Tetesan Danum Tawar di Dusun Seribu Akar

advertisement
Tetesan Danum Tawar
di Dusun Seribu Akar
Septa Agung Kurniawan
Fransisca Sri Hartatik
Isabella Jeniva
Gurendro Putro
i
Tetesan Danum Tawar di Dusun Seribu Akar
©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan
dan Pemberdayaan Masyarakat
Penulis
Septa Agung Kurniawan
Fransisca Sri Hartatik
Isabella Jeniva
Gurendro Putro
Editor
Gurendro Putro
Desain Cover
Agung Dwi Laksono
Cetakan 1, November 2014
Buku ini diterbitkan atas kerjasama
PUSAT HUMANIORA, KEBIJAKAN KESEHATAN
DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Badan Penelitan dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Jl. Indrapura 17 Surabaya
Telp. 031-3528748, Fax. 031-3528749
dan
LEMBAGA PENERBITAN BALITBANGKES (Anggota IKAPI)
Jl. Percetakan Negara 20 Jakarta
Telepon: 021-4261088; Fax: 021-4243933
e mail: [email protected]
ISBN 978-602-1099-20-9
Hak cipta dilindungi undang-undang.
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan
dengan cara apa pun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis
dari penerbit.
ii
Buku seri ini merupakan satu dari dua puluh buku hasil
kegiatan Riset Etnografi Kesehatan Tahun 2014 di 20 etnik.
Pelaksanaan riset dilakukan oleh tim sesuai Surat Keputusan
Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat Nomor HK.02.04/1/45/2014, tanggal 3 Januari 2014,
dengan susunan tim sebagai berikut:
Pembina
: Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI.
Penanggung Jawab
: Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan
Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat
Wakil Penanggung Jawab : Dr. dr. Lestari H., MMed (PH)
Ketua Pelaksana
: dr. Tri Juni Angkasawati, MSc
Ketua Tim Teknis
: dra. Suharmiati, M.Si
Anggota Tim Teknis
: drs. Setia Pranata, M.Si
Agung Dwi Laksono, SKM., M.Kes
drg. Made Asri Budisuari, M.Kes
Sugeng Rahanto, MPH., MPHM
dra.Rachmalina S.,MSc. PH
drs. Kasno Dihardjo
Aan Kurniawan, S.Ant
Yunita Fitrianti, S.Ant
Syarifah Nuraini, S.Sos
Sri Handayani, S.Sos
iii
Koordinator wilayah
:
1. dra. Rachmalina Soerachman, MSc. PH : Kab. Boven Digoel
dan Kab. Asmat
2. dr. Tri Juni Angkasawati, MSc : Kab. Kaimana dan Kab. Teluk
Wondama
3. Sugeng Rahanto, MPH., MPHM : Kab. Aceh Barat, Kab. Kep.
Mentawai
4. drs. Kasno Dihardjo : Kab. Lebak, Kab. Musi Banyuasin
5. Gurendro Putro : Kab. Kapuas, Kab. Landak
6. Dr. dr. Lestari Handayani, MMed (PH) : Kab. Kolaka Utara,
Kab. Boalemo
7. Dr. drg. Niniek Lely Pratiwi, M.Kes : Kab. Jeneponto, Kab.
Mamuju Utara
8. drg. Made Asri Budisuari, M.Kes : Kab. Sarolangun, Kab.
Indragiri Hilir
9. dr. Betty Roosihermiatie, MSPH., Ph.D : Kab. Sumba Timur.
Kab. Rote Ndao
10. dra. Suharmiati, M.Si : Kab. Buru, Kab. Cirebon
iv
KATA PENGANTAR
Mengapa Riset Etnografi Kesehatan 2014 perlu dilakukan ?
Penyelesaian masalah dan situasi status kesehatan
masyarakat di Indonesia saat ini masih dilandasi dengan
pendekatan logika dan rasional, sehingga masalah kesehatan
menjadi semakin komplek. Disaat pendekatan rasional yang sudah
mentok dalam menangani masalah kesehatan, maka dirasa perlu
dan penting untuk mengangkat kearifan lokal menjadi salah satu
cara untuk menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat. Untuk
itulah maka dilakukan Riset Etnografi sebagai salah satu alternatif
mengungkap berbagai fakta kehidupan sosial masyarakat terkait
kesehatan.
Dengan mempertemukan pandangan rasional dan
indigenous knowledge (kaum humanis) diharapkan akan
menimbulkan kreatifitas dan inovasi untuk mengembangkan caracara pemecahan masalah kesehatan masyarakat. Simbiose ini juga
dapat menimbulkan rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa
kebersamaan (sense of togetherness) dalam menyelesaikan
masalah untuk meningkatkan status kesehatan di Indonesia.
Tulisan dalam buku seri ini merupakan bagian dari 20 buku
seri hasil Riset Etnografi Kesehatan 2014 yang dilaksanakan di
berbagai provinsi di Indonesia. Buku seri ini sangat penting guna
menyingkap kembali dan menggali nilai-nilai yang sudah tertimbun
agar dapat diuji dan dimanfaatkan bagi peningkatan upaya
pelayanan kesehatan dengan memperhatikan kearifan lokal.
Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh informan,
partisipan dan penulis yang berkontribusi dalam penyelesaian buku
seri ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan-Kementerian Kesehatan
v
RI yang telah memberikan kesempatan pada Pusat Humaniora
untuk melaksanakan Riset Etnografi Kesehatan 2014, sehingga
dapat tersusun beberapa buku seri dari hasil riset ini.
Surabaya, Nopember 2014
Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat
Badan Litbang Kementerian Kesehatan RI.
drg. Agus Suprapto, M.Kes
vi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
v
vii
xii
xiii
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1. Latar Belakang Penelitian
1.2. Status Kesehatan Kabupaten Kapuas
1.3. Permasalahan Penelitian
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1.Tujuan Umum
1.4.2. Tujuan Khusus
1.5. Metode Penelitian
1.5.1. Penentuan Lokasi Penelitian
1.5.2. Cara Pengumpulan Data
1.5.3. Cara Analisis Data
1
5
12
13
13
13
13
13
15
15
BAB 2 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN PANTAR KABALI DAN
TAPIAN KARAHAU: JENDELA POTRET ETNIK DAYAK
NGAJU DI MUROI RAYA
17
2.1. Sejarah Kalimantan yang Berdampak di Kehidupan
Keseharian Warga Muroi Raya
2.1.1. Kabupaten Kapuas dan Budaya Sungai
2.1.2. Puskesmas Danau Rawah: Puskesmas Terpencil dan
Terisolir
2.1.3. Gambaran Sekilas Masyarakat Desa Danau Rawah
yang Tinggal di Dekat Puskesmas
2.1.4. Sejarah Dusun Pantar Kabali
17
vii
22
25
30
35
2.1.5. Sejarah Dusun Tapian Karahau
2.1.6. Perkembangan Desa Muroi Raya
2.1.7. Sejarah Masuknya Tenaga Kesehatan
2.2. Geografi dan Kependudukan
2.2.1.Air Sungai dan Sumber Air Minum
2.2.2. Kondisi Geografis Dusun Pantar Kabali
2.2.3. Kondisi Geografis Dusun Karahau
2.2.4. Kependudukan
2.2.5. Pola Tempat Tinggal Etnik Dayak, Etnik Banjar, dan
Pendatang Dari Luar Kalimantan
2.2.6. Pola Pemukiman Yang Menunjang Kesehatan
2.3. Sitem Religi
2.3.1. Kosmologi
2.3.2. Praktek Keagamaan dan Kepercayaan Tradisional
2.3.3. Pengobatan Sangiang
2.3.4. Besumuk
2.3.5. Pengobatan Danum Tawar
2.4. Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan
2.4.1. Keluarga Inti
2.4.2. Sistem Kekerabatan
2.4.3. Sistem Kemasyarakatan dan Politik Lokal
2.5. Pengetahuan Tentang Kesehatan
2.5.1. Konsepsi Mengenai Sehat dan Sakit
2.5.2. Pengetahuan Tentang Obat Tradisional
2.5.3. Pengetahuan Tentang Biomedikal
2.5.4. Pengetahuan Tentang Makanan dan Minuman
2.5.5. Pengetahuan Tentang Pelayanan Kesehatan
2.5.6. Persepsi Masyarakat Tentang Pelayanan Kesehatan
2.6. Bahasa
2.6.1. Bahasa Dayak Ngaju
2.6.2. Bahasa Banjar
2.6.3. Bahasa Indonesia
viii
39
41
51
52
52
54
61
63
65
70
71
71
73
84
88
88
89
89
90
91
95
95
100
100
101
102
102
103
103
104
104
2.6.4. Bahasa Sangiang dan Kadorih
2.7. Kesenian
2.7.1. Tarian Manasai
2.7.2. Organ Tunggal dan Dangdut
2.7.3. Musik Tradisional Kecapi
2.8. Mata Pencaharian
2.8.1. Kebun Karet Rakyat
2.8.2. Para Penambang Emas dan Puya
2.9. Teknologi dan Peralatan
104
105
105
107
108
109
109
110
113
BAB 3 POTRET KESEHATAN IBU DAN ANAK DI DESA MUROI
RAYA
117
3.1. Kondisi Pra Hamil di Desa Muroi Raya
3.1.1. Pengetahuan Remaja tentang Reproduksi
3.1.2. Pasangan Suami Istri yang Istrinya Belum Pernah
Hamil
3.2. Kondisi Kehamilan di Desa Muroi Raya
3.2.1. Pendapat Masyarakat Terhadap Kehamilan
3.2.2. Tradisi Masyarakat dalam Perawatan Kehamilan
3.2.3. Peran Suami dalam Perawatan Kehamilan
3.2.4. Pola Pemeriksaan Kehamilan
3.2.5. Permasalahan Kesehatan Pada ibu Hamil
3.2.6. Permasalahan Ibu Hamil yang Terlacak oleh Petugas
Kesehatan
3.2.7. Perilaku Ibu Hamil Ketika Sakit
3.3. Kondisi Menjelang Persalinan di Desa Muroi Raya
3.3.1. Pendapat Masyarakat Menjelang Persalinan
3.3.2. Tradisi Ibu Hamil Menjelang Persalinan
3.3.3. Cara Tradisional Memperlancar Persalinan
3.3.4. Perilaku Keseharian Keluarga dan Ibu Hamil
3.4. Proses Persalinan di Desa Muroi Raya
3.4.1. Alat yang digunakan dalam Proses Persalinan
117
117
126
ix
131
131
134
143
145
147
148
149
150
151
152
154
158
162
164
3.4.2. Tata Cara Persalinan oleh Bidan Kampung
3.4.3. Upaya Membatasi Kehamilan
3.5. Kondisi Setelah Persalinan Ibu Hamil
3.5.1. Tradisi yang Dilakukan Pasca Persalinan
3.5.2. Cara Perawatan Bayi
3.5.3. Tradisi Masyarakat terhadap Ari-Ari Bayi Baru Lahir
3.6. Kondisi Masa Nifas Ibu Setelah Melahirkan
3.6.1. Pantangan Makanan Pada Masa Nifas
3.6.2 Obat Tradisional Pada Masa Nifas
3.7. Kondisi Ibu Menyusui di Desa Muroi Raya
3.8. Kondisi Neonatus dan Bayi di Desa Muroi Raya
3.8.1. Cara Perawatan Neonatus
3.8.2. Cara Memandikan Bayi
3.8.3. Pola Asuh Bayi
3.8.4. Jimat yang Digunakan oleh Bayi
3.9. Kondisi Anak dan Balita di Desa Muroi Raya
3.9.1. Pengobatan Tradisional Pada Anak
3.9.2. Ritual Manyadingen/Saki Mandai Anak
3.9.3. Pola Asuh Anak di Desa Muroi Raya
3.9.4 Kondisi Malnutrisi Pada Anak
165
169
170
170
172
174
174
174
175
177
178
178
179
181
181
184
184
186
191
194
BAB 4 BUDAYA PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT
MASYARAKAT DI DESA MUROI RAYA
197
4.1. Persalinan oleh Tenaga Kesehatan
4.2. Penimbangan Bayi dan Balita
4.3. Pemberian ASI Eksklusif
4.4. Mencuci Tangan dengan Air Bersih dan Sabun
4.5. Pemakaian Jamban Sehat
4.6. Aktivitas Fisik Masyarakat Desa Muroi Raya
4.7. Konsumsi Buah dan Sayur
4.8. Kegiatan Merokok Masyarakat
4.9. Penggunaan Air Bersih
197
200
201
201
202
203
204
206
207
x
4.10. Pemberantasan Jentik Nyamuk
208
BAB 5 PENYAKIT YANG DOMINAN DIDERITA MASYARAKAT
DI DESA MUROI RAYA
209
5.1. Malaria dan Demam Berdarah
5.2. Diare
5.3. ISPA
5.4. Hipertensi
209
213
215
216
BAB 6 TETESAN DANUM TAWAR DI DUSUN SERIBU AKAR
219
6.1. Letak Desa dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
6.2. Kepercayaan Masyarakat Mengenai Penyakit Akibat
Pulih
6.2.1. Danum Tawar Sebagai Pengobatan Tradisional Etnik
Dayak Ngaju di Muroi Raya
6.2.2. Pengobatan Tradisonal Melalui Media Danum Tawar
6.3. Khasiat Danum Tawar Menurut Masyarakat
6.4. Penyakit yang Disembuhkan Melalui Media Pengobatan
Danum Tawar
6.5. Gambaran Perspektif Masyarakat Mengenai Kematian
Ibu di Desa Muroi Raya
6.5.1. Gambaran Perspektif Tenaga Kesehatan Mengenai
Kematian Ibu di Desa Muroi Raya
6.5.2. Gambaran Perspektif Perangkat Desa Mengenai
Kematian Ibu di Desa Muroi Raya
6.6. Gambaran Perspektif dalam Ilmu Kesehatan Mengenai
Kematian Ibu dan Balita di Desa Muroi Raya
6.6.1. Definisi Pre Eklamsia
6.6.2. Tanda-tanda Pre Eklamsia
6.6.3. Golongan Pre Eklampsia
6.6.4. Faktor Risiko Pre Eklampsia
6.6.5. Pencegahan Pre Eklampsia dan Eklampsia
219
222
xi
227
230
235
236
238
241
247
249
250
251
253
254
254
BAB 7 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
257
7.1. Kesimpulan
7.2. Rekomendasi
257
258
INDEKS
GLOSARIUM
DAFTAR PUSTAKA
261
268
270
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Data Penduduk di Kapuas Tahun 2013
xiii
65
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Puskesmas Danau Rawah
Gambar 2.2. Jalan Darat Menuju Puskesmas Danau Rawah
Gambar 2.3. Hasil Karet yang Disimpan di Bawah Kolong
Rumah
Gambar 2.4. Denah Kebun Karet Milik Rakyat di Dusun
Pantar Kabali
Gambar 2.5. Pahelat
Gambar 2.6. Rumah Etnik Banjar
Gambar 2.7. Manyadingen Anak
Gambar 2.8. Tarian Manasai
Gambar 2.9. Dangdutan
Gambar 2.10. Pohon Karet Yang Diambil Getahnya
Gambar 2.11. Mendulang Puya
Gambar 2.12. Lanting
Gambar 2.13. Sambang
Gambar 3.1. Daun pohon nangka yang telah kering
dibakar untuk mempercepat proses penyembuhan
luka setelah sunat
Gambar 3.2. Prosesi Tampung Tawar Pada Pernikahan
Salah Seorang Remaja di Desa Muroi Raya
Gambar 3.3 Lanting Tempat Penambang Emas dan Puya
Gambar 3.4. Ramuan akar-akaran untuk mendapatkan
kehamilan
Gambar 3.5. Seorang Nenek yang Sedang Menganyam
sebuah Lontong
Gambar 3.6. Seorang Anak Menggunakan Lontong untuk
Mengambil Air Minum di Sungai
xiv
26
29
31
57
66
68
76
106
107
109
111
113
114
120
122
124
128
130
130
Gambar 3.7. Ibu Hamil yang Melakukan Aktivitas Mandi di
Sungai
Gambar 3.8. Seorang Ibu Hamil sedang Mengambil Air di
Sungai dengan Menggunakan Jerigen
Gambar 3.9. Sayur Kelakai yang Dikonsumsi Ibu Hamil di
Desa Muroi Raya
Gambar 3.10. Tanaman Kelakai (Stenochlaena palustris
Bedd)
Gambar 3.11. Palis yang Dipasang Pada Kedua Ibu Jari Kaki
Gambar 3.12. Kedua Ibu Jari Kaki Ibu Hamil Menggunakan
Palis
Gambar 3.13. Mangkok Putih Polos yang Digunakan untuk
Ritual
Gambar 3.14. Sebuah Balayung yang Digunakan untuk
Ritual
Gambar 3.15. Daun Pawah sebagai Tanaman Palusur Ibu
Hamil
Gambar 3.16. Daun Uru Hapit sebagai Tanaman Palusur
Ibu Hamil
Gambar 3.17. Seorang Ibu yang Sedang Mencuci Bahan
Makananyang Akan Diolah Menjadi Sayur
Gambar 3.18. Kondisi Sampah yang Dibuang Langsung di
Bawah Kolong Rumah Tempat Tinggal Warga
Gambar 3.19. Penggunaan Alat Memasak Di Desa Muroi
Raya yang Sudah Menggunakan Kompor Sumbu
Gambar 3.20. Akar Kayu yang digunakan Ibu Pasca
Melahirkan Sebagai Obat Tradisional
Gambar 3.21. Cara Memandikan Bayi di Desa Muroi Raya
Gambar 3.22. Ibu Meletakkan Bayi di dalam Pangkuannya
yang Telah Dilapisi Sebuah Kain Bahalai
Gambar 3.23. Palis yang Digunakan oleh Seorang Bayi
pada Lengan Kirinya
xv
133
133
138
139
142
142
153
154
157
157
159
160
161
176
179
180
182
Gambar 3.24. Kulit Kayu Hanyer Bajai yang Digunakan
Sebagai Palis (Jimat) untuk Bayi
Gambar 3.25. Persyaratan dan Perlengkapan dalam Ritual
Manyadingen
Gambar 3.26. Seorang Ibu Menyiapkan Kain Bahalai Pada
Acara Ritual Manyadingen
Gambar 3.27. Tampung Tawar dalam Ritual Manyadingen
Gambar 3.28. Seorang Ayah Sedang Memandikan Anak
Perempuannya di Sungai Pantar
Gambar 3.29. Kegiatan Bernyanyi dan Berjoged oleh Anakanak di Desa Muroi Raya
Gambar 4.1. Sayur Hasil Ladang
Gambar 4.2. Ibu Sedang Menumbuk Daun Singkong
Gambar 5.1. 10 Besar Penyakit di Puskesmas Danau
Rawah
Gambar 6.1. Salah Satu Contoh Buku KIA Pada Lembar
Pencatatan Pemberian Imunisasi Milik Salah
Seorang Ibu di Desa Muroi Raya
Gambar 6.2. Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang
TidakDimanfaatkan Lagi di Desa Muroi Raya (Dusun
Pantar Kabali)
Gambar 6.3. Masyarakat Desa Muroi Raya Meminta
Danum Tawar dari Beberapa Ulama yang Dapat
Melakukan Pengobatan Menawar
xvi
183
188
189
190
192
194
205
205
216
220
221
231
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Setiap kelompok masyarakat tertentu mempunyai
persepsi kesehatan (konsep sehat sakit) yang berbeda. Seseorang
dikatakan sehatdalam komunitas tertentu jika dia sehat secara
fisik, jiwa, dan rohaninya. Ada lagi komunitas yang mengatakan
bahwa tidak cukup orang itu dikatakan sehat jika mementingkan
diri sendiri tanpa mementingkan lingkungan masyarakat di
sekitarnya. Hal ini sangat ditentukan oleh kebudayaan
masyarakat yang bersangkutan. Menurut filosofi bahwa manusia
itu harus menjaga hubungan dengan dunia bawah (tanaman,
hewan, air, lingkungan fisik), dengan dunia tengah (dengan
sesama manusia) dan dunia atas (hubungan manusia dengan roh
dan Tuhan).
Setiap orang yang terganggu kesehatannya akan mencari
jalan untuk menyembuhkan diri dari gangguan kesehatan atau
penyakit yang dideritanya. Upaya pencarian kesehatan ini bisa
dilakukan sendiri maupun minta pertolongan ke orang lain.
Usahatersebut
merupakan upaya
manusia
mengatasi
permasalahan kesehatan.
Masyarakat memiliki budaya yang menyesuaikan
lingkungan dimana dia tinggal, tradisi turun temurun, memiliki
potensi yang besar mempengaruhi kesehatan baik dari sisi
1
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
negatif maupun positif. Tradisi-tradisi yang negatif ini bisa
menjadi permasalahankesehatan. Hal itu tidak terlepas dari
faktor sosial budaya dan lingkungan dimana mereka berada.
Faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi
mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab-akibat antara
makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan, dan pengetahuan
tentang kesehatan menjadi penentu derajat kesehatan.
Survei Demografidan Kesehatan Indonesia (SDKI) pernah
melakukan penelitian antara tahun 2007 sampai 2010. Hasil dari
penelitian ini menyebutkan bahwa angka Kematian Ibu (AKI) ada
peningkata dari 228 menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup
sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) mengalami penurunan
dari 34 menjadi 32 per 1000 kelahiran hidup. Dari data ini
menunjukkan ada peningkatan pada Angka Kematian Ibu dan ada
penurunan pada Angka Kematian Bayi. Sementara Angka
Kematian Ibu (AKI) Indonesia tertinggi di ASEAN.
Kementerian kesehatan mempunyai harapan berdasar
kesepakatan global MDGs (Millenium Development Goals),
diharapkan tahun 2015 AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran
hidup dan AKB menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup. Harapan
pencapaian ini di Indonesia juga tidak bisa disamakan per
kabupaten sebab beragamnya angka kepadatan penduduk di
Indonesia dengan luas wilayah per kabupaten juga berbeda. Hal
ini menjadikan hal yang spesifik di masing-masing daerah
menjadi permasalahan tersendiri. Hal ini juga dikatakan oleh
Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan di Dinas Kesehatan
Kabupaten Kapuas bahwa Kapuas atau wilayah Kalimantan pada
umumnya tidak bisa disamakan dengan Jawa yang jumlah
penduduknya perkilometer perseginya sangat berbeda jauh
kepadatannya.
Masalah kesehatan terkait sosial budaya masyarakat
menjadi permasalahan yang memerlukan suatu kajian lebih
2
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
mendalam dan spesifik di setiap daerah dengan etnis tertentu.
Masalah kesehatan yang spesifiklokal terkait dengan sosial
budaya setempat perlu digali guna mengetahui permasalahan
mendasar sehingga bisa dilakukan perbaikan atau diberdayakan
bagi budaya yang berdampak positif bagi kesehatan. Berdasar
budaya yang sudah terpantau tersebut, program kesehatan
dapat dirancang untuk meningkatkan status kesehatan sesuai
dengan permasalahan spesifik lokal. Dalam proses ini pendekatan
budaya merupakan salah satu cara yang penting dan tidak bisa
diabaikan.1
Salah satu contoh bagaimana pembangunan di sektor
kesehatan telah memarginalkan atau bahkan membunuh
berbagai bentuk kreasi dan pengetahuan lokal adalah buku yang
ditulis Gutomo Priyatmono yang berjudul Bermain dengan
Kematian: Potret Kegagalan Pembangunan Kesehatan
Monokultur di Negeri 1001 Penyakit. Pembangunan nasional
yang seharusnya bersifat multikultur dalam praktek menjadi
tereduksi ke dalam kebijakan yang bersifat monokultur yang
berakibat membatasi ruang gerak masyarakat. Kongkretnya,
menurut penulis buku ini, pembangunan kesehatan di bidang
malaria telah membunuh pengetahuan lokal tentang kesehatan
masyarakat dalam kaitannya dengan pengetahuan penyakit
malaria itu sendiri. Pengetahuan masyarakat tentang penyakit
dan pengobatan malaria yang secara kultur telah ada sebelum
kebijakan pemerintah masuk menjadi termarginalkan dan justru
mendatangkan kebingungan masyarakat yang bersangkutan.2
1
Protokol Riset Etnografi Kesehatan 2014
2
Heru Nugroho (Mewaspadai Pembangunan yang Menggusur Lokalitas)
sebuah Pengantar dalam buku “Bermain dengan Kematian: Potret Kegagalan
Pembangunan Monokultur di Negeri 1001 Penyakit”
3
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Budaya ini terkait dengan ide gagasan, pola perilaku, dan
tindakan yang dilakukan seseorang dalam upaya pencarian untuk
mewujudkan kesehatan dirinya. Tindakan dan perilaku
keseharian dipengaruhi oleh pemahaman budaya yang tertanam
dalam dirinya. Sehingga apa yang dipahaminya sangat subyektif,
karena menurut orang tersebut itulah hal terbaik dari apa yang
diketahuinya. Terlepas hal itu salah atau benar menurut orang di
sekitarnya.
Sehingga dalam pendekatan budaya ini ada istilah emik
dan etik.Emik itu adalah pandangan menurut pelaku budaya
sedangkan etik adalah penilaian orang luar terhadap pelaku
budaya tersebut. Penulisan secara emik dan etik ini akan
menghasilkan suatu tulisan yang utuh dalam istilah lain disebut
holistik atau menyeluruh. Tulisan tentang suatu etnis tertentu itu
disebut dengan etnografi.
Dalam perkembangannya etnografi juga tidak lepas dari
perdebatan para ahli yang saling mengkritik atas metodologi
yang digunakan oleh mereka. Menurut Goodenough (1964 : 7-9)
ada tiga masalah pokok. Pertama mengenai ketidaksamaan data
etnografi yang disebabkan oleh perbedaan minat di kalangan ahli
antropologi sendiri. Misalnya, karena begitu tertarik pada sistem
kekerabatan maka dalam etnografinya hal-hal yang bersangkutan
dengan sistem kekerabatan itulah yang diuraikan dengan sangat
mendalam, sedangkan masalah yang berkaitan dengan agama,
ekologi dan teknologi tidak begitu diperhatikan. Kedua, masalah
sifat data itu sendiri, artinya seberapa jauh data yang tersedia
benar-benar dapat dibandingkan, atau seberapa jauh data
tersebut bisa dikatakan melukiskan gejala yang sama dari
masyarakat yang berbeda, mengingat para ahli antropologi
menggunakan metode yang berbeda dalam mendapatkan data
tersebut, disamping tujuan mereka yang berlainan pula. Ketiga
menyangkut soal klasifikasi. Agar data dapat dibandingkan
4
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
biasanya diadakan pengklasifikasian terlebih dahulu, dan di sini
diperlukan kriteria lagi yang rupanya antara ahli antropologi
sendiri juga terdapat perbedaan. Sebagai contoh bisa kita ambil
misalnya penggolongan suatu Etnik bangsa dalam kelompok
dengan sistem patrilineal, double descent, atau matrilineal.
Beberapa masalah diatas menimbulkan kesadaran di
kalangan ahli antropologi akan kelemahan cara pelukisan
kebudayaan yang selama ini ditempuh, dan ini mendorong
mereka untuk mencari model yang lebih tepat. Salah satu model
yang kemudian dipakai adalah linguistik (Goodenogh, 1964a;
1964b), yakni dari fonologi. Dalam cabang ilmu ini dikenal dua
cara penulisan bunyi bahasa, yaitu secara fonemik dan fonetik.
Fonemik menggunakan cara penulisan bunyi bahasa menurut
cara yang digunakan oleh si pemakai bahasa sedang fonetik
adalah sebaliknya, yakni memakai simbol bunyi bahasa yang ada
pada si peneliti (ahli bahasa) atau alphabet fonetia. Cara
pelukisan seperti itu dalam antropologi kemudian dikenal sebagai
pelukisan etik dan emik (diambil dari fonetik dan fonemik).
Mengingat penggunaan model tersebut menuntut peneliti
berangkat dari “dalam”- yaitu dari sudut pandangan orang yang
diteliti. (Ahimsa Putra, Jurnal Masyarakat Indonesia: 105-106).
Sudut pandang orang yang diteliti ini disebut etnosains. Etnosains
ini menjadi penting untuk memahami cara pandang masyarakat
lokal terhadap kesehatannya. Pemerintah khususnya Dinas
Kesehatan tentu akan lebih pas dalam melakukan kebijakannya
jika memahami cara pandang masyarakat lokal ini.
1.2. Status Kesehatan Kabupaten Kapuas
Kabupaten Kapuas merupakan kabupaten yang dilewati
Sungai Kapuas yang membujur dari Utara ke Selatan. Sungai
Kapuas ini menurut cerita penduduk awalnya merupakan jalur
utama transportasi air. Sehingga bangunan utama dan kantor
5
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
pemerintahan yang dibangun jaman dahulu mendekati tepi
sungai dan dibangun rumah panggung untuk menyesuaikan
pasang surut air sungai. Pada perkembangan selanjutnya
dibangun jalan darat yang sekarang menjadi jalur transportasi
utama di Kapuas.
Pertambahan jalur transportasi darat membuat dampak
pada perkembangan pemukiman yang sebelumnya mendekati
wilayah jalur sungai sekarang menjadi bertambah dan mendekati
perkembangan jalur darat. Hal ini tampak pada pembangunan
jalan darat dari Palangkaraya ke Kabupaten Kapuas yang di
beberapa titik untuk mengatasi rawa, pemerintah membuat jalan
yang mengambang di atas rawa.
Perkembangan kabupatenKapuas mengalami pemekaran
dan perkembangan kepadatan penduduknya tidak merata. Pada
tahun 2002 terjadi pemekaran wilayah kabupaten yang dibagi
menjadi 3 kabupaten: Kabupaten Kapuas, Pulang Pisau dan
Gunung Mas. Kepadatan penduduk tetap mendekati pusat kota
dan kabupaten Kapuas yang menempati wilayah yang lebih padat
dari daerah lain. Dalam buku Kapuas dalam Angka (2013)
disebutkan jumlah penduduk Kabupaten Kapuas tahun 2012
adalah 339.262 orang dengan kepadatan penduduk paling jarang
ada di Kecamatan Mandau Talawang yaitu rata-rata 4,16 orang
per kilometer persegi dan yang paling padat ada di Kecamatan
Selat yakni 523.91 orang per kilometer persegi. Rata-rata
kepadatan penduduk di Kapupaten Kapuas ini antara jumlah
penduduk dibandingkan dengan luas wilayahnya adalah 22,62
per kilometer persegi.
Kabupaten Kapuas merupakan salah satu dari 14
Kabupaten atau Kota yang ada di wilayah Propinsi Kalimantan
Tengah. Luas wilayah Kabupaten Kapuas adalah 14.999 Km2 atau
14.999.000 Ha (9,77 persen dari luas wilayah Propinsi Kalimantan
Tengah) yang terbagi dalam dua kawasan besar yaitu kawasan
6
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
pasang surut (umumnya di bagian Selatan) yang merupakan
daerah potensi pertanian tanaman pangan dan daerah non
pasang surut (umumnya di bagian Utara) yang merupakan
potensi lahan perkebunan karet rakyat dan perkebunan besar
swasta. Di bagian Utara beberapa wilayah hutan mulai dibuka
untuk perkebunan sawit.
Bagian Utara merupakan daerah perbukitan dengan
ketinggian antara 100-500 meter dari permukaan air laut dan
mempunyai tingkat kemiringan antara 8-15 derajat dan
merupakan daerah pegunungan atau perbukitan dengan
kemiringan kurang lebih 15-25 derajat.Bagian Selatan terdiri dari
pantai dan rawa-rawa dengan ketinggian antara 0-5 meter dari
permukaan laut dan mempunyai elevasi 0-8% serta dipengaruhi
oleh pasang surut dan merupakan daerah yang mempunyai
potensi banjir yang besar (air laut pasang atau naik).3
Pada akhir tahun 2012 terjadi pemekaran di tingkat desa
dan kelurahan di Kabupaten Kapuas sehingga Kabupaten Kapuas
membawahi 17 Kecamatan, 231 Desa atau kelurahan yang
terdiri dari 214 desa dan 17 kelurahan. Bila dilihat dari jumlah
desa atau kelurahan berdasarkan kategori desa atau kelurahan,
jumlah desa swadaya sebanyak 33 desa atau kelurahan, desa
swakarya sebanyak 62 desa atau kelurahan dan desa
swasembada sebanyak 58 desa atau kelurahan. Dari jumlah 204
desa atau kelurahan, yang masih berstatus sebagai desa
tertinggal sebanyak 29 desa atau kelurahan atau 14,21%.
Pemekaran atau pemecahan desa ini tidak juga berjalan
dengan baik sesuai konsep yang direncanakan. Hubungan dalam
masyarakat di desa yang tidak mudah begitu saja dipisah
berdasarkan luas wilayah teritorial. Seperti cerita di Dusun
3
Kapuas Dalam Angka 2013
7
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Karahau yang secara administratif, pemerintah menginginkan
Dusun Karahau masuk wilayah Desa Baru Sei Gita (Sungai Gita)
namun warga sendiri menginginkan mereka tetap bergabung ke
wilayah Muroi Raya karena merasa jasa mereka atau kapital
mereka disumbangkan ke Pantar Kabali dan mereka merasa
punya hak akses atas bangunan yang mereka kerjakan bersama
seperti Posyandu.
Berdasarkan data tahun 2012 seluruh desa dan kelurahan
aparat atau perangkat desa dan kelurahan sudah terisi
semuanya, yaitu jumlah kepala desa sebanyak 153 orang,
sekretaris desa sebanyak 118 orang, staf desa sebanyak 764,
sedangkan jumlah lurah sebanyak 14 orang dan sekretaris
kelurahan sebanyak 13 orang dan staf kelurahan sebanyak 56
orang. Ada 3 kelurahan dan 61 desa pemekaran di akhir
tahun2012 belum beroperasional dikarenakan perangkat desa
atau kelurahan belum ada baik perangkat aparatur maupun
sarana dan prasarana kelurahan atau desa.
Dalam Profil Kesehatan Kabupaten Kapuas 2012
disebutkan bahwa Dinas Kesehatan mempunyai visi dalam
“Menuju Kapuas Sehat Tahun 2013” di sini disebutkan bahwa
derajat kesehatan di wilayah Kabupaten Kapuas adalah suatu
kondisi yang merupakan gambaran masyarakatKabupaten
Kapuas di masa depan, yakni masyarakat yang penduduknya
hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat,
terlindung dari kemungkinan buruk akibat penyakit menular,
memiliki kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang
bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat
kesehatan yang optima.4
4
8
Profil Kesehatan Kabupaten Kapuas 2013 Hal. 12
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Untuk mewujudkan visi itu perlu kerja keras yang sudah
dirumuskan dalam misi dan sasaran strategis yang sudah
dirancang agar tujuan tersebut tercapai. Disamping itu masih
adanya beberapa desa yang tertinggal dan jauh dari
jangkauanpelayanan kesehatan membuat mimpi untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang bermutu secara adil dan
merata menjadi terhambat. Hal ini kiranya yang menjadi prioritas
sasaran untuk mewujudkan “Kapuas Sehat” tersebut.Visi ini
dirasa masih jauh dari capaian karena pada kenyataannya
Kabupaten Kapuas berdasarkan IPKM tahun 2007 yang
dikeluarkan Kementerian Kesehatan menempati urutan 382.
Data IPKM ini juga yang dijadikan acuan mengapa Kapuas dipilih
sebagai lokasi penelitian. Data IPKM 2007 menunjukkan bahwa
persalinan oleh tenaga kesehatan 48,75%, kunjungan neonatus
pertama 50,0%, imunisasi 14,50% dan penimbangan balita
12,22%.
Melihat kondisi geografis yang berawa khususnya di
bagian Selatan namun tidak terhindarkan di bagian Utara juga
merupakan jalur sungai dan anak sungai yang membuat
genangan air di permukaan tanah tinggi khususnya di musim
penghujan membuat Kapuas ini termasuk rentan terhadap banjir.
Setelah melihat data bahwa penyakit, hampir tersebar di
seluruh desa di Kabupaten Kapuas adalah Malaria. Ada 66 desa di
Kapuas yang menjadi daerah endemis malaria berkategori merah
atau tinggi. Data Kematian Maternal dan Neonatal Kabupaten
Kapuastahun 2013 dari 25 Puskesmas yang ada di Kabupaten
Kapuas ada beberapa Puskesmas cakupan desanya dihuni
penduduk yang mayoritas adalah Etnis Dayak Ngaju diantaranya
Mandomai, Mantangai, Danau Rawah, Lamunti Timpah, Pujon,
Sei Hanyo, Jangkang dan Sei Pinang.Dari data tersebut ada 2
Puskesmas yang mencatat ada kasus kematian Ibu yaitu
Puskesmas Danau Rawah dan Lamunti.Berdasarkan fokus group
9
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
diskusi dengan Kabid Bina Pengendalian Masalah lingkungan,
beberapa staf dan bidan Puskesmas Danau Rawah maka kami
memutuskan bahwa Desa Muroi Raya sebagai lokasi penelitian
Riset Etnografi Kesehatan.
Pada survei awal ketika peneliti mengurus ijin penelitian
di lokasi penelitian, Muroi Raya menurut keterangan Sekretaris
Desa terdiri dari 4 dusun yaitu: Pantar Kabali, Karahau, Tanjung
Jaya dan Bukit Keramat. Ada informasi tentang penyembuhan
tradisional masyarakat banyak yang menyebut untuk pengusiran
roh yang merasuki seseorang beberapa masih menggunakan
ritual Badewa. Yang bisa melakukan ritual Badewa ini hanya satu
dan tinggal di Dusun Karahau yang menurut pandangan
Sekertaris desa masuk wilayah Desa Sungai Gita.
Penduduk di Dusun Karahau menginginkan bahwa Dusun
Karahau ini tetap masuk wilayah Muroi Raya dan mereka tidak
mau dimasukkan ke bagian Desa Sungai Gita karena dulunya
mereka memang menjadi bagian dari Desa Muroi Raya termasuk
Dusun Sungai Gita dulu juga masuk bagian dari Muroi Raya,
namun sejak pemekaran desa tahun 2012, Sungai Gita masuk
menjadi Desa tersendiri dan Karahau secara administratif
kewilayahan dimasukkan dalam wilayah Desa Sungai Gita. Oleh
karena itu dalam penelitian ini secara emik, Dusun Karahau kami
masukkan dalam wilayah Desa Muroi Raya karena permasalahan
tersebut.
Selain permasalahanstatus Dusun Karahau, menurut staf
Dinas Kesehatan dan Puskesmas Danau Rawah tercatat ada satu
kasus kematian ibu dan bayi selama tahun 2013. Namun ketika
berkunjung ke dusun, berdasarkan hasil wawancara mendalam
dengan beberapa warga yang menjadi informan di lokasi
penelitian, peneliti mendapat informasi bahwa pada tahun 2013
di Desa Muroi Raya terdapat sebanyak 11 orang untuk kasus
kematian ibu dan anak, tetapi data yang peneliti peroleh di Dinas
10
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Kesehatan Kabupaten hanya terdapat 1 kasus saja untuk
kematian ibu dan anak. Berdasarkan hasil telusuran peneliti di
lokasi penelitian, lokasi yang menjadi tempat kasus kematian ibu
dan anak tersebut meliputi Dusun Pantar Kabali sebanyak 7
orang yang meninggal (4 orang ibu dan 3 orang anak), Dusun
Tanjung Jaya 1 orang anak dan di Dusun Karahau 3 orang (1
orang ibu dan 2 orang bayi). Keterangan dari beberapa informan
penyebab kematian ibu dan anak tersebut disebabkan oleh
adanya kasus keguguran, usia ibu yang terlalu muda, serta
pengetahuan ibu hamil yang kurang mengenai kehamilan, serta
penyakit DBD. Banyaknya kasus kematian tersebut disebabkan
karena pada saat ibu tersebut sedang hamil, mereka mengalami
keluhan pusing, sakit kepala, flu, batuk, dan sebagainya. Sehingga
tanpa pikir panjang ibu tersebut langsung membeli obat di
warung dan meminum obat tersebut secara bersamaan.
Selama ini di Dusun Pantar Kabali ada Posyandu yang
beberapa waktu lalu ada Tenaga Kerja Sukarela (TKS) yang
membantu di sini. Namun ketika peneliti berkunjung ke Dusun
Pantar Kabali sudah beberapa minggu tenaga TKS tersebut tidak
berada di Posyandu karena anaknya sakit. Masyarakat hanya
bilang petugas TKS tersebut turun. Selain itu jarak yang jauh ke
Puskesmas sekitar 37 km dari dusun dan sarana jalan yang buruk
membuat warga tidak mau ke Puskesmas dan lebih memilih
berobat ke Penyembuh Tradisional seperti Pengobat Danum
Tawar, Sangiang, atau Bidan Kampung. Ketika jarak yang jauh
dari Puskesmas dan masyarakat tidak mendekati Puskesmas
maka Puskesmas yang proaktif mendekati masyarakat dengan
mengirim tenaga Puskesmas Keliling (Pusling) setiap 2 Minggu
sekali ke Muroi Raya. Di saat TKS dan tenaga Pusling tidak ada di
tempat maka ketika warga mengalami sakit mereka akan
menggunakan obat warung.
11
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Kunjungan ke Puskesmas dan bertemu dengan Dokter
Puskesmas kemudian dokter bercerita bahwa masyarakat di
Danau Rawah maupun Muroi Raya jarang yang merebus air
sungai untuk diminum, sehingga kasus diare termasuk tinggi di
Puskesmas Danau Rawah. Alasan masyarakat kalau diminum
airnya tidak enak dan kurang segar. Sudah seringkali diingatkan,
namun sampai sekarang masih saja masyarakat meminum air
mentah.
Peneliti sebulan tinggal di Dusun Pantar Kabali dan hidup
berbaur dengan masyarakat, peneliti sering mendengar cerita
ada yang memelihara pulih(semacam racun yang berwujud
minyak)di desa ini. Beberapa informan cerita bahwa orang yang
memelihara pulih itu untuk kesugihan, namun menurut cerita
warga mereka yang terkena memakan minyak pulih itu bisa
muntah darah dan jika tidak mendapat pertolongan yang tepat
bisa meninggal dunia. Beberapa informan cerita bahwa pulih itu
bisa ditanggulangi dengan danum tawar.
1.3. Permasalahan Penelitian
1) Bagaimana mengidentifikasi secara mendalam unsurunsur budaya yang mempengaruhi kesehatan di
masyarakat?
2) Bagaimana gambaran secara holistik aspek sejarah,
geografi dan sosial budaya terkait kesehatan Ibu dan
Anak, penyakit menular, penyakit tidak menular dan
perilaku hidup bersih dan sehat pada Etnis Dayak Ngaju di
Kabupaten Kapuas?
3) Bagaimana pola kehidupan Etnis Dayak Ngaju di Desa
Muroi Raya yang memungkinkan adanya celah untuk
meningkatkan taraf kesehatan yang lebih baik dan upaya
mengurangi adanya risiko kematian ibu dan anak?
12
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
1.4.Tujuan Penelitian
1.4.1.Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran secara menyeluruh aspek
potensi budaya masyarakat terkait Kesehatan Ibu dan Anak (KIA),
Penyakit Tidak Menular (PTM), Penyakit Menular (PM) dan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Desa Muroi Raya.
1.4.2.Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi secara mendalam unsur-unsur budaya yang
mempengaruhi kesehatan di masyarakat.
2. Mendapat gambaran secara holistik aspek sejarah, geografi
dan sosial budaya terkait kesehatan Ibu dan Anak, penyakit
menular, penyakit tidak menular dan perilaku hidup bersih
dan sehat pada Etnis Dayak Ngaju di Kabupaten Kapuas.
3. Memahami polakehidupan Etnis Dayak Ngaju di Desa Muroi
Raya yang memungkinkan adanya celah untuk meningkatkan
taraf kesehatan yang lebih baik dan upaya mengurangi adanya
risiko kematian ibu dan anak.
1.5.
Metode Penelitian
1.5.1. Penentuan Lokasi Penelitian
Berdasarkan diskusiyang dilakukan peneliti dengan
Bidang Pelayanan Kesehatan dan Bidang Bina Pengendalian
Masalah Kesehatan di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten
Kapuas. Pada diskusi ini yang menjadi tujuan lokasi penelitian
adalah desa dengan mayoritas penduduknya adalah Etnis Dayak
Ngaju. Kemudian desa tersebut mempunyai permasalahan yang
berat khususnya menyangkut Kesehatan Ibu dan Anak, Penyakit
Menular, Penyakit Tidak Menular, dan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat.
13
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Peneliti datang untuk yang kedua kalinya di Kantor Dinas
Kesehatan Kabupaten Kapuas untuk menjelaskan maksud dan
menyampaikan surat ijin penelitian yang akan dilaksanakan
selama dua bulan mulai tanggal 5 Mei 2014. Hasil penjajagan
awal waktu mengurus ijin daerah yang sudah masuk sampai
Muroi Raya. Temuan kami di sana juga menemukan bahwa ketika
kami mengikuti petugas Puskesmas Keliling dari Puskesmas
Danau Rawah melakukan pemeriksaan, ada satu pasien positif
penderita Malaria dan daerah itu merupakan daerah merah
Malaria. Ada kasus ibu meninggal dan bayi meninggal. Mayoritas
etnisnya adalah Dayak Ngaju.
Karena harus berdasarkan data maka Kepala
Bidangmemanggil stafnya yakni Bagian Yankes Kesehatan Dasar
salah satunya menangani Kesehatan Ibu dan Anak. Dari data di
daerah Muroi Raya pernah terjadi kasus demam berdarah dan
pernah dilakukan penyemprotan.
Menurut Bagian Yankes, kantung daerah Filariasis atau
kaki gajah ada di derah Mandomai. Mandomai sendiri juga
kantung Etnik Dayak Ngaju yang beragama muslim namun masih
juga percaya dengan tradisi yang dahulu. Penganut Kaharingan
hanya sebagian kecil. Kalau masalah KIA yang masih menjadi
masalah di sini adalah persalinan itu karena banyak yang
melahirkan di rumah. Kemudian staf yankes menambahkan
bahwa daerah Danau Rawah itu memang pelayanan kesehatan
masih kurang sehingga ada kemungkinan banyak ibu hamil yang
tidak terpantau pelayanannya oleh Puskesmas dan juga jarak
yang jauh dari akses kesehatan.
Dengan pertimbangan dan masukan dari Dinas serta
masukan dari Koordinator Wilayah, bahwa Mandomai adalah
wilayah yang sangat dekat dengan kota dan akses jalan yang
lebih baik dibandingkan Muroi Raya ada kemungkinan tingkat
14
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
kesehatan masyarakat lebih baik daripada Muroi Raya yang
teritorialnya jauh dari akses jalan darat dan hanya bisa ditempuh
melalui jalan sungai maka tim peneliti akhirnya memutuskan
untuk memilih lokasi penelitian di Desa Muroi Raya.
1.5.2. Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data untuk penelitian ini lebih banyak
dengan metode wawancara mendalam dengan informan
kemudian observasi partisipasi. Peneliti tinggal selama kurang
lebih 2 bulan di Desa Lokasi Penelitian dan mengikuti kegiatan
masyarakatsetiap hari sambil mengamati dan wawancara. Pada
waktu tertentu peneliti mengikuti informan seperti bekerja di
lanting atau ladang dan aktivitas mereka setiap hari seperti
mandi di sungai serta menghadiri upacaraadat yang ada di dusun
tempat informan berada.
Buku Kapuas dalam Angka, Profil Kesehatan, dan data lain
seperti Angka Kematian Maternal dan Neonatal, Data Daerah
Endemis Malaria juga data tentang 10 penyakit terbesar di
Puskesmas kami gunakan untuk menentukan lokasi penelitian
dan informan yang perlu di wawancarai dan gambaran
menyeluruh tentang tingkat kesehatan di masyarakat tersebut.
Selain penelusuran data sekunder dan dokumen, kami juga
melakukan tinjauan pustaka khususnya menyangkut data sejarah
dan kejadian sebelumnya melalui buku di perpustakaan maupun
buku yang kami dapatkan di lokasi penelitian serta mencari
informasi di internet tentang topik yang kami butuhkan.
1.5.3. Cara Analisis Data
Riset Khusus Budaya Kesehatan ini menggunakan metode
penelitiannya James Spradley maka untuk analisis datanya
peneliti menggunakan analisis data cara Spradley.Dalam
15
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
penulisan alur penelitian maju bertahap ada beberapa langkah
analis yang disarankan oleh Spradley sebelum sampai ke
penulisan etnografi.5 Analisis etnografis merupakan penyelidikan
berbagai bagian itu sebagaimana yang dikonseptualisasikan oleh
informan. Sering kali di luar kesadaran mereka, etnografer harus
mempunyai cara untuk menemukan pengetahuan yang masih
terpendam ini.
Untuk
mengalisis
tentang
masalah
kesehatan
menggunakan modifikasi teorinya H.L. Blum (1974) dan
Koentjaraningrat (1979). Derajat Kesehatan Masyarakat tidak
saja ditentukan oleh adanya atau baiknya Pelayanan Kesehatan
saja tapi juga faktor lingkungan dan budaya masyarakat sangat
mempengaruhi termasuk teknologi dan 6 unsur budaya (mata
pencaharian, religi, bahasa, pengetahuan, organisasi sosial dan
kesenian).
16
BAB 2
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
PANTAR KABALI DAN TAPIAN KARAHAU:
JENDELA POTRET ETNIK DAYAK NGAJU DI
MUROI RAYA
2.1. Sejarah Kalimantan yang Berdampak di Kehidupan
Keseharian Warga Muroi Raya
Kalimantan atau Borneo merupakan simpang empat bagi
kebudayaan di jaman prasejarah dan jaman sejarah awal. Di
jaman Neolit, pendatang dari Cina membawa barang kesenian
dan teknologi Dinasti Chou dan kebudayaan Cina Vietnam
Dongson yang telah mempengaruhi seluruh bagian Barat
Indonesia. Di beberapa rumah masih tampak peninggalan guci
tua dan keramik yang dikoleksi dari jaman ini. Salah satu
informan bercerita bahwa dia menunjukkan sebuah keramik cina
yang digunakan untuk menyimpan minyak kuyang. Minyak ini jika
dioleskan pada lembaran uang dan jika uang itu digunakan untuk
membelanjakan barang selang beberapa minggu uang itu bisa
kembali di samping keramik kecil buatan cina tersebut. Hanya
keramik cina ini yang bisa digunakan untuk menyimpan minyak
kuyang, keramik yang lain kuyangnya tidak mau tinggal di situ
menurut cerita salah seorang informan.
Inskripsi Sansekerta dari sekitar tahun 400 M
membuktikan pengaruh Hindu di Kalimantan Timur. Besar
17
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
kemungkinan daerah ini dahulu menjadi pusat perdagangan pada
jalur yang banyak dilalui antara Cina, Filipina, dan kerajaan
Majapahit di Jawa. Banyak barang perunggu dan porselen gaya
Dinasti Chou diketemukan di Kalimantan, dan di daerah
pedalaman gong perunggu gaya Cina menjadi alat pembayaran,
terutama untuk mahar pada perkawinan.
Di Kalimantan terdapat tiga kelompok etnik utama
kelompok keturunan Melayu di pesisir, ialah kelompok
pendatang baru yang beragama Islam dan tinggal di kota-kota
dan tempat-tempat kecil di muara sungai; kelompok etnik Cina,
yang menguasai perdagangan di Kalimantan sejak berabad-abad;
dan Etnik Dayak, penduduk asli Kalimantan. Kata “Dayak” dipakai
untuk menyebut lebih dari dua ratus Etnik sakat di pedalaman.
Semula mereka tinggal di pantai, tetapi kemudian terdesak
semakin jauh ke pedalaman oleh pendatang Melayu. Mereka
tinggal di tepi sungai dan dataran tinggi, jauh di dalam rimba dan
hidup dengan cara yang tak jauh berbeda dari nenek moyang
mereka di Jaman Neolit.5
Beberapa waktu yang lalu pengayauan merupakan
kegiatan penting diantara beberapa Etnik Dayak. Kepala orang
diperlukan agar desa tetap jaya dan untuk keperluan upacara,
misalnya pada pembuatan lamin6 baru. Juga diperlukan untuk
menghalau wabah penyakit dan kelaparan serta mengusir roh
jahat. Ancaman serangan pengayauan secara terus menerus dari
desa tetangga telah merubah rumah panjang menjadi benteng
pertahanan yang dipersenjatai dengan kuat. Di beberapa tempat,
serambi dibuat dari potongan bambu yang tidak diikat erat,
5
Ian Charles Stewart dan Judith Shaw, 1987:111 “ Indonesia Manusia dan
Masyarakatnya”
6
Rumah Adat Dayak
18
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
sehingga berbunyi jika diinjak dan memberi isyarat, bila ada
pengayau hendak menyerang di malam hari7.
Pengayauan ini bagi komunitas Dayak waktu itu dianggap
hal biasa karena perebutan sumber daya alam dan untuk
eksistensi masing-masing Etnik atas penguasaan suatu sumber
daya yang mereka klaim milik mereka. Perebutan dan persaingan
antar Etnik inilah yang membuat mengayau menjadi bukti
mereka telah menaklukkan musuh. Hal ini bagi orang luar terlihat
tidak manusiawi dan upaya untuk menghentikan kebiasaan
mengayaupun dilakukan. Salah satu pengaruh yang cukup besar
dalam kehidupan komunitas Dayak semasa pemerintahan
kolonial Belanda berlangsung adalah ketika pada tahun 1874
Damang Batu (Kepala Adat Etnik Kahayan) mengumpulkan
subEtnik Dayak untuk mengadakan Musyawarah Damai Tumbang
Anoi. Dalam musyawarah yang konon berlangsung berbulanbulan lamanya itu, masyarakat Dayak mencapai kesepakatan
untuk menghindari tradisi mengayau.8 Tradisi memburu kepala
untuk kepentingan upacara tiwah ini dianggap telah
menimbulkan perselisihan di antara Etnik Dayak yang tak kunjung
henti. Akhirnya, dalam Musyawarah Damai Tumbang Anoi segala
perselisihan dikubur dan pelakunya didenda sesuai dengan
hukum adat Dayak.
Kalimantan waktu itu masih dikuasai penguasa kolonial.
Penguasa kolonial yang memandang adat Dayak tidak beradab
mencoba menumpangi Musyawarah Damai Tumbang Anoi
7
Charles Stewart, 1987:112
8
Pada masa itu mengayau adalah tradisi memburu kepala orang yang
dianggap musuh untuk keperluan tiwah. Tiwah adalah upacara sakral terbesar
Etnik Dayak Ngaju untuk mengantarkan jiwa atau roh manusia yang telah
meninggal dunia menuju langit ke tujuh. (Riwut, 2003:203).
19
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
dengan mengajukan tuntutan agar perdamaian yang sudah
disepakati bersama itu terjamin. Tak hanya itu, Belanda juga
menghendaki agar sistem rumah betang yang menampung
banyak orang tersebut dianggap tidak sehat sehingga digantikan
dengan rumah tunggal dikitari halaman dan kebun. Dengan
semakin lunturnya sistem rumah betang, maka perlahan-lahan
sistem adat Dayak pun terkikis9.
Membicarakan sejarah Kalimantan Tengah tidak bisa
melupakan peran pahlawan pejuang Indonesia yang bernama
Tjilik Riwut. Seorang pejuang pada jamannya yang berasal dari
Etnis Dayak Ngaju10. Dengan konteks kehidupan masyarakat
Dayak pada masa itu, Tjilik Riwut menyadari betul betapa orang
Dayak terpuruk oleh berbagai tekanan penguasa kolonial. Kondisi
itu membuat Tjilik Riwut sebagai putra Dayak lahir menjadi sosok
yang selalu gelisah, terutama gelisah akan nasib Etniknya. Oleh
karena itu, ia berjuang untuk perbaikan kehidupan Etniknya.
Perjalanan panjang ditempuh Tjilik Riwut mulai dari
melanjutkan sekolah di Jawa sampai akhirnya bergabung dengan
pasukan MN 1001 untuk mengusir penjajah Belanda dan
perjuangan itu membuahkan hasil. Selain itu peran dan
perjuangan Tjilik Riwut juga besar dalam mendirikan Propinsi
Kalimantan Tengah dan akhirnya menjabat sebagai Gubernur
Kalimantan Tengah yang pertama yang memimpin dan
mendirikan serta membangun hutan menjadi Kota Palangkaraya
9
Usop, 1993 dalam buku “Pergulatan Identitas Dayak dan Indonesia Belajar
dari Tjilik Riwut” yang ditulis oleh P.M. Laksono, dkk.
10
Ngaju adalah lawan dari Ngawa (ke hilir) sehingga Ngaju artinya hulu.
20
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
(1959-1967). Diplomasi dan kepemimpinan Tjilik Riwut
membuahkan hasil dengan diterbitkannya UU Darurat No.10
tahun 1957 tertanggal 23 Mei Udang Undang tentang
pembentukan Daerah Swatantra Provinsi Kalimantan Tengah dan
Bapak RTA Milono ditunjuk sebagai Pejabat Gubernur oleh
Menteri Dalam Negeri.
Setelah Kalimantan Tengah terbentuk, Tjilik Riwut
menjabat sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Provinsi
Kalimantan Tengah yang pertama (1957-1967). Ibukotanya di
Palangkaraya (dulunya adalah Desa Pahandut). Nama Pahandut
menurut salah seorang informan adalah nama seorang ayah.
Nama anaknya Handut, Orang Dayak kalau menyebut nama
seorang bapak biasanya mengambil nama anak pertama karena
anak pertamanya namanya Handut makanya dia dipanggil Pak
Handut. Karena yang menempati desa ini pertama kali adalah Pak
Handut maka diberi nama Desa Pahandut.
Tjilik Riwut di Mata Warga Muroi Raya mempunyai kesan
tersendiri. Menurut Bapak Rina salah seorang warga di Muroi
Raya bercerita bahwa menurut mereka Tjilik Riwut itu tidak
meninggal tetapi muksa.11 Mereka percaya jika dalam keadaan
tertentu jika dimintai tolong Tjilik Riwut ini masih bisa membantu
warga Dayak yang mengalami kesulitan. Kegemaran Tjilik Riwut
di masa mudanya yang senang balampah, sering menjadi
tauladan bagi beberapa warga untuk mengikuti langkahnya.
Salah satu contohnya adalah informan di Karahau yang berinisial
At. Dia cerita ada satu lokasi di hulu sana di sebuah bukit yang
merupakan tempat pertemuan tiga anak sungai yang menjadi
tempat dimana dulunya Tjilik Riwut sering bertapa atau
11
Muksa adalah orang yang sempurna hidupnya sehingga menurut diangkat
ke surga oleh Tuhan. Sehingga di bumi tidak akan ditemui kerangkanya.
21
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
balampah di sana. Tempat ini sangat angker banyak hantunya jika
orang bertapa di tempat ini harus mengajak teman. Pernah At
mencari buluh perindu12 di situ ketika dia mengambil ada
temannya yang menarik pakai tali sehingga dia selamat. Sebab
ketika mengambil buluh perindu itu rasanya seperti tinggal
disurga, tempat yang damai dan tak mau pergi kemanapun
sehingga banyak orang meninggal kelaparan di sana. Banyak
tengkorak manusia di tempat itu. Jika dulu Tjilik Riwut sendirian
bisa lepas dari tempat itu berarti dia bukan orang sembarangan.
Tjilik riwut juga dianggap berhasil membangun Kota
Palangkaraya dan membangun jalan utama sehingga jalan itu
sekarang dinamai Jalan Tjilik Riwut, jalan tersebut
menghubungkan Sampit dan Palangkaraya. Karena di bagian
Selatan Kalimantan Tengah merupakan daerah rawa sehingga
jalan yang dibangun di atas rawa merupakan jalan layang yang
menyerupai jembatan yang sangat panjang.
2.1.1. Kabupaten Kapuas dan Budaya Sungai
Kabupaten Kapuas memiliki 17 kecamatan. Untuk Unit
Pelayanan Kesehatan Kabupaten Kapuas memiliki: 1 buah Rumah
Sakit Umum, 6 Klinik Bersalin Swasta, 21 Balai Pengobatan
Swasta, 25 Puskesmas Pemerintah, 123 Puskesmas Pembantu, 68
Pondok Bersalin Desa, 50 Pos Kesehatan Desa. Karena Kapuas
juga menjadi lokasi tujuan Program Transmigrasi maka ada Unit
Kesehatan di Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT). Di beberapa
UPT yang ada unit kesehatannya antara lain : UPT Lamunti,
Dadahup, Palingkau, Palangkau, Talekung Punai, Mantangai. Di
12
Buluh perindu itu semacam rumput yang ukuran sebesar benang dan jika
dimasukkan air bisa bergerak sendiri. Bagi pemiliknya dipercaya untuk
keberuntungan ketika mencari emas dan menakhlukkan lawan jenis.
22
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
UPT ini ada Puskesmas Pembantu, Puskesmas, Polindes, Dokter
Umum dan Dokter Gigi, dan Tenaga Paramedis. Di Kecamatan
Mantangai ada 1 Unit Puskesmas yaitu Puskesmas Danau Rawah,
ada 4 Dokter Umum, 1 Dokter Gigi, 36 Perawat, dan 27 Bidan.13
Puskesmas Danau Rawah yang dibangun mendekati sungai
merupakan konsep Puskesmas yang melayani masyarakat yang
waktu itu memang mayoritas menggunakan transportasi sungai,
jika pada akhirnya ada jalan darat yang bisa dilewati walaupun
dengan jalan berat dan berpasir itu merupakan perkembangan
lain. Konsep Puskesmas Danau Rawah dibangun memang untuk
melayani masyarakat yang dekat dengan jalur sungai.
Di Kabupaten Kapuas mengalir satu sungai besar yang
mengalir dari hulu sampai ke hilir dan bermuara ke Laut Jawa.
Sungai Kapuas ini masih memiliki beberapa anak sungai salah
satunya adalah Sungai Muroi. Karena jalur utama transportasi
adalah sungai maka pada awalnya segala sarana penting seperti
Puskesmas dibangun di mendekati sungai supaya mudah bagi
masyarakat untuk mengaksesnya dan mendatangi lokasi tersebut
jika sakit. Namun pada perkembangan selanjutnya transportasi
darat mulai dibangun dengan menutup areal rawa dengan
timbunan tanah dan pasir baru kemudian dibangun jalan dan
bangunan di atasnya. Jika lokasi tersebut sulit untuk ditimbun
tanah dan pasir maka dibuatlah jalan yang mengapung seperti
jalan layang di atas rawa seperti jalan lingkar yang
menghubungkan antara Kapuas dan Palangkaraya di beberapa
titik dibuat jalan layang di atas rawa-rawa.
13
Kapuas Dalam Angka 2013
23
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Sungai Muroi merupakan anak Sungai Kapuas, menurut
cerita salah seorang warga Dusun Pantar Kabali, di hulu sungai
Muroi ini ada percabangan yang mengalir ke kiri adalah dihuni
oleh orang-orang Kahayan dan yang mengalir ke kanan dihuni
oleh orang-orang Dayak Kapuas. Menurut cerita warga yang lain
bahasa Orang Kahayan lebih sulit dibandingkan Orang Kapuas.
Orang Kahayan bisa berbahasa Kapuas namun orang Kapuas
jarang yang bisa berbahasa seperti Orang Kahayan.
Sungai Muroi merupakan anak Sungai Kapuas, meskipun
begitu kapal atau perahu yang melintas di sungai ini ada
beberapa jenis. Masyarakat menyebut kapal besar yang biasa
untuk mengangkut minyak dan barang dagangan merupakan
kapal barang. Kapal ini cukup besar dan bisa menampung banyak
barang, kapal lain yang digunakan untuk mengangkut
penumpang ada beberapa jenis. Kapal yang berukuran sedang
dan bisa menampung 25 penumpang oleh warga masyarakat
disebut taksi air. Di pelabuhan teluk batu ada beberapa taksi air
yang berlabuh di situ. Mereka melayani jalur dari Pelabuhan
Teluk Batu menuju ke daerah hulu seperti dusun di atas mulai
dari Sungai Gita sampai Tanjung Jaya.
Jenis perahu yang digunakan juga berbeda-beda ada jenis
ketinting yaitu perahu kecil dengan ukuran yang lebih pendek
namun bisa menempuh perjalanan air di permukaan sungai yang
surut karena baling-baling mesin kapal bisa diatur naik dan turun.
Jenis yang lain adalah perahu cess, masyarakat menggolongkan
perahu cess adalah perahu yang memiliki mesin berkapasitas
kecil dan daya tampung bahan bakar juga kecil, perahu cess ini
sering dimanfaatkan untuk pergi ke lanting atau memancing ikan
serta menuju tempat memantat karet. Perahu lain yang biasa
digunakan untuk mengangkut barang yang lebih berat atau
mengangkut orang yang lebih banyak adalah perahu donpeng.
24
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Perahu ini menggunakan mesin donfeng yang berbahan bakar
solar dan bisa menampung bahan bakar lebih banyak dan
kapasitas mesin lebih besar. Perahu ini bisa digunakan untuk
mengangkut penumpang, hasil tambang seperti karet dan puya,
atau juga digunakan oleh tukang sayur untuk mengangkut sayur.
Ada perahu yang tidak menggunakan mesin dan hanya
menggunakan dayung sebagai alat penggerak disebut oleh warga
dengan jukung.
Solar dan bensin menjadi bahan bakar utama untuk
menjalankan kapal ini. Harga bahan bakar ini semakin ke hulu
harganya semakin mahal dan semakin mendekati hilir dan
mendekati depot pom pertamina harganya lebih murah.
Sehingga harga bahan bakar di hilir dan hulu akan terpaut jauh.
2.1.2. Puskesmas Danau Rawah: Puskesmas Terpencil dan
Terisolir
Puskesmas Danau Rawah adalah Unit Pelaksana Teknis
Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas yang terletak di Desa Danau
Rawah Kecamatan Mantangai, wilayah kerja Puskesmas Danau
Rawah terdiri dari dua desa yaitu Desa Danau Rawah dan Desa
Tumbang Muroi. Luas wilayah kerjanya sekitar 1.000 km2 dengan
jumlah penduduk 5.890 jiwa, 1.080 jiwa diantaranya tercatat
sebagai masyarakat miskin (BPS, 2009).
Ketika peneliti tinggal Dusun Karahau pada waktu itu air
Sungai Muroi sedang surut namun ketika tinggal beberapa hari di
sana dan turun hujan baru tampak naiknya permukaan air Sungai
Muroi yang naik sampai 4 meter dari permukaan ketika surut. Di
Daerah agak hilir seperti Tumbang Muroi merupakan salah satu
desa di wilayah kerja Puskesmas Danau Rawah yang lebih sering
terendam air bila musim hujan, karena pemukiman yang
25
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
memanjang di pertemuan arus Sungai Kapuas dan Sungai Muroi.
Banjir selalu terjadi tiap tahun di saat gelontoran air hujan datang
dari hulu Sungai Kapuas, tapi masyarakat selalu mengangapnya
biasa aja.
Desa Muroi Raya juga menjadi wilayah jangkauandari
Puskesmas Danau Rawah karena sejarahnya dulu Pantar Kabali
dan dusun di sekitarnya masuk wilayah Desa Danau Rawah. Baru
ketika ada pemekaran desa Muroi Raya menjadi desa tersendiri
namun masuk wilayah Puskesmas Danau Rawah. Untuk
melengakapi fasilitas kesehatan di desa baru ini pada tahun 2012
pemerintah desa mengusulkan pembangunanPosyandu yang
dananya menggunakan dana PNPM (Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat) .
Gambar 2.1.
Puskesmas Danau Rawah
Sumber: Dokumentasi Peneliti
26
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Sungai Muroi merupakan sarana transportasi utama bagi
dusun yang terletak di tepian sungai. Keberadaan Puskesmas
Danau Rawah juga didesain menggunakan jalan sungai ini untuk
mempermudah akses pelayanan bagi dusun yang menjadi
jangkauan wilayahnya.
Selain jalan sungai ada juga jalan darat yang bisa
ditempuh dari Jalan yang tembus ke Jembatan Muroi arah ke
Buntok atau Palangkaraya. Namun jalan darat menuju ke
Puskesmas Danau Rawah ini tidak direkomendasikan karena jalan
yang begitu berat. Walaupun mobil tertentu bisa masuk seperti
mobil double gardan Ford Ranger namun untuk mobil lain akan
kesulitan masuk dan bisa terperosok ke dalam kubangan lumpur
yang dalam. Jalan masuk ke Puskesmas ini masih berupa jalan
tanah dan jauhnya kurang lebih 37 km dengan kondisi jalan yang
berlumpur, berpasir, dan kubangan yang berair. Jika dari
Palangkaraya menuju Puskesmas Danau Rawah melalui jalan
darat bisa menggunakan rute sebagai berikut:
A. Palangkaraya Sampai Pelabuhan Teluk Batu
Jarak antara Palangkaraya ke Teluk Batu sekitar 120 km.
Jalan ini sudah beraspal dan halus sehingga mobil dapat melaju
dengan lancar. Hanya di beberapa titik saja ada jalan berlubang
dan satu area yang rawan karena banjir dan berkubang tanah.
Namun masih dapat dilewati dengan pelan. Selama dalam
perjalanan tampak di kanan kiri jalan ada area hutan yang sudah
ditebang gundul dan berganti dengan tanaman sawit. Ketika
mendekati Teluk Batu akan banyak berdiri warung di tepi jalan.
Penumpang taksi bisa berhenti di salah satu warung, jika merasa
haus atau lapar. Di bawah Jembatan Muroi inilah terdapat
Pelabuhan Teluk Batu.
27
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
B. Teluk Batu ke Puskesmas Danau Rawah
Jarak dari Teluk Batu ke Puskesmas Danau Rawah hanya
37 km namun jalannya belum beraspal masih berupa jalan tanah
yang masih dilewati sungai kecil dan ada jembatan kayu darurat
di atasnya. Ada beberapa kubangan yang cukup dalam dan jika
pengemudi tidak memahami karakter jalan dan tidak tepat
mengarahkan roda dan cara mengatur gas maka mobil bisa
terperosok dalam kubangan lumpur yang lumayan dalam. Di
tengah jalan antara Teluk Batu dan Puskesmas Danau Rawah,
sering sekali taksi liar terperosok kubangan sehingga macet atau
mobilnya rusak sehingga berhenti di tengah hutan. Seperti
pengalaman peneliti, kami melihat ada sebuah mobil yang
berhenti dan tampak sedang melepas roda belakangnya.
Ternyata pengait per roda belakang patah sehingga untuk
sementara mereka bergantung pada kuatnya tali tampar untuk
menggantikan pengait per tersebut. Kami menduga mobil ini
yang dimaksud penduduk Danau Rawah sebagai taksi dan
kebetulan di salah satu penumpang itu ada Dokter Puskesmas
yakni Dokter Hasrul dan Pak Kades Danau Rawah. Kami mengikuti
mobil ini di belakangnya, namun karena sang sopir taksi sudah
menguasai medan sehingga dia dengan cepat meninggalkan kami
dan kami kehilangan jejak.
Puskesmas Danau Rawah terdapat di Desa Danau Rawah
dan bisa dikunjungi melalui dua jalur yaitu jalur sungai dan jalur
darat. Jalur darat lebih berat dan biasanya memakan waktu lebih
lama dan lebih mahal dibandingkan menggunakan transportasi
air.
Sulit dan beratnya akses jalan darat menuju Puskesmas
Danau Rawah ini membuat warga masyarakat khususnya di
wilayah Muroi Raya lebih memilih berobat ke tempat yang lebih
dekat dari dusun mereka seperti ke Timpah atau ke Rumah Sakit
28
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
di Palangkaraya. Puskesmas untuk memberikan pelayanan yang
lebih baik mereka mengadakan program Puskesmas Keliling.
Program ini bertujuan untuk mendekatkan warga ke sarana
fasilitas kesehatan juga sebagai sarana promosi kesehatan.
Gambar 2.2.
Jalan Darat Menuju Puskesmas Danau Rawah
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Melihat kenyataan bahwa banyak warga yang berobat ke
Timpah atau Palangkaraya selain Puskesmas Keliling untuk lebih
memperbaiki pelayanan khususnya untuk mendekatkan warga
kepada sarana fasilitas kesehatan dokter Puskesmas membuka
tempat praktek di Bukit Batu. Menurut Staf Puskesmas Dokter
Richard yang membuka praktek di lokasi tersebut. Namun sangat
disayangkan usaha yang sudah dirintis dokter Richard ini tidak
bertahan lama karena dokter harus pindah tugas ke lokasi lain
sehingga lokasi praktek ini akhirnya kosong kembali dan pola
provider kesehatan kembali seperti sedia kala.
29
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
2.1.3. Gambaran Sekilas Masyarakat Desa Danau Rawah
yang Tinggal di Dekat Puskesmas
Dusun Danau Rawah sendiri kondisi lingkungan dan
masyarakatnya juga tidak begitu jauh kondisinya dengan dusun di
hulu seperti Pantar Kabali sampai Tanjung Jaya. Beberapa
penduduk di Danau Rawah juga mengandalkan karet dan
penambangan emas sebagai mata pencaharian utama mereka.
Setiap pagi para pemantat karet sudah berjalan ke hutan.
Masyarakat sekitar yang berprofesi sebagai pemantat karet ini
sudah bangun dan masuk kebun karet jam 5 pagi. Di tepi jalan
menuju hutan banyak tanaman Tabat Barito dan Pasak Bumi.
Tabat barito berguna agar tubuh itu kokoh. Pasak Bumi juga
banyak manfaatnya khususnya untuk menguatkan stamina
tubuh. Selain itu ada tanaman di sekitar tepi jalan sejenis
“mesisin” yang bisa untuk obat kencing manis menurut
keterangan salah seorang pegawai Puskesmas yang bertugas
sebagai analis.
Perjalanan menyusuri jalan desa menuju jembatan yang
biasa digunakan untuk lalu lintas sungai dari Puskesmas bisa
ditempuh dengan berjalan kaki kira-kira 15 menit dan jika air
sungai sedang surut, akan tampak kapal-kapal yang seolah
tertambat di bawah rumah. Masing-masing kapal ada plat
nomornya, plat hitam untuk milik pribadi sedangkan plat kuning
untuk taksi air. Karet hasil sadapan biasanya diletakkan di bawah
rumah berupa kotak-kotak yang masih baru biasanya berwarna
kuning dan yang sudah lama biasanya berwarna hitam. Jalan
yang terbuat dari kayu tampak memanjang menuju tepian sungai
yang terbuat dari kayu Ulin atau Kayu Besi. Biaya carter kapal dari
Teluk Batu ke Puskesmas Danau Rawah bisa mencapai Rp.
1.000.000,- sampai Rp. 2.000.000,- , namun kalau menggunakan
30
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
taksi air hanya Rp. 60.000,- per orang. Akses jalan air ke Kapuas
juga bisa melalui jalur sungai ini.
Di Danau Rawah ada 1 Masjid Besar di tengah dusun
dekat Puskesmas dan ada 1 Gereja Kristen Evangelis yang
dilengkapi 1 Pastory tempat tinggal pendeta. Kedua tempat
ibadah ini menandakan bahwa di tempat ini ada dua penganut
Agama Kristen dan Islam. Kehidupan keberagamaan mereka
damai dan tidak pernah ada perselisihan di antara dua penganut
yang berbeda.
Gambar 2.3.
Hasil Karet yang Disimpan di Bawah Kolong Rumah
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Menangkap ikan dengan jaring dan pancing juga masih
dilakukan warga Danau Rawah. Ikan yang didapatkan antara lain
Ikan Sapat dan sebagian kecil ada Ikan Gabus dan Ikan Lele.
Dalam memancing ikan selain membawa alat penangkap ikan
warga juga membawa mandau yang melingkar di pinggangnya
untuk keperluan menebas kayu dan perlindungan diri jika ada
binatang buas.
31
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Jamban dan Kamar Mandi
Beberapa penduduk di Danau Rawah kebanyakan sudah
memiliki kamar mandi seadanya namun belum tentu punya
jamban. Jamban di tepi sungai kebanyakan dibuat terapung dan
jika surut jamban tersebut mengikuti permukaan air. Untuk
jamban yang ada di perkampungan yang tidak berada di tepi
sungai namun berada di sekitar Puskesmas beberapa jamban
sudah tertutup dan diberi septic tank. Meskipun ada juga rumah
yang belum memiliki jamban.
Aktivitas Puskesmas Danau Rawah
Sebelum Puskesmas buka sudah ada pasien yang berobat
dan langsung masuk di ruang Mes Dokter Puskesmas dan Staf
Analisis. Waktu itu peneliti sedang menginap di Mes ini. Kali ini
yang sakit adalah anak-anak dan tetap dilayani oleh Dokter.
Setelah diperiksa dan dinasehati jangan dulu jajan sembarangan
dan minum es juga jangan minum air yang tidak dimasak.
Kemudian diberi resep oleh Dokter. Setelah itu Dokter Hasrul
menuju Puskesmas dan di sana juga sudah ada pasien ibu yang
kakinya sakit. Dokter, Bidan, dan beberapa staf Puskesmas
langsung menolong. Aktivitas Puskesmas ini paling banyak
dikunjungi pasien pagi hari sebelum aktivitas mereka bekerja.
Antara jam 8 pagi sampai jam 11 siang setelah itu pasien sepi dan
pasien yang berobat ke Puskesmas ini juga tidak banyak.
Karena kebiasaan masyarakat yang tidak pernah
meminum air yang direbus maka banyak yang terkena diare,
selain itu menurut keterangan petugas Puskesmas memang
kendala utama di sini adalah akses jalan darat desa. Dokter dan
Bidan pernah mengalami kejadian yang kurang menyenangkan.
Ketika mau pergi ke Teluk Batu selama perjalanan mengalami
terperosok kubangan lumpur sebanyak 5 kali dan pecah ban satu
32
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
kali. Selain itu Bu Bidan dan Dokter menceritakan bahwa di sini
anak perempuan yang menikah antara usia 12-14 tahun juga
banyak. Banyak juga yang baru menstruasi pertama kali terus
menikah. Rata-rata pernikahan dengan suaminya tidak terpaut
jauh. Para laki-laki di sini banyak yang kerja menambang emas.
Dampak dari pernikahan muda ini banyak kasus di kehamilan
pertama mengalami keguguran. Karena kandungan yang belum
kuat. Di Danau Rawah dan Muroi Raya masih banyak Bidan
Kampung yang beroperasi namun mereka sekarang menjadi
binaan dan patner dari Bidan Mantri sehingga dalam praktek
melayani selalu didampingi Bidan Mantri dan diberi pengarahan
hal-hal mana yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dalam
hal kesehatan. Banyaknya kasus pernikahan dini di Danau Rawah
maupun Muroi Raya banyak sekali kasus keguguran pada
kehamilan pertama dan harus dikiret (dibersihkan janin yang
meninggal di dalam). Di Danau Rawah juga ada kasus anak muda
bunuh diri. Tapi kurang ada yang tahu apa penyebabnya. Pemicu
pernikahan dini juga disebabkan karena kebiasaan generasi yang
terdahulu juga menikah dini, jika ada wanita yang menikah di
atas 20 tahun sudah dikatakan “perawan lapuk” (gadis yang tidak
laku). Contohnya Bu Bidan dulu waktu pertama kali bertugas di
sini usianya lebih dari 20 tahun dan belum menikah, sempat juga
dikatakan perawan lapuk oleh ibu-ibu di sini. Namun Bu Bidan
sempat jadi rebutan antar pemuda yang sudah matang bahkan
termasuk para petugas di Danau Rawah. Jika mereka tidak
disetujui orang tua mereka akan kawin lari.
Bidan Mantri dan Bidan Kampung
Ada beberapa daerah di hulu sana yang masih menolak
menjadi patner Bidan Mantri. Bidan Kampung ini masih
beroperasi dan juga dukun pengobat masih banyak. Kebanyakan
33
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
setelah diobati oleh Si Dukun ini banyak pasien disuruh puasa
dulu sehari semalam atau 3 hari 3 malam. Untuk beberapa kasus
seperti disentri atau diare jika kekurangan cairan sementara
pasien disuruh berpuasa akan bisa berakibat fatal dan bisa terjadi
kematian. Pernah ada kasus bayi yang sungsang mendekati
kelahiran, pada awalnya ditangani oleh Bu Bidan namun Si Ibu
juga memeriksakan diri ke Bidan Kampung dan menurut Bidan
Kampung hal tersebut bisa diatasi dengan dipijit maka dipijitlah
ibu itu. Ketika terjadi pendarahan hebat barulah Bidan Mantri
dipanggil. Tadinya Bidan Mantri sudah curiga dengan perubahan
letak bayi di kandungan ditambah pendarahan ini pasti sudah
ditangani Bidan Kampung dan akhirnya ibu tersebut meninggal.
Hal lain yang kurang menguntungkan bagi Bidan Mantri
adalah hal-hal ketika dikaitkan dengan roh yang menemani
pasien. Ada roh baik dan jahat. Ketika selesai periksa di Bidan
Mantri dan diberi obat saat itu juga efek obatnya belum bekerja
dan pasien merasa tidak ada dampaknya lalu pindah ke Bidan
Kampung atau Dukun dan disana diberi mantra dan dikirim roh
baik maka ketika pulang dan efek obat dari Bidan Mantri bekerja
dan pasien merasa lebih enak atau sembuh yang menyembuhkan
menurut pasien adalah Bidan Kampung tersebut namun kalau
terjadi kesakitan atau hal yang semakin buruk yang disalahkan
kebanyakan Bidan Mantri.
Akses yang Sulit dan Jarak yang Jauh ke Lokasi Rujukan
Pasien di Danau Rawah jarang ada yang mau dirujuk.
Permasalahan utama karena jarak dan biaya. Lebih utamanya
adalah biaya transportasi. Jika menggunakan transport darat
jalannya juga sangat susah jika menggunakan kapal menuju ke
pelabuhan juga jauh dan susah jika air sedang surut. Maka upaya
apapun sebisa mungkin dilakukan di sini termasuk operasi ringan.
34
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Jika Dokter Hasrul memberikan rekomendasi untuk merujuk
kemudian reaksi wajah pasien tampak langsung sedih sehingga
upaya apapun sebisa mungkin dilakukan di Puskesmas ini dan
memang sudah tidak bisa lagi dilakukan di sini baru dirujuk.
Sehingga kadang Puskesmas ini menangani seperti rumah sakit.
Meskipun gratis namun untuk transportasi biayanya lebih mahal
dari obat dan periksanya.
2.1.4. Sejarah Dusun Pantar Kabali
Cerita sejarah dusun di Pantar Kabali lebih banyak dari
mulut ke mulut. Masyarakat Pantar Kabali lebih mengenal
budaya tutur daripada budaya tulis. Mereka lebih senang
mendengarkan orang berbicara dan bercerita daripada
membaca. Seperti sejarah dusun mereka diceritakan oleh orang
tuanya dulu atau orang-orang yang lebih tua. Namun ada juga
generasi muda yang sekarang ini kurang mengenal sejarah dusun
mereka. Seperti yang diceritakan para informan berikut yang
umumnya usianya sudah di atas 40 tahun.
“Dulu sejarahnya tahun 1950 belum ada yang tinggal di
dekat sungai, semua tinggal di kebun karet. Ada Sungai
Binjai, Sungai Pantar, Sungai Gayo. Pada tahun 1968-69
datanglah pengusaha namanya Pancaniaga. Pancaniaga
ini bekerjasama dengan TNI Batalyon 631 datang ke sini
membuka usaha di Bidang Perkayuan Agatis. Agatis juga
disebut Pilau kata orang pada waktu itu ada satu orang
yang namanya sekarang masih hidup namanya Jalak
Sandan. Busra Saman, Bidin Salu, dll ini berembug
semuanya bertujuh akan membuat perkampungan di
sini walau rumah kita di atas sana. Mulailah mereka
membangun pada tahun 1969 karena sudah ada Sungai
Pantar bikinlah nama kampung ini menjadi Pantar
35
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Kabali. Ditetapkannya nama pantar Kabali adalah bulan
Juli Tahun 1969.Pertama berdiri Pantar Kabali ini adalah
dukuh kemudian jadi dusun lalu kampung baru
kemudian desa.”
Menurut informan tersebut pertama kali warga dusun di
Pantar Kabali tinggal di kebun karet. Kebun karet milik rakyat ini
sudah ada lebih dulu dibanding perusahaan Kayu Agatis yang
dibangun Pancaniaga dan Batalyon TNI 631. Lahirnya kampung
ini banyak warga yang kurang tahu persis. Mereka banyak yang
mengingat dulunya tinggal di kebun karet di atas sana kemudian
pindah turun ke dusun ini. Seperti yang diceritakan Pak J ini:
“Karena lahirnya kampung ini Tahun 72 memang asal
semula di atas sana di kebun sana di atas kebun-kebun
di ujung Sungai Pantar aja lewat sini langsung Palangka
jalan tembus. Namun sekarang nggak ada lagi yang
tinggal di sana, nggak ada lagi tinggal bekas-bekasnya
saja, semua turun ke sini. Semua merapat ke sungai dulu
sumber airnya ada di tanjakan sana tempat orang
nambat kelothok. Dulunya di belakang sekolah itu danau
kalau di sini (rumahnya Pak J) air saja. Lama kelamaan
danau itu mengering. Generasi sekarang adalah generasi
ke 12 sudah tidak tahu lagi generasi sekarang tidak tahu
lagi sejarah-sejarahnya.”
Pemberian nama Pantar Kabali juga masing-masing
pencerita memiliki cerita yang berbeda-beda. Dalam kisah
mereka ada dua kata penting yang memiliki makna berbeda yaitu
“pantar” dan “kabali”. Pak J menceritakan asal usul nama Dusun
Pantar Kabali sebagai berikut:
“Diberi nama Pantar Kabali ini yang pertama menerobos
ke sini Cuma orang 6 sekeluarga. Kabali itu satu kwali
36
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
atau kuantan untuk masak itu satu rumpun keluarga, lalu
dipecah-pecah sampai sekarang.”
Versi cerita lain tentang sejarah dusun ini diceritakan oleh
Pak UBS, asal usul Pantar Kabali itu dari kata “pantar” itu kayu
tegak yang ditancapkan. Dulu ketika dusun ini masih sepi dan
hanya ditinggali beberapa kepala keluarga saja ada yang
menancapkan kayu yang tegak berupa tiang, yang di atasnya
diletakkan “kabali” atau kwali. Kabali juga bisa diartikan keluarga
sehingga Pantar Kabali adalah tiang keluarga.
Semua cerita benar menurut versi mereka karena cerita
itulah yang mereka dengar dari leluhurnya dan itulah yang
mereka tangkap. Dari cerita mereka ada beberapa kesamaan
yang bisa dijadikan pedoman sejarah dusun bahwa dulunya
nenek moyang mereka tinggal di Kebun Karet yang letaknya di
atas dusun yang sekarang dan ketika ada pengusaha masuk
seperti Pancaniaga yang dibantu Batalyon TNI mereka baru
pindah ke dusun yang sekarang. Keenam atau Ketujuh leluhur
mereka ini tinggal menetap di dusun ini kemudian anak-anak
mereka menikah antara satu dengan keluarga yang lain sehingga
diantara mereka terjadi hubungan kekerabatan dan mereka
akhirnya menjadi satu saudara.
Dusun Pantar Kabali adalah sebuah dusun yang masuk
wilayah Desa Danau Rawah namun pada tahun 2012 pemerintah
mengeluarkan Perda No 6. Tahun 2012 tentang Pembentukan 61
desa di 12 Kecamatan Kabupaten Kapuas. Perda tersebut
menyebutkan di pasal 39 tentang pembentukan Desa Sei Gita.
Sei Gita ini sebelumnya dusun yang masuk wilayah Muroi namun
berdasarkan Perda No.6 Tahun 2012 ini Sei Gita akhirnya
menjadi desa dengan luas wilayah 31,597 Ha dimana sebelah
Utara dan Timur berbatasan langsung dengan Desa Muroi Raya.
37
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Dusun Tapian Karahau pada mulanya merupakan dusun
bagian dari Muroi Raya namun pada perkembangan terakhir
dusun ini akan dimasukkan wilayah Desa Sei Gita, sementara
penduduk Tapian Karahau telah membuat kesepakatan yang
ditanda tangani bersama bahwa mereka tidak mau masuk
wilayah Sei Gita tapi ingin tetap menjadi bagian dari Muroi Raya.
Hal ini masih menjadi konflik khususnya di tingkat elit sebab
masyarakat telah mengangkat Kepala Dusun (Kadus) baru,
walaupunKadus yang lama tidak mau lengser. Hal yang menjadi
kendala, karenaKadus yang lama domisilinya ada di Palangkaraya
dan menyetujui bahwa Dusun Tapian Karahau dimasukkan dalam
wilayah Sungai Gita. Sementara warga yang sudah mengangkat
Kadus baru tetap ingin mereka berada di wilayah Muroi Raya
mengingat sejarah dan hubungan masa lalu dengan warga Pantar
Kabali.
Salah seorang tokoh masyarakat menyebutkan bahwa
rencananya Muroi Raya ini akan menjadi Kecamatan dan Tanjung
Jaya akan menjadi desa sendiri, berikut perkataan tokoh
masyarakat tersebut:
“Tahun 2015 akan ditetapkan jadi kecamatan. Oleh Pak
Teras Narang sudah ditetapkan jadi Kecamatan Muroi
Raya. Ada pemekaran Teluk Batu, Gawing, ada lagi
pemekaran di Lahei yang di buntok sana. Di Mantangai
ini ada 49 desa maka bisa dimekarkan jadi 3 kecamatan.
Kecamatan Mantangai, Kecamatan Lamunti, kecamatan
Muroi Raya.”
Jika apa yang dikatakan informan ini memang benar
demikian bahwa Muroi Raya akan berkembang menjadi
kecamatan lalu bagaimana status dusun yang sampai saat
penelitian ini ditulis belum ada kejelasan statusnya. Sementara
38
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Balai Desa yang selesai dibangun petugasnya tidak ada dan data
pendukung seperti monografi desa dan batas wilayah juga belum
selesai dibuat. Balai Desa hanya sebuah bangunan kosong yang
tidak ada aktivitas. Kemudian jika berkembang menjadi
kecamatan apakah sudah siap perangkatnya. Selesai
pembangunan Balai Desa dan Tidak ada aktivitas di sana
kemudian menjadi pertanyaan kembali, konsep balai desa
seperti apakah yang sesuai untuk Desa Pantar Kabali yang
masyarakatnya beraktifitas di luar desa seperti kepala desanya
tinggal di Mantangai, Sekretaris Desanya hanya seminggu sekali
ke Pantar Kabali dengan pekerjaan utamanya sebagai pedagang
dari Kapuas ke Pantar.
2.1.5. Sejarah Dusun Tapian Karahau
Menurut cerita Mantir Adat Kaharingan, nama desa ini
Karahau karena dulu memang di dusun ini banyak ditinggali
Karahau yang dalam Bahasa Indonesia artinya adalah kijang.
Areal dusun ini awalnya adalah hutan dan ada beberapa
penduduk yang hidup dari memantat getah karet.
Para penyadab karet ini akhirnya menetap di dekat
Sungai Muroi dan membuat pemukiman akhirnya karena
bertambah banyak akhirnya menjadi perkampungan. Para
leluhur yang pertama kali menetap di dusun ini adalah penganut
Kaharingan setelah itu baru Kristen dan Islam masuk dusun ini
sehingga ada 3 penganut agama di Dusun Karahau ini.
Di Dusun ini ada 1 bangunan gereja dan 1 bangunan
sekolah SD. Di sini hanya ada SD sehingga bagi mereka yang
akan meneruskan ke SMP mereka akan ke Mantangai, Kapuas,
atau Palangkaraya asal di daerah itu mereka punya saudara.
Sehingga mereka akan menitipkan anak itu ke saudaranya. Di SD
39
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
ini ada 3 ruang, kelas 1 dan 2 dijadikan satu kelas, 3 dan 4 jadi
satu kelas, serta 5 dan 6 jadi 1 kelas. Namun karena sekarang
guru honorernya cuma 1 orang kadang jika pelajaran umum yang
memungkinkan dijadikan 1 kelas. Dulu ada guru-guru PNS di
sekolah ini namun di sini hanya menunggu SK keluar saja setelah
SK Keluar kemudian mereka mencari-cari alasan untuk pindah
dari dusun ini, entah alasannya tidak ada sinyal, tidak ada WC
atau tidak ada rumah untuk guru yang layak. Gaji guru honorer di
sekolah ini Rp. 300.000,- per bulan. Kepala sekolah hanya sebulan
sekali berkunjung ke sekolah ini.
Ada perumahan guru di dusun ini namun perumahan itu
sudah rusak dan tidak layak huni. SD ini rencana akan ada
penambahan guru PNS namun jika bangunan untuk rumah guru
tidak layak akan tinggal dimana guru tersebut. Mantir Adat
mengatakan sebaiknya perumahan untuk guru itu diperbaiki dulu
baru ditambah gurunya untuk mengajar di SD Tapian Karahau ini.
Bukti bahwa dulunya di dusun ini banyak kijangnya salah
satunya di rumah warga ada tulang kepala Kijang yang
bertanduk. Kepala Kijang ini dulunya laki-laki karena tampak
banyaknya tanduk yang ada di kepalanya. Menurut Pak Neon di
Dusun ini dulu banyak Karahau (Kijang) yang tingginya 2 meter
maka dinamailah dusun ini “Tepian Karahau” di hutan sekarang
juga masih ada Karahaunya meskipun sudah tidak sebanyak dulu.
Pak Neon sendiri juga termasuk pendatang dia sudah 20 tahunan
menetap di Dusun Karahau ini. Selain Karahau di hutan juga
masih banyak binatang buasnya seperti beruang, babi hutan, dan
ular. Ular Sawa dan kobra sering terlihat melintas di jalan setapak
di tengah hutan. Pak Neon pernah melihat ular kobra dan sawa
berkelahi. Di darat ular kobra menang karena patukan bisanya
yang mematikan namun jika di air ular kobra ini kalah karena
lilitan ulat sawa bisa mematahkan tulang. Pak Neon pernah
40
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
berburu di hutan naik sepeda dan membawa senapan angin di
tengah jalan melihat ular sawa yang besar sekali kemudian dia
tembak kepalanya tapi tidak mempan malah sepedanya dikejar
dan dia mengayuh sepeda sangat kencang sehingga tidak terkejar
oleh ular itu. Besok siangnya ada warga yang membawa
sekawanan anjing masuk hutan dan mengejar dan menggigit
binatang dikira babi hutan ternyata ular sawa yang sudah mati
sepanjang 6 meter, kemungkinan ular yang ditembak Pak Neon
kemarin.
2.1.6. Perkembangan Desa Muroi Raya
Dari cerita informan di atas bahwa Desa Muroi Raya
mengalami perkembangan dari awalnya mereka tinggal di sekitar
hutan karet kemudian berkembang menambah dusun karena
mendekati sumber areal lahan penambangan emas kemudian
muncul pertanyaan, seandainya emas habis ditambang
masyarakat akan kembali ke karet ataukah bermigrasi mencari
pekerjaan baru. Dengan isu baru bahwa Desa Muroi Raya akan
berkembang menjadi kecamatan kira-kira akan seperti apakah
bentuk dan struktur desa ke depannya?
Salah seorang warga menceritakan ada perubahan pada
lebar dan kedalaman Sungai Muroi. Awalnya Sungai Muroi kecil
namun dalam dan ditandai dengan adanya buaya di Sungai itu.
Namun sejak maraknya penambangan emas di Sungai Muroi ini
air sungai menjadi tercemar dan suara mesin lanting menakuti
buaya itu sehingga buaya ini bermigrasi ke tempat yang lebih
tenang.
Perkembangan desa tampak dari cerita para warga yang
sudah lama menetap di dusun ini mereka menceritakan kisah
dimana perbedaan keadaan dusun waktu mereka pertama kali
41
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
tinggal di dusun ini atau ketika masa kecil mereka tinggal di sini
kemudian membandingkan dengan keadaan saat ini.
Sepuluh tahun yang lalu sebelum Truk dan Ranger masuk,
Bapak Hengki berjualan barang dagangan menggunakan perahu
ke Kapuas, 2 Minggu sekali dia ke Kapuas. Namun setelah banyak
Ford Ranger masuk membawa barang dagangan Pak Hengky
hanya tinggal di rumah menjaga warungnya. Tiap hari pasaran,
yakni Jumat malam, pulsa dengan nominal 10.000 bisa laku 100
biji dan yang 25.000 bisa laku 50 biji. Laba per pasaran untuk
pulsa saja bisa Rp.300.000,- lumayan bisa buat beli beras
katanya.
Sepuluh tahun yang lalu pula penduduk Pantar Kabali ini
masih menanam padi dan ketela setelah mereka bekerja puya14,
semuanya tidak lagi menanam padi dan memilih beli dari
pedagang. Pak Hengky satu-satunya warga yang memiliki alat
penangkap sinyal di rumahnya. Dia membeli alat penangkap
sinyal di rumahnya ini harganya Rp. 7.000.000,- dan dulu semua
penduduk telepon di sini dan semua membeli pulsa di sini. Kalau
di warung lain pulsa yang Rp. 10.000,- itu ada yang menjual Rp.
15.000 sampai Rp. 20.000,-. Pak Hengki dulu juga membeli
handphone satelit seharga Rp. 7.500.000,-, penggunaannya boros
sekali, sekali berbicara habis Rp. 25.000,Berbeda lagi dengan kondisi di Dusun Tanjung Jaya. Jika
dari Pantar Kabali hendak menuju ke Dusun Tanjung Jaya
biasanya menunggu taksi air munculnya dari Pelabuhan Teluk
Batu sekitar jam 13.00 WIB. Namun perjalanan menuju Tanjung
Jaya atau warga setempat lebih akrab menyebutnya Dusun
Bereng Garong karena dusun itu dulunya Garong sebelum diubah
menjadi Tanjung Jaya, tidak semulus yang direncanakan kadang
14
Pasir yang mengandung 12 unsur logam di dalamnya.
42
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
kalau air sungai surut kapal bisa mogok di tengah jalan menuju
Dusun Bereng Garong. Jika taksi tersebut sempat mogok maka
harus pindah ke taksi lain. Perjalanan kurang lebih selama 2 jam.
Sesampainya di Garong suasana tidak jauh beda dengan Pantar
Kabali di pintu masuk disambut dengan dermaga dari kayu ulin
tempat bersandar beberapa kapal. Di situ juga ada jamban apung
yang bisa digunakan oleh siapa saja untuk kencing atau BAB
(Buang Air Besar). Di tanjakan masuk dusun di kanan kiri penuh
dengan buangan sampah.
Ketika memasuki dusun, tampak ada penjual warung yang
menyediakan kebutuhan sehari-hari dan tampak ada toko
namun berdinding kayu yang menjual kebutuhan para
penambang puya seperti mesin penyedot, selang, genset, dan
lain lain. Tampak para pedagang lain sedang memasang terpal
untuk menggelar dagangannya karena di sini pasarnya 2 hari
Sabtu Malam dan Minggu Malam. Pengalaman menentukan
bahwa paling ramai di Minggu Malam karena Sabtu Malam para
pedagang sebagian masih di Dusun Bukit Keramat dan hanya
sebagian saja di Bereng Garong .
Tamu yang pertama kali ke sini akan diarahkan ke rumah
Pak Kadus namanya Pak Rika, tamu yang berkunjung ke rumah ini
disambut baik dan dijamu dengan minuman teh. Bereng Garong
ini mayoritas penduduknya menambang puya. Dulu sebelum
menjadi dusun tempat ini namanya Garong dimana ada
pemukiman sementara orang bekerja. Namun lama kelamaan
banyak orang mendirikan pemukiman dan karena wilayah ini
masuk wilayah Muroi dan Dusun ini diubah namanya jadi
“Tanjung Jaya”. Digantinya nama dusun ini karena Garong
terkesan negatif sehingga diubah jadi Tanjung Jaya. Dulu
memang dusun ini banyak perkelahian berebut lokasi
43
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
penambangan sampai bunuh-bunuhan. Semenjak ada keamanan
seperti Brimob kemudian lokasi ini menjadi tempat yang aman.
Dari Dusun Tanjung Jaya ada jalan tembus yang langsung
menuju Palangkaraya namanya jalan Hutan Tanaman Industri
(HTI) yang sebelumnya jalan perusahaan kayu. Jalan ini hanya
bisa dilalui truk dan Ford Ranger. Warga sedang swadaya
membangun sekolah dan sedang mempersiapkan balai
pengobatan masyarakat. Di sini ada Mantri dari Mandomai yang
sudah pensiun sering datang ke dusun ini sebulan sekali. Arsyad
sebagai Mantri Danau Rawah meminta maaf pada Pak Kadus
karena sebenarnya wilayah ini adalah tanggung jawab dia namun
karena jika bawa obat sampai di Pantar Habis sehingga tidak jadi
sampai Garong. Jika Balai Pengobatan Masyarakat jadi Arsyad
akan menyanggupi untuk datang ke Dusun ini 2 minggu sekali.
Pak Rk termasuk juragan atau bos “puya”. Dia punya 25
lanting, Banyak yang ingin kerjasama dengan dia. Kemarin baru
saja ada tamu dari Australia ingin kerjasama “puya” ini. Tanjung
Jaya ini sedang banyak orang luar ingin masuk baik perusahaan
“puya” atau yang baru-baru ini ada TBI (Sebuah Lembaga
Kehutanan) yang akan menjadikan wilayah hutan dari Mantangai
sampai Tanjung Jaya untuk dijadikan area hutan lindung. Pak Rk
kurang sependapat karena area mereka menerjang area hutan
adat milik penduduk. Hal ini menimbulkan konflik tentang batas
wilayah.
Kayu hutan sempat menjadi komoditas masyarakat. Dulu
masyarakat mengambil kayu hutan untuk dijual. Tapi ketika ada
kebijakan pemerintah melarang, masyarakat tidak berani.
Mereka kemudian beralih ke penambangan emas. Pola
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan ekonomi berpusat pada
beberapa sumber daya yang bisa mereka serap. Pada awalnya
mereka menggantungkan hasil ekonomi dari karet, kemudian
44
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
ketika karet dirasa harganya turun dan tidak bisa lagi mencukupi
kebutuhan mereka mereka beralih ke penjualan kayu hutan dan
hasil hutan, kemudian ketika hal ini dilarang dan merupakan
kegiatan ilegal mereka beralih ke emas. Ketika emas yang
awalnya dahulu berupa bongkahan, kemudian kerikil, dan
beberapa akhir ini berupa butiran pasir menunjukkan bahwa
emas mulai langka dan akan habis kemudian masyarakat beralih
ke “puya”. Penjelasan tentang “puya”merupakan limbah emas ini
dulunya tidak dihargai oleh masyarakat namun setelah mereka
tahu “puya” atau sirkon ini ada harganya mereka beralih
menambang sirkon.
Dari pola ini masyarakat Muroi Raya untuk memenuhi
kebutuhan mereka tampak bahwa mereka memanfaatkan
sumber alam yang bisa dimanfaatkan dan jika sumber atau
tempat tersebut tidak menghasilkan lagi atau mulai habis mereka
beralih ke sumber daya lain atau pindah lokasi lain. Ketika Sirkon
ini mulai menipis mereka akan beralih kembali ke karet atau
menanam tanaman baru yang kemungkinan akan ada hasilnya
yaitu sawit. Mengingat buah sawit bisa dimanfaatkan untuk
bahan baku biosolar. Sementara negara butuh energi terbarukan
pengganti bahan bakar fosil dan yang paling memungkinkan
untuk Indonesia adalah biosolar dan sawit ini punya harapan
untuk menjadi sumber daya baru untuk menjadi sumber ekonomi
utama warga di Muroi Raya mengingat tanah yang cocok untuk
ditanami sawit. Beberapa daerah sudah mulai membuka hutan
untuk ditanami tanaman sawit. Namun selama ini tanaman yang
ada di Muroi kurang dimanfaatkan maksimal karena tidak ada
perusahaan dan tidak ada akses jalan darat yang memadai.
“Per gr 400 kalau di timpah bebas. Kalau dulu harga puya
mahal sampai 10 ribu per kilonya emas ini 4 sampai 4,5
45
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
minyak gas satu drumnya 2 juta solar 17,5 setahun ini
susahnya masyarakat . Getah ini yang turunnya sangat di
sini lahannya ada 2 km jauhnya dari dusun. Banyak tanah
kosong oleh tidak ditanami getah karena tanahnya
seperti ini pasir. Getah tidak bisa tumbuh, kalau sawit
bagus. Tapi Sawit ndak ada di sini karet aja karena di sini
jalannya nggak ada karena kalau ada jalan lintas enak aja
nanamnya”.
Di beberapa daerah atau wilayah tanahnya berbeda
sehingga tidak semua tanah di dusun ini bisa ditanami karet,
menurut informan tanah yang bagus ditanami karet adalah yang
berwarna coklat yang agak berpasir bagusnya ditanami sawit.
Menurut mereka buah-buah sawit di sini hanya dimakan anjinganjing.
2.1.6.1.
Mobilitas Penduduk,
Komunikasi
Sarana
Transportasi
dan
Sarana transportasi darat menuju Desa Muroi Raya hanya
bisa ditempuh sampai di Pelabuhan Teluk Batu. Sarana
transportasi yang digunakan biasanya taksi. Taksi ini ada yang
memiliki pangkalan dan ada yang jalan sendiri. Penduduk Muroi
Raya menyebut taksi yang jalan sendiri-sendiri itu sebagai “Taksi
Liar”. Untuk menggunakan taksi ini harus kontak dulu dengan
sopir atau perusahaan travel. Armada yang digunakan taksi ini
rata-rata mobil Kijang Inova, Toyota Avanza, dan Kijang Krista,
taksi yang bisa sampai Muroi Raya dari Palangkaraya hanya
Senin dan Kamis.
Sementara untuk sarana transportasi air, Pelabuhan Teluk
Batu menjadi tempat transit bagi warga yang ingin melanjutkan
perjalanan ke Dusun di hulu sungai. Ada calo di Pelabuhan Teluk
Batu ini yang menjembatani antara pemilik kapal dan
46
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
penumpang. Perjalanan melewati sungai ini bisa menggunakan
perahu yang disebut taksi air atau ketinting (perahu yang lebih
kecil namun lebih lincah di permukaan air yang dangkal).
Untuk mengangkut hasil puya dan mengangkut barang
dagangan ada truk dan mobil double gardan yang menyerupai
truk mini yaitu ford ranger yang biasa digunakan warga untuk
mengangkut barang dagangan ataupun puya yang bisa masuk ke
dusun karena jalan desa bekas perusahaan yang rusak karena
berlubang.
Komunikasi
Untuk sarana komunikasi dengan dunia di luar dusun
mereka menggunakan antene outdoor untuk handphone dengan
perpanjangan kabel antara 20-35 meter. Ini saja hanya
handphone tertentu yang bisa menangkap sinyal yaitu
handphone buatan Cina. Kalau warga dusun biasanya
menyarankan untuk mengeset pilihan jaringan di handphone
untuk program manual agar handphone dapat digunakan. Namun
sinyal ini juga tergantung dengan menara tower Telkomsel
terdekat yang terletak di Teluk Batu, Jika sedang ada gangguan
maka warga tidak bisa menerima jaringan.
Selain itu untuk melihat televisi mereka membutuhkan
antene parabola dan beberapa warga juga berlangganan TV
kabel. Hanya saja televisi ini biasanya hanya mereka nyalakan
pada sore sampai malam hari karena listrik masih
menggantungkan pada mesin genset yang hanya mereka
nyalakan antara pukul 18.00-22.00 WIB.
47
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
2.1.6.2. Permasalahan Sosial di Desa
a. Kurangnya Perhatian Pada Dunia Pendidikan
Permasalahan sosial yang dihadapi warga seperti yang
dirasakan tokoh masyarakat seperti Kepala Sekolah SD antara
lain adalah kurang perhatian pada dunia pendidikan. Khususnya
karena dibutakan dengan uang. Ini bagaimana orang tua
mendidik anak agar jangan dimanjakan dengan uang. Di desa ini
masih ada anak diajak kerja oleh orang tua mereka dan justru
anak sendiri yang disuruh menjual hasil kerja tersebut seperti
puya dan emas. Kemudian hal ini mengakibatkan anak
mempunyai pemikiran bahwa mereka tanpa sekolah sudah bisa
kerja dan sudah bisa menghasilkan uang. Sehingga menganggap
sekolah menjadi tidak penting lagi. Anak bisa membantu orang
tua tapi hal demikian sebaiknya jangan dilakukan.
Beberapa warga juga sering mengeluhkan jarangnya guru
masuk untuk mengajar. Kadang ada guru yang mengajar hanya
seminggu sekali. SMP ada bangunannya namun muridnya tidak
ada dan tidak ada aktifitas belajar mengajar di SMP itu. Beberapa
guru honorer menjadi malas mengajar juga disebabkan karena
ada potongan pada gajinya.
“Semuanya honorer. Dulu ada guru PNS tapi tidak betah
tinggal di sini. Tege masalah dengan kepala sekolah garagara gaji. Yang honorer aja tidak setiap bulan dibayar,
tapi tiga bulan sekali baru dibayar. Dulu gajinya 1,5 juta
terus turun lagi jadi 1 juta lagi.”
Guru di SD ini ada masalah dengan kepala sekolah yang
mengakibatkan mereka tidak betah mengajar. Sehingga jarang
masuk untuk mengajar yang berdampak pada tingkat pendidikan
murid di situ. Salah seorang Orang Tua murid juga mengatakan
48
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
bahwa anaknya tidak pernah masuk sekolah di akhir tahun bisa
naik kelas. Sampai sekarang anaknya juga belum bisa membaca.
b. Perilaku Hidup Bersih dan Rapi Kurang Diperhatikan
Permasalahan kedua adalah permasalahan budaya.
Regenerasi yang tua ke anak muda yang sekarang ini hampir
tidak ada. Padahal budaya itu perlu diwariskan, misalnya tentang
lingkungan bersih. Bagaimana warga diajak bersih desa misal
“jumat bersih”. Pak Kepala Sekolah sering mengajak gurudan
siswamembersihkan lingkungan sekitar dan mengumpulkan
sampah ke tempat pembuangan. Membelikan minyak untuk
membakar. Tidak hanya itu juga jemuran di rumah warga di
depan rumah kadang juga disarankan untuk diperhatikan
kerapihan dan tata letaknya.
c. Kenakalan Remaja dan Narkoba
Kenakalan remaja dan pemuda ini banyak jenisnya yang
ingin diutarakan di sini sebagian dari kenakalan itu salah satunya
adalah para remaja sudah mulai dan senang menonton CD Porno.
Kenakalan remaja ini bahkan sering menimbulkan keresahan di
warga. Ketika ditegur oleh tokoh masyarakat kadang mereka
melawan dan menimbulkan perkelahian dan konflik baru
sehingga harus melibatkan kepolisian untuk mengatasinya.
Seperti cerita informan berikut:
“Terus masalah lingkungan, ada CD porno pernah
kupecahkan CD-nya itu. Tapi sekarang sudah tidak ada.
Dulu yang punya CD porno itu ngumpul gabungan
berapa orang. Aku pernah dikeroyok gara-gara
kupecahkan itu. Dikeroyok orang muda dan orang tua
juga. Sudah kuperingatkan berkali-kali tapi tidak
dihiraukan. CD-nya kupecahkan TV-nya kutampar. Yang
masuk penjara aku atau kamu itu saja. Pernah aku
49
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
kerjasama dengan kepolisian. Mereka yang tangkap, Tapi
aku yang mengeluarkan. Aku tidak sayang mengeluarkan
uang untuk mendidik orang biar jera.”
Selain CD Porno ada remaja yang nyabu. Mereka
mendapatkan barang tersebut dari Palangkaraya. Sebenarnya
kalau tiap malam para pengurus kampung keliling dan
mengawasi para pengedar dan pemakai itu tidak berani memakai
tapi siapa yang mau jalan tiap malam. Remaja yang
menggunakan sabu juga ada tapi sulit untuk diketahui. Mereka
pintar menjaga rahasia atau menyembunyikan kegiatan tersebut.
Perkelahian di sini juga sering dan penyelesaiannya
meihat kasusnya dulu. Apakah kedua belah pihak tidak mau
diselesaikan. Kalau mau diselesaikan, kita selesaikan dengan cara
adat. Adat di sini kan masih ada. Dendanya namanya singer. Jipen
itu untuk Lewu kalau Bahasa Sunda yang diindonesiakan adalah
Singer. Kriminal itukan ada batasnya yang harus ditangani polisi.
Mana yang melanggar hukum dan tidak. Semua sama.
d. Kasus Perselingkuhan
Salah satu kasus perselingkuhan yang terjadi di Dusun
Pantar Kabali menjadi cerita di berbagai tempat. Termasuk di
Karahau cerita ini juga terdengar. Secara adat mereka yang
ketahuan selingkuh akan didenda secara adat. Menurut Mantir
Adat Kaharingan di Karahau jika terjadi kasus perselingkuhan
seperti di Pantar itu dendanya harus sesuai aturan adat tidak
boleh tawar menawar. Namun yang terjadi di Pantar yang pelaku
sempat mengajukan tawaran kepada Mantir Adat di sana
seharusnya hal tersebut tidak diperbolehkan.
Salah satu versi cerita kasus perselingkuhan itu menurut
salah satu tokoh masyarakat di Pantar sebagai berikut:
50
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
“Kemarin dusun ini habis menyidang orang selingkuh
dibawa langsung ke demang sana. Kita ada panduannya.
Misalnya ya maaflah sampeyan ini sudah punya suami
aku ini dah punya istri. Aku ini mengganggu sampeyan
sedang aku ada istri, kita ini bukan sama senang aja.
Keinginanku ini langsung menginginkan kamu jadi istriku.
Jadi yang menuntut ini pertama istriku, suami sampeyan,
dua udahkan. Di kampung ini perbuatan sampeyan
lamanya berapa. Satu pelanggaran itu satu kathi sama
dengan 880 mili emas. Kurang sedikit satu gram
dihitungkan berapa kathi pelanggarannya. Jika saya tidak
senang dengan sampeyan itu sudah 30 kathi karena
perbuatan itu. Ada panduannya. Jika ternyata sampeyan
tidak senang misal dia mengganggu aku dan dia melapor
ke adat berapa kali menggoda aku, tetapi jika kalian ini
sama-sama suka dah kalian kena pelanggaran sudah.
Pelanggaran sampeyan itu adalah mengganggu suami
orang dan aku mengganggu istri orang yang ketiga ini
melanggar budaya dikenakan berapa kati. Dibayarkan ke
Ketua adat, bagaimana pembagiannya nanti? Kalau
sampai bercerai ada pembagian untuk istri aku ke
sampeyan untuk adat dan untuk pembersihan lewu.”
Menurut keterangan beberapa tokoh masyarakat pelaku
perselingkuhan tersebut sudah membayar dendanya kepada BPD
dan tinggal menunggu ada upacara adat untuk pembersihan desa
agar hal tersebut tidak terjadi lagi di dusun ini.
2.1.7. Sejarah Masuknya Tenaga Kesehatan
Menurut cerita warga setempat dirasakannya adanya
tenaga kesehatan yang masuk ke dusun mereka adalah sejak
adanya Puskesmas Keliling dan Posyandu yang selesai dibangun
di Dusun Pantar Kabali. Menurut cerita salah satu Petugas
51
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Puskesmas Keliling Puskesmas Danau Rawah, dia mulai bertugas
di Puskesmas Danau Rawah tahun 2003 dan dulunya Muroi Raya
ini masih menjadi bagian dari Desa Danau Rawah sehingga
pelayanan Puskesmas keliling juga mencakup dusun-dusun di
sini. Sampai sekarang pelayanan Puskesmas Keliling ini masih
berjalan. Kamis bertugas di di Sungai Gita, Jumat di Pantar Kabali,
Sabtu di Bukit Keramat dan Minggu di Dusun Tanjung Jaya.
Sementara ini petugas Puskesmas keliling hanya 1 orang karena
tenaga di Puskesmas Danau Rawah juga masih kurang.
Pada awalnya petugas ini yang berasal dari Kapuas
awalnya sulit karena di Kapuas dia biasa menggunakan Bahasa
Banjar namun ketika masuk sini harus berbahasa Dayak. Namun
lama-lama dia bisa menyesuaikan dengan masyarakat dan bisa
diterima di masyarakat.
Untuk Posyandu baru dibangun tahun 2012 dengan
pendanaan dari PNPM. Posyandu ini terletak di Dusun Pantar
Kabali, ada seorang Tenaga Kerja Sukarela (TKS) yang bekerja di
situ pada awalnya, namun akhir-akhir ini sudah satu bulan
terakhir Posyandu kosong karena TKS tersebut anaknya sakit di
Kapuas sehingga untuk sementara selama bulan Mei-Juni 2014
petugas di Posyandu kosong. Masyarakat hanya dilayani oleh
tenaga Puskesmas Keliling 2 Minggu sekali dan kadang satu bulan
sekali.
2.2.Geografi dan Kependudukan
2.2.1.Air Sungai dan Sumber Air Minum
Desa Muroi Raya adalah salah satu desa yang masuk
wilayah Kecamatan Mantangai. Jumlah Rumah Tangga atau
Kepala Keluarga ada 544 yang terdiri dari 1.085 laki-laki dan 996
perempuan sehingga jumlah total keseluruhan penduduk ada
52
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
2.081 jiwa. Luas desa 16 km2 dengan kepadatan penduduk
130,06/km2.
Desa Muroi Raya terletak di sepanjang Sungai Muroi yang
merupakan anak Sungai Kapuas. Dusun yang didiami penduduk
juga mendekati tepian sungai sehingga sarana transportasi utama
warga dusun adalah klotok atau perahu. Sungai Muroi ini
digunakan warga sebagai jalur utama transportasi air dari
Pelabuhan Teluk Batu ke wilayah-wilayah dusun. Setiap dusun
ada anak sungai yang airnya jernih, air tersebut dimanfaatkan
warga untuk minum dan sumber air bersih. Anak sungai tersebut
antara lain Sei Pantar, Sei Gita, Sei Karahau. Warga dusun
membagi wilayah untuk pemanfaatan air sungai. Air Sungai
Muroi selain dimanfaatkan untuk jalur transportasi air juga
dimanfaatkan penduduk sebagai lokasi penambangan puya dan
emas. Jamban penduduk juga dibangun di pinggir Sungai Muroi.
Sungai Muroi ini dianggap airnya sudah kotor dan
tercemar oleh penduduk sehingga air Sungai Muroi tidak layak
dikonsumsi. Air Sungai ini pernah diukur kadar mercurinya
mencapai 60 sehingga tidak layak dikonsumsi. Air sungai Muroi
ini sudah tercemar mercuri karena kegiatan penambangan emas
ini sudah berjalan selama 20 tahun. Dulu Sungai Muroi tidak
lebar tapi dalam dan airnya coklat kemerahan karena terkena
banyak akar tanaman hutan. Namun karena disedot di tepi dan
dipindahkan ke tengah pasirnya lama-lama dinding sungai
melebar dan air sungai menjadi dangkal. Sebenarnya debit air
dari hilir tetap tapi karena melebar sehingga menjadi dangkal.
Dulu penambangan tradisional dengan diayak dan tidak
menggunakan air raksa. Yang dicari dulu dapatnya emas yang
besarnya sebesar batu kerikil yang besar namun karena semakin
lama habis maka sekarang yang dicari dengan air raksa adalah
53
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
butiran emas. Penambangan emas ini menjadi mata pencaharian
utama sebagian besar penduduk Muroi Raya.
Sungai yang airnya masih jernih seperti Sungai Pantar dan
Sungai Karahau sangat dijaga oleh penduduk. Mereka membuat
larangan tidak tertulis agar warga tidak diperbolehkan melakukan
kegiatan yang bisa mencemari air Sungai Pantar. Barang siapa
melakukan kegiatan mencemari air Sungai Pantar walaupun dia
pejabat desa sekalipun akan dikenakan sangsi. Air sungai Pantar
ini selain dimanfaatkan untuk air minum juga dimanfaatkan
untuk mencuci baju, mandi, mencuci kapal, dan mencuci
peralatan dapur oleh penduduk. Selain air Sungai Pantar warga
dusun mengandalkan sumur bor sebagai sumber air bersih.
Sumur boor di sini memiliki kedalaman antara 10 sampai 20 m.
Namun sumur bor ini ada yang berbau dan ada yang tidak.
2.2.2. Kondisi Geografis Dusun Pantar Kabali
Penduduk Pantar Kabali jika pagi dan sore hari
memanfaatkan air Sungai Pantar untuk mandi, mencuci baju,
mencuci piring, juga mencuci kapal. Air di Sungai ini bening dan
berwarna kecoklatan. Warna kecoklatan ini disebabkan karena
air bercampur dengan akar akaran tanaman yang dilewati.
Para perempuan yang mandi di sungai hanya memakai
“tapih” dan laki-laki hanya memakai celana dalam. Mereka
memisahkan area lokasi yang boleh untuk diambil air minum dan
area mana yang hanya boleh untuk mandi dan cuci. Di area
sungai Pantar ini tidak boleh buang air besar, sehingga mereka
hanya boleh membuang air besar di Sungai Muroi atau jamban
masing-masing. Area untuk mengambil air minum ada di daerah
yang paling atas. Kebanyakan warga setelah mengambil air
minum tidak dimasak dulu dan langsung diminum. Kalau yang
54
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
baru minum biasanya sakit perut tapi lama-lama tidak dan
terbiasa minum air sungai ini yang banyak disebut warga sebagai
“air seribu akar”. Sebab jika dimasak rasanya menjadi kurang
enak dan tidak segar tapi kalau diminum langsung tanpa dimasak
rasanya segar. Di daerah yang lebih bawah jika mereka mandi
dan mencuci juga menggunakan sabun dan deterjen.
Alasan banyak yang mencuci piring atau baju di sungai
adalah salah satunya menghemat Bahan Bakar Minyak (BBM)
karena jika menggunakan air dari sumur boor mereka harus
menyalakan genset dan memerlukan biaya mahal sedang kalau
di sungai mereka tak perlu membayar.
Sungai Pantar sudah ada lebih dulu dibanding masyarakat
Dusun Pantar Kabali. Sehingga sungai ini sudah sejak jaman dulu
nenek moyang mereka yang tinggal di Dusun Pantar. Air Sungai
ini dimanfaatkan untuk minum, mandi, dan mencuci. Sungai yang
berdiameter kurang lebih 5 meter ini di hulunya dimanfaatkan
penduduk mengambil air minum dan gosok gigi, baru di bagian
agak ke hilir dimanfaatkan untuk mandi, mencuci baju, piring,
gelas, dan kapal. Kadang orang mencuri kapal mereka juga
mendekati sumber air minum itu dan menyalakan mesin kapal
dari hilir ke hulu sehingga menimbulkan air yang keruh di tempat
baling-baling kapal lewat.
Tempat mencuci baju dan peralatan dapur bagi warga
Pantar di Sungai Pantar ini terbuat dari kayu besar yang disusun
dan diikat sehingga mengikuti permukaan air sungai. Saat air
sungai naik tempat mencuci ini juga naik namun tidak hanyut
karena diikat dengan kayu dengan tonggak di tepi sungai. Pada
sore hari di Sungai Pantar ini tampak di tempat mencuci
kebanyakan adalah wanita, mereka mencuci pakaian dan
peralatan dapur seperti gelas, piring, pisau, panci, wajan, dll.
55
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Sedangkan kaum laki-laki biasanya tampak mencuci kapal di situ.
Anak-anak bermain air di dekat orang mengambil air minum.
Jika cuaca panas pagi dari jam 06.00 – 09.00 WIB sungai
ini ramai dipenuhi orang mandi. Sore hari mulai jam 15.00-17.00
WIB jika cuaca panas juga ramai di sungai ini. Jika turun hujan air
warnamya bertambah coklat karena akar-akar tanaman ikut
hanyut bersama air hujan. Di jalan turun ke sungai masih
dipenuhi sampah-sampah buangan orang-orang. Mereka seolah
terbiasa membuang sampah di tepi-tepi sungai karena pada
musim penghujan ketika air naik air sungai akan membawa
sampah tersebut ke hilir. Ibu yang di tempat pencucian juga
masih sering membuang sisa makanan ke sungai entah sisa nasi,
sayur, dan irisan sayur yang tak terpakai. Di dasar sungai kadang
juga ditemukan pecahan piring dan gelas yang bisa
membahayakan orang yang mandi di situ.
2.2.2.1. Hutan, Lahan dan Perladangan
Dalam sejarahnya, leluhur warga Pantar Kabali adalah
para pekerja di kebun karet yang merapat ke tepi sungai.
Sehingga mereka mempunyai warisan lahan karet yang ditanam
oleh orang tua mereka di areal kebun karet rakyat. Lahan yang
sudah ditanami karet tidak digunakan untuk perladangan dan
pemukiman sehingga jika mereka ingin ke kebun karet harus
berjalan cukup jauh untuk masuk hutan dan sekarang ada yang
menggunakan cess (perahu) untuk menuju ke areal perkebunan
karet mereka.
Pak Uge lah seorang pemilik kebun karet tersebut. Dia
punya kebun karet 2000 pohon. Untuk satu pohon karet dari
tanam sampai bisa diambil getahnya butuh waktu 12 tahun.
Berbeda dengan sawit yang 6 tahun sudah bisa diambil buahnya.
56
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Gambar 2.4.
Denah Kebun Karet Milik Rakyat di Dusun Pantar Kabali
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Tanaman karet ini kualitas pohon dan hasil getahnya
sangat tergantung pada perawatannya. Jika menggerus kulit
batangnya hati-hati pohon bisa awet dan kualitas yang dihasilkan
tetap bagus. Namun karena mempekerjakan orang biasanya juga
asal dalam menggerus batangnya sampai kayunya sehingga kulit
batangnya rusak sehingga tidak bisa atau sulit ditoreh lagi.
Biasanya dengan pekerja itu bagi hasil, jika yang
dihasilkan 100 kg yang 50 kg untuk pekerja dan yang 50 kg untuk
yang punya lahan dengan segala peralatan yang menanggung
yang punya lahan. Namun ada pekerjanya yang nakal juga, dia
menambahkan perangsang getah sehingga yang keluar getahnya
banyak namun setelah itu getahnya tidak mau keluar setelah
memakai obat itu. Sama seperti dipaksa tanaman itu. Ada juga
penyakit seperti jamur dari akar sampai batang yang
57
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
menyebabkan pohon karet mengering lalu mati. Hama tanaman
ini berwarna putih-putih yang menempel di pohon.
Pak Turmantah lain lagi ceritanya, di kebun karetnya
masih banyak Ular Sawa. Dia punya 6 ekor anjing beberapa diajak
ke kebun karetnya. Sebulan sekali 1 ekor anjingnya dimakan ular
Sawa itu. Kemungkinan Ular Sawa itu besar dan sekarang Pak
Turmantah tinggal punya 1 ekor anjing.
Di Pantar Kabali, Jumat merupakan hari libur kerja bagi
sebagian orang, mereka tidak ke lanting dan juga mantat. Bagi
para pemantat karet hari libur tidak hanya hari Jumat tapi dikala
hujan mereka juga libur sebab jika pergi mantat (menoreh karet)
hasilnya kurang bagus. Jika dibuat goresan getah karet tidak mau
mengikuti jalur goresan itu karena terkena air dan tumpah ke
luar sehingga getah yang tertampung sedikit. Oleh sebab itu jika
turun hujan mereka tidak pergi mantat.
Selain karet masih banyak tanaman yang tumbuh di hutan
yang dimanfaatkan oleh masyarakat salah satunya adalah pasak
bumi. Pasak Bumi ini ada yang besar di hutan, pasak bumi ini
berguna untuk menjaga stamina. Diminum dalam jangka 40 hari
mulai dari ketinggian air 1 cm dan seterusnya. Pasak bumi ini
didesain seperti gelas agar mudah meminumnya. Jadi tinggal
diberi air panas dan didiamkan selama 5 menit dan baru
diminum. Rasanya sangat pahit dan bisa awet selama 100 tahun
pahitnya tidak hilang. Demikian cerita salah seorang warga.
Di Hutan menurut cerita warga masih banyak beruang,
ular Sawa, dan Kobra. Yang ganas menyerang manusia adalah
beruang. Ada salah seorang warga yang kakinya pernah patah
gara-gara dikejar beruang, dia naik pohon dan jatuh sehingga
kakinya patah. Dia tidak sempat lari, untung anjingnya banyak
sehingga anjing-anjing itu menyerang beruang itu sampai lari
masuk hutan. Sehingga dia diselamatkan oleh anjing-anjing itu.
58
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
2.2.2.2. Budaya Ladang Berpindah
Penduduk Pantar Kabali terutama yang tua-tua banyak
yang memilik lahan yang luas. Lahan mereka di hutan ditanami
karet, Ada lahan yang berada di dekat pemukiman dan di tepi
sungai yang dibuat ladang namun jika tanah di situ sudah tidak
subur maka tanah tersebut akan diistirahatkan lalu mereka
pindah untuk mencari lahan baru. Semenjak banyak yang mulai
beralih profesi sebagai penambang emas kegiatan menyadap
karet banyak yang mulai dihentikan dan sementara beralih
profesi menjadi penambang emas. Pemenuhan kebutuhan nasi,
beras, sayur, dan buah yang dulunya mereka menanam sendiri di
ladang karena waktu dan tenaganya terserap di penambangan
emas mereka akhirnya lebih memilih untuk membeli dari hasil
penambangan emas tersebut seperti yang diungkapkan
informan berikut:
“Ladangnya berpindah-pindah kalau orang sini paling lama
satu tahun atau dua tahunlah paling lama itu. Ditanam karet
pindah lagi, akhirnya di belakang ini kebun semua. Karena
musim tambang, menyadap karetnya itu istirahat dulu.
Sambil mengerjakan ladang di pinggir-pinggir sungai. Kalau
ladang di atas sana jauh lagi karena mengambil tanah yang
bagus mengambil tanah yang subur di atas bukit, tidak ada
lagi yang dekat sudah habis. Kalau tanah rawa kan tidak bisa
ditanami padi apalagi karet.”
Batas-batas ladang di hutan atau tepi sungai milik warga
dusun tidak memiliki surat resmi seperti sertifikat hak milik.
Banyak yang tidak memiliki namun selama ini tidak terjadi
perebutan atau perkelahian mengenai batas lahan. Hak milik itu
hanya kesepakatan nenek moyang atau leluhur mereka dulu.
Seperti kata informan berikut:
59
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
“Bukti yang ditanam keluarga itu dulunya kan tidak ada.
Kalau keluarga dulu tidak ada Spnya tapi karena kita
turun temurun jadi tahu semua kalau ini dari moyang
dari kakek gak pernah jadi permasalahan na.”
Begitu pula tanah-tanah di lokasi pemukiman di dusun,
ada yang sudah bersertifikat ada yang belum. Badan
pertananahan juga sudah memberi contoh bagaimana cara
membuat sertifikat tanah dan bangunan. Namun masyarakat
memiliki pertimbangan lain tentang surat tanah milik negara
tersebut.
“…memang sudah diinstruksikan membikin suratsuratnya kelihatannya susah sekarang bikinnya kalau kita
itu dianjur pajaknya dibayar memang kalau bikin contohcontohnya itu ada kalau punya aku ini kan belum juga
aku bikin. Kalau contohnya sudah ada membikin suratsuratnya lebar panjangnya bikin petaknya.”
Untuk membuat bangunan rumah warga pantar tidak
punya aturan khusus atau pedoman tata cara adat tertentu yang
harus diikuti. Mereka merasa bebas saja membangun rumah
sesuai kehendak mereka. Tukang yang membangun rumah
tinggal mengikuti saja apa yang menjadi keinginan tuan rumah.
Warga Pantar Kabali percaya bahwa tanah sepanjang
Sungai Kapuas dan Sungai Muroi ini masih luas dan selama
belum ada yang mengerjakan mereka punya hak untuk
mengerjakannya. Seperti menambang emas juga jika di situ
belum dikerjakan orang mereka boleh mengerjakan. Jay dan
kakaknya pernah cerita dulu pernah mengerjakan atau
menambang lahan yang tanahnya itu menghasilkan 20-25 gr
emas seharinya namun tiba-tiba datang orang yang mengaku
tanah itu miliknya sepanjang 300 m2, daripada bertengkar
60
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
menggunakan mandau akhirnya Jay dan Kakaknya mengalah dan
pindah lokasi penambangan.
Pak Uge juga cerita sekarang ini menambang emas sudah
mulai sulit dan rasanya sudah akan habis. Jika nanti habis dia
yakin masyarakat akan kembali mencari karet. Sebab di sini
adalah bagaimana caranya agar bisa bertahan hidup. Dia cerita
jaman sekarang ini lebih enak sebab jaman dia muda tidak ada
cess adanya kapal dayung yang dayungnya menghadap ke
belakang, Jaman revolusi dulu juga masih menggunakan goni dan
kulit kayu. Makan apa yang bisa dimakan.
Hutan merupakan areal yang rentan terhadap kebakaran
khususnya pada saat musim kemarau dan pada saat pembukaan
lahan baru. Sehingga di Kapuas diselenggarakan Pelatihan
Penanggulangan Bencana Kebakaran. Masing-masing dusun
mengirimkan wakilnya sebanyak 10 orang. Beberapa teknik
penyemprotan yang berlawanan dengan sumber api diajarkan,
juga cara memberi jarak tanah dengan lahan lain juga diajarkan.
Ketika pelatihan itu berlangsung yang memberi pelatihan kurang
memperhatikan perbedaan hutan gambut di Selatan dan Utara
yang berbeda.
2.2.3. Kondisi Geografis Dusun Karahau
Secara geografis dan kondisi lahan Dusun Karahau tidak
memiliki kondisi yang berbeda dengan Pantar Kabali. Mereka
juga mempunyai leluhur para pemantat karet pada awalnya yang
membuka pemukiman di dusun tersebut. Para pewarisnya
kemudian sebagai generasi penerusnya seperti Mantir Adat
Kaharingan meneruskan apa yang sudah diletakkan sebagai dasar
oleh leluhur mereka. Jarak lahan perkebunan karet miliknya dari
rumah berjarak 2 km.
61
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Tidak semua warga di Dusun Karahau memantat karet
hanya beberapa KK saja dan sebagian besar pekerjaan mereka
adalah menambang emas. Karena letak dusun yang di tepi Sungai
Muroi, kapal menjadi alat transportasi yang paling banyak
digunakan. Sebagian warga lainnya menggunakan sepeda motor
untuk transportasi melewati jalan tanah bekas perusahaan.
Selain karet sebenarnya tanah seperti di Dusun Karahau
ini sangat baik ditanami sawit namun menurut warga karena di
sini tidak ada perusahaan sawit. Sawit-sawit yang tumbuh subur
di pekarangan warga hanya dimakan anjing saja.
Tanah berpasir yang mengandung puya ini menjadi satusatunya harapan warga untuk menambah penghasilan warga
untuk kebutuhan sehari-hari. Dimana ada “puya” di situ ada
emas, demikian kata salah seorang warga yang mengandalkan
emas sebagai mata pencaharian mereka.
“Untung ada usaha emas yang bisa menjadi
penghidupan orang banyak ini. Kalau di Muroi kalau
yang lain itu ndak ada. Jika tambang emas ini ditutup,
Mati konyol semua itu orang. Karena kerjaan yang bisa
dapat duwit banyak.Kerja kayu kan sudah ndak bisa,
kerja tambang emas ini dulunya mau ditutup dibilangnya
jangan bekerja di Sungai Muroi padahal yang kerja
sungai itu 95 % ada yang sekilo, dua kilo, dari dusun.”
Penambangan emas menjadi satu-satunya sandaran
hidup bagi sebagian besar warga untuk saat ini. Meskipun lokasi
penambangan ada yang jauh dari dusun mereka tetap mereka
kerjakan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin hari
semakin berat. Biaya minyak selalu mengalami kenaikan
sementara harga produk mereka seperti emas dan puya malah
mengalami penurunan. Beberapa sudah menghentikan kegiatan
62
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
menambang karena hasil yang didapat tidak sepadan dengan
modal awal yang dikeluarkan.
2.2.4. Kependudukan
2.2.4.1. Usia Ideal Perkawinan
Idealnya menurut Mantir Adat15 Muroi Raya untuk
menikah warga dusun Pantar Kabali harus berusia paling minim
itu 17 tahun bagi perempuan dan 20 tahun bagi laki-laki. Namun
pada kenyataan masih ada juga mereka yang berusia di bawah itu
ingin melangsungkan pernikahan. Jika ada yang seperti itu adalah
sebuah kebijakan saja. Bagi mantir adat hal tersebut juga dilema:
“…sebab kalau tidak dinikahkan itu bagaimana? Cuma
itulah kalau itu di bawah usia tidak kita kasih kita yang
berdosa. Cuma kalau tidak kita nikahkan kita berdosa
lagi. Karena orang tuanya sudah menyetujui kenapa kita
enggak? Memang kalau departemen agama harus itu
usia itu. Nggak bisa ditambah-tambah kalau memang
kurang ya kurang.”
Di Pantar Kabali ini orang melahirkan anaknya paling tua
berumur sekitar 45 tahun. Usia produktif bagi mereka antara 2030 tahun sebab jika di bawah atau di atas itu rawan untuk
keselamatan bayi. Pernikahan atau perkawinan di sini dilindungi
dan dijaga oleh adat dan masyarakat. Jika ada yang selingkuh ada
dendanya berupa jipen.
15
Mantir adat juga sering disebut ketua adat, di Muroi Raya ini ada tiga mantir
adat: Mantir Adat Kaharingan, Mantir Adat Islam dan Mantir Adat Kristen.
63
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
2.2.4.2. Kasus Pernikahan Dini dan Keguguran
Kendalautama di sini adalah akses jalan desa. Dokter dan
Bidan pernah juga mau ke pergi ke Teluk Batu selama perjalanan
mengalami terperosok kubangan lumpur sebanyak 5 kali dan
pecah ban satu kali. Selain itu Bu Bidan dan Dokter menceritakan
bahwa di sini anak perempuan yang menikah antara usia 12-14
tahun juga banyak. Banyak juga yang baru menstruasi pertama
kali terus menikah. Rata-rata pernikahan dengan suaminya tidak
terpaut jauh. Para laki-laki di sini banyak yang kerja menambang
emas. Dampak dari pernikahan muda ini banyak kasus di
kehamilan pertama mengalami keguguran. Karena kandungan
yang belum kuat. Di Danau Rawah dan Muroi Raya masih banyak
Bidan Kampung yang beroperasi namun mereka sekarang
menjadi binaan dan patner dari Bidan Mantri sehingga dalam
praktek melayani selalu didampingi Bidan Mantri dan diberi
pengarahan hal-hal mana yang diperbolehkan dan tidak
diperbolehkan dalam hal kesehatan. Banyaknya kasus pernikahan
dini di Danau Rawah maupun Muroi Raya banyak sekali kasus
keguguran pada kehamilan pertama dan harus dikiret
(dibersihkan janin yang meninggal di dalam). Di Danau Rawah
juga ada kasus anak muda bunuh diri. Tapi kurang ada yang tahu
apa penyebabnya. Pemicu pernikahan dini juga disebabkan
karena kebiasaan generasi yang terdahulu juga menikah dini, jika
ada wanita yang menikah di atas 20 tahun sudah dikatakan
“perawan lapuk” (gadis yang tidak laku). Contohnya Bu Bidan
dulu waktu pertama kali bertugas di sini usianya lebih dari 20
tahun dan belum menikah, sempat juga dikatakan perawan
lapuk oleh ibu-ibu di sini. Namun Bu Bidan sempat jadi rebutan
antar pemuda yang sudah matang bahkan termasuk para petugas
di Danau Rawah.
64
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Pendidikan bisa menjadi penunda pernikahan dini namun
di Dusun ini pendidikan untuk SMA sangat jauh harus ke
Mantangai atau ke Palangkaraya serta Kapuas. Jika di sana anak
didik ini tidak mempunyai sanak saudara yang mengawasi
perilaku mereka secara ketat ada kejadian pulang ke dusun
malah membawa calon istri yang sudah hamil. Sehingga untuk
hal ini perlu diperhatikan oleh semua pihak.
Tabel 2.1. Data Penduduk di Kapuas Tahun 2013
Wilayah
Jumlah Penduduk
Kabupaten Kapuas
339.262 jiwa
Kecamatan Mantangai
36.523 jiwa
Desa Muroi Raya
2.081 jiwa
Sumber: Kapuas dalam Angka 2013.
2.2.5. Pola Tempat Tinggal Etnik Dayak, Etnik Banjar, dan
Pendatang dari Luar Kalimantan
Di Muroi Raya jika digolongkan ada 3 etnik ini yaitu Etnik
Dayak, Banjar dan Pendatang dari Luar Kalimantan. Mereka
punya cara pandang dalam memahami dan membangun pola
tempat tinggal. Hal ini bisa dicontohkan pada beberapa keluarga
yang tinggal di desa tersebut namun memiliki gaya hidup dan
pola tempat tinggal yang berbeda.
Untuk Etnik Dayak yang di dusun ini mereka membangun
pola tempat tinggal berdekatan dengan sanak saudaranya.
Suasana pola Rumah Betang jaman dulu dan pola ladang
berpindah masih melekat dalam diri mereka. Meskipun beberapa
sudah menganut Agama Kristen namun ritual Kaharingan tetap
tidak mereka tinggalkan seperti membangun Pasah Patahu di
Dusun mereka. Mereka masih percaya pada roh-roh leluhur yang
65
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
menjaga kehidupan keseharian mereka. Di dinding-dinding dekat
pintu masuk masih diberi pahelat16 sebagai tanda bahwa mereka
adalah keturunan orang Dayak dan sebagai cara untuk
menangkal roh jahat yang dapat mengakibatkan marabahaya dan
penyakit.
Gambar 2.5.
Pahelat
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Rumah di Dusun Karahau saling berdekatan meskipun
tidak menempel ada jarak antara 1-2 meter diantara rumah yang
berdekatan. Ada jalan dusun yang tampak melingkar di dusun ini.
Ada 1 gereja Kristen Protestan dan 1 Patahu di dusun ini. Gereja
Kristen ini dulunya rumah milik salah seorang warga yang
dihibahkan untuk gereja.
16
Pahelat adalah benda-benda yang digantungkan di dekat pintu masuk
sebagai tanda bahwa mereka adalah anggota leluhur orang Dayak. Pahelat ini
ada yang berupa botol yang berisi air dan darah atau kelapa yang digantung
yang berisi air yang sudah dibacakan mantra.
66
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Ada saran pendidikan Sekolah Dasar di Dusun ini.
Sebagian besar rumah di dusun ini terbuat dari kayu. Ada yang
dari hutan dan ada yang beli. Rumah yang ada dibuat panggung
karena air sungai Muroi pada musim penghujan khususnya bulan
Desember dan Januari akan meluap. Penduduk dalam
membangun rumah akan mempertimbangkan ketinggian air yang
meluap di musim penghujan. Rumah-rumah yang berada di
tepian sungai tampak tinggi-tinggi tiang penyangganya ada yang
6 meter lebih karena kenasikan air di tepi sungai pada musim
kemarau ke musim penghujan bisa mencapai 5 meter.
Untuk rumah Pak Neon dia dulu kayunya beli harganya
per kubik Rp. 2.500.000,- dan untuk 1 rumah biasanya butuh 2
kubik. Kayu-kayu ini dikirim menggunakan kapal dari Teluk Batu
untuk papannya. Untuk tiangnya mencari kayu di hutan sehingga
masih tampak yang bulat dan tidak kotak. Menurutnya ada
dampak panas dan dingin pada pemasangan usuk antar kayu. Jika
kayunya menumpang saja akan menimbulkan hawa dingin dan
jika menembus kayu atau melubangi kayu akan menimbulkan
hawa panas di dalam rumah.
Warga Dusun Karahau biasanya membuang air besar di
jamban di pinggiran sungai Muroi. Ada tiga jamban di tepi sungai
ini yang mereka gunakan secara bergantian. Satu jamban yang
tanpa atap sedangkan dua jamban lainnya menggunakan atap.
Karena jamban ini mengapung di tepi sungai, jika ada kapal lewat
jamban juga akan bergoyang mengikuti permukaan air sungai.
2.2.5.1. Pola Pemukiman Pendatang dari Banjar
Di Dusun Pantar Kabali ada beberapa warga pendatang
yang asalnya dulu dari Banjarmasin. Mereka dulu awalnya
berdagang di hari pasaran dan ada beberapa yang mendapat istri
67
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Orang Pantar Kabali kemudian menetap di Dusun Pantar Kabali
ini.
Mayoritas pendatang Banjar ini beragama Muslim dan
mereka tidak menempelkan pahelat di dinding rumah mereka
karena masalah kepercayaan. Karena mayoritas pedagang
mereka biasanya mengambil lokasi rumah di tepi sungai yang
mudah diakses melalui kapal sehingga memudahkan mereka
untuk mengangkut barang dagangan. Karena di Pantar Kabali
mobil Ford Ranger sudah bisa masuk maka rumah mereka berada
di tepi jalan dusun yang bisa dilewati mobil sampai di rumah
mereka.
Gambar 2.6.
Rumah Etnik Banjar
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Selain di tepi sungai dan sebagai pedagang, salah satu ciri
keturunan Etnik Banjar adalah senang memiliki lemari kaca yang
dihiasi dengan perkakas dapur yang bersih dan gemerlap. Pada
68
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
acara pesta perkawinan mereka senang memakai perhiasan di
tangan dan kalung khususnya perhiasan yang terbuat dari emas.
Bentuk rumah yang dibangun di Dusun Pantar Kabali
untuk tempat usaha dagang menggunakan tiang yang digunakan
disebutnya Kayu Lamiang sedangkan papan yang lebih tebal
untuk lantai dari Kayu Meranti Merah. Papan yang digunakan
untuk lantai berwarna kekuningan disebut Kayu Mahambung.
Kayu Mahambung ini kalau sudah lama agak kehitaman dan
terlihat jelas serat kayunya.
Paling banyak rumah di Dusun Pantar Kabali di sini
biasanya yang digunakan untuk dinding kayu adalah meranti.
Biaya untuk pembuatan rumah ini mahal, per kodratnya (1x1 m2)
adalah Rp.300.000,-. Misalnya bangunan 5x8=40m2=40 kodrat
berarti ongkos tukangnya 40 dikali Rp. 300.000 sebanyak Rp.
12.000.000,-. Itupun belum biaya bahan dan kayunya.
Harga kayu Meranti sekarang per kubiknya Rp.
2.200.000,- sedangkan untuk kayu alas yang lebih keras atau
lebih tebal per kubiknya Rp. 2.500.000,- selisihnya Rp. 300.000,per kubiknya. Tukang di sini tidak ada yang harian semua
borongan sampai rumah selesai. Jadi jika membangun rumah 2
lantai itu bisa menghabiskan ongkos tukang 2 kali lipat. Kalau
mau membangun bangunan dari semen sangat susah mencari
tukangnya. Rumah-rumah yang dari semen itu baru saja masuk
dusun ini. Dulu semua rumah di sini dari kayu.
Untuk Pendatang yang dari luar Kalimantan seperti Jawa
mereka biasanya bekerja di sini dan mendapatkan istri Orang
setempat sehingga mereka mengikuti adat istiadat yang ada di
lokasi setempat. Di Pantar Kabali juga ada Orang Papua yang
mendapatkan istri Orang Pantar Kabali sehingga dia tinggal di
rumah istri dan mengikuti adat istiadat dan pola pemukiman
seperti istrinya.
69
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
2.2.6. Pola Pemukiman Yang Menunjang Kesehatan
Rumah tradisional Orang Dayak dulunya adalah Rumah
Betang. Namun rumah ini sekarang sangat jarang dijumpai hal ini.
Rumah sekarang hanya berupa rumah panggung yang ditempati
1-5 KK di dalam rumah tersebut. Hal ini tidak terjadi begitu saja,
ada sejarah yang melatar belakanginya. Sejarah ini tepatnya
ketika Penguasa Kolonial waktu itu mencoba menumpangi
Musyawarah Damai Tumbang Anoi dengan mengajukan
tuntutan agar perdamaian yang sudah disepakati bersama itu
terjamin. Tak hanya itu, Belanda juga menghendaki agar sistem
rumah betang yang menampung banyak orang tersebut dianggap
tidak sehat sehingga digantikan dengan rumah tunggal yang
dikitari halaman dan kebun. Dengan kian lunturnya sistem rumah
betang, maka perlahan-lahan sistem adat Dayak pun terkikis.17
Dampak dari himbauan tersebut rumah betang di
Kalimantan Tengah menjadi sulit ditemui. Hal tersebut juga
terjadi di Muroi Raya dimana semua rumah merupakan rumah
panggung tunggal meskipun halaman tidak begitu luas karena
hampir berhimpitan dengan tetangga. Namun dengan
membangun sendiri-sendiri mereka dengan seenaknya
membuang sampah di kolong rumah dengan keyakinan pada saat
musim hujan atau air sungai pasang sampah-sampah itu akan
hanyut dibawa air sampai ke hilir.
Semakin individualisnya masing-masing rumah ikatan adat
seperti yang di rumah betang tak ada lagi. Hal ini sudah dirasakan
para pengurus dusun bagaimana susahnya mengajak warga
untuk menjaga kebersihan khususnya sampah.
17
PM. Laksono,dkk. Pergulatan Identitas Dayak dan Indonesia. Belajar dari
Tjilik Riwut,2006:88.
70
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
2.3. Sitem Religi
2.3.1. Kosmologi
Fridolin Ukur (1994) pernah menulis artikel berjudul
“Makna Religi Dari Alam Sekitar Dalam Kebudayaan Dayak”.
Dalam artikel tersebut Fridolin Ukur mengemukakan bahwa
dalam mendefinisikan religi, orang sering dipengaruhi oleh
beban-beban dogmatis tertentu, sehingga arti yang lebih
universal bisa menjadi kabur. Istilah atau kata religi diambil dari
dua macam kata kerja dalam bahasa Latin (Seligman,228)
1) Religere, yang berarti melakukan sesuatu dengan
bersusah payah melalui berbagai usaha;
2) Religere, yang berarti mengikat semuanya.
Kedua kata kerja ini dapat mengungkapkan aspek yang berbeda
dari religi:
a) dari segi obyektif, religi melibatkan perlakuan yang
berulangdari kegiatan tertentu manusia dan oleh sebab itu
termasuk wilayah fenomena eksternal;
b) dari segi subyektif religi adalah bagian yang tersembunyi dari
pengalaman kehidupan batin atau psikis manusia.
Jadi, kedua aspek tersebut sebenarnya mengungkapkan suatu
proses, mengingat manifestasi eksternal dari religi pada
hakikatnya berakar pada pengalaman batiniah. Apabila kita
berbicara tentang makna religi dalam kerangka kebudayaan
Dayak, ia menyangkut aspek obyektif dan subyektif. Di dalam
adat dan tradisi tua seperti kebudayaan Dayak, religi terutama
berpusat pada kesadaran komunitas, yang memperlihatkan
adanya selang-menjelang (interplay) antara unsur manusiawi dan
unsur supernatural.
Untuk memahami makna religi dari alam sekitar dalam
kebudayaan Dayak, sumber yang paling dapat membantu
71
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
terutama mite-mite tentang kejadian alam semesta dan manusia
serta mite-mite lainnya yang menggambarkan keterikatan dan
keterikatan hakiki antar insan dengan alam sekitarnya.
Mite yang berkembang di kalangan Etnik Ngaju
Kalimantan Tengah adalah mite “Penciptaan Batang Garing”.
Secara ringkasnya cerita tersebut dituturkan bahwa pada suatu
waktu penguasa alam atas bernama Ranying Mahatara Langit
bersama istrinya Jata Jalawang Bulau, penguasa alam bawah,
sepakat untuk menciptakan dunia, dengan diawali penciptaan
Batang Garing (Pohon Kehidupan). Batang, dahan, tangkai, daun
dan buah-buahan Batang Garing ini semuanya terdiri dari
berbagai jenis logam dan batu mulia. Jata kemudian melepaskan
burung Tingang betina (Enggang betina) dari sangkar emasnya.
Burung itu kemudian terbang, lalu hinggap dan menikmati buahbuahan Batang Garing. Bersamaan dengan itu Mahatara
melemparkan keris emasnya, lalu menjelma menjadi enggang
jantan yang disebut Tembarirang. Tembarirang inipun hinggap
dan menikmati buah-buahan Batang Garing. Kedua burung
tingang lain jenis ini saling iri dan cemburu. Akhirnya terjadi
perang suci. Pertempuran maha dasyat ini menghancurkan
Batang Garing dan kedua burung itu sendiri. Dari keping-keping
kehancuran inilah tercipta kehidupan baru, alam semesta dan
segala isinya.
Dari kehancuran tadi tercipta pula sepasang insan. Sang
wanita bernama “Putir Kahukum Bungking Garing” (Puteri dari
Kepingan Gading) dan sang pria bernama “Manyamei Limut
Garing Balua Unggon Tingang” (Sari Pohon Kehidupan yang
dipatahkan oleh Tingang). Masing-masing insan ini memperoleh
perahu: untuk sang wanita perahu bernama Bahtera Emas
(Banama Bulau) dan untuk Sang Pria perahu bernama Bahtera
Intan (Banama Hintan). Kedua insan ini kemudian menikah dan
72
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
mendapatkan keturunan pertama berupa babi, ayam, kucing dan
anjing. Keturunan kedua berwujud manusia, yaitu Maharaja
Sangiang, Maharaja Sangen dan Maharaja Buno. Melewati
beberapa peristiwa, akhirnya ditetapkan bahwa putra pertama,
Maharaja Sangiang menempati alam atas, tinggal bersama
Ranying Mahatara Langit, dan merupakan asal-usul segala
Sangiang (Para Dewa). Putra kedua, Maharaja Sangen mendiami
suatu daerah bernama Batu Nindan Tarung, yang menjadi
sumbersegala kepahlawanan. Sedangkan Putra ketiga, Maharaja
Buno menempati bumi, dan menjadi moyang pertama manusia.
Membaca Mite di atas bisa dipahami kemudian mengapa
Pengobatan Sangiang dilakukan oleh para penganut Kaharingan.
Roh Para Dewa ini yang mereka percaya masuk ke dalam tubuh
lasang dan mengobati para warga yang sakit.
Lasang ini dihormati oleh para warga karena mereka
diberi kepercayaan oleh Para Dewa menggunakan tubuhnya
untuk perantara. Tidak semua orang bisa melakukan pengobatan
Sangiang ini.
2.3.2. Praktek Keagamaan dan Kepercayaan Tradisional
2.3.2.1. Pengaruh Islam di Pantar Kabali
Muroi Raya terdiri dari 4 dusun, untuk Dusun Pantar
Kabali, Dusun Bukit Keramat, dan Dusun Tanjung Jaya mayoritas
penduduknya adalah beragama Islam. Di Dusun Pantar Kabali
hanya ada 2 orang yang beragama Kristen sedangkan di Tanjung
Jaya ada 5 KK yang beragama Kaharingan.
Di Dusun Pantar Kabali hampir seluruh penduduknya
beragama Islam. Ada satu bagunan Masjid besar di dusun ini
yang bernama Masjid Nurjanah. Di Pantar Kabali juga ada
Madrasah yang diajar oleh seorang Guru Agama. Nama Guru
73
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Agama ini adalah Guru Nurdin. Untuk Madrasah pelajaran agama
mulai jam 15.00-16.00 WIB. Guru Nurdin berasal dari Banjar dan
sudah 16 tahun di sini. Pada awal menhenalkan dan mengajar
Agama Islam di sini sangat sulit. Karena budaya Banjar dan Dayak
sangat berbeda. Secara pelan-pelan Guru Udin mempelajari
Bahasa Dayak dan mulai berbaur dengan masyarakat. Akhirnya
sekarang Guru Udin mulai paham budaya Dayak di Pantar Kabali
ini. Dia berkesimpulan antara budaya dan agama harus berjalan
beriringan dan budaya itu tidak perlu dihilangkan untuk
mengajarkan seseorang mengenal lebih dalam agama. Sehingga
dalam upacara-upacara tertentu seperti Manyadingen ataupun
Pembacaan Manakip di situ Guru Udin sering diundang untuk
memimpin doa. Dia juga memahami dalam ritual-ritual tersebut
harus disediakan sesaji seperti beras, dupa, kelapa, telur, dll. Bagi
dia itu tidak masalah karena bagian dari budaya.
Dalam mendidik anak di Madrasah pun dia merasakan
ketika menasehati anak menggunakan Bahasa Indonesia maupun
Bahasa Banjar anak kurang memperhatikan dan kurang segan.
Namun ketika dia mendidik dengan Bahasa Dayak, anak-anak di
sana lebih mudah untuk menuruti nasehatnya.
Pembacaan Manakip
Guru Nurdin juga sering diminta untuk membacakan manakip
yaitu kisah seorang aulia atau Wali Allah dan diadakan biasanya
pada sore hari atau saat orang tidak beraktivitas kerja. Salah satu
kisah pada acara ini Pak Ustad cerita jika Allah mengangkat
derajat manusia tersebut semua orang mencintainya. Namun
kalau manusia yang mengangkat semisal Presiden mengangkat
menteri belum tentu semua orang mencintainya. Yang punya
hajatan pada acara ini berjanji jika punya rejeki akan
mengadakan ritual ini untuk bersyukur agar diberi kesehatan dan
74
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
bekerjanya supaya lancar dan selalu dapat rejeki. Pembacaan
manakip biasanya dilakukan dengan cara pemimpin agama
mengajak para tamu untuk membacakan doa secara bersamasama. Lalu kemudian pemimpin ritual akan membacakan
manakip. Setelah selesai membacakan manakip maka warga
akan disuguhi makanan berupa serta menyantapnya secara
bersama-sama sambil berbincang-bincang.
Manyadingen Anak
Ada satu kegiatan yang sudah membudaya di Pantar
Kabali yaitu ritual Manyadingen Anak. Tujuan ritual ini agar anak
yang
dirituali
mendapatkan
keselamatan.
Sadingen
(mendinginkan)
dipercaya
merupakan
ritual
untuk
menyeimbangkan atau menghilangkan energi panas (energi tidak
baik) yang dibawa anak sejak lahir. Dengan manyadingen ini
dipercaya pengaruh energi panas akan berkurang sehingga anak
tumbuh membawa pengaruh energi yang menyejukkan. Ritual ini
dulunya merupakan ritual Budaya Dayak Kaharingan yang
diadopsi oleh warga Pantar Kabali. Sehingga dalam ritual ini
terjadi akulturasi budaya. Doa-doa yang dipanjatkan dengan cara
Islam namun sesajinya seperti kain bahalai, beras, telur, dan
tampung tawar tetap ada.
75
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Gambar 2.7.
Manyadingen Anak
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Di Pantar Kabali hari jumat merupakan hari libur kerja dan
waktunya beribadah di Masjid. Malam harinya ada pasar malam.
76
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Setelah 6 hari mereka bekerja yang rata-rata menambang puya
dan emas, ada waktu satu hari untuk istirahat dan hari Jumat ini
selain digunakan untuk beribadah juga waktu untuk kumpul
keluarga.
Dalam hari besar seperti Isra Miraj, di Masjid biasanya
diadakan pengajian dengan mengundang Habib dari luar kota
pada waktu peneliti di dusun ini yang diundang adalah Habib dari
Banyuwangi. Ketika Habib datang banyak warga yang membawa
air dari rumah dan diletakkan di depan Habib untuk dimintakan
doa. Beberapa warga ketika ditanya untuk apa membawa air
yang didoakan itu menjawab bahwa untuk berbagai kegunaan
salah satunya untuk diminumkan ke anak agar tidak nakal.
2.3.2.2. Kaharingan di Krahau
Krahau nama lain dari Kijang, Kata Pak Lisa dulu tempat
ini banyak kijangnya. Ada 6 KK yang masih menganut agama
Kaharingan. Selain itu yang lain beragama Kristen dan Islam
Banjar. Yang pertama kali menetap di kampung ini adalah Orang
Kaharingan yang dulu mayoritas pekerjaannya adalah memantat
atau menoreh pohon karet.
Ketika memasuki Dusun Krahau kita akan menemui
sebuah bangunan yang menyerupai rumah panggungkecil yang
tingginya kurang lebih 1,5 meter dan di tengah-tengahnya dibuat
pintu berukuran kecil kurang lebih 30 cm x 20 cm dan diberi
nama pasah patahu. Di dalam pasah patahu tersebut biasanya
diletakkan sesajen berupa minuman anggur botol, rokok dan di
disekitar pasah patahu akan ditancapkan bendera kuning sebagai
ungkapan syukur atas permohonan dan doa yang telah
dikabulkan (ujub).
77
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Untuk menentukan tempat dibangunnya pasah patahu
biasanya tokoh agama kaharingan akan melakukan kegiatan
manenung yang artinya ialah berkomunikasi dengan leluhur yang
bertujuan mencari petunjuk tempat yang tepat untuk mendirikan
pasah patahu. Dengan menggunakan beras sebagai media untuk
berkomunikasi dengan patahu, maka masyarakat akan
mengetahui tempat yang tepat untuk mendirikan pasah patahu.
Cara yang dilakukan dalam proses manenung biasanya ialah
dengan menawur behas (menaburkan beras). Biasanya beras
dicampur dengan minyak, emas dan perak yang kemudian
dibungkus menggunakan kain putih dan dinamakan behas
hambaruan (beras yang melambangkan roh). Ketika beras
tersebut dalam beberapa saat berubah warna menjadi lebih
putih di dalamnya atau haritan, maka itu pertanda bahwa patahu
atau roh baik menyetujui lokasi pendirian pasah patahu.18
Apabila terdapat pasah patahu di suatu desa biasanya
masyarakat akan melakukan ritual khusus untuk leluhur atau roh
baik yang dipercaya dapat menjaga kehidupan masyarakat dan
mengabulkan permohonan setiap orang. Ritual tersebut bisa
berupa ritual tolak bala atau ritual pakanan sahur lewu.Upacara
pakanan sahur merupakan salah satu dari lima upacara upacara
bersar yang biasanya dilakukan Etnik Dayak Ngaju. “Pakanan”
berarti memberikan persembahan berupa sesajen kepada leluhur
atau roh yang dipercaya sebagai roh baik oleh Etnik Dayak Ngaju.
Sahur diartikan sebagai leluhur atau roh baik yang diberi
kekuasaan oleh Tuhan untuk membantu manusia yang hidup di
pantai danum kalunen (dunia) yaitu untuk menjaga dan
memelihara kehidupan manusia di dunia, memberikan
18
Isabella Jeniva, Fungsi Tarian Manasai Dalam Upacara Pakanan Sahur
Parapah Etnik Dayak Ngaju, (Salatiga: UKSW, 2010), 59-61
78
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
kesehatandan keselamatan, rejeki, serta menjauhkan masyarakat
dari bahaya dan penyakit yang dapat menyebabkan kematian.
Oleh karena itu, pada saat ritual pakanan patahu atau sahur
diadakan, dipenghujung ritual biasanya pemimpin ritual akan
mendoakan masyarakat desa dengan menggunakan bahasa
sangen yang merupakan bahasa doa bagi Etnik Dayak Ngaju.
Contoh dari kalimat doa tersebut ialah sebagai berikut19 :
“Limbas malalus gawi, lunuk masak, hatangkaje mangat
kasalahan tingang esum tau belum jata katuntung tuah
haring Hatalla kajawen balambit belum tatau sanang
kilau asang suhun danum. Belum panjajewung kilau
pisang tanggang tarung belum tatau sanang panjang
umur, batuah marajaki, tau indu tanggeran lewu
mandereh danum tangkilik rundung hapa mantai
tambung sama kilau bulan matan andau bintang
patendu langit.”
Doa tersebut memiliki arti yang bertujuan untuk
mendoakan masyarakat desa agar kehidupan masyarakat
mengalami perubahan ke arah yang lebih baik yaitu hidup dalam
kemakmuran, murah rejeki dan memperoleh kebahagiaan
sehingga masyarakat desa dapat menjadi teladan yang baik bagi
sesamanya dan kehidupan mereka selama dibumi akan bersinar
layaknya sinar bintang dan bulan dilangit.
Sahur secara umum merupakan nama yang diberikan
kepad roh baik menurut kepercayaan kaharingan. Nama roh baik
tersebut ialah patahu, Antang Patahu, Indu Bapa Sangomang,
Lilang dan sangkana. Ketika manusia ingin menyampaikan
permohonan kepada Tuhan maka hal itu akan diperantarai oleh
roh-roh baik tersebut, salah satunya roh baik patahu. Oleh
karena itu pasah patahu dan ritual pakanan patahu masih
19
Ibid., 61
79
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
dilakukan oleh masyarakat, khususnya masyarakat dusun
Kerahau. Hal itu merupakan salah satu bukti kuat bahwa nilai
agama kaharingan berakar di dalam kehidupan mereka.
Walaupun ritual ini secara khusus dilakukan oleh warga yang
masih menganut agama kaharingan, namun ia memiliki tujuan
yang menyangkut kepentingan orang banyak.
Menyampaikan permohonan kepada roh baik atau
patahu tidak hanya dilakukan melalui ritualbesar yang
melibatkan masyarakat secara umum namun bisa dilakukan
secara pribadi. Permohonan pribadi tersebut misalnya
kesuksesan dalam pekerjaan dan pendidikan, kesehatan dan
keselamatan, dan sebagainya. Apabila permohonan secara
pribadi dikabulkan maka seseorang wajib melakukan ritual
pakanan patahu sebagai bentuk ucapan syukur.
Cara untuk berkomunikasi dengan patahu biasanya
dilakukan dengan cara menawur (menabur) beras yang
merupakan media utama untuk dapat berkomunikasi dengan roh
baik atau patahu. Biasanya hanya ada orang-orang tertentu yang
dapat melakukan komunikasi dengan roh baik tersebut. Ketika
menyampaikan permohonan, seseorang harus memiliki
keyakinan dalam dirinya bahwa patahu dengan penuh
kemurahan hati akan menyampaikan permohonannya kepada
Tuhan. Apabila permohonan dari seseorang telah dikabulkan,
maka ia wajib melakukan ritual pakanan patahu. Namun jika
kewajiban tersebutmaka orang tersebut akan mengalami
nyaranta atau sakit yang sulit disembukan karena sakit itu
merupakan bentuk peringatan yang diberikan oleh patahu.
Sebaliknya, apabila keinginan seseorang tidak terpenuhi, tidak
melaksanakan upacara pakanan patahu pun tidak akan menjadi
masalah.
80
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Untuk melakukan ritual pakanan patahu biasanya
masyarakat menyediakan berbagai macam perlengkapan
sesajen.Kelengkapan untuk sesajen akan ditentukan sesuai
permintaan patahu. Namun ada beberapa kelengkapan atau
sesajen yang pada umumnya digunakan pada ritual. Kelengkapan
tersebut merupakan hal-hal yang dianggap memiliki nilai sakral.
Adapun kelengkapan ritual yang bernilai sakral menurut Etnik
Dayak Ngaju20 ialah sebagai berikut:
1. Beras atau behas.
Beras mempunyai arti khusus bagi Etnik Dayak Ngaju.
Beras berfungsi sebagai media komunikasi antara
manusia dengan Tuhan. Itulah sebabnya dalam setiap
ritual, beras selalu menjadi perlengkapan utama untuk
ditaburkan ke berbagai arah dan di atas kepala
manusia. Menurut kepercayaan agama kaharingan
penguasa atau roh yang ada pada beras adalah roh
Putir Selung Tamanang dan Raja Angking Langit
(pembantu terdekat Ranying Hatalla Langit atau
Tuhan). Rasa hormat Etnik Dayak Ngaju terhadap beras
bukan berarti mereka menyembah beras, namun
melalui media berras manusia dapat berkomunikasi
dengan roh-roh baik. Menurut sejarahnya, beras telah
lebih dahulu diturunkan ke bumi sebelum manusia
pertama diturunkan. Itulah sebabnya beras mampu
menyambung nafas manusia.
20
Ibid., 56-58
81
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
2. Darah Binatang
Darah binatang, baik kerbau, ayam dan babi
merupakan lambang antar mahkluk, antar manusia dan
juga berfungsi untuk mendinginkan atau menetralisir.
3. Telur
Telur merupakan lambang hubungan antar mahkluk
dan juga lambang ketentraman dan kedamaian. Telur
juga memiliki fungsi yang sama dengan darah binatang
yaitu untuk mendinginkan dan mentralisir.
4. Dawen Sawang.
Dawen sawang atau daun sawang merupakan salah
satu benda sakral yang digunakan untuk memercikkan
air atau darah korban binatang pada saat ritual. Dawen
sawang juga berfungsi untuk mengambil atau
mengeluarkan penyakit pada tubuh dalam ritual
pengobatansangiang dan balian.
5. Sirih Pinang
Sirih pinang merupakan lambang persatuan kehidupan
dan zat Yang Maha Suci, menuju kebijaksanaan.
6. Minyak Kelapa Bulan.
Minyak kelapa bulan ialah minyak yang terbuat dari
kelapa yang kulitnya seperti bulan. Biasanya minyak
kelapa bulan bisa digantikan dengan minyak yang
digunakan untuk memasak. Fungsi minyak dalam ritual
ialah melancarkan segalanya dari berbagai macam
rintangan.
Ritual keagamaan bagi masyarakat yang masih menganut
agama Kaharingan ialah ritual basarah. Basarah ini diadakan di
salah satu rumah salah seorang penganut Kaharingan. Sebab di
Karahau tidak ada Balai Basarah yang biasanya digunakan oleh
82
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
penganut Kaharingan melakukan doa bersama. Jika mereka ingin
ke Balai Basarah terdekat adanya di Timpah dan ada Majelisnya
di sana. Ritual basarah biasanya dipimpin oleh seorang tokoh
agama Kaharingan atau yang diberi jabatan ketua majelis agama
Kaharingan. Ritual tersebut dilakukan dengan melantunkan
beberapa tembang khusus dan membacakan kitab Kaharingan
yang disebut kitab Panaturan.
Tiwah
Tiwah adalah suatu ritual untuk mendoakan arwah
leluhur agar sampai pada langit ke tujuh suatu tempat
kesempurnaan. Dalam upacara Tiwah membutuhkan biaya besar.
Untuk biaya itu ditanggung oleh keluarga besar. Namun demikian
jika keluarga besar belum cukup anggaran keuangannya.
Keluarga ini bisa meminta bantuan ke kecamatan, kabupaten,
atau propinsi.
“Tiwah tidak bikin seperti undangan untuk bantuan
itu. Tapi misal kita buat acara seperti itu kita minta
bantuan hanya bisa ke kecamatan, kabupaten,
propinsi, tidak ke masyarakat. Kalau untuk
masyarakat gak ada gak bisa. Kalau orang mau
Tiwah itu biasanya satu orang kena berapa?
Misalnya berapa ratus ribu? beras berapa ?”
Besarnya biaya ritual tiwah dikarenakan persyaratan yang
harus dipenuhi bermacam-macam dan sesaji berupa babi dan
kerbau juga harus ada. Selain itu juga punya kewajiban untuk
memberi makan tamu yang hadir. Sehingga membutuhkan biaya
besar. Tradisi di setiap daerah tidak sama persis dalam
penyelenggaraan upacara Tiwah ini.
83
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
“Kalau di Katingan itu lain, kalau habis dibakar ditinggal
di tempat pembakaran dulu terus dibuat rumah kecil
kalau mau dibawa ke kampung babi lagi dibunuh. Terus
dibawa ke kampung lagi tiwah lagi. Terus dibawa ke
sandung tiwah pake hadangan sapi atau kerbau itu
adatnya. Kalau orang Tiwah itu. Waktu orang
membunuh kerbau itu ramai sekali. Yang nombak
kerbau itu berganti-ganti orangnya. Kalau orang kami
Mangalewu sama Tiwah lain Pak. Kalau Mangalewu itu
orang Dayak menyebutnya sama dengan Mapapas tali .
Kalau orang tua kita meninggal kemarin ya kita
mapapas pali langsung kalau tidak langsung bisa 40
hari. Selesai acara kematian bisa juga kita langsung
mapapas pali, begitu secara adat kita di sini. Lha
setelah itu baru kita Tiwah, kita angkat tulangtulangnya itu. Kita siapkan sandung rumah yang kecil
itu. Itu Tiwah. Kalau Manganalewu itu belum diangkat
tulangnya masih dalam kuburan.”
2.3.3. Pengobatan Sangiang
Pengobatan Sangiang adalah pengobatan dengan metode
memanggil roh leluhur yang mempunyai kemampuan untuk
mengobati. Roh leluhur ini diminta memasuki tubuh seorang
perantara yang dipanggil lasang untuk membantu pengobatan.
Cara memanggil roh ini dengan ritual dan sesaji tertentu.
Di Dusun Tapian Karahau hanya ada satu orang yang bisa
mempraktekkan cara pengobatan ini. Meskipun dia beragama
Kristen namun ia memiliki kemampuan ini sejak usia muda belia.
Dia sudah menjalani tugas sebagai perantara antara manusia
dengan roh yang dianggap baik karena dapat memberikan
pertolongan kepada manusia baik yang hidup di dunia. Sebagai
orang yang memiliki kemampuan menjadi perantara antara
84
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
manusia dan roh baik maka biasanya orang tersebut akan dijuluki
dengan istilah lasang.
Masyarakat yang memanfaatkan jasa Sangiang ini tidak
hanya dari Dusun Tapian Karahau saja tapi juga sampai
Palangkaraya, Kapuas, Barito, dan lain lain. Hal ini membuktikan
bahwa kepercayaan masyarakat Dayak terhadap kemampuan
magis dan keberadaan roh baik masih sangat kuat. Terlebih
ketika roh baik tersebut sudah banyak memberikan pertolongan
kepada manusia, misalnya kesuksesan, keberuntungan dan
kesembuhan bagi yang sakit baik sakit secara medis atau sakit
karena hal magis.
Salah satu pengalaman yang peneliti ikuti dalam acara
pengobatan Sangiang di salah satu rumah warga.Acara ini
dilaksanakan di rumah Pak Lisa. Kali ini yang menyelenggarakan
adalah menantu Pak Lisa. Mereka ingin agar keluarganya yang
sakit di Palangkaraya diobati dari jarak jauh. Untuk roh-roh yang
masuk ke tubuh “lasang” (perantara) ini ada bermacam-macam.
Ada “Sangiang Dusun” roh yang bisa masuk dalam tanah, ada
yang berbahasa Melayu, Kapuas, Kadorih, dll. Roh yang
mendampingi “Bue”21 (Roh utama yang masuk pertama kali ke
tubuh lasang)ada banyak. Ada yang bisu, ada yang tuli, dan ada
yang pincang. Pernah ada orang sakit yang disebabkan karena
fotonya ditanam di kuburan oleh orang yang membencinya
sehingga orang ini jatuh sakit. Oleh “bue” ini foto ini bisa
diambilkan dan orang itu kemudian sehat.
Dalam Sangiang ini ada perlengkapan yang tidak bisa
dilupakan yaitu: gitar kecapi,sesaji berupa anggur malaga, dupa,
kopi, tembakau jember, dan beras kuning. Selain menyembuhkan
dan menghisap penyakit yang ada di tubuh pasien dan memakan
21
Bue adalah sebutan untuk kakek dalam Bahasa Dayak.
85
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
sumber penyakitnya yang berbentuk ulat,kotoran, dan lain lain.
Selain itu “bue” ini juga bisa mengetahui kejadian yang terjadi
dari jarak jauh misalnya apakah seseorang teman bisnisnya itu
suka menipu atau tidak. Jika semua permintaan atau harapan
dari peserta ini sudah tidak ada maka “bue” ini akan
meninggalkan tubuh “lasang” dan acara selesai.
Dalam acara Sangiang yang diselenggarakan oleh
menantu Pak Lisa ini ada beberapa permintaan yang dimintakan
pertolongannya pada “bue” ini antara lain:
1. Untuk melunakkan hati orang yang korupsi/menipu sehingga
mereka mengembalikan uangnya kembali.
2. Memohon kesembuhan orang yang ada di rumah sakit
Palangkaraya.
3. Memohon disembuhkan salah satu pemuda yang matanya
sakit.
4. Memohon disembuhkan telinganya yang pendengarannya
mulai berkurang.
5. Memohon disembuhkan penyakit gangguan perut.
6. Meminta nomor togel.
Malam hari lainnya kami melihat ritual Nyangiang di
rumah warga yang lain. Sangiang di rumah Mama Yongky ini
sesajinya lebih lengkap karena mereka sudah berjanji akan
melengkapi permintaan “bue” 2 hari yang lalu. Bermacam sesaji
antara lain: daun Sawang,Anggur Malaga 3 botol,Lamang 2 buah,
dan lain lain.
Masuknya Roh “Bue”
Sebelum melakukan ritual Pak Dehel (“Lasang Bue”) ini
memeriksa kelengkapan untuk upacara Sangiang. Dan jika ada
sesuatu barang yang masih terlupakan yang punya hajat diminta
untuk melengkapi sebelum acara dimulai. Sebelum acara dimulai
86
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Pak Dehel juga membagikan aggur malaga kepada beberapa
pemuda yang ada di sekitar sesaji. Khususnya Tommy yang
bertugas menuangkan Anggur Malaga nanti jika Roh “bue” minta
minum. Renout bertugas memetik gitar yang bernadakan irama
kecapi. Setelah melalui beberapa tahap ritual, antara lain
menyalakan dupa, mengisi gelas dengan koin, dan memasang
gelang tangan dengan perban yang ada koinnya Pak Dehel
menaburkan beras kuning dan mengucapkan mantra dengan
Bahasa Sangiang maka masuklah roh “bue”.
Mengobati “Esu” (Cucu) Yang Sakit
Setelah Roh “bue” masuk akan dimulai dialog dengan
yang punya hajat. Pertama Mama Yongky mengatakan bahwa
mereka sudah menepati janji yang kemarin melengkapi sesaji.
Kemudian anaknya yang sakit diambil sakitnya dengan
menghisap menggunakan daun sawang kemudian tangan “bue”
oleh salah seorang penonton ditepuk menggunakan bacaan
tertentu agar apa yang ada di genggaman “bue” ini bisa dibuka
dan terlihat benda yang dihisap tadi. Ada yang berupa kapas
berwarna coklat. Ketika anaknya Mama Yongky minta agar
segera diberi jodoh maka “bue” memberikan batu kecil berwarna
coklat dan dimasukkan ke dalam kepalanya melalui rambut
secara gaib kemudian hilang. Ada nenek-nenek tetangganya
Mama Yongky yang minta disembuhkan dari sakitnya kemudian
oleh “bue” bagian lehernya dihisap menggunakan daun sawang
dan dipiring hasil hisapan tersebut berupa cairan kecoklatan
menyerupai lendir coklat. Setelah ditawarkan tidak ada yang mau
maka oleh buek cairan tersebut dijilati sampai habis. Semakin
banyak sumber penyakit yang dimakan “bue” akan semakin sakti
kata salah satu pengunjung.
87
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Dalam acara Sangiang ini Renout minta agar benda
seperti mata pancing atau jarum dimasukkan dalam tangannya
agar kalau memijat juga bisa menyembuhkan yang sakit pada
pasien. Oleh “bue” jarum itu hanya ditempelkan di ujung jari
kemudian ditekan dan masuklah benda itu dalam tangan
kemudian oleh “bue” agak didorong agar sampai ke lengan.
Renout tidak merasakan sakit apapun saat pemasangan benda itu
hanya ada hawa dingin yang menjalar rasanya.
2.3.4. Besumuk
Di lain tempat ada cerita tentang seorang gadis yang
masuk angin. Untuk mengobati sakit tersebut biasanya warga
akan mengobatinya dengan “disumuk” yaitu dengan cara kulit di
punggung diolesi minyak tanah kemudian diberi sumbu dan
dinyalakan lalu ditutup dengan gelas sampai apinya mati. Bekas
“disumuk” ini akan menimbulkan warna kemerahan di kulit
biasanya setelah disumuk masuk anginnya jadi hilang.
2.3.5. Pengobatan Danum Tawar
Pengobatan danum tawar adalah pengobatan yang
menggunakan media berupa air yang didoakan. Dalam makna
katanya danum adalah air dan tawar adalah penawar sehingga
makna dari danum tawar adalah air yang digunakan untuk
menetralisir pengaruh-pengaruh negatif dalam tubuh.
Di Pantar Kabali danum tawar ini diperoleh warga dari
para tokoh-tokoh agama di dusun tersebut. Mereka percaya
dengan meminum danum tawar tersebut gangguan roh jahat
tidak akan mengganggu mereka.
Salah seorang pendoa yang menggunakan media danum
tawar untuk menyembuhkan pasiennya bercerita bahwa baru
88
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
sekitar 2 tahun ini pulih22 di Pantar Kabali mulai marak. Dulunya
dia tidak pernah mendengar atau keluhan orang sakit yang
diakibatkan pulih. Baru sejak tahun 2012 ketika orang mulai
ramai menambang emas dan persaingan dagang di dusun ini
mulai ramai, pulih itu mulai ramai dibicarakan.
Dengan danum tawar, pulih itu bisa dinetralisir asal
pasiennya juga percaya dan berdoa. Selain itu jika masih ada
keluhan pendoa ini minta dibawakan piring yang berwarna putih
polos dan dupa untuk memperkuat pertahanan pasien agar
terbebas dari roh jahat. Pulih itu salah satu alat yang digerakkan
oleh roh jahat sehingga sebenarnya bisa dideteksi dan dihindari
bagi yang peka. Salah satu cara agar tidak terkena pulih adalah
jika makan sebaiknya jangan menggunakan sendok tetapi dengan
tangan saja sebab pulih itu semacam makhluk yang menghindari
sentuhan tangan namun bisa menempel di sendok. Cara kedua
adalah mendoakan makanan atau minuman dulu lalu diputar
sebanyak tiga kali. Ketiga adalah menutup gelas sebelum
diminum dan didoakan jika air minum itu mengandung pulih
gelas itu akan pecah.
2.4. Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan
2.4.1. Keluarga Inti
Keluarga inti menurut warga Desa Muroi Raya terdiri dari
suami, istri dan anak, meskipun dalam kenyataan dalam satu
bangunan rumah bisa terdapat 4 sampai 5 KK. Salah satu contoh
adalah rumah milik Pak JB, dia mempunyai 5 orang anak yang
sudah menikah semua. Semua anaknya masih tinggal dalam satu
22
Lihat Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak: Etnik Dayak Siang Murung
2012 hal.51
89
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
rumah. Ada 3 KK anaknya sudah membuat dapur sendiri
sedangkan 2 KK anaknya masih satu dapur dengan Pak JB.
Pak Guru Udin juga pernah mengomentari hal ini. Sebagai
pendatang dari Banjar dia melihat perbedaan Orang Banjar
dengan Dayak. Orang Banjar kalau sudah menikah akan
memisahkan diri dengan orang tuanya entah itu mengontrak
rumah baru atau membangun rumah sendiri. Namun dia melihat
Orang Dayak di sini tidak begitu mereka lebih senang menyatu
dengan orang tua dan sanak saudaranya.
Keluarga besar Pak Ug, anaknya yang masih tinggal
dengannya tinggal 1 KK yang masih jadi satu rumah sedang
anaknya yang lain sudah memisahkan diri membangun rumah di
samping dan belakang ketika mereka sudah menikah. Sementara
anaknya yang masih tinggal dalam rumahnya adalah mereka yang
masih bujang dan perawan. Sebentar lagi satu anak laki-laki
tersebut akan membawa istri dan anaknya untuk pindah rumah
di dekat lanting. Sehingga nanti yang tinggal satu rumah adalah
yang bujang dan perawan saja.
Melihat dua keluarga di atas untuk masalah tempat
tinggal bagi keluarga inti untuk saat sekarang tergantung
kemampuan ekonomi keluarga. Menurut Pak H, memang jaman
dahulu kekeluargaan di sini sangat kuat namun sekarang sangat
individualis paman belum tentu mau membantu keuangan
keponakannya. Sehingga dalam membangun rumah sangat
tergantung kemampuan ekonomi keluarga inti tersebut.
2.4.2. Sistem Kekerabatan
Kekerabatan di Desa Muroi Raya sangat tampak dalam
mereka bekerja khususnya saat menambang emas. Mereka
membangun lanting dan yang bekerja di lanting tersebut
biasanya adalah keluarga besar. Mereka masih satu kerabat
dekat.
90
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Namun bagi juragan besar yang memiliki 25 lanting hal ini
tidak berlaku untuk pekerjanya. Namun untuk pemegang
keuangan inti dan manajemen biasanya dipegang keluarga besar
atau kerabat. Seperti Pak RK yang mempunyai 25 lanting di
Dusun Tanjung Jaya. Para pekerjanya di lanting adalah orangorang luar namun hasilnya harus setor ke Pak RK dan yang
menimbang dan mengatur keuangan adalah kerabat atau
keluarga Pak RK.
Untuk di Dusun Karahau sistem kekerabatan sangat
terlihat pada upacara adat seperti pernikahan. Keluarga besar
atau kerabat akan membantu pembiayaan calon mempelai
khususnya dalam upacara tampung tawar, keluarga besar
memberikan doa restu kepada pengantin.
Selain itu sangat tampak pada upacara Tiwah sebab
keluarga besarlah yang menanggung semua biaya upacara tiwah
ini. Sehingga tampak di situ siapa saja kerabat yang terlibat dan
membantu.
2.4.3. Sistem Kemasyarakatan dan Politik Lokal
Menurut salah seorang tokoh masyarakat di Pantar Kabali,
Kalimantan ini sangat berbeda dengan Jawa apalagi Jogja. Di
Jogja ada raja sehingga mereka punya aturan hukum yang harus
ditaati dan sosok seorang raja yang disegani. Kalau di Kalimantan
ini lain karena dalam sejarahnya mereka tidak pernah ada
penguasa yang dominan maka seolah mereka adalah orang
merdeka. Dampaknya mereka tidak mau atau susah diatur.
Hanya jika muncul dari keinginan pribadi mereka akan
menghormati dan mentaati. Hal ini berdampak pada aturan adat,
kemsyarakatan, dan perpolitikan di desa ini. Salah satu kasus
adalah permasalahan kepala dusun di Dusun Karahau:
91
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
“Saya bilang pada kepala desa jangan bapak cabut dulu
permohonan. Kompromi dengan masyarakat dan bilang
pada masyarakat apa betul ndak masyarakat mau ikut
Sungai Gita. Jadi kami bisa membantu bapak kasih surat
keterangan bahwa masyarakat tidak setuju ikut di Sungai
Gita. Masyarakat inginnya ikut di Muroi Raya lalu kami
kan buat surat keterangan tanda tangan masyarakat di
sini kan kita tembuskan ke kepala desa langsung ke
camat sana. Jadi sekarang gimana kurang tahu juga. Pak
RT diusulkan jadi Kadus tapi kepala dusun yang dulu
tidak mau diganti. Kalau kepala dusun yang dulu mau
ikut ke Sungai Gita.”
Informan di atas menceritakan pada awalnya Dusun Tapian
Karahau adalah bagian dari Muroi Raya. Pada waktu menjadi
bagian dari Muroi Raya warga Tapian Karahau sering dimintai
bantuan baik materi maupun tenaga. Karena sudah merasa ikut
membantu mereka merasa punya hak untuk mengakses
bangunan yang sudah jadi. Mereka juga dulu dimintai
persetujuan dan tanda tangan setiap ada proyek dari pemerintah
yang masuk ke Desa Muroi Raya. Setelah ada program
pengembangan desa, Tapian Karahau dimasukkan masuk wilayah
Desa Sungai Gita, desa yang baru dibentuk. Kepala Dusun lama
setuju dengan hal ini, setelah kepala dusun lama tidak tinggal di
Karahau warga mengajukan kepala dusun baru. Hal ini
menimbulkan konflik, warga tidak mau bergabung dengan Desa
Sungai Gita karena sudah merasa punya hak atas bangunan di
Pantar Kabali seperti pelabuhan, masjid, dan Posyandu, lalu
disuruh pindah ke Sungai Gita. Mereka mengajukan surat
keputusan bersama ke Camat. Oleh Kepala dusun Lama surat
pengajuan masyarakat itu dicabut. Sehingga selama peneliti
92
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
tinggal di Muroi Raya kurang lebih 2 bulan status Dusun Karahau
ini belum jelas
“Dulu saya bicara sama mereka waktu mereka ambil
kotak di Mentangai kubilang sama mereka para ketua
DPD itu kita ada rapat banyak hal yang perlu dibicarakan
masalah dusun, masalah ketetapan Dusun Krahau mau
ikut mana apakah Muroi Raya, Sungai Gita, atau Teluk
Batu kita ini tidak tahu seolah kita ini dijual. Nah habis
bangunan di Muroi Raya dijual lagi ke Sungai Gita kan
kalau habis bangunan di Sungai Gita dijual kemana lagi
kan? Teluk Batu mungkin jadi kami ini tinggal tulang aja.
Jadi hasil kami yang membantu mereka itu tidak ada
hasilnya ndak ada buktinya tidak ada timbal baliknya.
Kami mau bangun pelabuhan ndak jadi juga.”
Dampak dari konflik ini rencana pembangunan dermaga
yang menurut warga sudah disetujui PNPM tidak jadi dibangun.
Warga merasa sangat dipermainkan oleh kepentingan elit politik
di tingkat atas. Mereka merasa dikorbankan oleh para politikus
tersebut sehingga jika ada pendatang masuk ke Karahau jika dari
pemerintah dikira akan mengotak-atik kasus lama seperti
rencana pembangunan pelabuhan ini. Sehingga di dusun ini
secara politis menjadi rawan konflik.
Pak Kepala Desa Muroi Raya juga mempunyai 2 rumah
yang satu di Dusun Pantar Kabali dan yang satunya lagi di
Kecamatan Mantangai. Pak Kadus memilih tinggal di Mantangai
karena di sana ada SMP dan SMA sehingga dia menyekolahkan
anaknya di sana. Sehingga sebulan sekali baru pulang ke Muroi
Raya. Pemerintahan Desa bisa berjalan karena saudaranya
banyak yang di Muroi dan Perangkat yang lain masih saudara
sehingga jika membutuhkan keperluan bisa diwakilkan perangkat
yang lain seperti Pak Sekdes yang juga masih saudara.
93
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Sekretaris desa bercerita bahwa sejak dulu yang menjadi
pemimpin dusun adalah dari keluarga besarnya sebab hanya
mereka yang sekolahnya tinggi. Menyadari pentingnya sekolah
inilah maka Pak Kepala Desa rela membuat rumah di Mantangai
untuk menjadi tempat tinggal dan singgah jika ada saudaranya/
anak-anak saudaranya yang akan melanjutkan sekolah.
Menyadari jauh dari berbagai fasilitas baik itu pusat
perbelanjaan, Puskesmas, maupun kecamatan, mau tak mau
warga Muroi Raya harus mengorganisasi diri untuk saling
membantu jika ada yang sakit atau terkena musibah. Mereka
membuat aturan tidak mengikat untuk membantu jika ada yang
mengalami kesusahan.
“Sama saja jauhnya. Kalau mantri danau rawah sebulan
sekali baru ke sini. Kemarin ada yang sakit perutnya
besar itu dibawa ke Kahayan Obat Kampung. Katanya
ada yang bilang sakit liver ada yang bilang beri-beri.
Kalau ada orang sakit kita urunan. Ada Orang mati kita
wajib memberi kartu kuning tiap orang minimal sepuluh
ribu. Tapi ada juga yang bawa barang dan bawa gula.”
Adanya kartu kuning ini membuat mereka saling bantu
ketika ada masalah, karena meskipun musibah itu tidak
diinginkan tapi jika mereka tidak mempersiapkan diri dalam
sistem masyarakatnya maka akan memberatkan mereka yang
terkena musibah. Hubungan resiprositas ini meringankan
anggota masyarakat yang mengalami kesusahan baik sakit
ataupun ada yang meninggal dunia.
94
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
2.5. Pengetahuan Tentang Kesehatan
2.5.1. Konsepsi Mengenai Sehat dan Sakit
Setiap konteks sosial budaya tertentu memiliki konsep
sehat dan sakit yang berbeda-beda. Organisasi Kesehatan Dunia
atau World Health Organization (WHO) mendefinisikan sehat
adalah suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan sosial
tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Sehat fisik atau
jasmani ialah memiliki tubuh yang sehat dan terhindar dari
penyakit. Sehat secara mental ialah selalu merasa puas dengan
apa yang ada pada dirinya, santai dan menyenangkan serta tidak
ada tanda-tanda konflik kejiwaan. Dapat bergaul dengan baik dan
dapat menerima kritik serta tidak mudah tersinggung dan marah,
selalu pengertian dan toleransi terhadap kebutuhan emosi orang
lain. Dapat mengontrol diri dan tidak mudah emosi serta tidak
mudah takut, cemburu, dan dapat menghadapi dan
menyelesaikan masalah secara cerdik dan bijaksana. Sehat secara
sosial adalah suasana kehidupan berupa perasaan aman damai
dan sejahtera, cukup pangan, sandang dan papan. Dalam
kehidupan masyarakat yang sejahtera, masyarakat hidup tertib
dan selalu menghargai kepentingan orang lain serta masyarakat
umum.23
Hidup sehat yang meliputi ketiga aspek tersebut tentu
saja menjadi tujuan dari pembangunan suatu masyarakat.
Konsep hidup sehat seringkali dipengaruhi oleh kebudayaan atau
tradisi suatu masyarakat. Konsep sehat bagi suatu masyarakat
terntentu tidak saja hanya dilihat dari perspektif medis tetapi
juga konsep sehat dari persepsi kebudayaan atau tradisi suatu
masyarakat, seperti halnya pada masyarakat desa Muroi Raya,
Dusun Pantar Kabali dan Dusun Kerahau. Secara kebudayaan
23
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/11/29/memahami-definisi-
sehat-512845.html
95
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
atau tradisi konsep atau pemahaman mereka tentang sehat
tersebut berpengaruh terhadap kesehatan secara fisik, mental
dan sosial. Konsep atau pemahaman tentang sehat dan sakit juga
tidak hanya dipengaruhi oleh tradisi atau kebudayaan tetapi juga
dipengarui oleh faktor ekonomi dan pendidikan masyarakat.
Konsep Sehat
Bagi masyarakat Desa Muroi Raya, khususnya yang
berada di Dusun Pantar Kabali dan Dusun Kerahau, seseorang
dikatakan sehat pertama, apabila secara fisik ia terhindar dari
racun pulih. Pulih ialah racun yang memiliki sifat magis. Racun
pulih memiliki sifat magis karena benda tersebut digunakan
untuk mencapai suatu tujuan tertentu yaitu sebagai menambah
kekayaan atau pasugihan. Tidak semua orang memiliki racun
pulih hanya ada orang tertentu yang memiliki tujuan ingin hidup
dengan harta yang berkelimpahan seperti misalnya memiliki
banyak emas dan perabotan di dalam rumah. Bagi masyarakat
Desa kepemilikan benda berupa emas merupakan salah satu cara
untuk menunjukkan status sosial seseorang. Oleh karena itu
tidaklah mengherankan apabila berbagai cara dilakukan untuk
meningkatkan status sosial tersebut misalnya dengan
mempercayai hal magis seperti racun pulih. Dampak dari
masuknya racun pulih ke dalam tubuh biasanya akan
menyebabkan sakit bahkan berujung pada kematian. Apabila
korbanya meninggal makan pemilik racun pulih akan bertambah
kaya. Seperti kasus yang baru-baru saja terjadi pada bulan mei
tahun 2014 yang menimpa seorang anak laki-laki usia 7 tahun.
Kedua, konsep sehat bagi masyarakat Desa Muroi Raya,
khususnya mereka yang menetap di Dusun Pantar Kabali dan
Kerahau, yaitu apabila mereka setiap hari mengkonsumsi air
seribu akar yang mereka peroleh dari air sungai pantardan
kerahau. Kedua sungai tersebut merupakan anak sungai muroi
yang kedalamannya tidak terlalu dangkal. Bagian dasar sungai
tersebut ialah pasir berwarna putih dan air yang berwarna
kemerah-kemerahan. Di tepi sungai pantar dan kerahau tumbuh
tanaman-tanaman rawa yang menyerap air dari sungai tersebut.
96
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Sehingga masyarakat percaya bahwa air sungai pantar dan
kerahau yang berwarna kemerahan adalah air dari akar tanaman
rawa yang jika dikonsumsi sangat baik untuk kesehatan. Itulah
sebabnya mereka menyebut istilah air sungai pantar dan kerahau
dengan air seribu akar. Beberapa informan menyatakan air seribu
akar biasanya langsung diminum tanpa harus direbus terlebih
dahulu. Karena jika direbus rasanya akan berbeda, tidak manis
lagi dan tidak bisa memberikan efek kesegaran pada tubuh pada
saat diminum. Air seribu akar tidak hanya dikonsumsi oleh orang
dewasa tetapi juga oleh anak-anak. Para orangtua mulai
membiasakan anak-anak mereka untuk menggunakan air seribu
akar baik untuk minum ataupun mandi. Mereka menyatakan
bahwa selama anak-anak mereka mengkonsumsi air seribu akar
tersebut mereka tidak pernah mengeluh sakit perut. Jadi bagi
masyarakat desa Muroi Raya, mengkonsumsi air seribu akar
merupakan salah satu upaya untuk menyehatkan tubuh jasmani
mereka.
Konsep sehat yang ketiga ialah terkait dengan
kepercayaan masyarakat terhadap roh baik yang dipercaya dapat
mengabulkan permintaan mereka termasuk masalah kesehatan
dan kesembuhan dari penyakit. Keberadaan roh baik sangat
mempengaruhi kondisi kesehatan mereka. Roh baik tidak hanya
mampu mengupayakan pencegahan terhadap penyakit tetapi
juga mampu memberikan kesembuhan pada sakit yang
diakibatkan oleh roh jahat ataupun sakit secara medis. Pada saat
ritualsangiang dilakukan, biasanya masyarakat akan melakukan
pengobatan dan setelah selesai melakukan pengobatan mereka
percaya penyakit telah dikeluarkan dari tubuh dan mereka
merasakan tubuh mereka kembali sehat. Salah satu informan
yang melakukan pengobatan pada ritual sangiang mengeluhkan
sesak nafas dan sakit di bagian dada. Setelah selesai melakukan
pengobatan, keesokan harinya informan tersebut menyatakan
bahwa ia sudah sehat dan tidak merasakan sakit dibagian dada
atapun sesak nafas. Seperti pernyataannya berikut ini:
97
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
“Mangat ndai ih angat ah limbas natamba dengan
mama bapa eka male. Jatun ndai kua kare kapehe usuk
ah. Bahut nah tau kare pehe usuk ah seke-seke aseng ah.
Tuh dia ndai kua pehe. Kurang jadi angat ah.”
(badan saya sudah berasa enakan setelah berobat sama
bapak eka. Sakit dibagian dada saya sudah ga ada lagi.
Kalau sebelumnyakan saya sering merasakan sesak
nafas. Tapi sekarang sudah tidak sakit lagi, sakitnya
sudah berkurang)
Konsep sehat yang keempat ialah apabila masyarakat
sudah mendapatkan pelayanan secara medis pada saat sakit, baik
pelayanan medis yang dilakukan oleh petugas kesehatan setiap
dua minggu sekali atau pelayanan medis di Timpah dan Kota
Palangkaraya. Beberapa warga yang setelah mendapatkan
pelayanan secara medis, baik dengan mengkonsumsi obat resep
dokter atau perawat dan juga mendapatkan suntikan, biasanya
akan menyatakan kesembuhannya kepada orang lain. Beberapa
informan menyatakan bahwa setelah melakukan pengobatan,
kesehatannya sudah kembali pulih dan tidak ada sakit yang
dirasakan. Seperti pernyataan salah seorang informan berikut ini:
“Aku tuh dia ulihku ndai mandui lalau susung. Awi
langsung pehe ih ututku, handak dia ku ulih nanjung.
Jaka dia aku berobat ke kepuas bahte kana suntik ampi
awi dokter. Jaka diaku berobat ke dokter dia terai
kapehen pai ku. Tuh jadi dia ndai pehe tapi aku tatap dia
bahanyi mandui susung.”
(saya sekarang sudah tidak bisa lagi mandi terlalu pagi
karena kedua lutut saya langsung sakit dan rasanya
hampir tidak bisa berdiri. Kalau saya tidak pergi berobat
ke dokter yang ada di kapuas dan diberikan suntikan
mungkin kaki saya masih sakit sampai sekarang. Tapi
meskipun sudah sembuh saya tetap tidak berani mandi
terlalu pagi).
98
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Konsep Sakit
Bagi warga Muroi Raya konsepsi sakit dipengaruhi oleh
dua hal, baik sakit secara fisik atau jasmani dan sakit dalam hal
perekonomian. Dalam hal perekonomian mereka sering bilang
“Puya sedang sakit atau Emas sedang sakit serta Karet sedang
sakit”. Hal ini diartikan bahwa mereka yang menggantungkan
hidupnya dengan menambang “puya” dan emas akan merasa
sakit jika harga turun sedangkan biaya modal dan tenaga yang
dikeluarkan tidak sebanding dengan yang dihasilkan.
Untuk konsep sakit yang dipengaruhi oleh kondisi fisik
atau jasmani, seringkali seseorang langsung menyatakan
keluhannya kepada orang lain. Seperti salah seorang informan,
Pak N mengatakan jika dia tidur nyenyak dan badan panas tidak
terasa dingin walaupun tidak menggunakan selimut itu pertanda
bahwa badannya sehat namun jika dia sudah menggunakan
selimut tapi badan masih kedinginan berarti pertanda dia sedang
sakit. Apabila tubuh memberikan tanda-tanda atau gejala seperti
demam dan menggigil maka hal itu menandakan sesorang
sedang dalam keadaan sakit. Biasanya masyarakat Desa Muroi
menyebutnya dengan istilah badarem hagenjeh.
Sakit secara fisik atau jasamani tersebut tidak hanya
diakibatkan oleh penyakit medis, tetepai menurut kepercayaan
masyarakat sakit secara fisik juga bisa diakibatkan karena
gangguan roh jahat. Apabila seseorang mendapatkan mimpi
bertemu dengan arwah orang yang sudah meninggal dan setelah
bangun dari tidur merasakan tubuhnya ringan, kepala sakit maka
hal itu menandakan bahwa tubuh seseorang sedang dalam
keadaan sakit yang diakibatkan oleh roh jahat. Terlebih ketika
sakit tersebut tidak bisa disembuhkan dengan obat medis atau
tenaga medis, maka sudah dapat dipastikan bahwa sakit tersebut
diakibatkan oleg roh jahat. Ketika roh jahat sudah menguasai
tubuh dan roh seseorang maka disitulah seseorang dikatakan
sedang mengalami sakit.
99
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
2.5.2. Pengetahuan Tentang Obat Tradisional
Masyarakat Desa Muroi Raya sangat tahu tentang kasiat
tanaman dan akar untuk pengobatan. Mereka memperoleh
pengetahuan itu dari orang tua dan leluhur mereka. Selain itu
tolong menolong dan saling memberikan informasi tentang obat
antar tetangga juga menjadi kebiasaan mereka.
Mereka memanfaatkan tanaman sekitar karena letak desa
mereka yang sangat jauh dari provider kesehatan seperti
Puskesmas dan dokter. Sehingga untuk pertolongan pertama
mereka mengandalkan obat-obatan tradisional dan pengobat
tradisional. Baru jika upaya itu tidak mampu mengatasi baru
mereka berobat ke dokter atau rumah sakit. Meskipun ada juga
warga yang lebih percaya pada pengobat tradisional dan
menempatkan dokter sebagai alternatif pengobatan kedua saja.
Obat tradisional biasanya sering digunakan oleh ibu yang
ada dalam masa kehamilan dan masa nifas. Obat tradisional
berupa akar tersebut dikonsumsi agar mempermudah proses
persalinan dan juga memulihkan kesehatan tubuh ibu pasca
melahirkan. obat tradisional yang dikonsumsi pada masa nifas
biasa mereka sebut dengan istilah obat 41 macam. Pada masa
nifas ibu akan mengkonsumsi 41 jenis akar tanaman yang
biasanya direbus dan diminum airnya.
2.5.3. Pengetahuan Tentang Biomedikal
Pengetahuan Masyarakat tentang biomedikal didapat dari
Petugas Puskesmas Keliling dan Tenaga Kerja Sukarela yang ada
di Posyandu. Selain itu mereka juga mendapat informasi tentang
biomedikal dari pedagang obat di warung atau pasar yang
seminggu sekali membuka lapak dagangannya di Pasar Malam.
Salah seorang warga menyatakan bahwa pada saat merasa
kurang enak badan, badarem (demam) atau sakit kepala,
100
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
biasanya ia akan membeli obat-obatan di warung. Obat-obatan
yang seringkali dibeli dan dikonsumsi oleh masyarakat pada saat
sakit ialah paracetamol, amoxilin. Berikut pernyataan salah
seorang informan terkait pengetahuan tentang biomedikal:
“Aku bahut amun dia lalau mangat biti nah, daremdarem pehe kuluk maresepku kabuat ih obat ah. Mili ku
lakau hekau, barangai obat a ih, paracetamol kau ih.”
(kalau saya lagi tidak enak badan, demam dan sakit
kelapa biasanya saya bikin resep sendiri aja. Beli obat di
warung, ya obat apa aja, biasanya paracetamol).
Ketika Tenaga Puskesmas Keliling ataupun TKS di
Posyandu tidak ada masyarakat mempercayakan pengetahuan
kepada pedagang obat di pasar atau penjual warung yang kadang
tidak mengerti dosis yang tepat yang bahaya bisa mengakibatkan
keracunan seperti yang pernah terjadi di Pantar Kabali.
2.5.4. Pengetahuan Tentang Makanan dan Minuman
Belajar dari orang tua dan tetangga adalah cara mereka
mengetahui mana makanan dan minuman yang baik untuk
kesehatan dan yang menjadi pantangan bagi mereka. Selain itu
agama juga mengajarkan adanya makanan yang dilarang untuk
mereka makan. Hal ini terlihat di Pantar Kabali karena mayoritas
Islam tidak ada yang memelihara anjing. Berbeda dengan
penduduk Tapian Karahau yang masih ada penganut Kristen dan
Kaharingannya, mereka masih banyak yang memelihara anjing.
Babi hutan diharamkan bagi pemeluk Agama Islam di Pantar
Kabali.
Makanan khas dalam setiap upacara hajatan di Pantar
adalah Masak Habang (Sayur Merah), makanan ini merupakan
makanan khas yang masuk dari pengaruh Banjar. Sedangkan bagi
Masyarakat Dayak biasanya hidangan khas mereka adalah Sayur
101
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Juhu yang kuahnya lebih berwarna kuning karena banyak
kunyitnya dengan campuran sayur seperti terong asam atau,
kacang panjang dan daun ketimun yang masih muda. Selain
makanan khas pada saat hajatan ada masakan yang dibuat dari
sayur yang tumbuh di sekitar rumah dan ladang seperti sayur
kelakai, dan daun ubi atau rotan muda.
Sedangkan untuk produk makanan baru yang seringkali
dikonsumsi oleh warga baik orang dewasa dan anak ialah
minuman gelas mountea. Minuman tersebut banyak dijual di
setiap warung yang ada di Desa Muroi Raya. biasanya warga
memberli minuman tersebut tidak hanya untuk dikonsumsi
tetapi untuk memanfaatkan bagian permukaan gelasnya menjadi
bahan kerajinan tangan untuk membuat keranjang.
2.5.5. Pengetahuan Tentang Pelayanan Kesehatan
Desa Muroi Raya masih menjadi jangkauan wilayah
Puskesmas Danau Rawah namun pada kenyataannya sangat
jarang warga Muroi Raya yang memeriksakan diri ke sana.
Mereka hanya memeriksakan diri ke Petugas Puskesmas Keliling
tiap dua minggu sekali dan Posyandu.
Untuk penduduk Karahau mereka lebih sering memeriksakan
diri ke Timpah bukan ke Puskesmas Danau Rawah karena
permasalahan jarak dan biaya transportasi. Untuk warga di
Dusun Bukit Keramat dan Tanjung Jaya lebih mengandalkan
pemeriksaan di Tanjung Jaya jika ada mantan perawat dari
Mandomai yang sebulan sekali berkunjung ke situ.
2.5.6. Persepsi Masyarakat Tentang Pelayanan Kesehatan
Penilaian masyarakat tentang pelayanan kesehatan di
Dusun Muroi Raya sangat kurang. Mereka menginginkan ada
petugas yang tinggal di Posyandu karena bangunan sudah dibuat.
102
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Namun akhir-akhir ini hanya TKS yang ada di sana tidak ada bidan
dan perawat. Masyarakat ingin jika mereka ada keluhan ada yang
dimintai nasehat dan ada obatnya.
Untuk Dusun Karahau mereka menilai pelayanan mantri
di Timpah sangat bagus pelayanannya. Di sana boleh ngutang
dulu dan mantrinya sangat ramah dan bisa mengobati segala
macam penyakit. Sebenarnya mereka juga ingin di dusun mereka
ada Puskesmas atau mantri yang tinggal di sini sehingga jika sakit
mereka bisa langsung berobat ke situ sebab selama ini jika ingin
ke timpah saja mereka harus menyediakan uang minimal Rp.
500.000,2.6. Bahasa
2.6.1. Bahasa Dayak Ngaju
Bahasa Dayak Ngaju digunakan untuk bahasa percakapan
setiap hari. Untuk generasi yang sudah tua mereka hanya bisa
menggunakan Bahasa Dayak Ngaju, untuk generasi muda dan
anak-anak karena mereka pernah mendapatkan pendidikan
Bahasa Indonesia di SD mereka bisa berbahasa Indonesia jika
diajak berbicara dengan Bahasa Indonesia.
Beberapa Warga Pantar Kabali bercerita bahwa bahasa
Dayak Ngaju yang mereka gunakan adalah yang kasar jika yang
lebih halus ada di daerah Kahayan bahasanya sedikit berbeda.
Jika Orang Kahayan bisa mengerti bahasa orang Muroi Raya ini
namun Orang Muroi Raya tidak paham apa yang diucapkan
Orang-Orang Kahayan jika mereka menggunakan bahasa mereka
meskipun sama-sama Bahasa Dayak Ngaju.
Sebagian kecil bahasa Dayak Ngaju yang digunakan oleh
masyarakat Desa Muroi sudah mendapat pengaruh dari bahasa
Banjar. Pengaruh ini diakibatkan perkawinan campur antara Etnik
Dayak Ngaju dan Etnik Banjar dan juga dipengaruhi oleh para
103
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
pedagang dan pengusaha tambang emas dan puya yang sebagian
besar berasal dari Etnik Banjar. Sebagai contoh pengaruh bahasa
Banjar sangat nampak dalam kebiasaan masyarakat pada saat
memanggil kakek dan nenek, paman dan bibi dengan sebutan kai
dan nini, amang dan acil sedangkan dalam bahasa Dayak Ngaju
biasanya disebut dengan tambi dan bue, mina dan mama.
2.6.2. Bahasa Banjar
Bahasa Banjar digunakan di Dusun
Pantar Kabali
khususnya di keluarga yang merupakan keluarga pendatang dari
Banjar. Bahasa Banjar juga diajarkan di SD sebagai muatan lokal.
Bahasa Banjar ini juga dipakai di Madrasah sebagai Bahasa
Pengantar karena pengajarnya dari Banjar. Semua pedagang di
pasar malam adalah pedagang dari Banjar sehingga sesama
pedagang mereka menggunakan Bahasa Banjar hal ini juga
berpengaruh pada bahasa warga Pantar Kabali yang kadang
dalam berbahasa Dayak tercampur Bahasa Banjar di dalamnya.
2.6.3. Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia digunakan di sekolah dan pertemuan
formal di Masjid maupun rapat warga. Tamu dari luar biasanya
menggunakan Bahasa Indonesia. Pengguna Bahasa Indonesia ini
adalah kaum muda dan mereka yang pernah mengenyam bangku
SD jika yang orang tua agak kurang lancar jika diajak berbahasa
Indonesia khususnya yang sangat tua 70 tahun ke atas sama
sekali tidak bisa Bahasa Indonesia.
2.6.4. Bahasa Sangiang dan Kadorih
Bahasa Sangiang hanya digunakan oleh penyembuh
Sangiang. Bahasa Sangiang hanya digunakan untuk ritual tertentu
khususnya ritual pengobatan dan pemanggilan roh. Kadang Roh
104
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
yang masuk dalam tubuh lasang tidak saja menggunakan Bahasa
Sangiang tapi Kadang Menggunakan Bahasa Kadorih.
2.7. Kesenian
2.7.1. Tarian Manasai
Tarian manasai adalah tarian yang secara umum dilakukan
oleh masyarakat Dayak Ngaju tanpa mengenal perbedaan status
sosial dan perbedaan usia. Tarian manasai telah menjadi budaya
turun temurun yang bisanya dilakukan pada momen tertentu,
misalnya pesta pernikahan atau ritual-ritual tertentu. Tarian
manasai merupakan tari yang gerakannya selalu berputar
mengelilingi sangkai lunuk (tiang) atau benda lainnya yang
biasanya diletakkan di tengah.
Dalam pesta pernikahanbiasanya tarian ini dilakukan
dengan cara setiap orang berkumpul dan kemudian membentuk
lingkaran untuk melakukan tarian manasai dengan cara bergerak
memutar. Dalam pesta pernikahan tarian manasai dilakukan
dengan tujuan memeriahkan pesta dan ekspresi kegembiraan
dari para tamu dan keluarga mempelai.
Tarian manasai biasanya juga diadakan untuk menyambut
tamu-tamu pemerintahan. Tari ini juga dipentaskan pada acara
festival budayaisen mulang yaitu acara tahunan yang
diselenggarakan pemerintah daerah dan dinas pariwisata,
tujuannya ialah untuk menarik minat wisatawan yang berkunjung
serta memperkenalkan dan melestarikan budaya daerah.24
Tarian manasai merupakan salah satu bentuk kesenian
yang masih dilakukan oleh masyarakat Desa Muroi Raya,
khsusunya di Dusun Pantar Kabali dan Kerahau. Tarian tersebut
24
Isabella Jeniva, “Fungsi Tarian Manasai Dalam Upacara Pakanan Sahur
Parapah, 78-79.
105
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
mereka lakukan pada saat pesta pernikahan salah seorang warga.
Biasanya selesai menyaksikan akad nikah, para tamu akan
berkumpul di halaman rumah dan dengan penuh gembira
menarikan tarian manasai dengan diiringi musik dan nyanyian
dan mengikuti tata langkah yang sudah disepakati bersama
dalam lagu dan Tarian Manasai.
Di Dusun Karahau Tarian Manasai dinyanyikan waktu
malam menjelang akad nikah perkawinan. Semalam sebelum
akad nikah perkawinan Meme menyelenggarakan malam pentas
seni yang diisi spontanitas oleh warga. Setelah pidato
pembukaan dari Pak RT kemudian warga bersama-sama
menarikan Tarian Manasai di halaman rumah dengan gerakan
kaki yang sudah disepakati dan berjalanan melingkar.
Gambar 2.8.
Tarian Manasai
Sumber: Dokumentasi Peneliti
106
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
2.7.2. Organ Tunggal dan Dangdut
Upacara pernikahan di suatu desa maupun dusun
merupakan salah satu inti kebudayaan dari masyarakat tersebut.
Di sini ada proses resiprositas antar warga. Dimana saling
membalas jasa dan gotong royong antar warganya. Di dalam
upacara pernikahan ini juga tampil berbagai acara pentas
kesenian yang biasa digunakan oleh warga.
Di Pantar Kabali untuk saat sekarang sewaktu peneliti
tinggal di dusun ini, setiap acara pentas hiburan pada acara
pernikahan selalu menghadirkan penyanyi dangdut. Bagi mereka
yang tergolong keluarga mampu akan mendatangkan artis dari
Palangkaraya yang tiap sekali tampil mereka membayar Rp.
10.000.000,- sampai Rp. 15.000.000,-untuk kelompok artis saja.
Itu sudah termasuk sound dan pemain orgen tunggalnya. Semua
lagu dangdut yang sedang populer saat itu bisa dinyanyikan oleh
Sang Artis dan pemain orgen tunggal seperti “Masa Lalu”,
“Oplosan”, “Pukul Rata”, “Kereta Malam”, dan lain lain.
Gambar 2.9.
Dangdutan
Sumber: Dokumentasi Peneliti
107
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Dalam pentas dangdutan ini nyawer menjadi suatu
kebanggaan bagi para pemuda yang naik ke atas panggung.
Mereka bergoyang di atas panggung bersama para artis dangdut
yang berpenampilan sexy ini. Setiap naik panggung mereka akan
memberikan uang kepada artis yang disebut sawer minimal
Rp.50.000,- setiap saweran.
Kesenian di Pantar Kabali sudah terpengaruh dengan
media yang masuk seperti tontonan televisi yang mereka tonton
tiap malam melalui TV dan Antene Parabola. Dulu di Pantar
Kabali ada kesenian wayang dan tembang. Namun karena
dalangnya sudah meninggal dan wayangnya tidak ada sekarang
hilang. Dulu lakon yang sering dimainkan seperti “Bagong Jadi
Raja”. Orang tua sebagian masih ada yang bisa main wayang
orang, namun anak muda sudah tidak bisa.
2.7.3. Musik Tradisional Kecapi
Musik kecapi merupakan salah satu musik tradisionalEtnik
Dayak Ngaju. Bentuk dari alat musik ini menyerupai gitar namun
lebih kecil dan hanya menggunakan 2 sampai 3 senar saja. Musik
ini biasanya dimainkan pada saat ritual atausebagai musik
pengiring tarian adatdan nyanyian adat Dayak yang disebut
karungut. Di Dusun Kerahau, alat musik kecapi masih dimiliki
oleh beberapa warga, seperti kepala adat dan pengobat
tradisional. Musik kecapi biasanya mereka mainkan tidak hanya
pada saat ritual atau acara tertentu tetapi juga pada waktu santai
sambil melantunkan syair karungut.
Musik kecapi juga dimainkan salah seorang warga dusun
Kerahau pada saat ritual pengobatansangiangsedang dilakukan.
Musik kecapi menjadi pengiring gerakan badan dan kaki seorang
pengobat tradional atau lasang pada saat sedang berkomunikasi
dengan roh baik yang dapat menyembuhkan penyakit. Musik
108
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
kecapi merupakan salah satu syarat utama pada saat ritual
sangiang karena musik kecapi merupakan sarana bagi pengobat
tradisional untuk dapat berkomunikasi dengan roh baik. Pada
saat tubuh lasang sudah dirasuki oleh roh baik maka lasang akan
mulai menggerakkan badan dan kakinya lalu menari diiringi
musik kecapi.
2.8. Mata Pencaharian
2.8.1. Kebun Karet Rakyat
Memantat karet adalah pekerjaan yang sudah dilakukan
warga Desa Muroi Raya sejak pertama kali dusun mereka
dibangun. Hasil karet ini dibeli oleh pembeli di tepian sungai.
Mereka mengumpulkan karet kemudian diletakkan di bawah
rumah jika sudah siap dijual akan dibawa ke tepi sungai. Ukuran
untuk berat karet ini adalah pikul. Satu pikul sama dengan 100 kg.
Gambar 2.10.
Pohon Karet Yang Diambil Getahnya
Sumber: Dokumentasi Peneliti
109
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Untuk saat ini banyak yang sementara mengistirahatkan
kebun karetnya dan beralih ke penambangan emas dan puya
sebab harga karet sedang murah.
2.8.2. Para Penambang Emas dan Puya25
Pada awalnya orang menambang emas menggunakan
dulang. Sebelum ada pembukaan penambangan emas besar.
Dulu belum ada khothok pake jukung aja. Dulu buaya di Sungai
Muroi memang banyak, buaya itu timbul di dekat pasir putih,
kemudian dulang itu ditaruh di bawah buaya itu. Di bawah buaya
itu emasnya banyak. Karena buayanya nggak bisa menghantam
manusia. Buaya kan sudah ada sumpahnya dari Kahayan, Kapuas,
buaya itu tak bisa menghantam manusia. Begitulah cerita Pak
Neon membuka kisahnya tentang penambangan emas di
sepanjang Sungai Muroi.
Di bawah perut buaya banyak emasnya juga di tanah di
bawahnya. Buaya itu juga bisa kita geser tapi orang tua jaman
dulu tidak takut. Tapi kalau jaman anak sekarang melihat saja
sudah taku. Aku pernah memasukkan tangan di mulutnya itu kan
di Pantar. Dulu kan ada danau banyak buaya mati kelaparan, Itu
anaknya panjangnya sekitar 3 m lebih tambah itu dimulutnya
masuk tangan. Buaya itu nggak ada lidahnya itu kan dia itu kalau
makan langsung ke kerongkongan. Kalau menurut cerita
sejarahny begitu buaya itu asalnya kan manusia saya disuruh ibu
jalan air sampai depan waktu menghantam bapaknya dia tarik
itu lidahnya kamu tidak boleh menghantam manusia, bagaimana
kalau saya lapar? Kamu kalau lapar cari saja binatang itu kisahnya
ndak ada lidahnya itu. Yang besar juga gak punya. Buaya itu
25
Puya adalah pasir yang mengandung 12 unsur logam di dalamnya.
110
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
kasihan kalau di air gak bisa makan dibawa dulu di atas dipukul
pakai ekor.
Gambar 2.11.
Mendulang Puya
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Sekarang sudah jarang kemungkinan tidak ada lagi
buayanya. Kalau dulu sebelum penyedotan malam itu dari sini
sampai pantar itu sudah sekitar 15 yang ketemu itu. Buaya di
pinggir air itu pada diam, di atas kayu gini, diatas bosong, kalau
malam ketemu terus apalagi kalau ke Sungai Gita bisa lebih
banyak. Banyak juga yang besar di sini juga, Dulu di pantar
lebarnya sampai satu meter lebih bekas dadanya ini kan.
Dengan mulai banyaknya para penambang emas yang
menggunakan mesin penyedot, dulang mulai ditinggalkan dan
segala jenis peralatan tradisional mulai ditinggalkan dan beralih
ke mesin. Kapal-kapal (klothok) juga ditempeli mesin sehingga
111
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
semua bergerak lebih cepat. Mereka berharap dengan
menngunakan mesin hasil yang diperoleh akan lebih banyak
seperti cerita Pak Neon tentang pendapatan kaum penambang
emas berikut.
“Ada yang 200.000 ada yang 10.000 waktu tidak punya
emas yang dibawah itukan . Sehari minyaknyanya kan
30-45 liter kadang ada yang min jika dapat 100.000,satu minggu itu min. Belum makannya belum rokoknya
kalau seminggu satu slop berapa itu? Misal satu bungkus
itu 11.000 satu slopnya kan berarti Rp 110.000,- Untung
ada usaha emas yang bisa menjadi penghidupan orang
banyak ini. Kalau di Muroi kalau yang lain itu ndak ada.
Jika tambang emas ini ditutup, Mati konyol semua itu
orang. Karena kerjaan yang bisa dapat duwit
banyak.Kerja kayu kan sudah ndak bisa, kerja tambang
emas ini dulunya mau ditutup dibilangnya jangan
bekerja di Sungai Muroi padahal yang kerja sungai itu 95
% ada yang sekilo, dua kilo, dari dusun.”
Penambangan emas di Sungai Muroi sudah dimulai
sebelum tahun 1988. Pada Tahun 1988 baru mesin penyedot
mulai ramai masuk Sungai Muroi sebelumnya mereka adalah
pendulang tradisional. Karena sudah terbiasa cepat sekarang
mereka tidak mau kerja dengan mendulang lagi.
“Awal-awal pembukaan tambang itu sekitar tahun 1988
sampai sekarang itu karena masa-masa awal itu belum
banyak yang nambang. Tapi dulu pernah ada Orang Luar
yang mencoba menambang di atas itu pake alat boor,
kata mereka kalau sehari tidak dapat satu kilo berarti
rugi. Kalau kita seperti ini mana bisa dapat yang banyak.
Untuk makan seminggu aja habis. Kalau kita di sini tidak
ada tambang emas semua sakit.”
112
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Gambar 2.12.
Lanting
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Hampir 95% penduduk mengandalkan pendapatan
ekonomi mereka dari penambangan emas dan puya. Beberapa
kali perusahaan besar ingin masuk namun setelah mereka
mengecek jumlah kandungan emas kelihatannya tidak sebanding
dengan biaya operasional yang dikeluarkan. Hanya penduduk
saja yang bertahan dengan mata pencaharian ini andaikan emas
ini habis atau ditutup masyarakat akan bingung mencari
gantungan sumber ekonomi lain.
2.9. Teknologi dan Peralatan
Teknologi dan peralatan yang digunakan pada awalnya
untuk kebutuhan subsistensi (mencukupi kebutuhan makan
keluarga) seperti peralatan berladang, berburu, menangkap ikan
dan alat transportasi sungai.Beberapa peralatan itu antara lain:
113
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
a.Sambang
Orang di sini kalau menangkap ikan besar menggunakan
sambang (Sebuah tongkat yang ujungnya diberi mata tombak).
Cara menangkap ikan di Sungai atau Rawa adalah dengan cara air
di sekitar sungai itu diberi racun dulu berupa akar daun tuek yang
ditumbuk. Setelah akar daun tuek ini ditumbuk kemudian
dicelupkan ke air di sekitar lokasi ikan. Ikan yang terkena racun
akar tuek ini akan mabuk dan menggelepar ke permukaan
kemudian ditombak pake sambang itu. Peralatan lain yang pasti
dibawa dalam mencari ikan dan berburu ke hutan bagi laki-laki
ada alat yang wajib dibawa yaitu mandau. Mandau ini digunakan
untuk memangkas batang tanaman yang menghalangi jalan.
Selain menggunakan sambang masyarakat Dayak di Muroi Raya
jika menangkap ikan juga menggunakan pancing.
Gambar 2.13.
Sambang
Sumber: Dokumentasi Peneliti
114
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
b. Lontong
Lontong adalah tas punggung yang terbuat dari rotan atau
bahan lainnya yang dibuat untuk membawa hasil ladang atau
peralatan ladang. Kadang lontong ini juga dibawa ke sungai untuk
membawa pakaian atau peralatan dapur yang hendak dicuci. Di
Pantar Kabali ada satu nenek yang pekerjaan tiap harinya
membuat lontong. Lontong yang dia buat merupakan pesanan
masyarakat di sekitar dusun.
c. Dulang
Alat dulang ini digunakan pada masa awal penambangan
emas di Sungai Muroi ketika emas yang dicari masih berupa
kerikil-kerikil. Lama kelamaan emas yang berupa kerikil habis
kemudian tinggal yang berwujud pasir. Sehingga wujud emas
semakin lembut sehingga mulai sulit didulang, Peralatan
kemudian berkembang menggunakan alat sedot, saring, dan
penangkap emas menggunakan air raksa. Maka munculah
lanting-lanting para penambang emas di tepi sungai.
d. Hanphone, Televisi, Anthene Parabola
Ketika listrik genset mulai masuk, yang diperkenalkan
para pedagang dari Banjar masyarakat mulai menggunakannya
kemudian tidak hanya itu mereka mulai membeli parabola dan
televisi. Ketika tower handphone dibangun di Pelabuhan Teluk
Batu maka masyarakat berusaha mencari sinyal tersebut dengan
anthene outdoor yang tingginya bisa mencapai 15-20 meter.
Pada perkembangan selanjutnya ada warga yang membeli alat
penangkap sinyal sehingga handphone tidak perlu ditempel di
anthene namun bisa digunakan radius 1-2 m dari alat penangkap
sinyal tersebut.
115
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
116
BAB 3
POTRET KESEHATAN IBU DAN ANAK
DI DESA MUROI RAYA
3.1. Kondisi Pra Hamil di Desa Muroi Raya
Pra hamil merupakan suatu kondisi dimana seorang
wanita belum pernah mengalami fase kehamilan. Pada sub bab
ini terdapat dua kelompok yang menjadi sasaran untuk
penjabaran kondisi pra hamil di lingkungan masyarakat Desa
Muroi Raya, Kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas, Provinsi
Kalimantan Tengah. Dua kelompok sasaran yang menjadi pokok
bahasan yaitu remaja yang berusia antara 10 sampai dengan 24
tahun, serta pasangan suami istri yang istrinya hingga sekarang
belum pernah hamil.
3.1.1. Pengetahuan Remaja tentang Reproduksi
Masa remaja merupakan salah satu periode dari
perkembangan manusia. Remaja sering kali didefinisikan sebagai
tahap transisi yaitu masa perubahan atau peralihan dari masa
anak-anak ke masa dewasa. Batasan usia remaja menurut World
Health Organization (WHO) adalah mereka yang berusia antara
12 sampai dengan 24 tahun, sedangkan menurut Kementerian
Kesehatan RI tahun 2010, batas usia remaja yaitu antara 10
sampai dengan 19 tahun dan belum kawin (Faiq, 2012). Sehingga
yang menjadi sasaran informan pada kelompok remaja di Desa
117
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Muroi Raya yaitu remaja yang berusia 10 sampai dengan 24
tahun yang belum kawin.
Berdasarkan tahap perkembangannya, masa remaja
dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu masa remaja awal yaitu
antara 10-14 tahun, remaja pertengahan 15-17 tahun, remaja
akhir 18-20 tahun dan dewasa muda usia 21-24 tahun
(Damayanti, 2012). Berdasarkan hasil wawancara dengan
beberapa informan mulai dari usia remaja awal, pertengahan,
akhir dan dewasa muda, maka dapat dikatakan bahwa remaja di
Desa Muroi Raya telah memiliki beberapa pengetahuan
mengenai kesehatan reproduksi. Remaja putri telah mengetahui
apa yang disebut dengan menstruasi itu, biasanya mereka
menyebutnya dengan istilah mens atau datang bulan yaitu
peristiwa awal yang menandai bahwa mereka sudah mulai
beranjak dewasa dan mereka sudah dapat bereproduksi atau
mengalami kehamilan.
Menstruasi menurut mereka ditandai dengan keluarnya
darah dari alat reproduksi wanita dan hal tersebut akan terjadi
setiap bulan dengan kurun waktu sekitar 7 hari atau 1 minggu.
Tetapi untuk remaja putri berusia 12 tahun ke bawah, mereka
belum mengetahui apa yang dimaksud dengan menstruasi. Hal
tersebut disebabkan karena rata-rata usia remaja putri yang
mendapatkan menstruasi pertamanya (menarche) yaitu usia 13
tahun ke atas.
Pada saat remaja putri mengalami menstruasi
pertamanya, mereka tidak pernah memberitahukan hal tersebut
kepada orang tua mereka untuk yang pertama kalinya. Biasanya
mereka menceritakan hal tersebut kepada teman sebaya, sepupu
maupun keponakan yang lebih tua dari dirinya yang telah
mendapatkan menstruasi. Berdasarkan pengalaman dari
temannya maka mereka mengetahui bahwa pada saat
menstruasi mereka harus menggunakan pembalut untuk
118
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
menampung darah haid yang keluar. Biasanya mereka membeli
pembalut di warung-warung di sekitar rumah. Pada saat mereka
mandi pagi dan sore, pembalut yang telah dipakai akan mereka
bersihkan dengan menggunakan air kemudian dibuang dengan
cara membungkusnya dengan plastik terlebih dahulu.
Berdasarkan pengalaman mereka selama ini, mereka
mengalami mentruasi rutin setiap bulannya. Rata-rata lamanya
menstruasi yang mereka alami setiap bulannya yaitu 7 hari atau 1
minggu. Setiap kali mendapatkan menstruasi mereka mengaku
mengalami sakit (dismenore) pada bagian perut terutama di
bawah pusar. Ada remaja yang mengalami sakit perut selama 7
hari atau selama menstruasi tersebut berlangsung dan ada juga
yang hanya mengalami sakit pada saat hari pertama menstruasi
saja. Beberapa remaja putri juga pernah mendapatkan nasihat
dari orang tuanya yaitu jika anak perempuan telah mendapatkan
menstruasi maka mereka harus menjaga diri serta menjaga
pergaulan dengan lawan jenis mereka, karena mereka sudah
dapat bereproduksi atau hamil.
Remaja putra yang sudah memasuki masa pubertas,
secara normal akan mengalami mimpi basah. Pertama kali, hal ini
mungkin terasa aneh, tetapi ini adalah hal yang wajar. Remaja
putra di desa ini telah mengetahui apa yang dimaksud dengan
mimpi basah. Mereka mendapatkan pengetahuan tentang mimpi
basah tersebut dari teman sebaya. Kebanyakan remaja putra
merasa malu untuk mengakui dan membicarakan tentang
pengalaman mimpi basah mereka, terutama pada orang tua.
Semua tergantung pada kedekatan dan keterbukaan remaja
dengan orangtua, khususnya untuk bicara yang berhubungan
dengan seksualitas.
Proses sunat untuk remaja putra tidak dapat dilakukan di
Desa Muroi Raya ini karena tidak ada orang yang dapat
melakukannya. Jika anak sudah berusia 10-12 tahun maka orang
119
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
tuanya membawanya ke Lungku Layang yaitu sebuah
Puskesmasdi Kecamatan Timpah dan melakukan sunat. Waktu
yang diperlukan cukup satu hari saja, pagi hari mereka berangkat
dengan menggunakan perahu dan dilanjutkan dengan menyewa
satu buah mobil untuk mengantarkan mereka menuju Puskesmas
dan sore harinya mereka langsung kembali ke desa lagi. Jika
orang tua anak tersebut memiliki perekonomian menengah ke
atas biasanya mereka melakukan syukuran dengan mengundang
beberapa warga untuk melakukan pembacaan doa, tetapi jika
perekonomian keluarga menengah ke bawah biasanya tidak ada
acara seperti itu, karena acara seperti itu pastinya memerlukan
biaya yang cukup banyak untuk menyediakan makanan setelah
pembacaan doa. Biaya transportasi yang harus disiapkan untuk
sampai ke Puskesmas Timpah juga tidak sedikit yaitu minimal
memerlukan biaya sebesar Rp. 500.000,-.
Gambar 3.1
Daun pohon nangka yang telah kering dibakar untuk mempercepat proses
penyembuhan luka setelah sunat
Sumber: Dokumentasi Peneliti
120
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Cara yang digunakan masyarakat desa ini untuk
mempercepat proses penyembuhan luka setelah sunat yaitu
dengan cara membakar daun pohon nangka yang telah kering
daunnya, setelah itu abu dari pembakaran daun tersebut
dioleskan pada daerah luka setelah sunat tersebut. Beberapa
lembar daun nangka kering yang digunakan sebagai obat untuk
mempercepat proses penyembuhan luka setelah sunat dapat
dilihat pada gambar 3.1.
Pengetahuan remaja putri dan putra mengenai hubungan
seks dan alat kontrasepsi secara umum mereka mengetahui dari
teman sebayanya. Namun, untuk remaja awal masih banyak yang
belum mengetahuinya. Pengetahuan mereka hanya sebatas
pengetahuan tentang alat kontrasepsi sebagai alat pencegah
kehamilan yang biasa digunakan laki-laki yaitu kondom dan
perempuan adalah pil KB. Kemudian untuk pengetahuan mereka
tentang hubungan seks merupakan hubungan yang dilakukan
oleh perempuan dan laki-laki yang telah menikah. Berdasarkan
beberapa keterangan dari informan bahwa usia pernikahan di
Desa Muroi Raya ini yaitu berkisar antara 14 tahun ke atas untuk
perempuan dan 16 tahun ke atas untuk laki-laki. Namun, ada
salah seorang anak perempuan yang pernah menikah pada saat
usia 13 tahun, kemudian hamil pada saat ia berusia 14 tahun.
Pada saat sebelum menikah ia baru saja mendapatkan
menstruasi sebanyak 1 kali, setelah itu ia melangsungkan
pernikahan. Berikut salah satu gambar saat prosesi tampung
tawar pada pernikahan salah seorang remaja di Desa Muroi Raya,
yang dapat dilihat pada gambar 3.2.
Pernikahan usia dini di desa ini terkadang didukung juga
oleh orang tuanya. Berikut pernyataan dari beberapa informan
mengenai remaja yaitu remaja di desa ini jika sudah putus
sekolah dan dirasa badannya sudah besar dan pantas untuk
menikah maka orang tua akan segera menikahkan anaknya,
121
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
karena jika tidak segera dinikahkan maka remaja tesebut
biasanya malah menjadi nakal, suka mabuk dan berjudi. Jadi
orang tua berpikir, jika remaja tersebut menikah maka ia mau
tidak mau harus bekerja mencari nafkah untuk istri dan anaknya
kelak, daripada ia berbuat yang tidak baik, lebih baik segera
dinikahkan.
Gambar 3.2.
Prosesi Tampung Tawar Pada PernikahanSalah Seorang Remaja
di Desa Muroi Raya
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Pengetahuan remaja mengenai penyakit menular
berkaitan dengan reproduksi, hampir semua remaja awal dan
pertengahan yang belum mengetahuinya, kecuali pada remaja
akhir yang telah menikah. Pengetahuan mereka tetapi hanya
sebatas bahwa penyakit menular seksual tersebut biasanya
122
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
ditemui pada daerah lokalisasi, seperti pada daerah Dusun
Tanjung Jaya atau yang sering disebut dengan Dusun Bereng
Garong, karena di dusun ini menurut beberapa sumber informasi
terdapat lokalisasi dan tempat karaoke.
Berdasarkan beberapa keterangan dari informan aborsi
atau menggugurkan kandungan dengan cara sengaja, tidak
pernah dilakukan di desa ini, karena ketika ada remaja putri yang
ketahuan hamil di luar nikah biasanya itu menjadi salah satu cara
mereka agar segera dinikahkan dengan pacarnya. Hal ini biasa
terjadi ketika orang tua mereka tidak menyetujui kalau mereka
minta dinikahkan segera. Begitu juga dengan pasangan suami
istri yang mungkin istrinya hamil lagi padahal jarak kehamilannya
dengan kelahiran anak sebelumnya sangat dekat, juga tidak
pernah melakukan aborsi karena mereka menganggapnya
sebagai takdir dan rejeki yang diberikan untuk keluarganya jadi
mereka tidak boleh menolak. Biasanya untuk kasus wanita hamil
yang mengalami keguguran, cara yang dilakukan ibu-ibu tersebut
untuk membersihkan kandungannya ia meminta air tawar
kepada salah seorang warga di desa ini yang dapat
menyembuhkan penyakit melalui media air putih yang telah
dibacakan dengan doa dan diminum oleh orang yang mengalami
keguguran tersebut, kegiatan ini biasa disebut warga desa
dengan sebutan minta danum tawar(air tawar).
Pola makan remaja sama seperti orang dewasa lainnya,
mereka biasanya sarapan pagi seadanya yaitu ikan kering atau
ikan asin, nasi putih dan mie instan. Hidangan sayuran jarang
sekali disediakan pada saat makan pagi karena biasanya tukang
sayur yang membawa sayur dari Kota Palangkaraya datang ke
desa ini sekitar pukul 11.00 WIB. Remaja yang masih bersekolah
biasanya sarapan pagi sebelum berangkat sekolah, sedangkan
remaja yang sudah tidak bersekolah dan mengikuti orang tuanya
bekerja di lanting. Lanting merupakan sebuah tempat bekerja
123
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
penambang emas dan puya yang terletak di tepi sungai, seperti
digambarkan pada gambar 3.3 berikut.
Gambar 3.3
Lanting Tempat Penambang Emas dan Puya
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Setelah melakukan sarapan pagi bersama orang tuanya
sekitar pukul 06.30-07.00 WIB biasanya mereka sudah berangkat
menuju lanting dengan perahu bermesin cas atau dompeng. Ibu
mereka biasanya membawakan bekal makanan siang hari untuk
dibawa ke lanting. Pada malam harinya mereka kembali ke
rumah dan makan malam di rumah.
Salah satu informan remaja mengatakan terdapat
pantangan atau larangan makanan, yaitu bahwa ia dilarang
ibunya untuk makan sayur bayam dan kacang. Hal tersebut
disebabkan karena dulu sewaktu informan masih kecil, informan
pernah menderita sakit paru-paru dan orang tuanya mengatakan
bahwa jika makan bayam dan kacang nanti penyakit tersebut bisa
kambuh kembali. Perintah orang tuanya tersebut mengakibatkan
124
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
remaja tersebut hingga sekarang tidak mau mengkonsumsi sayur
bayam dan kacang.
Remaja di Desa Muroi Raya rata-rata hanya
berpendidikan tamat Sekolah Dasar (SD) bahkan ada juga yang
belum tamat SD. Biasanya ketika mereka putus sekolah seperti
itu, mereka akan mengikuti orang tuanya untuk bekerja di lanting
untuk menambang emas atau puya. Hal tersebut mengakibatkan
mereka telah memiliki penghasilan sendiri, tetapi terkadang
penghasilan tersebut mereka salah gunakan untuk hal yang
negatif seperti membeli minuman keras dan obat terlarang.
Akibat dari pengaruh minuman keras dan obat terlarang
tersebut, remaja banyak yang terlibat perkelahian dengan remaja
dusun lainnya. Permasalahan tersebut biasanya langsung dibawa
ke kepala desa atau perangkat desa maupun kepada mantir adat,
dan biasanya mereka ditawarkan dua pilihan yaitu perkelahian
tersebut dilaporkan kepada petugas kepolisian atau mereka
membayar denda yang telah ada ketetapannya di dalam buku
hukum adat dayak Ngaju yaitu berupa pembayaran denda
(bahasa dayak “jipen”) dan permasalahan diselesaikan dengan
cara damai.
Terdapat pula kegiatan remaja di Desa Muroi Raya yang
bersifat positif yaitu kegiatan olahraga yang biasanya dilakukan
pada sore hari. Tidak hanya remaja putri yang melakukan
permainan olahraga volly, biasanya ibu-ibu di desa ini juga ikut
bergabung bersama bermain volly. Sedangkan untuk kegiatan
remaja putra, setiap hari kecuali hari jumat, biasanya mereka ikut
bekerja di lanting bersama-sama dengan orang tua mereka.
Namun, pada hari jumat yang merupakan hari istirahat atau hari
libur bekerja bagi masyarakat di Desa Muroi Raya, biasanya
remaja putra mengisi waktu libur ini dengan melakukan olah raga
sepak bola di lapangan yang terletak di tengah desa dan sebagian
lagi bermain volly bersama dengan teman yang lainnya.
125
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
3.1.2. Pasangan Suami Istri yang Istrinya Belum Pernah Hamil
Di Desa Muroi Raya ini terdapat beberapa pasangan yang
telah menikah tetapi hingga kini belum juga dikaruniai anak.
Salah satu informan yang peneliti wawancara adalah Ibu M. Ibu
M telah menikah selama 19 tahun dan sampai sekarang belum
juga dikaruniai anak. Mulai dari pengobatan medis hingga
tradisional juga telah ia lakukan. Untuk pengobatan medis Ibu M
berkunjung ke rumah sakit di Kabupaten Kapuas dan dokter di
sana mengatakan bahwa di rahimnya terdapat gumpalan seperti
gumpalan lemak. Ibu M hanya diberikan obat tanpa ada anjuran
dari dokter untuk dilakukan operasi atau pembedahan.
Pemeriksaan hanya dilakukan pada Ibu M, sedangkan dokter
menyarankan suami Ibu M juga diperiksa mengenai
kesuburannya, tetapi suami Ibu M tidak mau melakukan
pemeriksaan. Suaminya menganggap bahwa kandungan Ibu M
lah yang bermasalah sedangkan ia merasa percaya diri bahwa
dirinya tidak bermasalah dengan kesuburannya.
Selain secara medis, Ibu M juga telah menjalani
pengobatan secara tradisional. Melalui pengobatan tradisional
Ibu M telah melakukan beberapa saran dan anjuran dari orang
tua maupun mertuanya. Mulai dari minum air rebusan akaryang
diperoleh dari hutan hingga meminta air yang telah didoakan
oleh salah seorang guru agama di desa ini, tetapi hasilnya tetap
saja sama yaitu dia tidak kunjung hamil juga.
Selama proses wawancara berlangsung, peneliti melihat
di dinding rumah Ibu Mterdapat foto seorang anak laki-laki
sedang menggunakan seragam Taman Kanak-Kanak (TK).
Ternyata foto tersebut anak tersebut adalah anak angkat Ibu M.
Ibu M mencoba mengadopsi salah seorang anak sejak ia bayi dan
menjadi orang tua angkat bayi tersebut. Banyak orang yang
mengatakan biasanya dengan mengadopsi atau mengasuh anak
maka dapat menjadi salah satu upaya untuk memancingagar
126
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
cepat hamil. Hal tersebut telah ia lakukan hingga anak tersebut
sekarang berusia 6 tahun atau kelas 1 SD, tetapi hingga sekarang
ia pun belum juga hamil.Sudah banyak usaha yang Ibu M lakukan
untuk mendapatkan anak, tetapi sampai sekarang usaha tersebut
tidak membuahkan hasil. Baik suami, mertua dan orangtuanya
sudah berusaha untuk membantu Ibu M supaya bisa
mendapatkan anak, tetapi hingga kini ia belum juga
mendapatkan kehamilan.
Informasi dari informan lainnya merupakanseorang ibu
yang dulunya pernah melahirkan prematur pada usia kandungan
7 bulan tetapi bayi yang dilahirkannya tersebut hanya bertahan
satu hari saja, setelah itu bayi tersebut meninggal dunia. Ibu itu
bercerita tentang bayinya ketika lahir badannya biru-biru, setelah
dilahirkan anak tersebut dimandikan dengan air biasa saja seperti
bayi normal lainnya. Ketika ibu tersebut melahirkan ia ditolong
oleh seorang bidan kampung yang berada di desa ini, tetapi kini
bidan tersebut telah meninggal dunia. Ibu itu tidak mengetahui
apa penyebab kematian bayinya, ia hanya menduga karena bayi
yang dilahirkannya belum cukup umur untuk dilahirkan jadi ia
berpikir bahwa belum rejeki untuk diberikan seorang anak, dan
hingga kini ia belum juga dikaruniai seorang anak pun. Mulai dari
pengobatan tradisional dan medis pun sudah dijalaninya, tetapi
tetap saja hasilnya hingga kini ia belum juga hamil kembali. Ibu
tersebut menunjukan salah satu obat ramuan akar yang diminum
kini sebagai salah satu pengobatan tradisional yang dijalaninya.
Foto ramuan tersebut dapat dilihat pada gambar 3.4 seperti di
bawah ini.
Akar-akaran tersebut ditaruh di dalam bekas botol plastik
air mineral dan diberi air. Air tersebut diminum setiap hari
sebanyak 1 gelas. Ketika peneliti bertanya akar apa saja yang
diminumnya itu, ibu tersebut menjawabnya tidak tahu karena
hanya orang tua atau orang-orang tertentu saja yang tau dan bisa
127
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
menemukan akar tersebut di dalam hutan. Biasanya orang
tersebut tidak mau memberitahukan apa nama akar itu dan di
mana memperoleh, karena merupakan rahasia bagi mereka.
Gambar 3.4
Ramuan akar-akaran untuk mendapatkan kehamilan
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Informan juga bercerita jika sebagian besar masih banyak
warga di desa ini yang beranggapan banyak anak banyak rejeki,
karena bagi mereka, anakyang akan membantu mereka bekerja
untuk mencari nafkah meskipun tanpa harus menempuh
pendidikan formal. Karena pekerjaan menambang emas menurut
informan lebih banyak mengandalkan tenaga daripada
pengetahuan dan pendidikan formal di sekolah. Untuk jumlah
sebaran pasangan usia subur di desa ini cukup banyak, walaupun
peneliti tidak memperoleh data sekunder sebagai pendukung,
beberapa informan mengatakan bahwa adanya pernikahan usia
dini di desa ini maka akan berdampak pada peningkatan jumlah
pasangan usia subur.
Informasi lain yang diperoleh dari beberapa informan
yaitu masyarakat di sini biasanya mengharapkan anak pertama
128
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
mereka berjenis kelamin perempuan, karena jika anak pertama
berjenis kelamin laki-laki maka mereka menyebutnya akan
mengakibatkan suasana panas di dalam keluarga tersebut.
Maksudnya yaitu suami dan istri di dalam keluarga itu seringkali
akan mengalami pertengkaran. Sehingga kecenderungan anak
yang dilahirkan di desa ini berjenis kelamin perempuan. Untuk
jenis kelamin anak berikutnya mereka mengatakan terserah saja
jenis kelaminnya perempuan atau laki-laki, pasrah kepada apa
yang diberikan oleh Tuhan. Namun mereka mengatakan seperti
kebanyakan orang, dalam benak mereka jika sudah dikaruniai
anak perempuan, maka mereka berharap adanya anak laki-laki
dalam keluarga mereka.
Peran orang tua terhadap anak laki-laki dan perempuan di
desa ini sama saja. Kecuali jika mereka sudah beranjak remaja
biasanya anak perempuan mulai disuruh oleh ibunya untuk
membantu memasak di dapur dan membersihkan rumah.
Kemudian untuk anak laki-laki jika sudah tidak bersekolah,
biasanya diajak oleh bapaknya bekerja di lanting untuk
menambang emas atau “puya”. Setiap pagi dan sore hari tanpa
memandang anak tersebut laki-laki atau perempuan, orang tua
mereka menyuruh anaknya untuk mengambil air minum di
sungai dengan menggunakan botol plastik bekas air mineral dan
di taruh di dalam lontong atau lumbik. Lontong adalah keranjang
yang terbuat dari bambu atau bahan plastik yang dianyam dan
diletakkan di punggung. Bentuknya seperti tabung dengan
diameter sekitar 70 cm dan tinggi sekitar 80-90 cm. Pinggiran
keranjang kemudian diberi rotan dengan tujuan sebagai pengeras
atau sebagai pengkokoh keranjang tersebut. Gambar lontong
dapat dilihat pada gambar 3.5 dan gambar 3.6 berikut.
129
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Gambar 3.5
Seorang Nenek yang Sedang
Menganyam sebuah Lontong
Sumber: Dokumentasi
Peneliti
Gambar 3.6.
Seorang Anak
Menggunakan Lontong
untuk
Mengambil Air Minum di
Sungai
Sumber: Dokumentasi
Peneliti
130
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Kebiasaan dalam keseharian pasangan usia subur sama
seperti pasangan suami istri lainnya. Suami bekerja di lanting
untuk menambang emas atau puya, sedangkan istri di rumah
untuk melakukan aktivitas mencuci, memasak dan
membersihkan rumah. Pasangan suami istri yang masih terbilang
baru biasanya tinggal di rumah orang tua atau mertuanya.
Beberapa tahun kemudian jika sudah memiliki tabungan yang
cukup, maka secara perlahanmereka mulai mencicil
pembangunan rumah dengan cara membeli tanah terlebih
dahulu, lalu mengumpulkan uang kembali, jika dirasa sudah
mencukupi maka mereka mulai membangun rumah. Semua
rumah yang ada di desa ini adalah rumah panggung yang terbuat
dari bahan kayu.
3.2. Kondisi Kehamilan di Desa Muroi Raya
Pada masa kehamilan dan kelahiran, setiap masyarakat
memiliki cara-cara budaya sendiri untuk menghadapi peristiwa
pertumbuhan janin dan kelahiran bayi. Hal ini tentu saja sudah
dipraktikkan jauh sebelum masuknya sistem medis dilingkungan
masyarakat. Kehamilan dan kelahiran tidak hanya berkenaan
dengan aspek fisiologi saja, melainkan juga menyangkut aspek
sosial budaya di masyarakat setempat.
3.2.1. Pendapat Masyarakat Terhadap Kehamilan
Kehamilan bagi masyarakat di Desa Muroi Raya
merupakan hal yang biasa. Tidak ada perlakuan khusus atau
istimewa terhadap ibu hamil di desa ini. Ibu rumah tangga
maupun ibu yang sedang hamil memang tidak ikut bekerja di
lanting emas atau puya tetapi mereka bertugas untuk mengurus
pekerjaan rumah seperti memasak, mencuci baju, mencuci
piring, membersihkan rumah serta mengurus anak-anak di
131
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
rumah. Pekerjaan menyadap karet dan menambang emas atau
puya biasanya dilakukan oleh suami atau kaum pria di desa ini.
Selama tinggal di desa ini, peneliti hanya mengetahui hanya
beberapa orang ibu saja yang tetap melakukan pekerjaan
menyadap karet dan menambang emas. Tetapi ibu tersebut tidak
menggunakan mesin untuk menambang puya, mereka
menggunakan cara tradisional yaitu dengan alat mendulang yang
berbentuk seperti lingkaran dan tengahnya terdapat cekungan
untuk tempat puya.
Aktivitas dan kegiatan seperti mandi, mencuci pakaian,
piring serta mengambil air minum di sungai pun masih dilakukan
oleh ibu hamil di Desa Muroi Raya ini. Padahal jalanan menuju ke
sungai kondisinya licin dan curam menjorok ke bawah sehingga
dapat saja ibu hamil tersebut tergelincir, jika tidak berhati-hati
berjalan. Berdasarkan observasi peneliti selama berada di desa
tersebut, ketika mandi di sungai ibu hamil selalu membawa
jerigen kosong yang nantinya akan diisi oleh air sungai yang
dibawa pulang ke rumah untuk air minum. Satu jerigen tersebut
berisi kira-kira 5 liter air. Jadi satu tangan membawa jerigen berisi
air sungai dan salah satu tangan lainnya membawa sebuah
ember kecil berisi sabun, shampo, sikat gigi dan peralatan mandi
lainnya. Kondisi jalan menuju sungai yang licin dan terjal
ditambah dengan beban mengangkat air oleh ibu hamil tersebut,
maka sangat rawan sekali ibu hamil tersebut dapat tergelincir
jatuh. Namun, menurut ibu hamil tersebut, hal itu dilakukannya
karena ia beranggapan bahwa kegiatan itu dapat membantu
memperlancar proses persalinannya kelak. Beberapa foto
kegiatan ibu hamil dengan usia kandungan 8 bulan di Sungai
Pantar dapat dilihat pada gambar 3.7 dan gambar 3.8.
132
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Gambar 3.7
Ibu Hamil yang Melakukan
Aktivitas Mandi di Sungai
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 3.8.
Seorang Ibu Hamil sedang
Mengambil Air di Sungai
dengan Menggunakan Jerigen
Sumber: Dokumentasi
Peneliti
133
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
3.2.2. Tradisi Masyarakat dalam Perawatan Kehamilan
Beberapa tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Desa
Muroi Raya terkait dengan perawatan kehamilan yaitu adanya
beberapa pantangan, ritual atau upacara dalam kehamilan serta
penggunaan jimat yang dikenakan oleh ibu hamil selama masa
kehamilannya. Pantangan pada masa kehamilan merupakan hal
yang tidak boleh dilakukan oleh ibu hamil. Masyarakat di Desa
Muroi Raya mempercayai beberapa pantangan yang tidak boleh
dilakukan selama masa kehamilan dan harus dilakukan oleh ibu
hamil maupun suaminya. Pantangan-pantangan tersebut
meliputi pantangan perilaku dan pantangan makanan yang akan
diuraikan sebagai berikut.
3.2.2.1. Pantangan Perilaku Pada Masa Kehamilan
Dalam kepercayaan masyarakatEtnik Dayak Ngaju, pada
masa kehamilan, ibu hamil memiliki beberapa pantangan
perilaku yang harus dilakukan dan tidak boleh dilanggar dan
hingga saat ini masih dilakukan oleh ibu hamil di Desa Muroi
Raya. Dalam istilah setempat, masyarakat menyebutnya dengan
istilah pahingen. Pahingen tersebut jika dilanggar maka akan
menyebabkan kesulitan dalam proses persalinannya kelak.
Beberapa kutipan hasil wawancara peneliti dengan beberapa
informan yaitu sebagai berikut:
“kata orang tua dulu, jangan juga kita ini gak nurut,
biasanya banyak juga benarnya. Kalau mandi pakai tapih
aja (selendang atau jarik dalam bahasa Jawa). Jangan
pakai baju lengkap seperti ini. Mandi jangan melawan
arus sungai. Mandinya menghadap arah aliran sungai.
Menghadap ke hilir, hulunya ada di belakang kita.”
“Waktu mandi itu, ada airnya juga sebagian diminum,
biar pas melahirkan lancar. Terus rambut ini jangan
134
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
digulung-gulung, kalau di ikat itu, di ikat biasa aja. Kata
orang tua sih seperti itu.”
“Terus ada juga yang bilang kalau lagi makan itu jangan
sambil jalan-jalan, biar pas melahirkannya gak lama
keluar bayinya, terus gak lama juga sakitnya, terus
supaya jangan kakinya dulu yang keluar, tapi kepalanya.”
“Gak boleh duduk di depan pintu.Oleh bayinya tu
lahirnya bisa tehalang tu nah kata orang (maksudnya
bayinya sungsang).”
“Je ije matei tuh hetuh nah umur 1 bulanan, awi
pahingen. Pahingen nah misal ah amun kilau ikey bara
hila bapak tuh dia tau kare mamusit kare enyuh amun
hindai balumpeng puser ah. Bihin nah awi bapa manyiila
enyuh sila due padahal hindai lumpeng puser ah, jadi
pusit kia anu takuluk ah tuh. Blua kare daha jalan kare
nyama.”
(Satu anak saya yang di sini meninggal umur satu bulan
karena pahingen. Pahingen itu misalnya dari keturunan
bapaknya tidak boleh memecahkan kelapa sebelum tali
pusat anaknya belum lepas, makanya kepala anak saya
seperti terpecah lalu mengeluarkan darah dari
mulutnya).
Berdasarkan beberapa hasil wawancara dan observasi
peneliti selama di lokasi, dapat dirangkum beberapa pantangan
perilaku yang tidak diperbolehkan untuk dilakukan oleh ibu
hamil, diantaranya yaitu:
1. Masyarakat di desa ini melakukan aktivitas mandi di sungai,
sehingga ketika mandi ibu hamil hanya diperbolehkan
menggunakan tapih (selendang) saja, tidak diperbolehkan
menggunakan pakaian atau baju lengkap seperti biasanya. Hal
tersebut dipercayai masyarakat agar memperlancar proses
persalinan kelak.
135
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
2. Ketika mandi di sungai, ibu hamil harus mandi searah dengan
aliran air sungai yaitu dari hulu ke hilir. Jadi ibu hamil tersebut
menghadap arah hilir dan arah hulu ada di belakang ibu hamil
tersebut. Hal tersebut dipercayai masyarakat agar
memperlancar proses persalinan kelak.
3. Sewaktu mandi di sungai, ketika menyiramkan air sungai di
kepala atau wajah, sebaiknya ada sebagian air sungai yang
diminum tujuannya agar memperlancar persalinan nantinya.
4. Ibu hamil tidak diperbolehkan berjalan-jalan ketika sedang
makan. Tujuannya agar sewaktu melahirkan tidak terlalu lama
bayinya keluar dari rahim ibunya, sehingga tidak lama juga ibu
tersebut merasakan sakitnya, serta bayinya tidak sungsang.
5. Ibu hamil tidak diperbolehkan duduk di depan pintu,
tujuannya agar bayi tersebut posisinya tidak sungsang.
6. Ibu hamil tidak boleh melilitkan handuk di rambutnya yang
basah atau di sepUtaran lehernya, ketika selesai keramas atau
mandi. Karena hal tersebut dapat mengakibatkan bayinya
terlilit tali pusar ketika lahir.
7. Ibu hamil tidak diperbolehkan menjemur pakaian di atas
tanaman nanas karena akan mengakibatkan tabuni rangkang
yaitu ketika pada saat proses persalinan kelak ari-ari bayi
nantinya akan susah dikeluarkan sehingga dapat
membahayakan ibu hamil dan dapat mengakibatkan
pendarahan dan kematian pada ibu.
3.2.2.2. Pantangan Makanan serta Pola Makan Pada Masa
Kehamilan
Ada beberapa pantangan makanan yang harus dipatuhi
oleh ibu hamil di Etnik Dayak Ngaju dan hingga sekarang masih
diterapkan oleh ibu hamil di Desa Muroi Raya. Pantangan
makanan tersebut disebut dengan istilah pahuni. Jika makanan
tersebut dilanggar maka kelak yang merasakan akibatnya juga ibu
136
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
hamil itu yaitu mengalami kesulitan pada saat proses
persalinannya. Beberapa kutipan hasil wawancara peneliti
dengan beberapa informan yaitu sebagai berikut:
“Makanan yang tebal kulitnya itu gak boleh dimakan
seperti buah nangka, daging-daging yang tebal kulitnya
seperti sapi. Setelah 7 bulan itu tidak boleh sampai hamil
tua. Kalau pas ngidam atau hamil muda masih boleh aja.
Kalau makan yang tebal-tebal itu, ketubannya nanti bisa
lapis 7, lapis 3, kami biasanya bilang ketuban bawang,
ketubannya nanti tebal. Nanti bisa kesindiran, sama
seperti yang dimakan ibu hamil itu.”
“Makan waluh, pare, daun pare gak boleh, pokoknya
tanaman yang menjalar, yang ada kukunya itu nah kata
kami. Oleh tembuninya ketika melahirkan susah keluar
karena seperti ada kuku-kukunya itu.”
Berdasarkan beberapa hasil wawancara dan observasi
peneliti selama di lokasi, dapat dirangkum beberapa pantangan
perilaku yang tidak diperbolehkan untuk dilakukan oleh ibu
hamil, diantaranya yaitu:
1. Ibu hamil tidak diperbolehkan untuk mengkonsumsi makanan
yang tebal kulitnya, misalnya saja buah nangka maupun
daging sapi. Hal tersebut tidak dikonsumsi ibu hamil karena
mereka mempercayai bahwa jika mengkonsumsinya maka
ketuban yang ada dalam kandungan ibu hamil tersebut dapat
berlapis-lapis atau tebal sekali sehingga nanti susah keluar dan
menyulitkan proses persalinannya kelak.
2. Ibu hamil tidak diperbolehkan mengkonsumsi pucuk daun
buah pare yang biasanya dijadikan sayur oleh masyarakat
Dayak Ngaju. Jika pantangan tersebut dilanggar maka akan
membahayakan keselamatan ibu dan anak pada saat proses
persalinan karena masyarakat meyakini bahwa bentuk pucuk
137
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
daun pare yang menyerupai kuku akan menyebabkan ari-ari
memiliki kuku dan sulit dikeluarkan atau yang diistilahkan oleh
masyarakat Etnik Dayak Ngaju dengan istilah tabuni rangkang.
Kuku yang terdapat pada ari-ari inilah yang dapat
membahayakan ibu hamil dan dapat mengakibatkan
pendarahan dan kematian pada ibu.
Pola makan ibu hamil sama seperti warga yang lainnya,
hanya saja ibu tersebut tidak diperbolehkan untuk makan
makanan pantangan selama masa kehamilannya. Biasanya
mereka selalu menerapkan kepercayaan ini karena hal tersebut
biasanya merupakan nasehat yang diperoleh secara turun
temurun dari orang tua maupun dari mertuanya. Informasi ini
juga biasanya bisa didapatkan oleh ibu hamil ketika ia sedang
melakukan pijat kehamilan dengan bidan kampung.
Gambar 3.9.
Sayur Kelakai yang Dikonsumsi Ibu Hamil di Desa Muroi Raya
Sumber: Dokumentasi Peneliti
138
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Di desa ini terdapat tanaman khas Dayak yang dipercayai
memiliki kandungan zat besi yang tinggi. Tanaman ini biasanya
dijadikan sayur oleh warga dan sangat dianjurkan untuk
dikonsumsi oleh ibu hamil di desa ini. Nama tanaman ini adalah
sayur kelakai (Stenochlaena palustris Bedd) (Setyowati, 2005).
Jika direbus, air rebusan dari sayur kelakai ini akan menghasilkan
warna merah seperti darah. Hal inilah yang dipercayai
masyarakat setempat bahwa sayur ini dapat menjadi salah satu
obat anemia yang biasanya sering dialami oleh ibu-ibu hamil
pada umumnya. Berikut gambar sayur kelakai yang sering
dikonsumsi ibu hamil di Desa Muroi Raya.
Gambar 3.10.
Tanaman Kelakai (Stenochlaena palustris Bedd)
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Beberapa informasi juga peneliti peroleh dari informan
yang mengatakan bahwa mereka mengkonsumsi air rebusan dari
akar. Komposisi dari akar ini hanya orang tertentu yang
139
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
mengetahuinya, tidak sembarang orang yang dapat membuat
komposisi akar ini, karena sifatnya rahasia. Tujuan ibu hamil
meminum ramuan akar ini yaitu agar bayi yang mereka lahirkan
tidak terlalu besar sehingga dalam proses persalinannya kelak
mereka tidak kesulitan untuk mengeluarkan bayi tersebut.
3.2.2.3. Upacara Pada Masa Kehamilan
Berdasarkan informasi yang diperoleh peneliti, selama
masa kehamilan ibu hamil di Desa Muroi Raya ini terdapat ritual
atau upacara yang dilakukan terhadap ibu hamil ketika usia
kehamilannya mencapai 7 bulan. Ritual ini sering disebut
masyarakat di desa ini dengan istilah mandi baya. Sebagian
masyarakat ada yang melakukan ritual ini dan ada juga yang tidak
melakukannya, karena ritual ini mereka mengatakannya tidak
bersifat wajib. Kutipan wawancara dengan informan mengenai
ritual mandi baya ini yaitu sebagai berikut:
“Upacara kehamilan mandi baya umur 7 bulan, mandi
kembang 7 rupa, pakai air yasin dimandikan dan pakai
doa kunut, yang mandikan orang tuanya, biar lancar
ketika melahirkan. Harus ada penduduknya, nanti
dikasihkan ke orang tua yang tidak mampu, kelapa,
beras, bahan makanan yang kita makan itu. Sebelum dan
setelah 7 bulan tidak ada ritualnya.”
Ritual kehamilanmandi baya dilakukan oleh orang tua ibu
hamil itu. Tujuan ritual ini yaitu agar diberi kelancaran pada saat
proses persalinan kelak. Tidak ada ritual lainnya selain ritual ini,
baik itu sebelum usia kehamilan 7 bulan maupun sesudah 7
bulan. Proses ritual mandi baya yaitu orang tua ibu hamil
menyiapkan sesajen yang sering mereka sebut dengan
“penduduk”. “Penduduk” berisi berupa beras, kelapa, gula,
minyak goreng, teh, gula, kopi, dan perlengkapan dapur lainnya.
140
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Selain itu, mereka juga menyiapkan air yasin yang telah dibacai
dengan doa-doa dan air tersebut nantinya dicampuri dengan
kembang 7 rupa. Air yang sudah disiapkan nantinya akan di
siramkan ke atas kepala ibu hamil dan yang menyiramkannya
adalah orang tua atau mertuanya disertai dengan doa kunut.
Setelah selesai acara memandikan ibu hamil, “penduduk” yang
telah di siapkan tadi akan diberikan kepada orang tua yang tidak
mampu yang ada di desa ini.
3.2.2.4. Jimat Ibu Hamil pada Masa Kehamilan
Sejak seorang ibu mengetahui bahwa dirinya hamil maka
ibu tersebut biasanya mengenakan benang hitam yang diikatkan
pada kedua buah ibu jari kaki ibu hamil tersebut. Tujuan
menggunakan benang hitam tersebut yaitu untuk melindungi ibu
dan bayi dalam kandungan agar tidak diganggu oleh roh jahat.
Ibu hamil itu menggunakan benang hitamdi kedua ibu jari
kakinya karena kebiasaan di sini setiap ibu hamil mengenakan
benangseperti itu, jadi dia hanya mengikuti kebiasaan atau tradisi
saja.
Berdasarkan informasi dari beberapa informan benang
hitam yang diikatkan pada ibu jari ibu hamil tersebut bernama
palis. Fungsinya sebagai pahelat yaitu melindungi ibu hamil dan
anak yang ada dalam kandungan dari gangguan hal-hal jahat atau
roh jahat, seperti hantu maupun makhluk
jahat lainn
yangmerasuki salah satu tubuh manusia dan mengganggu ibu
yang sedang hamil dan juga balita. Oleh karena itu masyarakat
Dayak Ngaju di Desa Muroi Raya percaya bahwa untuk menolak
atau menangkal gangguan roh jahat tersebut yaitu dengan
menggunakan palis. Karena jika roh jahat tidak ditolak atau
dihindari maka dapat berpengaruh pada kesehatan dan
keselamatan ibu dan bayi bahkan menurut informasi dari
masyarakat, pengaruh kekuatan roh jahat tersebut seringkali
141
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
menyebabkan kematian pada ibu dan bayinya. Foto palis yang
digunakan seorang ibu yang sedang hamil dapat di lihat pada
gambar 3.11 dan gambar 3.12.
Gambar 3.11.
Palis yang Dipasang Pada Kedua Ibu Jari Kaki
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 3.12.
Kedua Ibu Jari Kaki Ibu Hamil Menggunakan Palis
Sumber: Dokumentasi Peneliti
142
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Menurut pernyataan informan bahwa di Desa Muroi Raya
ini masih banyak terdapat roh jahat yang mengganggu ibu hamil
dan bayinya. Roh jahat itu disebut dengan hantuen atau kuyang.
Roh jahat yang disebut dengan hantuen diyakini masyarakat
setempat dapat menyebabkan kematian bagi ibu hamil dan bayi
yang ada dalam kandungannya. Wujud hantuen dapat
berupaseperti bola api yang terbang di langit serta memancarkan
cahaya berwarna biru kehijau-hijauan, tetapi jika tidak sedang
terbang di langit wujudnya berupa kepala manusia dengan usus
dan alat pencernaan yang bergelantungan tanpa badan atau
tubuh. Menurut kepercayaan masyarakat setempat sosok
hantuen menyerupai hantu berkepala tanpa badan yang terbang
dan menghisap darah ibu yang sedang hamil. Hantuen senang
mendatangi ibu hamil karena seorang ibu yang sedang hamil
memiliki darah dengan aroma yang wangi sehingga disenangi
oleh para hantuen.
Selain menggunakan benang hitam, upaya yang dilakukan
oleh ibu hamil di desa ini untuk menghindari hantuen yaitu
meminta air yang telah didoakan oleh orang pintar yang sering
mereka sebut dengan sebutan guru. Air ini dalam bahasa Dayak
sering disebut dengan istilah danum tawar. Ibu hamil di desa ini
biasanya meminta air setiap hari senin malam dan kamis malam.
Air tersebut berupa air putih biasa saja tetapi menjadi berkhasiat
jika telah didoakan oleh guru. Banyak masyarakat di sini yang
sering berobat kepada guru tersebut dan mereka diberi air yang
telah didoakan itu.
3.2.3. Peran Suami dalam Perawatan Kehamilan
Selain bertugas untuk mencari nafkah dan menghidupi
keluarganya, suami juga sangat berperan penting dalam masa
kehamilan istri. Pantangan pada masa hamil tidak hanya berlaku
bagi ibu hamil saja tetapi juga berlaku bagi suaminya. Pantangan
143
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
tersebut terkait perilaku suami atau pekerjaan yang dilakukan
oleh suami selama istrinya sedang hamil bahkan sampai pada
saat bayi dilahirkan dan tali pusatnya terlepas. Masyarakat di sini
menyebutnya dengan istilah pahingen. Istilah ini sama seperti
pantangan perilaku untuk ibu hamil, namun pahingen yang
dijelaskan pada sub bab ini merupakan pahingen yang harus
dilakukan oleh suami. Jika tidak menghindari pahingen tersebut,
maka mereka mempercayai bahwa kelak anak yang dilahirkan
bisa cacat akibat perilaku yang dilakukan oleh bapak dari anak
tersebut ketika pada masa kehamilan. Seperti pernyataan salah
seorang informan berikut ini yang menyatakan bahwa penyebab
kematian anak pertamanya yang berusia satu bulan diakibatkan
pahingen :
“Je ije matei tuh hetuh nah umur 1 bulanan, awi
pahingen. Pahingen nah misal ah amun kilau ikey bara
hila bapak tuh dia tau kare mamasit kare enyuh amun
hindai balumpeng puser ah. Bihin nah awi bapa manyiila
enyuh sila due padahal hindai lumpeng puser ah, jadi
pusit kia anu takuluk ah tuh. Blua kare daha jalan kare
nyama.”
Beberapa pahingen yang harus dilakukan oleh suami yaitu
sebagai berikut:
1. Selama istri dalam masa kehamilan, suami tidak
diperbolehkan membelah kelapa atau kayu. Karena
dapatberakibat buruk pada kesehatan bayi yang ada dalam
kandungan, seperti misalnya pecahnya kepala bayi pada saat
dilahirkan, mengeluarkan darah dari hidung atau bahkan bisa
saja terjadi cacat fisik lainnya.
2. Suami tidak diperbolehkan melakukan kegiatan berburu
hewan. Karena jika dilanggar, maka akan berakibat ketika anak
tersebut lahir wajahnya mirip dengan hewan yang diburu
tersebut.
144
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
3. Sebelum suami pergi bekerja, suami harus mengucapkan katakata seperti, “nak bapak mau berangkat kerja dulu.” Biasanya
masyarakat di sini menyebutnya dengan membawa anak pergi
kerja. Tujuannya agar anak yang ada dalam kandungan
tersebut mengetahui bahwa bapaknya sedang pergi untuk
bekerja, sehingga ketika lahir, anak tersebut secara fisik tidak
cacat seperti apa yang telah dikerjakan oleh bapaknya.
Tidak hanya itu, apabila suami melanggar pantangan yang
sudah menjadi tradisi turun temurun Etnik Dayak Ngaju ini, maka
mereka mempercayai bahwa nantinya akan mempersulit proses
persalinan ibu hamil. Oleh karena itu, pada saat menjelang
persalinan, ibu hamil harus didampingi oleh suami. Karena
apabila proses persalinan menjadi sulit, suamilah yang berperan
penting agar proses persalinan menjadi mudah. Caranya yaitu
dengan membawa peralatan yang biasa ia gunakan untuk bekerja
lalu meletakkannya diperut ibu yang akan melahirkan sambil
berbicara menyampaikan pesan kepada bayi yang ada dalam
kandungan agar tidak mempersulit proses persalinan pada
ibunya.
3.2.4. Pola Pemeriksaan Kehamilan
Tidak adanya tenaga kesehatan yang menetap di Desa
Muroi Raya menyebabkan tidak adanya pemeriksaan kehamilan
yang sifatnya rutin dan teratur. Bahkan ibu hamil di desa ini
hampir tidak pernah melakukan pemeriksaan kehamilan kepada
tenaga kesehatan seperti bidan mantri atau bidan negeri ketika
mereka menyebutkan bidan yang berasal dari Pegawai Negeri
Sipil (PNS). Dulunya ada seorang tenaga kesehatan sukarela (TKS)
yang menetap di desa ini. Namun sekarang TKS tersebut sudah
tidak tinggal di desa ini lagi dan berpindah ke Kota Palangkaraya.
145
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Beberapa informasi yang peneliti peroleh dari beberapa
informan, terkadang ibu hamil di desa ini tidak mengetahui usia
kandungannya saat ini, karena tidak pernah memeriksakan
kandungannya kepada petugas kesehatan. Ketika ia hamil pun
ibu tersebut awalnya tidak menyadarinya. Ketika peneliti
bertanya sejak bulan berapa ia tidak menstruasi, ibu tersebut
menjawab sejak bulan 4 tahun 2014 ini, tetapi ia mengatakan
bahwa menstruasinya tidak lancar datang setiap bulan sehingga
ia tidak menyangka bahwa dirinya sedang hamil dan menganggap
bahwa hal tersebut merupakan hal yang biasa jika bulan tersebut
ia tidak menstruasi. Ibu tersebut baru sadar bahwa dirinya hamil
ketika ia mulai merasakan ngidam dan rasa malas untuk bekerja
atau berakifitas seperti biasanya.
Ibu tersebut mengatakan bahwa banyak ibu hamil di sini
tidak mengetahui usia kandungan sekarang sudah berapa bulan.
Seorang ibu yang juga duduk bersamapeneliti pada saat itu
menyela pembicaraan kami dan mengatakan bahwa pada saat ia
mengadakan ritualmandi baya (ritual 7 bulanan) anaknya yang
sedang hamil, ia mengira usia kehamilan anaknya adalah 7 bulan
tetapi perkiraan tersebut salah, karena setelah satu minggu
melakukan ritual tersebut anaknya kemudian melahirkan.
Nampaknya mereka memang tidak pernah menggunakan jasa
tenaga kesehatan dan tidak pernah tau persis usia kehamilan
mereka sampai nanti mereka melahirkan.
Pemeriksaan usia kehamilan menurut pengakuan dari
bidan kampung di desa ini dapat saja ia lakukan. Bidan kampung
menjelaskancara untuk pemeriksaan usia kehamilan yang sering
digunakan untuk memeriksa usia kandungan ibu hamil di desa ini.
Caranya yaitu,jika posisi kepala anak yang berada dalam
kandungan terletak 2 jari di bawah pusar ibunyamaka usia
kehamilan tersebut yaitu 5 bulan. Kemudian jika lebih dari 2 jari
146
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
maka usia kandungan ibu tersebut berarti lebih dari 5 bulan yaitu
bisa 7 bulan.
Bidan kampung tersebut mengatakan bahwa untuk
memeriksa keadaan bayi dalam kandungan tidak pernah ia
lakukan. Pemeriksaan keluhan kehamilan juga tidak pernah
dilakukan oleh bidan kampung. Bidan Kampung hanya melakukan
pijat atau urut saja. Selain itu, suami dari bidan kampung ini
mengatakan ketika ada ibu hamil yang datang untuk pijat di
rumah, ia biasanya akan memberikan air yasin atau air yang telah
dibacai doa dengan tujuan memperlancar persalinannya kelak,
tapi selama kehamilan saja ibu tersebut minum air itu, setelah
melahirkan tidak minum lagi.
3.2.5. Permasalahan Kesehatan Pada ibu Hamil
Beberapa informan ibu hamil selama kehamilannya
inisering merasa bahwa badannya terasa lemas, lesu, dan malas
untuk bergerak, setiap hamil ia merasa badannya lemas.
Beberapa informan juga mengatakan bahwa saat kehamilannya
yang pertama dulu ia juga merasa begitu. Oleh mantri yang
biasanya datang 2 minggu sekali ke desa ini untuk melakukan
Puskesmas keliling, ibu tersebut dikatakan terkena anemia dan
kemudian diberikan obat penambah darah oleh mantri. Ibu
tersebut mengatakan bahwa ia telah meminum obatnya secara
teratur tetapi tetap saja ia merasa badannya lemas. Kecuali jika ia
disuntik oleh mantri maka badannya terasa lebih enak.Peneliti
bertanya obat apa saja yang disuntikan tersebut, ibu tersebut
menjawab suntik vitamin dan penambah darah.
Selain berobat dengan mantri, ibu hamil juga melakukan
upaya untuk mengobati anemia tersebut dengan cara tradisional
yaitu memakan sayur kelakai yang dipercayai memiliki
kandungan zat besi yang tinggi. Karena jika direbus, air rebusan
dari tanaman kelakai ini akan menghasilkan warna merah seperti
147
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
darah. Tanaman ini biasanya dijadikan sayur oleh warga dan
sangat dianjurkan untuk dikonsumsi oleh ibu hamil.
3.2.6. Permasalahan Ibu Hamil yang Terlacak oleh Petugas
Kesehatan
Menurut informasi yang diberikan oleh seorang mantri
dari Puskesmas Danau Rawah, masalah kesehatan yang sering
terjadi pada masyarakat Desa Muroi Raya ialah hipertensi,
malaria, diare dan ispa. Masalah kesehatan tersebut tentu saja
sangat erat hubungannya dengan budaya perilaku hidup bersih
dan sehat masyarakat. Rendahnya kesadaran masyarakat untuk
tidak membuang sampah dipinggir sungai dan halaman rumah
serta tidak tersedianya tempat pembuangan sampah umum,
mengakibatkan tingginya risiko terkena penyakit malaria dan
demam berdarah.
Pola makan yang tidak dijaga dengan baik juga
berpengaruh besar pada kesehatan masyarakat. Ikan asin yang
selalu menjadi menu utama dan memasak dengan minyak goreng
dan penyedap rasa yang berlebihan mengakibatkan tingginya
risiko hipertensi dan kolesterol. Masalah kesehatan tersebut
seringkali menjadi keluhan utama bagi mereka yang berusia kirakira 40 tahun ke atas baik laki-laki maupun perempuan. Mereka
seringkali mengeluhkan sakit kesemutan dibagian tubuh tertentu
seperti kaki dan tangan. Dalam istilah setempat mereka
menyebutnya dengan istilah maner.
Selain itu, informasi yang diperolehdari bidan dan dokter
di Puskesmas Danau Rawah yaitu di desa ini terdapat beberapa
permasalahan kesehatan terutama mengenai pernikahan usia
dini.Berdasarkan informasi dari bidan di Puskesmas bahwa di
Desa Muroi Raya banyak anak perempuan yang menikah antara
usia 12-14 tahun dan banyak juga yang baru mendapatkan
menstruasi pertama kali kemudian sebulan kemudian remaja
148
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
tersebut langsung menikah. Rata-rata usia suaminya juga tidak
terpaut terlalu jauh yaitu berkisar antara 15 tahun ke atas.
Dampak dari pernikahan muda ini yaitu banyak kasus di
kehamilan pertama mengalami keguguran. Hal ini disebabkan
karena kandungan yang belum kuat. Menurut penyataan bidan
desa, DesaDanau Rawah dan Desa Muroi Raya masih banyak
terdapat bidan kampung yang beroperasi, namun mereka
sekarang menjadi binaan dan partner dari Bidan Mantri sehingga
dalam praktek melayani selalu didampingi Bidan Mantri dan
diberi pengarahan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan
dalam hal kesehatan. Namun, ketika di lapangan peneliti
bertanya kepada beberapa bidan kampung di sanabahwa selama
mereka membantu persalinan, bidan kampung tidak pernah
merasa mendapatkan binaan maupun bantuan dari Puskesmas
Danau Rawah. Sehingga hal ini menjadi dua pernyataan yang
saling bertolak belakang.
3.2.7. Perilaku Ibu Hamil Ketika Sakit
Keterangan dari beberapa informan bahwa beberapa hari
yang lalu tepatnya 23 hari yang lalu ada seorang remaja yang
meninggal karena keracunan kehamilan. Remaja tersebut
menikah di usia 13 tahun dan pada usia 14 tahun sedang hamil,
dengan usia kandungan saat itu yaitu 9 bulan. Pada saat hamil
tersebut, remaja itu mengalami pusing, sakit kepala, batuk serta
pilek, sehingga pada saat waktu yang bersamaan remaja yang
sedang hamil tersebut meminum obat mixagrip, bodrex, DS dan
paracetamol.
Beberapa jam setelah remaja tersebut minum obat,
remaja itu mengalami kejang dan dari mulutnya mengeluarkan
busa. Setelah itu, keluarganya segera membawa remaja tersebut
ke rumah sakit umum di Kota Palangkaraya dan membutuhkan
waktu perjalanan selama 4-5 jam. Sesampainya di rumah sakit
149
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
ternyata anak dalam kandungan remaja tersebut sudah tidak
dapat ditolong lagi sehingga bayi tersebut meninggal di dalam
kandungan, kemudian bayi itu dikeluarkan dari dalam
kandungan. Remaja tersebut selama 3 hari di rumah sakit dalam
kondisi tidak sadarkan diri (koma).Setelah 3 hari itu remaja
tersebut juga tidak dapat diselamatkan dan akhirnya meninggal
dunia.
3.3. Kondisi Menjelang Persalinan di Desa Muroi Raya
Ibu hamil yang ada di Desa Muroi Raya tetap melakukan
aktifitas seperti biasa meskipun memasuki usia kehamilan
delapan bulan atau menjelang persalinan. Ibu hamil tetap
melakukan aktifitas pergi ke sungai setiap pagi dan sore.
Walaupun jarak dari rumah ke sungai cukup jauh, mereka tetap
pergi ke sana untuk mandi, mencuci pakaian dan mengambil air
minum yang biasanya mereka minum langsung tanpa direbus
terlebih dahulu. Ibu hamil juga tetap melakukan tugas domestik,
seperti mengasuh anak, membersihkan rumah, memasak dan
menyediakan bekal bagi suaminya yang akan pergi bekerja
mencari emas dan puya.
Pola pemeriksaan pada ibu hamil yang ada di Desa Muroi
Raya sangat jarang dilakukan. Hal itu disebabkan karena
keterbatasan ekonomi dan sulitnya menjangkau fasilitas
kesehatan secara medis yang berada di Kecamatan Timpah, Desa
Danau Rawah, Kabupaten Kapuas dan Kota Palangkaraya.
Namun,jika perekonomian keluarga mereka menengah ke atas,
maka biasanya mereka akan pergi ke Puskesmas di Kecamatan
Timpah atau langsung menuju Kota Palangkaraya untuk
melakukan pemeriksaan kehamilan.
Akibat dari faktor ekonomi dan sulitnya mendapatkan
fasilitas kesehatan secara medis, maka tidak jarang ada beberapa
ibu hamil yang melakukan pemeriksaan ke bidan kampung.
150
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Tujuan pemeriksaan kehamilan ke bidan kampung biasanya
hanya untuk mengetahui posisi bayi dan melakukan pemijatan
dengan tujuan mempermudah proses persalinannya kelak. Bagi
ibu hamil yang memiliki kemampuan secara ekonomi, maka ia
akan memilih menggunakan jasa bidan mantri dalam proses
persalinan. Biasanya mereka akan menetap di kota atau
kabupaten pada saat usia kandungan mereka mencapai 8 atau 9
bulan.
3.3.1. Pendapat Masyarakat Menjelang Persalinan
Peristiwa persalinan di Desa Muroi Raya dapat dikatakan
peristiwa yang penting. Hal tersebut dikatakan penting karena
biasanya satu bulan sebelum persalinan ibu hamil, suami yang
biasanya bekerja menambang emas atau puya akan beristihat
bekerja atau dengan kata lain tidak bekerja. Keluarga dengan
kemampuan perekonomian yang baik biasanya akan membawa
istrinya ke Kabupaten Kapuas atau Kota Palangkaraya untuk
melakukan persalinan di sana. Jika sudah lepas tali pusar anak
maka suami, istri beserta anaknya akan kembali menuju Desa
Muroi Raya. Namun, hal tersebut jarang dilakukan, karena masih
banyak ibu hamil yang melakukan persalinan di desa dengan
bidan kampung. Menurut informan, mereka lebih nyaman
melahirkan di rumah daripada di fasilitas pelayanan kesehatan
yang ada di kota maupun kabupaten. Jika persalinan di bantu
oleh bidan mantri, biasanya mereka juga akan meminta bidan
mantri tersebut datang ke rumah untuk membantu persalinan.
Karena mereka merasa aman dan nyaman jika melakukan
persalinan di rumah mereka sendiri.
151
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
3.3.2. Tradisi Ibu Hamil Menjelang Persalinan
Berdasarkan informasi dari bidan kampung di Desa Muroi
Raya bahwa tradisi yang dilakukan ibu hamil menjelang
persalinannya yaitu ibu hamil disarankan untuk melakukan pijat
hamil sebanyak 1 bulan 1 kali. Pemijatan tersebut dilakukan oleh
bidan kampung. Usia kandungan pada saat pemijatan tersebut
menurut bidan kampung harus di atas 5 bulan sampai menjelang
usia melahirkan. Jika usia kandungan di bawah 5 bulan, bidan
kampung mengatakan bahwa sangat rentan janinnya jika
dilakukan pemijatan. sehingga ia tidak berani melakukan
pemijatan jika usia kandungan kurang dari 5 bulan.Cara pijatnya
yaitu dari bawah pusar ke arah atas menuju bawah payudara ibu,
begitu juga bagian punggung si ibu, di pijat dari arah pantat ke
arah punggung ibu hamil.
Pada saat proses pemijatan ini biasanya bidan kampung
bisa mengetahui posisi bayi dalam kandungan ibu dalam posisi
normal miring atau sungsang. Jika ditemukan ibu hamil dengan
posisi bayi yang tidak normal,bidan kampung dapat melakukan
pembenaran posisi bayi tersebut sehingga bayi kembali berada
dalam posisi normal.Dengan begitu menurut bidan kampung,
persalinannya kelak tidak perlu dibawa ke rumah sakit dan tidak
perlu dilakukan operasi.
Cara yang dilakukan bidan tersebut merupakan cara
tradisional yang ia peroleh turun temurun dari nenek moyangnya
terdahulu. Cara tradisional tersebut, ibu hamil atau keluarganya
harus meyediakan satu buah mangkok putih polos dan satu buah
balayung. Balayung merupakan sebuah alat pertukangan khas
Etnik Dayak yang memiliki bentuk pipih di salah satu ujungnya
dan salah satu ujung lainnya berbentuk runcing dan tajam.
Gambar mangkok putih polos dan balayung dapat dilihat pada
gambar 3.13 dan gambar 3.14.
152
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Gambar 3.13.
Mangkok Putih Polos yang Digunakan untuk Ritual
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Tata cara ritual ini yaitu satu buah mangkok putih
ditelungkupkan di atas perut ibu hamil kemudian di atas
mangkok itu di taruh satu buah balayung dengan posisi awal
ujungnya yang pipih di arah atas. Lalu kemudian diputar
sebanyak 3 kali searah jarum jam. Selama proses tersebut bidan
kampung mengatakan bahwa tidak ada bacaan atau mantramantra yang digunakan, ia mengatakan hanya tergantung kuasa
Tuhan saja.
Jika balayung sudah diputar sebanyak 3 kali maka
mangkok dan balayung tersebut harus diletakkan di bawah
tempat tidur atau lemari, atau tempat dimana sekiranya tidak
ada yang memindahkan atau mengganggu. Nanti kalau sudah
melahirkan baru boleh dibereskan atau dipindahkan. Tujuan
mengapa tidak boleh dipindahkan yaitu menurut kepercayaan
153
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
mereka jika mangkok dan balayung tersebut di pindah-pindahkan
maka bayi yang ada dalam kandungan ibu tersebut juga akan
berubah posisinya.
Gambar 3.14.
Sebuah Balayung yang Digunakan untuk Ritual
Sumber: Dokumentasi Peneliti
3.3.3. Cara Tradisional Memperlancar Persalinan
Setiap masyarakat atau Etnik tertentu hidup dalam satu
kebudayaan yang unik dan berbeda satu dengan lainnya. Salah
satu contoh ialah kebudayaan atau tradisi dalam melakukan
proses persalinan. Meskipun dalam dunia yang modern dimana
fasilitas kesehatan secara medis telah dikenal oleh hampir
seluruh masyarakat namun tradisi untuk menggunakan
pengobatan tradisional tetap dijaga dan digunakan, khususnya
oleh masyarakat Dayak Ngaju yang berada di Desa Muroi Raya.
Berdasarkan informasi dari bidan kampung dan beberapa
informan di desa ini, terdapat anjuran untuk memperlancar
proses persalinan ibu hamil yaitu dengan menggunakan palusur.
Palusur bisa berupa minyak ataupun tata cara yang bertujuan
154
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
mempermudah dan mempercepat proses persalinan pada ibu
hamil. Cara penggunaannya yaitu dengan mengoleskannya pada
perut ibu hamil. Palusur merupakan minyak yang dipercaya dapat
membantu proses persalinan nantinya. Minyak palusur
digunakan ibu hamil pada saat usia kandungannya mencapai 7
bulan ke atas sampai ibu tersebut hendak bersalin. Minyak
tersebut dioleskan pada perut ibu hamil setiap harinya.
Palusur yang berbentuk minyak biasanya terbuat dari
minyak kelapa dan bagian tubuh hewan seperti ari-ari kucing dan
belut. Minyak inilah yang nantinya akan dioleskan pada perut ibu
hamil pada usia kehamilan 7 bulan sampai dengan 9 bulan
dengan tujuan mempermudah dan mempercepat proses
persalinan. Palusur juga memiliki pantangan yaitu tidak bisa
diletakkan atau berada dalam rumah orang yang sedang berduka
karena kematian dengan tujuan agar keampuhannya tetap
terjaga. Apabila palusur diletakkan di dalam rumah orang yang
berduka karena kematian maka keampuhan palusur tersebut
akan hilang.
Banyak jenis dan macam-macam palusur, beberapa
diantaranya yang sering digunakan oleh warga masyarakat di
desa ini yaitu tembuni atau ari-ari kucing yang dilahirkan pada
hari jumat. Tembuni tersebut biasanya dikeringkan dengan cara
dijemur lalu kemudian dibakar hingga menjadi arang dan
kemudian dicampur dengam minyak kelapa dan di taruh di dalam
botol kecil yang diisi kapas. Penggunaannya yaitu minyak
tersebut diambil seperlunya kemudian dioleskan pada perut ibu
hamil.
Selain itu palusur bisa terbuat dari belut atau lindung
dalam istilah Etnik dayak, dari ekor sampai kepala belut tersebut
diambil lendirnya, kemudian dicampurkan dengan minyak kelapa
dan ditaruh dalam sebuah botol. Cara penggunaanya yaitu mulai
dari pusar dioleskan ke bawah pusar ibu hamil. Penggunaannya
155
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
harus dilakukan di depan pintu rumah sewaktu maghrib.
Penggunaan palusur dilakukan sejak usia kandungan 7 bulan
hingga mencapai usia 9 bulan.Minyak inilah yang dioles setiap
hari diperut ibu hamil hingga menjelang persalinan. Cara
tradisional ini dipercaya dapat mempermudah proses persalinan.
Palusur yang berbentuk tata cara juga biasanya dilakukan
pada saat usia kehamilan 7 sampai dengan 9 bulan. Menurut
salah seorang informan yang berada di Dusun Kerahau pada saat
ibu hamil mencuci rambutnya maka ia harus mengisap dan
meminum air yang ada diujung rambutnya. Tata cara tersebut
berfungsi sebagai palusur yang bertujuan mempermudah proses
persalinan.
Menurut salah seorang informan yang berada di Dusun
Pantar Kabali, palusur juga bisa didapatkan dengan cara mencuci
rambut menggunakan pucuk daun tanaman tertentu yang
biasanya didapatkan di pinggir Sungai Pantar. Namun,
penggunaan palusur tersebut biasanya ditentukan hanya pada
hari senin dan jumat karena penggunaan palusur pada hari-hari
tersebut dipercaya oleh masyarakat dapat memberi keampuhan
pada palusur. Tanaman tersebut tumbuh di sekitar Sungai Pantar
dan salah seorang informan menunjukan kepada peneliti
bagaimana rupa tanaman yang dimaksud itu. Foto tanaman
palusur tersebut dapat di lihat pada gambar 3.15 dan gambar
3.16.
Tanaman palusur tersebut hanya digunakan oleh ibu
hamil ketika hari senin dan jumat sewaktu mandi pagi atau sore
hari. Selain hari senin dan jumat ibu hamil tidak perlu
menggunakan tanaman ini untuk keramas. Untuk memetik
tanaman ini, ibu hamil harus melewati tanah di pinggiran sungai
Pantar yang cukup terjal dan licin sehingga sangat berbahaya jika
dilewati oleh ibu hamil.
156
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Gambar 3.15.
Daun Pawah sebagai Tanaman Palusur Ibu Hamil
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 3.16.
Daun Uru Hapit sebagai Tanaman Palusur Ibu Hamil
Sumber: Dokumentasi Peneliti
157
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Tata cara lainnya yang terkait degan palusur juga ialah
melibatkan peran suami. Pada saat berhubungan intim dengan
suami, sperma yang dihasilkan dari hubungan seksual pasangan
suami istri dioleskan pada bagian perut istri yang sedang hamil.
Hal ini dilakukan dengan tujuan yang sama yaitu untuk
mempermudah proses persalinan.
3.3.4. Perilaku Keseharian Keluarga dan Ibu Hamil
Kegiatan rutin sehari-hari masyarakat Desa Muroi Raya
khususnya ibu-ibu rumah tangga atau ibu hamil hampir sama
untuk 4 dusun di Desa Muroi Raya ini. Pada pagi hari sekitar
pukul 5.00 WIB mereka sudah bangun, istri mempersiapkan
sarapan dan bekal untuk suami yang akan berangkat kerja
menambang emas dan puya di lanting. Anak-anak yang berusia
sekolah mempersiapkan diri dengan mandi dan berpakaian
segaram, terkadang mereka sarapan tetapi terkadang juga tidak.
Suami berangkat bekerja ke lanting pada pukul 6.30 WIB dan
anak usia sekolah SD juga demikian berangkat sekitar pukul 6.30
WIB.
Setelah suami berangkat kerja dan anak berangkat
sekolah, istri kemudian melakukan aktivitas mandi dan mencuci
pakaian di sungai sambil berbincang-bicang dengan warga yang
juga melakukan aktivitas di sungai. Setelah melakukan kegiatan di
sungai, mereka segera kembali ke rumah dan mengerjakan
pekerjaan ruman seperti memyapu dan mengepel lantai rumah
sehingga kebersihan di dalam rumah tetap terjaga. Berbeda
dengan kondisi lingkungan di dalam rumah yang terliha bersih
dan rapi, kondisi di lingkungan sekitar rumah seperti bagian
kolong rumah yang penuh dengan sampah-sampah jarang
dibersihkan. Sehingga menurut hasil pengamatan penulis, konsep
bersih bagi masyarakat Desa Muroi Raya ialah ketika kondisi di
dalam rumah nampak bersih dan rapi.
158
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Setelah membersihkan rumah, biasanya para ibu rumah
tangga menunggu kedatanganpedagang yang membawa sayur
serta lauk pauk dari Kota Palangkaraya. Biasanya pedagang
tersebut datang dengan menggunakan sepeda motor atau
perahu dan tiba di desa kira-kira pukul 10.00 WIB. Setelah
membeli bahan makanan dari pedagang-pedagang tersebut, para
ibu rumah tangga akan melakukan aktifitas memasak untuk
mempersiapkan makan siang dan makan malam. Pengolahan
bahan makanan seperti sayuran biasanya akan dicuci terlebih
dahulu sebanyak satu sampai dengan tiga kali.Air yang di
gunakan adalah air dari sungai atau air tanah dengan pompa air.
Gambar seorang ibu yang sedang mencuci bahan makanan yang
akan diolah menjadi sayur dapat dilihat pada Gambar 3.17.
Gambar 3.17.
Seorang Ibu yang Sedang Mencuci Bahan Makanan
yang Akan Diolah Menjadi Sayur
Sumber: Dokumentasi Peneliti
159
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Walaupun di rumah terdapat pompa air tanah tetapi
biasanya warga lebih memilih untuk mengambil air minum
langsung dari sungai tanpa harus direbus terlebih dahulu.
Menurut mereka air minum yang diambil langsung dari sungai
akan terasa lebih segar dibanding air rebusan. Sedangkan
sampah dari kegiatan memasak di dapur terkadang langsung
mereka buang di bawah kolong rumah, hanya sebagian kecil saja
yang membuangnya pada tempat sampah. Kondisi sampah yang
dibuang langsung di bawah kolong rumah tempat tinggal dapat
dilihat pada gambar 3.18.
Gambar 3.18.
Kondisi Sampah yang Dibuang Langsung
Di Bawah Kolong Rumah Tempat Tinggal Warga
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Rata-rata penggunaan alat memasak di desa ini sudah
menggunakan kompor sumbu Hock, hanya sebagian kecil warga
saja yang masih menggunakan kayu bakar untuk memasak.
Berikut gambar sebuah keluarga yang menggunakan kompor
sumbu Hock untuk memasak sedangkan keluarga lainnya ada
160
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
juga yang masih menggunakan kayu bakar untuk kegiatan
memasak.
Setelah kegiatan memasak selesai biasanya ibu-ibu
tersebut pergi ke salah satu rumah warga yang biasanya dijadikan
tempat nongkrong ibu-ibu untuk kegiatan mengobrol. Mereka
mengobrol kira-kira hingga pukul 12.00 WIB. Setelah itu mereka
makan siang bersama dengan anak mereka yang sudah pulang
sekolah. Kegiatan dilanjutkan dengan tidur siang hingga sekitar
pukul 15.00 WIB.
Gambar 3.19.
Penggunaan Alat Memasak Di Desa Muroi Raya
yang Sudah Menggunakan Kompor Sumbu
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Setelah bangun tidur siang biasanya ibu tersebut pergi ke
rumah salah satu warga untuk kembali mengobrol hingga sore
sekitar pukul 16.30 WIB. Ibu tersebut kemudian berangkat ke
sungai untuk mandi dan terkadang membawa panci dan piringpiring kotor untuk dicuci di sungai. Biasanya, Ibu tersebut pergi
161
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
ke sungai bersama anaknya. Anak bertugas untuk mengambil air
minum di sungai dengan menggunakan wadah jerigen atau botol
plastik bekas air mineral. Sedangkan para suami biasanya kembali
dari lanting tempat mereka bekerja pada pukul 17.00 WIB
Terkadang ada juga beberapa istri yang menungggu suaminya
dahulu pulang dari lanting baru melakukan aktivitas mandi di
sungai.
Sekitar pukul 18.00 WIB biasanya setiap keluarga akan
melakukan aktifitas makan malam. Mereka makan bersama di
lantai dapur yang terbuat dari papan. Biasanya makanan, piring,
gelas dan minuman diletakkan di atas lantai dan mereka duduk
mengelilingi makanan tersebut. Tidak ada porsi khusus untuk
suami, istri, maupun anak-anak. Hanya saja jika ada anak-anak
yang belum terbiasa makan sendiri atau kurang memiliki selera
makan, biasanya ibunya makan dengan sambil menyuapi anakanaknya. Sebagian besar masyarakat makan dengan
menggunakan tangan, di depan mereka tersedia air kobokan di
dalam wadah baskom kecil yang digunakan untuk mencuci
tangan sebelum dan sesudah makan meskipun tanpa
menggunakan sabun. Setelah makan malam, istri akan
membenahi piring kotor dan lalu membawa sisa makanan dan
meletakkannya di dapur. Sedangakan suami serta anak-anak
mereka mulai menghidupkan TV hingga pukul 21.00 WIB. Setelah
acara menonton TV selesai, suami mematikan mesin genset dan
merekapun akan pergi beristirahat.
3.4.
Proses Persalinan di Desa Muroi Raya
Pada saat proses persalinan, baik dengan menggunakan
jasa bidan kampung atau jasa bidan mantri tidak ada pantangan
yang harus dilakukan oleh ibu hamil, hanya saja tata cara dan
pengobatan yang dilakukan berbeda. Apabila ibu hamil memilih
jasa bidan kampung dalam membantu proses persalinan, maka
162
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
sebelumnya bidan kampung akan melakukan pengobatan secara
tradisional yang disebut dengan istilah menawar. Pengobatan
tradisional yang disebut dengan menawar ini biasanya bertujuan
untuk mengisi air ketuban sehingga mempercepat dan
mempermudah proses persalinan. Berikut informasi yang
diceritakan oleh informan berdasarkan pengalaman terdahulu.
“Sewaktu pehe kanai nyuhu uluh maneguk tanteluh
angat tenaga kuat. Mihup tanteluh dengan kopi jite ih.
Bahte nenga uluh danum tawar akan maisi panjujung
kuan uluh nah. Jadi ie baisi panjujungkan palus pehe ih
kenai. Anu pusit panjujung nah langsung henyek uluh ih
tapi tege bidan ah sing tijak kute.”
(Sewaktu mau melahirkan disuruh makan telur biar
tenaga kuat. Setelah itu bidan memberikan air tawar
yang berfungsi mengisi air ketuban. Kalau air ketuban
sudah terisi perut langsung terasa sakit. Kalau ketuban
sudah pecah bidan langsung menekan perut, tapi ada
bidan tertentu yang menggunakan cara menginjak).
Pengobatan tersebut biasanya dilakukan dengan cara
bidan kampung menyediakan air putih dalam gelas lalu
membacakan mantra dan kemudian diberikan kepada ibu hamil
untuk diminum dan diusapkan pada bagian perut ibu hamil
tersebut. Selain itu, bidan kampung mengajurkan kepada ibu
yang akan melakukan proses persalinan untuk minum kopi dan
makan telur dengan tujuan memperkuat stamina ketika ia
melangsungkan proses persalinan kelak. Setelah melakukan
pengobatan tradisionalmenawar dan air ketuban terisisi lalu
pecah, maka bidan kampung akan mulai melakukan tindakan
pertolongan bagi ibu yang akan melahirkan.
Ada dua cara pertolongan pada persalinan yang dilakukan
oleh bidan kampung. Cara yang pertama ialah dengan cara
menekan atau mendorong bagian perut dari atas ke bawah. Cara
163
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
yang kedua yaitu bidan kampung mengambil posisi duduk tepat
di ujung kaki ibu yang akan melahirkan dan kemudian menekan
bagian kedua pangkal pahanya dengan menggunakan kedua
kakinya dan menunggu hingga bayi keluar. Seperti pernyataan
seorang ibu berikut ini yang pernah menggunakan jasa bidan
kampung dalam membantu proses persalinan.
3.4.1. Alat yang digunakan dalam Proses Persalinan
Pada saat proses persalinan dilakukan dengan bantuan
bidan kampung terdapat alat-alat yang biasanya digunakan oleh
bidan kampung. Alat tersebut bertujuan untuk membantu bidan
kampung dalam proses pemotongan tali pusar bayi yang baru
saja dilahirkan. Untuk memotong tali pusar bayi, biasanya bidan
kampung menggunakan sembilu yang terbuat dari bambu yang
dibagian ujungnya dibuat runcing menyerupai pisau.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari bidan
kampung yang berada di Desa Muroy Raya, jika ada ibu hamil
yang hendak melahirkan, maka keluarga dari ibu hamiltersebut
harus menyediakan 3 buah bambu yang sudah ditajamkan
seperti pisau yang biasanya disebut dengan sembilu. Selain itu,
keluarga ibu hamil tersebut juga harus menyiapkan sarangan
tabuni yang disebut dengan istilah kusak. Kusak berbentuk bakul
kecil yang juga terbuat dari bambu.
Bidan kampung mengatakan bahwa pada zaman sekarang
penggunaan sembilu dan sarangan tabuni atau kusak tidak ia
pergunakan lagi. Bidan kampung mengatakan bahwa yang
digunakan sekarang adalah kantong plastik saja sebagai tempat
tembuni tersebut dan pemotongan tali pusar dengan
menggunakan gunting. Namun, pernah sewaktu peneliti
menemui salah seorang informan ibu yang pernah melahirkan
dengan bidan kampung di desa ini. Ia mengatakan bahwa
pemotongan tali pusar terkadang masih menggunakan sembilu.
164
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
3.4.2. Tata Cara Persalinan oleh Bidan Kampung
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari bidan
kampung bahwa terdapat beberapa cara yang digunakan untuk
permasalahan yang dialami ibu hamil pada saat proses
persalinan. Ketika posisi bayi dalam kandungan sungsang, bidan
kampung memiliki cara tradisional untuk mengubah posisi bayi
tersebut sehingga posisi bayi ketika lahir tepat di mulut rahim.
Menurut bidan kampung cara tradisional tersebut merupakan
salah satu alternatif yang digunakan untuk membantu ibu hamil
yang mengalami masalah pada persalinan tanpa harus
melakukan operasi atau jasa medis.
Tentu saja ada teknik-teknik tertentu yang dilakukan
bidan kampung untuk menolong proses persalinansehingga bayi
dapat lahir dengan selamat. Bercerita tentang pengalamannya,
bidan kampung tersebut menyatakan bahwa sejak 12 tahun yang
lalu sudah memulai pekerjaansebagai bidan kampung. Bidan
kampung tersebut juga mengatakan bahwa kehalian dalam
menolong proses persalinan secara tradisionalia dapatkan turun
temurun dari neneknya yang juga berprofesi sebagai bidan
kampung.
Bidan kampung tersebut juga menginformasikan bahwa
suami memiliki peran yang cukup penting pada masa kehamilan
istrinya. Selama masa kehamilan istri, suami dari memiliki
pantanganuntuk tpekerjaan seperti tidak melakukan pekerjaan
seperti membunuh binatang, membelah kelapa, dsb. Apabila
pantangan tersebut dilanggar maka masyarakat percaya akan
terjadi pahingen atau cacat secara fisik pada tubuh bayi, seperti
bibir sumbing, dsb. Apabila bayi yang baru dilahirkan mengalami
cacat seperti bibir sumbing maka bidan kampungakan melakukan
pengobatan secara tradisional yaitu dengan mengambil segumpal
darah yang keluar pada saat proses persalinandilakukan lalu
darah tersebut akan dioleskan di bagian yang cacat, sambil
165
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
mengucapkan kalimat syahadat 3 kali. Pengobatan tradisional
tersebut hanya khusus dilakukan pada bayi yang mengalami bibir
sumbing dan tidak bagi bayi yang mengalami cacat fisik lainnya
seperti cacat pada kaki atau tangan.
Proses persalinan dengan menggunakan jasa bidan
kampung tentu berbeda dengan proses persalinan yang
menggunakan jasa tenaga medis. Perbedaan nampak sangat jelas
tidak hanya pada tata cara tetapi jaga pada fasiltas alat-alat yang
digunakan. Perbedaan ini juga diakui oleh bidan kampung yang
mengatakan demikian:
“Kalau bidan mantri kan ada suntikan untuk perangsang
supaya cepat melahirkan tapi kalau aku ini gak ada pakai
itu, sesuai dengan takdir aja.”
Berdasarkan pernyataan bidan kampung tersebut maka
dapat dikatakan bahwa proses persalinan dengan menggunakan
jasa bidan kampung tidak dilengkapi dengan fasilitas yang
memadai. Jaminan keselamatan ibu dan bayi pada proses
persalinan semata-mata bergantung pada takdir atau
pertolongan Yang Maha Kuasa. Sedangkan proses persalinan
yang dilakukan oleh tenaga medis akan memberikan jaminan
kesalamatan kepada ibu dan bayinya karena didukung oleh
fasiltas kesehatan yang sudah lengkap dan memadai. Hal ini
membuktikan bahwa kepercayaan dan keyakinan masyarakat
kepada tradisi atau budaya terkait pengobatan dan cara
tradisional dalam menolong persalinan masih kuat.
Bidan kampung juga memberikan informasi terkait
permalahan yang kerap terjadi pada saat menjelang proses
persalinan. Biasanya pada saat menjelang persalinan bisa terjadi
kasus kembar danum. Kembar danum ialah air yang keluard ari
tubuh ibu yang akan melahirkan namun bukan merupakan air
ketuban. Air tesebut biasanya dibiarkan saja keluar dari tubuh ibu
166
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
sampai habis barulah kemudia air ketuban mulai terisi dan pecah
dan itulah tandanya bidan kampung boleh mulai membantu
proses persalinan. Selain terjadi kasus kanduang danum bisa juga
terjadi kasus kanduang daha. Kasus kanduang daha biasanya
terjadi pada saat menjelang proses persalinan. Tanda-tanda
terjadinya kanduang daha ialah keluarnya sedikit darah dari
vagina disertai rasa sakit seperti hendak melahirkan. Untuk
mengatsai masalah tersebut, bidan kamoung memberikan
ramuan tradisional yang berasal dari jenis tanamanupak tewu
bahandang (kulit tebu merah). Bagian kulit luar dari tebu
tersebut dikikis dengan menggunakan pisau lalau dicampur
dengan air hangat dan diminumkan pada ibu yang akan
melakukan proses persalinan atau bisa juga dengan
mengkonsumsi jahe dan gula merah. Setelah darah dan nyeri
yang diakibatkan kanduang daha sudah dapat disembuhkan
barulah bidan kampung melakukan pertolongan pada proses
persalinan. Jika kanduang danum dan kanduang daha tidak
diatasi terlebih dahulu maka dapat menyebabkan kematian pada
bayi saat dilahirkan.
Jika hinggasaat dilahirkan posisi bayi tetap dalam posisi
sungsang, maka masyarakat setempat akan menyebutnya
dengan istilah turun tangga. Pengertin turun tangga ialah bayi
dilahirkan dengan posisi yang tidak sempurna atau mengeluarkan
salah satu kakinya terlebih dahalu. Tata cara yang dilakukan
bidan kampung untuk mengeluarkan bayi dengan posisi sungsang
yaitu jika salah satu kakinya sudah keluar maka bidan kampung
akan mencari lagi kaki yang satunya. Jika kedua kakinya sudah
keluar maka perut ibu di dorong pelan agar bayi keluar.
Kemudian raba perut ibu tersebut untuk mencari tangan bayi,
jika sudah terasa maka kedua tangan bayi harus diluruskan ke
atas kepala bayi kemudian pelan di dorong kembali.
167
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Sebagai bentuk perawatan bayi dalam kandungan ibu
hamil, biasanya bidan kampung selalu menganjurkan kepada
pasiennya untuk melakukan pijat 1 kali sebulan pada saat usia
bayi memasuki 7 bulan ke atas. Tentu saja perawatan kehamilan
terebut berbeda jika dilakukan menggunakan jasa medis yang
biasanya
menggunakan USG
(ultrasonography) untuk
mengetahui untuk menggambarkan struktur, ukuran dan hampir
setiap detail patologis dari otot dan organ-organ internal lainnya.
Jika dalam kasus bayi kembar tetapi salah satu bayinya
dalam posisi sungsang dan bayi lainnya dalam posisi normal maka
cara seperti yang telah diuraikan sebelumnya tidak dapat
digunakan. Cara yang dilakukan yaitu dengan terlebih dahulu
mengeluarkanbayi yang berada dalam posisi normal, kemudian
barulah kemudian mengeluarkan yang dalam berada dalam posisi
sungsang. Menurut pendapat masyarakat, bayi kembar yang
pertama kali keluar atau dilahirkandiposisikan sebagai adik dan
yang terakhir dikeluarkan ialah sebagai kakak, karena menurut
masyarakat bayi yang terakhir keluar dari kandungan ibunya
itulah yang paling lama berada dalam kandungan.
Jika pada saat melakukan proses persalinan bayi
mengalami kasus terlilit tali pusar, maka cara yang dilakukan oleh
bidan kampung yaitu tetap mengeluarkan bayi tersebut sambil
melepaskan lilitan tali pusar dan mendorong kembali bayi
tersebut masuk ke dalam rahim ibunya. Menurut kepercayaan
warga desa, kasus bayi terlilit tali pusar disebabkan perilaku ibu
hamil yang melanggar pantangan selama kehamilan seperti
misalnya meletakkan atau melilitkan handuk di bagian leher atau
di atas kepala selesai melakukan aktifitas mandi dan keramas.
168
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
3.4.3. Upaya Membatasi Kehamilan
Selain menggunakan KB, beberapa cara yang digunakan
masyarakat di Desa Muroi Raya terkait upaya untuk mencegah
kehamilanialah dengan mengkonsumsi jamu sari gading yang
biasanya dibeli di pasar malam. Jamu tersebut berupa serbuk
dalam bungkus saset. Cara penggunaannya yaitu dengan
menuangkan serbuk jamu tersebut ke dalam gelas lalu di seduh
dengan air hangat dan diminum. Seorang informan yang adalah
seorang ibu bercerita bahwa untuk membatasi kehamilan ia
sempat menggunakan suntik KB namun ia merasa kurang cocok
karena suntik KB menyebabkan berat badan bertambah maka ia
memutuskan untuk menghentikan pemakain KB dan
menggantidengan menggunakan ramuan jamu.
Selain itu, informasi lainnya yang diperoleh dari informan
M yaitu tentang cara yang biasanya dilakukan oleh warga desa
pada zaman dahulu untuk menunda kehamilan yang dalam istilah
Dayak Ngaju disebut dengan istilah penjahai. Sebelum
masyarakat mengenal KB, pada zaman dulu mereka sering
menggunakan ramuanpanjahai. Ramuan panjahai merupakan
ramuan yang terdiri dari akar-akaran kayu. Ada syarat-syarat
utama yang harus dilakukan pada saat akan mengambil akarakaran tersebut atau dalam istilah bahasa Dayak yaitu menjawi.
Pada saat menjawi atau mengambil akar-akaran penjahai orang
tersebut harus berkata misalnya “3 tahun lagi baru aku akan
memiliki anak”. Jadi, orang yang menggunakan akar-akaran
panjahai harus mengatakan atau menyebutkan waktu yang dia
inginkan supaya dia dapat hamil kembali. Hal ini biasanya
dilakukan 40 hari setelah melahirkan. Namun, karena pengaruh
perkembangan zaman dan pada masa sekarang warga desa
sudah mengenal program KB, maka pengobatan tradisional
seperti panjahaijarang lagi digunakan lagi oleh warga. Informan
mengatakan warga lebih memilih membeli pil KB di pasar saja,
169
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
karena lebih praktis dibanding harus mencari akar-akaran
penjahai ke dalam hutan.
Cara tradisional ketiga yang biasa dilakukan oleh seorang
ibu untuk menunda kehamilan ialah dengan melakukan
pemijatan. Pemijatan dilakukan oleh seorang bidan kampung
yang sudah mahir dalam menolong ibu pada masa hamil sampai
pada proses persalinan. Pemijatan dilakukan pada bagian perut
tepat diposisi rahim. Menurut salah seorang informan, cara
tradisional ini lebih praktis dan aman.
3.5.
Kondisi Setelah Persalinan Ibu Hamil
3.5.1. Tradisi yang Dilakukan Pasca Persalinan
Ada satu tradisi yang digunakan Etnik Dayak Ngaju di Desa
Muroi Raya setelah melewati proses persalinan. Tradis berupa
ritual tersebut biasanya dilakukan setelah tali pusar bayi sudah
terlepas. Ritual ini sering mereka katakan dengan ritual palas
bidanatau ritual untuk membalas jasa bidan yang telah menolong
proses persalinan hingga ibu dan bayinya selamat dan ritual
nahunan atau ritual pemberian nama pada bayi. Sebelum ritual
palas bidan dan nahunan dilakukan maka bayi tidak
diperbolehakn untuk dibawa keluar dari rumah. Salah satu
persyaratan yang harus disediakan pada saat ritual palas
bidandan nahunan yaitu jika bayi yang dilahirkan berjenis
kelamin laki-laki, maka keluarga yang melakukan ritual palas
bidan tersebut harus menyediakan 1 buahbahalai dan 1 buah
tapih karung. Tetapi jika bayi yang dilahirkan berjenis kelamin
perempuan maka keluarga menyediakan 1 buahtapih karung
saja. Hal tersebut mereka lakukan sesuai tradisi Etnik dayak
Ngaju pada zaman dahulu, dimana bayi laki-laki biasanya
digendong dengan bahalai sedangkan bayi perempuan
digendong dengan menggunakan tapih karung.
170
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Adapun tata cara yang dilakukan dalam ritual palas bidan
yaitu keluarga atau orang tua dari bayi tersebut harus
menyediakan sesajen atau yang sering mereka sebut dengan
pendudukyang biasanya berisi beras dalam baskom kecil yang
diatasnya diletakkan buah kelapa, gula, minyak goreng, tapih,
bahalai dan uang yang jumlahnya tidak ditentukan. Setelah
sesajen disiapkan maka bayi dimandikan oleh bidan kampung
dan kemudian dipangku oleh bidan kampung, Setelah itu orang
tua menyerahkan sesajen atau penduduk dan melakukan
tampung tawarterhadap bidan kampung. Kemudian bidan
kampung menyerahkan bayi kepada orang tuanya, dan
bergantian melakukan tampung tawar kepada orangtua dan
bayinya. Tampung tawar tersebut dilakukan dengan tujuan untuk
mendoakan baik bidan kampung, orang tua dan juga bayinya
agar hidup sehat, sejahtera, dijauhkan dari sakit dan bahaya serta
berlimpah rejeki, dsb. Tamping tawar wajib dilakukan karena jika
tidak akan berakibat buruk baik terhadap bidan kampung
ataupun bayi yang dilahirkan, misalnya bidan kampung ataupun
bayi akan mengalami sakit yang sulit disembuhkan hingga ritual
palas bidan dan proses tamping tawar dilakukan.
Menurut kepercayaan masyarakat apabila ritual tersebut
tidak dilakukan oleh keluarga yang bersangkutan maka
pengasuhan dan perawatan bayi akan ditanggung sepenuhnya
oleh bidan kampungsampai usia bayi mencapai 100 hari. Oleh
karena itu, setelah menolong proses persalinan sampai dengan
dilakukannya ritual palas bidan, bidan kampung memiliki
kewajiban untuk memandikan bayi apalagi jika bayi yang
dilahirkan ialah anak temei atau anak pertama.
Masih berlakunya tradisi palas bidan pada masyarakat
Etnik Dayak Ngaju tersebut diperkuat oleh pernyataan seorang
dokter di Puskesmas Danau Rawah yang berasal dari Etnik yang
berbeda. Ia mengatakan bahwa setelah bertugas kurang lebih 6
171
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
bulan di Puskesmas Danau Rawah ia sudah cukup memahami
tradisi masyarakat Dayak Ngaju pasca persalinan dimana
perawatan dan pengasuhan bayi yang dilahirkanakan menjadi
tanggung jawab bidan atau dokter yang menolong persalinan
sampai pada saat diadakan ritualpalas bidan. Setelah tali pusar
terlepas, barulah kemudian dilakukan ritual palas bidan dan
tanggung jawab dokter atau bidan untuk merawat bayipun telah
selesai.
Tradisi masyarakat untuk pemberian nama bayi yang baru
dilahirkan atau yang disebut nahunan biasanya diberikan oleh
bidan yang telah menolong proses persalinan pada saat
ritualpalas bidan dilakukan. Namun ada juga beberapa keluarga
yang tidak memberikan nama anaknya berdasarkan pemberian
nama dari bidan. Seperti pernyataan dari salah seorang informan
yang bercerita tentang kelahiran anak pertamanya. Karena tidak
menyetujui nama yang diberikan oleh bidan kepada anaknya
maka mereka melakukan pemberian nama dengan cara
menuliskan di atas kertas beberapa nama dari tokoh agama,
bidan dan orang yang dituakan atau dihormati dari pihak
keluarga. Kertas tersebut kemudian digulung dan dibuat seperti
menyerupai kertas arisan yang dikocok lalu kemudian dilih salah
satu untuk menentukan nama dari bayi yang baru saja dilahirkan.
3.5.2. Cara Perawatan Bayi
Bagi warga yang menggunakan jasa bidan kampung dalam
membantu proses persalinsan biasanya melakukan perawatan
pada bayi dengan cara bayi dimandikan oleh bidan kampung
dengan air biasa tanpa dicampur dengan air panas. Kemudian
bayi tersebut diberi minum air santan kelapa yang kental
sebanyak satu sendok teh, dengan maksud untuk mengeluarkan
kotoran yang ada dalam tubuh bayi yang biasanya berwarna
kehitaman. Kemudian bidan kampung menganjurkan kepada si
172
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
ibu yang telah melwati proses persalinan untuk memerah air
susu yang keluar pertama kali keluar hingga bersih dan tidak
berwarna kekuningan lagi lalu kemudian dibuang. Cara
memerahnya hanya dengan menggunakan tangan biasa saja.
Menurut pemahaman mereka, air susu yang pertama kali keluar
harus dibuangkarena kotor dan rasanya asam sehingga
menyebabkan bayi menolak untuk meminumnya dan bahkan
seringkali dimuntahkan. Jika bayi sudah diberi air santan kelapa
biasanya bayi segera disusui oleh ibuya, tetapi jika air susu ibu
tidak bisa keluar maka bayi tersebut diberikan susu formula
dengan menggunakan botol dot bayi.
Terdapat cara perawatan khusus yang dilakukan oleh
bidan kampung terhadap bayi perempuan agar kelak ketika ia
melahirkan ia tidak mengalami kasus kelainan pintu atau yaitu
sempitnya liang vagina. Jika terjadi kasus seperti itu maka ibu
yang akan melahirkan tidak dpat ditolong dengan menggunakan
jasa bidan kampung melainkan harus menggunakan jasa tenaga
medis. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya kelainan pintu
pada perempuan ketika hendak melahirkan, harus dilakukan
perawatan sejak ia dilahirkan. Cara perawatannya yaitu dengan
membersihkan bagian vagina bayi dengaan teliti dan bersih
selama 41 hari. Cara perawatannya yaitu setelah bayi lahir,
vaginanya dibersihkan dengan air jeruk nipis dan kapas , sampai
lendir yang ada dikemaluannya bersih. Jika lendir tersebut tidak
dibersihkan maka akan menjadi semakin besar dan membentuk
seperti daging sehingga menutupi lubang vagina.
Selain itu, kasusyang juga sering terjadi pada perempuan
akibat tertutupnya lubang vagina ialahtidak bisa mengalami
menstruasi. Cara untuk membuka lubang vagina yang tertutup
dengan cara tradisional masih bisa dilakukan ketika umur anak di
bawah 10 tahun. Caranya ialah dengan menggunakan butiran
padi yang ditorehkan pada vagina sampai mengeluarkan sedikit
173
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
darah dan sampai lubang vagina terbuka seperti ukuran
normalnya.
3.5.3. Tradisi Masyarakat Terhadap Ari-Ari Bayi Baru Lahir
Pada kasus bayi kembar di masyarakat Desa Muroi Raya
biasanya tali pusar bayi akan dipotong menjadi dua. Hal tersebut
dilakukan sebagai usaha preventif yaitu menghindari penularan
penyakit jika salah satu dari bayi kembar tersebut mengalami
sakit. Sedangkan tradisi perawatan untuk ari-ari biasanya ada
yang dengan cara digantung di pohon atau dikubur di dalam
tanah. Jika ari-ari dikubur dalam tanah, maka orang yang harus
melakukannya ialah bapak dari bayi tersebut. Biasanya ari-ari
dikubur disertai dengan beberapa benda seperti bambu panjang
yang dipotong tepat pada ruasnya lalu dikubur bersama ari-ari
dengan posisi ujung bamboo dikeluarkan sedikit dari permukaan
tanah. Tujuannya ialah agar anak yang dilahirkannya kelak tidak
mengidap penyakit asma.
3.6. Kondisi Masa Nifas Ibu Setelah Melahirkan
3.6.1. Pantangan Makanan Pada Masa Nifas
Masa nifas menjadi masa yang penting untuk melakukan
pengobatan secara tradisional dan mematuhi semua pantangan
sesuai tradisi masyarakat Dayak Ngaju yang ada di Desa Muroi
Raya. Hal itu dilakukan dengan tujuan membersihkan darah kotor
yang masih tersisa pada rahim ibu pasca persalinan atau yang
masyarakat sebut dengan maruyan. Bagi mereka, seorang ibu
dikatakan sehat setelah melewati proses persalinan apabila
darah kotor tersebut telah habis dikeluarkan dari rahim ibu.
Untuk mepermudah proses penyembuhan ibu pasca melahirkan,
maka ada beberapa pantangan makanan yang harus dipatuhi,
yaitu:
174
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
1) Tidak boleh makan ikan balida;
2) Tidak boleh makan udang karena akan menyebabkan
bentuk tubuh ibu membungkuk seperti meyerupai
udang;
3) Tidak boleh makan buah nangka;
4) Tidak boleh makan terong karena dapat menyebabkan
keluarnya rahim dari perut ibu;
5) Tidak boleh makan telur karena dapat menyebabkan
gatal-gatal.
Anjuran makanan bagi ibu pasca melahirkan menurut
tradisiEtnik Dayak Ngaju yang berada di Desa Muroi Raya ialah
sebagai berikut:
1) Ikan haruan atau ikan gabus;
2) Sayur kelakai atau sayur pakis yang dipercaya dapat
menambah darah pada ibu pasca melahirkan;
3) Ikan lais;
4) Sayur daun katu;
5) Waluh kuning;
6) Bayam.
Tradisi pantangan pasca persalinan tersebut tidak pernah
lalai untuk dilakukan karena apabila pantangan tersebut
dilanggar maka dapat penyebabkan sakit dan pendarahan
bahkan berujung pada kematian.
3.6.2. Obat Tradisional Pada Masa Nifas
Proses pemulihan kesehatan ibu pasca melahirkan tentu
saja tidak hanya dengan mematuhi pantangan makanan tetapi
juga dengan melakukan pengobatan secara tradisional yang
melibatkan peran suami untuk mempersiapkan dan mencari obat
tradisional tersebut. Pengetahuan tentang obat tardisional
biasanya mereka dapatkan dari orangtua secara turun temurun.
175
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Obat tradisional tersebut berbentuk akar kayu yang
biasanya dikonsumsi dengan cara direbus lalu diminum airnya.
Cara lainnya juga ialah akar kayu diris tipis dan dicampur dengan
sirih dan pinang lalu kemudian dimakan. Beberapa akar-akaran
yang biasa digunakan ibu masa pasca melahirkan ialah akar
galam tikus yang biasanya didapatkan didaerah rawa dan akar
tanamanrambai yang biasanya didapatkan di daratan.
Pengobatan tradisional tersebut dilakukan selama 40 hari
pada masa nifas. Pengobatan tradisional dari akar kayu tersebut
juga berfungsi untuk menghilangkan nyeri sakit pada ibu pasca
melahirkan ketika darah kotor sulit keluar dari rahim atau dalam
istilah bahasa Dayak Ngaju sudun miyau. Obat tradisional berupa
akar kayu yang digunakan ibu pasca melahirkan dapat dilihat
pada gambar 3.20.
Gambar 3.20.
Akar Kayu yang digunakan Ibu Pasca Melahirkan Sebagai Obat Tradisional
Sumber: Dokumentasi Peneliti
176
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
3.7. Kondisi Ibu Menyusui di Desa Muroi Raya
Sebagian masyarakat di Desa Muroi Raya memiliki
pengetahuan bahwa memberikan ASI pertama (kolostrum)
adalah baik bagi kesehatan bayi. Pengetahuan tentang
pemberian ASI pertama pada bayi hanya terdapat pada mereka
yang selama masa hamil dan persalinan menggunakan jasa
tenaga kesehatan medis. Sedangkan bagi sebagian masyarakat
yang melakukan proses persalinan dengan jasa bidan kampung
berpendapat bahwa ASI pertama tidak baik jika diberikan kepada
bayi.
Kendala yang seringkali terjadi pada saat memberikan ASI
pertama pada bayi ialah bayi menolak untuk diberi ASI sehingga
bayi tidak lagi diberikan ASI oleh orangtua dan digantikan dengan
susu formula. Permasalahan kedua yang sering dialami oleh bayi
ketika diberikan susu formula yaitu tidak semua pencernaan pada
bayi dapat menerima dengan baik susu formula tersebut
sehingga ada beberapa diantaranya yang mengalami sakit diare.
Oleh karena itu biasanya ibu harus berupaya mencari susu
formula yang cocok untuk bayinya.
Permasalahan ketiga yang juga sering terjadi ialah
kesulitan untuk mengeluarkan ASI pada ibu dan hal tersebut
berdampak pada bayi karena kesulitan untuk menyusui ibunya
disebabkan ASI yang tidak bisa keluar dengan lancar.Untuk
mengatasi permasalahan tersebut biasanya ibu akan
menggantikan ASI dengan susu formula yang ditaruh dalam botol
dot. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pendapat masyarakat
terhadap ASI dan ASI pertama atau kolostrum sangat dipengaruhi
oleh pengetahuan mereka tentang kesehatan baik secara medis
ataupun tradisional.
Ada satu tradisi yang masih dilakukan oleh masyarakat
terkait masa menyusui pada ibu. Untuk memperlancar ASI
biasanya, ada satu tata cara khusus yang dilakukan oleh ibu yang
177
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
sedang ada dalam masa menyusui. Setelah mereka makan
dengan mengggunakan tangan, mereka akan mencuci tangannya
lalu kemudian mengusap payudara mereka dengan
menggunakan kedua telapak tangan. Mereka meyakini bahwa
tata cara tersebut dapat memperlancar ASI.
Tidak ada larangan khusus pada saat masa menyusui.
Hanya ada beberapa ibu yang tidak memakan makanan tertentu
pada saat menyusui seperti tidak boleh makan daun singkong
karena akan mengakibatkan gatal pada kulit bayi. Pada masa
menyusui ada beberapa anjuran makanan yang diberikan kepada
ibu hamil berdasarkan pengetahuan masyarakat untuk
memperlancar ASI. Beberapa anjuran makananan tersebut ialah
sulur kacang, sayurkelakai, sayur katuk, sayur bayam yang
biasaya dimasak bening dan diberi bumbu lada.Selain
memberikan ASI, para ibu juga akan memberikan susu tambahan
dan makanan tambahan SUN bagi bayi yang berusia 6 bulan ke
atas.
Kegiatan menyusui pada bayi yang mengkonsumsi ASI
biasnya dilakukan dimana saja. Ibu tidak akan merasa sungkan
jika harus memberikan ASI kepada bayinya meskipun sedang
berada di tempat umum atau di tengah keramaian. Disaat para
ibu sedang membawa bayi berjalan di sekitar desa maka mereka
bisa saja melakukan kegiatan menyusui pada saat sedang
berbincang di warung atau di salah satu rumah tetangga.
Melakukan kegiatan menyusui di tempat umum nampaknya
sudah menjadi hal biasa bagi ibu yang ada di Desa Muroi Raya ini.
3.8. Kondisi Neonatus dan Bayi di Desa Muroi Raya
3.8.1. Cara Perawatan Neonatus
Ada satu perawatan neonatus khusus pada bayi yang
mengalami kasus tidak menangis pada saat dilahirkan. Upaya
178
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
bidan kampung untuk mengatasi permasalahan tersebut
biasanya dengan cara bayi dimandikan dan bidan kampung akan
menepuk bagian pantat bayi dan menggoyangsampai bayi
tersebut menangis.
3.8.2. Cara Memandikan Bayi
Tidak ada tradisi atau tata cara khusus untuk memandikan
bayi pada masyarakat Desa Muroi Raya. Hanya saja peralatan dan
perlengkapan untuk memandikan nampak sederhana seperti
misalnya penggunaan air sungai seribu akar yang diambil dari
sungai Pantaruntuk memandikan bayi. Menurut pemahaman
masyarakat, hal itu dilakukan agar bayi menjadi terbiasa dengan
air sungai dan menjadi kebal terhadap sakit penyakit. Gamabar
seorang ibu yang sedang memandikan bayinya dapat dilihat pada
gambar 3.21.
Gambar 3.21.
Cara Memandikan Bayi di
Desa Muroi Raya
Sumber: Dokumentasi
Peneliti
179
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Berdasarkan pengamatan penulis, tata cara yang
dilakukan ibu pada saat memandikan bayinya ialah pertama bayi
tersebut dibaringkan di pangkuan ibunya yang telah dilapisi
dengan sehelai kain bahalai, lalu kemudian si ibu melepaskan
baju bayi tersebut di atas pangkuannya. Setelah itu, tubuh bayi
dicelupkan ke dalam sebuah ember bulat dari plastik kira-kira
berdiameter 50 cm, yang berisi air sungai seribu akar. Dengan
perlahan ibu membasuh bagian badan dan kepala bayikemudian
mengusapkan sabun dan shampo dan kemudian membasuhnya
kembali hingga bersih.Setelah selesai memandikan bayinya, ibu
tersebut kembali meletakkan bayinya di dalam pangkuannya
yang dilapisi kain bahalai lalu memberikan bedak pada tubuh
bayi dan mengenakan pakaian. Aktivitas ibu tersebut dapat
dilihat pada gambar 3.22.
Gambar 3.22.
Ibu Meletakkan Bayi di dalam Pangkuannya
yang Telah Dilapisi Sebuah Kain Bahalai
Sumber: Dokumentasi Peneliti
180
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
3.8.3. Pola Asuh Bayi
Pola asuh pada bayi di Desa Muroi Raya hampir
sepenuhnya menjadi tanggung jawab ibu atau istri. Mulai dari
perawatan seperti memandikan, mengenakan pakaian,
menggendong bila bayi menangis dan memberikan susu baik ASI
maupun susu formula. Kebiasaan yang juga sering dilakukan
orangtua pada bayinya ketika cuaca panas disiang hari ialah
dengan mengoleskan bedak basah ke suluruh tubuh bayi. Bedak
basah tersebut terbuat dari bedak tabur khusus bayi yang
dicampur dengan air lalu dioleskan keseluruh tubuh bayi. Hal
tersebut mereka lakukan agar bayi tidak merasa kepanasan dan
mencegah atau menyembuhkan biang keringat pada tubuh bayi.
Begitu juga halnya terkait pengajaran makan dan minum
serta pengajaran dan pembiasaan BAB biasanya juga menjadi
tanggung jawab seorang ibu. Namun tidak menutup
kemungkinan bagi seorang ibu yang memiliki anak perempuan
atau keponakan yang menginjak usia remaja sampai dewasa
biasanya akan diberikan tanggung jawab untuk mengasuh adik
mereka yang masih bayi.
3.8.4. Jimat yang Digunakan oleh Bayi
Melakukan perawatan pada bayi secara tradisional
merupakan hal yang paling diutamakan oleh masyarakat Desa
Muroi Raya. Perawatan pada bayi terkait tradisiEtnik Dayak Ngaju
ialah pemberian jimat atau palis pada bayi yang baru lahir yang
bertujuan sebagai pahelat yaitu menjaga bayi agar dijauhkan dari
peres atau sakit penyakit dan gangguan roh jahat yang biasa
mereka sebut hantuenatau kuyang. Gangguan roh jahat tersebut
sangat ditakuti oleh masyarakat karena mereka percaya
gangguan tersebut dapat menyebabkan kematian pada bayi.
Oleh karena itu, tradisi penggunaan palis sebagai pahelat
181
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
menjadi sangat penting untuk tetap dilakukan.Gambar palis yang
digunakan oleh salah seorang bayi di Desa Muroi Raya dapat
dilihat pada gambar 3.23.
Gambar 3.23.
Palis yang Digunakan oleh Seorang Bayi
pada Lengan Kirinya
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Palis yang berfungsi sebagai pahelat biasanya berbentuk
gelang yang terbuat dari kain berwarna hitam dan didalamnya
ditaruh kulit kayu hanyer bajai. Kulit kayu hanyer bajai tersebut
dapat dilihat pada gambar 3.24.
Sebagai tambahan biasanya gelang palis akan diberi
gantungan yang menyerupailonceng kecil berbentuk bulat dan
berwarna hitam. Terdapat juga palis berbentuk gelang yang
terbuat dari buah jelei. Gelang tersebut diberi nama gelang
karipak. Selain terbuat dari kain, palis yang paling sederhana
biasanya terbuat dari benang hitam. Cara penggunaan palis yaitu
dengan cara diikatkan pada pergelangan tangan dan kaki bayi
182
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
yang baru lahir. Palis biasanya diikatkan langsung oleh ibu kepada
bayinya.
Gambar 3.24.
Kulit Kayu Hanyer Bajai yang Digunakan Sebagai
Palis (Jimat) untuk Bayi
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Selain palis juga terdapat jimat dalam bentuk yang
berbeda. Jimat tersebut diberikan berdasarkan keturunan atau
warisan turun-temurun dari satu keluarga tertentu. Salah
seorang informan yang adalah seorang bapak menyatakan bahwa
ia dari keturunan keluarga dimana anak laki-laki harus
mengenakan anting emas pada salah satu telinganya.
Penggunaan jimat dalam bentuk anting emas biasanya diberikan
kepada anak sejak ia dilahirkan. Pantangan bagi jimat tersebut
ialah tidak boleh dilepaskan sampai anting tersebut terlepas
dengan sendirinya atau si anak tidak berkeinginan lagi untuk
mengenakannya. Menurut kepercayaan bapak tersebut, apabila
jimat terssebut tidak dikenakan atau dipaksa untuk dilepaskan
maka akan berakibat buruk pada kesehatan anak, misalnya anak
akan mengalami sakit penyakit yang tidak bisa disembuhkan
dengan tenaga medis.
183
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
3.9. Kondisi Anak dan Balita di Desa Muroi Raya
3.9.1. Pengobatan Tradisional pada Anak
Anak-anak menjadi rentan terhadap penyakit ketika
banyak orangtua yang mengabaikan masalah kebersihan dan
pemberian makanan bergizi bagi anak yang tentunya berdampak
pada kesehatan mereka. Tidak hanya itu, lemahnya pengawasan
orangtua pada saat anaknya melakukan aktifitas bermain di luar
rumah juga menjadi penyebab muncul masalah kesehatan pada
anak dan tingginya risiko terjadi kecelakaan pada anak saat
bermain. Ketika banyak diantara orangtua harus menanggung
risiko dari sikap kelalaian tersebut maka salah satu upaya
penyembuhan yang mereka lakukan pada anak-anaknya ialah
dengan menggunakan pengobatan tradisional. Pengobatan
tradisional akan menjadi alternatif pengobatan utama mengingat
tidak tersedianya fasilitas medis di Desa Muroi Raya.
Beberapa kasus kesehatan dan kecelakaan yang biasanya
menimpa anak di Desa Muroi Raya ialah sakit bisul pada bagian
tubuh tertentu seperti mata dan kaki, dan mengalami kecelakaan
seperti terjatuh pada saat bermain. Bagi anak yang terkena
penyakit bisul biasanya orangtua akan melakukan pengobatan
menggunakan obat medis yang dengan mudah didapatkan di
warung. Obat tersebut ialah amoxilin dan paracetamol yang
biasanya diberikan pada anak yang sakit bisul atau baluyung
dengan cara obat tersebut dihaluskan lalu dicampur dengan air
dan ditempelkan pada bagian yang sakit. Selain menggunakan
obattersebut, orangtua juga mengoleskan saleb yang biasanya
mereka beli di pasar malam yang dibuka setiap hari jumat.
Pengobatan dengan cara tersebut juga berlaku pada anak yang
terkena penyakit mata atau yang biasa mereka sebut dengan
sakit kandam. Biasanya obat amoxilin dan paracetamol yang
sudah dihancurkan dan dicampur air akan dioles di sekitar mata
184
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
yang sakit. Selain diobati dengan menggunakan obat amoxilin
dan paracetamol, penyakit kandam juga bisa diobati dengan cara
menenteskan ASI pada mata anak. Pengetahuan pengobatan
tersebut mereka dapatkan dari informasi mulut ke mulut antar
sesama warga desa.
Pengobatan tradisional juga berlaku pada anak yang
mengalami kecelakaan seperti misalnya terjatuh dan mengalami
luka berdarah. Salah satu kasus yang terjadi di Desa Muroy Raya
ialah terjatuhnya salah seorang anak pada saat bermain dan
berlari menaiki tangga rumah yang berbentuk rumah panggung.
Kecelakaan tersebut menyebabkan luka pada bagian pangkal
hidungnya. Tidak tersedianya fasilitas medis menyebabkan
orangtuanya memilih alternatif pengobatan tradisional yaitu
dengan membawanya ke salah seorang dukun.
Dukun
pun
melakukan
proses
pengobatan
tradisionalmenawar. Proses pengobatan menawar biasanya
dilakukan dengan cara dukun membaca mantra dan meniup atas
kepala pasien lalu kemudian menaburkan beras diatas kepalanya.
Tujuan dari pengobatan tradisional menawar tersebut ialah
untuk menghentikan pendarahan dan rasa sakit pada luka. Cara
pengobatan tradisional lainnya yang bertujuan untuk
menghentikan pendarahan yaitu dengan menempelkan bubuk
kopi pada luka atau menempelkan daun tanamankaramunting
yang biasanya dihancurkan terlebih dahulu baru kemudian
ditempelkan pada luka.
Selain pengobatan tradisionalmenawar pengobatan
tradisional dengan cara nyangiang pun masih sering dilakukan
oleh masyarakat Desa Muroi Raya. Pengobatan tradisional
nyangiang terutama dilakukan pada saat warga mengalami sakit
penyakit yang disebabkan karena hal magis. Pengobatan tersebut
membutuhkan biaya yang cukup mahal karena pasien diwajibkan
menyediakan sesajen atau syarat ritual yang cukup banyak.
185
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Pengobatan tradisional sangiang berlaku bagi semua warga
tanpa dibatasi usia. Ketika ritual tersebut dilakukan, banyak
diantara warga yang datang untuk menyaksikan dan juga
melakukan pengobatan tak terkecuali anak-anak. Berdasarkan
hasil pengamatan penulis, beberapa anak yang melakukan
pengobatan tradisional sangiang biasanya mengeluh sakit
dibagian dada. Maka dukunpun akan mengobati bagian yang
sakit tersebut dengan cara membacakan mantra dan
mengeluarkan penyakit anak tersebut dengan menggunakan
daun sawang. Jika penyakitnya sudah dikeluarkan maka dukun
kembali membacakan mantra dan memasukkan obat berupa
gumpalan tembakau kebagian tubuh anak yang sakit.
3.9.2. Ritual Manyadingen/Saki Mandai Anak
Terdapat satu tradisi yang biasanya dilakukan oleh
masyarakat sebagai upaya pengobatan dan upaya preventif agar
anak terhindar dari sakit dan marabahaya. Tradisi tersebut ialah
melakukan ritualmanyadingenatausaki mandai pada anak
dengan tanda-tanda khusus pada saat lahir. Tanda khusus
tersebut biasanya nampak dari tali pusar bayi yang baru lahir.
Apabila pada tali pusar bayi terdapat tanda bintik hitam atau
yang diistilahkan bakamala maka harus diadakan ritual khusus
untuk bayi tersebut, karena jika tidak diadakan ritual maka
masyarakat percaya anak atau bayi baru lahir akan terus
mengalami sakit dan celaka.
Berapa kali ritual harus dilakukan tergantung jumlah tanda
bintik hitam yang terdapat di tali pusar bayi baru lahir tersebut.
Apabila terdapat tujuh tanda bintik hitam, maka harus dilakukan
ritual manyadingen atau saki mandai sebanyak tiga kali dengan
persyaratan atau perlengkapan pada ritual tahap pertama
berjumlah 3, tahap kedua berjumlah 5 dan tahap ketiga
berjumlah 7. Namun persyaratan dan perlengkapan ritual
186
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
tersebut jumlahnya harus ditambahkan satu atau digenapi
sehingga menjadi 4, 6 dan 8. Tujuannya ialah agar doa atau
permohonan yang dipanjatkan dalam ritual tersebut terkabulkan.
Tidak ada ketentuan waktu atau ketentuan usia pada anak atau
bayi untuk melakukan ketiga tahap ritual tersebut, karena
biasanya ritual dilakukan disesuaikan dengan kemampuan
perekonomian dari keluarga yang bersangkutan.
Adapun persyaratan dan perlengkapan dalam ritual
tersebut ialah:
1) Kue apam sebanyak 8 tingkat.
2) Kue ceper berwarna hijau sebanyak 1 loyang
3) Beras dalam mangkok yang di atasnya diletakkan air
tampung tawar, minyak dan telur ayam kampung. uang
sebesarRp.100.000,-, Rp.50.000,-, Rp.10.000,-, Rp.5000,dan Rp.500,- yang digulung dan di tancapkan pada beras,
gelas yang di dalamnya berisi air dan daun pandan yang
dipotong kecil.
4) Daun pandan, permen dan uang sebesar Rp. 2.000,- yang
diletakkan dalam baskom berukuran sedang.
5) Lilin.
6) Ayam betina berawarna putih untuk anak atau bayi lakilaki dan ayam jago berwarna putih untuk anak atau bayi
perempuan. Ayam tersebut dimasak dengan cara direbus
atau dimasak dengan bumbu cabe merah.
7) Bahalai sebanyak 8 lapis tempat meletakkan
perlengkapan ritual poin 1-5. Beberapa gambar
persyaratan dan perlengkapan dalam ritual manyadingen
dapat dilihat pada gambar 3.25.
Adapun tata cara ritualmanyadingen ialah pertama-tama
seorang ibu menyiapkan kain bahalai lalu merentangkannya
dilantai membentuknya menjadi persegi empat. Bahalai yang
direntangkan berjumlah 7 buah, setiap lapisannya akan diberi
beras seperti pada gambar 3.26.
187
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Gambar 3.25.
Persyaratan dan Perlengkapan dalam Ritual Manyadingen
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Di atas bahalai (kain) tersebut diletakan berbagai
perlengkapan atau persyaratan ritual. Ketika segala sesuatu
terkait kelengkapan ritual sudah dipersiapkan, para tamupun
mulai berdatangan. Para tamu yang hadir terutama ialah tokoh
agama Islam sebagai pemimpin ritual, kepala adat dan orangorang yang dituakan oleh masyarakat desa, ibu-ibu, anak-anak
kecil dari usia 5-7 tahun, pemuda dan remaja desa baik
perempuan maupun laki-laki. Kaum laki-laki biasanya duduk di
ruang depan atau ruang tamu sedangkan kaum perempuan dan
anak-anak duduk diruang tengah dan belakang. Seraya
menunggu ritual dimulai biasanya para tamu asik berbincangbincang dan bercanda satu dengan yang lainnya.
188
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Gambar 3.26.
Seorang Ibu Menyiapkan Kain Bahalai
Pada Acara Ritual Manyadingen
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Sebelum ritual manyadingen atau saki mandai dimulai,
terlebih dahulu anak yang akan diritualkan meletakkan telapak
tangannya di atas kue ceper berwarna hijau yang dijadikan
persyaratan dalam ritual. Setelah itu barulah pemimpin ritual
yang adalah seorang tokoh agama muslim membacakan doa dan
mengajak para tamu untuk membacakan secara bersama. Ketika
doa selesai dibacakan salah seorang tamu yang hadir akan
melemparkan daun pandan, permen dan uang Rp. 1.000,- kepada
para tamu. Setelah itu, tokoh agama kembali mengajak para
tamu untuk bersama-sama membacakan doa.
Proses terakhir dalam ritual ialah melakukan tampung
tawar terhadap anak. Tampung tawar biasanya dilakukan oleh
orangtua, kakek dan nenek dari anak tersebut dan orang-orang
desa yang dituakan atau dihormati.Tampung tawar dilakukan
dengan cara memercikkan air, minyak di kedua kaki, telapak
189
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
tangan, bahu dan kepala dengan menggunakan daun pandan.
Lalu kemudian mengambil beras dan meletakkannya diatas
kepala sambil membacakan doa memohon agar anak diberi
kesehatan, keselamatan, umur panjang dan dijauhkan dari
marabahaya, peres atau penyakit. Gambar proses tampung
tawar dalam ritual manyadingen dapat dilihat pada gambar 3.27.
Gambar 3.27.
Tampung Tawar dalam Ritual Manyadingen
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Sebagai bentuk rasa syukur keluarga yang mengadakan
ritual manyadingen atau saki mandai maka biasanya di
penghujung acara ritual tersebut para tamu akan dijamu dengan
makanan dan minuman. Makanan yang biasanya disajikan
merupakan makanan khas masyarakat Desa Muroi Raya pada
saat diadakan suatu pesta atau ritual. makanan tersebut ialah
190
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
ayam dimasak dengan bumbu merah yang terbuat dari cabe
merah dan diberi nama masak habang. makanan tersebut
kemudian disajikan kepada para tamu. Cara penyajian kepada
para tamu biasanya piring yang berisi lauk akan dibagikan satu
persatu kepada para tamu.
3.9.3. Pola Asuh Anak di Desa Muroi Raya
Tanggung jawab dalam mengasuh anak di Desa Muroi
Raya hampir semuanya menjadi tanggung jawab seorang istri.
Sedangkan para suami akan bekerja dari pagi sampai sore
hariuntuk mencari nafkah memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Oleh karena itu peran sebagai seorang istri di Desa Muroi Raya
akan lebih banyak menerima tanggung jawab dalam pola asuh,
asih dan asah terhadap anak. Pada pagi dan sore hari ibu-ibu
mulai sibuk mempersiapkan makanan untuk anak-anak dan
suami mereka.
Menu makanan yang biasanya disiapkan oleh ibu untuk
anak-anaknya ialah ikan dimasak dengan cara digoreng atau
dimasak dengan bumbu kari. Banyak diantara anak-anak yang
tidak suka mengkonsumsi sayur pada saat makan sehingga
biasanya mereka hanya makan dengan menggunakan ikan dan
nasi yang dicampur kecap manis atau mengkonsumsi mie instan.
Bagi anak-anak yang masih tergolong usia balita, biasanya
mereka makan dengan cara disuapi oleh ibunya.
Kebutuhan rekreasi bagi anak sangat jarang dapat
terpenuhi karena tidak tersedianya sarana atau fasilitas rekreasi
di Desa Muroi Raya. Pemenuhan kebutuhan rekreasi pada anak
biasanya hanya difasilitasi secara alami oleh alam misalnya
dengan mandi dan bermain di sungai bersama teman-teman
sebaya atau ditemani oleh orangtua mereka.
Pola asih yang meliputi kasih sayang, kedekatan dan
perkembangan secara fisik juga menjadi tanggung jawab kedua
191
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
orangtua. Tetapi karena intensitas waktu pertemuan dan
kebersamaan anak dengan ibu lebih tinggi dibanding dengan
ayahnya yang pergi bekerja dari pagi hingga sore hari, maka
kedekatan secara emosional dan kasih sayang lebih banyak
diberikan oleh ibu. Pemenuhan kebutuhan kasih sayang dan
kedekatan secara emosional biasanya diberikan oleh seorang
ayah hanya pada waktu tertentu, misalnya sore hari pada saat
pulang bekerja sampai menjelang malam. Pada sore hari seorang
ayah akan menemani anaknya mandi dan bermain di sungai atau
pergi jalan-jalan di sekitar desa. Gambar seorang ayah yang
sedang memandikan anak perempuannya di Sungai Pantar dapat
dilihat pada gambar 3.28.
Gambar 3.28.
Seorang Ayah Sedang Memandikan
Anak Perempuannya di Sungai Pantar
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Pada malam harinya, ayah akan menemani anaknya untuk
menonton televisi atau bermain game playstation. Selain itu,
sebagai bentuk perhatian dan kasih sayang orangtua kepada
192
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
anaknya biasanya dihari libur bekerja orangtua akan membawa
anak-anak mereka pergi ke pasar untuk membeli baju atau
makanan kesukaan anak-anaknya.
Melatih ketrampilan dan mendidik anak lebih banyak
dilakukan oleh ibu. Pada malam hari selesai melakukan aktifitas
makan malam, biasanya seorang ibu akan membantu anak untuk
mengerjakan PR yang diberikan oleh guru. Melatih keterampilan
anak juga tidak hanya diajarkan oleh orangtua tetapi juga dari
lingkungan. Seperti misalnya ketrampilan untuk bernyanyi dan
menari biasanya mereka dapatkan melalui media televisi atau
dengan langsung menyaksikan panggung-panggung musik
dangdut yang diundang pada saat pesta pernikahan salah
seorang warga desa. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan
pada sore hari nampak anak-anak berkumpul di halaman rumah
dengan sangat terampil bernyanyi sambil berjoged penuh tawa
dan gembira menirukan gaya penyanyi-penyanyi dangdut idola
mereka, seperti terlihat pada gambar 3.29.
Keterampilan bagi untuk perempuan biasanya mereka
peroleh dari ibunya melalui pengajaran tidak langsung. Bagi ibu
yang memiliki usaha membuka warung maka anak-anak
perempuan yang berusia 7 tahun ke atas dengan sendirinya
berinisiatif untuk berjualan makanan-makanan kecil di sekolah.
Keterampilan memasak atau mengasuh adik-adik mareka yang
masih dalam usia balita juga biasanya mereka peroleh melalui
pengajaran langsung dari ibu atau melalui pengamatan.
Sedangkan keterampilan pada anak laki-laki biasanya diperoleh
dari tokoh agama yaitu dengan mengajarkan anak-anak laki-laki
menyuarakan adzan di masjid.
193
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Gambar 3.29.
Kegiatan Bernyanyi dan Berjoged oleh Anak-anak
di Desa Muroi Raya
Sumber: Dokumentasi Peneliti
3.9.4. Kondisi Malnutrisi pada Anak
Faktor pernikahan usia muda dan rendahnya
pengetahuan ibu dalam merawat kehamilannya dapat menjadi
penyebab kondisi malnutrisi pada anak. Seperti kasus yang
menimpa salah seorang anak laki-laki di Desa Muroi Raya. Kesan
pertama yang penulis dapatkan ketika bertemu dan mengamati
kondisi anak tersebut ialah tidak normalnya perkembangan fisik
layaknya anak yang berumur 2 tahun. Anak tersebut terlihat
kurus dan gerak tubuhnya tidak seaktif dan seagresif temanteman sebayanya.
Kondisi malnutrisi pada anak biasanya diistilahkan oleh
masyarakat Dayak Ngaju dengan sebutan isap buyu. Berdasarkan
informasi dari orangtua atau ibu dari anak yang menderita
malnutrisi tersebut, kesulitan ekonomi dan kesulitan untuk
194
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
mendapatkan fasilitas kesehatan di desa merupakan salah satu
penyebab kondisi malnutrusi pada anaknya. Selama masa
kehamilan, ibu tersebut mengaku tidak pernah melakukan
pemeriksaan ke tenaga medis. Oleh sebab itu, ia menggunakan
jasa bidan kampung pada saat melakukan proses persalinan,
seperti pernyataannya berikut ini:
“Pas ie lahir bihin nah pas ih 9 bulan. Melahir
dengan bidan kampung awi je dokter ah gin jatun tu
hetuh. Dia betah mungkin ewen tu hetuh awi je
jatun signal hp nah.”
(Anak saya dulu lahirnya sesuai 9 bulan.
Melahirkannya dengan bidan kampung karena disini
tidak ada dokter. Mungkin mereka juga tidak akan
betah tinggal disini karena tidak ada signal hp)
Disamping tidak pernah melakukan pemeriksaan secara
medis, rendahnya kesadaran untuk menjaga makanan dan
kesehatan janin selama dalam kandungan bisa menjadi penyebab
kondisi malnutrisi pada anak. Setiap hari mengkonsumsi
minuman berenergi seperti exstrajoss menjadi hal biasa yang
dilakukan ibu tersebut pada saat hamil, tanpa memperhitungkan
risiko dan dampaknya terhadap kesehatan janin dalam
kandungan, meskipun kerabat dan keluarga memberi saran
untuk tidak mengkonsumsi minuman tersebut pada saat hamil.
Dampak dari rendahnya kesadaran untuk menjaga
kesehatan pada masa kehamilan mengakibatkan bayi yang
mengalami kondisi malnutrisi tersebut lahir dengan berat di
bawah normal yaitu 0,5 kg. Bayi yang lahir dengan kondisi
malnutrisi tersebut tidak pernah mendapatkan perawatan secara
medis. Setelah dilahirkan, perawatan pada bayi hanya dilakukan
oleh ibunya sendiri dengan bantuan bidan kampung dan
pengobat tradisional. Pengobatan tradisional yang dilakukan
195
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
ialah pengobat tradisional memandikan bayi pada saat adzan
sebanyak 3 x pada setiap hari jumat dan melakukan pengobatan
dengan media batu yang digosokkan pada tubuh bayi. Perawatan
lainnya yang dilakukan oleh ibu dari anak tersebut ialah dengan
memberikan ASI ekslusif. Pada usia 6 bulan sampai 2 tahun anak
tersebut sering menolak untuk diberikan makanan tambahan
sehingga ibunya tetap memberikan ASI.
Perilaku ibu hamil seperti pada kasus di atas dapat saja
terjadi pada ibu hamil lainnya yang ada di desa ini. Beberapa
kemungkinan tersebut menurut beberapa pernyataan dari
informan tenaga medis dan beberapa orang perangkat desa,
mungkin disebabkan oleh minimnya pengetahuan dan kesadaran
untuk merawat kehamilannya. Kendala yang menjadi penyebab
minimnya pengetahuan tersebut ialah tidak tersedianya tenaga
kesehatan medis yang menetap di desa ini serta usia pernikahan
yang terlalu dini dapat menjadi pertimbangan lainnya. Oleh
karena itu, tidaklah mengherankan jika kasus malnutrisi bisa saja
terjadi pada anak-anak yang ada di Desa Muroi Raya.
196
BAB 4
BUDAYA PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT
MASYARAKAT DI DESA MUROI RAYA
4.1. Persalinan oleh Tenaga Kesehatan
Tidak tersedianya fasilitas kesehatan medis dan fasilitas
pendidikan formal merupakan salah faktor yang mempengaruhi
budaya perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat Desa Muroi
Raya. Para ibu lebih memilih jasa bidan kampung untuk
melakukan perawatan pada masa kehamilan seperti misalnya
pemijatan yang bertujuan untuk mengetahui posisi bayi dalam
rahim, walaupun pada saat menjelang persalinan mereka lebih
banyak memilih untuk menggunakan jasa tenaga kesehatan yang
ada di Desa Timpah atau Kota Palangkaraya. Hal itu mereka
lakukan untuk mengurangi risiko gagal dalam melewati proses
persalinan, seperti beberapa kasus kematian ibu dan bayi yang
pernah terjadi sebelumnya.
Di Desa Muroi Raya terdapat Puskesmas Keliling (Pusling)
yang dilakukan setiap dua minggu sekali oleh petugas tenaga
kesehatan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas. Namun tetap
saja masyarakat merasa kurang puas karena intensitas pelayanan
pusling masih kurang. Tidak hanya intensitas pelayanan
kesehatan yang kurang tetapi juga fasilitas obat-obatan yang
terbatas. Pusling yang dilakukan dua minggu sekali bertepatan
pada hari pasar yaitu hari jumat, biasanya menugaskan satu
orang tenaga kesehatan atau yang disebut mantri untuk
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Namun
peralatan dan obat-obatan yang terbatas tentu saja tidak dapat
197
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
mengatasi semua permasalahan kesehatan yang terjadi di
masyarakat.
Hasil pengamatan penulis, alat medis yang dibawa dan
digunakan pada saat pusling oleh mantri merupakan alat untuk
pemeriksaan penyakit tertentu saja. Alat tersebut yaitu
tensimeter, RDT (Rapid Diagnostic Test) serta alat untuk
pengukuran gula darah dan kolesterol. Menurut informasi yang
diberikan oleh mantri, masalah kesehatan yang sering terjadi
pada masyarakat desa Muroi Raya ialah hipertensi, malaria, diare
dan ispa. Masalah kesehatan tersebut tentu saja sangat erat
hubungan dengan budaya perilaku hidup bersih dan sehat
masyarakat. Rendahnya kesadaran masyarakat untuk tidak
membuang sampah dipinggir sungai dan halaman rumah serta
tidak tersedianya tempat pembuangan sampah umum,
mengakibatkan tingginya risiko terkena penyakit malaria dan
demam berdarah.
Ketidakmampuan secara ekonomi juga menjadi faktor
mengapa sebagian besar masyarakat Desa Muroi Raya jarang
memeriksakan kesehatan ke Puskesmas Timpah atau Rumah
Sakit Palangkaraya. Bagi ibu hamil, pemeriksaan kesehatan ke
Puskesmas Desa Timpah atau Rumah Sakit baik yang ada di
Kabupaten Kapuas atau Kota Palangkaraya hanya perlu dilakukan
pada saat akan menjelang persalinan. Oleh karena itu, tidak ada
pola pemeriksaan rutin pada ibu hamil ataupun bagi orang-orang
yang sedang dalam keadaan sakit dikarena ketidakmapuan
mereka secara ekonomi untuk menjangkau fasilitas kesehatan.
Hanya ketika kesehatan seseorang semakin memburuk,
kemudian orang tersebut dibawa ke Rumah Sakit di Kota
Palangkaraya untuk melakukan pengobatan secara medis.
Pola makan yang tidak dijaga dengan baik juga
berpengaruh besar pada kesehatan masyarakat. Ikan asin yang
selalu menjadi menu utama dan memasak dengan minyak goreng
198
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
dan penyedap rasa yang berlebihan mengakibatkan risiko
hipertensi dan kolesterol. Masalah kesehatan tersebut seringkali
menjadi keluhan utama bagi mereka yang berusia kira-kira 40
tahun ke atas baik laki-laki maupun perempuan. Mereka
seringkali mengeluhkan sakit kesemutan dibagian tubuh tertentu
seperti kaki dan tangan atau yang mereka istilahkan dengan
maner.
Petugas kesehatan atau mantri yang ditugaskan melayani
masalah kesehatan masyarakat di Desa Muroi Raya semenjak
tahun 2003-2014 sangat mengerti kodisi terkait permasalahan
kesehatan masyarakat yang ada di Desa Muroi Raya. Oleh karena
itu setiap melakukan pusling, mantri lebih banyak menyediakan
fasilitas kesehatan seperti alat medis dan obat yang sesuai
dengan permasalahan kesehatan masyarakat. Obatmedis yang
disediakan biasanya lebih banyak untuk pengobatan pada
penyakit hipertensi, gula darah, kolesterol, diare, ispa dan
demam.
Pelayanan kesehatan oleh mantri dilakukan di salah satu
rumah warga atau dengan langsung mengunjungi pasien yang
sedang sakit untuk menawarkan jasa pelayanan medis sebagai
upaya pengobatan. Pada saat melayani masyarakat dan
melakukan pemeriksaan kesehatan, mantri tidak menggunakan
perlengkapan khusus seperti masker atau sarung tangan. Mantri
biasnaya hanya akan menggunakan fasilitas medis seperti
pengukur tekanan darah dan alat untuk menditeksi gula darah
dan kolesterol. Setelah itu barulah kemudian mantri memberikan
obat beserta menjelaskan aturan pemakaiannya kepada pasien.
Mantri sebagai petugas kesehatan yang melakukan
pelayananpusling di Desa Muroi Raya tersebut tidak secara
khusus melayani pemeriksaan kesehatan pada ibu hamil karena
ia hanya mengobati masalah kesehatan secara umum saja. Oleh
karena itu akan sangat sulit bagi ibu hamil atau ibu yang akan
199
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
melakukan proses persalinan untuk bisa mendapatkan jasa
pelayaanan medis secara rutin. Alangkah lebih baik apabila
pengetahuan seorang ibu untuk merawat kehamilan dan bayi
tidak hanya didapatkan dari tradisi turun-temurun tetapi juga
dari pengetahuan medis yang bisa mereka dapatkan hanya jika
mereka menggunakan jasa tenaga kesehatan untuk melakukan
pemeriksaan kehamilan dan melakukan proses persalinan.
Pelayanan medis yang tidak tersedia bagi ibu hamil di Desa Muroi
Raya menyebabkan minimnya pengetahuan mereka untuk
melakukan perawatan pada kehamilan dan bayi.
4.2. Penimbangan Bayi dan Balita
Tidak tersedianya fasilitas kesehatan dan petugas
kesehatan yang menetap di Desa muroi Raya, juga menyebabkan
pelayanan kesehatan seperti Posyandu jarang dilakukan.
Sehingga banyak diantara bayi dan balita yang jarang bahkan
tidak pernah melakukan penimbangan berat badan. Sehingga
keadaan status gizi balita tidak diketahui dan secara pribadi
keluarga tersebut tidak mengerti kondisi balitanya.
Petugas dari dinas kesehatan dan Puskesmas tidak dapat
memantau kondisi kesehatan balita di daerah tersebut, karena
lokasi desa yang jauh dari fasilitas kesehatan. Hal ini merupakan
tanggung jawab pemerintah dalam memberi pelayanan
kesehatan pada semua masyarakat. Tindakan yang perlu
dilakukan dengan kunjungan secara berkala atau mendirikan
fasilitas kesehatan baik Puskesmas pembantu, atau polindes atau
Poskesdes yang merupakan tanggung jawab desa bangunannya
dan tenaga kesehatan akan didukung oleh dinas kesehatan.
200
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
4.3. Pemberian ASI Eksklusif
Meskipun masyarakat kurang memiliki pengetahuan
secara medis untuk melakukan perawatan pada masa kehamilan
dan pada bayi mereka, namun kesadaran untuk memberikan ASI
Ekslusif sudahlah cukup tinggi. Hampir semua ibu di Desa Muroi
Raya memberikan ASI ekslusif kepada bayinya, walaupun ada
sebagian ibu yang pernah memberikan tambahan susu formula.
Namun pemberian susu formula akan dihentikan apabila terjadi
ketidakcocokan atau alergi pada bayi, yang menyebabkan reaksi
seperti muntah dan diare atau apabila bayi menolak untuk
diberikan susu formula. Pada saat memberikan ASI eksklusif,
biasanya para ibu lebih banyak mengkonsusmi sayur hijau seperti
sayur katuk, bayam dan kacang yang bertujuan memperlancar
ASI.
ASI eksklusif biasanya diberikan kepada bayi sampai pada
usia 6 bulan. Setelah melewati usia 6 bulan bayi tidak hanya
diberikan ASI tetapi juga diberikan tambahan asupan makanan
seperti bubur instan atau bubur yang dibuat sendiri dari beras
dan dicampur dengan sayur wortel, kentang, dsb. Lama waktu
yang diberikan ibu untuk menyusui anaknya ialah sampai anak
memasuki usia 2,5 tahun. Apabila anak tetap diberikan ASI
sampai usia 2,5 tahun, biasanya selera anak untuk mengkonsumsi
makanan tambahan seperti bubur akan menjadi rendah. Oleh
karena itu, ada sebagian ibu yang memutuskan untuk membatasi
pemberian ASI pada anak hanya sampai usia 2 tahun sampai 2,5
tahun.
4.4. Mencuci Tangan dengan Air Bersih dan Sabun
Berdasarkan hasil pengamatan penulis, tidak ada perilaku
khusus yang mengarah pada perilaku kebersihan ketika ibu
memberikan ASI kepada anaknya. Pada saat akan memberikan
201
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
ASI kepada anaknya, seorang ibu tidak pernah mencuci
tangannya terlebih dahulu, tetapi langsung memberikan ASI pada
saat anaknya menangis atau meminta untuk diberikan ASI. Sama
halnya ketika ibu sedang menceboki bayi atau anaknya setelah
buang air besar, biasanya mereka tidak menggunakan sabun
tetapi langsung mencucinya dengan air sungai pantar atau muroi
yang sudah tercemar karena sampah dan merkuri akibat
pertambangan emas dan puya.
4.5. Pemakaian Jamban Sehat
Tidak semua warga memiliki jambansehat di dalam
rumah. Bagi warga yang tergolong mampu akan membuat
jamban di dalam rumah. Jamban di dalam rumah terbuat dari
beton. Namun bagi bagi warga yang menengah ke bawah
menggunakan jamban umum yang mengapung dan terletak
dipinggir sungai. Jamban umum tersebut biasanya terbuat dari
kayu berukuran 1,5mx1,5m yang yang dibangun diatas sebuah
lanting berukuran kira-kira 2m x 3m. Di bagian tengah lantai
jamban biasanya dibuat lubang pembuangan sebesar kira-kira
60cmx30cm yang langsung mengalir ke air sungai. Tidak
terkecuali orang dewasa, anak-anakpun menggunakan jamban
tersebut untuk melakukan aktifitas buang air besar.
Jamban yang berada di pinggir sungai tersebut memang
nampak kurang sehat karena untuk mencebok biasanya warga
langsung mengambil air dari sungai melalui lubang pembuangan
di dalam jamban. Tentu saja kebersihan dan kesehatannya tidak
terjamin jika dibandingkan jamban yang berada di dalam rumah.
Namun, penggunaan jamban umum di pinggir sungai tetap
merupakan jamban yang sehat menurut pemahaman sebagian
besar warga karena selain sudah terbiasa menggunakannya,
jamban di pinggir sungai juga merupakan tradisi turun-temurun
Etnik Dayak Ngaju yang hidup di sepanjang aliran sungai.
202
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
4.6. Aktivitas Fisik Masyarakat Desa Muroi Raya
Budaya perilaku hidup sehat dan bersih tidak hanya
terkait dengan pengetahuan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan, pengobatan secara medis ataupun makanan yang
mereka konsumsi setiap hari, tetapi juga terkait aktifitas fisik
yang dilakukan masyarakkat setiap hari. Berdasarkan hasil
pengamatan penulis, biasanya masyarakat lebih banyak
melakukan aktifitas ringan pada sore dan malam hari. Pada sore
hari anak-anak akan berada di luar rumah untuk berkumpul dan
bermain. Meski tanpa mengenakan sendal dan tanpa
pengawasan langsung dari orangtua, mereka bermain, berlari
dan bercanda di sekitar jalanan desa dengan wajah yang
gembira. Sedangkan sebagian ibu berkumpul didepan rumah
sambil berbincang dan hanya sesekali saja mengawasi anak
mereka yang sedang bermain. Tetapi ketika menjelang magrib
ibu-ibu akan memanggil dan membawa anaknya mandi di sungai
lalu pulang ke rumah untuk mepersiapkan makan malam
sebelum suami mereka pulang bekerja.
Aktifitas ringan juga dilakukan pada malam hari. setelah
selesai menikmati makan malam, keluarga akan berkumupul
untuk menonton televisi sambil duduk ataupun berbaring. Untuk
aktifitas sedang biasanya dilakukan pada pagi hari. Kaum
perempuan tidak pernah lalai menjalankan peran domestiknya
seperti
memasak, menyapu dan mengepel rumah. Anak
perempuan remaja biasanya juga diajarkan sejak dini oleh ibunya
untuk melakukan peran domestik tersebut. Sedangkan aktifitas
berat seringkali dilakukan masyarakat pada pagi dan sore hari.
Pada pagi sampai sore hari para lelaki akan pergi bekerja
menambang emas dan ada juga beberapa diantaranya yang
bekerja sebagai tukang kayu dan bangunan. Tetapi pada hari
jumat, para lelaki akan libur bekerja dan melakukan aktifitas
berat dengan berolahraga sepak bola, volly dan bulu tangkis. Bagi
203
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
kaum peremuan aktifitas berat dilakukan ketika mereka pergi ke
sungai untuk mengambil air minum. Air minum biasanya diisi
dalam botol dengan jumlah yang banyak lalu dimasukkan ke
dalam lontong dan kemudian dibawa dengan cara digendong.
4.7. Konsumsi Buah dan Sayur
Mempersiapkan menu makan siang dan makan malam
untuk keluarga merupakan tugas dan kewajiban seorang ibu dan
anak-anak perempuan yang menginjak usia remaja dan dewasa.
Untuk mendapatkan bahan makanan biasanya mereka
menunggu kedatangan pedagang sayur yang setiap hari
membawa barang dagangannya dari Palangkaraya ke Desa Muroi
Raya. Ada juga salah seorang yang warga desa yang setiap
minggu atau dua minggu sekali pergi ke Kabupaten Kapuas untuk
membeli bahan makanan seperti ikan, daging dan sayur lalu
kemudian membawanya dengan mobil box dan dijual di desa.
Ibuyang akan memasak untuk menyiapkan menu makan
siang dan malam biasanya akan pergi menghampiri penjual sayur
dan ikan tersebut untuk membeli bahan makanan. Jenis lauk
yang dibeli ialah ikan asin safat, ikan nila, ikan mas, ayam, kerang,
dan daging sapi. Sedangkan untuk sayur biasanya mereka
membeli sayur terong, timun, jagung, ubi singkong, bayam,
terong asam, kangkung, kacang panjang, buncis dan katuk. Ada
juga beberapa keluarga yang mendapatkan sayur dari hasil
ladang mereka sendiri seperti misalnya daun singkong dan
ubinya, kacang panjang dan labu siam. Sedangkan untuk buahbuahan biasanya sangat jarang dikonsumsi oleh masyarakat.
Sayur yang dibeli ataupun sayur yang didapat dari hasil
ladang biasanya diolah dengan berbagai macam cara. Sebelum
dimasak, sayur terlebih dahulu dipotong sesuai selera dan
kemudian dicuci berkali-kali hingga bersih. Sayur terong asam
dan ubi biasanya akan menjadi salah satu bahan untuk membuat
204
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
juhu. Juhu ialah makanan berkuah yang diberi bumbu lengkap
seperti bawang, jahe, laos dan kunyit lalu dicampur dengan ikan
dan sayur. Selain diolah menjadi juhu, sayur katuk, bayam,
jagung, kacang panjang juga akan diolah menjadi sayur bening.
Jenis masakan yang lainnya juga ialah, sayur singkong ditumbuk
lalu kemudian dimasak dengan cara ditumis atau diberi santan.
Jenis masakan terebut dinaman tepe dawen jawau.
Gambar 4.1.
Sayur Hasil Ladang
Sumber:
Dokumentasi Peneliti
Gambar 4.2.
Ibu Sedang Menumbuk Daun
Singkong
Sumber: Dokumentasi Peneliti
205
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Sedangkan untuk lauk biasanya diolah dengan cara
dibersihkan terlebih dahulu, lalu kemudian dicuci sampai
dagingnya bersih dan berwarna keputihan lalu kemudian dimasak
dengan cara digoreng atau dicampur dengan juhu. Untuk ayam
dan daging seringkali diolah menjadi masak habang yaitu
makanan yang bumbunya terbuat dari cabe merah kering dan
rasanya sedikit manis. Masak habang biasanya menjadi menu
utama dalam acara pernikahan, ritual, dsb.
4.8. Kegiatan Merokok Masyarakat
Kegiatan merokok di Desa Muroi Raya tidak hanya
dilakukan oleh warga laki-laki tetapi juga warga perempuan
khususnya para ibu mulai dari usia 35tahun sampai 50 tahun.
Aktivitas merokok biasanya mereka lakukan ketika sedang
menikmati waktu bersantai di dalam rumah atau pada saat
berbincang-bincang dan berkumpul ndengan keluarga atau
kerabat. Aktifitas merokok seringkali dilakukan kaum laki-laki
pada saat berada di tempat umum, misanya pada saat pergi ke
pasar malam ataupun pergi berjalan-jalan di sekitar desa. Rokok
yang biasa dikonsumsi oleh kaum lelaki baik tua maupun muda
ialah rokok kretek yang dengan mudah mereka peroleh dari
warung-warung.
Seorang ibu yang berusia 55 tahun nampak sangat
terbiasa mengkonsumsi rokok linting yang dibuat sendiri dengan
cara menggulung tembakau menggunakan kertas kecil berukuran
persegi empat yang kira-kira berukuran 8cmx10cm. Bahan untuk
membuat rokok linting tersebut biasanya ia dapatkan dari
pedagang yang berjualan di desa Muroi Raya dengan
menggunakan perahu. Harga 1 ons tembakau kering biasanya
dijual sehargaRp. 10.000,- sampai dengan Rp.11.000,-, kemudian
40 lembar kertas putih untuk menggulung tembakau seharga
Rp.4.000,-. Menurut pengakuan ibu tersebut sudah biasa dan
206
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
suaminya menghabiskan tembakau kering tersebut sekitar
setengah kilogram untuk 2 minggu. Ibu tersebut mengatakan
rokok linting yang dibuat sendiri rasanya lebih enak dibandingkan
dengan rokok kretek yang dijual di warung-warung seperti
biasanya. Tembakau kering, kertas rokok dan sebuah pematik api
(korek api) ia letakkan dalam sebuah toples plastik berwarna
putih bening dan toples selalu dibawa kemanapun ia akan
bepergian. Biasanya kegiatan merokok dilakukan oleh ibu
tersebut di tempat umum dan di rumah ketika selesai makan dan
menikmati waktu santai seperti menonton televisi ataupun
sedang bermain bersama cucunya yang masih usia balita.
Perilaku tersebut menunjukkan bahwa mengkonsumsi rokok
menjadi kebutuhan dan aktifitas rutin yang dilakukan oleh ibu
tersebut.
4.9. Penggunaan Air Bersih
Sebagai orang yang berperan utama dalam urusan
domestik, para ibu adalah orang-orang yang sangat dekat dengan
sungai. Setiap aktifitas domestik seperti mengambil air minum,
mencuci pakaian, mencuci piring dan mencuci sayur semua
mereka lakukan di sungai pantar. Menurut masyarakat desa
Sungai Pantar adalah sungai yang bersih karena bebas dari
pencemaran merkuri akibat penambangan emas. Air sungai
pantar yang berwarna kemerahan terebut sering mereka sebut
dengan istilah air seribu akar. Oleh karena itu banyak masyarakat
desa yang menggunakan sungai pantar sebagai air minum yang
diminum langsung tanpa direbus. Namun berdasarkan hasil
pengamatan penulis sungai pantar juga tidak luput dari
pencemaran karena masih banyak warga yang membuang
sampah di pinggir sungai tersebut. Hal itu terjadi karena
rendahnya kesadaran masyarakat untuk memiliki budaya
perilaku hidup yang bersih dan sehat.
207
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
4.10. Pemberantasan Jentik Nyamuk
Sampah yang menumpuk di halaman dan di bawah rumah
warga menjadi penyebab utama munculnya banyak nyamuk di
Desa Muroi Raya. Kondisi lingkungan tersebut seharusnya
membutuhkan aksi rutin warga ataupun dinas kesehatan untuk
memberantas nyamuk terutama memberantas jentik nyamuk
yang terdapat pada genangan air di bawah rumah yang
berbentuk panggung atau berasal dari tumpukan sampah basah
yang seringkali dibiarkan berserakan oleh warga.
Selama dua bulan penulis berada di lokasi penelitian,
penulis tidak pernah melihat kegiatan pemberantasan jentik
nyamuk baik yang dilakukan oleh warga ataupun dinas kesehatan
secara langsung. Tidak ada kegiatan penyemprotan nyamuk di
Desa Muroi Raya. Hanya saja masih ada sebagian warga yang
memiliki kesadaran untuk melakukan upaya preventif penularan
penyakit demam berdarah dan malaria dan melakukan upaya
pemberantasan jentik nyamuk dengan cara membakar sampah
yang ditampung dalam tong atau di lapangan terbuka lalu
kemudian dibakar. Sedangkan untuk sampah basah dan
genangan air yang berada di bawah rumah jarang dibersihkan
oleh warga. Begitu juga halnya dengan sampah yang dibuang di
pinggir sungai, biasanya sampah tersebut akan menjadi basah
membusuk sehiingga menjadi tempat berkembangbiaknya jentik
nyamuk ketika tidak dibersihkan secara rutin oleh warga.
208
BAB 5
PENYAKIT YANG DOMINAN DIDERITA
MASYARAKAT DI DESA MUROI RAYA
5.1. Malaria dan Demam Berdarah
Penyakit menular merupakan salah satu masalah
kesehatan yang dialami oleh masyarakat Desa Muroi Raya.
Penyakit menular sulit untuk disembuhkan bahkan seringkali
menjadi penyebab kematian bagi orang dewasa dan anak-anak
karena tidak tersedianya fasilitas kesehatan medis di Desa Muroi
Raya. Penyakit menular tersebut juga disebabkan rendahnya
kesadaran masyarakat untuk melakukan usaha preventif. Usaha
pereventif bisa dilakukan jika masyarakat memiliki kesadaran
untuk selalu menjaga lingkungan agar tetap bersih dan sehat.
Perilaku hidup yang bersih dan sehat seharusnya menjadi
perilaku yang diutamakan mengingat seringnya terjadi kasus
kematian yang menimpa orang dewasa dan anak-anak. Adapun
beberapa penyakit menular dominan yang dialami masyarakat
Desa Muroi Raya yaitu malaria dan demam berdarah.
Kepekaan terhadap kondisi alam dan lingkungan juga
dapat mengarah pada usaha preventif terhadap penyakit
menular. Kondisi alam desa yang sebagian besar terdiri dari
sungai, hutan dan rawa akan menyebabkan munculnya nyamuk
anopheles sp dan nyamuk aedes aegypti yang dapat
menyebabkan penyakit malaria dan demam berdarah.
Berkembangbiaknya nyamuk malaria dan demam berdarah tidak
209
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
hanya disebabkan oleh kondisi alam tetapi juga disebabkan pola
tempat tinggal warga yang berbentuk rumah panggung. Rumah
panggung adalah rumah yang terbuat dari kayu dan tiang
penahan yang tingginya berkisar antara 1-3 meter. Hampir semua
bentuk rumah yang ada di Desa Muroi Raya berbentuk rumah
panggung.
Pola tempat tinggal yang berbentuk rumah panggung
tentu saja memiliki dampak positif dan negatif bagi masyarakat
desa. Dampak positif dari rumah panggung ialah terciptanya
keamanan bagi penghuni rumah pada saat terjadi banjir yang
diakibatkan naiknya air sungai Muroi ke daratan karena curah
hujan yang tinggi. Oleh sebab itu, bagi mereka yang tinggal di
pinggir sungai Muroi, tiang rumah panggung akan dibuat lebih
tinggi yaitu kira-kira mencapai 3-5 meter. Dampak positif yang
kedua ialah rumah panggung yang dibangun merupakan salah
satu tradisi menjaga nilai budayaEtnik Dayak yaitu budaya rumah
betang sebagai rumah adatEtnik Dayak Ngaju. Rumah panggung
Etnik Dayak Ngaju yang masih dominan dimiliki oleh masyarakat
yang menetap di sepanjang aliran sungai Muroi, merupakan pola
bangunan yang mengikuti pola bangunan rumah betang
walaupun pada masa sekarang pola dan bentuk bangunan
tersebut tidak sama persis menyerupai bangunan rumah betang.
Sedangkan dampak negatif dari pola bangunan rumah panggung
ialah sulitnya untuk menjaga kebersihan di bagian bawah rumah
yang biasanya lembab disebabkan genangan air hujan dan
genangan air kotor dari aktifitas domestik seperti mencuci ikan,
sayur, piring dan pakaian. Dampak negatif dari bangunan rumah
panggung ini juga membawa dampak negatif bagi kesehatan
masyarakat. Air yang tergenang dan sampah yang berserakan di
bagian bawah rumah panggung akan mengakibatkan munculnya
nyamuk anopheles sp yang terinfeksi parasit plasmodium dan
210
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
nyamuk Aedes aegypti yang membawa virus dengue sehingga
menyebabkan penyakit malaria dan demam berdarah.
Rendahnya kesadaran masyarakat untuk merawat
lingkungan seperti misalnya membersihkan bagian bawah rumah
dan lingkungan sekitar menyebabkan banyak warga baik orang
dewasa dan juga anak-anak yang terkena penyakit malaria dan
demam berdarah dan berdampak pada kematian. Beberapa
kasus yang terjadi di Desa Muroi Raya ialah kematian balita yang
disebabkan penyakit demam berdarah. Seorang ibu menyatakan
jika setahun yang lalu bayinya meninggal dikarenakan terkena
penyakit demam berdarah. Sebelumnya ia membawa anaknya
kepada salah seorang tenaga kesehatan yang diperbantukan di
Desa Muroi Raya Dusun Pantar Kabali. Tanpa ada hasil
pemeriksaan dan diagnosis yang jelas, balita tersebut hanya
diberi obat paracetamol dan amoxilin. Sebelum menyerang
anaknya, penyakit demam berdarah tersebut sudah lebih dahulu
menyerang seorang anak berusia 5 tahun. Anak tersebut dibawa
ke Rumah Sakit di Kota Palangkaraya untuk melakukan
pengobatan hingga kondisi kesehatannya membaik. Kasus
penyakit malaria yang menimpa anak berusia 5 tahun tersebut
tidak terlacak oleh pertugas kesehatan yang ada di Puskesmas
Danau Rawah karena hampir setiap warga Desa Muroi Raya
langsung melakukan pemeriksaan dan pengobatan secara medis
di Puskesmas Timpah atau Rumah Sakit Palangkaraya. Karena
penyakit malaria dan demam berdarah yang sering menyerang
masyarakat tidak terlacak oleh petugas keehatan Puskesmas
Danau Rawah maka tidak ada laporan khusus yang masuk ke
Dinas Kesehatan terkait tentang banyaknya warga yang
menderita penyakit tersebut.
Setelah mengkonsumsi obat paracetamol dan amoxilin,
demam pada balita hanya sembuh sesaat. Ibu tersebut akhirnya
memutuskan untuk membawa anaknya ke rumah sakit yang ada
211
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
di Palangkaraya. Pada saat akan di bawa meunju rumah sakit
Palangkaraya di tubuh anak tersebut mengeluarkan bercak hitam
dan kemudian meninggal di tengah perjalanan. Ibunya
menyatakan bahwa sebelumnya ia tidak mengetahui jika anaknya
menderita penyakit demam berdarah. Sebelumnya ia hanya
melihat gejala seperti demam biasa atau yang mereka dengan
istilah badarem. Setelah meninggal dan dibawa ke rumah sakit
umum daerah Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya, barulah ibu
tersebut mengetahui jika anaknya terkena penyakit demam
berdarah. Berikut pernyataan ibu tersebut dalam wawancara :
“Tapi sama dia ketawan kia awi je dia ikey ketawa kia ie
haban. Pihup hapa obat paracetamol dengan amoxilin
ih. Tapi tende hanjulu ih lasut ah bahte haluli hindai.
Limbas te nah palus imbitku akan palangka, tapi hidai
sampai palangka haru sampai simpang kurun hete jadi
melihi ndai anakku. Lembut bercak-bercak babilem kilau
warna aspal nah tu biti ah.”
(kami tidak mengetahui jika anak kami sakit demam
berdarah. diberi obat paracetamol dan amoxilin saja
tapi panas badannya hanya reda sebentar saja. Setelah
itu saya membawa anak saya ke rumah sakit
Palangkaraya, tapi ditengah perjalanan ke Palangkaraya
anak saya meninggal dan muncul bercak hitam
dibadannya)(Ibu Nandah, 11 Mei 2014)
Kasus kematian pada balita tersebut terjadi karena
terbatasnya fasilitas kesehatan yang tersedia dan kurangnya
pengetahuan masyarakat terhadap gejala dari setiap penyakit
menular. Penyakit menular yang disebabkan oleh nyamuk ini
tidak hanya menyerang anak-anak tetapi juga menyerang orangorang dewasa. Seorang ibu yang tengah hamil muda didiagnosis
dokter menderita penyakit malaria. Pemeriksaan dan
pengobatan rutin pun dilakukan oleh ibu hamil dengan
212
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
menggunakan jasa pelayanan kesehatan yang ada di Timpah dan
Palangkaraya. Namun penyakit malaria yang menyerang ibu
hamil tersebut nampaknya berpengaruh pada bayi dalam
kandungannya. Dua orang ibu yang menyatakan pernah
menderita penyakit malaria pada saat hamil usia 4 bulan harus
menanggung risiko keguguran. Penyakit malaria juga menimpa
salah seorang balita yang ada di Dusun Kerahau. Menurut
informasi dari orangtuanya, anak tersebut mengalami gejala
demam tinggi hingga step. Pada saat mengalami gejala tersebut,
orangtua kemudian segera membawa anaknya untuk melakukan
pengobatan secara medis di Rumah Sakit Palangkaraya.
Mengingat sulitnya mendapatkan fasilitas kesehatan
secara medis dan faktor kondisi alam dan lingkungan yang dapat
menyebabkan munculnya penyakit menular yang disebabkan
oleh nyamuk, sudah seharusnya masyarakat Desa Muroi Raya
melakukan upaya-upaya preventif terhadap penyakit menular
seperti malaria dan demam berdarah. Sehingga masyarakat Desa
Muroi raya dapat hidup bersih dan sehat bebas dari penyakit.
5.2. Diare
Menurut Dokter Puskesmas Danau Rawah, Diare
termasuk penyakit yang banyak dikeluhkan masyarakat tidak
hanya anak-anak namun juga orang dewasa. Faktor penyebab
utamanya menurut Dokter Puskesmas adalah masyarakat
memiliki kebiasaan meminum air yang tidak direbus. Masyarakat
mengambil air dari sungai dan jarang ada yang direbus. Hal ini
dimungkinkan air yang belum direbus itu mengandung bakteri
dan kuman penyakit yang salah satunya mengakibatkan diare.
Menurut salah seorang informan di Dusun Pantar Kabali,
dia mengambil air di sungai pantar dan tidak pernah direbus.
Warga di sini juga jarang merebus air tersebut sebab kalau
direbus kemanisan rasanya akan berkurang dan rasanya berbeda
213
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
tidak sesegar kalau air tersebut diambil langsung dari sungai.
Meskipun ibu ini juga cerita bahwa sebagai pendatang karena
mendapat suami orang sini, ketika awal minum air sungai yang
tidak direbus perutnya sakit namun lama-lama kalau sudah
terbiasa tidak sakit perut lagi.
Data di Puskesmas Danau Rawah tahun 2010, Diare
merupakan penyakit terbesar ke-8 dari 10 penyakit terbesar yang
terlapor di Puskesmas. Meskipun begitu walaupun sudah sering
dianjurkan dan disarankan lewat Puskesmas Keliling atau saran
dari dokter saat mereka periksa, masih banyak warga yang tetap
tidak merebus airnya untuk diminum.
Penyakit diare juga seringkali dialami oleh balita. Penyakit
diare pada balita biasanya disebabkan karena alergi pada susu
formula. Para ibu yang tidak menggunakan jasa tenaga medis
pada saat melahirkan, biasanya akan memberikan susu formula
kepada bayi hanya berdasarkan anjuran dari warga lainnya. Salah
seorang ibu yang juga merupakan informan, menyatakan
anaknya sempat dilarikan ke rumah sakit palangkaraya karena
mengalami diare. Selama dalam perjalanan dari Desa Pantar
Kabali menuju Palangkaraya, ibu tersebut memberikan ramuan
tradisional kepada bayinya yitu kuning telur yang dicampur
dengan kopi. Tujuannya ialah agar jantung bayi kuat selama
perjalanan menuju ke rumah sakit Palangkaraya untuk
melakukan pengobatan. Setelah melakukan pemeriksaan di
rumah sakit Palangkaraya barulah ibu tersebut mengetahui jika
bayinya mengalami alergi susu formula. Sebelumnya ia
memperoleh informasi dari warga lain bahwa diare pada anaknya
hanyalah hal biasa yang terjadi pada bayi baru lahir yang belum
menginjak usia 40 hari. Berikut pernyataan ibu tersebut:
“Sulak a nah are ewen hetuh memander puna ih amun
umur ah hindai 40 andau nah anak kurik rancak
mamani. Tapi pikirku dia mungkin kia herah ah awi
214
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
anakku te jandau tau mamani sampai hangka 20x.
Hayak kia je tame dengan je balua. Bahte berobat ke
tabib tege nenga danum tu botol ampi. Bahte nengaku ie
tanteluh manta nduanku je kuning ah nyampur dengan
kopi angat jantung ah kuat pandehan sampai ke
palangka ikey mimbit ie berobat. Sampai palangka
sekalinya kuan dokter alergi susu. Ye ganti ku susu je
sulak ah formula nah dengan Laktogen, haru cocok.”
(awalnya banyak orang bilang kalau sebelum umurnya
40 hari bayi memang sering buang air besar. Tapi saya
pikir tidak mungkin itu hal biasa karena anak saya sudah
buang air besar sampai 20x dalam sehari. Saya bawa ke
tabib lalu diberi air dalam botol. Setelah itu saya kasih
kuning telur yang mentah dan saya campur dengan kopi
biar jantungnya kuat sampai Palangkaraya. Setibanya di
Palangkaraya hasil pemeriksaan dokter mengatakan
anak saya alergi susu formula. Akhirnya saya ganti susu
formula dengan susu Laktogen)
Selain faktor pola minum dan makan yang kurang bersi,
diare pada masyarakat Desa Muroi Raya, khususnya pada balita
disebabkan karena kurangnya pengetahuan perawatan pada bayi
terkait pemberian susu formula. Hal ini juga didukung oleh tidak
tersedianya fasilitas kesehatan di Desa Muroi Raya sehingga
semakin mempersulit ibu untuk mengetahui gejala sakit pada
anak dan penyebabnya.
5.3. ISPA
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) juga termasuk
penyakit yang banyak diderita warga di sekitar Puskesmas Danau
Rawah. Pada tahun 2010 penyakit ISPA ini menempati urutan
teratas dari 10 penyakit terbesar yang terlapor di Puskesmas
Danau Rawah.Menurut Dokter Puskesmas, penyakit ini banyak
215
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
diderita karena lingkungan pemukiman yang terdiri dari pasir dan
debu. Jika cuaca panas dan pasir serta debu mengering, debudebu ini akan beterbangan di udara dan terhirup oleh anak-anak
maupun orang dewasa.
Aktivitas pekerjaan harian masyarakat seperti penambang
emas dan puya sangat berdekatan dengan asap solar yang
dikeluarkan dari mesin kapal atau mesin penyedot di lanting
mereka. Apalagi jika kamar tidur penduduk dekat dengan mesin
donfeng yang digunakan menyalakan listrik asapnya tentunya
banyak yang terhirup. Hal-hal inilah yang menyebabkan ISPA di
Puskesmas Danau Rawah tercatat tinggi kasusnya.
5.4. Hipertensi
Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi menurut
data di Puskesmas tahun 2010 merupakan penyakit ke 2 tertinggi
dari 10 penyakit yang terbesar diderita warga masyarakat yang
terlapor.
Gambar 5.1.
10 Besar Penyakit di Puskesmas Danau Rawah
Sumber: http://pkmdanaurawah.blogspot.com
216
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Salah seorang ibu yang menderita darah tinggi di Dusun
Tanjung Jaya sering mengeluhkan tangan dan kakinya maner
(kesemutan).Menurut suaminya, istrinya ini terlalu banyak
berpikir keras dan makan makanan yang kurang sehat seperti
ikan asin. Suaminya mengira makanan-makanan yang banyak
mengandung pengawet dan ikan asin ini belum tahu apakah ada
yang menggunakan pengawet seperti borax mereka juga tidak
mengetahuinya. Hanya dengan melihat banyaknya warga di sini
yang terkena darah tinggi bahkan ada yang stroke bisa
dimungkinkan karena makanan yang kurang sehat.
217
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
218
BAB 6
TETESAN DANUM TAWAR
DI DUSUN SERIBU AKAR
6.1. Letak Desa dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Desa Muroi Raya merupakan salah satu desa yang
terletak di wilayah Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan
Tengah. Kabupaten Kapuas terkenal dengan slogan “Kota Air”.
Letak Desa Muroi Raya berada di wilayah aliran anak Sungai
Kapuas dan termasuk wilayah kerja dari Puskesmas Danau
Rawah. Jarak antara desa dan Puskesmas yaitu 37 Km, tetapi
dengan jarak seperti ini ditambah juga dengan kondisi jalan yang
berupa rawa serta padang pasir mengakibatkan waktu tempuh
untuk tiba di Puskesmas menjadi sangat lama.
Selain itu, untuk menuju Puskesmas dibutuhkan pula
biaya yang tidak sedikit karena masyarakat harus menggunakan
transportasi melalui jalur sungai dan darat, dengan total waktu
tempuh kurang lebih 4 jam untuk tiba di Puskesmas Danau
Rawah. Akses jalan yang sulit tersebut menyebabkan masyarakat
lebih memilih untuk langsung ke Kota Palangkaraya jika
mengalami sakit. Walaupun jarak yang ditempuh lebih jauh ke
Kota Palangkaraya, tetapi akses jalan lebih lancar jika
dibandingkan kondisi jalan menuju Puskesmas Danau Rawah
dengan waktu tempuh yang sama yaitu kira-kira 4 jam hingga
sampai di Kota Palangkaraya.
219
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Ketergantungan warga Desa Muroi Raya pada tenaga
kesehatan sebenarnya sudah cukup tinggi. Namun yang sangat
disayangkan adalah tenaga kesehatan tidak pernah bertahan
lama untuk menetap di desa ini, sehingga mengakibatkan warga
desa sangat mengalami kesulitan jika ingin berobat. Tidak adanya
tenaga kesehatan di desa ini juga menyebabkan warga desa tidak
pernah mendapatkan informasi yang memadai tentang
pemahaman mereka terhadap kesehatan diri maupun kesehatan
kehamilan bagi ibu hamil. Berikut salah satu contoh buku KIA
pada lembar pencatatan pemberian imunisasi milik salah seorang
ibu di Desa Muroi Raya.
Gambar 6.1.
Salah Satu Contoh Buku KIA Pada Lembar Pencatatan Pemberian Imunisasi
Milik Salah Seorang Ibu di Desa Muroi Raya
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Banyak warga desa yang tidak pernah memeriksakan
kesehatan kehamilan hingga anak tersebut dilahirkan. Anak-anak
yang lahir pun tidak pernah mendapatkan pelayanan imunisasi
hingga mereka tumbuh besar. Imunisasi awal yang diterima bayi
220
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
hanya jika ibu melahirkan dengan bidan tenaga kesehatan yang
berada di Puskesmas, di Kabupten atau di Kota Palangkaraya.
Selanjutnya jika mereka sudah kembali ke desa maka program
imunisasi tidak akan berlanjut lagi hingga anak tersebut tumbuh
besar.
Di wilayah Desa Muroi Raya, sebenarnya terdapat
bangunan Posyandu dan klinik yang sudah lama tidak pernah
difungsikan. Namun, tenaga kesehatan tidak ada yang tinggal
menetap di desa ini. Hal ini tentu saja mengakibatkan banyak
warga desa yang mengeluhkan jika mereka maupun anak mereka
mengalami sakit. Sering kali pula penambang emas dan puya
mengalami luka terbuka yang seharusnya mendapatkan
pertolongan medis dengan segera tetapi tidak terpenuhi. Foto
fasilitas pelayanan kesehatan yang terdapat di Desa Muroi Raya
dapat dilihat pada gambar 6.2.
Gambar 6.2.
Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang TidakDimanfaatkan Lagi
di Desa Muroi Raya (Dusun Pantar Kabali)
Sumber: Dokumentasi Peneliti
221
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
6.2. Kepercayaan Masyarakat Mengenai Penyakit Akibat Pulih
Penyakit karena pulihmerupakan penyakit yang tergolong
berat dan paling ditakuti oleh masyarakat Desa Muroi Raya
khususnya bagi mereka yang hidup di dusun Pantar Kabali.
Menurut informasi warga setempat selama dua tahun terakhir
penyakit karena pulih telah banyak menelan korban. Ada
beberapa diantara korban yang tidak dapat disembuhkan tetapi
ada beberapa yang dapat disembuhkan namun mengalami cacat
fisik seperti keilangan pita suara dan kaki dan tangan yang tidak
berfungsi dengan normal. Berikut kutipan wawancara dari salah
seorang informan:
“Mahi heldo hete anak pak RT, rusak suara. Ia keleh lo
tapi suara rusak. Tanjung ah tuh sama kilau robot. Bau
tuh kembang. Indu ih je kasene pander ah. Masih ih
nampayah ah. Ye nolak uluh ke malang au ah. Ye amun
uluh kana jite amun dia matei gila. Gila ih kuangkuh
kute. kawalkuh uluh teluk batu te bawi, jatun suara jadi.
Aku nah kutuh, dia tau ku mandohop uluh mun dia uluh
belaku dohop. kata oranglah ada yang bilang untuk
kasugihan. Kaji kayaitu inya tiga macam itu nah kalau
yang kena jelaunya itu yang parah banyak yang
dikampung ini yang kena itu. kalau yang kena jelau itu
kalau sampean makan kaya limau kaya jeruk lo nda bisa
pokoknya yang masam-masam ga bisa makan itu
parahnya kalau yang kena jelau itu, nama pulihnya itu.
kena minyak orang tu tiga macam disini. Pokoknya jelau
tu yang aku tau yang parah. pulih jangka ada juga, kalau
orang 5 hari 5 hari mati. Kalau ga ditambahi kalau ga
diobati.”
Pulih ialah semacam racun yang diberikan oleh seseorang
kepada orang lain baik melalui makanan ataupun minuman.
Menurut informasi dari masyarakat, pulih ialah racun yang dibuat
dari ulat bulu lalu diolah sedemikan rupa menjadi minyak. Pulih
222
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
tidak hanya mengandung racun tetapi juga mengandung ilmuilmu magis yang memiliki tujuan tertentu.
Menurut informasi dari salah seorang warga, pulih
memiliki beberapa macam jenis yaitu :
1) Pulih jelau. Menurut informan pulih jelau adalah jenis
pulih yang sangat sulit untuk disembuhkan dan pulih jenis
ini seringkali memakan korban.
2) Pulih janji atau pulih jangka. Pulih jenis ini biasanya akan
berdampak kematian pada korban dalam rentan waktu
yang ditentukan oleh pemilik pulih itu sendiri. Ketika akan
mengoleskan minyak pulih jangka pada makanan atau
minuman, biasanya pemilik pulih sambil berkata-kata
untuk menentukan jangka waktu kapan korban harus
meninggal. Misalnya pemilik pulih akan mengatakan
bahwa korban akan meninggal dalam jangka waktu lima
hari, maka dalam jangka waktu lima hari korban akan
meninggal dunia.
3) Pulih dagang ialah pulih yang biasanya digunakan oleh
orang-orang yang memiliki usaha dagang terlebih ketika
persaingan dalam usaha dagang semakin kuat maka
peminat dari pulih dagang juga akan semakin meningkat.
Pulih dagang biasanya bertujuan untuk meningkatkan
penghasilan atau pendapatan. Semakin banyak memakan
korban maka semakin banyak juga penghasilan yang
didapatkan. Seperti pernyataan informan berikut ini:
“Banyak yang sering kesini dulu nah muntah darah
langsung ada juga. itu nah kalau kedokter tau pang ga
bisa sembuh pang tetamba kampung ai. Masih kurang
daerah sini nah kampung disini nah baru dapat dari
kampung-kampung lain ja. Baru paling-paling tahun ni ja
yang parah. Oleh orang ni persaingan ekonomi ni kalo
jadi orang ngambil itu nah. Itu untuk kasugihan itu nah.
223
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Kalo ada orang satu mati kena anunya tu naik
kekayaannya.”
Sakit yang diakibatkan karena pulih hanya bisa
disembuhkan oleh orang-orang tertentu, yaitu tokoh agama atau
orang yang memiliki pulih itu sendiri. Orang-orang yang memiliki
kemampuan untuk menyembuhkan sakit karena pulih biasanya
hanya akan memberikan pengobatankepada mereka yang
meminta pertolongan secara langsung. Ketentuan tersebut
merupakan syarat pengobatan agar pengobatan pada sakit pulih
menjadi ampuh.
Orang yang terkena pulih biasanya sembuh tidak dengan
menggunakan obat medis, melainkan obat tradisional. Obat
tradisional tersebut berupa danum tawaratau air penawar
berupa air putih yang diberi mantra atau doa. Apabila
pengobatan dengan media air tidak dapat memberikan
kesembuhan kepada pasien maka biasanya pengobat tradisional
akan menggunakan media tambahan berupa minyak dan
persyaratan seperti dupa dan piring putih polos.
Ada beberapa pantangan yang tidak boleh dilanggar pada
saat seseorang ada dalam proses penyembuhan karena pulih.
Apabila pantangan tersebut dilanggar penyakit akibat pulih itu
akan kambuh kembali.26 Pantangan pengobatan pada sakit
karena pulih ialah terkait pantangan terhadap makanan tertentu.
Biasanya pasien dilarang untuk mengkonsumsi makanan yang
mengandung asam dan dapat menyebabkan gatal pada mulut.
Makanan tersebut ialah jeruk nipis dan buah terong asam atau
bua rimbang.
Beberapa informan di Dusun Pantar Kabali maupun di
Tapian Karahau menyebut pulih yang ada di Pantar Kabali berupa
minyak yang biasanya dioleskan pada makanan atau minuman
26
Syarifah Nuraini, dkk. (2012:51).
224
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
secara langsung. Tidak hanya pada makanan dan minuman
terbuka, pulih juga dapat dioleskan pada makanan dan minuman
yang tertutup atau terbungkus. Cukup dengan mengoleskan
minyak pulih pada bagian luar atau bungkus makanan dan
minuman, maka orang yang mengkonsumsinya akan dengan
mudah dan cepat terkena pulih. Pendatang adalah orang-orang
yang seringkali menjadi korban racun pulih. Hal itu disebabkan
karena mereka tidak memiliki pengetahuan tentang pulih ketika
mereka datang sebagai perantau. Biasanya pemilik pulih akan
mencari korban pada waktu dan bulan tertentu yaitu pada bulan
dan tanggal sapar.
Pulih akan dengan cepat menyerang orang yang memiliki
pahuni. Pahuni ialah lemahnya keadaan jiwa atau roh seseorang
sehingga akan dengan mudah terkena bahaya atau gangguan roh
jahat. Menurut kepercayaan masyarakatpahuni biasanya
disebabkan karena seseorang menolak mencicipi makanan yang
ditawarkan oleh orang lain, sehingga hal tersebut dapat
menyebabkan seseorang dengan mudah mengalami celaka atau
diganggu oleh roh jahat yang dapat menyebabkan sakit dan
celaka yang bisa saja berujung pada kematian. Begitu pula halnya
dengan racun pulih. Pulih hanya akan menyerang orang yang
memiliki pahuni. Apabila seseorang tidak memiliki pahuni maka
pulih tidak akan memiliki keampuhan atau berdampak meskipun
masuk ke dalam tubuh orang tersebut. Oleh karena itu pantang
bagi masyarakat Dayak Ngaju untuk tidak mencicipi makanan
yang ditawarkan sebelum bepergian keluar rumah.
Maraknya isu pulihdi Desa Muroy Raya, khususnya dusun
Pantar Kabali, menyebabkan masyarakat melakukan berbagai
macam upaya pencegahan. Biasanya di dusun ini melarang
saudara atau anaknya untuk jajan sembarangan di warungwarung makanan yang ada di Dusun Pantar Kabali ini. Menurut
cerita mereka, orang yang terkena racun pulih ini biasanya akan
225
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
merasakan dada sesak dan panas kemudian muntah darah atau
berak darah, bengkak dan gatal disekitar mulut dan jarang ada
yang bisa menangani sehingga tidak berselang lama biasanya
orang yang terkena pulih itu hanya bertahan hidup selama satu
minggu sampai akhirnya meninggal dunia.
Berita yang beredar di masyarakat ialah korban terakhir
yang terkena pulih adalah pedagang sayur yang makan di salah
satu warung di Dusun Bukit Keramat. Pedagang sayur yang
menjual barang dagangannya dengan perahu ini sempat dilarikan
di rumah sakit namun akhirnya tidak terselamatkan dan
meninggal. Beberapa warga menyebut bahwa pulih ini semacam
ilmu kesugihan (ilmu yang ditekuni seseorang agar bisa cepat
kaya dengan jalan yang kurang benar). Barang siapa mempunyai
minyak pulih ini dan bisa mendapatkan korban sampai meninggal
dunia karena minyak pulih itu. Orang yang memiliki minyak pulih
itu akan bertambah kaya. Menurut salah seorang informan,
apabila korban pulih meninggal, maka minyak pulih akan
mendidih dan uang pemilik pulih dengan sendirinya akan
bertambah banyak.
Selama ini masyarakat mempercayai bahwa pulih itu
adalah kerja roh jahat sehingga penangkalnya harus
menggunakan roh baik. Di Dusun Pantar Kabali ini beberapa
warga untuk menangkal pulih ini dengan menggunakan danum
tawar. Air yang sudah didoakan dengan bacaan tertentu.
Beberapa pengguna danum tawar ini menyadari bahwa pulih
mulai marak di desa mereka dan banyak yang memelihara sejak
dua tahun terakhir dimana persaingan antar pedagang dan
penambang emas semakin keras. Mulailah orang menggunakan
berbagai cara agar bisa kaya dan berkuasa salah satunya dengan
memelihara pulih.
226
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
6.2.1. Danum Tawar Sebagai Pengobatan Tradisional Etnik
Dayak Ngaju di Muroi Raya
Pengobatan tradisionalmenawar merupakan upaya
pengobatan tradisional paling utama yang seringkali dilakukan
oleh masyarakat Desa Muroi Raya pada saat seseorang
menderita sakit atau celaka. Arti pengobatan menawar sendiri
ialah pengobatan tradisional yang menggunakan ilmu magis dan
obat dengan media air dan minyak sebagai obat penawar pada
sakit dan luka yang menyebabkan pendarahan. Pengobatan
hanya bisa dilakukan oleh orang-orang tertentu yang memiliki
ilmu untuk menyembuhkan sakit penyakit secara magis atau
tradisional. Ilmu menawar biasanya bisa di peroleh atau
dipelajari dari seorang guru mangaji (belajar ilmu magis) yang
memiliki banyak ilmu magis atau ilmu khusus untuk melakukan
pengobatan dengan menawar. Oleh karena itu orang-orang
awam pada umumnya bisa dengan mudah mendapatkan ilmu
tersebut apabila siap memenuhi seluruh persyaratan yang
ditentukan oleh guru atau pemilik ilmu magis tersebut.
Persyaratan atau ketentuan memperoleh dan mendapatkan ilmu
untuk menyembuhkan dengan cara menawar biasanya berbeda
dari satu guru dengan guru yang lain, begitu juga halnya dengan
proses dan tata caranya untuk menurunkan ilmu atau kaji.
Namun, umumnya beberapa diantara persyaratan yang harus
disediakan oleh orang yang ingin belajar dan memperoleh ilmu
tersebut ialah penduduk(beras, kelapa, gula, kopi, uang), emas,
uang logam, besi (bisa berupa lading/pisau), kain putih.
Apabila semua syarat dan ketentuan sudah disiapkan,
maka orang yang akan belajar ilmu atau kaji terkait pengobatan
tradisional tersebut diharuskan duduk di atas kain putih yang
drentangkan diatas lantai. Kaji atau ilmu yang tergolong berat
227
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
ialah ilmu yang mengaharuskan pemiliknya memiliki hubungan
langsung dengan Tuhan atau dapat berhubungan langsung
dengan Tuhan. Sehingga kepemilikian ilmu magis tersebut
mendapat ijin langsung dari Tuhan untuk dapat dipergunakan
dengan tujuan-tujuan khusus seperti misalnya menyembuhkan
sakit penyakitbaik yang secara magis ataupun medis. Untuk
menerima ilmu yang tergolong berat tersebut, biasanya guru kaji
mengharuskan muridnya atau orang yang akan belajar dan
memperoleh ilmu untuk duduk diatas kain putih yang
direntangkan diatas lantai yang langsung bersentuhan dengan
tanah, atau bisa juga di lantai rumah yang terbuat dari beton.
Karena apabila tata cara pemberian ilmu tersebut dilkakukan
diatas lantai yang terbuat dari kayu maka akan berbahaya bagi
keselamatan guru kaji dan muridnya. Berbahaya, karena
kekuatan dari ilmu tersebut bisa saja menghancurkan lantai
tempat dimana mereka melakukan proses pemberian ilmu magis
tersebut.
Pengobatan tradisional dengan cara menawar biasanya
memiliki berbagai macam jenis dan fungsi yang berbeda
walaupun tata cara dan media pengobatannya sama. Perbedaan
juga terletak pada mantra yang dibacakan sesuai dengan fungsi
dan tujuan pengobatanmenawar itu sendiri. Beberapa macam
atau jenis pengobatan menawar beserta fungsinya ialah sebagai
berikut :
1) Tawar himang berfungsi untuk menghentikan
pendarahan pada luka dan menghilangkan rasa sakit
pada luka terbuka dan tertutup.
2) Tawar manak memiliki beberapa fungsi. Pertama,
menghilangkan rasa sakit pada saat melahirkan yaitu
dengan cara memindahkan rasa sakit tersebut ke bagian
tubuh yang lain misalnya kaki atau memidahkan rasa
228
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
sakit tersebut ke tubuh suami. Kedua, untuk
mempermudah proses persalinan.
3) Tawar racun biasanya digunakan pada bagian tubuh
yang digigit binatang berbisa atau racun yang memiliki
kekuatan magis atau biasa yang disebut pulih. Fungsinya
ialah untuk menghilangkan rasa sakit dan menatralisir
racun yang masuk ke dalam tubuh. Untuk kasus racun
pulih biasanya pengobat tradisional tidak hanya
memiliki ilmu untuk mengobati dengan cara menawar
tetapi juga memiliki ilmu untuk menangkal kekuatan
magis yang terdapat dalam racun pulih tersebut. Hal
tersebut biasanya ditandai dengan, pecahnya gelas
berisi air atau piring berisi makanan yang sudah diberi
racun pulih ketika dipegang atau disentuh oleh pemilik
ilmu pengobatan dan penangkal racun pulih tersebut.
4) Tawar kesurupanberfungsi untuk mengeluarkan roh
jahat yang merasuki tubuh seseorang.
5) Tawar seribu fungsinya untuk mengobati berbagai
macam penyakit dan sifat pengobatannya lebih umum.
Tata cara pengobatan tradisionalmenawar ialah dengan
cara menyediakan air putih dalam gelas lalu dibaca dengan
mantra-mantra khusus yang disesuaikan dengna tujuan
pengobatan. Setelah air putih dalam gelas diberi mantra dan
ditiup dengan menggunakan mulut, pengobat tradisional akan
mencelupkan jari manisnya ke air dalam gelas lalau
meneteskannya diatas kepala pasien sebanyak 3 kali. Setelah itu
air alam gelas tersebut diminum oleh pasien dan disisakan
sediikit untuk kemudian diusapkan dengan tangan pada bagian
yang sakit sebanyak tiga kali dengan arah dari atas ke bawah.
Sama halnya dengan pengobatan menawar dengan
229
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
menggunakan minyak yang ditaruh dalam botol kecil berisi kapas.
Minyak biasanya dicampur dengan air putih dan tata cara
pengobatannya sama seperti pengobatan menggunakan media
air yang telah dijelaskan sebelumnya. Selain dengan tata cara
diminum pengobatan menawar dengan media minyak yang
sudah diberi mantra juga bisa dilakukan dengan cara meneteskan
minyak pada kapas lalu kemudian ditelan. Setelah itu minyak
diusapkan pada bagian tubuh yang sakit.
6.2.2. Pengobatan Tradisonal Melalui Media Danum Tawar
Keterbatasan masyarakat di Desa Muroi Raya dalam
menjangkau fasilitas kesehatan pemerintah seperti rumah sakit,
Puskesmas maupun Puskesmas Pembantu serta tidak adanya
tenaga kesehatan yang menetap di wilayah desa ini,
mengakibatkan masyarakat memilih pengobatan tradisional.
Pengobatan tradisional menawar merupakan upaya pengobatan
tradisional paling utama yang seringkali dilakukan oleh
masyarakat Desa Muroi Raya saat seseorang menderita sakit atau
celaka. Sehingga pengobatan ini menjadi salah satu pengobatan
yang dapat dikatakan populer yang ada di wilayah desa ini.
Masyarakat membawa air minum dari rumah mereka dengan
tujuan untuk meminta danum tawar dari beberapa ulama yang
dapat melakukan pengobatan menawar, seperti yang terlihat
pada gambar 6.3.
Arti pengobatanmenawar sendiri ialah pengobatan
tradisional yang menggunakan ilmu magis dan obat dengan
media air dan minyak sebagai obat penawar pada sakit ataupada
keadaan luka yang menyebabkan pendarahan. Pengobatan ini
dilakukan melalui media air yang telah dibacai dengan doa dan
masyarakat di desa ini menyebutnya dengan sebutan danum
tawar. Danum tawar merupakan bahasa dalam Etnik Dayak
230
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Ngaju yang jika diartikan kedalam Bahasa Indonesia berarti air
penawar. Tujuan diberikannya danum tawar ini yaitu untuk
penawar penyakit atau mengobati penyakit yang diderita oleh
seseorang.
Gambar 6.3.
Masyarakat Desa Muroi Raya Meminta Danum Tawar dari Beberapa Ulama
yang Dapat Melakukan Pengobatan Menawar
Sumber: Dokumentasi Peneliti
6.2.2.1. Jenis Pengobatan Tradisonal Menawar
Pengobatan tradisional dengan cara menawar biasanya
memiliki berbagai macam jenis dan fungsi yang berbeda
walaupun tata cara dan media pengobatannya sama. Perbedaan
juga terletak pada mantra-mantra yang dibacakan sesuai dengan
fungsi dan tujuan pengobatanmenawar itu sendiri. Beberapa
macam atau jenis pengobatan menawar beserta fungsinya ialah
sebagai berikut:
231
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
1) Tawar himang berfungsi untuk menghentikan pendarahan
pada luka dan menghilangkan rasa sakit pada luka terbuka
dan tertutup.
2) Tawar manak memiliki beberapa fungsi. Pertama,
menghilangkan rasa sakit pada saat melahirkan yaitu
dengan cara memindahkan rasa sakit tersebut ke bagian
tubuh yang lain misalnya kaki atau memidahkan rasa sakit
tersebut ke tubuh suami. Kedua, untuk mempermudah
proses persalinan.
3) Tawar racun biasanya digunakan pada bagian tubuh yang
digigit binatang berbisa atau beracun yang memiliki
kekuatan magis atau biasa yang disebut denganpulih.
Fungsinya ialah untuk menghilangkan rasa sakit dan
menetralisir racun yang masuk ke dalam tubuh. Untuk
kasus racun pulih biasanya pengobat tradisional tidak
hanya memiliki ilmu untuk mengobati dengan cara
menawar tetapi juga memiliki ilmu untuk menangkal
kekuatan magis yang terdapat dalam racun pulih tersebut.
Hal tersebut biasanya ditandai dengan, pecahnya gelas
berisi air atau piring berisi makanan yang sudah diberi
racun pulih ketika dipegang atau disentuh oleh pemilik
ilmu pengobatan dan penangkal racun pulih tersebut.
4) Tawar kesurupanberfungsi untuk mengeluarkan roh jahat
yang merasuki tubuh seseorang.
5) Tawar seribu fungsinya untuk mengobati berbagai macam
penyakit dan sifat pengobatannya lebih umum.
6.2.2.2. Cara Pengobatan Tradisonal Menawar
Tata cara pengobatan tradisionalmenawar ialah dengan
cara menyediakan air putih dalam gelas lalu dibacakan mantramantra khusus yang disesuaikan dengan tujuan pengobatan.
Setelah air putih dalam gelas diberi mantra dan ditiup dengan
232
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
menggunakan mulut, pengobat tradisional akan mencelupkan jari
manisnya ke air dalam gelas kemudian meneteskannya diatas
kepala orang yang menderita sakit sebanyak 3 kali.Setelah
meneteskan air di atas kepala penderita sakit, air yang berada di
dalam gelas tersebut diminum oleh orang yang menderita sakit
dan disisakan sediikit untuk kemudian diusapkan dengan tangan
pada bagian yang sakit sebanyak tiga kali dengan arah dari atas
ke bawah.
Air yang telah didoakan tersebut dipercayai oleh
masyarakat di Desa Muroi Raya dapat memberikan khasiat untuk
menyembuhkan berbagai macam penyakit yang dideritanya.
Berbagai macam penyakit atau keluhan yang diderita masyarakat
yang meminta danum tawar yaitu antara lain orang dewasa,
anak-anak dan bayi yang sedang menderita sakit, ibu hamil, anakanak atau orang dewasa yang terluka atau terjatuh, dan orangorang yang terkena racun buatan atau yang dikenal dengan
istilah pulih dalam sebutan keseharian masyarakat di desa ini.
Selain melalui media air atau danum tawar,
pengobatanmenawar ini dapat juga dilakukan melalui media
minyak. Sama halnya dengan pengobatan menawar
padaumumnya, hanya saja medianyamenggunakan minyak yang
ditaruh dalam botol kecil berisi kapas. Minyak biasanya dicampur
dengan air putih dan tata cara pengobatannya sama seperti
pengobatan menggunakan media air yang telah dijelaskan
sebelumnya. Selain dengan cara diminum, pengobatan menawar
dengan media minyak yang sudah diberi mantra juga dapat
dilakukan dengan cara meneteskan minyak pada kapas lalu
kemudian ditelan. Setelah itu minyak diusapkan pada bagian
tubuh yang sakit.
233
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
6.2.2.3. Cara Memperoleh Keahlian Pengobatan Menawar
Masyarakat di Desa Muroi Raya mempercayai bahwa
berbagai penyakit yang diderita oleh masyarakat di desa ini dapat
disembuhkan melalui media pengobatandanum tawar ini.
Pengobatan hanya bisa dilakukan oleh orang-orang tertentu yang
memiliki ilmu untuk menyembuhkan sakit penyakit secara magis
atau tradisional. Ilmu menawar biasanya dapat diperoleh atau
dipelajari dari seorang guru mangaji yang memiliki banyak ilmu
magis atau ilmu khusus untuk melakukan pengobatan dengan
menawar. Oleh karena itu, orang-orang awam pada umumnya
bisa dengan mudah mendapatkan ilmu tersebut apabila siap
memenuhi seluruh persyaratan yang ditentukan oleh guru atau
pemilik ilmu magis tersebut.
Persyaratan
atau
ketentuan
memperoleh
dan
mendapatkan ilmu untuk menyembuhkan dengan cara menawar
biasanya berbeda dari satu guru dengan guru yang lainnya.Begitu
juga halnya dengan proses dan tata caranya untuk menurunkan
ilmu atau kaji. Namun, umumnya beberapa diantara persyaratan
yang harus disediakan oleh orang yang ingin belajar dan
memperoleh ilmu tersebut ialah pendudukberupa beras, kelapa,
gula, kopi, uang, emas, uang logam, besi (bisa berupa
lading/pisau) dan kain putih.
Apabila semua syarat dan ketentuan sudah disiapkan,
maka orang yang akan belajar ilmu atau kaji terkait pengobatan
tradisional tersebut diharuskan duduk di atas kain putih yang
direntangkan diatas lantai. Kaji atau ilmu yang tergolong berat
ialah ilmu yang mengaharuskan pemiliknya memiliki hubungan
langsung dengan Tuhan atau dapat berhubungan langsung
dengan Tuhan. Sehingga kepemilikian ilmu magis tersebut
mendapat ijin langsung dari Tuhan untuk dapat dipergunakan
dengan tujuan-tujuan khusus seperti misalnya menyembuhkan
sakit penyakit baik yang secara magis ataupun medis.
234
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Saat prosesi menerima ilmu yang tergolong berat
tersebut, biasanya guru kaji mengharuskan muridnya atau orang
yang akan belajar dan memperoleh ilmu untuk duduk diatas kain
putih yang direntangkan diatas lantai yang langsung bersentuhan
dengan tanah, atau bisa juga di lantai rumah yang terbuat dari
beton. Karena apabila tata cara pemberian ilmu tersebut
dilakukan diatas lantai yang terbuat dari kayu maka akan
berbahaya bagi keselamatan guru kaji dan muridnya. Berbahaya,
karena kekuatan dari ilmu tersebut bisa saja menghancurkan
lantai tempat dimana mereka melakukan proses pemberian ilmu
magis tersebut.
6.3. Khasiat Danum Tawar Menurut Masyarakat
Beberapa informasi yang diperoleh dari beberapa
informan mengatakan bahwa pengobatandanum tawar sering
kali menjadi pengobatan tradisional yang digunakan dan dipilih
oleh masyarakat di desa ini. Pengobatan tradisional ini dipilih
karena kepercayaan masyarakat terhadap khasiatdanum tawar
dan sulitnya menjangkau fasilitas kesehatan pemerintah yang
berada di desa lain maupun yang berada di ibu kota provinsi.
Selain itu, tidak adanya tenaga kesehatan yang menetap di desa
ini menyebabkan masyarakat banyak menggunakan jasa orangorang yang dapat melakukan pengobatan tradisional menawar
seperti pengobatan melalui media danumtawar ini. Masyarakat
di desa ini berpendapat bahwa air yang telah dibacai doa-doa
tersebut sangat berkhasiat untuk mengobati berbagai macam
penyakit yang diderita.
Selain sangat berkhasiat dan manjur dalam mengobati
penyakit, menurut masyarakat biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh danumtawar ini juga tidaklah mahal. Masyarakat
tidak perlu mengeluarkan ongkos untuk biaya transportasi yang
sangat mahal. Hal ini jika dibandingkan dengan biaya transpotrasi
235
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
yang harus mereka keluarkan untuk menjangkau ke fasilitas
kesehatan seperti Puskesmas atau rumah sakit yang berada di
desa lain maupun di ibu kota provinsi.
6.4. Penyakit yang Disembuhkan Melalui Media Pengobatan
Danum Tawar
Selama penulis berada di Desa Muroi Raya terdapat
beberapa kasus penyakit yang dijumpai pada masyarakat di desa
ini dan masyarakat mengakui bahwa dengan media
pengobatandanumtawar
mereka
dapat
memperoleh
kesembuhan. Beberapa kasus tersebut diantaranya yaitu orangorang yang terkena racun pulih biasanya meminta danumtawar
kepada orang-orang tertentu yang dipercayai dapat memberikan
danum tawar yang dapat menghilangkan racun pulih tersebut
dari dalam tubuhnya.
Menurut informasi yang diperoleh dari beberapa
informan, racun pulih yang ada di dalam tubuh seseorang tidak
dapat disembuhkan oleh tenaga kesehatan, karena sudah
beberapa kali orang-orang yang terkena pulih berobat ke dokter
maupun ke tenaga kesehatan lainnya, tetapi tenaga kesehatan
juga tidak mengetahui penyakit apa yang diderita oleh orang
yang terkena racun pulih itu dan mereka juga tidak dapat
mengobati penyakit tersebut hingga sembuh.
Kasus lainnya yaitu pada saat penulis berada di Dusun
Kerahau yang merupakan salah satu dusun dalam lingkup wilayah
Desa Muroi Raya, terdapat seorang anak balita yang mengalami
luka terbuka di dahinya. Luka itu disebabkan karena anak
tersebut bermain di teras rumahnya kemudian loncat ke atas
tanah dan dahinya terkena sebatang kayu yang berada di atas
tanah. Dapat diketahui bahwa semua rumah warga di dusun ini
adalah bangunan rumah panggung dimana jarak antara lantai
rumah lebih tinggi dari permukaan tanah. Luka di dahi anak
236
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
tersebut mengeluarkan darah terus menerus. Sebenarnya luka
robek tersebut harus dijahit, tetapi di dusun ini tidak ada petugas
kesehatan, sehingga ibu anak tersebut membawa anak itu ke
pengobatan tradisional. Anak tersebut dibawa kepada orang
yang dapat melakukan pengobatan menawar. Kejadian ini
berlangsung kira-kira siang hari dan pada sore harinya penulis
menjumpai anak tersebut sudah melakukan kegiatan bermain
bersama-sama dengan teman sebayanya. Darah dari luka anak
tersebut sudah tidak keluar lagi dan lukanya mulai mengering.
Informasi lainnya terkait dengan pengobatanmenawar
melalui media danum tawar ini sering kali diperbincangkan
dengan beberapa informan ibu yang sedang hamil. Menurut
salah satu informan Ibu A yang sedang hamil 8 bulan saat itu,
dirinya mengatakan bahwa setiap minggu ia rutin meminta
danum tawar kepada salah seorang guru yang dapat melakukan
pengobatan menawar di Desa Muroi Raya ini. Berikut kutipan
wawancara dari informan ibu A.
“Biasanya aku minta air tawar pang tiap senin malam
sama kamis malam sama orang yang bisa tu nah, di hilir
sana rumahnya. Oleh di sini ni, masih banyak jar urangurang tu kuyang, mun orang Dayak menyambatnya
hantuen. Selajur gasan supaya melahirkan kena
nyaman.”
(Biasanya saya minta air tawar setiap hari senin malam
dan kamis malam dengan orang yang bisa menawar,
rumah orang tersebut berada di hilir. Karena kata orangorang di sini masih banyak bayak terdapat kuyang, kalau
orang Dayak mengatakannya sebagai hantuen. Sekalian
supaya nanti melahirkannya lancar).
Berdasarkan informasi yang diperoleh tersebut, ibu hamil
yang berada di Desa Muroi Raya ini selama masa kehamilannya
sering kali meminta danum tawar kepada orang-orang tertentu
237
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
yang dapat melakukan pengobatanmenawar. Biasanya ibu hamil
meminta danum tawar setiap hari senin malam dan kamis
malam. Tujuan ibu hamil meminta danum tawar ini yaitu untuk
menjauhkan ibu hamil dari gangguan roh jahat serta dapat
memberikan kelancaran pada proses persalinan nantinya.
Menurut pernyataan informan bahwa di Desa Muroi Raya
ini masih banyak terdapat roh jahat yang mengganggu ibu hamil
dan bayinya. Roh jahat itu disebut dengan hantuen atau kuyang.
Roh jahat yang disebut dengan hantuen diyakini masyarakat
setempat dapat menyebabkan kematian bagi ibu hamil dan bayi
yang ada dalam kandungannya. Wujud hantuen dapat berupa
seperti bola api yang terbang di langit serta memancarkan cahaya
berwarna biru kehijau-hijauan, tetapi jika tidak sedang terbang di
langit wujudnya berupa kepala manusia dengan usus dan alat
pencernaan yang bergelantungan tanpa badan atau tubuh.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat sosok hantuen
menyerupai hantu berkepala tanpa badan yang terbang dan
menghisap darah ibu yang sedang hamil. Hantuen senang
mendatangi ibu hamil karena seorang ibu yang sedang hamil
memiliki darah dengan aroma yang wangi sehingga disenangi
oleh para hantuen.
6.5. Gambaran Perspektif Masyarakat Mengenai Kematian Ibu
di Desa Muroi Raya
Terkait dengan informasi di sub bab sebelumnya, terdapat
informasi pendukung yang dianggap masyarakat setempat
menjadi penyebab kematian ibu hamil yang terjadi di desa ini.
Masyarakat beranggapan bahwa meninggalnya ibu hamil di desa
ini disebabkan oleh adanya gangguan roh jahat seperti kuyang
atau hantuen. Banyak ibu muda yang sedang hamil mengalami
pusing, kejang, mencakar tubuhnya sendiri dan kesadarannya
berkurang. Menurut masyarakat hal tersebut terjadi karena ibu
238
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
hamil tersebut sedang diganggu oleh roh jahat yang sering
mereka sebut dengan istilah hantuen. Ketika ibu hamil tersebut
kesadarannya sudah lebih membaik
ibu hamil tersebut
meminum obat warung yang biasanya dikonsumsi oleh warga jika
sakit. Obat-obatan ini bisa disebut sebagai obat andalan yang
sering masyarakat konsumsi jika mengalami sakit apapun. Berikut
kutipan hasil wawancara dengan salah seorang informan:
“Ada semalam tu, mun kada salah 23 hari sebelum ini
nah, ada kanakan hamil yang meninggal. Umur yang
hamil tu nah baru ja 13 tahun. Nikah semalam tu umur
12 tahun, hamil 13 tahun. Sudah 9 bulan maka hamilnya.
Pas hamil tu nah jar nya pusing, sakit kepala, batuk pilek,
kejang-kejang lalu ai inya minum obat mix*grip, b*drex,
sulfa dinamite (SD) lawan paracetamol. Berapa jam kah
habis itu tu inya kejang-kejang pulang, mulutnya
bebusa.”
“Habis kejang-kejang tu, keluarganya langsung
membawanya ke rumah sakit di Palangkaraya. Sampai
sana, anaknya yang dalam perut tu meninggal jar sudah.
Lalu ai anaknya tu dikeluarkan dari dalam parutnya.
Habis tu jar 3 hari inya dirawat di rumah sakit, tapi koma
pas di rumah sakit tu, 3 hari habis itu meninggal pulang
inya.”
“Inya tu meninggal lain gara-gara keracunan obat. Tapi
olehnya diganggu oleh roh halus tu nah. Badannya tu
dirasuki oleh roh halus. Olehnya pas hamil tu inya
kejang-kejang dan berontak di atas tempat tidur. Orang
dayak menyambatnya hantuen. Di rumah sakit gin, dua
tangan lewan batisnya tu diikat di ranjang.”
Berdasarkan informasi dari informan tersebut maka
menurut masyarakat ibu hamil tersebut menikah pada saat
berusia muda yaitu 12 tahun, setelah itu ketika berusia 13 tahun
239
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
ia sedang mengandung 9 bulan. Pada kehamilannya tersebut ibu
itu mengalami pusing, sakit kepala, batuk pilek dan kejangkejang. Setelah beberapa saat kemudian, ibu hamil itu
mengkonsumsi beberapa jenis obat, yang tujuannya untuk
menghilangkan rasa sakit yang dialaminya itu. Obat-obatan
tersebut yaitu mix*grip, b*drex, s*lfanilamite dan p*racetamol.
Setelah menelan 4 jenis obat, menurut informan ibu hamil
tersebut menjadi kejang dan dari mulutnya mengeluarkan busa.
Mendengar kejadian tersebut, keluarganya yang sedang bekerja
menambang emas atau puya di lanting segera pulang ke rumah
dan kemudian ibu hamil itu dibawa ke rumah sakit di Kota
Palangkaraya. Setibanya di sana, pihak rumah sakit melakukan
operasi untuk mengeluarkan bayi di kandungannya yang sudah
dalam kondisi meninggal. Setelah melakukan operasi, ibu
tersebut mengalami koma selama tiga hari dan kemudian
meninggal. Menurut pernyataan informan bahwa ia meninggal
bukan karena keracunan obat tetapi karena ibu hamil dan
bayinya tersebut diganggu oleh roh jahat. Mereka mengatakan
bahwa tubuh ibu hamil tersebut sedang dirasuki oleh roh jahat.
Karena pada saat itu ibu hamil tersebut mengalami kejang-kejang
dan sesampainya di rumah sakit juga mengalami kejang dan
memberontak, sehingga kedua tangan serta kaki ibu tersebut
diikat pada tempat tidur.
Selain kejadian tersebut, ada pula kejadian ibu hamil
lainnya yang mengalami keguguran pada saat usia kandungan 4
bulan. Ibu tersebut mengatakan bahwa jika sebelumnya tidak
ada masalah dengan kandungannya. Semua pantangan makanan
sudah ia patuhi dan ia juga tidak melakukan pekerjaan yang
berat. Tetapi berdasarkan hasil wawancara dengan informan, ia
mengatakan bahwa malam sebelum ibu tersebut mengalami
keguguran, pada saat tidur malamnya ia bermimpi bahwa ada
roh jahat berupa seorang nenek tua yang mengambil bayi yang
240
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
ada dalam kandungannya. Kemudian keesokan harinya ketika ia
buang air kecil ia melihat melihat adanya flek darah seperti darah
menstruasi di pakaian dalam yang digunakannya. Kemudian ibu
tersebut segera mendatangi ibu Messi yang pada saat itu masih
tinggal di desa ini sebagai tenaga kesehatan sukarela. Ibu Messi
melakukan tes urine dengan alat tes kehamilan (test pack).
Setelah dicelupkan ke dalam urine ibu tersebut, pada alat test
pack tersebut terlihat tanda garis merah hanya satu saja, atau
dengan kata lain hasil kehamilannya negatif. Ibu tersebut
mengatakan bahwa bayi yang ada dalam kandungannya tersebut
diambil oleh roh jahat dalam wujud rupa seorang nenek tua.
Karena selama ini ia beranggapan tidak pernah ada masalah
dengan kandungannya. Semua pantangan makanan sudah ia
patuhi dan ia juga tidak melakukan pekerjaan yang berat. Selain
itu, ia mengaku bahwa selama dirinya hamil ia tidak pernah
terjatuh, kecelakaan, terbentur, tergelincir atau lain sebagainya.
Setelah kejadian tersebut, ibu itu mengunjungi salah
seorang warga yang dapat mengobati orang-orang melalui media
air yang telah dibacai doa-doa dan diminum oleh orang yang sakit
itu atau dikenal dengan istilah pengobatan tradisionalmenawar.
Air yang telah di bacai doa-doa tersebut sering disebut warga di
sini sebagai danum tawar atau dalam bahasa Indonesia diartikan
menjadi air tawar, yang khasiatnya dipercayai oleh warga untuk
menawarkan berbagai macam penyakit. Setelah kejadian
keguguran, ibu tersebut tidak pernah melakukan kuret atau
memeriksakan kandungannya lagi kepada petugas kesehatan.
6.5.1. Gambaran Perspektif Tenaga Kesehatan Mengenai
Kematian Ibu di Desa Muroi Raya
Wilayah kerja Puskesmas Danau Rawah melingkupi Desa
Muroi Raya. Ketika penulis mengunjungi Puskesmas Danau
Rawah, penulis berkesempatan bertemu dengan beberapa
241
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
petugas Puskesmas yang sangat membantu kita untuk
memperoleh informasi mengenai sekilas gambaran kesehatan di
desa-desa yang menjadi cakupan wilayah kerja Puskesmas Danau
Rawah. Petugas Puskesmas Danau Rawah yang menjadi informan
yaitu bidan, dokter dan seorang petugas tata usaha Puskesmas.
Informan memberikan informasi terkait dengan banyaknya
pernikahan usia muda di desa ini. Hal tersebut tidak hanya
dilakukan oleh remaja putri, namun juga dilakukan oleh remaja
putra. Di desa ini, jika ditelusuri satu persatu banyak sekali anak
perempuan yang menikah antara usia 12-15 tahun. Banyak juga
anak perempuan yang baru menstruasi pertama kali kemudian
melangsungkan pernikahan. Rata-rata usia pasangannya atau
suaminya tidak terpaut jauh. Jika keinginan menikah tidak
direstui oleh orang tuanya maka remaja tersebut sering kali
melakukan “kawin lari”. Pasangan tersebut biasanya pergi ke
kota atau ke kabupaten, dan biasanya ketika kembali ke desa,
remaja putri tersebut sudah dalam kondisi hamil. Keadaan
seperti ini membuat orang tua mereka pun akhirnya mau untuk
merestui dan melangsungkan pernikahan untuk anak-anak
mereka.
Informan kemudian menjelaskan bahwa banyaknya kasus
pernikahan usia muda yang terjadi di desa ini menyebabkan
banyak pula kasus keguguran pada kehamilan pertama dan
kandungan tersebut akhirnya harus dilakukan tindakan kuret. Hal
ini disebabkan karena kandungan yang masih belum kuat. Salah
satu penyebab pernikahan usia muda juga dapat disebabkan
karena kebiasaan generasi yang terdahulu juga melakukan
pernikahan usia muda, sehingga menjadi turun temurun. Jika
terdapat wanita yang menikah di atas usia 20 tahun, maka
masyarakat di desa ini sudah mengatakan bahwa wanita tersebut
termasuk “perawan lapuk” yang berarti bahwa gadis tersebut
tidak laku. Informan pun mengatakan bahwa dulu sewaktu
242
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
pertama kali bertugas di Puskesmas ini, dirinya telah berusia
lebih dari 20 tahun, dengan status belum menikah. Dengan
kondisi tersebut informan dulunya juga sempat dikatakan
sebagai “perawan lapuk” oleh ibu-ibu yang ada di desa ini.
Kejadian lainnya yang diinformasikan oleh informan yaitu
di wilayah kerja Puskesmas Danau Rawah masih banyak bidan
kampung atau dukun kampung yang membantu persalinan.
Namun mereka sekarang menjadi binaan dan partner dari bidan
tenaga kesehatan (bidan nakes) sehingga dalam praktek melayani
selalu didampingi bidan nakes dan diberi pengarahan hal-hal
mana yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dalam hal
kesehatan. Tetapi informan juga mengatakan bahwa masih ada
bidan beberapa kampung daerah di hulu sungai yang masih
menolak menjadi partner bidan nakes. Bidan kampung ini masih
banyak melakukan pertolongan persalinan.
Informan menceritakan bahwa pernah ada kasus ibu
hamil dengan kondisi bayi sungsang yang mendekati persalinan.
Pada awalnya ibu tersebut ditangani oleh bidan nakes, namun
ibu tersebut ternyata juga memeriksakan diri ke bidan kampung
yang ada di desanya. Menurut bidan kampung posisi bayi yang
sungsang tersebut dapat ia perbaiki, sehingga bayi berada pada
posisi jalan lahir. Bidan kampung juga mengatakan bahwa posisi
bayi sungsang jika dibawa ke bidan nakes atau fasilitas kesehatan
seperti rumah sakit pasti ibu tersebut akan di operasi dan biaya
yang dikeluarkan pasti sangat mahal. Bidan kampung kemudian
melakukan pemijatan terhadap kandungan ibu hamil tersebut.
Setelah beberapa saat, bidan nakes dipanggil untuk melihat
kondisi ibu tersebut, karena pada saat itu terjadi pendarahan
yang sangat banyak. Saat melihat kondisi ibu hamil tersebut,
bidan nakes sudah curiga dengan perubahan letak bayi yang ada
dalam kandungan dan ditambah dengan pendarahan. Bidan
nakes berpendapat bahwa ibu hamil tersebut sebelumnya pasti
243
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
sudah dipijat oleh bidan kampung atau dukun kampung. Hingga
akhirnya mengakibatkan ibu tersebut meninggal, karena
pendaharan yang parah.
Selain itu, banyak juga masyarakat yang masih menemui
dan lebih mempercayai dukun yang dapat melakukan
pengobatan tradisional dibandingkan dengan tenaga kesehatan.
Berdasarkan informasi dari informan bahwa setelah melakukan
pengobatan tradisional, dukun menyuruh pasien untuk berpuasa
sehari semalam atau tiga hari tiga malam. Padahal untuk
beberapa kasus seperti penyakit disentri atau diare yaitu
penyakit yang banyak mengeluarkan cairan tubuh sehingga dapat
menyebabkan kekurangan cairan, pasien seharusnya lebih
banyak minum. Namun, dukun tersebut malah menyuruh pasien
agar berpuasa. Hal demikian tentu saja akan memperburuk
kondisi pasien atau bahkan dapat mengakibatkan terjadinya
kematian.
Kepercayaan masyarakat desa terhadap adanya roh baik
dan roh jahat, terkadang menyebabkan tenaga kesehatan
menjadi tidak terlalu dipercaya untuk melakukan pengobatan.
Masyarakat terkadang datang berobat ke Puskesmas jika
kondisinya sudah sangat parah. Namun ada pula pasien yang
memang datang berobat ke Puskesmas jika mengalami sakit.
Ketika selesai diperiksa oleh petugas kesehatan dan diberi obat.
Pasien yang telah minum obat merasakan bahwa rasa sakitnya
belum juga sembuh. Padahal menurut petugas kesehatan yang
menjadi informan, pada saat itu pastilah efek obat yang diminum
oleh pasien belum bereaksi sehingga pasien merasa obat
tersebut tidak ada efeknya terhadap rasa sakit yang dideritanya.
Hal ini menyebabkan pasien tersebut kemudian mendatangi
dukun yang dapat melakukan pengobatan tradisional. Oleh
dukun tersebut pasien diberi mantra dan dikirimkan rohbaik
untuk mengobati rasa sakitnya itu. Ketika pulang kembali ke
244
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
rumahnya pasien merasa badannya menjadi lebih enak atau
sembuh. Sehingga pasien beranggapan bahwa ia mengalami
kesembuhan karena pengobatan dan roh baik yang dikirimkan
oleh dukun tersebut. Namun jika sakitnya bertambah parah atau
semakin buruk, maka seringkali yang disalahkan adalah petugas
kesehatan.
Pasien yang berobat di Puskesmas Danau Rawah jarang
ada yang mau dirujuk, padahal pasien tersebut mengalami sakit
parah dan Puskesmas tidak dapat menanganinya lebih lanjut.
Permasalahan utama pasien tidak mau dirujuk adalah karena
biaya dan jarak yang harus ditempuh untuk mencapai rumah
sakit. Alasan yang paling utama adalah mahalnya biaya
transportasi. Jika menggunakan transportasi darat, kondisi jalan
yang ditempuh sangat tidak mumpuni untuk membawa pasien
yang sedang sakit parah. Begitu pula jika ditempuh dengan jalur
transportasi air, waktu yang ditempuh menjadi lebih lama dan
tidak bisa dipastikan dapat berangkat jika air sungai sedang
mengalami surut. Seringnya kejadian ini terjadi maka upaya
apapun sebisa mungkin dilakukan di Puskesmas ini termasuk
operasi ringan. Jika dokter memberikan rekomendasi atau
pengertian kepada pasien untuk segera di rujuk, maka wajah
pasien tampak langsung sedih sehingga upaya apapun sebisa
mungkin dilakukan di Puskesmas ini dan untuk hal-hal yang
memang sudah tidak bisa lagi dilakukan di Puskesmas ini baru
pasien akan dirujuk. Hal tersebut menurut informan
mengakibatkan pelayanan di Puskesmas ini terkadang melayani
dan menangani pasien seperti rumah sakit. Meskipun
pengobatan yang dilakukan di Puskesmas gratis, namun pasien
memikirkan biaya transportasi yang lebih mahal daripada biaya
obat dan periksanya. Hal itu mengakibatkan masyarakat memilih
orang-orang yang dapat melakukan pengobatan tradisional di
desa itu, karena biaya yang dikeluarkan lebih murah dan mereka
245
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
percaya terhadap khasiat pengobatan tradisional yang membawa
kesembuhan bagi dirinya.
Informan mengatakan bahwa sebenarnya petugas
kesehatan mengetahui keinginan masyarakat Desa Muroi Raya
yang berharap adanya tenaga kesehatan yang tinggal menetap di
desa ini. Informan mengatakan bahwa terbatasnya pegawai
Puskesmas sehingga menyebabkan dirinya diserahkan tugas
untuk urusan pekerjaan di Kabupaten Kapuas. Sehingga
Puskesmas keliling atau sering disingkat menjadi pusling ke
wilayah Desa Muroi Raya hanya sempat dilakukannya dua
minggu sekali. Ditambah pula kondisi petugas kesehatan wanita
yang sudah berkeluarga. Kondisi ini akan menyebabkan situasi
yang sulit untuk meninggalkan rumah dan keluarga, ditambah
jika ia memiliki anak yang masih kecil. Sebelumnya pernah ada
tenaga kesehatan sukarela yang menetap di wilayah desa, namun
sejak anaknya sakit dan tidak bisa ditinggalkan, maka ia lebih
memilih tinggal di kota sehingga urusan pekerjaan di desa
menjadi sedikit terabaikan.
Kondisi yang terjadi di desa ini menyebabkan ketika
tenaga kesehatan tidak ada maka masyarakat akan membeli obat
yang dijual bebas di warung dan pedagang obat di pasar malam.
Sementara penjual obat tersebut adalah pedagang yang tidak
hafal dan tidak tahu secara pasti apa yang menjadi efek samping
dalam kandungan obat yang mereka jual. Kemungkinan juga ada
beberapa obat yang tidak diperbolehkan dikonsumsi oleh wanita
hamil, tetapi pedagang di warung dan di pasar ini tidak
mengetahuinya.
Informan menceritakan bahwa kebanyakan orang di desa
ini jika mengetahui ada tetangga yang sakit biasanya ia
menyarankan agar meminum obat yang biasanya ia konsumsi. Ia
akan menceritakan efek setelah minum obat tersebut rasanya
enak di badan, begitu menurut pengakuannya. Hal tersebut
246
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
kemudian ditiru oleh tetangganya itu, orang yang sakit tersebut
membeli obat yang disarankan tetangga itu di warung, kemudian
meminumnya. Sering kali hal ini terjadi, mereka mengkonsumsi
obat tanpa resep dokter atau saran petugas kesehatan, sehingga
obat yang mereka konsumsi tidak sesuai dengan indikasi penyakit
yang sedang dialaminya.
6.5.2. Gambaran Perspektif Perangkat Desa Mengenai Kematian
Ibu di Desa Muroi Raya
Beberapa perangkat desa yang menjadi informan
mengatakan bahwa kematian ibu dan anak yang sering ditemui di
desa ini kemungkinan disebabkan karena usia pernikahan yang
terlalu muda dan pengetahuan yang kurang tentang kehamilan.
Banyak remaja muda yang menikah dan hamil, tetapi tidak
memiliki pengetahuan tentang kesehatan kehamilannya.
Informan menceritakan bahwa kurangnya pengetahuan
ibu hamil mengenai kesehatan kehamilannya dapat dipengaruhi
karena tingkat pendidikan yang masih rendah. Hal ini terlihat dari
tingkat pendidikan warga yang mayoritas hanya tamat sekolah
dasar, bahkan banyak juga yang tidak tamat sekolah dasar. Desa
ini telah memiliki bangunan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah
Menengah Pertama (SMP), hanya saja gurunya tidak ada, yang
ada hanya guru honorer dengan bayaran yang kurang sesuai
dengan beban kerja mereka.
Banyak juga masyarakat yang mengeluhkan tidak adanya
tenaga kesehatan yang menetap di desa ini, seperti kutipan hasil
wawancara berikut ini.
“Mantri tidak pernah ada di Posyandu dan apa gunanya
membangun Posyandu jika tidak pernah ada petugasnya.
Menghabiskan dana banyak tapi tidak ada yang
menghuni.”
247
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Sebenarnya Puskesmas sudah menyiasati hal ini dengan
program
“Puskesmas
Keliling”.
Namun
intensitas
pelayananPuskesmas keliling ini dirasakan masih kurang oleh
masyarakat di desa ini. Masyarakat menghendaki agar setiap
“hari pasar” di desa ini ada mantri atau petugas Puskesmas. “Hari
pasar” merupakan hari jumat dalam 1 minggu sekali di mana
pada hari jumat ini terdapat pasar yang menjual berbagai macam
bahan makanan yang masih mentah maupun yang sudah matang,
pakaian anak dan dewasa serta perlengkapan peralatan rumah
tangga, kosmetik dan obat-obatan. “Hari pasar” menjadi hari
libur penambang emas dan puya di desa ini, sehingga masyarakat
berkeinginan setiap adanya “hari pasar”, minimal ada kunjungan
dari petugas Puskesmas untuk mengadakan pusling atau
Puskesmas keliling. Namun pernyataan dari pihak petugas
Puskesmas sendiri mengatakan bahwa mereka merasa
kekurangan tenaga, sehingga Puskesmas hanya sanggup jika 2
minggu sekali berkunjung ke desa ini.
Hal tersebut mengakibatkan jika masyarakat sakit dan
tidak ada mantri, mereka berupaya mengobati diri sendiri
dengan obatyang dibeli di warung maupun pada saat “hari
pasar”. Selain itu, sebagian masyarakat juga masih melakukan
alternatif pengobatan tradisional dengan cara meminum ramuan
obat yang terdiri dari akar yang dicari di hutan. Kepercayaan
masyarakat untuk menggunakan jasa penyembuh tradisional
melalui pengobatan “danum tawar” atau “sangiang” juga masih
banyak yang dilakukan oleh masyarakat desa ini.
Adapun menurut informan yang mengurusi masalah
pernikahan di desa ini mengatakan bahwa sebenarnya
pernikahan usia muda ini dampaknya di segala bidang, berikut
sepenggal kutipan hasil wawancara dengan beliau.
“Kasus kehamilan, keguguran terus bayi yang meninggal
dunia ini bisa juga karna nikah usia muda. Penghulu
248
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
akhirnya juga ikut berdosa karena terpaksa memalsukan
umur. Sebab jika menikah di bawah usia 17 tahun oleh
Departemen Agama, berkasnya itu gak diterima.
Terpaksa usia yang nikah dinaikkan dari usia aslinya.”
Banyak warga yang baru menikah mengalami keguguran
karena salah satu faktornya yaitu usia pernikahan yang terlalu
dini, terutama bagi perempuan-perempuan muda yang ada di
desa ini, yang rata-rata pendidikannya hanya tamat sekolah dasar
bahkan ada juga yang tidak tamat SD dan belum bisa membaca,
menulis pun terkadang hanya bisa menuliskan namanya sendiri
saja. Informasi dari beberapa warga di desa, bahwa sudah 2
minggu sekolah SD di desa ini tidak ada kegiatan belajar
mengajar. Alasannya mengapa tidak ada kegiatan belajar
mengajar juga belum jelas, mungkin guru-guru honor tidak
mengajar karena belum terima gaji untuk bulan-bulan
sebelumnya. Sekolah dasar di desa ini, tidak memiliki guru
berstatus PNS, yang PNS hanyalah Kepala Sekolahnya saja, yang
lain hanya guru honorer sebanyak 3 orang. Jadi SD di desa ini,
satu orang guru mengajar dan bertanggung jawab untuk 2 kelas,
sedangkan untuk SMP tidak ada gurunya.
6.6. Gambaran Perspektif dalam Ilmu Kesehatan Mengenai
Kematian Ibu dan Balita di Desa Muroi Raya
Masa kehamilan menjadi masa yang cukup rawan bagi ibu
hamil di Desa Muroi Raya, khususnya yang berada di Dusun
Pantar Kabali dan Dusun Kerahau. Masyarakat banyak
menganggap bahwa ketika ibu hamil mengalami keguguran dan
kasus meninggalnya ibu hamil tersebut merupakan gangguan dari
rohjahat yang sering mereka sebut dengan istilah “kuyang” atau
masyarakatEtnik dayak sering menyebutnya dengan istilah
“hantuen”. Padahal sejak awal kehamilan hingga tiba saatnya
bersalin, ibu hamil secara rutin meminta danum tawar kepada
249
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
orang-orang yang dapat menawar. Danum tawar tersebut
dipercayai masyarakat untuk melindungi ibu hamil dari gangguan
roh-roh jahat yang sering kali mengganggu ibu hamil dan bayi
yang ada dalam kandungan tersebut, bahkan dapat
mengakibatkan kematian pada ibu hamil dan bayinya. Ketika
diganggu roh jahat, ibu hamil akan nampak seperti kesurupan,
kejang, sakit kepala dan tidak sadarkan diri. Namun dalam segi
ilmu kesehatan kemungkinan utama keluhan yang dialami ibu
hamil tersebut dapat diketegorikan termasuk tanda-tanda pre
eklamsia.
6.6.1. Definisi Pre Eklamsia
Beberapa pengertian pre eklamsia yang dikutip dari jurnal
dan tesis yaitu sebagai berikut:
1) Pre eklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang
ditandai dengan peningkatan tekanan darah disertai
proteinuria pada wanita hamil yang sebelumnya tidak
mengalami hipertensi. Biasanya sindroma ini muncul pada
akhir trimester kedua sampai ketiga kehamilan (Dharma,
2005).
2) Pre eklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda khas
yaitu tekanan darah tinggi (hipertensi), pembengkakan
jaringan (edema), dan ditemukannya protein dalam urin
(proteinuria) yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini
umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan, tetapi
dapat juga terjadi pada trimester kedua kehamilan.
Tanda-tanda ini seringkali tidak diketahui atau
diperhatikan oleh wanita hamil yang bersangkutan,
sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat pre
eklampsia berat bahkan dapat menjadi eklampsia yaitu
dengan tambahan gejala kejang-kejang dan atau koma
(Rozhikhan, 2007).
250
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
6.6.2. Tanda-tanda Pre Eklamsia
Beberapa tanda yang dapat menguatkan diagnosa yang
mengarah pada kejadianpre eklamsia yaitu sebagai berikut
(Rozhikhan, 2007):
1. Hipertensi
Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tandatanda lain. Peningkatan tekanan darah yang tercatat pada waktu
kunjungan pertama kali dalam trimester pertama atau kedua
awal, menunjukkan bahwa wanita hamil tersebut menderita
hipertensi kronik. Namun, apabila tekanan darah ini meninggi dan
tercatat pada akhir trimester kedua dan ketiga, kemungkinan
penderita mengalami pre eklampsia (Rozhikhan, 2007).
Peningkatan tekanan sistolik sekurang-kurangnya 30
mmHg, atau peningkatan tekanan diastolik sekurang-kurangnya
15 mm Hg, atau adanya tekanan sistolik sekurang-kurangnya 140
mmHg, atau tekanan diastolik sekurang-kurangnya 90 mm Hg
atau lebih atau dengan kenaikan 20 mm Hg atau lebih, ini sudah
dapat dibuat sebagai diagnosa. Penentuan tekanan darah
dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan
istirahat. Tetapi bila diastolik sudah mencapai 100 mmHg atau
lebih, ini sebuah indikasi terjadi pre eklampsia berat (Rozhikhan,
2007).
2. Pembengkakan Jaringan (Oedema)
Oedema ialah penimbunan cairan secara umum dan
kelebihan dalam jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui
dari kenaikan berat badan serta pembengkakan pada kaki, jarijari tangan, dan muka, atau pembengkakan pada ektrimitas dan
muka. Oedema yang ringan sering ditemukan pada kehamilan
biasa, sehingga tidak seberapa berarti untuk penentuan diagnosa
pre eklampsia (Rozhikhan, 2007).
251
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Kenaikan berat badan ½ kg setiap minggu dalam
kehamilan masih diangap normal, tetapi bila kenaikan 1 kg
seminggu beberapa kali atau 3 kg dalam sebulan pre eklampsia
harus dicurigai. Selain itu apabila terjadi pertambahan berat
badan lebih dari 2,5 kg tiap minggu pada akhir kehamilan
mungkin merupakan tanda pre eklampsia. Penambahan berat
badan ini disebabkan retensi air dalam jaringan dan kemudian
edema nampak dan edema tidak hilang dengan istirahat. Hal ini
perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya pre
eklampsia (Rozhikhan, 2007).
3. Proteinuria
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urine (air
kencing) melebihi 0,3 gram/liter selama 24 jam atau pemeriksaan
kualitatif menunjukkan 1+ atau 2+ (menggunakan metode
turbidimetrik standard). Proteinuria dapat diperiksa dengan cara
air kencing (urine) dikeluarkan dengan ditampung kateter atau
midstream untuk memperoleh urine yang bersih, urine diambil
minimal 2 kali dengan jarak 6 jam. Proteinuria biasanya timbul
lebih lambat dari hipertensi dan penambahan berat badan.
Proteinuria yang sering ditemukan pada pre eklampsia, terjadi
karena adanya vasospasmus pembuluh-pembuluh darah ginjal.
Karena itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius
(Rozhikhan, 2007).
Disamping adanya gejala yang nampak seperti yang telah
dituliskan di atas, pada keadaan yang lebih lanjut akan timbul
gejala-gejala subyektif yang biasanya dikeluhkan pasien kepada
dokter. Gejala subyektif tersebut yaitu sebagai berikut
(Rozhikhan, 2007):
1) Sakit kepala yang hebat karena vasospasmus atau
oedema otak.
252
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
2) Sakit di ulu hati karena regangan selaput hati oleh
haemorrhagia atau edema, atau sakit kerena perubahan
pada lambung.
3) Gangguan penglihatan, penglihatan menjadi kabur
terkadang pasien bisa mengalami kebutaan. Gangguan ini
disebabkan vasospasmus, edema atau ablatio retinae.
Perubahan ini dapat dilihat dengan ophtalmoscop.
4) Gangguan pernafasan.
5) Pada keadaan berat akan diikuti gangguan kesadaran.
6.6.3. Golongan Pre Eklampsia
Pre eklampsia dibagi dalam golongan ringan dan berat,
tanda dan gejala pre eklampsia ringan adalah :
1) Tekanan darah sistol 140 mmHg atau kenaikan 30 mmHg
dengan interval pemeriksaan 6 jam.
2) Tekanan darah diastol 90 mmHg atau kenaikan 15 mmHg
dengan interval pemeriksaan 6 jam.
3) Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu.
4) Proteinuria 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif plus
1 sampai 2 pada urine kateter atau urine aliran
pertengahan (Rozhikhan, 2007).
Sedangkan penyakitpre eklampsia digolongkan berat
apabila satu atau lebih tanda dan gejala di bawah ini ditemukan:
1) Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau lebih, atau
tekanan diastole 110 mmHg atau lebih,
2) Proteinuria 5 gram atau lebih dalam 24 jam, 3+ atau 4+
pada pemeriksaan semikuantitatif.
3) Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam.
4) Keluhan cerebral, gangguan penglihatan atau nyeri di
daerah epigastrium.
5) Edema paru-paru atau sianosis (Rozhikhan, 2007).
253
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
6.6.4. Faktor Risiko Pre Eklampsia
Wanita hamil cenderung dan mudah mengalami pre
eklampsia yang mempunyai faktor-faktor predisposing sebagai
berikut (Rozhikhan, 2007) :
1) Nulipara
2) Kehamilan ganda
3) Usia < 20 atau > 35 th
4) Riwayat pre eklampsia atau eklampsia pada kehamilan
sebelumnya
5) Riwayat dalam keluarga pernah menderita preeklampsia
6) Penyakit ginjal, hipertensi dan diabetes melitus yang
sudah ada sebelum kehamilan
7) Obesitas.
Usia 20-30 tahun adalah periode paling aman untuk hamil
atau melahirkan, akan tetapi di negara berkembang sekitar 10%20% bayi dilahirkan dari ibu remaja yang sedikit lebih besar dari
anak-anak. Adapun dari suatu penelitian ditemukan bahwa dua
tahun setelah menstruasi yang pertama, seorang wanita masih
mungkin mencapai pertumbuhan panggul antara 2-7 % dan tinggi
badan 1%. Berdasarkan hasil penelitian di Nigeria menunjukkan
bahwa wanita hamil usia 15 tahun mempunyai angka kematian
ibu 7 kali lebih besar jika dibandingkan dengan wanita berusia 2024 tahun (Rozhikhan, 2007).
6.6.5. Pencegahan Pre Eklampsia dan Eklampsia
Pre eklampsia dan eklampsia merupakan komplikasi
kehamilan yang berkelanjutan dengan penyebab yang sama. Oleh
karena itu, pencegahan atau diagnosis dini dapat mengurangi
kejadian dan menurunkan angka kesakitan dan kematian. Untuk
dapat menegakkan diagnosis dini diperlukan pengawasan hamil
254
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
yang teratur dengan memperhatikan kenaikan berat badan,
kenaikan tekanan darah, dan pemeriksaan untuk menentukan
proteinuria (Rozhikhan, 2007).
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat
menemukan tanda-tanda dini pre eklampsia, dan dalam hal itu
harus dilakukan penanganan semestinya. Para wanita biasanya
tidak mengemukakan keluhan dan jarang memperhatikan tandatanda pre eklampsia yang sudah terjadi, maka deteksi dini
keadaan ini memerlukan pengamatan yang cermat dengan masamasa interval yang tepat. Kita perlu lebih waspada akan
timbulnya pre eklampsia dengan adanya faktor-faktor
predisposisi seperti yang telah diuraikan diatas. Walaupun
timbulnya pre-eklampsia tidak dapat dicegah sepenuhnya,
namun frekuensinya dapat dikurangi (Rozhikhan, 2007). Salah
satu caranya dengan pemberian informasi kesehatan kehamilan
dan pemeriksaan kandungan secara rutin.
Eklampsia merupakan komplikasi obstetri kedua yang
menyebabkan 20-30% kematian ibu. Komplikasi ini sesungguhnya
dapat dikenali dan dicegah sejak masa kehamilan (pre
eklampsia). Pre eklampsia yang tidak mendapatkan tindak lanjut
yang adekuat (dirujuk ke dokter, pemantauan yang ketat,
konseling dan persalinan di rumah sakit) dapat menyebabkan
terjadinya eklampsia pada trimester ketiga yang dapat berakhit
dengan kematian ibu dan janin. Penanganan preeklampsia
bertujuan untuk menghindari kelanjutan menjadi eklampsia dan
dengan pertolongan tenaga kesehatan diupayakan agar ibu dapat
melahirkan janin dalam keadaan optimal dan dengan trauma
yang minimal.
Jika eklampsia tidak ditangani secara cepat akan terjadi
kehilangan kesadaran dan kematian karena kegagalan jantung,
kegagalan ginjal, kegagalan hati atau perdarahan otak. Oleh
karena itu kejadian kejang pada penderita eklampsia harus
255
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
dihindari. Penyebab kematian ibu terbesar (58,1%) adalah
perdarahan dan eklampsia. Kedua sebab itu sebenarnya dapat
dicegah dengan pemeriksaan kehamilan (antenatal care atau
sering disingkat menjadi ANC) yang memadai, atau pelayanan
berkualitas dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan
(Rozhikhan, 2007).
256
BAB 7
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
7.1. Kesimpulan
Sejarahnya keberadaan Dusun Pantar Kabali dan Tapian
Karahau karena adanya hutan karet di situ. Masyarakat mencari
penghidupan dengan menjadi pemantat karet. Untuk Dusun
Tanjung Jaya dan Bukit Keramat karena adanya penambangan
emas sehingga adanya pemukiman di situ karena dulunya
mereka mendekati sumber lokasi emas. Munculnya dusun ini
awalnya karena mendekati sumber penghasilan dan mata
pencaharian mereka.
Persaingan memperebutkan sumber penghasilan berupa
sumber daya alam yang terbatas seperti emas dan puya
mengakibatkan konflik di wilayah tersebut. Salah satu cara untuk
mempertahankan sumber daya alam yang ada yaitu dengan
menciptakan benteng pertahanan melalui media racun “pulih”
dan hanya orang-orang tertentu yang memiliki penawarnya.
Sementara warga sendiri percaya bahwa pulih itu adalah
pekerjaan roh jahat dan hanya bisa diatasi dengan karya roh baik
salah satunya dengan Sangiang dan Danum Tawar.Pengobatan
tradisional dengan mengundang roh leluhur (Sangiang) oleh
warga Karahau tetap
dipertahankan sebagai pengobatan
penyakit akibat pengaruh roh-roh jahat.
Penyakit yang banyak diderita warga masyarakat antara
lain ISPA yang disebabkan debu pasir dan asap genset dan mesin.
257
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Diare atau sakit perut sampai mencret disebabkan karena minum
air yang tidak direbus. Malaria dan Demam Berdarah disebabkan
karena lingkungan yang lembab dan basah serta kebiasaan warga
yang tidak menjaga lingkungan sekitar seperti membersihkan
tong dan bak mandi. Darah Tinggi yang disebabkan oleh makanan
yang berpengawet termasuk ikan asin.
Beberapa kasus kematian bagi warga karena diganggu
oleh roh jahat. Sehingga upaya pencegahan selalu dilakukan
untuk memproteksi dari gangguan roh-roh jahat dengan
memasang pahelat di rumah dan danum tawar merupakan cara
paling praktis mengusir dan menghilangkan pengaruh yang
diakibatkan karena roh jahat.
Tenaga kesehatan seperti mantri hanya 2 minggu sekali
singgah di dusun namun tidak menetap disini.Tidak adanya
tenaga kesehatan yang menetap di desa, menyebabkan
kurangnya informasi tentang pengetahuan kesehatan yang
diperoleh masyarakat. Akibatnya mereka mencari pemahaman
atau pengobatan sendiri dengan meramu, meracik dan membeli
obat dari warung.
Adanya “pulih” membuat takut orang luar desa yang
hendak masuk ke dalam desa. Padahal mereka membutuhkan
tenaga kesehatan seperti bidan, perawat serta guru di Desa
Muroi Raya. Penangkal untuk “pulih” ini dengan menggunakan
“danum tawar”. Pulih dipercaya masyarakat sebagai karya roh
jahat dan danum tawar juga sangiang adalah karya roh baik
yang menangkalnya.
7.2. Rekomendasi
1) Salah satu cara untuk menghilangkan pulih bisa dengan
cara penyadaran masyarakat melalui media tokoh agama
dan tokoh adat di desa.
258
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
2) Penyadaran untuk mendidik warga desa melalui
penyuluhan tentang faktor risiko tinggi kehamilan bisa
melalui tradisi yang masih dilakukan masyarakat di desa
ini yaitu melalui ritualmandi baya pada usia kehamilan 7
bulan.
3) Mendayagunakan sumber daya manusia yang ada di Desa
Muroi Raya, agar kelak dapat menjadi tenaga kesehatan
dan tenaga pendidik dengan status pegawai negeri (PNS).
Sehingga dengan begitu, tenaga kesehatan dan pendidik
dapat tinggal menetap di Desa Muroi Raya.
259
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
260
INDEKS
A
adat · 15, 19, 44, 50, 51, 60, 63,
69, 70, 71, 84, 91, 108, 125,
188, 210, 258
akses · 8, 14, 27, 28, 32, 45, 64,
219
aktifitas · 48, 150, 159, 162,
168, 184, 193, 202, 203, 207,
210
aktivitas · 15, 32, 39, 131, 135,
158, 162
Angka Kematian Ibu · 2
B
bahasa · 5, 16, 24, 71, 79, 103,
104, 125, 134, 143, 169, 176,
230, 241
bidan kampung · 127, 138, 146,
147, 149, 150, 151, 152, 153,
154, 162, 163, 164, 165, 166,
167, 168, 170, 171, 172, 173,
177, 179, 195, 197, 243
Bidan Kampung · 11, 33, 34, 64,
147, 165
budaya · 1, 2, 4, 12, 13, 16, 35,
49, 51, 74, 75, 95, 105, 131,
148, 166, 197, 198, 207, 210
D
daerah endemis · 9
danum tawar · 12, 88, 89, 123,
143, 163, 224, 226, 230, 233,
234, 235, 236, 237, 241, 248,
249, 258
Demografi · 2
E
ekologi · 4
emik · 4, 5, 10
etnografi · 4, 16
F
fasilitas kesehatan · 26, 29,
150, 154, 195, 197, 198, 199,
200, 209, 212, 213, 215, 230,
235, 236, 243
261
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
G
J
gaya hidup · 65
geografis · 61
jamban · 32, 43, 54, 67, 202
jangkauan · 9, 26, 27, 102
H
K
hamil · 11, 65, 117, 119, 121,
123, 126, 127, 131, 132, 134,
136, 137, 138, 139, 140, 141,
143, 145, 146, 147, 148, 149,
150, 151, 152, 155, 156, 158,
162, 163, 164, 165, 169, 170,
177, 195, 196, 198, 199, 212,
237, 238, 239, 240, 241, 242,
243, 246, 247, 249, 250, 251,
254
hantuen · 143, 181, 237, 238,
239, 249
Kaharingan · 14, 39, 50, 61, 63,
65, 73, 75, 77, 82
kandungan · 33, 34, 64, 113,
123, 126, 127, 132, 137, 139,
141, 144, 145, 146, 147, 149,
150, 151, 152, 154, 156, 165,
168, 195, 240, 242, 243, 246,
250, 255
kebijakan · 3, 44, 63
kebutuhan · 43, 44, 45, 59, 62,
95, 113, 191, 192, 207
keguguran · 11, 33, 64, 123,
149, 213, 240, 241, 242, 248,
249
kehamilan · 11, 33, 64, 100,
117, 118, 121, 127, 128, 131,
134, 138, 140, 143, 144, 145,
146, 147, 149, 150, 151, 155,
156, 165, 168, 169, 170, 195,
197, 200, 201, 220, 241, 242,
247, 248, 249, 250, 251, 252,
254, 255, 256, 259
kejadian · 15, 32, 65, 72, 86,
240, 241, 245, 251, 254, 255
kekerabatan · 4, 37, 91
kelahiran · 2, 34, 123, 131, 172
I
ibu hamil · 11, 14, 131, 132,
134, 135, 136, 137, 138, 139,
140, 141, 143, 145, 146, 147,
150, 151, 152, 153, 154, 155,
156, 158, 162, 163, 164, 165,
168, 178, 196, 198, 199, 212,
220, 233, 237, 238, 239, 240,
243, 247, 249
262
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
kematian · 9, 10, 12, 13, 34, 79,
84, 96, 127, 136, 138, 142,
143, 144, 155, 167, 175, 181,
197, 209, 211, 212, 223, 225,
238, 244, 247, 250, 254, 255,
258
Kenakalan · 49
kepadatan · 2, 6, 53
kepemilikan · 96
kepemimpinan · 21
kepercayaan · 2, 68, 73, 79, 81,
85, 97, 99, 134, 138, 143,
153, 166, 168, 171, 183, 225,
235, 238
keresahan · 49
kesakitan · 34, 254
Kesehatan Ibu · 13, 14, 89
keselamatan · 63, 75, 79, 80,
137, 141, 166, 190, 228, 235
kesembuhan · 85, 86, 97, 224,
236, 245, 246
kesenian · 16, 17, 105, 107, 108
kesurupan · 229, 232, 250
khasiat · 233, 235, 246
komoditas · 44
kondisi geografis · 9
konflik · 38, 44, 49, 92, 93, 95,
257
konsep · 1, 7, 23, 39, 95, 96, 99,
158
konsumsi · 203, 239, 246
L
larangan · 54, 124, 178
leluhur · 37, 39, 56, 59, 61, 65,
66, 78, 83, 84, 100, 257
lingkungan · 1, 8, 10, 16, 30, 49,
117, 158, 193, 208, 209, 211,
213, 216, 258
M
makanan · 2, 56, 75, 89, 101,
102, 120, 124, 134, 136, 137,
138, 140, 159, 162, 174, 175,
178, 184, 190, 191, 193, 195,
196, 201, 203, 204, 205, 206,
217, 222, 223, 224, 225, 229,
232, 240, 248, 258
malaria · 3, 9, 148, 198, 208,
209, 211, 212, 213
masyarakat · 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8,
10, 11, 12, 13, 15, 16, 19, 20,
23, 24, 25, 26, 28, 32, 38, 41,
44, 45, 46, 48, 49, 50, 51, 52,
55, 58, 60, 61, 63, 74, 78, 79,
80, 81, 82, 83, 85, 91, 92, 94,
95, 96, 97, 98, 99, 101, 102,
103, 105, 107, 113, 114, 115,
117, 121, 125, 128, 131, 134,
135, 136, 137, 139, 140, 141,
143, 145, 148, 154, 155, 156,
158, 162, 165, 166, 167, 168,
169, 171, 172, 174, 177, 178,
263
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
179, 181, 185, 186, 188, 190,
194, 197, 198, 199, 200, 201,
203, 204, 207, 209, 210, 211,
212, 213, 215, 216, 219, 222,
225, 226, 227, 230, 233, 234,
235, 236, 238, 239, 242, 244,
245, 246, 247, 248, 249, 257,
258, 259
mata pencaharian · 16, 30, 54,
62, 113, 257
menstruasi · 33, 64, 118, 119,
121, 146, 148, 173, 241, 242,
254
metode · 4, 15, 84, 252
metodologi · 4
minuman · 43, 77, 89, 101, 102,
125, 162, 190, 195, 222, 223,
224
monografi · 39
N
nenek moyang · 18, 37, 55, 59
nyanyian · 106, 108
P
palas · 170, 171, 172
pantangan · 2, 101, 124, 134,
135, 136, 137, 138, 144, 145,
155, 162, 165, 168, 174, 175,
224, 240
patrilineal · 5
264
pedagang · 39, 42, 43, 68, 100,
101, 104, 115, 159, 204, 206,
226, 246
pekerjaan · 39, 41, 62, 80, 109,
115, 128, 131, 144, 158, 165,
216, 240, 246, 257
pelaku budaya · 4
pelayanan · 8, 9, 14, 27, 29, 52,
98, 102, 103, 151, 197, 199,
200, 203, 213, 220, 221, 245,
248, 256
pelayanan kesehatan · 8, 9, 14,
102, 151, 197, 200, 203, 213,
221
pemahaman · 4, 96, 173, 179,
202, 220, 258
pembangunan · 3, 6, 26, 39, 93,
95, 131
pemekaran · 6, 7, 8, 10, 26, 38
pemukiman · 6, 25, 39, 43, 56,
59, 60, 61, 69, 216, 257
pendatang · 17, 18, 40, 67, 68,
90, 93, 104, 214
penduduk · 2, 5, 6, 9, 18, 25,
28, 30, 32, 38, 39, 42, 44, 52,
53, 54, 55, 101, 102, 113,
140, 171, 216, 227, 234
pengetahuan · 2, 3, 11, 16, 100,
101, 118, 119, 121, 128, 177,
178, 194, 196, 200, 201, 203,
212, 215, 225, 247, 258
Pengobat Danum Tawar · 11
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
pengobat tradisional · 100, 108,
109, 195, 224, 229, 232, 233
pengobatan · 3, 44, 73, 82, 84,
85, 88, 97, 98, 100, 104, 108,
126, 127, 154, 162, 163, 165,
166, 169, 174, 175, 184, 185,
186, 196, 198, 199, 203, 211,
212, 214, 224, 227, 228, 229,
230, 231, 232, 233, 234, 235,
236, 237, 238, 241, 244, 245,
248, 257, 258
penyakit · 1, 3, 8, 9, 11, 12, 13,
15, 18, 57, 66, 79, 82, 85, 86,
87, 95, 97, 99, 103, 108, 122,
123, 124, 148, 174, 179, 181,
183, 184, 185, 190, 198, 199,
208, 209, 211, 212, 213, 214,
215, 216, 222, 224, 227, 228,
229, 231, 232, 233, 234, 235,
236, 241, 244, 247, 250, 253,
257
penyakit menular · 8, 12, 13,
122, 209, 212, 213
penyakit tidak menular · 12, 13
peran domestik · 203
perawatan · 134, 168, 171, 172,
173, 174, 178, 181, 195, 197,
200, 201, 215
perempuan · 33, 52, 54, 63, 64,
119, 121, 129, 148, 170, 173,
181, 187, 188, 193, 199, 203,
204, 206, 242, 249
perilaku · 4, 8, 12, 13, 65, 134,
135, 137, 144, 148, 168, 197,
198, 201, 203, 207, 209
perilaku hidup bersih dan sehat
· 12, 13, 148, 197, 198
perjalanan · 24, 27, 32, 42, 46,
64, 149, 212, 214
perkawinan · 18, 63, 69, 103,
106
perkelahian · 43, 49, 59, 125
perkembangan · 6, 23, 38, 41,
115, 117, 169, 191, 194
permasalahan · 1, 2, 10, 13, 49,
60, 91, 102, 125, 148, 165,
177, 179, 198, 199
pernikahan · 33, 63, 64, 65, 91,
105, 106, 107, 121, 128, 148,
193, 194, 196, 206, 242, 247,
248, 249
persaingan · 19, 89, 223, 226
persalinan · 9, 14, 100, 135,
136, 137, 140, 145, 149, 150,
151, 154, 155, 156, 158, 162,
163, 164, 165, 166, 168, 170,
171, 172, 173, 174, 175, 177,
195, 197, 198, 200, 229, 232,
238, 243, 255
persepsi · 1, 95
perumahan · 40
petugas kesehatan · 98, 146,
199, 200, 237, 241, 244, 246,
247
praktek · 3, 29, 33, 64, 149, 243
265
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
predisposisi · 255
proaktif · 11
produktif · 63
Program Transmigrasi · 22
provider · 29, 100
pulih · 12, 89, 96, 98, 222, 223,
224, 225, 226, 229, 232, 233,
236, 257, 258
R
ramuan · 127, 140, 167, 169,
214, 248
rekomendasi · 35, 245
religi · 16, 71, 72
remaja · 49, 50, 117, 118, 119,
121, 122, 123, 124, 125, 129,
148, 149, 181, 188, 203, 204,
242, 247, 254
resiprositas · 94, 107
ritual · 10, 65, 74, 75, 78, 79,
80, 81, 82, 83, 84, 86, 97,
104, 105, 108, 134, 140, 146,
153, 170, 171, 172, 185, 186,
187, 188, 189, 190, 206, 259
roh jahat · 18, 66, 88, 89, 97,
99, 141, 143, 181, 225, 226,
229, 232, 238, 240, 244, 250,
257, 258
rumah panggung · 6, 70, 77,
131, 185, 210, 236
rumah sakit · 35, 86, 100, 126,
149, 152, 211, 212, 214, 226,
266
230, 236, 239, 240, 243, 245,
255
S
Sangiang · 11, 73, 84, 85, 86,
88, 104, 257
sehat-sakit · 2
sejarah · 12, 13, 15, 17, 20, 35,
36, 37, 38, 70
sesajen · 77, 78, 81, 140, 171,
185
sosial · 2, 12, 13, 16, 48, 95, 96,
105, 131
spesifik lokal · 3
suasana · 43, 95, 129
swadaya · 7, 44
T
tanaman · 1, 7, 27, 30, 45, 53,
54, 56, 57, 58, 96, 100, 114,
136, 137, 139, 147, 156, 167,
176, 185
Tarian · 78, 105, 106
teknologi · 4, 16, 17
tenaga kesehatan · 9, 51, 145,
146, 177, 196, 197, 200, 211,
220, 221, 230, 235, 236, 241,
243, 244, 246, 247, 255, 258,
259
teritorial · 7
Tjilik Riwut · 20, 21, 22, 70
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
tradisi · 1, 14, 19, 71, 95, 134,
141, 145, 152, 154, 166, 170,
171, 174, 175, 177, 179, 181,
186, 200, 202, 210, 259
tradisional · 10, 53, 70, 100,
108, 111, 112, 126, 127, 132,
147, 152, 154, 156, 163, 165,
166, 167, 169, 170, 173, 174,
175, 176, 177, 181, 184, 185,
195, 214, 224, 227, 228, 229,
230, 231, 232, 234, 235, 237,
241, 244, 245, 248, 257
transportasi · 5, 6, 23, 27, 28,
34, 46, 53, 62, 102, 113, 120,
219, 235, 245
U
unsur budaya · 16
267
GLOSARIUM
Bakas
Bihin
Biti
Danum Tawar
=
=
=
=
Indu
Itah
Ketun
Lewu
Mamapas Lewu
Manjawi
Manyadingen
=
=
=
=
=
=
=
Meruyan
Pahelat
Pahingen
Pahuni
Palas Bidan
Palis
=
=
=
=
=
=
Pelusur
=
Penduduk
=
tua
dulu
badan
air yang telah di doakan oleh orang yang di
anggap pintar
ibu
kita
Kalian
desa
membersihkan Desa
meraih atau menggapai
ritual mendinginkan anak. Tujuannya agar
anak diberi kesehatan dan dihindarkan dari
roh-roh jahat.
darah yang keluar pada saat ibu nifas
benda untuk mengusir roh-roh jahat
pantangan perilaku ibu hamil
pangan makanan ibu hamil
membalas jasa bidan
jimat yang digunakan oleh ibu hamil atau
anak bayi. Tujuannya agar dilindungi dari
roh-roh jahat dan diberi keselamatan.
benda atau tata cara yang dipercayai untuk
memperlancar persalinan
sesajen
268
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Sangiang
Uluh
Jukung
Mandau
Puya
= ritual pengobatan tradisional melalui media
dukun yang dirasuki oleh roh-roh baik
= orang
= Perahu tanpa mesin
= Semacam pedang khas Kalimantan yang
digunakan untuk menebas semak belukar
dan dalam keadaan terdesak digunakan
untuk alat pertahanan diri dari serangan
binatang buas.
= Pasir yang didalamnya mengandung 12 unsur
logam seperti emas, perak, emas putih,
tembaga, dll.
269
DAFTAR PUSTAKA
Ahimsa Putra, Heddy Shri. Etnosains dan Etnometodologi: Sebuah
Perbandingan. Jurnal Masyarakat Indonesia. Universitas
Gadjah Mada.
Angkasawati, Tri Juni. Protokol Penelitian Riset Khusus Budaya
Kesehatan 2014. Surabaya: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kapuas. Kapuas Dalam Angka
2013
Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas. Profil Kesehatan Kabupaten
Kapuas 2012
Florus, Paulus, dkk. (ed). 1994. Kebudayaan Dayak. Aktualisasi
dan Transformasi. Jakarta: P3S-Institute of Dayakology
Research and Development dengan Penerbit PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Koentjaraningrat.1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Laksono,P.M.dkk. 2006. “Pergulatan Identitas Dayak dan
Indonesia Belajar Dari Tjilik Riwut” Yogyakarta: Pusat Studi
Asia Pasifik bekerjasama dengan Galang Press.
Nuraini, Syarifah., dkk. 2012. Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu
dan Anak. “Etnik Dayak Siang
Murung, Desa Dirung
Bakung, Kecamatan Tanah Siang, Kabupaten Murung Raya,
Provinsi Kalimantan Tengah”. Pusat Humaniora, Kebijakan
270
Etnik Dayak Ngaju, Kab. Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah
Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Priyatmono, Gutomo. 2007. Bermain dengan Kematian. “Potret
Kegagalan Pembangunan Kesehatan Monokultur di Negeri
1001 Penyakit”. Yogyakarta: Kanisius.
Ratnawati, Atik Tri.,dkk.2005. Masalah Kesehatan dalam Kajian
Ilmu Sosial-Budaya. Yogyakarta: Kepel Press.
Suseno, Nila (ed). 2003. Maneser Panatau Tatu Hiang.
Menyelami Kekayaan Leluhur. Palangkarya: Pusaka Lima.
Spradley, James P.,1997. Metode Etnografi.Yogyakarta: PT Tiara
Wacana.
SUMBER INTERNET
http:// Wikipedia.org/wiki/Suku-Dayak-Ngaju
http://pkmdanaurawah.blogspot.com
http://www.kapuas.info/2012/10/dr-susanto-dokter-puskesmasdanau-rawah.html)
271
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
272
Download