Naskah Publikasi - Digital Repository

advertisement
HUBUNGAN KINERJA KADER KESEHATAN JIWA DENGAN
KEMAMPUAN KELUARGA DALAM MERAWAT PASIEN GANGGUAN
JIWA DI DESA SRIHARJO DAMPINGAN PUSKESMAS IMOGIRI II
BANTUL
Naskah Publikasi
Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Derajat
Sarjana Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
IWAN HADI KUSUMA
20100320035
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2014
1
LEMBAR PENGESAHAN
Naskah Publikasi
HUBUNGAN KINERJA KADER KESEHATAN JIWA DENGAN
KEMAMPUAN KELUARGA DALAM MERAWAT PASIEN GANGGUAN
JIWA DI DESA SRIHARJO DAMPINGAN PUSKESMAS IMOGIRI II
BANTUL
Telah diseminarkan dan diujiankan pada tanggal :
23 Juli 2014
Oleh :
IWAN HADI KUSUMA
20100320035
Penguji
Ns Sutejo, S.Kep.,M.Kep.,Sp.Kep.J.
(…………………………………….)
Suharsono, MN.
(…………………………………….)
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
(Sri Sumaryani, S.Kep., Ns, M.Kep., Sp.Mat)
2
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya selaku pembimbing Karya Tulis Ilmiah mahasiswa Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta:
Nama
: Iwan Hadi Kusuma
No Mahasiswa
: 20100320035
Judul
: Hubungan Kinerja Kader Kesehatan Jiwa dengan
Kelmampuan
Keluarga
Dalam
Merawat
Pasien
Gangguan Jiwa di Desa Sriharjo Dampingan Puskesmas
Imogiri II
Setuju/tidak setuju*) naskah ringkasan penelitian yang disusun oleh yang
bersangkutan dipublikasikan dengan/tanpa*) mencantumkan nama pembimbing
sebagai co-author.
Demikian harap maklum
Yogyakarta, 23 juli 2014
Pembimbing
Mahasiswa
Suharsono, MN.
Ahmad Basri
*) Coret yang tidak perlu
3
Hubungan Kinerja Kader Kesehatan Jiwa dengan Kemampuan Keluarga
dalam Merawat Pasien Gangguan Jiwa di Desa Sriharjo Dampingan
Puskesmas Imogiri II.
Iwan Hadi Kusuma1, suharsono2, sutejo3
Karya Tulis Ilmiah, Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2014
INTISARI
Latar Belakang: Desa Siaga Sehat Jiwa merupakan bentuk rancangan yang
melibatkan peran serta dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat itu
sendiri. Salah satu upaya dalam mewujudkan visi tersebut yaitu dengan membentuk
kader kesehatan jiwa di setiap desa. Pemberdayaan anggota keluarga oleh kader
kesehatan jiwa diharapkan keluarga dapat mengenal ciri-ciri orang dengan gangguan
jiwa, serta tahu bagaimana cara merawat seseorang yang mengalami gangguan jiwa.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kinerja kader kesehatan
jiwa dengan kemampuan keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa di Desa
Sriharjo dampingan Puskesmas Imogiri II.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian survey analitik dengan
rancangan survey cross sectional. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 39 kader
kesehatan jiwa dan 44 keluarga pasien gangguan jiwa. Teknik pengambilan sampel
menggunakan purposive sampling. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner.
Hasil: Penelitian menunjukkan signifikansi (p=0,548>0,05). Kinerja kader
kesehatan jiwa menunjukkan baik yaitu 37 responden 94,9%. Kemampuan keluarga
dalam merawat pasien gangguan jiwa menunjukkan mampu yaitu 36 responden
81,8%.
Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara kinerja kader kesehatan jiwa dengan
kemampuan keluarga dalam merawat pasien ganguan jiwa di Desa Sriharjo
dampingan Puskesmas Imogiri II. Saran untuk penelitian selanjutnya supaya lebih
memperhatikan kinerja dari kader kesehatan jiwa dengan monitoring secara berkala.
Kata Kunci: Desa Siaga Sehat Jiwa, kinerja kader, kemampuan keluarga, perawatan
pasien gangguan jiwa
1
Mahasiswa Prodi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2
Dosen Keperawatan Jiwa, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
3
Dosen Keperawatan Jiwa, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
4
The Relationship of Mental Health Worker Performance and The Ability of The
Family in Caring For Mental Patients In The Sriharjo PHC, Imogiri II.
Iwan Hadi Kusuma1, Suharsono2, Sutejo3
Student Research Project, School of Nursing
Faculty of Medicine and Health Science, Muhammadiyah University of Yogyakarta
2014
ABSTRACT
Background: Alert Village Healthy Life is a form of design that involves the
participation of the community, by the community and for the community. One of the
efforts in realizing this vision is to form a mental health worker in every village.
Empowerment of family members by a cadre of family mental health are expected to
know the characteristics of people with mental disorders, as well as know how to
care of someone suffering from a mental disorder. The purpose of this study was to
determine the relationship of mental health worker performance with the ability of
the family in caring for mental patients in the Sriharjo PHC, Imogiri II.
Method: This study is an analytic survey with a cross-sectional survey design.
The samples in this study were 39 mental health volunteers and 44 families of mental
patients. Technic sampling with a purposive samping. Instrument research using
questionnaires.
Result: The results showed the significance of Pvalue = 0,548>0,05.
Performance showed good mental health cadres is 37 respondents 94,9%. The ability
of the family in caring for mental patients showed that 36 respondents able 81,8%.
Conclusion: The conclusion of this study is there is no relationship between
mental health worker performance and the ability of the family in caring for the
mental patient in the Sriharjo PHC, Imogiri II. The suggestion for the further
research to attention the achievement from mental health cadre with monitored
periodically.
Keywords: Mental Health Alert Village, the performance of cadres, the family's
ability, treatment of mental illnes.
1
Nursing Student, School of Nursing, Faculty of Medicine and Health Science,
Muhammadiyah University of Yogyakarta
2
Lecturer of mental nursing, Faculty of Medicine and Health Science,
Muhammadiyah University of Yogyakarta
3
Lecturer of mental nursing, Faculty of Medicine and Health Science,
Muhammadiyah University of Yogyakarta
5
A. PENDAHULUAN
Menurut World Health Organizations14, Kesehatan Jiwa didefinisikan
sebagai keadaan sejahtera dimana setiap individu menyadari potensi dirinya
sendiri, dapat mengatasi tekanan yang normal dalam kehidupan, mampu
bekerja secara produktif dengan baik, dan mampu memberikan kontribusi
kepada komunitasnya. Dimensi positif dari kesehatan mental ditekankan
dalam definisi WHO tentang kesehatan sebagaimana tercantum dalam
konstitusinya.
Melihat definisi dari kesehatan jiwa, WHO menjelaskan secara global
lebih dari 350 juta orang mengalami gangguan jiwa yang menghambat
seseorang untuk beraktifitas atau berfungsi dengan baik. Riset Kesehatan
Dasar10 mengungkapkan bahwa penderita gangguan jiwa ringan mencapai
11,6% (±19 juta), sementara yang mengalami gangguan jiwa berat 0,46%
(sekitar 1 juta jiwa).
Kerugian ekonomi akibat masalah gangguan jiwa berdasarkan hasil
Riskesdas10 mencapai 20 triliun, jumlah yang sangat besar dibandingkan
dengan masalah kesehatan lainnya. Dampak dari masalah gangguan jiwa
dapat mempengaruhi pendapatan pribadi, melemahnya produktivitas dan
kemampuan
seseorang
dalam
bekerja
dan
berkontribusi
terhadap
perekonomian nasional serta pemanfaatan pengobatan dan dukungan
pelayanan. Dampak paling buruk dari gangguan jiwa dapat menyebabkan
bunuh diri. Sekitar 1 juta kematian setiap tahun yang disebabkan oleh
depresi15.
Banyaknya kasus gangguan jiwa serta kerugian yang didapatkan,
pemerintah dalam hal ini sudah mengembangkan berbagai program untuk
kasus gangguan jiwa. Salah satu program tersebut yaitu dengan membentuk
Desa Siaga Sehat Jiwa. Desa Siaga Sehat Jiwa merupakan bentuk rancangan
yang melibatkan peran serta dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk
6
masyarakat itu sendiri. Salah satu upaya dalam mewujudkan visi tersebut
yaitu dengan membentuk kader kesehatan jiwa di setiap desa. Kader
kesehatan jiwa sangat berpengaruh besar untuk mengikutsertakan masyarakat
dalam menanggulangi kasus gangguan jiwa. Pemberdayaan anggota keluarga
oleh kader kesehatan jiwa diharapkan keluarga dapat mengenal ciri-ciri orang
dengan gangguan jiwa, serta tahu bagaimana cara merawat seseorang yang
mengalami gangguan jiwa. Pemberdayaan keluarga adalah titik awal untuk
lebih meningkatkan kebahagiaan bagi semua orang yang terkena penyakit
mental15.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian survey analitik dengan rancangan
survey cross sectional. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 39 kader
kesehatan jiwa dan 44 keluarga pasien gangguan jiwa. Instrumen penelitian
menggunakan kuesioner.
C. HASIL PENELITIAN
1. Karakteristik Responden
a. Karakteristik Kader Kesehatan Jiwa
Tabel 3. Distribusi Karakteristik Kader kesehatan jiwa di Desa
Sriharjo Dampingan Puskesmas Imogiri II Berdasarkan
Pendidikan dan Pekerjaan
No
1
2
Karakteristik responden
Tingkat pendidikan
a. SD
b. SMP
c. SMA
d. SI
Pekerjaan
a. Tani
b. Ibu rumah tangga
c. Wiraswasta
d. PNS
7
Frekuensi
Persentase
2
9
24
4
5,1%
23,1%
61,5%
10,3%
8
16
14
1
20,5%
41%
35,9%
2,6
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa karakteristik
kader berdasarkan pendidikan sebagian besar berpendidikan SMA
yaitu sebanyak 24 responden (61,5%). Karakteristik kader berdasarkan
pekerjaan
sebagian besar bekerja sabagai ibu rumah tangga yaitu
sebanyak 16 responden (41%).
b. Karakteristik Keluarga Pasien Gangguan Jiwa
Tabel 4. Distribusi Karakteristik Keluarga Pasien Gangguan Jiwa Di
Desa Sriharjo Dampingan Puskesmas Imogiri II Berdasarkan
Pendidikan dan Pekerjaan
No
Karakteristik responden
Frekuensi
Persentase
1 Tingkat pendidikan
a. SD
27
61,4%
b. SMP
9
20,5%
c. SMA
8
18,2%
d. S1
0
0%
2 Pekerjaan
a. Buruh
14
31,8%
b. Tani
15
34,1%
c. Ibu rumah tangga
10
22,7%
d. Pedagang
5
11,4%
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa karakteristik
keluarga berdasarkan pendidikan sebagian besar berpendidikan SD yaitu
sebanyak 27 responden (61,5%). Karakteristik keluarga berdasarkan
pekerjaan
sebagian besar bekerja sabagai tani yaitu sebanyak 15
responden (34,1%).
8
c. Kinerja Kader Kesehatan Jiwa
Tabel 5. Distribusi kinerja kader kesehatan jiwa di Desa Sriharjo
Dampingan Puskesmas Imogiri II
Kinerja kader
Frekuensi
Persentase
Baik
Sedang
37
2
94,9%
5,1%
Total
39
100%
Dari hasil data distribusi yang didapatkan berdasarkan kinerja
kader kesehatan jiwa di Desa Sriharo menunjukkan bahwa 37 kader yaitu
(94,9%) dari seluaruh responden mempunyai kinerja yang baik tentang
pelaksanaan peran dan tugas sebagai kader kesehatan jiwa di Desa Siaga
Sehat Jiwa.
Tabel 6. Distribusi kinerja kader kesehatan jiwa di Desa Sriharjo
Dampingan Puskesmas Imogiri II
No
Sub item
1 Deteksi masalah psikososial dan
gangguan jiwa
a. Baik
b. Sedang
2 Penggerak kelompok keluarga sehat,
risiko, dan keluarga dengan pasien
gangguan jiwa
a. Baik
b. Sedang
3 Kunjungan rumah pada keluarga
dan pasien gangguan jiwa
a. Baik
b. Sedang
4 Rujukan pasien gangguan jiwa
a. Baik
5
Dokumentasi semua kegiatan
a. Baik
b. Sedang
9
Frekuensi
Persentase
33
6
84,6%
15,4%
21
19
51,3%
48,7%
37
2
94,9%
5,1%
39
100%
38
1
97,4%
2,6%
Dari tabel diatas menyatakan bahwa 33 responden melaksanakan
peran dan tugas sebagai kader dalam deteksi masalah kesehatan jiwa
dengan baik yaitu sebanyak 84,6%. 21 respnden melaksanakan peran dan
tugasnya sebagai penggerak keluarga sehat, resiko, dan keluarga dengan
pasien gangguan jiwa sebanyak 51,3%. 37 responden melakukan
kunjungan rumah pada keluarga dan pasien gangguan jiwa dengan baik
yaitu sebanyak 94,9%. 39 responden melaksanakan rujukan pasien
gangguan jiwa dengan baik yaitu sebanyak 100%. 38 responden
melaksanakan dokumentasi semua kegiatan dengan baik yaitu sebanyak
97,4%.
d. Kemampuan Keluarga dalam Merawat Pasien Gangguan Jiwa
Tabel 7. Distribusi kemampuan keluarga dalam merawat pasien
gangguan jiwa di Desa Sriharjo Dampingan Puskesmas
Imogiri II
Kemampuan keluarga
Frekuensi
Persentase
Mampu
Tidak mampu
36
8
81,8%
18,2%
Total
44
100%
Berdasarkan hasil distribusi data menunjukkan bahwa 36
responden yaitu (81,8%) dari seluruh responden mempunyai kemampuan
untuk merawat pasien gangguan jiwa di Desa Siaga Sehat Jiwa.
10
Tabel 8. Distribusi kemampuan keluarga dalam merawat pasien
gangguan jiwa di Desa Sriharjo Dampingan Puskesmas
Imogiri II
No
Sub item
Frekuensi
Persentase
1 Kemampuan keluarga mengenal
masalah kesehatan jiwa pasien
a. Mampu
34
77,3%
b. Tidak mampu
10
22,7%
2 Kemampuan keluarga
memanfaatkan pelayanan kesehatan
jiwa
a. Mampu
35
79,5%
b. Tidak mampu
9
20,5%
3 Kemampuan keluarga membantu
pasien untuk patuh minum obat
sesuai jadwal
a. Mampu
43
97,7%
b. Tidak mampu
1
2,3%
4 Kemampuan keluarga dalam
membantu pasien menghadapi
masalah yang dihadapinya
a. Mampu
40
90,9%
b. Tidak mampu
4
9,1%
Dari tabel diatas menyatakan bahwa 34 responden mampu
mengenal masalah kesehatan jiwa pasien yaitu sebanyak 77,3%. 35
responden mampu memanfaatkan pelayanan kesehatan jiwa yaitu
sebanyak 79,5%. 43 responden mampu membantu pasien untuk patuh
minum obat sesuai jadwal yaitu sebanyak 97,7%. 40 responden mampu
membantu pasien menghadapi masalah kesehatan jiwa yang dihadapinya
yaitu sebanyak 90,9%.
11
e. Hubungan kinerja kader kesehatan jiwa dengan kemampuan
keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa di Desa Sriharjo
Tabel 9. Hubungan kinerja kader kesehatan jiwa dengan kemampuan
keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa di Desa
Sriharjo dampingan Puskesmas Imogiri II
R
-0,099
Hubungan kinerja kader kesehatan
jiwa terhadap kemampuan
keluarga dalam merawat pasien
gangguan jiwa
Tabel 7. menyatakan bahwa tidak terdapat
Pvalue
0,548
hubungan antara
kinerja kader kesehatan jiwa dengan kemampuan keluarga dalam
merawat pasien gangguan jiwa di Desa Sriharjo dampingan Puskesmas
Imogiri II, dengan nilai significancy pada hasil menunjukkan (p=0,548 >
0,05).
D. Pembahasan
1. Kinerja Kader Kesehatan Jiwa
Pada tabel 5 menyatakan bahwa kinerja kader kesehatan jiwa
sebagian besar menunjukkan hasil baik dalam melaksanakan peran dan
tugasnya sebagai kader di Desa Siaga Sehat jiwa yaitu 94,9%. Hal itu
dapat disebabkan karena sebagian besar responden berpendidikan tinggi.
Hal ini juga didukung penelitian yang dilakukan oleh Rachmadi6 bahwa
kinerja kader yang baik dipengaruhi oleh status pendidikan, sehingga
dapat menerima ide-ide baru. Pendidikan adalah suatu penerapan ilmu
atau konsep dalam bidang kesehatan melalui proses belajar agar
masyarakat yang tidak tahu tentang nilai-nilai kesehatan menjadi tahu,
dari yang tidak mampu mengatasi masalah-masalah kesehatan sendiri
menjadi mampu.
Pengetahuan yang dimiliki kader dalam mengembangkan peran dan
tugasnya dipengaruhi oleh informasi yang didapatkan baik dalam bentuk
teori maupun praktik. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
12
Kurniasih4 menyatakan bahwa kualitas kader dapat tercapai dengan baik
melalui peningkatan pengetahuan atau pelatihan secara periodik. Pelatihan
ini dapat juga sebagai refreshing dan saling bertukar pengalaman antar
kader.
Kinerja kader yang baik juga dipengaruhi oleh pekerjaan. Hal
tersebut sesuai dengan hasil yang didapatkan peneliti yaitu pekerjaan
kader sebagian besar sebagai ibu rumah tangga karena ibu rumah tangga
mempunyai waktu lebih banyak sehingga lebih aktif dalam menjalani
peran dan tugasnya sebagai kader. Menurut Wahyuni13, faktor yang
mempengaruhi kinerja seorang kader salah satunya adalah keberadaan
pekerjaan yang mereka lakukan dan hubungan mereka dengan organisasi.
2. Kemampuan keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa
Pada tabel 6 menyatakan bahwa kemampuan keluarga dalam
merawat pasien gangguan jiwa sebagian besar menunjukkan hasil mampu
dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa yaitu
81,8%. Hal ini dikarenakan kemampuan keluarga dalam merawat pasien
gangguan jiwa dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut penelitian
Genggeng3, faktor-faktor yang berhubungan dengan kemampuan keluarga
dalam merawat pasien gangguan jiwa yaitu faktor pengetahuan, faktor
tingkat pendidikan, faktor status ekonomi, dan faktor tersedianya fasilitas
kesehatan.
Faktor pengetahuan salah satunya dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan seseorang. Keluarga harus menambah pengetahuan dan
melengkapi dirinya dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan
melalui pendidikan sehingga dapat memperlakukan pasien dalam
keluarga secara baik dan memadai, bersifat teraupetik dan membawa
anggota keluarga tersebut kepada kesembuhan. Perlakuan-perlakuan
keluarga terhadap salah satu anggota keluarga yang mengidap perilaku
13
kekerasan apabila tidak disertai pengetahuan dan sikap yang benar dapat
mengakibatkan kekambuhan kembali1.
Pengetahuan keluarga dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti
pendidikan dan sumber informasi lainnya. Penelitian ini menunjukan
pendidikan
keluarga
sebagian
besar
berpendidikan
SD,
namun
pengetahuan dapat diperoleh dari sumber informasi lain yang didapat
seseorang. Hal ini didukung oleh penelitian Rakhmah8 bahwa strategi
untuk meningkatkan pengetahuan kepada keluarga salah satunya
menggunakan strategi pemberian informasi. Pengetahuan sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang5.
Faktor ekonomi keluarga juga mempengaruhi keluarga dalam
merawat pasien gangguan jiwa. Sumber keuangan seperti pekerjaan yang
dimiliki keluarga baik melalui pekerjaan yang pokok maupun sambilan
dapat memberikan penghasilan yang bisa mendukung keluarga dalam
merawat pasien. Bekerja merupakan salah satu kebutuhan manusia.
Manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhannya, yaitu kebutuhan fisik
dan rasa aman yang diartikan sebagai pemuasan terhadap rasa lapar, haus,
tempat tinggal dan perasaan aman dalam menikmati semua hal, termasuk
dalam hal perawatan.
Faktor fasilitas kesehatan dapat mempengaruhi keluarga dalam
merawat pasien gangguan jiwa. Melalui fasilitas kesehatan yang memadai
keluarga mampu mendapatkan informasi terkait cara-cara perawatan
pasien gangguan jiwa, keluarga juga mampu untuk merujuk pasien
gangguan jiwa yang mengalami kekambuhan. Hal ini sesuai dengan
penelitian oleh Rasmun9 menyatakan bahwa perawatan dapat dilakukan
apabila keluarga dapat memodifikasi lingkungan serta mendapatkan
fasilitas pelayanan kesehatan yang tepat.
14
Keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa juga dipengaruhi
oleh budaya dari keluarga itu sendiri. Bagi masyarakat Jawa, keluarga
merupakan bagian yang sangat esensial dalam kehidupan mereka. Secara
emosional keluarga dapat memberi rasa tentram hangat, dan kasih sayang.
Salah satunya yaitu dibudaya jawa adanya sikap ngemong yaitu sebuah
sikap toleran dan penerimaan yang positif atas perilaku agresif dan
impulsif.
seluruh
anggota
keluarga
penderita
gangguan
mental
menekankan pentingnya sikap ngemong16.
Penelitian ini menunjukkan sebagian besar pekerjaan keluarga
adalah petani, sehinggga waktu untuk bekerja tidak tetap. Hal ini
menunjukkan bahwa keluarga mempunyai waktu yang cukup untuk
merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Schoeman, et al.,11 bahwa
seseorang yang tidak bekerja atau hanya mengurus rumah tangga memiliki
waktu yang cukup untuk mengurus anggota keluarganya.
3. Hubungan kinerja kader kesehatan jiwa dengan kemampuan
keluarga merawat pasien gangguan jiwa di Desa Sriharjo dampingan
Puskesmas Imogiri II
Berdasarkan tabel 7 menunjukkan hasil uji analisis antara kinerja
kader dengan kemampuan keluarga yaitu nilai P = 0,548 (Pvalue > 0,05)
artinya Ho diterima yang bermakna tidak ada hubungan antara kinerja
kader kesehatan jiwa dengan kemampuan keluarga merawat pasien
gangguan jiwa di Desa Sriharjo dampingan Puskesmas Imogiri II. Hasil
penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Chaplan et al.2 menyatakan bahwa kinerja kader dapat menjadi aset
berharga yang sangat bermanfaat untuk program kesehatan mental
masyarakat. Sebuah program pelatihan diindikasikan untuk memperluas
kegunaan dan penghargaan bagi kader. Pelatihan harus mencakup bahan
15
yang relevan dengan daerah di mana kader tersebut bekerja dan juga
harus digunakan sebagai penilaian sumber daya yang dibawa ke program
oleh para kader. Kader harus secara aktif berpartisipasi dalam
perencanaan program kesehatan mental masyarakat. Ada beberapa
indikasi bahwa komunikasi antara kader dan masyarakat lebih efektif dari
pada perawat di masyarakat. Waktu perawat dapat lebih berguna dalam
pengawasan dan pelatihan kader.
Hal yang mempengaruhi hubungan kader dengan keluarga
gangguan jiwa adalah keterbukaan dari keluarga untuk menceritakan
masalah gangguan jiwa yang dialami. Seperti yang dijelaskan oleh
Peterson6 bahwa hal yang paling penting untuk menghormati kerahasiaan
seseorang dengan pengalaman gangguan mental adalah mereka harus bisa
memilih
apakah,
kapan,
bagaimana,
dan
untuk
siapa
mereka
mengungkapkan pengalaman masalah gangguan mental keluarga.
Keluarga lebih memilih untuk tidak menceritakan masalah kesehatan
mental yang dialami. Keluarga takut masalah yang dialami akan menjadi
anggapan negatif dari masyarakat.
Adanya peran kader dan keluarga dapat menurunkan tanda dan
gejala serta peningkatan kemampuan berupa pasien mampu berpikir
rasional, mampu melakukan kegiatan sehari-hari di dalam rumah dan
mampu berkomunikasi dengan orang lain dengan motivasi. Peran kader
adalah kader memotivasi pasien untuk teratur berobat, memberikan
penjelasan kepada keluarga untuk mengawasi pengobatan pasien,
memotivasi pasien dan keluarga untuk mengikuti kegiatan kelompok
maupun penyuluhan kesehatan serta menganjurkan pasien untuk teratur
melakukan pemeriksaan ke puskesmas. Dengan dikunjungi oleh kader,
pasien dan keluarga mendapatkan informasi bahwa pengobatan mudah
dan murah didapat. Selain itu dengan mendapatkan penjelasan dari kader,
pasien dan keluarga dapat lebih memahami manfaat dari pengobatan dan
16
perawatan, sehingga termotivasi untuk teratur menjalani pengobatan dan
perawatan.
E. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada tanggal 09
Mei sampai 10 Juni 2014 dengan jumlah responden 39 kader kesehatan jiwa
dan 44 keluarga pasien gangguan jiwa di Desa Sriharjo dampingan Puskesmas
Imogiri II, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Karakteristik kader kesehatan jiwa berdasarkan pendidikan paling banyak
berpendidikan SMA yaitu sebanyak 24 orang (61,5%). Karakteristik kader
berdasarkan pekerjaan paling banyak bekerja sebagai ibu rumah tangga
yaitu sebanyak 16 orang (41%). Karakteristik keluarga pasien gangguan
jiwa berdasarkan pendidikan paling banyak berpendidikan SD yaitu
sebanyak 27 orang (61,4%). Karakteristik keluarga berdasarkan pekerjaan
paling banyak bekerja sebagai tani yaitu sebanyak 15 orang (34,1%).
2. Kinerja kader kesehatan jiwa di Desa Sriharjo dampingan Puskesmas
Imogiri II baik dalam melakukan peran dan tugasnya yaitu sebanyak 37
kader (94,9%).
3. Kemampuan keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa di Desa
Sriharjo dampingan Puskesmas Imogiri II adalah baik yaitu sebanyak 36
keluarga (81,8%).
4. Tidak ada hubungan antara kinerja kader kesehatan jiwa dengan
kemampuan keluarga merawat pasien gangguan jiwa di Desa Sriharjo
dampingan Puskesmas Imogiri II, karena p > 0,05.
F. Saran
1. Bagi Ilmu Keperawatan Jiwa dan Komunitas
Diharapkan untuk meningkatkan informasi dengan penambahan materi
keperawatan jiwa komunitas tentang Desa Siaga Sehat Jiwa, kinerja kader
kesehatan jiwa serta kemampuan keluarga dalam merawat pasien
gangguan jiwa.
17
2. Bagi Pihak Puskesmas dan Perawat Penanggung Jawab
Diharapkan untuk lebih meningkatkan pembinaan serta bimbingan
umumnya kepada masyarakat, dan khususnya kepada kader kesehatan jiwa
beserta keluarga dengan pasien gangguan jiwa.
3. Bagi kader kesehatan jiwa
Peran dan tugas kader diterapkan dengan baik sehingga tercapainya
masyarakat yang sadar akan kesehatan jiwa.
4. Bagi Prodi Keperawatan
Dapat mengaplikasikan dan menerapkan tentang peran dan tugas kader di
komunitas.
5. Bagi Peneliti Lain
Perlu dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja kader dalam melakukan peran dan tugasnya.
G. RUJUKAN
1.
Chandra, P.E. (2004). Kecerdasan Emosional Entrepreneur. Jakarta
2.
Chaplan, A., Price, J.M., Zuckerman, I., Ek, J. (1966). The Role of
Volunteers in Community Mental Health Programs. Community Mental
Health Journal Volume 2, Issue 3, pp 255-258
3.
Genggeng, R. (2010). Faktor-faktor yang berhubungan dengan
kemampuan keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa di wilayah
kerja puskesmas mangasa makassar. Diakses 5 Februari 2014, dari
http://www.farmasipoltekkesmks.ac.id/index.php/2012-07-19-17-0432/media-farmasi/90-media-farmasi/media-nopember-2011/101-faktorfaktor-yang-berhubungan-dengan-kemampuan-keluarga-dalam-merawatpasien-gangguan-jiwa-di-wilayah-kerja-puskesmas-mangasamakassar?tmpl=component&print=1&page=
4.
Kurniasih (2002). Hubungan antara tingkat pengetahuan kader tentang
posyandu usila dengan keaktifan dalam kegiatan posyandu. Universitas
Gajah Mada, Yogyakarta
5.
Notoatmodjo. (1993). Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu
Perilaku Kesehatan.Yogyakarta: Rineka Cipta.
18
6.
Peterson, D. (2007). I haven't told them, they haven't asked: the
employment experiences of people with mental illness. Wellington,
Mental Health Foundation of New Zealand.
7.
Rachmady. (2013). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Kader Di
Wilayah Kerja Puskesmas Pantee Bidari Lhok Nibong Kabupaten Aceh
Timur. Tenaga Pengajar Pada STIKes U’Budiyah Banda Aceh
8.
Rahkmah, U.A. (2012). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang
Gangguan Jiwa Terhadap Tingkat Dukungan Sosial pada Masyarakat di
Dusun Pelemadu Sriharjo Imogiri Bantul. Yogyakarta: Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
9.
Rasmun. (2009). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi
Dengan Keluarga, CV Agung Seto, Jakarta.
10. Riskesdas (2007). Jumlah kasus gangguan jiwa. Diakses 7 Desember
2013,
dari
http://fisiopoltekesolo.ac.id/fisioterapi/images/stories/laporanNasional.pdf
11. Schoeman,SE., Hendricks, MK., Hattingh, SP., Benade, AJS., Laubscher,
JA., Dhansay, MA. (2006) The targeting of nutritionally at-risk children
attending a primary health care facility in the Western cape Propince of
South Africa. Public Health Nutrition. http://journals.cambridge.org/
akses 14 Juli 2014
12. Shiraisi, S. S. (1997). Young Heroes: The Indonesian Family in Politics.
Ithaca, New York: Southeast Asia Program Publications, Cornell
University.
13. Wahyuni. (2009). Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang
Kode Etik Keperawatan dan Hukum Kesehatan Terhadap Kinerja
Perawat yang Melaksanakan Asuhan Keperawatan di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan.
14. World Health Organization (2011). Mental health: a state of well-being.
Diakses
7
Desember
2013,
dari
http://www.who.int/features/factfiles/mental_health/en/
15. World Health Organization (2012). Investing in Mental Health. Diakses 7
Desember
2013,
dari
http://www.who.int/mental_health/media/investing_mnh.pdf
19
16. Zaumseil, M., Lessmann, H. (1995). Dealing with Schizophrenia in
Central
Java.
Diakses
17
Juli
2014,
dari
http://www.fuā€berlin.de/psychologie/klinische/java_99.pdf.
20
Download