13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak menuju dewasa. Pada masa ini seorang remaja sudah bukan anak-anak lagi, namun belum dapat dikatakan dewasa. Remaja mengalami masa peralihan sebagai akibat dari posisi yang sebagian diberikan oleh orang tua dan sebagian diperoleh melalui usaha sendiri yang timbul sesudah pemasakan seksual (pubertas). Masa peralihan tersebut diperlukan agar remaja mampu memikul tanggung jawab dalam menguasai tugas-tugas perkembangan yang diperlukan pada masa dewasa (Hurlock,1999). Kondisi yang demikian itu menempatkan masa remaja sebagai suatu periode yang unik dan selalu menarik untuk dipantau, karena merupakan masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Remaja pada masa transisi dipersiapkan untuk memasuki kedewasaan dan kematangan baik dari segi emosi, inteligensi dan sosialnya (Gunarsa & Gunarsa, 2003). Pada usia remaja terdapat tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh remaja. Salah satu tugas perkembangan awal yang harus dilalui remaja adalah yang berhubungan dengan perkembangan sosial. Perkembangan sosial bertujuan untuk memperoleh kemampuan yang sesuai dengan tuntutan sosial. Remaja dihadapkan pada tuntutan lingkungan yang mengharapkan mereka untuk mampu berinteraksi dan dapat menyesuaikan diri pada norma-norma sosial masyarakat dan harapan sosial yang baru, oleh karena itu setiap individu dituntut untuk menguasai keterampilanketerampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya (Hurlock, 1999). Universitas Sumatera Utara 14 Keterampilan sosial adalah perilaku spesifik, inisiatif, mengarahkan pada hasil sosial yang diharapkan sebagai bentuk perilaku seseorang (Merrel, 2008). Selanjutnya keterampilan sosial merupakan kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun nonverbal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, serta dapat menjalin hubungan yang baik (bersosialisasi) dengan orang lain, dimana keterampilan ini merupakan perilaku yang dipelajari. Remaja dengan keterampilan sosial akan mampu mengungkapkan perasaan baik positif maupun negatif dalam hubungan interpersonal, tanpa harus melukai orang lain ataupun kehilangan pengakuan sosial (Hargie, Saunders, & Dickson dalam Gimpel & Marrell, 1998). Keterampilan sosial menjadi sesuatu yang sangat penting dan krusial saat individu memasuki masa remaja, karena pada masa remaja, individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan (Mu’tadin, 2002). Dimensi keterampilan sosial menurut Caldarella dan Merrel (1998), yaitu kemampuan untuk berhubungan dengan teman sebaya (Peer relation), kemampuan untuk memanajemen diri (self management), kemampuan akademis (academic), kemampuan untuk patuh (complience), dan kemampuan untuk asertif (asertion). Pentingnya Mengembangkan keterampilan sosial, karena sebagai mahkluk sosial, individu dituntut dapat menyelesaikan masalah dan mampu menampilkan diri, sesuai aturan yang berlaku. Kegagalan remaja dalam mengusai keterampilan sosial akan menyebabkan remaja sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Sehingga timbul rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku normatif (misalnya, asosial ataupun antisosial). Bahkan lebih ekstrim biasanya menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, dan tindakan kekerasan (Mu’tadin, 2002). Di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Ujung Padang, tidak sedikit remaja yang melakukan tindakan yang melanggar normanorma sosial, seperti melakukan tindakan kejahatan kekerasan, penganiayaan, pencurian, penipuan, pemerasan (pemalakan), penyalahgunaan obat, Universitas Sumatera Utara 15 penodongan/perampokkan, perusakan bis kota dengan melempari kaca-kacanya, dan berbagai perilaku yang mengarah pada tindak kriminal (Sudarsono dalam Dariyo.A, 2004). Hal tersebut didukung oleh data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah kenakalan anak pada tahun 2002 sebanyak 193.115 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa remaja sekarang kurang memiliki keterampilan sosial. Salah satu yang faktor mempengaruhi perkembangan keterampilan sosial adalah aktivitas rekreasi yang dilakukan oleh remaja. Dalam usia remaja, kegiatan rekreasi atau leisure time merupakan kebutuhan sekunder yang sebaiknya terpenuhi, karena dengan rekreasi seorang dapat mendapat kesegaran baik secara fisik maupun psikis, sehingga terlepas dari rasa capai, bosan, monoton dan memperoleh semangat yang baru (Hurlock, 1999). Bermain online games merupakan salah satu bentuk penggunaan waktu luang untuk memenuhi kebutuhan rekreasi tersebut. Menurut sumber berita dari Detiknet.com pada tanggal 6 Februari 2009 lalu, memberitakan bahwa pengguna game online di Indonesia sudah mencapai 6 (enam) juta orang. Diperkirakan setengah dari jumlah pengguna game online adalah pelajar/mahasiswa. Jumlah pemain game online sangat meningkat dibanding tahun 2007 dimana diprediksi jumlah pemain game online paling banyak hanya 2.5 juta pemain, dan pemain game online kebanyakan dari kalangan remaja. Sebagaimana penelitian Bakker (1999) yang menyatakan bahwa para pemain game rata-rata antara 12-30 tahun dengan persentase 80 persen berusia 12-21 tahun adalah remaja. Remaja merasa game online sebagai tempat eksperimen mereka melepaskan berbagai emosi. Game online menjadi tren baru yang banyak diminati karena seseorang tidak lagi bermain sendirian, tetapi memungkinkan bermain bersama puluhan orang sekaligus dari berbagai lokasi. Game online merupakan jenis situs yang menyediakan berbagai macam jenis permainan yang dapat melibatkan beberapa orang pengguna internet di berbagai tempat yang berbeda untuk saling terhubung di waktu yang sama (young, 2009). Hal ini memungkinkan para pemain mendapat kesempatan untuk sama-sama bermain, berinteraksi dan berpetualang serta membentuk komunitasnya sendiri dalam dunia maya. Universitas Sumatera Utara 16 Salah satu bentuk game online yang banyak dimainkan di Indonesia adalah Massively Multiplayer Online Role Playing Game disingkat MMORPG yaitu sebuah permainan di mana para pemain memainkan peran tokoh-tokoh khayalan dan berkolaborasi untuk merajut sebuah cerita bersama. Para pemain memilih aksi tokohtokoh mereka berdasarkan karakteristik tokoh tersebut, dan keberhasilan aksi mereka tergantung dari sistem peraturan permainan yang telah ditentukan (dalam Young & Afren, 2010). Salah satu permainan Massively Multiplayer Online Role Playing Game (MMORPG) yang digemari remaja adalah ragnarok. Ragnarok dapat dimainkan secara massive atau bersama-sama puluhan bahkan ribuan orang lain dari tempat berbeda dengan karakter masing-masing. Selain bisa bermain dengan banyak orang, Ragnarok ini juga dilengkapi dengan fasilitas chatting di mana setiap pemainnya bisa saling ngobrol trik-trik dan strategi games atau tentang hal lain. Beberapa penelitian melaporkan bahwa gamers maniac bahkan bermain sampai 12 jam tanpa makan atau tidur. Biasanya mereka datang berkelompok dan biasanya mereka lebih senang jika bermain virtual Ragnarok di warnet secara bersama-sama daripada bermain sendirian di PC. Selain itu, pernah dalam satu waktu, 18.000 orang dengan karakternya masing-masing bermain ragnarok dalam waktu yang bersamaan, tua maupun muda (Hermawan Kertajaya, 2006). Sebagai sebuah alat rekreasi, online games atau Massively Multiplayer Online Role Playing Game (MMORPG) dapat bersifat negatif ataupun positif. Dilihat dari sisi positifnya game online adalah bentuk permainan yang menyediakan kesempatan untuk belajar sosial, seperti bagaimana bertemu orang-orang, bagaimana mengatur kelompok kecil, bagaimana bekerjasama dengan orang, dan bagaimana berpartisipasi dalam interaksi sosial dengan pemain lainnya (Nicolas & Robert, 2005). Sisi negatifnya, para pemain games online mempunyai kecenderungan menghabiskan banyak waktu untuk bermain. Keadaan ini dapat membuat seseorang memainkan game online menghabiskan waktu di depan komputer, bahkan hingga lupa makan, tidur dan meninggalkan tugas sekolahnya. Didukung penelitian-penelitian Universitas Sumatera Utara 17 sebelumnya mengenai ada hubungan game online terhadap penurunan akademis, agresitivitas (Afrianti, 2009), kecemasan sosial (Young, 2009). Game online memiliki kecenderungan membuat pemainnya asyik di depan komputer hingga melupakan waktu. Pemain akan lupa makan, tidur, dan melakukan hubungan dengan manusia di dunia nyata dimana mereka lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam dunia virtual. Pemain terkadang dapat bermain sampai sepuluh, lima belas, duapuluh jam setiap sesi permainannya. Karena permainan yang sangat kompleks, pemain akan terstimulus untuk terus melanjutkan permainan di dalam lingkungan virtual (Young, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa pengguna internet dapat beresiko mengalami kecanduan internet (internet addiction), dimana internet menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi. Internet addiction merupakan sebuah sindrom yang ditandai dengan menghabiskan sejumlah waktu yang sangat banyak dalam meggunakan internet dan tidak mampu mengontrol penggunaannya saat online (Young, 1998). Pengguna internet akan menghabiskan banyak waktunya di depan komputer terutama berkaitan dengan aktivitas yang dilakukannya saat internet seperti saat bermain game online. MMORPG merupakan salah satu bentuk Internet addiction yang peningkatannya sangat tinggi, khusunya pada anak-anak dan remaja. Kecanduan MMORPG adalah situasi dimana orang-orang lebih menyukai kehidupan online di dalam dunia virtual game dan mulai meninggalkan kehidupan nyata (Howard & Jacob, 2009). Penelitian sebelumnya telah banyak menemukan hubungan antara internet addiction dengan psychososial, depresi, kecemasan sosial (Young, 2006). Orangorang yang mengalami sindrom internet addiction akan merasa cemas, depresi, atau hampa saat tidak online di internet (Kandell dalam Weiten & Llyod, 2006). Penggunaan internet yang bersifat patalogis dihubungkan dengan kerusakan yang signifikan terhadap bidang sosial, psikologis dan pekerjaannya (Young, 1997). Internet telah menggantikan teman-teman dan keluarga sebagai sumber dari kehidupan emosional seseorang. Kecanduan internet (Internet addiction) orang menghabiskan lebih banyak waktu untuk bermain game online atau menjelajahi internet. Universitas Sumatera Utara 18 Remaja yang mengalami kecanduan bermain game online pada umumnya menghabiskan waktunya untuk bermain rata-rata 23 jam per minggu (Sophie, 2006). Banyak penelitian melaporkan, pemain game online yang mengalami internet addiction bermain menggunakan waktu lebih dari 4 (empat) jam setiap hari (Young, 2006). Durasi waktu yang digunakan juga semakin lama akan semakin bertambah agar individu mendapatkan efek perubahan dari perasaan, dimana setelah bermain internet atau game online individu merasakan kenyamanan dan kesenangan (Young, 1998). Sebaliknya, individu biasanya akan merasa cemas atau bosan ketika bermain game online ditunda atau diberhentikan. Selain itu, pemain game online juga sering mengabaikan kehidupan sehari-hari, seperti sekolah, bekerja, bergaul, kebersihan, dan kesehatan pribadi, karena kecanduan bermain game online (Young, 2009). Pada online game, khususnya MMORPG meliputi bentuk karakter yang dapat dibuat sesuai keinginan pemain, pemain dapat memilih bentuk karakter yang meraka suka, dari mulai warna rambut, warna kulit, tinggi dan berat badan, dll. Faktanya, karakter ini akan terserap dalam diri pemain dalam waktu yang cukup lama. Mereka akan menghabiskan waktunya dengan menjadi “orang lain” dan pemain mulai mengidentifikasi dirinya dengan karakternya yang dianggap lebih nyata (Young, 2009). Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara terhadap B (13 tahun), seorang siswa SMP, yang mengatakan : “aku tuh suka banget main game online kak… kalo udah main tu rasanya gak mau berhenti gitu....hehehehe...ya bisa sampe 8 jam kalo da main, awalnya sih cuma coba-coba, tapi sekarang gak enak kalo gak main…kadang sampe lupa ngerjain tugas, makan, tapi biasanya aku makan sambil main.. ya selain bisa main, aku juga bisa chatting ma pemain lainnya...ya udah banyaklah teman aku disitu, waktu main bisa ngapain ja, kadang-kadang ejekan-ejekan pake bahasa kotor ma pemain lainnya.. soalnya aku belajar bahasa jorok ma aneh-aneh ya dari pemain lainnya.. awalnya aku gak ngerti kak...tapi sekarang ya aku tau artinya, jadi aku bisa bales…yang buat seru lagi ya...karakter avatar punyaku tuh keren abis, aku suka banget..”(komunikasi personal, 19 Februari 2010). Universitas Sumatera Utara 19 Berdasarkan wawancara diatas dapat disimpulkan dan bahwasannya walaupun game online berperan dalam hal membina hubungan dengan orang lain, tapi game online juga dapat memberikan pelajaran yang buruk dalam menjalin hubungan yang akhirnya berdampak pada dunia nyata, seperti kesulitan berinteraksi di dunia nyata dengan norma yang ada di lingkungannya. MMORPG membangun lingkungan sosial yang tinggi dengan menyediakan kesempatan untuk membentuk pertemanan dan hubungan emosional. Penelitian melaporkan bentuk interaksi sosial di dalam dunia game mempertimbangkan element kesenangan pemain. Penelitian menunjukkan MMORPG dapat menjadikan bentuk sosial games yang ekstrim, dengan persentasi yang tinggi dimana para pemain membentuk teman dan partner dalam dunia virtual. Kesimpulannya game virtual dapat memberikan pemain kesempatan untuk mengekspresikan diri dimana mereka merasa tidak nyaman dengan dunia nyata karena penampilan mereka, gender, dan usia (Cole dan Griffiths dalam Young, 2009). Song (2008) mengatakan ada beberapa ciri-ciri umum penyebab kecanduan game online, antara lain : (1) memiliki ambisi yang tinggi, (2) gagal dalam kehidupan nyata, (3) mencari kesenangan, (4) intelektualitas tinggi. Kacanduan MMPORG ditemukan bahwa permainan ini mempunyai korelasi yang kuat pada frekuensi bermain yang berhubungan dengan adanya masalah dikehidupan nyata sebagai dampak dari kehidupan bermain tersebut. Salah satu masalahnya adalah berhubungan dengan kehidupan sosial, dimana pemain yang kecanduan game akan berhenti berinteraksi, berhenti berpartisipasi dan yang terpenting berhenti membangun hubungan di dunia nyata, mereka hanya membangun hubungan dan memiliki teman di dalam game. Aktivitas bermain MMORPG yang berlebihan akan dapat menjauhkan individu dari kegiatan sosial yang akan mempengrauhi sosialisasi remaja (Young, 2009). Berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti tertarik untuk melihat hubungan antara kecanduan bermain Massively Multiplayer Online Role Playing Game dengan keterampilan sosial pada remaja awal. Universitas Sumatera Utara 20 B. RUMUSAN MASALAH Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara kecanduan Massively Multiplayer Online Role Playing Game dengan keterampilan sosial pada remaja awal. C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kecanduan Massively Multiplayer Online Role Playing Game dengan keterampilan sosial pada remaja awal. D. MANFAAT PENELITIAN Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis maupun praktis. 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan yang bermanfaat untuk pengembangan ilmu psikologi khususnya Psikologi Perkembangan. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: a. Pengguna Internet Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para pengguna internet, khususnya remaja awal mengenai kemungkinan mengalami addiction bermain Massively Multiplayer Online Role Playing Game dan menurunnya keterampilan sosial seseorang, sehingga dapat dilakukan berbagai upaya pencegahan agar dapat meminimalkan efek negatif yang ditimbulkan addiction Massively Multiplayer Online Role Playing Game dan dapat mengembangkan keterampilan sosialnya dengan baik. Universitas Sumatera Utara 21 b. Bagi Orang Tua Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para orang tua agar memberikan arahan management waktu yang baik pada remaja pada saat bermain game online, agar para remaja dapat mengatur waktunya dengan baik. c. Penelitian selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau acuan bagi penelitian selanjutnya khususnya yang berkaitan dengan addiction Massively Multiplayer Online Role Playing Game dan keterampilan sosial. E. Sistematika Penulisan BAB I : Pendahuluan Berisi penjelasan mengenai latar belakang permasalahan, bentuk pertanyaan, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : Landasan Teori Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian, meliputi landasan teori dari keterampilan sosial, Massively Multiplayer Online Role Playing Game, internet addiction, Addiction Massively Multiplayer Online Role Playing Game dan remaja. BAB III : Metode Penelitian Berisi metode yang digunakan dalam penelitian yang mencakup variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data, prosedur pelaksanaan penelitian, metode analisis data. Universitas Sumatera Utara