use style: paper title

advertisement
HUBUNGAN RESPON SISWA TERHADAP MODEL PEMBELAJARAN INTERAKSI
SOSIAL PADA MATA PELAJARAN PPKn DENGAN PERILAKU DEMOKRATIS SISWA
KELAS VIII MTsN 1 GRESIK
Faricha Amatul Firdausyah
12040254212 (Prodi S1 PPKn, FISH, UNESA) [email protected]
I Made Suwanda
0009075708 (Prodi S1 PPKn, FISH, UNESA) [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan yang positif dan signifikan antara respon
siswa terhadap model pembelajaran interaksi sosial pada mata pelajaran PPKn dengan perilaku demokratis
siswa kelas VIII MTsN 1 Gresik. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Dalam rancangan
penelitian ini menggunakan desain penelitian ex pos facto atau termasuk dalam penelitian Pengukuran
Sesudah Kejadian (PSK). Lokasi penelitian di MTsN 1 Gresik. Populasi dan sampel dalam penelitian ini
adalah siswa-siswi kelas VIII MTsN 1 Gresik. sebagai populasi sebanyak 363 siswa pada kelas VIII. Besar
sampel diambil dengan menggunakan Taraf Kesalahan 5% maka sampel yang diperoleh sebanyak 182
sampel.Data dikumpulkan dengan menggunakan metode angket dan dokumentasi. Hasil dari penelitian
kuantitatif dengan menggunakan rumus korelasi product moment diatas diperoleh koefisien korelasi (r)
sebesar 0, 62, dan diketahui pada tabel korelasi nilai r dengan taraf signifikan 5% diperoleh nilai sebesar 0,
138. Artinya dapat diketahui bahwa thitung lebih besar dibandingkan dengan ttabel. Jika melihat interpretasi
tingkatan korelasi menunjukkan adanya hubungan yang positif dengan kategori tinggi. Setelah dilakukan
perhitungan pada uji signifikansi (t) diperoleh thitung sebesar 10, 60, jika di lihat pada tabel nilai (t) dengan
taraf signifikan 5% maka diperoleh nilai (t) sebesar 1, 960. Artinya dapat diketahui bahwa thitung lebih besar
dibandingkan dengan ttabel (thitung > ttabel) yang berarti signifikan.
Kata Kunci: Respon Siswa, Model Pembelajaran Interaksi Sosial, Perilaku Demokratis
Abstract
This study aims to know is there any positive and significant relationship between students' response to the
learning model of social interaction on subjects civic education with democratic behavior eighth grade
students MTsN 1 Gresik. This research is quantitative. In this study design research with ex post facto or
included in the study Measurement After Genesis (MAG). The research location MTsN 1 Gresik.
Population and sample in this study were students of class 8th MTsN 1 Gresik. As a population of 363
students in class 8th grade. Large samples are taken using Taraf Mistakes 5% sample is obtained as much as
182 sampel. Data collected by questionnaires and documentation. The results of the quantitative study
using the above formula product moment correlation with coefficient of correlation (r) of 0, 62, and known
in the correlation table r value with significant level of 5% obtained a value of 0, 138. This means that it
can be seen that rhitung greater than rtabel. If you look at the interpretation of the levels of correlation
showed a positive relationship with the high category. After calculating the significance test (t) obtained t
of 10, 60, when viewed in the table value (t) with significance level of 5%, the obtained value (t) of 1, 960.
This means that it can be seen that tcount greater than ttabel (tcount > ttable), which means significant.
Keywords: Student Response, Student Social Interaction, Democratic Behavior
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang menganut sistem
demokrasi, yaitu suatu bentuk pemerintahan yang
mengindikasikan
adanya
peran
rakyat
dalam
pemerintahan dan mengutakan kepentingan umum
(Hamidi, dkk, 2010: 207). Dalam demokrasi rakyat
adalah penentu dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Dengan kata lain demokrasi merupakan suatu
kepemimpinan yang dijalankan dari rakyat, oleh rakyat,
dan untuk rakyat. Demokrasi sebagai sebuah nilai atau
pandangan hidup mencerminkan perlunya partisipasi dari
setiap warga dalam membentuk nilai-nilai yang mengatur
kehidupan bersama sehingga menjadi sebuah keyakinan.
Dengan demikian diperlukan pemahaman yang baik dan
kemampuan mengaktualisasikan demokrasi di kalangan
warga negara.
Demokrasi tidak akan datang, tumbuh, dan
berkembang dengan sendirinya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Karena itu
demokrasi memerlukan usaha nyata setiap warga dan
perangkat pendukungnya yaitu budaya yang kondusif
sebagai manifestasi dari suatu mind set (kerangka
berpikir) dan setting social (rancangan masyarakat)
Hubungan Respon Siswa terhadap Model Pembelajaran Interaksi Sosial dengan Perilaku Demokratis Siswa
(Prasetyo, 2012: 106). Berbagai macam hal dapat
dilakukan untuk memberikan pemahaman dan
kemampuan mengaktualisasikan nilai-nilai demokrasi,
salah satunya yaitu melalui bidang pendidikan.
Dunia pendidikan hingga kini masih dipercaya
sebagai media yang sangat ampuh dalam membangun
kecerdasan sekaligus kepribadian anak manusia menjadi
lebih baik. Oleh karena itu dunia pendidikan secara terus
menerus dibangun dan dikembangkan agar dari proses
pelaksanannya menghasilkan generasi yang diharapkan.
Sekolah merupakan sarana dan wadah untuk penanaman
berbagai ilmu bagi generasi penerus bangsa karena di
sinilah mereka bertemu dengan berbagai macam pikiranpikiran watak karakter budaya dan agama.
Berdasarkan cita-cita yang ingin diwujudkan oleh
pemerintah, pemerintah Republik Indonesia telah
memberikan usaha untuk memajukan dunia pendidikan di
Indonesia melalui tujuan Pendidikan Nasional yang
tercantum dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
pasal 3 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu:
“pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta
perdaban bangsa yang bermartabat, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia,
sehat, berilmu, kreatif, mandiri dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”.
Selain itu UUD 1945 juga menetapkan, “Setiap
warga negara berhak mendapat pendidikan” (Pasal 31).
Oleh karena itu pendidikan juga merupakan salah satu
bagian tak terpisahkan dari “hak asasi manusia,”
sebagaimana ditegaskan dalam UUD 1945, pasal 28C,
ayat (1):
“Setiap orang berhak mengembangkan diri
melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,
berhak mendapat pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi,
seni dan budaya meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat
manusia.”
Salah satu tujuan Pendidikan Nasional adalah
menjadikan warganegara yang demokratis, sebuah
warga negara yang mampu berperilaku dan bersikap
secara demokratis. Tentu saja hal ini tidak bisa
diwujudkan dengan hal yang mudah, hal ini bisa
dimulai dari lingkungan sekolah. Di dalam sekolah
berbagai materi disampaikan, tidak terkecuali materi
tentang perilaku demokratis. Nilai-nilai demokrasi yang
diajarkan meliputi: toleransi, kebebasan mengemukakan
pendapat, menghormati perbedaan pendapat, memahami
keanekaragaman dalam masyarakat, terbuka dan
komunikasi,
menjunjung
nilai
dan
martabat
kemanusiaan, percaya diri, tidak menggantungkan pada
orang lain, saling menghargai, mampu mengekang diri,
kebersamaan serta keseimbangan (Setiati, 2014:2).
Pembelajaran nilai-nilai tersebut akan mencegah siswa
melakukan tindakan yang bertentangan dengan nilainilai demokrasi.
Namun pada kenyataannya hal itu bertolak belakang,
banyak siswa yang kurang memahami materi nilai-nilai
demokrasi yang pada akhirnya siswa tidak memiliki
sikap demokratis. Hal itu bisa kita lihat dengan
maraknya berbagai kenakalan-kenakalan remaja. Siswa
yang egois, merasa dirinya lebih pintar dan enggan
untuk bermusyawarah sering kita jumpai di sekolahsekolah. Hal ini membuktikan rendahnya pemahaman
siswa tentang nilai-nilai demokrasi dan sikap
demokratis.
Indonesia memang dikenal sebagai negara yang
demokratis, tatpi itu hanya sebutan saja, banyak warga
negaranya yang tidak bisa berperilaku sesuai dengan
pedoman yang dipegang oleh negaranya. Menggunakan
sistem demokrasi dalam segala kegiatan yang ada, namun
itu hanya sebuah wacana, dalam praktiknya di lapangan
banyak sekali sikap-sikap yang bertolak dengan prinsip
demokrasi sering kita jumpai.
Sikap toleransi yang mana menghargai setiap
perbedaan yang ada sangat susah kita jumpai, Indonesia
merupakan sebuah negara yang mana perbedaan sangat
terlihat jelas, negara yang multicultural. Dengan
pengembangan sikap toleransi maka masalah-masalah
yang berkaitan dengan keberagaman akan dapat
dikendalikan.
Sehingga
tidak
mengarah
pada
pertentangan yang mengancam keutuhan negara. Untuk
itu sedini mungkin sikap demokratis harus ditanamkan
pada diri siswa dengan harapan dapat memelihara dan
mewujudkan kehidupan masyarakat yang dilandasi oleh
nilai-nilai demokrasi.
Di sini peran mata pelajaran PPKn diperlukan sebagai
suatu wadah untuk membangun sikap demokratis siswa.
Mata pelajaran PPKn merupakan mata pelajaran yang
memiliki tujuan yakni untuk menciptakan suatu warga
negara yan baik. Salah satu wujud dalam warga negara
yang baik yakni warga negara yang mampu berperilaku
dengan
demokratis,
berpedoman
pada
sistem
pemerintahan Indonesia yang mengutamakan sistem
demokratis tentunya sebagai warga negara harus bisa
berperilaku sesuai dengan sistem demokratis yang dianut
oleh negaranya. Hal ini sesuai dengan pengertian PPKn
dalam Sisdiknas, yaitu:
“Menurut Uundang-undang No.20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, PKn
merupakan usaha untuk membekali peserta didik
dengan pengetahuan dan kemampuan dasar
berkenan dengan hubungan warga Negara serta
pendidikan pendahulu bela Negara agar menjadi
1043
Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 03 Nomor 04 Tahun 2016, 1042 - 1056
warga Negara yang dapat diandalkan oleh bangsa
dan Negara.”
Pengembangan perilaku demokratis di sekolah
tidaklah menghilangkan nilai-nilai demokrasi yang sudah
ada namun untuk menghasilkan sistem demokrasi yang
ideal. Usaha yang sungguh-sungguh dalam mewujudkan
perilaku demokratis di sekolah harus dilakukan oleh
seluruh elemen yang ada di sekolah sehingga dapat
melahirkan perilaku demokratis yang semakin dinamis
dan mendapatkan porsi perhatian lebih besar. Sehingga
akan membentuk pola perilaku siswa untuk memiliki
sikap demokratis. Pendidikan kewarganegaran sebagai
isntrumen pengetahuan (the body of knowledge)
diarahkan untuk membangun masyarakat demokrasi yang
beradab (Syarbaini, dkk, 2006:03)
Untuk memudahkan
tugas
guru
dalam
membiasakan siswa dalam bersikap demokratis maka
guru perlu menciptakan suatu kondisi yang membuat
anak merasa nyaman untuk belajar dan menunjukkan
sikapnya (Susiyanto, 2014:5). Agar pembelajaran nilainilai demokrasi yang ada pada mata pelajaran PPKn
berjalan dengan efektif diperlukan metode pembelajaran
yang sesuai. Karena diketahui saat ini guru masih banyak
yang menggunakan metode konvensional dalam
pembelajarannya, yang mana dalam pembelajarannya
hanya terjadi komunikasi satu arah. Siswa kurang terlibat
dalam mengikuti kegitan belajar mengajar. Sehingga
dianggap kurang efektif dalam penyampaian materi
kepada siswa.
Untuk membangun suatu kondisi yang nyaman dalam
kegiatan belajar, diperlukan adanya teknik atau model
pembelajaran yang sesuai. Model pembelajaran yang
cocok untuk menanamkan nilai-nilai demokratis yakni
model pembelajaran Interaksi sosial, dimana model
pembelajaran ini menitikberatkan hubungan yang
harmonis antara individu dengan masyarakat (learning to
live together). Pendekatan atau model pembelajaran ini
menekankan
terbentuknya
hubungan
antara
individu/siswa yang satu dengan siswa yang lainnya
sehingga dalam konteks yang lebih luas terjadi hubungan
sosial individu dengan masyarakat. Oleh sebab itu proses
belajar mengajar dalam mata pelajaran PPKn hendaknya
mengembangkan kemampuan dan kesanggupan siswa
untuk mengadakan hubungan dengan orang lain/siswa
lain, mengembangkan sikap dan perilaku demokratis,
serta menumbuhkan produktivitas kegiatan belajar siswa
(Sagala, 2010:179).
Kegiatan belajar pada model pembelajaran interaksi
sosial lebih dipandang dari segi prosesnya. Penggunaan
model pembelajaran interaksi sosial dalam mata pelajaran
PPKn erat kaitannya dengan pendekatan pendidikan nilai.
Melalui proses yang dilakukan pada model pembelajaran
ini mampu untuk memanfaatkan fenomena kerjasama,
membimbing para siswa mendefinisikan masalah,
mengumpulkan data yang relevan, dan mengembangkan
serta mengetes hipotesis. Karena itu guru seyogyanya
mengorganisasikan belajar melalui berbagai metode
misalnya saja kerja kelompok dan mengarahkannya. Dari
kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru di
kelas, akan memberikan respon dari siswa terhadap
model pembelajaran yang digunakannya.
Respon berasal dari kata response, yang berarti
jawaban, balasan atau tanggapan (reaction). Dalam
kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI). Respon juga
diartikan seuatu tingkah laku atau sikap yang berwujud
baik sebelum pemahaman yang mendetail, penilaian,
pengaruh atau penolakan, suka atau tidak suka serta
pemanfaatan pada suatau fenomena tertentu. Dalam
istilah psikologi, respon dikenal dengan proses
memunculkan dan membayangkan kembali gambaran
hasil pengamatan.
Respon yang diberikan siswa menjadi dasar sebagai
pembentukan perilaku siswa dalam kedepannya. Dari
respon tersebut menggambarkan bagaimana belajar
mengajar dapat dimengerti dan difahami serta mampu
diterapkan oleh siswa. Karena pada dasarnaya belajar
merupakan sebuah pembaharuan diri untuk menuju ke
manusia yang lebih baik sehingga pada kehidupan
selanjutnya akan bisa lebih baik. Selain itu, dari kegiatan
belajar mengajar akan memberikan pengalaman baru dan
pengetahuan baru. Akan tetapi, hal tersebut tidak selalu
berakhir dengan baik. Respon ynag diberikan siswa akan
berbeda-beda karena setiap diri siswa memiliki
kemampuan dan mengolah pengetahuan dengan caranya
masing-masing.
Pendekatan interaksi sosial pada hakikatnya bertolak
dari
pemikiran
pentingnya
hubungan
pribadi
(interpersonal relationship) dan hubungan sosial atau
hubungan individu dengan lingkungan sosialnya. Proses
belajar pada hakikatnya adalah mengadakan hubungan
sosial dalam pengertian siswa berinteraksi dengan siswa
lain dan berinteraksi dengan kelompoknya. Selain itu di
dalam model pembelajaran interaksi sosial pada mata
pelajaran PPKn ada hal-hal lain yang bisa dikembangkan
yang berhubungan dengan pembelajaran, diantaranya:
model ini mampu mendorong siswa, memberikan cara
belajar yang berorientasi pada siswa, melatih bekerja
dalam kelompok serta melatih siswa dalam pemecahan
masalah yang ada.
Penggunaan model pembelajaran interaksi sosial di
dalam pembelajaran PPKn diharapkan mampu membawa
respon yang positif dari siswa. Respon siswa terhadap
penggunaan model pembelajaran interaksi sosial sangat
penting, karena dengan adanya respon yang diberikan
siswa akan menggambarkan bagaimana model
pembelajaran interaksi sosial dapat diterima dan
Hubungan Respon Siswa terhadap Model Pembelajaran Interaksi Sosial dengan Perilaku Demokratis Siswa
dipahami oleh siswa yang selanjutnya dari pemahaman
akan makna model pembelajaran interaksi sosial
diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan pada latar belakang diatas, dapat
dirumuskan permasalahan yaitu ”Adakah hubungan yang
positif dan signifikan antara respon siswa terhadap model
pembelajaran interaksi sosial pada mata pelajaran PPKn
dengan perilaku demokratis siswa kelas VIII MTsN 1
Gresik.” Dengan tujuan untuk mengetahui adakah
hubungan yang positif dan signifikan antara respon siswa
terhadap model pembelajaran interaksi sosial pada mata
pelajaran PPKn dengan perilaku demokratis siswa kelas
VIII MTsN 1 Gresik.
Respon berasal dari kata response, yang berarti
jawaban, balasan atau tanggapan (reaction). Dalam
kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi ketiga
dijelaskan definisi respon adalah berupa tanggapan,
reaksi, dan jawaban. Respon juga diartikan seuatu
tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum
pemahaman yang mendetail, penilaian, pengaruh atau
penolakan, suka atau tidak suka serta pemanfaatan pada
suatau fenomena tertentu. Dalam istilah psikologi, respon
dikenal dengan proses memunculkan dan membayangkan
kembali gambaran hasil pengamatan.
Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola
yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum
(rencana pembelajaran jangka panjang), merancang
bahan-bahan
pembelajaran,
dan
membimbing
pembelajaran di kelas atau yang lain, menurut Joyce &
Weil (dalam Rusman,2011:132).
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau
suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran
dalam tutorial. Model pembelajaran mengacu pada
pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk
di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam
kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan
pengelolaan kelas, menurut Arends (dalam Trianto,
2007:01)
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau
pola yang dapat kita gunakan untuk mendesain pola-pola
mengajar secara tatap muka di dalam kelas atau mengatur
tutorial, dan untuk menentukan material/perangkat
pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, filmfilm, tipe-tipe, program-program media computer, dan
kurikulum (sebagai kursus untuk belajar). Setiap model
mengarahkan kita untuk mendesain pembelajaran yang
dapat membantu siswa untuk mencapai berbagai tujuan
(Trianto, 2007:02).
Model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai
berikut: 1) Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar
dari para ahli tertentu. 2) Mempunyai misi dan atau
tujuan pendidikan tertentu 3) Dapat dijadikan pedoman
untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas 4)
Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: (1)
urutan langkah-langkah pembelajaran (syntax); (2)
adanya prinsip-prinsip reaksi; (3) sistem sosial; (4) sistem
pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan
pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu
model pembelajaran. 5) Memiliki dampak sebagai akibat
terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi:
(1) dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat
diukur; (2) dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka
panjang; 6) Membuat persiapan mengajar (desain
instruksional) dengan pedoman model pembelajaran yang
dipilihnya.
Model interaksi sosial menitikberatkan hubungan
yang harmonis antara individu dengan masyarakat
(learning to life together) (Rusman, 2011:134).
Pendekatan atau model pembelajaran ini menekankan
terbentuknya hubungan antara individu/siswa yang satu
dengan siswa yang lainnya sehingga dalam konteks yang
lebih luas terjadi hubungan sosial individu dengan
masyarakat (Sagala, 2010:179).
Model dari kategori ini menekankan pentingnya
hubungan sosial yang berkembang dalam proses interaksi
sosial diantara individu. Hal ini dapat diperlukan sebagai
tujuan pendidikan ataupun juga sebagai alat pendidikan.
Model yang berorientasi pada interaksi sosial yakni
sebagai upaya memperbaiki masyarakat dengan
memperbaiki hubungan-hubungan interpersonal melalui
prosedur demokratis, yaitu demokrasi pancasila yang
menekankan pada musyawarah untuk mencapai mufakat.
Secara filosofis model dari kategori ini berasumsi bahwa
pendidikan dapat mengembangkan individu secara
individual dengan merefleksikan cara-cara menangani
berbagai informasi dalam konsep dan nilai-nilai. (Wahab,
2008:59).
Dari berbagai definisi yang telah dipaparkan diatas,
dapat ditarik kesimpulan bahwasannya
model
pembelajaran interaksi sosial merupakan sebuah model
pembelajaran yang memfokuskan kegiatan pembelajaran
pada interaksi yang dikembangkan oleh siswa dengan
sesama temannya. Dalam kegiatan interaksi sosial yang
dilakukan oleh siswa disini dapat membuat kebiasaan
siswa untuk saling bisa berhubungan sosial dan
mengembangkan sikap demokratis. Di dalam model
pembelajaran interaksi sosial tidak hanya memfokuskan
pada interaksi sosial yang dilakukan oleh siswa saja,
melainkan ada hal-hal lain yang bisa dikembangkan yang
berhubungan dengan pembelajaran, diantaranya: model
ini mampu mendorong siswa, memberikan cara belajar
yang berorientasi pada siswa, melatih bekerja dalam
kelompok serta melatih siswa dalam pemecahan masalah
yang ada.
1045
Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 03 Nomor 04 Tahun 2016, 1042 - 1056
Model interaksi sosial didasari oleh teori Gestalt (field
theory). Model interaksi sosial menitik beratkan
hubungan yang harmonis antara individu dengan
masyarakat (learning to life together). Aplikasi teori
Gestalt dalam pembelajaran adalah: 1) Pengalaman
(insight/tilikan). Dalam proses pembelajaran siswa
hendaknya memiliki kemampuan insight, yaitu
kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam
suatu objek. Guru hendaknya mengembangkan
kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dengan
insight, 2) Pembelajaran yang bermakna. Kebermaknaan
unsur-unsur yang terkait dalam suatu objek akan
menunjang pembentukan pemahaman dalam proses
pembelajaran. Content yang dipelajari siswa hendaknya
memiliki makna yang jelas baik bagi dirinya maupun
bagi kehidupannya di massa yang akan datang, 3)
Perilaku bertujuan. Perilaku terarah pada satu tujuan.
Perilaku di sampingadanya kaitan dengan SR-bond, juga
terkait erat dengan tujuan yang hendak dicapai.
Pembelajaran terjadi kaerana siswa memiliki harapan
tertentu. Sebab itu pembelajaran akan berhasil bila siswa
mengetahui tujuan yang akan dicapai. 4) Prinsip ruang
hidup (life space). Dikembangkan oleh Kurt Lewin (teori
medan/field theory). Perilaku siswa terkait dengan
lingkungan/medan dimana ia berada. Materi yang
disampaikan hendaknya memiliki kaitan dengan situasi
lingkungan dimana siswa berada (kontekstual).
Menurut Syarbaini, dkk (2006:03) pendidikan
kewarganegaran sebagai isntrumen pengetahuan (the
body of knowledge) diarahkan untuk membangun
masyarakat demokrasi yang beradab. Secara normative,
pendidikan kewarganegaraan memperoleh dasar hukum
yang diatur dalam pasal 3 UU no 20 tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional (SISDIKNAS) yang
berbunyi:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.”
Hal ini selaras dengan tujuan pendidikan nasional
menurut pasal 3 uu tentang sisdiknas yang berbunyi,
yaitu:
“Berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada tuhan yang maha esa, berakhlaq mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab.”
Pendidikan kewarganegaraan adalah suatu bidang
kajian yang mempunyai objek telaah kebajikan dan
budaya kewarganegaraan, dengan menggunakan disiplin
ilmu pendidikan dan ilmu politik sebagai kerangka kerja
keilmuan pokok serta disiplin ilmu lain yang relevan
yang secara koheren diorganisasikan dalam bentuk
program kurikuler kewarganegaraan, aktivitas sosial
cultural, dan kajian ilmu kewarganegaraan (Syarbaini,
dkk, 2006:04).
Di dalam kurikulum sekolah, pendidikan pancasila
dan kewarganegaraan (PPKn) memiliki tujuan umum dan
khusus, khususnya pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah adalah mengembangkan potensi peserta didik
dalam seluruh dimensi kewarganegaraan, dan tujuannya
dibagi menjadi dua yaitu : Tujuan Umum dan Tujuan
Khusus.
Tujuan umum dari pendidikan pancasila dan
kewarganegaraan yaitu: 1) Sikap kewarganegaraan
termasuk keteguhan, komitmen dan tanggung jawab
kewarganegaraan (civic confidence, civic commitment,
and
civic
responsibillity).
2)
Pengetahuan
kewarganegaraan. 3) Keterampilan kewarganegaraan
termasuk kecakapan dan partisipasi kewarganegaraan
(civic commitment, and civic responsibillity).
Sedangkan tujuan khusus dari pendidikan pancasila
dan kewarganegaraan yaitu: Secara khusus tujuan PPKn
berisikan keseluruhan dimensi tersebut, sehingga peserta
didik memiliki 1) Menampilkan karakter yang
mencerminkan
penghayatan,
pemahaman,
dan
pengalaman nilai dan moral Pancasila secara personal
dan social. 2) Memiliki komitmen konstitusional yang
ditopang oleh sikap positif dan pemahaman utuh tentang
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. 3) Berpikir secara kritis, rasional, dan
kreatif serta memiliki semangat kebangsaan serta cinta
tanah air yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
semangat Bhineka Tunggal Ika, dan komitmen Negara
Kesatuan Republik Indonesia. 4) Berpartisipasi secara
aktif, cerdas dan bertanggung jawab sebagai anggota
masyarakat, tunas bangsa, dan wrga Negara sesuai
dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk ciptaan
Tuhan Yang Maha Esa yang hidup bersama dalam
berbagai tatanan sosial budaya.
Berdasarkan tujuan pendidikan pancasila dan
kewarganegaraan di atas, berikut Fungsi Mata Pelajaran
PPKn yaitu: 1) PPKn merupakan pendidikan nilai,
moral/karakter, dan kewarganegaraan khas Indonesia 2)
PPKn sebagai wahana pendidikan nilai, moral/karakter
Pancasila dan pengembangan kapasitas psikososial
kewarganegaraan Indonesia sangat koheren (runtut dan
terpadu) dengan komitmen pengembangan watak dan
peradaban bangsa yang bermartabat dan perwujudan
wrga negara yang demokratis dan bertanggung jawab
sebagai termaktub dalam pasal 3 UU No.20 Tahun 2003.
(Dalam buku guru PPKn kelas IX, 2015 :2).
Pengertian perilaku demokratis ialah perilaku
seseorang yang dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi.
Sikap atau perilaku yang demokratis dapat mendukung
Hubungan Respon Siswa terhadap Model Pembelajaran Interaksi Sosial dengan Perilaku Demokratis Siswa
pelaksanaan
prinsip-prinsip
demokrasi.
Perilaku
demokrasi menunjuk pada berlakunya nilai-nilai
demokrasi di masyarakat (Winarno, 2011:111). Menurut
Kausyar (dalam Windra Irawan,2012) menyatakan
bahwa
sikap
demokratis
merupakan
suatu
kecenderungan individu dalam merespon situasi-situasi
sosial berdasarkan nilai-nilai demokrasi, seperti :
keterbukaan, keseimbangan, penghargaan terhadap hak
dan kewajiban, tidak
adanya
pemaksaan
atau
penekanan, tidak berprasangka buruk, bertanggung
jawab, permusyawaratan, kekeluargaan, kesadaran,
tolerasi, serta nilai-nilai persatuan dan kesatuan.
Menurut Rogers (dalam Susiyanto, 2014:17) dalam
proses pendidikan sikap demokratis akan diiringi
dengan timbulnya rasa hormat yang positif, empati, dan
suasana yang harmonis/tulus, untuk mencapai
perkembangan yang sehat sehingga tercapai aktualisasi
diri. Dengan adanya sikap demokratis, maka seorang
siswa juga akan mempunyai sikap nasionalisme,
bertanggung jawab, tidak memiliki prasangka buruk,
saling menghargai bila terjadi perbedaan pendapat,
tidak langsung mengambil sikap arogan, dapat
mengkomunikasikan terlebih dahulu bila terjadi masalah
sehingga tidak terjadi kecenderungan untuk berperilaku
agresif seperti perkelahian yang berujung tawuran,
memfitnah maupun mencuri (Susiyanto, 2014:17).
METODE
Jenis penelitian ini menggunakan metode kuantitatif
dangan pendekatan survey korelasional. Dimana metode
ini digunakan untuk mendapatkan data-data yang
diperlukan melalui metode survey. Penelitian ini
merupakan penelitian ex-post-facto yang mana
merupakan penelitian yang berhubungan dengan variabel
yang telah terjadi dan tidak perlu memberikan perlakuan
terhadap variabel yang diteliti (Sukardi, 2003:15)
Rancangan penelitian merupakan suatu rencana kerja
penelitian yang menggambarkan variabel-variabel dalam
suatu penelitian. Dalam penelitian ini peneliti ingin
mengetahui hubungan respon siswa terhadap model
pembelajaran interaksi sosial pada mata pelajaran PPKn
dengan perilaku demokratis siswa kelas VIII MTs Negeri
1 Gresik. Dalam rancangan penelitian ini menggunakan
desain penelitian ex pos facto atau termasuk dalam
penelitian Pengukuran Sesudah Kejadian. Dalam
penelitian PSK tidak ada kelompok kontrol atau kegiatan
pre test. Hubungan sebab dan akibat antara subjek yang
satu dengan subjek yang lainnya tidak ada manipulasi,
karena penelitian PSK hanya mengungkapkan gejalagejala yang ada atau telah terjadi.
Dalam penelitian ini fakta yang diungkapkan apa
adanya dari data yang terkumpul di lapangan, data yang
diperoleh melalui angket. Kemudian data tersebut diuji
untuk mengetahui adakah hubungan dari respon siswa
terhadap model pembelajaran interaksi sosial dengan
indikator perilaku demokratis yang ada di sekolah. Hal
ini sesuai dengan pendapat Arikunto, (2006:220) bahwa
dalam model ex pos facto ini tidak memberikan
perlakuan tetapi memperkirakan bahwa satu atau lebih
variabel telah menjadi penyebab timbulnya variabel lain
serta melihat hubungan sebab akibat terhadap variabel
yang dipandang sebagai faktor penyebab dengan variabel
akibat.
Lokasi penelitian yakni dilakukan di MTsN 1 gresik
dengan alamat Jln. Raya Metatu nomor 31 kecamatan
Benjeng kabupaten Gresik berdasarkan pertimbangan
bahwa sekolahan tersebut lebih berprestasi dengan
sekolah-sekolah yang ada di lingkungan sekitar
kecamatan benjeng.
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
obyek/subyek mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya, (Sugiyono, 2011:80).
Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah
jumlah seluruh siswa MTsN 1 Gresik kelas VIII.
Berdasarkan data dari sekolah MTsN 1 gresik yang dapat
diambil sebagai populasi sebanyak 363 siswa pada kelas
VIII.
Menurut Sugiyono (2011: 81) sampel adalah sebagian
dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Untuk menentukan jumlah sampel dilakukan
sebuah sampling. Teknik sampling ini menggunakan
Simple Random Sampling, yang mana anggota sampel
penelitian ini diambil secara acak tanpa memperhatikan
strata atau kriteria dalam populasi yang ada. Besar
sampel diambil dengan menggunakan Taraf Kesalahan
5% berdasarkan tabel dari Isaac dan Michael (dalam
Sugiyono, 2014:87) maka jika N=363 (dibulatkan
menjadi 380) maka sampel yang diperoleh sebanyak 182
sampel.
Variabel Penelitian variabel adalah segala sesuatu
yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2014:38). Dalam penelitian ini terdapat dua variabel
yakni Variabel Independen/Bebas (X) merupakan
variabel yang mempengaruhi dalam penelitian ini adalah
respon siswa terhadap model pembelajaran interaksi
sosial. Dan variabel Dependen/terikat (Y) merupakan
variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat
dalam penelitian ini adalah perilaku demokratis siswa.
Kedua variabel diatas akan dihubungkan dengan bentuk
hubungan dapat digambarkan sebagai berikut.
1047
Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 03 Nomor 04 Tahun 2016, 1042 - 1056
X
Y
Gambar 1. Hubungan antar variabel bebas dan
variabel terikat
Keterangan:
X = Respon Siswa terhadap model Pembelajaran
Interaksi Sosial
Y = Perilaku Demokratis Siswa
Definisi Operasional Variabel yakni respon siswa
terhadap model pembelajaran interaksi sosial dan
perilaku demokratis siswa. Adapun definisi operasional
variabel
dari
variabel
antara
lain,
Variabel
Independent/Bebas : respon siswa terhadap model
pembelajaran interaksi sosial, yakni mampu mendorong
siswa, memberikan cara belajar yang berorientasi pada
siswa, melatih bekerja dalam kelompok; serta melatih
siswa dalam pemecahan masalah.
Variabel Dependent/Terikat : Perilaku demokratis
ialah perilaku seseorang yang dilandasi oleh nilai-nilai
demokrasi. Sikap atau perilaku yang demokratis dapat
mendukung pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi.
Menurut Henry B. Mayo (dalam Hamidi dan Lutfi,
2010:193) nilai-nilai demokratis yang bisa diwujudkan
dalam perilaku demokratis yakni: Menyelesaikan
perselisihan dengan damai dan secara melembaga,
menjamin terselenggaranya perubahan secara damai
dalam suatu masyarakat yang sedang berubah,
menyelenggarakan pergantian pemimpin secara teratur,
membatasi penggunaan kekerasanseminimal mungkin,
mengakui
dan
menganggap
wajar
adanya
keanekaragaman dalam masyarakat, menjamin tegaknya
keadilan.
Dari nilai yang disebutkan oleh Henry B. Mayo,
dalam cakupan di sekolah akan diperinci sebagai berikut:
Mengutamakan
musyawarah
mufakat,
berani
mengemukakan pendapat dengan baik dan benar,
mengutamakan kepentingan publik diatas kepentingan
pribadi atau golongan, menghormati kekuasaan yang sah,
mengikuti kegiatan pemilihan umum, mengembangkan
sikap anti kekerasan, toleran dan menghormati pendapat
yang berbeda, enghargai keanekaragaman, bersikap adil
dan tidak diskriminatif, memberikan hak dan tanggung
jawab kepada semua pihak.
Menurut Sugiyono (2011:102), instrumen penelitian
adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena
alam maupun sosial yang diamati. Instrumen penelitian
digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti.
Penilitian ini menggunakan instrumen berupa angket
tertutup, yaitu kuesioner yang disusun dengan
menyediakan pilihan jawaban lengkap sehingga
responden hanya memilih salah satu jawaban yang
tersedia. Kuesioner yang disediakan berjumlah 25 butir
soal. Instrumen digunakan untuk mengukur variabel
perilaku demokratis siswa. Data di ukur menggunakan
alat ukur kuesioner dengan menggunakan kategori
jawaban skala likert. Instrumen pada variabel (X)
menggunakan skala likert yang memiliki jawaban dengan
gradasi dari Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu (R),
Tidak Setuju (TS). Sedangkan pada Variabel (Y)
menggunakan skala likert yang memiliki jawaban dengan
gradasi dari Selalu (SL), sering (SR), kadang-kadang
(KD), Tidak Pernah (TP) (Sugiyono, 2011:93). Tipe
jawaban yang digunakan adalah bentuk chek list (√).
Tabel 1
Skor Alternatif Jawaban Variabel X
Pernyataan Positif (+)
Pernyataan Negatif (-)
Alternatif
Alternatif
Sk0r
Skor
Jawaban
Jawaban
Sangat Setuju
4
Sangat Setuju
1
Setuju
3
Setuju
2
Ragu
2
Ragu
3
Tidak setuju
1
Tidak Setuju
4
Tabel 2
Skor Alternatif Jawaban Variabel Y
Pernyataan Positif (+)
Pernyataan Negatif (-)
Alternatif
Alternatif
Sk0r
Skor
Jawaban
Jawaban
Selalu
4
Selalu
1
Sering
3
Sering
2
Kadang-kadang 2
Kadang-kadang 3
Tidak Pernah
1
Tidak Pernah
4
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang
paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama
dari penelitian adalah mendapat data. Dalam
pengumpulan data peneliti menggunakan teknik
pengumpulan data yang valid dan akurat, yakni
Kuesioner (Angket), Kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara member
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan
teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu
dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang
bisa diharapkan responden. Selain itu kuesioner juga
cocok digunakan bila jumlah responden cukup besar dan
tersebar di wilayah yang luas (Sugiyono, 2011: 142).
Ada beberapa prinsip dalam penulisan angket sebagai
teknik pengumpulan data yaitu: prinsip penulisan,
pengukuran dan penampilan fisik. (Uma dalam sugiyono,
2011: 142). Dan dokumentasi, dokumen merupakan
catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen dapat
Hubungan Respon Siswa terhadap Model Pembelajaran Interaksi Sosial dengan Perilaku Demokratis Siswa
berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental
dari seseorang. Di dalam melaksanakan metode
dokumenatsi peneliti menyelidik benda-benda tertulis
seperti catatan harian dan sebagainya. (Arikunto,
2006:158).
Dalam penelitian kuantitatif analisis data merupakan
kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber
data lain terkumpul (Sugiyono: 147). Analisis data dalam
penelitian ini yaitu dengan teknik analisis dari rumus
korelasi
product moment yang digunakan untuk
menganalisis hasil yang diperoleh dari dua variabel
penelitian, hal ini untuk mencari hubungan diantara dua
variabel yakni model pembelajaran interaksi sosial pada
mata pelajaran PPKn dengan perilaku demokratis siswa.
Perhitungan korelasi product moment dengan rumus rxy
pada buku Sugiyono (2010:183) sebagai berikut.
rxy 
N  xy  ( x)( y )
N  x² - ( x)² N  y ² - ( y)²
Keterangan:
rxy = koefisien korelasi product moment
N = Jumlah sampel penelitian (responden)
= jumlah seluruh skor x (respon siswa)
= jumlah seluruh skor y (perilaku demokratis)
Setelah
mendapatkan
nilai
rxy,
kemudian
dikonsultasikan ke
tabel
product moment
atau
menggunakan tabel
interpretasi terhadap koefisien
korelasi. Menurut Sugiyono (2010:184), pedoman untuk
memberikan interpretasi koefisien korelasi sebagai
berikut :
Tabel 3
Interpretasi Tingkatan Korelasi
Nilai r
Tingkatan Korelasi
0,00 – 0,20
Sangat rendah
0,20 – 0,40
Rendah
0,40 – 0,60
Cukup
0,60 – 0,80
Tinggi
0,80 – 1,00
Sangat tinggi
t
r n2
1 r²
Keterangan:
t
= Signifikansi korelasi product moment
r
= Korelasi
n
= Jumlah sampel yang diteliti
Setelah angket disusun, maka angket tersebut perlu
diuji terlebih dahulu mengenai validitas dan reabilitasnya
yaitu melalu try out. Tujuan diadakan try out terhadap
angket adalah untuk mengetahui kelemahan angket yang
akan disebarkan kepada responden dan untuk mengetahui
sejauh mana responden mengalami kesulitan di dalam
menjawab pertanyaan tersebut serta untuk mengetahui
apakah angket tersebut memenuhi syarat validitas dan
reabilitas.
Sebuah instrumen dikatakan valid apabila rhitung lebih
besar dibandingkan dengan rtabel. Jika dalam data n = 38,
dengan menggunakan taraf kesalahan 5% maka nilai r
yang diperoleh dalam tabel 0, 320. jika nilai r hitung
lebih kecil maka item dinyatakan tidak valid, jika nilai
hitung r lebih besar atau sama maka dinyatakan valid. Uji
validitas butir pertanyaan dalam penelitian ini akan
menggunakan rumus korelasi product moment.
Hasil hitung pada validitas instrumen untuk variabel
bebas yakni respon siswa terhadap model pembelajaran
interaksi sosial yakni rhitung menunjukkan hasil 0.57
dengan demikian bisa dikatakan bahwa rhitung lebih besar
dibandingkan dengan rtabel yakni 0.320. Item soal yang
dalam kategori tidak valid pada variabel bebas berjumlah
4 pada nomor 2 dengan rhitung 0.29, nomor 14 dengan
rhitung -0.041,nomor 18 dengan rhitung 0.18, dan nomor 22
denngan rhitung 0.13.
Hasil hitung pada variabel terikat yakni perilaku
demokratis rhitung menunjukkan hasil yakni 0.76 dengan
demikian bisa dikatakan bahwa rhitung lebih besar
dibandingkan dengan rtabel yakni 0.320. Item soal yang
dalam kategori tidak valid pada variabel terikat berjumlah
3 pada nomor 1 dengan rhitung 0.27, nomor 9 dengan rhitung
0.14,dan nomor 11 dengan rhitung 0.20. Berdasarkan hasil
reliabilitas dari kedua variabel yang telah dipaparkan
diatas, lebih singkatnya bisa dilihat pada tabel di bawah
ini:
Setelah menhitung korelasi dengan menggunakan
rumus diatas guna untuk menjawab rumusan masah
adakah hubungan yang positif dari dua variabel yang di
teliti, maka selanjutnya dilakukan perhitungan untuk
menguji signifikansi dari kedua variabel tersebut dengan
menggunakan rumus uji signifikan dari (Sugiyono,
2011:183) sebagai berikut:
1049
Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 03 Nomor 04 Tahun 2016, 1042 - 1056
Tabel 4
Validitas Instrumen Angket Penelitian
Item Soal
Variabel (X)
Variabel (Y)
Valid
21
22
Tidak Valid
4
3
Setelah melakukan uji validitas pada angket
penelitian, Syarat kedua dari suatu instrumen yang baik
adalah harus reliabel. Suatu instrumen dikatakan reliabel
jika intrumen tersebut ketika dipakai untuk mengukur
suatu gejala yang sama dalam waktu yang berlainan akan
menunjukkan hasil yang sama. “Instrumen yang sudah
dapat dipercaya, yang reliabel akan menghasilkan data
yang dapat dipercayai juga” (dalam Arikunto, 2006 :
178). Menguji reliabilitas instrumen dengan kriteria jika
dalam data n = 38, dengan menggunakan taraf kesalahan
5% maka nilai r yang diperoleh dalam tabel 0, 320. jika
nilai rhitung lebih besar dari rtabel maka dinyatakan reliabel.
Adapaun teknik mencari reliabilitas yang digunakan
menggunakan rumus (Arikunto, 2006:196):
Untuk menguji jawaban sementara atas permasalahan
yang telah dirumuskan (hipotesis) yang diuji
kebenarannya secara empirik, maka dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan teknik analisis data yaitu
korelasi product moment dengan menggunakan rumus
(dalam sugiyono, 2011:183).
Dari tabel persiapan perhitungan diatas dapat
diketahui :
 x  11822
 y  12765
 x²  778860
 y²  903603
 XY  835120
Setelah diketahui data yang diperlukan, selanjutnya
dimasukkan ke dalam rumus korelasi product moment
sebagai berikut:
rxy 
rxy 
Keterangan:
r1.1
= reliabilitas instrumen
rxy
rxy 
= Validitas soal keseluruhan
Hasil hitung uji reliabilitas menunjukkan bahwa nilai
yang diperoleh atau rhitung lebih besar dibandingkan
dengan dengan rtabel, pada variabel X yakni respon siswa
terhadap model pembelajaran interaksi sosial memperoleh
hasil hitung yakni sebesar 0.87, begitu juga pada variabel
Y memperoleh hasil hitung sebesar 0.88. sehingga dari
kedua hasil tersebut item dikatakan reliabel untuk
diterapkan pada seluruh sampel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapat dua
data dari dua variabel yang terdiri dari variabel bebas
yakni respon siswa terhadap model pembelajaran
interaksi sosial dalam mata pelajaran PPKn dan variabel
terikat yakni perilaku demokratis siswa kelas VIII. Untuk
mendeskripsikan dan menguji dari dua variabel diatas
dapat diketahui melalui proses menjawab hipotesis yang
telah dikemukakan pada BAB II. Dalam rumusan
masalah yang telah dikemukakan akan diuji adakah
hubungan yang positif dan signifikan dari kedua variabel
diatas.
rxy 
N  xy  ( x)( y )
N  x² - ( x)² N  y ² - ( y)²
182  835120  (11822)(12765)
182  778860  (11822)²182  903603  (12765)²
141752520
151991840  150907830
 139759684
164455746
 162945225
1084010
19928361510521
1084010
1734999
rxy  0.624
rxy 
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh koefisien
korelasi yang akan dijelaskan pada tabel dibawah:
Tabel 5
Matrik Perbandingan rhitung dan rtabel pada
Taraf Signifikansi 5%
Taraf Signifikansi
5%
rhitung
0,624
rtabel
0,138
Interpretasi Korelasi
Tinggi
Dari hasil perhitungan data dengan menggunakan
rumus korelasi
product moment diatas diperoleh
koefisien korelasi (r) sebesar 0, 62, jika dilihat pada tabel
korelasi nilai r dengan taraf signifikan 5% diperoleh nilai
sebesar 0, 138. Artinya dapat diketahui bahwa rhitung lebih
besar dibandingkan dengan rtabel. Jika melihat interpretasi
tingkatan korelasi pada tabel 3.6 pada halaman 46 dapat

Hubungan Respon Siswa terhadap Model Pembelajaran Interaksi Sosial dengan Perilaku Demokratis Siswa
disimpulkan bahwa data hasil penelitain yang telah
dilakukan menunjukkan adanya hubungan yang positif
dengan kategori tinggi.
Jadi terdapat hubungan yang positif dalam kategori
tinggi hubungan antara respon siswa terhadap model
pembelajaran PPKn dengan perilaku demokratis siswa
kelas VIII MTsN 1 Gresik. Untuk menguji signifikansi
hubungan, yakni apakah dari hubungan yang ditemukan
tersebut berlaku berlaku bagi seluruh populasi yang
ditetapkan yakni sebesar 363, maka dilakukan uji
signifikansi melalui perhitungan dengan menggunakan
rumus uji signifikansi korelasi product moment (dalam
sugiyono, 2011:187) sebagai berikut.
t
t
t
r n2
1  r²
0.62 182  2
1  0.62²
0.62  13.416
1  0.3844
8.31792
t
0.784602
t  10.60
Tabel 6
Matrik Perbandingan thitung dan ttabel pada
Taraf Signifikansi 5%
Taraf Signifikansi
5%
thitung
10, 60
ttabel
1, 960
Setelah dilakukan perhitungan pada uji signifikansi (t)
diperoleh thitung sebesar 10, 60, jika di lihat pada tabel
nilai (t) dengan taraf signifikan 5%maka diperoleh nilai
(t) sebesar 1, 960. Artinya dapat diketahui bahwa thitung
lebih besar dibandingkan dengan ttabel (thitung > ttabel). Jadi
dapat disimpulkan koefisien korelasi antara model
pembelajaran interaksi sosial pada mata pelajaran PPKn
dengan perilaku demokratis siswa sebesar 10, 60 yang
berarti signifikan.
Berdasarkan hasil hitung diatas dapat diketahui bahwa
thitung lebih besar dibandingkan dengan ttabel (thitung > ttabel).
Jadi dapat disimpulkan koefisien korelasi antara respon
siswa terhadap model pembelajaran interaksi sosial pada
mata pelajaran PPKn dengan perilaku demokratis siswa
sebesar 10, 60 yang berarti signifikan. Dari hasil tersebut
koefisien dapat digeneralisasikan atau dapat berlaku bagi
seluruh populasi yang ditetapkan yakni sebesar 363
dengan sampel 182 siswa.
Berdasarkan Hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan
masalah penelitian dinyatakan dalam bentuk kalimat
sementara bila rhitung lebih kecil daripada rtabel, maka Ho
diterima dan Ha ditolak. Dari hasil tampak bahwa rhitung
lebih besar dari rtabel dengan begitu jawaban dari hipotesis
yang telah dikemukakan pada BAB II yakni Ha diterima
dan Ho ditolak, dengan penjelasan terdapat hubungan
yang positif dan signifikan antara respon siswa terhadap
model pembelajaran interaksi sosial mata pelajaran PPKn
dengan perilaku demokratis siswa kelas VIII MTsN 1
Gresik. Dengan demikian korelasi 0.62 itu signifikan
dengan hasil rhitung lebih besar dari rtabel.
Pembahasan
Belajar adalah sebuah proses yang terjadi pada manusia,
dengan tujuan untuk menghasilkan kecakapan,
pengetahuan, perilaku dan apapun yang merupakan
sebuah perubahan dari awal sebelum manusia itu
mengikuti kegiatan belajar. Belajar sendiri terjadi pada
manusia dengan berfikir, merasa, dan bergerak untuk
memahami setiap hal baru yang dijelaskan dalam
kegiatan belajar, selain itu belajar juga merupakan sebuah
pembaharuan diri manusia untuk menuju ke manusia
ynag lebih baik. Karena dari situ kehidupan selanjutnya
akan bisa lebih baik dari sebelumnya. Belajar juga sebuah
adaptasi manusia itu dengan lingkungan baru yang
ditemuinya sehingga dari lingkungan baru tersebut akan
mengasilkan pengalaman-pengalaman dan pengetahuan
baru.
Pembelajaran merupakan sebuah proses dalam
kegiatan belajar mengajar. Yang mana merupakan proses
pentransferan ilmu pengetahuan yang diberikan oleh guru
kepada peserta didik guna membangun peserta didik yang
mampu bersikap demokratis sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional. Sikap demokratis merupakan salah
satu tujuan pendidikan Nasional yang tercantum dalam
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pasal 3 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Maka penting untuk
mengajarkan sikap demokratis pada siswa sejak dini.
Melalui mata pelajaran PPKn diharapkan Siswa yang
dapat dibekali dengan sikap demokratis akan selalu
berpikir positif dan mampu bertindak ke arah yang
positif.
Menurut Piaget, manusia memiliki struktur
pengetahuan dalam otaknya, seperti sebuah kotak-kotak
yang masing-masing mempunyai makna yang berbedabeda. Oleh karena itu, dalam proses belajar terjadi dua
proses, yaitu proses organisasi informasi dan adaptasi.
Proses organisasi adalah proses ketika manusia
menghubungkan informasi yang diterimanya dengan
1051
Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 03 Nomor 04 Tahun 2016, 1042 - 1056
struktur-struktur pengetahuan yang sudah disimpan atau
sudah ada sebelumnya dalam otak. Sedangkan proses
adaptasi adalah proses yang berisi dua kegiatan.
Teori belajar kontruktivisme adalah teori belajar yang
menuntut siswa mengkontruksi kegiatan belajar dan
membangun pengetahuan secara mandiri. Proses
mengkontruksi sebagaimana dijelaskan Piaget meliputi
skemata, asimilasi, akomodasi, dan keseimbangan. Yang
dimaksud dalam skemata adalah struktur organisasi
kognitif yang selalu berkembang dan berubah, dalam hal
ini dengan model pembelajaran interaksi sosial yang
digunakan oleh guru dalam kegiatan belajar mampu
membuat siswa memproses kegiatan tersebut sehingga
memunculkan repon yang baik dengan apa yang telah
dipelajarinya.
Teori belajar konstruktivisme memandang bagaimana
dalam proses belajar mengajar pengetahuan baru yang
diperoleh siswa dapat disusun dalam mind set siswa.
Sedangkan dalam pembelajaran siswa tidak serta merta
hanya menerima pengetahuan baru dari guru, melainkan
guru juga ikut member arahan bagaimana siswa
mengkonstruk pengetahuan barunya dengan pengetahuan
awal yang dimilikinya, atau pengalaman yang telah ia
lalui, karena setiap siswa menangkap pengetahuan baru
secara berbeda dan memiliki pengetahuan awal yang
berbeda pula, sehingga siswa harus mengkonstruk atau
membangun pengetahuan secara individu dan tetap
dengan arahan seorang guru.
Ketika siswa melakukan kegiatan belajar mengajar
dengan menggunakan model pembelajaran interaksi
sosial di sekolah, meraka akan mendapatkan informasi
baru yang diberikan oleh guru guna untuk dikembangkan
maka skemata awal atau pengetahuan awal yang dimiliki
siswa akan berkembang, hal tersebut dinamakan
asimilasi. Selanjutnya dengan pengetahuan baru yang
didapatkan siswa ketika siswa berada disekolah, siswa
akan mendapatkan pengetahuan yang benar-benar
keakuratannya sehingga akan menggantikan skemata
awal yang dimiliki oleh siswa apabila skemata awal
tersebut dirasa kurang tepat, dan pengetahuan yang
diterima oleh siswa akan selalu diingat. Hal itu yang
merupakan repon siswa terhadap model pembelajaran
interaksi sosial.
Oleh sebab itu, dengan adanya respon siswa terhadap
model pembelajaran yang digunakan oleh guru akan
membuat siswa lebih kritis tentang materi pelajaran yang
diberikan oleh guru, menyusun konsep dan memberi
makna tentang hal-hal yang dipelajari hal tersebut akan
berdampak baik dengan prestasi belajar yang akan
diperoleh siswa. Prestasi belajar siswa akan diperoleh dan
dapat dilihat siswa apabila siswa sudah mampu
mempelajari materi pelajaran yang diberikan oleh guru
di sekolah.
Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi prosesnya
daripada segi perolehan pengetahuan dari fakta-fakta
yang telepas-lepas. Dari penggunaan model pembelajaran
interaksi sosial diharapkan mampu memunculkan respon
yang positif dari siswa dimana siswa dituntut aktif
melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan
memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari.
Kontruktivisme memandang siswa sebagai pribadi yang
sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari
sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar
dalam mengkonstruksi pengetahuan baru.
Model pembelajaran interaksi sosial menekankan
pada usaha mengembangkan kemampuan siswa agar
memiliki kecakapan untuk berhubungan dengan orang
lain sebagai usaha untuk membangun sikap siswa yang
demokratis. Keterlibatan siswa dalam melakukan
kegiatan belajar cukup tinggi terutama dalam bentuk
partisipasi dalam kelompoknya, partisipasi ini
menggambarkan adanya interaksi sosial diantara sesama
murid dalam kelompok tersebut. Oleh karena itu
pendekatan ini boleh dikatakan berorientasi kepada siswa
dengan mengembangkan sikap demokratis, artinya
sesama mereka mampu saling menghargai, meskipun
diantara mereka ada perbedaan. Dalam pendidikan tidak
hanya menjadikan peserta didik memahami pengetahuan
saja, melainkan juga mempersiapkan peserta didik dalam
kehidupan di masa depan. Dengan harapan mereka akan
berguna di masyarakat, bertanggung jawab, adil, aktif
dan kooperatif. Karena pengetahuan saja kurang dan
perlu dilengkapi dengan keterampilan, keahlian serta
sikap yang berbudi luhur.
Pendekatan atau model pembelajaran ini menekankan
terbentuknya hubungan antara individu/siswa yang satu
dengan siswa yang lainnya sehingga dalam konteks yang
lebih luas terjadi hubungan sosial individu dengan
masyarakat. Oleh sebab itu proses belajar mengajar
hendaknya
mengembangkan
kemampuan
dan
kesanggupan siswa untuk mengadakan hubungan dengan
orang lain/siswa lain, mengembangkan sikap dan perilaku
demokratis, serta menumbuhkan produktivitas kegiatan
belajar siswa.
Model pembelajaran interaksi sosial pada mata
pelajaran PPKn diterapkan di MTsN 1 Gresik pada kelas
VIII. Hasil penelitian yang disajikan melalui data guna
untuk mendeskripsikan hubungan respon siswa terhadap
model pembelajaran interaksi sosial pada mata pelajaran
PPKn dengan perilaku demokratis siswa. Sesuai dengan
teori konstruktivisme yang dikemukakan oleh Piaget
sebuah pengetahuan baru yang diberikan atau diterapkan
oleh guru di dalam ataupun diluar kelas sangat memiliki
peran untuk mengubah perilaku siswa. Dari hasil
penelitian di lapangan, siswa kelas VIII MTsN 1 Gresik
mampu berperilaku sesuai yang telah diajarkan oleh guru.
Hubungan Respon Siswa terhadap Model Pembelajaran Interaksi Sosial dengan Perilaku Demokratis Siswa
Teori belajar konstruktivisme merupakan sebuah teori
belajar yan menuntut siswa untuk mengkonstruksi
kegiatan belajar dan membangun pengetahuan secara
mandiri. Berawal dari skemata, yang mana schemata ini
merupakan pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa.
Skemata merupakan struktur organisasi kognitif yang
selalu berkembang dan berubah. Dengan adanya
pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa, pada saat
mengikuti pelajaran PPKn dengan menggunakan model
pembelajaran interaksi sosial dari sini siswa akan
mendapat
pengetahuan
dan
penyerapan
baru.
Pengetahuan baru ini tidak menghilangkan pengetahuan
awal yang dimiliki siswa sebelumnya, melainkan untuk
menyempurnakan skemata awal, hal ini yang dinamakan
dengan asimiliasi.
Penyerapan pengetahuan baru yang diperoleh saat
mengikuti
kegiatan
belajar
mengajar
dengan
menggunakan model pembelajaran interaksi sosial akan
membuat siswa memadukan antara pengetahuan awal
dengan
pengetahuan
barunya
sehingga
akan
menghasilkan skemata baru yang lebih sempurna sesuai
dengan pengalaman baru yang diperolehnya. Dalam
pembelajaran PPKn dengan menggunakan model
pembelajaran interaksi sosial, siswa akan diberikan
arahan oleh guru, untuk bisa bekerja sama dengan sesame
teman, saling menghargai pendapat teman, tidak
mendominasi, yang mana hal itu merupakan contoh dari
perilaku demokratis.
Berdasarkan pengetahuan baru tersebut siswa akan
mengkonstruksi
pengetahuan
mereka
dengan
pengetahuan awal yang telah dimiliki oleh siswa sebelum
memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran
interaksi sosial sehingga akan menghasilkan skemata
baru dengan mampunya siswa untuk berperilaku
demokratis. Dengan begitu keseimbangan dalam
berinterakis akan tercapai dan terjamin.
Penjelasan di atas diketahui bahwa teori belajar
kontruktivisme adalah teori belajar yang menuntut siswa
mengkontruksi kegiatan belajar dan membangun
pengetahuan secara mandiri. Guru tidak hanya sekedar
memberikan pengetahuan kepada siswa, melainkan siswa
harus membangun sendiri pengetahuan di dalam
benaknya dengan member kesempatan siswa untuk
menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri dan
mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar
menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.
Menurut Piaget ada empat tahap mengkontruksi yaitu,
skemata, asimilasi, akomodasi dan keseimbangan. Hal
tersebut menjelaskan bahwa siswa
mengkontruksi
pengetahuan mereka di atas pengetahuan awal yang telah
diperoleh sebelumnya.
Siswa aktif dalam melakukan kegiatan dan aktif
berpikir, dengan kata lain siswa mengkontruksi
pengetahuan mereka, menyusun konsep dan memberi
makna tentang hal-hal yang dipelajari melalui model
pembelajaran interaksi sosial, dari hal tersebut sehingga
memunculkan respon siswa terhadap model pembelajaran
yang digunakan. Sesuai dengan teori belajar
kontruktivisme Piaget, terlebih dalam mata pelajaran
PPKn siswa dituntut untuk mampu mengkritisi berbagai
isu-isu yang ada di masyarakat. Isu-isu yang didapat
haruslah aktual dan faktual.
Respon merupakan tanggapan, reaksi, dan jawaban.
Respon juga diartikan seuatu tingkah laku atau sikap
yang berwujud baik sebelum pemahaman yang
mendetail, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau
tidak suka serta pemanfaatan pada suatau fenomena
tertentu atau proses memunculkan dan membayangkan
kembali gambaran hasil pengamatan. Karena dalam
model pembelajaran interaksi sosial ini yang paling
penting adalah proses maka, dalam penerapan model
pembelajaran interaksi sosial dalam pelajaran PPKn
membuat
siswa
mampu
mengkonstruksi
atau
menciptakan sesuatu dari pengalaman/pengetahuan
mengikuti pembelajaran PPKn dengan menggunakan
model tersebut.
Siswa kelas VIII MTsN 1 Gresik menerapkan makna
dari model pembelajaran interaksi sosial. Metode-metode
yang seringkali dipakai dalam model pembelajaran
interaksi sosial membuat siswa terbiasa untuk berperilaku
demokratis. Seringnya penggunaan yang dilakukan di
lapangan membuat siswa semakin terbiasa. Model
pembelajaran interaksi sosial yang mana peran siswa
yang
lebih
besar
dibandingkan
guru
lebih
menguntungkan siswa. Siswa kelas VIII ini mampu untuk
mengeksplore kemampuan mereka hingga memunculkan
suatu hal-hal yang baru. Melalui banyak literature yang
ada mereka bisa saling berdiskusi dan juga mereka sering
untuk melakukan kerja kelompok dengan teman sebaya.
Siswa kelas VIII pada umumnya merupakan jenjang
siswa yang mana meraka berada pada masa
keingintahuan yang tinggi sehingga mereka cenderung
lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran. Pada mata
pelajaran PPKn siswa akan senang sekali jika dilakukan
dengan menggunakan model interaksi sosial. Terutama
dengan metode diskusi. Walaupun tidak dipungkiri
banyak yang terlihat ada ssbagian yang mengerjakan dan
sebagaian hanya pemberi semangat, namun mereka
sangat antusias. Perdebatan-perdebatan kecil juga sering
terjadi. Penerapan model interaksi sosial di MTsN 1
Gresik ini juga didukung oleh media yang ada di sekolah
tersebut. Hal itu guna untuk menghemat waktu pelajaran
sehingga waktu.
Selain metode yang digunakan sesuai dengan keadaan
siswanya, model pembelajaran interaksi sosial yang di
terapkan di MTsN 1 Gresik ini juga mampu mnciptakan
1053
Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 03 Nomor 04 Tahun 2016, 1042 - 1056
cara belajar dan suasana belajar siswa yang
menyenangkan, lebih aktif dan mampu memahami materi
dengan baik. Dalam pembelajaran PPKn yang telah
diamati di lapangan, penerapak model interaksi sosial ini
cukup efektif, peran guru hanya sebagai pengarah dalam
pembelajaran. Selebihnya siswa yang mencari sendiri
dengan kata lain guru memberikan kebebasan siswa
untuk mengeksplore dirinya. Buku paket, LKS, dan
literature lainnya sudah mereka miliki jadi tinggal mereka
sendiri yang harus mampu untuk memaksimalkan potensi
dirinya.
Model pembelajaran interaksi sosial yang digunakan
oleh guru tujuannya agar siswa mampu untuk
membangun pengetahuan secara mandiri. Guru tidak
hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa,
melainkan siswa harus membangun sendiri pengetahuan
di dalam benaknya dengan memberi kesempatan siswa
untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka
sendiri dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara
sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.
Dari kegiatan menemukan dan menerapkan ide-ide baru
akan memunculkan sebuah pengetahuan baru yang akan
diperoleh siswa.
Penggunaan model pembelajaran Interaksi sosial ini
dapat dilakukan untuk menanamkan sikap demokratis
ini bertujuan agar siswa dapat memahami dirinya.
Sehingga dalam dirinya akan timbul pemahaman
mengenai kemampuan yang harus dimiliki untuk
dapat melangsungkan dan mempertahankan hidupnya.
Dalam pembelajaran di kelas, siswa dapat saling
menghargai
hak
asasi
manusia
seperti
hak
berpendapat, hak untuk belajar, hak menerima fasilitas
pendidikan dan lain sebagainya. Penggunaan model
pembelajaran ini tidak hanya akan melatih siswa untuk
bersikap demokratis melainkan juga mampu menjalankan
nilai-nilai demokratis dalam kegiatan pembelajaran,
karena model pembelajaran interaksi sosial berisikan
kegiatan yang mampu mendorong siswa, memberikan
cara belajar yang berorientasi pada siswa, melatih bekerja
dalam kelompok serta melatih siswa dalam pemecahan
masalah yang ada.
Model pembelajaran interaksi sosial sesuai dengan
pembentukan perilaku demokratis siswa. Karena dalam
model pembelajaran ini bertujuan untuk adanya interaksi
sesama murid demi terbentuknya sebuah perilaku yang
demokratis. Dalam praktiknya di lapangan,
model
pembelajaran interaksi sosial ini mampu mengubah
perilaku siswa menjadi perilaku yang demokratis. Respon
siswa terhadap penggunaan model pembelajaran interaksi
sosial sangat tinggi hal itu menjadikan sebuah asimilasi
yang mana dalam model interaksi sosial terdapat butirbutir strategi yang mana jika itu terus menerus dilakukan
akan membentuk sebuah respon yang diinginkan.
Mendorong siswa, cara belajar, bekerja dalam kelompok,
penyelesaian masalah yang dilakukan terus menerus
sebagai pembiasaan merupakan sebuah stimulus maka
akan membawa respons yang baik.
Melalui model pembelajaran interaksi sosial nilainilai demokrasi yang ada dapat disalurkan kepada peserta
didik secara tepat. Respon dari siswa terhadap model
pembelajaran interaksi sosial akan menggambarkan
bagaimana model itu dimaknai siswa, selain dari adanya
respon siswa terhadap model pembelajaran akan
menggambarkan perilaku demokratisnya. Karena dari
proses belajar mengajar dengan menggunakan model
pembelajaran interaksi sosial akan mampu mendorong
siswa untuk berperilaku demokratis. Sehingga respon
yang diberikan oleh siswa sangat berpengaruh terhadap
perilaku demokratisnya.
Teori kontruktivisme yang dikemukakan oleh Piaget
diatas bahwasannya model pembelajaran yakni interaksi
sosial memiliki hubungan dengan tujuan pembelajaran
yaitu sebuah perilaku yang baik yakni perilaku
demokratis yang ditunjukkan oleh siswa. Selain itu
perilaku demokratis juga merupakan salah satu tujuan
dari model pembelajaran interaksi sosial itu sendiri.
Dikaitkan dengan penelitian ini bahwasannya terdapat
hubungan antara respon siswa terhadap model
pembelajaran interaksi sosial pada mata pelajaran PPKn
dengan perilaku demokratis siswa. Adanya hubungan
yang positif dan signifikan menjelaskan bahwasannya
yang dikatakan hubungan potisif ialah jika nilai respon
siswa terhadap model interaksi sosial dalam mata
pelajaran PPKn itu tinggi dan diikuti tinggi juga oleh
perilaku demokratis siswanya. Akan tetapi jika dari
kedua variabel tersebut berbalik maka hubungan tersebut
dikatakan tidak positif.
Semakin tinggi intensitas penggunaan model
pembelajaran interaksi sosial akan diikuti dengan
semakin tinggi pula hasil pembelajarannya, yakni
perilaku demokratis siswa. Sebaliknya perilaku
demokratis siswa akan negative apabila model
pembelajaran
interaksi
sosial
ini
intensitas
penggunaannya semakin sedikit. Dengan adanya respon
siswa yang tinggi terhadap model pembelajaran interaksi
sosial maka
penggunaan model pembelajaran ini
dinilai mempunyai hubungan yang baik dengan
kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam proses
pembentukan
pribadi
siswa khususnya dalam hal
bersikap sesuai dengan sikap demokratis. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi
intensitas penggunaan model pembelajaran interaksi
sosial maka semakin tinggi pula sikap demokratis siswa
yang dihasilkan, begitupun sebaliknya.
Hubungan Respon Siswa terhadap Model Pembelajaran Interaksi Sosial dengan Perilaku Demokratis Siswa
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada BAB IV
tentang hubungan respon siswa terhadap model
pembelajaran interaksi sosial pada mata pelajaran PPKn
dengan perilaku demokratis siswa dapat ditarik
kesimpulan bahwa respon siswa terhadap model
pembelajaran ini memiliki hubungan yang positif dengan
perilaku demokratis siwa. Hal ini dapat dibuktikan
dengan nilai rhitung 0, 62, jika di lihat pada tabel korelasi
nilai r dengan taraf signifikan 5% diperoleh nilai sebesar
0, 138. Artinya dapat diketahui bahwa rhitung lebih besar
dibandingkan dengan rtabel. Selain itu, setelah dilakukan
perhitungan pada uji signifikansi (t) diperoleh thitung
sebesar 10, 40, jika di lihat pada tabel nilai (t) dengan
taraf signifikan 5%maka diperoleh nilai (t) sebesar 1,
960. Artinya dapat diketahui bahwa thitung lebih besar
dibandingkan dengan ttabel (thitung> ttabel). Dengan
demikian terdapat hubungan yang positif dan signifikan
antara respon siswa terhadap model pembelajaran dengan
perilaku demokratis. Dengan adanya hasil ini penggunaan
model pembelajaran ini dinilai mempunyai hubungan
yang baik dengan kegiatan yang dilakukan oleh guru
dalam proses pembentukan perilaku siswa khususnya
dalam hal berperilaku demokratis.
Hamidi, Jazim dan Lutfi, Mustafa. 2010. Civic Education
antara Realitas Politik dan Implementasi Hukumnya.
Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Saran
Berdasarkan simpulan dari penelitian ini, dapat diberikan
saran-saran yang akan diberikan sebagai berikut: Saran
Bagi Penelitian Selanjutnya: Dalam penelitian
selanjutnya disarankan untuk meneliti mengenai media
yang cocok digunakan pada model pembelajaran
interaksi sosial serta strategi yang cocok digunakan untuk
membangkitkan semangat siswa dalam kegiatan belajar
melalui model pembelajaran interaksi sosial. Seperti
penambahan penggunaan reward atau punishment bagi
siswa. Saran Bagi Guru : Model pembelajaran interaksi
sosial ini terbukti dapat mengebangkan perilaku
demokratis siswa. Oleh karena itu disarankan
penggunaan model pembelajaran ini di laksanakan oleh
guru dengan intensitas yang lebih sering dengan
membuat inovasi-inovasi baru, sehingga siswa tidak
merasa bosan dengan model pembelajaran interaksi sosial
ini. karena melalui model pembelajaran ini akan
mendorong siswa berinteraksi dengan individu maupun
dalam kelompok dan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mengeksplorasi dirinya sendiri sekaligus
belajar memahami orang yang berawal dari pembiasaan
menggunakan model pembelajaran interaksi sosial.
----. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D. Bandung: Alfabeta, cv.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Alwi, Hasan. 2007. KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia) Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2015.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan: Buku
Guru. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Prasetyo, Galang Eko. Pengaruh Prestasi Belajar
Pendidikan Kewarganegaraan terhadap Sikap
Demokratis Siswa Kelas XI SMK Negeri 1
Yogyakarta Tahun Ajaran 2010/2011. Jurnal
Citizenship, Vol. 1 No. 2, Januari 2012.
Rusman.
2011.
Model-Model
Pembelajaran
Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada
Sagala, Syaiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran.
Bandung: Alfabeta.
Setiati, Eman. Pengaruh Metode Pembelajaran
Clarification Technique (VCT) Terhadap
Demokratis dalam Pembelajaran Pkn Pada
Kelas VIII SMP Negeri 2 Mlati Sleman. 10
2016.
Value
Sikap
Siswa
Maret
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif
dan R&D. Bandung: Alfabeta, cv.
----. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D. Bandung: Alfabeta, cv.
Sukardi. 2005. Metodologi
Jakarta: Bumi Aksara.
Penelitian
Pendidikan.
Susiyanto, Heri. Hubungan Model Pembelajaran
Humanizing The Classroom dengan Sikap
Demokratis Siswa Kelas V Sekolah Dasar Gugus III
Kecamatan Tempel Sleman Yogyakarta. 10 Maret
2016.
Syarbaini, Syahrial, dkk. 2006. Membangun Karakter
dan
Kepribadian
Melalui
Pendidikan
Kewarganegaraan. Jakarta: Graha Ilmu.
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu Dalam
Teori Dan Praktek. Jakarta: Prestasi Pustaka
Publisher.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Wahab, Abdul Aziz. 2008. Metode dan Model-Model
Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Bandung:
Alfabeta, cv.
Winarno.
2011.
Paradigma
Baru
Pendidikan
Kewarganegaraan Panduan Kuliah Di Perguruan
Tinggi. Jakarta: PT Bumi Aksara.
1055
Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 03 Nomor 04 Tahun 2016, 1042 - 1056
Windra Irawan. (2012). Pengembangan Nilai-nilai
Demokrasi
di
Sekolah.
http://windrawawin.wordpress.com/pendidikan/penge
mbangan-nilai-nilai- demokrasi-di-sekolah/. 16 Maret
2016.
Download