1. PENDAHULUAN Latar Belakang Angkak merupakan produk fermentasi kapang Monascus purpureus yang umumnya ditumbuhkan pada substrat beras. Angkak mengandung pigmen alami yang telah lama digunakan sebagai pewarna makanan di Cina, Taiwan, Filipina dan Indonesia untuk mewarnai produk-produk seperti ikan, daging, acar, anggur, pasta ikan, keju, dan sebagainya (Kaur et al 2009). Pigmen angkak merupakan produk metabolit sekunder yang dihasilkan oleh M. purpureus yang terdiri dari pigmen merah, kuning, dan jingga. Komponen utama rubropunktamin (C 21 H 29 NO 4 ) dan pigmen merah yaitu monaskorubramin (C 23 H 29 NO 4 ), pigmen jingga yaitu rubropunktatin (C 21 H 22 O 5 ) dan monaskorubrin (C 23 H 26 O 5 ), pigmen kuning yaitu monaskin (C 21 H 26 O 5 ) dan ankaflavin (C 23 H 30 O 5 ). Pengembangan produksi pigmen angkak sangat prospektif dilakukan mengingat potensinya yang cukup besar sebagai pigmen alami yang aman diaplikasikan pada produk pangan. Beberapa peneliti melakukan upaya peningkatan produksi pigmen angkak. Produksi pigmen merah melalui aplikasi ko-kultur dilakukan oleh Lim et al (2000). Ko-kultur dilakukan antara Monascus sp. dengan Saccharomyces cerevisiae rekombinan yang mengekspresikan gen glukoamilase dari Aspergillus niger. Produksi pigmen merah dilakukan pada fermentasi kultur cair dan hasil yang diperoleh menunjukkan peningkatan produksi pigmen merah sebesar 19% dibandingkan ko-kultur Monascus dengan S. cerevisiae tanpa perlakuan rekombinan. Jenis-jenis khamir tertentu mampu memproduksi enzim amilolitik yang tergolong sebagai enzim hidrolitik. Kemampuan khamir dalam memproduksi enzim amilolitik, berpotensi untuk dilakukan ko-kultur dengan M. purpureus dalam produksi angkak untuk tujuan peningkatan produksi pigmen dan lovastatin. Enzim amilolitik yang diproduksi khamir berperan pada bagian hipha Monascus yang mengandung komponen lipopolisakarida, yaitu dengan memperluas node pada hipha tempat keluarnya pigmen, sehingga pigmen angkak dapat keluar secara optimal 1 (Nurhidayat, 2011). Selama ko-kultur enzim-enzim hidrolitik yang diproduksi khamir dapat menyerang dinding sel M. purpureus. Kondisi ini memacu kapang M. purpureus untuk melakukan pertahanan diri (defense mechanism) dengan mengeluarkan atau memproduksi komponen-komponen hidrofobik berupa metabolit sekunder seperti pigmen dan lovastatin (Shin et al 1998 Lovastatin merupakan bahan bioaktif kelompok statin yang sangat penting dalam perkembangan biomedis (Altieri, 2001). Secara umum lovastatin dikenal sebagai agen penurun kolesterol dengan melakukan penghambatan enzim HMG-CoA reductase (3-hidroksi metilglutaril CoA reduktase) yang berperan penting dalam biosintesis kolesterol . Sampai saat ini Indonesia masih tergantung pada impor bahan ini. Beberapa kajian ilmiah telah dilakukan berkaitan potensi lovastatin yang dikandung angkak sebagai bahan biomedik. Jiyuan Ma et al., (2000) meneliti efek hipotrigliseridemik angkak pada tikus. Po-Shiuan et al., (2003) melaporkan ekstrak cair M. purpureus M9011 mampu mencegah hipertensi pada tikus. Kurniawati (2004) juga membuktikan bahwa angkak dapat menurunkan kadar kolesterol pada darah tikus Sprague Dawley. Pengembangan angkak sebagai penghasil pigmen sekaligus lovastatin sangat potensial sebagai ingredien pangan fungsional. Permasalahan utama dalam pengembangan lovastatin adalah produksinya yang relatif rendah selama fermentasi angkak, yaitu berkisar antara 0,2%-1,0%. Upaya meningkatkan produksi lovastatin dengan melakukan eksplorasi mikroorganisme indigenus Indonesia terus dilakukan. Upaya yang telah dilakukan adalah dengan menemukan strain-strain M. purpureus yang mampu memproduksi pigmen dan lovastatin tinggi. Astuti (2004) malakukan seleksi isolat Monascus purpureus penghasil lovastatin. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa isolat M. purpureus JmbA merupakan isolat penghasil lovastatin tertinggi yakni sebesar 0,9% (bk). Beberapa enzim hidrolitik seperti glukoamilase yang diproduksi oleh S. cerevisiae rekombinan menyebabkan perubahan morfologi dan peningkatan produksi pigmen berkaitan dengan kemampuannya menyerang dinding sel Monascus. Serangan enzim hidrolitik tersebut, diduga memacu Monascus untuk melakukan 2 pertahanan diri (defense mechanism) dengan melakukan overproduksi komponen hidrofobik seperti pigmen dan lovastatin (Shin et al 1998). Angkak sebagai ingredien pangan fungsional perlu dilakukan penelitian untuk meningkatkan baik pigmen merah maupun kadar lovastatin melalui aplikasi ko-kultur M. purpureus dengan khamir amilolitik indigenus. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan produksi pigmen merah dan lovastatin angkak dengan menggunakan strain Monascus purpureus kokultur dengan khamir amilolitik indigenus. Tujuan khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Memperoleh strain khamir indigenus yang mempunyai aktivitas amilolitik. 2. Memperoleh produk angkak berkadar pigmen merah dan lovastatin tinggi, melalui fermentasi ko-kultur Monascus purpureus dengan khamir amilolitik. 3. Mengetahui stabilitas pigmen dan lovastatin angkak hasil ko-kultur M. purpureus dengan khamir amilolitik indigenus terhadap suhu dan pH. 4. Mengetahui ekspresi gen yang bertanggung jawab pada produksi lovastatin pada Monascus purpureus setelah ko-kultur dengan khamir amilolitik. 5. Mengetahui stabilitas pigmen dan lovastatin angkak oleh pengaruh suhu dan pH. Hipotesis 1. Ko-kultur Monascus purpureus dan khamir amilolitik mampu meningkatkan produksi pigmen dan lovastatin angkak. 2. Waktu dan konsentrasi penambahan khamir amilolitik selama fermentasi angkak, akan mempengaruhi produksi pigmen dan lovastatin 3. Ko-kultur Monascus purpureus dan khamir amilolitik akan meningkatkan intensitas ekspresi gen yang berperan pada produksi lovastatin. 4. Pigmen dan lovastatin angkak relatif stabil oleh pengaruh suhu dan pH. 3 . Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendorong industrialisasi produk angkak baik sebagai aditif pewarna alami makanan dengan kandungan pigmen merahnya, maupun sebagai bahan yang dapat membantu mempertahankan kesehatan karena kandungan lovastatinnya. 4