Mikroba merupakan sumber senyawa bioaktif yang telah banyak diteliti memiliki aktivitas farmakologi diantaranya sebagai antibakteri, antivirus dan antikanker (Rodriguez dkk., 2009; Selim dkk., 2012). Salah satu kelompok mikroba penghasil senyawa bioaktif adalah mikroba endofit. Mikroba endofit baik berupa fungi maupun bakteri merupakan mikroba yang hidup berkoloni dalam jaringan tumbuhan tanpa menimbulkan gejala penyakit pada tumbuhan inangnya. Selain senyawa bioaktif baru, mikroba endofit dapat memproduksi senyawa bioaktif yang sama bahkan identik dengan senyawa yang dihasilkan tumbuhan inangnya, seperti senyawa taxol yang dihasilkan baik dari endofit Taxomyces andreanae maupun tanaman inangnya Taxus brevifolia (Strobel, 2003), alkaloid vinca yang dihasilkan dari endofit Alternaria sp dan Fusarium oxysporum serta tumbuhan inangnya Vinca rosea, dan podophylotoxin yang dihasilkan oleh Podophyllum hexandrum dan endofitnya Trametes hirsuta (Chandra, 2012). Pencarian metabolit dari fungi endofit juga untuk mengatasi masalah ketersediaan jumlah tanaman penghasil, dan keterbatasan produksi. Schulz dkk., (2002) meneliti bahwa dari 135 metabolit sekunder fungi endofit yang berhasil diisolasi 51 % termasuk senyawa baru. Pendekatan dari sisi etnobotani dapat menjadi acuan untuk melakukan eksplorasi senyawa bioaktif dari fungi endofit. Kemampuan fungi endofit menghasilkan senyawa bioaktif dapat berasal dari tumbuhan inangnya yang mengandung banyak senyawa bioaktif dan telah lama dikenal sebagai tanaman obat. Tanaman Artemisia annua Linn. telah diketahui mengandung senyawa artemisinin dan berbagai komponen minyak atsiri (Krishna dkk., 2008; Yan dkk., 2 2011). Artemisinin dikenal sebagai obat malaria dan kanker di negara-negara tropis. Senyawa ini dan derivatnya dilaporkan memiliki aktivitas antikanker dengan mekanisme aksi seperti memodulasi apoptosis, dan menghambat angiogenesis (Krishna dkk., 2008). Minyak atsiri A.annua telah diteliti memiliki aktivitas antimikroba (Ćavar dkk., 2012). Beberapa fungi endofit juga telah diisolasi dari tanaman A.annua diantaranya fungi Hypoxilon truncatum yang mengandung senyawa antikanker daldinone (Gu dkk., 2007), endofit kode IFB-E012 yang mengandung 5 senyawa yaitu 7,8dimethylalloxazine, daucosterol, p-hydroxybenzoic acid, urasil dan asam nikotinat yang memiliki efek sitotoksik terhadap sel tumor nasofaring (Shen dkk., 2010). Selain itu, telah diisolasi pula endofit Mucor sp. Aspergillus sp. dan Cephalosporium sp. yang memiliki aktivitas antimikroba (Zhang dkk., 2012). Pada tingkat genus, fungi Alternaria, Colletotrichum, Phomopsis, dan Xylaria sp. menjadi fungi endofit yaang dominan pada tanaman Artemisia (Huang dkk., 2009). Endofit kode AA1 merupakan salah satu endofit yang telah diisolasi dari tanaman A.annua (Wahyono, 2010). Penelitian tentang aktivitas farmakologi dari endofit ini masih belum banyak dilakukan. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan senyawa bioaktif ekstrak etil asetat endofit AA1 dari tanaman A.annua yang memiliki efek sitotoksik terhadap sel kanker payudara T47D. 3 B. Perumusan Masalah a. Apakah ekstrak etil asetat fungi endofit kode AA1 dari tanaman Artemisia annua Linn. bersifat sitotoksik terhadap sel kanker T47D? b. Senyawa apakah yang memiliki efek sitotoksik terhadap sel T47D dalam ekstrak etil asetat fungi endofit kode AA1? C. Keaslian penelitian Artemisia annua Linn merupakan salah satu tanaman yang dikenal luas dan telah lama digunakan sebagai tumbuhan obat. Metabolit sekunder dari A.annua telah banyak diteliti memiliki aktivitas farmakologis diantaranya sebagai antimalaria, antitumor (Efferth, 2007), dan antioksidan (Ferreira dkk., 2010). Tanaman ini juga telah banyak diteliti memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker (Firestone dan Sundar, 2009; Krishna dkk., 2008; Singh dkk., 2011; Zhai dan Zhong, 2010). Endofit fungi Curvularia lunata yang diisolasi dari Niphates olemda, telah diteliti memproduksi cytoskyrins sebagai antibakteri dan juga agen antikanker potensial (Jadulco dkk., 2002). Selain itu, fungi endofit Phoma medicaginis yang berasal dari tumbuhan Medicago sativa dan Medicago lupulina menghasilkan antibiotik brefeldine A yang juga berhubungan dengan apoptosis pada sel kanker, senyawa sclerotiorin dari endofit Cephalotheca faveolata telah diteliti menginduksi apoptosis pada kanker kolon (Giridharan dkk., 2012; Selim dkk., 2012). Tanaman yang berkhasiat secara etnobotani dapat dijadikan sumber eksplorasi fungi endofit untuk dikembangkan menjadi sumber senyawa bioaktif. Kombinasi faktor-faktor yang terdapat baik pada tanaman inang ataupun endofitnya dapat 4 meningkatkan akumulasi metabolit sekunder pada tanaman dan fungi (Chandra, 2012). Fungi endofit merupakan salah satu sumber metabolit bioaktif antimikroba, antikanker, dan antivirus (Selim dkk., 2012). Senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh fungi endofit dapat menjadi pendekatan alternatif untuk menemukan obat baru antikanker. Penelitian isolasi senyawa bioaktif sitotoksik kultur endofit kode AA1 dari tanaman A.annua sejauh pengetahuan penulis belum pernah dilakukan sebelumnya. D. Urgensi penelitian Peningkatan penderita kanker dari waktu ke waktu serta banyaknya kasus efek samping dan kerugian akibat terapi kanker secara konvensional membutuhkan modifikasi metode pengobatan serta usaha penemuan obat baru yang lebih selektif untuk keberhasilan terapi kanker. Eksplorasi metabolit sekunder dari tanaman, hewan dan mikroorganisme menjadi salah satu jalan untuk menemukan senyawa bioaktif baru dalam terapi kanker. E. Tujuan penelitian 1. Mengkaji aktivitas sitotoksik dari ekstrak etil asetat kode AA1 dari Artemisia annua L. dalam membunuh sel T47D. 2. Mengkaji senyawa bioaktif dalam ekstrak etil asetat endofit AA1 yang memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel T47D. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Kanker Payudara Payudara terdiri dari sekitar enam sampai delapan sistem duktus. Sistem duktus terdiri dari lobulus-lobulus yang membuat susu dan duktusnya menjadi saluran yang membawa susu ke puting susu. Sebagian besar kanker payudara mulai tumbuh di dalam garis duktus susu (saluran kelenjer susu). Kanker payudara berkembang dalam beberapa tahap yaitu awalnya terjadi peningkatan jumlah sel di dalam garis duktus yang disebut hiperplasia. Sel tersebut kemudian melakukan replikasi yang abnormal, kondisi ini disebut hiperplasia atipikal. Selsel tersebut akan menyerupai sel-sel kanker payudara, namun hanya terbatas di dalam duktus sehingga disebut karsinoma duktus in situ (kanker yang terbatas di dalam duktus), atau disebut DCIS (ductal carcinoma in situ). Hal serupa dapat terjadi di setiap lobulus. Sel-sel kanker akan berinvasi keluar dari duktus dan masuk ke jaringan lemak di sekitarnya menjadi kanker duktus yang invasif. Jika sel-sel tersebut keluar dari dinding duktus dan mulai menginvasi jaringan sekitarnya, maka disebut karsinoma duktus infiltrasi. Seluruh proses tersebut tidak berjalan singkat. Pada kenyataannya diperkirakan bahwa rata-rata kanker payudara telah ada selama 1 sampai 10 tahun saat ia diraba sebagai benjolan atau terlihat di mammogram (Tagliaferri dkk., 2001). 6