7. STABILITAS PIGMEN DAN LOVASTATIN ANGKAK YANG DIPRODUKSI SECARA KO-KULTUR Monascus purpureus TOS DENGAN Endomycopsis burtonii PADA BERBAGAI SUHU DAN pH Abstrak Pigmen dan lovastatin merupakan metabolit sekunder yang diproduksi oleh Monascus purpureus. Angkak yang diproduksi secara ko-kultur M. purpureus TOS dengan Endomycopsis burtonii disertai angkak produk monokultur M. purpureus, dipelajari stabilitas pigmen dan lovastatinnya terhadap suhu (70˚C, 100˚C, 121˚C dengan waktu kontak 15, 30 dan 45 menit) dan pH (3, 5, 7 dengan waktu kontak 2, 4, 6, dan 8 jam). Suhu 70˚C, 100˚C, dan 121˚C dengan waktu kontak 15-45 menit serta pH 7 dengan waktu kontak 4-8 jam tidak mempengaruhi stabilitas pigmen merah angkak baik yang diproduksi secara monokultur maupun ko-kultur. Nilai pH 3,0 dan 5,0 dengan waktu kontak 2-8 jam menyebabkan penurunan stabilitas pigmen merah angkak monokultur maupun ko-kultur. Suhu 70˚C-121˚C dengan waktu kontak 15-30 menit tidak mempengaruhi kadar lovastatin angkak ko-kultur, sedangkan suhu 121˚C dengan waktu kontak 45 menit serta pH 3,0-5,0 dengan waktu kontak 4, 6 dan 8 jam menyebabkan penurunan kadar lovastatin angkak hasil ko-kultur. Suhu 70˚C-121˚C dengan waktu kontak 15-45 menit serta pH 3,0-7,0 tidak mempengaruhi kadar lovastatin angkak yang diproduksi secara monokultur. Key words: Stabilitas, Pigmen angkak, Monascus purpureus, Endomycopsis burtonii PENDAHULUAN Pigmen dan lovastatin angkak merupakan metabolit-metabolit sekunder yang diproduksi M. purpureus pada fase stasioner atau akhir fase logaritmik. Pada fermentasi padat menggunakan beras sebagai substrat, diproduksi pigmen merah ekstraseluler (Kaur et al 2009). Selain pigmen merah, selama fermentasi angkak juga diproduksi pigmen kuning dan jingga. Pigmen angkak digunakan sebagai pewarna makanan di Cina, Taiwan, dan Filipina untuk mewarnai produk-produk pangan seperti ikan, daging , acar, anggur, pasta ikan, keju, dan sebagainya Komponen utama pigmen angkak terdiri dari rubropunktatin, rubropunktamin, ankaflavin, monaskorubrin, monaskorubramin, dan monaskin. Rubropunktamin (C21H29NO4) dan monaskorubramin (C23 H29NO4) merupakan komponen pigmen 92 merah, rubropunktatin (C21 H22 O5) dan monaskorubrin (C23 H26 O5) merupakan pigmen jingga, sedangkan monaskin (C21 H26 O5) dan ankaflavin (C23 H30 O5) merupakan komponen pigmen kuning. Karakteristik pigmen angkak yang diproduksi menggunakan kultur tunggal M. purpureus terutama kestabilan pigmen terhadap suhu dan pH, telah dipelajari oleh beberapa peneliti seperti Kaur et al. (2009 ) dan Sutrisno (1987). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pigmen merah angkak labil terhadap pemanasan di atas suhu 70˚C dan menunjukkan perubahan warna dari merah menjadi kehitaman ketika terkena panas 100˚C selama 15 menit (Kaur et al., 2009 ). Suhu tinggi dapat nenyebabkan terjadinya kerusakan gugus kromofor pigmen sehingga menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada ikatan atau gugus fungsionalnya (Sutrisno,1987). Penelitian berkaitan pengaruh suhu dan pH terhadap stabilitas lovastatin, selama ini belum pernah dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh suhu dan pH terhadap stabilitas pigmen dan lovastatin angkak hasil ko-kultur M. purpureus dengan E. burtonii dibandingkan dengan pigmen dan lovastatin angkak yang diproduksi secara monokultur. Penelitian ko-kultur M. purpureus dengan E. burtonii yang telah dilakukan sebelumnya, mampu meningkatkan produksi pigmen dan lovastatin angkak. Karakteristik pigmen dan lovastatin angkak sangat penting dipelajari untuk aplikasi lebih luas pada berbagai makanan dengan dengan suhu pemanasan yang berbeda. Angkak dengan kandungan pigmen sangat potensial dikembangkan untuk menekan penggunaan pewarna berbahaya yang sering digunakan pada makanan. Kandungan lovastatin yang terdapat pada angkak juga sangat potensial sebagai pangan fungsional. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Strain Kapang dan Khamir Kapang yang digunakan pada penelitian ini adalah Monascus purpureus strain TOS koleksi laboratorium Bidang Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi, LIPI, 93 Cibinong, Bogor. Khamir yang digunakan adalah Endomycopsis burtonii koleksi laboratorium Ilmu Hayati, ITB, Bandung. Produksi lovastatin dan pigmen angkak oleh M. purpureus strain TOS ko-kultur dengan E.burtonii Angkak diproduksi menggunakan M. purpureus strain TOS (107cfu/ml) kokultur dengan E.burtonii pada substrat beras IR 42 yang telah disterilisasi dahulu. Ko-kultur dilakukan dengan menambahkan E. burtonii pada fermentasi hari ke 6 dengan konsentrasi 104cfu/ml. Fermentasi dilakukan pada suhu ± 30°C selama 14 hari, selanjutnya angkak dikeringkan pada suhu ± 60°C sampai mencapai kadar air ± 5%. Produksi lovastatin angkak tanpa ko-kultur dilakukan dengan kondisi yang sama tanpa perlakuan penambahan E. burtonii. Pengaruh Suhu Terhadap Stabilitas Pigmen dan Lovastatin Angkak Ekstraksi Pigmen Angkak Angkak dihaluskan dengan mortar hingga menjadi bubuk. Bubuk pigmen angkak sebanyak 100 mg diekstraksi dengan 900 l etanol 75%, dikocok dengan vortex mixer. Langkah selanjutnya dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 9520 G selama 15 menit. Supernatan ditampung dalam tabung eppendorf, sedangkan pellet (biomassa) ditambah lagi dengan 900 l etanol 75%, dikocok dengan vortex mixer dan disentrifugasi pada kecepatan 9520 G selama 15 menit. Supernatan yang diperoleh digabungkan dengan supernatan hasil ekstraksi pertama dan dikocok dengan vortex mixer. Pengaruh suhu terhadap stabilitas pigmen angkak Ekstrak pigmen dipipet sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam 10 tabung reaksi. Satu buah tabung reaksi digunakan sebagai kontrol disimpan pada suhu kamar, sedangkan 9 tabung reaksi lainnya dipanaskan pada suhu 70˚C, 100˚C, dan 121˚C dengan waktu kontak divariasikan meliputi: 15, 30 dan 45 menit. 94 Pengaruh pH terhadap stabilitas pigmen angkak Ekstrak pigmen dipipet sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam 12 tabung reaksi, masing-masing tabung ditambahkan 5 ml 0,01 M buffer Na-sitrat pH 3, 5 ml 0,01 M buffer Na-sitrat pH 5, dan 5 ml 0,01 M buffer Na-sitrat pH 7. Tabung disimpan pada suhu kamar dengan variasi lama penyimpanan 2, 4, 6, dan 8 jam. Pengaruh suhu dan pH terhadap kadar Lovastatin Angkak Pengaruh suhu terhadap kadar lovastatin angkak Angkak dihancurkan menjadi bentuk bubuk (80 mesh), selanjutnya ditimbang 1 g sebanyak 10 kali. Masing-masing diekstrak dengan 2 ml asetonitril dan 0,1 ml asam fosfat 0,1%, diinkubasi selama 30 menit pada suhu kamar. Angkak diperlakukan dengan suhu 70˚C, 100˚C, dan 121˚C dengan waktu kontak divariasikan meliputi: 15, 30 dan 45 menit. Sampel disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Supernatan kemudian disaring dengan kertas saring membran nilon berukuran 0,45 mikron. Sampel kemudian diinjeksikan ke HPLC untuk dianalisis kadar lovastatin (Miyake et al, 1984) Pengaruh pH terhadap kadar lovastatin angkak Angkak dihancurkan menjadi bentuk bubuk (80 mesh), selanjutnya ditimbang 1 g sebanyak 9 kali. Angkak diekstrak dengan 2 ml asetonitril dan 0,1 ml asam fosfat 0,1%, diinkubasi selama 30 menit pada suhu kamar. Masing-masing ditambahkan 9 ml 0,01 M buffer Na-sitrat pH 3, 9 ml 0,01 M buffer Na-sitrat pH 5, dan 0,01 M buffer Na-sitrat pH 7. Masing-masing tabung disimpan pada suhu kamar dengan variasi lama penyimpanan 2, 4, 6, dan 8 jam. Analisis. Analisis yang dilakukan meliputi pengukuran intensitas warna dan kadar lovastatin angkak oleh pengaruh suhu dan pH. Analisis terhadap intensitas warna angkak dilakukan terhadap pigmen merah, kuning dan jingga yang dikandung angkak. Intensitas warna diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 410 nm untuk warna kuning, 470 nm untuk warna jingga dan 500 nm untuk warna merah. Produksi pigmen dinyatakan dalam nilai absorbansi dikalikan dengan faktor pengenceran (Miyake et al, 1984). Analisis terhadap kadar lovastatin 95 angkak dilakukan dengan metode Miyake et al (1984) menggunakan alat HPLC. Sampel setelah perlakuan suhu dan pH, disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Supernatan kemudian disaring dengan kertas saring membran nilon berukuran 0,45 mikron. Sampel kemudian diinjeksikan ke HPLC untuk dianalisis kadar lovastatin (Miyake et al, 1984). Hasil dan Pembahasan 1. Pengaruh suhu dan waktu kontak terhadap stabilitas pigmen merah angkak Hasil analisis pengaruh suhu terhadap stabilitas pigmen merah angkak yang diproduksi oleh M. purpureus TOS secara monokultur maupun secara ko-kultur dengan E. burtonii disajikan pada Gambar 7.1. Analisis secara statitistik menunjukkan bahwa, pemberian panas pada suhu 70˚C, 100˚C dan 121˚C dengan waktu kontak 15, 30, dan 45 menit tidak mempengaruhi stabilitas pigmen merah angkak baik terhadap angkak yang diproduksi secara monokultur maupun ko-kultur (p>0,05). Pigmen merah angkak (monokultur dan ko-kultur) relatif tahan terhadap suhu 70-121˚C. Shin (2005) melaporkan bahwa pigmen angkak secara umum mempunyai kemampuan mewarnai yang kuat dan produk pangan yang diberi warna angkak, memiliki penampilan yang baik terhadap panas. Pigmen angkak juga stabil terhadap sinar radiasi maupun ultraviolet. Faktor-faktor seperti oksidasi, logam, alkalinitas dan keasaman berpengaruh kecil terhadap intensitas warna pigmen angkak. 96 70˚C 100˚C 121˚C 12 14 Absorbansi 500 nm Absorbansi 500 nm 14 10 8 6 4 12 10 8 6 4 2 2 0 0 Kontrol 15 30 70˚C 100˚C 121˚C Kontrol 45 Waktu kontak (menit) 15 30 45 Waktu kontak (menit) (a) (b) Gambar 7.1 Pengaruh suhu terhadap stabilitas pigmen merah angkak (a) monokultur, (b) ko-kultur M. purpureus TOS dengan E. burtonii Ketahanan pigmen merah angkak oleh pengaruh suhu tinggi, menunjukkan bahwa angkak dapat diaplikasikan pada makanan-makanan yang diproses dengan suhu tinggi, misalnya pada makanan kaleng yang disterilisasi pada suhu 121˚C dengan lama waktu (15-45) menit. Aplikasi pigmen merah angkak juga dapat digunakan sebagai pengganti nitrit pada produk olahan daging. Fabre et al. (1993) melaporkan bahwa pigmen angkak lebih stabil dibanding pewarna yang biasa digunakan untuk mewarnai produk-produk daging seperti garam-garam nitrit. Penelitian Fabre et al. (1993) untuk mengetahui stabilitas pigmen angkak yang dihasilkan oleh Monascus ruber sebagai pewarna produk-produk daging menunjukkan bahwa, pigmen angkak peka atau sensitif terhadap cahaya, suhu tinggi dan pH asam. Akan tetapi pigmen angkak lebih stabil dibanding pewarna yang biasa digunakan untuk mewarnai produk-produk daging seperti garam-garam nitrit. Produk daging yang diwarnai dengan angkak, setelah tiga bulan disimpan pada suhu 4˚C dan dalam kondisi vakum, warnanya tetap stabil (stabilitasnya sekitar 95 persen). 97 Kaur et al (2009), melaporkan bahwa pigmen merah angkak yang diproduksi secara monokultur menggunakan M. purpureus MTCC 410, stabil pada suhu 70˚C selama 15 menit, tetapi intensitas warna menurun pada suhu di atas 70˚C. Pada suhu 100˚C, warna merah angkak berubah menjadi merah kehitaman akibat kerusakan molekul pigmen dalam larutan. Ketidakstabilan pigmen M. purpureus pada suhu tinggi tersebut dikorelasikan dengan terjadinya kerusakan secara cepat dari molekul penyusun pigmen (45% residu pigmen yang tertinggal setelah perlakuan 2 jam pada suhu 100˚C) ( Lee and Chen, 2000). Penurunan intensitas pigmen merah oleh perlakuan suhu tinggi diduga disebabkan oleh terjadinya dekomposisi dan berubahnya struktur pigmen merah, sehingga menyebabkan sifatnyapun dapat berubah menjadi lebih pucat. Suhu tinggi kemungkinan juga dapat nenyebabkan terjadinya kerusakan gugus kromofor pigmen sehingga menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada ikatan atau gugus fungsionalnya (Sutrisno,1987). Penurunan intensitas pigmen merah angkak akibat perlakuan pemanasan pada suhu tinggi, kemungkinan disebabkan oleh kerusakan pada struktur pigmen. Pigmen merah angkak tersusun oleh unit-unit yang diantaranya terdiri dari gugus fungsional-gugus fungsional yang membentuk gugus kromophor dan beberapa ikatan rangkap serta gugus-gugus lainnya. Akibat perlakuan panas, ikatan rangkap pada struktur tersebut dapat terbuka. Juga dimungkinkan terjadi kerusakan pada gugus kromophor antara lain akibat terlepasnya gugus fungsioanal atau terbukanya gugus fungsional yang menyusun gugus kromophor (Fessenden 1994). Komponen utama pigmen angkak khususnya pigmen merah terdiri dari rubropunktamin (C21H29NO4) dan monaskorubramin (C23 H29NO4). Struktur monaskorubramin (C23 H29NO4) disusun oleh gugus-gugus fungsional antara lain: gugus khromophor, gugus keton, gugus ester dan gugus amina. Gugus-gugus penyusun komponen pigmen tersebut mempunyai sifat fisik spesifik yang akan mempengaruhi karakteristik pigmen secara umum. Misalnya gugus keton sebagai salah satu gugus penyusun pigmen tersebut, dengan adanya dua pasang elektron menyendiri pada oksigen, suatu senyawa karbonil tidak dapat membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa karbonil lainnya, maka titik didihnya lebih rendah dari 98 pada senyawa alkohol. Alkohol secara umum mendidih pada suhu ± 78˚C, perlakuan panas pada pigmen angkak dengan suhu minimal sama atau lebih dari suhu mendidih alkohol (minimal 78˚C), menyebabkan gugus ini mudah mendidih dan menguap (Fessenden et al 1995). Dengan menguapnya gugus penyusun pigmen merah angkak akibat perlakuan suhu tinggi, menyebabkan struktur penyusun pigmen merah tidak utuh lagi atau mengalami kerusakan. Kondisi ini dapat menyebabkan intensitas warna merah angkak menurun. Kestabilan pigmen merah angkak hasil ko-kultur M. purpureus TOS dengan E. burtonii oleh pengaruh suhu , sangat potensial untuk tujuan aplikasi secara luas pada produk olahan pangan, mengingat proses pengolahan pangan secara umum melibatkan penggunaan suhu yang relatif tinggi. 2. Pengaruh pH dan waktu kontak terhadap stabilitas pigmen merah angkak Pengaruh pH terhadap stabilitas pigmen merah angkak (monokultur dan ko- kultur) disajikan pada Gambar 7.2. Analisis secara statitistik menunjukkan bahwa, pH 7,0 dengan waktu kontak 2, 4, 6 dan 8 jam tidak mempengaruhi stabilitas pigmen merah angkak monokultur maupun hasil ko-kultur (p>0,05). Perlakuan pH 3,0 dan 5,0 dengan waktu kontak 2-8 jam, menyebabkan penurunan secara nyata intensitas pigmen merah angkak monokultur maupun angkak hasil ko-kultur. Kestabilan intensitas pigmen merah angkak pada pH netral, sangat potensial untuk tujuan aplikasi pada produk olahan makanan dan minuman yang pHnya netral. Lee et al., (1995) melaporkan bahwa pigmen Monascus baik untuk pewarna makanan dan minuman dengan pH netral. Timotius (2004) juga melaporkan bahwa pigmen merah dan kuning angkak lebih stabil terhadap panas pada pH tinggi daripada pH asam. Fabre et al (1993) juga menyatakan bahwa pigmen merah angkak lebih stabil pada kondisi alkali dan paling sensitif terhadap pH asam. 99 16 16 14 14 pH 3,0 12 pH 5,0 10 pH 7,0 8 6 4 Absorbansi 500 nm Absorbansi 500 nm 12 10 8 pH 3,0 6 pH 5,0 4 pH 7,0 2 2 0 0 2 4 6 8 Waktu kontak (jam) 2 4 6 8 Waktu kontak (jam) (a) (b ) Gambar 7.2 Pengaruh perlakuan pH terhadap stabilitas pigmen merah angkak, (a) monokultur (b) ko-kultur M. purpureus TOS dengan E. burtonii Boelhasrin et al, 1982 melaporkan bahwa kestabilan zat warna angkak dalam larutan dipengaruhi oleh cahaya matahari, suhu, pH, oksidator, dan surfaktan nonionik. Penurunan pigmen lebih cepat pada pH rendah kemungkinan berhubungan dengan percepatan interaksi air dengan pigmen oleh adanya asam seperti rusaknya ikatan ester dari rubropunktamin atau monaskorubramin. 3. Pengaruh suhu dan waktu kontak terhadap stabilitas pigmen kuning angkak Stabilitas pigmen kuning angkak hasil ko-kultur M. purpureus TOS dengan E. burtonii oleh pengaruh suhu disajikan pada Gambar 7.3. Perlakuan suhu 70˚C dan 100˚C dengan waktu kontak 15, 30, dan 45 menit, menunjukkan tidak mempengaruhi secara nyata intensitas pigmen kuning angkak. Semakin lama waktu kontak dengan suhu 70˚C dan 100˚C tidak menyebabkan penurunan intensitas pigmen kuning angkak hasil ko-kultur. Suhu 121˚C dengan kombinasi waktu kontak yang sama, menyebabkan penurunan intensitas pigmen kuning angkak hasil ko-kultur secara nyata (p<0,05). 100 Pigmen kuning angkak disusun oleh struktur monaskin (C21 H26 O5) dan ankaflavin (C23 H30 O5). Struktur monaskin dan ankaflavin disusun oleh gugusgugus fungsional antara lain: gugus khromophor, gugus keton, gugus ester dan gugus amina. Gugus-gugus penyusun komponen pigmen tersebut mempunyai sifat fisik spesifik yang akan mempengaruhi karakteristik pigmen secara umum. Misalnya gugus keton sebagai salah satu gugus penyusun pigmen tersebut, dengan adanya dua pasang elektron menyendiri pada oksigen, suatu senyawa karbonil tidak dapat membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa karbonil lainnya, maka titik didihnya lebih rendah dari pada senyawa alkohol padanannya. Alkohol secara umum mendidih pada suhu ± 78˚C, perlakuan panas dengan suhu minimal sama atau lebih dari suhu mendidihnya alkohol pada pigmen angkak, menyebabkan gugus ini mudah mendidih dan menguap. Dengan menguapnya gugus penyusun pigmen kuning angkak akibat perlakuan suhu tinggi, menyebabkan struktur penyusun pigmen kuning tidak utuh lagi atau mengalami kerusakan, kondisi ini dapat menyebabkan intensitas warna angkak menurun (Fessenden et al 1995). 9 9 8 8 7 6 5 70˚C 4 100˚C 3 121˚C Absorbansi 410 nm 10 Absorbansi 410 nm 10 7 6 5 4 70˚C 3 100˚C 2 2 121˚C 1 1 0 0 Kontrol 15 30 45 Waktu kontak (menit) (a) Kontrol 15 30 45 Waktu kontak (menit) (b) Gambar 7.3 Pengaruh suhu terhadap stabilitas pigmen kuning angkak (a) monokultur (b) ko-kultur M. purpureus TOS dengan E. burtonii 101 Kestabilan zat warna angkak dalam larutan dipengaruhi oleh cahaya matahari, suhu, pH, oksidator, dan surfaktan nonionik (Boelhasrin et al, 1982). Suhu sampai batas tertentu dapat menyebabkan ikatan rangkap rusak atau gugus fungsi pada struktur pigmen terbuka sehingga menyebabkan penurunan intensitas pigmen, warna dapat memudar). 4. Pengaruh pH dan waktu kontak terhadap stabilitas pigmen kuning angkak Stabilitas pigmen kuning angkak (monokultur dan ko-kultur) oleh pengaruh pH disajikan pada Gambar 7.4. Stabilitas pigmen kuning angkak yang diproduksi oleh M. purpureus TOS secara monokultur, tidak dipengaruhi kondisi pH 3,0-7,0 pada berbagai waktu kontak (2-8 jam). Angkak hasil ko-kultur M. purpureus TOS dengan E. burtonii, perlakuan pH 3,0 dengan waktu kontak 2, 4, 6 jam, serta pH, 5,0 dan 7,0 dengan waktu kontak 2, 4, 6 , 8 jam, tidak mempengaruhi secara nyata stabilitas pigmen kuning angkak, sedangkan pH 3,0 dengan waktu kontak 8 jam menyebabkan penurunan stabilitas pigmen kuning angkak hasil ko-kultur secara 10 9 10 9 8 7 6 8 7 6 5 4 3 Absorbansi 410 nm Absorbansi 410 nm nyata (p<0,05). pH 3,0 pH 5,0 pH 7,0 2 1 0 2 4 6 Waktu kontak (jam) (a) 5 4 3 pH 3,0 pH 5,0 pH 7,0 2 1 0 8 2 4 6 8 Waktu kontak (jam) (b) Gambar 7.4 Pengaruh perlakuan pH terhadap stabilitas pigmen kuning angkak (a): monokultur, (b) ko-kultur M. purpureus TOS dengan E. burtonii 102 Penurunan intensitas pigmen kuning angkak akibat perlakuan pH 3,0 dengan waktu kontak 8 jam merupakan fenomena yang mirip seperti yang terjadi pada pigmen merah dan jingga angkak. Secara umum kestabilan zat warna angkak dalam larutan dipengaruhi oleh cahaya matahari, suhu, pH, oksidator, dan surfaktan nonionik (Boelhasrin et a.l, 1982). Struktur penyusun pigmen kuning angkak adalah monaskin (C21 H26 O5) dan ankaflavin (C23 H30 O5). Struktur monaskin dan ankaflavin disusun oleh gugus-gugus fungsional antara lain: gugus khromophor, gugus keton, gugus ester dan gugus amina. Gugus-gugus penyusun komponen pigmen tersebut mempunyai sifat fisik spesifik yang akan mempengaruhi karakteristik pigmen secara umum. 5. Pengaruh suhu dan waktu kontak terhadap stabilitas pigmen jingga angkak hasil ko- kultur M. purpureus TOS dengan E. burtonii Kestabilan intensitas pigmen jingga angkak (monokultur dan ko-kultur) oleh pengaruh suhu disajikan pada Gambar 7.5. Perlakuan suhu 70˚C, 100˚C dengan waktu kontak 15, 30 dan 45 menit dan suhu 121˚C dengan waktu kontak 15 dan 30 menit, tidak mempengaruhi secara nyata intensitas pigmen jingga angkak. Sedangkan suhu 121˚C dengan waktu kontak 45 menit menyebabkan penurunan intensitas pigmen jingga angkak hasil ko-kultur secara nyata (p<0,05). 7 7 6 5 4 70˚C 3 100˚C 2 1 0 Absorbansi 470 nm Absorbansi 470 nm 6 5 4 70˚C 100˚C 121˚C 3 2 1 0 Kontrol 15 30 45 Waktu kontak (menit) (a) Kontrol 15 30 45 Waktu kontak (menit) (b) Gambar 7.5 Pengaruh suhu terhadap stabilitas pigmen jingga angkak (a), monokultur (b) ko-kultur M. purpureus TOS dengan E. burtonii 103 Suhu 70˚C, 100˚C dengan waktu kontak 15-45 menit dan suhu 121˚C dengan waktu kontak 15 dan 30 menit, belum menyebabkan kerusakan pada struktur penyusun pigmen jingga angkak. Sedangkan suhu 121˚C dengan waktu kontak 45 menit sudah menyebabkan kerusakan struktur pigmen jingga angkak. Pigmen jingga angkak tersusun oleh struktur rubropunktatin (C21 H22 O5) dan monaskorubrin (C23 H26 O5). 6. Pengaruh pH terhadap stabilitas pigmen jingga angkak Stabilitas pigmen jingga angkak monokultur dan angkak hasil ko-kultur M. purpureus TOS dengan E. burtonii oleh pengaruh pH disajikan pada Gambar 7.6. Perlakuan pH 4,0, 6,0 dan 8,0 dengan waktu kontak 2, 4, 6, 8 jam tidak mempengaruhi secara nyata intensitas pigmen jingga angkak (p<0,05). Pigmen jingga 8 8 7 7 Absorbansi 470 nm Absorbansi 470 nm angkak stabil pada pH 4,0, 6,0, dan 8,0 dengan waktu kontak 2, 4, 6, dan 8 jam. 6 5 4 pH 3,0 3 pH 5,0 2 pH 7,0 6 5 4 1 0 0 4 6 Waktu kontak (jam) 8 pH 5,0 2 1 2 pH 3,0 3 pH 7,0 2 4 6 8 Waktu kontak (jam) (a) (b) Gambar 7.6 Pengaruh perlakuan pH terhadap stabilitas pigmen jingga angkak, (a) monokultur (b) ko-kultur M. purpureus TOS dengan E. burtonii Pigmen jingga angkak tersusun oleh komponen rubropunktatin (C21 H22 O5) dan monaskorubrin (C23 H26 O5). Seperti halnya komponen penyusun pigmen merah dan kuning angkak, rubropunktatin dan monaskorubrin juga tersusun oleh unit-unit gugus fungsional antara lain: gugus khromophor, gugus keton, gugus ester dan gugus amina. Gugus-gugus penyusun komponen pigmen tersebut mempunyai sifat fisik 104 spesifik yang akan mempengaruhi karakteristik pigmen secara umum. Pada penelitian ini perlakuan pH 4,0, 6,0 dan 8,0 dengan waktu kontak 2, 4, 6, 8 jam, ternyata belum mempengaruhi kestabilan pigmen jingga angkak. 7. Pengaruh suhu terhadap stabilitas kadar lovastatin angkak Kadar lovastatin angkak (monokultur dan ko-kultur) oleh pengaruh suhu disajikan pada Gambar 7.7. Analisis secara statistik menunjukkan bahwa perlakuan suhu 70˚C, 100˚C, 121˚C dengan waktu kontak15-45 menit dan suhu 70˚C-121˚C dengan waktu kontak 15 dan 30 menit, tidak mempengaruhi kadar lovastatin angkak yang diproduksi secara monokultur maupun secara ko-kultur (p>0,05). Suhu 121˚C dengan waktu kontak 45 menit menyebabkan penurunan kadar lovastatin angkak kokultur (p<0,05). 3 70˚C 3 100˚C 2,5 121˚C 2 Kadar lovastatin (%) Kadar lovastatin (%) 2,5 1,5 2 1,5 1 0,5 70˚C 100˚C 121˚C 1 0,5 0 0 Kontrol 15 30 45 Waktu kontak (menit) (a) Kontrol 15 30 45 Waktu kontak (menit) (b) Gambar 7.7 Pengaruh suhu terhadap stabilitas kadar lovastatin angkak (a) monokultur (b) ko-kultur M. purpureus TOS dengan E. burtonii Penurunan kadar lovastatin angkak akibat perlakuan sampai suhu tertentu, kemungkinan disebabkan oleh kerusakan pada struktur lovastatin. Lovastatin mempunyai kerangka utama poliketida, suatu cincin hidroksiheksahidronaptalen, pada rantai sisi C6 dan C8, terikat metilbutirat dan suatu hidroksilakton. Akibat 105 perlakuan panas dimungkinkan terjadi kerusakan pada gugus penyusun lovastatin, antara lain akibat terlepasnya gugus yang menyusun kerangka poliketida yang berupa cincin hidroksiheksahidronaptalen. Juga dimungkinkan terjadi kerusakan ikatan rangkap pada struktur tersebut atau menyebabkan ikatan rangkap terbuka (Simpson, 1985). Meskipun terjadi penurunan kadar lovastatin angkak hasil ko-kultur M purpureus TOS dengan E. burtonii oleh pengaruh perlakuan suhu121˚C dengan waktu kontak 45 menit, namun kadar lovastatin angkak hasil ko-kultur tersebut masih lebih tinggi dibandingkan kadar lovastatin angkak penelitian-penelitian sebelumnya. Angkak hasil ko-kultur dengan kadar lovastatin yang masih relatif tinggi, memiliki potensi yang cukup tinggi untuk diaplikasikan pada produk-produk pangan sekaligus sebagai pangan fungsional. Disamping itu, produk angkak hasil ko-kultur berpeluang sebagai salah satu sumber lovastatin yang sangat potensial dan relatif murah. Lovastatin merupakan bahan bioaktif kelompok statin yang sangat penting dalam perkembangan biomedis (Altieri,2001). Sudah lama lovastatin dikenal sebagai senyawa penurun kolesterol dengan melakukan penghambatan enzim HMG-CoA reductase (3-hidroksi metilglutaril CoA reduktase) yang berperan penting dalam biosintesis kolesterol . Sampai saat ini Indonesia masih tergantung pada impor bahan ini. 8. Pengaruh pH terhadap stabilitas kadar lovastatin angkak Kadar lovastatin angkak (monokultur dan ko-kultur) oleh pengaruh perlakuan pH disajikan pada Gambar 7.8. Perlakuan pH 3,0, 5,0 dan 7,0 pada semua waktu kontak tidak mempengaruhi kadar lovastatin angkak monokultur dan pH 7,0 pada semua waktu kontak terhadap angkak ko-kultur, tidak mempengaruhi kadar lovastatin angkak dan ko-kultur (p>0,05). Sedangkan pH 3,0 dan pH 5,0 pada semua waktu kontak, menyebabkan penurunan kadar lovastatin angkak hasil ko-kultur (p<0,05). 106 Lovastatin angkak hasil ko-kultur M purpureus TOS dengan E. burtonii memiliki karakteristik stabil pada pH netral, dan tidak stabil atau mengalami penurunan pada pH asam (3,0 dan 5,0). Aplikasi angkak secara luas pada produk pangan diupayakan pada kondisi pH netral (7,0) dan dihindari penggunaan pada produk pangan yang mempunyai pH asam untuk mencegah penurunan kadar lovastatin angkak. 2,5 pH 3,0 2 Kadar lovastatin (%) Kadar lovastatin (%) 2,5 pH 5,0 1,5 pH 7,0 1 0,5 2 1,5 1 pH 3,0 0,5 pH 5,0 pH 7,0 0 0 2 4 6 8 2 Waktu kontak (jam) 4 6 8 Waktu kontak (jam) (a) (b) Gambar 7.8 Pengaruh pH terhadap stabilitas kadar lovastatin (a) monokultur (b) ko-kultur M. purpureus TOS dengan E. burtonii SIMPULAN Perlakuan suhu 70˚C , 100˚C dan 121˚C dengan waktu kontak 15, 30, dan 45 menit, tidak mempengaruhi stabilitas pigmen merah angkak baik yang diproduksi oleh M. purpureus TOS secara monokultur maupun ko-kultur dengan E. burtonii. kuning dan jingga angkak. Akan tetapi suhu tinggi (121˚C) dengan waktu kontak yang lebih lama (45 menit) menyebabkan penurunan intensitas pigmen merah, kuning dan jingga angkak. Pigmen angkak hasil ko-kultur M. purpureus dengan E. burtonii cukup stabil pada pH netral (7,0) dengan waktu kontak 2, 4, 6 dan 8 jam. Pada pH asam (3,0 dan 5,0) dengan waktu kontak 2, 4, 6 dan 8 jam , menyebabkan 107 penurunan intensitas pigmen merah angkak. Hasil ini berbeda untuk pigmen kuning dan jingga angkak yang relative stabil pada pH rendah (3,0) Pengaruh suhu 70˚C, 100˚C dengan waktu kontak 15, 30, dan 45 menit, dan 121˚C dengan waktu kontak 15 dan 30 menit, juga tidak mempengaruhi kestabilan kadar lovastatin angkak hasil ko-kultur secara nyata dibanding kontrol. Hanya pada suhu lebih tinggi 121˚C dengan waktu kontak lebih lama (45 menit), menyebabkan penurunan kadar lovastatin angkak hasil ko-kultur secara nyata. Seperti halnya pigmen angkak, kadar lovastatin juga mengalami penurunan pada pH 3,0 dan 5,0. DAFTAR PUSTAKA Altieri DC. 2001. Statins’benefit begin to sprourt. J. Clin. Invest. 108:365-366. Boelhasrin, M.P., S.T, Darijanto, N. Nurhayati, M. Nurhamidah, L, Widowati dan A. Rahmizar. 1982. Isolasi dan karakterisasi Monascorubrin dari Monascus purpureus Went. Laporan Penelitian. ITB, Bandung. Hutchings JB. 1994. Food colour and appearance. Blackie Academic & Profesional. Wester Cleddens Road, Bishopbriggs, Glasgow G64 2NZ. Kaur B, Deb Kumar Cakraborty, Harbinder Kaur. 2009. Production and evaluation of physicochemical properties of red pigment from Monascus pupureus MTCC 410. The Internet Journal of Microbiology: Vol. 7, Number 1. Fabre CE, Santerre MO, Baberian R, Pereilleux A, Goma G, Balance PJ. 1993. Production and food application of the red pigment of Monascus ruber. J. Food Sci., 58:1099-1110. Fessenden RJ, Joan S. Fessenden. 1994. Kimia Organik Jilid 2. Aloysius Hadyana P, alih bahasa. Ed ke 3. Jakarta: Penerbit Erlangga. Lee YK, Chen DC, Lim BL, Tay HS and Chua J. 1995. Fermentative production of natural food colorants by the fungus Monascus. Icheme symposium series. 137: 19-23. Lee YK and Chen DC. 2000. Applications of Monascus pigment as food colorant. Disp.in:http://www.allok.com/literature. Manjasari LV. 2005. Optimasi produksi pigmen angkak dan lovastatin oleh Monascus purpureus. Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB, Bogor. 108 Miyake, T., Ohno, S. Sakai, S. 1984. Process for the production of Monascus pigment. United States of Pattern. 4442 209. Nurhidayat N. 2004. Angkak meningkatkan http://w.w.w.pikiran-rakyat.com jumlah trombosit. Bogor: Simpson, K.L. 1985. Chemical changes in natural food pigments. Di dalam : Thomas R. (ed). Chemical changes in food during processing. Avi publishing Co., New York. Sutrisno, A.D. 1987. Pembuatan dan peningkatan kualitas zat warna merah alami yang dihasilkan oleh Monascus sp. Di dalam: Risalah Seminar Bahan Tambahan Kimiawi (Food Additives). S. Fardiaz, R. Dewanti dan S. Budijanto (ed.). Jakarta, Indonesia, Oktober 3-4, 1986. Shin, C.S., H-J. Kim, M-J. Kim, and J-Y Ju. 2005. Morphological change and enhanced pigmen production of Monascus when co-cultured with Saccharomyces cereviseae or Aspergillus oryzae. Biotechnol. Bioeng. 59, 576581. Timotius KH. 2004. Produksi pigmen angkak oleh Monascus. Jurnal. Teknol. Dan Industri Pangan, Vol. XV, No. 1. 109