Dengan kesehatan perempuan menuju Indonesia sehat

advertisement
Vol 30, No 3
Juli 2006
|
Dengan kesehatan perempuan menuju Indonesia sehat 131
Dengan kesehatan perempuan menuju Indonesia sehat*
L.D. AZINAR
Bagian/KSMF Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/
RSU Dr. Soetomo
Surabaya
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Hadirin yang saya muliakan,
Indonesia Sehat 2010 sudah dicanangkan sebagai
program pemerintah oleh Presiden Republik Indonesia pada tahun 1999. Dalam rumusannya diharapkan masyarakat Indonesia yang terbentuk dari
perorangan, keluarga, komunitas yang sehat secara
mandiri; mampu memelihara kesehatannya. Salah
satu target yang akan dicapai ialah penurunan
angka kematian ibu hamil dan melahirkan (AKI)
dari 325 menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup
tahun 2010. Kematian ibu hamil dan melahirkan
yang tinggi di negara berkembang termasuk Indonesia hanya merupakan puncak gunung es dari berbagai masalah kesehatan reproduksi yang luas
dalam kehidupan seorang perempuan. Apabila ada
satu ibu hamil/melahirkan yang meninggal, diperkirakan ada 20 - 30 ibu lainnya yang menderita cacat
di sistem reproduksinya. Dari seorang ibu dengan
status reproduksi sehatlah akan terwujud keluarga
sehat dan dilahirkan generasi mendatang yang sehat. Fathalla, Presiden International Federation of
Gynecology and Obstetrics 1994 - 1997 menyatakan bahwa profesi Dokter Spesialis Obstetri &
Ginekologi (SpOG) tidak cukup hanya menangani
melahirkan bayi sehat (obstetri) dan mengobati
penyakit kandungan (ginekologi), tapi juga mempunyai tanggung jawab sosial yang lebih luas terhadap perawatan kesehatan perempuan (women‘s
health) untuk menyiapkan agar sistem reproduksi
berada dalam keadaan optimal untuk menjalankan
fungsinya. Dengan demikian, seorang SpOG hendaknya mempunyai wawasan lebih luas tentang kesehatan reproduksi perempuan, tidak hanya alat reproduksinya.
Yang terhormat,
Saudara Ketua dan Anggota Dewan Penyantun Universitas Airlangga,
Saudara Rektor dan para Pembantu Rektor Universitas Airlangga,
Saudara Ketua dan Anggota Senat Akademik Universitas Airlangga,
Para Guru Besar Universitas Airlangga,
Para pimpinan lembaga di Lingkungan Universitas
Airlangga,
Para Dekan dan Pembantu Dekan di Lingkungan
Universitas Airlangga,
Saudara Direktur dan Wakil Direktur RSU Dr Soetomo,
Para Teman Sejawat dan segenap Sivitas Akademika Universitas Airlangga,
Para Undangan dan Hadirin yang saya muliakan.
Pertama-tama izinkanlah saya pada kesempatan
yang terhormat ini memanjatkan puji syukur ke
hadirat Allah SWT atas segala rakhmat dan karuniaNya yang tidak putus-putus, sehingga kita dapat berkumpul dalam keadaan yang Insya Allah sehat wal’afiat untuk menghadiri Sidang Universitas Airlangga
dengan acara penerimaan jabatan saya sebagai Guru
Besar dalam bidang Ilmu Kebidanan dan Penyakit
Kandungan pada Fakultas Kedokteran, Universitas
Airlangga.
Pada kesempatan ini izinkanlah saya membawakan pidato pengukuhan dengan judul:
Dengan kesehatan perempuan
menuju Indonesia sehat
* Disampaikan pada Upacara Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan
pada Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Sabtu, 3 Desember 2005 di Surabaya
|
132 Azinar
|
Konferensi Internasional Kependudukan dan
Pembangunan (International Conference on Population and Development = ICPD) di Kairo tahun
1994 yang memfokuskan dan mengangkat kesehatan reproduksi khususnya perempuan, menyepakati bahwa pemecahan masalah kependudukan tidak lagi melalui pendekatan pembatasan jumlah
penduduk dengan keluarga berencana, tapi melalui
pendekatan kesehatan reproduksi dengan memperhatikan hak reproduksi khususnya perempuan.
Pemberdayaan perempuan akan memperbaiki hak
reproduksinya dan terbukti dapat menurunkan angka kematian ibu hamil dan melahirkan. Terjadi ketidakadilan gender dalam penilaian masyarakat terhadap fungsi dan sistem reproduksi perempuan dan
laki-laki. Status reproduksi khususnya perempuan
masih sangat memprihatinkan terutama di negara
berkembang. Semua negara yang mengikutinya,
termasuk Indonesia, hendaknya membuat semua
orang sesuai dengan usianya mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi melalui sistem pelayanan kesehatan primer.
Reproduksi Sehat dirumuskan sebagai: Keadaan
sehat sejahtera secara fisik, mental dan sosial, tidak
hanya bebas dari penyakit dan cacat, dalam segala
hal yang terkait dengan sistem, fungsi dan proses
reproduksi. Di sini juga tercakup kehidupan seksual
yang aman, memuaskan, bebas menentukan proses
reproduksi jika ingin, kapan dan berapa banyak.
Masalah reproduksi tidak hanya menyangkut
penanganan hamil dan melahirkan saja, tapi juga
menangani agar tidak hamil, mengatasi tidak bisa
hamil, pencegahan dan pengobatan infeksi saluran
reproduksi, dan segala permasalahannya. Juga tidak
hanya selama masa reproduksi, tapi sepanjang daur
kehidupan mulai perikonsepsi sampai usia lanjut.
N
N
Hadirin yang saya muliakan,
Masalah reproduksi perempuan dapat muncul sepanjang daur kehidupan seorang perempuan:
N
Sekitar konsepsi: Perempuan bukan merupakan
pilihan calon anak. Apabila dapat memilih jenis
kelamin, perempuan bukan merupakan pilihan.
Kromosom X sudah dapat dipisahkan dari Y, sehingga pada proses inseminasi, fertilisasi in vitro, pemilihan jenis kelamin sudah dapat dilakukan dengan memilih sperma mana yang akan
dipakai pada proses fertilisasi. Pengambilan khorion, amniosintesis, ultrasonografi dapat menentukan jenis kelamin janin pada usia sangat dini
sehingga di tempat yang dapat melakukan aborsi
akan dilakukan aborsi bila jenis kelamin janin
yang dikandungnya tidak sesuai dengan yang diinginkan. Pada umumnya kehamilan yang dipilih
Maj Obstet
Ginekol Indones
|
adalah jenis kelamin laki-laki karena akan bekerja dan mencari uang. Di Cina yang mempunyai kebijakan satu anak, dengan praktik aborsi
perbandingan kelahiran laki-laki - perempuan
meningkat dari 105 menjadi 120. Di India pemerintah terpaksa menghentikan praktik ini dengan menghukum berat. Di Korea Selatan perbandingan meningkat dari 107 tahun 1982, 110
tahun 1985 jadi 115 tahun 1991. Pada tahun
1991 perbandingan anak pertama 106, anak kedua 123, anak ketiga 185 dan keempat 212.
Jelaslah bahwa apabila dibebaskan memilih jenis
kelamin anak, laki-laki lebih dipilih daripada
perempuan.
Anak-anak: prioritas pendidikan dan nutrisi yang
mengarah pada laki-laki.
Pendidikan dan nutrisi lebih diprioritaskan kepada anak laki-laki daripada perempuan karena
ada anggapan bahwa perempuan nantinya hanya
akan di rumah memasak dan menjaga anak, sedangkan laki-laki akan bekerja mencari uang untuk menghidupi keluarga.
Di beberapa negara Afrika, hanya 22% anak lakilaki dan 13% gadis yang melanjutkan sekolah setelah lulus sekolah dasar.
Remaja: nutrisi rendah, kehamilan remaja, infeksi saluran reproduksi/HIV, pelecehan seksual.
Lebih dari 1 milyar penduduk dunia adalah remaja dengan 4/5-nya ada di negara berkembang.
Remaja kurang mendapat informasi, pengalaman
dan pelayanan reproduksi dibandingkan dengan
dewasa. Yang termasuk remaja menurut WHO
ialah 10 - 19 tahun. Komplikasi kehamilan, persalinan, dan abortus tidak aman pada usia 15 19 tahun merupakan penyebab kematian paling
tinggi. Pada masa remaja, perempuan menghadapi masalah yang lebih berisiko daripada lakilaki. Selain prioritas untuk pendidikan dan nutrisi kurang yang diperlukan untuk keamanan kehamilan/melahirkan, wanita menghadapi risiko
pelecehan seksual, kehilangan keperawanan, kehamilan yang tidak dikehendaki. Dampak sosial
yang ditanggung perempuan juga lebih berat.
Gangguan haid seperti nyeri haid, perdarahan
sampai anemia, tumor/neoplasma kandungan
juga merupakan risiko seorang gadis. Pelecehan/
kekerasan seksual lebih sering didapatkan dari
teman, guru, laki-laki yang berkuasa dan lain-lain.
1/ - 2/ perkosaan terjadi pada gadis usia 15 ta3
3
hun atau kurang. Ini akan menyisakan masalah
psikologis yang akan menyebabkan gangguan
seksual di kemudian hari. Kekerasan terhadap
perempuan tidak hanya seksual, tapi juga dapat
berupa fisik, mental, verbal dan psikologis.
Vol 30, No 3
Juli 2006
|
Dengan kesehatan perempuan menuju Indonesia sehat 133
"Trafficking" merupakan kekerasan bentuk lain
dengan perempuan lebih banyak sebagai korban.
Kekerasan berupa pemaksaan, penculikan untuk
diperjualbelikan, bekerja kasar, pelacur dan lainlain. Kekerasan seksual tidak hanya berakibat
gangguan kejiwaan, tapi dapat berakibat infeksi
saluran reproduksi (ISR) termasuk HIV/AIDS,
kehamilan yang tidak diinginkan dan masalah
organ kandungan lainnya seperti kehilangan
keperawanan, perlukaan organ reproduksi. Kekerasan terhadap wanita hamil dapat berakibat
keguguran, kematian janin, bayi dengan berat
lahir rendah. Selain akibat organik kekerasan
ini juga menimbulkan gangguan mental, depresi, ketakutan terus-menerus sampai bunuh diri.
Walaupun laki-laki dan perempuan sama-sama
dapat kena ISR, dampaknya lebih berat pada
perempuan, berupa kurang subur, mudah hamil
di luar kandungan yang dapat menyebabkan
pengangkatan sebagian atau semua organ reproduksi sampai kematian. Perempuan lebih
mudah kena infeksi karena mikroba dapat dibawa sperma dan spermatozoa, lebih sedikit
yang mencari pengobatan, lebih sukar didiagnosa karena tempatnya yang tersembunyi, lebih berisiko mendapat penyakit berat dengan
"sequel-nya" dan dampak sosial yang tidak
menyenangkan. ISR merupakan penyakit utama
nomor dua pada perempuan dewasa muda, sedangkan pada laki-laki tidak termasuk utama.
AIDS selain membahayakan jiwa penderitanya,
HIV/AIDS pada ibu hamil dapat menulari janin,
bayi waktu lahir dan menyusui. Perempuan mendapat penyakit lebih akibat kodratnya, laki-laki
akibat perbuatannya.
rakan 529.000 perempuan meninggal karena proses
kehamilan dan melahirkan di seluruh dunia dan lebih dari 99% kematian ibu hamil dan melahirkan
terjadi di negara berkembang, 48% di Afrika, 47,5%
di Asia, terutama di Asia Selatan/Tenggara termasuk
Indonesia, sisanya di Amerika Selatan dan negara
maju. Rata-rata setiap menit ada seorang ibu yang
meninggal karena proses kehamilan dan melahirkan,
dan juga disebutkan setara dengan 5 pesawat jumbo
jet atau 11 pesawat yang jatuh di Medan bulan September 2005 atau Nigeria bulan Oktober yang lalu
dengan penumpang penuh jatuh dalam sehari yang
luput dari perhatian dan pemberitaan. Sedangkan pesawat jatuh segera menjadi pemberitaan di seluruh
dunia. Selain itu, diperkirakan 15 - 20 juta ibu menderita karena komplikasi proses persalinan berupa
prolapsus, fistula atau perlu angkat kandungan setiap
tahun.
Menurut Departemen Kesehatan tingginya morbiditas dan mortalitas ibu hamil dan melahirkan di
negara berkembang terutama disebabkan oleh 3 terlambat:
N
Terlambat memutuskan untuk merujuk.
N
Terlambat transportasi.
N
Terlambat pertolongan profesional di Rumah Sakit.
Seorang perempuan mendapat tugas mulia untuk
meneruskan generasi mendatang yang belum bisa
tergantikan, tapi terkait dengan itu juga menghadapi risiko yang tidak kecil, malahan bisa mencabut nyawanya.
Morbiditas dan mortalitas ibu hamil dan melahirkan selain berdampak terhadap dirinya, juga terhadap seluruh keluarga.
N
Anak: lahir mati, kematian neonatal bayi dan
anak, berat lahir rendah, prematur, kurang gizi,
angka sakit meningkat, skor Apgar rendah.
N
Remaja: masalah kesehatan, pendidikan, seksual,
narkoba dan lain-lain.
N
Keluarga: stuktur yang timpang, kehilangan topangan, produktivitas menurun, kemiskinan, kekerasan dan pendidikan terganggu.
N
Ibu sendiri: radang panggul, infertilitas, prolapsus, fistula, disfungsi seksual, depresi, anemia,
infeksi saluran kemih, hipertensi, inkontinensia
(beser).
Tabel 1. Five main causes of the disease burden in young adults
(15 - 44 years) in developing countries
Females
Maternal
Sexually transmit, diseases
Tuberculosis
HIV Infection
Depressive disorders
Males
HIV Infection
Tuberculosis
Motor vehicle injuries
Homicide and violence
War
dikutip dari: From Obstetrics and Gynecology to Women’s
Health Fathalla, 1997
Masa reproduksi: Kehamilan/persalinan, keluarga berencana
Masa reproduksi merupakan masa kehamilan dan
melahirkan yang penuh risiko terutama di negara
berkembang. Dapat berisiko morbiditas, cacat menetap sampai kematian. Pada tahun 2000 diperki-
|
Upaya global bersama untuk menanggulangi
morbiditas dan mortalitas ibu ini sudah dimulai di
Nairobi pada tahun 1987 dengan mencanangkan
gerakan Safe Motherhood. Diikuti pertemuan ICPD
di Kairo 1994, The Fourth World Conference on
Women di Beijing 1995, dengan target menurunkan
angka kematian ibu tahun 2000 separuh dari tahun
1990. The Millennium Summit di New York tahun
2000 yang dihadiri oleh 189 negara PBB dengan
134 Azinar
147 di antaranya dihadiri oleh kepala pemerintah
termasuk Indonesia mencanangkan Millennium Development Goals (MDGs) yang antara lain me-nargetkan penurunan angka kematian ibu hamil melahirkan tiga perempat dari tahun 1990 pada tahun
2015. Beberapa negara berhasil menurun-kan angka
kematian ibu, tapi di beberapa negara sub-Sahara
malahan ada yang naik dengan cukup tajam, karena
masalah nutrisi, malaria, HIV/AIDS.
Keluarga berencana yang merupakan salah satu
upaya menurunkan kematian ibu, banyak dibebankan kepada wanita, yaitu sekitar tiga perempatnya.
Di negara berkembang pelayanan keluarga berencana mendapat banyak kendala. Masih banyak unmet need karena tidak tersedia, mahal, keterbatasan
pilihan, kekurangmengertian. Akibatnya terjadi kehamilan yang tidak dikehendaki dengan semua
risikonya.
Masalah infertilitas juga banyak dibebankan kepada perempuan termasuk risiko sosial, seperti
diceraikan atau dipoligami oleh suaminya. Padahal
faktor suami hampir sama kejadiannya dengan istri.
Sebagai penyebab terbanyak infertilitas perempuan
ialah faktor saluran telur (tuba Fallopii), yang
penyebab utamanya ialah infeksi. Infeksi ini biasanya datang dari pasangan seksualnya yang kemungkinan terbesar suaminya sendiri. Tumor kandungan temasuk payudara baik jinak maupun ganas
juga dapat menghampiri sehingga perlu dioperasi
yang dapat menyebabkan infertilitas, gangguan seksual dan rasa rendah diri.
Usia lanjut: menopause dengan segala permasalahan, keganasan.
|
|
Maj Obstet
Ginekol Indones
Setelah menopause, perempuan mengalami perubahan yang menyolok yaitu turunnya kadar hormon estrogen karena tidak diproduksi lagi oleh indung telur (ovarium). Akibatnya akan terjadi perubahan pada organ reproduksi, seperti vagina lebih
kering dengan selaput lendir tipis, risiko penyakit
jantung koroner meningkat, osteoporosis, dan lainlain. Angka kejadian tumor ganas seperti kanker
mulut rahim, rahim, dan payudara meningkat pada
usia lanjut. Kanker leher rahim stadium dini prognosisnya bagus bila diobati, stadium lanjut sangat
buruk. Risiko kanker payudara meningkat dengan
neningkatnya usia, < 40 tahun 1 dari 228, 40 - 59
tahun, 1 dari 24 dan 60 - 79 tahun, 1 dari 14.
Keadaan ini akan menyebabkan produktivitas menurun, biaya perawatan sampai angka kematian meningkat. Osteoporosis bila tidak dicegah akan berakibat mudah patah tulang. Patah tulang leher paha
(collum femoris) yang sering terjadi, akan menyebabkan perawatan yang mahal, cacat sehingga tidak
dapat bekerja/berjalan, mudah infeksi dan lain-lain
yang dapat mengakibatkan kematian lebih cepat.
Sebelum tahun 2002, pemakaian Terapi Sulih Hormon (TSH) berupa estrogen dengan atau tanpa progesteron sangat tinggi di negara maju, karena berdasarkan penelitian sebelumnya, selain menyembuhkan keluhan vasomotor dan menghambat osteoporosis, juga menurunkan kejadian penyakit jantung koroner (PJK) sampai 40%. Di Amerika Serikat, lebih dari 68 juta resep TSH ditulis pada tahun
2000. Namun setelah penelitian Women Health Initiative (WHI) dan The Heart Estrogen/ progesterone Replacement Study (HERS) yang dipublikasi-
Vol 30, No 3
Juli 2006
|
Dengan kesehatan perempuan menuju Indonesia sehat 135
kan tahun 2002 dan melibatkan belasan ribu kasus,
menyatakan bahwa kejadian kanker payudara,
trombosis/stroke meningkat tanpa menurunkan kejadian PJK, membingungkan orang awam maupun
dokter. Penelitian WHI dan HERS ini sekarang
banyak dikritik karena kasus yang diteliti itu berusia rata-rata lebih tua. Lebih 2/3 peserta penelitian
berusia di atas 60 tahun. Sampai sekarang penelitian pada perempuan yang baru menopause, pemberian TSH 5 tahun pertama masih aman dan banyak manfaatnya, terutama menyembuhkan keluhan vasomotor berupa semburan panas, sukar tidur,
suka marah, letih, dan lain-lain.
ga sikap, pendidikan, tradisi, dan budaya orang tua
yang sangat menentukan keputusan masalah reproduksi perlu juga diketahui. Sering kejadian rujukan
pasien terlambat disebabkan oleh menunggu adanya
keputusan keluarga.
Pelecehan seksual/perkosaan makin banyak muncul di media. Pelakunya bisa dari keluarga dekat
seperti ayah tiri, ayah kandung, kakek, tetangga,
guru, pacar, dan lain-lain. Kegiatan seks bebas dan
narkoba sangat terkait dengan ISR termasuk
HIV/AIDS. Sekarang, penyebab penularan HIV
tertinggi ialah pada pemakai narkoba suntikan. ISR
akan mengakibatkan meningkatnya infertilitas dan
komplikasi/kematian ibu hamil dan melahirkan. Indonesia termasuk negara dengan angka kejadian
HIV/AIDS yang meningkat dengan tajam. Sampai
Desember 2004 tercatat 6050 penderita dengan
HIV/AIDS di Indonesia. Dari angka ini diperkirakan ada 110.800 Orang Dengan HIV/AIDS
(ODHA). Sedangkan di Jawa Timur sampai Agustus 2005 terdapat 1113 HIV/AIDS + terdiri atas 509
HIV dan 594 AIDS, dan perkiraan ODHA 12.000
- 17.000.
Angka kematian ibu melahirkan per 100.000
kelahiran hidup (Maternal Mortality Ratio =
MMR) di Indonesia termasuk tinggi: 450 tahun
1990, 390 tahun 1994, 334 tahun 1997, dan 307
tahun 2003. Kalau dibandingkan dengan negara
ASEAN lainnya pada tahun 2000: Singapura 6,
Brunei 0, Malaysia 39 dan Filipina 170.
Hadirin yang saya muliakan,
Bagaimana keadaannya di negara kita?
Indonesia sebagai peserta ICPD di Kairo juga
terikat menjalankan program yang diputuskan.
Sekarang sudah ada rencana undang-undang untuk
mengamandemen Undang-undang No 23 Tahun
1992 tentang Kesehatan. Dalam amandemen itu dimasukkan Bab Kesehatan Reproduksi tentang hak
reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat,
aman, bebas dari paksaan atau kekerasan. Juga ada
pasal tentang perlindungan kaum perempuan terhadap praktik pengguguran kandungan yang tidak
aman dan bertanggung jawab.
Preseleksi seks yang mengarah kepada pemilihan
laki-laki belum terdengar. Kalaupun ada preseleksi
yang dilakukan prakonsepsi atau setelah konsepsi
di klinik tertentu, lebih mengarah kepada keseimbangan jenis kelamin anak dalam keluarga.
Dalam bidang pendidikan, pada golongan sosial
ekonomi menengah/atas tampaknya sudah tidak ada
diskriminasi gender. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga akhir-akhir ini melantik dokter yang
proporsinya 60% perempuan. Mungkin program
studi lain mempunyai perbandingan yang lain.
Dalam laporan MDGs Indonesia tahun 2004, perbandingan perempuan/100 laki-laki yang masuk
pendidikan, Sekolah Dasar: 100,1, SMP: 102,6,
SMA: 97,1, Perguruan Tinggi: 92,8. Juga dilaporkan bahwa penduduk yang bebas buta huruf
pada usia 15 - 24 tahun: 98, 67. Makin tinggi jenjang pendidikan, makin berkurang perbandingan
perempuan walaupun tidak terlalu tinggi. Mungkin
dari golongan bawah bila biaya pendidikan
keluarga terbatas, masih ada prioritas untuk anak
laki-laki. Justru dari golongan sosial ekonomi rendah inilah kesehatan reproduksi, khususnya perempuan sangat berisiko. Walaupun angka buta huruf
cukup rendah, peran orang tua dalam menentukan
keputusan tentang reproduksi cukup tinggi. Sehing-
|
Walaupun sudah terjadi penurunan MMR di Indonesia, penurunannya tidak terlalu tajam, sehingga
masih jauh dari target Indonesia Sehat yang akan
dicapai 125 tahun 2010 atau MDGs 2015. Secara
politis sebetulnya usaha penurunan ini di tingkat
pimpinan negara sudah jelas. Pertemuan Safe Motherhood Nairobi 1987, ICPD Kairo 1994, MDGs
New York 2000, dihadiri oleh Presiden atau menteri. Beberapa program juga berjalan, antara lain
pendidikan dan penugasan bidan di desa sebanyak
54.120 tahun 1990 - 1996. Terjadi peningkatan per-
|
136 Azinar
salinan yang didampingi tenaga kesehatan terampil
dari 47,2% tahun 1994 menjadi 68% tahun 2002.
Pencanangan Gerakan Sayang Ibu 1996, target penurunan MMR 50% dalam Indonesia Sehat 1999,
Making Pregnancy Safer (MPS) 2000 merupakan
program dalam upaya menurunkan angka kematian
ibu. Target MPS ini ialah agar setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih dan komplikasi kehamilan dan persalinan mendapatkan pelayanan yang adekuat, serta semua perempuan usia
subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan
komplikasi keguguran. Namun kendala di lapangan
masih banyak. Kondisi Indonesia sebagai negara
kepulauan dengan jarak ibu hamil dengan tempat
pelayanan masih mempunyai jarak apalagi jika
harus merujuk, dengan transportasi yang tidak memadai, pengetahuan dan ekonomi masyarakat yang
masih rendah merupakan kendala yang menonjol.
Banyak kasus yang perlu segera mendapatkan pertolongan menjadi terlambat. Ketidakmampuan pasien mendapatkan pelayanan kesehatan merupakan
masalah menahun walaupun pemerintah sudah berusaha mengatasinya. Juga masih banyak rumah
sakit dengan kemampuan menolong pasien gawat
sangat terbatas, baik karena kurangnya peralatan,
kemampuan atau tersedianya transfusi darah, SpOG
maupun anestesi. Di Jawa Timur saja, dengan jumlah SpOG rata-rata 2 - 5 per kabupaten/kotamadya,
masih sering harus merujuk ke rumah sakit yang
lebih lengkap. Angka anemi ibu hamil di Indonesia
yang 51%, sangat rentan terhadap terjadinya komplikasi sampai kematian.
Pusat safe motherhood RSU Dr Soetomo/FK
Unair yang dimotori Dr. Poedji Rochjati mengembangkan pendekatan risiko terhadap ibu hamil untuk menemukan masalah dengan memberi skor, sehingga ibu hamil dengan risiko tinggi sejak awal
sudah disarankan untuk melahirkan di tempat dan
penolong yang sesuai dengan keadaannya dan rujukannya bisa terencana tidak terlambat. Dr Poedji
menambahkan satu terlambat lagi yaitu: terlambat
mengenali adanya masalah, selain 3 terlambat dari
WHO. Walaupun dikatakan bahwa terlambat me-
Maj Obstet
Ginekol Indones
ngenali masalah ini tidak bermakna untuk menurunkan AKI asal bila ada komplikasi segera ditangani, tapi untuk Indonesia hal ini masih sangat
penting, karena tempat terjadinya komplikasi sering
berada di geografis yang jauh dari rumah sakit rujukan, sehingga kalau sudah ada komplikasi rujukannya sudah terlambat. Sayang Departemen Kesehatan sampai sekarang enggan memasukkan pengalaman Jawa Timur ini ke dalam kebijakannya,
karena lebih berkiblat ke luar negeri, yaitu berorientasi komplikasi.
Jadi ada 4 terlambat:
N
Terlambat mengenali adanya masalah.
N
Terlambat memutuskan untuk merujuk.
N
Terlambat transportasi.
N
Terlambat mendapatkan pertolongan yang memadai.
Dengan mengenali adanya masalah ini sedini
mungkin, ibu hamil lebih dini direncanakan untuk
mendapatkan pertolongan di tempat yang aman dan
tepat waktu. Pendekatan risiko ini sudah terbukti
dapat menurunkan kematian ibu. Dimulai di Kabupaten Probolinggo pada tahun 1993. Yang dilakukan skrining pendekatan risiko, AKI-nya 372,7,
sedangkan yang tanpa skrining 753,8. Kemudian
skrining ini dilanjutkan di kabupaten/kota lain di
Jawa Timur. Seperti terlihat pada tabel, dengan pendekatan risiko ini dan ditunjang dengan penempatan bidan di desa, AKI menurun dengan cukup
bermakna. Pendekatan risiko ini juga sudah dipakai
di kabupaten Aceh Utara, NAD dan Natuna, Kepri.
Manfaat sistem skor ini sebagai alat edukasi terasa
sekali manfaatnya untuk daerah terpencil yang tempat rujukannya sangat jauh dengan transportasi
yang sangat terbatas seperti Kepulauan Riau. Pada
umumnya tenaga kesehatan yang memakai pendekatan ini dapat memantapkan pola pikir serta
merasakan tugas dan tanggung jawabnya jauh lebih
mudah.
Pelayanan reproduksi perempuan usia lanjut
masih rendah. Rendahnya pelayanan ini mungkin
karena dianggap menjadi tua itu adalah proses
alamiah yang memang sudah seharusnya terjadi.
Menurunnya kemampuan/kesehatan juga dianggap
Tabel 2. Kematian Ibu Kabupaten Probolinggo, Tahun 1993 - 2004
Jumlah Persalinan
Jumlah Kematian Ibu
AKI/100.000 KH
"Life time Risk"
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
7169
26
372,7
276
7904
10
127,9
790
8644
9
105,7
960
10666
7
66,7
1524
12863
20
157,7
643
13915
24
176,9
680
11472
10
88,1
1147
11958
8
67,5
1495
18988
28
147
678
18643
25
134
746
19416
19
98
1022
18254
22
121
830
Sumber: Poedji Rochjati, Pusat Safe Motherhood - Bag/SMF Obstetri & Ginekologi
FK UNAIR/RSU Dr Soetomo, Surabaya
|
Vol 30, No 3
Juli 2006
|
Dengan kesehatan perempuan menuju Indonesia sehat 137
biasa, padahal bila dirawat dengan baik, perempuan
usia lanjut bisa mendapatkan kualitas hidup yang
lebih baik, sehingga produktivitas tetap tinggi.
Masih sedikit klinik yang melayani menopause.
Kalaupun ada, pengunjungnya masih sedikit. Kanker leher rahim yang seharusnya bisa dideteksi
pada stadium dini, sering datang terlambat sehingga
prognosisnya sudah sangat buruk. Di RSU Dr Soetomo, 90% pasien kanker leher rahim yang masuk
rumah sakit sudah stadium IIb ke atas.
Hadirin yang mulia,
Apa yang bisa kita upayakan untuk meningkatkan
kesehatan perempuan?
Memasukkan kesehatan reproduksi dalam amandemen undang-undang tentang kesehatan merupakan kemajuan, namun tidak bisa diadopsi bulatbulat. Perlu disesuaikan dengan budaya dan agama
yang dianut rakyat Indonesia. Hak individu untuk
mengekspresikan reproduksi, seksual tidak mungkin dapat diterima di luar koridor perkawinan. Yang
dapat diterima ialah mengakomodasi kesetaraan
gender dalam perkawinan dengan memberikan
tanggung jawab yang seimbang kepada suami istri.
Suami sebagai pemimpin rumah tangga tidak sewenang-wenang menunjukkan kekuasaannya tapi
penuh tanggung jawab dengan memperhatikan hak
dan situasi istrinya, sehingga tidak mudah menceraikan, melakukan poligami dan lain-lain bila kemauannya tidak diikuti. Adalah tugas pemimpin
agama juga menyampaikan bahwa tugas suami itu
adalah melindungi istrinya dan istri itu juga individu yang mungkin keinginannya tidak selalu sama
setiap waktu.
Hal lain yang juga selalu kontroversi ialah pasal
pelayanan abortus yang aman. Pelayanan abortus
tidak aman sangat berbahaya untuk keselamatan
perempuan. SpOG sering dipojokkan karena sering
merasa perlu menolong seorang untuk melakukan
abortus, tapi tidak dilindungi oleh undang-undang.
Undang-undang hanya melindungi dokter apabila
orang tersebut nyawanya dalam bahaya jika kehamilannya diteruskan. Sedangkan yang sering dihadapi ialah seorang perempuan yang memerlukan
pertolongan karena berbagai sebab tidak memenuhi kriteria membahayakan nyawa secara langsung, tetapi akan sangat menderita bila tidak ditolong sehingga menurut WHO sudah tidak sehat,
misalnya korban perkosaan, kegagalan kontrasepsi.
Oleh sebab itu, memang diperlukan pelayanan
abortus yang aman dengan indikasi yang jelas disertai konseling yang adekuat serta tenaga yang terlatih. Ini tidak sama dengan legalisasi abortus,
karena tidak semua tempat atau semua orang dapat
|
dilayani dan melakukannya. Juga tidak sama dengan liberalisasi seks. Dari penelitian Perkumpulan
Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) di sembilan
kota di Indonesia tahun 2000 - 2003, dari 37.685
yang minta dilakukan abortus, hanya 27% yang
belum menikah, sedangkan 73% sudah menikah
dan 1% tidak resmi menikah.
Seleksi jenis kelamin perlu dilarang terutama
apabila disertai praktik abortus, kecuali atas indikasi medis misalnya adanya penyakit turunan yang
fatal pada jenis kelamin tertentu.
Masalah gender di Indonesia sebetulnya bukan
masalah agama atau budaya, tapi lebih pada penerapan di lapangan, karena agama maupun budaya
sangat menghargai peran perempuan. Tapi dalam
praktiknya perempuan lebih banyak dirugikan. Oleh
sebab itu, pemimpin agama perlu memberikan contoh
bagaimana cara menghargai perempuan baik sebagai
calon ibu ataupun seorang ibu dengan benar, sehingga
perempuan itu betul-betul seorang yang sangat perlu
dihargai, antara lain menyiapkan kesehatan reproduksinya karena mempunyai tugas mulia untuk meneruskan keturunan manusia di muka bumi ini dengan mempertaruhkan nyawanya.
Kehilangan seorang ibu dalam rumah tangga
akan mengakibatkan dampak yang sangat merugikan keluarga dari segi kesehatan, pendidikan, moral
dan lain-lain. Oleh sebab itu kesehatan seorang
calon ibu dan ibu perlu dioptimalkan baik fisik,
mental dan sosial.
Penanganan masalah HIV/AIDS dan narkoba
merupakan masalah remaja yang sangat terkait.
Sekitar 50% Penyebaran HIV sekarang melalui
jarum suntik pemakai narkoba. Pendidikan kesehatan reproduksi remaja juga perlu digalakkan dan
dimasukkan dalam kurikulum sekolah sesuai dengan tingkatannya.
Perhatian pemerintah untuk menurunkan angka
kematian ibu cukup banyak. Departemen Kesehatan
selalu mencantumkan penurunan angka kematian
ibu dan anak/balita dalam setiap programnya. Masalahnya ialah banyaknya kendala di lapangan untuk mengimplementasikan program ini. Diperlukan
inovasi di lapangan agar program dapat berjalan
dengan baik. Sama dengan situasi global, dengan
99% kematian ibu itu terjadi di negara berkembang,
atau dengan kata lain miskin dan terbelakang, di
Indonesia pun terjadi kesenjangan kematian ibu.
AKI lebih tinggi pada masyarakat miskin yang
mendapat pelayanan kesehatan rendah atau daerah
yang luas, penduduk tersebar, kepulauan dengan
keterbatasan transportasi sehingga akses pelayanan
tidak tercapai. Di Jawa Timur juga cukup banyak
upaya untuk menurunkan AKI. Setiap tahun ada
|
138 Azinar
Tabel 3. Angka Kematian Ibu, Tahun 2000 Menurut Provinsi di
Indonesia (Susenas 2000 + Modul Kependudukan Sp 2000)
Provinsi
Papua
Sultra
Sulsel
Sulteng
Sulut
Kaltim
Kalsel
Kalteng
Kalbar
NTT
NTB
Bali
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Lampung
Bengkulu
Sumsel
Jambi
Riau
Sumbar
Sumut
Nasional
Maj Obstet
Ginekol Indones
timal. Transfusi darah, peralatan medis, tenaga
anestesi yang tidak memadai sering menyebabkan
pasien masih perlu dirujuk, padahal dokter setempat mestinya mampu. Dengan 4 terlambat dari
Pusat Safe Motherhood serta pemakaian kartu skor
Poedji Rochjati sebagai pendekatan risiko, pengenalan masalah lebih mudah, malahan ibu bisa dirujuk lebih awal sebelum masalah yang akan timbul
muncul. Dengan segala upaya itu Jawa Timur
cukup berhasil karena merupakan provinsi nomor
dua paling rendah AKI-nya menurut Susenas 2000,
berbeda sangat tipis (0,3/100.000) dengan Bali sebagai yang paling rendah, padahal masalah dan
medan di Jawa Timur jauh lebih rumit.
Malahan berdasarkan data dari Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur, AKI di Jawa Timur sudah
cukup rendah, melewati jauh target 2010 dan 2015.
Peran sejawat bidang lain juga dapat membantu
sangat membantu menurunkan AKI. Apabila ditemukan perempuan yang berpotensi bisa hamil tapi
mempunyai kelainan yang membahayakan bila
hamil, perlu disiapkan lebih dahulu apakah sudah
boleh hamil atau sebaiknya ditunda atau tidak boleh
hamil sama sekali. Masih ada pasien dengan penyakit lain (yang banyak jantung dan paru) yang
sebetulnya sangat membahayakan jiwanya bila
hamil dan melahirkan tetapi tetap memaksakan
hamil, atau tidak tahu bahwa sebaiknya tidak
hamil.
Masalah lainnya yang perlu diakomodasi ialah
adanya unmet need pelayanan kontrasepsi. Diperkirakan ada 9% pasangan usia subur yang tidak mendapatkan pelayanan karena berbagai masalah seperti kekurangmengertian, mahal, tidak tersedia pilihan dan lain-lain.
Kurangnya anggaran untuk pendidikan dan pelayanan kesehatan tampaknya merupakan faktor
yang cukup dominan. Meningkatkan anggaran keduanya tidak populer untuk satu pemerintah lima
tahunan karena hasilnya tidak segera tampak untuk
melihat hasil pembangunan, namun dalam jangka
panjang merupakan modal yang sangat penting untuk kemajuan pembangunan bangsa.
AKI/100.000 KH
361,7
690,0
318.6
517,4
192,4
302,0
840,7
785,6
1223,3
541,8
497,8
167,9
168,2
232,0
392,8
214,4
289.2
475,0
424,7
229,7
220,2
173,2
278,8
567,1
347
Sumber: Poedji Rochjati, Pusat Safe Motherhood, Bag/SMF
Obstetri & Ginekologi FK UNAIR/RSU
Dr Soetomo, Surabaya
SUSENAS = Sensus kesehatan nasional
SP = Sensus penduduk
pertemuan berkala Dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota dengan rumah sakit, SpOG, DSA (dokter
spesialis anak), Pusat Safe Motherhood RSU Dr
Soetomo/FK Unair mengupas, mencari solusi masalah. Masalah yang masih sukar mengatasinya ialah kekurangmengertian dan masalah ekonomi. Sudah waktunya ibu hamil/melahirkan digratiskan
bila datang di fasilitas pemerintah termasuk transportasinya jika perlu dirujuk. Hal inilah yang sering
menyebabkan ibu terlambat sampai di tempat pertolongan yang mampu menyelesaikan dengan tuntas. Rumah sakit kabupaten perlu diberdayakan op-
Tabel 4. Kematian Ibu dan AKI 29 Kabupaten dan 9 Kota di Provinsi Jawa Timur
Jumlah Persalinan
Jumlah Kematian Ibu
AKI/100.000 KH
"Rasio (likelihood of dying)"
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
520.903
555
106,5
1 : 939
531.520
493
92,8
1 : 1078
584.736
523
89,3
1 : 1118
562.406
528
94,0
1 : 1065
568.865
409
72,0
1 : 1391
566.311
424
75,0
1 : 1336
567.940
393
69,0
1 : 1445
Sumber data: Program KIA Dinas Kesehatan TK I, Provinsi Jawa Timur Poedji Rochjati,
Pusat Safe Motherhood - Bag/SMF Obstetri & Ginekologi FK UNAIR/RSU Dr Soetomo, Surabaya
|
Vol 30, No 3
Juli 2006
|
Dengan kesehatan perempuan menuju Indonesia sehat 139
Tabel 5. Penyebab Kematian Ibu di RSU Dr. Soetomo, Surabaya
Penyebab Kematian
1999
2000
2001
2002
11
2
2
1
1
1
–
–
–
–
1
12
5
2
1
1
–
–
–
1
–
–
14
2
2
3
1
–
1
1
–
–
–
12
7
1
1
1
1
1
–
–
1
–
19
22
24
25
Eklampsia/Preeklampsia
Infeksi/Sepsis
Penyakit Jantung
Penyakit Paru
Perdarahan Pasca Salin
Ruptura Uteri
Encephalopati Hepatik
Emboli Air Ketuban
Peritonitis + app. Perforasi
Abd. Preg + GEA + hipokalemi
Lupus Nefritis
JUMLAH
Hadirin yang saya hormati,
Rumah Sakit Pendidikan mempunyai peran sangat
penting sebagai percontohan dan tempat pendidikan
calon tenaga kesehatan yang dibutuhkan masyarakat. Diharapkan tenaga kesehatan yang dihasilkan
dapat melakukan tugasnya secara mandiri di tempat
tugasnya nanti. Sistem pelayanan kesehatan reproduksi harus paripurna, terpadu. Yang dimaksud
paripurna di sini ialah pelayanan reproduksi yang
lengkap menurut daur kehidupan. Terpadu dalam
arti bersama dengan disiplin lain baik medis maupun nonmedis berada di satu tempat, tidak terpecah-pecah, sehingga pasien yang memerlukan
pelayanan reproduksi tidak bingung mau ke mana.
Masalah di rumah sakit besar ialah sistem sentralisasi dengan pelayanan yang terpecah-pecah untuk
bidang tertentu. Ini akan sangat membingungkan
baik pasien maupun peserta didik. Untuk pasien,
kalau akan periksa poliklinik di satu tempat, rawat
inapnya di tempat yang jauh lokasinya, kalau perlu
operasi di tempat lain lagi. Ini lebih terasa pada ibu
hamil. Ibu hamil jelas akan diikuti oleh proses melahirkan yang mungkin lahir biasa atau operasi. Jadi
tempatnya harus menyatu. Apalagi ibu hamil seharusnya tidak disatukan dengan orang sakit. Melahirkan juga membutuhkan suasana yang tenang.
Berbagai penelitian sudah menunjukkan bahwa
keadaan mental yang tenang akan memperlancar
proses persalinan. Keadaan ini akan lebih mudah
apabila jauh hari sebelum melahirkan waktu periksa hamil dia sudah tahu dan terbiasa dengan
tempat di mana dia akan melahirkan. Selain itu
pasien yang membutuhkan pertolongan di bidang
reproduksi umumnya perempuan. Kalaupun ada
laki-laki, selalu terkait dengan istrinya, maka
tempatnya juga akan lebih baik tersendiri. Adanya tempat pelayanan reproduksi paripurna yang
merupakan one stop service akan sangat memu-
|
dahkan pasien. Demikian juga pendidikan akan lebih mudah. Peserta didik akan merasakan bagaimana proses reproduksi itu merupakan suatu kesatuan, sehingga setelah lulus mereka sudah dapat
mengaplikasikan pelayanan reproduksi secara
utuh. Peserta didik harus dibekali dengan berbagai masalah dan pemecahannya di bidang kesehatan perempuan.
Sebagai ringkasan dapat saya sampaikan sebagai
berikut.
N
Kesehatan perempuan tidak hanya kesehatan alat
reproduksi, tapi lebih luas, yang melibatkan
suami/keluarga, masyarakat, pelayanan kesehatan, kebijakan pemerintah, politisi dan lain-lain.
N
Kesehatan perempuan di negara berkembang termasuk Indonesia masih sangat memprihatinkan,
harus ditingkatkan.
N
Ibu yang sakit, atau kehilangan ibu akan sangat
mempengaruhi "kesehatan keluarga", "kesehatan
masyarakat".
N
Calon ibu perlu dilindungi sejak dalam kandungan, bayi, anak-anak, remaja dengan memperhatikan nutrisi, kesehatan umum, pendidikan, risiko ISR dan HIV/AIDS.
N
Perempuan sebagai istri mempunyai hak yang
sama dalam proses reproduksi dan seksual dengan suaminya.
N
Semua ibu hamil dan melahirkan hendaknya didampingi oleh tenaga kesehatan yang terlatih sesuai dengan kondisinya.
N
Pelayanan kesehatan reproduksi esensial dan
komprehensif hendaknya cukup tersedia, dapat
diakses oleh yang membutuhkan dan harus dapat
berfungsi penuh.
N
Rumah sakit pendidikan merupakan percontohan
pelayanan kesehatan reproduksi paripurna.
N
Tuntunan internasional perlu diikuti, tapi inovasi
sesuai dengan kondisi lokal harus dibuat agar ha-
|
140 Azinar
N
N
N
Maj Obstet
Ginekol Indones
3. Data dari SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSU
Dr Soetomo
4. Departemen Kesehatan RI, INDONESIA SEHAT 2010, Visi
baru, misi, kebijakan dan strategi pembangunan kesehatan.
Cakram padat, 1999
5. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Analisa situasi
HIV/AIDS di Jawa Timur sampai dengan April 2005.
6. Fathalla MF. From Obstetrics and Gynecology Women’s
Health. The Road Ahead. The Parthenon Publishing Group,
3-9
7. Koblinsky M. Improving Maternal and Newborn Health:
Issues and Strategies. Presentasi di Pertemuan Pita Putih,
Bali, 2005
8. Martaadisubrata D. Perkembangan Obstetri & Ginekologi
Sosial. Bunga rampai Obstetri & Ginekologi Sosial,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005, 3-17
9. Pemerintah Republik Indonesia (Bapenas). Indonesia. Progress Report on the Millenium Development Goals. 2004
10. Reproductive Health Outlook PATH ( www.path.org). 2003
11. Saifuddin AB. Upaya safe motherhood dan making pregnancy safer. Bunga rampai Obstetri & Ginekologi Sosial,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005, 22142
silnya lebih baik. Misalnya pendekatan risiko
pada ibu hamil, khususnya daerah terpencil.
Pelayanan perempuan usia lanjut perlu ditingkatkan agar lebih produktif, bermanfaat dan tidak
membebani untuk orang lain.
Semua yang di atas akan lebih cepat dicapai apabila pendidikan dan pelayanan kesehatan mendapatkan prioritas program dan anggaran yang memadai dari pemerintah.
Pelayanan kesehatan reproduksi yang didasari
pemberdayaan perempuan akan menghasilkan perempuan sehat, keluarga/masyarakat sehat dan akhirnya mempercepat pencapaian Indonesia Sehat.
RUJUKAN
1. Bulletin PKBI: Hasil Studi retrospektif pemulihan haid di
sembilan kota tahun 2000 - 2003.
2. Data dari Pusat Safe Motherhood RSU Dr Soetomo/Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
|
Download