BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Sebelumnya Adapun penelitian sebelumnya, antara lain: 1. Terdapat dalam sebuah tesis dengan judul “Transformasi Nilai-Nilai Ajaran Islam dalam Ayat-Ayat Cinta (AAC) Karya Habiburrahman El Shirazy kajian Interteks” oleh Asep Supriadi, mahasiswa ilmu susastra program pasca sarjana (S2) Universitas Diponegoro pada tahun 2007. Penelitian tersebut membahas tentang nilai-nilai ajaran Islam yang terdapat dalam novel AAC sebagai teks transformasi dengan teks Al-Qur’an dan hadits nabi sebagai hipogramnya. 2. Pendekatan antropologi sastra terdapat pada skripsi Soni Harsono (F2A003008), mahasiswa Program S1 jurusan sastra Inggris Fakultas Bahasa dan Budaya Asing Universitas Muhammadiyah Semarang (FBBA UNIMUS) 2007 dengan judul ”Proses Asimilasi Budaya dan Gaya Hidup Orang Amerika Keturunan Cina dalam Novel The Kitchen God’s Wife”. Adapun fokus pembahasannya mencakup proses asimilasi dalam masyarakat yang heterogen dan latar belakang multikultural dalam novel The Kitchen God’s Wife dan konflik antar tokoh dalam novel tersebut. 3. Pendekatan Kritik Sastra Feminis terdapat pada skripsi Silviana Rika Sari, mahasiswi program S1 jurusan sastra Inggris Fakultas Bahasa dan Budaya Asing UNIMUS 2007 dengan judul ”The Woman Struggle in Gender Equality as Reflected in Henrik Ibsen’s A Doll’s House (A Feminism Study in Literature)”. Adapun pokok pembahasannya adalah mengungkap perlawanan tokoh utama terhadap sistem patriarki dalam A Doll’s House. B. Teori Peradaban (Civilization) Koentjaraningrat (2002: 182) menuturkan bahwa peradaban (civilization) biasanya dipakai untuk menyebut bagian-bagian dan unsur-unsur dari kebudayaan yang halus, maju, dan indah, seperti kesenian, ilmu pengetahuan, adat sopan-santun pergaulan, kepandaian menulis, organisasi kenegaraan, dan sebagainya. Kemudian, koentjaraningrat (2002:182) menambahkan bahwa istilah “peradaban” sering juga dipakai untuk menyebut suatu kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, ilmu pengetahuan, seni bangunan, seni rupa, dan sistem kenegaraan dan masyarakat kota yang maju dan kompleks. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2005: 6) juga menuliskan pengertian “peradaban” yang berasal dari kata “adab”, yang artinya kehalusan dan kebaikan budi pekerti; kesopanan; akhlak. Sedangkan “peradaban” itu sendiri berarti (1) kemajuan (kecerdasan, kebudayaan) lahir batin dan (2) hal yang menyangkut sopansantun; budi bahasa; dan kebudayaan suatu bangsa. Berdasarkan beberapa pengertian peradaban di atas, maka dapat disimpulkan bahwa peradaban adalah kebudayaan yang bernilai tinggi atau maju. Salah satu bentuk kebudayaan yang sudah maju adalah ilmu pengetahuan, yang dalam ilmu sastra hal tersebut dapat terefleksikan dalam bentuk novel. Selanjutnya, dalam perkembangannya saat ini, dilihat dari ide dasar yang dimiliki, peradaban terbagi menjadi dua (2) macam, yaitu Barat dan Islam. C. Peradaban Barat 1 Latar Belakang Munculnya Peradaban Barat Peradaban Barat (Western civilization) merupakan jenis peradaban yang muncul karena kejeniusan manusia. Dalam peradaban tersebut, walaupun para pengikutnya mengakui adanya pencipta, tetapi mereka menyatakan bahwa Tuhan tidak memiliki andil dalam mengatur kehidupan mereka sehari-hari, sehingga sang pembuat aturan adalah manusia itu sendiri karena merasa lebih paham tentang dunia yang mereka tempati. Jati (2007:1) mengungkapkan bahwa peradaban Barat memiliki sekumpulan pandangan hidup yang khas dari negara-negara Barat, seperti sekulerisme, pluralisme, liberalisme, dan sebagainya. Kemudian, dalam peradaban tersebut terdapat tiga (3) ciri khas yang membedakannya dengan peradaban Islam (An-Nabhani, 2003: 94-95), yaitu: (1) Peradaban Barat dibangun berdasarkan pemisahan agama dari kehidupan (sekuler). (2) Kehidupan menurut mereka hanya untuk meraih manfaat. Dengan kata lain, tolak ukur perbuatannya adalah manfaat. (3) Kebahagiaan mereka artikan sebagai usaha utuk mendapatkan sebanyak mungkin kenikmatan jasmani, serta tersedianya seluruh sarana kenikmatan tersebut. Dengan kata lain, standar kebahagiaannya adalah materi. Lebih lanjut lagi, sebagaimana penjelasan sebelumnya, peradaban Barat memiliki sekumpulan pandangan hidup yang khas dan banyak ide cabang, salah satunya adalah feminisme. Feminisme itu sendiri memiliki beragam aliran, salah satunya adalah feminisme radikal. Kelahiran ide ini berawal dari keinginan kaum feminis untuk meruntuhkan sistem patriarki, sebuah sistem yang didominasi oleh kaum lelaki dan berakhir pada penindasan hak-hak kaum perempuan. Tong (1998:67) menyebutkan bahwa kebanyakan dari perempuan (dan laki-laki) tahun 1960 dan 1970-an yang termasuk ke dalam kelompok hak-hak perempuan seperti National Organization for Women, percaya bahwa mereka dapat mencapai kesetaraan gender dengan mereformasi “sistem” – dengan bekerja untuk menghapuskan kebijakan pendidikan, hukum, dan ekonomi yang diskriminatif. Merujuk pada novel MD, pada hakikatnya kelahiran novel tersebut dilatarbelakangi oleh keinginan Virginia Woolf untuk merubah kondisi kaum perempuan pada pertengahan zaman Victoria di mana kaum perempuan mengalami masa ketidakbahagiaan setelah terikat dalam perkawinan. Perempuan yang telah menikah, hakhaknya menjadi terbatas karena terdapat pernyataan a married couple as one person. Berikut ini adalah kutipannya: ....The law regarded a married couple as one person. The husband was responsible for his wife and bound by law to protect her. She was supposed to obey him. The personal property of the wife brought into the marriage was then owned by the husband, even in case of a divorce. The income of the wife belonged completely to her husband and the custody of children belonged to the father as well. He was able to refuse any contact between the mother agreement. In addition, the married woman could not be punished for certain offences, such as theft or burglary if she acted under the command of her husband.... (http://en.wikipedia.org/wiki/Women_in _the_Victorian_era) Kemudian, Patel menuliskan bahwa banyak di antara penganut feminis radikal yang berpendapat bahwa untuk mendapatkan komitmen penuh dalam gerakan feminisme, seorang perempuan harus menjadi lesbian (2005: 117). Pada hakikatnya, hal tersebut terefleksikan dalam kehidupan Clarissa. Clarissa adalah seorang lesbian sama halnya dengan pengarang novelnya. Millet (1970: 25) juga berpendapat bahwa seks adalah politis, terutama karena hubungan laki-laki dan perempuan merupakan paradigma dari semua hubungan kekuasaan: “kasta sosial mendahului semua bentuk inegaliterisme: ras, politik, ekonomi, dan jika penerimaan terhadap supremasi laki-laki sebagai hak sejak lahir tidak dihilangkan, semua sistem opresi akan terus berlangsung hanya atas mandat logis dan emosional dalam situasi manusia yang primer”. Oleh karena itu, jika perempuan ingin mendapat kebebasan, penguasaan laki-laki di sektor publik dan privat yang menimbulkan patriarki harus dihapuskan. Millet (1970: 62) juga menegaskan kembali bahwa yang dibutuhkan oleh masyarakat adalah suatu standar tunggal atas “kebebasan seksual’ bagi laki-laki dan perempuan serta satu standar tunggal atas tanggung jawab orang tua bagi ayah dan ibu. Tanpa standar yang berlaku bagi semua atas perilaku seksual dan pengasuhan, kesetaraan antara laki-laki dan perempuan hanya akan berlaku selama kurun waktu yang singkat. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa menurut pandangan feminis radikal jika perempuan ingin memperoleh kebebasan dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya, maka sistem patriarki harus dihapuskan. Dengan adanya hal tersebut, diharapkan kaum perempuan dapat memperoleh equality rights dengan laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan, seperti politik, ekonomi, dan sosial. D. Peradaban Islam 1 Latar Belakang Munculnya Peradaban Islam Peradaban Islam merupakan peradaban yang kemunculannya berdasarkan pada wahyu Tuhan, yaitu Allah SWT. Dalam peradaban tersebut juga terdapat tiga (3) hal penting yang membedakannya dari peradaban lainnya sebagaimana yang diungkapkan oleh AnNabhani (2003: 94-95), sebagai berikut: (1) Peradaban Islam berdiri atas dasar aqidah Islam, yaitu iman kepada Allah SWT. (2) Konsep kehidupan menurut peradaban (hadlarah) Islam dapat dilihat dalam konsep dasar Islam yang lahir dari aqidah Islam serta yang menjadikan dasar bagi kehidupan dan perbuatan manusia. Oleh karena itu, tolak ukur perbuatannya adalah halal-haram. (3) Kebahagiaan hidup menurut Islam adalah mendapatkan ridla Allah SWT, bukan manfaat atau yang lainnya. 2 Teori Antropologi Sastra dalam Perspektif Islam Secara harfiah dalam bahasa Yunani, antropologi berasal dari kata antropos berarti “manusia” dan logos berarti “studi”. Jadi, antropologi merupakan suatu disiplin yang berdasarkan rasa ingin tahu yang tiada henti-hentinya tentang umat manusia. Demikian penjelasan Carol dan Melvin (1999:1). Mereka juga menyatakan bahwa antropologi itu sendiri mencakup sederetan disiplin-disiplin lain, diantaranya: sosiologi, psikologi, ilmu politik ekonomi, sejarah, biologi manusia, serta filsafat dan sastra. Kemudian, dengan sendirinya disiplin-disiplin tersebut membentuk disiplin tersendiri (Carol dan Melvin, 1999: 2). Pada paragraf sebelumnya telah diungkapkan tentang sederetan disiplin ilmu, termasuk sastra yang pada hakikatnya dapat membentuk disiplin ilmu tersendiri setelah namanya digabungkan dengan antropologi. Jadi, antropologi ditambah sastra sama dengan antropologi sastra. Dalam penelitiannya, antropologi sastra akan mengungkap berbagai hal, salah satunya adalah pengkajian pada unsur-unsur etnografis atau budaya masyarakat yang mengitari karya sastra (Endraswara, 2003: 109-110). Karena fungsi pendekatan antropologi sastra di sini adalah untuk menganalisis novel AAC, maka kajian tersebut bertujuan untuk mengungkap aspek-aspek budaya Islam yang melingkupi novel tersebut dengan meniitikberatkan pada kehidupan pribadi dan sosial tokoh utama perempuannya. Berdasarkan hal tersebut, antropologi sastra dihubungkan dengan Islam, hasilnya berupa penganalisisan pengimplementasian nilai-nilai Islam yang melingkupi kehidupan pribadi dan sosial tokoh utama perempuan dalam novel tersebut. An-Nabhani (2003: 99) menyatakan bahwa Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, yang mengatur hubungan manusia dengan dengan Khaliq-nya, dengan dirinya, dan dengan manusia sesamanya. Hubungan manusia dengan Khaliq-nya tercakup dalam perkara aqidah dan ibadah. Hubungan manusia dengan dirinya tercakup dalam perkara akhlak, makanan, dan pakaian. Hubungan manusia dengan sesamanya tercakup dalam perkara mu’amalah dan uqubat (sanksi). Tim Materi Dasar Islam menambahkan bahwa kaum muslimin diperintahkan melakukan amal perbuatannya sesuai dengan hukum Islam karena kewajiban atas mereka untuk menyesuaikan amal perbuatannya dengan segala perintah dan larangan Allah SWT. Hal tersebut senada dengan firman Allah dalam surat Al-Hasyr ayat 7, yang artinya: “…Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya, maka tinggalkanlah…”. Dengan merujuk pada uraian-uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa kapan pun dan di manapun manusia berada adalah kewajiban baginya sebagai makhluk Allah SWT untuk menaati semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Dengan kata lain, bentuk ketaatan tersebut harus terdapat pada seluruh aspek kehidupan manusia, meliputi kehidupan pribadi dan sosial. E. Teori Sastra Bandingan Skripsi ini adalah skripsi kajian sastra bandingan dalam perspektif kebudayaan yang berfungsi sebagai pendekatan yang digunakan untuk membandingkan dua (2) teks sastra, yakni dua (2) novel, tetapi keduanya memiliki esensi nilai-nilai yang berbeda karena pengaruh budaya yang berbeda. Kemudian, untuk mempermudah dalam penganalisisan kedua novel, penulis membagi kajian sastra bandingan ke dalam dua (2) pendekatan, yakni kritik sastra feminis untuk menganalisis novel MD dan antropologi sastra untuk menganalisis novel AAC. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2005: 1002) menyebutkan bahwa sastra bandingan adalah telaah dan analisis terhadap kemiripan dan pertalian di antara karya sastra berbagai bahasa dan bangsa. Adapun tujuan sastra bandingan (Endraswara: 2003: 129) adalah: 1. Untuk mencari pengaruh karya sastra satu dengan yang lain dan atau pengaruh bidang lain serta sebaliknya dalam dunia sastra. 2. Untuk menentukan mana karya sastra yang benar-benar orisinal dan mana yang bukan dalam lingkup perjalanan sastra. 3. Untuk menghilangkan kesan bahwa karya sastra nasional tertentu lebih hebat disbanding karya sastra nasional yang lain. 4. Untuk mencari keragaman budaya yang terpantul dalam karya sastra satu dengan yang lainnya. 5. Untuk memperkokoh keuniversalan konsep-konsep keindahan universal dalam sastra. 6. Untuk menilai mutu karya-karya dari negara-negara dan keindahan karya sastra. Berdasarkan pokok-pokok tersebut, terdapat dua (2) tujuan akhir digunakannya pendekatan tersebut, meliputi poin nomor 1, yakni untuk mencari pengaruh karya sastra satu dengan yang lain dan atau pengaruh bidang lain serta sebaliknya dalam dunia sastra dan poin nomor 4, yakni untuk mencari keragaman budaya yang terpantul dalam karya satu dengan yang lainnya.