rancang bangun alat ukur kadar larutan glukosa

advertisement
RANCANG BANGUN ALAT UKUR KADAR LARUTAN
GLUKOSA BERBASIS FILM BARIUM STRONSIUM
TITANAT (BST)
CHANDRA SETIAWAN
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rancang Bangun Alat Ukur
Kadar Larutan Glukosa Berbasis Film Barium Stronsium Titanat (BST) adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2013
Chandra Setiawan
NIM G74061303
ABSTRAK
CHANDRA SETIAWAN. Rancang Bangun Alat Ukur Kadar Larutan Glukosa
Berbasis Film Barium Stronsium Titanat (BST). Dibimbing oleh IRZAMAN dan
HERIYANTO SYAHFUTRA.
Barium stronsium titanat (BST) merupakan fotodioda sebagai material
ferroelektrik yang banyak dikembangkan dalam suatu aplikasi teknologi seperti
sebagai sensor. Tujuan penelitian ini adalah merancang alat ukur kadar larutan
glukosa yang sederhana dengan komponen sensor film BST dan rangkaian
pengkondisi sinyal. Pengujian alat ukur ini dilakukan dengan cara mengukur kadar
larutan glukosa dengan rentang kadar dari 20 sampai dengan 180 mg/dL yang
merupakan rentang kadar gula darah untuk manusia yang kekurangan glukosa
hingga kelebihan glukosa. Hasil uji menunjukkan bahwa alat ukur dapat mendeteksi
setiap penambahan kadar larutan glukosa sebesar 1 mg/dL akan mengurangi nilai
tegangan keluaran sebesar 0.0022 V. Selain itu, hasil uji memperlihatkan bahwa
respon rangkaian mendekati linier dengan koefisien korelasi (R2) sebesar 0.9155
dan 0.8931. Hasil uji juga menunjukkan hysteresis yang cukup baik seperti
ditunjukkannya plot grafik yang berkecenderungan sama.
Kata kunci: BST, ferroelektrik, fotodioda, glukosa
ABSTRACT
CHANDRA SETIAWAN. Design and Build Measuring Tool Level of Glucose
Solution-Based Film Barium Strontium Titanate (BST). Supervised by IRZAMAN
and HERIYANTO SYAHFUTRA.
Barium strontium titanate (BST) is a photodiode as a ferroelectric material
that has been developed in many application such as sensor technology. The
purpose of this study is to design a simple measurement tool of glucose with BST
thin film as the sensor component and the signal conditioning. The measurement
tool test was done by measuring blood glucose levels ranging from 20 to 180
mg/dL, which is the range of glucose levels for person who has lack glucose to the
excess glucose. The test results showed that the measurement tool could detect each
addition of glucose levels by 1 mg/dL which would reduce the value of the output
voltage of 0.0022 V. In addition, the test results showed that the response of the
circuit approach to linear, the correlation coefficient (R2) is 0.9155 and 0.8931. The
test results also showed good hysteresis as showed by the relatively same graphic
plots.
Keywords: BST, ferroelectirc, glucose, photodiode,
RANCANG BANGUN ALAT UKUR KADAR LARUTAN
GLUKOSA BERBASIS FILM BARIUM STRONSIUM
TITANAT (BST)
CHANDRA SETIAWAN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Fisika
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Rancang Bangun Alat Ukur Kadar Larutan Glukosa Berbasis Film
Barium Stronsium Titanat (BST)
Nama
: Chandra Setiawan
NIM
: G74061303
Disetujui oleh
Dr Ir Irzaman, MSi
Pembimbing I
Heriyanto Syahfutra, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Akhiruddin Maddu, MSi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2012 ini ialah film BST,
dengan judul Rancang Bangun Alat Ukur Kadar Larutan Glukosa Berbasis Film
Barium Stronsium Titanat (BST).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Irzaman dan Bapak
Heriyanto Syahfutra MSi selaku pembimbing, Bapak Hanedi Darmasetiawan MS
selaku editor yang telah membantu menyempurnakan penulisan skripsi, serta Bapak
Moh Nur Indro MSc yang telah turut memberikan masukan dan saran dalam
menyempurnakan skripsi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,
ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2013
Chandra Setiawan
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Perumusan Masalah
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Barium Stronsium Titanat (BST)
Fotodioda
Hukum Beer-Lambert
Penguat Operational (Operational Amplifier)
Penguat inverting
Penguat non-inverting
Penguat diferensial
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Alat dan Bahan
Metode Penelitian
Membangun rangkaian catudaya
Pengujian rangkaian jembatan wheatstone
Pengujian rangkaian penguat diferensial
Pengujian rangkaian penguat non-inverting
Pengujian rangkaian tapis lolos rendah
Pengukuran kadar larutan glukosa
Pengujian alat
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rangkaian Catudaya
Rangakain Jembatan Wheatstone
Rangkaian Penguat Diferensial
Rangkaian Penguat Non-inverting
Rangkaian Tapis Lolos Rendah
Pengukuran Kadar Larutan Glukosa
Hasil Pengujian Alat
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi
vi
1
1
1
1
1
2
2
2
2
4
4
4
5
7
8
8
8
8
8
8
8
8
8
9
9
9
9
10
12
13
14
15
17
17
18
19
20
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
Hasil uji sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian jembatan
wheatstone
10
Hasil uji sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian penguat
diferensial
11
Hasil uji sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian penguat
non-inverting
13
Hasil uji sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian tapis lolos
rendah
14
Hasil pengukuran kadar larutan glukosa dari kadar rendah ke tinggi
menggunakan sensor BST
15
Hasil pengukuran kadar larutan glukosa dari kadar tinggi ke rendah
menggunakan sensor BST
15
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
Penampang melintang fotodioda
2
Rangkaian penguat inverting
5
Rangkaian penguat non-inverting
5
Rangkaian penguat diferensial
5
Bagan alur penelitian secara keseluruhan
7
Sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian jembatan
wheatstone
9
7 Sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian penguat
diferensial
11
8 Sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian penguat noninverting
12
9 Sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian tapis lolos
rendah
13
10 Hubungan tegangan keluaran terhadap kadar larutan glukosa menggunakan
sensor BST
16
11 Spektrum transmitansi larutan glukosa terhadap panjang gelombang
menggunakan alat spektrofotometer
16
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ferroelektrik merupakan komponen penting dalam aplikasi teknologi.
Komponen dasar film ferroelektrik banyak digunakan untuk berbagai macam
sensor, aplikasi actuator dan tunable microwave circuits.1 Hal tersebut dikarenakan
ferroelektrik memiliki sifat yang khas yakni sifat hysteresis dan konstanta dielektrik
yang tinggi. Salah satu material ferroelektrik yang banyak dikembangkan adalah
barium stronsium titanat (BST). BST merupakan material turunan dari barium
titanat.2
Dalam penelitian ini BST diaplikasikan sebagai sensor cahaya pada alat
pengukur kadar larutan dalam hal ini larutan glukosa dengan memanfaatkan
fenomena opto-electric dari material BST. Perancangan sistem pengukur kadar
larutan glukosa ini menggunakan komponen-komponen utama berupa sensor
cahaya film, dan pengkondisi sinyal. Kemudian dari sistem tersebut diuji sensitivity,
dan hysteresis.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu merancang alat ukur kadar larutan glukosa yang
sederhana dengan komponen sensor film BST, dan rangkaian pengkondisi sinyal.
Perumusan Masalah
Apakah BST dapat membedakan intensitas cahaya yang diterima dari perbedaan
kadar larutan glukosa yang sesuai dengan kadar gula darah dalam tubuh manusia?
Hipotesis
BST dapat membedakan intensitas cahaya yang diterima dari perbedaan
larutan glukosa yang sesuai dengan kadar gula darah dalam tubuh manusia dan
hewan.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Barium Stronsium Titanat (BST)
Film BST merupakan salah satu material ferroelektrik yang memiliki sifat
opto-electric. Jika film BST diberikan cahaya menjadikan film tersebut menjadi
lebih konduktif. Terjadinya sifat konduktif pada film karena energi foton dari luar
yang diserap oleh elektron. Pada pita valensi sebagian elektron yang tidak
berekombinasi dapat pindah (eksitasi) menuju pita konduksi dan kemudian dapat
menghasilkan arus listrik serta dapat mempersempit celah antara pita valensi dan
pita konduksi akibat difusi elektron tersebut, sehingga saat diberikan cahaya film
menjadi lebih cepat mencapai tegangan knee dan memiliki arus yang lebih besar.
Dengan adanya perubahan tersebut, film BST memiliki respon yang baik terhadap
cahaya atau dapat sebagai device fotodioda.3
Fotodioda
Fotodioda adalah suatu semikonduktor sensor cahaya yang menghasilkan
arus atau tegangan ketika sambungan p-n dikenai oleh cahaya.2 Pada Gambar 1
memperlihatkan penampang bagian fotodioda. Fotodioda memiliki daerah
permukaan aktif yang ditumbuhkan di atas permukaan substrat, yang pada akhirnya
menghasilkan persambungan p-n. Ketebalan lapisan yang ditumbuhkan biasanya
memiliki ketebalan 1 μm atau lebih kecil lagi dan pada daerah persambungan
lapisan-p dan lapisan-n terdapat daerah deplesi. Daerah spektral dan frekuensi aktif
dari fotodioda bergantung pada ketebalan lapisan atau bahan pendadah.3
Gambar 1 Penampang melintang fotodioda
3
Hukum Beer-Lambert
Absorbsi cahaya oleh suatu molekul merupakan suatu bentuk interaksi antara
gelombang cahaya (foton) dan atom atau molekul. Energi cahaya diserap oleh atom
atau molekul dan digunakan oleh elektron di dalam atom atau molekul tersebut
untuk bertransisi ke tingkat energi elektronik yang lebih tinggi. Absorbsi hanya
terjadi jika selisih kedua tingkat energi elektronik tersebut (ΔE = E2 – E1)
bersesuaian dengan energi cahaya (foton) yang datang.5
Besar penyerapan cahaya (absorbansi) dari suatu kumpulan atom atau
molekul dinyatakan oleh hukum Beer-Lambert. Hukum Lambert menyatakan
bahwa proporsi berkas cahaya datang yang diserap oleh suatu bahan atau medium
tidak bergantung pada intensitas berkas cahaya yang datang. Hukum Lambert ini
tentunya hanya berlaku jika di dalam bahan atau medium tersebut tidak ada reaksi
kimia ataupun proses fisis yang dapat dipicu atau diimbas oleh berkas cahaya
datang tersebut. Dalam hal demikian, intensitas cahaya yang keluar setelah
melewati bahan atau medium. Hukum Beer menyatakan bahwa absorbansi cahaya
berbanding lurus dengan konsentrasi dan ketebalan bahan atau medium.5
Misalkan seberkas cahaya terkolimasi melintas dalam arah +x dan misalkan
melewati selembar medium tipis dengan ketebalan Δx. Berkas cahaya yang datang
pada medium dengan daya Po dan yang menembus medium dengan daya P’. Pada
saat melintasi medium, fraksi cahaya tertentu ΔP hilang. Besarnya daya cahaya
yang hilang sebanding dengan Po, ketebalan medium dan sebuah konstanta
kesebandingan yang disebut absorptivitas (α).5
𝑃′ − 𝑃0 = βˆ†π‘ƒ = 𝑃0 π›Όβˆ†π‘₯
(1)
Absorptivitas atau koefisien absorpsi (α) merupakan karakteristik material
dan juga fungsi panjang gelombang.5
Selanjutnya asumsikan medium dibuat menjadi sangat tipis (infinitesimal),
masing-masing dengan ketebalan dx. Dengan demikian di dalam masing-masing
irisan (slice) fraksi cahaya yang hilang adalah dP, dan persamaan (1) menjadi:5
𝑑𝑃
( 𝑃 ) = −𝛼𝑑π‘₯
(2)
0
untuk memperoleh kehilangan daya cahaya total di dalam medium dengan
ketebalan x, integrasikan persamaan (2) antara batas-batas P dan x.5
𝑃 ′ 𝑑𝑃
∫𝑃
0
𝑃0
π‘₯
= −𝛼 ∫0 𝑑π‘₯
(3)
sehingga diperoleh persamaan
𝑃′
ln (𝑃 ) = −𝛼π‘₯
0
(4)
dan
𝑃′
𝑃0
= 𝑒 −𝛼π‘₯
(5)
jika medium penyerap berupa larutan, konsentrasi larutan c (dalam gram atau mol
per liter) harus dilibatkan juga, sehingga persamaan (5) menjadi:5
4
𝑃′ = 𝑃0 𝑒 −𝛼π‘₯𝑐
(6)
yang merupakan Hukum Beer-Lambert. Untuk penggunaan praktis, lebih mudah
menggunakan Logaritma berbasis 10 daripada e.5
Tranmitansi (T) didefinisikan sebagai rasio daya radian yang ditransmisikan
melewati sample terhadap daya cahaya datang, yang diukur pada panjang
gelombang yang sama.5
𝑃′
𝑇=𝑃
(7)
0
Absorbansi (A) didefinisikan sebagai logaritma berbasis 10 dari kebalikan
transmitansi.5
1
𝐴 = log10 ( )
(8)
𝑇
Penguat Operasional (Operational Amplifier)
Penguat operasional merupakan suatu rangkaian penguat diferensial yang ciri
tanggapannya secara eksternal diatur oleh umpan balik dari keluaran ke masukan.
Penguat operasional memiliki dua masukan yaitu, masukan inverting dan noninverting. Masukan minus adalah masukan inverting, isyarat yang masuk pada
terminal akan mengalami pergeseran fase 1800 pada isyarat keluarannya. Masukan
positif adalah masukan non-inverting, isyarat yang masuk pada terminal ini fase
keluarannya sama dengan fase masukannya.6
Secara umum penguat operasional memiliki ciri-ciri yaitu memiliki dua
masukan dan satu keluaran, impedansi masukan tinggi, impedansi keluran rendah,
penguatan (gain) tinggi, bandwith (lebar pita frekuensi) yang besar, dapat
dikonfigurasi dengan umpan balik dan tegangan keluaran sama dengan nol bila
kedua tegangan masukannya sama.6
Penguat inverting
Penguat inverting merupakan suatu penguat yang tegangan keluarannya
(Vout) mempunyai polaritas yang tidak sama dengan tegangan masukannya (Vin).7
Skema rangkaian penguat inverting ditunjukkan pada Gambar 2 dan memiliki
persamaan umum:
𝑅
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘ = − 𝑅 𝑓 𝑉𝑖𝑛
(9)
𝑖𝑛
Penguat non-inverting
Penguat non-inverting merupakan suatu penguat yang tegangan keluarannya
(Vout) mempunyai polaritas yang sama dengan tegangan masukan (Vin).7 Skema
rangkaian penguat non-inverting ditunjukkan pada Gambar 3 dan memiliki
persamaan umum:
𝑅
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘ = 𝑉𝑖𝑛 (1 + 𝑅2 )
1
(10)
5
Gambar 2 Rangkaian penguat inverting
Gambar 3 Rangkaian penguat non-inverting
Gambar 4 Rangkaian penguat diferensial
Penguat diferensial
Penguat diferensial merupakan suatu penguat dimana tegangan keluaran
(Vout) merupakan selisih antara kedua tegangan masukan pada inverting maupun
non-inverting.7 Skema rangkaian penguat diferensial ditunjukkan pada Gambar 4
dan memiliki rumus umum:
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘ =
(𝑅𝑓 +𝑅1 )𝑅𝑔
(𝑅𝑔 +𝑅2 )𝑅1
𝑅
𝑉2 − 𝑅𝑓 𝑉1
1
(11)
jika R1 = R2 dan Rf = Rg maka tegangan keluaran penguat diferensial adalah:
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘ =
𝑅𝑓
𝑅1
(𝑉2 − 𝑉1 )
(12)
Terminologi Sensor
Sensor dan teknologi lainnya yang sejenis harus dipahami sebelum dapat
digunakan. Beberapa hal penting yang harus ada dalam sensor mencakup range,
accuracy, sensitivity dan resolution.8 Range merupakan nilai minimum dan
maximum suatu parameter yang dapat diukur oleh sensor.8 Accuracy adalah
perbedaan maximum antara nilai aktual (yang diukur dengan alat standar) dengan
nilai yang ditunjukkan oleh keluaran sensor.8 Sensitivity adalah minimum input dari
6
suatu parameter yang dapat mengubah besarnya output yang terdeteksi oleh sensor.8
Resolution adalah deteksi perubahan terkecil dari parameter input yang dapat
terdeteksi pada sinyal output.8
Sedangkan hal penting yang harus ada pada sensor cahaya mencakup reverse
voltage, photocurrent, power dissipation, operating temperature, storage
temperature, peak sensitivity wavelength, dark current, rise time, dan fall time.9
Reverse storage merupakan tegangan yang diberikan diantara katoda dan anoda.9
Photocurrent merupakan arus yang mengalir diantara katoda dan anoda ketika
diberikan cahaya.9 Power dissipation merupakan daya yang hilang diantara katoda
dan anoda.9 Operating temperature merupakan rentang temperatur yang bekerja
saat beroperasi normal.9 Storage temperature merupakan rentang temperatur pada
saat sensor menyimpan data.9 Peak sensitivity wavelength merupakan panjang
gelombang cahaya ketika sensitivitas mencapai nilai maksimum.9 Dark current
merupakan arus diantara katoda dan anoda ketika diterapkannya panjar mundur saat
kondisi gelap.9 Rise time merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menaikkan
keluaran dari 10% ke 90% ketika diberikan cahaya.9 Fall time merupakan waktu
yang dibutuhkan untuk menurunkan keluaran dari 90% ke 10% ketika tidak
diberikan cahaya.9
7
BAHAN DAN METODE
Pemilihan Film BST
sebagai Sensor Cahaya
Tidak Ada Respon
Pengujian Rangkaian
Jembatan Wheatstone
Ada Respon?
Ada Respon
Pengujian Rangkaian
Penguat Diferesial
Pengujian Rangkaian
Penguat Non-inverting
Pengujian Rangkaian Tapis
Lolos Rendah
Pengolahan Data
Penulisan Skripsi
Selesai
Gambar 5 Bagan alur penelitian secara keseluruhan
8
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Material dan Biofisika
Departemen Fisika, FMIPA IPB dari bulan Mei 2012 sampai Februari 2013.
Alat dan Bahan
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sensor cahaya film
BST, IC Op-Amp, kawat atau kabel, timah, aquades, glukosa cair, kapasitor,
potensiometer, catu daya dan resistor. Sedangkan alat yang akan digunakan adalah
solder, PCB IC.
Metode Penelitian
Membangun rangkaian catudaya
Catudaya yang digunakan mungkin tidak stabil, oleh karena itu harus
digunakan IC regulator 7805 agar keluaran tegangan yang dihasilkan lebih stabil.
Pengujian rangkaian jembatan wheatstone
Pengujian rangkaian jembatan wheatstone dilakukan dengan cara
membandingkan tegangan keluaran antara kondisi sensor BST tidak mendapatkan
sumber cahaya (gelap) dengan kondisi sensor BST mendapatkan sumber cahaya
(terang). Sumber cahaya yang digunakan adalah sebuah LED dengan kemampuan
Super Bright. Hasil keluaran tegangan ujung-ujung jembatan wheatstone kemudian
akan menjadi tegangan masukan pada rangkaian penguat diferensial.
Pengujian rangkaian penguat diferensial
Pengujian rangkaian penguat diferensial dilakukan dengan cara mengukur
perbandingan tegangan pada masukan non-inverting dengan tegangan pada
masukan inverting. Hasil keluaran tersebut kemudian dihitung besarnya penguatan
tegangan.
Pengujian rangkaian penguat non-inverting
Pengujian ini dilakukan dengan cara mengukur keluaran dari rangkaian
penguat non-inverting terhadap pengukuran larutan glukosa.
Pengujian rangkaian tapis lolos rendah
Pengujian ini dilakukan dengan cara membandingkan keluaran dari rangkaian
penguat non-inverting yang biasanya masih mengandung noise dengan keluaran
dari rangkaian tapis lolos rendah.
Pengukuran kadar larutan glukosa
Uji konsentrasi larutan gula dilakukan dengan berbagai variasi nilai mulai
dari kadar gula darah untuk orang yang kekurangan gula darah, orang yang normal
kadar gula darahnya hingga yang kelebihan gula darah dan setiap nilai dilakukan
tiga kali ulangan. Pengukuran dilakukan dengan dua arah, arah yang pertama adalah
mengukur kadar larutan glukosa dari rendah ke tinggi, dan arah yang kedua adalah
mengukur kadar larutan glukosa dari tinggi ke rendah. Setiap kadar larutan glukosa
dilakukan tiga kali ulangan pengukuran.
9
Pengujian alat
Pengujian rangkaian dilakukan dengan mencari nilai sensitivitas (sensitivity),
dan histerisis (hysteresis). Sehingga akan dapat diambil kesimpulan apakah
sensornya sensitif dan tepat pengukurannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dan pembahasan sensor BST hanya dibatasi pada sensitivity, dan
hysteresis. Kajian mendalam mengenai karakteristik sensor BST untuk analisis
sensitivity dan hysteresis sensor berbasis sistem elektronik dibahas dalam subbab di
bawah ini.
Rangkaian Catudaya
Catudaya yang digunakan berupa catudaya portable yang kurang baik
sehingga tegangan yang dihasilkan tidak stabil. Oleh karena itu digunakan
rangkaian regulator agar tegangan yang dihasilkan lebih stabil. Rangkaian regulator
ini menggunakan IC regulator 7805.
Rangkaian Jembatan Wheatstone
Pengujian rangkaian jembatan wheatstone dilakukan dengan cara
memperlakukan BST tanpa diberikannya cahaya dalam arti kondisi gelap sampai
kondisi terang dengan rangkaian seperti pada Gambar 6. Dari perlakuan tersebut
didapatkan data yang terdapat pada Tabel 1.
Gambar 6 Sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian jembatan
wheatstone
10
Tabel 1 Hasil uji sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian
jembatan wheatstone
Tegangan keluaran
V1 (volt)
V2 (volt)
1.69
1.80
1.65
1.80
Kondisi
Gelap
Terang
Dari data yang didapatkan ada selisih antara kondisi gelap dengan kondisi
terang, selisih yang didapatkan sebesar 0.04 V atau 40 mV. Artinya sensor BST
yang digunakan bisa membedakan perbedaan kondisi gelap dan terang sampai 40
mV.
Rangkaian Penguat Diferensial
Pada pengujian rangkaian penguat diferensial seperti yang terlihat pada
Gambar 7 menggunakan empat buah hambatan, nilai masing-masing hambatan
tersebut adalah R1 = R2 = R3 = R4 = 100 kΩ dengan besar toleransi adalah 1%.
Semua resistor menggunakan nilai toleransi sebesar 1 % dikarenakan agar nilai
penguatan tidak menyimpang terlalu jauh dari perhitungan dengan persamaan 13.
Dari pengujian akan didapatkan masukan tegangan inverting maupun noninverting, kemudian selisih masukan tegangan tersebut akan dikuatkan. Besarnya
penguatan bergantung dari perbandingan hambatan yang digunakan yakni
perbandingan R1, R2, R3, dan R4. Rumusan besarnya penguatan rangkaian
diferensial adalah:
(𝑅 +𝑅 )𝑅
𝑅
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘ = (𝑅4 +𝑅1)𝑅3 𝑉2 − 𝑅4 𝑉1
3
2
1
1
(13)
karena R1 = R2 = R3 = R4 maka persamaan 13 menjadi:
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘ = 𝑉2 − 𝑉1
(14)
Dari pengujian yang dilakukan didapatkan hasil yang ada pada Tabel 2. Dari
hasil pengujian didapatkan selisih tegangan masukan sebesar 0.11 V dan 0.15 V
yang merupakan nilai perhitungan berdasarkan persamaan 14, sedangkan tegangan
keluaran untuk kondisi gelap sebesar 0.102 V – 0.119 V dan untuk kondisi terang
sebesar 0.146 V – 0.154 V merupakan nilai dari pengukuran langsung. Dengan
melihat perbandingan dari dua parameter tersebut dapat dilihat bahwa besarnya
penguatan sekitar 1 kali. Dari data Vout baik kondisi gelap maupun terang tidak
mendapatkan hasil yang tetap dikarenakan masih adanya noise, sehingga hasil yang
didapatkan berupa range.
Pengujian rangkaian penguat diferensial masih menggunakan penguatan
sebesar satu kali. Hal ini dikarenakan untuk menjaga agar tegangan V2 dan V1 masih
sama dengan atau mendekati nilai tegangan keluaran dari rangkaian jembatan
wheatstone, atau untuk menjaga agar tidak terjadi tegangan jatuh.
11
Gambar 7 Sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian penguat
diferensial
Tabel 2 Hasil uji sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian penguat
diferensial
Tegangan masukan
Kondisi V (volt) V (volt) Vout (volt)
1
2
Gelap
Terang
1.69
1.65
1.80
1.80
0.102-0.119
0.146-0.154
Selisih tegangan masukan (volt)
0.11
0.15
Tegangan masukan (Vcc) ke IC LM358 adalah sebesar +5 V artinya IC
tersebut hanya bisa membaca selisih tegangan input ke masukan inverting (V1) dan
non-inverting (V2) lebih besar atau sama dengan 0 V, artinya nilai akhir dari
persamaan 14 haruslah positif. Oleh karena itu tegangan keluaran dari BST
dijadikan sebagai tegangan masukan inverting (V1) agar memenuhi syarat V2 ≥ V1
dari persamaan 14. Jika tegangan keluaran dari BST dijadikan sebagai tegangan
masukan non-inverting (V2) maka hasil dari persamaan 14 adalah negatif,
sedangkan IC LM358 hanya bisa membaca nilai postif saja maka hasilnya tidak
akan sesuai dengan persamaan 14.
12
Rangkaian Penguat Non-inverting
Gambar 8 Sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian penguat noninverting
Pada pengujian rangkaian penguat non-inverting dapat dilihat pada Gambar
8 menggunakan dua buah hambatan, nilai masing-masing hambatan tersebut adalah
R8 = 1 kΩ dan R7 = 100 Ω dengan besar toleransi adalah 1%. Semua resistor
menggunakan nilai toleransi sebesar 1 % dikarenakan agar nilai penguatan tidak
menyimpang terlalu jauh dari perhitungan dengan persamaan 15.
Hasil tegangan keluaran dari rangkaian penguat diferensial akan menjadi
tegangan masukan non-inverting (Vin) pada rangkaian penguat non-inverting,
kemudian akan dikuatkan berdasarkan perbandingan hambatan yang digunakan.
Besarnya penguatan pada rangkaian penguat non-inverting adalah
𝑅
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘ = 𝑉𝑖𝑛 (1 + 𝑅8 )
7
(15)
sehingga besarnya penguatan menjadi sebelas kali dari tegangan masukan.
Dari pengujian yang didapatkan hasil pengujian yang ada pada Tabel 3.
pengujian dilakukan dengan cara mengukur tegangan keluaran terhadap kadar
larutan glukosa. Tegangan keluaran diukur dari kadar larutan glukosa 20 mg/dL
sampai 180 mg/dL. Rentang kadar larutan glukosa yang diujikan berdasarkan data
dari The American Diabetes Association (ADA) untuk kadar gula darah normal
manusia adalah 90 – 130 mg/dL,10 sedangkan pengujian kadar larutan glukosa di
bawah 90 mg/dL adalah untuk pengujian terhadap penderita kekurangan gula darah
(hipoglikemia) dan pengujian kadar larutan glukosa di atas 130 mg/dL adalah untuk
pengujian terhadap penderita kelebihan gula darah (hiperglikemia).
13
Tabel 3 Hasil uji sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian noninverting
Kadar larutan glukosa (mg/dL)
Vout (volt)
20
1.819 - 1.827
40
1.810 - 1.821
70
1.785 - 1.797
100
1.702 - 1.709
130
1.679 - 1.689
140
1.582 - 1.591
160
1.531 - 1.540
180
1.469 - 1.479
Dari persamaan 15 dengan hambatan masing-masing yang digunakan sebesar
1 kΩ dan 100 Ω maka didapatkan penguatan sebesar sebelas kali. Jika dibandingkan
dengan data hasil uji rangkaian penguat diferensial pada Tabel 2 maka ada
penguatan sekitar sebelas kali.
Rangkaian Tapis Lolos Rendah
Dari hasil pengujian yang dilakukan dengan rangkaian penguat non-inverting
(Tabel 3) terlihat bahwa masih ada noise yang membuat Vout menjadi tidak tepat.
Oleh karena itu dibutuhkan suatu tapis agar noise yang tidak diinginkan dapat
dihilangkan, tapis yang digunakan untuk pengujian ini adalah tapis lolos rendah.
Pada penelitian ini tidak menggunakan tapis lolos tinggi karena tapis lolos tinggi
meloloskan frekuensi tinggi dan menghilangkan frekuensi rendah, sedangkan data
yang sebenarnya (bukan noise) berada pada frekuensi rendah, sehingga jika
menggunakan tapis lolos tinggi maka tidak akan mendapatkan data.
Gambar 9 Sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian tapis lolos
rendah
14
Tabel 4 Hasil uji sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian tapis
lolos rendah
Kadar larutan glukosa (mg/dL) Vout (volt)
20
1.832
40
1.814
70
1.789
100
1.706
130
1.683
140
1.586
160
1.535
180
1.473
Hasil tegangan keluaran dari rangkaian penguat non-inverting kemudian akan
menjadi tegangan masukan ke rangkaian tapis lolos rendah. Dalam rangkaian tapis
lolos rendah ini digunakan kapasitor sebesar 100 µF dan potensiometer sebesar 500
kΩ. Penggunaan potensiometer dimaksudkan untuk mengatur besarnya frekuensi
yang ingin diloloskan. Besarnya frekuensi untuk rangkaian tapis lolos rendah
adalah:
1
𝑓𝑐 = 2πœ‹π‘…πΆ
(16)
dengan memasukkan nilai R = 500 kΩ dan C = 100 µF maka didapatkan nilai
fc sebesar 0.003185 Hz.
Dari pengujian terhadap rangkaian tapis lolos rendah didapatkan data yang
terdapat pada Tabel 4. Hasil pengujian yang dilakukan terlihat bahwa Vout
mendapatkan hasil yang tetap (tidak berupa rentang) artinya noise yang ada pada
rangkaian sebelumnya telah hilang, sehingga bisa didapatkan tegangan keluaran
yang tepat terhadap perubahan kadar larutan glukosa.
Pengukuran Kadar Larutan Glukosa
Pengukuran kadar larutan glukosa dilakukan dengan dua arah, arah pertama
mengukur kadar larutan glukosa dari kadar rendah ke kadar tinggi, dan arah kedua
mengukur kadar larutan glukosa dari kadar tinggi ke rendah. Pengukuran dilakukan
dua arah untuk mengetahui sifat hysteresis sensornya, apakah ada penyimpangan
hasil pengukuran dengan arah terbalik.
Pengukuran kadar larutan glukosa dari kadar rendah ke tinggi didapatkan
hasil yang ada pada Tabel 5 dan pengukuran kadar larutan glukosa dari kadar tinggi
ke rendah didapatkan hasil yang ada pada Tabel 6.
15
Tabel 5 Hasil pengukuran kadar larutan glukosa dari kadar rendah
menggunakan sensor BST
Kadar larutan glukosa
Vout (volt)
(mg/dL)
Ulangan
Ulangan
Ulangan
1
2
3
20
1.823
1.820
1.820
40
1.814
1.806
1.811
70
1.789
1.794
1.774
100
1.706
1.724
1.711
130
1.683
1.697
1.692
140
1.586
1.588
1.605
160
1.535
1.525
1.535
180
1.473
1.488
1.472
ke tinggi
Ratarata
1.821
1.810
1.786
1.714
1.691
1.593
1.532
1.478
Tabel 6 Hasil pengukuran kadar larutan glukosa dari kadar tinggi ke rendah
menggunakan sensor BST
Kadar larutan glukosa
Vout (volt)
Rata(mg/dL)
Ulangan
Ulangan
Ulangan
rata
1
2
3
180
1.462
1.448
1.458
1.456
160
1.545
1.558
1.555
1.553
140
1.611
1.628
1.616
1.618
130
1.670
1.663
1.688
1.674
100
1.737
1.758
1.748
1.748
70
1.774
1.775
1.780
1.776
40
1.791
1.800
1.795
1.795
20
1.822
1.816
1.823
1.820
Pengukuran kadar larutan glukosa baik yang diukur dari kadar rendah ke
tinggi maupun sebaliknya dilakukan tiga kali ulangan pengukuran, kemudian dari
hasil tiga kali pengukuran tersebut dicari nilai rata-ratanya. Nilai rata-rata Vout
tersebut yang akan menjadi nilai ukur kadar larutan glukosa.
Hasil Pengujian Alat
Hasil pengukuran kadar larutan glukosa baik yang dari kadar rendah ke tinggi
maupun sebaliknya diplot ke dalam grafik yang merupakan inti pembahasan dari
sensor BST tetapi hanya dibatasi pada sensitivity dan hysteresis yang tertera dalam
Gambar 10. Berdasarkan data Tabel 5 dan 6, nilai kadar larutan glukosa menjadi
nilai untuk sumbu-x dan nilai rata-rata Vout menjadi nilai sumbu-y. Hasil plot grafik
rata-rata Vout terhadap kadar larutan glukosa terdapat pada Gambar 10.
16
2
y = -0.0021x + 1.903
R² = 0.8931
Tegangan keluaran alat ukur (volt)
1.8
1.6
1.4
y = -0.0022x + 1.9062
R² = 0.9155
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
Kadar larutan glukosa (mg/dL)
Pengukuran glukosa dari kadar rendah ke tinggi
Pengukuran glukosa dari kadar tinggi ke rendah
Linear (Pengukuran glukosa dari kadar rendah ke tinggi)
Linear (Pengukuran glukosa dari kadar tinggi ke rendah)
Gambar 10 Hubungan tegangan keluaran terhadap kadar larutan glukosa
menggunakan sensor BST
Transmitansi (%)
Transmitansi larutan glukosa
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
470
490
510
530
550
570
590
610
630
650
670
690
710
730
750
Panjang gelombang (nm)
Kadar Larutan Glukosa 40 mg/dL
Kadar larutan glukosa 70 mg/dL
Kadar larutan glukosa 180 mg/dL
Gambar 11 Spektrum transmitansi larutan glukosa terhadap panjang gelombang
menggunakan alat spektrofotometer
Gambar 10 memperlihatkan bahwa nilai slope untuk pengukuran kadar
larutan glukosa dari rendah ke tinggi sebesar -0.0022 artinya setiap penambahan 1
mg/dL larutan glukosa maka akan mengurangi nilai tegangan keluaran sebesar
0.0022 V, sedangkan nilai slope untuk pengukuran kadar larutan glukosa dari tinggi
ke rendah sebesar -0.0021 artinya setiap penambahan 1 mg/dL larutan glukosa
maka akan mengurangi nilai tegangan keluaran sebesar 0.0021 V. Berdasarkan
17
slope Gambar 10 menunjukkan sensitivity sensor BST terhadap larutan glukosa
sudah peka.
Suatu hasil pengujian dikatakan linier jika hubungan nilai keluaran terhadap
masukan mengikuti persamaan garis lurus. Gambar 10 memperlihatkan bahwa
respon rangkaian mendekati linier dengan nilai koefisien korelasi (R2) untuk
pengukuran kadar larutan glukosa dari rendah ke tinggi sebesar 0.9155, sedangkan
nilai koefisien korelasi (R2) untuk pengukuran kadar larutan glukosa dari tinggi ke
rendah sebesar 0.8931.
Hysteresis dilihat berdasarkan perubahan parameter masukan terhadap arah
pengukuran. Gambar 10 memperlihatkan bahwa arah pengukuran baik dari kadar
larutan glukosa rendah ke tinggi maupun sebaliknya menghasilkan tegangan
keluaran yang tidak berbeda jauh, artinya rangkaian bekerja cukup baik dengan
metode pengukuran yang bolak-balik (dua arah).
Gambar 11 memperlihatkan bahwa adanya perbedaan nilai transmitansi dari
kadar larutan glukosa 40 mg/dL, 70 mg/dL, dan 180 mg/dL. Jika kadar larutan
glukosa rendah maka nilai transmitansi tinggi. Jika kadar larutan glukosa semakin
tinggi maka nilai transmitansi akan berkurang. Hal ini dibuktikan dengan grafik
transmitansi dengan kadar larutan glukosa sebesar 180 mg/dL yang mengalami
penurunan jika dibandingkan dengan grafik transmitansi dengan kadar glukosa
sebesar 70 mg/dL.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil pengujian rangkaian jembatan wheatstone didapatkan bahwa
sensor cahaya berbasis film BST sudah dapat membedakan kondisi gelap dan
kondisi terang yang ditunjukkan dari perbedaan tegangan keluaran yang
dihasilkannya.
Dari hasil pengujian rangkaian penguat diferensial didapatkan bahwa sensor
cahaya berbasis film BST menghasilkan noise yang ditunjukkan dari hasil tegangan
keluaran yang berupa rentang. Selain itu juga pengujian ini menghasilkan tegangan
jatuh sehingga penguatan yang digunakan hanya sebesar satu kali.
Dari hasil pengujian rangkaian penguat non-inverting didapatkan bahwa
tegangan keluaran dapat dikuatkan sebesar sebelas kali dan tidak terjadi tegangan
jatuh, tetapi masih terdapat noise yang ditunjukkan dari tegangan keluaran yang
berupa rentang.
Dari hasil pengujian tapis lolos rendah didapatkan bahwa tidak adanya lagi
noise yang ditunjukkan dari tegangan keluaran yang berupa hasil tetap (tidak berupa
rentang) dengan frekuensi cut-off sebesar 0.003185 Hz.
Dari hasil pengujian alat terhadap kadar larutan glukosa dari 20 sampai
dengan 180 mg/dL menunjukkan hasil yang baik dengan didapatkannya nilai slope
sebesar -0.0022 pada pengukuran kadar larutan glukosa dari rendah ke tinggi dan
nilai slope sebesar -0.0021 pada pengukuran kadar larutan glukosa dari tinggi ke
rendah. Selain itu alat ukur ini memiliki respon rangkaian mendekati linier dengan
18
didapatkannya nilai koefisien korelasi (R2) pada pengukuran kadar larutan glukosa
dari rendah ke tinggi sebesar 0.9155 dan nilai koefisien korelasi (R2) pada
pengukuran kadar larutan glukosa dari tinggi ke rendah sebesar 0.8931. Dari
perlakuan uji dengan cara pengukuran dua arah didapatkan sensitivity, dan
hysteresis yang baik dengan ditunjukkannya beberapa titik data tegangan keluaran
alat ukur yang berkecenderungan sama, maka dapat disimpulkan sensitivity dan
hysteresis sensor BST terhadap kadar larutan glukosa dalam darah sudah peka.
Saran
Alat ukur kadar larutan glukosa yang sederhana dengan komponen sensor
film BST ini sangat responsif terhadap perubahan kadar larutan glukosa dalam
darah yang rendah, sehingga alat ukur ini kelak di kemudian hari dapat diteliti lebih
dalam lagi terutama pengujian dan pembahasan tentang range, accuracy, dan
resolution dari BST.
19
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Setter N, Damjanovic D, Eng L, Fox G, Gevorgian S, Hong S, Kingon A,
Kohlstedt H, Park N Y, Stephenson G B et al. Ferroelectric thin film: review
of materials, properties, and applications. J of Apllied Physics 2006; 100.
Hamamatsu. Photodiode technical informatif [Internet]. [diunduh 2011 April
5].
Tersedia
pada:
http://www.ligo.caltech.edu/~ethrane/Resources/sensors/photodiode_technica
l_information.pdf.
Huriawati F. Sintesis film BST didadah niobium dan tantalum serta aplikasinya
sebagai sensor cahaya. [tesis]. Bogor (ID): IPB Pr. 2009.
Arief A, Irzaman, M. Dahrul, H. Syahfutra. Uji arus-tegangan film tipis
Br0,5Sr0,5TiO3 dengan pendadah niobium penta oksida sebagai sensor cahaya.
Prosiding Seminar Nasional Fisika. 2010. hlm 205-212.
Maddu A. Pedoman Praktikum Eksperimen Fisika II. Bogor: Departemen
Fisika IPB; 2009.
Arif A. Penuntun Praktikum Elektronika Lanjut. Bogor: Departemen Fisika
IPB; 2007.
Bishop O. Dasar-dasar Elektronika Seri Pendidikan Profesi Elektro. Jakarta:
Erlangga; 2009.
Carr Joseph J. Sensors and Circuits: Sensors, Transducers, and Supporting
Circuits for Electronic Instrumentazion, Measurement, and Control. New
Jersey: TR Prentice Hall; 1993.
Panasonic Corporation. Photo IC type high sensitive light sensor. Automation
Controls Business Unit. 2012. hlm 18-22.
David A Scott, Diane E Renaud, Sathya Krishnasamy, Pinar Meric, Nurcan
Buduneli, Svetki Cetinkalp, Kan-Zhi Liu. Diabetes-related molecular
signatures in infrared spectra of human saliva. Diabetology and Metabolic
Syndrome 2010; 2:48.
Syahfutra H, Irzaman, Darmasetiawan H, Hardhienata H, Huriawati F, Hikam
M, Arifin P. Penumbuhan film tipis BST di atas substrat Si (100) tipe-p untuk
aplikasi sensor cahaya. Prosiding Seminar Nasional Sains II; 2009 Nov 14;
Bogor, Indonesia. Nanosains dan Material. 2009. hlm 216-224.
Irzaman, Syahfutra H, Darmasetiawan H, Hardhienata H, Erviansyah R,
Huriawati F, Akhiruddin, Hikam H, Arifin P. Electrical properties of
photodiode Ba0.25Sr0.75TiO3 (BST) thin film doped with ferric oxide on p-type
Si (100) substrate using chemical solution deposition method. Atom Indonesia
2011; 37(3):133-138.
Irzaman, Darmasetiawan H, Hardhienata H, Hikam H, Arifin P, Jusoh S N,
Taking S, Jamal Z, Idris M A. Surface roughness and grain size
characterization of annealing temperature effect for growth gallium and
tantalum doped Ba0.5Sr0.5TiO3 thin film. Atom Indonesia 2009; 35(1):57-67.
Irzaman, Maddu A, Syahfutra H, Ismangil A. Uji konduktivitas listrik dan
dielektrik film tipis lithium tantalate (LiTaO3) yang didadah niobium
pentaoksida (Nb2O5) menggunakan metode chemical solution deposition.
Prosiding Seminar Nasional Fisika. 2010. Hlm 175-183.
20
Lampiran 1 Rangkaian keseluruhan alat ukur kadar larutan glukosa
21
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 Maret 1988 dari ayah Tatang
Bachtiar dan ibu Sri Asmayani P. Penulis adalah putra ke dua dari tiga bersaudara.
Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 59 Jakarta dan pada tahun yang sama
penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Fisika TPB
pada tahun ajaran 2009/2010, asisten praktikum Elektronika Dasar pada tahun
ajaran 2009/2010, asisten praktikum Fisika Komputasi pada tahun ajaran
2009/2010, asisten praktikum Eksperimen Fisika II pada tahun ajaran 2009/2010,
asisten praktikum Elektronika 2 Program Diploma 3 pada tahun ajaran 2010/2011,
asisten praktikum Sistem Jaringan Komputer Program Diploma 3 pada tahun ajaran
2010/2011, asisten praktikum Instalansi Jaringan Komputer Program Diploma 3
pada tahun ajaran 2010/ 2011, asisten praktikum Sistem Keamanan Jaringan
Komputer Program Diploma 3 pada tahun ajaran 2011/2012, asisten praktikum
Teknologi Wireless Program Diploma 3 pada tahun ajaran 2011/2012, asisten
praktikum Instalansi Jaringan Komputer Program Diploma 3 pada tahun ajaran
2011/2012, dan asisten praktikum Sistem Keamanan Jaringan Komputer Program
Diploma 3 pada tahun ajaran 2012/2013. Penulis juga aktif sebagai staf Departemen
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia HIMAFI IPB dan sebagai Badan Pengawas
HIMAFI IPB.
Download