Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura Jl. RE Martadinata

advertisement
```
Volume 2 Nomor 2, September 2009
ISSN
1979-3340
‰ Perbandingan Kenaikan Berat Badan Bayi Antara Yang
Diberi ASI Eksklusif dan MP-ASI Dini Di Wilayah
Kerja Puskesmas Bringkoning - Sampang
‰ Gambaran Peningkatan Berat Badan Pada Bayi Usia 3 –
6 Bulan Antara Yang Dilakukan Pemijatan dan Yang
Tidak Dilakukan Pemijatan (Studi di Desa Panggung
Kabupaten Sampang Tahun 2009)
‰ Gambaran Produksi ASI Antara Ibu Menyusui Yang
Mengkonsumsi
Daun
Katuk
Dengan
Yang
Tidak
Mengkonsumsi Daun Katuk
‰ Studi Komparasi Proses Involusi (Pengeluaran Lochea)
Pada Ibu Post Partum Yang Tidak Melakukan Mobilisasi
Dini Dan Yang Melakukan Mobilisasi Dini Di Desa
Blumbungan
Wliayah
Kerja
Puskesmas
Larangan
Kabupaten Pamekasan
‰ Pengaruh Inisiasi Menyusui Dini (IMD) Terhadap
Kelancaran ASI Pada Ibu Post Partum Primapara Di
Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan
‰ Hubungan Stimulasi Orang Tua Tentang Toilet Training
Dengan Kemandirian Anak Dalam mengontrol BAB dan BAK
Pada Usia 3 – 4 Tahun
‰ Upaya
Peningkatan
Antenatal Di Rumah
Surabaya
Jumlah
Kunjungan
Pelayanan
Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo
‰ Pengaruh Inisiasi Menyusui Dini Terhadap Kecepatan
Involusi Uteri
‰ Intrathecal Labour Analgesia (ILA)
Penerbit :
Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura
Jl. R.E. Martadinata - Bangkalan 69116-Jawa Timur
Telpon (031) 3061522 – Fax (031) 3091871
email : [email protected]
[email protected]
JURNAL
OBSGIN
VOL. 2
NO. 2
Hlm. 51-104
Bangkalan
September 2009
ISSN
1979-3340
Volume 2 Nomor 2, September 2009
ISSN:
1979-3340
Jurnal Ilmiah Iilmu Kebidanan & Kandungan
Jurnal OBSGIN (Obstetri dan Ginekologi)
Adalah Jurnal Ilmiah Kebidanan dan Kandungan
Jurnal OBSGIN merupakan wahana informasi bidang Ilmu Kebidanan dan Kandungan
Yang menerbitkan hasil penelitian dan karya ilmiah terkait.
Terbit pertama kali bulan Maret 2008 dengan frekuensi terbit dua kali setahun
pada bulan Maret dan September
Susunan Pengurus Jurnal
Pemimpin Umum
H. Mustofa Haris, S.Kp.,M.Kes
Ketua Penyunting
Hj. Fitriah, S.Kep.,Ns.,M.Pd
Penyunting Ahli
dr. Bambang Soetjahyo, Sp.OG
dr. Mulyadi Amanullah, Sp.OG
dr. Hamid Nawawi, Sp.A
Tri Retnoningsih, S.SiT
Hamimatus Zainiyah, S.ST
Penyunting Pelaksana
Ulva Noviana, S.Kep.,Ns
Ponco Indah arista, S.SiT
Keungan dan Sirkulasi
Nur Hidayanto, SE.
Hikmah Fauziyah, S.IP
Penerbit
Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura
Alamat Redaksi
Jl. RE. Martadinata – Bangkalan
Telp. (031) 3061522, Fax. (031) 3091871
Penerbit :
Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura
Jl. R.E. Martadinata - Bangkalan 69116-Jawa Timur
Telpon (031) 3061522 – Fax (031) 3091871
email : [email protected]
[email protected]
Volume 2 Nomor 2, September 2009
ISSN:
1979-3340
Jurnal Ilmiah Iilmu Kebidanan & Kandungan
DAFTAR ISI :
Dari Meja Penyunting .......................................................................................................
iv
PENELITIAN ILMIAH
# Perbandingan Kenaikan Berat Badan Bayi Antara Yang Diberi ASI Eksklusif dan
MP-ASI Dini Di Wilayah Kerja Puskesmas Bringkoning - Sampang
Linda Puji Astuti ......................................................................................................
51 - 56
#
#
#
#
#
#
Gambaran Peningkatan Berat Badan Pada Bayi Usia 3 – 6 Bulan Antara Yang
Dilakukan Pemijatan dan Yang Tidak Dilakukan Pemijatan (Studi di Desa
Panggung Kabupaten Sampang Tahun 2009)
Lely Aprilia Vidayati ................................................................................................
57 - 62
Gambaran Produksi ASI Antara Ibu Menyusui Yang Mengkonsumsi Daun Katuk
Dengan Yang Tidak Mengkonsumsi Daun Katuk
Merlyna Suryaningsih .............................................................................................
63 - 70
Studi Komparasi Proses Involusi (Pengeluaran Lochea) Pada Ibu Post Partum
Yang Tidak Melakukan Mobilisasi Dini Dan Yang Melakukan Mobilisasi Dini Di
Desa Blumbungan Wliayah Kerja Puskesmas Larangan Kabupaten Pamekasan
Nisfil Mufidah ...........................................................................................................
71 - 77
Pengaruh Inisiasi Menyusui Dini (IMD) Terhadap Kelancaran ASI Pada Ibu Post
Partum Primapara Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan
R. Santi Agustini ......................................................................................................
78 - 84
Hubungan Stimulasi Orang Tua Tentang Toilet Training Dengan Kemandirian Anak
Dalam mengontrol BAB dan BAK Pada Usia 3 – 4 Tahun
Dwi Wahyuningtyas ................................................................................................
85 - 91
Upaya Peningkatan Jumlah Kunjungan Pelayanan Antenatal Di Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
Sunarsih ...................................................................................................................
92 - 99
ARTIKEL KESEHATAN
# Pengaruh Inisiasi Menyusui Dini Terhadap Kecepatan Involusi Uteri
M. Hasinuddin .......................................................................................................... 100 - 102
#
Intrathecal Labour Analgesia (ILA)
Dian Eka Januriwasti .............................................................................................. 103 - 104
Penerbit: Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura. Jl. R.E. Martadinata, Bangkalan 69116. Telp. (031) 3061522. Fax. (031) 3091871
e-mail: [email protected] , [email protected]
Dari Meja Penyunting
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT ayang telah melimpahkan rahmat,
taufik, dan hidayahNYA kepada kami sehingga Jurnal Ilmiah Obsgin ini dapat terbit sesuai dengan
jadwal yang telah ditentukan.
Jurnal ini diterbitkan sebagai salahsatu sarana penyampaian informasi di bidang
kesehatan khsusunya bidang kebidanan dan kandungan yang dapat diakses oleh segenap
kalangan masyarakat yang berhubungan dengan bidang kesehatan maupun masyarakat pada
umumnya.
Penerbitan Jurnal Obsgin Volume 2, Nomor 2, September 2009 diharapkan dapat lebih
menarik pembaca untuk membaca. Pada penerbitan ini tulisan ilmiah yang disajikan meliputi ASI
eksklusif, inisiasi menyusui dini, pemijatan bayi, pengeluaran lochea, toilet training, dan antenatal
care.
Ucapan terima kasih kami sampaikan para tim penyunting ahli, dan segenap tim penerbit
Jurnal Obsgin ini atas kerja kerasnya sehingga dapat menghasilkan karya ilmiah yang dapat
meningkatkan wawasan di bidang kesehatan.
Ucapan terima kasih kami ucapkan pula kepada para peneliti dan penulis atas
partisipasinya mengirimkan karya ilmiahnya baik berupa penelitian, maupun artikel. Redaksi Jurnal
Obsgin selalu membuka kesempatan bagi para penulis yang bersedia menyumbangkan karya
ilmiahnya untuk dipublikasikan di Jurnal Obsgin.
Harapan kami Jurnal Obsgin ini dapat memberikan manfaat bagi segenap insan
kesehatan pada khususnya dan seluruh pembaca pada umumnya. Kritik dan saran dari pembaca
sangat kami harapkan demi kemajuan jurnal ini, dan semoga dengan diterbitkannya Jurnal Obsgin
ini akan semakin meningkatkan semangat para peneliti untuk menulis.
Bangkalan,
September 2009
PENYUNTING
Perbandingan Kenaikan Berat Badan Bayi Antara Yang Diberi ASI Eksklusif dan MP-ASI Dini (Linda Puji Astuti)
PENELITIAN ILMIAH
51
Perbandingan Kenaikan Berat Badan
ABSTRACT
Bayi Antara Yang Diberi ASI Eksklusif
Breastfeeding (ASI) is a kind of food which
sufficient for whole element of baby’s necessity, in term
of physic, psychology, social and spiritual. Moreover,
there are still many parents who have given Additional
Food for breastfeeding (MP-ASI) to their children before
six months age. Generally, there are many mothers
regard that their children are hungry and will sleep well
when they are given meal. The purpose of this research
is to know the comparison between baby body’s weight
increase which are given exclusive breastfeeding (ASI)
and which are given early-additional food for
breastfeeding (MP-ASI). The independent variable in this
research is giving Exclusive breastfeeding (ASI
Exclusive) and giving Early-Additional Food for
breastfeeding (MP-ASI). The dependent variable is the
baby body’s increase. The population is 47 babies; the
numbers of the sample based on questionnaire are 16
babies who are given exclusive breastfeeding (ASI) and
16 babies who are given Early Additional Food for
breastfeeding (MP-ASI). The data collection is done by
doing observation and analysis with t-test 2 free samples
with significant level 5%. The result of the research is the
increase of baby body’s weight who are given exclusive
breastfeeding (ASI) is about 50% with the increasing
about 3,5 - 3,9 kg. Meanwhile, the increase of baby
body’s weight that are given Early Additional Food for
breastfeeding (MP-ASI) is about 50% that the increasing
is about 3,0 – 3,4 kg. From the result of t-test it is found
that the significance value (α) = 0,009 < 0,05 which
means there is difference between the increase of baby
body’s weight who are given exclusive breastfeeding
(ASI) and who are given Early-Additional Food for
breastfeeding (MP-ASI). The conclusion of this research
is that the increase of baby body’s weight who are given
exclusive breastfeeding (ASI) is bigger than who are
given Early-Additional Food for breastfeeding (MP-ASI).
dan MP-ASI Dini Di Wilayah Kerja
Puskesmas Bringkoning - Sampang
The Comparison Between The Increase
of Baby Body’s Weight Who Are Given
Exclusive Breastfeeding (ASI Exclusive)
And Who Are Given Early-Additional Food
for Breastfeeding (MP-ASI) In The Work
Area Of Bringkoning Public Health
Center at Sampang City
LINDA PUJI ASTUTI *)
MUFARIKA **)
*) Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura
**) Program Studi Ilmu Keperawatan,
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Ngudia Husada
Madura
Key words: Exclusive Breastfeeding (ASI), Early
Additional Food for Breastfeeding (MP-ASI), body’s
weight
Correcpondence : Linda Puji Astuti, Jl. R.E. Martadinata, Bangkalan, Indonesia
PENDAHULUAN
ASI eksklusif adalah pemberian ASI sedini
mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal
dan tidak diberi makanan lain, walaupun air putih
sampai bayi berumur 6 bulan (Purwanti, 2004:3).
Setelah usia 6 bulan, ASI hanya memenuhi sekitar
60-70% kebutuhan gizi bayi. Jadi, bayi mulai
membutuhkan makanan pendamping ASI (MP-ASI).
Bayi yang mendapat ASI eksklusif umumnya tumbuh
dengan cepat pada 2-3 bulan pertama, tetapi lebih
lambat dibanding dengan bayi yang tidak mendapat
ASI eksklusif. Suatu penelitian menunjukkan berat
badan bayi yang mendapat ASI lebih ringan
dibanding bayi yang mendapat susu formula sampai
usia 6 bulan. Hal ini bukan berarti bahwa berat
badan yang lebih besar pada bayi yang mendapat
susu formula lebih baik dibanding bayi yang
mendapat ASI. Berat berlebih pada bayi yang
mendapat susu formula justru menandakan terjadi
kegemukan. Saat ini WHO telah memperkenalkan
kurva pertumbuhan baru untuk anak usia 0-5 tahun
yang mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan.
Penelitian retrospektif yang dilakukan di Baltimure
Washington DC tehadap pertumbuhan bayi yang
mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan atau lebih.
Kurva berat badan terhadap umur dan panjang
badan terhadap umur dari bayi yang mendapat ASI
eksklusif selama 6 bulan tetap berada diatas P50
kurva NCHS. Penelitian ini menunjukkan bahwa
dalam kondisi yang optimal, ASI eksklusif
mendukung pertumbuhan bayi selama 6 bulan
pertama atau lebih (Sekartani, 2008:127).
Dari data yang diperoleh dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Sampang yang berasal dari
seluruh cakupan puskesmas terdapat 18112 bayi,
yang mendapat ASI eksklusif yaitu hanya 21,95%
(3976 bayi).Sedangkan yang tidak mendapatkan ASI
eksklusif sebanyak 78,05 % (14136 bayi). Dan data
yang diperoleh dari puskesmas Bringkoning,
Sampang didapatkan, dari 740 bayi hanya 24,59 %
(182 bayi) yang mendapatkan ASI eksklusif dan
sisanya sebanyak 75,41% ( 558 bayi) telah diberikan
MP-ASI secara dini sebelum bayi berusia 6 bulan.
Data ini menjelaskan tingginya pemberian MP-ASI
secara dini bila dibandingkan target yang harus
dicapai pada pemberian ASI eksklusif sebesar
100%.
Pemberian MP-ASI dini sama saja dengan
membuka pintu gerbang masuknya berbagai jenis
kuman. Hasil riset terakhir dari peneliti Indonesia
52
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 51 - 56
menunjukkan bahwa bayi yang mendapatkan MPASI sebelum berumur 6 bulan, lebih banyak
terserang diare, sembelit, batuk pilek dan panas
dibandingkan bayi yang hanya mendapatkan ASI
eksklusif (Lely Soraya,12 Januari 2008). Jadi, ASI
adalah satu jenis makanan yang mencukupi seluruh
unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikologis, social
maupun spiritual (Purwanti, 2004). Disisi lain,
kandungan gizi ASI sangat cocok untuk
pertumbuhan dan perkembangan bayi. Kualitas dan
kuantitasnya serta komposisinya merupakan paduan
yang sangat tepat bagi kebutuhan bayi (June
Thomson, 2004:98).
Tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui perbedaan perbandingan kenaikan
berat badan bayi yang diberi ASI eksklusif dan MPASI dini di wilayah kerja puskesmas BringkoningSampang.
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep ASI Ekslusif
ASI Eksklusif adalah pemberian ASI (air
susu ibu ) sedini mungkin setelah persalinan,
diberikan tanpa jadwal dan tidak diberikan makanan
lain, walaupun hanya air putih, sampai bayi berumur
6 bulan (Purwanti, 2004:3). ASI eksklusif atau lebih
tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi
hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain
seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih,
dan tanpa tambahan makan padat seperti pisang,
pepaya, bubur susu, bubur nasi, dan tim (Roesli,
2000:3).
ASI mengandung lebih dari 200 unsurunsur pokok antara lain zat putih telur, lemak
karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan,
hormon, enzim, zat kekebalan dan sel darah putih.
Semua zat ini terdaoat secara proporsional dan
seimbang satu dengan yang lainnya. Cairan hidup
yang mempunyai keseimbangan biokimia yang
sangat tepat ini bagai suatu “ simfoni nutrisi bagi
pertumbuhan bayi “ sehingga tidak mungkin ditiru
oleh buatan manusia (Roesli, 2000: 24).
Konsep Makanan Pendamping ASI
Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah
makanan yang diberikan kepada bayi atau anak
disamping ASI untuk memenuhi kebutuhan gizinya
(Depkes RI,1994). MP-ASI (Makanan Pendamping
Air Susu Ibu) adalah makanan atau minuman yang
mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau
anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi
selain dari ASI (Depkes RI, 2006).
Kebutuhan gizi bayi usia 6-12 bulan adalah
650 Kalori dan 16 gram protein. Kandungan gizi Air
Susu Ibu (ASI) adalah 400 Kalori dan 10 gram
protein, maka kebutuhan yang diperoleh dari MPASI adalah 250 Kalori dan 6 gram protein.
Kebutuhan gizi bayi usia 12 – 24 bulan adalah
sekitar 850 Kalori dan 20 gram protein. Kandungan
gizi ASI adalah sekitar 350 Kalori dan 8 gram
protein, maka kebutuhan yang diperoleh dari MPASI adalah sekitar 500 Kalori dan 12 gram (Depkes
RI, 2006).
Pemberian makanan yang benar untuk bayi
umur 0-4 bulan adalah sebagai berikut : 1) Susui
bayi segera 30 menit setelah lahir; 2)
Berikan
kolostrum; 3) Berikan ASI dari kedua payudara, kiri
dan kanan secara bergantian, tiap kali sampai
payudara terasa kosong; 4) Berikan ASI setiap kali
bayi
meminta/
menangis
tanpa
jadwal.
Sedangkan pemberian makanan yang
benar untuk bayi umur 4-6 bulan adalah : 1)
Pemberian ASI diteruskan; 2)
Bayi mulai
diperkenalkan dengan MP-ASI berbentuk lumat
karena bayi sudah memiliki reflek mengunyah; 3)
Perlu diingat tiap kali berikan ASI dulu baru MP-ASI,
agar ASI dimanfaatkan seoptimal mungkin;
dan 4) Memperkenalkan makanan baru pada bayi,
jangan dipaksa.
Pemberian makanan yang benar untuk bayi
umur 6-12 bulan adalah : 1) Pemberian ASI
diteruskan;
2) Mulai diperkenalkan dengan
makanan yang lebih padat dalam bentuk makanan
lembek (nasi tim bayi);
3) Nasi tim bayi
ditambah sedikit demi sedikit dengan sumber zat
lemak, yaitu santan atau minyak kelapa/ margarine;
4) Setiap kali makan, berikanlah nasi tim bayi
dengan takaran paling sedikit.
Resiko pemberian makanan pendamping
ASI terlalu dini atau kurang dari 6 bulan antara lain
1) Menurunkan frekuensi dan intensitas pengisapan
bayi yang merupakan suatu resiko untuk terjadinya
penurunan produksi ASI; 2) Menyebabkan defisiensi
zat besi dan anemia karena keseimbangan zat besi
sangat
rawan
pada
bayi-bayi
muda;
3)
Meningkatkan terjadinya diare pada bayi; 4)
Obesitas; 5) Hipertensi; 6) Arteriosklerosis; dan 7)
Alergi makanan.
Konsep Kenaikan Berat Badan Bayi
Berat
badan
merupakan
ukuran
antropometri yang penting dan paling sering
digunakan pada bayibaru lahir atau neonatus ( I
Dewa,2001: 39). Berat badan merupakan ukuran
antropometrik yang terpenting dipakai pada sikap
kesempatan memeriksa kesehatan anak pada
semua
kelompok
umur.
Merupakan
hasil
peningkatan/ penurunan semua jaringan tubuh dan
lain-lainnya serta sebagai indikator yang terbaik
pada saat untuk mengetahui keadaan gizi dan
tumbuh kembang anak (Soetjiningsih, 1995: 38).
Cara Menimbang/ Mengukur Berat Badan
adalah 1) Letakkan timbangan ditempat yang rata
dan datar
2) Pastikan jarum timbangan menunjukkan angka
nol; 3) Timbang bayi dengan pakaian seminimal
mungkin; dan 4) Baca dan catat berat badan balita
sesuai dengan angkayang ditunjuk oleh jarum
timbangan.
Air Susu Ibu dan Pertumbuhan Anak
Bayi yang mendapat ASI eksklusif
umumnya tumbuh dengan cepat pada 2-3 bulan
pertama kehidupannya, tetapi lebih lambat dibanding
bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif. Dalam
minggu pertama kehidupan sering ditemukan
penurunan berat badan sebesar 5% pada bayi yang
mendapat ASI. Apabila terjadi masalah pemberian
ASI, penurunan berat badan sebesar 7% dapat
terjadi pada 72 jam pertama kehidupan.
Perbandingan Kenaikan Berat Badan Bayi Antara Yang Diberi ASI Eksklusif dan MP-ASI Dini (Linda Puji Astuti)
53
Suatu penelitian jangka panjang terhadap
pertumbuhan bayi yang mendapat ASI eksklusif dan
bayi yang mendapat susu formula, nilai P10 dan P90
kurva berat badan terhadap umur dan panjang
badan terhadap umur pada saat lahir dari kedua
kelompok adalah sama. Nilai P10 kedua kelompok
tetap sama pada umur 112 hari (4 bulan).
Perbedaan bermakna terlihat pada nilai P90 kurva
berat badan terhadap umur, bayi yang mendapat
susu formula lebih tinggi dibanding bayi yang
mendapat ASI eksklusif. Demikian pula dengan nilai
berat badan terhadap panjang badan bayi yang
mendapat susu formula lebih tinggi dibanding bayi
yang mendapat ASI.
Hasil yang mirip juga diperlihatkan oleh
peneliti lain. Berat badan bayi yang mendapat ASI
lebih ringan dibanding bayi yang mendapat susu
formula sampai usia 6 bulan. Hal ini bukan berarti
bahwa berat badan yang lebih besar pada bayi yang
mendapat susu formula lebih baik dibanding bayi
yang mendapat ASI. Kurva pertumbuhan yang
normal adalah kurva bayi yang mendapat ASI. Berat
berlebih pada bayi yang mendapat susu formula
justru menandakan terjadi kegemukan. Saat ini
WHO telah memperkenalkan kurva pertumbuhan
baru untuk anak usia 0-5 tahun yang mendapat ASI
eksklusif selama 6 bulan.
Penelitian retrospektif yang dilakukan di
Baltimure Washington DC tehadap pertumbuhan
bayi yang mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan
atau lebih. Kurva berat badan terhadap umur dan
panjang badan terhadap umur dari bayi yang
mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan tetap berada
diatas P50 kurva NCHS. Penelitian ini menunjukkan
bahwa dalam kondisi yang optimal, ASI eksklusif
mendukung pertumbuhan bayi selama 6 bulan
pertama atau lebih (Sekartani, 2008:127).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
METODE PENELITIAN
Tabel 1
Distribusi frekuensi berat badan bayi baru lahir yang
diberi ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas
Bringkoning Sampang tahun 2009
BBL (Kg)
Frekuensi
Persentase (%)
2,5 - 2,8
9
56,25
2,9 - 3,2
6
37,5
3,3 - 3,6
1
6,25
3,7 - 4,0
0
0
TOTAL
16
100
Sumber : Data sekunder tahun 2009
Penelitian
ini
merupakan
penelitian
komparasi dengan menggunakan studi retrospektif.
variabel independent dari penelitian ini adalah
pemberian ASI eksklusif dan pemberian MP-ASI
dini. Sedangkan variabel dependentnya adalah
kenaikan berat badan bayi. Populasi dalam
penelitian ini adalah bayi-bayi yang berusia 5-6
bulan di wilayah kerja puskesmas Bringkoning,
Sampang sebanyak 47 bayi. Dari hasil perhitungan
didapatkan sampel sebanyak 42 responden. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah
menggunakan Probality sampling dengan teknik
pengambilan sampel secara acak (Simpel random
Sampling), dimana setiap anggota atau unit dari
populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk
diseleksi sebagai sampel. Dari pengambilan sampel
secara acak sederhana ini menggunakan teknik
undian (lotery Technique). Teknik dan analisa data
yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
uji t-test dengan tingkat signifikan 5%. Penelitian ini
akan dilaksanakan di puskesmas Bringkoning,
kabupaten sampang.
Deskripsi Daerah Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja
Puskesmas Bringkoning, dengan luas wilayah 65,9
2
Km . Jumlah penduduk di wilayah kerja puskesmas
Bringkoning adalah 33.892 jiwa. Mayoritas penduduk
di wilayah kerja Puskesmas Bringkoning mata
pencahariannya sebagai karyawan, wiraswasta, tani,
pensiunan serta jasa. Pada umumnya penduduk di
wilayah kerja Puskesmas bringkoning 99% memeluk
agama Islam. Jumlah sarana kesehatan yang ada di
wilayah kerja Puskesmas Bringkoning yaitu 1
Puskesmas, 2 Puskesmas pembantu, 13 Polindes.
Dari pengumpulan data di dapatkan jumlah tenaga
kesehatan terdiri dari: 1 orang dokter umum, 1 orang
dokter gigi, 1 orang perawat gigi, 21 orang perawat,
dan 14 orang bidan.
Karakteristuk Responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini
meliputi umur dan jenis kelamin. Hasil penelitian
tentang umur responden didapatkan bahwa
responden yang berumur 5 bulan sebanyak 11 bayi
(34,38%). Dan responden yang berumur 6 bulan
sebanyak 21 bayi (65,62%). Sedangkan hasil
penelitian tentang jenis kelamin responden
didapatkan bahwa responden dengan jenis kelamin
laki-laki sebanyak 20 bayi (62,5%), dan responden
dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 12 bayi
(37,5).
Berat Badan Bayi Baru Lahir
Hasil penelitian tentang berat badan bayi
baru lahir yang diberi ASI eksklusif dapat dilihat
pada tabel berikut :
Dari tabel 1 di atas dapat disimpulkan
bahwa berat badan bayi baru lahir yang diberi ASI
eksklusif mayoritas adalah 2,5-2,8 Kg sebanyak 9
bayi (56,25%).
Sedangkan berat badan bayi baru lahir
yang diberi MP-ASI dini adalah seperti pada tabel
berikut :
54
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 51 - 56
Tabel 2
Distribusi frekuensi berat badan bayi baru lahir yang
diberi MP-ASI dini di wilayah kerja Puskesmas
Bringkoning Sampang tahun 2009
BBL (Kg)
Frekuensi
Persentase (%)
2,5 - 2,8
4
25
2,9 - 3,2
5
31,25
3,3 - 3,6
1
6,25
3,7 - 4,0
6
37,5
TOTAL
16
100
Sumber : Data sekunder tahun 2009
Tabel 5
Distribusi frekuensi kenaikan berat badan bayi yang
diberi ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas
Bringkoning Sampang tahun 2009
Kenaikan BB (Kg)
Frekuensi
Persentase (%)
3,0 - 3,4
1
6,25
3,5 - 3,9
8
50
4,0 - 4,4
4
25
4,5 - 4,9
3
18,75
TOTAL
16
100
Sumber : Data sekunder tahun 2009
Dari tabel 2 di atas dapat disimpulkan
bahwa berat badan bayi baru lahir yang diberi MPASI dini mayoritas adalah 3,7-4,0 Kg sebanyak 6
bayi (37,5%).
Berdasarkan tabel 5 di atas menunjukkan
bahwa kenaikan berat badan bayi yang diberi ASI
eksklusif sekitar 50%. Kenaikan berkisar antara 3,53,9 Kg. Hal ini menunjukkan bahwa ASI adalah
nutrisi yang sangat sesuai dengan kebutuhan bayi
yang tidak bisa ditiru oleh manusia sehingga mampu
menjamin pertumbuhan bayi. Dari hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kenaikan berat badan bayi
yang diberi ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas
Bringkoning lebih tinggi. Karena sebagian besar ibuibu menyusui anaknya secara eksklusif. Hal ini
menunjukkan bahwa dengan memberikan ASI
sesering mungkin dapat meningkatkan produksi ASI.
ASI mengandung lebih dari 200 unsurunsur pokok antara lain zat putih telur, lemak,
karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan,
hormon, enzim,zat kekebalan dan sel darah putih.
Semua zat ini terdapat secara proporsional dan
seimbang satu dengan yang lainnya. Cairan hidup
yang mempunyai keseimbangan biokimia yang
sangat tepat ini bagai suatu simfoni nutrisi bagi
pertumbuhan bayi.
Bayi mempunyai enzim laktase yang
banyak. Enzim laktase ini mengubah laktose
menjadi glukose dan galaktose dan akhirnya
dimetabolisme menjadi energi. ASI mengandung
paling banyak laktose, yang jumlahnya jauh lebih
banyak dari pada laktose yang ada didalam susu
sapi. Bayi dapat mencerna laktose secara sempurna
karena dimungkinkan oleh enzim laktase yang
banyak didalam saluran pencernaan bayi yang
kemudian menjadi kalori bagi bayi untuk
pertumbuhan bayi yang juga berpengaruh terhadap
berat badan bayi (Roesli,2000: 21).
Berat Badan Bayi Usia 5 - 6 Bulan
Hasil penelitian tentang berat badan bayi
usia 5-6 bulan yang diberi ASI eksklusif dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 3
Distribusi frekuensi berat badan bayi usia 5-6 bulan
yang diberi ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas
Bringkoning Sampang tahun 2009
BB (Kg)
Frekuensi
Persentase (%)
6,2 - 6,5
5
31,25
6,6 - 6,9
4
25
7,0 - 7,3
6
37,5
7,4 - 7,7
1
6,25
TOTAL
16
100
Sumber : Data sekunder tahun 2009
Dari tabel 3 di atas dapat disimpulkan
bahwa berat badan bayi usia 5-6 bulan yang diberi
ASI eksklusif mayoritas adalah 7,0-7,3 Kg sebanyak
6 bayi (37,5%).
Sedangkan berat badan bayi usia 5-6 bulan
yang diberi MP-ASI dini adalah seperti pada tabel
berikut :
Tabel 4
Distribusi frekuensi berat badan bayi usia 5-6 bulan
yang diberi MP-ASI dini di wilayah kerja Puskesmas
Bringkoning Sampang tahun 2009
BB (Kg)
Frekuensi
Persentase (%)
6,2 - 6,5
6
37,5
6,6 - 6,9
1
6,25
7,0 - 7,3
7
43,75
7,4 - 7,7
2
12,5
TOTAL
16
100
Sumber : Data sekunder tahun 2009
Dari tabel 4 di atas dapat disimpulkan
bahwa berat badan bayi usia 5-6 bulan yang diberi
MP-ASI dini mayoritas adalah 7,0-7,3 Kg sebanyak 7
bayi (43,74%).
Kenaikan Berat Badan Bayi
Hasil penelitian tentang kenaikan berat
badan bayi yang dberi ASI eksklusif adalah seperti
yang terlihat pada tabel berikut :
Sedangkan kenaikan berat badan bayi
yang diberi MP-ASI dini adalah seperti yang terlihat
pada tabel berikut :
Tabel 6
Distribusi frekuensi kenaikan berat badan bayi yang
diberi MP-ASI dini di wilayah kerja Puskesmas
Bringkoning Sampang tahun 2009
Kenaikan BB
Frekuensi
Persentase (%)
(Kg)
3,0 - 3,4
8
50
3,5 - 3,9
6
37,5
4,0 - 4,4
1
6,25
4,5 - 4,9
1
6,25
TOTAL
16
100
Sumber : Data sekunder tahun 2009
Berdasarkan tabel 6 di atas menunjukkan
bahwa kenaikan berat badan bayi yang diberi MP-
Perbandingan Kenaikan Berat Badan Bayi Antara Yang Diberi ASI Eksklusif dan MP-ASI Dini (Linda Puji Astuti)
ASI dini sekitar 50%. Kenaikan berkisar antara
3,0-3,4 Kg. Pemberian MP-ASI dini menurunkan
konsumsi ASI dan gangguan pencernaan atau diare.
Hal ini dapat berakibat anak menderita kurang gizi.
Umumnya banyak ibu yang beranggapan
kalau anaknya kelaparan dan akan tidur nyenyak
jika diberi makan. Kadang anak yang menangis
terus dianggap sebagai anak tidak kenyang.
Padahal menangis bukan semata-mata tanda lapar.
Alasan lainnya juga bisa dari gencarnya promosi
produsen makanan bayi yang belum mengindahkan
ASI eksklusif 6 bulan.
Pemberian MP-ASI dini yang terlalu
dini(sebelum bayi berumur 4 bulan) menurunkan
55
konsumsi ASI dan gangguan pencernaan atau diare.
Hal ini disebabkan sistem imun bayi belum
sempurna. Pemberian MP-ASI dini sama saja
dengan membuka pintu gerbang masuknya berbagai
jenis kuman (Lely Soraya, 12 Januari 2008).
Perbandingan Kenaikan Berat Badan Bayi Yang
Diberi ASI Eksklusif dan MP-ASI Dini
Analisis
data
tentang
perbandingan
kenaikan berat badan bayi yang diberi ASI eksklusif
dan MP-ASI dini dengan menggunakan Uji t
didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 7
Tabulasi silang kenaikan berat badan bayi yang diberi ASI eksklusif dan MP-ASI dini di wilayah kerja Puskesmas
Bringkoning Sampang tahun 2009
Kenaikan berat badan (Kg)
Total
Nutrisi Bayi
3,0 - 3,4
3,5 - 3,9
4,0 - 4,4
4,5 - 4,9
∑
%
∑
%
∑
%
∑
%
∑
%
ASI Eksklusif
1
11,11
8
57,14
4
80
3
75
16
50
MP-ASI Dini
8
88,89
6
42,85
1
20
1
25
16
50
Total
9
100
14
100
5
100
4
100
32
100
Hasil penelitian diperoleh bahwa kenaikan
berat badan bayi yang diberi ASI eksklusif adalah
50% dan berkisar antara 3,5-3,9 Kg. Sedangkan
kenaikan berat badan bayi yang diberi MP-ASI dini
adalah 50% dan berkisar antara 3,0-3,4 Kg. Dari
hasil uji statistik dengan menggunakan uji t 2 sampel
bebas diperoleh probability hitung < α (0,009 < 0,05)
dimana berat badan bayi yang diberi ASI eksklusif
lebih besar dari pada yang diberi MP-ASI dini. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan bermakna
kenaikan berat badan bayi yang diberi ASI eksklusif
dengan yang diberi MP-ASI dini.
Umumnya
masih
banyak
yang
beranggapan bahwa memberikan makanan pada
bayi sebelum usia 6 bulan dapat menambah berat
badan bayi. Karena mereka mengira pertumbuhan
bayi tidak cukup dengan hanya memberikan ASI.
Hasil yang diperlihatkan oleh peneliti lain
menunjukkan bahwa berat badan bayi yang diberi
ASI lebih ringan dibanding yang mendapat susu
formula selama 6 bulan. Hal ini bukan berarti bahwa
berat badan yang lebih besar pada bayi yang
mendapat susu formula lebih baik dibanding bayi
yang mendapat ASI.
Pertumbuhan dan perkembangan anak
yang optimal memerlukan dukungan nutrisi dan
stimulasi yang adekuat. Dan ASI dapat memenuhi
semua kebutuhan dasar anak untuk tumbuh dan
berkembang, baik kebutuhan fisis-biomedis (asuh),
kebutuhan kasih sayang/ emosi (asih), maupun
kebutuhan akan stimulasi (asah), karena ASI adalah
suatu cara yang tidak tertandingi oleh apapun dalam
menyediakan makanan ideal untuk pertumbuhan
dan perkembangan seorang bayi(Purwanti, 2004).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kenaikan berat badan bayi yang diberi ASI
eksklusif sekitar 50% berkisar antara 3,5-3,9 Kg.
Kenaikan berat badan bayi yang diberi MPASI dini sekitar 50% berkisar antara 3,0-3,4 Kg.
Kenaikan berat badan bayi yang diberi ASI
eksklusif lebih besar dari pada yang diberi MP-ASI
dini.
Saran
Bagi institusi Diharapkan hasil penelitian ini
dapat digunakan sebagai tambahan informasi
wacana kepustakaan serta dapat digunakan sebagai
referensi untuk penelitian selanjutnya.
Bagi ibu menyusuai diharapkan hasil
penelitian ini dapat memberikan informasi supaya
dapat tetap memberikan ASI eksklusif.
Bagi peneliti diharapkan hasil penelitian ini
dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam
melakukan penelitian selanjutnya serta dapat
menerapkan ilmu yang diperoleh.
Bagi pemerintah Hendaknya informasi
tentang pemberian ASI pada bayi sejak lahir tanpa
tambahan makanan apapun sampai usia 6 bulan
tetap ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Dewa, I. 2001, Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC
Depkes RI, 1994, Pedoman Pemberian Makanan
Pendamping ASI. Jakarta: Depkes RI
,
1999,
Standar
Pemantauan
Pertumbuhan Balita. Jakarta: Depkes RI
Hidayat, A Aziz Alimul.2008. metode Penelitian
Keperawatan dan Teknik
Analisis Data.
Jakarta: salemba Medika
Lely Soraya, Luluk. 2005. Resiko Pemberian MPASI
Terlalu Dini. http:/www. Google.com/,
(Diakses tanggal 12 januari 2009)
Nursalam dan Pariani, 2001, Pendekatan praktis
Metodologi Riset keperawatan, Jakarta: CV
Agung Seto
56
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 51 - 56
2003. Konsep dan Penerapan
metodologi penelitianIlmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian
Kesehatan.Jakarta: Rineka Cipta
Purwanti, Sri, 2004. Konsep Penerapan ASI
Eksklusif. Jakarta: EGC
Roesli, Utami. 2000, Mengenal ASI Eksklusif.
Jakarta: Trubus Agriwidya
Sekartani, DKK, 2008, Bedah ASI, Jakarta: IDAI
Soetjiningsih,1995,
Tumbuh
Kembang
Anak.
Jakarta: EGC.
Gambaran Peningkatan Berat Badan Pada Bayi Usia 3 – 6 Bulan Yang Dilakukan Pemijatan dengan Yang Tidak Dilakukan (Lely Aprilia Vidayati)
PENELITIAN ILMIAH
57
Gambaran Peningkatan Berat Badan
ABSTRACT
Pada Bayi Usia 3 – 6 Bulan Antara
The normal-born baby is a baby who has just
felt a process and must adjust with the intrauterine life
into extra-uterine life. Massage is the art of health care
and treatment which has practiced since the last
centuries. In general, a baby often has a problem with
the body’s weight or decreasing. The impact of body’s
weight decreasing is the baby can get a disease easily
because of the less immune system. The result of this
research is to know the difference of the increase of
baby body’s weight 3-6 months age between whom are
given massage with whom are not given massage in
Panggung Village, Sampang City. This research is
descriptive comparative research. The research design
is longitudinal. The independent variable of this research
is baby’s massage and the dependent variable is baby
body’s weight 3-6 months age. The population is 29
babies 3-6 months age and the sampling technique used
is total sampling. Based on the research in the field it is
found that the babies 3-6 months age whom given
massage about 15 people and 9 babies get weight
increasing meanwhile the babies whom are not given
massage about 14 people and 4 babies do not get
weight increasing. From the result of this research it is
recommended that it is better for the parents to massage
their own babies without going to the midwife. This is
because of parents participation in massaging their
babies can shape the bonding between parents and their
babies early.
Yang Dilakukan Pemijatan dan Yang
Tidak Dilakukan Pemijatan
(Studi di Desa Panggung Kabupaten
Sampang Tahun 2009)
The Description of the Increase of Baby
Body’s Weight 3-6 Months Age Between
Whom Are Given Massage With Whom
Are Not Given Massage
(The Study in Panggung Village,
Sampang City in the Year of 2009)
LELY APRILIA VIDAYATI *)
*) Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura
Key words: Body’s Weight, Baby’s Massage
Correcpondence : Lely Aprilia Vidayati, Jl. R.E. Martadinata, Bangkalan, Indonesia
PENDAHULUAN
Bayi lahir normal merupakan bayi yang
baru mengalami proses dan harus menyesuaikan
diri dari kehidupan intrauterin ke kehidupan
ekstrauterin dengan presentasi belakang kepala
melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia
kehamilan genap 37 minggu sampai dengan 42
minggu, dengan berat badan 2500–4000 gr, nilai
apgar
≥7
dan
tanpa
cacat
bawaan
(www.foxitsoftware.com, 2008). Secara fisiologis,
semua bayi mengalami penurunan berat badan
dalam periode singkat sesudah lahir, yang bisa
diperberat jika bayi dalam keadaan sakit dan
pemakaian energi yang meningkat. Ditinjau dari
pertumbuhan dan perkembangan bayi, periode
neonatal merupakan periode yang paling kritis.
Diharapkan berat badan anak selalu akan
bertambah sesuai dengan bertambahnya umur.
Tidak naiknya berat badan anak akan terlihat dalam
jangka waktu kurang dari satu bulan. Karena itu,
penimbangan berat badan anak harus dilakukan
berat badan sekali setiap bulan, sebab jika pada
satu kali penimbangan berat badan anak tidak naik,
berarti
hambatan
pertumbuhan
itu
sudah
berlangsung satu bulan (Moehyi, 2008).
Berdasarkan studi pendahuluan di wilayah
kerja BPS Ruri Henri Agustina di desa Panggung
Kabupaten Sampang, setelah dilakukan pendataan
pada bulan Desember 2008 ditemukan bahwa dari
29 bayi usia (3-6 bulan) terdapat 54% bayi yang
berat badannya turun yang dikarenakan nutrisinya
kurang dan juga mengalami penyakit. Faktor-faktor
yang mempengaruhi berat badan pada bayi usia 3-6
bulan meliputi:faktor ekonomi, faktor pengetahuan,
faktor pendidikan, faktor nutrisi, faktor istirahat, faktor
lingkungan dan faktor budaya. Dampak dari berat
badan bayi yang rendah yaitu bayi akan mudah
terkena penyakit karena sistem imun yang kurang,
mengalami gangguan pertumbuhan sehingga dapat
menghambat
pertumbuhannya
(www.foxitsoftware.com, 2008).
Pijat bayi tampaknya dapat menjadi salah
satu solusi praktis untuk menyelesaikan semua
masalah tersebut (Heath dan Bainbridge, 2006). Hal
ini terbukti
bayi-bayi yang diberikan sentuhan
(pijatan) tersebut berat badannya meningkat drastis
hingga 47% dibandingkan dengan bayi tanpa
pemijatan (Subakti dan Anggraini, 2008). Menurut
Rina Poerwadi, pijat bermanfaat bagi bayi untuk
sirkulasi darah sehingga membuat kulit bayi menjadi
sehat, makan lebih banyak dan menjadi lebih lebih
aktif. Hal ini disebabkan bayi yang dipijat mengalami
peningkatan kadar enzim penyerapan terhadap sari
makanan pun menjadi lebih baik. Alhasil bayi
menjadi cepat lapar dan karena itu lebih sering
menyusu sehingga meningkatkan produksi ASI
(Delima, 2008). Pijat adalah seni perawatan
kesehatan dan pengobatan yang dipraktekkan sejak
berabad-abad silam (Roesli, 2001).
Berdasarkan hal di atas maka perlu
dilakukan penelitian tentang perbedaan peningkatan
berat badan pada bayi usia 3-6 bulan di wilayah
kerja BPS Ruri Henri Agustina di desa Panggung
Kabupaten Sampang antara yang dilakukan
pemijatan dengan yang tidak dilakukan pemijatan.
58
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 57 - 62
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Dasar Bayi Baru Lahir
Bayi baru lahir adalah peralihan yang
berhasil dari janin yang terendam dalam cairan
ketuban dan sepenuhnya bergantung pada plasenta
(ari-ari) untuk pemenuhan kebutuhan makanan dan
oksigennya, menjadi bayi yang menangis keras dan
bernafas menghirup udara, merupakan suatu
keajaiban (www.software.com, 2006). Perubahan
fisiologis pada bayi baru lahir merupakan suatu
proses adaptasi dengan lingkungan luar atau dikenal
dengan kehidupan ekstrauteri. Sebelumnya bayi
cukup hanya beradaptasi dengan kehidupan
intrauteri. Perubahan fisiologis bayi baru lahir,
diantaranya sistem pernafasan, sistem peredaran
darah,
sistem pengaturan tubuh, metabolisme
glukosa, gastrointestinal, dan kekebalan tubuh.
Pemeriksaan fisik merupakan hal pertama
yang dilakukan oleh bidan, perawat, atau dokter
untuk menilai status kesehatan yang dilakukan pada
saat bayi baru lahir, 24 jam setelah lahir, dan pada
waktu pulang dari rumah sakit. Dalam melakukan
pemeriksaan ini sebaiknya bayi dalam keadaan
telanjang di bawah lampu terang, sehingga bayi
tidak mudah kehilangan panas. Tujuan pemeriksaan
fisik secara umum pada bayi adalah menilai status
adaptasi atau penyesuaian kehidupan intrauteri ke
dalam kehidupan ekstrauteri serta mencari kelainan
pada bayi.
Konsep dasar pijat bayi
Pijat adalah seni perawatan kesehatan dan
pengobatan yang dipraktekkan sejak berabad-abad
silam. Bahkan, diperkirakan ilmu ini telah di kenal
sejak awal manusia diciptakan ke dunia, mungkin
karena pijat berhubungan sangat erat dengan
kehamilan dan proses kelahiran manusia (Roesli,
2001).
Manfaat pijat pada bayi antara lain 1)
membuat bayi semakin tenang; 2) meningkatkan
efektivitas istirahat (tidur) bayi; 3) memperbaiki
konsentrasi bayi; meningkatkan produksi ASI; 4)
membantu meringankan ketidaknyamanan dalam
pencernaan dan tekanan emosi; 5) meningkatkan
gerak peristaltik untuk pencernaan; 6) memacu
perkembangan otak dan sistem saraf; 7)
menstimulasi aktivitas nervus vagus untuk perbaikan
pernafasan; 8) memperkuat sistem kekebalan tubuh;
dan 9) meningkatkan aliran oksigen dan nutrisi
menuju sel.
Beberapa hal yang harus diperhatikan
sebelum melakukan pemijatan pada si kecil sebagai
berikut : 1) waktu yang tepat, yaitu pada pagi hari
sebelum memulai aktivitas (akan mandi), pemijatan
dilakukan 15 menit setelah si kecil makan, dan
malam hari (menjelang tidur); dan 2) Suasana yang
tenang, yaitu pada saat si kecil ceria, dan saat
kondisi perut yang sudah terisi makanan.
Posisi bayi dan ibu yang paling ideal untuk
pemijatan adalah ketika tatapan mata keduanya
saling beradu pandang. Ketika memijat, jangan
paksakan bayi untuk melakukan posisi yang tidak
nyaman.Carilah posisi yang membuat si bayi
semakin tenang ketika dipijat. Setelah itu, mulailah
pijatan dari bagian kaki, perut, dada, tangan, muka,
dan punggung. Jika kesulitan, mulailah dari bagian
tubuh yang membuat si kecil nyaman. Demikian pula
pemijat harus mendapat ruang cukup untuk
menempatkan diri dengan posisi menyesuaikan
keinginan bayi. Posisi pemijat yang tidak optimal
menyebabkan pemijatan tidak berjalan baik dan
kontak batin menjadi kurang terjalin. Ada dua posisi
mendasar ketika melakukan pemijatan bayi, yakni
posisi telentang (berbaring) dan tengkurap. Dalam
kedua posisi ini, pemijat dibagian kaki si bayi. Pada
posisi inilah terjadi kontak mata yang paling baik
antara pemijat dengan bayinya. Dengan posisi ini
jangkauan tangan pemijat menjadi efektif karena
baik tangan kanan maupun kiri sama-sama dapat
melakukan aktivitas pemijatan secara bergantian
(Subakti dan Anggraini, 2008).
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
merupakan
penelitian
deskriptif komparasi yang sering digunakan pada
penelitian klinis maupun komunitas. Desain
penelitian yang digunakan adalah longitudinal yaitu
faktor resiko yang akan dipelajari dan diidentifikasi
terlebih dahulu, kemudian diikuti ke depan secara
prospektif timbulnya efek, seperti penyakit atau
salah satu indikator status kesehatan. Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah hanya 1
variabel saja yaitu variabel tergantung (variabel
dependen).
Dalam penelitian ini variabel
dependennya berat badan bayi usia 3-6 bulan.
Jumlah populasi pada penelitian ini adalah seluruh
bayi yang berusia 3-6 bulan yang ada di Desa
Panggung Kabupaten Sampang pada tahun 2009
yang berjumlah 28 bayi. Ditemukan bahwa terdapat
54% bayi yang berat badannya turun.
Teknik
pengambilan sampel menggunakan non probability
sampling yaitu dengan teknik total sampling yang
cara pengambilannya semua anggota populasi
menjadi sampel.
Data diambil berdasarkan laporan dari
bidan yang ada di BPS Ruri Henri Agustina di Desa
Panggung Sampang. Setelah data terkumpul
kemudian
dilakukan
analisis
data
dengan
menggunakan analisa univariate yang dilakukan
terhadap tiap variabel dari hasil penelitian dalam
bentuk distribusi frekuensi, untuk mengetahui satu
variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi
menggunakan tabel silang (Cross Tabs). Penelitian
dilaksanakan di Desa Panggung Kabupaten
Sampang mulai dari bulan juli-desember 2009.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Daerah Penelitian
Desa Panggung mempunyai luas wilayah
2
406 km . Jumlah penduduk di Desa Panggung
Wilayah Kerja Puskesmas Kemoning Sampang
adalah 3320 jiwa yang terdiri dari 3.145 jiwa laki-laki
dan 3.295 jiwa perempuan dengan mata
pencaharian mayoritas penduduk di Desa Panggung
Wilayah Kerja Puskesmas Kemoning Sampang mata
pencahariannya sebagai IRT, petani, dan pedagang.
Pada umumnya penduduk di Desa Panggung
Wilayah Kerja Puskesmas Sampang 90% memeluk
agama islam dan 10% memeluk agama lain.
Gambaran Peningkatan Berat Badan Pada Bayi Usia 3 – 6 Bulan Yang Dilakukan Pemijatan dengan Yang Tidak Dilakukan (Lely Aprilia Vidayati)
Jumlah sarana kesehatan yang ada di
kelurahan Kowel Wilayah Kerja Puskesmas
Kemoning Sampang yaitu puskesmas terdiri dari 1
buah, 4 buah posyandu, 1 buah polindes, 20 kader,
2 dukun bayi dan 1 ambulance dengan jumlah
tenaga keshatan terdiri dari 1 orang dokter umum, 1
orang dokter gigi, 1 bidan dan 2 perawat.
Karakteristik Responden
Karaktersitik responden meliputi umur bayi,
tingkat pengetahuan orang tua, dan pekerjaan ibu.
Adapun hasil penelitian tentang umur bayi dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1
Distribusi frekuensi berdasarkan umur yang ada di
Desa Panggung Kabupaten Sampang tahun 2009
Umur
Frekuensi
Prosentase
3-4
8
27,6 %
5-6
21
72,4 %
Total
29
100 %
Sumber :Perolehan data dari lapangan
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa
mayoritas di Desa Panggung Kabupaten Sampang
berusia 5-6 bulan sebanyak 21 bayi (72,4 %) dan
minoritas berusia 3-4 bulan sebanyak 8 bayi (27,6
%).
Sedangkan
hasil
penelitian
tentanf
pendidikan orang tua adalah sebagai berikut :
Tabel 2
Distribusi frekuensi berdasarkan pendidikan orang
tua di Desa Panggung Kabupaten Sampang
tahun 2009
Pendidikan
Frekuensi
Prosentase
Tidak sekolah/tamat
0
0%
sekolah
SD
3
10,3 %
SMP
2
6,9 %
SMA
22
75,9 %
Perguruan Tinggi
2
6,9 %
Total
29
100 %
Sumber: Perolehan data dari lapangan
Dari tabel diatas diketahui bahwa mayoritas
orang tua di Desa Panggung Kabupaten Sampang
berpendidikan SMA sebanyak 22 orang (75,9 %)
dan minoritas berpendidikan perguruan tinggi
sebanyak 2 orang (6,9 %).
Adapun karaktersitik tentang pekerjaan ibu
adalah seperti terlihat pada tabel berikut :
Tabel 3
Distribusi Frekuensi berdasarkan pekerjaan ibu di
Desa Panggung Kabupaten Sampang pada tahun
2009
Pekerjaan
Frekuensi
Prosentasi
IRT
17
58,6 %
Petani
6
20,7 %
Swasta
4
13,8 %
PNS
2
6,9 %
Total
29
100 %
Sumber: Perolehan data dari lapangan
59
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa mayoritas di
Desa
Panggung
Kabupaten
Sampang
pekerjaannnya sebagai IRT sebanyak 17 orang
(58,6 %) dan minoritas pekerjaannya sebagai PNS
sebanyak 2 orang (6,9 %).
Berat Badan Bayi
Berat badan bayi dalam penelitian ini
dibedakan menjadi 2, yaitu bayi yang dilakukan
pemijatan dan bayi yang tidak dilakukan pemijatan.
Hasil penelitian tentang berat badan bayi usia 3 -6
bulan yang dilakukan pemijatan adalah seperti yang
terlihat pada tabel berikut :
Tabel 4
Distribusi frekuensi berat badan yang dilakukan
pemijatan di Desa Panggung Kabupaten Sampang
tahun 2009
Kenaikan
Frekuensi
Prosentase
Berat Badan
Lambat
0
0%
Tetap
5
35,7%
Cepat
9
64,2%
Total
14
100 %
Sumber: Perolehan data dari lapangan
Dari data diatas diketahui bahwa mayoritas
yang dilakukan pemijatan di Desa Panggung
Kabupaten Sampang mengalami kenaikan berat
badan dengan cepat sebanyak 9 bayi (64,2%).
Berdasarkan data diatas diketahui hasil dari mean
antara sebelum dilakukan pemijatan dan setelah
dilakukan pemijatan terdapat peningkatan berat
badan sebesar 0,05 gr dibandingkan dengan bayi
yang tidak dilakukan pemijatan.
Pijat bayi memang dapat meningkatkan
berat badan bayi. Hal ini sudah dibuktikan oleh
beberapa ahli yang melakukan banyak penelitian.
Selain dapat meningkatkan berat badan pijat bayi
juga dapat meningkatkan kesehatan fisik serta
ketahanan mentalnya (Subakti & Anggraini, 2008).
Bahkan, diperkirakan ilmu ini telah dikenal sejak
awal manusia diciptakan ke dunia, mungkin karena
pijat berhubungan sangat erat dengan kehamilan
dan proses kelahiran manusia. Pengalaman pijat
pertama yang dialami manusia ialah pada waktu
dilahirkan, yaitu pada waktu melalui jalan lahir si ibu
(Roesli, 2001). Pijat bayi merupakan tradisi lama
yang digali kembali dengan sentuhan ilmu
kesehatan dan tinjauan ilmiah yang bersumber dari
penelitian-penelitian para ahli neonatologi, saraf, dan
psikologi anak. Beberapa dokter Eropa dan Amerika
telah marak mempublikasikan manfaat pijat bagi
kesehatan bayi dan kebahagian seluruh keluarga.
Tentu saja, hal ini merupakan kabar baik yang
diharapkan semua orang (www.wahyumedia.com,
2009).
Mayoritas ibu rumah tangga di desa
panggung yang memiliki anak dengan masalah berat
badan memijat bayinya ke dukun karena mereka
percaya berat badan bayinya akan bisa bertambah.
Selain murah mereka juga yakin bahwa pijat
merupakan cara pengobatan warisan yang ampuh,
apalagi jika dilakukan oleh dukun atau orang khusus.
Untuk kasus tertentu, pijat bayi juga dapat
memberikan manfaat tambahan. Bagi pasangan
yang masih remaja (teenage parents), pijat bayi
60
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 57 - 62
menumbuhkan rasa percaya diri dan rasa
penerimaan atas keadaannya menjadi orang tua,
serta meningkatkan harga diri sebagai orang tua.
Bagi orang tua angkat, pijat bayi membantu
menciptakan ikatan yang lebih kuat dengan bayinya.
Mereka akan lebih cepat mengenal dan merasakan
bahwa mereka saling terikat dalam satu keluarga
(http:peha.blogsome.com, 2009). Pada bayi yang
menderita kolik atau sakit perut biasanya ditandai
dengan tangis melengking. Untuk mengurangi kolik
ini, para orang tua dianjurkan untuk memijat bayinya
pada waktu kolik berlangsung dan pada waktu
menjelang tidur. Para peneliti juga menemukan
bahwa bayi-bayi yang dipijat, interaksi dengan orang
tuanya menjadi lebih positif, rasa gelisah berkurang
dan dapat lebih teratur tidur/bangunnya (roesli,
2001). Pijatan juga terbukti dapat melegakan saluran
nafas yang menyempit karena asma, mampu
mengurangi perasaan gelisah dan depresi sehingga
serangan asma berkurang. Bahkan pamijatan pada
bayi dari ibu HIV-positif dapat lebih menaikkan berat
badan dan meningkatkan perkembangan motorik
bayi (http:peha.blogsome.com, 2009).
Faktor budaya yaitu pijat bayi memang
dapat mempengaruhi berat badan faktor ini tidak
dapat dipastikan setelah memperoleh hasil yang
maksimal tanpa dukungan dari faktor lain yaitu faktor
ekonomi, faktor pengetahuan, faktor pendidikan,
faktor nutrisi, faktor istirahat, faktor lingkungan. Pijat
bayi diharapkan dapat menjadi solusi bagi para ibu
karena dengan pijat bayi dapat merangsang
stimulasi pada bayi sehingga berat badan bayi dapat
meningkat secara berkesinambungan atau bertahap.
Sedangkan hasil penelitian tentang berat
badan bayi usia 3 – 6 bulan yang tidak dilakukan
pemijatan adalah sebagai berikut :
Tabel 5
Distribusi frekuensi berat badan yang tidak dilakukan
pemijatan di Desa Panggung Kabupaten Sampang
pada tahun 2009
Perubahan
Frekuensi
Prosentase
Berat Badan
Lambat
4
28,6 %
Tetap
6
42,8 %
Cepat
4
28,6 %
Total
14
100 %
Sumber: Perolehan data dari lapangan
Dari data diatas dapat diketahui bahwa
mayoritas yang tidak dilakukan pemijatan di Desa
Panggung Kabupaten Sampang tidak mengalami
kenaikan berat badan (tetap) sebanyak 6 bayi (42,8
%). Berdasarkan data diatas diketahui hasil dari
mean antara yang tidak dilakukan pemijatan
(observasi 1) dan yang tidak dilakukan pemijatan
(observasi 2) terdapat penurunan berat badan
sebesar 0,05 gr dibandingkan dengan bayi yang
dilakukan pemijatan. Alasan tidak dilakukannya
pemijatan pada bayi dikarenakan orang tua tidak
mempunyai waktu untuk memijat bayinya karena
letih sehabis dari sawah.
Berat
badan
merupakan
ukuran
antropometri yang terpenting, dipakai sebagai
indikator yang terbaik pada saat ini untuk
mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang
anak, sensitif terhadap perubahan sedikit saja,
pengukuran obyektif dan dapat diulangi, dapat
digunakan timbangan apa saja yang relatif murah,
mudah dan tidak memerlukan banyak waktu. Berat
badan juga merupakan hasil peningkatan/penurunan
semua jaringan yang ada pada tubuh, antara lain
tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lain-lain
(Soetjiningsih, 1995).
Faktor-faktor yang mempengaruhi berat
badan pada bayi usia 3-6 bulan meliputi:faktor
ekonomi, faktor pengetahuan, faktor pendidikan,
faktor nutrisi, faktor istirahat, faktor lingkungan dan
faktor budaya. Dampak dari berat badan bayi yang
rendah yaitu bayi akan mudah terkena penyakit
karena sistem imun yang kurang, mengalami
gangguan
pertumbuhan
sehingga
dapat
menghambat
pertumbuhannya
(www.foxitsoftware.com,
2008).
Berdasarkan
wawancara dengan ibu responden di lapangan berat
badan pada bayi usia 3-6 bulan sangat dipengaruhi
oleh faktor ekonomi karena banyaknya orang tua
yang tidak mampu atau pekerjaannya hanya IRT
sehingga sulit memberikan nutrisi pada bayinya
sehingga berat badan mereka cenderung turun.
Hal ini berdasarkan tabel 2 yaitu tabel
distribusi frekuensi berat badan yang tidak dilakukan
pemijatan terdapat berat badan yang kurang
dikarenakan bayi kurang nutrisi sehingga berat
badan mereka cenderung turun.
Pengetahuan merupakan wahana untuk
mendasari seseorang untuk berperilaku secara
ilmiah
sedangkan
tingkatannya
dari
ilmu
pengetahuan atau dasar pendidikan yang dimiliki
(Notoatmodjo, 2003). Berdasarkan tabel 4.2 ibu
responden di Wilayah Kerja Puskesmas Kemoning
Sampang mayoritas memiliki pendidikan terakhir
SMA
dan
seharusnya
mempunyai
dasar
pengetahuan tentang pijat tersebut. Sedangkan ibu
responden yang pengetahuannya kurang belum
sepenuhnya tahu tentang pijat bayi sehingga perlu
melakukan penyuluhan tentang manfaat pijat bayi
berdasarkan teori yang ada.
Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa
pijat bayi dapat menjadi solusi yang dapat digunakan
untuk meningkatkan berat badan secara alami.
Tabulasi Silang Berat Badan Yang Tidak
Dilakukan Pemijatan dengan yang Dilakukan
Pemijatan
Untuk mengetahui ada atau tidaknya
perbedaan antara berat badan yang tidak dilakukan
pemijatan dengan yang dilakukan pemijatan
digunakan tabulasi silang (Cross Tabulations)
terhadap masing-masing variabel tersebut. Tabulasi
silang berat badan yang tidak dilakukan pemijatan
dengan yang dilakukan pemijatan dapat dilihat pada
tabel berikut :
Gambaran Peningkatan Berat Badan Pada Bayi Usia 3 – 6 Bulan Yang Dilakukan Pemijatan dengan Yang Tidak Dilakukan (Lely Aprilia Vidayati)
61
Tabel 6
Tabulasi silang antara berat badan yang tidak dilakukan pemijatan dengan yang dilakukan pemijatan di Desa
Panggung Kabupaten Sampang tahun 2009
Bayi Usia 3 – 6 Bulan
Total
Perubahan Berat
Dilakukan
Pemijatan
Tidak Dilakukan Pemijatan
Badan
n
%
n
%
n
%
Lambat
0
0%
4
28,6%
4
14,3%
Tetap
5
35,7%
6
42,8%
11
39,3%
Cepat
9
64,2%
4
28,6%
13
46,4 %
Total
14
100%
14
100 %
28
100%
Dari data diatas dapat diuraikan bahwa
yang dilakukan pemijatan mayoritas mengalami
kenaikan berat badan dengan cepat sebanyak 9 bayi
(64,2%) sedangkan yang tidak dilakukan pemijatan
mayoritas tidak mengalami kenaikan berat badan
(tetap) sebanyak 6 bayi (42,8%).
Berdasarkan tabel 4 dan 5 menunjukkan
bahwa bayi yang dilakukan pemijatan mengalami
kenaikan berat badan dibandingkan bayi yang tidak
dilakukan pemijatan. Hal yang dapat dilakukan untuk
menolong bayi yang berat badannya kurang adalah
mencoba
menemukan
faktor
yang
mempengaruhinya seperti faktor budaya. Mayoritas
ibu responden banyak yang berupaya meningkatkan
berat badan bayinya dengan memijat ke dukun. Hal
tersebut sangat berpengaruh bagi bayi terutama
pertumbuhan dan perkembangannya. Walaupun
budaya itu benar tetapi alangkah baiknya untuk para
ibu responden mengetahui lebih lanjut manfaat pijat
bayi berdasarkan teori yang ada. Teori tentang pijat
bayi tersebut dapat diperoleh di bidan atau melalui
buku.
Seperti pendapat yang dikemukakan oleh
Dr.Arhan bahwa sentuhan atau pijatan pada bayi
memiliki banyak manfaat. Berbagai penelitian secara
ilmiah, baik secara klinik laboratoris, maupun
pemeriksaan gambaran gelombang otak (EEG),
memberikan hasil positif meskipun masih diperlukan
penelitian lebih lanjut. Namun, penemuan saat ini
yang ada, telah cukup untuk menganjurkan pijat
bayidilakukan
secara
rutin
sebagai
upaya
mempertahankan
kesehatan
si
kecil
(www.infomedia.com). Sedangkan menurut Dr.
Florentina UY-TY dari Philippines Children’s Medical
Hospital, Manila dan Dr. Dachrul Aldy Sp.AK dari
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sumatera utara
mengungkapkan
sebuah
penelitian
yang
membuktikan bahwa pijat bayi mempersingkat masa
tinggal bayi di rumah sakit (setelah dilahirkan)
dengan pengurangan tiga hingga enam hari lebih
cepat pulang dibandingkan dengan bayi-bayi tanpa
pemijatan. Bayi-bayi yang diberikan sentuhan
(pijatan) tersebut berat badannya meningkat drastis
hingga 47% (Subakti &Anggraini, 2008).
Dari hasil tabel 4, 5 dan 6 tersebut telah di
dapatkan bahwa dari 28 bayi usia 3-6 bulan di desa
panggung baik yang dilakukan pemijatan maupun
yang tidak dilakukan pemijatan terdapat peningkatan
berat badan pada bayi yang dilakukan pemijatan
walaupun hanya 60%. Berdasarkan penelitian
tersebut diperoleh peningkatan berat badan hanya
60%. Terbuktinya bahwa faktor budaya yaitu pijat
bayi dapat mempengaruhi berat badan pada bayi
sudah terbukti dengan jelas. Pijat bayi yang
dilakukan adalah berupa sentuhan (Roesli, 2001).
Berdasarkan semua pernyataan diatas yang
menunjukkan bahwa bayi yang mengalami masalah
dengan berat badan atau mengalami penurunan
maka setelah dilakukan pemijatan berat badan bayi
menjadi meningkat dibandingkan bayi yang tidak
dilakukan pemijatan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Gambaran berat badan pada bayi usia 3-6
bulan yang dilakukan pemijatan di Desa Panggung
Kabupaten Sampang rata-rata mengalami kenaikan
berat badan dengan cepat sebanyak 9 bayi (64,2%).
Gambaran berat badan pada bayi usia 3-6
bulan yang tidak dilakukan pemijatan di Desa
Panggung Kabupaten Sampang rata-rata tidak
mengalami kenaikan berat badan tidak mengalami
kenaikan berat badan (tetap) sebanyak 6 bayi
(42,8%).
Ada perbedaan peningkatan berat badan
pada bayi usia 3-6 bulan antara yang dilakukan
pemijatan dengan yang tidak dilakukan pemijatan.
Saran
Bagi peneliti diharapkan untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai pijat bayi yang dapat
mempengaruhi berat badan pada bayi usia 3-6 bulan
dengan sampel yang lebih besar sehingga mencapai
hasil penelitian yang lebih sempurna.
Bagi ibu menyusui memajukan berbagai
solusi untuk meningkatkan berat badannya dan
menghindari hal-hal yang dapat menurunkan berat
badannya.
Bagi profesi perlu meningkatkan mutu
pelayanan kebidanan khususnya bagi bayi usia 3-6
bulan agar membuat berat badan bayi normal sesuai
dengan umurnya, memajukan cara tradisional yang
dapat meningkatkan berat badan agar dapat menjadi
solusi berat badan bayi yang turun, dan diharapkan
pijat bayi menjadi hal yang perlu dipertimbangkan
dalam mengatasi masalah yang ada.
Bagi institusi pendidikan diharapkan KTI ini
dapat dipakai sebagai acuan dan dikembangkan
sebagai bahan penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Danim, Sudarwan. (2003). Metode Penelitian
Kebidanan. Jakarta: EGC.
Delima, Lenny. (2008). Majalah Mother & Baby.
Jakarta: 2008.
62
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 57 - 62
Hidayat, A Alimul Azis. (2007). Metode Penelitian
Keperawatan & Teknik Analisis Data,
Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat, A Alimul Azis. (2007).Ilmu Kesehatan Anak,
Jakarta: Salemba Medika.
Heath, Alan dan Bainbrigde, Nicki. (2006). Baby
Massage. Jakarta: DIAN RAKYAT.
Moehyi, Sjahmien. (2008). Tumbuh Kembang Bayi,
Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. (2003). Konsep Dan Penerapan
Metodejogi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Notoatmodjo,
Soekidjo.
(2005).
Metodelogi
Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Rahayu. (2008). Definisi bayi baru lahir, Bersumber
dari: http//www.foxitsoftware.com (Diakses
tanggal 28 Januari 2008).
Roesli, Utami. (2001). Pedoman Pijat Bayi Edisi
Revisi. Jakarta: Trubus Agriwidya.
Roesli, Utami. (2000). Mengenal ASI Eksklusi.
Jakarta: Trubus Agri Widya.
Saifuddin, Abdul Bari. (2006). Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: YBS-BP.
Subakti, Yazid dan Anggraini, Deri, Rizky. (2008).
Keajaiban Pijat Bayi dan Balita. Jakarta:
Wahyu Media.
Sugiyono. (2007). Statistik Untuk Penelitian.
Bandung: CV ALFABETA.
Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Keperawata.
Jakarta: EGC.
Suryanah. (1996). Keperawatan Anak Untuk Siswa
SPK. Jakarta: EGC.
Produksi ASI Ibu Menyusui Yang Mengkonsumsi Daun Katuk Dengan Yang Tidak Mengkonsumsi Daun Katuk (Merlyna Suryaningsih)
PENELITIAN ILMIAH
63
Gambaran Produksi ASI Antara Ibu
ABSTRACT
Menyusui Yang Mengkonsumsi Daun
Generally, giving breastfeeding (ASI) to the
baby does not only give goodness to the baby but also
give a benefit to the mother. The decreasing of giving
breastfeeding (ASI) is caused by the lower of
breastfeeding (ASI) production of giving mother
breastfeeding that actually can be prevented by
medicine and ingredients which smooth breastfeeding
(ASI) such as bush yielding edible leaves. The purpose
of the research is to know the difference of breastfeeding
(ASI) production between giving milk mothers who
consume bush yielding edible leaves and who do not
consume bush yielding edible leaves in work area of
Kowel Public Health Center Pamekasan. The research
method used is descriptive and the research design is
cohort. The independent variable is the giving of bush
yielding edible leaves and the dependent variable is
breastfeeding (ASI) production of giving mother
breastfeeding in the 2-3 days. The population is 24
giving mothers breasfeeding in the 2-3 days with total
sampling technique and the measure instrument is
experimental observation. From the result of the
research can be concluded that 3 x 300mg of bush
yielding edible leaves everyday and regularly has much
influence to the breastfeeding (ASI) production since the
second day of giving birth. It is found that breastfeeding
(ASI) production of giving mothers breastfeeding who
consume bush yielding edible leaves increase 100%
than breastfeeding (ASI) production of giving mothers
breastfeeding who do not consume the bush yielding
edible leaves.
Katuk
Dengan
Yang
Tidak
Mengkonsumsi Daun Katuk
The Description Of Breastfeeding (ASI)
Production Between Giving Mothers
Breastfeeding Who Consume Bush
Yielding Edible Leaves And Who Do Not
Consume Bush Yielding Edible Leaves
MERLYNA SURYANINGSIH *)
*) Program Studi Ilmu Keperawatan,
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Ngudia Husada
Madura
Key words: Bush Yielding Edible Leaves, Breastfeeding
(ASI) production
Correcpondence : Merlyna Suryaningsih, Jl. R.E. Martadinata, Bangkalan, Indonesia
PENDAHULUAN
ASI merupakan sumber gizi yang sangat
ideal dengan komposisi yang seimbang dan
disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi
(Roesli, 2000:07). ASI adalah makanan alamiah
untuk bayi yang mengandung nutrisi–nutrisi dasar
dan elemen, dengan jumlah yang sesuai untuk
pertumbuhan bayi yang sehat (www.infoibu.com,
2008). ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa
makanan tambahan lain pada bayi berumur 0-6
bulan (www.depkes.go.id, 2008).
Pemberian ASI eksklusif artinya bayi
diberikan ASI saja, tanpa tambahan cairan lain
seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih,
dan tanpa makanan padat seperti pisang, pepaya,
bubur, susu formula, biskuit, bubur nasi dan tim
(Roesli, 2000:03). Pemberian ASI ekslusif, yaitu
pemberian ASI sampai bayi umur 6 bulan
memberikan dampak positif bagi kesehatan bayi,
antara lain ASI merupakan makanan bayi yang
alamiah dan terbaik, terutama kandungan dan
komposisi zat dalam ASI sesuai untuk pertumbuhan
dan perkembangan bayi serta melindungi bayi dari
bahaya infeksi (www.jamuborobudur.com, 2006).
ASI merupakan satu-satunya makanan bayi
yang terbaik, namun dalam realitanya masih banyak
ibu-ibu di Indonesia yang belum memberikan ASI
eksklusif (www.kapanlagi.com, 2008). Rata-rata bayi
di Indonesia hanya menerima ASI eksklusif kurang
dari 2 bulan. Hasil yang dikeluarkan Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) periode
1993-2003 cukup memprihatinkan, bayi yang
mendapatkan ASI eksklusif sangat rendah. Hanya
14% ibu di Tanah Air yang memberikan air susu ibu
(ASI) eksklusif kepada bayinya sampai 6 bulan
(www.indonesia.go.id, 2008). Padahal, kebijakan
yang ditempuh dalam program peningkatan
pemberian ASI di Indonesia adalah menetapkan
minimal 80% dari ibu yang memberikan ASI eksklusif
(www.kapanlagi.co.id, 2008).
Berdasarkan studi pendahuluan yang
dilakukan untuk menemukan permasalahan di
Wilayah Kerja Puskesmas Kowel Kabupaten
Pamekasan bulan desember 2008, ditemukan
bahwa dari 10 (sepuluh) ibu menyusui hanya 1
(satu) ibu menyusui yang memberikan ASI eksklusif,
salah satu alasan karena produksi ASI ibu menyusui
yang tidak sesuai dengan kriteria peningkatan ASI
seperti ASI tidak sering merembes keluar dari
puting, payudara tidak terasa tegang, berat badan
bayi tidak meningkat, setelah menyusui bayi
kesulitan tidur nyenyak dan bayi jarang kencing
(Soetjiningsih, 1997).
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
peningkatan produksi ASI yaitu faktor anatomis dan
fisiologis, faktor psikologis, faktor hisapan bayi,
faktor istirahat, faktor nutrisi, dan faktor obat –
obatan atau ramuan dari tumbuh – tumbuhan
(Ladewig, 2006). Dampak bagi ibu menyusui apabila
kurang pemberian ASI pada bayi yaitu akan terjadi
bendungan payudara, mastitis, abses. Sedangkan
dampak bagi bayi yaitu nutrisi bayi tidak terpenuhi,
rentan terhadap infeksi dan diare, rawan terkena
64
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 63 - 70
alergi, daya tahan tubuh menurun (Roesli, 2000 : 5).
Manfaat pemberian ASI bagi bayi itu sendiri yaitu,
ASI sebagai nutrisi, ASI meningkatkan daya tahan
tubuh bayi, ASI meningkatkan kecerdasan dan ASI
meningkatkan jalinan kasih sayang (Roesli, 2000).
Hal yang dapat dilakukan untuk menolong
ibu yang ASInya kurang adalah mencoba
menemukan faktor yang mempengaruhinya seperti
faktor obat-obatan atau ramuan dari tumbuhtumbuhan. Salah satu tumbuh-tumbuhan yang
secara traditional dipakai untuk memperbanyak dan
melancarkan ASI adalah daun katuk. Ibu yang
sedang menyusui dianjurkan untuk mengkonsumsi
daun katuk, dengan cara pemakaian campuran
sayur bening, lalapan rebus atau campuran nasi tim
(Ganie, 2003). Cara pemakaian daun katuk dalam
sayuran atau lalap tidak praktis, apalagi untuk
masyarakat perkotaan yang sulit untuk mendapatkan
bahan segar setiap saat. Oleh karena itu perlu
dibuat sediaan yang lebih praktis penggunaannya
yaitu dalam bentuk ekstrak. Salah satu sediaan dari
ekstrak daun katuk yang telah dibuat adalah Fitolac
yang diproduksi oleh Kimia Farma, Bandung, tetapi
belum dilakukan penelitian hasil gunanya pada
manusia (www.litbangdepkes.go.id, 2004). Di
Indonesia daun katuk digunakan untuk melancarkan
air susu ibu dan sudah diproduksi sebagai sediaan
Fitofarmaka yang berkhasiat untuk melancarkan
ASI. Sepuluh produk pelancar ASI yang
mengandung daun katuk telah beredar di Indonesia
pada tahun 2000 (www.kalbefarma.com, 2006).
Ibu menyusui yang sejak hari kedua setelah
melahirkan diberikan ekstrak daun katuk dengan
dosis 3x300 mg/hari selama 15 hari terus-menerus,
produksi ASI meningkat 50,7% (www.smallcrab.com,
2008). Menurut Djuniati Kustifah menunjukkan
bahwa ternyata daun katuk secara per oral dapat
meningkatkan kuantitas produksi air susu ibu karena
alkolid dan sterol dari daun katuk yang dapat
meningkatkan
produksi
ASI
(www.jamuborobudur.com, 2006).
Berdasarkan beberapa hal di atas maka
perlu dilakukan penelitian tentang gambaran
produksi ASI antara ibu menyusui
yang
mengkonsumsi daun katuk dengan yang tidak
mengkonsumsi daun katuk di Wilayah Kerja
Puskesmas Kowel Pamekasan.
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Dasar ASI
ASI adalah makanan alamiah untuk bayi
yang mengandung nutrisi nutrisi dasar dan elemen,
dengan jumlah yang sesuai untuk pertumbuhan
(www.infoibu.com, 2008). Sedangkan menurut
Hubertin (2004), bahwa ASI adalah suatu jenis
makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan
bayi baik fisik, psikologis, sosial maupun spiritual
(Hubertin, 2004). ASI merupakan sumber gizi yang
sangat ideal dengan komposisi yang seimbang dan
disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi
(Roesli, 2000).
Manfaat pemberia ASI bagi bayi antara lain : ASI
sebagai nutrisi, ASI dapat meningkatkan daya tahan
tubuh bayi, ASI dapat meningkatkan kecerdasan,
dan ASI dapat meningkatkan jalinan kasih sayang
anta ibu dan si bayi.
Selain memberi keuntungan untuk bayi,
menyusui jelas memberikan keuntungan untuk ibu
antara lain : mengurangi perdarahan setelah
melahirkan,
mengurangi
terjadinya
anemia,
menjarangkan kehamilan, mengecilkan rahim, lebih
cepat langsing kembali, mengurangi kemungkinan
menderita kanker, lebih ekonomis/murah, tidak
merepotkan dan hemat waktu, portabel dan praktis,
memberikan kepuasan bagi ibu, dan mengurangi
resiko keropos tulang (osteoporosis).
Beberapa faktor Yang Mempengaruhi
Kelancaran ASI antara lain : faktor anatomis,
fisiologis, psikologis, hisapan bayi, istirahat, nutrisi,
dan obat-obatan.
Daun Katuk
Katuk termasuk tanaman merumpun,
berbentuk perdu dengan ketinggian sekitar 3-5
meter, batangnya tumbuh dan berkayu. Jika ujung
batang dipangkas, akan tumbuh tunas-tunas yang
baru membentuk percabangan. Daunnya kecil-kecil
mirip daun kelor, berwarna hijau. Katuk termasuk
tanaman yang rajin berbunga, bunganya kecil-kecil
berwarna merah gelap sampai kekuning-kuningan
dengan bintik-bintik merah. Dari bunga bisa menjadi
buah kecil-kecil berwarna putih (www.langitlangit.com, 2007).
Daun katuk adalah daun dari tanaman
Sauropus Adrogynus (L) merr, famili Euphorbiaceae.
Nama
daerah:
memata
(melayu),simani
(minangkabau), katuk (sunda), kebing dan katukan
(jawa), kerakur (madura). Daun katuk terdapat
diberbagai daerah di India, Malaisia, dan Indonesia.
Di Indonesia tumbuh di daratan dengan ketinggian
0-2100 m diatas permukaan laut. Tanaman ini
berbentuk perdu dengan cabang-cabang agak lunak
dan terbagi daun tersusun selang-seling pada satu
tangkai, berbentuk lonjong sampai bundar dengan
panjang 2,5 cm dan lebar 1,25 – 3 cm . Bunga
tunggal atau berkelompok tiga,buah bertangkai
panjang 1,25 cm. Tanaman katuk dapat diperbanyak
dengan stek dari batang yang sudah berkayu,
panjang lebih kurang 20 cm disemaikan terlebih
dahulu. Setelah berakar sekitar 2 minggu dapat
dipindahkan ke kebun, Jarak tanam panjang 30 cm
dan lebar 30 cm. Setelah tinggi mencapai 50-60 cm
dilakukan pemangkasan agar selalu didapatkan
daun muda dan segar (www.kalbefarma.com, 2006).
Daun katuk kaya akan kandungan gizi
dibandingkan daun pepaya dan daun singkong.
Kandungan kalori, protein dan karbohidrat daun
katuk nyaris setara. Bahkan, kandungan zat besi
daun katuk lebih unggul dari pada daun pepaya dan
daun singkong. Selain itu, juga kaya vitamin A, B1
dan C. Disamping kaya protein, lemak, vitamin dan
mineral, daun katuk juga memiliki kandungan tanin,
saponin / oid, dan alkaloid papaverin, sehingga
sangat potensial untuk dijadikan bahan pengobatan
alami. Akar katuk dimanfaatkan dengan cara
dikeringkan terlebih dahulu, air rebusan akar katuk
yang sudah kering dapat membantu melancarkan
dan menurunkan demam. Daun katuk selain baik
untuk kesehatan juga mengandung beta karoten
yang cukup tinggi sehingga dapat membantu
kesehatan mata dan kulit. Kandungan mineralnya
Produksi ASI Ibu Menyusui Yang Mengkonsumsi Daun Katuk Dengan Yang Tidak Mengkonsumsi Daun Katuk (Merlyna Suryaningsih)
cukup banyak terutama zat besi yang berguna untuk
membantu produksi sel darah merah (Ganie, 2003)
Salah satu manfaat daun katuk adalah
untuk melancarkan produksi air susu ibu (ASI),
karena mengandung senyawa seskuiterna. Selain
melancarkan ASI, daun katuk juga punya beberapa
manfaat, antara lain frambusia, sambelit, borok, dan
sebagai pewarna alami.
Daun katuk juga mempunyai efek samping,
yaitu efek diuretik dengan dosis 72 mg/100 g bb. Jus
daun katuk mentah dengan dosis 150 g/hari
(60,7%), digoreng (16,9%), campuran (20,8%), dan
digodok (1,7%), selama 7 – 24 bulan. Terdapat efek
samping setelah penggunaan selama 7 bulan
berupa gejala obstruksi bronkiolitis sedang sampai
parah, sedangkan konsumsi selama 22 bulan atau
lebih menyebabkan gejala bronkiolitis obliterasi yang
permanen. Daun katuk bisa dikonsumsi sebagai
lalapan, sayuran maupun minuman. Adapun cara
pembuatan, yaitu lalap, sayur menir, dan minuman.
65
buah polindes, 129 kader dan 1 ambulance.
Sedangkan jumlah tenaga kesehatan yang ada
terdiri dari: 1 orang dokter umum, 1 orang dokter
gigi, 9 bidan dan 7 perawat
Karaktersitik Responden
Karaktersitik responden meliputi umur ibu
menyusui, tingkat pendidikan, dan pekerjaan ibu
menyusui. Hasil penelitian tentang umur, tingkat
pendidikan dan pekerjaan ibu menyusui adalah
sebagai berikut :
Tabel 1
Distribusi frekuensi berdasarkan umur ibu menyusui
di Wilayah Kerja Puskesmas Kowel pada tahun 2009
Umur
Frekuensi
Prosentase
17 - 20
13
54,2 %
21 - 24
11
45,8 %
Total
24
100%
Sumber : data primer diolah peneliti
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
merupakan
penelitian
deskriptif yang bertujuan untuk mendiskripsikan atau
memberi gambaran terhadap objek yang diteliti
melalui data sampel atau populasi sebagaimana
adanya tanpa melakukan analisis dan membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum. Variabel
penelitian
meliputi
variabel
dependen
dan
independen. Variabel independen dalam penelitian
ini adalah pemberian
daun katuk, sedangkan
variabel dependennya adalah produksi ASI pada ibu
menyusui hari ke 2 – 3. Populasi dalam penelitian ini
adalah ibu menyusui hari ke 2-3 di Puskesmas
Kowel Pamekasan yaitu sebanyak 24 ibu menyusui.
Cara pengambilan sampel menggunakan non
probability sampling yaitu dengan teknik total
sampling yang cara pengambilannya semua anggota
populasi menjadi sampel penelitian yaitu sebanyak
24 ibu menyusui agar diperoleh hasil yang
representatif.
Teknik pengumnpulan data dengan cara
observasi
ekperimental.
Dalam
observasi
ekperimental ini observer dicoba atau dimasukkan
ke dalam suatu kondisi atau situasi tertentu. Data
yang terkumpul dari observasi eksperimental yang
telah dikumpulkan kemudian dianalisis dengan
menggunakan teknik analisa univariat yang
menggunakan tabel distribusi frekuensi, kemudian
dilanjutkan dengan analisa bevariat dengan
menggunakan cross tab atau tabulasi silang.
Penelitian dilakukan di wilayah kerja
Puskesmas Kowel Kabupaten Pamekasan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Daerah Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja
Puskesmas Kowel Pamekasan, dengan luas wilayah
+ 285,5 hektar dengan jumlah penduduk 6.440 jiwa
yang terdiri dari 3.145 jiwa laki-laki dan 3.295 jiwa
perempuan.
Mayoritas
mata pencahariannya
sebagai petani, dan pedagang. Adapun jumlah
sarana kesehatan yang ada di kelurahan Kowel
Wilayah Kerja Puskesmas Kowel Pamekasan yaitu
puskesmas terdiri dari 1 buah, 42 buah posyandu, 7
Dari tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa
mayoritas umur ibu menyusui di Wilayah Kerja
Puskesmas Kowel berusia 17-20 tahun, yaitu
sebanyak 13 orang ibu menyusui (54,2%) dan
minoritas berusia 21-24 tahun sebanyak 11 orang
ibumenyusui (45,8 %).
Tabel 2
Distribusi frekuensi berdasarkan pendidikan ibu
menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Kowel Pada
tahun 2009
Pendidikan
Frekuensi
Prosentase
SD
4
16,7 %
SMP
6
25 %
SMA
8
33,3 %
6
25 %
Perguruan Tinggi
Total
24
100%
Sumber: data primer diolah peneliti
Dari tabel 2 di atas diketahui bahwa
mayoritas di Wilayah Kerja Puskesmas Kowel
berpendidikan SMA sebanyak 8 orang ibu menyusui
(33,3 %) dan minoritas berpendidikan SD sebanyak
4 orang ibu menyusui (16,7 %).
Tabel 3
Distribusi Frekuensi berdasarkan pekerjaan ibu
menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Kowel pada
tahun 2009
Pekerjaan
Frekuensi
Prosentasi
IRT
18
75 %
Petani
3
12,5 %
Swasta
2
8,3 %
PNS
1
4,2 %
Total
24
100%
Sumber: data primer diolah peneliti
Dari tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa
mayoritas di Wilayah Kerja Puskesmas Kowel
pekerjaannnya sebagai IRT sebanyak 18 orang (75
%) dan minoritas pekerjaannya sebagai PNS
sebanyak 1 orang (4,2 %).
66
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 63 - 70
Volume Produksi ASI
Volume produksi ASI dalam penelitian ini
pertama responden diambil data yang tidak
mengkonsumsi daun katuk, dan data responden
kelompok perlakuakn sebelum mengkonsumsi daun
katuk, kemudian responden kelompok perlakuakn
dilakukan perlakuan dengan cara pemberian daun
katuk. Setelah meminum daun katuk kemudian
diambil data pengukuran lagi volume produksi
ASInya.
Tabel 4
Distribusi frekuensi volume produksi ASI sebelum
mengkonsumsi daun katuk di Wilayah Kerja
Puskesmas Kowel pada tahun 2009.
Volume
Frekuensi
Prosentase
Produksi ASI
0 - 0,5cc
12
100 %
0,6 - 1 cc
0
0%
>1 cc
0
0%
Total
12
100%
Sumber: data primer diolah peneliti
Dari tabel 4 di atas diketahui bahwa seluruh
responden (100%) sebelum mengkonsumsi daun
katuk memiliki volume produksi ASI 0 - 0,5 cc.
Tabel 5
Distribusi frekuensi volume produksi ASI setelah
mengkonsumsi daun katuk di Wilayah Kerja
Puskesmas Kowel pada tahun 2009
Volume
Frekuensi
Prosentase
Produksi ASI
0 - 0,5 cc
0
0%
0,6 - 1 cc
0
0%
>1 cc
12
100 %
Total
12
100%
Sumber: data primer diolah peneliti
Dari tabel 5 di atas dapat diketahui bahwa
seluruh responden (100%) setelah mengkonsumsi
daun katuk memiliki volume produksi ASI >1 cc.
Tabel 6
Distribusi frekuensi volume produksi ASI yang tidak
mengkonsumsi daun katuk di Wilayah Kerja
Puskesmas Kowel pada tahun 2009
Volume
Frekuensi
Prosentase
Produksi ASI
0 - 0,5 cc
12
100 %
0,6 - 1 cc
0
0%
>1cc
0
0%
Total
12
100%
Sumber: data primer diolah peneliti
Dari tabel 6 di atas diketahui bahwa seluruh
responden (100%) yang tidak mengkonsumsi daun
katuk memiliki volume produksi ASI 0 - 0,5 cc.
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4
menunjukkan bahwa dari ibu menyusui sebelum
mengkonsumsi daun katuk yaitu 12 orang, yang
memiliki volume produksi ASI 0 - 0,5 cc sebanyak 12
orang
ibu
menyusui
(100%).
Sedangkan
berdasarkan hasil penelitian pada tabel 6
menunjukkan bahwa dari ibu menyusui yang tidak
mengkonsumsi daun katuk yaitu 12 orang, yang
memiliki volume produksi ASI 0 - 0,5 cc sebanyak 12
orang ibu menyusui (100 %). ASI merupakan
sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi
yang seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan
pertumbuhan bayi. Pemberian ASI eksklusif yaitu
bayi hanya diberikan ASI saja, tanpa tambahan
cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh,
air putih, dan tanpa makanan padat seperti pisang,
pepaya, bubur, susu formula, biskuit, bubur nasi dan
tim (Roesli, 2000). Menyusui merupakan bagian
terpadu dari proses reproduksi yang memberikan
makanan bayi secara lokal dan alamiah, serta
merupakan dasar bilogik dan psikologik yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan. Memberikan susu
formula sebagai tambahan dengan dalih apapun
pada
bayi
baru
lahir
harus
dihindarkan
(Prawirohardjo, 2005).
Faktor
yang
mempengaruhi
volume
produksi ASI yaitu faktor anatomi dan fisiologis,
faktor psikologis, faktor istirahat, faktor nutrisi, faktor
hisapan bayi, serta faktor obat-obatan (Ladewig,
2006). Mayoritas ibu menyusui yang bekerja
memberikan susu formula pada bayinya karena ibu
tidak mempunyai waktu untuk menyusui bayinya dan
kebisaan keluarga setelah lahir langsung memberi
air gula, padahal faktor yang dapat mendukung
kelancaran ASInya salah satunya adalah hisapan
bayi. Ibu yang tidak bekerja juga sering kali
memberikan susu formula karena khawatir bayinya
tidak kenyang sehingga membuat bayi malas
menyusu. Ibu menyusui yang mempunyai banyak
waktu untuk bayinya seharusnya lebih sering
menyusui bayinya, namun kenyataannya banyak ibu
tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya
dikarenakan berbagai alasan diantaranya ASI tidak
lancar.
Pengetahuan merupakan wahana untuk
mendasari seseorang untuk berperilaku secara
ilmiah sedangkan tingkatannya tergantung dari ilmu
pengetahuan atau dasar pendidikan yang dimiliki
(Notoatmodjo, 2003). Berdasarkan tabel 4.2 ibu
menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Kowel
Pamekasan mayoritas memiliki pendidikan terakhir
SMA dan seharusnya mempunyai dasar tentang
pentingnya memberikan ASI bagi bayi dan ibunya
sendiri.
Sedangkan
ibu
menyusui
yang
pengetahuannya kurang belum sepenuhnya tau
tentang ASI eksklusif dan perlu melakukan
penyuluhan tentang manfaat ASI eksklusif. Namun
permasalahan tentang pentingnya ASI eksklusif
masih belum teratasi, padahal ASI eksklusif
mempunyai banyak manfaat bagi bayi diantaranya
mengembangkan kecerdasan, meningkatkan daya
tahan tubuh bayi, serta mencegah terjadinya diare
dan bagi ibu apabila sering menyusui bayinya dapat
menghindari dari penyakit mastitis, abses dan
bendungan payudara.
Sedangkan
berdasarkan
tabel
5
menunjukkan bahwa ibu menyusui setelah
mengkonsumsi daun katuk seluruh responden
(100%) memiliki volume ASI >1 cc. Daun katuk kaya
kandungan gizi dibandingkan daun pepaya dan daun
singkong. Kandungan kalori, protein dan karbohidrat
daun pepaya hampir setara dan bahkan kandungan
zat bezi daun katuk lebih unggul ketimbang daun
pepaya dan daun singkong. Selain itu, daun katuk
Produksi ASI Ibu Menyusui Yang Mengkonsumsi Daun Katuk Dengan Yang Tidak Mengkonsumsi Daun Katuk (Merlyna Suryaningsih)
juga kaya vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C
(www.langit-langit.com, 2007).
Disamping kaya protein, lemak, vitamin dan
mineral daun katuk juga memiliki kandungan tanin,
saponin falvon/oid dan alkolid papaverin sehingga
sangat potensial untuk dijadikan bahan pengobatan
alami. Salah satu manfaat daun katuk adalah untuk
melancarkan produksi ASI karena mengandung
senyawa seskuiterna (www.langit-langit.com, 2007).
Kandungan Alkolid dan sterol dari daun katuk dapat
meningkatkan produksi ASI menjadi lebih banyak
karena dapat meningkatkan metabolisme glukosa
untuk sintese laktosa sehingga produksi ASI
meningkat (www.jamuborobudur, 2006). Manfaat
lain dari daun katuk yaitu akar katuk dimanfaatkan
dengan cara dikeringkan terlebih dahulu, air rebusan
akar katuk yang sudah kering dapat membantu
melancarkan dan menurunkan demam. Daun katuk
selain baik untuk kesehatan juga mengandung beta
karoten yang cukup tinggi sehingga dapat
membantu kesehatan mata dan kulit. Kandungan
mineralnya cukup banyak terutama zat besi yang
berguna untuk membantu produksi sel darah merah
(Ganie, 2003).
Cara pemakaian daun katuk dalam sayuran
atau lalap tidak praktis, apalagi untuk masyarakat
perkotaan yang sulit untuk mendapatkan bahan
segar setiap saat, sehingga disediakan yang lebih
praktis penggunaannya yaitu dalam bentuk ekstrak
atau pil. Bukan hanya daun katuk yang berkhasiat
sebagai pelancar ASI, pada prinsinya semua
sayuran yang berwarna hijau tua bisa melancarkan
ASI misalnya daun pepaya, daun singkong, daun
kacang panjang dan bayam. Kenyataannya ibu
menyusui yang pernah mengkonsumsi daun katuk
lebih mempercayai daun katuk sebagai pelancar ASI
dari pada sayuran yang lainnya karena telah terbukti
67
produksi ASI ibu menyusui tersebut lebih meningkat
dibandingkan mengkonsumsi sayuran yang lainnya.
Faktor obat-obatan yaitu daun katuk
memang dapat mempengaruhi produksi ASI namun
faktor ini tidak dapat dipastikan memperoleh hasil
yang maksimal tanpa dukungan dari faktor lain yaitu
faktor anatomis dan faktor fisiologis, faktor
psikologis, faktor hisapan bayi, faktor istirahat serta
faktor nutrisi. Seperti halnya ibu menyusui yang
payudaranya kecil dan puting tidak menonjol
sehingga mempersulit bayi untuk menyusu
sedangkan faktor hisapan bayi juga sangat
mempengaruhi kelancaran ASI. Ibu yang kurang
istirahat dan stress karena belum terbiasa atau
beradaptasi menjadi seorang ibu juga dapat
mempengaruhi produksi ASI. Begitu pula dengan ibu
yang tidak pernah atau jarang mengkonsumsi
makanan yang dapat membantu kelancaran ASI
sehingga produksi ASI tidak ada peningkatan. Sama
halnya saat penelitian banyak ibu yang memiliki
payudara kecil ,puting tidak menonjol, ibu jarang
menyusui bayinya, ibu stress, ibu jarang
mengkonsumsi sayuran dan jarang istirahat
sehingga cakupan produksi ASI rendah.
Perbandingan Volume Produksi ASI Sebelum
dan Sesudah Mengkonsumsi Daun Katuk
Untuk mengetahui ada atau tidaknya
gambaran antara volume produksi ASI sebelum
mengkonsumsi daun katuk dengan setelah
mengkonsumsi daun katuk digunakan tabulasi silang
(Cross Tabulations) terhadap masing-masing
variabel tersebut. Data tabulasi silang volume
produksi ASI sebelum mengkonsumsi daun katuk
dengan setelah mengkonsumsi daun katuk dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 7
Tabulasi silang antara volume produksi ASI sebelum mengkonsumsi daun katuk dengan setelah mengkonsumsi
daun katuk di Wilayah Kerja Puskesmas Kowel pada tahun 2009
Perbandingan Produksi ASI Ibu Menyusui
Volume Produksi ASI
Sebelum Mengkonsumsi Daun Katuk Setelah mengkonsumsi Daun Katuk
n
%
n
%
0 - 0,5 cc
12
100%
0
0%
0,6 - 1 cc
0
0%
0
0%
>1 cc
0
0%
12
100%
Total
12
100%
12
100%
Dari data dibawah diuraikan bahwa
sebelum mengkonsumsi daun katuk mayoritas
memiliki volume produksi ASI 0-0,5% sebanyak 12
orang ibu menyusui (100%) dan setelah
mengkonsumsi daun katuk mayoritas memiliki
volume produksi ASI >1 cc sebanyak 12 orang ibu
menyusui (100%).
Perbandingan Volume Produksi ASI Yang Tidak
Mengkonsumsi Daun Katuk dengan Setelah
Mengkonsumsi Daun Katuk
Untuk mengetahui ada atau tidaknya
gambaran antara volume produksi ASI yang tidak
mengkonsumsi daun katuk dengan setelah
mengkonsumsi daun katuk digunakan tabulasi silang
(Cross Tabulations) terhadap masing-masing
variabel tersebut. Hasil penelitian tentang tabulasi
silang
volume
produksi
ASI
yang
tidak
mengkonsumsi daun katuk dengan setelah
mengkonsumsi daun katuk dapat dilihat pada tabel
berikut :
68
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 63 - 70
Tabel 8
Data tabulasi silang antara volume produksi ASI yang tidak mengkonsumsi daun katuk dengan setelah
mengkonsumsi daun katuk di Wilayah Kerja Puskesmas Kowel pada tahun 2009
Perbandingan Produksi ASI Ibu Menyusui
Total
Tidak
Mengkonsumsi
Mengkonsumsi Daun
Volume Produksi ASI
Daun Katuk
Katuk
n
%
n
%
n
%
0 - 0,5 cc
12
50%
0
0%
12
50%
0,6 - 1 cc
0
0%
0
0%
0
0%
>1 cc
0
0%
12
50%
12
50%
Total
12
50%
12
50%
24
100%
Dari tabel 8 di atas diuraikan bahwa yang
tidak mengkonsumsi daun katuk mayoritas memiliki
volume produksi ASI 0-0,5 cc sebanyak 12 orang ibu
menyusui (50%) dan yang mengkonsumsi daun
katuk mayoritas memiliki volume produksi ASI >1 cc
sebanyak 12 orang ibu menyusui (50%). Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa ternyata daun
katuk secara per oral dapat meningkatkan kuantitas
produksi ASI karena alkolid dan sterol dari daun
katuk (www.jamuborobudur.com, 2006).
Berdasarkan tabel 7 dan 8 menunjukkan
bahwa ibu sebelum dan yang tidak mengkonsumsi
daun katuk memiliki volume produksi ASI lebih
sedikit dari pada ibu menyusui yang mengkonsumsi
daun katuk. Hal yang dapat dilakukan untuk
menolong ibu yang ASInya kurang adalah mencoba
menemukan faktor yang mempengaruhinya seperti
faktor obat-obatan. Sedangkan kenyataannya hanya
minoritas saja ibu menyusui yang mengkonsumsi
ramuan atau obat-obatan untuk meningkatkan
produksi ASI, sehingga ibu menyusui sering
mengabaikan manfaat ASI eksklusif bagi bayinya.
Hal tersebut sangat berpengaruh bagi bayi terutama
pertumbuhan dan perkembangannya. Melalui
informasi tentang pentingnya pemberian ASI
eksklusif dan cara mengatasi ketidaklancaran ASI
seperti ramuan daun katuk sehingga membantu ibu
agar dapat memberikan ASI eksklusif pada bayinya.
Seperti yang dikemukakan Djuniati Kustifah
menunjukkan bahwa ternyata daun katuk dapat
meningkatkan kuantitas produksi air susu ibu karena
kandungan
alkolid
dan
sterol
(www.jamuborobudur.com, 2006). Ibu menyusui
yang sejak hari kedua setelah melahirkan diberikan
ekstrak daun katuk dengan dosis 3x300 mg/hari
selama 15 hari terus-menerus, produksi ASI
meningkat 50,7%. Daun katuk yang juga dikenal
dengan nama katu, simani, karekur, atau cekop
manis sudah populer sebagai pelancar ASI sejak
zaman nenek moyang. Akibatnya, daun yang
banyak dijual sebagai sayuran di pasar sampai
supermarket ini sering dibeli ibu-ibu menyusui yang
suka mengkonsumsi sayuran (www.smallcrab.com,
2008).
Demikian pula bahwa dari 24 ibu menyusui
antara yang mengkonsumsi daun katuk baik
sebelum maupun yang tidak mengkonsumsi daun
katuk, hanya yang mengkonsumsi daun katuk yang
terjadi peningkatan produksi ASI. Terbukti bahwa
faktor obat-obatan yaitu ramuan daun katuk
mempengaruhi peningkatan produksi ASI pada ibu
menyusui. Daun katuk yang digunakan untuk ibu
menyusui dianjurkan untuk campuran sayur benih,
lalapan rebus atau campuran nasi tim (Ganie,
2003). Tetapi Cara pemakaian daun katuk dalam
sayuran atau lalap tidak praktis, apalagi untuk
masyarakat perkotaan yang sulit untuk mendapatkan
bahan segar setiap saat. Oleh karena itu perlu
dibuat sediaan yang lebih praktis penggunaannya
yaitu
dalam
bentuk
ekstrak
(www.litbangdepkes.go.id, 2004). Segala sesuatu
yang dikonsumsi ibu menyusui bisa mempengaruhi
bayinya, Hal ini mengharuskan ibu menyusui untuk
ekstra waspada saat akan mengkonsumsi sesuatu
agar manfaat ASI itu sendiri tetap berfungsi
sebagaimana mestinya yaitu khususnya untuk
pertumbuhan
dan
perkembangan
bayi
(www.smallcrab.com, 2008).
Berbagai penelitian internasional memang
menentukan ASI eksklusif diberikan sampai bayi
usia 6 bulan, karena hingga masa itu ASI masih
mencukupi kebutuhan bayi. Setelah 6 bulan baru
boleh diberi makanan tambahan, MP-ASI (makanan
pendamping ASI) secara bertahap, mulai dari yang
halus sampai yang padat sesuai pencernaan bayi. Di
indonesia masih banyak ibu yang tidak memberikan
ASI eksklusif pada bayinya karena beberapa sebab
diantaranya banyak ibu yang bekerja, sehingga
produksi ASI pun menurun lantaran kelelahan
(www.smallcrab.com, 2008). Selain itu, banyak
diantara mereka yang mengalami gangguan dalam
menyusui karena puting susu lecet atau mengalami
mastitis (www.smallcrab.com, 2008). Kebanyakan
puting susu lecet disebabkan oleh kesalahan dalam
teknik menyusui, yaitu bayi tidak menyusu sampai
kekalang payudara. Bila bayi menyusu pada puting
susu, maka bayi akan mendapatkan ASI sedikit
karena gusi bayi tidak menekan pada sinus
laktiferus, sedangkan pada ibunya akan terjadi nyeri
atau lecet pada puting susu (Soetjiningsih, 1997).
Padahal salah satu faktor yang dapat meningkatkan
produksi ASI yaitu faktor hisapan bayi. Hisapan bayi
merupakan rangsangan untuk reflek produksi dan
pengeluaran ASI tersebut. Menyusukan dengan
sering dapat membantu pengeluaran air susu yang
lancar dan mencegah trauma puting dari gerakan
pengisapan bayi yang terlampau kuat pada bayi
yang terlalu lapar, sehingga bila puting susu ibu
lecet faktor tersebut tidak dapat lagi mendukung
manfaatnya. Dari sebab diatas dapat mempengaruhi
dalam pemberian ASI Eksklusif, sehingga volume
produksi ASI akan menurun. Oleh karena itu ibu
menyusui sangat dianjurkan untuk menghindari halhal yang dapat menurunkan produksi ASI dan
mencari solusi untuk mencegah hal tersebut
(Ladewig, 2006).
Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulkan bahwa
ibu menyusui yang mengkonsumsi daun katuk
Produksi ASI Ibu Menyusui Yang Mengkonsumsi Daun Katuk Dengan Yang Tidak Mengkonsumsi Daun Katuk (Merlyna Suryaningsih)
memiliki volume produksi ASI lebih banyak
dibandingkan volume produksi ASI ibu menyusui
sebelum dan tidak mengkonsumsi daun katuk.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemberian daun katuk di Wilayah Kerja
Puskesmas Kowel Pamekasan adalah dari 24
responden ibu menyusui (100%), 12 ibu menyusui
diberi daun katuk (50%) dan 12 orang ibu menyusui
tidak diberi daun katuk (50%).
Produksi ASI pada ibu menyusui di
Wilayah Kerja Puskesmas Kowel Pamekasan adalah
ibu menyusui memiliki volume produksi ASI 0-0,5 cc
sebanyak 24 orang ibu menyusui (100%).
Produksi ASI pada ibu menyusui hari ke 2-3
yang tidak mengkonsumsi daun katuk di Wilayah
Kerja Puskesmas Kowel Pamekasan adalah
sebanyak 0-0,5cc.
Produksi ASI pada ibu menyusui hari ke 2-3
sebelum dan sesudah mengkonsumsi daun katuk di
Wilayah Kerja Puskesmas Kowel Pamekasan adalah
sebelum mengkonsumsi sebanyak 0-0,5 cc dan
setelah mengkonsumsi sebanyakI >1 cc
Terjadi peningkatan produksi ASI pada ibu
menyusui yang mengkonsumsi daun katuk
dibandingkan yang tidak mengkonsumsi daun katuk
Saran
Bagi peneliti diharapkan untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai daun katuk yang
dapat mempengaruhi produksi ASI pada ibu
menyusui dengan sampel yang lebih besar sehingga
mencapai hasil penelitian yang lebih sempurna.
Bagi ibu menyusui untuk mengkonsumsi
daun katuk agar Produksi ASInya meningkat dan
menghindari hal-hal yang dapat meningkatkan
rendahnya cakupan produksi ASI.
Bagi profesi dapat meningkatkan mutu
pelayanan kebidanan khususnya bagi ibu menyusui
agar memberikan ASI secara eksklusif kepada
bayinya.
Bagi tenaga kesehatan khususnya bidan
untuk tidak terpengaruh oleh promosi susu formula
agar dapat memberikan contoh yang baik bagi ibu
menyusui.
DAFTAR PUSTAKA
Admin, (2007), Daun Katuk Gampang Ditanam,
Banyak Manfaatnya. Bersumber dari;
Managed By Langit-langit.com-Supported
By Indonesia 8.3 Dan Indoglobal.Com, (di
akses tanggal 29 Nopember 2008)
Arikunto, Suharsimi, (2006), Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta; Rineka
Cipta
Azis, Sriana, (2006), Studi Manfaat Daun Katuk
(Sauropus Adrogynus). Bersumber dari;
http;//www.kalbefarma.com/calendar,
(diakses tanggal 29 Nopember 2008)
Cholil, Abdullah, (2003), Buku Panduan manajemen
Masalah Bayi Baru Lahir Untuk Dokter,
Bidan DI Rumah Sakit Rujukan Dasa .
Jakarta; IDAI
69
Departemen Kesehatan RI, (2006), Buku Kader
Posyandu Dalam Usaha perbaikan Gizi
Keluarga. Jakarta ; Departemen Kesehatan
RI
Ganie, Suryatini, (2003), Upaboga Di Indonesia.
Jakarta; PT Grafika Multiwarna
Ghozali,
Imam,
(2008),
Desain
Penelitian
Eksperimental.
Semarang;Universitas
Diponegoro
Google, (2006), Katuk Melancarkan Air Susu Ibu.
Bersumber
dari;
http://www.jamuborobudur.com/jb/gb/mnem
onic/HitmPutih Prd Knwldg Katuk.pdf,
(diakses tanggal 29 Nopember 2008)
Google, (2008), Kesadaran ASI Eksklusif Rendah.
Bersumber
dari:
http://www.depkes.go.id/index.php, (diakses
tanggal 8 Nopember 2008)
Google, (2008), PelancarASI Tidak Hanya Daun
Katuk.
Bersumber
dari:
http://www.kapanlagi.com/h/html, (diakses
tangal 8 Nopember 2008)
Google, (2008), Masyarakat Peduli ASI. Bersumber
dari:
http://www.smallcrab.com/kesehatan/25healthy, (diakses tangal 8 Nopember 2008)
Hegar, Badrul, (2008), Bedah ASI. Jakarta; Balai
Penerbitan FKUI
Hubertin, Sri Purwanti, (2004), Konsep Pemberian
ASI Eksklusif. Jakarta; ECG
Hidayat, A. Aziz alimul, (2007), Metode Penelitian
Keperawatan Dan Teknik Analisa Data.
Jakarta; Salemba Medika
Kelly, Paula, (2002), Bayi Anda Tahun Pertama.
Jakarta; ARCAN
Ladewig, Patricia, (2006), Asuhan Ibu Dan Bayi Baru
Lahir. Jakarta; PT Rineka Cipta
Media Indonesia.Com, (2008), Pemberian ASI
Eksklusif Di Tanah Air. Bersumber dari:
http://www.indonesia.go.id/id/index.php,
(diakses tanggal 8 Nopember 2008)
Nirmala, (2008), Pelancar ASI Tidak Hanya Katuk.
Bersumber
dari:
http://www.smallcrab.com/kesehatan,
(diakses tanggal 8 Nopember 2008)
Notoatmodjo,
Soekidjo,
(2002),
Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta; PT Rineka
Cipta
Prawirohardjo, Sarwono, (2005), Ilmu Kebidanan .
Jakarta; YBPSP
Putri, Mahanani, (2007), Kampanye ASI. Bersumber
dari; [email protected] copyright
www.pitoyo.com, (diakses tanggal 7
Desember 2008)
Roesli, Utami, (2000), Mengenal ASI Eksklusif.
Jakarta; Trubus Agri Widya
Roesli, Utami, (2008), Inisiasi Menyusui Dini Plus
ASI Eksklusif. Jakarta; Pustaka Bunda
Sadjimin, Tonny, (2004), Effectiveness Of The
Sauropus androgynus (L) Merr Leaf Extract
IN
increasing
Mother`
Brest
Milk
Production. Bersumber dari; http;//www
litbang.depkes.go.id/media/data/effectivene
ss.pdf., (diakses tanggal 29 Nopember
2008)
70
Simkin,
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 63 - 70
Penny,
(2008),
Panduan
Lengkap
Kehamilan, Melahirkan Dan Bayi. Jakarta;
ARCAN
Soetjiningsih, (1997), ASI Petunjuk Untuk tenaga
Kesehatan. Jakarta;ECG
Suririnah, (2008), Keuntungan ASI. Bersumber dari:
http://ww.infoibu.com/mod.php,
(diakses
tanggal 8 Nopember 2008)
Studi Komparasi Proses Involusi Pada Ibu Post Partum Yang Tidak Melakukan Dan Yang Melakukan Mobilisasi Dini (Nisfil Mufidah)
PENELITIAN ILMIAH
Studi
Komparasi
Proses
Involusi
(Pengeluaran Lochea) Pada Ibu Post
Partum
Yang
Tidak
Melakukan
Mobilisasi Dini Dan Yang Melakukan
Mobilisasi Dini Di Desa Blumbungan
Wliayah Kerja Puskesmas Larangan
Kabupaten Pamekasan
Comparison Study Of Involution Process
(Lochea Production) Between Post
Partum Mothers Who Do Not Do Early
Mobilization And Post Partum Mothers
Who
Do
Early
Mobilization
In
Blumbungan Village Work Area Of
Larangan
Public
Health
Center
Pamekasan City
NISFIL MUFIDAH *)
*) Program Studi Ilmu Keperawatan,
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Ngudia Husada
Madura
71
ABSTRACT
In the post partum mother involution process
is marked by the production of lochea. In order to know
that the production of lochea smooth and normal, the
production of lochea is devided based on the time and
color, such as: lochea rubra (2 days after giving birth, the
color is red), lochea sanguinolenta (3-7 days after giving
birth, the color is red yellow), lochea serosa (7-14 days
after giving birth, the color is yellow) and lochea alba (2
weeks after giving birth, the color is white). A thing that
can influence lochea production is early mobilization.
The purpose of this research is to know the difference of
lochea production between post partum mothers who do
not do early mobilization and post partum mothers who
do early mobilization. This research is a descriptive
research with prospective or longitudinal research
design. The independent variable is not doing early
mobilization and doing early mobilization. The
dependent variable is lochea production. The population
in this research is 28 post partum mothers in
Blumbungan village in the work area of Larangan Public
Health Center in Pamekasan city which is divided into
two groups those are controlled group and conducted
group. Data is collected by observing post partum
mothers. Then the data is analyzed using t-test 2 free
samples with significant level α=0.05. The result of the
research is found that the total average lochea rubra
production, sanguinolenta and serosa from post partum
mothers who do not do early mobilization 18 days,
meanwhile who do early mobilization 12 days. The result
of t-test 2 free sample is found count probability < α
(0,000 < 0,005). It can be concluded that involution
process (lochea production) on the post partum mothers
who do early mobilization is much faster than post
partum mothers who do not do early mobilization. So
that it is ordered to the post partum mothers to do early
mobilization.
Key words: Uteri Involution (lochea production), early
mobilization, Post Partum
Correcpondence : Nisfil Mufidah, Jl. R.E. Martadinata, Bangkalan, Indonesia
PENDAHULUAN
Masa nifas (puerperium) dimulai dari
placenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu
(Prawirorahardjo, 2002:N23). Pada setiap wanita
pasca persalinan mengalami proses involusi.
Involusi yang terjadi pada masa nifas antara lain:
involusi uterus (proses kembalinya uterus pada
keadaan sebelum hamil), involusi tempat placenta
(proses penyembuhan luka bekas placenta),
perubahan ligamen (ligamen-ligamen dan diafragma
pelvis berangsur-angsur menciut kembali seperti
sediakala), perubahan serviks (perubahan bentuk
serviks yang akan mengaga seperti corong), lochea
(eksresi cairan rahim selama masa nifas) (Varney’s,
2008).
Involusi uterus membuat lapisan luar
desidua yang mengelilingi situs placenta akan
menjadi necrotic (layu atau mati). Desidua yang mati
akan keluar bersama dengan sisa cairan. Campuran
antara darah dan desidua tersebut dinamakan
lochea, yang biasanya berwarna merah muda atau
putih pucat. Lochea mempunyai reaksi basa atau
alkis yang dapat membuat organisme berkembang
lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada
vagina normal. Lochea mempunyai bau yang amis
(anyir) meskipun tidak terlalu menyengat dan
volumenya berbeda-beda pada setiap wanita.
Lochea mengalami perubahan karena proses
involusi
(Erlina,
2008).
Untuk
mengetahui
pengeluaran lancar dan normal, perlu diketahui
bahwa
pengeluaran
lochea
dapat
dibagi
berdasarkan waktu dan warna diantaranya: lochea
rubra (waktu 2 hari pasca persalinan, berwarna
merah segar), lochea sanguinolenta (waktu 3-7 hari
pasca persalinan, berwarna merah kuning), lochea
serosa (7-14 hari pasca persalinan, berwarna
kuning) dan lochea alba (waktu 2 minggu, berwarna
putih) (Mochtar, 1998:116).
Berdasarkan data yang diperoleh di
Polindes Blumbungan wilayah kerja Puskesmas
Larangan, pada bulan Januari sampai Desember
2008 terdapat 210 ibu post partum, dimana dari hasil
wawancara yang dilakukan peneliti dengan bidan
Blumbungan dari 210 ibu post partum terdapat 119
(56%) ibu post partum yang mengalami
keterlambatan pengeluaran lochea yaitu lochea
rubra (terjadi 1-5 hari post partum), lochea
sanguinolenta (terjadi 5-9 hari post partum), lochea
serosa (terjadi 9-16 hari post partum), lochea alba
(lebih dari 16 hari post partum) sedangkan sisanya
72
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 71 - 77
91 (44%) ibu post partum mengalami pengeluaran
lochea secara normal. Dari data yang diperoleh
tersebut juga dikatakan bahwa ada beberapa ibu-ibu
yang melakukan mobilisasi maupun yang tidak
mobilisasi.
Pengeluaran lochea bisa lebih cepat dari 40
hari dan lebih lama dari 40 hari. Keterlambatan
pengeluaran lochea terjadi karena rendahnya proses
involusi yang menyebabkan kontaksi rahim lemah,
sedangkan kontraksi rahim lemah karena adanya
benda asing dalam rahim, depresi masa nifas
(Kurniasih, 2008), tidak menyusui (Prawirohardjo,
2002:130), tidak mobilisasi dini (Manuaba,
1998:193),
umur
(Notoatmodjo,
2003:15),
pendidikan
(Notoatmodjo,
2003:15),
paritas
(Notoatmodjo, 2003:19), penggunaan obat (Hendry,
2009), dan pengaruh gisi (Fri, 2001). Sedangkan
dampak yang akan terjadi jika mengalami
keterlambatan pengeluaran lochea yaitu terjadi
infeksi perpuralis (Sungkar, 2005) dan terjadinya
anemia (Taufik, 2008).
Ada beberapa cara supaya pengeluaran
produksi lochea lancar dan normal antar lain:
mobilisasi dini (Manuaba, 1998:193), menyusui (Fri,
2001), menjaga kebersihan alat genetalia (Rambey,
2008). Tapi di sini peneliti akan membahas
perbedaan pengeluaran lochea pada ibu post
partum yang tidak melakukan mobilisasi dini dan
yang melakukan mobilisasi dini.
Mobilisasi dini merupakan suatu upaya
mempertahankan kemandirian sedini mungkin
dengan cara membimbing penderita untuk
mempertahankan fungsi fisiologis (Roper, 1996).
Menurut (Uswatun, 2006) manfaat mobilisasi dini
pada ibu post partum yaitu dapat memperlancar
sirkulasi darah, membantu proses pemulihan,
mencegah terjadinya infeksi yang timbul karena
gangguan pembuluh darah balik serta menjaga
perdarahan lebih lanjut. Maka dari itu perawatan
puerperium lebih aktif dengan dianjurkan untuk
melakukan mobilisasi dini (early mobilization) karena
mempunyai keuntungan memperlancar pengeluaran
lochea (Manuaba, 1998:193). Adapun tahapantahapan mobilisasi dini selama 2 jam post partum
yaitu memutar pergelangan tangan, kaki, menekuknekuk dan menggeser kedua kaki kemudian miring
kanan miring kiri, belajar duduk dan dilanjutkan
dengan belajar berjalan (Kasdu, 2003).
Sedangkan menurut (Kasdu, 2003) dampak
yang ditimbulkan jika ibu post partum tidak
melakukan mobilisasi dini yaitu: peningkatan suhu
tubuh, perdarahan abnormal, involusi uterus yang
tidak baik. Untuk mencegah hal tersebut, salah satu
cara yang dapat dilakukan adalah melakukan
mobilisasi dini pada ibu post partum karena akan
meningkatkan nada oto-otot, meningkatkan aliran
darah melalui jaringan tubuhnya dan mempercepat
pengeluaran lochea (Jones, 2005:267).
Melihat pentingnya dilakukan mobilisasi dini
pada ibu post partum terhadap pengeluaran lochea,
maka perlu dilakukan penelitian tentang studi
komparasi pengeluaran lochea pada ibu post partum
yang tidak melakukan mobilisasi dini dan yang
melakukan mobilisasi dini di Desa Blumbungan
Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan.
Tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk
menganalisa perbedaan pengeluaran lochea pada
ibu post partum yang tidak melakukan mobilisasi dan
yang melakukan mobilisasi dini di Desa Blumbungan
wilayah kerja Puskesmas Larangan tahun 2009.
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Dasar Post Partum
Post partum adalah sesudah melahirkan
(Denise, 2003:370). Post partum dikenal juga
dengan masa nifas (puerperium) dimulai setelah
kelahiran placenta dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu
(Sarwono, 2002:122). Dalam masa nifas, alat-alat
genetalia interna maupun eksterna akan berangsurangsur pulih kembali seperti keadaan sebelum
hamil. Perubahan-perubahan alat-alat genetal ini
dalam
keseluruhannya
disebut
involusi
(Prawiroharjo, 2005:237).
Menurut (Straigt, 2001) manfaat perawatan post
partum antara lain meningkatkan involusi uterus
normal dan mengembalikan pada keadaan sebelum
hamil, mencegah atau meminimalkan komplikasi
post partum, meningkatkan kenyamanan dan
penyembuhan pelvis perianal dan jaringan perianal,
membantu perbaikan fungsi tubuh yang normal,
meningkatkan pemahaman perubahan fisiologis dan
psiologi, memfalitasi perawatan bayi kedalam unit
keluarga, dan mensupport keterampilan orang tua
dan attacment ibu dan bayi.
Konsep Dasar Involusi
Involusi adalah proses kembalinya uterus
ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan.
Proses ini dimulai dari setelah placenta lahir pada
proses ini terjadi proses autolisis yaitu proses
perusakan secara langsung terhadap jaringan
hipertropi (pembesaran sel yang ada) selama hamil.
Involusi yang terjadi pada masa nifas
antara lain: involusi uterus (proses kembalinya
uterus pada keadaan sebelum hamil), involusi
tempat placenta (proses penyembuhan luka bekas
placenta), perubahan ligamen (ligamen-ligamen dan
diafragma pelvis berangsur-angsur menciut kembali
seperti sediakala), perubahan serviks (perubahan
bentuk serviks yang akan mengaga seperti corong),
lochea (eksresi cairan rahim selama masa nifas)
(Varney’s, 2008).
Dengan adanya involusi uterus, maka
lapisan luar dari decidua yang mengelilingi situs
placenta akan menjadi necrotik. Decidua yang mati
akan keluar bersama dengan sisa cairan. Campuran
antara darah dan decidua tersebut dinamakan
lochea, yang biasanya berwarna merah muda atau
putih pucat. Lochea disekresikan dengan jumlah
banyak pada awal jam post partum yang selanjutnya
akan berkurang (Varney’s, 2008).
Lochea adalah sekret dari kavum uteri dan
vagina dalam masa nifas (Setiowulan, 2001:318).
Lochea mempunyai suatu karakteristik bau yang
tidak sama dengan sekret menstrual (Varney’s,
2008). Macam-macam lochea antara lain 1) lochea
rubra dengan ciri-ciri waktu pengeluaran 1 – 3 hari,
warna merah kehitaman, dan terdiri dari sel desidua,
verniks caseosa, rambut lanugo, sisa mekonium dan
sisa darah; 2) lochea sanguinolenta dengan ciri-ciri
Studi Komparasi Proses Involusi Pada Ibu Post Partum Yang Tidak Melakukan Dan Yang Melakukan Mobilisasi Dini (Nisfil Mufidah)
waktu pengeluaran 3 – 7 hari, warna putih
bercampur merah, dan sisa darah bercampur lendir;
3) lochea serosa dengan ciri-ciri waktu pengeluaran
7 – 14 hari, warna kekuningan atau kecoklatan, dan
lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, juga
terdiri dari leukosit dan robekan laserasi plasenta;
dan 4) lochea alba dengan ciri-ciri waktu
pengeluaran diatas 14 hari, warna putih, dan
mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan
serabut jaringan yang mati (Erlina, 2008)
Konsep Dasar Mobilisasi Dini
Mobilisasi dini merupakan suatu upaya
mempertahankan kemandirian sedini mungkin
dengan cara membimbing penderita untuk
mempertahankan fungsi fisiologis. Konsep mobilisasi
berasal dari yang merupakan pengembalian secara
berangsur-angsur ke tahap mobilisasi sebelumnya
untuk mencegah komplikasi (Roper, 1996).
Menurut Manuaba, manfaat mobilisasi dini
bagi post partum antara lain : 1) memperlancar
pengeluaran lochea dan mengurangi infeksi
puerperium;
2)
mempercepat
involusi
alat
kandungan;
3)
memperlancar
fungsi
alat
gastrointestinal dan alat perkemihan; dan 4)
meningkatkan
kelancaran
peredaran
darah,
sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran
metabolisme. Sedangkan menurut Mochtar (1995)
kerugian apabila tidak melakukan mobilisasi dini
bagi ibu post partum antara lain : peningkatan suhu
tubuh, perdarahan yang tidak normal, dan involusi
uterus yang tidak baik.
Tahap-tahap melakukan mobilisasi dini
pada ibu post partum antara lain : 1) setelah
bersalin, pada 2 jam post partum harus tirah baring
dulu; 2) Setelah itu dianjurkan itu post partum untuk
dapat mulai belajar untuk duduk; dan 3) Setelah ibu
post partum dapat duduk, dianjurkan ibu belajar
berjalan (Kasdu, 2003). Sedangkan hal-hal yang
perlu diperhatikan pada ibu post partum dalam
melaksanakan mobilisasi dini antara lain : mobilisasi
jangan dilakukan terlalu cepat sebab bisa
menyebabkan ibu terjatuh, yakinkan ibu bisa
melakukan gerakan-gerakan diatas secara bertahap,
dan kondisi tubuh akan cepat pulih jika ibu
melakukan mobilisasi dengan benar dan tepat, serta
jangan melakukan mobilisasi secara berlebihan
karena bisa membebani jantung (Sungkar, 2005).
Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Pengeluaran
Lochea
Mobilisasi dini adalah suatu upaya
mempertahankan kemandirian sedini mungkin
dengan cara membimbing penderita untuk
mempertahankan fungsi fisiologi (Roper, 1996).
Umumnya jumlah lochea lebih sedikit bila ibu post
partum berada dalam posisi berbaring dari pada
berdiri (Varney’s, 2008). Dengan melakukan
mobilisasi dini pada ibu post partum maka akan
meningkatkan nada oto-otot, meningkatkan aliran
darah melalui jaringan tubuhnya dan mempercepat
pengeluaran lochea (Jones, 2005:267). Maka dari itu
perawatan puerperium lebih aktif dengan dianjurkan
untuk melakukan mobilisasi dini (early mobilization)
karena mempunyai keuntungan memperlancar
pengeluaran lochea (Manuaba, 1998:193).
73
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
merupakan
penelitian
deskriptif
dengan
menggunakan
pendekatan
prospektif atau longitudinal. Variabel dalam
penelitian ini meliputi variabel dependen dan
independen. Variabel independen dalam penelitian
ini adalah tidak mobilisasi dini dan mobilisasi dini.
Sedangkan
variabel
dependennya
adalah
pengeluaran lochea. Pada penelitian ini populasinya
adalah ibu hamil yang tafsiran HPL 23 Maret
sampai 25 April 2009 di Desa Blumbungan Wilayah
Kerja Puskesmas Larangan Kabupaten Pamekasan,
, yaitu sebanyak 28 responden. Dari jumlah tersebut
sekaligus sebagai subyek penelitian, sehingga dari
penelitian ini tidak menentukan sampel, besar
sampel dan teknik sampling. Kritria inklusi dalam
penelitian ini antara lain ibu yang melahirkan secara
normal pervaginam, dan ibu post partum yang
bersedia menjadi responden. Sedangkan kriteria
ekslusi dalam penelitian ini antara lain ibu tidak
menyusui, ibu dalam keadaan sakit, dan ibu post
partum yang mempunyai riwayat penyakit koagulasi
darah.
Data dikumpulkan dengan cara observasi,
maksudnya setelah peneliti memberikan perlakuan
(mobilisasi),
maka
peneliti
mengobservasi
pengeluaran lochea pada obyek penelitian sesuai
dengan jumlah hari dari hari pertama pengeluaran
lochea rubra sampai hari terakhir lochea serosa.
Data yang telah terkumpul kemudian di analisis
dengan menggunakan uji t 2 sampel bebas untuk
mengetahui perbedaan total (∑ hari) proses involusi
(pengeluaran lochea) antara yang tidak melakukan
mobilisasi dini dan yang melakukan mobilisasi dini
dengan menggunakan taraf signifikasinya 5% (0,05).
Penelitian
ini
dilakukan
di
Desa
Blumbungan wilayah kerja Puskesmas Larangan
Kabupaten Pamekasan selama satu bulan dari
tanggal 23 Maret sampai 25 April 2009.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Tempat Penelitian
Penelitian
ini
dilakukan
di
Desa
Blumbungan wilayah kerja Puskesmas Larangan
Kabupaten Pamekasan. Luas wilayah Desa
Blumbungan 1.135.450 ha dengan jumlah penduduk
sebanyak 8.547 jiwa yang terdiri dari laki-laki
sebanyak 4.224 jiwa dan perempuan 4.323 jiwa.
Karakteristik Responden
Karaktersitik responden meliputi umur,
tingkat pendidikan, dan paritas. Setelah dilakukan
analisa data didapatkan bahwaberdasarkan umur,
responden yang tidak melakukan mobilisasi dini
(kelompok kontrol) mayoritas berusia 30-33 tahun,
yaitu sebesar 35,70%. Sedangkan responden yang
melakukan mobilisasi dini (kelompok perlakuan)
mayoritas berusia 22-25 tahun dan 26-29 tahun,
yaitu sebesar 35,70%.
Berdasarkan tingkat pendidikan didapatkan
bahwa responden yang tidak mobilisasi dini
(kelompok kontrol) mayoritas berpendidikan SD dan
SMA, yaitu sebesar 28,60%. Sedangkan responden
yang melakukan mobilisasi dini (kelompok
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 71 - 77
74
perlakuan) mayoritas berpendidikan SMA, yaitu
sebesar 28,60%.
Sedangkan berdasarkan paritas didapatkan
bahwa responden yang tidak ,melakukan mobilisasi
dini (kelompok kontrol) mayoritas mempunyai paritas
1 dan paritas 2 yaitu sebesar 35,70%, dan
responden yang melakukan mobilisasi dini
(kelompok perlakuan) mayoritas mempunyai paritas
2 yaitu sebesar 42,90%.
Produksi Lochea Pada Ibu Post Partum
Pengeluaran lochea meliputi pengeluaran
lochea rubra, pengeluaran lochea sanguinolenta,
dan pengeluaran lochea serosa. Hasil penelitian
tentang produksi lochea pada ibu post partum
didapatkan bahwa untuk responden yang tidak
melakukan mobilisasi dini (kelompok kontrol)
menurut
pengeluaran
lochea
dari
rubra,
sanguinolenta dan serosa paling lama 20 hari
sebanyak 4 orang, sedangkan menurut pengeluaran
lochea dari rubra, sanguinolenta dan serosa paling
cepat 17 hari sebanyak 4 orang. Sedangkan untuk
responden yang melakukan mobilisasi dini
(kelompok perlakuan) menurut pengeluaran lochea
dari rubra, sanguinolenta dan serosa paling lama 14
hari sebanyak 2 orang, sedangkan menurut
pengeluaran lochea dari rubra, sanguinolenta dan
serosa paling cepat 11 hari sebanyak 3 orang.
Pengeluaran lochea rubra untuk responden
yang tidak melakukan mobilisasi dini dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 1
Distribusi frekuensi responden berdasarkan lama
pengeluaran lochea rubra pada ibu post partum
yang tidak melakukan mobilisasi dini di Desa
Blumbungan wilayah kerja Puskesmas Larangan
Kabupaten Pamekasan Tahun 2009
Lama Pengeluaran
Frekuensi
Lochea Rubra
3 hari
2
4 hari
6
5 hari
6
Total
14
Sumber: Perolehan data dari lapangan
Persentase
(%)
14,2
42,9
42,9
100
Dari tabel di atas didapatkan bahwa
pengeluaran lochea rubra responden yang tidak
melakukan mobilisasi dini paling lama 5 hari sebesar
42,9%, sedangkan pengeluaran lochea rubra paling
cepat 3 hari sebesar 14,2%.
Pengeluaran lochea rubra untuk responden
yang melakukan mobilisasi dini dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 2
Distribusi frekuensi responden berdasarkan lama
pengeluaran lochea rubra pada ibu post partum
yang melakukan mobilisasi dini di Desa Blumbungan
wilayah kerja Puskesmas Larangan Kabupaten
Pamekasan Tahun 2009
Lama Pengeluaran
Frekuensi
Lochea Rubra
2 hari
4
3 hari
10
Total
14
Sumber: Perolehan data dari lapangan
Persentase
(%)
28,6
71,4
100
Dari tabel 2 di atas dapat dipelajari bahwa
pengeluaran lochea rubra responden yang
melakukan mobilisasi dini paling lama 3 hari sebesar
71,4%, dan paling cepat 2 hari sebesar 28,6%.
Dilihat
dari
pengeluaran
lochea
sanguinolenta untuk responden yang tidak
melakukan mobilisasi dini didapatkan hasil seperti
pada tabel berikut :
Tabel 3
Distribusi frekuensi responden berdasarkan lama
pengeluaran lochea sanguinolenta pada ibu post
partum yang tidak melakukan mobilisasi dini di Desa
Blumbungan wilayah kerja puskesmas Larangan
Kabupaten Pamekasan Tahun 2009
Lama Pengeluaran
Frekuensi
lochea Sanguinolenta
5 hari
4
6 hari
6
7 hari
4
Total
14
Sumber: Perolehan data dari lapangan
Persentase
(%)
28,6
42,8
28,6
100
Dari tabel di atas dapat dipelajari bahwa
pengeluaran lochea sanguinolenta responden yang
tidak melakukan mobilisasi dini paling lama 7 hari
sebesar 28,6% dan paling cepat 5 hari sebesar
28,6%.
Hasil penelitian tentang pengeluaran lochea
sanguinolenta responden yang melakukan mobilisasi
dini adalah sebagai berikut :
Tabel 4
Distribusi frekuensi responden berdasarkan lama
pengeluaran lochea sanguinolenta pada ibu post
partum yang melakukan mobilisasi dini di Desa
Blumbungan wilayah kerja Puskesmas Larangan
Kabupaten Pamekasan Tahun 2009
Lama Pengeluaran
Frekuensi
lochea Sanguinolenta
2 hari
1
3 hari
4
4 hari
9
Total
14
Sumber: Perolehan data dari lapangan
Persentase
(%)
7,2
28,5
64,3
100
Dari tabel di atas dapat dipelajari bahwa
pengeluaran lochea songuinolenta untuk responden
yang melakukan mobilisasi dini paling lama 4 hari
(64,3%) dan paling cepat 2 hari (7,2%).
Sedangkan bila dilihat dari pengeluaran
lochea serosa, responden yang tidak melakukan
mobilisasi dini didapatkan data sebagai berikut :
Tabel 5
Distribusi frekuensi responden berdasarkan lama
pengeluaran lochea serosa pada ibu post partum
yang tidak melakukan mobilisasi dini di Desa
Blumbungan wilayah kerja Puskesmas Larangan
Kabupaten Pamekasan Tahun 2009
Lama Pengeluran
Frekuensi
Lochea Serosa
7 hari
3
8 hari
6
9 hari
2
10 hari
3
Total
14
Sumber: Perolehan data dari lapangan
Presentase (%)
21,4
42,8
14,4
21,4
100
Studi Komparasi Proses Involusi Pada Ibu Post Partum Yang Tidak Melakukan Dan Yang Melakukan Mobilisasi Dini (Nisfil Mufidah)
Dari tabel 5 di atas dapat dipelajari bahwa
pengeluaran lochea serosa untuk responden yang
tidak melakukan mobilisasi dini paling lama 10 hari
sebesar 21,4% dan paling cepat 7 hari sebesar
21,4%.
Pengeluaran
lochea
serosa
untuk
responden yang melakukan mobilisasi dini
didapatkan data sebagai berikut :
Tabel 6
Distribusi frekuensi responden berdasarkan lama
pengeluaran lochea serosa pada ibu post partum
yang melakukan mobilisasi dini di Desa Blumbungan
wilayah kerja Puskesmas Larangan Kabupaten
Pamekasan Tahun 2009
Lama Pengeluran
Frekuensi
Presentase
Lochea Serosa
(%)
5 hari
2
14,2
6 hari
6
42,9
7 hari
6
42,9
Total
14
100
Sumber: Perolehan data dari lapangan
Dari tabel 6 di atas dapat dipelajari bahwa
pengeluaran lochea serosa untuk responden yang
melakukan mobilisasi dini paling lama 7 hari sebesar
42,9% dan paling cepat 5 hari sebesar 14,2%.
Berdasarkan hasil penelitian pengeluaran
lochea pada ibu post partum yang tidak melakukan
mobilisasi dini (kelompok kontrol) didapatkan bahwa
pengeluaran lochea (rubra, sanguinolenta dan
serosa) lamanya 17 sampai 20 hari. Dengan
spesifikasi masing-masing pengeluaran lochea yaitu
lochea rubra 3 sampai 5 hari, lochea sanguinolenta
5 sampai 7 hari dan lochea serosa 7 sampai 10 hari.
Secara
teori
pengeluaran
lochea
(rubra,
sanguinolenta, serosa) lamanya 14 hari dengan
spesifikasi lochea rubra 2 hari, lochea sanguinolenta
5 hari sedangkan lochea serosa 7 hari. Pengeluaran
lochea pada ibu post partum yang tidak melakukan
mobilisasi dini pada pada umumnya pengeluaran
locheanya melebihi batas normal (Sungkar, 2005).
Karena dengan tidak melakukan mobilisasi dini pada
ibu post partum maka akan terjadi penurunan nada
oto-otot, menurunkan aliran darah melalui jaringan
tubuhnya dan memperlambat pengeluaran lochea
(Jones, 2005:267). Sehingga sangat jelas mobilisasi
dini pada ibu post partum dapat mempengaruhi
pengeluaran lochea, karena tanpa mobilisasi dini
salah satu sistem tubuh pada ibu post partum
kurang berfungsi baik yaitu khususnya pada sistem
75
tubuh otot yang menyebabkan sistem aliaran darah
melalui
jaringan
tubuh
menurun
sehingga
memperlambat pengeluaran lochea pada ibu post
partum.
Sedangkan berdasarkan hasil penelitian
pengeluaran lochea pada ibu post partum yang
melakukan mobilisasi dini (kelompok perlakuan)
didapatkan bahwa pengeluaran lochea (rubra,
sanguinolenta, serosa) lamanya 11 sampai 14 hari.
Dengan spesifikasi masing-masing pengeluaran
lochea yaitu lochea rubra 2 sampai 3 hari, lochea
sanguinolenta 2 sampai 4 hari dan lochea serosa 5
sampai 7 hari. Secara teori pengeluaran lochea
(rubra, sanguinolenta, serosa) lamanya 14 hari
dengan spesifikasi masing-masing poengeluaran
lochea yaitu lochea rubra 2 hari, lochea
sanguinolenta 5 hari sedangkan lochea serosa 7
hari. Menurut Varney’s umumnya jumlah lochea
lebih sedikit bila ibu post partum berada dalam posisi
berbaring dari pada berdiri jadi mobilisasi dini disini
sangat berpengaruh pada pengeluaran lochea.
Karena dengan melakukan mobilisasi dini pada ibu
post partum akan meningkatkan nada oto-otot,
meningkatkan aliran darah melalui jaringan tubuhnya
dan mempercepat pengeluaran lochea (Jones,
2005:267). Maka sangat jelas mobilisasi dini pada
ibu post partum dapat mempercepat pengeluaran
lochea karena dengan melakukan mobilisasi dini
pada ibu post partum akan mempengaruhi salah
satu sistem tubuh pada otot sehingga otot dapat
berfungsi dengan semestinya yang menyebabkan
sistem aliaran darah melalui jaringan tubuh
meningkat dan dapat mempercepat pengeluaran
lochea pada ibu post partum.
Perbandingan Pengeluaran Lochea Pada Ibu
Post Partum Yang Tidak Melakukan Mobilisasi
Dini dengan Yang Melakukan Mobilisasi Dini
Pada analisis untuk mengetahui ada atau
tidaknya perbedaan antara total (∑ hari) pengeluaran
lochea pada ibu post partum yang tidak melakukan
mobilisasi dini dan yang melakukan mobilisasi dini
digunakan tabulasi silang
(Cross Tabulations)
terhadap masing-masing variabel tersebut. Hasil
tabulasi silang total (∑ hari) pengeluaran lochea ibu
post partum yang tidak melakukan mobilisasi dini
dengan yang melakukan mobilisasi dini dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 7
Tabulasi Silang Total jumlah hari Pengeluaran Lochea Pada Ibu Post Partum Yang Tidak Melakukan Mobilisasi
Dini Dan Yang Melakukan Mobilisasi Dini Di Desa Blumbungan Wilayah Kerja Puskesmas Larangan Tahun 2009
Total (∑ hari)
Ibu Post Partum
Pengeluaran Lochea
Tidak Melakukan Mobilisasi Dini
Melakukan Mobilisasi Dini
n
%
n
%
11 - 12 hari
0
0
7
50
13 - 14 hari
0
0
7
50
15 - 16 hari
0
0
0
0
17 - 18 hari
5
35,8
0
0
19 - 20 hari
9
64,2
0
0
Total
14
100
14
100
Uji statistik t 2 sampel bebas
α = 0,05 dan Signifikansi (p) = 0,000
Sumber: Perolehan data dari lapangan
76
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 71 - 77
Dari tabel 7 diatas bedasarkan uji statistik t
2 sampel bebas didapatkan bahwa hasil
signifikasinya lebih kecil dari derajat kesalahan yang
ditetapkan peneliti yaitu signifikasinya 5% (0,05).
Hasil perhitungan uji t 2 sampel bebas 0,000 < 0,05
yang berarti bahwa ada perbedaan total (∑ hari)
pengeluaran lochea antara ibu post partum yang
tidak melakukan mobilisasi dini dengan yang
melakukan mobilisasi dini. Selisih perbedaan ratarata total (∑ hari) pengeluaran lochea antara ibu post
partum tidak melakukan mobilisasi dini dengan yang
melakukan mobilisasi dini dengan yang melakukan
mobilisasi dini adalah 6 hari, sehingga dapat
disimpulkan pengeluaran lochea pada ibu post
partum yang melakukan mobilisasi dini jauh lebih
cepat dari pada tidak melakukan mobilisasi dini.
Secara teori menurut Varney’s umumnya
jumlah lochea lebih sedikit bila ibu post partum
berada dalam posisi berbaring dari pada berdiri
sehingga mobilisasi dini sangat berpengaruh pada
pengeluaran lochea. Karena dengan ibu post partum
melakukan mobilisasi dini akan meningkatkan nada
otot-otot, meningkatkan aliran darah melalui jaringan
tubuh dan mempercepat pengeluaran lochea. Jika
ditinjau dari hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa pengeluaran produksi lochea (rubra,
sanguinolenta dan serosa) pada ibu post partum
yang melakukan mobilisasi dini jauh lebih cepat dari
pada ibu post partum yang tidak melakukan
mobilisasi dini.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pengeluaran lochea (rubra, sanguinolenta,
serosa) ibu post partum yang tidak melakukan
mobilisasi dini di Desa Blumbungan wilayah kerja
Puskesmas Larangan Kabupaten Pamekasan
berkisar antara 17 sampai 20 hari.
Pengeluaran lochea (rubra, sanguinolenta,
serosa) ibu post partum yang melakukan mobilisasi
dini di Desa Blumbungan wilayah kerja Puskesmas
Larangan Kabupaten Pamekasan berkisar antara 11
sampai 14 hari.
Ada
perbedaan
proses
involusi
(pengeluaran lochea) pada ibu post partum yang
tidak melakukan mobilisasi dini dengan yang
melakukan mobilisasi dini yaitu pengeluaran lochea
pada ibu post partum yang melakukan mobilisasi dini
jauh lebih cepat dari pada tidak melakukan
mobilisasi dini.
Saran
Untuk ibu post partum hendaknya
melakukan mobilisasi dini untuk mempercepat
pengeluaran lochea dan menghindari keterlambatan
pengeluaran lochea.
Bidan sebagai motivator dalam melakukan
asuhan kebidanan harus meningkatkan perannya
dalam memberikan penyuluhan tentang pentingnya
mobilisasi dini sehingga pengeluaran lochea lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Danuatmaja, Bonny. 2003. 40 Hari
Persalinan. Jakarta : Puspa swara.
Pasca
Erlina.
2008.
Perubahan
Masa
Nifas.
http://kuliahbidan.wordpress.com./.
(Diakses 20 Januari 2009).
Farrer, Hellen. 1999. Perawatan Maternitas. Jakarta
: EGC.
Fri. 2001. Cairan Nifas. http://crybermman.cbn.id/.
(Diakses 21 Januari 2009).
Hendry. 2007. Fisiologi Kardio Vaskular ibu.
http://mangkutak.wordpres.com/. (Diakses
29 Januari 2009).
Kasdu.
2006. Hubungan Antara Karakteristik
Demografi
Dengan
Mobilisasi.
http://www.addtoany.com/. (Diakses 03
Januari 2009).
Kurniasih,
Dedeh.
2008.
Seputar
Nifas.
http://www.tabloid-nakita.com/. (Diakses 21
Januari 2009).
Liewellyn, Derek. 2005. Setiap Wanita : Delaprasa
Publishing.
Manuaba, Ida, Bagus, Gde, Prof, dr. 1998. Ilmu
Kebidanan Penyakit Kandungan Dan
keluarga Berencana. Jakarta : EGC.
Masjuer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran.
Jakarta : FKUI.
Mochtar, Rustam, Prof, Dr. 1999. Sinopsis Obstetri
Jilid 1. Jakarta : EGC.
Mochtar. 2008. Perawatan Pada Ibu Post Partum.
http://www.addtuany.com/. (Diakses 03
Januari 2009 ).
Notoadmodjo, Soekidjo, Dr. 2002. Metodologi
Penelitian Kesehatan Jakarta: Renika
Cipta.
Nursalam. 2003. Konsep Dan Penerapan Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.
Rambey, Reino, dr. 2008. Tetap Sehat Pasca
Bersalin.
http://TetapSehatPascaBersalin<<Momo
Nursing Wear.htm/. (Diakses 28 Januari
2009).
Reiss,Uzzi. 2008. Menjadi Ibu Pasca Persalinan.
Jogjakarta.
Roper. 2008. Perawatan Pada Ibu Post.
http:www,addtuany.com/.
(Diakses
03
Januari 2009).
Saifuddin, Abdul, Bahari, Prof, dr. 2002. Buku
Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal Dan Neonatal. Jakarta : YBS. SP.
Sarwono, Prawiroharjo. 2005. Ilmu Kebidanan.
Jakarta : YBPSW.
Soelaiman.
2008.
Perawatan
Masa
Nifas.
http://www.addtually.com/. (Diakses 03
Januari 2009).
Straight.
2001.
Kondas
Post
Partum.
http.healthreference-Ilham.blogsot
com.
(Diakses 28 Januari 2009).
Sugiyono, prof, Dr. 2007. Statistika Untuk Penelitian.
Bandung : IKAPI.
Sungkar , Ali, dr. 2007. Fisiologi Kardio Vaskular.
http://mail-archive.com/.
(Diakses
29
Januari 2009).
Taufik, Muhamad, dr. 2008. Tiga Proses Penting
Dimasa
Nifas.
http:www.tabloidnakita.com/. (Diakses 21 Januari 2009).
Tiran, Denise. 2006. Kamus saku Bidan. Jakarta :
EGC.
Studi Komparasi Proses Involusi Pada Ibu Post Partum Yang Tidak Melakukan Dan Yang Melakukan Mobilisasi Dini (Nisfil Mufidah)
Uswatun, Arina. 2008. Perawatan Pada Ibu Post
http://www.addtoany.com/.
Partum.
(Diakses 03 Januari 2009).
77
Varney’s.
2008.
Bidan
Teladan.
http://Sekolahbidan.wordpress.com/.
(Diakses 21 Januari 2009).
78
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 78 - 84
PENELITIAN ILMIAH
Pengaruh Inisiasi Menyusui Dini (IMD)
ABSTRACT
Terhadap Kelancaran ASI Pada Ibu
Early Giving suck Initiation (IMD) which is
done by mother who has just born her baby helps the
baby in getting his/her first breastfeeding (ASI) and can
improve breastfeeding (ASI) production and can also
build love relationship between mother and the baby.
The purpose of this research is to know the influence of
early giving suck initiation (IMD) to the smoothness of
breastfeeding (ASI) on the post partum mothers
Primipara in the work area of Public Health Center of
Bangkalan City. This research is survey analytical
research with cohort research design. The independent
variable of this research is the influences of early giving
suck initiation, and the dependent variable is
breastfeeding (ASI) smoothness. The sample is 18 post
partum mothers primipara who give mother’s milk for
babies 1-3 weeks age. The instruments used in the data
collection are observation and questionnaire. The result
of the research by using Fisher’s Exact Test is found that
the probability count α > p (0,001 > 0,05) that means
there is influence between early giving suck initiation to
the smoothness of mother’s milk (ASI)on the post
partum mothers primipara. Based on the result of the
research the involvement of medical workers is
suggested to improve the training to primipara mothers
in conducting early giving suck initiation (IMD).
Post Partum Primapara Di Wilayah
Kerja Puskesmas Kota Bangkalan
The Influence Of Early Giving Suck
Initiation (IMD) To The Smoothness Of
Breastfeeding (ASI) On The Post Partum
Mothers Primipara In The Work Area Of
Public Health Center Of Bangkalan city
R. Santi Agustini *)
*) Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura
Key words: Early Giving
breastfeeding Smoothness
Suck
Initiation
(IMD),
Correcpondence : R. Santi Agustini, Jl. R.E. Martadinata, Bangkalan, Indonesia
PENDAHULUAN
IMD atau Inisiasi Menyusui Dini yaitu bayi
dengan naluri dan upaya sendiri dapat menetek
dalam waktu satu jam setelah lahir bersamaan
dengan kontak dini kulit di dada ibu, bayi di biarkan
setidaknya 60 menit di dada ibu sampai dia
menyusu. Bayi yang lahir cukup bulan akan memiliki
naluri untuk menyusu pada ibunya di 20-30 menit
setelah ia lahir. Memisahkan bayi dari ibunya
sebelum hal tersebut dilakukan akan membuat bayi
kehilangan
kesempatan
besar.
Bayi
akan
mengantuk dan kehilangan minatnya untuk menyusu
pada ibunya. Akibatnya proses inisiasi menyusui dini
mengalami hambatan (Righard and alade 1990;
Widsform etal 1990; Wang and wu 1994). Oleh
karena itu, pastikan bahwa bayi mendapat
kesempatan untuk melakukan inisiasi menyusu dini
paling tidak satu jam pertama setelah ia lahir. Hal ini
akan menunjang proses lancarnya ASI dikemudian
hari (Lisa marasco, Agar ASI lancar dalam masa
menyusui diakses tanggal 18 januari 2008).
Pada tanggal 30 maret 2006, Dr. Karend
Edmond melakukan penelitian terhadap 10.947 bayi
di Ghana. Inisiasi dini berhasil menurunkan angka
kematian bayi di bawah usia 28 hari. Inisiai
menyusui dini pada jam pertama bisa menurunkan
Angka Kematian Neonatal sampai 22%, sedang
pada 24 jam pertama bisa menurunkan kematian
neonatal bisa menurun sampai 16%. Inisiasi dini
tidak hanya menyukseskan pemberian ASI eksklusif,
tetapi juga menyelamatkan nyawa bayi. Resiko
kematian bayi meningkat dengan semakin di
tundanya inisiasi menyusu dini. Menyusu pada satu
jam pertama menyelamatkan satu juta nyawa bayi.
Faktanya dalam satu tahun, empat juta bayi berusia
28 hari meninggal. Jika semua bayi di dunia segera
setelah lahir diberi kesempatan menyusu sendiri
dengan membiarkan kontak kulit ibu ke kulit bayi
setidaknya selama satu jam maka satu juta bayi ini
dapat diselamatkan (Roesli, 2008: 7-8).
Di Indonesia, praktik inisiasi menyusui
segara setelah persalinan dan pemberian ASI masih
rendah, tercatat angka kematian neonatal masih
sangat tinggi yaitu 35 tiap 1000 kelahiran hidup,
artinya dalam satu tahun sekitar 175.000 bayi
meninggal sebelum mencapai usia satu tahun.
Mengacu pada penelitian itu, maka di perkirakan
program
inisiasi
menyusui
dini
dapat
menyelamatkan sekurangnya 30.000 bayi Indonesia
yang meninggal dalam bulan pertama, bayi akan
mendapat zat-zat gizi penting dan mereka terlindung
dari berbagai penyakit berbahaya pada masa yang
paling rentan dalam kehidupannya. Berdasarkan
hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)
2002-2003, hanya 4% bayi disusui pada satu jam
pertama. Berdasarkan studi pendahaluan tentang
pelaksanaan inisiasi menyusui dini yang telah
dilakukan peneliti pada saat bulan Januari tahun
2009 dengan cara wawancara singkat dengan 5
bidan yang ada di kecamatan Bangkalan
menunjukkan sekitar 8 orang (16%) melakukan
Inisiasi Menyusu Dini dan sisanya 42 orang (84%)
tidak melakukan Inisiasi Menyusui Dini.
Salah satu faktor yang mempengaruhi
rendahnya inisiasi menyusui dini di Bangkalan
adalah kepercayaan masyarakat yang sangat tidak
mendukung adanya pelaksanaan inisiasi menyusui
dini. Karena masyarakat beranggapan ASI yang
pertama kali keluar berwarna kuning/keruh
(kolostrum) harus dibuang karena dianggap basi.
Sehingga tidak mendukung adanya progaram
inisiasi menyusui dini di wilayah Kota Bangkalan.
Pengaruh Inisiasi Menyusui Dini (IMD) Terhadap Kelancaran ASI Pada Ibu Post Partum Primapara (R. Santi Agustini)
Rendahnya pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini
akibat adanya faktor sosial budaya, kurangnya
pengetahuan ibu, fisik ibu, bayi, kepercayaan
masyarakat, dan peran petugas kesehatan, serta
peran rumah sakit dan pemerintah yang belum
sepenuhnya mendukung pelaksanaan Inisiasi
Menyusui Dini. Pemberian ASI kepada bayi juga
akan menjalin hubungan kedekatan batin antara ibu
dan anak. Berikut ini beberapa pendapat yang
meghambat terjadinya kontak dini kulit ibu dengan
bayinya antara lain: bayi akan kedinginan, setelah
melahirkan ibu terlalu lemah untuk segera menyusui
bayinya, tenaga kesehatan kurang tersedia, kamar
bersalin atau kamar operasi sibuk, ibu harus dijahit,
suntikan vitamin K dan tetes mata untuk mencegah
penyakit gonore (gonorrhea) harus segera diberikan
setelah lahir, bayi harus segera di bersihkan
dimandikan ditimbang dan diukur, bayi kurang siaga,
kolostrum tidak keluar atau jumlah kolostrum tidak
memadai sehingga diperlukan cairan lain, kolostrum
tidak baik bahkan berbahaya untuk bayi.
Sebenarnya
banyak
manfaat
yang
didapatkan bagi ibu sendiri maupun bayi dari inisiai
menyusu dini, antara lain: mempertahankan suhu
tubuh bayi tetap hangat, menenangkan ibu dan bayi
serta meregulasi pernafasan dan detak jantung,
mengurangi bayi menangis sehingga mengurangi
stress dan tenaga yang dipakai bayi, memungkinkan
bayi untuk menemukan sendiri payudara ibu untuk
mulai menyusu, meningkatkan hubungan khusus ibu
dan anak. Tindakan Inisiasi Menyusui Dini (IMD)
yang dilakukan ibu baru melahirkan membantu bayi
memperoleh Air Susu Ibu (ASI) pertamanya dan
dapat meningkatkan produksi ASI serta membangun
ikatan kasih antara ibu dan bayi.
Pemberian ASI kepada bayi juga akan
menjalin hubungan kedekatan batin antara ibu dan
anak. 30 menit pertama setelah bayi lahir, tanpa di
mandikan bayi baru lahir sebaiknya segera diberikan
pada ibunya untuk disusui. Reflek isap bayi paling
kuat pada 30 menit setelah bayi di lahirkan. Isapan
bayi pada ibunya akan merangsang pengeluaran
hormon prolaktin (yang merangsang produki ASI)
dan hormon oksitosin (yang merangsang reflek
pengeluaran ASI). Kerja kedua hormon tersebut
akan membuat kolostrum lebih cepat keluar. Cairan
ini mengandung zat-zat gizi dan zat kekebalan tubuh
(antibody) dalam jumlah yang jauh lebih banyak di
bandingkan ASI yang keluar pada hari-hari
berikutnya. Dan membuat bayi terlindung dari
penyakit infeksi dan memperoleh kekebalan tubuh.
Dalam acara puncak peringatan Pekan ASI
2007 di istana negara,ibu negara menghimbau
bahwa dipenuhinya hak bayi untuk disusui ibunya
dalam satu jam pertama setelah proses kelahiran.
Dimana di kota Bangkalan itu sendiri telah
melakukan berbagai macam program diantaranya,
penyuluhan pada masyarakat Bangkalan tentang
Inisiasi Menyusui dini dan cara yang tepat dalam
menyusui.
Berdasarkan dari latar belakang di atas
maka perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh
inisiasi menyusui terhadap kelancaran ASI pada ibu
post partum primipara. Peneliti berharap hasil
penelitian ini bermanfaat untuk menambah
wawasan, serta pemahaman peneliti dalam
menyusui dini untuk mengoptimalkan manfaat ASI
79
kepada bayi. Selain itu sebagai dasar peneliti untuk
penelitian yang akan datang mengkaji lebih dalam
tentang inisiasi menyusui dini atau ASI.
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep dasar Inisiasi Menyusui Dini
Inisiasi menyusui dini yaitu adalah bayi
dengan naluri dan upaya sendiri dapat menetek
dalam waktu satu jam setelah lahir barsamaan
dengan kontak dini kulit di dada ibu, bayi dibiarkan
setidaknya 60 menit di dada sampai ia menyusu
(Lisa marasco, Agar ASI lancar dalam masa
menyusui diakses tanggal 10 januari 2009).
Manfaat Inisiasi Menyusui Dini bagi ibu
antara lain : 1) membantu pengeluaran placenta
(sentuhan, emutan, dan jilatan bayi pada puting ibu
proses inisiasi menyusu dini) merangsangnya keluar
oksitisin yang penting untuk menyebabkan rahim
kontraksi sehingga membantu pengeluaran placenta
dan mengurangi perdarahan; 2) dapat mengurangi
rasa sakit; dan 3) faktor psikologis ibu sangat
berpengaruh, perasaan dan pikiran positif akan
mendukung pengeluaran ASI yang baik, dan
sebaliknya perasaan dan pikiran negatif seperti
khawatir, cemas, bingung dan sedih dapat
menurunkan produksi ASI.
Sedangkan manfaat Inisiasi Menyusui Dini
bagi bayi adalah : 1) nutrisi bayi terpenuhi; 2)
meningkatkan daya tahan tubuh mengecap dan
menjilati permukaan kulit ibu sebelum mulai
menghisap puting adalah cara alami bayi
mengumpulkan bakteri-bakteri baik yang ia perlukan
untuk membangun sistem kekebalan tubuh seperti
imunisasi; dan 3) merangsang hormon lainnya, bayi
jadi lebih tenang, nyaman. Jika dilakukan kontak
kulit antara ibu dan bayi maka hormon stres akan
kembali sehingga bayi menjadi lebih tenang, tidak
stres, pernafasan dan detak jantung bayi lebih stabil.
Konsep Dasar ASI
ASI adalah makanan alamiah untuk bayi
yang mengandung nutrisi-nutrisi dasar elemen,
dengan jumlah yang sesuai untuk pertumbuhan. ASI
adalah sutu jenis makanan yang mencukupi seluruh
unsur kebutuhan bayi baik dari fisik, psikologis,
sosial maupun spiritual (Hubertin, 2004). ASI
merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan
komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan
kebutuhan pertumbuhan bayi (Roesli, 2000).
Manfaat Pemberian ASI Bagi Bayi antara
lain : sebagai nutrisi, meningkatkan daya tahan
tubuh
bayi,
meningkatkan
kecerdasan,
meningkatkan jaringan kasih sayang, sebagai
makanan tunggal untuk memeuhi semua kebutuhan
pertumbuhan bayi sampai usia 6 bulan, melindungi
anak dari serangan alergi, untuk pertumbuhan otak
sehingga bayi ASI eksklusif potensial lebih pandai,
meningkatkan daya penglihatan dan kepandaian
bicara, membantu pembentukan rahang yang bagus,
mengurangi resiko terkena penyakit kencing manis
dan kanker, mengurangi kemungkinan menderita
penyakit jantung, menunjang perkembangan motorik
sehingga bayi ASI eksklusif akan lebih bisa cepat
jalan, dan menunjang perkembangan kepribadian,
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 78 - 84
80
kecerdasan, emosional, kematangan spiritual dan
hubungan sosial yang baik (Roesli, 2000).
Sedangkan keuntungan Pemberian ASI
untuk ibu, antara lainn : mungurangi perdarahan
setelah melahirkan, mengurangi terjadinya anemia,
menjarangkan kehamilan, mengecilkan rahim, lebih
cepat langsing kembali, mengurangi kemungkinan
menderita kanker, lebih ekonomis (murah), tidak
merepotkan dan hemat waktu, portable dan praktis,
memberikan kepuasan bagi ibu, dan mengurangi
risiko keropos tulang (osteoporosis)
Konsep Dasar Post Partum
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah
kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu
(Sarwono, 2001: 122). Nifas atau puerperium adalah
periode waktu atau masa dimana organ-organ
reproduksi kembali kepada keadaan tidak hamil
(Helen Farrer, 2001: 225).
Macam-macam masa nifas antara lain
peurperium dini,
peurperium intermedial, dan
remote puerperium. Perawatan masa nifas meliputi
mobilisasi dan gizi atau nutrisi. Ibu menyusui harus
mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari; makan
dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein,
mineral, dan vitamin yang cukup; minum sedikitnya 3
liter air setiap hari; pil zat besi harus diminum untuk
menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari pasca
persalinan; dan minum kapsul vitamin A (200.000
unit) agar bisa memberikan vitamin A kepada
bayinya melalui ASInya (Prawirohardjo, 2002: 128).
Selama ibu menyusui, maka ibu perlu
melakukan perawatan payudara. Adapun perawatan
payudara adalah sebagai berikut : menjaga
payudara tetap bersih dan kering, menggunakan BH
yang menyokong payudara, apabila puting susu
lecet oleskan kolostrum atau ASI yang keluar pada
sekitar puting susu setiap kali selesai menyusui,
apabila lecet sangat berat dapat di istirahatkan
selama 24 jam, ASI di keluarkan dan diminum
dengan
menggunakan
sendok,
dan
untuk
menghilangkan nyeri dapat minum parasetamol 1
tablet setiap 4-6 jam. (Prawihardjo, 2002: 128)
Konsep Dasar Primipara
Primipara adalah wanita yang pernah hamil
satu kali dan melahirkan anak yang dapat hidup
(kamus kedokteran, 2005). Perubahan permanen
pada primipara adalah sebagai berikut :
Tabel 1
Perubahan permanen pada primipara
Payudara
Kencang, tidak tampak strie (kecuali bila
pernah mengalami obesitas atau penurunan
berat badan yang berarti)
Puting
Merah muda
Abdomen Tidak tampak strie (kecuali pada keadaan
seperti di atas) otot-otot biasanya kencang
Uterus
Bentuknya ovoid
Serviks
Bundar, lubang kecil seperti mata jarum,
hanya bisa dimasuki oleh ujung jari tangan
Vagina
Orifisium kecil, himen terdapat atau terlihat
sebagian
Perineum Kencang dan tanpa parut
Sumber : Hellen Farrer, 2001: 228
Konsep Inisiasi
Kelancaran ASI
Menyusui
Dini
Terhadap
Inisiasi Menyusui Dini (IMD) adalah bayi
lahir tanpa dimandikan terlebih dahulu langsung
diletakkan pada perut ibu, secara naluri bayi akan
mencapai dan dapat menghisap puting ibu dalam 30
menit. Kolostrum atau ASI yang berwarna kekuningkuningan yang pertama kali keluar akan langsung
dihisap oleh bayi. Kolostrum mengandung zat
kekebalan yang lebih banyak dari Air Susu yang
keluar pada hari-hari berikut setelah kelahiran bayi.
Bayi yang dapat menyusu dini dapat mudah sekali
menyusu dikemudian hari, sehingga kegagalan
menyusui akan jauh lebih berkurang.
Berdasarkan penelitian Karen Edmond, jika
bayi baru lahir dipisahkan dengan ibunya maka akan
meningkatkan hormon stress 50%. Sehingga hal itu
akan menyebabkan kekebalan atau daya tahan
tubuh bayi menurun. Jika dilakukan kontak kulit
antara kulit ibu dan kulit bayi maka hormon stress
akan kembali menurun sehingga bayi menjadi
tenang, tidak stress, pernafasan dan detak jantung
lebih stabil. Sentuhan, emutan dan jilatan yang
dilakukan bayi pada puting ibu selama proses
inisiasi menyusui dini akan merangsang keluarnya
oksitosin yang penting untuk merangsang pengaliran
ASI dari payudara. Inisiasi menyusui dini dapat
membantu memunculkan refleks bayi untuk
menyusui dan berperan penting untuk menjalankan
ASI eksklusif, sehingga jumlah air susu yang
diproduksi umumnya dipengaruhi oleh frekuensi dan
lamanya bayi menyusu. Makin sering bayi
menghisap payudara ibu, makin banyak air susu ibu
yang diproduksi.
Air Susu yang diproduksi adanya dua
hormon yang bekerja. Yaitu prolaktin dan oksitosin
yang memegang peranan penting dalam produksi
dan pengeluaran Air Susu (pengaliran). Bayi yang
mengisap payudara ibu juga merangsang kelenjar
hipofisis anteriar yang terletak di otak untuk
melepaskan prolaktin kedala aliran tubuh ibu.
Prolaktin menyebabkan sel-sel pada alveoli menarik
air dan nutrien dari darah untuk memproduksi air
susu. Oksitosin dilepaskan kedalam aliran darah
oleh kelenjar hipofisis posterior sebagai respon
terhadap isapan bayi dan tangisan maupun
rengekan bayi, bahkan mendengar bayi terbangun
sekalipun dapat membuat kelenjar melepas hormon
tersebut. Oksitosin menyebabkan otot-otot kecil di
sekitar sel-sel penghasil susu berkontraksi dan
mengeluarkan susu (Simkin, 2007: 378).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian analitik
dengan pendekatan cohort. Variabel yang digunakan
teriri dari variabel dependen dan independen.
Variabel dependen dari penelitian ini adalah
pengaruh IMD, sedangkan variabel dependennya
adalah kelancara ASI. Pada penelitian ini
populasinya adalah ibu-ibu yang telah melahirkan
anak pertamanya yang berada di Wilayah kerja
Puskesmas Bangkalan pada bulan Desember 2008,
yaitu sebanyak 89 responden. Pengambilan sampel
dalam penelitian ini menggunakan Cluster sampling
karena populasinya berupa gugusan atau kelompok
yang diambil sebagai sampel ini terdiri dari unit
Pengaruh Inisiasi Menyusui Dini (IMD) Terhadap Kelancaran ASI Pada Ibu Post Partum Primapara (R. Santi Agustini)
geografis. Kriteria inklusi dari pengambilan sampel
adalah ibu post partum primipara yang mau diteliti,
ibu post partum primipara yang bisa membaca dan
menulis, ibu post partum primipara yang
melaksanakan inisiasi menyusui dini dan tidak
melaksanakan inisiasi dini, dan ibu post partum
primipara yang menyusui bayi usia 1 minggu.
Sedangkan kriteria eksklusi yang digunakan antara
lain ibu post partum primipara yang mempunyai
komplikasi saat kehamilan misalnya hepatitis, ibu
post partum primipara ada komplikasi saat
persalinan misalnya HPP (Hemorarge Post Partum),
ibu post partum primipara yang menolak menjadi
responden, dan ibu post partum primipara yang tidak
bisa membaca dan menulis. Berdasarkan kriteria
inklusi dan eksklusi didapatkan besar sampel dalam
penelitian ini adalah sebanyak 18 responden dibagi
dalam 14 desa yang ada di Kota Bangkalan,
sehingga tiap desa mendapat 1 responden ibu post
partum primipara dan lebihnya dibagikan ke setiap
desa yang jumlah ibu post partum primiparanya lebih
banyak.
Teknik pengambilan data menggunakan
observasi dan kuesioner. Setelah data terkumpul
kemudian dianalisis dengan menggunakan uji
Fisher’s Exact test, dengan tingkat kepercayaan
yang digunakan 5%. Lokasi penelitian ini adalah di
Wilayah kerja Puskesmas Kota Bangkalan.
Penelitian ini dilakukan pada ibu post partum
primipara. Penelitian telah dilaksanakan selama dua
bulan mulai dari Juni sampai bulan Juli 2009.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Daerah Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kota
Bangkalan dengan jumlah pendudukan 78.873 jiwa
dengan tenaga kesehatan sebanyak 24 bidan, 22
perawat, 5 apoteker, 3 dokter umum dan 2 dokter
gigi. Adapun ibu-ibu yang mempunyai bayi di
wilayah kerja Puskesmas kota bangkalan yang
sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi adalah
sbanyak 18 ibu post artum primapara.
Karakteristik responden
Karakteristik respoden dalam penelitian ini
meliputi umur, tingkat pendidikan, dan pekerjaan ibu
post partum primapara. Hasil penelitian tentang
karakteristik respoden adalah sebagai berikut :
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Ibu Primipara menurut umur di
Wilayah Kerja Puskesmas kota Bangkalan pada
bulan Mei – Juni Tahun 2009
Umur
Frekuensi
Persentase (%)
17-20
5
27,8
21-24
10
55,5
25-28
3
16,6
Total
18
100%
Sumber: data primer penelitian
Dari tabel 2 di atas dapat digambarkan
bahwa sebagaian besar ibu primipara berumur 2124 tahun sebanyak 10 orang (55,5%), dan paling
sedikit ibu primipara berumur 25-28 tahun sebanyak
3 orang (16,6%).
81
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Ibu Primipara menurut
Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Kota
Bangkalan Pada bulan Mei – Juni tahun 2009
Pendidikan
Frekuensi
Persentase (%)
Sekolah Dasar
2
11,1
SMP
8
44,4
SMA
5
27,8
Perguruan tinggi
3
16,7
Total
18
100%
Sumber: data primer penelitian
Dari tabel 3 di atas, dapat digambarkan
bahwa sebagian besar ibu primipara
memiliki
tingkat pendidikan SMA sebanyak 8 orang (44,4%),
sedangkan ibu primipara memiliki tingkat pendidikan
rendah Sekolah Dasar sebanyak 2 orang (11,1%).
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Ibu Primipara menurut
Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas Kota
Bangkalan Pada bulan Mei – Juni tahun 2009
Pekerjaan
Frekuensi
Persentase (%)
IRT
7
38,9
Swasta
6
33,3
PNS
5
27,8
Total
18
100%
Sumber: data primer penelitian
Dari tabel 4 di atas, dapat digambarkan
bahwa sebagian besar ibu primipara tidak memiliki
pekerjaan yaitu sebagai ibu rumah tangga sebanyak
7 orang (38,9%), sedangkan Ibu primipara yang
memiliki pekerjaan PNS sebanyak 5 orang (27,8%).
Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini
Hasil penelitian tentang pelaksanaan
inisiasi menyusui dini adalah seperti terlihat pada
tebl berikut :
Tabel 5
Distribusi Berdasarkan Pelaksanaan Inisiasi
Menyusui Dini di Wilayah Kerja Puskesmas Kota
Bangkalan pada bulan Mei – Juni tahun 2009
Pelaksanaan IMD
Frekuensi Persentase (%)
Melaksanakan
7
38,8
Tidak melaksanakan
11
61,1
Total
18
100 %
Sumber: data primer penelitian
Berdasarkan penelitian pada tabel 5 di atas
menujukkan bahwa dari 18 responden,
yang
melaksanakan inisiasi menyusui dini sebanyak
38,9% dan yang tidak melaksanakan inisiasi
menyusui dini
sebanyak 61,1%. Rendahnya
pelaksanaan inisiasi menyusui dini di sebabkan oleh
karena pendidikan ibu di Wilayah Kerja Puskesmas
Kota Bangkalan lebih banyak berpendidikan SMP
(44,4%). Hal ini di kerenakan tingkat pendidikan
mempengaruhi pelaksanaan inisiasi menyusui dini.
Ibu berpendidikan kurang biasanya disebabkan oleh
banyak faktor diantaranya status sosial ekonomi
mereka yang berada pada golongan menengah
kebawah, sehingga dengan rendahnya tingkat
pendidikan menyebabkan kurangnya pengetahuan.
82
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 78 - 84
Menurut teori Notoatmodjo (2003: 16)
pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan
untuk mempengaruhi orang lain baik individu,
kelompok atau masyarakat sehingga mereka
melakukan apa yang diharapakan oleh pelaku
pendidikan, semakin tinggi pendidikan seseorang
maka semakin mudah dalam menerima informasi
sehingga banyak pula pengetahuan yang dimiliki
demikian sebaliknya. Sedangkan pengetahuan
menurut Notoatmodjo (2003: 121) pengetahuan
merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu
objek tertentu. Ibu yang memiliki kedewasaan pola
fikir akan lebih mudah beradaptasi pada situasi dan
kondisi dari aktifitas atau pekerjaan yang dilakukan
sehingga akan mempengaruhi ibu untuk berperan
aktif.
Dari data yang diperoleh dari hasil
penelitian didapatkan bahwa pelaksanaan inisiasi
menyusui dini rendah karena banyak ibu yang
berpendidikan SMP, tidak hanya dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan dan pengetahuan, tetapi dapat
dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lain misalnya ibu
belum berpengalaman dan dari faktor umur. Karena
pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau
cara
memperoleh
kebenaran
pengetahuan
sedangkan umur yang masih muda berpengaruh
terhadap
kematangan
pemikiran
seseorang
terutama dalam suatu hal tentang pelaksanaan
inisiasi menyusui dini sehingga ibu tidak mengetahui
betapa pentingnya inisiasi menyusui dini pada
bayinya serta kurangnya informasi tentang programprogram kesehatan khususnya inisiasi menyusi dini
dan ibu tidak dapat memutuskan yang terbaik bagi
diri ibu dan bayinya.
Untuk
menanggapi
kondisi
tersebut
diperlukan penyuluhan pada ibu-ibu hamil tentang
inisiasi menyusui dini bahwasanya dengan adanya
pelaksanaan inisiasi menyusui dini mempunyai
pengaruh penting yang berdampak positif pada ibu
dan bayi serta akan menambah pengetahuan ibu
tentang inisiasi menyusui dini. Kita sebagai tenaga
kesehatan harus dapat membantu ibu untuk memiliki
informasi tentang kesehatan dengan membantu ibu
untuk lebih aktif dalam menghadiri penyuluhan dan
memberikan informasi tentang inisiasi menyusui dini
untuk menambah wawasan ibu.
Kelancaran ASI
Hasil penelitian tentang kelancara ASI ibu
post partum primapara di puskesmas wilayah kerja
Kota Bangkalan adalah sebagai berikut :
Tabel 6
Distribusi Berdasarkan kelancaran ASI di Wilayah
Kerja Puskesmas Kota Bangkalan pada bulan Mei –
Juni tahun 2009
Kelancaran ASI
Frekuensi
Persentase (%)
ASI lancar
8
44,4
ASI tidak lancar
10
55,6
Total
18
100%
Sumber: data primer penelitian
Dari tabel 6 diatas, dapat digambarkan
bahwa sebagian besar ASI lancar sebanyak 8 orang
(44,4%), sedangkan yang ASI tidak lancar sebanyak
10 orang (55,6%).
Berdasarkan penelitian pada tabel 5 di atas
menunjukkan bahwa dari 18 responden yang ASI
lancar 44,5% sedangkan ASI tidak lancar 55,6%.
ASI tidak lancar disebabkan oleh kurangnya ibu
melakukan perawatan payudara selama hamil, dan
ibu juga belum berpengalaman dalam melakukan
perawatan payudara. Karena dilakukan perawatan
payudara dapat membantu produksi kelancaran ASI.
Menurut Simkin (2007: 378) air susu yang
diproduksi adanya dua hormon yang bekerja. Yaitu
prolaktin dan oksitosin yang memegang peranan
penting dalam produksi dan pengeluaran Air Susu
(pengaliran). Bayi menghisap payudara ibu juga
merangsang kelenjar hipofisis anterior yang terletak
di otak untuk melepaskan prolaktin kedalam aliran
tubuh ibu. Prolaktin yang menyebabkan sel-sel pada
alveoli menarik air dan nutrien dari darah untuk
memproduksi air susu. Oksitosin dilepaskan
kedalam aliran darah oleh kelenjar hipofisis anterior
sebagai respon isapan bayi dan tangisan maupun
rengekan bayi, bahkan mendengar bayi terbangun
sekalipun dapat membuat kelenjar melepas hormon
tersebut. Oksitosin menyebabkan otot-otot kecil
disekitar sel-sel penghasil susu berkontraksi dan
mengeluarkan susu.
Dlihat dari gambaran anatomi payudara ibu
bahwa payudara, areola, dan puting normalnya
memiliki ukuran dan bentuk yang berbeda-beda dari
satu wanita ke wanita lain. Ukuran payudara
berhubungan dengan jumlah jaringan lemak yang
mengelilingi struktur-struktur yang memproduksi air
susu, ukuran payudara tidak ada hubungannya
dengan jumlah susu yang diproduksi. Semua
payudara terlepas dari ukuran dan bentuknya
mempunyai kemampuan untuk memproduksi ASI.
Dari hasil penelitian yang diperoleh bahwa
banyak ASI yang tidak lancar dikarenakan sebagian
ibu memiliki puting rata atau melesak ke dalam jika
ditekan, maka perlu mengatur bentuk puting
sedimikian rupa sehingga bayi dapat mengisap
payudara ibu dengan efektif. Untuk menanggapi
kondisi tersebut diperlukan penyuluhan perawatan
payudara pada ibu hamil trimester III agar ibu dapat
menyusui bayinya setelah melahirkan.
Jumlah air susu yang diproduksi umumnya
dipengaruhi oleh frekuensi dan lamanya bayi
menyusu. Makin sering bayi menghisap payudara,
makin banyak air susu yang diproduksi ibu. Ada dua
hormon yang memegang peranan penting dalam
produksi dan pengeluaran ASI yaitu prolaktin dan
oksitosin. Bayi yang menghisap payudara ibu juga
merangsang kelenjar hipofisis anterior yang terletak
di otak untuk melepaskan prolaktin ke dalam aliran
darah ibu dan oksitosin menyebabkan otot-otot kecil
di sekitar sel-sel penghasil susu berkontraksi dan
mengeluarkan susu. Sering menyusui untuk
memuaskan rasa lapar bayi dan membiarkan bayi
menghisap selama bayi mau, akan membantu ibu
memproduksi pasokan air susu yang baik.
Berdasarkan kodrat dan sifat alaminya, setiap ibu
yang habis melahirkan pasti mampu memproduksi
Air Susu Ibu (ASI).
Dari hasil penelitian yang diperoleh bahwa
banyak ASI yang tidak lancar dikarenakan sebagian
ibu karena tidak memiliki kesiapan mental dan
Pengaruh Inisiasi Menyusui Dini (IMD) Terhadap Kelancaran ASI Pada Ibu Post Partum Primapara (R. Santi Agustini)
keinginan untuk menyusui, maka banyak yang
mengeluhkan tidak dapat memproduksi ASI. Untuk
menanggapi kondisi tersebut diperlukan penyuluhan
ASI eksklusif agar ibu mengetahui pentingnya
pemberian ASI, cara menyusui yang benar dan
menerapkan ASI eksklusif pada bayi.
Keterampilan menyusui ini akan membaik
bersama
dengan
berlalunya
waktu
dan
bertambahnya pengalaman. Oleh karena itu
menyusui bayi anda segera mungkin setelah
dilahirkan. Menyusui bayi baru lahir dalam
lingkungan yang tenang dan sepi karena akan
membantu anda merasa rileks dan memungkinkan
anda serta bayi memusatkan diri pada pemberian
ASI. Pada waktu pertama kali menyusui dapat
83
melakukannya dengan ditemani anggota keluarga
atau suami. Mencari posisi yang nyaman dengan
punggung tersangga dengan baik, menggunakan
bantal untuk menopang lengan dan bayi.
Pengaruh Inisiasi
Kelancaran ASI
Menyusui
Dini
terhadap
Hasil analisis tentang pengaruh inisiasi
menyusui dini terhadap kelancaran ASI adalah
seperti yang terlihat pada tabel berikut :
Tabel 7
Tabulasi silang antara insiasi menyususi dini terhadap kelancaran ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Kota
Bangkalan pada bulan Mei – Juni tahun 2009
Kelancaran ASI
Total
Pelaksanaan IMD
ASI tidak lancar
ASI lancar
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
(n)
(%)
(n)
(%)
(n)
(%)
Melaksanakan
0
0
7
38,9
7
38,9
Tidak melaksanakan
10
55,6
1
5,6
11
61,1
Uji statistik Fisher’s Exact test : p = 0,00 dengan α= 0,05
Berdasarkan penelitian pada tabel 7 di atas
menunjukkan bahwa ibu yang tidak melaksanakan
inisiasi menyusui dini yang ASI nya tidak lancar
sebesar 55,6% dan ibu yang tidak melaksanakan
inisiasi menyusui dini ASInya lancar sebesar 5,6%
sedangkan melaksanakan inisiasi menyusui dini
yang ASInya tidak lancar sebesar 0% dan
melaksanakan inisiasi menyusui dini yang ASInya
lancar sebesar 38,9%. Setelah dilakukan uji statistik
Fisher’s Exact test diperoleh probabilitas hitung p =
0,00 < α =0,05. Hal ini berarti ada pengaruh inisiasi
menyusui dini terhadap kelancaran ASI.
Menurut Lisa Marasco (2008) bayi yang
mendapat kesempatan inisiasi menyusui dini paling
tidak satu jam akan menunjang proses lancarnya
ASI di kemudian hari. Karena reflek isap bayi paling
kuat 30 menit setelah bayi lahir tanpa dimandikan.
Sentuhan, emutan dan jilatan yang dilakukan bayi
pada puting ibu selama pelaksanaan inisiasi
menyusui dini akan merangsang keluarnya oksitosin
yang penting untuk merangsang reflek pengaliran
ASI dari payudara dan keluarnya prolaktin yang
merangsang produksi ASI. Karena kedua hormon itu
bekerja membuat kolostrum lebih cepat keluar.
Cairan ini mengandung zat-zat gizi dan kekebalan
tubuh (antibody) dalam jumlah yang jauh lebih
banyak dibandingkan ASI yang keluar pada hari
berikutnya. Jumlah air susu yang diproduksi
umumnya dipengaruhi oleh frekuensi dan lamanya
menyusu. Makin sering bayi menghisap payudara,
makin banyak air susu yang diproduksi ibu.
Dari data yang diperoleh dari hasil
penelitian didapatkan bahwa pelaksanaan inisiasi
menyusui dini rendah, tidak hanya dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan dan pengetahuan, tetapi dapat
dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lain misalnya ibu
belum berpengalaman dan faktor umur.
Pengalaman
merupakan
sumber
pengetahuan atau cara memperoleh kebenaran
pengetahuan sedangkan umur yang masih muda
berpengaruh terhadap kematangan pemikiran
seseorang terutama dalam suatu hal tentang
pelaksanaan inisiasi menyusui dini sehingga ibu
tidak mengetahui betapa pentingnya inisiasi
menyusui dini pada bayinya serta kurangnya
informasi tentang program-program kesehatan
khususnya inisiasi menyusi dini. Serta sebagian
besar ibu merasa risih, karena setelah melahirkan
ibu merasa badan ibu kotor dan ibu ragu untuk
memberikan ASInya pada satu jam pertama setelah
bayi lahir.
Untuk
menanggapi
kondisi
tersebut
diperlukan penyuluhan pada ibu-ibu hamil tentang
inisiasi menyusui dini bahwasanya dengan adanya
pelaksanaan inisiasi menyusui dini mempunyai
pengaruh penting yang berdampak positif pada ibu
dan bayi serta akan menambah pengetahuan ibu
tentang inisiasi menyusui dini. Kita sebagai tenaga
kesehatan harus dapat membantu ibu untuk memiliki
informasi tentang kesehatan dengan membantu ibu
untuk lebih aktif dalam menghadiri penyuluhan yang
dilakukan tenaga kesehatan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Gambaran pelaksanaan inisiasi menyusui
dini terhadap kelancaran ASI pada ibu post partum
di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan masih
rendah (61,1%).
Gambaran kelancaran ASI pada ibu post
partum primipara di Wilayah Kerja Puskesmas Kota
Bangkalan sebagian besar ASI tidak lancar (55,6%).
Ada pengaruh inisiasi menyusui dini
terhadap kelancaran ASI pada ibu post partum
primipara di Wilayah Kerja Puskesmas Kota
Bangkalan.
84
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 78 - 84
Saran
Ibu-ibu hendaknya tidak hanya pasif dalam
mendapatkan informasi tentang inisiasi menyususi
dini yaitu dengan adanya menunggu informasi dari
media elektronik seperti televisi dan penyuluhan
petugas kesehatan tetapi juga perlu peran aktif ibu
untuk mendapatkan informasi tentang inisiasi
menyusui dini yaitu dengan membaca-baca bukubuku tentang inisiasi menyusui dini serta majalah ibu
dan anak sehingga pengetahuan dan wawasan ibu
tentang inisiasi menyusui dini semakin meningkat
sehingga akan berimplikasi pada kesadaran ibu
bahwa pelaksanaan inisiasi menyusui dini sangat
penting bagi bayi dan kelancaran ASI selanjutnya.
Bidan
sebagai
motivator
dalam
melaksanakan
asuhan
kebidanan
harus
meningkatkan
perannya
dalam
memberikan
penyuluhan tentang pemberian inisiasi menyusui dini
dan tentang ASI.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai yang mempengaruhi pelaksanaan inisiasi
menyusui dini dengan menggunakan uji statistik dan
populasi yang lebih besar sehingga dicapai hasil
yang lebih sempurna.
Profesi bidan hendaknya meningkatkan
kualitas tentang inisiasi menyusui dini sehingga akan
meningkatkan kualitas komunikasi penyuluhan
kepada ibu-ibu dan akan menambah keterampilan
bidan dalam memberikan inisiasi menyusui dini.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, 2006. Prosedur penelitian suatu
pendekatan praktik. Jakarta: PT Rineka
Cipta
Cholil, Abdullah, 2003. Buku Panduan manajemen
Masalah Bayi Baru Lahir untuk Dokter,
Bidan di Rumah Sakit Rujukan Dasa.
Jakarta :IDAI
Farrer, Hellen, RN RM. 1999. Perawatan maternitas.
Jakarta: EGC.
Hegar, Badrul, 2008, Bedah ASI. Jakarta; Balai
Penerbitan FKUI
Hubertin, Sri Purwanti, 2004, Konsep Pemberian ASI
Eksklusif. Jakarta; ECG
Lisa Marasco dkk, Agar ASI lancar dimasa
menyusui. Diterjemahkan dari artikel (“How
to get Your Milk Supplay Off to a Good
Start”). From: NEW BEGINNINGS, Vol. 22
No.4
http://www.lalecheleague.org/NB/NBJulAug
05p142.html. (diakses tanggal 18-01-2009)
Maria,
2008.
Inisiasi
Menyusui
Dini.
http://mariapjl.blogspot.com
(diakses
tanggal 15-12-2008)
Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis obstetri jilid 1.
jakarta: EGC
Notoatmodjo, Soekidjo, 2002. Metodologi penelitian
kesehatan. Jakarta: Rineka cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2005. Metodologi penelitian
kesehatan. Jakarta: Rineka cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2003. Pendidikan dan
perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka cipta.
Nursalam. 2003. Konsep dan penerapan metodologi
penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka cipta.
Prawirohardjo, Sarwono, (2005) Ilmu Kebidanan .
Jakarta; YBPSP
Ramali, Ahmad, 2003. Kamus Kedokteran. Jakarta:
Djambatan.
Roesli, Utami, (2000), Mengenal ASI Eksklusif.
Jakarta; Trubus Agri Widya.
Roesli, Utami, (2008), Inisiasi Menyusui Dini Plus
ASI Eksklusif. Jakarta; Pustaka Bunda
Simkin,
Penny,
(2008),
Panduan
Lengkap
Kehamilan, Melahirkan Dan Bayi. Jakarta;
ARCAN
Soetjiningsih, (1997), ASI Petunjuk Untuk tenaga
Kesehatan. Jakarta;ECG
Sugiyono, 2007. Statistika untuk penelitian.
Bandung: ALFABETA.
http://aimiTasya,
Amanda.
2008.
asi.org/2008/08/indonesia-dan-asi/.
(diakses 28-12-2008)
Hubungan Stimulasi Orang Tua Tentang Toilet Training Dengan Kemandirian Anak Dalam mengontrol BAB dan BAK (Dwi Wahyuningtyas)
PENELITIAN ILMIAH
Hubungan
Tentang
Stimulasi
Toilet
Orang
Training
Tua
Dengan
Kemandirian Anak Dalam mengontrol
BAB dan BAK Pada Usia 3 – 4 Tahun
The Relationship Between Parents’
Stimulation About Toilet Training With
Children Independency In Controlling
Defecating (BAB) And Urinating (BAK) In
The Age 3-4 Years Old
DWI WAHYUNINGTYAS *)
ULVA NOVIANA **)
*) Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura
**) Program Studi Ilmu Keperawatan,
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Ngudia Husada
Madura
85
ABSTRACT
Toilet training is a kind of stimulation to train
children independence in defecating (BAB) and urinating
(BAK). The premier study which is conducted in the early
age children education (PAUD) in Mlajah area
kabupaten Bangkalan to the 10 children it was found that
about 30 % children cannot control urinating (BAK) and
about 10% cannot control urinating (BAK). The purpose
of the research is to know the relationship between
parents’ stimulation about toilet training with children
independency in controlling defecating (BAB) and
urinating (BAK) in the age 3-4 years old. The population
of this research is the whole parents who have children
age 3-4 years old in PAUD Mlajah area Kabupaten
Bangkalan about 63 children with the number of the
sample is 55 respondents. The sample is taken by using
simple random sampling. The independent variable is
parents’ stimulation about toilet training, and the
dependent variable is children independence in
controlling defecating (BAB) and urinating (BAK). The
data collection uses questionnaire with statistical test
Spearman rank. The result of the research shows that
parents who give stimulation about toilet training is
41,8% and the children independence age 3-4 years old
in controlling defecating (BAB) and urinating (BAK) is
41,8 %. Based on the Spearman rank statistical test with
meaningful value (p) 0,000, by using α= 0,05 it is found
that p is smaller than α [0,000 , 0,05] so that it can be
concluded that there is relationship between parents’
stimulation about toilet training with children
independency in controlling defecating (BAB) and
urinating (BAK) in the age 3-4 years old. Based on the
result of the research it is suggested to the medical
workers/ educational institution to give more information
about toilet training to the society by conducting training
or giving leaflet so that it can improve children
independence in controlling defecating (BAB) and
urinating (BAK).
Key words: toilet training stimulation, children
independency in controlling defecating (BAB) and
urinating (BAK)
Correcpondence : Dwi Wahyuningyyas, Jl. R.E. Martadinata, Bangkalan, Indonesia
PENDAHULUAN
Pembangunan manusia masa depan
dimulai dengan pembinaan anak masa sekarang.
Untuk mempersiapkan SDM yang berkulitas dimasa
yang akan datang maka anak perlu di didik agar
menjadi anak yang mandiri serta tumbuh dan
berkembang
seoptimal
mungkin
sesuai
kemampuannya (IDAI, 2002). Kemandirian perlu
ditanamkan sejak masa batita, karena masa balita
merupakan dasar dari pembentukan kemandirian
seorang anak hingga berusia dewasa. Kemandirian
balita dapat dilihat dari keberhasilannya dalam
melakukan latihan berkemih dan defekasi seperti
anak mampu mengenal sinyal-sinyal saat buang air
dan menahannya sampai tiba di toilet, anak mampu
mengingat letak toilet dan berjalan kearahnya,
mampu membuka celananya sendiri dan harus
menyelesaikan semuanya sebelum siap duduk di
toilet untuk buang air (Gilbert, 2003). Kemandirian
anak dalam mengontrol BAB dan BAK tersebut
dapat dilatih mulai fase anal (1-3 tahun) melalui
stimulasi toilet training.
Stimulasi merupakan kegiatan untuk
merangsang kemampuan dan perkembangan anak
yang dilakukan oleh ibu dan keluarga sehingga
dapat mencapai tingkat perkembangan yang optimal
atau sesuai dengan yang diharapkan. Menurut
penelitian yang dilakukan di Inggris, Irlandia,
Belanda dan New Zealand menunjukkan angka
mengompol pada anak rata- rata yaitu 1 dari anak
usia 6 tahun, 1 dari 7 anak usia 7 tahun, 1 dari 11
anak usia 9 tahun, 1 dari 50-100 orang diatas usia
15 tahun, termasuk orang dewasa. Riset lanjutan
menunjukkan tingkat mengompol pada malam hari
diseluruh dunia bagi anak usia 4 tahun keatas
berkisar antara 10-33 persen. Setengah juta anak di
Inggris dan diantara lima sampai tujuh juta anak di
Amerika serikat sering mengompol (Gilbert, 2003).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di
PAUD Wilayah Kelurahan Mlajah Kabupaten
Bangkalan pada sekitar sepuluh anak didapatkan
bahwa 3 diantaranya masih belum bisa mengontrol
BAK dan 1 diantaranya belum bisa mengontrol BAB.
Dari data tersebut ternyata masih ada anak usia 3-4
tahun yang tidak bisa mengontrol BAB dan BAK,
padahal seharusnya anak usia 1-3 tahun sudah
mulai bisa mengontrol BAB dan BAK.
Gangguan pengontrolan berkemih dan
defekasi tersebut dapat disebabkan oleh beberapa
86
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 85 - 91
faktor yaitu faktor internal (anatomi kandung kemih,
jenis kelamin, umur, motivasi, status gizi,
kemampuan meniru, kecerdasan dan gangguan
perkembangan) dan faktor eksternal (pengetahuan
orang tua, pendidikan orang tua, pola asuh orang
tua, sosial ekonomi, stimulasi toilet training,
penghargaan dan dorongan keluarga, stabilitas
rumah tangga dan penolakan terhadap anak).
Manfaat apabila anak mampu mengontrol berkemih
dan defekasi yaitu dapat melatih anak untuk percaya
pada kemampuan dirinya sekaligus menumbuhkan
kemandiriannya, Selain itu Gerakan-gerakan yang
dilakukan anak saat melakukan latihan toilet ini
sangat baik untuk melatih kemampuan motorik anak
sekaligus menstimulasi otak lewat gerakan-gerakan
yang di lakukan pada saat melakukan latihan
berkemih dan defekasi.
Beberapa
upaya
pemerintah
dalam
mengatasi masalah pengontrolan BAB dan BAK
yaitu dengan PAUD (pendidikan anak usia dini)
merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun. PAUD
merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan
pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan
dasar kearah pertumbuhan dan perkembangan fisik
dan kecerdasan: daya pikir, daya cipta, emosi,
spiritual, berbahasa atau komunikasi, sosial. Selain
itu program Early Stimulation program (program
stimulasi mental dini) mulai mendapat perhatian dan
digalakkan sebagai upaya pelengkap pada
pelayanan kesehatan terhadap anak balita agar
perkembangan psikomotor anak terjamin dan
persiapan anak balita untuk pendidikan formal
selanjutnya menjadi lebih baik (FKUI, 2002).
Dengan adanya permasalahan diatas,
maka perlu diteliti lebih jauh hubungan stimulasi
orang tua tentang toilet training dengan kemandirian
anak dalam mengontrol BAB dan BAK. Tujuan akhir
dari penelitian ini adalah untuk menganalisis
hubungan stimulasi orang tua tentang toilet training
dengan kemandirian anak usia 3-4 tahun dalam
mengontrol BAB dan BAK di PAUD Wilayah
Kelurahan Mlajah Kabupaten Bangkalan.
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep dasar tentang perkembangan anak usia
3-4 tahun
Perkembangan
adalah
bertambahnya
kemampuan dan struktur (fungsi) tubuh yang lebih
kompleks dalam pola yang teratur, dapat
diperkirakan, dapat diramalkan sebagai hasil dari
proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ,
dan sistemnya yang terorganisasi (Nursalam, 2005).
Freud
mengemukakan
bahwa
perkembangan psikoseksual anak terdiri atas
beberapa fase yaitu fase oral (0 sampai 11 bulan),
fase anal (1 sampai 3 tahun), fase falik (3 sampai 6
tahun), fase laten (6 sampai 12 tahun), dan fase
genital (12 sampai 18 tahun). Tahapan akhir masa
perkembangan menurut Freud adalah tahapan
genital ketika anak mulai masuk fase pubertas, yaitu
dengan adanya proses kematangan organ
reproduksi dan produksi hormon seks.
Penilaian perkembangan anak memiliki
banyak model dan macamnya. Ada banyak tes
parameter atau tes untuk perkembangan anak
misalnya tes IQ, tes psikomotorik, tes prestasi dan
lain-lain. Terkait dalam upaya memberikan asuhan
kesehatan pada balita, supaya dapat melakukan
deteksi perkembangan anak, seseorang lebih dahulu
harus
memahami
aspek-aspek
dalam
perkembangan anak. Menurut Frankerburg terdapat
empat aspek perkembangan anak balita yaitu : 1)
Kepribadian/ tingkah laku sosial (personal social),
yaitu aspek yang berhubungan dengan kemampuan
untuk mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi
dengan lingkungan; 2) Motorik halus (fine motor
adaptive), yaitu aspek yang berhubungan dengan
kemampuan anak untuk mengamati sesuatu dan
melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian
tubuh tertentu dan otot-otot kecil, memerlukan
koordinasi yang cermat, serta tidak memerlukan
banyak tenaga, misalnya memasukkan manik-manik
ke dalam botol dan menggunting; 3) Motorik kasar
(gross motor), yaitu aspek yang berhubungan
dengan pergerakan dan sikap tubuh yang
melibatkan sebagian besar bagian tubuh karena
dilakukan dilakukan oleh otot-otot yang lebih besar
sehingga memerlukan cukup tenaga, misalnya
berjalan dan berlari; dan 4) Bahasa (language), yaitu
aspek yang behubungan dengan kemampuan untuk
memberikan respon terhadap suara, mengikuti
perintah, dan berbicara secara spontan (Nursalam,
2005).
Kemandirian sebagai salah satu bentuk dari
pencapaian perkembangan anak. Ciri- ciri anak
mandiri menurut Kurniasih (2008) adalah : 1)
Tampak dengan enggan dibantu dalam melakukan
sesuatu; 2) Terlihat berani menghadapi tantangan,
sekaligus tidak mudah putus asa karena ia tahu
bagaimana cara mencari alternatif penyelesaian
masalah; 3) Lebih yakin dan berani mencoba hal-hal
yang belum pernah dilakukannya. Ia juga berani
bertanya secara kritis tentang hal-hal yang tidak
sesuai dengan pemikirannya; dan 4) Biasanya
memiliki rasa tanggung jawab dan menunjukkannya
melalui pelaksanaan aktivitas harian, seperti mandi,
berpakaian, makan dan lainnya, serta mau
memberekan
barang-barang
yang
telah
dipergunakan olehnya.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan
untuk melatih anak mandiri, yaitu : memberI
kesempaan memilih; hargailah usahanya, hindari
banyak bertanya, jangan langsung menjawab
pertanyaan, dan dorong untuk melihat alternative.
Sedangkan beberapa hal yang menghambat
kemandirian adalah : orang tua yang terlalu
melindungi, orang tua yang selalu menolong, orang
tua sebagai model atau contoh yang tepat, konflik
diantara orang tua dan sikap penolakan terhadap
anak, dan kurang terpenuhinya kebutuhan psikis
anak
Konsep dasar tentang stimulasi orang tua
Stimulasi adalah perangsangan yang
datang dari lingkungan luar anak. Stimulasi
merupakan hal yang sangat penting dalam tumbuh
kembang anak. Anak yang banyak mendapat
stimulasi yang terarah akan lebih cepat berkembang
di bandingkan dengan anak yang kurang atau
bahkan tidak mendapat stimulasi (Nursalam, 2005).
Menurut Walgito (2004), Stimulus dapat
Hubungan Stimulasi Orang Tua Tentang Toilet Training Dengan Kemandirian Anak Dalam mengontrol BAB dan BAK (Dwi Wahyuningtyas)
menarik perhatian individu melalui beberapa cara
yaitu: intensitas atau tekanan stimulus, ukuran
stimulus, perubahan stimulus, ulangan dari stimulus,
dan pertentangan atau kontras dari stimulus
Konsep dasar toilet training
Toilet Training
merupakan cara untuk
melatih anak agar bisa mengontrol buang air kecil
maupun buang air besar. Latihan berkemih dan
defekasi adalah tugas perkembangan anak usia
todler sehingga waktu yang tepat untuk melakukan
toilet training yaitu pada fase anal (1-3 tahun).
Supaya buah hati berhasil melaksanakan toilet
training, ia harus siap secara mental maupun fisik.
Para ilmuwan telah mengidentifikasi beberapa
tahapan
yang
akan
dilalui
anak
ketika
mengembangkan fungsi kontrol terhadap kandung
kemih dan isi perutnya, yaitu : 1) anak akan
menyadari bahwa popok maupun pakaiannya basah
atau kotor, dan hal ini dapat terjadi sejak umur 15
bulan; anak tahu perbedaan antara buang air kecil
atau besar, dan dapat mempelajari kata-kata untuk
memberi tahu kita bila ini terjadi. Umur 18 sampai 24
bulan atau lebih adalah masa pengenalan pada
tahap ini; 3) anak dapat memberi tahu terlebih
dahulu bahwa dia perlu membuang air, dengan
peringatan yang cukup agar kita memiliki banyak
waktu untuk mengantarnya dan rata-rata hal ini
dapat terjadi antara usia 2,5 dan 3 tahun; dan 4)
anak cukup dapat melakukan kontrol atas kandung
kemihnya dan dapat menahan keinginan buang air
selama beberapa waktu.Ini terjadi pada umur 3
tahun ke atas (Supartini, 2004).
Anak laki-laki cenderung lebih lambat
dalam penguasaan kontrol terhadap kandung
kemihnya dibandingkan anak perempuan. Suatu
studi menunjukkan bahwa rata-rata anak laki-laki
memang memulai dan menguasai latihan toilet lebih
lama dibanding anak perempuan. Perbedaan ini
kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
1) sistem saraf anak laki-laki berkembang lebih
lama. Anak perempuan dapat mulai menguasai
keinginan buang airnya pada umur 18 bulan,
sementara anak laki-laki mungkin baru setelah
berusia 22 bulan; 2) wanita cenderung menjadi
pengasuh utama sehingga anak laki-laki tidak
memperhatikan sesama laki-laki yang menjadi figur
panutan sesering anak perempuan; dan 3) anak lakilaki sepertinya kurang sensitif dengan rasa basah di
kulit mereka (Gilbert, 2003).
Tugas atau kemampuan anak todler yang
di capai saat toilet training adalah sebagai berikut:
1) duduk (jongkok) di toilet atau wc tanpa rewel,
menangis, atau tiba-tiba pergi; 2) buang air kecil
atau buang air besar secara teratur; 3) menunggu
sampai terjadi buang air kecil atau buang air besar;
4) menunjukkan keinginan untuk buang air kecil atau
buang air besar baik secara verbal maupun
nonverbal; 5) meminta ke toilet atau langsung ke
toilet; 6) tetap kering dalam periode beberapa jam;
7) naik ke toilet secara mandiri; 8) meminta bantuan
untuk melepaskan celananya sendiri sebelum ke
kamar mandi; 9) melepaskan pakaiannya sendiri
sebelum ke kamar mandi; 10) membersihkan daerah
genital sendiri; 11) menyiram toilet atau wc;
12) mengenakan pakaiannya sendiri secara mandiri;
87
13) mencuci tangan dengan sabun; dan
14) mengeringkan tangan dengan handuk.
Prosedur Toilet training pada anak todler
dapat mengikuti langkah-langkah berikut : 1) orang
tua sebaiknya memimpin atau mengajak anak ke
kamar
mandi
dengan
mandiri,
bukan
menggendongnya; 2) agar anak dapat melepaskan
dan mengenakan pakaiannya secara mandiri,
pergunakanlah celana yang mudah untuk di
lepaskan; 3) dudukanlah atau jongkokkan anak
diatas toilet, orang tua menemani duduk jongkok di
hadapannya dan mengajaknya bicara atau bacakan
cerita lucu; 4) memuji tindakan anak yang kooperatif;
5) jika menggunakan pispot, sebaiknya pispot
ditempatkan di kamar mandi, bukan ditempat tidur
maupun di dapur; 6) bila anak tidak berhasil
berkemih atau defekasi dalam waktu lebih dari 5
menit, anak jangan dimarahi dan puji atas
kerjasamanya bukan berhasil atau tidaknya anak,
Sedangkan bila anak berhasil melakukan buang air
kecil atau buang air besar puji anak atas
keberhasilannya; 7) biasakan anak pergi ke toilet
pada jam-jam tertentu, misalnya pagi hari setiap
bangun tidur, siang dan malam hari sebelum tidur; 8)
ajari anak untuk membersihkan sendiri, khususnya
anak perempuan harus membersihkan dari depan ke
belakang untuk mencegah infeksi; 9) anjurkan untuk
selalu mencuci tangan setelah menggunakan toilet;
dan 10) agar keterampilan tercapai sebaiknya orang
tua bersikap santai.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian analitik
korelasi dengan pendekatan retrospektif. Variabel
desain penelitian ini adalah variabel bivariat yang
dibedakan menjadi 2 variabel yaitu variabel
dependen dan variabel independen. Variabel
independen dalam penelitian ini adalah stimulasi
orang tua tentang toilet training. Sedangkan variabel
dependennya adalah kemandirian anak dalam
mengontrol BAB dan BAK pada usia 3-4 tahun.
Populasi dalam penelitian ini adalah orang
tua yang memiliki anak usia 3-4 tahun di PAUD
Wilayah Kelurahan Mlajah Kabupaten Bangkalan
sebanyak 63 anak. Sampel yang diambil
berdasarkan criteria inklusi dan eksklusi. Kriteria
inklusinya adalah ibu yang bersedia menjadi
responden, anak usia 3-4 tahun, anak yang
bersekolah di PAUD Wilayah Kelurahan Mlajah,
anak yang tidak menderita cacat fisik. Sedangkan
kriteria eksklusinya adalah ibu yang tidak bersedia
menjadi responden, anak yang berusia kurang dari 3
tahun atau lebih dari 4 tahun, dan anak yang
menderita cacat fisik. Dari kriteria di atas dan hasil
perhitungan didapatkan sampel dalam penelitian ini
berjumlah 55 responden.
Setelah semua data terkumpul dan
diperiksa dengan selengkapnya kemudian dilakukan
analisa data dengan menggunakan uji statistik
Spearman Rank. Data penelitian ini dilakukan
pengambilan april – Juli 2009.
88
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 85 - 91
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Karaktersitik Responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini
meliputi tingkat pendidikan ibu, umur ibu, pekerjaan
ibu. Hasil penelitian tentang karaktersitik responden
adalah sebagai berikut :
Tabel 1
Distribusi frekuensi responden berdasarkan
pendidikan ibu yang mempunyai anak usia 3-4 tahun
di PAUD Wilayah Kelurahan Mlajah Kabupaten
Bangkalan tahun 2009
Pendidikan
Frekuensi
Persentase (%)
Tidak tamat SD
0
0
SD
5
9,1
SMP
7
12,7
SMA
30
54,6
Perguruan Tinggi
13
23,6
Total
55
100
Sumber :Perolehan data dari lapangan juni 2009
Dari tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa
mayoritas responden di Wilayah Kelurahan Mlajah
Kabupaten Bangkalan berpendidikan SMA yaitu
sebanyak 30 orang (54,6 %).
Tabel 2
Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur ibu
yang mempunyai anak usia 3-4 tahun di PAUD
Wilayah Kelurahan Mlajah Kabupaten Bangkalan
tahun 2009
Umur
Frekuensi
Persentase (%)
16-20
4
7,4
21-25
8
14,5
26-30
17
30,9
31-35
18
32,7
>35
8
14,5
Total
55
100
Sumber: Perolehan data dari lapangan juni
2009
Dari tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa
mayoritas responden di Wilayah Kelurahan Mlajah
Kabupaten Bangkalan berusia 31-35 tahun yaitu
sebanyak 18 orang (32,7 %).
Tabel 3
Distribusi Frekuensi responden berdasarkan
pekerjaan ibu yang mempunyai anak usia 3-4 tahun
di PAUD Wilayah Kelurahan Mlajah Kabupaten
Bangkalan tahun 2009
Pekerjaan
Frekuensi
Persentase (%)
IRT
30
54,5
Petani
0
0
Swasta
14
25,5
PNS
11
20
Total
55
100
Sumber: Perolehan data dari lapangan juni 2009
Dari tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa
mayoritas responden di Wilayah Kelurahan Mlajah
Kabupaten Bangkalan pekerjaannya sebagai IRT
yaitu sebanyak 30 orang (54,5 %).
Stimulasi orang tua tentang toilet training pada
anak usia 3-4 tahun
Hasil penelitian tentang stimulasi orang tua
tentang toilet training pada anak usia 3 – 4 tahun
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4
Distribusi frekuensi responden berdasarkan jumlah
ibu yang memberikan stimulasi tentang toilet training
anak usia 3-4 tahun di PAUD Wilayah Kelurahan
Mlajah Kabupaten Bangkalan tahun 2009
Stimulasi orang tua
Frekuensi Persentase (%)
tentang toilet training
Baik
23
41,8
Cukup
20
36,4
Kurang
12
21,8
Total
55
100
Sumber: Perolehan data dari lapangan juni 2009
Berdasarkan
hasil
penelitian
yang
ditunjukkan pada tabel 4 di atas bahwa dari 55
orang tua yang memiliki anak usia 3-4 tahun yang
memberikan stimulasi tentang toilet training dengan
baik yaitu sebanyak 23 orang (41,8 %). Hal ini bisa
disebabkan oleh faktor pendidikan dari orang tua
dalam memberikan stimulasi toilet training.
Berdasarkan tabel 4.1 mayoritas tingkat pendidikan
responden berpendidikan SMA yaitu sebanyak 30
orang (54,6 %). Pendidikan orang tua dapat
mempengaruhi keberhasilan dalam pemberian
stimulasi tentang toilet training karena orang tua
yang berpendidikan tinggi lebih mudah menerima
dan memahami informasi yang ada sehingga
pengetahuan orang tua tentang pemberian stimulasi
toilet training pada anaknya akan baik pula.
Pengetahuan merupakan hal yang mendasar bagi
seseorang untuk berperilaku secara ilmiah selain itu
pengetahuan juga tergantung dari dasar pendidikan
yang dimiliki dan informasi yang diperoleh baik dari
berbagai media informasi, pengalaman pribadi
maupun pengalaman orang lain.
Menurut
Kuncoroningrat, 1997, “Makin tinggi pendidikan
seseorang makin mudah menerima informasi
sehingga makin banyak pula pengetahuan yang
dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan
menghambat perkembangan sikap seseorang
terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan”
(Mubarak, 2006).
Selain itu umur dari orang tua sangat
mempengaruhi
tingkat
keberhasilan
dalam
memberikan stimulasi tentang toilet training.
Berdasarkan tabel 4.2 mayoritas responden berusia
31-35 tahun yaitu sebanyak 18 orang (32,7 %).
Semakin bertambah usia seseorang seharusnya
memiliki pengalaman yang lebih dalam memberikan
stimulasi tentang toilet training dibandingkan dengan
orang tua yang baru belajar dalam memberikan
stimulasi pada anaknya. Hal ini disebabkan karena
65
orang tua sudah belajar dari pengalaman
sebelumnya dalam memberikan stimulasi tentang
toilet training pada anak. Hasil riset menunjukkan
bahwa orang tua yang telah mempunyai
pengalaman sebelumnya dalam merawat anak akan
lebih siap menjalankan peran pengasuhan dan lebih
relaks dalam memberikan stimulasi tentang toilet
training (Supartini, 2004).
Hubungan Stimulasi Orang Tua Tentang Toilet Training Dengan Kemandirian Anak Dalam mengontrol BAB dan BAK (Dwi Wahyuningtyas)
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.3
mayoritas responden bekerja sebagai IRT yaitu
sebanyak 30 orang (54,5 %). Faktor pekerjaan dari
orang tua juga berpengaruh terhadap keberhasilan
pemberian stimulasi tentang toilet training, semakin
sibuk orang tua dengan pakerjaannya maka
kuantitas bertemu antara orang tua dan anak sangat
sedikit sehingga orang tua tidak optimal dalam
memberikan stimulasi tentang toilet training pada
anaknya. Pekerjaan orang tua adalah sumber
penghasilan bagi keluarga yang dapat memenuhi
kebutuhan fisik, psikologis dan spiritual keluarga.
Akan tetapi, kebersamaan dalam keluarga juga
merupakan hal yang penting dalam memenuhi
kebutuhan psikologis anggota keluarga dalam
memberikan stimulasi tentang toilet training
(Supartini, 2004). Selain itu, Menurut hasil penelitian
seseorang yang mempunyai pekerjaan yang penting
dan melakukan aktivitas yang tinggi akan cenderung
melepas peranan dan tanggung jawab mengasuh
dan melatih anak dalam mengontrol BAB dan BAK
(Windayati, 2006).
Kemandirian anak usia
mengontrol BAB dan BAK
3-4
tahun
dalam
Hasil penelitian tetang kemandirian anak
usia 3 – 4 tahun dalam mengontrol BAB dan BAK di
PAUD Wilayah Kelurahan Mlajah Kabupaten
Bangkalan adalah seperti pada tabel berikut :
Tabel 5
Distribusi frekuensi kemandirian anak dalam
mengontrol BAB dan BAK usia 3-4 tahun di PAUD
Wilayah Kelurahan Mlajah Kabupaten Bangkalan
pada tahun 2009
Kemandirian anak usia 3- Frekuensi Persentase
4 tahun dalam mengontrol
(%)
BAB ban BAK
Sangat mandiri
23
41,8
Cukup mandiri
19
34,5
Kurang mandiri
13
23,7
Total
55
100
Sumber: Perolehan data dari lapangan juni 2009
Berdasarkan
hasil
penelitian
yang
ditunjukkan pada tabel 5 di atas didapatkan bahwa
mayoritas responden memiliki anak yang sangat
mandiri dalam mengontrol BAB dan BAK yaitu
sebanyak 23 orang (41,8%). Berdasarkan data dari
89
hasil kuesioner mayoritas anak sudah dapat
melepas dan memakai pakaiannya sendiri setelah
BAB dan BAK, tidak mengompol dan BAB
sembarangan lagi dan anak sudah membiasakan diri
mencuci tangan setelah BAB dan BAK. Kebiasaaan
anak untuk melakukan sesuatunya sendiri tanpa di
bantu orang lain dan mencoba hal-hal baru
merupakan
hal
yang
bermanfaat
bagi
perkembangan kemandiriannya dalam mengontrol
BAB dan BAK. Kebiasaan anak dalam mengontrol
BAB dan BAK dapat di peroleh dari dalam maupun
dari lingkungannya.
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa
mayoritas orang tua bekerja sebagai IRT yaitu
sebanyak 30 orang (54,5 %). Pekerjaan ibu sebagai
IRT akan meningkatkan interaksi timbal balik antara
anak dan orang tua sehingga akan tercipta
kedekatan dan hubungan kasih sayang yang erat
antara ibu dan anak. Hubungan kasih sayang yang
erat akan menimbulkan rasa aman pada anak. Jika
anak sudah merasa aman maka anak tidak akan
merasa khawatir ketika di tinggal dan dapat
melakukan kegiatan mengontrol BAB dan BAK
secara mandiri (Kennedy, 2004).
Menurut data hasil kuesioner mayoritas
anak
sudah
tidak
mengompol
dan
BAB
sembarangan lagi hal ini disebabkan anak mampu
mengenal
sinyal-sinyal saat ia buang air dan
menahannya sampai tiba di toilet, selanjutnya anak
ingat letak toilet dan berjalan kearahnya serta
membuka dan memakai celananya secara mandiri.
Keberhasilan anak tersebut dalam mengontrol BAB
dan BAK merupakan salah satu tanda kemandirian
anak karena anak sudah mengetahui tempat yang
tepat untuk BAB dan BAK.
Hubungan Stimulasi Orang Tua tentang Toilet
Training dengan Kemandirian anak dalam
mengontol BAB dan BAK usia 3-4 tahun
Hasil analisis tentang hubungan antara
stimulasi orang tua tentang toilet training dengan
kemandirian anak dalam mengontol BAB dan BAK
usia 3-4 tahun di PAUD wiilayah kerja Kelurahan
Mlajah
Kabupaten Bangkalan adalah sebagai
berikut :
Tabel 6
Tabulasi silang antara stimulasi orang tua tentang toilet training dengan kemandirian anak dalam mengontrol
BAB dan BAK di PAUD Wilayah Kelurahan Mlajah Kabupaten Bangkalan pada tahun 2009
Stimulasi orang
Kemandirian anak dalam mengontrol BAB dan BAK
tua tentang toilet
Baik
Cukup
Kurang
Total
training
∑
%
∑
%
∑
%
∑
%
Baik
16
69,6
5
21,7
2
8,7
23
100
Cukup
5
25
11
55
4
20
20
100
Kurang
2
16,7
3
25
7
58,3
12
100
23
111,3
19
101,7
13
87
55
100
Uji statistik Spearman Rank p : 0,000
α 0,05
Berdasarkan hasil tabulasi silang yang
ditunjukkan pada tabel 6 didapat bahwa orang tua
yang memberikan stimulasi toilet training yang baik
mayoritas
kemandirian anak dalam mengontrol
BAB dan BAK baik yaitu sebesar
29,1 % (16
orang), orang tua yang memberikan stimulasi toilet
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 85 - 91
90
training yang cukup mayoritas kemandirian anaknya
juga cukup yaitu sebesar 20 % (11 orang), orang tua
yang kurang dalam memberikan stimulasi toilet
training mayoritas kemandirian anaknya juga kurang
dalam mengontrol BAB dan BAK yaitu sebesar 12,7
% (7 orang).
Dari hasil uji statistik dengan Sperman
Rank dengan nilai kemaknaan (ρ) 0,000 pada tabel
4.7 diperoleh p = 0,000 dengan α = 0,05 dengan
demikian maka didapatkan nilai signifikansi (p) lebih
kecil dari α [0,000<0,05]. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan antara stimulasi orang tua
tentang toilet training dengan kemandirian anak
dalam mengontrol BAB dan BAK.
Dari hasil diatas didapatkan gambaran
bahwa semakin baik orang tua memberikan
stimulasi tentang toilet training maka semakin baik
pula kamandirian anak dalam mengontrol BAB dan
BAK. Berdasarkan hasil kuesioner tentang
pemberian stimulasi toilet training di dapatkan
bahwa mayoritas orang tua telah memberikan pujian
saat anak berhasil melakukan latihan mengontrol
BAB dan BAK. Penghargaan dan dorongan keluarga
terhadap keberhasilan anak dalam latihan berkemih
dan defekasi sangat membantu anak lebih
bersemangat, yakin dan lebih berani untuk
melakukan hal baru dan mencoba kembali latihan
berkemih dan defekasinya. Penghargaan dapat
berupa pujian dari orang tua atas prestasi dan
kemajuan anak, dengan pujian berarti orang tua
telah memberikan penghargaan pada anak sebagai
dorongan untuk mempunyai rasa percaya diri dalam
menumbuhkan kemandirian anak (Supartini, 2004).
Dari hasil kuesioner yang disebarkan
kepada responden didapatkan bahwa orang selalu
membiasakan anaknya pergi ke toilet pada jam-jam
tertentu misalnya pada pagi hari bangun dari tidur.
Kebiasaan tersebut akan membantu anak untuk
memperoleh pengalaman ketika berlatih mengontrol
BAB dan BAK. Semakin banyak pengalaman anak
dalam mengontrol BAB dan BAK akan membantu
meningkatkan kemandirian anak dalam mengontrol
BAB dan BAK. Sejumlah pengalaman yang
berpengaruh secara menguntungkan
terhadap
kebiasaan, sikap dan pengetahuan yang ada
hubungannya
dengan peningkatan kemandirian
anak dalam mengontrol BAB dan BAK (Mubarak,
2006).
Menurut Kurniasih dalam bukunya yang
berjudul “Lima Tahun Pertama yang Luar Biasa
(Perkembangan Balita)”, bahwa kemandirian bisa
diperoleh melalui pelatihan yang tepat (stimulasi),
yaitu disesuaikan dengan tingkat kematangan dan
usia anak, serta stimulasi yang dilakukan secara
terus-menerus dengan konsisten. Antara lain
dengan memberikan tugas-tugas sederhana dalam
melatih mengontrol BAB dan BAK agar anak dapat
melakukan dengan mudah, sehingga dapat
membangun rasa percaya diri anak untuk
melakukan latihan pengontrolan BAB dan BAK
secara mandiri.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
PAUD
Stimulasi orang tua tentang toilet training di
Wilayah Kelurahan Mlajah Kabupaten
Bangkalan sebagian besar adalah baik sebesar 41,8
%.
Kemandirian anak usia 3-4 tahun dalam
mengontrol BAB dan BAK di PAUD Wilayah
Kelurahan Mlajah Kabupaten Bangkalan sebagian
besar adalah baik sebesar 41,8 %.
Ada hubungan antara stimulasi orang tua
tentang toilet training dengan kemandirian anak usia
3-4 tahun dalam mengontrol BAB dan BAK di PAUD
Wilayah Kelurahan Mlajah Kabupaten Bangkalan.
Saran
Orang tua dapat memperluas pengetahuan
tentang pemberian stimulasi toilet training sehingga
anak dapat dilatih untuk bisa mengontrol BAB dan
BAK secara mandiri misalnya membaca majalah
tentang anak.
Bagi peneliti selanjutnya dapat dijadikan
masukan untuk melakukan penelitian selanjutnya
dan dalam melakukan pengkajian diharapkan lebih
luas dan lebih seksama sehingga hasil yang didapat
menjadi lebih baik dan dapat melengkapi
kekurangan-kekurangan dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Danim, Sudarwan. 2003. Riset Keperawatan Sejarah
dan Metodologi. Jakarta: EGC.
Gilbert, Jane. 2003. Latihan Toilet. Jakarta:
Erlangga.
Virgitha. 2002. Masalah Pelatihan Buang Air (Toilet
Training). Bersumber dari www.
Medicastore. Com diakses januari 2008.
Kurniasih, Dedeh, dkk. 2008. Serial Buku Nakita
Panduan Tumbuh Kembang Anak Lima
Tahun Pertama yang Luar Biasa.
Tangerang: Penerbitan Sarana Bobo.
Kennedy, Michelle.2004. Melatih Anak agar Mandiri
99 Tips Jitu bagi Orang Tua. Jakarta:
Erlangga.
Mubarak, Wahit, dkk. 2006. Ilmu Keperawatan
Komunitas 2. Jakarta: Sagung Seto.
Musbir, Wastidar. 2006. 50 Tahun IBI Menyongsong
Masa Depan. Jakarta: Pengurus Pusat
Ikatan Bidan Indonesia.
Mushoffa, Aziz. 2004. Mendidik Buah Hati dengan
Cinta. Surabaya: Eureka.
Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan
Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan
Perilaku Kesehatan. Jakarta: Asdi
Mahasatya.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sugiyono. 2007. Statistik untuk Penelitian. Jawa
Barat: Alfa Beta.
Suherman. 2000. Buku Saku Perkembangan Anak.
Jakarta: EGC.
Supartini, Yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar
Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak.
Jakarta: EGC.
Hubungan Stimulasi Orang Tua Tentang Toilet Training Dengan Kemandirian Anak Dalam mengontrol BAB dan BAK (Dwi Wahyuningtyas)
Thompson, June. 2003. Toddlercare Pedoman
Untuk Merawat Balita. Jakarta: Erlangga.
Walgito, Bimo. 2004. Pengantar Psikologi Umum.
Yogyakarta: Andi.
91
Windayati, yoyi. 2006. KTI Hubungan Pengetahuan,
Pendidikan dan Pekerjaan ibu dengan
Pemberian MP ASI Secara Dini pada Bayi
usia 0-6 bulan.
92
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 92 - 99
PENELITIAN ILMIAH
Upaya Peningkatan Jumlah Kunjungan
ABSTRACT
Pelayanan Antenatal Di Rumah Sakit
Antenatal care is health service for pregnant
women during gestation period adherent to antenatal
service standard. Antenatal visit at Dr. Soctomo
General Hospital (DSGH) decreased in contrast with
the condition at Surabaya Catholic Hospital (SCH). To
be able to improve antenatal care at DSGH, a
Functional Benchmarking study was excecuted at SCH.
The objective of this research is to formulate efforts for
increasing pregnant women's antenatal visit at DSGH.
This
was
an
observational
research
using
Benchmarking study and cross sectional method.
Carried out in June 2003, the total respondents were
100 pregnant mother's characteristics, service quality
and the tariff of antenatal service. T test was used to
analysis data. The difference showed at 1) Reliability
Dimension i.e. patient's satisfaction and satisfaction
upon examination; 2) Assurance Dimension in particular
service's certainly, matched expectation; future
antenatal service; 3) Emphaty Dimension i.e. attentive
and patient during examination; 4) Responsiveness
Dimension i.e. waiting time for antenatal examination
and waiting time for lab test, and 5) Tariff information
i.e. tariffs difference and tariffs procedure. Based on the
result of Functional Benchmarking study, a
recommendation was formulated to increase antenalal
visit at DSGH.
Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
Effort To Increase Antenatal Sevice Visits:
A Study In Local Public Hospital Dr.
Soetomo Surabaya
SUNARSIH*)
*) Program Studi Kebidanan Sutomo
Politeknik Kesehatan Depkes Surabaya
Keywords ; Benchmarking, pregnant women, antenatal
visit
Correcpondence : Sunarsih, Jl. Prof. Dr. Moestopo, Surabaya, Indonesia
PENDAHULUAN
Program Kesehatan ibu dan anak bertujuan
meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan
kesehatan ibu dan anak secara efektif dan efisien.
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan
yang diberikan kepada ibu selama masa
kehamilannya sesiiai dengan standar pelayanan
antenatal yang sudah ditetapkan.
Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia pada
tahun 1986 adalah 450 per 100.000 kelahiran hidup
dan pada tahun 1994 menjadi 390 per 100.000
kelahiran hidup (SDKI, 1.994). Hal tersebut
menunjukkan bahwa derajat kesehatan ibu di
Indonesia masih cukup memprihatinkan, sedangkan
penurunan angka kematian ibu sangat lambat. Data
Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
1995 menyebutkan penyebab kematian ibu adalah
perdarahan (66,7%), eklampsi atau keracunan
kehamilan (20,3%) dan infeksi (13,0%). Jenis
perdarahan yang menjadi penyebab utama
kematian ibu bersalin adalah perdarahan pasca
persalinan, yaitu 34% dari seluruh jenis kasus
perdarahan yang menyebabkan kematian ibu
bersalin (Djoko, 1997).
Antenatal care (Pelayanan antenatal)
merupakan salah satu tindakan dalam menjaga
kesehatan serta mencegah terjadinya kesakitan dan
kematian selama hamil, serta mempersiapkan
kondisi ibu sehingga dapat melalui proses
persalinan yang aman, selamat dan dapat
melahirkan bayi yang sehat (Rusiawati, Erwin dan
Agus S, 1995). Pemeriksaan kehamilan perlu
dilakukan oleh ibu selama hamil, mulai dari trimester
pertama
sampai
saat
melahirkan.
Tujuan
pemeriksaan kehamilan adalah mendeteksi risiko
kehamilan ibu sehingga bisa mengurangi kematian
ibu dan bayi.
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr.
Soetomo Surabaya, yang merupakan rumah sakit
rujukan untuk wilayah Indonesia bagian Timur
mempunyai visi sebagai Rumah Sakit Pendidikan
terbaik dan terpandang di Indonesia, dengan ciri-ciri
keluaran seperti : aman, informatif, efektif, efisien,
mutu, manusiawi, memuaskan. Untuk mencapai visi
tersebut, RSUD Dr. Soetomo Surabaya mempunyai
misi sebagai berikut: pemuka dalam pelayanan,
pemuka dalam pendidikan dan pemuka dalam
penelitian.
RSUD Dr. Soetomo Surabaya memiliki 2
poliklinik hamil yaitu Poliklinik Hamil I dan Poliklinik
Hamil II. Poliklinik hamil I merupakan poliklinik
rujukan dari luar RSUD Dr Soetomo dan
keberadaannya juga lebih lama dibanding poliklinik
hamil II yang hanya digunakan untuk pemeriksaan
kehamilan normal. Menyusun upaya peningkatan
jumlah kunjungan pelayanan antenatal di poliklinik
antenatal RSUD Dr. Soetomo Surabaya melalui
studi Benchmarking di Rumah Sakit Katolik Santo
Vincentius A. Paulo Surabaya.
TINJAUAN PUSTAKA
Faktor
Yang
Mempengaruhi
Pelayanan Kesehatan
Pemanfaatan
Dari berbagai konsep tentang pemanfaatan
pelayanan kesehatan mempunyai komponen yang
hampir sama, namun penulis mengambil yang
mencakup secara keseluruhan adalah rumusan
menurut Green (1991), kerangka konseptual dalam
penelitian ini menggunakan konsep Green 1991)
Upaya Peningkatan Jumlah Kunjungan Pelayanan Antenatal Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya (Sunarsih)
tentang bagaimana seseorang memanfaatkan
pelayanan kesehatan yaitu :
B
= Behaviour (utility)
f
= function
P F = Presdiposing Factors
E F = Enabling Factors
RF .= Reinforcing Factors.
Konsep tersebut menjelaskan bahwa
seseorang
akan
memanfaatkan
pelayanan
kesehatan dipengaruhi oleh, yaitu: (1) Predisposing
Factors:
pengetahuan,
sikap,
keyakinan,
kepercayaan, nilai-niai yang terdapat dalam
diri/individu. (2) Enabling Factors: tersedianya
fasilitas kesehatan dan kemudahan untuk nencapai
menjadi faktor pendukung. (3) Reinforcing Factors:
bahwa keluarga, guru,
karyawan,
petugas
kesehatan,
pemuka
masyarakat,
pengambil
keputusan merupakan pendorong memanfaatkan
fasilitas kesehatan.
Pemasaran
Pemasaran adalah proses sosial dan
manajerial yang membuat seseorang secara pribadi
maupun
kelompok
memperoieh
apa
yang
dibutuhkan dan inginkan melalui mencipta dan
pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan
orang lain (Philip, 1997) Yang mendasari pemasaran
adalah : (1) Kebutuhan adalah suatu keadaan akan
sebagian dari kepuasan dasar yang dirasakan dan
disadari (Supriyanto, 1998). (2) Keinginan adaiah
hasrat untuk memperoleh pemuas tertentu untuk
kebutuhan yang lebih mendalam. (3) Permintaan
adaiah
jumlah
keinginan
terhadap
produk/jasa pelayanan tertentu yang didukung suatu
kemampuan dan kemauan untuk membeli atau
memanfaatkan jasa tersebut (Supriyanto, 1998).
Apabila
pelayanan
kesehatan
dapat
dikatakan sebagai perusahaan, maka syarat yang
harus dipenuhi oleh suatu perusahaan agar dapat
sukses dan dapat menyampaikan barang dan jasa
sesuai yang diinginkan konsumen dengan harga
yang pantas (Levitt, 1987).
Beberapa faktor yang prinsip bahwa jasa
yang harus diberikan dalam pelayanan kesehatan
memenuhi kriteria atau atribut (Parasuraman, et al),
1985). (1) Daya serap (responsiveness) (2) Jaminan
(assurance). (3) Bukti langsung (tangibles). (4)
Kepedulian (empathy). (5) Keandalan (reliability).
Pelayanan kesehatan rumah sakit
Dengan
semakin
meningkatnya
pengetahuan masyarakat akan haknya sebagai
penerima jasa pelanggan serta kemampuan
dibidang finansial, sehingga mampu memilih
berbagai alternatif pelayanan yang bemutu yang
dapat memberikan kepuasan bagi dirinya maupun
maupun Keluarga. Dimasa mendatang Rumah Sakit
akan berkompetisi secara global baik dalam maupun
luar negeri. Tinggi rendahnya mutu Rumah Sakit
sangat dipengaruhi sumber daya rumah sakit yaitu
tenaga. pembiayaan, sarana dan tehnologi yang
digunakan. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan
Rumah Sakit. Secara berfahap dilakukan intervensi
terhadap hal-hal: (1) Meningkatkan mutu rekam
medik Rumah Sakit, (2) Meningkatkan mutu sistem
inforrnasi Rumah Sakit, (3) Menyusun perundang-
93
undangan dan peraturan baru yang dapat
mendukung fungsi rumah sakit pemerintah
sebagai
suatu organisasi sosio ekonomi. (4)
Menyempurnakan
organisasi
Rumah
Sakit
sehingga
dapat berfungsi sebagai unit sosio
ekonomi. (5) Menerapkan sistem akuntansi yang
berdasar "Actual-basis " (6) Menyempurnakan
perencanaan biaya. Dan (7) Meneliti dari
kepustakaan kemampuan dan kemauan masyarakat
untuk membayar biaya pelayanan kesehatan
rumah sakit dan menyusun cara yang mudah dan
sederhana untuk menentukan tarif.
Definisi Benchmarking
Menurut Benchmarking for Competitive
Advantage
dalam
Tomy
Bended,
1995
benchmarking adalah merupakan model dari
manajemen baik evaluasi maupun revolusi dalam
pola pemikiran bisnis.
Menurut Supriyanto (1998) Benchmarking
rumah sakit adalah suatu proses dan proaktif yang
dipakai rumah sakit untuk mengkaji bagaimana
rumah sakit lain menjalankan fungsi tertentu guna
mengembangkan cara rumah sakit itu dalam
menjalankan yang sama atau serupa.
Menurut Koesoemo, (1995) Benchmarking
rumah sakit adalah suatu usaha dari rumah sakit
untuk meningkatkan mutu rumah sakit dengan
membandingkannya dengan rumah sakit lain baik
input, proses dan output.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat studi benchmarking
dengan model benchmarking fungsional. Penelitian
dilakukan di Rumah Sakit Daerah Dr. Sutomo
Surabaya dan Rumah Sakit Katholik Santo
Vincentius A Paulo Surabaya. Pengambilan
dilakukan selama 2 (dua ) minggu. Menggunakan
analisis data uji beda dengan T Tes dengan metode
cross sectional.
Adapun variabel yang dievaluasi yaitu: (1)
Karakteristik ibu hamil meliputi Umur, Pekerjaan,
Pendidikan, Usia Kehamilan, Jumlah Kehamilan. (2)
Variabel
Mutu
Pelayanan
yang
meliputi
Responsiveness, Assurance, Tangible, Empathy,
Reliability. (3) Variabel Tarip.Yang mencakup:
Informasi tarip, Perbedaan tarif, Penerapan tarif,
Keterjangkauan, dan Kesesuaian.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Responden terbesar pada usia 26 - 30 thn
sejumlah 38% dari RSK, dan responcien terkecil
usia 18 - 20 tahun 2%, dan responden RSUD Dr.
Soetomo rata - rata responden berumur 30 thn.
Yang memilih pelayanan antenatal di RSK St.
Vincentius A Paulo dan RSUD Dr. Soetomo.
Menurut Harlock (1998) semakin cukup umur tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih
matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi
kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih
dewasa akan lebih dipercayai dari orang yang belum
cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat
dari pengalaman dan kematangan jiwanya. Makin
tua umur seseorang, makin konstruktif dalam
94
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 92 - 99
menghadapi masalah. Status pekerjaan responden
di RSK St. Vincentius A Paulo Surabaya 60% tidak
bekerja, sedangkan di RSUD Dr. Soetomo 52%.
Secara umum mayoritas responden tidak bekerja.
Dari hasil analisis bahwa tingkat pendidikan
tidak ada perbedaannya, pendidikan responden
yang terbanyak dari kedua rumah sakit adalah
SLTA. Akan tetapi, tingkat pendidikan responden
RSUD Dr. Soetomo lebih tinggi dari tingkat
pendidikan RSK St. Vincentius A Paulo.
Dikarenakan ada yang berpendidikan sarjana strata
satu. Tingkat pendidikan responden sebagian besar
memiliki pendidikan menengah intinya Sekolah
Menengah Umum 73% di RSUD Dr. Soetomo
sedangkan RSK 82%, secara umum pada dua
rumah sakit tidak ada perbedaan. Hal ini disebabkan
karena tingkat pendidikan bukan merupakan
landasan seseorang dalam memutuskan pilihan
pelayanan antenatal. Penelitian ini tidak sejalan
dengan M, Gagne, 1977 yang dikutip dari Thinni, R,
1994 mengatakan bahwa tingkat pendidikan formal
merupakan landasan seseorang dalam berbuat
sesuatu, membuat lebih mengerti dan memahami
sesuatu, atau menerima dan menolak sesuatu.
Tetapi tingkat pendidikan formal juga memungkinkan
perbedaan
pengetahuan
dan
pengambilan
keputusan.
Menurut Mantra (1985) makin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka makin mudah
menerima informasi baik dari orang lain rmupun dari
rnedia massa. Sehingga makin banyak pula
pengetahuan yang dimiliki, mereka akan berpikir
maju dan sanqat ingin mencoba hal - hal atau cara cara yang baru. Dengan sifat yang demikian ini
mendorong mereka keluar dari Iingkungan dan
masuk ke lingkungan pergaulan yang lebih luas.
Umur kehamilan responden terbanyak
adalah tribulan I RSK dari RSUD Dr. Soetomo, hal
tersebut dikarenakan unttik pemeriksaaan kehamilan
di RSK sejak kehamilan minimal 8 minggu. Jumlah
kehamilan responden terbanyak kehamilan pertama
48 % untuk RSK, sedangkan di RSUD Dr. Soetomo
kehamilan kedua sebanyak 48%. Hal tersebut
dimungkinkan karena pada hari rabu merupakan hari
buka kunjungan baru baik primigravida maupun
multigravida pada RSK St. Vincentius A Paulo
Surabaya.
Dimensi Reliability
Dari 8 (delapan) komponen penilaian
dimensi Reliability, yaitu: Antrian cepat, Kepuasan
pelayanan dari pasien datang sampai pulang,
Kepuasan
tindakan
pemeriksaan
kehamilan,
Kepercayaan penanganan, Waktu tanya jawab,
Pemeriksaan kehamilan lebih dari 1 orang, Informasi
pemeriksaan lanjutan, dan Kejelasan informasi, bisa
direkapitulasi dan disajikan dalam tabel 1 di bawah
ini.
Tabel 1
Hasil rekapitulasi penilaian dimensi Reliability di RS Katolik St. Vincentius A Paulo dan RSUD Dr. Soetomo,
Surabaya Juni 2003
Dimensi Reliability
Rumah Sakit
Rata-Rata
Total
Kurang baik
Baik
Sangat Baik
RSK
35
15
4,30
50
(70%)
(30%)
(50%)
RSUD Dr. Soetomo
4
39
7
4,06
50
(8%)
(78%)
(14%)
(50%)
Total
4
74
22
100
(4%)
(74%)
(22%)
(100%)
Analisis uji beda : p = 0,012
Dari hasil analisis bahwa dimensi reliability
secara umum sama, tetapi setelah dirinci dari
responden RSK St. VincentiLrs A Paulo lebih tinggi
dalam hal kepuasan pelayanan dan kepuasan
tindakan pelayanan antenatal. Hal ini disebabkan
karena seseorang untuk datang ke pelayanan
antenatal mempunyai hak untuk memilih dan
menggunakan fasilitas kesehatan yang menjadi
tujuannya untuk mencari kepuasan atas dirinya.
Menurut Kotler, et al (1996) menegaskan
bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan
seseorang setelah membandingkan kinerja dan hasil
yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya.
Dimensi Assurance
Dari 6
(enam)
komponen
penilaian
Dimensi Assurance, yaitu : Keyakinan, Kesesuaian,
Penerimaan, Periksa yang akan datang, Pemeriksa
terbaik, RS disukai bisa direkapitulasi dan disajikan
dalam Tabel 2 di bawah ini.
Upaya Peningkatan Jumlah Kunjungan Pelayanan Antenatal Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya (Sunarsih)
95
Tabel 2
Hasil rekapitulasi penilaian dimensi Assurance di RS Katolik St. Vincentius A Paulo dan RSUD Dr. Soetomo,
Surabaya Juni 2003
Dimensi Assurance
Rumah Sakit
Rata-Rata
Total
Kurang baik
Baik
Sangat Baik
RSK
36
14
4,28
50
(72%)
(28%)
(50%)
RSUD Dr. Soetomo
1
37
12
4,22
50
(2%)
(74%)
(24%)
(50%)
Total
1
73
26
100
(1%)
(73%)
(26%)
(100%)
Analisis uji beda : p = 0,001
Pada sikap pemberi pelayanan terutama
dimensi Assurance ada perbedaan bermakna antara
di RSK Santo Vincentius A Paulo Surabaya dengan
dimensi Assurance mean 4,28 dan di RSUD Dr.
Soatomo Surabaya dimensi Assurance mean 4,22.
Hasil uji T menunjukan ada perbedaan bermakna
antara dimensi Assurance di RSK Santo Vincentius
A Paulo Surabaya dan dimensi Assurance di RSUD
Dr. Soetomo Surabaya dengan nilai p = 0,001. Hal
ini dimungkinkan di RSK Santo Vincentius A Paulo
Surabaya, hubungan antar manusia menyangkut
hubungan interpersonal dengan menyampaikan
keluhan klien kepada petugas kesehatan yang
dipercaya maka membuat klien lepas masalah yang
dihadapi dapat terkurangi beban pikirannya.
Sejak datang sudah merasa mempunyai
pilihan yang sesuai dengan keinginan, sehingga
keseluruhan pemeriksaan kehamilan menurutnya
sudah memenuhi keinginannya.
Dengan pengalarnan datang memeriksakan
kehamilan ke poliklinik yang dipilih tentunya dapat
merasakan hasil pengalaman. Menurut Zeitham, et
al (1993), bahwa seseorang akan ke fasilitas
pelayanan kesehatan berdasarkan pengalaman
masa lampau, dari mulut ke mulut. Faktor- faktor
yang menentukan harapan pelanggan meliputi
kebutuhan pribadi, pengalaman masa lampau,
rekomendasi dari mulut ke mulut dan iklan (Tjiptono,
Fandi, 1997).
Word Of Mouth menurut Zeitham, et al
(1993) merupakan pernyataan secara personal
maupun non personal yang disampaikan oleh orang
lain selain organisasi kepada pelanggan. Word Of
Mouth ini biasanya cepat diterima oleh pelanggan
karena yang menyampaikannya adalah mereka
yang dapat dipercayainya seperti para ahli, teman,
keluarga, dan publikasi dan media massa. Di
samping itu World Of Mouth juga cepat diterima
sebagai referensi karena pelanggan jasa biasanya
sulit mengevaluasi jasa yang belum dibelinya atau
belum dirasakan sendiri. Menurut Zeitham, et al
(1993) pengalaman masa lalu meliputi hal-hal yang
telah dipelajari atau diketahui pelanggan dari yang
pernah diterima di masa lalu. Kesan seseorarig akan
melekat dalarn rekaman, bila saat datang diterima
oleh petugas kesehatan yang menyenangkan maka
cenderung
akan
datang
dan
mengulang
perbuatannya. Sehingga pada keadaan yang sama
klien akan datang kembali di tempat yang sama. Ada
kemungkinan apabila sudah mendapat perlakuan
yang
nyaman
seseorang
mempunyai
kecenderungan tidak mau kembali. Sehingga
apabila dihadapkan dengan suatu pilihan ataupun
perbandingan
maka
seseorang
menetapkan
keputusan sesuai dengan hal yang dihadapi saja.
Sedangkan di RSUD Dr. Soetomo
Surabaya petugas kesehatan pemberi pefayanan
yang menetap adalah bidan, yang tidak memeriksa
kehamilan langsung kepada pasien, sehingga
kurang kamunlkasl dan tidak terjadi hubungan
interpersonal yang mendalam. Seseorang dapat
menyarnpaikan keluhan tersebut karena sudah
merasa percaya. Sehingga klien beium merasa
pemeriksaan kehamilan yang diberikan belum
memenuhi yang diinginkan, harapan seseorang satu
dengan dendan ang lain tentu berbeda.
Petugas pemberi pelayanan antenatal
(bidan, mahasiswa) yang satu dengan yang lain
kemungkinan berbeda dalam cara memberi
sambutan. Dari apa yang diterima klien, maka klien
mengambil sikap tidak mengulang pengalaman yang
kurang menarik, sehingga berpindah ke tempat
pelayanan antenatal yang lain. Oleh sebab itu
akhirnya tidak menentukan poliklinik antenatal di
RSUD Dr. Soetomo Surabaya sebagai Rurnah Sakit
yang terbaik.
Dalam pelayanan kunjungan antenatal
kesesuaian harapan, pemeriksaan kehamilan di
RSK St. Vincentius A Paulo sebagai rumah sakit
terbaik menurut analisis hasil penelitian. Hal ini
kemungkinan dengan adanya petunjuk yang jelas
dan tempat pelayanan antenatal yang dekat dengan
lokasi loket sehingga sangat memudahkan untuk
ditemukan.
Diatur dengan model pengambilan kartu
nomor terlebih dahulu, kemudian setelah loket
dibuka antrian sesuai nomor kartu. Menjadi suatu
prosedur pefayanan bahwa setelah dari loket, lokasi
pemeriksaan sangat dekat karena menjadi satu
lokasi.
Cara pemanggilan tidak satu persatu, tapi
dapaf Iangsung memanggil sepuluh klien. Dari
sepuluh klien yang dipanggil diperiksa kehamilannya
sesuai kapasitas tempat tidur.
Sedangkan di RSUD Dr. Soetomo
Surabaya, tentunya untuk mencari loket mudah
ditemukan karena petunjuk informasi yang jelas.
Berkaitan dengan banyaknya loket karcis dan loket
khusus untuk poliklinik rawat jalan tertentu sehingga
masih harus mencari loket khusus untuk periksa
hamil karena berbagai loket - loket tersebut menjadi
satu lokasi maka tampaknya sangat padat untuk
mencapai tempat tersebut memerlukan waktu.
Sedangkan untuk menuju ke tempat
pemeriksaan memang tidak berada pada satu lantai.
Sehingga klien harus berjalan, sehingga perlu waktu
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 92 - 99
96
lagi. Hal ini yang membuat klien menambah waktu
menjadi lama.
Pemeriksaan kehamilan akan menunggu
status yang dari loket (lantai satu), pemeriksaan
kehamilan sampai di lantai dua, baru kemudian
mulai diperiksa kehamilannya. Di RSK Santo
Vincantlus A Paulo Surabaya melaksanakan tanya
jawab tentang riwayat kehamilan dikerjakan oleh
satu orang tenaga hingga tuntas pemeriksaan. Dan
untuk klien yang memerlukan waktu lama ditentukan
hari buka tertentu, seperti hari rabu khusus untuk
kunjungan
baru baik
primigravida
maupun
multigravida clan dibatasi jumlah kunjungannya,
apabila lebih disarankan untuk hari buka rabu
berikutnya. Apabila ada mahasiswa maka untuk
pemantapan kompetensi dilakukan saat di
laboratorium, sehingga bila sudah diperiksa
mahasiswa, tidak semua diperiksa tagi sehingga
tidak timbul kesan diperiksa oleh lebih satu orang.
Meskipun sebenarnya terjadi juga pada kasus
pemeriksaan kehamilan yang letaknya meragukan
dan perlu didiagnosa yang tepat oleh bidan.
Lagi pula mahasiswa beridentitas banyak
kesamaan dengan tenaga pemeriksa (bidan)
sehingga kurang adanya perbedaan. Kurang terjadi
menunggu lama berkaitan dengan yang memeriksa
kehamilan adalah bidannya sendiri, sedangkan jasa
dokter sebagai konsultan apabila ada kelainan.
Bidan memberi kesempatan konseling,
karena adanya waktu untuk klien berkaitan dengan
memeriksa, hingga saran, nasehat dan obat yang
diperlukan klien adalah tanggung jawab bidan itu
sendiri.
Hasil
pemeriksaan
segera
dapat
diinformasikan, karena merupakan urutan langkah
kegiatan pemeriksaan kehamilan yang menjadi
tanggung jawabnya.
Sedangkan di RSUD Dr. Soetomo
Surabaya kemungkinan karena yang melaksanakan
sebagian besar mahasiswa baik dari kebidanan
maupun dari kedokteran sehingga memerlukan
waktu lebih lama. Juga hari buka poliklinik hari
sendiri sampai dengan jum'at, tanpa memberi hari
khusus untuk kunjungan baru yang perlu waktu lebih
lama untuk tanya jawab riwayat kehamilannya.
Dimensi Tangible
Dari 6 (enam) komponen penilaian dimensi
Tangible, yaitu: mudah dijangkau, kebersihan
ruangan, kebersihan alat, kelengkapan alat,
menemukan loket, dan jarak loket.
Tabel 3
Hasil rekapitulasi penilaian dimensi Tangible di RS Katolik St. Vincentius A Paulo dan RSUD Dr. Soetomo,
Surabaya Juni 2003
Dimensi tangible
Rumah Sakit
Rata-Rata
Total
Baik
Sangat Baik
RSK
16
34
4,68
50
(32%)
(68%)
(50%)
RSUD Dr. Soetomo
20
30
4,60
50
(40%)
(60%)
(50%)
Total
41
59
100
(41%)
(59%)
(100%)
Analisis uji beda : p = 0,410
Dari hasil analisis dimensi tangible secara
umum maupun khusus adalah sama, tidak ada
perbedaan.
Empathy, yaitu: Perhatian bidan, Kepedulian,
Kesabaran memeriksa, Kesabaran mendengar,
Dimensi empathy bisa direkapitulasi dan disajikan
dalam tabel 5.28 di bawah ini:
Dimensi Empathy
Dari 5 (lima) komponen penilaian dimensi
Tabel 4
Hasil rekapitulasi penilaian dimensi Empathy di RS Katolik. St. Vincentius A Paulo dan RSUD Dr. Soetomo,
Surabaya Juni 2003
Dimensi empathy
Rumah Sakit
Rata-Rata
Total
Baik
Sangat Baik
RSK
28
22
4,44
50
(56%)
(44%)
(50%)
RSUD Dr. Soetomo
27
23
4,46
50
(54%)
(46%)
(50%)
Total
55
45
100
(55%)
(45%)
(100%)
Analisis uji beda : p = 0,943
Dari hasil analisis dimensi empathy secara
umum sama. Setelah dirinci sesuai indikator
terdapat perbedaan lebih tinggi kepedulian pada
saat pemeriksaan kehamilan RSK St. Vincentius A
Paulo dan kesabaran dalam memeriksa di RSUD Dr.
Soetomo lebih tinggi, yang berarti lebih sabar. Ibu
hamil di RSK St. Vincentius merasa puas dengan
kepedulian pada saat pemeriksaan kehamilan dan
kesabaran dalam memeriksa. Hal ini disebabkan
karena dalam memberi pelayanan antenatal, faktor
Upaya Peningkatan Jumlah Kunjungan Pelayanan Antenatal Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya (Sunarsih)
individu pemberi pelayanan terpanggil atas rasa
tanggung jawab dan berperan sebagai pelaksana
pelayanan antenatal yang didasari oleh religi.
Menurut Engel, et al (1990) bahwa
kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli
dimana alternatif yang dipilih sekurangkurangnya
sama
atau
melampui
harapan
pelanggan,
sedangkan ketidak puasan timbul apabila hasil tidak
memenuhi harapan.
97
Dimensi Responsiveness
Dari 6 (enam) komponen penilaian dimensi
Responsiveness, yaitu: Kecepatan bidan mulai,
Waktu tunggu pemeriksaan, Waktu tunggu
Pemeriksaan Laboratorium, Kemudahan informasi
hasil,
Waktu antri loket, dan Waktu
bisa
direkapitulasi dan disajikan dalam tabel 5 di bawah
ini :
Tabel 5
Hasil rekapitulasi penilaian dimensi Responsiveness di RS Katolik St. Vincentius A Paulo dan RSUD Dr.
Soetomo, Surabaya Juni 2003
Dimensi Responsiveness
Rumah Sakit
Rata-Rata
Total
Kurang baik
Baik
Sangat Baik
RSK
35
15
4,30
50
(70%)
(30%)
(50%)
RSUD Dr.
3
35
12
4,18
50
(6%)
(70%)
(24%)
(50%)
Soetomo
Total
3
70
27
100
(3%)
(70%)
(27%)
(100%)
Analisis uji beda : p = 0,227
Dari analisis data secara diskriptif
responsiveness responden RSK St. Vincentius A
Paulo 70% menunjukkan cepat, sedangkan
responden RSUD Dr. Soetomo sebesar 70%
menunjukkan rensponsiveness cepat.
Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang bermakna antara responsiveness
RSK clan responsiveness RSUD Dr. Soetomo. Hal
ini dimungkinkan oleh karena pelayanan di RSK
dilaksanakan dengan hubungan antar manusia yang
bernuansa religius, petugas relatif homogen (hanya
bidan saja), sehingga layanan di poliklinik antenatal
memberikan respon yang positif terhadap klien yang
datang untuk mendapatkan pelayanan antenatal
Kecuali apabila ditemukan kelainan, maka
klien akan dikonsultasikan, sehingga klien tidak perlu
lama menunggu. Sedangkan di RSUD Dr. Soetomo
dengan petugas yang heterogen, saling memiliki
tujuan berbeda, sehingga mempunyai kepentingan
yang berbeda dapat menciptakan kondisi yang
positip. Di RSK St. Vincentius A Paulo waktu tunggu
pemeriksaan cepat, sehubungan dengan semua
langkah pemeriksaan kehamilan dilaksanakan oleh
bidan. Bidan sudah siap sejak pagi pukul 07.00,
mengingat jumlah kunjungan yang cukup besar.
Di RSK St Vincentius A Paolo waktu tunggu
pemeriksaan cepat, langkah pemeriksaan kehamilan
sudah siap sejak pagi pukul 07.00, mengingat
jumlah kunjungan yang cukup besar. Sedangkan
waktu jam kerja dimulai pukul 07.00 sampai pada
pukui 14.30 mengatur waktu yang tersedia dapat
diefektifkan dengan baik dan dapat menyelesaikan
semua pekerjaan dengan baik.
Untuk pemeriksaan laboratorium tidak
memerlukan waktu yang lama, karena lokasi
laboratorium dekat dengan tempat pemeriksaan
antenatal dan pemeriksaan laboratorium dilakukan
oleh petugas di poliklinik antenatal (bidan). Dengan
demikian tidak lagi menggantungkan pekerjaan pada
pihak lain, semua kegiatan dalam peiayanan
kunjungan antenatal dilaksanakan oleh bidan
sendiri.
Menurut pedoman penetapan standar
pelayanan
(Anonim,
2000)
bahwa
dalam
pemeriksaan antenatal langkah-langkah dalam
mefayani ibu hamil merupakan suatu hal yang sudah
baku antara lain komunikasi dalam rangka hubungan
antar manusia dan berakhir dengan konseling.
Informasi hasil pemeriksaan yang berkaitan dengan
antenatal dapat diperoleh di tempat yang dekat
dengan poliklinik antenatal sehingga memudahkan
dan juga tidak perlu waktu lama untuk menunggu
informasi hasil pemeriksaan dengan demikian klien
merasa bahwa dimensi Responsiveness di RSK
cukup baik.
Sedangkan di RSUD Dr. Soetomo
merupakan Rumah Sakit pendidikan dan lebihbersifat umum, petugas cukup heterogen, (bidan,
DM, PPDS, Mahasiswa Kebidanan), pekarya
kesehatan (Laborant). Hal tersebut memungkinkan
adanya perbedaan kepentingan dari masing-masing
petugas,
sehingga
tidak
jarang
hubungan
interpersonal antara petugas dan klien sering
terabaikan, tetapi model pelayanan sebagai berikut;
tempat penyimpanan status pasien; tempat
pendaftaran dan pelayanan informasi antenatal
berada dilantai I sedangkan tempat pelayanan
antenatal berada di lantai II, maka status data pasien
tidak disertakan ketika klien naik ke lantai II tetapi
menunggu kuota tertentu baru kemudian dibawa
oleh petugas ke lantai II tempat pemeriksaan
antenatal
dilakukan.
Sehingga
klien
harus
menunggu waktu yang cukup lama untuk
mendapatkan pemeriksaan antenatal.
Untuk pemeriksaan terdapat petugas
berpindah dan jauh dari poli antenatal sehingga
butuh waktu relatif lama untuk mendapatkan
pemeriksaan laboratarium, sedangkan informasi
hasil pemeriksaan diberikan dengan selang waktu
yang cukup lama dan di lokasi tersendiri pula
sehingga dirasakan Responsiveness RSUD dr.
Soetomo kurang bailk daripada RSK.
Pendapat Responden Mengenai Tarip
Dari 6 (enam) komponen penilaian tarip, yaitu:
(1) Informasi, (2) Perbedaan, (3) Prosedur, (4)
Keterjangkauan, (5) Kesesuaian, (6) Tarip, bisa
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 92 - 99
98
direkapitulasi dan disajikan dalam tabel 6 di bawah
ini.
Tabel 6
Distribusi Tarif RS Katolik St Vincentius A Paulo dan RSUD Dr. Soetomo Juni 2003
Tarif
Rumah Sakit
Rata-Rata
Total
Setuju
Tidak Setuju
RSK
29
21
4,42
50
(58%)
(42%)
(50%)
RSUD Dr. Soetomo
26
24
4,48
50
(52%)
(48%)
(50%)
Total
55
45
100
(55%)
(45%)
(100%)
Analisis uji beda : p = 0,551
Dari hasil analisis tentang tarif, dengan
menggunakan uji t, p = 0,551 ternyata terdapat
kesamaan antara ibu hamil yang pelayanan
antenatal di RSK St. Vincentius A Paulo dengan ibu
hamil yang pelayanan antenatal di RSUD Dr.
Soetomo. Namun setelah dirinci sesuai indikatornya
untuk informasi tarip, perbedaan tarip dan prosedur
keuangan tarip RSK St. Vincentius A Paulo, lebih
tinggi.
Hal ini disebabkan bahwa daya beii pasar
RSK lebih dibanding dengan RSUD Dr. Soetomo.
Kemampuan daya beli pelayanan antenatal sesuai
hasil penelitian bahwa menentukan suatu pelayanan
kesehatan ditentukan oleh faktor ekonomi, bila faktor
ekonomi tidak memungkinkan atau tidak terjangkau
maka keputusan yang dibuat dalam memilih
pelayanan kesehatan dapat berubah.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari uraian dan hasil temuan penelitian di
atas dapat disimpulkan bahwa: (1) Mutu pelayanan
RSK yang perlu di-benchmarking sesuai dengan
hasil peneiitian dari pada RSUD Dr. Soetomo, dapat
diuraikan secara rinci sebagai berikut: (a) Dimensi
reliability RSK lebih baik, RSK lebih tinggi dari pada
RSUD Dr. Soetomo yaitu kepuasan pelayanan sejak
pasien datang sampai pulang, dan kepuasan
tindakan pemeriksaan kehamilan. (b) Dimensi
assurance RSK dari pada RSUD Dr. Soetomo yaitu
: keyakinan terhadap pelayanan,
kesesuaian
harapan,
pemeriksaan terbaik, dan Rumah Sakit
yang disukai. (c) Dimensi tangible RSK dan RSUD
Dr. Soetomo diantara kedua Rumah Sakit, sama. (d)
Dimensi empathy ada perbedaan secara bermakna
yaitu kepedulian terhadap pasien, dan kesabaran
memeriksa RSK lebih tinggi dari pada RSUD Dr.
Soetomo. (e) Dimensi responsiveness,
ada
pebedaan yaitu : waktu pemeriksaan kehamilan
dan
waktu
pemeriksaan laboratorium RSK
lebih cepat dari pada RSUD Dr. Soetomo. (2)
Tarip pelayanan ada perbedaan yaitu
informasi
tarip RSK Iebih mudah diketahui, perbedaan tarip
RSK
tidak
mahal
dibandingkan
dengan
pemeriksaan
yang
diterima.
Penerapan
prosedur keuangan RSK lebih tertata dari pada
RSUD Dr. Soetomo.
Saran
rencana
Penelitian ini menyarankan: (1) Menyusun
dan
strategi
kegiatan
jangka
pendek, menengah dan jangka panjang sesuai
proiritas rekomendasi. (2) Melaksanakan rencana
dan strategi kegiatan jangka pendek, menengah
dan jangka panjang sesuai prioritas rekomendasi.
(3) Mengevaluasi
kegiatan jangka
pendek,
menengah dan jangka panjang sesuai prioritas
rekomendasi.
DAFTAR PUSTAKA
Abadi (1988), Tak Ada Kehamilan Tanpa Resiko,
Harian Surya, 5 April Surabaya
Anonim (1998) Pedoman Kerja Puskesmas, Jilid I,
Jakarta.
Anonim (2000), Pedoman Penetapan Standar
Pelayanan
Minimal
dalam
bidang
Kesehatan di Kabupaten/Kota, Jakarta.
Anonim (1993), Asuhan
Kebidanan Pada Ibu
Hamil, Dalam Konteks Keluarga, Jakarta.
Anonim (1994),Pedoman teknis terpadu Audit
Maternal Perinatal di Tingkat Dati II,
Jakarta.
Anonim (1995), Pedoman Pemantauan Wilayah
Setempat, Kesehatan ibu dan anak,
Jakarta.
Arikunto, Suharsimi, (1997). Dasar-dasar Evaluasi
Pendidikan. Bumi Aksara, Jakarta
Azwar, Azrul (1996), Pengantar
Administrasi
Kesehatan. Binaputra Aksara, Jakarta
Amirin, Tatang, (1992), Pokok - pokok Teori
Sistem. Rajawali Press, Jakarta
Beck, D., Buffington, ST., Me Dermot, J. and
Berney, K. (1998). Healthy Mother and
Healthy Newborn Care. American Colege
of Nurse Midwifes, Washington, DC.
Depkes Rl, (1977). Buku Pedoman Pelayanan Prenatal di Wilayah Kerja Puskesmas. Jakarta.
Green, Lawrence, Marshall W. Krenter, Sigrid. G.
Deeds, Koy. B. Partidge (1980). Health
Education Planning A Diagnostic Approach.
Mayfield Pub. Co. USA.
WHO (World Health Organization), Geneva.
(Antenatal Care and Maternal Health : How
Effective is iti? "Intervention in Pregnancy
Related to Major Causes of Maternal
Morbility and Mortality" - Areview of the
Evidence, WHO, 1992, pp. 16-34)
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
(2000). Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Material dan Neonatal. Penerbit
JNPKKR-POGI, Jakarta.
Upaya Peningkatan Jumlah Kunjungan Pelayanan Antenatal Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya (Sunarsih)
Zainuddin, M. (1999). Buku Panduan Penelitian
Program Pasca Sarjana. MPPK. Unair
Surabaya.
99
Zeithaml Valarie A, Pasuraman A, Berry L.L, (1990).
Delivering Quality Service, The Free Press,
Mac Milan Inc.
A R T I K EJurnal
LIlmiahKIlmuEKebidanan
S EdanHKandungan,
A T Vol.
A 2,NNo. 2, September 2009 : 100 - 102
100
PENGARUH INISIASI MENYUSUI DINI
TERHADAP KECEPATAN INVOLUSI UTERI
M. HASINUDDIN
Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Ngudia Husada Madura
PENDAHULUAN
Inisiasi menyusui dini (IMD) merupakan proses membiarkan bayi mencari dan minum Asi
sendiri segera setelah lahir (farida, keajaiban menyusui dini, 2008). Berdasarkan studi
pendahuluan di kabupaten bangkalan menunjukan sekitar 8 orang (16%) persalinan yang di tolong
di lakukan inisiasi menyusui dini, dan sisanya 42 orang (84%) tidak dilakukan inisiasi menyusui
dini.
Faktor yang sangat mempengaruhi rendahnya pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini di
Bangkalan adalah kepercayaan masyarakat dan kurangnya pengetahuan ibu yang sangat tidak
mendukung adanya pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini. Karena masyarakat menganggap bahwa
ASI yang keluar pertama kali yang berwarna kuning tersebut atau yag sering di sebut (kolostrum)
harus di buang karena di anggap Basi, dan jika bayi di lakukan kontak kulit dengan ibunya mereka
menganggap bayinya akan merasa kedinginan sangat membahayakan bagi bayi. Sehingga tidak
mendukung program insiasi menyusui dini di kota bangkalan
Proses involusi uterus di percepat pada ibu yang menyusui bayinya di satu jam pertama
karena oksitosin yang di keluarkan sebagai respon terhadap isapan bayi. Menyusui dini akan
menyebabkan adanya sentuhan, emutan dan jilatan bayi pada puting ibu, selama proses menyusu
akan merangsang keluarnya oksitosin yang menyebabakan rahim berkontraksi sehingga
membantu mengurangi perdarahan. Wanita yang menyusui bayinya akan lebih cepat pulih/turun
berat badannya dari berat badan yang bertambah semasa kehamilan (Pusdiknakes, 2003:25).
INISIASI MENYUSUI DINI (IMD)
Inisiasi menyusui dini (early initation) atau permulaan menyusu dini adalah bayi mulai
menyusu sendiri segera setelah lahir (Roesli, 2008,-3).
Ada lima tahapan yang dilalui bayi saat inisiasi menyusui dini, yaitu : 1) Dalam 30 menit
pertama, adalah stadium istirahat (diam) dalam keadaan siaga (rest/quite alert stage) bayi diam
tidak bergerak, sesekali matanya terbuka lebar melihat ibunya, masa tenang yang istimewa ini
merupakan penyesuaian peralihan dari keadaan dalam kandungan ke keadaan di luar kandungan;
2) Antara 30-40 menit, yaitu mengeluarkan suara, gerakan mulut seperti mau minum, mencium dan
menjilat tangan, bayi mencium dan merasakan cairan ketuban yang ada di tangannya, bau ini
sama dengan bau cairan yang di keluarkan payudara ibu dimana bau dan rasa ini akan
membimbing bayi untuk menemukan payudara dan puting susu ibu; 3) Mengeluarkan air liur; 4)
Bayi mulai bergerak ke arah payudara, yaitu areola (kalang payudara) sebagai sasaran, dengan
kaki menekan perut ibu. ia menjilat-jilat kulit ibu, menghentak-hentakkan kepala ke dada ibu,
menoleh ke kanan dan ke kiri, serta menyentuh dan meremas daerah puting susu dan sekitarnya
dengan tangannya yang mungil; dan 4) menemukan, menjilat, mengulum puting, membuka mulut
lebar dan melekat dengan baik (Roesh, 2008:17).
Fungsi dan manfaat IMD antara lain : 1) ASI adalah cairan kehidupan, yang selain
mengandung makanan juga mengandung penyerap, susu formula tak diberi enzim sehingga
penyerapannya tergantung enzim di susu anak, sehingga Asi tidak “merebut” enzim anak (Dr.
Utami Roesli, ayah dan Bunda:2008); 2) memberikan kekebalan pertama kepada bayi karena bayi
langsung mendapatkan kolostrum dari Asi, dan bakteri yang baik dari kulit ibu; dan 3) merangsang
keluarnya oksitosin karena sentuhan, hisapan, dan jilatan bayi pada puting ibu yang menyebabkan
rahim berkontraksi sehingga membantu pengeluaran placenta dan mengurangi perdarahan pada
ibu.
Tatalaksana inisiasi menyusui dini (IMD) meliputi tata laksana inisiasi menyusui dini
secara umum, dan inisiasi menyusui dini secara operasi caesar. Tatalaksana inisiasi menyusui dini
secara umum antara lain : 1) dianjurkan suami atau keluarga, mendampingi ibu saat persalinan; 2)
seluruh badan dan kepala bayi di keringkan secepatnya, kecuali kedua tangannya. Lemak putih
(vernik) yang menyamakan kulit bayi sebaiknya di biarkan; 3) bayi di tengkurapkan di dada atau di
perut ibu, biarkan kulit bayi melekat dengan kulit ibu, posisi kontak kulit dengan kulit ini di pertahan
minimum satu jam atau setelah menyusui awal selesai, keduanya di selimuti, jika perlu gunakan
topi bayi; 4) bayi di biarkan mencari puting susu ibu, ibu dapat merangsang bayi dengan sentuhan
lembut tetapi tidak memaksakan bayi ke puting susu ibu; 5) biarkan kulit bayi tetap bersentuhan
dengan kulit ibunya sampai berhasil menyusu pertama; dan 6) rawat gabung, selama 24 jam ibubayi tetap tidak di pisahkan dan bayi selalu dalam jangkauan ibu.
Pengaruh Inisiasi Menyusui Dini Terhadap Kecepatan Involusi Uteri (M. Hasinuudin)
Sedangkan inisiasi menyusui dini secara operasi Caesar antara lain : 1) tenaga dan
pelayanan kesehatan yang suportif; 2) jika mungkin, di usahakan suhu ruangan 20-25°C di
sediakan selimut untuk menutupi bayi dan badan ibu, disiapkan juga topi bayi untuk mengurangi
hilangnya panas dari kepala bayi; 3) tata laksana selanjutnya sama, dengan tatalaksana umum;
dan 4) jika inisiasi dini belum terjadi di kamar bersalin, kamar operasi atau bayi harus di pindah
sebelum satu jam maka bayi tetap di letakkan di dada ibu ketika di pindahkan ke kamar perawatan
atau pemulihan dan kemudian menyusui dini di lanjutkan di kamar perawatan ibu atau kamar pulih.
(Roesli, 2008:20-23).
Pentingnya kontak kulit bayi dengan ibu dan menyusu sendiri adalah : 1) dada ibu
menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak mencari payudara ini akan
menurunkan kematian karena kedinginan (hypotermi ); 2) Ibu dan bayi merasa lebih tenang,
pernafasan dan detak jantung bayi lebih stabil. Bayi akan lebih jarang menangis sehingga
mengurangi pemakaian energi; 3) saat merangkak mencari payudara bayi memindahkan bakteri
dari kulit ibunya dan ia akan menjilat-jilat kulit ibu menelan bakteri baik di kulit ibu, bakteri baik ini
akan berkembang biak membentuk koloni di kulit dan usus bayi, menyaingi bakteri jahat dari
lingkungan; 4) bonding (ikatan kasih sayang ) antara ibu-bayi akan lebih baik karena pada 1-2 jam
pertama bayi dalam keadaaan siaga, Setelah itu biasanya bayi tidur dalam waktu yang lama; 5)
makanan awal non Asi mengandung zat putih telur yang bukan berasal dari susu manusia
misalnya dari susu hewan. Hal ini dapat mengganggu pertumbuhan fungsi usus dan mencetuskan
alergi lebih awal.; 6) bayi yang di beri kesempatan menyusu dini lebih berhasil menyusu ekslusif
dan akan lebih lama di susui; 7) hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi di puting
susu dan sekitarnya, emutan, jilatan bayi pada puting ibu merangsang pengeluaran hormon
oksitosin; 8) bayi mendapatkan Asi kolostrum; dan 9) ibu dan ayah akan sangat bahagia bertamu
dengan bayinya untuk pertama kali dalam kondisi seperi ini (Utami Roesli, 2008: 12-14).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu post partum primipara tidak
melaksanakan inisiasi menyusui dini 11 orang (61,1%). Yang di sebabkan karena salah satunya
adalah tingkat pendidikan ibu di wilayah kerja puskesmas Bangkalan yang mayoritas
berpendidikan SMP sebanyak 8 orang (44,4%). Dari 18 responden yang melaksanakan inisiasi
menyusui dini hanya sebanyak 7 orang (38,8 %) responden.
PROSES INVOLUSI UTERI
Hasil penelitian didapatkan bahwa proses involusi uteri yang masih teraba sebanyak 11
orang (61,1%) responden dan yang sudah tidak teraba sebanyak 7 orang (38.9%) responden. Hal
itu di sebabkan karena ibu primipara yang involusinya lambat atau TFU nya masih teraba
mayoritas tidak melaksanakan IMD dan ibu yang proses involusinya cepat atau TFU nya sudah
tidak teraba lagi sebagian besar melaksanakan IMD. Hal ini di sebabkan karena IMD dapat
menyebabkan dan merangsang keluarnya oksitosin yang mengakibatkan rahim berkontraksi
sehingga membantu mempercepat proses involusi uteri karena oksitosin sendiri merupakan
simultan kuat bagi otot uterus terutama bagi ibu post partum primipara.
PENGARUH INISIASI MENYUSUI DINI TERHADAP INVOLUSI UTERI PADA IBU POST
PARTUM PRIMIPARA
Setelah persalinan, laktasi di pertahankan oleh dua hormon penting yaitu prolaktin yang
bekerja pada epitel alveolus untuk meningkatkan sekresi susu, dan oksitosin, yang menyebabkan
penyemprotan susu. Oksitosin mengacu pada ekspulsi paksa susu dari lumen alveolus melalui
duktus-duktus. Pengeluaran kedua hormon tersebut di rangsang oleh reflek neuroendokrin yang di
picu oleh rangsangan menghisap pada puting payudara, penghisapan puting oleh bayi
merangsang ujung-ujung saraf sensorik di puting, menimbulkan potensi aksi yang kemudian
menjalar ke atas ke kordaspinalis lalu ke hipotalamus, memicu pengeluran oksitosin dari hipofisis
posterior. Oksitosin pada gilirannya, merangsang kontraksi sel epitel di payudara sehingga menjadi
penyemprotan susu atau “milk letdown” (palmer, 2000)
Proses involusio dipercepat pada ibu yang menyusui bayinya karena oksitosin yang di
keluarkan sebagai respon terhadap isapan bayi, menyusui dini akan menyebabkan adanya
sentuhan, emutan dan jilatan bayi pada puting ibu selama proses menyusu akan merangsang
keluarnya oksitosin yang menyebabkan rahim berkontraksi sehingga membantu mengurangi
perdarahan. Oksitosin adalah simultan kuat bagi otot uterus (santoso, 2001).
Hasil uji statistik dengan uji t 2 sampel bebas menunjukkan bahwa taraf signifikasi lebih
kecil dari α (0,000<0,05) sehingga dapat di simpulkan bahwa ada pengaruh inisiasi menyusui dini
terhadap involusi uteri pada ibu post partum primipara.
Hasil observasi yang telah dilakukan didapatkan bahwa banyak ibu primipara yang tidak
melakukan inisiasi menyusui dini. Sehingga proses involusi uteri lebih lambat, hal ini akan
berdampak pada penyembuhan alat-alat kandungan. Kurangnya mobilisasi ibu juga dapat
mengakibatkan lamanya proses pengembalin alat kandungan seperti sebelum hamil, hal ini
berkaitan dengan tingkat pengetahuan ibu tentang mobilisasi dini pada ibu post partum. Keyakinan
yang kurang juga menjadi penyebab ibu di wilayah kerja puskesmas Bangkalan kurang tertarik
untuk melakukan mobilisasi dini. Sehingga pada proses involusi nya mayoritas masih teraba.
101
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 100 - 102
102
Pengaruh inisiasi menyusui dini terhadap involusi uteri pada ibu post partum primipara
sangat besar. Hal ini didukung o1eh pendapat Santoso (2001) Bahwa setelah persalinan proses
involusi di percepat pada ibu yang menyusui bayinya karena oksitosin yang dikeluarkan sebagai
respon terhadap isapan bayi. Menyusui dini akan menyebabkan adanya sentuhan, emutan dan
jilatan bayi pada puting ibu selama proses menyusui akan merangsang keluarnya oksitosin yang
menyebabkan rahim berkontraksi. Sehingga membantu mengurangi perdarahan dan mempercepat
proses involusi uteri. Karena oksitosin sendiri merupakan simultan kuat bagi otot uterus terutama
bagi ibu post partum primipara.
PENUTUP
Dari hasil análisis uji t 2 sampel bebas dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh inisiasi
menyusui dini terhadap involusi uteri pada ibu post partum primipara..
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, prof. Dr.2006. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: PT
Rineka Cipta
Elky.2008.Inisiasi Menyusui Dini Cegah Potensi kematian.http: // www.Berita Jakarta.com / v_Ind /
Berita _23-01-08.
Hellen Farrer.2001.Perawatan Maternitas.Jakarta: EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Ed_2: Jakarta: EGC
Nuhsan Umar.2000.Manfaat Pemakaian Asi Ekslusif.From http: // www.Manfaat Asi.com
Nursalam.(2008) Konsep Dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:Rineka
Cipta
Prawiroharjo, Sarwono.2005.Ilmu Kebidanan. Jakarta; YBPSP
Palmer,Linda Falden.(2000).Baby Mattr,What Your Doktor May Not Tell You About Caring For
Your Baby. Retrived Agustus 2007, From http: // www.Baby mattr. Co.id ( di akses tgl 1801-2009)
Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta: YBPS.
Rahadian.2007.Manfaat Inisiasi Menyusui Dini.From http: // www.ayahbunda.com (di akses tgl 601-2009)
Roesli Utami. 2008. Inisiasi Menyusui Dini. Jakarta: pustaka bunda.
Ramali, Ahmad. 2005. Kamus kedokteran. Cet.26_Jakarta: Djambatan.
Senior, Farida.(2008).Keajaiban Inisiasi Menyusui Dini. From http: // www.blogspot.com (di akses
tgl 12-02-2009)
Soekidjo Notoatmodjo.(2005). Metodelogi Penelitian Kesehatan, Jakarta
Soekidjo, Notoatmodjo.(2003). Pendidikan Perilaku Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta.
Suprijadi.2003.Asuhan Kebidanan Post partum. Jakarta. PUSDIKNAKES – WHO _ JHPIEGO.
Sugiono. Prof.Dr.2007. Statistika untuk penelitian, Bandung.ALFABETA
Utami Roesli .2008.Ayah dan Bunda. http: // www.ayahdanbunda.com.(di akses tgl 12 januari)
UNPAD. 1983. Obstetri Fisiologi: Bandung. EGC
Majalah Parent Quit.3. Manfaat Lain Inisiasi Menyusui Dini.(Mei 2008)
Intrathecal Labour Analgesia (Dian Eka Januriwasti)
ARTIKEL KESEHATAN
INTRATHECAL LABOUR ANALGESIA (ILA)
DIAN EKA JANURIWASTI
Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura
PENDAHULUAN
Nyeri selama persalinan adalah sesuatu yang normal, karena nyeri ini berasal dari
kontraksi uterus. Kontraksi ritmik uterus dan dilatasi servik yang progresif pada kala I
menyebabkan sensasi nyeri selama kala I persalinan. Impuls saraf aferen dari servik dan uterus
ditransmisikan ke medula spinalis melalui segmen Thorakal 10 – Lumbal 1. Hal ini biasanya akan
menyebabkan nyeri pada daerah perut bagian bawah dan daerah pinggang serta sakrum. Namun
kondisi ini tidak dapat lagi dikatakan sebagai kondisi fisiologis jika, nyeri disertai dengan perasaan
takut dan tegang yang merupakan factor yang mempengaruhi persepsi nyeri. Dampak nyeri
terhadap ibu yang akan bersalin yaitu meningkatkan katekolamin yang menyebabkan takikardi,
hypertensi dan gangguan konsumsi oksigen yang juga akan menimbulkan dampak negative
terhadap janin. Karena gangguan konsumsi oksigen yang dialami oleh ibu akan menyebabkan
gangguan utero placentair BF yang berlanjut dengan Hypoksia pada janin.
PERSALINAN TANPA RASA NYERI
Dewasa ini dikenal beberapa jenis metode persalinan tanpa rasa nyeri, baik metode
nonfarmakologi hingga metode farmakologi. Beberapa metode persalinan yang dikenal antara lain
Hypnotherapy, Waterbirth, pemberian pethidine, entomox, anastesi epidural dan Transcutaneous
Electrical Nerves Stimulation (TENS). masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangan.
Namun belum ada metode yang memenuhi tiga hal penting yang perlu diperhatikan untuk
menghilangkan rasa sakit persalinan adalah : Keamanan, kemudahan dan jaminan terhadap
homeostasis janin. Hingga kemudian dikenal metode yang dinilai hampir tidak memiliki
efeksamping baik pada ibu maupun pada janin dibandingkan dengan metode lainnya, metode ini
disebut metode Intrathecal labour Analgeesia (ILA). ILA baru dikenal di Indonesia sehingga masih
banyak yang belum mengetahui dan menggunakan metode ILA.
ILA adalah metode pengurang rasa sakit dengan system penyuntikan anastesi melalui
ruang intrathecal pada sumsum tulang belakang ibu yang diberikan pada pembukaan di atas 4 cm.
Caranya hampir mirip dengan teknik anestesi regional (epidural), tapi ada perbedaan yang cukup
mencolok antara ILA dan epidural. Epidural memakai dosis obat cukup tinggi dan disuntikkan ke
ruangan sebelum mencapai selaput otak. Kekurangannya otot-otot ibu terpengaruh obat bius
sehingga saat mengejan, kekuatan ibu jadi lemah karena ada bagian saraf yang "diblok".
Sedangkan dalam metode ILA, dosis obat bius yang digunakan hanya sepersepuluh obat epidural.
Jarum suntiknya pun lebih lembut dan dimasukkan langsung ke dalam selaput otak. Kelebihannya
di dalam selaput otak tidak ada pembuluh darah sehingga obat bius tidak menyebar. ILA juga
hanya memblok rasa nyeri saja tanpa memblok motorik ibu. Ini berarti obat bius tidak akan
memengaruhi otot-otot tubuh ibu. Bahkan, setelah diberi ILA, ibu hamil tetap bebas berjalan-jalan.
Kekuatan efek ILA pun lebih lama dari epidural. Jika masa kerja epidural hanya 1-2 jam, ILA antara
10-12 jam. Efek epidural setiap 2 jam harus ditambah. Ini berarti volume dan dosis obat akan
bertambah terus sehingga membuka peluang untuk masuk ke dalam sirkulasi darah dan pada
akhirnya masuk ke dalam tubuh janin. Akibatnya, janin bisa terpengaruh, misalnya, saat lahir akan
terlihat mengantuk. Sedangkan ILA hanya bekerja di susunan saraf pusat ibunya.
Keuntungan ILA antara lain: efektif menghilangkan nyeri persalinan selama kala I dan II
persalinan, memfasilitasi kooperasi (Kerjasama) pasien selama persalinan dan kelahiran, anestesi
untuk tindakan episiotomi atau Persalinan Pervagina dengan Tindakan Operatif (PPTO), dapat
untuk anestesi operasi sesar (Time Related), tidak menyebabkan depresi nafas baik pada janin
maupun ibu yang disebabkan oleh opioid.
Ada beberapa kontraindikasi dari ILA yaitu : persangkaan Disproporsi Kepala Panggul
(Resiko Ruptura Uteri). penolakan oleh pasien. perdarahan Aktif, Maternal Septicemia, Infeksi
disekitar lokasi suntikan, dan kelainan pembekuan darah. Efek samping ILA yang mungkin timbul
namun dapat diatasi adalah perasaan mual, penurunan tekanan darah serta gatal-gatal ringan.
PENUTUP
ILA adalah tindakan untuk meredakan nyeri persalinan, dan proses persalinan berjalan
seperti biasa. Tindakan hanya dilakukan bila diagnosis persalinan telah ditegakkan dan pasien
telah meminta untuk dilakukan prosedur meredakan nyeri persalinan. Pemantauan status umum
dan kemajuan persalinan harus dilakukan dengan baik selama tindakan ILA dilakukan.
Komunikasi, informasi dan Edukasi untik pasien sangat penting terutama dalam kerjasama
pimpinan persalinan. Walaupun memiliki beberapa resiko tampaknya Intrathecal Labour Analgesia
103
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 2, September 2009 : 103 - 104
104
untuk Persalinan tanpa Rasa Sakit memiliki banyak keuntungan dan membawa kenyamanan
tersendiri bagi ibu melahirkan dengan keamanan yang cukup.
DAFTAR PUSTAKA
Andriana, Evariny. (2007). Melahirkan Tanpa Rasa Sakit. BIP. Jakarta
Arfian, Soffin. (2008). Persalinan Tanpa Rasa Sakit : Tren Baru Kenyamanan Bagi Ibu Melahirkan
http://pkusolo.wordpress.com/2008/01/12/persalinan-tanpa-rasa-sakit-tren-barukenyamanan-bagi-ibu-melahirkan. diakses tanggal 08 Desember 2009.
Siagian, Sahat. (2009). Metode Modern atasi Rasa Nyeri Pada Persalinan. RS. Telogo Rejo.
Semarang
Tamsuri, Anas. (2007). Konsep dan penatalaksanaan Nyeri. EGC. Jakarta
Panduan Bagi Penulis Naskah Jurnal OBSGIN
(Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan)
Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Naskah yang dikirim ke redaksi adalah naskah
yang belum pernah dipublikasikan di tempat lain
baik dalam bentuk cetakan atau media lainnya
Dewan penyunting berhak mengedit naskah yang
masuk untuk kesamaan format tanpa mengubah
substansi
Naskah di ketik dalam disket dengan jenis font arial
9. Naskah dicetak dalam kertas HVS ukuran A4
dengan jarak 2 spasi pada 1 sisi (tidak bolak-balik)
dengan panjang tulisan 12 – 15 halaman.
Naskah artikel ilmiah, artikel kesehatan, critical
apraisal dan new release diketik dalam satu kolom
sedang penelitian ilmiah diketik 2 kolom.
Naskah diketik dalam bahasa indonesia atau
bahasa inggris dengan bahasa akademik
Sistematika penulisan :
a. ARTIKEL ILMIAH/KESEHATAN
1) JUDUL, harus ringkas dan jelas (tidak
lebih dari 15 kata), dibawah judul harus
tertulis nama penulis dan asal institusi
2) PENDAHULUAN, meliputi latar belakang
masalah yang dibahas dan manfaat dari
artikel yang dibuat penulis
3) ISI
MATERI,
memuat
materi,
pembahasan ilmiah dan argumentasi
penulis
4) PENUTUP, terdiri dari simpulan dan
saran dari penulis tentang materi dan
masalah yang dibahas
5) DAFTAR
PUSTAKA,
menggunakan
sistem harvard
b. PENELITIAN ILMIAH
1) JUDUL, harus ringkas dan jelas (tidak
lebih dari 15 kata), dibawah judul ditulis
nama penulis (atau para penulis), asal
institusi,
alamat
penulis
untuk
korespondensi.
Bila
para
penulis
memiliki alamat yang berbeda, maka
harus
diberi
tanda
yang
dapat
membedakan (seperti * atau **) dan
masing-masing tanda diberi nama
institusinya
2) ABSTRAK, ditulis dalam bahasa inggris
tidak lebih dari 250 kata. Merupakan
intisari dari masalah, tujuan, manfaat,
metode, hasil, pembahasan, simpulan,
dan saran. Dibawah abstrak ditulis kata
kuncinya
3) PENDAHULUAN, terdiri dari latar
belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian
4) TINJAUAN
PUSTAKA,
merupakan
landasan teori yang mendukung isi
naskah penelitian baik dari penelitian
sebelumnya maupun teori yang sudah
ada
5) METODE PENELITIAN, memuat tentang
desain penelitian, populasi, sampel,
7.
8.
teknik sampling, variabel dan parameter
yang diteliti, teknik pengumpulan data
serta teknik pengolahan dan analisa data
termasuk uji statistic yang digunakan
6) HASIL DAN PEMBAHASAN, berisi hasil
penelitian dan pembahasan ilmiah yang
didukung oleh teori yang digunakan
peneliti dan argumentasi peneliti sendiri
7) SIMPULAN DAN SARAN, simpulan
memuat pernyataan singkat tentang hasil
penelitian yang dikaitkan dengan tujuan
dan hipotesis penelitian (jika ada). Saran
berhubungan dengan pengembangan
penelitian selanjutnya
8) DAFTAR
PUSTAKA,
menggunakan
system Harvard (nama dan tahun) yang
disusun
menurut
abjad
serta
mencamtumkan (a) untuk buku : nama
penulis, tahun terbit, editor (bila ada),
judul buku, kota penerbit dan penerbit.
(b) untuk terbitan berkala : nama penulis,
tahun terbit, judul tulisan, judul terbitan,
bulan dan tahun terbit, volume, nomor
dan nomor halaman.
c. CRITICAL APPRAISAL
1) JUDUL, harus ringkas dan jelas (tidak
lebih dari 15 kata), dibawah judul harus
ditulis nama penulis dan asal institusi
2) ISI MATERI, berisi gambaran umum
penelitian
yang
meliputi
metode
penelitian, hasil penelitian, kritik dan
saran terhadap penelitian tersebut
d. NEW RELEASE
1) JUDUL, harus ringkas dan jelas (tidak
lebih dari 15 kata), dibawah judul harus
tertulis nama penulis dan asal institusi
2) PENDAHULUAN, meliputi latar belakang
masalah dan manfaat
3) ISI MATERI, berisi pembahasan dan
argumentasi dari materi yang dibahas
4) PENUTUP, terdiri dari simpulan dan
saran dari materi yang dibahas
5) DAFTAR
PUSTAKA,
menggunakan
sistem harvard
Tabel dan gambar
Judul tabel harus singkat dan jelas (ditulis di atas
tabel) yang disertai keterangan dibawah tabel,
sedangkan judul gambar ditempatkan di bawah
gambar
Semua pernyataan, data, argumentasi yang
terdapat di dalam naskah yang dikirim menjadi
tanggung jawab penulis. Oleh karena itu penerbit,
dewan penyunting, dan seluruh staf Jurnal
OBSGIN tidak bertanggung jawab atau tidak
bersedia menerima kesulitan maupun masalah
apapun sehubungan dengan konsekuensi dari
ketidakakuratan, kesalahan data, pendapat,
maupaun pernyaaan tersebut.
-Penyunting-
Download