Modul Etika dan Filsafat Komunikasi

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
ETIKA DAN
FILSAFAT
KOMUNIKASI
Komunikasi
Dialogis
Konflik Kepentingan
Fakultas
Program Studi
Ilmu Komunikasi
Broadcasting
Tatap Muka
11
Kode MK
dan
Disusun Oleh
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Abstract
Kompetensi
Mata kuliah ini memperkenalkan
pemahaman
dan
kompetensi
tentang filsafat keilmuan khususnya
dalam bidang komunikasi yang kali
ini akan menjelaskan tentang
Komunikasi dialogis dan konflik
kepentingan.
Dengan memperoleh materi ini,
mahasiswa diharapkan mengerti
dan
memahami
mengenai
komunikasi dialogis dan konflik
kepentingan.
Membangun Komunikasi Dua Arah
Lalu lintas dua arah seringkali menimbulkan kemacetan, terutama di daerah
yang padat kendaraan. Tetapi, tidak demikian dengan komunikasi. Komunikasi dua
arah justru memperlancar hubungan di berbagai bidang, baik di tempat kerja
maupun di rumah.
APAKAH PERLU KOMUNIKASI DUA ARAH?
Untuk mengetahui apakah kita memang perlu membangun komunikasi dua arah,
coba jawab beberapa pertanyaan berikut.
1. Apakah anak buah atau bawahan Anda sering datang kepada Anda dan
secara nyaman menyampaikan ”unek-unek” mereka?
2. Apakah Anda dan tim Anda bisa saling menerima kritik tanpa mengambil
sikap defensif?
3. Apakah Anda tahu rasa frustrasi, masalah, keinginan, minat anggota tim
Anda?
4. Apakah Anda sering menanyakan pendapat atau masukan dari anggota
tim tentang suatu keputusan yang akan Anda ambil?
5. Apakah dalam rapat dengan tim, ada kebebasan menyatakan pendapat,
memberi usulan dan saran?
Jika sebagian besar jawaban Anda adalah ”tidak”, maka kemungkinan besar
Anda perlu membangun komunikasi dua arah. Namun, jika sebaliknya, jawaban
Anda kebanyakan adalah ”Ya”, Anda telah memupuk terjadinya komunikasi dua
arah, namun tidak ada salahnya untuk menyimak beberapa kendala komunikasi dan
usulah strategi komunikasi berikut.suatu kriteria yang penting dalam pengambilan
keputusan.
2016
2
Etika dan Filsafat Komunikasi
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Kendala Komunikasi
Roger Neugebauer dalam artikelnya ”Communication: A two-way Street”
mengungkapkan beberapa kendala yang sering dialami oleh sebuah organisasi
dalam berkomunikasi dua arah.
Protectiveness (Perlindungan). Pimpinan seringkali tidak memberitahukan
informasi tertentu pada karyawannya atau timnya karena takut akan menyakiti hati
karyawan. Alasan lain adalah bahwa pimpinan menganggap bahwa informasi
tersebut harus dilindungi, dan bukan untuk konsumsi karyawan karena karyawan
tidak akan mungkin mengerti apa yang akan disampaikan. Demikian pula dengan
karyawan, mereka sering tidak menyampaikan informasi tertentu kepada pimpinan
untuk melindungi dirinya dari tindakan pemecatan atau peringatan. Mereka takut jika
informasi disampaikan maka pimpinan akan marah, lalu mendiskreditkan mereka,
memberikan penilaian yang negatif terhadap mereka (sehingga berdampak pada
kenaikan gaji yang kecil), atau bahkan yang paling ekstrem adalah memecat
mereka.
Defensiveness (Pertahanan). Selain menahan informasi, seseorang juga bisa
saja tidak mau menerima informasi (menolak untuk mendengar informasi yang
disampaikan). Hal ini terjadi jika mereka sudah membentuk emosi negatif terhadap
orang yang memberi informasi, mungkin karena orang tersebut telah merendahkan
dengan kata-kata yang menyakitkan. Hal ini membuat ia merasa ”diserang”,
sehingga secara alami, orang yang merasa diserang tersebut membangun benteng
pertahanan dengan menahan informasi yang masuk. Ia menganggap informasi
tersebut juga akan membuatnya sakit hati. Misalnya saja ada Pak Arief yang
memberi komentar kurang baik tentang prestasi seorang anak buahnya. Anak buah
Pak Arief cenderung merasa bahwa masukan tersebut ”menyerang” harga dirinya,
egonya, dan kualitas kerjanya. Padahal sebenarnya Pak Arief hanya ingin
memberikan masukan untuk perbaikan, tetapi masukan ini disampaikan dengan
kata-kata yang tidak dipikirkan dulu penyampaiannya. Ketika merasa diserang maka
anak buah Pak Arief cenderung akan marah, dan menutup ”telinga” terhadap
informasi lainnya yang mungkin saja berguna untuknya (misalnya: informasi
mengenai strategi memperbaiki kinerjanya).
2016
3
Etika dan Filsafat Komunikasi
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Tendency to evaluate (Kecenderungan untuk menghakimi). Jika mendapat
informasi dari seseorang mengenai keburukan orang lain, pimpinan cenderung
mengambil sikap yang mengevaluasi tanpa mengumpulkan data yang lengkap
sebelum
berkomunikasi
dengan
orang
yang
dibicarakan
tersebut.
Karena
terpengaruh oleh pandangan satu orang, pimpinan langsung membentuk opini
tertentu dan mengambil keputusan sepihak tanpa melibatkan orang-orang yang
terkait, dan tanpa mengumpulkan fakta lapangan yang cukup. Ini bukanlah
merupakan komunikasi dua arah, tetapi komunikasi satu arah, atau bahkan bisa
dikatakan bahwa tidak terjadi komunikasi sama sekali.
Narrow perspectives (Perspektif yang sempit). Karena jarang meninjau pekerjaan
orang lain, atau keluar dari lingkungan pekerjaan sendiri, seseroang seringkali
dibatasi pada cara pandangnya sendiri. Ia tidak mencoba melihat dari sudut
pandang orang lain. Pimpinan yang sering mengambil keputusan besar yang
menyangkut keputusan keuangan dan strategi operasional secara umum, seringkali
tidak mempertimbangkan detail pelaksanaan pekerjaan dan sudut pandang para
pekerjaan. Sebaliknya, para karyawan, seringkali hanya melihat suatu masalah dari
sudut pandangnya sendiri (kepentingan individunya semata, tanpa mencoba
memahami sebuah situasi dari sudut pandang yang berbeda). Sempitnya perspektif
inilah yang sering menyebabkan konflik (tiap orang hanya melihat dari sudut
pandang sendiri, dan tidak mencoba memahami orang lain). Sebagai contoh,
keputusan seorang pemimpin untuk membatasi percakapan telepon selama tiga
menit saja, dianggap sebagai keputusan yang tidak populer, apalagi untuk bagian
marketing yang sering kali menggunakan telepon untuk berhubungan dengan calon
pelanggan atau pelanggan yang ada.
Mismatched expectations. Peter Drucker mengatakan bahwa pikiran manusia
seringkali hanya membatasi informasi yang cocok dengan ekspektasinya Jika,
ternyata informasi yang disampaikan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan,
maka orang tersebut cenderung tidak termotivasi untuk mendengarkan informasi
yang
disampaikan.
Misalnya:
jika
dalam
rapat-rapat
ternyata
seringkali
tanggapannya tidak diperhatikan, maka karyawan cenderung enggan menyatakan
pendapat, karena ia beranggapan percuma saja menyampaikan pendapat, karena
biasanya juga tidak ada follow-up-nya. Demikian pula dengan pimpinan, yang sering
mendengarkan pendapat karyawan yang dianggapnya tidak relevan dengan
2016
4
Etika dan Filsafat Komunikasi
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
keputusan yang akan diambil. Pimpinan tersebut cenderung tidak mendengarkan
pendapat dari orang tersebut di waktu-waktu yang berikutnya.
Insufficient time. Alasan lain adalah keterbatasan waktu untuk menyampaikan
informasi secara menyeluruh. Karena kegiatan rutin yang harus diselesaikan dengan
segera, seringkali waktu berkomunikasi dilupakan, atau komunikasi dilakukan
dengan tergesa. Akibatnya, informasi yang disampaikan kepada orang lain pun tidak
lengkap. Dampaknya adalah orang lain hanya menerima sebagian informasi (tidak
utuh), sehingga ada kemungkinan informasi tersebut salah dipahami.
Membangun Komunikasi Dua Arah
Setelah memahami berbagai kendala yang menghambat terjadinya komunikasi dua
arah, kita akan lebih mudah untuk menyusun strategi guna membangun komunikasi
dua arah tersebut. Berikut adalah beberapa strategi yang bisa dicoba.
1.
Mendengar. Dalam komunikasi dua arah, ada yang berbicara, dan ada
yang mendengar. Yang sering terjadi adalah tiap pihak saling menunggu
kesempatan untuk berbicara tanpa meluangkan waktu untuk mendengar
apa yang disampaikan pihak lain (karena ia sibuk menyiapkan apa yang
akan disampaikan). Seringkali, banyak permasalahan dapat terselesaikan
justru bukan karena seseorang menjadi pembicara yang handal, melainkan
karena ia bersedia memahami orang lain dengan cara mendengarkan
dengan saksama apa yang disampaikan (keluhan, masalah, keinginan,
harapan). Informasi yang didengar inilah yang bisa dijadikan dasar untuk
menentukan langkah selanjutnya untuk menyelesaikan masalah.
2.
Terbuka. Untuk mendorong tiap pihak untuk saling terbuka, seorang
pimpinan hendaknya tidak menghukum orang yang menyampaikan
pendapat, masalah, atau perasaannya. Keterbukaan bisa juga dibuatkan
wadahnya, yaitu melalui bulletin board, kotak saran, atau media
antarkaryawan. Karyawan yang menyampaikan pendapat atau ide yang
bisa dimanfaatkan perusahaan, bisa diberikan hadiah, atau penghargaan.
2016
5
Etika dan Filsafat Komunikasi
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Demikian juga dengan karyawan yang bisa mengidentifikasi atau
mengantisipasi masalah serta mengusulkan alternatif pemecahannya.
3.
Menyamakan persepsi. Komunikasi dua arah sering terhambat karena
adanya perbedaan persepsi terhadap suatu masalah. Dengan demikian,
dalam berkomunikasi, ada baiknya disampaikan juga latar belakang
pemikiran dari ide yang disampaikan, sehingga orang lain juga bisa
memiliki persepsi yang sama, berangkat dari persepsi yang sama, atau
paling tidak memahami persepsi orang yang menyampaikan informasi
tersebut. Jika pemahaman sudah tergalang, maka komunikasi dua arah
akan lebih mudah mengalir.
4.
Komunikasi
empat
mata.
Banyak
juga
karyawan
yang
enggan
menyampaikan pendapat karena sungkan berbicara di hadapan banyak
orang, padahal mungkin saja karyawan tersebut memiliki ide yang brilian.
Seorang pimpinan bisa mencoba melakukan komunikasi dua arah terhadap
anak buahnya secara regular untuk memahami kebutuhan, ekspektasi,
masalah mereka. Dengan komunikasi empat mata, bawahan mungkin saja
lebih nyaman menyatakan pendapat atau menyampaikan permasalahan
yang ditemuinya di lapangan. Jadi, komunikasi empat mata penting untuk
Menyamakan dilakukan dengan lebih sering, tidak hanya ketika melakukan
evaluasi kerja tahunan.
Ada banyak cara untuk membangun komunikasi dua arah, beberapa di
antaranya baru saja kita bahas bersama. Mungkin Anda bisa memilih mana yang
paling cocok untuk Anda, atau mengkombinasi beberapa strategi untuk mencapai
komunikasi dua arah dengan lebih mudah, dengan hasil yang lebih baik. tidak
masuk dalam analisis.
2016
6
Etika dan Filsafat Komunikasi
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Prinsip Komunikasi Dialogis
1. Komunikasi dialogis adalah komunikasi verbal yang terjadi antara dua pihak
(pembicara dan pendengar) secara timbal balik.
Bisa terjadi bahwa orang-orang yang berdialog lebih dari dua orang atau lebih
dari dua kelompok. Namun komunikasi dialogis senantiasa terjadi antara satu pihak
sebagai pembicara dengan pihak lain sebagai pendengar. Pihak pembicara bisa
hanya satu orang, tetapi juga bisa terdiri dari beberapa, dan satu orang yang
berbicara atas nama kelompoknya. Dalam dialog, biasanya perserta yang lain
semuanya menjadi pendengar, baik orang-orang yang satu kelompok dengan orang
yang sedang berbicara maupun terutama orang atau orang-orang lain.
2. Komunikasi adalah suatu interaksi aktif antara pembicara dan pendengar.
Dalam komunikasi dialogis, pembicara menyampaikan sesuatu untuk dipahami
oleh pendengar sebagaimana dimaksudkan oleh pembicara.
3. Mendengarkan secara aktif efektif mutlak perlu dalam komunikasi dialogis.
Mendengar (hearing) tidak sama dengan mendengarkan (listening). Yang
dimaksud dengan mendengar adalah semata-mata menangkap getaran suara atau
bunyi. Sedangkan yang dimaksud dengan mendengarkan adalah menangkap bunyi
dan memaknai atau memahami bunyi yang ditangkap atau didengar. Dalam aktivitas
mendengarkan, pendengar harus memberi perhatian, berusaha untuk memahami,
serta mengingat apa yang didengarkannya.
Dalam dialog, pendengar harus mendengarkan secara aktif efektif, artinya:
a) Berusaha “masuk ke dalam kepala pembicara” agar dapat memahami apa
yang disampaikan (dikomunikasikan) sebagaimana dimaksudkan pembicara
atau dari sudut pandang pembicara.
b) Harus berusaha untuk lebih memahami apa yang pembicara mau
mengkomunikasikan dari pada apa yang ingin dimengerti oleh pendengar.
c) Juga
menunjukkan
penerimaan
atas
apa
Mendengarkan secara obyektif tanpa menilai.
2016
7
Etika dan Filsafat Komunikasi
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
yang
sedang
dikatakan.
d) Berusaha sedapat mungkin untuk mendapatkan makna yang sepenuhnya
dari apa yang mau dikomunikasikan, dengan tanggungjawab penuh.
Dalam dialog, ada kurang lebih 8 perilaku yang berkaitan dengan ketrampilan
mendengarkan secara aktif efektif, yaitu:
a) Mengadakan kontak mata atau memberi perhatian melalui tatapan mata.
b) Menunjukkan gerak kepala atau ekspresi wajah yang sesuai, sebagai tanda
memahami apa yang dikomunikasikan.
c) Menghindari tindakan atau perilaku yang merusak suasana atau yang
menunjukkan bahwa pikiran dan perhatian “ada di tempat lain”.
d) Menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan apa yang
disampaikan.
e) Mengungkapkan kembali apa yang disampaikan pembicara dengan kata-kata
sendiri.
f) Menghindari menginterupsi pembicara.
g) Tidak berbicara ketika orang lain sedang berbicara.
h) Memperlancar pengalihan peran antara pembicara dan pendengar.
Pililah saluran komunikasi yang tepat efektif.
Secanggih apapun pelbagai alat dan cara komunikasi modern, komunikasi dari
muka ke muka masih lebih unggul dalam hal informasi, apalagi dalam rangka dialog.
Dalam komunikasi dari muka ke muka, aneka informasi dapat disampaikan serta
diterima dan dipahami melalui: kata-kata, gerak-gerik atau perilaku, sikap tubuh
(bahasa tubuh), ekspresi wajah atau raut muka, tatapan mata, intonasi, dll.
4. Dengarkanlah pokok pembicaraan (issu) yang santer secara publik.
Mendengarkan dan mempelajari rumors serta hal-hal aktual, apalagi yang
merupakan tren publik, adalah berguna untuk membantu memahami pembicara
ataupun pendengar, sehingga mudah mengkomunikasikan apa yang mau
disampaikan dengan bahasa dan cara yang tepat, ataupun bisa dengan mudah
memahami makna bahasa dan cara yang dipakai pembicara yang ada dalam
konteks rumors atau hal-hal tersebut.
2016
8
Etika dan Filsafat Komunikasi
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
5. Ingatlah selalu bahwa pria dan wanita berbeda dalam melakukan komunikasi.
Dalam komunikasi (dialog), lelaki biasanya cenderung menekankan status,
kekuasaan, kemerdekaan, pemisahan, dan perbedaan. Sedangkan wanita biasanya
cenderung menekankan pertalian atau koneksitas dan intimitas. Jadi wanita
biasanya menggunakan percakapan sebagai sarana negosiasi untuk kedekatan
dimana orang berusaha mencari dan memberi pengukuhan dan dukungan.
Sedangkan kaum lelaki biasanya menggunakan percakapan sebagai kesempatan
atau
sarana
untuk
menunjukkan
independensinya
serta
mempertahankan
kekuasaannya dalam tatanan sosial.
6. Perbuatan senantiasa lebih penting atau lebih bermakna (mengatasi) perkataan.
Bila terjadi kontradiksi antara perkataan dan perbuatan, maka biasanya orang
tidak
menghiraukan/mendengarkan
apa
yang
disampaikan,
sehinggga
komunikasi/dialog sulit untuk terlaksana sebagaimana mestinya. Sebaliknya bila
konsekwen, perkataan selaras dengan perbuatan, maka akan didengarkan,
sehingga komunikasi/dialog akan terlaksana dengan mudah dan bisa sukses
sebagaimana diharapkan.
2016
9
Etika dan Filsafat Komunikasi
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Bertens, K, Etika, Gramedia, Jakarta, 2001
Effendy, Onong Uchyana, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1993
Katsoff, Louis O, Pengantar Filsafat, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1996
Mangunhardjana, Isme-Isme Dalam Etika dari A-Z, Kanisius, Yogyakarta, 1997
Suseno, Franz Magnis, Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral,
Kanisius, Yogyakarta, 1989
Soehoet, AM.Hoeta, Teori Komunikasi I, IISIP, Jakarta, 2002
Suriasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar populer, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta, 2001
Sutarno, Alfonsus. Etiket Kiat Serasi Berelasi. Yogyakarta: Kanisius. 2008
Titus, Harold H,Smith, Nolan (alih bahasa) Rasjidi, Persoalan – Persoalan Filsafat,
Bulan Bintang, Jakarta, 1984
2016
10
Etika dan Filsafat Komunikasi
Christina Arsi Lestari, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download