Teknologi Penginderaan Mikroskopi

advertisement
TUGAS MAKALAH
TEKNOLOGI PENGINDERAAN MIKROSKOPI
Disusun Oleh :
APTIKA OKTAVIANA T.D
( M0306003 )
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
A.
Evolusi Mikroskopi
Indra penglihatan manusia memiliki keterbatasan untuk melihat materi yang memiliki
ukuran amat kecil. Besarnya rasa keingintahuan Hans Janssen dan Zacharias Janssen terhadap
benda-benda yang memiliki skala kecil itu memacu mereka merancang alat pembesar yang
kemudian dikenal dengan mikroskop. Mikroskop semakin berkembang setelah pada 1609
Galileo Galilei, ilmuwan asal Italia, membuat alat pembesar yang menggunakan lensa optik.
Alat itu kemudian disebut sebagai mikroskop optik.
Peneliti teknologi material dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
Dr Ratno Nuryadi mengatakan mikroskop yang dirakit lensa optik itu memiliki kemampuan
terbatas dalam memperbesar suatu objek. Hal itu disebabkan keterbatasan difraksi cahaya
yang ditentukan panjang gelombang cahaya. Panjang gelombang cahaya pada mikroskop
optik hanya sampai 200 nanometer. Mikroskop ini masih banyak digunakan para peneliti di
Indonesia. Keterbatasan kemampuan mikroskop optik itu menginspirasi ilmuwan asal Jerman
Ernst Ruska dan Max Knoll menciptakan mikroskop elektron yang memiliki panjang
gelombang pendek pada 1932. Mikroskop elektron memunyai kemampuan pembesaran objek
(resolusi) yang lebih tinggi dibandingkan mikroskop optik. Perbedaan mikroskop optik
dengan mikroskop elektron adalah fungsi pembesaran objeknya.
Mikroskop optik menggunakan lensa dari jenis gelas, sedangkan mikroskop elektron
menggunakan jenis magnet. Sifat medan magnet digunakan untuk mengendalikan elektron
yang melaluinya. Karakter khusus lain dari mikroskop optik adalah pengamatan objek harus
dalam keadaan kedap udara. Hal tersebut bertujuan agar sinar elektron terhambat molekulmolekul di udara
B.
Mikroskop pada Nanoteknologi
Berbicara tentang teknologi nano, maka tidak akan bisa lepas dari mikroskop, yaitu
alat pembesar untuk melihat struktur benda kecil tersebut. (Teknologi nano : teknologi yang
berbasis pada struktur benda berukuran nano meter. Satu nano meter = sepermilyar meter).
Tentu yang dimaksud di sini bukanlah mikroskop biasa, tetapi mikroskop yang mempunyai
tingkat ketelitian (resolusi) tinggi untuk melihat struktur berukuran nano meter.
Kata mikroskop (microscope) berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata micron=kecil
dan scopos=tujuan, yang maksudnya adalah alat yang digunakan untuk melihat obyek yang
terlalu kecil untuk dilihat oleh mata telanjang. Dalam sejarah, yang dikenal sebagai pembuat
mikroskop pertama kali adalah 2 ilmuwan Jerman, yaitu Hans Janssen dan Zacharias
Janssen (ayah-anak) pada tahun 1590. Temuan mikroskop saat itu mendorong ilmuan lain,
seperti Galileo Galilei (Italia), untuk membuat alat yang sama. Galileo menyelesaikan
pembuatan mikroskop pada tahun 1609, dan mikroskop yang dibuatnya dikenal dengan nama
mikroskop Galileo. Mikroskop jenis ini menggunakan lensa optik, sehingga disebut
mikroskop optik. Mikroskop yang dirakit dari lensa optic memiliki kemampuan terbatas
dalam memperbesar ukuran obyek. Hal ini disebabkan oleh limit difraksi cahaya yang
ditentukan oleh panjang gelombang cahaya. Secara teoritis, panjang gelombang cahaya ini
hanya sampai sekitar 200 nanometer. Untuk itu, mikroskop berbasis lensa optik ini tidak bisa
mengamati ukuran di bawah 200 nanometer.
Untuk melihat benda berukuran di bawah 200 nanometer, diperlukan mikroskop
dengan panjang gelombang pendek. Dari ide inilah, di tahun 1932 lahir mikroskop elektron.
Sebagaimana namanya, mikroskop elektron menggunakan sinar elektron yang panjang
gelombangnya lebih pendek dari cahaya. Karena itu, mikroskop elektron mempunyai
kemampuan pembesaran obyek (resolusi) yang lebih tinggi dibanding mikroskop optik.
Sebenarnya, dalam fungsi pembesaran obyek, mikroskop elektron juga menggunakan lensa,
namun bukan berasal dari jenis gelas sebagaimana pada mikroskop optik, tetapi dari jenis
magnet. Sifat medan magnet ini bisa mengontrol dan mempengaruhi elektron yang
melaluinya, sehingga bisa berfungsi menggantikan sifat lensa pada mikroskop optik.
Kekhususan lain dari mikroskop elektron ini adalah pengamatan obyek dalam kondisi hampa
udara (vacuum). Hal ini dilakukan karena sinar elektron akan terhambat alirannya bila
menumbuk molekul-molekul yang ada di udara normal. Dengan membuat ruang pengamatan
obyek berkondisi vacum, tumbukan elektron-molekul bisa terhindarkan.
Beberapa peralatan yang digunakan dalam penginderaan mikroskopi suatu material
diantaranya adalah :
1.
Transmission electron microscopy (TEM)
TEM dikembangkan pertama kali oleh Ernst Ruska dan Max Knoll, 2 peneliti dari
Jerman pada tahun 1932. Saat itu, Ernst Ruska masih sebagai seorang mahasiswa doktor
dan Max Knoll adalah dosen pembimbingnya. Karena hasil penemuan yang mengejutkan
dunia tersebut, Ernst Ruska mendapat penghargaan Nobel Fisika pada tahun 1986.
Sebagaimana namanya, TEM bekerja dengan prinsip menembakkan elektron ke
lapisan tipis sampel, yang selanjutnya informasi tentang komposisi struktur dalam
sample tersebut dapat terdeteksi dari analisis sifat tumbukan, pantulan maupun fase sinar
elektron yang menembus lapisan tipis tersebut. Dari sifat pantulan sinar elektron tersebut
juga bisa diketahui struktur kristal maupun arah dari struktur kristal tersebut. Bahkan dari
analisa lebih detail, bisa diketahui deretan struktur atom dan ada tidaknya cacat (defect)
pada struktur tersebut. Hanya perlu diketahui, untuk observasi TEM ini, sample perlu
ditipiskan sampai ketebalan lebih tipis dari 100 nanometer. Dan ini bukanlah pekerjaan
yang mudah, perlu keahlian dan alat secara khusus. Obyek yang tidak bisa ditipiskan
sampai order tersebut sulit diproses oleh TEM ini. Dalam pembuatan divais elektronika,
TEM sering digunakan untuk mengamati penampang/irisan divais, berikut sifat kristal
yang ada pada divais tersebut. Dalam kondisi lain, TEM juga digunakan untuk
mengamati irisan permukaan dari sebuah divais. Salah satu partikel hasil pengamatan
dengan TEM dapat dilihat pada gambar 1 dan 2 berikut.
2.
Scanning Electron Microscopy (SEM)
Tidak jauh dari lahirnya TEM, SEM dikembangkan pertama kali tahun 1938 oleh
Manfred von Ardenne (ilmuwan Jerman). Konsep dasar dari SEM ini sebenarnya
disampaikan oleh Max Knoll (penemu TEM) pada tahun 1935. SEM bekerja berdasarkan
prinsip scan sinar elektron pada permukaan sampel, yang selanjutnya informasi yang
didapatkan diubah menjadi gambar. Imajinasi mudahnya gambar yang didapat mirip
sebagaimana gambar pada televisi. Intrument SEM dan TEM ditampakkan dalam
gambar berikut.
Gambar 1. Alat Scanning Electron Microscopy (SEM)
Gambar 2. Alat Transmission Electron Microscopy (SEM)
Cara terbentuknya gambar pada SEM berbeda dengan apa yang terjadi pada
mikroskop optic dan TEM. Pada SEM, gambar dibuat berdasarkan deteksi elektron baru
(elektron sekunder) atau elektron pantul yang muncul dari permukaan sampel ketika
permukaan sampel tersebut discan dengan sinar elektron. Elektron sekunder atau
elektron pantul yang terdeteksi selanjutnya diperkuat sinyalnya, kemudian besar
amplitudonya ditampilkan dalam gradasi gelap-terang pada layar monitor CRT (cathode
ray tube). Di layar CRT inilah gambar struktur obyek yang sudah diperbesar bisa dilihat.
Pada proses operasinya, SEM tidak memerlukan sampel yang ditipiskan, sehingga bisa
digunakan untuk melihat obyek dari sudut pandang 3 dimensi.
Ditinjau dari jalannya berkas media , SEM dapat dianalogikan dengan mikroskop
optik metalurgi, sedangkan TEM analog dengan mikroskop optik biologi. SEM dan
mikroskop optik metalurgi menggunakan prinsip refleksi, dalam arti permukaan
spesimen memantulkan berkas media. TEM dan mikroskop optik biologi/kedokteran
memakai prinsip transmisi, artinya berkas media menembus spesimen yang tipis.
Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisis permukaan.
Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang
tebalnya sekitar 20 µm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan
gambar topografi dengan segala tonjolan dan lekukan permukaan. Gambar topogorafi
diperoleh dari penangkapan pengolahan elektron sekunder yang dipancarkan oleh
spesimen. Kata kunci dari prinsip kerja SEM adalah scanning yang berarti bahwa berkas
elektron “menyapu” permukaan spesimen, titik demi titik dengan sapuan membentuk
garis demi garis, mirip seperti gerakan mata yang membaca. Sinyal elektron sekunder
yang dihasilkannyapun adalah dari titik pada permukaan, yang selanjutnya ditangkap
oleh SE detector dan kemudian diolah dan ditampilkan pada layar CRT (TV). Scanning
coil yang mengarahkan berkas elektron bekerja secara sinkron dengan pengarah berkas
elektron pada tabung layar TV, sehingga didapatkan gambar permukaan spesimen pada
layar TV.
Sinyal lain yang penting adalah back scattered electron yang intensitasnya
tergantung pada nomor atom unsur yang ada pada permukaan spesimen. Dengan cara ini
akan diperoleh gambar yang menyatakan perbedaan unsur kimia : warna terang
menunjukkan adanya unsur kimia yang lebih tinggi nomor atomnya.
SEM tersusun dari beberapa bagian yang dapat dibuat suatu skema seperti berikut :
a.
Penembak elektron (elektron gun)
Ada dua jenis atau tipe dari electron gun yaitu :
1. Termal
Pada emisi jenis ini, energi luar yang masuk ke bahan ialah dalam bentuk
energi panas. Oleh elektron energi panas ini diubah menjadi energi kinetik. Semakin
besar panas yang diterima oleh bahan maka akan semakin besar pula kenaikan energi
kinetik yang terjadi pada elektron, dengan semakin besarnya kenaikan energi kinetik
dari elektron maka gerakan elektron menjadi semakin cepat dan semakin tidak
menentu. Pada situasi inilah akan terdapat elektron yang pada ahirnya terlepas keluar
melalui permukaan bahan. Pada proses emisi thermionic dan juga pada proses emisi
lainnya, bahan yang digunakan sebagai asal ataupun sumber elektron disebut sebagai
"emiter" atau lebih sering disebut "katoda" (cathode), sedangkan bahan yang
menerima elektron disebut sebagai anoda. Dalam konteks tabung hampa (vacuum
tube) anoda lebih sering disebut sebagai "plate". Dalam proses emisi thermionik
dikenal dua macam jenis katoda yaitu :
a)
Katoda
panas
langsung
(Direct
Heated
Cathode,
disingkat
DHC)
b) Katoda panas tak langsung (Indirect Heated Cathode, disingkat IHC)
pada katoda jenis ini katoda selain sebagai sumber elektron juga dialiri oleh arus
heater (pemanas).
Material yang digunakan untuk membuat katoda diantaranya adalah :
• Tungsten Filamen
Material ini adalah material yang pertama kali digunakan orang untuk membuat
katode. Tungsten memiliki dua kelebihan untuk digunakan sebagai katoda yaitu
memiliki ketahanan mekanik dan juga titik lebur yang tinggi (sekitar 3400 derajat
Celcius), sehingga tungsten banyak digunakan untuk aplikasi khas yaitu tabung XRay yang bekerja pada tegangan sekitar 5000V dan temperature tinggi. Akan tetapi
untuk aplikasi yang umum terutama untuk aplikasi Tabung Audio dimana tegangan
kerja dan temperature tidak terlalu tinggi maka tungsten bukan material yang ideal,
hal ini disebabkan karena tungsten memilik fungsi kerja yang tinggi( 4,52 eV) dan
juga temperature kerja optimal yang cukup tinggi (sekitar 2200 derajat celcius)
• LaB6 Filamen
2. Field emission
Pada emisi jenis ini yang menjadi penyebab lepasnya elektron dari bahan ialah
adanya gaya tarik medan listrik luar yang diberikan pada bahan. Pada katoda yang
digunakan pada proses emisi ini dikenakan medan listrik yang cukup besar
sehingga tarikan yang terjadi dari medan listrik pada elektron menyebabkan
elektron memiliki energi yang cukup untuk lompat keluar dari permukaan katoda.
Emisi medan listrik adalah salah satu emisi utama yang terjadi pada vacuum tube
selain emisi thermionic.
Jenis katoda yang digunakan diantaranya adalah :
∗ Cold Field Emission
∗ Schottky Field Emission Gun
Kedua jenis itu diperlihatkan dalam gambar di bawah ini :
Tabel 1. Karakteristik dari sumber electron gun
b.
Lensa Magnet
c.
Secondary Electron Detector
Dalam lensa SE detektor,
d.
Backscattered Electron Detector
Perbedaan kenampakan dari penggunaan elektron detektor tersebut dapat dilihat
dari perbandingan gambar berikut :
Demikian, SEM mempunyai resolusi tinggi dan familiar untuk mengamati obyek
benda berukuran nano meter. Meskipun demikian, resolusi tinggi tersebut didapatkan
untuk scan dalam arah horizontal, sedangkan scan secara vertikal (tinggi rendahnya
struktur) resolusinya rendah. Ini merupakan kelemahan SEM yang belum diketahui
pemecahannya. Namun demikian, sejak sekitar tahun 1970-an, telah dikembangkan
mikroskop baru yang mempunyai resolusi tinggi baik secara horizontal maupun secara
vertikal, yang dikenal dengan "scanning probe microscopy (SPM)". SPM mempunyai
prinsip kerja yang berbeda dari SEM maupun TEM dan merupakan generasi baru dari
tipe mikroskop scan. Mikroskop yang sekarang dikenal mempunyai tipe ini adalah
scanning tunneling microscope (STM), atomic force microscope (AFM) dan scanning
near-field optical microscope (SNOM). Mikroskop tipe ini banyak digunakan dalam riset
teknologi nano. Di bawah ini disajikan hasil pengamatan SEM dengan berbagai batas
dan kemungkinan pembesarannya.
Gambar 1. Sampel tembaga
Gambar 2. Emas dalam sampel karbon
Scanning Electron Microscopy (SEM) menurut dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
I. Conventional SEM
II. Low Vacum SEM
III. Environmental Scanning Microscopy (ESEM)
Gambar Skema ESEM
ESEM : gambar air garam diatomik
SEM berdasarkan penggunaannya dalam analisis material, dapat dibedakan sebagai
berikut :
◊ Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDX dan EDS)
- Analisis Kombinasi EDX dan WDS
- SEM kolom
- Jenis Tungsten Filamen
- sangat baik untuk Mikroanalisis
Contoh hasil analisis menggunakan EDX
◊ Wavelength Dispersive X-Ray Spectroscopy (WDS)
◊ Electron Backscattered Diffraction (EBSD dan EBSP)
◊ Cathodoluminesence (CL)
◊ Backscattered Electron Detector (BSD), dll.
3.
X- Ray Fluoresence
Metode XRF secara luas digunakan untuk menentukan komposisi unsur suatu
material. Karena metode ini cepat dan tidak merusak sampel, metode ini dipilih untuk
aplikasi di lapangan dan industri untuk kontrol material. Tergantung pada
penggunaannya, XRF dapat dihasilkan tidak hanya oleh sinar X tetapi juga sumber
eksitasi primer yang lain seperti partikel alfa, proton atau sumber elektron dengan energi
yang tinggi.
Apabila terjadi eksitasi sinar X primer yang berasal dari tabung X ray atau sumber
radioaktif mengenai sampel, sinar X dapat diabsorpsi atau dihamburkan oleh material.
Proses dimana sinar X diabsorpsi oleh atom dengan mentransfer energinya pada elektron
yang terdapat pada kulit yang lebih dalam disebut efek fotolistrik. Selama proses ini, bila
sinar X primer memiliki cukup energi, elektron pindah dari kulit yang di dalam
menimbulkan kekosongan. Kekosongan ini menghasilkan keadaan atom yang tidak
stabil. Apabila atom kembali pada keadaan stabil, elektron dari kulit luar pindah ke kulit
yang lebih dalam dan proses ini menghasilkan energi sinar X yang tertentu dan berbeda
antara dua energi ikatan pada kulit tersebut. Emisi sinar X dihasilkan dari proses yang
disebut X Ray Fluorescence (XRF). Proses deteksi dan analisa emisi sinar X disebut
analisa XRF. Pada umumnya kulit K dan L terlibat pada deteksi XRF. Jenis spektrum X
ray dari sampel yang diradiasi akan menggambarkan puncak-puncak pada intensitas yang
berbeda.
4.
X- Ray Diffraction
Sinar X ditemukan pertama kali oleh Wilhelm Conrad Rontgen pada tahun 1895, di
Universitas Wurtzburg, Jerman. Karena asalnya tidak diketahui waktu itu maka disebut
sinar-X. Untuk penemuan ini Rontgen mendapat hadiah nobel pada tahun 1901, yang
merupakan hadiah nobel pertama di bidang fisika. Sejak ditemukannya, sinar X telah
umum digunakan untuk tujuan pemeriksaan tidak merusak pada material maupun
manusia. Disamping itu, sinar X dapat juga digunakan untuk menghasilkan pola difraksi
tertentu yang dapat digunakan dalam analisis kualitatif dan kuantitatif material.
Pada waktu suatu material dikenai sinar X, maka intensitas sinar yang
ditransmisikan lebih rendah dari intensitas sinar datang. Hal ini disebabkan adanya
penyerapan oleh material dan juga penghamburan oleh atom-atom dalam material
tersebut. Berkas sinar X yang dihamburkan tersebut ada yang saling menghilangkan
karena fasanya berbeda dan ada juga yang saling menguatkan karena fasanya sama.
Berkas sinar X yang saling menguatkan itulah yang disebut sebagai berkas difraksi.
Hukum Bragg merupakan perumusan matematika tentang persyaratan yang harus
dipenuhi agar berkas sinar X yang dihamburkan tersebut merupakan berkas difraksi.
Sinar X dihasilkan dari tumbukan antara elektron kecepatan tinggi dengan logam
target. Dari prinsip dasar ini, maka alat untuk menghasilkan sinar X harus terdiri dari
beberapa komponen utama, yaitu :
a. Sumber elektron (katoda)
b. Tegangan tinggi untuk mempercepat elektron
c. Logam target (anoda)
Ketiga komponen tersebut merupakan komponen utama suatu tabung sinar X. Skema
tabung sinar X dapat dilihat pada Gambar 2.
Tabung sinar X terdiri dari tabung gelas yang telah divakumkan. Elektron berasal
dari filamen yang dipanaskan, biasanya dibuat dari kawat wolfram dengan tegangan
sekitar 4 sampai 12 volt dan arus sekitar 1,5 sampai 5 A. Elektron-elektron pada
permukaan filamen dipercepat oleh karena adanya perbedaan tegangan yang tinggi antara
filamen dan logam target, dengan demikian elektron dapat “ditarik” oleh logam target.
Karena itu sebelum menaikkan tegangan maka arus tabung harus dinaikkan terlebih
dahulu untuk menghindarkan terjadinya cold emission yang dapat merusak filamen.
Filamen diselubungi dengan kotak logam yang bertegangan sama dengan tegangan
filamen, sehingga elektron akan difokuskan ke bagian kecil dari logam target, disebut
titik fokus (focal spot). Dari titik fokus ini, sinar X akan diemisikan melalui jendela pada
rumah tabung. Jendela ini bersifat transparan dan biasanya dibuat dari lembaran tipis
berylium. Berylium dipilih karena mempunyai konduktivitas panas dan listrik yang
cukup baik, sehingga dapat ditempatkan dekat logam target tanpa ada resiko pemanasan
berlebihan dan charging akibat tumbukan dengan sinar X. Energi kinetik elektron yang
menumbuk logam target adalah :
E = ½ m v2 = eV
Dimana m adalah massa elektron (9,11 x 10-31 kg) v adalah kecepatan elektron
sebelum tumbukan, e adalah muatan elektron (1,60 x 10-19 coulomb) dan V adalah beda
tegangan antara katoda dan anoda.
Efisiensi tumbukan untuk menghasilkan sinar X sangat rendah, yaitu hanya sekitar
1 % dari energi yang digunakan untuk menghasilkan sinar X, sisanya diubah menjadi
panas. Karena alasan tersebut maka setiap tabung sinar X harus dilengkapi dengan sistem
pendingin yang baik. Walaupun elektron mengalir ke satu arah (dari filamen ke logam
target), tidak berarti bahwa tabung sinar X harus dioperasikan dengan tegangan searah
(dc voltage). Dengan menggunakan transformator, tabung sinar X dapat dioperasikan
dengan tegangan bolak-balik (ac voltage) karena adanya proses rektifikasi (rectifying
process). Dengan sistem rektifikasi sendiri tersebut, arus pada filamen hanya mengalir
ketika tegangannya negatif, sedangkan pada saat tegangannya positif hanya pemanasan
filamen yang terjadi dan tidak dihasilkan sinar X.
Tegangan tinggi pada tabung dikontrol oleh autotransformer. Voltmeter (V) pada
autotransformer mengukur tegangan yang bekerja pada tabung. Arus tabung diukur oleh
amperemeter (MA), yang menyatakan aliran elektron dari filamen ke logam target.
Besarnya arus tabung berkisar antara 10 sampai 25 mA dan dikontrol oleh rheostat pada
filamen. Rheostat tersebut mengontrol output tegangan transformator filamen, tegangan
ini menentukan arus filamen, dengan demikian juga menentukan temperatur filamen dan
jumlah elektron yang dikeluarkan setiap detiknya.Tabung sinar X dapat menjadi tidak
berfungsi karena keausan filamen atau pemakaian melampaui daya yang diijinkan.
Ukuran diameter kawat filamen akan berkurang dengan waktu, karena efek penguapan
dari wolfram. Dengan semakin seringnya dipakai, maka diameter akan semakin mengecil
sampai akhirnya dapat terbakar. Umur filamen pada kondisi kerja maksimum adalah
2000 jam. Pemakaian di bawah kondisi kerja maksimum dapat memperpanjang umur
filamen.
Semua tabung sinar X mempunyai daya maksimum yang tidak boleh dilewati agar
tidak merusak tabung. Batas ini dikontrol oleh jumlah panas yang dapat dihantarkan oleh
logam target dan biasanya dinyatakan oleh pabrik pembuat tabung sebagai arus
maksimum (mA) untuk tegangan tabung tertentu (kV). Ukuran dan bentuk titik focus
(focal spot) harus dibuat sekecil mungkin sehingga energi elektron terpusat pada bagian
kecil permukaan target. Dengan demikian intensitas sinar X yang dihasilkan akan tinggi.
Luas permukaan logam target yang terlalu kecil menguntungkan ditinjau dari ukuran titik
fokus yang dihasilkan, tetapi proses pendinginan akan berjalan lambat. Karena itu, dalam
perancangan tabung sinar X, logam target tidak dibuat tegak lurus terhadap berkas
elektron yang datang, melainkan dengan kemiringan tertentu. Dengan cara ini, maka luas
permukaan logam target yang menghantar panas dapat dibuat lebih besar dan titik
fokusnya juga berukuran kecil. Pada gambar 5 ditunjukkan salah satu hasil analisa
sruktur kristal senyawa Si, dimana dalam spektra tersebut muncul beberapa puncak yang
menunjukkan tidak hanya ada 1 jenis kristal, melainkan ada beberapa.
Secara umum diagram alir untuk analisa dengan penginderaan karakteristik
mikroskopi :
5.
Atomic Force Microscopy (AFM)
Merupakan instrumen untuk analisa permukaan suatu material.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Evolusi Mikroskop Nano. URL: http://www.koran-jakarta.com/ver02/filepdf.php?id=1212&&idkat=43, Generated: 13 June, 2009, 14:45
Anonim. 2008. Teknik Pemeriksaan Material Menggunakan XRF, XRD dan SEM-EDS.
Posted by labinfo, 14 Mei 2008
Dianni. 2007. Emisi Elekron. URL: http://dianni.multiply.com/journal, posted Mar 9, '07
11:34 PM
David C. Bell. 2003. Scanning Electron Microscopy (SEM) Techniques for Nanostructure.ppt
. Centre for Imaging and Mesoscale Structures (CIMS)
Evans Analitical Group LLC. 2007. Analytical Methods for Nanotechnology.
www.EAGLABS.com
Lawton, et al. Micro Nano Technology Visualization (MNTV) of Micromachined MEMS
Polysilicon Structure. Jet Propulsion LaboratoryCalifornia Institute of Technology,
Pasadena, California 91109-8099
Michael T. Postek. 2005. Advanced Electron Microscopy Needs for Nanotechnology and
Nanomanufacturing.ppt. Boston MA
Nuryadi, Ratna. 2008. Mikroskop dan Teknologi Nano. Ditulis oleh administrator.
URL:http://nano.or.id/index.php?option=comcontent&task=view&id=52&Itemid=36
Purnobasuki, Hery. 2004. Teknologi Nano untuk Kenali virus. Dupublikasikan di Jawa Pos
21 Februari 2004. URL: http://www.kimianet.lipi.go.id
Download