BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Berbicara tentang kehidupan perempuan tidak akan pernah habisnya. Terlebih tentang perempuan yang hidup dalam kemiskinan. Ada begitu banyak perempuan yang merasa harus pasrah hidup dalam kemiskinan dan mengikuti kehendak suami untuk hidup dalam situasi seperti itu. Padahal sebenarnya perempuan dapat melakukan sesuatu untuk dapat memperbaiki kehidupan dan menyokong suami. Perempuan adalah kelompok yang paling dirugikan akibat kegagalan pembangunan. Ketika angka kemiskinan semakin tinggi, perempuan tetap berusaha untuk dapat bertahan dan dapat menghidupi keluarga. Tidak jarang fakta memperlihatkan, seorang perempuan beserta beberapa orang anaknya yang masih kecil-kecil ditinggal pergi oleh suaminya. Lantas perempuan tersebut harus berjuang sendiri untuk melanjutkan hidupnya dan anak-anaknya. Sedikit beruntung, sang suami adalah suami yang baik, namun tak berdaya secara ekonomi. Maka perempuan bangkit sebagai perempuan perkasa, membangun dan memperbaiki ekonomi keluarga untuk kelangsungan hidup anak-anaknya. Apa yang dialami oleh perempuan tersebut, semua disebabkan karena kemiskinan. Perempuan yang hidup dalam kemiskinan dianggap tidak dapat berbuat banyak untuk kelangsungan hidup. Mereka diandalkan untuk mengasuh anak namun tidak sedikit juga yang turut bekerja demi keluarga karena dirasa pendapatan suami sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Meskipun tidak bisa baca-tulis, perempuan miskin memandang jauh ke depan dan Universitas Sumatera Utara bekerja keras untuk membebaskan diri dan keluarganya dari kemiskinan. Perempuan lebih memperhatikan dan lebih menyiapkan kehidupan yang lebih baik bagi anak-anaknya. Ketika seorang ibu dari keluarga miskin memperoleh penghasilan, hal pertama yang dipikirkannya adalah anak-anaknya. Biaya hidup dan pendidikan anak-anaknya adalah prioritas utama baginya disbanding keperluan dirinya sendiri. Rumah tangga adalah prioritas kedua. Perkakas rumah tangga atau memperbaiki rumah baru akan dipikirkannya setelah kebutuhan anakanaknya terpenuhi. Berbeda denganlelaki yang lebih memprioritaskan kebutuhan dirinya sendiri. Tingkat pendidikan juga sangat mempengaruhi kebijakan perempuan dalam keluarga dan tingkat kemandirian perempuan itu sendiri. Terlebih lagi pada perempuan miskin. Banyak perempuan yang memang pada akhirnya belajar dari kejadian-kejadian seperti itu dan menyadari bahwa kehidupan tidak akan lebih baik apabila ia hanya diam dan tidak berusaha untuk memperbaikinya. Perempuan akan terus mencari cara untuk menyokong kehidupannya. Ia lebih banyak belajar untuk mendapatkan keterampilan yang lebih banyak lagi dan mengenali kemampuannya sendiri. Mencari wadah yang mampu membimbing dan membantu mereka untuk dapat lebih bijak membenahi keuangan keluarga dan tidak selalu bergantung kepada suami. Untuk itulah perempuan cenderung ikut serta sebagai anggota dalam suatu organisasi, yayasan atau bahkan kumpulan pengajian yang mengedepankan kepentingan perempuan itu sendiri. Baik perempuan dari kalangan atas atau dari kalangan bawah sekalipun. Perempuan berusaha untuk dapat bangkit dengan berusaha mendapatkan wawasan yang dapat meningkatkan kreativitas mereka dalam hal meningkatkan Universitas Sumatera Utara taraf hidup keluarganya. Patricia Aburdene dan John Naisbitt dalam Megatrends for Women (1992) menjelaskan bahwa perempuan saat ini memang sedang memasuki fase kebebasan yang harus diartikan sebagai bangkitnya kesadaran, lahirnya kepeloporan baru, dan pengungkapan seksisme (Pembayun, 2009:92). Karena itu perempuan sekarang menuntut untuk memiliki ruang yang lebih bebas untuk mampu melahirkan sesuatu yang baru dan berarti. Perempuan juga berusaha untuk melepaskan diri dari stereotipnya sebagai perempuan “perayu” dan lemah dan beralih menjadi perempuan yang kuat dan mandiri. Lembaga Swadaya Masyarakat dapat menjadi wadah bagi usaha pemberdayaan masyarakat terutama perempuan. Mereka yang aktif terlibat di dalammya akan melakukan berbagai usaha agar perempuan-perempuan tudak lagi bergantung kepada laki-laki dan dapat secara mendiri memenuhi kebutuhannya dan keluarganya. Perempuan dalam suatu yayasan atau organisasi yang menjadi target pemberdayaan oleh suatu LSM pasti akan pernah mengikuti kegiatan penyuluhan yang biasa diadakan oleh yayasan atau organisasi dengan menggunakan tenaga lapangannya sebagai penyuluh. Mereka akan mendapatkan berbagai pengetahuan dan informasi dari penyuluhan tersebut. Terlebih dari para perempuan yang berasal dari lingkungan kemiskinan. Berbagai informasi yang mereka terima akan mereka manfaatkan dalam kehidupan sehari-hari untuk meningkatkan taraf hidup mereka sendiri. Tenaga lapangan sebagai penyuluh akan memainkan peran yang sangat penting dan sangat besar dalam mendorong mereka untuk mau mengubah kehidupan mereka sendiri ke arah yang lebih baik lagi. Mereka memberikan Universitas Sumatera Utara pengetahuan atau bahkan bimbingan untuk dapat memberdayakan perempuan yang berasal dari keluarga miskin. Umumnya ibu-ibu rumah tangga dengan sendirinya akan merasa terbantu dengan berbagai penyuluhan yang mereka dapatkan. Disinilah tenaga lapangan memainkan peranan yang penting. Tenaga lapangan bertugas membawa ‘angin’ perubahan ke dalam kehidupan yang lebih berarti lagi kepada para perempuan tersebut. Tidak salah apabila tenaga lapangan atau penyuluh dianggap sebagai agen perubahan bagi suatu kelangsungan hidup suatu kalangan masyarakat. Lembaga Swadaya Masyarakat Yayasan untuk Perempuan Perkotaan Medan (YP2M) adalah yayasan yang beranggotakan perempuan-perempuan yang sudah berkeluarga. Yayasan untuk Perempuan Perkotaan Medan terdiri atas 5 kelompok yaitu kelompok Halat, kelompok Karya Wisata, kelompok Permai, kelompok Karya Tani, dan kelompok Sari Rejo. Yayasan ini bertujuan agar dapat memberdayakan perekonomian perempuan dan bergerak dalam hal memberi bantuan modal kepada anggota-anggotanya yang bekerja sebagai penjual jamu. Namun, tidak hanya sekedar itu saja, yayasan ini tetap memiliki program-program yang bertujuan untuk memberdayakan perempuan, seperti Sosialisasi Pemilu, bagaimana cara berpidato yang baik dan benar, pelatihan pengelolaan keuangan keluarga, periksa kesehatan dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan tersebut tetap didampingi oleh tenaga lapangan yang akan memberikan bimbingan, informasi dan pengetahuan kepada anggota binaannya. Sebelum di rekrut menjadi tenaga lapangan untuk yayasan ini, terlebih dahulu harus sudah tertanam rasa tertarik pada dunia keperempuanan yang menjadi fokus yayasan ini. Tenaga lapangan YP2M ini harus mampu Universitas Sumatera Utara mempelajari situasi lapangan, mendampingi kelompok, membuat program kerja dan membantu mengatasi masalah kelompok. Disinilah tenaga lapangan harus mampu menjadi seorang agen perubahan yang akan membawa perubahan yang berarti bagi kehidupan anggotanya. Mereka membuat perubahan dalam bentuk meningkatkan perekonomian dan pengetahuan anggotanya. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengangkat masalah tentang peranan tenaga lapangan sebagai agen perubahan terhadap pemberdayaan perempuan di Yayasan untuk Perempuan Perkotaan Medan. I. 2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik merumuskan masalah sebagai berikut “Bagaimanakah peranan tenaga lapangan sebagai agen perubahan terhadap pemberdayaan perempuan di Yayasan untuk Perempuan Perkotaan Medan? I. 3 Pembatasan Masalah Untuk menghindari permasalahan yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka penulis melakukan pembatasan masalah sebagai berikut: a. Penelitian ini menggunakan studi kasus, yaitu kasus tentang tenaga lapangan sebagai agen perubahan dan pemberdayaan perempuan. Universitas Sumatera Utara b. Penelitian ini hanya melihat peran tenaga lapangan sebagai agen perubahan terhadap pemberdayaan perempuan. c. Subjek penelitiannya adalah tenaga lapangan Yayasan untuk Perempuan Perkotaan Medan. d. Penelitian ini hanya menyertakan anggota binaan sebagai bahan untuk menguji keberhasilan peran tenaga lapangan sebagai agen perubahan. I. 4 Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1 Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui bagaimana usaha pemberdayaan perempuan di kota Medan khususnya di Yayasan untuk Perempuan Perkotaan Medan (YP2M). b. Untuk mengetahui bagaimana tenaga lapangan melaksanakan peran seorang agen perubahan bagi masyarakat terutama perempuan. c. Untuk mengetahui peranan tenaga lapangan sebagai agen perubahan terhadap pemberdayaan perempuan pada Yayasan untuk Perempuan Perkotaan Medan. I.4.2 Manfaat Penelitian a. Secara akademis, penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi dan memperkaya sumber bacaan di lingkungan Fisip USU, khususnya Ilmu Komunikasi Fisip USU. b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi pihak yang membutuhkan pengetahuan berkenaan dengan penelitian ini. Universitas Sumatera Utara c. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis mengenai tentang agen perubahan dan pemberdayaan perempuan. I. 5 Kerangka Teori Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori (Nawawi, 1995:39). Kerangka teori merupakan landasan berpikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti melihat masalah yang akan diteliti. Teori merupakan hubungan kausal,logis dan sistematis antara dua atau lebih konsep. Jadi teori adalah penjelasan gejala: konsep atau variabel yang terpengaruh. (Suyatno, 2005:34-35). Dengan adanya kerangka teori akan mempermudah peneliti dalam menaganalisis masalah. I. 5. 1 Agen Perubahan Usaha-usaha pembangunan suatu masyarakat selalu ditandai oleh adanya sejumlah orang yang mempelopori, mengerakkan, dan menyebarluaskan proses perubahan tersebut. Agen perubahan lazim juga disebut dengan istilah “agent of change”. Menurut Rogers dan Shoemaker, agen perubahan merupakan petugas professional yang mempengaruhi putusan inovasi klien menurut arah yang diinginkan oleh lembaga perubahan. Jadi, semua orang yang bekerja untuk mempelopori, merencanakan, dan melaksanakan perubahan sosial adalah termasuk agen perubahan. Dalam kenyataan sehari-hari, maka sejak mereka yang Universitas Sumatera Utara bekerja sebagai perencana pembangunan, hingga para petugas lapangan, pamong, guru, penyuluh dan lainnya adalah agen-agen perubahan (Nasution, 2004:127). Duncan dan Zaltman dalam Komunikasi Pembangunan: Pengenalan Teori dan Penerapannya mengemukakan kualifikasi dasar agen perubahan, yakni tiga yang utama di antara sekian banyak kompetensi yang mereka miliki. Yaitu: 1) Kualifikasi teknis, yakni kompetensi teknis dalam tugas spesifik dari proyek perubahan yang bersangkutan. 2) Kemampuan administratif, yaitu persyaratan administratif yang paling dasar dan elementer, yakni kemauan untuk mengalokasikan waktu untuk persoalan-persoalan yang relatif menjelimet (detalied). 3) Hubungan antarpribadi. Suatu sifat yang paling penting adalah empati, yaitu kemampuan seseorang untuk mengidentifikasikan diri dengan orang lain, berbagi akan perspektif dan perasaan mereka dengan seakan-akan mengalaminya sendiri. Menurut Rogers dan Shoemaker, agen perubahan berfungsi sebagai mata rantai komunikasi antar dua atau lebih sistem sosial (Nasution, 2004:128). Peranan utama seorang agen perubahan adalah: 1) Sebagai katalisator, menggerakkan masyarakat untuk mau melakukan perubahan. 2) Sebagai pemberi pemecahan persoalan. 3) Sebagai pembantu proses perubahan: membantu dalam proses pemecahan masalah dan penyebaran inovasi, serta member petunjuk mengenai bagaimana: a. Mengenali dan merumuskan kebutuhan Universitas Sumatera Utara b. Mendiagnosa permasalahan dan menentukan tujuan c. Mendapatkan sumber-sumber yang relevan d. Memilih dan menciptakan pemecahan masalah e. Menyesuaikan dan merencanakan pentahapan pemecahan masalah 4) Sebagai penghubung (linker) dengan sumber-sumber yang diperlukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Keseluruhan peran agen perubahan dapat dikelompokkan menjadi peran yang laten dan yang manifes (O’Gorman, 1976) (Nasution, 2004:129). Peran yang Manifes Peran yang manifes adalah peran yang kelihatan “di permukaan” dalam hubungan antara agen perubahan dengan kliennya dan merupakan peran yang dengan sadar dipersiapkan sebelumnya. Peran ini dapat dilihat dari tiga persperktif yaitu sebagai penggerak, perantara, dan penyelesai (accomplisher). Sebagai penggerak, peranan agen perubahan meliputi fungsi-fungsi fasilitator, penganalisa, dan pengembang kepemimpinan. Peran agen perubahan sebagai perantara meliputi fungsi-fungsi pemberi informasi dan penghubung. Sedangakan peranannya sebagai pencapai hasil, agen perubahan berfungsi sebagai pengorganisir, pengevaluasi, dan yang memantapkan hasil. Peran yang Laten Hampir semua peran yang manifes dari agen perubahan di atas mempunyai pasangan yang bersifat laten. Yaitu: Universitas Sumatera Utara a. Sebagai pengembang kepemimpinan, seorang agen perubahan secara laten dapat berperan selaku orang yang memobilisir atau orang yang menbangkitkan kesadaran. b. Selaku penganalisa, peranan agen perubahan dapat berupa dichotomizer ataupun sebagai pembangun sejarah. c. Sebagai pemberi informasi, agen perubahan secara laten dapat pula berfungsi sebagai seseorang yang “person oriented share” yaitu berusaha mencegah konsumerisme. d. Sebagai penghubung, agen perubahan mungkin bisa berfungsi sebagai modernizer ataupun sebagai syncretizer. Modernizer berusaha mencari nilai-nilai dari industrialisasi melalui cara yang tidak membebankan. Syncretizer memadukan hal-hal yang lama dan baru melalui pembangunan yang bervariasi dan berpusat pada percaya pada diri sendiri. e. Selaku organizer, agen perubahan menjadi pendukung dari partisipasi popular, atau sebagai promoter efisiensi. f. Peran yang laten dari fungsi pengevaluasi seorang agen perubahan adalah kemungkinannya menjadi seorang yang berpandangan kuantitatif atau kualitatif. g. Selaku yang memantapkan hasil, peran yang laten dari agen perubahan mungkin merupakan konflik antara ingin menyesuaikan diri dengan sistem yang dominan atau ingin membebaskan diri dari struktur kekuasaan (Nasution, 2004:131). Universitas Sumatera Utara I. 5.2 Komunikasi Penyuluhan Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antarmanusia. Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai. Dalam ‘bahasa’ komunikasi pernyataan dinamakan pesan (message), orang yang menyampaikan pesan disebut komunikator (communicator) sedangkan orang yang menerima pernyataan diberi nama komunikan (communicatee) (Effendy, 2003:28). Komunikasi juga pasti terjadi dalam suatu penyuluhan. Komunikasi yang terjadi adalah ketika tenaga lapangan sebagai komunikan memberi informasi atau pengetahuan kepada anggota sebagai komunikan. Dalam bahasa Indonesia, istilah penyuluhan berasal dari kata dasar “suluh” yang berarti pemberi terang di tengah kegelapan. Samsudin menyebut penyuluhan sebagai suatu usaha pendidikan non-formal yang dimaksudkan untuk mengajak orang sadar dan mau melaksanakan ide-ide baru. Dari rumusan tersebut dapat diambil tiga hal yang terpenting, yaitu: pendidikan. Mengajak orang sadar dan ide-ide baru. Ketiga hal itu memang senantiasa melekat dalam kegiatan penyuluhan, karena penyuluhan pada hakekatnya merupakan suatu langkah dalam usaha mengubah masyarakat menuju keadaan yang lebih baik seperti yang dicitacitakan (Nasution, 1990:7). Pada hakekatnya, penyuluhan adalah suatu proses komunikasi. Proses yang dialami komunikan sejak mengetahui, memahami, meminati dan kemudian menerapkannya dalam kehidupan nyata adalah suatu komunikasi. Kegiatan penyuluhan akan berhasil apabila kedua belah pihak sama-sama siap Universitas Sumatera Utara melakukannya, baik penyuluh sebagai komunikator maupun orang yang disuluh sebagai komunikan. Penyuluhan merupakan suatu usaha menyebarluaskan hal-hal yang baru agar masyarakat mau tertarik dan beminat untuk melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan penyuluhan tersebut, masyarakat dididik, diberi pengetahuan, informasi-informasi dan kemampuan baru agar mereka dapat membentuk sikap dan berprilaku hidup menurut apa yang seharusnya. Selain itu, dengan berbekal pengetahuan yang diperoleh melalui penyuluhan masyarakat dapat meningkatkan taraf kesejahteraan hidupnya sendiri. Seorang penyuluh tidak dengan mudah dapat melakukan perubahan pada anggotanya. Pembentukan sikap dan perubahan perilaku pada diri manusia terjadi secara bertahap dan bukan seketika atau instan. Masalah komunikasi yang menonjol dalam suatu kegiatan penyuluhan di antaranya (Nasution, 1990:14): Kompetensi komunikasi yang seharusnya dimiliki oleh seorang penyuluh Penyuluhan diartikan sebagai usaha menyebarluaskan dan mendidik ide dan cara baru untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Penyuluhan dilakukan oleh seorang penyuluh atau juga bisa disebut sebagai tenaga lapangan. Faktor kredibilitas seorang penyuluh di mata khalayak dapat menentukan kompetensi komunikasi seorang penyuluh. Kompetensi komunikasi yang dimaksud dalam hal ini adalah sejumlah kemampuan dasar dalam berkomunikasi yang harus dimiliki oleh seorang penyuluh agar kegiatannya di tengah-tengah masyarakat dapat berjalan dengan sebaik-baiknya. Universitas Sumatera Utara Kemampuan-kemampuan berkomunikasi yang dipersyaratkan bagi seorang penyuluh antara lain (Nasution, 1990:14): 1) Dapat menjangkau khalayak yang menjadi komunikan 2) Menguasai bahasa yang dimengerti oleh khalayak 3) Berpenampilan yang dapat diterima oleh khalayak. Sifat atau semangat kepemimpinan ssebagai agen perubahan pada diri seorang penyuluh Pembangunan suatu masyarakat selalu ditandai oleh adanya sejumlah orang yang mempelopori, menggerakkan, dan meyebarluaskan proses perubahan tersebut. Dalam kepustakaan ilmu sosial mereka dikenal dengan sebutan agen perubahan. Menurut Rogers dan Shoemaker, agen perubahan adalah petugas professional yang mempengaruhi keputusan inovasi para anggota masyarakat menurut arah yang diinginkan oleh lembaga perubahan(Nasution, 1996:114). Seorang penyuluh juga harus mampu membawa perubahan pada orangorang yang diberinya penyuluhan. Berbagai informasi dan pengetahuan yang diberikannya dapat membawa perubahan dalam hidup orang banyak. Mereka harus memilki rasa semangat bahwa suatu perubahan dapat dilakukan. Teknik atau metode komunikasi yang efektif bagi kegiatan penyuluhan Umumnya dalam berbagai kegiatan penyuluhan yang dilakukan selalu melakukan teknik komunikasi tatap muka. Begitu juga dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan di Yayasan untuk Perempuan Perkotaan Medan, selalu menggunakan komunikasi secara langsung atau tatap muka. Universitas Sumatera Utara Beberapa pedoman bagi penyuluh ataupun tenaga lapangan dalam melakukan komunikasi tatap muka menurut Assifi yang antara lain (Nasution, 1990:25): a. Berbicara dengan kata-kata yang mudah dimengerti oleh orang lain. b. Komunikasi adalah perbuatan berbagi. Maka antara kedua belah pihak harus saling berdialog, saling bertukar ide dan informasi untuk tercapainya tujuan bersama. c. Komunikasi adalah menyangkut rasa percaya dan rasa percaya hanya dapat tumbuh apabila kita jujur mengenai diri sendiri dan mengenai tujuan kita d. Komunikasi adalah saling medengarkan. e. Komunikasi adalah kejujuran. f. Komunikasi adalah umpan balik. g. Komunikasi lebih dari sekedar kata-kata. Ketika berkomunikasi dengan orang lain, kita tidak hanya menggunakan kata-kata tapi juga tubuh. Dengan tindakan non-verbal, kegiatan penyuluhan akan menarik dan tidak membosankan. I. 5.3 Pemberdayaan Perempuan Pemberdayaan (empowerment) merupakan serangkaian upaya untuk meningkatkan kemampuan dan memperluas akses terhadap suatu kondisi untuk mendorong kemandirian yang berkelanjutan (tanggap dan kritis terhadap perubahan) serta mampu berperan aktif dalam menentukan nasibnya sendiri, Universitas Sumatera Utara melalui penciptaan peluang yang seluas-luasnya agar mampu berpartisipasi (www.pse.litbang.deptan.go.id/pdffiles/FAE25-2e.pdf). Pemberdayaan wanita merupakan upaya penguatan terhadap ketidakberdayaan mereka agar mampu menolong diri sendiri, mandiri serta mampu mengembangkan self reliance-nya. Pemberdayaan perempuan adalah membuat perempuan menjadi berdaya atau mempunyai daya dengan cara mendorong, memotivasi, dan membangkitkan potensi yang dimiliki secara optimal. Ada begitu banyak program dan aktivitas yang dilakukan baik melalui program pemerintah, swasta atau masyarakat untuk membangkitkan perempuan menjadi lebih berdaya atau berpotensi (http://www.bpplsp- reg2.info/produk.php?id=5). Mengutip apa yang dikatakan oleh John Naisbitt dan Patricia Abudene dalam bukunya Megatrends 2000, bahwa pada dasa warsa 1990-an dan menjelang memasuki abad ke 21 merupakan dasa warsa yang sangat penting bagi kehidupan perempuan. Peranan perempuan akan semakin menonjol dan dibutuhkan, baik sebagai sumber daya manusia, pemikir, maupun sebagai pengambil keputusan, turut meningkatkan perhatian masyarakat terhadap masalah tersebut (http://agusbwaceh.blogspot.com/2009/02/pemberdayaan-perempuan.html). Menurut Sumodiningrat, sedikitnya ada tiga aspek yang dicakup dalam memaknai pemberdayaan wanita yakni: 1. Menciptakan kondisi yang kondusif yang mampu mengembangkan potensi wanita. 2. Memperkuat potensi (modal) sosial wanita demi meningkat mutu hidupnya. Universitas Sumatera Utara 3. Mencegah dan melindungi wanita, serta mengentaskan ketertindasan dan kemarginalan segala bidang kehidupan mereka.(www.pse.litbang.deptan.go.id/pdffiles/FAE25-2e.pdf) Perempuan dan lelaki pada dasarnya memiliki kedudukan yang sama. Keduanya memiliki tugas dan kewajiban yang sama terhadap Tuhan penciptanya, terhadap sesama manusia dalam masyarakat serta sama-sama mendapat hak dan wewenang sesuai dengan amal perbuatan dan kedudukannya. Pemberdayaan (empowerment) wanita diperlukan sebagai upaya untuk peningkatan dan pengaktualisasian potensi diri mereka agar lebih mampu mandiri dan berkarya, mengentaskan mereka dari keterbatasan pendidikan dan ketrampilan, dan ketertindasan akibat perlakuan yang diskriminatif dari berbagai pihak dan lingkungan sosial budaya. Diperlukan pula peningkatan daya serap dan adopsi teknologi sebagai strategi pemberdayaan wanita dalam segala proses pembangunan melalui peningkatan pendidikan, pembinaan dan pelatihan keterampilan, teknologi tepat guna dan inovatif. Pemberdayaan wanita dicapai melalui perlindungan terhadap tenaga kerja wanita, meningkatkan efektifitas penyuluhan dan pelatihan, perbaikan regulasi, fasilitas, dan upah, serta kesempatan kerja agar berimbang antar jender sebagai insentif dan keberpihakan terhadap kaum wanita tani di perdesaan. Perempuan terlanjur diidentikkan sebagai makhluk yang lemah lembut, terlalu berperasaan, dan perlu diperhatikan dengan hati-hati sehingga seringkali stereotip bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah. Karena itulah, usaha pemberdayaan perempuan diperlukan untuk menghapus stereotip ‘lemah’ tersebut serta dapat menaikkan derajat dan kedudukan perempuan. Universitas Sumatera Utara I. 6 Alur Teoritis YP2M Tenaga Agen Lapangan Perubahan Anggota binaan Pemberdayaan Perempuan Yayasan untuk Perempuan Perkotaan Medan (YP2M) sebagai sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat memiliki anggota yang keseluruhannya adalah perempuan. YP2M memiliki tenaga lapangan yang juga keseluruhannya adalah perempuan. Sebagai tenaga lapangan yang kerap memberikan penyuluhan berupa informasi dan pengetahuan kepada anggotanya, tenaga lapangan juga dengan Universitas Sumatera Utara sendirinya berperan sebagai agen perubahan bagi anggota-anggotanya. Ketika berhadapan dengan anggota binaannya, tenaga lapangan berusaha untuk membawa suatu perubahan kepada anggota binaannya. Perubahan yang dipelopori dan digerakkan oleh tenaga lapangan adalah berupa upaya untuk lebih memberdayakan perempuan agar dapat lebih memiliki kemampuan dan dapat meningkatkan taraf hidupnya dan keluarganya juga. I. 7 Konsep Operasional Variabel Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep diatas, maka dapat dibuat operasional variabel yang berfungsi untuk kesesuaian dan kesamaan dalam penelitian, indikator-indikator yang akan diteliti yakni sebagai berikut: Variabel Teoritis Agen perubahan Variabel Operasional a) Peran agen perubahan, yaitu: 1. Sebagai katalisator atau penggerak, meliputi: a. Fungsi fasilitator b. Sebagai penganalisa c. Sebagai pengembang kepemimpinan 2. Sebagai pemberi pemecahan, meliputi: a. Sebagai pengorganisir b. Sebagai pengevaluasi c. Yang memantapkan hasil 3. Sebagai pembantu proses perubahan: membantu dalam Universitas Sumatera Utara proses pemecahan masalah dan penyebaran inovasi, serta member petunjuk mengenai bagaimana a) Mengenali dan merumuskan kebutuhan b) Mendiagnosa permasalahan dan menentukan tujuan c) Mendapatkan sumbersumber yang relevan d) Memilih atau menciptakan pemecahan masalah e) Menyesuaikan dan merencanakan pentahapan pemecahan masalah 4. Sebagai penghubung (linker) b) Kemampuan-kemampuan berkomunikasi yang dipersyaratkan bagi seorang penyuluh: 1. Dapat menjangkau khalayak 2. Berbicara dengan kata-kata yang mudah dimengerti 3. Komunikasi dialogis 4. Rasa percaya 5. Saling mendengarkan 6. Kejujuran 7. Umpan balik 8. Komunikasi non-verbal 9. Berpenampilan yang dapat diterima (accepted) oleh khalayak Pemberdayaan Perempuan a) Meningkatkan keterampilan dan pendidikan b) Mandiri c) Aktualisasi diri d) Mencegah diskriminasi/kemarjinalan e) Mengembangkan self reliancenya f) Tanggap dan kritis terhadap perubahan g) Mengentaskan ketertidasan Universitas Sumatera Utara I.8 Defenisi Operasional Variabel Menurut Singarimbun (1995:46), defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya untuk mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, defenisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang sangat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama. Defenisi operasional dari penelitian ini adalah: 1. Agen Perubahan a. Peran agen perubahan yang terdiri dari: 1. Sebagai katalisator atau penggerak yang meliputi agen perubahan meliputi fungsi-fungsi: a. Fasilitator adalah seseorang yang membangkitkan motivasi dan rangsangan agar masyarakat bergerak serta mempengaruhi mereka melalui advis dan petunjukpetunjuk. b. Penganalisa adalah seseorang yang melakukan identifikasi atas alternatif-alternatif yang dikemukakan oleh masyarakat atau sebagai pemberi masukan bagi tenaga ahli dalam menganalisis masyarakat secara menyeluruh. c. Pengembang kepemimpinan adalah seseorang yang berfungsi melakukan identifikasi, melatih, mengorganisir serta meningkatkan kemampuan pemimpin-pemimpin setempat 2. Sebagai pemberi pemecahan persoalan yang dapat ditunjukkan pada peran yang manifes: Universitas Sumatera Utara a. Sebagai pengorganisir maksudnya adalah seseorang yang menyusun dan mengatur kegiatan agar dapat terlaksana sesuai dengan yang direncanakan. b. Sebagai pengevaluasi maksudnya adalah seseorang yang menguji apa yang telah berlangsung sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. c. Yang memantapkan hasil maksudnya adalah seseorang yang memberi reward atau imbalan terhadap penampilan hasil yang telah ada. 3. Sebagai pembantu proses perubahan yakni membantu dalam proses pemecahan masalah dan penyebaran inovasi, serta memberi petunjuk mengenai bagaimana: (a). mengenali dan merumuskan kebutuhan maksudnya adalah seseorang yang mempelajari dan mementukan apa-apa saja yang dibutuhkan untuk dapat mencapai tujuan perubahan. (b). mendiagnosa permasalahan dan maksudnya adalah seseorang menentukan yang tujuan memprediksi permasalahan dan kemudian menentukan apa-apa saja yang ingin dicapai dari perubahan tersebut. (c). mendapatkan sumber-sumber yang relevan maksudnya adalah seseorang yang mengusahakan untuk mencari sumber-sumber yang sesuai dengan tujuan perubahan. Universitas Sumatera Utara (d). memilih atau menciptakan pemecahan masalah adalah seseorang yang mengusahakan dan memciptakan segala upaya untuk dapat meyelesaikan masalah yang akan atau sedang dihadapi. (e). menyesuaikan dan merencanakan pentahapan pemecahan masalah adalah seseorang yang membuat rencana penyelesaian masalah melalui beberapa tahap. 4. Sebagai penghubung (linker) dengan sumber-sumber yang diperlukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. b. Kemampuan-kemampuan komunikasi yang dipersyaratkan bagi seorang penyuluh: 1. Dapat menjangkau khalayak yang hendak disuluh, maksudnya penyuluh secara fisik memiliki akses untuk berhadapan dengan khalayak yang akan disuluhnya. Termasuk dalam faktor aksesbilitas ini adalah bahwa ia mempunyai kesempatan atau jalan untuk tampil di hadapan khalayak yang hendak disuluhnya. 2. Berbicara maksudnya dengan kata-kata penyuluh sebagai yang mudah seorang dimengerti, komunikator yang menyampaikan pesan, harus tahu dan paham terhadap bahasa yang dapat dimengerti oleh khalayak, atau dengan kata lain, memahami bahasa sehari-hari yang digunakan khalayaknya. 3. Komunikasi dialogis maksudnya adalah antara kedua belah pihak harus saling berdialog, saling bertukar ide dan informasi untuk tujuan bersama. Universitas Sumatera Utara 4. Rasa percaya maksudnya adalah komunikasi dapat terwujud apabila kita saling percaya dan rasa percaya baru akan tumbuh apabila ada kejujuran mengenai diri sendiri dan tujuan kita. 5. Saling mendengarkan maksudnya adalah komunikasi membutuhkan keinginan untuk saling mendengarkan agar dapat berjalan dengan baik. 6. Kejujuran, maksudnya adalah dalam melakukan komunikasi harus saling jujur dan tidak ada yang ditutup-tutupi. 7. Umpan balik, maksudnya adalah adanya respon dan efek dari komunikan terhadap pesan yang disampaikan kepadanya. 8. Komunikasi non-verbal maksudnya adalah bahwa komunikasi lebih dari sekedar kata-kata, komunikasi tidak hanya menggunakan katakata tapi juga tubuh. Dengan bahasa non-verbal kegiatan penyuluhan akan semakin menarik dan tidak membosankan. 9. Berpenampilan yang dapat diterima (accepted) oleh khalayak, maksudnya mengusahakan agar khalayak tidak merasakan bahwa ada “sesuatu” yang berbeda dari mereka. Hal ini berarti pula bahwa seorang agen perubahan yang efektif adalah seseorang yang dirasakan sama dengan masyarakatnya, baik itu dalam penampilan sehari-hari, cara berpakaian, tindakan, gaya bicara, dan sebagainya. 2. Pemberdayaan Perempuan, yaitu: a. Meningkatan Keterampilan dan Pendidikan, perempuan dapat meningkatkan kemampuan, pendidikan dan keterampilannya untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. b. Mandiri, yakni anggota mampu berdiri sendiri dan tidak tergantung kepada tenaga lapangan. Universitas Sumatera Utara c. Aktualisasi diri, perempuan dapat semakin mengaktualkan potensi yang ada dalam dirinya. d. Mencegah diskriminasi/kemarjinalan, kedudukan perempuan yang selama dianggap selalu berada di bawah laki-laki dapat menjadi berubah dengan setidaknya menjadi setara. e. Mengembangkan self reliance-nya yaitu perempuan dapat mengembangkan percaya dirinya dalam melakukan berbagai hal. f. Tanggap dan kritis terhadap perubahan, perempuan dengan cepat mengetahui apa yang sedang terjadi, sehingga kritis dalam menghadapinya dan bisa ikut berperan aktif dalam perubahan itu. g. Mengentaskan ketertindasan, mengurangi bentuk ketertidasan dari berbagai pihak. Universitas Sumatera Utara I.9 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, kerangka konsep, model teoritis, operasional dan defenisi variabel serta sistematika penulisan. BAB II URAIAN TEORITIS Bab ini berisikan kerangka pemikiran atau teori-teori yang berhubungan dengan penelitian dimana dalam penelitian ini teori yang digunakan adalah opini publik dan citra. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini berisi bentuk penelitian, lokasi, populasi dan sampel, teknik penarikan sampel, teknik pengumpulan dan analisis data. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini memuat analisa data secara mendalam berkaitan dengan masalah yang diteliti. BAB V PENUTUP Bab ini merupakan bab terakhir yang memuat kesimpulan dan saran. Universitas Sumatera Utara