Economic Commentary

advertisement
QNB Economics
[email protected]
10 September 2017
Economic Commentary
China tetap menjadi ancaman terbesar untuk stabilitas keuangan global
Pada akhir Agustus lalu, para kepala bank sentral
utama dunia berkumpul pada ajang Jackson Hole
Symposium di Wyoming, sebuah forum tahunan
untuk para pembuat kebijakan ekonomi global dan
akademisi. Diskusi yang paling banyak menarik
perhatian pada simposium tahun ini adalah diskusi
mengenai stabilitas keuangan - kemampuan sistem
keuangan untuk dapat mengelola dan meredam
guncangan serta mencegah terjadinya krisis besar.
Sementara fokus perdebatan Jackson Hole adalah
pada AS, terdapat juga risiko stabilitas keuangan
utama yang berasal dari Eropa dan China. Kami
menganalisa risiko stabilitas keuangan di kawasankawasan hukum tersebut dan menyimpulkan bahwa
walaupun krisis tampaknya tidak akan terjadi,
China tetap menjadi ancaman terbesar bagi
stabilitas keuangan global.
Di AS, kekhawatiran terhadap stabilitas keuangan
mencerminkan kenaikan harga ekuitas, yang
meregangkan faktor-faktor fundamental, dan
leverage perusahaan yang tinggi. Harga ekuitas AS
telah meningkat secara pesat sejak pemilihan
umum, yang didorong oleh stimulus fiskal yang
diajukan Presiden Trump. Stimulus fiskal tersebut
rencananya akan diimplementasikan melalui
pemotongan pajak perusahaan dan program
pembelanjaan pada sektor infrastruktur besar yang
akan menguntungkan sektor-sektor tertentu, seperti
kesehatan, bahan dasar dan transportasi. Namun,
jika stimulus fiskal tidak terwujud atau dikurangi
dengan jumlah yang besar, prospek pendapatan bagi
industri yang terkena dampak mungkin tidak
menjustifikasi penilaian mereka saat ini dan akan
menyebabkan koreksi harga saham. Sementara itu,
leverage perusahaan telah meningkat secara
substansial dalam beberapa tahun terakhir namun
pendapatan perusahaan tidak diperoleh secara
proporsional, sehingga menghasilkan beban
pembayaran hutang yang lebih tinggi. Pengetatan
moneter lebih cepat dari yang diperkirakan
sebelumnya dapat meregangkan beban layanan
hutang korporasi, risiko gagal bayar dan
menciptakan tekanan di pasar kredit korporat.
Sesuatu yang berpotensi untuk memperburuk kedua
tantangan tersebut adalah rencana pemerintahan
Trump untuk melonggarkan kebijakan keuangan,
yang mencakup pemberian pinjaman yang lebih
berisiko dan mengizinkan bank untuk melakukan
perdagangan atas nama mereka sendiri dan tidak
secara eksklusif untuk klien - yang disebut Volcker
Rule.
Tantangan di Eropa adalah bank-bank yang
bermasalah di benua tersebut. Terdapat konsentrasi
bank yang berlebihan di Eropa serta sejarah kredit
macet, terutama di Portugal, Italia, Irlandia dan
Yunani. Pada dasarnya, terlalu banyak bank yang
mengejar keterbatasan kesempatan akan pinjaman
yang
menguntungkan,
yang
menyebabkan
pengambilan risiko yang berlebihan. Hasilnya
adalah profitabilitas yang rendah yang telah
menghambat kemampuan bank untuk membangun
penyangga yang lebih kuat dan telah meningkatkan
kerentanan mereka terhadap kegagalan jika terjadi
guncangan ekonomi. Selain itu, kurangnya skema
asuransi simpanan umum di antara negara-negara
kawasan Euro dan peraturan fiskal yang kompleks
terkait dengan dana talangan bank, akan membatasi
manuver pemerintahan untuk mengatasi kegagalan
bank.
Total hutang China
(% PDB)
300
250
200
150
100
50
0
200 7
200 9
201 1
201 3
201 5
Sumber: Bank of International Settlements dan QNB Economics
Permasalahan China adalah beban utangnya yang
sangat besar. Utang di China mencapai lebih dari
250% dari PDB dan sebagian besar dipegang oleh
badan usaha milik negara (BUMN). Inti dari
permasalahan ini adalah bahwa pertumbuhan
didorong oleh peningkatan kredit yang meluas ke
BUMN di sektor-sektor yang ditargetkan seperti
Page 1 of 2
Economic Commentary
real estat dan industri, namun sekarang sektorsektor ini terganggu oleh kelebihan kapasitas yang
sangat besar. Oleh karena itu, pemerintahan China
menghadapi tantangan untuk secara perlahan
melepaskan kredit bermasalah yang besar tanpa
menyebabkan runtuhnya pertumbuhan.
Jadi, mengapa China dapat menimbulkan risiko
terbesar terhadap kestabilitasan keuangan global?
Ada tiga faktor utama. Pertama, skala tantangannya
jauh lebih besar mengingat besarnya hampir tiga
kali lipat dari nilai ekonominya. Kedua, perannya
yang luar biasa dalam perdagangan global berarti
China akan menyebarkan krisis tersebut dengan
cepat ke seluruh ekonomi global. Ketiga, kepatuhan
QNB Economics
[email protected]
10 September 2017
terhadap kebijakan keuangan pasca krisis jauh lebih
tinggi di AS dan Eropa dibandingkan di China.
Singkatnya, meski fokus berada pada AS, risiko
stabilitas keuangan yang paling tinggi berada di
China. Meskipun tampak bahwa risiko tersebut
tidak akan segera terjadi, ancaman krisis keuangan
dari China akan sangat mengguncang ekonomi
global.
QNB Economics Team:
Rory Fyfe
Acting Head of Economics
+974-4453-4643
Ali Jaffery*
Economist
+974-4453-4423
Nancy Fahim
Economist
+974-4453-4648
Abdulrahman Al-Jehani
Analyst
+974-4453-4436
* Corresponding author
Disclaimer dan Pemberitahuan Hak Cipta: QNB Group tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul dari
penggunaan laporan ini. Pendapat yang diungkapkan, kecuali telah ditentukan sebelumnya, adalah pendapat analis atau penulis saja. Setiap keputusan
investasi harus tergantung pada keadaan individual investor dan berdasarkan pada saran investasi khusus. Laporan ini didistribusikan secara gratis dan
tidak dapat direproduksi secara keseluruhan atau sebagian tanpa izin dari QNB Group.
Page 2 of 2
Download