BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktek korupsi di Indonesia sekarang ini sudah merajalela. Pada tahun 2013, Transparency International Indonesia dalam launching hasil survey Global Corruption Barometer 2013, menyatakan 72% menyatakan korupsi di Indonesia meningkat, dan sejumlah 65% menyatakan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia belum efektif. Bagi banyak orang, korupsi bukan lagi merupakan suatu pelanggaran hukum, melainkan sekedar suatu kebiasaan. Secara global partai politik, polisi, parlemen, peradilan dan birokrasi merupakan lembaga yang paling korup. Praktek korupsi tidak menutup terjadi juga di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menurut Dahlan Iskan, Mantan Menteri BUMN, dikutip dalam halaman berita beritasatu.com pada 4 Juni 2012, Dahlan Iskan tak membantah jika banyak perusahan BUMN yang melakukan praktik suap untuk memperoleh proyek. Berdasarkan survei internal kementerian yang dulu dipimpinnya itu, 70 persen BUMN terlibat permainan uang untuk memenangkan tender proyek. Data ini memiliki arti bahwa hanya 30 persen perusahaan plat merah yang mendapat proyek tanpa suap-menyuap. Ini berarti sekitar 98 dari 140 BUMN terlibat dalam korupsi yang bersifat sistematis dan terstruktur. Korupsi sudah lama menjadi hal yang “wajar”, terencana dengan baik, tahu sama tahu, dan dilakukan bersama-sama bahkan kadang terang-terangan. Dalam buku Menuju PLN Bersih, banyak termuat cerita-cerita tentang korupsi di PLN, sehingga menggambarkan bahwa PLN juga kerap memiliki image yang “buruk” karena banyaknya kasus-kasus korupsi yang melibatkan internal PLN. Kasus terakhir yang cukup mencuat yaitu kasus korupsi pembangunan gardu induk pembangkit untuk jaringan Jawa Bali dan Nusa Tenggara di PLN. Kasus tersebut menyeret empat tersangka dari PLN, dan 3 tersangka lainnya dari pihak swasta. Selain itu kasus lain yang menyeret internal PLN, yaitu mantan Kepala Sektor PT PLN Pembangkit Belawan, Ermawan Arief Budiman, termasuk dalam Daftar 1 Pencarian Orang (DPO) karena kasus korupsi pengadaan Flame Tube GT 1.2 Belawan. Bidang Pelayanan dan Bidang Pengadaan merupakan wilayah yang rawan korupsi. Tapi kedua bidang tersebut cukup berbeda, pelayanan melibatkan korupsi kelas “receh”, sedangkan pengadaan melibatkan uang yang sangat besar dan permainan yang “cantik”. Di tengah krisis kepercayaan publik terhadap penegakan korupsi di negeri ini, bahkan korupsi tak luput dilakukan oleh pihak-pihak yang seharusnya berada di gerbang terdepan pemberantasan korupsi, maka PLN berupaya untuk menjadikan PLN menjadi lembaga BUMN yang bersih dan bebas praktek korupsi, dengan melaksanakan PLN Bersih. Program “PLN Bersih” adalah sebuah gerakan, sebuah ajakan, ditujukan kepada seluruh warga PLN dan pihak-pihak yang berhubungan dengan PLN, untuk menjadikan PLN steril dari suap, korupsi, gratifikasi, uang terima kasih, sogokan, dan yang sejenis dengan itu. PLN memiliki komitmen dalam upaya mewujudkan terciptanya pelaksanaan ataupun penerapan Good Corporate Governance (GCG) di lingkungan PLN sebagai upaya untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap PLN. Lewat gerakan ini, warga PLN diberdayakan untuk menolak dengan tegas gratifikasi dan sejenisnya. PLN merespon tekad untuk menerangi nusantara dengan melakukan perbaikan dan pengelolaan proses bisnis yang lebih jelas, terang, bersih dan akuntabel dalam rangka meningkatkan akselerasi infrastruktur kelistrikan untuk menerangi nusantara dan membuat PLN menjadi perusahaan yang sehat. Dalam mencapai tujuan-tujuan perusahaan dan menunjukkan komitmen untuk meningkatkan kualitas pengelolaan perusahaan, PLN telah melakukan berbagai program yang salah satunya menitikberatkan pada komunikasi perusahaan. PLN memiliki proses komunikasi yang sistematis yang melintasi semua sektor organisasi dalam penyebaran visi, misi, nilai-nilai, bisnis strategis, tujuan dan sasaran atau target yang diproyeksikan. Demi mensukseskan PLN Bersih, tentunya dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak, dari pihak dalam dan pihak luar. Dilihat dari pihak dalam, berarti tidak 2 luput pandangan terhadap dukungan dan peran dari Komunikasi Korporat atau Public Relations PT PLN (Persero) sendiri. Karena Komunikasi Korporat lah yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan agar terciptanya citra yang positif, suasana saling pengertian, saling percaya, dan sikap penerimaan, serta dukungan dari stakeholders terhadap kondisi perusahaan. PLN Bersih merupakan kampanye perusahaan dari PT PLN (Persero), bukan kampanye khusus yang dikeluarkan Komunikasi Korporat. Tapi Komunikasi Korporat memiliki peran penting dalam menentukan strategi penyampaian pesan dan juga menyampaikan pesan kampanye PLN Bersih. Komunikasi Korporat juga bertanggung jawab memastikan terlaksananya strategi komunikasi perusahaan serta mengelola hubungan komunikasi dengan pihak internal, eksternal dan media. Tantangan Komunikasi Korporat PT PLN (Persero) juga tidak mudah. Seiring beredarnya image dan pemberitaan tentang PLN yang bernada negatif yang memang sudah sejak lama melekat pada PLN, dan banyak diceritakan melalui buku Menuju PLN Bersih, dan dengan munculnya kampanye PLN Bersih ini, yang secara tidak langsung memang bertujuan untuk membersihkan nama PLN dan membentuk citra positif untuk PLN. Pekerjaan ini pasti bukan pekerjaan yang mudah seperti membalikkan telapak tangan. Peneliti ingin melihat bagaimana strategi penyampaian pesan yang dilakukan komunikasi korporat atau Public Relations PT PLN (Persero) dengan adanya kampanye PLN Bersih. Kesuksesan PLN Bersih tentunya membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, pihak luar dan pihak dalam, dari pihak dalam berarti tidak luput pandangan terhadap dukungan dan kontribusi dari Komunikasi Korporat atau Public Relations PT PLN (Persero) sendiri. Mencermati fungsi Public Relations yang diungkapkan Cutlip dan Center bahwa Public Relations memiliki peran untuk menciptakan komunikasi dua arah secara timbal balik dengan menyebarkan informasi dari perusahaan kepada publik. Maka dari itu peneliti ingin mengetahui bagaimana strategi Komunikasi Korporat atau Public Relations PT PLN (Persero) dalam penyampaian pesan kampanye PLN Bersih. Karena sub bagian Komunikasi Korporat lah yang bertanggung jawab 3 memastikan terlaksananya strategi komunikasi perusahaan serta mengelola hubungan komunikasi dengan pihak internal, eksternal dan media. Komunikasi tanpa strategi ibarat orang berjalan tanpa mengetahui seluk beluk jalan yang dilalui. Sebaliknya, komunikasi yang dilakukan dengan strategi yang relevan ibarat orang berjalan dengan mengetahui betul peta jalan dan rambu lalu lintas yang dilaluinya. Dengan demikian strategi komunikasi sangat menentukan adanya efektivitas dan keberhasilan kampanye yang sedang dijalankan ini. Peneliti menganggap bahwa topik ini menjadi menarik ini merupakan program penting bagi PLN, karena keberhasilan program ini juga akan mempengerahui dan memperbaiki image PLN kedepannya, ditambah lagi program PLN Bersih ini merupakan gebrakan baru di kalangan BUMN, dan bisa dibilang pencetus program yang mengusung tema pemberantasan korupsi, dan mulai ditiru BUMN lainnya. Maka dari itu, penelitian ini akan berfokus kepada strategi pesan kampanye PLN Bersih yang dilakukan oleh Komunikasi Korporat. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana strategi pesan yang dilakukan Komunikasi Korporat PT PLN (Persero) dalam kampanye PLN Bersih? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan, menganalisa strategi pesan dan aktivitas yang dilakukan Komunikasi Korporat PT PLN (Persero) dalam kampanye PLN Bersih. D. Manfaat Penelitian Penulis berharap bahwa dari hasil penelitian ini dapat berguna dan bermanfaat terutama bagi beberapa pihak antara lain: 4 1. Bagi pihak penulis, yaitu memperoleh kesempatan untuk mencoba mendeskripsikan secara praktis dan sistematis, serta dapat menganalisis permasalahan yang ada di lapangan sesuai dengan kemampuan ilmu yang dimiliki penulis yang didapat semasa mengikuti kuliah. 2. Bagi Pihak Program Studi Ilmu Komunikasi, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi ilmiah bagi pengembangan orientasi khususnya bidang Public Relations atau Hubungan Masyarakat. 3. Bagi pihak PT PLN (Persero), semoga hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi dan masukan khususnya untuk bagian Komunikasi Korporat 4. Bagi pihak lain diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan atau rujukan untuk penelitian sejenis atau penelitian lanjutan. E. Kerangka Pemikiran Pada bagian ini, peneliti menguraikan berbagai pemahaman yang mendukung pemahaman akan strategi penyampaian pesan dalam kampanye PLN Bersih sebagai berikut: 1. Kampanye 1.1. Definisi kampanye Banyak perusahaan yang melakukan kampanye sebagai cara untuk menarik minat stakeholders agar aspirasi mereka dapat tersalurkan baik di kalangan eksternal maupun internal. Kampanye muncul karena adanya kepentingan dan maksud suattu organisasi atau perusahaan untuk menyampaikan ide-ide, memperkenalkan hal baru atau sesuatu yang dianggap penting bagi organisasi atau perusahaan tersebut. Sekarang ini juga banyak organisasi atau perusahaan menggunakan kampanye untuk memperbaiki image perusahaan. Seperti yang dilakukan oleh Coca Cola pada kampanye Indonesia SeGar (Indonesia Sehat Bugar). Kampanye ini merupakan kampanye yang bertujuan untuk memberikan edukasi gaya hidup sehat pada masyarakat Indonesia. Padahal seperti yang kita tahu, sebenarnya minuman bersoda juga tidak baik apabila dikonsumsi terlalu sering. Tapi melalui kampanye ini, Coca 5 Cola ingin mengubah persepsi masyarakat tentang minuman bersoda, minuman bersoda bukan satu-satunya penyebab terganggunya kesehatan masyarakat, tapi penyebabnya antara lain karena kurangnya bergerak atau olahraga, dan kurangnya asupan sayur dan buah-buahan. Rogers dan Storey (dalam Venus, 2004:7) mendefinisikan kampanye sebagai “serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu”. Merujuk pada definisi ini maka setiap aktivitas kampanye komunikasi setidaknya harus mengandung 4 hal yakni : tindakan kampanye yang ditujukan untuk menciptakan efek atau dampak tertentu, jumlah khalayak sasaran yang besar, biasanya dipusatkan dalam kurun waktu tertentu. dan melalui serangkaian tindakan komunikasi yang terorganisasi. Definisi kampanye yang lain disampaikan oleh Newsom, Scott, Turk (1993:474) yang melihat kampanye sebagai usaha terkoordinasi, bertujuan, dan dirancang untuk mencapai tujuan yang spesifik atau untuk mencapai serangkaian tujuan yang saling berhubungan yang akan menuju objektif jangka panjang seperti yang diungkapkan dalam misi. Kampanye digambarkan sebgaia suatu usaha yang terencana dan sengaja dirancang, sementara tujuan kampanye ditekankan pada hubungannya dengan misi organisasi. Dilihat dari berbagai aspek, kampanye PR (public relations campaign) dalam berkomunikasi bertujuan menciptakan pengetahuan, pengertian, pemahaman, kesadaran, minat, dan dukungan dari berbagai pihak untuk memperoleh citra bagi lembaga atau organisasi yang diwakilinya. Dengan demikian, kampanye dapat diartikan sebagai proses komunikasi berupa aktivitas untuk mempengaruhi publik atau sasaran tertentu dengan cara membujuk atau persuasif dan memotivasi publik untuk berpartisipasi, sehingga menciptakan efek tertentu seperti yang direncanakan sesuai dengan tema spesifik, dan dilakukan pada kurun waktu tertentu serta dilaksanakan dengan terorganisasi. 6 Dalam proses komunikasi dikenal beberapa metode untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada komunikan. Metode tersebut antara lain komunikasi yang bersifat informatif, komunikasi persuasif dan komunikasi koersif. Setiap metode komunikasi itu diterapkan pada situasi dan kondisi tertentu. Perencanaan dari kampanye disusun sebagai acuan dalam pelaksanaan kampanye. Sebagai suatu aktivitas komunikasi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan supaya aktivitas komunikasi persuasi tersebut dapat berjalan dengan lancar, beberapa aspek yang perlu diperhatikan yaitu komunikator, pesan, media, dan kampanye. Untuk beberapa aspek ini diperlukan perencanaan yang tepat untuk mendukung berjalannya sebuah kampanye. Dalam mempengaruhi publik (target audience) agar mau mengikuti program yang dibuat oleh organisasi bukanlah hal yang mudah, oleh karena itu dibutuhkan adanya strategi komunikasi termasuk di dalamnya perencanaan pesan dalam kampanye. Organisasi harus terlebih dahulu mempertimbangkan dan merencanakan dengan teliti bagaimana suatu kampanye akan dimulai. Suatu perencanaan program dibutuhkan untuk mengkomunikasikan pesan kepada publik agar program kerja atau program kegiatannya dapat direalisasikan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Dalam kampanye juga terdapat bentuk dan komunikasi dalam menyampaikan pesan, antara lain komunikasi antarpersonal, komunikasi kelompok, dan komunikasi melalui media massa. Oleh karena itu pelaku kampanye harus mampu berkomunikasi dengan baik dan efektif serta harus memiliki strategi yang tepat. Dimana pelaku kampanye menitikberatkan tujuan dari suatu kampanye adalah adanya perubahan pengetahuan dan perilaku yang sesuai dengan tujuan kampanye tersebut. Komunikator tidak bisa mengabaikan komunikasi begitu saja dalam hal ini komunikator adalah humas, setiap organisasi dianjurkan menelaah kebutuhan dan kesempatan komunikasinya serta mengembangkan suatu program komunikasi yang dapat berpengaruh dan efektif. Kampanye dibuat untuk mempengaruhi atau mengubah perilaku target audience. Perubahan perilaku mungkin dapat dilihat dari akhir proses 7 kampanye yang berkesinambungan, seperti perubahan informasi dalam diri publik, pengetahuan, dan tentunya sikap. Dalam aktivitas komunikasinya kampanye tidak lepas dari fungsi komunikasi karena berupaya untuk mengubah perilaku, sikap, tanggapan, dan persepsi dari khalayak. Dalam proses kampanye terdapat sebuah proses yang perlu diperhatikan oleh perusahaan yaitu bagaimana proses penerimaan pesan oleh target audiens sebuah kampanye. Menurut Prita Kemal Gani dalam halaman portal lspr.edu, secara konseptual, kampanye didefinisikan sebagai kegiatan penyampaikan informasi yang terencana, bertahap dan terkadang memuncak pada suatu saat, yang bertujuan untuk mempengaruhi sikap, pendapat dan opini seseorang. Dalam merencanakan suatu kampanye, komunikasi korporat harus dapat merumuskan perencanaan berdasarkan lima pertanyaan sederhana yaitu, apa yang ingin dicapai? Siapa yang akan menjadi sasaran? Pesan apa yang akan disampaikan? Bagaimana menyampaikannya? Dan bagaimana mengeavluasinya? Harus ada hubungan yang dekat antara keseluruhan tujuan program, sasaran untuk ditujukan pada setiap publik, dan strategi. Kuncinya adalah, strategi dipilih untuk menwujudkan hasil yang sudah diharapkan (sebagaimana dinyatakan dari rencana dan sasaran). 1.2. Jenis-jenis kampanye Charles U. Larson (dalam Venus, 2004:11) membagi kampanye menjadi tiga kategori, yaitu: product-oriented campaigns, candidate-oriented campaigns dan ideologically or cause oriented campaigns. Product-oriented campaigns atau kampanye yang berorientasi pada produk umumnya terjadi di lingkungan bisnis. Istilah lain yang sering dipertukarkan dengan kampanye jenis ini adalah commercial campaigns atau corporate campaigns. Motivasi yang mendasarinya adalah memperoleh keuntungan finansial. Cara yang ditempuh adalah dengan memperkenalkan produk dan melipatgandakan penjualan sehingga diperoleh keuntungan yang diharapkan. 8 Candidate-oriented campaigns atau kampanye yang berorientasi pada kandidat umumnya dimotivasi oleh hasrat untuk meraih kekuasan politik. Karena itu jenis kampanye ini dapat pula disebut sebagai political campaigns (kampanye politik). Tujuan antara lain adalah untuk memenangkan dukungan masyarakat terhadap kandidat-kandidat yang diajukan partai politik agar dapat menduduki jabatan-jabatan politik yang diperebutkan lewat proses pemilihan umum. Ideologically or cause oriented campaigns adalah jenis kampanye yang beriontasi pada tujuan-tujuan yang bersifat khusus dan seringkali berdimensi perubahan sosial. Karena itu kampanye jenis ini dalam istilah Kotler disebut sebagai social change campaigns, yakni kampanye yang bertujuan untuk menangani masalah-masalah sosial melalui perubahan sikap perilaku publik yang terkait. 2. Strategi Pesan Dari perspektif komunikasi kehumasan, kampanye merupakan kegiatan persuasif guna mempengaruhi pola pikir, sikap dan perilaku orang lain. Karena itu, seperti ditegaskan Carl Hovland, seorang pakar komunikasi, berhasil tidaknya upaya untuk merubah perilaku masyarakat, salah satunya tergantung pada peran penyampai pesan berikut penggunaan media komunikasi serta perancangan pesannya. Sebuah pesan agar dapat disampaikan dengan baik dan dapat diterima memiliki beberapa strategi yang digunakan agar pesan dapat diterima dengan baik. Pengertian strategi menurut Stephen P. Robbins seperti dikutip Cutlip, Center, dan Broom : “Strategi didefinisikan sebagai penentuan tujuan dan sasaran usaha jangka panjang, adopsi upaya pelakasanaan dan alokasi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut” (2006:353) Strategi pesan merupakan sebuah taktik utama yang dilakukan perusahaan pada masyarakat luas. Seperti dalam buku yang berjudul Public Relations Writing : Form & Style yang dikemukakan oleh Newsom dan Haynes (2013 : 84) bahwa: 9 “sebuah strategi pesan dasar berfokus pada apa yang pesan dasar untuk disampaikan kepada khalayak sasaran dalam setiap pesan. Sebuah strategi pesan yang baik adalah sederhana, disesuaikan dengan media apapun, berlaku untuk semua pesan dalam kampanye dan bertahan lama. Strategi pesan harus memikirkan tentang tujuan organisasi dan sifat yang tepat adalah mencoba untuk berbagi.” Dalam sebuah strategi diharapakan dapat menjadi sebuah rencana atau konsep dalam melaksanakan sebuah program yang akan dilaksanakan. Onong Uchjana Effendy (1986:33) mengungkapkan strategi pada hakekatnya adalah perencanaan dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan. Mencapai tujuan tersebut, fungsi strategi tidak hanya sebagai peta jalan yang menunjukan peta jalan arah saja, melainkan harus mampu menunjukan bagaimana taktik operasionalnya. Dalam buku Manajemen Kampanye yang ditulis oleh Antar Venus (2009:70) kampanye pada dasarnya adalah penyampaian pesan-pesan dari pengirim kepada khalayak. Pesan-pesan tersebut dapat disampaikan dalam berbagai bentuk mulai dari poster, spanduk, baliho, pidato, diskusi, iklan, hingga selebaran. Adapun bentuknya, pesan-pesan selalu menggunakan simbol, baik verbal maupun non verbal, yang diharapkan dapat memancing respons khalayak. Untuk menjamin kampanye atau kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh praktisi humas atau public relations berjalan lancar dan mencapai tujuan, diperlukan beberapa pedoman, yaitu komponen-komponen komunikasi. Komponen komunikasi itu terdiri dari sumber, pesan, media atau saluran komunikasi, dan penerima (Putra,1999:56). Sumber, pesan, saluran atau media komunikasi, dan penerima menjadi satu kesatuan yang penting. Tetapi terdapat keyakinan para sarjana komunikasi, bahwa “makna bukan terletak pada kata, tapi pada orang”, itu berarti sumber atau pengirim pesan juga diperhitungkan peranan dan kredibilitasnnya untuk mencapai komunikasi yang efektif. Tetapi suatu karakteristik pesan tetap harus dipertimbangkan sebagai faktor penting dalam mempengarui penerimaan khalayak terhadap suatu gagasan. Untuk dapat meningkatkan keefektifan komunikasi, komunikator juga harus mempertimbangkan berbagai pesan yang harus ditampilkan. Menurut McGuire (dalam Putra, 1999:57) ada beberapa 10 variabel pesan yang harus diperhatikan, yaitu faktor gaya pesan (content style), imbauan pesan (message appeals), pengulangan pesan (message repetition), kesimpulan dalam pesan (implisit atau eksplisit), pengorganisasian pesan, dan kejelasan pesan yang ditambah oleh Wilcox, Ault, dan Agee. Dalam bukunya yang berjudul “Managing Corporate Brands: A new approach to corporate communication”, Marcos Omeno mengungkapkan bahwa komunikasi dalam organisasi merupakan transmisi pengiriman pesan yang berorientasi pada tujuan perusahaan. Menyampaikan pesan dengan tepat melibatkan sebuah analisis dua langkah bagi perusahaan. Sebuah perusahaan harus memutuskan bagaimana pesan ingin disampaikan (memilih sebuah saluran komunikasi) dan pendekatan apa yang harus diambil dalam membentuk pesan itu sendiri). Corporate communication merupakan wadah untuk pengiriman pesan yang dilakukan oleh perusahaan terhadap khalayaknya. perusahaan dapat memilih ingin mempublikasikan dirinya terhadap konstituen yang mana yang dituju. Apabila perusahaan ingin mempublikasikan dirinya untuk mendapatkan citra dan membangun image, maka khalayak yang dituju adalah publik di luar perusahaan. Akan tetapi, apabila ingin membangun identitas yang kuat di dalam perusahaan maka khalayak yang dituju adalah yang ada di dalam perusahaan, dan untuk demikian diperlukan sistem komunikasi internal yang baik dalam proses penyampaian pesan, agar tujuan perusahaan dapat dicapai. Menurut Hafied Cangara (2013: 115) Ada tiga teori yang membicarakan tentang penyusunan dan penyampaian pesan, yaitu: a. Over power`em theory Teori ini menunjukan bahwa bila pesan seringkali diulang, panjang dan cukup keras pesan itu akan berlalu dari khalayak. b. Glamour theory Bahwa suatu pesan (ide) yang dikemas dengan cantik, kemudian ditawarkan dengan daya persuasi, khalayak akan tertarik untuk memiliki ide itu. c. Don’t Tele’em Theory 11 Bila suatu ide tidak disampaikan kepada orang lain, mereka tidak akan memegangnya dan menanyakannya. Komunikasi bersifat intensional, untuk tujuan mencapai tujuan tertentu, maka dari itu pesan perlu direncanakan untuk mencapai tujuan tersebut. Bila tujuan bersifat kompleks, lebih dari satu, maka tujuan perlu diatur urutan-urutan pencapaiannya, karena setiap tujuan memiliki bentuk pesan yang berbeda. Untuk mendapatkan keberhasilan dan efek yang diinginkan dari suatu pesan, diperlukan paduan sejumlah kekuatan yang bekerja dalam keseluruhan proses komunikasi tersebut. Menurut Arifin (1982:59) pesan sebagai satu-satunya kekuatan yang dimiliki oleh komunikastor harus digunakan dan dilakukan dengan tepat untuk mencipatkan efektivitas. Kekuatan pesan ini dapat didukung oleh metode penyajian, media, dan kekuatan kepribadian komunikator sendiri. Dalam hal ini dibutuhkan perumusan strategi dan perencanaan. Dalam konteks komunikasi, Arifin (1984: 59) menyatakan bahwa strategi diperlukan untuk mendukung kekuatan pesan agar mampu mengungguli semua kekuatan yang ada untuk menciptakan efektivitas. Effendy (2003: 32) mendefinisikan strategi komunikasi sebagai paduan antara perencanaan komunikasi (communication planning) dengan manajemen komunikasi (communication management). Dalam merumuskan strategi komunikasi, Arifin (1984: 87) berpendapat bahwa ada lima faktor yang harus diperhatikan, yaitu: pengenalan khalayak, penyusunan pesan, penetapan metode, pemilihan media, dan peranan komunikator. Komunikasi tanpa strategi ibarat orang berjalan tanpa mengetahui seluk beluk jalan yang dilalui. Sebaliknya, komunikasi yang dilakukan dengan strategi yang relevan ibarat orang berjalan dengan mengetahui betul peta jalan dan rambu lalu lintas yang dilaluinya. Dengan demikian strategi komunikasi sangat menentukan adanya efektivitas komunikasi. 12 2.1. Menganalisis konstituen atau khalayak Dalam perumusan suatu strategi dalam komunikasi, setelah menentukan tujuan yang jelas, tahapan selanjutnya adalah memperhitungkan kondisi dan situasi khalayak. Karena apabila strategi penyusunan pesan, pemilihan media, dan pemilihan komunikator telah direncanakan dengan baik, tetapi tidak sesuai dengan khalayak yang dituju, akan menjadi kegiatan komunikasi yang sia-sia. Menganalisis konstituen atau khalayak serupa dengan menganalisis audiens ketika hendak merencanakan sebuah pidato atau menulis memo. Analisis ini menetukan siapa konsituen organisasi, apa yang masing-masing konstituen pikirkan tentang organisasi, dan apa yang masing-masing dari mereka ketehaui mengenai komuikasi yang dimaksud. Untuk menganalisis siapa konsituten sebuah organisasi diperlukan pertimbangan hati-hati, karena konsituen akan menentukan bagaimana pesan korporat tersebut. Konstituen dapat dibagi menjadi dua kelompok, seperti tabel dibawah ini Bagan 1.1 Konstituen Organisasi Primer Karyawan Konsumen Pemegang Saham Komunikasi Sekunder Media Pemasok Pemerintah Kreditor Sumber: (Argenti,2010:38) Setiap organisasi atau persahaan memiliki konstituen yang berbeda-beda tergantung dari sifat, ukuran dan jangkauan bisnis perusahaan tersebut. Perusahaan tidak bisa hanya terpaku dengan daftar seperti tabel diatas. Misalnya di saat krisis, alangkah bijaknya apabila perusahaan memfokuskan hubungannya dengan media, yang sebenarnya dianggap sebagai konstituen sekunder, karena dengan menjalin hubungan yang baik dengan media, perusahaan dapat mengendalikan reputasinya dan berusaha untuk meminimalisirkan pers negative. 13 Sebuah perusahaan harus menyadari bahwa konstituen berinteraksi satu sama lain, dan sebuah perusahaan kadang harus bekerja sama melalui satu konstituen untuk meraih konstituen yang lain. Seperti karyawan, perusahaan harus menghargai peran karyawannya sendiri, karena karyawan bisa dibilang brand ambassador yang paling besar, karena karyawan berinteraksi dengan konstituen eksternal, jadi potensi kebaikan melalui “word of mouth” bisa diperluas, dan pembangunan citra sangatlah signifikan ketika karyawan mengerti benar apa tujuan-tujuan perusahaan di dalam benak konsumen dan konstituen lainnya. Bagaimanapun juga, setiap konstituen memiliki kepentingan-kepentingan yang saling berkompetisi dan persepsi yang berbeda-beda. (Argenti,2010:38-39). James Grunig (dalam Gregory,2004:88) mendefinisikan empat jenis publik, yaitu: Nonpublik, adalah kelompok yang tidak terpengaruh maupun mempengaruhi organisasi. Publik yang tersembunyi (latent public), adalah kelompok yang menghadapi masalah akibat tindakan suatu organisasi, namun mereka tidak menyadarinya. Publik yang sadar (aware public), adalah kelompok yang mengenali adanya masalah. Publik yang aktif, adalah kelompok yang mengambil tindakan terhadap suatu masalah. Sementara itu, publik yang aktif dapat dikelompokan dalam tiga kategori berikut: Publik semua masalah (all-issue public) sangat aktif terhadap semua masalah yang mempengaruhi organisasi. Publik masalah tunggal (single-issue public) sangat aktif terhadap satu masalah atau sekelompok kecil masalah. Publik masalah hangat (hot-issue public) adalah mereka yang terlibat dalam suatu masalah yang memiliki dukungan publik luas dan biasanya mendapatkan liputan khusus dari media. 14 Dalam proses komunikasi, antara komunikator maupun khalayak mempunyai kepentingan yang sama, komunikator juga harus bisa memposisikan dirinya sebagai khalayak, maka komunikator harus menciptakan persamaan kepentingan dengan khayalak terutama dalam pesan, metode, dan media. Arifin (1982:60) mengatakan bahwa untuk menciptakan persamaan tersebut, komunikator harus mengenal bagaimana khalayaknya, harus mengerti dan memahami pola pikir dan pengalaman secara tepat, meliputi Kondisi kepribadian dan kondisi fisik khalayak yang terdiri dari o Pengetahuan khalayak mengenai pokok persoalan o Kemampuan khalayak untuk menerima pesan-pesan lewat media yang digunakan o Pengetahuan khalayak terhadap kata-kata yang digunakan Pengaruh kelompok dan masyarakat serta nilai-nilai dan normanorma kelompok dan masyarakat yang ada Situasi di mana khalayak itu berada Cara memperlakukan khalayak tentu berbeda-beda, tergantung background khalayak masing-masing. Untuk mengetahui hal-hal seperti diatas, bisa diketahui melalui orientasi, penjajakan, atau penelitian. 2.2. Menyusun Pesan Perumusan strategi dalam penyusunan pesan menjadi langkah selanjutnya setelah mengenal khalayak dan situasinya. Dalam penyusunan pesan, ditentukan pula tema dan materi. Syarat utama dalam mempengaruhi khalayak dari suatu pesan, adalah mampu membangkitkan perhatian. Perhatian adalah pengamanan yang terpusat, karena tidak semua yang diamati dapat menimbulkan perhatian. Bisa dibilang perhatian merupakan awal perjalanan dari efektivitas sebuah pesan. Seperti yang sesuai pada AA Procedure atau Attention to Action Procedure. Artinya membangkitkan perhatian (Attention) untuk selanjutnya menggerakkan khalayak melakukan kegiatan (Action) sesuai tujuan yang dirumuskan (Arifin, 1982:68). 15 Dimulainya komunikasi dengan membangkitkan perhatian (attention) akan merupakan langkah awal suksesnya sebuah komunkasi. Apabila perhatian komunikan lebih terbangkitkan, maka selanjutnya diikuti dengan upaya menumbuhkan minat (interest) yang merupakan lanjutan dari perhatian. Seorang komunikator dikatakan akan dapat melakukan perubahan sikap dan tingkah laku dari komunikannya apabila komunikatornya merasa adanya persamaan antara komunikator dengannya. Komunikator harus dapat menyampaikan diri dengan komunikannya agar dapat menimbulkan simpati komunikan terhadapnya. Penyusunan pesan dengan sedemikian rupa sehingga menjadi perhatian publik juga menjadi salah satu strategi efektif dalam komunikasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Komunikator harus bisa menyusun pesan yang cocok untuk berbagai kalangan audiens sasaran dan berbagai bentuk media yang digunakan. Dalam membentuk pesan, kita perlu mempertimbangkan hal-hal berikut: seberapa besar audiens kita, pesan model apa yang lebih mudah direspon oleh audiens, melalui audien bisa dicapai (Internet, radio, TV, cetak), informasi apa yang audien butuhkan dari organisasi kita, bahasa apa yang akan lebih gampang ditangkap audiens, dan saat merancang pesan kita juga harus perhatikan bahwa setiap media komunikasi (televisi, cetak, email, website) akan membutuhkan pendekatan berbeda. Integritas suatu pesan itu sendiri akan dipengaruhi oleh semua hal yang menjadi penentu bahwa pesan itu ditanggapi secara baik atau tidak dilihat dari (Gregory, 2004: 96-97) : a. Format. Pesan harus disampaikan menggunakan kata-kata yang tepat, bahkan jenis huruf yang detail dan terperinci, sedangkan pesan yang serius menggunakan huruf serif. Mungkin juga menggunakan bantuan visual yang tepat untuk pesan kampanye tersebut. 16 b. Tone (Nuansa). Pesan harus memberikan perhatian khusus terhadap suasana hati, yaitu suasana atau gaya yang ingin digambarkan yang tersirat dalam pesan tersebut c. Konteks. Konteks dalam pesan itu pun juga penting dalam mengundang tanggapan dari para audiens. d. Waktu. Pesan yang hendak kita sampaikan hendaknya bersifat baru karena jika informasi tersebut sudah berlalu akan sia-sia. e. Pengulangan. Hal ini membuat informasi lebih mudah diterima dan dicerna. Namun, hindari pengulangan yang membuat pesan tersebut menjadi tidak bernilai lagi. Definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pesan dapat berupa apapun bisa berupa kata-kata / ucapan maupun tulisan yang sama-sama memiliki tujuan adalah menyampaikan maksud itu sendiri secara efektif yang didukung dari cara penyampaian pesan. Menurut Rhenald Kasali (1994 : 166), setidaknya ada 5 strategi dalam merumuskan pesan tulisan, yakni: a. Strategi informasi. Umumnya bersifat langsung menuju sasaran, mengungkap fakta. Digunakan bila audience menghendaki pengungkapan secara langsung. Seperti pada peluncuran produk baru, kampanye consumer awareness, dan program-program pelayanan masyarakat. b. Strategi argumentasi. Strategi argumentasi mengasumsikan bahwa setidaknya ada duda sisi yang dapat muncul ke permukaan dari suatu isu. Pesan yang disampaikan umumnya bersifat persuasif dan diarahkan pada audience yang sudah mengenal dan tertarik akan isu tersebut. Mereka dihadapnya dapat menernea informais dengan wajar. Strategi ini memberi alasan-alasan dan logika kepada audience terutama terhadap mereka yang masih netral dan terbuka untuk argumentasi. c. Strategi citra (image). Strategi ini dipakai untuk mengembangkan dan sekaligus memelihara identitas yang kuat dan mudah diingat (terhadap 17 orang, benda, merk, atau organisasi). Tujuannya adalah mengaitkan persepsi ke dalam suatu konsep atau symbol tunggal yang mewakili subjek pesan. Strategi citra yang berhasil adalah strategi yang menghasilkan persepsi bahwa citra tersebut merupakan subjek, bukan sekedar simnol. Teknik ini banyak dipakai pada kampanye politi, dan kampanye produk yang berkonotasi. d. Strategi emosional. Strategi emosional umunya dimaskudkan untuk membujuk. Dapat dipakai pada kampanye-kampanye di mana penerima pesan masih bersifat netral atau sudah mulai positif terhadap pengirim pesan dengan menggugah perasaan seseorang. Cara yang sering dipakai adalah memilih kata atau struktur kalimat yang sifatnya menggugah perasaahn, seperti patriotisme, romantisme, atau kadangkadang juga humor. e. Strategi menghibur (entertainment). Banyak penulis media yang baru memulai kariernya melupakan strategi ini. Mereka lupa bahwa tulisa di media tidak hanya dimaksudkan untuk memberi informasi dan mendidik masyarakat, tetapi juga menghibur. Menurut Philip Kotler (2005 : 254) ada 4 yang harus diperhatikan dalam membentuk pesan kampanye, yaitu: apa yang harus dikatakan (isi pesan), bagaimana mengatakannya secara logis (struktur pesan), bagaimana mengatakannya secara simbolis (format pesan), dan siapa yang seharusnya mengatakannya (sumber pesan). Isi pesan sendiri terdiri dari materi pesan, visualisasi pesan, pendekatan emosional, kreativitas dan humas. Sedangkan struktur pesan adalah bagaimana unsur-unsur pesan diorganisasikan. Merujuk pada bagaimana unsur-unsur pesan diorganisasikan. Secara umum ada 3 aspek yang terkait langsung dengan pengorganisasian pesan: Message sideness (sisi pesan) Order of presentation (urutan penyajian) Conclusion drawing (penarikan kesimpulan) 18 Dalam merumuskan tema pesan yang akan disampaikan, Arifin (1984: 70-71) menyatakan ada dua bentuk rumusan tema pesan yang dapat dipakai, yaitu yang bersifat one side issue dan both side issue. One side issue merupakan rumusan pesan yang bersifat sepihak, yaitu pesan berisi hal-hal positif atau hal-hal negatif saja. Pesan hanya berisi konsepsi komunikator saja tanpa mempertimbangkan berbagai pendapat yang berkembang di kalangan khalayak. Sedangkan both side issue, Merupakan rumusan pesan yang berisi hal positif dan negatif sekaligus. Dalam hal ini rumusan pesan berisi konsepsi komunikator maupun konsepsi yang berkembang pada khalayak Untuk menentukan penggunaan yang paling efektif dalam komunikasi, Arifin (1984: 72-78) menjelaskan bahwa: Bila komunikasi melibatkan khalayak yang sejak awal telah berbeda pendapat akan lebih efektif menyampaikan pesan both side issue. Bila komunikasi melibatkan khalayak yang sejak awal menunjukkan adanya penyesuaian pendapat maka akan lebih efektif menyampaikan pesan one side issue. Kepada khalayak dengan golongan terpeajar sebaiknya diberikan pesan both side issue. Kepada khalayak yang bukan termasuk golongan terpelajar lebih baik disampaikan pesan one side issue. Dalam penyampaian struktur pesan dua sisi dapat disampaikan dengan struktur pro-kontra atau struktur kontra-pro. Maksud struktur pro-kontra adalah komunikator mendahulukan argument atau gagasan yang selaras dengan pendapat atau sikap khalayak. Sedangkan struktur kontra-pro adalah komunikator mendahulukan pengemukaan gagasan yang berlawanan dengan pendapat atau sikap khalayak. Tapi dari kedua struktur tersebut, perubahan sikap lebih sering terjadi ketika struktur pro-kontra digunakan. Dan struktur pro-kontra lebih efektif daripada kontra-pro untuk komunikator yang memiliki otoritas dan dihormati khalayak. Urutan penyajian pesan juga menjadi bagian penting dalam pesan kampanye. Untuk pesan satu sisi terdapat tiga urutan penyajian pesan, yaitu 19 climax order; Pesan yang terpenting atau terkuat ditempatkan di bagian akhir. Anticlimax order; Pesan yang terpenting atau terkuat ditempatkan di awal. Pyramidal order; Pesan yang terpenting atau terkuat ditempatkan di bagian tengah. Sedangkan untuk urutan penyajian pesan untuk pesan dua sisi, yaitu primacy order; aspek positif atau kekuatan ide atu produk ditempatkan di bagian awal. Recency order; Aspek positif atau kekuatan ide atau produk ditempatkan di bagian akhir. Conclusion drawing atau penarikan kesimpulan terdapat dua cara, yaitu penarikan kesimpulan dilakukan secara langsung dan jelas, dan penarikan kesimpulan yang diserahkan kepada khalayak sendiri. Menurut McGuire (Putra, 1999:57) juga mengatakan ada beberapa variabel pesan yang harus diperhatikan, yaitu faktor gaya pesan (content style), imbauan pesan (message appeals), pengulangan pesan (message repetition), kesimpulan dalam pesan (implisit atau eksplisit), pengorganisasian pesan, dan kejelasan pesan yang ditambah oleh Wilcox, Ault, dan Agee. Isi pesan dalam strategi komunikasi sangat menentukan efektivitas komunikasi. Wilbur Schramm (dalam Arifin, 1984:68-69) mengatakan bahwa agar komunikasi yang dilancarkan dapat lebih efektif, maka pesan yang disampaikan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian sasaran dimaksud. Pesan harus menggunakan tanda-tanda yang tertuju kepada pengalaman yang sama antara sumber dan sasaran, sehingga samasama dapat dimengerti. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi pihak sasaran dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan itu. Pesan harus menyarankan sesuatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi, yang layak bagi situasi kelompok di mana sasaran berada pada saat ia gerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki. 20 Hasil-hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa penyajian pesan yang tersusun lebih efektif daripada penyajian pesan yang tidak tersusun. Cara-cara penyusunan pesan dalam suatu kegiatan komunikasi pertama-tama dibahas dalam retorika dengan mengikuti pola-pola yang disarankan oleh Aristoteles, yakni format pesan. Format pesan adalah bagaimana pesan tersebut disampaikan. Format pesan tersebut antara lain: Format kronologis Dirangkai berdasarkan urutan waktu terjadinya peristiwa yang diterangkan. Format spasial Disusun berdasarkan ukuran masalah dari pemecahannya. Format topical Disusun berdasarkan topik yang dibicarakan. Klasifikasi topik bisa dari penting ke kurang penting, mudak ke sukar, dan lain lain. Format Kausal Menyusun gagasan dengan cara membahas faktor-faktor penyebab dari suatu masalah dan mempertimbangan hasil berikutnya. Format Pemecahan Masalah Menampilkan langkah-langkah diagnosis masalah yang sedang dihadapi dan memberikan alternatif solusi Format Berpikir Kreatif Langkah-langkah yang ditampilkan lebih sistematik daripada format pemecahan masalah. Format Pengembangan Motivasional Langkah-langkahnya antara lain perhatian, kebutuhan, pemuasan, visualisasi, dan tindakan. Pesan juga dapat dilihat dari segi bentuknya. Menurut A.W. Widjaja dan M. Arisyk Wahab (Widjaja & Wahab,1987:61) terdapat tiga bentuk pesan yaitu: 21 Informatif Memberikan keterangan fakta dan data kemudian komunikan mengambil kesimpulan dan keputusan sendiri, dalam situasi tertentu pesan informatif tentu lebih berhasil dibandingkan persuasif. Persuasif Pesan berisikan bujukan yakni membangkitkan pengertian dan kesadaran manusia bahwa apa yang kita sampaikan akan memberikan sikap berubah. Tetapi berubahnya atas kehendak sendiri. Jadi perubahan seperti ini bukan terasa dipaksakan akan tetapi diterima dengan keterbukaan dari penerima. Koersif Pesan bersifat memaksa dengan menggunakan sanksi-sanksi bentuk yang terkenal dari penyampaian secara inti adalah agitasi dengan penekanan yang menumbuhkan tekanan batin dan ketakutan dikalangan publik. Koersif berbentuk perintah-perintah, instruksi untuk penyampaian suatu target. Dalam menilai kualitas tulisan yang baik, Cutlip, Center dan Broom (2000:424) mengemukakan ada 7(tujuh) prinsip yang harus dipegang, yaitu: Completeness, komunikator memberikan informasi selengkap mungkin kepada komunikan. Conciseness, komunikator menyampaikan pesan melalui kata-kata yang singkat, padat dan jelas. Concretness, pesan yang dikomunikasikan disusun secara spesifik, tidak abstrak. Concideration, pesan yang disampaikan hendaknya mempertimbangkan situasi dan keadaan khalayak. Clearness, pesan yang dikomunikasikan disusun dalam kalimat yang mudah dipahami komunikan. Courtesy, sopan santun dan tata krama merupakan hal penting dalam komunikasi, hal ini merupakan bentuk penghargaan kepada komunikan. 22 Correctness, pesan yang disampaikan hendaknya dibuat secara cermat. Pesan-pesan yang ditampilkan juga merupakan pesan yang cukup cermat disusun. 2.3. Menentukan Metode Keefektifan suatu komunikasi tergantung dari kemantapan isi pesan, yang diselaraskan dengan kondisi khalayak, dan juga dipengaruhi oleh metode-metode penyampaiannya. Metode penyampaiannya terbagi menjadi dua, yaitu menurut cara pelaksanaannya dan menurut bentuk isinya. Melihat dari cara pelaksanaannya semata-mata melihat komunikasi yang berjalan dari segi pelaksanaannya dan tidak memperhatikan isi pesannya. Sedangkan melihat dari bentuk isinya, lebih mengarah bagaimana pernyataan atau bentuk pesan yang dikandung. (Arifin, 1984:72). Metode penyampaian menurut cara pelaksanaannya terbagi menjadi dua, yaitu redundancy (repetition) dan canalizing. Redundancy (repetition) Metode redundancy atau repetition, adalah cara mempengaruhi khalayak dengan jalan mengulang-ulang pesan kepada khalayak. Manfaat dari metode ini antara lain khalayakl akan lebih memperhatikan pesan. Khalayak tidak akan mudah melupakan hal yang penting yang disampaikan berulang-ulang itu. Menurut Hitler (dalam Arifin, 1984:73), dalam melakukan propaganda harus menyederhanakan persoalan dan dipompakan propaganda itu berulang-ulang kali kepada khalayak. Canalizing Setiap khalayak memiliki referensi dan pengalamannya masing- masing. Dan merubah pendirian, pendapat, dan sikap khalayak bukan sesuatu hal yang mudah. Komunikator harus mengerti tentang referensi dan pengalaman dari khayalak tersebut, dan kemudian menyusun pesan dan metode yang sesuai. 23 Yang dimaksud dengan metode canalizing ini adalah “memahami dan meneliti pengaruh kelompok terhadap individu atau khalayak. Untuk keberhasilan komunikasi, maka harus dimulai dari memenuhi nilai-nilai dan standard kelompok dan masyarakat, dan secara berangsur-angsur merubah ke arah yang dikehendaki” Selain itu juga dikenal infence theory of empathy atau teori penuruan dari penempatan diri ke tempat orang lain dari K. Berio (dalam Arifin, 1984:75) “komunikator mengandaikan dirinya bagaimana kalau ia berada dalam posisi sebagai komunikan. Dengan ini komunikator dapat menemukan dan mendientifikasi persamaan-persamaan da perbedaan-perbedaan dengan khalayak, sehingga dengan mudah menyesuaikan diri dengan khalayak tersebut.” 2.4. Memilih Media Media dalam sebuah publisitas merupakan sarana dalam menyampaikan gagasan dan informasi guna dapat mempersuasi khalayak. Media merupakan sarana yang penting untuk menyampaikan pesan kepada publik dan juga sebagai mediator antara komunikator dan komunikan (penerima). (Iriantara, Surachman, 2006;48). Media merupakan bagian yang berhubungan langsung dengan pelaksanaan komunikasi dimana kampanye juga sebagai salah satu kegiatan komunikasi, untuk itu media komunikasi juga akan menunjukan sarana kampanye dilakukan dan dalam menyampaikan pesan-pesan kampanye. Media memungkinan pesan dapat sampai kepada yang komunikan, sehingga media komunikasi berperan sebagai media yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan kampanye. Media menjadi alat yang digunakan dalam menyampaiakan pesan komunikasi, sehingga media dimaknai sebagai sarana penyampaian pesan. Secara sederhana, media diartikan sebagai saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator kepada komunikan. (Effendy, 2009:18). 24 Seorang praktisi PR dituntut untuk bekerja untuk kepentingan masyarakat dan juga selalu menyebarkan informasi yang benar kepada publik melalui media yang ada. Saat ini, penyebaran informasi kepada masyarakat tidak lagi hanya mengandalkan media konvensional tapi juga media sosial. Karena itu, praktisi PR harus selalu memperhatikan bahwa setiap informasi yang keluar dari dirinya adalah informasi yang benar, akurat dan bermanfaat bagi publik. Sehingga praktisi PR harus memiliki kewenangan yang luas dalam mendapatkan segala informasi yang ada dan menyebarkan informasi kepada publik yang terkait. Dalam menetapkan media yang akan digunakan dari suatu kegiatan komunikasi, komunikator harus selektif dan menyesuaikan kondisi khalayak, maupun sosial-psikologis khalayak, efek yang diharapkan dari program komunikiasi yang dijalankan dan isi pesan yang dikomunikasikan. Secara umum Schramm (1973) mengartikan saluran kampanye sebagai perantara atau segala apapun yang dijadikan sebagai penyampai pesan kepada komunikan. Klingemann dan Rommele (2002) spesifik mengartikan saluran kampanye adalah segala bentuk media yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan ke khalayak. Bentuk dapat berupa kertas. Ketika public relations menggunakan jasa komunikator untuk menyebarkan pesan kepada khalayak maka saluran yang digunakan adalah komunikasi antarpribadi yaitu bi-directional campaign. Sedangkan, uni-directional campaign itu proses satu arah dengan cara media massa (dalam Venus, 2009:84-85). Selain media-media tersebut diatas, terdapat kelompok media atau alat kampanye PR sebagai berikut: Media umum, seperti surat-menyurat, telepon, faksimil, dan telegraf. Media massa, seperti media cetak, surat kabar, majalah, tabloid, bulletin, dan media elektronik, yaitu televisi, radio dan film. Sifat media massa ini mempunyai efek serempak dan cepat dan mampu mencapai pembaca dalam jumlah besar dan tersebar luar diberbagai tempat secara bersamaan. Media khusus, seperti iklan (advertising), logo dan nama perusahaan, 25 atau produk yang merupakan sarana atau media untuk tujuan promosi dan komersial yang efektif. Media internal, yaitu media yang dipergunakan untuk kepentingan kalangan terbatas dan nonkomersial serta lazim digunakan dalam aktivitas PR. Media ini ada beberapa jenis: o House journal, seperti majalah bulanan, profile perusahaan laporan tahunan perusahaan, bulletin dan tabloid. o Printed material, seperti barang cetakan untuk publikasi dan promosi, berupa booklets, pamphlet, leaflet, kop surat, kartu nama, memo dan kalender. o Spoken and visual word, seperti audio visual, video record, slide film, broadcasting media, perlengkapan radio dan televisi. o Media pertemuan, seperti seminar, rapat, presentasi, diskusi, pameran, special events, sponsorship, dan gathering meet. House journal terdiri dari macam-macam media. Dilihat dari segi karakter isi pesan atau informasi, format newsletter dipilih apabila informasi yang disajaikan dalam tulisan ringkas. Jika informasi yang disajikan kebanyakan merupakan tulisan panjang, format majalah, tabloid, atau surat kabar adalah pilihan yang lebih sesuai. Kalau informasi yang disajikan dipandang berhrga untuk didokumentasikan, format newsletter atau majalah lebih sesuai. Newsletter atau majalah lebih mudah disimpan di rak, atau dijilid sebagai bundle seluruh edisi tahunan (Siregar, 2000:113). Terdapat beberapa media yang umumnya digunakan oleh organisasi atau perusahaan, yaitu newsletter, majalah, tabloid, suratkabar. Masing-masing dari media tersebut mempunyai karakternya masing-masing. Dalam menyampaikan pesan menggunakan newsletter, tulisan yang dimuat biasanya lebih pendek. Kalimat yang digunakan lebih ringkas, dan langsung ke pokok masalah. Beda halnya dengan majalah, majalah bisa memuat pesan yang lebih banyak dan lebih panjang. Tetapi pengambilan tema yang ditulis pun harus spesial (Siregar, 2000:11) 26 Media Alasan Positif Penggunaan Surat kabar Relatif murah didapat; jangka waktu pendek; jangkauan luas; pembaca menentukan ukuran konsumsi; baik untuk detail masalah-masalah teknis dan dukungan pihak ketiga Pasif; reporoduksi foto kurang bagus; tidak dinamis; kurang menarik perhatian; aktivitas membaca menurun sesuai dengan hambatan waktu Majalah Kualitas reproduksinya menimbulkan pengaruh yang besar; pembaca menghendaki adanya iklan; dapat digunakan dalam jangka waktu lama; dapat mengasosiasikan brand dengan ikon-ikon budaya dalam khalayak massa Hanya dapat dikonsumsi secara visual; waktu yang lama; tidak membutuhkan hubungan Radio Penglihatan, suara, dan pergerakan terlihat nyata; repetisi; mencakup daerah tertentu; menghibur, memberi kredibilitas tertentu atas produk Dapat digunakan secara luas; aktif; target lokal; target berdasarkan pembagian waktu tertentu; relatif murah; adanya intimacy (menimbulkan kedekatan dan terjadi dengan segera);berdasarkan topik tertentu; dapat mengikutsertakan pendengar Film Akibatnya besar; mengikat khalayak Televisi Billboard/poster Pengiriman surat Promosi penjualan Banner website di internet Harga murah; lokal; mudah diubah; praktis Ongkos produksi rendah; dapat disimpan sebagai referensi; mencakup hal-hal yang detail; terarah dan dapat diuji berakibat langsung pada penjualan; merangsang untuk mencoba Keberadaannya murah; aktif; pesan dapat berupa animasi, suara, dan warna untuk menarik perhatian; penyediaan informasi serba cepat; dapat digunakan sebagai fasilitas dalam penjualan Alasan Negatif Penggunaan Selektivitas kurang; hal-hal detail sering terabaikan; ramai/kacau balau; relatif mahal; waktu yang lama; ketatnya pengaturan isi pesan; khalayak tersebar renggang dan terfragmentasi (menghasilkan saluran-saluran baru); tidak fleksibel Tidak ada isi visual; sementara; sering digunakan sebagai latar belakang; perhatiannya rendah; khalayakl sedikit; kurang istimewa Mahal (terutama produksinya); kurang detail Kurangnya kapasitas untuk menaruk perhatian; memungkinkan segmentasi yang terbatas; gampang dirusak/rawan perusakan; banyak menimbulkan kebingungan; gambar relatif sedikit Biaya pengiriman relatif mahal; biasanya respons hanya 25; tidak populermya junk mail dan penjualan melalui telepon Mengubah merek menjadi komoditas Bukan ruang lingkup nasional; akses terbatas dan tidak relevan untuk barang yang merusak dan memberikan sensasi tertentu, seperti parfum dan makanan Bagan 1.2 Karakteristik Media Karakteristik Media Sumber: Valey dan Richard dikutip Venus (2004: 91-92) 27 2.5. Peranan Komunikator Akhirnya unsur yang paling dominan dalam keseluruhan proses komunikasi untuk mencapai efektivitas adalah komunikator, yaitu mereka yang menyusun dan melontarkan pesan atau pernyataan umum kepada khalayak. Kedudukan dan fungsi komunikator dalam upaya menciptakan efektivitas dalam pross komunikasi adalah penting sekali, karena daripadanya terletak efektif tidaknya pesan-pesan yang disampaikan. Jadi komunikator yang mampu menciptakan efektivitas, harus memenuhi syarat tertentu terutama kepercayaan (credibility) artinya khalayak menilainya sebagai pihak yang terpercaya. Kepercayaan itu tergantung pada Kemampuan dan keahlian mengenai pesan yang disampaikan Kemampuan dan keterampilan menyajikan pesan dalam arti memilih tema, metode, dan media, sesuai dengan situasi Memiliki kepribadian dan budi pekerti yang baik dan disegani oleh khalayak Memiliki keakraban atau hubungan baik dengan khalayak. F. Kerangka Konsep Kerangka pemikiran yang telah disebutkan sebelumnya merupakan acuan yang dapat menuntun peneliti dalam menjelaskan tentang strategi pesan dalam kampanye PLN Bersih. Kerangka konsep ini akan memberikan gambaran dari alur penelitian yang peneliti lakukan melalui konseptualiasi yang dibuat. 28 Bagan 1.3 Alur Penelitian Disarikan dari Berbagai Sumber PT PLN (Persero) Kampanye PLN Bersih Komunikasi Korporat Strategi Pesan Khalayak Pesan Metode Media Komunikator Penelitian ini didasari atas adanya program PLN Bersih yang sedang dijalankan oleh PT PLN (Persero). Program PLN Bersih ini dijalankan dalam rangka mewujudkan Good Corporate Governance. Dalam mewujudkan Good Corporate Governance, bukan hanya Direktur Utama, atau jajaran-jajaran penting saja yang mengambil peran. Komunikasi Korporat juga mendapat andil penting. Dalam menjalankan Kampanye PLN Bersih, tentunya dibutuhkan strategi pesan 29 yang tepat. Strategi tersebut mencakup siapa khalayak yang menjadi target, bagaimana pesan dibentuk, bagaimana metode penyampaiannya, media apa yang digunakan, dan siapa komunikator yang ditunjuk. 5 aspek tersebut menjadi satu kesatuan yang penting dalam menyukseskan sebuah kampanye. Dengan adanya strategi penyampaian pesan kampanye PLN Bersih ini, diharapkan tercapainya tujuan kampanye tersebut, yang secara tidak langsung akan tercipta citra positif, suasana saling pengertian, dan saling percaya antara perusahaan dengan stakeholders nya. Sehingga timbul sikap penerimaan dan dukungan dari stakeholders. G. Metodologi Penelitian 1. Sifat dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif guna lebih dapat menggambarkan fenomena penelitian mengenai aktivitas Komunikasi Korporat PT PLN (Persero) dalam penyampaian pesan PLN Bersih. Pendekatan kualitatif dipilih karena lebih dapat memberikan gambaran mengenai aktivitas Komunikasi Korporat PT PLN (Persero) dalam penyampaian pesan PLN Bersih sebagai suatu pola dan strategi yang dapat diamati kekhasannya. Berbagai perilaku komunikasi yang terjadi dalam penyampaian pesan PLN Bersih Komunikasi Korporat PT PLN (Persero) merupakan sarana peneliti untuk memahami fenomena penelitian sebagaimana diungkapkan Bogdan dan Taylor (dalam Moleong,2011: 4), bahwa: “Kualitatif didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variable atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari sesuatu keutuhan.” 2. Metode penelitian Menurut Bogdan dan Bikien (1982) studi kasus merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu. Kekuatan unik studi kasus 30 adalah kemampuannya untuk berhubungan sepenuhnya dengan berbagai jenis bukti seperti dokumen, peralatan, wawancara, dan observasi. Adapun menurut Denscombe (2007:87-94) menyatakan bahwa studi kasus fokus pada satu (atau beberapa) contoh dari fenomena tertentu dengan maksud untuk melakukan penelahaan mendalam tentang sebuah peristiwa, hubungan, pengalaman ataupun proses yang terjadi dalam kasus tersebut. Sementara Ardianto (2010: 38) mendefinisikan studi kasus sebagai pendekatan dalam penulisan yang menelaah suatu kasus secara intensif, mendalam, mendetail dan komprehensif. Definisi tersebut bermakna bahwa penulis studi kasus merupakan orang yang paham mengenai kasus yang sedang diteliti. Pemahaman mendalam mengenai kasus dapat diperoleh melalui berbagai sumber: media massa, individu yang telibat dalam kasus ataupun lembaga/organisasi. Studi kasus juga harus memiliki batasan pembeda yang jelas (distinct boundaries). Batasan tersebut sangat berguna untuk membedakan satu kasus dengan kasus yang lain. Batasan tersebut juga berguna sebagai pembatas kajian suatu penulisan. Dengan memberikan batasan, maka penulis akan tertolong untuk menjaga penulisan agar tetap fokus. Studi kasus dapat dikategorikan kedalam tiga jenis menurut Denscombe (2007: 93-95), yaitu deskripsi, eksplorasi dan perbandingan. Jenis pertama hanyalah menggambarkan apa peristiwa apa saja yang terjadi pada saat suatu kasus berlangsung. Penjabaran kasus dapat dilakukan dengan menceritakan kronologis kasus; apa faktor pemicu, apa/siapa yang menjadi korban dalam kasus, kerugian apa yang diderita oleh lembaga/komunitas/individu serta apa yang dilakukan untuk menyelesaikan kasus tersebut. Tipe ini mengharuskan peneliti untuk menyajikan teori deskriptif yang berkaitan dengan kasus yang diteliti. Dan teori deskriptif tersebut menjadi panduan pokok yang memberikan arah penelitian. Penelitian ini menggunakan studi kasus jenis deskriptif untuk dapat memberikan gambaran fenomena penelitian dalam kajian peristiwa yang ada sebagaimana yang diamati peneliti. Jenis deskriptif memberikan kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari fenomena berdasarkan peristiwa yang ada dan 31 nyata terjadi dalam keseharian para pelakunya secara tersistematis. Jenis yang digunakan ini akan memberikan gambaran mengenai berbagai hal yang terjadi dalam keadaan sebenarnya melalui uraian-uraian kalimat yang juga sejalan dengan karakteristik pendekatan kualitatif yang digunakan, sebagaimana diungkapkan Bungin (2012:124) mengenai metode deskriptif, yaitu: “Penelitian yang menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai variabel yang timbul dimasyarakat yang menjadi permasalahannya itu, kemudian menarik ke permukaan sebagai suatu ciri atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun variabel tertentu. Penelitian deskriptif dapat bertipe kualitatif dan kuantitatif sedangkan yang bertipe kualitatif adalah data diungkapkan dalam bentuk kata-kata atau kalimat serta uraian-uraian.” Metode deskriptif lebih mengupayakan pemaparan mengenai berbagai pandangan, sikap, dan proses pembentukan fenomena serta permasalahannya berdasarkan pada perilaku para pelakunya yang kemudian digambarkan peneliti secara faktual. Bentuk fakta yang digambarkan secara desktiptif ini dapat dilakukan melalui wawancara, dimana peneliti secara langsung menggali kedalaman informasi penelitian langsung dari para pelaku fenomena penelitian di dalamnya. Metode studi kasus deskriptif digunakan karena memberikan perangkat yang tepat bagi peneliti untuk dapat menyampaikan fenomena penelitian secara utuh mengenai strategi dan aktivitas Komunikasi Korporat PT PLN (Persero) dalam penyampaian pesan kampanye PLN Bersih. 3. Objek penelitian Objek yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah aktivitas komunikasi korporat PT PLN (Persero) dalam penyampaian pesan kampanye PLN Bersih. Komunikasi Korporat bertanggung jawab memastikan terlaksananya strategi komunikasi perusahaan serta mengelola hubungan komunikasi dengan pihak internal (komunikasi dengan unit/pegawai), eksternal dan media. Keberadaan komunikasi korporat pastinya sangat berpengaruh dalam menginformasikan, menyebarkan informasi atau pesan tentang PLN Bersih tersebut. Karena PLN Bersih termasuk salah satu program utama dari PLN, dengan notabene PLN salah satu Badan Usaha Milik Negara terbesar di 32 Indonesia, dan keberadaannya sangat. PLN satu-satunya perusahaan miliki Negara di bidang kelistrikan, dan seperti yang diketahui, listrik mempunyai peran penting di kehidupan masyarakat sehari-hari. Penelitian ini akan dilakukan di PT PLN (Persero) pada bulan Juni sampai dengan bulan Agustus 2015. 4. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan beberapa teknik penumpulan data sebagai sumber data penelitian yang dapat memenuhi kebutuhan informasi penelitian, antara lain: Wawancara Wawancara merupakan teknik pengumpulan data primer yang peneliti gunakan sebagai sarana untuk menggali informasi dari objek penelitian. Penelitian ini menggunakan bentuk wawancara berstruktur yang dilakukan peneliti dengan mengacu pada pedoman wawancara yang telah disusun. Wawancara akan dilakukan dengan beberapa jajaran penting di Komunikasi Korporat PT PLN (Persero) Kantor Pusat, antara lain: - Bapak Sampurno Marnoto, selaku Deputi Manajer Public Relations. Bapak Ahmad Hidayat, selaku Analyst Staff Public Relations Observasi Observasi memberikan kesempatan pada peneliti untuk lebih memahami fenomena penelitian dengan memahaminya langsung di lapangan. Observasi dapat dilakukan karena peneliti terlibat secara langsung dalam kehidupan keseharian narasumber. Observasi pun digunakan sebagai bagian dari sumber data sekunder yang mendukung pemahaman narasumber dengan melakukan pengamatan. Informasi yang di dapatkan berdasarkan pemahaman dan pengalaman narasumber yang dianggap mengetahui atau pun terlibat langsung dalam fenomena yang tengah dipelajari. 33 Dokumentasi Kegiatan ini dilakukan dalam upaya mencari data baik berupa gambar maupun dokumen dari pihak Komunikasi Korporat PT PLN (Persero) 5. Teknik Analisis Data Teknik analisis data proses pencarian dan pengaturan data hingga dapat ditampilkan sebagai hasil penelitian sebagaimana diungkapkan Sugiyono (2013: 334) bahwa “Analisis data adalah proses pencaian dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.” a. Pengorganisasian data: pada tahap ini semua fakta yang telah dikumpulkan diorganisasikan dalam susunan yang logis, atau bisa juga secara kronologis. b. Kategorisasi data: Kategori diidentifikasi, dan dengan kategorikategori itu data dimasukkan dalam kelompok-kelompok yang bermakna. c. Interpretasi atau penafsiran dari data atau kelompok data yang masuk dalam kategori itu dan mencari hubungannya dengan kasus yang sedang diteliti. d. Identifikasi pola: data dan artinya diselidiki untuk menemukan tematema penting, serta dilakukan pula pengidentifikasian pola-pola yang muncul sehingga kita mengerti kasus yang dijadikan studi. e. Sintesis dan generalisasi: Gambaran keseluruhan kasus disusun; dan kesimpulan diambil serta dipakai sebagai titik tolak untuk mencari kemungkinan diterapkan pada kasus- kasus lain. 6. Validitas dan Reliabilitas Uji validitas yang dapat dilakukan dalam studi kasus ialah dengan melakukan teknik triangulasi data. Adapun teknik ini berupa membandingkan 34 dan mengecek kembali validitas suatu informasi yang diperoleh. Untuk melakukan triangulasi data terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan. Pertama, membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. Kedua, membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi. Ketiga, membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu. Keempat, membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang. Kelima, membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Teknik triangulasi sumber ini dapat memberikan gambaran mengenai kebenaran informasi berdasarkan informasi-informasi lainnya, sehingga bentuk verifikasi terjadi pada tahapan ini. Maka uji validitas dalam penelitian ini akan dilakukan dengan membandingan hasil pengamatan peniliti mengenai strategi pesan kampanye PLN Bersih dengan hasil wawancara yang dilakukan kepada Deputi Manajer Public Relations, dan Asisten Analis Public Relations yang secara langsung mengelola dan melaksanakan strategi pesan kampanye PLN Bersih. Selain membandingkan hasil pengamatan dengan hasil wawancara, uji validitas dalam penelitian ini juga dilakukan dengan membandingkan hasil wawancara tadi dengan dokumen berkaitan yang didapatkan selama penelitian. Dokumen yang dimaksud disini adalah laporan dan arsip yang terkait strategi pesan kampanye PLN Bersih. Selain melaksanakan uji validitas, juga akan melakukan uji reliabilitas. Tujuan umum dilakukan uji reliabilitas adalah meminimalkan error dan bias dalam suatu penelitian. Menurut Yin (2002: 46), cara umum untuk melakukan reliabilitas adalah membuat sebanyak dan seoperasional mungkin langkahlangkah yang ada. Reliabilitas juga dapat dilakukan dengan mendokumentasikan prosedur yang digunakan ketika melakukan penelitian. Dengan pendokumentasian prosedur tersebut, reliabilitas dapat diuji dengan menjalankan prosedur tersebut hingga mendapatkan hasil sama dengan penelitian. 35