan
disritmik, pernapasan sukar/ berhati-hati
(Carpenito,2007: 383).
Dari keterangan tersebut diatas
penulis simpulkan adalah bahwa pola
nafas tidak efektif adalah suatu keadaan
dimana individu kehilangan ventilasi yang
adekuat
yang
disebabkan
oleh
kerusakan
neurologis,
imaturitas
neurologis, ansietas, deformitas dinding
dada,
gangguan
musculoskeletal,
hiperventilasi ditandai dengan perubahan
dalam frekuensi atau pola pernapasan,
perubahan pada nadi, pernapasan
disritmik, pernapasan sukar/ berhati-hati.
Diagnosa ini ditegakkan oleh
penulis karena didukung oleh data antara
lain, kesadaran pasien Apatis GCS 12 ( E
: 3, M : 5, V : 4) terpasang oksigen 3 liter,
pasien tampak lemah, tampak bingung,
pasien tampak bedrest total. HB 10,7
g/dl, pernapasan: 26x/menit, saturasi
oksigen 87 mmol.
Penulis menyadari kesalahan
dalam menegakkan diagnosa pola nafas
tidak efektif berada pada diagnosa
kedua, diagnosa pertama seharusnya
masalah gangguan pola nafas tidak
efektif berhubungan dengan kerusakan
6
neurovaskuler (cedera pada pusat
pernafasan otak)(Doenges,2008: 763),
karena menurut hirarki kebutuhan dasar
Moslow pada tingkatan pertama yaitu
merupakan salah satu kebutuhan
fisiologis dasar dan mutlak harus
dipenuhi untuk kelangsungan hidup
manusia. Bila tidak segera ditangani
akan mengganggu aktivitas pasien dan
akan menimbulkan rasa tidak nyaman
(Asmadi, 2008:3).
Rencana keperawatan disusun
bertujuan pola nafas kembali efektif
setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3X24 jam dengan kriteria
hasil,kesadaran pasien composmetis,
bebas sinosis, pola nafas efektif,yang
penulis maksud dengan pola nafas efektif
adalah respirasi 16-19x permenit, tidak
ada penggunaan otot bantu nafas.
Intervensi yang diusun antara lain:
a. Pantau kedalaman pernapasan
bertujuan mengetahui komplikasi
pulmonal (umumnya mengikuti
cedera otak).
b. Observasi tanda-tanda vital untuk
mengetahui nafas yang tidak teratur
yang dapat menunjukkan lokasi
adanya gangguan serebral.
c. Memberikan posisi yang nyaman
dengan meninggikan kepala tempat
tidur untuk memudahkan ekspansi
paru/ ventilasi paru.
d. Menganjurkan untuk melakukan
nafas dalam untuk mencegah/
menurunkanatelektasis.
e. Kolaborasi
dalam
pemberian
oksigen sesuai program untuk
memaksimalkan oksigen pada
darah arteri dan membantu dalam
mencegah hipoksia
Selain yang penulis tuliskan, masih
ada beberapa rencana yang dapat disusun
untuk mengatasi masalah pola nafas tidak
efektif, yaitu:
a. Observasi fungsi pernapasan, catat
frekuensi pernapasan, dyspnea atau
perubahan tanda-tanda vital untuk
memantau perubahan pada tanda vital
JKèm-U, Vol. VI, No. 17, 2014:1-9
yang dapat terjadi sebagai akibat stress
fisiologis.
b. Jelaskan tentang etiologi/ faktor
pencetus adanya sesak untuk
mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana terapeutik
c. Pertahankan perlaku tenang, bantu
klien untuk kontrol diri dengan
menggunakan pernapasan lebih lambat
dan dalam untuk membantu klien
mengalami efek fisiologis hipoksia,
yang dapat dimanefestasikan sebagai
ketakutan/ ansietas
Tindakan keperawatan yang dilakukan
adalah mengobservasi keadaan umum
pasien, memantau tanda-tanda vital,
memeriksa kesadaran, menambah isi air
oksigen yang penulis maksud adalah
menambah air dalam humidifier.
Evaluasi dilakukan penulis pada
tanggal 3 desember 2012 diperoleh data
data, S: pasien mengatakan sesak
berkurang, O: pasien tampak lebih baik,
pernapasan 26x/menit,A:masalah pola nafas
teratasi sebagian, P: intervensi kaji status
pernapasan, kolaborasi terapi sesui indikasi.
Kekuatan selama dilakukan tindakan
tidak ada kendala dalam bentuk apapun,
kelemahan pernapasan harus terus dipantau
untuk melihatkan perkembangan keefektifan
pola nafas karna keterbatasan alat dalam
ruangan dan kurangnya waktu penulis dalam
melakukan asuhan keperawatan maka hal
itu tidak dapat dilakukan dengan
maksimal.Kesalahan yang dilakukan penulis
dalam pengkajian kurang lengkap sehingga
kurang
menguatkan
data
dalam
menegakkan diagnosa.
3. Risikoinfeksi
berhubungan dengan
adanya luka
Risiko infeksi adalah keadaan
dimana individu beresiko terserang agen
patologenis dan oportunistik (virus,
jamur, bakteri, protozoa, parasit lain) dari
sumber
eksternal,
sumber-sumber
endogen dan eksogen (Carpenito, 2007:
239).
Batasan karakteristik risiko
infeksi
adalah
penyakit
kronis,
pengetahuan yang tidak cukup untuk
menghindari pemanjanan, pertahanan
tubuh primer yang tidak adekuat
(gangguan
peristalsis,
kerusakan
intregitas
kulit),
ketidakadekuatan
pertahanan
sekunder
(penurunan
hemoglobin, suspresi respon inflamasi),
pemanjanan
terhadap
pathogen
lingkungan meningkat (wabah), malnutrisi
(Herdman, 2012: 2007:239).
Penyebab risiko infeksi adalah
jaringan trauma, kulit rusak, prosedur
invasif.Penurunan kerja silia, statis cairan
tubuh, kekurangan nutrisi, respon
inflamasi tertekan (penggunaan steroid),
perubahan intregitas sistem tertutup
(Doenges, 2008: 400).
Dari keterangan tersebut diatas
penulis simpulkan adalah bahwa risiko
infeksi adalah keadaan dimana individu
berisiko terserang oleh agen patologenis
dan oportunistik yang disebabkan
olehjaringan trauma, kulit rusak, prosedur
invasive, penurunan kerja silia, statis
cairan tubuh, kekurangan nutrisi, respon
inflamasi tertekan dengan di tandai
prosedur invasif, pertahanan sekunder
tak adekuat (Hb menurun, luopenia,
penekanan respon inflamasi) dan
pertahanan primer tak adekuat (kulit tak
utuh, trauma jaringan, penurunan gerak
silia.
Diagnosa ini penulis tegakkan
karena didukung oleh data antara lain
pasien mengatakann nyeri, terdapat luka
post operasi kurang lebih 7cm,pasien
tampak lemah, leukosit 12,1 ribu/ul.
Penulis menegakkan masalah
risiko infeksi pada prioritas kedua karena
menurut hirarki kebutuhan dasar Maslow
pada tingkat kedua adalah keutuhan
keselamatan dan kenyamanan yang
merupakan kebutuhan untuk melindungi
diri dari berbagai bahaya yang
mengancam, baik secara fisik maupun
psikososial (Asmadi, 2008:4).
Rencana keperawatan disusun
bertujuan tidak terjadi infeksi setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama
3x24 jam dengan kriteria hasil,infeksi
Gambaran Pelaksanaan .....................................................
7
tidak terjadi, luka cepat sembuh, luka
bersih, bebas tanda-tanda infeksi, yang
penulis maksud dengan tanda-tanda
inveksi adalah dolor (rasa nyeri), kalor
(rasa panas), tumor (pembengkakan),
rubor (kemerahan),
Intervensinya yang disusun
antara lain :
a. Berikan perawatan aseptik dan
antiseptik merupakan cara pertama
untuk menghindari terjadinya infeksi
nosokomial.
b. Observasi daerah kulit yang
mengalami kerusakan (luka jahitan)
untuk melakukan tindakan tindakan
dengan segera dan pencegahan
terhadap komplikasi selanjutnya.
c. Lakukan perawatan luka setiap hari
untuk menurunkan kemungkinan
terjadinya pertumbuhan bakteri atau
infeksi yang merambah naik.
d. Pantau suhu tubuh secara teratur
untuk
mengindikasikan
perkembangan
sepsis
yang
selanjutnya memerlukan evaluasi
atau tindakan dengan segera.
e. Batasi pengunjung yang dapat
menularkan
infeksi
untuk
menurunkan pemanjanan terhadap
“pembawa kuman terhadap infeksi”.
f. Kolaborasi pemberian antibiotik
sesuai indikasi untuk menurunkan
risiko terjadinya infeksi nosokomial
(Doenges, 2008: 400 ; Judha, 2011:
94).
Selain yang penulis tuliskan,
masih ada beberapa rencana yang dapat
disusun untuk mengatasi masalah risiko
infeksi, yaitu:
a. Anjurkan melakukan nafas dalam,
latihan pengeluaran sekret paru
secara terus menerus untuk
menurunkan
resiko
terjadinya
pneumonia, atelektasis.
b. Ambil bahan pemeriksaan (spesimen)
sesuai indikasi dapat dilakukan untuk
memastikan adanya infeksi dan
mengidentifikasi organisme penyebab
dan untuk menentukan obat pilihan
yang sesuai (Doenges, 2008: 400).
8
Tindakan keperawatan yang
dilakukan adalah observasi keadaan
umum pasien, memeriksa tanda tanda
vital, melakukan perawatan luka,
memantau suhu tubuh, membatasi
pengunjung.
Evaluasi dilakukan penulis pada
tanggal 3 desember 2012 diperoleh data,
S:pasien mengatakan merasa lebih
nyaman, O:luka tampak kering dan
bersih,A: masalah resiko infeksi teratasi
sebagian, P: intervensi observasi daerah
kulit yang mengalami luka, lakukan
perawatan luka setiap hari, kolaborasi
terapi sesuai indikasi.
Kekuatan
selama dilakukan
tindakan keperawatan tidak ada
halangan, kelemahan keluarga pasien
sulit menerapkan tindakan septik aseptik
sehingga risiko infeksi sulit dihindari.
D. SIMPULAN
a. Pengkajian
dapat
dilaksanakan,
menentukan rencana keperawatan,
menganalisa data serta dapat
menetapkan diagnose keperawatan
setelah
melakukan
asuhan
keperawatan pada pada Nona S
dengan post craniotomy atas indikasi
cidera kepala berat di Ruang Mawar II
RS.Dr Moewardi Surakarta.
b. Diagnosa keperawatan yang muncul
ada 3 dan diagnosa keperawatan
tersebut
merupakan
diagnosa
keperawatan yang sesuai dengan teori
yaitunyeriberhubungan dengan luka
insisi post operasi, pola nafas tidak
efektif berhubungan dengan penurunan
kesadaran, resiko infeksi berhubungan
dengan luka post operasi. Dalam
penegakan diagnosa seharusnyapola
nafas tidak efektif berhubungan dengan
Penurunan
Kesadaran
menjadi
diagnose utama mengingat menurut
hirarki kebutuhan dasar Moslow pada
tingkatan pertama yaitu merupakan
salah satu kebutuhan fisiologis yang
sangat primer dan mutlak harus
dipenuhi untuk kelangsungan hidup
manusia kemudian disusul nyeri
JKèm-U, Vol. VI, No. 17, 2014:1-9
berhubungan dengan luka insisi post
operasi dan resiko infeksi berhubungan
dengan luka post operasi.
c. Semua perencanaan dapat dilakukan
penulis karena pasien yang kooperatif,
adanya kerjasama yang baik antara
perawat dengan keluarga pasien dan
tersedianya fasilitas yang digunakan
dalam
melaksanakan
asuhan
keperawatan pada pasien. Dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan
terdapat perencanaan yang belum
berhasil.
d. Kerjasama tim dalam pemberian
asuhan keperawatan komprehensif
pada pasien sudah bagus dibuktikan
dilaksanakannya pendelegasian yang
dilakukan penulis.
e. Penulis dapat melakukan tindakan
keperawatan dengan tepat dan
mengevaluasi data setelah melakukan
tindakan keperawatan pada pasien
pada Nona S dengan post craniotomy
atas indikasi cidera kepala berat,tiga
diagnosa yang ada setelah dilakukan
tindakan keperawatan sesuai intervensi
3 diagnosa semuanya baru teratasi
sebagian.
f. Pendokumentasian penulis lakukan
setiap saat setelah berinteraksi dengan
klien sebagai bukti tindakan yang
sudah di lakukan untuk klien, dan
dalam pendokumentasian penulis telah
menemukan kekuatan dan kelemahan
yang sudah penulis tulis di Bab III.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi.
2008.
Teknik
Prosedural
Keperawatan Konsep dan
Aplikasi kebutuhan Dasar
Klien. Salemba : Jakarta.
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan
Keperawatan : Pada Klien
dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta : Salemba
Medika.
Carpenito, Lynda Juall. 2007.”Buku Saku
Diagnosis Keperawatan”. Edisi
10. Jakarta : EGC.
Definisi dan Klasifikasi. Jogyakarta: Digna
Pustaka.
Doenges, Marilynn E. 2008. Nursing
Diagnosis Manual. Jakarta:
EGC.
Handayaningsih, isti. 2007. Dokumentasi
Keperawatan “ DAR”. Mitra
Medika : Jogjakarta.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan :
Klien
dengan
Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta :
Salemba Medika.
Herdman, Heather. 2012. Diagnosa
Keperawatan : Definisi dan
Klasifikasi. Jakarta:EGC.
Nursalam. 2008. Proses Dokumentasi
Keperawatan: Konsep dan
Praktik. Salemba Medika:
Jakarta.
Judha Muhammad, NaswarHamdaniRahil.
2011.SistemPersarafan
(dalamAsuhanKeperawatan).G
osyen Publishing: Yogyakarta
Padila.
2012.
Buku
ajar:
KeperawatanMedikalBedah.
NuhaMedika. Jogjakarta
Tugasworo, Dodik. 2008.Cedera Kepala
Epidemi
Tersembunyi
http://suaramerdeka.com
diakses tanggal15mei 2013
Gambaran Pelaksanaan .....................................................
9
Download