1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktek

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Praktek korupsi di Indonesia sekarang ini sudah merajalela. Pada tahun 2013,
Transparency International Indonesia dalam launching hasil survey Global
Corruption Barometer 2013, menyatakan 72% menyatakan korupsi di Indonesia
meningkat, dan sejumlah 65% menyatakan upaya pemberantasan korupsi di
Indonesia belum efektif. Bagi banyak orang, korupsi bukan lagi merupakan suatu
pelanggaran hukum, melainkan sekedar suatu kebiasaan. Secara global partai
politik, polisi, parlemen, peradilan dan birokrasi merupakan lembaga yang paling
korup. Praktek korupsi tidak menutup terjadi juga di Badan Usaha Milik Negara
(BUMN). Menurut Dahlan Iskan, Mantan Menteri BUMN, dikutip dalam
halaman berita beritasatu.com pada 4 Juni 2012, Dahlan Iskan tak membantah jika
banyak perusahan BUMN yang melakukan praktik suap untuk memperoleh
proyek. Berdasarkan survei internal kementerian yang dulu dipimpinnya itu, 70
persen BUMN terlibat permainan uang untuk memenangkan tender proyek. Data
ini memiliki arti bahwa hanya 30 persen perusahaan plat merah yang mendapat
proyek tanpa suap-menyuap. Ini berarti sekitar 98 dari 140 BUMN terlibat dalam
korupsi yang bersifat sistematis dan terstruktur.
Korupsi sudah lama menjadi hal yang “wajar”, terencana dengan baik, tahu
sama tahu, dan dilakukan bersama-sama bahkan kadang terang-terangan. Dalam
buku Menuju PLN Bersih, banyak termuat cerita-cerita tentang korupsi di PLN,
sehingga menggambarkan bahwa PLN juga kerap memiliki image yang “buruk”
karena banyaknya kasus-kasus korupsi yang melibatkan internal PLN. Kasus
terakhir yang cukup mencuat yaitu kasus korupsi pembangunan gardu induk
pembangkit untuk jaringan Jawa Bali dan Nusa Tenggara di PLN. Kasus tersebut
menyeret empat tersangka dari PLN, dan 3 tersangka lainnya dari pihak swasta.
Selain itu kasus lain yang menyeret internal PLN, yaitu mantan Kepala Sektor PT
PLN Pembangkit Belawan, Ermawan Arief Budiman, termasuk dalam Daftar
1
Pencarian Orang (DPO) karena kasus korupsi pengadaan Flame Tube GT 1.2
Belawan.
Bidang Pelayanan dan Bidang Pengadaan merupakan wilayah yang rawan
korupsi. Tapi kedua bidang tersebut cukup berbeda, pelayanan melibatkan korupsi
kelas “receh”, sedangkan pengadaan melibatkan uang yang sangat besar dan
permainan yang “cantik”.
Di tengah krisis kepercayaan publik terhadap penegakan korupsi di negeri ini,
bahkan korupsi tak luput dilakukan oleh pihak-pihak yang seharusnya berada di
gerbang terdepan pemberantasan korupsi, maka PLN berupaya untuk menjadikan
PLN menjadi lembaga BUMN yang bersih dan bebas praktek korupsi, dengan
melaksanakan PLN Bersih.
Program “PLN Bersih” adalah sebuah gerakan, sebuah ajakan, ditujukan
kepada seluruh warga PLN dan pihak-pihak yang berhubungan dengan PLN,
untuk menjadikan PLN steril dari suap, korupsi, gratifikasi, uang terima kasih,
sogokan, dan yang sejenis dengan itu. PLN memiliki komitmen dalam upaya
mewujudkan terciptanya pelaksanaan ataupun penerapan Good Corporate
Governance (GCG) di lingkungan PLN sebagai upaya untuk meningkatkan
kepercayaan publik terhadap PLN. Lewat gerakan ini, warga PLN diberdayakan
untuk menolak dengan tegas gratifikasi dan sejenisnya.
PLN merespon tekad untuk menerangi nusantara dengan melakukan perbaikan
dan pengelolaan proses bisnis yang lebih jelas, terang, bersih dan akuntabel dalam
rangka meningkatkan akselerasi infrastruktur kelistrikan untuk menerangi
nusantara dan membuat PLN menjadi perusahaan yang sehat.
Dalam mencapai tujuan-tujuan perusahaan dan menunjukkan komitmen untuk
meningkatkan kualitas pengelolaan perusahaan, PLN telah melakukan berbagai
program yang salah satunya menitikberatkan pada komunikasi perusahaan. PLN
memiliki proses komunikasi yang sistematis yang melintasi semua sektor
organisasi dalam penyebaran visi, misi, nilai-nilai, bisnis strategis, tujuan dan
sasaran atau target yang diproyeksikan.
Demi mensukseskan PLN Bersih, tentunya dibutuhkan dukungan dari berbagai
pihak, dari pihak dalam dan pihak luar. Dilihat dari pihak dalam, berarti tidak
2
luput pandangan terhadap dukungan dan peran dari Komunikasi Korporat atau
Public Relations PT PLN (Persero) sendiri. Karena Komunikasi Korporat lah
yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan agar terciptanya citra yang
positif, suasana saling pengertian, saling percaya, dan sikap penerimaan, serta
dukungan dari stakeholders terhadap kondisi perusahaan.
PLN Bersih merupakan kampanye perusahaan dari PT PLN (Persero), bukan
kampanye khusus yang dikeluarkan Komunikasi Korporat. Tapi Komunikasi
Korporat memiliki peran penting dalam menentukan strategi penyampaian pesan
dan juga menyampaikan pesan kampanye PLN Bersih. Komunikasi Korporat juga
bertanggung jawab memastikan terlaksananya strategi komunikasi perusahaan
serta mengelola hubungan komunikasi dengan pihak internal, eksternal dan
media.
Tantangan Komunikasi Korporat PT PLN (Persero) juga tidak mudah. Seiring
beredarnya image dan pemberitaan tentang PLN yang bernada negatif yang
memang sudah sejak lama melekat pada PLN, dan banyak diceritakan melalui
buku Menuju PLN Bersih, dan dengan munculnya kampanye PLN Bersih ini,
yang secara tidak langsung memang bertujuan untuk membersihkan nama PLN
dan membentuk citra positif untuk PLN. Pekerjaan ini pasti bukan pekerjaan yang
mudah seperti membalikkan telapak tangan.
Peneliti ingin melihat bagaimana strategi penyampaian pesan yang dilakukan
komunikasi korporat atau Public Relations PT PLN (Persero) dengan adanya
kampanye PLN Bersih. Kesuksesan PLN Bersih tentunya membutuhkan
dukungan dari berbagai pihak, pihak luar dan pihak dalam, dari pihak dalam
berarti tidak luput pandangan terhadap dukungan dan kontribusi dari Komunikasi
Korporat atau Public Relations PT PLN (Persero) sendiri. Mencermati fungsi
Public Relations yang diungkapkan Cutlip dan Center bahwa Public Relations
memiliki peran untuk menciptakan komunikasi dua arah secara timbal balik
dengan menyebarkan informasi dari perusahaan kepada publik. Maka dari itu
peneliti ingin mengetahui bagaimana strategi Komunikasi Korporat atau Public
Relations PT PLN (Persero) dalam penyampaian pesan kampanye PLN Bersih.
Karena sub bagian Komunikasi Korporat lah yang bertanggung jawab
3
memastikan terlaksananya strategi komunikasi perusahaan serta mengelola
hubungan komunikasi dengan pihak internal, eksternal dan media.
Komunikasi tanpa strategi ibarat orang berjalan tanpa mengetahui seluk beluk
jalan yang dilalui. Sebaliknya, komunikasi yang dilakukan dengan strategi yang
relevan ibarat orang berjalan dengan mengetahui betul peta jalan dan rambu lalu
lintas yang dilaluinya. Dengan demikian strategi komunikasi sangat menentukan
adanya efektivitas dan keberhasilan kampanye yang sedang dijalankan ini.
Peneliti menganggap bahwa topik ini menjadi menarik ini merupakan program
penting bagi PLN, karena keberhasilan program ini juga akan mempengerahui dan
memperbaiki image PLN kedepannya, ditambah lagi program PLN Bersih ini
merupakan gebrakan baru di kalangan BUMN, dan bisa dibilang pencetus
program yang mengusung tema pemberantasan korupsi, dan mulai ditiru BUMN
lainnya.
Maka dari itu, penelitian ini akan berfokus kepada strategi pesan kampanye
PLN Bersih yang dilakukan oleh Komunikasi Korporat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini
adalah bagaimana strategi pesan yang dilakukan Komunikasi Korporat PT PLN
(Persero) dalam kampanye PLN Bersih?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan, menganalisa strategi
pesan dan aktivitas yang dilakukan Komunikasi Korporat PT PLN (Persero)
dalam kampanye PLN Bersih.
D. Manfaat Penelitian
Penulis berharap bahwa dari hasil penelitian ini dapat berguna dan bermanfaat
terutama bagi beberapa pihak antara lain:
4
1. Bagi pihak penulis, yaitu memperoleh kesempatan untuk mencoba
mendeskripsikan secara praktis dan sistematis, serta dapat menganalisis
permasalahan yang ada di lapangan sesuai dengan kemampuan ilmu yang
dimiliki penulis yang didapat semasa mengikuti kuliah.
2. Bagi Pihak Program Studi Ilmu Komunikasi, penelitian ini diharapkan
mampu memberikan kontribusi ilmiah bagi pengembangan orientasi
khususnya bidang Public Relations atau Hubungan Masyarakat.
3. Bagi pihak PT PLN (Persero), semoga hasil penelitian ini dapat dijadikan
bahan evaluasi dan masukan khususnya untuk bagian Komunikasi
Korporat
4. Bagi pihak lain diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan atau
rujukan untuk penelitian sejenis atau penelitian lanjutan.
E. Kerangka Pemikiran
Pada bagian ini, peneliti menguraikan berbagai pemahaman yang mendukung
pemahaman akan strategi penyampaian pesan dalam kampanye PLN Bersih
sebagai berikut:
1. Kampanye
1.1. Definisi kampanye
Banyak perusahaan yang melakukan kampanye sebagai cara untuk
menarik minat stakeholders agar aspirasi mereka dapat tersalurkan baik di
kalangan eksternal maupun internal. Kampanye muncul karena adanya
kepentingan
dan
maksud
suattu
organisasi
atau
perusahaan
untuk
menyampaikan ide-ide, memperkenalkan hal baru atau sesuatu yang dianggap
penting bagi organisasi atau perusahaan tersebut. Sekarang ini juga banyak
organisasi atau perusahaan menggunakan kampanye untuk memperbaiki image
perusahaan. Seperti yang dilakukan oleh Coca Cola pada kampanye Indonesia
SeGar (Indonesia Sehat Bugar). Kampanye ini merupakan kampanye yang
bertujuan untuk memberikan edukasi gaya hidup sehat pada masyarakat
Indonesia. Padahal seperti yang kita tahu, sebenarnya minuman bersoda juga
tidak baik apabila dikonsumsi terlalu sering. Tapi melalui kampanye ini, Coca
5
Cola ingin mengubah persepsi masyarakat tentang minuman bersoda, minuman
bersoda bukan satu-satunya penyebab terganggunya kesehatan masyarakat, tapi
penyebabnya antara lain karena kurangnya bergerak atau olahraga, dan
kurangnya asupan sayur dan buah-buahan.
Rogers dan Storey (dalam Venus, 2004:7) mendefinisikan kampanye
sebagai “serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan
menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan
secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu”. Merujuk pada definisi ini
maka setiap aktivitas kampanye komunikasi setidaknya harus mengandung 4
hal yakni : tindakan kampanye yang ditujukan untuk menciptakan efek atau
dampak tertentu, jumlah khalayak sasaran yang besar, biasanya dipusatkan
dalam kurun waktu tertentu. dan melalui serangkaian tindakan komunikasi
yang terorganisasi.
Definisi kampanye yang lain disampaikan oleh Newsom, Scott, Turk
(1993:474) yang melihat kampanye sebagai usaha terkoordinasi, bertujuan, dan
dirancang untuk mencapai tujuan yang spesifik atau untuk mencapai
serangkaian tujuan yang saling berhubungan yang akan menuju objektif jangka
panjang seperti yang diungkapkan dalam misi. Kampanye digambarkan
sebgaia suatu usaha yang terencana dan sengaja dirancang, sementara tujuan
kampanye ditekankan pada hubungannya dengan misi organisasi.
Dilihat dari berbagai aspek, kampanye PR (public relations campaign)
dalam berkomunikasi bertujuan menciptakan pengetahuan, pengertian,
pemahaman, kesadaran, minat, dan dukungan dari berbagai pihak untuk
memperoleh citra bagi lembaga atau organisasi yang diwakilinya.
Dengan demikian, kampanye dapat diartikan sebagai proses komunikasi
berupa aktivitas untuk mempengaruhi publik atau sasaran tertentu dengan cara
membujuk atau persuasif dan memotivasi publik untuk berpartisipasi, sehingga
menciptakan efek tertentu seperti yang direncanakan sesuai dengan tema
spesifik, dan dilakukan pada kurun waktu tertentu serta dilaksanakan dengan
terorganisasi.
6
Dalam proses komunikasi dikenal beberapa metode untuk menyampaikan
pesan dari komunikator kepada komunikan. Metode tersebut antara lain
komunikasi yang bersifat informatif, komunikasi persuasif dan komunikasi
koersif. Setiap metode komunikasi itu diterapkan pada situasi dan kondisi
tertentu. Perencanaan dari kampanye disusun sebagai acuan dalam pelaksanaan
kampanye. Sebagai suatu aktivitas komunikasi, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan supaya aktivitas komunikasi persuasi tersebut dapat berjalan
dengan lancar, beberapa aspek yang perlu diperhatikan yaitu komunikator,
pesan, media, dan kampanye. Untuk beberapa aspek ini diperlukan
perencanaan yang tepat untuk mendukung berjalannya sebuah kampanye.
Dalam mempengaruhi publik (target audience) agar mau mengikuti
program yang dibuat oleh organisasi bukanlah hal yang mudah, oleh karena itu
dibutuhkan adanya strategi komunikasi termasuk di dalamnya perencanaan
pesan dalam kampanye. Organisasi harus terlebih dahulu mempertimbangkan
dan merencanakan dengan teliti bagaimana suatu kampanye akan dimulai.
Suatu perencanaan program dibutuhkan untuk mengkomunikasikan pesan
kepada publik agar program kerja atau
program kegiatannya dapat
direalisasikan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Dalam kampanye juga
terdapat bentuk dan komunikasi dalam menyampaikan pesan, antara lain
komunikasi antarpersonal, komunikasi kelompok, dan komunikasi melalui
media massa.
Oleh karena itu pelaku kampanye harus mampu berkomunikasi dengan
baik dan efektif serta harus memiliki strategi yang tepat. Dimana pelaku
kampanye menitikberatkan tujuan dari suatu kampanye adalah adanya
perubahan pengetahuan dan perilaku yang sesuai dengan tujuan kampanye
tersebut. Komunikator tidak bisa mengabaikan komunikasi begitu saja dalam
hal ini komunikator adalah humas, setiap organisasi dianjurkan menelaah
kebutuhan dan kesempatan komunikasinya serta mengembangkan suatu
program komunikasi yang dapat berpengaruh dan efektif.
Kampanye dibuat untuk mempengaruhi atau mengubah perilaku target
audience. Perubahan perilaku mungkin dapat dilihat dari akhir proses
7
kampanye yang berkesinambungan, seperti perubahan informasi dalam diri
publik, pengetahuan, dan tentunya sikap. Dalam aktivitas komunikasinya
kampanye tidak lepas dari fungsi komunikasi karena berupaya untuk
mengubah perilaku, sikap, tanggapan, dan persepsi dari khalayak. Dalam
proses kampanye terdapat sebuah proses yang perlu diperhatikan oleh
perusahaan yaitu bagaimana proses penerimaan pesan oleh target audiens
sebuah kampanye.
Menurut Prita Kemal Gani dalam halaman portal lspr.edu, secara
konseptual, kampanye didefinisikan sebagai kegiatan penyampaikan informasi
yang terencana, bertahap dan terkadang memuncak pada suatu saat, yang
bertujuan untuk mempengaruhi sikap, pendapat dan opini seseorang.
Dalam merencanakan suatu kampanye, komunikasi korporat harus dapat
merumuskan perencanaan berdasarkan lima pertanyaan sederhana yaitu, apa
yang ingin dicapai? Siapa yang akan menjadi sasaran? Pesan apa yang akan
disampaikan?
Bagaimana
menyampaikannya?
Dan
bagaimana
mengeavluasinya? Harus ada hubungan yang dekat antara keseluruhan tujuan
program, sasaran untuk ditujukan pada setiap publik, dan strategi. Kuncinya
adalah, strategi dipilih untuk menwujudkan hasil yang sudah diharapkan
(sebagaimana dinyatakan dari rencana dan sasaran).
1.2. Jenis-jenis kampanye
Charles U. Larson (dalam Venus, 2004:11) membagi kampanye menjadi
tiga
kategori,
yaitu:
product-oriented
campaigns,
candidate-oriented
campaigns dan ideologically or cause oriented campaigns.

Product-oriented campaigns atau kampanye yang berorientasi pada
produk umumnya terjadi di lingkungan bisnis. Istilah lain yang sering
dipertukarkan dengan kampanye jenis ini adalah commercial campaigns
atau corporate campaigns. Motivasi yang mendasarinya adalah
memperoleh keuntungan finansial. Cara yang ditempuh adalah dengan
memperkenalkan produk dan melipatgandakan penjualan sehingga
diperoleh keuntungan yang diharapkan.
8

Candidate-oriented campaigns atau kampanye yang berorientasi pada
kandidat umumnya dimotivasi oleh hasrat untuk meraih kekuasan
politik. Karena itu jenis kampanye ini dapat pula disebut sebagai
political campaigns (kampanye politik). Tujuan antara lain adalah
untuk memenangkan dukungan masyarakat terhadap kandidat-kandidat
yang diajukan partai politik agar dapat menduduki jabatan-jabatan
politik yang diperebutkan lewat proses pemilihan umum.

Ideologically or cause oriented campaigns adalah jenis kampanye yang
beriontasi pada tujuan-tujuan yang bersifat khusus dan seringkali
berdimensi perubahan sosial. Karena itu kampanye jenis ini dalam
istilah Kotler disebut sebagai social change campaigns, yakni
kampanye yang bertujuan untuk menangani masalah-masalah sosial
melalui perubahan sikap perilaku publik yang terkait.
2. Strategi Pesan
Dari perspektif komunikasi kehumasan, kampanye merupakan kegiatan
persuasif guna mempengaruhi pola pikir, sikap dan perilaku orang lain. Karena
itu, seperti ditegaskan Carl Hovland, seorang pakar komunikasi, berhasil tidaknya
upaya untuk merubah perilaku masyarakat, salah satunya tergantung pada peran
penyampai pesan berikut penggunaan media komunikasi serta perancangan
pesannya.
Sebuah pesan agar dapat disampaikan dengan baik dan dapat diterima
memiliki beberapa strategi yang digunakan agar pesan dapat diterima dengan
baik. Pengertian strategi menurut Stephen P. Robbins seperti dikutip Cutlip,
Center, dan Broom :
“Strategi didefinisikan sebagai penentuan tujuan dan sasaran
usaha jangka panjang, adopsi upaya pelakasanaan dan alokasi
sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut”
(2006:353)
Strategi pesan merupakan sebuah taktik utama yang dilakukan perusahaan pada
masyarakat luas. Seperti dalam buku yang berjudul Public Relations Writing :
Form & Style yang dikemukakan oleh Newsom dan Haynes (2013 : 84) bahwa:
9
“sebuah strategi pesan dasar berfokus pada apa yang pesan
dasar untuk disampaikan kepada khalayak sasaran dalam
setiap pesan. Sebuah strategi pesan yang baik adalah
sederhana, disesuaikan dengan media apapun, berlaku untuk
semua pesan dalam kampanye dan bertahan lama. Strategi
pesan harus memikirkan tentang tujuan organisasi dan sifat
yang tepat adalah mencoba untuk berbagi.”
Dalam sebuah strategi diharapakan dapat menjadi sebuah rencana atau konsep
dalam melaksanakan sebuah program yang akan dilaksanakan. Onong Uchjana
Effendy (1986:33) mengungkapkan strategi pada hakekatnya adalah perencanaan
dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan. Mencapai tujuan tersebut, fungsi
strategi tidak hanya sebagai peta jalan yang menunjukan peta jalan arah saja,
melainkan harus mampu menunjukan bagaimana taktik operasionalnya.
Dalam buku Manajemen Kampanye yang ditulis oleh Antar Venus (2009:70)
kampanye pada dasarnya adalah penyampaian pesan-pesan dari pengirim kepada
khalayak. Pesan-pesan tersebut dapat disampaikan dalam berbagai bentuk mulai
dari poster, spanduk, baliho, pidato, diskusi, iklan, hingga selebaran. Adapun
bentuknya, pesan-pesan selalu menggunakan simbol, baik verbal maupun non
verbal, yang diharapkan dapat memancing respons khalayak.
Untuk menjamin kampanye atau kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh
praktisi humas atau public relations berjalan lancar dan mencapai tujuan,
diperlukan
beberapa
pedoman,
yaitu
komponen-komponen
komunikasi.
Komponen komunikasi itu terdiri dari sumber, pesan, media atau saluran
komunikasi, dan penerima (Putra,1999:56).
Sumber, pesan, saluran atau media komunikasi, dan penerima menjadi satu
kesatuan yang penting. Tetapi terdapat keyakinan para sarjana komunikasi, bahwa
“makna bukan terletak pada kata, tapi pada orang”, itu berarti sumber atau
pengirim pesan juga diperhitungkan peranan dan kredibilitasnnya untuk mencapai
komunikasi yang efektif. Tetapi suatu karakteristik pesan tetap harus
dipertimbangkan sebagai faktor penting dalam mempengarui penerimaan
khalayak terhadap suatu gagasan. Untuk dapat meningkatkan keefektifan
komunikasi, komunikator juga harus mempertimbangkan berbagai pesan yang
harus ditampilkan. Menurut McGuire (dalam Putra, 1999:57) ada beberapa
10
variabel pesan yang harus diperhatikan, yaitu faktor gaya pesan (content style),
imbauan pesan (message appeals), pengulangan pesan (message repetition),
kesimpulan dalam pesan (implisit atau eksplisit), pengorganisasian pesan, dan
kejelasan pesan yang ditambah oleh Wilcox, Ault, dan Agee.
Dalam bukunya yang berjudul “Managing Corporate Brands: A new
approach to corporate communication”, Marcos Omeno mengungkapkan bahwa
komunikasi dalam organisasi merupakan transmisi pengiriman pesan yang
berorientasi pada tujuan perusahaan.
Menyampaikan pesan dengan tepat melibatkan sebuah analisis dua langkah
bagi perusahaan. Sebuah perusahaan harus memutuskan bagaimana pesan ingin
disampaikan (memilih sebuah saluran komunikasi) dan pendekatan apa yang
harus diambil dalam membentuk pesan itu sendiri).
Corporate communication merupakan wadah untuk pengiriman pesan yang
dilakukan oleh perusahaan terhadap khalayaknya. perusahaan dapat memilih ingin
mempublikasikan dirinya terhadap konstituen yang mana yang dituju. Apabila
perusahaan ingin mempublikasikan dirinya untuk mendapatkan citra dan
membangun image, maka khalayak yang dituju adalah publik di luar perusahaan.
Akan tetapi, apabila ingin membangun identitas yang kuat di dalam perusahaan
maka khalayak yang dituju adalah yang ada di dalam perusahaan, dan untuk
demikian diperlukan sistem komunikasi internal yang baik dalam proses
penyampaian pesan, agar tujuan perusahaan dapat dicapai.
Menurut Hafied Cangara (2013: 115) Ada tiga teori yang membicarakan
tentang penyusunan dan penyampaian pesan, yaitu:
a. Over power`em theory
Teori ini menunjukan bahwa bila pesan seringkali diulang, panjang dan
cukup keras pesan itu akan berlalu dari khalayak.
b. Glamour theory
Bahwa suatu pesan (ide) yang dikemas dengan cantik, kemudian
ditawarkan dengan daya persuasi, khalayak akan tertarik untuk
memiliki ide itu.
c. Don’t Tele’em Theory
11
Bila suatu ide tidak disampaikan kepada orang lain, mereka tidak akan
memegangnya dan menanyakannya.
Komunikasi bersifat intensional, untuk tujuan mencapai tujuan tertentu, maka
dari itu pesan perlu direncanakan untuk mencapai tujuan tersebut. Bila tujuan
bersifat kompleks, lebih dari satu, maka tujuan perlu diatur urutan-urutan
pencapaiannya, karena setiap tujuan memiliki bentuk pesan yang berbeda.
Untuk mendapatkan keberhasilan dan efek yang diinginkan dari suatu pesan,
diperlukan paduan sejumlah kekuatan yang bekerja dalam keseluruhan proses
komunikasi tersebut. Menurut Arifin (1982:59) pesan sebagai satu-satunya
kekuatan yang dimiliki oleh komunikastor harus digunakan dan dilakukan dengan
tepat untuk mencipatkan efektivitas. Kekuatan pesan ini dapat didukung oleh
metode penyajian, media, dan kekuatan kepribadian komunikator sendiri. Dalam
hal ini dibutuhkan perumusan strategi dan perencanaan.
Dalam konteks komunikasi, Arifin (1984: 59) menyatakan bahwa strategi
diperlukan untuk mendukung kekuatan pesan agar mampu mengungguli semua
kekuatan yang ada untuk menciptakan efektivitas. Effendy (2003: 32)
mendefinisikan strategi komunikasi sebagai paduan antara perencanaan
komunikasi
(communication
planning)
dengan
manajemen
komunikasi
(communication management).
Dalam merumuskan strategi komunikasi, Arifin (1984: 87) berpendapat
bahwa ada lima faktor yang harus diperhatikan, yaitu: pengenalan khalayak,
penyusunan
pesan,
penetapan
metode,
pemilihan
media,
dan
peranan
komunikator.
Komunikasi tanpa strategi ibarat orang berjalan tanpa mengetahui seluk beluk
jalan yang dilalui. Sebaliknya, komunikasi yang dilakukan dengan strategi yang
relevan ibarat orang berjalan dengan mengetahui betul peta jalan dan rambu lalu
lintas yang dilaluinya. Dengan demikian strategi komunikasi sangat menentukan
adanya efektivitas komunikasi.
12
2.1. Menganalisis konstituen atau khalayak
Dalam perumusan suatu strategi dalam komunikasi, setelah menentukan
tujuan yang jelas, tahapan selanjutnya adalah memperhitungkan kondisi dan
situasi khalayak. Karena apabila strategi penyusunan pesan, pemilihan media,
dan pemilihan komunikator telah direncanakan dengan baik, tetapi tidak
sesuai dengan khalayak yang dituju, akan menjadi kegiatan komunikasi yang
sia-sia.
Menganalisis konstituen atau khalayak serupa dengan menganalisis
audiens ketika hendak merencanakan sebuah pidato atau menulis memo.
Analisis ini menetukan siapa konsituen organisasi, apa yang masing-masing
konstituen pikirkan tentang organisasi, dan apa yang masing-masing dari
mereka ketehaui mengenai komuikasi yang dimaksud.
Untuk menganalisis siapa konsituten sebuah organisasi diperlukan
pertimbangan hati-hati, karena konsituen akan menentukan bagaimana pesan
korporat tersebut. Konstituen dapat dibagi menjadi dua kelompok, seperti
tabel dibawah ini
Bagan 1.1
Konstituen Organisasi
Primer
Karyawan
Konsumen
Pemegang Saham
Komunikasi
Sekunder
Media
Pemasok
Pemerintah
Kreditor
Sumber: (Argenti,2010:38)
Setiap organisasi atau persahaan memiliki konstituen yang berbeda-beda
tergantung dari sifat, ukuran dan
jangkauan bisnis perusahaan tersebut.
Perusahaan tidak bisa hanya terpaku dengan daftar seperti tabel diatas.
Misalnya di saat krisis, alangkah bijaknya apabila perusahaan memfokuskan
hubungannya dengan media, yang sebenarnya dianggap sebagai konstituen
sekunder, karena dengan menjalin hubungan yang baik dengan media,
perusahaan
dapat
mengendalikan
reputasinya
dan
berusaha
untuk
meminimalisirkan pers negative.
13
Sebuah perusahaan harus menyadari bahwa konstituen berinteraksi satu
sama lain, dan sebuah perusahaan kadang harus bekerja sama melalui satu
konstituen untuk meraih konstituen yang lain. Seperti karyawan, perusahaan
harus menghargai peran karyawannya sendiri, karena karyawan bisa dibilang
brand ambassador yang paling besar, karena karyawan berinteraksi dengan
konstituen eksternal, jadi potensi kebaikan melalui “word of mouth” bisa
diperluas, dan pembangunan citra sangatlah signifikan ketika karyawan
mengerti benar apa tujuan-tujuan perusahaan di dalam benak konsumen dan
konstituen
lainnya.
Bagaimanapun
juga,
setiap
konstituen
memiliki
kepentingan-kepentingan yang saling berkompetisi dan persepsi yang
berbeda-beda. (Argenti,2010:38-39).
James Grunig (dalam Gregory,2004:88) mendefinisikan empat jenis
publik, yaitu:

Nonpublik, adalah kelompok yang tidak terpengaruh maupun
mempengaruhi organisasi.

Publik yang tersembunyi (latent public), adalah kelompok yang
menghadapi masalah akibat tindakan suatu organisasi, namun mereka
tidak menyadarinya.

Publik yang sadar (aware public), adalah kelompok yang mengenali
adanya masalah.

Publik yang aktif, adalah kelompok yang mengambil tindakan
terhadap suatu masalah.
Sementara itu, publik yang aktif dapat dikelompokan dalam tiga
kategori berikut:

Publik semua masalah (all-issue public) sangat aktif terhadap semua
masalah yang mempengaruhi organisasi.

Publik masalah tunggal (single-issue public) sangat aktif terhadap satu
masalah atau sekelompok kecil masalah.

Publik masalah hangat (hot-issue public) adalah mereka yang terlibat
dalam suatu masalah yang memiliki dukungan publik luas dan
biasanya mendapatkan liputan khusus dari media.
14
Dalam proses komunikasi, antara komunikator maupun khalayak
mempunyai kepentingan yang sama, komunikator juga harus bisa
memposisikan
dirinya
sebagai
khalayak,
maka
komunikator
harus
menciptakan persamaan kepentingan dengan khayalak terutama dalam pesan,
metode, dan media.
Arifin (1982:60) mengatakan bahwa untuk menciptakan persamaan
tersebut, komunikator harus mengenal bagaimana khalayaknya, harus
mengerti dan memahami pola pikir dan pengalaman secara tepat, meliputi

Kondisi kepribadian dan kondisi fisik khalayak yang terdiri dari
o
Pengetahuan khalayak mengenai pokok persoalan
o
Kemampuan khalayak untuk menerima pesan-pesan lewat
media yang digunakan
o

Pengetahuan khalayak terhadap kata-kata yang digunakan
Pengaruh kelompok dan masyarakat serta nilai-nilai dan normanorma kelompok dan masyarakat yang ada

Situasi di mana khalayak itu berada
Cara memperlakukan khalayak tentu berbeda-beda, tergantung
background khalayak masing-masing. Untuk mengetahui hal-hal seperti
diatas, bisa diketahui melalui orientasi, penjajakan, atau penelitian.
2.2. Menyusun Pesan
Perumusan strategi dalam penyusunan pesan menjadi langkah selanjutnya
setelah mengenal khalayak dan situasinya. Dalam penyusunan pesan,
ditentukan pula tema dan materi. Syarat utama dalam mempengaruhi
khalayak dari suatu pesan, adalah mampu membangkitkan perhatian.
Perhatian adalah pengamanan yang terpusat, karena tidak semua yang
diamati dapat menimbulkan perhatian. Bisa dibilang perhatian merupakan
awal perjalanan dari efektivitas sebuah pesan. Seperti yang sesuai pada AA
Procedure atau Attention to Action Procedure. Artinya membangkitkan
perhatian (Attention) untuk selanjutnya menggerakkan khalayak melakukan
kegiatan (Action) sesuai tujuan yang dirumuskan (Arifin, 1982:68).
15
Dimulainya komunikasi dengan membangkitkan perhatian (attention)
akan merupakan langkah awal suksesnya sebuah komunkasi. Apabila
perhatian komunikan lebih terbangkitkan, maka selanjutnya diikuti dengan
upaya menumbuhkan minat (interest) yang merupakan lanjutan dari
perhatian.
Seorang komunikator dikatakan akan dapat melakukan perubahan sikap
dan tingkah laku dari komunikannya apabila komunikatornya merasa adanya
persamaan antara komunikator dengannya. Komunikator harus dapat
menyampaikan diri dengan komunikannya agar dapat menimbulkan simpati
komunikan terhadapnya.
Penyusunan pesan dengan sedemikian rupa sehingga menjadi perhatian
publik juga menjadi salah satu strategi efektif dalam komunikasi untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Komunikator harus bisa menyusun pesan
yang cocok untuk berbagai kalangan audiens sasaran dan berbagai bentuk
media yang digunakan.
Dalam membentuk pesan, kita perlu mempertimbangkan hal-hal berikut:
seberapa besar audiens kita, pesan model apa yang lebih mudah direspon oleh
audiens, melalui audien bisa dicapai (Internet, radio, TV, cetak), informasi
apa yang audien butuhkan dari organisasi kita, bahasa apa yang akan lebih
gampang ditangkap audiens, dan saat merancang pesan kita juga harus
perhatikan bahwa setiap media komunikasi (televisi, cetak, email, website)
akan membutuhkan pendekatan berbeda.
Integritas suatu pesan itu sendiri akan dipengaruhi oleh semua hal yang
menjadi penentu bahwa pesan itu ditanggapi secara baik atau tidak dilihat
dari (Gregory, 2004: 96-97) :
a. Format. Pesan harus disampaikan menggunakan kata-kata yang tepat,
bahkan jenis huruf yang detail dan terperinci, sedangkan pesan yang
serius menggunakan huruf serif. Mungkin juga menggunakan bantuan
visual yang tepat untuk pesan kampanye tersebut.
16
b. Tone (Nuansa). Pesan harus memberikan perhatian khusus terhadap
suasana hati, yaitu suasana atau gaya yang ingin digambarkan yang
tersirat dalam pesan tersebut
c. Konteks. Konteks dalam pesan itu pun juga penting dalam
mengundang tanggapan dari para audiens.
d. Waktu. Pesan yang hendak kita sampaikan hendaknya bersifat baru
karena jika informasi tersebut sudah berlalu akan sia-sia.
e. Pengulangan. Hal ini membuat informasi lebih mudah diterima dan
dicerna. Namun, hindari pengulangan yang membuat pesan tersebut
menjadi tidak bernilai lagi.
Definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pesan dapat berupa
apapun bisa berupa kata-kata / ucapan maupun tulisan yang sama-sama
memiliki tujuan adalah menyampaikan maksud itu sendiri secara efektif yang
didukung dari cara penyampaian pesan.
Menurut Rhenald Kasali (1994 : 166), setidaknya ada 5 strategi dalam
merumuskan pesan tulisan, yakni:
a. Strategi informasi. Umumnya bersifat langsung menuju sasaran,
mengungkap
fakta.
Digunakan
bila
audience
menghendaki
pengungkapan secara langsung. Seperti pada peluncuran produk baru,
kampanye consumer awareness, dan program-program pelayanan
masyarakat.
b. Strategi argumentasi. Strategi argumentasi mengasumsikan bahwa
setidaknya ada duda sisi yang dapat muncul ke permukaan dari suatu
isu. Pesan yang disampaikan umumnya bersifat persuasif dan
diarahkan pada audience yang sudah mengenal dan tertarik akan isu
tersebut. Mereka dihadapnya dapat menernea informais dengan wajar.
Strategi ini memberi alasan-alasan dan logika kepada audience
terutama terhadap mereka yang masih netral dan terbuka untuk
argumentasi.
c. Strategi citra (image). Strategi ini dipakai untuk mengembangkan dan
sekaligus memelihara identitas yang kuat dan mudah diingat (terhadap
17
orang, benda, merk, atau organisasi). Tujuannya adalah mengaitkan
persepsi ke dalam suatu konsep atau symbol tunggal yang mewakili
subjek pesan. Strategi
citra yang berhasil adalah strategi yang
menghasilkan persepsi bahwa citra tersebut merupakan subjek, bukan
sekedar simnol. Teknik ini banyak dipakai pada kampanye politi, dan
kampanye produk yang berkonotasi.
d. Strategi emosional. Strategi emosional umunya dimaskudkan untuk
membujuk. Dapat dipakai pada kampanye-kampanye di mana
penerima pesan masih bersifat netral atau sudah mulai positif terhadap
pengirim pesan dengan menggugah perasaan seseorang. Cara yang
sering dipakai adalah memilih kata atau struktur kalimat yang sifatnya
menggugah perasaahn, seperti patriotisme, romantisme, atau kadangkadang juga humor.
e. Strategi menghibur (entertainment). Banyak penulis media yang baru
memulai kariernya melupakan strategi ini. Mereka lupa bahwa tulisa
di media tidak hanya dimaksudkan untuk memberi informasi dan
mendidik masyarakat, tetapi juga menghibur.
Menurut Philip Kotler (2005 : 254) ada 4 yang harus diperhatikan dalam
membentuk pesan kampanye, yaitu: apa yang harus dikatakan (isi pesan),
bagaimana mengatakannya secara logis (struktur pesan), bagaimana
mengatakannya secara simbolis (format pesan), dan siapa yang seharusnya
mengatakannya (sumber pesan).
Isi pesan sendiri terdiri dari materi pesan, visualisasi pesan, pendekatan
emosional, kreativitas dan humas. Sedangkan struktur pesan adalah
bagaimana unsur-unsur pesan diorganisasikan. Merujuk pada bagaimana
unsur-unsur pesan diorganisasikan.
Secara
umum
ada
3
aspek
yang
terkait
langsung
dengan
pengorganisasian pesan:
 Message sideness (sisi pesan)
 Order of presentation (urutan penyajian)
 Conclusion drawing (penarikan kesimpulan)
18
Dalam merumuskan tema pesan yang akan disampaikan, Arifin (1984:
70-71) menyatakan ada dua bentuk rumusan tema pesan yang dapat dipakai,
yaitu yang bersifat one side issue dan both side issue. One side issue
merupakan rumusan pesan yang bersifat sepihak, yaitu pesan berisi hal-hal
positif atau hal-hal negatif saja. Pesan hanya berisi konsepsi komunikator saja
tanpa mempertimbangkan berbagai pendapat yang berkembang di kalangan
khalayak. Sedangkan both side issue, Merupakan rumusan pesan yang berisi
hal positif dan negatif sekaligus. Dalam hal ini rumusan pesan berisi konsepsi
komunikator maupun konsepsi yang berkembang pada khalayak
Untuk menentukan penggunaan yang paling efektif dalam komunikasi,
Arifin (1984: 72-78) menjelaskan bahwa:

Bila komunikasi melibatkan khalayak yang sejak awal telah berbeda
pendapat akan lebih efektif menyampaikan pesan both side issue.

Bila komunikasi melibatkan khalayak yang sejak awal menunjukkan
adanya
penyesuaian
pendapat
maka
akan
lebih
efektif
menyampaikan pesan one side issue.

Kepada khalayak dengan golongan terpeajar sebaiknya diberikan
pesan both side issue.

Kepada khalayak yang bukan termasuk golongan terpelajar lebih
baik disampaikan pesan one side issue.
Dalam penyampaian struktur pesan dua sisi dapat disampaikan dengan
struktur pro-kontra atau struktur kontra-pro. Maksud struktur pro-kontra
adalah komunikator mendahulukan argument atau gagasan yang selaras
dengan pendapat atau sikap khalayak. Sedangkan struktur kontra-pro adalah
komunikator mendahulukan pengemukaan gagasan yang berlawanan dengan
pendapat atau sikap khalayak. Tapi dari kedua struktur tersebut, perubahan
sikap lebih sering terjadi ketika struktur pro-kontra digunakan. Dan struktur
pro-kontra lebih efektif daripada kontra-pro untuk komunikator yang
memiliki otoritas dan dihormati khalayak.
Urutan penyajian pesan juga menjadi bagian penting dalam pesan
kampanye. Untuk pesan satu sisi terdapat tiga urutan penyajian pesan, yaitu
19
climax order; Pesan yang terpenting atau terkuat ditempatkan di bagian akhir.
Anticlimax order; Pesan yang terpenting atau terkuat ditempatkan di awal.
Pyramidal order; Pesan yang terpenting atau terkuat ditempatkan di bagian
tengah. Sedangkan untuk urutan penyajian pesan untuk pesan dua sisi, yaitu
primacy order; aspek positif atau kekuatan ide atu produk ditempatkan di
bagian awal. Recency order; Aspek positif atau kekuatan ide atau produk
ditempatkan di bagian akhir.
Conclusion drawing atau penarikan kesimpulan terdapat dua cara, yaitu
penarikan kesimpulan dilakukan secara langsung dan jelas, dan penarikan
kesimpulan yang diserahkan kepada khalayak sendiri.
Menurut McGuire (Putra, 1999:57) juga mengatakan ada beberapa
variabel pesan yang harus diperhatikan, yaitu faktor gaya pesan (content
style), imbauan pesan (message appeals), pengulangan pesan (message
repetition),
kesimpulan
dalam
pesan
(implisit
atau
eksplisit),
pengorganisasian pesan, dan kejelasan pesan yang ditambah oleh Wilcox,
Ault, dan Agee.
Isi pesan dalam strategi komunikasi sangat menentukan efektivitas
komunikasi. Wilbur Schramm (dalam Arifin, 1984:68-69) mengatakan bahwa
agar komunikasi yang dilancarkan dapat lebih efektif, maka pesan yang
disampaikan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
 Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga
dapat menarik perhatian sasaran dimaksud.
 Pesan
harus
menggunakan
tanda-tanda
yang
tertuju
kepada
pengalaman yang sama antara sumber dan sasaran, sehingga samasama dapat dimengerti.
 Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi pihak sasaran dan
menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan itu.
 Pesan harus menyarankan sesuatu jalan untuk memperoleh kebutuhan
tadi, yang layak bagi situasi kelompok di mana sasaran berada pada
saat ia gerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.
20
Hasil-hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa penyajian pesan yang
tersusun lebih efektif daripada penyajian pesan yang tidak tersusun. Cara-cara
penyusunan pesan dalam suatu kegiatan komunikasi pertama-tama dibahas
dalam retorika dengan mengikuti pola-pola yang disarankan oleh Aristoteles,
yakni format pesan. Format pesan adalah bagaimana pesan tersebut
disampaikan. Format pesan tersebut antara lain:

Format kronologis
Dirangkai berdasarkan urutan waktu terjadinya peristiwa yang
diterangkan.

Format spasial
Disusun berdasarkan ukuran masalah dari pemecahannya.

Format topical
Disusun berdasarkan topik yang dibicarakan. Klasifikasi topik bisa
dari penting ke kurang penting, mudak ke sukar, dan lain lain.

Format Kausal
Menyusun gagasan dengan cara membahas faktor-faktor penyebab
dari suatu masalah dan mempertimbangan hasil berikutnya.

Format Pemecahan Masalah
Menampilkan langkah-langkah diagnosis masalah yang sedang
dihadapi dan memberikan alternatif solusi

Format Berpikir Kreatif
Langkah-langkah yang ditampilkan lebih sistematik daripada format
pemecahan masalah.

Format Pengembangan Motivasional
Langkah-langkahnya antara lain perhatian, kebutuhan, pemuasan,
visualisasi, dan tindakan.
Pesan juga dapat dilihat dari segi bentuknya. Menurut A.W. Widjaja dan
M. Arisyk Wahab (Widjaja & Wahab,1987:61) terdapat tiga bentuk pesan
yaitu:
21

Informatif
Memberikan keterangan fakta dan data kemudian komunikan
mengambil kesimpulan dan keputusan sendiri, dalam situasi tertentu
pesan informatif tentu lebih berhasil dibandingkan persuasif.

Persuasif
Pesan berisikan bujukan yakni membangkitkan pengertian dan
kesadaran manusia bahwa apa yang kita sampaikan akan
memberikan sikap berubah. Tetapi berubahnya atas kehendak
sendiri. Jadi perubahan seperti ini bukan terasa dipaksakan akan
tetapi diterima dengan keterbukaan dari penerima.

Koersif
Pesan bersifat memaksa dengan menggunakan sanksi-sanksi bentuk
yang terkenal dari penyampaian secara inti adalah agitasi dengan
penekanan yang menumbuhkan tekanan batin dan ketakutan
dikalangan publik. Koersif berbentuk perintah-perintah, instruksi
untuk penyampaian suatu target.
Dalam menilai kualitas tulisan yang baik, Cutlip, Center dan Broom
(2000:424) mengemukakan ada 7(tujuh) prinsip yang harus dipegang, yaitu:

Completeness,
komunikator
memberikan informasi selengkap
mungkin kepada komunikan.

Conciseness, komunikator menyampaikan pesan melalui kata-kata
yang singkat, padat dan jelas.

Concretness, pesan yang dikomunikasikan disusun secara spesifik,
tidak abstrak.

Concideration,
pesan
yang
disampaikan
hendaknya
mempertimbangkan situasi dan keadaan khalayak.

Clearness, pesan yang dikomunikasikan disusun dalam kalimat yang
mudah dipahami komunikan.

Courtesy, sopan santun dan tata krama merupakan hal penting dalam
komunikasi, hal ini merupakan bentuk penghargaan kepada
komunikan.
22

Correctness, pesan yang disampaikan hendaknya dibuat secara
cermat. Pesan-pesan yang ditampilkan juga merupakan pesan yang
cukup cermat disusun.
2.3. Menentukan Metode
Keefektifan suatu komunikasi tergantung dari kemantapan isi pesan,
yang diselaraskan dengan kondisi khalayak, dan juga dipengaruhi oleh
metode-metode penyampaiannya.
Metode penyampaiannya terbagi menjadi dua, yaitu menurut cara
pelaksanaannya dan menurut bentuk isinya. Melihat dari cara pelaksanaannya
semata-mata melihat komunikasi yang berjalan dari segi pelaksanaannya dan
tidak memperhatikan isi pesannya. Sedangkan melihat dari bentuk isinya,
lebih mengarah bagaimana pernyataan atau bentuk pesan yang dikandung.
(Arifin, 1984:72).
Metode penyampaian menurut cara pelaksanaannya terbagi menjadi dua,
yaitu redundancy (repetition) dan canalizing.

Redundancy (repetition)
Metode redundancy atau repetition, adalah cara mempengaruhi
khalayak dengan jalan mengulang-ulang pesan kepada khalayak.
Manfaat dari metode ini antara lain khalayakl akan lebih memperhatikan
pesan. Khalayak tidak akan mudah melupakan hal yang penting yang
disampaikan berulang-ulang itu.
Menurut Hitler (dalam Arifin, 1984:73), dalam melakukan
propaganda harus menyederhanakan persoalan dan dipompakan
propaganda itu berulang-ulang kali kepada khalayak.

Canalizing
Setiap khalayak memiliki referensi dan pengalamannya masing-
masing. Dan merubah pendirian, pendapat, dan sikap khalayak bukan
sesuatu hal yang mudah. Komunikator harus mengerti tentang referensi
dan pengalaman dari khayalak tersebut, dan kemudian menyusun pesan
dan metode yang sesuai.
23
Yang dimaksud dengan metode canalizing ini adalah
“memahami dan meneliti pengaruh kelompok terhadap individu atau
khalayak. Untuk keberhasilan komunikasi, maka harus dimulai dari
memenuhi nilai-nilai dan standard kelompok dan masyarakat, dan
secara berangsur-angsur merubah ke arah yang dikehendaki”
Selain itu juga dikenal infence theory of empathy atau teori
penuruan dari penempatan diri ke tempat orang lain dari K. Berio
(dalam Arifin, 1984:75)
“komunikator mengandaikan dirinya bagaimana kalau ia
berada dalam posisi sebagai komunikan. Dengan ini
komunikator dapat menemukan dan mendientifikasi
persamaan-persamaan da perbedaan-perbedaan dengan
khalayak, sehingga dengan mudah menyesuaikan diri dengan
khalayak tersebut.”
2.4. Memilih Media
Media dalam sebuah publisitas merupakan sarana dalam menyampaikan
gagasan dan informasi guna dapat mempersuasi khalayak. Media merupakan
sarana yang penting untuk menyampaikan pesan kepada publik dan juga
sebagai mediator antara komunikator dan komunikan (penerima). (Iriantara,
Surachman, 2006;48).
Media
merupakan
bagian
yang
berhubungan
langsung
dengan
pelaksanaan komunikasi dimana kampanye juga sebagai salah satu kegiatan
komunikasi, untuk itu media komunikasi juga akan menunjukan sarana
kampanye dilakukan dan dalam menyampaikan pesan-pesan kampanye.
Media memungkinan pesan dapat sampai kepada yang komunikan, sehingga
media komunikasi berperan sebagai media yang dapat dimanfaatkan dalam
kegiatan
kampanye.
Media
menjadi
alat
yang
digunakan
dalam
menyampaiakan pesan komunikasi, sehingga media dimaknai sebagai sarana
penyampaian pesan. Secara sederhana, media diartikan sebagai saluran
komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator kepada komunikan.
(Effendy, 2009:18).
24
Seorang praktisi PR dituntut untuk bekerja untuk kepentingan
masyarakat dan juga selalu menyebarkan informasi yang benar kepada publik
melalui media yang ada. Saat ini, penyebaran informasi kepada masyarakat
tidak lagi hanya mengandalkan media konvensional tapi juga media sosial.
Karena itu, praktisi PR harus selalu memperhatikan bahwa setiap informasi
yang keluar dari dirinya adalah informasi yang benar, akurat dan bermanfaat
bagi publik. Sehingga praktisi PR harus memiliki kewenangan yang luas
dalam mendapatkan segala informasi yang ada dan menyebarkan informasi
kepada publik yang terkait.
Dalam menetapkan media yang akan digunakan dari suatu kegiatan
komunikasi, komunikator harus selektif dan menyesuaikan kondisi khalayak,
maupun sosial-psikologis khalayak, efek yang diharapkan dari program
komunikiasi yang dijalankan dan isi pesan yang dikomunikasikan.
Secara umum Schramm (1973) mengartikan saluran kampanye sebagai
perantara atau segala apapun yang dijadikan sebagai penyampai pesan kepada
komunikan. Klingemann dan Rommele (2002) spesifik mengartikan saluran
kampanye adalah segala bentuk media yang dapat digunakan untuk
menyampaikan pesan ke khalayak. Bentuk dapat berupa kertas. Ketika public
relations menggunakan jasa komunikator untuk menyebarkan pesan kepada
khalayak maka saluran yang digunakan adalah komunikasi antarpribadi yaitu
bi-directional campaign. Sedangkan, uni-directional campaign itu proses satu
arah dengan cara media massa (dalam Venus, 2009:84-85).
Selain media-media tersebut diatas, terdapat kelompok media atau alat
kampanye PR sebagai berikut:

Media umum, seperti surat-menyurat, telepon, faksimil, dan telegraf.

Media massa, seperti media cetak, surat kabar, majalah, tabloid,
bulletin, dan media elektronik, yaitu televisi, radio dan film. Sifat
media massa ini mempunyai efek serempak dan cepat dan mampu
mencapai pembaca dalam jumlah besar dan tersebar luar diberbagai
tempat secara bersamaan.

Media khusus, seperti iklan (advertising), logo dan nama perusahaan,
25
atau produk yang merupakan sarana atau media untuk tujuan promosi
dan komersial yang efektif.

Media internal, yaitu media yang dipergunakan untuk kepentingan
kalangan terbatas dan nonkomersial serta lazim digunakan dalam
aktivitas PR. Media ini ada beberapa jenis:
o House journal, seperti majalah bulanan, profile perusahaan laporan
tahunan perusahaan, bulletin dan tabloid.
o Printed material, seperti barang cetakan untuk publikasi dan
promosi, berupa booklets, pamphlet, leaflet, kop surat, kartu
nama, memo dan kalender.
o Spoken and visual word, seperti audio visual, video record, slide
film, broadcasting media, perlengkapan radio dan televisi.
o Media pertemuan, seperti seminar, rapat, presentasi, diskusi,
pameran, special events, sponsorship, dan gathering meet.
House journal terdiri dari macam-macam media. Dilihat dari segi
karakter isi pesan atau informasi, format newsletter dipilih apabila informasi
yang disajaikan dalam tulisan ringkas. Jika informasi yang disajikan
kebanyakan merupakan tulisan panjang, format majalah, tabloid, atau surat
kabar adalah pilihan yang lebih sesuai. Kalau informasi yang disajikan
dipandang berhrga untuk didokumentasikan, format newsletter atau majalah
lebih sesuai. Newsletter atau majalah lebih mudah disimpan di rak, atau dijilid
sebagai bundle seluruh edisi tahunan (Siregar, 2000:113).
Terdapat beberapa media yang umumnya digunakan oleh organisasi
atau perusahaan, yaitu newsletter, majalah, tabloid, suratkabar. Masing-masing
dari
media
tersebut
mempunyai
karakternya
masing-masing.
Dalam
menyampaikan pesan menggunakan newsletter, tulisan yang dimuat biasanya
lebih pendek. Kalimat yang digunakan lebih ringkas, dan langsung ke pokok
masalah. Beda halnya dengan majalah, majalah bisa memuat pesan yang lebih
banyak dan lebih panjang. Tetapi pengambilan tema yang ditulis pun harus
spesial (Siregar, 2000:11)
26
Media
Alasan Positif Penggunaan
Surat kabar
Relatif murah didapat; jangka waktu
pendek; jangkauan luas; pembaca
menentukan ukuran konsumsi; baik untuk
detail masalah-masalah teknis dan
dukungan pihak ketiga
Pasif; reporoduksi foto kurang
bagus; tidak dinamis; kurang
menarik perhatian; aktivitas
membaca menurun sesuai dengan
hambatan waktu
Majalah
Kualitas reproduksinya menimbulkan
pengaruh yang besar; pembaca
menghendaki adanya iklan; dapat
digunakan dalam jangka waktu lama;
dapat mengasosiasikan brand dengan
ikon-ikon budaya dalam khalayak massa
Hanya dapat dikonsumsi secara
visual; waktu yang lama; tidak
membutuhkan hubungan
Radio
Penglihatan, suara, dan pergerakan
terlihat nyata; repetisi; mencakup daerah
tertentu; menghibur, memberi kredibilitas
tertentu atas produk
Dapat digunakan secara luas; aktif; target
lokal; target berdasarkan pembagian
waktu tertentu; relatif murah; adanya
intimacy (menimbulkan kedekatan dan
terjadi dengan segera);berdasarkan topik
tertentu; dapat mengikutsertakan
pendengar
Film
Akibatnya besar; mengikat khalayak
Televisi
Billboard/poster
Pengiriman surat
Promosi
penjualan
Banner website
di internet
Harga murah; lokal; mudah diubah;
praktis
Ongkos produksi rendah; dapat disimpan
sebagai referensi; mencakup hal-hal yang
detail; terarah dan dapat diuji
berakibat langsung pada penjualan;
merangsang untuk mencoba
Keberadaannya murah; aktif; pesan dapat
berupa animasi, suara, dan warna untuk
menarik perhatian; penyediaan informasi
serba cepat; dapat digunakan sebagai
fasilitas dalam penjualan
Alasan Negatif Penggunaan
Selektivitas kurang; hal-hal detail
sering terabaikan; ramai/kacau
balau; relatif mahal; waktu yang
lama; ketatnya pengaturan isi
pesan; khalayak tersebar renggang
dan terfragmentasi (menghasilkan
saluran-saluran baru); tidak
fleksibel
Tidak ada isi visual; sementara;
sering digunakan sebagai latar
belakang; perhatiannya rendah;
khalayakl sedikit; kurang istimewa
Mahal (terutama produksinya);
kurang detail
Kurangnya kapasitas untuk
menaruk perhatian; memungkinkan
segmentasi yang terbatas; gampang
dirusak/rawan perusakan; banyak
menimbulkan kebingungan; gambar
relatif sedikit
Biaya pengiriman relatif mahal;
biasanya respons hanya 25; tidak
populermya junk mail dan
penjualan melalui telepon
Mengubah merek menjadi
komoditas
Bukan ruang lingkup nasional;
akses terbatas dan tidak relevan
untuk barang yang merusak dan
memberikan sensasi tertentu,
seperti parfum dan makanan
Bagan 1.2 Karakteristik Media
Karakteristik Media
Sumber: Valey dan Richard dikutip Venus (2004: 91-92)
27
2.5. Peranan Komunikator
Akhirnya unsur yang paling dominan dalam keseluruhan proses
komunikasi untuk mencapai efektivitas adalah komunikator, yaitu mereka
yang menyusun dan melontarkan pesan atau pernyataan umum kepada
khalayak. Kedudukan dan fungsi komunikator dalam upaya menciptakan
efektivitas dalam pross komunikasi adalah penting sekali, karena daripadanya
terletak efektif tidaknya pesan-pesan yang disampaikan.
Jadi komunikator yang mampu menciptakan efektivitas, harus memenuhi
syarat tertentu terutama kepercayaan (credibility) artinya khalayak menilainya
sebagai pihak yang terpercaya. Kepercayaan itu tergantung pada

Kemampuan dan keahlian mengenai pesan yang disampaikan

Kemampuan dan keterampilan menyajikan pesan dalam arti memilih
tema, metode, dan media, sesuai dengan situasi

Memiliki kepribadian dan budi pekerti yang baik dan disegani oleh
khalayak

Memiliki keakraban atau hubungan baik dengan khalayak.
F. Kerangka Konsep
Kerangka pemikiran yang telah disebutkan sebelumnya merupakan acuan yang
dapat menuntun peneliti dalam menjelaskan tentang strategi pesan dalam
kampanye PLN Bersih. Kerangka konsep ini akan memberikan gambaran dari
alur penelitian yang peneliti lakukan melalui konseptualiasi yang dibuat.
28
Bagan 1.3
Alur Penelitian
Disarikan dari Berbagai Sumber
PT PLN (Persero)
Kampanye PLN
Bersih
Komunikasi
Korporat
Strategi Pesan





Khalayak
Pesan
Metode
Media
Komunikator
Penelitian ini didasari atas adanya program PLN Bersih yang sedang
dijalankan oleh PT PLN (Persero). Program PLN Bersih ini dijalankan dalam
rangka mewujudkan Good Corporate Governance. Dalam mewujudkan Good
Corporate Governance, bukan hanya Direktur Utama, atau jajaran-jajaran penting
saja yang mengambil peran. Komunikasi Korporat juga mendapat andil penting.
Dalam menjalankan Kampanye PLN Bersih, tentunya dibutuhkan strategi pesan
29
yang tepat. Strategi tersebut mencakup siapa khalayak yang menjadi target,
bagaimana pesan dibentuk, bagaimana metode penyampaiannya, media apa yang
digunakan, dan siapa komunikator yang ditunjuk. 5 aspek tersebut menjadi satu
kesatuan yang penting dalam menyukseskan sebuah kampanye. Dengan adanya
strategi penyampaian pesan kampanye PLN Bersih ini, diharapkan tercapainya
tujuan kampanye tersebut, yang secara tidak langsung akan tercipta citra positif,
suasana saling pengertian, dan saling percaya antara perusahaan dengan
stakeholders nya. Sehingga timbul sikap penerimaan dan dukungan dari
stakeholders.
G. Metodologi Penelitian
1. Sifat dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif guna lebih dapat
menggambarkan fenomena penelitian mengenai aktivitas Komunikasi Korporat
PT PLN (Persero) dalam penyampaian pesan PLN Bersih. Pendekatan
kualitatif dipilih karena lebih dapat memberikan gambaran mengenai aktivitas
Komunikasi Korporat PT PLN (Persero) dalam penyampaian pesan PLN
Bersih sebagai suatu pola dan strategi yang dapat diamati kekhasannya.
Berbagai perilaku komunikasi yang terjadi dalam penyampaian pesan PLN
Bersih Komunikasi Korporat PT PLN (Persero) merupakan sarana peneliti
untuk memahami fenomena penelitian sebagaimana diungkapkan Bogdan dan
Taylor (dalam Moleong,2011: 4), bahwa:
“Kualitatif didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut
secara holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu
atau organisasi ke dalam variable atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya
sebagai bagian dari sesuatu keutuhan.”
2. Metode penelitian
Menurut Bogdan dan Bikien (1982) studi kasus merupakan pengujian
secara rinci terhadap satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat
penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu. Kekuatan unik studi kasus
30
adalah kemampuannya untuk berhubungan sepenuhnya dengan berbagai jenis
bukti seperti dokumen, peralatan, wawancara, dan observasi.
Adapun menurut Denscombe (2007:87-94) menyatakan bahwa studi kasus
fokus pada satu (atau beberapa) contoh dari fenomena tertentu dengan maksud
untuk melakukan penelahaan mendalam tentang sebuah peristiwa, hubungan,
pengalaman ataupun proses yang terjadi dalam kasus tersebut. Sementara
Ardianto (2010: 38) mendefinisikan studi kasus sebagai pendekatan dalam
penulisan yang menelaah suatu kasus secara intensif, mendalam, mendetail dan
komprehensif. Definisi tersebut bermakna bahwa penulis studi kasus
merupakan orang yang paham mengenai kasus yang sedang diteliti.
Pemahaman mendalam mengenai kasus dapat diperoleh melalui berbagai
sumber: media massa, individu
yang telibat dalam kasus ataupun
lembaga/organisasi. Studi kasus juga harus memiliki batasan pembeda yang
jelas (distinct boundaries). Batasan tersebut sangat berguna untuk membedakan
satu kasus dengan kasus yang lain. Batasan tersebut juga berguna sebagai
pembatas kajian suatu penulisan. Dengan memberikan batasan, maka penulis
akan tertolong untuk menjaga penulisan agar tetap fokus.
Studi kasus dapat dikategorikan kedalam tiga jenis menurut Denscombe
(2007: 93-95), yaitu deskripsi, eksplorasi dan perbandingan. Jenis pertama
hanyalah menggambarkan apa peristiwa apa saja yang terjadi pada saat suatu
kasus berlangsung. Penjabaran kasus dapat dilakukan dengan menceritakan
kronologis kasus; apa faktor pemicu, apa/siapa yang menjadi korban dalam
kasus, kerugian apa yang diderita oleh lembaga/komunitas/individu serta apa
yang dilakukan untuk menyelesaikan kasus tersebut. Tipe ini mengharuskan
peneliti untuk menyajikan teori deskriptif yang berkaitan dengan kasus yang
diteliti. Dan teori deskriptif tersebut menjadi panduan pokok yang memberikan
arah penelitian.
Penelitian ini menggunakan studi kasus jenis deskriptif untuk dapat
memberikan gambaran fenomena penelitian dalam kajian peristiwa yang ada
sebagaimana yang diamati peneliti. Jenis deskriptif memberikan kesempatan
bagi peneliti untuk mempelajari fenomena berdasarkan peristiwa yang ada dan
31
nyata terjadi dalam keseharian para pelakunya secara tersistematis. Jenis yang
digunakan ini akan memberikan gambaran mengenai berbagai hal yang terjadi
dalam keadaan sebenarnya melalui uraian-uraian kalimat yang juga sejalan
dengan karakteristik pendekatan kualitatif yang digunakan, sebagaimana
diungkapkan Bungin (2012:124) mengenai metode deskriptif, yaitu:
“Penelitian yang menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai
situasi atau berbagai variabel yang timbul dimasyarakat yang menjadi
permasalahannya itu, kemudian menarik ke permukaan sebagai suatu ciri atau
gambaran tentang kondisi, situasi ataupun variabel tertentu. Penelitian
deskriptif dapat bertipe kualitatif dan kuantitatif sedangkan yang bertipe
kualitatif adalah data diungkapkan dalam bentuk kata-kata atau kalimat serta
uraian-uraian.”
Metode deskriptif lebih mengupayakan pemaparan mengenai berbagai
pandangan, sikap, dan proses pembentukan fenomena serta permasalahannya
berdasarkan pada perilaku para pelakunya yang kemudian digambarkan
peneliti secara faktual. Bentuk fakta yang digambarkan secara desktiptif ini
dapat dilakukan melalui wawancara, dimana peneliti secara langsung menggali
kedalaman informasi penelitian langsung dari para pelaku fenomena penelitian
di dalamnya. Metode studi kasus deskriptif digunakan karena memberikan
perangkat yang tepat bagi peneliti untuk dapat menyampaikan fenomena
penelitian secara utuh mengenai strategi dan aktivitas Komunikasi Korporat PT
PLN (Persero) dalam penyampaian pesan kampanye PLN Bersih.
3. Objek penelitian
Objek yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah aktivitas
komunikasi korporat PT PLN (Persero) dalam penyampaian pesan kampanye
PLN
Bersih.
Komunikasi
Korporat
bertanggung
jawab
memastikan
terlaksananya strategi komunikasi perusahaan serta mengelola hubungan
komunikasi dengan pihak internal (komunikasi dengan unit/pegawai), eksternal
dan media. Keberadaan komunikasi korporat pastinya sangat berpengaruh
dalam menginformasikan, menyebarkan informasi atau pesan tentang PLN
Bersih tersebut. Karena PLN Bersih termasuk salah satu program utama dari
PLN, dengan notabene PLN salah satu Badan Usaha Milik Negara terbesar di
32
Indonesia, dan keberadaannya sangat. PLN satu-satunya perusahaan miliki
Negara di bidang kelistrikan, dan seperti yang diketahui, listrik mempunyai
peran penting di kehidupan masyarakat sehari-hari. Penelitian ini akan
dilakukan di PT PLN (Persero) pada bulan Juni sampai dengan bulan Agustus
2015.
4. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan beberapa teknik penumpulan data sebagai
sumber data penelitian yang dapat memenuhi kebutuhan informasi penelitian,
antara lain:

Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data primer yang peneliti
gunakan sebagai sarana untuk menggali informasi dari objek
penelitian. Penelitian ini menggunakan bentuk wawancara berstruktur
yang dilakukan peneliti dengan mengacu pada pedoman wawancara
yang telah disusun. Wawancara akan dilakukan dengan beberapa
jajaran penting di Komunikasi Korporat PT PLN (Persero) Kantor
Pusat, antara lain:
-
Bapak Sampurno Marnoto, selaku Deputi Manajer Public
Relations.

Bapak Ahmad Hidayat, selaku Analyst Staff Public Relations
Observasi
Observasi memberikan kesempatan pada peneliti untuk lebih
memahami fenomena penelitian dengan memahaminya langsung di
lapangan. Observasi dapat dilakukan karena peneliti terlibat secara
langsung dalam kehidupan keseharian narasumber. Observasi pun
digunakan sebagai bagian dari sumber data sekunder yang mendukung
pemahaman narasumber dengan melakukan pengamatan. Informasi
yang
di
dapatkan
berdasarkan
pemahaman
dan
pengalaman
narasumber yang dianggap mengetahui atau pun terlibat langsung
dalam fenomena yang tengah dipelajari.
33

Dokumentasi
Kegiatan ini dilakukan dalam upaya mencari data baik berupa
gambar maupun dokumen dari pihak Komunikasi Korporat PT
PLN (Persero)
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data proses pencarian dan pengaturan data hingga dapat
ditampilkan sebagai hasil penelitian sebagaimana diungkapkan Sugiyono
(2013: 334) bahwa “Analisis data adalah proses pencaian dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat
diinformasikan kepada orang lain.”
a. Pengorganisasian data: pada tahap ini semua fakta yang telah
dikumpulkan diorganisasikan dalam susunan yang logis, atau bisa
juga secara kronologis.
b. Kategorisasi data: Kategori diidentifikasi, dan dengan kategorikategori itu data dimasukkan dalam kelompok-kelompok yang
bermakna.
c. Interpretasi atau penafsiran dari data atau kelompok data yang masuk
dalam kategori itu dan mencari hubungannya dengan kasus yang
sedang diteliti.
d. Identifikasi pola: data dan artinya diselidiki untuk menemukan tematema penting, serta dilakukan pula pengidentifikasian pola-pola yang
muncul sehingga kita mengerti kasus yang dijadikan studi.
e. Sintesis dan generalisasi: Gambaran keseluruhan kasus disusun; dan
kesimpulan diambil serta dipakai sebagai titik tolak untuk mencari
kemungkinan diterapkan pada kasus- kasus lain.
6. Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas yang dapat dilakukan dalam studi kasus ialah dengan
melakukan teknik triangulasi data. Adapun teknik ini berupa membandingkan
34
dan mengecek kembali validitas suatu informasi yang diperoleh. Untuk
melakukan triangulasi data terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan.
Pertama, membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
Kedua, membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa
yang dikatakannya secara pribadi. Ketiga, membandingkan apa yang dikatakan
orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya
sepanjang waktu. Keempat, membandingkan keadaan dan perspektif seseorang
dengan berbagai pendapat dan pandangan orang. Kelima, membandingkan
hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
Teknik triangulasi sumber ini dapat memberikan gambaran mengenai
kebenaran informasi berdasarkan informasi-informasi lainnya, sehingga bentuk
verifikasi terjadi pada tahapan ini.
Maka uji validitas dalam penelitian ini akan dilakukan dengan
membandingan hasil pengamatan peniliti mengenai strategi pesan kampanye
PLN Bersih dengan hasil wawancara yang dilakukan kepada Deputi Manajer
Public Relations, dan Asisten Analis Public Relations yang secara langsung
mengelola dan melaksanakan strategi pesan kampanye PLN Bersih. Selain
membandingkan hasil pengamatan dengan hasil wawancara, uji validitas dalam
penelitian ini juga dilakukan dengan membandingkan hasil wawancara tadi
dengan dokumen berkaitan yang didapatkan selama penelitian. Dokumen yang
dimaksud disini adalah laporan dan arsip yang terkait strategi pesan kampanye
PLN Bersih.
Selain melaksanakan uji validitas, juga akan melakukan uji reliabilitas.
Tujuan umum dilakukan uji reliabilitas adalah meminimalkan error dan bias
dalam suatu penelitian. Menurut Yin (2002: 46), cara umum untuk melakukan
reliabilitas adalah membuat sebanyak dan seoperasional mungkin langkahlangkah
yang
ada.
Reliabilitas
juga
dapat
dilakukan
dengan
mendokumentasikan prosedur yang digunakan ketika melakukan penelitian.
Dengan pendokumentasian prosedur tersebut, reliabilitas dapat diuji dengan
menjalankan prosedur tersebut hingga mendapatkan hasil sama dengan
penelitian.
35
Download