Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai Volume VII No.1 Edisi Juni 2014, ISSN: 19779-469X HUBUNGAN STATUS GIZI DAN PAPARAN ROKOK DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI SUKARAJA BANDAR LAMPUNG Yusari Asih Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang [email protected] Abstract. Acute respiratory infection aka ISPA is one of those that causes toddler’s mortality and morbidity. Generally, there are three risk-factors of Acute Respiratory Infection occurence. Those are environment, the toddlers, and behaviour. The high percentage of the Acute Respiratory Infection occurence towards Toddlers (39,31%) of Sukaraja district in Sukaraja Health center by 2013. The purpose of this research is to determine the Relation between nutritional status and cigarettes exposure with Acute Respiratory Infection occurence towards Toddlers of Sukaraja district in Sukaraja Health center by 2013. The type of this research is cross sectional, which is tested to the 245 Toddlers in Sukaraja district by 2013 which is 61 of them becoming the samples using accidental technic sampling. Data collection is using questionnaire form. The univariate analysis is using percentages meanwhile the bivariate analysis is using Chi square test. The results showed that the percentage of Acute respiratory infection occurence is 73,8%, poor nutritional status is 36,1 % and the Cigarettes exposure is 73,8%. The results of the chi square test showed that the relation between nutritional status and Acute respiratory infection occurence is p value = 0,0009 and OR = 6,967 and the relationship between cigarettes exposure and Acute respiratory infection occurence is p value = 0,0000 and OR= 11,943. The poor nutritional status and cigarettes exposure increase the Acute respiratory infection occurence toward Toddlers. The suggestion for the health provider and the cohealth provider in health center around is to give the people some education about health by counseling when the Integrated service post aka Posyandu is held. It could be about the Prevention of the Acute respiratory infection, including how to avoid contact with those who suffer from the Acute respiratory infection, not smoking inside the room, always washing your hands, consuming the healthy and balanced nutritional food so the toddlers can be protected from Acute respiratory infection. ABSTRAK. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian pada balita. Secara umum terdapat tiga faktor resiko terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan, individu anak serta perilaku. Tingginya angka kejadian ISPA (39,31 %) pada balita di Kelurahan Sukaraja wilayah Puskesmas Sukaraja tahun 2013. Tujuan penelitian ini diketahui hubungan status gizi dan paparan rokok dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Sukaraja wilayah Puskesmas Sukaraja tahun 2013. Rancangan penelitian ini adalah cross sectional, yanmg dilakukan terhadap balita di Kelurahan Sukaraja tahun 2013 yang berjumlah 245 orang, dengan sampel sebanyak 61 anak. Pengumpulan data menggunakan kuesioner, dengan analisis menggunakan uji chi square. Hasil penelitian didapatkan kejadian ISPA sebanyak 73,8 %, status gizi kurang sebanyak 36,1 %, dan paparan rokok sebanyak 73,8 %. Uji chi square hubungan status gizi dengan ISPA p value = 0,0009 dan OR = 6,967 dan hubungan paparan rokok dengan ISPA p value = 0,000 dan OR = 11,943. Status gizi kurang dan paparan rokok meningkatkan kejadian ISPA pada balita. Saran untuk petugas kesehatan di Puskesmas maupun kader kesehatan dapat memberikan penyuluhan kesehatan pada kegiatan Posyandu tentang pencegahan ISPA, yang meliputi menghindari kontak dengan penderita ISPA, tidak merokok di dalam rumah, mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang sehingga balita dapat terhindar dari infeksi saluran pernafasan akut. Kata kunci: Status gizi, paparan rokok, ISPA Pendahuluan Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian pada balita. Menurut World Health Organization (WHO), penyakit ISPA merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan kematian pada anak balita, sehingga ISPA masih merupakan penyakit yang mengakibatkan kematian cukup tinggi. Besarnya Yusari Asih: Hubungan Status Gizi Dan Paparan Rokok Dengan Kejadian Ispa Pada Balita ...41 Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai Volume VII No.1 Edisi Juni 2014, ISSN: 19779-469X masalah ISPA ini karena setiap anak diperkirakan mengalami 3 sampai 6 episode penyakit ISPA setiap tahunnya, berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan ISPA 3-6 kali per tahun, (Depkes RI. 2005). Setiap tahun di dunia diperkirakan lebih dari 2 juta meninggal karena ISPA, (WHO/CDS/EPR/2009). Di Indonesia, ISPA menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. ISPA juga berada pada daftar 10 penyakit terbanyak dirumah sakit. Survei mortalitas yang dilakukan oleh Sub dit ISPA tahun 2010 menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 22,30 % dari seluruh kematian balita, (Sudarajad, 2010) Di Provinsi Lampung selama tiga tahun berturut-turut (2010-2012) sepuluh besar penyakit terbesar pertama diduduki oleh penyakit infeksi akut pernafasan bagian atas, tahun 2010 sebesar 27,24%, tahun 2011 sebesar 29,88%, tahun 2012 sebesar 46,29%. (Dinas Kesehatan Prov. Lampung, 2012). ISPA merupakan penyakit saluran atas yang banyak diderita oleh masyarakat di Provinsi Lampung (18,8%), diikuti pneumonia (0,8%), campak (0,4%), dan TB (0,3%). Berdasarkan hasil diagnosis tenaga kesehatan, ISPA paling banyak ditemukan di Bandar Lampung yaitu 13,1%. Sebanyak 14,4% penderita ISPA pada usia 0 – 5 tahun, (Kemenkes RI, 2013). Berdasarkan hasil laporan bulanan di Puskesmas Sukaraja diketahui bahwa pada Desember 2013 diperoleh balita yang menderita ISPA mencapai 145 dari 568 kunjungan (25,5%), sedangkan di Kelurahan Sukaraja terdapat sebanyak 57 kasus ISPA dari 145 penderita ISPA (39,31%). Kelurahan Sukaraja merupakan Kelurahan dengan jumlah balita penderita gizi buruk terbanyak ke dua dari 5 Kelurahan yang ada di wilayah Puskesmas Sukaraja yaitu sebanyak 8 orang (0,24 %) dan kelurahan dengan kasus ISPA tertinggi dibandingkan dengan 4 Kelurahan lainnya yaitu Kelurahan Bumi waras 20,68 %, Kelurahan Kangkung 13,79 %, Kelurahan Garuntang 13,11 % dan Kelurahan Bumi Raya 13,11 %. Secara umum terdapat tiga faktor risiko terjadinya ISPA, yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak serta faktor perilaku (Prabu, 2009). Merokok merupakan salah satu faktor lingkungan yaitu kebiasaan kepala keluarga dan anggota keluarga yang merokok di dalam rumah dapat berdampak negatif bagi anggota keluarga lainnya khususnya balita. Asap rokok mengandung nikotin yang terhirup melalui saluran pernafasan dan masuk ke tubuh balita dapat menyebabkan infeksi pada saluran pernafasan, sedangkan status gizi merupakan salah satu dari faktor individu anak dimana kekurangan gizi secara umum akan menyebabkan gangguan pada proses pertumbuhan, produksi tenaga, struktur dan fungsi otak, perilaku dan pertahanan tubuh. Jika pertahanan tubuh menurun atau rendah maka sistem imunitas dan antibodi menurun, sehingga orang mudah terserang infeksi seperti pilek, batuk dan diare. Berdasarkan latar belakang maka judul penelitian “Hubungan status gizi dan paparan rokok dengan kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan Sukaraja Wilayah Kerja Puskesmas Sukaraja Tahun 2013”. Metode Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu dimana variabel sebab akibat yang terjadi pada objek penelitian diukur atau dikumpulkan secara simultan (dalam waktu yang bersamaan, (Notoatmodjo, 2007). Desain survei dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubungan status gizi dan paparan rokok dengan kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan Sukaraja Wilayah Kerja Puskesmas Sukaraja Tahun 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah balita di Kelurahan Sukaraja Wilayah Kerja Puskesmas Sukaraja tahun 2013 sejumlah 245 balita. Besar sampel ditentukan dengan rumus Lameshow berdasarkan perhitungan, diperoleh jumlah sampel minimal sebesar 61. Teknik pengambilan sampel menggunakan accidental sampling yang dilakukan saat penelitian yaitu pada Mei 2013. Yusari Asih: Hubungan Status Gizi Dan Paparan Rokok Dengan Kejadian Ispa Pada Balita ...42 Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai Volume VII No.1 Edisi Juni 2014, ISSN: 19779-469X Tabel 1. Distribusi Frekuensi Ispa, Status Gizi dan Keterpaparan Asap Rokok Pada Balita Hasil Penelitian Distribusi, Status Gizi dan Paparan Rokok Berdasar uji univariat tantang kejadian ISPA, status gizi dan paparan asap rokok pada balita di Kelurahan Sukaraja dengan hasil: mengalami kejadian ISPA 70,5% gizi kurang sebesar 36, 1 % dan terpapar dengan rokok 73,8%, seperti pada tabel 1 Variabel ISPA Tidak ISPA Jumlah Status Gizi Gizi Kurang Jumlah 43 18 61 Persentase 70,5 29,5 100 22 36,1 Gizi baik Jumlah Paparan Asap Rokok Terpapar 39 61 63,9 100 45 16 73,8 26,2 61 100 Tidak terpapar Jumlah Hubungan status gizi dan paparan asap rokok dengan kejadian ISPA Berdasar uji statistik hubungan status gizi dan paparan asap rokok dengan kejadian ISPA pada palita dapat dilihat pada tabel 2 Tabel 2 Hubungan Status Gizi dan Paparan Asap Rokok dengan Kejadian ISPA Variabel Status Gizi Gizi Kurang Gizi baik Jumlah Paparan Asap Rokok Terpapar Tidak tepapar Jumlah n 20 23 43 Kejadian ISPA ISPA Tidak ISPA % n % 90,9 2 9,1 59,0 16 41,0 70,5 18 29,5 Jumlah n 22 39 61 % 100 100 100 45 16 61 100 100 100 Nilai p 0,009 0,000 38 5 43 84,4 31,2 70,5 7 11 18 Hasil analisis hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA, dari 22 anak dengan gizi kurang diperoleh bahwa ada sebanyak 90,9 % responden yang mempunyai status gizi kurang mengalami kejadian ISPA. Sedangkan diantara responden yang mempunyai status gizi baik yang berjumlah 23 59,0 % responden yang mengalami kejadian ISPA. Hasil uji statistik diperoleh pvalue 0,009 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian ISPA. Hasil analisis diperoleh juga nilai OR = 6,967 artinya responden dengan status gizi kurang mempunyai peluang 6,9 kali lebih besar mengalami kejadian ISPA 15,6 68,8 29,5 dibandingkan dengan responden dengan status gizi baik. Hasil analisis hubungan antara paparan rokok dengan kejadian ISPA, diperoleh bahwa dar 38 anak yang terpapar rokok terdapat 84,4 % mengalami kejadian ISPA. Sedangkan 16 responden yang ridak terpapar rokok 31,2 % responden yang mengalami kejadian ISPA. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,000 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara paparan rokok dengan kejadian ISPA. Hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 11,943, artinya responden yang terpapar rokok mempunyai peluang 11,9 kali mengalami kejadian ISPA Yusari Asih: Hubungan Status Gizi Dan Paparan Rokok Dengan Kejadian Ispa Pada Balita ...43 Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai Volume VII No.1 Edisi Juni 2014, ISSN: 19779-469X dibanding responden yang tidak terpapar rokok. Pembahasan Kejadian ISPA Pada Balita Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan proporsi responden berdasarkan kejadian ISPA pada balita, bahwa dari 61 responden 70,5 % (43 responden) balita mengalami kejadian ISPA di Kelurahan Sukaraja Wilayah Kerja Puskesmas Sukaraja Tahun 2013. Hasil ini sejalan dengan pendapat Sofie (2011). bahwa penderita penyakit ISPA sebagian besar adalah bayi dan anak- anak balita, baik di Negara miskin, berkembang maupun Negara maju. Menurut Prabu (2009) secara umum terdapat tiga faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya ISPA, yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak serta faktor perilaku. Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti berpendapat bahwa Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering dialami oleh balita dan anak, karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang mudah ditularkan melalui udara yang tercemar. Selain itu mudahnya balita terserang ISPA adalah karena faktor daya tahan tubuh balita belum sekuat anak yang lebih besar atau orang dewasa. Disamping itu bila kejadian ISPA menyerang balita yang kekurangan gizi atau bayi yang lahir dengan BBLR, maka akan berisiko kematian lebih tinggi dibanding bayi dengan berat lahir yang normal. Bidan, perawat dan dokter berkewajiban memberikan pengetahuan pada keluarga tentang penyakit ISPA, terutama pada keluarga yang mempunyai anak-anak balita pada saat pemeriksaan kesehatan di Puskesmas, sehingga orang tua dapat melakukan pencegahan dini dengan berperilaku kesehatan yang baik misalnya selalu menuci tangan, tidak merokok, makan dengan cukup gizi sehingga daya tahan tubuh anak akan meningkat agar dapat terhindar dari penyakit ISPA. Status Gizi Pada Balita Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan proporsi responden berdasarkan status gizi pada balita, bahwa dari 61 responden 36,1% (22 responden) mempunyai status gizi kurang di Kelurahan Sukaraja Wilayah Kerja Puskesmas Sukaraja Tahun 2013. Hasil ini sejalan dengan pendapat Khomsa (2012), bahwa secara Nasional, prevalensi berat kurang adalah 17,9% yang terdiri dari 4,9% gizi buruk dan 13,0 % gizi kurang. Menurut Almatsier (2003), status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi baik atau optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zatzat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi menggambarkan baik buruknya konsumsi zat gizi seseorang dimana zat gizi sangat dibutuhkan untuk pembentukan zatzat kekebalan tubuh seperti antibodi. Semakin baik zat gizi yang dikonsumsi berarti semakin baik status gizinya sehingga semakin baik juga kekebalan tubuhnya. Terdapatnya sebagian kecil responden yang mempunyai status gizi kurang, berarti dapat meningkatkan resiko responden terserang penyakit ISPA, dan biasanya pada balita yang terserang penyakit ISPA yang mempunyai status gizi kurang, kondisi ini juga akan mempengaruhi perkembangan intelegensi balita tersebut. Untuk itu kepada orang tua yang anaknya mengalami kurang gizi di wilayah Puskesmas Sukaraja, dapat berupaya untuk memperbaiki gizinya dengan memberikan makanan tambahan berupa biskuit setiap bulannya pada balita yang mengalami gizi kurang sehingga dapat meningkatkan status gizi balita menjadi lebih baik. Paparan Rokok Pada Balita Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan proporsi responden berdasarkan paparan rokok pada balita, bahwa dari 61 responden 73,8 % (45 responden) terdapat anggota keluarganya merokok di Kelurahan Sukaraja Wilayah Kerja Puskesmas Sukaraja Tahun 2013. Hasil ini sejalan dengan Survei kesehatan Yusari Asih: Hubungan Status Gizi Dan Paparan Rokok Dengan Kejadian Ispa Pada Balita ...44 Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai Volume VII No.1 Edisi Juni 2014, ISSN: 19779-469X rumah tangga Departemen Kesehatan RI (2012) bahwa 52,9% pria dan 3,6% wanita adalah perokok. Konsumsi rokok di Indonesia adalah 141 milyar batang. Menurut Dachroni (2002), anak-anak yang orang tuanya perokok lebih mudah terkena penyakit saluran pernapasan seperti flu, asma pneumonia dan penyakit saluran pernapasan lainnya. Gas berbahaya dalam asap rokok merangsang pembentukan lendir, debu dan bakteri yang tertumpuk tidak dapat dikeluarkan, menyebabkan bronchitis kronis, lumpuhnya serat elastin di jaringan paru mengakiba tkan daya pompa paru berkurang, udara tertahan di paruparu dan mengakibatkan pecahnya kantong udara. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Suhandayani (2007) di Puskesmas Pati I Kabupaten Pati Jawa Tengah bahwa kebiasaan merokok ada hubungannya dengan kejadian ISPA. Sebagian besar anggota keluarga di kelurahan Sukaraja merokok, sehingga balita memiliki kecenderungan yang besar untuk terjadi peningkatan sebanyak 2 kali lipat menderita penyakit ISPA. Asap rokok dapat menyebabkan dan memperberat infeksi saluran nafas bahkan dapat menyebabkan gangguan fungsi paru-paru. Untuk mengantisipasi terjadinya penyakit ISPA pada anak balita, apabila ada anggota keluarga yang merokok dan merasa sulit untuk menghentikannya, sebaiknya merokok tidak di dalam rumah sehingga ruangan dalam rumah tidak tercemar oleh polusi dari asap rokok tersebut. Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian ISPA Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa nilai p = 0,009 artinya ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian ISPA. Hasil ini sejalan dengan pendapat Prabu (2009), Bahwa balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang “ISPA berat” bahkan serangannya lebih lama. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Nur (2004) di Kelurahan Pasienantigo, yang menyatakan bahwa salah satu variabel yang berinteraksi terhadap kejadian ISPA adalah status gizi dengan nilai (P < 0,05). Semakin banyak balita yang mempunyai status gizi kurang, maka semakin banyak jumlah balita yang terkena penyakit ISPA. Demikian juga sebaliknya semakin sedikit balita yang mempunyai status gizi kurang maka semakin sedikit pula jumlah balita yang terserang ISPA. Status gizi menggambarkan baik buruknya konsumsi zat gizi seseorang. Zat gizi sangat dibutuhkan untuk pembentukan zat-zat kekebalan tubuh seperti antibodi. Semakin baik zat gizi yang dikonsumsi berarti semakin baik status gizinya sehingga semakin baik juga kekebalan tubuhnya. Infeksi saluran pernafasan akut merupakan penyakit yang sebagian besar disebabkan oleh virus. Penyakit yang disebabkan virus sangat dipengaruhi oleh sistem kekebalan tubuh. Sistem kekebalan tubuh yang baik menyebabkan tubuh kebal terhadap penyakit ini. Selain itu kesembuhan penyakit juga akan menjadi lebih cepat dan lebih sempurna. Petugas kesehatan khususnya dokter sebagai pemberi pengobatan hendaknya lebih memperhatikan untuk tidak memberikan obatobatan seperti antibiotik untuk penyakit yang disebabkan oleh virus. Pemberian obat yang berlebihan dan tidak tepat sasaran justru bias membahayakan kesehatan anak. Dengan pemberian zat gizi yang diperlukan bagi balita untuk kekebalan tubuh seperti protein, vitamin dan mineral kemungkinan besar dapat menyembuhkan infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh virus. Dengan cara ini biaya pengobatan dapat lebih dihemat dan efek samping yang bisa muncul karena pemberian obat-obatan dapat dicegah. Hubungan Paparan Rokok Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai p = 0,000 berarti ada hubungan yang signifikan antara paparan rokok dengan kejadian ISPA. Hasil ini sejalan dengan pendapat Yusari Asih: Hubungan Status Gizi Dan Paparan Rokok Dengan Kejadian Ispa Pada Balita ...45 Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai Volume VII No.1 Edisi Juni 2014, ISSN: 19779-469X Mengkidi (2007), bahwa seorang perokok atau lebih di dalam rumah akan memperbesar risiko anggota keluarga menderita sakit, seperti gangguan pernapasan, memperburuk asma dan memperberat penyakit angina pectoris serta dapat meningkatkan resiko untuk mendapat serangan ISPA khususnya pada balita. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Suhandayani (2007) di Puskesmas Pati I Kabupaten Pati Jawa Tengah menunjukkan ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian ISPA (p=0,00, OR = 4,6. Semakin banyak anggota keluarga yang merokok, maka semakin banyak jumlah balitanya yang terkena penyakit ISPA. Demikian juga sebaliknya semakin sedikit anggota keluarga yang merokok maka semakin sedikit jumlah balita yang menderita ISPA. Banyaknya bahan kimia yang dihirup perokok aktif hanya 15 %, sementara 85 % dihembuskan dan dihirup oleh perokok pasif disekitarnya. Asap rokok merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya ISPA pada balita, terutama asap rokok berasal dari anggota keluarga yang merokok disekitar balita dengan paparan yang terjadi secara terus menerus. Upaya untuk menghindari asap rokok merupakan kondisi yang sulit karena banyak sekali orang dewasa yang sulit untuk menghentikan kebiasaan merokok. Oleh karena itu diperlukan adanya pendekatan kepada masyarakat/anggota keluarga yang merokok berupa penyuluhan mengenai bahaya asap rokok terutama bagi anak dan anjuran untuk menghindari berdekatan dengan anak saat sedang merokok. Begitu juga dengan asap kendaraan bermotor dan asap dapur yang banyak mengandung pencemar dan debu yang dapat mengiritasi saluran pernafasan anak dan menurunkan mekanisme pertahanan disaluran nafas anak, selain penyuluhan secara langsung pada kegiatan-kegiatan posyandu bidan juga dapat menyebarkan leaflet tentang bahaya merokok agar memudahkan orang tua untuk menerima informasi tentang bahaya merokok terhadap kesehatan khususnya anak balita sehingga anak tidak mudah terkena infeksi gangguan pernafasan. Simpulan Status gizi yang kurang meningkatkan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Sukaraja wilayah Puskesmas Sukaraja tahun 2013. Hasil uji hubungan dengan nilai p = 0,009 dan OR 6,967. Paparan rokok juga meningkatkan kejadian ISPA. Hasil uji hubungan dengan nilai p = 0,000 dan OR 11,943. Saran Bagi petugas kesehatan yang ada di Puskesmas Sukaraja Petugas kesehatan di puskesmas yaitu bidan, perawat dan dokter maupun kader kesehatan dapat memberikan penyuluhan kesehatan pada kegiatan posyandu tentang pencegahan ispa yaitu menghindari kontak dengan penderita ispa, tidak merokok di dalam rumah, selalu mencuci tangan, mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang sehingga balita dapat terhindar dari infeksi saluran pernafasan akut. Agar bidan dapat berperan aktif dalam penyebarluasan informasi kepada masyarakat mengenai status gizi balita dengan memberikan penyuluhan tentang pola gizi seimbang dan juga bidan dapat memberikan makanan tambahan biskuit bagi balita dengan gizi kurang setiap bulannya maupun makanan tambahan bagi balita lainnya pada saat kegiatan posyandu. Daftar Pustaka Depkes RI. 2005. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita. Jakarta. WHO/CDS/EPR/2009. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi saluran pernafasan Akut (ISPA) yang cenderung menjadi Epidemi dan Pandemi di fasilitas pelayanan Kesehatan Pedoman Interim WHO Sudarajad, 2010. Ditjen PPM & PL. Kajian Riset Operasional Intensifikasi Pemberantasan penyakit Menular Tahun 2010. Depkes RI. Jakarta Dinkes, 2012, Profil Dinas Kesehatan Propinsi Lampung. Lampung. Dinas Kesehatan Propinsi Lampung Yusari Asih: Hubungan Status Gizi Dan Paparan Rokok Dengan Kejadian Ispa Pada Balita ...46 Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai Volume VII No.1 Edisi Juni 2014, ISSN: 19779-469X Kemenkes RI, 2013. Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010. Jakarta: Kemenkes RI. Notoatmodjo, 2007. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Sofie.2011.ISPA. www.academia.edu/5113721/ispa. Http://prabu.wordpress.com/2009/01/04/infeksisaluran-pernafasan-akut-ispa Khomsa, Ali. 2012. Masalah Gizi di Indonesia. www.academia.edu./5351518/masalah gizi balita di Indonesia. Almatsier, Sunita. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Dachroni, 2002. Jangan Biarkan Hidup Dikendalikan Rokok. Interaksi Media Promosi Kesehatan Indonesia N0 XII. Jakarta Suhandayani, I. 2007. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan ISPA. Universitas Negeri Semarang. Availale from : http://digilib.unimus.ac.id/gsdl/cgibin/library Nur. 2004. Hubungan Status Gizi, Ventilasi, Kepadatan Hunian, Kebiasaan merokok anggota keluarga, dan Obat anti nyamuk bakar dengan ISPA pada Balita di Kelurahan Pasie Nan Tigo Kecamatan Koto Tangah Kota Padang. Mengkidi D. 2006. Gangguan Fungsi Paru dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya Pada Karyawan PT Semen Tonasa pangkep Sulawesi Selatan. Yusari Asih: Hubungan Status Gizi Dan Paparan Rokok Dengan Kejadian Ispa Pada Balita ...47