Teknologi Media dan Globalisasi Media

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Ekonomi Politik
Media
Teknologi Media dan
Globalisasi Media
Fakultas
Program Studi
Pasca Sarjana
Magister Ilmu
Komunikasi
Tatap Muka
04
Kode MK
Disusun Oleh
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm.,
PhD
Abstract
Kompetensi
Modul membahas prinsip, konsep dan
trend kepemilikan media.
Mahasiswa mampu menjelaskan
prinsip, konsep dan trend kepemilikan
media.
Teknologi Media dan Globalisasi Media
Landasan Teoritis
Teknologi pada dasarnya merupakan cara manusia memenuhi kebutuhan dasarnya
untuk bertahan hidup. Teknologi pada gilirannya digunakan oleh manusia untuk
meningkatkan kualitas hidup mereka. Dengan demikian pencapaian teknologi oleh suatu
masyarakat juga merupakan pencapaian eksistensi.
Media massa berawal dari teknologi. Ditemukannya teknologi mesin cetak oleh
Guttenberg acap disebut sebagai awal berkembangnya media massa. Teknologi merupakan
cara media memenuhi kebutuhan dasarnya untuk bertahan. Teknologi kemudian digunakan
media untuk meningkatkan kualitas content yang disampaikannya. Pencapaian teknologi
oleh suatu media menunjukkan eksistensi media tersebut.
Dari perspektif ekonomi media, teknologi memegang peran penting dalam industri
media. Industri media massa harus senantiasa mengikuti perkembangan teknologi. Jika
tidak, eksistensi media massa sebagai industri akan tergilas oleh kemajuan dan
perkembangan teknologi.
Paling tidak ada dua pendapat atau teori tentang teknologi media. Teori pertama
dikemukakan oleh kaum optimis kultural, pendapat kedua oleh kaum pesimis kultural.
Kaum optimis kultural mengatakan teknologi baru mengarah kepada peningkatan
akses terhadap informasi, dan oleh karena itu ada pemberdayaan baru. Beberapa pakar
yang memandang optimis teknologi media adalah Bell, Toffler, Castells, Slevin, Kranzberg.
Kaum pesimis kultural mengatakan perusahaan-perusahaan multimedia akan menjadi
sangat kuat luar biasa, menuju eksploitasi komersial yang lebih besar dan kesenjangan
yang lebih lebar antara yang kaya informasi dan yang miskin informasi. Webster, Kumar,
Weizenbaum, Roszak, dan Winner termasuk yang pesimis memandang teknologi media.
‘13
2
Ekonomi Politik Media
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., PhD
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Kaitan Teknologi dan Ekonomi Media
Teknologi terkait erat dengan ekonomi media. Kaitan teknologi dan ekonomi media
bisa dirumuskan sebagai berikut:
Teknologi media memerlukan investasi. Sebagai contoh, di industri televisi, teknologi
satellite news gathering/SNG (teknologi untuk melaporkan berita secara live/lebih cepat)
membutuhkan investasi yang besar. Pada 2008, satu SNG membutuhkan investasi sekitar
Rp 4 miliar.
Teknologi pada gilirannya bisa menciptakan efisiensi proses produksi sehingga
memperkecil cost production. Sebagai contoh, teknologi cetak jarak jauh membuat distribusi
surat kabar menjadi lebih efisien. Orang di Surabaya, Jawa Timur, misalnya, bisa membaca
koran Kompas, Koran Tempo, dan Republika, dalam waktu yang bersamaan dengan
pembaca di Jakarta. Sebelum ada teknologi jarak jauh, orang di Jakarta membaca koran
jauh lebih pagi ketimbang pembaca di daerah lain, karena koran harus diangkut secara fisik
atau manual dengan menggunakan alat transportasi konvensional, seperti pesawat udara
atau mobil. Efisiensi dalam cost production pada gilirannya menguntungkan konsumen:
harga media menjadi lebih murah.
Teknologi menciptakan pasar baru. Sebagai contoh, media massa, baik media cetak
maupun elektronik, telah merambah ke dunia maya (internet). Ini dapat menciptakan pasar
baru di kalangan kaum muda yang lebih suka mengakses informasi maupun hiburan melalui
internet. Di sisi lain, teknologi bisa mengubah pasar media yang tadinya berupa massa,
menjadi komunitas, bahkan individual.
Teknologi dikhawatirkan bisa ‘’meniadakan’’ bentuk media tertentu. Media elektronik
akan menggantikan atau meminggirkan teknologi yang sudah ada sebelumnya. Kemunculan
teknologi televisi dan internet dikhawatirkan bisa ’’meniadakan’’ surat kabar.
Lokakarya kebijakan komunikasi bertajuk ‘’The Power of The individual in the
information Age’’ di Aspen Institut, Colorado, AS, Agustus 1981, menyebut kemajuan
teknologi di bidang komunikasi media akan memperkokoh ekonomi:
1. Teknologi yang lebih efisien membuat pekerjaan di bidang informasi lebih produktif.
2. Teknologi informasi/media dapat menjadi substitusi berupa energy-clean bagi
proses/teknologi lain yang menimbulkan polusi dan menghabiskan energi.
‘13
3
Ekonomi Politik Media
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., PhD
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
3. Informasi pasar lebih mudah diperoleh, menghasilkan transaksi yang efisien dan
langkah yang lebih jitu untuk memperbaiki kegagalan.
4. Penyampaian jasa akan lebih murah, sebab sistem baru memperluas ‘’kehadiran’’
penyedia jasa dan membantu dalam membangkitkan pasar.
5. Dengan berkurangnya ketidakpastian, ‘’kerjasama’’ antara pasar dan pemerintah
pada kondisi-kondisi baru akan makin cepat dan efisien.
Sallstrom Consulting dalam surveinya menemukan ada korelasi positif antara
kenaikan Gross Domestic Product (GDP) dan pembelajaan teknologi komunikasi dan
informasi (TIK). Setiap kenaikan pembelajaan TIK sebasar 10 persen
akan memberi
kontribusi kenaikan GDP sebesar 13 persen. Laporan Global Insight (2006-2007)
menunjukkan penetrasi broadband di suatu negara dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi. Di Brazil, penetrasi broadband sebesar 20 persen telah menaikkan GDP sebesar
800 dolar AS per kapita. Di India, penetrasi broadband sebesar 3 persen, telah menaikkan
GDPsebesar 1.400 dolar AS per kapita. (Majalah Info Komputer, Agustus 2009).
Teknologi Media dan Pengaruhnya pada Industri Media, Konsumen, Pemerintah, serta
Industri Lainnya yang Terkait
Teknologi Media akan mendatangkan pengaruh pada industri media, konsumen,
pemerintah serta industri lainnya yang terkait. Sebagai contoh, teknologi TV digital akan
membawa pengaruh bagi stasiun televisi, industri pmbuat pesawat televisi, konsumen, serta
pemerintah:
1. Stasiun televisi berinvestasi untuk membeli teknologi digital, yaitu untuk pemancar
digital.
2. Industri pembuat pesawat televisi menghentikan produksi TV analog dan memulai
produksi TV digital serta memproduksi set-top box (alat yang dipasang ke TV analog
sehingga bisa menangkap siaran tv digital).
‘13
4
Ekonomi Politik Media
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., PhD
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
3. Konsumen mau tidak mau membeli pesawat TV digital yang relatif lebih mahal
dibanding TV analog atau membeli set-top box. Konsumen juga punya pilihan
content yang melimpah. Di negara-negara maju, konsumen mendapat subsidi dari
pemerintah untuk bermigrasi dari TV analog ke TV digital.
4. Pemerintah membuat regulasi terkait alokasi kanal, tayangan, content, dan
sejenisnya.
Laporan Kebijakan Publik BBC memperingatkan bahwa teknologi baru menciptakan
tekanan yang kuat terhadap industri penyiaran yang tidak kompetitif, tetapi juga
menimbulkan khalayak yang terfragmentasi dan kepemilikan terkonsentrasi pula. Hal ini
dikarenakan content media berkualitas tinggi harganya mahal untuk diproduksi, tetapi murah
untuk menyunting atau mengubah dan murah pula untuk diproduksi. Oleh karena itu, industri
ini memiliki biaya tetap yang tinggi dan biaya marjin yang rendah. Biaya tetap yang tinggi
dan biaya marjin yang rendah menjadi penyebab alamiah munculnya monopoli.
Jika kita coba rumuskan laporan BBC, kita melihat teknologi berpengaruh terhadap industri
media, konsumen, dan pemerintah:
1. Akan terjadi monopoli dan keseragaman content pada industri media.
2. Konsumen akan makin terfragmentasi.
3. Pemerintah harus membuat regulasi untuk mengontrol kepemilikan dan content
media.
Berapa Contoh Teknologi Media
Teknologi yang dewasa ini berkembang dalam industri media adalah media digital
serta teknologi media yang terkait dengan teknologi internet.
Dalam industri televisi, teknologi yang dewasa ini sedang berkembang antara lain satellite
news gathering (SNG), video streaming, podcast (Ipod broadcast), televisi digital, high
definition television (HDTV), internet protocol television (IPTV). Dalam industri film juga telah
berkembang teknologi digital.
‘13
5
Ekonomi Politik Media
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., PhD
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Untuk industri radio, teknologi yang sedang berkembang antara lain live streaming,
radio internet, radio digital, radio with picture. Dalam industri buku, yang kini sedang
berkembang adalah e-book atau buku elektronik.
Di industri media cetak penggunaan kamera digital, teknologi jarak jauh, koran
transparan atau e-paper, serta integrated newsroom telah berkembang di berbagai belahan
dunia dewasa ini.
Dalam industri periklanan di Indonesia, sejak akhir 2008, mulai digunakan teknologi
streetboard TV. Media ini berupa layar dua layar liquid crystal display (LCD) berukuran 65
inchi dan satu layar light emitting diode (LED) berukuran 3 x 2,4 meter yang dipasang di
sebuah mobil. Mobil ini akan berkeliling ke lokasi-lokasi strategis. Keuntungannya, selain
bisa mendatangi target market secara langsung, juga bisa menarik perhatian di tengah
kemacetan.
Teknologi Media dan Ekonomi Media: Masa Depan
Dewasa ini ‘’layar’’ atau screen menjadi media utama. Ada tiga tahap layar atau
screen: first screen (layar televisi), second screen (layar komputer), dan third screen (layar
handphone). Awalnya, orang menonton siaran televisi hanya bisa melalui layar televisi.
Namun, kini orang bisa membaca berita atau menonton program televisi melalui layar
komputer bahkan handphone.
Hilangnya bentuk-bentuk media massa tertentu merupakan satu hal yang paling
dikhawatirkan dari kemajuan teknologi media. Ketika televisi muncul, orang meramalkan the
end of radio, musnahnya radio. Ketika teknologi media elektronik berkembang, orang
meramalkan the end of paper. Dengan perkataan singkat, media elektroknik akan
menggantikan atau meminggirkan teknologi media yang sudah ada sebelumnya.
Mungkin kekhawatiran itu terlampau berlebihan. Ketika media cetak muncul, toh
orang tidak berhenti berbicara. Ketika radio dan televisi muncul, orang juga tidak berhenti
membaca dan menulis. Ketika televisi muncul, ternyata radio tidak mati. Dengan kemajuan
teknologi, kita hanya harus belajar mengkomunikasikan ide-ide kompleks dengan media
visual atau elektronik.
Di masa depan yang terjadi adalah konvergensi media. Media cetak, radio, dan
stasiun televisi kini harus memiliki website sehingga content mereka bisa diakses melalui
‘13
6
Ekonomi Politik Media
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., PhD
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
jaringan internet. Sebaliknya, media online kini punya TV, seperti Kompas tv dan detik tv.
Banyak surat kabar kini mempunyai e-paper. Kompas bahkan kini juga bisa diakses melalui
layar handphone melalui teknologi Quick Response code (QR code). Itu artinya di masa
depan media massa harus bisa diakses melalui berbagai medium (multimedia).
Dalam konteks ekonomi media, untuk mengadakan multimedia atau konvergensi
media, perusahaan media harus berinvestasi untuk konvergensi media tersebut. Namun,
konvergensi media pada gilirannya akan menghasilkan efisiensi ekonomi dan memperluas
pasar.
Jim Dator, Profesor Future Studies Universitas Hawaii, bahkan meramalkan
teknologi komunikasi yang kuat di abad ke-21 bukanlah media elektronik, tetapi biologis.
DNA adalah sumber informasi paling mutakhir. Dengan memanipulasi DNA, kita akan bisa
menciptakan kapabilitas komunikasi yang baru, lebih efisien, dan jauh lebih kuat dari media
elektronik apa pun.
Globalisasi Media
Peran media masa dalam kehidupan sosial, terutama dalam kehidupan modern tidak
ada yang menyangkal, menurut Mc Quail dalam bukunya Mass Communication
Theories(2000 : 66), ada enam perspektif dalam hal melihat peran media.
Pertama, melihat media masa sebagai window on event and experriece. Media
dipandang sebagai jendela yang memungkinkan khalayak melihat apa yang sedang terjadi
disana. Atau media merupakan sarana belajar untuk mengetahui berbagai peristiwa.
Kedua, media juga sering dianggap a mirror of event in society and the word
implying a faithful reflection. Cermin berbagai peristiwa yang ada di masyarakat dan dunia
yang merefleksikan apa adanya. Karenanya para pengelola sering merasa tidak “bersalah”
jika isi media penuh dengan kekerasan , konflik, pornografi, dan berbagai keburukan lain,
karena memang menurut mereka faktanya demikian, media hanya sebagai refleksi fakta,
terlepas dari suka atau tidak suka. Padahal sesungguhnya, angle, arah framing dari isi yang
dianggap sebagai cermin realitas tersebut diputuskan oleh para professional media, dan
khalayak tidak sepenuhnya bebas untuk mengetahwi apa yang mereka inginkan.
Ketiga, memandang media masa sebagai filter, sebagai guide atau gatekeeper yang
menyeleksi berbagai hal untuk diberi perhatian atau tidak. Media senantiasa memilih issue,
‘13
7
Ekonomi Politik Media
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., PhD
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
informasi atau bentuk content yang lain berdasar standar para pengelolanya. Disini khalayak
“dipilihkan“ oleh media tentang apa-apa yang layak diketahui dan mendapat perhatian.
Keempat, media masa acapkali juga dipandang sebagai guide, penunjuk jalan
atau interpreter, yang menerjemahkan atau menunjukkan arah atas berbagai ketidakpastian,
atau alternative yang beragam.
Kelima, melihat
media
sebagai
forum untuk
mempresentasikan
berbagai
informasi dan ide-ide kepada khalayak, sehingga memungkinkan terjadinya tanggapan dan
umpan balik.
Keenam, media masa sebagai interlocutor, yang tidak hanya sekadar tempat berlalu
lalangnya informasi, tetapi juga parthner komunikasi yang memungkinkan terjadinya
komunikasi interaktif.
Pendeknya semua ini ingin menunjukkan, peran media dalam kehidupan sosial
bukan sekedar sarana divercion, pelepas ketegangan atau hiburan, tetapi isi dan informasi
yang disajikan, mempunyai peran yang signifikan dalam kehidupan sosial. Isi media masa
merupakan konsumsi otak bagi khalayaknya, sehingga apa yang ada di media masa akan
mempengaruhi realitas subyektif pelaku interaksi sossial. Gambaran tentang realitas yang
dibentuk oleh isi media masa inilah yang nantinya mendasari respond an sikap terhadap
berbagai objek social. Informasi yang salah dari media masa akan memunculkan gambaran
yang salah pula terhadap obyek sosial itu. Karenanya media masa dituntut menyampaikan
informasi secara akurat dan berkualitas. Kualitas informasi inilah yang merupakan tuntutan
etis dan moral penyajian media masa.
Fitur utama dari globalisasi media baru-baru menimbulkan pertanyaan penting yang
perlu kita alamat sebagai mahasiswa jurusan kajian media. Kecemasan tentang media
imperialisme dan homogenisasi budaya yang diangkat awalnya oleh Herbert Schiller dan
lain-lain mengenai posisi dominan yang ditanggung oleh industri media massa Amerika
dalam periode pasca-perang kini telah memberikan cara untuk meningkatnya kekhawatiran
tentang dominasi industri media global oleh sejumlah kecil media transnasional yang kuat
konglomerat.
Menurut Thompson (1995), kita dapat mengatakan bahwa globalisasi media
yang ditandai dengan sejumlah fitur yang berbeda, yaitu:
‘13
8
Ekonomi Politik Media
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., PhD
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
1. Munculnya dan dominasi lanjutan dari industri media global oleh sejumlah
kecil konglomerat media transnasional.
2. Penggunaan informasi dan komunikasi teknologi baru oleh konglomerasi
media.
3. Lingkungan yang semakin deregulasi di mana organisasi media ini
beroperasi.
4. Globalisasi
konten
media
telah
menghasilkan
sejumlah
besar
homogenisasi dan standarisasi dalam produk media tertentu yang
diproduksi dan didistribusikan oleh industri media global.
5. Aliran merata produk informasi dan komunikasi dalam sistem global dan
berbagai tingkat akses di mana warga dunia harus memiliki jaringan
komunikasi global.
6. Media globalisasi terkait erat dengan promosi ideologi konsumerisme dan
karena itu terikat dengan proyek kapitalis.
Globalisasi media yang dihasilkan dari kegiatan konglomerat media
menggunakan baru teknologi telah secara radikal mengubah lanskap media, tapi itu
bukan proses satu arah. Sementara penonton media yang sekarang ada di
lingkungan media yang telah berubah secara mereka terus memiliki lembaga yang
cukup besar. Perspektif pluralis menyatakan bahwa khalayak membentuk dan
dibentuk oleh globalisasi media. Mereka memiliki kekuatan pada pesan media yang
sesuai, lokal dan secara hibrid didistribusikan secara global, yang dihasilkan dalam
globalisasi.
Silverstone (1999) mengingatkan kita bahwa globalisasi adalah proses yang
dinamis, menekankan bahwa `budaya membentuk dan reformasi sekitar rangsangan
yang berbeda yang memungkinkan komunikasi global'. Dalam kehidupan sehari-hari
‘13
9
Ekonomi Politik Media
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., PhD
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
`topik mungkin global, tetapi menjadi sumber daya untuk ekspresi kepentingan lokal
dan identitas tertentu'. Media globalisasi telah mengakibatkan difusi global dari teks
media tetapi juga telah mengakibatkan perampasan lokal dan hibridisasi.
Globalisasi
media
massa
merupakan
proses
yang
secara
nature
terjadi,
sebagaimana jatuhnya sinar matahari. Pada titik-titik tertentu, terjadi benturan antar
budaya dari luar negeri yang tak dikenal oleh bangsa Indonesia. Jadi kekhawatiran
besar terasakan benar adanya ancaman, serbuan, penaklukan, pelunturan karena nilainilai luhur dalam paham kebangsaan. Imbasnya adalah munculnya majalah-majalah
Amerika dan Eropa versi Indonesia seperti : Bazaar, Cosmopolitan, Spice, FHM (For Him
Magazine), Good Housekeeping, Trax dan sebagainya. Begitu pula membajirnya programprogram tayangan dan produk rekaman tanpa dapat dibendung.
Globalisasi pada hakikatnya ternyata telah membawa nuansa budaya dan nilai yang
mempengaruhi selera dan gaya hidup masyarakat. Melalui media yang kian terbuka dan
terjangkau, masyarakat menerima berbagai informasi tentang peradaban baru yang
datang dari seluruh penjuru dunia. Padahal, kita menyadari belum semua warga negara
mampu menilai sampai dimana kita sebagai bangsa berada. Begitulah, misalnya, banjir
informasi dan budaya baru yang dibawa media tak jarang teramat asing dari sikap hidup
dan norma yang berlaku. Terutama masalah pornografi, dimana sekarang wanita-wanita
Indonesia sangat terpengaruh oleh trend mode dari Amerika dan Eropa yang dalam
berbusana cenderung minim, kemudian ditiru habis-habisan.
‘13
10
Ekonomi Politik Media
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., PhD
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Albarian, Alan B, Media Economics: Understanding Markets, Industries, and Concept, Iowa:
Iowa State University Press, 1996.
Alexander, Alison et.al (ed), Media Economics: Theories and Practice, New Jersey:
Lawrence Erlbaum Associates Publishers, 1998.
Dimmick dan Rothenbuhler, The Theory of Niche: Quantifing Competition among Media
Industry, Jurnal of Communication, Winter 1984.
Mirza Jan. Globalization of Media: Key Issues and Dimensions. European Journal of
Scientific Research. ISSN 1450-216X Vol.29 No.1 (2009), pp.66-75
Kansong, Usman. Ekonomi Media : Pengantar Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Ghalia
Indonesia. 2009.
Komang Sunarta. Dampak Globalisasi Terhadap Budaya Lokal dan Prilaku Masyarakat.
www.karangasem.go.id Rabu, 5 Oktober 2011.
‘13
11
Ekonomi Politik Media
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., PhD
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download