``` Volume 2 Nomor 2, September 2009 ISSN 1979-3340 Perbandingan Kenaikan Berat Badan Bayi Antara Yang Diberi ASI Eksklusif dan MP-ASI Dini Di Wilayah Kerja Puskesmas Bringkoning - Sampang Gambaran Peningkatan Berat Badan Pada Bayi Usia 3 – 6 Bulan Antara Yang Dilakukan Pemijatan dan Yang Tidak Dilakukan Pemijatan (Studi di Desa Panggung Kabupaten Sampang Tahun 2009) Gambaran Produksi ASI Antara Ibu Menyusui Yang Mengkonsumsi Daun Katuk Dengan Yang Tidak Mengkonsumsi Daun Katuk Studi Komparasi Proses Involusi (Pengeluaran Lochea) Pada Ibu Post Partum Yang Tidak Melakukan Mobilisasi Dini Dan Yang Melakukan Mobilisasi Dini Di Desa Blumbungan Wliayah Kerja Puskesmas Larangan Kabupaten Pamekasan Pengaruh Inisiasi Menyusui Dini (IMD) Terhadap Kelancaran ASI Pada Ibu Post Partum Primapara Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan Hubungan Stimulasi Orang Tua Tentang Toilet Training Dengan Kemandirian Anak Dalam mengontrol BAB dan BAK Pada Usia 3 – 4 Tahun Upaya Peningkatan Antenatal Di Rumah Surabaya Jumlah Kunjungan Pelayanan Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Pengaruh Inisiasi Menyusui Dini Terhadap Kecepatan Involusi Uteri Intrathecal Labour Analgesia (ILA) Penerbit : Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura Jl. R.E. Martadinata - Bangkalan 69116-Jawa Timur Telpon (031) 3061522 – Fax (031) 3091871 email : [email protected] [email protected] JURNAL OBSGIN VOL. 2 NO. 2 Hlm. 51-104 Bangkalan September 2009 ISSN 1979-3340 Volume 2 Nomor 2, September 2009 ISSN: 1979-3340 Jurnal Ilmiah Iilmu Kebidanan & Kandungan Jurnal OBSGIN (Obstetri dan Ginekologi) Adalah Jurnal Ilmiah Kebidanan dan Kandungan Jurnal OBSGIN merupakan wahana informasi bidang Ilmu Kebidanan dan Kandungan Yang menerbitkan hasil penelitian dan karya ilmiah terkait. Terbit pertama kali bulan Maret 2008 dengan frekuensi terbit dua kali setahun pada bulan Maret dan September Susunan Pengurus Jurnal Pemimpin Umum H. Mustofa Haris, S.Kp.,M.Kes Ketua Penyunting Hj. Fitriah, S.Kep.,Ns.,M.Pd Penyunting Ahli dr. Bambang Soetjahyo, Sp.OG dr. Mulyadi Amanullah, Sp.OG dr. Hamid Nawawi, Sp.A Tri Retnoningsih, S.SiT Hamimatus Zainiyah, S.ST Penyunting Pelaksana Ulva Noviana, S.Kep.,Ns Ponco Indah arista, S.SiT Keungan dan Sirkulasi Nur Hidayanto, SE. Hikmah Fauziyah, S.IP Penerbit Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura Alamat Redaksi Jl. RE. Martadinata – Bangkalan Telp. (031) 3061522, Fax. (031) 3091871 Penerbit : Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura Jl. R.E. Martadinata - Bangkalan 69116-Jawa Timur Telpon (031) 3061522 – Fax (031) 3091871 email : [email protected] [email protected] Volume 2 Nomor 2, September 2009 ISSN: 1979-3340 Jurnal Ilmiah Iilmu Kebidanan & Kandungan DAFTAR ISI : Dari Meja Penyunting ....................................................................................................... iv PENELITIAN ILMIAH # Perbandingan Kenaikan Berat Badan Bayi Antara Yang Diberi ASI Eksklusif dan MP-ASI Dini Di Wilayah Kerja Puskesmas Bringkoning - Sampang Linda Puji Astuti ...................................................................................................... 51 - 56 # # # # # # Gambaran Peningkatan Berat Badan Pada Bayi Usia 3 – 6 Bulan Antara Yang Dilakukan Pemijatan dan Yang Tidak Dilakukan Pemijatan (Studi di Desa Panggung Kabupaten Sampang Tahun 2009) Lely Aprilia Vidayati ................................................................................................ 57 - 62 Gambaran Produksi ASI Antara Ibu Menyusui Yang Mengkonsumsi Daun Katuk Dengan Yang Tidak Mengkonsumsi Daun Katuk Merlyna Suryaningsih ............................................................................................. 63 - 70 Studi Komparasi Proses Involusi (Pengeluaran Lochea) Pada Ibu Post Partum Yang Tidak Melakukan Mobilisasi Dini Dan Yang Melakukan Mobilisasi Dini Di Desa Blumbungan Wliayah Kerja Puskesmas Larangan Kabupaten Pamekasan Nisfil Mufidah ........................................................................................................... 71 - 77 Pengaruh Inisiasi Menyusui Dini (IMD) Terhadap Kelancaran ASI Pada Ibu Post Partum Primapara Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan R. Santi Agustini ...................................................................................................... 78 - 84 Hubungan Stimulasi Orang Tua Tentang Toilet Training Dengan Kemandirian Anak Dalam mengontrol BAB dan BAK Pada Usia 3 – 4 Tahun Dwi Wahyuningtyas ................................................................................................ 85 - 91 Upaya Peningkatan Jumlah Kunjungan Pelayanan Antenatal Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya Sunarsih ................................................................................................................... 92 - 99 ARTIKEL KESEHATAN # Pengaruh Inisiasi Menyusui Dini Terhadap Kecepatan Involusi Uteri M. Hasinuddin .......................................................................................................... 100 - 102 # Intrathecal Labour Analgesia (ILA) Dian Eka Januriwasti .............................................................................................. 103 - 104 Penerbit: Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura. Jl. R.E. Martadinata, Bangkalan 69116. Telp. (031) 3061522. Fax. (031) 3091871 e-mail: [email protected] , [email protected] Dari Meja Penyunting Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT ayang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayahNYA kepada kami sehingga Jurnal Ilmiah Obsgin ini dapat terbit sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Jurnal ini diterbitkan sebagai salahsatu sarana penyampaian informasi di bidang kesehatan khsusunya bidang kebidanan dan kandungan yang dapat diakses oleh segenap kalangan masyarakat yang berhubungan dengan bidang kesehatan maupun masyarakat pada umumnya. Penerbitan Jurnal Obsgin Volume 2, Nomor 2, September 2009 diharapkan dapat lebih menarik pembaca untuk membaca. Pada penerbitan ini tulisan ilmiah yang disajikan meliputi ASI eksklusif, inisiasi menyusui dini, pemijatan bayi, pengeluaran lochea, toilet training, dan antenatal care. Ucapan terima kasih kami sampaikan para tim penyunting ahli, dan segenap tim penerbit Jurnal Obsgin ini atas kerja kerasnya sehingga dapat menghasilkan karya ilmiah yang dapat meningkatkan wawasan di bidang kesehatan. Ucapan terima kasih kami ucapkan pula kepada para peneliti dan penulis atas partisipasinya mengirimkan karya ilmiahnya baik berupa penelitian, maupun artikel. Redaksi Jurnal Obsgin selalu membuka kesempatan bagi para penulis yang bersedia menyumbangkan karya ilmiahnya untuk dipublikasikan di Jurnal Obsgin. Harapan kami Jurnal Obsgin ini dapat memberikan manfaat bagi segenap insan kesehatan pada khususnya dan seluruh pembaca pada umumnya. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan demi kemajuan jurnal ini, dan semoga dengan diterbitkannya Jurnal Obsgin ini akan semakin meningkatkan semangat para peneliti untuk menulis. Bangkalan, September 2009 PENYUNTING Perbandingan Kenaikan Berat Badan Bayi Antara Yang Diberi ASI Eksklusif dan MP-ASI Dini (Linda Puji Astuti) PENELITIAN ILMIAH 51 Perbandingan Kenaikan Berat Badan ABSTRACT Bayi Antara Yang Diberi ASI Eksklusif Breastfeeding (ASI) is a kind of food which sufficient for whole element of baby’s necessity, in term of physic, psychology, social and spiritual. Moreover, there are still many parents who have given Additional Food for breastfeeding (MP-ASI) to their children before six months age. Generally, there are many mothers regard that their children are hungry and will sleep well when they are given meal. The purpose of this research is to know the comparison between baby body’s weight increase which are given exclusive breastfeeding (ASI) and which are given early-additional food for breastfeeding (MP-ASI). The independent variable in this research is giving Exclusive breastfeeding (ASI Exclusive) and giving Early-Additional Food for breastfeeding (MP-ASI). The dependent variable is the baby body’s increase. The population is 47 babies; the numbers of the sample based on questionnaire are 16 babies who are given exclusive breastfeeding (ASI) and 16 babies who are given Early Additional Food for breastfeeding (MP-ASI). The data collection is done by doing observation and analysis with t-test 2 free samples with significant level 5%. The result of the research is the increase of baby body’s weight who are given exclusive breastfeeding (ASI) is about 50% with the increasing about 3,5 - 3,9 kg. Meanwhile, the increase of baby body’s weight that are given Early Additional Food for breastfeeding (MP-ASI) is about 50% that the increasing is about 3,0 – 3,4 kg. From the result of t-test it is found that the significance value (α) = 0,009 < 0,05 which means there is difference between the increase of baby body’s weight who are given exclusive breastfeeding (ASI) and who are given Early-Additional Food for breastfeeding (MP-ASI). The conclusion of this research is that the increase of baby body’s weight who are given exclusive breastfeeding (ASI) is bigger than who are given Early-Additional Food for breastfeeding (MP-ASI). dan MP-ASI Dini Di Wilayah Kerja Puskesmas Bringkoning - Sampang The Comparison Between The Increase of Baby Body’s Weight Who Are Given Exclusive Breastfeeding (ASI Exclusive) And Who Are Given Early-Additional Food for Breastfeeding (MP-ASI) In The Work Area Of Bringkoning Public Health Center at Sampang City LINDA PUJI ASTUTI *) MUFARIKA **) *) Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura **) Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Ngudia Husada Madura Key words: Exclusive Breastfeeding (ASI), Early Additional Food for Breastfeeding (MP-ASI), body’s weight Correcpondence : Linda Puji Astuti, Jl. R.E. Martadinata, Bangkalan, Indonesia PENDAHULUAN ASI eksklusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain, walaupun air putih sampai bayi berumur 6 bulan (Purwanti, 2004:3). Setelah usia 6 bulan, ASI hanya memenuhi sekitar 60-70% kebutuhan gizi bayi. Jadi, bayi mulai membutuhkan makanan pendamping ASI (MP-ASI). Bayi yang mendapat ASI eksklusif umumnya tumbuh dengan cepat pada 2-3 bulan pertama, tetapi lebih lambat dibanding dengan bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif. Suatu penelitian menunjukkan berat badan bayi yang mendapat ASI lebih ringan dibanding bayi yang mendapat susu formula sampai usia 6 bulan. Hal ini bukan berarti bahwa berat badan yang lebih besar pada bayi yang mendapat susu formula lebih baik dibanding bayi yang mendapat ASI. Berat berlebih pada bayi yang mendapat susu formula justru menandakan terjadi kegemukan. Saat ini WHO telah memperkenalkan kurva pertumbuhan baru untuk anak usia 0-5 tahun yang mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan. Penelitian retrospektif yang dilakukan di Baltimure Washington DC tehadap pertumbuhan bayi yang mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan atau lebih. Kurva berat badan terhadap umur dan panjang badan terhadap umur dari bayi yang mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan tetap berada diatas P50 kurva NCHS. Penelitian ini menunjukkan bahwa dalam kondisi yang optimal, ASI eksklusif mendukung pertumbuhan bayi selama 6 bulan pertama atau lebih (Sekartani, 2008:127). Dari data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sampang yang berasal dari seluruh cakupan puskesmas terdapat 18112 bayi, yang mendapat ASI eksklusif yaitu hanya 21,95% (3976 bayi).Sedangkan yang tidak mendapatkan ASI eksklusif sebanyak 78,05 % (14136 bayi). Dan data yang diperoleh dari puskesmas Bringkoning, Sampang didapatkan, dari 740 bayi hanya 24,59 % (182 bayi) yang mendapatkan ASI eksklusif dan sisanya sebanyak 75,41% ( 558 bayi) telah diberikan MP-ASI secara dini sebelum bayi berusia 6 bulan. Data ini menjelaskan tingginya pemberian MP-ASI secara dini bila dibandingkan target yang harus dicapai pada pemberian ASI eksklusif sebesar 100%. Pemberian MP-ASI dini sama saja dengan membuka pintu gerbang masuknya berbagai jenis kuman. Hasil riset terakhir dari peneliti Indonesia 52 Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 51 - 56 menunjukkan bahwa bayi yang mendapatkan MPASI sebelum berumur 6 bulan, lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk pilek dan panas dibandingkan bayi yang hanya mendapatkan ASI eksklusif (Lely Soraya,12 Januari 2008). Jadi, ASI adalah satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikologis, social maupun spiritual (Purwanti, 2004). Disisi lain, kandungan gizi ASI sangat cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Kualitas dan kuantitasnya serta komposisinya merupakan paduan yang sangat tepat bagi kebutuhan bayi (June Thomson, 2004:98). Tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan perbandingan kenaikan berat badan bayi yang diberi ASI eksklusif dan MPASI dini di wilayah kerja puskesmas BringkoningSampang. TINJAUAN PUSTAKA Konsep ASI Ekslusif ASI Eksklusif adalah pemberian ASI (air susu ibu ) sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberikan makanan lain, walaupun hanya air putih, sampai bayi berumur 6 bulan (Purwanti, 2004:3). ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, bubur nasi, dan tim (Roesli, 2000:3). ASI mengandung lebih dari 200 unsurunsur pokok antara lain zat putih telur, lemak karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormon, enzim, zat kekebalan dan sel darah putih. Semua zat ini terdaoat secara proporsional dan seimbang satu dengan yang lainnya. Cairan hidup yang mempunyai keseimbangan biokimia yang sangat tepat ini bagai suatu “ simfoni nutrisi bagi pertumbuhan bayi “ sehingga tidak mungkin ditiru oleh buatan manusia (Roesli, 2000: 24). Konsep Makanan Pendamping ASI Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan yang diberikan kepada bayi atau anak disamping ASI untuk memenuhi kebutuhan gizinya (Depkes RI,1994). MP-ASI (Makanan Pendamping Air Susu Ibu) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI (Depkes RI, 2006). Kebutuhan gizi bayi usia 6-12 bulan adalah 650 Kalori dan 16 gram protein. Kandungan gizi Air Susu Ibu (ASI) adalah 400 Kalori dan 10 gram protein, maka kebutuhan yang diperoleh dari MPASI adalah 250 Kalori dan 6 gram protein. Kebutuhan gizi bayi usia 12 – 24 bulan adalah sekitar 850 Kalori dan 20 gram protein. Kandungan gizi ASI adalah sekitar 350 Kalori dan 8 gram protein, maka kebutuhan yang diperoleh dari MPASI adalah sekitar 500 Kalori dan 12 gram (Depkes RI, 2006). Pemberian makanan yang benar untuk bayi umur 0-4 bulan adalah sebagai berikut : 1) Susui bayi segera 30 menit setelah lahir; 2) Berikan kolostrum; 3) Berikan ASI dari kedua payudara, kiri dan kanan secara bergantian, tiap kali sampai payudara terasa kosong; 4) Berikan ASI setiap kali bayi meminta/ menangis tanpa jadwal. Sedangkan pemberian makanan yang benar untuk bayi umur 4-6 bulan adalah : 1) Pemberian ASI diteruskan; 2) Bayi mulai diperkenalkan dengan MP-ASI berbentuk lumat karena bayi sudah memiliki reflek mengunyah; 3) Perlu diingat tiap kali berikan ASI dulu baru MP-ASI, agar ASI dimanfaatkan seoptimal mungkin; dan 4) Memperkenalkan makanan baru pada bayi, jangan dipaksa. Pemberian makanan yang benar untuk bayi umur 6-12 bulan adalah : 1) Pemberian ASI diteruskan; 2) Mulai diperkenalkan dengan makanan yang lebih padat dalam bentuk makanan lembek (nasi tim bayi); 3) Nasi tim bayi ditambah sedikit demi sedikit dengan sumber zat lemak, yaitu santan atau minyak kelapa/ margarine; 4) Setiap kali makan, berikanlah nasi tim bayi dengan takaran paling sedikit. Resiko pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini atau kurang dari 6 bulan antara lain 1) Menurunkan frekuensi dan intensitas pengisapan bayi yang merupakan suatu resiko untuk terjadinya penurunan produksi ASI; 2) Menyebabkan defisiensi zat besi dan anemia karena keseimbangan zat besi sangat rawan pada bayi-bayi muda; 3) Meningkatkan terjadinya diare pada bayi; 4) Obesitas; 5) Hipertensi; 6) Arteriosklerosis; dan 7) Alergi makanan. Konsep Kenaikan Berat Badan Bayi Berat badan merupakan ukuran antropometri yang penting dan paling sering digunakan pada bayibaru lahir atau neonatus ( I Dewa,2001: 39). Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang terpenting dipakai pada sikap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada semua kelompok umur. Merupakan hasil peningkatan/ penurunan semua jaringan tubuh dan lain-lainnya serta sebagai indikator yang terbaik pada saat untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang anak (Soetjiningsih, 1995: 38). Cara Menimbang/ Mengukur Berat Badan adalah 1) Letakkan timbangan ditempat yang rata dan datar 2) Pastikan jarum timbangan menunjukkan angka nol; 3) Timbang bayi dengan pakaian seminimal mungkin; dan 4) Baca dan catat berat badan balita sesuai dengan angkayang ditunjuk oleh jarum timbangan. Air Susu Ibu dan Pertumbuhan Anak Bayi yang mendapat ASI eksklusif umumnya tumbuh dengan cepat pada 2-3 bulan pertama kehidupannya, tetapi lebih lambat dibanding bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif. Dalam minggu pertama kehidupan sering ditemukan penurunan berat badan sebesar 5% pada bayi yang mendapat ASI. Apabila terjadi masalah pemberian ASI, penurunan berat badan sebesar 7% dapat terjadi pada 72 jam pertama kehidupan. Perbandingan Kenaikan Berat Badan Bayi Antara Yang Diberi ASI Eksklusif dan MP-ASI Dini (Linda Puji Astuti) 53 Suatu penelitian jangka panjang terhadap pertumbuhan bayi yang mendapat ASI eksklusif dan bayi yang mendapat susu formula, nilai P10 dan P90 kurva berat badan terhadap umur dan panjang badan terhadap umur pada saat lahir dari kedua kelompok adalah sama. Nilai P10 kedua kelompok tetap sama pada umur 112 hari (4 bulan). Perbedaan bermakna terlihat pada nilai P90 kurva berat badan terhadap umur, bayi yang mendapat susu formula lebih tinggi dibanding bayi yang mendapat ASI eksklusif. Demikian pula dengan nilai berat badan terhadap panjang badan bayi yang mendapat susu formula lebih tinggi dibanding bayi yang mendapat ASI. Hasil yang mirip juga diperlihatkan oleh peneliti lain. Berat badan bayi yang mendapat ASI lebih ringan dibanding bayi yang mendapat susu formula sampai usia 6 bulan. Hal ini bukan berarti bahwa berat badan yang lebih besar pada bayi yang mendapat susu formula lebih baik dibanding bayi yang mendapat ASI. Kurva pertumbuhan yang normal adalah kurva bayi yang mendapat ASI. Berat berlebih pada bayi yang mendapat susu formula justru menandakan terjadi kegemukan. Saat ini WHO telah memperkenalkan kurva pertumbuhan baru untuk anak usia 0-5 tahun yang mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan. Penelitian retrospektif yang dilakukan di Baltimure Washington DC tehadap pertumbuhan bayi yang mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan atau lebih. Kurva berat badan terhadap umur dan panjang badan terhadap umur dari bayi yang mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan tetap berada diatas P50 kurva NCHS. Penelitian ini menunjukkan bahwa dalam kondisi yang optimal, ASI eksklusif mendukung pertumbuhan bayi selama 6 bulan pertama atau lebih (Sekartani, 2008:127). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN METODE PENELITIAN Tabel 1 Distribusi frekuensi berat badan bayi baru lahir yang diberi ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Bringkoning Sampang tahun 2009 BBL (Kg) Frekuensi Persentase (%) 2,5 - 2,8 9 56,25 2,9 - 3,2 6 37,5 3,3 - 3,6 1 6,25 3,7 - 4,0 0 0 TOTAL 16 100 Sumber : Data sekunder tahun 2009 Penelitian ini merupakan penelitian komparasi dengan menggunakan studi retrospektif. variabel independent dari penelitian ini adalah pemberian ASI eksklusif dan pemberian MP-ASI dini. Sedangkan variabel dependentnya adalah kenaikan berat badan bayi. Populasi dalam penelitian ini adalah bayi-bayi yang berusia 5-6 bulan di wilayah kerja puskesmas Bringkoning, Sampang sebanyak 47 bayi. Dari hasil perhitungan didapatkan sampel sebanyak 42 responden. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah menggunakan Probality sampling dengan teknik pengambilan sampel secara acak (Simpel random Sampling), dimana setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel. Dari pengambilan sampel secara acak sederhana ini menggunakan teknik undian (lotery Technique). Teknik dan analisa data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan uji t-test dengan tingkat signifikan 5%. Penelitian ini akan dilaksanakan di puskesmas Bringkoning, kabupaten sampang. Deskripsi Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Bringkoning, dengan luas wilayah 65,9 2 Km . Jumlah penduduk di wilayah kerja puskesmas Bringkoning adalah 33.892 jiwa. Mayoritas penduduk di wilayah kerja Puskesmas Bringkoning mata pencahariannya sebagai karyawan, wiraswasta, tani, pensiunan serta jasa. Pada umumnya penduduk di wilayah kerja Puskesmas bringkoning 99% memeluk agama Islam. Jumlah sarana kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Bringkoning yaitu 1 Puskesmas, 2 Puskesmas pembantu, 13 Polindes. Dari pengumpulan data di dapatkan jumlah tenaga kesehatan terdiri dari: 1 orang dokter umum, 1 orang dokter gigi, 1 orang perawat gigi, 21 orang perawat, dan 14 orang bidan. Karakteristuk Responden Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur dan jenis kelamin. Hasil penelitian tentang umur responden didapatkan bahwa responden yang berumur 5 bulan sebanyak 11 bayi (34,38%). Dan responden yang berumur 6 bulan sebanyak 21 bayi (65,62%). Sedangkan hasil penelitian tentang jenis kelamin responden didapatkan bahwa responden dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 20 bayi (62,5%), dan responden dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 12 bayi (37,5). Berat Badan Bayi Baru Lahir Hasil penelitian tentang berat badan bayi baru lahir yang diberi ASI eksklusif dapat dilihat pada tabel berikut : Dari tabel 1 di atas dapat disimpulkan bahwa berat badan bayi baru lahir yang diberi ASI eksklusif mayoritas adalah 2,5-2,8 Kg sebanyak 9 bayi (56,25%). Sedangkan berat badan bayi baru lahir yang diberi MP-ASI dini adalah seperti pada tabel berikut : 54 Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 51 - 56 Tabel 2 Distribusi frekuensi berat badan bayi baru lahir yang diberi MP-ASI dini di wilayah kerja Puskesmas Bringkoning Sampang tahun 2009 BBL (Kg) Frekuensi Persentase (%) 2,5 - 2,8 4 25 2,9 - 3,2 5 31,25 3,3 - 3,6 1 6,25 3,7 - 4,0 6 37,5 TOTAL 16 100 Sumber : Data sekunder tahun 2009 Tabel 5 Distribusi frekuensi kenaikan berat badan bayi yang diberi ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Bringkoning Sampang tahun 2009 Kenaikan BB (Kg) Frekuensi Persentase (%) 3,0 - 3,4 1 6,25 3,5 - 3,9 8 50 4,0 - 4,4 4 25 4,5 - 4,9 3 18,75 TOTAL 16 100 Sumber : Data sekunder tahun 2009 Dari tabel 2 di atas dapat disimpulkan bahwa berat badan bayi baru lahir yang diberi MPASI dini mayoritas adalah 3,7-4,0 Kg sebanyak 6 bayi (37,5%). Berdasarkan tabel 5 di atas menunjukkan bahwa kenaikan berat badan bayi yang diberi ASI eksklusif sekitar 50%. Kenaikan berkisar antara 3,53,9 Kg. Hal ini menunjukkan bahwa ASI adalah nutrisi yang sangat sesuai dengan kebutuhan bayi yang tidak bisa ditiru oleh manusia sehingga mampu menjamin pertumbuhan bayi. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kenaikan berat badan bayi yang diberi ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Bringkoning lebih tinggi. Karena sebagian besar ibuibu menyusui anaknya secara eksklusif. Hal ini menunjukkan bahwa dengan memberikan ASI sesering mungkin dapat meningkatkan produksi ASI. ASI mengandung lebih dari 200 unsurunsur pokok antara lain zat putih telur, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormon, enzim,zat kekebalan dan sel darah putih. Semua zat ini terdapat secara proporsional dan seimbang satu dengan yang lainnya. Cairan hidup yang mempunyai keseimbangan biokimia yang sangat tepat ini bagai suatu simfoni nutrisi bagi pertumbuhan bayi. Bayi mempunyai enzim laktase yang banyak. Enzim laktase ini mengubah laktose menjadi glukose dan galaktose dan akhirnya dimetabolisme menjadi energi. ASI mengandung paling banyak laktose, yang jumlahnya jauh lebih banyak dari pada laktose yang ada didalam susu sapi. Bayi dapat mencerna laktose secara sempurna karena dimungkinkan oleh enzim laktase yang banyak didalam saluran pencernaan bayi yang kemudian menjadi kalori bagi bayi untuk pertumbuhan bayi yang juga berpengaruh terhadap berat badan bayi (Roesli,2000: 21). Berat Badan Bayi Usia 5 - 6 Bulan Hasil penelitian tentang berat badan bayi usia 5-6 bulan yang diberi ASI eksklusif dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3 Distribusi frekuensi berat badan bayi usia 5-6 bulan yang diberi ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Bringkoning Sampang tahun 2009 BB (Kg) Frekuensi Persentase (%) 6,2 - 6,5 5 31,25 6,6 - 6,9 4 25 7,0 - 7,3 6 37,5 7,4 - 7,7 1 6,25 TOTAL 16 100 Sumber : Data sekunder tahun 2009 Dari tabel 3 di atas dapat disimpulkan bahwa berat badan bayi usia 5-6 bulan yang diberi ASI eksklusif mayoritas adalah 7,0-7,3 Kg sebanyak 6 bayi (37,5%). Sedangkan berat badan bayi usia 5-6 bulan yang diberi MP-ASI dini adalah seperti pada tabel berikut : Tabel 4 Distribusi frekuensi berat badan bayi usia 5-6 bulan yang diberi MP-ASI dini di wilayah kerja Puskesmas Bringkoning Sampang tahun 2009 BB (Kg) Frekuensi Persentase (%) 6,2 - 6,5 6 37,5 6,6 - 6,9 1 6,25 7,0 - 7,3 7 43,75 7,4 - 7,7 2 12,5 TOTAL 16 100 Sumber : Data sekunder tahun 2009 Dari tabel 4 di atas dapat disimpulkan bahwa berat badan bayi usia 5-6 bulan yang diberi MP-ASI dini mayoritas adalah 7,0-7,3 Kg sebanyak 7 bayi (43,74%). Kenaikan Berat Badan Bayi Hasil penelitian tentang kenaikan berat badan bayi yang dberi ASI eksklusif adalah seperti yang terlihat pada tabel berikut : Sedangkan kenaikan berat badan bayi yang diberi MP-ASI dini adalah seperti yang terlihat pada tabel berikut : Tabel 6 Distribusi frekuensi kenaikan berat badan bayi yang diberi MP-ASI dini di wilayah kerja Puskesmas Bringkoning Sampang tahun 2009 Kenaikan BB Frekuensi Persentase (%) (Kg) 3,0 - 3,4 8 50 3,5 - 3,9 6 37,5 4,0 - 4,4 1 6,25 4,5 - 4,9 1 6,25 TOTAL 16 100 Sumber : Data sekunder tahun 2009 Berdasarkan tabel 6 di atas menunjukkan bahwa kenaikan berat badan bayi yang diberi MP- Perbandingan Kenaikan Berat Badan Bayi Antara Yang Diberi ASI Eksklusif dan MP-ASI Dini (Linda Puji Astuti) ASI dini sekitar 50%. Kenaikan berkisar antara 3,0-3,4 Kg. Pemberian MP-ASI dini menurunkan konsumsi ASI dan gangguan pencernaan atau diare. Hal ini dapat berakibat anak menderita kurang gizi. Umumnya banyak ibu yang beranggapan kalau anaknya kelaparan dan akan tidur nyenyak jika diberi makan. Kadang anak yang menangis terus dianggap sebagai anak tidak kenyang. Padahal menangis bukan semata-mata tanda lapar. Alasan lainnya juga bisa dari gencarnya promosi produsen makanan bayi yang belum mengindahkan ASI eksklusif 6 bulan. Pemberian MP-ASI dini yang terlalu dini(sebelum bayi berumur 4 bulan) menurunkan 55 konsumsi ASI dan gangguan pencernaan atau diare. Hal ini disebabkan sistem imun bayi belum sempurna. Pemberian MP-ASI dini sama saja dengan membuka pintu gerbang masuknya berbagai jenis kuman (Lely Soraya, 12 Januari 2008). Perbandingan Kenaikan Berat Badan Bayi Yang Diberi ASI Eksklusif dan MP-ASI Dini Analisis data tentang perbandingan kenaikan berat badan bayi yang diberi ASI eksklusif dan MP-ASI dini dengan menggunakan Uji t didapatkan hasil sebagai berikut : Tabel 7 Tabulasi silang kenaikan berat badan bayi yang diberi ASI eksklusif dan MP-ASI dini di wilayah kerja Puskesmas Bringkoning Sampang tahun 2009 Kenaikan berat badan (Kg) Total Nutrisi Bayi 3,0 - 3,4 3,5 - 3,9 4,0 - 4,4 4,5 - 4,9 ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ASI Eksklusif 1 11,11 8 57,14 4 80 3 75 16 50 MP-ASI Dini 8 88,89 6 42,85 1 20 1 25 16 50 Total 9 100 14 100 5 100 4 100 32 100 Hasil penelitian diperoleh bahwa kenaikan berat badan bayi yang diberi ASI eksklusif adalah 50% dan berkisar antara 3,5-3,9 Kg. Sedangkan kenaikan berat badan bayi yang diberi MP-ASI dini adalah 50% dan berkisar antara 3,0-3,4 Kg. Dari hasil uji statistik dengan menggunakan uji t 2 sampel bebas diperoleh probability hitung < α (0,009 < 0,05) dimana berat badan bayi yang diberi ASI eksklusif lebih besar dari pada yang diberi MP-ASI dini. Hal ini dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan bermakna kenaikan berat badan bayi yang diberi ASI eksklusif dengan yang diberi MP-ASI dini. Umumnya masih banyak yang beranggapan bahwa memberikan makanan pada bayi sebelum usia 6 bulan dapat menambah berat badan bayi. Karena mereka mengira pertumbuhan bayi tidak cukup dengan hanya memberikan ASI. Hasil yang diperlihatkan oleh peneliti lain menunjukkan bahwa berat badan bayi yang diberi ASI lebih ringan dibanding yang mendapat susu formula selama 6 bulan. Hal ini bukan berarti bahwa berat badan yang lebih besar pada bayi yang mendapat susu formula lebih baik dibanding bayi yang mendapat ASI. Pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal memerlukan dukungan nutrisi dan stimulasi yang adekuat. Dan ASI dapat memenuhi semua kebutuhan dasar anak untuk tumbuh dan berkembang, baik kebutuhan fisis-biomedis (asuh), kebutuhan kasih sayang/ emosi (asih), maupun kebutuhan akan stimulasi (asah), karena ASI adalah suatu cara yang tidak tertandingi oleh apapun dalam menyediakan makanan ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan seorang bayi(Purwanti, 2004). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kenaikan berat badan bayi yang diberi ASI eksklusif sekitar 50% berkisar antara 3,5-3,9 Kg. Kenaikan berat badan bayi yang diberi MPASI dini sekitar 50% berkisar antara 3,0-3,4 Kg. Kenaikan berat badan bayi yang diberi ASI eksklusif lebih besar dari pada yang diberi MP-ASI dini. Saran Bagi institusi Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan informasi wacana kepustakaan serta dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya. Bagi ibu menyusuai diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi supaya dapat tetap memberikan ASI eksklusif. Bagi peneliti diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam melakukan penelitian selanjutnya serta dapat menerapkan ilmu yang diperoleh. Bagi pemerintah Hendaknya informasi tentang pemberian ASI pada bayi sejak lahir tanpa tambahan makanan apapun sampai usia 6 bulan tetap ditingkatkan. DAFTAR PUSTAKA Dewa, I. 2001, Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC Depkes RI, 1994, Pedoman Pemberian Makanan Pendamping ASI. Jakarta: Depkes RI , 1999, Standar Pemantauan Pertumbuhan Balita. Jakarta: Depkes RI Hidayat, A Aziz Alimul.2008. metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: salemba Medika Lely Soraya, Luluk. 2005. Resiko Pemberian MPASI Terlalu Dini. http:/www. Google.com/, (Diakses tanggal 12 januari 2009) Nursalam dan Pariani, 2001, Pendekatan praktis Metodologi Riset keperawatan, Jakarta: CV Agung Seto 56 Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 51 - 56 2003. Konsep dan Penerapan metodologi penelitianIlmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta: Rineka Cipta Purwanti, Sri, 2004. Konsep Penerapan ASI Eksklusif. Jakarta: EGC Roesli, Utami. 2000, Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya Sekartani, DKK, 2008, Bedah ASI, Jakarta: IDAI Soetjiningsih,1995, Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC. Gambaran Peningkatan Berat Badan Pada Bayi Usia 3 – 6 Bulan Yang Dilakukan Pemijatan dengan Yang Tidak Dilakukan (Lely Aprilia Vidayati) PENELITIAN ILMIAH 57 Gambaran Peningkatan Berat Badan ABSTRACT Pada Bayi Usia 3 – 6 Bulan Antara The normal-born baby is a baby who has just felt a process and must adjust with the intrauterine life into extra-uterine life. Massage is the art of health care and treatment which has practiced since the last centuries. In general, a baby often has a problem with the body’s weight or decreasing. The impact of body’s weight decreasing is the baby can get a disease easily because of the less immune system. The result of this research is to know the difference of the increase of baby body’s weight 3-6 months age between whom are given massage with whom are not given massage in Panggung Village, Sampang City. This research is descriptive comparative research. The research design is longitudinal. The independent variable of this research is baby’s massage and the dependent variable is baby body’s weight 3-6 months age. The population is 29 babies 3-6 months age and the sampling technique used is total sampling. Based on the research in the field it is found that the babies 3-6 months age whom given massage about 15 people and 9 babies get weight increasing meanwhile the babies whom are not given massage about 14 people and 4 babies do not get weight increasing. From the result of this research it is recommended that it is better for the parents to massage their own babies without going to the midwife. This is because of parents participation in massaging their babies can shape the bonding between parents and their babies early. Yang Dilakukan Pemijatan dan Yang Tidak Dilakukan Pemijatan (Studi di Desa Panggung Kabupaten Sampang Tahun 2009) The Description of the Increase of Baby Body’s Weight 3-6 Months Age Between Whom Are Given Massage With Whom Are Not Given Massage (The Study in Panggung Village, Sampang City in the Year of 2009) LELY APRILIA VIDAYATI *) *) Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura Key words: Body’s Weight, Baby’s Massage Correcpondence : Lely Aprilia Vidayati, Jl. R.E. Martadinata, Bangkalan, Indonesia PENDAHULUAN Bayi lahir normal merupakan bayi yang baru mengalami proses dan harus menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin dengan presentasi belakang kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37 minggu sampai dengan 42 minggu, dengan berat badan 2500–4000 gr, nilai apgar ≥7 dan tanpa cacat bawaan (www.foxitsoftware.com, 2008). Secara fisiologis, semua bayi mengalami penurunan berat badan dalam periode singkat sesudah lahir, yang bisa diperberat jika bayi dalam keadaan sakit dan pemakaian energi yang meningkat. Ditinjau dari pertumbuhan dan perkembangan bayi, periode neonatal merupakan periode yang paling kritis. Diharapkan berat badan anak selalu akan bertambah sesuai dengan bertambahnya umur. Tidak naiknya berat badan anak akan terlihat dalam jangka waktu kurang dari satu bulan. Karena itu, penimbangan berat badan anak harus dilakukan berat badan sekali setiap bulan, sebab jika pada satu kali penimbangan berat badan anak tidak naik, berarti hambatan pertumbuhan itu sudah berlangsung satu bulan (Moehyi, 2008). Berdasarkan studi pendahuluan di wilayah kerja BPS Ruri Henri Agustina di desa Panggung Kabupaten Sampang, setelah dilakukan pendataan pada bulan Desember 2008 ditemukan bahwa dari 29 bayi usia (3-6 bulan) terdapat 54% bayi yang berat badannya turun yang dikarenakan nutrisinya kurang dan juga mengalami penyakit. Faktor-faktor yang mempengaruhi berat badan pada bayi usia 3-6 bulan meliputi:faktor ekonomi, faktor pengetahuan, faktor pendidikan, faktor nutrisi, faktor istirahat, faktor lingkungan dan faktor budaya. Dampak dari berat badan bayi yang rendah yaitu bayi akan mudah terkena penyakit karena sistem imun yang kurang, mengalami gangguan pertumbuhan sehingga dapat menghambat pertumbuhannya (www.foxitsoftware.com, 2008). Pijat bayi tampaknya dapat menjadi salah satu solusi praktis untuk menyelesaikan semua masalah tersebut (Heath dan Bainbridge, 2006). Hal ini terbukti bayi-bayi yang diberikan sentuhan (pijatan) tersebut berat badannya meningkat drastis hingga 47% dibandingkan dengan bayi tanpa pemijatan (Subakti dan Anggraini, 2008). Menurut Rina Poerwadi, pijat bermanfaat bagi bayi untuk sirkulasi darah sehingga membuat kulit bayi menjadi sehat, makan lebih banyak dan menjadi lebih lebih aktif. Hal ini disebabkan bayi yang dipijat mengalami peningkatan kadar enzim penyerapan terhadap sari makanan pun menjadi lebih baik. Alhasil bayi menjadi cepat lapar dan karena itu lebih sering menyusu sehingga meningkatkan produksi ASI (Delima, 2008). Pijat adalah seni perawatan kesehatan dan pengobatan yang dipraktekkan sejak berabad-abad silam (Roesli, 2001). Berdasarkan hal di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang perbedaan peningkatan berat badan pada bayi usia 3-6 bulan di wilayah kerja BPS Ruri Henri Agustina di desa Panggung Kabupaten Sampang antara yang dilakukan pemijatan dengan yang tidak dilakukan pemijatan. 58 Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 57 - 62 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Dasar Bayi Baru Lahir Bayi baru lahir adalah peralihan yang berhasil dari janin yang terendam dalam cairan ketuban dan sepenuhnya bergantung pada plasenta (ari-ari) untuk pemenuhan kebutuhan makanan dan oksigennya, menjadi bayi yang menangis keras dan bernafas menghirup udara, merupakan suatu keajaiban (www.software.com, 2006). Perubahan fisiologis pada bayi baru lahir merupakan suatu proses adaptasi dengan lingkungan luar atau dikenal dengan kehidupan ekstrauteri. Sebelumnya bayi cukup hanya beradaptasi dengan kehidupan intrauteri. Perubahan fisiologis bayi baru lahir, diantaranya sistem pernafasan, sistem peredaran darah, sistem pengaturan tubuh, metabolisme glukosa, gastrointestinal, dan kekebalan tubuh. Pemeriksaan fisik merupakan hal pertama yang dilakukan oleh bidan, perawat, atau dokter untuk menilai status kesehatan yang dilakukan pada saat bayi baru lahir, 24 jam setelah lahir, dan pada waktu pulang dari rumah sakit. Dalam melakukan pemeriksaan ini sebaiknya bayi dalam keadaan telanjang di bawah lampu terang, sehingga bayi tidak mudah kehilangan panas. Tujuan pemeriksaan fisik secara umum pada bayi adalah menilai status adaptasi atau penyesuaian kehidupan intrauteri ke dalam kehidupan ekstrauteri serta mencari kelainan pada bayi. Konsep dasar pijat bayi Pijat adalah seni perawatan kesehatan dan pengobatan yang dipraktekkan sejak berabad-abad silam. Bahkan, diperkirakan ilmu ini telah di kenal sejak awal manusia diciptakan ke dunia, mungkin karena pijat berhubungan sangat erat dengan kehamilan dan proses kelahiran manusia (Roesli, 2001). Manfaat pijat pada bayi antara lain 1) membuat bayi semakin tenang; 2) meningkatkan efektivitas istirahat (tidur) bayi; 3) memperbaiki konsentrasi bayi; meningkatkan produksi ASI; 4) membantu meringankan ketidaknyamanan dalam pencernaan dan tekanan emosi; 5) meningkatkan gerak peristaltik untuk pencernaan; 6) memacu perkembangan otak dan sistem saraf; 7) menstimulasi aktivitas nervus vagus untuk perbaikan pernafasan; 8) memperkuat sistem kekebalan tubuh; dan 9) meningkatkan aliran oksigen dan nutrisi menuju sel. Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan pemijatan pada si kecil sebagai berikut : 1) waktu yang tepat, yaitu pada pagi hari sebelum memulai aktivitas (akan mandi), pemijatan dilakukan 15 menit setelah si kecil makan, dan malam hari (menjelang tidur); dan 2) Suasana yang tenang, yaitu pada saat si kecil ceria, dan saat kondisi perut yang sudah terisi makanan. Posisi bayi dan ibu yang paling ideal untuk pemijatan adalah ketika tatapan mata keduanya saling beradu pandang. Ketika memijat, jangan paksakan bayi untuk melakukan posisi yang tidak nyaman.Carilah posisi yang membuat si bayi semakin tenang ketika dipijat. Setelah itu, mulailah pijatan dari bagian kaki, perut, dada, tangan, muka, dan punggung. Jika kesulitan, mulailah dari bagian tubuh yang membuat si kecil nyaman. Demikian pula pemijat harus mendapat ruang cukup untuk menempatkan diri dengan posisi menyesuaikan keinginan bayi. Posisi pemijat yang tidak optimal menyebabkan pemijatan tidak berjalan baik dan kontak batin menjadi kurang terjalin. Ada dua posisi mendasar ketika melakukan pemijatan bayi, yakni posisi telentang (berbaring) dan tengkurap. Dalam kedua posisi ini, pemijat dibagian kaki si bayi. Pada posisi inilah terjadi kontak mata yang paling baik antara pemijat dengan bayinya. Dengan posisi ini jangkauan tangan pemijat menjadi efektif karena baik tangan kanan maupun kiri sama-sama dapat melakukan aktivitas pemijatan secara bergantian (Subakti dan Anggraini, 2008). METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif komparasi yang sering digunakan pada penelitian klinis maupun komunitas. Desain penelitian yang digunakan adalah longitudinal yaitu faktor resiko yang akan dipelajari dan diidentifikasi terlebih dahulu, kemudian diikuti ke depan secara prospektif timbulnya efek, seperti penyakit atau salah satu indikator status kesehatan. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah hanya 1 variabel saja yaitu variabel tergantung (variabel dependen). Dalam penelitian ini variabel dependennya berat badan bayi usia 3-6 bulan. Jumlah populasi pada penelitian ini adalah seluruh bayi yang berusia 3-6 bulan yang ada di Desa Panggung Kabupaten Sampang pada tahun 2009 yang berjumlah 28 bayi. Ditemukan bahwa terdapat 54% bayi yang berat badannya turun. Teknik pengambilan sampel menggunakan non probability sampling yaitu dengan teknik total sampling yang cara pengambilannya semua anggota populasi menjadi sampel. Data diambil berdasarkan laporan dari bidan yang ada di BPS Ruri Henri Agustina di Desa Panggung Sampang. Setelah data terkumpul kemudian dilakukan analisis data dengan menggunakan analisa univariate yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian dalam bentuk distribusi frekuensi, untuk mengetahui satu variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi menggunakan tabel silang (Cross Tabs). Penelitian dilaksanakan di Desa Panggung Kabupaten Sampang mulai dari bulan juli-desember 2009. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Daerah Penelitian Desa Panggung mempunyai luas wilayah 2 406 km . Jumlah penduduk di Desa Panggung Wilayah Kerja Puskesmas Kemoning Sampang adalah 3320 jiwa yang terdiri dari 3.145 jiwa laki-laki dan 3.295 jiwa perempuan dengan mata pencaharian mayoritas penduduk di Desa Panggung Wilayah Kerja Puskesmas Kemoning Sampang mata pencahariannya sebagai IRT, petani, dan pedagang. Pada umumnya penduduk di Desa Panggung Wilayah Kerja Puskesmas Sampang 90% memeluk agama islam dan 10% memeluk agama lain. Gambaran Peningkatan Berat Badan Pada Bayi Usia 3 – 6 Bulan Yang Dilakukan Pemijatan dengan Yang Tidak Dilakukan (Lely Aprilia Vidayati) Jumlah sarana kesehatan yang ada di kelurahan Kowel Wilayah Kerja Puskesmas Kemoning Sampang yaitu puskesmas terdiri dari 1 buah, 4 buah posyandu, 1 buah polindes, 20 kader, 2 dukun bayi dan 1 ambulance dengan jumlah tenaga keshatan terdiri dari 1 orang dokter umum, 1 orang dokter gigi, 1 bidan dan 2 perawat. Karakteristik Responden Karaktersitik responden meliputi umur bayi, tingkat pengetahuan orang tua, dan pekerjaan ibu. Adapun hasil penelitian tentang umur bayi dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1 Distribusi frekuensi berdasarkan umur yang ada di Desa Panggung Kabupaten Sampang tahun 2009 Umur Frekuensi Prosentase 3-4 8 27,6 % 5-6 21 72,4 % Total 29 100 % Sumber :Perolehan data dari lapangan Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa mayoritas di Desa Panggung Kabupaten Sampang berusia 5-6 bulan sebanyak 21 bayi (72,4 %) dan minoritas berusia 3-4 bulan sebanyak 8 bayi (27,6 %). Sedangkan hasil penelitian tentanf pendidikan orang tua adalah sebagai berikut : Tabel 2 Distribusi frekuensi berdasarkan pendidikan orang tua di Desa Panggung Kabupaten Sampang tahun 2009 Pendidikan Frekuensi Prosentase Tidak sekolah/tamat 0 0% sekolah SD 3 10,3 % SMP 2 6,9 % SMA 22 75,9 % Perguruan Tinggi 2 6,9 % Total 29 100 % Sumber: Perolehan data dari lapangan Dari tabel diatas diketahui bahwa mayoritas orang tua di Desa Panggung Kabupaten Sampang berpendidikan SMA sebanyak 22 orang (75,9 %) dan minoritas berpendidikan perguruan tinggi sebanyak 2 orang (6,9 %). Adapun karaktersitik tentang pekerjaan ibu adalah seperti terlihat pada tabel berikut : Tabel 3 Distribusi Frekuensi berdasarkan pekerjaan ibu di Desa Panggung Kabupaten Sampang pada tahun 2009 Pekerjaan Frekuensi Prosentasi IRT 17 58,6 % Petani 6 20,7 % Swasta 4 13,8 % PNS 2 6,9 % Total 29 100 % Sumber: Perolehan data dari lapangan 59 Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa mayoritas di Desa Panggung Kabupaten Sampang pekerjaannnya sebagai IRT sebanyak 17 orang (58,6 %) dan minoritas pekerjaannya sebagai PNS sebanyak 2 orang (6,9 %). Berat Badan Bayi Berat badan bayi dalam penelitian ini dibedakan menjadi 2, yaitu bayi yang dilakukan pemijatan dan bayi yang tidak dilakukan pemijatan. Hasil penelitian tentang berat badan bayi usia 3 -6 bulan yang dilakukan pemijatan adalah seperti yang terlihat pada tabel berikut : Tabel 4 Distribusi frekuensi berat badan yang dilakukan pemijatan di Desa Panggung Kabupaten Sampang tahun 2009 Kenaikan Frekuensi Prosentase Berat Badan Lambat 0 0% Tetap 5 35,7% Cepat 9 64,2% Total 14 100 % Sumber: Perolehan data dari lapangan Dari data diatas diketahui bahwa mayoritas yang dilakukan pemijatan di Desa Panggung Kabupaten Sampang mengalami kenaikan berat badan dengan cepat sebanyak 9 bayi (64,2%). Berdasarkan data diatas diketahui hasil dari mean antara sebelum dilakukan pemijatan dan setelah dilakukan pemijatan terdapat peningkatan berat badan sebesar 0,05 gr dibandingkan dengan bayi yang tidak dilakukan pemijatan. Pijat bayi memang dapat meningkatkan berat badan bayi. Hal ini sudah dibuktikan oleh beberapa ahli yang melakukan banyak penelitian. Selain dapat meningkatkan berat badan pijat bayi juga dapat meningkatkan kesehatan fisik serta ketahanan mentalnya (Subakti & Anggraini, 2008). Bahkan, diperkirakan ilmu ini telah dikenal sejak awal manusia diciptakan ke dunia, mungkin karena pijat berhubungan sangat erat dengan kehamilan dan proses kelahiran manusia. Pengalaman pijat pertama yang dialami manusia ialah pada waktu dilahirkan, yaitu pada waktu melalui jalan lahir si ibu (Roesli, 2001). Pijat bayi merupakan tradisi lama yang digali kembali dengan sentuhan ilmu kesehatan dan tinjauan ilmiah yang bersumber dari penelitian-penelitian para ahli neonatologi, saraf, dan psikologi anak. Beberapa dokter Eropa dan Amerika telah marak mempublikasikan manfaat pijat bagi kesehatan bayi dan kebahagian seluruh keluarga. Tentu saja, hal ini merupakan kabar baik yang diharapkan semua orang (www.wahyumedia.com, 2009). Mayoritas ibu rumah tangga di desa panggung yang memiliki anak dengan masalah berat badan memijat bayinya ke dukun karena mereka percaya berat badan bayinya akan bisa bertambah. Selain murah mereka juga yakin bahwa pijat merupakan cara pengobatan warisan yang ampuh, apalagi jika dilakukan oleh dukun atau orang khusus. Untuk kasus tertentu, pijat bayi juga dapat memberikan manfaat tambahan. Bagi pasangan yang masih remaja (teenage parents), pijat bayi 60 Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 57 - 62 menumbuhkan rasa percaya diri dan rasa penerimaan atas keadaannya menjadi orang tua, serta meningkatkan harga diri sebagai orang tua. Bagi orang tua angkat, pijat bayi membantu menciptakan ikatan yang lebih kuat dengan bayinya. Mereka akan lebih cepat mengenal dan merasakan bahwa mereka saling terikat dalam satu keluarga (http:peha.blogsome.com, 2009). Pada bayi yang menderita kolik atau sakit perut biasanya ditandai dengan tangis melengking. Untuk mengurangi kolik ini, para orang tua dianjurkan untuk memijat bayinya pada waktu kolik berlangsung dan pada waktu menjelang tidur. Para peneliti juga menemukan bahwa bayi-bayi yang dipijat, interaksi dengan orang tuanya menjadi lebih positif, rasa gelisah berkurang dan dapat lebih teratur tidur/bangunnya (roesli, 2001). Pijatan juga terbukti dapat melegakan saluran nafas yang menyempit karena asma, mampu mengurangi perasaan gelisah dan depresi sehingga serangan asma berkurang. Bahkan pamijatan pada bayi dari ibu HIV-positif dapat lebih menaikkan berat badan dan meningkatkan perkembangan motorik bayi (http:peha.blogsome.com, 2009). Faktor budaya yaitu pijat bayi memang dapat mempengaruhi berat badan faktor ini tidak dapat dipastikan setelah memperoleh hasil yang maksimal tanpa dukungan dari faktor lain yaitu faktor ekonomi, faktor pengetahuan, faktor pendidikan, faktor nutrisi, faktor istirahat, faktor lingkungan. Pijat bayi diharapkan dapat menjadi solusi bagi para ibu karena dengan pijat bayi dapat merangsang stimulasi pada bayi sehingga berat badan bayi dapat meningkat secara berkesinambungan atau bertahap. Sedangkan hasil penelitian tentang berat badan bayi usia 3 – 6 bulan yang tidak dilakukan pemijatan adalah sebagai berikut : Tabel 5 Distribusi frekuensi berat badan yang tidak dilakukan pemijatan di Desa Panggung Kabupaten Sampang pada tahun 2009 Perubahan Frekuensi Prosentase Berat Badan Lambat 4 28,6 % Tetap 6 42,8 % Cepat 4 28,6 % Total 14 100 % Sumber: Perolehan data dari lapangan Dari data diatas dapat diketahui bahwa mayoritas yang tidak dilakukan pemijatan di Desa Panggung Kabupaten Sampang tidak mengalami kenaikan berat badan (tetap) sebanyak 6 bayi (42,8 %). Berdasarkan data diatas diketahui hasil dari mean antara yang tidak dilakukan pemijatan (observasi 1) dan yang tidak dilakukan pemijatan (observasi 2) terdapat penurunan berat badan sebesar 0,05 gr dibandingkan dengan bayi yang dilakukan pemijatan. Alasan tidak dilakukannya pemijatan pada bayi dikarenakan orang tua tidak mempunyai waktu untuk memijat bayinya karena letih sehabis dari sawah. Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting, dipakai sebagai indikator yang terbaik pada saat ini untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang anak, sensitif terhadap perubahan sedikit saja, pengukuran obyektif dan dapat diulangi, dapat digunakan timbangan apa saja yang relatif murah, mudah dan tidak memerlukan banyak waktu. Berat badan juga merupakan hasil peningkatan/penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, antara lain tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lain-lain (Soetjiningsih, 1995). Faktor-faktor yang mempengaruhi berat badan pada bayi usia 3-6 bulan meliputi:faktor ekonomi, faktor pengetahuan, faktor pendidikan, faktor nutrisi, faktor istirahat, faktor lingkungan dan faktor budaya. Dampak dari berat badan bayi yang rendah yaitu bayi akan mudah terkena penyakit karena sistem imun yang kurang, mengalami gangguan pertumbuhan sehingga dapat menghambat pertumbuhannya (www.foxitsoftware.com, 2008). Berdasarkan wawancara dengan ibu responden di lapangan berat badan pada bayi usia 3-6 bulan sangat dipengaruhi oleh faktor ekonomi karena banyaknya orang tua yang tidak mampu atau pekerjaannya hanya IRT sehingga sulit memberikan nutrisi pada bayinya sehingga berat badan mereka cenderung turun. Hal ini berdasarkan tabel 2 yaitu tabel distribusi frekuensi berat badan yang tidak dilakukan pemijatan terdapat berat badan yang kurang dikarenakan bayi kurang nutrisi sehingga berat badan mereka cenderung turun. Pengetahuan merupakan wahana untuk mendasari seseorang untuk berperilaku secara ilmiah sedangkan tingkatannya dari ilmu pengetahuan atau dasar pendidikan yang dimiliki (Notoatmodjo, 2003). Berdasarkan tabel 4.2 ibu responden di Wilayah Kerja Puskesmas Kemoning Sampang mayoritas memiliki pendidikan terakhir SMA dan seharusnya mempunyai dasar pengetahuan tentang pijat tersebut. Sedangkan ibu responden yang pengetahuannya kurang belum sepenuhnya tahu tentang pijat bayi sehingga perlu melakukan penyuluhan tentang manfaat pijat bayi berdasarkan teori yang ada. Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa pijat bayi dapat menjadi solusi yang dapat digunakan untuk meningkatkan berat badan secara alami. Tabulasi Silang Berat Badan Yang Tidak Dilakukan Pemijatan dengan yang Dilakukan Pemijatan Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan antara berat badan yang tidak dilakukan pemijatan dengan yang dilakukan pemijatan digunakan tabulasi silang (Cross Tabulations) terhadap masing-masing variabel tersebut. Tabulasi silang berat badan yang tidak dilakukan pemijatan dengan yang dilakukan pemijatan dapat dilihat pada tabel berikut : Gambaran Peningkatan Berat Badan Pada Bayi Usia 3 – 6 Bulan Yang Dilakukan Pemijatan dengan Yang Tidak Dilakukan (Lely Aprilia Vidayati) 61 Tabel 6 Tabulasi silang antara berat badan yang tidak dilakukan pemijatan dengan yang dilakukan pemijatan di Desa Panggung Kabupaten Sampang tahun 2009 Bayi Usia 3 – 6 Bulan Total Perubahan Berat Dilakukan Pemijatan Tidak Dilakukan Pemijatan Badan n % n % n % Lambat 0 0% 4 28,6% 4 14,3% Tetap 5 35,7% 6 42,8% 11 39,3% Cepat 9 64,2% 4 28,6% 13 46,4 % Total 14 100% 14 100 % 28 100% Dari data diatas dapat diuraikan bahwa yang dilakukan pemijatan mayoritas mengalami kenaikan berat badan dengan cepat sebanyak 9 bayi (64,2%) sedangkan yang tidak dilakukan pemijatan mayoritas tidak mengalami kenaikan berat badan (tetap) sebanyak 6 bayi (42,8%). Berdasarkan tabel 4 dan 5 menunjukkan bahwa bayi yang dilakukan pemijatan mengalami kenaikan berat badan dibandingkan bayi yang tidak dilakukan pemijatan. Hal yang dapat dilakukan untuk menolong bayi yang berat badannya kurang adalah mencoba menemukan faktor yang mempengaruhinya seperti faktor budaya. Mayoritas ibu responden banyak yang berupaya meningkatkan berat badan bayinya dengan memijat ke dukun. Hal tersebut sangat berpengaruh bagi bayi terutama pertumbuhan dan perkembangannya. Walaupun budaya itu benar tetapi alangkah baiknya untuk para ibu responden mengetahui lebih lanjut manfaat pijat bayi berdasarkan teori yang ada. Teori tentang pijat bayi tersebut dapat diperoleh di bidan atau melalui buku. Seperti pendapat yang dikemukakan oleh Dr.Arhan bahwa sentuhan atau pijatan pada bayi memiliki banyak manfaat. Berbagai penelitian secara ilmiah, baik secara klinik laboratoris, maupun pemeriksaan gambaran gelombang otak (EEG), memberikan hasil positif meskipun masih diperlukan penelitian lebih lanjut. Namun, penemuan saat ini yang ada, telah cukup untuk menganjurkan pijat bayidilakukan secara rutin sebagai upaya mempertahankan kesehatan si kecil (www.infomedia.com). Sedangkan menurut Dr. Florentina UY-TY dari Philippines Children’s Medical Hospital, Manila dan Dr. Dachrul Aldy Sp.AK dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sumatera utara mengungkapkan sebuah penelitian yang membuktikan bahwa pijat bayi mempersingkat masa tinggal bayi di rumah sakit (setelah dilahirkan) dengan pengurangan tiga hingga enam hari lebih cepat pulang dibandingkan dengan bayi-bayi tanpa pemijatan. Bayi-bayi yang diberikan sentuhan (pijatan) tersebut berat badannya meningkat drastis hingga 47% (Subakti &Anggraini, 2008). Dari hasil tabel 4, 5 dan 6 tersebut telah di dapatkan bahwa dari 28 bayi usia 3-6 bulan di desa panggung baik yang dilakukan pemijatan maupun yang tidak dilakukan pemijatan terdapat peningkatan berat badan pada bayi yang dilakukan pemijatan walaupun hanya 60%. Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh peningkatan berat badan hanya 60%. Terbuktinya bahwa faktor budaya yaitu pijat bayi dapat mempengaruhi berat badan pada bayi sudah terbukti dengan jelas. Pijat bayi yang dilakukan adalah berupa sentuhan (Roesli, 2001). Berdasarkan semua pernyataan diatas yang menunjukkan bahwa bayi yang mengalami masalah dengan berat badan atau mengalami penurunan maka setelah dilakukan pemijatan berat badan bayi menjadi meningkat dibandingkan bayi yang tidak dilakukan pemijatan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Gambaran berat badan pada bayi usia 3-6 bulan yang dilakukan pemijatan di Desa Panggung Kabupaten Sampang rata-rata mengalami kenaikan berat badan dengan cepat sebanyak 9 bayi (64,2%). Gambaran berat badan pada bayi usia 3-6 bulan yang tidak dilakukan pemijatan di Desa Panggung Kabupaten Sampang rata-rata tidak mengalami kenaikan berat badan tidak mengalami kenaikan berat badan (tetap) sebanyak 6 bayi (42,8%). Ada perbedaan peningkatan berat badan pada bayi usia 3-6 bulan antara yang dilakukan pemijatan dengan yang tidak dilakukan pemijatan. Saran Bagi peneliti diharapkan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pijat bayi yang dapat mempengaruhi berat badan pada bayi usia 3-6 bulan dengan sampel yang lebih besar sehingga mencapai hasil penelitian yang lebih sempurna. Bagi ibu menyusui memajukan berbagai solusi untuk meningkatkan berat badannya dan menghindari hal-hal yang dapat menurunkan berat badannya. Bagi profesi perlu meningkatkan mutu pelayanan kebidanan khususnya bagi bayi usia 3-6 bulan agar membuat berat badan bayi normal sesuai dengan umurnya, memajukan cara tradisional yang dapat meningkatkan berat badan agar dapat menjadi solusi berat badan bayi yang turun, dan diharapkan pijat bayi menjadi hal yang perlu dipertimbangkan dalam mengatasi masalah yang ada. Bagi institusi pendidikan diharapkan KTI ini dapat dipakai sebagai acuan dan dikembangkan sebagai bahan penelitian selanjutnya. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta. Danim, Sudarwan. (2003). Metode Penelitian Kebidanan. Jakarta: EGC. Delima, Lenny. (2008). Majalah Mother & Baby. Jakarta: 2008. 62 Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 57 - 62 Hidayat, A Alimul Azis. (2007). Metode Penelitian Keperawatan & Teknik Analisis Data, Jakarta: Salemba Medika. Hidayat, A Alimul Azis. (2007).Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta: Salemba Medika. Heath, Alan dan Bainbrigde, Nicki. (2006). Baby Massage. Jakarta: DIAN RAKYAT. Moehyi, Sjahmien. (2008). Tumbuh Kembang Bayi, Jakarta: Salemba Medika. Nursalam. (2003). Konsep Dan Penerapan Metodejogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Rahayu. (2008). Definisi bayi baru lahir, Bersumber dari: http//www.foxitsoftware.com (Diakses tanggal 28 Januari 2008). Roesli, Utami. (2001). Pedoman Pijat Bayi Edisi Revisi. Jakarta: Trubus Agriwidya. Roesli, Utami. (2000). Mengenal ASI Eksklusi. Jakarta: Trubus Agri Widya. Saifuddin, Abdul Bari. (2006). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBS-BP. Subakti, Yazid dan Anggraini, Deri, Rizky. (2008). Keajaiban Pijat Bayi dan Balita. Jakarta: Wahyu Media. Sugiyono. (2007). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: CV ALFABETA. Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Keperawata. Jakarta: EGC. Suryanah. (1996). Keperawatan Anak Untuk Siswa SPK. Jakarta: EGC. Produksi ASI Ibu Menyusui Yang Mengkonsumsi Daun Katuk Dengan Yang Tidak Mengkonsumsi Daun Katuk (Merlyna Suryaningsih) PENELITIAN ILMIAH 63 Gambaran Produksi ASI Antara Ibu ABSTRACT Menyusui Yang Mengkonsumsi Daun Generally, giving breastfeeding (ASI) to the baby does not only give goodness to the baby but also give a benefit to the mother. The decreasing of giving breastfeeding (ASI) is caused by the lower of breastfeeding (ASI) production of giving mother breastfeeding that actually can be prevented by medicine and ingredients which smooth breastfeeding (ASI) such as bush yielding edible leaves. The purpose of the research is to know the difference of breastfeeding (ASI) production between giving milk mothers who consume bush yielding edible leaves and who do not consume bush yielding edible leaves in work area of Kowel Public Health Center Pamekasan. The research method used is descriptive and the research design is cohort. The independent variable is the giving of bush yielding edible leaves and the dependent variable is breastfeeding (ASI) production of giving mother breastfeeding in the 2-3 days. The population is 24 giving mothers breasfeeding in the 2-3 days with total sampling technique and the measure instrument is experimental observation. From the result of the research can be concluded that 3 x 300mg of bush yielding edible leaves everyday and regularly has much influence to the breastfeeding (ASI) production since the second day of giving birth. It is found that breastfeeding (ASI) production of giving mothers breastfeeding who consume bush yielding edible leaves increase 100% than breastfeeding (ASI) production of giving mothers breastfeeding who do not consume the bush yielding edible leaves. Katuk Dengan Yang Tidak Mengkonsumsi Daun Katuk The Description Of Breastfeeding (ASI) Production Between Giving Mothers Breastfeeding Who Consume Bush Yielding Edible Leaves And Who Do Not Consume Bush Yielding Edible Leaves MERLYNA SURYANINGSIH *) *) Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Ngudia Husada Madura Key words: Bush Yielding Edible Leaves, Breastfeeding (ASI) production Correcpondence : Merlyna Suryaningsih, Jl. R.E. Martadinata, Bangkalan, Indonesia PENDAHULUAN ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi (Roesli, 2000:07). ASI adalah makanan alamiah untuk bayi yang mengandung nutrisi–nutrisi dasar dan elemen, dengan jumlah yang sesuai untuk pertumbuhan bayi yang sehat (www.infoibu.com, 2008). ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan tambahan lain pada bayi berumur 0-6 bulan (www.depkes.go.id, 2008). Pemberian ASI eksklusif artinya bayi diberikan ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur, susu formula, biskuit, bubur nasi dan tim (Roesli, 2000:03). Pemberian ASI ekslusif, yaitu pemberian ASI sampai bayi umur 6 bulan memberikan dampak positif bagi kesehatan bayi, antara lain ASI merupakan makanan bayi yang alamiah dan terbaik, terutama kandungan dan komposisi zat dalam ASI sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi serta melindungi bayi dari bahaya infeksi (www.jamuborobudur.com, 2006). ASI merupakan satu-satunya makanan bayi yang terbaik, namun dalam realitanya masih banyak ibu-ibu di Indonesia yang belum memberikan ASI eksklusif (www.kapanlagi.com, 2008). Rata-rata bayi di Indonesia hanya menerima ASI eksklusif kurang dari 2 bulan. Hasil yang dikeluarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) periode 1993-2003 cukup memprihatinkan, bayi yang mendapatkan ASI eksklusif sangat rendah. Hanya 14% ibu di Tanah Air yang memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif kepada bayinya sampai 6 bulan (www.indonesia.go.id, 2008). Padahal, kebijakan yang ditempuh dalam program peningkatan pemberian ASI di Indonesia adalah menetapkan minimal 80% dari ibu yang memberikan ASI eksklusif (www.kapanlagi.co.id, 2008). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan untuk menemukan permasalahan di Wilayah Kerja Puskesmas Kowel Kabupaten Pamekasan bulan desember 2008, ditemukan bahwa dari 10 (sepuluh) ibu menyusui hanya 1 (satu) ibu menyusui yang memberikan ASI eksklusif, salah satu alasan karena produksi ASI ibu menyusui yang tidak sesuai dengan kriteria peningkatan ASI seperti ASI tidak sering merembes keluar dari puting, payudara tidak terasa tegang, berat badan bayi tidak meningkat, setelah menyusui bayi kesulitan tidur nyenyak dan bayi jarang kencing (Soetjiningsih, 1997). Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan produksi ASI yaitu faktor anatomis dan fisiologis, faktor psikologis, faktor hisapan bayi, faktor istirahat, faktor nutrisi, dan faktor obat – obatan atau ramuan dari tumbuh – tumbuhan (Ladewig, 2006). Dampak bagi ibu menyusui apabila kurang pemberian ASI pada bayi yaitu akan terjadi bendungan payudara, mastitis, abses. Sedangkan dampak bagi bayi yaitu nutrisi bayi tidak terpenuhi, rentan terhadap infeksi dan diare, rawan terkena 64 Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 63 - 70 alergi, daya tahan tubuh menurun (Roesli, 2000 : 5). Manfaat pemberian ASI bagi bayi itu sendiri yaitu, ASI sebagai nutrisi, ASI meningkatkan daya tahan tubuh bayi, ASI meningkatkan kecerdasan dan ASI meningkatkan jalinan kasih sayang (Roesli, 2000). Hal yang dapat dilakukan untuk menolong ibu yang ASInya kurang adalah mencoba menemukan faktor yang mempengaruhinya seperti faktor obat-obatan atau ramuan dari tumbuhtumbuhan. Salah satu tumbuh-tumbuhan yang secara traditional dipakai untuk memperbanyak dan melancarkan ASI adalah daun katuk. Ibu yang sedang menyusui dianjurkan untuk mengkonsumsi daun katuk, dengan cara pemakaian campuran sayur bening, lalapan rebus atau campuran nasi tim (Ganie, 2003). Cara pemakaian daun katuk dalam sayuran atau lalap tidak praktis, apalagi untuk masyarakat perkotaan yang sulit untuk mendapatkan bahan segar setiap saat. Oleh karena itu perlu dibuat sediaan yang lebih praktis penggunaannya yaitu dalam bentuk ekstrak. Salah satu sediaan dari ekstrak daun katuk yang telah dibuat adalah Fitolac yang diproduksi oleh Kimia Farma, Bandung, tetapi belum dilakukan penelitian hasil gunanya pada manusia (www.litbangdepkes.go.id, 2004). Di Indonesia daun katuk digunakan untuk melancarkan air susu ibu dan sudah diproduksi sebagai sediaan Fitofarmaka yang berkhasiat untuk melancarkan ASI. Sepuluh produk pelancar ASI yang mengandung daun katuk telah beredar di Indonesia pada tahun 2000 (www.kalbefarma.com, 2006). Ibu menyusui yang sejak hari kedua setelah melahirkan diberikan ekstrak daun katuk dengan dosis 3x300 mg/hari selama 15 hari terus-menerus, produksi ASI meningkat 50,7% (www.smallcrab.com, 2008). Menurut Djuniati Kustifah menunjukkan bahwa ternyata daun katuk secara per oral dapat meningkatkan kuantitas produksi air susu ibu karena alkolid dan sterol dari daun katuk yang dapat meningkatkan produksi ASI (www.jamuborobudur.com, 2006). Berdasarkan beberapa hal di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang gambaran produksi ASI antara ibu menyusui yang mengkonsumsi daun katuk dengan yang tidak mengkonsumsi daun katuk di Wilayah Kerja Puskesmas Kowel Pamekasan. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Dasar ASI ASI adalah makanan alamiah untuk bayi yang mengandung nutrisi nutrisi dasar dan elemen, dengan jumlah yang sesuai untuk pertumbuhan (www.infoibu.com, 2008). Sedangkan menurut Hubertin (2004), bahwa ASI adalah suatu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikologis, sosial maupun spiritual (Hubertin, 2004). ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi (Roesli, 2000). Manfaat pemberia ASI bagi bayi antara lain : ASI sebagai nutrisi, ASI dapat meningkatkan daya tahan tubuh bayi, ASI dapat meningkatkan kecerdasan, dan ASI dapat meningkatkan jalinan kasih sayang anta ibu dan si bayi. Selain memberi keuntungan untuk bayi, menyusui jelas memberikan keuntungan untuk ibu antara lain : mengurangi perdarahan setelah melahirkan, mengurangi terjadinya anemia, menjarangkan kehamilan, mengecilkan rahim, lebih cepat langsing kembali, mengurangi kemungkinan menderita kanker, lebih ekonomis/murah, tidak merepotkan dan hemat waktu, portabel dan praktis, memberikan kepuasan bagi ibu, dan mengurangi resiko keropos tulang (osteoporosis). Beberapa faktor Yang Mempengaruhi Kelancaran ASI antara lain : faktor anatomis, fisiologis, psikologis, hisapan bayi, istirahat, nutrisi, dan obat-obatan. Daun Katuk Katuk termasuk tanaman merumpun, berbentuk perdu dengan ketinggian sekitar 3-5 meter, batangnya tumbuh dan berkayu. Jika ujung batang dipangkas, akan tumbuh tunas-tunas yang baru membentuk percabangan. Daunnya kecil-kecil mirip daun kelor, berwarna hijau. Katuk termasuk tanaman yang rajin berbunga, bunganya kecil-kecil berwarna merah gelap sampai kekuning-kuningan dengan bintik-bintik merah. Dari bunga bisa menjadi buah kecil-kecil berwarna putih (www.langitlangit.com, 2007). Daun katuk adalah daun dari tanaman Sauropus Adrogynus (L) merr, famili Euphorbiaceae. Nama daerah: memata (melayu),simani (minangkabau), katuk (sunda), kebing dan katukan (jawa), kerakur (madura). Daun katuk terdapat diberbagai daerah di India, Malaisia, dan Indonesia. Di Indonesia tumbuh di daratan dengan ketinggian 0-2100 m diatas permukaan laut. Tanaman ini berbentuk perdu dengan cabang-cabang agak lunak dan terbagi daun tersusun selang-seling pada satu tangkai, berbentuk lonjong sampai bundar dengan panjang 2,5 cm dan lebar 1,25 – 3 cm . Bunga tunggal atau berkelompok tiga,buah bertangkai panjang 1,25 cm. Tanaman katuk dapat diperbanyak dengan stek dari batang yang sudah berkayu, panjang lebih kurang 20 cm disemaikan terlebih dahulu. Setelah berakar sekitar 2 minggu dapat dipindahkan ke kebun, Jarak tanam panjang 30 cm dan lebar 30 cm. Setelah tinggi mencapai 50-60 cm dilakukan pemangkasan agar selalu didapatkan daun muda dan segar (www.kalbefarma.com, 2006). Daun katuk kaya akan kandungan gizi dibandingkan daun pepaya dan daun singkong. Kandungan kalori, protein dan karbohidrat daun katuk nyaris setara. Bahkan, kandungan zat besi daun katuk lebih unggul dari pada daun pepaya dan daun singkong. Selain itu, juga kaya vitamin A, B1 dan C. Disamping kaya protein, lemak, vitamin dan mineral, daun katuk juga memiliki kandungan tanin, saponin / oid, dan alkaloid papaverin, sehingga sangat potensial untuk dijadikan bahan pengobatan alami. Akar katuk dimanfaatkan dengan cara dikeringkan terlebih dahulu, air rebusan akar katuk yang sudah kering dapat membantu melancarkan dan menurunkan demam. Daun katuk selain baik untuk kesehatan juga mengandung beta karoten yang cukup tinggi sehingga dapat membantu kesehatan mata dan kulit. Kandungan mineralnya Produksi ASI Ibu Menyusui Yang Mengkonsumsi Daun Katuk Dengan Yang Tidak Mengkonsumsi Daun Katuk (Merlyna Suryaningsih) cukup banyak terutama zat besi yang berguna untuk membantu produksi sel darah merah (Ganie, 2003) Salah satu manfaat daun katuk adalah untuk melancarkan produksi air susu ibu (ASI), karena mengandung senyawa seskuiterna. Selain melancarkan ASI, daun katuk juga punya beberapa manfaat, antara lain frambusia, sambelit, borok, dan sebagai pewarna alami. Daun katuk juga mempunyai efek samping, yaitu efek diuretik dengan dosis 72 mg/100 g bb. Jus daun katuk mentah dengan dosis 150 g/hari (60,7%), digoreng (16,9%), campuran (20,8%), dan digodok (1,7%), selama 7 – 24 bulan. Terdapat efek samping setelah penggunaan selama 7 bulan berupa gejala obstruksi bronkiolitis sedang sampai parah, sedangkan konsumsi selama 22 bulan atau lebih menyebabkan gejala bronkiolitis obliterasi yang permanen. Daun katuk bisa dikonsumsi sebagai lalapan, sayuran maupun minuman. Adapun cara pembuatan, yaitu lalap, sayur menir, dan minuman. 65 buah polindes, 129 kader dan 1 ambulance. Sedangkan jumlah tenaga kesehatan yang ada terdiri dari: 1 orang dokter umum, 1 orang dokter gigi, 9 bidan dan 7 perawat Karaktersitik Responden Karaktersitik responden meliputi umur ibu menyusui, tingkat pendidikan, dan pekerjaan ibu menyusui. Hasil penelitian tentang umur, tingkat pendidikan dan pekerjaan ibu menyusui adalah sebagai berikut : Tabel 1 Distribusi frekuensi berdasarkan umur ibu menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Kowel pada tahun 2009 Umur Frekuensi Prosentase 17 - 20 13 54,2 % 21 - 24 11 45,8 % Total 24 100% Sumber : data primer diolah peneliti METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mendiskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. Variabel penelitian meliputi variabel dependen dan independen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah pemberian daun katuk, sedangkan variabel dependennya adalah produksi ASI pada ibu menyusui hari ke 2 – 3. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu menyusui hari ke 2-3 di Puskesmas Kowel Pamekasan yaitu sebanyak 24 ibu menyusui. Cara pengambilan sampel menggunakan non probability sampling yaitu dengan teknik total sampling yang cara pengambilannya semua anggota populasi menjadi sampel penelitian yaitu sebanyak 24 ibu menyusui agar diperoleh hasil yang representatif. Teknik pengumnpulan data dengan cara observasi ekperimental. Dalam observasi ekperimental ini observer dicoba atau dimasukkan ke dalam suatu kondisi atau situasi tertentu. Data yang terkumpul dari observasi eksperimental yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisa univariat yang menggunakan tabel distribusi frekuensi, kemudian dilanjutkan dengan analisa bevariat dengan menggunakan cross tab atau tabulasi silang. Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kowel Kabupaten Pamekasan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Kowel Pamekasan, dengan luas wilayah + 285,5 hektar dengan jumlah penduduk 6.440 jiwa yang terdiri dari 3.145 jiwa laki-laki dan 3.295 jiwa perempuan. Mayoritas mata pencahariannya sebagai petani, dan pedagang. Adapun jumlah sarana kesehatan yang ada di kelurahan Kowel Wilayah Kerja Puskesmas Kowel Pamekasan yaitu puskesmas terdiri dari 1 buah, 42 buah posyandu, 7 Dari tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas umur ibu menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Kowel berusia 17-20 tahun, yaitu sebanyak 13 orang ibu menyusui (54,2%) dan minoritas berusia 21-24 tahun sebanyak 11 orang ibumenyusui (45,8 %). Tabel 2 Distribusi frekuensi berdasarkan pendidikan ibu menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Kowel Pada tahun 2009 Pendidikan Frekuensi Prosentase SD 4 16,7 % SMP 6 25 % SMA 8 33,3 % 6 25 % Perguruan Tinggi Total 24 100% Sumber: data primer diolah peneliti Dari tabel 2 di atas diketahui bahwa mayoritas di Wilayah Kerja Puskesmas Kowel berpendidikan SMA sebanyak 8 orang ibu menyusui (33,3 %) dan minoritas berpendidikan SD sebanyak 4 orang ibu menyusui (16,7 %). Tabel 3 Distribusi Frekuensi berdasarkan pekerjaan ibu menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Kowel pada tahun 2009 Pekerjaan Frekuensi Prosentasi IRT 18 75 % Petani 3 12,5 % Swasta 2 8,3 % PNS 1 4,2 % Total 24 100% Sumber: data primer diolah peneliti Dari tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas di Wilayah Kerja Puskesmas Kowel pekerjaannnya sebagai IRT sebanyak 18 orang (75 %) dan minoritas pekerjaannya sebagai PNS sebanyak 1 orang (4,2 %). 66 Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 63 - 70 Volume Produksi ASI Volume produksi ASI dalam penelitian ini pertama responden diambil data yang tidak mengkonsumsi daun katuk, dan data responden kelompok perlakuakn sebelum mengkonsumsi daun katuk, kemudian responden kelompok perlakuakn dilakukan perlakuan dengan cara pemberian daun katuk. Setelah meminum daun katuk kemudian diambil data pengukuran lagi volume produksi ASInya. Tabel 4 Distribusi frekuensi volume produksi ASI sebelum mengkonsumsi daun katuk di Wilayah Kerja Puskesmas Kowel pada tahun 2009. Volume Frekuensi Prosentase Produksi ASI 0 - 0,5cc 12 100 % 0,6 - 1 cc 0 0% >1 cc 0 0% Total 12 100% Sumber: data primer diolah peneliti Dari tabel 4 di atas diketahui bahwa seluruh responden (100%) sebelum mengkonsumsi daun katuk memiliki volume produksi ASI 0 - 0,5 cc. Tabel 5 Distribusi frekuensi volume produksi ASI setelah mengkonsumsi daun katuk di Wilayah Kerja Puskesmas Kowel pada tahun 2009 Volume Frekuensi Prosentase Produksi ASI 0 - 0,5 cc 0 0% 0,6 - 1 cc 0 0% >1 cc 12 100 % Total 12 100% Sumber: data primer diolah peneliti Dari tabel 5 di atas dapat diketahui bahwa seluruh responden (100%) setelah mengkonsumsi daun katuk memiliki volume produksi ASI >1 cc. Tabel 6 Distribusi frekuensi volume produksi ASI yang tidak mengkonsumsi daun katuk di Wilayah Kerja Puskesmas Kowel pada tahun 2009 Volume Frekuensi Prosentase Produksi ASI 0 - 0,5 cc 12 100 % 0,6 - 1 cc 0 0% >1cc 0 0% Total 12 100% Sumber: data primer diolah peneliti Dari tabel 6 di atas diketahui bahwa seluruh responden (100%) yang tidak mengkonsumsi daun katuk memiliki volume produksi ASI 0 - 0,5 cc. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4 menunjukkan bahwa dari ibu menyusui sebelum mengkonsumsi daun katuk yaitu 12 orang, yang memiliki volume produksi ASI 0 - 0,5 cc sebanyak 12 orang ibu menyusui (100%). Sedangkan berdasarkan hasil penelitian pada tabel 6 menunjukkan bahwa dari ibu menyusui yang tidak mengkonsumsi daun katuk yaitu 12 orang, yang memiliki volume produksi ASI 0 - 0,5 cc sebanyak 12 orang ibu menyusui (100 %). ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi. Pemberian ASI eksklusif yaitu bayi hanya diberikan ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur, susu formula, biskuit, bubur nasi dan tim (Roesli, 2000). Menyusui merupakan bagian terpadu dari proses reproduksi yang memberikan makanan bayi secara lokal dan alamiah, serta merupakan dasar bilogik dan psikologik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Memberikan susu formula sebagai tambahan dengan dalih apapun pada bayi baru lahir harus dihindarkan (Prawirohardjo, 2005). Faktor yang mempengaruhi volume produksi ASI yaitu faktor anatomi dan fisiologis, faktor psikologis, faktor istirahat, faktor nutrisi, faktor hisapan bayi, serta faktor obat-obatan (Ladewig, 2006). Mayoritas ibu menyusui yang bekerja memberikan susu formula pada bayinya karena ibu tidak mempunyai waktu untuk menyusui bayinya dan kebisaan keluarga setelah lahir langsung memberi air gula, padahal faktor yang dapat mendukung kelancaran ASInya salah satunya adalah hisapan bayi. Ibu yang tidak bekerja juga sering kali memberikan susu formula karena khawatir bayinya tidak kenyang sehingga membuat bayi malas menyusu. Ibu menyusui yang mempunyai banyak waktu untuk bayinya seharusnya lebih sering menyusui bayinya, namun kenyataannya banyak ibu tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya dikarenakan berbagai alasan diantaranya ASI tidak lancar. Pengetahuan merupakan wahana untuk mendasari seseorang untuk berperilaku secara ilmiah sedangkan tingkatannya tergantung dari ilmu pengetahuan atau dasar pendidikan yang dimiliki (Notoatmodjo, 2003). Berdasarkan tabel 4.2 ibu menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Kowel Pamekasan mayoritas memiliki pendidikan terakhir SMA dan seharusnya mempunyai dasar tentang pentingnya memberikan ASI bagi bayi dan ibunya sendiri. Sedangkan ibu menyusui yang pengetahuannya kurang belum sepenuhnya tau tentang ASI eksklusif dan perlu melakukan penyuluhan tentang manfaat ASI eksklusif. Namun permasalahan tentang pentingnya ASI eksklusif masih belum teratasi, padahal ASI eksklusif mempunyai banyak manfaat bagi bayi diantaranya mengembangkan kecerdasan, meningkatkan daya tahan tubuh bayi, serta mencegah terjadinya diare dan bagi ibu apabila sering menyusui bayinya dapat menghindari dari penyakit mastitis, abses dan bendungan payudara. Sedangkan berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa ibu menyusui setelah mengkonsumsi daun katuk seluruh responden (100%) memiliki volume ASI >1 cc. Daun katuk kaya kandungan gizi dibandingkan daun pepaya dan daun singkong. Kandungan kalori, protein dan karbohidrat daun pepaya hampir setara dan bahkan kandungan zat bezi daun katuk lebih unggul ketimbang daun pepaya dan daun singkong. Selain itu, daun katuk Produksi ASI Ibu Menyusui Yang Mengkonsumsi Daun Katuk Dengan Yang Tidak Mengkonsumsi Daun Katuk (Merlyna Suryaningsih) juga kaya vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C (www.langit-langit.com, 2007). Disamping kaya protein, lemak, vitamin dan mineral daun katuk juga memiliki kandungan tanin, saponin falvon/oid dan alkolid papaverin sehingga sangat potensial untuk dijadikan bahan pengobatan alami. Salah satu manfaat daun katuk adalah untuk melancarkan produksi ASI karena mengandung senyawa seskuiterna (www.langit-langit.com, 2007). Kandungan Alkolid dan sterol dari daun katuk dapat meningkatkan produksi ASI menjadi lebih banyak karena dapat meningkatkan metabolisme glukosa untuk sintese laktosa sehingga produksi ASI meningkat (www.jamuborobudur, 2006). Manfaat lain dari daun katuk yaitu akar katuk dimanfaatkan dengan cara dikeringkan terlebih dahulu, air rebusan akar katuk yang sudah kering dapat membantu melancarkan dan menurunkan demam. Daun katuk selain baik untuk kesehatan juga mengandung beta karoten yang cukup tinggi sehingga dapat membantu kesehatan mata dan kulit. Kandungan mineralnya cukup banyak terutama zat besi yang berguna untuk membantu produksi sel darah merah (Ganie, 2003). Cara pemakaian daun katuk dalam sayuran atau lalap tidak praktis, apalagi untuk masyarakat perkotaan yang sulit untuk mendapatkan bahan segar setiap saat, sehingga disediakan yang lebih praktis penggunaannya yaitu dalam bentuk ekstrak atau pil. Bukan hanya daun katuk yang berkhasiat sebagai pelancar ASI, pada prinsinya semua sayuran yang berwarna hijau tua bisa melancarkan ASI misalnya daun pepaya, daun singkong, daun kacang panjang dan bayam. Kenyataannya ibu menyusui yang pernah mengkonsumsi daun katuk lebih mempercayai daun katuk sebagai pelancar ASI dari pada sayuran yang lainnya karena telah terbukti 67 produksi ASI ibu menyusui tersebut lebih meningkat dibandingkan mengkonsumsi sayuran yang lainnya. Faktor obat-obatan yaitu daun katuk memang dapat mempengaruhi produksi ASI namun faktor ini tidak dapat dipastikan memperoleh hasil yang maksimal tanpa dukungan dari faktor lain yaitu faktor anatomis dan faktor fisiologis, faktor psikologis, faktor hisapan bayi, faktor istirahat serta faktor nutrisi. Seperti halnya ibu menyusui yang payudaranya kecil dan puting tidak menonjol sehingga mempersulit bayi untuk menyusu sedangkan faktor hisapan bayi juga sangat mempengaruhi kelancaran ASI. Ibu yang kurang istirahat dan stress karena belum terbiasa atau beradaptasi menjadi seorang ibu juga dapat mempengaruhi produksi ASI. Begitu pula dengan ibu yang tidak pernah atau jarang mengkonsumsi makanan yang dapat membantu kelancaran ASI sehingga produksi ASI tidak ada peningkatan. Sama halnya saat penelitian banyak ibu yang memiliki payudara kecil ,puting tidak menonjol, ibu jarang menyusui bayinya, ibu stress, ibu jarang mengkonsumsi sayuran dan jarang istirahat sehingga cakupan produksi ASI rendah. Perbandingan Volume Produksi ASI Sebelum dan Sesudah Mengkonsumsi Daun Katuk Untuk mengetahui ada atau tidaknya gambaran antara volume produksi ASI sebelum mengkonsumsi daun katuk dengan setelah mengkonsumsi daun katuk digunakan tabulasi silang (Cross Tabulations) terhadap masing-masing variabel tersebut. Data tabulasi silang volume produksi ASI sebelum mengkonsumsi daun katuk dengan setelah mengkonsumsi daun katuk dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 7 Tabulasi silang antara volume produksi ASI sebelum mengkonsumsi daun katuk dengan setelah mengkonsumsi daun katuk di Wilayah Kerja Puskesmas Kowel pada tahun 2009 Perbandingan Produksi ASI Ibu Menyusui Volume Produksi ASI Sebelum Mengkonsumsi Daun Katuk Setelah mengkonsumsi Daun Katuk n % n % 0 - 0,5 cc 12 100% 0 0% 0,6 - 1 cc 0 0% 0 0% >1 cc 0 0% 12 100% Total 12 100% 12 100% Dari data dibawah diuraikan bahwa sebelum mengkonsumsi daun katuk mayoritas memiliki volume produksi ASI 0-0,5% sebanyak 12 orang ibu menyusui (100%) dan setelah mengkonsumsi daun katuk mayoritas memiliki volume produksi ASI >1 cc sebanyak 12 orang ibu menyusui (100%). Perbandingan Volume Produksi ASI Yang Tidak Mengkonsumsi Daun Katuk dengan Setelah Mengkonsumsi Daun Katuk Untuk mengetahui ada atau tidaknya gambaran antara volume produksi ASI yang tidak mengkonsumsi daun katuk dengan setelah mengkonsumsi daun katuk digunakan tabulasi silang (Cross Tabulations) terhadap masing-masing variabel tersebut. Hasil penelitian tentang tabulasi silang volume produksi ASI yang tidak mengkonsumsi daun katuk dengan setelah mengkonsumsi daun katuk dapat dilihat pada tabel berikut : 68 Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 63 - 70 Tabel 8 Data tabulasi silang antara volume produksi ASI yang tidak mengkonsumsi daun katuk dengan setelah mengkonsumsi daun katuk di Wilayah Kerja Puskesmas Kowel pada tahun 2009 Perbandingan Produksi ASI Ibu Menyusui Total Tidak Mengkonsumsi Mengkonsumsi Daun Volume Produksi ASI Daun Katuk Katuk n % n % n % 0 - 0,5 cc 12 50% 0 0% 12 50% 0,6 - 1 cc 0 0% 0 0% 0 0% >1 cc 0 0% 12 50% 12 50% Total 12 50% 12 50% 24 100% Dari tabel 8 di atas diuraikan bahwa yang tidak mengkonsumsi daun katuk mayoritas memiliki volume produksi ASI 0-0,5 cc sebanyak 12 orang ibu menyusui (50%) dan yang mengkonsumsi daun katuk mayoritas memiliki volume produksi ASI >1 cc sebanyak 12 orang ibu menyusui (50%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ternyata daun katuk secara per oral dapat meningkatkan kuantitas produksi ASI karena alkolid dan sterol dari daun katuk (www.jamuborobudur.com, 2006). Berdasarkan tabel 7 dan 8 menunjukkan bahwa ibu sebelum dan yang tidak mengkonsumsi daun katuk memiliki volume produksi ASI lebih sedikit dari pada ibu menyusui yang mengkonsumsi daun katuk. Hal yang dapat dilakukan untuk menolong ibu yang ASInya kurang adalah mencoba menemukan faktor yang mempengaruhinya seperti faktor obat-obatan. Sedangkan kenyataannya hanya minoritas saja ibu menyusui yang mengkonsumsi ramuan atau obat-obatan untuk meningkatkan produksi ASI, sehingga ibu menyusui sering mengabaikan manfaat ASI eksklusif bagi bayinya. Hal tersebut sangat berpengaruh bagi bayi terutama pertumbuhan dan perkembangannya. Melalui informasi tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif dan cara mengatasi ketidaklancaran ASI seperti ramuan daun katuk sehingga membantu ibu agar dapat memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Seperti yang dikemukakan Djuniati Kustifah menunjukkan bahwa ternyata daun katuk dapat meningkatkan kuantitas produksi air susu ibu karena kandungan alkolid dan sterol (www.jamuborobudur.com, 2006). Ibu menyusui yang sejak hari kedua setelah melahirkan diberikan ekstrak daun katuk dengan dosis 3x300 mg/hari selama 15 hari terus-menerus, produksi ASI meningkat 50,7%. Daun katuk yang juga dikenal dengan nama katu, simani, karekur, atau cekop manis sudah populer sebagai pelancar ASI sejak zaman nenek moyang. Akibatnya, daun yang banyak dijual sebagai sayuran di pasar sampai supermarket ini sering dibeli ibu-ibu menyusui yang suka mengkonsumsi sayuran (www.smallcrab.com, 2008). Demikian pula bahwa dari 24 ibu menyusui antara yang mengkonsumsi daun katuk baik sebelum maupun yang tidak mengkonsumsi daun katuk, hanya yang mengkonsumsi daun katuk yang terjadi peningkatan produksi ASI. Terbukti bahwa faktor obat-obatan yaitu ramuan daun katuk mempengaruhi peningkatan produksi ASI pada ibu menyusui. Daun katuk yang digunakan untuk ibu menyusui dianjurkan untuk campuran sayur benih, lalapan rebus atau campuran nasi tim (Ganie, 2003). Tetapi Cara pemakaian daun katuk dalam sayuran atau lalap tidak praktis, apalagi untuk masyarakat perkotaan yang sulit untuk mendapatkan bahan segar setiap saat. Oleh karena itu perlu dibuat sediaan yang lebih praktis penggunaannya yaitu dalam bentuk ekstrak (www.litbangdepkes.go.id, 2004). Segala sesuatu yang dikonsumsi ibu menyusui bisa mempengaruhi bayinya, Hal ini mengharuskan ibu menyusui untuk ekstra waspada saat akan mengkonsumsi sesuatu agar manfaat ASI itu sendiri tetap berfungsi sebagaimana mestinya yaitu khususnya untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi (www.smallcrab.com, 2008). Berbagai penelitian internasional memang menentukan ASI eksklusif diberikan sampai bayi usia 6 bulan, karena hingga masa itu ASI masih mencukupi kebutuhan bayi. Setelah 6 bulan baru boleh diberi makanan tambahan, MP-ASI (makanan pendamping ASI) secara bertahap, mulai dari yang halus sampai yang padat sesuai pencernaan bayi. Di indonesia masih banyak ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya karena beberapa sebab diantaranya banyak ibu yang bekerja, sehingga produksi ASI pun menurun lantaran kelelahan (www.smallcrab.com, 2008). Selain itu, banyak diantara mereka yang mengalami gangguan dalam menyusui karena puting susu lecet atau mengalami mastitis (www.smallcrab.com, 2008). Kebanyakan puting susu lecet disebabkan oleh kesalahan dalam teknik menyusui, yaitu bayi tidak menyusu sampai kekalang payudara. Bila bayi menyusu pada puting susu, maka bayi akan mendapatkan ASI sedikit karena gusi bayi tidak menekan pada sinus laktiferus, sedangkan pada ibunya akan terjadi nyeri atau lecet pada puting susu (Soetjiningsih, 1997). Padahal salah satu faktor yang dapat meningkatkan produksi ASI yaitu faktor hisapan bayi. Hisapan bayi merupakan rangsangan untuk reflek produksi dan pengeluaran ASI tersebut. Menyusukan dengan sering dapat membantu pengeluaran air susu yang lancar dan mencegah trauma puting dari gerakan pengisapan bayi yang terlampau kuat pada bayi yang terlalu lapar, sehingga bila puting susu ibu lecet faktor tersebut tidak dapat lagi mendukung manfaatnya. Dari sebab diatas dapat mempengaruhi dalam pemberian ASI Eksklusif, sehingga volume produksi ASI akan menurun. Oleh karena itu ibu menyusui sangat dianjurkan untuk menghindari halhal yang dapat menurunkan produksi ASI dan mencari solusi untuk mencegah hal tersebut (Ladewig, 2006). Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulkan bahwa ibu menyusui yang mengkonsumsi daun katuk Produksi ASI Ibu Menyusui Yang Mengkonsumsi Daun Katuk Dengan Yang Tidak Mengkonsumsi Daun Katuk (Merlyna Suryaningsih) memiliki volume produksi ASI lebih banyak dibandingkan volume produksi ASI ibu menyusui sebelum dan tidak mengkonsumsi daun katuk. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pemberian daun katuk di Wilayah Kerja Puskesmas Kowel Pamekasan adalah dari 24 responden ibu menyusui (100%), 12 ibu menyusui diberi daun katuk (50%) dan 12 orang ibu menyusui tidak diberi daun katuk (50%). Produksi ASI pada ibu menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Kowel Pamekasan adalah ibu menyusui memiliki volume produksi ASI 0-0,5 cc sebanyak 24 orang ibu menyusui (100%). Produksi ASI pada ibu menyusui hari ke 2-3 yang tidak mengkonsumsi daun katuk di Wilayah Kerja Puskesmas Kowel Pamekasan adalah sebanyak 0-0,5cc. Produksi ASI pada ibu menyusui hari ke 2-3 sebelum dan sesudah mengkonsumsi daun katuk di Wilayah Kerja Puskesmas Kowel Pamekasan adalah sebelum mengkonsumsi sebanyak 0-0,5 cc dan setelah mengkonsumsi sebanyakI >1 cc Terjadi peningkatan produksi ASI pada ibu menyusui yang mengkonsumsi daun katuk dibandingkan yang tidak mengkonsumsi daun katuk Saran Bagi peneliti diharapkan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai daun katuk yang dapat mempengaruhi produksi ASI pada ibu menyusui dengan sampel yang lebih besar sehingga mencapai hasil penelitian yang lebih sempurna. Bagi ibu menyusui untuk mengkonsumsi daun katuk agar Produksi ASInya meningkat dan menghindari hal-hal yang dapat meningkatkan rendahnya cakupan produksi ASI. Bagi profesi dapat meningkatkan mutu pelayanan kebidanan khususnya bagi ibu menyusui agar memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya. Bagi tenaga kesehatan khususnya bidan untuk tidak terpengaruh oleh promosi susu formula agar dapat memberikan contoh yang baik bagi ibu menyusui. DAFTAR PUSTAKA Admin, (2007), Daun Katuk Gampang Ditanam, Banyak Manfaatnya. Bersumber dari; Managed By Langit-langit.com-Supported By Indonesia 8.3 Dan Indoglobal.Com, (di akses tanggal 29 Nopember 2008) Arikunto, Suharsimi, (2006), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta; Rineka Cipta Azis, Sriana, (2006), Studi Manfaat Daun Katuk (Sauropus Adrogynus). Bersumber dari; http;//www.kalbefarma.com/calendar, (diakses tanggal 29 Nopember 2008) Cholil, Abdullah, (2003), Buku Panduan manajemen Masalah Bayi Baru Lahir Untuk Dokter, Bidan DI Rumah Sakit Rujukan Dasa . Jakarta; IDAI 69 Departemen Kesehatan RI, (2006), Buku Kader Posyandu Dalam Usaha perbaikan Gizi Keluarga. Jakarta ; Departemen Kesehatan RI Ganie, Suryatini, (2003), Upaboga Di Indonesia. Jakarta; PT Grafika Multiwarna Ghozali, Imam, (2008), Desain Penelitian Eksperimental. Semarang;Universitas Diponegoro Google, (2006), Katuk Melancarkan Air Susu Ibu. Bersumber dari; http://www.jamuborobudur.com/jb/gb/mnem onic/HitmPutih Prd Knwldg Katuk.pdf, (diakses tanggal 29 Nopember 2008) Google, (2008), Kesadaran ASI Eksklusif Rendah. Bersumber dari: http://www.depkes.go.id/index.php, (diakses tanggal 8 Nopember 2008) Google, (2008), PelancarASI Tidak Hanya Daun Katuk. Bersumber dari: http://www.kapanlagi.com/h/html, (diakses tangal 8 Nopember 2008) Google, (2008), Masyarakat Peduli ASI. Bersumber dari: http://www.smallcrab.com/kesehatan/25healthy, (diakses tangal 8 Nopember 2008) Hegar, Badrul, (2008), Bedah ASI. Jakarta; Balai Penerbitan FKUI Hubertin, Sri Purwanti, (2004), Konsep Pemberian ASI Eksklusif. Jakarta; ECG Hidayat, A. Aziz alimul, (2007), Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisa Data. Jakarta; Salemba Medika Kelly, Paula, (2002), Bayi Anda Tahun Pertama. Jakarta; ARCAN Ladewig, Patricia, (2006), Asuhan Ibu Dan Bayi Baru Lahir. Jakarta; PT Rineka Cipta Media Indonesia.Com, (2008), Pemberian ASI Eksklusif Di Tanah Air. Bersumber dari: http://www.indonesia.go.id/id/index.php, (diakses tanggal 8 Nopember 2008) Nirmala, (2008), Pelancar ASI Tidak Hanya Katuk. Bersumber dari: http://www.smallcrab.com/kesehatan, (diakses tanggal 8 Nopember 2008) Notoatmodjo, Soekidjo, (2002), Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta; PT Rineka Cipta Prawirohardjo, Sarwono, (2005), Ilmu Kebidanan . Jakarta; YBPSP Putri, Mahanani, (2007), Kampanye ASI. Bersumber dari; [email protected] copyright www.pitoyo.com, (diakses tanggal 7 Desember 2008) Roesli, Utami, (2000), Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta; Trubus Agri Widya Roesli, Utami, (2008), Inisiasi Menyusui Dini Plus ASI Eksklusif. Jakarta; Pustaka Bunda Sadjimin, Tonny, (2004), Effectiveness Of The Sauropus androgynus (L) Merr Leaf Extract IN increasing Mother` Brest Milk Production. Bersumber dari; http;//www litbang.depkes.go.id/media/data/effectivene ss.pdf., (diakses tanggal 29 Nopember 2008) 70 Simkin, Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 63 - 70 Penny, (2008), Panduan Lengkap Kehamilan, Melahirkan Dan Bayi. Jakarta; ARCAN Soetjiningsih, (1997), ASI Petunjuk Untuk tenaga Kesehatan. Jakarta;ECG Suririnah, (2008), Keuntungan ASI. Bersumber dari: http://ww.infoibu.com/mod.php, (diakses tanggal 8 Nopember 2008) Studi Komparasi Proses Involusi Pada Ibu Post Partum Yang Tidak Melakukan Dan Yang Melakukan Mobilisasi Dini (Nisfil Mufidah) PENELITIAN ILMIAH Studi Komparasi Proses Involusi (Pengeluaran Lochea) Pada Ibu Post Partum Yang Tidak Melakukan Mobilisasi Dini Dan Yang Melakukan Mobilisasi Dini Di Desa Blumbungan Wliayah Kerja Puskesmas Larangan Kabupaten Pamekasan Comparison Study Of Involution Process (Lochea Production) Between Post Partum Mothers Who Do Not Do Early Mobilization And Post Partum Mothers Who Do Early Mobilization In Blumbungan Village Work Area Of Larangan Public Health Center Pamekasan City NISFIL MUFIDAH *) *) Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Ngudia Husada Madura 71 ABSTRACT In the post partum mother involution process is marked by the production of lochea. In order to know that the production of lochea smooth and normal, the production of lochea is devided based on the time and color, such as: lochea rubra (2 days after giving birth, the color is red), lochea sanguinolenta (3-7 days after giving birth, the color is red yellow), lochea serosa (7-14 days after giving birth, the color is yellow) and lochea alba (2 weeks after giving birth, the color is white). A thing that can influence lochea production is early mobilization. The purpose of this research is to know the difference of lochea production between post partum mothers who do not do early mobilization and post partum mothers who do early mobilization. This research is a descriptive research with prospective or longitudinal research design. The independent variable is not doing early mobilization and doing early mobilization. The dependent variable is lochea production. The population in this research is 28 post partum mothers in Blumbungan village in the work area of Larangan Public Health Center in Pamekasan city which is divided into two groups those are controlled group and conducted group. Data is collected by observing post partum mothers. Then the data is analyzed using t-test 2 free samples with significant level α=0.05. The result of the research is found that the total average lochea rubra production, sanguinolenta and serosa from post partum mothers who do not do early mobilization 18 days, meanwhile who do early mobilization 12 days. The result of t-test 2 free sample is found count probability < α (0,000 < 0,005). It can be concluded that involution process (lochea production) on the post partum mothers who do early mobilization is much faster than post partum mothers who do not do early mobilization. So that it is ordered to the post partum mothers to do early mobilization. Key words: Uteri Involution (lochea production), early mobilization, Post Partum Correcpondence : Nisfil Mufidah, Jl. R.E. Martadinata, Bangkalan, Indonesia PENDAHULUAN Masa nifas (puerperium) dimulai dari placenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Prawirorahardjo, 2002:N23). Pada setiap wanita pasca persalinan mengalami proses involusi. Involusi yang terjadi pada masa nifas antara lain: involusi uterus (proses kembalinya uterus pada keadaan sebelum hamil), involusi tempat placenta (proses penyembuhan luka bekas placenta), perubahan ligamen (ligamen-ligamen dan diafragma pelvis berangsur-angsur menciut kembali seperti sediakala), perubahan serviks (perubahan bentuk serviks yang akan mengaga seperti corong), lochea (eksresi cairan rahim selama masa nifas) (Varney’s, 2008). Involusi uterus membuat lapisan luar desidua yang mengelilingi situs placenta akan menjadi necrotic (layu atau mati). Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan. Campuran antara darah dan desidua tersebut dinamakan lochea, yang biasanya berwarna merah muda atau putih pucat. Lochea mempunyai reaksi basa atau alkis yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lochea mempunyai bau yang amis (anyir) meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lochea mengalami perubahan karena proses involusi (Erlina, 2008). Untuk mengetahui pengeluaran lancar dan normal, perlu diketahui bahwa pengeluaran lochea dapat dibagi berdasarkan waktu dan warna diantaranya: lochea rubra (waktu 2 hari pasca persalinan, berwarna merah segar), lochea sanguinolenta (waktu 3-7 hari pasca persalinan, berwarna merah kuning), lochea serosa (7-14 hari pasca persalinan, berwarna kuning) dan lochea alba (waktu 2 minggu, berwarna putih) (Mochtar, 1998:116). Berdasarkan data yang diperoleh di Polindes Blumbungan wilayah kerja Puskesmas Larangan, pada bulan Januari sampai Desember 2008 terdapat 210 ibu post partum, dimana dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan bidan Blumbungan dari 210 ibu post partum terdapat 119 (56%) ibu post partum yang mengalami keterlambatan pengeluaran lochea yaitu lochea rubra (terjadi 1-5 hari post partum), lochea sanguinolenta (terjadi 5-9 hari post partum), lochea serosa (terjadi 9-16 hari post partum), lochea alba (lebih dari 16 hari post partum) sedangkan sisanya 72 Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 71 - 77 91 (44%) ibu post partum mengalami pengeluaran lochea secara normal. Dari data yang diperoleh tersebut juga dikatakan bahwa ada beberapa ibu-ibu yang melakukan mobilisasi maupun yang tidak mobilisasi. Pengeluaran lochea bisa lebih cepat dari 40 hari dan lebih lama dari 40 hari. Keterlambatan pengeluaran lochea terjadi karena rendahnya proses involusi yang menyebabkan kontaksi rahim lemah, sedangkan kontraksi rahim lemah karena adanya benda asing dalam rahim, depresi masa nifas (Kurniasih, 2008), tidak menyusui (Prawirohardjo, 2002:130), tidak mobilisasi dini (Manuaba, 1998:193), umur (Notoatmodjo, 2003:15), pendidikan (Notoatmodjo, 2003:15), paritas (Notoatmodjo, 2003:19), penggunaan obat (Hendry, 2009), dan pengaruh gisi (Fri, 2001). Sedangkan dampak yang akan terjadi jika mengalami keterlambatan pengeluaran lochea yaitu terjadi infeksi perpuralis (Sungkar, 2005) dan terjadinya anemia (Taufik, 2008). Ada beberapa cara supaya pengeluaran produksi lochea lancar dan normal antar lain: mobilisasi dini (Manuaba, 1998:193), menyusui (Fri, 2001), menjaga kebersihan alat genetalia (Rambey, 2008). Tapi di sini peneliti akan membahas perbedaan pengeluaran lochea pada ibu post partum yang tidak melakukan mobilisasi dini dan yang melakukan mobilisasi dini. Mobilisasi dini merupakan suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis (Roper, 1996). Menurut (Uswatun, 2006) manfaat mobilisasi dini pada ibu post partum yaitu dapat memperlancar sirkulasi darah, membantu proses pemulihan, mencegah terjadinya infeksi yang timbul karena gangguan pembuluh darah balik serta menjaga perdarahan lebih lanjut. Maka dari itu perawatan puerperium lebih aktif dengan dianjurkan untuk melakukan mobilisasi dini (early mobilization) karena mempunyai keuntungan memperlancar pengeluaran lochea (Manuaba, 1998:193). Adapun tahapantahapan mobilisasi dini selama 2 jam post partum yaitu memutar pergelangan tangan, kaki, menekuknekuk dan menggeser kedua kaki kemudian miring kanan miring kiri, belajar duduk dan dilanjutkan dengan belajar berjalan (Kasdu, 2003). Sedangkan menurut (Kasdu, 2003) dampak yang ditimbulkan jika ibu post partum tidak melakukan mobilisasi dini yaitu: peningkatan suhu tubuh, perdarahan abnormal, involusi uterus yang tidak baik. Untuk mencegah hal tersebut, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melakukan mobilisasi dini pada ibu post partum karena akan meningkatkan nada oto-otot, meningkatkan aliran darah melalui jaringan tubuhnya dan mempercepat pengeluaran lochea (Jones, 2005:267). Melihat pentingnya dilakukan mobilisasi dini pada ibu post partum terhadap pengeluaran lochea, maka perlu dilakukan penelitian tentang studi komparasi pengeluaran lochea pada ibu post partum yang tidak melakukan mobilisasi dini dan yang melakukan mobilisasi dini di Desa Blumbungan Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk menganalisa perbedaan pengeluaran lochea pada ibu post partum yang tidak melakukan mobilisasi dan yang melakukan mobilisasi dini di Desa Blumbungan wilayah kerja Puskesmas Larangan tahun 2009. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Dasar Post Partum Post partum adalah sesudah melahirkan (Denise, 2003:370). Post partum dikenal juga dengan masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran placenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Sarwono, 2002:122). Dalam masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun eksterna akan berangsurangsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat-alat genetal ini dalam keseluruhannya disebut involusi (Prawiroharjo, 2005:237). Menurut (Straigt, 2001) manfaat perawatan post partum antara lain meningkatkan involusi uterus normal dan mengembalikan pada keadaan sebelum hamil, mencegah atau meminimalkan komplikasi post partum, meningkatkan kenyamanan dan penyembuhan pelvis perianal dan jaringan perianal, membantu perbaikan fungsi tubuh yang normal, meningkatkan pemahaman perubahan fisiologis dan psiologi, memfalitasi perawatan bayi kedalam unit keluarga, dan mensupport keterampilan orang tua dan attacment ibu dan bayi. Konsep Dasar Involusi Involusi adalah proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan. Proses ini dimulai dari setelah placenta lahir pada proses ini terjadi proses autolisis yaitu proses perusakan secara langsung terhadap jaringan hipertropi (pembesaran sel yang ada) selama hamil. Involusi yang terjadi pada masa nifas antara lain: involusi uterus (proses kembalinya uterus pada keadaan sebelum hamil), involusi tempat placenta (proses penyembuhan luka bekas placenta), perubahan ligamen (ligamen-ligamen dan diafragma pelvis berangsur-angsur menciut kembali seperti sediakala), perubahan serviks (perubahan bentuk serviks yang akan mengaga seperti corong), lochea (eksresi cairan rahim selama masa nifas) (Varney’s, 2008). Dengan adanya involusi uterus, maka lapisan luar dari decidua yang mengelilingi situs placenta akan menjadi necrotik. Decidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan. Campuran antara darah dan decidua tersebut dinamakan lochea, yang biasanya berwarna merah muda atau putih pucat. Lochea disekresikan dengan jumlah banyak pada awal jam post partum yang selanjutnya akan berkurang (Varney’s, 2008). Lochea adalah sekret dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas (Setiowulan, 2001:318). Lochea mempunyai suatu karakteristik bau yang tidak sama dengan sekret menstrual (Varney’s, 2008). Macam-macam lochea antara lain 1) lochea rubra dengan ciri-ciri waktu pengeluaran 1 – 3 hari, warna merah kehitaman, dan terdiri dari sel desidua, verniks caseosa, rambut lanugo, sisa mekonium dan sisa darah; 2) lochea sanguinolenta dengan ciri-ciri Studi Komparasi Proses Involusi Pada Ibu Post Partum Yang Tidak Melakukan Dan Yang Melakukan Mobilisasi Dini (Nisfil Mufidah) waktu pengeluaran 3 – 7 hari, warna putih bercampur merah, dan sisa darah bercampur lendir; 3) lochea serosa dengan ciri-ciri waktu pengeluaran 7 – 14 hari, warna kekuningan atau kecoklatan, dan lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi plasenta; dan 4) lochea alba dengan ciri-ciri waktu pengeluaran diatas 14 hari, warna putih, dan mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan serabut jaringan yang mati (Erlina, 2008) Konsep Dasar Mobilisasi Dini Mobilisasi dini merupakan suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis. Konsep mobilisasi berasal dari yang merupakan pengembalian secara berangsur-angsur ke tahap mobilisasi sebelumnya untuk mencegah komplikasi (Roper, 1996). Menurut Manuaba, manfaat mobilisasi dini bagi post partum antara lain : 1) memperlancar pengeluaran lochea dan mengurangi infeksi puerperium; 2) mempercepat involusi alat kandungan; 3) memperlancar fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan; dan 4) meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran metabolisme. Sedangkan menurut Mochtar (1995) kerugian apabila tidak melakukan mobilisasi dini bagi ibu post partum antara lain : peningkatan suhu tubuh, perdarahan yang tidak normal, dan involusi uterus yang tidak baik. Tahap-tahap melakukan mobilisasi dini pada ibu post partum antara lain : 1) setelah bersalin, pada 2 jam post partum harus tirah baring dulu; 2) Setelah itu dianjurkan itu post partum untuk dapat mulai belajar untuk duduk; dan 3) Setelah ibu post partum dapat duduk, dianjurkan ibu belajar berjalan (Kasdu, 2003). Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan pada ibu post partum dalam melaksanakan mobilisasi dini antara lain : mobilisasi jangan dilakukan terlalu cepat sebab bisa menyebabkan ibu terjatuh, yakinkan ibu bisa melakukan gerakan-gerakan diatas secara bertahap, dan kondisi tubuh akan cepat pulih jika ibu melakukan mobilisasi dengan benar dan tepat, serta jangan melakukan mobilisasi secara berlebihan karena bisa membebani jantung (Sungkar, 2005). Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Pengeluaran Lochea Mobilisasi dini adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologi (Roper, 1996). Umumnya jumlah lochea lebih sedikit bila ibu post partum berada dalam posisi berbaring dari pada berdiri (Varney’s, 2008). Dengan melakukan mobilisasi dini pada ibu post partum maka akan meningkatkan nada oto-otot, meningkatkan aliran darah melalui jaringan tubuhnya dan mempercepat pengeluaran lochea (Jones, 2005:267). Maka dari itu perawatan puerperium lebih aktif dengan dianjurkan untuk melakukan mobilisasi dini (early mobilization) karena mempunyai keuntungan memperlancar pengeluaran lochea (Manuaba, 1998:193). 73 METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan prospektif atau longitudinal. Variabel dalam penelitian ini meliputi variabel dependen dan independen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah tidak mobilisasi dini dan mobilisasi dini. Sedangkan variabel dependennya adalah pengeluaran lochea. Pada penelitian ini populasinya adalah ibu hamil yang tafsiran HPL 23 Maret sampai 25 April 2009 di Desa Blumbungan Wilayah Kerja Puskesmas Larangan Kabupaten Pamekasan, , yaitu sebanyak 28 responden. Dari jumlah tersebut sekaligus sebagai subyek penelitian, sehingga dari penelitian ini tidak menentukan sampel, besar sampel dan teknik sampling. Kritria inklusi dalam penelitian ini antara lain ibu yang melahirkan secara normal pervaginam, dan ibu post partum yang bersedia menjadi responden. Sedangkan kriteria ekslusi dalam penelitian ini antara lain ibu tidak menyusui, ibu dalam keadaan sakit, dan ibu post partum yang mempunyai riwayat penyakit koagulasi darah. Data dikumpulkan dengan cara observasi, maksudnya setelah peneliti memberikan perlakuan (mobilisasi), maka peneliti mengobservasi pengeluaran lochea pada obyek penelitian sesuai dengan jumlah hari dari hari pertama pengeluaran lochea rubra sampai hari terakhir lochea serosa. Data yang telah terkumpul kemudian di analisis dengan menggunakan uji t 2 sampel bebas untuk mengetahui perbedaan total (∑ hari) proses involusi (pengeluaran lochea) antara yang tidak melakukan mobilisasi dini dan yang melakukan mobilisasi dini dengan menggunakan taraf signifikasinya 5% (0,05). Penelitian ini dilakukan di Desa Blumbungan wilayah kerja Puskesmas Larangan Kabupaten Pamekasan selama satu bulan dari tanggal 23 Maret sampai 25 April 2009. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Blumbungan wilayah kerja Puskesmas Larangan Kabupaten Pamekasan. Luas wilayah Desa Blumbungan 1.135.450 ha dengan jumlah penduduk sebanyak 8.547 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 4.224 jiwa dan perempuan 4.323 jiwa. Karakteristik Responden Karaktersitik responden meliputi umur, tingkat pendidikan, dan paritas. Setelah dilakukan analisa data didapatkan bahwaberdasarkan umur, responden yang tidak melakukan mobilisasi dini (kelompok kontrol) mayoritas berusia 30-33 tahun, yaitu sebesar 35,70%. Sedangkan responden yang melakukan mobilisasi dini (kelompok perlakuan) mayoritas berusia 22-25 tahun dan 26-29 tahun, yaitu sebesar 35,70%. Berdasarkan tingkat pendidikan didapatkan bahwa responden yang tidak mobilisasi dini (kelompok kontrol) mayoritas berpendidikan SD dan SMA, yaitu sebesar 28,60%. Sedangkan responden yang melakukan mobilisasi dini (kelompok Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 71 - 77 74 perlakuan) mayoritas berpendidikan SMA, yaitu sebesar 28,60%. Sedangkan berdasarkan paritas didapatkan bahwa responden yang tidak ,melakukan mobilisasi dini (kelompok kontrol) mayoritas mempunyai paritas 1 dan paritas 2 yaitu sebesar 35,70%, dan responden yang melakukan mobilisasi dini (kelompok perlakuan) mayoritas mempunyai paritas 2 yaitu sebesar 42,90%. Produksi Lochea Pada Ibu Post Partum Pengeluaran lochea meliputi pengeluaran lochea rubra, pengeluaran lochea sanguinolenta, dan pengeluaran lochea serosa. Hasil penelitian tentang produksi lochea pada ibu post partum didapatkan bahwa untuk responden yang tidak melakukan mobilisasi dini (kelompok kontrol) menurut pengeluaran lochea dari rubra, sanguinolenta dan serosa paling lama 20 hari sebanyak 4 orang, sedangkan menurut pengeluaran lochea dari rubra, sanguinolenta dan serosa paling cepat 17 hari sebanyak 4 orang. Sedangkan untuk responden yang melakukan mobilisasi dini (kelompok perlakuan) menurut pengeluaran lochea dari rubra, sanguinolenta dan serosa paling lama 14 hari sebanyak 2 orang, sedangkan menurut pengeluaran lochea dari rubra, sanguinolenta dan serosa paling cepat 11 hari sebanyak 3 orang. Pengeluaran lochea rubra untuk responden yang tidak melakukan mobilisasi dini dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan lama pengeluaran lochea rubra pada ibu post partum yang tidak melakukan mobilisasi dini di Desa Blumbungan wilayah kerja Puskesmas Larangan Kabupaten Pamekasan Tahun 2009 Lama Pengeluaran Frekuensi Lochea Rubra 3 hari 2 4 hari 6 5 hari 6 Total 14 Sumber: Perolehan data dari lapangan Persentase (%) 14,2 42,9 42,9 100 Dari tabel di atas didapatkan bahwa pengeluaran lochea rubra responden yang tidak melakukan mobilisasi dini paling lama 5 hari sebesar 42,9%, sedangkan pengeluaran lochea rubra paling cepat 3 hari sebesar 14,2%. Pengeluaran lochea rubra untuk responden yang melakukan mobilisasi dini dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan lama pengeluaran lochea rubra pada ibu post partum yang melakukan mobilisasi dini di Desa Blumbungan wilayah kerja Puskesmas Larangan Kabupaten Pamekasan Tahun 2009 Lama Pengeluaran Frekuensi Lochea Rubra 2 hari 4 3 hari 10 Total 14 Sumber: Perolehan data dari lapangan Persentase (%) 28,6 71,4 100 Dari tabel 2 di atas dapat dipelajari bahwa pengeluaran lochea rubra responden yang melakukan mobilisasi dini paling lama 3 hari sebesar 71,4%, dan paling cepat 2 hari sebesar 28,6%. Dilihat dari pengeluaran lochea sanguinolenta untuk responden yang tidak melakukan mobilisasi dini didapatkan hasil seperti pada tabel berikut : Tabel 3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan lama pengeluaran lochea sanguinolenta pada ibu post partum yang tidak melakukan mobilisasi dini di Desa Blumbungan wilayah kerja puskesmas Larangan Kabupaten Pamekasan Tahun 2009 Lama Pengeluaran Frekuensi lochea Sanguinolenta 5 hari 4 6 hari 6 7 hari 4 Total 14 Sumber: Perolehan data dari lapangan Persentase (%) 28,6 42,8 28,6 100 Dari tabel di atas dapat dipelajari bahwa pengeluaran lochea sanguinolenta responden yang tidak melakukan mobilisasi dini paling lama 7 hari sebesar 28,6% dan paling cepat 5 hari sebesar 28,6%. Hasil penelitian tentang pengeluaran lochea sanguinolenta responden yang melakukan mobilisasi dini adalah sebagai berikut : Tabel 4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan lama pengeluaran lochea sanguinolenta pada ibu post partum yang melakukan mobilisasi dini di Desa Blumbungan wilayah kerja Puskesmas Larangan Kabupaten Pamekasan Tahun 2009 Lama Pengeluaran Frekuensi lochea Sanguinolenta 2 hari 1 3 hari 4 4 hari 9 Total 14 Sumber: Perolehan data dari lapangan Persentase (%) 7,2 28,5 64,3 100 Dari tabel di atas dapat dipelajari bahwa pengeluaran lochea songuinolenta untuk responden yang melakukan mobilisasi dini paling lama 4 hari (64,3%) dan paling cepat 2 hari (7,2%). Sedangkan bila dilihat dari pengeluaran lochea serosa, responden yang tidak melakukan mobilisasi dini didapatkan data sebagai berikut : Tabel 5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan lama pengeluaran lochea serosa pada ibu post partum yang tidak melakukan mobilisasi dini di Desa Blumbungan wilayah kerja Puskesmas Larangan Kabupaten Pamekasan Tahun 2009 Lama Pengeluran Frekuensi Lochea Serosa 7 hari 3 8 hari 6 9 hari 2 10 hari 3 Total 14 Sumber: Perolehan data dari lapangan Presentase (%) 21,4 42,8 14,4 21,4 100 Studi Komparasi Proses Involusi Pada Ibu Post Partum Yang Tidak Melakukan Dan Yang Melakukan Mobilisasi Dini (Nisfil Mufidah) Dari tabel 5 di atas dapat dipelajari bahwa pengeluaran lochea serosa untuk responden yang tidak melakukan mobilisasi dini paling lama 10 hari sebesar 21,4% dan paling cepat 7 hari sebesar 21,4%. Pengeluaran lochea serosa untuk responden yang melakukan mobilisasi dini didapatkan data sebagai berikut : Tabel 6 Distribusi frekuensi responden berdasarkan lama pengeluaran lochea serosa pada ibu post partum yang melakukan mobilisasi dini di Desa Blumbungan wilayah kerja Puskesmas Larangan Kabupaten Pamekasan Tahun 2009 Lama Pengeluran Frekuensi Presentase Lochea Serosa (%) 5 hari 2 14,2 6 hari 6 42,9 7 hari 6 42,9 Total 14 100 Sumber: Perolehan data dari lapangan Dari tabel 6 di atas dapat dipelajari bahwa pengeluaran lochea serosa untuk responden yang melakukan mobilisasi dini paling lama 7 hari sebesar 42,9% dan paling cepat 5 hari sebesar 14,2%. Berdasarkan hasil penelitian pengeluaran lochea pada ibu post partum yang tidak melakukan mobilisasi dini (kelompok kontrol) didapatkan bahwa pengeluaran lochea (rubra, sanguinolenta dan serosa) lamanya 17 sampai 20 hari. Dengan spesifikasi masing-masing pengeluaran lochea yaitu lochea rubra 3 sampai 5 hari, lochea sanguinolenta 5 sampai 7 hari dan lochea serosa 7 sampai 10 hari. Secara teori pengeluaran lochea (rubra, sanguinolenta, serosa) lamanya 14 hari dengan spesifikasi lochea rubra 2 hari, lochea sanguinolenta 5 hari sedangkan lochea serosa 7 hari. Pengeluaran lochea pada ibu post partum yang tidak melakukan mobilisasi dini pada pada umumnya pengeluaran locheanya melebihi batas normal (Sungkar, 2005). Karena dengan tidak melakukan mobilisasi dini pada ibu post partum maka akan terjadi penurunan nada oto-otot, menurunkan aliran darah melalui jaringan tubuhnya dan memperlambat pengeluaran lochea (Jones, 2005:267). Sehingga sangat jelas mobilisasi dini pada ibu post partum dapat mempengaruhi pengeluaran lochea, karena tanpa mobilisasi dini salah satu sistem tubuh pada ibu post partum kurang berfungsi baik yaitu khususnya pada sistem 75 tubuh otot yang menyebabkan sistem aliaran darah melalui jaringan tubuh menurun sehingga memperlambat pengeluaran lochea pada ibu post partum. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian pengeluaran lochea pada ibu post partum yang melakukan mobilisasi dini (kelompok perlakuan) didapatkan bahwa pengeluaran lochea (rubra, sanguinolenta, serosa) lamanya 11 sampai 14 hari. Dengan spesifikasi masing-masing pengeluaran lochea yaitu lochea rubra 2 sampai 3 hari, lochea sanguinolenta 2 sampai 4 hari dan lochea serosa 5 sampai 7 hari. Secara teori pengeluaran lochea (rubra, sanguinolenta, serosa) lamanya 14 hari dengan spesifikasi masing-masing poengeluaran lochea yaitu lochea rubra 2 hari, lochea sanguinolenta 5 hari sedangkan lochea serosa 7 hari. Menurut Varney’s umumnya jumlah lochea lebih sedikit bila ibu post partum berada dalam posisi berbaring dari pada berdiri jadi mobilisasi dini disini sangat berpengaruh pada pengeluaran lochea. Karena dengan melakukan mobilisasi dini pada ibu post partum akan meningkatkan nada oto-otot, meningkatkan aliran darah melalui jaringan tubuhnya dan mempercepat pengeluaran lochea (Jones, 2005:267). Maka sangat jelas mobilisasi dini pada ibu post partum dapat mempercepat pengeluaran lochea karena dengan melakukan mobilisasi dini pada ibu post partum akan mempengaruhi salah satu sistem tubuh pada otot sehingga otot dapat berfungsi dengan semestinya yang menyebabkan sistem aliaran darah melalui jaringan tubuh meningkat dan dapat mempercepat pengeluaran lochea pada ibu post partum. Perbandingan Pengeluaran Lochea Pada Ibu Post Partum Yang Tidak Melakukan Mobilisasi Dini dengan Yang Melakukan Mobilisasi Dini Pada analisis untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan antara total (∑ hari) pengeluaran lochea pada ibu post partum yang tidak melakukan mobilisasi dini dan yang melakukan mobilisasi dini digunakan tabulasi silang (Cross Tabulations) terhadap masing-masing variabel tersebut. Hasil tabulasi silang total (∑ hari) pengeluaran lochea ibu post partum yang tidak melakukan mobilisasi dini dengan yang melakukan mobilisasi dini dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 7 Tabulasi Silang Total jumlah hari Pengeluaran Lochea Pada Ibu Post Partum Yang Tidak Melakukan Mobilisasi Dini Dan Yang Melakukan Mobilisasi Dini Di Desa Blumbungan Wilayah Kerja Puskesmas Larangan Tahun 2009 Total (∑ hari) Ibu Post Partum Pengeluaran Lochea Tidak Melakukan Mobilisasi Dini Melakukan Mobilisasi Dini n % n % 11 - 12 hari 0 0 7 50 13 - 14 hari 0 0 7 50 15 - 16 hari 0 0 0 0 17 - 18 hari 5 35,8 0 0 19 - 20 hari 9 64,2 0 0 Total 14 100 14 100 Uji statistik t 2 sampel bebas α = 0,05 dan Signifikansi (p) = 0,000 Sumber: Perolehan data dari lapangan 76 Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 71 - 77 Dari tabel 7 diatas bedasarkan uji statistik t 2 sampel bebas didapatkan bahwa hasil signifikasinya lebih kecil dari derajat kesalahan yang ditetapkan peneliti yaitu signifikasinya 5% (0,05). Hasil perhitungan uji t 2 sampel bebas 0,000 < 0,05 yang berarti bahwa ada perbedaan total (∑ hari) pengeluaran lochea antara ibu post partum yang tidak melakukan mobilisasi dini dengan yang melakukan mobilisasi dini. Selisih perbedaan ratarata total (∑ hari) pengeluaran lochea antara ibu post partum tidak melakukan mobilisasi dini dengan yang melakukan mobilisasi dini dengan yang melakukan mobilisasi dini adalah 6 hari, sehingga dapat disimpulkan pengeluaran lochea pada ibu post partum yang melakukan mobilisasi dini jauh lebih cepat dari pada tidak melakukan mobilisasi dini. Secara teori menurut Varney’s umumnya jumlah lochea lebih sedikit bila ibu post partum berada dalam posisi berbaring dari pada berdiri sehingga mobilisasi dini sangat berpengaruh pada pengeluaran lochea. Karena dengan ibu post partum melakukan mobilisasi dini akan meningkatkan nada otot-otot, meningkatkan aliran darah melalui jaringan tubuh dan mempercepat pengeluaran lochea. Jika ditinjau dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengeluaran produksi lochea (rubra, sanguinolenta dan serosa) pada ibu post partum yang melakukan mobilisasi dini jauh lebih cepat dari pada ibu post partum yang tidak melakukan mobilisasi dini. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pengeluaran lochea (rubra, sanguinolenta, serosa) ibu post partum yang tidak melakukan mobilisasi dini di Desa Blumbungan wilayah kerja Puskesmas Larangan Kabupaten Pamekasan berkisar antara 17 sampai 20 hari. Pengeluaran lochea (rubra, sanguinolenta, serosa) ibu post partum yang melakukan mobilisasi dini di Desa Blumbungan wilayah kerja Puskesmas Larangan Kabupaten Pamekasan berkisar antara 11 sampai 14 hari. Ada perbedaan proses involusi (pengeluaran lochea) pada ibu post partum yang tidak melakukan mobilisasi dini dengan yang melakukan mobilisasi dini yaitu pengeluaran lochea pada ibu post partum yang melakukan mobilisasi dini jauh lebih cepat dari pada tidak melakukan mobilisasi dini. Saran Untuk ibu post partum hendaknya melakukan mobilisasi dini untuk mempercepat pengeluaran lochea dan menghindari keterlambatan pengeluaran lochea. Bidan sebagai motivator dalam melakukan asuhan kebidanan harus meningkatkan perannya dalam memberikan penyuluhan tentang pentingnya mobilisasi dini sehingga pengeluaran lochea lancar. DAFTAR PUSTAKA Danuatmaja, Bonny. 2003. 40 Hari Persalinan. Jakarta : Puspa swara. Pasca Erlina. 2008. Perubahan Masa Nifas. http://kuliahbidan.wordpress.com./. (Diakses 20 Januari 2009). Farrer, Hellen. 1999. Perawatan Maternitas. Jakarta : EGC. Fri. 2001. Cairan Nifas. http://crybermman.cbn.id/. (Diakses 21 Januari 2009). Hendry. 2007. Fisiologi Kardio Vaskular ibu. http://mangkutak.wordpres.com/. (Diakses 29 Januari 2009). Kasdu. 2006. Hubungan Antara Karakteristik Demografi Dengan Mobilisasi. http://www.addtoany.com/. (Diakses 03 Januari 2009). Kurniasih, Dedeh. 2008. Seputar Nifas. http://www.tabloid-nakita.com/. (Diakses 21 Januari 2009). Liewellyn, Derek. 2005. Setiap Wanita : Delaprasa Publishing. Manuaba, Ida, Bagus, Gde, Prof, dr. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan Dan keluarga Berencana. Jakarta : EGC. Masjuer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : FKUI. Mochtar, Rustam, Prof, Dr. 1999. Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta : EGC. Mochtar. 2008. Perawatan Pada Ibu Post Partum. http://www.addtuany.com/. (Diakses 03 Januari 2009 ). Notoadmodjo, Soekidjo, Dr. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan Jakarta: Renika Cipta. Nursalam. 2003. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Rambey, Reino, dr. 2008. Tetap Sehat Pasca Bersalin. http://TetapSehatPascaBersalin<<Momo Nursing Wear.htm/. (Diakses 28 Januari 2009). Reiss,Uzzi. 2008. Menjadi Ibu Pasca Persalinan. Jogjakarta. Roper. 2008. Perawatan Pada Ibu Post. http:www,addtuany.com/. (Diakses 03 Januari 2009). Saifuddin, Abdul, Bahari, Prof, dr. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : YBS. SP. Sarwono, Prawiroharjo. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSW. Soelaiman. 2008. Perawatan Masa Nifas. http://www.addtually.com/. (Diakses 03 Januari 2009). Straight. 2001. Kondas Post Partum. http.healthreference-Ilham.blogsot com. (Diakses 28 Januari 2009). Sugiyono, prof, Dr. 2007. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : IKAPI. Sungkar , Ali, dr. 2007. Fisiologi Kardio Vaskular. http://mail-archive.com/. (Diakses 29 Januari 2009). Taufik, Muhamad, dr. 2008. Tiga Proses Penting Dimasa Nifas. http:www.tabloidnakita.com/. (Diakses 21 Januari 2009). Tiran, Denise. 2006. Kamus saku Bidan. Jakarta : EGC. Studi Komparasi Proses Involusi Pada Ibu Post Partum Yang Tidak Melakukan Dan Yang Melakukan Mobilisasi Dini (Nisfil Mufidah) Uswatun, Arina. 2008. Perawatan Pada Ibu Post http://www.addtoany.com/. Partum. (Diakses 03 Januari 2009). 77 Varney’s. 2008. Bidan Teladan. http://Sekolahbidan.wordpress.com/. (Diakses 21 Januari 2009). 78 Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 78 - 84 PENELITIAN ILMIAH Pengaruh Inisiasi Menyusui Dini (IMD) ABSTRACT Terhadap Kelancaran ASI Pada Ibu Early Giving suck Initiation (IMD) which is done by mother who has just born her baby helps the baby in getting his/her first breastfeeding (ASI) and can improve breastfeeding (ASI) production and can also build love relationship between mother and the baby. The purpose of this research is to know the influence of early giving suck initiation (IMD) to the smoothness of breastfeeding (ASI) on the post partum mothers Primipara in the work area of Public Health Center of Bangkalan City. This research is survey analytical research with cohort research design. The independent variable of this research is the influences of early giving suck initiation, and the dependent variable is breastfeeding (ASI) smoothness. The sample is 18 post partum mothers primipara who give mother’s milk for babies 1-3 weeks age. The instruments used in the data collection are observation and questionnaire. The result of the research by using Fisher’s Exact Test is found that the probability count α > p (0,001 > 0,05) that means there is influence between early giving suck initiation to the smoothness of mother’s milk (ASI)on the post partum mothers primipara. Based on the result of the research the involvement of medical workers is suggested to improve the training to primipara mothers in conducting early giving suck initiation (IMD). Post Partum Primapara Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan The Influence Of Early Giving Suck Initiation (IMD) To The Smoothness Of Breastfeeding (ASI) On The Post Partum Mothers Primipara In The Work Area Of Public Health Center Of Bangkalan city R. Santi Agustini *) *) Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura Key words: Early Giving breastfeeding Smoothness Suck Initiation (IMD), Correcpondence : R. Santi Agustini, Jl. R.E. Martadinata, Bangkalan, Indonesia PENDAHULUAN IMD atau Inisiasi Menyusui Dini yaitu bayi dengan naluri dan upaya sendiri dapat menetek dalam waktu satu jam setelah lahir bersamaan dengan kontak dini kulit di dada ibu, bayi di biarkan setidaknya 60 menit di dada ibu sampai dia menyusu. Bayi yang lahir cukup bulan akan memiliki naluri untuk menyusu pada ibunya di 20-30 menit setelah ia lahir. Memisahkan bayi dari ibunya sebelum hal tersebut dilakukan akan membuat bayi kehilangan kesempatan besar. Bayi akan mengantuk dan kehilangan minatnya untuk menyusu pada ibunya. Akibatnya proses inisiasi menyusui dini mengalami hambatan (Righard and alade 1990; Widsform etal 1990; Wang and wu 1994). Oleh karena itu, pastikan bahwa bayi mendapat kesempatan untuk melakukan inisiasi menyusu dini paling tidak satu jam pertama setelah ia lahir. Hal ini akan menunjang proses lancarnya ASI dikemudian hari (Lisa marasco, Agar ASI lancar dalam masa menyusui diakses tanggal 18 januari 2008). Pada tanggal 30 maret 2006, Dr. Karend Edmond melakukan penelitian terhadap 10.947 bayi di Ghana. Inisiasi dini berhasil menurunkan angka kematian bayi di bawah usia 28 hari. Inisiai menyusui dini pada jam pertama bisa menurunkan Angka Kematian Neonatal sampai 22%, sedang pada 24 jam pertama bisa menurunkan kematian neonatal bisa menurun sampai 16%. Inisiasi dini tidak hanya menyukseskan pemberian ASI eksklusif, tetapi juga menyelamatkan nyawa bayi. Resiko kematian bayi meningkat dengan semakin di tundanya inisiasi menyusu dini. Menyusu pada satu jam pertama menyelamatkan satu juta nyawa bayi. Faktanya dalam satu tahun, empat juta bayi berusia 28 hari meninggal. Jika semua bayi di dunia segera setelah lahir diberi kesempatan menyusu sendiri dengan membiarkan kontak kulit ibu ke kulit bayi setidaknya selama satu jam maka satu juta bayi ini dapat diselamatkan (Roesli, 2008: 7-8). Di Indonesia, praktik inisiasi menyusui segara setelah persalinan dan pemberian ASI masih rendah, tercatat angka kematian neonatal masih sangat tinggi yaitu 35 tiap 1000 kelahiran hidup, artinya dalam satu tahun sekitar 175.000 bayi meninggal sebelum mencapai usia satu tahun. Mengacu pada penelitian itu, maka di perkirakan program inisiasi menyusui dini dapat menyelamatkan sekurangnya 30.000 bayi Indonesia yang meninggal dalam bulan pertama, bayi akan mendapat zat-zat gizi penting dan mereka terlindung dari berbagai penyakit berbahaya pada masa yang paling rentan dalam kehidupannya. Berdasarkan hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003, hanya 4% bayi disusui pada satu jam pertama. Berdasarkan studi pendahaluan tentang pelaksanaan inisiasi menyusui dini yang telah dilakukan peneliti pada saat bulan Januari tahun 2009 dengan cara wawancara singkat dengan 5 bidan yang ada di kecamatan Bangkalan menunjukkan sekitar 8 orang (16%) melakukan Inisiasi Menyusu Dini dan sisanya 42 orang (84%) tidak melakukan Inisiasi Menyusui Dini. Salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya inisiasi menyusui dini di Bangkalan adalah kepercayaan masyarakat yang sangat tidak mendukung adanya pelaksanaan inisiasi menyusui dini. Karena masyarakat beranggapan ASI yang pertama kali keluar berwarna kuning/keruh (kolostrum) harus dibuang karena dianggap basi. Sehingga tidak mendukung adanya progaram inisiasi menyusui dini di wilayah Kota Bangkalan. Pengaruh Inisiasi Menyusui Dini (IMD) Terhadap Kelancaran ASI Pada Ibu Post Partum Primapara (R. Santi Agustini) Rendahnya pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini akibat adanya faktor sosial budaya, kurangnya pengetahuan ibu, fisik ibu, bayi, kepercayaan masyarakat, dan peran petugas kesehatan, serta peran rumah sakit dan pemerintah yang belum sepenuhnya mendukung pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini. Pemberian ASI kepada bayi juga akan menjalin hubungan kedekatan batin antara ibu dan anak. Berikut ini beberapa pendapat yang meghambat terjadinya kontak dini kulit ibu dengan bayinya antara lain: bayi akan kedinginan, setelah melahirkan ibu terlalu lemah untuk segera menyusui bayinya, tenaga kesehatan kurang tersedia, kamar bersalin atau kamar operasi sibuk, ibu harus dijahit, suntikan vitamin K dan tetes mata untuk mencegah penyakit gonore (gonorrhea) harus segera diberikan setelah lahir, bayi harus segera di bersihkan dimandikan ditimbang dan diukur, bayi kurang siaga, kolostrum tidak keluar atau jumlah kolostrum tidak memadai sehingga diperlukan cairan lain, kolostrum tidak baik bahkan berbahaya untuk bayi. Sebenarnya banyak manfaat yang didapatkan bagi ibu sendiri maupun bayi dari inisiai menyusu dini, antara lain: mempertahankan suhu tubuh bayi tetap hangat, menenangkan ibu dan bayi serta meregulasi pernafasan dan detak jantung, mengurangi bayi menangis sehingga mengurangi stress dan tenaga yang dipakai bayi, memungkinkan bayi untuk menemukan sendiri payudara ibu untuk mulai menyusu, meningkatkan hubungan khusus ibu dan anak. Tindakan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) yang dilakukan ibu baru melahirkan membantu bayi memperoleh Air Susu Ibu (ASI) pertamanya dan dapat meningkatkan produksi ASI serta membangun ikatan kasih antara ibu dan bayi. Pemberian ASI kepada bayi juga akan menjalin hubungan kedekatan batin antara ibu dan anak. 30 menit pertama setelah bayi lahir, tanpa di mandikan bayi baru lahir sebaiknya segera diberikan pada ibunya untuk disusui. Reflek isap bayi paling kuat pada 30 menit setelah bayi di lahirkan. Isapan bayi pada ibunya akan merangsang pengeluaran hormon prolaktin (yang merangsang produki ASI) dan hormon oksitosin (yang merangsang reflek pengeluaran ASI). Kerja kedua hormon tersebut akan membuat kolostrum lebih cepat keluar. Cairan ini mengandung zat-zat gizi dan zat kekebalan tubuh (antibody) dalam jumlah yang jauh lebih banyak di bandingkan ASI yang keluar pada hari-hari berikutnya. Dan membuat bayi terlindung dari penyakit infeksi dan memperoleh kekebalan tubuh. Dalam acara puncak peringatan Pekan ASI 2007 di istana negara,ibu negara menghimbau bahwa dipenuhinya hak bayi untuk disusui ibunya dalam satu jam pertama setelah proses kelahiran. Dimana di kota Bangkalan itu sendiri telah melakukan berbagai macam program diantaranya, penyuluhan pada masyarakat Bangkalan tentang Inisiasi Menyusui dini dan cara yang tepat dalam menyusui. Berdasarkan dari latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh inisiasi menyusui terhadap kelancaran ASI pada ibu post partum primipara. Peneliti berharap hasil penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan, serta pemahaman peneliti dalam menyusui dini untuk mengoptimalkan manfaat ASI 79 kepada bayi. Selain itu sebagai dasar peneliti untuk penelitian yang akan datang mengkaji lebih dalam tentang inisiasi menyusui dini atau ASI. TINJAUAN PUSTAKA Konsep dasar Inisiasi Menyusui Dini Inisiasi menyusui dini yaitu adalah bayi dengan naluri dan upaya sendiri dapat menetek dalam waktu satu jam setelah lahir barsamaan dengan kontak dini kulit di dada ibu, bayi dibiarkan setidaknya 60 menit di dada sampai ia menyusu (Lisa marasco, Agar ASI lancar dalam masa menyusui diakses tanggal 10 januari 2009). Manfaat Inisiasi Menyusui Dini bagi ibu antara lain : 1) membantu pengeluaran placenta (sentuhan, emutan, dan jilatan bayi pada puting ibu proses inisiasi menyusu dini) merangsangnya keluar oksitisin yang penting untuk menyebabkan rahim kontraksi sehingga membantu pengeluaran placenta dan mengurangi perdarahan; 2) dapat mengurangi rasa sakit; dan 3) faktor psikologis ibu sangat berpengaruh, perasaan dan pikiran positif akan mendukung pengeluaran ASI yang baik, dan sebaliknya perasaan dan pikiran negatif seperti khawatir, cemas, bingung dan sedih dapat menurunkan produksi ASI. Sedangkan manfaat Inisiasi Menyusui Dini bagi bayi adalah : 1) nutrisi bayi terpenuhi; 2) meningkatkan daya tahan tubuh mengecap dan menjilati permukaan kulit ibu sebelum mulai menghisap puting adalah cara alami bayi mengumpulkan bakteri-bakteri baik yang ia perlukan untuk membangun sistem kekebalan tubuh seperti imunisasi; dan 3) merangsang hormon lainnya, bayi jadi lebih tenang, nyaman. Jika dilakukan kontak kulit antara ibu dan bayi maka hormon stres akan kembali sehingga bayi menjadi lebih tenang, tidak stres, pernafasan dan detak jantung bayi lebih stabil. Konsep Dasar ASI ASI adalah makanan alamiah untuk bayi yang mengandung nutrisi-nutrisi dasar elemen, dengan jumlah yang sesuai untuk pertumbuhan. ASI adalah sutu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik dari fisik, psikologis, sosial maupun spiritual (Hubertin, 2004). ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi (Roesli, 2000). Manfaat Pemberian ASI Bagi Bayi antara lain : sebagai nutrisi, meningkatkan daya tahan tubuh bayi, meningkatkan kecerdasan, meningkatkan jaringan kasih sayang, sebagai makanan tunggal untuk memeuhi semua kebutuhan pertumbuhan bayi sampai usia 6 bulan, melindungi anak dari serangan alergi, untuk pertumbuhan otak sehingga bayi ASI eksklusif potensial lebih pandai, meningkatkan daya penglihatan dan kepandaian bicara, membantu pembentukan rahang yang bagus, mengurangi resiko terkena penyakit kencing manis dan kanker, mengurangi kemungkinan menderita penyakit jantung, menunjang perkembangan motorik sehingga bayi ASI eksklusif akan lebih bisa cepat jalan, dan menunjang perkembangan kepribadian, Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 78 - 84 80 kecerdasan, emosional, kematangan spiritual dan hubungan sosial yang baik (Roesli, 2000). Sedangkan keuntungan Pemberian ASI untuk ibu, antara lainn : mungurangi perdarahan setelah melahirkan, mengurangi terjadinya anemia, menjarangkan kehamilan, mengecilkan rahim, lebih cepat langsing kembali, mengurangi kemungkinan menderita kanker, lebih ekonomis (murah), tidak merepotkan dan hemat waktu, portable dan praktis, memberikan kepuasan bagi ibu, dan mengurangi risiko keropos tulang (osteoporosis) Konsep Dasar Post Partum Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Sarwono, 2001: 122). Nifas atau puerperium adalah periode waktu atau masa dimana organ-organ reproduksi kembali kepada keadaan tidak hamil (Helen Farrer, 2001: 225). Macam-macam masa nifas antara lain peurperium dini, peurperium intermedial, dan remote puerperium. Perawatan masa nifas meliputi mobilisasi dan gizi atau nutrisi. Ibu menyusui harus mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari; makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral, dan vitamin yang cukup; minum sedikitnya 3 liter air setiap hari; pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari pasca persalinan; dan minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASInya (Prawirohardjo, 2002: 128). Selama ibu menyusui, maka ibu perlu melakukan perawatan payudara. Adapun perawatan payudara adalah sebagai berikut : menjaga payudara tetap bersih dan kering, menggunakan BH yang menyokong payudara, apabila puting susu lecet oleskan kolostrum atau ASI yang keluar pada sekitar puting susu setiap kali selesai menyusui, apabila lecet sangat berat dapat di istirahatkan selama 24 jam, ASI di keluarkan dan diminum dengan menggunakan sendok, dan untuk menghilangkan nyeri dapat minum parasetamol 1 tablet setiap 4-6 jam. (Prawihardjo, 2002: 128) Konsep Dasar Primipara Primipara adalah wanita yang pernah hamil satu kali dan melahirkan anak yang dapat hidup (kamus kedokteran, 2005). Perubahan permanen pada primipara adalah sebagai berikut : Tabel 1 Perubahan permanen pada primipara Payudara Kencang, tidak tampak strie (kecuali bila pernah mengalami obesitas atau penurunan berat badan yang berarti) Puting Merah muda Abdomen Tidak tampak strie (kecuali pada keadaan seperti di atas) otot-otot biasanya kencang Uterus Bentuknya ovoid Serviks Bundar, lubang kecil seperti mata jarum, hanya bisa dimasuki oleh ujung jari tangan Vagina Orifisium kecil, himen terdapat atau terlihat sebagian Perineum Kencang dan tanpa parut Sumber : Hellen Farrer, 2001: 228 Konsep Inisiasi Kelancaran ASI Menyusui Dini Terhadap Inisiasi Menyusui Dini (IMD) adalah bayi lahir tanpa dimandikan terlebih dahulu langsung diletakkan pada perut ibu, secara naluri bayi akan mencapai dan dapat menghisap puting ibu dalam 30 menit. Kolostrum atau ASI yang berwarna kekuningkuningan yang pertama kali keluar akan langsung dihisap oleh bayi. Kolostrum mengandung zat kekebalan yang lebih banyak dari Air Susu yang keluar pada hari-hari berikut setelah kelahiran bayi. Bayi yang dapat menyusu dini dapat mudah sekali menyusu dikemudian hari, sehingga kegagalan menyusui akan jauh lebih berkurang. Berdasarkan penelitian Karen Edmond, jika bayi baru lahir dipisahkan dengan ibunya maka akan meningkatkan hormon stress 50%. Sehingga hal itu akan menyebabkan kekebalan atau daya tahan tubuh bayi menurun. Jika dilakukan kontak kulit antara kulit ibu dan kulit bayi maka hormon stress akan kembali menurun sehingga bayi menjadi tenang, tidak stress, pernafasan dan detak jantung lebih stabil. Sentuhan, emutan dan jilatan yang dilakukan bayi pada puting ibu selama proses inisiasi menyusui dini akan merangsang keluarnya oksitosin yang penting untuk merangsang pengaliran ASI dari payudara. Inisiasi menyusui dini dapat membantu memunculkan refleks bayi untuk menyusui dan berperan penting untuk menjalankan ASI eksklusif, sehingga jumlah air susu yang diproduksi umumnya dipengaruhi oleh frekuensi dan lamanya bayi menyusu. Makin sering bayi menghisap payudara ibu, makin banyak air susu ibu yang diproduksi. Air Susu yang diproduksi adanya dua hormon yang bekerja. Yaitu prolaktin dan oksitosin yang memegang peranan penting dalam produksi dan pengeluaran Air Susu (pengaliran). Bayi yang mengisap payudara ibu juga merangsang kelenjar hipofisis anteriar yang terletak di otak untuk melepaskan prolaktin kedala aliran tubuh ibu. Prolaktin menyebabkan sel-sel pada alveoli menarik air dan nutrien dari darah untuk memproduksi air susu. Oksitosin dilepaskan kedalam aliran darah oleh kelenjar hipofisis posterior sebagai respon terhadap isapan bayi dan tangisan maupun rengekan bayi, bahkan mendengar bayi terbangun sekalipun dapat membuat kelenjar melepas hormon tersebut. Oksitosin menyebabkan otot-otot kecil di sekitar sel-sel penghasil susu berkontraksi dan mengeluarkan susu (Simkin, 2007: 378). METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cohort. Variabel yang digunakan teriri dari variabel dependen dan independen. Variabel dependen dari penelitian ini adalah pengaruh IMD, sedangkan variabel dependennya adalah kelancara ASI. Pada penelitian ini populasinya adalah ibu-ibu yang telah melahirkan anak pertamanya yang berada di Wilayah kerja Puskesmas Bangkalan pada bulan Desember 2008, yaitu sebanyak 89 responden. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan Cluster sampling karena populasinya berupa gugusan atau kelompok yang diambil sebagai sampel ini terdiri dari unit Pengaruh Inisiasi Menyusui Dini (IMD) Terhadap Kelancaran ASI Pada Ibu Post Partum Primapara (R. Santi Agustini) geografis. Kriteria inklusi dari pengambilan sampel adalah ibu post partum primipara yang mau diteliti, ibu post partum primipara yang bisa membaca dan menulis, ibu post partum primipara yang melaksanakan inisiasi menyusui dini dan tidak melaksanakan inisiasi dini, dan ibu post partum primipara yang menyusui bayi usia 1 minggu. Sedangkan kriteria eksklusi yang digunakan antara lain ibu post partum primipara yang mempunyai komplikasi saat kehamilan misalnya hepatitis, ibu post partum primipara ada komplikasi saat persalinan misalnya HPP (Hemorarge Post Partum), ibu post partum primipara yang menolak menjadi responden, dan ibu post partum primipara yang tidak bisa membaca dan menulis. Berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan besar sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 18 responden dibagi dalam 14 desa yang ada di Kota Bangkalan, sehingga tiap desa mendapat 1 responden ibu post partum primipara dan lebihnya dibagikan ke setiap desa yang jumlah ibu post partum primiparanya lebih banyak. Teknik pengambilan data menggunakan observasi dan kuesioner. Setelah data terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan uji Fisher’s Exact test, dengan tingkat kepercayaan yang digunakan 5%. Lokasi penelitian ini adalah di Wilayah kerja Puskesmas Kota Bangkalan. Penelitian ini dilakukan pada ibu post partum primipara. Penelitian telah dilaksanakan selama dua bulan mulai dari Juni sampai bulan Juli 2009. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kota Bangkalan dengan jumlah pendudukan 78.873 jiwa dengan tenaga kesehatan sebanyak 24 bidan, 22 perawat, 5 apoteker, 3 dokter umum dan 2 dokter gigi. Adapun ibu-ibu yang mempunyai bayi di wilayah kerja Puskesmas kota bangkalan yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi adalah sbanyak 18 ibu post artum primapara. Karakteristik responden Karakteristik respoden dalam penelitian ini meliputi umur, tingkat pendidikan, dan pekerjaan ibu post partum primapara. Hasil penelitian tentang karakteristik respoden adalah sebagai berikut : Tabel 2 Distribusi Frekuensi Ibu Primipara menurut umur di Wilayah Kerja Puskesmas kota Bangkalan pada bulan Mei – Juni Tahun 2009 Umur Frekuensi Persentase (%) 17-20 5 27,8 21-24 10 55,5 25-28 3 16,6 Total 18 100% Sumber: data primer penelitian Dari tabel 2 di atas dapat digambarkan bahwa sebagaian besar ibu primipara berumur 2124 tahun sebanyak 10 orang (55,5%), dan paling sedikit ibu primipara berumur 25-28 tahun sebanyak 3 orang (16,6%). 81 Tabel 3 Distribusi Frekuensi Ibu Primipara menurut Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan Pada bulan Mei – Juni tahun 2009 Pendidikan Frekuensi Persentase (%) Sekolah Dasar 2 11,1 SMP 8 44,4 SMA 5 27,8 Perguruan tinggi 3 16,7 Total 18 100% Sumber: data primer penelitian Dari tabel 3 di atas, dapat digambarkan bahwa sebagian besar ibu primipara memiliki tingkat pendidikan SMA sebanyak 8 orang (44,4%), sedangkan ibu primipara memiliki tingkat pendidikan rendah Sekolah Dasar sebanyak 2 orang (11,1%). Tabel 4 Distribusi Frekuensi Ibu Primipara menurut Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan Pada bulan Mei – Juni tahun 2009 Pekerjaan Frekuensi Persentase (%) IRT 7 38,9 Swasta 6 33,3 PNS 5 27,8 Total 18 100% Sumber: data primer penelitian Dari tabel 4 di atas, dapat digambarkan bahwa sebagian besar ibu primipara tidak memiliki pekerjaan yaitu sebagai ibu rumah tangga sebanyak 7 orang (38,9%), sedangkan Ibu primipara yang memiliki pekerjaan PNS sebanyak 5 orang (27,8%). Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini Hasil penelitian tentang pelaksanaan inisiasi menyusui dini adalah seperti terlihat pada tebl berikut : Tabel 5 Distribusi Berdasarkan Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan pada bulan Mei – Juni tahun 2009 Pelaksanaan IMD Frekuensi Persentase (%) Melaksanakan 7 38,8 Tidak melaksanakan 11 61,1 Total 18 100 % Sumber: data primer penelitian Berdasarkan penelitian pada tabel 5 di atas menujukkan bahwa dari 18 responden, yang melaksanakan inisiasi menyusui dini sebanyak 38,9% dan yang tidak melaksanakan inisiasi menyusui dini sebanyak 61,1%. Rendahnya pelaksanaan inisiasi menyusui dini di sebabkan oleh karena pendidikan ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan lebih banyak berpendidikan SMP (44,4%). Hal ini di kerenakan tingkat pendidikan mempengaruhi pelaksanaan inisiasi menyusui dini. Ibu berpendidikan kurang biasanya disebabkan oleh banyak faktor diantaranya status sosial ekonomi mereka yang berada pada golongan menengah kebawah, sehingga dengan rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan kurangnya pengetahuan. 82 Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 78 - 84 Menurut teori Notoatmodjo (2003: 16) pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapakan oleh pelaku pendidikan, semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah dalam menerima informasi sehingga banyak pula pengetahuan yang dimiliki demikian sebaliknya. Sedangkan pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003: 121) pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Ibu yang memiliki kedewasaan pola fikir akan lebih mudah beradaptasi pada situasi dan kondisi dari aktifitas atau pekerjaan yang dilakukan sehingga akan mempengaruhi ibu untuk berperan aktif. Dari data yang diperoleh dari hasil penelitian didapatkan bahwa pelaksanaan inisiasi menyusui dini rendah karena banyak ibu yang berpendidikan SMP, tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pengetahuan, tetapi dapat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lain misalnya ibu belum berpengalaman dan dari faktor umur. Karena pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau cara memperoleh kebenaran pengetahuan sedangkan umur yang masih muda berpengaruh terhadap kematangan pemikiran seseorang terutama dalam suatu hal tentang pelaksanaan inisiasi menyusui dini sehingga ibu tidak mengetahui betapa pentingnya inisiasi menyusui dini pada bayinya serta kurangnya informasi tentang programprogram kesehatan khususnya inisiasi menyusi dini dan ibu tidak dapat memutuskan yang terbaik bagi diri ibu dan bayinya. Untuk menanggapi kondisi tersebut diperlukan penyuluhan pada ibu-ibu hamil tentang inisiasi menyusui dini bahwasanya dengan adanya pelaksanaan inisiasi menyusui dini mempunyai pengaruh penting yang berdampak positif pada ibu dan bayi serta akan menambah pengetahuan ibu tentang inisiasi menyusui dini. Kita sebagai tenaga kesehatan harus dapat membantu ibu untuk memiliki informasi tentang kesehatan dengan membantu ibu untuk lebih aktif dalam menghadiri penyuluhan dan memberikan informasi tentang inisiasi menyusui dini untuk menambah wawasan ibu. Kelancaran ASI Hasil penelitian tentang kelancara ASI ibu post partum primapara di puskesmas wilayah kerja Kota Bangkalan adalah sebagai berikut : Tabel 6 Distribusi Berdasarkan kelancaran ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan pada bulan Mei – Juni tahun 2009 Kelancaran ASI Frekuensi Persentase (%) ASI lancar 8 44,4 ASI tidak lancar 10 55,6 Total 18 100% Sumber: data primer penelitian Dari tabel 6 diatas, dapat digambarkan bahwa sebagian besar ASI lancar sebanyak 8 orang (44,4%), sedangkan yang ASI tidak lancar sebanyak 10 orang (55,6%). Berdasarkan penelitian pada tabel 5 di atas menunjukkan bahwa dari 18 responden yang ASI lancar 44,5% sedangkan ASI tidak lancar 55,6%. ASI tidak lancar disebabkan oleh kurangnya ibu melakukan perawatan payudara selama hamil, dan ibu juga belum berpengalaman dalam melakukan perawatan payudara. Karena dilakukan perawatan payudara dapat membantu produksi kelancaran ASI. Menurut Simkin (2007: 378) air susu yang diproduksi adanya dua hormon yang bekerja. Yaitu prolaktin dan oksitosin yang memegang peranan penting dalam produksi dan pengeluaran Air Susu (pengaliran). Bayi menghisap payudara ibu juga merangsang kelenjar hipofisis anterior yang terletak di otak untuk melepaskan prolaktin kedalam aliran tubuh ibu. Prolaktin yang menyebabkan sel-sel pada alveoli menarik air dan nutrien dari darah untuk memproduksi air susu. Oksitosin dilepaskan kedalam aliran darah oleh kelenjar hipofisis anterior sebagai respon isapan bayi dan tangisan maupun rengekan bayi, bahkan mendengar bayi terbangun sekalipun dapat membuat kelenjar melepas hormon tersebut. Oksitosin menyebabkan otot-otot kecil disekitar sel-sel penghasil susu berkontraksi dan mengeluarkan susu. Dlihat dari gambaran anatomi payudara ibu bahwa payudara, areola, dan puting normalnya memiliki ukuran dan bentuk yang berbeda-beda dari satu wanita ke wanita lain. Ukuran payudara berhubungan dengan jumlah jaringan lemak yang mengelilingi struktur-struktur yang memproduksi air susu, ukuran payudara tidak ada hubungannya dengan jumlah susu yang diproduksi. Semua payudara terlepas dari ukuran dan bentuknya mempunyai kemampuan untuk memproduksi ASI. Dari hasil penelitian yang diperoleh bahwa banyak ASI yang tidak lancar dikarenakan sebagian ibu memiliki puting rata atau melesak ke dalam jika ditekan, maka perlu mengatur bentuk puting sedimikian rupa sehingga bayi dapat mengisap payudara ibu dengan efektif. Untuk menanggapi kondisi tersebut diperlukan penyuluhan perawatan payudara pada ibu hamil trimester III agar ibu dapat menyusui bayinya setelah melahirkan. Jumlah air susu yang diproduksi umumnya dipengaruhi oleh frekuensi dan lamanya bayi menyusu. Makin sering bayi menghisap payudara, makin banyak air susu yang diproduksi ibu. Ada dua hormon yang memegang peranan penting dalam produksi dan pengeluaran ASI yaitu prolaktin dan oksitosin. Bayi yang menghisap payudara ibu juga merangsang kelenjar hipofisis anterior yang terletak di otak untuk melepaskan prolaktin ke dalam aliran darah ibu dan oksitosin menyebabkan otot-otot kecil di sekitar sel-sel penghasil susu berkontraksi dan mengeluarkan susu. Sering menyusui untuk memuaskan rasa lapar bayi dan membiarkan bayi menghisap selama bayi mau, akan membantu ibu memproduksi pasokan air susu yang baik. Berdasarkan kodrat dan sifat alaminya, setiap ibu yang habis melahirkan pasti mampu memproduksi Air Susu Ibu (ASI). Dari hasil penelitian yang diperoleh bahwa banyak ASI yang tidak lancar dikarenakan sebagian ibu karena tidak memiliki kesiapan mental dan Pengaruh Inisiasi Menyusui Dini (IMD) Terhadap Kelancaran ASI Pada Ibu Post Partum Primapara (R. Santi Agustini) keinginan untuk menyusui, maka banyak yang mengeluhkan tidak dapat memproduksi ASI. Untuk menanggapi kondisi tersebut diperlukan penyuluhan ASI eksklusif agar ibu mengetahui pentingnya pemberian ASI, cara menyusui yang benar dan menerapkan ASI eksklusif pada bayi. Keterampilan menyusui ini akan membaik bersama dengan berlalunya waktu dan bertambahnya pengalaman. Oleh karena itu menyusui bayi anda segera mungkin setelah dilahirkan. Menyusui bayi baru lahir dalam lingkungan yang tenang dan sepi karena akan membantu anda merasa rileks dan memungkinkan anda serta bayi memusatkan diri pada pemberian ASI. Pada waktu pertama kali menyusui dapat 83 melakukannya dengan ditemani anggota keluarga atau suami. Mencari posisi yang nyaman dengan punggung tersangga dengan baik, menggunakan bantal untuk menopang lengan dan bayi. Pengaruh Inisiasi Kelancaran ASI Menyusui Dini terhadap Hasil analisis tentang pengaruh inisiasi menyusui dini terhadap kelancaran ASI adalah seperti yang terlihat pada tabel berikut : Tabel 7 Tabulasi silang antara insiasi menyususi dini terhadap kelancaran ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan pada bulan Mei – Juni tahun 2009 Kelancaran ASI Total Pelaksanaan IMD ASI tidak lancar ASI lancar Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase (n) (%) (n) (%) (n) (%) Melaksanakan 0 0 7 38,9 7 38,9 Tidak melaksanakan 10 55,6 1 5,6 11 61,1 Uji statistik Fisher’s Exact test : p = 0,00 dengan α= 0,05 Berdasarkan penelitian pada tabel 7 di atas menunjukkan bahwa ibu yang tidak melaksanakan inisiasi menyusui dini yang ASI nya tidak lancar sebesar 55,6% dan ibu yang tidak melaksanakan inisiasi menyusui dini ASInya lancar sebesar 5,6% sedangkan melaksanakan inisiasi menyusui dini yang ASInya tidak lancar sebesar 0% dan melaksanakan inisiasi menyusui dini yang ASInya lancar sebesar 38,9%. Setelah dilakukan uji statistik Fisher’s Exact test diperoleh probabilitas hitung p = 0,00 < α =0,05. Hal ini berarti ada pengaruh inisiasi menyusui dini terhadap kelancaran ASI. Menurut Lisa Marasco (2008) bayi yang mendapat kesempatan inisiasi menyusui dini paling tidak satu jam akan menunjang proses lancarnya ASI di kemudian hari. Karena reflek isap bayi paling kuat 30 menit setelah bayi lahir tanpa dimandikan. Sentuhan, emutan dan jilatan yang dilakukan bayi pada puting ibu selama pelaksanaan inisiasi menyusui dini akan merangsang keluarnya oksitosin yang penting untuk merangsang reflek pengaliran ASI dari payudara dan keluarnya prolaktin yang merangsang produksi ASI. Karena kedua hormon itu bekerja membuat kolostrum lebih cepat keluar. Cairan ini mengandung zat-zat gizi dan kekebalan tubuh (antibody) dalam jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan ASI yang keluar pada hari berikutnya. Jumlah air susu yang diproduksi umumnya dipengaruhi oleh frekuensi dan lamanya menyusu. Makin sering bayi menghisap payudara, makin banyak air susu yang diproduksi ibu. Dari data yang diperoleh dari hasil penelitian didapatkan bahwa pelaksanaan inisiasi menyusui dini rendah, tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pengetahuan, tetapi dapat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lain misalnya ibu belum berpengalaman dan faktor umur. Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau cara memperoleh kebenaran pengetahuan sedangkan umur yang masih muda berpengaruh terhadap kematangan pemikiran seseorang terutama dalam suatu hal tentang pelaksanaan inisiasi menyusui dini sehingga ibu tidak mengetahui betapa pentingnya inisiasi menyusui dini pada bayinya serta kurangnya informasi tentang program-program kesehatan khususnya inisiasi menyusi dini. Serta sebagian besar ibu merasa risih, karena setelah melahirkan ibu merasa badan ibu kotor dan ibu ragu untuk memberikan ASInya pada satu jam pertama setelah bayi lahir. Untuk menanggapi kondisi tersebut diperlukan penyuluhan pada ibu-ibu hamil tentang inisiasi menyusui dini bahwasanya dengan adanya pelaksanaan inisiasi menyusui dini mempunyai pengaruh penting yang berdampak positif pada ibu dan bayi serta akan menambah pengetahuan ibu tentang inisiasi menyusui dini. Kita sebagai tenaga kesehatan harus dapat membantu ibu untuk memiliki informasi tentang kesehatan dengan membantu ibu untuk lebih aktif dalam menghadiri penyuluhan yang dilakukan tenaga kesehatan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Gambaran pelaksanaan inisiasi menyusui dini terhadap kelancaran ASI pada ibu post partum di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan masih rendah (61,1%). Gambaran kelancaran ASI pada ibu post partum primipara di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan sebagian besar ASI tidak lancar (55,6%). Ada pengaruh inisiasi menyusui dini terhadap kelancaran ASI pada ibu post partum primipara di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan. 84 Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 78 - 84 Saran Ibu-ibu hendaknya tidak hanya pasif dalam mendapatkan informasi tentang inisiasi menyususi dini yaitu dengan adanya menunggu informasi dari media elektronik seperti televisi dan penyuluhan petugas kesehatan tetapi juga perlu peran aktif ibu untuk mendapatkan informasi tentang inisiasi menyusui dini yaitu dengan membaca-baca bukubuku tentang inisiasi menyusui dini serta majalah ibu dan anak sehingga pengetahuan dan wawasan ibu tentang inisiasi menyusui dini semakin meningkat sehingga akan berimplikasi pada kesadaran ibu bahwa pelaksanaan inisiasi menyusui dini sangat penting bagi bayi dan kelancaran ASI selanjutnya. Bidan sebagai motivator dalam melaksanakan asuhan kebidanan harus meningkatkan perannya dalam memberikan penyuluhan tentang pemberian inisiasi menyusui dini dan tentang ASI. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai yang mempengaruhi pelaksanaan inisiasi menyusui dini dengan menggunakan uji statistik dan populasi yang lebih besar sehingga dicapai hasil yang lebih sempurna. Profesi bidan hendaknya meningkatkan kualitas tentang inisiasi menyusui dini sehingga akan meningkatkan kualitas komunikasi penyuluhan kepada ibu-ibu dan akan menambah keterampilan bidan dalam memberikan inisiasi menyusui dini. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi, 2006. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta Cholil, Abdullah, 2003. Buku Panduan manajemen Masalah Bayi Baru Lahir untuk Dokter, Bidan di Rumah Sakit Rujukan Dasa. Jakarta :IDAI Farrer, Hellen, RN RM. 1999. Perawatan maternitas. Jakarta: EGC. Hegar, Badrul, 2008, Bedah ASI. Jakarta; Balai Penerbitan FKUI Hubertin, Sri Purwanti, 2004, Konsep Pemberian ASI Eksklusif. Jakarta; ECG Lisa Marasco dkk, Agar ASI lancar dimasa menyusui. Diterjemahkan dari artikel (“How to get Your Milk Supplay Off to a Good Start”). From: NEW BEGINNINGS, Vol. 22 No.4 http://www.lalecheleague.org/NB/NBJulAug 05p142.html. (diakses tanggal 18-01-2009) Maria, 2008. Inisiasi Menyusui Dini. http://mariapjl.blogspot.com (diakses tanggal 15-12-2008) Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis obstetri jilid 1. jakarta: EGC Notoatmodjo, Soekidjo, 2002. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka cipta. Notoatmodjo, Soekidjo, 2005. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka cipta. Notoatmodjo, Soekidjo, 2003. Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka cipta. Nursalam. 2003. Konsep dan penerapan metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka cipta. Prawirohardjo, Sarwono, (2005) Ilmu Kebidanan . Jakarta; YBPSP Ramali, Ahmad, 2003. Kamus Kedokteran. Jakarta: Djambatan. Roesli, Utami, (2000), Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta; Trubus Agri Widya. Roesli, Utami, (2008), Inisiasi Menyusui Dini Plus ASI Eksklusif. Jakarta; Pustaka Bunda Simkin, Penny, (2008), Panduan Lengkap Kehamilan, Melahirkan Dan Bayi. Jakarta; ARCAN Soetjiningsih, (1997), ASI Petunjuk Untuk tenaga Kesehatan. Jakarta;ECG Sugiyono, 2007. Statistika untuk penelitian. Bandung: ALFABETA. http://aimiTasya, Amanda. 2008. asi.org/2008/08/indonesia-dan-asi/. (diakses 28-12-2008) Hubungan Stimulasi Orang Tua Tentang Toilet Training Dengan Kemandirian Anak Dalam mengontrol BAB dan BAK (Dwi Wahyuningtyas) PENELITIAN ILMIAH Hubungan Tentang Stimulasi Toilet Orang Training Tua Dengan Kemandirian Anak Dalam mengontrol BAB dan BAK Pada Usia 3 – 4 Tahun The Relationship Between Parents’ Stimulation About Toilet Training With Children Independency In Controlling Defecating (BAB) And Urinating (BAK) In The Age 3-4 Years Old DWI WAHYUNINGTYAS *) ULVA NOVIANA **) *) Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura **) Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Ngudia Husada Madura 85 ABSTRACT Toilet training is a kind of stimulation to train children independence in defecating (BAB) and urinating (BAK). The premier study which is conducted in the early age children education (PAUD) in Mlajah area kabupaten Bangkalan to the 10 children it was found that about 30 % children cannot control urinating (BAK) and about 10% cannot control urinating (BAK). The purpose of the research is to know the relationship between parents’ stimulation about toilet training with children independency in controlling defecating (BAB) and urinating (BAK) in the age 3-4 years old. The population of this research is the whole parents who have children age 3-4 years old in PAUD Mlajah area Kabupaten Bangkalan about 63 children with the number of the sample is 55 respondents. The sample is taken by using simple random sampling. The independent variable is parents’ stimulation about toilet training, and the dependent variable is children independence in controlling defecating (BAB) and urinating (BAK). The data collection uses questionnaire with statistical test Spearman rank. The result of the research shows that parents who give stimulation about toilet training is 41,8% and the children independence age 3-4 years old in controlling defecating (BAB) and urinating (BAK) is 41,8 %. Based on the Spearman rank statistical test with meaningful value (p) 0,000, by using α= 0,05 it is found that p is smaller than α [0,000 , 0,05] so that it can be concluded that there is relationship between parents’ stimulation about toilet training with children independency in controlling defecating (BAB) and urinating (BAK) in the age 3-4 years old. Based on the result of the research it is suggested to the medical workers/ educational institution to give more information about toilet training to the society by conducting training or giving leaflet so that it can improve children independence in controlling defecating (BAB) and urinating (BAK). Key words: toilet training stimulation, children independency in controlling defecating (BAB) and urinating (BAK) Correcpondence : Dwi Wahyuningyyas, Jl. R.E. Martadinata, Bangkalan, Indonesia PENDAHULUAN Pembangunan manusia masa depan dimulai dengan pembinaan anak masa sekarang. Untuk mempersiapkan SDM yang berkulitas dimasa yang akan datang maka anak perlu di didik agar menjadi anak yang mandiri serta tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin sesuai kemampuannya (IDAI, 2002). Kemandirian perlu ditanamkan sejak masa batita, karena masa balita merupakan dasar dari pembentukan kemandirian seorang anak hingga berusia dewasa. Kemandirian balita dapat dilihat dari keberhasilannya dalam melakukan latihan berkemih dan defekasi seperti anak mampu mengenal sinyal-sinyal saat buang air dan menahannya sampai tiba di toilet, anak mampu mengingat letak toilet dan berjalan kearahnya, mampu membuka celananya sendiri dan harus menyelesaikan semuanya sebelum siap duduk di toilet untuk buang air (Gilbert, 2003). Kemandirian anak dalam mengontrol BAB dan BAK tersebut dapat dilatih mulai fase anal (1-3 tahun) melalui stimulasi toilet training. Stimulasi merupakan kegiatan untuk merangsang kemampuan dan perkembangan anak yang dilakukan oleh ibu dan keluarga sehingga dapat mencapai tingkat perkembangan yang optimal atau sesuai dengan yang diharapkan. Menurut penelitian yang dilakukan di Inggris, Irlandia, Belanda dan New Zealand menunjukkan angka mengompol pada anak rata- rata yaitu 1 dari anak usia 6 tahun, 1 dari 7 anak usia 7 tahun, 1 dari 11 anak usia 9 tahun, 1 dari 50-100 orang diatas usia 15 tahun, termasuk orang dewasa. Riset lanjutan menunjukkan tingkat mengompol pada malam hari diseluruh dunia bagi anak usia 4 tahun keatas berkisar antara 10-33 persen. Setengah juta anak di Inggris dan diantara lima sampai tujuh juta anak di Amerika serikat sering mengompol (Gilbert, 2003). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di PAUD Wilayah Kelurahan Mlajah Kabupaten Bangkalan pada sekitar sepuluh anak didapatkan bahwa 3 diantaranya masih belum bisa mengontrol BAK dan 1 diantaranya belum bisa mengontrol BAB. Dari data tersebut ternyata masih ada anak usia 3-4 tahun yang tidak bisa mengontrol BAB dan BAK, padahal seharusnya anak usia 1-3 tahun sudah mulai bisa mengontrol BAB dan BAK. Gangguan pengontrolan berkemih dan defekasi tersebut dapat disebabkan oleh beberapa 86 Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 85 - 91 faktor yaitu faktor internal (anatomi kandung kemih, jenis kelamin, umur, motivasi, status gizi, kemampuan meniru, kecerdasan dan gangguan perkembangan) dan faktor eksternal (pengetahuan orang tua, pendidikan orang tua, pola asuh orang tua, sosial ekonomi, stimulasi toilet training, penghargaan dan dorongan keluarga, stabilitas rumah tangga dan penolakan terhadap anak). Manfaat apabila anak mampu mengontrol berkemih dan defekasi yaitu dapat melatih anak untuk percaya pada kemampuan dirinya sekaligus menumbuhkan kemandiriannya, Selain itu Gerakan-gerakan yang dilakukan anak saat melakukan latihan toilet ini sangat baik untuk melatih kemampuan motorik anak sekaligus menstimulasi otak lewat gerakan-gerakan yang di lakukan pada saat melakukan latihan berkemih dan defekasi. Beberapa upaya pemerintah dalam mengatasi masalah pengontrolan BAB dan BAK yaitu dengan PAUD (pendidikan anak usia dini) merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun. PAUD merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar kearah pertumbuhan dan perkembangan fisik dan kecerdasan: daya pikir, daya cipta, emosi, spiritual, berbahasa atau komunikasi, sosial. Selain itu program Early Stimulation program (program stimulasi mental dini) mulai mendapat perhatian dan digalakkan sebagai upaya pelengkap pada pelayanan kesehatan terhadap anak balita agar perkembangan psikomotor anak terjamin dan persiapan anak balita untuk pendidikan formal selanjutnya menjadi lebih baik (FKUI, 2002). Dengan adanya permasalahan diatas, maka perlu diteliti lebih jauh hubungan stimulasi orang tua tentang toilet training dengan kemandirian anak dalam mengontrol BAB dan BAK. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan stimulasi orang tua tentang toilet training dengan kemandirian anak usia 3-4 tahun dalam mengontrol BAB dan BAK di PAUD Wilayah Kelurahan Mlajah Kabupaten Bangkalan. TINJAUAN PUSTAKA Konsep dasar tentang perkembangan anak usia 3-4 tahun Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur (fungsi) tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan, dapat diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistemnya yang terorganisasi (Nursalam, 2005). Freud mengemukakan bahwa perkembangan psikoseksual anak terdiri atas beberapa fase yaitu fase oral (0 sampai 11 bulan), fase anal (1 sampai 3 tahun), fase falik (3 sampai 6 tahun), fase laten (6 sampai 12 tahun), dan fase genital (12 sampai 18 tahun). Tahapan akhir masa perkembangan menurut Freud adalah tahapan genital ketika anak mulai masuk fase pubertas, yaitu dengan adanya proses kematangan organ reproduksi dan produksi hormon seks. Penilaian perkembangan anak memiliki banyak model dan macamnya. Ada banyak tes parameter atau tes untuk perkembangan anak misalnya tes IQ, tes psikomotorik, tes prestasi dan lain-lain. Terkait dalam upaya memberikan asuhan kesehatan pada balita, supaya dapat melakukan deteksi perkembangan anak, seseorang lebih dahulu harus memahami aspek-aspek dalam perkembangan anak. Menurut Frankerburg terdapat empat aspek perkembangan anak balita yaitu : 1) Kepribadian/ tingkah laku sosial (personal social), yaitu aspek yang berhubungan dengan kemampuan untuk mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungan; 2) Motorik halus (fine motor adaptive), yaitu aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu dan melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan otot-otot kecil, memerlukan koordinasi yang cermat, serta tidak memerlukan banyak tenaga, misalnya memasukkan manik-manik ke dalam botol dan menggunting; 3) Motorik kasar (gross motor), yaitu aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan sebagian besar bagian tubuh karena dilakukan dilakukan oleh otot-otot yang lebih besar sehingga memerlukan cukup tenaga, misalnya berjalan dan berlari; dan 4) Bahasa (language), yaitu aspek yang behubungan dengan kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah, dan berbicara secara spontan (Nursalam, 2005). Kemandirian sebagai salah satu bentuk dari pencapaian perkembangan anak. Ciri- ciri anak mandiri menurut Kurniasih (2008) adalah : 1) Tampak dengan enggan dibantu dalam melakukan sesuatu; 2) Terlihat berani menghadapi tantangan, sekaligus tidak mudah putus asa karena ia tahu bagaimana cara mencari alternatif penyelesaian masalah; 3) Lebih yakin dan berani mencoba hal-hal yang belum pernah dilakukannya. Ia juga berani bertanya secara kritis tentang hal-hal yang tidak sesuai dengan pemikirannya; dan 4) Biasanya memiliki rasa tanggung jawab dan menunjukkannya melalui pelaksanaan aktivitas harian, seperti mandi, berpakaian, makan dan lainnya, serta mau memberekan barang-barang yang telah dipergunakan olehnya. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk melatih anak mandiri, yaitu : memberI kesempaan memilih; hargailah usahanya, hindari banyak bertanya, jangan langsung menjawab pertanyaan, dan dorong untuk melihat alternative. Sedangkan beberapa hal yang menghambat kemandirian adalah : orang tua yang terlalu melindungi, orang tua yang selalu menolong, orang tua sebagai model atau contoh yang tepat, konflik diantara orang tua dan sikap penolakan terhadap anak, dan kurang terpenuhinya kebutuhan psikis anak Konsep dasar tentang stimulasi orang tua Stimulasi adalah perangsangan yang datang dari lingkungan luar anak. Stimulasi merupakan hal yang sangat penting dalam tumbuh kembang anak. Anak yang banyak mendapat stimulasi yang terarah akan lebih cepat berkembang di bandingkan dengan anak yang kurang atau bahkan tidak mendapat stimulasi (Nursalam, 2005). Menurut Walgito (2004), Stimulus dapat Hubungan Stimulasi Orang Tua Tentang Toilet Training Dengan Kemandirian Anak Dalam mengontrol BAB dan BAK (Dwi Wahyuningtyas) menarik perhatian individu melalui beberapa cara yaitu: intensitas atau tekanan stimulus, ukuran stimulus, perubahan stimulus, ulangan dari stimulus, dan pertentangan atau kontras dari stimulus Konsep dasar toilet training Toilet Training merupakan cara untuk melatih anak agar bisa mengontrol buang air kecil maupun buang air besar. Latihan berkemih dan defekasi adalah tugas perkembangan anak usia todler sehingga waktu yang tepat untuk melakukan toilet training yaitu pada fase anal (1-3 tahun). Supaya buah hati berhasil melaksanakan toilet training, ia harus siap secara mental maupun fisik. Para ilmuwan telah mengidentifikasi beberapa tahapan yang akan dilalui anak ketika mengembangkan fungsi kontrol terhadap kandung kemih dan isi perutnya, yaitu : 1) anak akan menyadari bahwa popok maupun pakaiannya basah atau kotor, dan hal ini dapat terjadi sejak umur 15 bulan; anak tahu perbedaan antara buang air kecil atau besar, dan dapat mempelajari kata-kata untuk memberi tahu kita bila ini terjadi. Umur 18 sampai 24 bulan atau lebih adalah masa pengenalan pada tahap ini; 3) anak dapat memberi tahu terlebih dahulu bahwa dia perlu membuang air, dengan peringatan yang cukup agar kita memiliki banyak waktu untuk mengantarnya dan rata-rata hal ini dapat terjadi antara usia 2,5 dan 3 tahun; dan 4) anak cukup dapat melakukan kontrol atas kandung kemihnya dan dapat menahan keinginan buang air selama beberapa waktu.Ini terjadi pada umur 3 tahun ke atas (Supartini, 2004). Anak laki-laki cenderung lebih lambat dalam penguasaan kontrol terhadap kandung kemihnya dibandingkan anak perempuan. Suatu studi menunjukkan bahwa rata-rata anak laki-laki memang memulai dan menguasai latihan toilet lebih lama dibanding anak perempuan. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: 1) sistem saraf anak laki-laki berkembang lebih lama. Anak perempuan dapat mulai menguasai keinginan buang airnya pada umur 18 bulan, sementara anak laki-laki mungkin baru setelah berusia 22 bulan; 2) wanita cenderung menjadi pengasuh utama sehingga anak laki-laki tidak memperhatikan sesama laki-laki yang menjadi figur panutan sesering anak perempuan; dan 3) anak lakilaki sepertinya kurang sensitif dengan rasa basah di kulit mereka (Gilbert, 2003). Tugas atau kemampuan anak todler yang di capai saat toilet training adalah sebagai berikut: 1) duduk (jongkok) di toilet atau wc tanpa rewel, menangis, atau tiba-tiba pergi; 2) buang air kecil atau buang air besar secara teratur; 3) menunggu sampai terjadi buang air kecil atau buang air besar; 4) menunjukkan keinginan untuk buang air kecil atau buang air besar baik secara verbal maupun nonverbal; 5) meminta ke toilet atau langsung ke toilet; 6) tetap kering dalam periode beberapa jam; 7) naik ke toilet secara mandiri; 8) meminta bantuan untuk melepaskan celananya sendiri sebelum ke kamar mandi; 9) melepaskan pakaiannya sendiri sebelum ke kamar mandi; 10) membersihkan daerah genital sendiri; 11) menyiram toilet atau wc; 12) mengenakan pakaiannya sendiri secara mandiri; 87 13) mencuci tangan dengan sabun; dan 14) mengeringkan tangan dengan handuk. Prosedur Toilet training pada anak todler dapat mengikuti langkah-langkah berikut : 1) orang tua sebaiknya memimpin atau mengajak anak ke kamar mandi dengan mandiri, bukan menggendongnya; 2) agar anak dapat melepaskan dan mengenakan pakaiannya secara mandiri, pergunakanlah celana yang mudah untuk di lepaskan; 3) dudukanlah atau jongkokkan anak diatas toilet, orang tua menemani duduk jongkok di hadapannya dan mengajaknya bicara atau bacakan cerita lucu; 4) memuji tindakan anak yang kooperatif; 5) jika menggunakan pispot, sebaiknya pispot ditempatkan di kamar mandi, bukan ditempat tidur maupun di dapur; 6) bila anak tidak berhasil berkemih atau defekasi dalam waktu lebih dari 5 menit, anak jangan dimarahi dan puji atas kerjasamanya bukan berhasil atau tidaknya anak, Sedangkan bila anak berhasil melakukan buang air kecil atau buang air besar puji anak atas keberhasilannya; 7) biasakan anak pergi ke toilet pada jam-jam tertentu, misalnya pagi hari setiap bangun tidur, siang dan malam hari sebelum tidur; 8) ajari anak untuk membersihkan sendiri, khususnya anak perempuan harus membersihkan dari depan ke belakang untuk mencegah infeksi; 9) anjurkan untuk selalu mencuci tangan setelah menggunakan toilet; dan 10) agar keterampilan tercapai sebaiknya orang tua bersikap santai. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian analitik korelasi dengan pendekatan retrospektif. Variabel desain penelitian ini adalah variabel bivariat yang dibedakan menjadi 2 variabel yaitu variabel dependen dan variabel independen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah stimulasi orang tua tentang toilet training. Sedangkan variabel dependennya adalah kemandirian anak dalam mengontrol BAB dan BAK pada usia 3-4 tahun. Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak usia 3-4 tahun di PAUD Wilayah Kelurahan Mlajah Kabupaten Bangkalan sebanyak 63 anak. Sampel yang diambil berdasarkan criteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusinya adalah ibu yang bersedia menjadi responden, anak usia 3-4 tahun, anak yang bersekolah di PAUD Wilayah Kelurahan Mlajah, anak yang tidak menderita cacat fisik. Sedangkan kriteria eksklusinya adalah ibu yang tidak bersedia menjadi responden, anak yang berusia kurang dari 3 tahun atau lebih dari 4 tahun, dan anak yang menderita cacat fisik. Dari kriteria di atas dan hasil perhitungan didapatkan sampel dalam penelitian ini berjumlah 55 responden. Setelah semua data terkumpul dan diperiksa dengan selengkapnya kemudian dilakukan analisa data dengan menggunakan uji statistik Spearman Rank. Data penelitian ini dilakukan pengambilan april – Juli 2009. 88 Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 85 - 91 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Karaktersitik Responden Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi tingkat pendidikan ibu, umur ibu, pekerjaan ibu. Hasil penelitian tentang karaktersitik responden adalah sebagai berikut : Tabel 1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan ibu yang mempunyai anak usia 3-4 tahun di PAUD Wilayah Kelurahan Mlajah Kabupaten Bangkalan tahun 2009 Pendidikan Frekuensi Persentase (%) Tidak tamat SD 0 0 SD 5 9,1 SMP 7 12,7 SMA 30 54,6 Perguruan Tinggi 13 23,6 Total 55 100 Sumber :Perolehan data dari lapangan juni 2009 Dari tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden di Wilayah Kelurahan Mlajah Kabupaten Bangkalan berpendidikan SMA yaitu sebanyak 30 orang (54,6 %). Tabel 2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur ibu yang mempunyai anak usia 3-4 tahun di PAUD Wilayah Kelurahan Mlajah Kabupaten Bangkalan tahun 2009 Umur Frekuensi Persentase (%) 16-20 4 7,4 21-25 8 14,5 26-30 17 30,9 31-35 18 32,7 >35 8 14,5 Total 55 100 Sumber: Perolehan data dari lapangan juni 2009 Dari tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden di Wilayah Kelurahan Mlajah Kabupaten Bangkalan berusia 31-35 tahun yaitu sebanyak 18 orang (32,7 %). Tabel 3 Distribusi Frekuensi responden berdasarkan pekerjaan ibu yang mempunyai anak usia 3-4 tahun di PAUD Wilayah Kelurahan Mlajah Kabupaten Bangkalan tahun 2009 Pekerjaan Frekuensi Persentase (%) IRT 30 54,5 Petani 0 0 Swasta 14 25,5 PNS 11 20 Total 55 100 Sumber: Perolehan data dari lapangan juni 2009 Dari tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden di Wilayah Kelurahan Mlajah Kabupaten Bangkalan pekerjaannya sebagai IRT yaitu sebanyak 30 orang (54,5 %). Stimulasi orang tua tentang toilet training pada anak usia 3-4 tahun Hasil penelitian tentang stimulasi orang tua tentang toilet training pada anak usia 3 – 4 tahun dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jumlah ibu yang memberikan stimulasi tentang toilet training anak usia 3-4 tahun di PAUD Wilayah Kelurahan Mlajah Kabupaten Bangkalan tahun 2009 Stimulasi orang tua Frekuensi Persentase (%) tentang toilet training Baik 23 41,8 Cukup 20 36,4 Kurang 12 21,8 Total 55 100 Sumber: Perolehan data dari lapangan juni 2009 Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan pada tabel 4 di atas bahwa dari 55 orang tua yang memiliki anak usia 3-4 tahun yang memberikan stimulasi tentang toilet training dengan baik yaitu sebanyak 23 orang (41,8 %). Hal ini bisa disebabkan oleh faktor pendidikan dari orang tua dalam memberikan stimulasi toilet training. Berdasarkan tabel 4.1 mayoritas tingkat pendidikan responden berpendidikan SMA yaitu sebanyak 30 orang (54,6 %). Pendidikan orang tua dapat mempengaruhi keberhasilan dalam pemberian stimulasi tentang toilet training karena orang tua yang berpendidikan tinggi lebih mudah menerima dan memahami informasi yang ada sehingga pengetahuan orang tua tentang pemberian stimulasi toilet training pada anaknya akan baik pula. Pengetahuan merupakan hal yang mendasar bagi seseorang untuk berperilaku secara ilmiah selain itu pengetahuan juga tergantung dari dasar pendidikan yang dimiliki dan informasi yang diperoleh baik dari berbagai media informasi, pengalaman pribadi maupun pengalaman orang lain. Menurut Kuncoroningrat, 1997, “Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan” (Mubarak, 2006). Selain itu umur dari orang tua sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan dalam memberikan stimulasi tentang toilet training. Berdasarkan tabel 4.2 mayoritas responden berusia 31-35 tahun yaitu sebanyak 18 orang (32,7 %). Semakin bertambah usia seseorang seharusnya memiliki pengalaman yang lebih dalam memberikan stimulasi tentang toilet training dibandingkan dengan orang tua yang baru belajar dalam memberikan stimulasi pada anaknya. Hal ini disebabkan karena 65 orang tua sudah belajar dari pengalaman sebelumnya dalam memberikan stimulasi tentang toilet training pada anak. Hasil riset menunjukkan bahwa orang tua yang telah mempunyai pengalaman sebelumnya dalam merawat anak akan lebih siap menjalankan peran pengasuhan dan lebih relaks dalam memberikan stimulasi tentang toilet training (Supartini, 2004). Hubungan Stimulasi Orang Tua Tentang Toilet Training Dengan Kemandirian Anak Dalam mengontrol BAB dan BAK (Dwi Wahyuningtyas) Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.3 mayoritas responden bekerja sebagai IRT yaitu sebanyak 30 orang (54,5 %). Faktor pekerjaan dari orang tua juga berpengaruh terhadap keberhasilan pemberian stimulasi tentang toilet training, semakin sibuk orang tua dengan pakerjaannya maka kuantitas bertemu antara orang tua dan anak sangat sedikit sehingga orang tua tidak optimal dalam memberikan stimulasi tentang toilet training pada anaknya. Pekerjaan orang tua adalah sumber penghasilan bagi keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan fisik, psikologis dan spiritual keluarga. Akan tetapi, kebersamaan dalam keluarga juga merupakan hal yang penting dalam memenuhi kebutuhan psikologis anggota keluarga dalam memberikan stimulasi tentang toilet training (Supartini, 2004). Selain itu, Menurut hasil penelitian seseorang yang mempunyai pekerjaan yang penting dan melakukan aktivitas yang tinggi akan cenderung melepas peranan dan tanggung jawab mengasuh dan melatih anak dalam mengontrol BAB dan BAK (Windayati, 2006). Kemandirian anak usia mengontrol BAB dan BAK 3-4 tahun dalam Hasil penelitian tetang kemandirian anak usia 3 – 4 tahun dalam mengontrol BAB dan BAK di PAUD Wilayah Kelurahan Mlajah Kabupaten Bangkalan adalah seperti pada tabel berikut : Tabel 5 Distribusi frekuensi kemandirian anak dalam mengontrol BAB dan BAK usia 3-4 tahun di PAUD Wilayah Kelurahan Mlajah Kabupaten Bangkalan pada tahun 2009 Kemandirian anak usia 3- Frekuensi Persentase 4 tahun dalam mengontrol (%) BAB ban BAK Sangat mandiri 23 41,8 Cukup mandiri 19 34,5 Kurang mandiri 13 23,7 Total 55 100 Sumber: Perolehan data dari lapangan juni 2009 Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan pada tabel 5 di atas didapatkan bahwa mayoritas responden memiliki anak yang sangat mandiri dalam mengontrol BAB dan BAK yaitu sebanyak 23 orang (41,8%). Berdasarkan data dari 89 hasil kuesioner mayoritas anak sudah dapat melepas dan memakai pakaiannya sendiri setelah BAB dan BAK, tidak mengompol dan BAB sembarangan lagi dan anak sudah membiasakan diri mencuci tangan setelah BAB dan BAK. Kebiasaaan anak untuk melakukan sesuatunya sendiri tanpa di bantu orang lain dan mencoba hal-hal baru merupakan hal yang bermanfaat bagi perkembangan kemandiriannya dalam mengontrol BAB dan BAK. Kebiasaan anak dalam mengontrol BAB dan BAK dapat di peroleh dari dalam maupun dari lingkungannya. Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa mayoritas orang tua bekerja sebagai IRT yaitu sebanyak 30 orang (54,5 %). Pekerjaan ibu sebagai IRT akan meningkatkan interaksi timbal balik antara anak dan orang tua sehingga akan tercipta kedekatan dan hubungan kasih sayang yang erat antara ibu dan anak. Hubungan kasih sayang yang erat akan menimbulkan rasa aman pada anak. Jika anak sudah merasa aman maka anak tidak akan merasa khawatir ketika di tinggal dan dapat melakukan kegiatan mengontrol BAB dan BAK secara mandiri (Kennedy, 2004). Menurut data hasil kuesioner mayoritas anak sudah tidak mengompol dan BAB sembarangan lagi hal ini disebabkan anak mampu mengenal sinyal-sinyal saat ia buang air dan menahannya sampai tiba di toilet, selanjutnya anak ingat letak toilet dan berjalan kearahnya serta membuka dan memakai celananya secara mandiri. Keberhasilan anak tersebut dalam mengontrol BAB dan BAK merupakan salah satu tanda kemandirian anak karena anak sudah mengetahui tempat yang tepat untuk BAB dan BAK. Hubungan Stimulasi Orang Tua tentang Toilet Training dengan Kemandirian anak dalam mengontol BAB dan BAK usia 3-4 tahun Hasil analisis tentang hubungan antara stimulasi orang tua tentang toilet training dengan kemandirian anak dalam mengontol BAB dan BAK usia 3-4 tahun di PAUD wiilayah kerja Kelurahan Mlajah Kabupaten Bangkalan adalah sebagai berikut : Tabel 6 Tabulasi silang antara stimulasi orang tua tentang toilet training dengan kemandirian anak dalam mengontrol BAB dan BAK di PAUD Wilayah Kelurahan Mlajah Kabupaten Bangkalan pada tahun 2009 Stimulasi orang Kemandirian anak dalam mengontrol BAB dan BAK tua tentang toilet Baik Cukup Kurang Total training ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % Baik 16 69,6 5 21,7 2 8,7 23 100 Cukup 5 25 11 55 4 20 20 100 Kurang 2 16,7 3 25 7 58,3 12 100 23 111,3 19 101,7 13 87 55 100 Uji statistik Spearman Rank p : 0,000 α 0,05 Berdasarkan hasil tabulasi silang yang ditunjukkan pada tabel 6 didapat bahwa orang tua yang memberikan stimulasi toilet training yang baik mayoritas kemandirian anak dalam mengontrol BAB dan BAK baik yaitu sebesar 29,1 % (16 orang), orang tua yang memberikan stimulasi toilet Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 85 - 91 90 training yang cukup mayoritas kemandirian anaknya juga cukup yaitu sebesar 20 % (11 orang), orang tua yang kurang dalam memberikan stimulasi toilet training mayoritas kemandirian anaknya juga kurang dalam mengontrol BAB dan BAK yaitu sebesar 12,7 % (7 orang). Dari hasil uji statistik dengan Sperman Rank dengan nilai kemaknaan (ρ) 0,000 pada tabel 4.7 diperoleh p = 0,000 dengan α = 0,05 dengan demikian maka didapatkan nilai signifikansi (p) lebih kecil dari α [0,000<0,05]. Hal ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara stimulasi orang tua tentang toilet training dengan kemandirian anak dalam mengontrol BAB dan BAK. Dari hasil diatas didapatkan gambaran bahwa semakin baik orang tua memberikan stimulasi tentang toilet training maka semakin baik pula kamandirian anak dalam mengontrol BAB dan BAK. Berdasarkan hasil kuesioner tentang pemberian stimulasi toilet training di dapatkan bahwa mayoritas orang tua telah memberikan pujian saat anak berhasil melakukan latihan mengontrol BAB dan BAK. Penghargaan dan dorongan keluarga terhadap keberhasilan anak dalam latihan berkemih dan defekasi sangat membantu anak lebih bersemangat, yakin dan lebih berani untuk melakukan hal baru dan mencoba kembali latihan berkemih dan defekasinya. Penghargaan dapat berupa pujian dari orang tua atas prestasi dan kemajuan anak, dengan pujian berarti orang tua telah memberikan penghargaan pada anak sebagai dorongan untuk mempunyai rasa percaya diri dalam menumbuhkan kemandirian anak (Supartini, 2004). Dari hasil kuesioner yang disebarkan kepada responden didapatkan bahwa orang selalu membiasakan anaknya pergi ke toilet pada jam-jam tertentu misalnya pada pagi hari bangun dari tidur. Kebiasaan tersebut akan membantu anak untuk memperoleh pengalaman ketika berlatih mengontrol BAB dan BAK. Semakin banyak pengalaman anak dalam mengontrol BAB dan BAK akan membantu meningkatkan kemandirian anak dalam mengontrol BAB dan BAK. Sejumlah pengalaman yang berpengaruh secara menguntungkan terhadap kebiasaan, sikap dan pengetahuan yang ada hubungannya dengan peningkatan kemandirian anak dalam mengontrol BAB dan BAK (Mubarak, 2006). Menurut Kurniasih dalam bukunya yang berjudul “Lima Tahun Pertama yang Luar Biasa (Perkembangan Balita)”, bahwa kemandirian bisa diperoleh melalui pelatihan yang tepat (stimulasi), yaitu disesuaikan dengan tingkat kematangan dan usia anak, serta stimulasi yang dilakukan secara terus-menerus dengan konsisten. Antara lain dengan memberikan tugas-tugas sederhana dalam melatih mengontrol BAB dan BAK agar anak dapat melakukan dengan mudah, sehingga dapat membangun rasa percaya diri anak untuk melakukan latihan pengontrolan BAB dan BAK secara mandiri. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan PAUD Stimulasi orang tua tentang toilet training di Wilayah Kelurahan Mlajah Kabupaten Bangkalan sebagian besar adalah baik sebesar 41,8 %. Kemandirian anak usia 3-4 tahun dalam mengontrol BAB dan BAK di PAUD Wilayah Kelurahan Mlajah Kabupaten Bangkalan sebagian besar adalah baik sebesar 41,8 %. Ada hubungan antara stimulasi orang tua tentang toilet training dengan kemandirian anak usia 3-4 tahun dalam mengontrol BAB dan BAK di PAUD Wilayah Kelurahan Mlajah Kabupaten Bangkalan. Saran Orang tua dapat memperluas pengetahuan tentang pemberian stimulasi toilet training sehingga anak dapat dilatih untuk bisa mengontrol BAB dan BAK secara mandiri misalnya membaca majalah tentang anak. Bagi peneliti selanjutnya dapat dijadikan masukan untuk melakukan penelitian selanjutnya dan dalam melakukan pengkajian diharapkan lebih luas dan lebih seksama sehingga hasil yang didapat menjadi lebih baik dan dapat melengkapi kekurangan-kekurangan dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Danim, Sudarwan. 2003. Riset Keperawatan Sejarah dan Metodologi. Jakarta: EGC. Gilbert, Jane. 2003. Latihan Toilet. Jakarta: Erlangga. Virgitha. 2002. Masalah Pelatihan Buang Air (Toilet Training). Bersumber dari www. Medicastore. Com diakses januari 2008. Kurniasih, Dedeh, dkk. 2008. Serial Buku Nakita Panduan Tumbuh Kembang Anak Lima Tahun Pertama yang Luar Biasa. Tangerang: Penerbitan Sarana Bobo. Kennedy, Michelle.2004. Melatih Anak agar Mandiri 99 Tips Jitu bagi Orang Tua. Jakarta: Erlangga. Mubarak, Wahit, dkk. 2006. Ilmu Keperawatan Komunitas 2. Jakarta: Sagung Seto. Musbir, Wastidar. 2006. 50 Tahun IBI Menyongsong Masa Depan. Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia. Mushoffa, Aziz. 2004. Mendidik Buah Hati dengan Cinta. Surabaya: Eureka. Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba Medika. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Asdi Mahasatya. Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Sugiyono. 2007. Statistik untuk Penelitian. Jawa Barat: Alfa Beta. Suherman. 2000. Buku Saku Perkembangan Anak. Jakarta: EGC. Supartini, Yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC. Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC. Hubungan Stimulasi Orang Tua Tentang Toilet Training Dengan Kemandirian Anak Dalam mengontrol BAB dan BAK (Dwi Wahyuningtyas) Thompson, June. 2003. Toddlercare Pedoman Untuk Merawat Balita. Jakarta: Erlangga. Walgito, Bimo. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi. 91 Windayati, yoyi. 2006. KTI Hubungan Pengetahuan, Pendidikan dan Pekerjaan ibu dengan Pemberian MP ASI Secara Dini pada Bayi usia 0-6 bulan. 92 Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 92 - 99 PENELITIAN ILMIAH Upaya Peningkatan Jumlah Kunjungan ABSTRACT Pelayanan Antenatal Di Rumah Sakit Antenatal care is health service for pregnant women during gestation period adherent to antenatal service standard. Antenatal visit at Dr. Soctomo General Hospital (DSGH) decreased in contrast with the condition at Surabaya Catholic Hospital (SCH). To be able to improve antenatal care at DSGH, a Functional Benchmarking study was excecuted at SCH. The objective of this research is to formulate efforts for increasing pregnant women's antenatal visit at DSGH. This was an observational research using Benchmarking study and cross sectional method. Carried out in June 2003, the total respondents were 100 pregnant mother's characteristics, service quality and the tariff of antenatal service. T test was used to analysis data. The difference showed at 1) Reliability Dimension i.e. patient's satisfaction and satisfaction upon examination; 2) Assurance Dimension in particular service's certainly, matched expectation; future antenatal service; 3) Emphaty Dimension i.e. attentive and patient during examination; 4) Responsiveness Dimension i.e. waiting time for antenatal examination and waiting time for lab test, and 5) Tariff information i.e. tariffs difference and tariffs procedure. Based on the result of Functional Benchmarking study, a recommendation was formulated to increase antenalal visit at DSGH. Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya Effort To Increase Antenatal Sevice Visits: A Study In Local Public Hospital Dr. Soetomo Surabaya SUNARSIH*) *) Program Studi Kebidanan Sutomo Politeknik Kesehatan Depkes Surabaya Keywords ; Benchmarking, pregnant women, antenatal visit Correcpondence : Sunarsih, Jl. Prof. Dr. Moestopo, Surabaya, Indonesia PENDAHULUAN Program Kesehatan ibu dan anak bertujuan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan kesehatan ibu dan anak secara efektif dan efisien. Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilannya sesiiai dengan standar pelayanan antenatal yang sudah ditetapkan. Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia pada tahun 1986 adalah 450 per 100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 1994 menjadi 390 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 1.994). Hal tersebut menunjukkan bahwa derajat kesehatan ibu di Indonesia masih cukup memprihatinkan, sedangkan penurunan angka kematian ibu sangat lambat. Data Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menyebutkan penyebab kematian ibu adalah perdarahan (66,7%), eklampsi atau keracunan kehamilan (20,3%) dan infeksi (13,0%). Jenis perdarahan yang menjadi penyebab utama kematian ibu bersalin adalah perdarahan pasca persalinan, yaitu 34% dari seluruh jenis kasus perdarahan yang menyebabkan kematian ibu bersalin (Djoko, 1997). Antenatal care (Pelayanan antenatal) merupakan salah satu tindakan dalam menjaga kesehatan serta mencegah terjadinya kesakitan dan kematian selama hamil, serta mempersiapkan kondisi ibu sehingga dapat melalui proses persalinan yang aman, selamat dan dapat melahirkan bayi yang sehat (Rusiawati, Erwin dan Agus S, 1995). Pemeriksaan kehamilan perlu dilakukan oleh ibu selama hamil, mulai dari trimester pertama sampai saat melahirkan. Tujuan pemeriksaan kehamilan adalah mendeteksi risiko kehamilan ibu sehingga bisa mengurangi kematian ibu dan bayi. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Soetomo Surabaya, yang merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah Indonesia bagian Timur mempunyai visi sebagai Rumah Sakit Pendidikan terbaik dan terpandang di Indonesia, dengan ciri-ciri keluaran seperti : aman, informatif, efektif, efisien, mutu, manusiawi, memuaskan. Untuk mencapai visi tersebut, RSUD Dr. Soetomo Surabaya mempunyai misi sebagai berikut: pemuka dalam pelayanan, pemuka dalam pendidikan dan pemuka dalam penelitian. RSUD Dr. Soetomo Surabaya memiliki 2 poliklinik hamil yaitu Poliklinik Hamil I dan Poliklinik Hamil II. Poliklinik hamil I merupakan poliklinik rujukan dari luar RSUD Dr Soetomo dan keberadaannya juga lebih lama dibanding poliklinik hamil II yang hanya digunakan untuk pemeriksaan kehamilan normal. Menyusun upaya peningkatan jumlah kunjungan pelayanan antenatal di poliklinik antenatal RSUD Dr. Soetomo Surabaya melalui studi Benchmarking di Rumah Sakit Katolik Santo Vincentius A. Paulo Surabaya. TINJAUAN PUSTAKA Faktor Yang Mempengaruhi Pelayanan Kesehatan Pemanfaatan Dari berbagai konsep tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan mempunyai komponen yang hampir sama, namun penulis mengambil yang mencakup secara keseluruhan adalah rumusan menurut Green (1991), kerangka konseptual dalam penelitian ini menggunakan konsep Green 1991) Upaya Peningkatan Jumlah Kunjungan Pelayanan Antenatal Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya (Sunarsih) tentang bagaimana seseorang memanfaatkan pelayanan kesehatan yaitu : B = Behaviour (utility) f = function P F = Presdiposing Factors E F = Enabling Factors RF .= Reinforcing Factors. Konsep tersebut menjelaskan bahwa seseorang akan memanfaatkan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh, yaitu: (1) Predisposing Factors: pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-niai yang terdapat dalam diri/individu. (2) Enabling Factors: tersedianya fasilitas kesehatan dan kemudahan untuk nencapai menjadi faktor pendukung. (3) Reinforcing Factors: bahwa keluarga, guru, karyawan, petugas kesehatan, pemuka masyarakat, pengambil keputusan merupakan pendorong memanfaatkan fasilitas kesehatan. Pemasaran Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial yang membuat seseorang secara pribadi maupun kelompok memperoieh apa yang dibutuhkan dan inginkan melalui mencipta dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain (Philip, 1997) Yang mendasari pemasaran adalah : (1) Kebutuhan adalah suatu keadaan akan sebagian dari kepuasan dasar yang dirasakan dan disadari (Supriyanto, 1998). (2) Keinginan adaiah hasrat untuk memperoleh pemuas tertentu untuk kebutuhan yang lebih mendalam. (3) Permintaan adaiah jumlah keinginan terhadap produk/jasa pelayanan tertentu yang didukung suatu kemampuan dan kemauan untuk membeli atau memanfaatkan jasa tersebut (Supriyanto, 1998). Apabila pelayanan kesehatan dapat dikatakan sebagai perusahaan, maka syarat yang harus dipenuhi oleh suatu perusahaan agar dapat sukses dan dapat menyampaikan barang dan jasa sesuai yang diinginkan konsumen dengan harga yang pantas (Levitt, 1987). Beberapa faktor yang prinsip bahwa jasa yang harus diberikan dalam pelayanan kesehatan memenuhi kriteria atau atribut (Parasuraman, et al), 1985). (1) Daya serap (responsiveness) (2) Jaminan (assurance). (3) Bukti langsung (tangibles). (4) Kepedulian (empathy). (5) Keandalan (reliability). Pelayanan kesehatan rumah sakit Dengan semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat akan haknya sebagai penerima jasa pelanggan serta kemampuan dibidang finansial, sehingga mampu memilih berbagai alternatif pelayanan yang bemutu yang dapat memberikan kepuasan bagi dirinya maupun maupun Keluarga. Dimasa mendatang Rumah Sakit akan berkompetisi secara global baik dalam maupun luar negeri. Tinggi rendahnya mutu Rumah Sakit sangat dipengaruhi sumber daya rumah sakit yaitu tenaga. pembiayaan, sarana dan tehnologi yang digunakan. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit. Secara berfahap dilakukan intervensi terhadap hal-hal: (1) Meningkatkan mutu rekam medik Rumah Sakit, (2) Meningkatkan mutu sistem inforrnasi Rumah Sakit, (3) Menyusun perundang- 93 undangan dan peraturan baru yang dapat mendukung fungsi rumah sakit pemerintah sebagai suatu organisasi sosio ekonomi. (4) Menyempurnakan organisasi Rumah Sakit sehingga dapat berfungsi sebagai unit sosio ekonomi. (5) Menerapkan sistem akuntansi yang berdasar "Actual-basis " (6) Menyempurnakan perencanaan biaya. Dan (7) Meneliti dari kepustakaan kemampuan dan kemauan masyarakat untuk membayar biaya pelayanan kesehatan rumah sakit dan menyusun cara yang mudah dan sederhana untuk menentukan tarif. Definisi Benchmarking Menurut Benchmarking for Competitive Advantage dalam Tomy Bended, 1995 benchmarking adalah merupakan model dari manajemen baik evaluasi maupun revolusi dalam pola pemikiran bisnis. Menurut Supriyanto (1998) Benchmarking rumah sakit adalah suatu proses dan proaktif yang dipakai rumah sakit untuk mengkaji bagaimana rumah sakit lain menjalankan fungsi tertentu guna mengembangkan cara rumah sakit itu dalam menjalankan yang sama atau serupa. Menurut Koesoemo, (1995) Benchmarking rumah sakit adalah suatu usaha dari rumah sakit untuk meningkatkan mutu rumah sakit dengan membandingkannya dengan rumah sakit lain baik input, proses dan output. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat studi benchmarking dengan model benchmarking fungsional. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Daerah Dr. Sutomo Surabaya dan Rumah Sakit Katholik Santo Vincentius A Paulo Surabaya. Pengambilan dilakukan selama 2 (dua ) minggu. Menggunakan analisis data uji beda dengan T Tes dengan metode cross sectional. Adapun variabel yang dievaluasi yaitu: (1) Karakteristik ibu hamil meliputi Umur, Pekerjaan, Pendidikan, Usia Kehamilan, Jumlah Kehamilan. (2) Variabel Mutu Pelayanan yang meliputi Responsiveness, Assurance, Tangible, Empathy, Reliability. (3) Variabel Tarip.Yang mencakup: Informasi tarip, Perbedaan tarif, Penerapan tarif, Keterjangkauan, dan Kesesuaian. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Responden terbesar pada usia 26 - 30 thn sejumlah 38% dari RSK, dan responcien terkecil usia 18 - 20 tahun 2%, dan responden RSUD Dr. Soetomo rata - rata responden berumur 30 thn. Yang memilih pelayanan antenatal di RSK St. Vincentius A Paulo dan RSUD Dr. Soetomo. Menurut Harlock (1998) semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercayai dari orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya. Makin tua umur seseorang, makin konstruktif dalam 94 Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 92 - 99 menghadapi masalah. Status pekerjaan responden di RSK St. Vincentius A Paulo Surabaya 60% tidak bekerja, sedangkan di RSUD Dr. Soetomo 52%. Secara umum mayoritas responden tidak bekerja. Dari hasil analisis bahwa tingkat pendidikan tidak ada perbedaannya, pendidikan responden yang terbanyak dari kedua rumah sakit adalah SLTA. Akan tetapi, tingkat pendidikan responden RSUD Dr. Soetomo lebih tinggi dari tingkat pendidikan RSK St. Vincentius A Paulo. Dikarenakan ada yang berpendidikan sarjana strata satu. Tingkat pendidikan responden sebagian besar memiliki pendidikan menengah intinya Sekolah Menengah Umum 73% di RSUD Dr. Soetomo sedangkan RSK 82%, secara umum pada dua rumah sakit tidak ada perbedaan. Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan bukan merupakan landasan seseorang dalam memutuskan pilihan pelayanan antenatal. Penelitian ini tidak sejalan dengan M, Gagne, 1977 yang dikutip dari Thinni, R, 1994 mengatakan bahwa tingkat pendidikan formal merupakan landasan seseorang dalam berbuat sesuatu, membuat lebih mengerti dan memahami sesuatu, atau menerima dan menolak sesuatu. Tetapi tingkat pendidikan formal juga memungkinkan perbedaan pengetahuan dan pengambilan keputusan. Menurut Mantra (1985) makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah menerima informasi baik dari orang lain rmupun dari rnedia massa. Sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, mereka akan berpikir maju dan sanqat ingin mencoba hal - hal atau cara cara yang baru. Dengan sifat yang demikian ini mendorong mereka keluar dari Iingkungan dan masuk ke lingkungan pergaulan yang lebih luas. Umur kehamilan responden terbanyak adalah tribulan I RSK dari RSUD Dr. Soetomo, hal tersebut dikarenakan unttik pemeriksaaan kehamilan di RSK sejak kehamilan minimal 8 minggu. Jumlah kehamilan responden terbanyak kehamilan pertama 48 % untuk RSK, sedangkan di RSUD Dr. Soetomo kehamilan kedua sebanyak 48%. Hal tersebut dimungkinkan karena pada hari rabu merupakan hari buka kunjungan baru baik primigravida maupun multigravida pada RSK St. Vincentius A Paulo Surabaya. Dimensi Reliability Dari 8 (delapan) komponen penilaian dimensi Reliability, yaitu: Antrian cepat, Kepuasan pelayanan dari pasien datang sampai pulang, Kepuasan tindakan pemeriksaan kehamilan, Kepercayaan penanganan, Waktu tanya jawab, Pemeriksaan kehamilan lebih dari 1 orang, Informasi pemeriksaan lanjutan, dan Kejelasan informasi, bisa direkapitulasi dan disajikan dalam tabel 1 di bawah ini. Tabel 1 Hasil rekapitulasi penilaian dimensi Reliability di RS Katolik St. Vincentius A Paulo dan RSUD Dr. Soetomo, Surabaya Juni 2003 Dimensi Reliability Rumah Sakit Rata-Rata Total Kurang baik Baik Sangat Baik RSK 35 15 4,30 50 (70%) (30%) (50%) RSUD Dr. Soetomo 4 39 7 4,06 50 (8%) (78%) (14%) (50%) Total 4 74 22 100 (4%) (74%) (22%) (100%) Analisis uji beda : p = 0,012 Dari hasil analisis bahwa dimensi reliability secara umum sama, tetapi setelah dirinci dari responden RSK St. VincentiLrs A Paulo lebih tinggi dalam hal kepuasan pelayanan dan kepuasan tindakan pelayanan antenatal. Hal ini disebabkan karena seseorang untuk datang ke pelayanan antenatal mempunyai hak untuk memilih dan menggunakan fasilitas kesehatan yang menjadi tujuannya untuk mencari kepuasan atas dirinya. Menurut Kotler, et al (1996) menegaskan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja dan hasil yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya. Dimensi Assurance Dari 6 (enam) komponen penilaian Dimensi Assurance, yaitu : Keyakinan, Kesesuaian, Penerimaan, Periksa yang akan datang, Pemeriksa terbaik, RS disukai bisa direkapitulasi dan disajikan dalam Tabel 2 di bawah ini. Upaya Peningkatan Jumlah Kunjungan Pelayanan Antenatal Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya (Sunarsih) 95 Tabel 2 Hasil rekapitulasi penilaian dimensi Assurance di RS Katolik St. Vincentius A Paulo dan RSUD Dr. Soetomo, Surabaya Juni 2003 Dimensi Assurance Rumah Sakit Rata-Rata Total Kurang baik Baik Sangat Baik RSK 36 14 4,28 50 (72%) (28%) (50%) RSUD Dr. Soetomo 1 37 12 4,22 50 (2%) (74%) (24%) (50%) Total 1 73 26 100 (1%) (73%) (26%) (100%) Analisis uji beda : p = 0,001 Pada sikap pemberi pelayanan terutama dimensi Assurance ada perbedaan bermakna antara di RSK Santo Vincentius A Paulo Surabaya dengan dimensi Assurance mean 4,28 dan di RSUD Dr. Soatomo Surabaya dimensi Assurance mean 4,22. Hasil uji T menunjukan ada perbedaan bermakna antara dimensi Assurance di RSK Santo Vincentius A Paulo Surabaya dan dimensi Assurance di RSUD Dr. Soetomo Surabaya dengan nilai p = 0,001. Hal ini dimungkinkan di RSK Santo Vincentius A Paulo Surabaya, hubungan antar manusia menyangkut hubungan interpersonal dengan menyampaikan keluhan klien kepada petugas kesehatan yang dipercaya maka membuat klien lepas masalah yang dihadapi dapat terkurangi beban pikirannya. Sejak datang sudah merasa mempunyai pilihan yang sesuai dengan keinginan, sehingga keseluruhan pemeriksaan kehamilan menurutnya sudah memenuhi keinginannya. Dengan pengalarnan datang memeriksakan kehamilan ke poliklinik yang dipilih tentunya dapat merasakan hasil pengalaman. Menurut Zeitham, et al (1993), bahwa seseorang akan ke fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan pengalaman masa lampau, dari mulut ke mulut. Faktor- faktor yang menentukan harapan pelanggan meliputi kebutuhan pribadi, pengalaman masa lampau, rekomendasi dari mulut ke mulut dan iklan (Tjiptono, Fandi, 1997). Word Of Mouth menurut Zeitham, et al (1993) merupakan pernyataan secara personal maupun non personal yang disampaikan oleh orang lain selain organisasi kepada pelanggan. Word Of Mouth ini biasanya cepat diterima oleh pelanggan karena yang menyampaikannya adalah mereka yang dapat dipercayainya seperti para ahli, teman, keluarga, dan publikasi dan media massa. Di samping itu World Of Mouth juga cepat diterima sebagai referensi karena pelanggan jasa biasanya sulit mengevaluasi jasa yang belum dibelinya atau belum dirasakan sendiri. Menurut Zeitham, et al (1993) pengalaman masa lalu meliputi hal-hal yang telah dipelajari atau diketahui pelanggan dari yang pernah diterima di masa lalu. Kesan seseorarig akan melekat dalarn rekaman, bila saat datang diterima oleh petugas kesehatan yang menyenangkan maka cenderung akan datang dan mengulang perbuatannya. Sehingga pada keadaan yang sama klien akan datang kembali di tempat yang sama. Ada kemungkinan apabila sudah mendapat perlakuan yang nyaman seseorang mempunyai kecenderungan tidak mau kembali. Sehingga apabila dihadapkan dengan suatu pilihan ataupun perbandingan maka seseorang menetapkan keputusan sesuai dengan hal yang dihadapi saja. Sedangkan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya petugas kesehatan pemberi pefayanan yang menetap adalah bidan, yang tidak memeriksa kehamilan langsung kepada pasien, sehingga kurang kamunlkasl dan tidak terjadi hubungan interpersonal yang mendalam. Seseorang dapat menyarnpaikan keluhan tersebut karena sudah merasa percaya. Sehingga klien beium merasa pemeriksaan kehamilan yang diberikan belum memenuhi yang diinginkan, harapan seseorang satu dengan dendan ang lain tentu berbeda. Petugas pemberi pelayanan antenatal (bidan, mahasiswa) yang satu dengan yang lain kemungkinan berbeda dalam cara memberi sambutan. Dari apa yang diterima klien, maka klien mengambil sikap tidak mengulang pengalaman yang kurang menarik, sehingga berpindah ke tempat pelayanan antenatal yang lain. Oleh sebab itu akhirnya tidak menentukan poliklinik antenatal di RSUD Dr. Soetomo Surabaya sebagai Rurnah Sakit yang terbaik. Dalam pelayanan kunjungan antenatal kesesuaian harapan, pemeriksaan kehamilan di RSK St. Vincentius A Paulo sebagai rumah sakit terbaik menurut analisis hasil penelitian. Hal ini kemungkinan dengan adanya petunjuk yang jelas dan tempat pelayanan antenatal yang dekat dengan lokasi loket sehingga sangat memudahkan untuk ditemukan. Diatur dengan model pengambilan kartu nomor terlebih dahulu, kemudian setelah loket dibuka antrian sesuai nomor kartu. Menjadi suatu prosedur pefayanan bahwa setelah dari loket, lokasi pemeriksaan sangat dekat karena menjadi satu lokasi. Cara pemanggilan tidak satu persatu, tapi dapaf Iangsung memanggil sepuluh klien. Dari sepuluh klien yang dipanggil diperiksa kehamilannya sesuai kapasitas tempat tidur. Sedangkan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, tentunya untuk mencari loket mudah ditemukan karena petunjuk informasi yang jelas. Berkaitan dengan banyaknya loket karcis dan loket khusus untuk poliklinik rawat jalan tertentu sehingga masih harus mencari loket khusus untuk periksa hamil karena berbagai loket - loket tersebut menjadi satu lokasi maka tampaknya sangat padat untuk mencapai tempat tersebut memerlukan waktu. Sedangkan untuk menuju ke tempat pemeriksaan memang tidak berada pada satu lantai. Sehingga klien harus berjalan, sehingga perlu waktu Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 92 - 99 96 lagi. Hal ini yang membuat klien menambah waktu menjadi lama. Pemeriksaan kehamilan akan menunggu status yang dari loket (lantai satu), pemeriksaan kehamilan sampai di lantai dua, baru kemudian mulai diperiksa kehamilannya. Di RSK Santo Vincantlus A Paulo Surabaya melaksanakan tanya jawab tentang riwayat kehamilan dikerjakan oleh satu orang tenaga hingga tuntas pemeriksaan. Dan untuk klien yang memerlukan waktu lama ditentukan hari buka tertentu, seperti hari rabu khusus untuk kunjungan baru baik primigravida maupun multigravida clan dibatasi jumlah kunjungannya, apabila lebih disarankan untuk hari buka rabu berikutnya. Apabila ada mahasiswa maka untuk pemantapan kompetensi dilakukan saat di laboratorium, sehingga bila sudah diperiksa mahasiswa, tidak semua diperiksa tagi sehingga tidak timbul kesan diperiksa oleh lebih satu orang. Meskipun sebenarnya terjadi juga pada kasus pemeriksaan kehamilan yang letaknya meragukan dan perlu didiagnosa yang tepat oleh bidan. Lagi pula mahasiswa beridentitas banyak kesamaan dengan tenaga pemeriksa (bidan) sehingga kurang adanya perbedaan. Kurang terjadi menunggu lama berkaitan dengan yang memeriksa kehamilan adalah bidannya sendiri, sedangkan jasa dokter sebagai konsultan apabila ada kelainan. Bidan memberi kesempatan konseling, karena adanya waktu untuk klien berkaitan dengan memeriksa, hingga saran, nasehat dan obat yang diperlukan klien adalah tanggung jawab bidan itu sendiri. Hasil pemeriksaan segera dapat diinformasikan, karena merupakan urutan langkah kegiatan pemeriksaan kehamilan yang menjadi tanggung jawabnya. Sedangkan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya kemungkinan karena yang melaksanakan sebagian besar mahasiswa baik dari kebidanan maupun dari kedokteran sehingga memerlukan waktu lebih lama. Juga hari buka poliklinik hari sendiri sampai dengan jum'at, tanpa memberi hari khusus untuk kunjungan baru yang perlu waktu lebih lama untuk tanya jawab riwayat kehamilannya. Dimensi Tangible Dari 6 (enam) komponen penilaian dimensi Tangible, yaitu: mudah dijangkau, kebersihan ruangan, kebersihan alat, kelengkapan alat, menemukan loket, dan jarak loket. Tabel 3 Hasil rekapitulasi penilaian dimensi Tangible di RS Katolik St. Vincentius A Paulo dan RSUD Dr. Soetomo, Surabaya Juni 2003 Dimensi tangible Rumah Sakit Rata-Rata Total Baik Sangat Baik RSK 16 34 4,68 50 (32%) (68%) (50%) RSUD Dr. Soetomo 20 30 4,60 50 (40%) (60%) (50%) Total 41 59 100 (41%) (59%) (100%) Analisis uji beda : p = 0,410 Dari hasil analisis dimensi tangible secara umum maupun khusus adalah sama, tidak ada perbedaan. Empathy, yaitu: Perhatian bidan, Kepedulian, Kesabaran memeriksa, Kesabaran mendengar, Dimensi empathy bisa direkapitulasi dan disajikan dalam tabel 5.28 di bawah ini: Dimensi Empathy Dari 5 (lima) komponen penilaian dimensi Tabel 4 Hasil rekapitulasi penilaian dimensi Empathy di RS Katolik. St. Vincentius A Paulo dan RSUD Dr. Soetomo, Surabaya Juni 2003 Dimensi empathy Rumah Sakit Rata-Rata Total Baik Sangat Baik RSK 28 22 4,44 50 (56%) (44%) (50%) RSUD Dr. Soetomo 27 23 4,46 50 (54%) (46%) (50%) Total 55 45 100 (55%) (45%) (100%) Analisis uji beda : p = 0,943 Dari hasil analisis dimensi empathy secara umum sama. Setelah dirinci sesuai indikator terdapat perbedaan lebih tinggi kepedulian pada saat pemeriksaan kehamilan RSK St. Vincentius A Paulo dan kesabaran dalam memeriksa di RSUD Dr. Soetomo lebih tinggi, yang berarti lebih sabar. Ibu hamil di RSK St. Vincentius merasa puas dengan kepedulian pada saat pemeriksaan kehamilan dan kesabaran dalam memeriksa. Hal ini disebabkan karena dalam memberi pelayanan antenatal, faktor Upaya Peningkatan Jumlah Kunjungan Pelayanan Antenatal Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya (Sunarsih) individu pemberi pelayanan terpanggil atas rasa tanggung jawab dan berperan sebagai pelaksana pelayanan antenatal yang didasari oleh religi. Menurut Engel, et al (1990) bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli dimana alternatif yang dipilih sekurangkurangnya sama atau melampui harapan pelanggan, sedangkan ketidak puasan timbul apabila hasil tidak memenuhi harapan. 97 Dimensi Responsiveness Dari 6 (enam) komponen penilaian dimensi Responsiveness, yaitu: Kecepatan bidan mulai, Waktu tunggu pemeriksaan, Waktu tunggu Pemeriksaan Laboratorium, Kemudahan informasi hasil, Waktu antri loket, dan Waktu bisa direkapitulasi dan disajikan dalam tabel 5 di bawah ini : Tabel 5 Hasil rekapitulasi penilaian dimensi Responsiveness di RS Katolik St. Vincentius A Paulo dan RSUD Dr. Soetomo, Surabaya Juni 2003 Dimensi Responsiveness Rumah Sakit Rata-Rata Total Kurang baik Baik Sangat Baik RSK 35 15 4,30 50 (70%) (30%) (50%) RSUD Dr. 3 35 12 4,18 50 (6%) (70%) (24%) (50%) Soetomo Total 3 70 27 100 (3%) (70%) (27%) (100%) Analisis uji beda : p = 0,227 Dari analisis data secara diskriptif responsiveness responden RSK St. Vincentius A Paulo 70% menunjukkan cepat, sedangkan responden RSUD Dr. Soetomo sebesar 70% menunjukkan rensponsiveness cepat. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara responsiveness RSK clan responsiveness RSUD Dr. Soetomo. Hal ini dimungkinkan oleh karena pelayanan di RSK dilaksanakan dengan hubungan antar manusia yang bernuansa religius, petugas relatif homogen (hanya bidan saja), sehingga layanan di poliklinik antenatal memberikan respon yang positif terhadap klien yang datang untuk mendapatkan pelayanan antenatal Kecuali apabila ditemukan kelainan, maka klien akan dikonsultasikan, sehingga klien tidak perlu lama menunggu. Sedangkan di RSUD Dr. Soetomo dengan petugas yang heterogen, saling memiliki tujuan berbeda, sehingga mempunyai kepentingan yang berbeda dapat menciptakan kondisi yang positip. Di RSK St. Vincentius A Paulo waktu tunggu pemeriksaan cepat, sehubungan dengan semua langkah pemeriksaan kehamilan dilaksanakan oleh bidan. Bidan sudah siap sejak pagi pukul 07.00, mengingat jumlah kunjungan yang cukup besar. Di RSK St Vincentius A Paolo waktu tunggu pemeriksaan cepat, langkah pemeriksaan kehamilan sudah siap sejak pagi pukul 07.00, mengingat jumlah kunjungan yang cukup besar. Sedangkan waktu jam kerja dimulai pukul 07.00 sampai pada pukui 14.30 mengatur waktu yang tersedia dapat diefektifkan dengan baik dan dapat menyelesaikan semua pekerjaan dengan baik. Untuk pemeriksaan laboratorium tidak memerlukan waktu yang lama, karena lokasi laboratorium dekat dengan tempat pemeriksaan antenatal dan pemeriksaan laboratorium dilakukan oleh petugas di poliklinik antenatal (bidan). Dengan demikian tidak lagi menggantungkan pekerjaan pada pihak lain, semua kegiatan dalam peiayanan kunjungan antenatal dilaksanakan oleh bidan sendiri. Menurut pedoman penetapan standar pelayanan (Anonim, 2000) bahwa dalam pemeriksaan antenatal langkah-langkah dalam mefayani ibu hamil merupakan suatu hal yang sudah baku antara lain komunikasi dalam rangka hubungan antar manusia dan berakhir dengan konseling. Informasi hasil pemeriksaan yang berkaitan dengan antenatal dapat diperoleh di tempat yang dekat dengan poliklinik antenatal sehingga memudahkan dan juga tidak perlu waktu lama untuk menunggu informasi hasil pemeriksaan dengan demikian klien merasa bahwa dimensi Responsiveness di RSK cukup baik. Sedangkan di RSUD Dr. Soetomo merupakan Rumah Sakit pendidikan dan lebihbersifat umum, petugas cukup heterogen, (bidan, DM, PPDS, Mahasiswa Kebidanan), pekarya kesehatan (Laborant). Hal tersebut memungkinkan adanya perbedaan kepentingan dari masing-masing petugas, sehingga tidak jarang hubungan interpersonal antara petugas dan klien sering terabaikan, tetapi model pelayanan sebagai berikut; tempat penyimpanan status pasien; tempat pendaftaran dan pelayanan informasi antenatal berada dilantai I sedangkan tempat pelayanan antenatal berada di lantai II, maka status data pasien tidak disertakan ketika klien naik ke lantai II tetapi menunggu kuota tertentu baru kemudian dibawa oleh petugas ke lantai II tempat pemeriksaan antenatal dilakukan. Sehingga klien harus menunggu waktu yang cukup lama untuk mendapatkan pemeriksaan antenatal. Untuk pemeriksaan terdapat petugas berpindah dan jauh dari poli antenatal sehingga butuh waktu relatif lama untuk mendapatkan pemeriksaan laboratarium, sedangkan informasi hasil pemeriksaan diberikan dengan selang waktu yang cukup lama dan di lokasi tersendiri pula sehingga dirasakan Responsiveness RSUD dr. Soetomo kurang bailk daripada RSK. Pendapat Responden Mengenai Tarip Dari 6 (enam) komponen penilaian tarip, yaitu: (1) Informasi, (2) Perbedaan, (3) Prosedur, (4) Keterjangkauan, (5) Kesesuaian, (6) Tarip, bisa Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 92 - 99 98 direkapitulasi dan disajikan dalam tabel 6 di bawah ini. Tabel 6 Distribusi Tarif RS Katolik St Vincentius A Paulo dan RSUD Dr. Soetomo Juni 2003 Tarif Rumah Sakit Rata-Rata Total Setuju Tidak Setuju RSK 29 21 4,42 50 (58%) (42%) (50%) RSUD Dr. Soetomo 26 24 4,48 50 (52%) (48%) (50%) Total 55 45 100 (55%) (45%) (100%) Analisis uji beda : p = 0,551 Dari hasil analisis tentang tarif, dengan menggunakan uji t, p = 0,551 ternyata terdapat kesamaan antara ibu hamil yang pelayanan antenatal di RSK St. Vincentius A Paulo dengan ibu hamil yang pelayanan antenatal di RSUD Dr. Soetomo. Namun setelah dirinci sesuai indikatornya untuk informasi tarip, perbedaan tarip dan prosedur keuangan tarip RSK St. Vincentius A Paulo, lebih tinggi. Hal ini disebabkan bahwa daya beii pasar RSK lebih dibanding dengan RSUD Dr. Soetomo. Kemampuan daya beli pelayanan antenatal sesuai hasil penelitian bahwa menentukan suatu pelayanan kesehatan ditentukan oleh faktor ekonomi, bila faktor ekonomi tidak memungkinkan atau tidak terjangkau maka keputusan yang dibuat dalam memilih pelayanan kesehatan dapat berubah. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari uraian dan hasil temuan penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa: (1) Mutu pelayanan RSK yang perlu di-benchmarking sesuai dengan hasil peneiitian dari pada RSUD Dr. Soetomo, dapat diuraikan secara rinci sebagai berikut: (a) Dimensi reliability RSK lebih baik, RSK lebih tinggi dari pada RSUD Dr. Soetomo yaitu kepuasan pelayanan sejak pasien datang sampai pulang, dan kepuasan tindakan pemeriksaan kehamilan. (b) Dimensi assurance RSK dari pada RSUD Dr. Soetomo yaitu : keyakinan terhadap pelayanan, kesesuaian harapan, pemeriksaan terbaik, dan Rumah Sakit yang disukai. (c) Dimensi tangible RSK dan RSUD Dr. Soetomo diantara kedua Rumah Sakit, sama. (d) Dimensi empathy ada perbedaan secara bermakna yaitu kepedulian terhadap pasien, dan kesabaran memeriksa RSK lebih tinggi dari pada RSUD Dr. Soetomo. (e) Dimensi responsiveness, ada pebedaan yaitu : waktu pemeriksaan kehamilan dan waktu pemeriksaan laboratorium RSK lebih cepat dari pada RSUD Dr. Soetomo. (2) Tarip pelayanan ada perbedaan yaitu informasi tarip RSK Iebih mudah diketahui, perbedaan tarip RSK tidak mahal dibandingkan dengan pemeriksaan yang diterima. Penerapan prosedur keuangan RSK lebih tertata dari pada RSUD Dr. Soetomo. Saran rencana Penelitian ini menyarankan: (1) Menyusun dan strategi kegiatan jangka pendek, menengah dan jangka panjang sesuai proiritas rekomendasi. (2) Melaksanakan rencana dan strategi kegiatan jangka pendek, menengah dan jangka panjang sesuai prioritas rekomendasi. (3) Mengevaluasi kegiatan jangka pendek, menengah dan jangka panjang sesuai prioritas rekomendasi. DAFTAR PUSTAKA Abadi (1988), Tak Ada Kehamilan Tanpa Resiko, Harian Surya, 5 April Surabaya Anonim (1998) Pedoman Kerja Puskesmas, Jilid I, Jakarta. Anonim (2000), Pedoman Penetapan Standar Pelayanan Minimal dalam bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota, Jakarta. Anonim (1993), Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil, Dalam Konteks Keluarga, Jakarta. Anonim (1994),Pedoman teknis terpadu Audit Maternal Perinatal di Tingkat Dati II, Jakarta. Anonim (1995), Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat, Kesehatan ibu dan anak, Jakarta. Arikunto, Suharsimi, (1997). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara, Jakarta Azwar, Azrul (1996), Pengantar Administrasi Kesehatan. Binaputra Aksara, Jakarta Amirin, Tatang, (1992), Pokok - pokok Teori Sistem. Rajawali Press, Jakarta Beck, D., Buffington, ST., Me Dermot, J. and Berney, K. (1998). Healthy Mother and Healthy Newborn Care. American Colege of Nurse Midwifes, Washington, DC. Depkes Rl, (1977). Buku Pedoman Pelayanan Prenatal di Wilayah Kerja Puskesmas. Jakarta. Green, Lawrence, Marshall W. Krenter, Sigrid. G. Deeds, Koy. B. Partidge (1980). Health Education Planning A Diagnostic Approach. Mayfield Pub. Co. USA. WHO (World Health Organization), Geneva. (Antenatal Care and Maternal Health : How Effective is iti? "Intervention in Pregnancy Related to Major Causes of Maternal Morbility and Mortality" - Areview of the Evidence, WHO, 1992, pp. 16-34) Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. (2000). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Material dan Neonatal. Penerbit JNPKKR-POGI, Jakarta. Upaya Peningkatan Jumlah Kunjungan Pelayanan Antenatal Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya (Sunarsih) Zainuddin, M. (1999). Buku Panduan Penelitian Program Pasca Sarjana. MPPK. Unair Surabaya. 99 Zeithaml Valarie A, Pasuraman A, Berry L.L, (1990). Delivering Quality Service, The Free Press, Mac Milan Inc. A R T I K EJurnal LIlmiahKIlmuEKebidanan S EdanHKandungan, A T Vol. A 2,NNo. 2, September 2009 : 100 - 102 100 PENGARUH INISIASI MENYUSUI DINI TERHADAP KECEPATAN INVOLUSI UTERI M. HASINUDDIN Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Ngudia Husada Madura PENDAHULUAN Inisiasi menyusui dini (IMD) merupakan proses membiarkan bayi mencari dan minum Asi sendiri segera setelah lahir (farida, keajaiban menyusui dini, 2008). Berdasarkan studi pendahuluan di kabupaten bangkalan menunjukan sekitar 8 orang (16%) persalinan yang di tolong di lakukan inisiasi menyusui dini, dan sisanya 42 orang (84%) tidak dilakukan inisiasi menyusui dini. Faktor yang sangat mempengaruhi rendahnya pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini di Bangkalan adalah kepercayaan masyarakat dan kurangnya pengetahuan ibu yang sangat tidak mendukung adanya pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini. Karena masyarakat menganggap bahwa ASI yang keluar pertama kali yang berwarna kuning tersebut atau yag sering di sebut (kolostrum) harus di buang karena di anggap Basi, dan jika bayi di lakukan kontak kulit dengan ibunya mereka menganggap bayinya akan merasa kedinginan sangat membahayakan bagi bayi. Sehingga tidak mendukung program insiasi menyusui dini di kota bangkalan Proses involusi uterus di percepat pada ibu yang menyusui bayinya di satu jam pertama karena oksitosin yang di keluarkan sebagai respon terhadap isapan bayi. Menyusui dini akan menyebabkan adanya sentuhan, emutan dan jilatan bayi pada puting ibu, selama proses menyusu akan merangsang keluarnya oksitosin yang menyebabakan rahim berkontraksi sehingga membantu mengurangi perdarahan. Wanita yang menyusui bayinya akan lebih cepat pulih/turun berat badannya dari berat badan yang bertambah semasa kehamilan (Pusdiknakes, 2003:25). INISIASI MENYUSUI DINI (IMD) Inisiasi menyusui dini (early initation) atau permulaan menyusu dini adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir (Roesli, 2008,-3). Ada lima tahapan yang dilalui bayi saat inisiasi menyusui dini, yaitu : 1) Dalam 30 menit pertama, adalah stadium istirahat (diam) dalam keadaan siaga (rest/quite alert stage) bayi diam tidak bergerak, sesekali matanya terbuka lebar melihat ibunya, masa tenang yang istimewa ini merupakan penyesuaian peralihan dari keadaan dalam kandungan ke keadaan di luar kandungan; 2) Antara 30-40 menit, yaitu mengeluarkan suara, gerakan mulut seperti mau minum, mencium dan menjilat tangan, bayi mencium dan merasakan cairan ketuban yang ada di tangannya, bau ini sama dengan bau cairan yang di keluarkan payudara ibu dimana bau dan rasa ini akan membimbing bayi untuk menemukan payudara dan puting susu ibu; 3) Mengeluarkan air liur; 4) Bayi mulai bergerak ke arah payudara, yaitu areola (kalang payudara) sebagai sasaran, dengan kaki menekan perut ibu. ia menjilat-jilat kulit ibu, menghentak-hentakkan kepala ke dada ibu, menoleh ke kanan dan ke kiri, serta menyentuh dan meremas daerah puting susu dan sekitarnya dengan tangannya yang mungil; dan 4) menemukan, menjilat, mengulum puting, membuka mulut lebar dan melekat dengan baik (Roesh, 2008:17). Fungsi dan manfaat IMD antara lain : 1) ASI adalah cairan kehidupan, yang selain mengandung makanan juga mengandung penyerap, susu formula tak diberi enzim sehingga penyerapannya tergantung enzim di susu anak, sehingga Asi tidak “merebut” enzim anak (Dr. Utami Roesli, ayah dan Bunda:2008); 2) memberikan kekebalan pertama kepada bayi karena bayi langsung mendapatkan kolostrum dari Asi, dan bakteri yang baik dari kulit ibu; dan 3) merangsang keluarnya oksitosin karena sentuhan, hisapan, dan jilatan bayi pada puting ibu yang menyebabkan rahim berkontraksi sehingga membantu pengeluaran placenta dan mengurangi perdarahan pada ibu. Tatalaksana inisiasi menyusui dini (IMD) meliputi tata laksana inisiasi menyusui dini secara umum, dan inisiasi menyusui dini secara operasi caesar. Tatalaksana inisiasi menyusui dini secara umum antara lain : 1) dianjurkan suami atau keluarga, mendampingi ibu saat persalinan; 2) seluruh badan dan kepala bayi di keringkan secepatnya, kecuali kedua tangannya. Lemak putih (vernik) yang menyamakan kulit bayi sebaiknya di biarkan; 3) bayi di tengkurapkan di dada atau di perut ibu, biarkan kulit bayi melekat dengan kulit ibu, posisi kontak kulit dengan kulit ini di pertahan minimum satu jam atau setelah menyusui awal selesai, keduanya di selimuti, jika perlu gunakan topi bayi; 4) bayi di biarkan mencari puting susu ibu, ibu dapat merangsang bayi dengan sentuhan lembut tetapi tidak memaksakan bayi ke puting susu ibu; 5) biarkan kulit bayi tetap bersentuhan dengan kulit ibunya sampai berhasil menyusu pertama; dan 6) rawat gabung, selama 24 jam ibubayi tetap tidak di pisahkan dan bayi selalu dalam jangkauan ibu. Pengaruh Inisiasi Menyusui Dini Terhadap Kecepatan Involusi Uteri (M. Hasinuudin) Sedangkan inisiasi menyusui dini secara operasi Caesar antara lain : 1) tenaga dan pelayanan kesehatan yang suportif; 2) jika mungkin, di usahakan suhu ruangan 20-25°C di sediakan selimut untuk menutupi bayi dan badan ibu, disiapkan juga topi bayi untuk mengurangi hilangnya panas dari kepala bayi; 3) tata laksana selanjutnya sama, dengan tatalaksana umum; dan 4) jika inisiasi dini belum terjadi di kamar bersalin, kamar operasi atau bayi harus di pindah sebelum satu jam maka bayi tetap di letakkan di dada ibu ketika di pindahkan ke kamar perawatan atau pemulihan dan kemudian menyusui dini di lanjutkan di kamar perawatan ibu atau kamar pulih. (Roesli, 2008:20-23). Pentingnya kontak kulit bayi dengan ibu dan menyusu sendiri adalah : 1) dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak mencari payudara ini akan menurunkan kematian karena kedinginan (hypotermi ); 2) Ibu dan bayi merasa lebih tenang, pernafasan dan detak jantung bayi lebih stabil. Bayi akan lebih jarang menangis sehingga mengurangi pemakaian energi; 3) saat merangkak mencari payudara bayi memindahkan bakteri dari kulit ibunya dan ia akan menjilat-jilat kulit ibu menelan bakteri baik di kulit ibu, bakteri baik ini akan berkembang biak membentuk koloni di kulit dan usus bayi, menyaingi bakteri jahat dari lingkungan; 4) bonding (ikatan kasih sayang ) antara ibu-bayi akan lebih baik karena pada 1-2 jam pertama bayi dalam keadaaan siaga, Setelah itu biasanya bayi tidur dalam waktu yang lama; 5) makanan awal non Asi mengandung zat putih telur yang bukan berasal dari susu manusia misalnya dari susu hewan. Hal ini dapat mengganggu pertumbuhan fungsi usus dan mencetuskan alergi lebih awal.; 6) bayi yang di beri kesempatan menyusu dini lebih berhasil menyusu ekslusif dan akan lebih lama di susui; 7) hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi di puting susu dan sekitarnya, emutan, jilatan bayi pada puting ibu merangsang pengeluaran hormon oksitosin; 8) bayi mendapatkan Asi kolostrum; dan 9) ibu dan ayah akan sangat bahagia bertamu dengan bayinya untuk pertama kali dalam kondisi seperi ini (Utami Roesli, 2008: 12-14). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu post partum primipara tidak melaksanakan inisiasi menyusui dini 11 orang (61,1%). Yang di sebabkan karena salah satunya adalah tingkat pendidikan ibu di wilayah kerja puskesmas Bangkalan yang mayoritas berpendidikan SMP sebanyak 8 orang (44,4%). Dari 18 responden yang melaksanakan inisiasi menyusui dini hanya sebanyak 7 orang (38,8 %) responden. PROSES INVOLUSI UTERI Hasil penelitian didapatkan bahwa proses involusi uteri yang masih teraba sebanyak 11 orang (61,1%) responden dan yang sudah tidak teraba sebanyak 7 orang (38.9%) responden. Hal itu di sebabkan karena ibu primipara yang involusinya lambat atau TFU nya masih teraba mayoritas tidak melaksanakan IMD dan ibu yang proses involusinya cepat atau TFU nya sudah tidak teraba lagi sebagian besar melaksanakan IMD. Hal ini di sebabkan karena IMD dapat menyebabkan dan merangsang keluarnya oksitosin yang mengakibatkan rahim berkontraksi sehingga membantu mempercepat proses involusi uteri karena oksitosin sendiri merupakan simultan kuat bagi otot uterus terutama bagi ibu post partum primipara. PENGARUH INISIASI MENYUSUI DINI TERHADAP INVOLUSI UTERI PADA IBU POST PARTUM PRIMIPARA Setelah persalinan, laktasi di pertahankan oleh dua hormon penting yaitu prolaktin yang bekerja pada epitel alveolus untuk meningkatkan sekresi susu, dan oksitosin, yang menyebabkan penyemprotan susu. Oksitosin mengacu pada ekspulsi paksa susu dari lumen alveolus melalui duktus-duktus. Pengeluaran kedua hormon tersebut di rangsang oleh reflek neuroendokrin yang di picu oleh rangsangan menghisap pada puting payudara, penghisapan puting oleh bayi merangsang ujung-ujung saraf sensorik di puting, menimbulkan potensi aksi yang kemudian menjalar ke atas ke kordaspinalis lalu ke hipotalamus, memicu pengeluran oksitosin dari hipofisis posterior. Oksitosin pada gilirannya, merangsang kontraksi sel epitel di payudara sehingga menjadi penyemprotan susu atau “milk letdown” (palmer, 2000) Proses involusio dipercepat pada ibu yang menyusui bayinya karena oksitosin yang di keluarkan sebagai respon terhadap isapan bayi, menyusui dini akan menyebabkan adanya sentuhan, emutan dan jilatan bayi pada puting ibu selama proses menyusu akan merangsang keluarnya oksitosin yang menyebabkan rahim berkontraksi sehingga membantu mengurangi perdarahan. Oksitosin adalah simultan kuat bagi otot uterus (santoso, 2001). Hasil uji statistik dengan uji t 2 sampel bebas menunjukkan bahwa taraf signifikasi lebih kecil dari α (0,000<0,05) sehingga dapat di simpulkan bahwa ada pengaruh inisiasi menyusui dini terhadap involusi uteri pada ibu post partum primipara. Hasil observasi yang telah dilakukan didapatkan bahwa banyak ibu primipara yang tidak melakukan inisiasi menyusui dini. Sehingga proses involusi uteri lebih lambat, hal ini akan berdampak pada penyembuhan alat-alat kandungan. Kurangnya mobilisasi ibu juga dapat mengakibatkan lamanya proses pengembalin alat kandungan seperti sebelum hamil, hal ini berkaitan dengan tingkat pengetahuan ibu tentang mobilisasi dini pada ibu post partum. Keyakinan yang kurang juga menjadi penyebab ibu di wilayah kerja puskesmas Bangkalan kurang tertarik untuk melakukan mobilisasi dini. Sehingga pada proses involusi nya mayoritas masih teraba. 101 Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 100 - 102 102 Pengaruh inisiasi menyusui dini terhadap involusi uteri pada ibu post partum primipara sangat besar. Hal ini didukung o1eh pendapat Santoso (2001) Bahwa setelah persalinan proses involusi di percepat pada ibu yang menyusui bayinya karena oksitosin yang dikeluarkan sebagai respon terhadap isapan bayi. Menyusui dini akan menyebabkan adanya sentuhan, emutan dan jilatan bayi pada puting ibu selama proses menyusui akan merangsang keluarnya oksitosin yang menyebabkan rahim berkontraksi. Sehingga membantu mengurangi perdarahan dan mempercepat proses involusi uteri. Karena oksitosin sendiri merupakan simultan kuat bagi otot uterus terutama bagi ibu post partum primipara. PENUTUP Dari hasil análisis uji t 2 sampel bebas dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh inisiasi menyusui dini terhadap involusi uteri pada ibu post partum primipara.. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi, prof. Dr.2006. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta Elky.2008.Inisiasi Menyusui Dini Cegah Potensi kematian.http: // www.Berita Jakarta.com / v_Ind / Berita _23-01-08. Hellen Farrer.2001.Perawatan Maternitas.Jakarta: EGC Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Ed_2: Jakarta: EGC Nuhsan Umar.2000.Manfaat Pemakaian Asi Ekslusif.From http: // www.Manfaat Asi.com Nursalam.(2008) Konsep Dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:Rineka Cipta Prawiroharjo, Sarwono.2005.Ilmu Kebidanan. Jakarta; YBPSP Palmer,Linda Falden.(2000).Baby Mattr,What Your Doktor May Not Tell You About Caring For Your Baby. Retrived Agustus 2007, From http: // www.Baby mattr. Co.id ( di akses tgl 1801-2009) Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta: YBPS. Rahadian.2007.Manfaat Inisiasi Menyusui Dini.From http: // www.ayahbunda.com (di akses tgl 601-2009) Roesli Utami. 2008. Inisiasi Menyusui Dini. Jakarta: pustaka bunda. Ramali, Ahmad. 2005. Kamus kedokteran. Cet.26_Jakarta: Djambatan. Senior, Farida.(2008).Keajaiban Inisiasi Menyusui Dini. From http: // www.blogspot.com (di akses tgl 12-02-2009) Soekidjo Notoatmodjo.(2005). Metodelogi Penelitian Kesehatan, Jakarta Soekidjo, Notoatmodjo.(2003). Pendidikan Perilaku Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta. Suprijadi.2003.Asuhan Kebidanan Post partum. Jakarta. PUSDIKNAKES – WHO _ JHPIEGO. Sugiono. Prof.Dr.2007. Statistika untuk penelitian, Bandung.ALFABETA Utami Roesli .2008.Ayah dan Bunda. http: // www.ayahdanbunda.com.(di akses tgl 12 januari) UNPAD. 1983. Obstetri Fisiologi: Bandung. EGC Majalah Parent Quit.3. Manfaat Lain Inisiasi Menyusui Dini.(Mei 2008) Intrathecal Labour Analgesia (Dian Eka Januriwasti) ARTIKEL KESEHATAN INTRATHECAL LABOUR ANALGESIA (ILA) DIAN EKA JANURIWASTI Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura PENDAHULUAN Nyeri selama persalinan adalah sesuatu yang normal, karena nyeri ini berasal dari kontraksi uterus. Kontraksi ritmik uterus dan dilatasi servik yang progresif pada kala I menyebabkan sensasi nyeri selama kala I persalinan. Impuls saraf aferen dari servik dan uterus ditransmisikan ke medula spinalis melalui segmen Thorakal 10 – Lumbal 1. Hal ini biasanya akan menyebabkan nyeri pada daerah perut bagian bawah dan daerah pinggang serta sakrum. Namun kondisi ini tidak dapat lagi dikatakan sebagai kondisi fisiologis jika, nyeri disertai dengan perasaan takut dan tegang yang merupakan factor yang mempengaruhi persepsi nyeri. Dampak nyeri terhadap ibu yang akan bersalin yaitu meningkatkan katekolamin yang menyebabkan takikardi, hypertensi dan gangguan konsumsi oksigen yang juga akan menimbulkan dampak negative terhadap janin. Karena gangguan konsumsi oksigen yang dialami oleh ibu akan menyebabkan gangguan utero placentair BF yang berlanjut dengan Hypoksia pada janin. PERSALINAN TANPA RASA NYERI Dewasa ini dikenal beberapa jenis metode persalinan tanpa rasa nyeri, baik metode nonfarmakologi hingga metode farmakologi. Beberapa metode persalinan yang dikenal antara lain Hypnotherapy, Waterbirth, pemberian pethidine, entomox, anastesi epidural dan Transcutaneous Electrical Nerves Stimulation (TENS). masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangan. Namun belum ada metode yang memenuhi tiga hal penting yang perlu diperhatikan untuk menghilangkan rasa sakit persalinan adalah : Keamanan, kemudahan dan jaminan terhadap homeostasis janin. Hingga kemudian dikenal metode yang dinilai hampir tidak memiliki efeksamping baik pada ibu maupun pada janin dibandingkan dengan metode lainnya, metode ini disebut metode Intrathecal labour Analgeesia (ILA). ILA baru dikenal di Indonesia sehingga masih banyak yang belum mengetahui dan menggunakan metode ILA. ILA adalah metode pengurang rasa sakit dengan system penyuntikan anastesi melalui ruang intrathecal pada sumsum tulang belakang ibu yang diberikan pada pembukaan di atas 4 cm. Caranya hampir mirip dengan teknik anestesi regional (epidural), tapi ada perbedaan yang cukup mencolok antara ILA dan epidural. Epidural memakai dosis obat cukup tinggi dan disuntikkan ke ruangan sebelum mencapai selaput otak. Kekurangannya otot-otot ibu terpengaruh obat bius sehingga saat mengejan, kekuatan ibu jadi lemah karena ada bagian saraf yang "diblok". Sedangkan dalam metode ILA, dosis obat bius yang digunakan hanya sepersepuluh obat epidural. Jarum suntiknya pun lebih lembut dan dimasukkan langsung ke dalam selaput otak. Kelebihannya di dalam selaput otak tidak ada pembuluh darah sehingga obat bius tidak menyebar. ILA juga hanya memblok rasa nyeri saja tanpa memblok motorik ibu. Ini berarti obat bius tidak akan memengaruhi otot-otot tubuh ibu. Bahkan, setelah diberi ILA, ibu hamil tetap bebas berjalan-jalan. Kekuatan efek ILA pun lebih lama dari epidural. Jika masa kerja epidural hanya 1-2 jam, ILA antara 10-12 jam. Efek epidural setiap 2 jam harus ditambah. Ini berarti volume dan dosis obat akan bertambah terus sehingga membuka peluang untuk masuk ke dalam sirkulasi darah dan pada akhirnya masuk ke dalam tubuh janin. Akibatnya, janin bisa terpengaruh, misalnya, saat lahir akan terlihat mengantuk. Sedangkan ILA hanya bekerja di susunan saraf pusat ibunya. Keuntungan ILA antara lain: efektif menghilangkan nyeri persalinan selama kala I dan II persalinan, memfasilitasi kooperasi (Kerjasama) pasien selama persalinan dan kelahiran, anestesi untuk tindakan episiotomi atau Persalinan Pervagina dengan Tindakan Operatif (PPTO), dapat untuk anestesi operasi sesar (Time Related), tidak menyebabkan depresi nafas baik pada janin maupun ibu yang disebabkan oleh opioid. Ada beberapa kontraindikasi dari ILA yaitu : persangkaan Disproporsi Kepala Panggul (Resiko Ruptura Uteri). penolakan oleh pasien. perdarahan Aktif, Maternal Septicemia, Infeksi disekitar lokasi suntikan, dan kelainan pembekuan darah. Efek samping ILA yang mungkin timbul namun dapat diatasi adalah perasaan mual, penurunan tekanan darah serta gatal-gatal ringan. PENUTUP ILA adalah tindakan untuk meredakan nyeri persalinan, dan proses persalinan berjalan seperti biasa. Tindakan hanya dilakukan bila diagnosis persalinan telah ditegakkan dan pasien telah meminta untuk dilakukan prosedur meredakan nyeri persalinan. Pemantauan status umum dan kemajuan persalinan harus dilakukan dengan baik selama tindakan ILA dilakukan. Komunikasi, informasi dan Edukasi untik pasien sangat penting terutama dalam kerjasama pimpinan persalinan. Walaupun memiliki beberapa resiko tampaknya Intrathecal Labour Analgesia 103 Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 103 - 104 104 untuk Persalinan tanpa Rasa Sakit memiliki banyak keuntungan dan membawa kenyamanan tersendiri bagi ibu melahirkan dengan keamanan yang cukup. DAFTAR PUSTAKA Andriana, Evariny. (2007). Melahirkan Tanpa Rasa Sakit. BIP. Jakarta Arfian, Soffin. (2008). Persalinan Tanpa Rasa Sakit : Tren Baru Kenyamanan Bagi Ibu Melahirkan http://pkusolo.wordpress.com/2008/01/12/persalinan-tanpa-rasa-sakit-tren-barukenyamanan-bagi-ibu-melahirkan. diakses tanggal 08 Desember 2009. Siagian, Sahat. (2009). Metode Modern atasi Rasa Nyeri Pada Persalinan. RS. Telogo Rejo. Semarang Tamsuri, Anas. (2007). Konsep dan penatalaksanaan Nyeri. EGC. Jakarta Panduan Bagi Penulis Naskah Jurnal OBSGIN (Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan) Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura 1. 2. 3. 4. 5. 6. Naskah yang dikirim ke redaksi adalah naskah yang belum pernah dipublikasikan di tempat lain baik dalam bentuk cetakan atau media lainnya Dewan penyunting berhak mengedit naskah yang masuk untuk kesamaan format tanpa mengubah substansi Naskah di ketik dalam disket dengan jenis font arial 9. Naskah dicetak dalam kertas HVS ukuran A4 dengan jarak 2 spasi pada 1 sisi (tidak bolak-balik) dengan panjang tulisan 12 – 15 halaman. Naskah artikel ilmiah, artikel kesehatan, critical apraisal dan new release diketik dalam satu kolom sedang penelitian ilmiah diketik 2 kolom. Naskah diketik dalam bahasa indonesia atau bahasa inggris dengan bahasa akademik Sistematika penulisan : a. ARTIKEL ILMIAH/KESEHATAN 1) JUDUL, harus ringkas dan jelas (tidak lebih dari 15 kata), dibawah judul harus tertulis nama penulis dan asal institusi 2) PENDAHULUAN, meliputi latar belakang masalah yang dibahas dan manfaat dari artikel yang dibuat penulis 3) ISI MATERI, memuat materi, pembahasan ilmiah dan argumentasi penulis 4) PENUTUP, terdiri dari simpulan dan saran dari penulis tentang materi dan masalah yang dibahas 5) DAFTAR PUSTAKA, menggunakan sistem harvard b. PENELITIAN ILMIAH 1) JUDUL, harus ringkas dan jelas (tidak lebih dari 15 kata), dibawah judul ditulis nama penulis (atau para penulis), asal institusi, alamat penulis untuk korespondensi. Bila para penulis memiliki alamat yang berbeda, maka harus diberi tanda yang dapat membedakan (seperti * atau **) dan masing-masing tanda diberi nama institusinya 2) ABSTRAK, ditulis dalam bahasa inggris tidak lebih dari 250 kata. Merupakan intisari dari masalah, tujuan, manfaat, metode, hasil, pembahasan, simpulan, dan saran. Dibawah abstrak ditulis kata kuncinya 3) PENDAHULUAN, terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian 4) TINJAUAN PUSTAKA, merupakan landasan teori yang mendukung isi naskah penelitian baik dari penelitian sebelumnya maupun teori yang sudah ada 5) METODE PENELITIAN, memuat tentang desain penelitian, populasi, sampel, 7. 8. teknik sampling, variabel dan parameter yang diteliti, teknik pengumpulan data serta teknik pengolahan dan analisa data termasuk uji statistic yang digunakan 6) HASIL DAN PEMBAHASAN, berisi hasil penelitian dan pembahasan ilmiah yang didukung oleh teori yang digunakan peneliti dan argumentasi peneliti sendiri 7) SIMPULAN DAN SARAN, simpulan memuat pernyataan singkat tentang hasil penelitian yang dikaitkan dengan tujuan dan hipotesis penelitian (jika ada). Saran berhubungan dengan pengembangan penelitian selanjutnya 8) DAFTAR PUSTAKA, menggunakan system Harvard (nama dan tahun) yang disusun menurut abjad serta mencamtumkan (a) untuk buku : nama penulis, tahun terbit, editor (bila ada), judul buku, kota penerbit dan penerbit. (b) untuk terbitan berkala : nama penulis, tahun terbit, judul tulisan, judul terbitan, bulan dan tahun terbit, volume, nomor dan nomor halaman. c. CRITICAL APPRAISAL 1) JUDUL, harus ringkas dan jelas (tidak lebih dari 15 kata), dibawah judul harus ditulis nama penulis dan asal institusi 2) ISI MATERI, berisi gambaran umum penelitian yang meliputi metode penelitian, hasil penelitian, kritik dan saran terhadap penelitian tersebut d. NEW RELEASE 1) JUDUL, harus ringkas dan jelas (tidak lebih dari 15 kata), dibawah judul harus tertulis nama penulis dan asal institusi 2) PENDAHULUAN, meliputi latar belakang masalah dan manfaat 3) ISI MATERI, berisi pembahasan dan argumentasi dari materi yang dibahas 4) PENUTUP, terdiri dari simpulan dan saran dari materi yang dibahas 5) DAFTAR PUSTAKA, menggunakan sistem harvard Tabel dan gambar Judul tabel harus singkat dan jelas (ditulis di atas tabel) yang disertai keterangan dibawah tabel, sedangkan judul gambar ditempatkan di bawah gambar Semua pernyataan, data, argumentasi yang terdapat di dalam naskah yang dikirim menjadi tanggung jawab penulis. Oleh karena itu penerbit, dewan penyunting, dan seluruh staf Jurnal OBSGIN tidak bertanggung jawab atau tidak bersedia menerima kesulitan maupun masalah apapun sehubungan dengan konsekuensi dari ketidakakuratan, kesalahan data, pendapat, maupaun pernyaaan tersebut. -Penyunting-