181 penggunaan peta pikiran melalui media gambar untuk

advertisement
PENGGUNAAN PETA PIKIRAN MELALUI MEDIA GAMBAR
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA MENULIS NARASI
Hesti Muliawati
FKIP UNSWAGATI, Jl Perjuangan No 2 Cirebon.
Pos-el: [email protected]
Abstrak
Latar belakang permasalahan ini adalah pelajaran menulis narasi yang dirasakan kurang menarik
dan membebani siswa. Adanya kesulitan dalam ketepatan kata, ketepatan kalimat, ejaan, dan tulisan
yang kurang tepat. Tulisan siswa pada dasarnya belum menggambarkan gagasan, perasaanm dan
pemikiran yang utuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kegiatan siswa di kelas dengan
penggunakan peta pikiran melalui media gambar dalam meningkatkan kemampuan siswa menulis
narasi. Model peta pikiran menggunakan kemampuan otak akan pengenalan visual untuk
mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya. Dengan kombinasi warna, gambar, dan cabang-cabang
melengkung, peta pikiran lebih merangsang secara visual daripada model pencatatan tradisional,
yang cenderung linear dan satu warna. Ini akan memudahkan siswa mengingat informasi. Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu. Teknik pengambilan
data yang penulis gunakan adalah teknik tes berupa tes tertulis. Tes tulis digunakan untuk mengetahui
keefektifan setelah menggunakan model pembelajaran kontekstual melalui media gambar dalam
pembelajaran. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMPN 1 Tengahtani
Kabupaten Cirebon tahun pelajaran 2014/2015. Dengan demikian dapat diketahui bahwa
penggunaan model peta pikiran efektif dalam pembelajaran menulis narasi pada siswa kelas VII SMP
Negeri 1 Ciwaringin Kabupaten Cirebon tahun ajaran 2014/2015.
Kata Kunci: Penggunaan model peta pikiran, media gambar, menulis narasi.
Abstract
The background of this problem is the writing lessons naasi felt less attractive and burdening students.
The difficulty in word accuracy, the precision of sentences, spelling, and writing are less precise.
Posts students basically not describe ideas and thoughts perasaanm intact. The purpose of this study
was to observe the activities of students in the classroom with the use of mind maps through images in
the media increase students' ability to write narrative. Models mind maps using visual recognition
ability of the brain to get the maximum. With a combination of colors, images, and branches arched,
mind maps more visually stimulating than traditional recording models, which tend to be linear and
one color. This will allow students to recall information. The method used in this study is a quasiexperimental method. Data collection techniques that I use is the testing techniques in the form of a
written test. Written test is used to determine the effectiveness after using contextual learning model
through images in the media of learning. The population in this study were all students of class VIII
SMPN 1 Tengahtani Cirebon in the academic year 2014/2015. Thus it can be seen that the use of mind
maps to be effective in models of learning narrative writing of the seventh grade students of SMP
Negeri 1 Cirebon Ciwaringin academic year2014/2015.
Keywords: Using a mind map models, media images, narrative writing.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
181
1.
PENDAHULUAN
Ada empat keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa, yaitu menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis. Empat keterampilan berbahasa itu tidak dapat dipisahkan
satu dengan yang lainnya, saling menunjang, dan saling mendukung.
Menulis sebagai salah satu aspek berbahasa berfungsi untuk mengasah keterampilan
dan kreativitas siswa melalui bentuk tulisan. Menulis mempunyai peranan penting dalam
kehidupan manusia di antaranya dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung.
Pelajaran menulis bermanfaat bagi semua orang, di antaranya gagasan yang kita miliki dapat
disalurkan dengan baik. Salah satu jenis kegiatan menulis di antaranya menulis narasi.
Narasi bertujuan mengisahkan atau menceritakan (Nasucha, dkk, 2009:49). Narasi
adalah karangan yang menyajikan serangkaian peristiwa (Suparno dan Yunus, 2008:4.54).
Salah satu ciri khas narasi adalah mengisahkan salah satu tokoh cerita bergerak dalam suatu
rangkaian perbuatan atau mengisahkan tokoh cerita terlibat dalam suatu peristiwa dan
kejadian.
Pelajaran menulis teks narasi penting untuk diajarkan agar siswa dapat menjelaskan
peristiwa alam dan peristiwa sosial yang terjadi di sekitarnya. Selain itu, berdasarkan tuntutan
kurikulum 2013 SMP bidang studi Bahasa dan Sastra Indonesia kelas VII, terdapat
kompetensi inti mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan,
mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca,
menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan
sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori. Kompetensi dasar, menyusun teks hasil
observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek sesuai dengan
karakteristik teks yang akan dibuat baik secara lisan maupun tulisan. Oleh karena itu, materi
tersebut penting diajarkan pada siswa.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa dan guru Bahasa dan Sastra
Indonesia SMP kelas VII diperoleh fakta bahwa kemampuan siswa dalam menulis teks
eksplanasi masih di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) karena masih banyak siswa
yang belum bisa menulis teks narasi dan belum memahami materi teks narasi sehingga siswa
merasa kesulitan dalam mengembangkan kalimat menjadi teks narasi. Hal ini disebabkan
karena siswa jarang membaca sehingga pengetahuan yang dimiliki kurang berkembang.
Selain itu, guru sering menggunakan metode ceramah pada saat proses pembelajaran.
Permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran menulis teks narasi memerlukan
penyegaran, di antaranya penggunaan metode yang bervariasi. Ada bermacam-macam metode
pembelajaran, salah satunya metode peta pikiran.
Menurut Buzan (2013: 5), peta pikiran merupakan peta rute hebat bagi ingatan,
memungkinkan kita menyusun fakta dan pikiran sedemikian rupa sehingga cara kerja alami
otak dilibatkan sejak awal. Ini berarti mengingat informasi akan lebih mudah dan lebih bisa
diandalkan daripada menggunakan teknik pencatatan tradisional. Dalam metode peta pikiran,
gagasan-gagasan yang akan kita tuangkan menjadi teks eksplanasi dipetakan terlebih dahulu.
Keunggulan metode peta pikiran dilakukan agar siswa dapat menuangkan ide-ide atau
gagasan dalam bentuk teks eksplanasi.
182
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
Oleh karena itu, penulis ingin mengujicobakan penggunaan peta pikian melalui media
gambar dalam pembelajaran menulis narasi dengan judul penelitian―Penggunaan Peta Pikiran
Melalui Media Gambar untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Teks Narasi pada Siswa
Kelas VII SMP Negeri 1 Lemahabang Tahun Pelajaran 2014/2015‖.
1.1 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini, yakni: 1) penggunaan peta pikiran melalui
media gambar untuk meningkatkan kemampuan menulis narasi pada siswa kelas VII SMP
Negeri 1 Lemahabang tahun pelajaran 2014/2015 efektif?, 2) dan bagaimanakah aktivitas
siswa dalam penggunaan peta pikiran melalui media gambar untuk meningkatkan kemampuan
menulis narasi pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Lemahabang tahun pelajaran 2014/2015
efektif?
1.2 Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini untuk mengetahui keefektifan dan
aktivitas siswa dengan penggunaan peta pikiran melalui media gambar untuk meningkatkan
kemampuan menulis narasi pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Lemahabang tahun pelajaran
2014/2015.
1.3 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah pengetahuan tentang
menulis karangan narasi. Selain itu, melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan
alternatif pemilihan model pembelajaran menulis karangan narasi dan dapat mengembangkan
keterampilan guru bahasa dan sastra Indonesia, khususnya dalam menerapkan penggunaan
peta pikiran melalui media gambar untuk meningkatkan kemampuan menulis narasi.
2.
KAJIAN TEORI
2.1 Menulis Narasi
Aspek kemampuan berbahasa meliputi menyimak, berbicara, membaca dan menulis.
Menulis adalah aktivitas mengemukakan gagasan melalui media bahasa (Nurgiyantoro,
1995:296). Keterampilan menulis merupakan keterampilan bahasa yang paling akhir setelah
kemampuan mendengarkan, berbicara dan membaca. Kemampuan menulis menghendaki
penguasaan berbagai unsur di luar bahasa itu sendiri yang akan menjadi isi tulisan sehingga
menjadi tulisan yang runtut dan padu (Iskandarwassid dan Sunendar, 2008:248).
Berdasarkan tujuan umum yang tersirat ada lima jenis tulisan yaitu: deskripsi, narasi,
eksposisi, argumentasi dan persuasi (Suparno dan Yunus, 2008:1.11).
Mengenai ragam tulisan, penulis menggunakan ragam tulisan yang lazim digunakan
dalam pembelajaran menulis di Indonesia yaitu: ragam narasi, deskripsi, eksposisi,
argumentasi dan persuasi. Berkaitan dengan uraian tersebut, yang dikaji dalam penelitian ini
adalah tulisan narasi siswa, maka pembahasan selanjutnya akan difokuskan pada tulisan
narasi. Istilah narasi berasal dari kata narration (Bahasa Inggris) yang berarti ―cerita‖ dan
narrative yang berarti ―yang menceritakan‖ (Ahmadi, 1990:122).
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
183
Paragraf narasi bertujuan mengisahkan atau menceritakan (Nasucha, dkk, 2009:49).
Narasi adalah karangan yang menyajikan serangkaian peristiwa (Suparno dan Yunus,
2008:4.54). Salah satu ciri khas narasi adalah mengisahkan salah satu tokoh cerita bergerak
dalam suatu rangkaian perbuatan atau mengisahkan tokoh cerita terlibat dalam suatu peristiwa
dan kejadian (Suparno dan Yunus, 2008:4.41). Tujuan utama narasi adalah untuk
menguraikan suatu peristiwa atau serangkaian peristiwa yang saling berhubungan sehingga
maknanya muncul atau berkembang di dalamnya. Menulis narasi tidak dapat berbuat objektif
secara lengkap atau sempurna, dan dalam suatu derajad tertentu maknanya akan selalu
memantulkan interpretasinya terhadap dunia atau peristiwa.
2.2 Metode Peta Pikiran
Peta pikiran merupakan salah satu metode yang digunakan dalam proses pembelajaran
yang dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam menuangkan ide atau gagasan. Dengan
menggunakan peta pikiran, siswa dapat menggambarkan konsep materi pelajaran dengan
kreativitasnya sendiri. Peta pikiran adalah teknik mencatat untuk memudahkan mengingat
informasi melalui pemetaan dengan menggunakan gambar, simbol, dan warna. Seperti yang
dikemukakan Buzan (2013: 5) bahwa peta pikiran merupakan peta rute yang hebat bagi
ingatan, memungkinkan kita menyusun fakta dan pikiran sedemikian rupa sehingga cara kerja
alami otak dilibatkan sejak awal. Dengan peta pikiran kita akan mengingat informasi lebih
mudah.
Windura (2013: 16), menyatakan bahwa peta pikiran adalah berbentuk visual alias
gambar, sehingga mudah untuk dilihat, dibayangkan, ditelusuri, dibagikan kepada orang lain,
dipresentasikan, didiskusikan bersama, dan sebagainya. Dengan peta pikiran kita akan
mengingat informasi lebih mudah karena konsep peta pikiran berupa gambar sehingga lebih
mudah untuk dilihat.
Pendapat di atas mengungkapkan persamaan persepsi terkait konsep peta pikiran yaitu
memandang peta pikiran dari segi kemudahan dalam mengingat informasi dan mudah untuk
dilihat secara keseluruhan melalui pemetaan. Dengan demikian peta pikiran adalah teknik
yang berhubungan erat dengan otak karena dalam peta pikiran menuangkan ide atau gagasan
itu melalui pemetaan sehingga melibatkan otak untuk berpikir secara aktif. Peta pikiran juga
memiliki konsep berupa gambar, simbol, dan warna sehingga dapat lebih mudah dalam
mengingat informasi.
Sebelum menerapkan metode peta pikiran dalam proses pembelajaran terlebih dahulu
guru harus memahami langkah-langkah metode peta pikiran. Seperti yang dikemukakan
Buzan (2013: 15), langkah-langkah metode peta pikiran yaitu mulai dari bagian tengah kertas
kosong, gunakan gambar atau foto untuk ide sentral, gunakan cabang, gunakan warna,
hubungkan setiap cabang, gunakan satu kata kunci.
2.3 Media Gambar
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya
pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses belajar. Kurikulum 2013
adalah sistem baru upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Salah satu
184
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
bentuk perubahan implementasi pada kurikulum tersebut adalah adanya media dalam setiap
pembelajaran.
Media pembelajaran adalah alat yang dapat membantu proses belajar mengajar dan
berfungsi untuk memperjelas makna pesan yang disampaikan, sehingga dapat mencapai
tujuan pembelajaran dengan lebih baik dan sempurna (Kustandi dkk, 2011: 8). Sejalan dengan
itu, media gambar adalah media yang paling umum dipakai. Gambar merupakan bahasa yang
umum, yang dapat dimengerti dan dinikmati di mana-mana. Pepatah Cina mengatakan bahwa
sebuah gambar berbicara lebih banyak dari seribu kata (Sadiman dkk, 2012: 28).
Setiawan dkk. (2009: 1) mengungkapkan bahwa gambar merupakan simbol
komunikasi tertua. Dari zaman batu hingga sekarang, manusia menggunakan gambar sebagai
alat komunikasi. Hal ini menunjukan bahwa gambar adalah media komunikasi yang efektif
untuk digunakan dalam proses pembelajaran, karena terbukti dari zaman dahulu pun sudah
dipakai sebagai alat komunikasi.
Penggunaan media pembelajaran diharapkan dapat memberikan suatu warna yang
baru dalam belajar sehingga media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat
membangkitkan keinginan dan minat yang baik terhadap siswa.
Levie dan Lentz (Kustandi, 2013: 19-20) mengemukakan empat fungsi media
pembelajaran, yaitu 1) fungsi atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan
mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi terhadap isi pelajaran yang berkaitan
dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran; 2) fungsi afektif
media visual dapat dilihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar (atau membaca) teks
yang bergambar; 3) fungsi kognitif media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang
mengungkapan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk
memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar; 4) fungsi
kompensatoris media visual pembelajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual
memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca
untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali.
Dalam proses pembelajaran diperlukan media untuk menarik perhatian siswa sehingga
belajar akan lebih bermakna. Dalam setiap penggunaan media pembelajaran banyak manfaat
dan kemudahan yang didapat pada prosesnya, tetapi masih ditemukan adanya kekurangan
dalam penggunaan media termasuk pada pembelajaran menggunakan media gambar. Berikut
kelebihan dan kekurangan media gambar.
Kustandi, dkk. (2011: 41-42) dan Sanjaya (2012: 166-168) mengelompokkan beberapa
kelebihan serta kekurangan dalam pembelajaran menggunakan media gambar.Kelebihan:1)
sifatnya kongkret, lebih realistis dibandingkan dengan media verbal; 2) dapat memperjelas
suatu masalah dalam bidang apa saja, baik untuk usia muda maupun tua; dan 3) murah
harganya dan tidak memerlukan peralatan khusus dalam penyampainnya. Adapun
kelemahannya, yakni: 1) gambar hanya menekankan persepsi indera mata; 2) ukurannya
sangat terbatas.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
185
3.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode eksperimen
semu karena penulis ingin melihat pengaruh perlakuan terhadap hasil kegiatan pembelajaran
menulis teks eksplanasi. Menurut Arikunto (2010: 160), metode eksperimen semu adalah
kegiatan untuk meneliti suatu peristiwa yang diamati secermat mungkin dan hanya dilakukan
satu kali perlakuan langsung dilihat hasilnya. Pada penelitian ini penulis menggunakan dua
kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Untuk mengetahui akibat dari perlakuan yang
diterapkan pada kelas eksperimen dan sebagai pembandingnya adalah kelas kontrol.
Perlakuan yang diterapkan di kelas eksperimen yaitu menggunakan metode peta pikiran,
sedangkan kelas kontrol tidak mendapat perlakuan.
Desain penelitian pada metode eksperimen yang digunakan adalah desain kontrol
(group pretest-postes control design). Menurut Arikunto (2010:125), desain kontrol (group
pretest-postes control design) adalah suatu desain yang melibatkan dua kelompok, yaitu
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dua kelompok ini masing-masing diberi tes
awal untuk mengetahui kemampuan awal. Kemudian, diberi perlakuan berupa metode peta
pikiran pada kelompok eksperimen, sedangkan kelompok kontrol tidak diberi perlakuan. Oleh
karena itu, untuk mengetahui perbedaan antara dua kelompok tersebut perlu dilakukan tes
akhir.
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Efektivitas Metode Peta Pikiran
Tujuan penilaian hasil belajar siswa dengan menggunakan instrumen tes yaitu untuk
mengetahui efektif atau tidaknya penggunaan peta pikiran melalui media gambar.
Berdasarkan hasil tes terdapat perbedaan antara siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal
tersebut dapat dilihat dari hasil nilai tes awal siswa kelas eksperimen diperoleh dengan jumlah
1932 dengan nilai rata-rata 53. Jumlah nilai tes awal tersebut menunjukkan hasil yang belum
memuaskan. Adapun rincian nilai siswa selengkapnya sebagai berikut. Siswa yang
memeroleh nilai 33 sebanyak 2 siswa, yang memeroleh nilai 40 sebanyak 7 siswa, yang
memeroleh nilai 47 sebanyak 3 siswa, yang memeroleh nilai 53 sebanyak 9 siswa, yang
memeroleh nilai 60 sebanyak 7 siswa, yang memeroleh nilai 67 sebanyak 6 siswa, dan yang
memeroleh nilai 73 sebanyak 2 siswa.
Setelah dilakukan tes awal, penulis selanjutnya memberikan perlakuan pada kelas
eksperimen yaitu dengan menggunakan metode peta pikiran. Kemudian, penulis melakukan
tes akhir pada siswa kelas eksperimen dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas penerapan
metode peta pikiran dalam pembelajaran menulis teks eksplanasi. Hasil tes akhir
menunjukkan bahwa jumlah nilai tes akhir lebih besar dari jumlah nilai tes awal. Jumlah nilai
tes akhir kelas eksperimen mencapai 2885 dengan nilai rata-rata 80. Adapun rincian
selengkapnya sebagai berikut. Siswa yang memeroleh nilai 67 sebanyak 1 siswa, yang
memeroleh nilai 73 sebanyak 10 siswa, yang memeroleh nilai 80 sebanyak 15 siswa, yang
memeroleh nilai 87 sebanyak 7 siswa, dan yang memeroleh nilai 93 sebanyak 3 siswa.
Sementara itu, hasil nilai tes awal siswa kelas kontrol diperoleh dengan jumlah 1899
dengan nilai rata-rata 52. Jumlah nilai tes awal kelas kontrol tersebut menunjukkan hasil yang
186
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
belum memuaskan. Adapun rincian nilai selengkapnya sebagai berikut. Siswa yang
memeroleh nilai 33 sebanyak sebanyak 2 siswa, yang memeroleh nilai 40 sebanyak 7 siswa,
yang memeroleh nilai 47 sebanyak 4 siswa, yang memeroleh nilai 53 sebanyak 10 siswa, yang
memeroleh nilai 60 sebanyak 6 siswa, yang memeroleh nilai 67 sebanyak 6 siswa, dan yang
memeroleh nilai 73 sebanyak 1 siswa.
Jumlah nilai tes akhir kelas kontrol mencapai 2547 dengan nilai rata-rata 70. Hal ini
menunjukkan bahwa hasil tes akhir lebih besar dari hasil tes awal. Adapun rincian
selengkapnya sebagai berikut. Siswa yang memeroleh nilai 60 sebanyak 3 siswa, yang
memeroleh nilai 67 sebanyak 14 siswa, yang memeroleh nilai 73 sebanyak 14 siswa, yang
memeroleh nilai 80 sebanyak 4 siswa, dan yang memeroleh nilai 87 sebanyak 1 siswa.
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata tes akhir pembelajaran
menulis teks eksplanasi di kelas eksperimen lebih besar dibandingkan nilai rata-rata kelas
kontrol. Hal tersebut dikarenakan pengaruh dari metode yang penulis gunakan yaitu metode
peta pikiran. Ketika belajar menggunakan metode peta pikiran siswa merasa lebih nyaman
dan lebih mudah untuk berimajinasi karena didukung oleh gambar, warna, cabang, dan kata
kunci. Selain itu, hasil perhitungan statistik t-tes diperoleh thitung sebesar 4,38 pada taraf
signifikan 5% dengan ttabel sebesar 1,99. Dengan demikian thitung lebih besar dari ttabel yaitu
4,38 > 1,99 hal ini menandakan bahwa (Ho) ditolak dan (H1) diterima.
Berdasarkan uji hipotesis di atas, penggunaan peta pikiran melalui media gambar
efektif digunakan untuk meningkatkan kemampuan menulis teks narasi pada siswa kelas VII
SMP Negeri 1 Lemahabang tahun pelajaran 2014/2015.
4.2 Aktivitas Pembelajaran
Pada pembelajaran menulis teks eksplanasi dengan penggunaan peta pikiran melalui
media gambar, aktivitas siswa terlihat baik. Hal ini dibuktikan melalui rincian sebagai berikut.
Siswa yang menyimak penjelasan guru mengenai kompetensi yang akan diajarkan dengan
sungguh-sungguh berjumlah 32 siswa (88,89%) termasuk kategori sangat baik dan 11,11%
siswa tidak menyimak penjelasan mengenai kompetensi yang akan diajarkan. Hal ini
disebabkan karena siswa tersebut mengobrol dengan temannya. Pada kegiatan menjelaskan
materi terdapat 34 siswa (94,44%) menyimak penjelasan guru tentang materi teks eksplanasi
dengan menggunakan metode peta pikiran berjumlah termasuk kategori sangat baik dan
5,55% siswa terlihat mengantuk sehingga tidak sungguh-sungguh dalam menyimak materi
yang dijelaskan guru. Pada kegiatan tanya jawab terdapat 15 siswa (41,61%) berperan aktif
mengajukan beberapa pertanyaan berkaitan dengan penjelasan materi menulis teks eksplanasi
dengan menggunakan metode peta pikiran termasuk kategori cukup baik dan 58,33% siswa
hanya menyimak penjelasan guru dan temannya dan ada juga yang mengobrol dengan
temannya.
Pada kegiatan menentukan tema peta pikiran terdapat 34 siswa (94,44%) yang
menentukan tema peta pikiran termasuk kategori sangat baik dan 5,55% siswa tidak
menentukan tema peta pikiran, melainkan masih menyiapkan perlengkapan alat tulisnya. Pada
kegiatan membuat kerangka karangan terdapat 30 siswa (83,33%) yang membuat peta pikiran
dengan membuat cabang-cabang dengan garis hubung melengkung serta menggunakan pensil
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
187
warna/spidol yang berbeda sebagai kerangka karangan termasuk kategori baik dan 22,22%.
Hal ini disebabkan karena ada beberapa siswa yang membuat cabang dengan garis lurus dan
tidak menggunakan warna/spidol yang berbeda. Pada kegiatan menentukan kata kunci
terdapat 30 siswa (83,33%) yang menentukan kata kunci yang berisi informasi-informasi
berkaitan dengan tema peta pikiran dari setiap cabang yang dibuat termasuk kategori sangat
baik dan 16,67% siswa tidak menentukan kata kunci. Hal ini disebabkan karena ada beberapa
siswa yang masih membuat cabang-cabang dengan garis hubung melengkung.
Pada kegiatan mengembangkan cabang terdapat 31
siswa (86,11%) yang
mengembangkan cabang-cabang yang telah dibuatnya dengan menggambarkan cabangcabang lanjutan atau ranting-ranting yang memancar dari setiap kata kunci cabang tersebut
termasuk kategori sangat baik dan 8,33% siswa masih kesulitan dalam mengembangkan
cabang-cabang. Pada kegiatan mengembangkan kerangka karangan, terdapat 34 siswa
(94,44%) yang mengembangkan kerangka karangan menjadi teks eksplanasi termasuk
kategori sangat baik dan 5,56% siswa belum bisa mengembangkan kerangka karangan
menjadi teks eksplanasi. Hal ini disebabkan karena siswa tersebut tidak bersungguh-sungguh
dalam mengerjakan tugasnya.
Pada kegiatan memaparkan hasil tugas, terdapat 8 siswa (22,22%) yang memaparkan
hasil tugasnya di depan kelas termasuk kategori kurang baik dan 77,78% siswa menyimak
pemaparan hasil tugas temannya. Pada kegiatan memberikan komentar, terdapat 10 siswa
(27,78%) yang memaparkan hasil tugasnya di depan kelas termasuk kategori kurang baik dan
72,22% siswa menyimak komentar atau tanggapan temannya.
Pada kegiatan penutup, terdapat 30 siswa (83,33%) menyimak kesimpulan yang
disampaikan guru termasuk kategori sangat baik dan 16,67% siswa tidak menyimak simpulan
guru, melainkan mengobrol dengan temannya.
Berdasarkan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan peta pikiran
melalui media gambar dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa dengan kategori 80%.
5.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
antara kemampuan siswa kelas eksperimen dengan menggunakan metode peta pikiran dan
siswa kelas kontrol yang tidak menggunakan peta pikiran melalui media gambar. Nilai ratarata kelas eksperimen yang semula 53 meningkat menjadi 80 dengan selisih peningkatan
sebesar 27. Sementara itu, nilai rata-rata kelas kontrol yang semula 52 meningkat menjadi 70
dengan selisih peningkatan 18. Peningkatan nilai rata-rata siswa kelas eksperimen lebih besar
daripada kelas kontrol. Berdasarkan hasil perhitungan uji t (t-tes) membuktikan bahwa thitung >
ttabel atau 4,38 > 1,99 pada taraf signifikasi 5% artinya Ho ditolak dan Hi diterima. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan peta pikiran melalui media gambar untuk
meningkatkan kemampuan siswa menulis narasi pada siswa kelas VII SMP Negeri 1
Lemahabang tahun pelajaran 2014/2015 efektif. Aktivitas siswa dapat dilihat dari hasil
observasi pada kelas eksperimen mencapai 80% yang dikategorikan sangat baik.
188
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Citra.
Buzan, T. 2013. Buku Pintar Mind Map.Jakarta: PT GramediaPustakaUtama.
Buzan, T. 2000. Gunakan Kepala Anda (Teknik Berpikir, Belajar, dan Membangun Otak).
Jakarta: Pustaka Delapratasa.
Kustandi, Sutjipto. (2011). Media Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.
Semi, A. 2007.Dasar-DasarKeterampilanMenulis.Bandung: Angkasa.
Setiawan D. 2009. ModulKomputer dan Media Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.
Tarigan, H.G. 2013. Menulis sebagai Keterampilan Berbahasa. Bandung. Angkasa.
Windura, S. 2013. Mind Map unuk Siswa, Guru, dan Orang Tua. Jakarta: PT Elek Media
Komputindo.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
189
Download