Dr. Budi Cahyono MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) © EF Press Digimedia 2011 Hak Cipta dilindungi oleh Undang-undang Penulis: Dr. BUDHI CAHYONO, SE, MSi Desain: A. Susanto Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan ISBN: 978-602-19601-2-7 Penerbit: EF Press Digimedia Jln. Bukit Agung c-5 Banyumanik Semarang 50269 Email: [email protected] 081228786456 I Kata Pengantar Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan rahmat dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan buku Manajemen Lingkungan (Konsep dan aplikasi dalam perspektif Islam). Permasalahan lingkungan saat ini semakin kompleks dan perlu penanganan yang komprehensif dengan melibatkan berbagai pihak. Islam telah memberikan rambu-rambu tentang larangan untuk berbuat kerusakan sebagaimana terdapat dalam QS al-Maidah ayat 2: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. Buku Manajemen Lingkungan dalam perspektif Islam ini akan mengungkap berbagai konsep islam tentang lingkungan, dan didukung oleh hasil-hasil penelitian yang terkait dengan pengelolaan lingkungan. Untuk memberikan referensi yang jelas dan lugas, maka buku ini dibagi menjadi dua bagian. Pertama mengungkap konsep pengelolaan lingkungan yang memadukan konsep islam dengan konsep konvensional. Kedua menampilkan hasil-hasil riset yang pernah penulis lakukan dan diterbitkan di beberapa jurnal ilmiah. Penulis bermaksud dengan adanya dukungan hasil-hasil penelitian dapat memberikan gambaran kepada pembaca secara lebih komprehensif tentang manajemen lingkungan, dan juga menjadi referensi yang bermanfaat. Berbagai riset yang dilakukan oleh penulis memfokuskan pada subyek industri kecil menengah (IKM), mgengingat IKM sebagai kelompok usaha yang masih perlu penangangn serius terutama dalam pengelolaan lingkungan. Harapan penulis dengan pengelolaan lingkungan yang tepat dan komprehensif dapat meningkatkan daya saing dan keunggulan bersaing bagi IKM. Sehingga tujuan pokok untuk mendapatkan keuntungan dapat diimbangi dengan pengelolaan lingkungan yang lebih baik. Adapun beberapa materi yang dibahas dalam buku ini meliputi: Islam dan lingkungan, konsep green, syariah environmental theory, sistem manajemen lingkungan, manajemen lingkungan proaktif, kepemimpinan lingkungan islami, kinerja lingkungan, ketenagakerjaan islami, dan riset-riset manajemen lingkungan. Buku ini diperuntukkan bagi para mahasiswa (S-1, S-2, dan S-3) yang ingin memperdalam tentang konsep dan riset tentang manajemen lingkungan. Disamping itu juga dapat digunakan sebagai referensi bagi para akademisi yang memperdalam bahasan tentang manajemen lingkungan dari perspektif Islam, dan juga bagi para praktisi yang ingin memahami konsep-konsep Islam dalam pengelolaan lingkungan. Penulis menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan buku ini dari para pembaca. Semarang, September 2011 Budhi Cahyono II Daftar Isi I II III VI Halaman Judul Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar BAB 1 ISLAM DAN LINGKUNGAN A. Pendahuluan B. Industrialisasi dan Lingkungan C. Definisi Lingkungan D. Lingkungan dalam Islam E. Lingkungan dan Analisis Intuitif F. Tinjauan Teoritis Lingkungan Islami G. Analisis Kualitatif BAB 2 KONSEP GREEN A. Green Theory B. Green Economy C. Green Business D. Green Strategy VII 1 1 6 10 11 22 30 34 37 37 39 40 44 BAB 3 SYARI’AH ENVIRONMENTAL THEORY A. Syariah Enterprise Theory B. Konsep Pengelolaan Lingkungan 46 46 49 BAB 4 SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN A. Pendahuluan B. Komponen-komponen SML C. Pendekatan dalam SML D. Faktor Pendorong SML E. SML sebagai Alat Perbaikan F. Strategi Manajemen Lingkungan Proaktif 55 55 56 59 60 61 63 Daftar Tabel III BAB 5 MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF A. Pendahuluan B. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan C. Tuntutan Manajemen Lingkungan D. Manajemen Lingkungan Proaktif E. Sistem Manajemen Proaktif F. Faktor Pendorong Manajemen Lingkungan 67 67 69 75 80 84 87 BAB 6 KEPEMIMPINAN LINGKUNGAN ISLAMI A. Kepemimpinan Islami B. Kepemimpinan terhadap Lingkungan C. Tanggungjawab Manusia terhadap Lingkungan 97 97 98 100 BAB 7 KINERJA LINGKUNGAN A. Kinerja Lingkungan Islami B. Kinerja Perusahaan C. Pengelolaan Lingkungan dan Kinerja Lingkungan D. Pengelolaan Lingkungan dan Kinerja Perusahaan KETENAGAKERJAAN ISLAMI A. Tenaga Kerja dalam Islam B. Hubungan Industrial dalam Islam C. Konsep Pengupahan: Islam Vs Konvensional D. Keadilan Upah Menurut Islam E. Hubungan Pengelolaan Lingkungan dan Penyerapan Tenaga Kerja 102 102 106 111 111 113 113 116 124 129 135 KESEJAHTERAAN ISLAMI A. Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan B. Kesejahteraan Menurut Islam C. Hubungan Pengelolaan Lingkungan dan Kesejahteraan 137 137 140 145 BAB 8 BAB 9 IV BAB 10 RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN A. Implementasi pengelolaan lingkungan perusahaan dan pengaruhnya terhadap kinerja lingkungan dan kinerja perusahaan serta penyerapan tenaga kerja dan kesejahteraan karyawan ditinjau dari perspektif Islam pada perusahaan konveksi di Jawa Tengah B. Pengaruh kualitas manajemen lingkungan terhadap keunggulan bersaing pada industri manufaktur di Jawa Tengah C. Identifikasi bebagai dimensi manajemen lingkungan dan dampaknya terhadap kinerja lingkungan D. Pengaruh dorongan manajemen lingkungan dan manajemen lingkungan proaktif terhadap kinerja lingkungan E. Implementasi pengelolaan lingkungan dan pengaruhnya terhadap kinerja lingkungan dan kinerja perusahaan pada industri kecil menengah V 147 147 175 194 216 240 Daftar Tabel Tabel 1.1 Dominasi Ekonomi Negara-negara Industri menurut PDB dan Ekspor Barang serta Jasa Tahun 1990 (%) 2 Tabel 1.2 Indikator Ekonomi Beberapa Negara di Asia 5 Tabel 1.3 Distribusi Prosentase dan Pertumbuhan Ekonomi PDB menurut Jenis Lapangan Usaha Tahun 20022004 7 Tabel 4.1 Level dan Tipe Strategi 64 Tabel 4.2 Langkah-langkah Tindakan Lingkungan 65 Tabel 7.1 Ayat-ayat Larangan Berbuat Kerusakan 102 VI Daftar Gambar Gambar 5.1 Elemen-elemen PCEM 77 Gambar 5.2 Tahapan Manajemen Lingkungan Perusahaan 90 Gambar 5.3 95 Gambar 8.1 Faktor-faktor Pendorong Manajemen Lingkungan Proaktif Kajian Syariah tentang Upah 125 Gambar 8.2 Upah Menurut Syariah 135 VII Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN 1 Islam dan lingkungan A. Pendahuluan Era revolusi industri merupakan awal kebangkitan kegiatan industrialisasi dunia yang ditandai dengan penggantian tenaga manusia dengan tenaga mesin. Revolusi industri dicetuskan oleh tiga tokoh, antara lain: James Watt (1769) dengan konsep steam engine, Adam Smith (1776) dengan konsep division of labor, dan Eli Whitney (1790) dengan konsep interchangeble parts (Russel et al., 2000). Mesin-mesin dengan kekuatan mekanis yang super besar telah menggantikan tenaga kerja manusia sebagai faktor dominan dalam kegiatan produksi, dan membawa pekerja pada pusat-pusat kegiatan industri di pabrik. Pada waktu yang sama, Adam Smith dengan Wealth of Nations mengusulkan adanya pembagian kerja mengingat proses produksi terbagi dalam tugas-tugas yang kecil, sehingga memunculkan konsep spesialisasi. Pada awal tahun 1911 FW Taylor memperkenalkan memperkenalkan konsep scientific management, yaitu bahwa setiap pekerjaan dalam manajemen dapat dilakukan dengan pendekatan ilmiah. Pembentukan setiap pekerjaan harus didasarkan pada observasi, pengukuran, dan analisis sehingga dapat ditentukan metode yang paling baik. Implikasi dari scientific management diterapkan oleh Henry Ford pada tahun 1931 dengan produksi mobil model T, yang mampu mengurangi waktu asembling. Ketika perang dingin berakhir pada tahun 1980-an yang disusul runtuhnya sistem Sosialisme Marxis-Leninis di benua Eropa, muncul harapan di berbagai 1 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) penjuru dunia bahwa perdamaian pada era pasca perang dingin akan menimbulkan peace bonus. Bonus perdamaian ini tidak lain bahwa kelompok negara industri papan atas, baik terlibat langsung atau tidak dalam perang dingin berpotensi besar untuk mengalihkan dana APBN-nya pada tujuantujuan pembangunan ekonomi global, bukan pada peperangan. Bagi kelompok negara sedang berkembang berharap bahwa sebagian dana tersebut mengalir pada perekonomian mereka, misalnya dalam bentuk bantuan luar negeri baik sebagai pinjaman ataupun hibah. Sumber dana dari belanja perang tersebut begitu besar, dan karena itu diharapkan menggerakkan kegiatan ekonomi dunia pada tingkat yang lebih tinggi, sehingga dampaknya mampu menyeimbangkan antara perdamaian dengan pembangunan. Dalam studinya tahun 1995, World Bank mengemukakan antara lain adanya dua permasalahan besar yang akan mempersulit usaha pembangunan kelompok negara berkembang. Pertama, prospek jangka panjang harga-harga komoditi pertanian dan pertambangan tetap tidak akan menguntungkan. Kedua, suplai modal global dari berbagai jenis tampak terbatas di mana permintaan akan modal yang semakin meningkat, baik berasal dari kelompok negara industri maju, kelompok negara berkembang, maupun kelompok eks blok sosialis. Perkembangan ekonomi tetap tidak Tabel 1.1 Dominasi Ekonomi Negara Industri Menurut PDB dan Ekspor Barang serta Jasa Tahun 1990 (%) 2 Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN menguntungkan pihak selatan, terdapat jurang yang semakin lebar dalam perekonomian dunia, yakni antara kelompok Negara maju dan kelompok Negara berkembang. Masalah ini dikemukakan oleh para pengamat sebagai faktor utama proses marginalisasi kelompok negara berkembang di dalam proses globalisasi dewasa ini. Perekonomian dunia, yang tetap membawa unsur-unsur ketidakseimbangan serta ketidakadilan, juga tampak makin tidak mengikutsertakan kelompok Negara berkembang di dalam proses pengambilan keputusan di bidang ekonomi. Menarik pula untuk diperhatikan, betapa tujuh Negara industri papan atas yang berada dalam kelompok G-7 atau Seven Group ternyata menguasai 47,7% dari PDB dunia dan 55,6% dari ekspor barang dan jasa dunia. Kondisi ini membuktikan bahwa perdagangan dunia praktis berlangsung untuk sebagian besar di antara Negara G-7, dan tidak begitu menonjol di antara Utara-Selatan, apalagi di antara Selatan-Selatan yang sudah jelas termarginalkan. Itulah sebabnya, volume, arah, serta sifat perdagangan internasional lebih banyak ditentukan oleh interdependensi yang ada di dalam perekonomian G-7, khususnya dalam interaksi segitiga di antara megaekonomi AS, Jepang, dan Uni Eropa. Selanjutnya, hal ini merebak kearah kegiatan investasi, arus uang dan modal, dan perdagangan jasa-jasa yang belakangan ini mengalami peningkatan peranan yang semakin cepat. Kesenjangan global dengan mendasarkan pada besarnya GNP per kapita mengakibatkan ekonomi dunia dipecah dalam empat kelompok. Kelompok pertama adalah negara dengan perdapatan per kapita tinggi (39 negara) yang merupakan kelompok utara dengan jumlah penduduk sekitar 15,1% dari total penduduk dunia, namun menguasai sekitar 79,6% dari PNB dunia. Sedangkan kelompok Selatan, sebagian besar merupakan kelompok PNB per kapita rendah dan sebagian lagi merupakan kelompok PNB per kapita menengah ke bawah. Secara keseluruhan kelompok ini merupakan dua pertiga dari jumlah total Negara di dunia dengan jumlah penduduk 75,9% dari penduduk dunia. Meski demikian, kelompok ini hanya menguasai sekitar 11,5% dari PNB dunia. Kesenjangan ekonomi semacam ini sebenarnya berlangsung cukup lama, boleh dikatakan dimulai sejak era kolonialisme 3 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) global pada periode sebelum perang dunia II. Karena itu wajar kalau situasi ini telah merisaukan kelompok negara Selatan. Kelompok negara selatan menyadari konsekuensinya yang kritis di tengah proses globalisasi yang sedang melanda ekonomi dunia dewasa ini. Proses globalisasi merupakan pembentuk struktur ekonomi dunia yang akan menjelma pada abad-21 mendatang, telah membangkitkan perhatian para pengambil keputusan di kelompok negara selatan tentang adanya berbagai tantangan serta peluang sekaligus resiko ketidakpastian yang menghantui semua perekonomian di dunia. Seperti halnya resolusi G-7 dan GNB tentang agenda for development para pengambli keputusan di kelompok selatan menyadari bagaimana proses globalisasi itu penuh dengan potensi gejolak yang bersifat destabilizing, dan betapa mereka adalah yang paling vulnereble dibandingkan beberapa perekonomian lain di dunia. Tingkat pertumbuhan industri yang sangat cepat pada dua puluh tahun terakhir telah dapat meningkatkan nilai kemanusiaan dan standar hidup terhadap banyak orang di dunia, walaupun pertumbuhan juga mendatangkan cost terhadap lingkungan. Sebagai respon perlu adanya kebutuhan untuk mengembangkan teori manajemen kaitannya dengan keberlanjutan ekologi dan sistem bisnis (Hart, 1997:289). Dalam literatur lingkungan, konsep keberlanjutan ekologi memiliki bermacam-macam penafsiran, namun intinya adalah keseimbangan antara pertumbuhan industri dan adanya jaminan bahwa lingkungan alam dapat berkembang di masa mendatang. Semakin meningkatnya lingkungan global dan berkembangnya standar lingkungan yang bersifat internasional mengharuskan adanya aktivitas bisnis untuk mengadopsi strategi dan program-program lingkungan yang bersifat formal. Berbagai kekuatan lingkungan yang ada seperti: kelompok konsumen yang memboikot, meningkatnya keinginan konsumen dan kebutuhan-kebutuhan konsumen baru, dan munculnya green customer telah mempengaruhi strategi bisnis menuju kepada pengelolaan bisnis yang ramah lingkungan, mulai dari pengadaan bahan baku sampai pada proses produksi. Pertumbuhan ekonomi juga berdampak pada munculnya masalah lingkungan, terutama dengan adanya tuntutan yang lebih tinggi terhadap aktivitas produksi. Dari Tabel 1.2 diketahui bahwa terdapat empat negara di Asia yang memiliki pertumbuhan ekonomi terbesar pada tahun 2004, yaitu 4 Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN Tabel 1.2. Indikator Ekonomi Beberapa Negara di Asia China (9,0%), Singapore (8,8%), Hongkong (7,5%), dan Malaysia (6,5%). Sementara dilihat dari tingkat laju inflasi, Indonesia memiliki kecenderungan menurun pada tahun 2004. Indonesia pada tahun 2004 memiliki pertumbuhan ekonomi sebesar 4,8%, dan termasuk negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang rendah di antara negara-negara di Asia. Di lain pihak, tingkat inflasi yang terjadi di Indonesia menduduki peringkat tertinggi di Asia pada tahun 2004, yakni sebesar 6,5%, namun demikian tingkat inflasi tahun 2004 cenderung menurun dibanding pada tahun 2003 (6,8%). Secara umum, negara-negara di Asia pada tahun 2004 tingkat inflasinya mengalami kenaikan dibanding pada tahun 2003. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada suatu negara, tentunya tidak hanya dipandang dari sisi penciptaan tenaga kerja, sebab pertumbuhan ekonomi juga menuntut adanya peningkatan konsumsi sumberdaya alam dan teknologi yang akhirnya juga berdampak pada masalah kelestarian alam. Pada tahapan inilah perlu adanya pemikiran kembali terhadap pertumbuhan ekonomi yang dilakukan dengan tidak memperhatikan keberlangsungan sumberdaya alam. Kondisi keberlangsungan sumberdaya alam dimaksudkan untuk menghindarkan terjadinya perusakan lingkungan. Perusakan lingkungan merupakan tindakan yang menimbulkan perubahan langsung terhadap sifat-sifat fisik dan atau hayati lingkungan, yang mengakibatkan lingkungan itu kurang atau tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan yang berkesinambungan 5 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) (Undang-undang RI No. 4 Th 1982). Rao (2004:289) menyatakan bahwa dalam mengantisipasi perkembangan global, negara-negara di Asia Tenggara memiliki peranan penting dalam aktivitas proses produksi, karena Asia Tenggara memiliki keunggulan komparatif di bidang tenaga kerja atau dikenal dengan sebutan a cheaper production house. Kegiatan manufaktur akan banyak dijalankan di negara-negara Asia Tenggara dan akan menjadi indikasi semakin meningkatnya isu-isu lingkungan, selain itu juga dapat menciptakan masalah lingkungan yang lebih serius. Menurut Rao (2004:1), peran industri kecil dan menengah (small and medium enterprises/SMEs) sangat penting dalam sektor manufaktur pada dekade mendatang. Studi yang dilakukan oleh USAEP mengatakan bahwa 70% kegiatan manufakturing dunia akan dilakukan di Asia, dan mayoritas industri tersebut akan didominasi oleh industri kecil dan menengah. B. Industrialisasi dan Lingkungan Mengingat peran industri kecil dan menengah yang semakin meningkat dalam kegiatan manufakturing, maka kelompok industri ini disinyalir sebagai penyumbang polusi terbesar (the big polluters). Berbagai alasannya antara lain mereka tidak memiliki cukup dana untuk penanggulangan polusi, tidak memiliki tenaga ahli dan fasilitas pendukung dalam proses produksi yang mengarah green, tidak memiliki instrumen yang cukup untuk membantu menanggulangi dampak-dampak polusi, dan tingkat kesadaran terhadap lingkungan masih rendah. Kaitannya dengan pentingnya SMEs untuk mengurangi polusi dan menciptakan greening of industry, perlu adanya tindakan-tindakan untuk dapat menciptakan green manufacturing bagi industri kecil dan menengah. Salah satu usaha untuk mewujudkan green manufacturing adalah perlunya peran pemerintah untuk mengambil inisiatif melalui berbagai regulasi kaitannya dengan munculnya berbagai komplain yang ada. Penciptaan indikator kinerja lingkungan merupakan salah satu alat untuk memonitor efektivitas inisiatif lingkungan. SMEs juga memiliki peran yang sangat penting dalam penciptaan pekerjaan, dan juga mengurangi kemiskinan terutama di wilayah Asia, mengingat industri kecil dan menengah dapat menyerap jutaan tenaga kerja. Kontribusi SMEs diharapkan dapat 6 Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN menciptakan kinerja lingkungan, mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas hidup, namun juga pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri secara umum. Masalah lingkungan akan semakin kompleks dengan semakin meningkatnya kegiatan industri manufaktur. Peningkatan aktivitas industri manufaktur muncul karena adanya tuntutan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia dari tahun 2002 sampai tahun 2004, dapat dilihat pada Tabel 1.3. Dari sisi produksi, pada triwulan III tahun 2004 semua sektor ekonomi mengalami pertumbuhan positif, kecuali sektor pertambangan dan galian. Lima sektor yang memiliki pertumbuhan terbesar adalah sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor perdagangan hotel dan restoran, sektor bangunan, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor pengolahan. Sementara itu ditinjau dari peranan masing-masing sektor ekonomi dalam menyumbang PDB, terlihat bahwa sektor industri pengolahan memiliki sumbangan terbesar pada kuartal ke tiga tahun 2004 (29,6%). Walaupun demikian sumbangan sektor industri pengolahan menunjukkan sedikit penurunan dibanding dengan tahun 2003 dan 2002. Sektor-sektor lain yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB Tabel 1.3. DISTRIBUSI PROSENTASE DAN PERTUMBUHAN pdb MENURUT JENIS LAPANGAN USAHA TAHUN 2002-2004 7 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) antara lain: sektor perdagangan, hotel dan restoran (16,0%), sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan (15,7%), dan sektor jasajasa (9,7%). Pertumbuhan sektor industri dari tahun 2002 sampai tahun 2004 cenderung mengalami penurunan, di sisi lain terdapat sektor-sektor yang mengalami kenaikan, seperti: sektor listrik, gas dan air bersih, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor jasa-jasa. Sektor penanaman modal terhadap delapan sektor usaha terdapat peningkatan antara tahun 2002 sampai 2003, baik untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA). PMDN tahun 2002 sebesar 25.307,6 milliar menjadi 48.484,8 milliar pada tahun 2003, sehingga mengalami kenaikan sebesar 91,8%. Besarnya PMA pada tahun 2002 sebesar $ 9.789,1 juta naik menjadi $ 13.207,2 juta, sehingga terdapat kenaikan sebesar 34,96%. Investasi di Indonesia sampai saat ini lebih banyak ditanamkan untuk sektor industri pengolahan, diikuti oleh sektor transportasi dan perdagangan. Deperindag telah mengeluarkan target pertumbuhan sektor industri ratarata 8 % per tahun untuk lima tahun ke depan. Jumlah terbesar yang memberikan kontribusi pada kenaikan PDRB Jawa Tengah adalah sektor industri pengolahan. Pada tahun 2001 sektor industri pengolahan memberikan kontribusi sebesar Rp 41,253 trilliun, tahun 2002 sebesar Rp 48.176 trilliun, tahun 2003 sebesar Rp 56,032 trilliun, dan tahun 2004 sebesar Rp 63,136 trilliun. Berdasarkan sumbangan dari sektor industri pengolahan, mulai tahun 2000 sampai dengan 2004 memberikan kontribusi sebagai berikut: tahun 2000 (31,11%), tahun 2001 (30,96%), tahun 2002 (31,70%), 2003 (32,59%), dan tahun 2004 (32,12%). Besarnya kontribusi sektor industri pengolahan terlihat cukup signifikan dan mengalami kenaikan terutama pada tahun 2003. Terdapat indikasi bahwa pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor industri pengolahan. Semakin tingginya sumbangan sektor industri pengolahan dan tingkat kontribusinya yang cenderung tetap selama tiga tahun terakhir, maka diduga akan menimbulkan pengaruh yang serius terhadap keberadaan masalahmasalah lingkungan sebagai akibat dari kegiatan yang dilakukan oleh sektor industri. Dampak yang muncul dari semakin banyaknya sektor industri pengolahan adalah semakin meningkatnya aktivitas industri, khususnya 8 Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN industri manufaktur. Selanjutnya akan berdampak pada masalah-masalah lingkungan, seperti polusi udara, polusi air, polusi suara, dan proses pengadaan bahan baku dari supplier. Pencemaran air menurut Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup tahun 1988 tentang penetapan baku mutu lingkungan adalah: Masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air dan atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air menjadi kurang atau sudah tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Sementara pencemaran udara menurut Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1986 adalah : Masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke udara dan atau berubahnya tatanan udara oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Kedua definisi tentang pencemaran air dan pencemaran udara mengindikasikan bahwa terjadinya pencemaran muncul karena kegiatan yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Disamping itu juga pencemaran dapat disebabkan oleh kegiatan manusia dan proses alam yang dapat menyebabkan menurunnya fungsi air maupun udara. Fenomena ini tentunya akan berpengaruh terhadap keberlangsungan perusahaan, sehingga permasalahan lingkungan perlu mendapatkan perhatian yang tinggi. Kesadaran tentang pentingnya keberlangsungan perusahaan telah menjadi fenomena global. Perusahaan-perusahaan di Amerika Utara, Eropa, Jepang dan negara-negara industri baru (Taiwan, Korea) telah meyakini bahwa perlindungan terhadap lingkungan merupakan bagian dari strategi persaingan internasional. Berbagai negara tersebut menyadari bahwa tindakan proaktif terhadap lingkungan merupakan tekanan dari berbagai pihak, seperti pemerintah, konsumen, karyawan, dan pesaing (Berry and Rondinelli, 1998:40). Trend untuk melakukan manajemen lingkungan yang 9 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) proaktif mengalami akselerasi dengan adanya tekanan publik terhadap pemerintah kaitannya dengan jaminan lingkungan yang bersih. Perubahan cepat dalam manajemen lingkungan yang proaktif terjadi pada tahun 1990an. Fenomena tuntutan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan adanya kecenderungan bergesernya kegiatan produksi di wilayah Asia Tenggara, akan mendorong pada kegiatan investasi yang lebih besar. Pertumbuhan ekonomi akan diikuti oleh berbagai kegiatan manufaktur melalui pendirian perusahaan-perusahaan, baik yang berskala besar, sedang, maupun kecil. Kenyataan bahwa wilayah Asia Tenggara sebagai wilayah a cheaper production house akan memberikan daya tarik bagi para investor untuk menginvestasikan dananya di wilayah Asia Tenggara. Masalah yang muncul dengan semakin meningkatnya kegiatan manufaktur antara lain permasalahan kerusakan lingkungan, melalui eksploitasi sumber daya alam yang tidak terbatas, sehingga memunculkan berbagai macam bentuk polusi. Salah satu penyebab dari bencana antara lain sikap manusia yang serakah dalam mengeksploitasi sumber daya alam. C. Definisi Lingkungan Lingkungan didefinisikan sebagai: Surrounding in which an organization operates, including air, water, land, natural resources, flora, fauna, humans, and their interrelations (ISO dalam Naffziger, 2003). Dalam konteks ini, organisasi diposisikan dalam sebuah lingkungan global. Definisi lain menyatakan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya (Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1982). Untuk mencapai kinerja lingkungan, maka perlu dilakukan pengelolaan lingkungan. Pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan dan pengembangan lingkungan hidup. Dalam konteks perusahaan, pengelolaan lingkungan perusahaan dimaksudkan sebagai upaya untuk memanfaatkan, menata, memelihara, dan mengawasi lingkungan perusahaan sehingga 10 Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN terdapat keserasian dan keseimbangan dalam menciptakan kesinambungan perusahaan. Menurut International Standard Organization dalam Naffziger (2003:23), lingkungan diartikan sesuatu yang mengelilingi kegiatan operasional organisasi, terdiri dari udara, air, tanah, sumberdaya alam, flora, fauna, manusia, dan keterkaitan mereka. Penelitian tentang inisiatif atau konsern lingkungan dan dampaknya terhadap kinerja lingkungan belum mendapatkan kesimpulan yang sama (Naffziger, 2003: 23). Pandangan tradisionil meyakini bahwa aktivitas lingkungan akan berdampak negatif terhadap kinerja perusahaan, khususnya pertumbuhan penjualan dan tingkat keuntungan. Pandangan ini mendasarkan bahwa perlu adanya investasi tinggi sebagai refleksi dalam menciptakan produk dan kegiatan proses produksi untuk mencapai nilai ekonomi dan lingkungan yang lebih baik. Dalam temuan yang lain, Bandley (1992) mengungkapkan bahwa ada indikasi penerapan manajemen lingkungan proaktif akan dapat mempengaruhi keunggulan ekonomi jangka panjang. Ahmed et al. (2004) menyimpulkan bahwa konsern lingkungan memiliki hubungan signifikan terhadap kinerja lingkungan, khususnya efisiensi operasional dan peningkatan imej perusahaan, namun tidak berpengaruh terhadap keuntungan dan pendapatan perusahaan. D. Lingkungan dalam Islam Manusia memang dilebihkan Allah dari pada makhluk lain dalam menanggapi alam semesta. Allah tidak pernah menyuruh manusia untuk merusak lingkungannya, dan kemampuan manusia yang dilebihkan Tuhan itu haruslah digunakan dalam bentuk tanggungjawab yang besar. Sikap manusia terhadap lingkungan seharusnya menyatu, artinya manusia sebagai mahkluk yang dikaruniai akal dan pikiran memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar dalam menjaga dan melestarikan lingkungan untuk kepentingan seluruh alam. Bagi seorang muslim, masalah lingkungan hidup sifatnya inheren sebagai bagian dari kepribadian. Peradaban barat secara tidak sengaja memisahkan masalah lingkungan hidup dari urusan agama. Situasi ini kemudian mengantar pada revolusi industri pada awal abad-19. Pada masa ini pengrusakan dan pencemaran terhadap alam semakin luas dan sistematis. Cara pandang dunia sepenuhnya bersandar pada rasio 11 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) yang dalam banyak hal tidak sesuai dengan ajaran agama. Bentrokan pandangan ini pada akhirnya membebaskan ilmu dan teknologi dari agama. Para ilmuwan dengan gigih memperjuangkan agar ilmu dan teknologi bebas dari nilai agama, dan juga kebudayaan, sehingga kemudian sepenuhnya bersifat sekuler. Ciri khas prasyarat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi versi barat adalah bahwa manusia harus melepaskan dirinya dari alam lingkungannya atau ekosistemnya, dan menempatkan diri sebagai pemilik alam. Sikap ingin menguasai dan mengeksploitasi inilah kemudian menjadi sumber terjadinya krisis lingkungan (Yavie, 2006:37). Islam memandang bahwa agama tidak bentrok dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena ilmu tidak bersifat sekuler. Bahkan nilainilai agama selalu menjiwai ilmu dan teknologi. Dalam pandangan Islam, hidup manusia tidaklah terpisah dari ekosistemnya, melainkan terintegrasi. Persoalan lingkungan hidup bukan sekedar masalah sampah, pencemaran, pengrusakan hutan, atau pelestarian alam dan sejenisnya, melainkan sebagai bagian dari suatu pandangan hidup itu sendiri. Kesenjangan yang telah diakibatkan oleh pemujaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, kemiskinan dan keterbelakangan yang disebabkan oleh struktur yang tidak adil, dan ditunjang oleh kebijakan pembangunan yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi, telah berdampak besar pada munculnya masalah lingkungan yang lebih besar. (Yavie, 2006:38) Mendasarkan pada uraian yang disampaikan Yavie, disimpulkan bahwa tidak ada pemisahan antara ilmu dan agama. Di samping itu juga manusia tidak terpisah dari lingkungannya. Konsep pengelolaan lingkungan menurut Islam yang dikutip dalam Alim (2006), didasarkan pada tiga tahapan. Pertama, manusia diposisikan sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana dijelaskan dalam QS al-Baqarah (2:30), Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Sebagai konsekuensinya, manusia adalah pengemban amanat Allah SWT untuk menjaga, memelihara, dan mengembangkan alam demi kepentingan kemanusiaan. Artinya manusia bertanggung jawab terhadap 12 Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN kelestarian lingkungan hidup dan keseimbangan ekosistem yang sudah sedemikian rupa diciptakan oleh Allah SWT. Menjadi khalifah di muka bumi merupakan kepercayaan yang diberikan Allah SWT kepada manusia sehubungan dengan kapabilitas manusia yang layak untuk dijadikan khalifah. Kedua, adanya larangan untuk membuat kerusakan di muka bumi, sebagaimana firman Allah dalam QS al-A’raaf ayat (7:56): Artinya: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan dimuka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”. Kerusakan yang dilakukan oleh manusia sebagai cerminan dari aksioma kerakusan manusia terhadap lingkungannya, dan rendahnya tingkat keimanan seseorang. Dampak kerusakan bukan hanya menimpa manusia, namun juga makhluk yang lain, serta seluruh isi bumi. Ketiga, tugas manusia adalah menjaga kelestarian, dengan cara agar selalu menjaga keseimbangan lingkungan hidup. Sebagaimana firman Allah dalam QS alHijr (15:19), Artinya: “Dan kami telah menghamparkan padanya gunung-gunung dan kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran”. Allah telah menciptakan gunung-gunung yang berfungsi untuk mengatur arus angin, dan dalam gunung ditumbuhi pohon-pohon yang akan menghalangi derasnya arus air pada saat hujan, sehingga tidak sampai terjadi banjir yang dapat menimbulkan kesengsaraan manusia. Yavie (2006), menyatakan bahwa sumbangannya terhadap lingkungan hidup terkait dengan tiga hal, yaitu: (1) Pelestarian dan pengamanan lingkungan hidup dari kerusakannya adalah bagian dari iman. (2) Melestarikan dan melindungi lingkunga hidup adalah kewajiban setiap orang yang berakal dan baligh. (3) Pemeliharaan dan perlindungan lingkungan hidup (hifdh al-bi’ah) masuk dalam kategori komponen utama 13 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) dalam kehidupan manusia, sehingga komponen dasar kehidupan manusia tidak hanya lima, tetapi enam, yaitu: perlindungan kehormatan, perlindungan akal, perlindungan harta kekayaan, perlindungan keturunan, perlindungan agama, dan perlindungan lingkungan hidup. Hamdan (2007) menyatakan bahwa ruhani yang sehat adalah hadirnya keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, sehingga akan terkoordinasi kerja jiwa, hati, akal pikiran, indera, jasad, dan perilaku. Kecerdasan ruhani dibangun di atas kesehatan ruhani, dan keduanya dibangun di atas Tauhid. Indikasi keberhasilan secara vertikal adalah lahirnya keimanan, keislaman, keihsanan, dan ketauhidan secara integral, atau disebut sebagai takwa yang sesungguhnya. Hamdan (2007), mengidentifikasikan terdapat empat macam potensi ketauhidan, yaitu: tauhid uluhiyyah, tauhid rububiyyah, tauhid ubudiyyah, dan tauhid khuluqiyyah. Tauhid Uluhiyyah merupakan kemampuan bersikap dan berkeyakinan yang kuat dalam diri, bahwa yang maha disembah dan tempat bergantungnya semua makhluk hanyalah kepada Allah SWT. Sikap dan keyakinan uluhiyyah apabila dilatih dan dikembangkan dengan baik dan benar maka insya Allah akan melahirkan kecerdasan ruhaniah. Melaui kecerdasan ruhaniah, seseorang hamba akan bermunajat, berdialog, ber-muwajah, dan memahami hakikat wahyu dan alam semesta. Tauhid Rububiyyah merupakan kemampuan bersikap dan berkeyakinan yang kuat dalam diri, bahwa Yang Maha Pencipta, Yang Maha Memiliki, Yang Maha Mendidik, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Memimpin, Yang Maha Memperbaiki, Yang Maha Mengatur, Yang Maha Menyembuhkan, dan Yang Maha Memusnahkan seluruh alam semesta dan makhluk-Nya hanyalah Allah SWT. Sikap dan keyakinan rububiyyah apabila dilatih dan dikembangkan dengan baik dan benar , insya Allah akan melahirkan kecerdasar berpikir. Kecerdasan berpikir maka seorang hamba akan dapat merenungkan, memahami, dan menganalisisi hakikat segala pesan ketuhanan yang terhampar pada seluruh aktivitas alam besar dan alam kecil. Melalui kecerdasan berpikir, seseorang akan dapat memperoleh power, aktivitas, dan kharisma dalam mendidik, memimpin, mengatur, dan malakukan perbaikan pada diri dan lingkungannya. Tauhid Ubudiyyah merupakan kemampuan bersikap dan berkeyakinan yang kuat dalam diri, 14 Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN bahwa ibadah vertikal (shalat, puasa, zikir, berdoa, membaca Qur’an dan haji) serta ibadah horisontal (dakwah dan jihad menegakkan hidup dan kehidupan yang benar), semata-mata dapat dilakukan karena kekuatan, pertolongan, dan anugerah Allah SWT. Artinya ibadah-ibadah yang kita lakukan semata-mata dari Allah, dengan Allah, bersama Allah, untuk Allah, dan kepada Allah. Sikap ubudiyyah apabila dilatih dan dikembangkan dengan baik dan benar, maka insya Allah akan melahirkan kecerdasan berjuang (adversity intelligence). Kecerdasan berjuang seorang hamba akan mengakibatkan peningkatan daya juang dan bersaing dalam meraih kesuksesan hidup, menjauhkan seseorang dari sikap berputus asa dalam meraih karunia dan rahmat Allah. Tauhid Khuluqiyyah merupakan kemampuan bersikap dan berkeyakinan yang kuat dalamya diri, bahwa tidak ada yang dapat berperilaku atau berakhlak yang baik dan benar, yang terpuji dan tercela, yang lembut dan kasar, yang indah dan jelek, yang benar dan salah, melainkan atas ijin Allah Swt, sebagaimana dijelaskan dalam QS ash-Shaffat 37:96, yang artinya: Dan Allah yang telah menciptakan kamu, serta apa-apa yang kamu perbuat. Sikap tauhid khulukiyah apabila dikembangkan dengan baik dan benar, insya Allah akan melahirkan kecerdasan perasaan. Seorang hamba dengan kecerdasan perasaan dapat berperilaku positif dan bermanfaat baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Upaya untuk menyucikan dan menyehatkan keyakinan kepada Allah Swt hanya dapat dilakukan dengan bertauhid kepada Allah Swt. Hamdan (2007) mengelompokkan empat macam tauhid, yaitu: tauhid kepada Af’al Allah Swt, tauhid kepada namanama Allah, bertauhid kepada sifat-sifat Allah, dan bertauhid kepada zat Allah. Konsep normatif yang terkait dengan permasalahan lingkungan hidup yang diuraikan oleh Alim (2006) dan Yavie (2006) mengindikasikan bahwa keimanan merupakan landasan utama dalam mengelola dan mengatasi masalah-masalah lingkungan hidup. Sementara itu kepedulian terhadap lingkungan tidak dapat terlepas dari nilai-nilai tauhid yang ada dalam diri manusia. Alim (2006) memunculkan tiga tahapan dalam pengelolaan lingkungan, yaitu: manusia sebagai khalifah memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan bumi, larangan untuk berbuat kerusakan, dan kewajiban untuk 15 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) menjaga keseimbangan lingkungan. Mendasarkan pada konsep normatif tentang pengelolaan lingkungan, maka perlu dijabarkan secara lebih operasional dan aplikatif melalui berbagai variabel yang perlu ditindaklanjuti untuk dikaji, sehingga konsep yang ada dapat diimplementasikan. Kepedulian terhadap masalah lingkungan diawali dengan adanya keyakinan bahwa manusia tidak terlepas dari ekosistemnya, melainkan harus terintegrasi (Yavie, 2006). Keyakinan inilah kemudian mengkondisikan manusia dituntut untuk memiliki inisiatif terhadap perbaikan dalam upaya untuk meningkatkan kinerja lingkungan. Sebagai seorang khalifah tentunya manusia memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar, terutama dalam melestarikan lingkungan. Niat dan komitmen yang tinggi merupakan persyaratan utama bagi manusia untuk dapat mewujudkan kualitas dan kebersihan lingkungan. Dalam beberapa hadits dijelaskan tentang pentingnya berbagai upaya dalam menjaga kualitas dan kebersihan lingkungan. Nabi Muhammad SAW bersabda: Jagalah kebersihan dengan segala usaha yang mampu kamu lakukan. Sesungguhnya Allah menegakkan Islam di atas prinsip kebersihan. Dan tak akan masuk syurga, kecuali orang-orang yang bersih (HR Thabrani). Dijelaskan pula dalam Hadits riwayat Muslim, yang bunyinya: Bahwasannya semua pekerjaan itu diawali dengan niat, dan bahwasannya pekerjaan seorang itu tergantung pada niatnya. Di samping itu manusia juga harus memiliki komitmen yang tinggi dalam upaya untuk memperbaiki kualitas lingkungan. Dalam Hadits Nabi lainnya yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik berbunyi: Tidak sempurna iman seseorang yang tidak mempunyai amanah, dan tidak sempurna keberagaman seseorang yang tidak mempunyai komitmen. Jadi kepedulian manusia untuk memelihara kualitas lingkungan sangat ditentukan oleh seberapa jauh niat dan komitmen yang dimiliki. Islam memandang bahwa antara alam dengan manusia merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Manusia ditakdirkan sebagai khalifah atau wakil Allah di muka bumi, sebagaimana dijelaskan dalam QS Al-Baqarah (2:30), yang artinya: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Sebagai seorang khalifah, tugas yang diemban manusia untuk memelihara dan melestarikan bumi sangat berat. Untuk menjaga kelangsungan bumi sangat diperlukan sikap yang arif 16 Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN terhadap bumi dan meninggalkan sifat kerakusan. Faktor lain yang penting diperhatikan dalam menciptakan kualitas lingkungan yaitu melalui kerjasama. Dalam Islam, kerjasama merupakan kunci utama untuk mencapai keberhasilan atau tujuan. Dalam QS al-Maidah ayat 2 disebutkan bahwa: Artinya: ”Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. Makna surat al-Maidah ayat 2 mengindikasikan bahwa perlunya tolongmenolong dalam melakukan kebaikan. Dalam pengelolaan lingkungan, kerjasama diantara pihak yang terkait sangat diperlukan untuk mencapai keberlangsungan lingkungan. Kerjasama dalam pengelolaan lingkungan dimaksudkan untuk memanfaatkan dan melestarikan sumber daya alam. Dalam konteks perusahaan, kerjasama dapat dilakukan dengan melibatkan pihak-pihak berbagai pihak yang terkait dengan penciptaan kualitas lingkungan, misalnya: pihak karyawan, pemerintah, supplier, environmentalist, dan pesaing. Karyawan memiliki peran besar dalam menciptakan kegiatan produksi bersih, pemerintah melalui produk-produk regulasi mensyaratkan industri manufaktur untuk memperhatikan lingkungan, supplier terlibat dalam proses pemesanan bahan baku yang ramah lingkungan dan penggunaan energi yang ramah lingkungan, sedangkan pesaing dapat dilibatkan dengan melakukan kerja sama dalam menciptakan kegiatan-kegiatan yang mengacu pada upaya untuk mencegah berbagai macam kerusakan. Berdasarkan pada kajian normatif, Islam memandang bahwa kepedulian terhadap lingkungan didasari oleh tiga hal, yaitu: manusia sebagai khalifah yang harus menjaga lingkungan, tidak melakukan kerusakan di muka bumi, dan manusia harus menjaga kelestarian alam sebagai suatu bentuk amanah manusia kepada Allah. Amanah merupakan segala sesuatu yang dipercayakan kepada manusia, baik yang menyangkut dengan hak dirinya atau hak orang lain atau dengan hak Tuhan. Sementara dalam 17 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) konsep Islam yang mendasarkan pada kajian normatif perlu dijabarkan lebih lanjut, sehingga dapat ditindaklanjuti dengan kajian empirik. Dalam kajian empirik, melalui studi ini akan dikembangkan pada pengelolaan lingkungan perusahaan. Inisiatif lingkungan dalam konteks greening supply chain, menurut Rao (2002:632), sebagai sebuah prakarsa perusahaan untuk memperbaiki kinerja lingkungan perusahaan, memperbaiki komplain, dan meningkatkan keunggulan bersaing. Naffziger (2003:23) mengidentikkan inisiatif lingkungan dengan konsern lingkungan, yang definisinya adalah pentingnya para individu melakukan pemeliharaan lingkungan dan perlindungan lingkungan melalui kegiatan-kegiatan yang mendukung kelestarian lingkungan. Inisiatif lingkungan memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja lingkungan (Rao, 2002). Sementara Ahmed (2004), dalam penelitiannya tentang hubungan antara konsern lingkungan, usaha-usaha lingkungan dan dampaknya terhadap kinerja perusahaan, menyimpulkan bahwa ada hubungan signifikan antara usaha-usaha lingkungan dengan kinerja perusahaan, khususnya terkait dengan kepuasan konsumen dan reputasi perusahaan. Peran sumber daya manusia dalam menjaga lingkungan sangat dominan melaui keterlibatannya dalam aktivitas pengelolaan lingkungan. Rao (2004) menemukan bahwa keterlibatan karyawan (worker involvement) memiliki hubungan langsung dan signifikan terhadap greening production, artinya keterlibatan karyawan merupakan faktor penting dalam mencapai greening production. Penelitian Florida dan Davidson (2001) juga menyimpulkan bahwa keterlibatan karyawan merupakan faktor utama dalam pencapaian pencegahan polusi di perusahaan-perusahaan AS. Manusia sebagai makhluk yang diberi amanah oleh Allah SWT memiliki tanggung jawab yang besar dalam mengelola dan melestarikan lingkungan. Dalam konteks perusahaan, pengelolaan lingkungan untuk menciptakan kinerja lingkungan sangat dipengaruhi oleh seberapa besar kontribusi karyawan dalam menciptakan kualitas lingkungan. Pada kajian empiris, Rao (2002:649) menemukan adanya pengaruh signifikan antara pengelolaan rantai pasokan manajemen lingkungan dengan kinerja lingkungan. Dalam penelitian lain, Rao (2004:310) juga menemukan adanya pengaruh yang signifikan antara integrasi supplier dengan produksi bersih. 18 Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN Kedua hasil penelitian mengindikasikan bahwa integrasi dengan supplier memiliki dampak signifikan terhadap kinerja lingkungan dan kinerja perusahaan. Naffziger (2003:27) menemukan adanya korelasi yang signifikan antara konsern lingkungan dengan kinerja lingkungan. Dalam penelitian ini, kinerja lingkungan diidentikkan dengan usaha-usaha untuk mencapai kualitas lingkungan, seperi: pengurangan konsumsi energi, pengurangan polusi, dan recycling waste. Pengelolaan lingkungan pada dasarnya dimaksudkan untuk menilai seberapa besar pengaruhnya terhadap kinerja lingkungan maupun kinerja perusahaan, sebagai indikator keberhasilan dalam menerapkan berbagai variabel pengelolaan lingkungan. Kinerja perusahaan sebagai ukuran keberhasilan perusahaan terdapat pandangan yang berbeda. Dalam syariah enterprise theory, Islam menggunakan metafora amanah sebagai kiasan untuk melihat, mamahami, dan mengembangkan organisasi bisnis dan sosial (Triyuwono, 2006). Metafora ini memberikan implikasi yang fundamental, terutama dalam konsep manajemen. Bentuk kongkret dari metafora amanah dalam organisasi bisnis adalah realitas organisasi yang dimetaforakan dengan zakat, pelestarian lingkungan alam, dan kepentingan stakeholders. Syariah enterprise theory pada dasarnya memasukkan indirect participant ke dalam distribusi nilai tambah. Menurut Slamet (2001) dalam Triyuwono (2006), indirect participant merupakan pihak yang tidak terkait langsung dengan bisnis perusahaan, seperti: masyarakat mustahiq (penerima zakat, infaq dan shadaqah) dan lingkungan alam. Dalam manajemen lingkungan, kinerja lingkungan dan kinerja perusahaan merupakan indikator keberhasilan perusahaan dalam mengelola lingkungan sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan. Pada tataran teori yang memfokuskan pada kinerja perusahaan terdapat perbedaan pandangan antara enterprise theory dan syariah enterprise theory. Enterprise theory sudah mengacu pada model bisnis kontemporer, artinya keberlangsungan hidup perusahaan tidak ditentukan oleh pemilik perusahaan, tetapi oleh banyak pihak (seperti: pelanggan, kreditor, manajemen, pegawai, pemasok, pemerintah dan lain-lain yang kemudian disebut stakeholders) yang juga sama-sama memiliki kepentingan terhadap perusahaan. Keberhasilan perusahaan akan sangat tergantung 19 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) pada stakeholders, artinya dalam enterprise theory berfikir secara holistik dengan cara mengakui pihak lain selain pemilik perusahaan sebagai pihak yang juga memegang peranan penting bagi kesinambungan hidup perusahaan (Triyuwono, 2006). Sementara dalam syariah enterprise theory menekankan bahwa tujuan keberadaan perusahaan merupakan sebuah metafora amanah, yang diimplementasikan dalam bentuk pembayaran zakat (Triyuwono, 2006). Artinya bahwa organisasi bisnis orientasinya tidak lagi profit-oriented, atau stockholder oriented. Dengan orientasi zakat, perusahaan berusaha untuk mencapai angka pembayaran zakat yang optimum, sehingga laba bersih tidak lagi menjadi ukuran kinerja (performance) perusahaan, tetapi sebaliknya zakat, environment, dan stakeholders menjadi kriteria ukuran kinerja perusahaan (Triyuwono, 2006). Aksioma yang mendasari syariah enterprise theory adalah Allah sebagai pencipta dan pemilik tunggal dari seluruh sumber daya yang ada di bumi. Dalam studi empiris terdapat perbedaan beberapa hasil penelitian. Rao (2002) menyimpulkan bahwa kinerja lingkungan tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja ekonomi, namun melalui variabel kompetitifnes. Sedangkan penelitian Naffzinger (2003) usaha-usaha di bidang lingkungan memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan, dengan pengecualian pada indikator keuntungan, pendapatan, dan efisiensi operasional. Freeman (1994) dalam penelitiannya menemukan bahwa inisiatif lingkungan memiliki dampak negatif terhadap kinerja perusahaan. Namun dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Porter and Linde (1995), Ahmed et al. (1998), menemukan bahwa kepedulian terhadap lingkungan secara proaktif dapat menciptakan keuntungan dalam jangka panjang. Dalam penelitiannya, Clelland et al., (2000) menghadirkan bukti-bukti bahwa praktek-praktek pencegahan polusi dan minimisasi waste akan dapat mencapai efisiensi operasional. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Ahmed et.al., (2003) yang menemukan hubungan positif antara usaha-usaha perbaikan lingkungan perusahaan dengan efisiensi operasional. Pandangan tradisional meyakini bahwa aktivitas lingkungan akan berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan, karena akan menimbulkan investasi besar dalam mencapai lingkungan yang berkualitas (Naffziger, 20 Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN 2003). Disisi lain pandangan tradisional tidak terbukti kebenarannya. Kepedulian terhadap lingkungan secara proaktif akan berdampak pada keuntungan ekonomis dalam jangka panjang, dibuktikan dengan kenyataan bahwa perusahaan yang mencapai kesuksesan karena menggunakan strategi kesadaran lingkungan (Ahmed et al., 1998). Sistem ekonomi adalah ilmu ekonomi yang dilaksanakan dalam praktek. Sementara sistem ekonomi Islam merupakan penerapan ilmu ekonomi dalam praktek sehari-hari bagi individu, keluarga, kelompok masyarakat maupun pemerintah dalam rangka mengorganisir faktor produksi, distribusi dan pemanfaatan barang dan jasa yang dihasilkan tunduk dalam peraturan Islam (Zadjuli, 1999). Sumber terpenting sistem ekonomi Islam adalah alQur’an, al-Hadits dan suri tauladan perilaku tindak ekonomi dalam zaman khalifah. Adapun dalam sistem ekonomi Islam memiliki tugas antara lain: memerangi kebodohan, kemiskinan, kesakitan dan kebathilan. Perbedaan utama antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi selain Islam terletak pada: pertama, asumsi dasar yang digunakan adalah syariah Islam yang diberlakukan secara menyeluruh baik terhadap individu, keluarga, kelompok masyarakat, usahawan maupun pemerintah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik untuk keperluan jasmaniah maupun rohaniah. Kedua, prinsip ekonomi adalah asas efisiensi dan manfaat dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan alam. Ketiga, motif ekonomi Islam adalah mencari keberuntungan di dunia dan di akhirat selaku Khalifatullah dengan jalan beribadah dalam arti luas. (Zadjuli, 2007). Pada tataran pengelolaan perusahaan, dalam sistem ekonomi Islam memiliki dimensi tugas yang sangat lengkap dan komprehensif. Pengelolaan perusahaan bukan hanya untuk kepentingan mendapatkan keuntungan, namun kepentingan karyawan sebagai stakeholders juga mendapatkan prioritas melalui peningkatan pengetahuan, kecukupan pendapatan, kesehatan, dan pemenuhan hak-hak karyawan. Kesejahteraan karyawan tidak hanya sekedar pada tuntutan kebutuhan jasmani, namun juga perlu adanya keseimbangan dengan kebutuhan rohani. Tujuan ekonomi Islam adalah merealisasikan tujuan manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat (falah), serta kehidupan yang baik dan terhormat. Sebagaimana dijelaskan dalam QS al-Qashash (28:77), 21 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) yang artinya: ”Dan carialah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagiamu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. Kesejahteraan dalam pandangan Islam didasarkan pada kebahagiaan dunia dan akhirat, serta kehidupan yang lebih terhormat. Falah mencakup tiga pengertian, yaitu: kelangsungan hidup (baqa’), kebebasan dari kemiskinan (ghana), serta kekuatan dan kehormatan (’izz). Sementara untuk kehidupan akhirat, falah mencakup pengertian kelangsungan hidup yang abadi, kesejahteraan abadi, kemuliaan abadi, dan pengetahuan yang bebas dari segala kebodohan (Anto, 2003). Falah hanya dapat dicapai dengan suatu tata kehidupan yang baik dan terhormat, yang dapat dicapai dengan implementasi secara kaffah terhadap syariat Islam. Dengan berIslam secara kaffah berarti menjadikan Islam sebagai sistem kehidupan, bukan sekedar pedoman ritual antara manusia dengan Tuhannya saja. Dalam sistem ekonomi Islam ditegaskan bahwa tugas utamanya adalah memerangi kebodohan, kemiskinan, kesakitan dan kebathilan. Keempatnya juga digunakan sebagai ukuran atau indikator tingkat kesejahteraan baik individu, keluarga, maupun masyarakat. E. Lingkungan dan Analisis Intuitif Analisis intuitif dimaksukan untuk mengkaji berbagai temuan dalam studi dan dikaitkan dengan nilai-nilai normatif yang tekandung dalam alQur’an dan Hadits serta memberikan kajian secara lebih komprehensif dan mendalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan ditinjau dari sudut pandang agama Islam. Pengelolaan lingkungan hidup sangat terkait dengan tingkat ketauhidan manusia sebagai pengelola. Hope dan Young (1994), berpedapat bahwa tauhid adalah salah satu kunci untuk memahami masalah lingkungan hidup. Tauhid merupakan pengakuan kepada ke-Esa-an Allah serta pengakuan 22 Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN bahwa Dia-lah pencipta alam semesta. Sebagaimana firman Allah dalam QS al-An’am ayat 79, yang artinya: Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. Alim (2006) mengkaitkan masalah lingkungan dengan tingkat iman seseorang. Kerusakan lingkungan merupakan cerminan dari turunnya kadar keimanan manusia. Rasulullah SAW dan para sahabat telah memberikan teladan pengelolaan lingkungan hidup yang mengacu kepada tauhid dan keimanan. Dampak langsung dari ilmu tanpa iman adalah kerusakan lingkungan hidup. Alim (2006) menyatakan juga bahwa kerusakan lingkungan sebagai akibat dari aksioma kerakusan yang digunakan oleh para pengusaha sebagai prinsip dalam pengelolaan perusahaan. Praktekpraktek aksioma kerakusan merupakan salah satu penyebab eksploitasi sumber daya alam yang pada akhirnya akan membuat bencana kerusakan lingkungan. Prinsip aksioma kerakusan adalah the more is the better atau makin banyak makin bagus. Penerapan aksioma kerakusan semakin banyak digunakan oleh produsen maupun konsumen. Hope dan Young (1994), mengatakan bahwa banyak pejabat dan ilmuwan di negara Islam melihat isu lingkungan tergantung pada penguasaan teknologi yang bersumber dari peradaban barat. Oleh karena itu pemeliharaan lingkungan hidup lebih mengutamakan pendekatan yang dikembangkan di negara maju, daripada melakukan pendekatan yang sesuai dengan ajaran Islam. Pola pikir barat memberikan peluang negara-negara barat untuk mengendalikan negara Islam yang miskin pengetahuan akan masalah lingkungan. Masalah lingkungan hidup belum dikelola secara serius sebagai bagian integral dari dakwah Islamiyah. Pernyataan ini didukung oleh pendapat Yafie (2006) yang menyatakan bahwa Islam memandang bahwa agama tidak bentrok dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena ilmu tidak bersifat sekuler. Bahkan nilai-nilai agama selalu menjiwai ilmu dan teknologi. Dalam pandangan Islam, hidup manusia tidaklah terpisah dari ekosistemnya, melainkan terintegrasi. Pemeliharaan, pelestarian dan pengembangan lingkungan diakui sebagai bagian dari lima maslahat pokok 23 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) atau lima komponen utama (Qaradhawi, 2002). 1) Menjaga lingkungan sama dengan menjaga agama (hifdh ad-din). Segala usaha pemeliharaan lingkungan sama halnya dengan usaha menjaga agama. Perbuatan mencemari lingkungan merupakan perbuatan dosa yang akan menodai substansi dari keberagamaan yang benar, dan secara tidak langsung meniadakan tujuan eksistensi manusia di permukaan bumi ini. Perbuatan pencemaran juga menodai fungsi kekhalifahan yang dibebankan pada manusia, karena bumi ini bukan milik manusia, tetapi milik Allah. Firman Allah dalam QS al-A’raf; 128, yang artinya: Dia wariskan bumi kepada siapa saja yang dikehendakiNya dari hamba-hambaNya. Ayat ini menunjukkan bahwa manusia tidak boleh lupa bahwa dia diangkat menjadi khalifah karena kekuasaan Allah di atas bumi milik-Nya. Tidak sepatutnya manusia bertindak seakan-akan raja yang tidak akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa-apa yang telah dikerjakan. 2) Menjaga lingkungan sama dengan menjaga jiwa (hifdh al-nafs). Perlindungan terhadap jiwa artinya perlindungan terhadap kehidupan psikis manusia dan keselamatannya. Rusaknya lingkungan sebagai akibat dari semakin banyaknya polusi dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan produksi, dan pelecehan terhadap prinsip-prinsip keseimbangannya akan membahayakan kehidupan manusia. Antusiasme Islam sangat besar sekali dalam menjaga keberlangsungan kehidupan manusia, dengan menjadikan kasus pembunuhan terhadap jiwa sebagai sebuah dosa besar. Sebagaimana firman Allah dalam QS al-Maidah ayat 32 yang artinya: “Barang siapa yang membunuh seorang manusia, dan membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan manusia seluruhnya”. Ayat ini menegaskan bahwa barangsiapa yang menyia-nyiakan sebuah jiwa, maka seakan-akan dia telah menyia-nyiakan seluruh jiwa manusia, 24 Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN karena antara jiwa yang satu dengan yang jiwa yang lainnya tidak ada perbedaan. 3) Menjaga lingkungan sama dengan menjaga keturunan (hifdh al-nasb). Keturunan yang dimaksud adalah keturunan umat manusia di atas bumi. Perbuatan yang menyimpang dengan mengambil sumber-sumber kekayaan yang menjadi hak orang lain akan mengancam generasi masa depan, karena perbuatan ini merupakan penyebab kerusakan. Nabi Muhammad SAW bersabda: Sesungguhnya jika kamu meninggalkan anak-anakmu dalam keadaan kaya, itu lebih baik daripada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin dan meminta-minta pada orang lain. (HR Al-Bukhari dan Muslim, diriwayatkan oleh Sa’ad bin Abi Waqqas) 4) Menjaga lingkungan sama dengan menjaga akal (hifdh al-aql). Menjaga lingkungan disetarakan dengan maslahat pokok keempat, yaitu menjaga akal. Maslahat ini merupakan jembatan ke arah pemberlakuan taklif dalam Islam, maka barang siapa tidak mempunyai akal, tidak ada beban yang wajib ditanggungnya, dan segala amal perbuatannya tidak akan ditulis. Menjaga lingkungan dalam pengertian luas mengandung arti menjaga manusia dengan seluruh unsur penciptaannya: jasmani, akal dan jiwa. Maka upaya menjaga keberlangsungan hidup manusia tidak akan berjalan, kecuali kalau akalnya dijaga. Berbagai bentuk perusakan terhadap lingkungan, selain berbahaya bagi dirinya juga berbahaya bagi orang lain. Perlindungan terhadap lingkungan sama halnya dengan menjaga keseimbangan dalam berpikir, keseimbangan antara hari ini dan hari esok, antara yang maslahat dan yang merusak, antara kenikmatan dan kewajiban, antara kekuatan dan kebenaran. 5) Menjaga lingkungan sama dengan menjaga harta (hifdh al-mal). Allah berfirman dalam QS an-Nisa ayat 5, yang artinya: “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan”. Harta tidak hanya uang dan emas, namun juga termasuk bumi, pohon, tanaman, air, udara, binatang, dan barang tambang. Jadi menjaga lingkungan juga identik dengan keharusan menjaga harta dalam segala bentuk dan 25 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) jenisnya. Pelaksanaan dari komitmen menjaga lingkungan adalah dengan menjaga dan melestarikan sumberdaya dan tidak mengeksploitasi tanpa tujuan dan kepentingan yang jelas. Sementara itu Yafie (2006) dalam sumbangan pemikirannya bagi teologi lingkungan hidup, menyatakan beberapa ketentuan sebagai berikut: 1) Pelestarian dan pengamanan lingkungan hidup dari kerusakannya adalah bagian dari iman. Kualitas keimanan seseorang bisa diukur salah satunya dari sejauh mana sensitifitas dan kepedulian orang tersebut terhadap kelangsungan lingkungan hidup. 2) Melestarikan dan melindungi lingkungan hidup adalah kewajiban setiap orang yang berakal dan baligh (dewasa). 3) Pemeliharaan dan perlindungan lingkungan hidup (hafdh al-bi’ah) masuk dalam kategori komponen utama dalam kehidupan manusia. Dengan demikian komponen dasar kehidupan manusia tidak lagi lima, tetapi menjadi enam, ditambah dengan komponen lingkungan hidup (hifdh al-bi’ah) Qaradhawi, (2002) memiliki tinjauan yang lebih luas lagi tentang pemeliharaan lingkungan. Pemeliharaan lingkungan dapat ditinjau dari tiga perspektif, yaitu: perspektif Ushuluddin, perspektif Ilmu Etika, dan perspektif Ilmu Fiqih. a. Pemeliharaan lingkungan dalam perspektif Ushuluddin. Ilmu Ushuluddin berhubungan erat dengan masalah pemeliharaan lingkungan dan semua elemen penciptaannya, baik yang meliputi makhluk hidup ataupun mati, yang berakal atau tidak. Semua elemen itu merupakan wujud nyata ciptaan Allah SWT agar bersujud kepada-Nya dan menyucikan-Nya dengan pujian-pujian. Manusia memiliki peran penting dalam pemeliharaan lingkungan setelah sanggup menerima amanat (QS Al-Ahzab: 72). Peran manusia tidak dapat terlepas tujuan-tujuan yang sangat mulia ditengah-tengah kehidupan manusia. Tujuan pertama; untuk mengabdi kepada Allah (QS Adz-Dzariyat: 26 Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN 56). Ibadah meliputi segala sesuatu yang disenangi Allah dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, sehingga bentuk ibadah mencakup semua aspek kehidupan. Tujuan kedua; manusia sebagai khalifah di atas bumi(QS Al-Baqarah: 30). Untuk mewujudkan praktek kekhalifahan, manusia dituntut untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, serta menyiarkan kebaikan dan kemaslahatan. Tujuan ketiga: manusia diberi tanggung jawab untuk membangun peradaban di muka bumi, sebagaimana firman Allah dalam QS Hud:61; “Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan pemakmurnya”. Arti kata menjadikan pemakmurnya mengandung pesan pada manusia untuk membangunnya. Usaha membangun bumi akan sempurna lewat cara menanam, membangun, memperbaiki, dan menghidupi serta menghindarkan diri dari hal-hal yang merusak. b. Pemeliharaan lingkungan dalam perspektif Ilmu Etika Allah berfirman dalam QS An-Nahl:128 Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Agama memerintahkan untuk bertakwa kepada Allah dan terhadap sesama merupakan koridor untuk tetap bersama-Nya,sekaligus berinteraksi dengan sesama manusia. Bagi seorang mukallaf tuntutan ini harus dilaksanakan setiap waktu dan terhadap segala sesuatu diantaranya adalah lingkungan dan alam sekitar. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Umar bin Khatab disebutkan bahwa: Ihsan itu adalah kamu beribadah pada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, dan apabila kamu tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu. Pesan Islam yang menyinggung pentingnya memberi perhatian terhadap lingkungan adalah bersikap baik terhadap lingkungan beserta seluruh elemennya, misalnya berbuat baik terhadap sesama, berbuat baik terhadap hewan, tumbuhan, air, udara dan sebagainya. Inti dari agama bukan sekedar melaksanakan praktek-praktek ibadah yang sudah ditentukan. Agama merupakan dasar untuk memperbaiki pergaulan sesama manusia dalam kondisi apapun, yang dimulai 27 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) dari sikap taat kepada Allah, pada diri sendiri, pada zat manusia yang meliputi unsur jasmani, rohani, serta sikap terhadap manusia, sekeliling kita, tetangga dekan dan jauh, yang muslim maupun kafir, serta pada seluruh isi jagat raya yang hidup maupun yang mati, yang diam ataupun yang dapat bicara, yang berakat maupun tidak. Sebuah prinsip sederhana dan sangat indah yang diberikan Islam dalam kerangka hubungan manusia dengan lingkungan serta dengan seluruh jagat, adalah upayanya untuk menumbuhkan rasa cinta pada sekelilingnya yang terdiri dari makhluk hidup dan makhluk mati c. Pemeliharaan lingkungan dalam perspektif Ilmu Fikih. Hubungan ilmu fikih dengan pemeliharaan lingkungan, pelestarian dan perlindungannya dari segala hal yang membahayakan dan merusak merupakan hubungan yang memiliki rambu-rambu yang jelas. Ilmi fikih adalah ilmu yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, dengan dirinya, dengah keluarga dan masyarakatnya, dan dengan alam sekitarnya, sesuai dengan hukum-hukum syariat yang sudah dikenal luas, yaitu: wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah. Hubungan fikih dengan lingkungan tidak hanya terbatas pada wilayah hukum, tetapi juga berhubungan erat dengan kapasitasnya sebagai dasar pembentukan hukum secara universal. Prinsip dalam illmu fikih yang terkait dengan lingkungan adalah Ladharara wa la dhirar, yang artinya tidak berbahaya dan tidak membahayakan (Hadis Nabawi). Syariat Islam dengan beragam madzhab dan ijma’, mewajibkan pemeliharaan secara kolektif dari penyimpangan-penyimpangan individual. Kebebasan tidaklah bersifat mutlak karena dibatasi oleh orang lain. Manusia sebagai khalifah di muka bumi dan diberikan amanah oleh Allah SWT untuk mengelola bumi memiliki tanggungjawab yang besar dalam memperlakukan makhluk Allah yang laiinya, seperti bumi, tanah, dan air. Perlakuan baik dan ramah tidak hanya berlaku bagi makhluk hidup saja, namun juga terhadap semua makhluk. Nabi Muhammad bersabda yang diriwayatkan oleh Muslim dari Syadad bin Aus: “Sesungguhnya Allah 28 Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN mewajibkan perlakuan yang baik terhadap segala sesuatu”. Hadits ini mengindikasikan bahwa orang-orang yang baik akan selalu berinteraksi dengan Allah berdasarkan takwa, serta berinteraksi dengan makhluk-Nya secara baik-baik. Allah telah menciptakan bumi yang layak untuk dihuni, dijadikan tempat bertani dan berkebun, dan dijalin ikatan kuat antara manusia dengan bumi. Bumi memberikan jaminan semua makhluk untuk bisa hidup. Allah telah memerintahkan kita agar memperlakukan bumi dengan ramah, memperbaikinya, serta tidak membuat kerusakan di atasnya. Semua ini merupakan bentuk pemenuhan amanah kekhalifahan yang kita emban, dengan mensyukuri nikmat-Nya, serta melaksanakan pembangunan di atasnya. Memperlakukan tanah dengan baik, dengan cara tidak membuang limbah di tanah akan menyebabkan fungsi tanah dapat optimal. Pemanfaatan air dengan baik sebagai salah satu bentuk perbuatan baik terhadap makhluk mati. Firman Allah dalam QS Al Anbiya:30 “Dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup”. Air merupakan faktor utama yang mendorong manusia untuk menetap, dan secara otomatis mendorong majunya peradaban mereka. Keberadaan air menunjukkan adanya tanda-tanda kehidupan. Perlakukan terhadap air meliputi tiga hal. Pertama, manusia harus merasakan air sebagai nikmat Allah yang wajib disyukuri. Rosul mengajarkan kepada setiap muslim agar setelah berwudhu membaca: Asyhadu alla ilaha illallah wahdahu la syarika la, wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuluh, yang artinya: Ya Allah, jadikanlah aku dari golongan orang-orang yang bertaubat, dan jadikanlah aku dari golongan orang-orang yang bersuci. Kedua, manusia harus menjaganya agar selalu bersih dan sehat serta tidak mencemarinya dengan zat apapun yang dapat mengubah air itu dari fitrahnya. Bentuk kesyukuran terhadap nikmat air harus diimplementasikan dengan memanfaatkannya secara proporsional, bukan merusak dan menggunakannya dalam rangka berbuat maksiat terhadap Allah. Ketiga, menggunakan air dengan cara yang tidak sia-sia dan berlebih-lebihan, sebab seorang muslim dilarang menggunakan segala sesuatu secara berlebihan. Beberapa sahabat, seperti Aisyah, Jabir, dan Safinah yang meriwayatkan Nabi, bahwa beliau berwudhu hanya dengan satu sepertiga liter, dan mandi dengan lima liter air. 29 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) F. Tinjauan Teoritis Lingkungan Islami Revolusi pemikiran tentang lingkungan menurut Berry dan Rondinelli (1998), terjadi dalam tiga tahap, yaitu: (1) tahun 1960-an dan 1970-an berawal dari krisis lingkungan, perusahaan berusaha untuk melakukan pengawasan terhadap kerusakan-kerusakan yang terjadi. (2) Tahun 1980an merupakan era reaktif yang berusaha untuk menepati segala peraturan pemerintah tentang lingkungan dan meminimisasi biaya komplain. Era 1990an perusahaan sudah menyadari perlunya pendekatan proaktif terhadap tuntutan lingkungan dengan mengantisipasi dampak lingkungan terhadap kegiatan operasional perusahaan, antara lain dengan berusaha mengurangi waste dan dampak yang ditimbulkan oleh polusi dan menemukan cara-cara positif untuk memperoleh keunggulan melalui peluang bisnis dengan total quality environmental management (TQEM). Sementara Berry dan Rondinelli (1998) juga menyatakan bahwa terdapat empat faktor pendorong bagi perusahaan dalam menerapkan proactive corporate environmental management (PCEM), yaitu tuntutan peraturan, kekuatan stakeholders, kepentingan persaingan dan faktor biaya. Strategi perusahaan secara proaktif di bidang lingkungan yang dibangun berdasarkan prinsip-prinsip manajemen khususnya dalam mengurangi waste merupakan respon dari permintaan konsumen dan stakeholders. Konsumen cenderung menuntut proses produksi dan produk yang clean. Perusahaan dituntut untuk dapat memberikan kepuasan kepada konsumen maupun stakeholders, yang dapat dilakukan melalui pendefinisian ulang misi perusahaan, memperbaiki sistem nilai yang berlaku, dan menemukan caracara melalui manajemen perubahan, percepatan pelatihan dan pendidikan, serta modifikasi perilaku seluruh organisasi. Dalam studi empiris terdapat perbedaan beberapa hasil penelitian. Rao (2002) menyimpulkan bahwa kinerja lingkungan tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja ekonomi, namun melalui variabel kompetitifnes. Sedangkan penelitian Naffzinger (2003) usaha-usaha di bidang lingkungan memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan, dengan pengecualian pada indikator keuntungan, pendapatan, dan efisiensi operasional. Freeman (1994) dalam penelitiannya menemukan bahwa inisiatif lingkungan memiliki dampak negatif terhadap kinerja perusahaan. Namun dalam penelitian 30 Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN lain yang dilakukan oleh Porter and Linde (1995), Ahmed et al. (1998), menemukan bahwa kepedulian terhadap lingkungan secara proaktif dapat menciptakan keuntungan dalam jangka panjang. Dalam penelitiannya, Clelland et al., (2000) menghadirkan bukti-bukti bahwa praktek-praktek pencegahan polusi dan minimisasi waste akan dapat mencapai efisiensi operasional. Sementara pandangan tradisional meyakini bahwa aktivitas lingkungan akan berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan, karena akan menimbulkan investasi besar dalam mencapai lingkungan yang berkualitas (Naffziger, 2003). Disisi lain pandangan tradisional tidak terbukti kebenarannya. Kepedulian terhadap lingkungan secara proaktif akan berdampak pada keuntungan ekonomis dalam jangka panjang, dibuktikan dengan kenyataan bahwa perusahaan yang mencapai kesuksesan karena menggunakan strategi kesadaran lingkungan (Ahmed et al., 1998). Dalam Islam, konsep pengelolaan lingkungan dimulai dengan tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi, kemudian larangan-larangan untuk berbuat kerusakan, dan kewajiban untuk menjaga kelestarian bumi demi kepentingan seluruh umat. Islam bukanlah semata-mata mengatur ibadah, kepentingan tiap-tiap pribadi dengan Allah saja, tetapi juga memikirkan dan mengatur masyarakat. Allah telah memberikan tuntunan dalam al-Qur’an tentang lingkungan hidup menurut ajaran Islam. Misi manusia sebagai khalifah di muka bumi adalah memelihara lingkungan hidup, dilandasi dengan visi bahwa manusia harus lebih mendekatkan diri pada Allah. Pengelolaan lingkungan dalam Islam dengan mendasarkan pada ayat-ayat al-Qur’an terbagi dalam dua tahapan, yaitu tahapan filosofis dan tahapan operasional. Tahapan filosofis terdiri dari tiga konsep, yaitu konsep Tauhid, konsep Khalifah, dan konsep Amanah. Sementara pada tahapan operasional, meliputi: pelestarian lingkungan hidup, keseimbangan lingkungan hidup, dan keberlangsungan lingkungan. Berbagai ayat al-Qur’an yang mendukung kedua tahapan dalam pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut: 1. Tauhid adalah pengakuan kepada keesa-an Allah serta pengakuan bahwa Dia-lah pencipta alam semesta ini. Pemahaman bahwa Allah bersifat esa merupakan salah satu kunci bagi manusia dalam memahami masalah lingkungan hidup. Sebagaimana firman Allah 31 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) dalam QS al-An’aam (6:79): 2. 3. Artinya: ”Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan”. Manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Khalifah di muka bumi bukanlah sesuatu yang otomatis didapat ketika manusia lahir ke bumi. Manusia harus membuktikan terlebih dahulu kapasitasnya sebelum dianggap layak untuk menjadi khalifah. Dijelaskan dalam QS al-Baqarah (2:30): Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Allah telah memberikan kelebihan bagi manusia dibandingkan makhluk-makhluk lainnya, dengan memberikan akal dan kemampuan rohani sehingga dapat melaksanakan tugas-tugasnya sebagai wakil Allah di atas bumi sekaligus membawa beban amanah, sebagaimana dijelaskan dalam QS al-Ahzab ayat 72. Artinya: Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat[1233] kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. 32 Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN 4. 5. 6. Manusia sebagai khalifah di muka bumi diberikan amanah dan kewajiban untuk melestarikan lingkungan hidup. Adapun rujukan dalil ini adalah QS al-A’raaf (7:56): Artinya: ”Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepadanya”. Selanjutnya tugas manusia tidak hanya melestarikan lingkungan, namun juga menjaga keseimbangan lingkungan. Dalil yang mengurai tugas manusia untuk menjaga keseimbangan lingkungan hidup, seperti yang difirmankan Allah dalam QS al-Hijr (15:19): Artinya: ”Dan kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran”. Menjaga keberlangsungan bumi merupakan tugas utama setiap manusia, sehingga perlu diciptakan usaha-usaha untuk memelihara keberlanjutan (sustainability) bumi. Dalil ini bersumber dari QS arRuum (30:48): Artinya: ”Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya, tiba-tiba mereka menjadi gembira”. Islam memandang bahwa agama tidak bentrok dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena ilmu tidak bersifat sekuler. Dalam 33 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) pandangan Islam, hidup manusia tidaklah terpisah dari ekosistemnya, melainkan terintegrasi. Kesenjangan yang telah diakibatkan oleh pemujaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, kemiskinan dan keterbelakangan yang disebabkan oleh struktur yang tidak adil, dan ditunjang oleh kebijakan pembangunan yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi, telah berdampak besar pada munculnya masalah lingkungan yang lebih besar. (Yavie, 2006:38). Dalam studi yang dilakukan oleh Budhi (2010), terdapat beberapa temuan teoritis yang melitputi: 1. Pengelolaan lingkungan yang terintegrasi, meliputi niat untuk memperbaiki lingkungan, melibatkan karyawan, dan integrasi dengan supplier memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja lingkungan, kinerja perusahaan, penyerapan tenaga kerja, dan kesejahteraan karyawan. 2. Terdapat pengaruh signifikan antara kinerja lingkungan dengan kinerja perusahaan, dan kesejahteraan karyawan. 3. Penyerapan tenaga kerja memiliki pengaruh signifikan terhadap kesejahteraan karyawan. juga menemukan adanya pengaruh positif dan signifikan antara pengelolaan lingkungan dengan kinerja lingkungan maupun dengan kinerja perusahaan. G. Analisis Kualitatif Analisis kualitatif merupakan analisis yang digunakan untuk menjawab dan membahas tujuan penelitian yang tidak dianalisis dengan pendekatan kuantitatif. Apakah fungsi manusia sebagai khalifah di muka bumi sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam yang tertera dalam QS. al-Baqarah ayat 30 sudah diimplementasikan ? Kewajiban manusia sebagai khalifah adalah memelihara lingkungan atau disebut juga riayatu al bi’ah yang berarti pemeliharaan lingkungan. Manusia sebagai ciptaan Allah SWT dibedakan dari seluruh elemen-elemen lingkungan dengan memberikannya akal dan kemampuan rohani, yang kemudian menjadi milik manusia untuk melaksanakan tugas-tugasnya sebagai wakil Allah di atas bumi sekaligus membawa beban amanah, sebagaimana dijelaskan dalam QS al-Ahzab ayat 72, yang artinya: Sesungguhnya Kami 34 Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zhalim dan bodoh. Mengingat tingginya derajat manusia, maka Allah ingin menguji manusia dengan membekali kemampuan pada anak keturunan Adam melebihi kemampuan para malaikat. Manusia memiliki peran yang sangat penting dalam pemeliharaan lingkungan. Manusia dituntut untuk berinteraksi dengan baik sesuai hukum-hukum yang telah digariskan Allah SWT, yaitu melaksanakan dan memelihara pemberlakuan hukum-hukum tersebut dalam aplikasi nyata. Peran manusia dalam melestarikan lingkungan merupakan peran yang sangat mulia sebagaimana tujuan manusia diciptikan mencakup tiga hal, yaitu: Tujuan pertama; untuk mengabdi pada Allah (QS ad-Dzariyat: 56), yang artinya: Dan Aku tidak menciptkan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu. Tujuan kedua; sebagai wakil (khalifah) Allah di atas bumi (QS al-Baqarah:30), yang artinya: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Tujuan ketiga; membangun peradaban di muka bumi (QS Hud; 61), yang artinya: Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan pemakmurnya. Apakah perintah Allah SWT kepada manusia agar tidak melakukan kerusakan lingkungan hidup sebagaimana yang tercantum dalam QS alA’raaf ayat (7:56) sudah diimplementasikan ? Tidak melakukan kerusakan terhadap lingkungan (himayah) memiliki konotasi menjaga dari hal-hal negatif dan kepunahan, artinya melindungi lingkungan dari kerusakan, bahaya, dan pencemaran. Dari sisi positif dan keberadaannya, pemeliharaan lingkungan merupakan usaha-usaha yang untuk mengembangkan, memperbaiki dan melestarikannya. Sementara dari sisi negatif dan ketiadaannya, mengharuskan pemeliharaan dari segala sesuatu yang merusak, mencemari dan membahayakan. Apakah perintah Allah SWT kepada manusia agar mencari kebahagiaan dunia dan akhirat sebagaimana yang tercantum dalam QS al-Qashash (28:77) sudah diimplementasikan ? Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan konveksi islami di Provinsi Jawa Tengah telah menunjukkan komitmennya untuk meningkatkan kesejahteraan 35 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) karyawan. Temuan ini didukung oleh adanya trend yang cenderung naik pada variabel kesejahteraan karyawan dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008. Namun demikian kenaikan kesejahteraan karyawan masih perlu ditingkatkan, mengingat tingkat pendapatan karyawan sebagian besar masih berkisar antara Rp 500.000,- sampai dengan Rp 1.500.000,per bulan. Sementara untuk tingkat pendidikan karyawan juga didominasi oleh karyawan yang berpendidikan lulus SD dan lulus SMP yang mencapai 85 persen. Untuk indikator tingkat kesakitan karyawan menunjukkan trend yang menurun selama lima tahun terakhir. Dalam pelaksanaan sholat wajib, hasilnya menunjukkan bahwa semua karyawan diwajibkan untuk melaksanakan sholat wajib pada saat di perusahaan, khususnya untuk sholat dluhur dan sholat ashar. Kaitannya dengan pembayaran zakat oleh karyawan perusahaan konveksi islami hasilnya menunjukkan bahwa semua karyawan telah memenuhi pembayaran zakat sebesar 2,5 persen. Dalam upaya menciptakan kebahagiaan dunia dan akherat, perusahaan konveksi islami di Provinsi Jawa Tengah telah melakukan berbagai kegiatan rutin, antara lain; membagikan zakat dan daging qurban kepada yang berhak, memberikan shodaqoh, menghimbau untuk selalu membaca basmallah dalam memulai setiap pekerjaan, mengajak sholat berjamaah, menghimbau untuk selalu bersyukur, bersikap iklas, dan menjaga kepercayaan yang diberikan. 36 Bab II KONSEP GREEN 2 KONSEP GREEN A. Green Theory Perhatian terhadap lingkungan mulanya dipengaruhi oleh International Relations (IR) teori. Teori IR dengan jelas memperkenalkan krisis ekologi yang kemudian memunculkan green theory dalam ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Neorealism dan neoliberalism telah banyak memunculkan masalah-masalah lingkungan sebagai sebuah isu baru. Pendekatan green theory menawarkan new green interpretation yang memfokuskan pada keadilan internasional melalui keamanan ekologi, pengembangan yang berkelanjutan, dan keadilan lingkungan. Kerusakan lingkungan disebabkan oleh aktivitas manusia memiliki sejarah yang lama dan kompleks. Globalisasi dan revolusi industri disinyalir sebagai penyebab kerusakan lingkungan dan menimbulkan masalah lingkungan di seluruh dunia. Pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat, penggunaan tehnologi-tehnologi baru, meningkatnya populasi penduduk sangat berdampak pada peningkatan kebutuhan energi dan konsumsi sumber daya, meningkatnya sumber-sumber polusi dan sisasisa produksi. The United Nations Environmental Program’s Millennium Ecosystem Assessment pada bulan Maret 2005 menemukan bahwa kira-kira 60% dari ekosistem yang mendukung kehidupan di bumi terjadi kerusakan atau penggunaannya tidak dapat dipertahankan (UNEP, 2005). Masalahmasalah lingkungan dapat digambarkan sebagai wicked problem karena kompleksitasnya, variabilitasnya, intractability, dan karakternya bersifat insidental. 37 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) Pada tahun 1990-an terminologi green sering digunakan sebagai kepedulian terhadap lingkungan, sehingga diposisikan sebagai sebuah tradisi politik baru yang memberikan tantangan terhadap dua tradisi politik yang berpengaruh, yaitu liberalisme dan sosialisme (Eckersly, 2006). Dalam gambaran yang lebih luas, green political theory memberikan kritik terhadap kapitalisme barat dan sosialisme yang menganut ideologi industrialisasi, dengan memusatkan pada peran pasar (liberalisme) dan peran negara (sosialisme). Faham liberalisme dan sosialisme dikembangkan dengan dasar premis yang sama, yang mengasumsikan bahwa sumber daya alam dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan kemajuan tehnologi dimana keduanya sangat diinginkan dan tidak dapat dielakkan. Tradisi politik sangat optimis bahwa ilmu dan tehnologi merupakan ide yang baik bagi manusia untuk mendominasi dan memanipulasi alam melalui eksploitasi berkelanjutan dengan alasan untuk kemajuan manusia. Pada akhir tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an para ahli green politics mengakui bahwa nilai-nilai moral harus dikedepankan sebagai centre of value. Mereka menolak arogansi, self interest, dan kebodohan seperti yang dilakukan oleh faham liberalisme dan sosialisme, kemudian dibentuklah filosofi ekosentrik (ecology-centred) yang mencoba untuk memahami seluruh sisi kehidupan. Dari perspektif ekosentrik kepedulian lingkungan tidak hanya difokuskan pada perlindungan kesehatan dan kemakmuran manusia dan generasi-genarasi mendatang, tetapi juga memberikan perhatian pada perlunya membatasi eksploitasi sumber-sumber daya alam. Dalam green theory, ketidakadilan lingkungan semakin meningkat ketika agen-agen sosial tidak bertanggung jawab terhadap keberadaan cost lingkungan sebagai akibat dari keputusan dan praktek-praktek yang merasa tidak berdosa. Tujuan mendasar dari green theory adalah: (1) Mengurangi resiko ekologi secara lebih luas, dan (2) Mencegah munculnya biaya-biaya kerusakan lingkungan sebagai akibat persaingan yang tidak fair. Eckersley, (2006) mensinyalir tuntutan terhadap keadilan lingkungan dapat diwujudkan dengan : 1. Pengakuan terhadap masyarakat yang bermoral dipengaruhi oleh besarnya resiko ekologi. (tidak hanya seluruh penduduk, tetapi seluruh 38 Bab II KONSEP GREEN manusia, generasi mendatang, dan spesies selain manusia) 2. Partisipasi masyarakat dan lembaga dalam pengambilan keputusan tentang lingkungan. 3. Pendekatan pencegahan untuk menjamin resiko yang minimal kaitannya dengan masyarakat luas. 4. Terdapatnya distribusi yang fair terhadap resiko yang ditimbulkan. 5. Memperbaiki dan memberikan kompensasi terhadap instansi yang memunculkan masalah-masalah lingkungan. Faham liberalisme dan sosialisme mengasumsikan bahwa perkembangan yang berkelanjutan dapat dicapai dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini sangat bertentangan dengan perkembangan berkelanjutan yang mendasarkan pada kelangsungan ekologi. Para ahli ekonomi ekologi tidak yakin bahwa mekanisme pasar akan memberikan alokasi sumberdaya yang efisien dan distribusi kesejahteraan serta pendapatan secara fair dalam memenuhi kebutuhan manusia dan menjamin beroperasi pada skala ekonomi. Sebaliknya mereka menilai bahwa kapasitas pasar hanya dapat dicapai dengan kemauan politik, yaitu melalui pendidikan lingkungan, kerjasama masyarakat, negosiasi masyarakat, peraturan pemerintah dan kerjasama internasional. Para ahli ekologi modern berargumentasi bahwa persaingan ekonomi dan inovasi tehnologi yang konstan dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang menggunakan less energy and resources dan setiap unit menghasilkan less waste. B. Green Economy Setiap kota yang ada di dunia berusaha untuk mendeskripsikan bagaimana tumbuh secara green, yaitu meciptakan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan mencapai kualitas lingkungan secara bersamasama melaui pemanfaatan sumber daya alam secara efisien. Berbagai penghargaan diberikan kepada kota/kabupaten yang mampu mengelola daerahnya menuju green. Salah satunya adalah Indonesia Green Region Award (IGRA) yang merupakan penghargaan kepada kabupaten atau kota di Indonesia yang dinilai serius dan berhasil dalam pengelolaan dan upaya menjaga lingkungan hidup bersama masyarakat. IGRA menekankan pada konsep yang diterapkan oleh kota/kabupaten dalam pengelolaan lingkungan 39 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) yang menyangkut 3 R (reduce, reuse, dan recycle). Apa sebenarnya pengertian green economy (GE) ? Pada tahapan mendasar, GE adalah sebuah energi ekonomi yang bersih, yang terdiri dari empat sektor, yaitu: energi terbarukan, bangunan hijau dan teknologi yang efisien terhadap energi, infrastruktur dan transportasi yang efisien enegi, serta recycling energy. Dalam GE tidak sekedar kemampuan untuk menghasilkan energi bersih, tetapi juga teknologi yang mampu menciptakan proses produksi bersih yang identik dengan pasar yang tumbuh dan disuplai dengan produk-produk-produk mengkonsumsi energi secara minimize, sehingga less energy tersebut akan menghasilkan poduk, proses, dan jasa yang mengurangi dampak lingkungan atau memperbaiki penggunaan sumber daya alam. Dari berbagai temuan tentang definisi GE dapat disimpulkan bahwa semua kajian mengarah pada pemakaian energi bersih sebagai konsepnya. Energi bersih disinyalir mampu memperbaiki kualitas lingkungan dengan mengurangi emisi gas rumah kaca dan tentunya didukung oleh pengurangan penggunaan energi. Industri merupakan salah satu bidang yang menjadi ukuran utama sebuah ekonomi menuju green. Menurut The clean energy economy, sebuah GE terkait dengan penggunaan clean energy dalam pekerjaan, bisnis, dan investasi dengan pengembangan energi proses produksi yang clean, peningkatan efisiensi energi, pengurangan emisi gas rumah kaca, manajemen waste dan polusi, konservasi air dan sumberdaya yang lainnya. Sementara menurut laporan Michigan green jobs, GE terjadi apabila produk atau jasa yang berhubungan dengan energi yang terbarukan, peningkatan efisiensi energi, transportasi dan bahan bakar yang clean, konservasi agrikultur dan sumber daya alam, dan pencegahan polusi. C. Green Business Semakin meningkatnya tuntutan lingkungan oleh berbagai pihak dalam sepuluh tahun terakhir, khususnya tuntutan regulasi bidang linkungan dan konsumen yang peduli lingkungan, telah memposisikan perusahaan untuk mengimplementasikan tindakan-tindakan yang serius dalam pencegahan masalah lingkungan. Kondisi ini juga menciptakan perubahan dalam konteks persaingan dalam industri. Tahapan selanjutnya 40 Bab II KONSEP GREEN adalah bagaimana perusahaan memperbaiki model bisnis dan pemikiran managerial untuk mendorong ke arah peluang-peluanga dan inovasi green. Kata green diidentikkan dengan istilah; alami, lingkungan, bersahabat dengan lingkungan, atau ekologi. Disamping itu juga green merupakan simbol dari perlindungan lingkungan dan keadilan sosial. Efektivitas manajemen lingkungan dipengaruhi oleh berbagai elemen yang merupakan jangkauan dari seluruh aspek operasional perusahaan, seperti; green design, green marketing, green product, dan green production. Konsep green business tidak bisa terlepas dari dukungan berbagai aktivitas lainnya yang menuju pada green dalam lingkup perusahaan. Chen (2011) mengidentifikasikan terdapat mengidentikasikan terdapat empat variabel yang menentukan keberhasilan sebuah green business, yaitu: environmental organizational culture (EOC), environmental leadership (EL), green organizational identity (GOI), dan green competitive advantage (GCA). Green organizational identity dikembangkan dari teori identitas organisasi yang banyak diterapkan dalam administrasi bisnis. Organization identity merupakan sebuah skema sharing interpretatif sehingga anggota organisasi secara kolektif dapat menciptakan kebermaknaan terhadap tindakan, pilihan dan perilakunya. Sementara Albert dan Whetten, (1985) mendefinisikan identitas organisasi sebagai suatu keyakinan tentang apa yang paling utama, paling kuat, paling berbeda dalam organisasi. Setiap organisasi akan membutuhkan sebuah identitas untuk kepentingan internal dan eksternal stakeholders dalam rangka membangun interaksi dengan organisasi, kelompok maupun orang lain. Identitas organisasi dapat membantu pemikiran dan berperilaku anggota organisasi, khususnya pimpinan organisasi, sehingga dapat memodifikasi interpretasi atau mempromosikan konsep-konsep baru yang akan mempertajam identitas organisasi ketika menghadapi perubahan lingkungan. Mengacu pada pengertian organizational identity, maka GOI dapat didefinisikan sebagai skema interpretasi tentang manajemen dan perlindungan lingkungan, sehingga anggota organisasi secara kolektif memberikan makna kepada perilakunya. Indikator dalam GOI terkait dengan enam hal. Pertama adalah: anggota organisasi memiliki rasa yang kuat bahwa sejarah perusahaan memfokuskan pada manajemen dan perlindungan lingkungan, kebanggaan terhadap tujuan dan misi lingkungan 41 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) perusahaan, merasa bahwa perusahaan mendelegasikan posisi yang signifikan untuk respek kepada manajemen dan perlindungan lingkungan, merasa perusahaan telah memformulasikan definisi yang tepat tentang tujuan dan misi lingkungan, karyawan memiliki pengetahuan tentang tradisi dan budaya lingkungan perusahaan, mengidentifikasi tindakan yang kuat oleh perusahaan sebagai respek terhadap lingkungan. Environmental organizational culture (EOC) atau budaya organisasi berdasar lingkungan. Pada saat ini kecenderungan munculnya polusi sebagai akibat dari kegiatan industri manufaktur menjadi isu lingkungan yang intent. Terdapat beberapa penggerak yang mempengaruhi kegiatan operasional perusahaan untuk peduli terhadap lingkungan, seperti kebijakan pemerintah terhadap lingkungan, regulasi lingkungan, aktivis lingkungan, para environmentalist, dan adanya tekanan persaingan. Strategi yang dilakukan oleh perusahaan adalah dengan manajemen lingkungan perusahaan (corporate environmental management). Manajemen lingkungan perusahaan didefinisikan sebagai aktivitas manajerial, proses, pendekatan, atau konsep yang dapat membantu perusahaan mencapai tujuan-tujuan lingkungan perusahaan, mematuhi aturan-aturan tentang lingkungan, mengantisipasi dampak lingkungan terhadap kegiatan operasional perusahaan, memiliki standar dalam pengurangan waste dan polusi, menemukan cara-cara positif untuk memperoleh keunggulan melalui penciptaan peluang-peluang bisnis dengan mendasarkan pada perbaikan lingkungan kaitannya untuk mencapai aktivitas lingkungan yang efektif dan efisien. Kegiatan bisnis dapat mengadopsi strategi manajemen lingkungan dengan mengintegrasikan tujuan-tujuan perlindungan lingkungan dalam departemen-departemen yang berbeda di perusahaan untuk memecahkan masalah-masalah lingkungan dengan memanfaatkan teknologi lingkungan yang inovatif. Budaya organisasi lingkungan sebagai salah satu variabel green business mendasarkan pada variabel budaya organisasi. Budaya organisasi didefinisikan sebagai satu set anggapan pikiran yang terjadi dalam perusahaan sehingga menjadi pegangan dan dasar tindakan bagi organisasi melalui implementasi perilaku untuk berbagai situasi (Fiol, 1991). Sementara itu budaya dipersepsikan sebagai sebuah kerangka interpretasi yang digunakan sebagai pegangan perilaku dan proses pemahaman. 42 Bab II KONSEP GREEN Menurut Hatch and Schultz (1997), budaya organisasi yang dirasakan merupakan simbol menginterpretasikan identitas organisasi yang dibentuk dan digunakan untuk mempengaruhi imej organisasi. Budaya organisasi lingkungan diartikan sebagai konteks simbolik tentang manajemen dan perlindungan lingkungan yang berpegangan pada perilaku dan proses pemahaman anggota organisasi. Budaya perusahaan sangat bernilai, unik, tidak dapat ditiru. Environmental leadership (EL). Seorang pemimpin harus mampu untuk menginterpretasikan isu-isu bidang lingkungan dengan mengindentifikasi ancaman, memformulasikan strategi, mengkonmunikasikan dengan kelompok, dan memecahkan konflik. Tujuan utama dari seorang pemimpin adalah memaparkan sebuah identitas unik, sehingga anggota organisasi dapat memahami dan mengikutinya. Kepemimpinan didefinisikan sebagai proses dimana anggota individu dalam organisasi mampu menginterpretasikan setiap kegiatan, memilih tujuan dan strategi perusahaan, dan memotivasi orang-orang untuk mencapai tujuan. Kepemimpinan dapat digunakan sebagai sebuah simbol identitas organisasi, mengingat kepemimpinan dapat digunakan untuk mempengaruhi apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh karyawan terhadap organisasi. Mengingat top manajemen harus memimpin karyawan dalam keterlibatannya di aktivitas lingkungan organisasi, sehingga ketertarikan terhatap ekologi dari manajer puncak memiliki hubungan yang tinggi dengan kiinerja lingkungan. Dechan and Altman (1994) mendefinisikan kepemimpinan lingkungan sebagai sebuah proses dinamis dimana seorang individu mempengaruhi individu yang lainnya untuk berkontribusi terhadap pencapaian manajemen dan perlindungan lingkungan. Pemimpin perusahaan menciptakan sebuah pandangan yang mempengaruhi nilai-nilai, komitmen, dan aspirasi anggota, sehingga mereka berkeinginan untuk terlibat dalam isu-isu lingkungan yang harus diinterpretasikan. Para pemimpin biasanya akan menggunakan keahlian interpersonal dan komunikasinya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pemimpin memiliki kepentingan dalam mencapai tujuan-tujuan dari pengembangan lingkungan, sebab mereka dapat menstimulasi visi lingkungan menjadi bagian dari identitas organisasi dan mengarahkan tindakan-tindakan anggota organisasi. Kepemimpinan lingkungan dapat menciptakan keunggulan bersaing bagi perusahaan 43 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) melalui dua cara: pertama, mengelola permintaan pasar melalui supplai produk atau jasa yang ramah lingkungan yang lebih baik dari pesaingnya. Kedua, menciptakan efisiensi biaya melalui konservasi enerji dan material, dan pengurangan waste. Para pimpinan perusahaan harus dapat mendorong ke arah perubahan demi memperbaiki kinerja lingkungan dan mendapatkan keunggulan komersial maupun kompetitif melalui kepemimpinan lingkungan. Kepemimpinan bidang lingkungan harus mampu: (1) menginspirasi sharing tentang visi lingkungan, memanfaatkan pendekatan yang terbaik terhadap manajemen linngkungan, menciptakan kerjasama dengan stakeholders untuk memecahkan masalah-masalah lingkungan dan untuk mewujudkan tujuan perusahaan, tanggungjawab terhadap pendidikan lingkungan sehingga karyawan memiliki inisiatif dalam pengelolaan lingkungan. Green competitive advantage (GCA). Porter (1985), mendefinisikan keunggulan bersaing dari perusahaan sebagai sebuah kondisi dimana kompetitor tidak dapat meniru strategi persaingan yang diterapkan oleh perusahaan, kompetitor juga tidak mampu mendapatkan keuntungan dari keunggulan strategi perusahaan. Dengan memperhatikan peran perusahaan corporate social responsibility dalam menciptakan keunggulan bersaing melalui kepemimpinan sosial dan kepemimpinan lingkungan, maka green competitive advantage didefinisikan sebagai kondisi dimana perusahaan melaksanakan pengelolaan lingkungan atau inovasi hijau sehingga para pesaing tidak dapat meniru kesuksesan strategi lingkungan perusahaan dan mereka dapat memperoleh keunggulan yang berkelanjutan dari strategi lingkungan yang sukses tersebut D. Green Strategy Keseriusan perusahaan dalam menerapkan manajemen lingkungan secara proaktif disebabkan oleh berbagai “tekanan”. Ketersediaan sumber daya alam dan kapabilitas sumber daya manusia menyebabkan terjadinya transformasi dalam pengelolaan lingkungan untuk mencapai kinerja perusahaan. Semakin meningkatnya terhadap permasalahan lingkungan akan sangat mempengaruhi aktivitas pengelolaan bisnis. Perusahaan dapat saja kehilangan peran historisnya dalam pengelolaan lingkungan karena perilakunya merusak lingkungan, apabila tidak menjalankan green 44 Bab II KONSEP GREEN management. Kesepakatan antara pengelolaan lingkungan yang proaktif dengan kinerja bisnis yang semakin meningkan nampaknya masih belum bulat. Tutore (2010) mengidentifikasikan terdapat dua penentu dimana perusahaan berminat untuk menindaklanjuti isu-isu lingkungan, yaitu aspek internal dan eksternal. Regulasi bidang lingkungan dan tuntutan stakeholders merupakan faktor eksternal yang menyebabkan perusahaan secara sadar melakukan manajemen lingkungan. Disisi lain adanya tekanan dari kelompok yang berkepentingan juga mendorong perlunya pengelolaan lingkungan, misalnya; tekanan pemerintah, karyawan, supplier, masyarakat lokal, dan organisasi lingkungan. Pada sisi internal, kepedulian terhadap lingkungan akan dipengaruhi oleh peluang-peluang ekonomi yang muncul dan memposisikan perusahaan harus menciptakan pengelolaan lingkungan yang implikasinya pada tuntutan akan green proses, green product, dan green technology. Pergeseran strategi perusahaan dari reaktif ke proaktif dalam mensikapi masalah lingkungan sebagai tekanan dari pihak eksternal maupun internal merupakan salah satu strategi yang efektif. Hart (1995) mengidentifikasikan terdapat tiga strategi (pencegahan polusi, pengelolaan produk yang ramah lingkungan, dan pengembangan yang berkelanjutan) yang saling terkait dalam menindaklanjuti pengelolaan lingkungan yang proaktif. Strategi proaktif tentunya harus didukung oleh kepemilikan sumberdaya yang spesifik dan kapabilitas sumber daya manusia, yang pada akhirnya dapat sebagai sumber keunggulan bersaing. 45 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) 3 syariah environmental theory A. Syari’ah Enterprise Theory Pandangan Islam sangat bertentangan dengan enterprise theory, kaitannya dengan mendefinisikan tujuan perusahaan. Dalam pandangan Islam pendekatan enterprise theory belum mempertimbangkan nilai-nilai syariah dan tauhid. Islam menggunakan metafora amanah sebagai kiasan untuk melihat, memahami, dan mengembangkan organisasi bisnis dan sosial. Metafora ini memberikan implikasi yang fundamental terhadap konsep manajemen dan akuntansi. Bentuk konkret dari metafora ini di dalam organisasi bisnis adalah realitas organisasi yang dimetaforakan dengan zakat. Realitas, menurut metafora ini berpandangan bahwa profit-oriented atau stockholders-oriented bukan orientasi yang tepat bagi perusahaan yang berbasis nilai syariah, tetapi sebaliknya menggunakan konsep yang berorientasi pada zakat, berorientasi pada pelestarian alam (natural environment) dan berorientasi pada stakeholders, sehingga ukuran keberhasilan perusahaan bukan lagi dari net profit, tetapi sebaliknya zakat menjadi ukuran kinerja materi dan spiritual atau etika (Triyuwono, 2002). Secara normatif, misi khalifatullah fil ardh ini diturunkan dari QS AlAnbiyaa’ (21 :107) Artinya: ”Dan tidak Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” . 46 Bab III SYARIAH ENVIRONMENTAL THEORY Manusia memiliki tugas mulia, yaitu: menciptakan dan mendistribusikan kesejahteraan, baik materi maupun non-materi bagi seluruh manusia dan alam semesta. Untuk mempermudah tugas ini, manusia dapat menciptakan organisasi (bisnis atau non-bisnis) untuk digunakan sebagai instrumen dalam mengemban tugas tersebut (Triyuwono, 2000). Selanjutnya metafora amanah digunakan untuk mendesain bentuk, struktur, dan manajemen organisasi dalam rangka menciptakan dan mendistribusikan kesejahteraan. Agar konsep teoritis ini benar-benar sesuai dengan syariah, maka perlu diinternalisasikan nilai tauhid, karena dengan konsep dan nilai tauhid ini dapat diperoleh legitimasi untuk memasukkan konsep kepemilikan dalam Islam, konsep zakat, konsep keadilan, dan konsep pertanggungjawaban. Dalam syariah enterprise theory, aksioma terpenting yang harus mendasari pada setiap penetapan konsepnya adalah Allah sebagai pencipta dan pemilik tunggal dari seluruh sumber daya yang ada di dunia. Dalam syariah enterprise theory, Allah sebagai sumber amanah utama, karena Dia adalah pemilik tunggal dan mutlak. Sumber daya alam yang dimiliki oleh para stakeholders pada prinsipnya adalah amanah dari Allah yang di dalamnya melekat sebuah tanggung jawab untuk menggunakan dengan cara dan tujuan yang ditetapkan oleh Sang Pemberi Amanah, sebagaimana diterangkan dalam QS al-Baqarah (2:267): : Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu, dan janganlah kamu memilih yang burukburuk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. 47 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) Konsep-konsep dalam syariah enterprise theory juga menekankan bahwa dalam harta kita sebenarnya tersimpan hak orang lain, seperti: fakir miskin, anak-anak terlantar, ibnu sabil dan lain-lain, seperti yang dijelaskan dalam QS at-Taubah (9:60) : Artinya : ”Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” Dalam pandangan syariah enterprise theory, distribusi kekayaan atau nilai tambah tidak hanya berlaku pada para partisipan yang terkait langsung dalam memberikan kontribusi kepada perusahaan, seperti: pemegang saham, kreditor, karyawan, dan pemerintah, tetapi pihak lain yang tidak terkait langsung dengan bisnis yang dilakukan oleh perusahaan, atau pihak yang tidak memberikan kontribusi keuangan dan skill. Pemahaman ini tentu membawa perubahan penting dalam terminologi enterprise theory yang menyatakan bahwa distribusi kekayaan berdasarkan kontribusi para partisipan, yaitu partisipan yang memberikan kontribusi keuangan atau ketrampilan. Manusia adalah khalifatullah fil ardh yang membawa misi menciptakan dan mendistribusikan kesejahteraan bagi seluruh manusia dan alam. Premis ini mendorong syariah enterprise theory untuk mewujudkan nilai keadilan terhadap manusia dan lingkungan alam. Oleh karena itu, diyakini bahwa syariah enterprise theory akan membawa kemaslahatan bagi stockholders, stakeholders, masyarakat dan lingkungan alam dengan syarat kewajiban dalam membayar zakat sebagai manifestasi ibadah kepada Allah. Syariah 48 Bab III SYARIAH ENVIRONMENTAL THEORY enterprise theory memberikan bentuk pertanggungjawaban utamanya kepada Allah (vertikal) yang kemudian dijabarkan lagi pada bentuk pertanggungjawaban (horizontal) pada umat manusia dan lingkungan alam. Masalah lingkungan hidup belum digarap serius sebagai bagian integral dari dakwah Islamiah. Kondisi lingkungan makin rusak, karena kegagalan manusia mengemban misinya sebagai khalifah di muka bumi, yakni untuk memelihara lingkungan hidup. Salah satu penyebabnya adalah pelanggaran-pelanggaran terhadap aturan yang telah merasuk dalam prinsip hidup sehari-hari. Belum banyak pemuka agama yang konsisten mengangkat isu lingkungan hidup, sehingga diskusi-diskusi menjadi kering dan jauh dari masalah keseharian seperti masalah lingkungan. Lingkungan hidup belum dianggap sebagai bagian integral dari kehidupan manusia, sehingga tindakan pengelolaan lingkungan lebih bersifat represif daripada preventif. Masalah lingkungan hidup sangatlah luas, dimulai dari membuang sampah pada tempatnya sampai pada penggunaan ampas uranium dalam peperangan (Alim, 2006). Untuk kasus Indonesia, indikator lingkungan disederhanakan mencakup masalah polusi udara, persampahan, air bersih, perumahan, konservasi lahan, dan kemacetan lalu lintas. Terminologi lingkungan hidup lebih dikenal sebagai kosa kata dari peradaban barat, seperti: Agenda-21, Proactive corporate environmental management, New industrial revolution, Green house effect, Ecolabeling, dan Sustainable development (Berry dan Rondinelli, 1998). Berbagai istilah tersebut menjadi isu yang mendunia di bidang lingkungan. B. Konsep Pengelolaan Lingkungan Dalam Islam, konsep pengelolaan lingkungan dimulai dengan tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi, kemudian larangan-larangan untuk berbuat kerusakan, dan kewajiban untuk menjaga kelestarian bumi demi kepentingan seluruh umat. Islam bukanlah semata-mata mengatur ibadah, kepentingan tiap-tiap pribadi dengan Allah saja, tetapi juga memikirkan dan mengatur masyarakat. Allah telah memberikan tuntunan dalam al-Qur’an tentang lingkungan hidup menurut ajaran Islam. Misi manusia sebagai khalifah di muka bumi adalah memelihara lingkungan hidup, dilandasi 49 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) dengan visi bahwa manusia harus lebih mendekatkan diri pada Allah. Alim mengungkap bahwa pengelolaan lingkungan harus dilakukan dengan mendasarkan pada ayat-ayat al-Qur’an yang dikemukakan secara runtut. Beberapa dalil yang dirujuk antara lain: 1. Dalil pertama, dijelaskan dalam QS al-An’aam (6: 101 ), Artinya: ”Allah pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu”. 2. Dalil ke dua, Manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Khalifah di muka bumi bukanlah sesuatu yang otomatis didapat ketika manusia lahir ke bumi. Manusia harus membuktikan terlebih dahulu kapasitasnya sebelum dianggap layak untuk menjadi khalifah. Dijelaskan dalam QS al-Baqarah (2:30): Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. 3. Dalil ke tiga, menyangkut tauhid. Tauhid adalah pengakuan kepada keesa-an Allah serta pengakuan bahwa Dia-lah pencipta alam semesta ini. Pemahaman bahwa Allah bersifat esa merupakan salah satu kunci bagi manusia dalam memahami masalah lingkungan hidup. Sebagaimana firman Allah dalam QS al-An’aam (6:79): Artinya: ”Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang 50 Bab III SYARIAH ENVIRONMENTAL THEORY menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan”. 4. Dalil ke empat, membahas keteraturan sebagai kerangka penciptaan alam semesta seperti firman Allah dalam QS al-An’aam (6:1): Artinya: ”Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, dan mengadakan gelap dan terang”. 5. Dalil ke lima, menjelaskan maksud dari penciptaan alam semesta. Dijelaskan dalam QS Hud (11:7): Artinya: ”Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,.....Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya”. Itulah salah satu tujuan penciptaan lingkungan hidup, yaitu agar manusia dapat berusaha dan beramal sehingga tampak di antara mereka siapa yang taat dan patuh kepada Allah. 6. Dalil ke enam, adalah kewajiban bagi manusia untuk selalu tunduk kepada Allah sebagai maha pemelihara alam semesta ini. Perintah ini tertuang dalam QS al-An’aam (6:102): Artinya: ”Dialah Allah Tuham kamu; tidak ada Tuhan selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu”. 7. Dalil ke tujuh, adalah penjabaran lanjut dari dalil kedua yang mewajibkan 51 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) manusia untuk melestarikan lingkungan hidup. Adapun rujukan dalil ini adalah QS al-A’raaf (7:56): Artinya: ”Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepadanya”. 8. Dalil ke delapan. Selanjutnya dalil ini mengurai tugas lebih rinci untuk manusia, yaitu menjaga keseimbangan lingkungan hidup, seperti yang difirmankan Allah dalam QS al-Hijr (15:19): Artinya: ”Dan kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran”. 9. Dalil ke sembilan, menunjukkan bahwa proses perubahan diciptakan untuk memelihara keberlanjutan (sustainability) bumi. Dalam literatur barat proses ini disebut juga dengan siklus Hidrologi. Dalil ini bersumber dari QS ar-Ruum (30:48): Artinya: ”Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendakiNya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hambahamba-Nya yang dikehendaki-Nya, tiba-tiba mereka menjadi gembira”. 10. Dalil ke sepuluh, sebagai kalifah sudah tentu manusia harus bersih jasmani dan rohaninya, sehingga kebersihan jasmani merupakan bagian integral dari kebersihan rohani, seperti ditegaskan dalam QS al-Baqarah (2:222): 52 Bab III SYARIAH ENVIRONMENTAL THEORY Artinya: ”....sesungguhnya Allah senang kepada orang yang bertobat, dan senang kepada orang yang membersihkan diri.” Berdasarkan pada sepuluh dalil yang terdapat dalam al-Qur’an, maka dalam pengelolaan lingkungan telah diberikan dasar yang sempurna berdasarkan pada nilai-nilai Islam yang terkandung dalam alQur’an. Pengelolaan lingkungan hidup dimaksudkan untuk menciptakan keberlangsungan bumi bagi kepentingan semua makhluk. Pengelolaan bumi dimulai dengan tanggung jawab manusia sebagai khalifah yang dipercaya Allah, karena manusia memiliki akal dan pikiran. Untuk melaksanakan tugasnya, manusia harus memiliki dasar, yaitu kadar keimanan yang tinggi. Allah telah menciptakan bumi sedemikian rupa sehingga tercipta sebuah keteraturan, yang diharapkan dapat memberikan keseimbangan dalam kehidupan. Terdapat dua unsur dalam pengelolaan lingkungan hidup yaitu: misi dan tolok ukur (Alim, 2006). Misi dapat terlaksana apabila diiringi oleh visi mendekatkan diri pada Allah dan dibekali ketajaman nalar, melalui berbagai perantara, yaitu: kelembagaan, keahlian, dan kegiatan. Kinerja bidang lingkungan juga harus memiliki tolok ukur yang jelas, misalnya peningkatan mutu lingkungan hidup sebagai rambu-rambu untuk menilai keberhasilan pelaksanaan misi manusia, yaitu mencegah bumi dari kerusakan lingkungan. Kualitas kemampuan manusia yang tidak diiringi oleh kadar keimanan tinggi serta jauhnya umat Islam dari Allah, telah menciptakan masalah lingkungan hidup. Semakin banyaknya kelembagaan bidang lingkungan dan ilmuwan tidak akan efektif kalau tidak diiringi dengan kadar iman yang baik, hal ini juga penyebab kegagalan misi manusia sebagai khalifah di muka bumi. Dampak langsung dari ilmu tanpa iman adalah kerusakan lingkungan hidup. Manusia diberi akal hanya digunakan untuk mengeksploitasi kekayaan alam dengan dalih menciptakan efisiensi yang semu. Berbagai praktek yang cenderung menekankan pada kepentingan eksploitasi tanpa mendasarkan pada keimanan, antara lain: memberikan ijin operasi pada kendaraan berasap tebal dan tidak layak operasi, mengoperasikan kendaraan yang mengeluarkan asap beracun di jalan raya, melakukan penggundulan hutan yang menyebabkan banjir, membuang limbah pabrik 53 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) tanpa diolah terlebih dahulu, memberikan ijin eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkendali. Semua ini merupakan sikap yang jelas menentang perintah Allah dengan tidak mengindahkan siklus hidrologi. Alim (2006) juga mensinyalir berbagai kerusakan lingkungan yang terjadi disebabkan oleh aksioma kerakusan. Aksioma kerakusan secara terbuka telah diajarkan melalui pemahaman prinsip ekonomi yang menekankan pada efisiensi dan efektivitas. Aksioma kerakusan berbunyi the more is the better atau makin banyak makin bagus. Implikasi dari teori dalam bidang perilaku konsumen, akan menciptakan manusia-manusia yang memiliki perilaku individualistis, tanpa mempedulikan orang lain. Begitu kuatnya pengaruh peradaban barat, sehingga ilmuwan menjadi sangat tergantung kepada peradaban barat. Oleh karena itu pemeliharaan lingkungan hidup lebih mengutamakan pendekatan yang dikembangkan di negara maju, daripada melakukan pendekatan yang sesuai dengan ajaran Islam. Kebersihan belumlah menjadi tradisi ataupun kebiasaan hidup, selain itu belum adanya sangsi yang tegas menjadikan kesadaran akan kebersihan sangat rendah. Wajar saja kalau umat Islam masih lekat dengan konotasi: kumuh, kotor, jelata, dan semrawut, karena umat Islam cenderung untuk mengabaikan masalah kebersihan yang merupakan salah satu aspek pemeliharaan lingkungan hidup. Umat Islam menjadi bias dari keyakinannya sendiri, kebersihan dan keimanan dianggap suatu hal yang terpisah. Perangkat utama untuk mewujudkan misi dalam mencapai kinerja atau mutu lingkungan dapat dilakukan melalui pendekatan kelembagaan, penelitian, dan keahlian. Adapun tolok ukur pencapaian misi ini adalah mutu lingkungan. Berdasarkan pendapat Alim, faktor utama dalam pengelolaan lingkungan adalah manusia sebagai khalifah atau pengemban amanat untuk melestarikan bumi. Keberhasilan manusia dalam mengemban amanat Allah SWT sangat dipengaruhi oleh kadar keimanannya, sebagaimana Rasulullah SAW dan para sahabat telah memberikan teladan pengelolaan lingkungan hidup yang mengacu pada tauhid dan keimanan. 54 Bab IV SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN 4 Sistem Manajemen Lingkungan A. Pendahuluan Menurut Darnall dalam Hussey, 2003, Environmental Management Systems (EMS) merupakan sebuah paket formal yang terdiri dari prosedurprosedur dan kebijakan-kebijakan yang menjelaskan bagaimana sebuah organisasi akan mengatur dampak-dampak lingkungan yang potensial. EMS merupakan sebuah pendekatan terstruktur kaitannya dengan isu-isu manajemen lingkungan dan memberikan dasar dalam menjamin komplain dan kinerja perusahaan. Sedangkan Environment Protection Agency (EPA) dalam Begerson (2005) mendefinisikan EMS sebagai sebuah siklus berkelanjutan yang meliputi perencanaan, implementasi, pemeriksaan dan perbaikan proses-proses dan tindakan-tindakan yang mengikat organisasi untuk mengkaitkan antara tujuan bisnis dan tujuan lingkungan. International Standard Organization (ISO) 14001 mendefinisikan EMS sebagai bagian dari keseluruhan sistem manajemen yang terdiri dari struktur organisasi, aktivitas perencanaan, pertanggungjawaban, praktek-praktek, prosedurprosedur, proses-proses dan sumberdaya untuk mengembangkan, mengimplementasikan, mencapai, memeriksa, dan memelihara kebijakankebijakan lingkungan. Konsep EMS yang telah didefinisikan menunjukkan bahwa manajemen lingkungan menyatu dengan manajemen bisnis organisasi. Manajemen lingkungan menjadi tanggung jawab seluruh karyawan dalam menciptakan 55 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) lingkungan yang sehat dan aman. Bergeson (2005) menyatakan bahwa terdapat empat pendorong dalam pengembangan dan implementasi EMS. Pertama, adanya tuntutan akan sertifikasi, sehingga dibutuhkan pelaporan dan prosedur dalam menyiapkan dan melaporkan informasi-informasi yang dibutuhkan. Manajemen harus memperhatikan standar kinerja dalam mengelola perusahaan. Kedua, adanya kebutuhan untuk inovasi bahan bakar dalam pengembangan EMS. Perusahaan secara kontinyu memikirkan caracara baru dan lebih baik untuk mencapai pengembangan yang berkelanjutan, persaingan dan kemakmuran. Desain dan implementasi EMS merupakan bagian dari proses inovasi dan instrumen dalam menghemat sumber daya perusahaan dan maksimisasi pencegahan polusi. Ketiga, adanya insentif bagi perusahaan yang dapat mengembangkan dan mengimplementasikan EMS. Keempat, adanya tuntatan perubahan cara-cara dalam mengelola bisnis. Sementara ISO 14001 mengidentifikasi terdapat tiga perspektif yang memotivasi organisasi melaksanakan EMS, yaitu: Pertama, market or customer requirements, mengacu pada kenyataan bahwa konsumen akan mempertanyakan keberadaan EMS dalam perusahaan, sehingga perusahaan tidak dapat menjual produknya karena tidak ada sertifikasi EMS yang identik dengan sertifikasi ISO 14001. Perusahaan dapat bermasalah dalam persaingan internasional atau dikucilkan dalam pasar tertentu karena tidak memiliki EMS. Kedua, policy considerations dalam implementasi EMS didasarkan pada beberapa alasan, antara lain: meningkatkan reputasi perusahaan atau organisasi, memperbaiki moral karyawan, menjamin nilai-nilai perusahaan, menjadi dasar kinerja, dan meningkatkan inovasi. Ketiga, operational benefit yang dapat dilakukan dengan pengawasan internal, pertanggungjawaban, pemahaman proses internal yang lebih baik, perbaikan efisiensi produksi dan pengurangan waste, perbaikan komunikasi, peningkatan kesejahteraan masyarakat, penghematan biaya, mengurangi komplain dan konflik. B. Komponen-komponen SML Penerapan EMS dapat mempengaruhi peningkatan kinerja lingkungan, khususnya pada pengurangan pengotoran, pencegahan polusi, dan efisiensi 56 Bab IV SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN organisasi. Model EMS memiliki siklus perbaikan secara terus-menerus yang mendasarkan pada proses plan, do, check dan act. EMS mendasarkan pada pendekatan ISO 14001 memiliki lima komponen utama, yaitu: 1. Environmental policy, merupakan sebuah komitmen tertulis dari manajemen puncak yang memberikan petunjuk kepada organisasi secara menyeluruh. Secara ideal penetapan kebijakan melibatkan inputinput substansial yang bersumber dari karyawan. Setelah mengadopsi kebijakan, seluruh karyawan diberikan informasi tentang kebijakan perusahaan, tindakan pencegahan, bagaimana kebijakan berdampak pada seluruh karyawan, dan apa tanggungjawab mereka kaitannya dengan kebijakan tersebut. Kebijakan pada dasarnya untuk menciptakan komitmen penuh dari karyawan, mendorong seluruh karyawan untuk meningkatkan kesadaran terhadap EMS, sehingga tidak ada miskomunikasi internal dan menyebabkan ketidakpedulian karyawan terhadap perusahaan. 2. Planning, perusahaan menunjukkan secara detail proses pelaksanaan dan evaluasi, identifikasi dan pengujian berbagai aspek dan dampak lingkungan, mengidentifikasi kebutuhan, menetapkan prioritas, mengembangkan tujuan dan target, dan memaparkan program kaitannya dengan pencapaian tujuan. 3. Implementation and operation, yaitu dengan melibatkan sumberdaya, delegasi tanggungjawab, pemaparan tugas-tugas yang harus dilakukan, meyakinkan bahwa seluruh karyawan memiliki pemahaman tentang EMS. Komunikasi internal dan eksternal sangat dibutuhkan untuk memonitor, yang didukung oleh dokumentasi EMS, pengawasan dokumen dan pengawasan operasional EMS. 4. Monitoring and corrective action, dilakukan oleh organisasi dalam mengaudit atau mengevaluasi kinerjanya. Audit dapat dilakukan oleh internal organisasi maupun oleh pihak luar. Masalah-masalah yang ditemukan dalam implementasi EMS akan diidentifikasi dan didokumentasi untuk menentukan tindakan-tindakan korektif yang diperlukan, yang kemudian didokumentasi dan dilaporkan. 5. Management review, dilakukan secara periodik oleh manajemen puncak terhadap keseluruhan pelaksanaan EMS dan penentuan pelaksanaan 57 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) selanjutnya. Review dapat meliputi review kebijakan, aspek dan dampak lingkungan, aturan-aturan, tujuan dan kinerja. Kesemuanya dapat dilakukan perubahan-perubahan mendasarkan pada pertimbangan hasil review. Pelaksanaan EMS sangat dipengaruhi oleh peran departemen yang terlibat langsung dalam pencapaian tujuan. Peran yang dilakukan akan terkait dengan upaya-upaya untuk mengadopsi aturan-aturan perlindungan lingkungan, mengurangi komplain pelanggan, pengurangan polusi, perbaikan efisiensi produksi, efisiensi energi, penghematan biaya, dan konservasi sumberdaya alam. EMS diharapkan dapat menciptakan kualitas lingkungan yang lebih baik dan menjamin konservasi sumberdaya, yang tentunya didukung dengan komunikasi eksternal mengingat perusahaan merupakan bagian dari industri, sehingga perlu adanya hubungan yang positif dan kooperatif dengan perusahaan lain. Penfold (2002), mengidentifikasi terdapat lima dasar dalam partnership, pertama: menerapkan sepuluh elemen EMS secara umum yang meliputi: environmental policy, environmental impacts, legal and other requirements, objectives and targets, roles and responsibilities, record keeping and reporting, training, emergency response, assessment dan corrective action. Kedua, perlu adanya submission terhadap laporan tahunan EMS, confirmity, tindakan koreksi, dan menciptakan output. Ketiga, perlunya menciptakan komitmen terhadap berbagai aturan. Keempat, secara berkelanjutan memaparkan EMS dengan menampilkan laporan-laporan yang dibutuhkan. Kelima, evaluasi terhadap EMS yang dilakukan oleh departemen lingkungan. Evaluasi dilakukan dengan cara mengkomunikasikan anggota departemen dengan perwakilan EMS. Secara ideal pelaksanaan EMS dapat dilakukan dengan benchmarking, yaitu membandingkan kinerja lingkungan perusahaan dengan kinerja industri secara keseluruhan. Data tahunan pesaing dapat dijadikan sebagai pembanding terhadap kegiatan operasional perusahaan. Permasalahan yang muncul adalah minimnya ketersediaan data industri, sehingga benchmarking sulit untuk dilaksanakan. Matthews (2003) menilai bahwa dengan keterbatasan data perusahaan melakukan benchmarking secara internal, yang kemudian diistilahkan dengan EMS. Melalui EMS diharapkan perusahaan dapat memotret 58 Bab IV SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN permasalahan-permasalahan organisasi dan melakukan tindakan-tindakan perbaikan berkelanjutan terhadap kinerja lingkungan. Ruang lingkup EMS terdiri dari kebijakan, prosedur, audit untuk meminimasi waste. C. Pendekatan dalam Sistem Manajemen Lingkungan (SML) Matthews (2003) menilai dalam mewujudkan keberhasilan SML untuk meminimisasi dampak lingkungan dari aktivitas perusahaan dapat dilakukan dengan pendekatan traditional benchmarking cycle, yaitu: plan, do, check, dan act. Plan terdiri dari kebijakan lingkungan, dampak lingkungan dan tujuan-tujuan lingkungan. Kebijakan lingkungan merupakan komponen penting dalam SML yang meliputi rincian dari pengenalan organisasi terhadap dampak lingkungan dan komitmen berkelanjutan dalam perbaikan lingkungan. Kebijakan lingkungan dapat memberikan petunjuk terhadap nilai-nilai dan tujuan-tujuan kepada seluruh anggota organisasi. Bagian lain dari perencanaan juga memuat berbagai dampak lingkungan yang muncul dan komplain-komplain yang mungkin terjadi. Dampak lingkungan terkait dengan emisi, waste, penggunaan material dan energi. Pada tahapan akhir perencanaan, SML terdiri dari satu paket tujuan dalam mengurangi dampak lingkungan. Do, meliputi aktivitas perbaikan lingkungan dan dokumentasi lingkungan. Aktivitas lingkungan dalam SML terdiri dari praktek-praktek kerja dan petunjuk operasional dalam penanggulangan lingkungan, yang bertujuan untuk meminimisasi dampak lingkungan dan mengadopsi peraturan-peraturan di bidang lingkungan. Dokumen lingkungan terdiri dari kebijakan lingkungan, peraturan-peraturan, prosedur untuk bertindak, dan pencatatan untuk monitoring dan pengukuran. Dokumen yang diciptakan pada dasarnya untuk membantu personal dalam organisasi dalam melakukan tanggungjawabnya dan diharapkan dapat memenuhi target perbaikan lingkungan. Check, meliputi aktivitas yang berhubungan dengan audit lingkungan dan evaluasi kinerja lingkungan. Audit secara umum digunakan untuk menggambarkan evaluasi terhadap komponen-komponen SML. Pelaksanaan audit didasarkan pada hasil interview dengan karyawan untuk menentukan isu-isu lingkungan dan tanggungjawab yang harus dilakukan. Model audit 59 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) yang biasa digunakan adalah pengujian terhadap masalah-masalah yang terjadi yang menyebabkan dampak lingkungan. Diharapkan dengan audit dapat ditemukan penyebab masalah timbul dan adanya rekomendasi perubahan dalam dokumentasi SML sebagai sebuah tindakan preventif untuk mencegah munculnya masalah yang sama di kemudian hari. Act, meliputi aktivitas training lingkungan dan komunikasi lingkungan. Kedua aktivitas diharapkan dapat menciptakan kinerja lingkungan yang lebih baik. Training dan komunikasi dapat dilakukan pada setiap tahapan organisasi kaitannya untuk memperbaiki dampak lingkungan sebagai akibat dari kegiatan operasional perusahaan pada seluruh level organisasi. Training meliputi pelatihan-pelatihan dengan memmberikan instruksi tertentu terhadap peran yang harus dilakukan karyawan dalam mencapai kinerja. Melalui training diharapkan dapat jaminan bahwa karyawan dipersiapkan melakukan tugas-tugas tertentu dan memahami dampak lingkungan yang muncul sebagai hasil dari kinerja yang tidak standar. Di sisi lain, komunikasi dimaksudkan untuk menyampaikan informasi kepada seluruh karyawan, menginformasikan kebijakan-kebijakan lingkungan, dan peran karyawan dalam masalah-masalah lingkungan. Komunikasi menjadi target seluruh tingkatan di perusahaan untuk memperbaiki kesadaran akan tanggung jawab individu melalui aktivitas sehari-hari dan komitmen organisasi terhadap isuisu lingkungan. Komunikasi lingkungan perlu disampaikan kepada pihak lain, seperti: supplier, konsumen, masyarakat, dan pemilik perusahaan. D. Faktor Pendorong SML Sistem manajemen lingkungan (SML) keberadaannya saat ini sangat penting dibanding pada dekade sebelumnya. SML akan semakin penting seiring dengan perkembangan tanggung jawab sosial perusahaan. Bergeson (2005) mendefinisikan SML sebagai pendekatan terstruktur terhadap isuisu manajemen lingkungan, dan memberikan pondasi untuk menjamin komplain dan kesetaraan kinerja perusahaan. Sementara itu Environmental Protection Agency (EPA) mendefinisikan SML merupakan sebuah siklus dari perencanaan, implementasi, penelaahan, dan perbaikan proses dan tindakan sehingga organisasi mengimplementasikan tujuan-tujuan bisnis 60 Bab IV SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN dan tujuan-tujuan lingkungan. Terdapat empat kunci pendorong (drivers) dalam pengembangan dan implementasi SML. Pertama, adanya kebutuhan untuk memenuhi berbagai regulasi di bidang lingkungan melalui berbagai tuntutan sertifikasi bidang lingkungan. Kondisi ini akan memberikan konsentrasi penuh bagi perusahaan dan memusatkan pikiran sebagai bentuk tanggung jawab yang mendasarkan pada standard kinerja. Kedua, adanya kebutuhan akan tuntutan inovasi SML, maka perusahaan harus secara berkelanjutan mengembangkan dan memikirkan metode-metode baru untuk mencapai perkembangan yang berkelanjutan, meningkatkan persaingan, dan kemakmuran. Desain dan implementasi SML merupakan bagian dari proses inovasi dan sebagai instrumen dalam mengefisienkan sumber daya perusahaan dan memaksimumkan pencegahan polusi. Ketiga, adanya daya tarik terhadap penghargaan yang diberikan oleh pemerintah bagi perusahaan yang mengembangkan dan mengimplementasikan SML. Keempat, SML dipandang sebagai metode baru bagi perusahaan dalam menjalankan bisnis, mengingat perusahaan yang tidak menerapkan SML akan berdampak pada menurunnya daya tarik konsumen terhadap produk perusahaan. E. SML sebagai Alat Perbaikan SML disinyalir merupakan salah satu alat yang efektif secara praktis dan sistematis dalam pengelolaan kesehatan, keuangan, dan resikoresiko regulasi dikaitkan dengan tanggungjawabnya dalam mengurusi masalah lingkungan. Pawar dan Rissetto (2001), mendefinisikan SML sebagai satu rangkaian proses dan prosedur manajemen yang mengijinkan sebuah organisasi untuk menganalisis, mengawasi, dan mengurangi dampak lingkungan dari kegiatan operasional maupun jasa dalam rangka mencapai cost saving, efisiensi dan pengawasan yang lebih baik, mempersingkat penanganan komplain. Berbagai upaya dalam perbaikan kinerja bidang kesehatan dan perlindungan lingkungan, pengurangan resiko dan kewajiban, tentunya harus diimplementasikan tanpa mengurangi kualitas hidup masyarakat. SML mampu melakukan pelacakan terhadap komplain aturan-aturan, mengurangi resiko kerusakan publik, memperbaiki pemahaman publik terhadap keputusan manajemen, mempersingkat 61 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) proses organisasional, hubungan yang baik terhadap stakeholders, dan menciptakan kepemimpinan terhadap lingkungan. Berbagai keuntungan SML antara lain: dapat meningkatakan efisiensi operasional dan administrasi, menciptakan cost saving yang meliputi bidang ekonomi dan lingkungan, memperbaiki kesehatan publik dan perlindunga lingkungan, mengurangi resiko dan kewajiban terhadap konsumen, memperbaiki, mempersingkat proses terhadap komplain berbagai aturan-aturan, meningkatkan interaksi dengan masyarakat stakeholders, memperbaiki komunikasi dan pendidikan internal maupun eksternal, peningkatan partisipasi dan pelayanan karyawan, inovasi dan solusi terhadap masalah-masalah lingkungan, dan meningkatkan relasi terhadap publik. Pelaksanaan SML yang sukses harus merefleksikan adanya pengakuan dari stakeholders yang didasari pada pelaksanaan berbagai aturan. Salah satu model SML adalah International Standard Organization (ISO) 14.001. ISO 14.001 merupakan pengembangan standar kualitas lingkungan untuk mempertemukan kepentingan sektor pemerintah dan sektor swasta, dan untuk memonitor kinerja lingkungan mereka dan dampak lingkungan terhadap sumberdaya air, udara, tanah, dan material. Elemenelemen ISO 14.001 merupakan pemikiran lingkungan yang terintegrasi dalam seluruh tingkatan dan proses organisasi, dan memandang bahwa lingkungan merupakan bagian integral dari kinerja secara keseluruhan. ISO 14.001 memiliki lima tahapan spesifik yang merupakan proses pengembangan dari SML. Kelima tahapan tersebut adalah (Pawar dan Risetto, 2001): (1) Environmental policy; Merupakan pengembangan komitmen terhadap kepedulian lingkungan, dan dijadikan dasar dan petunjuk untuk perencanaan dan tindakan. (2) Planning Merupakan analisis terperinci terhadap fungsi, proses, dan kebijakankebijakan, termasuk kebutuhan akan regulasi, tujuan-tujuan, targettarget yang selaras dengan kebijakan lingkungan. (3) EMS Implementation Semua karyawan yang terlibat dalam SML harus memiliki peran dan tanggungjawab, dan mereka terlebih dahulu akan diberikan training. 62 Bab IV SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN (4) Ovesight and Implementation Merupakan sebuah siklus informasi yang konsisten terhadap SML yang harus dikoleksi dan dipelihara untuk memonitor aktivitas-aktivitas kunci dan pelacakan perbaikan kinerja lingkungan. (5) Annual Assessment of EMS performance and value Pada dasarnya adalah pencatatan yang dilakukan secara periodik sehingga SML beroperasi secara intent dan menjamin komplain dari stakeholders dan perbaikan kinerja secara berkelanjutan. Kelima tahapan tersebut merupakan petunjuk dalam mengembangkan dan mengelolan SML. Dalam implementasinya tentunya dalam jangka panjang perlu diperhatikan juga keberadaan demografi organisasi, budaya organisasi, komitmen organisasi, dan pelayanan. F. Strategi Manajemen Lingkungan Perusahaan Perhatian perusahaan-perusahaan terhadap masalah lingkungan diindikasikan semakin meningkat terkait dengan dampak yang ditimbulkan terhadap kegiatan bisnis. Tuntutan para shareholder, konsumen dan pengambil kebijakan akan semakin meningkat permintaannya terhadap perbaikan kinerja lingkungan perusahaan. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi persepsi manajer tentang pentingnya isu lingkungan dimunculkan dalam perusahaan. Tekanan-tekanan eksternal seperti berbagai regulasi bidang lingkungan dan perhatian yang semkin meningkat dari publik, sepeti peluang pasar yang mengharuskan tersedianya produk-produk yang ramah lingkungan, telah memaksa perusahaan untuk mengintegrasikan isu-isu lingkungan ke dalam proses perencanaan strategisnya. Integrasi berbagai isu lingkungan dapat terjadi pada level-level strategi yang berbeda tergantung dari persepsi managerial terhadap pentingnya isu-isu lingkungan. Sebagai konsekwensinya bahwa tindakan perusahaan dalam menanggapi isu lingkungan akan berbeda-beda, sehingga bagi perusahaan yang memiliki dampak lingkungan lebih besar akan cenderung lebih proaktif. Isu-isu lingkungan akan mempengaruhi area yang berbeda dalam operasional perusahaan, seperti kegiatan manufakturing, pengadaan bahan mentah, penggunaan energi, pemasaran, pengembangan produk, dan manajemen waste. Perusahaan dapat menggunakann pendekatan atau 63 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) metode life cycle analysis (LCA), total quality environmental manajemen (TQEM) sebagai usaha untuk memperbaiki kinerja lingkungannya. berikan pengaruh yang berbeda. Strategi corporate greening telah dikembangkan oleh beberapa peneliti (Achmed; 1998, Azzone; 1997, Lee and Green; 1994). Konsep corporate greening berisi pengaruh kebijakan lingkungan terhadap pilihan strategi, reformasi struktur internal, manajemen rantai pasokan, manajemen stakeholder dan keunggulan bersaing. Perusahaan menampilkan sejumlah pilihan strategi yang terkait dengan isu lingkungan, kemudian perusahaan akan menentukan kebijakan lingkungan mana yang akan dikaitkan dengan strategi perusahaan. Persepsi manajer tentang resiko lingkungan dan peluang pasar akan sangat menentukan tingkat integrasi isu lingkungan. Tabel 4.1 Level dan Tipe Strategi Perusahaan dapat melakukan strategi reaktif dengan mengikuti berbagai aturan-aturan lingkungan yang telah ada, namun juga dapat menerapkan strategi proaktif dalam meningkatkan keunggulan bersaing melalui peningkatan inisiatif lingkungan. Dengan demikian jangkauan strategi akan bergerak dari reaktif ke proaktif, dari penolakan komplain ke pemenuhan dan inovasi. Peruasahaan dapat mengintegrasikan strategistrategi lingkungan pada tingkatan yang berbeda. Pada tingkatan tertinggi 64 Bab IV SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN (level perusahaan) yang cenderung menguji peran perusahaan terhadap masyarakat akan menggambarkan misi dasar perusahaan. Sementara pada level departemen mengarah pada penciptaan kepemimpinan perusahaan dalam memenuhi komplain pelanggan dengan melakukan inovasi-inovasi. Pada level bisnis lebih mengakomodasi Tabel 4.2. Langkah-langkah Tindakan Lingkungan 65 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) berbagai komplain dengan menerapkan strategi berkelanjutan, misalnya: menciptakan produk dengan biaya murah dan melakukan diferensiasi. Dalam bisnis strategi akan melibatkan alokasi sumberdaya perusahaan untuk mencapai keunggulan bersaing dan juga mengintegrasikan dengan fungsi-fungsi bisnis yang lain. 66 Bab V SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF 5 Manajemen Lingkungan Proaktif A. Pendahuluan Isu lingkungan telah memunculkan berbagai kesempatan maupun ancaman bagi perusahaan, terutama yang mempunyai pasar ekspor. Berbagai perusahaan di negara-negara seperti Amerika Utara, Eropa, Jepang dan sebagian besar negara industri baru menciptakan perlindungan lingkungan sebagai bagian dari strategi persaingan internasionalnya. Proactive Corporate Environment Management (PCEM) disinyalir mampu untuk mengantisipasi berbagai perubahan tuntutan permintaan konsumen, terutama kaitannya dengan produk-produk yang ramah lingkungan. PCEM muncul karena dorongan dari berbagai pihak, seperti: konsumen, stakeholder, pemerintah, karyawan, pesaing dan environmentalist. PCEM mampu memberikan strategi bagi perusahaan kaitannya dengan efisiensi dan persaingan, melalui peningkatan kinerja lingkungan perusahaan. Efektivitas suatu organisasi sangat tergantung pada kemampuan organisasi tersebut dalam mencapai tujuannya. Tujuan organisasi sangatlah bervariasi, seperti mencari laba, mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan maupun memperluas pangsa pasar. Perusahaan dituntut melakukan redefinisi terhadap tujuan perusahaan pada saat terjadi berbagai perubahan dan munculnya fenomena baru yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan. Salah satunya adalah isu mengenai lingkungan yang hendaknya menjadi acuan bagi perusahaan untuk meninjau kembali tujuan yang sudah ditetapkan. Berrry dan Rondinelli 67 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) (1998), menyatakan bahwa abad-21 merupakan sebuah revolusi industri baru (new industrial revolution), yang hakekatnya adalah terkait dengan manajemen lingkungan. Hal ini paling tidak memberikan gambaran dan wawasan bagi seluruh perusahaan, terutama perusahaan yang berorientasi global untuk menindaklanjuti keberadaan manajemen lingkungan sebagai sebuah tuntutan dan salah satu sumber keunggulan bersaing perusahaan. Disinyalir bahwa berbagai program kualitas yang dilaksanakan selama ini lebih menekankan pada aspek kepuasan konsumen dengan kurang memperhatikan dampak negatif lingkungan yang ditimbulkan dari berbagai aktivitas perusahaan, sehingga dalam jangka panjang memunculkan ancaman dan perusakan lingkungan. Perubahan level persaingan juga mengakibatkan perubahan pola konsumsi konsumen terhadap produk. Penilaian produk pada paradigma lama mengutamakan pada asal produk, yakni dari negara mana? Pada saat itu (tahun 1980-an), produk-produk dari negara barat sangatlah mendominasi pasaran dunia. Selanjutnya level persaingan bergeser pada level corporate (tahun 1990-an), diindikasikan dengan antusiasme dalam penilaian produk didasarkan pada peruahaan mana yang memproduksi. Perusahaan-perusahaan multinasional, seperti: Coca-cola company, Procter & Gamble, Sony dan Xerox merupakan perusahaan yang mampu memberikan image superior kepada konsumen akan produk-produk yang dihasilkan. Kondisi pada saat ini nampaknya leber persaingan lebih mengarah pada produk, terutama kualitas produk sehingga konsumen akan memeberikan penilaian langsung terhadap produk yang dikonsumsi. kaitannya dengan level persaingan dan munculnya fenomena revolusi industri baru, maka kebaradaan green customer perlu mendapatkan perhatian dan tanggapan yang serius, yakni bagaimana perusahaan sudah mulai melakukan redefinisi terutama dalam proses produksi dan penggunaan teknologi untuk mengantisipasi keberadaan green customer. Brown dan Karagozoglu (1998) mendefinisikan green customer sebagai sebuah kelompok konsumen yang mempunyai tendensi dalam pembelian produk yang berasal dari perusahaan-perusahaan yang konsern terhadap lingkungan. Jelasnya mereka akan menyerahkan uangnya pada saat green produk berada. Tuntutan akan produk-produk yang green juga muncul 68 Bab V SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF karena adanya tanggung jawab perusahaan yang lebih luas, bukan hanya kepada konsumen, namun juga kepada pemerintah, supplier, karyawan, dan environmentalist. Munculnya tanggung jawab perusahaan secara lebih luas dan pertumbuhan green customer akan memunculkan konsep tanggung jawab lingkungan yang berkelanjutan dan merupakan dasar bagi keunggulan bersaing. Pengembangan konsep green product, nampaknya perlu diikuti dengan keberadaan green process dan penggunaan green technology. Beberapa perusahaan di Amerika Utara, Eropa, dan Jepang serta negaranegara industri baru telah menerapkan perlindungan lingkungan secara ketat sebagai bagian dari strategi mereka dalam menghadapi persaingan internasional. Perlindungan terhadap lingkungan dalam kaitannya dengan kinerja perusahaan dengan memperhatikan lingkungan muncul sejak tahun 1990-an, sehingga banyak perusahaan yang berusaha untuk menciptakan produk-produk yang green. B. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Kebijakan bertanggungjawab terhadap Lingkungan merupakan tindakan yang didasarkan pada pandangan moral. Permasalahan lingkungan akan muncul seiring dengan semakin meningkatnya eksploitasi sumber daya alam (SDA) sebagai upaya untuk meningkatkan produksi total dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Peranan pasar sangat penting, terutama dalam fungsinya untuk menentukan kriteria-kriteria yang harus digunakan dalam menilai pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan, baik oleh perusahaan maupun individu. Isu yang terkait dengan kebijakan SDA dan lingkungan yang bertanggung jawab adalah apakah produksi secara total dipertahankan bahkan ditingkatkan untuk menghadapi meningkatnya kebutuhan masyarakat karena pertambahan penduduk dan pendapatan mereka serta apakah lingkungan di mana kita tinggal dapat bertahan lama tanpa mengalami gangguan pencemaran yang merugikan. Mengacu pada uraian yang disampaikan, maka definisi kebijakan pengelolaan SDA dan lingkungan yang bertanggung jawab adalah: “Suatu kebijakan SDA dan lingkungan yang bertanggung jawab terhadap generasi saat ini maupun generasi yang akan datang terdiri dari satu himpunan peraturan serta tindakan yang berhubungan dengan 69 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) penggunaan SDA dan lingkungan yang membuat perekonomian bekerja efisien serta bertahan dalam waktu yang tidak terbatas, tidak menurunkan pola konsumsi agregat dan tidak membiarkan lingkungan fisik yang rusak, maupun tidak menimbulkan risiko yang besar bagi generasi yang akan datang, tetapi justru sebaliknya akan membuat generasi yang akan datang lebih sejahtera” (Suparmoko, 2000). Pada umumnya sulit untuk mengkoordinasikan dan menentukan kebijaksanaan secara global untuk semua negara atau semua daerah, mengingat masalah distribusi SDA dan distribusi penduduk antar daerah yang berbeda-beda, karena suatu wilayah memiliki warisan SDA yang berbeda dengan wilayah lain, demikian juga mengenai kepadatan penduduknya. Faktor-faktor teknologi, sosial, dan kelembagaan yang akan menentukan tersedianya sumberdaya alam dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok faktor yang menunjang adanya rasa optimisme untuk masa depan, dan kelompok faktor yang menimbulkan rasa ketidakpastian di masa mendatang. Ketidakpastian dipandang cenderung lebih dominan, oleh karena itu perlu diciptakan kebijakan-kebijakan yang dapat membantu mengurangi adanya ketidakpastian dan akan memberikan dorongan terhadap para pelaku bisnis dengan mendasarkan pada kebijakan yang dapat meningkatkan efisiensi dan sekaligus tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Berbagai kebijakan yang dapat dilakukan antara lain: (1) Menghindari pencemaran lingkungan secara global yang mengancam generasi mendatang, (2) Mengusahakan perencanaan SDA pada tingkat nasional untuk sumberdaya yang dapat diperbarui, dan diarahkan bagi pengadaan informasi persediaan SDA. Berbagai kebijakan yang telah ditempuh oleh pemerintah, akan tidak bermanfaat apabila tidak berdampak langsung terhadap efisiensi sumberdaya alam dan perbaikan lingkungan. Suatu kebijakan akan berhasil, kalau memenuhi kriteria-kriteria: keadilan, efisiensi, kebebasan perorangan, keberlangsungan, dan kesejahteraan masyarakat (Suparmoko, 2000). Usaha penanggulangan pencemaran lingkungan perlu dilakukan agar usaha peningkatan kesejahteraan melalui penerapan kemajuan industri dan teknologi dapat terwujud sesuai dengan yang diharapkan. Jangan sampai penerapan kemajuan industri dan teknologi justru menimbulkan masalah 70 Bab V SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF baru yang berupa dampak pencemaran lingkungan yang merugikan manusia. Oleh karena pencemaran lingkungan mempunyai dampak yang sangat luas dan sangat merugikan manusia, maka perlu diusahakan pengurangan pencemaran lingkungan atau bila mungkin meniadakannya sama sekali. Usaha untuk mengurangi dan menanggulangi pencemaran dapat dilakukan dengan dua cara (Wardhana, 2001), yaitu: penanggulangan secara nonteknis dan secara teknis. Penanggulangan non-teknis merupakan usaha untuk mengurangi dan menanggulangi pencemaran lingkungan dengan cara menciptakan peraturan perundangan yang dapat merencanakan, mengatur dan mengawasi segala macam bentuk kegiatan industri dan teknologi sedemikian rupa sehingga tidak terjadi pencemaran lingkungan. Peraturan perundangan yang dimaksudkan hendaknya dapat memberikan gambaran secara jelas tentang kegiatan industri dan teknologi yang akan dilaksanakan di suatu tempat yang antara lain meliputi: a. Penyajian Informasi Lingkungan (PIL) PIL merupakan gambaran awal tentang kegiatan yang akan diusulkan, dan diberikan sebelum AMDAL dilaksanakan. Berdasarkan penyajian informasi lingkungan ini akan diketahui secara cepat apakah AMDAL yang diusulkan perlu segera dilaksanakan. Secara umum PIL akan memuat tentang: kegiatan yang diusulkan, kondisi lingkungan yang akan dianalisa, dan dampak yang mungkin terjadi akibat kegiatan yang diusulkan serta tindakan yang direncanakan untuk mengendalikannya. b. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) AMDAL merupakan studi tentang beberapa masalah yang berkaitan dengan rencana kegiatan yang diusulkan. Dalam hal ini studi yang dilakukan meliputi kemungkinan terjadinya berbagai macam perubahan, baik perubahan sosial-ekonomi maupun perubahan biofisik lingkungan sebagai akibat adanya kegiatan yang diusulkan tersebut. Dalam AMDAL suatu pabrik (misal: baja) akan terdiri dari: - Letak tempat pabrik baja yang akan didirikan - Jenis tanur yang digunakan dan kapasitasnya - Bahan bakar yang diperlukan - Fasilitas peleburan dan pencetakan yang ada - Masalah keselamatan tenaga kerja dalam operasi normal 71 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) - Masalah keselamatan tenaga kerja dalam operasi darurat - Masalah dampak lingkungan yang mungkin terjadi - Kesimpulan umum atas rencana pendirian pabrik baja. c. Perencanaan Pengawasan Kegiatan Industri dan Teknologi Perencanaan pengawasan kegiatan industri dan teknologi dimaksudkan agar jika terjadi pencemaran lingkungan dari kegiatan tersebut dapat dipantau dengan mudah dan cepat sehingga penanggulangannya dapat dilakukan secara terpadu, dan daya dukung alam lingkungan sekitarnya tetap terjamin bagi kelangsungan hidup manusia. Melalui perencanaan kawasan yang baik, maka keseimbangan kebutuhan utilitas antara keperluan untuk kegiatan industri dan teknologi dengan keperluan pemukiman di sekitarnya dapat diatur tanpa merugikan salah satu pihak. Apabila perencanaan kawasan dilakukan dengan baik maka tidak akan ada daerah subur dan produktif yang digunakan sebagai kawasan suatu industri karena tanah yang subur dan produktif akan lebih bermanfaat sebagai penunjang kebutuhan pangan manusia. Melalui perencanaan kawasan yang baik maka tidak mungkin ijin kegiatan industri dan teknologi diberikan secara sembarangan. Penerapan peraturan perundangan pun akan lebih mudal dilaksanakan. d. Pengaturan dan Pengawasan Kegiatan Dalam rangka mengurangi dan menanggulangi dampak pencemaran lingkungan, perlu diadakan pengaturan dan pengawasan atas segala macam kegiatan industri dan teknologi. Pengaturan dan pengawasan ini dimaksudkan agar segala persyaratan keselamatan kerja dan keselamatan lingkungan dapat dipenuhi dengan baik sehingga kemungkingan terjadinya pencemaran lingkungan dapat ditekan sekecilkecilnya. e. Menanamkan Perilaku Disiplin Masalah keselamatan dan kesehatan lingkungan. Seringkali terjadi pencemaran lingkungan karena tidak disiplinnya petugas yang menangani kegiatan industri dan teknologi. Pembuangan limbah dari pabrik atau tempat kerja tanpa terlebih dahulu melalui proses pengolahan limbah seringkali dijumpai sebagai kasus utama penyebab 72 Bab V SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF terjadinya pencemaran lingkungan. Sudah menjadi tanggung jawab moral pemilik pabrik, teknisi dan semua karyawan pabrik yang potensial untuk menimbulkan pencemaran sangat diharapkan untuk mencegah terjadinya pencemaran. Petugas yang mengawasi kegaitan pengelolaan limbah dari kegiatan industri dan teknologi juga dituntut untuk bekerja dengan baik dan disiplin. Segenap lapisan masyarakat dituntut untuk berdisiplin, tidak membuang limbah secara sembarangan yang pada akhirnya dapat menimbulkan pencemaran. Penanaman perilaku disiplin hendaknya dimulai sejak awal. Apabila berdasarkan kajian AMDAL ternyata bisa diduga bahwa mungkin akan timbul pencemaran lingkungan maka langkah berikutnya adalah memikirkan penanggulangan secara teknis. Banyak macam dan cara yang dapat ditempuh dalam penanggulangan secara teknis. Adapun kriteria yang digunakan dalam memilih dan menentukan cara yang akan digunakan dalam pananggulangan secara teknis tergantung pada faktor berikut: (1) Mengutamakan keselamatan lingkungan, (2) Teknologinya telah dikuasai dengan baik, dan (3) Secara teknis dan ekonomis dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan kriteria tersebut di atas diperoleh beberapa cara dalam hal penanggulangan secara teknis, antara lain dengan: 1. Mengubah proses Apabila dalam suatu proses industri dan teknologi terdapat bahan buangan atau limbah yang berupa zat-zat kimia, maka akan terjadi pencemaran lingkungan oleh zat-zat kimia, baik melalui pencemaran udara, pencemaran air maupun pencemaran daratan. Keadaan ini harus dihindari, yaitu dengan mengubah proses yang ada dan memenuhi kriteria. 2. Mengganti sumber energi Sumber energi yang digunakan pada berbagai kegiatan industri dan teknologi sebagian besar masih mengandalkan pada pemakaian bahan bakar fosil, baik minyak maupun batubara. Pemakaian bahan bakar fosil akan menghasilkan komponen pencemar udara yang berupa gas SO2, NO2 dan H2O dan sebagainya. Hal ini bisa dikurangi dengan memakai bahan bakar LNG yang menghasilkan gas buangan yang lebih bersih. Energi lain yang memiliki dampak kualitas lingkungan yang lebih baik 73 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) misalnya sumber panas bumi (geothermal). 3. Mengelola limbah Semua kegiatan industri dan teknologi selalu akan menghasilkan limbah yang menimbulkan masalah bagi lingkungan. Pengolahan limbah dari bahan buangan industri dan teknologi dimaksudkan untuk mengurangi penemaran lingkungan. Cara pengelolaan limbah ini sering disebut dengan Waste Treatment atau Waste Management. Cara pengelolaan limbah industri dan teknologi tergantung pada sifat dan kandungan limbah serta tergantung pula pada rencana pembuangan olahan limbah secara permanen. Secara umum tingkatan proses pengolahan limbah melalui tahapan antara lain: pengeolahan awal, pengolahan lanjutan, dan pengolahan akhir. 4. Menambah alat bantu Untuk melengkapi cara penanggulangan pencemaran lingkungan secara teknis dilakukan dengan menambahkan alat bantu yang dapat mengurangi pencemaran. Alat bantu yang digunakan tergantung pada keadaan dan macam kegiatan. Beberapa alat bantu yang digunakan untuk mengurangi atau menanggulangi pencemaran lingkungan antara lain: Pertama, filter udara yang dimaksudkan untuk menangkap abu atau partikel yang ikut keluar pada cerobong atau stack, agar tidak ikut terlepas ke lingkungan sehingga hanya udara bersih saja yang keluar dari cerobong. Jenis filter udara tergantung dari sifat gas buangan yang keluar dari proses industri, apakah berdebu banyak, apakah bersifat asam, atau bersifat alkalis. Kedua, pengendap silikon atau Cyclone Separators adalah pengendap debu/abu yang ikut dalam gas buangan atau udara dalam ruang pabrik yang berdebu. Prinsip kerja pengendap siklon adalah pmenfaatan gaya sentrifugal dari udara atau gas buangan yang sengaja dihenbuskan melalui tepi dinding tabung siklon sehingga partikel yang relatif berat akan jatuh ke bawah. Ketiga, filter basah atau Scrubbers atau Wet Collectors. Prinsip kerja filter basah adalah membersihkan udara yang kotor dengan cara menyemprotkan air dari bagian atas alat, sedangkan udara yang kotor dari bagian bawah alat. Pada saat udara yang berdebu kontak dengan air, maka debu akan ikut semprotan air turun ke bawah. Keempat, pengendap sistem gravitasi 74 Bab V SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF yang hanya digunakan untuk membersihkan udara kotor yang ukuran partikelnya relatif cukup besar, sekitar 50 u atau lebih. Cara kerja alat ini sederhana sekali, yaitu dengan mengalirkan udara yang kotor ke dalam alat yang dibuat sedemikian rupa sehingga pada waktu terjadi perubahan kecepatan secara tiba-tiba (speed drop), zarah akan jatuh terkumpul di bawah akibat gaya beratnya sendiri. Kelima, pengendap elektrostatik yang digunakan untuk membersihkan udara kotor dalam jumlah yang relatif besar dan pengotor udaranya adalah aerosol atau uap air. Alat ini dapat membersihkan udara secara cepat dan udara yang keluar dari alat ini sudah relatif bersih. C. Tuntutan Manajemen Lingkungan Kepedulian terhadap lingkungan dan tuntutan terhadap persaingan yang semakin keras, bagi perusahaan merupakan dua hal yang saling bertentangan, sehingga perlu mendapatkan perhatian dan penganganan yang serius. Persaingan mengkondisikan perusahaan untuk dapat bertahan melalui produk yang ditawarkan, sehingga masalah cost merupakan hal yang strategis dalam menentukan harga yang akan ditawarkan. Dilain pihak tuntutan akan kepedulian terhadap lingkungan memerlukan tindakan yang serius untuk menanganinya. Keduanya perlu perhatian yang seimbang dalam mencapai kesuksesan perusahaan. Hal pertama yang mendorong munculnya kepedulian terhadap manajemen lingkungan yang proaktif adalah cost. Paradigma lama lebih menekankan pada kemampuan perusahaan menciptakan cost yang rendah terhadap produk yang dihasilkan, misalnya terkait dengan pengadaan input, tenaga kerja, energi, dan bahan baku, serta mengandalkan input lokal. Pada era globalisasi dengan mengandalkan pada keunggulan teknologi, cost yang rendah dapat tercipta di manapun perusahaan beroperasi. Teknologi telah mampu menciptakan bahan-bahan sintetis yang mampun menggantikan bahan baku aslinya dengan kualitas yang tidak kalah. Pendekatan manajemen lingkungan proaktif akan mampu mengatasi masalah cost, namun implementasinya memerlukan waktu yang cukup, mengingat perlu adanya investasi yang cukup besar dalam kaitannya dengan tindakan proaktif. Riset yang dilakukan oleh Brown dan Karagozoglu (1998) terhadap 83 perusahaan yang rentan terhadap masalah lingkungan 75 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) (perusahaan baterai, cat, tinta printer, paper dan pulp), sebanyak 7% dari responden menyatakan bahwa program manejemen lingkungan mempunya dampak secara finansial. Sedangkan kaitannya dengan keunggulan bersaing, hanya 13% dari responden yang meyakini. Dari temuan ini dapat disimpulkan bahwa dampak penerapan manajemen lingkungan yang proaktif memerlukan waktu yang cukup lama, kaitannya dengan pencapaian profit margin, market share maupun keunggulan bersaing. Kedua, adanya regulatory demand yang dapat merupakan cerminan suatu negara dalam kaitannya dengan perlindungan lingkungan. Berbagai peraturan pada dasarnya diciptakan untuk melindungi dan menciptakan kepedulian berbagai pihak terhadap lingkungan. Riset yang dilakukan oleh Brown dan Karagozoglu (1998), hasilnya mengindikasikan bahwa kepedulian terhadap permasalahan lingkungan dari perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat yang digunakan sebagai sampel cukup tinggi, yakni 94%, artinya mereka sangat merespond semua regulasi yang dibuat. Selain itu jumlah undang-undang di bidang lingkungan juga mengalami peningkatan yang drastis dari tahun 1970 sampai tahun 1997 (dari 2.000 menjadi 100.000 UU tentang lingkungan). Efektivitas pelaksanaan UU lingkungan tentunya sangat terkait dengan isi dan substansi dari UU tersebut, sehingga dapat digunakan oleh pihak yang berkepentingan untuk meningkatkan sinergi, bukannya sebagai faktor penghambat dalam mencapai tujuan. Porter (1995) memberikan gambaran bahwa dalam pembuatan regulasi di bidang lingkungan hendaknya melibatkan para environmentalist, legeslatif, perusahaan, dan konsumen, sehingga dapat menciptakan mata rantai ekonomi, yakni produktivitas sumber daya, inovasi dan persaingan. Ketiga, stakeholders forces, perusahaan harus selalu berusaha untuk memuaskan kepentingan stakeholder. Strategi manajemen lingkungan yang proaktif pada dasarnya dibangun berdasarkan prinsip-prinsip manajemen, terutama menyangkut efisiensi dan efektivitas setiap kegiatan yang dilakukan dan respon yang baik terhadap setiap permintaan konsumen. Berbagai tujuan akan muncul, seperti cash flow, profit ability, return on investment dan juga perlindungan lingkungan. Dalam fenomena baru, tanggung jawab perusahaan dalam kaitannya dengan kepentingan stakeholder lebih komplek. Berbagai perusahaan, seperti 3M, Kodak, Sony dan Procter & Gamble telah 76 Bab V SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF melakukan berbagai tindakan dalam kaitannya dengan peningkatan kinerja lingkungan, misalnya dengan memfokuskan pada keinginan konsumen, pengukuran kinerja karyawan, training karyawan, pengurangan aktivitas yang menghambat efektivitas dan efisiensi organisasi, serta keterlibatan supplier dalam upaya perbaikan lingkungan. Kesadaran perusahaan bahwa environment management merupakan suatu evaluasi di bidang kualitas dengan menekankan keunggulan bersaing melalui penciptaan produkproduk yang green. Program TQEM telah menjadikan faktor lingkungan sebagai bagian dari budaya dan tujuan perusahaan. Berbagai penghargaan di bidang kualitas juga telah banyak muncul. Keempat, competitive requirement, mendasarkan pada munculnya persaingan dalam suatu industri, maka sumber-sumber keunggulan bersaing perlu dimiliki dan diciptakan oleh setiap perusahaan. Manajemen lingkungan proaktif pada dasarnya mampu memberikan keunggulan bersaing pada perusahaan terkait dengan fenomena munculnya green customer dan berbagai negara-negara maju yang diindikasikan bahwa mereka merupakan pembeli-pembeli potensial. Texmaco sebagai perusahaan yang salah satu produknya tekstil dan sebagian besar diekspor mampu menciptakan Gambar 5.1. Elemen-elemen PCEM Sumber: diolah dari berbagai sumber (2006) 77 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) dan menerapkan manajemen lingkungan yang proaktif, mengingat setiap pembeli dari negara lain akan meninjau secara langsung berbagai fasilitas yang rentan terhadap lingkungan, seperti pengolahan limbah, polusi udara maupun polusi suara. Selanjutnya akan diperiksa satu persatu kaitannya dengan masalah pencemaran lingkungan. Texmaco juga peduli terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar perusahaan, dengan menyediakan sarana air bersih untuk keperluan masyarakat sehari-hari. Pada tahap awal dalam mengantisipasi penerapan manajemen lingkungan yang proaktif memerlukan investasi dan biaya pemeliharaan yang cukup besar, namun selanjutnya berdampak pada keunggulan bersaing bagi perusahaan yang bersangkutan. Langkah awal dalam menerapkan manajemen lingkungan proaktif selain munculnya sekelompok konsumen yang tergabung dalam green customer, tuntutan akan green process sehingga mengakibatkan tuntutan baru, yakni penggunaan green technology. Pada level strategis, keberadaan lingkungan manajemen operasional dapat membantu perusahaan dalam menciptakan keunggulan bersaing. Environmental Operations Management (EOM) didefinisikan oleh Sharma dan Gupta (1996) sebagai integrasi dari prinsip-prinsip manajemen lingkungan denganproses pengambilan keputusan untuk melakukan konversi berbagai sumberdaya ke dalam produkproduk yang dapat dimanfaatkan. Berbagai regulasi di bidang lingkungan pada dasarnya menekankan pada program minimisasi dan eleminasi waste. Dalam implementasinya, pertama dengan pendekatan pencegahan polusi melalui berbagai prosedur pengawasan polusi. Kedua melakukan program recycling, melalui pemanfaatan material itu sendiri atau dapat difungsikan ke dalam bentuk material yang lain. Lingkungan manajemen operasional dalam lingkup yang luas terkait dengan berbagai undang-undang dan peraturan lingkungan yang tentunya dapat merupakan peluang untuk menciptakan keunggulan bersaing atau sebaliknya dapat sebagai penghambat perusahaan dalam persaingan. Pada lingkungan mikro akan menyangkut masalah quality management, environmental control system, enviromental product and process design, capacity planning and scheduling, material management and work force management. Berbagai macam lingkungan mikro manajemen operasional 78 Bab V SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF akan memerlukan penyesuaian pada saat perusahaan diarahkan pada penciptaan produk-produk yang ramah lingkungan. Dalam konteks lingkungan, dimensi kualitas seperti kualitas desain merupakan dimensi penting dalam kaitannya dengan sukses minimisasi waste dan pencegahan berbagai polusi. Reliabilitas produk menjadi hal yang kritikal, sementar itu sistem manajemen lingkungan menjadi suatu keharusan kaitannya dengan proses produksi, misalnya dengan menerapkan bagan pengawasan produksi. Dibidang desain produk dan proses diarahkan untuk mengurangi efek lingkungan negatif pada desain dan proses produksi, misalnya dengan mengakses berbagai indikator green dan menemukan sumber masalah melalui siklus hidup produk. Bidang penanganan material, disamping menyangkut pngadaan, yang lebih penting menyangkut recycling atau konversi terhadap sisa produk perusahaan, sehingga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Semua aktivitas operasional yang terkait dengan lingkungan, sukses implementasinya sangat tergantung dari komitmen dari manajemen puncak, demikian juga komitmen dari seluruh personal dalam perusahaan dalam bertanggung jawab terhadap pencapaian tujuan. Secara singkat manajemen operasional akan selalu melakukan proses secara kontinyu dengan menekankan pada efisiensi transformasi input ke dalam output. Lingkungan manajemen operasional membutuhkan pemahaman yang menyeluruh, mulai dari pengadaan input (raw material dan energi) proses control dan perubahan (kontrol terhadap polusi udara dan air, meniadakan kegiatan yang tidak berguna dan penggunaan teknologi pengawasan pulusi baru), sampai pada menghasilkan output berupa green and clean product. Sebuah team manajemen operasional dalam perusahaan memiliki tanggung jawab yang cukup besar, bukan hanya menghasilkan produk ayng diinginkan dalam kualitas dan kuantitas, namun juga melakukan pengawasan terhadap berbagai praktek kerja dan penggunaan sumber daya. Kepedulian terhadap isue lingkungan dalam implementasi tanggung jawab operasional, diyakini oleh para expert bahwa inisiatif kepedulian terhadap lingkungan akan meredefinisi strategi bisnis dan operasional melalui pemahaman yang lebih luas pada masa-masa mendatang. Strategi operasional lingkungan yang efektif pada akhirnya akan memiliki dampak 79 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) interaksi yang menguntungkan, baik ke dalam maupun ke luar perusahaan. Ke dalam akan sangat terkait dengan berbagai fungsi dalam perusahaan itu sendiri, sedangkan ke luar berhubungan dengan lembaga-lembaga pemerintah maupun konsumen. Pada level strategis, manajemen operasional berusaha mengantisipasi kebutuhan terhadap standar lingkungan dan pemenuhan harapan konsumen. Konsep lingkungan manajemen operasional dapat diilustrasikan dengan dua pendekatan, pertama menggunakan kriteria kinerja manajemen operasional dan kedua keputusan-keputusan operasional. Kriteria kinerja operasional terkait dengan: dependability, efficiency, flexibility, dan quality. Sedangkan keputusan operasional lebih bersifat teknis pelaksanaan di bidang operasional, seperti: quality management, process design and selection, capacity planning and scheduling, inventory management, and work-force management. D. Manajemen Lingkungan Proaktif Manajemen Lingkungan Proaktif merupakan suatu strategi perusahaan dalam menghadapi tuntutan green customer dan juga sebagai strategi untuk mencapai keunggulan bersaing dalam jangka panjang. Dampak yang muncul dengan diterapkannya manajemen lingkungan proaktif diharapkan dapat menciptakan kinerja lingkungan, terutama terkait dengan semua aktivitas perusahaan secara berkelanjutan. Berry dan Rondinelli (1998) berbagai pendekatan dalam sistem manajemen lingkungan dimaksudkan sebagai sebuah respon perusahaan terhadap berbagai kepentingan perundangundangan di bidang lingkungan, selain itu dimaksudkan juga sebagai sebuah strategi perusahaan untuk mewujudkan visinya. Berbagai tindakan proaktif terhadap masalah lingkungan pada dasarnya dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan. Pollution prevention merupakan tindakan yang banyak dilakukan perusahaan dan dimaksudkan untuk melakukan berbagai tindakan yang difokuskan pada minimisasi dan pembatasan semua aktivitas yang dapat menimbulkan polusi, sedangkan pengawasan lebih diarahkan pada menghilangkan semua yang tidak bermanfaat setelah melakukan aktivitas. Strategi greening dan prevention banyak digunakan oleh perusahaan, seperti yang diterapkan 80 Bab V SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF oleh Aeroquip dengan mengembangkan produk yang mampu mengurangi emisi, dengan cara menggunakan material dan sumber daya yang emisinya rendah. Pencegahan polusi dapat dilakukan pertama kali melalui penggunaan material, proses dan praktek-praktek produksi yang dapat meminimisasi penciptaan polusi. Kedua, product stewardship, diartikan sebagai praktek atau aktivitas yangmengurangi resiko atau permasalahan lingkungan yang ditimbulkan oleh proses desain, manufakturing, distribusi, dan konsumsi produk (Berry dan Rondinelli). Konsep recycling, reclining dan remanufacturing telah banyak diterapkan di negara-negara Eropa, khususnya Jerman melalui undang-undang yang dibuat oleh negara tersebut. Environment stewardship merupakan tahapan selanjutnya, yakni tidak hanya terbatas pada proses recycle material, tetapi material yang telah di recycle mampu diekspor. Berbagai prinsip dasar yang dapat digunakan dalam penerapan manajemen lingkungan yang proaktif, pertama dengan mengadopsi kebijakan lingkungan yang ditujukan untuk membatasi polusi serta mengkomunikasikan kebijakan tersebut dengan stakeholder. Kedua melakukan benchmarking dengan membandingkan kinerja lingkungan perusahaan dengan perusahaan leader dalam industri. Ketiga perlunya analisis dampak lingkungan terhadap permintaan produk di masa datang dikaitkan dengan tingkat persaingan yang terjadi. Sistem kinerja lingkungan yang proaktif akan dapat tercapai apabila paling sedikit ada enam elemen yang saling terkait. Pertama top management leadership, yakni menyangkut kemampuan seorang pemimpin yang harus memiliki keahlian manajerial yang superior dan mempunyai pengaruh dalam organisasi. DuPont di bawah kepemimpinan Woolard pada awal tahun 1990-an mengkonsentrasikan usaha-usaha perusahaan pada berbagai kesempatan dalam perbaikan lingkungan dengan melakukan riset terhadap produk dan proses produksi yang memiliki keunggulan. Kedua, environmental strategies and policies yang terkait dengan berbagai kebijakan di bidang lingkungan yang harus didahului oleh adanya komitmen manajemen puncak dan disadari kebijakan lingkungan membutuhkan pendanaan jangka panjang. Kebijakan dikatakan baik kalau mampu mengidentifikasi berbagai perlindungan lingkungan sebagai prioritas dan 81 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) diperkuat dengan tujuan, target, dan prosedur. Ketiga goals and targets, isu lingkungan dapat ditindaklanjuti dengan nilai-nilai khusus dan simbol yang mencerminkan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan. Penjabarannya dilakukan dalam program yang dapat melingkupi seluruh organisasi dan pembuatan tujuan yan glebih spesifik dan punya momentum. Berbagai perusahaan menggunakan moto atau simbol, misalnya: 3M dengan “Pollution prevention pay”. Kodak menggunakan kepuasan konsumen sebagai tujuan lingkungannya, dengan cara menciptakan kepercayaan konsumen, misalnya dengan pengiriman on-time, bebas kerusakan, produk yang reliabel dan tidak adanya waste di bidang material dan penggunaan tenaga kerja. Keempat, participatory decision making and implementation, untuk menciptakan kebijakan lingkungan lebih berarti hendaknya ada komitmen untuk pelayanan, peningkatan kualitas dan keterlibatan karyawan. Kebijakan-kebijakan diimplementasikan dala seluruh departemen, sehingga lingkungan menjadi bagian dari budaya organisasi dan dasar pengambilan keputusan. Setiap pihak yang terkait dengan perusahaan harus dilibatkan dalamprogram manajemen lingkungan, seperti customer dan supplier. Kelima monitoring , auditing and reporting, merupakan bagian penting dalam program pengawasan formal. Perusahaan dapat mengembangkan suatu program pengukuran kinerja lingkungan dengan melibatkan para manajer, karyawan, departemen terkait dan manajemen puncak untuk mengidentifikasi faktor kritikal kaitannya dengan lingkungan, yakni: komplain konsumen, stakeholders, training karyawan, perbaikan lingkungan dan pencegahan polusi. Keenam assessment and communication, perusahaan dapat memanfaatkan corporate intellegence dan berbagai sumber informasi eksternal untuk dasar re-evaluasi program proaktif mereka dan pencapaian keseimbangan di bidang lingkungan. Hal ini dapat berjalan baik apabila manajemen mampu memenuhi kebutuhan berbagai pihak, seperti: karyawan, konsumen, shareholders kelompok pemerhati lingkungan dan masyarakat. Faktor komunikasi menjadi hal yang penting untuk menciptakan persepsi perusahaan dan dukungan stakeholders. Gupta dan Sharma (1996), mengemukakan bahwa kriteria kinerja lingkungan ada empat, yaitu: dependability, efficiency, flexibility, dan quality. Dependability menekankan pada ketersediaan material dan proses produksi 82 Bab V SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF mempunyai dampak terhadap delivery dan harga. Kaitannya dengan delivery, keterlambatan material dan proses produksi akan menyebabkan pengiriman kepada konsumen terlambat. Sedangkan ketergantungan harga dipengaruhi langsung oleh ketidakpastian material dan proses produksi. Keterkaitan antara lingkungan manajemen operasional dengan efisiensi sangat erat dan mudah dipahami. Pengurangan dan pembatasan waste dalam produksi selalu menjadi tujuan utama dalam manajemen operasional dan juga sangat terkait dengan masalah tanggung jawab lingkungan. Tujuan strategis dari manajemen lingkungan operasional akan menciptakan eco efficienct , yang merupakan kemampuan untuk memperoleh nilai tambah maksimum terhadap produk dengan penggunaan sumber daya dan dampak polusi yang minimal, sehingga perusahaan yang tidak mampu menerapkan akan mengalami inefisiensi dalam lingkungan maupun secara ekonomi dan akhirnya tidak akan memiliki keunggulan bersaing. Selanjutnya fleksibilitas produk dan volume perlu dipertimbangkan perusahaan. Fleksibilitas produk akan dibatasi dengan penggunaanmaterial dan proses yang penting untuk menghasilkan produk yang diinginkan. Sedangkan volume produksi akan dipengaruhi oleh keterbatasan tipe dan jumlah material yang tidak pasti. Selanjutnya keterbatasan akan menentukan jumlah fasilitas yang harus digunakan dan permintaan. Lingkungan manajemen operasional dapat digunakan untuk mengurangi dan membatasi kebebbasan pemakaian material dan proses produksi, sehingga mampu mengurangi emisi, dan meningkatkan kapasitas produksi. Quality juga merupakan kriteria kinerja dan dikaitkan dengan berbagai atribut lingkungan sangatlah terkait. Kualitas pada umumnya mempertimbangkan kepuasan konsumen atau kesesuaian penggunaan, sehingga pada fenomena sekarang ini, harapan konsumen terhadap produk yang mereka beli cenderung mempunyai kepastian atribut lingkungan, dengan kata lain produk yang mempunyai kualitas. Berbagai trend di bidang asosiasi kualitas sebagai kepedulian terhadap greeness suatu produk memberikan banyak tantangan dankesempatan terhadap lingkungan manajemen operasional, misalnya: penciptaan standar internasional terhadap manajemen lingkungan, yang diharapkan mampu membantu perusahaan dalam mewujudkan kredibilitas lingkungan terhadap konsumen dan pesaing. 83 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) E. Sistem Manajemen Proaktif Sistem manajemen proaktif merupakan sistem manajemen lingkungan yang komprehensif yang terdiri dari kombinasi dari lima pendekatan, antara lain : (1) minimisasi dan pencegahan waste, (2) management demand side, (3) desain lingkungan (4) product stewardship dan (5) akuntansi fullcosting. Minimisasi dan pencegahan waste, perlindungan lingkungan yang efektif sangat membutuhkan aktivitas pencegahan terhadap aktivitas yang tidak berguna. Pencegahan polusi merupakan penggunaan material atau bahan baku, proses produksi atau praktek-praktek yang dapat mengurangi, miminimisasi atau mengeliminasi penyebab polusi atau sumber-sumber polusi. Tehnologi yang terkait dengan pencegahan polusi dalam bidang manufaktur meliputi: pengganti bahan baku, modifikasi proses, penggunaan kembali material, recycling material dalam proses selanjutnya (recycling), dan penggunaan kembali material dalam proses yang berbeda (reuse). Semakin meningkatnya tuntutan aturan dan meningkatnya cost untuk pengawasan polusi menjadi faktor penggerak bagi perusahaan untuk menemukan caracara yang efektif untuk mencegah polusi. Pada era 1980-an, sejumlah bisnis mulai memfokuskan, mengantisipasi dan mencegah masalah-masalah waste, sebelum ada kerusakan lingkungan. Demand-side management, merupakan sebuah pendekatan dalam pencegahan polusi yang asal mulanya digunakan dalam dunia industri. Konsep ini difokuskan pada pemahaman kebutuhan dan preferensi konsumen dalam penggunaan produk, dan didasarkan pada tiga prinsip yang mendasar, yaitu: tidak menyisakan produk yang waste, menjual sesuai dengan jumlah kebutuhan konsumen dan membuat konsumen lebih effisien dalam menggunakan produk. Demand-side management industri mengharuskan perusahaan untuk melihat dirinya sendiri dalam cara pandang baru, sehingga dapat menemukan peluang-peluang bisnis baru. Desain lingkungan, merupakan bagian integral dari proses pencegahan polusi dalam manajemen lingkungan proaktif. Perusahaan sering dihadapkan pada ineffisiensi dalam mendesain produk, misalnya produk tidak dapat dirakit kembali, di upgrade kembali, tidak dapat di recycle. Design for environmental (DFE) dimaksudkan untuk mengurangi 84 Bab V SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF biaya reprosesing dan mengembalikan produk ke pasar secara lebih cepat dan ekonomis. Product stewardship merupakan praktek-praktek yang dilakukan untuk mengurangi resiko terhadap lingkungan melalui masalah-masalah dalam desain, manufaktur, distribusi, pemakaian atau penjualan produk. Di beberapa negara telah muncul peraturan bahwa perusahaan bertanggung jawab untuk melakukan reclaim, recycling dan remanufacturing produk mereka. Dengan menggunakan life cycle analysis dapat ditentukan caracara perusahaan dalam mengurangi atau mengelimasi waste dalam seluruh tahapan, mulai dari bahan mentah, produksi, distribusi dan penggunaan oleh konsumen. Alternatif produk yang memiliki less pollution dan alternatif material, sumber energi, metode prosessing yang mengurangi waste menjadi kebutuhan bagi perusahaan. Full cost environmental accounting, konsep cost environmental secara langsung akan berpengaruh terhadap individu, masyarakat dan lingkungan, yang biasanya tidak mendapatkan perhatian dari perusahaan. Full cost accounting berusaha mengidentifikasi dan mengkuantifikasi kinerja biaya lingkungan sebuah produk, proses produksi dan sebuah proyek dengan mempertimbangkan empat macam biaya, yaitu : (1) biaya langsung, seperti biaya tenaga kerja, biaya modal dan biaya bahan mentah. (2) biaya tidak langsung, seperti biaya monitoring dan reporting. (3) biaya tidak menentu, misalnya biaya perbaikan. (4) biaya yang tidak kelihatan, seperti biaya public relation dan good will. Dalam pendekatan tradisional manajemen operasi, evaluasi kinerja organisasi didasarkan pada empat indikator: cost, quality, time, dan service. Seiring dengan pentingnya pelestarian lingkungan, maka pengukuran kinerja perusahaan haruslah memperhatikan ditujukan untuk mencapai pengembangan yang berkelanjutan. Fenomena pengembangan berkelanjutan akan berdampak pada perlunya redefinisi fungsi operasi. Angel (1993) mendefinisikan kinerja lingkungan sebagai: sebuah tujuan operasional yang menjadi tahapan awal untuk mengembangkan strategi keberlangsungan lingkungan. Sebagai ukuran keberhasilan perusahaan dalam melaksanakan manajemen lingkungan secara proaktif, maka dapat dilakukan dengan mengidentifikasi kinerja lingkungan proaktif. Penerapan 85 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) manajemen lingkungan proaktif memerlukan keterlibatan beberapa prinsip dasar ke dalam strategi perusahaan. Berry dan Rondinelli (1998), mengidentifikasi terdapat 9 prinsip kinerja lingkungan, antara lain : a. Mengadopsi kebijakan lingkungan yang bertujuan mengeleminasi polusi berdasarkan pada posisi siklus hidup operasional perusahaan, dan mengkomunikasikan kebijakan keseluruh perusahaan dan para stakeholder. b. Menetapkan secara obyektif kriteria efektivitas program lingkungan. c. Membandingkan kinerja lingkungan perusahaan dengan perusahaanperusahaan yang merupakan leader dalam satu industri dengan benchmarking dan menetapkan best practice. d. Mengumumkan pandangan perusahaan bahwa kinerja lingkungan merupakan tanggung jawab seluruh karyawan. e. Menganalisis dampak berbagai isu lingkungan dalam kaitannya dengan permintaan dimasa depan terhadap produk dan persaingan industri. f. Memberanikan diri melakukan diskusi tentang isu-isu lingkungan, khususnya melalui rapat pimpinan. g. Mengembangkan dan mengaplikasikan sebuah sistem formal untuk memonitor berbagai perubahan aturan yang diusulkan dan menyetujui atau menepati perubahan aturan tersebut. h. Mengembangkan anggaran untuk pembiayaan lingkungan. i. Mengidentifikasi dan mengkuantifikasikan pertanggungjawaban lingkungan dengan mendasarkan pada kegiatan operasi masa lalu dan mengembangkan rencana menuju meminimisasi pertanggungjawaban. Berry dan Rondinelli (1998) mengungkapkan bahwa untuk dapat mencapai kinerja sistem manajemen lingkungan secara proaktif harus memenuhi enam elemen penting. Elemen-elemen tersebut antara lain: top management leadership, environmental strategies and policies, goal-target dan metrics, participatory decision-making dan implementasi, monitoring, auditing dan reporting, assessment dan communication. Sedangkan Rao (2002) berpendapat bahwa kinerja lingkungan dapat diukur dengan pengurangan liquid waste, pengurangan emisi, dan perbaikan komplain pelanggan. Pada penelitian lain, Rao (2003) mengidentifikasi indikator 86 Bab V SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF kinerja lingkungan dengan menggunakan besarnya proporsi, antara lain: konsumsi/output, input/output (efisiensi raw material), packaging proportion/ packaging output, reusable packaging/total packaging, hazardous input/total input, recyclable material/input, energy cost/output, energy consumption/ output, water consumption/output, total waste/output, water for recycling/ total waste, hazardous waste/total waste, emissions in air, waste water/ output. Keberhasilan perusahaan dalam merespon permasalhan lingkungan dengan melakukan tindakan proaktif di bidang manajemen lingkungan hendaknya dilakukan secara terencana. Informasi tentang green customer, baik dari keberadaannya maupun kepentingannya perlu dikritisi, walaupun disisi lain penerapan manajemen lingkungan proaktif merupakan suatu bentuk tanggung jawab sosial perusahaan yang dapat menjaga perusahaan untuk tetap survive. Disamping itu penerapan manajemen lingkungan proaktif juga memerlukan perencanaan strategis yang matang, sehubungan dengan perlunya dukungan dana yang besar dalam membangun infrastruktur kaitannya dengan pollution prevention, product/environmental stewardship. F. Faktor Pendorong Manajemen Lingkungan Revolusi di bidang lingkungan hampir terjadi dalam tiga dekade dan memunculkan perubahan yang dramatis bagi perusahaan dalam mengelola bisnisnya (Hart, 1997). Permasalahan lingkungan senantiasa muncul terus menerus seiring dengan eksploitasi sumber daya alam secara besarbesaran. Perusahaan harus menyadari dan bertanggung jawab terhadap lingkungan global yang semakin memanas dengan penciptaan produk yang bersih. Di beberapa negara industri, perusahaan-perusahaan sudah menyadari pentingnya going green, dan untuk merealisasikannya diambil tindakan dengan mengurangi polusi dan meningkatkan profit secara simultan. Menurut Hart (1997), akar permasalahan dalam kerusakan lingkungan adalah pertumbuhan penduduk yang pesat dan pertumbuhan ekonomi yang cepat, dan pada saat yang sama pertumbuhan industri juga cukup pesat yang diikuti dengan eksploitasi sumber daya alam, penggunaan teknologi pada hampir setiap perusahaan, keinginan untuk mengikuti globalisasi. Berbagai aktivitas mendasar kaitannya dengan menciptakan tanggung 87 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) jawab terhadap lingkungan, menurut Berry and Rondinelli (1998), antara lain: (1) Pollution prevention, dilakukan dengan menciptakan pengawasan polusi, artinya membersihkan segala yang tidak berguna setelah menghasilkan produk. (2) Product stewardship, yang dilakukan tidak hanya dengan meminimisasi polusi dari proses produksi, tetapi juga dampak lingkungan yang terkait dengan siklus hidup suatu produk. Design for environmental (DFE), merupakan alat untuk memudahkan melakukan recovery, reuse atau recycle terhadap produk. (3) Clean technology, perusahaan yang memiliki pemikiran jauh ke depan tentunya harus merencanakan untuk investasi di bidang teknologi. Keberadaan teknologi, seperti industri kimia sangat rentan terhadap lingkungan. Berry and Rondinelli (1998), mengungkapkan bahwa pada abad ke21 ini merupakan a new industrial revolution. Kesimpulan tentang revolusi industri baru didasarkan pada survei yang dilakukan terhadap lebih dari 400 eksekutif senior berbagai perusahaan di dunia, yang menemukan bahwa 92% dari mereka setuju bahwa berbagai tantangan lingkungan merupakan isu sentral pada abad ini. Para eksekutif perusahaan juga bahwa pengontrolan polusi merupakan tanggung jawab perusahaan, dan menjadikan sebuah fenomena bahwa sebagian besar perusahaan berusaha mengelola dampak lingkungan secara efektif dan efisien. Revolusi pemikiran tentang lingkungan terjadi dalam tiga tahap, yaitu: (1) tahun 1960-an dan 1970-an berawal dari krisis lingkungan, perusahaan berusaha untuk melakukan pengawasan terhadap kerusakan-kerusakan yang terjadi. (2) Tahun 1980-an merupakan era reaktif yang berusaha untuk menepati segala peraturan pemerintah tentang lingkungan dan meminimisasi biaya komplain. Era 1990-an perusahaan sudah menyadari perlunya pendekatan proaktif terhadap tuntutan lingkungan dengan mengantisipasi dampak lingkungan terhadap kegiatan operasional perusahaan, antara lain dengan berusaha mengurangi waste dan dampak yang ditimbulkan oleh polusi dan menemukan cara-cara positif untuk memperoleh keunggulan melalui peluang bisnis dengan total quality environmental management (TQEM). Bagi beberapa perusahaan, nilai-nilai lingkungan menjadi bagian integral dari budaya dan proses manajemen. Kepedulian terhadap lingkungan akan berdampak pada munculnya peluang baru untuk menciptakan green products, processes dan technologies. 88 Bab V SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF Berdasarkan fenomena pengelolaan lingkungan fokus utamanya masih mengutamakan kepentingan individu pelaku bisnis. Pengelolaan lingkungan secara terorganisir dimulai pada tahun 1960-an yang mengandalkan pada kegiatan pengawasan setelah terjadi kerusakan, artinya para industrialis belum memandang masalah lingkungan sebagai bagian utama dari strategi perusahaan. Di samping itu tindakan untuk pelestarian dan konservasi lingkungan belum mendapatkan prioritas. Fokus utama masih bersifat internal, seperti penciptaan produk yang ramah lingkungan, proses produksi dan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan. Revolusi dalam pemikiran di bidang lingkungan dibagi dalam tiga tahapan (Berry and Rondinelli, 1998), yaitu: (1) Unprepared atau model krisis, (2) Reactive atau model cost, dan (3) Proactive atau model keberlanjutan bisnis. Pada unprepared atau model krisis terjadi antara tahun 1960-1970 yang memfokuskan pada penanggulangan berbagai krisis lingkungan yang terjadi dan mencoba mengontrol berbagai kerusakan yang terjadi. Pada tahap kedua, yaitu model reaktif terjadi pada tahun 1980 ditandai keingingan perusahaan untuk mengadopsi berbagai regulasi pemerintah di bidang lingkungan yang pada saat itu mulai tumbuh dengan pesat, sehingga perlu di dilakukan upaya-upaya untuk meminimisasi biaya-biaya komplain. Pada era manajemen lingkungan proaktif yang terjadi mulai tahun 1990-an, perusahaan-perusahaan mulai memikirkan antisipasi dampak lingkungan terhadap operasionalisasi perusahaan dengan melakukan pengukuran terhadap upaya untuk mengurangi waste dan polusi sehubungan dengan munculnya berbagai regulasi bidang lingkungan dengan menemukan upaya-upaya positif dalam rangka mencapai keunggulan bisnis melalui total quality environmental management (TQEM). Pada tahapan ini, perusahaan berupaya untuk melakukan pencegahan polusi dan melakukan eksplorasi untuk menciptakan peluang-peluang baru dalam mengembangkan green product, green process, dan green technology. Kesimpulan lain bahwa kepedulian terhadap masalah lingkungan masih didominasi oleh faktor-faktor yang bersifat kepentingan horisontal, seperti peraturan pemerintah, tuntutan konsumen, tuntutan stakeholders, dan tuntutan persaingan. Kegiatan kepedulian lingkungan secara proaktif 89 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) dimulai pada tahun 1980-an dengan memunculkan berbagai indikatorindikator untuk mencapai kinerja lingkungan, misalnya: pencegahan polusi (air, udara, suara), desain lingkungan, product stewardship. Pada sepuluh tahun terakhir manajemen lingkungan telah menjadi isu dalam strategi bisnis, bahkan cenderung adanya peningkatan pemahaman bahwa kinerja lingkungan yang baik merupakan sebuah keuntungan dari Gambar 5.2 TAHAPAN MANAJEMEN LINGKUNGAN PERUSAHAAN Sumber: Berry and Rondinelli (1998) kegiatan bisnis (Corbett and Cutler, 2000). Terdapat kesadaran tentang pentingnya mengkaitkan antara praktek-praktek terbaik dan perbaikan kinerja lingkungan dilakukan oleh perusahaan. Secara khusus manajemen lingkungan memiliki hubungan pararel dengan manajemen kualitas. Manajemen kualitas telah diakui sebagai jembatan untuk mencapai kinerja lingkungan. 90 Bab V SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF Tekanan kelompok-kelompok tertentu menunjukkan sebagai sumber utama yang mempengaruhi praktek-praktek pelaporan sosial perusahaan yang menekankan pada ketergantungan, kejujuran dan etika. Opini masyarakat telah diterjemahkan dalam perubahan perilaku konsumen melalui perilaku pembelian produk dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungan. Bahkan Fenn (1995) menyatakan bahwa kinerja lingkungan dengan pengurangan polusi saat ini dipertimbangkan sebagai variabel ekonomi oleh stakeholders. Temuan Powell (1995) mengindikasikan bahwa terdapat variabel-variabel TQM yang secara umum tidak menciptakan keunggulan, yaitu: training kualitas, perbaikan proses, dan benchmarking. Namun di lain pihak, terdapat variabel-variabel yang memiliki keunggulan kompetitif, antara lain budaya keterbukaan, pemberdayaan karyawan, dan komitmen pimpinan. Pendekatan manajemen kualitas dan manajemen lingkungan memiliki persamaan dan perbedaan dalam evolusinya. Kesamaannya, keduanya merupakan sebuah proses inspeksi. Manajemen kualitas memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan konsumen dan pengurangan cost. Sementara manajemen lingkungan didasari pada munculnya aturan-aturan lingkungan. Manajemen kualitas diyakini sebagai sebuah pendekatan yang diandalkan melalui proses pengawasan dan perbaikan terus-menerus, sementara manajemen lingkungan masih dalam proses pengembangan metode dan alat dalam upaya untuk mengkomunikasikan perbaikan lingkungan di dalam dan di luar perusahaan. Pada abad-21 disinyalir sebagai era lingkungan sebagai area baru bagi manajemen untuk lebih memusatkan pada kepedulian lingkungan. Berbagai aturan tentang lingkungan juga telah mengkondisikan kegiatan bisnis untuk secara serius berusaha merubah produk dan proses menuju green company. Perspektif baru telah mengkondisikan perusahaan, baik perusahaan kecil, sedang dan besar untuk mengadopsi faktor-faktor lingkungan dalam standar aktivitas produksi manufaktur maupun jasa dengan cara menciptakan situasi yang seimbang dengan memperhatikan kebutuhan konsumen dan stakeholders. Brown and Karagozoglu (1998) mengidentifikasi terdapat empat tahapan kongkrit yang perlu dilakukan perusahaan dalam merespon hukum dan aturan. Pertama, polution prevention. Biaya yang 91 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) muncul akibat komplain dari pelanggan dan masyarakat kaitannya dengan polusi memerlukan perhatian serius bagi manajemen perusahaan, sehingga perlu tindakan yang memerlukan dana dan waktu dalam menganalisis dan menciptakan proses produksi yang dapat mengurangi atau mengindari munculnya polusi. Kedua, environmental stewardship. Para manajer telah menghadapi sebuah realitas bahwa perhatian terhadap lingkungan menjadi sebuah kekuatan yang signifikan dalam lingkungan bisnis mereka. Sementara itu berbagai peraturan dan hukum menjadikan penentu yang serius dalam hubungannya dengan masalah ekonomi maupun teknis yang dapat mempengaruhi cara-cara perusahaan beroperasi. Tanggungjawab perusahaan kepada masyarakat akan semakin besar melalui penciptaan produk, jasa dan kegiatan operasional yang ramah lingkungan. Konsep environmental stewardship memiliki makna yang luas, misalnya dalam sistem akuntansi digunakan untuk membantu memahami seluruh biaya yang dikeluarkan perusahaan sebagai dampak lingkungan dan biaya dalam siklus hidup sebuah produk, tidak hanya sekedar biaya langsung dari proses produksi. Ketiga, create win win situation. Manajemen perusahaan dikondisikan proaktif terhadap berbagai peraturan lingkungan, kemudian memberikan respon bagaimana menanggapi berbagai isu lingkungan secara kontinyu dan digunakan sebagai keputusan strategis. Win win situation tercipta antara perusahaan dan konsumen, yaitu dengan orientasi keuntungan dan keberlangsungan ekologi sebagai tujuan perusahaan. Redesain produk dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, misalnya dengan menggunakan material yang recycleable, menghasilkan produk dengan minimisasi waste melalui efisiensi proses produksi. Keempat, managerial practices for a sustainable environment. Tindakan perusahaan sebagai agen perubahan, baik yang terkait dengan ekonomi maupun masyarakat, dengan mengembangkan praktek-praktek bisnis yang mendasarkan pada keberlangsungan lingkungan sejajar dengan kepentingan ekonomi. Sementara Berry and Rondinelli (1998), mengidentifikasikan terdapat lima pendekatan yang diperlukan dalam sistem manajemen lingkungan komprehensif, yaitu: waste minimization and prevention, demand-side management, design for environment, product stewardship, dan full-cost accounting. 92 Bab V SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF Revolusi bidang lingkungan telah terjadi hampir empat puluh tahun terakhir dan telah mempengaruhi praktek-praktek perusahaan dalam melakukan bisnisnya. Pada tahun 1960-1970 berbagai perusahaan memfokuskan pada penanganan krisis lingkungan yang terjadi. Pada saat ini perusahaan-perusahaan telah menyadari pentingnya tanggungjawab terhadap kelestarian lingkungan, melalui penciptaan produk dan proses yang cleaner. Untuk merealisasikannya ditempuh jalan dengan menciptakan pengurangan polusi dan peningkatan keuntungan secara simultan. Akar permasalahan yang muncul adanya ledakan pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi yang cepat, sehingga pada saat yang bersamaan hanya perusahaan-perusahaan yang memiliki sumberdaya, teknologi, jangkauan global yang dapat mencapai keberlangsungan. Hart (1997), mengidentifikasikan terdapat tiga tindakan yang dapat dilakukan mencapai perbaikan yang berkelanjutan, yaitu dengan pencegahan polusi, product stewardship, dan penggunaan teknologi bersih. Efektivitas perlindungan lingkungan dapat dilakukan dengan pencegahan polusi daripada sekedar pengawasan terhadap waste. Pencegahan polusi adalah penggunaan material, proses, atau praktek-praktek yang dapat mengurangi, meminimisasi atau membatasi sumber-sumber polusi atau sumber-sumber kegiatan yang tidak menimbulkan nilai tambah. Adapun tehnologi yang dapat digunakan untuk pencegahan polusi dalam kegiatan manufaktur meliputi penggantian material, modifikasi proses, penggunaan material kembali (reuse), recycle material melalui proses berikutnya, dan penggunaan material dalam proses yang berbeda. Semakin meningkatnya jumlah regulasi bidang lingkungan dan meningkatnya biaya pencegahan polusi menjadikan pendorong perusahaan untuk menemukan cara-cara efektif dalam upaya mencegah polusi. Design for environment (DFE) merupakan bagian integral dari pencegahan polusi dalam manajemen lingkungan proaktif. Kegiatan bisnis diupayakan untuk menemukan desain produk yang lebih efisien kaitannya dengan perakitan, produk yang dapat di upgrade, dan produk yang dapat di recycle untuk mengeliminasi munculnya masalah yang terjadi pada siklus akhir produk. DFE dimaksudkan untuk mengurangi biaya pemrosesan kembali, sehingga pengiriman produk ke pasar dapat lebih cepat dan ekonomis. 93 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) Product stewardship merupakan praktek-praktek yang dilakukan untuk mengurangi resiko kerusakan lingkungan atau masalah-masalah yang muncul akibat desain produk, kegiatan manufaktur, distribusi, pemakaian produk, atau pembuangan produk. Perusahaan dituntut untuk dapat bertanggungjawab terhadap tuntutan produk, siklus ulang, dan produksi ulang. Perusahaan dapat mengantisipasinya dengan menggunakan product life-cycle analysis (LCA) dalam menentukan cara-cara pengurangan atau pembatasan waste dalam seluruh tahapan, mulai dari akuisisi material, produksi, distribusi dan konsumsi. Full-Cost Accounting (FCA) merupakan langkah untuk membentuk konsep akuntansi lingkungan dan menjadikan dasar dalam kesuksesan bisnis. FCA berusaha mengidentifikasi dan mengkuantifikasi biaya kinerja lingkungan terhadap produk atau proses produksi. Adapun biaya yang terkait meliputi; biaya langsung (tenaga kerja, material, dan biaya modal), hidden cost (biaya monitoring dan pelaporan), biaya kotingensi (biaya perbaikan), dan tangible cost (biaya public relation dan good will). Berry and Rondinelli (1998) menyatakan bahwa berbagai perusahaan di negara-negara Amerika Utara, Eropa, Jepang dan negara industri baru menyadari bahwa perlindungan terhadap lingkungan merupakan bagian dari strategi keunggulan internasional. Tuntutan untuk melakukan manajemen lingkungan secara proaktif menjadi kewajiban, dan didasarkan adanya empat jenis dorongan (Gambar 2.2), yaitu: regulatory demands, cost factors, stakeholders forces, dan competitive requirements. Konsumen dan investor cenderung mengamati bahwa terdapat hubungan antara kinerja bisnis dan kualitas lingkungan. Tren ke arah manajemen lingungan proaktif secara umum sangat dipengaruhi adanya tekanan dari masyarakat dan pemerintah, sehingga perlu adanya jaminan penciptaan lingkungan yang lebih bersih. Terdapat bukti bahwa adanya perusahaan-perusahaan yang mengadopsi strategi manajemen lingkungan secara proaktif menjadi lebih efisien dan kompetitif. Masyarakat menjadi lebih vokal dalam menuntut tanggung jawab terhadap kinerja lingkungan seiring dengan semakin meningkatnya pendapatan dan pendidikan. Dorongan yang muncul dari pemerintah terjadi melalui berbagai aturan yang ada di bidang lingkungan, sehingga meningkatkan tanggungjawab yang 94 Bab V SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF semakin besar bagi perusahaan. Tanggungjawab terhadap lingkungan telah muncul secara luar biasa pada empat puluh tahun terakhir seiring dengan meningkatnya tekanan publik terhadap pemerintah untuk menciptakan berbagai aturan tentang lingkungan sebagai akibat semakin meningkatnya dampak negatif dari polusi. Sebagai gambaran, di Amerika Serikat pada tahun 1998 terdapat lebih dari 100.000 undang-undang dan peraturan tentang lingkungan. Sistem pengawasan melalui manajemen lingkungan menjadi dasar dalam menentukan kualitas lingkungan melalui berbagai standar kaitannya dengan operasi perusahaan. Ketidakpedulian untuk melaksanakan berbagai aturan lingkungan dapat menyebabkan munculnya krisis etika yang menjadikan perusahaan menanggung biaya yang lebih mahal di masa mendatang. Pelaksanaan terhadap regulasi di bidang lingkungan disinyalir menimbulkan biaya yang sangat mahal, karena perusahaan akan membiayai berbagai proyek lingkungan sebagai dampak adanya regulasi, misalnya dalam biaya pengurangan polusi melalui investasi di bidang teknologi yang dapat mencegah polusi. Strategi perusahaan secara proaktif di bidang lingkungan yang Gambar 5.3 FAKTOR PENDORONG MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF Sumber: Berry and Rondinelli, (1998) 95 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) dibangun berdasarkan prinsip-prinsip manajemen khususnya dalam mengurangi waste merupakan respon dari permintaan konsumen dan stakeholders. Konsumen cenderung menuntut proses produksi dan produk yang clean. Perusahaan dituntut untuk dapat memberikan kepuasan kepada konsumen maupun stakeholders, yang dapat dilakukan melalui pendefinisian ulang misi perusahaan, memperbaiki sistem nilai yang berlaku, dan menemukan cara-cara melalui manajemen perubahan, percepatan pelatihan dan pendidikan, serta modifikasi perilaku seluruh organisasi. Fenomena globalisasi yang memunculkan pasar global dan berbagai bentuk perjanjian internasional (WTO, APEC, ASEAN) telah memposisikan perusahaan pada tuntutan untuk mengacu pada standar internasional, khususnya dalam manajemen kualitas lingkungan (Rondinelli and Vastag, 1996). Persaingan internasional telah memotivasi perusahaan-perusahaan kelas dunia untuk mendapatkan sertifikasi di bidang manajemen kualitas (ISO 9000). Total Quality Management (TQM) telah memberikan efek tentang bagaimana sebuah bisnis memandang sistem manajemennya dan secara tidak langsung mendorong penciptaan kinerja lingkungan. Mengingat pentingnya manajemen lingkungan untuk mempertahankan eksistensi perusahaan dalam persaingan internasional telah mengkondisikan perusahaan harus mampu secara proaktif memiliki standar yang mengintegrasikan antara manajemen lingkungan dan strategi perusahaan. Standarisasi di Inggris (BS7750) telah menciptakan Environmental Policy Act (EPA). Masyarakat Eropa menciptakan Standard Eco-Management and Audit Scheme (EMAS). International Standard Organization (ISO-14000) menekankan pada standarisasi sistem manajemen lingkungan. Meskipun masing-masing standarisasi berbeda dalam kriteria dan kebutuhannya, namun secara prinsip bahwa standarisasi dimaksudkan untuk mengintegrasikan antara masalah lingkungan dalam sistem manajemen perusahaan. 96 Bab VI KEPEMIMPINAN LINGKUNGAN ISLAM 6 Kepemimpinan lingkungan islam A. Kepemimpinan Islami Kepemimpinan atau khalifah memiliki makna ganda. Di satu pihak khalifah diartikan sebagai kepala negara dalam pemerintahan dan kerajaan Islam di masa lalu, yang dalam konteks kerajaan pengertiannya sama dengan sultan. Di lain pihak, khalifah memiliki pengertian wakil Tuhan di muka bumi. Wakil Tuhan memiliki dua pengertian. Pertama yang diwujudkan dalam jabatan sultan atau kepala negara. Kedua, fungsi manusia itu sendiri di muka bumi sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Manusia dalam menjalankan khalifah di muka bumi dituntut memiliki kecerdasan, sehingga perlu adanya persiapan sejak dini. Manusia sebagai khalifah di muka bumi telah dijelaskan dalam QS al-Baqarah ayat 30, yang artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: ”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka Bumi”. Pada QS al-An’am ayat 165 disebutkan bahwa: ”Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia pula yang meninggikan derajat sebagaimana kamu atas sebagian yang lain, dan untuk mengujimu tentang apa yang diberikan kepadamu. Khilafah dalam Ensiklopedia Islam adalah istilah yang muncul dalam sejarah pemerintahan Islam sebagai institusi politik Islam, yang bersinonim dengan kata imamah yang berarti kepemimpinan. Menurut Mawardi dalam Rahardjo (2002) menyatakan bahwa khilafah berfungsi mengganti peranan kenabian dalam memelihara agama dan mengatur dunia. Manusia mengemban 97 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) amanat kekhalifahan karena kualitas dan kemampuannya dalam berpikir, menangkap, dan mempergunakan simbol-simbol komunikasi (Rahardjo, 2002). Khalifah adalah sebuah fungsi yang diemban manusia berdasarkan amanat yang diterimanya dari Allah. Amanat intinya adalah tugas untuk mengelola bumi secara bertanggungjawab, dengan mempergunakan akal yang telah dianugerahkan Allah kepadanya. Tugas kekhalifahan manusia di bumi sangat terkait dengan amanah. Amanah adalah salah satu prinsip kepemimpinan. Nabi Muhammad memiliki empat ciri kepemimpinan: shiddiq (jujur), fathanah (cerdas dan berpengetahuan), amanah (dapat dipercaya atau diandalkan), dan tabligh (berkomunikasi atau komunikatif). Manusia ternyata diberi tugas untuk mengelola sumber-sumber kehidupan di bumi, sebagai mana disebutkan dalam QS Huud ayat 16, yang artinya: Dan Allah telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menugaskan kamu untuk memakmurkannya. Dasar yang dipakai manusia ketika bersedia menerima amanah adalah karena manusia diberi kemampuan oleh Allah yang memungkinkan mengemban amanah. Kemampuan terkait dengan kemampuan dalam mengeja nama-nama benda, dengan inderanya manusia mengirimkan masukan informasi ke otaknya yang merupakan pusat pengolahan dan pengetahuan, dan kemampuan membedakan, terutama membedakan antara yang baik dan buruk. B. Kepemimpinan terhadap Lingkungan Pengelolaan lingkungan merupakan tanggung jawab manusia sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana disebutkan dalam QS al-Baqarah ayat 30: Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: ”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” mereka berkata: ”Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan 98 Bab VI KEPEMIMPINAN LINGKUNGAN ISLAM Engkau?” Tuhan berfirman: ”Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” Ayat ini menjelaskan secara lebih terperinci tentang pengertian khalifah dengan meninggikan derajat sebagian kamu atas sebagian yang lain beberapa derajat, maka yang dituju adalah umat manusia umumnya. Mereka berlomba untuk bisa memperoleh kekuasaan, sehingga yang satu mungkin lebih unggul dari yang lain. Kata khalifah dalam konteks ini diterjemahkan sebagai penguasa atau mereka yang memiliki kekuasaan. Dalam konteks pemeliharaan alam semesta merupakan upaya untuk menjaga limpahan nikmat Allah secara berkesinambungan, sebaliknya membuat kerusakan di muka bumi, akan mengakibatkan timbulnya bencana terhadap manusia. Hubungan manusia dengan alam sekitarnya adalah hubungan yang berkait satu sama lain. Alam semesta ciptaan Allah dan lingkungan tempat kita hidup merupakan bagian tak terpisahkan dari kehitupan umat manusia. Manusia sebagai ciptaan Allah yang terbaik diberi tugas untuk menjadi khalifah Allah di muka bumi dengan tugas utamanya memakmurkan bumi, yang meliputi : 1. Al-Intifa’: mengambil manfaat dan mendayagunakan sebaik-baiknya. 2. Al-I’tibar: mengambil pelajaran. Memikirkan, mensyukuri, seraya menggali rahasia-rahasia dibalik alam ciptaan Allah. 3. Al-Islah: memelihara dan menjaga kelestarian alam sesuai dengan maksud Sang Pencipta, yakni untuk kemaslahatan dan kemakmuran manusia, serta tetap menjaga harmonisasi kehidupan alam ciptaan Allah. Usaha pelestarian lingkungan harus dipahami sebagai perintah agama yang wajib dilaksanakan oleh manusia bersama-sama. Setiap usaha pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup secara baik dan benar adalah ibadah kepada Allah yang dapat memperoleh karunia dan pahala. Sebaliknya, setiap tindakan yang mengkibatkan kerusakan lingkungan hidup, pemborosan sumber daya alam, dan menelantarkan alam ciptaan Allah adalah perbuatan yang dimurkai Allah, karena tergolong sebagai perbuatan maksiat atau munkar yang diancam dengan siksa. Seorang pemimpin harus mampu untuk menginterpretasikan isu-isu bidang lingkungan dengan mengindentifikasi ancaman, memformulasikan 99 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) strategi, mengkomunikasikan dengan kelompok, dan memecahkan konflik. Kepemimpinan didefinisikan sebagai proses dimana anggota individu dalam organisasi mampu menginterpretasikan setiap kegiatan, memilih tujuan dan strategi perusahaan, dan memotivasi orang-orang untuk mencapai tujuan. Kepemimpinan dapat digunakan sebagai sebuah simbol identitas organisasi, mengingat kepemimpinan dapat digunakan untuk mempengaruhi apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh karyawan terhadap organisasi. Dechan and Altman (1994) mendefinisikan kepemimpinan lingkungan sebagai sebuah proses dinamis dimana seorang individu mempengaruhi individu yang lainnya untuk berkontribusi terhadap pencapaian manajemen dan perlindungan lingkungan. Pemimpin perusahaan menciptakan sebuah pandangan yang mempengaruhi nilai-nilai, komitmen, dan aspirasi anggota, sehingga mereka berkeinginan untuk terlibat dalam isu-isu lingkungan yang harus diinterpretasikan. Pemimpin memiliki kepentingan dalam mencapai tujuantujuan dari pengembangan lingkungan, sebab mereka dapat menstimulasi visi lingkungan menjadi bagian dari identitas organisasi dan mengarahkan tindakan-tindakan anggota organisasi. Kepemimpinan lingkungan dapat menciptakan keunggulan bersaing bagi perusahaan melalui dua cara: (1) Mengelola permintaan pasar melalui supplai produk atau jasa yang ramah lingkungan yang lebih baik dari pesaingnya. (2) Menciptakan efisiensi biaya melalui konservasi enerji dan material, dan pengurangan waste. Para pimpinan perusahaan harus dapat mendorong ke arah perubahan demi memperbaiki kinerja lingkungan dan mendapatkan keunggulan komersial maupun kompetitif melalui kepemimpinan lingkungan. Kepemimpinan bidang lingkungan harus mampu: (1) menginspirasi sharing tentang visi lingkungan, memanfaatkan pendekatan yang terbaik terhadap manajemen linngkungan, menciptakan kerjasama dengan stakeholders untuk memecahkan masalah-masalah lingkungan dan untuk mewujudkan tujuan perusahaan, tanggungjawab terhadap pendidikan lingkungan sehingga karyawan memiliki inisiatif dalam pengelolaan lingkungan. C. Tanggung Jawab Manusia terhadap Lingkungan Manusia merupakan makhluk Allah swt yang paling sempurna. Manusia diciptakan oleh Allah dalam bentuk yang sebaik-baiknya, manusia 100 Bab VI KEPEMIMPINAN LINGKUNGAN ISLAM diberi kelebihan yang tidak diberikan oleh makhluk-makhluk yang lain. Allah menciptakan manusia dalam wujud yang sebaik-baiknya, sebagaimana firman Allah dalam surat At-Tin ayat 4, yang artinya: Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Manusia dibekali akal yang dapat digunakan untuk berfikir, mampu membedakan yang baik dan buruk, mampu mengembangkan pikirannya untuk menciptakan temuantemuan baru. Dengan wujud yang sempurna, manusia diharuskan dapat mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Allah melalui bentuk tanggung jawab. Salah satu tanggung jawab yang dibebankan kepada manusia adalah tanggung jawab terhadap lingkungan. Sebagai makhluk yang paling sempurna di muka bumi, manusia telah diberikan amanah luhur yang tidak mampu dipikul oleh makhluk-makhluk yang lain, disamping itu manusia dibekali Allah dengan akal, perasaan dan nafsu, sedangkan makhluk lain hanya dibekali sebagian dari unsur-unsur tersebut. Dalam QS al-Ahzab ayat 72 disebutkan bahwa: Sesunggunnya telah kami tunjukkan amanah kepada langit dan bumi serta gunung-gunung, lalu semuanya enggan memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, lalu amanah itu dipikul manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan jahil. Dari ayat ini dapat diketahui bahwa sebenarnya Allah telah meyakini bahwa manusia dapat melaksanakan amanah yang diembannya secara baik. Amanah kepada manusia merupakan bentuk tanggung jawab manusia sebagai khalifah di muka bumi. Kaitannya dengan lingkungan hidup, manusia akan berinteraksi dengan manusia lain, dengan alam. Manusia wajib bersyukur kepada Allah atas nikmat dan karuniaNya, dan memanfaatkan nikmat dan karunia itu untuk kemaslahatan sesuai dengan tujuan penciptaan dan tuntutanNya. 101 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) 7 Kinerja Lingkungan A. Kinerja Lingkungan Islami Larangan untuk tidak melakukan kerusakan di muka bumi sangat mendapat perhatian yang sangat serius melalui berbagai ayat-ayat al-Qur’an. Larangan berbuat kerusakan di muka bumi telah dijelaskan dalam ayat-ayat al-Qur’an, antara lain: QS al-Baqarah ayat 11, 12, 27, 30, 60, dan QS al-A’raf ayat 56 dan 85. Tabel 7.1 Ayat-ayat Larangan Berbuat Kerusakan 102 Bab VII KINERJA LINGKUNGAN Berbagai ayat yang mengupas tentang larangan berbuat kerusakan memberikan implikasi bahwa dampak kerusakan akan menimbulkan dampak yang sangat berbahaya, khususnya untuk generasi mendatang. Berbuat kerusakan disebabkan oleh ketidaksadaran manusia, sebagaimana dijelaskan dalam QS al-Baqarah, ayat 12. Ancaman Allah yang paling serius bahwa tindakan melakukan kerusakan adalah berdampak pada kebinasaan (QS alBaqarah, ayat 205), yang artinya: ”Dan apabila ia berpaling (dari kamu) ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanamtanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan”. Alim (2006) menyatakan pula bahwa masalah lingkungan sangat terkait dengan kadar keimanan. Kerusakan yang terjadi di bumi sebagai akibat dari aksioma kerakusan dan turunnya kadar keimanan manusia. Kerusakan lingkungan merupakan indikasi semakin menurunnya kualitas atau kinerja lingkungan. Dalam pendekatan tradisional manajemen operasi, evaluasi kinerja organisasi didasarkan pada empat indikator: cost, quality, time, dan service. Seiring dengan pentingnya pelestarian lingkungan, maka pengukuran kinerja perusahaan haruslah ditujukan untuk mencapai pengembangan yang 103 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) berkelanjutan. Fenomena pengembangan berkelanjutan akan berdampak pada perlunya redefinisi fungsi operasi. Angell (1993) mendefinisikan kinerja lingkungan: as an operations objective could be the first step towards developing an environmentally sustainable strategy. Dalam International Standard Organization (ISO) 14001, kinerja lingkungan didefiniskan: measurement results or the envionmental management system, related to an organization’s control of its environmental policy, objectives and targets. Sementara Theyel (2000), menilai bahwa kinerja lingkungan terkait dengan efektivitas pengurangan kegiatan-kegiatan yang tidak menimbulkan nilai tambah. Penentuan kinerja lingkungan dapat dilakukan dengan menilai tingkat estimasi prosentase pengurangan waste selama tiga tahun terakhir, yang selanjutnya dikelompokkan dalam 4 kategori, yaitu: 1. tidak berkurang (0 persen) 2. sedikit berkurang (1-10 persen) 3. cukup berkurang (11-50 persen) 4. sangat berkurang (51-100 persen) Kinerja lingkungan perusahaan dihitung dengan tingkat rata-rata pengurangan waste dalam proses produksi. Indikator yang digunakan antara lain: implementasi manajemen dalam upaya pencegahan polusi, adanya kebijakan formal dan tertulis dalam pencegahan polusi, adanya program pelatihan karyawan dalam pencegahan polusi, implementasi biaya untuk pencegahan polusi, dan adanya standar pencegahan polusi. Sebagai ukuran keberhasilan perusahaan dalam melaksanakan manajemen lingkungan secara proaktif, maka dapat dilakukan dengan mengidentifikasi kinerja lingkungan proaktif. Penerapan manajemen lingkungan proaktif memerlukan keterlibatan beberapa prinsip dasar ke dalam strategi perusahaan. Berry dan Rondinelli (1998), mengidentifikasi terdapat 9 prinsip kinerja lingkungan, antara lain : a. Mengadopsi kebijakan lingkungan yang bertujuan mengeleminasi polusi berdasarkan pada posisi siklus hidup operasional perusahaan, dan mengkomunikasikan kebijakan keseluruh perusahaan dan para stakeholder. b. Menetapkan secara obyektif kriteria efektivitas program lingkungan. 104 Bab VII KINERJA LINGKUNGAN c. Membandingkan kinerja lingkungan perusahaan dengan perusahaanperusahaan yang merupakan leader dalam satu industri dengan benchmarking dan menetapkan best practice. d. Mengumumkan pandangan perusahaan bahwa kinerja lingkungan merupakan tanggung jawab seluruh karyawan. e. Menganalisis dampak berbagai isu lingkungan dalam kaitannya dengan permintaan di masa depan terhadap produk dan persaingan industri. f. Memberanikan diri melakukan diskusi tentang isu-isu lingkungan, khususnya melalui rapat pimpinan. g. Mengembangkan dan mengaplikasikan sebuah sistem formal untuk memonitor berbagai perubahan aturan yang diusulkan dan menyetujui atau menepati perubahan aturan tersebut. h. Mengembangkan anggaran untuk pembiayaan lingkungan. i. Mengidentifikasi dan mengkuantifikasikan pertanggungjawaban lingkungan dengan mendasarkan pada kegiatan operasi masa lalu dan mengembangkan rencana menuju meminimisasi pertanggungjawaban. Berry dan Rondinelli (1998) mengungkapkan bahwa untuk dapat mencapai kinerja sistem manajemen lingkungan secara proaktif harus memenuhi enam elemen penting. Elemen-elemen tersebut yaitu: top management leadership, environmental strategies and policies, goal-target dan metrics, participatory decision-making dan implementasi, monitoring, auditing dan reporting, assessment dan communication. Sementara Rao (2002:641) berpendapat bahwa kinerja lingkungan dapat diukur dengan pengurangan liquid waste, pengurangan emisi, dan perbaikan komplain pelanggan. Pada penelitian lain, Rao (2002) mennggunakan indikator kinerja lingkungan dinilai dari rasio, antara lain; consumption/output, efisiensi bahan baku (I/O), proporsi pengepakan/output, reusable packaging/total packaging, input berbahaya/ total input, recyclable material/input, energy cost/output, energy consumtion/ output, water consumption/output, total waste/output, waste for recycling/total waste, waste berbahay/total waste, tingkat emisi udara, limbah air/output. Sementara dimensi kinerja lingkungan perusahaan menurut Jeminez and Lorente (2001) memiliki empat kategori/dimensi: 105 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) 1. Internal system measure Proses organisasional perusahaan (evaluasi inisiatif lingkungan/DFE, Life cycle assessment, TQEM ;program dan alat-alat) yang didesain untuk memperbaiki kinerja lingkungan, misal; audit lingkungan, penghargaan thd prestasi lingkungan. 2. External stakeholders relations bagaimana perusahaan dapat mempertahankan keunggulan kompetitifnya didasarkan pada persepsi publik yang positif terhadap aktivitas perusahaan. Indikator dapat ditampilkan dengan menggunakan opini stakeholders terhadap efek lingkungan dari aktivitas perusahaan. 3. External impacts Indikator yang digunakan dengan cara mengevaluasi kontribusi perusahaan dalam upaya perbaikan lingkungan. Dapat dilakukan dengan evaluasi terhadap polusi air, udara, penggunaan sumber daya , dan level kegaduhan. 4. Internal compliance Indikator yang digunakan adalah berapa jumlah regulasi lingkungan yang tidak dipenuhi, atau tingkat komitmen yang rendah terhadap berbagai peraturan tentang lingkungan. Selain itu juga tingkat pemenuhan standar yang rendah bagi industri yang menggunakan proses produksi repetitif. Naffziger (2003:27) mengukur kinerja lingkungan dari usaha-usaha yang telah dilakukan perusahaan dalam kaitannya dengan upaya untuk mengurangi konsumsi energi, mengurangi tingkat polusi, recycle terhadap produk sampah, kerjasama dengan konsumen, dan kerjasama dengan pemasok. B. Kinerja Perusahaan Kinerja perusahaan merupakan suatu prestasi perusahaan yang diukur dalam bentuk hasil-hasil kinerja atau performance outcome (Rue dan Byard, 1997). Profitabilitas merupakan aspek utama dalam pengukuran kinerja perusahaan, namum sebenarnya belum mencukupi untuk menjelaskan keefektifan perusahaan secara umum. Day dan Wesley (1988), menyatakan bahwa perlu adanya kelengkapan kinerja berupa pangsa pasar atau market share. Rao (2002:641) mengukur kinerja ekonomi dengan beberapa indikator, 106 Bab VII KINERJA LINGKUNGAN antara lain: peluang munculnya pasar baru, peningkatan harga produk, margin keuntungan, pangsa pasar, dan penjualan. Naffziger (2003) and Ahmed (2004) dalam pengukuran kinerja perusahaan menggunakan indikator antara lain: keuntungan, pendapatan, hubungan baik dengan konsumen, pemasok, efisiensi operasional, dan imej perusahaan. General Accounting Office (GAO) dalam Madu (1991:1945) mengukur kinerja perusahaan dengan menggunakan indikator antara lain: hubungan antar karyawan yang lebih baik, meningkatnya produktivitas karyawan, peningkatan kepuasan konsumen, peningkatan pangsa pasar, dan perbaikan keuntungan. Sementara Madu (1996:1946) dalam mengukur kinerja organisasi menggunakan indikator: kinerja jangka pendek, kinerja jangka panjang, produktivitas, kinerja biaya, keuntungan, peningkatan daya saing, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan pendapatan, dan peningkatan pangsa pasar. Kinerja merupakan hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur dan perilaku industri di mana hasil biasa diidentikkan dengan besarnya penguasaan pasar atau besarnya keuntungan suatu perusahaan di dalam suatu industri (Kuncoro, 2007). Namun secara lebih terperinci, kinerja dapat pula tercermin melalui efisiensi, pertumbuhan, kesempatan kerja, prestise profesional, kesejahteraan personalia, serta kebanggaan kelompok. Pada hakekatnya ukuran kinerja dapat bermacam-macam, tergantung pada jenis industrinya. Kinerja berdasarkan sudut pandang manajemen, pemilik, atau pemberi pinjaman. Dari sisi manajemen untuk ukuran analisis operasional, kinerja dapat diukur dengan indikator: gross margin, profit margin, operating expense analysis, contribution analysis, operating leverage, dan comparatif analysis. Sementara dari sisi profitabilitas dapat diukur dengan return on assets, return before interest and taxes, cash flow return on investment. Ukuran kinerja seperti yang diungkapkan oleh beberapa peneliti dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja sangat dominan menggunakan ukuran yang bersifat individual dan duniawi. Pengukuran kinerja dalam Islam sangat memperhatikan kepentingan duniawi dan kepentingan akhirat. Dalam Surat adz-Dzariyaat ayat 19 dijelaskan bahwa: ”Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” 107 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) Sementara dalam syariah enterprise theory (Triyuwono, 2006), dikatakan bahwa manusia berfungsi sebagai khalifah fil ard yang harus mengemban amanah sesuai yang memberi amanah, yakni mengelola bumi secara bertanggung jawab. Konsep syariah enterprise theory menekankan bahwa dalam harta kita sebenarnya tersimpan hak orang lain, seperti yang tercantum dalam QS at-Taubah ayat 60, yang artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orangorang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dalam syariah enterprise theory memasukkan indirect participant dalam distribusi nilai tambah. Indirec participant terdiri dari masyarakat mustahiq (penerima zakat, infaq, dan shadaqah) dan lingkungan alam. Pengukuran kinerja perusahaan yang Islam sangatlah tepat kalau diukur dengan memperhatikan kepentingan yang lebih luas, yang diaktualisasikan dengan pembayaran zakat, infaq dan shadaqah. Seiring dengan konsep yang disampaikan oleh Triyuwono (2006) tentang perlunya memasukkan indirect participant, maka kinerja perusahaan tidak hanya diukur dengan kemampuan memperoleh profit, namun lebih pada kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai tambah kepada masyarakat luas (stakeholders). Dalam konteks saat ini di lingkungan perusahaan disebut dengan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR). Definisi CSR telah disampaikan oleh beberapa penulis, antara lain: CSR as the obligations or duties of an organization to a specific systems of stakeholders. Vos (2003) CSR as a continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life the workforce and their families as well as of the local community and society at large. Michael (2003) ”CSR represents action that appears to further some social good extends beyond the explicit economic interest of the firm, and is not required 108 Bab VII KINERJA LINGKUNGAN by law” (Mc Williams’ and Siegel’s (2001) Ketiga definisi CSR dapat disimpulkan bahwa kepentingan stakeholders merupakan tanggungjawab yang utama bagi perusahaan dengan melakukan komitmen yang mendasarkan pada nilai-nilai etika dalam kontribusi perusahaan mengembangkan ekonomi melalui penciptaan kualitas hidup yang lebih baik dan secara seimbang diantara masyarakat di dalam perusahaan maupun di luar perusahaan. Implikasinya bahwa CSR mengharuskan perusahaan untuk menciptakan produk-produk sosial secara seimbang dengan kepentingan ekonomi perusahaan. Dalam konteks debat CSR, memang tidak dapat dipungkiri kuatnya pandangan bahwa tujuan utama dari kegiatan bisnis adalah memperoleh laba yang optimal demi memaksimalkan nilai bagi para pemegang saham. Seiring dengan perkembangan zaman, muncullah tekanan-tekanan terhadap perusahaan agar meperhatikan pula terhadap masalah-masalah sosial yang lebih nyata untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan stakeholders yang lain. Perusahaan-perusahaan dituntut untuk meningkatkan kewajibankewajiban sosialnya kepada stakeholders, melakukan interaksi langsung dengan tenaga kerja dan konsumen, maupun yang tidak langsung misalnya dengan masyarakat yang bermukim di sekitas perusahaan. Pandangan ini menekankan bahwa orientasi tunggal kepada para pemegang saham tidaklah bersifat sustainable karena mengabaikan ragam pelaku lainnya yang terlibat dalam sistem dan siklus bisnis perusahaan (Michael, 2003). Nilai pemegang saham bukanlah satu-satunya prioritas, namun selain itu perusahaan perlu memperhatikan kepentingan lain, seperti kesejahteraan karyawan, masyarakat, dan supplier. Makin banyak investor yang hanya percaya menanamkan modalnya kepada perusahaan yang CSR-nya baik, seperti yang dilakukan oleh Millenium Poll On CRS mengungkapkan bahwa 60% dari 25 ribu responden di 23 negara mempertimbangkan faktor-faktor terkait CSR, seperti praktik-praktik perusahaan terhadap karyawan, etika bisnisnya, dan sikap terhadap lingkungannya. CSR dilakukan tidak hanya menekankan pada aspek moral, namun juga merupakan upaya untuk menciptakan security dan sustainability bagi operasi perusahaan dari ancaman tekanan masyarakat. Adanya tuntutan masyarakat melalui harapan dan keinginan besar adalah wajar mengingat masyarakat telah mengijinkan perusahaan untuk 109 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) menggunakan sumber daya manusia dan sumber daya alam kegiatan operasional perusahaan. Perusahaan dituntut untuk memposisikan sebagai agen moral yang mampu mempertanggungjawabkan segala dampak aktivitasnya sehingga tidak merugikan masyarakat khususnya kepada penduduk di sekitar perusahaan beroperasi. Legitimasi masyarakat atas keberadaan perusahaan merupakan fenomena yang tidak bisa di kesampingkan. Pengakuan ini tentunya akan memberikan nilai tambah dalam jangka panjang dan pada akhirnya dapat memberikan keuntungan sesuai dengan harapan perusahaan. Berbagai bentuk CSR yang dilakukan perusahaan antara lain: penyediaan air bersih di lingkungan perusahaan, mendaur ulang limbah, mendanai kegiatan-kegiatan sosial, membantu usaha industri kecil. Kegiatan yang mengacu pada upayaupaya tanggung jawab sosial perusahaan dimaksudkan untuk menciptakan sustainability, yang intinya adalah memenuhi kebutuhan manusia tanpa merugikan generasi mendatang Kontribusi perusahaan melalui CSR diharapkan dapat memiliki dampak langsung yang terukur melalui keseimbangan antara kesejahteraan sosial dan pencapaian tujuan perusahaan. Pada studi empiris telah dilakukan kajian tentang kinerja perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Naffziger (2003) tentang persepsi kesadaran lingkungan pada industri kecil mengkaitkan antara environmental concern, environmental effort dan dampaknya terhadap kinerja perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa environmental concern berhubungan signifikan dengan environmental effort. Hasil lain menunjukkan adanya hubungan signifikan antara environmental effort dengan company performance, khususnya pada indikator keuntungan, efisiensi operasional, dan imej perusahaan, sementara dengan pendapatan tidak memiliki hubungan signifikan. Kinerja perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan indikator: profit, pendapatan, konsumen, supplier, efisiensi operasional, dan imej perusahaan. Pemahaman tradisional menyatakan bahwa aktivitas kepedulian lingkungan akan berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan, khususnya dengan pertumbuhan penjualan dan profitabilitas, sehingga akan merefleksikan investasi perusahaan dalam produk atau proses untuk mencapai ramah lingkungan. Bandley (1992) and Remich (1993) mengindikasikan bahwa kepedulian lingkungan secara proaktif akan berdampak pada keuntungan ekonomi dalam jangka panjang. 110 Bab VII KINERJA LINGKUNGAN C. Pengelolaan Lingkungan dan Kinerja Lingkungan Mendasarkan pada hasil temuan Budhi (2010), menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara pengelolaan lingkungan terdadap Kinerja Lingkungan. Temuan ini juga mendukung hasil temuan dari Rao (2004) yang menyatakan adanya pengaruh signifikan antara keterlibatan karyawan sebagai dimensi pengelolaan lingkungan dengan dengan produksi bersih sebagai dimensi dari kinerja lingkungan. Disamping itu juga penelitian ini mendukung penelitian Rao (2002) yang menyatakan adanya pengaruh signifikan antara inisiatif lingkungan terhadap kinerja lingkungan. Makna yang terkandung dalam pembuktian tersebut adalah, bahwa dengan semakin baiknya Pengelolaan Lingkungan dalam Industri Konveksi Islami di Jawa Tengah akan semakin memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Kinerja Lingkungan. Demikian pula sebaliknya, apabila dalam Pengelolaan Lingkungan tidak dilakukan dengan baik, maka akan berdampak pada Kinerja Lingkungan yang negatif dan merugikan bagi Industri Konveksi Islami. Perbaikan pada Pengelolaan Lingkungan dapat difokuskan pada peningkatan inisiatif terhadap masalah-masalah lingkungan, meningkatkan keterlibatan karyawan dalam meminimasi dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan produksi, dan meningkatkan integrasi dengan supplier dalam pengadaan material-material yang ramah lingkungan. D. Pengelolaan Lingkungan dan Kinerja Perusahaan Pengelolaan Lingkungan berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Perusahaan (Budhi, 2010). Temuan ini mendukung hasil penelitian dari Freeman (1994) dan Judge (1994) yang menyatakan bahwa dalam keyakinan tradisionil, pengelolaan lingkungan berdampak negatif terhadap kinerja perusahaan, khususnya dalam pertumbuhan penjualan dan keuntungan. Namun hasil penelitian justru memberikan dukungan terhadap penelitian Shi and Kane (1995) dan Ahmed (1998), yang menyatakan bahwa adanya indikasi bahwa pengelolaan lingkungan secara proaktif akan berdampak pada keuntungan jangka panjang melalui strategi kesadaran lingkungan. Naffziger (2003) dalam penelitiannya juga menyatakan adanya hubungan antara environmental effort terhadap kinerja perusahaan. Makna yang terkandung dalam pembuktian tersebut adalah, bahwa 111 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) dengan semakin baiknya Pengelolaan Lingkungan dalam Industri Konveksi Islami di Jawa Tengah akan semakin memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Kinerja Perusahaan. Demikian pula sebaliknya, apabila dalam Pengelolaan Lingkungan tidak dilakukan dengan baik, maka akan berdampak pada Kinerja Perusahaan yang negatif dan merugikan bagi Industri Konveksi Islami. Perbaikan pada Pengelolaan Lingkungan dapat difokuskan pada peningkatan inisiatif lingkungan, meningkatkan keterlibatan karyawan, dan meningkatkan integrasi dengan supplier akan dapat meningkatkan Kinerja Perusahaan melalui indikator keuntungan, penyediaan fasilitas sosial, mendukung kegiatan kemasyarakatan, pembayaran shadaqah. 112 Bab VIII KETENAGAKERJAAN ISLAM 8 Ketenagakerjaan Islam A. Tenaga Kerja dalam Islam Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting dalam produksi. Kekayaan alam suatu negara tidak dapat dimanfaatkan, kecuali ditangani oleh tenaga kerja yang trampil. Alam menyediakan sumber daya yang melimpah, tetapi tanpa kerja keras manusia, semuanya tidak akan terolah dan dan tidak dapat diambil manfaatnya. Kemampuan manusia untuk mengolah sumberdaya alam pada dasarnya akan dimanfaatkan untuk kemakmuran seluruh penduduk bumi. Mengingat pentingnya tenaga kerja dalam memproduksi kekayaan, alQur’an memberi tekanan yang besar terhadap masalah tenaga kerja, seperti yang dijelaskan dalam QS. Al-Najm ayat 39, yang artinya: ”Seseorang tidak mendapatkan sesuatu kecuali apa yang telah diusahakannya”. Dengan jelas dinyatakan dalam ayat ini bahwa satu-satunya cara untuk menghasilkan sesuatu dari alam adalah dengan bekerja keras. Keberhasilan dan kemajuan manusia di muka bumi ini tergantung pada usahanya. Semakin keras ia bekerja, ia akan semakin kaya. Al-Qur’an selain memberi tekanan yang sangat besar terhadap pentingnya bekerja, juga denga jelas menunjukkan bahwa manusia diciptakan di muka bumi ini untuk bekerja demi kehidupannya. Hal ini disebutkan dalam surat al-Balad ayat 4, yang artinya: ”Sesungguhnya Kami menciptakan manusia dalam susah payah”. Hal ini merupakan tantangan bagi manusia. Setiap penaklukan manusia terhadap alam akan membuahkan sesuatu sebagai hasil jerih payahnya. Dengan demikian hanya perjuangan keraslah yang akan melicinkan jalannya dalam mencapai cita-cita. 113 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) Rasulullah SAW dalam berbagai kesempatan selalu menekankan pentingnya tenaga kerja dan selalu menghargai karya para pekerja dan para ahli dalam suatu bidang pekerjaan tertentu. Beliau bersabda: ”Allah mencintai orang yang selalu bekerja dan berusahan (untuk penghidupannya)”. Sesungguhnya seseorang bekerja untuk penghidupannya dan senantiasa mengharap ridla Allah. Walaupun seseorang bekerja untuk dirinya sendiri dan untuk keluarganya, tetapi karena ia bekerja secara jujur demi mendapatkan pahala dari Allah, maka ia akan menerima balasan dari Allah atas kejujuran hidupnya. Hampir semua nabi bekerja untuk penghidupan mereka. Rasulullah sendiri adalah pekerja keras dan menyukai pekerjaannya. Pekerjaannya sebagai penggembala kambing ada anjurannya pada orang lain untuk menjalani pekerjaan tersebut untuk menanggung kebutuhan hidup mereka, merupakan bukti yang jelas tentang betapa pentingnya tenaga kerja dalam Islam. Nabi Muhammad SAW juga memerintahkan untuk bekerja keras bagi umatnya, bukan untuk meminta-minta, hal ini seperti sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah : ”Jika seseorang di antara kamu sekalian mau mengambil dan membawa seikat kayu bakar di punggungnya dan lalu menjualnya (untuk memperoleh penghasilan), itu akan lebih baik daripata meminta-minta pada orang lain”. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, ”Pernah orang Anshar meminta Rasulullah untuk membagi pohonpohon kurma di antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Rasulullah tidak membolehkannya. Tetapi ketika kaum Anshar meminta kaum Muhajirin untuk bekerja di kebuh, dan hasilnya dibagi dengan mereka, maka kaum Muhajirin menerima tawaran tersebut, dan Rasulullah sangat senang dengan hal ini”. Rasulullah selalu menekankan untuk bekerja dan tidak pernah menyukai orang yang selalu bergantung pada sedekah. Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Abu Daud), bahwa seorang penganggur dari kaum Anshar pernah meminta sedekah pada Rasulullah. Beliau bertanya apakah. Ia menjawab bahwa ia memiliki selimut untuk menutupi tubuhnya dan cangkir untuk minum. Rasulullah memintanya untuk membawa benda-benda tersebut. Ketika membawanya, Rasulullah mengambilnya dengan tangan beliau lalu menawarnya satu dirhamn. Rasulullah memintanya untuk menaikkan tawaran, dan ada yang menawar dua dirham. Kemudian rasulullah memberikan uang dua dirham kepada orang itu dan dimintanya untuk membeli kapak. Rasulullah berkata: 114 Bab VIII KETENAGAKERJAAN ISLAM Pergilah ke hutan dan tebanglah pohon dan janganlah kau datang menemuiku sebelum 15 hari. Setelah kembali Rasulullah berkata: ”Ini lebih baik daripada mengemis danmembuat malu diri sendiri di hari pembalasan nanti”. Hadits ini secara jelas telah memperlihatkan bagaimana Rasulullah dan para sahabatnya bersepakat atas penting dan besarnya manfaat tenaga kerja dan betapa mereka lebih menyukai untuk menanggung hidupnya dengan kerja keras. Permasalahan yang terkait dengan tenaga kerja adalah mobilitas tenaga kerja. Mobilitas merupakan perpindahan tenaga kerja dari satu wilayah ke wilayah yang lain, atau dari satu jenis pekerjaan ke jenis pekerjaan yang lain. Mobilitas sangat terkait dengan kondisi ekonomi, karena itu para pekrja dapat dengan mudah dan bebas pindah dari satu tempat ke tempat yang lain dimana mereka dapat memperoleh upah yang lebih baik sehingga dapat memperbaiki taraf hidupnya. Islam mengakui hak-hak para pekerja dan menjamin kebebasan mereka sepenuhnya untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya atau dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya untuk mencari penghasilan yang lebih baik. Dalam surat an-Nisa ayat 100 disebutkan: ”Barang siapa berhijrah di jalan Allah (agar kondisi ekonominya bisa diperbaiki), niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat berhijrah yang luas dan rezki yang banyak”. Dalam ayat ini dijelaskan suatu prinsip mendasar, yang jika dipraktekkan tanpa dibatasi oleh manusia dari berbagai negara dapat mencegah jatuhnya upah buruh internasional dan mempertahankan upah mereka pada tingkat yang layak. Tidak diragukan lagi bahwa upah buruh internasional dapat distabilkan pada tingkat yang layak dan wajar dengan adanya kebebasan mobilitas tenaga kerja merupakan suatu ara yang sangat efektif dan tepat untuk memecahkan berbagai ketimpangan di bidang ekonomi dan sosial-politik di zaman modern ini. Selain itu juga akan mengurangi perselisihan di antara para kapitalis dengan para buruh. Keberadaan pekerja bagi perusahaan sangatlah penting, karena mereka memberikan sumbangan yang cukup besar bagi kegiatan produksi dan kelangsungan perusahaan. Islam mengatur hak-hak karyawan (Afzalurrahman, 1997), yang antara lain: 1. Para buruh harus memperoleh upah yang semestinya agar dapat menikmati taraf didup yang layak. 115 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) 2. Seorang buruh tidak dapat diberi pekerjaan yang melampaui kekuatan fisiknya. 3. Buruh juga harus memperoleh bantuan medis jika sakit, dan dibantu biaya perawatannya. 4. Ketentuan yang wajar harus dibuat untuk pembayaran pensiun yang lanjut usia. 5. Para pengusaha harus diberi dorongan untuk menafkahkan sedekah mereka (amal yang dilakukan dengan sukarela) pada para pekerja dan anak-anak. 6. Pengusaha memberi jaminan asuransi pada para penganggur dari dana zakat. Hal ini akan memperkuat kekuasaan mereka dan akan membantu menstabilisasi tingkat upah yang wajar. 7. Pengusaha membayar ganti rugi kecelakaan yang cukup selama dalam bekerja. 8. Barang-barang yang dihasilkan dalam pabriknya harus diberikan dengan tarif yang lebih murah. 9. Para buruh harus diperlakukan dengan baik dan sopan. 10. Tersedianya akomodasi yang cukup sehingga kesehatan dan efisiensinya tidak terganggu. B. Hubungan Industrial dalam Islam Perselisihan antara tenaga kerja dan majikan merupakan kutukan bagi dunia kapitalis. Pertumbuhan organisasi pekerja dan majikan selama beberapa dekade terakhir ini dibarengi oleh banyaknya pemogokanpemogokan dan larangan-larangan bekerja. Karena pemogokan berarti menarik diri dari pekerjaan dengan maksud memperoleh penghasilan dengan kondisi yang lebih baik daripada yang diberikan oleh majikan di waktu itu, pada pekerjaan yang sama. Hal ini tidak saja mempengaruhi para konsumen dan para produsen tetapi juga para pekerja itu sendiri. Para konsumen akan terpengaruh oleh kelangkaan barang yang dibuat dan hal ini akan mengakibatkan naiknya harga. Para produsen akan terpengaruh oleh gangguan dalam kelanjutan produksi. Selanjutnya terhentinya pekerjaan yang disebabkan oleh pemogokan, berarti kerugian kerja dan upah bagi para pekerja. Demikian tindakan menutup perusahaan sebagai jawaban atas 116 Bab VIII KETENAGAKERJAAN ISLAM pemogokan yang dilakukan oleh karyawan akan menyebabkan terhentinya produksi dan hal ini daapt menimbulkan masalah pengangguran. Dengan demikian perselisihan di bidang industri yang mengakibartkan pemogokan dan penutupan perusahaan akan menyulitkan kepentingan konsumen juga produsen dan akibat buruknya tidak dapat diremehkan. Banyak usaha yang dilakukan untuk menghasilkan kompromi yang berlangsung lama antara tenaga kerja dan majikan, tetapi celakanya, sistem kapitalis gagal mencapai hasil yang memuaskan. Marx, bapak sosialisme ilmiah modern memprotes pendekatan kapitalis dalam menghadapi masalah hubungan antara buruh dan majikan. Dengan mengikuti Smith dan Ricardo, Marx mengembangkan teorinya yang termasyhur mengenai nilai dan nilai lebih (surplus value). Menurut teorinya itu, nilai dari setiap komoditi yang manapun hanya merupakan jumlah tenaga kerja, yakni ’yang secara sosial perlu untuk memproduksinya’. Dengan demikian menurut Marx, modal merupakan penjelmaan jasa buruh di masa silam merupakan tenaga kerja yang dibekukan. Seorang kapitalis menjual barang dagangannya di pasaran dengan nilai yang sama dengan jumlah tenaga kerja penuh yang digunakan dalam memproduksinya. Buruh menerima upah yang hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, kelebihannya merupakan surplus yang dikantongi oleh si kapitaalis. Hal ini dapat di artikan sebagai penghisapan pada si tenaga kerja oleh si pemilik modal. Ramalan Marx mengenai hubungan antara buruh dan majikan telah diingkari oleh jalannya pertumbuhan ekonomi yang sebenarnya di berbagai negara kapitalis. Dapat disimpulkan bahwa teori nilai tenaga kerja sangat tidak memuaskan, karena tidak mungkin untuk menyamaratakan semua buruh, sebagaimana Marx dan orang yang sependapat dengan dia mencoba melakukannya. Teori yang mengabaikan faktor permintaan dan tidak mengakui sumbangan modal tetap dalam menghasilkan nilai lebih, tidak dapat memecahkan masalah perselisihan buruh-majikan. Sebaliknya, Islam tidak mengakui adanya pengisapan buruh oleh majikan, juga tidak menyetujui dihapuskannya kelas kapitalis dan diadakannya masyarakat tanpa jelas. Islam mengakui adanya perbedaan kemampuan dan bakat tiap-tiap orang yang mengakibatkan perbedaan pendapat dan imbalan material. Islam tidak menyetujui persamaan tingkat yang sama sekali tidak 117 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) berubah dalam pembagian kekayaan, karena hal ini dapat membatalkan maksud perbedaan yang sebenarnya. Tentu saja Islam mengakui adanya buruh dan majikan dalam masyarakat. Dua prinsip dasar yang ditulis mengenai hal ini, baik dalam al-Qur’an maupun Hadits menyatakan bahwa pelayan harus setia dan melakukan pekerjaannya dengan baik, sedangkan majikan haurs membayar penuh untuk jasa yang diberi pelayannya itu. Pada kenyataannya, islam menjadikan gabungan yang berbahagia antara buruh dan majikan dengan memberikannilai moral pada masalah itu. Hal itu akan menjadikan jelas jika kita menganalisa sebab-sebab pokok dari perselisihan industrial dan perintah Islam. Pergolakan industri terutama timbul karena faktor ekonomi dan psikologi. Saham para pekerja dalam produksi tetap menjadi sebab utama perasaan tidak senang. Para pekerja menciptakan produk atau jasa, tetapi mereka hanya menerima sebagian dari produksi, sisanya ditahan oleh majikan. Demikian pula adanya praktek kerja lembur, terutama pada waktu banyak pengangguran, telah menyebabkan keresahan. Praktek ini ditentang karena bersifat retrogresif, kedua mungkin digunakan untuk menghancurkan standar upah harian, ketiga memperburuh syarat pekerjaan, dan akhirnya membahayakan kesehatan para pekerja. Nabi Muhammad SAW bersabda: ”Manusia tidak berhak akan bagian yang tidak diberikan Tuhan kepadanya. Tuhan memberikan bagian pada setiap orang, oleh karena itu janganlah melanggar milik orang lain”. Menahan upah untuk jasa yang diberikan merupakan dosa yang besar. Abu Hurairah meriwayatkan, Nabi Muhammad SAW berkata: ”Allah berfirman bahwa ada tida orang yang akan menjadi lawan-Ku pada hari pengadilan di hari kiamat, yaitu seorang yang berjanji atas nama-Ku, kemudian melanggar janjinya, seorang yang menjual orang bebas dan memakan harganya, dan seorang yang mempekerjakan seorang abdi tetapi tidak membayar upahnya” (HR Bukhari). Kemudian bersumber pada Ibn Majah, Nabi bersabda:”Upah seorang pekerja harus dibayarkan sebelum keringat di badannya kering”. Tetapi jika tidak mungkin baginya untuk membayar upah si pekerja dengan alasanalasan yang benar, maka diperbolehkan untuk menginvestasikan upah yang tidak dibayarkan itu dalam suatu usaha yang menguntungkan, dan si pekerja berhak atas semua pertambahan laba yang diperoleh dengan keputusan itu. 118 Bab VIII KETENAGAKERJAAN ISLAM Ibn ’Umar mengatakan: ”Saya mendengar Rasulullah berkata: ”Dan orang yang ketiga berkata, saya mempekerjakan buruh dan membayar upah mereka, kecuali satu orang yang meninggalkan upahnya dan pergi. Karena itu saya menanamkan upahnya dalam usaha yang menguntungkan hingga menjadi kekayaan yang melimpah”. (HR Bukhari). Akibatnya para majikan tidak berhak untuk menggunakan pekerja yang tidak dibayar untuk keuntungan mereka. Terlepas dari pembayaran upah pada waktunya, Islam sangat memperhatikan kesejahteraan para pekerja. Demikianlah riwayat yang bersumber pada Muhallah dari Ibn Hazam, Nabi Muhammad SAW berkata:”Kewajiban para majikan mempekerjakan karyawan mereka dengan pekerjaan yang dapat dilakukannya dengan mudah. Janganlah mempekerjakan mereka sedemikian rupa hingga merugikan kesehatannya”. Hadits itu mengesampingkan segala kemungkinan perluasan kapitalisme dan mencegah serta menggantikan metode Marxis mengenai pengambilalihan para pengambil alih. Dalam sistem kapitalis dewasa ini, para pekerja berpendapat bahwa pengadilan polisi dan para penguasa pemerintah lainnya selalu berprasangka buruk terhadap buruh dan cenderung untuk lebih menguntungkan majikan. Apabila timbul perselisihan dan terjadi pemogokan maka para pejabat kepada para majikan kapitalis. Rupanya benda lebih dipentingkan daripada hak-hak manusia. Hal inilah yang menjadi faktor perselisihan di bidang industri. Tetapi dalam Islam, hak milik mutlak atas segala-galanya ada pada Tuhan, sebagaimana dijelaskan dalam QS ali-Imran (3: 189), yang artinya: ”Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi: dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. Manusia adalah khalifah Allah di muka bumi, dengan demikian maka hak milik yang sah dari individu yang berupa kekayaan juga merupakan bagian masyarakat, lagi pula kedaulatan negara juga di tangan Allah, kepala negara adalah khalifah-Nya. Sesungguhnya persamaan seluruh umat manusia dalam pandangan Allah menetapkan, sejenis peraturan hukum yang membedakan negara Islam dari negara-negara sekuler. Dalam pola masyarakat yang demikian, pengadilan tidak dapat menafsirkan undangundang menurut cara yang dikehendakinya, dan badan pembuat undangundang tidak boleh menetapkan setiap undang-undang berdasarkan suara mayoritas saja. Sebenarnya seluruh perundang-undangan perilaku negara harus konsisten dengan peraturan kitab suci al-Qur’an dan Sunnah. Dalam 119 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) keadaan yang demikian itu tidak ada kesempatan bagi pengisapan dan ketidakadilan, tidak saja untuk kepentingan kaum buruh, tetapi juga untuk kepentingan seluruh umat manusia, karena itu dilindungi dengan cara yang sebaik mungkin. Islam sangat menaruh perhatian pada kepentingan para majikan yang dapat memberikan sumbangan positif bagi kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan yang dapat dilindungi dengan sebaik-baiknya, apabila karyawan bertindak dengan jujur dan setia, dan para karyawan kerja dengan semangat. Karena masyarakat modern hanyut ke arah materalisme tanpa mengabaikan nilai hidup spiritual dan moral, maka sulitlah untuk mengarhkan pekerja agar giat bekerja. Jelaslah bahwa terdapat suatu pertentangan kepentingan yang berlangsung secara terus-menerus antar kelas dalam masyarakat modern. Islam menghendaki pertumbuhan masyarakat yang berimbang, untuk itu adanya hubungan yang harmonis antara majikan dan karyawan dianggap sebagai prasarat mutlak. Itulah sebabnya maka Islam berusaha mendorong agar para pekerja setia, jujur dan bersemangat kerja. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Majah, nabi Muhammad SAW bersabda:”Pendapatan terbaik adalah pendapatan seorang pekerja yang melakukan pekerjannya dengan berhatihati, dan dia hormat kepada majikannya”. Sesungguhnya para abdi yang menjalankan perintah majikan mereka dengan setiap sama golongannya dengan mereka yang memberi derma. Ibn Musa meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: ”Bendaharawan setia yang membayar apa yang diperintahkan dengan hati tulus adalah seperti seorang dermawan”. Islam juga mengutuk penyelewenagan seorang karyawan atau kecurangannya dalam mengambil sesuatu milik majikannya. Abu Hurairah berkata, ”Nabi berdiri di antara kami, dan berbicara mengenai ketidak jujuran, dia menyatakan jahatnya perbuatan itu. Katanya, ’Sesungguhnya aku tidak melihat seorangpun di antara kalian pada hari kiamat menembik seperti kambing, meringik seperti kuda, dan berseru ’Wahai Rasulullah! Datanglah kemari, dan aku akan berkata, ’Aku tak dapat menolongmu, karena aku telah menyempaikan amanat untukmu” (Bukhari). Keadaan yang digambarkan di atas, mengenai kebangkitan kembali, karena hal ini membicarakan tentang pengalaman jiwa dengan istilah fisik yang arti pentingnya adalah setiap ketidakjujuran, besar atau kecil, pada 120 Bab VIII KETENAGAKERJAAN ISLAM akhirnya akan diketahui dan dihukum. Maka di suatu negara Islam serikat buruh yang dengan sesuka hatinya melakukan sabotase, seperti bermalasmalasan sampai melakukan tindakan kejahatan dengan merusak pabrik dan peralatan, tidak boleh didukung. Bahkan suatu negara Islam, sesungguhnya berhak menyusun undang-undang yang melarang serikat buruh untuk mengikuti kegiatan anti sosial. Islam juga menekankan pentingnya kemuliaan kerja, tidak hanya untuk melindungi kepentingan para karyawan, tetapi juga untuk memaksimalkan produksi. Nabi sendiri melakukan pekerjaan menggembala kambing di masa remajanya. Ini membuktikan bahwa pekerjaan itu dianggap terhormat. Para sahabat Nabi pun tidak pernah meremehkan perkerjaan seorang kuli. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: ”Allah tidak mengangkat Nabi, melainkan ia menggembala kambing. ”Sahabatsahabatnya berkata: Dan Anda ?” Dia berkata, ”Saya pernah menggembala kambing untuk rakyat Mekah” ((Bukhari). Dari kenyataan di atas, Islam mencoba untuk membuat kompromi yang langgeng antara buruh dan majikan dengan memberikan nilai moral kepada seluruh persoalan mengenai hubungan mereka, dan dengan menjadikan kewajiban dari masing-masing pihak sebagai bagian dari iman. Dalam hal ini Islam juga membuktikan dirinya lebih unggul daripada sekularisme yang tidak berhasil membuat hubungan harmonis antara buruh dan majikan dalam suatu mosaik sosial. Sifat hubungan industri telah membuktikan bahwa Islam mengakui upah yang layak bagi para pekerja. Jika majikan berusaha mengisap para pekerja, maka terbuka bagi mereka jalan musyawarah bersama agar bisa mendapatkan upah yang layak dan dibenarkan oleh Islam, karena jika buruh melakukan secara sendiri-sendiri akan mudah ditaklukkan, mengingat kemampuan perundingannya sangat lemah. Serikat buruh dapat memperbaiki kelemahan kedudukan perundingan antara para pekerja untuk mengenyahkan penghisapan kapitalis, dengan demikian memungkinkan para pekerja menaikkan upah mereka ke tingkat nilai penuh hasil bersih marjinal mereka. Dalam suatu masyarakat Islam yang diperintah dengan baik, tidak terdapat kebutuhan mendesak bagi angkatan kerjanya untuk memiliki kekeuatan perundingan bersama karena peraturan kelambagaan akan menimbulkan kekuatan dengan kondisi kerja yang cenderung layak dan adil. 121 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) Persoalan pemogokan masih menimbulkan pertentangan besar. Karena persoalan ini sangat dipengaruhi oleh sikap seseorang terhadap tatanan industri yang berlaku. Bagi mereka yang menganggap bahwa hak milik pribadi dan pengelolaan oleh majikan sangat diperlukan, akan tetap menganggap bahwa pemogokan harus dikekang, sedangkan bagi mereka yang menyokong langkah-langkah ke arah persamaan hak dalam mendapatkan kesempatan serta upah yang layak, akan lebih menyukai tambahan perluasan hak untuk mogok karena hal ini akan merupakan sarana untuk mengurangi kekuatan para majikan. Pemogokan lebih dari sekedar suatu penolakan kolektif untuk membuat kontrak pekerjaan. Hal ini merupakan cara untuk melakukan tekanan agar dapat tetap memegang pekerjaan lama dengan kondisi yang lebih baik. Perbaikan kondisi mungkin berlaku dalam berbagai hal, misalnya: untuk mendapatkan upah yang lebih tinggi, untuk mencegah penurunan upah, mengubah jam kerja dan syarat-syarat kerja lainnya. Tekanan dapat bersifat defensif, yaitu buruh hanya berusaha untuk mempertahankan kondisi berlaku yang terancam, atau bersifat ofensif, yaitu dengan melakukan usaha untuk memperbaiki syarat kerja yang berlaku. Hakikat tujuan para pemogok adalah untuk mempertahankan posisi yang sama, sehingga pemogokan merupakan suatu prosedur taktik untuk berjuang. Pada pokoknya hal ini digunakan karena merupakan senjata perjuangan yang efektif. Persoalan timbul mengenai samapi di mana hak mohok diperkenankan berlanjut. Ini merupakan soal yang paloing ruwet dan sulit karena tidak terdapat seperangkat asas yang mendasarinya dalam membeikan penyelesaian yang memuaskan. Argumen pokok dari pihak yang menganggap aksi mogok sebagai hal yang tidak perlu, alasannya antara lain: pertama, banyak orang beranggapan bahwa posisi buruh di bawah kapitalisme telah berubah secara fundamental. Selama peralihan masa revolusi industri pertumbuhan ajaib produksi dibarengi oleh sikap yang hampir menyeluruh mengabaikan kesejahteraan para pekerja di pabrik-pabrik. Kaum buruh bekerja dari 12 sampai 16 jam sehari da pabrik-pabrik yang gelap, dan penuh berdesak-desakan. Anak-anak kecil berumur 6 sampai 10 tahun bekerja sejak subuh sampai petang. Untuk masa sekarang hal ini sudah seharusnya tidak terjadi. Melalui hubungan industri telah muncul berbagai cara seperti: usaha mendamaikan, usaha penengahan dan usaha arbitrase 122 Bab VIII KETENAGAKERJAAN ISLAM sukarela dan wajib untuk mencapai penyelesaian yang bersahabat. Kedua, para majikan menganggap mereka mempunyai hak mutlak untuk mengelola perusahaannya sesuai dengan kehendaknya sendiri, walaupun berlawanan dengan para pekerja mereka, sehingga para majikan beranggapan bahwa aksi mogok adalah suatu pelanggaran yang tidak perlu. Ketiga, dikemukakan bahwa aksi mogok itu merupakan senjata perjuangan yang paling efektif bagi serikat buruh. Sesungguhnya ini tidak berguna, karena tidak akan mungkin dapat mencapai tujuan yang dimaksud. Mereka mengemukakan bahwa serikat buruh dibentuk dan dikuasai oleh segolongan kecil cendikiawan borjuis kelas menengah. Pekerja-pekerja miskin yang hidup pada tingkat kelaparan, dihisap oleh golongan borjuis atas nama kesejahteraan pekerja. Kenyataan bahwa suatu gerakan serikat buruh tidak mampu mengembangkan suatu ideologi bagi dirinya sendiri, sebagai akibat, pilihan haruslah antara mengizinkan menjadi mangsa ideologi kelas menengah atau mengidroktinasinya dengan intelektualisme sosialis. Selanjutnya para pekerja terpaksa menjadi pengikut segelintis cendikiawan. Keempat, aksi mogok serikat buruh hanya akan menguntungkan segolongan kecilpekerja industri, terutama di negaranegara yang belum berkembang, dengan mendistribusikan pendapatan bagi kepentingan mereka, karena sebagian besar penghidupan pekerja tergantung pada sektor pertanian. Dengan adanya tatanan perkembangan industri yang berlaku, hak untuk mogok dan memecat pada prinsipnya dapat diakui karena setiap kemajuan apa pun yang menuju perkembangan industri berdasarkan garis Islam menghendaki kesempatan sepenuh mungkin bagi para majikan maupun buruh. Tetapi sejauh manakah hak untuk mogok dan memecat dapat diperkenankan ? Seluruh masalahnya tergantung pada sejumlah variabel seperti tingkat pemusatan tenaga industri yang ada, tingkat dan tahap perkembangan gerakan buruh, tingkatan kesenjangan dan pendapatan masyarakat, tingkat kesadaran Islami terhadap etika kerja. Penghayatan nilainilai Islam yang baik akan berdampak pada penilaian terhadap persoalan pemogokan dan penutupan tempat kerja menjadi relatif tidak penting, tentunya dengan memasukkan nilai-nilai Islam ke dalam kerangka pengembangan industri yang terdapat di negara-negara Islam. 123 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) C. Konsep Pengupahan: Islam Vs Konvensional Masalah pengupahan adalah masalah yang tidak pernah selesai diperdebatkan oleh pihak manajemen, apapun bentuk organisasinya. Upah seolah-olah merupakan kata-kata yang selalu membuat pihak manajemen perusahaan berpikir ulang dari waktu ke waktu untuk menetapkan kebijakan tentang upah. Upah juga yang selalu memicu konflik antara pihak manajemen dengan karyawan seperti yang banyak terjadi akhir-akhir ini. Hal yang juga tidak kalah pentingnya dari manajemen pengupahan adalah perbedaan tingkat besar upah yang diterima. Banyak terjadi kasus dimana seorang karyawan yang protes kepada pihak manajemen akibat gajinya lebih kecil daripada pegawai baru, padahal pekerjaannya sama. Diantaranya adalah seperti yang terjadi di salah satu perusahaan di Jakarta pada tahun 2003. Perusahaan tersebut menerapkan kebijakan bagi pegawai baru, bahwa penentuan gaji pegawai baru didasarkan atas bargaining pada saat masuk kerja. Pengalaman kerja dan imbalan yang diterima di tempat lain menjadi pertimbangan untuk penentuan gaji pegawai baru tersebut. Fakta yang terjadi akibat kebijakan baru itu adalah timbulnya keresahan pada pegawai lama yang merasa tidak dihargai perusahaan karena gajinya lebih kecil daripada pegawai baru, padahal pekerjaannya sama. Ada juga fakta bahwa bonus yang dibagikan kepada karyawan menimbulkan protes karyawan. Seharusnya jika perusahaan memberikan bonus kepada karyawan karena perusahaan untung, maka karyawan bersyukur dan berterimakasih kepada perusahaan. Tetapi yang terjadi di salah satu perusahaan di Jakarta tahun 2003 adalah sebaliknya, karyawan protes terhadap kebijakan pembagian bonus. Perusahaan menetapkan kebijakan bahwa sebesar 80% laba perusahaan dikembalikan kepada karyawan. Jika laba operasional sebesar 1 milyar rupiah, dikembalikan 800 juta rupiah dalam bentuk bonus. Beberapa karyawan protes karena bonus yang diterimanya lebih kecil dari yang diharapkannya. Sebagian lagi protes karena pada karyawan yang pekerjannya dan tugasnya sama, bonus yang diberikan berbeda-beda. Dalam kondisi yang telah diuraikan, maka konsep manajemen syariah dalam pengupahan karyawan perusahaan menjadi penting untuk dikaji, bagaimana sebenarnya syariat menggariskan aturan tentang pengupahan tersebut. 124 Bab VIII KETENAGAKERJAAN ISLAM Gambar 8.1 Kajian Syariah tentang Upah Sumber: Tanjung (2005) Berkaitan dengan kajian syariah, ada tiga hal yang digunakan sebagai pisau untuk menganalisis praktek manajemen pengupahan. Pertama, aspek normatif dengan rujukan al-Qur’an dan Hadits. Kedua, kaidah-kaidah hukum, dan ketiga pandangan-pandangan Fiqh. Dalam aspek normatif, terdapat norma dari tinjauan hukum atau ahkam, baik hasil kajian dengan pendekatan harfiah, pendekatan kontekstual antara satu nash dengan nash yang lain, dan kadang didukung dengan analitis filosofis, seperti pendekatan jumhur ulama dan normatif dari tinjauan akhlak (Yunus, 1973). Upah menurut pengertian barat terkait dengan pemberian imbalan kepada pekerja tidak tetap, atau tenaga buruh lepas, seperti upah buruh lepas di perkebunan kelapa sawit, upah pekerja bangunan yang dibayar mingguan atau bahkan harian. Sedangkan gaji menurut pengetian barat terkait dengan imbalan uang yang diterima oleh karyawan atau pekerja tetap dan dibayarkan sebulan sekali. Dalam pengertian barat, perbedaan upah dan gaji terletak pada jenis karyawannya (tetap atau tidak tetap) dan sistem pembayarannya (bulanan atau harian). Konvensi ILO nomer 100, menyatakan bahwa: ”Upah atau gaji 125 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) biasa, pokok atau minimum dan setiap jumlah tambahan yang dibayarkan langsung atau tidak langsung, apakah dalam bentuk uang tunai atau barang oleh pengusaha kepada pekerja dalam kaitannya dengan hubungan kerja”. Sedangkan menurut Dewan Penelitian Perupahan Nasional, ”Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pemberi kepada penerima kerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah dan akan dilakukan, berfungsi sebagai jaminan kelangsungan hidup yang layak bagi kemanusiaan dan produksi, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan, undang-undang dan peraturan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi kerja dan penerima kerja (Ruki, 2001). Dalam perbedaan pengertian upah dan gaji menurut konsep barat, maka Islam menggariskan upah dan gaji lebih komprehensif dari pada barat. Allah SWT menggariskan tentang imbalan dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat 105, yang artinya: ”Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rosul-Nya serta orangorang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah Yang Mengetahui akan ghaib dan yang nyata, lalu diberikan-Nya kepada kamu apa yang kamu kerjakan”. Dalam menafsirkan surat at-Taubat ayat 105 , menurut Qurais Shihab dalam tafsir al-Misbah: ”bekerjalah kamu” demi karena Allah semata dengan aneka amal yang saleh dan bermanfaat, baik untuk diri kamu maupun untuk masyarakat umum, maka Allah akan melihat yakni menilai dan memberi ganjaran amal kamu itu. Memperhatikan tafsir di atas, bahwa amalan yang kita lakuka akan mendapatkan ganjaran atau imbalan atau kompensasi. Dalam QS an-Nahl ayat 97 dijelaskan bahwa: ”Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. Dalam menafsirkan surat an-Nahl ayat 97 ini, Quraish Shihab menjelaskan dalam kitabnya Tafsir Al-Misbah sebagai berikut: ”Barang siapa yang mengerjakan amal saleh apapun jenis kelaminnya, baik laki-laki maupun perempuan, sedang dia adalah mukmin yakni amal yang dilakukannya lahir atas dorongan keimanan yang shahih, maka sesungguhnya pasti akan Kami berikan kepadanya masing-masing kehidupan yang baik di dunia ini dan sesunggunya 126 Bab VIII KETENAGAKERJAAN ISLAM akan Kami berikan balasan kepada mereka semua di dunia dan di akhirat dengan pahala yang lebih baik dan berlipat ganda dari apa yang telah mereka kerjakan”. Balasan dalam keterangan di atas adalah balasan di dunia dan di akherat. Ayat ini menegaskan bahwa balasan atau imbalan bagi mereka yang beramal saleh adalah imbalan dunia dan imbalan akherat. Amal shaleh sendiri oleh didefinisikan sebagai segala perbuatan yang berguna bagi pribadi, keluarga, kelompok dan manusia secara keseluruhan. Sementara menurut Syeikh AzZamakhsari, amal saleh adalah segala perbuatan yang sesuai dengan dalil akal, al-Qur’an dan atau Sunnah Nabi Muhammad SAW. Menurut definisi Muhammad Abduh dan Zamakhsari di atas, maka seorang yang bekerja pada suatu badan usaha dapat dikategorikan sebagai amal saleh, dengan syarat perusahaannya tidak memproduksi/menjual atau mengusahakan barang-barang yang haram. Dengan demikian, maka seorang karyawan yang bekerja dengan benar, akan menerima dua imbalan, yaitu imbalan di dunia dan imbalan di akherat. Dijelaskan dalam QS al-Kahfi ayat 30, yang artinya: ”Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal saleh tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan baik. Berdasarkan tiga ayat yang telah diuraikan (at-Taubah:105, an-Nahl:97, dan al-Kahfi:30), maka imbalan dalam konsep Islam menekankan pada dua aspek, yaitu dunia dan akherat. Tetapi hal yang paling penting, adalah bahwa penekanan kepada akherat itu lebih penting daripada penekanan terhadap dunia (dalam hal ini materi). Surat at-Taubah ayat 105, menjelaskan bahwa Allah memerintahkan kita untuk bekerja, dan Allah pasti membalas semua apa yang telah kita kerjakan asalkan dilakukan dengan motivasi dan niat bekerja dengan benar. Sebab kalau motivasi bekerja tidak benar , Allah akan membalas dengan cara memberi azab, sebaliknya kalau motiviasi dilakukan dengan benar, maka Allah akan membalas pekerjaan itu dengan balasan yang lebih baik dari apa yangkita kerjakan. Lebih jauh QS an-Nahl menjelasakan bahwa tidak adal perbedaan gender dalam menerima upah atau balasan dari Allah. Ayat ini menegaskan bahwa tidak ada diskriminasi upah dalam Islam, jika mereka mengerjakan pekerjaan yang sama. Hal yang menarik dari ayat ini adalah balasan Allah langsung di dunia (misal: kehidupan yang baik, rejeki 127 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) yang halal) dan balasan di akherat (pahala). Sementara surat al-Kahfi ayat 30 menegaskan bahwa balasan terhadap pekerjaan yang telah dilakukan manusia, pasti Allah balas dengan adil. Allah tidak akan berlaku zalim dengan cara menyia-nyiakan amal hamba-Nya. Konsep keadilan dalam upah inilah yang sangat mendominasi dalam setiap praktek yang pernah terjadi di negeri Islam. Lebih lanjut kalau kita lihat hadits Rasulullah SAW tentang upah yang diriwayatkan oleh Abu Dzar bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Mereka (para budak dan pelayanmu) adalah saudaramu, Allah menempatkan mereka di bawah asuhanmu; sehingga barang siapa mempunyai saudara di bawah asuhannya maka harus diberinya makan seperti apa yang dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian seperti apa yang dipakainya (sendiri); dan tidak membebankan pada mereka dengan tugas yang sangat berat, dan jika kamu membebankannya dengan tugas seperti itu, maka mereka dengan tugas yang sangat berat, dan jika kamu membebankannya dengan tugas seperti itu, maka hendaklah membantu mereka (mengerjakannya). (HR. Muslim). Dari hadits ini dapat didefinisikan bahwa upah yang sifatnya materi (upah di dunia) mestilah terkait dengan keterjaminan dan ketercukupan pangan dan sandang. Perkataan: ”harus diberinya makan seperti apa yang dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian seperti apa yang dipakainya (sendiri)”, bermakna bahwa upah yang diterima harus menjamin makan dan pakaian karyawan yang menerima upah. Dalam hadits lain, diriwayatkan dari Mustawrid bin Syadad, Rasulullah SAW bersabda: ”Siapa yang menjadi pekerja bagi kita, hendaklah ia mencarikan isteri (untuknya); seorang pembantu bila tidak memilikinya, hendaklah ia mencarikannya untuk pembantunya. Bila ia tidak mempunyai tempat tinggal, hendaklah ia mencarikan tempat tinggal. Abu Bakar mengatakan: Diberitakan kepadaku bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: ”Siapa yang mengambil sikap selain itu, maka ia adlah seorang yang keterlaluan atau pencuri”. (HR Abu Daud). Hadits ini menegaskan bahwa papan (tempat tinggal) merupakan kebutuhan azasi bagi para karyawan. Bahkan menjadi tanggung jawab majikan 128 Bab VIII KETENAGAKERJAAN ISLAM juga untuk mencarikan jodoh bagi karyawannya yang masih lajang. Sehingga dari ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits yang telah dijelaskan, maka defenisi upah (Tanjung, 2005): Upah adalah imbalan yang diterima seseorang atas pekerjannya dalam bentuk imbalan materi di dunia (adil dan layak) dan dalam bentuk imbalan pahala di akherat (imbalan yang lebih baik). Dari uraian di atas, paling tidak terdapat dua perbedaan kosep upah antara barat dan islam: pertama, Islam melihat upah sangat besar kaitannya dengan konsep moral, sementara barat tidak. Kedua, upah dalam Islam melihat tidak hanya sebatas materi (kebendaan atau keduniaan) tetapi menembus batas kehidupan, yakni berdimensi akherat yang disebut dengan pahala, sementara barat tidak. Adapun persamaan kedua konsep upah antara barat dan Islam adalah adanya prinsip keadilan dan prinsip kelayakan. D. Keadilan Upah menurut Islam Organisasi yang menerapkan prinsip keadilan dalam pengupahan mencerminkan organisasi yang dipimpin oleh orang-orang bertaqwa. Konsep adil ini merupakan ciri-ciri organisasi yang bertaqwa. Al-Qur’an menegaskan dalam QS al-Maidah:8, yang artinya: ”Berbuatlah adil, karena adil itu lebih dekat kepada Taqwa”. Adil juga memiliki beberapa dimensi, diantaranya adil juga berarti jelas, selain itu juga bermakna transparan. Hal ini dijelaskan dalam QS al-Baqarah:282, yang artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah[179] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang 129 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu”. Terkait dengan transparansi, disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh HR. Baihaqi, ”Berikanlah gaji kepada pekerja sebelum kering keringatnya, dan beritahukan ketentuan gajinya, terhadap apa yang dikerjakan”. Dari ayat dan hadits yang telah disebutkan di atas, dapat diketahui bahwa prinsip utama keadilan terletak pada kejelasan aqad (transaksi) dan komitmen melakukannya. Aqad dalam perburuhan adalah aqad yang terjadi antara pekerja dengan pengusaha. Artinya, sebelum pekerja dipekerjakan, harus jelas dulu bagaimana upah yang akan diterima oleh pekerja. Upah tersebut meliputi besarnya upah dan tata cara pembayaran upah. Khusus untup pembayaran upah, Rasulullah bersabda: ”Dari Abdillah bin Umar, Rasulullah bersabda: ”Berikanlah upah orang upahan sebelum kering keringatnya”. (HR Ibnu Majah dan Imam Thabrani). Dalam menjelaskan hadits tersebut, Syeikh Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Pesan Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, menjelaskan bahwa sesungguhnya seorang pekerja hanya berhak atas upahnya jika ia telah menunaikan pekerjaannya dengan semestinya dan sesuai dengan kesepakatan, karena umat Islam terikat dengan syarat-syarat antar mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. Namun, jika ia membolos bekerja tanpa alasan yang benar atau sengaja menunaikannya dengan tidak semestinya, maka sepatutnya hal itu diperhitungkan atasnya (dipotong upahnya) karena setiap hak dibarengi dengan kewajiban. Selama ia mendapatkan upah secara penuh, maka 130 Bab VIII KETENAGAKERJAAN ISLAM kewajibannya juga harus dipenuhi. Sepatutnya hal ini dijelaskan secara detail dalam peraturan kerja yang menjelaskan masing-masing hak dan kewajiban kedua belah pihak. Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa upah atau gaji merupakan hak karyawan selama karyawan tersebut bekerja dengan baik. Jika pekerja tersebut bekerja tidak benar, maka gajinya dapat dipoting atau disesuaikan. Hal ini menjelaskan kepada kita bahwa selain hak karyawan memperoleh upah atas apa yang diusahakannya, juga hak perusahaan untuk memperoleh hasil kerja dari karyawan dengan baik. Bahkan Syeikh Qardawi mengatakan bahwa bekerja yang baik merupakan kewajiban karyawan atas hak upah yang diperolehnya, demikian juga, memberi upah merupakan kewajiban perusahaan atas hak hasil kerja karyawan yang diperolehnya. Dalam keadaan masa kini, maka aturan-aturan bekerja yang baik itu, dituangkan dalam buku Pedoman Kepegawaian yang ada di masing-masing perusahaan. Hadits lain yang menjelaskan tentang pembayaran upah adalah: ”Allah telah berfirman ada tida jenis manusia dimana Aku adalah musuh mereka nanti di hari kiamat. Pertama, adalah orang yang membuat komitmen akan memberi atas nama-Ku, kemudian ia tidak memenuhinya. Kedua, orang yang menjual seorang manusia bebas (bukan budak), lalu memakan uangnya. Ketiga, adalah orang yang menyewa seorang upahan dan mempekerjakan dengan penuh, tetapi tidak membayar upahnya (HR. Bukhari). Hadits di atas menegaskan tentang waktu pembayaran upah, agar sangat diperhatikan. Keterlambatan pembayaran upah, dikategorikan sebagai perbuatan zalim dan orang yang tidak membayar upah para pekerjanya termasuk orang yang dimusuhi oleh Nabi SAW pada hari kiamat. Dalam hal ini, Islam sangat menghargai waktu dan sangat menghargai tenaga seorang karyawan atau buruh.dan Adil juga bermakna proporsional, hal ini dijelaskan dalam beberapa ayat al-Qur’an. QS al-Ahqaf: 19, menjelaskan bahwa: ”Dan bagi masingmasing mereka derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tiada dirugikan. Ayat lain menjelaskan : ”Dan kamu tidak dibalas, melainkan dengan apa yang telah kamu kerjakan” (QS Yaasin:54). QS an-Najm:39 menerangkan pula: ”Bahwasannya seorang manusia tiada 131 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”. Ayat-ayat ini menegaskan bahwa pekerjaan seseorang akan dibalas menurut berat pekerjaannya itu. Konteks ini yang oleh pakar manajemen barat diterjemahkan menjadi equel pay for equel job, yang artinya upah yang sama untuk jenis pekerjaan yang sama. Jika ada dua orang atau lebih mengerjakan pekerjaan yang sama, maka upah mereka mesti sama. Prinsip ini telah menjadi hasil konvensi International Labor Organization (ILO) nomor 100. sistem penggajian HAY atau yang sering disebut HAY System, telah menerapkan konsep ini. Siapapun pekerja atau karyawannya, apakah tua atau muda, berpendidikan atau tidak, selagi mereka mengerjakan pekerjaan yang sama, maka mereka akan dibayar dengan upah yang sama. Jika pengupahan yang adil berbicara tentang kejelasan, transparansi dan proporsionalitas ditinjau dari berat pekerjaannya, maka layak berhubungan dengan besaran yang diterima. Jika ditinjau dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dzar bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Mereka (para budah dan pelayanmu) adalah saudaramu, Allah menempatkan mereka di bawah asuhanmu, sehingga barang siapa mempunyai saudara di bawah asuhannya maka harus diberinya makan seperti apa yang dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian sepeerti apa yang dipakainya (sendiri); dan tidak membemankan pada mereka dengan tugas yang sangat berat, dan jika kamu membebankannya dengan tugas seperti itu, maka hendaklah membantu mereka (mengerjakannya)”. (HR. Muslim). Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Mustawrid bin Syadad, Rasulullah bersabda: ”Aku mendengar Nabi Muhammad SAW bersabda: ”Siapa yang menjadi pekerja bagi kita, hendaklah ia mencarikan istri untuknya; seorang pembantu bila tidak memilikinya, hendaklah ia mencarikannya untuk pembantunya. Bila ia tidak mempunyai tempat tinggal, hendaklah ia mencarikan tempat tinggal. Abu Bakar mengatakan: ”Diberitakan kepadaku bahwa Nabi Muhammad bersabda: ”Siapa yang mengambil sikap selain itu, maka ia adalah seorang yang keterlaluan atau pencuri”. (HR. Abu Daud). Dari dua hadits di atas, dapat diketahui bahwa kelayakan upah yang diterima oleh pekerja dilihat dari tiga aspek, yaitu: pangan (makanan), sandang (pakaian), dan papan (tempat tinggal). Bahkan bagi pegawai atau karyawan yang masih belum menikah, menjadi tugas majikan yang 132 Bab VIII KETENAGAKERJAAN ISLAM mempekerjakannya untuk mencarikan jodohnya. Artinya, hubungan antara majikan dengan pekerja bukan hanya sebatas hubungan pekerjaan formal, tetapi karyawan sudah dianggap merupakan keluarga majikan. Konsep menganggap karyawan sebagai keluarga majikan merupakan konsep islam yang lebih dar 14 abad yang lalu telah dicetuskan. Konsoep ini dipakai oleh pengusaha-pengusaha Arab pada masa lalu, dimana mereka (pengusaha muslim) seringkali memperhatikan kehidupan karyawannya di luar lingkungan kerjanya. Hal inilah yang sangat jarang dilakukan saat ini. Wilson menulis dalam bukunya yang berjudul Islamic Business Theory and Practice yang inti adalah: walaupun perusahaan itu bukanlah perusahaan keluarga, para majikan Muslimin acapkali memperhatikan kehidupan karyawan di luar lingkungan kerjanya, hal ini sulit untuk dipahami para pengusaha barat. Konsep inilah yang sangat berbeda dengan konsep upah menurut barat. Konsep upah menurut Islam, tidak dapat dipisahkan dari konsep moral. Mungkin sah-sah saja jika gaji seorang pegawai di barat sangat kecil karena pekerjaannya sangat remeh (misal: cleaning service). Tetapi dalam konsep Islam, meskipun cleaning service, tetapi faktor layak menjadi pertimbangan utama dalam menentukan berapa upah yang akan diberikan. Terdapat ayat qur’an yang berbunya: ”Dan janganlah kamu merugikan manusia akan hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan (QS. Asy-Syua’ra: 183). Ayat tersebut bermakna bahwa janganlah seseorang merugikan orang lain, dengan cara mengurangi hak-hak yang seharusnya diperolehnya. Dalam pengertian yang lebih jauh, hak-hak dalam upah bermakna bahwa janganlah mempekerjakan upah seseorang, jauh di bawah upah yang biasanya diberikan. Dari uraian upah menurut konsep Islam, maka dapat digambarkan bagaimana konsep upah dalam Islam, seperti terdapat dalam Gambar 2. Dapat dilihat bahwa upah dalam konsep Islam memiliki dua dimensi, yaitu dimensi dunia dan dimensi akherat. Untuk menerapkan upah dalam dimensi dunia, maka konsep moral merupakan hal yang sangat penting agar pahala dapat diperoleh sebagai dimensi akherat dari upah tersebut, jika 133 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) Gambar 8.2 Upah Menurut Syariah moral diabaikan, maka dimensi akherat tidak akan tercapai. Oleh karena itu konsep moral diletakkan pada kotak paling luar, yang artinya konsep moral diperlukan untuk menerapkan upah dimensi dunia agar upah dimensi akherat dapat dicapai. Dimensi upah di dunia dicirikan oleh dua hal, yaitu adil dan layak. Adil bermakna bahwa upah yang diberikan harus jelas, transparan dan proporsional. Layak bermakna bahwa upah yang diberikan harus mencukupi kebutuhan pangan, sandang, dan papan serta tidak jauh berada bi bawah pasaran. Aturan manajemen upah ini perlu didudukkan pada posisinya agar memudahkan bagi kaum muslimin atau pengusaha muslim dalam mengimplementasikan manajemen syariah dalam pengupahan karyawannya di perusahaan. Upah menurut barat adalah upah atau gaji biasa, pokok atau minimum dan setiap emolumen tambahan yang dibayarkan langsung atau tidak langsung, apakah dalam bentuk uang tunai atau barang, oleh pengusaha kepada pekerja dalam kaitan dengan hubungan kerja. Sedangkan upah menurut Islam adalah imbalan yang diterima seseorang atas pekerjaannya 134 Bab VIII KETENAGAKERJAAN ISLAM dalam bentuk imblan materi di dunia (adil dan layak) dan dalam bentuk imbalan pahala di akherat (imbalan yang lebih baik). Perbedaan pandangan terhadap upah antara barat dan Islam terletak dalam dua hal, pertama: Islam melihat upah sangat besar kaitannya dengan konsep moral, sementara barat tidak. Kedua, upah dalam Islam tidak hanya sebatas materi, tetapi menembus batas kehidupan, yakni berdimensi akherat yang disebut dengan pahala, sementara barat tidak. Adapun kesamaan konsep upah antara barat dan Islam terletak pada prinsip keadilan (justice) dan prinsip kelayakan (kecukupan). Sehingga rambu-rambu pengupahan dalam Islam bermakna dua hal, yaitu (1) jelas dan transparan, (2) proporsional. Sedangkan layak bermakna dua hal, (1) cukup pangan, sandang dan papan, (2) sesuai dengan pasaran. E. Hubungan Pengelolaan Lingkungan dan Penyerapan Tenaga Kerja Pengelolaan lingkungan berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja (Budhi, 2010). Hasil penelitian ini mendukung penelitian terdahulu dari Rao (2004) yang menyatakan bahwa pengelolaan lingkungan berpengaruh signifikan terhadap permintaan karyawan dengan kriteria berkomitmen terhadap lingkungan. Penelitian Hanna (200) juga menyatakan adanya pengaruh signifikan antara pengelolaan lingkungan keterlibatan karyawan. Makna yang terkandung dalam pembuktian tersebut adalah, bahwa dengan semakin baiknya Pengelolaan Lingkungan dalam Industri Konveksi Islami di Jawa Tengah akan semakin memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Kinerja Lingkungan. Demikian pula sebaliknya, apabila dalam Pengelolaan Lingkungan tidak dilakukan dengan baik, maka akan berdampak pada Kinerja Lingkungan yang negatif dan merugikan bagi Industri Konveksi Islami. Perbaikan pada Pengelolaan Lingkungan dapat difokuskan pada peningkatan inisiatif terhadap masalah-masalah lingkungan, meningkatkan keterlibatan karyawan dalam meminimasi dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan produksi, dan meningkatkan integrasi dengan supplier dalam pengadaan material-material yang ramah lingkungan. Sementara peningkatan Penyerapan Tenaga Kerja terjadi pada penyerapan 135 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) tenaga kerja tetap maupun tenaga kerja borongan. Oleh karena itu hasil pengujian hipotesis melalui analisis jalur dengan koefisien path standardize atau koefisien jalur terbukti bahwa Penyerapan Tenaga Kerja berpengaruh signifikan terhadap Kesejahteraan Karyawan. Temuan hasil penelitian mendukung temuan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hanna (2000) yang menyatakan bahwa penyerapan tenaga kerja berpengaruh signifikan terhadap tingkat keamanan, kesehatan, dan moral karyawan. Makna yang terkandung dalam pembuktian tersebut adalah, bahwa dengan semakin baiknya Penyerapan Tenaga Kerja dalam Industri Konveksi Islami di Jawa Tengah akan semakin memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Kesejahteraan Karyawan. Demikian pula sebaliknya, apabila dalam Penyerapan Tenaga Kerja tidak dilakukan dengan baik, maka akan berdampak pada Kesejahteraan Karyawan yang negatif dan merugikan bagi Industri Konveksi Islami. Perbaikan pada Penyerapan Tenaga Kerja dapat difokuskan pada pemberian kesempatan bagi masyarakat sekitar, baik sebagai tenaga kerja tetap maupun tenaga kerja borongan. 136 Bab IX KESEJAHTERAAN ISLAM 9 Kesejahteraan islam A. Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Sistem ekonomi Islam merupakan sistem ekonomi yang mandiri, jadi bukan sistem ekonomi liberal, komunis, sosialis maupun sistem ekonomi campuran. Terdapat tiga perbedaan mendasar sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi yang lain (Zadjuli, 2007), yaitu: 1. Asumsi dasar dalam sistem Ekonomi Islam adalah syariah Islam yang diberlakukan secara menyeluruh baik terhadap individu, keluarga, kelompok masyarakat, usahawan, dan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik untuk keperluan jasmani maupun rohaniah. 2. Penerapan sistem Ekonomi Islam adalah asas efisiensi dan manfaat dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan alam. 3. Motif Ekonomi Islam adalah mencari keberuntungan di dunia dan di akhirat selaku Khalifatullah dengan jalan beribadah dalam arti luas. Tujuan ekonomi Islam adalah merealisasikan tujuan manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat (falah), serta kehidupan yang baik dan terhormat (hayyatan toyyibah). Demikianlah pandangan Islam tentang kesejahteraan. Falah memiliki berbagai arti, diantaranya: berkembang pesat, menjadi bahagia, memperoleh keberuntungan atau kesuksesan atau menjadi sukses. Falah menyangkut konsep yang bersifat dunia dan akhirat. Untuk kehidupan dunia, falah mencakup tiga pengertian (Anto, 2003), antara lain: kelangsungan hidup (baqa’), kebebasan dari kemiskinan (ghana), serta kekuatan dan kehormatan (’izz). Sementara itu untuk kehidupan akhirat, falah mencakup pengertian kelangsungan hidup yang abadi, kesejahteraan abadi, kemuliaan abadi, dan pengetahuan yang bebas dari segala kebodohan. 137 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) Falah mencakup berbagai aspek, antara lain: spiritualitas dan moralitas, ekonomi, sosial dan budaya, serta politik, baik yang dicapai di dunia maupun di akhirat. Misalnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup, manusia membutuhkan: faktor biologis; kesehatan fisik atau bebas dari penyakit. Faktor ekonomis; memiliki sarana kehidupan, pendapatan, dan selera. Faktor sosial; persaudaraan dan hubungan antar personal yang harmonis. Untuk tataran makro menuntut adanya keseimbanan ekologi, lingkungan yang higienis, manajemen lingkungan hidup. Zadjuli (2007), menyatakan bahwa paradigma dasar dalam ekonomi Islam lebih memberikan tekanan pada nilai moral, kebersamaan dalam berperikemanusiaan serta keadilan dalam kesejahteraan sosial dan ekonomi. Kebutuhan manusia secara riil baik untuk kebutuhan hidup primer, skunder maupun tersier adalah terbatas, sementara alat pemenuhan kebutuhan manusia dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi tidak terbatas sehingga akan menimbulkan kemitraan diantara para pelaku ekonomi. Dalam sistem ekonomi yang holistik, terdapat empat fungsi sistem ekonomi Islam (Zadjuli, 2007), yaitu: 1. Memerangi Kebodohan Islam memandang bahwa orang yang bodoh adalah orang yang tidak berakal, artinya orang yang tidak memfungsikan akalnya secara baik, yaitu orang yang menyembah, berbakti, takut, bekerja, dan beribadah selain kepada Allah SWT. Jadi ukuran kebodohan seseorang bukan dari sudut tidak bisa membaca, menulis dan berhitung, namum lebih menekankan pada ibadah dan amal dengan mengikuti sunatullah. 2. Memerangi Kemiskinan Pengertian orang kaya cenderung dikonotasikan dengan orang yang memiliki banyak harta benda (uang, kendaraan, tanah, rumah, saham dan lain sebagainya). Sementara pengertian kaya yang sebenarnya menurut Islam adalah apabila sebagian besar rizki yang diperoleh dan sekaligus merupakan titipan dari Allah tersebut telah diberikan kepada 8 (delapan) asnab yang memerlukan, yaitu: fakir, miskin, orang kehabisan bekal di perjalanan, orang terlilit hutang, mualaf, budak, fisabilillah dan amil zakat. 3. Memerangi Kesakitan Orang sakit dalam pandangan Islam dimaknakan dengan orang-orang yang telah tertutup atau terkunci mata, telinga, hati dan kalbunya. Tersirat dalam QS al-Baqarah ayat 7, yang artinya: ”Allah Telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka[20], dan penglihatan mereka ditutup[21]. dan bagi mereka siksa yang amat berat. Mengunci mati hati seseorang diartikan bahwa orang tersebut tidak dapat 138 Bab IX KESEJAHTERAAN ISLAM menerima petunjuk, da segala macam nasehatpun tidak akan berbekas padanya. Sementara makna penglihatan yang ditutup, artinya mereka tidak dapat memperhatikan dan memahami ayat-ayat al-Qur’an yang mereka dengar dan tidak dapat mengambil pelajaran dari tanda-tanda kebesaran Allah yang mereka lihat di cakrawala, di permukaan bumi dan pada diri mereka sendiri. 4. Memerangi Kebathilan Pola hidup sekulerisme yang syarat tuntutan nafsu guna memiliki harta benda sebanyak mungkin dan mencari kedudukan setinggi mungkin, telah memposisikan manusia untuk mendapatkan dengan berbagai cara yang melanggar norma-norma agama. Manusia dalam melaksanakan tugas dan kewajiban hidup di dunia pada dasarnya hanya sementara dengan berbagai macam cobaan dan ujian dari Allah, dan jika manusia dapat melaluinya dengan ikhlas, insya Allah akan selamat dunia dan akhirat. Sebagaimana firman Allah dalam QS al-Qhashas, ayat: 77: Artinya: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Sementara itu menurut Chapra (2000), tujuan syariah adalah meningkatkan kehidupan yang lebih baik terhadap seluruh umat manusia. Terdapat lima tujuan yang harus dilalui, yaitu melalui perlindungan terhadap iman atau agama (din), kebahagiaan (nafs), intelektualitas (’aql), nasl), dan kesejahteraan (mal). Kelima tujuan syariah ini dapat dicapai dengan usaha keras seluruh manusia. Dalam tujuan syariah, perlindungan terhadap iman atau agama ditempatkan yang pertama, karena akan memberikan worldview yang bertendensi mempengaruhi kepribadian seluruh manusia, perilakunya, gaya hidup, selera, preferensi, dan sikap terhadap manusia lain, sumber daya, dan lingkungan. Agama akan memberikan keseimbangan antara kepentingan material dan spiritual manusia. Disamping itu juga sebagai saringan moral, sehingga manusia mampu menggunakan sumberdaya secara lebih bernilai. 139 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) B. Kesejahteraan menurut islam Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting dalam produksi. Kekayaan alam suatu negara tidak dapat dimanfaatkan, kecuali ditangani oleh tenaga kerja yang trampil. Alam menyediakan sumber daya yang melimpah, tetapi tanpa kerja keras manusia, semuanya tidak akan dapat diambil manfaatnya. Kemampuan manusia untuk mengolah sumberdaya alam pada dasarnya akan dimanfaatkan untuk kemakmuran seluruh penduduk bumi. Mengingat pentingnya tenaga kerja dalam memproduksi kekayaan, alQur’an memberi tekanan yang besar terhadap masalah tenaga kerja, seperti yang dijelaskan dalam QS. Al-Najm ayat 39, yang artinya: ”Seseorang tidak mendapatkan sesuatu kecuali apa yang telah diusahakannya”. Dengan jelas dinyatakan dalam ayat ini bahwa satu-satunya cara untuk menghasilkan sesuatu dari alam adalah dengan bekerja keras. Rasulullah SAW dalam berbagai kesempatan selalu menekankan pentingnya tenaga kerja dan selalu menghargai karya para pekerja dan para ahli dalam suatu bidang pekerjaan tertentu. Beliau bersabda: ”Allah mencintai orang yang selalu bekerja dan berusaha (untuk penghidupannya)”. Sesungguhnya seseorang bekerja untuk penghidupannya dan senantiasa mengharap ridha Allah. Walaupun seseorang bekerja untuk dirinya sendiri dan untuk keluarganya, tetapi karena ia bekerja secara jujur demi mendapatkan pahala dari Allah, maka ia akan menerima balasan dari Allah atas kejujuran hidupnya. Rasulullah sendiri adalah pekerja keras dan menyukai pekerjaannya. Pekerjaannya sebagai penggembala kambing ada anjurannya pada orang lain untuk menjalani pekerjaan tersebut untuk menanggung kebutuhan hidup mereka, merupakan bukti yang jelas tentang betapa pentingnya tenaga kerja dalam Islam. Nabi Muhammad SAW juga memerintahkan untuk bekerja keras bagi umatnya, bukan untuk meminta-minta, hal ini seperti sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah : ”Jika seseorang di antara kamu sekalian mau mengambil dan membawa seikat kayu bakar di punggungnya dan lalu menjualnya (untuk memperoleh penghasilan), itu akan lebih baik daripada meminta-minta pada orang lain”. Rasulullah selalu menekankan untuk bekerja dan tidak pernah menyukai orang yang selalu bergantung pada sedekah. Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Abu Daud), bahwa seorang penganggur dari kaum Anshar pernah meminta sedekah pada Rasulullah. Beliau bertanya: apakah dia memiliki selimut untuk menutupi tubuhnya dan cangkir untuk minum. Rasulullah memintanya untuk membawa benda-benda tersebut. Ketika membawanya, Rasulullah mengambilnya dengan tangan beliau lalu menawarnya satu dirham. Rasulullah memintanya untuk menaikkan tawaran, dan ada yang menawar dua dirham. Kemudian rasulullah memberikan uang dua dirham kepada orang itu dan 140 Bab IX KESEJAHTERAAN ISLAM dimintanya untuk membeli kapak. Rasulullah berkata: Pergilah ke hutan dan tebanglah pohon dan janganlah kau datang menemuiku sebelum 15 hari. Setelah kembali Rasulullah berkata: ”Ini lebih baik daripada mengemis dan membuat malu diri sendiri di hari pembalasan nanti”. Hadits ini secara jelas telah memperlihatkan bagaimana Rasulullah dan para sahabatnya bersepakat atas penting dan besarnya manfaat tenaga kerja dan betapa mereka lebih menyukai untuk menanggung hidupnya dengan kerja keras. Keberadaan pekerja bagi perusahaan sangatlah penting, karena mereka memberikan sumbangan yang cukup besar bagi kegiatan produksi dan kelangsungan perusahaan. Islam mengatur hak-hak karyawan (Afzalurrahman, 1997), yang antara lain: 1. Para buruh harus memperoleh upah yang semestinya agar dapat menikmati taraf hidup yang layak. 2. Seorang buruh tidak dapat diberi pekerjaan yang melampaui kekuatan fisiknya. 3. Buruh juga harus memperoleh bantuan medis jika sakit, dan dibantu biaya perawatannya. 4. Ketentuan yang wajar harus dibuat untuk pembayaran pensiun yang lanjut usia. 5. Para pengusaha harus diberi dorongan untuk menafkahkan sedekah mereka (amal yang dilakukan dengan sukarela) pada para pekerja dan anak-anak. 6. Pengusaha memberi jaminan asuransi pada para penganggur dari dana zakat. Hal ini akan memperkuat kekuasaan mereka dan akan membantu menstabilisasi tingkat upah yang wajar. 7. Pengusaha membayar ganti rugi kecelakaan yang cukup selama dalam bekerja. 8. Barang-barang yang dihasilkan dalam pabriknya harus diberikan dengan tarif yang lebih murah. 9. Para buruh harus diperlakukan dengan baik dan sopan. 10. Tersedianya akomodasi yang cukup sehingga kesehatan dan efisiensinya tidak terganggu. Masalah pengupahan adalah masalah yang tidak pernah selesai diperdebatkan oleh pihak manajemen, apapun bentuk organisasinya. Upah seolah-olah merupakan kata-kata yang selalu membuat pihak manajemen perusahaan berpikir ulang dari waktu ke waktu untuk menetapkan kebijakan tentang upah. Upah juga yang selalu memicu konflik antara pihak manajemen dengan karyawan seperti yang banyak terjadi akhir-akhir ini. Hal yang juga tidak kalah pentingnya dari manajemen pengupahan adalah perbedaan 141 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) tingkat besar upah yang diterima. Konsep manajemen syariah dalam pengupahan karyawan perusahaan menjadi penting untuk dikaji, bagaimana sebenarnya syariat menggariskan aturan tentang pengupahan tersebut. Berkaitan dengan kajian syariah, ada tiga hal yang digunakan sebagai pisau untuk menganalisis praktek manajemen pengupahan. Pertama, aspek normatif dengan rujukan al-Qur’an dan Hadits. Kedua, kaidah-kaidah hukum, dan ketiga pandangan-pandangan Fiqh. Dalam aspek normatif, terdapat norma dari tinjauan hukum atau ahkam, baik hasil kajian dengan pendekatan harfiah, pendekatan kontekstual antara satu nash dengan nash yang lain, dan kadang didukung dengan analisis filosofis, seperti pendekatan jumhur ulama dan normatif dari tinjauan akhlak (Yunus, 2003). Upah menurut pengertian barat terkait dengan pemberian imbalan kepada pekerja tidak tetap, atau tenaga buruh lepas, seperti upah buruh lepas di perkebunan kelapa sawit, upah pekerja bangunan yang dibayar mingguan atau bahkan harian. Sedangkan gaji menurut pengetian barat terkait dengan imbalan uang yang diterima oleh karyawan atau pekerja tetap dan dibayarkan sebulan sekali. Dalam pengertian barat, perbedaan upah dan gaji terletak pada jenis karyawannya (tetap atau tidak tetap) dan sistem pembayarannya (bulanan atau harian). Konvensi ILO nomer 100, menyatakan bahwa: ”Upah atau gaji biasa, pokok atau minimum dan setiap jumlah tambahan yang dibayarkan langsung atau tidak langsung, apakah dalam bentuk uang tunai atau barang oleh pengusaha kepada pekerja dalam kaitannya dengan hubungan kerja”. Dalam perbedaan pengertian upah dan gaji menurut konsep barat, maka Islam menggariskan upah dan gaji lebih komprehensif dari pada barat. Allah SWT menggariskan tentang imbalan dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat 105, yang artinya: ”Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rosul-Nya serta orangorang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah Yang Mengetahui akan ghaib dan yang nyata, lalu diberikanNya kepada kamu apa yang kamu kerjakan”. Dalam menafsirkan surat at-Taubat ayat 105 , menurut Qurais Shihab dalam tafsir al-Misbah: ”bekerjalah kamu” demi karena Allah semata dengan aneka amal yang saleh dan bermanfaat, baik untuk diri kamu maupun untuk masyarakat umum, maka Allah akan melihat yakni menilai dan memberi ganjaran amal kamu itu. Memperhatikan tafsir di atas, bahwa amalan yang kita lakukan akan mendapatkan ganjaran atau imbalan atau kompensasi. Dalam QS an-Nahl ayat 97 dijelaskan bahwa: ”Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan 142 Bab IX KESEJAHTERAAN ISLAM kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. Dalam menafsirkan surat an-Nahl ayat 97 ini, Quraish Shihab menjelaskan dalam kitabnya Tafsir Al-Misbah sebagai berikut: ”Barang siapa yang mengerjakan amal saleh apapun jenis kelaminnya, baik laki-laki maupun perempuan, sedang dia adalah mukmin yakni amal yang dilakukannya lahir atas dorongan keimanan yang shahih, maka sesungguhnya pasti akan Kami berikan kepadanya masing-masing kehidupan yang baik di dunia ini dan sesunggunya akan Kami berikan balasan kepada mereka semua di dunia dan di akhirat dengan pahala yang lebih baik dan berlipat ganda dari apa yang telah mereka kerjakan”. Balasan dalam keterangan di atas adalah balasan di dunia dan di akhirat. Ayat ini menegaskan bahwa balasan atau imbalan bagi mereka yang beramal saleh adalah imbalan dunia dan imbalan akhirat. Amal shaleh sendiri didefinisikan sebagai segala perbuatan yang berguna bagi pribadi, keluarga, kelompok dan manusia secara keseluruhan. Sementara menurut Syeikh AzZamakhsari, amal saleh adalah segala perbuatan yang sesuai dengan dalil akal, al-Qur’an dan atau Sunnah Nabi Muhammad SAW. Menurut definisi Zamakhsari, maka seorang yang bekerja pada suatu badan usaha dapat dikategorikan sebagai amal saleh, dengan syarat perusahaannya tidak memproduksi barang-barang yang haram. Dengan demikian, maka seorang karyawan yang bekerja dengan benar, akan menerima dua imbalan, yaitu imbalan di dunia dan imbalan di akhirat. Berdasarkan dua ayat yang telah diuraikan (at-Taubah:105, dan anNahl:97), maka imbalan dalam konsep Islam menekankan pada dua aspek, yaitu dunia dan akhirat. Tetapi hal yang paling penting, adalah bahwa penekanan kepada akhirat itu lebih penting daripada penekanan terhadap dunia (dalam hal ini materi). Surat at-Taubah ayat 105, menjelaskan bahwa Allah memerintahkan kita untuk bekerja, dan Allah pasti membalas semua apa yang telah kita kerjakan asalkan dilakukan dengan motivasi dan niat bekerja dengan benar. Sebab kalau motivasi bekerja tidak benar , Allah akan membalas dengan cara memberi azab, sebaliknya kalau motivasi dilakukan dengan benar, maka Allah akan membalas pekerjaan itu dengan balasan yang lebih baik dari apa yang kita kerjakan. Konsep keadilan dalam upah inilah yang sangat mendominasi dalam setiap praktek yang pernah terjadi di negeri Islam. Lebih lanjut kalau kita lihat hadits Rasulullah SAW tentang upah yang diriwayatkan oleh Abu Dzar bahwa 143 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) Rasulullah SAW bersabda: ”Mereka (para budak dan pelayanmu) adalah saudaramu, Allah menempatkan mereka di bawah asuhanmu; sehingga barang siapa mempunyai saudara di bawah asuhannya maka harus diberinya makan seperti apa yang dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian seperti apa yang dipakainya (sendiri); dan tidak membebankan pada mereka dengan tugas yang sangat berat, dan jika kamu membebankannya dengan tugas seperti itu, maka mereka dengan tugas yang sangat berat, dan jika kamu membebankannya dengan tugas seperti itu, maka hendaklah membantu mereka (mengerjakannya). (HR. Muslim). Dari hadits ini dapat didefinisikan bahwa upah yang sifatnya materi (upah di dunia) mestilah terkait dengan keterjaminan dan ketercukupan pangan dan sandang. Perkataan: ”harus diberinya makan seperti apa yang dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian seperti apa yang dipakainya (sendiri)”, bermakna bahwa upah yang diterima harus menjamin makan dan pakaian karyawan yang menerima upah. Upah dalam konsep Islam memiliki dua dimensi, yaitu dimensi dunia dan dimensi akhirat. Untuk menerapkan upah dalam dimensi dunia, maka konsep moral merupakan hal yang sangat penting agar pahala dapat diperoleh sebagai dimensi akhirat dari upah tersebut. Jika moral diabaikan, maka dimensi akhirat tidak akan tercapai. Dimensi upah di dunia dicirikan oleh dua hal, yaitu adil dan layak. Adil bermakna bahwa upah yang diberikan harus jelas, transparan dan proporsional. Layak bermakna bahwa upah yang diberikan harus mencukupi kebutuhan pangan, sandang, dan papan serta tidak jauh berada bi bawah pasaran. Aturan manajemen upah ini perlu didudukkan pada posisinya agar memudahkan bagi kaum muslimin atau pengusaha muslim dalam mengimplementasikan manajemen syariah dalam pengupahan karyawannya di perusahaan. Islam memandang bahwa kesejahteraan bersifat komprehensif. Mannam (1997) menyatakan bahwa kesejahteraan dalam Islam bertujuan mencapai kesejahteraan umat manusia secara menyeluruh, sedangkan kesejahteraan ekonomi hanya merupakan sebagian dari padanya. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Anto (2003), yang menyatakan bahwa kesejahteraan dalam Islam adalah: 1. Kesejahteraan holistik yang seimbang, yaitu mencakup dimensi material maupun spiritual serta mencakup individu maupun sosial. Sosok manusia terdiri dari fisik dan jiwa, karenanya kebahagiaan haruslah seimbang di antara keduanya. Demikian pula manusia memiliki dimensi individu, tetapi tidak dapat terlepas dari lingkungan sosial. Manusia akan merasa bahagia 144 Bab IX KESEJAHTERAAN ISLAM jika terdapat keseimbangan di antara dirinya sendiri dengan lingkungan sosialnya. 2. Kesejahteraan di dunia maupun di akhirat, sebab manusia tidak hanya hidup di alam dunia saja tetapi juga di alam akhirat. Jika kondisi ideal ini tidak dapat dicapai maka kesejahteraan di akhirat tentu lebih diutamakan, sebab kehidupan akhirat merupakan suatu kehidupan yang dalam segala hal lebih bernilai. C. Hubungan Pengelolaan Lingkungan dan Kesejahteraan Pengelolaan Lingkungan berpengaruh signifikan terhadap Kesejahteraan Karyawan (Budhi, 2010). Temuan ini mendukung temuan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rao (2002), yang menyatakan bahwa pengelolaan lingkungan berpengaruh signifikan terhadap perbaikan produktivitas karyawan. Oleh karena itu hasil pengujian hipotesis melalui analisis jalur dengan koefisien path standardize atau koefisien jalur terbukti bahwa Pengelolaan Lingkungan berpengaruh signifikan terhadap Kesejahteraan Karyawan. Makna yang terkandung dalam pembuktian tersebut adalah, bahwa dengan semakin baiknya Pengelolaan Lingkungan dalam Industri Konveksi Islami di Jawa Tengah akan semakin memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Kesejahteraan Karyawan. Demikian pula sebaliknya, apabila dalam Pengelolaan Lingkungan tidak dilakukan dengan baik, maka akan berdampak pada Kesejahteraan Karyawan yang negatif dan merugikan bagi Industri Konveksi Islami. Perbaikan pada Pengelolaan Lingkungan dapat difokuskan pada peningkatan inisiatif terhadap masalah-masalah lingkungan, meningkatkan keterlibatan karyawan dalam meminimasi dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan produksi, dan meningkatkan integrasi dengan supplier dalam pengadaan material-material yang ramah lingkungan. Mendasarkan pada analisis data seperti yang terdapat dalam Grafik 5.6. hasilnya menunjukkan bahwa perusahaan konveksi islami di Provinsi Jawa Tengah telah menunjukkan komitmennya untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan. Temuan ini didukung oleh adanya trend yang cenderung naik pada variabel kesejahteraan karyawan dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008. Namun demikian kenaikan kesejahteraan karyawan masih perlu ditingkatkan, mengingat tingkat pendapatan karyawan sebagian besar masih berkisar antara Rp 500.000,- sampai dengan Rp 1.500.000,- per bulan. Sementara untuk tingkat pendidikan karyawan juga didominasi oleh karyawan yang berpendidikan lulus SD dan lulus SMP yang mencapai 85 persen. Untuk indikator tingkat kesakitan karyawan menunjukkan trend yang menurun selama lima tahun terakhir. Dalam pelaksanaan sholat wajib, hasilnya menunjukkan 145 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) bahwa semua karyawan diwajibkan untuk melaksanakan sholat wajib pada saat di perusahaan, khususnya untuk sholat dluhur dan sholat ashar. Kaitannya dengan pembayaran zakat oleh karyawan perusahaan konveksi islami hasilnya menunjukkan bahwa semua karyawan telah memenuhi pembayaran zakat sebesar 2,5 persen. Dalam upaya menciptakan kebahagiaan dunia dan akherat, perusahaan konveksi islami di Provinsi Jawa Tengah telah melakukan berbagai kegiatan rutin, antara lain; membagikan zakat dan daging qurban kepada yang berhak, memberikan shodaqoh, menghimbau untuk selalu membaca basmallah dalam memulai setiap pekerjaan, mengajak sholat berjamaah, menghimbau untuk selalu bersyukur, bersikap iklas, dan menjaga kepercayaan yang diberikan. 146 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN 10 Riset-Riset Manajemen lingkungan A. Implementasi Pengelolaan Lingkungan Perusahaan dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Lingkungan dan Kinerja Perusahaan serta Penyerapan Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Karyawan ditinjau dari Perspektif Islami Pada Perusahaan Konveksi di Jawa Tengah oleh Budhi Cahyono ABSTRACT Environmental issues are still relevant to study along with the development of industrial activities. Industrial activities will cause environmental problems, such as air, land, sound, and water pollution, as an impact of the poor environment. This phenomenon is very important to study, especially on the aspects of environmental management. The first step of the study is to investigate the influence of Islamic corporate environmental management on Islamic environmental performance, Islamic corporate performance, labor absorption, and Islamic employee welfare. The second step is to investigate the influence of Islamic environmental performance, Islamic corporate performance, and labor absorption on Islamic employee welfare. The third step is to investigate the influence of Islamic environmental performance on Islamic corporate performance. Finally, the fourth step is to investigate the influence of Islamic corporate performance on labor absorption. 147 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) The population of this study consists of 86 convection industries in Central Java. The Islamic corporate environmental management is measured with ten indicators. The Islamic environmental performance and Islamic corporate performance are measured with four indicators. In the meantime, Islamic employee welfare is measured with five indicators. The result of the study shows that, first, Islamic corporate environmental management has a significant influence on Islamic environmental performance, Islamic corporate performance, and labor absorption. Second, Islamic environmental performance has a significant influence on Islamic corporate performance. Islamic corporate performance has a significant influence on labor absorption. At last, Islamic corporate environment management, Islamic environment performance, Islamic corporate performance, and labor absorption have significant influence on Islamic employee welfare. The implication of this study shows that it is important to increase the responsibility of convection industries in Central Java seriously in managing the industrial environment by empowering the suppliers, employees, and societies. On the other side, environmental problems should be studied and solved as early as possible by involving educational and religious institutions to give much attention on the environmental issues. Keywords: Islamic Corporate Environmental Management, Islamic Environmental Performance, Islamic Corporate Performance, Labor Absorption, Islamic Employee Welfare. Pendahuluan Secara umum negara-negara di dunia mengalami pertumbuhan dalam produk nasional bruto (PNB) dari tahun 2009 ke tahun 2010. Pada tahun 2009, negara-negara Amerika Serikat, Eropa, Jepang mengalami pertumbuhan yang negatif, sementara itu negara-negara berkembang, China, dan Asean cenderung mengalami pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan ekonomi tertinggi pada tahun 2010 terjadi di China (9,0%), disusul oleh negaranegara berkembang (5,1%), dan negara-negara Asean (4%). Sementara itu untuk tingkat PDB dunia dan tingkat perdagangan dunia juga mengalami 148 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN peningkatan dari tahun 2009 ke tahun 2010 (World Economic Outlook, 2009). Rao (2004) menyatakan bahwa dalam mengantisipasi perkembangan global, negara-negara di Asia Tenggara memiliki peranan penting dalam aktivitas proses produksi, karena Asia Tenggara memiliki keunggulan komparatif di bidang tenaga kerja atau dikenal dengan sebutan a cheaper production house. Kegiatan manufaktur akan banyak dijalankan di negara-negara Asia Tenggara dan akan menjadi indikasi semakin meningkatnya isu-isu lingkungan, selain itu juga dapat menciptakan masalah lingkungan yang lebih serius. Menurut Rao (2004), peran industri kecil dan menengah sangat penting dalam sektor manufaktur pada dekade mendatang. Studi yang dilakukan oleh USAEP mengatakan bahwa 70% kegiatan manufakturing dunia akan dilakukan di Asia, dan mayoritas industri tersebut akan didominasi oleh industri kecil dan menengah. Masalah lingkungan akan semakin kompleks dengan semakin meningkatnya kegiatan industri manufaktur. ��������������������������������������� Peningkatan aktivitas industri manufaktur muncul karena adanya tuntutan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Per���� tumbuhan ekonomi di Indonesia dari tahun 2008 sampai tahun 2010 mengalami fluktuasi. Tahun 2008 pertumbuhan ekonomi sebesar 6,1%, sementara pada tahun 2009 mengalami penurunan menjadi 4,7%, dan pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 5,4%-5,9%. Lima sektor yang memiliki pertumbuhan terbesar adalah sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor perdagangan hotel dan restoran, sektor bangunan, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor pengolahan. Sementara itu ditinjau dari peranan masing-masing sektor ekonomi dalam menyumbang PDB, terlihat bahwa sektor industri pengolahan memiliki sumbangan terbesar pada tahun 2009 (29,6%). Islam memandang bahwa agama tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena ilmu tidak bersifat sekuler. Bahkan nilai-nilai agama selalu menjiwai ilmu dan teknologi. Dalam pandangan Islam, hidup manusia tidaklah terpisah dari ekosistemnya, melainkan terintegrasi. (Yavie, 2006). Mendasarkan pada uraian yang disampaikan Yavie, disimpulkan bahwa tidak ada pemisahan antara ilmu dan agama, di samping itu juga manusia tidak terpisah dari lingkungannya. Konsep pengelolaan lingkungan menurut Islam yang dikutip dalam Alim (2006), didasarkan pada tiga tahapan. Pertama, 149 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) manusia diposisikan sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana dijelaskan dalam QS al-Baqarah (2:30), yang artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Sebagai konsekuensinya, manusia adalah pengemban amanat Allah SWT untuk menjaga, memelihara, dan mengembangkan alam demi kepentingan kemanusiaan. Menjadi khalifah di muka bumi merupakan kepercayaan yang diberikan Allah SWT kepada manusia sehubungan dengan kapabilitas manusia yang layak untuk dijadikan khalifah. Kedua, adanya larangan untuk membuat kerusakan di muka bumi, sebagaimana firman Allah dalam QS al-A’raaf ayat (7:56), yang artinya: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan dimuka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya ����������������������������������������� rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”. Kerusakan yang dilakukan oleh manusia sebagai cerminan dari aksioma kerakusan manusia terhadap lingkungannya, dan rendahnya tingkat keimanan seseorang. Dampak kerusakan bukan hanya menimpa manusia, namun juga makhluk yang lain, serta seluruh isi bumi. Ketiga, tugas manusia adalah menjaga kelestarian, dengan cara agar selalu menjaga keseimbangan lingkungan hidup. Sebagaimana firman Allah dalam QS al-Hijr (15:19), yang artinya: “Dan kami telah menghamparkan padanya gunung-gunung dan kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran”. Allah telah menciptakan gunung-gunung yang berfungsi untuk mengatur arus angin, dan dalam gunung ditumbuhi pohon-pohon yang akan menghalangi derasnya arus air pada saat hujan, sehingga tidak sampai terjadi banjir yang dapat menimbulkan kesengsaraan manusia. Penelitian tentang inisiatif atau konsern lingkungan dan dampaknya terhadap kinerja lingkungan mendapatkan kesimpulan yang berbeda (Naffziger, 2003). Pandangan tradisionil meyakini bahwa aktivitas lingkungan akan berdampak negatif terhadap kinerja perusahaan, khususnya pertumbuhan penjualan dan tingkat keuntungan. Pandangan ini mendasarkan bahwa perlu adanya investasi tinggi sebagai refleksi dalam menciptakan produk dan kegiatan proses produksi untuk mencapai nilai ekonomi dan lingkungan yang lebih baik. Dalam temuan yang lain, Bandley (1992) mengungkapkan bahwa ada indikasi penerapan manajemen lingkungan proaktif akan dapat mem- 150 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN pengaruhi keunggulan ekonomi jangka panjang. Ahmed et al. (2004) menyimpulkan bahwa konsern lingkungan memiliki hubungan signifikan terhadap kinerja lingkungan, khususnya efisiensi operasional dan peningkatan imej perusahaan, namun tidak berpengaruh terhadap keuntungan dan pendapatan perusahaan. Mendasarkan uraian tentang pengelolaan lingkungan, maka studi obyek yang dikaji dalam studi adalah industri konveksi. Perusahaan konveksi merupakan jenis usaha dalam pembuatan pakaian atau kebutuhan sandang secara massal (Wikipedia, 2007). Dalam cakupan nasional, pada tahun 2007 terjadi pertumbuhan penyerapan tenaga kerja yang signifikan di bidang konveksi, yaitu sebesar 1.27% atau dari 3.008.304. pekerja menjadi 4.234.983 pekerja (BPS, 2008). Apabila dibandingkan dengan jumlah industri manufaktur di Provinsi Jawa Tengah, maka proporsi konveksi masih sangatlah kecil, yaitu 2,6% dibanding jumlah perusahaan manufaktur di Provinsi Jawa Tengah berjumlah 3.544 perusahaan (BPS Jateng, 2008). Pandangan tradisionil meyakini bahwa aktivitas lingkungan akan berdampak negatif terhadap kinerja perusahaan, khususnya pertumbuhan penjualan dan tingkat keuntungan. Pandangan tradisional mendasarkan bahwa perlu adanya investasi tinggi sebagai refleksi dalam menciptakan produk dan kegiatan proses produksi untuk mencapai nilai ekonomi dan lingkungan yang lebih baik. Pandangan menurut Bandley (1992) mengungkapkan bahwa ada indikasi penerapan manajemen lingkungan proaktif akan dapat mempengaruhi keunggulan ekonomi jangka panjang. Ahmed et al. (2004) menyimpulkan bahwa konsern lingkungan memiliki hubungan signifikan terhadap kinerja lingkungan, khususnya efisiensi operasional dan peningkatan imej perusahaan, namun tidak berpengaruh terhadap keuntungan dan pendapatan perusahaan. Kajian akan dikembangkan dalam perspektif islami, untuk mengetahui hubungan antara pengelolaan lingkungan islami dengan kinerja perusahaan islami, kinerja lingungan islami, penyerapan tenaga kerja, dan kesejahteraan karyawan islami. Sementara itu dikaji pula secara kualitatif tentang bagaimana fungsi khalifah (QS.al-Baqarah ayat 30), larangan berbuat kerusakan (QS al-A’raaf ayat; 7:56), dan implementasi kebahagiaan dunia akherat (QS al-Qashash 28:77), sudah diterapkan pada perusahaan konveksi di Jawa Tengah. 151 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) Landasan Teori Green Theory . Pada akhir tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an para ahli green politics mengakui bahwa nilai-nilai moral harus dikedepankan sebagai centre of value. Mereka menolak arogansi, self interest, dan kebodohan seperti yang dilakukan oleh faham liberalisme dan sosialisme, kemudian dibentuklah filosofi ekosentrik (ecology-centred) yang mencoba untuk memahami seluruh sisi kehidupan. Dari perspektif ekosentrik kepedulian lingkungan tidak hanya difokuskan pada perlindungan kesehatan dan kemakmuran manusia dan generasi-generasi mendatang, tetapi juga memberikan perhatian pada perlunya membatasi eksploitasi sumber-sumber daya alam. Dalam green theory, ketidakadilan lingkungan semakin meningkat ketika agen-agen sosial tidak bertanggung jawab terhadap keberadaan cost lingkungan sebagai akibat dari keputusan dan praktek-praktek yang merasa tidak berdosa. Tujuan mendasar dari green theory adalah: (1) Mengurangi resiko ekologi secara lebih luas, dan (2) Mencegah munculnya biaya-biaya kerusakan lingkungan sebagai akibat persaingan yang tidak fair. Faham liberalisme dan sosialisme mengasumsikan bahwa perkembangan yang berkelanjutan dapat dicapai dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini sangat bertentangan dengan perkembangan berkelanjutan yang mendasarkan pada kelangsungan ekologi. Para ahli ekonomi ekologi tidak yakin bahwa mekanisme pasar akan memberikan alokasi sumberdaya yang efisien dan distribusi kesejahteraan serta pendapatan secara fair dalam memenuhi kebutuhan manusia dan menjamin beroperasi pada skala ekonomi. Sebaliknya mereka menilai bahwa kapasitas pasar hanya dapat dicapai dengan kemauan politik, yaitu melalui pendidikan lingkungan, kerjasama masyarakat, negosiasi masyarakat, peraturan pemerintah dan kerjasama internasional. Para ahli ekologi modern berargumentasi bahwa persaingan ekonomi dan inovasi tehnologi yang konstan dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang menggunakan less energy and resources dan setiap unit menghasilkan less waste. Kepemimpinan Islami. Kepemimpinan atau khalifah memiliki makna ganda. Di satu pihak khalifah diartikan sebagai kepala negara dalam pemerintahan dan kerajaan 152 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN Islam di masa lalu, yang dalam konteks kerajaan pengertiannya sama dengan sultan. Di lain pihak, khalifah memiliki pengertian wakil Tuhan di muka bumi. Wakil Tuhan memiliki dua pengertian. Pertama yang diwujudkan dalam jabatan sultan atau kepala negara. Kedua, fungsi manusia itu sendiri di muka bumi sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Manusia dalam menjalankan khalifah di muka bumi dituntut memiliki kecerdasan, sehingga perlu adanya persiapan sejak dini. Pengelolaan lingkungan merupakan tanggung jawab manusia sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana disebutkan dalam QS al-Baqarah (2: 30), yang artinya: Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: ”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” mereka berkata: ”Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: ”Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” Ayat ini menjelaskan secara lebih terperinci tentang pengertian khalifah dengan meninggikan derajat sebagian kamu atas sebagian yang lain beberapa derajat, maka yang dituju adalah umat manusia umumnya. Mereka berlomba untuk bisa memperoleh kekuasaan, sehingga yang satu mungkin lebih unggul dari yang lain. Kata khalifah dalam konteks ini diterjemahkan sebagai penguasa atau mereka yang memiliki kekuasaan. Khilafah dalam Ensiklopedia Islam adalah istilah yang muncul dalam sejarah pemerintahan Islam sebagai institusi politik Islam, yang bersinonim dengan kata imamah yang berarti kepemimpinan. Menurut Mawardi dalam Rahardjo (2002) menyatakan bahwa khilafah berfungsi mengganti peranan kenabian dalam memelihara agama dan mengatur dunia. Manusia mengemban amanat kekhalifahan karena kualitas dan kemampuannya dalam berpikir, menangkap, dan mempergunakan simbol-simbol komunikasi (Rahardjo, 2002). Tugas kekhalifahan manusia di bumi sangat terkait dengan amanah. Amanah adalah salah satu prinsip kepemimpinan. Nabi Muhammad memiliki empat ciri kepemimpinan: shiddiq (jujur), fathanah (cerdas), amanah (dapat dipercaya), dan tabligh (komunikatif). Dalam konteks pemeliharaan alam semesta merupakan upaya untuk menjaga limpahan nikmat Allah secara berkesinambungan, sebaliknya 153 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) membuat kerusakan di muka bumi, akan mengakibatkan timbulnya bencana terhadap manusia. Hubungan manusia dengan alam sekitarnya adalah hubungan yang berkait satu sama lain. Alam semesta ciptaan Allah dan lingkungan tempat kita hidup merupakan bagian tak terpisahkan dari kehitupan umat manusia. Manusia sebagai ciptaan Allah yang terbaik diberi tugas untuk menjadi khalifah Allah di muka bumi dengan tugas utamanya memakmurkan bumi, yang meliputi : 1. Al-Intifa’: mengambil manfaat dan mendayagunakan sebaik-baiknya. 2. Al-I’tibar: mengambil pelajaran. Memikirkan, mensyukuri, seraya menggali rahasia-rahasia dibalik alam ciptaan Allah. 3. Al-Islah: memelihara dan menjaga kelestarian alam sesuai dengan maksud Sang Pencipta, yakni untuk kemaslahatan dan kemakmuran manusia, serta tetap menjaga harmonisasi kehidupan alam ciptaan Allah. Sistem Manajemen Lingkungan. Menurut Darnall dalam Hussey, 2003, Environmental Management Systems (EMS) merupakan sebuah paket formal yang terdiri dari prosedurprosedur dan kebijakan-kebijakan yang menjelaskan bagaimana sebuah organisasi akan mengatur dampak-dampak lingkungan yang potensial. EMS merupakan sebuah pendekatan terstruktur kaitannya dengan isu-isu manajemen lingkungan dan memberikan dasar dalam menjamin komplain dan kinerja perusahaan. Konsep EMS yang telah didefinisikan menunjukkan bahwa manajemen lingkungan menyatu dengan manajemen bisnis organisasi. Manajemen lingkungan menjadi tanggung jawab seluruh karyawan dalam menciptakan lingkungan yang sehat dan aman. Bergeson (2005) menyatakan bahwa terdapat empat pendorong dalam pengembangan dan implementasi EMS. Pertama, adanya tuntutan akan sertifikasi, sehingga dibutuhkan pelaporan dan prosedur dalam menyiapkan dan melaporkan informasi-informasi yang dibutuhkan. Manajemen harus memperhatikan standar kinerja dalam mengelola perusahaan. Kedua, adanya kebutuhan untuk inovasi bahan bakar dalam pengembangan EMS. Perusahaan secara kontinyu memikirkan cara-cara baru dan lebih baik untuk mencapai pengembangan yang berkelanjutan, persaingan dan kemak- 154 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN muran. Desain dan implementasi EMS merupakan bagian dari proses inovasi dan instrumen dalam menghemat sumber daya perusahaan dan maksimisasi pencegahan polusi. Ketiga, adanya insentif bagi perusahaan yang dapat mengembangkan dan mengimplementasikan EMS. Keempat, adanya tuntutan perubahan cara-cara dalam mengelola bisnis. Pelaksanaan EMS sangat dipengaruhi oleh peran departemen yang terlibat langsung dalam pencapaian tujuan. Peran yang dilakukan akan terkait dengan upaya-upaya untuk mengadopsi aturan-aturan perlindungan lingkungan, mengurangi komplain pelanggan, pengurangan polusi, perbaikan efisiensi produksi, efisiensi energi, penghematan biaya, dan konservasi sumberdaya alam. EMS diharapkan dapat menciptakan kualitas lingkungan yang lebih baik dan menjamin konservasi sumberdaya, yang tentunya didukung dengan komunikasi eksternal mengingat perusahaan merupakan bagian dari industri, sehingga perlu adanya hubungan yang positif dan kooperatif dengan perusahaan lain. Kinerja Lingkungan Islami Dari sudut pandang ilmu ekonomi, ajaran dan ketauladanan yang ditinggalkan Nabi Muhammad SAW ternyata jauh mendahului zamannya sehingga berbagai prinsip moral atau etika bisnis yang diwariskan semakin terasa urgensi dan relevansinya jika kita mewujudkan masyarakat yang adil-makmur di bawah ridla Illahi. Prinsip bisnis modern seperti efisiensi, transparansi, persaingan yang sehat, kredibilitas, memelihara relasi melalui pelayanan yang manusiawi dan sebagainya, kesemuanya mudah kita dapatkan dalam etika dan perilaku bisnis Muhammad sebelum menjadi Rosul. Jika istilah sumber daya manusia (SDM) muncul dari kepribadian masyarakat barat karena semakin menipisnya sumber daya alam dan kemudian manusia dijadikan substitusinya untuk mendukung kelangsungan industri mereka, maka secara tidak sadar manusia telah direduksi martabatnya menjadi sekedar sekrup-sekrup pabrik. Cara pandang seperti ini sangat ditentang oleh Islam. Islam mengajarkan bahwa manusia adalah khalifah Allah, dan bekerja adalah aktualisasi diri yang memiliki nilai ibadah. Oleh karenanya setiap muslim jika bekerja atau berdagang selalu berusaha memperoleh keuntungan ganda, materi dan immateri, dunia dan akhirat. 155 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) Pandangan industri dalam Islam, disebutkan dalam hadits Nabi Muhammad: ”Tidak pernah seorang pun makan sesuatu yang lebih baik daripada apa yang ia makan dari hasil kerja tangannya sendiri”. Banyak yang kita butuhkan untuk keperluan sehari-hari, seperti makan, pakaian dan sejumlah peralatan. Kita harus memproduksi pakaian, bagi diri sendiri, anggota keluarga, maupun untuk memasok keperluan masyarakat umum melalui industri bahan pakaian. Peran manusia sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang berkualitas dan bermanfaat secara berkelanjutan. Allah secara tegas juga melarang kepada orang-orang untuk berbuat kerusakan, seperti yang dijelaskan dalam QS al-Qashash (28: 77) : Artinya: “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. Larangan untuk tidak melakukan kerusakan di muka bumi sangat mendapat perhatian yang sangat serius melalui berbagai ayat-ayat alQur’an. Berbagai ayat yang mengupas tentang larangan berbuat kerusakan memberikan implikasi bahwa dampak kerusakan akan sangat berbahaya, khususnya untuk generasi mendatang. Ancaman Allah yang paling serius bahwa tindakan melakukan kerusakan adalah berdampak pada kebinasaan (QS al-Baqarah, ayat 205), kerusakan bumi (QS al-Baqarah, ayat 251). Angell (1993) mendefinisikan kinerja lingkungan: as an operations objective could be the first step towards developing an environmentally sustainable strategy. Dalam International Standard Organization (ISO) 14001, kinerja lingkungan didefiniskan: measurement results or the envionmental management system, related to an organization’s control of its environmental policy, objectives and targets. Sementara Theyel (2000), menilai bahwa kinerja lingkungan terkait dengan efektivitas pengurangan kegiatan-kegiatan yang tidak menimbulkan nilai tambah. Sebagai ukuran keberhasilan perusahaan dalam melaksanakan manajemen lingkungan secara proaktif, maka dapat dilakukan dengan mengidentifikasi kinerja lingkungan proaktif. Penerapan manajemen lingkungan proaktif memerlukan keterlibatan beberapa prinsip 156 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN dasar ke dalam strategi perusahaan. Syari’ah Enterprise Theory Pandangan Islam sangat bertentangan dengan enterprise theory, kaitannya dengan mendefinisikan tujuan perusahaan. Dalam pandangan Islam pendekatan enterprise theory belum mempertimbangkan nilai-nilai syariah dan tauhid. Islam menggunakan metafora amanah sebagai kiasan untuk melihat, memahami, dan mengembangkan organisasi bisnis dan sosial. Bentuk konkret dari metafora ini di dalam organisasi bisnis adalah realitas organisasi yang dimetaforakan dengan zakat. Menurut metafora ini berpandangan bahwa profit-oriented atau stockholders-oriented bukan orientasi yang tepat bagi perusahaan yang berbasis nilai syariah, tetapi sebaliknya menggunakan konsep yang berorientasi pada zakat, berorientasi pada pelestarian alam (natural environment) dan berorientasi pada stakeholders, sehingga ukuran keberhasilan perusahaan bukan lagi dari net profit, tetapi sebaliknya zakat menjadi ukuran kinerja materi dan spiritual atau etika (Triyuwono, 2002). Secara normatif, misi khalifatullah fil ardh ini diturunkan dari QS AlAnbiyaa’ (21 :107) Artinya: ”Dan tidak Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” . Dalam syariah enterprise theory, aksioma terpenting yang harus mendasari pada setiap penetapan konsepnya adalah Allah sebagai pencipta dan pemilik tunggal dari seluruh sumber daya yang ada di dunia. Dalam syariah enterprise theory, Allah sebagai sumber amanah utama, karena Dia adalah pemilik tunggal dan mutlak. Sumber daya alam yang dimiliki oleh para stakeholders pada prinsipnya adalah amanah dari Allah yang di dalamnya melekat sebuah tanggung jawab untuk menggunakan dengan cara dan tujuan yang ditetapkan oleh Sang Pemberi Amanah. Konsep-konsep dalam syariah enterprise theory juga menekankan bahwa dalam harta kita sebenarnya tersimpan hak orang lain, seperti: fakir miskin, anak-anak terlantar, ibnu sabil dan lain-lain, seperti yang dijelaskan dalam QS at-Taubah (9:60) yang artinya 157 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) : ”Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orangorang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” Dalam pandangan syariah enterprise theory, distribusi kekayaan atau nilai tambah tidak hanya berlaku pada para partisipan yang terkait langsung dalam memberikan kontribusi kepada perusahaan, seperti: pemegang saham, kreditor, karyawan, dan pemerintah, tetapi pihak lain yang tidak terkait langsung dengan bisnis yang dilakukan oleh perusahaan, atau pihak yang tidak memberikan kontribusi keuangan dan skill. Pemahaman ini tentu membawa perubahan penting dalam terminologi enterprise theory yang menyatakan bahwa distribusi kekayaan berdasarkan kontribusi para partisipan, yaitu partisipan yang memberikan kontribusi keuangan atau ketrampilan. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Islami Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting dalam produksi. Kekayaan alam suatu negara tidak dapat dimanfaatkan, kecuali ditangani oleh tenaga kerja yang trampil. Alam menyediakan sumber daya yang melimpah, tetapi tanpa kerja keras manusia, semuanya tidak akan dapat diambil manfaatnya. Kemampuan manusia untuk mengolah sumberdaya alam pada dasarnya akan dimanfaatkan untuk kemakmuran seluruh penduduk bumi. Mengingat pentingnya tenaga kerja dalam memproduksi kekayaan, alQur’an memberi tekanan yang besar terhadap masalah tenaga kerja, seperti yang dijelaskan dalam QS. Al-Najm (53: 39), yang artinya: ”Seseorang tidak mendapatkan sesuatu kecuali apa yang telah diusahakannya”. Dengan jelas dinyatakan dalam ayat ini bahwa satu-satunya cara untuk menghasilkan sesuatu dari alam adalah dengan bekerja keras. Rasulullah SAW dalam berbagai kesempatan selalu menekankan pentingnya tenaga kerja dan selalu menghargai karya para pekerja dan para ahli dalam suatu bidang pekerjaan tertentu. Sesungguhnya seseorang bekerja untuk penghidupannya dan senantiasa mengharap ridha Allah. Walaupun seseorang bekerja untuk dirinya sendiri dan untuk keluarganya, tetapi karena ia bekerja secara jujur demi mendapatkan pahala dari Allah, maka ia akan menerima balasan dari 158 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN Allah atas kejujuran hidupnya. Rasulullah sendiri adalah pekerja keras dan menyukai pekerjaannya. Pekerjaannya sebagai penggembala kambing ada anjurannya pada orang lain untuk menjalani pekerjaan tersebut untuk menanggung kebutuhan hidup mereka, merupakan bukti yang jelas tentang betapa pentingnya tenaga kerja dalam Islam. Dalam menafsirkan surat at-Taubat ayat 105 , menurut Qurais Shihab dalam tafsir al-Misbah: ”bekerjalah kamu” demi karena Allah semata dengan aneka amal yang saleh dan bermanfaat, baik untuk diri kamu maupun untuk masyarakat umum, maka Allah akan melihat yakni menilai dan memberi ganjaran amal kamu itu. Memperhatikan tafsir di atas, bahwa amalan yang kita lakukan akan mendapatkan ganjaran atau imbalan atau kompensasi. Sementara menurut Zadjuli (2007) yang dimaksud dengan kerja atau usaha adalah : Suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi, bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Menurut Chapra (2000), tujuan syariah adalah meningkatkan kehidupan yang lebih baik terhadap seluruh umat manusia. Terdapat lima tujuan yang harus dilalui, yaitu melalui perlindungan terhadap iman atau agama (din), kebahagiaan (nafs), intelektualitas (’aql), nasl), dan kesejahteraan (mal). Kelima tujuan syariah ini dapat dicapai dengan usaha keras seluruh manusia. Dalam tujuan syariah, perlindungan terhadap iman atau agama ditempatkan yang pertama, karena akan memberikan worldview yang bertendensi mempengaruhi kepribadian seluruh manusia, perilakunya, gaya hidup, selera, preferensi, dan sikap terhadap manusia lain, sumber daya, dan lingkungan. Agama akan memberikan keseimbangan antara kepentingan material dan spiritual manusia. Disamping itu juga sebagai saringan moral, sehingga manusia mampu menggunakan sumberdaya secara lebih bernilai. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS Mendasarkan pada kajian teori dan penelitian-penelitian terdahulu, maka dalam studi ini dibuat kerangka konseptual sebagai berikut: 159 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) Gambar 1 KERANGKA KONSEPTUAL Hipotesis Berdasarkan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka proses berpikir dan kerangka konseptual, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut : 1. Pengelolaan lingkungan perusahaan islami berpengaruh terhadap kinerja lingkungan islami. 2. Pengelolaan lingkungan perusahaan islami berpengaruh terhadap kinerja perusahaan islami. 3. Pengelolaan lingkungan islami berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja. 4. Kinerja lingkungan islami berpengaruh terhadap kinerja perusahaan islami. 5. Kinerja perusahaan islami berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja. 6. Pengelolaan lingkungan perusahaan islami berpengaruh terhadap kesejahteraan karyawan islami. 7. Kinerja lingkungan islami berpengaruh terhadap kesejahteraan karyawan islami. 160 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN 8. Kinerja perusahaan islami berpengaruh terhadap kesejahteraan karyawan islami. 9. Penyerapan tenaga kerja berpengaruh terhadap kesejahteraan karyawan islami. METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Penelitian ini berbentuk sensus terhadap seluruh perusahaan konveksi di Provinsi Jawa Tengah, mengingat populasi dipandang kecil. Dengan demikian sampel penelitian berupa sampel penuh, yaitu dengan mengambil seluruh populasi penelitian. Adapun distribusi populasi dalam penelitian meliputi preusan konveksi di Jawa Tengah dengan distribusi: Kudus 8 perusahaan, Semarang 4 perusahaan, Batang 6 perusahaan, Pekalongan 29 perusahaan, Pemalang 27 perusahaan, dan Legal 12 perusahaan (BPS Provinsi Jateng, 2005). Dalam kajian tentang pengelolaan lingkungan ini, sebagai responden adalah pimpinan perusahaan atau manajer tingkat menengah, khususnya manajer produksi. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Pengelolaan lingkungan perusahaan islami (X) merupakan kegiatan untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi lingkungan perusahaan sehingga tercapai keserasian dan keseimbangan dalam menciptakan kesinambungan lingkungan perusahaan berdasarkan nilai-nilai Islam. memiliki tiga dimensi, yaitu: 1. Inisiatif lingkungan (X1), dengan indikator: Kegiatan penggunakan bahan baku ramah lingkungan, Kegiatan mengurangi waste, mengurangi polusi, Kegiatan penggunaan teknologi bersih 2. Keterlibatan karyawan (X2), dengan indikator: Keterlibatan karyawan, Training karyawan, Kejelasan tugas karyawan, Standar keterlibatan karyawan. 3. Integrasi dengan supplier (X3), dengan indikator: Pemilihan supplier dengan kriteria lingkungan, Mempresur supplier untuk peduli lingkungan, Membuat sistem manajemen lingkungan, Menginformasikan pentingnya produksi bersih. 161 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) Kinerja lingkungan islami (Y1) merupakan sebuah prestasi perusahaan dalam menciptakan usaha-usaha untuk mengembangkan strategi keberlangsungan lingkungan berdasarkan nilai-nilai Islam, dan memiliki empat indikator, yaitu : pengurangan polusi (Y1.1), pengurangan waste (Y1.2), berkurangnya komplain pelanggan (Y1.3), dan pengurangan konsumsi energi (Y1.4). Kinerja perusahaan islami (Y2) merupakan suatu prestasi perusahaan yang diukur dalam bentuk hasil-hasil kerja dan tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungannya yang didasarkan pada nilai-nilai Islam, diukur dengan empat indikator, yaitu: peningkatan keuntungan (Y2.1), penyediaan fasilitas sosial (Y2.2), mensponsori kegiatan masyarakat (Y2.3), dan pembayaran infaq (Y2.4). Ketiga variabel diukur dengan menggunakan likert scale 5 point; sangat setuju – sangat tidak setuju. Variabel penyerapan tenaga kerja (Y3) merupakan kemampuan manajemen perusahaan untuk menyerap tenaga kerja dalam perusahaan sebagai bentuk tanggungjawab perusahaan terhadap masyarakat. memiliki indikator tunggal, yaitu jumlah tenaga kerja yang terserap di perusahaan konveksi, baik tenaga kerja tetap maupun tenaga kerja borongan. Variabel penyerapan tenaga kerja diukur dengan jumlah tenaga kerja yang dapat diserap oleh perusahaan konveksi. Variabel kesejahteraan karyawan islami (Y4) merupakan realisasi tujuan karyawan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat (falah), serta kehidupan yang lebih baik dan terhormat (hayyatan toyyibah) mendasarkan pada nilai-nilai Islam, diukur dengan lima indikator, yaitu: ad-Din (shalat/Y4.1), nafs (kesehatan/Y4.2), aqli (pendidikan/Y4.3), nasl (keturunan/Y4.4), dan mal (kecukupan/(Y4.5.) Analisis Data Partial Least Square (PLS) merupakan metode analisis yang powerful karena dapat diterapkan pada semua skala data, tidak membutuhkan banyak asumsi dan ukuran sampel tidak harus besar. Ukuran sampel dalam PLS boleh kecil, dengan perkiraan sebagai berikut (Solimun, 2006): sepuluh kali skala dengan jumlah indikator formatif terbesar (mengabaikan indikator reflektif), atau sepuluh kali lipat jumlah jalur struktural (structural paths) yang 162 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN mengarah pada konstruk tertentu dalam model struktural. HASIL STUDI Jenis produk yang dihasilkan oleh industri konveksi di Jawa Tengah yang paling dominan adalah sarung batik (34%) dan baju muslim (34%). Sementara itu diurutan ketiga adalah produk sarung tenun yang mencapai 14% dari total responden, dan produk kerudung sebanyak 4%. Sementara industri konveksi dengan jumlah karyawan antara 20 sampai dengan 39 orang berjumlah 42%, dan industri konveksi dengan jumlah karyawan antara 40-59 orang berjumlah 10%. Industri dengan jumlah karyawan antara 20-99 orang tergolong pada industri menengah. Jawaban responden untuk variabel Pengelolaan Lingkungan Perusahaan Islami (PLPI) antara 1,95 sampai dengan 3,42. Temuan ini mengindikasikan bahwa variabel pengelolaan lingkungan perusahaan islami yang terdiri dari tiga dimensi, yaitu: inisiatif lingkungan, keterlibatan karyawan, dan integrasi dengan supplier masih belum optimal diimplementasikan pada perusahaan konveksi di Jawa Tengah. Kaitannya dengan indikator inisiatif lingkungan, belum ada upaya yang sistematis kaitannya dengan pengadaan bahan baku yang ramah lingkungan, pengurangan aktivitas yang menimbulkan polusi dan limbah, dan penggunaan teknologi bersih. Sementara itu dalam indikator keterlibatan karyawan, perusahaan konveksi di Jawa Tengah masih belum sepenuhnya melibatkan dan memberdayakan karyawan dalam bertanggung jawab terhadap kualitas lingkungan perusahaan. Pernyataan ini didukung oleh temuan empat indikator keterlibatan karyawan yang nilainya masih di bawah rata-rata, yaitu untuk indikator keterlibatan karyawan, training karyawan, kejelasan tugas karyawan, dan standar keterlibatan karyawan. Nilai rata-rata jawaban responden tentang indikator training karyawan dan standar keterlibatan karyawan sangat rendah, sehingga indikasinya bahwa keterlibatan karyawan dalam kepedulian terhadap lingkungan perusahaan belum didukung oleh training dan pelatihan yang mencukupi. Integrasi dengan supplier merupakan ukuran penting dalam pengelolaan lingkungan perusahaan islami. Hasil temuan menunjukkan bahwa secara umum nilai indikator integrasi supplier masih dibawah rata-rata, artinya bahwa upaya perusahaan konveksi di Jawa Tengah dalam meningkatkan pengelolaan 163 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) lingkungan perusahaan islami masih belum didukung oleh keterlibatan supplier perusahaan. Temuan ini didukung oleh rata-rata jawaban responden pada indikator pertama dan kedua, yaitu pemilihan supplier dengan kriteria lingkungan dan mempresur supplier untuk peduli pada lingkungan yang nilai rata-ratanya sangat rendah (1,98 dan 1,95). Indikator keempat, yaitu menginformasikan produksi bersih memiliki nilai rata-rata yang tertinggi (mean = 2,42), artinya dalam hubungannya dengan supplier, perusahaan konveksi di Jawa Tengah sudah berusaha untuk menginformasikan pentingnya produksi bersih bagi penciptaan keberlangsungan perusahaan. Nilai persepsi variabel kinerja lingkungan islami pada perusahaan konveksi di Jawa Tengah memiliki nilai mean antara 2,77 sampai dengan 2,85 dengan skala Likert 1 – 5. Hasil studi mengindikasikan bahwa variabel kinerja lingkungan islami memiliki nilai di bawah nilai tengah, yang berarti bahwa berdasarkan persepsi responden, kinerja lingkungan islami pada perusahaan konveksi di Jawa Tengah masih belum baik. Dua indikator yang memiliki nilai rata-rata sangat rendah, yaitu indikator adanya pengurangan limbah pada satu tahun terakhir belum dapat dilaksanakan oleh perusahaan konveksi di Jawa Tengah. Sementara itu pada indikator pengurangan aktivitas yang tidak menimbulkan nilai tambah dan berkurangnya komplain dari masyarakat menunjukkan nilai rata-rata yang lebih baik (2,84 dan 2,85), artinya untuk kedua indikator ini sudah dapat memberikan kontribusi terhadap kinerja lingkungan perusahaan konveksi, walaupun kontribusinya belum maksimal. Limbah industri konveksi yang berupa kain perca, selama ini sudah dikelola dengan baik, yaitu dengan memanfaatkan limbah menjadi bahan baku produk-produk rumah tangga, misalnya: keset, didaur ulang menjadi bahan baku benang, dan sebagai bantalan jok kursi. Rata-rata indikator kinerja perusahaan menunjukkan nilai 1,72 sampai dengan 3,66, dengan nilai rata-rata variabel sebesar 2,58. Temuan ini menunjukkan bahwa tingkat kinerja perusahaan islami masih dibawah standar yang diinginkan oleh manajemen perusahaan. Terdapat dua indikator kinerja perusahaan islami yang memiiki nilai rata-rata sangat rendah, yaitu tingkat keuntungan perusahaan (mean = 1,72) dan penyediaan fasilitas-fasilitas sosial untuk kepentingan masyarakat (mean = 2,40). Adapun indikator yang memiliki nilai rata-rata di atas 3,5 yaitu penyisihan sebagian keuntungan 164 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN perusahaan untuk membayar sadaqah. Temuan ini mengindikasikan bahwa orientasi perusahaan konveksi kaitannya dengan kepentingan masyarakat dan kepentingan kaum dhuafa cukup tinggi, yaitu dengan persepsi jawaban responden terhadap variabel kinerja perusahaan islami yang memiliki nilai rata-rata tinggi untuk indikator mendukung berbagai kegiatan masyarakat di sekitar perusahaan dan penyisihan sebagian keuntungan untuk membayar sadaqah. Trend variabel penyerapan tenaga kerja perusahaan konveksi di Jawa Tengah periode tahun 2004 sampai dengan tahun 2008. Dapat disimpulkan bahwa penyerapan tenaga kerja pada perusahaan konveksi di Jawa Tengah selama tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 selalu mengalami peningkatan, walaupun pada tahun 2007 penyerapan tenaga kerja cenderung tetap. Besarnya pendapatan responden didominasi oleh jumlah pendapatan antara Rp 500.000,- sampai dengan Rp. 1.000.000,- dengan responden sebesar 54,6%. Besarnya pendapatan karyawan industri konveksi di Jawa Tengah menunjukkan suatu ukuran pendapatan yang masih tergolong sangat rendah, terutama kaitannya dengan upaya untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup. Dilihat dari tingkat pendidikan responden, menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden tertinggi adalah pada pendidikan SLTP, yaitu sejumlah 51,7%. Sementara itu disusul oleh responden dengan tingkat pendidikan SD sebanyak 35%, responden dengan pendidikan SLTA dengan sebanyak 10%, responden dengan pendidikan D3 sebanyak 1%, dan responden dengan pendidikan sarjana sebanyak 2%. Sholat sunnah merupakan sholat yang dilaksanakan diluar sholat wajib, misalnya sholat tahajud, sholat tahiyatul masjid, sholat dhuha, dan sholat hajat. Pelaksanaan sholat sunnah karyawan perusahaan konveksi dengan frekwensi satu kali sebanyak 72,55%, dua kali sebanyak 24%, tiga kali sebanyak 1,77%, dan lebih dari tiga kali sebanyak 1,13%. Sholat sunnah yang dikerjakan karyawan diukur setiap hari. Temuan ini mengindikasikan bahwa karyawan pada industri konveksi secara rutin melaksanakan sholat sunnah yang merupakan kelengkapan dari sholat wajib. Tujuan karyawan bekerja tidak hanya untuk kepentingan duniawi saja, namun juga untuk tujuan akherat. Indikator jumlah tingkat kesakitan dihitung dari jumlah karyawan perusahaan konveksi yang sakit selama satu tahun terakhir. 165 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) Hasilnya menunjukkan bahwa karyawan dengan jumlah sakit sampai lima kali berjumlah 26,76%, jumlah sakit 5-10 kali sebanyak 60,65%, jumlah sakit 10-15 kali dalam setahun mencapai 7,43%, jumlah sakit 15-20 kali sebanyak 4,08%, dan jumlah sakit dalam setahun lebih dari 20 kali sebanyak 1,08%. Temuan ini mengindikasikan bahwa jumlah karyawan yang mengalami sakit selama satu tahun terakhir didominasi oleh tingkat kesakitan lima sampai sepuluh kali. Tingkat pembayaran infaq dan shadaqah karyawan perusahaan konveksi didominasi oleh jumlah Rp 10.000-Rp 20.000,- yaitu sebanyak 53,22%, sementara pembayaran infaq dan shadaqah sampai dengan Rp 10.000,sejumlah 43,58%, Rp 30.000-Rp 40.000 sebanyak 1,28%, Rp 20.000-Rp 30.000 sebanyak 1,08%, dan Rp 40.000-Rp 50.000 sebanyak 0,84%. Gambar 2 Hasil Analisis Jalur Hasil perhitungan analisis jalur dengan menggunakan partial least square (PLS) dari hubungan kelima variabel yang ditunjukkan pada Gambar 2, hasilnya menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan yang bertanda positif antara variabel pengelolaan lingkungan islami dengan kinerja lingkungan islami, kinerja perusahaan islami, penyerapan tenaga kerja, dan kesejahteraan karyawan islami. Kinerja lingkungan islami berpengaruh positif 166 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN dan signifikan terhadap kinerja perusahaan islami dan kesejahteraan karyawan islami. Sementara kinerja perusahaan islami memiliki pengaruh signifikan yang tertanda positif terhadap penyerapan tenaga kerja dan kesejahteraan karyawan islami. PEMBAHASAN Sesuai dengan konsep sistem manajemen lingkungan (SML), maka pelaksanaan SML sangat dipengaruhi oleh peran departemen yang terlibat langsung dalam pencapaian tujuan. Peran yang dilakukan akan terkait dengan upaya-upaya untuk mengadopsi aturan-aturan perlindungan lingkungan, mengurangi komplain pelanggan, pengurangan polusi, perbaikan efisiensi produksi, efisiensi energi, penghematan biaya, dan konservasi sumberdaya alam. Dalam QS al-Qashash (28: 77), Allah secara tegas juga melarang kepada orang-orang untuk berbuat kerusakan: “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. Dalam jangka panjang dengan semakin baiknya kondisi lingkungan, tentunya dapat dimanfaatkan sebagai dasar untuk membangun keunggulan bersaing. Disisi lain, hasil penelitian justru memberikan dukungan terhadap penelitian Shi and Kane (1995) dan Ahmed (1998), yang menyatakan bahwa adanya indikasi bahwa pengelolaan lingkungan secara proaktif akan berdampak pada keuntungan jangka panjang melalui strategi kesadaran lingkungan. Dalam green theory, pada era tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an para ahli green politics mengakui bahwa nilai-nilai moral harus dikedepankan sebagai centre of value. Dari perspektif ekosentrik kepedulian lingkungan tidak hanya difokuskan pada perlindungan kesehatan dan kemakmuran manusia dan generasi-generasi mendatang, tetapi juga memberikan perhatian pada perlunya membatasi eksploitasi sumber-sumber daya alam. Sementara konsep syariah enterprise theory menekankan bahwa dalam harta kita sebenarnya tersimpan hak orang lain, seperti yang tercantum dalam QS at-Taubah (9:60). Setiap usaha pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup secara baik dan benar adalah ibadah kepada Allah yang dapat memperoleh karunia dan pahala. Sebaliknya, setiap tindakan yang mengkibatkan kerusakan lingkungan hidup, pemborosan sumber daya alam, 167 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) dan menelantarkan alam ciptaan Allah adalah perbuatan yang dimurkai Allah, karena tergolong sebagai perbuatan maksiat atau munkar yang diancam dengan siksa. Islam mengajarkan bahwa manusia adalah khalifah Allah, dan bekerja adalah aktualisasi diri yang memiliki nilai ibadah. Oleh karenanya setiap muslim jika bekerja atau berdagang selalu berusaha memperoleh keuntungan ganda, materi dan immateri, dunia dan akhirat. Pengelolaan lingkungan yang baik dengan mengikuti aturan-aturan yang ada, penerapan nilai-nilai moral sebagai centre of value, maka akan menghasilkan limbah dari hasil produksi yang sedikit. Berkurangnya jumlah limbah akan berdampak pada lingkungan yang lestari dan nyaman. Untuk mewujudkan kondisi tersebut perlu adanya peningkatan disiplin karyawan yang memiliki peran penting dalam upaya mengurangi limbah, yang pada akhirnya akan menyebabkan kinerja lingkungan meningkat. Sementara kegiatan evaluasi keterlibatan karyawan di bidang lingkungan belum memiliki pengaruh dominan terhadap kinerja lingkungan. Dalam variabel integrasi dengan supplier, indikator yang memiliki pengaruh dominan terhadap kinerja lingkungan adalah: kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan dalam mempresur supplier agar peduli terhadap kualitas lingkungan, dan penginformasian tentang pentingnya produksi bersih. Namun untuk indikator pemilihan supplier yang memenuhi kriteria tidak melakukan kerusakan, dan bantuan perusahaan kepada supplier kaitannya dengan pentingnya sistem manajemen lingkungan belum dominan mempengaruhi kinerja lingkungan. Sementara itu pengelolaan lingkungan perusahaan islami dapat berdampak pada kesejahteraan karyawan islami, khususnya pada indikator tingkat pendapatan, pelaksanaan shalat sunnah, dan tingkat pendidikan karyawan. Sementara itu untuk indikator pembayaran infaq dan shadaqah serta penurunan tingkat kesakitan belum dominan dipengaruhi oleh pengelolaan lingkungan perusahaan islami. Dalam hadits riwayat Thabrani disampaikan bahwa: “Allah menegakkan Islam di atas prinsip kebersihan”. Kebersihan memiliki makna yang sangat luas, baik kebersihan fisik maupun kebersihan hati. Merujuk pada HR Thabrani, bahwa kebersihan dalam islam sangat diutamakan dan merupakan awal dari pencapaian kesejahteraan. Kesejahteraan dalam islam merupakan hasil dari usaha keras yang dilakukan oleh manusia. Manusia sebagai tenaga 168 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN kerja memiliki peran penting dalam mengelolan sumber daya alam. Al-Qur’an memberi tekanan yang besar terhadap masalah tenaga kerja, seperti yang dijelaskan dalam QS. Al-Najm (53: 39), yang artinya: ”Seseorang tidak mendapatkan sesuatu kecuali apa yang telah diusahakannya”. Dengan jelas dinyatakan dalam ayat ini bahwa satu-satunya cara untuk menghasilkan sesuatu dari alam adalah dengan bekerja keras. Rasulullah SAW dalam berbagai kesempatan selalu menekankan pentingnya tenaga kerja dan selalu menghargai karya para pekerja dan para ahli dalam suatu bidang pekerjaan tertentu. Sesungguhnya seseorang bekerja untuk penghidupannya dan senantiasa mengharap ridha Allah. Mannam (1997) menyatakan bahwa kesejahteraan dalam Islam bertujuan mencapai kesejahteraan umat manusia secara menyeluruh, sedangkan kesejahteraan ekonomi hanya merupakan sebagian dari padanya. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Anto (2003), yang menyatakan bahwa kesejahteraan dalam Islam adalah: Kesejahteraan holistik yang seimbang, yaitu mencakup dimensi material maupun spiritual serta mencakup individu maupun sosial. Sosok manusia terdiri dari fisik dan jiwa, karenanya kebahagiaan haruslah seimbang di antara keduanya. Demikian pula manusia memiliki dimensi individu, tetapi tidak dapat terlepas dari lingkungan sosial. Manusia akan merasa bahagia jika terdapat keseimbangan di antara dirinya sendiri dengan lingkungan sosialnya. Kesejahteraan di dunia maupun di akhirat, sebab manusia tidak hanya hidup di alam dunia saja tetapi juga di alam akhirat. Jika kondisi ideal ini tidak dapat dicapai maka kesejahteraan di akhirat tentu lebih diutamakan, sebab kehidupan akhirat merupakan suatu kehidupan yang dalam segala hal lebih bernilai. Dikaitkan dengan hasil studi yang telah dilakukan yang menunjukkan adanya pengaruh signifikan antara pengelolaan lingkungan islami terhadap kesejahteraan karyawan islami, maka pengelolaan lingkungan islami yang lebih baik akan dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan islami. Namun demikian dalam kenyataannya pengelolaan lingkungan yang diterapkan pada industri konveksi masih belum menggambarkan hasil yang optimal. Tidak melakukan kerusakan terhadap lingkungan (himayah) memiliki konotasi menjaga dari hal-hal negatif dan kepunahan, artinya melindungi lingkungan dari kerusakan, bahaya, dan pencemaran. Dari sisi positif dan 169 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) keberadaannya, pemeliharaan lingkungan merupakan usaha-usaha yang untuk mengembangkan, memperbaiki dan melestarikannya. Sementara dari sisi negatif dan ketiadaannya, mengharuskan pemeliharaan dari segala sesuatu yang merusak, mencemari dan membahayakan. Kerusakan yang dilakukan oleh manusia sebagai cerminan dari aksioma kerakusan manusia terhadap lingkungannya, dan rendahnya tingkat keimanan seseorang. Dampak kerusakan bukan hanya menimpa manusia, namun juga makhluk yang lain, serta seluruh isi bumi. Manusia sebagai ciptaan Allah yang terbaik diberi tugas untuk menjadi khalifah Allah di muka bumi dengan tugas utamanya memakmurkan bumi, yang meliputi : Al-Intifa’: mengambil manfaat dan mendayagunakan sebaik-baiknya, Al-I’tibar: mengambil pelajaran. Memikirkan, mensyukuri, seraya menggali rahasia-rahasia dibalik alam ciptaan Allah, dan Al-Islah: memelihara dan menjaga kelestarian alam sesuai dengan maksud Sang Pencipta, yakni untuk kemaslahatan dan kemakmuran manusia, serta tetap menjaga harmonisasi kehidupan alam ciptaan Allah. Dalam pandangan Islam menilai kinerja religius seseorang dapat dilihat dari beberapa indikator, antara lain: niat bekerjanya adalah karena Allah, dalam bekerja menerapkan kaidah / norma / syari’ah secara kaffah, motivasinya adalah spiritual dengan mencari keberuntungan di dunia dan di akhirat, menerapkan azas efisiensi dan manfaat dengan tetap menjaga kelestarian hidup, menjaga keseimbangan antara mencari harta dengan beribadah, bersukur kepada Allah dengan cara tidak konsumtif, mengeluarkan ZIS, dan menyantuni anak yatim dan fakir miskin (Zadjuli, 2007). Islam memandang bahwa kesejahteraan bersifat komprehensif, karena kesejahteraan dalam Islam bertujuan mencapai kesejahteraan umat manusia secara menyeluruh, sedangkan kesejahteraan ekonomi hanya merupakan sebagian dari padanya. Dalam upaya menciptakan kebahagiaan dunia dan akherat, perusahaan konveksi di Provinsi Jawa Tengah telah melakukan berbagai kegiatan rutin, antara lain; membagikan zakat dan daging qurban kepada yang berhak, memberikan shodaqoh, menghimbau untuk selalu membaca basmallah dalam memulai setiap pekerjaan, mengajak sholat berjamaah, menghimbau untuk selalu bersyukur, bersikap iklas, dan menjaga kepercayaan yang diberikan. Pengelolaan lingkungan hidup sangat terkait dengan tingkat ketauhidan manusia sebagai pengelola. Hope dan Young (1994), berpendapat bahwa 170 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN tauhid adalah salah satu kunci untuk memahami masalah lingkungan hidup. Tauhid merupakan pengakuan kepada ke-Esa-an Allah serta pengakuan bahwa Dia-lah pencipta alam semesta. Sebagaimana firman Allah dalam QS al-An’am ayat 79, yang artinya: Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. Dalam pandangan Islam, hidup manusia tidaklah terpisah dari ekosistemnya, melainkan terintegrasi. Pemeliharaan, pelestarian dan pengembangan lingkungan diakui sebagai bagian dari lima maslahat pokok atau lima komponen utama (Qaradhawi, 2002), yaitu: (1) Menjaga lingkungan sama dengan menjaga agama (hifdh ad-din). (2) Menjaga lingkungan sama dengan menjaga jiwa (hifdh al-nafs). (3) Menjaga lingkungan sama dengan menjaga keturunan (hifdh al-nasb). (4) Menjaga lingkungan sama dengan menjaga akal (hifdh al-aql), dan (5) Menjaga lingkungan sama dengan menjaga harta (hifdh al-mal). Allah berfirman dalam QS an-Nisa ayat 5, yang artinya: “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan”. Dalam konteks kesejahteraan manusia, islam menilai bahwa kesejahteraan memiliki bersifat holistik dan memiliki dua dimensi, yaitu duniawi dan akherat. Zadjuli (2007) menyatakan bahwa kesejahteraan dapat dicapai kalau manusia terbebas dari empat hal, yaitu: kebodohan, kemiskinan, kesakitan, dan kebathilan. Zadjuli (2007) juga menilai bahwa untuk mengembangkan kualitas manusia, maka manusia harus terbebas dari tujuh macam nafsu, yaitu: nafsu lawwammah, amarah, mulhimmah, muthmainah, rodhiyah, mardhiyah, dan kammilah. Ke tujuh nafsu yang ada pada diri manusia pada dasarnya akan menentukan kualitas kehidupan manusia dalam kehidupan dunia maupun akherat. Dalam studi ini terdapat beberapa temuan teoritis yang meliputi: (1) Pengelolaan lingkungan perusahaan islami yang terintegrasi, meliputi niat untuk memperbaiki lingkungan, melibatkan karyawan, dan integrasi dengan supplier memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja lingkungan islami, kinerja perusahaan islami, penyerapan tenaga kerja, dan kesejahteraan karyawan islami. (2) Terdapat pengaruh signifikan antara kinerja lingkungan islami dengan kinerja perusahaan islami, dan kesejahteraan karyawan 171 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) islami. (3) Penyerapan tenaga kerja memiliki pengaruh signifikan terhadap kesejahteraan karyawan islami. Temuan lain juga menunjukkan adanya pengaruh positif dan signifikan antara pengelolaan lingkungan perusahaan islami dengan kinerja lingkungan islami maupun dengan kinerja perusahaan islami. Kesimpulan Dikaitkan dengan hasil studi yang telah dilakukan yang menunjukkan adanya pengaruh signifikan antara pengelolaan lingkungan islami terhadap kesejahteraan karyawan islami, maka pengelolaan lingkungan islami yang lebih baik akan dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan islami. Namun demikian dalam kenyataannya pengelolaan lingkungan yang diterapkan pada industri konveksi masih belum menggambarkan hasil yang optimal. Dimensi inisiatif lingkungan sebagai upaya awal dalam mewujudkan proses produksi dan produk yang ramah lingkungan belum didukung oleh penyediaan bahan baku yang pengadaannya memperhatikan kelestarian lingkungan. Perusahaan konveksi juga mengindikasikan belum adanya upaya-upaya yang serius dalam aktivitas produksi yang dapat mengurangi limbah. Selain itu juga minimnya penggunaan teknologi bersih sebagai metode untuk mengurangi limbah hasil produksi. Pada dimensi keterlibatan karyawan, nampak bahwa peran karyawan belum optimal dalam kaitannya dengan penciptaan lingkungan perusahaan yang baik. Hasil studi mengindikasikan bahwa karyawan belum dilibatkan dalam kegiatan training kaitannya dengan upaya perbaikan kualitas lingkungan. Temuan dalam studi terkait dengan pengelolaan lingkungan perusahaan islami mengindikasikan bahwa secara umum fungsi manusia sebagai khalifatullah belum dijalankan dengan baik dan sistematis terutama oleh para pelaku usaha bidang konveksi di Provinsi Jawa Tengah. Hasil studi mengindikasikan bahwa upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak manajemen pada industri konveksi untuk tidak melakukan kerusakan lingkungan ternyata belum dilakukan secara optimal. Pengelolaan lingkungan perusahaan islami yang tidak baik akan menimbulkan kinerja lingkungan islami yang tidak baik juga. Perintah Allah SWT kepada manusia agar tidak melakukan kerusakan lingkungan hidup sebagaimana yang tercantum dalam QS al-A’raaf ayat (7:56) belumlah dilakukan secara optimal. Kesimpulan 172 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN ini didukung oleh hasil studi yang menunjukkan bahwa belum adanya pengurangan limbah padat sebagai akibat dari proses produksi, dan belum adanya metode baru yang ditujukan untuk mengurangi konsumsi enerji. Islam memandang bahwa kesejahteraan bersifat komprehensif, karena kesejahteraan dalam Islam bertujuan mencapai kesejahteraan umat manusia secara menyeluruh, sedangkan kesejahteraan ekonomi hanya merupakan sebagian dari padanya. Sosok manusia terdiri dari fisik dan jiwa, karenanya kebahagiaan haruslah seimbang di antara keduanya. Demikian pula manusia memiliki dimensi individu, tetapi tidak dapat terlepas dari lingkungan sosial. Manusia akan merasa bahagia jika terdapat keseimbangan di antara dirinya sendiri dengan lingkungan sosialnya. Perusahaan konveksi di Provinsi Jawa Tengah telah menunjukkan komitmennya untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan. Namun demikian kenaikan kesejahteraan karyawan masih perlu ditingkatkan, mengingat tingkat pendapatan karyawan sebagian besar masih tergolong rendah, dan tingkat pendidikan karyawan juga didominasi oleh karyawan yang berpendidikan lulus SD dan lulus SMP yang mencapai 85 persen. Sementara itu indikator tingkat kesakitan karyawan menunjukkan kecenderungan menurun selama lima tahun terakhir. Dalam pelaksanaan sholat wajib, hasilnya menunjukkan bahwa semua karyawan diwajibkan untuk melaksanakan sholat wajib pada saat di perusahaan, khususnya untuk sholat dluhur dan sholat ashar. Kaitannya dengan pembayaran zakat dan infaq oleh karyawan perusahaan konveksi islami hasilnya menunjukkan bahwa semua karyawan telah melaksanakan pembayaran zakat dan infaq. Saran Lingkungan hidup adalah ciptaan Allah SWT dan sebagai makhluk Allah yang diamanatkan kepada manusia untuk dijaga, dipelihara, dan dilindungi. Sumber daya alam bukanlah barang dagangan yang dapat dieksploitasi sampai habis demi keuntungan materiil. Keseimbangan kehidupan di alam semesta harus tetap tercipta dengan sempurna. Allah menciptakan lingkungan dengan sempurna dan satu sama lain saling berhubungan dan bergantung dalam mata rantai kehidupan. Perlunya meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan, perlindungan, dan pelestarian lingkungan yang merupakan bagian integral dari ajaran islam. Kesadaran dan partisipasi masyarakat 173 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) dapat diterapkan mulai dini dengan memperkenalkan isu lingkungan melalui pendidikan formal (pendidikan dasar sampai perguruan tinggi), maupun nonformal (pesantren, majelis ta’lim, dan pengajian). Peran pemerintah perlu ditingkatkan melalui penciptaan dan pengefektivan regulasi bidang lingkungan dengan berlaku tegas kepada pihak-pihak yang melanggar peraturan untuk mewujudkan kemaslahatan dalam pembangunan yang ramah lingkungan. Pada lingkup perusahaan konveksi di Jawa Tengah perlu adanya perubahan pandangan bahwa untuk meningkatkan kinerja lingkungan harus diawali dengan adanya niat atau inisiatif untuk memperbaiki lingkungan, melibatkan seluruh karyawan di perusahaan, dan melibatkan supplier sebagai pihak yang selalu berhubungan dengan perusahaan. 174 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN B. PENGARUH KUALITAS MANAJEMEN LINGKUNGAN TERHADAP KEUNGGULAN BERSAING PADA INDUSTRI MANUFAKTUR DI JAWA TENGAH oleh : Budhi Cahyono,SE.MSi & Heru Sulistyo,SE.MSi ABSTRACT Quality revolution programs have position quality as main object. Corporates focus on continuous improvement and how to create customer satisfaction continually. The other side, Berry and Rondinelli (1998) say that in the twenty first centurry indicated as a new revolution industry, especially in environmental management. This fact have make corporates must redefinition to their object, they not only exploiting human resources and natural resources, but also how they must responsibility to environmental. This research is design to know the impact of environmental management (EM) practices to competitive advantage. The first hypothesis focus the impact EM on corporate performance and the second hypothesis emphazises the impact corporate performance on competitive advantage. Corporate performance is positioned as intervening variable. Data was collected by mail survey with object corporates that resistance on environmental problem. Population are all corporate that resistance to environmental problem and the reseach variabel are: quality environmental management, corporate performance and competitive advantage. Respond rate from questionare that mailed reach 24% from total population 100 corporates. All item in three variabel were measured by 5 point Likert-scale (stongly disagre to strongly agree) and all items were valid. By alpha cronbach, all variables indicate reliable (QEM = 0,7789, CP = 0,8433, CA = 0,7827). This result indicate that quality environmental management has negative impact on corporate performance. The other result indicate that corporate performance has positive impact on competitive advantage. QEM cannot increase corporate performance at short time, like profit, competitiveness, financial performance, but corporate can reach the result in long time. 175 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) PENDAHULUAN Perubahan dunia global telah menciptakan kompetisi yang sangat ketat diantara perusahaan dalam meraih keunggulan kompetitif. Batas negara yang semakin kabur memberikan peluang bagi perusahaan multinasional untuk melakukan ekspansi di setiap negara, khususnya di Indonesia melalui kompetensi yang telah dimiliki. Perusahaan dipacu untuk selalu menciptakan inovasi produk baru yang berkualitas dalam memberikan kepuasan kepada pelanggan melalui time based competition. Menurut Noori (1990), perubahan teknologi yang cepat dan mengarah pada otomatisasi berdampak pada siklus hidup pemasaran produk semakin pendek, pasar menuntut semakin beragamnya produk tanpa meningkatkan volume, pasar menjadi peka waktu (time sensitive) dan pasar menjadi peka ongkos (cost sensitive) Bagi perusahaan yang memproduksi barang atau jasa bertaraf internasional, penyediaan produk yang berkualitas menjadi tuntutan agar dapat bertahan hidup dalam persaingan (Banks, 1989). Makin meningkatnya selera, pengetahuan, budaya konsumen, gaya hidup, daya beli konsumen, berdampak pada tuntutan permintaan terhadap kualitas produk yang handal. Perusahaan harus selalu memperhatikan voice of customer agar dapat bersaing di pasar global. Kualitas merupakan sesuatu yang memuaskan konsumen, sehingga setiap upaya pengembangan kualitas harus dimulai dari pemahaman terhadap persepsi dan kebutuhan konsumen (Spencer, 1994). Kualitas saat ini tidak diukur dari hasil akhir proses produksi, tetapi lebih mendasarkan pada manajemen organisasi secara keseluruhan dalam memproses produk (Clement ,1993). Penanganan kualitas secara menyeluruh akan memberikan tingkat laba yang tinggi. Hubungan antara kualitas dengan tingkat laba dikemukakan oleh Evans, James dan Lindsay (1996). Tingkat laba yang tinggi dicapai mulai dari perbaikan kualitas desain, akan menciptakan nilai dirasakan yang tinggi. Bila nilai yang dirasakan tinggi maka akan meningkatkan market share dan harga yang tinggi , sehingga terjadi peningkatan revenue dan akhirnya menghasilkan laba yang tinggi. Konsep pengembangan kualitas mencakup beberapa dimensi kualitas seperti peran top manajemen, fokus pada konsumen, peranan karyawan, kualitas disain produk/jasa , penggunaan alat kontrol dan informasi, manajemen kualitas pemasok dan pelatihan (Sarap 176 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN , Benson and Schroeder 1989; Dumond 1995; Black and Porter 1996; Ahire, Golhar and Waller 1996; Lindsay and Wagner 1996). Keberhasilan perusahaan melakukan manajemen kualitas akan meningkatkan kinerja perusahaan . Kinerja perusahaan yang unggul akan menciptakan keunggulan bersaing melalui pemenuhan kepuasan pelanggan. Paradigma baru dalam bisnis yang semakin global dan liberal tidak hanya menekankan pada aspek manajemen kualitas total (Total Quality Management) melalui standarisasi mutu untuk meraih keunggulan kompetitif, tetapi juga pada aspek manajemen kualitas lingkungan (Quality Environmental Management). Globalisasi telah mendorong produk-produk yang diperdagangkan harus bersahabat dengan lingkungan, sehingga kesadaran para konsumen terhadap produk yang tidak mencemari lingkungan semakin meningkat. Lingkungan diposisikan sebagai modal dasar keunggulan bersaing guna menciptakan efisiensi ekonomi secara seimbang dan terintegrasi sehingga tercapai kondisi menang-menang (win-win situation). Pendekatan QEM lebih melengkapi TQM dalam memberikan kepuasan pelanggan, khususnya penekanan pada pelanggan yang lebih luas yaitu pelanggan internal (seluruh bagian departemen dan tingkatan manajemen yang lebih tinggi) dan pelanggan eksternal (konsumen, regulasi, legislasi, masyarakat, kelompok pencinta lingkungan, dan dampak terhadap lingkungan). Dalam konsep pembiayaan TQEM telah mencerminkan ada tidaknya upaya willingness to pay. Perusahaan perlu menanggapi secara terencana dan perlu menetapkan secara eksplisit sasaran-sasaran lingkungan (environmental goals) (Newman and Breeden, 1992). Beberapa perusahaan mempunyai keunggulan kompetitif dalam menerapkan QEM seperti perusahaan Aqua Golden Missisippi, perusahaan 3M (strategi pollution prevention pays), perusahaan Eastman Kodak di Amerika dan telah mendapatkan tanggapan positif dari stakeholders. Riset ini berusaha menguji secara empirik keterkaitan QEM terhadap kinerja perusahaan yang dapat diraih perusahaan manufaktur di Jawa Tengah dalam menghadapi perdagangan bebas di era global. Penerapan QEM diperlukan perusahaan dalam bersaing di pasar global, khususnya menghadapi green customers, maka sangat penting untuk menguji dampak penerapan QEM terhadap Corporate Performance dalam meraih keunggulan kompetitif. Perlu juga menganalisis Corporate Performance 177 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) yang dicapai perusahaan dalam menciptakan keunggulan kompetitif. Secara spesifik, pertanyaan riset dalam penelitian ini adalah : Apakah penerapan Quality Environmental Management mempengaruhi kinerja perusahaan? dan sejauh mana kinerja perusahaan mampu mempengaruhi keunggulan kompetitif ? Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui respon perusahaan terhadap isu lingkungan yang menjadi tuntutan stakeholders dan mengetahui dampak QEM terhadap kinerja perusahaan (corporate performance). Terakhir untuk mengetahui peran Corporate Performance yang dicapai perusahaan dalam mencapai keunggulan kompetitif. Riset yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat sebagi berikut : bagi perusahaan, sebagai masukan didalam meningkatkan kinerja perusahaan dalam rangka mencapai keunggulan kompetitif dan bagi Pemerintah, sebagai masukan dalam membuat dan menerapkan kebijakan, khususnya regulasi yang berkaitan dengan lingkungan. LITERATUR REVIEW Manajemen Kualitas Tingkat persaingan dalam industri manufaktur sudah semakin ketat. Level persaingan sudah bergeser dari level negara, level perusahaan sampai pada level produk. Hammer (1993), mengindikasikan bahwa persaingan yang muncul menyangkut 3C. Pertama customer, konsumen semakin kritis dalam memilih produk dan tidak lagi melihat asal produk maupun yang menghasilkan produk. Kualitas produk cenderung menjadi pertimbangan utama dalam pilihan konsumen. Kedua competition, tingkat persaingan sudah semakin ketat dan menurut D’Aveni (1996) tingkat persaingan sudah mengarah pada hipercompetition. Ketiga change, yang diindikasikan selalu muncul perubahanperubahan, baik perubahan internal maupun eksternal perusahaan. Perubahan ini menuntut perusahaan untuk dapat mengantisipasinya, agar tetap mampu bertahan. Menghadapi berbagai tantangan tersebut, perusahaan dikondisikan untuk melakukan quality revolution, sehingga mampu meningkatkan internal maupun eksternal competition. Fenomena quality revolution ternyata mendapat sambutan yang baik dari berbagai perusahaan. Usaha-usaha yang 178 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN dilakukan difokuskan pada upaya meningkatkan kualitas dalam berbagai aspek perusahaan. Suatu program yang dapat dilakukan misalnya total quality management (TQM). Wollner (1992) mensinyalir bahwa perusahaanperusahaan yang menerapkan program kualitas dapat membantu perusahaan dalam meningkatkan kepuasan konsumen, kepuasan karyawan dan produktivitas karyawan. Lebih jauh lagi Cole dan Philips (1993) dalam studinya mengkonfirmasikan bahwa program kualitas mempunyai keuntungankeuntungan yang bersifat strategis, diantaranya perluasan market share dan meningkatkan return on investment. Dalam menerapkan program kualitas secara umum lebih mengutamakan pada pemahaman dan perbaikan dalam proses organisasional, yang terfokus pada kebutuhan konsumen, serta melibatkan karyawan dan memotivasinya untuk mencapai output yang berkualitas. Pengimplementasian program kualitas terdapat dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Pertama, menyangkut hard side, yang mengutamakan pada perbaikan dalam proses produksi yang diawali dengan desain produk dan sistem pengawasan. Berbagai instrumen yang digunakan dalam fase ini misalnya: Concurrent Engineering (CE), Quality Function Deployment (QFD), Just-in Time (JIT), dan Statistical Product Control (SPC). Kedua disebut dengan soft side, yang cenderung lebih mengutamakan pada peran customer dan karyawan melalui komitmen mereka untuk memperbaiki kualitas dalam organisasi. Soft side cenderung mengutamakan pada menejemen sumber daya manusia yang disinyalir kurang mendapat perhatian. Hasil dari penerapan program kualitas biasanya akan menciptakan berbagai kebijakan kualitas yang baru, seperti struktur organisasi, proses operasional, evaluasi kinerja. Berbagai Dimensi Kualitas Pemahaman tentang kualitas selalu mengalami pergeseran dari waktu ke waktu. Tuchman (1980) mendefinisikan kualitas adalah excellence, yang terfokus pada cara menginvestasikan keahlian dan usaha untuk menciptakan hasil yang sebaik mungkin. Definisi ini mendapat tentangan dari Feigenbaum. Feigenbaum (1961) lebih mendefinisikan kualitas sebagai sebuah value, yang berarti menciptakan nilai yang terbaik secara kondisional bagi konsumen tertentu. Dia menekankan pada masalah harga dan pemakaian akhir. 179 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) Secara lebih mendetail, diarahkan bagaimana produk dan jasa diciptakan dengan memenuhi karakteristik marketing, engineering, manufacturing dan maintenance. Pendapat tentang variabel-variabel yang terkait dengan manajemen kualitas juga berbeda-beda diantara tokoh-tokoh manajemen. Deming (1986) dalam framework-nya lebih menekankan pada pendekatan sistemik, yakni pentingnya kepemimpinan dan tuntutan untuk mengurangi variasi dalam proses organisasional. Juran (1989) lebih mengutamakan pada proses, yang meliputi tiga aktivitas,yaitu quality planning, quality control dan quality improvement, serta mengedepankan pendekatan alat-alat statistik untuk meminimalisir kerusakan. Berbagai studi juga sudah dilakukan yang berhubungan dengan menejemen kualitas. Garvin (1991), mengulas berbagai variabel yang berhubungan dengan menejemen kualitas. Dia menyoroti standar yang digunakan oleh Malcolm Baldridge National Quality Award (MBNQA) yang merupakan penghargaan dibidang kualitas menejemen yang ditujukan terhadap tiga kategori, yakni manufacturing, service dan small industries. Variabel yang dinilai dalam MBNQA meliputi tujuh poin, antara lain : leadership, information and analysis, strategic quality planning, human resources utilization, quality assurance of products and services, quality result dan customer satisfaction. Studi lain tentang dimensi kualitas juga dilakukan oleh Schleisinger dan Heskett (1997). Melalui model service profit chain model, mereka dalam menilai kualitas menekankan pada keterkaitan antara customer satisfaction, employee satisfaction dan employee service quality. Schleisinger dan Heskett (1997) berargumentasi bahwa kepuasan konsumen berawal dari adanya kepuasan karyawan dalam perusahaan. Kepuasan karyawan selanjutnya akan mempengaruhi kualitas pelayanan karyawan, sehingga ketiga dimensi kualitas ini saling terkait dalam mempengaruhi kinerja perusahaan maupun dalam mencapai keunggulan kompetitif. Hubungan Manejemen Kualitas dengan Kinerja Perusahaan Berbagai studi yang sudah dilakukan menunjukkan adanya kontradiksi satu sama lainnya. Garvin (1991), dalam penelitiannya terhadap perusahaanperusahaan manufaktur di AS, dengan menggunakan variabel-variabel 180 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN penilaian dari MBNQA, mengindikasikan dua hal yang bertentangan dengan pemberian penghargaan tersebut. Pertama, munculnya biaya yang sangat besar yang harus dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan yang akan memperebutkan Baldridge Award. Namun ada sanggahan dari pihak MBNQA, bahwa hendaknya perusahaan-perusahaan yang bersaing dalam Award ini memandang biaya sebagai suatu investasi dalam perbaikan kualitas dan bukan sebagai cost. Untuk mengimplementasikan program ini, perusahaan harus menciptakan program kualitas yang berorientasi pada konsumen yang dikendalikan oleh menejer senior, keterlibatan karyawan, pemahaman proses internal dan penerapan menejemen by-fact, bukan mendasarkan pada insting maupun perasaan. Kedua, adanya mitos bahwa penghargaan yang diberikan gagal meningkatkan kinerja perusahaan, terutama kinerja finansial. Kritik ini dibantah oleh pengelola Baldridge Award, yang mengatakan bahwa kritik tersebut benar tetapi salah. Baldrige Award dalam jangka pendek diibaratkan seperti air dengan minyak. Keduanya tidak dapat dicampurkan, dan penghargaan ini hanya dapat dinikmati dalam jangka panjang. Hasil penelitian lain dilakukan oleh General Accounting Office (GAO), 1990 yang didasarkan pada program kualitas terhadap 20 perusahaan di AS, hasilnya menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara praktekpraktek total quality dengan kriteria Baldrige dengan kinerja perusahaan, kinerja perusahaan diukur berdasarkan hubungan karyawan, produktivitas, kepuasan konsumen dan profitabilitas. Temuan lain dari GOA menunjukkan bahwa dari ke-20 perusahaan mempunyai pendekatan dan tehnik yang berbeda dalam mengimplementasikan program kualitas, namun secara prinsip mereka sama, yakni fokus pada konsumen, kepemimpinan menejemen puncak, komitmen untuk training karyawan dan pemberdayaan. Studi dari GAO merupakan tahapan besar dalam upaya mengimplementasikan kuantifikasi praktek-praktek TQM dan efeknya terhadap kinerja perusahaan. Dalam studi ini indikator kinerja terdiri dari kinerja karyawan, operasional, kepuasan konsumen dan kinerja keuangan. Manajemen Kualitas Lingkungan Isu krisis lingkungan dan pengurasan sumber daya alam telah merebak pada dua dekade belakangan ini. Banyak perusahaan enggan menerapkan 181 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) perlindungan lingkungan ke dalam proses produksi karena dianggap akan meningkatkan biaya produksi yang pada akhirnya mengurangi keuntungan. Ketidakpedulian terhadap permasalahan pencemaran dan pengrusakan lingkungan hidup bisa mempengaruhi berfungsinya sistem ekonomi. Kemajuan iptek dan meningkatnya kesejahteraan Masyarakat telah menumbuhkan kesadaran akan lingkungan yang bersih dan sehat. Pendekatan stakeholders memberikan tekanan politik pada perusahaan, akibat pemerintah Indonesia mengadopsi kebijakan pembangunan yang berkesinambungan (sustainable development). Orientasi kegiatan bisnis hanya memaksimalisasi laba untuk memuaskan pemilik perusahaan, akibatnya masyarakat harus menanggung dampak negatif dari aktivitas bisnis perusahaan (social cost). Tekanan masyarakat terhadap perusahaan yang kurang peduli terhadap lingkungan akan semakin tinggi dan pemerintah akan memberlakukan peraturan lingkungan yang semakin ketat dengan sangsi berat bagi pelanggannya (sebagai contoh : ditutupnya aktivitas bisnis PT. Indorayon Utama oleh Pemerintah). Dengan menerapkan manajemen lingkungan yang efektif, perusahaan dapat menghindari kerugian dan biaya yang besar serta dakwaan kejahatan organisasi (organization’s malfeasance). Perusahaan perlu menanggapi secara terencana, terintegrasi dan menetapkan secara eksplisit sasaran-sasaran lingkungan yang cocok dengan kekuatan dan strategi bisnis jangka panjang dan mempertahankan reputasi (Newman and Breeden, 1992). Perdagangan bebas mensyaratkan produk harus bersahabat dengan lingkungan, sehingga perusahaan perlu menyusun strategi bisnis yang menyeluruh. Menurut Blanchard dalam Ottman (1994) bisnis yang sukses pada abad 21 perlu memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap lingkungan. Inovasi-inovasi yang berkaitan dengan lingkungan fisik menjadi bagian integral dalam strategi pemasaran (Coddington, 1993) dan saat ini perhatian utama perusahaan dicurahkan pada environmental marketing (Kotler dalam Ottman, 1994). Konsekuensinya konsumerisme lingkungan, yaitu upaya yang dilakukan oleh konsumen untuk melindungi diri mereka dan bumi ini dengan membeli produk yang dianggap hijau (Green Customer) menjadi trend baru. Produk-produk dievaluasi tidak hanya berdasarkan kinerja atau harga, tetapi juga berdasarkan tanggung jawab sosial dari produsen. Nilai utama produk 182 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN itu mencakup aspek-aspek keramahan lingkungan dari produk itu sendiri dan kemasannya. Penelitian yang dilakukan A Gallup Poll (1993) mengindikasikan bahwa sebagian besar konsumen Amerika mempertimbangkan citra perusahaan yang berhubungan dengan lingkungan dalam membuat keputusan pembelian dan bersedia membayar lebih untuk produk yang ramah lingkungan (Bhat, 1993). Riset pemasaran yang dilakukan Hemphill (1995) terhadap perusahaan FIND/SVP menunjukkan bahwa pada tahun 1995 konsumen mengeluarkan $8.8 billion untuk produk yang ramah lingkungan (green product) dan lima kali lebih banyak dibanding tahun 1990 sebesar $1.8 billion. Memposisikan TQM dalam pengelolaan lingkungan memunculkan konsep Total Quality Environment Management. Manfaat penerapan TQEM mencerminkan manfaat penerapan TQM, yaitu memperbaiki kepuasan pelanggan, memperbaiki efektivitas organisasi dan meningkatkan daya saing, serta mencegah terjadinya pencemaran dan pengrusakan lingkungan. TQEM mendefinisikan pelanggan lebih luas, yaitu pelanggan internal (seluruh bagian departemen dan tingkatan manajemen yang lebih tinggi) dan pelanggan eksternal (konsumen, regulasi, legislasi, masyarakat, kelompok pencinta lingkungan). Perusahaan harus mengkaji ulang untuk mewujudkan keunggulan lingkungan sebagai dimensi pokok dari keseluruhan strategi bisnis tanpa mempengaruhi corporate performance, profitabilitas dan pertumbuhan (Greeno and Robinson, 1992). Kepedulian lingkungan seperti yang dikembangkan oleh PT. Aqua Golden Missisipi dalam jangka pendek memerlukan biaya besar, tetapi dalam jangka panjang profitabilitas perusahaan tidak terganggu dan memberikan corporate performance dan keunggulan kompetitif yang matang. Kemampuan perusahaan penerapan n TQEM menjadi penentu keberhasilan bisnis abad 21 dalam mencapai keunggulan kompetitif. Penerapan manajemen lingkungan dan kinerja lingkungan yang baik dapat menciptakan keunggulan kompetitif (Bonifant, Arnold and Long 1995; Dechant and Altman 1994; Ekington 1994; Maxwel 1996, Porter and Linde 1995; Shrivastava 1995). Penerapan TQEM di dalam tingkat korporat akan berakumulasi secara global (makro) dan dapat digunakan untuk mencapai efisiensi ekonomi. 183 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) Kerangka Pemikiran dan Model Penelitian Riset ini menguji keterkaitan antara Quality Environmental Management terhadap kinerja perusahaan dalam meraih keunggulan kompetitif. Model dalam penelitian ini sebagai berikut : Gambar 1. Model Penelitian Hipotesis Riset yang dilakukan beberapa peneliti menunjukkan bahwa perusahaan yang menerapkan quality environmental management memberikan dampak pada peningkatan kinerja perusahaan. Manfaat penerapan quality environmental management mencerminkan manfaat penerapan quality management, yaitu memperbaiki kepuasan pelanggan, memperbaiki efektivitas organisasi dan meningkatkan daya saing, serta mencegah terjadinya pencemaran dan pengrusakan lingkungan. H1: Penerapan quality environmental management memberikan dampak pada kinerja perusahaan. Bila perusahaan mampu menghasilkan kinerja perusahaan yang baik, maka akan meningkatkan daya saing perusahaan. Kemampuan daya saing perusahaan yang tinggi akan memberikan keunggulan kompetitif. H2: Keunggulan kompeititif perusahaan dipengaruhi oleh tingkat kinerja perusahaan METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kausal efek, yang bertujuan untuk mendeteksi sejauh mana independen variabel berpengaruh terhadap dependen variabelnya. Obyek penelitian ini mencakup perusahaan 184 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN manufaktur di Jawa Tengah yang sensitive terhadap masalah lingkungan. Populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan manufaktur di Jawa Tengah yang sensitif terhadap masalah lingkungan, seperti : Cruide petroleum & natural gas product, Metal & Allied Products, Chemicals, plastics & packaging, animal feed, wood industries, pulp & paper, textile, garment,food and beverages, pharmaceuticals . Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling, artinya peneliti hanya mengambil sampel perusahaan yang rentan terhadap masalah lingkungan. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 100 perusahaan yang rentan terhadap permasalahan lingkungan. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan mail survey, yang ditujukan kepada para middle manajer, khususnya manajer yang langsung bertanggung jawab terhadap kualitas produk, yakni manajer produksi. Variabel-variabel dalam penelitian terdiri dari variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen : Quality Environmental Management (QEM), Variabel Intervening : Corporate Performance (CP) dan variabel dependennya : Competitive Advantage (CA). Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner . Masingmasing varaibel penelitian diukur dengan menggunakan skala Likert 1 sampai dengan 5 ( sangat tidak setuju – sangat setuju). Praktek Quality Environmental Management oleh perusahaan diukur dengan menggunakan item: focus on prevention, regulatory flexibility, availability of resources, management responsiveness, innovation, financial impact. Untuk mengidentifikasi Corporate Performance diukur dengan menggunakan item: short-term performance, longterm performance, productivity, cost performance, profitability, competitiveness, sales growth, earning growth, market Share, employee related, operating, customer satisfaction dan financial performance. Competitive Advantage perusahaan dapat diukur dengan item: cost structure, product quality, reputation with customers, ability to compete in international markets, and the development of unique or inimitable competitive advantage. Data yang sudah terkumpul kemudian diuji validitas dan reliabilitas. Uji validitas yang digunakan adalah validitas konstruk dengan menggunakan teknik product moment dari Karl Pearson. (Emory dan Cooper, 1995). Pengujian reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana suatu alat ukur dapat memperoleh hasil yang konsisten dari sebuah pengukuran (Emory 185 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) dan Cooper, 1995). Teknik yang digunakan untuk mengukur reliabilitas adalah koefisien alpha (Cronbach, 1951). Data Primer dengan yang diperoleh dari pengiriman kuesioner kepada Manajer kualitas perusahaan manufaktur di Jawa Tengah yang sensitive terhadap masalah lingkungan, sedangkan data Sekunder diperoleh melalui BPS tahun 1999, journal ilmiah, CD ROM. Metode statistik yang digunakan untuk menganalisis QEM terhadap Corporate Performance dalam meraih keunggulan kompetitif adalah regression analysis. Simple regression analysis digunakan untuk menguji hubungan antara QEM dengan corporate performance yang dicapai perusahaan manufaktur di Jawa Tengah terhadap competitive advantage dalam bersaing di pasar global. CP CP β0 β1 CA CA β0 β1 Secara lengkap model persamaan = βo + β1 QEM = Corporate Performance = Intersep = Koefisien regresi QEM = βo + β1CP = Competitive Advantage = Intersep = Koefisien regresi corporate performance Hasil yang Diharapkan Studi yang diusulkan untuk mengetahui penerapan QEM terhadap kinerja perusahaan manufaktur di Jawa Tengah dalam mencapai keunggulan kompetitif, khususnya daya saing ekspor produk perusahaan manufaktur go public di pasar internasional. Bila keunggulan kompetitif dapat dicapai melalui penerapan QEM secara benar dan terpadu akan menghasilkan efisiensi ekonomi dengan menjadikan lingkungan sebagai aset dalam pertumbuhan ekonomi. Semakin efisien suatu perusahaan , maka barang dan jasa yang ditawarkan semakin meningkat daya saingnya di pasar global, khususnya melalui program pencapaian standarisasi internasional ISO 9000 dan ISO 14000. 186 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN Melalui riset ini dapat dijadikan rekomendasi bagi pihak terkait dalam mengembangkan kebijakan pengembangan, khususnya berkaitan dengan penerapan regulasi lingkungan dan insentif yang fleksibel dalam mengembangkan manajemen lingkungan serta mendorong perusahaan untuk memperoleh sertifikasi ISO 9000 dan ISO 14000. Berbagai macam program domestik seperti ECOLABEL dan business performance rating programs telah dikembangkan untuk disesuaikan dengan ISO 14000. Selain itu pemerintah dapat mendorong sikap manajemen untuk menjadi proaktif dan inovatif dalam menghadapi isu lingkungan agar menjadi leader dalam bisnisnya sekaligus bisa menunjukkan kepedulian dan tanggung jawab mereka terhadap lingkungan. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel perusahaanperusahaan manufaktur yang rentan terhadap masalah lingkungan di Jawa Tengah. Perusahaan yang sensitif terhadap masalah lingkungan terutama dikaitkan dengan proses mendapatkan bahan baku, proses produksinya dan juga proses pembuangan limbah hasil produksi. Respond rate dari jumlah sampel yang ditentukan sebanyak 100 perusahaan dengan menggunakan mail survey, jumlah jawaban yang kembali dan datanya layak dianalisis sebesar 42 responden (24%). Dua jawaban responden dianggap tidak baik, karena pengisiannya kurang lengkap. Tingkat respon yang belum tinggi mengindikasikan belum adanya keterbukaan dari perusahaan, terutama kaitannya dengan masalah-masalah yang sensitif, yakni masalah kepedulian terhadap lingkungan. Berdasarkan pada mail survey dan data responden yang kembali ke peneliti, distribusi jenis perusahaan yang dijadikan responden seperti tabel 4.1 Responden dalam penelitian ini sebagian besar adalah perusahaan tekstil (40,5%), mengingat perusahaan tekstil cenderung memiliki masalahmasalah lingkungan yang serius, sehingga dijadikan fokus dalam penentuan sample. Jenis perusahaan yang lainnya meliputi perusahaan gas, sabun mandi, jamu dan kosmetik dan pupuk. Perusahaan yang dijadikan sampel memiliki variasi dalam pemasaran hasil produksinya, yakni 14,3% perusahaan mengeksport semua produknya, 50% menjual produknya di dalam negeri dan 187 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) Tabel 4.1 Distribusi Berdasarkan Jenis Perusahaan 35,7% diekspor dan dijual di dalam negeri. Jumlah tenaga kerja dari perusahaan yang dijadikan responden yang berjumlah lebih besar dari 100 orang adalah 69% atau menurut ketentuan Biro Pusat Statistik (BPS), perusahaan dengan tenaga kerja lebih dari 100 orang digolongkan sebagai perusahaan besar. Sedangkan untuk perusahaan yang jumlah tenaga kerjanya 21-100 orang sebanyak 16,7%, tergolong dlam perusahaan sedang dan untuk perusahaan kecil sebanyak 14,3% Suatu hasil yang cukup memprihatinkan, yakni mengenai keterlibatan perusahaan secara langsung maupun melalui asosiasi terhadap peran aktif dalam pembentukan UU/PP mengenai lingkungan, ternyata 66,7% responden tidak pernah berperan aktif, sedangkan 33,3% pernah berperan dalam pembentukan UU/PP. Disamping itu juga terdapat temuan dalam kaitannya dengan pernah tidaknya perusahaan-perusahaan menerima penyuluhan tentang Analisis mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), 66,7% menyatakan tidak pernah, sehingga dapat digunakan sebagai gambaran, bagaimana perusahaan dapat mewujudkan kepedulian terhadap lingkungan kalau pemahaman dan pengetahuan mengenai lingkungan belum pernah didapatkan. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Pengujian validitas dilakukan terhadap semua item pertanyaan, yang dimaksudkan untuk menilai apakah item pertanyaan menggambarkan variabel yang diteliti. Pengujian validitas dilakukan dengan mengkorelasikan antara masing-masing item dengan total skor pada variabel yang bersangkutan. Kriteria validitas dilakukan dengan membandingkan level signifikansi dari hasil 188 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN korelasi masing-masing item dengan total skor. Nilai signifikansi dari analisis korelasi menunjukkan nilai signifikansi semua item dalam variabel kualitas manajemen lingkungan (QEM), kinerja perusahaan (CP) dan keunggulan bersaing (CA) ada dibawah 0,05. Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menilai besarnya Alpha Cronbach. Hasil pengujian reliabilitas menunjukkan nilai alpha untuk masingmasing variabel penelitian adalah sebagai berikut: Tabel 4.6 Nilai alpha cronbach untuk QEM,CP dan CA Dari hasil analisis reliabilitas menunjukkan bahwa ketiga variabel penelitian cukup reliabel. Nunnally (1960), menyatakan suatu variabel dikatakan mempunyai reliabilitas apabila nilai alpha cronbach-nya minimal 0,60. Berdasarkan uji validitas dan reliabilitas, maka semua item dinyatakan valid, demikian juga semua variabel dinyatakan reliabel, sehingga dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. Analisis Kuantitatif Berdasarkan hasil perhitungan, dapat diketahui besarnya nilai mean dan standar deviasi untuk masing-masing item dalam variabel penelitian seperti tabel 4.7 Mendasarkan pada nilai mean dan standar deviasi, menunjukkan bahwa kaitannya dengan penerapan manajemen kualitas, beberapa item yang mendapat perhatian cukup baik meliputi: pencegahan polusi udara, air limbah, penciptaan produk yang ramah lingkungan dan perlindungan terhadap karyawan. Sedangkat kinerja perusahaan yang cukup baik terkait dengan penurunan komplain konsumen terhadap produk perusahaan dan penurunan tingkat absensi karyawan. Perusahaan-perusahaan yang rentan terhadap masalah lingkungan dalam mencapai keunggulan bersaing lebih mendasarkan pada peningkatan kepuasan konsumen, terutama hubungannya 189 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) Tabel 4.7 Mean dan standar deviasi dengan kecepatan dalam pengiriman barang dan penyesuaian desain produk dengan permintaan konsumen, serta sedikit melakukan berbagai inovasi produk. Hasil analisis regresi sederhana untuk menguji pengaruh quality environmental management (QEM) terhadap corporate performance (CP) mengindikasikan bahwa terdapat pengaruh negatif, dengan nilai ‘t’ = -0,534 dan sign. 0,596, serta nilai R2 = 0,007). Dari hasil pengujian regresi tersebut menunjukkan bahwa secara umum penerapan praktek-praktek manajemen lingkungan pada industri manufaktur yang rentan terhadap lingkungan di Jawa Tengah memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan. Secara teoritis menunjukkan bahwa kepedulian perusahaan terhadap praktek- 190 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN praktek yang mengarah pada kualitas lingkungan, seperti pencegahan polusi (air, udara dan suara), perlindungan terhadap pekerja, kepedulian terhadap masyarakat sekitar maupun terhadap keluarga karyawan serta kepedulian dalam menghasilkan produk yang ramah lingkungan memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan, artinya masih belum memberikan hasil yang memuaskan, kaitannya dengan peningkatan kinerja perusahaan, seperti peningkatan volume penjualan, kenaikan pangsa pasar, penurunan komplain konsumen terhadap produk perusahaan dan penurunan perputaran karyawan. Disinyalir juga bahwa penerapan manajemen kulitas di lingkungan industri manufaktur Jawa Tengah belum terwujud dengan baik, karena pemahaman tentang manajemen kualitas masih belum baik, terbukti dengan jumlah perusahaan yang dijadikan sampel, sebanyak 66,7% tidak pernah menerima dan mengikuti penyuluhan mengenai amdal. Disamping itu pemahaman yang kurang terhadap kepedulian lingkungan, dan menganggap bahwa penerapan manajemen lingkungan yang proaktif memerlukan investasi yang cukup besar dan tidak dapat dinikmati dalam jangka pendek. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan studi yang dilakukan oleh General Accounting Office (GAO) pada tahun 1990 yang menghasilkan adanya hubungan positif antara penerapan program kualitas dengan kinerja perusahaan yang diterapkan pada 20 perusahaan di Amerika Serikat. Selanjutnya hipotesis I yang menyebutkan penerapan quality environmental management memberikan dampak pada kinerja perusahaan ditolak. Hasil persamaan regresi antara corporate performance (CP) dengan competitive advantage (CA) menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang positif dan signifikan (‘t’ = 6,183 dengan sign. 0,000, R2 = 0,489). Hal ini mengindikasikan bahwa kinerja perusahaan yang dicapai oleh industri manufaktur di Jawa Tengah, kaitannya dengan peningkatan volume penjualan, pangsa pasar, komplain konsumen, turn over karyawan dan tingkat absensi karyawan mampu memberikan dasar yang baik dalam kaitannya dengan kemampuan perusahaan untuk mencapai keunggulan bersaing. Keunggulan bersaing dalam konteks penelitian ini difokuskan pada persaingan dalam industri masing-masing, penciptaan desain produk secara berkelanjutan, kapasitas produksi hubungannnya dengan permintaan konsumen, inovasi 191 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) produk, kecepatan pengiriman barang, penggunaan tehnologi baru dan pelayanan purna jual. Hasil ini mendukung hipotesis kedua, yakni adanya pengaruh antara kinerja perusahaan dengan keunggulan bersaing. Penutup Kepedulian perusahaan-perusahaan manufaktur di Jawa Tengah kaitannya dengan masalah lingkungan masih belum memuaskan, mengingat tingkat respond rate yang masih rendah terhadap kuesioner yang dikirim, yakni sebanyak 42 responden dari 150 (28%). Hal ini mengindikasikan bahwa masalah tanggung jawab lingkungan masih belum mendapatkan perhatian yang serius, seperti pencegahan polusi, air limbah maupun penciptaan produk-produk yang ramah lingkungan. Kualitas manajemen lingkungan berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan, sehingga investasi yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas lingkungan dan menghasilkan produk-produk yang ramah lingkungan masih dipandang sebagai beban bagi perusahaan, kaitannya dengan cost yang semakin tinggi. Dilain pihak, konsumen secara umum belum terlalu mempedulikan terhadap produk-produk yang dikonsumsi, terutama berhubungan dengan green product. Kepedulian konsumen juga belum dimunculkan, walaupun sudah ada undang-undang yang mengatur perlindungan konsumen, yakni UU no 8 tahun 1999. Salah satu pasalnya, yaitu pasal 8 ayat 1 (a), menyebutkan bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hasil lain menunjukkan bahwa kinerja perusahaan mempunyai pengaruh positif terhadap keunggulan bersaing, berarti bahwa praktek-praktek manajemen kualitas yang diterapkan oleh perusahaan manufaktur, terutama menyangkut besarnya pangsa pasar, komplain konsumen terhadap produk perusahaan, tingkat absensi karyawan dan tingkat perputaran karyawan merupakan dasar bagi penciptaan keunggulan bersaing. Porter (1985), menyatakan bahwa beberapa hal yang dapat dimunculkan perusahaan sebagai variabel keunggulan bersaing adalah inovasi produk dan differensiasi. Keunggulan bersaing dalam penelitian ini meliputi: desain produk, kapasitas produksi dihubungkan dengan permintaan konsumen, inovasi produk, 192 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN kecepatan pengiriman dan penggunaan tehnologi baru. Penerapan kualitas manajemen belum mendapatkan perhatian yang serius. Keterlibatan berbagai pihak, seperti pemerintah, lembaga konsumen, legeslatif dan para environmentalist masih perlu ditingkatkan kaitannya dengan memadukan antara kepentingan bisnis dan kepentingan kelestarian lingkungan. Lingkungan dalam konteks kualitas manajemen diartikan luas, yakni meliputi lingkungan internal (karyawan) dan lingkungan eksternal (konsumen). Perusahaan sudah saatnya memandang bahwa perbaikan kualitas manajemen lingkungan merupakan suatu tuntutan, kaitannya dengan penciptaan keunggulan bersaing perusahaan dan kepedulian kepada konsumen, terutama konsumen manca negara. Biaya yang digunakan untuk meningkatkan perbaikan kualitas lingkungan harus dipandang sebagai investasi, yang dapat dinikmati dalam jangkan menengah dan panjang. 193 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) C. Identifikasi berbagai Dimensi Manajemen Lingkungan dan Dampaknya terhadap Kinerja Lingkungan oleh: Budhi Cahyono, SE.MSi ABSTRACT The objective of this article is to investigate correlation between environmental management dimensionspractices and environmental performance, with size company as a moderating variable. Object of the research is manufacture industries at Central Java. Environmental management dimensions include: the driving of environmental management and proactive environmental management. The population for this research are all manufactur industries in Central Java Indonesia that resistance to environmental. Number of respondent in this research are 143 company, 51 big company and 92 medium company. Companies category are: textil, furniture, ciggarette, wood processing, manure, printing, fish processing, pantile and medecine. Research variabel are Driving environmental management (4 indicators). Proactive environmental management (6 indicators), and Environmental performance (7 indicators). Data were collected by mail survey and interview with company leader. This research use interaction regression analysis. The result indicate that the beginner analysis, the environental dimensions have positif impact on environmental performance. The later result indicate that the interaction between environmental management dimensions and the size of company (big and medium company) have no significant effect on environmental performance, or the company size not as a moderating variabel. Key words: driving of environmental management, proactive environmental management, environmental perfomance. 194 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN PENDAHULUAN Isu lingkungan mengindikasikan bahwa tidak hanya menekankan pada aspek manajemen kualitas total (Total Quality Management) melalui standarisasi mutu untuk meraih keunggulan kompetitif, tetapi juga pada aspek kualitas manajemen lingkungan (Quality of Environmental Management). Globalisasi telah mendorong produk-produk yang diperdagangkan harus bersahabat dengan lingkungan, sehingga kesadaran para konsumen terhadap produk yang tidak mencemari lingkungan semakin meningkat. Lingkungan diposisikan sebagai modal dasar keunggulan bersaing guna menciptakan efisiensi ekonomi secara seimbang dan terintegrasi sehingga tercapai kondisi win-win solution. Perusahaan perlu menanggapi secara terencana dan perlu menetapkan secara eksplisit sasaran-sasaran lingkungan (Newman and Breeden, 1992). Para industrialis dan pimpinan perusahaan yang peduli terhadap pengembangan yang berkelanjutan memprediksikan bahwa pada tahun 1900an terjadi perubahan pemikiran lingkungan dan mengarah pada sebuah new industrial revolution. Hal ini akan menimbulkan trend yang sangat powerfull dan mempengaruhi aturan-aturan permainan dalam bisnis. Perubahanperubahan yang cepat terjadi dalam manajemen lingkungan proaktif sejak tahun 1990-an dan menuju pada sebuah revolusi industri yang baru di abad 21 ini. Keberlangsungan lingkungan yang merupakan sebuah kebutuhan untuk melindungi lingkungan dan konservasi sumber daya alam merupakan sebuah nilai yang diyakini oleh perusahaan-perusahaan yang sukses dan kompetitif, sehingga tantangan lingkungan menjadi salah satu isue sentral di abad-21 ini. Kepedulian utama dari sektor bisnis saat ini adalah bagaimana melakukan manajemen terhadap dampak lingkungan secara efektif dan efisien. Fenomena ini akan merubah strategi perusahaan pada sekedar memenuhi aturan-aturan yang ada ke manajemen lingkungan yang proaktif. Isu krisis lingkungan dan pengurasan sumber daya alam telah merebak pada dua dekade belakangan ini. Banyak perusahaan enggan menerapkan perlindungan lingkungan ke dalam proses produksi karena dianggap akan meningkatkan biaya produksi yang pada akhirnya mengurangi keuntungan. Ketidakpedulian terhadap permasalahan pencemaran dan pengrusakan lingkungan hidup bisa mempengaruhi berfungsinya sistem ekonomi. Kemajuan 195 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) iptek dan meningkatnya kesejahteraan Masyarakat telah menumbuhkan kesadaran akan lingkungan yang bersih dan sehat. Orientasi kegiatan bisnis hanya memaksimalisasi laba untuk memuaskan pemilik perusahaan, akibatnya masyarakat harus menanggung dampak negatif dari aktivitas bisnis perusahaan (social cost). Tekanan masyarakat terhadap perusahaan yang kurang peduli terhadap lingkungan akan semakin tinggi dan pemerintah akan memberlakukan peraturan lingkungan yang semakin ketat dengan sangsi berat bagi pelanggannya. Perusahaan perlu menanggapi secara terencana, terintegrasi dan menetapkan secara eksplisit sasaran-sasaran lingkungan yang cocok dengan kekuatan dan strategi bisnis jangka panjang dan mempertahankan reputasi (Newman and Breeden, 1992). Memposisikan TQM dalam pengelolaan lingkungan memunculkan konsep Total Quality Environment Managemen (TQEM)t. Manfaat penerapan TQEM mencerminkan manfaat penerapan TQM, yaitu memperbaiki kepuasan pelanggan, memperbaiki efektivitas organisasi dan meningkatkan daya saing, serta mencegah terjadinya pencemaran dan pengrusakan lingkungan. TQEM mendefinisikan pelanggan lebih luas, yaitu pelanggan internal (seluruh bagian dan tingkatan manajemen yang lebih tinggi) dan pelanggan eksternal (konsumen, regulasi, legislasi, masyarakat, kelompok pencinta lingkungan). Perusahaan harus mengkaji ulang untuk mewujudkan keunggulan lingkungan sebagai dimensi pokok dari keseluruhan strategi bisnis tanpa mempengaruhi corporate performance, profitabilitas dan pertumbuhan (Greeno and Robinson, 1992). Kinerja lingkungan merupakan indikator performa perusahaan dalam melaksanakan manajemen lingkungan. Kinerja akat terkait dengan: kemampuan perusahaan dalam mengadopsi berbagai kebijakan lingkungan, tingkat efektivitas program lingkungan, bagaimana perusahaan melakukan bencmark dengan perusahaan leader, keterlibatan karyawan dalam peduli lingkungan, dampak isu lingkungan terhadap permintaan produk, sistem formal yang dilakukan perusahaan dalam memonitor lingkungan, dan pengembangan anggaran untuk perbaikan lingkungan. Berbagai dorongan untuk mengelola lingkungan dapat berasal dari stakeholders, konsumen, pemerintah, cost factors, dan kebutuhan persaingan akan berdampak pada inisiatif perusahaan mengelola lingkungan lebih baik. Penerapan manajemen lingkungan dan kinerja lingkungan yang baik 196 dapat menciptakan keunggulan kompetitif (Bonifant, Arnold and Long 1995; Dechant and Altman 1994; Ekington 1994; Maxwel 1996, Porter and Linde 1995; Shrivastava 1995). Artinya bahwa perlu adanya perubahan fenomena pengelolaan lingkungan dari yang bersifat reaktif menuju pengelolaan lingkungan yang proaktif. Pengelolaan lingkungan bagi perusahaan besar dan sedang memiliki karakteristik yang berbeda. Penelitian yang dilakukan Cahyono (2006) untuk variabel Dorongan manajemen lingkungan antara perusahaan besar dan perusahaan sedang mengindikasikan bahwa dari empat indikator variabel DML tidak terdapat perbedaan dalam kaitannya dengan berbagai kekuatan yang mendorong perusahaan untuk melakukan kepedulian terhadap lingkungan. Hasil lain juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara perusahaan besar dan menengah dalam dimensi manajemen lingkungan proaktif, dengan pengecualian untuk indikator penggunaan tehnologi yang mampu meminimisasi waste dengan menciptakan reuse dan recycling terhadap sisa bahan baku, dan indikator kaitannya dengan desain produk untuk dapat di daur ulang. Berbagai ketidaksepakatan terhadap atribut-atribut yang menyebabkan kegagalan organisasi mencapai sukses dalam melaksanakan program kualitas tergantung oleh ukuran perusahaan, dan karakteristik industri (Cole, 1993). Perusahaan kecil belum menganggap bahwa kepedulian lingkungan merupakan faktor kritikal dalam memperbaiki produktivitas (Amba-Rao, 1985). Temuan ini mengindikasikan bahwa ukuran perusahaan memiliki tingkat kepedulian yang berbeda dalam melaksanakan praktek-praktek perbaikan kualitas. Artikel ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi berbagai dorongan yang dapat mengakibatkan perusahaan-perusahaan melakukan kepedulian terhadap lingkungan. Disamping itu juga untuk mengetahui seberapa jauh perusahaan telah secara proaktif melakukan kepedulian terhadap lingkungan dengan mengetahui kinerja lingkungannya. Selain itu perbedaan ukuran perusahaan akan diuji sebagai variabel moderating atau tidak dalam hubungannya antara dimensi kualitas lingkungan dengan kinerja lingkungan. TINJAUAN PUSTAKA Dorongan Manajemen Lingkungan Permasalahan lingkungan senantiasa muncul terus menerus seiring 197 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) dengan eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran. Perusahaan harusnya menyadari dan bertanggung jawab terhadap lingkunan global yang semakin memanas, penciptaan produk yang bersih, dan pengadaan bahan baku yang ramah lingkungan. Di beberapa negara industri, perusahaan-perusahaan sudah menyadari pentinnya going green, dan untuk merealisasikannya diambil tindakan dengan mengurangi polusi dan meningkatkan profit secara simultan. Menurut Hart (1998), akan permasalahan dalam kerusakan lingkungan adalah pertumbuhan penduduk yang pesat dan pertumbuhan ekonomi yang cepat, dan pada saat yang sama pertumbuhan industri juga cukup pesat yang diikuti dengan eksploitasi sumber daya alam, penggunaan tehnologi pada hampir setiap perusahaan, keinginan untuk mengikuti globalisasi. Mewujudkan perusahaan yang greening memiliki konsekwensi yang besar dari segi cost, namun harus menjadi bagian dari pengembangan strategi perusahaan. Berbagai aktivitas mendasar kaitannya dengan menciptakan tanggung jawab terhadap lingkungan antara lain: (1) Pollution prevention, dilakukan dengan menciptakan pengawasan polusi, artinya membersihkan segala yang tidak berguna setelah menghasilkan produk. (2) Product stewardship, yang dilakukan tidak hanya dengan meminimisasi polusi dari proses produksi, tetapi juga dampak lingkungan yang terkait dengan siklus hidup suatu produk. Design for environmental (DFE), merupakan alat untuk memudahkan melakukan recovery, reuse atau recycle terhadap produk. (3) Clean technology, perusahaan yang memiliki pemikiran jauh kedepan tentunya harus merencanakan untuk investasi dibidang tehnologi. Keberadaan tehnologi, seperti industri kimia sangat rentan terhadap lingkungan. Berry dan Rondinelli (1998), mengungkapkan bahwa pada abad ke-21 ini merupakan a new industrial revolution. Hal ini didasari oleh survey yang dilakukan terhadap lebih dari 400 eksekutif senior berbagai perusahaan di dunia, yang menemukan bahwa 92% dari mereka setuju bahwa berbagai tantangan lingkungan merupakan isue sentral pada abad ini. Para eksekutif perusahaan juga bahwa pengontrolan polusi merupakan tanggung jawab perusahaan. Temuan lain menyatakan bahwa 83% dari para eksekutif perusahaan menyatakan tetap bertanggungjawab terhadap produk mereka setelah diproduksi. Hal ini menjadikan sebuah fenomena bahwa sebagian besar perusahaan berusaha memenej dampak lingkungan secara efektif dan 198 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN efisien dalam kerangka supply chain environmental management. Revolusi pemikiran tentang lingkungan terjadi dalam tiga tahap, yaitu: (1) tahun 1960an dan 1970-an berawal dari krisis lingkungan, perusahaan berusaha untuk melakukan pengawasan terhadap kerusakan-kerusakan yang terjadi. (2) Tahun 1980-an merupakan era reaktif yang berusaha untuk menepati segala peraturan pemerintah tentang lingkungan dan meminimisasi biaya komplain. Era 1990-an perusahaan sudah menyadari perlunya pendekatan proaktif terhadap tuntutan lingkungan dengan mengantisipasi dampak lingkungan terhadap kegiatan operasional perusahaan, antara lain dengan berusaha mengurangi waste dan dampak yang ditimbulkan oleh polusi dan menemukan cara-cara positif untuk memperoleh keunggulan melalui peluang bisnis dengan total quality environmental management (TQEM). Bagi beberapa perusahaan, nilai-nilai lingkungan menjadi bagian integral dari budaya dan proses manajemen. Kepedulian terhadap lingkungan akan berdampak pada munculnya peluang baru untuk menciptakan green products, processes dan technologies. Berry dan Rondinelly (1998), mensinyalir ada empat kekuatan yang mempengaruhi perusahaan untuk melakukan manajemen lingkungan yang proaktif. Pertama, Regulatory demand, tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan muncul sejak 30 tahun terakhir ini, setelah masyarakat meningkatkan tekanannya kepada pemerintah untuk menetapkan peraturan pemerintah sebagai dampak meluasnya polusi. Sistem pengawasan manajemen lingkungan menjadi dasar untuk skor lingkungan, seperti program-program kesehatan dan keamanan lingkungan. Perusahaan merasa penting untuk bisa mendapatkan penghargaan di bidang lingkungan, dengan berusaha menerapkan prinsip-prinsip TQEM secara efektif, misalnya dengan penggunaan tehnologi pengontrol polusi, dengan penggunaan clean technology. Regulasi lingkungan sering dianggap ancaman dan pembatasan dalam melakukan inovasi. Porter (1995), mengindikasikan bahwa dalam pembuatan regulasi lingkungan hendaknya melibatkan para enviromentalist, legeslatif dan perusahaan, sehingga dapat menciptakan mata rantai ekonomi, yakni environment, produktivitas sumber daya, inovasi dan persaingan. Kedua, cost factors, tidak adanya komplain terhadap produk-produk perusahaan, akan membawa konsekwensi munculnya biaya pengawasan kualitas yang tinggi, karena semua aktivitas yang terlibat dalam proses produksi 199 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) perlu dipersiapkan dengan baik. Hal ini secara langsung akan berdampak pada munculnya biaya yang cukup tinggi, seperti biaya sorting bahan baku, biaya pengawasan proses produksi, biaya pengetesan dll. Konseksensi perusahaan untuk mengurangi polusi juga berdampak pada munculnya berbagai biaya, seperti penyediaan pengolahan limbah, penggunaan mesin yang clean technology, biaya pencegahan kebersihan. Ketiga, stakeholder forces. Strategi pendekatan proaktif terhadap manajemen lingkungan dibangun berdasarkan prinsip-prinsip manajemen, yakni mengurangi waste dan mengurangi biaya produksi, demikian juga respond terhadap permintaan konsumen dan stakeholder. Perusahaan akan selalu berusaha untuk memuaskan kepentingan stakeholder yang bervariasi dengan menemukan berbagai kebutuhan akan manajemen lingkungan yang proaktif. Perusahaan dapat mendefinisikan misi baru, dengan memperbaruhi sistem nilai perusahaan, melakukan manajemen perubahan, akselerasi terhadap training dan education, memodifikasi perilaku melalui organisasi. Keempat, competitive requirements, semakin berkembangnya pasar global dan munculnya berbagai kesepakatan perdagangan sangat berpengaruh pada munculnya gerakan standarisasi untuk manajemen kualitas lingkungan. Persaingan nasional maupun internasional telah menuntut perusahaan untuk dapat mendapatkan jaminan dibidang kualitas, antara lain seri ISO 9000. Sedangkan untuk seri ISO 14000 dominan untuk standar internasional dalam sistem manajemen lingkungan. Keduanya memiliki perbedaan dalam kriteria dan kebutuhannya, namun dalam pelaksanaannya saling terkait, yakni dengan mengintegrasikan antara sistem manajemen lingkungan dan sistem manajemen perusahaan. Untuk mencapai keunggulan dalam persaingan, dapat dilakukan dengan menerapkan green alliances Hartman dan Stafford (1995). Green alliances merupakan partner diantara pelaku bisnis dan kelompok lingkungan untuk mengintegrasikan antara tanggung jawab lingkungan perusahaan dengan tujuan pasar. Manajemen Lingkungan Proaktif Berbagai dorongan diatas mengkondisikan perusahaan untuk melakukan manajemen lingkungan secara proaktif. Sistem manajemen proaktif merupakan sistem manajemen lingkungan yang komprehensif yang 200 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN terdiri dari kombinasi dari lima pendekatan, antara lain : (1) minimisasi dan pencegahan waste, (2) manajemen demand side, (3) desain lingkungan (4) product stewardship dan (5) akuntansi full-costing. Minimisasi dan pencegahan waste, perlindungan lingkungan yang efektif sangat membutuhkan aktivitas pencegahan terhadap aktivitas yang tidak berguna. Pencegahan polusi merupakan penggunaan material atau bahan baku, merupakan penggunaan material atau bahan baku, merupakan penggunaan material atau bahan baku, proses produksi atau praktek-praktek yang dapat mengurangi, miminimisasi atau mengeliminasi penyebab polusi atau sumber-sumber polusi. Tehnologi yang terkait dengan pencegahan polusi dalam bidang manufaktur meliputi: pengganti bahan baku, modifikasi proses, penggunaan kembali material, recycling material dalam proses selanjutnya (recycling), dan penggunaan kembali material dalam proses yang berbeda (reuse). Semakin meningkatnya tuntutan aturan dan meningkatnya cost untuk pengawasan polusi menjadi faktor penggerak bagi perusahaan untuk menemukan cara-cara yang efektif untuk mencegah polusi. Pada era 1980-an, sejumlah bisnis mulai memfokuskan, mengantisipasi dan mencegah masalah-masalah waste, sebelum hal ini terjadi. Demand-side management, merupakan sebuah pendekatan dalam pencegahan polusi yang asal mulanya digunakan dalam dunia industri. Konsep ini difokuskan pada pemahaman kebutuhan dan preferensi konsumen dalam penggunaan produk, dan didasarkan pada tiga prinsip yang mendasar, yaitu: tidak menyisakan produk yang waste, menjual sesuai dengan jumlah kebutuhan konsumen dan membuat konsumen lebih effisien dalam menggunakan produk. Demand-side management industri mengharuskan perusahaan untuk melihat dirinya sendiri dalam cara pandang baru, sehingga dapat menemukan peluang-peluang bisnis baru. Desain lingkungan, merupakan bagian integral dari proses pencegahan polusi dalam manajemen lingkungan proaktif. Perusahaan sering dihadapkan pada ineffisiensi dalam mendesain produk, misalnya produk tidak dapat dirakit kembali, di upgrade kembali, tidak dapat di recycle. Design for environmental (DFE) dimaksudka untuk mengurangi biaya reprosesing dan mengembalikan produk ke pasar secara lebih cepat dan ekonomis. Product stewardship merupakan praktek-praktek yang dilakukan untuk 201 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) mengurangi resiko terhadap lingkungan melalui masalah-masalah dalam desain, manufaktur, distribusi, pemakaian atau penjualan produk. Di beberapa negara telah muncul peraturan bahwa perusahaan bertanggung jawab untuk melakukan re-claim, re-cycling dan re-manufacturing produk mereka. Dengan menggunakan life cycle analysis dapat ditentukan cara-cara perusahaan dalam mengurangi atau mengelimasi waste dalam seluruh tahapan, mulai dari bahan mentah, produksi, distribusi dan penggunaan oleh konsumen. Alternatif produk yang memiliki less pollution dan alternatif material, sumber energi, metode prosessing yang mengurangi waste menjadi kebutuhan bagi perusahaan. Full cost environmental accounting, konsep cost environmental secara langsung akan berpengaruh terhadap individu, masyarakat dan lingkungan, yang biasanya tidak mendapatkan perhatian dari perusahaan. Full cost accounting berusaha mengidentifikasi dan mengkuantifikasi kinerja biaya lingkungan sebuah produk, proses produksi dan sebuah proyek dengan mempertimbangkan empat macam biaya, yaitu : (1) biaya langsung, seperti biaya tenaga kerja, biaya modal dan biaya bahan mentah. (2) biaya tidak langsung, seperti biaya monitoring dan reporting. (3) biaya tidak menentu, misalnya biaya perbaikan. (4) biaya yang tidak kelihatan, seperti biaya publik relation dan good will. Kinerja Lingkungan Sebagai ukuran keberhasilan perusahaan dalam melaksanakan manajemen lingkungan proaktif, maka dapat dilakukan dengan mengidentifikasi kinerja lingkungan proaktif. Penerapan manajemen lingkungan proaktif memerlukan keterlibatan beberapa prinsip dasar kedalam strategi perusahaan. Prinsip-prinsip tersebut antara lain : 1. Mengadopsi kebijakan lingkungan yang bertujuan mengeleminasi polusi berdasarkan pada posisi siklus hidup operasional perusahaan, dan mengkomunikasikan kebijakan keseluruh perusahaan dan para stakeholder. 2. Menetapkan secara obyektif kriteria efektivitas program lingkungan. 3. Membandingkan kinerja lingkungan perusahaan dengan perusahaanperusahaan yang merupakan leader dalam satu industri dengan 202 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN benchmarking dan menetapkan best practice. 4. Mengumumkan pandangan perusahaan bahwa kinerja lingkungan merupakan tanggung jawab seluruh karyawan. 5. Menganalisis dampak berbagai isue lingkungan dalam kaitannya dengan permintaan dimasa depan terhadap produk dan persaingan industri. 6. Memberanikan diri melakukan diskusi tentang isu-isu lingkungan, khususnya melalui rapat pimpinan. 7. Mengembangkan dan mengaplikasikan sebuah sistem formal untuk memonitor berbagai perubahan aturan yang diusulkan dan menyetujui atau menepati perubahan aturan tersebut. 8. Mengembangkan anggaran untuk pembiayaan lingkungan. 9. Mengidentifikasi dan mengkuantifikasikan pertanggungjawaban lingkungan. Penelitian Terdahulu. Penelitian yang dilakukan oleh Brown dan Karagozoglu (1998) yang berjudul current practice in environmental management didasari pada kepeduliannya terhadap manajemen lingkungan. Perusahaan cenderung melakukan usaha-usaha yang serius untuk melakukan perubahan dalam produk dan proses dan lebih bertanggung jawab serta menjadikan perusahaan yang green. Permasalahan mendasar adalah praktek-praktek apakah yang terkait dengan manajemen lingkungan ? Terdapat empat variabel dalam penelitian ini yang terkait dengan respon perusahaan terhadap hukum dan peraturan-peraturan lingkungan. Pertama pengawasan terhadap polusi, kedua menyangkut environmental stewardship, yang mengkondisikan perusahaan untuk secara serius dan menentukan cara-cara atau metode yang diperlukan. Ketiga, perusahaan secara proaktif menindaklanjuti berbagai peraturan tentang lingkungan. Keempat, menerapkan praktek-praktek manajerial untuk keberlangsungan lingkungan. Responden penelitian terdiri dari 83 perusahaan, 43 perusahaan merupakan high tech (perusahaan elektronik) dan 40 perusahaan merupakan perusahaan yang rentan dengan masalah lingkungan, seperti: perusahaan batery, perusahaan cat, perusahaan tinta, perusahaan paper dan pulp. Perusahaan digolongkan dalam perusahaan besar dan kecil dengan mendasarkan pada jumlah karyawan dan jumlah 203 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) penjualan. Data diperoleh dari mail survey dengan menggunakan indikator sebanyak 30 dan pengukurannya dengan 7 point Likert scale. Variabel penelitian difokuskan pada: upaya pencegahan polusi, fleksibilitas dalam menanggapi peraturan, pemanfaatan sumber daya, tingkat responsiveness pihak manajemen, inovasi perusahaan, perbandingan kinerja lingkungan, kinerja lingkungan dan dampak financial. Hasilnya mengindikasikan bahwa untuk semua perusahaan menyadari bahwa peraturan yang diciptakan selama lima tahun terakhir telah mengkonsentrasikan penuh untuk melakukan upaya-upaya pencegahan polusi dan masalah lingkungan yang lain. Hasil lain menunjukkan bahwa peraturan pemerintah masih belum mampu berdampak pada perusahaan untuk melakukan tehnik-tehnik yang inovatif. 39% dari responden mengaku bahwa mereka menggunakan sumberdaya untuk tujuan memperbaiki lingkungan. Hanya 47% perusahaan yang memiliki responsiveness terhadap lingkungan. Dibidang kinerja lingkungan, dengan menggunakan variabel seperti material yang recycleable, pengurangan emisi, efisiensi penggunaan material dan sumber yang lain, penggunaan energy untuk mencegah polusi, hasilnya menunjukkan bahwa hampir dari 50% responden percaya mereka sebagai pemimpin disektor masing-masing. Hanya 13% responden yang mengatakan bahwa kepedulian lingkungan mempengaruhi kinerja lingkungan, dan hanya 7% responden menyatakan bahwa kepedulian lingkungan berdampak pada kinerja finansial. Ahire (1995) dalam penelitiannya yang bertujuan menguji perbedaan berbagai praktek manajemen kualitas antara perusahaan besar dan perusahaan kecil yang menerapkan program kualitas dengan menggunakan indikator dari MBNQA, hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan dalam penerapan manajemen kualitas antara perusahaan besar dengan perusahaan kecil. Indikator yang digunakan meliputi: komitmen manjemen puncak, fokus konsumen, kualitas manajemen dari supplier, kualitas desain, benchmarking, penggunaan SPC, informasi kualitas internal, keterlibatan karyawan, training karyawan, pemberdayaan karyawan, dan kualitas produk. Permasalahan perusahaan kecil pada keterbatasan pasar, sumberdaya yang kurang, dan kekurangan keterampilan manajerial. Sedangkan kekuatan untuk perusahaan kecil terletak pada fleksibilitas proses produksi dan tingkat inovasi yang lebih 204 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN baik dibanding perusahaan besar. Penelitian yang dilakukan oleh Cahyono (2006), hasilnya mengindikasikan tidak adanya perbedaan signifikan dalam praktek-praktek menajemen lingkungan antara perusahaan besar dan perusahaan sedang pada industri manufaktur di Jateng untuk variabel dorongan manajemen lingkungan. Sedangkan hasil lain menunjukkan bahwa pada variabel manajemen lingkungan proaktif, perbedaan terjadi pada indikator penggunaan tehnologi yang dapat mengurangi polusi udara, air dan suara. Perbedaan juga terdapat pada perciptaan produk yang efisien bagi konsumen. Selain itu perbedaan juga ditemukan pada indikator desain produk yang dapat didaur ulang, dan penggunaan tehnologi yang dapat me-reuse dan me-recycling terhadap sisasisa bahan baku. Hasil pengujian perbedaan untuk kinerja lingkungan antara perusahaan besar dan sedang , mengindikasikan bahwa perbedaannya terdapat pada 2 indikator, pertama: keberhasilan perusahaan mengadopsi kebijakan lingkungan kaitannya dengan pencegahan polusi sebagai bagian integral dari kebijakan perusahaan. Kedua: keberhasilan perusahaan dalam melaksanakan program-program kepedulian lingkungan. Mendasarkan pada landasan teori dan penelitian yang terdahulu, maka identifikasi yang mendorong perusahaan untuk melakukan atau menerapkan manajemen lingkungan perlu dikaji. Disamping itu sejauh mana perusahaan telah secara proaktif peduli terhadap manajemen lingkungan. Kajian selanjutnya difokuskan pada keberasaan variabel ukuran perusahaan, apakah sebagai moderating variabel dalam hubungannya antara independen dan dependen variabel. Dari keterkaitan tersebut maka dapat dibuat kerangka penelitian seperti pada gambar 1. Gambar 1. Kerangka Penelitian 205 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) Mendasarkan pada landasan teori dan penelitian-penelitian terdahulu, maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut : H1: Dorongan manajemen lingkungan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja lingkungan. H2: Manajemen lingkungan proaktif berpengaruh signifikan terhadap kinerja lingkungan. H3: Interaksi dorongan manajemen lingkugan dan size perusahaan berpengaruh signifikan terhadap kinerja lingkungan. H4: Interaksi manajemen lingkungan proaktif dan size perusahaan berpengaruh signifikan terhadap kinerja lingkungan. METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif analitis, dengan memfokuskan pada identifikasi yang mendalam tentang pelaksanaan dorongan manajemen lingkungan, pelaksanaan manajemen lingkungan proaktif dan kinerja lingkungan. Disamping itu juga penelitian ini juga mengetahui interaksi antara dimensi manajemen lingkungan dengan size perusahaan dengan kinerja lingkungan. Adapun metode dan teknik penelitian yang digunakan adalah penggabungan antara studi literatur, observasi responden, metode wawancara dengan manajemen perusahaan secara terstruktur dan wawancara mendalam (indeep interview). Keseluruhan metode tersebut akan dibantu dengan pendekatan Statistical Program for Social Analysis (SPSS) untuk mempermudah dalam menganalisis data. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan di Jawa Tengah, yang terdiri dari perusahaan besar dan perusahaan sedang. Perusahaan besar dengan kriteria jumlah karyawan lebih besar dari 100 orang, sedangkan perusahaan sedang dengan jumlah karyawan antara 20 s/d 100 orang (BPS 2003). Jumlah populasi sebesar 3.286 perusahaan. Adapun jumlah sampel yang diambil sebesar 5%, atau sejumlah 164 perusahaan. Sampel penelitian difokuskan pada perusahaan yang rentan terhadap lingkungan, 206 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN yaitu: perusahaan tekstil, gas, kimia, sabun, makanan ternak, makanan dan minuman, farmasi. Variabel Penelitian dan Pengukuran Semua indikator dalam variabel penelitian diukur dengan menggunakan tujuh point Likert scale (sangat setuju – sangat tidak setuju). Ukuran perusahaan dikelompokkan dalam peruahaan besar dan perusahaan sedang. Variabel dorongan manajemen lingkungan (DML) menggunakan 4 indikator, yaitu: tuntutan peraturan pemerintah, tuntutan cost factors, tuntutan kekuatan stakeholder, dan tuntutan persaingan. Variabel manajemen lingkungan proaktif (MLP) memiliki enam indikator, yaitu: minimisasi waste, pencegahan polusi, sisi permintaan, desain lingkungan, product stewardship, dan fullcost environmental accounting. Variabel kinerja lingkungan menggunakan tujuh indikator, yaitu: adopsi thd kebijakan lingkungan, efektivitas program lingkungan, bencmarking dengan perusahaan leader, keterlibatan karyawan dalam penanganan lingkungan, dampak isu lingkungan terhadap permintaan produk, sistem formal untuk memonitor lingkungan, dan mengembangkan anggaran untuk biaya lingkungan. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regression hirarchy analysis, yang dilakukan secara bertahap dengan memasukkan variabel interaksi. HASIL DAN PEMBAHASAN Identitas Responden Perusahaan yang dijadikan sampel untuk penelitian ini, ternyata tidak seluruhnya memberikan tanggapan. Jumlah responden yang valid untuk dianalisis adalah sebesar 143 perusahaan (87,19%), yang terdiri dari 51 perusahaan besar dan 92 perusahaan sedang. Penyebaran lokasi perusahaan yang menjadi responden dalam penelitian ini tersebar di lingkungan Propinsi Jawa Tengah, adapun jumlah masing-masing responden untuk setiap kabupaten atau kota adalah: Banyumas (5), Cilacap (4), Demak (18), Jepara (14), Kabupaten Semarang (2), Kebumen (15), Kendal (7), Kudus (13), Lasem (19), Pati (6), Pekalongan (20), Rembang (9), Kota Semarang (14), Solo (1), Tegal (2). Berdasarkan pada jenis produk yang dihasilkan oleh perusahaan 207 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) manufaktur yang menjadi sampel penelitian, prosentase terbesar antara lain: perusahaan rokok, mebel, pengolahan kayu, batik tulis, ikan kering, tekstil, gula tumbu, genteng, terasi, tapioka, ikan, obat-obatan, ban, kacang asin dan eternit. Perusahaan-perusahaan ini memiliki dampak lingkungan dalam melaksanakan proses produksinya. Dampak lingkungan dapat dikategorikan dalam bebarapa kategori, seperti: menimbulkan polusi udara, polusi air dan polusi suara sebagai dampak dari aktivitas proses produksi. Berbagai perusahaan yang dijadikan sampel masing-masing memiliki karakteristik sendiri-sendiri dalam kaitannya dengan permasalahan lingkungan. Perusahaan mebel memiliki dampak pada polusi udara dari kegiatan pemotongan kayu dan penghalusan kayu. Polusi yang ditimbulkan berupa munculnya debu halus sebagai proses dari pemotongan dan penghalusan kayu. Disamping itu juga muncul polusi yang disebabkan oleh suara yang begitu keras pada saat pemotongan maupun penghalusan kayu. Perusahaan mebel banyak ditemukan di Kabupaten Jepara dan Kabupaten Demak. Industri batik tulis yang terdapat di Kota Pekalongan banyak menimbulkan polusi air sebagai hasil dari proses pencucian kain. Sedangkan untuk perusahaan terasi, tapioka, gula tumbu, ikan kering dan ikan pindang kecenderungan polusinya adalah polusi udara berupa bau yang tidak enak, terutama pada saat musim hujan. Hasil penelitian juga mencatat lama perusahaan beroperasi dapat disimpulkan bahwa usia perusahaan di yang menjadi sampel rata-rata berumur 4 sampai dengan 12 tahun. Hal ini dapat diindikasikan bahwa umur perusahaan akan sangat mempengaruhi pada aktivitas proses produksinya sehingga jumlah polusi juga akan semakin meningkat. Dalam memasarkan hasil produksinya, perusahaan-perusahaan di Jawa Tengah sebagaian besar masih memasarkan produknya di dalam negeri, yakni sebanyak 121 perusahaan atau 83,4%. Sedangkan perusahaan yang seluruhnya ekspor sebanyak 4 perusahaan atau 2,8%, dan perusahaan yang pemasaran produknya di dalam negeri dan di luar negeri sebanyak 18 perusahaan atau 12,4%. Uji Kualitas Kuesioner Pengujian kualitas instrumen penelitian atau kuesioner perlu dilakukan terhadap semua variabel atau indikator yang digunakan dalam penelitian. 208 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN Sedangkan untuk pengujian validitas dilakukan dengan uji korelasi antara masing-masing indikator dengan total indikatornya. Hasil pengujian validitas menyatakan bahwa seluruh indikator variabel penelitian dinyatakan valid, karena nilai signifikansi dari korelasi antara masing-masing indikator dengan total indikatornya dibawah 0,05. Sedangkan hasil uji reliabilitas terhadap masing-masing variabel dilakukan dengan melihat nilai cronbach alpha. Nilai Cronbach alpha masingmasing variabel yaitu: DML (0,8711), MLP (0,8462) dan KL (0,8411). Hasil ini mengindikasikan bahwa semua variabel dalam penelitian ini memenuhi syarat reliabilitas. Sebuah variabel dikatakan reliabel menurut Nunnaly (1967) apabila memiliki nilai cronbach alpha minimal 0,60. Nilai Mean dan Standar Deviasi Indikator Hasil dari jawaban responden mengenai dorongan manajemen lingkungan menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang menjadi responden menyatakan peduli terhadap permasalahan lingkungan (polusi udara, limbah, polusi suara) karena adanya komplain terhadap produk-produk perusahaan (4,97), kemudian kepedulian terhadap lingkungan disebabkan oleh tuntutan stakeholder (masyarakat sekitar, karyawan dana manajemen perusahaan). Kepedulian terhadap masalah lingkungan yang disebabkan oleh tuntutan persaingan dan tuntutan peraturan-peraturan dibidang lingkungan memiliki peringkat yang rendah, artinya belum menjadi alasan utama bagi perusahaan-perusahaan manufaktur di Jawa Tengah untuk mengadopsi berbagai peraturan tentang lingkungan. Hal ini mengindikasikan bahwa peran konsumen sangatlah besar kaitannya dengan kepedulian perusahaan terhadap masalah-masalah lingkungan. Disamping itu juga keberadaan masyarakat dan karyawan perusahaan sangat mempengaruhi perusahaan untuk selalu peduli terhadap lingkungan. Sehingga faktor kepedulian terhadap lingkungan didominasi oleh adanya keinginan untuk mengurangi komplain dari konsumen yang menggunakan atau mengkonsumsi produk perusahaan dan masyarakat yang berada pada lingkungan perusahaan. Aturan-aturan di bidang lingkungan dan tuntutan persaingan, mendasarkan pada hasil penelitian ini belum dijadikan sebagai faktor pendorong dalam masalahmasalah kepedulian terhadap lingkungan. 209 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) Manajemen Lingkungan Proaktif (MLP) dalam penelitian ini dimaksudkan dengan sejauh mana perusahaan telah melaksanakan manajemen lingkungan secara proaktif. Sistem manajemen proaktif merupakan sistem manajemen lingkungan yang komprehensif yang terdiri dari kombinasi dari lima pendekatan, yaitu: minimisasi dan pencegahan waste, manajemen demand side, desain lingkungan, product stewardship dan akuntansi fullcosting. Mendasarkan pada hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa indikator yang memiliki skor mean tinggi dan skor mean rendah. Indikator yang memiliki skor tinggi antara lain: - Menyangkut pemahaman perusahaan terhadap keinginan konsumen dengan selalu menciptakan produk yang efisien bagi konsumen. - Menyangkut perusahaan melakukan tindakan yang dapat mengurangi resiko terhadap lingkungan sebagai konsekwensi dari kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi. - Menyangkut pengalokasian biaya yang proporsional untuk mengantisipasi dan peduli terhadap dampak lingkungan. Sedangkan tanggapan responden yang menurut persepsi mereka kurang mendapatkan perhatian, antara lain indikator: pendesainan produk yang dapat didaur ulang, penggunaan tehnologi yang mampu meminimisasi waste dengan menciptakan reuse dan recycling terhadap sisa bahan baku, dan penggunaan tehnologi yang dapat mengurangi polusi udara, air maupun suara. Hasil ini dapat disimpulkan bahwa kecenderungan perusahaan melakukan manajemen secara proaktif sangat terkait dengan keberadaan konsumen yang membeli produk mereka, sehingga diciptakanlah produk yang efisien bagi konsumen. Perusahaan juga sudah menyadari adanya dampak linkungan sebagai hasil dari kegiatan produksi, sehingga mereka mengalokasikan dana secara proporsional untuk mengantisipasi berbagai dampak lingkungan. Di sisi lain perusahaan-perusahaan yang menjadi responden belum cukup memberikan perhatian pada desain ulang terhadap produk-produk yang dihasilkan, sehingga mereka menganggap bahwa produk setelah dipasarkan sudah bukan tanggung jawab perusahaan lagi, sehingga desain produk agar dapat didaur ulang masih belum sepenuhnya dipikirkan. 210 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN Demikian juga dengan penggunaan tehnologi yang dapat mengurangi atau meminimisasi waste juga masih belum diperhatikan oleh responden. Sebagai ukuran keberhasilan perusahaan dalam melaksanakan manajemen lingkungan secara proaktif, salah satu indikatornya adalah bagaimana kinerja lingkungannya. Penerapan manajemen lingkungan proaktif memerlukan keterlibatan beberapa prinsip dasar ke dalam strategi perusahaan, misalnya: keberhasilan perusahaan dalam mengadopsi kebijakan lingkungan sebagai bagian integral dari kebijakan perusahaan, perusahaan berhasil melaksanakan program-program kepedulian lingkungan, perusahaan berhasil melakukan benchmarking dan best practice terhadap perusahaan yang sukses, kinerja lingkungan merupakan tanggung jawab dan melibatkan seluruh karyawan, perusahaan sadar bahwa lingkungan berdampak pada permintaan produk di masa mendatang, perlunya sistem formal untuk memonitor perubahan-perubahan dan menindaklanjuti aturan dibidang lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan adanya indikator-indikator yang menurut persepsi responden memiliki skor mean tinggi dan juga ada indikator yang memiliki skor mean dalam kelompok rendah kaitannya dengan kinerja lingkungan yang dicapai perusahaan. Skor yang masuk dalam kategori tinggi antara lain: - Perusahaan meyakini bahwa kinerja lingkungan merupakan tanggung jawab perusahaan dan melibatkan seluruh karyawan. - Perusahaan mengembangkan anggaran yang proporsional untuk mengatasi masalah-masalah lingkungan, dan - Perusahaan menyadari dampak yang ditimbulkan oleh masalah lingkungan sangat permintaan produk di masa yang akan datang. Disisi lain perusahaan-perusahaan responden masih memberikan penilaian yang kurang terhadap beberapa indikator variabel kinerja lingkungan. Sebagai contoh secara umum perusahaan belum melakukan benchmarking dan best practice terhadap perusahaan lain yang memiliki kinerja lingkungan yang lebih baik. Disamping itu pengembangan sistem formal untuk memonitor perubahan-perubahan dan menindaklanjuti aturan-aturan bidang lingkungan masih belum sepenuhnya mendapatkan perhatian dari responden 211 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) Dari hasil penelitian ini dapat diindikasikan bahwa kinerja lingkungan pada industri manufaktur di Jawa Tengah masih cenderung dipengaruhi oleh faktor-faktor internal yang dapat dengan mudah dikendalikan oleh perusahaan. Sedangkan kinerja lingkungan yang berkaitan dengan faktor-faktor eksternal masih belum mendapatkan tanggapan yang memadai, misalnya perlunya benchmarking dan best practice terhadap perusahaan lain yang telah sukses mengelola lingkungan dan sistem formal untuk memonitor aturan-aturan lingkungan. Hasil Uji Regresi Interaksi Pengujian dengan menggunakan analisis regresi dilakukan setelah data yang masuk memenuhi syarat validitas dan reliabilitas. Analisis regresi dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh independen variabel dengan dependen variabel, dalam hal ini untuk mengetahui pengaruh antara Dorongan Manajemen Lingkungan (DML) dan Manajemen Lingkungan Proaktif (MLP) terhadap Kinerja Lingkungan (KL). Ringkasan analisis regresi dapat dilihat pada tabel 2. Mendasarkan pada Tabel 2 yang merupakan hasil dari analisis regresi hirarki menunjukkan bahwa pada regresi tahap pertama, ukuran perusahaan Tabel 2 Hasil Analisis Regresi Hirarki 212 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja lingkungan. Selanjutnya pada hasil regresi tahap kedua yang menguji pengaruh antara independen variabel dengan variabel kinerja lingkungan, hasilnya menunjukkan bahwa dorongan manajemen lingkungan memiliki pengaruh positif pada taraf signifikansi 0,002. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin meningkatnya kesadaran perusahaan terhadap berbagai dorongan yang menuntut untuk melakukan pengelolaan terhadap lingkungan yang lebih baik akan berdampak pada peningkatan kinerja lingkungan. Konteks kesadaran perusahaan dalam penelitian ini adalah kesungguhan perusahaan dalam menindaklanjuti berbagai dorongan untuk memiliki kepeduliah terhadap lingkungan, baik berasal dari konsumen, pemerintah, persaingan, biaya, maupun masyarakat. Sedangkan variabel manajemen lingkungan proaktif juga memiliki pengaruh positif terhadap kinerja lingkungan dengan taraf signifikansi 0,000. Temuan ini mengindikasikan bahwa perilaku perusahaan yang mengarah pada kegiatan yang proaktif ternyata dapat meningkatkan kinerja lingkungan. Perilaku proaktif sangatlah dipengaruhi oleh kesadaran perusahaan terhadap insisiatif perbaikan dan kepedulian lingkungan, yang tidak hanya mengandalkan atau memenuhi berbagai ketentuan peraturan-peraturan akan lingkungan, namun lebih jauh perusahaan memiliki inisiatif yang tinggi terhadap pemenuhan usaha-usaha yang menekankan pada minimisasi waste, pencegahan polusi, desain lingkungan, pengelolaan produk mulai dari mendapatkan bahan baku, proses produksi sampai dengan produk dipasarkan, dan menerapkan akuntansi lingkungan pada laporan keuangannya. Hasil regresi interaksi dilakukan dengan mengkalikan antara masingmasing variabel independen dengan size perusahaan, kemudian diregresikan dengan kinerja lingkungan. Pada tabel 2, menunjukkan bahwa setelah memasukkan variabel size perusahaan, ternyata hasil regresi antara interaksi pertama (DML*Size) dengan kinerja lingkungan tidak signifikan (beta= -0,1,108, sig = 0,299). Hal ini berarti bahwa variabel size tidak memoderasi hubungan antara dorongan manajemen lingkungan dengan kinerja lingkungan. Hasil regresi interaksi antara variabel DML*size dengan kinerja lingkungan juga menunjukkan hasil yang tidak signifikan (beta = -0,008, sig = 0,423), artinya bahwa ukuran perusahaan tidak memoderasi hubungan antara manajemen lingkungan proaktif dengan kinerja lingkungan. 213 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) Kesimpulan Kepedulian terhadap masalah lingkungan yang mendorong perusahaan untuk memperhatikan masalah lingkungan cenderung dipengaruhi oleh adanya komplain terhadap produk-produk perusahaan, selain itu juga adanya tuntutan dari stakeholders, seperti: konsumen, masyarakat, dan pemilik modal. Tuntutan terhadap peraturan-peraturan pemerintah dan tuntutan persaingan belum sepenuhnya menjadi faktor pendorong bagi perusahaan untuk peduli terhadap masalah-masalah lingkungan. Pelaksanaan manajemen lingkungan secara proaktif dipengaruhi oleh adanya tuntutan konsumen terhadap produk yang efisien. Selain itu juga dipengaruhi oleh keinginan untuk mengurangi resiko sebagai akibat dari kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi. Sedangkan dalam variabel kinerja lingkungan, perusahaan cenderung menganggap bahwa kinerja lingkungan merupakan tanggung jawab dan melibatkan seluruh karyawan. Kinerja lingkungan juga dikaitkan dengan isu dampak lingkungan terhadap permintaan produk di masa mendatang, dan perlunya pengadopsian kebijakan lingkungan kaitannya dengan pencegahan polusi sebagai bagian integral dari kebijakan perusahaan. Dalam semua indikator variabel dorongan manajemen lingkungan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara perusahaan besar dan perusahaan sedang. Sedangkan dalam indikator variabel manajemen lingkungan proaktif terdapat perbedaan yang signifikan antara perusahaan besar dan perusahaan sedang kaitannya dengan penggunaan tehnologi yang mampu meminimisasi waste dengan menciptakan reuse dan recycling terhadap sisa bahan baku, dan kaitannya dengan desain kemasan produk yang dapat didaur ulang. Ukuran perusahaan tidak memberikan efek moderasi dalam hubungan antara variabel dorongan manajemen lingkungan dan manajemen lingkungan proaktif dengan kinerja lingkungan. Saran Perlunya sebuah sistem manajemen lingkungan dengan melibatkan stakeholders untuk melakukan sosialisasi, pelaksanaan dan pengawasan secara lebih intensif sehingga dapat menjamin pelaksanaan manajemen lingkungan yang lebih baik bagi perusahaan-perusahaan manufaktur. Disamping itu juga perlu peningkatan peran lembaga yang terkait langsung 214 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN dengan masalah lingkungan, yaitu Bapedalda Propinsi dan Bapedalda Kota atau Kabupaten dalam menjamin pelaksanaan manajemen lingkungan yang efektif bagi perusahaan manufaktur. Pada kajian tentang manajemen lingkungan mendatang dapat difokuskan pada jenis industri tertentu (misal: batik, mebel, tembakau). Pengembangan penelitian dapat diarahkan pada variabel inisiatif lingkungan, supply chain environmental management (SCEM), sustainability, keterlibatan karyawan, dan competitiveness. 215 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) D. Pengaruh Dorongan Manajemen Lingkungan dan Manajemen Lingkungan Proaktif terhadap Kinerja Lingkungan Oleh: Budhi Cahyono, SE.MSi ABSTRACT Environmental issue is very relevan to understanding and sustainability for research. Care to environmental for manufactures indicate can increasing environmental performance as part of business strategy. This fenomena is very interest to empirical study, especially to understand what the dominant factors that influence corporates care to environmental problems, especially to manufactures at Central Java. Second, how long application of proactive environmental management was impact on environmental performance, and the third how impact environmental drives of environmental management and proactive environmental management to environmental performance. The population for this research are all manufacture industries in Central Java Indonesia that resistance to environmental. Number of respondent in this research are 143 company, 51 for big company and 92 for medium company. Companies category are: textil, furniture, ciggarette, wood processing, manure, printing, fish processing, pantile and medecine. Research variabel are Driving environmental management (4 indicators). Proactive environmental management (6 indicators), and Environmental performance (7 indicators). Data were collected by mail survey and interview with company leader. This research use qualitative and quantitative analysis (multiple regression and different test) This investigation indicate that 58,9% responden little understand about environmental regulatory. Careness company for environmental are dominated by complain customer to company products and stakeholders forces driving. Environmental performance is dominated by company responsibility to environmental problems and employee involvement. Driving environmental management variable and Proactive environmental management variable have 216 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN significant impact on environmental performance, and the two independent variabel have contributioan as big as 71,4% to dependent variable. Based on difference test, there are significance differences on proactive environmental management variable, especially on technology using that can minimize waste and create reuse and recycling for unuser material. From environmental performance variable, there is differences among big corporate and medium corporate to adoption model for environmental regulation and environmental careness programs. Key words: Driving environmental management, Proactive environmental management, and Environmental performance. PENDAHULUAN Paradigma baru dalam bisnis yang semakin global dan liberal tidak hanya menekankan pada aspek manajemen kualitas total (Total Quality Management) melalui standarisasi mutu untuk meraih keunggulan kompetitif, tetapi juga pada aspek kualitas manajemen lingkungan (Quality of Environmental Management). Globalisasi telah mendorong produk-produk yang diperdagangkan harus bersahabat dengan lingkungan, sehingga kesadaran para konsumen terhadap produk yang tidak mencemari lingkungan semakin meningkat. Perusahaan perlu menanggapi secara terencana dan perlu menetapkan secara eksplisit sasaran-sasaran lingkungan (environmental goals) (Newman and Breeden, 1992). Beberapa perusahaan mempunyai keunggulan kompetitif dalam menerapkan QEM seperti perusahaan Aqua Golden Missisippi, perusahaan 3M (strategi pollution prevention pays), perusahaan Eastman Kodak di Amerika dan telah mendapatkan tanggapan positif dari stakeholders. Penerapan QEM diperlukan perusahaan dalam bersaing di pasar global, khususnya menghadapi green customers. Para industrialis dan pimpinan perusahaan yang peduli terhadap pengembangan yang berkelanjutan memprediksikan bahwa pada tahun 1900an terjadi perubahan pemikiran lingkungan dan mengarah pada sebuah new industrial revolution. Hal ini akan menimbulkan trend yang sangat powerfull dan mempengaruhi aturan-aturan permainan dalam bisnis. Perubahanperubahan yang cepat terjadi dalam manajemen lingkungan proaktif sejak 217 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) tahun 1990-an dan menuju pada sebuah revolusi industri yang baru di abad 21 ini. Keberlangsungan lingkungan yang merupakan sebuah kebutuhan untuk melindungi lingkungan dan konservasi sumber daya alam merupakan sebuah nilai yang diyakini oleh perusahaan-perusahaan yang sukses dan kompetitif, sehingga tantangan lingkungan menjadi salah satu isue sentral di abad 21 ini. Berbagai perusahaan telah menyepakati untuk melakukan kontrol terhadap polusi, dan bertanggung jawab terhadap produknya setelah mereka memasarkan kepada konsumen. Kepedulian utama dari sektor bisnis saat ini adalah bagaimana melakukan manajemen terhadap dampak lingkungan secara efektif dan efisien. Fenomena ini akan merubah strategi perusahaan pada sekedar memenuhi aturan-aturan yang ada ke manajemen lingkungan yang proaktif. Isu krisis lingkungan dan pengurasan sumber daya alam telah merebak pada dua dekade belakangan ini. Banyak perusahaan enggan menerapkan perlindungan lingkungan ke dalam proses produksi karena dianggap akan meningkatkan biaya produksi yang pada akhirnya mengurangi keuntungan. Ketidakpedulian terhadap permasalahan pencemaran dan pengrusakan lingkungan hidup bisa mempengaruhi berfungsinya sistem ekonomi. Kemajuan iptek dan meningkatnya kesejahteraan Masyarakat telah menumbuhkan kesadaran akan lingkungan yang bersih dan sehat. Pendekatan stakeholders memberikan tekanan politik pada perusahaan, akibat pemerintah Indonesia mengadopsi kebijakan pembangunan yang berkesinambungan (sustainable development). Orientasi kegiatan bisnis hanya memaksimalisasi laba untuk memuaskan pemilik perusahaan, akibatnya masyarakat harus menanggung dampak negatif dari aktivitas bisnis perusahaan (social cost). Tekanan masyarakat terhadap perusahaan yang kurang peduli terhadap lingkungan akan semakin tinggi dan pemerintah akan memberlakukan peraturan lingkungan yang semakin ketat dengan sangsi berat bagi para pelanggar. Perusahaan perlu menanggapi secara terencana, terintegrasi dan menetapkan secara eksplisit sasaran-sasaran lingkungan yang cocok dengan kekuatan dan strategi bisnis jangka panjang dan mempertahankan reputasi (Newman and Breeden, 1992). Memposisikan TQM dalam pengelolaan lingkungan memunculkan konsep Total Quality Environment Management. Manfaat penerapan TQEM 218 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN mencerminkan manfaat penerapan TQM, yaitu memperbaiki kepuasan pelanggan, memperbaiki efektivitas organisasi dan meningkatkan daya saing, serta mencegah terjadinya pencemaran dan pengrusakan lingkungan. TQEM mendefinisikan pelanggan lebih luas, yaitu pelanggan internal (seluruh bagian departemen dan tingkatan manajemen yang lebih tinggi) dan pelanggan eksternal (konsumen, regulasi, legislasi, masyarakat, kelompok pencinta lingkungan). Perusahaan harus mengkaji ulang untuk mewujudkan keunggulan lingkungan sebagai dimensi pokok dari keseluruhan strategi bisnis tanpa mempengaruhi corporate performance, profitabilitas dan pertumbuhan (Greeno and Robinson, 1992). Penerapan manajemen lingkungan dan kinerja lingkungan yang baik dapat menciptakan keunggulan kompetitif (Bonifant, Arnold and Long 1995; Dechant and Altman 1994; Ekington 1994; Maxwel 1996, Porter and Linde 1995; Shrivastava 1995). Penerapan TQEM di dalam tingkat korporat akan berakumulasi secara global (makro) dan dapat digunakan untuk mencapai efisiensi ekonomi. Artikel ini dimaksudkan untuk mengetahui dan mengidentifikasi berbagai dorongan yang dapat mengakibatkan perusahaanperusahaan melakukan kepedulian terhadap lingkungan. Disamping itu juga untuk mengetahui seberapa jauh perusahaan telah secara proaktif melakukan kepedulian terhadap lingkungan dengan mengetahui kinerja lingkungannya. Penelitian juga dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan dalam praktek-praktek manajemen lingkungan antara perusahaan-perusahaan besar dengan perusahaan-perusahaan sedang. TINJAUAN PUSTAKA Dorongan Manajemen Lingkungan Revolusi dibidang lingkungan hampir terjadi dalam tiga dekade dan memunculkan perubahan yang dramatis bagi perusahaan dalam mengelola bisnisnya (Hart, 1997). Permasalahan lingkungan senantiasa muncul terus menerus seiring dengan eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran. Perusahaan harusnya menyadari dan bertanggung jawab terhadap lingkunan global yang semakin memanas, penciptaan produk yang bersih. Di beberapa negara industri, perusahaan-perusahaan sudah menyadari pentinnya going green, dan untuk merealisasikannya diambil tindakan dengan mengurangi 219 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) polusi dan meningkatkan profit secara simultan. Menurut Hart (1998), akan permasalahan dalam kerusakan lingkungan adalah pertumbuhan penduduk yang pesat dan pertumbuhan ekonomi yang cepat, dan pada saat yang sama pertumbuhan industri juga cukup pesat yang diikuti dengan eksploitasi sumber daya alam, penggunaan tehnologi pada hampir setiap perusahaan, keinginan untuk mengikuti globalisasi. Mewujudkan perusahaan yang greening memiliki konsekwensi yang besar dari segi cost, namun harus menjadi bagian dari pengembangan strategi perusahaan. Berbagai aktivitas mendasar kaitannya dengan menciptakan tanggung jawab terhadap lingkungan antara lain: (1) Pollution prevention, dilakukan dengan menciptakan pengawasan polusi, artinya membersihkan segala yang tidak berguna setelah menghasilkan produk. (2) Product stewardship, yang dilakukan tidak hanya dengan meminimisasi polusi dari proses produksi, tetapi juga dampak lingkungan yang terkait dengan siklus hidup suatu produk. Design for environmental (DFE), merupakan alat untuk memudahkan melakukan recovery, reuse atau recycle terhadap produk. (3) Clean technology, perusahaan yang memiliki pemikiran jauh kedepan tentunya harus merencanakan untuk investasi dibidang tehnologi. Keberadaan tehnologi, seperti industri kimia sangat rentan terhadap lingkungan. Berry dan Rondinelli (1998), mengungkapkan bahwa pada abad ke-21 ini merupakan a new industrial revolution. Hal ini didasari oleh survey yang dilakukan terhadap lebih dari 400 eksekutif senior berbagai perusahaan di dunia, yang menemukan bahwa 92% dari mereka setuju bahwa berbagai tantangan lingkungan merupakan isue sentral pada abad ini. Para eksekutif perusahaan juga bahwa pengontrolan polusi merupakan tanggung jawab perusahaan. Temuan lain menyatakan bahwa 83% dari para eksekutif perusahaan menyatakan tetap bertanggungjawab terhadap produk mereka setelah diproduksi. Hal ini menjadikan sebuah fenomena bahwa sebagian besar perusahaan berusaha memenej dampak lingkungan secara efektif dan efisien. Revolusi pemikiran tentang lingkungan terjadi dalam tiga tahap, yaitu: (1) tahun 1960-an dan 1970-an berawal dari krisis lingkungan, perusahaan berusaha untuk melakukan pengawasan terhadap kerusakan-kerusakan yang terjadi. (2) Tahun 1980-an merupakan era reaktif yang berusaha untuk menepati segala peraturan pemerintah tentang lingkungan dan meminimisasi 220 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN biaya komplain. Era 1990-an perusahaan sudah menyadari perlunya pendekatan proaktif terhadap tuntutan lingkungan dengan mengantisipasi dampak lingkungan terhadap kegiatan operasional perusahaan, antara lain dengan berusaha mengurangi waste dan dampak yang ditimbulkan oleh polusi dan menemukan cara-cara positif untuk memperoleh keunggulan melalui peluang bisnis dengan total quality environmental management (TQEM). Bagi beberapa perusahaan, nilai-nilai lingkungan menjadi bagian integral dari budaya dan proses manajemen. Kepedulian terhadap lingkungan akan berdampak pada munculnya peluang baru untuk menciptakan green products, processes dan technologies. Berry dan Rondinelly (1998), mensinyalir ada beberapa kekuatan yang mempengaruhi perusahaan untuk melakukan manajemen lingkungan yang proaktif. Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Sumber: Berry dan Rondinelli (1998) Regulatory demand, tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan muncul sejak 30 tahun terakhir ini, setelah masyarakat meningkatkan tekanannya kepada pemerintah untuk menetapkan peraturan pemerintah sebagai dampak meluasnya polusi. Sistem pengawasan manajemen lingkungan menjadi dasar untuk skor lingkungan, seperti program-program kesehatan dan keamanan lingkungan. Perusahaan merasa penting untuk bisa mendapatkan penghargaan di bidang lingkungan, dengan berusaha 221 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) menerapkan prinsip-prinsip TQEM secara efektif, misalnya dengan penggunaan tehnologi pengontrol polusi, dengan penggunaan clean technology. Berbagai macam regulasi tentang lingkunan belum mampu menciptakan win-win solution diantara pihak terkait dalam menciptakan inovasi dan persaingan serta tingkat produktivitas yang tinggi terhadap seluruh perusahaan. Regulasi lingkungan sering dianggap ancaman dan pembatasan dalam melakukan inovasi. Porter (1995), mengindikasikan bahwa dalam pembuatan regulasi lingkungan hendaknya melibatkan para enviromentalist, legeslatif dan perusahaan, sehingga dapat menciptakan mata rantai ekonomi, yakni environment, produktivitas sumber daya, inovasi dan persaingan. Cost factors, tidak adanya komplain terhadap produk-produk perusahaan, akan membawa konsekwensi munculnya biaya pengawasan kualitas yang tinggi, karena semua aktivitas yang terlibat dalam proses produksi perlu dipersiapkan dengan baik. Hal ini secara langsung akan berdampak pada munculnya biaya yang cukup tinggi, seperti biaya sorting bahan baku, biaya pengawasan proses produksi, biaya pengetesan dll. Konseksensi perusahaan untuk mengurangi polusi juga berdampak pada munculnya berbagai biaya, seperti penyediaan pengolahan limbah, penggunaan mesin yang clean technology, biaya pencegahan kebersihan. Stakeholder forces. Strategi pendekatan proaktif terhadap manajemen lingkungan dibangun berdasarkan prinsip-prinsip manajemen, yakni mengurangi waste dan mengurangi biaya produksi, demikian juga respond terhadap permintaan konsumen dan stakeholder. Perusahaan akan selalu berusaha untuk memuaskan kepentingan stakeholder yang bervariasi dengan menemukan berbagai kebutuhan akan manajemen lingkungan yang proaktif. Perusahaan dapat mendefinisikan misi baru, dengan memperbaruhi sistem nilai perusahaan, melakukan manajemen perubahan, akselerasi terhadap training dan education, memodifikasi perilaku melalui organisasi. Competitive requirements, semakin berkembangnya pasar global dan munculnya berbagai kesepakatan perdagangan sangat berpengaruh pada munculnya gerakan standarisasi untuk manajemen kualitas lingkungan. Persaingan nasional maupun internasional telah menuntut perusahaan untuk dapat mendapatkan jaminan dibidang kualitas, antara lain seri ISO 9000. Sedangkan untuk seri ISO 14000 dominan untuk standar internasional 222 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN dalam sistem manajemen lingkungan. Keduanya memiliki perbedaan dalam kriteria dan kebutuhannya, namun dalam pelaksanaannya saling terkait, yakni dengan mengintegrasikan antara sistem manajemen lingkungan dan sistem manajemen perusahaan. Untuk mencapai keunggulan dalam persaingan, dapat dilakukan dengan menerapkan green alliances Hartman dan Stafford (1995). Green alliances merupakan partner diantara pelaku bisnis dan kelompok lingkungan untuk mengintegrasikan antara tanggung jawab lingkungan perusahaan dengan tujuan pasar. Manajemen Lingkungan Proaktif Berbagai dorongan diatas mengkondisikan perusahaan untuk melakukan manajemen lingkungan secara proaktif. Sistem manajemen proaktif merupakan sistem manajemen lingkungan yang komprehensif yang terdiri dari kombinasi dari lima pendekatan, antara lain : (1) minimisasi dan pencegahan waste, (2) manajemen demand side, (3) desain lingkungan (4) product stewardship dan (5) akuntansi full-costing. Minimisasi dan pencegahan waste, perlindungan lingkungan yang efektif sangat membutuhkan aktivitas pencegahan terhadap aktivitas yang tidak berguna. Pencegahan polusi merupakan penggunaan material atau bahan baku, merupakan penggunaan material atau bahan baku, merupakan penggunaan material atau bahan baku, proses produksi atau praktek-praktek yang dapat mengurangi, miminimisasi atau mengeliminasi penyebab polusi atau sumber-sumber polusi. Tehnologi yang terkait dengan pencegahan polusi dalam bidang manufaktur meliputi: pengganti bahan baku, modifikasi proses, penggunaan kembali material, recycling material dalam proses selanjutnya (recycling), dan penggunaan kembali material dalam proses yang berbeda (reuse). Semakin meningkatnya tuntutan aturan dan meningkatnya cost untuk pengawasan polusi menjadi faktor penggerak bagi perusahaan untuk menemukan cara-cara yang efektif untuk mencegah polusi. Pada era 1980-an, sejumlah bisnis mulai memfokuskan, mengantisipasi dan mencegah masalah-masalah waste, sebelum hal ini terjadi. Demand-side management, merupakan sebuah pendekatan dalam pencegahan polusi yang asal mulanya digunakan dalam dunia industri. Konsep ini difokuskan pada pemahaman kebutuhan dan preferensi konsumen 223 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) dalam penggunaan produk, dan didasarkan pada tiga prinsip yang mendasar, yaitu: tidak menyisakan produk yang waste, menjual sesuai dengan jumlah kebutuhan konsumen dan membuat konsumen lebih effisien dalam menggunakan produk. Demand-side management industri mengharuskan perusahaan untuk melihat dirinya sendiri dalam cara pandang baru, sehingga dapat menemukan peluang-peluang bisnis baru. Desain lingkungan, merupakan bagian integral dari proses pencegahan polusi dalam manajemen lingkungan proaktif. Perusahaan sering dihadapkan pada ineffisiensi dalam mendesain produk, misalnya produk tidak dapat dirakit kembali, di upgrade kembali, tidak dapat di recycle. Design for environmental (DFE) dimaksudka untuk mengurangi biaya reprosesing dan mengembalikan produk ke pasar secara lebih cepat dan ekonomis. Product stewardship merupakan praktek-praktek yang dilakukan untuk mengurangi resiko terhadap lingkungan melalui masalah-masalah dalam desain, manufaktur, distribusi, pemakaian atau penjualan produk. Dibeberapa negara telah muncul peraturan bahwa perusahaan bertanggung jawab untuk melakukan reclaim, recycling dan remanufakturing produk mereka. Dengan menggunakan life cycle analysis dapat ditentukan cara-cara perusahaan dalam mengurangi atau mengelimasi waste dalam seluruh tahapan, mulai dari bahan mentah, produksi, distribusi dan penggunaan oleh konsumen. Alternatif produk yang memiliki less pollution dan alternatif material, sumber energi, metode prosessing yang mengurangi waste menjadi kebutuhan bagi perusahaan. Full cost environmental accounting, konsep cost environmental secara langsung akan berpengaruh terhadap individu, masyarakat dan lingkungan, yang biasanya tidak mendapatkan perhatian dari perusahaan. Full cost accounting berusaha mengidentifikasi dan mengkuantifikasi kinerja biaya lingkungan sebuah produk, proses produksi dan sebuah proyek dengan mempertimbangkan empat macam biaya, yaitu : (1) biaya langsung, seperti biaya tenaga kerja, biaya modal dan biaya bahan mentah. (2) biaya tidak langsung, seperti biaya monitoring dan reporting. (3) biaya tidak menentu, misalnya biaya perbaikan. (4) biaya yang tidak kelihatan, seperti biaya publik relation dan good will. 224 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN Kinerja Lingkungan Sebagai ukuran keberhasilan perusahaan dalam melaksanakan manajemen lingkungan proaktif, maka dapat dilakukan dengan mengidentifikasi kinerja lingkungan proaktif. Penerapan manajemen lingkungan proaktif memerlukan keterlibatan beberapa prinsip dasar kedalam strategi perusahaan. Prinsip-prinsip tersebut antara lain : a. Mengadopsi kebijakan lingkungan yang bertujuan mengeleminasi polusi berdasarkan pada posisi siklus hidup operasional perusahaan, dan mengkomunikasikan kebijakan keseluruh perusahaan dan para stakeholder. b. Menetapkan secara obyektif kriteria efektivitas program lingkungan. c. Membandingkan kinerja lingkungan perusahaan dengan perusahaanperusahaan yang merupakan leader dalam satu industri dengan benchmarking dan menetapkan best practice. d. Mengumumkan pandangan perusahaan bahwa kinerja lingkungan merupakan tanggung jawab seluruh karyawan. e. Menganalisis dampak berbagai isue lingkungan dalam kaitannya dengan permintaan dimasa depan terhadap produk dan persaingan industri. f. Memberanikan diri melakukan diskusi tentang isu-isu lingkungan, khususnya melalui rapat pimpinan. g. Mengembangkan dan mengaplikasikan sebuah sistem formal untuk memonitor berbagai perubahan aturan yang diusulkan dan menyetujui atau menepati perubahan aturan tersebut. h. Mengembangkan anggaran untuk pembiayaan lingkungan. i. Mengidentifikasi dan mengkuantifikasikan pertanggungjawaban lingkungan. Penelitian Terdahulu. Penelitian yang dilakukan oleh Brown dan Karagozoglu (1998) yang berjudul current practice in environmental management didasari pada kepeduliannya terhadap manajemen lingkungan. Perusahaan cenderung melakukan usaha-usaha yang serius untuk melakukan perubahan dalam produk dan proses dan lebih bertanggung jawab serta menjadikan perusahaan 225 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) yang green. Permasalahan mendasar adalah praktek-praktek apakah yang terkait dengan manajemen lingkungan ? Terdapat empat variabel dalam penelitian ini yang terkait dengan respon perusahaan terhadap hukum dan peraturan-peraturan lingkungan. Pertama pengawasan terhadap polusi, kedua menyangkut environmental stewardship, yang mengkondisikan perusahaan untuk secara serius dan menentukan cara-cara atau metode yang diperlukan. Ketiga, perusahaan secara proaktif menindaklanjuti berbagai peraturan tentang lingkungan. Keempat, menerapkan praktek-praktek manajerial untuk keberlangsungan lingkungan. Responden penelitian terdiri dari 83 perusahaan, 43 perusahaan merupakan high tech (perusahaan elektronik) dan 40 perusahaan merupakan perusahaan yang rentan dengan masalah lingkungan, seperti: perusahaan batery, perusahaan cat, perusahaan tinta, perusahaan paper dan pulp. Perusahaan digolongkan dalam perusahaan besar dan kecil dengan mendasarkan pada jumlah karyawan dan jumlah penjualan. Data diperoleh dari mail survey dengan menggunakan indikator sebanyak 30 dan pengukurannya dengan 7 point Likert scale. Variabel penelitian difokuskan pada: upaya pencegahan polusi, fleksibilitas dalam menanggapi peraturan, pemanfaatan sumber daya, tingkat responsiveness pihak manajemen, inovasi perusahaan, perbandingan kinerja lingkungan, kinerja lingkungan dan dampak financial. Hasilnya mengindikasikan bahwa untuk semua perusahaan menyadari bahwa peraturan yang diciptakan selama lima tahun terakhir telah mengkonsentrasikan penuh untuk melakukan upaya-upaya pencegahan polusi dan masalah lingkungan yang lain. Hasil lain menunjukkan bahwa peraturan pemerintah masih belum mampu berdampak pada perusahaan untuk melakukan tehnik-tehnik yang inovatif. 39% dari responden mengaku bahwa mereka menggunakan sumberdaya untuk tujuan memperbaiki lingkungan. Hanya 47% perusahaan yang memiliki responsiveness terhadap lingkungan. Dibidang kinerja lingkungan, dengan menggunakan variabel seperti material yang recycleable, pengurangan emisi, efisiensi penggunaan material dan sumber yang lain, penggunaan energy untuk mencegah polusi, hasilnya menunjukkan bahwa hampir dari 50% responden percaya mereka sebagai pemimpin disektor masing-masing. Hanya 13% responden yang mengatakan bahwa kepedulian lingkungan mempengaruhi kinerja lingkungan, dan hanya 226 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN 7% responden menyatakan bahwa kepedulian lingkungan berdampak pada kinerja finansial. Penelitian yang lain dilakukan oleh Cahyono (2002) terhadap perusahaan manufaktur di Jawa Tengah dengan judul pengaruh kualitas manajemen lingkungan terhadap kinerja, dengan kinerja perusahaan sebagai moderating variabel. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang rentan terhadap lingkungan, seperti: perusahaan gas, kimia, plastik, makanan ternak, industri kayu, tekstil, garment, makanan dan minuman, farmasi. Data diperoleh dengan menggunakan mail survey terhadap 150 perusahaan, yang ditujukan kepada middle manajer (manajer produksi). Variabel praktek kualitas manajemen lingkungan diukur dengan: pencegahan polusi, fleksibilitas aturan, pemanfaatan sumberdaya, respon manajemen, inovasi, dampak finansial. Kinerja perusahaan diukur dengan: kinerja jangka pendek, kinerja jangka panjang, produktivitas, kinerja biaya, profit, kemampuan bersaing, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan laba, market share, kepuasan konsumen. Sedangkan kinerja diukur dengan: kualitas produk, reputasi dengan konsumen, kemampuan bersaing di pasar internasional dan pengembangan produk yang unik. Hasilnya menunjukkan bahwa respond rate sebesar 28%. Keterlibatan perusahaan dalam peran aktif pembentukan peraturan dibidang lingkungan sangat rendah (67% belum pernah terlibat). 60% responden juga menyatakan belum pernah mengikuti atau menerima penyuluhan tentang AMDAL. Hasil lain mengindikasikan bahwa kualitas manajemen lingkungan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Hasil kedua setelah kualitas manajemen lingkungan dipadukan dengan kinerja perusahaan berpengaruh terhadap kinerja. Kinerja perusahaan berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Mendasarkan pada penelitian yang terdahulu, maka identifikasi yang mendorong perusahaan untuk melakukan atau menerapkan manajemen lingkungan perlu dikaji. Disamping itu sejauh mana perusahaan telah secara proaktif peduli terhadap manajemen lingkungan. Keduanya, pada tahap terakhir akan dikaitkan dengan kinerja lingkungan. Dari keterkaitan tersebut maka dapat dibuat kerangka penelitian seperti pada gambar 2.2 227 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) Gambar 2.2. Kerangka Penelitian Mendasarkan pada landasan teori dan penelitian-penelitian terdahulu, maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut : H1: Dorongan manajemen lingkungan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja lingkungan. H2: Manajemen lingkungan proaktif berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja lingkungan. METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif analitis, dengan memfokuskan pada identifikasi yang mendalam tentang pelaksanaan dorongan manajemen lingkungan, pelaksanaan manajemen lingkungan proaktif dan kinerja lingkungan. Identifikasi dorongan manajemen lingkungan untuk mengetahui apa yang melatar belakangi perusahaan merespon dorongan manajemen lingkungan. Sedangkan identifikasi manajemen lingkungan proaktif dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh manajemen perusahaan sudah secara proaktif peduli terhadap manajemen lingkungan. Identifikasi kinerja lingkungan dimaksudkan untuk menilai sejauh mana keunggulan yang dicapai perusahaan dibidang lingkungan. Adapun metode dan teknik penelitian yang digunakan adalah penggabungan antara studi literatur, observasi responden, metode wawancara 228 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN Tabel 1 Variabel Penelitian dan Pengukuran dengan manajemen perusahaan secara terstruktur dan wawancara mendalam (indeep interview). Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan di Jawa Tengah, yang terdiri dari perusahaan besar dan perusahaan sedang. Perusahaan besar dengan kriteria jumlah karyawan lebih besar dari 100 orang, sedangkan perusahaan sedang dengan jumlah karyawan antara 20 s/d 100 orang. Menurut data BPS (2003), jumlah perusahaan manufaktur di Jawa 229 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) Tengah adalah 3.000. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah sebesar 5% dari populasi atau berjumlah 150 perusahaan. Sampel penelitian difokuskan pada perusahaan yang rentan terhadap lingkungan, yaitu: perusahaan tekstil, gas, kimia, sabun, makanan ternak, makanan dan minuman, farmasi. Untuk mengetahui pengaruh antara dorongan manajemen lingkungan dan manajemen lingkungan proaktif terhadap kinerja lingkungan digunakan analisis regresi berganda. Adapun untuk mengidentifikasi variabel dorongan manajemen lingkungan, manajemen lingkungan proaktif dan kinerja lingkungan dilakukan dengan analisis deskriptif (uji mean). HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi dalam penelitian ini terdiri dari perusahaan manufaktur besar (jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang) dan perusahaan manufaktur sedang (jumlah tenaga kerja antara 20 sampai dengan 99 orang) yang beroperasi di Propinsi Jawa Tengah. Jumlah sampel yang memenuhi syarat untuk dianalisis dalam penelitian ini berjumlah 143 perusahaan yang terdiri dari 51 perusahaan besar dan 92 perusahaan sedang. Pengambilan data penelitian dilakukan dengan beberapa pendekatan, antara lain: mail survey dan interview ke perusahaan. Penyebaran lokasi perusahaan yang menjadi responden dalam penelitian ini tersebar di lingkungan Propinsi Jawa Tengah, adapun jumlah masing-masing responden untuk setiap kabupaten atau kota adalah: Banyumas (5), Cilacap (4), Demak (18), Jepara (14), Kabupaten Semarang (2), Kebumen (15), Kendal (7), Kudus (13), Lasem (19), Pati (6), Pekalongan (20), Rembang (9), Kota Semarang (14), Solo (1), Tegal (2). Berdasarkan pada jenis produk yang dihasilkan oleh perusahaan manufaktur yang menjadi sampel penelitian, prosentase terbesar antara lain: perusahaan rokok, mebel, pengolahan kayu, batik tulis, ikan kering, gula tumbu, genteng, terasi, tapioka, ikan, obat-obatan, ban, kacang asin dan eternit. Perusahaan-perusahaan ini memiliki dampak lingkungan dalam melaksanakan proses produksinya. Dampak lingkungan dapat dikategorikan dalam bebarapa kategori, seperti: menimbulkan polusi udara, polusi air dan polusi suara sebagai dampak dari aktivitas proses produksi. Berbagai perusahaan yang dijadikan sampel masing-masing memiliki 230 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN karakteristik sendiri-sendiri dalam kaitannya dengan permasalahan lingkungan. Perusahaan mebel memiliki dampak pada polusi udara dari kegiatan pemotongan kayu dan penghalusan kayu. Polusi yang ditimbulkan berupa munculnya debu halus sebagai proses dari pemotongan dan penghalusan kayu. Disamping itu juga muncul polusi yang disebabkan oleh suara yang begitu keras pada saat pemotongan maupun penghalusan kayu. Perusahaan mebel banyak ditemukan di Kabupaten Jepara dan Kabupaten Demak. Industri batik tulis yang terdapat di Kota Pekalongan banyak menimbulkan polusi air sebagai hasil dari proses pencucian kain. Sedangkan untuk perusahaan terasi, tapioka, gula tumbu, ikan kering dan ikan pindang kecenderungan polusinya adalah polusi udara berupa bau yang tidak enak, terutama pada saat musim hujan. Hasil penelitian juga mencatat lama perusahaan beroperasi dapat disimpulkan bahwa usia perusahaan di yang menjadi sampel rata-rata berumur 4 sampai dengan 12 tahun. Hal ini dapat diindikasikan bahwa umur perusahaan akan sangat mempengaruhi pada aktivitas proses produksinya sehingga jumlah polusi juga akan semakin meningkat. Dalam memasarkan hasil produksinya, perusahaan-perusahaan di Jawa Tengah sebagaian besar masih memasarkan produknya di dalam negeri, yakni sebanyak 121 perusahaan atau 83,4%. Sedangkan perusahaan yang seluruhnya ekspor sebanyak 4 perusahaan atau 2,8%, dan perusahaan yang pemasaran produknya di dalam negeri dan di luar negeri sebanyak 18 perusahaan atau 12,4%. Sebagai awal untuk mengetahui bagaimana perusahaan-perusahaan di Jawa Tengah merasa peduli terhadap masalah-masalah lingkungan, maka dalam penelitian ini juga perlu ditanyakan mengenai: Apakah perusahaan secara rutin mendapatkan bimbingan dan pengarahan tentang masalah lingkungan dari Bapedalda Jawa Tengah maupun Bapedalda Kota atau Kabupaten. Berdasarkan pada hasil survey ke perusahaan-perusahaan dapat diketahui bahwa sebanyak 83 perusahaan atau 57,2% menyatakan bahwa mereka belum pernah mendapatakan bimbingan dan pengarahan tentang lingkungan dari Bapedalda Propinsi maupun Kabupaten atau Kota. Sebanyak 60 perusahaan menyatakan pernah mendapatkan bimbingan dan pengarahan dari Bapedalda dengan frekwensi mulai dari 0,5 tahun sekali sampai dengan 231 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) 2 tahun sekali. Dari perusahaan yang menyatakan pernah mendapatkan bimbingan dan pengarahan dari Bapedalda, sebanyak 35 perusahaan menyatakan mereka menerima bimbingan dan pengarahan setiap setengah tahun sekali. Perusahaan yang menyatakan penyuluhan sebanyak setahun sekali sejumlah 13 atau 9%. Sebanyak 9 perusahaan menyatakan 2 tahun sekali dan tiga perusahaan menyatakan lebih dari 2 tahun. Berdasarkan pada pemasaran hasil produksi, maka sebagian besar produk yang dihasilkan perusahaan dipasarkan di dalam negeri. Adapun secara terperinci, pemasaran hasil produksi adalah: seluruhnya ekspor sebanyak 4 perusahaan (2,8%), seluruhnya dipasarkan di dalam negeri sebanyak 121 perusahaan (83,4%), dan perusahaan yang pasarannya di luar negeri dan di dalam negeri sebanyak 18 perusahaan (12,4%). Peran Bapedalda tingkat propinsi maupun Bapedalda tingkat kota atau kabupaten dalam mengawal pelaksanaan manajemen lingkungan sangatlah penting. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 60 perusahaan atau 41,4% menyatakan pernah mendapatkan pembimbingan dan pengarahan dari Bappedalda. Disamping itu yang cukup memprihatinkan, yakni sebanyak 83 perusahaan yang menjadi responden atau 57,2% belum pernah mendapatakan pembinaan dan pengarahan dari Bapedalda. Perusahaan yang pernah menerima pembinaan dan pengarahan dari Bapedalda menyatakan mereka menerima pengarahan dan pembinaan periodenya bervariasi, ada yang setengah tahun sekali, satu tahun sekali, dua tahun sekali, bahkan ada yang lebih dari dua tahun dan ada juga yang bersifat insidental. Materi yang diterima perusahaan kaitannya dengan masalah-masalah lingkungan, antara lain: house keeping dan pengelolaan limbah cair, pencemaran lingkungan, laporan hasil efluen IPAL, jenis produk yang berkualitas Untuk dapat menciptakan keberhasilan dalam bersikap reaktif atau proaktif terhadap masalah lingkungan, maka pemahaman terhadap aturanaturan, baik Undang-undang, Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Menteri (Kepmen) perlu dipahami oleh para pelaku bisnis manufaktur. Hal ini tentunya merupakan niat awal bagi para pelaku bisnis untuk peduli terhadap lingkungan dengan memahami berbagai aturan yang ada. Secara umum dapat disimpulkan bahwa pemahaman terhadap berbagai peraturan perundang-undangan dibidang lingkungan dari responden, 232 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN baik perusahaan-perusahaan besar maupun perusahaan-perusahaan sedang menyatakan bahwa hanya 74 atau (6,5%) yang menyatakan sangat faham terhadap berbagai perundang-undangan dibidang lingkungan. Perusahaan yang sangat paham terhadap adanya perundangan bidang lingkungan didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar. Perusahaan-perusahaan yang menjadi responden dan menyatakan cukup paham sebanyak sebanyak 397 (34,7%), perusahaan yang menyatakan kurang faham sebanyak 432 atau 37,8%, dan perusahaan yang menyatakan sama sekali tidak paham sebanyak 241 atau (21,1%). Dari perusahaan yang menyatakan sangat paham terhadap berbagai perundang-undangan dibidang lingkungan, maka perundang-undangan yang mereka pahami antara lain: Peraturan Pemerintah (PP) No 20 Th 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air, PP No 51 Th 1993 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan Kepmen LH No.KEP.12/MENLH/3/1994 tentang Pedoman Umum Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan. Hasil ini mengindikasikan bahwa secara keseluruhan perusahaanperusahaan yang menjadi responden belum sepenuhnya mengetahui dan mamahami berbagai peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan, sehingga hasil ini akan mempengaruhi penerapan manajemen lingkungan di masing-masing perusahaan. Penerapan manajemen lingkungan sangat ditentukan oleh pemahaman manajemen perusahaan terhadap berbagai aturan lingkungan, sehingga aturan ini dapat sebagai sistem kontrol. Uji Kualitas Kuesioner Pengujian kualitas instrumen penelitian atau kuesioner perlu dilakukan terhadap semua variabel atau indikator yang digunakan dalam penelitian. Sedangkan untuk pengujian validitas dilakukan dengan uji korelasi antara masing-masing indikator dengan total indikatornya. Hasil pengujian validitas menyatakan bahwa seluruh indikator variabel penelitian dinyatakan valid, karena nilai signifikansi dari korelasi antara masing-masing indikator dengan total indikatornya dibawah 0,05. Sedangkan hasil uji reliabilitas terhadap masing-masing variabel dilakukan dengan melihat nilai cronbach alpha. Nilai cronbach alpha masing-masing variabel yaitu: DML (0,8711), MLP (0,8472) 233 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) dan KL (0,8418). Hasil ini mengindikasikan bahwa semua variabel dalam penelitian ini memenuhi syarat reliabilitas. Sebuah variabel dikatakan reliabel menurut Nunnaly (1967) apabila memiliki nilai cronbach alpha minimal 0,60. Hasil dari jawaban responden mengenai dorongan manajemen lingkungan menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang menjadi responden menyatakan peduli terhadap permasalahan lingkungan (polusi udara, limbah, polusi suara) karena adanya komplain terhadap produk-produk perusahaan, kemudian kepedulian terhadap lingkungan disebabkan oleh tuntutan stakeholder (masyarakat sekitar, karyawan dana manajemen perusahaan). Kepedulian terhadap masalah lingkungan yang disebabkan oleh tuntutan persaingan dan tuntutan peraturan-peraturan dibidang lingkungan memiliki peringkat yang rendah, artinya belum menjadi alasan utama bagi perusahaanperusahaan manufaktur di Jawa Tengah untuk mengikutinya. Manajemen Lingkungan Proaktif (MLP) dalam penelitian ini dimaksudkan dengan sejauh mana perusahaan telah melaksanakan manajemen lingkungan secara proaktif. Sistem manajemen proaktif merupakan sistem manajemen lingkungan yang komprehensif yang terdiri dari kombinasi dari lima pendekatan, yaitu: minimisasi dan pencegahan waste, manajemen demand side, desain lingkungan, product stewardship dan akuntansi full-costing. Mendasarkan pada hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa indikator yang memiliki skor mean tinggi dan skor mean rendah. Indikator yang memiliki skor tinggi antara lain: - Menyangkut pemahaman perusahaan terhadap keinginan konsumen dengan selalu menciptakan produk yang efisien bagi konsumen. - Menyangkut perusahaan melakukan tindakan yang dapat mengurangi resiko terhadap lingkungan sebagai konsekwensi dari kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi. - Menyangkut pengalokasian biaya yang proporsional untuk mengantisipasi dan peduli terhadap dampak lingkungan. Sedangkan tanggapan responden yang menurut persepsi mereka kurang mendapatkan perhatian, antara lain indikator: pendesainan produk yang dapat didaur ulang, penggunaan tehnologi yang mampu meminimisasi waste dengan menciptakan reuse dan recycling terhadap sisa bahan baku, 234 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN dan penggunaan tehnologi yang dapat mengurangi polusi udara, air maupun suara. Hasil ini dapat disimpulkan bahwa kecenderungan perusahaan melakukan manajemen secara proaktif sangat terkait dengan keberadaan konsumen yang membeli produk mereka, sehingga diciptakanlah produk yang efisien bagi konsumen. Perusahaan juga sudah menyadari adanya dampak linkungan sebagai hasil dari kegiatan produksi, sehingga mereka mengalokasikan dana secara proporsional untuk mengantisipasi berbagai dampak lingkungan. Disisi lain perusahaan-perusahaan yang menjadi responden belum cukup memberikan perhatian pada desain ulang terhadap produk-produk yang dihasilkan, sehingga mereka menganggap bahwa produk setelah dipasarkan sudah bukan tanggung jawab perusahaan lagi, sehingga desain produk agar dapat didaur ulang masih belum sepenuhnya dipikirkan. Demikian juga dengan penggunaan tehnologi yang dapat mengurangi atau meminimisasi waste juga masih belum diperhatikan oleh responden. Sebagai ukuran keberhasilan perusahaan dalam melaksanakan manajemen lingkungan secara proaktif, salah satu indikatornya adalah bagaimana kinerja lingkungannya. Penerapan manajemen lingkungan proaktif memerlukan keterlibatan beberapa prinsip dasar ke dalam strategi perusahaan, misalnya: keberhasilan perusahaan dalam mengadopsi kebijakan lingkungan sebagai bagian integral dari kebijakan perusahaan, perusahaan berhasil melaksanakan program-program kepedulian lingkungan, perusahaan berhasil melakukan benchmarking dan best practice terhadap perusahaan yang sukses, kinerja lingkungan merupakan tanggung jawab dan melibatkan seluruh karyawan, perusahaan sadar bahwa lingkungan berdampak pada permintaan produk di masa mendatang, perlunya sistem formal untuk memonitor perubahan-perubahan dan menindaklanjuti aturan dibidang lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan adanya indikator-indikator yang menurut persepsi responden memiliki skor mean tinggi dan juga ada indikator yang memiliki skor mean dalam kelompok rendah kaitannya dengan kinerja lingkungan yang dicapai perusahaan. Skor yang masuk dalam kategori tinggi antara lain: - Perusahaan meyakini bahwa kinerja lingkungan merupakan tanggung 235 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) jawab perusahaan dan melibatkan seluruh karyawan. - Perusahaan mengembangkan anggaran yang proporsional untuk mengatasi masalah-masalah lingkungan, dan - Perusahaan menyadari dampak yang ditimbulkan oleh masalah lingkungan sangat permintaan produk di masa yang akan datang. Disisi lain perusahaan-perusahaan responden masih memberikan penilaian yang kurang terhadap beberapa indikator variabel kinerja lingkungan. Sebagai contoh secara umum perusahaan belum melakukan benchmarking dan best practice terhadap perusahaan lain yang memiliki kinerja lingkungan yang lebih baik. Disamping itu pengembangan sistem formal untuk memonitor perubahan-perubahan dan menindaklanjuti aturan-aturan bidang lingkungan masih belum sepenuhnya mendapatkan perhatian dari responden Hasil Uji Regresi Pengujian dengan menggunakan analisis regresi dilakukan setelah data yang masuk memenuhi syara validitas dan reliabilitas. Analisis regresi dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh independen variabel dengan dependen variabel, dalam hal ini untuk mengetahui pengaruh antara Dorongan Manajemen Lingkungan (DML) dan Manajemen Lingkungan Proaktif (MLP) terhadap Kinerja Lingkungan (KL). Ringkasan analisis regresi dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini. Tabel 2 Hasil Uji Regresi Mendasarkan pada tabel 2. diketahui bahwa nilai konstanta adalah sebesar 9,257, artinya memiliki tanda positif atau kinerja lingkungan cenderung positif walaupun tidak terdapat DML maupun MLP. Sedangkan DML memiliki 236 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN pengaruh yang positif dan signifikan (t = 16,405, sign. 0.000) terhadap Kinerja lingkungan, demikian juga MLP juga mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Kinerja lingkungan (t = 3,189 , sign. 0,002). Hal ini dapat disimpulkan bahwa apabila ada perbaikan-perbaikan dalam Dorongan Manajemen Lingkungan dan Manajemen Lingkungan Proaktif akan dapat meningkatkan Kinerja Lingkungan. Hasil lain menunjukkan bahwa nilai R-square adalah 0,714 atau (71,4%), hal ini menunjukkan bahwa kontribusi independen variabel (DML dan MLP) terhadap Kinerja lingkungan adalah sebesar 71,4%, hasil ini juga didukung bahwa secara bersama-sama kedua variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap dependen variabel (F = 174,825 , sign. 0,000) Kesimpulan 1. Respond rate dalam penggunaan mail survey masih sangat rendah, sehingga dapat disimpulkan bahwa permasalahan manajemen lingkungan belum sepenuhnya mendapatkan perhatian dari perusahaan yang menjadi responden. Mereka menganggap masalah manajemen lingkungan masih menjadi ancaman perusahaan dan bukannya sebagai bagian integral dari persaingan. 2. Responden yang faham terhadap berbagai indikator-indikator berbagai peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan sebanyak 74 atau 6,5%, yang cukup faham sebanyak 397 atau 34,7%, yang kurang faham sebanyak 432 atau 37,8%, dan yang tidak faham berjumlah 241 atau 21,1%. Hal ini mengindikasikan bahwa pemahaman responden terhadap peraturan-peraturan di bidang lingkungan masih perlu ditingkatkan, mengingat hal ini merupakan tahapan awal dan merupakan landasan normatif bagi perusahaan untuk mencapai kinerja lingkungan. 3. Perusahaan menyatakan bahwa kepedulian terhadap masalah lingkungan yang mendorong mereka untuk memperhatikan masalah lingkungan cenderung dipengaruhi oleh adanya komplain terhadap produk-produk perusahaan, selain itu juga adanya tuntutan dari stakeholders, seperti: konsumen, masyarakat, dan pemilik modal. Tuntutan terhadap peraturanperaturan pemerintah dan tuntutan persaingan belum sepenuhnya menjadi 237 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) faktor pendorong bagi perusahaan untuk peduli terhadap masalah-masalah lingkungan. 4. Pelaksanaan manajemen lingkungan secara proaktif dipengaruhi oleh adanya tuntutan konsumen terhadap produk yang efisien. Selain itu juga dipengaruhi oleh keinginan untuk mengurangi resiko sebagai akibat dari kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi. Sedangkan dalam variabel kinerja lingkungan, perusahaan cenderung menganggap bahwa kinerja lingkungan merupakan tanggung jawab dan melibatkan seluruh karyawan. Kinerja lingkungan juga dikaitkan dengan isu dampak lingkungan terhadap permintaan produk di masa mendatang, dan perlunya pengadopsian kebijakan lingkungan kaitannya dengan pencegahan polusi sebagai bagian integral dari kebijakan perusahaan. 5. Variabel dorongan manajemen lingkungan dan manajemen lingkungan proaktif memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja lingkungan, dan kedua varaibel tersebut memiliki kontribusi sebesar 71,4% terhadap kinerja lingkungan. Dalam berbagai indikator variabel dorongan manajemen lingkungan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara perusahaan besar dan perusahaan sedang. Sedangkan dalam indikator variabel manajemen lingkungan proaktif terdapat perbedaan yang signifikan antara perusahaan besar dan perusahaan sedang kaitannya dengan penggunaan tehnologi yang mampu meminimisasi waste dengan menciptakan reuse dan recycling terhadap sisa bahan baku, dan kaitannya dengan desain kemasan produk yang dapat didaur ulang. Semua indikator kinerja lingkungan untuk perusahaan besar dan perusahaan sedang tidak terdapat perbedaan yang signifikan, kecuali pada indikator pengadopsian terhadap kebijakan lingkungan kaitannya dengan pencegahan polusi sebagai bagian integral dari kebijakan perusahaan, dan pelaksanaan program-program kepedulian lingkungan. Saran 1. Perlunya sebuah sistem manajemen lingkungan dengan melibatkan stakeholders untuk melakukan sosialisasi, pelaksanaan dan pengawasan secara lebih intensif sehingga dapat menjamin pelaksanaan manajemen lingkungan yang lebih baik bagi perusahaan-perusahaan manufaktur. 238 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN 2. Perlunya peningkatan peran lembaga yang terkait langsung dengan masalah lingkungan, yaitu Bapedalda Propinsi dan Bapedalda Kota atau Kabupaten dalam menjamin pelaksanaan manajemen lingkungan yang efektif bagi perusahaan manufaktur. Keterbatasan dan Penelitian Mendatang Keterbatasan dalam penelitian ini adalah menyangkut obyek penelitian yang terlalu luas, sehingga kajiannya kurang spesifik. Selain itu juga perlu dibedakan berbagai perilaku manajemen lingkungan antara perusahaan besar dengan perusahaan sedang untuk menilai ada tidaknya perbedaan diantara keduanya. Penelitian mendatang dapat difokuskan pada perusahaanperusahaan manufaktur secara lebih spesifik, sehingga dapat digunakan sebagai bahan kebijakan terhadap industri-industri tertentu. Pembandingan berbagai dimensi manajemen lingkungan antara perusahaan besar, sedang maupun perusahaan kecil dalam pengelolaan manajemen lingkungan menarik untuk diteliti. 239 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) E.IMPLEMENTASI PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA LINGKUNGAN DAN KINERJA PERUSAHAAN PADA INDUSTRI KECIL MENENGAH Oleh: Budhi Cahyono ABSTRACT Issues in environmental management are relevant to study along with the development of industrial activities, especially in Indonesia. Indonesia as a part of Southeast Asian countries will be the destination of industrial activities because this region is claimed to be low-cost industrial area (Rao, 2004), where 70% of industrial activity will be focused on South-East Asia. Industrial activities will cause environmental problems, such as air, land, sound, and water pollution, as an impact of the poor environment. This phenomenon is very important to study, especially on the aspects of environmental management. The first objective of the study is designed to investigate the relationship between environment initiative, employee involvement, and supplier integration on environment performance. The second objective of the study is designed to investigate the relationship between environmental performance on the corporate performance. This study also aims to investigate the impact of independent variable on dependent variable, that mediated by intervening variabel environment performance. This investigated use trimmed model as a ending model from path analysis. The population of this study consists of 85 corporetes where operations on industrial centre in Semarang municipality. All of the variables are measured with four indicators for every indicators. The data were collected from primary and secondary data. The primary data get from interview with respondent, and focus group discussions. The secondary data get from statistics central beurue, journals, tex books, and precedence research. The analysis data using path analysis that solved by multiple regression. The result of the study shows that, first: the independent variables environmental initiative and employee involvement have significant influence 240 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN on environmental performance. Second, supplier integration has direct effect on corpporate performance. Third, environmental management has a significant influence on corporate performance. At last, the result of trimmed model show that environmental performance as a mediating variables from correlations among environment initiative, employee involvement on corporate performance. Keywords:Environment Initiative, Employee Involvement, Supplier Integration, Environmental Performance, and Corporate Performance. Pendahuluan Munculnya isu lingkungan yang diperkuat oleh pernyataan Rao (2004) yang menyatakan bahwa kegiatan operasional industri manufaktur yang mendekati 70% akan dilakukan di wilayah Asia Tenggara, mengingat di kawasan ini merupakan a cheaper production house. Polusi sebagai dampak lingkungan terjadi pada berbagai tahapan kegiatan produksi dan konsumsi akan muncul dan merupakan fenomena menarik untuk dikaji terhadap dampak lingkungan yang dimunculkan. Konsep greening supply chain management yang dikemukakan oleh Rao (2002) telah mengkaitkan antara inisiatif lingkungan dengan kinerja lingkungan, rantai supply manajemen lingkungan, dan kinerja ekonomi. Sementara itu dalam penelitian tentang greening production, tanggung jawab lingkungan menuntut adanya keterlibatan karyawan dan integrasi dengan supplier dalam menciptakan produksi bersih. Keterlibatan karyawan memiliki pengaruh langsung terhadap greening production. Kajian ini menilai bahwa pengelolaan lingkungan merupakan konsep penting dalam mencapai kinerja lingkungan maupun kinerja perusahaan. Konsep pengelolaan lingkungan merupakan perpaduan dari kajian Rao (2002, 2004), dan akan difokuskan pada variabel inisiatif lingkungan, keterlibatan karyawan, dan integrasi dengan supplier. Inisiatif lingkungan merupakan prakarsa dalam pengelolaan perusahaan untuk memperbaiki kinerja lingkungan perusahaan, memperbaiki komplain, dan meningkatkan keunggulan bersaing Rao (2004). Cotton dalam Daily dan Huang (2001), mendefinisikan keterlibatan karyawan sebagai proses partisipatif dalam menggunakan kemampuan karyawan dan komitmen karyawan secara menyeluruh untuk mencapai sukses organisasi. Sementara 241 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) integrasi supplier didefinisikan sebagai keterkaitan antara perusahaan dengan supplier dalam menciptakan keunggulan di bidang lingkungan Ahmed (2004). Keterkaitan antara kinerja lingkungan dengan kinerja perusahaan masih merupakan perdebatan diantara beberapa peneliti, sehingga sangat menarik dan menjadi unik untuk dilakukan kajian yang lebih mendalam. Studi difokuskan pada sentra-sentra industri. Sentra industri merupakan pengelompokkan industri yang memiliki kegiatan dan produk yang sama dan berada pada suatu lokasi tertentu. Pada penelitian tentang dorongan manajemen lingkungan dan manajemen lingkungan proaktif (Cahyono, 2006), obyek penelitiannya adalah industri manufaktur di Provinsi Jawa Tengah, hasilnya kurang fokus untuk pengambilan kebijakan, mengingat respondennya sangat heterogen, yaitu semua jenis industri manufaktur. Penelitian ini akan memfokuskan pada sentra-sentra industri. Rock and Aden (1999) menemukan adanya faktor karakteristik perusahaan, tuntutan regulasi, tekanan masyarakat dan pasar berpengaruh terhadap investasi perusahaan dalam pencegahan polusi dalam hubungannya dengan praktek-praktek manajemen lingkungan. Temuan lain menunjukkan bahwa hanya karakteristik perusahaan (ukuran dan sektor) yang mempengaruhi pengurangan biaya polusi. Dilihat dari distribusi persentase Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku di Kota Semarang, menunjukkan bahwa pada tahun 2003 kontribusi sektor industri pengolahan memiliki kontribusi sebesar 39,33 persen, dan pada tahun 2004 dan tahun 2005 sedikit mengalami penurunan. Semakin tingginya sumbangan sektor industri pengolahan dan tingkat kontribusinya yang cenderung tetap selama tiga tahun terakhir, maka diduga akan menimbulkan pengaruh yang serius terhadap keberadaan masalah-masalah lingkungan sebagai akibat dari kegiatan yang dilakukan oleh sektor industri. Dampak yang muncul dari semakin banyaknya sektor industri pengolahan adalah semakin meningkatnya aktivitas industri, khususnya industri manufaktur. Selanjutnya akan berdampak pada masalahmasalah lingkungan, seperti polusi udara, polusi air, polusi suara, dan proses pengadaan bahan baku dari supplier. Fenomena tuntutan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan adanya kecenderungan bergesernya kegiatan produksi di wilayah Asia Tenggara, akan mendorong pada kegiatan investasi yang lebih besar. Pertumbuhan ekonomi 242 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN akan diikuti oleh berbagai kegiatan manufaktur melalui pendirian perusahaanperusahaan, baik yang berskala besar, sedang, maupun kecil. Kenyataan bahwa wilayah Asia Tenggara sebagai wilayah a cheaper production house akan memberikan daya tarik bagi para investor untuk menginvestasikan dananya di wilayah Asia Tenggara. Masalah yang muncul dengan semakin meningkatnya kegiatan manufaktur antara lain permasalahan kerusakan lingkungan melalui eksploitasi sumber daya alam yang tidak terbatas, dan pengelolaan lingkungan yang tidak memperhatikan kelestarian dan keberlangsungan lingkungan. Selama ini kajian tentang pengelolaan lingkungan dan kaitannya dengan kinerja lingkungan dan perusahaan, khususnya pada industri kecil dan menengah (IKM) yang terhimpun dalam sentra-sentra industri masih belum banyak dilakukan, khususnya di Indonesia. Studi ini dimaksudkan untuk menelaah permasalahan pengelolaan lingkungan, ditinjau dari faktor inisiatif lingkungan, keterlibatan karyawan, dan integrasi dengan supplier. Cahyono (2007), melalui mail survey terhadap industri manufkatur di Jawa Tengah menemukan bahwa dari sejumlah 143 perusahaan yang menjadi responden, sebanyak 6,5% yang sangat faham terhadap berbagai peraturan pemerintah tentang lingkungan. 34,7% cukup faham, 37,8% kurang faham dan sebanyak 21,1% tidak faham. Temuan lain menunjukkan bahwa upaya-upaya yang dilakukan oleh industri manufaktur di Jawa Tengah terhadap permasalahan lingkungan kecenderungannya masih reaktif. Reaktif merupakan fase kedua dalam tahapan pengelolaan lingkungan, yakni dengan melakukan perbaikan setelah adanya peraturan yang mewajibkan (Berry and Rondinelly, 1998). Artinya sebagian besar industri manufaktur di Jateng dalam menyelesaikan permasalahan lingkungan dilakukan setelah terjadi atau munculnya masalah lingkungan, misalnya: polusi udara, limbah cair yang membahayakan. Masalah lingkungan juga diperparah dengan minimnya pemahaman industri manufaktur terhadap berbagai peraturan tentang lingkungan. Perusahaan-perusahaan manufaktur dalam melakukan kepedulian terhadap lingkungan cenderung dipengaruhi oleh adanya komplain dari konsumen dan tuntutan dari stakeholders, sehingga belum disadarinya bahwa masalah lingkungan memerlukan tidak hanya sekedar tuntutan dari pihak luar, namun seharusnya menjadi tindakan proaktif. Terdapat perbedaan pandangan terhadap pengaruh antara kinerja 243 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) lingkungan dan kinerja perusahaan. Penelitian Naffzinger (2003) usahausaha di bidang lingkungan memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan, dengan pengecualian pada indikator keuntungan, pendapatan, dan efisiensi operasional. Freeman (1994) dalam penelitiannya menemukan bahwa inisiatif lingkungan memiliki dampak negatif terhadap kinerja perusahaan. Namun dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Porter and Linde (1995), Ahmed et al. (1998), menemukan bahwa kepedulian terhadap lingkungan secara proaktif dapat menciptakan keuntungan dalam jangka panjang. Dalam penelitiannya, Clelland et al., (2000) menghadirkan bukti-bukti bahwa praktekpraktek pencegahan polusi dan minimisasi waste akan dapat mencapai efisiensi operasional. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Ahmed et. al., (2003) yang menemukan hubungan positif antara usaha-usaha perbaikan lingkungan perusahaan dengan efisiensi operasional. Pandangan tradisional meyakini bahwa aktivitas lingkungan akan berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan, karena akan menimbulkan investasi besar dalam mencapai lingkungan yang berkualitas (Naffziger, 2003). Disisi lain pandangan tradisional tidak terbukti kebenarannya. Kepedulian terhadap lingkungan secara proaktif akan berdampak pada keuntungan ekonomis dalam jangka pangjang, dibuktikan dengan kenyataan bahwa perusahaan yang mencapai kesuksesan karena menggunakan strategi kesadaran lingkungan (Ahmed et al., 1998). Mendasarkan berbagai temuan, maka permasalahan lingkungan masih perlu ditindaklanjuti, khususnya dalam pengelolaan lingkungan pada industri kecil menengah. Pengelolaan difokuskan pada bagaimana sistem pengelolaan lingkungan yang mampu meningkatkan kinerja lingkungan dan akhirnya berdampak pada peningkatan kinerja perusahaan, dengan mendasarkan pada variabel inisiatif lingkungan, keterlibatan karyawan dan integrasi dengan supplier. TINJAUAN PUSTAKA Green Theory (Eckersly, 2006). Perhatian terhadap lingkungan mulanya dipengaruhi oleh International Relations (IR) teori. Teori IR dengan jelas memperkenalkan krisis ekologi yang kemudian memunculkan green theory dalam ilmu-ilmu sosial dan humaniora. 244 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN Neorealism dan neoliberalism telah banyak memunculkan masalah-masalah lingkungan sebagai sebuah isu baru. Pendekatan green theory menawarkan new green interpretation yang memfokuskan pada keadilan internasional melalui keamanan ekologi, pengembangan yang berkelanjutan, dan keadilan lingkungan. Kerusakan lingkungan disebabkan oleh aktivitas manusia memiliki sejarah yang lama dan kompleks. Globalisasi dan revolusi industri disinyalir sebagai penyebab kerusakan lingkungan dan menimbulkan masalah lingkungan di seluruh dunia. Pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat, penggunaan tehnologi-tehnologi baru, meningkatnya populasi penduduk sangat berdampak pada peningkatan kebutuhan energi dan konsumsi sumber daya, meningkatnya sumber-sumber polusi dan sisa-sisa produksi. Pada tahun 1990-an terminologi green sering digunakan sebagai kepedulian terhadap lingkungan, sehingga diposisikan sebagai sebuah tradisi politik baru yang memberikan tantangan terhadap dua tradisi politik yang berpengaruh, yaitu liberalisme dan sosialisme (Eckersly, 2006). Dalam gambaran yang lebih luas, green political theory memberikan kritik terhadap kapitalisme barat dan sosialisme yang menganut ideologi industrialisasi, dengan memusatkan pada peran pasar (liberalisme) dan peran negara (sosialisme). Faham liberalisme dan sosialisme dikembangkan dengan dasar premis yang sama, yang mengasumsikan bahwa sumber daya alam dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan kemajuan tehnologi dimana keduanya sangat diinginkan dan tidak dapat dielakkan. Tradisi politik sangat optimis bahwa ilmu dan tehnologi merupakan ide yang baik bagi manusia untuk mendominasi dan memanipulasi alam melalui eksploitasi berkelanjutan dengan alasan untuk kemajuan manusia. Pada akhir tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an para ahli green politics mengakui bahwa nilai-nilai moral harus dikedepankan sebagai centre of value. Mereka menolak arogansi, self interest, dan kebodohan seperti yang dilakukan oleh faham liberalisme dan sosialisme, kemudian dibentuklah filosofi ekosentrik (ecology-centred) yang mencoba untuk memahami seluruh sisi kehidupan. Dari perspektif ekosentrik kepedulian lingkungan tidak hanya difokuskan pada perlindungan kesehatan dan kemakmuran manusia dan generasi-genarasi mendatang, tetapi juga memberikan perhatian pada perlunya membatasi eksploitasi sumber-sumber 245 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) daya alam. Eckersley, (2006) mensinyalir tuntutan terhadap keadilan lingkungan dapat diwujudkan dengan : 1. Pengakuan terhadap masyarakat yang bermoral dipengaruhi oleh besarnya resiko ekologi. (tidak hanya seluruh penduduk, tetapi seluruh manusia, generasi mendatang, dan spesies selain manusia) 2. Partisipasi masyarakat dan lembaga dalam pengambilan keputusan tentang lingkungan. 3. Pendekatan pencegahan untuk menjamin resiko yang minimal kaitannya dengan masyarakat luas. 4. Terdapatnya distribusi yang fair terhadap resiko yang ditimbulkan. 5. Memperbaiki dan memberikan kompensasi terhadap instansi yang memunculkan masalah-masalah lingkungan. Environment Management System (Hussey, 2003) Menurut Darnall dalam Hussey, 2003, Environmental Management Systems (EMS) merupakan sebuah paket formal yang terdiri dari prosedurprosedur dan kebijakan-kebijakan yang menjelaskan bagaimana sebuah organisasi akan mengatur dampak-dampak lingkungan yang potensial. EMS merupakan sebuah pendekatan terstruktur kaitannya dengan isu-isu manajemen lingkungan dan memberikan dasar dalam menjamin komplain dan kinerja perusahaan. Sedangkan Environment Protection Agency (EPA) dalam Begerson (2005) mendefinisikan EMS sebagai sebuah siklus berkelanjutan yang meliputi perencanaan, implementasi, pemeriksaan dan perbaikan prosesproses dan tindakan-tindakan yang mengikat organisasi untuk mengkaitkan antara tujuan bisnis dan tujuan lingkungan. International Standard Organization (ISO) 14001 mendefinisikan EMS sebagai bagian dari keseluruhan sistem manajemen yang terdiri dari struktur organisasi, aktivitas perencanaan, pertanggungjawaban, praktek-praktek, prosedur-prosedur, proses-proses dan sumberdaya untuk mengembangkan, mengimplementasikan, mencapai, memeriksa, dan memelihara kebijakan-kebijakan lingkungan. Konsep EMS yang telah didefinisikan menunjukkan bahwa manajemen lingkungan menyatu dengan manajemen bisnis organisasi. Manajemen lingkungan menjadi tanggung jawab seluruh karyawan dalam menciptakan 246 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN lingkungan yang sehat dan aman. Bergeson (2005) menyatakan bahwa terdapat empat pendorong dalam pengembangan dan implementasi EMS. Pertama, adanya tuntutan akan sertifikasi, sehingga dibutuhkan pelaporan dan prosedur dalam menyiapkan dan melaporkan informasi-informasi yang dibutuhkan. Manajemen harus memperhatikan standar kinerja dalam mengelola perusahaan. Kedua, adanya kebutuhan untuk inovasi bahan bakar dalam pengembangan EMS. Perusahaan secara kontinyu memikirkan caracara baru dan lebih baik untuk mencapai pengembangan yang berkelanjutan, persaingan dan kemakmuran. Desain dan implementasi EMS merupakan bagian dari proses inovasi dan instrumen dalam menghemat sumber daya perusahaan dan maksimisasi pencegahan polusi. Ketiga, adanya insentif bagi perusahaan yang dapat mengembangkan dan mengimplementasikan EMS. Keempat, adanya tuntatan perubahan cara-cara dalam mengelola bisnis. Penerapan EMS dapat mempengaruhi peningkatan kinerja lingkungan, khususnya pada pengurangan pengotoran, pencegahan polusi, dan efisiensi organisasi. Model EMS memiliki siklus perbaikan secara terus-menerus yang mendasarkan pada proses plan, do, check dan act. EMS mendasarkan pada pendekatan ISO 14001 memiliki lima komponen utama, yaitu: 1. Environmental policy, merupakan sebuah komitmen tertulis dari manajemen puncak yang memberikan petunjuk kepada organisasi secara menyeluruh. Secara ideal penetapan kebijakan melibatkan input-input substansial yang bersumber dari karyawan. Setelah mengadopsi kebijakan, seluruh karyawan diberikan informasi tentang kebijakan perusahaan, tindakan pencegahan, bagaimana kebijakan berdampak pada seluruh karyawan, dan apa tanggungjawab mereka kaitannya dengan kebijakan tersebut. 2. Planning, perusahaan menunjukkan secara detail proses pelaksanaan dan evaluasi, identifikasi dan pengujian berbagai aspek dan dampak lingkungan, mengidentifikasi kebutuhan, menetapkan prioritas, mengembangkan tujuan dan target, dan memaparkan program kaitannya dengan pencapaian tujuan. 3. Implementation and operation, yaitu dengan melibatkan sumberdaya, delegasi tanggungjawab, pemaparan tugas-tugas yang harus dilakukan, meyakinkan bahwa seluruh karyawan memiliki pemahaman tentang EMS. Komunikasi internal dan eksternal sangat dibutuhkan untuk memonitor, 247 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) yang didukung oleh dokumentasi EMS, pengawasan dokumen dan pengawasan operasional EMS. 4. Monitoring and corrective action, dilakukan oleh organisasi dalam mengaudit atau mengevaluasi kinerjanya. Audit dapat dilakukan oleh internal organisasi maupun oleh pihak luar. Masalah-masalah yang ditemukan dalam implementasi EMS akan diidentifikasi dan didokumentasi untuk menentukan tindakan-tindakan korektif yang diperlukan, yang kemudian didokumentasi dan dilaporkan. 5. Management review, dilakukan secara periodik oleh manajemen puncak terhadap keseluruhan pelaksanaan EMS dan penentuan pelaksanaan selanjutnya. Review dapat meliputi review kebijakan, aspek dan dampak lingkungan, aturan-aturan, tujuan dan kinerja. Kesemuanya dapat dilakukan perubahan-perubahan mendasarkan pada pertimbangan hasil review. Penfold (2002), mengidentifikasi terdapat lima dasar dalam partnership, pertama: menerapkan sepuluh elemen EMS secara umum yang meliputi: environmental policy, environmental impacts, legal and other requirements, objectives and targets, roles and responsibilities, record keeping and reporting, training, emergency response, assessment dan corrective action. Kedua, perlu adanya submission terhadap laporan tahunan EMS, confirmity, tindakan koreksi, dan menciptakan output. Ketiga, perlunya menciptakan komitmen terhadap berbagai aturan. Keempat, secara berkelanjutan memaparkan EMS dengan menampilkan laporan-laporan yang dibutuhkan. Kelima, evaluasi terhadap EMS yang dilakukan oleh departemen lingkungan. Evaluasi dilakukan dengan cara mengkomunikasikan anggota departemen dengan perwakilan EMS. Secara ideal pelaksanaan EMS dapat dilakukan dengan benchmarking, yaitu membandingkan kinerja lingkungan perusahaan dengan kinerja industri secara keseluruhan. Revolusi di bidang lingkungan hampir terjadi dalam tiga dekade dan memunculkan perubahan yang dramatis bagi perusahaan dalam mengelola bisnisnya (Hart, 1997). Permasalahan lingkungan senantiasa muncul terus menerus seiring dengan eksploitasi sumber daya alam secara besarbesaran. Perusahaan harus menyadari dan bertanggung jawab terhadap lingkungan global yang semakin memanas dengan penciptaan produk 248 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN yang bersih. Di beberapa negara industri, perusahaan-perusahaan sudah menyadari pentingnya going green, dan untuk merealisasikannya diambil tindakan dengan mengurangi polusi dan meningkatkan profit secara simultan. Menurut Hart (1997), akar permasalahan dalam kerusakan lingkungan adalah pertumbuhan penduduk yang pesat dan pertumbuhan ekonomi yang cepat, dan pada saat yang sama pertumbuhan industri juga cukup pesat yang diikuti dengan eksploitasi sumber daya alam, penggunaan teknologi pada hampir setiap perusahaan, keinginan untuk mengikuti globalisasi. Berbagai aktivitas mendasar kaitannya dengan menciptakan tanggung jawab terhadap lingkungan, menurut Berry dan Rondinelli (1998), antara lain: (1) Pollution prevention, dilakukan dengan menciptakan pengawasan polusi, artinya membersihkan segala yang tidak berguna setelah menghasilkan produk. (2) Product stewardship, yang dilakukan tidak hanya dengan meminimisasi polusi dari proses produksi, tetapi juga dampak lingkungan yang terkait dengan siklus hidup suatu produk. Design for environmental (DFE), merupakan alat untuk memudahkan melakukan recovery, reuse atau recycle terhadap produk. (3) Clean technology, perusahaan yang memiliki pemikiran jauh ke depan tentunya harus merencanakan untuk investasi di bidang teknologi. Keberadaan teknologi, seperti industri kimia sangat rentan terhadap lingkungan. Berry dan Rondinelli (1998), mengungkapkan bahwa pada abad ke21 ini merupakan a new industrial revolution. Kesimpulan tentang revolusi industri baru didasarkan pada survei yang dilakukan terhadap lebih dari 400 eksekutif senior berbagai perusahaan di dunia, yang menemukan bahwa 92% dari mereka setuju bahwa berbagai tantangan lingkungan merupakan isu sentral pada abad ini. Para eksekutif perusahaan juga bahwa pengontrolan polusi merupakan tanggung jawab perusahaan, dan menjadikan sebuah fenomena bahwa sebagian besar perusahaan berusaha mengelola dampak lingkungan secara efektif dan efisien. Revolusi pemikiran tentang lingkungan terjadi dalam tiga tahap, yaitu: (1) tahun 1960-an dan 1970-an berawal dari krisis lingkungan, perusahaan berusaha untuk melakukan pengawasan terhadap kerusakan-kerusakan yang terjadi. (2) Tahun 1980-an merupakan era reaktif yang berusaha untuk menepati segala peraturan pemerintah tentang lingkungan dan meminimisasi biaya komplain. Era 1990-an 249 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) perusahaan sudah menyadari perlunya pendekatan proaktif terhadap tuntutan lingkungan dengan mengantisipasi dampak lingkungan terhadap kegiatan operasional perusahaan, antara lain dengan berusaha mengurangi waste dan dampak yang ditimbulkan oleh polusi dan menemukan cara-cara positif untuk memperoleh keunggulan melalui peluang bisnis dengan total quality environmental management (TQEM). Bagi beberapa perusahaan, nilai-nilai lingkungan menjadi bagian integral dari budaya dan proses manajemen. Kepedulian terhadap lingkungan akan berdampak pada munculnya peluang baru untuk menciptakan green products, processes dan technologies. Berdasarkan fenomena pengelolaan lingkungan fokus utamanya masih mengutamakan kepentingan individu pelaku bisnis. Pengelolaan lingkungan secara terorganisir dimulai pada tahun 1960-an yang mengandalkan pada kegiatan pengawasan setelah terjadi kerusakan, artinya para industrialis belum memandang masalah lingkungan sebagai bagian utama dari strategi perusahaan. Di samping itu tindakan untuk pelestarian dan konservasi lingkungan belum mendapatkan prioritas. Fokus utama masih bersifat internal, seperti penciptaan produk yang ramah lingkungan, proses produksi dan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan. Revolusi dalam pemikiran di bidang lingkungan dibagi dalam tiga tahapan (Berry and Rondinelli, 1998), yaitu: (1) Unprepared atau model krisis, (2) Reactive atau model cost, dan (3) Proactive atau model keberlanjutan bisnis. Pada unprepared atau model krisis terjadi antara tahun 1960-1970 yang memfokuskan pada penanggulangan berbagai krisis lingkungan yang terjadi dan mencoba mengontrol berbagai kerusakan yang terjadi. Pada tahap kedua, yaitu model reaktif terjadi pada tahun 1980 ditandai keingingan perusahaan untuk mengadopsi berbagai regulasi pemerintah di bidang lingkungan yang pada saat itu mulai tumbuh dengan pesat, sehingga perlu di dilakukan upaya-upaya untuk meminimisasi biaya-biaya komplain. Pada era manajemen lingkungan proaktif yang terjadi mulai tahun 1990-an, perusahaan-perusahaan mulai memikirkan antisipasi dampak lingkungan terhadap operasionalisasi perusahaan dengan melakukan pengukuran terhadap upaya untuk mengurangi waste dan polusi sehubungan dengan munculnya berbagai regulasi bidang lingkungan dengan menemukan upaya-upaya positif dalam rangka mencapai keunggulan bisnis melalui total 250 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN quality environmental management (TQEM). Pada tahapan ini, perusahaan berupaya untuk melakukan pencegahan polusi dan melakukan eksplorasi untuk menciptakan peluang-peluang baru dalam mengembangkan green product, green process, dan green technology. Gambar 1 Tahapan Manajemen Lingkungan Perusahaan Sumber: Berry And Rondinelli (1998) Penelitian Terdahulu Cahyono dan Sulistyo (2002) meneliti tentang kualitas manajemen lingkungan dan keunggulan bersaing, dengan kinerja perusahaan sebagai moderating variabel. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang rentan terhadap lingkungan di Provinsi Jawa Tengah, seperti: perusahaan gas, kimia, plastik, makanan ternak, industri kayu, tekstil, garmen, makanan dan minuman, farmasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa respond rate sebesar 28%. Keterlibatan perusahaan dalam peran aktif pembentukan peraturan di bidang lingkungan sangat rendah (67% belum pernah terlibat). 251 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) Sejumah 60% responden juga menyatakan belum pernah mengikuti atau menerima penyuluhan tentang AMDAL. Hasil lain mengindikasikan bahwa kualitas manajemen lingkungan tidak berpengaruh signifikan terhadap keunggulan bersaing. Hasil kedua setelah kualitas manajemen lingkungan diinteraksikan dengan kinerja perusahaan berpengaruh signifikan terhadap keunggulan bersaing. Penelitian Rao (2004), menguji tentang variabel-variabel yang mempengaruhi greening production. Terdapat lima variabel yang berhubungan dengan greening production, yaitu: tanggung jawab sosial perusahaan, Total Quality Environmental Management (TQEM), integrasi supplier, keterlibatan karyawan, dan produksi bersih. Penelitian ini dilakukan di Asia Tenggara dengan menggunakan obyek perusahaan-perusahaan yang ada di Malaysia, Indonesia, Thailand dan Philipina. Responden dalam penelitian ini sebanyak 52 responden dengan jumlah indikator sebanyak 64. Hasilnya menunjukkan bahwa keterlibatan karyawan (worker involvement) memiliki pengaruh langsung dan signifikan terhadap greening production, di samping variabel cleaner production. TQEM memiliki pengaruh tidak langsung terhadap greening production, yakni melalui variabel keterlibatan karyawan, integrasi supplier dan cleaner production. Sementara variabel corporate environmental responsibility berpengaruh terhadap TQEM dan worker involvement. Dalam penelitian yang lain, Rao (2002) melakukan studi tentang greening the supply chain dengan obyek industri di Asia Tenggara, yakni di negara Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapore dan Philipina. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi dan mengetahui hubungan antara berbagai variabel lingkungan yang mempengaruhi kinerja ekonomi. Jumlah sampel sebanyak 52 perusahaan dengan indikator sebanyak 64, dan cara mendapatkan data dengan mail survei. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa terkait dengan variabel inisiatif lingkungan menghasilkan indikator-indikator antara lain: optimasi pengurangan emisi udara, penerapan berbagai kriteria lingkungan, penggunaan material yang ramah lingkungan dan optimisasi proses untuk pengurangan kebisingan. Keuntungan penerapan manajemen lingkungan terkait dengan: perbaikan imej perusahaan, perbaikan terhadap komplain lingkungan, meningkatkan efisiensi, dan komitmen sosial. Hasil analisis SEM mengindikasikan bahwa kinerja ekonomi dipengaruhi oleh daya saing dan 252 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN tidak dipengaruhi oleh kinerja lingkungan. Kinerja lingkungan dipengaruhi oleh inisiatif lingkungan dan supply chain environmental management. Penelitian Ahmed (2004) bertujuan untuk menginvestigasi hubungan antara environmental concern, environmental effort dan dampaknya terhadap company performance pada industri otomotif, perusahaan kertas, pabrikasi, perakitan, industri kimia, rumah sakit, hotel, dan industri makanan di Amerika Serikat. Hasilnya mengindikasikan adanya hubungan signifikan antara environmental concern dan environmental effort. Selain itu juga terdapat hubungan signifikan antara environmental effort dengan efisiensi operasional dan imej perusahaan. Di lain pihak hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh negatif environmental effort terhadap profit. Ditemukan juga bahwa perusahaan dengan konsern top management yang tinggi merasakan bahwa strategi lingkungan memiliki dampak signifikan terhadap pendapatan, konsumen, supplier, efisiensi operasi dan imej perusahaan, dengan pengecualian untuk profit. Hasil penelitian juga mengindikasikan tidak ada perbedaan signifikan berbagai indikator yang terkait dengan concern dan effort antara perusahaan yang telah mempublikasikan program lingkungan dengan perusahaan yang tidak mempublikasikan. Penelitian Naffziger (2003) dilatarbelakangi oleh keinginan melakukan proteksi dan preservasi terhadap lingkungan alam. Inisiatif untuk menciptakan green muncul dalam berbagai organisasi bisnis. Organisasi bisnis diharapkan dapat lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan dari waktu-waktu yang lalu. Berbagai keyakinan tradisional menyatakan bahwa aktivitas lingkungan memiliki dampak negatif terhadap kinerja perusahaan, seperti pertumbuhan penjualan dan profit. Namun Bandley (1993) menyatakan ada indikasi bahwa pelaksanaan manajemen lingkungan secara proaktif akan berdampak pada keuntungan ekonomi dalam jangka panjang. Hasil penelitian Naffziger (2003), menunjukkan bahwa konsepsualisasi environmental concern, environmental effort dan kinerja perusahaan sangat terkait. Peningkatan environmental concern akan meningkatkan environmental effort, dan meningkatkan pula kinerja perusahaan. Ashrof (1993) menyimpulkan bahwa environmental effort berhubungan positif dengan kinerja perusahaan, selain untuk indikator keuntungan, pendapatan dan efisiensi operasional. Hasil lain mengindikasikan bahwa perusahaan dengan konsern top manajemen tinggi 253 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) memiliki environmental effort yang lebih baik dibanding perusahaan tingkat environmental konsern-nya rendah. Di samping itu juga perusahaan yang environmental konsern-nya tinggi cenderung memiliki kinerja perusahaan yang lebih baik, khususnya dalam profit dan efisiensi operasional. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Cahyono (2007) pada industri manufaktur di Jawa Tengah, mengindikasikan bahwa 34,7% dari responden menyatakan kurang paham dan 21,1% tidak paham terhadap berbagai peraturan pemerintah tentang lingkungan. Disamping itu ada perbedaan dalam berbagai praktek manajemen lingkungan antara perusahaan besar dan sedang kaitannya dengan dorongan manajemen lingkungan, manajemen lingkungan proaktif dan kinerja manajemen lingkungan. Penelitian ini dengan melibatkan responden perusahaan besar sebanyak 51 perusahaan dan perusahaan sedang sebanyak 92 perusahaan. Kelompok industri yang diteliti antara lain: perusahaan mebel, pengelahan kayu, rokok, pakaian jadi, tekstil, alat kedokteran, pupuk, pertambangan, batik tulis, ikan kering, plastik, dan mori blaco. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya pengaruh yang positif dan signifikan antara dorongan manajemen lingkungan dan manajemen lingkungan proaktif terhadap kinerja lingkungan. Desain Penelitian Rao (2004), mengidentifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi produksi ramah lingkungan diawali dengan variabel tanggung jawab lingkungan perusahaan, total quality environmental management (TQEM), keterlibatan karyawan, integrasi supplier, dan produksi bersih. Sementara itu dalam konsep greening the supply chain, Rao (2002) mengindikasikan bahwa kinerja lingkungan dipengaruhi oleh inisiatif lingkungan dan supply chain environment management (SCEM). Kinerja lingkungan berdampak pada kemampuan bersaing dan kinerja ekonomi. Naffziger (2003), menemukan bahwa konsern terhadap lingkungan akan meningkatkan usaha-usaha perbaikan lingkungan, dan pada akhirnya akan meningkatkan kinerja perusahaan melalui keuntungan, pendapatan, kepuasan konsumen, hubungan baik dengan supplier, efisiensi operasional, dan meningkatnya imej perusahaan. Berdasarkan pada masalah penelitian, dan kajian pustaka yang telah diuraikan, maka dalam penelitian ini didesain untuk mengkaitkan variable 254 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN inisiatif lingkungan, keterlibatan karyawan, integrasi supplier, kinerja lingkungan dan kinerja perusahaan sebagaimana dipaparkan dalam Kerangka Penelitian (gambar 2) Gambar 2 Kerangka Penelitian METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif analitis, dengan memfokuskan pada identifikasi yang mendalam tentang pengaruh pengelolaan lingkungan perusahaan melalui dimensi inisiatif lingkungan, keterlibatan karyawan, dan integrasi dengan supplier, terhadap kinerja lingkungan dan kinerja perusahaan. Adapun metode dan teknik penelitian yang digunakan adalah penggabungan antara studi literatur, observasi responden, metode wawancara dengan manajemen perusahaan secara terstruktur dan wawancara mendalam (indeep interview), yang diharapkan dapat memperoleh informasi dari responden secara lengkap. Variabel penelitian meliputi: inisiatif lingkungan, keterlibatan karyawan, integrasi supplier, kinerja lingkungan ,dan kinerja perusahaan. Inisiatif lingkungan memiliki indikator: upaya penggunaan bahan baku ramah lingkungan, upaya mengurangi waste, upaya mengurangi polusi air, udara dan suara, dan upaya penggunaan teknologi bersih. Keterlibatan karyawan memiliki indikator; jaminan keterlibatan karyawan, training karyawan, 255 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) kejelasan tugas karyawan, dan standar keterlibatan karyawan. Integrasi supplier memiliki indikator; pemilihan supplier dengan kriteria lingkungan, mempresur supplier untuk peduli lingkungan, membantu supplier memaparkan Environmental Management System/EMS, dan menginformasikan pentingnya produksi bersih. Kinerja lingkungan memiliki indikator: berkurangnya polusi air, udara dan suara, berkurangnya waste, berkurangnya komplain masyarakat, dan berkurangnya konsumsi energi. Kinerja perusahaan memiliki indikator: peningkatan keuntungan, peningkatan pangsa pasar, peningkatan daya saing, dan peningkatan imej perusahaan. Semua indikator diukur dengan menggunakan 5 poin skala Likert (sangat setuju – sangat tidak setuju). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan kecil dan menengah yang beroperasi di Kota Semarang dan mengelompok dalam sentra-sentra industri. Sementara sentra-sentra industri yang dijadikan obyek dalam studi ini antara lain: sentra pengolahan hasil ikan (pengasapan ikan, ikan asin dan trasi), sentra tahu dan tempe, sentra batik, dan sentra konveksi. Teknik sampling yang digunakan adalah kluster sampling, yaitu merupakan teknik sampling dengan karakteristik terdapat heterogenitas antar kelompok dan homogenitas dalam kelompok, kemudian diambil beberapa kelompok terpilih untuk diinvestigasi (Sekaran, 2003). Data primer dalam penelitian ini sangat dominan, yang terdiri dari datadata yang dikumpulkan melalui deep interview secara langsung dengan para pimpinan atau manajer perusahaan dalam hubungannya dengan pengelolaan lingkungan, kinerja lingkungan dan kinerja perusahaan. Adapun instrumen untuk mendapatkan data primer menggunakan kuesioner yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan kuantitatif dan kualitatif guna mendapatkan data yang valid dan lengkap. Data sekunder dalam penelitian diperoleh dari second hand yang terkait dengan topik penelitian. Adapun data sekunder bersumber dari Biro Pusat Statistik (BPS) Kota Semarang dalam angka, kajian literatur. Analisis yang digunakan dalam kajian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dimaksudkan untuk mengkaji berbagai variabel penelitian untuk mendapatkan informasi yang komprehensif tentang pengelolaan lingkungan pada sentra-sentra industri. Analisis kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antar variabel dalam model penelitian. Adapun analisis yang digunakan adalah analisis jalur (path 256 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN analysis). Bentuk hubungan antar variabel dalam penelitian ini menggunakan model yang tidak sederhana, yaitu adanya variabel yang berperan ganda, menjadi variabel independen dalam satu hubungan, namun juga menjadi variabel dependen dalam hubungan yang lain. Penggunaan analisis jalur dikarenakan hubungan antar variabel bersifat linier, aditif dan sistem aliran kausal ke satu arah. HASIL DAN PEMBAHASAN Table 2 menunjukkan gambaran tentang sentra-sentra industri di Kota Semarang yang dikelompokkan menjadi tujuh sentra, yaitu sentra pengasapan ikan, tahu, tempe, batik, trasi, ikan asin, dan konveksi. Jumlah perusahaan yang mendominasi dalam studi ini adalah sentra pengasapan ikan sebesar 42%, sentra tahu 14%, dan sentra trasi sebesar 11%. Sementara itu sentra tempe, sentra batik, sentra konveksi sebesar 8%, dan sentra ikan asin sebanyak 9%. Nilai produksi terbesar dalam sentra industri adalah industri tempe sebesar 153.600 Kg, dan sentra pengasapan ikan menggunakan bahan baku per harinya sebanyak 98.700 Kg. industri pengasapan ikan merupakan industri utama di Kota Semarang, mengingat keberadaan bahan baku (ikan tongkol, ikan pee) sangat mencukupi. Table 2 Data Sentra-sentra Industri di Kota Semarang Sentra pengasapan ikan berpusat di daerah Semarang utara (kelurahan Bandarharjo, Mangunharjo, dan Tawang Mas). Sentra tahu berpusat di kelurahan Jomblang, sentra tempe dipusatkan di kelurahan Krobokan. Sementara sentra tahu berpusat di kelurahan Lamper Lor, dan Sekayu. Untuk 257 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) sentra batik dipusatkan di Bukit Kencana Jaya, sentra trasi berpusat di Tawang Mas dan Mangunharjo. Sementara sentra konveksi berpusat di Kauman dan Sendangguwo. Nilai Mean dan Standar Deviasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai mean dari jawaban responden untuk empat indkator variabel inisiatif lingkungan menunjukkan nilai dibawah 3, yaitu 2,553. Artinya bahwa kegiatan inisiatif lingkungan yang dilakukan oleh sentra-sentra industri di Kota Semarang belum dijalankan secara benar dan serius, karena nilainya masih di bawah rata-rata. Namun demikian untuk indikator upaya penggunaan bahan baku ramah lingkungan dan upaya mengurangi waste menunjukkan hasil yang mendekati baik, artinya sentrasentra industri memiliki keinginan atau kemauan dalam penggunaan bahan baku yang ramah lingkungan dan melakukan upaya-upaya dalam mengurangi waste kaitannya dengan upaya-upaya awal dalam perbaikan lingkungan. Nilai rata-rata jawaban responden untuk variabel keterlibatan karyawan sebesar 2,435 dan masih dibawah nilai rata-rata tiga, artinya bahwa keterlibatan karyawan dalam sentra-sentra industri kecil menengah di Kota Semarang masih belum optimal. Kurangnya keterlibatan karyawan diindikasikan dengan belum adanya standar keterlibatan karyawan dan jaminan keterlibatan karyawan. Sementara itu kejelasan tugas karyawan yang berkaitan dengan peningkatan kualitas lingkungan sudah ada walaupun belum seluruh sentra menerapkan. Sedangkan training karyawan sebenarnya sudah sering dilakukan, baik oleh manajemen perusahaan, perguruan tinggi, maupun oleh pihak pemerintah kota, dalam hal ini Bapedalda Kota Semarang. Nilai rata-rata variabel keterlibatan supplier sebesar 2,212, dan masih dibawan rata-rata tiga, artinya bahwa integrasi dengan supplier yang dilakukan oleh sentra-sentra industri di Kota Semarang masih menunjukkan kondisi yang belum optimal, keberadaan supplier masih bersifat terpisah dan belum menjadikan supplier sebagai partner perusahaan kaitannya dengan tanggung jawab bersama dalam meningkatkan kualitas dan keberlangsungan lingkungan. Temuan ini didukung utamanya oleh indikator pertama dan kedua. Indikator pertama dapat dijelaskan bahwa secara umum sentra-sentra industri belum melakukan pemilihan supplier dengan mempertimbangkan kelestarian 258 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN lingkungan. Sementara indikator kedua, artinya bahwa sentra-sentra industri belum melakukan tekanan atau mempengaruhi supplier untuk peduli terhadap keberlangsungan lingkungan. Sedangkan untuk indikator membantu supplier memaparkan sistem manajemen lingkungan dan menginformasikan pentingnya produksi bersih secara umum sudah dilakukan walaupun skornya belum maksimal. Berdasarkan jawaban responden, maka nilai rata-rata variabel kinerja lingkungan sebesar 2,812, artinya masih di bawah nilai rata-rata tiga. Temuan ini mengindikasikan bahwa kinerja lingkungan pada sentra-sentra industri di Kota Semarang belum maksimal, artinya upaya-upaya yang dilakukan oleh sentra industri belum sepenuhnya dapat mengurangi polusi, mengurangi waste, mengurangi komplain masyarakat, maupun pengurangan konsumsi. Fenomena ini merupakan penyumbang terhadap kondisi lingkungan yang semakin tidak baik. Indikator yang memberikan kontribusi besar dalam mewujudkan rendahnya kualitas lingkungan antara lain masih belum mampunya sentra-sentra industri dalam upaya mengurangi polusi, baik polusi udara, air maupun suara, demikian juga untuk pengurangan limbah sebagai hasil dari kegiatan perusahaan. Disamping itu ada indikasi bahwa sentra-sentra industri belum mampu untuk mengurangi konsumsi energi atau menggunakan energi alternatif yang lebih ramah lingkungan. Sementara itu dalam kaitannya dengan berkurangnya waste atau tindakan-tindakan yang tidak menciptakan nilai tambah dan komplain masyarakat, sentra-sentra industri di Kota Semarang memiliki kecenderungan yang lebih baik, walaupun nilai skornya masih di bawah rata-rata. Nilai rata-rata variabel kinerja perusahaan sebesar 2,573, dan masih di bawah nilai rata-rata tiga. Artinya bahwa kinerja perusahaan pada sentra-sentra industri di Kota Semarang menunjukkan kinerja yang belum bagus pada tiga tahun terakhir. Kurang baiknya kinerja perusahaan dipengaruhi oleh indikator peningkatan keuntungan yang cenderung tidak meningkat. Selain itu juga kaitannya dengan peningkatan pangsa pasar yang memiliki kecenderungan tidak tercapai. Sementara itu kaitannya dengan imej perusahaan, secara umum sentra-sentra industri di Kota Semarang ada kecenderungan semakin dikenal oleh masyarakat. 259 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Hasil pengujian validitas dilakukan dengan mengkorelasikan antara indikator dengan variabelnya masing-masing. Selanjutnya untuk mengetahui suatu indicator valid atau tidak, ditentukan dengan nilai signifikansi korelasi tersebut. Berdasarkan pada nilai signifikansi, dapat disimpulkan bahwa semua indicator penelitian dikategorikan valid, karena memiliki nilai signifikansi < 0,05. Sementara itu pengujian reliabilitas dilakukan dengan melihat nilai Cronbach alpha (α). Dalam penelitian ini diketahui bahwa nilai α untuk masing-masing variabel adalah sebagai berikut: Inisiatif lingkungan = 0,771, Integrasi supplier = 0,830, Keterlibatan karyawan = 0,621, Kinerja lingkungan = 0,773, dan Kinerja perusahaan = 0,664. Hasil Path Analisis Berdasarkan hasil perhitungan regresi berganda menunjukkan bahwa variabel inisiatif lingkungan memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja lingkungan (t = 5,563 dan sign. 0,000), namun tidak berpengaruh langsung terhadap kinerj perusahaan. Variabel keterlibatan karyawan memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja lingkungan (t = 2,039 sign. 0,045), namun tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja perusahaan. Variabel integrasi supplier tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja lingkungan, namun memiliki pengaruh langsung terhadap kinerja perusahaan (t = 9,041 sign. 0,000). Hubungan selanjutnya, bahwa variabel kinerja lingkungan berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan (t = 2,748 sign. 0,007). 260 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN Inisiatif lingkungan memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja lingkungan, namun tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Temuan ini mengindikasikan bahwa berbagai upaya yang terkait dengan perbaikan inisiatif lingkungan akan memperbaiki kinerja lingkungan. Indikator dalam variabel inisiatif lingkungan yang memiliki pengaruh dominan terhadap kinerja lingkungan antara lain: upaya penggunaan bahan baku yang ramah lingkungan, upaya mengurangi waste, dan upaya penggunaan teknologi bersih. Keterlibatan karyawan memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja lingkungan, namun tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja perusahaan. Indikator dari variabel keterlibatan karyawan yang memiliki pengaruh dominan terhadap kinerja lingkungan antara lain: jaminan keterlibatan karyawan dan standar keterlibatan karyawan. Variabel integrasi dengan supplier tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja lingkungan, namun memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan. Indikator-indikator dari variabel integrasi supplier yang memiliki pengaruh dominan terhadap kinerja perusahaan antara lain: pemilihan supplier dengan kriteria lingkungan dan menginformasikan pentingnya produksi bersih. Variabel kinerja lingkungan berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan, artinya bahwa kinerja lingkungan yang semakin meningkat akan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Adapun indikator-indikator yang dominan dalam mempengaruhi kinerja perusahaan antara lain: berkurangnya polusi air, udara dan suara. Selain itu juga berkurangnya komplain dari masyarakat akan berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan. Secara keseluruhan dalam hubungan antar variabel penelitian dapat disimpulkan bahwa hanya dua variabel independen yang mempengaruhi kinerja lingkungan, yaitu variabel inisiatif lingkungan dan variabel keterlibatan karyawan, sementara variabel integrasi supplier tidak berpengaruh terhadap kinerja lingkungan. Variabel integrasi supplier justru berpengaruh langsung terhadap kinerja perusahaan. Berdasarkan temuan menunjukkan bahwa kinerja lingkungan hanya memediasi hubungan antara inisiatif lingkungan dan keterlibatan karyawan terhadap kinerja perusahaan, sementara itu variabel kinerja lingkungan tidak memediasi hubungan antara integrasi supplier dengan kinerja perusahaan. 261 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) Trimmed Model Uji validitas koefisien path pada setiap jalur untuk pengaruh langsung adalah sama dengan pada regresi, menggunakan nilai p dari uji t, yaitu pengujian koefisien regresi variabel dibakukan secara parsiil. Berdasarkan theory triming, maka jalur-jalur yang nonsignifikan dihilangkan, sehingga diperoleh model yang didukung oleh data empirik. Jalur yang dicetak tebal pada gambar 5.2 dipandang bermakna (p value kecil). Inisiatif lingkungan berpengaruh tidak lansung terhadap kinerja perusahaan, dan dimediasi oleh kinerja lingkungan. Sementara itu keterlibatan karyawan memiliki pengaruh tidak langsung terhadap kinerja perusahaan. Berdasarkan temuan dalam trimmed model, variabel integrasi dengan supplier berpengaruh langsung terhadap kinerja perusahaan. Dengan demikian terdapat dua pengaruh yang tidak langsung (indirect),kaitannya dengan hubungan antar variabel penelitian. Pertama inisiatif lingkungan berpengaruh ke kinerja perusahaan melalui kinerja lingkungan, dengan koefisien pengaruh tidak langsung sebesar: 0,571 x 0,263 = 0,150. Kedua pengaruh variabel keterlibatan karyawan terhadap kinerja perusahaan juga bersifat tidak langsung, yaitu melalui kinerja lingkungan, dengan koefisien pengaruh tidak langsung sebesar: 0,188 x 0,263 = 0,049. Sementara itu jalur-jalur yang nonsignifikan, antara lain: pengaruh inisiatif lingkungan terhadap kinerja perusahaan, pengaruh integrasi supplier dengan Gambar 3 Hasil Trimmed Model 262 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN kinerja lingkungan, dan pengaruh antara keterlibatan karyawan dengan kinerja perusahaan. Berdasarkan pada hasil trimmed model, maka model penelitian yang semula dan menunjukkan hubungan antar variabel menjadi berubah sebagaimana terdapat pada Gambar 3. Perubahan terjadi, bahwa variabel kinerja lingkungan memediasi hubungan antara inisiatif lingkungan, keterlibatan karyawan terhadap kinerja perusahaan, sedangkan integrasi supplier berpengaruh langsung terhadap kinerja perusahaan. Langkah selanjutnya dalam analisis path adalah pemiriksaan validitas model. Valid tidaknya suatu hasil analisis tergantung dari terpenuhi atau tidaknya asumsi yang melandasinya. Setelah diketahui trimmed modelnya, maka selanjutnya ditentukan koefisien determinasi total. Adapun perhitungan determinasi total mendasarkan pada nilai R square dari dua persamaan regresi berganda. Persamaan pertama menghasilkan nilai R2 sebesar 0,456, dan persamaan kedua mengahasilkan nilai R2 sebesar 0,593. Berdasarkan kedua nilai R2, maka dapat ditentukan koefisien determinasi total sebagai berikut : R2m = 1- P2e1 x P2e2…………….. P2ep R2m = 1- (0,456)2 X (0,593)2 R2m = 0,9269 Artinya keragaman data yang dapat dijelaskan oleh model tersebut adalah sebesar 92,69 % atau dengan kata lain informasi yang terkandung dalam data 92,69% dapat dijelaskan oleh model tersebut. Sedangkan yang 7,31% dijelaskan oleh variabel lain (yang belum terdapat dalam model) dan error. Pembahasan Minimnya prlaksanaan praktek-praktek pengelolaan lingkungan yang terjadi di sentra-sentra industri di Kota Semarang menunjukkan bahwa isu lingkungan belum mendapatkan perhatian yang serius bagi pelaku usaha. Tujuan perusahaan masih difokuskan pada bagaimana mendapatkan profit yang setinggi-tingginya, namun masalah lingkungan belum menjadi bagian dari strategi perusahaan. Kondisi ini didukung dengan tanggapan responden terhadap beberapa variabel penelitian yang nilai rata-ratanya dibawah tiga dengan mendasarkan pada 5 point Likert scale. Kurangnya peduli terhadap 263 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) masalah lingkungan tentunya akan sangat memiliki resiko yang besar dalam jangka panjang, seperti kualitas udara yang semakin jelek, air limbah yang semakin banyak, komplain masyarakat sebagai dampak dari aktivitas perusahaan. Temuan ini identik dengan beberapa temuan sebelumnya, misalnya temuan Brown dan Karagozoglu (1998) mengungkap praktek-praktek apakah yang terkait dengan manajemen lingkungan. Semua perusahaan menyadari bahwa peraturan yang diciptakan selama lima tahun terakhir telah mengkonsentrasikan penuh untuk melakukan upaya-upaya pencegahan polusi dan masalah lingkungan yang lain, namun hanya sebanyak 39% responden menyatakan bahwa mereka menggunakan sumberdaya untuk tujuan memperbaiki lingkungan. Sejumlah 47% perusahaan yang memiliki responsiveness terhadap lingkungan. Cahyono dan Sulistyo (2002) meneliti tentang kualitas manajemen lingkungan dan keunggulan bersaing, dengan kinerja perusahaan sebagai moderating variabel, hasilnya menunjukkan bahwa respond rate hanya sebesar 28%. Keterlibatan perusahaan dalam peran aktif pembentukan peraturan di bidang lingkungan sangat rendah (67% belum pernah terlibat). Sejumah 60% responden juga menyatakan belum pernah mengikuti atau menerima penyuluhan tentang AMDAL. Penelitian Rao (2004), menguji tentang variabel-variabel yang mempengaruhi greening production. Hasilnya menunjukkan bahwa keterlibatan karyawan (worker involvement) memiliki pengaruh langsung dan signifikan terhadap greening production, di samping variabel cleaner production. TQEM memiliki pengaruh tidak langsung terhadap greening production, yakni melalui variabel keterlibatan karyawan, integrasi supplier dan cleaner production. Sementara variabel corporate environmental responsibility berpengaruh terhadap TQEM dan worker involvement. Mendasarkan pada tahapan pelaksanaan manajemen lingkungan, maka kondisi sentra-sentra industri di Kota Semarang masih dalam keadaan Unprepared atau model krisis. Unprepared atau model krisis merupakan model yang paling awal atau model pasif dalam pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan sekitar tahun 1960-1970, dan memfokuskan pada penanggulangan berbagai krisis lingkungan yang terjadi dan mencoba mengontrol berbagai kerusakan yang terjadi. Penyelamatan 264 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN lingkungan dilakukan pada saat terjadi kerusakan, dan kemudian melakukan perbaikan. Perusahaan belum menindaklanjuti berbagai peraturan bidang lingkungan, apalagi melaksanakan kepedulian secara proaktif. Variabel inisiatif lingkungan dan keterlibatan karyawan memiliki pengaruh tidak langsung terhadap kinerja perusahaan, namun dimediasi oleh kinerja lingkungan. Temuan ini memiliki makna bahwa kinerja lingkungan sebagai variabel intervening dalam hubungan antara inisiatif lingkungan dan keterlibatan karyawan terhadap kinerja perusahaan. Atau dengan kata lain bahwa kinerja perusahaan dapat tercapai apabila didahului oleh kinerja lingkungan. Variabel inisiatif lingkungan dan keterlibatan karyawan memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel kinerja lingkungan, namun demikian variabel inisiatif lingkungan memiliki pengaruh yang lebih besar. Temuan ini mengindikasikan bahwa dalam menciptakan kinerja lingkungan sangat dipengaruhi oleh inisiatif lingkungan. Inisiatif lingkungan yang diukur dengan empat indikator, antara lain upaya penggunaan bahan baku ramah lingkungan, upaya mengurangi waste, upaya mengurangi polusi air, udara, dan suara, serta upaya penggunaan teknologi bersih. Sementara itu dari indikator kedua variabel yang dominan (nilai loading besar), yaitu indikator: Upaya penggunaan bahan baku ramah lingkungan, Upaya mengurangi waste, Jaminan keterlibatan karyawan, dan Standar keterlibatan karyawan. Upaya penggunaan bahan baku yang ramah lingkungan memberikan kontribusi yang besar dalam menciptakan kinerja lingkungan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam proses produksi akan sangat ditentukan oleh bahan baku yang digunakan, sehingga keberadaan bahan baku yang ramah lingkungan pada akhirnya akan menciptakan produk-produk yang bersifat green product . dalam sentra pengasapan ikan, temuan ini dapat diaplikasikan dengan penggunaan bahan baku ikan yang masih segar (tongkol, manyung, pee) sehingga mampu meminimisasi bau yang ditimbulkan dan dapat lebih menjamin kualitas produk. Sementara dalam sentra trasi juga memiliki karakteristik yang sama. Indikator upaya mengurangi waste juga memiliki pengaruh dominan dalam meningkatkan kinerja lingkungan. Waste merupakan semua aktivitas dan limbah yang tidak memiliki nilai tambah. Waste ini merupakan hasil dari proses produksi, seperti; limbah pengasapan ikan, limbah cair dari sentra 265 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) tahu, limbah dari sentra trasi. Imbah cair dari sentra batik, serta limbah padat yang berupa potongan kain yang berasal dari industri konveksi. Sementara dari variabel keterlibatan karyawan terdapat dua indikator yang memiliki pengaruh dominan, yaitu jaminan keterlibatan karyawan dan standar keterlibatan karyawan. Jaminan keterlibatan karyawan pada dasarnya mengindikasikan ada tidaknya jaminan yang diberikan kepada karyawan sehubungan dengan penciptaan lingkungan perusahaan yang bersih. Karyawan menilai bahwa tugas utama mereka terfokus dalam kegiatan produksi sampai pada menghasilkan barang yang diinginkan oleh perusahaan. Sementara masalah lingkungan merupakan masalah-masalah yang timbul karena adanya efek dari kegiatan produksi. Kondisi ini tentunya perlu kebijakan perusahaan untuk memberikan peran yang lebih besar kepada karyawan, dan tentunya ada konsekwensinya. Sehingga bisa saja muncul kebijakan lain dari perusahaan untuk menarik karyawan yang khusus bertugas di bidang kebersihan lingkungan. Sehingga peran karyawan sebenarnya ganda, yaitu bertugas di bidang produksi, dan bertugas yang berkaitan dengan tanggungjawab terhadap lingkungan. Rao (2002), mengangkat variabel inisiatif lingkungan sebagai bentuk awal kepedulian terhadap lingkungan. Inisiatif lingkungan memiliki dampak terhadap kinerja lingkungan. Kinerja lingkungan memiliki pengaruh tidak langsung terhadap kinerja ekonomi, karena harus melalui variabel daya saing, artinya kinerja lingkungan yang dicapai harus diikuti pula oleh daya saing perusahaan yang baik dalam industri. Temuan berikutnya adalah bahwa integrasi dengan supplier memiliki pengaruh langsung terhadap kinerja perusahaan. Artinya bahwa integrasi dengan supplier tidak hanya terkait dengan masalah-masalah lingkungan, namun lebih bermakna pada bentuk kerjasama antara perusahaan dengan supplier. Kalau kerjasama dengan supplier semakin baik dengan cara memilih supplier dengan kriteria lingkungan, mempresur supplier, menciptakan sistem manajemen lingkungan, dan menginformasikan pentingnya produksi bersih akan mampu meningkatkan kinerj perusahaan. Indikator integrasi supplier yang dominan dalam meningkatkan kinerja perusahaan berdasarkan nilai loading yaitu: pemilihan supplier dengan kriteria lingkungan dan menginformasikan pentingnya produksi bersih. Pemilihan supplier merupakan tahap awal bagi sentra-sentra dalam menentukan bahan-baku yang dibutuhkan, energi yang 266 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN akan digunakan, partner yang akan dipilih, dan asal karyawan yang akan digunakan. Sementara untuk indikator menginformasikan pentingnya produksi bersih sebagai indikator yang dominan, dapat diinterpretasikan bahwa perusahaan sebenarnya sudah membatasi atau memberikan rambu-rambu kaitannya dengan keinginan perusahaan untuk selalu melaksanakan clean production, sehingga dapat memberikan pelajaran bagi supplier yang akan masuk dengan memperhatikan nilai-nilai kelestarian dan keberlangsungan lingkungan. Temuan lain menunjukkan bahwa kinerja lingkungan memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan. Artinya bahwa semakin baiknya kinerja lingkungan akan meningkatkan kinerja perusahaan. Temuan ini mengindkasikan bahwa kinerja perusahaan dapat merupakan prediktor yang baik terhadap kinerja perusahaan. Implikasinya bahwa kinerja lingkungan dapat merupakan bagian dari strategi promosi perusahaan yang berada dalam lingkungan persaingan dalam industrinya masing-masing. Adapun indiaktor-indikator kinerja lingkungan yang memiliki loading faktor yang tinggi yaitu: indikator berkurangnya polusi, dan berkurangnya komplain masyarakat. Kedua indiaktor yang berpengaruh dominan ini memiliki kecenderungan yang berhubungan langsung dengan masyarakat, seperti polusi dan komplain masyarakat. Artinya bahwa kinerja lingkungan akan berdampak pada kinerja perusahaan apabila perusahaan dapat menciptakan usaha-usaha untuk mengurangi polusi (air, udara, dan suara), serta meminimisasi komplain dari masyarakat sekitar sentra-sentra industris. Temuan ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Rao (2002), yang menyimpulkan bahwa kinerja lingkungan memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan, dan kinerja perusahaan berpengaruh terhadap daya saing. Ashrof (1993) dan Naffziger (2003), juga menyimpulkan bahwa kinerja lingkungan memiliki hubungan positif dengan kinerja perusahaan. Nilai R square sebesar 92,69% artinya bahwa keragaman data yang dapat dijelaskan oleh model tersebut adalah sebesar 92,69 % atau dengan kata lain informasi yang terkandung dalam data 92,69% dapat dijelaskan oleh model tersebut. Sedangkan yang 7,31% dijelaskan oleh variabel lain (yang belum terdapat dalam model) dan error. 267 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) PENUTUP Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut: 1. Praktek-praktek pengelolaan lingkungan pada sentra-sentra industri di Kota Semarang masih belum dilaksanakan secara optimal, kaitannya dengan variabel-variabel yang diteliti, yaitu: inisiatif lingkungan, keterlibatan karyawan, integrasi supplier, kinerja lingkungan dan kinerja perusahaan. 2. Variabel kinerja lingkungan memediasi hubungan antara variabel inisiatif lingkungan dan keterlibatan karyawan dengan kinerja perusahaan. 3. Variabel integrasi supplier berpengaruh langsung terhadap kinerja perusahaan. 4. Keragaman data yang dapat dijelaskan oleh model tersebut adalah sebesar 92,69 % atau dengan kata lain informasi yang terkandung dalam data 92,69% dapat dijelaskan oleh model tersebut. Sedangkan yang 7,31% dijelaskan oleh variabel lain (yang belum terdapat dalam model) dan error. Saran-saran yang dapat disampaikan setelah melakukan kajian tentang pengelolaan lingkungan antara lain: 1. Perlu adanya peningkatan peran perusahaan (sentra-sentra) dalam pengelolaan lingkungan dengan memfokuskan pada: 1. Peningkatan peran sentra melalui variabel inisiatif lingkungan melalui upaya-upaya pengurangan polusi air, suara dan suara. Disamping itu juga perlu adanya upaya untuk menggunakan teknologi bersih. 2. Peningkatan peran sentra melalui variabel keterlibatan dengan menekankan pada perlunya training-training karyawan untuk menciptakan produksi bersih dan kualitas lingkungan. 2. Peningkatan peran sentra-sentra untuk mencapai kinerja perusahaan dengan memberikan bantuan kepada supplier untuk menerapkan sistem manajemen lingkungan dan menginformasikan pentingnya produksi bersih. 3. Sementara itu untuk meningkatkan kinerja perusahaan perlu didukung oleh peningkatan kinerja lingkungan, terutama berbagai kegiatan internal perusahaan melalui peningkatkan usaha-usaha dalam mengurangi waste dan pengurangan konsumsi energi. 268 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN Keterbatasan Penelitian Keterbatasan penelitian dimaksudkan untuk mengevaluasi penelitian yang sudah dilakukan, sehingga dapat digunakan sebagai petunjuk bagi para peneliti selanjutnya kaitannya dengan pengembangan model pengelolaan lingkungan. Adapun berbagai keterbatasan yang muncul antara lain: 1. Obyek penelitian sangat beragam yang terdiri dari sentra-sentra industri, dimana masing-masing sentra memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga kesimpulan yang dibuat cenderung bias. Saran bagi peneliti selanjutnya adalah memfokuskan pada sentra industri tertentu, namun memiliki area penelitian yang lebih luas, misalnya: lingkup Jawa Tengah atau Indonesia. 2. Penelitian ini merupakan kajian empiris, sehingga tantangan yang muncul adalah bagaimana implementasi hasil penelitiannya. Kajian mendatang akan lebih sempurna kalau melibatkan instansi pengelola lingkungan pada tingkat daerah untuk bersama-sama merumuskan desain penelitian dari awal dan melibatkan dalam proses penelitian. Konsep ini diharapkan dapat memberikan output yang aplikatif dalam meningkatkan kualitas lingkungan. 269 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) DAFTAR PUSTAKA Afzalurrahman (1995). Doktrin Ekonomi Islam jilid 2. PT Dana Bhakti Waqaf. Yogyakarta Afzalurrahman (1997). Muhammad sebagai Seorang Pedagang. Yayasan Swarna Bhumy, Jakarta Ahmed NU, Montagno RV, Naffziger DW, 2004. Environmental Concerns, Effort and Impact: An empirical Study. Mid American Journal of Business, Vol. 18, No.1. Ahire SL dan Golhar DY (1995); Quality Management in Large vs Small Firms; An Empirical Investigation; Journal of Small Business Management Ahire, Sanjay L, Damodar Y. Golhar and Matthew A. Waller (1996), “Development and Validation of TQM Implementation Constructs”, Decisions Sciences, Winter, vol. 27 (1). Alim Y, 2006. Lingkungan dan Aksioma Kerakusan.www.Hidayatullah.com Angell LC, 1993. Environmental Management as a Competitive Priority. Proceding of the Annual Meeting of the Decisions Sciences Institute, Washington DC Allison, PD; Testing for Interaction in Multiple Regression; American Journal of Sociology, Volume 83, Number 1 Berry A Michael and Dennis A Rondinelli (1998),”Proactive Corporate Environmental Management: A New Industrial Revolution,” Academy of Management Executive, Volume 12 Number 2. Bonifant, B.C. Arnold M.B., and F.J Long (1995),”Gaining Competitive Advantage Through Environmental Investments,’Busineess Horizons, July-Agustus. Blackburn dan Rosen (1993); Total Quality and Human Resources Management: lesson learned from Baldrige Award-winning companies; Academy of Management Executive, Vol 7 No.3 Boiral Olivier and Sala Marie Jean (1998),”Environmental Management: Should Industry Adopt ISO 14001?,” Business Horizons, JanuaryFebruary . Biro Pusat Statistik (BPS), (2003); Daftar nama dan alamat perusahaan industri besar dan sedang. 270 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN Brown B Warren and Karagozoglu Necmi (1998),”Current Practices in Environmental Management, “Business Horizons, July-Augusts, pp.1218. Babbie Earl, 1995. The Practice of Social Research, California; Wadsworth Publishing Company, USA Banerjee, SB, 2001. Corporate Environmental Strategies and Action. Management Science 39/1 Bandley, P 1992. Green is a Buy Signal. Far Eastern Economic Review, 155 (7) Biro Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah, 2005. Direktori Industri Pengolahan Jawa Tengah. B.C. Bonifant, M.B. Arnold, and F.J Long (1995),”Gaining Competitive Advantage Through Environmental Investments,’Busineess Horizons, July-Agustus. Banks, Jerry (1989), Principles of Quality Control, John Wiley and Sons, Inc. New York B.C. Bonifant, M.B. Arnold, and F.J Long (1995),”Gaining Competitive Advantage Through Environmental Investments,’Busineess Horizons, July-Agustus. Bhat, Vasanthakumar N (1993),’A Blueprint for Green Product Development,’ Industrial Management, vol. 35, No. 2. Blackburn dan Rosen (1993); Total Quality and Human Resources Management: lesson learned from Baldrige Award-winning companies; Academy of Management Executive, Vol 7 No.3 Black, Simon A and Leslie J. Porter (1996),”Identification of the Critical Factor of TQM,” Decisions Sciences, Winter, Vol. 27 (1). Blalock, H.M, Jr (1965),”Theory Building and Concept of Interaction,” American Sosiological Review 30 (June). Boiral Olivier and Sala Marie Jean (1998),”Environmental Management: Should Industry Adopt ISO 14001?,” Business Horizons, JanuaryFebruary. Brown B Warren and Karagozoglu Necmi (1998),”Current Practices in Environmental Management, “Business Horizons, July-Augusts. Berry A Michael and Dennis A Rondinelli, 1998. Proactive Corporate 271 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) Environmental Management: A New Industrial Revolution. Academy of Management Executive. Vol.12 no.2 Brown B Warren and Karagozoglu Necmi, 1998. Current Practices in Environmental Management. Business Horizons. July-August Cahyono B (2002); Pengaruh kualitas manajemen lingkungan terhadap kinerja pada industri manufaktur di Jawa Tengah; Jurnal bisnis strategi Program MM Undip, Vol. 9/Juli/Th.VII/2002; ISSN: 1410-1246, Terakreditasi SK No. 118/DIKTI/KEP.2001. Cahyono B (2000); Proactive environmental management: strategi untuk mencapai keunggulan dalam persaingan internasional; Manajemen Usahawan Indonesia, No.09 Th.XXIX September; ISSN: 0302-9859. Cahyono B (2003); Mengantisipasi isue green customer melalui proactive corporate environmental management (PCEM); Manajemen Usahawan Indonesia FE-UI, No.12 Th.XXXII, September; ISSN: 0302-9859, Akreditasi: No. 134/DIKTI/KEP/2001. Cahyono B (2006); Identifikasi Dorongan Manajemen Lingkungan dan Manajemen Lingkungan Proaktif dan Dampaknya terhadap Kinerja Lingkungan: Laporan Penelitian Hibah bersaing XIV, Dirjen Dikti, tahun 2000 Cooper R Donald and Emory William (1995), Business Research Methods, 5th ED by Richard D Irwin, Inc Chapra U. (2000). The Future of Economics; An Islamic Perspective. Leicester United Kingdom, The Islamic Foundation. Corbett and Cutler (2000). Environmental Management Systems in the New Zealand Plastics Industry. International Journal of Operations & Production Management. Vol. 20, No. 2 Clement, Richard Barret (1993), Quality Manager’s Complete Guide to ISO 9000, Prentice Hall, Englewood Cliff, New Jersey. Cole, RE (1983); Improving Product Quality Through Continous Feedback; Management Review, Vol 72 Chen (2011). Green organization identity: sources and consequence. Management decision, Vol. 49, No 3. emerald group publishing limited. Dechant and Altman (1994). Environmental leadership: form compliance to 272 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN competitive advantage”. Academy of management executive, Vol. 8 No. 3 Day and Wensley, 1988. Assesing Advantage: a Framework for Diagnosing Competitive Superiority; Journal of Marketing. Departemen Agama, 1999. Al-Qur’an dan terjemahnya; Jakarta. Dean dan Bowen (1994); Management theory and total quality: improving research and practice through theory development; The Academy of Management Review, Vol. 19 No. 3 Dumond, Ellen, J. (1995),” Learning from the Quality Improvement Process,” Experience from US Manufacturing Firms,” Production and Inventory Management Journal, Forth Quarter, pp. 7-13. Eckersley R. (2006). Green Theory; http://www.oup.com/uk/orc/ bin/97800199298334/dunne chap13.pdf. Florida R. and Davidson D, 2001. Gaining from Green Management : Environmental Mangement System Inside and Outside the Factory; California Management Review, Vol. 43, No. 3 Fiol, CM (1991). Managing culture as a competitive resources: an identity-based view of sustainable competitive advantage. Journal of management, Vol 17 No 1. Garvin (1991); How baldrige award really works; Harvard Business Review; November-Desember. Greeno, J. Ladd and Robinson, S. Nobel (1992),” Rethingking Corporate Environment Management,” The Columbia Journal of World Business, Vol. 27. No. 3. Garvin (1991); How baldrige award really works; Harvard Business Review; November-Desember. Grant, Shani dan Krishnan (1994); TQM’s Challenge to Management Theory and Practice; Sloan Management Review; winter Greeno, J. Ladd and Robinson, S. Nobel (1992),” Rethingking Corporate Environment Management,” The Columbia Journal of World Business, Vol. 27. No. 3. Pp.223-232. Gupta M and Sharma K, 1996. Environmental Operations Management: an Opportunity for Improvement. Production and Inventory Management Journal, third quarter. 273 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) Hart L Stuart, 1997. Beyond Greening Strategies for a Sustainable World, Harvard Business Review, January-February Hartman L Cathy and Stafford R Edwin (1997),” Green Alliances: Building New Business with Environmental Groups,” Long Range Planning, vol. 30, no.2, pp. Hemphill, Thomas (1995),”Marketer New Motto: It Keen to Be Keen,”Business & Society Review, vol.15, no. 78,p.3. Hafifuddin D, (2002), Manajemen Syariah dalam Praktek. Penerbit Gema Insani Press, Jakarta Hair JF, Anderson R, Tatham R dan Black W, 1992. Multivariat Data Analysis with Reading, third edition; Macmillan publishing company. Hamdan, 2007. Pustaka al-Furqan Yogyakarta. Kecerdasan Kenabian (Prophetic Intellegence); Mengembangkan potensi robbani melalui peningkatan kesehatan rohani Hanna, Newman and Johnson, 2000. Linking Operational and Environmental Emprovement Through Employee Involvement; International Journal of Operations and Production Management, Vol. 20, No. 2 Hussey DM (2003). The Development and Validation of an Environmental Performance Model. Dissetation at University of Wisconsin-Madison Jemines and Lorente, 2001. Environmental Performance as an Operations Objective. International Journal of Operations & Production Management. Vol. 21, No 12. Khan dan Akram (1996). Ajaran Nabi Muhammad SAW tentang Ekonomi (Kumpulan hadits-hadits pilihan tentang Ekonomi). Penerbit PT Bank Muamalat Indonesia, Jakarta. KLH, Depag dan MUI, 1997. Islam dan Lingkungan Hidup; Jakarta; Yayasan Swarna Bhumy. Kitazawa S and Sarkis J, 2000. The Relationship Between ISO 14001 and Continuous Sources Reduction Programs; International Journal of Operations and Production Management, Vol. 20, No. 2 Lamming R, 1999. The Environment as a Supply Chain Management Issue. British Journal of Management, Vol. 7 Mc Williams and Siegel, 2001. Corporate Social Responsibility: A Theory of the Firm Perspective. Academy of Management Review 26 (1) 274 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN Maxwell James, Rothenberg Sandra, Briscoe Forrest, Marcus Alfred (1997),”Green Schemes: Corporate Environmental Strategies and Their Implementation,” California Management Review, vol 39, no.3, spring. M.E. Porter and C Van der Linde (1995),” Green and Competitive: Ending the Stalemate,” Harvard Business Review, September-October. Maxwell James, Rothenberg Sandra, Briscoe Forrest, Marcus Alfred (1997),”Green Schemes: Corporate Environmental Strategies and Their Implementation,” California Management Review, vol 39, no.3, spring. Madu, Kuei, and Jacob (1996). An Empirical Assesessment of the Influence of Quality Dimensions on Organizational Performance. International Journal of Production Research. Vol. 34 No. 7. Michael, B, 2003. Corporate Social Responsibility in International Development: An overview and Critique. Corporate Social Responsibility and Environmental Management, vol 10. Naffziger, 2003. Perception of Environmental Consciousness in US Small Business: An Empirical Study, SAM Advance Management Journal, Spring. M. Sharfman, R.T. Ellington, and M. Leo,” The Next Step in Becoming Green:Life Cycle Oriented Environmental Management,” Business Horizons, May-June. Newman, John. C. and Breeden, Kay. M. (1992), Managing in the Environmental Era: Lessons from Environmental Leaders,” The Columbia Journal of World Business, vol. 27 N0. 3. Noori, Hamid (1990), Managing The Dynamics of New Technology: Issues in Manufacturing Management, Prentice hall, New jersey. Ottman, J.A. (1994),’ Green Marketing: Challenges and Opportunities for New Marketing Age”, NTC Publishing Group, Lincolwood. Qardhawi dan Syeikh yusuf (1997). Pesan Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam. Robbani Press, Jakarta. Rock, M.T. and J. Aden (1999), “Initiating Environmental Behaviour in Manufacturing Plants in Indonesia”, Journal of Environment and Development, 8(4). Phillips, Chang dan Buzzle (1983); Quality cost position and business 275 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) performance: a test of some key hypotheses; Journal of Marketing, Vol 7. Porter ME (1985). Competitive advantage. The free press, New York P. Shrivastava (1995),”Environmental Technologies and Competitive Advantage,” Strategic Management Journal, Summer. Saraph, Jayant V., P. George Benson and Roger G. Schroeder (1989),”An Instrument for Measuring the Critical Factor of Quality Management,” Decisions Science, 20(4). Spencer, barbara A, (1994),”Model of Organization and Total Quality Management: A Comparison and Critical Evaluation,” The Academy of Management Review, Vol. 19 (3), July. Rao P, 2002. Greening the Supply Chain: a New Initiative in South East Asia. International Journal of Operations and Production Management, Vol. 22, No. 6 --------, 2003. Corporate Environmental Indicators, Environmental Performance and Industry Competitiveness for the SMEs in the Philiphines. Paper is based on the Empirical Research funded by NEDA and UNDP --------, 2004. Greening Production: a South-East Asian Experience. International Journal of Operations and Production Management, Vol. 24, Number 3 Rao P, Castillo O, Intal P, and Sajid A, 2004. Environmental Indicators for Small and Medium Enterprises In the Philippines, An Empirical Research, Partnership for Sustainable Development, November 7-10, 12th International Conference of Greening of Industry Network Hong Kong. Regulation of Indonesian Republic No. 4th Th 1982: Principels of Environment Management Ruky AS (2001). Manajemen Penggajian dan Pengupahan Karyawan Perusahaan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Rahardjo D, (2002). Ensiklopedia Al-Qur’an; Tafsir sosial berdasarkan Konsepkonsep kunci Jakarta. Penerbit Paramadina, Rondinelli and Vastag (1996). International Environmental Management Standard and Corporate Policies: An Integratif Framework. California Management Review 276 Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN Russel and Taylor, 2000. Operations Management third editions; New York. Prentice Hall International.. Sekaran U (2003). Research method for Business. John Wiley & Sons Inc. USA Shihab Q (2002). Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an. Penerbit Lentera Hati, Jakarta Statistik Indonesia (2003). Badan Pusat Statistik (BPS). Indonesia Susi Sarumpaet & Greg Shailer (2009). Corporate Environmental Visibility, Environmental Performance and Disclosure Strategies, 8th International Conference on Corporate Social Responsibility 8-11 Sept 2009. Solimun, Nurjanah dan Rinaldo, 2006. Pemodelan Persamaan Struktural Pendekatan PLS dan SEM, Malang. Fakultas Mipa dan Program Pasca Sarjana Unibraw. Statistical Central Beureu (2003); The list of name and address of small and medium enterprises Theyel G, 2000. Management Practices for Environmental Innovation and Performance. International Journal of Operations and Production Management. Volume 20, No. 2th Tanjung H, Arep, Ishak. (2003). Manajemen Sumberdaya Manusia. Cetakan kedua. Penerbit Universitas Trisakti Jakarta. ________ ,(2003). Manajemen Motivasi. Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta Tropman EJ (2001). The Compensation Solution. How to develop an Employee-Driven Rewaed System. John Wiley & Sons, Inc Triyuwono I, 2006. Akuntansi Syariah: Perspektif, Metodologi dan Teori, Jakarta; PT RadjaGrafindo Persada. Undang-undang Republik Indonesia (UU RI) No. 4 Th 1982 Tentang Ketentuanketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Wilson R (1985). Bisnis menurut Islam. Teori dan Praktek (terjemahan). PT Intermasa Waldman (1994); The contribution of total quality management to a theory of work performance, The Academy of Management Review, vol. 19 (3), July 277 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) Yunus M (1973). Hikmah Pembentukan hukum-hukum yang diperintahkan Allah (Hukum Islam), Kamus Arab-Indonesia, Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, Jakarta Yavie A, 2006. Merintis Fiqh Lingkungan Hidup, Jakarta; Ufuk Press, PT Cahaya Insan Suci. Zadjuli, 2007. Reformasi Ilmu Pengetahuan dan Pembangunan Masyarakat Madani di Indonesia, Surabaya; Program Doktor Program Studi Ekonomi, Minat Studi Ilmu Ekonomi Islam, Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga. 278 279 MANAJEMEN LINGKUNGAN (Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami) Profil Penulis Lahir di Yogyakarta, pada tanggal 11 September 1968. Lulus S-1 pada tahun 1991 dari Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto dan melanjutkan pendidikan S-2 pada tahun 1996 – 1998 di Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan konsentrasi, Manajemen Operasi dan menempuh pendidikan S-3 di Universitas Airlangga Surabaya (2005-2010) konsentrasi manajemen lingkungan. Jabatan yang pernah di amanahkan, antara lain: Sekretaris jurusan manajemen FE Unissula (1999-2003), Sekretaris Lembaga Penelitian Unissula (1999-2008), Pimpinan Redaksi Jurnal EKOBIS FE Unissula (2002-2007). Saat ini mendapat amanah sebagai ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan (LPP) Unissula (2010-2013) serta pimpinan redaksi Jurnal Riset Bisnis Indonesia (JRBI) Program MM Unissula. Karya ilmiah penulis pernah diterbitkan pada berbagai jurnal terakreditasi baik di dalam Unissula maupun di luar Unissula, seperti: Manajemen Usahawan Indonesia FE UI Jakarta, Jurnal Bisnis Strategi MM Undip, Jurnal Ekobis FE Unissula, Media Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang, Majalah Gema Stikubank STIE Stikubank Semarang, Jurnal Manajemen dan Bisnis program MM-UNIGA Malang, jurnal Kajian Bisnis STIE Widya Wiwaha Yogyakarta, dan Jurnal ekonomi dan manajemen DINAMIKA Universitas Negeri Semarang. Kegiatan saat ini, aktif di bidang penelitian kerjasama dengan beberapa Pemkab dan Pemkot, antara lain: Bappeda Kota Semarang, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Klaten, Kabupaten Demak dengan kajian tentang kajian PAD, potensi daerah, potensi parkir, optimalisasi retribusi pasar, pengelolaan lingkungan, kebutuhan pelatihan bagi pejabat struktural, survey kepuasan pelanggan masyarakat individual. Sebagai pembicara dalam seminar nasional tentang climate change problems di Unika Soegijapranata (2010). Bidang konsentrasi yang ditekuni antara lain: Manajemen Operasi, Manajemen Lingkungan, Manajemen Kualitas, Pengantar Bisnis, dan Metode Penelitian. Saat ini masih mengajar di program S-1 manajemen dan akuntansi, serta program MM FE Unissula. Buku-buku yang pernah ditulis antara lain: Manajemen Operasi (2005), Pengantar Bisnis (2007), Manajemen Lingkungan (Konsep dan aplikasi dalam perspektif Islam, 2011) Dr. Budi Cahyono, SE, MSi Alamat e-mail: [email protected] HP: 08156506234 Alamat rumah: Jl. Pucang Asri 8/1, Pucanggading, Demak Alamat Kantor: Fakultas Ekonomi Unissula Jl. Kaligawe Km 4 Semarang Telp. (024) 6583584; Psw 494 280