PENGGUNAAN PETA PIKIRAN MELALUI MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA MENULIS NARASI Hesti Muliawati FKIP UNSWAGATI, Jl Perjuangan No 2 Cirebon. Pos-el: [email protected] Abstrak Latar belakang permasalahan ini adalah pelajaran menulis narasi yang dirasakan kurang menarik dan membebani siswa. Adanya kesulitan dalam ketepatan kata, ketepatan kalimat, ejaan, dan tulisan yang kurang tepat. Tulisan siswa pada dasarnya belum menggambarkan gagasan, perasaanm dan pemikiran yang utuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kegiatan siswa di kelas dengan penggunakan peta pikiran melalui media gambar dalam meningkatkan kemampuan siswa menulis narasi. Model peta pikiran menggunakan kemampuan otak akan pengenalan visual untuk mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya. Dengan kombinasi warna, gambar, dan cabang-cabang melengkung, peta pikiran lebih merangsang secara visual daripada model pencatatan tradisional, yang cenderung linear dan satu warna. Ini akan memudahkan siswa mengingat informasi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu. Teknik pengambilan data yang penulis gunakan adalah teknik tes berupa tes tertulis. Tes tulis digunakan untuk mengetahui keefektifan setelah menggunakan model pembelajaran kontekstual melalui media gambar dalam pembelajaran. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMPN 1 Tengahtani Kabupaten Cirebon tahun pelajaran 2014/2015. Dengan demikian dapat diketahui bahwa penggunaan model peta pikiran efektif dalam pembelajaran menulis narasi pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Ciwaringin Kabupaten Cirebon tahun ajaran 2014/2015. Kata Kunci: Penggunaan model peta pikiran, media gambar, menulis narasi. Abstract The background of this problem is the writing lessons naasi felt less attractive and burdening students. The difficulty in word accuracy, the precision of sentences, spelling, and writing are less precise. Posts students basically not describe ideas and thoughts perasaanm intact. The purpose of this study was to observe the activities of students in the classroom with the use of mind maps through images in the media increase students' ability to write narrative. Models mind maps using visual recognition ability of the brain to get the maximum. With a combination of colors, images, and branches arched, mind maps more visually stimulating than traditional recording models, which tend to be linear and one color. This will allow students to recall information. The method used in this study is a quasiexperimental method. Data collection techniques that I use is the testing techniques in the form of a written test. Written test is used to determine the effectiveness after using contextual learning model through images in the media of learning. The population in this study were all students of class VIII SMPN 1 Tengahtani Cirebon in the academic year 2014/2015. Thus it can be seen that the use of mind maps to be effective in models of learning narrative writing of the seventh grade students of SMP Negeri 1 Cirebon Ciwaringin academic year2014/2015. Keywords: Using a mind map models, media images, narrative writing. PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖ 181 1. PENDAHULUAN Ada empat keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Empat keterampilan berbahasa itu tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, saling menunjang, dan saling mendukung. Menulis sebagai salah satu aspek berbahasa berfungsi untuk mengasah keterampilan dan kreativitas siswa melalui bentuk tulisan. Menulis mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia di antaranya dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Pelajaran menulis bermanfaat bagi semua orang, di antaranya gagasan yang kita miliki dapat disalurkan dengan baik. Salah satu jenis kegiatan menulis di antaranya menulis narasi. Narasi bertujuan mengisahkan atau menceritakan (Nasucha, dkk, 2009:49). Narasi adalah karangan yang menyajikan serangkaian peristiwa (Suparno dan Yunus, 2008:4.54). Salah satu ciri khas narasi adalah mengisahkan salah satu tokoh cerita bergerak dalam suatu rangkaian perbuatan atau mengisahkan tokoh cerita terlibat dalam suatu peristiwa dan kejadian. Pelajaran menulis teks narasi penting untuk diajarkan agar siswa dapat menjelaskan peristiwa alam dan peristiwa sosial yang terjadi di sekitarnya. Selain itu, berdasarkan tuntutan kurikulum 2013 SMP bidang studi Bahasa dan Sastra Indonesia kelas VII, terdapat kompetensi inti mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori. Kompetensi dasar, menyusun teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek sesuai dengan karakteristik teks yang akan dibuat baik secara lisan maupun tulisan. Oleh karena itu, materi tersebut penting diajarkan pada siswa. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa dan guru Bahasa dan Sastra Indonesia SMP kelas VII diperoleh fakta bahwa kemampuan siswa dalam menulis teks eksplanasi masih di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) karena masih banyak siswa yang belum bisa menulis teks narasi dan belum memahami materi teks narasi sehingga siswa merasa kesulitan dalam mengembangkan kalimat menjadi teks narasi. Hal ini disebabkan karena siswa jarang membaca sehingga pengetahuan yang dimiliki kurang berkembang. Selain itu, guru sering menggunakan metode ceramah pada saat proses pembelajaran. Permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran menulis teks narasi memerlukan penyegaran, di antaranya penggunaan metode yang bervariasi. Ada bermacam-macam metode pembelajaran, salah satunya metode peta pikiran. Menurut Buzan (2013: 5), peta pikiran merupakan peta rute hebat bagi ingatan, memungkinkan kita menyusun fakta dan pikiran sedemikian rupa sehingga cara kerja alami otak dilibatkan sejak awal. Ini berarti mengingat informasi akan lebih mudah dan lebih bisa diandalkan daripada menggunakan teknik pencatatan tradisional. Dalam metode peta pikiran, gagasan-gagasan yang akan kita tuangkan menjadi teks eksplanasi dipetakan terlebih dahulu. Keunggulan metode peta pikiran dilakukan agar siswa dapat menuangkan ide-ide atau gagasan dalam bentuk teks eksplanasi. 182 PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖ Oleh karena itu, penulis ingin mengujicobakan penggunaan peta pikian melalui media gambar dalam pembelajaran menulis narasi dengan judul penelitian―Penggunaan Peta Pikiran Melalui Media Gambar untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Teks Narasi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Lemahabang Tahun Pelajaran 2014/2015‖. 1.1 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini, yakni: 1) penggunaan peta pikiran melalui media gambar untuk meningkatkan kemampuan menulis narasi pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Lemahabang tahun pelajaran 2014/2015 efektif?, 2) dan bagaimanakah aktivitas siswa dalam penggunaan peta pikiran melalui media gambar untuk meningkatkan kemampuan menulis narasi pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Lemahabang tahun pelajaran 2014/2015 efektif? 1.2 Tujuan Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini untuk mengetahui keefektifan dan aktivitas siswa dengan penggunaan peta pikiran melalui media gambar untuk meningkatkan kemampuan menulis narasi pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Lemahabang tahun pelajaran 2014/2015. 1.3 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah pengetahuan tentang menulis karangan narasi. Selain itu, melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif pemilihan model pembelajaran menulis karangan narasi dan dapat mengembangkan keterampilan guru bahasa dan sastra Indonesia, khususnya dalam menerapkan penggunaan peta pikiran melalui media gambar untuk meningkatkan kemampuan menulis narasi. 2. KAJIAN TEORI 2.1 Menulis Narasi Aspek kemampuan berbahasa meliputi menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Menulis adalah aktivitas mengemukakan gagasan melalui media bahasa (Nurgiyantoro, 1995:296). Keterampilan menulis merupakan keterampilan bahasa yang paling akhir setelah kemampuan mendengarkan, berbicara dan membaca. Kemampuan menulis menghendaki penguasaan berbagai unsur di luar bahasa itu sendiri yang akan menjadi isi tulisan sehingga menjadi tulisan yang runtut dan padu (Iskandarwassid dan Sunendar, 2008:248). Berdasarkan tujuan umum yang tersirat ada lima jenis tulisan yaitu: deskripsi, narasi, eksposisi, argumentasi dan persuasi (Suparno dan Yunus, 2008:1.11). Mengenai ragam tulisan, penulis menggunakan ragam tulisan yang lazim digunakan dalam pembelajaran menulis di Indonesia yaitu: ragam narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi dan persuasi. Berkaitan dengan uraian tersebut, yang dikaji dalam penelitian ini adalah tulisan narasi siswa, maka pembahasan selanjutnya akan difokuskan pada tulisan narasi. Istilah narasi berasal dari kata narration (Bahasa Inggris) yang berarti ―cerita‖ dan narrative yang berarti ―yang menceritakan‖ (Ahmadi, 1990:122). PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖ 183 Paragraf narasi bertujuan mengisahkan atau menceritakan (Nasucha, dkk, 2009:49). Narasi adalah karangan yang menyajikan serangkaian peristiwa (Suparno dan Yunus, 2008:4.54). Salah satu ciri khas narasi adalah mengisahkan salah satu tokoh cerita bergerak dalam suatu rangkaian perbuatan atau mengisahkan tokoh cerita terlibat dalam suatu peristiwa dan kejadian (Suparno dan Yunus, 2008:4.41). Tujuan utama narasi adalah untuk menguraikan suatu peristiwa atau serangkaian peristiwa yang saling berhubungan sehingga maknanya muncul atau berkembang di dalamnya. Menulis narasi tidak dapat berbuat objektif secara lengkap atau sempurna, dan dalam suatu derajad tertentu maknanya akan selalu memantulkan interpretasinya terhadap dunia atau peristiwa. 2.2 Metode Peta Pikiran Peta pikiran merupakan salah satu metode yang digunakan dalam proses pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam menuangkan ide atau gagasan. Dengan menggunakan peta pikiran, siswa dapat menggambarkan konsep materi pelajaran dengan kreativitasnya sendiri. Peta pikiran adalah teknik mencatat untuk memudahkan mengingat informasi melalui pemetaan dengan menggunakan gambar, simbol, dan warna. Seperti yang dikemukakan Buzan (2013: 5) bahwa peta pikiran merupakan peta rute yang hebat bagi ingatan, memungkinkan kita menyusun fakta dan pikiran sedemikian rupa sehingga cara kerja alami otak dilibatkan sejak awal. Dengan peta pikiran kita akan mengingat informasi lebih mudah. Windura (2013: 16), menyatakan bahwa peta pikiran adalah berbentuk visual alias gambar, sehingga mudah untuk dilihat, dibayangkan, ditelusuri, dibagikan kepada orang lain, dipresentasikan, didiskusikan bersama, dan sebagainya. Dengan peta pikiran kita akan mengingat informasi lebih mudah karena konsep peta pikiran berupa gambar sehingga lebih mudah untuk dilihat. Pendapat di atas mengungkapkan persamaan persepsi terkait konsep peta pikiran yaitu memandang peta pikiran dari segi kemudahan dalam mengingat informasi dan mudah untuk dilihat secara keseluruhan melalui pemetaan. Dengan demikian peta pikiran adalah teknik yang berhubungan erat dengan otak karena dalam peta pikiran menuangkan ide atau gagasan itu melalui pemetaan sehingga melibatkan otak untuk berpikir secara aktif. Peta pikiran juga memiliki konsep berupa gambar, simbol, dan warna sehingga dapat lebih mudah dalam mengingat informasi. Sebelum menerapkan metode peta pikiran dalam proses pembelajaran terlebih dahulu guru harus memahami langkah-langkah metode peta pikiran. Seperti yang dikemukakan Buzan (2013: 15), langkah-langkah metode peta pikiran yaitu mulai dari bagian tengah kertas kosong, gunakan gambar atau foto untuk ide sentral, gunakan cabang, gunakan warna, hubungkan setiap cabang, gunakan satu kata kunci. 2.3 Media Gambar Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses belajar. Kurikulum 2013 adalah sistem baru upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Salah satu 184 PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖ bentuk perubahan implementasi pada kurikulum tersebut adalah adanya media dalam setiap pembelajaran. Media pembelajaran adalah alat yang dapat membantu proses belajar mengajar dan berfungsi untuk memperjelas makna pesan yang disampaikan, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan lebih baik dan sempurna (Kustandi dkk, 2011: 8). Sejalan dengan itu, media gambar adalah media yang paling umum dipakai. Gambar merupakan bahasa yang umum, yang dapat dimengerti dan dinikmati di mana-mana. Pepatah Cina mengatakan bahwa sebuah gambar berbicara lebih banyak dari seribu kata (Sadiman dkk, 2012: 28). Setiawan dkk. (2009: 1) mengungkapkan bahwa gambar merupakan simbol komunikasi tertua. Dari zaman batu hingga sekarang, manusia menggunakan gambar sebagai alat komunikasi. Hal ini menunjukan bahwa gambar adalah media komunikasi yang efektif untuk digunakan dalam proses pembelajaran, karena terbukti dari zaman dahulu pun sudah dipakai sebagai alat komunikasi. Penggunaan media pembelajaran diharapkan dapat memberikan suatu warna yang baru dalam belajar sehingga media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baik terhadap siswa. Levie dan Lentz (Kustandi, 2013: 19-20) mengemukakan empat fungsi media pembelajaran, yaitu 1) fungsi atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi terhadap isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran; 2) fungsi afektif media visual dapat dilihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar (atau membaca) teks yang bergambar; 3) fungsi kognitif media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar; 4) fungsi kompensatoris media visual pembelajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali. Dalam proses pembelajaran diperlukan media untuk menarik perhatian siswa sehingga belajar akan lebih bermakna. Dalam setiap penggunaan media pembelajaran banyak manfaat dan kemudahan yang didapat pada prosesnya, tetapi masih ditemukan adanya kekurangan dalam penggunaan media termasuk pada pembelajaran menggunakan media gambar. Berikut kelebihan dan kekurangan media gambar. Kustandi, dkk. (2011: 41-42) dan Sanjaya (2012: 166-168) mengelompokkan beberapa kelebihan serta kekurangan dalam pembelajaran menggunakan media gambar.Kelebihan:1) sifatnya kongkret, lebih realistis dibandingkan dengan media verbal; 2) dapat memperjelas suatu masalah dalam bidang apa saja, baik untuk usia muda maupun tua; dan 3) murah harganya dan tidak memerlukan peralatan khusus dalam penyampainnya. Adapun kelemahannya, yakni: 1) gambar hanya menekankan persepsi indera mata; 2) ukurannya sangat terbatas. PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖ 185 3. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode eksperimen semu karena penulis ingin melihat pengaruh perlakuan terhadap hasil kegiatan pembelajaran menulis teks eksplanasi. Menurut Arikunto (2010: 160), metode eksperimen semu adalah kegiatan untuk meneliti suatu peristiwa yang diamati secermat mungkin dan hanya dilakukan satu kali perlakuan langsung dilihat hasilnya. Pada penelitian ini penulis menggunakan dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Untuk mengetahui akibat dari perlakuan yang diterapkan pada kelas eksperimen dan sebagai pembandingnya adalah kelas kontrol. Perlakuan yang diterapkan di kelas eksperimen yaitu menggunakan metode peta pikiran, sedangkan kelas kontrol tidak mendapat perlakuan. Desain penelitian pada metode eksperimen yang digunakan adalah desain kontrol (group pretest-postes control design). Menurut Arikunto (2010:125), desain kontrol (group pretest-postes control design) adalah suatu desain yang melibatkan dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dua kelompok ini masing-masing diberi tes awal untuk mengetahui kemampuan awal. Kemudian, diberi perlakuan berupa metode peta pikiran pada kelompok eksperimen, sedangkan kelompok kontrol tidak diberi perlakuan. Oleh karena itu, untuk mengetahui perbedaan antara dua kelompok tersebut perlu dilakukan tes akhir. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Efektivitas Metode Peta Pikiran Tujuan penilaian hasil belajar siswa dengan menggunakan instrumen tes yaitu untuk mengetahui efektif atau tidaknya penggunaan peta pikiran melalui media gambar. Berdasarkan hasil tes terdapat perbedaan antara siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil nilai tes awal siswa kelas eksperimen diperoleh dengan jumlah 1932 dengan nilai rata-rata 53. Jumlah nilai tes awal tersebut menunjukkan hasil yang belum memuaskan. Adapun rincian nilai siswa selengkapnya sebagai berikut. Siswa yang memeroleh nilai 33 sebanyak 2 siswa, yang memeroleh nilai 40 sebanyak 7 siswa, yang memeroleh nilai 47 sebanyak 3 siswa, yang memeroleh nilai 53 sebanyak 9 siswa, yang memeroleh nilai 60 sebanyak 7 siswa, yang memeroleh nilai 67 sebanyak 6 siswa, dan yang memeroleh nilai 73 sebanyak 2 siswa. Setelah dilakukan tes awal, penulis selanjutnya memberikan perlakuan pada kelas eksperimen yaitu dengan menggunakan metode peta pikiran. Kemudian, penulis melakukan tes akhir pada siswa kelas eksperimen dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas penerapan metode peta pikiran dalam pembelajaran menulis teks eksplanasi. Hasil tes akhir menunjukkan bahwa jumlah nilai tes akhir lebih besar dari jumlah nilai tes awal. Jumlah nilai tes akhir kelas eksperimen mencapai 2885 dengan nilai rata-rata 80. Adapun rincian selengkapnya sebagai berikut. Siswa yang memeroleh nilai 67 sebanyak 1 siswa, yang memeroleh nilai 73 sebanyak 10 siswa, yang memeroleh nilai 80 sebanyak 15 siswa, yang memeroleh nilai 87 sebanyak 7 siswa, dan yang memeroleh nilai 93 sebanyak 3 siswa. Sementara itu, hasil nilai tes awal siswa kelas kontrol diperoleh dengan jumlah 1899 dengan nilai rata-rata 52. Jumlah nilai tes awal kelas kontrol tersebut menunjukkan hasil yang 186 PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖ belum memuaskan. Adapun rincian nilai selengkapnya sebagai berikut. Siswa yang memeroleh nilai 33 sebanyak sebanyak 2 siswa, yang memeroleh nilai 40 sebanyak 7 siswa, yang memeroleh nilai 47 sebanyak 4 siswa, yang memeroleh nilai 53 sebanyak 10 siswa, yang memeroleh nilai 60 sebanyak 6 siswa, yang memeroleh nilai 67 sebanyak 6 siswa, dan yang memeroleh nilai 73 sebanyak 1 siswa. Jumlah nilai tes akhir kelas kontrol mencapai 2547 dengan nilai rata-rata 70. Hal ini menunjukkan bahwa hasil tes akhir lebih besar dari hasil tes awal. Adapun rincian selengkapnya sebagai berikut. Siswa yang memeroleh nilai 60 sebanyak 3 siswa, yang memeroleh nilai 67 sebanyak 14 siswa, yang memeroleh nilai 73 sebanyak 14 siswa, yang memeroleh nilai 80 sebanyak 4 siswa, dan yang memeroleh nilai 87 sebanyak 1 siswa. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata tes akhir pembelajaran menulis teks eksplanasi di kelas eksperimen lebih besar dibandingkan nilai rata-rata kelas kontrol. Hal tersebut dikarenakan pengaruh dari metode yang penulis gunakan yaitu metode peta pikiran. Ketika belajar menggunakan metode peta pikiran siswa merasa lebih nyaman dan lebih mudah untuk berimajinasi karena didukung oleh gambar, warna, cabang, dan kata kunci. Selain itu, hasil perhitungan statistik t-tes diperoleh thitung sebesar 4,38 pada taraf signifikan 5% dengan ttabel sebesar 1,99. Dengan demikian thitung lebih besar dari ttabel yaitu 4,38 > 1,99 hal ini menandakan bahwa (Ho) ditolak dan (H1) diterima. Berdasarkan uji hipotesis di atas, penggunaan peta pikiran melalui media gambar efektif digunakan untuk meningkatkan kemampuan menulis teks narasi pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Lemahabang tahun pelajaran 2014/2015. 4.2 Aktivitas Pembelajaran Pada pembelajaran menulis teks eksplanasi dengan penggunaan peta pikiran melalui media gambar, aktivitas siswa terlihat baik. Hal ini dibuktikan melalui rincian sebagai berikut. Siswa yang menyimak penjelasan guru mengenai kompetensi yang akan diajarkan dengan sungguh-sungguh berjumlah 32 siswa (88,89%) termasuk kategori sangat baik dan 11,11% siswa tidak menyimak penjelasan mengenai kompetensi yang akan diajarkan. Hal ini disebabkan karena siswa tersebut mengobrol dengan temannya. Pada kegiatan menjelaskan materi terdapat 34 siswa (94,44%) menyimak penjelasan guru tentang materi teks eksplanasi dengan menggunakan metode peta pikiran berjumlah termasuk kategori sangat baik dan 5,55% siswa terlihat mengantuk sehingga tidak sungguh-sungguh dalam menyimak materi yang dijelaskan guru. Pada kegiatan tanya jawab terdapat 15 siswa (41,61%) berperan aktif mengajukan beberapa pertanyaan berkaitan dengan penjelasan materi menulis teks eksplanasi dengan menggunakan metode peta pikiran termasuk kategori cukup baik dan 58,33% siswa hanya menyimak penjelasan guru dan temannya dan ada juga yang mengobrol dengan temannya. Pada kegiatan menentukan tema peta pikiran terdapat 34 siswa (94,44%) yang menentukan tema peta pikiran termasuk kategori sangat baik dan 5,55% siswa tidak menentukan tema peta pikiran, melainkan masih menyiapkan perlengkapan alat tulisnya. Pada kegiatan membuat kerangka karangan terdapat 30 siswa (83,33%) yang membuat peta pikiran dengan membuat cabang-cabang dengan garis hubung melengkung serta menggunakan pensil PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖ 187 warna/spidol yang berbeda sebagai kerangka karangan termasuk kategori baik dan 22,22%. Hal ini disebabkan karena ada beberapa siswa yang membuat cabang dengan garis lurus dan tidak menggunakan warna/spidol yang berbeda. Pada kegiatan menentukan kata kunci terdapat 30 siswa (83,33%) yang menentukan kata kunci yang berisi informasi-informasi berkaitan dengan tema peta pikiran dari setiap cabang yang dibuat termasuk kategori sangat baik dan 16,67% siswa tidak menentukan kata kunci. Hal ini disebabkan karena ada beberapa siswa yang masih membuat cabang-cabang dengan garis hubung melengkung. Pada kegiatan mengembangkan cabang terdapat 31 siswa (86,11%) yang mengembangkan cabang-cabang yang telah dibuatnya dengan menggambarkan cabangcabang lanjutan atau ranting-ranting yang memancar dari setiap kata kunci cabang tersebut termasuk kategori sangat baik dan 8,33% siswa masih kesulitan dalam mengembangkan cabang-cabang. Pada kegiatan mengembangkan kerangka karangan, terdapat 34 siswa (94,44%) yang mengembangkan kerangka karangan menjadi teks eksplanasi termasuk kategori sangat baik dan 5,56% siswa belum bisa mengembangkan kerangka karangan menjadi teks eksplanasi. Hal ini disebabkan karena siswa tersebut tidak bersungguh-sungguh dalam mengerjakan tugasnya. Pada kegiatan memaparkan hasil tugas, terdapat 8 siswa (22,22%) yang memaparkan hasil tugasnya di depan kelas termasuk kategori kurang baik dan 77,78% siswa menyimak pemaparan hasil tugas temannya. Pada kegiatan memberikan komentar, terdapat 10 siswa (27,78%) yang memaparkan hasil tugasnya di depan kelas termasuk kategori kurang baik dan 72,22% siswa menyimak komentar atau tanggapan temannya. Pada kegiatan penutup, terdapat 30 siswa (83,33%) menyimak kesimpulan yang disampaikan guru termasuk kategori sangat baik dan 16,67% siswa tidak menyimak simpulan guru, melainkan mengobrol dengan temannya. Berdasarkan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan peta pikiran melalui media gambar dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa dengan kategori 80%. 5. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan siswa kelas eksperimen dengan menggunakan metode peta pikiran dan siswa kelas kontrol yang tidak menggunakan peta pikiran melalui media gambar. Nilai ratarata kelas eksperimen yang semula 53 meningkat menjadi 80 dengan selisih peningkatan sebesar 27. Sementara itu, nilai rata-rata kelas kontrol yang semula 52 meningkat menjadi 70 dengan selisih peningkatan 18. Peningkatan nilai rata-rata siswa kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol. Berdasarkan hasil perhitungan uji t (t-tes) membuktikan bahwa thitung > ttabel atau 4,38 > 1,99 pada taraf signifikasi 5% artinya Ho ditolak dan Hi diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan peta pikiran melalui media gambar untuk meningkatkan kemampuan siswa menulis narasi pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Lemahabang tahun pelajaran 2014/2015 efektif. Aktivitas siswa dapat dilihat dari hasil observasi pada kelas eksperimen mencapai 80% yang dikategorikan sangat baik. 188 PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖ DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Citra. Buzan, T. 2013. Buku Pintar Mind Map.Jakarta: PT GramediaPustakaUtama. Buzan, T. 2000. Gunakan Kepala Anda (Teknik Berpikir, Belajar, dan Membangun Otak). Jakarta: Pustaka Delapratasa. Kustandi, Sutjipto. (2011). Media Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia. Semi, A. 2007.Dasar-DasarKeterampilanMenulis.Bandung: Angkasa. Setiawan D. 2009. ModulKomputer dan Media Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka. Tarigan, H.G. 2013. Menulis sebagai Keterampilan Berbahasa. Bandung. Angkasa. Windura, S. 2013. Mind Map unuk Siswa, Guru, dan Orang Tua. Jakarta: PT Elek Media Komputindo. PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖ 189