Tetesan Danum Tawar di Dusun Seribu Akar Septa Agung Kurniawan Fransisca Sri Hartatik Isabella Jeniva Gurendro Putro i Tetesan Danum Tawar di Dusun Seribu Akar ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Penulis Septa Agung Kurniawan Fransisca Sri Hartatik Isabella Jeniva Gurendro Putro Editor Gurendro Putro Desain Cover Agung Dwi Laksono Cetakan 1, November 2014 Buku ini diterbitkan atas kerjasama PUSAT HUMANIORA, KEBIJAKAN KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Badan Penelitan dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Jl. Indrapura 17 Surabaya Telp. 031-3528748, Fax. 031-3528749 dan LEMBAGA PENERBITAN BALITBANGKES (Anggota IKAPI) Jl. Percetakan Negara 20 Jakarta Telepon: 021-4261088; Fax: 021-4243933 e mail: [email protected] ISBN 978-602-1099-20-9 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apa pun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis dari penerbit. ii Buku seri ini merupakan satu dari dua puluh buku hasil kegiatan Riset Etnografi Kesehatan Tahun 2014 di 20 etnik. Pelaksanaan riset dilakukan oleh tim sesuai Surat Keputusan Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Nomor HK.02.04/1/45/2014, tanggal 3 Januari 2014, dengan susunan tim sebagai berikut: Pembina : Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Penanggung Jawab : Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Wakil Penanggung Jawab : Dr. dr. Lestari H., MMed (PH) Ketua Pelaksana : dr. Tri Juni Angkasawati, MSc Ketua Tim Teknis : dra. Suharmiati, M.Si Anggota Tim Teknis : drs. Setia Pranata, M.Si Agung Dwi Laksono, SKM., M.Kes drg. Made Asri Budisuari, M.Kes Sugeng Rahanto, MPH., MPHM dra.Rachmalina S.,MSc. PH drs. Kasno Dihardjo Aan Kurniawan, S.Ant Yunita Fitrianti, S.Ant Syarifah Nuraini, S.Sos Sri Handayani, S.Sos iii Koordinator wilayah : 1. dra. Rachmalina Soerachman, MSc. PH : Kab. Boven Digoel dan Kab. Asmat 2. dr. Tri Juni Angkasawati, MSc : Kab. Kaimana dan Kab. Teluk Wondama 3. Sugeng Rahanto, MPH., MPHM : Kab. Aceh Barat, Kab. Kep. Mentawai 4. drs. Kasno Dihardjo : Kab. Lebak, Kab. Musi Banyuasin 5. Gurendro Putro : Kab. Kapuas, Kab. Landak 6. Dr. dr. Lestari Handayani, MMed (PH) : Kab. Kolaka Utara, Kab. Boalemo 7. Dr. drg. Niniek Lely Pratiwi, M.Kes : Kab. Jeneponto, Kab. Mamuju Utara 8. drg. Made Asri Budisuari, M.Kes : Kab. Sarolangun, Kab. Indragiri Hilir 9. dr. Betty Roosihermiatie, MSPH., Ph.D : Kab. Sumba Timur. Kab. Rote Ndao 10. dra. Suharmiati, M.Si : Kab. Buru, Kab. Cirebon iv KATA PENGANTAR Mengapa Riset Etnografi Kesehatan 2014 perlu dilakukan ? Penyelesaian masalah dan situasi status kesehatan masyarakat di Indonesia saat ini masih dilandasi dengan pendekatan logika dan rasional, sehingga masalah kesehatan menjadi semakin komplek. Disaat pendekatan rasional yang sudah mentok dalam menangani masalah kesehatan, maka dirasa perlu dan penting untuk mengangkat kearifan lokal menjadi salah satu cara untuk menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat. Untuk itulah maka dilakukan Riset Etnografi sebagai salah satu alternatif mengungkap berbagai fakta kehidupan sosial masyarakat terkait kesehatan. Dengan mempertemukan pandangan rasional dan indigenous knowledge (kaum humanis) diharapkan akan menimbulkan kreatifitas dan inovasi untuk mengembangkan caracara pemecahan masalah kesehatan masyarakat. Simbiose ini juga dapat menimbulkan rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa kebersamaan (sense of togetherness) dalam menyelesaikan masalah untuk meningkatkan status kesehatan di Indonesia. Tulisan dalam buku seri ini merupakan bagian dari 20 buku seri hasil Riset Etnografi Kesehatan 2014 yang dilaksanakan di berbagai provinsi di Indonesia. Buku seri ini sangat penting guna menyingkap kembali dan menggali nilai-nilai yang sudah tertimbun agar dapat diuji dan dimanfaatkan bagi peningkatan upaya pelayanan kesehatan dengan memperhatikan kearifan lokal. Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh informan, partisipan dan penulis yang berkontribusi dalam penyelesaian buku seri ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan-Kementerian Kesehatan v RI yang telah memberikan kesempatan pada Pusat Humaniora untuk melaksanakan Riset Etnografi Kesehatan 2014, sehingga dapat tersusun beberapa buku seri dari hasil riset ini. Surabaya, Nopember 2014 Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Badan Litbang Kementerian Kesehatan RI. drg. Agus Suprapto, M.Kes vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR v vii xii xiii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang Penelitian 1.2. Status Kesehatan Kabupaten Kapuas 1.3. Permasalahan Penelitian 1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1.Tujuan Umum 1.4.2. Tujuan Khusus 1.5. Metode Penelitian 1.5.1. Penentuan Lokasi Penelitian 1.5.2. Cara Pengumpulan Data 1.5.3. Cara Analisis Data 1 5 12 13 13 13 13 13 15 15 BAB 2 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN PANTAR KABALI DAN TAPIAN KARAHAU: JENDELA POTRET ETNIK DAYAK NGAJU DI MUROI RAYA 17 2.1. Sejarah Kalimantan yang Berdampak di Kehidupan Keseharian Warga Muroi Raya 2.1.1. Kabupaten Kapuas dan Budaya Sungai 2.1.2. Puskesmas Danau Rawah: Puskesmas Terpencil dan Terisolir 2.1.3. Gambaran Sekilas Masyarakat Desa Danau Rawah yang Tinggal di Dekat Puskesmas 2.1.4. Sejarah Dusun Pantar Kabali 17 vii 22 25 30 35 2.1.5. Sejarah Dusun Tapian Karahau 2.1.6. Perkembangan Desa Muroi Raya 2.1.7. Sejarah Masuknya Tenaga Kesehatan 2.2. Geografi dan Kependudukan 2.2.1.Air Sungai dan Sumber Air Minum 2.2.2. Kondisi Geografis Dusun Pantar Kabali 2.2.3. Kondisi Geografis Dusun Karahau 2.2.4. Kependudukan 2.2.5. Pola Tempat Tinggal Etnik Dayak, Etnik Banjar, dan Pendatang Dari Luar Kalimantan 2.2.6. Pola Pemukiman Yang Menunjang Kesehatan 2.3. Sitem Religi 2.3.1. Kosmologi 2.3.2. Praktek Keagamaan dan Kepercayaan Tradisional 2.3.3. Pengobatan Sangiang 2.3.4. Besumuk 2.3.5. Pengobatan Danum Tawar 2.4. Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan 2.4.1. Keluarga Inti 2.4.2. Sistem Kekerabatan 2.4.3. Sistem Kemasyarakatan dan Politik Lokal 2.5. Pengetahuan Tentang Kesehatan 2.5.1. Konsepsi Mengenai Sehat dan Sakit 2.5.2. Pengetahuan Tentang Obat Tradisional 2.5.3. Pengetahuan Tentang Biomedikal 2.5.4. Pengetahuan Tentang Makanan dan Minuman 2.5.5. Pengetahuan Tentang Pelayanan Kesehatan 2.5.6. Persepsi Masyarakat Tentang Pelayanan Kesehatan 2.6. Bahasa 2.6.1. Bahasa Dayak Ngaju 2.6.2. Bahasa Banjar 2.6.3. Bahasa Indonesia viii 39 41 51 52 52 54 61 63 65 70 71 71 73 84 88 88 89 89 90 91 95 95 100 100 101 102 102 103 103 104 104 2.6.4. Bahasa Sangiang dan Kadorih 2.7. Kesenian 2.7.1. Tarian Manasai 2.7.2. Organ Tunggal dan Dangdut 2.7.3. Musik Tradisional Kecapi 2.8. Mata Pencaharian 2.8.1. Kebun Karet Rakyat 2.8.2. Para Penambang Emas dan Puya 2.9. Teknologi dan Peralatan 104 105 105 107 108 109 109 110 113 BAB 3 POTRET KESEHATAN IBU DAN ANAK DI DESA MUROI RAYA 117 3.1. Kondisi Pra Hamil di Desa Muroi Raya 3.1.1. Pengetahuan Remaja tentang Reproduksi 3.1.2. Pasangan Suami Istri yang Istrinya Belum Pernah Hamil 3.2. Kondisi Kehamilan di Desa Muroi Raya 3.2.1. Pendapat Masyarakat Terhadap Kehamilan 3.2.2. Tradisi Masyarakat dalam Perawatan Kehamilan 3.2.3. Peran Suami dalam Perawatan Kehamilan 3.2.4. Pola Pemeriksaan Kehamilan 3.2.5. Permasalahan Kesehatan Pada ibu Hamil 3.2.6. Permasalahan Ibu Hamil yang Terlacak oleh Petugas Kesehatan 3.2.7. Perilaku Ibu Hamil Ketika Sakit 3.3. Kondisi Menjelang Persalinan di Desa Muroi Raya 3.3.1. Pendapat Masyarakat Menjelang Persalinan 3.3.2. Tradisi Ibu Hamil Menjelang Persalinan 3.3.3. Cara Tradisional Memperlancar Persalinan 3.3.4. Perilaku Keseharian Keluarga dan Ibu Hamil 3.4. Proses Persalinan di Desa Muroi Raya 3.4.1. Alat yang digunakan dalam Proses Persalinan 117 117 126 ix 131 131 134 143 145 147 148 149 150 151 152 154 158 162 164 3.4.2. Tata Cara Persalinan oleh Bidan Kampung 3.4.3. Upaya Membatasi Kehamilan 3.5. Kondisi Setelah Persalinan Ibu Hamil 3.5.1. Tradisi yang Dilakukan Pasca Persalinan 3.5.2. Cara Perawatan Bayi 3.5.3. Tradisi Masyarakat terhadap Ari-Ari Bayi Baru Lahir 3.6. Kondisi Masa Nifas Ibu Setelah Melahirkan 3.6.1. Pantangan Makanan Pada Masa Nifas 3.6.2 Obat Tradisional Pada Masa Nifas 3.7. Kondisi Ibu Menyusui di Desa Muroi Raya 3.8. Kondisi Neonatus dan Bayi di Desa Muroi Raya 3.8.1. Cara Perawatan Neonatus 3.8.2. Cara Memandikan Bayi 3.8.3. Pola Asuh Bayi 3.8.4. Jimat yang Digunakan oleh Bayi 3.9. Kondisi Anak dan Balita di Desa Muroi Raya 3.9.1. Pengobatan Tradisional Pada Anak 3.9.2. Ritual Manyadingen/Saki Mandai Anak 3.9.3. Pola Asuh Anak di Desa Muroi Raya 3.9.4 Kondisi Malnutrisi Pada Anak 165 169 170 170 172 174 174 174 175 177 178 178 179 181 181 184 184 186 191 194 BAB 4 BUDAYA PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT MASYARAKAT DI DESA MUROI RAYA 197 4.1. Persalinan oleh Tenaga Kesehatan 4.2. Penimbangan Bayi dan Balita 4.3. Pemberian ASI Eksklusif 4.4. Mencuci Tangan dengan Air Bersih dan Sabun 4.5. Pemakaian Jamban Sehat 4.6. Aktivitas Fisik Masyarakat Desa Muroi Raya 4.7. Konsumsi Buah dan Sayur 4.8. Kegiatan Merokok Masyarakat 4.9. Penggunaan Air Bersih 197 200 201 201 202 203 204 206 207 x 4.10. Pemberantasan Jentik Nyamuk 208 BAB 5 PENYAKIT YANG DOMINAN DIDERITA MASYARAKAT DI DESA MUROI RAYA 209 5.1. Malaria dan Demam Berdarah 5.2. Diare 5.3. ISPA 5.4. Hipertensi 209 213 215 216 BAB 6 TETESAN DANUM TAWAR DI DUSUN SERIBU AKAR 219 6.1. Letak Desa dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan 6.2. Kepercayaan Masyarakat Mengenai Penyakit Akibat Pulih 6.2.1. Danum Tawar Sebagai Pengobatan Tradisional Etnik Dayak Ngaju di Muroi Raya 6.2.2. Pengobatan Tradisonal Melalui Media Danum Tawar 6.3. Khasiat Danum Tawar Menurut Masyarakat 6.4. Penyakit yang Disembuhkan Melalui Media Pengobatan Danum Tawar 6.5. Gambaran Perspektif Masyarakat Mengenai Kematian Ibu di Desa Muroi Raya 6.5.1. Gambaran Perspektif Tenaga Kesehatan Mengenai Kematian Ibu di Desa Muroi Raya 6.5.2. Gambaran Perspektif Perangkat Desa Mengenai Kematian Ibu di Desa Muroi Raya 6.6. Gambaran Perspektif dalam Ilmu Kesehatan Mengenai Kematian Ibu dan Balita di Desa Muroi Raya 6.6.1. Definisi Pre Eklamsia 6.6.2. Tanda-tanda Pre Eklamsia 6.6.3. Golongan Pre Eklampsia 6.6.4. Faktor Risiko Pre Eklampsia 6.6.5. Pencegahan Pre Eklampsia dan Eklampsia 219 222 xi 227 230 235 236 238 241 247 249 250 251 253 254 254 BAB 7 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 257 7.1. Kesimpulan 7.2. Rekomendasi 257 258 INDEKS GLOSARIUM DAFTAR PUSTAKA 261 268 270 xii DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Data Penduduk di Kapuas Tahun 2013 xiii 65 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Puskesmas Danau Rawah Gambar 2.2. Jalan Darat Menuju Puskesmas Danau Rawah Gambar 2.3. Hasil Karet yang Disimpan di Bawah Kolong Rumah Gambar 2.4. Denah Kebun Karet Milik Rakyat di Dusun Pantar Kabali Gambar 2.5. Pahelat Gambar 2.6. Rumah Etnik Banjar Gambar 2.7. Manyadingen Anak Gambar 2.8. Tarian Manasai Gambar 2.9. Dangdutan Gambar 2.10. Pohon Karet Yang Diambil Getahnya Gambar 2.11. Mendulang Puya Gambar 2.12. Lanting Gambar 2.13. Sambang Gambar 3.1. Daun pohon nangka yang telah kering dibakar untuk mempercepat proses penyembuhan luka setelah sunat Gambar 3.2. Prosesi Tampung Tawar Pada Pernikahan Salah Seorang Remaja di Desa Muroi Raya Gambar 3.3 Lanting Tempat Penambang Emas dan Puya Gambar 3.4. Ramuan akar-akaran untuk mendapatkan kehamilan Gambar 3.5. Seorang Nenek yang Sedang Menganyam sebuah Lontong Gambar 3.6. Seorang Anak Menggunakan Lontong untuk Mengambil Air Minum di Sungai xiv 26 29 31 57 66 68 76 106 107 109 111 113 114 120 122 124 128 130 130 Gambar 3.7. Ibu Hamil yang Melakukan Aktivitas Mandi di Sungai Gambar 3.8. Seorang Ibu Hamil sedang Mengambil Air di Sungai dengan Menggunakan Jerigen Gambar 3.9. Sayur Kelakai yang Dikonsumsi Ibu Hamil di Desa Muroi Raya Gambar 3.10. Tanaman Kelakai (Stenochlaena palustris Bedd) Gambar 3.11. Palis yang Dipasang Pada Kedua Ibu Jari Kaki Gambar 3.12. Kedua Ibu Jari Kaki Ibu Hamil Menggunakan Palis Gambar 3.13. Mangkok Putih Polos yang Digunakan untuk Ritual Gambar 3.14. Sebuah Balayung yang Digunakan untuk Ritual Gambar 3.15. Daun Pawah sebagai Tanaman Palusur Ibu Hamil Gambar 3.16. Daun Uru Hapit sebagai Tanaman Palusur Ibu Hamil Gambar 3.17. Seorang Ibu yang Sedang Mencuci Bahan Makananyang Akan Diolah Menjadi Sayur Gambar 3.18. Kondisi Sampah yang Dibuang Langsung di Bawah Kolong Rumah Tempat Tinggal Warga Gambar 3.19. Penggunaan Alat Memasak Di Desa Muroi Raya yang Sudah Menggunakan Kompor Sumbu Gambar 3.20. Akar Kayu yang digunakan Ibu Pasca Melahirkan Sebagai Obat Tradisional Gambar 3.21. Cara Memandikan Bayi di Desa Muroi Raya Gambar 3.22. Ibu Meletakkan Bayi di dalam Pangkuannya yang Telah Dilapisi Sebuah Kain Bahalai Gambar 3.23. Palis yang Digunakan oleh Seorang Bayi pada Lengan Kirinya xv 133 133 138 139 142 142 153 154 157 157 159 160 161 176 179 180 182 Gambar 3.24. Kulit Kayu Hanyer Bajai yang Digunakan Sebagai Palis (Jimat) untuk Bayi Gambar 3.25. Persyaratan dan Perlengkapan dalam Ritual Manyadingen Gambar 3.26. Seorang Ibu Menyiapkan Kain Bahalai Pada Acara Ritual Manyadingen Gambar 3.27. Tampung Tawar dalam Ritual Manyadingen Gambar 3.28. Seorang Ayah Sedang Memandikan Anak Perempuannya di Sungai Pantar Gambar 3.29. Kegiatan Bernyanyi dan Berjoged oleh Anakanak di Desa Muroi Raya Gambar 4.1. Sayur Hasil Ladang Gambar 4.2. Ibu Sedang Menumbuk Daun Singkong Gambar 5.1. 10 Besar Penyakit di Puskesmas Danau Rawah Gambar 6.1. Salah Satu Contoh Buku KIA Pada Lembar Pencatatan Pemberian Imunisasi Milik Salah Seorang Ibu di Desa Muroi Raya Gambar 6.2. Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang TidakDimanfaatkan Lagi di Desa Muroi Raya (Dusun Pantar Kabali) Gambar 6.3. Masyarakat Desa Muroi Raya Meminta Danum Tawar dari Beberapa Ulama yang Dapat Melakukan Pengobatan Menawar xvi 183 188 189 190 192 194 205 205 216 220 221 231 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Setiap kelompok masyarakat tertentu mempunyai persepsi kesehatan (konsep sehat sakit) yang berbeda. Seseorang dikatakan sehatdalam komunitas tertentu jika dia sehat secara fisik, jiwa, dan rohaninya. Ada lagi komunitas yang mengatakan bahwa tidak cukup orang itu dikatakan sehat jika mementingkan diri sendiri tanpa mementingkan lingkungan masyarakat di sekitarnya. Hal ini sangat ditentukan oleh kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Menurut filosofi bahwa manusia itu harus menjaga hubungan dengan dunia bawah (tanaman, hewan, air, lingkungan fisik), dengan dunia tengah (dengan sesama manusia) dan dunia atas (hubungan manusia dengan roh dan Tuhan). Setiap orang yang terganggu kesehatannya akan mencari jalan untuk menyembuhkan diri dari gangguan kesehatan atau penyakit yang dideritanya. Upaya pencarian kesehatan ini bisa dilakukan sendiri maupun minta pertolongan ke orang lain. Usahatersebut merupakan upaya manusia mengatasi permasalahan kesehatan. Masyarakat memiliki budaya yang menyesuaikan lingkungan dimana dia tinggal, tradisi turun temurun, memiliki potensi yang besar mempengaruhi kesehatan baik dari sisi 1 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 negatif maupun positif. Tradisi-tradisi yang negatif ini bisa menjadi permasalahankesehatan. Hal itu tidak terlepas dari faktor sosial budaya dan lingkungan dimana mereka berada. Faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab-akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan, dan pengetahuan tentang kesehatan menjadi penentu derajat kesehatan. Survei Demografidan Kesehatan Indonesia (SDKI) pernah melakukan penelitian antara tahun 2007 sampai 2010. Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa angka Kematian Ibu (AKI) ada peningkata dari 228 menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) mengalami penurunan dari 34 menjadi 32 per 1000 kelahiran hidup. Dari data ini menunjukkan ada peningkatan pada Angka Kematian Ibu dan ada penurunan pada Angka Kematian Bayi. Sementara Angka Kematian Ibu (AKI) Indonesia tertinggi di ASEAN. Kementerian kesehatan mempunyai harapan berdasar kesepakatan global MDGs (Millenium Development Goals), diharapkan tahun 2015 AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup. Harapan pencapaian ini di Indonesia juga tidak bisa disamakan per kabupaten sebab beragamnya angka kepadatan penduduk di Indonesia dengan luas wilayah per kabupaten juga berbeda. Hal ini menjadikan hal yang spesifik di masing-masing daerah menjadi permasalahan tersendiri. Hal ini juga dikatakan oleh Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas bahwa Kapuas atau wilayah Kalimantan pada umumnya tidak bisa disamakan dengan Jawa yang jumlah penduduknya perkilometer perseginya sangat berbeda jauh kepadatannya. Masalah kesehatan terkait sosial budaya masyarakat menjadi permasalahan yang memerlukan suatu kajian lebih 2 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah mendalam dan spesifik di setiap daerah dengan etnis tertentu. Masalah kesehatan yang spesifiklokal terkait dengan sosial budaya setempat perlu digali guna mengetahui permasalahan mendasar sehingga bisa dilakukan perbaikan atau diberdayakan bagi budaya yang berdampak positif bagi kesehatan. Berdasar budaya yang sudah terpantau tersebut, program kesehatan dapat dirancang untuk meningkatkan status kesehatan sesuai dengan permasalahan spesifik lokal. Dalam proses ini pendekatan budaya merupakan salah satu cara yang penting dan tidak bisa diabaikan.1 Salah satu contoh bagaimana pembangunan di sektor kesehatan telah memarginalkan atau bahkan membunuh berbagai bentuk kreasi dan pengetahuan lokal adalah buku yang ditulis Gutomo Priyatmono yang berjudul Bermain dengan Kematian: Potret Kegagalan Pembangunan Kesehatan Monokultur di Negeri 1001 Penyakit. Pembangunan nasional yang seharusnya bersifat multikultur dalam praktek menjadi tereduksi ke dalam kebijakan yang bersifat monokultur yang berakibat membatasi ruang gerak masyarakat. Kongkretnya, menurut penulis buku ini, pembangunan kesehatan di bidang malaria telah membunuh pengetahuan lokal tentang kesehatan masyarakat dalam kaitannya dengan pengetahuan penyakit malaria itu sendiri. Pengetahuan masyarakat tentang penyakit dan pengobatan malaria yang secara kultur telah ada sebelum kebijakan pemerintah masuk menjadi termarginalkan dan justru mendatangkan kebingungan masyarakat yang bersangkutan.2 1 Protokol Riset Etnografi Kesehatan 2014 2 Heru Nugroho (Mewaspadai Pembangunan yang Menggusur Lokalitas) sebuah Pengantar dalam buku “Bermain dengan Kematian: Potret Kegagalan Pembangunan Monokultur di Negeri 1001 Penyakit” 3 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Budaya ini terkait dengan ide gagasan, pola perilaku, dan tindakan yang dilakukan seseorang dalam upaya pencarian untuk mewujudkan kesehatan dirinya. Tindakan dan perilaku keseharian dipengaruhi oleh pemahaman budaya yang tertanam dalam dirinya. Sehingga apa yang dipahaminya sangat subyektif, karena menurut orang tersebut itulah hal terbaik dari apa yang diketahuinya. Terlepas hal itu salah atau benar menurut orang di sekitarnya. Sehingga dalam pendekatan budaya ini ada istilah emik dan etik.Emik itu adalah pandangan menurut pelaku budaya sedangkan etik adalah penilaian orang luar terhadap pelaku budaya tersebut. Penulisan secara emik dan etik ini akan menghasilkan suatu tulisan yang utuh dalam istilah lain disebut holistik atau menyeluruh. Tulisan tentang suatu etnis tertentu itu disebut dengan etnografi. Dalam perkembangannya etnografi juga tidak lepas dari perdebatan para ahli yang saling mengkritik atas metodologi yang digunakan oleh mereka. Menurut Goodenough (1964 : 7-9) ada tiga masalah pokok. Pertama mengenai ketidaksamaan data etnografi yang disebabkan oleh perbedaan minat di kalangan ahli antropologi sendiri. Misalnya, karena begitu tertarik pada sistem kekerabatan maka dalam etnografinya hal-hal yang bersangkutan dengan sistem kekerabatan itulah yang diuraikan dengan sangat mendalam, sedangkan masalah yang berkaitan dengan agama, ekologi dan teknologi tidak begitu diperhatikan. Kedua, masalah sifat data itu sendiri, artinya seberapa jauh data yang tersedia benar-benar dapat dibandingkan, atau seberapa jauh data tersebut bisa dikatakan melukiskan gejala yang sama dari masyarakat yang berbeda, mengingat para ahli antropologi menggunakan metode yang berbeda dalam mendapatkan data tersebut, disamping tujuan mereka yang berlainan pula. Ketiga menyangkut soal klasifikasi. Agar data dapat dibandingkan 4 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah biasanya diadakan pengklasifikasian terlebih dahulu, dan di sini diperlukan kriteria lagi yang rupanya antara ahli antropologi sendiri juga terdapat perbedaan. Sebagai contoh bisa kita ambil misalnya penggolongan suatu Etnik bangsa dalam kelompok dengan sistem patrilineal, double descent, atau matrilineal. Beberapa masalah diatas menimbulkan kesadaran di kalangan ahli antropologi akan kelemahan cara pelukisan kebudayaan yang selama ini ditempuh, dan ini mendorong mereka untuk mencari model yang lebih tepat. Salah satu model yang kemudian dipakai adalah linguistik (Goodenogh, 1964a; 1964b), yakni dari fonologi. Dalam cabang ilmu ini dikenal dua cara penulisan bunyi bahasa, yaitu secara fonemik dan fonetik. Fonemik menggunakan cara penulisan bunyi bahasa menurut cara yang digunakan oleh si pemakai bahasa sedang fonetik adalah sebaliknya, yakni memakai simbol bunyi bahasa yang ada pada si peneliti (ahli bahasa) atau alphabet fonetia. Cara pelukisan seperti itu dalam antropologi kemudian dikenal sebagai pelukisan etik dan emik (diambil dari fonetik dan fonemik). Mengingat penggunaan model tersebut menuntut peneliti berangkat dari “dalam”- yaitu dari sudut pandangan orang yang diteliti. (Ahimsa Putra, Jurnal Masyarakat Indonesia: 105-106). Sudut pandang orang yang diteliti ini disebut etnosains. Etnosains ini menjadi penting untuk memahami cara pandang masyarakat lokal terhadap kesehatannya. Pemerintah khususnya Dinas Kesehatan tentu akan lebih pas dalam melakukan kebijakannya jika memahami cara pandang masyarakat lokal ini. 1.2. Status Kesehatan Kabupaten Kapuas Kabupaten Kapuas merupakan kabupaten yang dilewati Sungai Kapuas yang membujur dari Utara ke Selatan. Sungai Kapuas ini menurut cerita penduduk awalnya merupakan jalur utama transportasi air. Sehingga bangunan utama dan kantor 5 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 pemerintahan yang dibangun jaman dahulu mendekati tepi sungai dan dibangun rumah panggung untuk menyesuaikan pasang surut air sungai. Pada perkembangan selanjutnya dibangun jalan darat yang sekarang menjadi jalur transportasi utama di Kapuas. Pertambahan jalur transportasi darat membuat dampak pada perkembangan pemukiman yang sebelumnya mendekati wilayah jalur sungai sekarang menjadi bertambah dan mendekati perkembangan jalur darat. Hal ini tampak pada pembangunan jalan darat dari Palangkaraya ke Kabupaten Kapuas yang di beberapa titik untuk mengatasi rawa, pemerintah membuat jalan yang mengambang di atas rawa. Perkembangan kabupatenKapuas mengalami pemekaran dan perkembangan kepadatan penduduknya tidak merata. Pada tahun 2002 terjadi pemekaran wilayah kabupaten yang dibagi menjadi 3 kabupaten: Kabupaten Kapuas, Pulang Pisau dan Gunung Mas. Kepadatan penduduk tetap mendekati pusat kota dan kabupaten Kapuas yang menempati wilayah yang lebih padat dari daerah lain. Dalam buku Kapuas dalam Angka (2013) disebutkan jumlah penduduk Kabupaten Kapuas tahun 2012 adalah 339.262 orang dengan kepadatan penduduk paling jarang ada di Kecamatan Mandau Talawang yaitu rata-rata 4,16 orang per kilometer persegi dan yang paling padat ada di Kecamatan Selat yakni 523.91 orang per kilometer persegi. Rata-rata kepadatan penduduk di Kapupaten Kapuas ini antara jumlah penduduk dibandingkan dengan luas wilayahnya adalah 22,62 per kilometer persegi. Kabupaten Kapuas merupakan salah satu dari 14 Kabupaten atau Kota yang ada di wilayah Propinsi Kalimantan Tengah. Luas wilayah Kabupaten Kapuas adalah 14.999 Km2 atau 14.999.000 Ha (9,77 persen dari luas wilayah Propinsi Kalimantan Tengah) yang terbagi dalam dua kawasan besar yaitu kawasan 6 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah pasang surut (umumnya di bagian Selatan) yang merupakan daerah potensi pertanian tanaman pangan dan daerah non pasang surut (umumnya di bagian Utara) yang merupakan potensi lahan perkebunan karet rakyat dan perkebunan besar swasta. Di bagian Utara beberapa wilayah hutan mulai dibuka untuk perkebunan sawit. Bagian Utara merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian antara 100-500 meter dari permukaan air laut dan mempunyai tingkat kemiringan antara 8-15 derajat dan merupakan daerah pegunungan atau perbukitan dengan kemiringan kurang lebih 15-25 derajat.Bagian Selatan terdiri dari pantai dan rawa-rawa dengan ketinggian antara 0-5 meter dari permukaan laut dan mempunyai elevasi 0-8% serta dipengaruhi oleh pasang surut dan merupakan daerah yang mempunyai potensi banjir yang besar (air laut pasang atau naik).3 Pada akhir tahun 2012 terjadi pemekaran di tingkat desa dan kelurahan di Kabupaten Kapuas sehingga Kabupaten Kapuas membawahi 17 Kecamatan, 231 Desa atau kelurahan yang terdiri dari 214 desa dan 17 kelurahan. Bila dilihat dari jumlah desa atau kelurahan berdasarkan kategori desa atau kelurahan, jumlah desa swadaya sebanyak 33 desa atau kelurahan, desa swakarya sebanyak 62 desa atau kelurahan dan desa swasembada sebanyak 58 desa atau kelurahan. Dari jumlah 204 desa atau kelurahan, yang masih berstatus sebagai desa tertinggal sebanyak 29 desa atau kelurahan atau 14,21%. Pemekaran atau pemecahan desa ini tidak juga berjalan dengan baik sesuai konsep yang direncanakan. Hubungan dalam masyarakat di desa yang tidak mudah begitu saja dipisah berdasarkan luas wilayah teritorial. Seperti cerita di Dusun 3 Kapuas Dalam Angka 2013 7 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Karahau yang secara administratif, pemerintah menginginkan Dusun Karahau masuk wilayah Desa Baru Sei Gita (Sungai Gita) namun warga sendiri menginginkan mereka tetap bergabung ke wilayah Muroi Raya karena merasa jasa mereka atau kapital mereka disumbangkan ke Pantar Kabali dan mereka merasa punya hak akses atas bangunan yang mereka kerjakan bersama seperti Posyandu. Berdasarkan data tahun 2012 seluruh desa dan kelurahan aparat atau perangkat desa dan kelurahan sudah terisi semuanya, yaitu jumlah kepala desa sebanyak 153 orang, sekretaris desa sebanyak 118 orang, staf desa sebanyak 764, sedangkan jumlah lurah sebanyak 14 orang dan sekretaris kelurahan sebanyak 13 orang dan staf kelurahan sebanyak 56 orang. Ada 3 kelurahan dan 61 desa pemekaran di akhir tahun2012 belum beroperasional dikarenakan perangkat desa atau kelurahan belum ada baik perangkat aparatur maupun sarana dan prasarana kelurahan atau desa. Dalam Profil Kesehatan Kabupaten Kapuas 2012 disebutkan bahwa Dinas Kesehatan mempunyai visi dalam “Menuju Kapuas Sehat Tahun 2013” di sini disebutkan bahwa derajat kesehatan di wilayah Kabupaten Kapuas adalah suatu kondisi yang merupakan gambaran masyarakatKabupaten Kapuas di masa depan, yakni masyarakat yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, terlindung dari kemungkinan buruk akibat penyakit menular, memiliki kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optima.4 4 8 Profil Kesehatan Kabupaten Kapuas 2013 Hal. 12 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Untuk mewujudkan visi itu perlu kerja keras yang sudah dirumuskan dalam misi dan sasaran strategis yang sudah dirancang agar tujuan tersebut tercapai. Disamping itu masih adanya beberapa desa yang tertinggal dan jauh dari jangkauanpelayanan kesehatan membuat mimpi untuk mewujudkan derajat kesehatan yang bermutu secara adil dan merata menjadi terhambat. Hal ini kiranya yang menjadi prioritas sasaran untuk mewujudkan “Kapuas Sehat” tersebut.Visi ini dirasa masih jauh dari capaian karena pada kenyataannya Kabupaten Kapuas berdasarkan IPKM tahun 2007 yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan menempati urutan 382. Data IPKM ini juga yang dijadikan acuan mengapa Kapuas dipilih sebagai lokasi penelitian. Data IPKM 2007 menunjukkan bahwa persalinan oleh tenaga kesehatan 48,75%, kunjungan neonatus pertama 50,0%, imunisasi 14,50% dan penimbangan balita 12,22%. Melihat kondisi geografis yang berawa khususnya di bagian Selatan namun tidak terhindarkan di bagian Utara juga merupakan jalur sungai dan anak sungai yang membuat genangan air di permukaan tanah tinggi khususnya di musim penghujan membuat Kapuas ini termasuk rentan terhadap banjir. Setelah melihat data bahwa penyakit, hampir tersebar di seluruh desa di Kabupaten Kapuas adalah Malaria. Ada 66 desa di Kapuas yang menjadi daerah endemis malaria berkategori merah atau tinggi. Data Kematian Maternal dan Neonatal Kabupaten Kapuastahun 2013 dari 25 Puskesmas yang ada di Kabupaten Kapuas ada beberapa Puskesmas cakupan desanya dihuni penduduk yang mayoritas adalah Etnis Dayak Ngaju diantaranya Mandomai, Mantangai, Danau Rawah, Lamunti Timpah, Pujon, Sei Hanyo, Jangkang dan Sei Pinang.Dari data tersebut ada 2 Puskesmas yang mencatat ada kasus kematian Ibu yaitu Puskesmas Danau Rawah dan Lamunti.Berdasarkan fokus group 9 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 diskusi dengan Kabid Bina Pengendalian Masalah lingkungan, beberapa staf dan bidan Puskesmas Danau Rawah maka kami memutuskan bahwa Desa Muroi Raya sebagai lokasi penelitian Riset Etnografi Kesehatan. Pada survei awal ketika peneliti mengurus ijin penelitian di lokasi penelitian, Muroi Raya menurut keterangan Sekretaris Desa terdiri dari 4 dusun yaitu: Pantar Kabali, Karahau, Tanjung Jaya dan Bukit Keramat. Ada informasi tentang penyembuhan tradisional masyarakat banyak yang menyebut untuk pengusiran roh yang merasuki seseorang beberapa masih menggunakan ritual Badewa. Yang bisa melakukan ritual Badewa ini hanya satu dan tinggal di Dusun Karahau yang menurut pandangan Sekertaris desa masuk wilayah Desa Sungai Gita. Penduduk di Dusun Karahau menginginkan bahwa Dusun Karahau ini tetap masuk wilayah Muroi Raya dan mereka tidak mau dimasukkan ke bagian Desa Sungai Gita karena dulunya mereka memang menjadi bagian dari Desa Muroi Raya termasuk Dusun Sungai Gita dulu juga masuk bagian dari Muroi Raya, namun sejak pemekaran desa tahun 2012, Sungai Gita masuk menjadi Desa tersendiri dan Karahau secara administratif kewilayahan dimasukkan dalam wilayah Desa Sungai Gita. Oleh karena itu dalam penelitian ini secara emik, Dusun Karahau kami masukkan dalam wilayah Desa Muroi Raya karena permasalahan tersebut. Selain permasalahanstatus Dusun Karahau, menurut staf Dinas Kesehatan dan Puskesmas Danau Rawah tercatat ada satu kasus kematian ibu dan bayi selama tahun 2013. Namun ketika berkunjung ke dusun, berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan beberapa warga yang menjadi informan di lokasi penelitian, peneliti mendapat informasi bahwa pada tahun 2013 di Desa Muroi Raya terdapat sebanyak 11 orang untuk kasus kematian ibu dan anak, tetapi data yang peneliti peroleh di Dinas 10 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Kesehatan Kabupaten hanya terdapat 1 kasus saja untuk kematian ibu dan anak. Berdasarkan hasil telusuran peneliti di lokasi penelitian, lokasi yang menjadi tempat kasus kematian ibu dan anak tersebut meliputi Dusun Pantar Kabali sebanyak 7 orang yang meninggal (4 orang ibu dan 3 orang anak), Dusun Tanjung Jaya 1 orang anak dan di Dusun Karahau 3 orang (1 orang ibu dan 2 orang bayi). Keterangan dari beberapa informan penyebab kematian ibu dan anak tersebut disebabkan oleh adanya kasus keguguran, usia ibu yang terlalu muda, serta pengetahuan ibu hamil yang kurang mengenai kehamilan, serta penyakit DBD. Banyaknya kasus kematian tersebut disebabkan karena pada saat ibu tersebut sedang hamil, mereka mengalami keluhan pusing, sakit kepala, flu, batuk, dan sebagainya. Sehingga tanpa pikir panjang ibu tersebut langsung membeli obat di warung dan meminum obat tersebut secara bersamaan. Selama ini di Dusun Pantar Kabali ada Posyandu yang beberapa waktu lalu ada Tenaga Kerja Sukarela (TKS) yang membantu di sini. Namun ketika peneliti berkunjung ke Dusun Pantar Kabali sudah beberapa minggu tenaga TKS tersebut tidak berada di Posyandu karena anaknya sakit. Masyarakat hanya bilang petugas TKS tersebut turun. Selain itu jarak yang jauh ke Puskesmas sekitar 37 km dari dusun dan sarana jalan yang buruk membuat warga tidak mau ke Puskesmas dan lebih memilih berobat ke Penyembuh Tradisional seperti Pengobat Danum Tawar, Sangiang, atau Bidan Kampung. Ketika jarak yang jauh dari Puskesmas dan masyarakat tidak mendekati Puskesmas maka Puskesmas yang proaktif mendekati masyarakat dengan mengirim tenaga Puskesmas Keliling (Pusling) setiap 2 Minggu sekali ke Muroi Raya. Di saat TKS dan tenaga Pusling tidak ada di tempat maka ketika warga mengalami sakit mereka akan menggunakan obat warung. 11 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Kunjungan ke Puskesmas dan bertemu dengan Dokter Puskesmas kemudian dokter bercerita bahwa masyarakat di Danau Rawah maupun Muroi Raya jarang yang merebus air sungai untuk diminum, sehingga kasus diare termasuk tinggi di Puskesmas Danau Rawah. Alasan masyarakat kalau diminum airnya tidak enak dan kurang segar. Sudah seringkali diingatkan, namun sampai sekarang masih saja masyarakat meminum air mentah. Peneliti sebulan tinggal di Dusun Pantar Kabali dan hidup berbaur dengan masyarakat, peneliti sering mendengar cerita ada yang memelihara pulih(semacam racun yang berwujud minyak)di desa ini. Beberapa informan cerita bahwa orang yang memelihara pulih itu untuk kesugihan, namun menurut cerita warga mereka yang terkena memakan minyak pulih itu bisa muntah darah dan jika tidak mendapat pertolongan yang tepat bisa meninggal dunia. Beberapa informan cerita bahwa pulih itu bisa ditanggulangi dengan danum tawar. 1.3. Permasalahan Penelitian 1) Bagaimana mengidentifikasi secara mendalam unsurunsur budaya yang mempengaruhi kesehatan di masyarakat? 2) Bagaimana gambaran secara holistik aspek sejarah, geografi dan sosial budaya terkait kesehatan Ibu dan Anak, penyakit menular, penyakit tidak menular dan perilaku hidup bersih dan sehat pada Etnis Dayak Ngaju di Kabupaten Kapuas? 3) Bagaimana pola kehidupan Etnis Dayak Ngaju di Desa Muroi Raya yang memungkinkan adanya celah untuk meningkatkan taraf kesehatan yang lebih baik dan upaya mengurangi adanya risiko kematian ibu dan anak? 12 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah 1.4.Tujuan Penelitian 1.4.1.Tujuan Umum Mendapatkan gambaran secara menyeluruh aspek potensi budaya masyarakat terkait Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Penyakit Tidak Menular (PTM), Penyakit Menular (PM) dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Desa Muroi Raya. 1.4.2.Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi secara mendalam unsur-unsur budaya yang mempengaruhi kesehatan di masyarakat. 2. Mendapat gambaran secara holistik aspek sejarah, geografi dan sosial budaya terkait kesehatan Ibu dan Anak, penyakit menular, penyakit tidak menular dan perilaku hidup bersih dan sehat pada Etnis Dayak Ngaju di Kabupaten Kapuas. 3. Memahami polakehidupan Etnis Dayak Ngaju di Desa Muroi Raya yang memungkinkan adanya celah untuk meningkatkan taraf kesehatan yang lebih baik dan upaya mengurangi adanya risiko kematian ibu dan anak. 1.5. Metode Penelitian 1.5.1. Penentuan Lokasi Penelitian Berdasarkan diskusiyang dilakukan peneliti dengan Bidang Pelayanan Kesehatan dan Bidang Bina Pengendalian Masalah Kesehatan di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas. Pada diskusi ini yang menjadi tujuan lokasi penelitian adalah desa dengan mayoritas penduduknya adalah Etnis Dayak Ngaju. Kemudian desa tersebut mempunyai permasalahan yang berat khususnya menyangkut Kesehatan Ibu dan Anak, Penyakit Menular, Penyakit Tidak Menular, dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. 13 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Peneliti datang untuk yang kedua kalinya di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas untuk menjelaskan maksud dan menyampaikan surat ijin penelitian yang akan dilaksanakan selama dua bulan mulai tanggal 5 Mei 2014. Hasil penjajagan awal waktu mengurus ijin daerah yang sudah masuk sampai Muroi Raya. Temuan kami di sana juga menemukan bahwa ketika kami mengikuti petugas Puskesmas Keliling dari Puskesmas Danau Rawah melakukan pemeriksaan, ada satu pasien positif penderita Malaria dan daerah itu merupakan daerah merah Malaria. Ada kasus ibu meninggal dan bayi meninggal. Mayoritas etnisnya adalah Dayak Ngaju. Karena harus berdasarkan data maka Kepala Bidangmemanggil stafnya yakni Bagian Yankes Kesehatan Dasar salah satunya menangani Kesehatan Ibu dan Anak. Dari data di daerah Muroi Raya pernah terjadi kasus demam berdarah dan pernah dilakukan penyemprotan. Menurut Bagian Yankes, kantung daerah Filariasis atau kaki gajah ada di derah Mandomai. Mandomai sendiri juga kantung Etnik Dayak Ngaju yang beragama muslim namun masih juga percaya dengan tradisi yang dahulu. Penganut Kaharingan hanya sebagian kecil. Kalau masalah KIA yang masih menjadi masalah di sini adalah persalinan itu karena banyak yang melahirkan di rumah. Kemudian staf yankes menambahkan bahwa daerah Danau Rawah itu memang pelayanan kesehatan masih kurang sehingga ada kemungkinan banyak ibu hamil yang tidak terpantau pelayanannya oleh Puskesmas dan juga jarak yang jauh dari akses kesehatan. Dengan pertimbangan dan masukan dari Dinas serta masukan dari Koordinator Wilayah, bahwa Mandomai adalah wilayah yang sangat dekat dengan kota dan akses jalan yang lebih baik dibandingkan Muroi Raya ada kemungkinan tingkat 14 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah kesehatan masyarakat lebih baik daripada Muroi Raya yang teritorialnya jauh dari akses jalan darat dan hanya bisa ditempuh melalui jalan sungai maka tim peneliti akhirnya memutuskan untuk memilih lokasi penelitian di Desa Muroi Raya. 1.5.2. Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data untuk penelitian ini lebih banyak dengan metode wawancara mendalam dengan informan kemudian observasi partisipasi. Peneliti tinggal selama kurang lebih 2 bulan di Desa Lokasi Penelitian dan mengikuti kegiatan masyarakatsetiap hari sambil mengamati dan wawancara. Pada waktu tertentu peneliti mengikuti informan seperti bekerja di lanting atau ladang dan aktivitas mereka setiap hari seperti mandi di sungai serta menghadiri upacaraadat yang ada di dusun tempat informan berada. Buku Kapuas dalam Angka, Profil Kesehatan, dan data lain seperti Angka Kematian Maternal dan Neonatal, Data Daerah Endemis Malaria juga data tentang 10 penyakit terbesar di Puskesmas kami gunakan untuk menentukan lokasi penelitian dan informan yang perlu di wawancarai dan gambaran menyeluruh tentang tingkat kesehatan di masyarakat tersebut. Selain penelusuran data sekunder dan dokumen, kami juga melakukan tinjauan pustaka khususnya menyangkut data sejarah dan kejadian sebelumnya melalui buku di perpustakaan maupun buku yang kami dapatkan di lokasi penelitian serta mencari informasi di internet tentang topik yang kami butuhkan. 1.5.3. Cara Analisis Data Riset Khusus Budaya Kesehatan ini menggunakan metode penelitiannya James Spradley maka untuk analisis datanya peneliti menggunakan analisis data cara Spradley.Dalam 15 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 penulisan alur penelitian maju bertahap ada beberapa langkah analis yang disarankan oleh Spradley sebelum sampai ke penulisan etnografi.5 Analisis etnografis merupakan penyelidikan berbagai bagian itu sebagaimana yang dikonseptualisasikan oleh informan. Sering kali di luar kesadaran mereka, etnografer harus mempunyai cara untuk menemukan pengetahuan yang masih terpendam ini. Untuk mengalisis tentang masalah kesehatan menggunakan modifikasi teorinya H.L. Blum (1974) dan Koentjaraningrat (1979). Derajat Kesehatan Masyarakat tidak saja ditentukan oleh adanya atau baiknya Pelayanan Kesehatan saja tapi juga faktor lingkungan dan budaya masyarakat sangat mempengaruhi termasuk teknologi dan 6 unsur budaya (mata pencaharian, religi, bahasa, pengetahuan, organisasi sosial dan kesenian). 16 BAB 2 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN PANTAR KABALI DAN TAPIAN KARAHAU: JENDELA POTRET ETNIK DAYAK NGAJU DI MUROI RAYA 2.1. Sejarah Kalimantan yang Berdampak di Kehidupan Keseharian Warga Muroi Raya Kalimantan atau Borneo merupakan simpang empat bagi kebudayaan di jaman prasejarah dan jaman sejarah awal. Di jaman Neolit, pendatang dari Cina membawa barang kesenian dan teknologi Dinasti Chou dan kebudayaan Cina Vietnam Dongson yang telah mempengaruhi seluruh bagian Barat Indonesia. Di beberapa rumah masih tampak peninggalan guci tua dan keramik yang dikoleksi dari jaman ini. Salah satu informan bercerita bahwa dia menunjukkan sebuah keramik cina yang digunakan untuk menyimpan minyak kuyang. Minyak ini jika dioleskan pada lembaran uang dan jika uang itu digunakan untuk membelanjakan barang selang beberapa minggu uang itu bisa kembali di samping keramik kecil buatan cina tersebut. Hanya keramik cina ini yang bisa digunakan untuk menyimpan minyak kuyang, keramik yang lain kuyangnya tidak mau tinggal di situ menurut cerita salah seorang informan. Inskripsi Sansekerta dari sekitar tahun 400 M membuktikan pengaruh Hindu di Kalimantan Timur. Besar 17 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 kemungkinan daerah ini dahulu menjadi pusat perdagangan pada jalur yang banyak dilalui antara Cina, Filipina, dan kerajaan Majapahit di Jawa. Banyak barang perunggu dan porselen gaya Dinasti Chou diketemukan di Kalimantan, dan di daerah pedalaman gong perunggu gaya Cina menjadi alat pembayaran, terutama untuk mahar pada perkawinan. Di Kalimantan terdapat tiga kelompok etnik utama kelompok keturunan Melayu di pesisir, ialah kelompok pendatang baru yang beragama Islam dan tinggal di kota-kota dan tempat-tempat kecil di muara sungai; kelompok etnik Cina, yang menguasai perdagangan di Kalimantan sejak berabad-abad; dan Etnik Dayak, penduduk asli Kalimantan. Kata “Dayak” dipakai untuk menyebut lebih dari dua ratus Etnik sakat di pedalaman. Semula mereka tinggal di pantai, tetapi kemudian terdesak semakin jauh ke pedalaman oleh pendatang Melayu. Mereka tinggal di tepi sungai dan dataran tinggi, jauh di dalam rimba dan hidup dengan cara yang tak jauh berbeda dari nenek moyang mereka di Jaman Neolit.5 Beberapa waktu yang lalu pengayauan merupakan kegiatan penting diantara beberapa Etnik Dayak. Kepala orang diperlukan agar desa tetap jaya dan untuk keperluan upacara, misalnya pada pembuatan lamin6 baru. Juga diperlukan untuk menghalau wabah penyakit dan kelaparan serta mengusir roh jahat. Ancaman serangan pengayauan secara terus menerus dari desa tetangga telah merubah rumah panjang menjadi benteng pertahanan yang dipersenjatai dengan kuat. Di beberapa tempat, serambi dibuat dari potongan bambu yang tidak diikat erat, 5 Ian Charles Stewart dan Judith Shaw, 1987:111 “ Indonesia Manusia dan Masyarakatnya” 6 Rumah Adat Dayak 18 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah sehingga berbunyi jika diinjak dan memberi isyarat, bila ada pengayau hendak menyerang di malam hari7. Pengayauan ini bagi komunitas Dayak waktu itu dianggap hal biasa karena perebutan sumber daya alam dan untuk eksistensi masing-masing Etnik atas penguasaan suatu sumber daya yang mereka klaim milik mereka. Perebutan dan persaingan antar Etnik inilah yang membuat mengayau menjadi bukti mereka telah menaklukkan musuh. Hal ini bagi orang luar terlihat tidak manusiawi dan upaya untuk menghentikan kebiasaan mengayaupun dilakukan. Salah satu pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan komunitas Dayak semasa pemerintahan kolonial Belanda berlangsung adalah ketika pada tahun 1874 Damang Batu (Kepala Adat Etnik Kahayan) mengumpulkan subEtnik Dayak untuk mengadakan Musyawarah Damai Tumbang Anoi. Dalam musyawarah yang konon berlangsung berbulanbulan lamanya itu, masyarakat Dayak mencapai kesepakatan untuk menghindari tradisi mengayau.8 Tradisi memburu kepala untuk kepentingan upacara tiwah ini dianggap telah menimbulkan perselisihan di antara Etnik Dayak yang tak kunjung henti. Akhirnya, dalam Musyawarah Damai Tumbang Anoi segala perselisihan dikubur dan pelakunya didenda sesuai dengan hukum adat Dayak. Kalimantan waktu itu masih dikuasai penguasa kolonial. Penguasa kolonial yang memandang adat Dayak tidak beradab mencoba menumpangi Musyawarah Damai Tumbang Anoi 7 Charles Stewart, 1987:112 8 Pada masa itu mengayau adalah tradisi memburu kepala orang yang dianggap musuh untuk keperluan tiwah. Tiwah adalah upacara sakral terbesar Etnik Dayak Ngaju untuk mengantarkan jiwa atau roh manusia yang telah meninggal dunia menuju langit ke tujuh. (Riwut, 2003:203). 19 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 dengan mengajukan tuntutan agar perdamaian yang sudah disepakati bersama itu terjamin. Tak hanya itu, Belanda juga menghendaki agar sistem rumah betang yang menampung banyak orang tersebut dianggap tidak sehat sehingga digantikan dengan rumah tunggal dikitari halaman dan kebun. Dengan semakin lunturnya sistem rumah betang, maka perlahan-lahan sistem adat Dayak pun terkikis9. Membicarakan sejarah Kalimantan Tengah tidak bisa melupakan peran pahlawan pejuang Indonesia yang bernama Tjilik Riwut. Seorang pejuang pada jamannya yang berasal dari Etnis Dayak Ngaju10. Dengan konteks kehidupan masyarakat Dayak pada masa itu, Tjilik Riwut menyadari betul betapa orang Dayak terpuruk oleh berbagai tekanan penguasa kolonial. Kondisi itu membuat Tjilik Riwut sebagai putra Dayak lahir menjadi sosok yang selalu gelisah, terutama gelisah akan nasib Etniknya. Oleh karena itu, ia berjuang untuk perbaikan kehidupan Etniknya. Perjalanan panjang ditempuh Tjilik Riwut mulai dari melanjutkan sekolah di Jawa sampai akhirnya bergabung dengan pasukan MN 1001 untuk mengusir penjajah Belanda dan perjuangan itu membuahkan hasil. Selain itu peran dan perjuangan Tjilik Riwut juga besar dalam mendirikan Propinsi Kalimantan Tengah dan akhirnya menjabat sebagai Gubernur Kalimantan Tengah yang pertama yang memimpin dan mendirikan serta membangun hutan menjadi Kota Palangkaraya 9 Usop, 1993 dalam buku “Pergulatan Identitas Dayak dan Indonesia Belajar dari Tjilik Riwut” yang ditulis oleh P.M. Laksono, dkk. 10 Ngaju adalah lawan dari Ngawa (ke hilir) sehingga Ngaju artinya hulu. 20 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah (1959-1967). Diplomasi dan kepemimpinan Tjilik Riwut membuahkan hasil dengan diterbitkannya UU Darurat No.10 tahun 1957 tertanggal 23 Mei Udang Undang tentang pembentukan Daerah Swatantra Provinsi Kalimantan Tengah dan Bapak RTA Milono ditunjuk sebagai Pejabat Gubernur oleh Menteri Dalam Negeri. Setelah Kalimantan Tengah terbentuk, Tjilik Riwut menjabat sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Provinsi Kalimantan Tengah yang pertama (1957-1967). Ibukotanya di Palangkaraya (dulunya adalah Desa Pahandut). Nama Pahandut menurut salah seorang informan adalah nama seorang ayah. Nama anaknya Handut, Orang Dayak kalau menyebut nama seorang bapak biasanya mengambil nama anak pertama karena anak pertamanya namanya Handut makanya dia dipanggil Pak Handut. Karena yang menempati desa ini pertama kali adalah Pak Handut maka diberi nama Desa Pahandut. Tjilik Riwut di Mata Warga Muroi Raya mempunyai kesan tersendiri. Menurut Bapak Rina salah seorang warga di Muroi Raya bercerita bahwa menurut mereka Tjilik Riwut itu tidak meninggal tetapi muksa.11 Mereka percaya jika dalam keadaan tertentu jika dimintai tolong Tjilik Riwut ini masih bisa membantu warga Dayak yang mengalami kesulitan. Kegemaran Tjilik Riwut di masa mudanya yang senang balampah, sering menjadi tauladan bagi beberapa warga untuk mengikuti langkahnya. Salah satu contohnya adalah informan di Karahau yang berinisial At. Dia cerita ada satu lokasi di hulu sana di sebuah bukit yang merupakan tempat pertemuan tiga anak sungai yang menjadi tempat dimana dulunya Tjilik Riwut sering bertapa atau 11 Muksa adalah orang yang sempurna hidupnya sehingga menurut diangkat ke surga oleh Tuhan. Sehingga di bumi tidak akan ditemui kerangkanya. 21 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 balampah di sana. Tempat ini sangat angker banyak hantunya jika orang bertapa di tempat ini harus mengajak teman. Pernah At mencari buluh perindu12 di situ ketika dia mengambil ada temannya yang menarik pakai tali sehingga dia selamat. Sebab ketika mengambil buluh perindu itu rasanya seperti tinggal disurga, tempat yang damai dan tak mau pergi kemanapun sehingga banyak orang meninggal kelaparan di sana. Banyak tengkorak manusia di tempat itu. Jika dulu Tjilik Riwut sendirian bisa lepas dari tempat itu berarti dia bukan orang sembarangan. Tjilik riwut juga dianggap berhasil membangun Kota Palangkaraya dan membangun jalan utama sehingga jalan itu sekarang dinamai Jalan Tjilik Riwut, jalan tersebut menghubungkan Sampit dan Palangkaraya. Karena di bagian Selatan Kalimantan Tengah merupakan daerah rawa sehingga jalan yang dibangun di atas rawa merupakan jalan layang yang menyerupai jembatan yang sangat panjang. 2.1.1. Kabupaten Kapuas dan Budaya Sungai Kabupaten Kapuas memiliki 17 kecamatan. Untuk Unit Pelayanan Kesehatan Kabupaten Kapuas memiliki: 1 buah Rumah Sakit Umum, 6 Klinik Bersalin Swasta, 21 Balai Pengobatan Swasta, 25 Puskesmas Pemerintah, 123 Puskesmas Pembantu, 68 Pondok Bersalin Desa, 50 Pos Kesehatan Desa. Karena Kapuas juga menjadi lokasi tujuan Program Transmigrasi maka ada Unit Kesehatan di Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT). Di beberapa UPT yang ada unit kesehatannya antara lain : UPT Lamunti, Dadahup, Palingkau, Palangkau, Talekung Punai, Mantangai. Di 12 Buluh perindu itu semacam rumput yang ukuran sebesar benang dan jika dimasukkan air bisa bergerak sendiri. Bagi pemiliknya dipercaya untuk keberuntungan ketika mencari emas dan menakhlukkan lawan jenis. 22 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah UPT ini ada Puskesmas Pembantu, Puskesmas, Polindes, Dokter Umum dan Dokter Gigi, dan Tenaga Paramedis. Di Kecamatan Mantangai ada 1 Unit Puskesmas yaitu Puskesmas Danau Rawah, ada 4 Dokter Umum, 1 Dokter Gigi, 36 Perawat, dan 27 Bidan.13 Puskesmas Danau Rawah yang dibangun mendekati sungai merupakan konsep Puskesmas yang melayani masyarakat yang waktu itu memang mayoritas menggunakan transportasi sungai, jika pada akhirnya ada jalan darat yang bisa dilewati walaupun dengan jalan berat dan berpasir itu merupakan perkembangan lain. Konsep Puskesmas Danau Rawah dibangun memang untuk melayani masyarakat yang dekat dengan jalur sungai. Di Kabupaten Kapuas mengalir satu sungai besar yang mengalir dari hulu sampai ke hilir dan bermuara ke Laut Jawa. Sungai Kapuas ini masih memiliki beberapa anak sungai salah satunya adalah Sungai Muroi. Karena jalur utama transportasi adalah sungai maka pada awalnya segala sarana penting seperti Puskesmas dibangun di mendekati sungai supaya mudah bagi masyarakat untuk mengaksesnya dan mendatangi lokasi tersebut jika sakit. Namun pada perkembangan selanjutnya transportasi darat mulai dibangun dengan menutup areal rawa dengan timbunan tanah dan pasir baru kemudian dibangun jalan dan bangunan di atasnya. Jika lokasi tersebut sulit untuk ditimbun tanah dan pasir maka dibuatlah jalan yang mengapung seperti jalan layang di atas rawa seperti jalan lingkar yang menghubungkan antara Kapuas dan Palangkaraya di beberapa titik dibuat jalan layang di atas rawa-rawa. 13 Kapuas Dalam Angka 2013 23 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Sungai Muroi merupakan anak Sungai Kapuas, menurut cerita salah seorang warga Dusun Pantar Kabali, di hulu sungai Muroi ini ada percabangan yang mengalir ke kiri adalah dihuni oleh orang-orang Kahayan dan yang mengalir ke kanan dihuni oleh orang-orang Dayak Kapuas. Menurut cerita warga yang lain bahasa Orang Kahayan lebih sulit dibandingkan Orang Kapuas. Orang Kahayan bisa berbahasa Kapuas namun orang Kapuas jarang yang bisa berbahasa seperti Orang Kahayan. Sungai Muroi merupakan anak Sungai Kapuas, meskipun begitu kapal atau perahu yang melintas di sungai ini ada beberapa jenis. Masyarakat menyebut kapal besar yang biasa untuk mengangkut minyak dan barang dagangan merupakan kapal barang. Kapal ini cukup besar dan bisa menampung banyak barang, kapal lain yang digunakan untuk mengangkut penumpang ada beberapa jenis. Kapal yang berukuran sedang dan bisa menampung 25 penumpang oleh warga masyarakat disebut taksi air. Di pelabuhan teluk batu ada beberapa taksi air yang berlabuh di situ. Mereka melayani jalur dari Pelabuhan Teluk Batu menuju ke daerah hulu seperti dusun di atas mulai dari Sungai Gita sampai Tanjung Jaya. Jenis perahu yang digunakan juga berbeda-beda ada jenis ketinting yaitu perahu kecil dengan ukuran yang lebih pendek namun bisa menempuh perjalanan air di permukaan sungai yang surut karena baling-baling mesin kapal bisa diatur naik dan turun. Jenis yang lain adalah perahu cess, masyarakat menggolongkan perahu cess adalah perahu yang memiliki mesin berkapasitas kecil dan daya tampung bahan bakar juga kecil, perahu cess ini sering dimanfaatkan untuk pergi ke lanting atau memancing ikan serta menuju tempat memantat karet. Perahu lain yang biasa digunakan untuk mengangkut barang yang lebih berat atau mengangkut orang yang lebih banyak adalah perahu donpeng. 24 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Perahu ini menggunakan mesin donfeng yang berbahan bakar solar dan bisa menampung bahan bakar lebih banyak dan kapasitas mesin lebih besar. Perahu ini bisa digunakan untuk mengangkut penumpang, hasil tambang seperti karet dan puya, atau juga digunakan oleh tukang sayur untuk mengangkut sayur. Ada perahu yang tidak menggunakan mesin dan hanya menggunakan dayung sebagai alat penggerak disebut oleh warga dengan jukung. Solar dan bensin menjadi bahan bakar utama untuk menjalankan kapal ini. Harga bahan bakar ini semakin ke hulu harganya semakin mahal dan semakin mendekati hilir dan mendekati depot pom pertamina harganya lebih murah. Sehingga harga bahan bakar di hilir dan hulu akan terpaut jauh. 2.1.2. Puskesmas Danau Rawah: Puskesmas Terpencil dan Terisolir Puskesmas Danau Rawah adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas yang terletak di Desa Danau Rawah Kecamatan Mantangai, wilayah kerja Puskesmas Danau Rawah terdiri dari dua desa yaitu Desa Danau Rawah dan Desa Tumbang Muroi. Luas wilayah kerjanya sekitar 1.000 km2 dengan jumlah penduduk 5.890 jiwa, 1.080 jiwa diantaranya tercatat sebagai masyarakat miskin (BPS, 2009). Ketika peneliti tinggal Dusun Karahau pada waktu itu air Sungai Muroi sedang surut namun ketika tinggal beberapa hari di sana dan turun hujan baru tampak naiknya permukaan air Sungai Muroi yang naik sampai 4 meter dari permukaan ketika surut. Di Daerah agak hilir seperti Tumbang Muroi merupakan salah satu desa di wilayah kerja Puskesmas Danau Rawah yang lebih sering terendam air bila musim hujan, karena pemukiman yang 25 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 memanjang di pertemuan arus Sungai Kapuas dan Sungai Muroi. Banjir selalu terjadi tiap tahun di saat gelontoran air hujan datang dari hulu Sungai Kapuas, tapi masyarakat selalu mengangapnya biasa aja. Desa Muroi Raya juga menjadi wilayah jangkauandari Puskesmas Danau Rawah karena sejarahnya dulu Pantar Kabali dan dusun di sekitarnya masuk wilayah Desa Danau Rawah. Baru ketika ada pemekaran desa Muroi Raya menjadi desa tersendiri namun masuk wilayah Puskesmas Danau Rawah. Untuk melengakapi fasilitas kesehatan di desa baru ini pada tahun 2012 pemerintah desa mengusulkan pembangunanPosyandu yang dananya menggunakan dana PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) . Gambar 2.1. Puskesmas Danau Rawah Sumber: Dokumentasi Peneliti 26 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Sungai Muroi merupakan sarana transportasi utama bagi dusun yang terletak di tepian sungai. Keberadaan Puskesmas Danau Rawah juga didesain menggunakan jalan sungai ini untuk mempermudah akses pelayanan bagi dusun yang menjadi jangkauan wilayahnya. Selain jalan sungai ada juga jalan darat yang bisa ditempuh dari Jalan yang tembus ke Jembatan Muroi arah ke Buntok atau Palangkaraya. Namun jalan darat menuju ke Puskesmas Danau Rawah ini tidak direkomendasikan karena jalan yang begitu berat. Walaupun mobil tertentu bisa masuk seperti mobil double gardan Ford Ranger namun untuk mobil lain akan kesulitan masuk dan bisa terperosok ke dalam kubangan lumpur yang dalam. Jalan masuk ke Puskesmas ini masih berupa jalan tanah dan jauhnya kurang lebih 37 km dengan kondisi jalan yang berlumpur, berpasir, dan kubangan yang berair. Jika dari Palangkaraya menuju Puskesmas Danau Rawah melalui jalan darat bisa menggunakan rute sebagai berikut: A. Palangkaraya Sampai Pelabuhan Teluk Batu Jarak antara Palangkaraya ke Teluk Batu sekitar 120 km. Jalan ini sudah beraspal dan halus sehingga mobil dapat melaju dengan lancar. Hanya di beberapa titik saja ada jalan berlubang dan satu area yang rawan karena banjir dan berkubang tanah. Namun masih dapat dilewati dengan pelan. Selama dalam perjalanan tampak di kanan kiri jalan ada area hutan yang sudah ditebang gundul dan berganti dengan tanaman sawit. Ketika mendekati Teluk Batu akan banyak berdiri warung di tepi jalan. Penumpang taksi bisa berhenti di salah satu warung, jika merasa haus atau lapar. Di bawah Jembatan Muroi inilah terdapat Pelabuhan Teluk Batu. 27 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 B. Teluk Batu ke Puskesmas Danau Rawah Jarak dari Teluk Batu ke Puskesmas Danau Rawah hanya 37 km namun jalannya belum beraspal masih berupa jalan tanah yang masih dilewati sungai kecil dan ada jembatan kayu darurat di atasnya. Ada beberapa kubangan yang cukup dalam dan jika pengemudi tidak memahami karakter jalan dan tidak tepat mengarahkan roda dan cara mengatur gas maka mobil bisa terperosok dalam kubangan lumpur yang lumayan dalam. Di tengah jalan antara Teluk Batu dan Puskesmas Danau Rawah, sering sekali taksi liar terperosok kubangan sehingga macet atau mobilnya rusak sehingga berhenti di tengah hutan. Seperti pengalaman peneliti, kami melihat ada sebuah mobil yang berhenti dan tampak sedang melepas roda belakangnya. Ternyata pengait per roda belakang patah sehingga untuk sementara mereka bergantung pada kuatnya tali tampar untuk menggantikan pengait per tersebut. Kami menduga mobil ini yang dimaksud penduduk Danau Rawah sebagai taksi dan kebetulan di salah satu penumpang itu ada Dokter Puskesmas yakni Dokter Hasrul dan Pak Kades Danau Rawah. Kami mengikuti mobil ini di belakangnya, namun karena sang sopir taksi sudah menguasai medan sehingga dia dengan cepat meninggalkan kami dan kami kehilangan jejak. Puskesmas Danau Rawah terdapat di Desa Danau Rawah dan bisa dikunjungi melalui dua jalur yaitu jalur sungai dan jalur darat. Jalur darat lebih berat dan biasanya memakan waktu lebih lama dan lebih mahal dibandingkan menggunakan transportasi air. Sulit dan beratnya akses jalan darat menuju Puskesmas Danau Rawah ini membuat warga masyarakat khususnya di wilayah Muroi Raya lebih memilih berobat ke tempat yang lebih dekat dari dusun mereka seperti ke Timpah atau ke Rumah Sakit 28 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah di Palangkaraya. Puskesmas untuk memberikan pelayanan yang lebih baik mereka mengadakan program Puskesmas Keliling. Program ini bertujuan untuk mendekatkan warga ke sarana fasilitas kesehatan juga sebagai sarana promosi kesehatan. Gambar 2.2. Jalan Darat Menuju Puskesmas Danau Rawah Sumber: Dokumentasi Peneliti Melihat kenyataan bahwa banyak warga yang berobat ke Timpah atau Palangkaraya selain Puskesmas Keliling untuk lebih memperbaiki pelayanan khususnya untuk mendekatkan warga kepada sarana fasilitas kesehatan dokter Puskesmas membuka tempat praktek di Bukit Batu. Menurut Staf Puskesmas Dokter Richard yang membuka praktek di lokasi tersebut. Namun sangat disayangkan usaha yang sudah dirintis dokter Richard ini tidak bertahan lama karena dokter harus pindah tugas ke lokasi lain sehingga lokasi praktek ini akhirnya kosong kembali dan pola provider kesehatan kembali seperti sedia kala. 29 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 2.1.3. Gambaran Sekilas Masyarakat Desa Danau Rawah yang Tinggal di Dekat Puskesmas Dusun Danau Rawah sendiri kondisi lingkungan dan masyarakatnya juga tidak begitu jauh kondisinya dengan dusun di hulu seperti Pantar Kabali sampai Tanjung Jaya. Beberapa penduduk di Danau Rawah juga mengandalkan karet dan penambangan emas sebagai mata pencaharian utama mereka. Setiap pagi para pemantat karet sudah berjalan ke hutan. Masyarakat sekitar yang berprofesi sebagai pemantat karet ini sudah bangun dan masuk kebun karet jam 5 pagi. Di tepi jalan menuju hutan banyak tanaman Tabat Barito dan Pasak Bumi. Tabat barito berguna agar tubuh itu kokoh. Pasak Bumi juga banyak manfaatnya khususnya untuk menguatkan stamina tubuh. Selain itu ada tanaman di sekitar tepi jalan sejenis “mesisin” yang bisa untuk obat kencing manis menurut keterangan salah seorang pegawai Puskesmas yang bertugas sebagai analis. Perjalanan menyusuri jalan desa menuju jembatan yang biasa digunakan untuk lalu lintas sungai dari Puskesmas bisa ditempuh dengan berjalan kaki kira-kira 15 menit dan jika air sungai sedang surut, akan tampak kapal-kapal yang seolah tertambat di bawah rumah. Masing-masing kapal ada plat nomornya, plat hitam untuk milik pribadi sedangkan plat kuning untuk taksi air. Karet hasil sadapan biasanya diletakkan di bawah rumah berupa kotak-kotak yang masih baru biasanya berwarna kuning dan yang sudah lama biasanya berwarna hitam. Jalan yang terbuat dari kayu tampak memanjang menuju tepian sungai yang terbuat dari kayu Ulin atau Kayu Besi. Biaya carter kapal dari Teluk Batu ke Puskesmas Danau Rawah bisa mencapai Rp. 1.000.000,- sampai Rp. 2.000.000,- , namun kalau menggunakan 30 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah taksi air hanya Rp. 60.000,- per orang. Akses jalan air ke Kapuas juga bisa melalui jalur sungai ini. Di Danau Rawah ada 1 Masjid Besar di tengah dusun dekat Puskesmas dan ada 1 Gereja Kristen Evangelis yang dilengkapi 1 Pastory tempat tinggal pendeta. Kedua tempat ibadah ini menandakan bahwa di tempat ini ada dua penganut Agama Kristen dan Islam. Kehidupan keberagamaan mereka damai dan tidak pernah ada perselisihan di antara dua penganut yang berbeda. Gambar 2.3. Hasil Karet yang Disimpan di Bawah Kolong Rumah Sumber: Dokumentasi Peneliti Menangkap ikan dengan jaring dan pancing juga masih dilakukan warga Danau Rawah. Ikan yang didapatkan antara lain Ikan Sapat dan sebagian kecil ada Ikan Gabus dan Ikan Lele. Dalam memancing ikan selain membawa alat penangkap ikan warga juga membawa mandau yang melingkar di pinggangnya untuk keperluan menebas kayu dan perlindungan diri jika ada binatang buas. 31 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Jamban dan Kamar Mandi Beberapa penduduk di Danau Rawah kebanyakan sudah memiliki kamar mandi seadanya namun belum tentu punya jamban. Jamban di tepi sungai kebanyakan dibuat terapung dan jika surut jamban tersebut mengikuti permukaan air. Untuk jamban yang ada di perkampungan yang tidak berada di tepi sungai namun berada di sekitar Puskesmas beberapa jamban sudah tertutup dan diberi septic tank. Meskipun ada juga rumah yang belum memiliki jamban. Aktivitas Puskesmas Danau Rawah Sebelum Puskesmas buka sudah ada pasien yang berobat dan langsung masuk di ruang Mes Dokter Puskesmas dan Staf Analisis. Waktu itu peneliti sedang menginap di Mes ini. Kali ini yang sakit adalah anak-anak dan tetap dilayani oleh Dokter. Setelah diperiksa dan dinasehati jangan dulu jajan sembarangan dan minum es juga jangan minum air yang tidak dimasak. Kemudian diberi resep oleh Dokter. Setelah itu Dokter Hasrul menuju Puskesmas dan di sana juga sudah ada pasien ibu yang kakinya sakit. Dokter, Bidan, dan beberapa staf Puskesmas langsung menolong. Aktivitas Puskesmas ini paling banyak dikunjungi pasien pagi hari sebelum aktivitas mereka bekerja. Antara jam 8 pagi sampai jam 11 siang setelah itu pasien sepi dan pasien yang berobat ke Puskesmas ini juga tidak banyak. Karena kebiasaan masyarakat yang tidak pernah meminum air yang direbus maka banyak yang terkena diare, selain itu menurut keterangan petugas Puskesmas memang kendala utama di sini adalah akses jalan darat desa. Dokter dan Bidan pernah mengalami kejadian yang kurang menyenangkan. Ketika mau pergi ke Teluk Batu selama perjalanan mengalami terperosok kubangan lumpur sebanyak 5 kali dan pecah ban satu 32 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah kali. Selain itu Bu Bidan dan Dokter menceritakan bahwa di sini anak perempuan yang menikah antara usia 12-14 tahun juga banyak. Banyak juga yang baru menstruasi pertama kali terus menikah. Rata-rata pernikahan dengan suaminya tidak terpaut jauh. Para laki-laki di sini banyak yang kerja menambang emas. Dampak dari pernikahan muda ini banyak kasus di kehamilan pertama mengalami keguguran. Karena kandungan yang belum kuat. Di Danau Rawah dan Muroi Raya masih banyak Bidan Kampung yang beroperasi namun mereka sekarang menjadi binaan dan patner dari Bidan Mantri sehingga dalam praktek melayani selalu didampingi Bidan Mantri dan diberi pengarahan hal-hal mana yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dalam hal kesehatan. Banyaknya kasus pernikahan dini di Danau Rawah maupun Muroi Raya banyak sekali kasus keguguran pada kehamilan pertama dan harus dikiret (dibersihkan janin yang meninggal di dalam). Di Danau Rawah juga ada kasus anak muda bunuh diri. Tapi kurang ada yang tahu apa penyebabnya. Pemicu pernikahan dini juga disebabkan karena kebiasaan generasi yang terdahulu juga menikah dini, jika ada wanita yang menikah di atas 20 tahun sudah dikatakan “perawan lapuk” (gadis yang tidak laku). Contohnya Bu Bidan dulu waktu pertama kali bertugas di sini usianya lebih dari 20 tahun dan belum menikah, sempat juga dikatakan perawan lapuk oleh ibu-ibu di sini. Namun Bu Bidan sempat jadi rebutan antar pemuda yang sudah matang bahkan termasuk para petugas di Danau Rawah. Jika mereka tidak disetujui orang tua mereka akan kawin lari. Bidan Mantri dan Bidan Kampung Ada beberapa daerah di hulu sana yang masih menolak menjadi patner Bidan Mantri. Bidan Kampung ini masih beroperasi dan juga dukun pengobat masih banyak. Kebanyakan 33 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 setelah diobati oleh Si Dukun ini banyak pasien disuruh puasa dulu sehari semalam atau 3 hari 3 malam. Untuk beberapa kasus seperti disentri atau diare jika kekurangan cairan sementara pasien disuruh berpuasa akan bisa berakibat fatal dan bisa terjadi kematian. Pernah ada kasus bayi yang sungsang mendekati kelahiran, pada awalnya ditangani oleh Bu Bidan namun Si Ibu juga memeriksakan diri ke Bidan Kampung dan menurut Bidan Kampung hal tersebut bisa diatasi dengan dipijit maka dipijitlah ibu itu. Ketika terjadi pendarahan hebat barulah Bidan Mantri dipanggil. Tadinya Bidan Mantri sudah curiga dengan perubahan letak bayi di kandungan ditambah pendarahan ini pasti sudah ditangani Bidan Kampung dan akhirnya ibu tersebut meninggal. Hal lain yang kurang menguntungkan bagi Bidan Mantri adalah hal-hal ketika dikaitkan dengan roh yang menemani pasien. Ada roh baik dan jahat. Ketika selesai periksa di Bidan Mantri dan diberi obat saat itu juga efek obatnya belum bekerja dan pasien merasa tidak ada dampaknya lalu pindah ke Bidan Kampung atau Dukun dan disana diberi mantra dan dikirim roh baik maka ketika pulang dan efek obat dari Bidan Mantri bekerja dan pasien merasa lebih enak atau sembuh yang menyembuhkan menurut pasien adalah Bidan Kampung tersebut namun kalau terjadi kesakitan atau hal yang semakin buruk yang disalahkan kebanyakan Bidan Mantri. Akses yang Sulit dan Jarak yang Jauh ke Lokasi Rujukan Pasien di Danau Rawah jarang ada yang mau dirujuk. Permasalahan utama karena jarak dan biaya. Lebih utamanya adalah biaya transportasi. Jika menggunakan transport darat jalannya juga sangat susah jika menggunakan kapal menuju ke pelabuhan juga jauh dan susah jika air sedang surut. Maka upaya apapun sebisa mungkin dilakukan di sini termasuk operasi ringan. 34 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Jika Dokter Hasrul memberikan rekomendasi untuk merujuk kemudian reaksi wajah pasien tampak langsung sedih sehingga upaya apapun sebisa mungkin dilakukan di Puskesmas ini dan memang sudah tidak bisa lagi dilakukan di sini baru dirujuk. Sehingga kadang Puskesmas ini menangani seperti rumah sakit. Meskipun gratis namun untuk transportasi biayanya lebih mahal dari obat dan periksanya. 2.1.4. Sejarah Dusun Pantar Kabali Cerita sejarah dusun di Pantar Kabali lebih banyak dari mulut ke mulut. Masyarakat Pantar Kabali lebih mengenal budaya tutur daripada budaya tulis. Mereka lebih senang mendengarkan orang berbicara dan bercerita daripada membaca. Seperti sejarah dusun mereka diceritakan oleh orang tuanya dulu atau orang-orang yang lebih tua. Namun ada juga generasi muda yang sekarang ini kurang mengenal sejarah dusun mereka. Seperti yang diceritakan para informan berikut yang umumnya usianya sudah di atas 40 tahun. “Dulu sejarahnya tahun 1950 belum ada yang tinggal di dekat sungai, semua tinggal di kebun karet. Ada Sungai Binjai, Sungai Pantar, Sungai Gayo. Pada tahun 1968-69 datanglah pengusaha namanya Pancaniaga. Pancaniaga ini bekerjasama dengan TNI Batalyon 631 datang ke sini membuka usaha di Bidang Perkayuan Agatis. Agatis juga disebut Pilau kata orang pada waktu itu ada satu orang yang namanya sekarang masih hidup namanya Jalak Sandan. Busra Saman, Bidin Salu, dll ini berembug semuanya bertujuh akan membuat perkampungan di sini walau rumah kita di atas sana. Mulailah mereka membangun pada tahun 1969 karena sudah ada Sungai Pantar bikinlah nama kampung ini menjadi Pantar 35 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Kabali. Ditetapkannya nama pantar Kabali adalah bulan Juli Tahun 1969.Pertama berdiri Pantar Kabali ini adalah dukuh kemudian jadi dusun lalu kampung baru kemudian desa.” Menurut informan tersebut pertama kali warga dusun di Pantar Kabali tinggal di kebun karet. Kebun karet milik rakyat ini sudah ada lebih dulu dibanding perusahaan Kayu Agatis yang dibangun Pancaniaga dan Batalyon TNI 631. Lahirnya kampung ini banyak warga yang kurang tahu persis. Mereka banyak yang mengingat dulunya tinggal di kebun karet di atas sana kemudian pindah turun ke dusun ini. Seperti yang diceritakan Pak J ini: “Karena lahirnya kampung ini Tahun 72 memang asal semula di atas sana di kebun sana di atas kebun-kebun di ujung Sungai Pantar aja lewat sini langsung Palangka jalan tembus. Namun sekarang nggak ada lagi yang tinggal di sana, nggak ada lagi tinggal bekas-bekasnya saja, semua turun ke sini. Semua merapat ke sungai dulu sumber airnya ada di tanjakan sana tempat orang nambat kelothok. Dulunya di belakang sekolah itu danau kalau di sini (rumahnya Pak J) air saja. Lama kelamaan danau itu mengering. Generasi sekarang adalah generasi ke 12 sudah tidak tahu lagi generasi sekarang tidak tahu lagi sejarah-sejarahnya.” Pemberian nama Pantar Kabali juga masing-masing pencerita memiliki cerita yang berbeda-beda. Dalam kisah mereka ada dua kata penting yang memiliki makna berbeda yaitu “pantar” dan “kabali”. Pak J menceritakan asal usul nama Dusun Pantar Kabali sebagai berikut: “Diberi nama Pantar Kabali ini yang pertama menerobos ke sini Cuma orang 6 sekeluarga. Kabali itu satu kwali 36 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah atau kuantan untuk masak itu satu rumpun keluarga, lalu dipecah-pecah sampai sekarang.” Versi cerita lain tentang sejarah dusun ini diceritakan oleh Pak UBS, asal usul Pantar Kabali itu dari kata “pantar” itu kayu tegak yang ditancapkan. Dulu ketika dusun ini masih sepi dan hanya ditinggali beberapa kepala keluarga saja ada yang menancapkan kayu yang tegak berupa tiang, yang di atasnya diletakkan “kabali” atau kwali. Kabali juga bisa diartikan keluarga sehingga Pantar Kabali adalah tiang keluarga. Semua cerita benar menurut versi mereka karena cerita itulah yang mereka dengar dari leluhurnya dan itulah yang mereka tangkap. Dari cerita mereka ada beberapa kesamaan yang bisa dijadikan pedoman sejarah dusun bahwa dulunya nenek moyang mereka tinggal di Kebun Karet yang letaknya di atas dusun yang sekarang dan ketika ada pengusaha masuk seperti Pancaniaga yang dibantu Batalyon TNI mereka baru pindah ke dusun yang sekarang. Keenam atau Ketujuh leluhur mereka ini tinggal menetap di dusun ini kemudian anak-anak mereka menikah antara satu dengan keluarga yang lain sehingga diantara mereka terjadi hubungan kekerabatan dan mereka akhirnya menjadi satu saudara. Dusun Pantar Kabali adalah sebuah dusun yang masuk wilayah Desa Danau Rawah namun pada tahun 2012 pemerintah mengeluarkan Perda No 6. Tahun 2012 tentang Pembentukan 61 desa di 12 Kecamatan Kabupaten Kapuas. Perda tersebut menyebutkan di pasal 39 tentang pembentukan Desa Sei Gita. Sei Gita ini sebelumnya dusun yang masuk wilayah Muroi namun berdasarkan Perda No.6 Tahun 2012 ini Sei Gita akhirnya menjadi desa dengan luas wilayah 31,597 Ha dimana sebelah Utara dan Timur berbatasan langsung dengan Desa Muroi Raya. 37 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Dusun Tapian Karahau pada mulanya merupakan dusun bagian dari Muroi Raya namun pada perkembangan terakhir dusun ini akan dimasukkan wilayah Desa Sei Gita, sementara penduduk Tapian Karahau telah membuat kesepakatan yang ditanda tangani bersama bahwa mereka tidak mau masuk wilayah Sei Gita tapi ingin tetap menjadi bagian dari Muroi Raya. Hal ini masih menjadi konflik khususnya di tingkat elit sebab masyarakat telah mengangkat Kepala Dusun (Kadus) baru, walaupunKadus yang lama tidak mau lengser. Hal yang menjadi kendala, karenaKadus yang lama domisilinya ada di Palangkaraya dan menyetujui bahwa Dusun Tapian Karahau dimasukkan dalam wilayah Sungai Gita. Sementara warga yang sudah mengangkat Kadus baru tetap ingin mereka berada di wilayah Muroi Raya mengingat sejarah dan hubungan masa lalu dengan warga Pantar Kabali. Salah seorang tokoh masyarakat menyebutkan bahwa rencananya Muroi Raya ini akan menjadi Kecamatan dan Tanjung Jaya akan menjadi desa sendiri, berikut perkataan tokoh masyarakat tersebut: “Tahun 2015 akan ditetapkan jadi kecamatan. Oleh Pak Teras Narang sudah ditetapkan jadi Kecamatan Muroi Raya. Ada pemekaran Teluk Batu, Gawing, ada lagi pemekaran di Lahei yang di buntok sana. Di Mantangai ini ada 49 desa maka bisa dimekarkan jadi 3 kecamatan. Kecamatan Mantangai, Kecamatan Lamunti, kecamatan Muroi Raya.” Jika apa yang dikatakan informan ini memang benar demikian bahwa Muroi Raya akan berkembang menjadi kecamatan lalu bagaimana status dusun yang sampai saat penelitian ini ditulis belum ada kejelasan statusnya. Sementara 38 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Balai Desa yang selesai dibangun petugasnya tidak ada dan data pendukung seperti monografi desa dan batas wilayah juga belum selesai dibuat. Balai Desa hanya sebuah bangunan kosong yang tidak ada aktivitas. Kemudian jika berkembang menjadi kecamatan apakah sudah siap perangkatnya. Selesai pembangunan Balai Desa dan Tidak ada aktivitas di sana kemudian menjadi pertanyaan kembali, konsep balai desa seperti apakah yang sesuai untuk Desa Pantar Kabali yang masyarakatnya beraktifitas di luar desa seperti kepala desanya tinggal di Mantangai, Sekretaris Desanya hanya seminggu sekali ke Pantar Kabali dengan pekerjaan utamanya sebagai pedagang dari Kapuas ke Pantar. 2.1.5. Sejarah Dusun Tapian Karahau Menurut cerita Mantir Adat Kaharingan, nama desa ini Karahau karena dulu memang di dusun ini banyak ditinggali Karahau yang dalam Bahasa Indonesia artinya adalah kijang. Areal dusun ini awalnya adalah hutan dan ada beberapa penduduk yang hidup dari memantat getah karet. Para penyadab karet ini akhirnya menetap di dekat Sungai Muroi dan membuat pemukiman akhirnya karena bertambah banyak akhirnya menjadi perkampungan. Para leluhur yang pertama kali menetap di dusun ini adalah penganut Kaharingan setelah itu baru Kristen dan Islam masuk dusun ini sehingga ada 3 penganut agama di Dusun Karahau ini. Di Dusun ini ada 1 bangunan gereja dan 1 bangunan sekolah SD. Di sini hanya ada SD sehingga bagi mereka yang akan meneruskan ke SMP mereka akan ke Mantangai, Kapuas, atau Palangkaraya asal di daerah itu mereka punya saudara. Sehingga mereka akan menitipkan anak itu ke saudaranya. Di SD 39 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 ini ada 3 ruang, kelas 1 dan 2 dijadikan satu kelas, 3 dan 4 jadi satu kelas, serta 5 dan 6 jadi 1 kelas. Namun karena sekarang guru honorernya cuma 1 orang kadang jika pelajaran umum yang memungkinkan dijadikan 1 kelas. Dulu ada guru-guru PNS di sekolah ini namun di sini hanya menunggu SK keluar saja setelah SK Keluar kemudian mereka mencari-cari alasan untuk pindah dari dusun ini, entah alasannya tidak ada sinyal, tidak ada WC atau tidak ada rumah untuk guru yang layak. Gaji guru honorer di sekolah ini Rp. 300.000,- per bulan. Kepala sekolah hanya sebulan sekali berkunjung ke sekolah ini. Ada perumahan guru di dusun ini namun perumahan itu sudah rusak dan tidak layak huni. SD ini rencana akan ada penambahan guru PNS namun jika bangunan untuk rumah guru tidak layak akan tinggal dimana guru tersebut. Mantir Adat mengatakan sebaiknya perumahan untuk guru itu diperbaiki dulu baru ditambah gurunya untuk mengajar di SD Tapian Karahau ini. Bukti bahwa dulunya di dusun ini banyak kijangnya salah satunya di rumah warga ada tulang kepala Kijang yang bertanduk. Kepala Kijang ini dulunya laki-laki karena tampak banyaknya tanduk yang ada di kepalanya. Menurut Pak Neon di Dusun ini dulu banyak Karahau (Kijang) yang tingginya 2 meter maka dinamailah dusun ini “Tepian Karahau” di hutan sekarang juga masih ada Karahaunya meskipun sudah tidak sebanyak dulu. Pak Neon sendiri juga termasuk pendatang dia sudah 20 tahunan menetap di Dusun Karahau ini. Selain Karahau di hutan juga masih banyak binatang buasnya seperti beruang, babi hutan, dan ular. Ular Sawa dan kobra sering terlihat melintas di jalan setapak di tengah hutan. Pak Neon pernah melihat ular kobra dan sawa berkelahi. Di darat ular kobra menang karena patukan bisanya yang mematikan namun jika di air ular kobra ini kalah karena lilitan ulat sawa bisa mematahkan tulang. Pak Neon pernah 40 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah berburu di hutan naik sepeda dan membawa senapan angin di tengah jalan melihat ular sawa yang besar sekali kemudian dia tembak kepalanya tapi tidak mempan malah sepedanya dikejar dan dia mengayuh sepeda sangat kencang sehingga tidak terkejar oleh ular itu. Besok siangnya ada warga yang membawa sekawanan anjing masuk hutan dan mengejar dan menggigit binatang dikira babi hutan ternyata ular sawa yang sudah mati sepanjang 6 meter, kemungkinan ular yang ditembak Pak Neon kemarin. 2.1.6. Perkembangan Desa Muroi Raya Dari cerita informan di atas bahwa Desa Muroi Raya mengalami perkembangan dari awalnya mereka tinggal di sekitar hutan karet kemudian berkembang menambah dusun karena mendekati sumber areal lahan penambangan emas kemudian muncul pertanyaan, seandainya emas habis ditambang masyarakat akan kembali ke karet ataukah bermigrasi mencari pekerjaan baru. Dengan isu baru bahwa Desa Muroi Raya akan berkembang menjadi kecamatan kira-kira akan seperti apakah bentuk dan struktur desa ke depannya? Salah seorang warga menceritakan ada perubahan pada lebar dan kedalaman Sungai Muroi. Awalnya Sungai Muroi kecil namun dalam dan ditandai dengan adanya buaya di Sungai itu. Namun sejak maraknya penambangan emas di Sungai Muroi ini air sungai menjadi tercemar dan suara mesin lanting menakuti buaya itu sehingga buaya ini bermigrasi ke tempat yang lebih tenang. Perkembangan desa tampak dari cerita para warga yang sudah lama menetap di dusun ini mereka menceritakan kisah dimana perbedaan keadaan dusun waktu mereka pertama kali 41 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 tinggal di dusun ini atau ketika masa kecil mereka tinggal di sini kemudian membandingkan dengan keadaan saat ini. Sepuluh tahun yang lalu sebelum Truk dan Ranger masuk, Bapak Hengki berjualan barang dagangan menggunakan perahu ke Kapuas, 2 Minggu sekali dia ke Kapuas. Namun setelah banyak Ford Ranger masuk membawa barang dagangan Pak Hengky hanya tinggal di rumah menjaga warungnya. Tiap hari pasaran, yakni Jumat malam, pulsa dengan nominal 10.000 bisa laku 100 biji dan yang 25.000 bisa laku 50 biji. Laba per pasaran untuk pulsa saja bisa Rp.300.000,- lumayan bisa buat beli beras katanya. Sepuluh tahun yang lalu pula penduduk Pantar Kabali ini masih menanam padi dan ketela setelah mereka bekerja puya14, semuanya tidak lagi menanam padi dan memilih beli dari pedagang. Pak Hengky satu-satunya warga yang memiliki alat penangkap sinyal di rumahnya. Dia membeli alat penangkap sinyal di rumahnya ini harganya Rp. 7.000.000,- dan dulu semua penduduk telepon di sini dan semua membeli pulsa di sini. Kalau di warung lain pulsa yang Rp. 10.000,- itu ada yang menjual Rp. 15.000 sampai Rp. 20.000,-. Pak Hengki dulu juga membeli handphone satelit seharga Rp. 7.500.000,-, penggunaannya boros sekali, sekali berbicara habis Rp. 25.000,Berbeda lagi dengan kondisi di Dusun Tanjung Jaya. Jika dari Pantar Kabali hendak menuju ke Dusun Tanjung Jaya biasanya menunggu taksi air munculnya dari Pelabuhan Teluk Batu sekitar jam 13.00 WIB. Namun perjalanan menuju Tanjung Jaya atau warga setempat lebih akrab menyebutnya Dusun Bereng Garong karena dusun itu dulunya Garong sebelum diubah menjadi Tanjung Jaya, tidak semulus yang direncanakan kadang 14 Pasir yang mengandung 12 unsur logam di dalamnya. 42 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah kalau air sungai surut kapal bisa mogok di tengah jalan menuju Dusun Bereng Garong. Jika taksi tersebut sempat mogok maka harus pindah ke taksi lain. Perjalanan kurang lebih selama 2 jam. Sesampainya di Garong suasana tidak jauh beda dengan Pantar Kabali di pintu masuk disambut dengan dermaga dari kayu ulin tempat bersandar beberapa kapal. Di situ juga ada jamban apung yang bisa digunakan oleh siapa saja untuk kencing atau BAB (Buang Air Besar). Di tanjakan masuk dusun di kanan kiri penuh dengan buangan sampah. Ketika memasuki dusun, tampak ada penjual warung yang menyediakan kebutuhan sehari-hari dan tampak ada toko namun berdinding kayu yang menjual kebutuhan para penambang puya seperti mesin penyedot, selang, genset, dan lain lain. Tampak para pedagang lain sedang memasang terpal untuk menggelar dagangannya karena di sini pasarnya 2 hari Sabtu Malam dan Minggu Malam. Pengalaman menentukan bahwa paling ramai di Minggu Malam karena Sabtu Malam para pedagang sebagian masih di Dusun Bukit Keramat dan hanya sebagian saja di Bereng Garong . Tamu yang pertama kali ke sini akan diarahkan ke rumah Pak Kadus namanya Pak Rika, tamu yang berkunjung ke rumah ini disambut baik dan dijamu dengan minuman teh. Bereng Garong ini mayoritas penduduknya menambang puya. Dulu sebelum menjadi dusun tempat ini namanya Garong dimana ada pemukiman sementara orang bekerja. Namun lama kelamaan banyak orang mendirikan pemukiman dan karena wilayah ini masuk wilayah Muroi dan Dusun ini diubah namanya jadi “Tanjung Jaya”. Digantinya nama dusun ini karena Garong terkesan negatif sehingga diubah jadi Tanjung Jaya. Dulu memang dusun ini banyak perkelahian berebut lokasi 43 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 penambangan sampai bunuh-bunuhan. Semenjak ada keamanan seperti Brimob kemudian lokasi ini menjadi tempat yang aman. Dari Dusun Tanjung Jaya ada jalan tembus yang langsung menuju Palangkaraya namanya jalan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang sebelumnya jalan perusahaan kayu. Jalan ini hanya bisa dilalui truk dan Ford Ranger. Warga sedang swadaya membangun sekolah dan sedang mempersiapkan balai pengobatan masyarakat. Di sini ada Mantri dari Mandomai yang sudah pensiun sering datang ke dusun ini sebulan sekali. Arsyad sebagai Mantri Danau Rawah meminta maaf pada Pak Kadus karena sebenarnya wilayah ini adalah tanggung jawab dia namun karena jika bawa obat sampai di Pantar Habis sehingga tidak jadi sampai Garong. Jika Balai Pengobatan Masyarakat jadi Arsyad akan menyanggupi untuk datang ke Dusun ini 2 minggu sekali. Pak Rk termasuk juragan atau bos “puya”. Dia punya 25 lanting, Banyak yang ingin kerjasama dengan dia. Kemarin baru saja ada tamu dari Australia ingin kerjasama “puya” ini. Tanjung Jaya ini sedang banyak orang luar ingin masuk baik perusahaan “puya” atau yang baru-baru ini ada TBI (Sebuah Lembaga Kehutanan) yang akan menjadikan wilayah hutan dari Mantangai sampai Tanjung Jaya untuk dijadikan area hutan lindung. Pak Rk kurang sependapat karena area mereka menerjang area hutan adat milik penduduk. Hal ini menimbulkan konflik tentang batas wilayah. Kayu hutan sempat menjadi komoditas masyarakat. Dulu masyarakat mengambil kayu hutan untuk dijual. Tapi ketika ada kebijakan pemerintah melarang, masyarakat tidak berani. Mereka kemudian beralih ke penambangan emas. Pola masyarakat dalam memenuhi kebutuhan ekonomi berpusat pada beberapa sumber daya yang bisa mereka serap. Pada awalnya mereka menggantungkan hasil ekonomi dari karet, kemudian 44 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah ketika karet dirasa harganya turun dan tidak bisa lagi mencukupi kebutuhan mereka mereka beralih ke penjualan kayu hutan dan hasil hutan, kemudian ketika hal ini dilarang dan merupakan kegiatan ilegal mereka beralih ke emas. Ketika emas yang awalnya dahulu berupa bongkahan, kemudian kerikil, dan beberapa akhir ini berupa butiran pasir menunjukkan bahwa emas mulai langka dan akan habis kemudian masyarakat beralih ke “puya”. Penjelasan tentang “puya”merupakan limbah emas ini dulunya tidak dihargai oleh masyarakat namun setelah mereka tahu “puya” atau sirkon ini ada harganya mereka beralih menambang sirkon. Dari pola ini masyarakat Muroi Raya untuk memenuhi kebutuhan mereka tampak bahwa mereka memanfaatkan sumber alam yang bisa dimanfaatkan dan jika sumber atau tempat tersebut tidak menghasilkan lagi atau mulai habis mereka beralih ke sumber daya lain atau pindah lokasi lain. Ketika Sirkon ini mulai menipis mereka akan beralih kembali ke karet atau menanam tanaman baru yang kemungkinan akan ada hasilnya yaitu sawit. Mengingat buah sawit bisa dimanfaatkan untuk bahan baku biosolar. Sementara negara butuh energi terbarukan pengganti bahan bakar fosil dan yang paling memungkinkan untuk Indonesia adalah biosolar dan sawit ini punya harapan untuk menjadi sumber daya baru untuk menjadi sumber ekonomi utama warga di Muroi Raya mengingat tanah yang cocok untuk ditanami sawit. Beberapa daerah sudah mulai membuka hutan untuk ditanami tanaman sawit. Namun selama ini tanaman yang ada di Muroi kurang dimanfaatkan maksimal karena tidak ada perusahaan dan tidak ada akses jalan darat yang memadai. “Per gr 400 kalau di timpah bebas. Kalau dulu harga puya mahal sampai 10 ribu per kilonya emas ini 4 sampai 4,5 45 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 minyak gas satu drumnya 2 juta solar 17,5 setahun ini susahnya masyarakat . Getah ini yang turunnya sangat di sini lahannya ada 2 km jauhnya dari dusun. Banyak tanah kosong oleh tidak ditanami getah karena tanahnya seperti ini pasir. Getah tidak bisa tumbuh, kalau sawit bagus. Tapi Sawit ndak ada di sini karet aja karena di sini jalannya nggak ada karena kalau ada jalan lintas enak aja nanamnya”. Di beberapa daerah atau wilayah tanahnya berbeda sehingga tidak semua tanah di dusun ini bisa ditanami karet, menurut informan tanah yang bagus ditanami karet adalah yang berwarna coklat yang agak berpasir bagusnya ditanami sawit. Menurut mereka buah-buah sawit di sini hanya dimakan anjinganjing. 2.1.6.1. Mobilitas Penduduk, Komunikasi Sarana Transportasi dan Sarana transportasi darat menuju Desa Muroi Raya hanya bisa ditempuh sampai di Pelabuhan Teluk Batu. Sarana transportasi yang digunakan biasanya taksi. Taksi ini ada yang memiliki pangkalan dan ada yang jalan sendiri. Penduduk Muroi Raya menyebut taksi yang jalan sendiri-sendiri itu sebagai “Taksi Liar”. Untuk menggunakan taksi ini harus kontak dulu dengan sopir atau perusahaan travel. Armada yang digunakan taksi ini rata-rata mobil Kijang Inova, Toyota Avanza, dan Kijang Krista, taksi yang bisa sampai Muroi Raya dari Palangkaraya hanya Senin dan Kamis. Sementara untuk sarana transportasi air, Pelabuhan Teluk Batu menjadi tempat transit bagi warga yang ingin melanjutkan perjalanan ke Dusun di hulu sungai. Ada calo di Pelabuhan Teluk Batu ini yang menjembatani antara pemilik kapal dan 46 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah penumpang. Perjalanan melewati sungai ini bisa menggunakan perahu yang disebut taksi air atau ketinting (perahu yang lebih kecil namun lebih lincah di permukaan air yang dangkal). Untuk mengangkut hasil puya dan mengangkut barang dagangan ada truk dan mobil double gardan yang menyerupai truk mini yaitu ford ranger yang biasa digunakan warga untuk mengangkut barang dagangan ataupun puya yang bisa masuk ke dusun karena jalan desa bekas perusahaan yang rusak karena berlubang. Komunikasi Untuk sarana komunikasi dengan dunia di luar dusun mereka menggunakan antene outdoor untuk handphone dengan perpanjangan kabel antara 20-35 meter. Ini saja hanya handphone tertentu yang bisa menangkap sinyal yaitu handphone buatan Cina. Kalau warga dusun biasanya menyarankan untuk mengeset pilihan jaringan di handphone untuk program manual agar handphone dapat digunakan. Namun sinyal ini juga tergantung dengan menara tower Telkomsel terdekat yang terletak di Teluk Batu, Jika sedang ada gangguan maka warga tidak bisa menerima jaringan. Selain itu untuk melihat televisi mereka membutuhkan antene parabola dan beberapa warga juga berlangganan TV kabel. Hanya saja televisi ini biasanya hanya mereka nyalakan pada sore sampai malam hari karena listrik masih menggantungkan pada mesin genset yang hanya mereka nyalakan antara pukul 18.00-22.00 WIB. 47 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 2.1.6.2. Permasalahan Sosial di Desa a. Kurangnya Perhatian Pada Dunia Pendidikan Permasalahan sosial yang dihadapi warga seperti yang dirasakan tokoh masyarakat seperti Kepala Sekolah SD antara lain adalah kurang perhatian pada dunia pendidikan. Khususnya karena dibutakan dengan uang. Ini bagaimana orang tua mendidik anak agar jangan dimanjakan dengan uang. Di desa ini masih ada anak diajak kerja oleh orang tua mereka dan justru anak sendiri yang disuruh menjual hasil kerja tersebut seperti puya dan emas. Kemudian hal ini mengakibatkan anak mempunyai pemikiran bahwa mereka tanpa sekolah sudah bisa kerja dan sudah bisa menghasilkan uang. Sehingga menganggap sekolah menjadi tidak penting lagi. Anak bisa membantu orang tua tapi hal demikian sebaiknya jangan dilakukan. Beberapa warga juga sering mengeluhkan jarangnya guru masuk untuk mengajar. Kadang ada guru yang mengajar hanya seminggu sekali. SMP ada bangunannya namun muridnya tidak ada dan tidak ada aktifitas belajar mengajar di SMP itu. Beberapa guru honorer menjadi malas mengajar juga disebabkan karena ada potongan pada gajinya. “Semuanya honorer. Dulu ada guru PNS tapi tidak betah tinggal di sini. Tege masalah dengan kepala sekolah garagara gaji. Yang honorer aja tidak setiap bulan dibayar, tapi tiga bulan sekali baru dibayar. Dulu gajinya 1,5 juta terus turun lagi jadi 1 juta lagi.” Guru di SD ini ada masalah dengan kepala sekolah yang mengakibatkan mereka tidak betah mengajar. Sehingga jarang masuk untuk mengajar yang berdampak pada tingkat pendidikan murid di situ. Salah seorang Orang Tua murid juga mengatakan 48 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah bahwa anaknya tidak pernah masuk sekolah di akhir tahun bisa naik kelas. Sampai sekarang anaknya juga belum bisa membaca. b. Perilaku Hidup Bersih dan Rapi Kurang Diperhatikan Permasalahan kedua adalah permasalahan budaya. Regenerasi yang tua ke anak muda yang sekarang ini hampir tidak ada. Padahal budaya itu perlu diwariskan, misalnya tentang lingkungan bersih. Bagaimana warga diajak bersih desa misal “jumat bersih”. Pak Kepala Sekolah sering mengajak gurudan siswamembersihkan lingkungan sekitar dan mengumpulkan sampah ke tempat pembuangan. Membelikan minyak untuk membakar. Tidak hanya itu juga jemuran di rumah warga di depan rumah kadang juga disarankan untuk diperhatikan kerapihan dan tata letaknya. c. Kenakalan Remaja dan Narkoba Kenakalan remaja dan pemuda ini banyak jenisnya yang ingin diutarakan di sini sebagian dari kenakalan itu salah satunya adalah para remaja sudah mulai dan senang menonton CD Porno. Kenakalan remaja ini bahkan sering menimbulkan keresahan di warga. Ketika ditegur oleh tokoh masyarakat kadang mereka melawan dan menimbulkan perkelahian dan konflik baru sehingga harus melibatkan kepolisian untuk mengatasinya. Seperti cerita informan berikut: “Terus masalah lingkungan, ada CD porno pernah kupecahkan CD-nya itu. Tapi sekarang sudah tidak ada. Dulu yang punya CD porno itu ngumpul gabungan berapa orang. Aku pernah dikeroyok gara-gara kupecahkan itu. Dikeroyok orang muda dan orang tua juga. Sudah kuperingatkan berkali-kali tapi tidak dihiraukan. CD-nya kupecahkan TV-nya kutampar. Yang masuk penjara aku atau kamu itu saja. Pernah aku 49 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 kerjasama dengan kepolisian. Mereka yang tangkap, Tapi aku yang mengeluarkan. Aku tidak sayang mengeluarkan uang untuk mendidik orang biar jera.” Selain CD Porno ada remaja yang nyabu. Mereka mendapatkan barang tersebut dari Palangkaraya. Sebenarnya kalau tiap malam para pengurus kampung keliling dan mengawasi para pengedar dan pemakai itu tidak berani memakai tapi siapa yang mau jalan tiap malam. Remaja yang menggunakan sabu juga ada tapi sulit untuk diketahui. Mereka pintar menjaga rahasia atau menyembunyikan kegiatan tersebut. Perkelahian di sini juga sering dan penyelesaiannya meihat kasusnya dulu. Apakah kedua belah pihak tidak mau diselesaikan. Kalau mau diselesaikan, kita selesaikan dengan cara adat. Adat di sini kan masih ada. Dendanya namanya singer. Jipen itu untuk Lewu kalau Bahasa Sunda yang diindonesiakan adalah Singer. Kriminal itukan ada batasnya yang harus ditangani polisi. Mana yang melanggar hukum dan tidak. Semua sama. d. Kasus Perselingkuhan Salah satu kasus perselingkuhan yang terjadi di Dusun Pantar Kabali menjadi cerita di berbagai tempat. Termasuk di Karahau cerita ini juga terdengar. Secara adat mereka yang ketahuan selingkuh akan didenda secara adat. Menurut Mantir Adat Kaharingan di Karahau jika terjadi kasus perselingkuhan seperti di Pantar itu dendanya harus sesuai aturan adat tidak boleh tawar menawar. Namun yang terjadi di Pantar yang pelaku sempat mengajukan tawaran kepada Mantir Adat di sana seharusnya hal tersebut tidak diperbolehkan. Salah satu versi cerita kasus perselingkuhan itu menurut salah satu tokoh masyarakat di Pantar sebagai berikut: 50 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah “Kemarin dusun ini habis menyidang orang selingkuh dibawa langsung ke demang sana. Kita ada panduannya. Misalnya ya maaflah sampeyan ini sudah punya suami aku ini dah punya istri. Aku ini mengganggu sampeyan sedang aku ada istri, kita ini bukan sama senang aja. Keinginanku ini langsung menginginkan kamu jadi istriku. Jadi yang menuntut ini pertama istriku, suami sampeyan, dua udahkan. Di kampung ini perbuatan sampeyan lamanya berapa. Satu pelanggaran itu satu kathi sama dengan 880 mili emas. Kurang sedikit satu gram dihitungkan berapa kathi pelanggarannya. Jika saya tidak senang dengan sampeyan itu sudah 30 kathi karena perbuatan itu. Ada panduannya. Jika ternyata sampeyan tidak senang misal dia mengganggu aku dan dia melapor ke adat berapa kali menggoda aku, tetapi jika kalian ini sama-sama suka dah kalian kena pelanggaran sudah. Pelanggaran sampeyan itu adalah mengganggu suami orang dan aku mengganggu istri orang yang ketiga ini melanggar budaya dikenakan berapa kati. Dibayarkan ke Ketua adat, bagaimana pembagiannya nanti? Kalau sampai bercerai ada pembagian untuk istri aku ke sampeyan untuk adat dan untuk pembersihan lewu.” Menurut keterangan beberapa tokoh masyarakat pelaku perselingkuhan tersebut sudah membayar dendanya kepada BPD dan tinggal menunggu ada upacara adat untuk pembersihan desa agar hal tersebut tidak terjadi lagi di dusun ini. 2.1.7. Sejarah Masuknya Tenaga Kesehatan Menurut cerita warga setempat dirasakannya adanya tenaga kesehatan yang masuk ke dusun mereka adalah sejak adanya Puskesmas Keliling dan Posyandu yang selesai dibangun di Dusun Pantar Kabali. Menurut cerita salah satu Petugas 51 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Puskesmas Keliling Puskesmas Danau Rawah, dia mulai bertugas di Puskesmas Danau Rawah tahun 2003 dan dulunya Muroi Raya ini masih menjadi bagian dari Desa Danau Rawah sehingga pelayanan Puskesmas keliling juga mencakup dusun-dusun di sini. Sampai sekarang pelayanan Puskesmas Keliling ini masih berjalan. Kamis bertugas di di Sungai Gita, Jumat di Pantar Kabali, Sabtu di Bukit Keramat dan Minggu di Dusun Tanjung Jaya. Sementara ini petugas Puskesmas keliling hanya 1 orang karena tenaga di Puskesmas Danau Rawah juga masih kurang. Pada awalnya petugas ini yang berasal dari Kapuas awalnya sulit karena di Kapuas dia biasa menggunakan Bahasa Banjar namun ketika masuk sini harus berbahasa Dayak. Namun lama-lama dia bisa menyesuaikan dengan masyarakat dan bisa diterima di masyarakat. Untuk Posyandu baru dibangun tahun 2012 dengan pendanaan dari PNPM. Posyandu ini terletak di Dusun Pantar Kabali, ada seorang Tenaga Kerja Sukarela (TKS) yang bekerja di situ pada awalnya, namun akhir-akhir ini sudah satu bulan terakhir Posyandu kosong karena TKS tersebut anaknya sakit di Kapuas sehingga untuk sementara selama bulan Mei-Juni 2014 petugas di Posyandu kosong. Masyarakat hanya dilayani oleh tenaga Puskesmas Keliling 2 Minggu sekali dan kadang satu bulan sekali. 2.2.Geografi dan Kependudukan 2.2.1.Air Sungai dan Sumber Air Minum Desa Muroi Raya adalah salah satu desa yang masuk wilayah Kecamatan Mantangai. Jumlah Rumah Tangga atau Kepala Keluarga ada 544 yang terdiri dari 1.085 laki-laki dan 996 perempuan sehingga jumlah total keseluruhan penduduk ada 52 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah 2.081 jiwa. Luas desa 16 km2 dengan kepadatan penduduk 130,06/km2. Desa Muroi Raya terletak di sepanjang Sungai Muroi yang merupakan anak Sungai Kapuas. Dusun yang didiami penduduk juga mendekati tepian sungai sehingga sarana transportasi utama warga dusun adalah klotok atau perahu. Sungai Muroi ini digunakan warga sebagai jalur utama transportasi air dari Pelabuhan Teluk Batu ke wilayah-wilayah dusun. Setiap dusun ada anak sungai yang airnya jernih, air tersebut dimanfaatkan warga untuk minum dan sumber air bersih. Anak sungai tersebut antara lain Sei Pantar, Sei Gita, Sei Karahau. Warga dusun membagi wilayah untuk pemanfaatan air sungai. Air Sungai Muroi selain dimanfaatkan untuk jalur transportasi air juga dimanfaatkan penduduk sebagai lokasi penambangan puya dan emas. Jamban penduduk juga dibangun di pinggir Sungai Muroi. Sungai Muroi ini dianggap airnya sudah kotor dan tercemar oleh penduduk sehingga air Sungai Muroi tidak layak dikonsumsi. Air Sungai ini pernah diukur kadar mercurinya mencapai 60 sehingga tidak layak dikonsumsi. Air sungai Muroi ini sudah tercemar mercuri karena kegiatan penambangan emas ini sudah berjalan selama 20 tahun. Dulu Sungai Muroi tidak lebar tapi dalam dan airnya coklat kemerahan karena terkena banyak akar tanaman hutan. Namun karena disedot di tepi dan dipindahkan ke tengah pasirnya lama-lama dinding sungai melebar dan air sungai menjadi dangkal. Sebenarnya debit air dari hilir tetap tapi karena melebar sehingga menjadi dangkal. Dulu penambangan tradisional dengan diayak dan tidak menggunakan air raksa. Yang dicari dulu dapatnya emas yang besarnya sebesar batu kerikil yang besar namun karena semakin lama habis maka sekarang yang dicari dengan air raksa adalah 53 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 butiran emas. Penambangan emas ini menjadi mata pencaharian utama sebagian besar penduduk Muroi Raya. Sungai yang airnya masih jernih seperti Sungai Pantar dan Sungai Karahau sangat dijaga oleh penduduk. Mereka membuat larangan tidak tertulis agar warga tidak diperbolehkan melakukan kegiatan yang bisa mencemari air Sungai Pantar. Barang siapa melakukan kegiatan mencemari air Sungai Pantar walaupun dia pejabat desa sekalipun akan dikenakan sangsi. Air sungai Pantar ini selain dimanfaatkan untuk air minum juga dimanfaatkan untuk mencuci baju, mandi, mencuci kapal, dan mencuci peralatan dapur oleh penduduk. Selain air Sungai Pantar warga dusun mengandalkan sumur bor sebagai sumber air bersih. Sumur boor di sini memiliki kedalaman antara 10 sampai 20 m. Namun sumur bor ini ada yang berbau dan ada yang tidak. 2.2.2. Kondisi Geografis Dusun Pantar Kabali Penduduk Pantar Kabali jika pagi dan sore hari memanfaatkan air Sungai Pantar untuk mandi, mencuci baju, mencuci piring, juga mencuci kapal. Air di Sungai ini bening dan berwarna kecoklatan. Warna kecoklatan ini disebabkan karena air bercampur dengan akar akaran tanaman yang dilewati. Para perempuan yang mandi di sungai hanya memakai “tapih” dan laki-laki hanya memakai celana dalam. Mereka memisahkan area lokasi yang boleh untuk diambil air minum dan area mana yang hanya boleh untuk mandi dan cuci. Di area sungai Pantar ini tidak boleh buang air besar, sehingga mereka hanya boleh membuang air besar di Sungai Muroi atau jamban masing-masing. Area untuk mengambil air minum ada di daerah yang paling atas. Kebanyakan warga setelah mengambil air minum tidak dimasak dulu dan langsung diminum. Kalau yang 54 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah baru minum biasanya sakit perut tapi lama-lama tidak dan terbiasa minum air sungai ini yang banyak disebut warga sebagai “air seribu akar”. Sebab jika dimasak rasanya menjadi kurang enak dan tidak segar tapi kalau diminum langsung tanpa dimasak rasanya segar. Di daerah yang lebih bawah jika mereka mandi dan mencuci juga menggunakan sabun dan deterjen. Alasan banyak yang mencuci piring atau baju di sungai adalah salah satunya menghemat Bahan Bakar Minyak (BBM) karena jika menggunakan air dari sumur boor mereka harus menyalakan genset dan memerlukan biaya mahal sedang kalau di sungai mereka tak perlu membayar. Sungai Pantar sudah ada lebih dulu dibanding masyarakat Dusun Pantar Kabali. Sehingga sungai ini sudah sejak jaman dulu nenek moyang mereka yang tinggal di Dusun Pantar. Air Sungai ini dimanfaatkan untuk minum, mandi, dan mencuci. Sungai yang berdiameter kurang lebih 5 meter ini di hulunya dimanfaatkan penduduk mengambil air minum dan gosok gigi, baru di bagian agak ke hilir dimanfaatkan untuk mandi, mencuci baju, piring, gelas, dan kapal. Kadang orang mencuri kapal mereka juga mendekati sumber air minum itu dan menyalakan mesin kapal dari hilir ke hulu sehingga menimbulkan air yang keruh di tempat baling-baling kapal lewat. Tempat mencuci baju dan peralatan dapur bagi warga Pantar di Sungai Pantar ini terbuat dari kayu besar yang disusun dan diikat sehingga mengikuti permukaan air sungai. Saat air sungai naik tempat mencuci ini juga naik namun tidak hanyut karena diikat dengan kayu dengan tonggak di tepi sungai. Pada sore hari di Sungai Pantar ini tampak di tempat mencuci kebanyakan adalah wanita, mereka mencuci pakaian dan peralatan dapur seperti gelas, piring, pisau, panci, wajan, dll. 55 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Sedangkan kaum laki-laki biasanya tampak mencuci kapal di situ. Anak-anak bermain air di dekat orang mengambil air minum. Jika cuaca panas pagi dari jam 06.00 – 09.00 WIB sungai ini ramai dipenuhi orang mandi. Sore hari mulai jam 15.00-17.00 WIB jika cuaca panas juga ramai di sungai ini. Jika turun hujan air warnamya bertambah coklat karena akar-akar tanaman ikut hanyut bersama air hujan. Di jalan turun ke sungai masih dipenuhi sampah-sampah buangan orang-orang. Mereka seolah terbiasa membuang sampah di tepi-tepi sungai karena pada musim penghujan ketika air naik air sungai akan membawa sampah tersebut ke hilir. Ibu yang di tempat pencucian juga masih sering membuang sisa makanan ke sungai entah sisa nasi, sayur, dan irisan sayur yang tak terpakai. Di dasar sungai kadang juga ditemukan pecahan piring dan gelas yang bisa membahayakan orang yang mandi di situ. 2.2.2.1. Hutan, Lahan dan Perladangan Dalam sejarahnya, leluhur warga Pantar Kabali adalah para pekerja di kebun karet yang merapat ke tepi sungai. Sehingga mereka mempunyai warisan lahan karet yang ditanam oleh orang tua mereka di areal kebun karet rakyat. Lahan yang sudah ditanami karet tidak digunakan untuk perladangan dan pemukiman sehingga jika mereka ingin ke kebun karet harus berjalan cukup jauh untuk masuk hutan dan sekarang ada yang menggunakan cess (perahu) untuk menuju ke areal perkebunan karet mereka. Pak Uge lah seorang pemilik kebun karet tersebut. Dia punya kebun karet 2000 pohon. Untuk satu pohon karet dari tanam sampai bisa diambil getahnya butuh waktu 12 tahun. Berbeda dengan sawit yang 6 tahun sudah bisa diambil buahnya. 56 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Gambar 2.4. Denah Kebun Karet Milik Rakyat di Dusun Pantar Kabali Sumber: Dokumentasi Peneliti Tanaman karet ini kualitas pohon dan hasil getahnya sangat tergantung pada perawatannya. Jika menggerus kulit batangnya hati-hati pohon bisa awet dan kualitas yang dihasilkan tetap bagus. Namun karena mempekerjakan orang biasanya juga asal dalam menggerus batangnya sampai kayunya sehingga kulit batangnya rusak sehingga tidak bisa atau sulit ditoreh lagi. Biasanya dengan pekerja itu bagi hasil, jika yang dihasilkan 100 kg yang 50 kg untuk pekerja dan yang 50 kg untuk yang punya lahan dengan segala peralatan yang menanggung yang punya lahan. Namun ada pekerjanya yang nakal juga, dia menambahkan perangsang getah sehingga yang keluar getahnya banyak namun setelah itu getahnya tidak mau keluar setelah memakai obat itu. Sama seperti dipaksa tanaman itu. Ada juga penyakit seperti jamur dari akar sampai batang yang 57 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 menyebabkan pohon karet mengering lalu mati. Hama tanaman ini berwarna putih-putih yang menempel di pohon. Pak Turmantah lain lagi ceritanya, di kebun karetnya masih banyak Ular Sawa. Dia punya 6 ekor anjing beberapa diajak ke kebun karetnya. Sebulan sekali 1 ekor anjingnya dimakan ular Sawa itu. Kemungkinan Ular Sawa itu besar dan sekarang Pak Turmantah tinggal punya 1 ekor anjing. Di Pantar Kabali, Jumat merupakan hari libur kerja bagi sebagian orang, mereka tidak ke lanting dan juga mantat. Bagi para pemantat karet hari libur tidak hanya hari Jumat tapi dikala hujan mereka juga libur sebab jika pergi mantat (menoreh karet) hasilnya kurang bagus. Jika dibuat goresan getah karet tidak mau mengikuti jalur goresan itu karena terkena air dan tumpah ke luar sehingga getah yang tertampung sedikit. Oleh sebab itu jika turun hujan mereka tidak pergi mantat. Selain karet masih banyak tanaman yang tumbuh di hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat salah satunya adalah pasak bumi. Pasak Bumi ini ada yang besar di hutan, pasak bumi ini berguna untuk menjaga stamina. Diminum dalam jangka 40 hari mulai dari ketinggian air 1 cm dan seterusnya. Pasak bumi ini didesain seperti gelas agar mudah meminumnya. Jadi tinggal diberi air panas dan didiamkan selama 5 menit dan baru diminum. Rasanya sangat pahit dan bisa awet selama 100 tahun pahitnya tidak hilang. Demikian cerita salah seorang warga. Di Hutan menurut cerita warga masih banyak beruang, ular Sawa, dan Kobra. Yang ganas menyerang manusia adalah beruang. Ada salah seorang warga yang kakinya pernah patah gara-gara dikejar beruang, dia naik pohon dan jatuh sehingga kakinya patah. Dia tidak sempat lari, untung anjingnya banyak sehingga anjing-anjing itu menyerang beruang itu sampai lari masuk hutan. Sehingga dia diselamatkan oleh anjing-anjing itu. 58 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah 2.2.2.2. Budaya Ladang Berpindah Penduduk Pantar Kabali terutama yang tua-tua banyak yang memilik lahan yang luas. Lahan mereka di hutan ditanami karet, Ada lahan yang berada di dekat pemukiman dan di tepi sungai yang dibuat ladang namun jika tanah di situ sudah tidak subur maka tanah tersebut akan diistirahatkan lalu mereka pindah untuk mencari lahan baru. Semenjak banyak yang mulai beralih profesi sebagai penambang emas kegiatan menyadap karet banyak yang mulai dihentikan dan sementara beralih profesi menjadi penambang emas. Pemenuhan kebutuhan nasi, beras, sayur, dan buah yang dulunya mereka menanam sendiri di ladang karena waktu dan tenaganya terserap di penambangan emas mereka akhirnya lebih memilih untuk membeli dari hasil penambangan emas tersebut seperti yang diungkapkan informan berikut: “Ladangnya berpindah-pindah kalau orang sini paling lama satu tahun atau dua tahunlah paling lama itu. Ditanam karet pindah lagi, akhirnya di belakang ini kebun semua. Karena musim tambang, menyadap karetnya itu istirahat dulu. Sambil mengerjakan ladang di pinggir-pinggir sungai. Kalau ladang di atas sana jauh lagi karena mengambil tanah yang bagus mengambil tanah yang subur di atas bukit, tidak ada lagi yang dekat sudah habis. Kalau tanah rawa kan tidak bisa ditanami padi apalagi karet.” Batas-batas ladang di hutan atau tepi sungai milik warga dusun tidak memiliki surat resmi seperti sertifikat hak milik. Banyak yang tidak memiliki namun selama ini tidak terjadi perebutan atau perkelahian mengenai batas lahan. Hak milik itu hanya kesepakatan nenek moyang atau leluhur mereka dulu. Seperti kata informan berikut: 59 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 “Bukti yang ditanam keluarga itu dulunya kan tidak ada. Kalau keluarga dulu tidak ada Spnya tapi karena kita turun temurun jadi tahu semua kalau ini dari moyang dari kakek gak pernah jadi permasalahan na.” Begitu pula tanah-tanah di lokasi pemukiman di dusun, ada yang sudah bersertifikat ada yang belum. Badan pertananahan juga sudah memberi contoh bagaimana cara membuat sertifikat tanah dan bangunan. Namun masyarakat memiliki pertimbangan lain tentang surat tanah milik negara tersebut. “…memang sudah diinstruksikan membikin suratsuratnya kelihatannya susah sekarang bikinnya kalau kita itu dianjur pajaknya dibayar memang kalau bikin contohcontohnya itu ada kalau punya aku ini kan belum juga aku bikin. Kalau contohnya sudah ada membikin suratsuratnya lebar panjangnya bikin petaknya.” Untuk membuat bangunan rumah warga pantar tidak punya aturan khusus atau pedoman tata cara adat tertentu yang harus diikuti. Mereka merasa bebas saja membangun rumah sesuai kehendak mereka. Tukang yang membangun rumah tinggal mengikuti saja apa yang menjadi keinginan tuan rumah. Warga Pantar Kabali percaya bahwa tanah sepanjang Sungai Kapuas dan Sungai Muroi ini masih luas dan selama belum ada yang mengerjakan mereka punya hak untuk mengerjakannya. Seperti menambang emas juga jika di situ belum dikerjakan orang mereka boleh mengerjakan. Jay dan kakaknya pernah cerita dulu pernah mengerjakan atau menambang lahan yang tanahnya itu menghasilkan 20-25 gr emas seharinya namun tiba-tiba datang orang yang mengaku tanah itu miliknya sepanjang 300 m2, daripada bertengkar 60 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah menggunakan mandau akhirnya Jay dan Kakaknya mengalah dan pindah lokasi penambangan. Pak Uge juga cerita sekarang ini menambang emas sudah mulai sulit dan rasanya sudah akan habis. Jika nanti habis dia yakin masyarakat akan kembali mencari karet. Sebab di sini adalah bagaimana caranya agar bisa bertahan hidup. Dia cerita jaman sekarang ini lebih enak sebab jaman dia muda tidak ada cess adanya kapal dayung yang dayungnya menghadap ke belakang, Jaman revolusi dulu juga masih menggunakan goni dan kulit kayu. Makan apa yang bisa dimakan. Hutan merupakan areal yang rentan terhadap kebakaran khususnya pada saat musim kemarau dan pada saat pembukaan lahan baru. Sehingga di Kapuas diselenggarakan Pelatihan Penanggulangan Bencana Kebakaran. Masing-masing dusun mengirimkan wakilnya sebanyak 10 orang. Beberapa teknik penyemprotan yang berlawanan dengan sumber api diajarkan, juga cara memberi jarak tanah dengan lahan lain juga diajarkan. Ketika pelatihan itu berlangsung yang memberi pelatihan kurang memperhatikan perbedaan hutan gambut di Selatan dan Utara yang berbeda. 2.2.3. Kondisi Geografis Dusun Karahau Secara geografis dan kondisi lahan Dusun Karahau tidak memiliki kondisi yang berbeda dengan Pantar Kabali. Mereka juga mempunyai leluhur para pemantat karet pada awalnya yang membuka pemukiman di dusun tersebut. Para pewarisnya kemudian sebagai generasi penerusnya seperti Mantir Adat Kaharingan meneruskan apa yang sudah diletakkan sebagai dasar oleh leluhur mereka. Jarak lahan perkebunan karet miliknya dari rumah berjarak 2 km. 61 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Tidak semua warga di Dusun Karahau memantat karet hanya beberapa KK saja dan sebagian besar pekerjaan mereka adalah menambang emas. Karena letak dusun yang di tepi Sungai Muroi, kapal menjadi alat transportasi yang paling banyak digunakan. Sebagian warga lainnya menggunakan sepeda motor untuk transportasi melewati jalan tanah bekas perusahaan. Selain karet sebenarnya tanah seperti di Dusun Karahau ini sangat baik ditanami sawit namun menurut warga karena di sini tidak ada perusahaan sawit. Sawit-sawit yang tumbuh subur di pekarangan warga hanya dimakan anjing saja. Tanah berpasir yang mengandung puya ini menjadi satusatunya harapan warga untuk menambah penghasilan warga untuk kebutuhan sehari-hari. Dimana ada “puya” di situ ada emas, demikian kata salah seorang warga yang mengandalkan emas sebagai mata pencaharian mereka. “Untung ada usaha emas yang bisa menjadi penghidupan orang banyak ini. Kalau di Muroi kalau yang lain itu ndak ada. Jika tambang emas ini ditutup, Mati konyol semua itu orang. Karena kerjaan yang bisa dapat duwit banyak.Kerja kayu kan sudah ndak bisa, kerja tambang emas ini dulunya mau ditutup dibilangnya jangan bekerja di Sungai Muroi padahal yang kerja sungai itu 95 % ada yang sekilo, dua kilo, dari dusun.” Penambangan emas menjadi satu-satunya sandaran hidup bagi sebagian besar warga untuk saat ini. Meskipun lokasi penambangan ada yang jauh dari dusun mereka tetap mereka kerjakan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin hari semakin berat. Biaya minyak selalu mengalami kenaikan sementara harga produk mereka seperti emas dan puya malah mengalami penurunan. Beberapa sudah menghentikan kegiatan 62 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah menambang karena hasil yang didapat tidak sepadan dengan modal awal yang dikeluarkan. 2.2.4. Kependudukan 2.2.4.1. Usia Ideal Perkawinan Idealnya menurut Mantir Adat15 Muroi Raya untuk menikah warga dusun Pantar Kabali harus berusia paling minim itu 17 tahun bagi perempuan dan 20 tahun bagi laki-laki. Namun pada kenyataan masih ada juga mereka yang berusia di bawah itu ingin melangsungkan pernikahan. Jika ada yang seperti itu adalah sebuah kebijakan saja. Bagi mantir adat hal tersebut juga dilema: “…sebab kalau tidak dinikahkan itu bagaimana? Cuma itulah kalau itu di bawah usia tidak kita kasih kita yang berdosa. Cuma kalau tidak kita nikahkan kita berdosa lagi. Karena orang tuanya sudah menyetujui kenapa kita enggak? Memang kalau departemen agama harus itu usia itu. Nggak bisa ditambah-tambah kalau memang kurang ya kurang.” Di Pantar Kabali ini orang melahirkan anaknya paling tua berumur sekitar 45 tahun. Usia produktif bagi mereka antara 2030 tahun sebab jika di bawah atau di atas itu rawan untuk keselamatan bayi. Pernikahan atau perkawinan di sini dilindungi dan dijaga oleh adat dan masyarakat. Jika ada yang selingkuh ada dendanya berupa jipen. 15 Mantir adat juga sering disebut ketua adat, di Muroi Raya ini ada tiga mantir adat: Mantir Adat Kaharingan, Mantir Adat Islam dan Mantir Adat Kristen. 63 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 2.2.4.2. Kasus Pernikahan Dini dan Keguguran Kendalautama di sini adalah akses jalan desa. Dokter dan Bidan pernah juga mau ke pergi ke Teluk Batu selama perjalanan mengalami terperosok kubangan lumpur sebanyak 5 kali dan pecah ban satu kali. Selain itu Bu Bidan dan Dokter menceritakan bahwa di sini anak perempuan yang menikah antara usia 12-14 tahun juga banyak. Banyak juga yang baru menstruasi pertama kali terus menikah. Rata-rata pernikahan dengan suaminya tidak terpaut jauh. Para laki-laki di sini banyak yang kerja menambang emas. Dampak dari pernikahan muda ini banyak kasus di kehamilan pertama mengalami keguguran. Karena kandungan yang belum kuat. Di Danau Rawah dan Muroi Raya masih banyak Bidan Kampung yang beroperasi namun mereka sekarang menjadi binaan dan patner dari Bidan Mantri sehingga dalam praktek melayani selalu didampingi Bidan Mantri dan diberi pengarahan hal-hal mana yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dalam hal kesehatan. Banyaknya kasus pernikahan dini di Danau Rawah maupun Muroi Raya banyak sekali kasus keguguran pada kehamilan pertama dan harus dikiret (dibersihkan janin yang meninggal di dalam). Di Danau Rawah juga ada kasus anak muda bunuh diri. Tapi kurang ada yang tahu apa penyebabnya. Pemicu pernikahan dini juga disebabkan karena kebiasaan generasi yang terdahulu juga menikah dini, jika ada wanita yang menikah di atas 20 tahun sudah dikatakan “perawan lapuk” (gadis yang tidak laku). Contohnya Bu Bidan dulu waktu pertama kali bertugas di sini usianya lebih dari 20 tahun dan belum menikah, sempat juga dikatakan perawan lapuk oleh ibu-ibu di sini. Namun Bu Bidan sempat jadi rebutan antar pemuda yang sudah matang bahkan termasuk para petugas di Danau Rawah. 64 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Pendidikan bisa menjadi penunda pernikahan dini namun di Dusun ini pendidikan untuk SMA sangat jauh harus ke Mantangai atau ke Palangkaraya serta Kapuas. Jika di sana anak didik ini tidak mempunyai sanak saudara yang mengawasi perilaku mereka secara ketat ada kejadian pulang ke dusun malah membawa calon istri yang sudah hamil. Sehingga untuk hal ini perlu diperhatikan oleh semua pihak. Tabel 2.1. Data Penduduk di Kapuas Tahun 2013 Wilayah Jumlah Penduduk Kabupaten Kapuas 339.262 jiwa Kecamatan Mantangai 36.523 jiwa Desa Muroi Raya 2.081 jiwa Sumber: Kapuas dalam Angka 2013. 2.2.5. Pola Tempat Tinggal Etnik Dayak, Etnik Banjar, dan Pendatang dari Luar Kalimantan Di Muroi Raya jika digolongkan ada 3 etnik ini yaitu Etnik Dayak, Banjar dan Pendatang dari Luar Kalimantan. Mereka punya cara pandang dalam memahami dan membangun pola tempat tinggal. Hal ini bisa dicontohkan pada beberapa keluarga yang tinggal di desa tersebut namun memiliki gaya hidup dan pola tempat tinggal yang berbeda. Untuk Etnik Dayak yang di dusun ini mereka membangun pola tempat tinggal berdekatan dengan sanak saudaranya. Suasana pola Rumah Betang jaman dulu dan pola ladang berpindah masih melekat dalam diri mereka. Meskipun beberapa sudah menganut Agama Kristen namun ritual Kaharingan tetap tidak mereka tinggalkan seperti membangun Pasah Patahu di Dusun mereka. Mereka masih percaya pada roh-roh leluhur yang 65 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 menjaga kehidupan keseharian mereka. Di dinding-dinding dekat pintu masuk masih diberi pahelat16 sebagai tanda bahwa mereka adalah keturunan orang Dayak dan sebagai cara untuk menangkal roh jahat yang dapat mengakibatkan marabahaya dan penyakit. Gambar 2.5. Pahelat Sumber: Dokumentasi Peneliti Rumah di Dusun Karahau saling berdekatan meskipun tidak menempel ada jarak antara 1-2 meter diantara rumah yang berdekatan. Ada jalan dusun yang tampak melingkar di dusun ini. Ada 1 gereja Kristen Protestan dan 1 Patahu di dusun ini. Gereja Kristen ini dulunya rumah milik salah seorang warga yang dihibahkan untuk gereja. 16 Pahelat adalah benda-benda yang digantungkan di dekat pintu masuk sebagai tanda bahwa mereka adalah anggota leluhur orang Dayak. Pahelat ini ada yang berupa botol yang berisi air dan darah atau kelapa yang digantung yang berisi air yang sudah dibacakan mantra. 66 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Ada saran pendidikan Sekolah Dasar di Dusun ini. Sebagian besar rumah di dusun ini terbuat dari kayu. Ada yang dari hutan dan ada yang beli. Rumah yang ada dibuat panggung karena air sungai Muroi pada musim penghujan khususnya bulan Desember dan Januari akan meluap. Penduduk dalam membangun rumah akan mempertimbangkan ketinggian air yang meluap di musim penghujan. Rumah-rumah yang berada di tepian sungai tampak tinggi-tinggi tiang penyangganya ada yang 6 meter lebih karena kenasikan air di tepi sungai pada musim kemarau ke musim penghujan bisa mencapai 5 meter. Untuk rumah Pak Neon dia dulu kayunya beli harganya per kubik Rp. 2.500.000,- dan untuk 1 rumah biasanya butuh 2 kubik. Kayu-kayu ini dikirim menggunakan kapal dari Teluk Batu untuk papannya. Untuk tiangnya mencari kayu di hutan sehingga masih tampak yang bulat dan tidak kotak. Menurutnya ada dampak panas dan dingin pada pemasangan usuk antar kayu. Jika kayunya menumpang saja akan menimbulkan hawa dingin dan jika menembus kayu atau melubangi kayu akan menimbulkan hawa panas di dalam rumah. Warga Dusun Karahau biasanya membuang air besar di jamban di pinggiran sungai Muroi. Ada tiga jamban di tepi sungai ini yang mereka gunakan secara bergantian. Satu jamban yang tanpa atap sedangkan dua jamban lainnya menggunakan atap. Karena jamban ini mengapung di tepi sungai, jika ada kapal lewat jamban juga akan bergoyang mengikuti permukaan air sungai. 2.2.5.1. Pola Pemukiman Pendatang dari Banjar Di Dusun Pantar Kabali ada beberapa warga pendatang yang asalnya dulu dari Banjarmasin. Mereka dulu awalnya berdagang di hari pasaran dan ada beberapa yang mendapat istri 67 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Orang Pantar Kabali kemudian menetap di Dusun Pantar Kabali ini. Mayoritas pendatang Banjar ini beragama Muslim dan mereka tidak menempelkan pahelat di dinding rumah mereka karena masalah kepercayaan. Karena mayoritas pedagang mereka biasanya mengambil lokasi rumah di tepi sungai yang mudah diakses melalui kapal sehingga memudahkan mereka untuk mengangkut barang dagangan. Karena di Pantar Kabali mobil Ford Ranger sudah bisa masuk maka rumah mereka berada di tepi jalan dusun yang bisa dilewati mobil sampai di rumah mereka. Gambar 2.6. Rumah Etnik Banjar Sumber: Dokumentasi Peneliti Selain di tepi sungai dan sebagai pedagang, salah satu ciri keturunan Etnik Banjar adalah senang memiliki lemari kaca yang dihiasi dengan perkakas dapur yang bersih dan gemerlap. Pada 68 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah acara pesta perkawinan mereka senang memakai perhiasan di tangan dan kalung khususnya perhiasan yang terbuat dari emas. Bentuk rumah yang dibangun di Dusun Pantar Kabali untuk tempat usaha dagang menggunakan tiang yang digunakan disebutnya Kayu Lamiang sedangkan papan yang lebih tebal untuk lantai dari Kayu Meranti Merah. Papan yang digunakan untuk lantai berwarna kekuningan disebut Kayu Mahambung. Kayu Mahambung ini kalau sudah lama agak kehitaman dan terlihat jelas serat kayunya. Paling banyak rumah di Dusun Pantar Kabali di sini biasanya yang digunakan untuk dinding kayu adalah meranti. Biaya untuk pembuatan rumah ini mahal, per kodratnya (1x1 m2) adalah Rp.300.000,-. Misalnya bangunan 5x8=40m2=40 kodrat berarti ongkos tukangnya 40 dikali Rp. 300.000 sebanyak Rp. 12.000.000,-. Itupun belum biaya bahan dan kayunya. Harga kayu Meranti sekarang per kubiknya Rp. 2.200.000,- sedangkan untuk kayu alas yang lebih keras atau lebih tebal per kubiknya Rp. 2.500.000,- selisihnya Rp. 300.000,per kubiknya. Tukang di sini tidak ada yang harian semua borongan sampai rumah selesai. Jadi jika membangun rumah 2 lantai itu bisa menghabiskan ongkos tukang 2 kali lipat. Kalau mau membangun bangunan dari semen sangat susah mencari tukangnya. Rumah-rumah yang dari semen itu baru saja masuk dusun ini. Dulu semua rumah di sini dari kayu. Untuk Pendatang yang dari luar Kalimantan seperti Jawa mereka biasanya bekerja di sini dan mendapatkan istri Orang setempat sehingga mereka mengikuti adat istiadat yang ada di lokasi setempat. Di Pantar Kabali juga ada Orang Papua yang mendapatkan istri Orang Pantar Kabali sehingga dia tinggal di rumah istri dan mengikuti adat istiadat dan pola pemukiman seperti istrinya. 69 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 2.2.6. Pola Pemukiman Yang Menunjang Kesehatan Rumah tradisional Orang Dayak dulunya adalah Rumah Betang. Namun rumah ini sekarang sangat jarang dijumpai hal ini. Rumah sekarang hanya berupa rumah panggung yang ditempati 1-5 KK di dalam rumah tersebut. Hal ini tidak terjadi begitu saja, ada sejarah yang melatar belakanginya. Sejarah ini tepatnya ketika Penguasa Kolonial waktu itu mencoba menumpangi Musyawarah Damai Tumbang Anoi dengan mengajukan tuntutan agar perdamaian yang sudah disepakati bersama itu terjamin. Tak hanya itu, Belanda juga menghendaki agar sistem rumah betang yang menampung banyak orang tersebut dianggap tidak sehat sehingga digantikan dengan rumah tunggal yang dikitari halaman dan kebun. Dengan kian lunturnya sistem rumah betang, maka perlahan-lahan sistem adat Dayak pun terkikis.17 Dampak dari himbauan tersebut rumah betang di Kalimantan Tengah menjadi sulit ditemui. Hal tersebut juga terjadi di Muroi Raya dimana semua rumah merupakan rumah panggung tunggal meskipun halaman tidak begitu luas karena hampir berhimpitan dengan tetangga. Namun dengan membangun sendiri-sendiri mereka dengan seenaknya membuang sampah di kolong rumah dengan keyakinan pada saat musim hujan atau air sungai pasang sampah-sampah itu akan hanyut dibawa air sampai ke hilir. Semakin individualisnya masing-masing rumah ikatan adat seperti yang di rumah betang tak ada lagi. Hal ini sudah dirasakan para pengurus dusun bagaimana susahnya mengajak warga untuk menjaga kebersihan khususnya sampah. 17 PM. Laksono,dkk. Pergulatan Identitas Dayak dan Indonesia. Belajar dari Tjilik Riwut,2006:88. 70 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah 2.3. Sitem Religi 2.3.1. Kosmologi Fridolin Ukur (1994) pernah menulis artikel berjudul “Makna Religi Dari Alam Sekitar Dalam Kebudayaan Dayak”. Dalam artikel tersebut Fridolin Ukur mengemukakan bahwa dalam mendefinisikan religi, orang sering dipengaruhi oleh beban-beban dogmatis tertentu, sehingga arti yang lebih universal bisa menjadi kabur. Istilah atau kata religi diambil dari dua macam kata kerja dalam bahasa Latin (Seligman,228) 1) Religere, yang berarti melakukan sesuatu dengan bersusah payah melalui berbagai usaha; 2) Religere, yang berarti mengikat semuanya. Kedua kata kerja ini dapat mengungkapkan aspek yang berbeda dari religi: a) dari segi obyektif, religi melibatkan perlakuan yang berulangdari kegiatan tertentu manusia dan oleh sebab itu termasuk wilayah fenomena eksternal; b) dari segi subyektif religi adalah bagian yang tersembunyi dari pengalaman kehidupan batin atau psikis manusia. Jadi, kedua aspek tersebut sebenarnya mengungkapkan suatu proses, mengingat manifestasi eksternal dari religi pada hakikatnya berakar pada pengalaman batiniah. Apabila kita berbicara tentang makna religi dalam kerangka kebudayaan Dayak, ia menyangkut aspek obyektif dan subyektif. Di dalam adat dan tradisi tua seperti kebudayaan Dayak, religi terutama berpusat pada kesadaran komunitas, yang memperlihatkan adanya selang-menjelang (interplay) antara unsur manusiawi dan unsur supernatural. Untuk memahami makna religi dari alam sekitar dalam kebudayaan Dayak, sumber yang paling dapat membantu 71 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 terutama mite-mite tentang kejadian alam semesta dan manusia serta mite-mite lainnya yang menggambarkan keterikatan dan keterikatan hakiki antar insan dengan alam sekitarnya. Mite yang berkembang di kalangan Etnik Ngaju Kalimantan Tengah adalah mite “Penciptaan Batang Garing”. Secara ringkasnya cerita tersebut dituturkan bahwa pada suatu waktu penguasa alam atas bernama Ranying Mahatara Langit bersama istrinya Jata Jalawang Bulau, penguasa alam bawah, sepakat untuk menciptakan dunia, dengan diawali penciptaan Batang Garing (Pohon Kehidupan). Batang, dahan, tangkai, daun dan buah-buahan Batang Garing ini semuanya terdiri dari berbagai jenis logam dan batu mulia. Jata kemudian melepaskan burung Tingang betina (Enggang betina) dari sangkar emasnya. Burung itu kemudian terbang, lalu hinggap dan menikmati buahbuahan Batang Garing. Bersamaan dengan itu Mahatara melemparkan keris emasnya, lalu menjelma menjadi enggang jantan yang disebut Tembarirang. Tembarirang inipun hinggap dan menikmati buah-buahan Batang Garing. Kedua burung tingang lain jenis ini saling iri dan cemburu. Akhirnya terjadi perang suci. Pertempuran maha dasyat ini menghancurkan Batang Garing dan kedua burung itu sendiri. Dari keping-keping kehancuran inilah tercipta kehidupan baru, alam semesta dan segala isinya. Dari kehancuran tadi tercipta pula sepasang insan. Sang wanita bernama “Putir Kahukum Bungking Garing” (Puteri dari Kepingan Gading) dan sang pria bernama “Manyamei Limut Garing Balua Unggon Tingang” (Sari Pohon Kehidupan yang dipatahkan oleh Tingang). Masing-masing insan ini memperoleh perahu: untuk sang wanita perahu bernama Bahtera Emas (Banama Bulau) dan untuk Sang Pria perahu bernama Bahtera Intan (Banama Hintan). Kedua insan ini kemudian menikah dan 72 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah mendapatkan keturunan pertama berupa babi, ayam, kucing dan anjing. Keturunan kedua berwujud manusia, yaitu Maharaja Sangiang, Maharaja Sangen dan Maharaja Buno. Melewati beberapa peristiwa, akhirnya ditetapkan bahwa putra pertama, Maharaja Sangiang menempati alam atas, tinggal bersama Ranying Mahatara Langit, dan merupakan asal-usul segala Sangiang (Para Dewa). Putra kedua, Maharaja Sangen mendiami suatu daerah bernama Batu Nindan Tarung, yang menjadi sumbersegala kepahlawanan. Sedangkan Putra ketiga, Maharaja Buno menempati bumi, dan menjadi moyang pertama manusia. Membaca Mite di atas bisa dipahami kemudian mengapa Pengobatan Sangiang dilakukan oleh para penganut Kaharingan. Roh Para Dewa ini yang mereka percaya masuk ke dalam tubuh lasang dan mengobati para warga yang sakit. Lasang ini dihormati oleh para warga karena mereka diberi kepercayaan oleh Para Dewa menggunakan tubuhnya untuk perantara. Tidak semua orang bisa melakukan pengobatan Sangiang ini. 2.3.2. Praktek Keagamaan dan Kepercayaan Tradisional 2.3.2.1. Pengaruh Islam di Pantar Kabali Muroi Raya terdiri dari 4 dusun, untuk Dusun Pantar Kabali, Dusun Bukit Keramat, dan Dusun Tanjung Jaya mayoritas penduduknya adalah beragama Islam. Di Dusun Pantar Kabali hanya ada 2 orang yang beragama Kristen sedangkan di Tanjung Jaya ada 5 KK yang beragama Kaharingan. Di Dusun Pantar Kabali hampir seluruh penduduknya beragama Islam. Ada satu bagunan Masjid besar di dusun ini yang bernama Masjid Nurjanah. Di Pantar Kabali juga ada Madrasah yang diajar oleh seorang Guru Agama. Nama Guru 73 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Agama ini adalah Guru Nurdin. Untuk Madrasah pelajaran agama mulai jam 15.00-16.00 WIB. Guru Nurdin berasal dari Banjar dan sudah 16 tahun di sini. Pada awal menhenalkan dan mengajar Agama Islam di sini sangat sulit. Karena budaya Banjar dan Dayak sangat berbeda. Secara pelan-pelan Guru Udin mempelajari Bahasa Dayak dan mulai berbaur dengan masyarakat. Akhirnya sekarang Guru Udin mulai paham budaya Dayak di Pantar Kabali ini. Dia berkesimpulan antara budaya dan agama harus berjalan beriringan dan budaya itu tidak perlu dihilangkan untuk mengajarkan seseorang mengenal lebih dalam agama. Sehingga dalam upacara-upacara tertentu seperti Manyadingen ataupun Pembacaan Manakip di situ Guru Udin sering diundang untuk memimpin doa. Dia juga memahami dalam ritual-ritual tersebut harus disediakan sesaji seperti beras, dupa, kelapa, telur, dll. Bagi dia itu tidak masalah karena bagian dari budaya. Dalam mendidik anak di Madrasah pun dia merasakan ketika menasehati anak menggunakan Bahasa Indonesia maupun Bahasa Banjar anak kurang memperhatikan dan kurang segan. Namun ketika dia mendidik dengan Bahasa Dayak, anak-anak di sana lebih mudah untuk menuruti nasehatnya. Pembacaan Manakip Guru Nurdin juga sering diminta untuk membacakan manakip yaitu kisah seorang aulia atau Wali Allah dan diadakan biasanya pada sore hari atau saat orang tidak beraktivitas kerja. Salah satu kisah pada acara ini Pak Ustad cerita jika Allah mengangkat derajat manusia tersebut semua orang mencintainya. Namun kalau manusia yang mengangkat semisal Presiden mengangkat menteri belum tentu semua orang mencintainya. Yang punya hajatan pada acara ini berjanji jika punya rejeki akan mengadakan ritual ini untuk bersyukur agar diberi kesehatan dan 74 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah bekerjanya supaya lancar dan selalu dapat rejeki. Pembacaan manakip biasanya dilakukan dengan cara pemimpin agama mengajak para tamu untuk membacakan doa secara bersamasama. Lalu kemudian pemimpin ritual akan membacakan manakip. Setelah selesai membacakan manakip maka warga akan disuguhi makanan berupa serta menyantapnya secara bersama-sama sambil berbincang-bincang. Manyadingen Anak Ada satu kegiatan yang sudah membudaya di Pantar Kabali yaitu ritual Manyadingen Anak. Tujuan ritual ini agar anak yang dirituali mendapatkan keselamatan. Sadingen (mendinginkan) dipercaya merupakan ritual untuk menyeimbangkan atau menghilangkan energi panas (energi tidak baik) yang dibawa anak sejak lahir. Dengan manyadingen ini dipercaya pengaruh energi panas akan berkurang sehingga anak tumbuh membawa pengaruh energi yang menyejukkan. Ritual ini dulunya merupakan ritual Budaya Dayak Kaharingan yang diadopsi oleh warga Pantar Kabali. Sehingga dalam ritual ini terjadi akulturasi budaya. Doa-doa yang dipanjatkan dengan cara Islam namun sesajinya seperti kain bahalai, beras, telur, dan tampung tawar tetap ada. 75 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Gambar 2.7. Manyadingen Anak Sumber: Dokumentasi Peneliti Di Pantar Kabali hari jumat merupakan hari libur kerja dan waktunya beribadah di Masjid. Malam harinya ada pasar malam. 76 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Setelah 6 hari mereka bekerja yang rata-rata menambang puya dan emas, ada waktu satu hari untuk istirahat dan hari Jumat ini selain digunakan untuk beribadah juga waktu untuk kumpul keluarga. Dalam hari besar seperti Isra Miraj, di Masjid biasanya diadakan pengajian dengan mengundang Habib dari luar kota pada waktu peneliti di dusun ini yang diundang adalah Habib dari Banyuwangi. Ketika Habib datang banyak warga yang membawa air dari rumah dan diletakkan di depan Habib untuk dimintakan doa. Beberapa warga ketika ditanya untuk apa membawa air yang didoakan itu menjawab bahwa untuk berbagai kegunaan salah satunya untuk diminumkan ke anak agar tidak nakal. 2.3.2.2. Kaharingan di Krahau Krahau nama lain dari Kijang, Kata Pak Lisa dulu tempat ini banyak kijangnya. Ada 6 KK yang masih menganut agama Kaharingan. Selain itu yang lain beragama Kristen dan Islam Banjar. Yang pertama kali menetap di kampung ini adalah Orang Kaharingan yang dulu mayoritas pekerjaannya adalah memantat atau menoreh pohon karet. Ketika memasuki Dusun Krahau kita akan menemui sebuah bangunan yang menyerupai rumah panggungkecil yang tingginya kurang lebih 1,5 meter dan di tengah-tengahnya dibuat pintu berukuran kecil kurang lebih 30 cm x 20 cm dan diberi nama pasah patahu. Di dalam pasah patahu tersebut biasanya diletakkan sesajen berupa minuman anggur botol, rokok dan di disekitar pasah patahu akan ditancapkan bendera kuning sebagai ungkapan syukur atas permohonan dan doa yang telah dikabulkan (ujub). 77 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Untuk menentukan tempat dibangunnya pasah patahu biasanya tokoh agama kaharingan akan melakukan kegiatan manenung yang artinya ialah berkomunikasi dengan leluhur yang bertujuan mencari petunjuk tempat yang tepat untuk mendirikan pasah patahu. Dengan menggunakan beras sebagai media untuk berkomunikasi dengan patahu, maka masyarakat akan mengetahui tempat yang tepat untuk mendirikan pasah patahu. Cara yang dilakukan dalam proses manenung biasanya ialah dengan menawur behas (menaburkan beras). Biasanya beras dicampur dengan minyak, emas dan perak yang kemudian dibungkus menggunakan kain putih dan dinamakan behas hambaruan (beras yang melambangkan roh). Ketika beras tersebut dalam beberapa saat berubah warna menjadi lebih putih di dalamnya atau haritan, maka itu pertanda bahwa patahu atau roh baik menyetujui lokasi pendirian pasah patahu.18 Apabila terdapat pasah patahu di suatu desa biasanya masyarakat akan melakukan ritual khusus untuk leluhur atau roh baik yang dipercaya dapat menjaga kehidupan masyarakat dan mengabulkan permohonan setiap orang. Ritual tersebut bisa berupa ritual tolak bala atau ritual pakanan sahur lewu.Upacara pakanan sahur merupakan salah satu dari lima upacara upacara bersar yang biasanya dilakukan Etnik Dayak Ngaju. “Pakanan” berarti memberikan persembahan berupa sesajen kepada leluhur atau roh yang dipercaya sebagai roh baik oleh Etnik Dayak Ngaju. Sahur diartikan sebagai leluhur atau roh baik yang diberi kekuasaan oleh Tuhan untuk membantu manusia yang hidup di pantai danum kalunen (dunia) yaitu untuk menjaga dan memelihara kehidupan manusia di dunia, memberikan 18 Isabella Jeniva, Fungsi Tarian Manasai Dalam Upacara Pakanan Sahur Parapah Etnik Dayak Ngaju, (Salatiga: UKSW, 2010), 59-61 78 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah kesehatandan keselamatan, rejeki, serta menjauhkan masyarakat dari bahaya dan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu, pada saat ritual pakanan patahu atau sahur diadakan, dipenghujung ritual biasanya pemimpin ritual akan mendoakan masyarakat desa dengan menggunakan bahasa sangen yang merupakan bahasa doa bagi Etnik Dayak Ngaju. Contoh dari kalimat doa tersebut ialah sebagai berikut19 : “Limbas malalus gawi, lunuk masak, hatangkaje mangat kasalahan tingang esum tau belum jata katuntung tuah haring Hatalla kajawen balambit belum tatau sanang kilau asang suhun danum. Belum panjajewung kilau pisang tanggang tarung belum tatau sanang panjang umur, batuah marajaki, tau indu tanggeran lewu mandereh danum tangkilik rundung hapa mantai tambung sama kilau bulan matan andau bintang patendu langit.” Doa tersebut memiliki arti yang bertujuan untuk mendoakan masyarakat desa agar kehidupan masyarakat mengalami perubahan ke arah yang lebih baik yaitu hidup dalam kemakmuran, murah rejeki dan memperoleh kebahagiaan sehingga masyarakat desa dapat menjadi teladan yang baik bagi sesamanya dan kehidupan mereka selama dibumi akan bersinar layaknya sinar bintang dan bulan dilangit. Sahur secara umum merupakan nama yang diberikan kepad roh baik menurut kepercayaan kaharingan. Nama roh baik tersebut ialah patahu, Antang Patahu, Indu Bapa Sangomang, Lilang dan sangkana. Ketika manusia ingin menyampaikan permohonan kepada Tuhan maka hal itu akan diperantarai oleh roh-roh baik tersebut, salah satunya roh baik patahu. Oleh karena itu pasah patahu dan ritual pakanan patahu masih 19 Ibid., 61 79 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 dilakukan oleh masyarakat, khususnya masyarakat dusun Kerahau. Hal itu merupakan salah satu bukti kuat bahwa nilai agama kaharingan berakar di dalam kehidupan mereka. Walaupun ritual ini secara khusus dilakukan oleh warga yang masih menganut agama kaharingan, namun ia memiliki tujuan yang menyangkut kepentingan orang banyak. Menyampaikan permohonan kepada roh baik atau patahu tidak hanya dilakukan melalui ritualbesar yang melibatkan masyarakat secara umum namun bisa dilakukan secara pribadi. Permohonan pribadi tersebut misalnya kesuksesan dalam pekerjaan dan pendidikan, kesehatan dan keselamatan, dan sebagainya. Apabila permohonan secara pribadi dikabulkan maka seseorang wajib melakukan ritual pakanan patahu sebagai bentuk ucapan syukur. Cara untuk berkomunikasi dengan patahu biasanya dilakukan dengan cara menawur (menabur) beras yang merupakan media utama untuk dapat berkomunikasi dengan roh baik atau patahu. Biasanya hanya ada orang-orang tertentu yang dapat melakukan komunikasi dengan roh baik tersebut. Ketika menyampaikan permohonan, seseorang harus memiliki keyakinan dalam dirinya bahwa patahu dengan penuh kemurahan hati akan menyampaikan permohonannya kepada Tuhan. Apabila permohonan dari seseorang telah dikabulkan, maka ia wajib melakukan ritual pakanan patahu. Namun jika kewajiban tersebutmaka orang tersebut akan mengalami nyaranta atau sakit yang sulit disembukan karena sakit itu merupakan bentuk peringatan yang diberikan oleh patahu. Sebaliknya, apabila keinginan seseorang tidak terpenuhi, tidak melaksanakan upacara pakanan patahu pun tidak akan menjadi masalah. 80 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Untuk melakukan ritual pakanan patahu biasanya masyarakat menyediakan berbagai macam perlengkapan sesajen.Kelengkapan untuk sesajen akan ditentukan sesuai permintaan patahu. Namun ada beberapa kelengkapan atau sesajen yang pada umumnya digunakan pada ritual. Kelengkapan tersebut merupakan hal-hal yang dianggap memiliki nilai sakral. Adapun kelengkapan ritual yang bernilai sakral menurut Etnik Dayak Ngaju20 ialah sebagai berikut: 1. Beras atau behas. Beras mempunyai arti khusus bagi Etnik Dayak Ngaju. Beras berfungsi sebagai media komunikasi antara manusia dengan Tuhan. Itulah sebabnya dalam setiap ritual, beras selalu menjadi perlengkapan utama untuk ditaburkan ke berbagai arah dan di atas kepala manusia. Menurut kepercayaan agama kaharingan penguasa atau roh yang ada pada beras adalah roh Putir Selung Tamanang dan Raja Angking Langit (pembantu terdekat Ranying Hatalla Langit atau Tuhan). Rasa hormat Etnik Dayak Ngaju terhadap beras bukan berarti mereka menyembah beras, namun melalui media berras manusia dapat berkomunikasi dengan roh-roh baik. Menurut sejarahnya, beras telah lebih dahulu diturunkan ke bumi sebelum manusia pertama diturunkan. Itulah sebabnya beras mampu menyambung nafas manusia. 20 Ibid., 56-58 81 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 2. Darah Binatang Darah binatang, baik kerbau, ayam dan babi merupakan lambang antar mahkluk, antar manusia dan juga berfungsi untuk mendinginkan atau menetralisir. 3. Telur Telur merupakan lambang hubungan antar mahkluk dan juga lambang ketentraman dan kedamaian. Telur juga memiliki fungsi yang sama dengan darah binatang yaitu untuk mendinginkan dan mentralisir. 4. Dawen Sawang. Dawen sawang atau daun sawang merupakan salah satu benda sakral yang digunakan untuk memercikkan air atau darah korban binatang pada saat ritual. Dawen sawang juga berfungsi untuk mengambil atau mengeluarkan penyakit pada tubuh dalam ritual pengobatansangiang dan balian. 5. Sirih Pinang Sirih pinang merupakan lambang persatuan kehidupan dan zat Yang Maha Suci, menuju kebijaksanaan. 6. Minyak Kelapa Bulan. Minyak kelapa bulan ialah minyak yang terbuat dari kelapa yang kulitnya seperti bulan. Biasanya minyak kelapa bulan bisa digantikan dengan minyak yang digunakan untuk memasak. Fungsi minyak dalam ritual ialah melancarkan segalanya dari berbagai macam rintangan. Ritual keagamaan bagi masyarakat yang masih menganut agama Kaharingan ialah ritual basarah. Basarah ini diadakan di salah satu rumah salah seorang penganut Kaharingan. Sebab di Karahau tidak ada Balai Basarah yang biasanya digunakan oleh 82 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah penganut Kaharingan melakukan doa bersama. Jika mereka ingin ke Balai Basarah terdekat adanya di Timpah dan ada Majelisnya di sana. Ritual basarah biasanya dipimpin oleh seorang tokoh agama Kaharingan atau yang diberi jabatan ketua majelis agama Kaharingan. Ritual tersebut dilakukan dengan melantunkan beberapa tembang khusus dan membacakan kitab Kaharingan yang disebut kitab Panaturan. Tiwah Tiwah adalah suatu ritual untuk mendoakan arwah leluhur agar sampai pada langit ke tujuh suatu tempat kesempurnaan. Dalam upacara Tiwah membutuhkan biaya besar. Untuk biaya itu ditanggung oleh keluarga besar. Namun demikian jika keluarga besar belum cukup anggaran keuangannya. Keluarga ini bisa meminta bantuan ke kecamatan, kabupaten, atau propinsi. “Tiwah tidak bikin seperti undangan untuk bantuan itu. Tapi misal kita buat acara seperti itu kita minta bantuan hanya bisa ke kecamatan, kabupaten, propinsi, tidak ke masyarakat. Kalau untuk masyarakat gak ada gak bisa. Kalau orang mau Tiwah itu biasanya satu orang kena berapa? Misalnya berapa ratus ribu? beras berapa ?” Besarnya biaya ritual tiwah dikarenakan persyaratan yang harus dipenuhi bermacam-macam dan sesaji berupa babi dan kerbau juga harus ada. Selain itu juga punya kewajiban untuk memberi makan tamu yang hadir. Sehingga membutuhkan biaya besar. Tradisi di setiap daerah tidak sama persis dalam penyelenggaraan upacara Tiwah ini. 83 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 “Kalau di Katingan itu lain, kalau habis dibakar ditinggal di tempat pembakaran dulu terus dibuat rumah kecil kalau mau dibawa ke kampung babi lagi dibunuh. Terus dibawa ke kampung lagi tiwah lagi. Terus dibawa ke sandung tiwah pake hadangan sapi atau kerbau itu adatnya. Kalau orang Tiwah itu. Waktu orang membunuh kerbau itu ramai sekali. Yang nombak kerbau itu berganti-ganti orangnya. Kalau orang kami Mangalewu sama Tiwah lain Pak. Kalau Mangalewu itu orang Dayak menyebutnya sama dengan Mapapas tali . Kalau orang tua kita meninggal kemarin ya kita mapapas pali langsung kalau tidak langsung bisa 40 hari. Selesai acara kematian bisa juga kita langsung mapapas pali, begitu secara adat kita di sini. Lha setelah itu baru kita Tiwah, kita angkat tulangtulangnya itu. Kita siapkan sandung rumah yang kecil itu. Itu Tiwah. Kalau Manganalewu itu belum diangkat tulangnya masih dalam kuburan.” 2.3.3. Pengobatan Sangiang Pengobatan Sangiang adalah pengobatan dengan metode memanggil roh leluhur yang mempunyai kemampuan untuk mengobati. Roh leluhur ini diminta memasuki tubuh seorang perantara yang dipanggil lasang untuk membantu pengobatan. Cara memanggil roh ini dengan ritual dan sesaji tertentu. Di Dusun Tapian Karahau hanya ada satu orang yang bisa mempraktekkan cara pengobatan ini. Meskipun dia beragama Kristen namun ia memiliki kemampuan ini sejak usia muda belia. Dia sudah menjalani tugas sebagai perantara antara manusia dengan roh yang dianggap baik karena dapat memberikan pertolongan kepada manusia baik yang hidup di dunia. Sebagai orang yang memiliki kemampuan menjadi perantara antara 84 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah manusia dan roh baik maka biasanya orang tersebut akan dijuluki dengan istilah lasang. Masyarakat yang memanfaatkan jasa Sangiang ini tidak hanya dari Dusun Tapian Karahau saja tapi juga sampai Palangkaraya, Kapuas, Barito, dan lain lain. Hal ini membuktikan bahwa kepercayaan masyarakat Dayak terhadap kemampuan magis dan keberadaan roh baik masih sangat kuat. Terlebih ketika roh baik tersebut sudah banyak memberikan pertolongan kepada manusia, misalnya kesuksesan, keberuntungan dan kesembuhan bagi yang sakit baik sakit secara medis atau sakit karena hal magis. Salah satu pengalaman yang peneliti ikuti dalam acara pengobatan Sangiang di salah satu rumah warga.Acara ini dilaksanakan di rumah Pak Lisa. Kali ini yang menyelenggarakan adalah menantu Pak Lisa. Mereka ingin agar keluarganya yang sakit di Palangkaraya diobati dari jarak jauh. Untuk roh-roh yang masuk ke tubuh “lasang” (perantara) ini ada bermacam-macam. Ada “Sangiang Dusun” roh yang bisa masuk dalam tanah, ada yang berbahasa Melayu, Kapuas, Kadorih, dll. Roh yang mendampingi “Bue”21 (Roh utama yang masuk pertama kali ke tubuh lasang)ada banyak. Ada yang bisu, ada yang tuli, dan ada yang pincang. Pernah ada orang sakit yang disebabkan karena fotonya ditanam di kuburan oleh orang yang membencinya sehingga orang ini jatuh sakit. Oleh “bue” ini foto ini bisa diambilkan dan orang itu kemudian sehat. Dalam Sangiang ini ada perlengkapan yang tidak bisa dilupakan yaitu: gitar kecapi,sesaji berupa anggur malaga, dupa, kopi, tembakau jember, dan beras kuning. Selain menyembuhkan dan menghisap penyakit yang ada di tubuh pasien dan memakan 21 Bue adalah sebutan untuk kakek dalam Bahasa Dayak. 85 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 sumber penyakitnya yang berbentuk ulat,kotoran, dan lain lain. Selain itu “bue” ini juga bisa mengetahui kejadian yang terjadi dari jarak jauh misalnya apakah seseorang teman bisnisnya itu suka menipu atau tidak. Jika semua permintaan atau harapan dari peserta ini sudah tidak ada maka “bue” ini akan meninggalkan tubuh “lasang” dan acara selesai. Dalam acara Sangiang yang diselenggarakan oleh menantu Pak Lisa ini ada beberapa permintaan yang dimintakan pertolongannya pada “bue” ini antara lain: 1. Untuk melunakkan hati orang yang korupsi/menipu sehingga mereka mengembalikan uangnya kembali. 2. Memohon kesembuhan orang yang ada di rumah sakit Palangkaraya. 3. Memohon disembuhkan salah satu pemuda yang matanya sakit. 4. Memohon disembuhkan telinganya yang pendengarannya mulai berkurang. 5. Memohon disembuhkan penyakit gangguan perut. 6. Meminta nomor togel. Malam hari lainnya kami melihat ritual Nyangiang di rumah warga yang lain. Sangiang di rumah Mama Yongky ini sesajinya lebih lengkap karena mereka sudah berjanji akan melengkapi permintaan “bue” 2 hari yang lalu. Bermacam sesaji antara lain: daun Sawang,Anggur Malaga 3 botol,Lamang 2 buah, dan lain lain. Masuknya Roh “Bue” Sebelum melakukan ritual Pak Dehel (“Lasang Bue”) ini memeriksa kelengkapan untuk upacara Sangiang. Dan jika ada sesuatu barang yang masih terlupakan yang punya hajat diminta untuk melengkapi sebelum acara dimulai. Sebelum acara dimulai 86 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Pak Dehel juga membagikan aggur malaga kepada beberapa pemuda yang ada di sekitar sesaji. Khususnya Tommy yang bertugas menuangkan Anggur Malaga nanti jika Roh “bue” minta minum. Renout bertugas memetik gitar yang bernadakan irama kecapi. Setelah melalui beberapa tahap ritual, antara lain menyalakan dupa, mengisi gelas dengan koin, dan memasang gelang tangan dengan perban yang ada koinnya Pak Dehel menaburkan beras kuning dan mengucapkan mantra dengan Bahasa Sangiang maka masuklah roh “bue”. Mengobati “Esu” (Cucu) Yang Sakit Setelah Roh “bue” masuk akan dimulai dialog dengan yang punya hajat. Pertama Mama Yongky mengatakan bahwa mereka sudah menepati janji yang kemarin melengkapi sesaji. Kemudian anaknya yang sakit diambil sakitnya dengan menghisap menggunakan daun sawang kemudian tangan “bue” oleh salah seorang penonton ditepuk menggunakan bacaan tertentu agar apa yang ada di genggaman “bue” ini bisa dibuka dan terlihat benda yang dihisap tadi. Ada yang berupa kapas berwarna coklat. Ketika anaknya Mama Yongky minta agar segera diberi jodoh maka “bue” memberikan batu kecil berwarna coklat dan dimasukkan ke dalam kepalanya melalui rambut secara gaib kemudian hilang. Ada nenek-nenek tetangganya Mama Yongky yang minta disembuhkan dari sakitnya kemudian oleh “bue” bagian lehernya dihisap menggunakan daun sawang dan dipiring hasil hisapan tersebut berupa cairan kecoklatan menyerupai lendir coklat. Setelah ditawarkan tidak ada yang mau maka oleh buek cairan tersebut dijilati sampai habis. Semakin banyak sumber penyakit yang dimakan “bue” akan semakin sakti kata salah satu pengunjung. 87 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Dalam acara Sangiang ini Renout minta agar benda seperti mata pancing atau jarum dimasukkan dalam tangannya agar kalau memijat juga bisa menyembuhkan yang sakit pada pasien. Oleh “bue” jarum itu hanya ditempelkan di ujung jari kemudian ditekan dan masuklah benda itu dalam tangan kemudian oleh “bue” agak didorong agar sampai ke lengan. Renout tidak merasakan sakit apapun saat pemasangan benda itu hanya ada hawa dingin yang menjalar rasanya. 2.3.4. Besumuk Di lain tempat ada cerita tentang seorang gadis yang masuk angin. Untuk mengobati sakit tersebut biasanya warga akan mengobatinya dengan “disumuk” yaitu dengan cara kulit di punggung diolesi minyak tanah kemudian diberi sumbu dan dinyalakan lalu ditutup dengan gelas sampai apinya mati. Bekas “disumuk” ini akan menimbulkan warna kemerahan di kulit biasanya setelah disumuk masuk anginnya jadi hilang. 2.3.5. Pengobatan Danum Tawar Pengobatan danum tawar adalah pengobatan yang menggunakan media berupa air yang didoakan. Dalam makna katanya danum adalah air dan tawar adalah penawar sehingga makna dari danum tawar adalah air yang digunakan untuk menetralisir pengaruh-pengaruh negatif dalam tubuh. Di Pantar Kabali danum tawar ini diperoleh warga dari para tokoh-tokoh agama di dusun tersebut. Mereka percaya dengan meminum danum tawar tersebut gangguan roh jahat tidak akan mengganggu mereka. Salah seorang pendoa yang menggunakan media danum tawar untuk menyembuhkan pasiennya bercerita bahwa baru 88 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah sekitar 2 tahun ini pulih22 di Pantar Kabali mulai marak. Dulunya dia tidak pernah mendengar atau keluhan orang sakit yang diakibatkan pulih. Baru sejak tahun 2012 ketika orang mulai ramai menambang emas dan persaingan dagang di dusun ini mulai ramai, pulih itu mulai ramai dibicarakan. Dengan danum tawar, pulih itu bisa dinetralisir asal pasiennya juga percaya dan berdoa. Selain itu jika masih ada keluhan pendoa ini minta dibawakan piring yang berwarna putih polos dan dupa untuk memperkuat pertahanan pasien agar terbebas dari roh jahat. Pulih itu salah satu alat yang digerakkan oleh roh jahat sehingga sebenarnya bisa dideteksi dan dihindari bagi yang peka. Salah satu cara agar tidak terkena pulih adalah jika makan sebaiknya jangan menggunakan sendok tetapi dengan tangan saja sebab pulih itu semacam makhluk yang menghindari sentuhan tangan namun bisa menempel di sendok. Cara kedua adalah mendoakan makanan atau minuman dulu lalu diputar sebanyak tiga kali. Ketiga adalah menutup gelas sebelum diminum dan didoakan jika air minum itu mengandung pulih gelas itu akan pecah. 2.4. Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan 2.4.1. Keluarga Inti Keluarga inti menurut warga Desa Muroi Raya terdiri dari suami, istri dan anak, meskipun dalam kenyataan dalam satu bangunan rumah bisa terdapat 4 sampai 5 KK. Salah satu contoh adalah rumah milik Pak JB, dia mempunyai 5 orang anak yang sudah menikah semua. Semua anaknya masih tinggal dalam satu 22 Lihat Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak: Etnik Dayak Siang Murung 2012 hal.51 89 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 rumah. Ada 3 KK anaknya sudah membuat dapur sendiri sedangkan 2 KK anaknya masih satu dapur dengan Pak JB. Pak Guru Udin juga pernah mengomentari hal ini. Sebagai pendatang dari Banjar dia melihat perbedaan Orang Banjar dengan Dayak. Orang Banjar kalau sudah menikah akan memisahkan diri dengan orang tuanya entah itu mengontrak rumah baru atau membangun rumah sendiri. Namun dia melihat Orang Dayak di sini tidak begitu mereka lebih senang menyatu dengan orang tua dan sanak saudaranya. Keluarga besar Pak Ug, anaknya yang masih tinggal dengannya tinggal 1 KK yang masih jadi satu rumah sedang anaknya yang lain sudah memisahkan diri membangun rumah di samping dan belakang ketika mereka sudah menikah. Sementara anaknya yang masih tinggal dalam rumahnya adalah mereka yang masih bujang dan perawan. Sebentar lagi satu anak laki-laki tersebut akan membawa istri dan anaknya untuk pindah rumah di dekat lanting. Sehingga nanti yang tinggal satu rumah adalah yang bujang dan perawan saja. Melihat dua keluarga di atas untuk masalah tempat tinggal bagi keluarga inti untuk saat sekarang tergantung kemampuan ekonomi keluarga. Menurut Pak H, memang jaman dahulu kekeluargaan di sini sangat kuat namun sekarang sangat individualis paman belum tentu mau membantu keuangan keponakannya. Sehingga dalam membangun rumah sangat tergantung kemampuan ekonomi keluarga inti tersebut. 2.4.2. Sistem Kekerabatan Kekerabatan di Desa Muroi Raya sangat tampak dalam mereka bekerja khususnya saat menambang emas. Mereka membangun lanting dan yang bekerja di lanting tersebut biasanya adalah keluarga besar. Mereka masih satu kerabat dekat. 90 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Namun bagi juragan besar yang memiliki 25 lanting hal ini tidak berlaku untuk pekerjanya. Namun untuk pemegang keuangan inti dan manajemen biasanya dipegang keluarga besar atau kerabat. Seperti Pak RK yang mempunyai 25 lanting di Dusun Tanjung Jaya. Para pekerjanya di lanting adalah orangorang luar namun hasilnya harus setor ke Pak RK dan yang menimbang dan mengatur keuangan adalah kerabat atau keluarga Pak RK. Untuk di Dusun Karahau sistem kekerabatan sangat terlihat pada upacara adat seperti pernikahan. Keluarga besar atau kerabat akan membantu pembiayaan calon mempelai khususnya dalam upacara tampung tawar, keluarga besar memberikan doa restu kepada pengantin. Selain itu sangat tampak pada upacara Tiwah sebab keluarga besarlah yang menanggung semua biaya upacara tiwah ini. Sehingga tampak di situ siapa saja kerabat yang terlibat dan membantu. 2.4.3. Sistem Kemasyarakatan dan Politik Lokal Menurut salah seorang tokoh masyarakat di Pantar Kabali, Kalimantan ini sangat berbeda dengan Jawa apalagi Jogja. Di Jogja ada raja sehingga mereka punya aturan hukum yang harus ditaati dan sosok seorang raja yang disegani. Kalau di Kalimantan ini lain karena dalam sejarahnya mereka tidak pernah ada penguasa yang dominan maka seolah mereka adalah orang merdeka. Dampaknya mereka tidak mau atau susah diatur. Hanya jika muncul dari keinginan pribadi mereka akan menghormati dan mentaati. Hal ini berdampak pada aturan adat, kemsyarakatan, dan perpolitikan di desa ini. Salah satu kasus adalah permasalahan kepala dusun di Dusun Karahau: 91 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 “Saya bilang pada kepala desa jangan bapak cabut dulu permohonan. Kompromi dengan masyarakat dan bilang pada masyarakat apa betul ndak masyarakat mau ikut Sungai Gita. Jadi kami bisa membantu bapak kasih surat keterangan bahwa masyarakat tidak setuju ikut di Sungai Gita. Masyarakat inginnya ikut di Muroi Raya lalu kami kan buat surat keterangan tanda tangan masyarakat di sini kan kita tembuskan ke kepala desa langsung ke camat sana. Jadi sekarang gimana kurang tahu juga. Pak RT diusulkan jadi Kadus tapi kepala dusun yang dulu tidak mau diganti. Kalau kepala dusun yang dulu mau ikut ke Sungai Gita.” Informan di atas menceritakan pada awalnya Dusun Tapian Karahau adalah bagian dari Muroi Raya. Pada waktu menjadi bagian dari Muroi Raya warga Tapian Karahau sering dimintai bantuan baik materi maupun tenaga. Karena sudah merasa ikut membantu mereka merasa punya hak untuk mengakses bangunan yang sudah jadi. Mereka juga dulu dimintai persetujuan dan tanda tangan setiap ada proyek dari pemerintah yang masuk ke Desa Muroi Raya. Setelah ada program pengembangan desa, Tapian Karahau dimasukkan masuk wilayah Desa Sungai Gita, desa yang baru dibentuk. Kepala Dusun lama setuju dengan hal ini, setelah kepala dusun lama tidak tinggal di Karahau warga mengajukan kepala dusun baru. Hal ini menimbulkan konflik, warga tidak mau bergabung dengan Desa Sungai Gita karena sudah merasa punya hak atas bangunan di Pantar Kabali seperti pelabuhan, masjid, dan Posyandu, lalu disuruh pindah ke Sungai Gita. Mereka mengajukan surat keputusan bersama ke Camat. Oleh Kepala dusun Lama surat pengajuan masyarakat itu dicabut. Sehingga selama peneliti 92 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah tinggal di Muroi Raya kurang lebih 2 bulan status Dusun Karahau ini belum jelas “Dulu saya bicara sama mereka waktu mereka ambil kotak di Mentangai kubilang sama mereka para ketua DPD itu kita ada rapat banyak hal yang perlu dibicarakan masalah dusun, masalah ketetapan Dusun Krahau mau ikut mana apakah Muroi Raya, Sungai Gita, atau Teluk Batu kita ini tidak tahu seolah kita ini dijual. Nah habis bangunan di Muroi Raya dijual lagi ke Sungai Gita kan kalau habis bangunan di Sungai Gita dijual kemana lagi kan? Teluk Batu mungkin jadi kami ini tinggal tulang aja. Jadi hasil kami yang membantu mereka itu tidak ada hasilnya ndak ada buktinya tidak ada timbal baliknya. Kami mau bangun pelabuhan ndak jadi juga.” Dampak dari konflik ini rencana pembangunan dermaga yang menurut warga sudah disetujui PNPM tidak jadi dibangun. Warga merasa sangat dipermainkan oleh kepentingan elit politik di tingkat atas. Mereka merasa dikorbankan oleh para politikus tersebut sehingga jika ada pendatang masuk ke Karahau jika dari pemerintah dikira akan mengotak-atik kasus lama seperti rencana pembangunan pelabuhan ini. Sehingga di dusun ini secara politis menjadi rawan konflik. Pak Kepala Desa Muroi Raya juga mempunyai 2 rumah yang satu di Dusun Pantar Kabali dan yang satunya lagi di Kecamatan Mantangai. Pak Kadus memilih tinggal di Mantangai karena di sana ada SMP dan SMA sehingga dia menyekolahkan anaknya di sana. Sehingga sebulan sekali baru pulang ke Muroi Raya. Pemerintahan Desa bisa berjalan karena saudaranya banyak yang di Muroi dan Perangkat yang lain masih saudara sehingga jika membutuhkan keperluan bisa diwakilkan perangkat yang lain seperti Pak Sekdes yang juga masih saudara. 93 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Sekretaris desa bercerita bahwa sejak dulu yang menjadi pemimpin dusun adalah dari keluarga besarnya sebab hanya mereka yang sekolahnya tinggi. Menyadari pentingnya sekolah inilah maka Pak Kepala Desa rela membuat rumah di Mantangai untuk menjadi tempat tinggal dan singgah jika ada saudaranya/ anak-anak saudaranya yang akan melanjutkan sekolah. Menyadari jauh dari berbagai fasilitas baik itu pusat perbelanjaan, Puskesmas, maupun kecamatan, mau tak mau warga Muroi Raya harus mengorganisasi diri untuk saling membantu jika ada yang sakit atau terkena musibah. Mereka membuat aturan tidak mengikat untuk membantu jika ada yang mengalami kesusahan. “Sama saja jauhnya. Kalau mantri danau rawah sebulan sekali baru ke sini. Kemarin ada yang sakit perutnya besar itu dibawa ke Kahayan Obat Kampung. Katanya ada yang bilang sakit liver ada yang bilang beri-beri. Kalau ada orang sakit kita urunan. Ada Orang mati kita wajib memberi kartu kuning tiap orang minimal sepuluh ribu. Tapi ada juga yang bawa barang dan bawa gula.” Adanya kartu kuning ini membuat mereka saling bantu ketika ada masalah, karena meskipun musibah itu tidak diinginkan tapi jika mereka tidak mempersiapkan diri dalam sistem masyarakatnya maka akan memberatkan mereka yang terkena musibah. Hubungan resiprositas ini meringankan anggota masyarakat yang mengalami kesusahan baik sakit ataupun ada yang meninggal dunia. 94 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah 2.5. Pengetahuan Tentang Kesehatan 2.5.1. Konsepsi Mengenai Sehat dan Sakit Setiap konteks sosial budaya tertentu memiliki konsep sehat dan sakit yang berbeda-beda. Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) mendefinisikan sehat adalah suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Sehat fisik atau jasmani ialah memiliki tubuh yang sehat dan terhindar dari penyakit. Sehat secara mental ialah selalu merasa puas dengan apa yang ada pada dirinya, santai dan menyenangkan serta tidak ada tanda-tanda konflik kejiwaan. Dapat bergaul dengan baik dan dapat menerima kritik serta tidak mudah tersinggung dan marah, selalu pengertian dan toleransi terhadap kebutuhan emosi orang lain. Dapat mengontrol diri dan tidak mudah emosi serta tidak mudah takut, cemburu, dan dapat menghadapi dan menyelesaikan masalah secara cerdik dan bijaksana. Sehat secara sosial adalah suasana kehidupan berupa perasaan aman damai dan sejahtera, cukup pangan, sandang dan papan. Dalam kehidupan masyarakat yang sejahtera, masyarakat hidup tertib dan selalu menghargai kepentingan orang lain serta masyarakat umum.23 Hidup sehat yang meliputi ketiga aspek tersebut tentu saja menjadi tujuan dari pembangunan suatu masyarakat. Konsep hidup sehat seringkali dipengaruhi oleh kebudayaan atau tradisi suatu masyarakat. Konsep sehat bagi suatu masyarakat terntentu tidak saja hanya dilihat dari perspektif medis tetapi juga konsep sehat dari persepsi kebudayaan atau tradisi suatu masyarakat, seperti halnya pada masyarakat desa Muroi Raya, Dusun Pantar Kabali dan Dusun Kerahau. Secara kebudayaan 23 http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/11/29/memahami-definisi- sehat-512845.html 95 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 atau tradisi konsep atau pemahaman mereka tentang sehat tersebut berpengaruh terhadap kesehatan secara fisik, mental dan sosial. Konsep atau pemahaman tentang sehat dan sakit juga tidak hanya dipengaruhi oleh tradisi atau kebudayaan tetapi juga dipengarui oleh faktor ekonomi dan pendidikan masyarakat. Konsep Sehat Bagi masyarakat Desa Muroi Raya, khususnya yang berada di Dusun Pantar Kabali dan Dusun Kerahau, seseorang dikatakan sehat pertama, apabila secara fisik ia terhindar dari racun pulih. Pulih ialah racun yang memiliki sifat magis. Racun pulih memiliki sifat magis karena benda tersebut digunakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu yaitu sebagai menambah kekayaan atau pasugihan. Tidak semua orang memiliki racun pulih hanya ada orang tertentu yang memiliki tujuan ingin hidup dengan harta yang berkelimpahan seperti misalnya memiliki banyak emas dan perabotan di dalam rumah. Bagi masyarakat Desa kepemilikan benda berupa emas merupakan salah satu cara untuk menunjukkan status sosial seseorang. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila berbagai cara dilakukan untuk meningkatkan status sosial tersebut misalnya dengan mempercayai hal magis seperti racun pulih. Dampak dari masuknya racun pulih ke dalam tubuh biasanya akan menyebabkan sakit bahkan berujung pada kematian. Apabila korbanya meninggal makan pemilik racun pulih akan bertambah kaya. Seperti kasus yang baru-baru saja terjadi pada bulan mei tahun 2014 yang menimpa seorang anak laki-laki usia 7 tahun. Kedua, konsep sehat bagi masyarakat Desa Muroi Raya, khususnya mereka yang menetap di Dusun Pantar Kabali dan Kerahau, yaitu apabila mereka setiap hari mengkonsumsi air seribu akar yang mereka peroleh dari air sungai pantardan kerahau. Kedua sungai tersebut merupakan anak sungai muroi yang kedalamannya tidak terlalu dangkal. Bagian dasar sungai tersebut ialah pasir berwarna putih dan air yang berwarna kemerah-kemerahan. Di tepi sungai pantar dan kerahau tumbuh tanaman-tanaman rawa yang menyerap air dari sungai tersebut. 96 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Sehingga masyarakat percaya bahwa air sungai pantar dan kerahau yang berwarna kemerahan adalah air dari akar tanaman rawa yang jika dikonsumsi sangat baik untuk kesehatan. Itulah sebabnya mereka menyebut istilah air sungai pantar dan kerahau dengan air seribu akar. Beberapa informan menyatakan air seribu akar biasanya langsung diminum tanpa harus direbus terlebih dahulu. Karena jika direbus rasanya akan berbeda, tidak manis lagi dan tidak bisa memberikan efek kesegaran pada tubuh pada saat diminum. Air seribu akar tidak hanya dikonsumsi oleh orang dewasa tetapi juga oleh anak-anak. Para orangtua mulai membiasakan anak-anak mereka untuk menggunakan air seribu akar baik untuk minum ataupun mandi. Mereka menyatakan bahwa selama anak-anak mereka mengkonsumsi air seribu akar tersebut mereka tidak pernah mengeluh sakit perut. Jadi bagi masyarakat desa Muroi Raya, mengkonsumsi air seribu akar merupakan salah satu upaya untuk menyehatkan tubuh jasmani mereka. Konsep sehat yang ketiga ialah terkait dengan kepercayaan masyarakat terhadap roh baik yang dipercaya dapat mengabulkan permintaan mereka termasuk masalah kesehatan dan kesembuhan dari penyakit. Keberadaan roh baik sangat mempengaruhi kondisi kesehatan mereka. Roh baik tidak hanya mampu mengupayakan pencegahan terhadap penyakit tetapi juga mampu memberikan kesembuhan pada sakit yang diakibatkan oleh roh jahat ataupun sakit secara medis. Pada saat ritualsangiang dilakukan, biasanya masyarakat akan melakukan pengobatan dan setelah selesai melakukan pengobatan mereka percaya penyakit telah dikeluarkan dari tubuh dan mereka merasakan tubuh mereka kembali sehat. Salah satu informan yang melakukan pengobatan pada ritual sangiang mengeluhkan sesak nafas dan sakit di bagian dada. Setelah selesai melakukan pengobatan, keesokan harinya informan tersebut menyatakan bahwa ia sudah sehat dan tidak merasakan sakit dibagian dada atapun sesak nafas. Seperti pernyataannya berikut ini: 97 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 “Mangat ndai ih angat ah limbas natamba dengan mama bapa eka male. Jatun ndai kua kare kapehe usuk ah. Bahut nah tau kare pehe usuk ah seke-seke aseng ah. Tuh dia ndai kua pehe. Kurang jadi angat ah.” (badan saya sudah berasa enakan setelah berobat sama bapak eka. Sakit dibagian dada saya sudah ga ada lagi. Kalau sebelumnyakan saya sering merasakan sesak nafas. Tapi sekarang sudah tidak sakit lagi, sakitnya sudah berkurang) Konsep sehat yang keempat ialah apabila masyarakat sudah mendapatkan pelayanan secara medis pada saat sakit, baik pelayanan medis yang dilakukan oleh petugas kesehatan setiap dua minggu sekali atau pelayanan medis di Timpah dan Kota Palangkaraya. Beberapa warga yang setelah mendapatkan pelayanan secara medis, baik dengan mengkonsumsi obat resep dokter atau perawat dan juga mendapatkan suntikan, biasanya akan menyatakan kesembuhannya kepada orang lain. Beberapa informan menyatakan bahwa setelah melakukan pengobatan, kesehatannya sudah kembali pulih dan tidak ada sakit yang dirasakan. Seperti pernyataan salah seorang informan berikut ini: “Aku tuh dia ulihku ndai mandui lalau susung. Awi langsung pehe ih ututku, handak dia ku ulih nanjung. Jaka dia aku berobat ke kepuas bahte kana suntik ampi awi dokter. Jaka diaku berobat ke dokter dia terai kapehen pai ku. Tuh jadi dia ndai pehe tapi aku tatap dia bahanyi mandui susung.” (saya sekarang sudah tidak bisa lagi mandi terlalu pagi karena kedua lutut saya langsung sakit dan rasanya hampir tidak bisa berdiri. Kalau saya tidak pergi berobat ke dokter yang ada di kapuas dan diberikan suntikan mungkin kaki saya masih sakit sampai sekarang. Tapi meskipun sudah sembuh saya tetap tidak berani mandi terlalu pagi). 98 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Konsep Sakit Bagi warga Muroi Raya konsepsi sakit dipengaruhi oleh dua hal, baik sakit secara fisik atau jasmani dan sakit dalam hal perekonomian. Dalam hal perekonomian mereka sering bilang “Puya sedang sakit atau Emas sedang sakit serta Karet sedang sakit”. Hal ini diartikan bahwa mereka yang menggantungkan hidupnya dengan menambang “puya” dan emas akan merasa sakit jika harga turun sedangkan biaya modal dan tenaga yang dikeluarkan tidak sebanding dengan yang dihasilkan. Untuk konsep sakit yang dipengaruhi oleh kondisi fisik atau jasmani, seringkali seseorang langsung menyatakan keluhannya kepada orang lain. Seperti salah seorang informan, Pak N mengatakan jika dia tidur nyenyak dan badan panas tidak terasa dingin walaupun tidak menggunakan selimut itu pertanda bahwa badannya sehat namun jika dia sudah menggunakan selimut tapi badan masih kedinginan berarti pertanda dia sedang sakit. Apabila tubuh memberikan tanda-tanda atau gejala seperti demam dan menggigil maka hal itu menandakan sesorang sedang dalam keadaan sakit. Biasanya masyarakat Desa Muroi menyebutnya dengan istilah badarem hagenjeh. Sakit secara fisik atau jasamani tersebut tidak hanya diakibatkan oleh penyakit medis, tetepai menurut kepercayaan masyarakat sakit secara fisik juga bisa diakibatkan karena gangguan roh jahat. Apabila seseorang mendapatkan mimpi bertemu dengan arwah orang yang sudah meninggal dan setelah bangun dari tidur merasakan tubuhnya ringan, kepala sakit maka hal itu menandakan bahwa tubuh seseorang sedang dalam keadaan sakit yang diakibatkan oleh roh jahat. Terlebih ketika sakit tersebut tidak bisa disembuhkan dengan obat medis atau tenaga medis, maka sudah dapat dipastikan bahwa sakit tersebut diakibatkan oleg roh jahat. Ketika roh jahat sudah menguasai tubuh dan roh seseorang maka disitulah seseorang dikatakan sedang mengalami sakit. 99 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 2.5.2. Pengetahuan Tentang Obat Tradisional Masyarakat Desa Muroi Raya sangat tahu tentang kasiat tanaman dan akar untuk pengobatan. Mereka memperoleh pengetahuan itu dari orang tua dan leluhur mereka. Selain itu tolong menolong dan saling memberikan informasi tentang obat antar tetangga juga menjadi kebiasaan mereka. Mereka memanfaatkan tanaman sekitar karena letak desa mereka yang sangat jauh dari provider kesehatan seperti Puskesmas dan dokter. Sehingga untuk pertolongan pertama mereka mengandalkan obat-obatan tradisional dan pengobat tradisional. Baru jika upaya itu tidak mampu mengatasi baru mereka berobat ke dokter atau rumah sakit. Meskipun ada juga warga yang lebih percaya pada pengobat tradisional dan menempatkan dokter sebagai alternatif pengobatan kedua saja. Obat tradisional biasanya sering digunakan oleh ibu yang ada dalam masa kehamilan dan masa nifas. Obat tradisional berupa akar tersebut dikonsumsi agar mempermudah proses persalinan dan juga memulihkan kesehatan tubuh ibu pasca melahirkan. obat tradisional yang dikonsumsi pada masa nifas biasa mereka sebut dengan istilah obat 41 macam. Pada masa nifas ibu akan mengkonsumsi 41 jenis akar tanaman yang biasanya direbus dan diminum airnya. 2.5.3. Pengetahuan Tentang Biomedikal Pengetahuan Masyarakat tentang biomedikal didapat dari Petugas Puskesmas Keliling dan Tenaga Kerja Sukarela yang ada di Posyandu. Selain itu mereka juga mendapat informasi tentang biomedikal dari pedagang obat di warung atau pasar yang seminggu sekali membuka lapak dagangannya di Pasar Malam. Salah seorang warga menyatakan bahwa pada saat merasa kurang enak badan, badarem (demam) atau sakit kepala, 100 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah biasanya ia akan membeli obat-obatan di warung. Obat-obatan yang seringkali dibeli dan dikonsumsi oleh masyarakat pada saat sakit ialah paracetamol, amoxilin. Berikut pernyataan salah seorang informan terkait pengetahuan tentang biomedikal: “Aku bahut amun dia lalau mangat biti nah, daremdarem pehe kuluk maresepku kabuat ih obat ah. Mili ku lakau hekau, barangai obat a ih, paracetamol kau ih.” (kalau saya lagi tidak enak badan, demam dan sakit kelapa biasanya saya bikin resep sendiri aja. Beli obat di warung, ya obat apa aja, biasanya paracetamol). Ketika Tenaga Puskesmas Keliling ataupun TKS di Posyandu tidak ada masyarakat mempercayakan pengetahuan kepada pedagang obat di pasar atau penjual warung yang kadang tidak mengerti dosis yang tepat yang bahaya bisa mengakibatkan keracunan seperti yang pernah terjadi di Pantar Kabali. 2.5.4. Pengetahuan Tentang Makanan dan Minuman Belajar dari orang tua dan tetangga adalah cara mereka mengetahui mana makanan dan minuman yang baik untuk kesehatan dan yang menjadi pantangan bagi mereka. Selain itu agama juga mengajarkan adanya makanan yang dilarang untuk mereka makan. Hal ini terlihat di Pantar Kabali karena mayoritas Islam tidak ada yang memelihara anjing. Berbeda dengan penduduk Tapian Karahau yang masih ada penganut Kristen dan Kaharingannya, mereka masih banyak yang memelihara anjing. Babi hutan diharamkan bagi pemeluk Agama Islam di Pantar Kabali. Makanan khas dalam setiap upacara hajatan di Pantar adalah Masak Habang (Sayur Merah), makanan ini merupakan makanan khas yang masuk dari pengaruh Banjar. Sedangkan bagi Masyarakat Dayak biasanya hidangan khas mereka adalah Sayur 101 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Juhu yang kuahnya lebih berwarna kuning karena banyak kunyitnya dengan campuran sayur seperti terong asam atau, kacang panjang dan daun ketimun yang masih muda. Selain makanan khas pada saat hajatan ada masakan yang dibuat dari sayur yang tumbuh di sekitar rumah dan ladang seperti sayur kelakai, dan daun ubi atau rotan muda. Sedangkan untuk produk makanan baru yang seringkali dikonsumsi oleh warga baik orang dewasa dan anak ialah minuman gelas mountea. Minuman tersebut banyak dijual di setiap warung yang ada di Desa Muroi Raya. biasanya warga memberli minuman tersebut tidak hanya untuk dikonsumsi tetapi untuk memanfaatkan bagian permukaan gelasnya menjadi bahan kerajinan tangan untuk membuat keranjang. 2.5.5. Pengetahuan Tentang Pelayanan Kesehatan Desa Muroi Raya masih menjadi jangkauan wilayah Puskesmas Danau Rawah namun pada kenyataannya sangat jarang warga Muroi Raya yang memeriksakan diri ke sana. Mereka hanya memeriksakan diri ke Petugas Puskesmas Keliling tiap dua minggu sekali dan Posyandu. Untuk penduduk Karahau mereka lebih sering memeriksakan diri ke Timpah bukan ke Puskesmas Danau Rawah karena permasalahan jarak dan biaya transportasi. Untuk warga di Dusun Bukit Keramat dan Tanjung Jaya lebih mengandalkan pemeriksaan di Tanjung Jaya jika ada mantan perawat dari Mandomai yang sebulan sekali berkunjung ke situ. 2.5.6. Persepsi Masyarakat Tentang Pelayanan Kesehatan Penilaian masyarakat tentang pelayanan kesehatan di Dusun Muroi Raya sangat kurang. Mereka menginginkan ada petugas yang tinggal di Posyandu karena bangunan sudah dibuat. 102 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Namun akhir-akhir ini hanya TKS yang ada di sana tidak ada bidan dan perawat. Masyarakat ingin jika mereka ada keluhan ada yang dimintai nasehat dan ada obatnya. Untuk Dusun Karahau mereka menilai pelayanan mantri di Timpah sangat bagus pelayanannya. Di sana boleh ngutang dulu dan mantrinya sangat ramah dan bisa mengobati segala macam penyakit. Sebenarnya mereka juga ingin di dusun mereka ada Puskesmas atau mantri yang tinggal di sini sehingga jika sakit mereka bisa langsung berobat ke situ sebab selama ini jika ingin ke timpah saja mereka harus menyediakan uang minimal Rp. 500.000,2.6. Bahasa 2.6.1. Bahasa Dayak Ngaju Bahasa Dayak Ngaju digunakan untuk bahasa percakapan setiap hari. Untuk generasi yang sudah tua mereka hanya bisa menggunakan Bahasa Dayak Ngaju, untuk generasi muda dan anak-anak karena mereka pernah mendapatkan pendidikan Bahasa Indonesia di SD mereka bisa berbahasa Indonesia jika diajak berbicara dengan Bahasa Indonesia. Beberapa Warga Pantar Kabali bercerita bahwa bahasa Dayak Ngaju yang mereka gunakan adalah yang kasar jika yang lebih halus ada di daerah Kahayan bahasanya sedikit berbeda. Jika Orang Kahayan bisa mengerti bahasa orang Muroi Raya ini namun Orang Muroi Raya tidak paham apa yang diucapkan Orang-Orang Kahayan jika mereka menggunakan bahasa mereka meskipun sama-sama Bahasa Dayak Ngaju. Sebagian kecil bahasa Dayak Ngaju yang digunakan oleh masyarakat Desa Muroi sudah mendapat pengaruh dari bahasa Banjar. Pengaruh ini diakibatkan perkawinan campur antara Etnik Dayak Ngaju dan Etnik Banjar dan juga dipengaruhi oleh para 103 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 pedagang dan pengusaha tambang emas dan puya yang sebagian besar berasal dari Etnik Banjar. Sebagai contoh pengaruh bahasa Banjar sangat nampak dalam kebiasaan masyarakat pada saat memanggil kakek dan nenek, paman dan bibi dengan sebutan kai dan nini, amang dan acil sedangkan dalam bahasa Dayak Ngaju biasanya disebut dengan tambi dan bue, mina dan mama. 2.6.2. Bahasa Banjar Bahasa Banjar digunakan di Dusun Pantar Kabali khususnya di keluarga yang merupakan keluarga pendatang dari Banjar. Bahasa Banjar juga diajarkan di SD sebagai muatan lokal. Bahasa Banjar ini juga dipakai di Madrasah sebagai Bahasa Pengantar karena pengajarnya dari Banjar. Semua pedagang di pasar malam adalah pedagang dari Banjar sehingga sesama pedagang mereka menggunakan Bahasa Banjar hal ini juga berpengaruh pada bahasa warga Pantar Kabali yang kadang dalam berbahasa Dayak tercampur Bahasa Banjar di dalamnya. 2.6.3. Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia digunakan di sekolah dan pertemuan formal di Masjid maupun rapat warga. Tamu dari luar biasanya menggunakan Bahasa Indonesia. Pengguna Bahasa Indonesia ini adalah kaum muda dan mereka yang pernah mengenyam bangku SD jika yang orang tua agak kurang lancar jika diajak berbahasa Indonesia khususnya yang sangat tua 70 tahun ke atas sama sekali tidak bisa Bahasa Indonesia. 2.6.4. Bahasa Sangiang dan Kadorih Bahasa Sangiang hanya digunakan oleh penyembuh Sangiang. Bahasa Sangiang hanya digunakan untuk ritual tertentu khususnya ritual pengobatan dan pemanggilan roh. Kadang Roh 104 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah yang masuk dalam tubuh lasang tidak saja menggunakan Bahasa Sangiang tapi Kadang Menggunakan Bahasa Kadorih. 2.7. Kesenian 2.7.1. Tarian Manasai Tarian manasai adalah tarian yang secara umum dilakukan oleh masyarakat Dayak Ngaju tanpa mengenal perbedaan status sosial dan perbedaan usia. Tarian manasai telah menjadi budaya turun temurun yang bisanya dilakukan pada momen tertentu, misalnya pesta pernikahan atau ritual-ritual tertentu. Tarian manasai merupakan tari yang gerakannya selalu berputar mengelilingi sangkai lunuk (tiang) atau benda lainnya yang biasanya diletakkan di tengah. Dalam pesta pernikahanbiasanya tarian ini dilakukan dengan cara setiap orang berkumpul dan kemudian membentuk lingkaran untuk melakukan tarian manasai dengan cara bergerak memutar. Dalam pesta pernikahan tarian manasai dilakukan dengan tujuan memeriahkan pesta dan ekspresi kegembiraan dari para tamu dan keluarga mempelai. Tarian manasai biasanya juga diadakan untuk menyambut tamu-tamu pemerintahan. Tari ini juga dipentaskan pada acara festival budayaisen mulang yaitu acara tahunan yang diselenggarakan pemerintah daerah dan dinas pariwisata, tujuannya ialah untuk menarik minat wisatawan yang berkunjung serta memperkenalkan dan melestarikan budaya daerah.24 Tarian manasai merupakan salah satu bentuk kesenian yang masih dilakukan oleh masyarakat Desa Muroi Raya, khsusunya di Dusun Pantar Kabali dan Kerahau. Tarian tersebut 24 Isabella Jeniva, “Fungsi Tarian Manasai Dalam Upacara Pakanan Sahur Parapah, 78-79. 105 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 mereka lakukan pada saat pesta pernikahan salah seorang warga. Biasanya selesai menyaksikan akad nikah, para tamu akan berkumpul di halaman rumah dan dengan penuh gembira menarikan tarian manasai dengan diiringi musik dan nyanyian dan mengikuti tata langkah yang sudah disepakati bersama dalam lagu dan Tarian Manasai. Di Dusun Karahau Tarian Manasai dinyanyikan waktu malam menjelang akad nikah perkawinan. Semalam sebelum akad nikah perkawinan Meme menyelenggarakan malam pentas seni yang diisi spontanitas oleh warga. Setelah pidato pembukaan dari Pak RT kemudian warga bersama-sama menarikan Tarian Manasai di halaman rumah dengan gerakan kaki yang sudah disepakati dan berjalanan melingkar. Gambar 2.8. Tarian Manasai Sumber: Dokumentasi Peneliti 106 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah 2.7.2. Organ Tunggal dan Dangdut Upacara pernikahan di suatu desa maupun dusun merupakan salah satu inti kebudayaan dari masyarakat tersebut. Di sini ada proses resiprositas antar warga. Dimana saling membalas jasa dan gotong royong antar warganya. Di dalam upacara pernikahan ini juga tampil berbagai acara pentas kesenian yang biasa digunakan oleh warga. Di Pantar Kabali untuk saat sekarang sewaktu peneliti tinggal di dusun ini, setiap acara pentas hiburan pada acara pernikahan selalu menghadirkan penyanyi dangdut. Bagi mereka yang tergolong keluarga mampu akan mendatangkan artis dari Palangkaraya yang tiap sekali tampil mereka membayar Rp. 10.000.000,- sampai Rp. 15.000.000,-untuk kelompok artis saja. Itu sudah termasuk sound dan pemain orgen tunggalnya. Semua lagu dangdut yang sedang populer saat itu bisa dinyanyikan oleh Sang Artis dan pemain orgen tunggal seperti “Masa Lalu”, “Oplosan”, “Pukul Rata”, “Kereta Malam”, dan lain lain. Gambar 2.9. Dangdutan Sumber: Dokumentasi Peneliti 107 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Dalam pentas dangdutan ini nyawer menjadi suatu kebanggaan bagi para pemuda yang naik ke atas panggung. Mereka bergoyang di atas panggung bersama para artis dangdut yang berpenampilan sexy ini. Setiap naik panggung mereka akan memberikan uang kepada artis yang disebut sawer minimal Rp.50.000,- setiap saweran. Kesenian di Pantar Kabali sudah terpengaruh dengan media yang masuk seperti tontonan televisi yang mereka tonton tiap malam melalui TV dan Antene Parabola. Dulu di Pantar Kabali ada kesenian wayang dan tembang. Namun karena dalangnya sudah meninggal dan wayangnya tidak ada sekarang hilang. Dulu lakon yang sering dimainkan seperti “Bagong Jadi Raja”. Orang tua sebagian masih ada yang bisa main wayang orang, namun anak muda sudah tidak bisa. 2.7.3. Musik Tradisional Kecapi Musik kecapi merupakan salah satu musik tradisionalEtnik Dayak Ngaju. Bentuk dari alat musik ini menyerupai gitar namun lebih kecil dan hanya menggunakan 2 sampai 3 senar saja. Musik ini biasanya dimainkan pada saat ritual atausebagai musik pengiring tarian adatdan nyanyian adat Dayak yang disebut karungut. Di Dusun Kerahau, alat musik kecapi masih dimiliki oleh beberapa warga, seperti kepala adat dan pengobat tradisional. Musik kecapi biasanya mereka mainkan tidak hanya pada saat ritual atau acara tertentu tetapi juga pada waktu santai sambil melantunkan syair karungut. Musik kecapi juga dimainkan salah seorang warga dusun Kerahau pada saat ritual pengobatansangiangsedang dilakukan. Musik kecapi menjadi pengiring gerakan badan dan kaki seorang pengobat tradional atau lasang pada saat sedang berkomunikasi dengan roh baik yang dapat menyembuhkan penyakit. Musik 108 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah kecapi merupakan salah satu syarat utama pada saat ritual sangiang karena musik kecapi merupakan sarana bagi pengobat tradisional untuk dapat berkomunikasi dengan roh baik. Pada saat tubuh lasang sudah dirasuki oleh roh baik maka lasang akan mulai menggerakkan badan dan kakinya lalu menari diiringi musik kecapi. 2.8. Mata Pencaharian 2.8.1. Kebun Karet Rakyat Memantat karet adalah pekerjaan yang sudah dilakukan warga Desa Muroi Raya sejak pertama kali dusun mereka dibangun. Hasil karet ini dibeli oleh pembeli di tepian sungai. Mereka mengumpulkan karet kemudian diletakkan di bawah rumah jika sudah siap dijual akan dibawa ke tepi sungai. Ukuran untuk berat karet ini adalah pikul. Satu pikul sama dengan 100 kg. Gambar 2.10. Pohon Karet Yang Diambil Getahnya Sumber: Dokumentasi Peneliti 109 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Untuk saat ini banyak yang sementara mengistirahatkan kebun karetnya dan beralih ke penambangan emas dan puya sebab harga karet sedang murah. 2.8.2. Para Penambang Emas dan Puya25 Pada awalnya orang menambang emas menggunakan dulang. Sebelum ada pembukaan penambangan emas besar. Dulu belum ada khothok pake jukung aja. Dulu buaya di Sungai Muroi memang banyak, buaya itu timbul di dekat pasir putih, kemudian dulang itu ditaruh di bawah buaya itu. Di bawah buaya itu emasnya banyak. Karena buayanya nggak bisa menghantam manusia. Buaya kan sudah ada sumpahnya dari Kahayan, Kapuas, buaya itu tak bisa menghantam manusia. Begitulah cerita Pak Neon membuka kisahnya tentang penambangan emas di sepanjang Sungai Muroi. Di bawah perut buaya banyak emasnya juga di tanah di bawahnya. Buaya itu juga bisa kita geser tapi orang tua jaman dulu tidak takut. Tapi kalau jaman anak sekarang melihat saja sudah taku. Aku pernah memasukkan tangan di mulutnya itu kan di Pantar. Dulu kan ada danau banyak buaya mati kelaparan, Itu anaknya panjangnya sekitar 3 m lebih tambah itu dimulutnya masuk tangan. Buaya itu nggak ada lidahnya itu kan dia itu kalau makan langsung ke kerongkongan. Kalau menurut cerita sejarahny begitu buaya itu asalnya kan manusia saya disuruh ibu jalan air sampai depan waktu menghantam bapaknya dia tarik itu lidahnya kamu tidak boleh menghantam manusia, bagaimana kalau saya lapar? Kamu kalau lapar cari saja binatang itu kisahnya ndak ada lidahnya itu. Yang besar juga gak punya. Buaya itu 25 Puya adalah pasir yang mengandung 12 unsur logam di dalamnya. 110 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah kasihan kalau di air gak bisa makan dibawa dulu di atas dipukul pakai ekor. Gambar 2.11. Mendulang Puya Sumber: Dokumentasi Peneliti Sekarang sudah jarang kemungkinan tidak ada lagi buayanya. Kalau dulu sebelum penyedotan malam itu dari sini sampai pantar itu sudah sekitar 15 yang ketemu itu. Buaya di pinggir air itu pada diam, di atas kayu gini, diatas bosong, kalau malam ketemu terus apalagi kalau ke Sungai Gita bisa lebih banyak. Banyak juga yang besar di sini juga, Dulu di pantar lebarnya sampai satu meter lebih bekas dadanya ini kan. Dengan mulai banyaknya para penambang emas yang menggunakan mesin penyedot, dulang mulai ditinggalkan dan segala jenis peralatan tradisional mulai ditinggalkan dan beralih ke mesin. Kapal-kapal (klothok) juga ditempeli mesin sehingga 111 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 semua bergerak lebih cepat. Mereka berharap dengan menngunakan mesin hasil yang diperoleh akan lebih banyak seperti cerita Pak Neon tentang pendapatan kaum penambang emas berikut. “Ada yang 200.000 ada yang 10.000 waktu tidak punya emas yang dibawah itukan . Sehari minyaknyanya kan 30-45 liter kadang ada yang min jika dapat 100.000,satu minggu itu min. Belum makannya belum rokoknya kalau seminggu satu slop berapa itu? Misal satu bungkus itu 11.000 satu slopnya kan berarti Rp 110.000,- Untung ada usaha emas yang bisa menjadi penghidupan orang banyak ini. Kalau di Muroi kalau yang lain itu ndak ada. Jika tambang emas ini ditutup, Mati konyol semua itu orang. Karena kerjaan yang bisa dapat duwit banyak.Kerja kayu kan sudah ndak bisa, kerja tambang emas ini dulunya mau ditutup dibilangnya jangan bekerja di Sungai Muroi padahal yang kerja sungai itu 95 % ada yang sekilo, dua kilo, dari dusun.” Penambangan emas di Sungai Muroi sudah dimulai sebelum tahun 1988. Pada Tahun 1988 baru mesin penyedot mulai ramai masuk Sungai Muroi sebelumnya mereka adalah pendulang tradisional. Karena sudah terbiasa cepat sekarang mereka tidak mau kerja dengan mendulang lagi. “Awal-awal pembukaan tambang itu sekitar tahun 1988 sampai sekarang itu karena masa-masa awal itu belum banyak yang nambang. Tapi dulu pernah ada Orang Luar yang mencoba menambang di atas itu pake alat boor, kata mereka kalau sehari tidak dapat satu kilo berarti rugi. Kalau kita seperti ini mana bisa dapat yang banyak. Untuk makan seminggu aja habis. Kalau kita di sini tidak ada tambang emas semua sakit.” 112 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Gambar 2.12. Lanting Sumber: Dokumentasi Peneliti Hampir 95% penduduk mengandalkan pendapatan ekonomi mereka dari penambangan emas dan puya. Beberapa kali perusahaan besar ingin masuk namun setelah mereka mengecek jumlah kandungan emas kelihatannya tidak sebanding dengan biaya operasional yang dikeluarkan. Hanya penduduk saja yang bertahan dengan mata pencaharian ini andaikan emas ini habis atau ditutup masyarakat akan bingung mencari gantungan sumber ekonomi lain. 2.9. Teknologi dan Peralatan Teknologi dan peralatan yang digunakan pada awalnya untuk kebutuhan subsistensi (mencukupi kebutuhan makan keluarga) seperti peralatan berladang, berburu, menangkap ikan dan alat transportasi sungai.Beberapa peralatan itu antara lain: 113 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 a.Sambang Orang di sini kalau menangkap ikan besar menggunakan sambang (Sebuah tongkat yang ujungnya diberi mata tombak). Cara menangkap ikan di Sungai atau Rawa adalah dengan cara air di sekitar sungai itu diberi racun dulu berupa akar daun tuek yang ditumbuk. Setelah akar daun tuek ini ditumbuk kemudian dicelupkan ke air di sekitar lokasi ikan. Ikan yang terkena racun akar tuek ini akan mabuk dan menggelepar ke permukaan kemudian ditombak pake sambang itu. Peralatan lain yang pasti dibawa dalam mencari ikan dan berburu ke hutan bagi laki-laki ada alat yang wajib dibawa yaitu mandau. Mandau ini digunakan untuk memangkas batang tanaman yang menghalangi jalan. Selain menggunakan sambang masyarakat Dayak di Muroi Raya jika menangkap ikan juga menggunakan pancing. Gambar 2.13. Sambang Sumber: Dokumentasi Peneliti 114 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah b. Lontong Lontong adalah tas punggung yang terbuat dari rotan atau bahan lainnya yang dibuat untuk membawa hasil ladang atau peralatan ladang. Kadang lontong ini juga dibawa ke sungai untuk membawa pakaian atau peralatan dapur yang hendak dicuci. Di Pantar Kabali ada satu nenek yang pekerjaan tiap harinya membuat lontong. Lontong yang dia buat merupakan pesanan masyarakat di sekitar dusun. c. Dulang Alat dulang ini digunakan pada masa awal penambangan emas di Sungai Muroi ketika emas yang dicari masih berupa kerikil-kerikil. Lama kelamaan emas yang berupa kerikil habis kemudian tinggal yang berwujud pasir. Sehingga wujud emas semakin lembut sehingga mulai sulit didulang, Peralatan kemudian berkembang menggunakan alat sedot, saring, dan penangkap emas menggunakan air raksa. Maka munculah lanting-lanting para penambang emas di tepi sungai. d. Hanphone, Televisi, Anthene Parabola Ketika listrik genset mulai masuk, yang diperkenalkan para pedagang dari Banjar masyarakat mulai menggunakannya kemudian tidak hanya itu mereka mulai membeli parabola dan televisi. Ketika tower handphone dibangun di Pelabuhan Teluk Batu maka masyarakat berusaha mencari sinyal tersebut dengan anthene outdoor yang tingginya bisa mencapai 15-20 meter. Pada perkembangan selanjutnya ada warga yang membeli alat penangkap sinyal sehingga handphone tidak perlu ditempel di anthene namun bisa digunakan radius 1-2 m dari alat penangkap sinyal tersebut. 115 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 116 BAB 3 POTRET KESEHATAN IBU DAN ANAK DI DESA MUROI RAYA 3.1. Kondisi Pra Hamil di Desa Muroi Raya Pra hamil merupakan suatu kondisi dimana seorang wanita belum pernah mengalami fase kehamilan. Pada sub bab ini terdapat dua kelompok yang menjadi sasaran untuk penjabaran kondisi pra hamil di lingkungan masyarakat Desa Muroi Raya, Kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah. Dua kelompok sasaran yang menjadi pokok bahasan yaitu remaja yang berusia antara 10 sampai dengan 24 tahun, serta pasangan suami istri yang istrinya hingga sekarang belum pernah hamil. 3.1.1. Pengetahuan Remaja tentang Reproduksi Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Remaja sering kali didefinisikan sebagai tahap transisi yaitu masa perubahan atau peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Batasan usia remaja menurut World Health Organization (WHO) adalah mereka yang berusia antara 12 sampai dengan 24 tahun, sedangkan menurut Kementerian Kesehatan RI tahun 2010, batas usia remaja yaitu antara 10 sampai dengan 19 tahun dan belum kawin (Faiq, 2012). Sehingga yang menjadi sasaran informan pada kelompok remaja di Desa 117 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Muroi Raya yaitu remaja yang berusia 10 sampai dengan 24 tahun yang belum kawin. Berdasarkan tahap perkembangannya, masa remaja dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu masa remaja awal yaitu antara 10-14 tahun, remaja pertengahan 15-17 tahun, remaja akhir 18-20 tahun dan dewasa muda usia 21-24 tahun (Damayanti, 2012). Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan mulai dari usia remaja awal, pertengahan, akhir dan dewasa muda, maka dapat dikatakan bahwa remaja di Desa Muroi Raya telah memiliki beberapa pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi. Remaja putri telah mengetahui apa yang disebut dengan menstruasi itu, biasanya mereka menyebutnya dengan istilah mens atau datang bulan yaitu peristiwa awal yang menandai bahwa mereka sudah mulai beranjak dewasa dan mereka sudah dapat bereproduksi atau mengalami kehamilan. Menstruasi menurut mereka ditandai dengan keluarnya darah dari alat reproduksi wanita dan hal tersebut akan terjadi setiap bulan dengan kurun waktu sekitar 7 hari atau 1 minggu. Tetapi untuk remaja putri berusia 12 tahun ke bawah, mereka belum mengetahui apa yang dimaksud dengan menstruasi. Hal tersebut disebabkan karena rata-rata usia remaja putri yang mendapatkan menstruasi pertamanya (menarche) yaitu usia 13 tahun ke atas. Pada saat remaja putri mengalami menstruasi pertamanya, mereka tidak pernah memberitahukan hal tersebut kepada orang tua mereka untuk yang pertama kalinya. Biasanya mereka menceritakan hal tersebut kepada teman sebaya, sepupu maupun keponakan yang lebih tua dari dirinya yang telah mendapatkan menstruasi. Berdasarkan pengalaman dari temannya maka mereka mengetahui bahwa pada saat menstruasi mereka harus menggunakan pembalut untuk 118 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah menampung darah haid yang keluar. Biasanya mereka membeli pembalut di warung-warung di sekitar rumah. Pada saat mereka mandi pagi dan sore, pembalut yang telah dipakai akan mereka bersihkan dengan menggunakan air kemudian dibuang dengan cara membungkusnya dengan plastik terlebih dahulu. Berdasarkan pengalaman mereka selama ini, mereka mengalami mentruasi rutin setiap bulannya. Rata-rata lamanya menstruasi yang mereka alami setiap bulannya yaitu 7 hari atau 1 minggu. Setiap kali mendapatkan menstruasi mereka mengaku mengalami sakit (dismenore) pada bagian perut terutama di bawah pusar. Ada remaja yang mengalami sakit perut selama 7 hari atau selama menstruasi tersebut berlangsung dan ada juga yang hanya mengalami sakit pada saat hari pertama menstruasi saja. Beberapa remaja putri juga pernah mendapatkan nasihat dari orang tuanya yaitu jika anak perempuan telah mendapatkan menstruasi maka mereka harus menjaga diri serta menjaga pergaulan dengan lawan jenis mereka, karena mereka sudah dapat bereproduksi atau hamil. Remaja putra yang sudah memasuki masa pubertas, secara normal akan mengalami mimpi basah. Pertama kali, hal ini mungkin terasa aneh, tetapi ini adalah hal yang wajar. Remaja putra di desa ini telah mengetahui apa yang dimaksud dengan mimpi basah. Mereka mendapatkan pengetahuan tentang mimpi basah tersebut dari teman sebaya. Kebanyakan remaja putra merasa malu untuk mengakui dan membicarakan tentang pengalaman mimpi basah mereka, terutama pada orang tua. Semua tergantung pada kedekatan dan keterbukaan remaja dengan orangtua, khususnya untuk bicara yang berhubungan dengan seksualitas. Proses sunat untuk remaja putra tidak dapat dilakukan di Desa Muroi Raya ini karena tidak ada orang yang dapat melakukannya. Jika anak sudah berusia 10-12 tahun maka orang 119 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 tuanya membawanya ke Lungku Layang yaitu sebuah Puskesmasdi Kecamatan Timpah dan melakukan sunat. Waktu yang diperlukan cukup satu hari saja, pagi hari mereka berangkat dengan menggunakan perahu dan dilanjutkan dengan menyewa satu buah mobil untuk mengantarkan mereka menuju Puskesmas dan sore harinya mereka langsung kembali ke desa lagi. Jika orang tua anak tersebut memiliki perekonomian menengah ke atas biasanya mereka melakukan syukuran dengan mengundang beberapa warga untuk melakukan pembacaan doa, tetapi jika perekonomian keluarga menengah ke bawah biasanya tidak ada acara seperti itu, karena acara seperti itu pastinya memerlukan biaya yang cukup banyak untuk menyediakan makanan setelah pembacaan doa. Biaya transportasi yang harus disiapkan untuk sampai ke Puskesmas Timpah juga tidak sedikit yaitu minimal memerlukan biaya sebesar Rp. 500.000,-. Gambar 3.1 Daun pohon nangka yang telah kering dibakar untuk mempercepat proses penyembuhan luka setelah sunat Sumber: Dokumentasi Peneliti 120 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Cara yang digunakan masyarakat desa ini untuk mempercepat proses penyembuhan luka setelah sunat yaitu dengan cara membakar daun pohon nangka yang telah kering daunnya, setelah itu abu dari pembakaran daun tersebut dioleskan pada daerah luka setelah sunat tersebut. Beberapa lembar daun nangka kering yang digunakan sebagai obat untuk mempercepat proses penyembuhan luka setelah sunat dapat dilihat pada gambar 3.1. Pengetahuan remaja putri dan putra mengenai hubungan seks dan alat kontrasepsi secara umum mereka mengetahui dari teman sebayanya. Namun, untuk remaja awal masih banyak yang belum mengetahuinya. Pengetahuan mereka hanya sebatas pengetahuan tentang alat kontrasepsi sebagai alat pencegah kehamilan yang biasa digunakan laki-laki yaitu kondom dan perempuan adalah pil KB. Kemudian untuk pengetahuan mereka tentang hubungan seks merupakan hubungan yang dilakukan oleh perempuan dan laki-laki yang telah menikah. Berdasarkan beberapa keterangan dari informan bahwa usia pernikahan di Desa Muroi Raya ini yaitu berkisar antara 14 tahun ke atas untuk perempuan dan 16 tahun ke atas untuk laki-laki. Namun, ada salah seorang anak perempuan yang pernah menikah pada saat usia 13 tahun, kemudian hamil pada saat ia berusia 14 tahun. Pada saat sebelum menikah ia baru saja mendapatkan menstruasi sebanyak 1 kali, setelah itu ia melangsungkan pernikahan. Berikut salah satu gambar saat prosesi tampung tawar pada pernikahan salah seorang remaja di Desa Muroi Raya, yang dapat dilihat pada gambar 3.2. Pernikahan usia dini di desa ini terkadang didukung juga oleh orang tuanya. Berikut pernyataan dari beberapa informan mengenai remaja yaitu remaja di desa ini jika sudah putus sekolah dan dirasa badannya sudah besar dan pantas untuk menikah maka orang tua akan segera menikahkan anaknya, 121 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 karena jika tidak segera dinikahkan maka remaja tesebut biasanya malah menjadi nakal, suka mabuk dan berjudi. Jadi orang tua berpikir, jika remaja tersebut menikah maka ia mau tidak mau harus bekerja mencari nafkah untuk istri dan anaknya kelak, daripada ia berbuat yang tidak baik, lebih baik segera dinikahkan. Gambar 3.2. Prosesi Tampung Tawar Pada PernikahanSalah Seorang Remaja di Desa Muroi Raya Sumber: Dokumentasi Peneliti Pengetahuan remaja mengenai penyakit menular berkaitan dengan reproduksi, hampir semua remaja awal dan pertengahan yang belum mengetahuinya, kecuali pada remaja akhir yang telah menikah. Pengetahuan mereka tetapi hanya sebatas bahwa penyakit menular seksual tersebut biasanya 122 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah ditemui pada daerah lokalisasi, seperti pada daerah Dusun Tanjung Jaya atau yang sering disebut dengan Dusun Bereng Garong, karena di dusun ini menurut beberapa sumber informasi terdapat lokalisasi dan tempat karaoke. Berdasarkan beberapa keterangan dari informan aborsi atau menggugurkan kandungan dengan cara sengaja, tidak pernah dilakukan di desa ini, karena ketika ada remaja putri yang ketahuan hamil di luar nikah biasanya itu menjadi salah satu cara mereka agar segera dinikahkan dengan pacarnya. Hal ini biasa terjadi ketika orang tua mereka tidak menyetujui kalau mereka minta dinikahkan segera. Begitu juga dengan pasangan suami istri yang mungkin istrinya hamil lagi padahal jarak kehamilannya dengan kelahiran anak sebelumnya sangat dekat, juga tidak pernah melakukan aborsi karena mereka menganggapnya sebagai takdir dan rejeki yang diberikan untuk keluarganya jadi mereka tidak boleh menolak. Biasanya untuk kasus wanita hamil yang mengalami keguguran, cara yang dilakukan ibu-ibu tersebut untuk membersihkan kandungannya ia meminta air tawar kepada salah seorang warga di desa ini yang dapat menyembuhkan penyakit melalui media air putih yang telah dibacakan dengan doa dan diminum oleh orang yang mengalami keguguran tersebut, kegiatan ini biasa disebut warga desa dengan sebutan minta danum tawar(air tawar). Pola makan remaja sama seperti orang dewasa lainnya, mereka biasanya sarapan pagi seadanya yaitu ikan kering atau ikan asin, nasi putih dan mie instan. Hidangan sayuran jarang sekali disediakan pada saat makan pagi karena biasanya tukang sayur yang membawa sayur dari Kota Palangkaraya datang ke desa ini sekitar pukul 11.00 WIB. Remaja yang masih bersekolah biasanya sarapan pagi sebelum berangkat sekolah, sedangkan remaja yang sudah tidak bersekolah dan mengikuti orang tuanya bekerja di lanting. Lanting merupakan sebuah tempat bekerja 123 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 penambang emas dan puya yang terletak di tepi sungai, seperti digambarkan pada gambar 3.3 berikut. Gambar 3.3 Lanting Tempat Penambang Emas dan Puya Sumber: Dokumentasi Peneliti Setelah melakukan sarapan pagi bersama orang tuanya sekitar pukul 06.30-07.00 WIB biasanya mereka sudah berangkat menuju lanting dengan perahu bermesin cas atau dompeng. Ibu mereka biasanya membawakan bekal makanan siang hari untuk dibawa ke lanting. Pada malam harinya mereka kembali ke rumah dan makan malam di rumah. Salah satu informan remaja mengatakan terdapat pantangan atau larangan makanan, yaitu bahwa ia dilarang ibunya untuk makan sayur bayam dan kacang. Hal tersebut disebabkan karena dulu sewaktu informan masih kecil, informan pernah menderita sakit paru-paru dan orang tuanya mengatakan bahwa jika makan bayam dan kacang nanti penyakit tersebut bisa kambuh kembali. Perintah orang tuanya tersebut mengakibatkan 124 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah remaja tersebut hingga sekarang tidak mau mengkonsumsi sayur bayam dan kacang. Remaja di Desa Muroi Raya rata-rata hanya berpendidikan tamat Sekolah Dasar (SD) bahkan ada juga yang belum tamat SD. Biasanya ketika mereka putus sekolah seperti itu, mereka akan mengikuti orang tuanya untuk bekerja di lanting untuk menambang emas atau puya. Hal tersebut mengakibatkan mereka telah memiliki penghasilan sendiri, tetapi terkadang penghasilan tersebut mereka salah gunakan untuk hal yang negatif seperti membeli minuman keras dan obat terlarang. Akibat dari pengaruh minuman keras dan obat terlarang tersebut, remaja banyak yang terlibat perkelahian dengan remaja dusun lainnya. Permasalahan tersebut biasanya langsung dibawa ke kepala desa atau perangkat desa maupun kepada mantir adat, dan biasanya mereka ditawarkan dua pilihan yaitu perkelahian tersebut dilaporkan kepada petugas kepolisian atau mereka membayar denda yang telah ada ketetapannya di dalam buku hukum adat dayak Ngaju yaitu berupa pembayaran denda (bahasa dayak “jipen”) dan permasalahan diselesaikan dengan cara damai. Terdapat pula kegiatan remaja di Desa Muroi Raya yang bersifat positif yaitu kegiatan olahraga yang biasanya dilakukan pada sore hari. Tidak hanya remaja putri yang melakukan permainan olahraga volly, biasanya ibu-ibu di desa ini juga ikut bergabung bersama bermain volly. Sedangkan untuk kegiatan remaja putra, setiap hari kecuali hari jumat, biasanya mereka ikut bekerja di lanting bersama-sama dengan orang tua mereka. Namun, pada hari jumat yang merupakan hari istirahat atau hari libur bekerja bagi masyarakat di Desa Muroi Raya, biasanya remaja putra mengisi waktu libur ini dengan melakukan olah raga sepak bola di lapangan yang terletak di tengah desa dan sebagian lagi bermain volly bersama dengan teman yang lainnya. 125 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 3.1.2. Pasangan Suami Istri yang Istrinya Belum Pernah Hamil Di Desa Muroi Raya ini terdapat beberapa pasangan yang telah menikah tetapi hingga kini belum juga dikaruniai anak. Salah satu informan yang peneliti wawancara adalah Ibu M. Ibu M telah menikah selama 19 tahun dan sampai sekarang belum juga dikaruniai anak. Mulai dari pengobatan medis hingga tradisional juga telah ia lakukan. Untuk pengobatan medis Ibu M berkunjung ke rumah sakit di Kabupaten Kapuas dan dokter di sana mengatakan bahwa di rahimnya terdapat gumpalan seperti gumpalan lemak. Ibu M hanya diberikan obat tanpa ada anjuran dari dokter untuk dilakukan operasi atau pembedahan. Pemeriksaan hanya dilakukan pada Ibu M, sedangkan dokter menyarankan suami Ibu M juga diperiksa mengenai kesuburannya, tetapi suami Ibu M tidak mau melakukan pemeriksaan. Suaminya menganggap bahwa kandungan Ibu M lah yang bermasalah sedangkan ia merasa percaya diri bahwa dirinya tidak bermasalah dengan kesuburannya. Selain secara medis, Ibu M juga telah menjalani pengobatan secara tradisional. Melalui pengobatan tradisional Ibu M telah melakukan beberapa saran dan anjuran dari orang tua maupun mertuanya. Mulai dari minum air rebusan akaryang diperoleh dari hutan hingga meminta air yang telah didoakan oleh salah seorang guru agama di desa ini, tetapi hasilnya tetap saja sama yaitu dia tidak kunjung hamil juga. Selama proses wawancara berlangsung, peneliti melihat di dinding rumah Ibu Mterdapat foto seorang anak laki-laki sedang menggunakan seragam Taman Kanak-Kanak (TK). Ternyata foto tersebut anak tersebut adalah anak angkat Ibu M. Ibu M mencoba mengadopsi salah seorang anak sejak ia bayi dan menjadi orang tua angkat bayi tersebut. Banyak orang yang mengatakan biasanya dengan mengadopsi atau mengasuh anak maka dapat menjadi salah satu upaya untuk memancingagar 126 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah cepat hamil. Hal tersebut telah ia lakukan hingga anak tersebut sekarang berusia 6 tahun atau kelas 1 SD, tetapi hingga sekarang ia pun belum juga hamil.Sudah banyak usaha yang Ibu M lakukan untuk mendapatkan anak, tetapi sampai sekarang usaha tersebut tidak membuahkan hasil. Baik suami, mertua dan orangtuanya sudah berusaha untuk membantu Ibu M supaya bisa mendapatkan anak, tetapi hingga kini ia belum juga mendapatkan kehamilan. Informasi dari informan lainnya merupakanseorang ibu yang dulunya pernah melahirkan prematur pada usia kandungan 7 bulan tetapi bayi yang dilahirkannya tersebut hanya bertahan satu hari saja, setelah itu bayi tersebut meninggal dunia. Ibu itu bercerita tentang bayinya ketika lahir badannya biru-biru, setelah dilahirkan anak tersebut dimandikan dengan air biasa saja seperti bayi normal lainnya. Ketika ibu tersebut melahirkan ia ditolong oleh seorang bidan kampung yang berada di desa ini, tetapi kini bidan tersebut telah meninggal dunia. Ibu itu tidak mengetahui apa penyebab kematian bayinya, ia hanya menduga karena bayi yang dilahirkannya belum cukup umur untuk dilahirkan jadi ia berpikir bahwa belum rejeki untuk diberikan seorang anak, dan hingga kini ia belum juga dikaruniai seorang anak pun. Mulai dari pengobatan tradisional dan medis pun sudah dijalaninya, tetapi tetap saja hasilnya hingga kini ia belum juga hamil kembali. Ibu tersebut menunjukan salah satu obat ramuan akar yang diminum kini sebagai salah satu pengobatan tradisional yang dijalaninya. Foto ramuan tersebut dapat dilihat pada gambar 3.4 seperti di bawah ini. Akar-akaran tersebut ditaruh di dalam bekas botol plastik air mineral dan diberi air. Air tersebut diminum setiap hari sebanyak 1 gelas. Ketika peneliti bertanya akar apa saja yang diminumnya itu, ibu tersebut menjawabnya tidak tahu karena hanya orang tua atau orang-orang tertentu saja yang tau dan bisa 127 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 menemukan akar tersebut di dalam hutan. Biasanya orang tersebut tidak mau memberitahukan apa nama akar itu dan di mana memperoleh, karena merupakan rahasia bagi mereka. Gambar 3.4 Ramuan akar-akaran untuk mendapatkan kehamilan Sumber: Dokumentasi Peneliti Informan juga bercerita jika sebagian besar masih banyak warga di desa ini yang beranggapan banyak anak banyak rejeki, karena bagi mereka, anakyang akan membantu mereka bekerja untuk mencari nafkah meskipun tanpa harus menempuh pendidikan formal. Karena pekerjaan menambang emas menurut informan lebih banyak mengandalkan tenaga daripada pengetahuan dan pendidikan formal di sekolah. Untuk jumlah sebaran pasangan usia subur di desa ini cukup banyak, walaupun peneliti tidak memperoleh data sekunder sebagai pendukung, beberapa informan mengatakan bahwa adanya pernikahan usia dini di desa ini maka akan berdampak pada peningkatan jumlah pasangan usia subur. Informasi lain yang diperoleh dari beberapa informan yaitu masyarakat di sini biasanya mengharapkan anak pertama 128 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah mereka berjenis kelamin perempuan, karena jika anak pertama berjenis kelamin laki-laki maka mereka menyebutnya akan mengakibatkan suasana panas di dalam keluarga tersebut. Maksudnya yaitu suami dan istri di dalam keluarga itu seringkali akan mengalami pertengkaran. Sehingga kecenderungan anak yang dilahirkan di desa ini berjenis kelamin perempuan. Untuk jenis kelamin anak berikutnya mereka mengatakan terserah saja jenis kelaminnya perempuan atau laki-laki, pasrah kepada apa yang diberikan oleh Tuhan. Namun mereka mengatakan seperti kebanyakan orang, dalam benak mereka jika sudah dikaruniai anak perempuan, maka mereka berharap adanya anak laki-laki dalam keluarga mereka. Peran orang tua terhadap anak laki-laki dan perempuan di desa ini sama saja. Kecuali jika mereka sudah beranjak remaja biasanya anak perempuan mulai disuruh oleh ibunya untuk membantu memasak di dapur dan membersihkan rumah. Kemudian untuk anak laki-laki jika sudah tidak bersekolah, biasanya diajak oleh bapaknya bekerja di lanting untuk menambang emas atau “puya”. Setiap pagi dan sore hari tanpa memandang anak tersebut laki-laki atau perempuan, orang tua mereka menyuruh anaknya untuk mengambil air minum di sungai dengan menggunakan botol plastik bekas air mineral dan di taruh di dalam lontong atau lumbik. Lontong adalah keranjang yang terbuat dari bambu atau bahan plastik yang dianyam dan diletakkan di punggung. Bentuknya seperti tabung dengan diameter sekitar 70 cm dan tinggi sekitar 80-90 cm. Pinggiran keranjang kemudian diberi rotan dengan tujuan sebagai pengeras atau sebagai pengkokoh keranjang tersebut. Gambar lontong dapat dilihat pada gambar 3.5 dan gambar 3.6 berikut. 129 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Gambar 3.5 Seorang Nenek yang Sedang Menganyam sebuah Lontong Sumber: Dokumentasi Peneliti Gambar 3.6. Seorang Anak Menggunakan Lontong untuk Mengambil Air Minum di Sungai Sumber: Dokumentasi Peneliti 130 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Kebiasaan dalam keseharian pasangan usia subur sama seperti pasangan suami istri lainnya. Suami bekerja di lanting untuk menambang emas atau puya, sedangkan istri di rumah untuk melakukan aktivitas mencuci, memasak dan membersihkan rumah. Pasangan suami istri yang masih terbilang baru biasanya tinggal di rumah orang tua atau mertuanya. Beberapa tahun kemudian jika sudah memiliki tabungan yang cukup, maka secara perlahanmereka mulai mencicil pembangunan rumah dengan cara membeli tanah terlebih dahulu, lalu mengumpulkan uang kembali, jika dirasa sudah mencukupi maka mereka mulai membangun rumah. Semua rumah yang ada di desa ini adalah rumah panggung yang terbuat dari bahan kayu. 3.2. Kondisi Kehamilan di Desa Muroi Raya Pada masa kehamilan dan kelahiran, setiap masyarakat memiliki cara-cara budaya sendiri untuk menghadapi peristiwa pertumbuhan janin dan kelahiran bayi. Hal ini tentu saja sudah dipraktikkan jauh sebelum masuknya sistem medis dilingkungan masyarakat. Kehamilan dan kelahiran tidak hanya berkenaan dengan aspek fisiologi saja, melainkan juga menyangkut aspek sosial budaya di masyarakat setempat. 3.2.1. Pendapat Masyarakat Terhadap Kehamilan Kehamilan bagi masyarakat di Desa Muroi Raya merupakan hal yang biasa. Tidak ada perlakuan khusus atau istimewa terhadap ibu hamil di desa ini. Ibu rumah tangga maupun ibu yang sedang hamil memang tidak ikut bekerja di lanting emas atau puya tetapi mereka bertugas untuk mengurus pekerjaan rumah seperti memasak, mencuci baju, mencuci piring, membersihkan rumah serta mengurus anak-anak di 131 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 rumah. Pekerjaan menyadap karet dan menambang emas atau puya biasanya dilakukan oleh suami atau kaum pria di desa ini. Selama tinggal di desa ini, peneliti hanya mengetahui hanya beberapa orang ibu saja yang tetap melakukan pekerjaan menyadap karet dan menambang emas. Tetapi ibu tersebut tidak menggunakan mesin untuk menambang puya, mereka menggunakan cara tradisional yaitu dengan alat mendulang yang berbentuk seperti lingkaran dan tengahnya terdapat cekungan untuk tempat puya. Aktivitas dan kegiatan seperti mandi, mencuci pakaian, piring serta mengambil air minum di sungai pun masih dilakukan oleh ibu hamil di Desa Muroi Raya ini. Padahal jalanan menuju ke sungai kondisinya licin dan curam menjorok ke bawah sehingga dapat saja ibu hamil tersebut tergelincir, jika tidak berhati-hati berjalan. Berdasarkan observasi peneliti selama berada di desa tersebut, ketika mandi di sungai ibu hamil selalu membawa jerigen kosong yang nantinya akan diisi oleh air sungai yang dibawa pulang ke rumah untuk air minum. Satu jerigen tersebut berisi kira-kira 5 liter air. Jadi satu tangan membawa jerigen berisi air sungai dan salah satu tangan lainnya membawa sebuah ember kecil berisi sabun, shampo, sikat gigi dan peralatan mandi lainnya. Kondisi jalan menuju sungai yang licin dan terjal ditambah dengan beban mengangkat air oleh ibu hamil tersebut, maka sangat rawan sekali ibu hamil tersebut dapat tergelincir jatuh. Namun, menurut ibu hamil tersebut, hal itu dilakukannya karena ia beranggapan bahwa kegiatan itu dapat membantu memperlancar proses persalinannya kelak. Beberapa foto kegiatan ibu hamil dengan usia kandungan 8 bulan di Sungai Pantar dapat dilihat pada gambar 3.7 dan gambar 3.8. 132 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Gambar 3.7 Ibu Hamil yang Melakukan Aktivitas Mandi di Sungai Sumber: Dokumentasi Peneliti Gambar 3.8. Seorang Ibu Hamil sedang Mengambil Air di Sungai dengan Menggunakan Jerigen Sumber: Dokumentasi Peneliti 133 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 3.2.2. Tradisi Masyarakat dalam Perawatan Kehamilan Beberapa tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Muroi Raya terkait dengan perawatan kehamilan yaitu adanya beberapa pantangan, ritual atau upacara dalam kehamilan serta penggunaan jimat yang dikenakan oleh ibu hamil selama masa kehamilannya. Pantangan pada masa kehamilan merupakan hal yang tidak boleh dilakukan oleh ibu hamil. Masyarakat di Desa Muroi Raya mempercayai beberapa pantangan yang tidak boleh dilakukan selama masa kehamilan dan harus dilakukan oleh ibu hamil maupun suaminya. Pantangan-pantangan tersebut meliputi pantangan perilaku dan pantangan makanan yang akan diuraikan sebagai berikut. 3.2.2.1. Pantangan Perilaku Pada Masa Kehamilan Dalam kepercayaan masyarakatEtnik Dayak Ngaju, pada masa kehamilan, ibu hamil memiliki beberapa pantangan perilaku yang harus dilakukan dan tidak boleh dilanggar dan hingga saat ini masih dilakukan oleh ibu hamil di Desa Muroi Raya. Dalam istilah setempat, masyarakat menyebutnya dengan istilah pahingen. Pahingen tersebut jika dilanggar maka akan menyebabkan kesulitan dalam proses persalinannya kelak. Beberapa kutipan hasil wawancara peneliti dengan beberapa informan yaitu sebagai berikut: “kata orang tua dulu, jangan juga kita ini gak nurut, biasanya banyak juga benarnya. Kalau mandi pakai tapih aja (selendang atau jarik dalam bahasa Jawa). Jangan pakai baju lengkap seperti ini. Mandi jangan melawan arus sungai. Mandinya menghadap arah aliran sungai. Menghadap ke hilir, hulunya ada di belakang kita.” “Waktu mandi itu, ada airnya juga sebagian diminum, biar pas melahirkan lancar. Terus rambut ini jangan 134 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah digulung-gulung, kalau di ikat itu, di ikat biasa aja. Kata orang tua sih seperti itu.” “Terus ada juga yang bilang kalau lagi makan itu jangan sambil jalan-jalan, biar pas melahirkannya gak lama keluar bayinya, terus gak lama juga sakitnya, terus supaya jangan kakinya dulu yang keluar, tapi kepalanya.” “Gak boleh duduk di depan pintu.Oleh bayinya tu lahirnya bisa tehalang tu nah kata orang (maksudnya bayinya sungsang).” “Je ije matei tuh hetuh nah umur 1 bulanan, awi pahingen. Pahingen nah misal ah amun kilau ikey bara hila bapak tuh dia tau kare mamusit kare enyuh amun hindai balumpeng puser ah. Bihin nah awi bapa manyiila enyuh sila due padahal hindai lumpeng puser ah, jadi pusit kia anu takuluk ah tuh. Blua kare daha jalan kare nyama.” (Satu anak saya yang di sini meninggal umur satu bulan karena pahingen. Pahingen itu misalnya dari keturunan bapaknya tidak boleh memecahkan kelapa sebelum tali pusat anaknya belum lepas, makanya kepala anak saya seperti terpecah lalu mengeluarkan darah dari mulutnya). Berdasarkan beberapa hasil wawancara dan observasi peneliti selama di lokasi, dapat dirangkum beberapa pantangan perilaku yang tidak diperbolehkan untuk dilakukan oleh ibu hamil, diantaranya yaitu: 1. Masyarakat di desa ini melakukan aktivitas mandi di sungai, sehingga ketika mandi ibu hamil hanya diperbolehkan menggunakan tapih (selendang) saja, tidak diperbolehkan menggunakan pakaian atau baju lengkap seperti biasanya. Hal tersebut dipercayai masyarakat agar memperlancar proses persalinan kelak. 135 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 2. Ketika mandi di sungai, ibu hamil harus mandi searah dengan aliran air sungai yaitu dari hulu ke hilir. Jadi ibu hamil tersebut menghadap arah hilir dan arah hulu ada di belakang ibu hamil tersebut. Hal tersebut dipercayai masyarakat agar memperlancar proses persalinan kelak. 3. Sewaktu mandi di sungai, ketika menyiramkan air sungai di kepala atau wajah, sebaiknya ada sebagian air sungai yang diminum tujuannya agar memperlancar persalinan nantinya. 4. Ibu hamil tidak diperbolehkan berjalan-jalan ketika sedang makan. Tujuannya agar sewaktu melahirkan tidak terlalu lama bayinya keluar dari rahim ibunya, sehingga tidak lama juga ibu tersebut merasakan sakitnya, serta bayinya tidak sungsang. 5. Ibu hamil tidak diperbolehkan duduk di depan pintu, tujuannya agar bayi tersebut posisinya tidak sungsang. 6. Ibu hamil tidak boleh melilitkan handuk di rambutnya yang basah atau di sepUtaran lehernya, ketika selesai keramas atau mandi. Karena hal tersebut dapat mengakibatkan bayinya terlilit tali pusar ketika lahir. 7. Ibu hamil tidak diperbolehkan menjemur pakaian di atas tanaman nanas karena akan mengakibatkan tabuni rangkang yaitu ketika pada saat proses persalinan kelak ari-ari bayi nantinya akan susah dikeluarkan sehingga dapat membahayakan ibu hamil dan dapat mengakibatkan pendarahan dan kematian pada ibu. 3.2.2.2. Pantangan Makanan serta Pola Makan Pada Masa Kehamilan Ada beberapa pantangan makanan yang harus dipatuhi oleh ibu hamil di Etnik Dayak Ngaju dan hingga sekarang masih diterapkan oleh ibu hamil di Desa Muroi Raya. Pantangan makanan tersebut disebut dengan istilah pahuni. Jika makanan tersebut dilanggar maka kelak yang merasakan akibatnya juga ibu 136 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah hamil itu yaitu mengalami kesulitan pada saat proses persalinannya. Beberapa kutipan hasil wawancara peneliti dengan beberapa informan yaitu sebagai berikut: “Makanan yang tebal kulitnya itu gak boleh dimakan seperti buah nangka, daging-daging yang tebal kulitnya seperti sapi. Setelah 7 bulan itu tidak boleh sampai hamil tua. Kalau pas ngidam atau hamil muda masih boleh aja. Kalau makan yang tebal-tebal itu, ketubannya nanti bisa lapis 7, lapis 3, kami biasanya bilang ketuban bawang, ketubannya nanti tebal. Nanti bisa kesindiran, sama seperti yang dimakan ibu hamil itu.” “Makan waluh, pare, daun pare gak boleh, pokoknya tanaman yang menjalar, yang ada kukunya itu nah kata kami. Oleh tembuninya ketika melahirkan susah keluar karena seperti ada kuku-kukunya itu.” Berdasarkan beberapa hasil wawancara dan observasi peneliti selama di lokasi, dapat dirangkum beberapa pantangan perilaku yang tidak diperbolehkan untuk dilakukan oleh ibu hamil, diantaranya yaitu: 1. Ibu hamil tidak diperbolehkan untuk mengkonsumsi makanan yang tebal kulitnya, misalnya saja buah nangka maupun daging sapi. Hal tersebut tidak dikonsumsi ibu hamil karena mereka mempercayai bahwa jika mengkonsumsinya maka ketuban yang ada dalam kandungan ibu hamil tersebut dapat berlapis-lapis atau tebal sekali sehingga nanti susah keluar dan menyulitkan proses persalinannya kelak. 2. Ibu hamil tidak diperbolehkan mengkonsumsi pucuk daun buah pare yang biasanya dijadikan sayur oleh masyarakat Dayak Ngaju. Jika pantangan tersebut dilanggar maka akan membahayakan keselamatan ibu dan anak pada saat proses persalinan karena masyarakat meyakini bahwa bentuk pucuk 137 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 daun pare yang menyerupai kuku akan menyebabkan ari-ari memiliki kuku dan sulit dikeluarkan atau yang diistilahkan oleh masyarakat Etnik Dayak Ngaju dengan istilah tabuni rangkang. Kuku yang terdapat pada ari-ari inilah yang dapat membahayakan ibu hamil dan dapat mengakibatkan pendarahan dan kematian pada ibu. Pola makan ibu hamil sama seperti warga yang lainnya, hanya saja ibu tersebut tidak diperbolehkan untuk makan makanan pantangan selama masa kehamilannya. Biasanya mereka selalu menerapkan kepercayaan ini karena hal tersebut biasanya merupakan nasehat yang diperoleh secara turun temurun dari orang tua maupun dari mertuanya. Informasi ini juga biasanya bisa didapatkan oleh ibu hamil ketika ia sedang melakukan pijat kehamilan dengan bidan kampung. Gambar 3.9. Sayur Kelakai yang Dikonsumsi Ibu Hamil di Desa Muroi Raya Sumber: Dokumentasi Peneliti 138 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Di desa ini terdapat tanaman khas Dayak yang dipercayai memiliki kandungan zat besi yang tinggi. Tanaman ini biasanya dijadikan sayur oleh warga dan sangat dianjurkan untuk dikonsumsi oleh ibu hamil di desa ini. Nama tanaman ini adalah sayur kelakai (Stenochlaena palustris Bedd) (Setyowati, 2005). Jika direbus, air rebusan dari sayur kelakai ini akan menghasilkan warna merah seperti darah. Hal inilah yang dipercayai masyarakat setempat bahwa sayur ini dapat menjadi salah satu obat anemia yang biasanya sering dialami oleh ibu-ibu hamil pada umumnya. Berikut gambar sayur kelakai yang sering dikonsumsi ibu hamil di Desa Muroi Raya. Gambar 3.10. Tanaman Kelakai (Stenochlaena palustris Bedd) Sumber: Dokumentasi Peneliti Beberapa informasi juga peneliti peroleh dari informan yang mengatakan bahwa mereka mengkonsumsi air rebusan dari akar. Komposisi dari akar ini hanya orang tertentu yang 139 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 mengetahuinya, tidak sembarang orang yang dapat membuat komposisi akar ini, karena sifatnya rahasia. Tujuan ibu hamil meminum ramuan akar ini yaitu agar bayi yang mereka lahirkan tidak terlalu besar sehingga dalam proses persalinannya kelak mereka tidak kesulitan untuk mengeluarkan bayi tersebut. 3.2.2.3. Upacara Pada Masa Kehamilan Berdasarkan informasi yang diperoleh peneliti, selama masa kehamilan ibu hamil di Desa Muroi Raya ini terdapat ritual atau upacara yang dilakukan terhadap ibu hamil ketika usia kehamilannya mencapai 7 bulan. Ritual ini sering disebut masyarakat di desa ini dengan istilah mandi baya. Sebagian masyarakat ada yang melakukan ritual ini dan ada juga yang tidak melakukannya, karena ritual ini mereka mengatakannya tidak bersifat wajib. Kutipan wawancara dengan informan mengenai ritual mandi baya ini yaitu sebagai berikut: “Upacara kehamilan mandi baya umur 7 bulan, mandi kembang 7 rupa, pakai air yasin dimandikan dan pakai doa kunut, yang mandikan orang tuanya, biar lancar ketika melahirkan. Harus ada penduduknya, nanti dikasihkan ke orang tua yang tidak mampu, kelapa, beras, bahan makanan yang kita makan itu. Sebelum dan setelah 7 bulan tidak ada ritualnya.” Ritual kehamilanmandi baya dilakukan oleh orang tua ibu hamil itu. Tujuan ritual ini yaitu agar diberi kelancaran pada saat proses persalinan kelak. Tidak ada ritual lainnya selain ritual ini, baik itu sebelum usia kehamilan 7 bulan maupun sesudah 7 bulan. Proses ritual mandi baya yaitu orang tua ibu hamil menyiapkan sesajen yang sering mereka sebut dengan “penduduk”. “Penduduk” berisi berupa beras, kelapa, gula, minyak goreng, teh, gula, kopi, dan perlengkapan dapur lainnya. 140 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Selain itu, mereka juga menyiapkan air yasin yang telah dibacai dengan doa-doa dan air tersebut nantinya dicampuri dengan kembang 7 rupa. Air yang sudah disiapkan nantinya akan di siramkan ke atas kepala ibu hamil dan yang menyiramkannya adalah orang tua atau mertuanya disertai dengan doa kunut. Setelah selesai acara memandikan ibu hamil, “penduduk” yang telah di siapkan tadi akan diberikan kepada orang tua yang tidak mampu yang ada di desa ini. 3.2.2.4. Jimat Ibu Hamil pada Masa Kehamilan Sejak seorang ibu mengetahui bahwa dirinya hamil maka ibu tersebut biasanya mengenakan benang hitam yang diikatkan pada kedua buah ibu jari kaki ibu hamil tersebut. Tujuan menggunakan benang hitam tersebut yaitu untuk melindungi ibu dan bayi dalam kandungan agar tidak diganggu oleh roh jahat. Ibu hamil itu menggunakan benang hitamdi kedua ibu jari kakinya karena kebiasaan di sini setiap ibu hamil mengenakan benangseperti itu, jadi dia hanya mengikuti kebiasaan atau tradisi saja. Berdasarkan informasi dari beberapa informan benang hitam yang diikatkan pada ibu jari ibu hamil tersebut bernama palis. Fungsinya sebagai pahelat yaitu melindungi ibu hamil dan anak yang ada dalam kandungan dari gangguan hal-hal jahat atau roh jahat, seperti hantu maupun makhluk jahat lainn yangmerasuki salah satu tubuh manusia dan mengganggu ibu yang sedang hamil dan juga balita. Oleh karena itu masyarakat Dayak Ngaju di Desa Muroi Raya percaya bahwa untuk menolak atau menangkal gangguan roh jahat tersebut yaitu dengan menggunakan palis. Karena jika roh jahat tidak ditolak atau dihindari maka dapat berpengaruh pada kesehatan dan keselamatan ibu dan bayi bahkan menurut informasi dari masyarakat, pengaruh kekuatan roh jahat tersebut seringkali 141 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 menyebabkan kematian pada ibu dan bayinya. Foto palis yang digunakan seorang ibu yang sedang hamil dapat di lihat pada gambar 3.11 dan gambar 3.12. Gambar 3.11. Palis yang Dipasang Pada Kedua Ibu Jari Kaki Sumber: Dokumentasi Peneliti Gambar 3.12. Kedua Ibu Jari Kaki Ibu Hamil Menggunakan Palis Sumber: Dokumentasi Peneliti 142 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Menurut pernyataan informan bahwa di Desa Muroi Raya ini masih banyak terdapat roh jahat yang mengganggu ibu hamil dan bayinya. Roh jahat itu disebut dengan hantuen atau kuyang. Roh jahat yang disebut dengan hantuen diyakini masyarakat setempat dapat menyebabkan kematian bagi ibu hamil dan bayi yang ada dalam kandungannya. Wujud hantuen dapat berupaseperti bola api yang terbang di langit serta memancarkan cahaya berwarna biru kehijau-hijauan, tetapi jika tidak sedang terbang di langit wujudnya berupa kepala manusia dengan usus dan alat pencernaan yang bergelantungan tanpa badan atau tubuh. Menurut kepercayaan masyarakat setempat sosok hantuen menyerupai hantu berkepala tanpa badan yang terbang dan menghisap darah ibu yang sedang hamil. Hantuen senang mendatangi ibu hamil karena seorang ibu yang sedang hamil memiliki darah dengan aroma yang wangi sehingga disenangi oleh para hantuen. Selain menggunakan benang hitam, upaya yang dilakukan oleh ibu hamil di desa ini untuk menghindari hantuen yaitu meminta air yang telah didoakan oleh orang pintar yang sering mereka sebut dengan sebutan guru. Air ini dalam bahasa Dayak sering disebut dengan istilah danum tawar. Ibu hamil di desa ini biasanya meminta air setiap hari senin malam dan kamis malam. Air tersebut berupa air putih biasa saja tetapi menjadi berkhasiat jika telah didoakan oleh guru. Banyak masyarakat di sini yang sering berobat kepada guru tersebut dan mereka diberi air yang telah didoakan itu. 3.2.3. Peran Suami dalam Perawatan Kehamilan Selain bertugas untuk mencari nafkah dan menghidupi keluarganya, suami juga sangat berperan penting dalam masa kehamilan istri. Pantangan pada masa hamil tidak hanya berlaku bagi ibu hamil saja tetapi juga berlaku bagi suaminya. Pantangan 143 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 tersebut terkait perilaku suami atau pekerjaan yang dilakukan oleh suami selama istrinya sedang hamil bahkan sampai pada saat bayi dilahirkan dan tali pusatnya terlepas. Masyarakat di sini menyebutnya dengan istilah pahingen. Istilah ini sama seperti pantangan perilaku untuk ibu hamil, namun pahingen yang dijelaskan pada sub bab ini merupakan pahingen yang harus dilakukan oleh suami. Jika tidak menghindari pahingen tersebut, maka mereka mempercayai bahwa kelak anak yang dilahirkan bisa cacat akibat perilaku yang dilakukan oleh bapak dari anak tersebut ketika pada masa kehamilan. Seperti pernyataan salah seorang informan berikut ini yang menyatakan bahwa penyebab kematian anak pertamanya yang berusia satu bulan diakibatkan pahingen : “Je ije matei tuh hetuh nah umur 1 bulanan, awi pahingen. Pahingen nah misal ah amun kilau ikey bara hila bapak tuh dia tau kare mamasit kare enyuh amun hindai balumpeng puser ah. Bihin nah awi bapa manyiila enyuh sila due padahal hindai lumpeng puser ah, jadi pusit kia anu takuluk ah tuh. Blua kare daha jalan kare nyama.” Beberapa pahingen yang harus dilakukan oleh suami yaitu sebagai berikut: 1. Selama istri dalam masa kehamilan, suami tidak diperbolehkan membelah kelapa atau kayu. Karena dapatberakibat buruk pada kesehatan bayi yang ada dalam kandungan, seperti misalnya pecahnya kepala bayi pada saat dilahirkan, mengeluarkan darah dari hidung atau bahkan bisa saja terjadi cacat fisik lainnya. 2. Suami tidak diperbolehkan melakukan kegiatan berburu hewan. Karena jika dilanggar, maka akan berakibat ketika anak tersebut lahir wajahnya mirip dengan hewan yang diburu tersebut. 144 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah 3. Sebelum suami pergi bekerja, suami harus mengucapkan katakata seperti, “nak bapak mau berangkat kerja dulu.” Biasanya masyarakat di sini menyebutnya dengan membawa anak pergi kerja. Tujuannya agar anak yang ada dalam kandungan tersebut mengetahui bahwa bapaknya sedang pergi untuk bekerja, sehingga ketika lahir, anak tersebut secara fisik tidak cacat seperti apa yang telah dikerjakan oleh bapaknya. Tidak hanya itu, apabila suami melanggar pantangan yang sudah menjadi tradisi turun temurun Etnik Dayak Ngaju ini, maka mereka mempercayai bahwa nantinya akan mempersulit proses persalinan ibu hamil. Oleh karena itu, pada saat menjelang persalinan, ibu hamil harus didampingi oleh suami. Karena apabila proses persalinan menjadi sulit, suamilah yang berperan penting agar proses persalinan menjadi mudah. Caranya yaitu dengan membawa peralatan yang biasa ia gunakan untuk bekerja lalu meletakkannya diperut ibu yang akan melahirkan sambil berbicara menyampaikan pesan kepada bayi yang ada dalam kandungan agar tidak mempersulit proses persalinan pada ibunya. 3.2.4. Pola Pemeriksaan Kehamilan Tidak adanya tenaga kesehatan yang menetap di Desa Muroi Raya menyebabkan tidak adanya pemeriksaan kehamilan yang sifatnya rutin dan teratur. Bahkan ibu hamil di desa ini hampir tidak pernah melakukan pemeriksaan kehamilan kepada tenaga kesehatan seperti bidan mantri atau bidan negeri ketika mereka menyebutkan bidan yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dulunya ada seorang tenaga kesehatan sukarela (TKS) yang menetap di desa ini. Namun sekarang TKS tersebut sudah tidak tinggal di desa ini lagi dan berpindah ke Kota Palangkaraya. 145 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Beberapa informasi yang peneliti peroleh dari beberapa informan, terkadang ibu hamil di desa ini tidak mengetahui usia kandungannya saat ini, karena tidak pernah memeriksakan kandungannya kepada petugas kesehatan. Ketika ia hamil pun ibu tersebut awalnya tidak menyadarinya. Ketika peneliti bertanya sejak bulan berapa ia tidak menstruasi, ibu tersebut menjawab sejak bulan 4 tahun 2014 ini, tetapi ia mengatakan bahwa menstruasinya tidak lancar datang setiap bulan sehingga ia tidak menyangka bahwa dirinya sedang hamil dan menganggap bahwa hal tersebut merupakan hal yang biasa jika bulan tersebut ia tidak menstruasi. Ibu tersebut baru sadar bahwa dirinya hamil ketika ia mulai merasakan ngidam dan rasa malas untuk bekerja atau berakifitas seperti biasanya. Ibu tersebut mengatakan bahwa banyak ibu hamil di sini tidak mengetahui usia kandungan sekarang sudah berapa bulan. Seorang ibu yang juga duduk bersamapeneliti pada saat itu menyela pembicaraan kami dan mengatakan bahwa pada saat ia mengadakan ritualmandi baya (ritual 7 bulanan) anaknya yang sedang hamil, ia mengira usia kehamilan anaknya adalah 7 bulan tetapi perkiraan tersebut salah, karena setelah satu minggu melakukan ritual tersebut anaknya kemudian melahirkan. Nampaknya mereka memang tidak pernah menggunakan jasa tenaga kesehatan dan tidak pernah tau persis usia kehamilan mereka sampai nanti mereka melahirkan. Pemeriksaan usia kehamilan menurut pengakuan dari bidan kampung di desa ini dapat saja ia lakukan. Bidan kampung menjelaskancara untuk pemeriksaan usia kehamilan yang sering digunakan untuk memeriksa usia kandungan ibu hamil di desa ini. Caranya yaitu,jika posisi kepala anak yang berada dalam kandungan terletak 2 jari di bawah pusar ibunyamaka usia kehamilan tersebut yaitu 5 bulan. Kemudian jika lebih dari 2 jari 146 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah maka usia kandungan ibu tersebut berarti lebih dari 5 bulan yaitu bisa 7 bulan. Bidan kampung tersebut mengatakan bahwa untuk memeriksa keadaan bayi dalam kandungan tidak pernah ia lakukan. Pemeriksaan keluhan kehamilan juga tidak pernah dilakukan oleh bidan kampung. Bidan Kampung hanya melakukan pijat atau urut saja. Selain itu, suami dari bidan kampung ini mengatakan ketika ada ibu hamil yang datang untuk pijat di rumah, ia biasanya akan memberikan air yasin atau air yang telah dibacai doa dengan tujuan memperlancar persalinannya kelak, tapi selama kehamilan saja ibu tersebut minum air itu, setelah melahirkan tidak minum lagi. 3.2.5. Permasalahan Kesehatan Pada ibu Hamil Beberapa informan ibu hamil selama kehamilannya inisering merasa bahwa badannya terasa lemas, lesu, dan malas untuk bergerak, setiap hamil ia merasa badannya lemas. Beberapa informan juga mengatakan bahwa saat kehamilannya yang pertama dulu ia juga merasa begitu. Oleh mantri yang biasanya datang 2 minggu sekali ke desa ini untuk melakukan Puskesmas keliling, ibu tersebut dikatakan terkena anemia dan kemudian diberikan obat penambah darah oleh mantri. Ibu tersebut mengatakan bahwa ia telah meminum obatnya secara teratur tetapi tetap saja ia merasa badannya lemas. Kecuali jika ia disuntik oleh mantri maka badannya terasa lebih enak.Peneliti bertanya obat apa saja yang disuntikan tersebut, ibu tersebut menjawab suntik vitamin dan penambah darah. Selain berobat dengan mantri, ibu hamil juga melakukan upaya untuk mengobati anemia tersebut dengan cara tradisional yaitu memakan sayur kelakai yang dipercayai memiliki kandungan zat besi yang tinggi. Karena jika direbus, air rebusan dari tanaman kelakai ini akan menghasilkan warna merah seperti 147 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 darah. Tanaman ini biasanya dijadikan sayur oleh warga dan sangat dianjurkan untuk dikonsumsi oleh ibu hamil. 3.2.6. Permasalahan Ibu Hamil yang Terlacak oleh Petugas Kesehatan Menurut informasi yang diberikan oleh seorang mantri dari Puskesmas Danau Rawah, masalah kesehatan yang sering terjadi pada masyarakat Desa Muroi Raya ialah hipertensi, malaria, diare dan ispa. Masalah kesehatan tersebut tentu saja sangat erat hubungannya dengan budaya perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat. Rendahnya kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah dipinggir sungai dan halaman rumah serta tidak tersedianya tempat pembuangan sampah umum, mengakibatkan tingginya risiko terkena penyakit malaria dan demam berdarah. Pola makan yang tidak dijaga dengan baik juga berpengaruh besar pada kesehatan masyarakat. Ikan asin yang selalu menjadi menu utama dan memasak dengan minyak goreng dan penyedap rasa yang berlebihan mengakibatkan tingginya risiko hipertensi dan kolesterol. Masalah kesehatan tersebut seringkali menjadi keluhan utama bagi mereka yang berusia kirakira 40 tahun ke atas baik laki-laki maupun perempuan. Mereka seringkali mengeluhkan sakit kesemutan dibagian tubuh tertentu seperti kaki dan tangan. Dalam istilah setempat mereka menyebutnya dengan istilah maner. Selain itu, informasi yang diperolehdari bidan dan dokter di Puskesmas Danau Rawah yaitu di desa ini terdapat beberapa permasalahan kesehatan terutama mengenai pernikahan usia dini.Berdasarkan informasi dari bidan di Puskesmas bahwa di Desa Muroi Raya banyak anak perempuan yang menikah antara usia 12-14 tahun dan banyak juga yang baru mendapatkan menstruasi pertama kali kemudian sebulan kemudian remaja 148 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah tersebut langsung menikah. Rata-rata usia suaminya juga tidak terpaut terlalu jauh yaitu berkisar antara 15 tahun ke atas. Dampak dari pernikahan muda ini yaitu banyak kasus di kehamilan pertama mengalami keguguran. Hal ini disebabkan karena kandungan yang belum kuat. Menurut penyataan bidan desa, DesaDanau Rawah dan Desa Muroi Raya masih banyak terdapat bidan kampung yang beroperasi, namun mereka sekarang menjadi binaan dan partner dari Bidan Mantri sehingga dalam praktek melayani selalu didampingi Bidan Mantri dan diberi pengarahan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dalam hal kesehatan. Namun, ketika di lapangan peneliti bertanya kepada beberapa bidan kampung di sanabahwa selama mereka membantu persalinan, bidan kampung tidak pernah merasa mendapatkan binaan maupun bantuan dari Puskesmas Danau Rawah. Sehingga hal ini menjadi dua pernyataan yang saling bertolak belakang. 3.2.7. Perilaku Ibu Hamil Ketika Sakit Keterangan dari beberapa informan bahwa beberapa hari yang lalu tepatnya 23 hari yang lalu ada seorang remaja yang meninggal karena keracunan kehamilan. Remaja tersebut menikah di usia 13 tahun dan pada usia 14 tahun sedang hamil, dengan usia kandungan saat itu yaitu 9 bulan. Pada saat hamil tersebut, remaja itu mengalami pusing, sakit kepala, batuk serta pilek, sehingga pada saat waktu yang bersamaan remaja yang sedang hamil tersebut meminum obat mixagrip, bodrex, DS dan paracetamol. Beberapa jam setelah remaja tersebut minum obat, remaja itu mengalami kejang dan dari mulutnya mengeluarkan busa. Setelah itu, keluarganya segera membawa remaja tersebut ke rumah sakit umum di Kota Palangkaraya dan membutuhkan waktu perjalanan selama 4-5 jam. Sesampainya di rumah sakit 149 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 ternyata anak dalam kandungan remaja tersebut sudah tidak dapat ditolong lagi sehingga bayi tersebut meninggal di dalam kandungan, kemudian bayi itu dikeluarkan dari dalam kandungan. Remaja tersebut selama 3 hari di rumah sakit dalam kondisi tidak sadarkan diri (koma).Setelah 3 hari itu remaja tersebut juga tidak dapat diselamatkan dan akhirnya meninggal dunia. 3.3. Kondisi Menjelang Persalinan di Desa Muroi Raya Ibu hamil yang ada di Desa Muroi Raya tetap melakukan aktifitas seperti biasa meskipun memasuki usia kehamilan delapan bulan atau menjelang persalinan. Ibu hamil tetap melakukan aktifitas pergi ke sungai setiap pagi dan sore. Walaupun jarak dari rumah ke sungai cukup jauh, mereka tetap pergi ke sana untuk mandi, mencuci pakaian dan mengambil air minum yang biasanya mereka minum langsung tanpa direbus terlebih dahulu. Ibu hamil juga tetap melakukan tugas domestik, seperti mengasuh anak, membersihkan rumah, memasak dan menyediakan bekal bagi suaminya yang akan pergi bekerja mencari emas dan puya. Pola pemeriksaan pada ibu hamil yang ada di Desa Muroi Raya sangat jarang dilakukan. Hal itu disebabkan karena keterbatasan ekonomi dan sulitnya menjangkau fasilitas kesehatan secara medis yang berada di Kecamatan Timpah, Desa Danau Rawah, Kabupaten Kapuas dan Kota Palangkaraya. Namun,jika perekonomian keluarga mereka menengah ke atas, maka biasanya mereka akan pergi ke Puskesmas di Kecamatan Timpah atau langsung menuju Kota Palangkaraya untuk melakukan pemeriksaan kehamilan. Akibat dari faktor ekonomi dan sulitnya mendapatkan fasilitas kesehatan secara medis, maka tidak jarang ada beberapa ibu hamil yang melakukan pemeriksaan ke bidan kampung. 150 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Tujuan pemeriksaan kehamilan ke bidan kampung biasanya hanya untuk mengetahui posisi bayi dan melakukan pemijatan dengan tujuan mempermudah proses persalinannya kelak. Bagi ibu hamil yang memiliki kemampuan secara ekonomi, maka ia akan memilih menggunakan jasa bidan mantri dalam proses persalinan. Biasanya mereka akan menetap di kota atau kabupaten pada saat usia kandungan mereka mencapai 8 atau 9 bulan. 3.3.1. Pendapat Masyarakat Menjelang Persalinan Peristiwa persalinan di Desa Muroi Raya dapat dikatakan peristiwa yang penting. Hal tersebut dikatakan penting karena biasanya satu bulan sebelum persalinan ibu hamil, suami yang biasanya bekerja menambang emas atau puya akan beristihat bekerja atau dengan kata lain tidak bekerja. Keluarga dengan kemampuan perekonomian yang baik biasanya akan membawa istrinya ke Kabupaten Kapuas atau Kota Palangkaraya untuk melakukan persalinan di sana. Jika sudah lepas tali pusar anak maka suami, istri beserta anaknya akan kembali menuju Desa Muroi Raya. Namun, hal tersebut jarang dilakukan, karena masih banyak ibu hamil yang melakukan persalinan di desa dengan bidan kampung. Menurut informan, mereka lebih nyaman melahirkan di rumah daripada di fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di kota maupun kabupaten. Jika persalinan di bantu oleh bidan mantri, biasanya mereka juga akan meminta bidan mantri tersebut datang ke rumah untuk membantu persalinan. Karena mereka merasa aman dan nyaman jika melakukan persalinan di rumah mereka sendiri. 151 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 3.3.2. Tradisi Ibu Hamil Menjelang Persalinan Berdasarkan informasi dari bidan kampung di Desa Muroi Raya bahwa tradisi yang dilakukan ibu hamil menjelang persalinannya yaitu ibu hamil disarankan untuk melakukan pijat hamil sebanyak 1 bulan 1 kali. Pemijatan tersebut dilakukan oleh bidan kampung. Usia kandungan pada saat pemijatan tersebut menurut bidan kampung harus di atas 5 bulan sampai menjelang usia melahirkan. Jika usia kandungan di bawah 5 bulan, bidan kampung mengatakan bahwa sangat rentan janinnya jika dilakukan pemijatan. sehingga ia tidak berani melakukan pemijatan jika usia kandungan kurang dari 5 bulan.Cara pijatnya yaitu dari bawah pusar ke arah atas menuju bawah payudara ibu, begitu juga bagian punggung si ibu, di pijat dari arah pantat ke arah punggung ibu hamil. Pada saat proses pemijatan ini biasanya bidan kampung bisa mengetahui posisi bayi dalam kandungan ibu dalam posisi normal miring atau sungsang. Jika ditemukan ibu hamil dengan posisi bayi yang tidak normal,bidan kampung dapat melakukan pembenaran posisi bayi tersebut sehingga bayi kembali berada dalam posisi normal.Dengan begitu menurut bidan kampung, persalinannya kelak tidak perlu dibawa ke rumah sakit dan tidak perlu dilakukan operasi. Cara yang dilakukan bidan tersebut merupakan cara tradisional yang ia peroleh turun temurun dari nenek moyangnya terdahulu. Cara tradisional tersebut, ibu hamil atau keluarganya harus meyediakan satu buah mangkok putih polos dan satu buah balayung. Balayung merupakan sebuah alat pertukangan khas Etnik Dayak yang memiliki bentuk pipih di salah satu ujungnya dan salah satu ujung lainnya berbentuk runcing dan tajam. Gambar mangkok putih polos dan balayung dapat dilihat pada gambar 3.13 dan gambar 3.14. 152 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Gambar 3.13. Mangkok Putih Polos yang Digunakan untuk Ritual Sumber: Dokumentasi Peneliti Tata cara ritual ini yaitu satu buah mangkok putih ditelungkupkan di atas perut ibu hamil kemudian di atas mangkok itu di taruh satu buah balayung dengan posisi awal ujungnya yang pipih di arah atas. Lalu kemudian diputar sebanyak 3 kali searah jarum jam. Selama proses tersebut bidan kampung mengatakan bahwa tidak ada bacaan atau mantramantra yang digunakan, ia mengatakan hanya tergantung kuasa Tuhan saja. Jika balayung sudah diputar sebanyak 3 kali maka mangkok dan balayung tersebut harus diletakkan di bawah tempat tidur atau lemari, atau tempat dimana sekiranya tidak ada yang memindahkan atau mengganggu. Nanti kalau sudah melahirkan baru boleh dibereskan atau dipindahkan. Tujuan mengapa tidak boleh dipindahkan yaitu menurut kepercayaan 153 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 mereka jika mangkok dan balayung tersebut di pindah-pindahkan maka bayi yang ada dalam kandungan ibu tersebut juga akan berubah posisinya. Gambar 3.14. Sebuah Balayung yang Digunakan untuk Ritual Sumber: Dokumentasi Peneliti 3.3.3. Cara Tradisional Memperlancar Persalinan Setiap masyarakat atau Etnik tertentu hidup dalam satu kebudayaan yang unik dan berbeda satu dengan lainnya. Salah satu contoh ialah kebudayaan atau tradisi dalam melakukan proses persalinan. Meskipun dalam dunia yang modern dimana fasilitas kesehatan secara medis telah dikenal oleh hampir seluruh masyarakat namun tradisi untuk menggunakan pengobatan tradisional tetap dijaga dan digunakan, khususnya oleh masyarakat Dayak Ngaju yang berada di Desa Muroi Raya. Berdasarkan informasi dari bidan kampung dan beberapa informan di desa ini, terdapat anjuran untuk memperlancar proses persalinan ibu hamil yaitu dengan menggunakan palusur. Palusur bisa berupa minyak ataupun tata cara yang bertujuan 154 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah mempermudah dan mempercepat proses persalinan pada ibu hamil. Cara penggunaannya yaitu dengan mengoleskannya pada perut ibu hamil. Palusur merupakan minyak yang dipercaya dapat membantu proses persalinan nantinya. Minyak palusur digunakan ibu hamil pada saat usia kandungannya mencapai 7 bulan ke atas sampai ibu tersebut hendak bersalin. Minyak tersebut dioleskan pada perut ibu hamil setiap harinya. Palusur yang berbentuk minyak biasanya terbuat dari minyak kelapa dan bagian tubuh hewan seperti ari-ari kucing dan belut. Minyak inilah yang nantinya akan dioleskan pada perut ibu hamil pada usia kehamilan 7 bulan sampai dengan 9 bulan dengan tujuan mempermudah dan mempercepat proses persalinan. Palusur juga memiliki pantangan yaitu tidak bisa diletakkan atau berada dalam rumah orang yang sedang berduka karena kematian dengan tujuan agar keampuhannya tetap terjaga. Apabila palusur diletakkan di dalam rumah orang yang berduka karena kematian maka keampuhan palusur tersebut akan hilang. Banyak jenis dan macam-macam palusur, beberapa diantaranya yang sering digunakan oleh warga masyarakat di desa ini yaitu tembuni atau ari-ari kucing yang dilahirkan pada hari jumat. Tembuni tersebut biasanya dikeringkan dengan cara dijemur lalu kemudian dibakar hingga menjadi arang dan kemudian dicampur dengam minyak kelapa dan di taruh di dalam botol kecil yang diisi kapas. Penggunaannya yaitu minyak tersebut diambil seperlunya kemudian dioleskan pada perut ibu hamil. Selain itu palusur bisa terbuat dari belut atau lindung dalam istilah Etnik dayak, dari ekor sampai kepala belut tersebut diambil lendirnya, kemudian dicampurkan dengan minyak kelapa dan ditaruh dalam sebuah botol. Cara penggunaanya yaitu mulai dari pusar dioleskan ke bawah pusar ibu hamil. Penggunaannya 155 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 harus dilakukan di depan pintu rumah sewaktu maghrib. Penggunaan palusur dilakukan sejak usia kandungan 7 bulan hingga mencapai usia 9 bulan.Minyak inilah yang dioles setiap hari diperut ibu hamil hingga menjelang persalinan. Cara tradisional ini dipercaya dapat mempermudah proses persalinan. Palusur yang berbentuk tata cara juga biasanya dilakukan pada saat usia kehamilan 7 sampai dengan 9 bulan. Menurut salah seorang informan yang berada di Dusun Kerahau pada saat ibu hamil mencuci rambutnya maka ia harus mengisap dan meminum air yang ada diujung rambutnya. Tata cara tersebut berfungsi sebagai palusur yang bertujuan mempermudah proses persalinan. Menurut salah seorang informan yang berada di Dusun Pantar Kabali, palusur juga bisa didapatkan dengan cara mencuci rambut menggunakan pucuk daun tanaman tertentu yang biasanya didapatkan di pinggir Sungai Pantar. Namun, penggunaan palusur tersebut biasanya ditentukan hanya pada hari senin dan jumat karena penggunaan palusur pada hari-hari tersebut dipercaya oleh masyarakat dapat memberi keampuhan pada palusur. Tanaman tersebut tumbuh di sekitar Sungai Pantar dan salah seorang informan menunjukan kepada peneliti bagaimana rupa tanaman yang dimaksud itu. Foto tanaman palusur tersebut dapat di lihat pada gambar 3.15 dan gambar 3.16. Tanaman palusur tersebut hanya digunakan oleh ibu hamil ketika hari senin dan jumat sewaktu mandi pagi atau sore hari. Selain hari senin dan jumat ibu hamil tidak perlu menggunakan tanaman ini untuk keramas. Untuk memetik tanaman ini, ibu hamil harus melewati tanah di pinggiran sungai Pantar yang cukup terjal dan licin sehingga sangat berbahaya jika dilewati oleh ibu hamil. 156 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Gambar 3.15. Daun Pawah sebagai Tanaman Palusur Ibu Hamil Sumber: Dokumentasi Peneliti Gambar 3.16. Daun Uru Hapit sebagai Tanaman Palusur Ibu Hamil Sumber: Dokumentasi Peneliti 157 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Tata cara lainnya yang terkait degan palusur juga ialah melibatkan peran suami. Pada saat berhubungan intim dengan suami, sperma yang dihasilkan dari hubungan seksual pasangan suami istri dioleskan pada bagian perut istri yang sedang hamil. Hal ini dilakukan dengan tujuan yang sama yaitu untuk mempermudah proses persalinan. 3.3.4. Perilaku Keseharian Keluarga dan Ibu Hamil Kegiatan rutin sehari-hari masyarakat Desa Muroi Raya khususnya ibu-ibu rumah tangga atau ibu hamil hampir sama untuk 4 dusun di Desa Muroi Raya ini. Pada pagi hari sekitar pukul 5.00 WIB mereka sudah bangun, istri mempersiapkan sarapan dan bekal untuk suami yang akan berangkat kerja menambang emas dan puya di lanting. Anak-anak yang berusia sekolah mempersiapkan diri dengan mandi dan berpakaian segaram, terkadang mereka sarapan tetapi terkadang juga tidak. Suami berangkat bekerja ke lanting pada pukul 6.30 WIB dan anak usia sekolah SD juga demikian berangkat sekitar pukul 6.30 WIB. Setelah suami berangkat kerja dan anak berangkat sekolah, istri kemudian melakukan aktivitas mandi dan mencuci pakaian di sungai sambil berbincang-bicang dengan warga yang juga melakukan aktivitas di sungai. Setelah melakukan kegiatan di sungai, mereka segera kembali ke rumah dan mengerjakan pekerjaan ruman seperti memyapu dan mengepel lantai rumah sehingga kebersihan di dalam rumah tetap terjaga. Berbeda dengan kondisi lingkungan di dalam rumah yang terliha bersih dan rapi, kondisi di lingkungan sekitar rumah seperti bagian kolong rumah yang penuh dengan sampah-sampah jarang dibersihkan. Sehingga menurut hasil pengamatan penulis, konsep bersih bagi masyarakat Desa Muroi Raya ialah ketika kondisi di dalam rumah nampak bersih dan rapi. 158 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Setelah membersihkan rumah, biasanya para ibu rumah tangga menunggu kedatanganpedagang yang membawa sayur serta lauk pauk dari Kota Palangkaraya. Biasanya pedagang tersebut datang dengan menggunakan sepeda motor atau perahu dan tiba di desa kira-kira pukul 10.00 WIB. Setelah membeli bahan makanan dari pedagang-pedagang tersebut, para ibu rumah tangga akan melakukan aktifitas memasak untuk mempersiapkan makan siang dan makan malam. Pengolahan bahan makanan seperti sayuran biasanya akan dicuci terlebih dahulu sebanyak satu sampai dengan tiga kali.Air yang di gunakan adalah air dari sungai atau air tanah dengan pompa air. Gambar seorang ibu yang sedang mencuci bahan makanan yang akan diolah menjadi sayur dapat dilihat pada Gambar 3.17. Gambar 3.17. Seorang Ibu yang Sedang Mencuci Bahan Makanan yang Akan Diolah Menjadi Sayur Sumber: Dokumentasi Peneliti 159 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Walaupun di rumah terdapat pompa air tanah tetapi biasanya warga lebih memilih untuk mengambil air minum langsung dari sungai tanpa harus direbus terlebih dahulu. Menurut mereka air minum yang diambil langsung dari sungai akan terasa lebih segar dibanding air rebusan. Sedangkan sampah dari kegiatan memasak di dapur terkadang langsung mereka buang di bawah kolong rumah, hanya sebagian kecil saja yang membuangnya pada tempat sampah. Kondisi sampah yang dibuang langsung di bawah kolong rumah tempat tinggal dapat dilihat pada gambar 3.18. Gambar 3.18. Kondisi Sampah yang Dibuang Langsung Di Bawah Kolong Rumah Tempat Tinggal Warga Sumber: Dokumentasi Peneliti Rata-rata penggunaan alat memasak di desa ini sudah menggunakan kompor sumbu Hock, hanya sebagian kecil warga saja yang masih menggunakan kayu bakar untuk memasak. Berikut gambar sebuah keluarga yang menggunakan kompor sumbu Hock untuk memasak sedangkan keluarga lainnya ada 160 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah juga yang masih menggunakan kayu bakar untuk kegiatan memasak. Setelah kegiatan memasak selesai biasanya ibu-ibu tersebut pergi ke salah satu rumah warga yang biasanya dijadikan tempat nongkrong ibu-ibu untuk kegiatan mengobrol. Mereka mengobrol kira-kira hingga pukul 12.00 WIB. Setelah itu mereka makan siang bersama dengan anak mereka yang sudah pulang sekolah. Kegiatan dilanjutkan dengan tidur siang hingga sekitar pukul 15.00 WIB. Gambar 3.19. Penggunaan Alat Memasak Di Desa Muroi Raya yang Sudah Menggunakan Kompor Sumbu Sumber: Dokumentasi Peneliti Setelah bangun tidur siang biasanya ibu tersebut pergi ke rumah salah satu warga untuk kembali mengobrol hingga sore sekitar pukul 16.30 WIB. Ibu tersebut kemudian berangkat ke sungai untuk mandi dan terkadang membawa panci dan piringpiring kotor untuk dicuci di sungai. Biasanya, Ibu tersebut pergi 161 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 ke sungai bersama anaknya. Anak bertugas untuk mengambil air minum di sungai dengan menggunakan wadah jerigen atau botol plastik bekas air mineral. Sedangkan para suami biasanya kembali dari lanting tempat mereka bekerja pada pukul 17.00 WIB Terkadang ada juga beberapa istri yang menungggu suaminya dahulu pulang dari lanting baru melakukan aktivitas mandi di sungai. Sekitar pukul 18.00 WIB biasanya setiap keluarga akan melakukan aktifitas makan malam. Mereka makan bersama di lantai dapur yang terbuat dari papan. Biasanya makanan, piring, gelas dan minuman diletakkan di atas lantai dan mereka duduk mengelilingi makanan tersebut. Tidak ada porsi khusus untuk suami, istri, maupun anak-anak. Hanya saja jika ada anak-anak yang belum terbiasa makan sendiri atau kurang memiliki selera makan, biasanya ibunya makan dengan sambil menyuapi anakanaknya. Sebagian besar masyarakat makan dengan menggunakan tangan, di depan mereka tersedia air kobokan di dalam wadah baskom kecil yang digunakan untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah makan meskipun tanpa menggunakan sabun. Setelah makan malam, istri akan membenahi piring kotor dan lalu membawa sisa makanan dan meletakkannya di dapur. Sedangakan suami serta anak-anak mereka mulai menghidupkan TV hingga pukul 21.00 WIB. Setelah acara menonton TV selesai, suami mematikan mesin genset dan merekapun akan pergi beristirahat. 3.4. Proses Persalinan di Desa Muroi Raya Pada saat proses persalinan, baik dengan menggunakan jasa bidan kampung atau jasa bidan mantri tidak ada pantangan yang harus dilakukan oleh ibu hamil, hanya saja tata cara dan pengobatan yang dilakukan berbeda. Apabila ibu hamil memilih jasa bidan kampung dalam membantu proses persalinan, maka 162 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah sebelumnya bidan kampung akan melakukan pengobatan secara tradisional yang disebut dengan istilah menawar. Pengobatan tradisional yang disebut dengan menawar ini biasanya bertujuan untuk mengisi air ketuban sehingga mempercepat dan mempermudah proses persalinan. Berikut informasi yang diceritakan oleh informan berdasarkan pengalaman terdahulu. “Sewaktu pehe kanai nyuhu uluh maneguk tanteluh angat tenaga kuat. Mihup tanteluh dengan kopi jite ih. Bahte nenga uluh danum tawar akan maisi panjujung kuan uluh nah. Jadi ie baisi panjujungkan palus pehe ih kenai. Anu pusit panjujung nah langsung henyek uluh ih tapi tege bidan ah sing tijak kute.” (Sewaktu mau melahirkan disuruh makan telur biar tenaga kuat. Setelah itu bidan memberikan air tawar yang berfungsi mengisi air ketuban. Kalau air ketuban sudah terisi perut langsung terasa sakit. Kalau ketuban sudah pecah bidan langsung menekan perut, tapi ada bidan tertentu yang menggunakan cara menginjak). Pengobatan tersebut biasanya dilakukan dengan cara bidan kampung menyediakan air putih dalam gelas lalu membacakan mantra dan kemudian diberikan kepada ibu hamil untuk diminum dan diusapkan pada bagian perut ibu hamil tersebut. Selain itu, bidan kampung mengajurkan kepada ibu yang akan melakukan proses persalinan untuk minum kopi dan makan telur dengan tujuan memperkuat stamina ketika ia melangsungkan proses persalinan kelak. Setelah melakukan pengobatan tradisionalmenawar dan air ketuban terisisi lalu pecah, maka bidan kampung akan mulai melakukan tindakan pertolongan bagi ibu yang akan melahirkan. Ada dua cara pertolongan pada persalinan yang dilakukan oleh bidan kampung. Cara yang pertama ialah dengan cara menekan atau mendorong bagian perut dari atas ke bawah. Cara 163 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 yang kedua yaitu bidan kampung mengambil posisi duduk tepat di ujung kaki ibu yang akan melahirkan dan kemudian menekan bagian kedua pangkal pahanya dengan menggunakan kedua kakinya dan menunggu hingga bayi keluar. Seperti pernyataan seorang ibu berikut ini yang pernah menggunakan jasa bidan kampung dalam membantu proses persalinan. 3.4.1. Alat yang digunakan dalam Proses Persalinan Pada saat proses persalinan dilakukan dengan bantuan bidan kampung terdapat alat-alat yang biasanya digunakan oleh bidan kampung. Alat tersebut bertujuan untuk membantu bidan kampung dalam proses pemotongan tali pusar bayi yang baru saja dilahirkan. Untuk memotong tali pusar bayi, biasanya bidan kampung menggunakan sembilu yang terbuat dari bambu yang dibagian ujungnya dibuat runcing menyerupai pisau. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari bidan kampung yang berada di Desa Muroy Raya, jika ada ibu hamil yang hendak melahirkan, maka keluarga dari ibu hamiltersebut harus menyediakan 3 buah bambu yang sudah ditajamkan seperti pisau yang biasanya disebut dengan sembilu. Selain itu, keluarga ibu hamil tersebut juga harus menyiapkan sarangan tabuni yang disebut dengan istilah kusak. Kusak berbentuk bakul kecil yang juga terbuat dari bambu. Bidan kampung mengatakan bahwa pada zaman sekarang penggunaan sembilu dan sarangan tabuni atau kusak tidak ia pergunakan lagi. Bidan kampung mengatakan bahwa yang digunakan sekarang adalah kantong plastik saja sebagai tempat tembuni tersebut dan pemotongan tali pusar dengan menggunakan gunting. Namun, pernah sewaktu peneliti menemui salah seorang informan ibu yang pernah melahirkan dengan bidan kampung di desa ini. Ia mengatakan bahwa pemotongan tali pusar terkadang masih menggunakan sembilu. 164 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah 3.4.2. Tata Cara Persalinan oleh Bidan Kampung Berdasarkan informasi yang diperoleh dari bidan kampung bahwa terdapat beberapa cara yang digunakan untuk permasalahan yang dialami ibu hamil pada saat proses persalinan. Ketika posisi bayi dalam kandungan sungsang, bidan kampung memiliki cara tradisional untuk mengubah posisi bayi tersebut sehingga posisi bayi ketika lahir tepat di mulut rahim. Menurut bidan kampung cara tradisional tersebut merupakan salah satu alternatif yang digunakan untuk membantu ibu hamil yang mengalami masalah pada persalinan tanpa harus melakukan operasi atau jasa medis. Tentu saja ada teknik-teknik tertentu yang dilakukan bidan kampung untuk menolong proses persalinansehingga bayi dapat lahir dengan selamat. Bercerita tentang pengalamannya, bidan kampung tersebut menyatakan bahwa sejak 12 tahun yang lalu sudah memulai pekerjaansebagai bidan kampung. Bidan kampung tersebut juga mengatakan bahwa kehalian dalam menolong proses persalinan secara tradisionalia dapatkan turun temurun dari neneknya yang juga berprofesi sebagai bidan kampung. Bidan kampung tersebut juga menginformasikan bahwa suami memiliki peran yang cukup penting pada masa kehamilan istrinya. Selama masa kehamilan istri, suami dari memiliki pantanganuntuk tpekerjaan seperti tidak melakukan pekerjaan seperti membunuh binatang, membelah kelapa, dsb. Apabila pantangan tersebut dilanggar maka masyarakat percaya akan terjadi pahingen atau cacat secara fisik pada tubuh bayi, seperti bibir sumbing, dsb. Apabila bayi yang baru dilahirkan mengalami cacat seperti bibir sumbing maka bidan kampungakan melakukan pengobatan secara tradisional yaitu dengan mengambil segumpal darah yang keluar pada saat proses persalinandilakukan lalu darah tersebut akan dioleskan di bagian yang cacat, sambil 165 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 mengucapkan kalimat syahadat 3 kali. Pengobatan tradisional tersebut hanya khusus dilakukan pada bayi yang mengalami bibir sumbing dan tidak bagi bayi yang mengalami cacat fisik lainnya seperti cacat pada kaki atau tangan. Proses persalinan dengan menggunakan jasa bidan kampung tentu berbeda dengan proses persalinan yang menggunakan jasa tenaga medis. Perbedaan nampak sangat jelas tidak hanya pada tata cara tetapi jaga pada fasiltas alat-alat yang digunakan. Perbedaan ini juga diakui oleh bidan kampung yang mengatakan demikian: “Kalau bidan mantri kan ada suntikan untuk perangsang supaya cepat melahirkan tapi kalau aku ini gak ada pakai itu, sesuai dengan takdir aja.” Berdasarkan pernyataan bidan kampung tersebut maka dapat dikatakan bahwa proses persalinan dengan menggunakan jasa bidan kampung tidak dilengkapi dengan fasilitas yang memadai. Jaminan keselamatan ibu dan bayi pada proses persalinan semata-mata bergantung pada takdir atau pertolongan Yang Maha Kuasa. Sedangkan proses persalinan yang dilakukan oleh tenaga medis akan memberikan jaminan kesalamatan kepada ibu dan bayinya karena didukung oleh fasiltas kesehatan yang sudah lengkap dan memadai. Hal ini membuktikan bahwa kepercayaan dan keyakinan masyarakat kepada tradisi atau budaya terkait pengobatan dan cara tradisional dalam menolong persalinan masih kuat. Bidan kampung juga memberikan informasi terkait permalahan yang kerap terjadi pada saat menjelang proses persalinan. Biasanya pada saat menjelang persalinan bisa terjadi kasus kembar danum. Kembar danum ialah air yang keluard ari tubuh ibu yang akan melahirkan namun bukan merupakan air ketuban. Air tesebut biasanya dibiarkan saja keluar dari tubuh ibu 166 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah sampai habis barulah kemudia air ketuban mulai terisi dan pecah dan itulah tandanya bidan kampung boleh mulai membantu proses persalinan. Selain terjadi kasus kanduang danum bisa juga terjadi kasus kanduang daha. Kasus kanduang daha biasanya terjadi pada saat menjelang proses persalinan. Tanda-tanda terjadinya kanduang daha ialah keluarnya sedikit darah dari vagina disertai rasa sakit seperti hendak melahirkan. Untuk mengatsai masalah tersebut, bidan kamoung memberikan ramuan tradisional yang berasal dari jenis tanamanupak tewu bahandang (kulit tebu merah). Bagian kulit luar dari tebu tersebut dikikis dengan menggunakan pisau lalau dicampur dengan air hangat dan diminumkan pada ibu yang akan melakukan proses persalinan atau bisa juga dengan mengkonsumsi jahe dan gula merah. Setelah darah dan nyeri yang diakibatkan kanduang daha sudah dapat disembuhkan barulah bidan kampung melakukan pertolongan pada proses persalinan. Jika kanduang danum dan kanduang daha tidak diatasi terlebih dahulu maka dapat menyebabkan kematian pada bayi saat dilahirkan. Jika hinggasaat dilahirkan posisi bayi tetap dalam posisi sungsang, maka masyarakat setempat akan menyebutnya dengan istilah turun tangga. Pengertin turun tangga ialah bayi dilahirkan dengan posisi yang tidak sempurna atau mengeluarkan salah satu kakinya terlebih dahalu. Tata cara yang dilakukan bidan kampung untuk mengeluarkan bayi dengan posisi sungsang yaitu jika salah satu kakinya sudah keluar maka bidan kampung akan mencari lagi kaki yang satunya. Jika kedua kakinya sudah keluar maka perut ibu di dorong pelan agar bayi keluar. Kemudian raba perut ibu tersebut untuk mencari tangan bayi, jika sudah terasa maka kedua tangan bayi harus diluruskan ke atas kepala bayi kemudian pelan di dorong kembali. 167 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Sebagai bentuk perawatan bayi dalam kandungan ibu hamil, biasanya bidan kampung selalu menganjurkan kepada pasiennya untuk melakukan pijat 1 kali sebulan pada saat usia bayi memasuki 7 bulan ke atas. Tentu saja perawatan kehamilan terebut berbeda jika dilakukan menggunakan jasa medis yang biasanya menggunakan USG (ultrasonography) untuk mengetahui untuk menggambarkan struktur, ukuran dan hampir setiap detail patologis dari otot dan organ-organ internal lainnya. Jika dalam kasus bayi kembar tetapi salah satu bayinya dalam posisi sungsang dan bayi lainnya dalam posisi normal maka cara seperti yang telah diuraikan sebelumnya tidak dapat digunakan. Cara yang dilakukan yaitu dengan terlebih dahulu mengeluarkanbayi yang berada dalam posisi normal, kemudian barulah kemudian mengeluarkan yang dalam berada dalam posisi sungsang. Menurut pendapat masyarakat, bayi kembar yang pertama kali keluar atau dilahirkandiposisikan sebagai adik dan yang terakhir dikeluarkan ialah sebagai kakak, karena menurut masyarakat bayi yang terakhir keluar dari kandungan ibunya itulah yang paling lama berada dalam kandungan. Jika pada saat melakukan proses persalinan bayi mengalami kasus terlilit tali pusar, maka cara yang dilakukan oleh bidan kampung yaitu tetap mengeluarkan bayi tersebut sambil melepaskan lilitan tali pusar dan mendorong kembali bayi tersebut masuk ke dalam rahim ibunya. Menurut kepercayaan warga desa, kasus bayi terlilit tali pusar disebabkan perilaku ibu hamil yang melanggar pantangan selama kehamilan seperti misalnya meletakkan atau melilitkan handuk di bagian leher atau di atas kepala selesai melakukan aktifitas mandi dan keramas. 168 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah 3.4.3. Upaya Membatasi Kehamilan Selain menggunakan KB, beberapa cara yang digunakan masyarakat di Desa Muroi Raya terkait upaya untuk mencegah kehamilanialah dengan mengkonsumsi jamu sari gading yang biasanya dibeli di pasar malam. Jamu tersebut berupa serbuk dalam bungkus saset. Cara penggunaannya yaitu dengan menuangkan serbuk jamu tersebut ke dalam gelas lalu di seduh dengan air hangat dan diminum. Seorang informan yang adalah seorang ibu bercerita bahwa untuk membatasi kehamilan ia sempat menggunakan suntik KB namun ia merasa kurang cocok karena suntik KB menyebabkan berat badan bertambah maka ia memutuskan untuk menghentikan pemakain KB dan menggantidengan menggunakan ramuan jamu. Selain itu, informasi lainnya yang diperoleh dari informan M yaitu tentang cara yang biasanya dilakukan oleh warga desa pada zaman dahulu untuk menunda kehamilan yang dalam istilah Dayak Ngaju disebut dengan istilah penjahai. Sebelum masyarakat mengenal KB, pada zaman dulu mereka sering menggunakan ramuanpanjahai. Ramuan panjahai merupakan ramuan yang terdiri dari akar-akaran kayu. Ada syarat-syarat utama yang harus dilakukan pada saat akan mengambil akarakaran tersebut atau dalam istilah bahasa Dayak yaitu menjawi. Pada saat menjawi atau mengambil akar-akaran penjahai orang tersebut harus berkata misalnya “3 tahun lagi baru aku akan memiliki anak”. Jadi, orang yang menggunakan akar-akaran panjahai harus mengatakan atau menyebutkan waktu yang dia inginkan supaya dia dapat hamil kembali. Hal ini biasanya dilakukan 40 hari setelah melahirkan. Namun, karena pengaruh perkembangan zaman dan pada masa sekarang warga desa sudah mengenal program KB, maka pengobatan tradisional seperti panjahaijarang lagi digunakan lagi oleh warga. Informan mengatakan warga lebih memilih membeli pil KB di pasar saja, 169 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 karena lebih praktis dibanding harus mencari akar-akaran penjahai ke dalam hutan. Cara tradisional ketiga yang biasa dilakukan oleh seorang ibu untuk menunda kehamilan ialah dengan melakukan pemijatan. Pemijatan dilakukan oleh seorang bidan kampung yang sudah mahir dalam menolong ibu pada masa hamil sampai pada proses persalinan. Pemijatan dilakukan pada bagian perut tepat diposisi rahim. Menurut salah seorang informan, cara tradisional ini lebih praktis dan aman. 3.5. Kondisi Setelah Persalinan Ibu Hamil 3.5.1. Tradisi yang Dilakukan Pasca Persalinan Ada satu tradisi yang digunakan Etnik Dayak Ngaju di Desa Muroi Raya setelah melewati proses persalinan. Tradis berupa ritual tersebut biasanya dilakukan setelah tali pusar bayi sudah terlepas. Ritual ini sering mereka katakan dengan ritual palas bidanatau ritual untuk membalas jasa bidan yang telah menolong proses persalinan hingga ibu dan bayinya selamat dan ritual nahunan atau ritual pemberian nama pada bayi. Sebelum ritual palas bidan dan nahunan dilakukan maka bayi tidak diperbolehakn untuk dibawa keluar dari rumah. Salah satu persyaratan yang harus disediakan pada saat ritual palas bidandan nahunan yaitu jika bayi yang dilahirkan berjenis kelamin laki-laki, maka keluarga yang melakukan ritual palas bidan tersebut harus menyediakan 1 buahbahalai dan 1 buah tapih karung. Tetapi jika bayi yang dilahirkan berjenis kelamin perempuan maka keluarga menyediakan 1 buahtapih karung saja. Hal tersebut mereka lakukan sesuai tradisi Etnik dayak Ngaju pada zaman dahulu, dimana bayi laki-laki biasanya digendong dengan bahalai sedangkan bayi perempuan digendong dengan menggunakan tapih karung. 170 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Adapun tata cara yang dilakukan dalam ritual palas bidan yaitu keluarga atau orang tua dari bayi tersebut harus menyediakan sesajen atau yang sering mereka sebut dengan pendudukyang biasanya berisi beras dalam baskom kecil yang diatasnya diletakkan buah kelapa, gula, minyak goreng, tapih, bahalai dan uang yang jumlahnya tidak ditentukan. Setelah sesajen disiapkan maka bayi dimandikan oleh bidan kampung dan kemudian dipangku oleh bidan kampung, Setelah itu orang tua menyerahkan sesajen atau penduduk dan melakukan tampung tawarterhadap bidan kampung. Kemudian bidan kampung menyerahkan bayi kepada orang tuanya, dan bergantian melakukan tampung tawar kepada orangtua dan bayinya. Tampung tawar tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mendoakan baik bidan kampung, orang tua dan juga bayinya agar hidup sehat, sejahtera, dijauhkan dari sakit dan bahaya serta berlimpah rejeki, dsb. Tamping tawar wajib dilakukan karena jika tidak akan berakibat buruk baik terhadap bidan kampung ataupun bayi yang dilahirkan, misalnya bidan kampung ataupun bayi akan mengalami sakit yang sulit disembuhkan hingga ritual palas bidan dan proses tamping tawar dilakukan. Menurut kepercayaan masyarakat apabila ritual tersebut tidak dilakukan oleh keluarga yang bersangkutan maka pengasuhan dan perawatan bayi akan ditanggung sepenuhnya oleh bidan kampungsampai usia bayi mencapai 100 hari. Oleh karena itu, setelah menolong proses persalinan sampai dengan dilakukannya ritual palas bidan, bidan kampung memiliki kewajiban untuk memandikan bayi apalagi jika bayi yang dilahirkan ialah anak temei atau anak pertama. Masih berlakunya tradisi palas bidan pada masyarakat Etnik Dayak Ngaju tersebut diperkuat oleh pernyataan seorang dokter di Puskesmas Danau Rawah yang berasal dari Etnik yang berbeda. Ia mengatakan bahwa setelah bertugas kurang lebih 6 171 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 bulan di Puskesmas Danau Rawah ia sudah cukup memahami tradisi masyarakat Dayak Ngaju pasca persalinan dimana perawatan dan pengasuhan bayi yang dilahirkanakan menjadi tanggung jawab bidan atau dokter yang menolong persalinan sampai pada saat diadakan ritualpalas bidan. Setelah tali pusar terlepas, barulah kemudian dilakukan ritual palas bidan dan tanggung jawab dokter atau bidan untuk merawat bayipun telah selesai. Tradisi masyarakat untuk pemberian nama bayi yang baru dilahirkan atau yang disebut nahunan biasanya diberikan oleh bidan yang telah menolong proses persalinan pada saat ritualpalas bidan dilakukan. Namun ada juga beberapa keluarga yang tidak memberikan nama anaknya berdasarkan pemberian nama dari bidan. Seperti pernyataan dari salah seorang informan yang bercerita tentang kelahiran anak pertamanya. Karena tidak menyetujui nama yang diberikan oleh bidan kepada anaknya maka mereka melakukan pemberian nama dengan cara menuliskan di atas kertas beberapa nama dari tokoh agama, bidan dan orang yang dituakan atau dihormati dari pihak keluarga. Kertas tersebut kemudian digulung dan dibuat seperti menyerupai kertas arisan yang dikocok lalu kemudian dilih salah satu untuk menentukan nama dari bayi yang baru saja dilahirkan. 3.5.2. Cara Perawatan Bayi Bagi warga yang menggunakan jasa bidan kampung dalam membantu proses persalinsan biasanya melakukan perawatan pada bayi dengan cara bayi dimandikan oleh bidan kampung dengan air biasa tanpa dicampur dengan air panas. Kemudian bayi tersebut diberi minum air santan kelapa yang kental sebanyak satu sendok teh, dengan maksud untuk mengeluarkan kotoran yang ada dalam tubuh bayi yang biasanya berwarna kehitaman. Kemudian bidan kampung menganjurkan kepada si 172 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah ibu yang telah melwati proses persalinan untuk memerah air susu yang keluar pertama kali keluar hingga bersih dan tidak berwarna kekuningan lagi lalu kemudian dibuang. Cara memerahnya hanya dengan menggunakan tangan biasa saja. Menurut pemahaman mereka, air susu yang pertama kali keluar harus dibuangkarena kotor dan rasanya asam sehingga menyebabkan bayi menolak untuk meminumnya dan bahkan seringkali dimuntahkan. Jika bayi sudah diberi air santan kelapa biasanya bayi segera disusui oleh ibuya, tetapi jika air susu ibu tidak bisa keluar maka bayi tersebut diberikan susu formula dengan menggunakan botol dot bayi. Terdapat cara perawatan khusus yang dilakukan oleh bidan kampung terhadap bayi perempuan agar kelak ketika ia melahirkan ia tidak mengalami kasus kelainan pintu atau yaitu sempitnya liang vagina. Jika terjadi kasus seperti itu maka ibu yang akan melahirkan tidak dpat ditolong dengan menggunakan jasa bidan kampung melainkan harus menggunakan jasa tenaga medis. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya kelainan pintu pada perempuan ketika hendak melahirkan, harus dilakukan perawatan sejak ia dilahirkan. Cara perawatannya yaitu dengan membersihkan bagian vagina bayi dengaan teliti dan bersih selama 41 hari. Cara perawatannya yaitu setelah bayi lahir, vaginanya dibersihkan dengan air jeruk nipis dan kapas , sampai lendir yang ada dikemaluannya bersih. Jika lendir tersebut tidak dibersihkan maka akan menjadi semakin besar dan membentuk seperti daging sehingga menutupi lubang vagina. Selain itu, kasusyang juga sering terjadi pada perempuan akibat tertutupnya lubang vagina ialahtidak bisa mengalami menstruasi. Cara untuk membuka lubang vagina yang tertutup dengan cara tradisional masih bisa dilakukan ketika umur anak di bawah 10 tahun. Caranya ialah dengan menggunakan butiran padi yang ditorehkan pada vagina sampai mengeluarkan sedikit 173 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 darah dan sampai lubang vagina terbuka seperti ukuran normalnya. 3.5.3. Tradisi Masyarakat Terhadap Ari-Ari Bayi Baru Lahir Pada kasus bayi kembar di masyarakat Desa Muroi Raya biasanya tali pusar bayi akan dipotong menjadi dua. Hal tersebut dilakukan sebagai usaha preventif yaitu menghindari penularan penyakit jika salah satu dari bayi kembar tersebut mengalami sakit. Sedangkan tradisi perawatan untuk ari-ari biasanya ada yang dengan cara digantung di pohon atau dikubur di dalam tanah. Jika ari-ari dikubur dalam tanah, maka orang yang harus melakukannya ialah bapak dari bayi tersebut. Biasanya ari-ari dikubur disertai dengan beberapa benda seperti bambu panjang yang dipotong tepat pada ruasnya lalu dikubur bersama ari-ari dengan posisi ujung bamboo dikeluarkan sedikit dari permukaan tanah. Tujuannya ialah agar anak yang dilahirkannya kelak tidak mengidap penyakit asma. 3.6. Kondisi Masa Nifas Ibu Setelah Melahirkan 3.6.1. Pantangan Makanan Pada Masa Nifas Masa nifas menjadi masa yang penting untuk melakukan pengobatan secara tradisional dan mematuhi semua pantangan sesuai tradisi masyarakat Dayak Ngaju yang ada di Desa Muroi Raya. Hal itu dilakukan dengan tujuan membersihkan darah kotor yang masih tersisa pada rahim ibu pasca persalinan atau yang masyarakat sebut dengan maruyan. Bagi mereka, seorang ibu dikatakan sehat setelah melewati proses persalinan apabila darah kotor tersebut telah habis dikeluarkan dari rahim ibu. Untuk mepermudah proses penyembuhan ibu pasca melahirkan, maka ada beberapa pantangan makanan yang harus dipatuhi, yaitu: 174 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah 1) Tidak boleh makan ikan balida; 2) Tidak boleh makan udang karena akan menyebabkan bentuk tubuh ibu membungkuk seperti meyerupai udang; 3) Tidak boleh makan buah nangka; 4) Tidak boleh makan terong karena dapat menyebabkan keluarnya rahim dari perut ibu; 5) Tidak boleh makan telur karena dapat menyebabkan gatal-gatal. Anjuran makanan bagi ibu pasca melahirkan menurut tradisiEtnik Dayak Ngaju yang berada di Desa Muroi Raya ialah sebagai berikut: 1) Ikan haruan atau ikan gabus; 2) Sayur kelakai atau sayur pakis yang dipercaya dapat menambah darah pada ibu pasca melahirkan; 3) Ikan lais; 4) Sayur daun katu; 5) Waluh kuning; 6) Bayam. Tradisi pantangan pasca persalinan tersebut tidak pernah lalai untuk dilakukan karena apabila pantangan tersebut dilanggar maka dapat penyebabkan sakit dan pendarahan bahkan berujung pada kematian. 3.6.2. Obat Tradisional Pada Masa Nifas Proses pemulihan kesehatan ibu pasca melahirkan tentu saja tidak hanya dengan mematuhi pantangan makanan tetapi juga dengan melakukan pengobatan secara tradisional yang melibatkan peran suami untuk mempersiapkan dan mencari obat tradisional tersebut. Pengetahuan tentang obat tardisional biasanya mereka dapatkan dari orangtua secara turun temurun. 175 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Obat tradisional tersebut berbentuk akar kayu yang biasanya dikonsumsi dengan cara direbus lalu diminum airnya. Cara lainnya juga ialah akar kayu diris tipis dan dicampur dengan sirih dan pinang lalu kemudian dimakan. Beberapa akar-akaran yang biasa digunakan ibu masa pasca melahirkan ialah akar galam tikus yang biasanya didapatkan didaerah rawa dan akar tanamanrambai yang biasanya didapatkan di daratan. Pengobatan tradisional tersebut dilakukan selama 40 hari pada masa nifas. Pengobatan tradisional dari akar kayu tersebut juga berfungsi untuk menghilangkan nyeri sakit pada ibu pasca melahirkan ketika darah kotor sulit keluar dari rahim atau dalam istilah bahasa Dayak Ngaju sudun miyau. Obat tradisional berupa akar kayu yang digunakan ibu pasca melahirkan dapat dilihat pada gambar 3.20. Gambar 3.20. Akar Kayu yang digunakan Ibu Pasca Melahirkan Sebagai Obat Tradisional Sumber: Dokumentasi Peneliti 176 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah 3.7. Kondisi Ibu Menyusui di Desa Muroi Raya Sebagian masyarakat di Desa Muroi Raya memiliki pengetahuan bahwa memberikan ASI pertama (kolostrum) adalah baik bagi kesehatan bayi. Pengetahuan tentang pemberian ASI pertama pada bayi hanya terdapat pada mereka yang selama masa hamil dan persalinan menggunakan jasa tenaga kesehatan medis. Sedangkan bagi sebagian masyarakat yang melakukan proses persalinan dengan jasa bidan kampung berpendapat bahwa ASI pertama tidak baik jika diberikan kepada bayi. Kendala yang seringkali terjadi pada saat memberikan ASI pertama pada bayi ialah bayi menolak untuk diberi ASI sehingga bayi tidak lagi diberikan ASI oleh orangtua dan digantikan dengan susu formula. Permasalahan kedua yang sering dialami oleh bayi ketika diberikan susu formula yaitu tidak semua pencernaan pada bayi dapat menerima dengan baik susu formula tersebut sehingga ada beberapa diantaranya yang mengalami sakit diare. Oleh karena itu biasanya ibu harus berupaya mencari susu formula yang cocok untuk bayinya. Permasalahan ketiga yang juga sering terjadi ialah kesulitan untuk mengeluarkan ASI pada ibu dan hal tersebut berdampak pada bayi karena kesulitan untuk menyusui ibunya disebabkan ASI yang tidak bisa keluar dengan lancar.Untuk mengatasi permasalahan tersebut biasanya ibu akan menggantikan ASI dengan susu formula yang ditaruh dalam botol dot. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pendapat masyarakat terhadap ASI dan ASI pertama atau kolostrum sangat dipengaruhi oleh pengetahuan mereka tentang kesehatan baik secara medis ataupun tradisional. Ada satu tradisi yang masih dilakukan oleh masyarakat terkait masa menyusui pada ibu. Untuk memperlancar ASI biasanya, ada satu tata cara khusus yang dilakukan oleh ibu yang 177 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 sedang ada dalam masa menyusui. Setelah mereka makan dengan mengggunakan tangan, mereka akan mencuci tangannya lalu kemudian mengusap payudara mereka dengan menggunakan kedua telapak tangan. Mereka meyakini bahwa tata cara tersebut dapat memperlancar ASI. Tidak ada larangan khusus pada saat masa menyusui. Hanya ada beberapa ibu yang tidak memakan makanan tertentu pada saat menyusui seperti tidak boleh makan daun singkong karena akan mengakibatkan gatal pada kulit bayi. Pada masa menyusui ada beberapa anjuran makanan yang diberikan kepada ibu hamil berdasarkan pengetahuan masyarakat untuk memperlancar ASI. Beberapa anjuran makananan tersebut ialah sulur kacang, sayurkelakai, sayur katuk, sayur bayam yang biasaya dimasak bening dan diberi bumbu lada.Selain memberikan ASI, para ibu juga akan memberikan susu tambahan dan makanan tambahan SUN bagi bayi yang berusia 6 bulan ke atas. Kegiatan menyusui pada bayi yang mengkonsumsi ASI biasnya dilakukan dimana saja. Ibu tidak akan merasa sungkan jika harus memberikan ASI kepada bayinya meskipun sedang berada di tempat umum atau di tengah keramaian. Disaat para ibu sedang membawa bayi berjalan di sekitar desa maka mereka bisa saja melakukan kegiatan menyusui pada saat sedang berbincang di warung atau di salah satu rumah tetangga. Melakukan kegiatan menyusui di tempat umum nampaknya sudah menjadi hal biasa bagi ibu yang ada di Desa Muroi Raya ini. 3.8. Kondisi Neonatus dan Bayi di Desa Muroi Raya 3.8.1. Cara Perawatan Neonatus Ada satu perawatan neonatus khusus pada bayi yang mengalami kasus tidak menangis pada saat dilahirkan. Upaya 178 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah bidan kampung untuk mengatasi permasalahan tersebut biasanya dengan cara bayi dimandikan dan bidan kampung akan menepuk bagian pantat bayi dan menggoyangsampai bayi tersebut menangis. 3.8.2. Cara Memandikan Bayi Tidak ada tradisi atau tata cara khusus untuk memandikan bayi pada masyarakat Desa Muroi Raya. Hanya saja peralatan dan perlengkapan untuk memandikan nampak sederhana seperti misalnya penggunaan air sungai seribu akar yang diambil dari sungai Pantaruntuk memandikan bayi. Menurut pemahaman masyarakat, hal itu dilakukan agar bayi menjadi terbiasa dengan air sungai dan menjadi kebal terhadap sakit penyakit. Gamabar seorang ibu yang sedang memandikan bayinya dapat dilihat pada gambar 3.21. Gambar 3.21. Cara Memandikan Bayi di Desa Muroi Raya Sumber: Dokumentasi Peneliti 179 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Berdasarkan pengamatan penulis, tata cara yang dilakukan ibu pada saat memandikan bayinya ialah pertama bayi tersebut dibaringkan di pangkuan ibunya yang telah dilapisi dengan sehelai kain bahalai, lalu kemudian si ibu melepaskan baju bayi tersebut di atas pangkuannya. Setelah itu, tubuh bayi dicelupkan ke dalam sebuah ember bulat dari plastik kira-kira berdiameter 50 cm, yang berisi air sungai seribu akar. Dengan perlahan ibu membasuh bagian badan dan kepala bayikemudian mengusapkan sabun dan shampo dan kemudian membasuhnya kembali hingga bersih.Setelah selesai memandikan bayinya, ibu tersebut kembali meletakkan bayinya di dalam pangkuannya yang dilapisi kain bahalai lalu memberikan bedak pada tubuh bayi dan mengenakan pakaian. Aktivitas ibu tersebut dapat dilihat pada gambar 3.22. Gambar 3.22. Ibu Meletakkan Bayi di dalam Pangkuannya yang Telah Dilapisi Sebuah Kain Bahalai Sumber: Dokumentasi Peneliti 180 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah 3.8.3. Pola Asuh Bayi Pola asuh pada bayi di Desa Muroi Raya hampir sepenuhnya menjadi tanggung jawab ibu atau istri. Mulai dari perawatan seperti memandikan, mengenakan pakaian, menggendong bila bayi menangis dan memberikan susu baik ASI maupun susu formula. Kebiasaan yang juga sering dilakukan orangtua pada bayinya ketika cuaca panas disiang hari ialah dengan mengoleskan bedak basah ke suluruh tubuh bayi. Bedak basah tersebut terbuat dari bedak tabur khusus bayi yang dicampur dengan air lalu dioleskan keseluruh tubuh bayi. Hal tersebut mereka lakukan agar bayi tidak merasa kepanasan dan mencegah atau menyembuhkan biang keringat pada tubuh bayi. Begitu juga halnya terkait pengajaran makan dan minum serta pengajaran dan pembiasaan BAB biasanya juga menjadi tanggung jawab seorang ibu. Namun tidak menutup kemungkinan bagi seorang ibu yang memiliki anak perempuan atau keponakan yang menginjak usia remaja sampai dewasa biasanya akan diberikan tanggung jawab untuk mengasuh adik mereka yang masih bayi. 3.8.4. Jimat yang Digunakan oleh Bayi Melakukan perawatan pada bayi secara tradisional merupakan hal yang paling diutamakan oleh masyarakat Desa Muroi Raya. Perawatan pada bayi terkait tradisiEtnik Dayak Ngaju ialah pemberian jimat atau palis pada bayi yang baru lahir yang bertujuan sebagai pahelat yaitu menjaga bayi agar dijauhkan dari peres atau sakit penyakit dan gangguan roh jahat yang biasa mereka sebut hantuenatau kuyang. Gangguan roh jahat tersebut sangat ditakuti oleh masyarakat karena mereka percaya gangguan tersebut dapat menyebabkan kematian pada bayi. Oleh karena itu, tradisi penggunaan palis sebagai pahelat 181 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 menjadi sangat penting untuk tetap dilakukan.Gambar palis yang digunakan oleh salah seorang bayi di Desa Muroi Raya dapat dilihat pada gambar 3.23. Gambar 3.23. Palis yang Digunakan oleh Seorang Bayi pada Lengan Kirinya Sumber: Dokumentasi Peneliti Palis yang berfungsi sebagai pahelat biasanya berbentuk gelang yang terbuat dari kain berwarna hitam dan didalamnya ditaruh kulit kayu hanyer bajai. Kulit kayu hanyer bajai tersebut dapat dilihat pada gambar 3.24. Sebagai tambahan biasanya gelang palis akan diberi gantungan yang menyerupailonceng kecil berbentuk bulat dan berwarna hitam. Terdapat juga palis berbentuk gelang yang terbuat dari buah jelei. Gelang tersebut diberi nama gelang karipak. Selain terbuat dari kain, palis yang paling sederhana biasanya terbuat dari benang hitam. Cara penggunaan palis yaitu dengan cara diikatkan pada pergelangan tangan dan kaki bayi 182 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah yang baru lahir. Palis biasanya diikatkan langsung oleh ibu kepada bayinya. Gambar 3.24. Kulit Kayu Hanyer Bajai yang Digunakan Sebagai Palis (Jimat) untuk Bayi Sumber: Dokumentasi Peneliti Selain palis juga terdapat jimat dalam bentuk yang berbeda. Jimat tersebut diberikan berdasarkan keturunan atau warisan turun-temurun dari satu keluarga tertentu. Salah seorang informan yang adalah seorang bapak menyatakan bahwa ia dari keturunan keluarga dimana anak laki-laki harus mengenakan anting emas pada salah satu telinganya. Penggunaan jimat dalam bentuk anting emas biasanya diberikan kepada anak sejak ia dilahirkan. Pantangan bagi jimat tersebut ialah tidak boleh dilepaskan sampai anting tersebut terlepas dengan sendirinya atau si anak tidak berkeinginan lagi untuk mengenakannya. Menurut kepercayaan bapak tersebut, apabila jimat terssebut tidak dikenakan atau dipaksa untuk dilepaskan maka akan berakibat buruk pada kesehatan anak, misalnya anak akan mengalami sakit penyakit yang tidak bisa disembuhkan dengan tenaga medis. 183 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 3.9. Kondisi Anak dan Balita di Desa Muroi Raya 3.9.1. Pengobatan Tradisional pada Anak Anak-anak menjadi rentan terhadap penyakit ketika banyak orangtua yang mengabaikan masalah kebersihan dan pemberian makanan bergizi bagi anak yang tentunya berdampak pada kesehatan mereka. Tidak hanya itu, lemahnya pengawasan orangtua pada saat anaknya melakukan aktifitas bermain di luar rumah juga menjadi penyebab muncul masalah kesehatan pada anak dan tingginya risiko terjadi kecelakaan pada anak saat bermain. Ketika banyak diantara orangtua harus menanggung risiko dari sikap kelalaian tersebut maka salah satu upaya penyembuhan yang mereka lakukan pada anak-anaknya ialah dengan menggunakan pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional akan menjadi alternatif pengobatan utama mengingat tidak tersedianya fasilitas medis di Desa Muroi Raya. Beberapa kasus kesehatan dan kecelakaan yang biasanya menimpa anak di Desa Muroi Raya ialah sakit bisul pada bagian tubuh tertentu seperti mata dan kaki, dan mengalami kecelakaan seperti terjatuh pada saat bermain. Bagi anak yang terkena penyakit bisul biasanya orangtua akan melakukan pengobatan menggunakan obat medis yang dengan mudah didapatkan di warung. Obat tersebut ialah amoxilin dan paracetamol yang biasanya diberikan pada anak yang sakit bisul atau baluyung dengan cara obat tersebut dihaluskan lalu dicampur dengan air dan ditempelkan pada bagian yang sakit. Selain menggunakan obattersebut, orangtua juga mengoleskan saleb yang biasanya mereka beli di pasar malam yang dibuka setiap hari jumat. Pengobatan dengan cara tersebut juga berlaku pada anak yang terkena penyakit mata atau yang biasa mereka sebut dengan sakit kandam. Biasanya obat amoxilin dan paracetamol yang sudah dihancurkan dan dicampur air akan dioles di sekitar mata 184 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah yang sakit. Selain diobati dengan menggunakan obat amoxilin dan paracetamol, penyakit kandam juga bisa diobati dengan cara menenteskan ASI pada mata anak. Pengetahuan pengobatan tersebut mereka dapatkan dari informasi mulut ke mulut antar sesama warga desa. Pengobatan tradisional juga berlaku pada anak yang mengalami kecelakaan seperti misalnya terjatuh dan mengalami luka berdarah. Salah satu kasus yang terjadi di Desa Muroy Raya ialah terjatuhnya salah seorang anak pada saat bermain dan berlari menaiki tangga rumah yang berbentuk rumah panggung. Kecelakaan tersebut menyebabkan luka pada bagian pangkal hidungnya. Tidak tersedianya fasilitas medis menyebabkan orangtuanya memilih alternatif pengobatan tradisional yaitu dengan membawanya ke salah seorang dukun. Dukun pun melakukan proses pengobatan tradisionalmenawar. Proses pengobatan menawar biasanya dilakukan dengan cara dukun membaca mantra dan meniup atas kepala pasien lalu kemudian menaburkan beras diatas kepalanya. Tujuan dari pengobatan tradisional menawar tersebut ialah untuk menghentikan pendarahan dan rasa sakit pada luka. Cara pengobatan tradisional lainnya yang bertujuan untuk menghentikan pendarahan yaitu dengan menempelkan bubuk kopi pada luka atau menempelkan daun tanamankaramunting yang biasanya dihancurkan terlebih dahulu baru kemudian ditempelkan pada luka. Selain pengobatan tradisionalmenawar pengobatan tradisional dengan cara nyangiang pun masih sering dilakukan oleh masyarakat Desa Muroi Raya. Pengobatan tradisional nyangiang terutama dilakukan pada saat warga mengalami sakit penyakit yang disebabkan karena hal magis. Pengobatan tersebut membutuhkan biaya yang cukup mahal karena pasien diwajibkan menyediakan sesajen atau syarat ritual yang cukup banyak. 185 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Pengobatan tradisional sangiang berlaku bagi semua warga tanpa dibatasi usia. Ketika ritual tersebut dilakukan, banyak diantara warga yang datang untuk menyaksikan dan juga melakukan pengobatan tak terkecuali anak-anak. Berdasarkan hasil pengamatan penulis, beberapa anak yang melakukan pengobatan tradisional sangiang biasanya mengeluh sakit dibagian dada. Maka dukunpun akan mengobati bagian yang sakit tersebut dengan cara membacakan mantra dan mengeluarkan penyakit anak tersebut dengan menggunakan daun sawang. Jika penyakitnya sudah dikeluarkan maka dukun kembali membacakan mantra dan memasukkan obat berupa gumpalan tembakau kebagian tubuh anak yang sakit. 3.9.2. Ritual Manyadingen/Saki Mandai Anak Terdapat satu tradisi yang biasanya dilakukan oleh masyarakat sebagai upaya pengobatan dan upaya preventif agar anak terhindar dari sakit dan marabahaya. Tradisi tersebut ialah melakukan ritualmanyadingenatausaki mandai pada anak dengan tanda-tanda khusus pada saat lahir. Tanda khusus tersebut biasanya nampak dari tali pusar bayi yang baru lahir. Apabila pada tali pusar bayi terdapat tanda bintik hitam atau yang diistilahkan bakamala maka harus diadakan ritual khusus untuk bayi tersebut, karena jika tidak diadakan ritual maka masyarakat percaya anak atau bayi baru lahir akan terus mengalami sakit dan celaka. Berapa kali ritual harus dilakukan tergantung jumlah tanda bintik hitam yang terdapat di tali pusar bayi baru lahir tersebut. Apabila terdapat tujuh tanda bintik hitam, maka harus dilakukan ritual manyadingen atau saki mandai sebanyak tiga kali dengan persyaratan atau perlengkapan pada ritual tahap pertama berjumlah 3, tahap kedua berjumlah 5 dan tahap ketiga berjumlah 7. Namun persyaratan dan perlengkapan ritual 186 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah tersebut jumlahnya harus ditambahkan satu atau digenapi sehingga menjadi 4, 6 dan 8. Tujuannya ialah agar doa atau permohonan yang dipanjatkan dalam ritual tersebut terkabulkan. Tidak ada ketentuan waktu atau ketentuan usia pada anak atau bayi untuk melakukan ketiga tahap ritual tersebut, karena biasanya ritual dilakukan disesuaikan dengan kemampuan perekonomian dari keluarga yang bersangkutan. Adapun persyaratan dan perlengkapan dalam ritual tersebut ialah: 1) Kue apam sebanyak 8 tingkat. 2) Kue ceper berwarna hijau sebanyak 1 loyang 3) Beras dalam mangkok yang di atasnya diletakkan air tampung tawar, minyak dan telur ayam kampung. uang sebesarRp.100.000,-, Rp.50.000,-, Rp.10.000,-, Rp.5000,dan Rp.500,- yang digulung dan di tancapkan pada beras, gelas yang di dalamnya berisi air dan daun pandan yang dipotong kecil. 4) Daun pandan, permen dan uang sebesar Rp. 2.000,- yang diletakkan dalam baskom berukuran sedang. 5) Lilin. 6) Ayam betina berawarna putih untuk anak atau bayi lakilaki dan ayam jago berwarna putih untuk anak atau bayi perempuan. Ayam tersebut dimasak dengan cara direbus atau dimasak dengan bumbu cabe merah. 7) Bahalai sebanyak 8 lapis tempat meletakkan perlengkapan ritual poin 1-5. Beberapa gambar persyaratan dan perlengkapan dalam ritual manyadingen dapat dilihat pada gambar 3.25. Adapun tata cara ritualmanyadingen ialah pertama-tama seorang ibu menyiapkan kain bahalai lalu merentangkannya dilantai membentuknya menjadi persegi empat. Bahalai yang direntangkan berjumlah 7 buah, setiap lapisannya akan diberi beras seperti pada gambar 3.26. 187 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Gambar 3.25. Persyaratan dan Perlengkapan dalam Ritual Manyadingen Sumber: Dokumentasi Peneliti Di atas bahalai (kain) tersebut diletakan berbagai perlengkapan atau persyaratan ritual. Ketika segala sesuatu terkait kelengkapan ritual sudah dipersiapkan, para tamupun mulai berdatangan. Para tamu yang hadir terutama ialah tokoh agama Islam sebagai pemimpin ritual, kepala adat dan orangorang yang dituakan oleh masyarakat desa, ibu-ibu, anak-anak kecil dari usia 5-7 tahun, pemuda dan remaja desa baik perempuan maupun laki-laki. Kaum laki-laki biasanya duduk di ruang depan atau ruang tamu sedangkan kaum perempuan dan anak-anak duduk diruang tengah dan belakang. Seraya menunggu ritual dimulai biasanya para tamu asik berbincangbincang dan bercanda satu dengan yang lainnya. 188 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Gambar 3.26. Seorang Ibu Menyiapkan Kain Bahalai Pada Acara Ritual Manyadingen Sumber: Dokumentasi Peneliti Sebelum ritual manyadingen atau saki mandai dimulai, terlebih dahulu anak yang akan diritualkan meletakkan telapak tangannya di atas kue ceper berwarna hijau yang dijadikan persyaratan dalam ritual. Setelah itu barulah pemimpin ritual yang adalah seorang tokoh agama muslim membacakan doa dan mengajak para tamu untuk membacakan secara bersama. Ketika doa selesai dibacakan salah seorang tamu yang hadir akan melemparkan daun pandan, permen dan uang Rp. 1.000,- kepada para tamu. Setelah itu, tokoh agama kembali mengajak para tamu untuk bersama-sama membacakan doa. Proses terakhir dalam ritual ialah melakukan tampung tawar terhadap anak. Tampung tawar biasanya dilakukan oleh orangtua, kakek dan nenek dari anak tersebut dan orang-orang desa yang dituakan atau dihormati.Tampung tawar dilakukan dengan cara memercikkan air, minyak di kedua kaki, telapak 189 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 tangan, bahu dan kepala dengan menggunakan daun pandan. Lalu kemudian mengambil beras dan meletakkannya diatas kepala sambil membacakan doa memohon agar anak diberi kesehatan, keselamatan, umur panjang dan dijauhkan dari marabahaya, peres atau penyakit. Gambar proses tampung tawar dalam ritual manyadingen dapat dilihat pada gambar 3.27. Gambar 3.27. Tampung Tawar dalam Ritual Manyadingen Sumber: Dokumentasi Peneliti Sebagai bentuk rasa syukur keluarga yang mengadakan ritual manyadingen atau saki mandai maka biasanya di penghujung acara ritual tersebut para tamu akan dijamu dengan makanan dan minuman. Makanan yang biasanya disajikan merupakan makanan khas masyarakat Desa Muroi Raya pada saat diadakan suatu pesta atau ritual. makanan tersebut ialah 190 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah ayam dimasak dengan bumbu merah yang terbuat dari cabe merah dan diberi nama masak habang. makanan tersebut kemudian disajikan kepada para tamu. Cara penyajian kepada para tamu biasanya piring yang berisi lauk akan dibagikan satu persatu kepada para tamu. 3.9.3. Pola Asuh Anak di Desa Muroi Raya Tanggung jawab dalam mengasuh anak di Desa Muroi Raya hampir semuanya menjadi tanggung jawab seorang istri. Sedangkan para suami akan bekerja dari pagi sampai sore hariuntuk mencari nafkah memenuhi kebutuhan rumah tangga. Oleh karena itu peran sebagai seorang istri di Desa Muroi Raya akan lebih banyak menerima tanggung jawab dalam pola asuh, asih dan asah terhadap anak. Pada pagi dan sore hari ibu-ibu mulai sibuk mempersiapkan makanan untuk anak-anak dan suami mereka. Menu makanan yang biasanya disiapkan oleh ibu untuk anak-anaknya ialah ikan dimasak dengan cara digoreng atau dimasak dengan bumbu kari. Banyak diantara anak-anak yang tidak suka mengkonsumsi sayur pada saat makan sehingga biasanya mereka hanya makan dengan menggunakan ikan dan nasi yang dicampur kecap manis atau mengkonsumsi mie instan. Bagi anak-anak yang masih tergolong usia balita, biasanya mereka makan dengan cara disuapi oleh ibunya. Kebutuhan rekreasi bagi anak sangat jarang dapat terpenuhi karena tidak tersedianya sarana atau fasilitas rekreasi di Desa Muroi Raya. Pemenuhan kebutuhan rekreasi pada anak biasanya hanya difasilitasi secara alami oleh alam misalnya dengan mandi dan bermain di sungai bersama teman-teman sebaya atau ditemani oleh orangtua mereka. Pola asih yang meliputi kasih sayang, kedekatan dan perkembangan secara fisik juga menjadi tanggung jawab kedua 191 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 orangtua. Tetapi karena intensitas waktu pertemuan dan kebersamaan anak dengan ibu lebih tinggi dibanding dengan ayahnya yang pergi bekerja dari pagi hingga sore hari, maka kedekatan secara emosional dan kasih sayang lebih banyak diberikan oleh ibu. Pemenuhan kebutuhan kasih sayang dan kedekatan secara emosional biasanya diberikan oleh seorang ayah hanya pada waktu tertentu, misalnya sore hari pada saat pulang bekerja sampai menjelang malam. Pada sore hari seorang ayah akan menemani anaknya mandi dan bermain di sungai atau pergi jalan-jalan di sekitar desa. Gambar seorang ayah yang sedang memandikan anak perempuannya di Sungai Pantar dapat dilihat pada gambar 3.28. Gambar 3.28. Seorang Ayah Sedang Memandikan Anak Perempuannya di Sungai Pantar Sumber: Dokumentasi Peneliti Pada malam harinya, ayah akan menemani anaknya untuk menonton televisi atau bermain game playstation. Selain itu, sebagai bentuk perhatian dan kasih sayang orangtua kepada 192 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah anaknya biasanya dihari libur bekerja orangtua akan membawa anak-anak mereka pergi ke pasar untuk membeli baju atau makanan kesukaan anak-anaknya. Melatih ketrampilan dan mendidik anak lebih banyak dilakukan oleh ibu. Pada malam hari selesai melakukan aktifitas makan malam, biasanya seorang ibu akan membantu anak untuk mengerjakan PR yang diberikan oleh guru. Melatih keterampilan anak juga tidak hanya diajarkan oleh orangtua tetapi juga dari lingkungan. Seperti misalnya ketrampilan untuk bernyanyi dan menari biasanya mereka dapatkan melalui media televisi atau dengan langsung menyaksikan panggung-panggung musik dangdut yang diundang pada saat pesta pernikahan salah seorang warga desa. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan pada sore hari nampak anak-anak berkumpul di halaman rumah dengan sangat terampil bernyanyi sambil berjoged penuh tawa dan gembira menirukan gaya penyanyi-penyanyi dangdut idola mereka, seperti terlihat pada gambar 3.29. Keterampilan bagi untuk perempuan biasanya mereka peroleh dari ibunya melalui pengajaran tidak langsung. Bagi ibu yang memiliki usaha membuka warung maka anak-anak perempuan yang berusia 7 tahun ke atas dengan sendirinya berinisiatif untuk berjualan makanan-makanan kecil di sekolah. Keterampilan memasak atau mengasuh adik-adik mareka yang masih dalam usia balita juga biasanya mereka peroleh melalui pengajaran langsung dari ibu atau melalui pengamatan. Sedangkan keterampilan pada anak laki-laki biasanya diperoleh dari tokoh agama yaitu dengan mengajarkan anak-anak laki-laki menyuarakan adzan di masjid. 193 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Gambar 3.29. Kegiatan Bernyanyi dan Berjoged oleh Anak-anak di Desa Muroi Raya Sumber: Dokumentasi Peneliti 3.9.4. Kondisi Malnutrisi pada Anak Faktor pernikahan usia muda dan rendahnya pengetahuan ibu dalam merawat kehamilannya dapat menjadi penyebab kondisi malnutrisi pada anak. Seperti kasus yang menimpa salah seorang anak laki-laki di Desa Muroi Raya. Kesan pertama yang penulis dapatkan ketika bertemu dan mengamati kondisi anak tersebut ialah tidak normalnya perkembangan fisik layaknya anak yang berumur 2 tahun. Anak tersebut terlihat kurus dan gerak tubuhnya tidak seaktif dan seagresif temanteman sebayanya. Kondisi malnutrisi pada anak biasanya diistilahkan oleh masyarakat Dayak Ngaju dengan sebutan isap buyu. Berdasarkan informasi dari orangtua atau ibu dari anak yang menderita malnutrisi tersebut, kesulitan ekonomi dan kesulitan untuk 194 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah mendapatkan fasilitas kesehatan di desa merupakan salah satu penyebab kondisi malnutrusi pada anaknya. Selama masa kehamilan, ibu tersebut mengaku tidak pernah melakukan pemeriksaan ke tenaga medis. Oleh sebab itu, ia menggunakan jasa bidan kampung pada saat melakukan proses persalinan, seperti pernyataannya berikut ini: “Pas ie lahir bihin nah pas ih 9 bulan. Melahir dengan bidan kampung awi je dokter ah gin jatun tu hetuh. Dia betah mungkin ewen tu hetuh awi je jatun signal hp nah.” (Anak saya dulu lahirnya sesuai 9 bulan. Melahirkannya dengan bidan kampung karena disini tidak ada dokter. Mungkin mereka juga tidak akan betah tinggal disini karena tidak ada signal hp) Disamping tidak pernah melakukan pemeriksaan secara medis, rendahnya kesadaran untuk menjaga makanan dan kesehatan janin selama dalam kandungan bisa menjadi penyebab kondisi malnutrisi pada anak. Setiap hari mengkonsumsi minuman berenergi seperti exstrajoss menjadi hal biasa yang dilakukan ibu tersebut pada saat hamil, tanpa memperhitungkan risiko dan dampaknya terhadap kesehatan janin dalam kandungan, meskipun kerabat dan keluarga memberi saran untuk tidak mengkonsumsi minuman tersebut pada saat hamil. Dampak dari rendahnya kesadaran untuk menjaga kesehatan pada masa kehamilan mengakibatkan bayi yang mengalami kondisi malnutrisi tersebut lahir dengan berat di bawah normal yaitu 0,5 kg. Bayi yang lahir dengan kondisi malnutrisi tersebut tidak pernah mendapatkan perawatan secara medis. Setelah dilahirkan, perawatan pada bayi hanya dilakukan oleh ibunya sendiri dengan bantuan bidan kampung dan pengobat tradisional. Pengobatan tradisional yang dilakukan 195 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 ialah pengobat tradisional memandikan bayi pada saat adzan sebanyak 3 x pada setiap hari jumat dan melakukan pengobatan dengan media batu yang digosokkan pada tubuh bayi. Perawatan lainnya yang dilakukan oleh ibu dari anak tersebut ialah dengan memberikan ASI ekslusif. Pada usia 6 bulan sampai 2 tahun anak tersebut sering menolak untuk diberikan makanan tambahan sehingga ibunya tetap memberikan ASI. Perilaku ibu hamil seperti pada kasus di atas dapat saja terjadi pada ibu hamil lainnya yang ada di desa ini. Beberapa kemungkinan tersebut menurut beberapa pernyataan dari informan tenaga medis dan beberapa orang perangkat desa, mungkin disebabkan oleh minimnya pengetahuan dan kesadaran untuk merawat kehamilannya. Kendala yang menjadi penyebab minimnya pengetahuan tersebut ialah tidak tersedianya tenaga kesehatan medis yang menetap di desa ini serta usia pernikahan yang terlalu dini dapat menjadi pertimbangan lainnya. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika kasus malnutrisi bisa saja terjadi pada anak-anak yang ada di Desa Muroi Raya. 196 BAB 4 BUDAYA PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT MASYARAKAT DI DESA MUROI RAYA 4.1. Persalinan oleh Tenaga Kesehatan Tidak tersedianya fasilitas kesehatan medis dan fasilitas pendidikan formal merupakan salah faktor yang mempengaruhi budaya perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat Desa Muroi Raya. Para ibu lebih memilih jasa bidan kampung untuk melakukan perawatan pada masa kehamilan seperti misalnya pemijatan yang bertujuan untuk mengetahui posisi bayi dalam rahim, walaupun pada saat menjelang persalinan mereka lebih banyak memilih untuk menggunakan jasa tenaga kesehatan yang ada di Desa Timpah atau Kota Palangkaraya. Hal itu mereka lakukan untuk mengurangi risiko gagal dalam melewati proses persalinan, seperti beberapa kasus kematian ibu dan bayi yang pernah terjadi sebelumnya. Di Desa Muroi Raya terdapat Puskesmas Keliling (Pusling) yang dilakukan setiap dua minggu sekali oleh petugas tenaga kesehatan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas. Namun tetap saja masyarakat merasa kurang puas karena intensitas pelayanan pusling masih kurang. Tidak hanya intensitas pelayanan kesehatan yang kurang tetapi juga fasilitas obat-obatan yang terbatas. Pusling yang dilakukan dua minggu sekali bertepatan pada hari pasar yaitu hari jumat, biasanya menugaskan satu orang tenaga kesehatan atau yang disebut mantri untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Namun peralatan dan obat-obatan yang terbatas tentu saja tidak dapat 197 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 mengatasi semua permasalahan kesehatan yang terjadi di masyarakat. Hasil pengamatan penulis, alat medis yang dibawa dan digunakan pada saat pusling oleh mantri merupakan alat untuk pemeriksaan penyakit tertentu saja. Alat tersebut yaitu tensimeter, RDT (Rapid Diagnostic Test) serta alat untuk pengukuran gula darah dan kolesterol. Menurut informasi yang diberikan oleh mantri, masalah kesehatan yang sering terjadi pada masyarakat desa Muroi Raya ialah hipertensi, malaria, diare dan ispa. Masalah kesehatan tersebut tentu saja sangat erat hubungan dengan budaya perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat. Rendahnya kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah dipinggir sungai dan halaman rumah serta tidak tersedianya tempat pembuangan sampah umum, mengakibatkan tingginya risiko terkena penyakit malaria dan demam berdarah. Ketidakmampuan secara ekonomi juga menjadi faktor mengapa sebagian besar masyarakat Desa Muroi Raya jarang memeriksakan kesehatan ke Puskesmas Timpah atau Rumah Sakit Palangkaraya. Bagi ibu hamil, pemeriksaan kesehatan ke Puskesmas Desa Timpah atau Rumah Sakit baik yang ada di Kabupaten Kapuas atau Kota Palangkaraya hanya perlu dilakukan pada saat akan menjelang persalinan. Oleh karena itu, tidak ada pola pemeriksaan rutin pada ibu hamil ataupun bagi orang-orang yang sedang dalam keadaan sakit dikarena ketidakmapuan mereka secara ekonomi untuk menjangkau fasilitas kesehatan. Hanya ketika kesehatan seseorang semakin memburuk, kemudian orang tersebut dibawa ke Rumah Sakit di Kota Palangkaraya untuk melakukan pengobatan secara medis. Pola makan yang tidak dijaga dengan baik juga berpengaruh besar pada kesehatan masyarakat. Ikan asin yang selalu menjadi menu utama dan memasak dengan minyak goreng 198 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah dan penyedap rasa yang berlebihan mengakibatkan risiko hipertensi dan kolesterol. Masalah kesehatan tersebut seringkali menjadi keluhan utama bagi mereka yang berusia kira-kira 40 tahun ke atas baik laki-laki maupun perempuan. Mereka seringkali mengeluhkan sakit kesemutan dibagian tubuh tertentu seperti kaki dan tangan atau yang mereka istilahkan dengan maner. Petugas kesehatan atau mantri yang ditugaskan melayani masalah kesehatan masyarakat di Desa Muroi Raya semenjak tahun 2003-2014 sangat mengerti kodisi terkait permasalahan kesehatan masyarakat yang ada di Desa Muroi Raya. Oleh karena itu setiap melakukan pusling, mantri lebih banyak menyediakan fasilitas kesehatan seperti alat medis dan obat yang sesuai dengan permasalahan kesehatan masyarakat. Obatmedis yang disediakan biasanya lebih banyak untuk pengobatan pada penyakit hipertensi, gula darah, kolesterol, diare, ispa dan demam. Pelayanan kesehatan oleh mantri dilakukan di salah satu rumah warga atau dengan langsung mengunjungi pasien yang sedang sakit untuk menawarkan jasa pelayanan medis sebagai upaya pengobatan. Pada saat melayani masyarakat dan melakukan pemeriksaan kesehatan, mantri tidak menggunakan perlengkapan khusus seperti masker atau sarung tangan. Mantri biasnaya hanya akan menggunakan fasilitas medis seperti pengukur tekanan darah dan alat untuk menditeksi gula darah dan kolesterol. Setelah itu barulah kemudian mantri memberikan obat beserta menjelaskan aturan pemakaiannya kepada pasien. Mantri sebagai petugas kesehatan yang melakukan pelayananpusling di Desa Muroi Raya tersebut tidak secara khusus melayani pemeriksaan kesehatan pada ibu hamil karena ia hanya mengobati masalah kesehatan secara umum saja. Oleh karena itu akan sangat sulit bagi ibu hamil atau ibu yang akan 199 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 melakukan proses persalinan untuk bisa mendapatkan jasa pelayaanan medis secara rutin. Alangkah lebih baik apabila pengetahuan seorang ibu untuk merawat kehamilan dan bayi tidak hanya didapatkan dari tradisi turun-temurun tetapi juga dari pengetahuan medis yang bisa mereka dapatkan hanya jika mereka menggunakan jasa tenaga kesehatan untuk melakukan pemeriksaan kehamilan dan melakukan proses persalinan. Pelayanan medis yang tidak tersedia bagi ibu hamil di Desa Muroi Raya menyebabkan minimnya pengetahuan mereka untuk melakukan perawatan pada kehamilan dan bayi. 4.2. Penimbangan Bayi dan Balita Tidak tersedianya fasilitas kesehatan dan petugas kesehatan yang menetap di Desa muroi Raya, juga menyebabkan pelayanan kesehatan seperti Posyandu jarang dilakukan. Sehingga banyak diantara bayi dan balita yang jarang bahkan tidak pernah melakukan penimbangan berat badan. Sehingga keadaan status gizi balita tidak diketahui dan secara pribadi keluarga tersebut tidak mengerti kondisi balitanya. Petugas dari dinas kesehatan dan Puskesmas tidak dapat memantau kondisi kesehatan balita di daerah tersebut, karena lokasi desa yang jauh dari fasilitas kesehatan. Hal ini merupakan tanggung jawab pemerintah dalam memberi pelayanan kesehatan pada semua masyarakat. Tindakan yang perlu dilakukan dengan kunjungan secara berkala atau mendirikan fasilitas kesehatan baik Puskesmas pembantu, atau polindes atau Poskesdes yang merupakan tanggung jawab desa bangunannya dan tenaga kesehatan akan didukung oleh dinas kesehatan. 200 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah 4.3. Pemberian ASI Eksklusif Meskipun masyarakat kurang memiliki pengetahuan secara medis untuk melakukan perawatan pada masa kehamilan dan pada bayi mereka, namun kesadaran untuk memberikan ASI Ekslusif sudahlah cukup tinggi. Hampir semua ibu di Desa Muroi Raya memberikan ASI ekslusif kepada bayinya, walaupun ada sebagian ibu yang pernah memberikan tambahan susu formula. Namun pemberian susu formula akan dihentikan apabila terjadi ketidakcocokan atau alergi pada bayi, yang menyebabkan reaksi seperti muntah dan diare atau apabila bayi menolak untuk diberikan susu formula. Pada saat memberikan ASI eksklusif, biasanya para ibu lebih banyak mengkonsusmi sayur hijau seperti sayur katuk, bayam dan kacang yang bertujuan memperlancar ASI. ASI eksklusif biasanya diberikan kepada bayi sampai pada usia 6 bulan. Setelah melewati usia 6 bulan bayi tidak hanya diberikan ASI tetapi juga diberikan tambahan asupan makanan seperti bubur instan atau bubur yang dibuat sendiri dari beras dan dicampur dengan sayur wortel, kentang, dsb. Lama waktu yang diberikan ibu untuk menyusui anaknya ialah sampai anak memasuki usia 2,5 tahun. Apabila anak tetap diberikan ASI sampai usia 2,5 tahun, biasanya selera anak untuk mengkonsumsi makanan tambahan seperti bubur akan menjadi rendah. Oleh karena itu, ada sebagian ibu yang memutuskan untuk membatasi pemberian ASI pada anak hanya sampai usia 2 tahun sampai 2,5 tahun. 4.4. Mencuci Tangan dengan Air Bersih dan Sabun Berdasarkan hasil pengamatan penulis, tidak ada perilaku khusus yang mengarah pada perilaku kebersihan ketika ibu memberikan ASI kepada anaknya. Pada saat akan memberikan 201 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 ASI kepada anaknya, seorang ibu tidak pernah mencuci tangannya terlebih dahulu, tetapi langsung memberikan ASI pada saat anaknya menangis atau meminta untuk diberikan ASI. Sama halnya ketika ibu sedang menceboki bayi atau anaknya setelah buang air besar, biasanya mereka tidak menggunakan sabun tetapi langsung mencucinya dengan air sungai pantar atau muroi yang sudah tercemar karena sampah dan merkuri akibat pertambangan emas dan puya. 4.5. Pemakaian Jamban Sehat Tidak semua warga memiliki jambansehat di dalam rumah. Bagi warga yang tergolong mampu akan membuat jamban di dalam rumah. Jamban di dalam rumah terbuat dari beton. Namun bagi bagi warga yang menengah ke bawah menggunakan jamban umum yang mengapung dan terletak dipinggir sungai. Jamban umum tersebut biasanya terbuat dari kayu berukuran 1,5mx1,5m yang yang dibangun diatas sebuah lanting berukuran kira-kira 2m x 3m. Di bagian tengah lantai jamban biasanya dibuat lubang pembuangan sebesar kira-kira 60cmx30cm yang langsung mengalir ke air sungai. Tidak terkecuali orang dewasa, anak-anakpun menggunakan jamban tersebut untuk melakukan aktifitas buang air besar. Jamban yang berada di pinggir sungai tersebut memang nampak kurang sehat karena untuk mencebok biasanya warga langsung mengambil air dari sungai melalui lubang pembuangan di dalam jamban. Tentu saja kebersihan dan kesehatannya tidak terjamin jika dibandingkan jamban yang berada di dalam rumah. Namun, penggunaan jamban umum di pinggir sungai tetap merupakan jamban yang sehat menurut pemahaman sebagian besar warga karena selain sudah terbiasa menggunakannya, jamban di pinggir sungai juga merupakan tradisi turun-temurun Etnik Dayak Ngaju yang hidup di sepanjang aliran sungai. 202 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah 4.6. Aktivitas Fisik Masyarakat Desa Muroi Raya Budaya perilaku hidup sehat dan bersih tidak hanya terkait dengan pengetahuan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, pengobatan secara medis ataupun makanan yang mereka konsumsi setiap hari, tetapi juga terkait aktifitas fisik yang dilakukan masyarakkat setiap hari. Berdasarkan hasil pengamatan penulis, biasanya masyarakat lebih banyak melakukan aktifitas ringan pada sore dan malam hari. Pada sore hari anak-anak akan berada di luar rumah untuk berkumpul dan bermain. Meski tanpa mengenakan sendal dan tanpa pengawasan langsung dari orangtua, mereka bermain, berlari dan bercanda di sekitar jalanan desa dengan wajah yang gembira. Sedangkan sebagian ibu berkumpul didepan rumah sambil berbincang dan hanya sesekali saja mengawasi anak mereka yang sedang bermain. Tetapi ketika menjelang magrib ibu-ibu akan memanggil dan membawa anaknya mandi di sungai lalu pulang ke rumah untuk mepersiapkan makan malam sebelum suami mereka pulang bekerja. Aktifitas ringan juga dilakukan pada malam hari. setelah selesai menikmati makan malam, keluarga akan berkumupul untuk menonton televisi sambil duduk ataupun berbaring. Untuk aktifitas sedang biasanya dilakukan pada pagi hari. Kaum perempuan tidak pernah lalai menjalankan peran domestiknya seperti memasak, menyapu dan mengepel rumah. Anak perempuan remaja biasanya juga diajarkan sejak dini oleh ibunya untuk melakukan peran domestik tersebut. Sedangkan aktifitas berat seringkali dilakukan masyarakat pada pagi dan sore hari. Pada pagi sampai sore hari para lelaki akan pergi bekerja menambang emas dan ada juga beberapa diantaranya yang bekerja sebagai tukang kayu dan bangunan. Tetapi pada hari jumat, para lelaki akan libur bekerja dan melakukan aktifitas berat dengan berolahraga sepak bola, volly dan bulu tangkis. Bagi 203 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 kaum peremuan aktifitas berat dilakukan ketika mereka pergi ke sungai untuk mengambil air minum. Air minum biasanya diisi dalam botol dengan jumlah yang banyak lalu dimasukkan ke dalam lontong dan kemudian dibawa dengan cara digendong. 4.7. Konsumsi Buah dan Sayur Mempersiapkan menu makan siang dan makan malam untuk keluarga merupakan tugas dan kewajiban seorang ibu dan anak-anak perempuan yang menginjak usia remaja dan dewasa. Untuk mendapatkan bahan makanan biasanya mereka menunggu kedatangan pedagang sayur yang setiap hari membawa barang dagangannya dari Palangkaraya ke Desa Muroi Raya. Ada juga salah seorang yang warga desa yang setiap minggu atau dua minggu sekali pergi ke Kabupaten Kapuas untuk membeli bahan makanan seperti ikan, daging dan sayur lalu kemudian membawanya dengan mobil box dan dijual di desa. Ibuyang akan memasak untuk menyiapkan menu makan siang dan malam biasanya akan pergi menghampiri penjual sayur dan ikan tersebut untuk membeli bahan makanan. Jenis lauk yang dibeli ialah ikan asin safat, ikan nila, ikan mas, ayam, kerang, dan daging sapi. Sedangkan untuk sayur biasanya mereka membeli sayur terong, timun, jagung, ubi singkong, bayam, terong asam, kangkung, kacang panjang, buncis dan katuk. Ada juga beberapa keluarga yang mendapatkan sayur dari hasil ladang mereka sendiri seperti misalnya daun singkong dan ubinya, kacang panjang dan labu siam. Sedangkan untuk buahbuahan biasanya sangat jarang dikonsumsi oleh masyarakat. Sayur yang dibeli ataupun sayur yang didapat dari hasil ladang biasanya diolah dengan berbagai macam cara. Sebelum dimasak, sayur terlebih dahulu dipotong sesuai selera dan kemudian dicuci berkali-kali hingga bersih. Sayur terong asam dan ubi biasanya akan menjadi salah satu bahan untuk membuat 204 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah juhu. Juhu ialah makanan berkuah yang diberi bumbu lengkap seperti bawang, jahe, laos dan kunyit lalu dicampur dengan ikan dan sayur. Selain diolah menjadi juhu, sayur katuk, bayam, jagung, kacang panjang juga akan diolah menjadi sayur bening. Jenis masakan yang lainnya juga ialah, sayur singkong ditumbuk lalu kemudian dimasak dengan cara ditumis atau diberi santan. Jenis masakan terebut dinaman tepe dawen jawau. Gambar 4.1. Sayur Hasil Ladang Sumber: Dokumentasi Peneliti Gambar 4.2. Ibu Sedang Menumbuk Daun Singkong Sumber: Dokumentasi Peneliti 205 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Sedangkan untuk lauk biasanya diolah dengan cara dibersihkan terlebih dahulu, lalu kemudian dicuci sampai dagingnya bersih dan berwarna keputihan lalu kemudian dimasak dengan cara digoreng atau dicampur dengan juhu. Untuk ayam dan daging seringkali diolah menjadi masak habang yaitu makanan yang bumbunya terbuat dari cabe merah kering dan rasanya sedikit manis. Masak habang biasanya menjadi menu utama dalam acara pernikahan, ritual, dsb. 4.8. Kegiatan Merokok Masyarakat Kegiatan merokok di Desa Muroi Raya tidak hanya dilakukan oleh warga laki-laki tetapi juga warga perempuan khususnya para ibu mulai dari usia 35tahun sampai 50 tahun. Aktivitas merokok biasanya mereka lakukan ketika sedang menikmati waktu bersantai di dalam rumah atau pada saat berbincang-bincang dan berkumpul ndengan keluarga atau kerabat. Aktifitas merokok seringkali dilakukan kaum laki-laki pada saat berada di tempat umum, misanya pada saat pergi ke pasar malam ataupun pergi berjalan-jalan di sekitar desa. Rokok yang biasa dikonsumsi oleh kaum lelaki baik tua maupun muda ialah rokok kretek yang dengan mudah mereka peroleh dari warung-warung. Seorang ibu yang berusia 55 tahun nampak sangat terbiasa mengkonsumsi rokok linting yang dibuat sendiri dengan cara menggulung tembakau menggunakan kertas kecil berukuran persegi empat yang kira-kira berukuran 8cmx10cm. Bahan untuk membuat rokok linting tersebut biasanya ia dapatkan dari pedagang yang berjualan di desa Muroi Raya dengan menggunakan perahu. Harga 1 ons tembakau kering biasanya dijual sehargaRp. 10.000,- sampai dengan Rp.11.000,-, kemudian 40 lembar kertas putih untuk menggulung tembakau seharga Rp.4.000,-. Menurut pengakuan ibu tersebut sudah biasa dan 206 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah suaminya menghabiskan tembakau kering tersebut sekitar setengah kilogram untuk 2 minggu. Ibu tersebut mengatakan rokok linting yang dibuat sendiri rasanya lebih enak dibandingkan dengan rokok kretek yang dijual di warung-warung seperti biasanya. Tembakau kering, kertas rokok dan sebuah pematik api (korek api) ia letakkan dalam sebuah toples plastik berwarna putih bening dan toples selalu dibawa kemanapun ia akan bepergian. Biasanya kegiatan merokok dilakukan oleh ibu tersebut di tempat umum dan di rumah ketika selesai makan dan menikmati waktu santai seperti menonton televisi ataupun sedang bermain bersama cucunya yang masih usia balita. Perilaku tersebut menunjukkan bahwa mengkonsumsi rokok menjadi kebutuhan dan aktifitas rutin yang dilakukan oleh ibu tersebut. 4.9. Penggunaan Air Bersih Sebagai orang yang berperan utama dalam urusan domestik, para ibu adalah orang-orang yang sangat dekat dengan sungai. Setiap aktifitas domestik seperti mengambil air minum, mencuci pakaian, mencuci piring dan mencuci sayur semua mereka lakukan di sungai pantar. Menurut masyarakat desa Sungai Pantar adalah sungai yang bersih karena bebas dari pencemaran merkuri akibat penambangan emas. Air sungai pantar yang berwarna kemerahan terebut sering mereka sebut dengan istilah air seribu akar. Oleh karena itu banyak masyarakat desa yang menggunakan sungai pantar sebagai air minum yang diminum langsung tanpa direbus. Namun berdasarkan hasil pengamatan penulis sungai pantar juga tidak luput dari pencemaran karena masih banyak warga yang membuang sampah di pinggir sungai tersebut. Hal itu terjadi karena rendahnya kesadaran masyarakat untuk memiliki budaya perilaku hidup yang bersih dan sehat. 207 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 4.10. Pemberantasan Jentik Nyamuk Sampah yang menumpuk di halaman dan di bawah rumah warga menjadi penyebab utama munculnya banyak nyamuk di Desa Muroi Raya. Kondisi lingkungan tersebut seharusnya membutuhkan aksi rutin warga ataupun dinas kesehatan untuk memberantas nyamuk terutama memberantas jentik nyamuk yang terdapat pada genangan air di bawah rumah yang berbentuk panggung atau berasal dari tumpukan sampah basah yang seringkali dibiarkan berserakan oleh warga. Selama dua bulan penulis berada di lokasi penelitian, penulis tidak pernah melihat kegiatan pemberantasan jentik nyamuk baik yang dilakukan oleh warga ataupun dinas kesehatan secara langsung. Tidak ada kegiatan penyemprotan nyamuk di Desa Muroi Raya. Hanya saja masih ada sebagian warga yang memiliki kesadaran untuk melakukan upaya preventif penularan penyakit demam berdarah dan malaria dan melakukan upaya pemberantasan jentik nyamuk dengan cara membakar sampah yang ditampung dalam tong atau di lapangan terbuka lalu kemudian dibakar. Sedangkan untuk sampah basah dan genangan air yang berada di bawah rumah jarang dibersihkan oleh warga. Begitu juga halnya dengan sampah yang dibuang di pinggir sungai, biasanya sampah tersebut akan menjadi basah membusuk sehiingga menjadi tempat berkembangbiaknya jentik nyamuk ketika tidak dibersihkan secara rutin oleh warga. 208 BAB 5 PENYAKIT YANG DOMINAN DIDERITA MASYARAKAT DI DESA MUROI RAYA 5.1. Malaria dan Demam Berdarah Penyakit menular merupakan salah satu masalah kesehatan yang dialami oleh masyarakat Desa Muroi Raya. Penyakit menular sulit untuk disembuhkan bahkan seringkali menjadi penyebab kematian bagi orang dewasa dan anak-anak karena tidak tersedianya fasilitas kesehatan medis di Desa Muroi Raya. Penyakit menular tersebut juga disebabkan rendahnya kesadaran masyarakat untuk melakukan usaha preventif. Usaha pereventif bisa dilakukan jika masyarakat memiliki kesadaran untuk selalu menjaga lingkungan agar tetap bersih dan sehat. Perilaku hidup yang bersih dan sehat seharusnya menjadi perilaku yang diutamakan mengingat seringnya terjadi kasus kematian yang menimpa orang dewasa dan anak-anak. Adapun beberapa penyakit menular dominan yang dialami masyarakat Desa Muroi Raya yaitu malaria dan demam berdarah. Kepekaan terhadap kondisi alam dan lingkungan juga dapat mengarah pada usaha preventif terhadap penyakit menular. Kondisi alam desa yang sebagian besar terdiri dari sungai, hutan dan rawa akan menyebabkan munculnya nyamuk anopheles sp dan nyamuk aedes aegypti yang dapat menyebabkan penyakit malaria dan demam berdarah. Berkembangbiaknya nyamuk malaria dan demam berdarah tidak 209 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 hanya disebabkan oleh kondisi alam tetapi juga disebabkan pola tempat tinggal warga yang berbentuk rumah panggung. Rumah panggung adalah rumah yang terbuat dari kayu dan tiang penahan yang tingginya berkisar antara 1-3 meter. Hampir semua bentuk rumah yang ada di Desa Muroi Raya berbentuk rumah panggung. Pola tempat tinggal yang berbentuk rumah panggung tentu saja memiliki dampak positif dan negatif bagi masyarakat desa. Dampak positif dari rumah panggung ialah terciptanya keamanan bagi penghuni rumah pada saat terjadi banjir yang diakibatkan naiknya air sungai Muroi ke daratan karena curah hujan yang tinggi. Oleh sebab itu, bagi mereka yang tinggal di pinggir sungai Muroi, tiang rumah panggung akan dibuat lebih tinggi yaitu kira-kira mencapai 3-5 meter. Dampak positif yang kedua ialah rumah panggung yang dibangun merupakan salah satu tradisi menjaga nilai budayaEtnik Dayak yaitu budaya rumah betang sebagai rumah adatEtnik Dayak Ngaju. Rumah panggung Etnik Dayak Ngaju yang masih dominan dimiliki oleh masyarakat yang menetap di sepanjang aliran sungai Muroi, merupakan pola bangunan yang mengikuti pola bangunan rumah betang walaupun pada masa sekarang pola dan bentuk bangunan tersebut tidak sama persis menyerupai bangunan rumah betang. Sedangkan dampak negatif dari pola bangunan rumah panggung ialah sulitnya untuk menjaga kebersihan di bagian bawah rumah yang biasanya lembab disebabkan genangan air hujan dan genangan air kotor dari aktifitas domestik seperti mencuci ikan, sayur, piring dan pakaian. Dampak negatif dari bangunan rumah panggung ini juga membawa dampak negatif bagi kesehatan masyarakat. Air yang tergenang dan sampah yang berserakan di bagian bawah rumah panggung akan mengakibatkan munculnya nyamuk anopheles sp yang terinfeksi parasit plasmodium dan 210 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah nyamuk Aedes aegypti yang membawa virus dengue sehingga menyebabkan penyakit malaria dan demam berdarah. Rendahnya kesadaran masyarakat untuk merawat lingkungan seperti misalnya membersihkan bagian bawah rumah dan lingkungan sekitar menyebabkan banyak warga baik orang dewasa dan juga anak-anak yang terkena penyakit malaria dan demam berdarah dan berdampak pada kematian. Beberapa kasus yang terjadi di Desa Muroi Raya ialah kematian balita yang disebabkan penyakit demam berdarah. Seorang ibu menyatakan jika setahun yang lalu bayinya meninggal dikarenakan terkena penyakit demam berdarah. Sebelumnya ia membawa anaknya kepada salah seorang tenaga kesehatan yang diperbantukan di Desa Muroi Raya Dusun Pantar Kabali. Tanpa ada hasil pemeriksaan dan diagnosis yang jelas, balita tersebut hanya diberi obat paracetamol dan amoxilin. Sebelum menyerang anaknya, penyakit demam berdarah tersebut sudah lebih dahulu menyerang seorang anak berusia 5 tahun. Anak tersebut dibawa ke Rumah Sakit di Kota Palangkaraya untuk melakukan pengobatan hingga kondisi kesehatannya membaik. Kasus penyakit malaria yang menimpa anak berusia 5 tahun tersebut tidak terlacak oleh pertugas kesehatan yang ada di Puskesmas Danau Rawah karena hampir setiap warga Desa Muroi Raya langsung melakukan pemeriksaan dan pengobatan secara medis di Puskesmas Timpah atau Rumah Sakit Palangkaraya. Karena penyakit malaria dan demam berdarah yang sering menyerang masyarakat tidak terlacak oleh petugas keehatan Puskesmas Danau Rawah maka tidak ada laporan khusus yang masuk ke Dinas Kesehatan terkait tentang banyaknya warga yang menderita penyakit tersebut. Setelah mengkonsumsi obat paracetamol dan amoxilin, demam pada balita hanya sembuh sesaat. Ibu tersebut akhirnya memutuskan untuk membawa anaknya ke rumah sakit yang ada 211 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 di Palangkaraya. Pada saat akan di bawa meunju rumah sakit Palangkaraya di tubuh anak tersebut mengeluarkan bercak hitam dan kemudian meninggal di tengah perjalanan. Ibunya menyatakan bahwa sebelumnya ia tidak mengetahui jika anaknya menderita penyakit demam berdarah. Sebelumnya ia hanya melihat gejala seperti demam biasa atau yang mereka dengan istilah badarem. Setelah meninggal dan dibawa ke rumah sakit umum daerah Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya, barulah ibu tersebut mengetahui jika anaknya terkena penyakit demam berdarah. Berikut pernyataan ibu tersebut dalam wawancara : “Tapi sama dia ketawan kia awi je dia ikey ketawa kia ie haban. Pihup hapa obat paracetamol dengan amoxilin ih. Tapi tende hanjulu ih lasut ah bahte haluli hindai. Limbas te nah palus imbitku akan palangka, tapi hidai sampai palangka haru sampai simpang kurun hete jadi melihi ndai anakku. Lembut bercak-bercak babilem kilau warna aspal nah tu biti ah.” (kami tidak mengetahui jika anak kami sakit demam berdarah. diberi obat paracetamol dan amoxilin saja tapi panas badannya hanya reda sebentar saja. Setelah itu saya membawa anak saya ke rumah sakit Palangkaraya, tapi ditengah perjalanan ke Palangkaraya anak saya meninggal dan muncul bercak hitam dibadannya)(Ibu Nandah, 11 Mei 2014) Kasus kematian pada balita tersebut terjadi karena terbatasnya fasilitas kesehatan yang tersedia dan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap gejala dari setiap penyakit menular. Penyakit menular yang disebabkan oleh nyamuk ini tidak hanya menyerang anak-anak tetapi juga menyerang orangorang dewasa. Seorang ibu yang tengah hamil muda didiagnosis dokter menderita penyakit malaria. Pemeriksaan dan pengobatan rutin pun dilakukan oleh ibu hamil dengan 212 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah menggunakan jasa pelayanan kesehatan yang ada di Timpah dan Palangkaraya. Namun penyakit malaria yang menyerang ibu hamil tersebut nampaknya berpengaruh pada bayi dalam kandungannya. Dua orang ibu yang menyatakan pernah menderita penyakit malaria pada saat hamil usia 4 bulan harus menanggung risiko keguguran. Penyakit malaria juga menimpa salah seorang balita yang ada di Dusun Kerahau. Menurut informasi dari orangtuanya, anak tersebut mengalami gejala demam tinggi hingga step. Pada saat mengalami gejala tersebut, orangtua kemudian segera membawa anaknya untuk melakukan pengobatan secara medis di Rumah Sakit Palangkaraya. Mengingat sulitnya mendapatkan fasilitas kesehatan secara medis dan faktor kondisi alam dan lingkungan yang dapat menyebabkan munculnya penyakit menular yang disebabkan oleh nyamuk, sudah seharusnya masyarakat Desa Muroi Raya melakukan upaya-upaya preventif terhadap penyakit menular seperti malaria dan demam berdarah. Sehingga masyarakat Desa Muroi raya dapat hidup bersih dan sehat bebas dari penyakit. 5.2. Diare Menurut Dokter Puskesmas Danau Rawah, Diare termasuk penyakit yang banyak dikeluhkan masyarakat tidak hanya anak-anak namun juga orang dewasa. Faktor penyebab utamanya menurut Dokter Puskesmas adalah masyarakat memiliki kebiasaan meminum air yang tidak direbus. Masyarakat mengambil air dari sungai dan jarang ada yang direbus. Hal ini dimungkinkan air yang belum direbus itu mengandung bakteri dan kuman penyakit yang salah satunya mengakibatkan diare. Menurut salah seorang informan di Dusun Pantar Kabali, dia mengambil air di sungai pantar dan tidak pernah direbus. Warga di sini juga jarang merebus air tersebut sebab kalau direbus kemanisan rasanya akan berkurang dan rasanya berbeda 213 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 tidak sesegar kalau air tersebut diambil langsung dari sungai. Meskipun ibu ini juga cerita bahwa sebagai pendatang karena mendapat suami orang sini, ketika awal minum air sungai yang tidak direbus perutnya sakit namun lama-lama kalau sudah terbiasa tidak sakit perut lagi. Data di Puskesmas Danau Rawah tahun 2010, Diare merupakan penyakit terbesar ke-8 dari 10 penyakit terbesar yang terlapor di Puskesmas. Meskipun begitu walaupun sudah sering dianjurkan dan disarankan lewat Puskesmas Keliling atau saran dari dokter saat mereka periksa, masih banyak warga yang tetap tidak merebus airnya untuk diminum. Penyakit diare juga seringkali dialami oleh balita. Penyakit diare pada balita biasanya disebabkan karena alergi pada susu formula. Para ibu yang tidak menggunakan jasa tenaga medis pada saat melahirkan, biasanya akan memberikan susu formula kepada bayi hanya berdasarkan anjuran dari warga lainnya. Salah seorang ibu yang juga merupakan informan, menyatakan anaknya sempat dilarikan ke rumah sakit palangkaraya karena mengalami diare. Selama dalam perjalanan dari Desa Pantar Kabali menuju Palangkaraya, ibu tersebut memberikan ramuan tradisional kepada bayinya yitu kuning telur yang dicampur dengan kopi. Tujuannya ialah agar jantung bayi kuat selama perjalanan menuju ke rumah sakit Palangkaraya untuk melakukan pengobatan. Setelah melakukan pemeriksaan di rumah sakit Palangkaraya barulah ibu tersebut mengetahui jika bayinya mengalami alergi susu formula. Sebelumnya ia memperoleh informasi dari warga lain bahwa diare pada anaknya hanyalah hal biasa yang terjadi pada bayi baru lahir yang belum menginjak usia 40 hari. Berikut pernyataan ibu tersebut: “Sulak a nah are ewen hetuh memander puna ih amun umur ah hindai 40 andau nah anak kurik rancak mamani. Tapi pikirku dia mungkin kia herah ah awi 214 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah anakku te jandau tau mamani sampai hangka 20x. Hayak kia je tame dengan je balua. Bahte berobat ke tabib tege nenga danum tu botol ampi. Bahte nengaku ie tanteluh manta nduanku je kuning ah nyampur dengan kopi angat jantung ah kuat pandehan sampai ke palangka ikey mimbit ie berobat. Sampai palangka sekalinya kuan dokter alergi susu. Ye ganti ku susu je sulak ah formula nah dengan Laktogen, haru cocok.” (awalnya banyak orang bilang kalau sebelum umurnya 40 hari bayi memang sering buang air besar. Tapi saya pikir tidak mungkin itu hal biasa karena anak saya sudah buang air besar sampai 20x dalam sehari. Saya bawa ke tabib lalu diberi air dalam botol. Setelah itu saya kasih kuning telur yang mentah dan saya campur dengan kopi biar jantungnya kuat sampai Palangkaraya. Setibanya di Palangkaraya hasil pemeriksaan dokter mengatakan anak saya alergi susu formula. Akhirnya saya ganti susu formula dengan susu Laktogen) Selain faktor pola minum dan makan yang kurang bersi, diare pada masyarakat Desa Muroi Raya, khususnya pada balita disebabkan karena kurangnya pengetahuan perawatan pada bayi terkait pemberian susu formula. Hal ini juga didukung oleh tidak tersedianya fasilitas kesehatan di Desa Muroi Raya sehingga semakin mempersulit ibu untuk mengetahui gejala sakit pada anak dan penyebabnya. 5.3. ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) juga termasuk penyakit yang banyak diderita warga di sekitar Puskesmas Danau Rawah. Pada tahun 2010 penyakit ISPA ini menempati urutan teratas dari 10 penyakit terbesar yang terlapor di Puskesmas Danau Rawah.Menurut Dokter Puskesmas, penyakit ini banyak 215 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 diderita karena lingkungan pemukiman yang terdiri dari pasir dan debu. Jika cuaca panas dan pasir serta debu mengering, debudebu ini akan beterbangan di udara dan terhirup oleh anak-anak maupun orang dewasa. Aktivitas pekerjaan harian masyarakat seperti penambang emas dan puya sangat berdekatan dengan asap solar yang dikeluarkan dari mesin kapal atau mesin penyedot di lanting mereka. Apalagi jika kamar tidur penduduk dekat dengan mesin donfeng yang digunakan menyalakan listrik asapnya tentunya banyak yang terhirup. Hal-hal inilah yang menyebabkan ISPA di Puskesmas Danau Rawah tercatat tinggi kasusnya. 5.4. Hipertensi Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi menurut data di Puskesmas tahun 2010 merupakan penyakit ke 2 tertinggi dari 10 penyakit yang terbesar diderita warga masyarakat yang terlapor. Gambar 5.1. 10 Besar Penyakit di Puskesmas Danau Rawah Sumber: http://pkmdanaurawah.blogspot.com 216 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Salah seorang ibu yang menderita darah tinggi di Dusun Tanjung Jaya sering mengeluhkan tangan dan kakinya maner (kesemutan).Menurut suaminya, istrinya ini terlalu banyak berpikir keras dan makan makanan yang kurang sehat seperti ikan asin. Suaminya mengira makanan-makanan yang banyak mengandung pengawet dan ikan asin ini belum tahu apakah ada yang menggunakan pengawet seperti borax mereka juga tidak mengetahuinya. Hanya dengan melihat banyaknya warga di sini yang terkena darah tinggi bahkan ada yang stroke bisa dimungkinkan karena makanan yang kurang sehat. 217 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 218 BAB 6 TETESAN DANUM TAWAR DI DUSUN SERIBU AKAR 6.1. Letak Desa dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Desa Muroi Raya merupakan salah satu desa yang terletak di wilayah Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah. Kabupaten Kapuas terkenal dengan slogan “Kota Air”. Letak Desa Muroi Raya berada di wilayah aliran anak Sungai Kapuas dan termasuk wilayah kerja dari Puskesmas Danau Rawah. Jarak antara desa dan Puskesmas yaitu 37 Km, tetapi dengan jarak seperti ini ditambah juga dengan kondisi jalan yang berupa rawa serta padang pasir mengakibatkan waktu tempuh untuk tiba di Puskesmas menjadi sangat lama. Selain itu, untuk menuju Puskesmas dibutuhkan pula biaya yang tidak sedikit karena masyarakat harus menggunakan transportasi melalui jalur sungai dan darat, dengan total waktu tempuh kurang lebih 4 jam untuk tiba di Puskesmas Danau Rawah. Akses jalan yang sulit tersebut menyebabkan masyarakat lebih memilih untuk langsung ke Kota Palangkaraya jika mengalami sakit. Walaupun jarak yang ditempuh lebih jauh ke Kota Palangkaraya, tetapi akses jalan lebih lancar jika dibandingkan kondisi jalan menuju Puskesmas Danau Rawah dengan waktu tempuh yang sama yaitu kira-kira 4 jam hingga sampai di Kota Palangkaraya. 219 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Ketergantungan warga Desa Muroi Raya pada tenaga kesehatan sebenarnya sudah cukup tinggi. Namun yang sangat disayangkan adalah tenaga kesehatan tidak pernah bertahan lama untuk menetap di desa ini, sehingga mengakibatkan warga desa sangat mengalami kesulitan jika ingin berobat. Tidak adanya tenaga kesehatan di desa ini juga menyebabkan warga desa tidak pernah mendapatkan informasi yang memadai tentang pemahaman mereka terhadap kesehatan diri maupun kesehatan kehamilan bagi ibu hamil. Berikut salah satu contoh buku KIA pada lembar pencatatan pemberian imunisasi milik salah seorang ibu di Desa Muroi Raya. Gambar 6.1. Salah Satu Contoh Buku KIA Pada Lembar Pencatatan Pemberian Imunisasi Milik Salah Seorang Ibu di Desa Muroi Raya Sumber: Dokumentasi Peneliti Banyak warga desa yang tidak pernah memeriksakan kesehatan kehamilan hingga anak tersebut dilahirkan. Anak-anak yang lahir pun tidak pernah mendapatkan pelayanan imunisasi hingga mereka tumbuh besar. Imunisasi awal yang diterima bayi 220 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah hanya jika ibu melahirkan dengan bidan tenaga kesehatan yang berada di Puskesmas, di Kabupten atau di Kota Palangkaraya. Selanjutnya jika mereka sudah kembali ke desa maka program imunisasi tidak akan berlanjut lagi hingga anak tersebut tumbuh besar. Di wilayah Desa Muroi Raya, sebenarnya terdapat bangunan Posyandu dan klinik yang sudah lama tidak pernah difungsikan. Namun, tenaga kesehatan tidak ada yang tinggal menetap di desa ini. Hal ini tentu saja mengakibatkan banyak warga desa yang mengeluhkan jika mereka maupun anak mereka mengalami sakit. Sering kali pula penambang emas dan puya mengalami luka terbuka yang seharusnya mendapatkan pertolongan medis dengan segera tetapi tidak terpenuhi. Foto fasilitas pelayanan kesehatan yang terdapat di Desa Muroi Raya dapat dilihat pada gambar 6.2. Gambar 6.2. Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang TidakDimanfaatkan Lagi di Desa Muroi Raya (Dusun Pantar Kabali) Sumber: Dokumentasi Peneliti 221 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 6.2. Kepercayaan Masyarakat Mengenai Penyakit Akibat Pulih Penyakit karena pulihmerupakan penyakit yang tergolong berat dan paling ditakuti oleh masyarakat Desa Muroi Raya khususnya bagi mereka yang hidup di dusun Pantar Kabali. Menurut informasi warga setempat selama dua tahun terakhir penyakit karena pulih telah banyak menelan korban. Ada beberapa diantara korban yang tidak dapat disembuhkan tetapi ada beberapa yang dapat disembuhkan namun mengalami cacat fisik seperti keilangan pita suara dan kaki dan tangan yang tidak berfungsi dengan normal. Berikut kutipan wawancara dari salah seorang informan: “Mahi heldo hete anak pak RT, rusak suara. Ia keleh lo tapi suara rusak. Tanjung ah tuh sama kilau robot. Bau tuh kembang. Indu ih je kasene pander ah. Masih ih nampayah ah. Ye nolak uluh ke malang au ah. Ye amun uluh kana jite amun dia matei gila. Gila ih kuangkuh kute. kawalkuh uluh teluk batu te bawi, jatun suara jadi. Aku nah kutuh, dia tau ku mandohop uluh mun dia uluh belaku dohop. kata oranglah ada yang bilang untuk kasugihan. Kaji kayaitu inya tiga macam itu nah kalau yang kena jelaunya itu yang parah banyak yang dikampung ini yang kena itu. kalau yang kena jelau itu kalau sampean makan kaya limau kaya jeruk lo nda bisa pokoknya yang masam-masam ga bisa makan itu parahnya kalau yang kena jelau itu, nama pulihnya itu. kena minyak orang tu tiga macam disini. Pokoknya jelau tu yang aku tau yang parah. pulih jangka ada juga, kalau orang 5 hari 5 hari mati. Kalau ga ditambahi kalau ga diobati.” Pulih ialah semacam racun yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain baik melalui makanan ataupun minuman. Menurut informasi dari masyarakat, pulih ialah racun yang dibuat dari ulat bulu lalu diolah sedemikan rupa menjadi minyak. Pulih 222 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah tidak hanya mengandung racun tetapi juga mengandung ilmuilmu magis yang memiliki tujuan tertentu. Menurut informasi dari salah seorang warga, pulih memiliki beberapa macam jenis yaitu : 1) Pulih jelau. Menurut informan pulih jelau adalah jenis pulih yang sangat sulit untuk disembuhkan dan pulih jenis ini seringkali memakan korban. 2) Pulih janji atau pulih jangka. Pulih jenis ini biasanya akan berdampak kematian pada korban dalam rentan waktu yang ditentukan oleh pemilik pulih itu sendiri. Ketika akan mengoleskan minyak pulih jangka pada makanan atau minuman, biasanya pemilik pulih sambil berkata-kata untuk menentukan jangka waktu kapan korban harus meninggal. Misalnya pemilik pulih akan mengatakan bahwa korban akan meninggal dalam jangka waktu lima hari, maka dalam jangka waktu lima hari korban akan meninggal dunia. 3) Pulih dagang ialah pulih yang biasanya digunakan oleh orang-orang yang memiliki usaha dagang terlebih ketika persaingan dalam usaha dagang semakin kuat maka peminat dari pulih dagang juga akan semakin meningkat. Pulih dagang biasanya bertujuan untuk meningkatkan penghasilan atau pendapatan. Semakin banyak memakan korban maka semakin banyak juga penghasilan yang didapatkan. Seperti pernyataan informan berikut ini: “Banyak yang sering kesini dulu nah muntah darah langsung ada juga. itu nah kalau kedokter tau pang ga bisa sembuh pang tetamba kampung ai. Masih kurang daerah sini nah kampung disini nah baru dapat dari kampung-kampung lain ja. Baru paling-paling tahun ni ja yang parah. Oleh orang ni persaingan ekonomi ni kalo jadi orang ngambil itu nah. Itu untuk kasugihan itu nah. 223 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Kalo ada orang satu mati kena anunya tu naik kekayaannya.” Sakit yang diakibatkan karena pulih hanya bisa disembuhkan oleh orang-orang tertentu, yaitu tokoh agama atau orang yang memiliki pulih itu sendiri. Orang-orang yang memiliki kemampuan untuk menyembuhkan sakit karena pulih biasanya hanya akan memberikan pengobatankepada mereka yang meminta pertolongan secara langsung. Ketentuan tersebut merupakan syarat pengobatan agar pengobatan pada sakit pulih menjadi ampuh. Orang yang terkena pulih biasanya sembuh tidak dengan menggunakan obat medis, melainkan obat tradisional. Obat tradisional tersebut berupa danum tawaratau air penawar berupa air putih yang diberi mantra atau doa. Apabila pengobatan dengan media air tidak dapat memberikan kesembuhan kepada pasien maka biasanya pengobat tradisional akan menggunakan media tambahan berupa minyak dan persyaratan seperti dupa dan piring putih polos. Ada beberapa pantangan yang tidak boleh dilanggar pada saat seseorang ada dalam proses penyembuhan karena pulih. Apabila pantangan tersebut dilanggar penyakit akibat pulih itu akan kambuh kembali.26 Pantangan pengobatan pada sakit karena pulih ialah terkait pantangan terhadap makanan tertentu. Biasanya pasien dilarang untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung asam dan dapat menyebabkan gatal pada mulut. Makanan tersebut ialah jeruk nipis dan buah terong asam atau bua rimbang. Beberapa informan di Dusun Pantar Kabali maupun di Tapian Karahau menyebut pulih yang ada di Pantar Kabali berupa minyak yang biasanya dioleskan pada makanan atau minuman 26 Syarifah Nuraini, dkk. (2012:51). 224 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah secara langsung. Tidak hanya pada makanan dan minuman terbuka, pulih juga dapat dioleskan pada makanan dan minuman yang tertutup atau terbungkus. Cukup dengan mengoleskan minyak pulih pada bagian luar atau bungkus makanan dan minuman, maka orang yang mengkonsumsinya akan dengan mudah dan cepat terkena pulih. Pendatang adalah orang-orang yang seringkali menjadi korban racun pulih. Hal itu disebabkan karena mereka tidak memiliki pengetahuan tentang pulih ketika mereka datang sebagai perantau. Biasanya pemilik pulih akan mencari korban pada waktu dan bulan tertentu yaitu pada bulan dan tanggal sapar. Pulih akan dengan cepat menyerang orang yang memiliki pahuni. Pahuni ialah lemahnya keadaan jiwa atau roh seseorang sehingga akan dengan mudah terkena bahaya atau gangguan roh jahat. Menurut kepercayaan masyarakatpahuni biasanya disebabkan karena seseorang menolak mencicipi makanan yang ditawarkan oleh orang lain, sehingga hal tersebut dapat menyebabkan seseorang dengan mudah mengalami celaka atau diganggu oleh roh jahat yang dapat menyebabkan sakit dan celaka yang bisa saja berujung pada kematian. Begitu pula halnya dengan racun pulih. Pulih hanya akan menyerang orang yang memiliki pahuni. Apabila seseorang tidak memiliki pahuni maka pulih tidak akan memiliki keampuhan atau berdampak meskipun masuk ke dalam tubuh orang tersebut. Oleh karena itu pantang bagi masyarakat Dayak Ngaju untuk tidak mencicipi makanan yang ditawarkan sebelum bepergian keluar rumah. Maraknya isu pulihdi Desa Muroy Raya, khususnya dusun Pantar Kabali, menyebabkan masyarakat melakukan berbagai macam upaya pencegahan. Biasanya di dusun ini melarang saudara atau anaknya untuk jajan sembarangan di warungwarung makanan yang ada di Dusun Pantar Kabali ini. Menurut cerita mereka, orang yang terkena racun pulih ini biasanya akan 225 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 merasakan dada sesak dan panas kemudian muntah darah atau berak darah, bengkak dan gatal disekitar mulut dan jarang ada yang bisa menangani sehingga tidak berselang lama biasanya orang yang terkena pulih itu hanya bertahan hidup selama satu minggu sampai akhirnya meninggal dunia. Berita yang beredar di masyarakat ialah korban terakhir yang terkena pulih adalah pedagang sayur yang makan di salah satu warung di Dusun Bukit Keramat. Pedagang sayur yang menjual barang dagangannya dengan perahu ini sempat dilarikan di rumah sakit namun akhirnya tidak terselamatkan dan meninggal. Beberapa warga menyebut bahwa pulih ini semacam ilmu kesugihan (ilmu yang ditekuni seseorang agar bisa cepat kaya dengan jalan yang kurang benar). Barang siapa mempunyai minyak pulih ini dan bisa mendapatkan korban sampai meninggal dunia karena minyak pulih itu. Orang yang memiliki minyak pulih itu akan bertambah kaya. Menurut salah seorang informan, apabila korban pulih meninggal, maka minyak pulih akan mendidih dan uang pemilik pulih dengan sendirinya akan bertambah banyak. Selama ini masyarakat mempercayai bahwa pulih itu adalah kerja roh jahat sehingga penangkalnya harus menggunakan roh baik. Di Dusun Pantar Kabali ini beberapa warga untuk menangkal pulih ini dengan menggunakan danum tawar. Air yang sudah didoakan dengan bacaan tertentu. Beberapa pengguna danum tawar ini menyadari bahwa pulih mulai marak di desa mereka dan banyak yang memelihara sejak dua tahun terakhir dimana persaingan antar pedagang dan penambang emas semakin keras. Mulailah orang menggunakan berbagai cara agar bisa kaya dan berkuasa salah satunya dengan memelihara pulih. 226 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah 6.2.1. Danum Tawar Sebagai Pengobatan Tradisional Etnik Dayak Ngaju di Muroi Raya Pengobatan tradisionalmenawar merupakan upaya pengobatan tradisional paling utama yang seringkali dilakukan oleh masyarakat Desa Muroi Raya pada saat seseorang menderita sakit atau celaka. Arti pengobatan menawar sendiri ialah pengobatan tradisional yang menggunakan ilmu magis dan obat dengan media air dan minyak sebagai obat penawar pada sakit dan luka yang menyebabkan pendarahan. Pengobatan hanya bisa dilakukan oleh orang-orang tertentu yang memiliki ilmu untuk menyembuhkan sakit penyakit secara magis atau tradisional. Ilmu menawar biasanya bisa di peroleh atau dipelajari dari seorang guru mangaji (belajar ilmu magis) yang memiliki banyak ilmu magis atau ilmu khusus untuk melakukan pengobatan dengan menawar. Oleh karena itu orang-orang awam pada umumnya bisa dengan mudah mendapatkan ilmu tersebut apabila siap memenuhi seluruh persyaratan yang ditentukan oleh guru atau pemilik ilmu magis tersebut. Persyaratan atau ketentuan memperoleh dan mendapatkan ilmu untuk menyembuhkan dengan cara menawar biasanya berbeda dari satu guru dengan guru yang lain, begitu juga halnya dengan proses dan tata caranya untuk menurunkan ilmu atau kaji. Namun, umumnya beberapa diantara persyaratan yang harus disediakan oleh orang yang ingin belajar dan memperoleh ilmu tersebut ialah penduduk(beras, kelapa, gula, kopi, uang), emas, uang logam, besi (bisa berupa lading/pisau), kain putih. Apabila semua syarat dan ketentuan sudah disiapkan, maka orang yang akan belajar ilmu atau kaji terkait pengobatan tradisional tersebut diharuskan duduk di atas kain putih yang drentangkan diatas lantai. Kaji atau ilmu yang tergolong berat 227 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 ialah ilmu yang mengaharuskan pemiliknya memiliki hubungan langsung dengan Tuhan atau dapat berhubungan langsung dengan Tuhan. Sehingga kepemilikian ilmu magis tersebut mendapat ijin langsung dari Tuhan untuk dapat dipergunakan dengan tujuan-tujuan khusus seperti misalnya menyembuhkan sakit penyakitbaik yang secara magis ataupun medis. Untuk menerima ilmu yang tergolong berat tersebut, biasanya guru kaji mengharuskan muridnya atau orang yang akan belajar dan memperoleh ilmu untuk duduk diatas kain putih yang direntangkan diatas lantai yang langsung bersentuhan dengan tanah, atau bisa juga di lantai rumah yang terbuat dari beton. Karena apabila tata cara pemberian ilmu tersebut dilkakukan diatas lantai yang terbuat dari kayu maka akan berbahaya bagi keselamatan guru kaji dan muridnya. Berbahaya, karena kekuatan dari ilmu tersebut bisa saja menghancurkan lantai tempat dimana mereka melakukan proses pemberian ilmu magis tersebut. Pengobatan tradisional dengan cara menawar biasanya memiliki berbagai macam jenis dan fungsi yang berbeda walaupun tata cara dan media pengobatannya sama. Perbedaan juga terletak pada mantra yang dibacakan sesuai dengan fungsi dan tujuan pengobatanmenawar itu sendiri. Beberapa macam atau jenis pengobatan menawar beserta fungsinya ialah sebagai berikut : 1) Tawar himang berfungsi untuk menghentikan pendarahan pada luka dan menghilangkan rasa sakit pada luka terbuka dan tertutup. 2) Tawar manak memiliki beberapa fungsi. Pertama, menghilangkan rasa sakit pada saat melahirkan yaitu dengan cara memindahkan rasa sakit tersebut ke bagian tubuh yang lain misalnya kaki atau memidahkan rasa 228 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah sakit tersebut ke tubuh suami. Kedua, untuk mempermudah proses persalinan. 3) Tawar racun biasanya digunakan pada bagian tubuh yang digigit binatang berbisa atau racun yang memiliki kekuatan magis atau biasa yang disebut pulih. Fungsinya ialah untuk menghilangkan rasa sakit dan menatralisir racun yang masuk ke dalam tubuh. Untuk kasus racun pulih biasanya pengobat tradisional tidak hanya memiliki ilmu untuk mengobati dengan cara menawar tetapi juga memiliki ilmu untuk menangkal kekuatan magis yang terdapat dalam racun pulih tersebut. Hal tersebut biasanya ditandai dengan, pecahnya gelas berisi air atau piring berisi makanan yang sudah diberi racun pulih ketika dipegang atau disentuh oleh pemilik ilmu pengobatan dan penangkal racun pulih tersebut. 4) Tawar kesurupanberfungsi untuk mengeluarkan roh jahat yang merasuki tubuh seseorang. 5) Tawar seribu fungsinya untuk mengobati berbagai macam penyakit dan sifat pengobatannya lebih umum. Tata cara pengobatan tradisionalmenawar ialah dengan cara menyediakan air putih dalam gelas lalu dibaca dengan mantra-mantra khusus yang disesuaikan dengna tujuan pengobatan. Setelah air putih dalam gelas diberi mantra dan ditiup dengan menggunakan mulut, pengobat tradisional akan mencelupkan jari manisnya ke air dalam gelas lalau meneteskannya diatas kepala pasien sebanyak 3 kali. Setelah itu air alam gelas tersebut diminum oleh pasien dan disisakan sediikit untuk kemudian diusapkan dengan tangan pada bagian yang sakit sebanyak tiga kali dengan arah dari atas ke bawah. Sama halnya dengan pengobatan menawar dengan 229 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 menggunakan minyak yang ditaruh dalam botol kecil berisi kapas. Minyak biasanya dicampur dengan air putih dan tata cara pengobatannya sama seperti pengobatan menggunakan media air yang telah dijelaskan sebelumnya. Selain dengan tata cara diminum pengobatan menawar dengan media minyak yang sudah diberi mantra juga bisa dilakukan dengan cara meneteskan minyak pada kapas lalu kemudian ditelan. Setelah itu minyak diusapkan pada bagian tubuh yang sakit. 6.2.2. Pengobatan Tradisonal Melalui Media Danum Tawar Keterbatasan masyarakat di Desa Muroi Raya dalam menjangkau fasilitas kesehatan pemerintah seperti rumah sakit, Puskesmas maupun Puskesmas Pembantu serta tidak adanya tenaga kesehatan yang menetap di wilayah desa ini, mengakibatkan masyarakat memilih pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional menawar merupakan upaya pengobatan tradisional paling utama yang seringkali dilakukan oleh masyarakat Desa Muroi Raya saat seseorang menderita sakit atau celaka. Sehingga pengobatan ini menjadi salah satu pengobatan yang dapat dikatakan populer yang ada di wilayah desa ini. Masyarakat membawa air minum dari rumah mereka dengan tujuan untuk meminta danum tawar dari beberapa ulama yang dapat melakukan pengobatan menawar, seperti yang terlihat pada gambar 6.3. Arti pengobatanmenawar sendiri ialah pengobatan tradisional yang menggunakan ilmu magis dan obat dengan media air dan minyak sebagai obat penawar pada sakit ataupada keadaan luka yang menyebabkan pendarahan. Pengobatan ini dilakukan melalui media air yang telah dibacai dengan doa dan masyarakat di desa ini menyebutnya dengan sebutan danum tawar. Danum tawar merupakan bahasa dalam Etnik Dayak 230 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Ngaju yang jika diartikan kedalam Bahasa Indonesia berarti air penawar. Tujuan diberikannya danum tawar ini yaitu untuk penawar penyakit atau mengobati penyakit yang diderita oleh seseorang. Gambar 6.3. Masyarakat Desa Muroi Raya Meminta Danum Tawar dari Beberapa Ulama yang Dapat Melakukan Pengobatan Menawar Sumber: Dokumentasi Peneliti 6.2.2.1. Jenis Pengobatan Tradisonal Menawar Pengobatan tradisional dengan cara menawar biasanya memiliki berbagai macam jenis dan fungsi yang berbeda walaupun tata cara dan media pengobatannya sama. Perbedaan juga terletak pada mantra-mantra yang dibacakan sesuai dengan fungsi dan tujuan pengobatanmenawar itu sendiri. Beberapa macam atau jenis pengobatan menawar beserta fungsinya ialah sebagai berikut: 231 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 1) Tawar himang berfungsi untuk menghentikan pendarahan pada luka dan menghilangkan rasa sakit pada luka terbuka dan tertutup. 2) Tawar manak memiliki beberapa fungsi. Pertama, menghilangkan rasa sakit pada saat melahirkan yaitu dengan cara memindahkan rasa sakit tersebut ke bagian tubuh yang lain misalnya kaki atau memidahkan rasa sakit tersebut ke tubuh suami. Kedua, untuk mempermudah proses persalinan. 3) Tawar racun biasanya digunakan pada bagian tubuh yang digigit binatang berbisa atau beracun yang memiliki kekuatan magis atau biasa yang disebut denganpulih. Fungsinya ialah untuk menghilangkan rasa sakit dan menetralisir racun yang masuk ke dalam tubuh. Untuk kasus racun pulih biasanya pengobat tradisional tidak hanya memiliki ilmu untuk mengobati dengan cara menawar tetapi juga memiliki ilmu untuk menangkal kekuatan magis yang terdapat dalam racun pulih tersebut. Hal tersebut biasanya ditandai dengan, pecahnya gelas berisi air atau piring berisi makanan yang sudah diberi racun pulih ketika dipegang atau disentuh oleh pemilik ilmu pengobatan dan penangkal racun pulih tersebut. 4) Tawar kesurupanberfungsi untuk mengeluarkan roh jahat yang merasuki tubuh seseorang. 5) Tawar seribu fungsinya untuk mengobati berbagai macam penyakit dan sifat pengobatannya lebih umum. 6.2.2.2. Cara Pengobatan Tradisonal Menawar Tata cara pengobatan tradisionalmenawar ialah dengan cara menyediakan air putih dalam gelas lalu dibacakan mantramantra khusus yang disesuaikan dengan tujuan pengobatan. Setelah air putih dalam gelas diberi mantra dan ditiup dengan 232 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah menggunakan mulut, pengobat tradisional akan mencelupkan jari manisnya ke air dalam gelas kemudian meneteskannya diatas kepala orang yang menderita sakit sebanyak 3 kali.Setelah meneteskan air di atas kepala penderita sakit, air yang berada di dalam gelas tersebut diminum oleh orang yang menderita sakit dan disisakan sediikit untuk kemudian diusapkan dengan tangan pada bagian yang sakit sebanyak tiga kali dengan arah dari atas ke bawah. Air yang telah didoakan tersebut dipercayai oleh masyarakat di Desa Muroi Raya dapat memberikan khasiat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit yang dideritanya. Berbagai macam penyakit atau keluhan yang diderita masyarakat yang meminta danum tawar yaitu antara lain orang dewasa, anak-anak dan bayi yang sedang menderita sakit, ibu hamil, anakanak atau orang dewasa yang terluka atau terjatuh, dan orangorang yang terkena racun buatan atau yang dikenal dengan istilah pulih dalam sebutan keseharian masyarakat di desa ini. Selain melalui media air atau danum tawar, pengobatanmenawar ini dapat juga dilakukan melalui media minyak. Sama halnya dengan pengobatan menawar padaumumnya, hanya saja medianyamenggunakan minyak yang ditaruh dalam botol kecil berisi kapas. Minyak biasanya dicampur dengan air putih dan tata cara pengobatannya sama seperti pengobatan menggunakan media air yang telah dijelaskan sebelumnya. Selain dengan cara diminum, pengobatan menawar dengan media minyak yang sudah diberi mantra juga dapat dilakukan dengan cara meneteskan minyak pada kapas lalu kemudian ditelan. Setelah itu minyak diusapkan pada bagian tubuh yang sakit. 233 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 6.2.2.3. Cara Memperoleh Keahlian Pengobatan Menawar Masyarakat di Desa Muroi Raya mempercayai bahwa berbagai penyakit yang diderita oleh masyarakat di desa ini dapat disembuhkan melalui media pengobatandanum tawar ini. Pengobatan hanya bisa dilakukan oleh orang-orang tertentu yang memiliki ilmu untuk menyembuhkan sakit penyakit secara magis atau tradisional. Ilmu menawar biasanya dapat diperoleh atau dipelajari dari seorang guru mangaji yang memiliki banyak ilmu magis atau ilmu khusus untuk melakukan pengobatan dengan menawar. Oleh karena itu, orang-orang awam pada umumnya bisa dengan mudah mendapatkan ilmu tersebut apabila siap memenuhi seluruh persyaratan yang ditentukan oleh guru atau pemilik ilmu magis tersebut. Persyaratan atau ketentuan memperoleh dan mendapatkan ilmu untuk menyembuhkan dengan cara menawar biasanya berbeda dari satu guru dengan guru yang lainnya.Begitu juga halnya dengan proses dan tata caranya untuk menurunkan ilmu atau kaji. Namun, umumnya beberapa diantara persyaratan yang harus disediakan oleh orang yang ingin belajar dan memperoleh ilmu tersebut ialah pendudukberupa beras, kelapa, gula, kopi, uang, emas, uang logam, besi (bisa berupa lading/pisau) dan kain putih. Apabila semua syarat dan ketentuan sudah disiapkan, maka orang yang akan belajar ilmu atau kaji terkait pengobatan tradisional tersebut diharuskan duduk di atas kain putih yang direntangkan diatas lantai. Kaji atau ilmu yang tergolong berat ialah ilmu yang mengaharuskan pemiliknya memiliki hubungan langsung dengan Tuhan atau dapat berhubungan langsung dengan Tuhan. Sehingga kepemilikian ilmu magis tersebut mendapat ijin langsung dari Tuhan untuk dapat dipergunakan dengan tujuan-tujuan khusus seperti misalnya menyembuhkan sakit penyakit baik yang secara magis ataupun medis. 234 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Saat prosesi menerima ilmu yang tergolong berat tersebut, biasanya guru kaji mengharuskan muridnya atau orang yang akan belajar dan memperoleh ilmu untuk duduk diatas kain putih yang direntangkan diatas lantai yang langsung bersentuhan dengan tanah, atau bisa juga di lantai rumah yang terbuat dari beton. Karena apabila tata cara pemberian ilmu tersebut dilakukan diatas lantai yang terbuat dari kayu maka akan berbahaya bagi keselamatan guru kaji dan muridnya. Berbahaya, karena kekuatan dari ilmu tersebut bisa saja menghancurkan lantai tempat dimana mereka melakukan proses pemberian ilmu magis tersebut. 6.3. Khasiat Danum Tawar Menurut Masyarakat Beberapa informasi yang diperoleh dari beberapa informan mengatakan bahwa pengobatandanum tawar sering kali menjadi pengobatan tradisional yang digunakan dan dipilih oleh masyarakat di desa ini. Pengobatan tradisional ini dipilih karena kepercayaan masyarakat terhadap khasiatdanum tawar dan sulitnya menjangkau fasilitas kesehatan pemerintah yang berada di desa lain maupun yang berada di ibu kota provinsi. Selain itu, tidak adanya tenaga kesehatan yang menetap di desa ini menyebabkan masyarakat banyak menggunakan jasa orangorang yang dapat melakukan pengobatan tradisional menawar seperti pengobatan melalui media danumtawar ini. Masyarakat di desa ini berpendapat bahwa air yang telah dibacai doa-doa tersebut sangat berkhasiat untuk mengobati berbagai macam penyakit yang diderita. Selain sangat berkhasiat dan manjur dalam mengobati penyakit, menurut masyarakat biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh danumtawar ini juga tidaklah mahal. Masyarakat tidak perlu mengeluarkan ongkos untuk biaya transportasi yang sangat mahal. Hal ini jika dibandingkan dengan biaya transpotrasi 235 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 yang harus mereka keluarkan untuk menjangkau ke fasilitas kesehatan seperti Puskesmas atau rumah sakit yang berada di desa lain maupun di ibu kota provinsi. 6.4. Penyakit yang Disembuhkan Melalui Media Pengobatan Danum Tawar Selama penulis berada di Desa Muroi Raya terdapat beberapa kasus penyakit yang dijumpai pada masyarakat di desa ini dan masyarakat mengakui bahwa dengan media pengobatandanumtawar mereka dapat memperoleh kesembuhan. Beberapa kasus tersebut diantaranya yaitu orangorang yang terkena racun pulih biasanya meminta danumtawar kepada orang-orang tertentu yang dipercayai dapat memberikan danum tawar yang dapat menghilangkan racun pulih tersebut dari dalam tubuhnya. Menurut informasi yang diperoleh dari beberapa informan, racun pulih yang ada di dalam tubuh seseorang tidak dapat disembuhkan oleh tenaga kesehatan, karena sudah beberapa kali orang-orang yang terkena pulih berobat ke dokter maupun ke tenaga kesehatan lainnya, tetapi tenaga kesehatan juga tidak mengetahui penyakit apa yang diderita oleh orang yang terkena racun pulih itu dan mereka juga tidak dapat mengobati penyakit tersebut hingga sembuh. Kasus lainnya yaitu pada saat penulis berada di Dusun Kerahau yang merupakan salah satu dusun dalam lingkup wilayah Desa Muroi Raya, terdapat seorang anak balita yang mengalami luka terbuka di dahinya. Luka itu disebabkan karena anak tersebut bermain di teras rumahnya kemudian loncat ke atas tanah dan dahinya terkena sebatang kayu yang berada di atas tanah. Dapat diketahui bahwa semua rumah warga di dusun ini adalah bangunan rumah panggung dimana jarak antara lantai rumah lebih tinggi dari permukaan tanah. Luka di dahi anak 236 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah tersebut mengeluarkan darah terus menerus. Sebenarnya luka robek tersebut harus dijahit, tetapi di dusun ini tidak ada petugas kesehatan, sehingga ibu anak tersebut membawa anak itu ke pengobatan tradisional. Anak tersebut dibawa kepada orang yang dapat melakukan pengobatan menawar. Kejadian ini berlangsung kira-kira siang hari dan pada sore harinya penulis menjumpai anak tersebut sudah melakukan kegiatan bermain bersama-sama dengan teman sebayanya. Darah dari luka anak tersebut sudah tidak keluar lagi dan lukanya mulai mengering. Informasi lainnya terkait dengan pengobatanmenawar melalui media danum tawar ini sering kali diperbincangkan dengan beberapa informan ibu yang sedang hamil. Menurut salah satu informan Ibu A yang sedang hamil 8 bulan saat itu, dirinya mengatakan bahwa setiap minggu ia rutin meminta danum tawar kepada salah seorang guru yang dapat melakukan pengobatan menawar di Desa Muroi Raya ini. Berikut kutipan wawancara dari informan ibu A. “Biasanya aku minta air tawar pang tiap senin malam sama kamis malam sama orang yang bisa tu nah, di hilir sana rumahnya. Oleh di sini ni, masih banyak jar urangurang tu kuyang, mun orang Dayak menyambatnya hantuen. Selajur gasan supaya melahirkan kena nyaman.” (Biasanya saya minta air tawar setiap hari senin malam dan kamis malam dengan orang yang bisa menawar, rumah orang tersebut berada di hilir. Karena kata orangorang di sini masih banyak bayak terdapat kuyang, kalau orang Dayak mengatakannya sebagai hantuen. Sekalian supaya nanti melahirkannya lancar). Berdasarkan informasi yang diperoleh tersebut, ibu hamil yang berada di Desa Muroi Raya ini selama masa kehamilannya sering kali meminta danum tawar kepada orang-orang tertentu 237 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 yang dapat melakukan pengobatanmenawar. Biasanya ibu hamil meminta danum tawar setiap hari senin malam dan kamis malam. Tujuan ibu hamil meminta danum tawar ini yaitu untuk menjauhkan ibu hamil dari gangguan roh jahat serta dapat memberikan kelancaran pada proses persalinan nantinya. Menurut pernyataan informan bahwa di Desa Muroi Raya ini masih banyak terdapat roh jahat yang mengganggu ibu hamil dan bayinya. Roh jahat itu disebut dengan hantuen atau kuyang. Roh jahat yang disebut dengan hantuen diyakini masyarakat setempat dapat menyebabkan kematian bagi ibu hamil dan bayi yang ada dalam kandungannya. Wujud hantuen dapat berupa seperti bola api yang terbang di langit serta memancarkan cahaya berwarna biru kehijau-hijauan, tetapi jika tidak sedang terbang di langit wujudnya berupa kepala manusia dengan usus dan alat pencernaan yang bergelantungan tanpa badan atau tubuh. Menurut kepercayaan masyarakat setempat sosok hantuen menyerupai hantu berkepala tanpa badan yang terbang dan menghisap darah ibu yang sedang hamil. Hantuen senang mendatangi ibu hamil karena seorang ibu yang sedang hamil memiliki darah dengan aroma yang wangi sehingga disenangi oleh para hantuen. 6.5. Gambaran Perspektif Masyarakat Mengenai Kematian Ibu di Desa Muroi Raya Terkait dengan informasi di sub bab sebelumnya, terdapat informasi pendukung yang dianggap masyarakat setempat menjadi penyebab kematian ibu hamil yang terjadi di desa ini. Masyarakat beranggapan bahwa meninggalnya ibu hamil di desa ini disebabkan oleh adanya gangguan roh jahat seperti kuyang atau hantuen. Banyak ibu muda yang sedang hamil mengalami pusing, kejang, mencakar tubuhnya sendiri dan kesadarannya berkurang. Menurut masyarakat hal tersebut terjadi karena ibu 238 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah hamil tersebut sedang diganggu oleh roh jahat yang sering mereka sebut dengan istilah hantuen. Ketika ibu hamil tersebut kesadarannya sudah lebih membaik ibu hamil tersebut meminum obat warung yang biasanya dikonsumsi oleh warga jika sakit. Obat-obatan ini bisa disebut sebagai obat andalan yang sering masyarakat konsumsi jika mengalami sakit apapun. Berikut kutipan hasil wawancara dengan salah seorang informan: “Ada semalam tu, mun kada salah 23 hari sebelum ini nah, ada kanakan hamil yang meninggal. Umur yang hamil tu nah baru ja 13 tahun. Nikah semalam tu umur 12 tahun, hamil 13 tahun. Sudah 9 bulan maka hamilnya. Pas hamil tu nah jar nya pusing, sakit kepala, batuk pilek, kejang-kejang lalu ai inya minum obat mix*grip, b*drex, sulfa dinamite (SD) lawan paracetamol. Berapa jam kah habis itu tu inya kejang-kejang pulang, mulutnya bebusa.” “Habis kejang-kejang tu, keluarganya langsung membawanya ke rumah sakit di Palangkaraya. Sampai sana, anaknya yang dalam perut tu meninggal jar sudah. Lalu ai anaknya tu dikeluarkan dari dalam parutnya. Habis tu jar 3 hari inya dirawat di rumah sakit, tapi koma pas di rumah sakit tu, 3 hari habis itu meninggal pulang inya.” “Inya tu meninggal lain gara-gara keracunan obat. Tapi olehnya diganggu oleh roh halus tu nah. Badannya tu dirasuki oleh roh halus. Olehnya pas hamil tu inya kejang-kejang dan berontak di atas tempat tidur. Orang dayak menyambatnya hantuen. Di rumah sakit gin, dua tangan lewan batisnya tu diikat di ranjang.” Berdasarkan informasi dari informan tersebut maka menurut masyarakat ibu hamil tersebut menikah pada saat berusia muda yaitu 12 tahun, setelah itu ketika berusia 13 tahun 239 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 ia sedang mengandung 9 bulan. Pada kehamilannya tersebut ibu itu mengalami pusing, sakit kepala, batuk pilek dan kejangkejang. Setelah beberapa saat kemudian, ibu hamil itu mengkonsumsi beberapa jenis obat, yang tujuannya untuk menghilangkan rasa sakit yang dialaminya itu. Obat-obatan tersebut yaitu mix*grip, b*drex, s*lfanilamite dan p*racetamol. Setelah menelan 4 jenis obat, menurut informan ibu hamil tersebut menjadi kejang dan dari mulutnya mengeluarkan busa. Mendengar kejadian tersebut, keluarganya yang sedang bekerja menambang emas atau puya di lanting segera pulang ke rumah dan kemudian ibu hamil itu dibawa ke rumah sakit di Kota Palangkaraya. Setibanya di sana, pihak rumah sakit melakukan operasi untuk mengeluarkan bayi di kandungannya yang sudah dalam kondisi meninggal. Setelah melakukan operasi, ibu tersebut mengalami koma selama tiga hari dan kemudian meninggal. Menurut pernyataan informan bahwa ia meninggal bukan karena keracunan obat tetapi karena ibu hamil dan bayinya tersebut diganggu oleh roh jahat. Mereka mengatakan bahwa tubuh ibu hamil tersebut sedang dirasuki oleh roh jahat. Karena pada saat itu ibu hamil tersebut mengalami kejang-kejang dan sesampainya di rumah sakit juga mengalami kejang dan memberontak, sehingga kedua tangan serta kaki ibu tersebut diikat pada tempat tidur. Selain kejadian tersebut, ada pula kejadian ibu hamil lainnya yang mengalami keguguran pada saat usia kandungan 4 bulan. Ibu tersebut mengatakan bahwa jika sebelumnya tidak ada masalah dengan kandungannya. Semua pantangan makanan sudah ia patuhi dan ia juga tidak melakukan pekerjaan yang berat. Tetapi berdasarkan hasil wawancara dengan informan, ia mengatakan bahwa malam sebelum ibu tersebut mengalami keguguran, pada saat tidur malamnya ia bermimpi bahwa ada roh jahat berupa seorang nenek tua yang mengambil bayi yang 240 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah ada dalam kandungannya. Kemudian keesokan harinya ketika ia buang air kecil ia melihat melihat adanya flek darah seperti darah menstruasi di pakaian dalam yang digunakannya. Kemudian ibu tersebut segera mendatangi ibu Messi yang pada saat itu masih tinggal di desa ini sebagai tenaga kesehatan sukarela. Ibu Messi melakukan tes urine dengan alat tes kehamilan (test pack). Setelah dicelupkan ke dalam urine ibu tersebut, pada alat test pack tersebut terlihat tanda garis merah hanya satu saja, atau dengan kata lain hasil kehamilannya negatif. Ibu tersebut mengatakan bahwa bayi yang ada dalam kandungannya tersebut diambil oleh roh jahat dalam wujud rupa seorang nenek tua. Karena selama ini ia beranggapan tidak pernah ada masalah dengan kandungannya. Semua pantangan makanan sudah ia patuhi dan ia juga tidak melakukan pekerjaan yang berat. Selain itu, ia mengaku bahwa selama dirinya hamil ia tidak pernah terjatuh, kecelakaan, terbentur, tergelincir atau lain sebagainya. Setelah kejadian tersebut, ibu itu mengunjungi salah seorang warga yang dapat mengobati orang-orang melalui media air yang telah dibacai doa-doa dan diminum oleh orang yang sakit itu atau dikenal dengan istilah pengobatan tradisionalmenawar. Air yang telah di bacai doa-doa tersebut sering disebut warga di sini sebagai danum tawar atau dalam bahasa Indonesia diartikan menjadi air tawar, yang khasiatnya dipercayai oleh warga untuk menawarkan berbagai macam penyakit. Setelah kejadian keguguran, ibu tersebut tidak pernah melakukan kuret atau memeriksakan kandungannya lagi kepada petugas kesehatan. 6.5.1. Gambaran Perspektif Tenaga Kesehatan Mengenai Kematian Ibu di Desa Muroi Raya Wilayah kerja Puskesmas Danau Rawah melingkupi Desa Muroi Raya. Ketika penulis mengunjungi Puskesmas Danau Rawah, penulis berkesempatan bertemu dengan beberapa 241 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 petugas Puskesmas yang sangat membantu kita untuk memperoleh informasi mengenai sekilas gambaran kesehatan di desa-desa yang menjadi cakupan wilayah kerja Puskesmas Danau Rawah. Petugas Puskesmas Danau Rawah yang menjadi informan yaitu bidan, dokter dan seorang petugas tata usaha Puskesmas. Informan memberikan informasi terkait dengan banyaknya pernikahan usia muda di desa ini. Hal tersebut tidak hanya dilakukan oleh remaja putri, namun juga dilakukan oleh remaja putra. Di desa ini, jika ditelusuri satu persatu banyak sekali anak perempuan yang menikah antara usia 12-15 tahun. Banyak juga anak perempuan yang baru menstruasi pertama kali kemudian melangsungkan pernikahan. Rata-rata usia pasangannya atau suaminya tidak terpaut jauh. Jika keinginan menikah tidak direstui oleh orang tuanya maka remaja tersebut sering kali melakukan “kawin lari”. Pasangan tersebut biasanya pergi ke kota atau ke kabupaten, dan biasanya ketika kembali ke desa, remaja putri tersebut sudah dalam kondisi hamil. Keadaan seperti ini membuat orang tua mereka pun akhirnya mau untuk merestui dan melangsungkan pernikahan untuk anak-anak mereka. Informan kemudian menjelaskan bahwa banyaknya kasus pernikahan usia muda yang terjadi di desa ini menyebabkan banyak pula kasus keguguran pada kehamilan pertama dan kandungan tersebut akhirnya harus dilakukan tindakan kuret. Hal ini disebabkan karena kandungan yang masih belum kuat. Salah satu penyebab pernikahan usia muda juga dapat disebabkan karena kebiasaan generasi yang terdahulu juga melakukan pernikahan usia muda, sehingga menjadi turun temurun. Jika terdapat wanita yang menikah di atas usia 20 tahun, maka masyarakat di desa ini sudah mengatakan bahwa wanita tersebut termasuk “perawan lapuk” yang berarti bahwa gadis tersebut tidak laku. Informan pun mengatakan bahwa dulu sewaktu 242 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah pertama kali bertugas di Puskesmas ini, dirinya telah berusia lebih dari 20 tahun, dengan status belum menikah. Dengan kondisi tersebut informan dulunya juga sempat dikatakan sebagai “perawan lapuk” oleh ibu-ibu yang ada di desa ini. Kejadian lainnya yang diinformasikan oleh informan yaitu di wilayah kerja Puskesmas Danau Rawah masih banyak bidan kampung atau dukun kampung yang membantu persalinan. Namun mereka sekarang menjadi binaan dan partner dari bidan tenaga kesehatan (bidan nakes) sehingga dalam praktek melayani selalu didampingi bidan nakes dan diberi pengarahan hal-hal mana yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dalam hal kesehatan. Tetapi informan juga mengatakan bahwa masih ada bidan beberapa kampung daerah di hulu sungai yang masih menolak menjadi partner bidan nakes. Bidan kampung ini masih banyak melakukan pertolongan persalinan. Informan menceritakan bahwa pernah ada kasus ibu hamil dengan kondisi bayi sungsang yang mendekati persalinan. Pada awalnya ibu tersebut ditangani oleh bidan nakes, namun ibu tersebut ternyata juga memeriksakan diri ke bidan kampung yang ada di desanya. Menurut bidan kampung posisi bayi yang sungsang tersebut dapat ia perbaiki, sehingga bayi berada pada posisi jalan lahir. Bidan kampung juga mengatakan bahwa posisi bayi sungsang jika dibawa ke bidan nakes atau fasilitas kesehatan seperti rumah sakit pasti ibu tersebut akan di operasi dan biaya yang dikeluarkan pasti sangat mahal. Bidan kampung kemudian melakukan pemijatan terhadap kandungan ibu hamil tersebut. Setelah beberapa saat, bidan nakes dipanggil untuk melihat kondisi ibu tersebut, karena pada saat itu terjadi pendarahan yang sangat banyak. Saat melihat kondisi ibu hamil tersebut, bidan nakes sudah curiga dengan perubahan letak bayi yang ada dalam kandungan dan ditambah dengan pendarahan. Bidan nakes berpendapat bahwa ibu hamil tersebut sebelumnya pasti 243 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 sudah dipijat oleh bidan kampung atau dukun kampung. Hingga akhirnya mengakibatkan ibu tersebut meninggal, karena pendaharan yang parah. Selain itu, banyak juga masyarakat yang masih menemui dan lebih mempercayai dukun yang dapat melakukan pengobatan tradisional dibandingkan dengan tenaga kesehatan. Berdasarkan informasi dari informan bahwa setelah melakukan pengobatan tradisional, dukun menyuruh pasien untuk berpuasa sehari semalam atau tiga hari tiga malam. Padahal untuk beberapa kasus seperti penyakit disentri atau diare yaitu penyakit yang banyak mengeluarkan cairan tubuh sehingga dapat menyebabkan kekurangan cairan, pasien seharusnya lebih banyak minum. Namun, dukun tersebut malah menyuruh pasien agar berpuasa. Hal demikian tentu saja akan memperburuk kondisi pasien atau bahkan dapat mengakibatkan terjadinya kematian. Kepercayaan masyarakat desa terhadap adanya roh baik dan roh jahat, terkadang menyebabkan tenaga kesehatan menjadi tidak terlalu dipercaya untuk melakukan pengobatan. Masyarakat terkadang datang berobat ke Puskesmas jika kondisinya sudah sangat parah. Namun ada pula pasien yang memang datang berobat ke Puskesmas jika mengalami sakit. Ketika selesai diperiksa oleh petugas kesehatan dan diberi obat. Pasien yang telah minum obat merasakan bahwa rasa sakitnya belum juga sembuh. Padahal menurut petugas kesehatan yang menjadi informan, pada saat itu pastilah efek obat yang diminum oleh pasien belum bereaksi sehingga pasien merasa obat tersebut tidak ada efeknya terhadap rasa sakit yang dideritanya. Hal ini menyebabkan pasien tersebut kemudian mendatangi dukun yang dapat melakukan pengobatan tradisional. Oleh dukun tersebut pasien diberi mantra dan dikirimkan rohbaik untuk mengobati rasa sakitnya itu. Ketika pulang kembali ke 244 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah rumahnya pasien merasa badannya menjadi lebih enak atau sembuh. Sehingga pasien beranggapan bahwa ia mengalami kesembuhan karena pengobatan dan roh baik yang dikirimkan oleh dukun tersebut. Namun jika sakitnya bertambah parah atau semakin buruk, maka seringkali yang disalahkan adalah petugas kesehatan. Pasien yang berobat di Puskesmas Danau Rawah jarang ada yang mau dirujuk, padahal pasien tersebut mengalami sakit parah dan Puskesmas tidak dapat menanganinya lebih lanjut. Permasalahan utama pasien tidak mau dirujuk adalah karena biaya dan jarak yang harus ditempuh untuk mencapai rumah sakit. Alasan yang paling utama adalah mahalnya biaya transportasi. Jika menggunakan transportasi darat, kondisi jalan yang ditempuh sangat tidak mumpuni untuk membawa pasien yang sedang sakit parah. Begitu pula jika ditempuh dengan jalur transportasi air, waktu yang ditempuh menjadi lebih lama dan tidak bisa dipastikan dapat berangkat jika air sungai sedang mengalami surut. Seringnya kejadian ini terjadi maka upaya apapun sebisa mungkin dilakukan di Puskesmas ini termasuk operasi ringan. Jika dokter memberikan rekomendasi atau pengertian kepada pasien untuk segera di rujuk, maka wajah pasien tampak langsung sedih sehingga upaya apapun sebisa mungkin dilakukan di Puskesmas ini dan untuk hal-hal yang memang sudah tidak bisa lagi dilakukan di Puskesmas ini baru pasien akan dirujuk. Hal tersebut menurut informan mengakibatkan pelayanan di Puskesmas ini terkadang melayani dan menangani pasien seperti rumah sakit. Meskipun pengobatan yang dilakukan di Puskesmas gratis, namun pasien memikirkan biaya transportasi yang lebih mahal daripada biaya obat dan periksanya. Hal itu mengakibatkan masyarakat memilih orang-orang yang dapat melakukan pengobatan tradisional di desa itu, karena biaya yang dikeluarkan lebih murah dan mereka 245 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 percaya terhadap khasiat pengobatan tradisional yang membawa kesembuhan bagi dirinya. Informan mengatakan bahwa sebenarnya petugas kesehatan mengetahui keinginan masyarakat Desa Muroi Raya yang berharap adanya tenaga kesehatan yang tinggal menetap di desa ini. Informan mengatakan bahwa terbatasnya pegawai Puskesmas sehingga menyebabkan dirinya diserahkan tugas untuk urusan pekerjaan di Kabupaten Kapuas. Sehingga Puskesmas keliling atau sering disingkat menjadi pusling ke wilayah Desa Muroi Raya hanya sempat dilakukannya dua minggu sekali. Ditambah pula kondisi petugas kesehatan wanita yang sudah berkeluarga. Kondisi ini akan menyebabkan situasi yang sulit untuk meninggalkan rumah dan keluarga, ditambah jika ia memiliki anak yang masih kecil. Sebelumnya pernah ada tenaga kesehatan sukarela yang menetap di wilayah desa, namun sejak anaknya sakit dan tidak bisa ditinggalkan, maka ia lebih memilih tinggal di kota sehingga urusan pekerjaan di desa menjadi sedikit terabaikan. Kondisi yang terjadi di desa ini menyebabkan ketika tenaga kesehatan tidak ada maka masyarakat akan membeli obat yang dijual bebas di warung dan pedagang obat di pasar malam. Sementara penjual obat tersebut adalah pedagang yang tidak hafal dan tidak tahu secara pasti apa yang menjadi efek samping dalam kandungan obat yang mereka jual. Kemungkinan juga ada beberapa obat yang tidak diperbolehkan dikonsumsi oleh wanita hamil, tetapi pedagang di warung dan di pasar ini tidak mengetahuinya. Informan menceritakan bahwa kebanyakan orang di desa ini jika mengetahui ada tetangga yang sakit biasanya ia menyarankan agar meminum obat yang biasanya ia konsumsi. Ia akan menceritakan efek setelah minum obat tersebut rasanya enak di badan, begitu menurut pengakuannya. Hal tersebut 246 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah kemudian ditiru oleh tetangganya itu, orang yang sakit tersebut membeli obat yang disarankan tetangga itu di warung, kemudian meminumnya. Sering kali hal ini terjadi, mereka mengkonsumsi obat tanpa resep dokter atau saran petugas kesehatan, sehingga obat yang mereka konsumsi tidak sesuai dengan indikasi penyakit yang sedang dialaminya. 6.5.2. Gambaran Perspektif Perangkat Desa Mengenai Kematian Ibu di Desa Muroi Raya Beberapa perangkat desa yang menjadi informan mengatakan bahwa kematian ibu dan anak yang sering ditemui di desa ini kemungkinan disebabkan karena usia pernikahan yang terlalu muda dan pengetahuan yang kurang tentang kehamilan. Banyak remaja muda yang menikah dan hamil, tetapi tidak memiliki pengetahuan tentang kesehatan kehamilannya. Informan menceritakan bahwa kurangnya pengetahuan ibu hamil mengenai kesehatan kehamilannya dapat dipengaruhi karena tingkat pendidikan yang masih rendah. Hal ini terlihat dari tingkat pendidikan warga yang mayoritas hanya tamat sekolah dasar, bahkan banyak juga yang tidak tamat sekolah dasar. Desa ini telah memiliki bangunan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), hanya saja gurunya tidak ada, yang ada hanya guru honorer dengan bayaran yang kurang sesuai dengan beban kerja mereka. Banyak juga masyarakat yang mengeluhkan tidak adanya tenaga kesehatan yang menetap di desa ini, seperti kutipan hasil wawancara berikut ini. “Mantri tidak pernah ada di Posyandu dan apa gunanya membangun Posyandu jika tidak pernah ada petugasnya. Menghabiskan dana banyak tapi tidak ada yang menghuni.” 247 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Sebenarnya Puskesmas sudah menyiasati hal ini dengan program “Puskesmas Keliling”. Namun intensitas pelayananPuskesmas keliling ini dirasakan masih kurang oleh masyarakat di desa ini. Masyarakat menghendaki agar setiap “hari pasar” di desa ini ada mantri atau petugas Puskesmas. “Hari pasar” merupakan hari jumat dalam 1 minggu sekali di mana pada hari jumat ini terdapat pasar yang menjual berbagai macam bahan makanan yang masih mentah maupun yang sudah matang, pakaian anak dan dewasa serta perlengkapan peralatan rumah tangga, kosmetik dan obat-obatan. “Hari pasar” menjadi hari libur penambang emas dan puya di desa ini, sehingga masyarakat berkeinginan setiap adanya “hari pasar”, minimal ada kunjungan dari petugas Puskesmas untuk mengadakan pusling atau Puskesmas keliling. Namun pernyataan dari pihak petugas Puskesmas sendiri mengatakan bahwa mereka merasa kekurangan tenaga, sehingga Puskesmas hanya sanggup jika 2 minggu sekali berkunjung ke desa ini. Hal tersebut mengakibatkan jika masyarakat sakit dan tidak ada mantri, mereka berupaya mengobati diri sendiri dengan obatyang dibeli di warung maupun pada saat “hari pasar”. Selain itu, sebagian masyarakat juga masih melakukan alternatif pengobatan tradisional dengan cara meminum ramuan obat yang terdiri dari akar yang dicari di hutan. Kepercayaan masyarakat untuk menggunakan jasa penyembuh tradisional melalui pengobatan “danum tawar” atau “sangiang” juga masih banyak yang dilakukan oleh masyarakat desa ini. Adapun menurut informan yang mengurusi masalah pernikahan di desa ini mengatakan bahwa sebenarnya pernikahan usia muda ini dampaknya di segala bidang, berikut sepenggal kutipan hasil wawancara dengan beliau. “Kasus kehamilan, keguguran terus bayi yang meninggal dunia ini bisa juga karna nikah usia muda. Penghulu 248 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah akhirnya juga ikut berdosa karena terpaksa memalsukan umur. Sebab jika menikah di bawah usia 17 tahun oleh Departemen Agama, berkasnya itu gak diterima. Terpaksa usia yang nikah dinaikkan dari usia aslinya.” Banyak warga yang baru menikah mengalami keguguran karena salah satu faktornya yaitu usia pernikahan yang terlalu dini, terutama bagi perempuan-perempuan muda yang ada di desa ini, yang rata-rata pendidikannya hanya tamat sekolah dasar bahkan ada juga yang tidak tamat SD dan belum bisa membaca, menulis pun terkadang hanya bisa menuliskan namanya sendiri saja. Informasi dari beberapa warga di desa, bahwa sudah 2 minggu sekolah SD di desa ini tidak ada kegiatan belajar mengajar. Alasannya mengapa tidak ada kegiatan belajar mengajar juga belum jelas, mungkin guru-guru honor tidak mengajar karena belum terima gaji untuk bulan-bulan sebelumnya. Sekolah dasar di desa ini, tidak memiliki guru berstatus PNS, yang PNS hanyalah Kepala Sekolahnya saja, yang lain hanya guru honorer sebanyak 3 orang. Jadi SD di desa ini, satu orang guru mengajar dan bertanggung jawab untuk 2 kelas, sedangkan untuk SMP tidak ada gurunya. 6.6. Gambaran Perspektif dalam Ilmu Kesehatan Mengenai Kematian Ibu dan Balita di Desa Muroi Raya Masa kehamilan menjadi masa yang cukup rawan bagi ibu hamil di Desa Muroi Raya, khususnya yang berada di Dusun Pantar Kabali dan Dusun Kerahau. Masyarakat banyak menganggap bahwa ketika ibu hamil mengalami keguguran dan kasus meninggalnya ibu hamil tersebut merupakan gangguan dari rohjahat yang sering mereka sebut dengan istilah “kuyang” atau masyarakatEtnik dayak sering menyebutnya dengan istilah “hantuen”. Padahal sejak awal kehamilan hingga tiba saatnya bersalin, ibu hamil secara rutin meminta danum tawar kepada 249 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 orang-orang yang dapat menawar. Danum tawar tersebut dipercayai masyarakat untuk melindungi ibu hamil dari gangguan roh-roh jahat yang sering kali mengganggu ibu hamil dan bayi yang ada dalam kandungan tersebut, bahkan dapat mengakibatkan kematian pada ibu hamil dan bayinya. Ketika diganggu roh jahat, ibu hamil akan nampak seperti kesurupan, kejang, sakit kepala dan tidak sadarkan diri. Namun dalam segi ilmu kesehatan kemungkinan utama keluhan yang dialami ibu hamil tersebut dapat diketegorikan termasuk tanda-tanda pre eklamsia. 6.6.1. Definisi Pre Eklamsia Beberapa pengertian pre eklamsia yang dikutip dari jurnal dan tesis yaitu sebagai berikut: 1) Pre eklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah disertai proteinuria pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengalami hipertensi. Biasanya sindroma ini muncul pada akhir trimester kedua sampai ketiga kehamilan (Dharma, 2005). 2) Pre eklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda khas yaitu tekanan darah tinggi (hipertensi), pembengkakan jaringan (edema), dan ditemukannya protein dalam urin (proteinuria) yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat juga terjadi pada trimester kedua kehamilan. Tanda-tanda ini seringkali tidak diketahui atau diperhatikan oleh wanita hamil yang bersangkutan, sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat pre eklampsia berat bahkan dapat menjadi eklampsia yaitu dengan tambahan gejala kejang-kejang dan atau koma (Rozhikhan, 2007). 250 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah 6.6.2. Tanda-tanda Pre Eklamsia Beberapa tanda yang dapat menguatkan diagnosa yang mengarah pada kejadianpre eklamsia yaitu sebagai berikut (Rozhikhan, 2007): 1. Hipertensi Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tandatanda lain. Peningkatan tekanan darah yang tercatat pada waktu kunjungan pertama kali dalam trimester pertama atau kedua awal, menunjukkan bahwa wanita hamil tersebut menderita hipertensi kronik. Namun, apabila tekanan darah ini meninggi dan tercatat pada akhir trimester kedua dan ketiga, kemungkinan penderita mengalami pre eklampsia (Rozhikhan, 2007). Peningkatan tekanan sistolik sekurang-kurangnya 30 mmHg, atau peningkatan tekanan diastolik sekurang-kurangnya 15 mm Hg, atau adanya tekanan sistolik sekurang-kurangnya 140 mmHg, atau tekanan diastolik sekurang-kurangnya 90 mm Hg atau lebih atau dengan kenaikan 20 mm Hg atau lebih, ini sudah dapat dibuat sebagai diagnosa. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat. Tetapi bila diastolik sudah mencapai 100 mmHg atau lebih, ini sebuah indikasi terjadi pre eklampsia berat (Rozhikhan, 2007). 2. Pembengkakan Jaringan (Oedema) Oedema ialah penimbunan cairan secara umum dan kelebihan dalam jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan pada kaki, jarijari tangan, dan muka, atau pembengkakan pada ektrimitas dan muka. Oedema yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti untuk penentuan diagnosa pre eklampsia (Rozhikhan, 2007). 251 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Kenaikan berat badan ½ kg setiap minggu dalam kehamilan masih diangap normal, tetapi bila kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali atau 3 kg dalam sebulan pre eklampsia harus dicurigai. Selain itu apabila terjadi pertambahan berat badan lebih dari 2,5 kg tiap minggu pada akhir kehamilan mungkin merupakan tanda pre eklampsia. Penambahan berat badan ini disebabkan retensi air dalam jaringan dan kemudian edema nampak dan edema tidak hilang dengan istirahat. Hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya pre eklampsia (Rozhikhan, 2007). 3. Proteinuria Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urine (air kencing) melebihi 0,3 gram/liter selama 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2+ (menggunakan metode turbidimetrik standard). Proteinuria dapat diperiksa dengan cara air kencing (urine) dikeluarkan dengan ditampung kateter atau midstream untuk memperoleh urine yang bersih, urine diambil minimal 2 kali dengan jarak 6 jam. Proteinuria biasanya timbul lebih lambat dari hipertensi dan penambahan berat badan. Proteinuria yang sering ditemukan pada pre eklampsia, terjadi karena adanya vasospasmus pembuluh-pembuluh darah ginjal. Karena itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius (Rozhikhan, 2007). Disamping adanya gejala yang nampak seperti yang telah dituliskan di atas, pada keadaan yang lebih lanjut akan timbul gejala-gejala subyektif yang biasanya dikeluhkan pasien kepada dokter. Gejala subyektif tersebut yaitu sebagai berikut (Rozhikhan, 2007): 1) Sakit kepala yang hebat karena vasospasmus atau oedema otak. 252 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah 2) Sakit di ulu hati karena regangan selaput hati oleh haemorrhagia atau edema, atau sakit kerena perubahan pada lambung. 3) Gangguan penglihatan, penglihatan menjadi kabur terkadang pasien bisa mengalami kebutaan. Gangguan ini disebabkan vasospasmus, edema atau ablatio retinae. Perubahan ini dapat dilihat dengan ophtalmoscop. 4) Gangguan pernafasan. 5) Pada keadaan berat akan diikuti gangguan kesadaran. 6.6.3. Golongan Pre Eklampsia Pre eklampsia dibagi dalam golongan ringan dan berat, tanda dan gejala pre eklampsia ringan adalah : 1) Tekanan darah sistol 140 mmHg atau kenaikan 30 mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam. 2) Tekanan darah diastol 90 mmHg atau kenaikan 15 mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam. 3) Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu. 4) Proteinuria 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif plus 1 sampai 2 pada urine kateter atau urine aliran pertengahan (Rozhikhan, 2007). Sedangkan penyakitpre eklampsia digolongkan berat apabila satu atau lebih tanda dan gejala di bawah ini ditemukan: 1) Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastole 110 mmHg atau lebih, 2) Proteinuria 5 gram atau lebih dalam 24 jam, 3+ atau 4+ pada pemeriksaan semikuantitatif. 3) Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam. 4) Keluhan cerebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium. 5) Edema paru-paru atau sianosis (Rozhikhan, 2007). 253 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 6.6.4. Faktor Risiko Pre Eklampsia Wanita hamil cenderung dan mudah mengalami pre eklampsia yang mempunyai faktor-faktor predisposing sebagai berikut (Rozhikhan, 2007) : 1) Nulipara 2) Kehamilan ganda 3) Usia < 20 atau > 35 th 4) Riwayat pre eklampsia atau eklampsia pada kehamilan sebelumnya 5) Riwayat dalam keluarga pernah menderita preeklampsia 6) Penyakit ginjal, hipertensi dan diabetes melitus yang sudah ada sebelum kehamilan 7) Obesitas. Usia 20-30 tahun adalah periode paling aman untuk hamil atau melahirkan, akan tetapi di negara berkembang sekitar 10%20% bayi dilahirkan dari ibu remaja yang sedikit lebih besar dari anak-anak. Adapun dari suatu penelitian ditemukan bahwa dua tahun setelah menstruasi yang pertama, seorang wanita masih mungkin mencapai pertumbuhan panggul antara 2-7 % dan tinggi badan 1%. Berdasarkan hasil penelitian di Nigeria menunjukkan bahwa wanita hamil usia 15 tahun mempunyai angka kematian ibu 7 kali lebih besar jika dibandingkan dengan wanita berusia 2024 tahun (Rozhikhan, 2007). 6.6.5. Pencegahan Pre Eklampsia dan Eklampsia Pre eklampsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang berkelanjutan dengan penyebab yang sama. Oleh karena itu, pencegahan atau diagnosis dini dapat mengurangi kejadian dan menurunkan angka kesakitan dan kematian. Untuk dapat menegakkan diagnosis dini diperlukan pengawasan hamil 254 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah yang teratur dengan memperhatikan kenaikan berat badan, kenaikan tekanan darah, dan pemeriksaan untuk menentukan proteinuria (Rozhikhan, 2007). Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini pre eklampsia, dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Para wanita biasanya tidak mengemukakan keluhan dan jarang memperhatikan tandatanda pre eklampsia yang sudah terjadi, maka deteksi dini keadaan ini memerlukan pengamatan yang cermat dengan masamasa interval yang tepat. Kita perlu lebih waspada akan timbulnya pre eklampsia dengan adanya faktor-faktor predisposisi seperti yang telah diuraikan diatas. Walaupun timbulnya pre-eklampsia tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun frekuensinya dapat dikurangi (Rozhikhan, 2007). Salah satu caranya dengan pemberian informasi kesehatan kehamilan dan pemeriksaan kandungan secara rutin. Eklampsia merupakan komplikasi obstetri kedua yang menyebabkan 20-30% kematian ibu. Komplikasi ini sesungguhnya dapat dikenali dan dicegah sejak masa kehamilan (pre eklampsia). Pre eklampsia yang tidak mendapatkan tindak lanjut yang adekuat (dirujuk ke dokter, pemantauan yang ketat, konseling dan persalinan di rumah sakit) dapat menyebabkan terjadinya eklampsia pada trimester ketiga yang dapat berakhit dengan kematian ibu dan janin. Penanganan preeklampsia bertujuan untuk menghindari kelanjutan menjadi eklampsia dan dengan pertolongan tenaga kesehatan diupayakan agar ibu dapat melahirkan janin dalam keadaan optimal dan dengan trauma yang minimal. Jika eklampsia tidak ditangani secara cepat akan terjadi kehilangan kesadaran dan kematian karena kegagalan jantung, kegagalan ginjal, kegagalan hati atau perdarahan otak. Oleh karena itu kejadian kejang pada penderita eklampsia harus 255 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 dihindari. Penyebab kematian ibu terbesar (58,1%) adalah perdarahan dan eklampsia. Kedua sebab itu sebenarnya dapat dicegah dengan pemeriksaan kehamilan (antenatal care atau sering disingkat menjadi ANC) yang memadai, atau pelayanan berkualitas dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan (Rozhikhan, 2007). 256 BAB 7 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1. Kesimpulan Sejarahnya keberadaan Dusun Pantar Kabali dan Tapian Karahau karena adanya hutan karet di situ. Masyarakat mencari penghidupan dengan menjadi pemantat karet. Untuk Dusun Tanjung Jaya dan Bukit Keramat karena adanya penambangan emas sehingga adanya pemukiman di situ karena dulunya mereka mendekati sumber lokasi emas. Munculnya dusun ini awalnya karena mendekati sumber penghasilan dan mata pencaharian mereka. Persaingan memperebutkan sumber penghasilan berupa sumber daya alam yang terbatas seperti emas dan puya mengakibatkan konflik di wilayah tersebut. Salah satu cara untuk mempertahankan sumber daya alam yang ada yaitu dengan menciptakan benteng pertahanan melalui media racun “pulih” dan hanya orang-orang tertentu yang memiliki penawarnya. Sementara warga sendiri percaya bahwa pulih itu adalah pekerjaan roh jahat dan hanya bisa diatasi dengan karya roh baik salah satunya dengan Sangiang dan Danum Tawar.Pengobatan tradisional dengan mengundang roh leluhur (Sangiang) oleh warga Karahau tetap dipertahankan sebagai pengobatan penyakit akibat pengaruh roh-roh jahat. Penyakit yang banyak diderita warga masyarakat antara lain ISPA yang disebabkan debu pasir dan asap genset dan mesin. 257 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Diare atau sakit perut sampai mencret disebabkan karena minum air yang tidak direbus. Malaria dan Demam Berdarah disebabkan karena lingkungan yang lembab dan basah serta kebiasaan warga yang tidak menjaga lingkungan sekitar seperti membersihkan tong dan bak mandi. Darah Tinggi yang disebabkan oleh makanan yang berpengawet termasuk ikan asin. Beberapa kasus kematian bagi warga karena diganggu oleh roh jahat. Sehingga upaya pencegahan selalu dilakukan untuk memproteksi dari gangguan roh-roh jahat dengan memasang pahelat di rumah dan danum tawar merupakan cara paling praktis mengusir dan menghilangkan pengaruh yang diakibatkan karena roh jahat. Tenaga kesehatan seperti mantri hanya 2 minggu sekali singgah di dusun namun tidak menetap disini.Tidak adanya tenaga kesehatan yang menetap di desa, menyebabkan kurangnya informasi tentang pengetahuan kesehatan yang diperoleh masyarakat. Akibatnya mereka mencari pemahaman atau pengobatan sendiri dengan meramu, meracik dan membeli obat dari warung. Adanya “pulih” membuat takut orang luar desa yang hendak masuk ke dalam desa. Padahal mereka membutuhkan tenaga kesehatan seperti bidan, perawat serta guru di Desa Muroi Raya. Penangkal untuk “pulih” ini dengan menggunakan “danum tawar”. Pulih dipercaya masyarakat sebagai karya roh jahat dan danum tawar juga sangiang adalah karya roh baik yang menangkalnya. 7.2. Rekomendasi 1) Salah satu cara untuk menghilangkan pulih bisa dengan cara penyadaran masyarakat melalui media tokoh agama dan tokoh adat di desa. 258 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah 2) Penyadaran untuk mendidik warga desa melalui penyuluhan tentang faktor risiko tinggi kehamilan bisa melalui tradisi yang masih dilakukan masyarakat di desa ini yaitu melalui ritualmandi baya pada usia kehamilan 7 bulan. 3) Mendayagunakan sumber daya manusia yang ada di Desa Muroi Raya, agar kelak dapat menjadi tenaga kesehatan dan tenaga pendidik dengan status pegawai negeri (PNS). Sehingga dengan begitu, tenaga kesehatan dan pendidik dapat tinggal menetap di Desa Muroi Raya. 259 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 260 INDEKS A adat · 15, 19, 44, 50, 51, 60, 63, 69, 70, 71, 84, 91, 108, 125, 188, 210, 258 akses · 8, 14, 27, 28, 32, 45, 64, 219 aktifitas · 48, 150, 159, 162, 168, 184, 193, 202, 203, 207, 210 aktivitas · 15, 32, 39, 131, 135, 158, 162 Angka Kematian Ibu · 2 B bahasa · 5, 16, 24, 71, 79, 103, 104, 125, 134, 143, 169, 176, 230, 241 bidan kampung · 127, 138, 146, 147, 149, 150, 151, 152, 153, 154, 162, 163, 164, 165, 166, 167, 168, 170, 171, 172, 173, 177, 179, 195, 197, 243 Bidan Kampung · 11, 33, 34, 64, 147, 165 budaya · 1, 2, 4, 12, 13, 16, 35, 49, 51, 74, 75, 95, 105, 131, 148, 166, 197, 198, 207, 210 D daerah endemis · 9 danum tawar · 12, 88, 89, 123, 143, 163, 224, 226, 230, 233, 234, 235, 236, 237, 241, 248, 249, 258 Demografi · 2 E ekologi · 4 emik · 4, 5, 10 etnografi · 4, 16 F fasilitas kesehatan · 26, 29, 150, 154, 195, 197, 198, 199, 200, 209, 212, 213, 215, 230, 235, 236, 243 261 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 G J gaya hidup · 65 geografis · 61 jamban · 32, 43, 54, 67, 202 jangkauan · 9, 26, 27, 102 H K hamil · 11, 65, 117, 119, 121, 123, 126, 127, 131, 132, 134, 136, 137, 138, 139, 140, 141, 143, 145, 146, 147, 148, 149, 150, 151, 152, 155, 156, 158, 162, 163, 164, 165, 169, 170, 177, 195, 196, 198, 199, 212, 237, 238, 239, 240, 241, 242, 243, 246, 247, 249, 250, 251, 254 hantuen · 143, 181, 237, 238, 239, 249 Kaharingan · 14, 39, 50, 61, 63, 65, 73, 75, 77, 82 kandungan · 33, 34, 64, 113, 123, 126, 127, 132, 137, 139, 141, 144, 145, 146, 147, 149, 150, 151, 152, 154, 156, 165, 168, 195, 240, 242, 243, 246, 250, 255 kebijakan · 3, 44, 63 kebutuhan · 43, 44, 45, 59, 62, 95, 113, 191, 192, 207 keguguran · 11, 33, 64, 123, 149, 213, 240, 241, 242, 248, 249 kehamilan · 11, 33, 64, 100, 117, 118, 121, 127, 128, 131, 134, 138, 140, 143, 144, 145, 146, 147, 149, 150, 151, 155, 156, 165, 168, 169, 170, 195, 197, 200, 201, 220, 241, 242, 247, 248, 249, 250, 251, 252, 254, 255, 256, 259 kejadian · 15, 32, 65, 72, 86, 240, 241, 245, 251, 254, 255 kekerabatan · 4, 37, 91 kelahiran · 2, 34, 123, 131, 172 I ibu hamil · 11, 14, 131, 132, 134, 135, 136, 137, 138, 139, 140, 141, 143, 145, 146, 147, 150, 151, 152, 153, 154, 155, 156, 158, 162, 163, 164, 165, 168, 178, 196, 198, 199, 212, 220, 233, 237, 238, 239, 240, 243, 247, 249 262 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah kematian · 9, 10, 12, 13, 34, 79, 84, 96, 127, 136, 138, 142, 143, 144, 155, 167, 175, 181, 197, 209, 211, 212, 223, 225, 238, 244, 247, 250, 254, 255, 258 Kenakalan · 49 kepadatan · 2, 6, 53 kepemilikan · 96 kepemimpinan · 21 kepercayaan · 2, 68, 73, 79, 81, 85, 97, 99, 134, 138, 143, 153, 166, 168, 171, 183, 225, 235, 238 keresahan · 49 kesakitan · 34, 254 Kesehatan Ibu · 13, 14, 89 keselamatan · 63, 75, 79, 80, 137, 141, 166, 190, 228, 235 kesembuhan · 85, 86, 97, 224, 236, 245, 246 kesenian · 16, 17, 105, 107, 108 kesurupan · 229, 232, 250 khasiat · 233, 235, 246 komoditas · 44 kondisi geografis · 9 konflik · 38, 44, 49, 92, 93, 95, 257 konsep · 1, 7, 23, 39, 95, 96, 99, 158 konsumsi · 203, 239, 246 L larangan · 54, 124, 178 leluhur · 37, 39, 56, 59, 61, 65, 66, 78, 83, 84, 100, 257 lingkungan · 1, 8, 10, 16, 30, 49, 117, 158, 193, 208, 209, 211, 213, 216, 258 M makanan · 2, 56, 75, 89, 101, 102, 120, 124, 134, 136, 137, 138, 140, 159, 162, 174, 175, 178, 184, 190, 191, 193, 195, 196, 201, 203, 204, 205, 206, 217, 222, 223, 224, 225, 229, 232, 240, 248, 258 malaria · 3, 9, 148, 198, 208, 209, 211, 212, 213 masyarakat · 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 19, 20, 23, 24, 25, 26, 28, 32, 38, 41, 44, 45, 46, 48, 49, 50, 51, 52, 55, 58, 60, 61, 63, 74, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 85, 91, 92, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 101, 102, 103, 105, 107, 113, 114, 115, 117, 121, 125, 128, 131, 134, 135, 136, 137, 139, 140, 141, 143, 145, 148, 154, 155, 156, 158, 162, 165, 166, 167, 168, 169, 171, 172, 174, 177, 178, 263 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 179, 181, 185, 186, 188, 190, 194, 197, 198, 199, 200, 201, 203, 204, 207, 209, 210, 211, 212, 213, 215, 216, 219, 222, 225, 226, 227, 230, 233, 234, 235, 236, 238, 239, 242, 244, 245, 246, 247, 248, 249, 257, 258, 259 mata pencaharian · 16, 30, 54, 62, 113, 257 menstruasi · 33, 64, 118, 119, 121, 146, 148, 173, 241, 242, 254 metode · 4, 15, 84, 252 metodologi · 4 minuman · 43, 77, 89, 101, 102, 125, 162, 190, 195, 222, 223, 224 monografi · 39 N nenek moyang · 18, 37, 55, 59 nyanyian · 106, 108 P palas · 170, 171, 172 pantangan · 2, 101, 124, 134, 135, 136, 137, 138, 144, 145, 155, 162, 165, 168, 174, 175, 224, 240 patrilineal · 5 264 pedagang · 39, 42, 43, 68, 100, 101, 104, 115, 159, 204, 206, 226, 246 pekerjaan · 39, 41, 62, 80, 109, 115, 128, 131, 144, 158, 165, 216, 240, 246, 257 pelaku budaya · 4 pelayanan · 8, 9, 14, 27, 29, 52, 98, 102, 103, 151, 197, 199, 200, 203, 213, 220, 221, 245, 248, 256 pelayanan kesehatan · 8, 9, 14, 102, 151, 197, 200, 203, 213, 221 pemahaman · 4, 96, 173, 179, 202, 220, 258 pembangunan · 3, 6, 26, 39, 93, 95, 131 pemekaran · 6, 7, 8, 10, 26, 38 pemukiman · 6, 25, 39, 43, 56, 59, 60, 61, 69, 216, 257 pendatang · 17, 18, 40, 67, 68, 90, 93, 104, 214 penduduk · 2, 5, 6, 9, 18, 25, 28, 30, 32, 38, 39, 42, 44, 52, 53, 54, 55, 101, 102, 113, 140, 171, 216, 227, 234 pengetahuan · 2, 3, 11, 16, 100, 101, 118, 119, 121, 128, 177, 178, 194, 196, 200, 201, 203, 212, 215, 225, 247, 258 Pengobat Danum Tawar · 11 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah pengobat tradisional · 100, 108, 109, 195, 224, 229, 232, 233 pengobatan · 3, 44, 73, 82, 84, 85, 88, 97, 98, 100, 104, 108, 126, 127, 154, 162, 163, 165, 166, 169, 174, 175, 184, 185, 186, 196, 198, 199, 203, 211, 212, 214, 224, 227, 228, 229, 230, 231, 232, 233, 234, 235, 236, 237, 238, 241, 244, 245, 248, 257, 258 penyakit · 1, 3, 8, 9, 11, 12, 13, 15, 18, 57, 66, 79, 82, 85, 86, 87, 95, 97, 99, 103, 108, 122, 123, 124, 148, 174, 179, 181, 183, 184, 185, 190, 198, 199, 208, 209, 211, 212, 213, 214, 215, 216, 222, 224, 227, 228, 229, 231, 232, 233, 234, 235, 236, 241, 244, 247, 250, 253, 257 penyakit menular · 8, 12, 13, 122, 209, 212, 213 penyakit tidak menular · 12, 13 peran domestik · 203 perawatan · 134, 168, 171, 172, 173, 174, 178, 181, 195, 197, 200, 201, 215 perempuan · 33, 52, 54, 63, 64, 119, 121, 129, 148, 170, 173, 181, 187, 188, 193, 199, 203, 204, 206, 242, 249 perilaku · 4, 8, 12, 13, 65, 134, 135, 137, 144, 148, 168, 197, 198, 201, 203, 207, 209 perilaku hidup bersih dan sehat · 12, 13, 148, 197, 198 perjalanan · 24, 27, 32, 42, 46, 64, 149, 212, 214 perkawinan · 18, 63, 69, 103, 106 perkelahian · 43, 49, 59, 125 perkembangan · 6, 23, 38, 41, 115, 117, 169, 191, 194 permasalahan · 1, 2, 10, 13, 49, 60, 91, 102, 125, 148, 165, 177, 179, 198, 199 pernikahan · 33, 63, 64, 65, 91, 105, 106, 107, 121, 128, 148, 193, 194, 196, 206, 242, 247, 248, 249 persaingan · 19, 89, 223, 226 persalinan · 9, 14, 100, 135, 136, 137, 140, 145, 149, 150, 151, 154, 155, 156, 158, 162, 163, 164, 165, 166, 168, 170, 171, 172, 173, 174, 175, 177, 195, 197, 198, 200, 229, 232, 238, 243, 255 persepsi · 1, 95 perumahan · 40 petugas kesehatan · 98, 146, 199, 200, 237, 241, 244, 246, 247 praktek · 3, 29, 33, 64, 149, 243 265 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 predisposisi · 255 proaktif · 11 produktif · 63 Program Transmigrasi · 22 provider · 29, 100 pulih · 12, 89, 96, 98, 222, 223, 224, 225, 226, 229, 232, 233, 236, 257, 258 R ramuan · 127, 140, 167, 169, 214, 248 rekomendasi · 35, 245 religi · 16, 71, 72 remaja · 49, 50, 117, 118, 119, 121, 122, 123, 124, 125, 129, 148, 149, 181, 188, 203, 204, 242, 247, 254 resiprositas · 94, 107 ritual · 10, 65, 74, 75, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 86, 97, 104, 105, 108, 134, 140, 146, 153, 170, 171, 172, 185, 186, 187, 188, 189, 190, 206, 259 roh jahat · 18, 66, 88, 89, 97, 99, 141, 143, 181, 225, 226, 229, 232, 238, 240, 244, 250, 257, 258 rumah panggung · 6, 70, 77, 131, 185, 210, 236 rumah sakit · 35, 86, 100, 126, 149, 152, 211, 212, 214, 226, 266 230, 236, 239, 240, 243, 245, 255 S Sangiang · 11, 73, 84, 85, 86, 88, 104, 257 sehat-sakit · 2 sejarah · 12, 13, 15, 17, 20, 35, 36, 37, 38, 70 sesajen · 77, 78, 81, 140, 171, 185 sosial · 2, 12, 13, 16, 48, 95, 96, 105, 131 spesifik lokal · 3 suasana · 43, 95, 129 swadaya · 7, 44 T tanaman · 1, 7, 27, 30, 45, 53, 54, 56, 57, 58, 96, 100, 114, 136, 137, 139, 147, 156, 167, 176, 185 Tarian · 78, 105, 106 teknologi · 4, 16, 17 tenaga kesehatan · 9, 51, 145, 146, 177, 196, 197, 200, 211, 220, 221, 230, 235, 236, 241, 243, 244, 246, 247, 255, 258, 259 teritorial · 7 Tjilik Riwut · 20, 21, 22, 70 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah tradisi · 1, 14, 19, 71, 95, 134, 141, 145, 152, 154, 166, 170, 171, 174, 175, 177, 179, 181, 186, 200, 202, 210, 259 tradisional · 10, 53, 70, 100, 108, 111, 112, 126, 127, 132, 147, 152, 154, 156, 163, 165, 166, 167, 169, 170, 173, 174, 175, 176, 177, 181, 184, 185, 195, 214, 224, 227, 228, 229, 230, 231, 232, 234, 235, 237, 241, 244, 245, 248, 257 transportasi · 5, 6, 23, 27, 28, 34, 46, 53, 62, 102, 113, 120, 219, 235, 245 U unsur budaya · 16 267 GLOSARIUM Bakas Bihin Biti Danum Tawar = = = = Indu Itah Ketun Lewu Mamapas Lewu Manjawi Manyadingen = = = = = = = Meruyan Pahelat Pahingen Pahuni Palas Bidan Palis = = = = = = Pelusur = Penduduk = tua dulu badan air yang telah di doakan oleh orang yang di anggap pintar ibu kita Kalian desa membersihkan Desa meraih atau menggapai ritual mendinginkan anak. Tujuannya agar anak diberi kesehatan dan dihindarkan dari roh-roh jahat. darah yang keluar pada saat ibu nifas benda untuk mengusir roh-roh jahat pantangan perilaku ibu hamil pangan makanan ibu hamil membalas jasa bidan jimat yang digunakan oleh ibu hamil atau anak bayi. Tujuannya agar dilindungi dari roh-roh jahat dan diberi keselamatan. benda atau tata cara yang dipercayai untuk memperlancar persalinan sesajen 268 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Sangiang Uluh Jukung Mandau Puya = ritual pengobatan tradisional melalui media dukun yang dirasuki oleh roh-roh baik = orang = Perahu tanpa mesin = Semacam pedang khas Kalimantan yang digunakan untuk menebas semak belukar dan dalam keadaan terdesak digunakan untuk alat pertahanan diri dari serangan binatang buas. = Pasir yang didalamnya mengandung 12 unsur logam seperti emas, perak, emas putih, tembaga, dll. 269 DAFTAR PUSTAKA Ahimsa Putra, Heddy Shri. Etnosains dan Etnometodologi: Sebuah Perbandingan. Jurnal Masyarakat Indonesia. Universitas Gadjah Mada. Angkasawati, Tri Juni. Protokol Penelitian Riset Khusus Budaya Kesehatan 2014. Surabaya: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Badan Pusat Statistik Kabupaten Kapuas. Kapuas Dalam Angka 2013 Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas. Profil Kesehatan Kabupaten Kapuas 2012 Florus, Paulus, dkk. (ed). 1994. Kebudayaan Dayak. Aktualisasi dan Transformasi. Jakarta: P3S-Institute of Dayakology Research and Development dengan Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Koentjaraningrat.1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Laksono,P.M.dkk. 2006. “Pergulatan Identitas Dayak dan Indonesia Belajar Dari Tjilik Riwut” Yogyakarta: Pusat Studi Asia Pasifik bekerjasama dengan Galang Press. Nuraini, Syarifah., dkk. 2012. Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak. “Etnik Dayak Siang Murung, Desa Dirung Bakung, Kecamatan Tanah Siang, Kabupaten Murung Raya, Provinsi Kalimantan Tengah”. Pusat Humaniora, Kebijakan 270 Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Priyatmono, Gutomo. 2007. Bermain dengan Kematian. “Potret Kegagalan Pembangunan Kesehatan Monokultur di Negeri 1001 Penyakit”. Yogyakarta: Kanisius. Ratnawati, Atik Tri.,dkk.2005. Masalah Kesehatan dalam Kajian Ilmu Sosial-Budaya. Yogyakarta: Kepel Press. Suseno, Nila (ed). 2003. Maneser Panatau Tatu Hiang. Menyelami Kekayaan Leluhur. Palangkarya: Pusaka Lima. Spradley, James P.,1997. Metode Etnografi.Yogyakarta: PT Tiara Wacana. SUMBER INTERNET http:// Wikipedia.org/wiki/Suku-Dayak-Ngaju http://pkmdanaurawah.blogspot.com http://www.kapuas.info/2012/10/dr-susanto-dokter-puskesmasdanau-rawah.html) 271 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 272