Dr. Budi Cahyono

advertisement
Dr. Budi Cahyono
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
© EF Press Digimedia 2011
Hak Cipta dilindungi oleh Undang-undang
Penulis:
Dr. BUDHI CAHYONO, SE, MSi
Desain:
A. Susanto
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan
ISBN: 978-602-19601-2-7
Penerbit:
EF Press Digimedia
Jln. Bukit Agung c-5 Banyumanik Semarang 50269
Email: [email protected]
081228786456
I
Kata Pengantar
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan rahmat dan hidayahnya penulis
dapat menyelesaikan buku Manajemen Lingkungan (Konsep dan aplikasi dalam perspektif Islam). Permasalahan
lingkungan saat ini semakin kompleks dan perlu penanganan yang komprehensif dengan melibatkan berbagai
pihak. Islam telah memberikan rambu-rambu tentang larangan untuk berbuat kerusakan sebagaimana
terdapat dalam QS al-Maidah ayat 2: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. Buku Manajemen Lingkungan dalam perspektif Islam ini akan
mengungkap berbagai konsep islam tentang lingkungan, dan didukung oleh hasil-hasil penelitian yang terkait
dengan pengelolaan lingkungan.
Untuk memberikan referensi yang jelas dan lugas, maka buku ini dibagi menjadi dua bagian. Pertama
mengungkap konsep pengelolaan lingkungan yang memadukan konsep islam dengan konsep konvensional.
Kedua menampilkan hasil-hasil riset yang pernah penulis lakukan dan diterbitkan di beberapa jurnal ilmiah.
Penulis bermaksud dengan adanya dukungan hasil-hasil penelitian dapat memberikan gambaran kepada
pembaca secara lebih komprehensif tentang manajemen lingkungan, dan juga menjadi referensi yang
bermanfaat. Berbagai riset yang dilakukan oleh penulis memfokuskan pada subyek industri kecil menengah
(IKM), mgengingat IKM sebagai kelompok usaha yang masih perlu penangangn serius terutama dalam
pengelolaan lingkungan. Harapan penulis dengan pengelolaan lingkungan yang tepat dan komprehensif dapat
meningkatkan daya saing dan keunggulan bersaing bagi IKM. Sehingga tujuan pokok untuk mendapatkan
keuntungan dapat diimbangi dengan pengelolaan lingkungan yang lebih baik.
Adapun beberapa materi yang dibahas dalam buku ini meliputi: Islam dan lingkungan, konsep green,
syariah environmental theory, sistem manajemen lingkungan, manajemen lingkungan proaktif, kepemimpinan
lingkungan islami, kinerja lingkungan, ketenagakerjaan islami, dan riset-riset manajemen lingkungan.
Buku ini diperuntukkan bagi para mahasiswa (S-1, S-2, dan S-3) yang ingin memperdalam tentang
konsep dan riset tentang manajemen lingkungan. Disamping itu juga dapat digunakan sebagai referensi bagi
para akademisi yang memperdalam bahasan tentang manajemen lingkungan dari perspektif Islam, dan juga
bagi para praktisi yang ingin memahami konsep-konsep Islam dalam pengelolaan lingkungan.
Penulis menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun demi kesempurnaan buku ini dari para pembaca.
Semarang, September 2011
Budhi Cahyono
II
Daftar Isi
I
II
III
VI
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Gambar
BAB 1
ISLAM DAN LINGKUNGAN
A. Pendahuluan
B. Industrialisasi dan Lingkungan
C. Definisi Lingkungan
D. Lingkungan dalam Islam
E. Lingkungan dan Analisis Intuitif
F.
Tinjauan Teoritis Lingkungan Islami
G. Analisis Kualitatif
BAB 2
KONSEP GREEN
A. Green Theory
B. Green Economy
C. Green Business
D. Green Strategy
VII
1
1
6
10
11
22
30
34
37
37
39
40
44
BAB 3
SYARI’AH ENVIRONMENTAL THEORY
A. Syariah Enterprise Theory
B. Konsep Pengelolaan Lingkungan
46
46
49
BAB 4
SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN
A. Pendahuluan
B. Komponen-komponen SML
C. Pendekatan dalam SML
D. Faktor Pendorong SML
E. SML sebagai Alat Perbaikan
F. Strategi Manajemen Lingkungan Proaktif
55
55
56
59
60
61
63
Daftar Tabel
III
BAB 5
MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF
A. Pendahuluan
B. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan
C. Tuntutan Manajemen Lingkungan
D. Manajemen Lingkungan Proaktif
E. Sistem Manajemen Proaktif
F. Faktor Pendorong Manajemen Lingkungan
67
67
69
75
80
84
87
BAB 6
KEPEMIMPINAN LINGKUNGAN ISLAMI
A. Kepemimpinan Islami
B. Kepemimpinan terhadap Lingkungan
C. Tanggungjawab Manusia terhadap Lingkungan
97
97
98
100
BAB 7
KINERJA LINGKUNGAN
A. Kinerja Lingkungan Islami
B. Kinerja Perusahaan
C. Pengelolaan Lingkungan dan Kinerja Lingkungan
D. Pengelolaan Lingkungan dan Kinerja Perusahaan
KETENAGAKERJAAN ISLAMI
A. Tenaga Kerja dalam Islam
B. Hubungan Industrial dalam Islam
C. Konsep Pengupahan: Islam Vs Konvensional
D. Keadilan Upah Menurut Islam
E. Hubungan Pengelolaan Lingkungan dan Penyerapan Tenaga Kerja
102
102
106
111
111
113
113
116
124
129
135
KESEJAHTERAAN ISLAMI
A. Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan
B. Kesejahteraan Menurut Islam
C. Hubungan Pengelolaan Lingkungan dan Kesejahteraan
137
137
140
145
BAB 8
BAB 9
IV
BAB 10
RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
A. Implementasi pengelolaan lingkungan perusahaan dan pengaruhnya terhadap
kinerja lingkungan dan kinerja perusahaan serta penyerapan tenaga kerja dan
kesejahteraan karyawan ditinjau dari perspektif Islam pada perusahaan konveksi
di Jawa Tengah
B. Pengaruh kualitas manajemen lingkungan terhadap keunggulan bersaing pada
industri manufaktur di Jawa Tengah
C. Identifikasi bebagai dimensi manajemen lingkungan dan dampaknya terhadap
kinerja lingkungan
D. Pengaruh dorongan manajemen lingkungan dan manajemen lingkungan
proaktif terhadap kinerja lingkungan
E. Implementasi pengelolaan lingkungan dan pengaruhnya terhadap kinerja
lingkungan dan kinerja perusahaan pada industri kecil menengah
V
147
147
175
194
216
240
Daftar Tabel
Tabel 1.1
Dominasi Ekonomi Negara-negara Industri
menurut PDB dan Ekspor Barang serta Jasa Tahun
1990 (%)
2
Tabel 1.2
Indikator Ekonomi Beberapa Negara di Asia
5
Tabel 1.3
Distribusi Prosentase dan Pertumbuhan Ekonomi
PDB menurut Jenis Lapangan Usaha Tahun 20022004
7
Tabel 4.1
Level dan Tipe Strategi
64
Tabel 4.2
Langkah-langkah Tindakan Lingkungan
65
Tabel 7.1
Ayat-ayat Larangan Berbuat Kerusakan
102
VI
Daftar Gambar
Gambar 5.1
Elemen-elemen PCEM
77
Gambar 5.2
Tahapan Manajemen Lingkungan Perusahaan
90
Gambar 5.3
95
Gambar 8.1
Faktor-faktor Pendorong Manajemen Lingkungan
Proaktif
Kajian Syariah tentang Upah
125
Gambar 8.2
Upah Menurut Syariah
135
VII
Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN
1
Islam dan lingkungan
A. Pendahuluan
Era revolusi industri merupakan awal kebangkitan kegiatan
industrialisasi dunia yang ditandai dengan penggantian tenaga manusia
dengan tenaga mesin. Revolusi industri dicetuskan oleh tiga tokoh, antara
lain: James Watt (1769) dengan konsep steam engine, Adam Smith (1776)
dengan konsep division of labor, dan Eli Whitney (1790) dengan konsep
interchangeble parts (Russel et al., 2000). Mesin-mesin dengan kekuatan
mekanis yang super besar telah menggantikan tenaga kerja manusia
sebagai faktor dominan dalam kegiatan produksi, dan membawa pekerja
pada pusat-pusat kegiatan industri di pabrik. Pada waktu yang sama, Adam
Smith dengan Wealth of Nations mengusulkan adanya pembagian kerja
mengingat proses produksi terbagi dalam tugas-tugas yang kecil, sehingga
memunculkan konsep spesialisasi.
Pada awal tahun 1911 FW Taylor memperkenalkan memperkenalkan
konsep scientific management, yaitu bahwa setiap pekerjaan dalam
manajemen dapat dilakukan dengan pendekatan ilmiah. Pembentukan
setiap pekerjaan harus didasarkan pada observasi, pengukuran, dan
analisis sehingga dapat ditentukan metode yang paling baik. Implikasi dari
scientific management diterapkan oleh Henry Ford pada tahun 1931 dengan
produksi mobil model T, yang mampu mengurangi waktu asembling. Ketika
perang dingin berakhir pada tahun 1980-an yang disusul runtuhnya sistem
Sosialisme Marxis-Leninis di benua Eropa, muncul harapan di berbagai
1
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
penjuru dunia bahwa perdamaian pada era pasca perang dingin akan
menimbulkan peace bonus. Bonus perdamaian ini tidak lain bahwa kelompok
negara industri papan atas, baik terlibat langsung atau tidak dalam perang
dingin berpotensi besar untuk mengalihkan dana APBN-nya pada tujuantujuan pembangunan ekonomi global, bukan pada peperangan.
Bagi kelompok negara sedang berkembang berharap bahwa sebagian
dana tersebut mengalir pada perekonomian mereka, misalnya dalam bentuk
bantuan luar negeri baik sebagai pinjaman ataupun hibah. Sumber dana
dari belanja perang tersebut begitu besar, dan karena itu diharapkan
menggerakkan kegiatan ekonomi dunia pada tingkat yang lebih tinggi,
sehingga dampaknya mampu menyeimbangkan antara perdamaian dengan
pembangunan. Dalam studinya tahun 1995, World Bank mengemukakan
antara lain adanya dua permasalahan besar yang akan mempersulit usaha
pembangunan kelompok negara berkembang. Pertama, prospek jangka
panjang harga-harga komoditi pertanian dan pertambangan tetap tidak akan
menguntungkan. Kedua, suplai modal global dari berbagai jenis tampak
terbatas di mana permintaan akan modal yang semakin meningkat, baik
berasal dari kelompok negara industri maju, kelompok negara berkembang,
maupun kelompok eks blok sosialis. Perkembangan ekonomi tetap tidak
Tabel 1.1
Dominasi Ekonomi Negara Industri Menurut PDB
dan Ekspor Barang serta Jasa Tahun 1990 (%)
2
Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN
menguntungkan pihak selatan, terdapat jurang yang semakin lebar dalam
perekonomian dunia, yakni antara kelompok Negara maju dan kelompok
Negara berkembang. Masalah ini dikemukakan oleh para pengamat sebagai
faktor utama proses marginalisasi kelompok negara berkembang di dalam
proses globalisasi dewasa ini.
Perekonomian dunia, yang tetap membawa unsur-unsur
ketidakseimbangan serta ketidakadilan, juga tampak makin tidak
mengikutsertakan kelompok Negara berkembang di dalam proses
pengambilan keputusan di bidang ekonomi.
Menarik pula untuk diperhatikan, betapa tujuh Negara industri
papan atas yang berada dalam kelompok G-7 atau Seven Group ternyata
menguasai 47,7% dari PDB dunia dan 55,6% dari ekspor barang dan
jasa dunia. Kondisi ini membuktikan bahwa perdagangan dunia praktis
berlangsung untuk sebagian besar di antara Negara G-7, dan tidak begitu
menonjol di antara Utara-Selatan, apalagi di antara Selatan-Selatan yang
sudah jelas termarginalkan. Itulah sebabnya, volume, arah, serta sifat
perdagangan internasional lebih banyak ditentukan oleh interdependensi
yang ada di dalam perekonomian G-7, khususnya dalam interaksi segitiga
di antara megaekonomi AS, Jepang, dan Uni Eropa. Selanjutnya, hal ini
merebak kearah kegiatan investasi, arus uang dan modal, dan perdagangan
jasa-jasa yang belakangan ini mengalami peningkatan peranan yang
semakin cepat.
Kesenjangan global dengan mendasarkan pada besarnya GNP per
kapita mengakibatkan ekonomi dunia dipecah dalam empat kelompok.
Kelompok pertama adalah negara dengan perdapatan per kapita tinggi (39
negara) yang merupakan kelompok utara dengan jumlah penduduk sekitar
15,1% dari total penduduk dunia, namun menguasai sekitar 79,6% dari PNB
dunia. Sedangkan kelompok Selatan, sebagian besar merupakan kelompok
PNB per kapita rendah dan sebagian lagi merupakan kelompok PNB per
kapita menengah ke bawah. Secara keseluruhan kelompok ini merupakan
dua pertiga dari jumlah total Negara di dunia dengan jumlah penduduk 75,9%
dari penduduk dunia. Meski demikian, kelompok ini hanya menguasai sekitar
11,5% dari PNB dunia. Kesenjangan ekonomi semacam ini sebenarnya
berlangsung cukup lama, boleh dikatakan dimulai sejak era kolonialisme
3
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
global pada periode sebelum perang dunia II. Karena itu wajar kalau situasi
ini telah merisaukan kelompok negara Selatan. Kelompok negara selatan
menyadari konsekuensinya yang kritis di tengah proses globalisasi yang
sedang melanda ekonomi dunia dewasa ini.
Proses globalisasi merupakan pembentuk struktur ekonomi dunia
yang akan menjelma pada abad-21 mendatang, telah membangkitkan
perhatian para pengambil keputusan di kelompok negara selatan tentang
adanya berbagai tantangan serta peluang sekaligus resiko ketidakpastian
yang menghantui semua perekonomian di dunia. Seperti halnya resolusi
G-7 dan GNB tentang agenda for development para pengambli keputusan di
kelompok selatan menyadari bagaimana proses globalisasi itu penuh dengan
potensi gejolak yang bersifat destabilizing, dan betapa mereka adalah yang
paling vulnereble dibandingkan beberapa perekonomian lain di dunia.
Tingkat pertumbuhan industri yang sangat cepat pada dua puluh tahun
terakhir telah dapat meningkatkan nilai kemanusiaan dan standar hidup
terhadap banyak orang di dunia, walaupun pertumbuhan juga mendatangkan
cost terhadap lingkungan. Sebagai respon perlu adanya kebutuhan untuk
mengembangkan teori manajemen kaitannya dengan keberlanjutan ekologi
dan sistem bisnis (Hart, 1997:289). Dalam literatur lingkungan, konsep
keberlanjutan ekologi memiliki bermacam-macam penafsiran, namun
intinya adalah keseimbangan antara pertumbuhan industri dan adanya
jaminan bahwa lingkungan alam dapat berkembang di masa mendatang.
Semakin meningkatnya lingkungan global dan berkembangnya standar
lingkungan yang bersifat internasional mengharuskan adanya aktivitas
bisnis untuk mengadopsi strategi dan program-program lingkungan yang
bersifat formal. Berbagai kekuatan lingkungan yang ada seperti: kelompok
konsumen yang memboikot, meningkatnya keinginan konsumen dan
kebutuhan-kebutuhan konsumen baru, dan munculnya green customer
telah mempengaruhi strategi bisnis menuju kepada pengelolaan bisnis yang
ramah lingkungan, mulai dari pengadaan bahan baku sampai pada proses
produksi. Pertumbuhan ekonomi juga berdampak pada munculnya masalah
lingkungan, terutama dengan adanya tuntutan yang lebih tinggi terhadap
aktivitas produksi. Dari Tabel 1.2 diketahui bahwa terdapat empat negara di
Asia yang memiliki pertumbuhan ekonomi terbesar pada tahun 2004, yaitu
4
Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN
Tabel 1.2.
Indikator Ekonomi Beberapa Negara di Asia
China (9,0%), Singapore (8,8%), Hongkong (7,5%), dan Malaysia (6,5%).
Sementara dilihat dari tingkat laju inflasi, Indonesia memiliki kecenderungan
menurun pada tahun 2004.
Indonesia pada tahun 2004 memiliki pertumbuhan ekonomi sebesar
4,8%, dan termasuk negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang
rendah di antara negara-negara di Asia. Di lain pihak, tingkat inflasi yang
terjadi di Indonesia menduduki peringkat tertinggi di Asia pada tahun
2004, yakni sebesar 6,5%, namun demikian tingkat inflasi tahun 2004
cenderung menurun dibanding pada tahun 2003 (6,8%). Secara umum,
negara-negara di Asia pada tahun 2004 tingkat inflasinya mengalami
kenaikan dibanding pada tahun 2003. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi
pada suatu negara, tentunya tidak hanya dipandang dari sisi penciptaan
tenaga kerja, sebab pertumbuhan ekonomi juga menuntut adanya
peningkatan konsumsi sumberdaya alam dan teknologi yang akhirnya juga
berdampak pada masalah kelestarian alam. Pada tahapan inilah perlu
adanya pemikiran kembali terhadap pertumbuhan ekonomi yang dilakukan
dengan tidak memperhatikan keberlangsungan sumberdaya alam. Kondisi
keberlangsungan sumberdaya alam dimaksudkan untuk menghindarkan
terjadinya perusakan lingkungan. Perusakan lingkungan merupakan tindakan
yang menimbulkan perubahan langsung terhadap sifat-sifat fisik dan atau
hayati lingkungan, yang mengakibatkan lingkungan itu kurang atau tidak
berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan yang berkesinambungan
5
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
(Undang-undang RI No. 4 Th 1982).
Rao (2004:289) menyatakan bahwa dalam mengantisipasi
perkembangan global, negara-negara di Asia Tenggara memiliki peranan
penting dalam aktivitas proses produksi, karena Asia Tenggara memiliki
keunggulan komparatif di bidang tenaga kerja atau dikenal dengan sebutan
a cheaper production house. Kegiatan manufaktur akan banyak dijalankan
di negara-negara Asia Tenggara dan akan menjadi indikasi semakin
meningkatnya isu-isu lingkungan, selain itu juga dapat menciptakan
masalah lingkungan yang lebih serius. Menurut Rao (2004:1), peran industri
kecil dan menengah (small and medium enterprises/SMEs) sangat penting
dalam sektor manufaktur pada dekade mendatang. Studi yang dilakukan
oleh USAEP mengatakan bahwa 70% kegiatan manufakturing dunia akan
dilakukan di Asia, dan mayoritas industri tersebut akan didominasi oleh
industri kecil dan menengah.
B. Industrialisasi dan Lingkungan
Mengingat peran industri kecil dan menengah yang semakin meningkat
dalam kegiatan manufakturing, maka kelompok industri ini disinyalir sebagai
penyumbang polusi terbesar (the big polluters). Berbagai alasannya antara
lain mereka tidak memiliki cukup dana untuk penanggulangan polusi, tidak
memiliki tenaga ahli dan fasilitas pendukung dalam proses produksi yang
mengarah green, tidak memiliki instrumen yang cukup untuk membantu
menanggulangi dampak-dampak polusi, dan tingkat kesadaran terhadap
lingkungan masih rendah. Kaitannya dengan pentingnya SMEs untuk
mengurangi polusi dan menciptakan greening of industry, perlu adanya
tindakan-tindakan untuk dapat menciptakan green manufacturing bagi
industri kecil dan menengah. Salah satu usaha untuk mewujudkan green
manufacturing adalah perlunya peran pemerintah untuk mengambil inisiatif
melalui berbagai regulasi kaitannya dengan munculnya berbagai komplain
yang ada. Penciptaan indikator kinerja lingkungan merupakan salah satu alat
untuk memonitor efektivitas inisiatif lingkungan. SMEs juga memiliki peran
yang sangat penting dalam penciptaan pekerjaan, dan juga mengurangi
kemiskinan terutama di wilayah Asia, mengingat industri kecil dan menengah
dapat menyerap jutaan tenaga kerja. Kontribusi SMEs diharapkan dapat
6
Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN
menciptakan kinerja lingkungan, mengurangi kemiskinan dan meningkatkan
kualitas hidup, namun juga pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan
daya saing industri secara umum.
Masalah lingkungan akan semakin kompleks dengan semakin
meningkatnya kegiatan industri manufaktur. Peningkatan aktivitas industri
manufaktur muncul karena adanya tuntutan peningkatan pertumbuhan
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia dari tahun 2002 sampai tahun
2004, dapat dilihat pada Tabel 1.3. Dari sisi produksi, pada triwulan III
tahun 2004 semua sektor ekonomi mengalami pertumbuhan positif, kecuali
sektor pertambangan dan galian. Lima sektor yang memiliki pertumbuhan
terbesar adalah sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor perdagangan
hotel dan restoran, sektor bangunan, sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan, dan sektor pengolahan. Sementara itu ditinjau dari peranan
masing-masing sektor ekonomi dalam menyumbang PDB, terlihat bahwa
sektor industri pengolahan memiliki sumbangan terbesar pada kuartal ke
tiga tahun 2004 (29,6%).
Walaupun demikian sumbangan sektor industri pengolahan
menunjukkan sedikit penurunan dibanding dengan tahun 2003 dan 2002.
Sektor-sektor lain yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB
Tabel 1.3.
DISTRIBUSI PROSENTASE DAN PERTUMBUHAN pdb
MENURUT JENIS LAPANGAN USAHA TAHUN 2002-2004
7
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
antara lain: sektor perdagangan, hotel dan restoran (16,0%), sektor
pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan (15,7%), dan sektor jasajasa (9,7%).
Pertumbuhan sektor industri dari tahun 2002 sampai tahun 2004
cenderung mengalami penurunan, di sisi lain terdapat sektor-sektor yang
mengalami kenaikan, seperti: sektor listrik, gas dan air bersih, sektor
pengangkutan dan komunikasi, sektor jasa-jasa. Sektor penanaman modal
terhadap delapan sektor usaha terdapat peningkatan antara tahun 2002
sampai 2003, baik untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan
Penanaman Modal Asing (PMA). PMDN tahun 2002 sebesar 25.307,6 milliar
menjadi 48.484,8 milliar pada tahun 2003, sehingga mengalami kenaikan
sebesar 91,8%. Besarnya PMA pada tahun 2002 sebesar $ 9.789,1 juta
naik menjadi $ 13.207,2 juta, sehingga terdapat kenaikan sebesar 34,96%.
Investasi di Indonesia sampai saat ini lebih banyak ditanamkan untuk sektor
industri pengolahan, diikuti oleh sektor transportasi dan perdagangan.
Deperindag telah mengeluarkan target pertumbuhan sektor industri ratarata 8 % per tahun untuk lima tahun ke depan.
Jumlah terbesar yang memberikan kontribusi pada kenaikan PDRB
Jawa Tengah adalah sektor industri pengolahan. Pada tahun 2001 sektor
industri pengolahan memberikan kontribusi sebesar Rp 41,253 trilliun, tahun
2002 sebesar Rp 48.176 trilliun, tahun 2003 sebesar Rp 56,032 trilliun, dan
tahun 2004 sebesar Rp 63,136 trilliun. Berdasarkan sumbangan dari sektor
industri pengolahan, mulai tahun 2000 sampai dengan 2004 memberikan
kontribusi sebagai berikut: tahun 2000 (31,11%), tahun 2001 (30,96%),
tahun 2002 (31,70%), 2003 (32,59%), dan tahun 2004 (32,12%). Besarnya
kontribusi sektor industri pengolahan terlihat cukup signifikan dan mengalami
kenaikan terutama pada tahun 2003. Terdapat indikasi bahwa pertumbuhan
ekonomi sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor industri pengolahan.
Semakin tingginya sumbangan sektor industri pengolahan dan tingkat
kontribusinya yang cenderung tetap selama tiga tahun terakhir, maka diduga
akan menimbulkan pengaruh yang serius terhadap keberadaan masalahmasalah lingkungan sebagai akibat dari kegiatan yang dilakukan oleh sektor
industri. Dampak yang muncul dari semakin banyaknya sektor industri
pengolahan adalah semakin meningkatnya aktivitas industri, khususnya
8
Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN
industri manufaktur. Selanjutnya akan berdampak pada masalah-masalah
lingkungan, seperti polusi udara, polusi air, polusi suara, dan proses
pengadaan bahan baku dari supplier.
Pencemaran air menurut Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
tahun 1988 tentang penetapan baku mutu lingkungan adalah:
Masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau
komponen lain ke dalam air dan atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan
manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat
tertentu yang menyebabkan air menjadi kurang atau sudah tidak berfungsi
lagi sesuai dengan peruntukannya.
Sementara pencemaran udara menurut Peraturan Pemerintah No. 29
Tahun 1986 adalah :
Masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau
komponen lain ke udara dan atau berubahnya tatanan udara oleh kegiatan
manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas udara turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak dapat
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Kedua definisi tentang pencemaran air dan pencemaran udara
mengindikasikan bahwa terjadinya pencemaran muncul karena kegiatan
yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Disamping itu juga
pencemaran dapat disebabkan oleh kegiatan manusia dan proses alam
yang dapat menyebabkan menurunnya fungsi air maupun udara. Fenomena
ini tentunya akan berpengaruh terhadap keberlangsungan perusahaan,
sehingga permasalahan lingkungan perlu mendapatkan perhatian yang
tinggi.
Kesadaran tentang pentingnya keberlangsungan perusahaan telah
menjadi fenomena global. Perusahaan-perusahaan di Amerika Utara, Eropa,
Jepang dan negara-negara industri baru (Taiwan, Korea) telah meyakini
bahwa perlindungan terhadap lingkungan merupakan bagian dari strategi
persaingan internasional. Berbagai negara tersebut menyadari bahwa
tindakan proaktif terhadap lingkungan merupakan tekanan dari berbagai
pihak, seperti pemerintah, konsumen, karyawan, dan pesaing (Berry and
Rondinelli, 1998:40). Trend untuk melakukan manajemen lingkungan yang
9
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
proaktif mengalami akselerasi dengan adanya tekanan publik terhadap
pemerintah kaitannya dengan jaminan lingkungan yang bersih. Perubahan
cepat dalam manajemen lingkungan yang proaktif terjadi pada tahun 1990an.
Fenomena tuntutan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan adanya
kecenderungan bergesernya kegiatan produksi di wilayah Asia Tenggara,
akan mendorong pada kegiatan investasi yang lebih besar. Pertumbuhan
ekonomi akan diikuti oleh berbagai kegiatan manufaktur melalui pendirian
perusahaan-perusahaan, baik yang berskala besar, sedang, maupun
kecil. Kenyataan bahwa wilayah Asia Tenggara sebagai wilayah a cheaper
production house akan memberikan daya tarik bagi para investor untuk
menginvestasikan dananya di wilayah Asia Tenggara. Masalah yang
muncul dengan semakin meningkatnya kegiatan manufaktur antara lain
permasalahan kerusakan lingkungan, melalui eksploitasi sumber daya alam
yang tidak terbatas, sehingga memunculkan berbagai macam bentuk polusi.
Salah satu penyebab dari bencana antara lain sikap manusia yang serakah
dalam mengeksploitasi sumber daya alam.
C. Definisi Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai: Surrounding in which an
organization operates, including air, water, land, natural resources, flora,
fauna, humans, and their interrelations (ISO dalam Naffziger, 2003). Dalam
konteks ini, organisasi diposisikan dalam sebuah lingkungan global.
Definisi lain menyatakan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk
di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya
(Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1982). Untuk
mencapai kinerja lingkungan, maka perlu dilakukan pengelolaan lingkungan.
Pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya terpadu dalam pemanfaatan,
penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan dan
pengembangan lingkungan hidup. Dalam konteks perusahaan, pengelolaan
lingkungan perusahaan dimaksudkan sebagai upaya untuk memanfaatkan,
menata, memelihara, dan mengawasi lingkungan perusahaan sehingga
10
Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN
terdapat keserasian dan keseimbangan dalam menciptakan kesinambungan
perusahaan.
Menurut International Standard Organization dalam Naffziger (2003:23),
lingkungan diartikan sesuatu yang mengelilingi kegiatan operasional
organisasi, terdiri dari udara, air, tanah, sumberdaya alam, flora, fauna,
manusia, dan keterkaitan mereka. Penelitian tentang inisiatif atau konsern
lingkungan dan dampaknya terhadap kinerja lingkungan belum mendapatkan
kesimpulan yang sama (Naffziger, 2003: 23). Pandangan tradisionil meyakini
bahwa aktivitas lingkungan akan berdampak negatif terhadap kinerja
perusahaan, khususnya pertumbuhan penjualan dan tingkat keuntungan.
Pandangan ini mendasarkan bahwa perlu adanya investasi tinggi sebagai
refleksi dalam menciptakan produk dan kegiatan proses produksi untuk
mencapai nilai ekonomi dan lingkungan yang lebih baik. Dalam temuan
yang lain, Bandley (1992) mengungkapkan bahwa ada indikasi penerapan
manajemen lingkungan proaktif akan dapat mempengaruhi keunggulan
ekonomi jangka panjang. Ahmed et al. (2004) menyimpulkan bahwa konsern
lingkungan memiliki hubungan signifikan terhadap kinerja lingkungan,
khususnya efisiensi operasional dan peningkatan imej perusahaan, namun
tidak berpengaruh terhadap keuntungan dan pendapatan perusahaan.
D. Lingkungan dalam Islam
Manusia memang dilebihkan Allah dari pada makhluk lain dalam
menanggapi alam semesta. Allah tidak pernah menyuruh manusia untuk
merusak lingkungannya, dan kemampuan manusia yang dilebihkan Tuhan
itu haruslah digunakan dalam bentuk tanggungjawab yang besar. Sikap
manusia terhadap lingkungan seharusnya menyatu, artinya manusia sebagai
mahkluk yang dikaruniai akal dan pikiran memiliki tugas dan tanggung
jawab yang besar dalam menjaga dan melestarikan lingkungan untuk
kepentingan seluruh alam. Bagi seorang muslim, masalah lingkungan hidup
sifatnya inheren sebagai bagian dari kepribadian. Peradaban barat secara
tidak sengaja memisahkan masalah lingkungan hidup dari urusan agama.
Situasi ini kemudian mengantar pada revolusi industri pada awal abad-19.
Pada masa ini pengrusakan dan pencemaran terhadap alam semakin luas
dan sistematis. Cara pandang dunia sepenuhnya bersandar pada rasio
11
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
yang dalam banyak hal tidak sesuai dengan ajaran agama. Bentrokan
pandangan ini pada akhirnya membebaskan ilmu dan teknologi dari agama.
Para ilmuwan dengan gigih memperjuangkan agar ilmu dan teknologi bebas
dari nilai agama, dan juga kebudayaan, sehingga kemudian sepenuhnya
bersifat sekuler. Ciri khas prasyarat pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi versi barat adalah bahwa manusia harus melepaskan dirinya dari
alam lingkungannya atau ekosistemnya, dan menempatkan diri sebagai
pemilik alam. Sikap ingin menguasai dan mengeksploitasi inilah kemudian
menjadi sumber terjadinya krisis lingkungan (Yavie, 2006:37).
Islam memandang bahwa agama tidak bentrok dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi, karena ilmu tidak bersifat sekuler. Bahkan nilainilai agama selalu menjiwai ilmu dan teknologi. Dalam pandangan Islam,
hidup manusia tidaklah terpisah dari ekosistemnya, melainkan terintegrasi.
Persoalan lingkungan hidup bukan sekedar masalah sampah, pencemaran,
pengrusakan hutan, atau pelestarian alam dan sejenisnya, melainkan
sebagai bagian dari suatu pandangan hidup itu sendiri. Kesenjangan yang
telah diakibatkan oleh pemujaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi,
kemiskinan dan keterbelakangan yang disebabkan oleh struktur yang tidak
adil, dan ditunjang oleh kebijakan pembangunan yang menekankan pada
pertumbuhan ekonomi, telah berdampak besar pada munculnya masalah
lingkungan yang lebih besar. (Yavie, 2006:38)
Mendasarkan pada uraian yang disampaikan Yavie, disimpulkan
bahwa tidak ada pemisahan antara ilmu dan agama. Di samping itu juga
manusia tidak terpisah dari lingkungannya. Konsep pengelolaan lingkungan
menurut Islam yang dikutip dalam Alim (2006), didasarkan pada tiga tahapan.
Pertama, manusia diposisikan sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana
dijelaskan dalam QS al-Baqarah (2:30),
       
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”.
Sebagai konsekuensinya, manusia adalah pengemban amanat
Allah SWT untuk menjaga, memelihara, dan mengembangkan alam demi
kepentingan kemanusiaan. Artinya manusia bertanggung jawab terhadap
12
Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN
kelestarian lingkungan hidup dan keseimbangan ekosistem yang sudah
sedemikian rupa diciptakan oleh Allah SWT. Menjadi khalifah di muka
bumi merupakan kepercayaan yang diberikan Allah SWT kepada manusia
sehubungan dengan kapabilitas manusia yang layak untuk dijadikan
khalifah. Kedua, adanya larangan untuk membuat kerusakan di muka bumi,
sebagaimana firman Allah dalam QS al-A’raaf ayat (7:56):
            
  
Artinya: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan dimuka bumi,
sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa
takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya
rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”.
Kerusakan yang dilakukan oleh manusia sebagai cerminan dari
aksioma kerakusan manusia terhadap lingkungannya, dan rendahnya
tingkat keimanan seseorang. Dampak kerusakan bukan hanya menimpa
manusia, namun juga makhluk yang lain, serta seluruh isi bumi. Ketiga, tugas
manusia adalah menjaga kelestarian, dengan cara agar selalu menjaga
keseimbangan lingkungan hidup. Sebagaimana firman Allah dalam QS alHijr (15:19),
          
Artinya: “Dan kami telah menghamparkan padanya gunung-gunung
dan kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran”.
Allah telah menciptakan gunung-gunung yang berfungsi untuk
mengatur arus angin, dan dalam gunung ditumbuhi pohon-pohon yang akan
menghalangi derasnya arus air pada saat hujan, sehingga tidak sampai
terjadi banjir yang dapat menimbulkan kesengsaraan manusia.
Yavie (2006), menyatakan bahwa sumbangannya terhadap
lingkungan hidup terkait dengan tiga hal, yaitu: (1) Pelestarian dan
pengamanan lingkungan hidup dari kerusakannya adalah bagian dari
iman. (2) Melestarikan dan melindungi lingkunga hidup adalah kewajiban
setiap orang yang berakal dan baligh. (3) Pemeliharaan dan perlindungan
lingkungan hidup (hifdh al-bi’ah) masuk dalam kategori komponen utama
13
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
dalam kehidupan manusia, sehingga komponen dasar kehidupan manusia
tidak hanya lima, tetapi enam, yaitu: perlindungan kehormatan, perlindungan
akal, perlindungan harta kekayaan, perlindungan keturunan, perlindungan
agama, dan perlindungan lingkungan hidup.
Hamdan (2007) menyatakan bahwa ruhani yang sehat adalah hadirnya
keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, sehingga akan terkoordinasi
kerja jiwa, hati, akal pikiran, indera, jasad, dan perilaku. Kecerdasan ruhani
dibangun di atas kesehatan ruhani, dan keduanya dibangun di atas Tauhid.
Indikasi keberhasilan secara vertikal adalah lahirnya keimanan, keislaman,
keihsanan, dan ketauhidan secara integral, atau disebut sebagai takwa
yang sesungguhnya. Hamdan (2007), mengidentifikasikan terdapat empat
macam potensi ketauhidan, yaitu: tauhid uluhiyyah, tauhid rububiyyah,
tauhid ubudiyyah, dan tauhid khuluqiyyah.
Tauhid Uluhiyyah merupakan kemampuan bersikap dan berkeyakinan
yang kuat dalam diri, bahwa yang maha disembah dan tempat bergantungnya
semua makhluk hanyalah kepada Allah SWT. Sikap dan keyakinan uluhiyyah
apabila dilatih dan dikembangkan dengan baik dan benar maka insya
Allah akan melahirkan kecerdasan ruhaniah. Melaui kecerdasan ruhaniah,
seseorang hamba akan bermunajat, berdialog, ber-muwajah, dan memahami
hakikat wahyu dan alam semesta.
Tauhid Rububiyyah merupakan kemampuan bersikap dan
berkeyakinan yang kuat dalam diri, bahwa Yang Maha Pencipta, Yang
Maha Memiliki, Yang Maha Mendidik, Yang Maha Memelihara, Yang Maha
Memimpin, Yang Maha Memperbaiki, Yang Maha Mengatur, Yang Maha
Menyembuhkan, dan Yang Maha Memusnahkan seluruh alam semesta
dan makhluk-Nya hanyalah Allah SWT. Sikap dan keyakinan rububiyyah
apabila dilatih dan dikembangkan dengan baik dan benar , insya Allah akan
melahirkan kecerdasar berpikir. Kecerdasan berpikir maka seorang hamba
akan dapat merenungkan, memahami, dan menganalisisi hakikat segala
pesan ketuhanan yang terhampar pada seluruh aktivitas alam besar dan
alam kecil. Melalui kecerdasan berpikir, seseorang akan dapat memperoleh
power, aktivitas, dan kharisma dalam mendidik, memimpin, mengatur, dan
malakukan perbaikan pada diri dan lingkungannya. Tauhid Ubudiyyah
merupakan kemampuan bersikap dan berkeyakinan yang kuat dalam diri,
14
Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN
bahwa ibadah vertikal (shalat, puasa, zikir, berdoa, membaca Qur’an dan
haji) serta ibadah horisontal (dakwah dan jihad menegakkan hidup dan
kehidupan yang benar), semata-mata dapat dilakukan karena kekuatan,
pertolongan, dan anugerah Allah SWT. Artinya ibadah-ibadah yang kita
lakukan semata-mata dari Allah, dengan Allah, bersama Allah, untuk Allah,
dan kepada Allah. Sikap ubudiyyah apabila dilatih dan dikembangkan
dengan baik dan benar, maka insya Allah akan melahirkan kecerdasan
berjuang (adversity intelligence). Kecerdasan berjuang seorang hamba
akan mengakibatkan peningkatan daya juang dan bersaing dalam meraih
kesuksesan hidup, menjauhkan seseorang dari sikap berputus asa dalam
meraih karunia dan rahmat Allah.
Tauhid Khuluqiyyah merupakan kemampuan bersikap dan
berkeyakinan yang kuat dalamya diri, bahwa tidak ada yang dapat berperilaku
atau berakhlak yang baik dan benar, yang terpuji dan tercela, yang lembut
dan kasar, yang indah dan jelek, yang benar dan salah, melainkan atas
ijin Allah Swt, sebagaimana dijelaskan dalam QS ash-Shaffat 37:96, yang
artinya: Dan Allah yang telah menciptakan kamu, serta apa-apa yang kamu
perbuat. Sikap tauhid khulukiyah apabila dikembangkan dengan baik dan
benar, insya Allah akan melahirkan kecerdasan perasaan. Seorang hamba
dengan kecerdasan perasaan dapat berperilaku positif dan bermanfaat baik
untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Upaya untuk menyucikan dan
menyehatkan keyakinan kepada Allah Swt hanya dapat dilakukan dengan
bertauhid kepada Allah Swt. Hamdan (2007) mengelompokkan empat
macam tauhid, yaitu: tauhid kepada Af’al Allah Swt, tauhid kepada namanama Allah, bertauhid kepada sifat-sifat Allah, dan bertauhid kepada zat
Allah.
Konsep normatif yang terkait dengan permasalahan lingkungan hidup
yang diuraikan oleh Alim (2006) dan Yavie (2006) mengindikasikan bahwa
keimanan merupakan landasan utama dalam mengelola dan mengatasi
masalah-masalah lingkungan hidup. Sementara itu kepedulian terhadap
lingkungan tidak dapat terlepas dari nilai-nilai tauhid yang ada dalam
diri manusia. Alim (2006) memunculkan tiga tahapan dalam pengelolaan
lingkungan, yaitu: manusia sebagai khalifah memiliki tanggung jawab dalam
pengelolaan bumi, larangan untuk berbuat kerusakan, dan kewajiban untuk
15
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
menjaga keseimbangan lingkungan.
Mendasarkan pada konsep normatif tentang pengelolaan lingkungan,
maka perlu dijabarkan secara lebih operasional dan aplikatif melalui berbagai
variabel yang perlu ditindaklanjuti untuk dikaji, sehingga konsep yang ada
dapat diimplementasikan. Kepedulian terhadap masalah lingkungan diawali
dengan adanya keyakinan bahwa manusia tidak terlepas dari ekosistemnya,
melainkan harus terintegrasi (Yavie, 2006). Keyakinan inilah kemudian
mengkondisikan manusia dituntut untuk memiliki inisiatif terhadap perbaikan
dalam upaya untuk meningkatkan kinerja lingkungan.
Sebagai seorang khalifah tentunya manusia memiliki tugas dan
tanggung jawab yang besar, terutama dalam melestarikan lingkungan. Niat
dan komitmen yang tinggi merupakan persyaratan utama bagi manusia untuk
dapat mewujudkan kualitas dan kebersihan lingkungan. Dalam beberapa
hadits dijelaskan tentang pentingnya berbagai upaya dalam menjaga
kualitas dan kebersihan lingkungan. Nabi Muhammad SAW bersabda:
Jagalah kebersihan dengan segala usaha yang mampu kamu lakukan.
Sesungguhnya Allah menegakkan Islam di atas prinsip kebersihan. Dan tak
akan masuk syurga, kecuali orang-orang yang bersih (HR Thabrani).
Dijelaskan pula dalam Hadits riwayat Muslim, yang bunyinya:
Bahwasannya semua pekerjaan itu diawali dengan niat, dan bahwasannya
pekerjaan seorang itu tergantung pada niatnya. Di samping itu manusia
juga harus memiliki komitmen yang tinggi dalam upaya untuk memperbaiki
kualitas lingkungan. Dalam Hadits Nabi lainnya yang diriwayatkan oleh Anas
bin Malik berbunyi: Tidak sempurna iman seseorang yang tidak mempunyai
amanah, dan tidak sempurna keberagaman seseorang yang tidak mempunyai
komitmen. Jadi kepedulian manusia untuk memelihara kualitas lingkungan
sangat ditentukan oleh seberapa jauh niat dan komitmen yang dimiliki.
Islam memandang bahwa antara alam dengan manusia merupakan
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Manusia ditakdirkan sebagai
khalifah atau wakil Allah di muka bumi, sebagaimana dijelaskan dalam QS
Al-Baqarah (2:30), yang artinya: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi. Sebagai seorang khalifah, tugas yang
diemban manusia untuk memelihara dan melestarikan bumi sangat berat.
Untuk menjaga kelangsungan bumi sangat diperlukan sikap yang arif
16
Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN
terhadap bumi dan meninggalkan sifat kerakusan.
Faktor lain yang penting diperhatikan dalam menciptakan kualitas
lingkungan yaitu melalui kerjasama. Dalam Islam, kerjasama merupakan
kunci utama untuk mencapai keberhasilan atau tujuan. Dalam QS al-Maidah
ayat 2 disebutkan bahwa:
               
  
Artinya: ”Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya”.
Makna surat al-Maidah ayat 2 mengindikasikan bahwa perlunya tolongmenolong dalam melakukan kebaikan. Dalam pengelolaan lingkungan,
kerjasama diantara pihak yang terkait sangat diperlukan untuk mencapai
keberlangsungan lingkungan. Kerjasama dalam pengelolaan lingkungan
dimaksudkan untuk memanfaatkan dan melestarikan sumber daya alam.
Dalam konteks perusahaan, kerjasama dapat dilakukan dengan melibatkan
pihak-pihak berbagai pihak yang terkait dengan penciptaan kualitas
lingkungan, misalnya: pihak karyawan, pemerintah, supplier, environmentalist,
dan pesaing. Karyawan memiliki peran besar dalam menciptakan kegiatan
produksi bersih, pemerintah melalui produk-produk regulasi mensyaratkan
industri manufaktur untuk memperhatikan lingkungan, supplier terlibat dalam
proses pemesanan bahan baku yang ramah lingkungan dan penggunaan
energi yang ramah lingkungan, sedangkan pesaing dapat dilibatkan dengan
melakukan kerja sama dalam menciptakan kegiatan-kegiatan yang mengacu
pada upaya untuk mencegah berbagai macam kerusakan.
Berdasarkan pada kajian normatif, Islam memandang bahwa
kepedulian terhadap lingkungan didasari oleh tiga hal, yaitu: manusia sebagai
khalifah yang harus menjaga lingkungan, tidak melakukan kerusakan di
muka bumi, dan manusia harus menjaga kelestarian alam sebagai suatu
bentuk amanah manusia kepada Allah. Amanah merupakan segala sesuatu
yang dipercayakan kepada manusia, baik yang menyangkut dengan hak
dirinya atau hak orang lain atau dengan hak Tuhan. Sementara dalam
17
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
konsep Islam yang mendasarkan pada kajian normatif perlu dijabarkan lebih
lanjut, sehingga dapat ditindaklanjuti dengan kajian empirik. Dalam kajian
empirik, melalui studi ini akan dikembangkan pada pengelolaan lingkungan
perusahaan.
Inisiatif lingkungan dalam konteks greening supply chain, menurut
Rao (2002:632), sebagai sebuah prakarsa perusahaan untuk memperbaiki
kinerja lingkungan perusahaan, memperbaiki komplain, dan meningkatkan
keunggulan bersaing. Naffziger (2003:23) mengidentikkan inisiatif lingkungan
dengan konsern lingkungan, yang definisinya adalah pentingnya para
individu melakukan pemeliharaan lingkungan dan perlindungan lingkungan
melalui kegiatan-kegiatan yang mendukung kelestarian lingkungan. Inisiatif
lingkungan memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja lingkungan (Rao,
2002). Sementara Ahmed (2004), dalam penelitiannya tentang hubungan
antara konsern lingkungan, usaha-usaha lingkungan dan dampaknya
terhadap kinerja perusahaan, menyimpulkan bahwa ada hubungan signifikan
antara usaha-usaha lingkungan dengan kinerja perusahaan, khususnya
terkait dengan kepuasan konsumen dan reputasi perusahaan.
Peran sumber daya manusia dalam menjaga lingkungan sangat
dominan melaui keterlibatannya dalam aktivitas pengelolaan lingkungan.
Rao (2004) menemukan bahwa keterlibatan karyawan (worker involvement)
memiliki hubungan langsung dan signifikan terhadap greening production,
artinya keterlibatan karyawan merupakan faktor penting dalam mencapai
greening production. Penelitian Florida dan Davidson (2001) juga
menyimpulkan bahwa keterlibatan karyawan merupakan faktor utama dalam
pencapaian pencegahan polusi di perusahaan-perusahaan AS. Manusia
sebagai makhluk yang diberi amanah oleh Allah SWT memiliki tanggung
jawab yang besar dalam mengelola dan melestarikan lingkungan. Dalam
konteks perusahaan, pengelolaan lingkungan untuk menciptakan kinerja
lingkungan sangat dipengaruhi oleh seberapa besar kontribusi karyawan
dalam menciptakan kualitas lingkungan. Pada kajian empiris, Rao (2002:649)
menemukan adanya pengaruh signifikan antara pengelolaan rantai pasokan
manajemen lingkungan dengan kinerja lingkungan.
Dalam penelitian lain, Rao (2004:310) juga menemukan adanya
pengaruh yang signifikan antara integrasi supplier dengan produksi bersih.
18
Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN
Kedua hasil penelitian mengindikasikan bahwa integrasi dengan supplier
memiliki dampak signifikan terhadap kinerja lingkungan dan kinerja
perusahaan. Naffziger (2003:27) menemukan adanya korelasi yang signifikan
antara konsern lingkungan dengan kinerja lingkungan. Dalam penelitian
ini, kinerja lingkungan diidentikkan dengan usaha-usaha untuk mencapai
kualitas lingkungan, seperi: pengurangan konsumsi energi, pengurangan
polusi, dan recycling waste.
Pengelolaan lingkungan pada dasarnya dimaksudkan untuk menilai
seberapa besar pengaruhnya terhadap kinerja lingkungan maupun kinerja
perusahaan, sebagai indikator keberhasilan dalam menerapkan berbagai
variabel pengelolaan lingkungan. Kinerja perusahaan sebagai ukuran
keberhasilan perusahaan terdapat pandangan yang berbeda. Dalam syariah
enterprise theory, Islam menggunakan metafora amanah sebagai kiasan
untuk melihat, mamahami, dan mengembangkan organisasi bisnis dan sosial
(Triyuwono, 2006). Metafora ini memberikan implikasi yang fundamental,
terutama dalam konsep manajemen. Bentuk kongkret dari metafora amanah
dalam organisasi bisnis adalah realitas organisasi yang dimetaforakan
dengan zakat, pelestarian lingkungan alam, dan kepentingan stakeholders.
Syariah enterprise theory pada dasarnya memasukkan indirect participant
ke dalam distribusi nilai tambah. Menurut Slamet (2001) dalam Triyuwono
(2006), indirect participant merupakan pihak yang tidak terkait langsung
dengan bisnis perusahaan, seperti: masyarakat mustahiq (penerima zakat,
infaq dan shadaqah) dan lingkungan alam. Dalam manajemen lingkungan,
kinerja lingkungan dan kinerja perusahaan merupakan indikator keberhasilan
perusahaan dalam mengelola lingkungan sebagai bentuk tanggung jawab
perusahaan.
Pada tataran teori yang memfokuskan pada kinerja perusahaan
terdapat perbedaan pandangan antara enterprise theory dan syariah
enterprise theory. Enterprise theory sudah mengacu pada model bisnis
kontemporer, artinya keberlangsungan hidup perusahaan tidak ditentukan
oleh pemilik perusahaan, tetapi oleh banyak pihak (seperti: pelanggan,
kreditor, manajemen, pegawai, pemasok, pemerintah dan lain-lain yang
kemudian disebut stakeholders) yang juga sama-sama memiliki kepentingan
terhadap perusahaan. Keberhasilan perusahaan akan sangat tergantung
19
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
pada stakeholders, artinya dalam enterprise theory berfikir secara holistik
dengan cara mengakui pihak lain selain pemilik perusahaan sebagai
pihak yang juga memegang peranan penting bagi kesinambungan hidup
perusahaan (Triyuwono, 2006).
Sementara dalam syariah enterprise theory menekankan bahwa
tujuan keberadaan perusahaan merupakan sebuah metafora amanah, yang
diimplementasikan dalam bentuk pembayaran zakat (Triyuwono, 2006).
Artinya bahwa organisasi bisnis orientasinya tidak lagi profit-oriented,
atau stockholder oriented. Dengan orientasi zakat, perusahaan berusaha
untuk mencapai angka pembayaran zakat yang optimum, sehingga laba
bersih tidak lagi menjadi ukuran kinerja (performance) perusahaan, tetapi
sebaliknya zakat, environment, dan stakeholders menjadi kriteria ukuran
kinerja perusahaan (Triyuwono, 2006). Aksioma yang mendasari syariah
enterprise theory adalah Allah sebagai pencipta dan pemilik tunggal dari
seluruh sumber daya yang ada di bumi.
Dalam studi empiris terdapat perbedaan beberapa hasil penelitian.
Rao (2002) menyimpulkan bahwa kinerja lingkungan tidak berpengaruh
langsung terhadap kinerja ekonomi, namun melalui variabel kompetitifnes.
Sedangkan penelitian Naffzinger (2003) usaha-usaha di bidang lingkungan
memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan, dengan pengecualian pada
indikator keuntungan, pendapatan, dan efisiensi operasional. Freeman
(1994) dalam penelitiannya menemukan bahwa inisiatif lingkungan memiliki
dampak negatif terhadap kinerja perusahaan. Namun dalam penelitian
lain yang dilakukan oleh Porter and Linde (1995), Ahmed et al. (1998),
menemukan bahwa kepedulian terhadap lingkungan secara proaktif dapat
menciptakan keuntungan dalam jangka panjang. Dalam penelitiannya,
Clelland et al., (2000) menghadirkan bukti-bukti bahwa praktek-praktek
pencegahan polusi dan minimisasi waste akan dapat mencapai efisiensi
operasional. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Ahmed et.al.,
(2003) yang menemukan hubungan positif antara usaha-usaha perbaikan
lingkungan perusahaan dengan efisiensi operasional.
Pandangan tradisional meyakini bahwa aktivitas lingkungan akan
berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan, karena akan menimbulkan
investasi besar dalam mencapai lingkungan yang berkualitas (Naffziger,
20
Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN
2003). Disisi lain pandangan tradisional tidak terbukti kebenarannya.
Kepedulian terhadap lingkungan secara proaktif akan berdampak pada
keuntungan ekonomis dalam jangka panjang, dibuktikan dengan kenyataan
bahwa perusahaan yang mencapai kesuksesan karena menggunakan
strategi kesadaran lingkungan (Ahmed et al., 1998).
Sistem ekonomi adalah ilmu ekonomi yang dilaksanakan dalam praktek.
Sementara sistem ekonomi Islam merupakan penerapan ilmu ekonomi
dalam praktek sehari-hari bagi individu, keluarga, kelompok masyarakat
maupun pemerintah dalam rangka mengorganisir faktor produksi, distribusi
dan pemanfaatan barang dan jasa yang dihasilkan tunduk dalam peraturan
Islam (Zadjuli, 1999). Sumber terpenting sistem ekonomi Islam adalah alQur’an, al-Hadits dan suri tauladan perilaku tindak ekonomi dalam zaman
khalifah. Adapun dalam sistem ekonomi Islam memiliki tugas antara lain:
memerangi kebodohan, kemiskinan, kesakitan dan kebathilan.
Perbedaan utama antara sistem ekonomi Islam dengan sistem
ekonomi selain Islam terletak pada: pertama, asumsi dasar yang digunakan
adalah syariah Islam yang diberlakukan secara menyeluruh baik terhadap
individu, keluarga, kelompok masyarakat, usahawan maupun pemerintah
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik untuk keperluan jasmaniah
maupun rohaniah. Kedua, prinsip ekonomi adalah asas efisiensi dan
manfaat dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan alam. Ketiga, motif
ekonomi Islam adalah mencari keberuntungan di dunia dan di akhirat selaku
Khalifatullah dengan jalan beribadah dalam arti luas. (Zadjuli, 2007). Pada
tataran pengelolaan perusahaan, dalam sistem ekonomi Islam memiliki
dimensi tugas yang sangat lengkap dan komprehensif. Pengelolaan
perusahaan bukan hanya untuk kepentingan mendapatkan keuntungan,
namun kepentingan karyawan sebagai stakeholders juga mendapatkan
prioritas melalui peningkatan pengetahuan, kecukupan pendapatan,
kesehatan, dan pemenuhan hak-hak karyawan. Kesejahteraan karyawan
tidak hanya sekedar pada tuntutan kebutuhan jasmani, namun juga perlu
adanya keseimbangan dengan kebutuhan rohani.
Tujuan ekonomi Islam adalah merealisasikan tujuan manusia untuk
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat (falah), serta kehidupan yang
baik dan terhormat. Sebagaimana dijelaskan dalam QS al-Qashash (28:77),
21
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
yang artinya:
”Dan carialah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagiamu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan”.
Kesejahteraan dalam pandangan Islam didasarkan pada kebahagiaan
dunia dan akhirat, serta kehidupan yang lebih terhormat. Falah mencakup
tiga pengertian, yaitu: kelangsungan hidup (baqa’), kebebasan dari
kemiskinan (ghana), serta kekuatan dan kehormatan (’izz). Sementara
untuk kehidupan akhirat, falah mencakup pengertian kelangsungan hidup
yang abadi, kesejahteraan abadi, kemuliaan abadi, dan pengetahuan yang
bebas dari segala kebodohan (Anto, 2003). Falah hanya dapat dicapai
dengan suatu tata kehidupan yang baik dan terhormat, yang dapat dicapai
dengan implementasi secara kaffah terhadap syariat Islam. Dengan berIslam secara kaffah berarti menjadikan Islam sebagai sistem kehidupan,
bukan sekedar pedoman ritual antara manusia dengan Tuhannya saja.
Dalam sistem ekonomi Islam ditegaskan bahwa tugas utamanya adalah
memerangi kebodohan, kemiskinan, kesakitan dan kebathilan. Keempatnya
juga digunakan sebagai ukuran atau indikator tingkat kesejahteraan baik
individu, keluarga, maupun masyarakat.
E. Lingkungan dan Analisis Intuitif
Analisis intuitif dimaksukan untuk mengkaji berbagai temuan dalam
studi dan dikaitkan dengan nilai-nilai normatif yang tekandung dalam alQur’an dan Hadits serta memberikan kajian secara lebih komprehensif dan
mendalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan ditinjau dari sudut
pandang agama Islam.
Pengelolaan lingkungan hidup sangat terkait dengan tingkat ketauhidan
manusia sebagai pengelola. Hope dan Young (1994), berpedapat bahwa
tauhid adalah salah satu kunci untuk memahami masalah lingkungan hidup.
Tauhid merupakan pengakuan kepada ke-Esa-an Allah serta pengakuan
22
Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN
bahwa Dia-lah pencipta alam semesta. Sebagaimana firman Allah dalam
QS al-An’am ayat 79, yang artinya: Sesungguhnya aku menghadapkan
diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung
kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Tuhan.
Alim (2006) mengkaitkan masalah lingkungan dengan tingkat iman
seseorang. Kerusakan lingkungan merupakan cerminan dari turunnya kadar
keimanan manusia. Rasulullah SAW dan para sahabat telah memberikan
teladan pengelolaan lingkungan hidup yang mengacu kepada tauhid dan
keimanan. Dampak langsung dari ilmu tanpa iman adalah kerusakan
lingkungan hidup. Alim (2006) menyatakan juga bahwa kerusakan
lingkungan sebagai akibat dari aksioma kerakusan yang digunakan oleh
para pengusaha sebagai prinsip dalam pengelolaan perusahaan. Praktekpraktek aksioma kerakusan merupakan salah satu penyebab eksploitasi
sumber daya alam yang pada akhirnya akan membuat bencana kerusakan
lingkungan. Prinsip aksioma kerakusan adalah the more is the better atau
makin banyak makin bagus.
Penerapan aksioma kerakusan semakin banyak digunakan oleh
produsen maupun konsumen. Hope dan Young (1994), mengatakan
bahwa banyak pejabat dan ilmuwan di negara Islam melihat isu lingkungan
tergantung pada penguasaan teknologi yang bersumber dari peradaban
barat. Oleh karena itu pemeliharaan lingkungan hidup lebih mengutamakan
pendekatan yang dikembangkan di negara maju, daripada melakukan
pendekatan yang sesuai dengan ajaran Islam. Pola pikir barat memberikan
peluang negara-negara barat untuk mengendalikan negara Islam yang
miskin pengetahuan akan masalah lingkungan.
Masalah lingkungan hidup belum dikelola secara serius sebagai
bagian integral dari dakwah Islamiyah. Pernyataan ini didukung oleh
pendapat Yafie (2006) yang menyatakan bahwa Islam memandang bahwa
agama tidak bentrok dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena
ilmu tidak bersifat sekuler. Bahkan nilai-nilai agama selalu menjiwai ilmu
dan teknologi. Dalam pandangan Islam, hidup manusia tidaklah terpisah
dari ekosistemnya, melainkan terintegrasi. Pemeliharaan, pelestarian dan
pengembangan lingkungan diakui sebagai bagian dari lima maslahat pokok
23
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
atau lima komponen utama (Qaradhawi, 2002).
1) Menjaga lingkungan sama dengan menjaga agama (hifdh ad-din).
Segala usaha pemeliharaan lingkungan sama halnya dengan usaha
menjaga agama. Perbuatan mencemari lingkungan merupakan
perbuatan dosa yang akan menodai substansi dari keberagamaan yang
benar, dan secara tidak langsung meniadakan tujuan eksistensi manusia
di permukaan bumi ini. Perbuatan pencemaran juga menodai fungsi
kekhalifahan yang dibebankan pada manusia, karena bumi ini bukan
milik manusia, tetapi milik Allah. Firman Allah dalam QS al-A’raf; 128,
yang artinya: Dia wariskan bumi kepada siapa saja yang dikehendakiNya
dari hamba-hambaNya. Ayat ini menunjukkan bahwa manusia tidak
boleh lupa bahwa dia diangkat menjadi khalifah karena kekuasaan Allah
di atas bumi milik-Nya. Tidak sepatutnya manusia bertindak seakan-akan
raja yang tidak akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa-apa yang
telah dikerjakan.
2) Menjaga lingkungan sama dengan menjaga jiwa (hifdh al-nafs).
Perlindungan terhadap jiwa artinya perlindungan terhadap kehidupan
psikis manusia dan keselamatannya. Rusaknya lingkungan sebagai akibat
dari semakin banyaknya polusi dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan
produksi, dan pelecehan terhadap prinsip-prinsip keseimbangannya
akan membahayakan kehidupan manusia. Antusiasme Islam sangat
besar sekali dalam menjaga keberlangsungan kehidupan manusia,
dengan menjadikan kasus pembunuhan terhadap jiwa sebagai sebuah
dosa besar. Sebagaimana firman Allah dalam QS al-Maidah ayat 32
yang artinya:
“Barang siapa yang membunuh seorang manusia, dan membuat
kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh
manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan
manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan manusia
seluruhnya”.
Ayat ini menegaskan bahwa barangsiapa yang menyia-nyiakan sebuah
jiwa, maka seakan-akan dia telah menyia-nyiakan seluruh jiwa manusia,
24
Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN
karena antara jiwa yang satu dengan yang jiwa yang lainnya tidak ada
perbedaan.
3) Menjaga lingkungan sama dengan menjaga keturunan (hifdh al-nasb).
Keturunan yang dimaksud adalah keturunan umat manusia di atas
bumi. Perbuatan yang menyimpang dengan mengambil sumber-sumber
kekayaan yang menjadi hak orang lain akan mengancam generasi masa
depan, karena perbuatan ini merupakan penyebab kerusakan. Nabi
Muhammad SAW bersabda: Sesungguhnya jika kamu meninggalkan
anak-anakmu dalam keadaan kaya, itu lebih baik daripada meninggalkan
mereka dalam keadaan miskin dan meminta-minta pada orang lain. (HR
Al-Bukhari dan Muslim, diriwayatkan oleh Sa’ad bin Abi Waqqas)
4) Menjaga lingkungan sama dengan menjaga akal (hifdh al-aql).
Menjaga lingkungan disetarakan dengan maslahat pokok keempat, yaitu
menjaga akal. Maslahat ini merupakan jembatan ke arah pemberlakuan
taklif dalam Islam, maka barang siapa tidak mempunyai akal, tidak ada
beban yang wajib ditanggungnya, dan segala amal perbuatannya tidak
akan ditulis. Menjaga lingkungan dalam pengertian luas mengandung arti
menjaga manusia dengan seluruh unsur penciptaannya: jasmani, akal
dan jiwa. Maka upaya menjaga keberlangsungan hidup manusia tidak
akan berjalan, kecuali kalau akalnya dijaga. Berbagai bentuk perusakan
terhadap lingkungan, selain berbahaya bagi dirinya juga berbahaya
bagi orang lain. Perlindungan terhadap lingkungan sama halnya dengan
menjaga keseimbangan dalam berpikir, keseimbangan antara hari ini dan
hari esok, antara yang maslahat dan yang merusak, antara kenikmatan
dan kewajiban, antara kekuatan dan kebenaran.
5) Menjaga lingkungan sama dengan menjaga harta (hifdh al-mal).
Allah berfirman dalam QS an-Nisa ayat 5, yang artinya: “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya,
harta yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan”.
Harta tidak hanya uang dan emas, namun juga termasuk bumi, pohon,
tanaman, air, udara, binatang, dan barang tambang. Jadi menjaga lingkungan
juga identik dengan keharusan menjaga harta dalam segala bentuk dan
25
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
jenisnya. Pelaksanaan dari komitmen menjaga lingkungan adalah dengan
menjaga dan melestarikan sumberdaya dan tidak mengeksploitasi tanpa
tujuan dan kepentingan yang jelas.
Sementara itu Yafie (2006) dalam sumbangan pemikirannya bagi
teologi lingkungan hidup, menyatakan beberapa ketentuan sebagai berikut:
1) Pelestarian dan pengamanan lingkungan hidup dari kerusakannya
adalah bagian dari iman. Kualitas keimanan seseorang bisa diukur
salah satunya dari sejauh mana sensitifitas dan kepedulian orang
tersebut terhadap kelangsungan lingkungan hidup.
2) Melestarikan dan melindungi lingkungan hidup adalah kewajiban
setiap orang yang berakal dan baligh (dewasa).
3) Pemeliharaan dan perlindungan lingkungan hidup (hafdh al-bi’ah)
masuk dalam kategori komponen utama dalam kehidupan manusia.
Dengan demikian komponen dasar kehidupan manusia tidak lagi lima,
tetapi menjadi enam, ditambah dengan komponen lingkungan hidup
(hifdh al-bi’ah)
Qaradhawi, (2002) memiliki tinjauan yang lebih luas lagi tentang
pemeliharaan lingkungan. Pemeliharaan lingkungan dapat ditinjau dari tiga
perspektif, yaitu: perspektif Ushuluddin, perspektif Ilmu Etika, dan perspektif
Ilmu Fiqih.
a. Pemeliharaan lingkungan dalam perspektif Ushuluddin.
Ilmu Ushuluddin berhubungan erat dengan masalah pemeliharaan
lingkungan dan semua elemen penciptaannya, baik yang meliputi
makhluk hidup ataupun mati, yang berakal atau tidak. Semua
elemen itu merupakan wujud nyata ciptaan Allah SWT agar bersujud
kepada-Nya dan menyucikan-Nya dengan pujian-pujian. Manusia
memiliki peran penting dalam pemeliharaan lingkungan setelah
sanggup menerima amanat (QS Al-Ahzab: 72). Peran manusia tidak
dapat terlepas tujuan-tujuan yang sangat mulia ditengah-tengah
kehidupan manusia.
Tujuan pertama; untuk mengabdi kepada Allah (QS Adz-Dzariyat:
26
Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN
56). Ibadah meliputi segala sesuatu yang disenangi Allah dan
diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, sehingga
bentuk ibadah mencakup semua aspek kehidupan. Tujuan kedua;
manusia sebagai khalifah di atas bumi(QS Al-Baqarah: 30).
Untuk mewujudkan praktek kekhalifahan, manusia dituntut untuk
menegakkan kebenaran dan keadilan, serta menyiarkan kebaikan dan
kemaslahatan. Tujuan ketiga: manusia diberi tanggung jawab untuk
membangun peradaban di muka bumi, sebagaimana firman Allah
dalam QS Hud:61; “Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah)
dan menjadikan pemakmurnya”. Arti kata menjadikan pemakmurnya
mengandung pesan pada manusia untuk membangunnya. Usaha
membangun bumi akan sempurna lewat cara menanam, membangun,
memperbaiki, dan menghidupi serta menghindarkan diri dari hal-hal
yang merusak.
b. Pemeliharaan lingkungan dalam perspektif Ilmu Etika
Allah berfirman dalam QS An-Nahl:128 Sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.
Agama memerintahkan untuk bertakwa kepada Allah dan terhadap
sesama merupakan koridor untuk tetap bersama-Nya,sekaligus
berinteraksi dengan sesama manusia. Bagi seorang mukallaf tuntutan
ini harus dilaksanakan setiap waktu dan terhadap segala sesuatu
diantaranya adalah lingkungan dan alam sekitar. Dalam hadits
yang diriwayatkan oleh Muslim dari Umar bin Khatab disebutkan
bahwa: Ihsan itu adalah kamu beribadah pada Allah seakan-akan
kamu melihat-Nya, dan apabila kamu tidak dapat melihat-Nya, maka
sesungguhnya Dia melihatmu.
Pesan Islam yang menyinggung pentingnya memberi perhatian
terhadap lingkungan adalah bersikap baik terhadap lingkungan
beserta seluruh elemennya, misalnya berbuat baik terhadap sesama,
berbuat baik terhadap hewan, tumbuhan, air, udara dan sebagainya.
Inti dari agama bukan sekedar melaksanakan praktek-praktek ibadah
yang sudah ditentukan. Agama merupakan dasar untuk memperbaiki
pergaulan sesama manusia dalam kondisi apapun, yang dimulai
27
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
dari sikap taat kepada Allah, pada diri sendiri, pada zat manusia
yang meliputi unsur jasmani, rohani, serta sikap terhadap manusia,
sekeliling kita, tetangga dekan dan jauh, yang muslim maupun
kafir, serta pada seluruh isi jagat raya yang hidup maupun yang
mati, yang diam ataupun yang dapat bicara, yang berakat maupun
tidak. Sebuah prinsip sederhana dan sangat indah yang diberikan
Islam dalam kerangka hubungan manusia dengan lingkungan serta
dengan seluruh jagat, adalah upayanya untuk menumbuhkan rasa
cinta pada sekelilingnya yang terdiri dari makhluk hidup dan makhluk
mati
c. Pemeliharaan lingkungan dalam perspektif Ilmu Fikih.
Hubungan ilmu fikih dengan pemeliharaan lingkungan, pelestarian
dan perlindungannya dari segala hal yang membahayakan dan
merusak merupakan hubungan yang memiliki rambu-rambu yang
jelas. Ilmi fikih adalah ilmu yang mengatur hubungan manusia dengan
Tuhannya, dengan dirinya, dengah keluarga dan masyarakatnya,
dan dengan alam sekitarnya, sesuai dengan hukum-hukum syariat
yang sudah dikenal luas, yaitu: wajib, sunnah, haram, makruh, dan
mubah.
Hubungan fikih dengan lingkungan tidak hanya terbatas
pada wilayah hukum, tetapi juga berhubungan erat dengan kapasitasnya
sebagai dasar pembentukan hukum secara universal. Prinsip dalam illmu
fikih yang terkait dengan lingkungan adalah Ladharara wa la dhirar, yang
artinya tidak berbahaya dan tidak membahayakan (Hadis Nabawi). Syariat
Islam dengan beragam madzhab dan ijma’, mewajibkan pemeliharaan
secara kolektif dari penyimpangan-penyimpangan individual. Kebebasan
tidaklah bersifat mutlak karena dibatasi oleh orang lain.
Manusia sebagai khalifah di muka bumi dan diberikan amanah oleh
Allah SWT untuk mengelola bumi memiliki tanggungjawab yang besar
dalam memperlakukan makhluk Allah yang laiinya, seperti bumi, tanah,
dan air. Perlakuan baik dan ramah tidak hanya berlaku bagi makhluk hidup
saja, namun juga terhadap semua makhluk. Nabi Muhammad bersabda
yang diriwayatkan oleh Muslim dari Syadad bin Aus: “Sesungguhnya Allah
28
Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN
mewajibkan perlakuan yang baik terhadap segala sesuatu”. Hadits ini
mengindikasikan bahwa orang-orang yang baik akan selalu berinteraksi
dengan Allah berdasarkan takwa, serta berinteraksi dengan makhluk-Nya
secara baik-baik.
Allah telah menciptakan bumi yang layak untuk dihuni, dijadikan
tempat bertani dan berkebun, dan dijalin ikatan kuat antara manusia
dengan bumi. Bumi memberikan jaminan semua makhluk untuk bisa hidup.
Allah telah memerintahkan kita agar memperlakukan bumi dengan ramah,
memperbaikinya, serta tidak membuat kerusakan di atasnya. Semua ini
merupakan bentuk pemenuhan amanah kekhalifahan yang kita emban,
dengan mensyukuri nikmat-Nya, serta melaksanakan pembangunan di
atasnya. Memperlakukan tanah dengan baik, dengan cara tidak membuang
limbah di tanah akan menyebabkan fungsi tanah dapat optimal.
Pemanfaatan air dengan baik sebagai salah satu bentuk perbuatan
baik terhadap makhluk mati. Firman Allah dalam QS Al Anbiya:30 “Dan
dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup”. Air merupakan faktor
utama yang mendorong manusia untuk menetap, dan secara otomatis
mendorong majunya peradaban mereka. Keberadaan air menunjukkan
adanya tanda-tanda kehidupan. Perlakukan terhadap air meliputi tiga hal.
Pertama, manusia harus merasakan air sebagai nikmat Allah yang wajib
disyukuri. Rosul mengajarkan kepada setiap muslim agar setelah berwudhu
membaca: Asyhadu alla ilaha illallah wahdahu la syarika la, wa asyhadu
anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuluh, yang artinya: Ya Allah, jadikanlah
aku dari golongan orang-orang yang bertaubat, dan jadikanlah aku dari
golongan orang-orang yang bersuci. Kedua, manusia harus menjaganya
agar selalu bersih dan sehat serta tidak mencemarinya dengan zat apapun
yang dapat mengubah air itu dari fitrahnya. Bentuk kesyukuran terhadap
nikmat air harus diimplementasikan dengan memanfaatkannya secara
proporsional, bukan merusak dan menggunakannya dalam rangka berbuat
maksiat terhadap Allah. Ketiga, menggunakan air dengan cara yang tidak
sia-sia dan berlebih-lebihan, sebab seorang muslim dilarang menggunakan
segala sesuatu secara berlebihan. Beberapa sahabat, seperti Aisyah,
Jabir, dan Safinah yang meriwayatkan Nabi, bahwa beliau berwudhu hanya
dengan satu sepertiga liter, dan mandi dengan lima liter air.
29
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
F.
Tinjauan Teoritis Lingkungan Islami
Revolusi pemikiran tentang lingkungan menurut Berry dan Rondinelli
(1998), terjadi dalam tiga tahap, yaitu: (1) tahun 1960-an dan 1970-an
berawal dari krisis lingkungan, perusahaan berusaha untuk melakukan
pengawasan terhadap kerusakan-kerusakan yang terjadi. (2) Tahun 1980an merupakan era reaktif yang berusaha untuk menepati segala peraturan
pemerintah tentang lingkungan dan meminimisasi biaya komplain. Era 1990an perusahaan sudah menyadari perlunya pendekatan proaktif terhadap
tuntutan lingkungan dengan mengantisipasi dampak lingkungan terhadap
kegiatan operasional perusahaan, antara lain dengan berusaha mengurangi
waste dan dampak yang ditimbulkan oleh polusi dan menemukan cara-cara
positif untuk memperoleh keunggulan melalui peluang bisnis dengan total
quality environmental management (TQEM).
Sementara Berry dan Rondinelli (1998) juga menyatakan bahwa
terdapat empat faktor pendorong bagi perusahaan dalam menerapkan
proactive corporate environmental management (PCEM), yaitu tuntutan
peraturan, kekuatan stakeholders, kepentingan persaingan dan faktor biaya.
Strategi perusahaan secara proaktif di bidang lingkungan yang dibangun
berdasarkan prinsip-prinsip manajemen khususnya dalam mengurangi
waste merupakan respon dari permintaan konsumen dan stakeholders.
Konsumen cenderung menuntut proses produksi dan produk yang clean.
Perusahaan dituntut untuk dapat memberikan kepuasan kepada konsumen
maupun stakeholders, yang dapat dilakukan melalui pendefinisian ulang misi
perusahaan, memperbaiki sistem nilai yang berlaku, dan menemukan caracara melalui manajemen perubahan, percepatan pelatihan dan pendidikan,
serta modifikasi perilaku seluruh organisasi.
Dalam studi empiris terdapat perbedaan beberapa hasil penelitian.
Rao (2002) menyimpulkan bahwa kinerja lingkungan tidak berpengaruh
langsung terhadap kinerja ekonomi, namun melalui variabel kompetitifnes.
Sedangkan penelitian Naffzinger (2003) usaha-usaha di bidang lingkungan
memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan, dengan pengecualian pada
indikator keuntungan, pendapatan, dan efisiensi operasional. Freeman
(1994) dalam penelitiannya menemukan bahwa inisiatif lingkungan memiliki
dampak negatif terhadap kinerja perusahaan. Namun dalam penelitian
30
Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN
lain yang dilakukan oleh Porter and Linde (1995), Ahmed et al. (1998),
menemukan bahwa kepedulian terhadap lingkungan secara proaktif dapat
menciptakan keuntungan dalam jangka panjang. Dalam penelitiannya,
Clelland et al., (2000) menghadirkan bukti-bukti bahwa praktek-praktek
pencegahan polusi dan minimisasi waste akan dapat mencapai efisiensi
operasional.
Sementara pandangan tradisional meyakini bahwa aktivitas
lingkungan akan berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan, karena
akan menimbulkan investasi besar dalam mencapai lingkungan yang
berkualitas (Naffziger, 2003). Disisi lain pandangan tradisional tidak terbukti
kebenarannya. Kepedulian terhadap lingkungan secara proaktif akan
berdampak pada keuntungan ekonomis dalam jangka panjang, dibuktikan
dengan kenyataan bahwa perusahaan yang mencapai kesuksesan karena
menggunakan strategi kesadaran lingkungan (Ahmed et al., 1998).
Dalam Islam, konsep pengelolaan lingkungan dimulai dengan tugas
manusia sebagai khalifah di muka bumi, kemudian larangan-larangan untuk
berbuat kerusakan, dan kewajiban untuk menjaga kelestarian bumi demi
kepentingan seluruh umat. Islam bukanlah semata-mata mengatur ibadah,
kepentingan tiap-tiap pribadi dengan Allah saja, tetapi juga memikirkan dan
mengatur masyarakat. Allah telah memberikan tuntunan dalam al-Qur’an
tentang lingkungan hidup menurut ajaran Islam. Misi manusia sebagai
khalifah di muka bumi adalah memelihara lingkungan hidup, dilandasi
dengan visi bahwa manusia harus lebih mendekatkan diri pada Allah.
Pengelolaan lingkungan dalam Islam dengan mendasarkan pada ayat-ayat
al-Qur’an terbagi dalam dua tahapan, yaitu tahapan filosofis dan tahapan
operasional. Tahapan filosofis terdiri dari tiga konsep, yaitu konsep Tauhid,
konsep Khalifah, dan konsep Amanah. Sementara pada tahapan operasional,
meliputi: pelestarian lingkungan hidup, keseimbangan lingkungan hidup, dan
keberlangsungan lingkungan. Berbagai ayat al-Qur’an yang mendukung
kedua tahapan dalam pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:
1.
Tauhid adalah pengakuan kepada keesa-an Allah serta pengakuan
bahwa Dia-lah pencipta alam semesta ini. Pemahaman bahwa
Allah bersifat esa merupakan salah satu kunci bagi manusia dalam
memahami masalah lingkungan hidup. Sebagaimana firman Allah
31
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
dalam QS al-An’aam (6:79):
           
2.
3.

Artinya: ”Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan
yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada
agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Tuhan”.
Manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di muka bumi ini.
Khalifah di muka bumi bukanlah sesuatu yang otomatis didapat
ketika manusia lahir ke bumi. Manusia harus membuktikan terlebih
dahulu kapasitasnya sebelum dianggap layak untuk menjadi khalifah.
Dijelaskan dalam QS al-Baqarah (2:30):
       
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi”.
Allah telah memberikan kelebihan bagi manusia dibandingkan
makhluk-makhluk lainnya, dengan memberikan akal dan kemampuan
rohani sehingga dapat melaksanakan tugas-tugasnya sebagai wakil
Allah di atas bumi sekaligus membawa beban amanah, sebagaimana
dijelaskan dalam QS al-Ahzab ayat 72.
          
       
Artinya: Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat[1233]
kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk
memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan
dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim
dan amat bodoh.
32
Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN
4.
5.
6.
Manusia sebagai khalifah di muka bumi diberikan amanah dan
kewajiban untuk melestarikan lingkungan hidup. Adapun rujukan dalil
ini adalah QS al-A’raaf (7:56):
        
Artinya: ”Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,
sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepadanya”.
Selanjutnya tugas manusia tidak hanya melestarikan lingkungan,
namun juga menjaga keseimbangan lingkungan. Dalil yang mengurai
tugas manusia untuk menjaga keseimbangan lingkungan hidup,
seperti yang difirmankan Allah dalam QS al-Hijr (15:19):
          
Artinya: ”Dan kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan
padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala
sesuatu menurut ukuran”.
Menjaga keberlangsungan bumi merupakan tugas utama setiap
manusia, sehingga perlu diciptakan usaha-usaha untuk memelihara
keberlanjutan (sustainability) bumi. Dalil ini bersumber dari QS arRuum (30:48):
             
              
Artinya: ”Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu
menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut
yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu
kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu
turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya, tiba-tiba
mereka menjadi gembira”.
Islam memandang bahwa agama tidak bentrok dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi, karena ilmu tidak bersifat sekuler. Dalam
33
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
pandangan Islam, hidup manusia tidaklah terpisah dari ekosistemnya,
melainkan terintegrasi. Kesenjangan yang telah diakibatkan oleh pemujaan
terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, kemiskinan dan keterbelakangan
yang disebabkan oleh struktur yang tidak adil, dan ditunjang oleh kebijakan
pembangunan yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi, telah
berdampak besar pada munculnya masalah lingkungan yang lebih besar.
(Yavie, 2006:38).
Dalam studi yang dilakukan oleh Budhi (2010), terdapat beberapa
temuan teoritis yang melitputi:
1. Pengelolaan lingkungan yang terintegrasi, meliputi niat untuk memperbaiki
lingkungan, melibatkan karyawan, dan integrasi dengan supplier memiliki
pengaruh signifikan terhadap kinerja lingkungan, kinerja perusahaan,
penyerapan tenaga kerja, dan kesejahteraan karyawan.
2. Terdapat pengaruh signifikan antara kinerja lingkungan dengan kinerja
perusahaan, dan kesejahteraan karyawan.
3. Penyerapan tenaga kerja memiliki pengaruh signifikan terhadap
kesejahteraan karyawan. juga menemukan adanya pengaruh positif
dan signifikan antara pengelolaan lingkungan dengan kinerja lingkungan
maupun dengan kinerja perusahaan.
G. Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif merupakan analisis yang digunakan untuk menjawab
dan membahas tujuan penelitian yang tidak dianalisis dengan pendekatan
kuantitatif. Apakah fungsi manusia sebagai khalifah di muka bumi sesuai
dengan nilai-nilai ajaran Islam yang tertera dalam QS. al-Baqarah ayat 30
sudah diimplementasikan ?
Kewajiban manusia sebagai khalifah adalah memelihara lingkungan
atau disebut juga riayatu al bi’ah yang berarti pemeliharaan lingkungan.
Manusia sebagai ciptaan Allah SWT dibedakan dari seluruh elemen-elemen
lingkungan dengan memberikannya akal dan kemampuan rohani, yang
kemudian menjadi milik manusia untuk melaksanakan tugas-tugasnya sebagai
wakil Allah di atas bumi sekaligus membawa beban amanah, sebagaimana
dijelaskan dalam QS al-Ahzab ayat 72, yang artinya: Sesungguhnya Kami
34
Bab I ISLAM DAN LINGKUNGAN
telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka
semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya
manusia itu amat zhalim dan bodoh. Mengingat tingginya derajat manusia,
maka Allah ingin menguji manusia dengan membekali kemampuan pada
anak keturunan Adam melebihi kemampuan para malaikat.
Manusia memiliki peran yang sangat penting dalam pemeliharaan
lingkungan. Manusia dituntut untuk berinteraksi dengan baik sesuai
hukum-hukum yang telah digariskan Allah SWT, yaitu melaksanakan dan
memelihara pemberlakuan hukum-hukum tersebut dalam aplikasi nyata.
Peran manusia dalam melestarikan lingkungan merupakan peran yang
sangat mulia sebagaimana tujuan manusia diciptikan mencakup tiga hal,
yaitu: Tujuan pertama; untuk mengabdi pada Allah (QS ad-Dzariyat: 56),
yang artinya: Dan Aku tidak menciptkan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembahKu. Tujuan kedua; sebagai wakil (khalifah) Allah di
atas bumi (QS al-Baqarah:30), yang artinya: Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Tujuan ketiga; membangun
peradaban di muka bumi (QS Hud; 61), yang artinya: Dia telah menciptakan
kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan pemakmurnya.
Apakah perintah Allah SWT kepada manusia agar tidak melakukan
kerusakan lingkungan hidup sebagaimana yang tercantum dalam QS alA’raaf ayat (7:56) sudah diimplementasikan ? Tidak melakukan kerusakan
terhadap lingkungan (himayah) memiliki konotasi menjaga dari hal-hal negatif
dan kepunahan, artinya melindungi lingkungan dari kerusakan, bahaya, dan
pencemaran. Dari sisi positif dan keberadaannya, pemeliharaan lingkungan
merupakan usaha-usaha yang untuk mengembangkan, memperbaiki
dan melestarikannya. Sementara dari sisi negatif dan ketiadaannya,
mengharuskan pemeliharaan dari segala sesuatu yang merusak, mencemari
dan membahayakan.
Apakah perintah Allah SWT kepada manusia agar mencari
kebahagiaan dunia dan akhirat sebagaimana yang tercantum dalam
QS al-Qashash (28:77) sudah diimplementasikan ? Hasil penelitian
menunjukkan bahwa perusahaan konveksi islami di Provinsi Jawa Tengah
telah menunjukkan komitmennya untuk meningkatkan kesejahteraan
35
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
karyawan. Temuan ini didukung oleh adanya trend yang cenderung naik
pada variabel kesejahteraan karyawan dari tahun 2004 sampai dengan
tahun 2008. Namun demikian kenaikan kesejahteraan karyawan masih
perlu ditingkatkan, mengingat tingkat pendapatan karyawan sebagian
besar masih berkisar antara Rp 500.000,- sampai dengan Rp 1.500.000,per bulan. Sementara untuk tingkat pendidikan karyawan juga didominasi
oleh karyawan yang berpendidikan lulus SD dan lulus SMP yang mencapai
85 persen. Untuk indikator tingkat kesakitan karyawan menunjukkan trend
yang menurun selama lima tahun terakhir. Dalam pelaksanaan sholat
wajib, hasilnya menunjukkan bahwa semua karyawan diwajibkan untuk
melaksanakan sholat wajib pada saat di perusahaan, khususnya untuk
sholat dluhur dan sholat ashar. Kaitannya dengan pembayaran zakat oleh
karyawan perusahaan konveksi islami hasilnya menunjukkan bahwa semua
karyawan telah memenuhi pembayaran zakat sebesar 2,5 persen. Dalam
upaya menciptakan kebahagiaan dunia dan akherat, perusahaan konveksi
islami di Provinsi Jawa Tengah telah melakukan berbagai kegiatan rutin,
antara lain; membagikan zakat dan daging qurban kepada yang berhak,
memberikan shodaqoh, menghimbau untuk selalu membaca basmallah
dalam memulai setiap pekerjaan, mengajak sholat berjamaah, menghimbau
untuk selalu bersyukur, bersikap iklas, dan menjaga kepercayaan yang
diberikan.
36
Bab II KONSEP GREEN
2
KONSEP GREEN
A.
Green Theory
Perhatian terhadap lingkungan mulanya dipengaruhi oleh International
Relations (IR) teori. Teori IR dengan jelas memperkenalkan krisis ekologi
yang kemudian memunculkan green theory dalam ilmu-ilmu sosial dan
humaniora. Neorealism dan neoliberalism telah banyak memunculkan
masalah-masalah lingkungan sebagai sebuah isu baru. Pendekatan green
theory menawarkan new green interpretation yang memfokuskan pada
keadilan internasional melalui keamanan ekologi, pengembangan yang
berkelanjutan, dan keadilan lingkungan. Kerusakan lingkungan disebabkan
oleh aktivitas manusia memiliki sejarah yang lama dan kompleks. Globalisasi
dan revolusi industri disinyalir sebagai penyebab kerusakan lingkungan dan
menimbulkan masalah lingkungan di seluruh dunia. Pertumbuhan ekonomi
yang sangat cepat, penggunaan tehnologi-tehnologi baru, meningkatnya
populasi penduduk sangat berdampak pada peningkatan kebutuhan energi
dan konsumsi sumber daya, meningkatnya sumber-sumber polusi dan sisasisa produksi. The United Nations Environmental Program’s Millennium
Ecosystem Assessment pada bulan Maret 2005 menemukan bahwa kira-kira
60% dari ekosistem yang mendukung kehidupan di bumi terjadi kerusakan
atau penggunaannya tidak dapat dipertahankan (UNEP, 2005). Masalahmasalah lingkungan dapat digambarkan sebagai wicked problem karena
kompleksitasnya, variabilitasnya, intractability, dan karakternya bersifat
insidental.
37
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
Pada tahun 1990-an terminologi green sering digunakan sebagai
kepedulian terhadap lingkungan, sehingga diposisikan sebagai sebuah
tradisi politik baru yang memberikan tantangan terhadap dua tradisi politik
yang berpengaruh, yaitu liberalisme dan sosialisme (Eckersly, 2006). Dalam
gambaran yang lebih luas, green political theory memberikan kritik terhadap
kapitalisme barat dan sosialisme yang menganut ideologi industrialisasi,
dengan memusatkan pada peran pasar (liberalisme) dan peran negara
(sosialisme).
Faham liberalisme dan sosialisme dikembangkan dengan dasar
premis yang sama, yang mengasumsikan bahwa sumber daya alam
dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan kemajuan tehnologi dimana
keduanya sangat diinginkan dan tidak dapat dielakkan. Tradisi politik sangat
optimis bahwa ilmu dan tehnologi merupakan ide yang baik bagi manusia
untuk mendominasi dan memanipulasi alam melalui eksploitasi berkelanjutan
dengan alasan untuk kemajuan manusia. Pada akhir tahun 1970-an dan
awal tahun 1980-an para ahli green politics mengakui bahwa nilai-nilai moral
harus dikedepankan sebagai centre of value. Mereka menolak arogansi,
self interest, dan kebodohan seperti yang dilakukan oleh faham liberalisme
dan sosialisme, kemudian dibentuklah filosofi ekosentrik (ecology-centred)
yang mencoba untuk memahami seluruh sisi kehidupan. Dari perspektif
ekosentrik kepedulian lingkungan tidak hanya difokuskan pada perlindungan
kesehatan dan kemakmuran manusia dan generasi-genarasi mendatang,
tetapi juga memberikan perhatian pada perlunya membatasi eksploitasi
sumber-sumber daya alam.
Dalam green theory, ketidakadilan lingkungan semakin meningkat
ketika agen-agen sosial tidak bertanggung jawab terhadap keberadaan cost
lingkungan sebagai akibat dari keputusan dan praktek-praktek yang merasa
tidak berdosa. Tujuan mendasar dari green theory adalah: (1) Mengurangi
resiko ekologi secara lebih luas, dan (2) Mencegah munculnya biaya-biaya
kerusakan lingkungan sebagai akibat persaingan yang tidak fair.
Eckersley, (2006) mensinyalir tuntutan terhadap keadilan lingkungan
dapat diwujudkan dengan :
1. Pengakuan terhadap masyarakat yang bermoral dipengaruhi oleh
besarnya resiko ekologi. (tidak hanya seluruh penduduk, tetapi seluruh
38
Bab II KONSEP GREEN
manusia, generasi mendatang, dan spesies selain manusia)
2. Partisipasi masyarakat dan lembaga dalam pengambilan keputusan
tentang lingkungan.
3. Pendekatan pencegahan untuk menjamin resiko yang minimal kaitannya
dengan masyarakat luas.
4. Terdapatnya distribusi yang fair terhadap resiko yang ditimbulkan.
5. Memperbaiki dan memberikan kompensasi terhadap instansi yang
memunculkan masalah-masalah lingkungan.
Faham liberalisme dan sosialisme mengasumsikan bahwa
perkembangan yang berkelanjutan dapat dicapai dengan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Hal ini sangat bertentangan dengan perkembangan
berkelanjutan yang mendasarkan pada kelangsungan ekologi. Para ahli
ekonomi ekologi tidak yakin bahwa mekanisme pasar akan memberikan
alokasi sumberdaya yang efisien dan distribusi kesejahteraan serta
pendapatan secara fair dalam memenuhi kebutuhan manusia dan menjamin
beroperasi pada skala ekonomi. Sebaliknya mereka menilai bahwa
kapasitas pasar hanya dapat dicapai dengan kemauan politik, yaitu melalui
pendidikan lingkungan, kerjasama masyarakat, negosiasi masyarakat,
peraturan pemerintah dan kerjasama internasional. Para ahli ekologi modern
berargumentasi bahwa persaingan ekonomi dan inovasi tehnologi yang
konstan dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang menggunakan
less energy and resources dan setiap unit menghasilkan less waste.
B.
Green Economy
Setiap kota yang ada di dunia berusaha untuk mendeskripsikan
bagaimana tumbuh secara green, yaitu meciptakan keseimbangan antara
pertumbuhan ekonomi dan mencapai kualitas lingkungan secara bersamasama melaui pemanfaatan sumber daya alam secara efisien. Berbagai
penghargaan diberikan kepada kota/kabupaten yang mampu mengelola
daerahnya menuju green. Salah satunya adalah Indonesia Green Region
Award (IGRA) yang merupakan penghargaan kepada kabupaten atau kota
di Indonesia yang dinilai serius dan berhasil dalam pengelolaan dan upaya
menjaga lingkungan hidup bersama masyarakat. IGRA menekankan pada
konsep yang diterapkan oleh kota/kabupaten dalam pengelolaan lingkungan
39
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
yang menyangkut 3 R (reduce, reuse, dan recycle).
Apa sebenarnya pengertian green economy (GE) ? Pada tahapan
mendasar, GE adalah sebuah energi ekonomi yang bersih, yang terdiri
dari empat sektor, yaitu: energi terbarukan, bangunan hijau dan teknologi
yang efisien terhadap energi, infrastruktur dan transportasi yang efisien
enegi, serta recycling energy. Dalam GE tidak sekedar kemampuan
untuk menghasilkan energi bersih, tetapi juga teknologi yang mampu
menciptakan proses produksi bersih yang identik dengan pasar yang
tumbuh dan disuplai dengan produk-produk-produk mengkonsumsi energi
secara minimize, sehingga less energy tersebut akan menghasilkan poduk,
proses, dan jasa yang mengurangi dampak lingkungan atau memperbaiki
penggunaan sumber daya alam. Dari berbagai temuan tentang definisi GE
dapat disimpulkan bahwa semua kajian mengarah pada pemakaian energi
bersih sebagai konsepnya. Energi bersih disinyalir mampu memperbaiki
kualitas lingkungan dengan mengurangi emisi gas rumah kaca dan tentunya
didukung oleh pengurangan penggunaan energi. Industri merupakan
salah satu bidang yang menjadi ukuran utama sebuah ekonomi menuju
green. Menurut The clean energy economy, sebuah GE terkait dengan
penggunaan clean energy dalam pekerjaan, bisnis, dan investasi dengan
pengembangan energi proses produksi yang clean, peningkatan efisiensi
energi, pengurangan emisi gas rumah kaca, manajemen waste dan polusi,
konservasi air dan sumberdaya yang lainnya. Sementara menurut laporan
Michigan green jobs, GE terjadi apabila produk atau jasa yang berhubungan
dengan energi yang terbarukan, peningkatan efisiensi energi, transportasi
dan bahan bakar yang clean, konservasi agrikultur dan sumber daya alam,
dan pencegahan polusi.
C.
Green Business
Semakin meningkatnya tuntutan lingkungan oleh berbagai pihak
dalam sepuluh tahun terakhir, khususnya tuntutan regulasi bidang
linkungan dan konsumen yang peduli lingkungan, telah memposisikan
perusahaan untuk mengimplementasikan tindakan-tindakan yang serius
dalam pencegahan masalah lingkungan. Kondisi ini juga menciptakan
perubahan dalam konteks persaingan dalam industri. Tahapan selanjutnya
40
Bab II KONSEP GREEN
adalah bagaimana perusahaan memperbaiki model bisnis dan pemikiran
managerial untuk mendorong ke arah peluang-peluanga dan inovasi green.
Kata green diidentikkan dengan istilah; alami, lingkungan, bersahabat
dengan lingkungan, atau ekologi. Disamping itu juga green merupakan simbol
dari perlindungan lingkungan dan keadilan sosial. Efektivitas manajemen
lingkungan dipengaruhi oleh berbagai elemen yang merupakan jangkauan
dari seluruh aspek operasional perusahaan, seperti; green design, green
marketing, green product, dan green production.
Konsep green business tidak bisa terlepas dari dukungan berbagai
aktivitas lainnya yang menuju pada green dalam lingkup perusahaan. Chen
(2011) mengidentifikasikan terdapat mengidentikasikan terdapat empat
variabel yang menentukan keberhasilan sebuah green business, yaitu:
environmental organizational culture (EOC), environmental leadership (EL),
green organizational identity (GOI), dan green competitive advantage (GCA).
Green organizational identity dikembangkan dari teori identitas organisasi
yang banyak diterapkan dalam administrasi bisnis. Organization identity
merupakan sebuah skema sharing interpretatif sehingga anggota organisasi
secara kolektif dapat menciptakan kebermaknaan terhadap tindakan, pilihan
dan perilakunya. Sementara Albert dan Whetten, (1985) mendefinisikan
identitas organisasi sebagai suatu keyakinan tentang apa yang paling
utama, paling kuat, paling berbeda dalam organisasi. Setiap organisasi akan
membutuhkan sebuah identitas untuk kepentingan internal dan eksternal
stakeholders dalam rangka membangun interaksi dengan organisasi,
kelompok maupun orang lain. Identitas organisasi dapat membantu
pemikiran dan berperilaku anggota organisasi, khususnya pimpinan
organisasi, sehingga dapat memodifikasi interpretasi atau mempromosikan
konsep-konsep baru yang akan mempertajam identitas organisasi ketika
menghadapi perubahan lingkungan. Mengacu pada pengertian organizational
identity, maka GOI dapat didefinisikan sebagai skema interpretasi tentang
manajemen dan perlindungan lingkungan, sehingga anggota organisasi
secara kolektif memberikan makna kepada perilakunya. Indikator dalam GOI
terkait dengan enam hal. Pertama adalah: anggota organisasi memiliki rasa
yang kuat bahwa sejarah perusahaan memfokuskan pada manajemen dan
perlindungan lingkungan, kebanggaan terhadap tujuan dan misi lingkungan
41
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
perusahaan, merasa bahwa perusahaan mendelegasikan posisi yang
signifikan untuk respek kepada manajemen dan perlindungan lingkungan,
merasa perusahaan telah memformulasikan definisi yang tepat tentang
tujuan dan misi lingkungan, karyawan memiliki pengetahuan tentang tradisi
dan budaya lingkungan perusahaan, mengidentifikasi tindakan yang kuat
oleh perusahaan sebagai respek terhadap lingkungan.
Environmental organizational culture (EOC) atau budaya organisasi
berdasar lingkungan. Pada saat ini kecenderungan munculnya polusi sebagai
akibat dari kegiatan industri manufaktur menjadi isu lingkungan yang intent.
Terdapat beberapa penggerak yang mempengaruhi kegiatan operasional
perusahaan untuk peduli terhadap lingkungan, seperti kebijakan pemerintah
terhadap lingkungan,
regulasi lingkungan, aktivis lingkungan, para
environmentalist, dan adanya tekanan persaingan. Strategi yang dilakukan
oleh perusahaan adalah dengan manajemen lingkungan perusahaan
(corporate environmental management). Manajemen lingkungan perusahaan
didefinisikan sebagai aktivitas manajerial, proses, pendekatan, atau konsep
yang dapat membantu perusahaan mencapai tujuan-tujuan lingkungan
perusahaan, mematuhi aturan-aturan tentang lingkungan, mengantisipasi
dampak lingkungan terhadap kegiatan operasional perusahaan, memiliki
standar dalam pengurangan waste dan polusi, menemukan cara-cara
positif untuk memperoleh keunggulan melalui penciptaan peluang-peluang
bisnis dengan mendasarkan pada perbaikan lingkungan kaitannya untuk
mencapai aktivitas lingkungan yang efektif dan efisien. Kegiatan bisnis dapat
mengadopsi strategi manajemen lingkungan dengan mengintegrasikan
tujuan-tujuan perlindungan lingkungan dalam departemen-departemen yang
berbeda di perusahaan untuk memecahkan masalah-masalah lingkungan
dengan memanfaatkan teknologi lingkungan yang inovatif.
Budaya organisasi lingkungan sebagai salah satu variabel
green business mendasarkan pada variabel budaya organisasi. Budaya
organisasi didefinisikan sebagai satu set anggapan pikiran yang terjadi
dalam perusahaan sehingga menjadi pegangan dan dasar tindakan bagi
organisasi melalui implementasi perilaku untuk berbagai situasi (Fiol, 1991).
Sementara itu budaya dipersepsikan sebagai sebuah kerangka interpretasi
yang digunakan sebagai pegangan perilaku dan proses pemahaman.
42
Bab II KONSEP GREEN
Menurut Hatch and Schultz (1997), budaya organisasi yang dirasakan
merupakan simbol menginterpretasikan identitas organisasi yang dibentuk
dan digunakan untuk mempengaruhi imej organisasi. Budaya organisasi
lingkungan diartikan sebagai konteks simbolik tentang manajemen dan
perlindungan lingkungan yang berpegangan pada perilaku dan proses
pemahaman anggota organisasi. Budaya perusahaan sangat bernilai, unik,
tidak dapat ditiru.
Environmental leadership (EL). Seorang pemimpin harus mampu untuk
menginterpretasikan isu-isu bidang lingkungan dengan mengindentifikasi
ancaman, memformulasikan strategi, mengkonmunikasikan dengan
kelompok, dan memecahkan konflik. Tujuan utama dari seorang pemimpin
adalah memaparkan sebuah identitas unik, sehingga anggota organisasi dapat
memahami dan mengikutinya. Kepemimpinan didefinisikan sebagai proses
dimana anggota individu dalam organisasi mampu menginterpretasikan
setiap kegiatan, memilih tujuan dan strategi perusahaan, dan memotivasi
orang-orang untuk mencapai tujuan. Kepemimpinan dapat digunakan
sebagai sebuah simbol identitas organisasi, mengingat kepemimpinan dapat
digunakan untuk mempengaruhi apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh
karyawan terhadap organisasi. Mengingat top manajemen harus memimpin
karyawan dalam keterlibatannya di aktivitas lingkungan organisasi, sehingga
ketertarikan terhatap ekologi dari manajer puncak memiliki hubungan yang
tinggi dengan kiinerja lingkungan. Dechan and Altman (1994) mendefinisikan
kepemimpinan lingkungan sebagai sebuah proses dinamis dimana seorang
individu mempengaruhi individu yang lainnya untuk berkontribusi terhadap
pencapaian manajemen dan perlindungan lingkungan. Pemimpin perusahaan
menciptakan sebuah pandangan yang mempengaruhi nilai-nilai, komitmen,
dan aspirasi anggota, sehingga mereka berkeinginan untuk terlibat dalam
isu-isu lingkungan yang harus diinterpretasikan. Para pemimpin biasanya
akan menggunakan keahlian interpersonal dan komunikasinya untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Pemimpin memiliki kepentingan dalam
mencapai tujuan-tujuan dari pengembangan lingkungan, sebab mereka
dapat menstimulasi visi lingkungan menjadi bagian dari identitas organisasi
dan mengarahkan tindakan-tindakan anggota organisasi. Kepemimpinan
lingkungan dapat menciptakan keunggulan bersaing bagi perusahaan
43
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
melalui dua cara: pertama, mengelola permintaan pasar melalui supplai
produk atau jasa yang ramah lingkungan yang lebih baik dari pesaingnya.
Kedua, menciptakan efisiensi biaya melalui konservasi enerji dan material,
dan pengurangan waste. Para pimpinan perusahaan harus dapat mendorong
ke arah perubahan demi memperbaiki kinerja lingkungan dan mendapatkan
keunggulan komersial maupun kompetitif melalui kepemimpinan lingkungan.
Kepemimpinan bidang lingkungan harus mampu: (1) menginspirasi sharing
tentang visi lingkungan, memanfaatkan pendekatan yang terbaik terhadap
manajemen linngkungan, menciptakan kerjasama dengan stakeholders
untuk memecahkan masalah-masalah lingkungan dan untuk mewujudkan
tujuan perusahaan, tanggungjawab terhadap pendidikan lingkungan
sehingga karyawan memiliki inisiatif dalam pengelolaan lingkungan.
Green competitive advantage (GCA). Porter (1985), mendefinisikan
keunggulan bersaing dari perusahaan sebagai sebuah kondisi dimana
kompetitor tidak dapat meniru strategi persaingan yang diterapkan oleh
perusahaan, kompetitor juga tidak mampu mendapatkan keuntungan dari
keunggulan strategi perusahaan. Dengan memperhatikan peran perusahaan
corporate social responsibility dalam menciptakan keunggulan bersaing
melalui kepemimpinan sosial dan kepemimpinan lingkungan, maka green
competitive advantage didefinisikan sebagai kondisi dimana perusahaan
melaksanakan pengelolaan lingkungan atau inovasi hijau sehingga para
pesaing tidak dapat meniru kesuksesan strategi lingkungan perusahaan dan
mereka dapat memperoleh keunggulan yang berkelanjutan dari strategi
lingkungan yang sukses tersebut
D.
Green Strategy
Keseriusan perusahaan dalam menerapkan manajemen lingkungan
secara proaktif disebabkan oleh berbagai “tekanan”. Ketersediaan sumber
daya alam dan kapabilitas sumber daya manusia menyebabkan terjadinya
transformasi dalam pengelolaan lingkungan untuk mencapai kinerja
perusahaan. Semakin meningkatnya terhadap permasalahan lingkungan
akan sangat mempengaruhi aktivitas pengelolaan bisnis. Perusahaan
dapat saja kehilangan peran historisnya dalam pengelolaan lingkungan
karena perilakunya merusak lingkungan, apabila tidak menjalankan green
44
Bab II KONSEP GREEN
management. Kesepakatan antara pengelolaan lingkungan yang proaktif
dengan kinerja bisnis yang semakin meningkan nampaknya masih belum
bulat.
Tutore (2010) mengidentifikasikan terdapat dua penentu dimana
perusahaan berminat untuk menindaklanjuti isu-isu lingkungan, yaitu
aspek internal dan eksternal. Regulasi bidang lingkungan dan tuntutan
stakeholders merupakan faktor eksternal yang menyebabkan perusahaan
secara sadar melakukan manajemen lingkungan. Disisi lain adanya tekanan
dari kelompok yang berkepentingan juga mendorong perlunya pengelolaan
lingkungan, misalnya; tekanan pemerintah, karyawan, supplier, masyarakat
lokal, dan organisasi lingkungan. Pada sisi internal, kepedulian terhadap
lingkungan akan dipengaruhi oleh peluang-peluang ekonomi yang muncul
dan memposisikan perusahaan harus menciptakan pengelolaan lingkungan
yang implikasinya pada tuntutan akan green proses, green product, dan
green technology.
Pergeseran strategi perusahaan dari reaktif ke proaktif dalam mensikapi
masalah lingkungan sebagai tekanan dari pihak eksternal maupun internal
merupakan salah satu strategi yang efektif. Hart (1995) mengidentifikasikan
terdapat tiga strategi (pencegahan polusi, pengelolaan produk yang ramah
lingkungan, dan pengembangan yang berkelanjutan) yang saling terkait
dalam menindaklanjuti pengelolaan lingkungan yang proaktif. Strategi
proaktif tentunya harus didukung oleh kepemilikan sumberdaya yang spesifik
dan kapabilitas sumber daya manusia, yang pada akhirnya dapat sebagai
sumber keunggulan bersaing.
45
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
3
syariah environmental
theory
A. Syari’ah Enterprise Theory
Pandangan Islam sangat bertentangan dengan enterprise theory,
kaitannya dengan mendefinisikan tujuan perusahaan. Dalam pandangan
Islam pendekatan enterprise theory belum mempertimbangkan nilai-nilai
syariah dan tauhid. Islam menggunakan metafora amanah sebagai kiasan
untuk melihat, memahami, dan mengembangkan organisasi bisnis dan
sosial. Metafora ini memberikan implikasi yang fundamental terhadap
konsep manajemen dan akuntansi. Bentuk konkret dari metafora ini di
dalam organisasi bisnis adalah realitas organisasi yang dimetaforakan
dengan zakat. Realitas, menurut metafora ini berpandangan bahwa
profit-oriented atau stockholders-oriented bukan orientasi yang tepat bagi
perusahaan yang berbasis nilai syariah, tetapi sebaliknya menggunakan
konsep yang berorientasi pada zakat, berorientasi pada pelestarian alam
(natural environment) dan berorientasi pada stakeholders, sehingga ukuran
keberhasilan perusahaan bukan lagi dari net profit, tetapi sebaliknya zakat
menjadi ukuran kinerja materi dan spiritual atau etika (Triyuwono, 2002).
Secara normatif, misi khalifatullah fil ardh ini diturunkan dari QS AlAnbiyaa’ (21 :107)
    
Artinya: ”Dan tidak Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam” .
46
Bab III SYARIAH ENVIRONMENTAL THEORY
Manusia memiliki tugas mulia, yaitu: menciptakan dan mendistribusikan
kesejahteraan, baik materi maupun non-materi bagi seluruh manusia dan
alam semesta. Untuk mempermudah tugas ini, manusia dapat menciptakan
organisasi (bisnis atau non-bisnis) untuk digunakan sebagai instrumen
dalam mengemban tugas tersebut (Triyuwono, 2000). Selanjutnya metafora
amanah digunakan untuk mendesain bentuk, struktur, dan manajemen
organisasi dalam rangka menciptakan dan mendistribusikan kesejahteraan.
Agar konsep teoritis ini benar-benar sesuai dengan syariah, maka perlu
diinternalisasikan nilai tauhid, karena dengan konsep dan nilai tauhid ini
dapat diperoleh legitimasi untuk memasukkan konsep kepemilikan dalam
Islam, konsep zakat, konsep keadilan, dan konsep pertanggungjawaban.
Dalam syariah enterprise theory, aksioma terpenting yang harus mendasari
pada setiap penetapan konsepnya adalah Allah sebagai pencipta dan
pemilik tunggal dari seluruh sumber daya yang ada di dunia. Dalam syariah
enterprise theory, Allah sebagai sumber amanah utama, karena Dia adalah
pemilik tunggal dan mutlak. Sumber daya alam yang dimiliki oleh para
stakeholders pada prinsipnya adalah amanah dari Allah yang di dalamnya
melekat sebuah tanggung jawab untuk menggunakan dengan cara dan tujuan
yang ditetapkan oleh Sang Pemberi Amanah, sebagaimana
diterangkan
dalam QS al-Baqarah (2:267):
:           
             
    
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami
keluarkan dari bumi untuk kamu, dan janganlah kamu memilih yang burukburuk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan
ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.
47
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
Konsep-konsep dalam syariah enterprise theory juga menekankan
bahwa dalam harta kita sebenarnya tersimpan hak orang lain, seperti: fakir
miskin, anak-anak terlantar, ibnu sabil dan lain-lain, seperti yang dijelaskan
dalam QS at-Taubah (9:60) :
         
             

Artinya : ”Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang
fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang
dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang,
untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai
sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana”
Dalam pandangan syariah enterprise theory, distribusi kekayaan atau
nilai tambah tidak hanya berlaku pada para partisipan yang terkait langsung
dalam memberikan kontribusi kepada perusahaan, seperti: pemegang
saham, kreditor, karyawan, dan pemerintah, tetapi pihak lain yang tidak
terkait langsung dengan bisnis yang dilakukan oleh perusahaan, atau
pihak yang tidak memberikan kontribusi keuangan dan skill. Pemahaman
ini tentu membawa perubahan penting dalam terminologi enterprise theory
yang menyatakan bahwa distribusi kekayaan berdasarkan kontribusi para
partisipan, yaitu partisipan yang memberikan kontribusi keuangan atau
ketrampilan.
Manusia adalah khalifatullah fil ardh yang membawa misi menciptakan
dan mendistribusikan kesejahteraan bagi seluruh manusia dan alam. Premis
ini mendorong syariah enterprise theory untuk mewujudkan nilai keadilan
terhadap manusia dan lingkungan alam. Oleh karena itu, diyakini bahwa
syariah enterprise theory akan membawa kemaslahatan bagi stockholders,
stakeholders, masyarakat dan lingkungan alam dengan syarat kewajiban
dalam membayar zakat sebagai manifestasi ibadah kepada Allah. Syariah
48
Bab III SYARIAH ENVIRONMENTAL THEORY
enterprise theory memberikan bentuk pertanggungjawaban utamanya
kepada Allah (vertikal) yang kemudian dijabarkan lagi pada bentuk
pertanggungjawaban (horizontal) pada umat manusia dan lingkungan
alam.
Masalah lingkungan hidup belum digarap serius sebagai bagian
integral dari dakwah Islamiah. Kondisi lingkungan makin rusak, karena
kegagalan manusia mengemban misinya sebagai khalifah di muka bumi,
yakni untuk memelihara lingkungan hidup. Salah satu penyebabnya adalah
pelanggaran-pelanggaran terhadap aturan yang telah merasuk dalam prinsip
hidup sehari-hari. Belum banyak pemuka agama yang konsisten mengangkat
isu lingkungan hidup, sehingga diskusi-diskusi menjadi kering dan jauh dari
masalah keseharian seperti masalah lingkungan. Lingkungan hidup belum
dianggap sebagai bagian integral dari kehidupan manusia, sehingga tindakan
pengelolaan lingkungan lebih bersifat represif daripada preventif. Masalah
lingkungan hidup sangatlah luas, dimulai dari membuang sampah pada
tempatnya sampai pada penggunaan ampas uranium dalam peperangan
(Alim, 2006). Untuk kasus Indonesia, indikator lingkungan disederhanakan
mencakup masalah polusi udara, persampahan, air bersih, perumahan,
konservasi lahan, dan kemacetan lalu lintas. Terminologi lingkungan hidup
lebih dikenal sebagai kosa kata dari peradaban barat, seperti: Agenda-21,
Proactive corporate environmental management, New industrial revolution,
Green house effect, Ecolabeling, dan Sustainable development (Berry dan
Rondinelli, 1998). Berbagai istilah tersebut menjadi isu yang mendunia di
bidang lingkungan.
B. Konsep Pengelolaan Lingkungan
Dalam Islam, konsep pengelolaan lingkungan dimulai dengan tugas
manusia sebagai khalifah di muka bumi, kemudian larangan-larangan untuk
berbuat kerusakan, dan kewajiban untuk menjaga kelestarian bumi demi
kepentingan seluruh umat. Islam bukanlah semata-mata mengatur ibadah,
kepentingan tiap-tiap pribadi dengan Allah saja, tetapi juga memikirkan dan
mengatur masyarakat. Allah telah memberikan tuntunan dalam al-Qur’an
tentang lingkungan hidup menurut ajaran Islam. Misi manusia sebagai
khalifah di muka bumi adalah memelihara lingkungan hidup, dilandasi
49
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
dengan visi bahwa manusia harus lebih mendekatkan diri pada Allah. Alim
mengungkap bahwa pengelolaan lingkungan harus dilakukan dengan
mendasarkan pada ayat-ayat al-Qur’an yang dikemukakan secara runtut.
Beberapa dalil yang dirujuk antara lain:
1. Dalil pertama, dijelaskan dalam QS al-An’aam (6: 101 ),
              
     
Artinya: ”Allah pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak
padahal Dia tidak mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu;
dan Dia mengetahui segala sesuatu”.
2. Dalil ke dua, Manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di muka bumi ini.
Khalifah di muka bumi bukanlah sesuatu yang otomatis didapat ketika
manusia lahir ke bumi. Manusia harus membuktikan terlebih dahulu
kapasitasnya sebelum dianggap layak untuk menjadi khalifah. Dijelaskan
dalam QS al-Baqarah (2:30):
       
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi”.
3. Dalil ke tiga, menyangkut tauhid. Tauhid adalah pengakuan kepada
keesa-an Allah serta pengakuan bahwa Dia-lah pencipta alam semesta
ini. Pemahaman bahwa Allah bersifat esa merupakan salah satu kunci
bagi manusia dalam memahami masalah lingkungan hidup. Sebagaimana
firman Allah dalam QS al-An’aam (6:79):
           

Artinya: ”Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang
50
Bab III SYARIAH ENVIRONMENTAL THEORY
menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang
benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan
Tuhan”.
4. Dalil ke empat, membahas keteraturan sebagai kerangka penciptaan
alam semesta seperti firman Allah dalam QS al-An’aam (6:1):
            
 
Artinya: ”Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi,
dan mengadakan gelap dan terang”.
5. Dalil ke lima, menjelaskan maksud dari penciptaan alam semesta.
Dijelaskan dalam QS Hud (11:7):

            
 
Artinya: ”Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam
masa,.....Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya”.
Itulah salah satu tujuan penciptaan lingkungan hidup, yaitu agar manusia
dapat berusaha dan beramal sehingga tampak di antara mereka siapa
yang taat dan patuh kepada Allah.
6. Dalil ke enam, adalah kewajiban bagi manusia untuk selalu tunduk
kepada Allah sebagai maha pemelihara alam semesta ini. Perintah ini
tertuang dalam QS al-An’aam (6:102):
                 

Artinya: ”Dialah Allah Tuham kamu; tidak ada Tuhan selain Dia; Pencipta
segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah pemelihara
segala sesuatu”.
7. Dalil ke tujuh, adalah penjabaran lanjut dari dalil kedua yang mewajibkan
51
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
manusia untuk melestarikan lingkungan hidup. Adapun rujukan dalil ini
adalah QS al-A’raaf (7:56):
         
Artinya: ”Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,
sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepadanya”.
8. Dalil ke delapan. Selanjutnya dalil ini mengurai tugas lebih rinci untuk
manusia, yaitu menjaga keseimbangan lingkungan hidup, seperti yang
difirmankan Allah dalam QS al-Hijr (15:19):
          
Artinya: ”Dan kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya
gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut
ukuran”.
9. Dalil ke sembilan, menunjukkan bahwa proses perubahan diciptakan
untuk memelihara keberlanjutan (sustainability) bumi. Dalam literatur
barat proses ini disebut juga dengan siklus Hidrologi. Dalil ini bersumber
dari QS ar-Ruum (30:48):
           
               

Artinya: ”Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan
awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendakiNya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar
dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hambahamba-Nya yang dikehendaki-Nya, tiba-tiba mereka menjadi gembira”.
10.
Dalil ke sepuluh, sebagai kalifah sudah tentu manusia harus bersih
jasmani dan rohaninya, sehingga kebersihan jasmani merupakan bagian
integral dari kebersihan rohani, seperti ditegaskan dalam QS al-Baqarah
(2:222):
52
Bab III SYARIAH ENVIRONMENTAL THEORY
      
Artinya: ”....sesungguhnya Allah senang kepada orang yang bertobat,
dan senang kepada orang yang membersihkan diri.”
Berdasarkan pada sepuluh dalil yang terdapat dalam al-Qur’an,
maka dalam pengelolaan lingkungan telah diberikan dasar yang
sempurna berdasarkan pada nilai-nilai Islam yang terkandung dalam alQur’an. Pengelolaan lingkungan hidup dimaksudkan untuk menciptakan
keberlangsungan bumi bagi kepentingan semua makhluk. Pengelolaan bumi
dimulai dengan tanggung jawab manusia sebagai khalifah yang dipercaya
Allah, karena manusia memiliki akal dan pikiran. Untuk melaksanakan
tugasnya, manusia harus memiliki dasar, yaitu kadar keimanan yang tinggi.
Allah telah menciptakan bumi sedemikian rupa sehingga tercipta sebuah
keteraturan, yang diharapkan dapat memberikan keseimbangan dalam
kehidupan.
Terdapat dua unsur dalam pengelolaan lingkungan hidup yaitu: misi
dan tolok ukur (Alim, 2006). Misi dapat terlaksana apabila diiringi oleh visi
mendekatkan diri pada Allah dan dibekali ketajaman nalar, melalui berbagai
perantara, yaitu: kelembagaan, keahlian, dan kegiatan. Kinerja bidang
lingkungan juga harus memiliki tolok ukur yang jelas, misalnya peningkatan
mutu lingkungan hidup sebagai rambu-rambu untuk menilai keberhasilan
pelaksanaan misi manusia, yaitu mencegah bumi dari kerusakan lingkungan.
Kualitas kemampuan manusia yang tidak diiringi oleh kadar keimanan tinggi
serta jauhnya umat Islam dari Allah, telah menciptakan masalah lingkungan
hidup. Semakin banyaknya kelembagaan bidang lingkungan dan ilmuwan
tidak akan efektif kalau tidak diiringi dengan kadar iman yang baik, hal ini
juga penyebab kegagalan misi manusia sebagai khalifah di muka bumi.
Dampak langsung dari ilmu tanpa iman adalah kerusakan lingkungan
hidup. Manusia diberi akal hanya digunakan untuk mengeksploitasi
kekayaan alam dengan dalih menciptakan efisiensi yang semu. Berbagai
praktek yang cenderung menekankan pada kepentingan eksploitasi
tanpa mendasarkan pada keimanan, antara lain: memberikan ijin operasi
pada kendaraan berasap tebal dan tidak layak operasi, mengoperasikan
kendaraan yang mengeluarkan asap beracun di jalan raya, melakukan
penggundulan hutan yang menyebabkan banjir, membuang limbah pabrik
53
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
tanpa diolah terlebih dahulu, memberikan ijin eksploitasi sumber daya alam
yang tidak terkendali. Semua ini merupakan sikap yang jelas menentang
perintah Allah dengan tidak mengindahkan siklus hidrologi. Alim (2006) juga
mensinyalir berbagai kerusakan lingkungan yang terjadi disebabkan oleh
aksioma kerakusan. Aksioma kerakusan secara terbuka telah diajarkan
melalui pemahaman prinsip ekonomi yang menekankan pada efisiensi dan
efektivitas. Aksioma kerakusan berbunyi the more is the better atau makin
banyak makin bagus. Implikasi dari teori dalam bidang perilaku konsumen,
akan menciptakan manusia-manusia yang memiliki perilaku individualistis,
tanpa mempedulikan orang lain.
Begitu kuatnya pengaruh peradaban barat, sehingga ilmuwan menjadi
sangat tergantung kepada peradaban barat. Oleh karena itu pemeliharaan
lingkungan hidup lebih mengutamakan pendekatan yang dikembangkan di
negara maju, daripada melakukan pendekatan yang sesuai dengan ajaran
Islam. Kebersihan belumlah menjadi tradisi ataupun kebiasaan hidup,
selain itu belum adanya sangsi yang tegas menjadikan kesadaran akan
kebersihan sangat rendah. Wajar saja kalau umat Islam masih lekat dengan
konotasi: kumuh, kotor, jelata, dan semrawut, karena umat Islam cenderung
untuk mengabaikan masalah kebersihan yang merupakan salah satu aspek
pemeliharaan lingkungan hidup. Umat Islam menjadi bias dari keyakinannya
sendiri, kebersihan dan keimanan dianggap suatu hal yang terpisah.
Perangkat utama untuk mewujudkan misi dalam mencapai kinerja
atau mutu lingkungan dapat dilakukan melalui pendekatan kelembagaan,
penelitian, dan keahlian. Adapun tolok ukur pencapaian misi ini adalah mutu
lingkungan. Berdasarkan pendapat Alim, faktor utama dalam pengelolaan
lingkungan adalah manusia sebagai khalifah atau pengemban amanat untuk
melestarikan bumi. Keberhasilan manusia dalam mengemban amanat Allah
SWT sangat dipengaruhi oleh kadar keimanannya, sebagaimana Rasulullah
SAW dan para sahabat telah memberikan teladan pengelolaan lingkungan
hidup yang mengacu pada tauhid dan keimanan.
54
Bab IV SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN
4
Sistem Manajemen
Lingkungan
A. Pendahuluan
Menurut Darnall dalam Hussey, 2003, Environmental Management
Systems (EMS) merupakan sebuah paket formal yang terdiri dari prosedurprosedur dan kebijakan-kebijakan yang menjelaskan bagaimana sebuah
organisasi akan mengatur dampak-dampak lingkungan yang potensial.
EMS merupakan sebuah pendekatan terstruktur kaitannya dengan isu-isu
manajemen lingkungan dan memberikan dasar dalam menjamin komplain
dan kinerja perusahaan. Sedangkan Environment Protection Agency
(EPA) dalam Begerson (2005) mendefinisikan EMS sebagai sebuah siklus
berkelanjutan yang meliputi perencanaan, implementasi, pemeriksaan dan
perbaikan proses-proses dan tindakan-tindakan yang mengikat organisasi
untuk mengkaitkan antara tujuan bisnis dan tujuan lingkungan. International
Standard Organization (ISO) 14001 mendefinisikan EMS sebagai bagian
dari keseluruhan sistem manajemen yang terdiri dari struktur organisasi,
aktivitas perencanaan, pertanggungjawaban, praktek-praktek, prosedurprosedur, proses-proses dan sumberdaya untuk mengembangkan,
mengimplementasikan, mencapai, memeriksa, dan memelihara kebijakankebijakan lingkungan.
Konsep EMS yang telah didefinisikan menunjukkan bahwa manajemen
lingkungan menyatu dengan manajemen bisnis organisasi. Manajemen
lingkungan menjadi tanggung jawab seluruh karyawan dalam menciptakan
55
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
lingkungan yang sehat dan aman. Bergeson (2005) menyatakan bahwa
terdapat empat pendorong dalam pengembangan dan implementasi EMS.
Pertama, adanya tuntutan akan sertifikasi, sehingga dibutuhkan pelaporan
dan prosedur dalam menyiapkan dan melaporkan informasi-informasi
yang dibutuhkan. Manajemen harus memperhatikan standar kinerja dalam
mengelola perusahaan. Kedua, adanya kebutuhan untuk inovasi bahan bakar
dalam pengembangan EMS. Perusahaan secara kontinyu memikirkan caracara baru dan lebih baik untuk mencapai pengembangan yang berkelanjutan,
persaingan dan kemakmuran. Desain dan implementasi EMS merupakan
bagian dari proses inovasi dan instrumen dalam menghemat sumber daya
perusahaan dan maksimisasi pencegahan polusi. Ketiga, adanya insentif
bagi perusahaan yang dapat mengembangkan dan mengimplementasikan
EMS. Keempat, adanya tuntatan perubahan cara-cara dalam mengelola
bisnis.
Sementara ISO 14001 mengidentifikasi terdapat tiga perspektif
yang memotivasi organisasi melaksanakan EMS, yaitu: Pertama, market
or customer requirements, mengacu pada kenyataan bahwa konsumen
akan mempertanyakan keberadaan EMS dalam perusahaan, sehingga
perusahaan tidak dapat menjual produknya karena tidak ada sertifikasi EMS
yang identik dengan sertifikasi ISO 14001. Perusahaan dapat bermasalah
dalam persaingan internasional atau dikucilkan dalam pasar tertentu karena
tidak memiliki EMS. Kedua, policy considerations dalam implementasi EMS
didasarkan pada beberapa alasan, antara lain: meningkatkan reputasi
perusahaan atau organisasi, memperbaiki moral karyawan, menjamin
nilai-nilai perusahaan, menjadi dasar kinerja, dan meningkatkan inovasi.
Ketiga, operational benefit yang dapat dilakukan dengan pengawasan
internal, pertanggungjawaban, pemahaman proses internal yang lebih baik,
perbaikan efisiensi produksi dan pengurangan waste, perbaikan komunikasi,
peningkatan kesejahteraan masyarakat, penghematan biaya, mengurangi
komplain dan konflik.
B. Komponen-komponen SML
Penerapan EMS dapat mempengaruhi peningkatan kinerja lingkungan,
khususnya pada pengurangan pengotoran, pencegahan polusi, dan efisiensi
56
Bab IV SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN
organisasi. Model EMS memiliki siklus perbaikan secara terus-menerus
yang mendasarkan pada proses plan, do, check dan act. EMS mendasarkan
pada pendekatan ISO 14001 memiliki lima komponen utama, yaitu:
1. Environmental policy, merupakan sebuah komitmen tertulis dari
manajemen puncak yang memberikan petunjuk kepada organisasi
secara menyeluruh. Secara ideal penetapan kebijakan melibatkan inputinput substansial yang bersumber dari karyawan. Setelah mengadopsi
kebijakan, seluruh karyawan diberikan informasi tentang kebijakan
perusahaan, tindakan pencegahan, bagaimana kebijakan berdampak
pada seluruh karyawan, dan apa tanggungjawab mereka kaitannya
dengan kebijakan tersebut. Kebijakan pada dasarnya untuk menciptakan
komitmen penuh dari karyawan, mendorong seluruh karyawan
untuk meningkatkan kesadaran terhadap EMS, sehingga tidak ada
miskomunikasi internal dan menyebabkan ketidakpedulian karyawan
terhadap perusahaan.
2. Planning, perusahaan menunjukkan secara detail proses pelaksanaan
dan evaluasi, identifikasi dan pengujian berbagai aspek dan dampak
lingkungan, mengidentifikasi kebutuhan, menetapkan prioritas,
mengembangkan tujuan dan target, dan memaparkan program kaitannya
dengan pencapaian tujuan.
3. Implementation and operation, yaitu dengan melibatkan sumberdaya,
delegasi tanggungjawab, pemaparan tugas-tugas yang harus dilakukan,
meyakinkan bahwa seluruh karyawan memiliki pemahaman tentang EMS.
Komunikasi internal dan eksternal sangat dibutuhkan untuk memonitor,
yang didukung oleh dokumentasi EMS, pengawasan dokumen dan
pengawasan operasional EMS.
4. Monitoring and corrective action, dilakukan oleh organisasi dalam
mengaudit atau mengevaluasi kinerjanya. Audit dapat dilakukan oleh
internal organisasi maupun oleh pihak luar. Masalah-masalah yang
ditemukan dalam implementasi EMS akan diidentifikasi dan didokumentasi
untuk menentukan tindakan-tindakan korektif yang diperlukan, yang
kemudian didokumentasi dan dilaporkan.
5. Management review, dilakukan secara periodik oleh manajemen puncak
terhadap keseluruhan pelaksanaan EMS dan penentuan pelaksanaan
57
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
selanjutnya. Review dapat meliputi review kebijakan, aspek dan dampak
lingkungan, aturan-aturan, tujuan dan kinerja. Kesemuanya dapat
dilakukan perubahan-perubahan mendasarkan pada pertimbangan hasil
review.
Pelaksanaan EMS sangat dipengaruhi oleh peran departemen yang
terlibat langsung dalam pencapaian tujuan. Peran yang dilakukan akan
terkait dengan upaya-upaya untuk mengadopsi aturan-aturan perlindungan
lingkungan, mengurangi komplain pelanggan, pengurangan polusi,
perbaikan efisiensi produksi, efisiensi energi, penghematan biaya, dan
konservasi sumberdaya alam. EMS diharapkan dapat menciptakan kualitas
lingkungan yang lebih baik dan menjamin konservasi sumberdaya, yang
tentunya didukung dengan komunikasi eksternal mengingat perusahaan
merupakan bagian dari industri, sehingga perlu adanya hubungan yang
positif dan kooperatif dengan perusahaan lain.
Penfold (2002), mengidentifikasi terdapat lima dasar dalam partnership,
pertama: menerapkan sepuluh elemen EMS secara umum yang meliputi:
environmental policy, environmental impacts, legal and other requirements,
objectives and targets, roles and responsibilities, record keeping and
reporting, training, emergency response, assessment dan corrective action.
Kedua, perlu adanya submission terhadap laporan tahunan EMS, confirmity,
tindakan koreksi, dan menciptakan output. Ketiga, perlunya menciptakan
komitmen terhadap berbagai aturan. Keempat, secara berkelanjutan
memaparkan EMS dengan menampilkan laporan-laporan yang dibutuhkan.
Kelima, evaluasi terhadap EMS yang dilakukan oleh departemen lingkungan.
Evaluasi dilakukan dengan cara mengkomunikasikan anggota departemen
dengan perwakilan EMS. Secara ideal pelaksanaan EMS dapat dilakukan
dengan benchmarking, yaitu membandingkan kinerja lingkungan perusahaan
dengan kinerja industri secara keseluruhan. Data tahunan pesaing dapat
dijadikan sebagai pembanding terhadap kegiatan operasional perusahaan.
Permasalahan yang muncul adalah minimnya ketersediaan data industri,
sehingga benchmarking sulit untuk dilaksanakan.
Matthews (2003) menilai bahwa dengan keterbatasan data perusahaan
melakukan benchmarking secara internal, yang kemudian diistilahkan
dengan EMS. Melalui EMS diharapkan perusahaan dapat memotret
58
Bab IV SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN
permasalahan-permasalahan organisasi dan melakukan tindakan-tindakan
perbaikan berkelanjutan terhadap kinerja lingkungan. Ruang lingkup EMS
terdiri dari kebijakan, prosedur, audit untuk meminimasi waste.
C. Pendekatan dalam Sistem Manajemen Lingkungan (SML)
Matthews (2003) menilai dalam mewujudkan keberhasilan SML untuk
meminimisasi dampak lingkungan dari aktivitas perusahaan dapat dilakukan
dengan pendekatan traditional benchmarking cycle, yaitu: plan, do, check,
dan act. Plan terdiri dari kebijakan lingkungan, dampak lingkungan dan
tujuan-tujuan lingkungan. Kebijakan lingkungan merupakan komponen
penting dalam SML yang meliputi rincian dari pengenalan organisasi
terhadap dampak lingkungan dan komitmen berkelanjutan dalam perbaikan
lingkungan. Kebijakan lingkungan dapat memberikan petunjuk terhadap
nilai-nilai dan tujuan-tujuan kepada seluruh anggota organisasi. Bagian lain
dari perencanaan juga memuat berbagai dampak lingkungan yang muncul
dan komplain-komplain yang mungkin terjadi. Dampak lingkungan terkait
dengan emisi, waste, penggunaan material dan energi. Pada tahapan akhir
perencanaan, SML terdiri dari satu paket tujuan dalam mengurangi dampak
lingkungan.
Do, meliputi aktivitas perbaikan lingkungan dan dokumentasi
lingkungan. Aktivitas lingkungan dalam SML terdiri dari praktek-praktek
kerja dan petunjuk operasional dalam penanggulangan lingkungan, yang
bertujuan untuk meminimisasi dampak lingkungan dan mengadopsi
peraturan-peraturan di bidang lingkungan. Dokumen lingkungan terdiri dari
kebijakan lingkungan, peraturan-peraturan, prosedur untuk bertindak, dan
pencatatan untuk monitoring dan pengukuran. Dokumen yang diciptakan
pada dasarnya untuk membantu personal dalam organisasi dalam
melakukan tanggungjawabnya dan diharapkan dapat memenuhi target
perbaikan lingkungan.
Check, meliputi aktivitas yang berhubungan dengan audit lingkungan
dan evaluasi kinerja lingkungan. Audit secara umum digunakan untuk
menggambarkan evaluasi terhadap komponen-komponen SML. Pelaksanaan
audit didasarkan pada hasil interview dengan karyawan untuk menentukan
isu-isu lingkungan dan tanggungjawab yang harus dilakukan. Model audit
59
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
yang biasa digunakan adalah pengujian terhadap masalah-masalah yang
terjadi yang menyebabkan dampak lingkungan. Diharapkan dengan audit
dapat ditemukan penyebab masalah timbul dan adanya rekomendasi
perubahan dalam dokumentasi SML sebagai sebuah tindakan preventif
untuk mencegah munculnya masalah yang sama di kemudian hari.
Act, meliputi aktivitas training lingkungan dan komunikasi lingkungan.
Kedua aktivitas diharapkan dapat menciptakan kinerja lingkungan yang
lebih baik. Training dan komunikasi dapat dilakukan pada setiap tahapan
organisasi kaitannya untuk memperbaiki dampak lingkungan sebagai
akibat dari kegiatan operasional perusahaan pada seluruh level organisasi.
Training meliputi pelatihan-pelatihan dengan memmberikan instruksi tertentu
terhadap peran yang harus dilakukan karyawan dalam mencapai kinerja.
Melalui training diharapkan dapat jaminan bahwa karyawan dipersiapkan
melakukan tugas-tugas tertentu dan memahami dampak lingkungan yang
muncul sebagai hasil dari kinerja yang tidak standar. Di sisi lain, komunikasi
dimaksudkan untuk menyampaikan informasi kepada seluruh karyawan,
menginformasikan kebijakan-kebijakan lingkungan, dan peran karyawan
dalam masalah-masalah lingkungan. Komunikasi menjadi target seluruh
tingkatan di perusahaan untuk memperbaiki kesadaran akan tanggung jawab
individu melalui aktivitas sehari-hari dan komitmen organisasi terhadap isuisu lingkungan. Komunikasi lingkungan perlu disampaikan kepada pihak
lain, seperti: supplier, konsumen, masyarakat, dan pemilik perusahaan.
D. Faktor Pendorong SML
Sistem manajemen lingkungan (SML) keberadaannya saat ini sangat
penting dibanding pada dekade sebelumnya. SML akan semakin penting
seiring dengan perkembangan tanggung jawab sosial perusahaan. Bergeson
(2005) mendefinisikan SML sebagai pendekatan terstruktur terhadap isuisu manajemen lingkungan, dan memberikan pondasi untuk menjamin
komplain dan kesetaraan kinerja perusahaan. Sementara itu Environmental
Protection Agency (EPA) mendefinisikan SML merupakan sebuah siklus
dari perencanaan, implementasi, penelaahan, dan perbaikan proses dan
tindakan sehingga organisasi mengimplementasikan tujuan-tujuan bisnis
60
Bab IV SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN
dan tujuan-tujuan lingkungan.
Terdapat empat kunci pendorong (drivers) dalam pengembangan
dan implementasi SML. Pertama, adanya kebutuhan untuk memenuhi
berbagai regulasi di bidang lingkungan melalui berbagai tuntutan sertifikasi
bidang lingkungan. Kondisi ini akan memberikan konsentrasi penuh bagi
perusahaan dan memusatkan pikiran sebagai bentuk tanggung jawab
yang mendasarkan pada standard kinerja. Kedua, adanya kebutuhan
akan tuntutan inovasi SML, maka perusahaan harus secara berkelanjutan
mengembangkan dan memikirkan metode-metode baru untuk mencapai
perkembangan yang berkelanjutan, meningkatkan persaingan, dan
kemakmuran. Desain dan implementasi SML merupakan bagian dari
proses inovasi dan sebagai instrumen dalam mengefisienkan sumber daya
perusahaan dan memaksimumkan pencegahan polusi. Ketiga, adanya daya
tarik terhadap penghargaan yang diberikan oleh pemerintah bagi perusahaan
yang mengembangkan dan mengimplementasikan SML. Keempat, SML
dipandang sebagai metode baru bagi perusahaan dalam menjalankan bisnis,
mengingat perusahaan yang tidak menerapkan SML akan berdampak pada
menurunnya daya tarik konsumen terhadap produk perusahaan.
E. SML sebagai Alat Perbaikan
SML disinyalir merupakan salah satu alat yang efektif secara praktis
dan sistematis dalam pengelolaan kesehatan, keuangan, dan resikoresiko regulasi dikaitkan dengan tanggungjawabnya dalam mengurusi
masalah lingkungan. Pawar dan Rissetto (2001), mendefinisikan SML
sebagai satu rangkaian proses dan prosedur manajemen yang mengijinkan
sebuah organisasi untuk menganalisis, mengawasi, dan mengurangi
dampak lingkungan dari kegiatan operasional maupun jasa dalam
rangka mencapai cost saving, efisiensi dan pengawasan yang lebih baik,
mempersingkat penanganan komplain. Berbagai upaya dalam perbaikan
kinerja bidang kesehatan dan perlindungan lingkungan, pengurangan
resiko dan kewajiban, tentunya harus diimplementasikan tanpa mengurangi
kualitas hidup masyarakat. SML mampu melakukan pelacakan terhadap
komplain aturan-aturan, mengurangi resiko kerusakan publik, memperbaiki
pemahaman publik terhadap keputusan manajemen, mempersingkat
61
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
proses organisasional, hubungan yang baik terhadap stakeholders, dan
menciptakan kepemimpinan terhadap lingkungan.
Berbagai keuntungan SML antara lain: dapat meningkatakan
efisiensi operasional dan administrasi, menciptakan cost saving yang
meliputi bidang ekonomi dan lingkungan, memperbaiki kesehatan publik
dan perlindunga lingkungan, mengurangi resiko dan kewajiban terhadap
konsumen, memperbaiki, mempersingkat proses terhadap komplain
berbagai aturan-aturan, meningkatkan interaksi dengan masyarakat
stakeholders, memperbaiki komunikasi dan pendidikan internal maupun
eksternal, peningkatan partisipasi dan pelayanan karyawan, inovasi dan
solusi terhadap masalah-masalah lingkungan, dan meningkatkan relasi
terhadap publik.
Pelaksanaan SML yang sukses harus merefleksikan adanya
pengakuan dari stakeholders yang didasari pada pelaksanaan berbagai
aturan. Salah satu model SML adalah International Standard Organization
(ISO) 14.001. ISO 14.001 merupakan pengembangan standar kualitas
lingkungan untuk mempertemukan kepentingan sektor pemerintah dan
sektor swasta, dan untuk memonitor kinerja lingkungan mereka dan dampak
lingkungan terhadap sumberdaya air, udara, tanah, dan material. Elemenelemen ISO 14.001 merupakan pemikiran lingkungan yang terintegrasi dalam
seluruh tingkatan dan proses organisasi, dan memandang bahwa lingkungan
merupakan bagian integral dari kinerja secara keseluruhan. ISO 14.001
memiliki lima tahapan spesifik yang merupakan proses pengembangan dari
SML. Kelima tahapan tersebut adalah (Pawar dan Risetto, 2001):
(1) Environmental policy;
Merupakan pengembangan komitmen terhadap kepedulian lingkungan,
dan dijadikan dasar dan petunjuk untuk perencanaan dan tindakan.
(2) Planning
Merupakan analisis terperinci terhadap fungsi, proses, dan kebijakankebijakan, termasuk kebutuhan akan regulasi, tujuan-tujuan, targettarget yang selaras dengan kebijakan lingkungan.
(3) EMS Implementation
Semua karyawan yang terlibat dalam SML harus memiliki peran dan
tanggungjawab, dan mereka terlebih dahulu akan diberikan training.
62
Bab IV SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN
(4) Ovesight and Implementation
Merupakan sebuah siklus informasi yang konsisten terhadap SML yang
harus dikoleksi dan dipelihara untuk memonitor aktivitas-aktivitas kunci
dan pelacakan perbaikan kinerja lingkungan.
(5) Annual Assessment of EMS performance and value
Pada dasarnya adalah pencatatan yang dilakukan secara periodik
sehingga SML beroperasi secara intent dan menjamin komplain dari
stakeholders dan perbaikan kinerja secara berkelanjutan.
Kelima tahapan tersebut merupakan petunjuk dalam mengembangkan
dan mengelolan SML. Dalam implementasinya tentunya dalam jangka
panjang perlu diperhatikan juga keberadaan demografi organisasi, budaya
organisasi, komitmen organisasi, dan pelayanan.
F. Strategi Manajemen Lingkungan Perusahaan
Perhatian perusahaan-perusahaan terhadap masalah lingkungan
diindikasikan semakin meningkat terkait dengan dampak yang ditimbulkan
terhadap kegiatan bisnis. Tuntutan para shareholder, konsumen dan
pengambil kebijakan akan semakin meningkat permintaannya terhadap
perbaikan kinerja lingkungan perusahaan. Terdapat banyak faktor yang
mempengaruhi persepsi manajer tentang pentingnya isu lingkungan
dimunculkan dalam perusahaan. Tekanan-tekanan eksternal seperti berbagai
regulasi bidang lingkungan dan perhatian yang semkin meningkat dari publik,
sepeti peluang pasar yang mengharuskan tersedianya produk-produk yang
ramah lingkungan, telah memaksa perusahaan untuk mengintegrasikan
isu-isu lingkungan ke dalam proses perencanaan strategisnya. Integrasi
berbagai isu lingkungan dapat terjadi pada level-level strategi yang berbeda
tergantung dari persepsi managerial terhadap pentingnya isu-isu lingkungan.
Sebagai konsekwensinya bahwa tindakan perusahaan dalam menanggapi
isu lingkungan akan berbeda-beda, sehingga bagi perusahaan yang memiliki
dampak lingkungan lebih besar akan cenderung lebih proaktif.
Isu-isu lingkungan akan mempengaruhi area yang berbeda dalam
operasional perusahaan, seperti kegiatan manufakturing, pengadaan bahan
mentah, penggunaan energi, pemasaran, pengembangan produk, dan
manajemen waste. Perusahaan dapat menggunakann pendekatan atau
63
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
metode life cycle analysis (LCA), total quality environmental manajemen
(TQEM) sebagai usaha untuk memperbaiki kinerja lingkungannya. berikan
pengaruh yang berbeda. Strategi corporate greening telah dikembangkan
oleh beberapa peneliti (Achmed; 1998, Azzone; 1997, Lee and Green;
1994). Konsep corporate greening berisi pengaruh kebijakan lingkungan
terhadap pilihan strategi, reformasi struktur internal, manajemen rantai
pasokan, manajemen stakeholder dan keunggulan bersaing. Perusahaan
menampilkan sejumlah pilihan strategi yang terkait dengan isu lingkungan,
kemudian perusahaan akan menentukan kebijakan lingkungan mana yang
akan dikaitkan dengan strategi perusahaan. Persepsi manajer tentang resiko
lingkungan dan peluang pasar akan sangat menentukan tingkat integrasi isu
lingkungan.
Tabel 4.1
Level dan Tipe Strategi
Perusahaan dapat melakukan strategi reaktif dengan mengikuti
berbagai aturan-aturan lingkungan yang telah ada, namun juga dapat
menerapkan strategi proaktif dalam meningkatkan keunggulan bersaing
melalui peningkatan inisiatif lingkungan. Dengan demikian jangkauan
strategi akan bergerak dari reaktif ke proaktif, dari penolakan komplain ke
pemenuhan dan inovasi. Peruasahaan dapat mengintegrasikan strategistrategi lingkungan pada tingkatan yang berbeda. Pada tingkatan tertinggi
64
Bab IV SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN
(level perusahaan) yang cenderung menguji peran perusahaan terhadap
masyarakat akan menggambarkan misi dasar perusahaan.
Sementara pada level departemen mengarah pada penciptaan
kepemimpinan perusahaan dalam memenuhi komplain pelanggan dengan
melakukan inovasi-inovasi. Pada level bisnis lebih mengakomodasi
Tabel 4.2.
Langkah-langkah Tindakan Lingkungan
65
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
berbagai komplain dengan menerapkan strategi berkelanjutan, misalnya:
menciptakan produk dengan biaya murah dan melakukan diferensiasi.
Dalam bisnis strategi akan melibatkan alokasi sumberdaya perusahaan
untuk mencapai keunggulan bersaing dan juga mengintegrasikan dengan
fungsi-fungsi bisnis yang lain.
66
Bab V SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF
5
Manajemen Lingkungan
Proaktif
A. Pendahuluan
Isu lingkungan telah memunculkan berbagai kesempatan maupun
ancaman bagi perusahaan, terutama yang mempunyai pasar ekspor.
Berbagai perusahaan di negara-negara seperti Amerika Utara, Eropa,
Jepang dan sebagian besar negara industri baru menciptakan perlindungan
lingkungan sebagai bagian dari strategi persaingan internasionalnya.
Proactive Corporate Environment Management (PCEM) disinyalir mampu
untuk mengantisipasi berbagai perubahan tuntutan permintaan konsumen,
terutama kaitannya dengan produk-produk yang ramah lingkungan.
PCEM muncul karena dorongan dari berbagai pihak, seperti: konsumen,
stakeholder, pemerintah, karyawan, pesaing dan environmentalist. PCEM
mampu memberikan strategi bagi perusahaan kaitannya dengan efisiensi
dan persaingan, melalui peningkatan kinerja lingkungan perusahaan.
Efektivitas suatu organisasi sangat tergantung pada kemampuan
organisasi tersebut dalam mencapai tujuannya. Tujuan organisasi sangatlah
bervariasi, seperti mencari laba, mempertahankan kelangsungan hidup
perusahaan maupun memperluas pangsa pasar. Perusahaan dituntut
melakukan redefinisi terhadap tujuan perusahaan pada saat terjadi berbagai
perubahan dan munculnya fenomena baru yang dapat mempengaruhi
kelangsungan hidup perusahaan. Salah satunya adalah isu mengenai
lingkungan yang hendaknya menjadi acuan bagi perusahaan untuk
meninjau kembali tujuan yang sudah ditetapkan. Berrry dan Rondinelli
67
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
(1998), menyatakan bahwa abad-21 merupakan sebuah revolusi industri
baru (new industrial revolution), yang hakekatnya adalah terkait dengan
manajemen lingkungan. Hal ini paling tidak memberikan gambaran dan
wawasan bagi seluruh perusahaan, terutama perusahaan yang berorientasi
global untuk menindaklanjuti keberadaan manajemen lingkungan sebagai
sebuah tuntutan dan salah satu sumber keunggulan bersaing perusahaan.
Disinyalir bahwa berbagai program kualitas yang dilaksanakan selama
ini lebih menekankan pada aspek kepuasan konsumen dengan kurang
memperhatikan dampak negatif lingkungan yang ditimbulkan dari berbagai
aktivitas perusahaan, sehingga dalam jangka panjang memunculkan
ancaman dan perusakan lingkungan.
Perubahan level persaingan juga mengakibatkan perubahan pola
konsumsi konsumen terhadap produk. Penilaian produk pada paradigma
lama mengutamakan pada asal produk, yakni dari negara mana? Pada
saat itu (tahun 1980-an), produk-produk dari negara barat sangatlah
mendominasi pasaran dunia. Selanjutnya level persaingan bergeser pada
level corporate (tahun 1990-an), diindikasikan dengan antusiasme dalam
penilaian produk didasarkan pada peruahaan mana yang memproduksi.
Perusahaan-perusahaan multinasional, seperti: Coca-cola company,
Procter & Gamble, Sony dan Xerox merupakan perusahaan yang mampu
memberikan image superior kepada konsumen akan produk-produk
yang dihasilkan. Kondisi pada saat ini nampaknya leber persaingan lebih
mengarah pada produk, terutama kualitas produk sehingga konsumen
akan memeberikan penilaian langsung terhadap produk yang dikonsumsi.
kaitannya dengan level persaingan dan munculnya fenomena revolusi
industri baru, maka kebaradaan green customer perlu mendapatkan
perhatian dan tanggapan yang serius, yakni bagaimana perusahaan
sudah mulai melakukan redefinisi terutama dalam proses produksi dan
penggunaan teknologi untuk mengantisipasi keberadaan green customer.
Brown dan Karagozoglu (1998) mendefinisikan green customer sebagai
sebuah kelompok konsumen yang mempunyai tendensi dalam pembelian
produk yang berasal dari perusahaan-perusahaan yang konsern terhadap
lingkungan. Jelasnya mereka akan menyerahkan uangnya pada saat green
produk berada. Tuntutan akan produk-produk yang green juga muncul
68
Bab V SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF
karena adanya tanggung jawab perusahaan yang lebih luas, bukan hanya
kepada konsumen, namun juga kepada pemerintah, supplier, karyawan, dan
environmentalist. Munculnya tanggung jawab perusahaan secara lebih luas
dan pertumbuhan green customer akan memunculkan konsep tanggung
jawab lingkungan yang berkelanjutan dan merupakan dasar bagi keunggulan
bersaing. Pengembangan konsep green product, nampaknya perlu diikuti
dengan keberadaan green process dan penggunaan green technology.
Beberapa perusahaan di Amerika Utara, Eropa, dan Jepang serta negaranegara industri baru telah menerapkan perlindungan lingkungan secara
ketat sebagai bagian dari strategi mereka dalam menghadapi persaingan
internasional. Perlindungan terhadap lingkungan dalam kaitannya dengan
kinerja perusahaan dengan memperhatikan lingkungan muncul sejak tahun
1990-an, sehingga banyak perusahaan yang berusaha untuk menciptakan
produk-produk yang green.
B. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan
Kebijakan bertanggungjawab terhadap Lingkungan merupakan
tindakan yang didasarkan pada pandangan moral. Permasalahan lingkungan
akan muncul seiring dengan semakin meningkatnya eksploitasi sumber
daya alam (SDA) sebagai upaya untuk meningkatkan produksi total dalam
memenuhi kebutuhan konsumen. Peranan pasar sangat penting, terutama
dalam fungsinya untuk menentukan kriteria-kriteria yang harus digunakan
dalam menilai pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan, baik oleh
perusahaan maupun individu. Isu yang terkait dengan kebijakan SDA
dan lingkungan yang bertanggung jawab adalah apakah produksi secara
total dipertahankan bahkan ditingkatkan untuk menghadapi meningkatnya
kebutuhan masyarakat karena pertambahan penduduk dan pendapatan
mereka serta apakah lingkungan di mana kita tinggal dapat bertahan lama
tanpa mengalami gangguan pencemaran yang merugikan. Mengacu pada
uraian yang disampaikan, maka definisi kebijakan pengelolaan SDA dan
lingkungan yang bertanggung jawab adalah:
“Suatu kebijakan SDA dan lingkungan yang bertanggung jawab
terhadap generasi saat ini maupun generasi yang akan datang terdiri
dari satu himpunan peraturan serta tindakan yang berhubungan dengan
69
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
penggunaan SDA dan lingkungan yang membuat perekonomian bekerja
efisien serta bertahan dalam waktu yang tidak terbatas, tidak menurunkan
pola konsumsi agregat dan tidak membiarkan lingkungan fisik yang rusak,
maupun tidak menimbulkan risiko yang besar bagi generasi yang akan
datang, tetapi justru sebaliknya akan membuat generasi yang akan datang
lebih sejahtera” (Suparmoko, 2000).
Pada umumnya sulit untuk mengkoordinasikan dan menentukan
kebijaksanaan secara global untuk semua negara atau semua daerah,
mengingat masalah distribusi SDA dan distribusi penduduk antar daerah yang
berbeda-beda, karena suatu wilayah memiliki warisan SDA yang berbeda
dengan wilayah lain, demikian juga mengenai kepadatan penduduknya.
Faktor-faktor teknologi, sosial, dan kelembagaan yang akan
menentukan tersedianya sumberdaya alam dapat digolongkan ke dalam
dua kelompok, yaitu kelompok faktor yang menunjang adanya rasa
optimisme untuk masa depan, dan kelompok faktor yang menimbulkan rasa
ketidakpastian di masa mendatang. Ketidakpastian dipandang cenderung
lebih dominan, oleh karena itu perlu diciptakan kebijakan-kebijakan yang
dapat membantu mengurangi adanya ketidakpastian dan akan memberikan
dorongan terhadap para pelaku bisnis dengan mendasarkan pada kebijakan
yang dapat meningkatkan efisiensi dan sekaligus tidak menimbulkan
kerusakan lingkungan. Berbagai kebijakan yang dapat dilakukan antara lain:
(1) Menghindari pencemaran lingkungan secara global yang mengancam
generasi mendatang, (2) Mengusahakan perencanaan SDA pada tingkat
nasional untuk sumberdaya yang dapat diperbarui, dan diarahkan bagi
pengadaan informasi persediaan SDA. Berbagai kebijakan yang telah
ditempuh oleh pemerintah, akan tidak bermanfaat apabila tidak berdampak
langsung terhadap efisiensi sumberdaya alam dan perbaikan lingkungan.
Suatu kebijakan akan berhasil, kalau memenuhi kriteria-kriteria: keadilan,
efisiensi, kebebasan perorangan, keberlangsungan, dan kesejahteraan
masyarakat (Suparmoko, 2000).
Usaha penanggulangan pencemaran lingkungan perlu dilakukan agar
usaha peningkatan kesejahteraan melalui penerapan kemajuan industri dan
teknologi dapat terwujud sesuai dengan yang diharapkan. Jangan sampai
penerapan kemajuan industri dan teknologi justru menimbulkan masalah
70
Bab V SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF
baru yang berupa dampak pencemaran lingkungan yang merugikan manusia.
Oleh karena pencemaran lingkungan mempunyai dampak yang sangat
luas dan sangat merugikan manusia, maka perlu diusahakan pengurangan
pencemaran lingkungan atau bila mungkin meniadakannya sama sekali.
Usaha untuk mengurangi dan menanggulangi pencemaran dapat dilakukan
dengan dua cara (Wardhana, 2001), yaitu: penanggulangan secara nonteknis dan secara teknis. Penanggulangan non-teknis merupakan usaha
untuk mengurangi dan menanggulangi pencemaran lingkungan dengan cara
menciptakan peraturan perundangan yang dapat merencanakan, mengatur
dan mengawasi segala macam bentuk kegiatan industri dan teknologi
sedemikian rupa sehingga tidak terjadi pencemaran lingkungan. Peraturan
perundangan yang dimaksudkan hendaknya dapat memberikan gambaran
secara jelas tentang kegiatan industri dan teknologi yang akan dilaksanakan
di suatu tempat yang antara lain meliputi:
a. Penyajian Informasi Lingkungan (PIL)
PIL merupakan gambaran awal tentang kegiatan yang akan diusulkan,
dan diberikan sebelum AMDAL dilaksanakan. Berdasarkan penyajian
informasi lingkungan ini akan diketahui secara cepat apakah AMDAL
yang diusulkan perlu segera dilaksanakan. Secara umum PIL akan
memuat tentang: kegiatan yang diusulkan, kondisi lingkungan yang
akan dianalisa, dan dampak yang mungkin terjadi akibat kegiatan yang
diusulkan serta tindakan yang direncanakan untuk mengendalikannya.
b. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
AMDAL merupakan studi tentang beberapa masalah yang berkaitan
dengan rencana kegiatan yang diusulkan. Dalam hal ini studi yang
dilakukan meliputi kemungkinan terjadinya berbagai macam perubahan,
baik perubahan sosial-ekonomi maupun perubahan biofisik lingkungan
sebagai akibat adanya kegiatan yang diusulkan tersebut. Dalam AMDAL
suatu pabrik (misal: baja) akan terdiri dari:
- Letak tempat pabrik baja yang akan didirikan
- Jenis tanur yang digunakan dan kapasitasnya
- Bahan bakar yang diperlukan
- Fasilitas peleburan dan pencetakan yang ada
- Masalah keselamatan tenaga kerja dalam operasi normal
71
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
- Masalah keselamatan tenaga kerja dalam operasi darurat
- Masalah dampak lingkungan yang mungkin terjadi
- Kesimpulan umum atas rencana pendirian pabrik baja.
c. Perencanaan Pengawasan Kegiatan Industri dan Teknologi
Perencanaan pengawasan kegiatan industri dan teknologi dimaksudkan
agar jika terjadi pencemaran lingkungan dari kegiatan tersebut dapat
dipantau dengan mudah dan cepat sehingga penanggulangannya dapat
dilakukan secara terpadu, dan daya dukung alam lingkungan sekitarnya
tetap terjamin bagi kelangsungan hidup manusia. Melalui perencanaan
kawasan yang baik, maka keseimbangan kebutuhan utilitas antara
keperluan untuk kegiatan industri dan teknologi dengan keperluan
pemukiman di sekitarnya dapat diatur tanpa merugikan salah satu pihak.
Apabila perencanaan kawasan dilakukan dengan baik maka tidak akan
ada daerah subur dan produktif yang digunakan sebagai kawasan suatu
industri karena tanah yang subur dan produktif akan lebih bermanfaat
sebagai penunjang kebutuhan pangan manusia. Melalui perencanaan
kawasan yang baik maka tidak mungkin ijin kegiatan industri dan teknologi
diberikan secara sembarangan. Penerapan peraturan perundangan pun
akan lebih mudal dilaksanakan.
d. Pengaturan dan Pengawasan Kegiatan
Dalam rangka mengurangi dan menanggulangi dampak pencemaran
lingkungan, perlu diadakan pengaturan dan pengawasan atas segala
macam kegiatan industri dan teknologi. Pengaturan dan pengawasan
ini dimaksudkan agar segala persyaratan keselamatan kerja dan
keselamatan lingkungan dapat dipenuhi dengan baik sehingga
kemungkingan terjadinya pencemaran lingkungan dapat ditekan sekecilkecilnya.
e. Menanamkan Perilaku Disiplin
Masalah keselamatan dan kesehatan lingkungan. Seringkali terjadi
pencemaran lingkungan karena tidak disiplinnya petugas yang
menangani kegiatan industri dan teknologi. Pembuangan limbah
dari pabrik atau tempat kerja tanpa terlebih dahulu melalui proses
pengolahan limbah seringkali dijumpai sebagai kasus utama penyebab
72
Bab V SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF
terjadinya pencemaran lingkungan. Sudah menjadi tanggung jawab
moral pemilik pabrik, teknisi dan semua karyawan pabrik yang potensial
untuk menimbulkan pencemaran sangat diharapkan untuk mencegah
terjadinya pencemaran. Petugas yang mengawasi kegaitan pengelolaan
limbah dari kegiatan industri dan teknologi juga dituntut untuk bekerja
dengan baik dan disiplin. Segenap lapisan masyarakat dituntut untuk
berdisiplin, tidak membuang limbah secara sembarangan yang pada
akhirnya dapat menimbulkan pencemaran. Penanaman perilaku disiplin
hendaknya dimulai sejak awal.
Apabila berdasarkan kajian AMDAL ternyata bisa diduga bahwa
mungkin akan timbul pencemaran lingkungan maka langkah berikutnya
adalah memikirkan penanggulangan secara teknis. Banyak macam dan cara
yang dapat ditempuh dalam penanggulangan secara teknis. Adapun kriteria
yang digunakan dalam memilih dan menentukan cara yang akan digunakan
dalam pananggulangan secara teknis tergantung pada faktor berikut: (1)
Mengutamakan keselamatan lingkungan, (2) Teknologinya telah dikuasai
dengan baik, dan (3) Secara teknis dan ekonomis dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan kriteria tersebut di atas diperoleh beberapa cara
dalam hal penanggulangan secara teknis, antara lain dengan:
1. Mengubah proses
Apabila dalam suatu proses industri dan teknologi terdapat bahan
buangan atau limbah yang berupa zat-zat kimia, maka akan terjadi
pencemaran lingkungan oleh zat-zat kimia, baik melalui pencemaran
udara, pencemaran air maupun pencemaran daratan. Keadaan ini harus
dihindari, yaitu dengan mengubah proses yang ada dan memenuhi
kriteria.
2. Mengganti sumber energi
Sumber energi yang digunakan pada berbagai kegiatan industri dan
teknologi sebagian besar masih mengandalkan pada pemakaian bahan
bakar fosil, baik minyak maupun batubara. Pemakaian bahan bakar fosil
akan menghasilkan komponen pencemar udara yang berupa gas SO2,
NO2 dan H2O dan sebagainya. Hal ini bisa dikurangi dengan memakai
bahan bakar LNG yang menghasilkan gas buangan yang lebih bersih.
Energi lain yang memiliki dampak kualitas lingkungan yang lebih baik
73
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
misalnya sumber panas bumi (geothermal).
3. Mengelola limbah
Semua kegiatan industri dan teknologi selalu akan menghasilkan limbah
yang menimbulkan masalah bagi lingkungan. Pengolahan limbah dari
bahan buangan industri dan teknologi dimaksudkan untuk mengurangi
penemaran lingkungan. Cara pengelolaan limbah ini sering disebut
dengan Waste Treatment atau Waste Management. Cara pengelolaan
limbah industri dan teknologi tergantung pada sifat dan kandungan
limbah serta tergantung pula pada rencana pembuangan olahan limbah
secara permanen. Secara umum tingkatan proses pengolahan limbah
melalui tahapan antara lain: pengeolahan awal, pengolahan lanjutan,
dan pengolahan akhir.
4. Menambah alat bantu
Untuk melengkapi cara penanggulangan pencemaran lingkungan
secara teknis dilakukan dengan menambahkan alat bantu yang dapat
mengurangi pencemaran. Alat bantu yang digunakan tergantung pada
keadaan dan macam kegiatan. Beberapa alat bantu yang digunakan
untuk mengurangi atau menanggulangi pencemaran lingkungan antara
lain: Pertama, filter udara yang dimaksudkan untuk menangkap abu
atau partikel yang ikut keluar pada cerobong atau stack, agar tidak ikut
terlepas ke lingkungan sehingga hanya udara bersih saja yang keluar
dari cerobong. Jenis filter udara tergantung dari sifat gas buangan yang
keluar dari proses industri, apakah berdebu banyak, apakah bersifat
asam, atau bersifat alkalis. Kedua, pengendap silikon atau Cyclone
Separators adalah pengendap debu/abu yang ikut dalam gas buangan
atau udara dalam ruang pabrik yang berdebu. Prinsip kerja pengendap
siklon adalah pmenfaatan gaya sentrifugal dari udara atau gas buangan
yang sengaja dihenbuskan melalui tepi dinding tabung siklon sehingga
partikel yang relatif berat akan jatuh ke bawah. Ketiga, filter basah
atau Scrubbers atau Wet Collectors. Prinsip kerja filter basah adalah
membersihkan udara yang kotor dengan cara menyemprotkan air dari
bagian atas alat, sedangkan udara yang kotor dari bagian bawah alat.
Pada saat udara yang berdebu kontak dengan air, maka debu akan ikut
semprotan air turun ke bawah. Keempat, pengendap sistem gravitasi
74
Bab V SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF
yang hanya digunakan untuk membersihkan udara kotor yang ukuran
partikelnya relatif cukup besar, sekitar 50 u atau lebih. Cara kerja alat ini
sederhana sekali, yaitu dengan mengalirkan udara yang kotor ke dalam
alat yang dibuat sedemikian rupa sehingga pada waktu terjadi perubahan
kecepatan secara tiba-tiba (speed drop), zarah akan jatuh terkumpul di
bawah akibat gaya beratnya sendiri. Kelima, pengendap elektrostatik
yang digunakan untuk membersihkan udara kotor dalam jumlah yang
relatif besar dan pengotor udaranya adalah aerosol atau uap air. Alat ini
dapat membersihkan udara secara cepat dan udara yang keluar dari alat
ini sudah relatif bersih.
C. Tuntutan Manajemen Lingkungan
Kepedulian terhadap lingkungan dan tuntutan terhadap persaingan
yang semakin keras, bagi perusahaan merupakan dua hal yang saling
bertentangan, sehingga perlu mendapatkan perhatian dan penganganan
yang serius. Persaingan mengkondisikan perusahaan untuk dapat bertahan
melalui produk yang ditawarkan, sehingga masalah cost merupakan hal
yang strategis dalam menentukan harga yang akan ditawarkan. Dilain pihak
tuntutan akan kepedulian terhadap lingkungan memerlukan tindakan yang
serius untuk menanganinya. Keduanya perlu perhatian yang seimbang
dalam mencapai kesuksesan perusahaan. Hal pertama yang mendorong
munculnya kepedulian terhadap manajemen lingkungan yang proaktif adalah
cost. Paradigma lama lebih menekankan pada kemampuan perusahaan
menciptakan cost yang rendah terhadap produk yang dihasilkan, misalnya
terkait dengan pengadaan input, tenaga kerja, energi, dan bahan baku,
serta mengandalkan input lokal. Pada era globalisasi dengan mengandalkan
pada keunggulan teknologi, cost yang rendah dapat tercipta di manapun
perusahaan beroperasi. Teknologi telah mampu menciptakan bahan-bahan
sintetis yang mampun menggantikan bahan baku aslinya dengan kualitas
yang tidak kalah. Pendekatan manajemen lingkungan proaktif akan mampu
mengatasi masalah cost, namun implementasinya memerlukan waktu yang
cukup, mengingat perlu adanya investasi yang cukup besar dalam kaitannya
dengan tindakan proaktif. Riset yang dilakukan oleh Brown dan Karagozoglu
(1998) terhadap 83 perusahaan yang rentan terhadap masalah lingkungan
75
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
(perusahaan baterai, cat, tinta printer, paper dan pulp), sebanyak 7% dari
responden menyatakan bahwa program manejemen lingkungan mempunya
dampak secara finansial. Sedangkan kaitannya dengan keunggulan
bersaing, hanya 13% dari responden yang meyakini. Dari temuan ini dapat
disimpulkan bahwa dampak penerapan manajemen lingkungan yang proaktif
memerlukan waktu yang cukup lama, kaitannya dengan pencapaian profit
margin, market share maupun keunggulan bersaing.
Kedua, adanya regulatory demand yang dapat merupakan cerminan
suatu negara dalam kaitannya dengan perlindungan lingkungan. Berbagai
peraturan pada dasarnya diciptakan untuk melindungi dan menciptakan
kepedulian berbagai pihak terhadap lingkungan. Riset yang dilakukan oleh
Brown dan Karagozoglu (1998), hasilnya mengindikasikan bahwa kepedulian
terhadap permasalahan lingkungan dari perusahaan-perusahaan di Amerika
Serikat yang digunakan sebagai sampel cukup tinggi, yakni 94%, artinya
mereka sangat merespond semua regulasi yang dibuat. Selain itu jumlah
undang-undang di bidang lingkungan juga mengalami peningkatan yang
drastis dari tahun 1970 sampai tahun 1997 (dari 2.000 menjadi 100.000
UU tentang lingkungan). Efektivitas pelaksanaan UU lingkungan tentunya
sangat terkait dengan isi dan substansi dari UU tersebut, sehingga dapat
digunakan oleh pihak yang berkepentingan untuk meningkatkan sinergi,
bukannya sebagai faktor penghambat dalam mencapai tujuan. Porter
(1995) memberikan gambaran bahwa dalam pembuatan regulasi di
bidang lingkungan hendaknya melibatkan para environmentalist, legeslatif,
perusahaan, dan konsumen, sehingga dapat menciptakan mata rantai
ekonomi, yakni produktivitas sumber daya, inovasi dan persaingan.
Ketiga, stakeholders forces, perusahaan harus selalu berusaha untuk
memuaskan kepentingan stakeholder. Strategi manajemen lingkungan yang
proaktif pada dasarnya dibangun berdasarkan prinsip-prinsip manajemen,
terutama menyangkut efisiensi dan efektivitas setiap kegiatan yang dilakukan
dan respon yang baik terhadap setiap permintaan konsumen. Berbagai
tujuan akan muncul, seperti cash flow, profit ability, return on investment
dan juga perlindungan lingkungan. Dalam fenomena baru, tanggung jawab
perusahaan dalam kaitannya dengan kepentingan stakeholder lebih komplek.
Berbagai perusahaan, seperti 3M, Kodak, Sony dan Procter & Gamble telah
76
Bab V SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF
melakukan berbagai tindakan dalam kaitannya dengan peningkatan kinerja
lingkungan, misalnya dengan memfokuskan pada keinginan konsumen,
pengukuran kinerja karyawan, training karyawan, pengurangan aktivitas
yang menghambat efektivitas dan efisiensi organisasi, serta keterlibatan
supplier dalam upaya perbaikan lingkungan. Kesadaran perusahaan bahwa
environment management merupakan suatu evaluasi di bidang kualitas
dengan menekankan keunggulan bersaing melalui penciptaan produkproduk yang green. Program TQEM telah menjadikan faktor lingkungan
sebagai bagian dari budaya dan tujuan perusahaan. Berbagai penghargaan
di bidang kualitas juga telah banyak muncul.
Keempat, competitive requirement, mendasarkan pada munculnya
persaingan dalam suatu industri, maka sumber-sumber keunggulan bersaing
perlu dimiliki dan diciptakan oleh setiap perusahaan. Manajemen lingkungan
proaktif pada dasarnya mampu memberikan keunggulan bersaing pada
perusahaan terkait dengan fenomena munculnya green customer dan
berbagai negara-negara maju yang diindikasikan bahwa mereka merupakan
pembeli-pembeli potensial. Texmaco sebagai perusahaan yang salah
satu produknya tekstil dan sebagian besar diekspor mampu menciptakan
Gambar 5.1. Elemen-elemen PCEM
Sumber: diolah dari berbagai sumber (2006)
77
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
dan menerapkan manajemen lingkungan yang proaktif, mengingat setiap
pembeli dari negara lain akan meninjau secara langsung berbagai fasilitas
yang rentan terhadap lingkungan, seperti pengolahan limbah, polusi udara
maupun polusi suara. Selanjutnya akan diperiksa satu persatu kaitannya
dengan masalah pencemaran lingkungan. Texmaco juga peduli terhadap
kesejahteraan masyarakat sekitar perusahaan, dengan menyediakan
sarana air bersih untuk keperluan masyarakat sehari-hari. Pada tahap awal
dalam mengantisipasi penerapan manajemen lingkungan yang proaktif
memerlukan investasi dan biaya pemeliharaan yang cukup besar, namun
selanjutnya berdampak pada keunggulan bersaing bagi perusahaan yang
bersangkutan.
Langkah awal dalam menerapkan manajemen lingkungan proaktif
selain munculnya sekelompok konsumen yang tergabung dalam green
customer, tuntutan akan green process sehingga mengakibatkan tuntutan
baru, yakni penggunaan green technology. Pada level strategis, keberadaan
lingkungan manajemen operasional dapat membantu perusahaan dalam
menciptakan keunggulan bersaing. Environmental Operations Management
(EOM) didefinisikan oleh Sharma dan Gupta (1996) sebagai integrasi
dari prinsip-prinsip manajemen lingkungan denganproses pengambilan
keputusan untuk melakukan konversi berbagai sumberdaya ke dalam produkproduk yang dapat dimanfaatkan. Berbagai regulasi di bidang lingkungan
pada dasarnya menekankan pada program minimisasi dan eleminasi waste.
Dalam implementasinya, pertama dengan pendekatan pencegahan polusi
melalui berbagai prosedur pengawasan polusi. Kedua melakukan program
recycling, melalui pemanfaatan material itu sendiri atau dapat difungsikan
ke dalam bentuk material yang lain.
Lingkungan manajemen operasional dalam lingkup yang luas terkait
dengan berbagai undang-undang dan peraturan lingkungan yang tentunya
dapat merupakan peluang untuk menciptakan keunggulan bersaing atau
sebaliknya dapat sebagai penghambat perusahaan dalam persaingan.
Pada lingkungan mikro akan menyangkut masalah quality management,
environmental control system, enviromental product and process design,
capacity planning and scheduling, material management and work force
management. Berbagai macam lingkungan mikro manajemen operasional
78
Bab V SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF
akan memerlukan penyesuaian pada saat perusahaan diarahkan pada
penciptaan produk-produk yang ramah lingkungan. Dalam konteks
lingkungan, dimensi kualitas seperti kualitas desain merupakan dimensi
penting dalam kaitannya dengan sukses minimisasi waste dan pencegahan
berbagai polusi. Reliabilitas produk menjadi hal yang kritikal, sementar
itu sistem manajemen lingkungan menjadi suatu keharusan kaitannya
dengan proses produksi, misalnya dengan menerapkan bagan pengawasan
produksi. Dibidang desain produk dan proses diarahkan untuk mengurangi
efek lingkungan negatif pada desain dan proses produksi, misalnya dengan
mengakses berbagai indikator green dan menemukan sumber masalah
melalui siklus hidup produk. Bidang penanganan material, disamping
menyangkut pngadaan, yang lebih penting menyangkut recycling atau
konversi terhadap sisa produk perusahaan, sehingga tidak menimbulkan
dampak negatif terhadap lingkungan. Semua aktivitas operasional yang
terkait dengan lingkungan, sukses implementasinya sangat tergantung dari
komitmen dari manajemen puncak, demikian juga komitmen dari seluruh
personal dalam perusahaan dalam bertanggung jawab terhadap pencapaian
tujuan.
Secara singkat manajemen operasional akan selalu melakukan
proses secara kontinyu dengan menekankan pada efisiensi transformasi
input ke dalam output. Lingkungan manajemen operasional membutuhkan
pemahaman yang menyeluruh, mulai dari pengadaan input (raw material
dan energi) proses control dan perubahan (kontrol terhadap polusi udara
dan air, meniadakan kegiatan yang tidak berguna dan penggunaan teknologi
pengawasan pulusi baru), sampai pada menghasilkan output berupa green
and clean product. Sebuah team manajemen operasional dalam perusahaan
memiliki tanggung jawab yang cukup besar, bukan hanya menghasilkan
produk ayng diinginkan dalam kualitas dan kuantitas, namun juga melakukan
pengawasan terhadap berbagai praktek kerja dan penggunaan sumber
daya. Kepedulian terhadap isue lingkungan dalam implementasi tanggung
jawab operasional, diyakini oleh para expert bahwa inisiatif kepedulian
terhadap lingkungan akan meredefinisi strategi bisnis dan operasional
melalui pemahaman yang lebih luas pada masa-masa mendatang. Strategi
operasional lingkungan yang efektif pada akhirnya akan memiliki dampak
79
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
interaksi yang menguntungkan, baik ke dalam maupun ke luar perusahaan.
Ke dalam akan sangat terkait dengan berbagai fungsi dalam perusahaan
itu sendiri, sedangkan ke luar berhubungan dengan lembaga-lembaga
pemerintah maupun konsumen.
Pada level strategis, manajemen operasional berusaha
mengantisipasi kebutuhan terhadap standar lingkungan dan pemenuhan
harapan konsumen. Konsep lingkungan manajemen operasional dapat
diilustrasikan dengan dua pendekatan, pertama menggunakan kriteria kinerja
manajemen operasional dan kedua keputusan-keputusan operasional.
Kriteria kinerja operasional terkait dengan: dependability, efficiency,
flexibility, dan quality. Sedangkan keputusan operasional lebih bersifat
teknis pelaksanaan di bidang operasional, seperti: quality management,
process design and selection, capacity planning and scheduling, inventory
management, and work-force management.
D. Manajemen Lingkungan Proaktif
Manajemen Lingkungan Proaktif merupakan suatu strategi perusahaan
dalam menghadapi tuntutan green customer dan juga sebagai strategi untuk
mencapai keunggulan bersaing dalam jangka panjang. Dampak yang muncul
dengan diterapkannya manajemen lingkungan proaktif diharapkan dapat
menciptakan kinerja lingkungan, terutama terkait dengan semua aktivitas
perusahaan secara berkelanjutan. Berry dan Rondinelli (1998) berbagai
pendekatan dalam sistem manajemen lingkungan dimaksudkan sebagai
sebuah respon perusahaan terhadap berbagai kepentingan perundangundangan di bidang lingkungan, selain itu dimaksudkan juga sebagai sebuah
strategi perusahaan untuk mewujudkan visinya.
Berbagai tindakan proaktif terhadap masalah lingkungan pada
dasarnya dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan.
Pollution prevention merupakan tindakan yang banyak dilakukan perusahaan
dan dimaksudkan untuk melakukan berbagai tindakan yang difokuskan
pada minimisasi dan pembatasan semua aktivitas yang dapat menimbulkan
polusi, sedangkan pengawasan lebih diarahkan pada menghilangkan semua
yang tidak bermanfaat setelah melakukan aktivitas. Strategi greening dan
prevention banyak digunakan oleh perusahaan, seperti yang diterapkan
80
Bab V SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF
oleh Aeroquip dengan mengembangkan produk yang mampu mengurangi
emisi, dengan cara menggunakan material dan sumber daya yang emisinya
rendah. Pencegahan polusi dapat dilakukan pertama kali melalui penggunaan
material, proses dan praktek-praktek produksi yang dapat meminimisasi
penciptaan polusi.
Kedua, product stewardship, diartikan sebagai praktek atau aktivitas
yangmengurangi resiko atau permasalahan lingkungan yang ditimbulkan
oleh proses desain, manufakturing, distribusi, dan konsumsi produk (Berry
dan Rondinelli). Konsep recycling, reclining dan remanufacturing telah
banyak diterapkan di negara-negara Eropa, khususnya Jerman melalui
undang-undang yang dibuat oleh negara tersebut. Environment stewardship
merupakan tahapan selanjutnya, yakni tidak hanya terbatas pada proses
recycle material, tetapi material yang telah di recycle mampu diekspor.
Berbagai prinsip dasar yang dapat digunakan dalam penerapan manajemen
lingkungan yang proaktif, pertama dengan mengadopsi kebijakan lingkungan
yang ditujukan untuk membatasi polusi serta mengkomunikasikan kebijakan
tersebut dengan stakeholder. Kedua melakukan benchmarking dengan
membandingkan kinerja lingkungan perusahaan dengan perusahaan leader
dalam industri. Ketiga perlunya analisis dampak lingkungan terhadap
permintaan produk di masa datang dikaitkan dengan tingkat persaingan
yang terjadi.
Sistem kinerja lingkungan yang proaktif akan dapat tercapai
apabila paling sedikit ada enam elemen yang saling terkait. Pertama top
management leadership, yakni menyangkut kemampuan seorang pemimpin
yang harus memiliki keahlian manajerial yang superior dan mempunyai
pengaruh dalam organisasi. DuPont di bawah kepemimpinan Woolard pada
awal tahun 1990-an mengkonsentrasikan usaha-usaha perusahaan pada
berbagai kesempatan dalam perbaikan lingkungan dengan melakukan
riset terhadap produk dan proses produksi yang memiliki keunggulan.
Kedua, environmental strategies and policies yang terkait dengan berbagai
kebijakan di bidang lingkungan yang harus didahului oleh adanya komitmen
manajemen puncak dan disadari kebijakan lingkungan membutuhkan
pendanaan jangka panjang. Kebijakan dikatakan baik kalau mampu
mengidentifikasi berbagai perlindungan lingkungan sebagai prioritas dan
81
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
diperkuat dengan tujuan, target, dan prosedur. Ketiga goals and targets, isu
lingkungan dapat ditindaklanjuti dengan nilai-nilai khusus dan simbol yang
mencerminkan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan. Penjabarannya
dilakukan dalam program yang dapat melingkupi seluruh organisasi dan
pembuatan tujuan yan glebih spesifik dan punya momentum. Berbagai
perusahaan menggunakan moto atau simbol, misalnya: 3M dengan “Pollution
prevention pay”. Kodak menggunakan kepuasan konsumen sebagai tujuan
lingkungannya, dengan cara menciptakan kepercayaan konsumen, misalnya
dengan pengiriman on-time, bebas kerusakan, produk yang reliabel dan
tidak adanya waste di bidang material dan penggunaan tenaga kerja.
Keempat, participatory decision making and implementation, untuk
menciptakan kebijakan lingkungan lebih berarti hendaknya ada komitmen
untuk pelayanan, peningkatan kualitas dan keterlibatan karyawan.
Kebijakan-kebijakan diimplementasikan dala seluruh departemen, sehingga
lingkungan menjadi bagian dari budaya organisasi dan dasar pengambilan
keputusan. Setiap pihak yang terkait dengan perusahaan harus dilibatkan
dalamprogram manajemen lingkungan, seperti customer dan supplier.
Kelima monitoring , auditing and reporting, merupakan bagian penting
dalam program pengawasan formal. Perusahaan dapat mengembangkan
suatu program pengukuran kinerja lingkungan dengan melibatkan para
manajer, karyawan, departemen terkait dan manajemen puncak untuk
mengidentifikasi faktor kritikal kaitannya dengan lingkungan, yakni: komplain
konsumen, stakeholders, training karyawan, perbaikan lingkungan dan
pencegahan polusi. Keenam assessment and communication, perusahaan
dapat memanfaatkan corporate intellegence dan berbagai sumber informasi
eksternal untuk dasar re-evaluasi program proaktif mereka dan pencapaian
keseimbangan di bidang lingkungan. Hal ini dapat berjalan baik apabila
manajemen mampu memenuhi kebutuhan berbagai pihak, seperti: karyawan,
konsumen, shareholders kelompok pemerhati lingkungan dan masyarakat.
Faktor komunikasi menjadi hal yang penting untuk menciptakan persepsi
perusahaan dan dukungan stakeholders.
Gupta dan Sharma (1996), mengemukakan bahwa kriteria kinerja
lingkungan ada empat, yaitu: dependability, efficiency, flexibility, dan quality.
Dependability menekankan pada ketersediaan material dan proses produksi
82
Bab V SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF
mempunyai dampak terhadap delivery dan harga. Kaitannya dengan delivery, keterlambatan material dan proses produksi akan menyebabkan pengiriman kepada konsumen terlambat. Sedangkan ketergantungan harga
dipengaruhi langsung oleh ketidakpastian material dan proses produksi.
Keterkaitan antara lingkungan manajemen operasional dengan efisiensi
sangat erat dan mudah dipahami. Pengurangan dan pembatasan waste
dalam produksi selalu menjadi tujuan utama dalam manajemen operasional
dan juga sangat terkait dengan masalah tanggung jawab lingkungan. Tujuan
strategis dari manajemen lingkungan operasional akan menciptakan eco
efficienct , yang merupakan kemampuan untuk memperoleh nilai tambah
maksimum terhadap produk dengan penggunaan sumber daya dan dampak
polusi yang minimal, sehingga perusahaan yang tidak mampu menerapkan
akan mengalami inefisiensi dalam lingkungan maupun secara ekonomi dan
akhirnya tidak akan memiliki keunggulan bersaing. Selanjutnya fleksibilitas
produk dan volume perlu dipertimbangkan perusahaan. Fleksibilitas produk
akan dibatasi dengan penggunaanmaterial dan proses yang penting untuk
menghasilkan produk yang diinginkan. Sedangkan volume produksi akan
dipengaruhi oleh keterbatasan tipe dan jumlah material yang tidak pasti.
Selanjutnya keterbatasan akan menentukan jumlah fasilitas yang harus
digunakan dan permintaan. Lingkungan manajemen operasional dapat digunakan untuk mengurangi dan membatasi kebebbasan pemakaian material dan proses produksi, sehingga mampu mengurangi emisi, dan meningkatkan kapasitas produksi.
Quality juga merupakan kriteria kinerja dan dikaitkan dengan berbagai
atribut lingkungan sangatlah terkait. Kualitas pada umumnya mempertimbangkan kepuasan konsumen atau kesesuaian penggunaan, sehingga pada
fenomena sekarang ini, harapan konsumen terhadap produk yang mereka
beli cenderung mempunyai kepastian atribut lingkungan, dengan kata lain
produk yang mempunyai kualitas. Berbagai trend di bidang asosiasi kualitas
sebagai kepedulian terhadap greeness suatu produk memberikan banyak
tantangan dankesempatan terhadap lingkungan manajemen operasional,
misalnya: penciptaan standar internasional terhadap manajemen lingkungan, yang diharapkan mampu membantu perusahaan dalam mewujudkan
kredibilitas lingkungan terhadap konsumen dan pesaing.
83
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
E. Sistem Manajemen Proaktif
Sistem manajemen proaktif merupakan sistem manajemen lingkungan
yang komprehensif yang terdiri dari kombinasi dari lima pendekatan, antara
lain : (1) minimisasi dan pencegahan waste, (2) management demand
side, (3) desain lingkungan (4) product stewardship dan (5) akuntansi fullcosting.
Minimisasi dan pencegahan waste, perlindungan lingkungan yang
efektif sangat membutuhkan aktivitas pencegahan terhadap aktivitas yang
tidak berguna. Pencegahan polusi merupakan penggunaan material atau
bahan baku, proses produksi atau praktek-praktek yang dapat mengurangi,
miminimisasi atau mengeliminasi penyebab polusi atau sumber-sumber
polusi. Tehnologi yang terkait dengan pencegahan polusi dalam bidang
manufaktur meliputi: pengganti bahan baku, modifikasi proses, penggunaan
kembali material, recycling material dalam proses selanjutnya (recycling), dan
penggunaan kembali material dalam proses yang berbeda (reuse). Semakin
meningkatnya tuntutan aturan dan meningkatnya cost untuk pengawasan
polusi menjadi faktor penggerak bagi perusahaan untuk menemukan caracara yang efektif untuk mencegah polusi. Pada era 1980-an, sejumlah bisnis
mulai memfokuskan, mengantisipasi dan mencegah masalah-masalah
waste, sebelum ada kerusakan lingkungan.
Demand-side management, merupakan sebuah pendekatan dalam
pencegahan polusi yang asal mulanya digunakan dalam dunia industri.
Konsep ini difokuskan pada pemahaman kebutuhan dan preferensi
konsumen dalam penggunaan produk, dan didasarkan pada tiga prinsip
yang mendasar, yaitu: tidak menyisakan produk yang waste, menjual
sesuai dengan jumlah kebutuhan konsumen dan membuat konsumen lebih
effisien dalam menggunakan produk. Demand-side management industri
mengharuskan perusahaan untuk melihat dirinya sendiri dalam cara pandang
baru, sehingga dapat menemukan peluang-peluang bisnis baru.
Desain lingkungan, merupakan bagian integral dari proses
pencegahan polusi dalam manajemen lingkungan proaktif. Perusahaan
sering dihadapkan pada ineffisiensi dalam mendesain produk, misalnya
produk tidak dapat dirakit kembali, di upgrade kembali, tidak dapat di
recycle. Design for environmental (DFE) dimaksudkan untuk mengurangi
84
Bab V SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF
biaya reprosesing dan mengembalikan produk ke pasar secara lebih cepat
dan ekonomis.
Product stewardship merupakan praktek-praktek yang dilakukan
untuk mengurangi resiko terhadap lingkungan melalui masalah-masalah
dalam desain, manufaktur, distribusi, pemakaian atau penjualan produk. Di
beberapa negara telah muncul peraturan bahwa perusahaan bertanggung
jawab untuk melakukan reclaim, recycling dan remanufacturing produk
mereka. Dengan menggunakan life cycle analysis dapat ditentukan caracara perusahaan dalam mengurangi atau mengelimasi waste dalam seluruh
tahapan, mulai dari bahan mentah, produksi, distribusi dan penggunaan
oleh konsumen. Alternatif produk yang memiliki less pollution dan alternatif
material, sumber energi, metode prosessing yang mengurangi waste menjadi
kebutuhan bagi perusahaan.
Full cost environmental accounting, konsep cost environmental secara
langsung akan berpengaruh terhadap individu, masyarakat dan lingkungan,
yang biasanya tidak mendapatkan perhatian dari perusahaan. Full cost
accounting berusaha mengidentifikasi dan mengkuantifikasi kinerja biaya
lingkungan sebuah produk, proses produksi dan sebuah proyek dengan
mempertimbangkan empat macam biaya, yaitu : (1) biaya langsung, seperti
biaya tenaga kerja, biaya modal dan biaya bahan mentah. (2) biaya tidak
langsung, seperti biaya monitoring dan reporting. (3) biaya tidak menentu,
misalnya biaya perbaikan. (4) biaya yang tidak kelihatan, seperti biaya public
relation dan good will.
Dalam pendekatan tradisional manajemen operasi, evaluasi
kinerja organisasi didasarkan pada empat indikator: cost, quality, time,
dan service. Seiring dengan pentingnya pelestarian lingkungan, maka
pengukuran kinerja perusahaan haruslah memperhatikan ditujukan untuk
mencapai pengembangan yang berkelanjutan. Fenomena pengembangan
berkelanjutan akan berdampak pada perlunya redefinisi fungsi operasi.
Angel (1993) mendefinisikan kinerja lingkungan sebagai: sebuah tujuan
operasional yang menjadi tahapan awal untuk mengembangkan strategi
keberlangsungan lingkungan. Sebagai ukuran keberhasilan perusahaan
dalam melaksanakan manajemen lingkungan secara proaktif, maka dapat
dilakukan dengan mengidentifikasi kinerja lingkungan proaktif. Penerapan
85
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
manajemen lingkungan proaktif memerlukan keterlibatan beberapa
prinsip dasar ke dalam strategi perusahaan. Berry dan Rondinelli (1998),
mengidentifikasi terdapat 9 prinsip kinerja lingkungan, antara lain :
a. Mengadopsi kebijakan lingkungan yang bertujuan mengeleminasi
polusi berdasarkan pada posisi siklus hidup operasional perusahaan,
dan mengkomunikasikan kebijakan keseluruh perusahaan dan para
stakeholder.
b. Menetapkan secara obyektif kriteria efektivitas program lingkungan.
c. Membandingkan kinerja lingkungan perusahaan dengan perusahaanperusahaan yang merupakan leader dalam satu industri dengan
benchmarking dan menetapkan best practice.
d. Mengumumkan pandangan perusahaan bahwa kinerja lingkungan
merupakan tanggung jawab seluruh karyawan.
e. Menganalisis dampak berbagai isu lingkungan dalam kaitannya dengan
permintaan dimasa depan terhadap produk dan persaingan industri.
f. Memberanikan diri melakukan diskusi tentang isu-isu lingkungan,
khususnya melalui rapat pimpinan.
g. Mengembangkan dan mengaplikasikan sebuah sistem formal untuk
memonitor berbagai perubahan aturan yang diusulkan dan menyetujui
atau menepati perubahan aturan tersebut.
h. Mengembangkan anggaran untuk pembiayaan lingkungan.
i. Mengidentifikasi
dan
mengkuantifikasikan
pertanggungjawaban
lingkungan dengan mendasarkan pada kegiatan operasi masa lalu dan
mengembangkan rencana menuju meminimisasi pertanggungjawaban.
Berry dan Rondinelli (1998) mengungkapkan bahwa untuk dapat
mencapai kinerja sistem manajemen lingkungan secara proaktif harus
memenuhi enam elemen penting. Elemen-elemen tersebut antara lain: top
management leadership, environmental strategies and policies, goal-target
dan metrics, participatory decision-making dan implementasi, monitoring,
auditing dan reporting, assessment dan communication. Sedangkan
Rao (2002) berpendapat bahwa kinerja lingkungan dapat diukur dengan
pengurangan liquid waste, pengurangan emisi, dan perbaikan komplain
pelanggan. Pada penelitian lain, Rao (2003) mengidentifikasi indikator
86
Bab V SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF
kinerja lingkungan dengan menggunakan besarnya proporsi, antara lain:
konsumsi/output, input/output (efisiensi raw material), packaging proportion/
packaging output, reusable packaging/total packaging, hazardous input/total
input, recyclable material/input, energy cost/output, energy consumption/
output, water consumption/output, total waste/output, water for recycling/
total waste, hazardous waste/total waste, emissions in air, waste water/
output.
Keberhasilan perusahaan dalam merespon permasalhan lingkungan
dengan melakukan tindakan proaktif di bidang manajemen lingkungan
hendaknya dilakukan secara terencana. Informasi tentang green customer,
baik dari keberadaannya maupun kepentingannya perlu dikritisi, walaupun
disisi lain penerapan manajemen lingkungan proaktif merupakan suatu
bentuk tanggung jawab sosial perusahaan yang dapat menjaga perusahaan
untuk tetap survive. Disamping itu penerapan manajemen lingkungan
proaktif juga memerlukan perencanaan strategis yang matang, sehubungan
dengan perlunya dukungan dana yang besar dalam membangun infrastruktur
kaitannya dengan pollution prevention, product/environmental stewardship.
F. Faktor Pendorong Manajemen Lingkungan
Revolusi di bidang lingkungan hampir terjadi dalam tiga dekade dan
memunculkan perubahan yang dramatis bagi perusahaan dalam mengelola
bisnisnya (Hart, 1997). Permasalahan lingkungan senantiasa muncul terus
menerus seiring dengan eksploitasi sumber daya alam secara besarbesaran. Perusahaan harus menyadari dan bertanggung jawab terhadap
lingkungan global yang semakin memanas dengan penciptaan produk
yang bersih. Di beberapa negara industri, perusahaan-perusahaan sudah
menyadari pentingnya going green, dan untuk merealisasikannya diambil
tindakan dengan mengurangi polusi dan meningkatkan profit secara simultan.
Menurut Hart (1997), akar permasalahan dalam kerusakan lingkungan
adalah pertumbuhan penduduk yang pesat dan pertumbuhan ekonomi yang
cepat, dan pada saat yang sama pertumbuhan industri juga cukup pesat
yang diikuti dengan eksploitasi sumber daya alam, penggunaan teknologi
pada hampir setiap perusahaan, keinginan untuk mengikuti globalisasi.
Berbagai aktivitas mendasar kaitannya dengan menciptakan tanggung
87
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
jawab terhadap lingkungan, menurut Berry and Rondinelli (1998), antara
lain: (1) Pollution prevention, dilakukan dengan menciptakan pengawasan
polusi, artinya membersihkan segala yang tidak berguna setelah menghasilkan produk. (2) Product stewardship, yang dilakukan tidak hanya dengan
meminimisasi polusi dari proses produksi, tetapi juga dampak lingkungan
yang terkait dengan siklus hidup suatu produk. Design for environmental
(DFE), merupakan alat untuk memudahkan melakukan recovery, reuse atau
recycle terhadap produk. (3) Clean technology, perusahaan yang memiliki
pemikiran jauh ke depan tentunya harus merencanakan untuk investasi di
bidang teknologi. Keberadaan teknologi, seperti industri kimia sangat rentan
terhadap lingkungan.
Berry and Rondinelli (1998), mengungkapkan bahwa pada abad ke21 ini merupakan a new industrial revolution. Kesimpulan tentang revolusi
industri baru didasarkan pada survei yang dilakukan terhadap lebih dari 400
eksekutif senior berbagai perusahaan di dunia, yang menemukan bahwa
92% dari mereka setuju bahwa berbagai tantangan lingkungan merupakan
isu sentral pada abad ini. Para eksekutif perusahaan juga bahwa pengontrolan polusi merupakan tanggung jawab perusahaan, dan menjadikan sebuah
fenomena bahwa sebagian besar perusahaan berusaha mengelola dampak
lingkungan secara efektif dan efisien. Revolusi pemikiran tentang lingkungan terjadi dalam tiga tahap, yaitu: (1) tahun 1960-an dan 1970-an berawal
dari krisis lingkungan, perusahaan berusaha untuk melakukan pengawasan
terhadap kerusakan-kerusakan yang terjadi. (2) Tahun 1980-an merupakan
era reaktif yang berusaha untuk menepati segala peraturan pemerintah tentang lingkungan dan meminimisasi biaya komplain. Era 1990-an perusahaan sudah menyadari perlunya pendekatan proaktif terhadap tuntutan
lingkungan dengan mengantisipasi dampak lingkungan terhadap kegiatan
operasional perusahaan, antara lain dengan berusaha mengurangi waste
dan dampak yang ditimbulkan oleh polusi dan menemukan cara-cara positif
untuk memperoleh keunggulan melalui peluang bisnis dengan total quality
environmental management (TQEM). Bagi beberapa perusahaan, nilai-nilai
lingkungan menjadi bagian integral dari budaya dan proses manajemen.
Kepedulian terhadap lingkungan akan berdampak pada munculnya peluang
baru untuk menciptakan green products, processes dan technologies.
88
Bab V SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF
Berdasarkan fenomena pengelolaan lingkungan fokus utamanya masih
mengutamakan kepentingan individu pelaku bisnis. Pengelolaan lingkungan
secara terorganisir dimulai pada tahun 1960-an yang mengandalkan pada
kegiatan pengawasan setelah terjadi kerusakan, artinya para industrialis
belum memandang masalah lingkungan sebagai bagian utama dari strategi
perusahaan. Di samping itu tindakan untuk pelestarian dan konservasi
lingkungan belum mendapatkan prioritas. Fokus utama masih bersifat
internal, seperti penciptaan produk yang ramah lingkungan, proses produksi
dan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan.
Revolusi dalam pemikiran di bidang lingkungan dibagi dalam tiga
tahapan (Berry and Rondinelli, 1998), yaitu: (1) Unprepared atau model krisis,
(2) Reactive atau model cost, dan (3) Proactive atau model keberlanjutan
bisnis. Pada unprepared atau model krisis terjadi antara tahun 1960-1970
yang memfokuskan pada penanggulangan berbagai krisis lingkungan yang
terjadi dan mencoba mengontrol berbagai kerusakan yang terjadi. Pada
tahap kedua, yaitu model reaktif terjadi pada tahun 1980 ditandai keingingan
perusahaan untuk mengadopsi berbagai regulasi pemerintah di bidang
lingkungan yang pada saat itu mulai tumbuh dengan pesat, sehingga perlu
di dilakukan upaya-upaya untuk meminimisasi biaya-biaya komplain.
Pada era manajemen lingkungan proaktif yang terjadi mulai tahun
1990-an, perusahaan-perusahaan mulai memikirkan antisipasi dampak
lingkungan terhadap operasionalisasi perusahaan dengan melakukan
pengukuran terhadap upaya untuk mengurangi waste dan polusi sehubungan
dengan munculnya berbagai regulasi bidang lingkungan dengan menemukan
upaya-upaya positif dalam rangka mencapai keunggulan bisnis melalui total
quality environmental management (TQEM).
Pada tahapan ini, perusahaan berupaya untuk melakukan pencegahan
polusi dan melakukan eksplorasi untuk menciptakan peluang-peluang
baru dalam mengembangkan green product, green process, dan green
technology.
Kesimpulan lain bahwa kepedulian terhadap masalah lingkungan
masih didominasi oleh faktor-faktor yang bersifat kepentingan horisontal,
seperti peraturan pemerintah, tuntutan konsumen, tuntutan stakeholders,
dan tuntutan persaingan. Kegiatan kepedulian lingkungan secara proaktif
89
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
dimulai pada tahun 1980-an dengan memunculkan berbagai indikatorindikator untuk mencapai kinerja lingkungan, misalnya: pencegahan polusi
(air, udara, suara), desain lingkungan, product stewardship.
Pada sepuluh tahun terakhir manajemen lingkungan telah menjadi isu
dalam strategi bisnis, bahkan cenderung adanya peningkatan pemahaman
bahwa kinerja lingkungan yang baik merupakan sebuah keuntungan dari
Gambar 5.2
TAHAPAN MANAJEMEN LINGKUNGAN PERUSAHAAN
Sumber: Berry and Rondinelli (1998)
kegiatan bisnis (Corbett and Cutler, 2000). Terdapat kesadaran tentang
pentingnya mengkaitkan antara praktek-praktek terbaik dan perbaikan
kinerja lingkungan dilakukan oleh perusahaan. Secara khusus manajemen
lingkungan memiliki hubungan pararel dengan manajemen kualitas.
Manajemen kualitas telah diakui sebagai jembatan untuk mencapai kinerja
lingkungan.
90
Bab V SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF
Tekanan kelompok-kelompok tertentu menunjukkan sebagai sumber
utama yang mempengaruhi praktek-praktek pelaporan sosial perusahaan
yang menekankan pada ketergantungan, kejujuran dan etika. Opini
masyarakat telah diterjemahkan dalam perubahan perilaku konsumen
melalui perilaku pembelian produk dengan mempertimbangkan kelestarian
lingkungan. Bahkan Fenn (1995) menyatakan bahwa kinerja lingkungan
dengan pengurangan polusi saat ini dipertimbangkan sebagai variabel
ekonomi oleh stakeholders. Temuan Powell (1995) mengindikasikan bahwa
terdapat variabel-variabel TQM yang secara umum tidak menciptakan
keunggulan, yaitu: training kualitas, perbaikan proses, dan benchmarking.
Namun di lain pihak, terdapat variabel-variabel yang memiliki keunggulan
kompetitif, antara lain budaya keterbukaan, pemberdayaan karyawan, dan
komitmen pimpinan.
Pendekatan manajemen kualitas dan manajemen lingkungan memiliki
persamaan dan perbedaan dalam evolusinya. Kesamaannya, keduanya
merupakan sebuah proses inspeksi. Manajemen kualitas memfokuskan
pada pemenuhan kebutuhan konsumen dan pengurangan cost. Sementara
manajemen lingkungan didasari pada munculnya aturan-aturan lingkungan.
Manajemen kualitas diyakini sebagai sebuah pendekatan yang diandalkan
melalui proses pengawasan dan perbaikan terus-menerus, sementara
manajemen lingkungan masih dalam proses pengembangan metode dan
alat dalam upaya untuk mengkomunikasikan perbaikan lingkungan di dalam
dan di luar perusahaan.
Pada abad-21 disinyalir sebagai era lingkungan sebagai area baru
bagi manajemen untuk lebih memusatkan pada kepedulian lingkungan. Berbagai aturan tentang lingkungan juga telah mengkondisikan kegiatan bisnis
untuk secara serius berusaha merubah produk dan proses menuju green
company. Perspektif baru telah mengkondisikan perusahaan, baik perusahaan kecil, sedang dan besar untuk mengadopsi faktor-faktor lingkungan
dalam standar aktivitas produksi manufaktur maupun jasa dengan cara
menciptakan situasi yang seimbang dengan memperhatikan kebutuhan konsumen dan stakeholders. Brown and Karagozoglu (1998) mengidentifikasi
terdapat empat tahapan kongkrit yang perlu dilakukan perusahaan dalam
merespon hukum dan aturan. Pertama, polution prevention. Biaya yang
91
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
muncul akibat komplain dari pelanggan dan masyarakat kaitannya dengan
polusi memerlukan perhatian serius bagi manajemen perusahaan, sehingga perlu tindakan yang memerlukan dana dan waktu dalam menganalisis
dan menciptakan proses produksi yang dapat mengurangi atau mengindari
munculnya polusi. Kedua, environmental stewardship. Para manajer telah
menghadapi sebuah realitas bahwa perhatian terhadap lingkungan menjadi
sebuah kekuatan yang signifikan dalam lingkungan bisnis mereka.
Sementara itu berbagai peraturan dan hukum menjadikan penentu
yang serius dalam hubungannya dengan masalah ekonomi maupun teknis
yang dapat mempengaruhi cara-cara perusahaan beroperasi. Tanggungjawab perusahaan kepada masyarakat akan semakin besar melalui penciptaan produk, jasa dan kegiatan operasional yang ramah lingkungan.
Konsep environmental stewardship memiliki makna yang luas, misalnya
dalam sistem akuntansi digunakan untuk membantu memahami seluruh
biaya yang dikeluarkan perusahaan sebagai dampak lingkungan dan biaya
dalam siklus hidup sebuah produk, tidak hanya sekedar biaya langsung dari
proses produksi. Ketiga, create win win situation. Manajemen perusahaan
dikondisikan proaktif terhadap berbagai peraturan lingkungan, kemudian
memberikan respon bagaimana menanggapi berbagai isu lingkungan secara
kontinyu dan digunakan sebagai keputusan strategis. Win win situation tercipta antara perusahaan dan konsumen, yaitu dengan orientasi keuntungan
dan keberlangsungan ekologi sebagai tujuan perusahaan. Redesain produk
dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, misalnya dengan menggunakan material yang recycleable, menghasilkan produk dengan minimisasi
waste melalui efisiensi proses produksi. Keempat, managerial practices for
a sustainable environment. Tindakan perusahaan sebagai agen perubahan,
baik yang terkait dengan ekonomi maupun masyarakat, dengan mengembangkan praktek-praktek bisnis yang mendasarkan pada keberlangsungan
lingkungan sejajar dengan kepentingan ekonomi.
Sementara Berry and Rondinelli (1998), mengidentifikasikan terdapat
lima pendekatan yang diperlukan dalam sistem manajemen lingkungan
komprehensif, yaitu: waste minimization and prevention, demand-side
management, design for environment, product stewardship, dan full-cost
accounting.
92
Bab V SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF
Revolusi bidang lingkungan telah terjadi hampir empat puluh tahun
terakhir dan telah mempengaruhi praktek-praktek perusahaan dalam
melakukan bisnisnya. Pada tahun 1960-1970 berbagai perusahaan
memfokuskan pada penanganan krisis lingkungan yang terjadi. Pada saat
ini perusahaan-perusahaan telah menyadari pentingnya tanggungjawab
terhadap kelestarian lingkungan, melalui penciptaan produk dan proses
yang cleaner. Untuk merealisasikannya ditempuh jalan dengan menciptakan
pengurangan polusi dan peningkatan keuntungan secara simultan. Akar
permasalahan yang muncul adanya ledakan pertumbuhan penduduk dan
perkembangan ekonomi yang cepat, sehingga pada saat yang bersamaan
hanya perusahaan-perusahaan yang memiliki sumberdaya, teknologi,
jangkauan global yang dapat mencapai keberlangsungan.
Hart (1997), mengidentifikasikan terdapat tiga tindakan yang dapat
dilakukan mencapai perbaikan yang berkelanjutan, yaitu dengan pencegahan polusi, product stewardship, dan penggunaan teknologi bersih. Efektivitas perlindungan lingkungan dapat dilakukan dengan pencegahan polusi
daripada sekedar pengawasan terhadap waste. Pencegahan polusi adalah
penggunaan material, proses, atau praktek-praktek yang dapat mengurangi,
meminimisasi atau membatasi sumber-sumber polusi atau sumber-sumber
kegiatan yang tidak menimbulkan nilai tambah. Adapun tehnologi yang dapat digunakan untuk pencegahan polusi dalam kegiatan manufaktur meliputi penggantian material, modifikasi proses, penggunaan material kembali
(reuse), recycle material melalui proses berikutnya, dan penggunaan material dalam proses yang berbeda. Semakin meningkatnya jumlah regulasi
bidang lingkungan dan meningkatnya biaya pencegahan polusi menjadikan
pendorong perusahaan untuk menemukan cara-cara efektif dalam upaya
mencegah polusi.
Design for environment (DFE) merupakan bagian integral dari pencegahan polusi dalam manajemen lingkungan proaktif. Kegiatan bisnis diupayakan untuk menemukan desain produk yang lebih efisien kaitannya dengan
perakitan, produk yang dapat di upgrade, dan produk yang dapat di recycle untuk mengeliminasi munculnya masalah yang terjadi pada siklus akhir
produk. DFE dimaksudkan untuk mengurangi biaya pemrosesan kembali,
sehingga pengiriman produk ke pasar dapat lebih cepat dan ekonomis.
93
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
Product stewardship merupakan praktek-praktek yang dilakukan
untuk mengurangi resiko kerusakan lingkungan atau masalah-masalah yang
muncul akibat desain produk, kegiatan manufaktur, distribusi, pemakaian
produk, atau pembuangan produk. Perusahaan dituntut untuk dapat
bertanggungjawab terhadap tuntutan produk, siklus ulang, dan produksi
ulang. Perusahaan dapat mengantisipasinya dengan menggunakan product
life-cycle analysis (LCA) dalam menentukan cara-cara pengurangan atau
pembatasan waste dalam seluruh tahapan, mulai dari akuisisi material,
produksi, distribusi dan konsumsi.
Full-Cost Accounting (FCA) merupakan langkah untuk membentuk
konsep akuntansi lingkungan dan menjadikan dasar dalam kesuksesan
bisnis. FCA berusaha mengidentifikasi dan mengkuantifikasi biaya kinerja
lingkungan terhadap produk atau proses produksi. Adapun biaya yang terkait
meliputi; biaya langsung (tenaga kerja, material, dan biaya modal), hidden
cost (biaya monitoring dan pelaporan), biaya kotingensi (biaya perbaikan),
dan tangible cost (biaya public relation dan good will).
Berry and Rondinelli (1998) menyatakan bahwa berbagai perusahaan
di negara-negara Amerika Utara, Eropa, Jepang dan negara industri baru
menyadari bahwa perlindungan terhadap lingkungan merupakan bagian dari
strategi keunggulan internasional. Tuntutan untuk melakukan manajemen
lingkungan secara proaktif menjadi kewajiban, dan didasarkan adanya
empat jenis dorongan (Gambar 2.2), yaitu: regulatory demands, cost factors,
stakeholders forces, dan competitive requirements. Konsumen dan investor
cenderung mengamati bahwa terdapat hubungan antara kinerja bisnis dan
kualitas lingkungan. Tren ke arah manajemen lingungan proaktif secara
umum sangat dipengaruhi adanya tekanan dari masyarakat dan pemerintah,
sehingga perlu adanya jaminan penciptaan lingkungan yang lebih bersih.
Terdapat bukti bahwa adanya perusahaan-perusahaan yang mengadopsi
strategi manajemen lingkungan secara proaktif menjadi lebih efisien dan
kompetitif. Masyarakat menjadi lebih vokal dalam menuntut tanggung
jawab terhadap kinerja lingkungan seiring dengan semakin meningkatnya
pendapatan dan pendidikan.
Dorongan yang muncul dari pemerintah terjadi melalui berbagai aturan
yang ada di bidang lingkungan, sehingga meningkatkan tanggungjawab yang
94
Bab V SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF
semakin besar bagi perusahaan. Tanggungjawab terhadap lingkungan telah
muncul secara luar biasa pada empat puluh tahun terakhir seiring dengan
meningkatnya tekanan publik terhadap pemerintah untuk menciptakan
berbagai aturan tentang lingkungan sebagai akibat semakin meningkatnya
dampak negatif dari polusi. Sebagai gambaran, di Amerika Serikat pada
tahun 1998 terdapat lebih dari 100.000 undang-undang dan peraturan
tentang lingkungan. Sistem pengawasan melalui manajemen lingkungan
menjadi dasar dalam menentukan kualitas lingkungan melalui berbagai
standar kaitannya dengan operasi perusahaan.
Ketidakpedulian untuk melaksanakan berbagai aturan lingkungan
dapat menyebabkan munculnya krisis etika yang menjadikan perusahaan
menanggung biaya yang lebih mahal di masa mendatang. Pelaksanaan
terhadap regulasi di bidang lingkungan disinyalir menimbulkan biaya
yang sangat mahal, karena perusahaan akan membiayai berbagai proyek
lingkungan sebagai dampak adanya regulasi, misalnya dalam biaya
pengurangan polusi melalui investasi di bidang teknologi yang dapat
mencegah polusi.
Strategi perusahaan secara proaktif di bidang lingkungan yang
Gambar 5.3
FAKTOR PENDORONG MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF
Sumber: Berry and Rondinelli, (1998)
95
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
dibangun berdasarkan prinsip-prinsip manajemen khususnya dalam
mengurangi waste merupakan respon dari permintaan konsumen dan
stakeholders. Konsumen cenderung menuntut proses produksi dan produk
yang clean.
Perusahaan dituntut untuk dapat memberikan kepuasan kepada
konsumen maupun stakeholders, yang dapat dilakukan melalui pendefinisian
ulang misi perusahaan, memperbaiki sistem nilai yang berlaku, dan
menemukan cara-cara melalui manajemen perubahan, percepatan pelatihan
dan pendidikan, serta modifikasi perilaku seluruh organisasi.
Fenomena globalisasi yang memunculkan pasar global dan berbagai
bentuk perjanjian internasional (WTO, APEC, ASEAN) telah memposisikan
perusahaan pada tuntutan untuk mengacu pada standar internasional,
khususnya dalam manajemen kualitas lingkungan (Rondinelli and Vastag,
1996). Persaingan internasional telah memotivasi perusahaan-perusahaan
kelas dunia untuk mendapatkan sertifikasi di bidang manajemen kualitas
(ISO 9000). Total Quality Management (TQM) telah memberikan efek tentang
bagaimana sebuah bisnis memandang sistem manajemennya dan secara tidak
langsung mendorong penciptaan kinerja lingkungan. Mengingat pentingnya
manajemen lingkungan untuk mempertahankan eksistensi perusahaan
dalam persaingan internasional telah mengkondisikan perusahaan harus
mampu secara proaktif memiliki standar yang mengintegrasikan antara
manajemen lingkungan dan strategi perusahaan. Standarisasi di Inggris
(BS7750) telah menciptakan Environmental Policy Act (EPA). Masyarakat
Eropa menciptakan Standard Eco-Management and Audit Scheme (EMAS).
International Standard Organization (ISO-14000) menekankan pada
standarisasi sistem manajemen lingkungan. Meskipun masing-masing
standarisasi berbeda dalam kriteria dan kebutuhannya, namun secara
prinsip bahwa standarisasi dimaksudkan untuk mengintegrasikan antara
masalah lingkungan dalam sistem manajemen perusahaan.
96
Bab VI KEPEMIMPINAN LINGKUNGAN ISLAM
6
Kepemimpinan lingkungan
islam
A. Kepemimpinan Islami
Kepemimpinan atau khalifah memiliki makna ganda. Di satu pihak
khalifah diartikan sebagai kepala negara dalam pemerintahan dan kerajaan
Islam di masa lalu, yang dalam konteks kerajaan pengertiannya sama dengan
sultan. Di lain pihak, khalifah memiliki pengertian wakil Tuhan di muka bumi.
Wakil Tuhan memiliki dua pengertian. Pertama yang diwujudkan dalam jabatan
sultan atau kepala negara. Kedua, fungsi manusia itu sendiri di muka bumi
sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Manusia dalam menjalankan
khalifah di muka bumi dituntut memiliki kecerdasan, sehingga perlu adanya
persiapan sejak dini. Manusia sebagai khalifah di muka bumi telah dijelaskan
dalam QS al-Baqarah ayat 30, yang artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada para malaikat: ”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka Bumi”. Pada QS al-An’am ayat 165 disebutkan
bahwa: ”Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan
Dia pula yang meninggikan derajat sebagaimana kamu atas sebagian yang
lain, dan untuk mengujimu tentang apa yang diberikan kepadamu.
Khilafah dalam Ensiklopedia Islam adalah istilah yang muncul dalam
sejarah pemerintahan Islam sebagai institusi politik Islam, yang bersinonim
dengan kata imamah yang berarti kepemimpinan. Menurut Mawardi dalam
Rahardjo (2002) menyatakan bahwa khilafah berfungsi mengganti peranan
kenabian dalam memelihara agama dan mengatur dunia. Manusia mengemban
97
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
amanat kekhalifahan karena kualitas dan kemampuannya dalam berpikir,
menangkap, dan mempergunakan simbol-simbol komunikasi (Rahardjo,
2002). Khalifah adalah sebuah fungsi yang diemban manusia berdasarkan
amanat yang diterimanya dari Allah. Amanat intinya adalah tugas untuk
mengelola bumi secara bertanggungjawab, dengan mempergunakan akal
yang telah dianugerahkan Allah kepadanya.
Tugas kekhalifahan manusia di bumi sangat terkait dengan amanah.
Amanah adalah salah satu prinsip kepemimpinan. Nabi Muhammad
memiliki empat ciri kepemimpinan: shiddiq (jujur), fathanah (cerdas dan
berpengetahuan), amanah (dapat dipercaya atau diandalkan), dan tabligh
(berkomunikasi atau komunikatif). Manusia ternyata diberi tugas untuk
mengelola sumber-sumber kehidupan di bumi, sebagai mana disebutkan
dalam QS Huud ayat 16, yang artinya: Dan Allah telah menciptakan kamu dari
bumi (tanah) dan menugaskan kamu untuk memakmurkannya. Dasar yang
dipakai manusia ketika bersedia menerima amanah adalah karena manusia
diberi kemampuan oleh Allah yang memungkinkan mengemban amanah.
Kemampuan terkait dengan kemampuan dalam mengeja nama-nama benda,
dengan inderanya manusia mengirimkan masukan informasi ke otaknya
yang merupakan pusat pengolahan dan pengetahuan, dan kemampuan
membedakan, terutama membedakan antara yang baik dan buruk.
B. Kepemimpinan terhadap Lingkungan
Pengelolaan lingkungan merupakan tanggung jawab manusia sebagai
khalifah di muka bumi, sebagaimana disebutkan dalam QS al-Baqarah ayat
30:
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”
mereka berkata: ”Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
98
Bab VI KEPEMIMPINAN LINGKUNGAN ISLAM
Engkau?” Tuhan berfirman: ”Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui.”
Ayat ini menjelaskan secara lebih terperinci tentang pengertian
khalifah dengan meninggikan derajat sebagian kamu atas sebagian yang lain
beberapa derajat, maka yang dituju adalah umat manusia umumnya. Mereka
berlomba untuk bisa memperoleh kekuasaan, sehingga yang satu mungkin
lebih unggul dari yang lain. Kata khalifah dalam konteks ini diterjemahkan
sebagai penguasa atau mereka yang memiliki kekuasaan.
Dalam konteks pemeliharaan alam semesta merupakan upaya untuk
menjaga limpahan nikmat Allah secara berkesinambungan, sebaliknya
membuat kerusakan di muka bumi, akan mengakibatkan timbulnya bencana
terhadap manusia. Hubungan manusia dengan alam sekitarnya adalah
hubungan yang berkait satu sama lain. Alam semesta ciptaan Allah dan
lingkungan tempat kita hidup merupakan bagian tak terpisahkan dari kehitupan
umat manusia. Manusia sebagai ciptaan Allah yang terbaik diberi tugas untuk
menjadi khalifah Allah di muka bumi dengan tugas utamanya memakmurkan
bumi, yang meliputi :
1. Al-Intifa’: mengambil manfaat dan mendayagunakan sebaik-baiknya.
2. Al-I’tibar: mengambil pelajaran. Memikirkan, mensyukuri, seraya menggali
rahasia-rahasia dibalik alam ciptaan Allah.
3. Al-Islah: memelihara dan menjaga kelestarian alam sesuai dengan maksud
Sang Pencipta, yakni untuk kemaslahatan dan kemakmuran manusia,
serta tetap menjaga harmonisasi kehidupan alam ciptaan Allah.
Usaha pelestarian lingkungan harus dipahami sebagai perintah
agama yang wajib dilaksanakan oleh manusia bersama-sama. Setiap usaha
pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup secara baik dan benar adalah
ibadah kepada Allah yang dapat memperoleh karunia dan pahala. Sebaliknya,
setiap tindakan yang mengkibatkan kerusakan lingkungan hidup, pemborosan
sumber daya alam, dan menelantarkan alam ciptaan Allah adalah perbuatan
yang dimurkai Allah, karena tergolong sebagai perbuatan maksiat atau munkar
yang diancam dengan siksa.
Seorang pemimpin harus mampu untuk menginterpretasikan isu-isu
bidang lingkungan dengan mengindentifikasi ancaman, memformulasikan
99
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
strategi, mengkomunikasikan dengan kelompok, dan memecahkan konflik.
Kepemimpinan didefinisikan sebagai proses dimana anggota individu dalam
organisasi mampu menginterpretasikan setiap kegiatan, memilih tujuan dan
strategi perusahaan, dan memotivasi orang-orang untuk mencapai tujuan.
Kepemimpinan dapat digunakan sebagai sebuah simbol identitas organisasi,
mengingat kepemimpinan dapat digunakan untuk mempengaruhi apa yang
dirasakan dan dipikirkan oleh karyawan terhadap organisasi. Dechan and
Altman (1994) mendefinisikan kepemimpinan lingkungan sebagai sebuah
proses dinamis dimana seorang individu mempengaruhi individu yang lainnya
untuk berkontribusi terhadap pencapaian manajemen dan perlindungan
lingkungan. Pemimpin perusahaan menciptakan sebuah pandangan
yang mempengaruhi nilai-nilai, komitmen, dan aspirasi anggota, sehingga
mereka berkeinginan untuk terlibat dalam isu-isu lingkungan yang harus
diinterpretasikan. Pemimpin memiliki kepentingan dalam mencapai tujuantujuan dari pengembangan lingkungan, sebab mereka dapat menstimulasi
visi lingkungan menjadi bagian dari identitas organisasi dan mengarahkan
tindakan-tindakan anggota organisasi. Kepemimpinan lingkungan dapat
menciptakan keunggulan bersaing bagi perusahaan melalui dua cara: (1)
Mengelola permintaan pasar melalui supplai produk atau jasa yang ramah
lingkungan yang lebih baik dari pesaingnya. (2) Menciptakan efisiensi biaya
melalui konservasi enerji dan material, dan pengurangan waste. Para pimpinan
perusahaan harus dapat mendorong ke arah perubahan demi memperbaiki
kinerja lingkungan dan mendapatkan keunggulan komersial maupun kompetitif
melalui kepemimpinan lingkungan. Kepemimpinan bidang lingkungan harus
mampu: (1) menginspirasi sharing tentang visi lingkungan, memanfaatkan
pendekatan yang terbaik terhadap manajemen linngkungan, menciptakan
kerjasama dengan stakeholders untuk memecahkan masalah-masalah
lingkungan dan untuk mewujudkan tujuan perusahaan, tanggungjawab
terhadap pendidikan lingkungan sehingga karyawan memiliki inisiatif dalam
pengelolaan lingkungan.
C. Tanggung Jawab Manusia terhadap Lingkungan
Manusia merupakan makhluk Allah swt yang paling sempurna.
Manusia diciptakan oleh Allah dalam bentuk yang sebaik-baiknya, manusia
100
Bab VI KEPEMIMPINAN LINGKUNGAN ISLAM
diberi kelebihan yang tidak diberikan oleh makhluk-makhluk yang lain. Allah
menciptakan manusia dalam wujud yang sebaik-baiknya, sebagaimana
firman Allah dalam surat At-Tin ayat 4, yang artinya: Sesungguhnya kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Manusia dibekali
akal yang dapat digunakan untuk berfikir, mampu membedakan yang baik
dan buruk, mampu mengembangkan pikirannya untuk menciptakan temuantemuan baru. Dengan wujud yang sempurna, manusia diharuskan dapat
mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Allah melalui bentuk tanggung
jawab. Salah satu tanggung jawab yang dibebankan kepada manusia adalah
tanggung jawab terhadap lingkungan. Sebagai makhluk yang paling sempurna
di muka bumi, manusia telah diberikan amanah luhur yang tidak mampu
dipikul oleh makhluk-makhluk yang lain, disamping itu manusia dibekali Allah
dengan akal, perasaan dan nafsu, sedangkan makhluk lain hanya dibekali
sebagian dari unsur-unsur tersebut. Dalam QS al-Ahzab ayat 72 disebutkan
bahwa: Sesunggunnya telah kami tunjukkan amanah kepada langit dan
bumi serta gunung-gunung, lalu semuanya enggan memikul amanah itu dan
mereka khawatir akan mengkhianatinya, lalu amanah itu dipikul manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan jahil. Dari ayat ini dapat diketahui
bahwa sebenarnya Allah telah meyakini bahwa manusia dapat melaksanakan
amanah yang diembannya secara baik. Amanah kepada manusia merupakan
bentuk tanggung jawab manusia sebagai khalifah di muka bumi. Kaitannya
dengan lingkungan hidup, manusia akan berinteraksi dengan manusia lain,
dengan alam. Manusia wajib bersyukur kepada Allah atas nikmat dan karuniaNya, dan memanfaatkan nikmat dan karunia itu untuk kemaslahatan sesuai
dengan tujuan penciptaan dan tuntutanNya.
101
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
7
Kinerja Lingkungan
A. Kinerja Lingkungan Islami
Larangan untuk tidak melakukan kerusakan di muka bumi sangat
mendapat perhatian yang sangat serius melalui berbagai ayat-ayat al-Qur’an.
Larangan berbuat kerusakan di muka bumi telah dijelaskan dalam ayat-ayat
al-Qur’an, antara lain: QS al-Baqarah ayat 11, 12, 27, 30, 60, dan QS al-A’raf
ayat 56 dan 85.
Tabel 7.1
Ayat-ayat Larangan Berbuat Kerusakan
102
Bab VII KINERJA LINGKUNGAN
Berbagai ayat yang mengupas tentang larangan berbuat kerusakan
memberikan implikasi bahwa dampak kerusakan akan menimbulkan dampak
yang sangat berbahaya, khususnya untuk generasi mendatang. Berbuat
kerusakan disebabkan oleh ketidaksadaran manusia, sebagaimana dijelaskan
dalam QS al-Baqarah, ayat 12. Ancaman Allah yang paling serius bahwa
tindakan melakukan kerusakan adalah berdampak pada kebinasaan (QS alBaqarah, ayat 205), yang artinya: ”Dan apabila ia berpaling (dari kamu) ia
berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanamtanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan”.
Alim (2006) menyatakan pula bahwa masalah lingkungan sangat
terkait dengan kadar keimanan. Kerusakan yang terjadi di bumi sebagai akibat
dari aksioma kerakusan dan turunnya kadar keimanan manusia. Kerusakan
lingkungan merupakan indikasi semakin menurunnya kualitas atau kinerja
lingkungan. Dalam pendekatan tradisional manajemen operasi, evaluasi
kinerja organisasi didasarkan pada empat indikator: cost, quality, time, dan
service. Seiring dengan pentingnya pelestarian lingkungan, maka pengukuran
kinerja perusahaan haruslah ditujukan untuk mencapai pengembangan yang
103
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
berkelanjutan. Fenomena pengembangan berkelanjutan akan berdampak
pada perlunya redefinisi fungsi operasi.
Angell (1993) mendefinisikan kinerja lingkungan: as an operations
objective could be the first step towards developing an environmentally
sustainable strategy. Dalam International Standard Organization (ISO) 14001,
kinerja lingkungan didefiniskan: measurement results or the envionmental
management system, related to an organization’s control of its environmental
policy, objectives and targets. Sementara Theyel (2000), menilai bahwa
kinerja lingkungan terkait dengan efektivitas pengurangan kegiatan-kegiatan
yang tidak menimbulkan nilai tambah. Penentuan kinerja lingkungan dapat
dilakukan dengan menilai tingkat estimasi prosentase pengurangan waste
selama tiga tahun terakhir, yang selanjutnya dikelompokkan dalam 4 kategori,
yaitu:
1. tidak berkurang (0 persen)
2. sedikit berkurang (1-10 persen)
3. cukup berkurang (11-50 persen)
4. sangat berkurang (51-100 persen)
Kinerja lingkungan perusahaan dihitung dengan tingkat rata-rata
pengurangan waste dalam proses produksi. Indikator yang digunakan antara
lain: implementasi manajemen dalam upaya pencegahan polusi, adanya
kebijakan formal dan tertulis dalam pencegahan polusi, adanya program
pelatihan karyawan dalam pencegahan polusi, implementasi biaya untuk
pencegahan polusi, dan adanya standar pencegahan polusi.
Sebagai ukuran keberhasilan perusahaan dalam melaksanakan
manajemen lingkungan secara proaktif, maka dapat dilakukan dengan
mengidentifikasi kinerja lingkungan proaktif. Penerapan manajemen
lingkungan proaktif memerlukan keterlibatan beberapa prinsip dasar ke dalam
strategi perusahaan. Berry dan Rondinelli (1998), mengidentifikasi terdapat 9
prinsip kinerja lingkungan, antara lain :
a. Mengadopsi kebijakan lingkungan yang bertujuan mengeleminasi
polusi berdasarkan pada posisi siklus hidup operasional perusahaan,
dan mengkomunikasikan kebijakan keseluruh perusahaan dan para
stakeholder.
b. Menetapkan secara obyektif kriteria efektivitas program lingkungan.
104
Bab VII KINERJA LINGKUNGAN
c. Membandingkan kinerja lingkungan perusahaan dengan perusahaanperusahaan yang merupakan leader dalam satu industri dengan
benchmarking dan menetapkan best practice.
d. Mengumumkan pandangan perusahaan bahwa kinerja lingkungan
merupakan tanggung jawab seluruh karyawan.
e. Menganalisis dampak berbagai isu lingkungan dalam kaitannya dengan
permintaan di masa depan terhadap produk dan persaingan industri.
f. Memberanikan diri melakukan diskusi tentang isu-isu lingkungan,
khususnya melalui rapat pimpinan.
g. Mengembangkan dan mengaplikasikan sebuah sistem formal untuk
memonitor berbagai perubahan aturan yang diusulkan dan menyetujui
atau menepati perubahan aturan tersebut.
h. Mengembangkan anggaran untuk pembiayaan lingkungan.
i. Mengidentifikasi dan mengkuantifikasikan pertanggungjawaban
lingkungan dengan mendasarkan pada kegiatan operasi masa
lalu dan mengembangkan rencana menuju meminimisasi
pertanggungjawaban.
Berry dan Rondinelli (1998) mengungkapkan bahwa untuk dapat mencapai kinerja sistem manajemen lingkungan secara proaktif harus memenuhi enam elemen penting. Elemen-elemen tersebut yaitu: top management
leadership, environmental strategies and policies, goal-target dan metrics,
participatory decision-making dan implementasi, monitoring, auditing dan
reporting, assessment dan communication. Sementara Rao (2002:641) berpendapat bahwa kinerja lingkungan dapat diukur dengan pengurangan liquid
waste, pengurangan emisi, dan perbaikan komplain pelanggan. Pada penelitian lain, Rao (2002) mennggunakan indikator kinerja lingkungan dinilai dari
rasio, antara lain; consumption/output, efisiensi bahan baku (I/O), proporsi
pengepakan/output, reusable packaging/total packaging, input berbahaya/
total input, recyclable material/input, energy cost/output, energy consumtion/
output, water consumption/output, total waste/output, waste for recycling/total waste, waste berbahay/total waste, tingkat emisi udara, limbah air/output.
Sementara dimensi kinerja lingkungan perusahaan menurut Jeminez and
Lorente (2001) memiliki empat kategori/dimensi:
105
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
1. Internal system measure
Proses organisasional perusahaan (evaluasi inisiatif lingkungan/DFE, Life
cycle assessment, TQEM ;program dan alat-alat) yang didesain untuk
memperbaiki kinerja lingkungan, misal; audit lingkungan, penghargaan thd
prestasi lingkungan.
2. External stakeholders relations
bagaimana perusahaan dapat mempertahankan keunggulan kompetitifnya
didasarkan pada persepsi publik yang positif terhadap aktivitas perusahaan.
Indikator dapat ditampilkan dengan menggunakan opini stakeholders
terhadap efek lingkungan dari aktivitas perusahaan.
3. External impacts
Indikator yang digunakan dengan cara mengevaluasi kontribusi
perusahaan dalam upaya perbaikan lingkungan. Dapat dilakukan dengan
evaluasi terhadap polusi air, udara, penggunaan sumber daya , dan level
kegaduhan.
4. Internal compliance
Indikator yang digunakan adalah berapa jumlah regulasi lingkungan yang
tidak dipenuhi, atau tingkat komitmen yang rendah terhadap berbagai
peraturan tentang lingkungan. Selain itu juga tingkat pemenuhan standar
yang rendah bagi industri yang menggunakan proses produksi repetitif.
Naffziger (2003:27) mengukur kinerja lingkungan dari usaha-usaha
yang telah dilakukan perusahaan dalam kaitannya dengan upaya untuk
mengurangi konsumsi energi, mengurangi tingkat polusi, recycle terhadap
produk sampah, kerjasama dengan konsumen, dan kerjasama dengan
pemasok.
B. Kinerja Perusahaan
Kinerja perusahaan merupakan suatu prestasi perusahaan yang diukur
dalam bentuk hasil-hasil kinerja atau performance outcome (Rue dan Byard,
1997). Profitabilitas merupakan aspek utama dalam pengukuran kinerja
perusahaan, namum sebenarnya belum mencukupi untuk menjelaskan
keefektifan perusahaan secara umum. Day dan Wesley (1988), menyatakan
bahwa perlu adanya kelengkapan kinerja berupa pangsa pasar atau market
share. Rao (2002:641) mengukur kinerja ekonomi dengan beberapa indikator,
106
Bab VII KINERJA LINGKUNGAN
antara lain: peluang munculnya pasar baru, peningkatan harga produk, margin
keuntungan, pangsa pasar, dan penjualan.
Naffziger (2003) and Ahmed (2004) dalam pengukuran kinerja
perusahaan menggunakan indikator antara lain: keuntungan, pendapatan,
hubungan baik dengan konsumen, pemasok, efisiensi operasional, dan imej
perusahaan. General Accounting Office (GAO) dalam Madu (1991:1945)
mengukur kinerja perusahaan dengan menggunakan indikator antara lain:
hubungan antar karyawan yang lebih baik, meningkatnya produktivitas
karyawan, peningkatan kepuasan konsumen, peningkatan pangsa pasar,
dan perbaikan keuntungan. Sementara Madu (1996:1946) dalam mengukur
kinerja organisasi menggunakan indikator: kinerja jangka pendek, kinerja
jangka panjang, produktivitas, kinerja biaya, keuntungan, peningkatan daya
saing, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan pendapatan, dan peningkatan
pangsa pasar.
Kinerja merupakan hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur
dan perilaku industri di mana hasil biasa diidentikkan dengan besarnya
penguasaan pasar atau besarnya keuntungan suatu perusahaan di dalam
suatu industri (Kuncoro, 2007). Namun secara lebih terperinci, kinerja dapat
pula tercermin melalui efisiensi, pertumbuhan, kesempatan kerja, prestise
profesional, kesejahteraan personalia, serta kebanggaan kelompok. Pada
hakekatnya ukuran kinerja dapat bermacam-macam, tergantung pada jenis
industrinya. Kinerja berdasarkan sudut pandang manajemen, pemilik, atau
pemberi pinjaman. Dari sisi manajemen untuk ukuran analisis operasional,
kinerja dapat diukur dengan indikator: gross margin, profit margin, operating
expense analysis, contribution analysis, operating leverage, dan comparatif
analysis. Sementara dari sisi profitabilitas dapat diukur dengan return on
assets, return before interest and taxes, cash flow return on investment.
Ukuran kinerja seperti yang diungkapkan oleh beberapa peneliti dapat
disimpulkan bahwa penilaian kinerja sangat dominan menggunakan ukuran
yang bersifat individual dan duniawi. Pengukuran kinerja dalam Islam sangat
memperhatikan kepentingan duniawi dan kepentingan akhirat. Dalam Surat
adz-Dzariyaat ayat 19 dijelaskan bahwa: ”Dan pada harta-harta mereka ada
hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat
bagian.”
107
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
Sementara dalam syariah enterprise theory (Triyuwono, 2006),
dikatakan bahwa manusia berfungsi sebagai khalifah fil ard yang harus
mengemban amanah sesuai yang memberi amanah, yakni mengelola bumi
secara bertanggung jawab. Konsep syariah enterprise theory menekankan
bahwa dalam harta kita sebenarnya tersimpan hak orang lain, seperti yang
tercantum dalam QS at-Taubah ayat 60, yang artinya:
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orangorang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya,
untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah
dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan
yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Dalam syariah enterprise theory memasukkan indirect participant
dalam distribusi nilai tambah. Indirec participant terdiri dari masyarakat
mustahiq (penerima zakat, infaq, dan shadaqah) dan lingkungan alam.
Pengukuran kinerja perusahaan yang Islam sangatlah tepat kalau diukur
dengan memperhatikan kepentingan yang lebih luas, yang diaktualisasikan
dengan pembayaran zakat, infaq dan shadaqah. Seiring dengan konsep yang
disampaikan oleh Triyuwono (2006) tentang perlunya memasukkan indirect
participant, maka kinerja perusahaan tidak hanya diukur dengan kemampuan
memperoleh profit, namun lebih pada kemampuan perusahaan dalam
menciptakan nilai tambah kepada masyarakat luas (stakeholders). Dalam
konteks saat ini di lingkungan perusahaan disebut dengan tanggung jawab
sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR). Definisi CSR telah
disampaikan oleh beberapa penulis, antara lain:
CSR as the obligations or duties of an organization to a specific systems
of stakeholders. Vos (2003)
CSR as a continuing commitment by business to behave ethically and
contribute to economic development while improving the quality of life the
workforce and their families as well as of the local community and society at
large. Michael (2003)
”CSR represents action that appears to further some social good
extends beyond the explicit economic interest of the firm, and is not required
108
Bab VII KINERJA LINGKUNGAN
by law” (Mc Williams’ and Siegel’s (2001)
Ketiga definisi CSR dapat disimpulkan bahwa kepentingan stakeholders
merupakan tanggungjawab yang utama bagi perusahaan dengan melakukan
komitmen yang mendasarkan pada nilai-nilai etika dalam kontribusi perusahaan
mengembangkan ekonomi melalui penciptaan kualitas hidup yang lebih baik
dan secara seimbang diantara masyarakat di dalam perusahaan maupun di
luar perusahaan. Implikasinya bahwa CSR mengharuskan perusahaan untuk
menciptakan produk-produk sosial secara seimbang dengan kepentingan
ekonomi perusahaan.
Dalam konteks debat CSR, memang tidak dapat dipungkiri kuatnya
pandangan bahwa tujuan utama dari kegiatan bisnis adalah memperoleh
laba yang optimal demi memaksimalkan nilai bagi para pemegang saham.
Seiring dengan perkembangan zaman, muncullah tekanan-tekanan terhadap
perusahaan agar meperhatikan pula terhadap masalah-masalah sosial yang
lebih nyata untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan stakeholders
yang lain. Perusahaan-perusahaan dituntut untuk meningkatkan kewajibankewajiban sosialnya kepada stakeholders, melakukan interaksi langsung
dengan tenaga kerja dan konsumen, maupun yang tidak langsung misalnya
dengan masyarakat yang bermukim di sekitas perusahaan. Pandangan ini
menekankan bahwa orientasi tunggal kepada para pemegang saham tidaklah
bersifat sustainable karena mengabaikan ragam pelaku lainnya yang terlibat
dalam sistem dan siklus bisnis perusahaan (Michael, 2003). Nilai pemegang
saham bukanlah satu-satunya prioritas, namun selain itu perusahaan
perlu memperhatikan kepentingan lain, seperti kesejahteraan karyawan,
masyarakat, dan supplier. Makin banyak investor yang hanya percaya
menanamkan modalnya kepada perusahaan yang CSR-nya baik, seperti
yang dilakukan oleh Millenium Poll On CRS mengungkapkan bahwa 60% dari
25 ribu responden di 23 negara mempertimbangkan faktor-faktor terkait CSR,
seperti praktik-praktik perusahaan terhadap karyawan, etika bisnisnya, dan
sikap terhadap lingkungannya. CSR dilakukan tidak hanya menekankan pada
aspek moral, namun juga merupakan upaya untuk menciptakan security dan
sustainability bagi operasi perusahaan dari ancaman tekanan masyarakat.
Adanya tuntutan masyarakat melalui harapan dan keinginan besar
adalah wajar mengingat masyarakat telah mengijinkan perusahaan untuk
109
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
menggunakan sumber daya manusia dan sumber daya alam kegiatan operasional perusahaan. Perusahaan dituntut untuk memposisikan sebagai agen
moral yang mampu mempertanggungjawabkan segala dampak aktivitasnya
sehingga tidak merugikan masyarakat khususnya kepada penduduk di sekitar
perusahaan beroperasi. Legitimasi masyarakat atas keberadaan perusahaan
merupakan fenomena yang tidak bisa di kesampingkan. Pengakuan ini tentunya akan memberikan nilai tambah dalam jangka panjang dan pada akhirnya
dapat memberikan keuntungan sesuai dengan harapan perusahaan. Berbagai
bentuk CSR yang dilakukan perusahaan antara lain: penyediaan air bersih di
lingkungan perusahaan, mendaur ulang limbah, mendanai kegiatan-kegiatan
sosial, membantu usaha industri kecil. Kegiatan yang mengacu pada upayaupaya tanggung jawab sosial perusahaan dimaksudkan untuk menciptakan
sustainability, yang intinya adalah memenuhi kebutuhan manusia tanpa merugikan generasi mendatang Kontribusi perusahaan melalui CSR diharapkan
dapat memiliki dampak langsung yang terukur melalui keseimbangan antara
kesejahteraan sosial dan pencapaian tujuan perusahaan.
Pada studi empiris telah dilakukan kajian tentang kinerja perusahaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Naffziger (2003) tentang persepsi kesadaran
lingkungan pada industri kecil mengkaitkan antara environmental concern,
environmental effort dan dampaknya terhadap kinerja perusahaan. Hasilnya
menunjukkan bahwa environmental concern berhubungan signifikan dengan
environmental effort. Hasil lain menunjukkan adanya hubungan signifikan
antara environmental effort dengan company performance, khususnya pada
indikator keuntungan, efisiensi operasional, dan imej perusahaan, sementara
dengan pendapatan tidak memiliki hubungan signifikan. Kinerja perusahaan
dalam penelitian ini diukur dengan indikator: profit, pendapatan, konsumen,
supplier, efisiensi operasional, dan imej perusahaan.
Pemahaman tradisional menyatakan bahwa aktivitas kepedulian lingkungan akan berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan, khususnya
dengan pertumbuhan penjualan dan profitabilitas, sehingga akan merefleksikan investasi perusahaan dalam produk atau proses untuk mencapai ramah
lingkungan. Bandley (1992) and Remich (1993) mengindikasikan bahwa kepedulian lingkungan secara proaktif akan berdampak pada keuntungan ekonomi dalam jangka panjang.
110
Bab VII KINERJA LINGKUNGAN
C. Pengelolaan Lingkungan dan Kinerja Lingkungan
Mendasarkan pada hasil temuan Budhi (2010), menyatakan bahwa
terdapat pengaruh antara pengelolaan lingkungan terdadap Kinerja
Lingkungan. Temuan ini juga mendukung hasil temuan dari Rao (2004) yang
menyatakan adanya pengaruh signifikan antara keterlibatan karyawan sebagai
dimensi pengelolaan lingkungan dengan dengan produksi bersih sebagai
dimensi dari kinerja lingkungan. Disamping itu juga penelitian ini mendukung
penelitian Rao (2002) yang menyatakan adanya pengaruh signifikan antara
inisiatif lingkungan terhadap kinerja lingkungan.
Makna yang terkandung dalam pembuktian tersebut adalah, bahwa
dengan semakin baiknya Pengelolaan Lingkungan dalam Industri Konveksi
Islami di Jawa Tengah akan semakin memberikan pengaruh yang positif
dan signifikan terhadap Kinerja Lingkungan. Demikian pula sebaliknya,
apabila dalam Pengelolaan Lingkungan tidak dilakukan dengan baik, maka
akan berdampak pada Kinerja Lingkungan yang negatif dan merugikan bagi
Industri Konveksi Islami. Perbaikan pada Pengelolaan Lingkungan dapat
difokuskan pada peningkatan inisiatif terhadap masalah-masalah lingkungan,
meningkatkan keterlibatan karyawan dalam meminimasi dampak lingkungan
yang ditimbulkan oleh kegiatan produksi, dan meningkatkan integrasi dengan
supplier dalam pengadaan material-material yang ramah lingkungan.
D. Pengelolaan Lingkungan dan Kinerja Perusahaan
Pengelolaan Lingkungan berpengaruh signifikan terhadap Kinerja
Perusahaan (Budhi, 2010). Temuan ini mendukung hasil penelitian dari
Freeman (1994) dan Judge (1994) yang menyatakan bahwa dalam keyakinan
tradisionil, pengelolaan lingkungan berdampak negatif terhadap kinerja
perusahaan, khususnya dalam pertumbuhan penjualan dan keuntungan.
Namun hasil penelitian justru memberikan dukungan terhadap penelitian
Shi and Kane (1995) dan Ahmed (1998), yang menyatakan bahwa adanya
indikasi bahwa pengelolaan lingkungan secara proaktif akan berdampak
pada keuntungan jangka panjang melalui strategi kesadaran lingkungan.
Naffziger (2003) dalam penelitiannya juga menyatakan adanya hubungan
antara environmental effort terhadap kinerja perusahaan.
Makna yang terkandung dalam pembuktian tersebut adalah, bahwa
111
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
dengan semakin baiknya Pengelolaan Lingkungan dalam Industri Konveksi
Islami di Jawa Tengah akan semakin memberikan pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap Kinerja Perusahaan. Demikian pula sebaliknya, apabila
dalam Pengelolaan Lingkungan tidak dilakukan dengan baik, maka akan
berdampak pada Kinerja Perusahaan yang negatif dan merugikan bagi Industri
Konveksi Islami. Perbaikan pada Pengelolaan Lingkungan dapat difokuskan
pada peningkatan inisiatif lingkungan, meningkatkan keterlibatan karyawan,
dan meningkatkan integrasi dengan supplier akan dapat meningkatkan
Kinerja Perusahaan melalui indikator keuntungan, penyediaan fasilitas sosial,
mendukung kegiatan kemasyarakatan, pembayaran shadaqah.
112
Bab VIII KETENAGAKERJAAN ISLAM
8
Ketenagakerjaan Islam
A. Tenaga Kerja dalam Islam
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting dalam produksi.
Kekayaan alam suatu negara tidak dapat dimanfaatkan, kecuali ditangani oleh
tenaga kerja yang trampil. Alam menyediakan sumber daya yang melimpah,
tetapi tanpa kerja keras manusia, semuanya tidak akan terolah dan dan tidak
dapat diambil manfaatnya. Kemampuan manusia untuk mengolah sumberdaya
alam pada dasarnya akan dimanfaatkan untuk kemakmuran seluruh penduduk
bumi. Mengingat pentingnya tenaga kerja dalam memproduksi kekayaan, alQur’an memberi tekanan yang besar terhadap masalah tenaga kerja, seperti
yang dijelaskan dalam QS. Al-Najm ayat 39, yang artinya: ”Seseorang tidak
mendapatkan sesuatu kecuali apa yang telah diusahakannya”. Dengan jelas
dinyatakan dalam ayat ini bahwa satu-satunya cara untuk menghasilkan
sesuatu dari alam adalah dengan bekerja keras. Keberhasilan dan kemajuan
manusia di muka bumi ini tergantung pada usahanya. Semakin keras ia
bekerja, ia akan semakin kaya. Al-Qur’an selain memberi tekanan yang sangat
besar terhadap pentingnya bekerja, juga denga jelas menunjukkan bahwa
manusia diciptakan di muka bumi ini untuk bekerja demi kehidupannya. Hal
ini disebutkan dalam surat al-Balad ayat 4, yang artinya: ”Sesungguhnya Kami
menciptakan manusia dalam susah payah”. Hal ini merupakan tantangan
bagi manusia. Setiap penaklukan manusia terhadap alam akan membuahkan
sesuatu sebagai hasil jerih payahnya. Dengan demikian hanya perjuangan
keraslah yang akan melicinkan jalannya dalam mencapai cita-cita.
113
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
Rasulullah SAW dalam berbagai kesempatan selalu menekankan
pentingnya tenaga kerja dan selalu menghargai karya para pekerja dan
para ahli dalam suatu bidang pekerjaan tertentu. Beliau bersabda: ”Allah
mencintai orang yang selalu bekerja dan berusahan (untuk penghidupannya)”.
Sesungguhnya seseorang bekerja untuk penghidupannya dan senantiasa
mengharap ridla Allah. Walaupun seseorang bekerja untuk dirinya sendiri dan
untuk keluarganya, tetapi karena ia bekerja secara jujur demi mendapatkan
pahala dari Allah, maka ia akan menerima balasan dari Allah atas kejujuran
hidupnya. Hampir semua nabi bekerja untuk penghidupan mereka. Rasulullah
sendiri adalah pekerja keras dan menyukai pekerjaannya. Pekerjaannya
sebagai penggembala kambing ada anjurannya pada orang lain untuk
menjalani pekerjaan tersebut untuk menanggung kebutuhan hidup mereka,
merupakan bukti yang jelas tentang betapa pentingnya tenaga kerja dalam
Islam. Nabi Muhammad SAW juga memerintahkan untuk bekerja keras bagi
umatnya, bukan untuk meminta-minta, hal ini seperti sabda Rasulullah yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah : ”Jika seseorang di antara kamu sekalian
mau mengambil dan membawa seikat kayu bakar di punggungnya dan lalu
menjualnya (untuk memperoleh penghasilan), itu akan lebih baik daripata
meminta-minta pada orang lain”. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh
Bukhari, ”Pernah orang Anshar meminta Rasulullah untuk membagi pohonpohon kurma di antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Rasulullah tidak
membolehkannya. Tetapi ketika kaum Anshar meminta kaum Muhajirin untuk
bekerja di kebuh, dan hasilnya dibagi dengan mereka, maka kaum Muhajirin
menerima tawaran tersebut, dan Rasulullah sangat senang dengan hal ini”.
Rasulullah selalu menekankan untuk bekerja dan tidak pernah menyukai
orang yang selalu bergantung pada sedekah. Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan
Abu Daud), bahwa seorang penganggur dari kaum Anshar pernah meminta
sedekah pada Rasulullah. Beliau bertanya apakah. Ia menjawab bahwa ia
memiliki selimut untuk menutupi tubuhnya dan cangkir untuk minum. Rasulullah
memintanya untuk membawa benda-benda tersebut. Ketika membawanya,
Rasulullah mengambilnya dengan tangan beliau lalu menawarnya satu
dirhamn. Rasulullah memintanya untuk menaikkan tawaran, dan ada yang
menawar dua dirham. Kemudian rasulullah memberikan uang dua dirham
kepada orang itu dan dimintanya untuk membeli kapak. Rasulullah berkata:
114
Bab VIII KETENAGAKERJAAN ISLAM
Pergilah ke hutan dan tebanglah pohon dan janganlah kau datang menemuiku
sebelum 15 hari. Setelah kembali Rasulullah berkata: ”Ini lebih baik daripada
mengemis danmembuat malu diri sendiri di hari pembalasan nanti”. Hadits
ini secara jelas telah memperlihatkan bagaimana Rasulullah dan para
sahabatnya bersepakat atas penting dan besarnya manfaat tenaga kerja dan
betapa mereka lebih menyukai untuk menanggung hidupnya dengan kerja
keras.
Permasalahan yang terkait dengan tenaga kerja adalah mobilitas
tenaga kerja. Mobilitas merupakan perpindahan tenaga kerja dari satu
wilayah ke wilayah yang lain, atau dari satu jenis pekerjaan ke jenis pekerjaan
yang lain. Mobilitas sangat terkait dengan kondisi ekonomi, karena itu para
pekrja dapat dengan mudah dan bebas pindah dari satu tempat ke tempat
yang lain dimana mereka dapat memperoleh upah yang lebih baik sehingga
dapat memperbaiki taraf hidupnya. Islam mengakui hak-hak para pekerja
dan menjamin kebebasan mereka sepenuhnya untuk berpindah dari satu
tempat ke tempat lainnya atau dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya
untuk mencari penghasilan yang lebih baik. Dalam surat an-Nisa ayat 100
disebutkan: ”Barang siapa berhijrah di jalan Allah (agar kondisi ekonominya
bisa diperbaiki), niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat
berhijrah yang luas dan rezki yang banyak”. Dalam ayat ini dijelaskan suatu
prinsip mendasar, yang jika dipraktekkan tanpa dibatasi oleh manusia dari
berbagai negara dapat mencegah jatuhnya upah buruh internasional dan
mempertahankan upah mereka pada tingkat yang layak. Tidak diragukan lagi
bahwa upah buruh internasional dapat distabilkan pada tingkat yang layak dan
wajar dengan adanya kebebasan mobilitas tenaga kerja merupakan suatu ara
yang sangat efektif dan tepat untuk memecahkan berbagai ketimpangan di
bidang ekonomi dan sosial-politik di zaman modern ini. Selain itu juga akan
mengurangi perselisihan di antara para kapitalis dengan para buruh.
Keberadaan pekerja bagi perusahaan sangatlah penting, karena
mereka memberikan sumbangan yang cukup besar bagi kegiatan produksi
dan kelangsungan perusahaan. Islam mengatur hak-hak karyawan
(Afzalurrahman, 1997), yang antara lain:
1. Para buruh harus memperoleh upah yang semestinya agar dapat
menikmati taraf didup yang layak.
115
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
2.
Seorang buruh tidak dapat diberi pekerjaan yang melampaui kekuatan
fisiknya.
3. Buruh juga harus memperoleh bantuan medis jika sakit, dan dibantu
biaya perawatannya.
4. Ketentuan yang wajar harus dibuat untuk pembayaran pensiun yang
lanjut usia.
5. Para pengusaha harus diberi dorongan untuk menafkahkan sedekah
mereka (amal yang dilakukan dengan sukarela) pada para pekerja dan
anak-anak.
6. Pengusaha memberi jaminan asuransi pada para penganggur dari dana
zakat. Hal ini akan memperkuat kekuasaan mereka dan akan membantu
menstabilisasi tingkat upah yang wajar.
7. Pengusaha membayar ganti rugi kecelakaan yang cukup selama dalam
bekerja.
8. Barang-barang yang dihasilkan dalam pabriknya harus diberikan dengan
tarif yang lebih murah.
9. Para buruh harus diperlakukan dengan baik dan sopan.
10. Tersedianya akomodasi yang cukup sehingga kesehatan dan efisiensinya
tidak terganggu.
B. Hubungan Industrial dalam Islam
Perselisihan antara tenaga kerja dan majikan merupakan kutukan
bagi dunia kapitalis. Pertumbuhan organisasi pekerja dan majikan selama
beberapa dekade terakhir ini dibarengi oleh banyaknya pemogokanpemogokan dan larangan-larangan bekerja. Karena pemogokan berarti
menarik diri dari pekerjaan dengan maksud memperoleh penghasilan
dengan kondisi yang lebih baik daripada yang diberikan oleh majikan di
waktu itu, pada pekerjaan yang sama. Hal ini tidak saja mempengaruhi
para konsumen dan para produsen tetapi juga para pekerja itu sendiri. Para
konsumen akan terpengaruh oleh kelangkaan barang yang dibuat dan hal
ini akan mengakibatkan naiknya harga. Para produsen akan terpengaruh
oleh gangguan dalam kelanjutan produksi. Selanjutnya terhentinya pekerjaan
yang disebabkan oleh pemogokan, berarti kerugian kerja dan upah bagi para
pekerja. Demikian tindakan menutup perusahaan sebagai jawaban atas
116
Bab VIII KETENAGAKERJAAN ISLAM
pemogokan yang dilakukan oleh karyawan akan menyebabkan terhentinya
produksi dan hal ini daapt menimbulkan masalah pengangguran. Dengan
demikian perselisihan di bidang industri yang mengakibartkan pemogokan
dan penutupan perusahaan akan menyulitkan kepentingan konsumen juga
produsen dan akibat buruknya tidak dapat diremehkan. Banyak usaha yang
dilakukan untuk menghasilkan kompromi yang berlangsung lama antara
tenaga kerja dan majikan, tetapi celakanya, sistem kapitalis gagal mencapai
hasil yang memuaskan.
Marx, bapak sosialisme ilmiah modern memprotes pendekatan kapitalis
dalam menghadapi masalah hubungan antara buruh dan majikan. Dengan
mengikuti Smith dan Ricardo, Marx mengembangkan teorinya yang termasyhur
mengenai nilai dan nilai lebih (surplus value). Menurut teorinya itu, nilai dari
setiap komoditi yang manapun hanya merupakan jumlah tenaga kerja, yakni
’yang secara sosial perlu untuk memproduksinya’. Dengan demikian menurut
Marx, modal merupakan penjelmaan jasa buruh di masa silam merupakan
tenaga kerja yang dibekukan. Seorang kapitalis menjual barang dagangannya
di pasaran dengan nilai yang sama dengan jumlah tenaga kerja penuh yang
digunakan dalam memproduksinya. Buruh menerima upah yang hanya untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, kelebihannya merupakan surplus yang
dikantongi oleh si kapitaalis. Hal ini dapat di artikan sebagai penghisapan
pada si tenaga kerja oleh si pemilik modal.
Ramalan Marx mengenai hubungan antara buruh dan majikan telah
diingkari oleh jalannya pertumbuhan ekonomi yang sebenarnya di berbagai
negara kapitalis. Dapat disimpulkan bahwa teori nilai tenaga kerja sangat
tidak memuaskan, karena tidak mungkin untuk menyamaratakan semua
buruh, sebagaimana Marx dan orang yang sependapat dengan dia mencoba
melakukannya. Teori yang mengabaikan faktor permintaan dan tidak
mengakui sumbangan modal tetap dalam menghasilkan nilai lebih, tidak
dapat memecahkan masalah perselisihan buruh-majikan.
Sebaliknya, Islam tidak mengakui adanya pengisapan buruh oleh
majikan, juga tidak menyetujui dihapuskannya kelas kapitalis dan diadakannya
masyarakat tanpa jelas. Islam mengakui adanya perbedaan kemampuan dan
bakat tiap-tiap orang yang mengakibatkan perbedaan pendapat dan imbalan
material. Islam tidak menyetujui persamaan tingkat yang sama sekali tidak
117
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
berubah dalam pembagian kekayaan, karena hal ini dapat membatalkan
maksud perbedaan yang sebenarnya. Tentu saja Islam mengakui adanya
buruh dan majikan dalam masyarakat. Dua prinsip dasar yang ditulis
mengenai hal ini, baik dalam al-Qur’an maupun Hadits menyatakan bahwa
pelayan harus setia dan melakukan pekerjaannya dengan baik, sedangkan
majikan haurs membayar penuh untuk jasa yang diberi pelayannya itu. Pada
kenyataannya, islam menjadikan gabungan yang berbahagia antara buruh
dan majikan dengan memberikannilai moral pada masalah itu. Hal itu akan
menjadikan jelas jika kita menganalisa sebab-sebab pokok dari perselisihan
industrial dan perintah Islam. Pergolakan industri terutama timbul karena
faktor ekonomi dan psikologi.
Saham para pekerja dalam produksi tetap menjadi sebab utama
perasaan tidak senang. Para pekerja menciptakan produk atau jasa, tetapi
mereka hanya menerima sebagian dari produksi, sisanya ditahan oleh
majikan. Demikian pula adanya praktek kerja lembur, terutama pada waktu
banyak pengangguran, telah menyebabkan keresahan. Praktek ini ditentang
karena bersifat retrogresif, kedua mungkin digunakan untuk menghancurkan
standar upah harian, ketiga memperburuh syarat pekerjaan, dan akhirnya
membahayakan kesehatan para pekerja.
Nabi Muhammad SAW bersabda: ”Manusia tidak berhak akan bagian
yang tidak diberikan Tuhan kepadanya. Tuhan memberikan bagian pada
setiap orang, oleh karena itu janganlah melanggar milik orang lain”. Menahan
upah untuk jasa yang diberikan merupakan dosa yang besar. Abu Hurairah
meriwayatkan, Nabi Muhammad SAW berkata: ”Allah berfirman bahwa ada
tida orang yang akan menjadi lawan-Ku pada hari pengadilan di hari kiamat,
yaitu seorang yang berjanji atas nama-Ku, kemudian melanggar janjinya,
seorang yang menjual orang bebas dan memakan harganya, dan seorang
yang mempekerjakan seorang abdi tetapi tidak membayar upahnya” (HR
Bukhari). Kemudian bersumber pada Ibn Majah, Nabi bersabda:”Upah seorang
pekerja harus dibayarkan sebelum keringat di badannya kering”. Tetapi jika
tidak mungkin baginya untuk membayar upah si pekerja dengan alasanalasan yang benar, maka diperbolehkan untuk menginvestasikan upah yang
tidak dibayarkan itu dalam suatu usaha yang menguntungkan, dan si pekerja
berhak atas semua pertambahan laba yang diperoleh dengan keputusan itu.
118
Bab VIII KETENAGAKERJAAN ISLAM
Ibn ’Umar mengatakan: ”Saya mendengar Rasulullah berkata: ”Dan orang
yang ketiga berkata, saya mempekerjakan buruh dan membayar upah mereka,
kecuali satu orang yang meninggalkan upahnya dan pergi. Karena itu saya
menanamkan upahnya dalam usaha yang menguntungkan hingga menjadi
kekayaan yang melimpah”. (HR Bukhari). Akibatnya para majikan tidak berhak
untuk menggunakan pekerja yang tidak dibayar untuk keuntungan mereka.
Terlepas dari pembayaran upah pada waktunya, Islam sangat memperhatikan
kesejahteraan para pekerja. Demikianlah riwayat yang bersumber pada
Muhallah dari Ibn Hazam, Nabi Muhammad SAW berkata:”Kewajiban para
majikan mempekerjakan karyawan mereka dengan pekerjaan yang dapat
dilakukannya dengan mudah. Janganlah mempekerjakan mereka sedemikian
rupa hingga merugikan kesehatannya”. Hadits itu mengesampingkan segala
kemungkinan perluasan kapitalisme dan mencegah serta menggantikan
metode Marxis mengenai pengambilalihan para pengambil alih.
Dalam sistem kapitalis dewasa ini, para pekerja berpendapat bahwa
pengadilan polisi dan para penguasa pemerintah lainnya selalu berprasangka
buruk terhadap buruh dan cenderung untuk lebih menguntungkan majikan.
Apabila timbul perselisihan dan terjadi pemogokan maka para pejabat kepada
para majikan kapitalis. Rupanya benda lebih dipentingkan daripada hak-hak
manusia. Hal inilah yang menjadi faktor perselisihan di bidang industri.
Tetapi dalam Islam, hak milik mutlak atas segala-galanya ada pada
Tuhan, sebagaimana dijelaskan dalam QS ali-Imran (3: 189), yang artinya:
”Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi: dan Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu”. Manusia adalah khalifah Allah di muka bumi, dengan
demikian maka hak milik yang sah dari individu yang berupa kekayaan juga
merupakan bagian masyarakat, lagi pula kedaulatan negara juga di tangan
Allah, kepala negara adalah khalifah-Nya. Sesungguhnya persamaan seluruh
umat manusia dalam pandangan Allah menetapkan, sejenis peraturan hukum
yang membedakan negara Islam dari negara-negara sekuler. Dalam pola
masyarakat yang demikian, pengadilan tidak dapat menafsirkan undangundang menurut cara yang dikehendakinya, dan badan pembuat undangundang tidak boleh menetapkan setiap undang-undang berdasarkan suara
mayoritas saja. Sebenarnya seluruh perundang-undangan perilaku negara
harus konsisten dengan peraturan kitab suci al-Qur’an dan Sunnah. Dalam
119
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
keadaan yang demikian itu tidak ada kesempatan bagi pengisapan dan
ketidakadilan, tidak saja untuk kepentingan kaum buruh, tetapi juga untuk
kepentingan seluruh umat manusia, karena itu dilindungi dengan cara yang
sebaik mungkin.
Islam sangat menaruh perhatian pada kepentingan para majikan yang
dapat memberikan sumbangan positif bagi kesejahteraan masyarakat secara
keseluruhan yang dapat dilindungi dengan sebaik-baiknya, apabila karyawan
bertindak dengan jujur dan setia, dan para karyawan kerja dengan semangat.
Karena masyarakat modern hanyut ke arah materalisme tanpa mengabaikan
nilai hidup spiritual dan moral, maka sulitlah untuk mengarhkan pekerja agar
giat bekerja. Jelaslah bahwa terdapat suatu pertentangan kepentingan yang
berlangsung secara terus-menerus antar kelas dalam masyarakat modern.
Islam menghendaki pertumbuhan masyarakat yang berimbang, untuk itu
adanya hubungan yang harmonis antara majikan dan karyawan dianggap
sebagai prasarat mutlak. Itulah sebabnya maka Islam berusaha mendorong
agar para pekerja setia, jujur dan bersemangat kerja. Hadits yang diriwayatkan
oleh Ibn Majah, nabi Muhammad SAW bersabda:”Pendapatan terbaik adalah
pendapatan seorang pekerja yang melakukan pekerjannya dengan berhatihati, dan dia hormat kepada majikannya”. Sesungguhnya para abdi yang
menjalankan perintah majikan mereka dengan setiap sama golongannya
dengan mereka yang memberi derma. Ibn Musa meriwayatkan bahwa Nabi
Muhammad SAW bersabda: ”Bendaharawan setia yang membayar apa yang
diperintahkan dengan hati tulus adalah seperti seorang dermawan”.
Islam juga mengutuk penyelewenagan seorang karyawan atau
kecurangannya dalam mengambil sesuatu milik majikannya. Abu Hurairah
berkata, ”Nabi berdiri di antara kami, dan berbicara mengenai ketidak jujuran,
dia menyatakan jahatnya perbuatan itu. Katanya, ’Sesungguhnya aku tidak
melihat seorangpun di antara kalian pada hari kiamat menembik seperti
kambing, meringik seperti kuda, dan berseru ’Wahai Rasulullah! Datanglah
kemari, dan aku akan berkata, ’Aku tak dapat menolongmu, karena aku telah
menyempaikan amanat untukmu” (Bukhari).
Keadaan yang digambarkan di atas, mengenai kebangkitan kembali,
karena hal ini membicarakan tentang pengalaman jiwa dengan istilah fisik
yang arti pentingnya adalah setiap ketidakjujuran, besar atau kecil, pada
120
Bab VIII KETENAGAKERJAAN ISLAM
akhirnya akan diketahui dan dihukum. Maka di suatu negara Islam serikat
buruh yang dengan sesuka hatinya melakukan sabotase, seperti bermalasmalasan sampai melakukan tindakan kejahatan dengan merusak pabrik dan
peralatan, tidak boleh didukung. Bahkan suatu negara Islam, sesungguhnya
berhak menyusun undang-undang yang melarang serikat buruh untuk
mengikuti kegiatan anti sosial.
Islam juga menekankan pentingnya kemuliaan kerja, tidak hanya untuk
melindungi kepentingan para karyawan, tetapi juga untuk memaksimalkan
produksi. Nabi sendiri melakukan pekerjaan menggembala kambing di masa
remajanya. Ini membuktikan bahwa pekerjaan itu dianggap terhormat. Para
sahabat Nabi pun tidak pernah meremehkan perkerjaan seorang kuli. Abu
Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: ”Allah
tidak mengangkat Nabi, melainkan ia menggembala kambing. ”Sahabatsahabatnya berkata: Dan Anda ?” Dia berkata, ”Saya pernah menggembala
kambing untuk rakyat Mekah” ((Bukhari).
Dari kenyataan di atas, Islam mencoba untuk membuat kompromi yang
langgeng antara buruh dan majikan dengan memberikan nilai moral kepada
seluruh persoalan mengenai hubungan mereka, dan dengan menjadikan
kewajiban dari masing-masing pihak sebagai bagian dari iman. Dalam hal
ini Islam juga membuktikan dirinya lebih unggul daripada sekularisme yang
tidak berhasil membuat hubungan harmonis antara buruh dan majikan dalam
suatu mosaik sosial. Sifat hubungan industri telah membuktikan bahwa
Islam mengakui upah yang layak bagi para pekerja. Jika majikan berusaha
mengisap para pekerja, maka terbuka bagi mereka jalan musyawarah
bersama agar bisa mendapatkan upah yang layak dan dibenarkan oleh Islam,
karena jika buruh melakukan secara sendiri-sendiri akan mudah ditaklukkan,
mengingat kemampuan perundingannya sangat lemah. Serikat buruh dapat
memperbaiki kelemahan kedudukan perundingan antara para pekerja untuk
mengenyahkan penghisapan kapitalis, dengan demikian memungkinkan para
pekerja menaikkan upah mereka ke tingkat nilai penuh hasil bersih marjinal
mereka. Dalam suatu masyarakat Islam yang diperintah dengan baik, tidak
terdapat kebutuhan mendesak bagi angkatan kerjanya untuk memiliki
kekeuatan perundingan bersama karena peraturan kelambagaan akan
menimbulkan kekuatan dengan kondisi kerja yang cenderung layak dan adil.
121
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
Persoalan pemogokan masih menimbulkan pertentangan besar.
Karena persoalan ini sangat dipengaruhi oleh sikap seseorang terhadap
tatanan industri yang berlaku. Bagi mereka yang menganggap bahwa hak
milik pribadi dan pengelolaan oleh majikan sangat diperlukan, akan tetap
menganggap bahwa pemogokan harus dikekang, sedangkan bagi mereka yang
menyokong langkah-langkah ke arah persamaan hak dalam mendapatkan
kesempatan serta upah yang layak, akan lebih menyukai tambahan perluasan
hak untuk mogok karena hal ini akan merupakan sarana untuk mengurangi
kekuatan para majikan. Pemogokan lebih dari sekedar suatu penolakan kolektif
untuk membuat kontrak pekerjaan. Hal ini merupakan cara untuk melakukan
tekanan agar dapat tetap memegang pekerjaan lama dengan kondisi yang
lebih baik. Perbaikan kondisi mungkin berlaku dalam berbagai hal, misalnya:
untuk mendapatkan upah yang lebih tinggi, untuk mencegah penurunan upah,
mengubah jam kerja dan syarat-syarat kerja lainnya. Tekanan dapat bersifat
defensif, yaitu buruh hanya berusaha untuk mempertahankan kondisi berlaku
yang terancam, atau bersifat ofensif, yaitu dengan melakukan usaha untuk
memperbaiki syarat kerja yang berlaku. Hakikat tujuan para pemogok adalah
untuk mempertahankan posisi yang sama, sehingga pemogokan merupakan
suatu prosedur taktik untuk berjuang. Pada pokoknya hal ini digunakan karena
merupakan senjata perjuangan yang efektif.
Persoalan timbul mengenai samapi di mana hak mohok
diperkenankan berlanjut. Ini merupakan soal yang paloing ruwet dan
sulit karena tidak terdapat seperangkat asas yang mendasarinya dalam
membeikan penyelesaian yang memuaskan. Argumen pokok dari pihak yang
menganggap aksi mogok sebagai hal yang tidak perlu, alasannya antara
lain: pertama, banyak orang beranggapan bahwa posisi buruh di bawah
kapitalisme telah berubah secara fundamental. Selama peralihan masa
revolusi industri pertumbuhan ajaib produksi dibarengi oleh sikap yang hampir
menyeluruh mengabaikan kesejahteraan para pekerja di pabrik-pabrik. Kaum
buruh bekerja dari 12 sampai 16 jam sehari da pabrik-pabrik yang gelap,
dan penuh berdesak-desakan. Anak-anak kecil berumur 6 sampai 10 tahun
bekerja sejak subuh sampai petang. Untuk masa sekarang hal ini sudah
seharusnya tidak terjadi. Melalui hubungan industri telah muncul berbagai
cara seperti: usaha mendamaikan, usaha penengahan dan usaha arbitrase
122
Bab VIII KETENAGAKERJAAN ISLAM
sukarela dan wajib untuk mencapai penyelesaian yang bersahabat. Kedua,
para majikan menganggap mereka mempunyai hak mutlak untuk mengelola
perusahaannya sesuai dengan kehendaknya sendiri, walaupun berlawanan
dengan para pekerja mereka, sehingga para majikan beranggapan bahwa
aksi mogok adalah suatu pelanggaran yang tidak perlu. Ketiga, dikemukakan
bahwa aksi mogok itu merupakan senjata perjuangan yang paling efektif bagi
serikat buruh. Sesungguhnya ini tidak berguna, karena tidak akan mungkin
dapat mencapai tujuan yang dimaksud. Mereka mengemukakan bahwa serikat
buruh dibentuk dan dikuasai oleh segolongan kecil cendikiawan borjuis kelas
menengah. Pekerja-pekerja miskin yang hidup pada tingkat kelaparan, dihisap
oleh golongan borjuis atas nama kesejahteraan pekerja. Kenyataan bahwa
suatu gerakan serikat buruh tidak mampu mengembangkan suatu ideologi
bagi dirinya sendiri, sebagai akibat, pilihan haruslah antara mengizinkan
menjadi mangsa ideologi kelas menengah atau mengidroktinasinya dengan
intelektualisme sosialis. Selanjutnya para pekerja terpaksa menjadi pengikut
segelintis cendikiawan. Keempat, aksi mogok serikat buruh hanya akan
menguntungkan segolongan kecilpekerja industri, terutama di negaranegara yang belum berkembang, dengan mendistribusikan pendapatan bagi
kepentingan mereka, karena sebagian besar penghidupan pekerja tergantung
pada sektor pertanian.
Dengan adanya tatanan perkembangan industri yang berlaku, hak
untuk mogok dan memecat pada prinsipnya dapat diakui karena setiap
kemajuan apa pun yang menuju perkembangan industri berdasarkan garis
Islam menghendaki kesempatan sepenuh mungkin bagi para majikan
maupun buruh. Tetapi sejauh manakah hak untuk mogok dan memecat
dapat diperkenankan ? Seluruh masalahnya tergantung pada sejumlah
variabel seperti tingkat pemusatan tenaga industri yang ada, tingkat dan
tahap perkembangan gerakan buruh, tingkatan kesenjangan dan pendapatan
masyarakat, tingkat kesadaran Islami terhadap etika kerja. Penghayatan nilainilai Islam yang baik akan berdampak pada penilaian terhadap persoalan
pemogokan dan penutupan tempat kerja menjadi relatif tidak penting, tentunya
dengan memasukkan nilai-nilai Islam ke dalam kerangka pengembangan
industri yang terdapat di negara-negara Islam.
123
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
C. Konsep Pengupahan: Islam Vs Konvensional
Masalah pengupahan adalah masalah yang tidak pernah selesai
diperdebatkan oleh pihak manajemen, apapun bentuk organisasinya. Upah
seolah-olah merupakan kata-kata yang selalu membuat pihak manajemen
perusahaan berpikir ulang dari waktu ke waktu untuk menetapkan kebijakan
tentang upah. Upah juga yang selalu memicu konflik antara pihak manajemen
dengan karyawan seperti yang banyak terjadi akhir-akhir ini. Hal yang juga
tidak kalah pentingnya dari manajemen pengupahan adalah perbedaan
tingkat besar upah yang diterima. Banyak terjadi kasus dimana seorang
karyawan yang protes kepada pihak manajemen akibat gajinya lebih kecil
daripada pegawai baru, padahal pekerjaannya sama. Diantaranya adalah
seperti yang terjadi di salah satu perusahaan di Jakarta pada tahun 2003.
Perusahaan tersebut menerapkan kebijakan bagi pegawai baru, bahwa
penentuan gaji pegawai baru didasarkan atas bargaining pada saat masuk
kerja. Pengalaman kerja dan imbalan yang diterima di tempat lain menjadi
pertimbangan untuk penentuan gaji pegawai baru tersebut. Fakta yang terjadi
akibat kebijakan baru itu adalah timbulnya keresahan pada pegawai lama
yang merasa tidak dihargai perusahaan karena gajinya lebih kecil daripada
pegawai baru, padahal pekerjaannya sama. Ada juga fakta bahwa bonus
yang dibagikan kepada karyawan menimbulkan protes karyawan. Seharusnya
jika perusahaan memberikan bonus kepada karyawan karena perusahaan
untung, maka karyawan bersyukur dan berterimakasih kepada perusahaan.
Tetapi yang terjadi di salah satu perusahaan di Jakarta tahun 2003 adalah
sebaliknya, karyawan protes terhadap kebijakan pembagian bonus.
Perusahaan menetapkan kebijakan bahwa sebesar 80% laba perusahaan
dikembalikan kepada karyawan. Jika laba operasional sebesar 1 milyar
rupiah, dikembalikan 800 juta rupiah dalam bentuk bonus. Beberapa karyawan
protes karena bonus yang diterimanya lebih kecil dari yang diharapkannya.
Sebagian lagi protes karena pada karyawan yang pekerjannya dan tugasnya
sama, bonus yang diberikan berbeda-beda.
Dalam kondisi yang telah diuraikan, maka konsep manajemen syariah
dalam pengupahan karyawan perusahaan menjadi penting untuk dikaji,
bagaimana sebenarnya syariat menggariskan aturan tentang pengupahan
tersebut.
124
Bab VIII KETENAGAKERJAAN ISLAM
Gambar 8.1
Kajian Syariah tentang Upah
Sumber: Tanjung (2005)
Berkaitan dengan kajian syariah, ada tiga hal yang digunakan sebagai
pisau untuk menganalisis praktek manajemen pengupahan. Pertama, aspek
normatif dengan rujukan al-Qur’an dan Hadits. Kedua, kaidah-kaidah hukum,
dan ketiga pandangan-pandangan Fiqh. Dalam aspek normatif, terdapat
norma dari tinjauan hukum atau ahkam, baik hasil kajian dengan pendekatan
harfiah, pendekatan kontekstual antara satu nash dengan nash yang lain, dan
kadang didukung dengan analitis filosofis, seperti pendekatan jumhur ulama
dan normatif dari tinjauan akhlak (Yunus, 1973).
Upah menurut pengertian barat terkait dengan pemberian imbalan
kepada pekerja tidak tetap, atau tenaga buruh lepas, seperti upah buruh lepas
di perkebunan kelapa sawit, upah pekerja bangunan yang dibayar mingguan
atau bahkan harian. Sedangkan gaji menurut pengetian barat terkait dengan
imbalan uang yang diterima oleh karyawan atau pekerja tetap dan dibayarkan
sebulan sekali. Dalam pengertian barat, perbedaan upah dan gaji terletak pada
jenis karyawannya (tetap atau tidak tetap) dan sistem pembayarannya (bulanan
atau harian). Konvensi ILO nomer 100, menyatakan bahwa: ”Upah atau gaji
125
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
biasa, pokok atau minimum dan setiap jumlah tambahan yang dibayarkan
langsung atau tidak langsung, apakah dalam bentuk uang tunai atau barang
oleh pengusaha kepada pekerja dalam kaitannya dengan hubungan kerja”.
Sedangkan menurut Dewan Penelitian Perupahan Nasional, ”Upah adalah
suatu penerimaan sebagai imbalan dari pemberi kepada penerima kerja untuk
suatu pekerjaan atau jasa yang telah dan akan dilakukan, berfungsi sebagai
jaminan kelangsungan hidup yang layak bagi kemanusiaan dan produksi,
dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu
persetujuan, undang-undang dan peraturan dan dibayarkan atas dasar suatu
perjanjian kerja antara pemberi kerja dan penerima kerja (Ruki, 2001).
Dalam perbedaan pengertian upah dan gaji menurut konsep barat, maka
Islam menggariskan upah dan gaji lebih komprehensif dari pada barat. Allah
SWT menggariskan tentang imbalan dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat
105, yang artinya: ”Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rosul-Nya serta orangorang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan
kepada Allah Yang Mengetahui akan ghaib dan yang nyata, lalu diberikan-Nya
kepada kamu apa yang kamu kerjakan”. Dalam menafsirkan surat at-Taubat
ayat 105 , menurut Qurais Shihab dalam tafsir al-Misbah: ”bekerjalah kamu”
demi karena Allah semata dengan aneka amal yang saleh dan bermanfaat,
baik untuk diri kamu maupun untuk masyarakat umum, maka Allah akan
melihat yakni menilai dan memberi ganjaran amal kamu itu. Memperhatikan
tafsir di atas, bahwa amalan yang kita lakuka akan mendapatkan ganjaran
atau imbalan atau kompensasi.
Dalam QS an-Nahl ayat 97 dijelaskan bahwa: ”Barang siapa yang
mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik dan sesungguhnya akan kami berikan balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. Dalam
menafsirkan surat an-Nahl ayat 97 ini, Quraish Shihab menjelaskan dalam
kitabnya Tafsir Al-Misbah sebagai berikut: ”Barang siapa yang mengerjakan
amal saleh apapun jenis kelaminnya, baik laki-laki maupun perempuan,
sedang dia adalah mukmin yakni amal yang dilakukannya lahir atas dorongan
keimanan yang shahih, maka sesungguhnya pasti akan Kami berikan
kepadanya masing-masing kehidupan yang baik di dunia ini dan sesunggunya
126
Bab VIII KETENAGAKERJAAN ISLAM
akan Kami berikan balasan kepada mereka semua di dunia dan di akhirat
dengan pahala yang lebih baik dan berlipat ganda dari apa yang telah mereka
kerjakan”.
Balasan dalam keterangan di atas adalah balasan di dunia dan di akherat.
Ayat ini menegaskan bahwa balasan atau imbalan bagi mereka yang beramal
saleh adalah imbalan dunia dan imbalan akherat. Amal shaleh sendiri oleh
didefinisikan sebagai segala perbuatan yang berguna bagi pribadi, keluarga,
kelompok dan manusia secara keseluruhan. Sementara menurut Syeikh AzZamakhsari, amal saleh adalah segala perbuatan yang sesuai dengan dalil
akal, al-Qur’an dan atau Sunnah Nabi Muhammad SAW. Menurut definisi
Muhammad Abduh dan Zamakhsari di atas, maka seorang yang bekerja
pada suatu badan usaha dapat dikategorikan sebagai amal saleh, dengan
syarat perusahaannya tidak memproduksi/menjual atau mengusahakan
barang-barang yang haram. Dengan demikian, maka seorang karyawan yang
bekerja dengan benar, akan menerima dua imbalan, yaitu imbalan di dunia
dan imbalan di akherat. Dijelaskan dalam QS al-Kahfi ayat 30, yang artinya:
”Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal saleh tentulah Kami tidak
akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya)
dengan baik.
Berdasarkan tiga ayat yang telah diuraikan (at-Taubah:105, an-Nahl:97,
dan al-Kahfi:30), maka imbalan dalam konsep Islam menekankan pada dua
aspek, yaitu dunia dan akherat. Tetapi hal yang paling penting, adalah bahwa
penekanan kepada akherat itu lebih penting daripada penekanan terhadap
dunia (dalam hal ini materi). Surat at-Taubah ayat 105, menjelaskan bahwa
Allah memerintahkan kita untuk bekerja, dan Allah pasti membalas semua
apa yang telah kita kerjakan asalkan dilakukan dengan motivasi dan niat
bekerja dengan benar. Sebab kalau motivasi bekerja tidak benar , Allah akan
membalas dengan cara memberi azab, sebaliknya kalau motiviasi dilakukan
dengan benar, maka Allah akan membalas pekerjaan itu dengan balasan yang
lebih baik dari apa yangkita kerjakan. Lebih jauh QS an-Nahl menjelasakan
bahwa tidak adal perbedaan gender dalam menerima upah atau balasan dari
Allah. Ayat ini menegaskan bahwa tidak ada diskriminasi upah dalam Islam,
jika mereka mengerjakan pekerjaan yang sama. Hal yang menarik dari ayat
ini adalah balasan Allah langsung di dunia (misal: kehidupan yang baik, rejeki
127
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
yang halal) dan balasan di akherat (pahala). Sementara surat al-Kahfi ayat
30 menegaskan bahwa balasan terhadap pekerjaan yang telah dilakukan
manusia, pasti Allah balas dengan adil. Allah tidak akan berlaku zalim dengan
cara menyia-nyiakan amal hamba-Nya.
Konsep keadilan dalam upah inilah yang sangat mendominasi dalam
setiap praktek yang pernah terjadi di negeri Islam. Lebih lanjut kalau kita lihat
hadits Rasulullah SAW tentang upah yang diriwayatkan oleh Abu Dzar bahwa
Rasulullah SAW bersabda:
”Mereka (para budak dan pelayanmu) adalah saudaramu, Allah
menempatkan mereka di bawah asuhanmu; sehingga barang siapa
mempunyai saudara di bawah asuhannya maka harus diberinya makan
seperti apa yang dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian seperti apa
yang dipakainya (sendiri); dan tidak membebankan pada mereka dengan
tugas yang sangat berat, dan jika kamu membebankannya dengan tugas
seperti itu, maka mereka dengan tugas yang sangat berat, dan jika kamu
membebankannya dengan tugas seperti itu, maka hendaklah membantu
mereka (mengerjakannya). (HR. Muslim).
Dari hadits ini dapat didefinisikan bahwa upah yang sifatnya materi
(upah di dunia) mestilah terkait dengan keterjaminan dan ketercukupan
pangan dan sandang. Perkataan: ”harus diberinya makan seperti apa yang
dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian seperti apa yang dipakainya
(sendiri)”, bermakna bahwa upah yang diterima harus menjamin makan dan
pakaian karyawan yang menerima upah. Dalam hadits lain, diriwayatkan dari
Mustawrid bin Syadad, Rasulullah SAW bersabda:
”Siapa yang menjadi pekerja bagi kita, hendaklah ia mencarikan
isteri (untuknya); seorang pembantu bila tidak memilikinya, hendaklah ia
mencarikannya untuk pembantunya. Bila ia tidak mempunyai tempat tinggal,
hendaklah ia mencarikan tempat tinggal. Abu Bakar mengatakan: Diberitakan
kepadaku bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: ”Siapa yang mengambil
sikap selain itu, maka ia adlah seorang yang keterlaluan atau pencuri”. (HR
Abu Daud).
Hadits ini menegaskan bahwa papan (tempat tinggal) merupakan
kebutuhan azasi bagi para karyawan. Bahkan menjadi tanggung jawab majikan
128
Bab VIII KETENAGAKERJAAN ISLAM
juga untuk mencarikan jodoh bagi karyawannya yang masih lajang. Sehingga
dari ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits yang telah dijelaskan, maka defenisi
upah (Tanjung, 2005): Upah adalah imbalan yang diterima seseorang atas
pekerjannya dalam bentuk imbalan materi di dunia (adil dan layak) dan dalam
bentuk imbalan pahala di akherat (imbalan yang lebih baik).
Dari uraian di atas, paling tidak terdapat dua perbedaan kosep upah
antara barat dan islam: pertama, Islam melihat upah sangat besar kaitannya
dengan konsep moral, sementara barat tidak. Kedua, upah dalam Islam
melihat tidak hanya sebatas materi (kebendaan atau keduniaan) tetapi
menembus batas kehidupan, yakni berdimensi akherat yang disebut dengan
pahala, sementara barat tidak. Adapun persamaan kedua konsep upah antara
barat dan Islam adalah adanya prinsip keadilan dan prinsip kelayakan.
D. Keadilan Upah menurut Islam
Organisasi yang menerapkan prinsip keadilan dalam pengupahan
mencerminkan organisasi yang dipimpin oleh orang-orang bertaqwa. Konsep
adil ini merupakan ciri-ciri organisasi yang bertaqwa. Al-Qur’an menegaskan
dalam QS al-Maidah:8, yang artinya: ”Berbuatlah adil, karena adil itu lebih
dekat kepada Taqwa”. Adil juga memiliki beberapa dimensi, diantaranya adil
juga berarti jelas, selain itu juga bermakna transparan. Hal ini dijelaskan dalam
QS al-Baqarah:282, yang artinya:
”Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah[179] tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.
dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan
benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah
mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang
berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun
daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya
atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan,
Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah
dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada
dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari
saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang
129
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan)
apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik
kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu,
lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada
tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika
mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka
tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah
apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit
menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal
itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah
mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu”.
Terkait dengan transparansi, disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan
oleh HR. Baihaqi, ”Berikanlah gaji kepada pekerja sebelum kering keringatnya,
dan beritahukan ketentuan gajinya, terhadap apa yang dikerjakan”. Dari ayat
dan hadits yang telah disebutkan di atas, dapat diketahui bahwa prinsip
utama keadilan terletak pada kejelasan aqad (transaksi) dan komitmen
melakukannya. Aqad dalam perburuhan adalah aqad yang terjadi antara
pekerja dengan pengusaha. Artinya, sebelum pekerja dipekerjakan, harus
jelas dulu bagaimana upah yang akan diterima oleh pekerja. Upah tersebut
meliputi besarnya upah dan tata cara pembayaran upah. Khusus untup
pembayaran upah, Rasulullah bersabda: ”Dari Abdillah bin Umar, Rasulullah
bersabda: ”Berikanlah upah orang upahan sebelum kering keringatnya”. (HR
Ibnu Majah dan Imam Thabrani).
Dalam menjelaskan hadits tersebut, Syeikh Yusuf Qardhawi dalam
kitabnya Pesan Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, menjelaskan
bahwa sesungguhnya seorang pekerja hanya berhak atas upahnya jika ia
telah menunaikan pekerjaannya dengan semestinya dan sesuai dengan
kesepakatan, karena umat Islam terikat dengan syarat-syarat antar mereka
kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang
haram. Namun, jika ia membolos bekerja tanpa alasan yang benar atau
sengaja menunaikannya dengan tidak semestinya, maka sepatutnya hal
itu diperhitungkan atasnya (dipotong upahnya) karena setiap hak dibarengi
dengan kewajiban. Selama ia mendapatkan upah secara penuh, maka
130
Bab VIII KETENAGAKERJAAN ISLAM
kewajibannya juga harus dipenuhi. Sepatutnya hal ini dijelaskan secara detail
dalam peraturan kerja yang menjelaskan masing-masing hak dan kewajiban
kedua belah pihak. Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa upah atau gaji
merupakan hak karyawan selama karyawan tersebut bekerja dengan baik.
Jika pekerja tersebut bekerja tidak benar, maka gajinya dapat dipoting atau
disesuaikan. Hal ini menjelaskan kepada kita bahwa selain hak karyawan
memperoleh upah atas apa yang diusahakannya, juga hak perusahaan untuk
memperoleh hasil kerja dari karyawan dengan baik. Bahkan Syeikh Qardawi
mengatakan bahwa bekerja yang baik merupakan kewajiban karyawan
atas hak upah yang diperolehnya, demikian juga, memberi upah merupakan
kewajiban perusahaan atas hak hasil kerja karyawan yang diperolehnya. Dalam
keadaan masa kini, maka aturan-aturan bekerja yang baik itu, dituangkan
dalam buku Pedoman Kepegawaian yang ada di masing-masing perusahaan.
Hadits lain yang menjelaskan tentang pembayaran upah adalah:
”Allah telah berfirman ada tida jenis manusia dimana Aku adalah musuh
mereka nanti di hari kiamat. Pertama, adalah orang yang membuat komitmen
akan memberi atas nama-Ku, kemudian ia tidak memenuhinya. Kedua, orang
yang menjual seorang manusia bebas (bukan budak), lalu memakan uangnya.
Ketiga, adalah orang yang menyewa seorang upahan dan mempekerjakan
dengan penuh, tetapi tidak membayar upahnya (HR. Bukhari).
Hadits di atas menegaskan tentang waktu pembayaran upah, agar
sangat diperhatikan. Keterlambatan pembayaran upah, dikategorikan sebagai
perbuatan zalim dan orang yang tidak membayar upah para pekerjanya
termasuk orang yang dimusuhi oleh Nabi SAW pada hari kiamat. Dalam hal
ini, Islam sangat menghargai waktu dan sangat menghargai tenaga seorang
karyawan atau buruh.dan
Adil juga bermakna proporsional, hal ini dijelaskan dalam beberapa
ayat al-Qur’an. QS al-Ahqaf: 19, menjelaskan bahwa: ”Dan bagi masingmasing mereka derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan dan agar
Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka
sedang mereka tiada dirugikan. Ayat lain menjelaskan : ”Dan kamu tidak
dibalas, melainkan dengan apa yang telah kamu kerjakan” (QS Yaasin:54).
QS an-Najm:39 menerangkan pula: ”Bahwasannya seorang manusia tiada
131
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”. Ayat-ayat ini menegaskan
bahwa pekerjaan seseorang akan dibalas menurut berat pekerjaannya itu.
Konteks ini yang oleh pakar manajemen barat diterjemahkan menjadi equel
pay for equel job, yang artinya upah yang sama untuk jenis pekerjaan yang
sama. Jika ada dua orang atau lebih mengerjakan pekerjaan yang sama, maka
upah mereka mesti sama. Prinsip ini telah menjadi hasil konvensi International
Labor Organization (ILO) nomor 100. sistem penggajian HAY atau yang sering
disebut HAY System, telah menerapkan konsep ini. Siapapun pekerja atau
karyawannya, apakah tua atau muda, berpendidikan atau tidak, selagi mereka
mengerjakan pekerjaan yang sama, maka mereka akan dibayar dengan upah
yang sama.
Jika pengupahan yang adil berbicara tentang kejelasan, transparansi
dan proporsionalitas ditinjau dari berat pekerjaannya, maka layak
berhubungan dengan besaran yang diterima. Jika ditinjau dari hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Dzar bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Mereka (para
budah dan pelayanmu) adalah saudaramu, Allah menempatkan mereka di
bawah asuhanmu, sehingga barang siapa mempunyai saudara di bawah
asuhannya maka harus diberinya makan seperti apa yang dimakannya
(sendiri) dan memberi pakaian sepeerti apa yang dipakainya (sendiri); dan
tidak membemankan pada mereka dengan tugas yang sangat berat, dan jika
kamu membebankannya dengan tugas seperti itu, maka hendaklah membantu
mereka (mengerjakannya)”. (HR. Muslim).
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Mustawrid bin Syadad,
Rasulullah bersabda: ”Aku mendengar Nabi Muhammad SAW bersabda:
”Siapa yang menjadi pekerja bagi kita, hendaklah ia mencarikan istri untuknya;
seorang pembantu bila tidak memilikinya, hendaklah ia mencarikannya
untuk pembantunya. Bila ia tidak mempunyai tempat tinggal, hendaklah ia
mencarikan tempat tinggal. Abu Bakar mengatakan: ”Diberitakan kepadaku
bahwa Nabi Muhammad bersabda: ”Siapa yang mengambil sikap selain itu,
maka ia adalah seorang yang keterlaluan atau pencuri”. (HR. Abu Daud).
Dari dua hadits di atas, dapat diketahui bahwa kelayakan upah yang
diterima oleh pekerja dilihat dari tiga aspek, yaitu: pangan (makanan),
sandang (pakaian), dan papan (tempat tinggal). Bahkan bagi pegawai
atau karyawan yang masih belum menikah, menjadi tugas majikan yang
132
Bab VIII KETENAGAKERJAAN ISLAM
mempekerjakannya untuk mencarikan jodohnya. Artinya, hubungan antara
majikan dengan pekerja bukan hanya sebatas hubungan pekerjaan formal,
tetapi karyawan sudah dianggap merupakan keluarga majikan. Konsep
menganggap karyawan sebagai keluarga majikan merupakan konsep islam
yang lebih dar 14 abad yang lalu telah dicetuskan. Konsoep ini dipakai oleh
pengusaha-pengusaha Arab pada masa lalu, dimana mereka (pengusaha
muslim) seringkali memperhatikan kehidupan karyawannya di luar lingkungan
kerjanya. Hal inilah yang sangat jarang dilakukan saat ini. Wilson menulis
dalam bukunya yang berjudul Islamic Business Theory and Practice yang inti
adalah: walaupun perusahaan itu bukanlah perusahaan keluarga, para majikan
Muslimin acapkali memperhatikan kehidupan karyawan di luar lingkungan
kerjanya, hal ini sulit untuk dipahami para pengusaha barat. Konsep inilah
yang sangat berbeda dengan konsep upah menurut barat.
Konsep upah menurut Islam, tidak dapat dipisahkan dari konsep moral.
Mungkin sah-sah saja jika gaji seorang pegawai di barat sangat kecil karena
pekerjaannya sangat remeh (misal: cleaning service). Tetapi dalam konsep
Islam, meskipun cleaning service, tetapi faktor layak menjadi pertimbangan
utama dalam menentukan berapa upah yang akan diberikan.
Terdapat ayat qur’an yang berbunya: ”Dan janganlah kamu merugikan
manusia akan hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi
membuat kerusakan (QS. Asy-Syua’ra: 183). Ayat tersebut bermakna bahwa
janganlah seseorang merugikan orang lain, dengan cara mengurangi hak-hak
yang seharusnya diperolehnya. Dalam pengertian yang lebih jauh, hak-hak
dalam upah bermakna bahwa janganlah mempekerjakan upah seseorang,
jauh di bawah upah yang biasanya diberikan.
Dari uraian upah menurut konsep Islam, maka dapat digambarkan
bagaimana konsep upah dalam Islam, seperti terdapat dalam Gambar 2.
Dapat dilihat bahwa upah dalam konsep Islam memiliki dua dimensi,
yaitu dimensi dunia dan dimensi akherat. Untuk menerapkan upah dalam
dimensi dunia, maka konsep moral merupakan hal yang sangat penting agar
pahala dapat diperoleh sebagai dimensi akherat dari upah tersebut, jika
133
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
Gambar 8.2
Upah Menurut Syariah
moral diabaikan, maka dimensi akherat tidak akan tercapai. Oleh karena itu
konsep moral diletakkan pada kotak paling luar, yang artinya konsep moral
diperlukan untuk menerapkan upah dimensi dunia agar upah dimensi akherat
dapat dicapai. Dimensi upah di dunia dicirikan oleh dua hal, yaitu adil dan
layak. Adil bermakna bahwa upah yang diberikan harus jelas, transparan dan
proporsional. Layak bermakna bahwa upah yang diberikan harus mencukupi
kebutuhan pangan, sandang, dan papan serta tidak jauh berada bi bawah
pasaran. Aturan manajemen upah ini perlu didudukkan pada posisinya
agar memudahkan bagi kaum muslimin atau pengusaha muslim dalam
mengimplementasikan manajemen syariah dalam pengupahan karyawannya
di perusahaan.
Upah menurut barat adalah upah atau gaji biasa, pokok atau minimum
dan setiap emolumen tambahan yang dibayarkan langsung atau tidak
langsung, apakah dalam bentuk uang tunai atau barang, oleh pengusaha
kepada pekerja dalam kaitan dengan hubungan kerja. Sedangkan upah
menurut Islam adalah imbalan yang diterima seseorang atas pekerjaannya
134
Bab VIII KETENAGAKERJAAN ISLAM
dalam bentuk imblan materi di dunia (adil dan layak) dan dalam bentuk
imbalan pahala di akherat (imbalan yang lebih baik).
Perbedaan pandangan terhadap upah antara barat dan Islam terletak
dalam dua hal, pertama: Islam melihat upah sangat besar kaitannya dengan
konsep moral, sementara barat tidak. Kedua, upah dalam Islam tidak hanya
sebatas materi, tetapi menembus batas kehidupan, yakni berdimensi akherat
yang disebut dengan pahala, sementara barat tidak. Adapun kesamaan
konsep upah antara barat dan Islam terletak pada prinsip keadilan (justice)
dan prinsip kelayakan (kecukupan). Sehingga rambu-rambu pengupahan
dalam Islam bermakna dua hal, yaitu (1) jelas dan transparan, (2) proporsional.
Sedangkan layak bermakna dua hal, (1) cukup pangan, sandang dan papan,
(2) sesuai dengan pasaran.
E. Hubungan Pengelolaan Lingkungan dan Penyerapan Tenaga
Kerja
Pengelolaan lingkungan berpengaruh signifikan terhadap penyerapan
tenaga kerja (Budhi, 2010). Hasil penelitian ini mendukung penelitian
terdahulu dari Rao (2004) yang menyatakan bahwa pengelolaan lingkungan
berpengaruh signifikan terhadap permintaan karyawan dengan kriteria
berkomitmen terhadap lingkungan. Penelitian Hanna (200) juga menyatakan
adanya pengaruh signifikan antara pengelolaan lingkungan keterlibatan
karyawan.
Makna yang terkandung dalam pembuktian tersebut adalah, bahwa
dengan semakin baiknya Pengelolaan Lingkungan dalam Industri Konveksi
Islami di Jawa Tengah akan semakin memberikan pengaruh yang positif
dan signifikan terhadap Kinerja Lingkungan. Demikian pula sebaliknya,
apabila dalam Pengelolaan Lingkungan tidak dilakukan dengan baik, maka
akan berdampak pada Kinerja Lingkungan yang negatif dan merugikan bagi
Industri Konveksi Islami. Perbaikan pada Pengelolaan Lingkungan dapat
difokuskan pada peningkatan inisiatif terhadap masalah-masalah lingkungan,
meningkatkan keterlibatan karyawan dalam meminimasi dampak lingkungan
yang ditimbulkan oleh kegiatan produksi, dan meningkatkan integrasi
dengan supplier dalam pengadaan material-material yang ramah lingkungan.
Sementara peningkatan Penyerapan Tenaga Kerja terjadi pada penyerapan
135
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
tenaga kerja tetap maupun tenaga kerja borongan.
Oleh karena itu hasil pengujian hipotesis melalui analisis jalur dengan
koefisien path standardize atau koefisien jalur terbukti bahwa Penyerapan
Tenaga Kerja berpengaruh signifikan terhadap Kesejahteraan Karyawan.
Temuan hasil penelitian mendukung temuan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Hanna (2000) yang menyatakan bahwa penyerapan tenaga
kerja berpengaruh signifikan terhadap tingkat keamanan, kesehatan, dan
moral karyawan. Makna yang terkandung dalam pembuktian tersebut adalah,
bahwa dengan semakin baiknya Penyerapan Tenaga Kerja dalam Industri
Konveksi Islami di Jawa Tengah akan semakin memberikan pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap Kesejahteraan Karyawan. Demikian pula
sebaliknya, apabila dalam Penyerapan Tenaga Kerja tidak dilakukan dengan
baik, maka akan berdampak pada Kesejahteraan Karyawan yang negatif dan
merugikan bagi Industri Konveksi Islami. Perbaikan pada Penyerapan Tenaga
Kerja dapat difokuskan pada pemberian kesempatan bagi masyarakat sekitar,
baik sebagai tenaga kerja tetap maupun tenaga kerja borongan.
136
Bab IX KESEJAHTERAAN ISLAM
9
Kesejahteraan islam
A. Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan
Sistem ekonomi Islam merupakan sistem ekonomi yang mandiri, jadi
bukan sistem ekonomi liberal, komunis, sosialis maupun sistem ekonomi
campuran.
Terdapat tiga perbedaan mendasar sistem ekonomi Islam dengan
sistem ekonomi yang lain (Zadjuli, 2007), yaitu:
1. Asumsi dasar dalam sistem Ekonomi Islam adalah syariah Islam yang
diberlakukan secara menyeluruh baik terhadap individu, keluarga,
kelompok masyarakat, usahawan, dan pemerintah dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya baik untuk keperluan jasmani maupun rohaniah.
2. Penerapan sistem Ekonomi Islam adalah asas efisiensi dan manfaat
dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan alam.
3. Motif Ekonomi Islam adalah mencari keberuntungan di dunia dan di akhirat
selaku Khalifatullah dengan jalan beribadah dalam arti luas.
Tujuan ekonomi Islam adalah merealisasikan tujuan manusia untuk
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat (falah), serta kehidupan yang baik
dan terhormat (hayyatan toyyibah). Demikianlah pandangan Islam tentang
kesejahteraan. Falah memiliki berbagai arti, diantaranya: berkembang pesat,
menjadi bahagia, memperoleh keberuntungan atau kesuksesan atau menjadi
sukses. Falah menyangkut konsep yang bersifat dunia dan akhirat. Untuk
kehidupan dunia, falah mencakup tiga pengertian (Anto, 2003), antara lain:
kelangsungan hidup (baqa’), kebebasan dari kemiskinan (ghana), serta
kekuatan dan kehormatan (’izz). Sementara itu untuk kehidupan akhirat, falah
mencakup pengertian kelangsungan hidup yang abadi, kesejahteraan abadi,
kemuliaan abadi, dan pengetahuan yang bebas dari segala kebodohan.
137
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
Falah mencakup berbagai aspek, antara lain: spiritualitas dan moralitas,
ekonomi, sosial dan budaya, serta politik, baik yang dicapai di dunia maupun
di akhirat. Misalnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup, manusia
membutuhkan: faktor biologis; kesehatan fisik atau bebas dari penyakit. Faktor
ekonomis; memiliki sarana kehidupan, pendapatan, dan selera. Faktor sosial;
persaudaraan dan hubungan antar personal yang harmonis. Untuk tataran
makro menuntut adanya keseimbanan ekologi, lingkungan yang higienis,
manajemen lingkungan hidup.
Zadjuli (2007), menyatakan bahwa paradigma dasar dalam ekonomi
Islam lebih memberikan tekanan pada nilai moral, kebersamaan dalam
berperikemanusiaan serta keadilan dalam kesejahteraan sosial dan ekonomi.
Kebutuhan manusia secara riil baik untuk kebutuhan hidup primer, skunder
maupun tersier adalah terbatas, sementara alat pemenuhan kebutuhan
manusia dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi
tidak terbatas sehingga akan menimbulkan kemitraan diantara para pelaku
ekonomi.
Dalam sistem ekonomi yang holistik, terdapat empat fungsi sistem
ekonomi Islam (Zadjuli, 2007), yaitu:
1. Memerangi Kebodohan
Islam memandang bahwa orang yang bodoh adalah orang yang tidak
berakal, artinya orang yang tidak memfungsikan akalnya secara baik, yaitu
orang yang menyembah, berbakti, takut, bekerja, dan beribadah selain
kepada Allah SWT. Jadi ukuran kebodohan seseorang bukan dari sudut
tidak bisa membaca, menulis dan berhitung, namum lebih menekankan
pada ibadah dan amal dengan mengikuti sunatullah.
2. Memerangi Kemiskinan
Pengertian orang kaya cenderung dikonotasikan dengan orang yang
memiliki banyak harta benda (uang, kendaraan, tanah, rumah, saham dan
lain sebagainya). Sementara pengertian kaya yang sebenarnya menurut
Islam adalah apabila sebagian besar rizki yang diperoleh dan sekaligus
merupakan titipan dari Allah tersebut telah diberikan kepada 8 (delapan)
asnab yang memerlukan, yaitu: fakir, miskin, orang kehabisan bekal di
perjalanan, orang terlilit hutang, mualaf, budak, fisabilillah dan amil zakat.
3. Memerangi Kesakitan
Orang sakit dalam pandangan Islam dimaknakan dengan orang-orang
yang telah tertutup atau terkunci mata, telinga, hati dan kalbunya. Tersirat
dalam QS al-Baqarah ayat 7, yang artinya: ”Allah Telah mengunci-mati hati
dan pendengaran mereka[20], dan penglihatan mereka ditutup[21]. dan
bagi mereka siksa yang amat berat.
Mengunci mati hati seseorang diartikan bahwa orang tersebut tidak dapat
138
Bab IX KESEJAHTERAAN ISLAM
menerima petunjuk, da segala macam nasehatpun tidak akan berbekas
padanya. Sementara makna penglihatan yang ditutup, artinya mereka tidak
dapat memperhatikan dan memahami ayat-ayat al-Qur’an yang mereka
dengar dan tidak dapat mengambil pelajaran dari tanda-tanda kebesaran
Allah yang mereka lihat di cakrawala, di permukaan bumi dan pada diri
mereka sendiri.
4. Memerangi Kebathilan
Pola hidup sekulerisme yang syarat tuntutan nafsu guna memiliki harta
benda sebanyak mungkin dan mencari kedudukan setinggi mungkin, telah
memposisikan manusia untuk mendapatkan dengan berbagai cara yang
melanggar norma-norma agama. Manusia dalam melaksanakan tugas
dan kewajiban hidup di dunia pada dasarnya hanya sementara dengan
berbagai macam cobaan dan ujian dari Allah, dan jika manusia dapat
melaluinya dengan ikhlas, insya Allah akan selamat dunia dan akhirat.
Sebagaimana firman Allah dalam QS al-Qhashas, ayat: 77:
Artinya: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang
lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan.
Sementara itu menurut Chapra (2000), tujuan syariah adalah
meningkatkan kehidupan yang lebih baik terhadap seluruh umat manusia.
Terdapat lima tujuan yang harus dilalui, yaitu melalui perlindungan terhadap
iman atau agama (din), kebahagiaan (nafs), intelektualitas (’aql), nasl), dan
kesejahteraan (mal). Kelima tujuan syariah ini dapat dicapai dengan usaha
keras seluruh manusia. Dalam tujuan syariah, perlindungan terhadap iman
atau agama ditempatkan yang pertama, karena akan memberikan worldview
yang bertendensi mempengaruhi kepribadian seluruh manusia, perilakunya,
gaya hidup, selera, preferensi, dan sikap terhadap manusia lain, sumber daya,
dan lingkungan. Agama akan memberikan keseimbangan antara kepentingan
material dan spiritual manusia. Disamping itu juga sebagai saringan moral,
sehingga manusia mampu menggunakan sumberdaya secara lebih bernilai.
139
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
B. Kesejahteraan menurut islam
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting dalam produksi.
Kekayaan alam suatu negara tidak dapat dimanfaatkan, kecuali ditangani
oleh tenaga kerja yang trampil. Alam menyediakan sumber daya yang
melimpah, tetapi tanpa kerja keras manusia, semuanya tidak akan dapat
diambil manfaatnya. Kemampuan manusia untuk mengolah sumberdaya alam
pada dasarnya akan dimanfaatkan untuk kemakmuran seluruh penduduk
bumi. Mengingat pentingnya tenaga kerja dalam memproduksi kekayaan, alQur’an memberi tekanan yang besar terhadap masalah tenaga kerja, seperti
yang dijelaskan dalam QS. Al-Najm ayat 39, yang artinya: ”Seseorang tidak
mendapatkan sesuatu kecuali apa yang telah diusahakannya”. Dengan jelas
dinyatakan dalam ayat ini bahwa satu-satunya cara untuk menghasilkan
sesuatu dari alam adalah dengan bekerja keras.
Rasulullah SAW dalam berbagai kesempatan selalu menekankan
pentingnya tenaga kerja dan selalu menghargai karya para pekerja dan
para ahli dalam suatu bidang pekerjaan tertentu. Beliau bersabda: ”Allah
mencintai orang yang selalu bekerja dan berusaha (untuk penghidupannya)”.
Sesungguhnya seseorang bekerja untuk penghidupannya dan senantiasa
mengharap ridha Allah. Walaupun seseorang bekerja untuk dirinya sendiri dan
untuk keluarganya, tetapi karena ia bekerja secara jujur demi mendapatkan
pahala dari Allah, maka ia akan menerima balasan dari Allah atas kejujuran
hidupnya. Rasulullah sendiri adalah pekerja keras dan menyukai pekerjaannya.
Pekerjaannya sebagai penggembala kambing ada anjurannya pada orang
lain untuk menjalani pekerjaan tersebut untuk menanggung kebutuhan hidup
mereka, merupakan bukti yang jelas tentang betapa pentingnya tenaga kerja
dalam Islam. Nabi Muhammad SAW juga memerintahkan untuk bekerja keras
bagi umatnya, bukan untuk meminta-minta, hal ini seperti sabda Rasulullah
yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah : ”Jika seseorang di antara kamu sekalian
mau mengambil dan membawa seikat kayu bakar di punggungnya dan lalu
menjualnya (untuk memperoleh penghasilan), itu akan lebih baik daripada
meminta-minta pada orang lain”.
Rasulullah selalu menekankan untuk bekerja dan tidak pernah menyukai
orang yang selalu bergantung pada sedekah. Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan
Abu Daud), bahwa seorang penganggur dari kaum Anshar pernah meminta
sedekah pada Rasulullah. Beliau bertanya: apakah dia memiliki selimut
untuk menutupi tubuhnya dan cangkir untuk minum. Rasulullah memintanya
untuk membawa benda-benda tersebut. Ketika membawanya, Rasulullah
mengambilnya dengan tangan beliau lalu menawarnya satu dirham. Rasulullah
memintanya untuk menaikkan tawaran, dan ada yang menawar dua dirham.
Kemudian rasulullah memberikan uang dua dirham kepada orang itu dan
140
Bab IX KESEJAHTERAAN ISLAM
dimintanya untuk membeli kapak. Rasulullah berkata: Pergilah ke hutan dan
tebanglah pohon dan janganlah kau datang menemuiku sebelum 15 hari.
Setelah kembali Rasulullah berkata: ”Ini lebih baik daripada mengemis dan
membuat malu diri sendiri di hari pembalasan nanti”. Hadits ini secara jelas
telah memperlihatkan bagaimana Rasulullah dan para sahabatnya bersepakat
atas penting dan besarnya manfaat tenaga kerja dan betapa mereka lebih
menyukai untuk menanggung hidupnya dengan kerja keras.
Keberadaan pekerja bagi perusahaan sangatlah penting, karena
mereka memberikan sumbangan yang cukup besar bagi kegiatan produksi
dan kelangsungan perusahaan. Islam mengatur hak-hak karyawan
(Afzalurrahman, 1997), yang antara lain:
1.
Para buruh harus memperoleh upah yang semestinya agar dapat
menikmati taraf hidup yang layak.
2. Seorang buruh tidak dapat diberi pekerjaan yang melampaui kekuatan
fisiknya.
3. Buruh juga harus memperoleh bantuan medis jika sakit, dan dibantu
biaya perawatannya.
4. Ketentuan yang wajar harus dibuat untuk pembayaran pensiun yang
lanjut usia.
5. Para pengusaha harus diberi dorongan untuk menafkahkan sedekah
mereka (amal yang dilakukan dengan sukarela) pada para pekerja dan
anak-anak.
6. Pengusaha memberi jaminan asuransi pada para penganggur dari dana
zakat. Hal ini akan memperkuat kekuasaan mereka dan akan membantu
menstabilisasi tingkat upah yang wajar.
7. Pengusaha membayar ganti rugi kecelakaan yang cukup selama dalam
bekerja.
8. Barang-barang yang dihasilkan dalam pabriknya harus diberikan dengan
tarif yang lebih murah.
9. Para buruh harus diperlakukan dengan baik dan sopan.
10. Tersedianya akomodasi yang cukup sehingga kesehatan dan efisiensinya
tidak terganggu.
Masalah pengupahan adalah masalah yang tidak pernah selesai
diperdebatkan oleh pihak manajemen, apapun bentuk organisasinya. Upah
seolah-olah merupakan kata-kata yang selalu membuat pihak manajemen
perusahaan berpikir ulang dari waktu ke waktu untuk menetapkan kebijakan
tentang upah. Upah juga yang selalu memicu konflik antara pihak manajemen
dengan karyawan seperti yang banyak terjadi akhir-akhir ini. Hal yang juga
tidak kalah pentingnya dari manajemen pengupahan adalah perbedaan
141
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
tingkat besar upah yang diterima.
Konsep manajemen syariah dalam pengupahan karyawan perusahaan
menjadi penting untuk dikaji, bagaimana sebenarnya syariat menggariskan
aturan tentang pengupahan tersebut. Berkaitan dengan kajian syariah, ada
tiga hal yang digunakan sebagai pisau untuk menganalisis praktek manajemen
pengupahan. Pertama, aspek normatif dengan rujukan al-Qur’an dan Hadits.
Kedua, kaidah-kaidah hukum, dan ketiga pandangan-pandangan Fiqh. Dalam
aspek normatif, terdapat norma dari tinjauan hukum atau ahkam, baik hasil
kajian dengan pendekatan harfiah, pendekatan kontekstual antara satu nash
dengan nash yang lain, dan kadang didukung dengan analisis filosofis, seperti
pendekatan jumhur ulama dan normatif dari tinjauan akhlak (Yunus, 2003).
Upah menurut pengertian barat terkait dengan pemberian imbalan
kepada pekerja tidak tetap, atau tenaga buruh lepas, seperti upah buruh lepas
di perkebunan kelapa sawit, upah pekerja bangunan yang dibayar mingguan
atau bahkan harian. Sedangkan gaji menurut pengetian barat terkait dengan
imbalan uang yang diterima oleh karyawan atau pekerja tetap dan dibayarkan
sebulan sekali. Dalam pengertian barat, perbedaan upah dan gaji terletak
pada jenis karyawannya (tetap atau tidak tetap) dan sistem pembayarannya
(bulanan atau harian). Konvensi ILO nomer 100, menyatakan bahwa:
”Upah atau gaji biasa, pokok atau minimum dan setiap jumlah tambahan
yang dibayarkan langsung atau tidak langsung, apakah dalam bentuk uang
tunai atau barang oleh pengusaha kepada pekerja dalam kaitannya dengan
hubungan kerja”.
Dalam perbedaan pengertian upah dan gaji menurut konsep barat, maka
Islam menggariskan upah dan gaji lebih komprehensif dari pada barat. Allah
SWT menggariskan tentang imbalan dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat
105, yang artinya: ”Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rosul-Nya serta orangorang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan
kepada Allah Yang Mengetahui akan ghaib dan yang nyata, lalu diberikanNya kepada kamu apa yang kamu kerjakan”.
Dalam menafsirkan surat at-Taubat ayat 105 , menurut Qurais Shihab
dalam tafsir al-Misbah: ”bekerjalah kamu” demi karena Allah semata dengan
aneka amal yang saleh dan bermanfaat, baik untuk diri kamu maupun untuk
masyarakat umum, maka Allah akan melihat yakni menilai dan memberi
ganjaran amal kamu itu. Memperhatikan tafsir di atas, bahwa amalan yang
kita lakukan akan mendapatkan ganjaran atau imbalan atau kompensasi.
Dalam QS an-Nahl ayat 97 dijelaskan bahwa:
”Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
142
Bab IX KESEJAHTERAAN ISLAM
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan
balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah
mereka kerjakan”.
Dalam menafsirkan surat an-Nahl ayat 97 ini, Quraish Shihab
menjelaskan dalam kitabnya Tafsir Al-Misbah sebagai berikut:
”Barang siapa yang mengerjakan amal saleh apapun jenis kelaminnya,
baik laki-laki maupun perempuan, sedang dia adalah mukmin yakni amal yang
dilakukannya lahir atas dorongan keimanan yang shahih, maka sesungguhnya
pasti akan Kami berikan kepadanya masing-masing kehidupan yang baik di
dunia ini dan sesunggunya akan Kami berikan balasan kepada mereka semua
di dunia dan di akhirat dengan pahala yang lebih baik dan berlipat ganda dari
apa yang telah mereka kerjakan”.
Balasan dalam keterangan di atas adalah balasan di dunia dan di
akhirat. Ayat ini menegaskan bahwa balasan atau imbalan bagi mereka yang
beramal saleh adalah imbalan dunia dan imbalan akhirat. Amal shaleh sendiri
didefinisikan sebagai segala perbuatan yang berguna bagi pribadi, keluarga,
kelompok dan manusia secara keseluruhan. Sementara menurut Syeikh AzZamakhsari, amal saleh adalah segala perbuatan yang sesuai dengan dalil
akal, al-Qur’an dan atau Sunnah Nabi Muhammad SAW. Menurut definisi
Zamakhsari, maka seorang yang bekerja pada suatu badan usaha dapat
dikategorikan sebagai amal saleh, dengan syarat perusahaannya tidak
memproduksi barang-barang yang haram. Dengan demikian, maka seorang
karyawan yang bekerja dengan benar, akan menerima dua imbalan, yaitu
imbalan di dunia dan imbalan di akhirat.
Berdasarkan dua ayat yang telah diuraikan (at-Taubah:105, dan anNahl:97), maka imbalan dalam konsep Islam menekankan pada dua aspek,
yaitu dunia dan akhirat. Tetapi hal yang paling penting, adalah bahwa
penekanan kepada akhirat itu lebih penting daripada penekanan terhadap
dunia (dalam hal ini materi). Surat at-Taubah ayat 105, menjelaskan bahwa
Allah memerintahkan kita untuk bekerja, dan Allah pasti membalas semua
apa yang telah kita kerjakan asalkan dilakukan dengan motivasi dan niat
bekerja dengan benar. Sebab kalau motivasi bekerja tidak benar , Allah akan
membalas dengan cara memberi azab, sebaliknya kalau motivasi dilakukan
dengan benar, maka Allah akan membalas pekerjaan itu dengan balasan
yang lebih baik dari apa yang kita kerjakan.
Konsep keadilan dalam upah inilah yang sangat mendominasi dalam
setiap praktek yang pernah terjadi di negeri Islam. Lebih lanjut kalau kita lihat
hadits Rasulullah SAW tentang upah yang diriwayatkan oleh Abu Dzar bahwa
143
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
Rasulullah SAW bersabda:
”Mereka (para budak dan pelayanmu) adalah saudaramu, Allah
menempatkan mereka di bawah asuhanmu; sehingga barang siapa
mempunyai saudara di bawah asuhannya maka harus diberinya makan
seperti apa yang dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian seperti apa
yang dipakainya (sendiri); dan tidak membebankan pada mereka dengan
tugas yang sangat berat, dan jika kamu membebankannya dengan tugas
seperti itu, maka mereka dengan tugas yang sangat berat, dan jika kamu
membebankannya dengan tugas seperti itu, maka hendaklah membantu
mereka (mengerjakannya). (HR. Muslim).
Dari hadits ini dapat didefinisikan bahwa upah yang sifatnya materi
(upah di dunia) mestilah terkait dengan keterjaminan dan ketercukupan
pangan dan sandang. Perkataan: ”harus diberinya makan seperti apa yang
dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian seperti apa yang dipakainya
(sendiri)”, bermakna bahwa upah yang diterima harus menjamin makan dan
pakaian karyawan yang menerima upah.
Upah dalam konsep Islam memiliki dua dimensi, yaitu dimensi dunia
dan dimensi akhirat. Untuk menerapkan upah dalam dimensi dunia, maka
konsep moral merupakan hal yang sangat penting agar pahala dapat
diperoleh sebagai dimensi akhirat dari upah tersebut. Jika moral diabaikan,
maka dimensi akhirat tidak akan tercapai. Dimensi upah di dunia dicirikan
oleh dua hal, yaitu adil dan layak. Adil bermakna bahwa upah yang diberikan
harus jelas, transparan dan proporsional. Layak bermakna bahwa upah
yang diberikan harus mencukupi kebutuhan pangan, sandang, dan papan
serta tidak jauh berada bi bawah pasaran. Aturan manajemen upah ini perlu
didudukkan pada posisinya agar memudahkan bagi kaum muslimin atau
pengusaha muslim dalam mengimplementasikan manajemen syariah dalam
pengupahan karyawannya di perusahaan.
Islam memandang bahwa kesejahteraan bersifat komprehensif.
Mannam (1997) menyatakan bahwa kesejahteraan dalam Islam bertujuan
mencapai kesejahteraan umat manusia secara menyeluruh, sedangkan
kesejahteraan ekonomi hanya merupakan sebagian dari padanya. Pendapat
yang sama juga dikemukakan oleh Anto (2003), yang menyatakan bahwa
kesejahteraan dalam Islam adalah:
1. Kesejahteraan holistik yang seimbang, yaitu mencakup dimensi material
maupun spiritual serta mencakup individu maupun sosial. Sosok manusia
terdiri dari fisik dan jiwa, karenanya kebahagiaan haruslah seimbang di
antara keduanya. Demikian pula manusia memiliki dimensi individu, tetapi
tidak dapat terlepas dari lingkungan sosial. Manusia akan merasa bahagia
144
Bab IX KESEJAHTERAAN ISLAM
jika terdapat keseimbangan di antara dirinya sendiri dengan lingkungan
sosialnya.
2. Kesejahteraan di dunia maupun di akhirat, sebab manusia tidak hanya
hidup di alam dunia saja tetapi juga di alam akhirat. Jika kondisi ideal ini
tidak dapat dicapai maka kesejahteraan di akhirat tentu lebih diutamakan,
sebab kehidupan akhirat merupakan suatu kehidupan yang dalam segala
hal lebih bernilai.
C. Hubungan Pengelolaan Lingkungan dan Kesejahteraan
Pengelolaan
Lingkungan
berpengaruh
signifikan
terhadap
Kesejahteraan Karyawan (Budhi, 2010). Temuan ini mendukung temuan
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rao (2002), yang menyatakan
bahwa pengelolaan lingkungan berpengaruh signifikan terhadap perbaikan
produktivitas karyawan. Oleh karena itu hasil pengujian hipotesis melalui
analisis jalur dengan koefisien path standardize atau koefisien jalur
terbukti bahwa Pengelolaan Lingkungan berpengaruh signifikan terhadap
Kesejahteraan Karyawan.
Makna yang terkandung dalam pembuktian tersebut adalah, bahwa
dengan semakin baiknya Pengelolaan Lingkungan dalam Industri Konveksi
Islami di Jawa Tengah akan semakin memberikan pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap Kesejahteraan Karyawan. Demikian pula sebaliknya,
apabila dalam Pengelolaan Lingkungan tidak dilakukan dengan baik, maka
akan berdampak pada Kesejahteraan Karyawan yang negatif dan merugikan
bagi Industri Konveksi Islami. Perbaikan pada Pengelolaan Lingkungan dapat
difokuskan pada peningkatan inisiatif terhadap masalah-masalah lingkungan,
meningkatkan keterlibatan karyawan dalam meminimasi dampak lingkungan
yang ditimbulkan oleh kegiatan produksi, dan meningkatkan integrasi dengan
supplier dalam pengadaan material-material yang ramah lingkungan.
Mendasarkan pada analisis data seperti yang terdapat dalam Grafik 5.6.
hasilnya menunjukkan bahwa perusahaan konveksi islami di Provinsi Jawa
Tengah telah menunjukkan komitmennya untuk meningkatkan kesejahteraan
karyawan. Temuan ini didukung oleh adanya trend yang cenderung naik pada
variabel kesejahteraan karyawan dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008.
Namun demikian kenaikan kesejahteraan karyawan masih perlu ditingkatkan,
mengingat tingkat pendapatan karyawan sebagian besar masih berkisar
antara Rp 500.000,- sampai dengan Rp 1.500.000,- per bulan. Sementara
untuk tingkat pendidikan karyawan juga didominasi oleh karyawan yang
berpendidikan lulus SD dan lulus SMP yang mencapai 85 persen. Untuk
indikator tingkat kesakitan karyawan menunjukkan trend yang menurun selama
lima tahun terakhir. Dalam pelaksanaan sholat wajib, hasilnya menunjukkan
145
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
bahwa semua karyawan diwajibkan untuk melaksanakan sholat wajib
pada saat di perusahaan, khususnya untuk sholat dluhur dan sholat ashar.
Kaitannya dengan pembayaran zakat oleh karyawan perusahaan konveksi
islami hasilnya menunjukkan bahwa semua karyawan telah memenuhi
pembayaran zakat sebesar 2,5 persen.
Dalam upaya menciptakan kebahagiaan dunia dan akherat, perusahaan
konveksi islami di Provinsi Jawa Tengah telah melakukan berbagai kegiatan
rutin, antara lain; membagikan zakat dan daging qurban kepada yang berhak,
memberikan shodaqoh, menghimbau untuk selalu membaca basmallah dalam
memulai setiap pekerjaan, mengajak sholat berjamaah, menghimbau untuk
selalu bersyukur, bersikap iklas, dan menjaga kepercayaan yang diberikan.
146
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
10
Riset-Riset Manajemen
lingkungan
A.
Implementasi Pengelolaan Lingkungan Perusahaan
dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Lingkungan dan
Kinerja Perusahaan serta Penyerapan Tenaga Kerja
dan Kesejahteraan Karyawan ditinjau dari Perspektif
Islami Pada Perusahaan Konveksi di Jawa Tengah
oleh Budhi Cahyono
ABSTRACT
Environmental issues are still relevant to study along with the
development of industrial activities. Industrial activities will cause environmental
problems, such as air, land, sound, and water pollution, as an impact of the
poor environment. This phenomenon is very important to study, especially
on the aspects of environmental management. The first step of the study is
to investigate the influence of Islamic corporate environmental management
on Islamic environmental performance, Islamic corporate performance, labor
absorption, and Islamic employee welfare. The second step is to investigate
the influence of Islamic environmental performance, Islamic corporate
performance, and labor absorption on Islamic employee welfare. The third
step is to investigate the influence of Islamic environmental performance on
Islamic corporate performance. Finally, the fourth step is to investigate the
influence of Islamic corporate performance on labor absorption.
147
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
The population of this study consists of 86 convection industries in
Central Java. The Islamic corporate environmental management is measured
with ten indicators. The Islamic environmental performance and Islamic
corporate performance are measured with four indicators. In the meantime,
Islamic employee welfare is measured with five indicators.
The result of the study shows that, first, Islamic corporate environmental
management has a significant influence on Islamic environmental performance,
Islamic corporate performance, and labor absorption. Second, Islamic
environmental performance has a significant influence on Islamic corporate
performance. Islamic corporate performance has a significant influence on
labor absorption. At last, Islamic corporate environment management, Islamic
environment performance, Islamic corporate performance, and labor absorption
have significant influence on Islamic employee welfare. The implication of this
study shows that it is important to increase the responsibility of convection
industries in Central Java seriously in managing the industrial environment
by empowering the suppliers, employees, and societies. On the other side,
environmental problems should be studied and solved as early as possible by
involving educational and religious institutions to give much attention on the
environmental issues.
Keywords: Islamic Corporate Environmental Management, Islamic
Environmental Performance, Islamic Corporate Performance, Labor
Absorption, Islamic Employee Welfare.
Pendahuluan
Secara umum negara-negara di dunia mengalami pertumbuhan dalam
produk nasional bruto (PNB) dari tahun 2009 ke tahun 2010. Pada tahun 2009,
negara-negara Amerika Serikat, Eropa, Jepang mengalami pertumbuhan
yang negatif, sementara itu negara-negara berkembang, China, dan Asean
cenderung mengalami pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan ekonomi
tertinggi pada tahun 2010 terjadi di China (9,0%), disusul oleh negaranegara berkembang (5,1%), dan negara-negara Asean (4%). Sementara
itu untuk tingkat PDB dunia dan tingkat perdagangan dunia juga mengalami
148
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
peningkatan dari tahun 2009 ke tahun 2010 (World Economic Outlook, 2009).
Rao (2004) menyatakan bahwa dalam mengantisipasi perkembangan global,
negara-negara di Asia Tenggara memiliki peranan penting dalam aktivitas
proses produksi, karena Asia Tenggara memiliki keunggulan komparatif di
bidang tenaga kerja atau dikenal dengan sebutan a cheaper production house.
Kegiatan manufaktur akan banyak dijalankan di negara-negara Asia Tenggara
dan akan menjadi indikasi semakin meningkatnya isu-isu lingkungan, selain
itu juga dapat menciptakan masalah lingkungan yang lebih serius. Menurut
Rao (2004), peran industri kecil dan menengah sangat penting dalam sektor
manufaktur pada dekade mendatang. Studi yang dilakukan oleh USAEP
mengatakan bahwa 70% kegiatan manufakturing dunia akan dilakukan di
Asia, dan mayoritas industri tersebut akan didominasi oleh industri kecil dan
menengah.
Masalah lingkungan akan semakin kompleks dengan semakin meningkatnya kegiatan industri manufaktur. ���������������������������������������
Peningkatan aktivitas industri manufaktur muncul karena adanya tuntutan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Per����
tumbuhan ekonomi di Indonesia dari tahun 2008 sampai tahun 2010 mengalami fluktuasi. Tahun 2008 pertumbuhan ekonomi sebesar 6,1%, sementara
pada tahun 2009 mengalami penurunan menjadi 4,7%, dan pada tahun 2010
pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 5,4%-5,9%. Lima sektor yang
memiliki pertumbuhan terbesar adalah sektor pengangkutan dan komunikasi,
sektor perdagangan hotel dan restoran, sektor bangunan, sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor pengolahan. Sementara itu ditinjau dari peranan masing-masing sektor ekonomi dalam menyumbang PDB,
terlihat bahwa sektor industri pengolahan memiliki sumbangan terbesar pada
tahun 2009 (29,6%).
Islam memandang bahwa agama tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena ilmu tidak bersifat sekuler. Bahkan nilai-nilai
agama selalu menjiwai ilmu dan teknologi. Dalam pandangan Islam, hidup
manusia tidaklah terpisah dari ekosistemnya, melainkan terintegrasi. (Yavie,
2006). Mendasarkan pada uraian yang disampaikan Yavie, disimpulkan bahwa tidak ada pemisahan antara ilmu dan agama, di samping itu juga manusia
tidak terpisah dari lingkungannya. Konsep pengelolaan lingkungan menurut
Islam yang dikutip dalam Alim (2006), didasarkan pada tiga tahapan. Pertama,
149
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
manusia diposisikan sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana dijelaskan
dalam QS al-Baqarah (2:30), yang artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Sebagai konsekuensinya, manusia adalah pengemban
amanat Allah SWT untuk menjaga, memelihara, dan mengembangkan alam
demi kepentingan kemanusiaan. Menjadi khalifah di muka bumi merupakan
kepercayaan yang diberikan Allah SWT kepada manusia sehubungan dengan kapabilitas manusia yang layak untuk dijadikan khalifah.
Kedua, adanya larangan untuk membuat kerusakan di muka bumi, sebagaimana firman Allah dalam QS al-A’raaf ayat (7:56), yang artinya: “Dan
janganlah kamu membuat kerusakan dimuka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima)
dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya
�����������������������������������������
rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”. Kerusakan yang dilakukan oleh manusia sebagai cerminan dari aksioma kerakusan manusia terhadap lingkungannya, dan rendahnya tingkat keimanan seseorang. Dampak kerusakan bukan
hanya menimpa manusia, namun juga makhluk yang lain, serta seluruh isi
bumi. Ketiga, tugas manusia adalah menjaga kelestarian, dengan cara agar
selalu menjaga keseimbangan lingkungan hidup. Sebagaimana firman Allah
dalam QS al-Hijr (15:19), yang artinya: “Dan kami telah menghamparkan padanya gunung-gunung dan kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran”. Allah telah menciptakan gunung-gunung yang berfungsi untuk
mengatur arus angin, dan dalam gunung ditumbuhi pohon-pohon yang akan
menghalangi derasnya arus air pada saat hujan, sehingga tidak sampai terjadi banjir yang dapat menimbulkan kesengsaraan manusia.
Penelitian tentang inisiatif atau konsern lingkungan dan dampaknya
terhadap kinerja lingkungan mendapatkan kesimpulan yang berbeda (Naffziger, 2003). Pandangan tradisionil meyakini bahwa aktivitas lingkungan akan
berdampak negatif terhadap kinerja perusahaan, khususnya pertumbuhan
penjualan dan tingkat keuntungan. Pandangan ini mendasarkan bahwa perlu
adanya investasi tinggi sebagai refleksi dalam menciptakan produk dan kegiatan proses produksi untuk mencapai nilai ekonomi dan lingkungan yang
lebih baik. Dalam temuan yang lain, Bandley (1992) mengungkapkan bahwa
ada indikasi penerapan manajemen lingkungan proaktif akan dapat mem-
150
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
pengaruhi keunggulan ekonomi jangka panjang. Ahmed et al. (2004) menyimpulkan bahwa konsern lingkungan memiliki hubungan signifikan terhadap
kinerja lingkungan, khususnya efisiensi operasional dan peningkatan imej perusahaan, namun tidak berpengaruh terhadap keuntungan dan pendapatan
perusahaan.
Mendasarkan uraian tentang pengelolaan lingkungan, maka studi obyek yang dikaji dalam studi adalah industri konveksi. Perusahaan konveksi
merupakan jenis usaha dalam pembuatan pakaian atau kebutuhan sandang
secara massal (Wikipedia, 2007). Dalam cakupan nasional, pada tahun 2007
terjadi pertumbuhan penyerapan tenaga kerja yang signifikan di bidang konveksi, yaitu sebesar 1.27% atau dari 3.008.304. pekerja menjadi 4.234.983
pekerja (BPS, 2008). Apabila dibandingkan dengan jumlah industri manufaktur di Provinsi Jawa Tengah, maka proporsi konveksi masih sangatlah kecil, yaitu 2,6% dibanding jumlah perusahaan manufaktur di Provinsi Jawa
Tengah berjumlah 3.544 perusahaan (BPS Jateng, 2008).
Pandangan tradisionil meyakini bahwa aktivitas lingkungan akan berdampak negatif terhadap kinerja perusahaan, khususnya pertumbuhan penjualan dan tingkat keuntungan. Pandangan tradisional mendasarkan bahwa
perlu adanya investasi tinggi sebagai refleksi dalam menciptakan produk dan
kegiatan proses produksi untuk mencapai nilai ekonomi dan lingkungan yang
lebih baik. Pandangan menurut Bandley (1992) mengungkapkan bahwa ada
indikasi penerapan manajemen lingkungan proaktif akan dapat mempengaruhi keunggulan ekonomi jangka panjang. Ahmed et al. (2004) menyimpulkan bahwa konsern lingkungan memiliki hubungan signifikan terhadap kinerja
lingkungan, khususnya efisiensi operasional dan peningkatan imej perusahaan, namun tidak berpengaruh terhadap keuntungan dan pendapatan perusahaan. Kajian akan dikembangkan dalam perspektif islami, untuk mengetahui
hubungan antara pengelolaan lingkungan islami dengan kinerja perusahaan
islami, kinerja lingungan islami, penyerapan tenaga kerja, dan kesejahteraan
karyawan islami. Sementara itu dikaji pula secara kualitatif tentang bagaimana fungsi khalifah (QS.al-Baqarah ayat 30), larangan berbuat kerusakan
(QS al-A’raaf ayat; 7:56), dan implementasi kebahagiaan dunia akherat (QS
al-Qashash 28:77), sudah diterapkan pada perusahaan konveksi di Jawa
Tengah.
151
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
Landasan Teori
Green Theory .
Pada akhir tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an para ahli green
politics mengakui bahwa nilai-nilai moral harus dikedepankan sebagai centre
of value. Mereka menolak arogansi, self interest, dan kebodohan seperti
yang dilakukan oleh faham liberalisme dan sosialisme, kemudian dibentuklah
filosofi ekosentrik (ecology-centred) yang mencoba untuk memahami seluruh
sisi kehidupan. Dari perspektif ekosentrik kepedulian lingkungan tidak
hanya difokuskan pada perlindungan kesehatan dan kemakmuran manusia
dan generasi-generasi mendatang, tetapi juga memberikan perhatian pada
perlunya membatasi eksploitasi sumber-sumber daya alam. Dalam green
theory, ketidakadilan lingkungan semakin meningkat ketika agen-agen sosial
tidak bertanggung jawab terhadap keberadaan cost lingkungan sebagai akibat
dari keputusan dan praktek-praktek yang merasa tidak berdosa. Tujuan
mendasar dari green theory adalah: (1) Mengurangi resiko ekologi secara
lebih luas, dan (2) Mencegah munculnya biaya-biaya kerusakan lingkungan
sebagai akibat persaingan yang tidak fair.
Faham liberalisme dan sosialisme mengasumsikan bahwa
perkembangan yang berkelanjutan dapat dicapai dengan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Hal ini sangat bertentangan dengan perkembangan
berkelanjutan yang mendasarkan pada kelangsungan ekologi. Para ahli
ekonomi ekologi tidak yakin bahwa mekanisme pasar akan memberikan alokasi
sumberdaya yang efisien dan distribusi kesejahteraan serta pendapatan
secara fair dalam memenuhi kebutuhan manusia dan menjamin beroperasi
pada skala ekonomi. Sebaliknya mereka menilai bahwa kapasitas pasar hanya
dapat dicapai dengan kemauan politik, yaitu melalui pendidikan lingkungan,
kerjasama masyarakat, negosiasi masyarakat, peraturan pemerintah dan
kerjasama internasional. Para ahli ekologi modern berargumentasi bahwa
persaingan ekonomi dan inovasi tehnologi yang konstan dapat menghasilkan
pertumbuhan ekonomi yang menggunakan less energy and resources dan
setiap unit menghasilkan less waste.
Kepemimpinan Islami.
Kepemimpinan atau khalifah memiliki makna ganda. Di satu pihak
khalifah diartikan sebagai kepala negara dalam pemerintahan dan kerajaan
152
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
Islam di masa lalu, yang dalam konteks kerajaan pengertiannya sama dengan
sultan. Di lain pihak, khalifah memiliki pengertian wakil Tuhan di muka bumi.
Wakil Tuhan memiliki dua pengertian. Pertama yang diwujudkan dalam jabatan
sultan atau kepala negara. Kedua, fungsi manusia itu sendiri di muka bumi
sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Manusia dalam menjalankan
khalifah di muka bumi dituntut memiliki kecerdasan, sehingga perlu adanya
persiapan sejak dini.
Pengelolaan lingkungan merupakan tanggung jawab manusia sebagai
khalifah di muka bumi, sebagaimana disebutkan dalam QS al-Baqarah (2:
30), yang artinya: Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
malaikat: ”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi.” mereka berkata: ”Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di
bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: ”Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui.” Ayat ini menjelaskan secara lebih terperinci
tentang pengertian khalifah dengan meninggikan derajat sebagian kamu atas
sebagian yang lain beberapa derajat, maka yang dituju adalah umat manusia
umumnya. Mereka berlomba untuk bisa memperoleh kekuasaan, sehingga
yang satu mungkin lebih unggul dari yang lain. Kata khalifah dalam konteks
ini diterjemahkan sebagai penguasa atau mereka yang memiliki kekuasaan.
Khilafah dalam Ensiklopedia Islam adalah istilah yang muncul dalam sejarah
pemerintahan Islam sebagai institusi politik Islam, yang bersinonim dengan
kata imamah yang berarti kepemimpinan. Menurut Mawardi dalam Rahardjo
(2002) menyatakan bahwa khilafah berfungsi mengganti peranan kenabian
dalam memelihara agama dan mengatur dunia. Manusia mengemban
amanat kekhalifahan karena kualitas dan kemampuannya dalam berpikir,
menangkap, dan mempergunakan simbol-simbol komunikasi (Rahardjo,
2002). Tugas kekhalifahan manusia di bumi sangat terkait dengan amanah.
Amanah adalah salah satu prinsip kepemimpinan. Nabi Muhammad memiliki
empat ciri kepemimpinan: shiddiq (jujur), fathanah (cerdas), amanah (dapat
dipercaya), dan tabligh (komunikatif).
Dalam konteks pemeliharaan alam semesta merupakan upaya untuk
menjaga limpahan nikmat Allah secara berkesinambungan, sebaliknya
153
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
membuat kerusakan di muka bumi, akan mengakibatkan timbulnya bencana
terhadap manusia. Hubungan manusia dengan alam sekitarnya adalah
hubungan yang berkait satu sama lain. Alam semesta ciptaan Allah dan
lingkungan tempat kita hidup merupakan bagian tak terpisahkan dari kehitupan
umat manusia. Manusia sebagai ciptaan Allah yang terbaik diberi tugas untuk
menjadi khalifah Allah di muka bumi dengan tugas utamanya memakmurkan
bumi, yang meliputi :
1. Al-Intifa’: mengambil manfaat dan mendayagunakan sebaik-baiknya.
2. Al-I’tibar: mengambil pelajaran. Memikirkan, mensyukuri, seraya menggali
rahasia-rahasia dibalik alam ciptaan Allah.
3. Al-Islah: memelihara dan menjaga kelestarian alam sesuai dengan maksud
Sang Pencipta, yakni untuk kemaslahatan dan kemakmuran manusia,
serta tetap menjaga harmonisasi kehidupan alam ciptaan Allah.
Sistem Manajemen Lingkungan.
Menurut Darnall dalam Hussey, 2003, Environmental Management
Systems (EMS) merupakan sebuah paket formal yang terdiri dari prosedurprosedur dan kebijakan-kebijakan yang menjelaskan bagaimana sebuah organisasi akan mengatur dampak-dampak lingkungan yang potensial. EMS
merupakan sebuah pendekatan terstruktur kaitannya dengan isu-isu manajemen lingkungan dan memberikan dasar dalam menjamin komplain dan kinerja perusahaan.
Konsep EMS yang telah didefinisikan menunjukkan bahwa manajemen
lingkungan menyatu dengan manajemen bisnis organisasi. Manajemen lingkungan menjadi tanggung jawab seluruh karyawan dalam menciptakan lingkungan yang sehat dan aman. Bergeson (2005) menyatakan bahwa terdapat
empat pendorong dalam pengembangan dan implementasi EMS. Pertama,
adanya tuntutan akan sertifikasi, sehingga dibutuhkan pelaporan dan prosedur
dalam menyiapkan dan melaporkan informasi-informasi yang dibutuhkan. Manajemen harus memperhatikan standar kinerja dalam mengelola perusahaan.
Kedua, adanya kebutuhan untuk inovasi bahan bakar dalam pengembangan
EMS. Perusahaan secara kontinyu memikirkan cara-cara baru dan lebih baik
untuk mencapai pengembangan yang berkelanjutan, persaingan dan kemak-
154
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
muran. Desain dan implementasi EMS merupakan bagian dari proses inovasi
dan instrumen dalam menghemat sumber daya perusahaan dan maksimisasi
pencegahan polusi. Ketiga, adanya insentif bagi perusahaan yang dapat
mengembangkan dan mengimplementasikan EMS. Keempat, adanya tuntutan perubahan cara-cara dalam mengelola bisnis.
Pelaksanaan EMS sangat dipengaruhi oleh peran departemen yang
terlibat langsung dalam pencapaian tujuan. Peran yang dilakukan akan
terkait dengan upaya-upaya untuk mengadopsi aturan-aturan perlindungan
lingkungan, mengurangi komplain pelanggan, pengurangan polusi, perbaikan
efisiensi produksi, efisiensi energi, penghematan biaya, dan konservasi
sumberdaya alam. EMS diharapkan dapat menciptakan kualitas lingkungan
yang lebih baik dan menjamin konservasi sumberdaya, yang tentunya didukung
dengan komunikasi eksternal mengingat perusahaan merupakan bagian dari
industri, sehingga perlu adanya hubungan yang positif dan kooperatif dengan
perusahaan lain.
Kinerja Lingkungan Islami
Dari sudut pandang ilmu ekonomi, ajaran dan ketauladanan yang ditinggalkan Nabi Muhammad SAW ternyata jauh mendahului zamannya sehingga
berbagai prinsip moral atau etika bisnis yang diwariskan semakin terasa urgensi dan relevansinya jika kita mewujudkan masyarakat yang adil-makmur
di bawah ridla Illahi. Prinsip bisnis modern seperti efisiensi, transparansi, persaingan yang sehat, kredibilitas, memelihara relasi melalui pelayanan yang
manusiawi dan sebagainya, kesemuanya mudah kita dapatkan dalam etika
dan perilaku bisnis Muhammad sebelum menjadi Rosul. Jika istilah sumber
daya manusia (SDM) muncul dari kepribadian masyarakat barat karena semakin menipisnya sumber daya alam dan kemudian manusia dijadikan substitusinya untuk mendukung kelangsungan industri mereka, maka secara tidak
sadar manusia telah direduksi martabatnya menjadi sekedar sekrup-sekrup
pabrik. Cara pandang seperti ini sangat ditentang oleh Islam. Islam mengajarkan bahwa manusia adalah khalifah Allah, dan bekerja adalah aktualisasi
diri yang memiliki nilai ibadah. Oleh karenanya setiap muslim jika bekerja atau
berdagang selalu berusaha memperoleh keuntungan ganda, materi dan immateri, dunia dan akhirat.
155
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
Pandangan industri dalam Islam, disebutkan dalam hadits Nabi
Muhammad: ”Tidak pernah seorang pun makan sesuatu yang lebih baik
daripada apa yang ia makan dari hasil kerja tangannya sendiri”. Banyak
yang kita butuhkan untuk keperluan sehari-hari, seperti makan, pakaian
dan sejumlah peralatan. Kita harus memproduksi pakaian, bagi diri sendiri,
anggota keluarga, maupun untuk memasok keperluan masyarakat umum
melalui industri bahan pakaian.
Peran manusia sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang berkualitas
dan bermanfaat secara berkelanjutan. Allah secara tegas juga melarang
kepada orang-orang untuk berbuat kerusakan, seperti yang dijelaskan dalam
QS al-Qashash (28: 77) :
Artinya: “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.
Larangan untuk tidak melakukan kerusakan di muka bumi sangat
mendapat perhatian yang sangat serius melalui berbagai ayat-ayat alQur’an. Berbagai ayat yang mengupas tentang larangan berbuat kerusakan
memberikan implikasi bahwa dampak kerusakan akan sangat berbahaya,
khususnya untuk generasi mendatang. Ancaman Allah yang paling serius
bahwa tindakan melakukan kerusakan adalah berdampak pada kebinasaan
(QS al-Baqarah, ayat 205), kerusakan bumi (QS al-Baqarah, ayat 251).
Angell (1993) mendefinisikan kinerja lingkungan: as an operations
objective could be the first step towards developing an environmentally
sustainable strategy. Dalam International Standard Organization (ISO) 14001,
kinerja lingkungan didefiniskan: measurement results or the envionmental
management system, related to an organization’s control of its environmental
policy, objectives and targets. Sementara Theyel (2000), menilai bahwa kinerja
lingkungan terkait dengan efektivitas pengurangan kegiatan-kegiatan yang
tidak menimbulkan nilai tambah. Sebagai ukuran keberhasilan perusahaan
dalam melaksanakan manajemen lingkungan secara proaktif, maka dapat
dilakukan dengan mengidentifikasi kinerja lingkungan proaktif. Penerapan
manajemen lingkungan proaktif memerlukan keterlibatan beberapa prinsip
156
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
dasar ke dalam strategi perusahaan.
Syari’ah Enterprise Theory
Pandangan Islam sangat bertentangan dengan enterprise theory,
kaitannya dengan mendefinisikan tujuan perusahaan. Dalam pandangan Islam
pendekatan enterprise theory belum mempertimbangkan nilai-nilai syariah dan
tauhid. Islam menggunakan metafora amanah sebagai kiasan untuk melihat,
memahami, dan mengembangkan organisasi bisnis dan sosial. Bentuk
konkret dari metafora ini di dalam organisasi bisnis adalah realitas organisasi
yang dimetaforakan dengan zakat. Menurut metafora ini berpandangan
bahwa profit-oriented atau stockholders-oriented bukan orientasi yang tepat
bagi perusahaan yang berbasis nilai syariah, tetapi sebaliknya menggunakan
konsep yang berorientasi pada zakat, berorientasi pada pelestarian alam
(natural environment) dan berorientasi pada stakeholders, sehingga ukuran
keberhasilan perusahaan bukan lagi dari net profit, tetapi sebaliknya zakat
menjadi ukuran kinerja materi dan spiritual atau etika (Triyuwono, 2002).
Secara normatif, misi khalifatullah fil ardh ini diturunkan dari QS AlAnbiyaa’ (21 :107)
Artinya: ”Dan tidak Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam” .
Dalam syariah enterprise theory, aksioma terpenting yang harus
mendasari pada setiap penetapan konsepnya adalah Allah sebagai pencipta
dan pemilik tunggal dari seluruh sumber daya yang ada di dunia. Dalam
syariah enterprise theory, Allah sebagai sumber amanah utama, karena Dia
adalah pemilik tunggal dan mutlak. Sumber daya alam yang dimiliki oleh para
stakeholders pada prinsipnya adalah amanah dari Allah yang di dalamnya
melekat sebuah tanggung jawab untuk menggunakan dengan cara dan tujuan
yang ditetapkan oleh Sang Pemberi Amanah. Konsep-konsep dalam syariah
enterprise theory juga menekankan bahwa dalam harta kita sebenarnya
tersimpan hak orang lain, seperti: fakir miskin, anak-anak terlantar, ibnu sabil
dan lain-lain, seperti yang dijelaskan dalam QS at-Taubah (9:60) yang artinya
157
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
: ”Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orangorang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya,
untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah
dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan
yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”
Dalam pandangan syariah enterprise theory, distribusi kekayaan atau
nilai tambah tidak hanya berlaku pada para partisipan yang terkait langsung
dalam memberikan kontribusi kepada perusahaan, seperti: pemegang
saham, kreditor, karyawan, dan pemerintah, tetapi pihak lain yang tidak terkait
langsung dengan bisnis yang dilakukan oleh perusahaan, atau pihak yang tidak
memberikan kontribusi keuangan dan skill. Pemahaman ini tentu membawa
perubahan penting dalam terminologi enterprise theory yang menyatakan
bahwa distribusi kekayaan berdasarkan kontribusi para partisipan, yaitu
partisipan yang memberikan kontribusi keuangan atau ketrampilan.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Islami
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting dalam produksi.
Kekayaan alam suatu negara tidak dapat dimanfaatkan, kecuali ditangani
oleh tenaga kerja yang trampil. Alam menyediakan sumber daya yang
melimpah, tetapi tanpa kerja keras manusia, semuanya tidak akan dapat
diambil manfaatnya. Kemampuan manusia untuk mengolah sumberdaya alam
pada dasarnya akan dimanfaatkan untuk kemakmuran seluruh penduduk
bumi. Mengingat pentingnya tenaga kerja dalam memproduksi kekayaan, alQur’an memberi tekanan yang besar terhadap masalah tenaga kerja, seperti
yang dijelaskan dalam QS. Al-Najm (53: 39), yang artinya: ”Seseorang tidak
mendapatkan sesuatu kecuali apa yang telah diusahakannya”.
Dengan jelas dinyatakan dalam ayat ini bahwa satu-satunya cara untuk
menghasilkan sesuatu dari alam adalah dengan bekerja keras. Rasulullah
SAW dalam berbagai kesempatan selalu menekankan pentingnya tenaga kerja
dan selalu menghargai karya para pekerja dan para ahli dalam suatu bidang
pekerjaan tertentu. Sesungguhnya seseorang bekerja untuk penghidupannya
dan senantiasa mengharap ridha Allah. Walaupun seseorang bekerja untuk
dirinya sendiri dan untuk keluarganya, tetapi karena ia bekerja secara jujur
demi mendapatkan pahala dari Allah, maka ia akan menerima balasan dari
158
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
Allah atas kejujuran hidupnya. Rasulullah sendiri adalah pekerja keras dan
menyukai pekerjaannya. Pekerjaannya sebagai penggembala kambing
ada anjurannya pada orang lain untuk menjalani pekerjaan tersebut untuk
menanggung kebutuhan hidup mereka, merupakan bukti yang jelas tentang
betapa pentingnya tenaga kerja dalam Islam.
Dalam menafsirkan surat at-Taubat ayat 105 , menurut Qurais Shihab
dalam tafsir al-Misbah: ”bekerjalah kamu” demi karena Allah semata dengan
aneka amal yang saleh dan bermanfaat, baik untuk diri kamu maupun untuk
masyarakat umum, maka Allah akan melihat yakni menilai dan memberi
ganjaran amal kamu itu. Memperhatikan tafsir di atas, bahwa amalan yang
kita lakukan akan mendapatkan ganjaran atau imbalan atau kompensasi.
Sementara menurut Zadjuli (2007) yang dimaksud dengan kerja atau usaha
adalah :
Suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang
dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab
masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi, bersangkutan
secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun
etika.
Menurut Chapra (2000), tujuan syariah adalah meningkatkan kehidupan
yang lebih baik terhadap seluruh umat manusia. Terdapat lima tujuan yang
harus dilalui, yaitu melalui perlindungan terhadap iman atau agama (din),
kebahagiaan (nafs), intelektualitas (’aql), nasl), dan kesejahteraan (mal).
Kelima tujuan syariah ini dapat dicapai dengan usaha keras seluruh manusia.
Dalam tujuan syariah, perlindungan terhadap iman atau agama ditempatkan
yang pertama, karena akan memberikan worldview yang bertendensi
mempengaruhi kepribadian seluruh manusia, perilakunya, gaya hidup, selera,
preferensi, dan sikap terhadap manusia lain, sumber daya, dan lingkungan.
Agama akan memberikan keseimbangan antara kepentingan material dan
spiritual manusia. Disamping itu juga sebagai saringan moral, sehingga
manusia mampu menggunakan sumberdaya secara lebih bernilai.
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
Mendasarkan pada kajian teori dan penelitian-penelitian terdahulu,
maka dalam studi ini dibuat kerangka konseptual sebagai berikut:
159
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
Gambar 1
KERANGKA KONSEPTUAL
Hipotesis
Berdasarkan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, kerangka proses berpikir dan kerangka konseptual, maka dapat
disusun hipotesis sebagai berikut :
1. Pengelolaan lingkungan perusahaan islami berpengaruh terhadap kinerja
lingkungan islami.
2. Pengelolaan lingkungan perusahaan islami berpengaruh terhadap kinerja
perusahaan islami.
3. Pengelolaan lingkungan islami berpengaruh terhadap penyerapan tenaga
kerja.
4. Kinerja lingkungan islami berpengaruh terhadap kinerja perusahaan
islami.
5. Kinerja perusahaan islami berpengaruh terhadap penyerapan tenaga
kerja.
6. Pengelolaan lingkungan perusahaan islami berpengaruh terhadap
kesejahteraan karyawan islami.
7. Kinerja lingkungan islami berpengaruh terhadap kesejahteraan karyawan
islami.
160
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
8. Kinerja perusahaan islami berpengaruh terhadap kesejahteraan karyawan
islami.
9. Penyerapan tenaga kerja berpengaruh terhadap kesejahteraan karyawan
islami.
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Penelitian ini berbentuk sensus terhadap seluruh perusahaan
konveksi di Provinsi Jawa Tengah, mengingat populasi dipandang kecil.
Dengan demikian sampel penelitian berupa sampel penuh, yaitu dengan
mengambil seluruh populasi penelitian. Adapun distribusi populasi dalam
penelitian meliputi preusan konveksi di Jawa Tengah dengan distribusi: Kudus
8 perusahaan, Semarang 4 perusahaan, Batang 6 perusahaan, Pekalongan
29 perusahaan, Pemalang 27 perusahaan, dan Legal 12 perusahaan (BPS
Provinsi Jateng, 2005). Dalam kajian tentang pengelolaan lingkungan ini,
sebagai responden adalah pimpinan perusahaan atau manajer tingkat
menengah, khususnya manajer produksi.
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Pengelolaan lingkungan perusahaan islami (X) merupakan kegiatan
untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi lingkungan perusahaan
sehingga tercapai keserasian dan keseimbangan dalam menciptakan
kesinambungan lingkungan perusahaan berdasarkan nilai-nilai Islam. memiliki
tiga dimensi, yaitu:
1. Inisiatif lingkungan (X1), dengan indikator: Kegiatan penggunakan bahan
baku ramah lingkungan, Kegiatan mengurangi waste, mengurangi polusi,
Kegiatan penggunaan teknologi bersih
2. Keterlibatan karyawan (X2), dengan indikator: Keterlibatan karyawan,
Training karyawan, Kejelasan tugas karyawan, Standar keterlibatan
karyawan.
3. Integrasi dengan supplier (X3), dengan indikator: Pemilihan supplier
dengan kriteria lingkungan, Mempresur supplier untuk peduli lingkungan,
Membuat sistem manajemen lingkungan, Menginformasikan pentingnya
produksi bersih.
161
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
Kinerja lingkungan islami (Y1) merupakan sebuah prestasi perusahaan
dalam menciptakan usaha-usaha untuk mengembangkan strategi
keberlangsungan lingkungan berdasarkan nilai-nilai Islam, dan memiliki
empat indikator, yaitu : pengurangan polusi (Y1.1), pengurangan waste (Y1.2),
berkurangnya komplain pelanggan (Y1.3), dan pengurangan konsumsi energi
(Y1.4).
Kinerja perusahaan islami (Y2) merupakan suatu prestasi perusahaan
yang diukur dalam bentuk hasil-hasil kerja dan tanggung jawab perusahaan
terhadap lingkungannya yang didasarkan pada nilai-nilai Islam, diukur dengan
empat indikator, yaitu: peningkatan keuntungan (Y2.1), penyediaan fasilitas
sosial (Y2.2), mensponsori kegiatan masyarakat (Y2.3), dan pembayaran infaq
(Y2.4). Ketiga variabel diukur dengan menggunakan likert scale 5 point; sangat
setuju – sangat tidak setuju.
Variabel penyerapan tenaga kerja (Y3) merupakan kemampuan
manajemen perusahaan untuk menyerap tenaga kerja dalam perusahaan
sebagai bentuk tanggungjawab perusahaan terhadap masyarakat. memiliki
indikator tunggal, yaitu jumlah tenaga kerja yang terserap di perusahaan
konveksi, baik tenaga kerja tetap maupun tenaga kerja borongan. Variabel
penyerapan tenaga kerja diukur dengan jumlah tenaga kerja yang dapat
diserap oleh perusahaan konveksi.
Variabel kesejahteraan karyawan islami (Y4) merupakan realisasi
tujuan karyawan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat (falah), serta
kehidupan yang lebih baik dan terhormat (hayyatan toyyibah) mendasarkan
pada nilai-nilai Islam, diukur dengan lima indikator, yaitu: ad-Din (shalat/Y4.1),
nafs (kesehatan/Y4.2), aqli (pendidikan/Y4.3), nasl (keturunan/Y4.4), dan mal
(kecukupan/(Y4.5.)
Analisis Data
Partial Least Square (PLS) merupakan metode analisis yang powerful
karena dapat diterapkan pada semua skala data, tidak membutuhkan banyak
asumsi dan ukuran sampel tidak harus besar. Ukuran sampel dalam PLS
boleh kecil, dengan perkiraan sebagai berikut (Solimun, 2006): sepuluh
kali skala dengan jumlah indikator formatif terbesar (mengabaikan indikator
reflektif), atau sepuluh kali lipat jumlah jalur struktural (structural paths) yang
162
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
mengarah pada konstruk tertentu dalam model struktural.
HASIL STUDI
Jenis produk yang dihasilkan oleh industri konveksi di Jawa Tengah
yang paling dominan adalah sarung batik (34%) dan baju muslim (34%).
Sementara itu diurutan ketiga adalah produk sarung tenun yang mencapai
14% dari total responden, dan produk kerudung sebanyak 4%. Sementara
industri konveksi dengan jumlah karyawan antara 20 sampai dengan 39 orang
berjumlah 42%, dan industri konveksi dengan jumlah karyawan antara 40-59
orang berjumlah 10%. Industri dengan jumlah karyawan antara 20-99 orang
tergolong pada industri menengah.
Jawaban responden untuk variabel Pengelolaan Lingkungan
Perusahaan Islami (PLPI) antara 1,95 sampai dengan 3,42. Temuan ini
mengindikasikan bahwa variabel pengelolaan lingkungan perusahaan islami
yang terdiri dari tiga dimensi, yaitu: inisiatif lingkungan, keterlibatan karyawan,
dan integrasi dengan supplier masih belum optimal diimplementasikan pada
perusahaan konveksi di Jawa Tengah. Kaitannya dengan indikator inisiatif
lingkungan, belum ada upaya yang sistematis kaitannya dengan pengadaan
bahan baku yang ramah lingkungan, pengurangan aktivitas yang menimbulkan
polusi dan limbah, dan penggunaan teknologi bersih. Sementara itu dalam
indikator keterlibatan karyawan, perusahaan konveksi di Jawa Tengah
masih belum sepenuhnya melibatkan dan memberdayakan karyawan dalam
bertanggung jawab terhadap kualitas lingkungan perusahaan. Pernyataan ini
didukung oleh temuan empat indikator keterlibatan karyawan yang nilainya
masih di bawah rata-rata, yaitu untuk indikator keterlibatan karyawan, training
karyawan, kejelasan tugas karyawan, dan standar keterlibatan karyawan.
Nilai rata-rata jawaban responden tentang indikator training karyawan dan
standar keterlibatan karyawan sangat rendah, sehingga indikasinya bahwa
keterlibatan karyawan dalam kepedulian terhadap lingkungan perusahaan
belum didukung oleh training dan pelatihan yang mencukupi.
Integrasi dengan supplier merupakan ukuran penting dalam pengelolaan
lingkungan perusahaan islami. Hasil temuan menunjukkan bahwa secara
umum nilai indikator integrasi supplier masih dibawah rata-rata, artinya bahwa
upaya perusahaan konveksi di Jawa Tengah dalam meningkatkan pengelolaan
163
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
lingkungan perusahaan islami masih belum didukung oleh keterlibatan
supplier perusahaan. Temuan ini didukung oleh rata-rata jawaban responden
pada indikator pertama dan kedua, yaitu pemilihan supplier dengan kriteria
lingkungan dan mempresur supplier untuk peduli pada lingkungan yang
nilai rata-ratanya sangat rendah (1,98 dan 1,95). Indikator keempat, yaitu
menginformasikan produksi bersih memiliki nilai rata-rata yang tertinggi (mean
= 2,42), artinya dalam hubungannya dengan supplier, perusahaan konveksi di
Jawa Tengah sudah berusaha untuk menginformasikan pentingnya produksi
bersih bagi penciptaan keberlangsungan perusahaan.
Nilai persepsi variabel kinerja lingkungan islami pada perusahaan
konveksi di Jawa Tengah memiliki nilai mean antara 2,77 sampai dengan 2,85
dengan skala Likert 1 – 5. Hasil studi mengindikasikan bahwa variabel kinerja
lingkungan islami memiliki nilai di bawah nilai tengah, yang berarti bahwa
berdasarkan persepsi responden, kinerja lingkungan islami pada perusahaan
konveksi di Jawa Tengah masih belum baik. Dua indikator yang memiliki nilai
rata-rata sangat rendah, yaitu indikator adanya pengurangan limbah pada
satu tahun terakhir belum dapat dilaksanakan oleh perusahaan konveksi
di Jawa Tengah. Sementara itu pada indikator pengurangan aktivitas yang
tidak menimbulkan nilai tambah dan berkurangnya komplain dari masyarakat
menunjukkan nilai rata-rata yang lebih baik (2,84 dan 2,85), artinya untuk
kedua indikator ini sudah dapat memberikan kontribusi terhadap kinerja
lingkungan perusahaan konveksi, walaupun kontribusinya belum maksimal.
Limbah industri konveksi yang berupa kain perca, selama ini sudah dikelola
dengan baik, yaitu dengan memanfaatkan limbah menjadi bahan baku
produk-produk rumah tangga, misalnya: keset, didaur ulang menjadi bahan
baku benang, dan sebagai bantalan jok kursi.
Rata-rata indikator kinerja perusahaan menunjukkan nilai 1,72
sampai dengan 3,66, dengan nilai rata-rata variabel sebesar 2,58. Temuan ini
menunjukkan bahwa tingkat kinerja perusahaan islami masih dibawah standar
yang diinginkan oleh manajemen perusahaan. Terdapat dua indikator kinerja
perusahaan islami yang memiiki nilai rata-rata sangat rendah, yaitu tingkat
keuntungan perusahaan (mean = 1,72) dan penyediaan fasilitas-fasilitas
sosial untuk kepentingan masyarakat (mean = 2,40). Adapun indikator yang
memiliki nilai rata-rata di atas 3,5 yaitu penyisihan sebagian keuntungan
164
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
perusahaan untuk membayar sadaqah. Temuan ini mengindikasikan bahwa
orientasi perusahaan konveksi kaitannya dengan kepentingan masyarakat
dan kepentingan kaum dhuafa cukup tinggi, yaitu dengan persepsi jawaban
responden terhadap variabel kinerja perusahaan islami yang memiliki nilai
rata-rata tinggi untuk indikator mendukung berbagai kegiatan masyarakat di
sekitar perusahaan dan penyisihan sebagian keuntungan untuk membayar
sadaqah.
Trend variabel penyerapan tenaga kerja perusahaan konveksi di Jawa
Tengah periode tahun 2004 sampai dengan tahun 2008. Dapat disimpulkan
bahwa penyerapan tenaga kerja pada perusahaan konveksi di Jawa
Tengah selama tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 selalu mengalami
peningkatan, walaupun pada tahun 2007 penyerapan tenaga kerja cenderung
tetap. Besarnya pendapatan responden didominasi oleh jumlah pendapatan
antara Rp 500.000,- sampai dengan Rp. 1.000.000,- dengan responden
sebesar 54,6%. Besarnya pendapatan karyawan industri konveksi di Jawa
Tengah menunjukkan suatu ukuran pendapatan yang masih tergolong sangat
rendah, terutama kaitannya dengan upaya untuk memenuhi kebutuhan pokok
hidup.
Dilihat dari tingkat pendidikan responden, menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan responden tertinggi adalah pada pendidikan SLTP, yaitu sejumlah
51,7%. Sementara itu disusul oleh responden dengan tingkat pendidikan SD
sebanyak 35%, responden dengan pendidikan SLTA dengan sebanyak 10%,
responden dengan pendidikan D3 sebanyak 1%, dan responden dengan
pendidikan sarjana sebanyak 2%. Sholat sunnah merupakan sholat yang
dilaksanakan diluar sholat wajib, misalnya sholat tahajud, sholat tahiyatul
masjid, sholat dhuha, dan sholat hajat. Pelaksanaan sholat sunnah karyawan
perusahaan konveksi dengan frekwensi satu kali sebanyak 72,55%, dua kali
sebanyak 24%, tiga kali sebanyak 1,77%, dan lebih dari tiga kali sebanyak
1,13%. Sholat sunnah yang dikerjakan karyawan diukur setiap hari. Temuan
ini mengindikasikan bahwa karyawan pada industri konveksi secara rutin
melaksanakan sholat sunnah yang merupakan kelengkapan dari sholat wajib.
Tujuan karyawan bekerja tidak hanya untuk kepentingan duniawi saja, namun
juga untuk tujuan akherat. Indikator jumlah tingkat kesakitan dihitung dari
jumlah karyawan perusahaan konveksi yang sakit selama satu tahun terakhir.
165
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
Hasilnya menunjukkan bahwa karyawan dengan jumlah sakit sampai lima kali
berjumlah 26,76%, jumlah sakit 5-10 kali sebanyak 60,65%, jumlah sakit 10-15
kali dalam setahun mencapai 7,43%, jumlah sakit 15-20 kali sebanyak 4,08%,
dan jumlah sakit dalam setahun lebih dari 20 kali sebanyak 1,08%. Temuan ini
mengindikasikan bahwa jumlah karyawan yang mengalami sakit selama satu
tahun terakhir didominasi oleh tingkat kesakitan lima sampai sepuluh kali.
Tingkat pembayaran infaq dan shadaqah karyawan perusahaan konveksi
didominasi oleh jumlah Rp 10.000-Rp 20.000,- yaitu sebanyak 53,22%,
sementara pembayaran infaq dan shadaqah sampai dengan Rp 10.000,sejumlah 43,58%, Rp 30.000-Rp 40.000 sebanyak 1,28%, Rp 20.000-Rp
30.000 sebanyak 1,08%, dan Rp 40.000-Rp 50.000 sebanyak 0,84%.
Gambar 2
Hasil Analisis Jalur
Hasil perhitungan analisis jalur dengan menggunakan partial
least square (PLS) dari hubungan kelima variabel yang ditunjukkan pada
Gambar 2, hasilnya menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan yang
bertanda positif antara variabel pengelolaan lingkungan islami dengan kinerja
lingkungan islami, kinerja perusahaan islami, penyerapan tenaga kerja, dan
kesejahteraan karyawan islami. Kinerja lingkungan islami berpengaruh positif
166
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
dan signifikan terhadap kinerja perusahaan islami dan kesejahteraan karyawan
islami. Sementara kinerja perusahaan islami memiliki pengaruh signifikan
yang tertanda positif terhadap penyerapan tenaga kerja dan kesejahteraan
karyawan islami.
PEMBAHASAN
Sesuai dengan konsep sistem manajemen lingkungan (SML), maka
pelaksanaan SML sangat dipengaruhi oleh peran departemen yang terlibat
langsung dalam pencapaian tujuan. Peran yang dilakukan akan terkait dengan
upaya-upaya untuk mengadopsi aturan-aturan perlindungan lingkungan,
mengurangi komplain pelanggan, pengurangan polusi, perbaikan efisiensi
produksi, efisiensi energi, penghematan biaya, dan konservasi sumberdaya
alam. Dalam QS al-Qashash (28: 77), Allah secara tegas juga melarang
kepada orang-orang untuk berbuat kerusakan: “Dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan”.
Dalam jangka panjang dengan semakin baiknya kondisi lingkungan,
tentunya dapat dimanfaatkan sebagai dasar untuk membangun keunggulan
bersaing. Disisi lain, hasil penelitian justru memberikan dukungan terhadap
penelitian Shi and Kane (1995) dan Ahmed (1998), yang menyatakan
bahwa adanya indikasi bahwa pengelolaan lingkungan secara proaktif akan
berdampak pada keuntungan jangka panjang melalui strategi kesadaran
lingkungan. Dalam green theory, pada era tahun 1970-an dan awal tahun
1980-an para ahli green politics mengakui bahwa nilai-nilai moral harus
dikedepankan sebagai centre of value. Dari perspektif ekosentrik kepedulian
lingkungan tidak hanya difokuskan pada perlindungan kesehatan dan
kemakmuran manusia dan generasi-generasi mendatang, tetapi juga
memberikan perhatian pada perlunya membatasi eksploitasi sumber-sumber
daya alam. Sementara konsep syariah enterprise theory menekankan bahwa
dalam harta kita sebenarnya tersimpan hak orang lain, seperti yang tercantum
dalam QS at-Taubah (9:60). Setiap usaha pengelolaan dan pelestarian
lingkungan hidup secara baik dan benar adalah ibadah kepada Allah yang
dapat memperoleh karunia dan pahala. Sebaliknya, setiap tindakan yang
mengkibatkan kerusakan lingkungan hidup, pemborosan sumber daya alam,
167
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
dan menelantarkan alam ciptaan Allah adalah perbuatan yang dimurkai Allah,
karena tergolong sebagai perbuatan maksiat atau munkar yang diancam
dengan siksa. Islam mengajarkan bahwa manusia adalah khalifah Allah, dan
bekerja adalah aktualisasi diri yang memiliki nilai ibadah. Oleh karenanya
setiap muslim jika bekerja atau berdagang selalu berusaha memperoleh
keuntungan ganda, materi dan immateri, dunia dan akhirat.
Pengelolaan lingkungan yang baik dengan mengikuti aturan-aturan
yang ada, penerapan nilai-nilai moral sebagai centre of value, maka akan
menghasilkan limbah dari hasil produksi yang sedikit. Berkurangnya jumlah
limbah akan berdampak pada lingkungan yang lestari dan nyaman. Untuk
mewujudkan kondisi tersebut perlu adanya peningkatan disiplin karyawan
yang memiliki peran penting dalam upaya mengurangi limbah, yang pada
akhirnya akan menyebabkan kinerja lingkungan meningkat. Sementara
kegiatan evaluasi keterlibatan karyawan di bidang lingkungan belum memiliki
pengaruh dominan terhadap kinerja lingkungan. Dalam variabel integrasi
dengan supplier, indikator yang memiliki pengaruh dominan terhadap
kinerja lingkungan adalah: kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan
dalam mempresur supplier agar peduli terhadap kualitas lingkungan, dan
penginformasian tentang pentingnya produksi bersih. Namun untuk indikator
pemilihan supplier yang memenuhi kriteria tidak melakukan kerusakan, dan
bantuan perusahaan kepada supplier kaitannya dengan pentingnya sistem
manajemen lingkungan belum dominan mempengaruhi kinerja lingkungan.
Sementara itu pengelolaan lingkungan perusahaan islami dapat berdampak
pada kesejahteraan karyawan islami, khususnya pada indikator tingkat
pendapatan, pelaksanaan shalat sunnah, dan tingkat pendidikan karyawan.
Sementara itu untuk indikator pembayaran infaq dan shadaqah serta
penurunan tingkat kesakitan belum dominan dipengaruhi oleh pengelolaan
lingkungan perusahaan islami.
Dalam hadits riwayat Thabrani disampaikan bahwa: “Allah menegakkan
Islam di atas prinsip kebersihan”. Kebersihan memiliki makna yang sangat
luas, baik kebersihan fisik maupun kebersihan hati. Merujuk pada HR
Thabrani, bahwa kebersihan dalam islam sangat diutamakan dan merupakan
awal dari pencapaian kesejahteraan. Kesejahteraan dalam islam merupakan
hasil dari usaha keras yang dilakukan oleh manusia. Manusia sebagai tenaga
168
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
kerja memiliki peran penting dalam mengelolan sumber daya alam. Al-Qur’an
memberi tekanan yang besar terhadap masalah tenaga kerja, seperti yang
dijelaskan dalam QS. Al-Najm (53: 39), yang artinya: ”Seseorang tidak
mendapatkan sesuatu kecuali apa yang telah diusahakannya”. Dengan jelas
dinyatakan dalam ayat ini bahwa satu-satunya cara untuk menghasilkan
sesuatu dari alam adalah dengan bekerja keras. Rasulullah SAW dalam
berbagai kesempatan selalu menekankan pentingnya tenaga kerja dan selalu
menghargai karya para pekerja dan para ahli dalam suatu bidang pekerjaan
tertentu. Sesungguhnya seseorang bekerja untuk penghidupannya dan
senantiasa mengharap ridha Allah.
Mannam (1997) menyatakan bahwa kesejahteraan dalam Islam
bertujuan mencapai kesejahteraan umat manusia secara menyeluruh,
sedangkan kesejahteraan ekonomi hanya merupakan sebagian dari padanya.
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Anto (2003), yang menyatakan
bahwa kesejahteraan dalam Islam adalah: Kesejahteraan holistik yang
seimbang, yaitu mencakup dimensi material maupun spiritual serta mencakup
individu maupun sosial. Sosok manusia terdiri dari fisik dan jiwa, karenanya
kebahagiaan haruslah seimbang di antara keduanya. Demikian pula manusia
memiliki dimensi individu, tetapi tidak dapat terlepas dari lingkungan sosial.
Manusia akan merasa bahagia jika terdapat keseimbangan di antara dirinya
sendiri dengan lingkungan sosialnya. Kesejahteraan di dunia maupun di
akhirat, sebab manusia tidak hanya hidup di alam dunia saja tetapi juga di
alam akhirat. Jika kondisi ideal ini tidak dapat dicapai maka kesejahteraan
di akhirat tentu lebih diutamakan, sebab kehidupan akhirat merupakan suatu
kehidupan yang dalam segala hal lebih bernilai.
Dikaitkan dengan hasil studi yang telah dilakukan yang menunjukkan
adanya pengaruh signifikan antara pengelolaan lingkungan islami terhadap
kesejahteraan karyawan islami, maka pengelolaan lingkungan islami yang
lebih baik akan dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan islami. Namun
demikian dalam kenyataannya pengelolaan lingkungan yang diterapkan
pada industri konveksi masih belum menggambarkan hasil yang optimal.
Tidak melakukan kerusakan terhadap lingkungan (himayah) memiliki
konotasi menjaga dari hal-hal negatif dan kepunahan, artinya melindungi
lingkungan dari kerusakan, bahaya, dan pencemaran. Dari sisi positif dan
169
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
keberadaannya, pemeliharaan lingkungan merupakan usaha-usaha yang
untuk mengembangkan, memperbaiki dan melestarikannya. Sementara
dari sisi negatif dan ketiadaannya, mengharuskan pemeliharaan dari segala
sesuatu yang merusak, mencemari dan membahayakan. Kerusakan yang
dilakukan oleh manusia sebagai cerminan dari aksioma kerakusan manusia
terhadap lingkungannya, dan rendahnya tingkat keimanan seseorang.
Dampak kerusakan bukan hanya menimpa manusia, namun juga makhluk
yang lain, serta seluruh isi bumi. Manusia sebagai ciptaan Allah yang
terbaik diberi tugas untuk menjadi khalifah Allah di muka bumi dengan tugas
utamanya memakmurkan bumi, yang meliputi : Al-Intifa’: mengambil manfaat
dan mendayagunakan sebaik-baiknya, Al-I’tibar: mengambil pelajaran.
Memikirkan, mensyukuri, seraya menggali rahasia-rahasia dibalik alam
ciptaan Allah, dan Al-Islah: memelihara dan menjaga kelestarian alam sesuai
dengan maksud Sang Pencipta, yakni untuk kemaslahatan dan kemakmuran
manusia, serta tetap menjaga harmonisasi kehidupan alam ciptaan Allah.
Dalam pandangan Islam menilai kinerja religius seseorang dapat dilihat
dari beberapa indikator, antara lain: niat bekerjanya adalah karena Allah, dalam
bekerja menerapkan kaidah / norma / syari’ah secara kaffah, motivasinya
adalah spiritual dengan mencari keberuntungan di dunia dan di akhirat,
menerapkan azas efisiensi dan manfaat dengan tetap menjaga kelestarian
hidup, menjaga keseimbangan antara mencari harta dengan beribadah,
bersukur kepada Allah dengan cara tidak konsumtif, mengeluarkan ZIS, dan
menyantuni anak yatim dan fakir miskin (Zadjuli, 2007). Islam memandang
bahwa kesejahteraan bersifat komprehensif, karena kesejahteraan dalam
Islam bertujuan mencapai kesejahteraan umat manusia secara menyeluruh,
sedangkan kesejahteraan ekonomi hanya merupakan sebagian dari padanya.
Dalam upaya menciptakan kebahagiaan dunia dan akherat, perusahaan
konveksi di Provinsi Jawa Tengah telah melakukan berbagai kegiatan rutin,
antara lain; membagikan zakat dan daging qurban kepada yang berhak,
memberikan shodaqoh, menghimbau untuk selalu membaca basmallah dalam
memulai setiap pekerjaan, mengajak sholat berjamaah, menghimbau untuk
selalu bersyukur, bersikap iklas, dan menjaga kepercayaan yang diberikan.
Pengelolaan lingkungan hidup sangat terkait dengan tingkat ketauhidan
manusia sebagai pengelola. Hope dan Young (1994), berpendapat bahwa
170
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
tauhid adalah salah satu kunci untuk memahami masalah lingkungan hidup.
Tauhid merupakan pengakuan kepada ke-Esa-an Allah serta pengakuan
bahwa Dia-lah pencipta alam semesta. Sebagaimana firman Allah dalam
QS al-An’am ayat 79, yang artinya: Sesungguhnya aku menghadapkan
diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung
kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Tuhan.
Dalam pandangan Islam, hidup manusia tidaklah terpisah dari
ekosistemnya, melainkan terintegrasi. Pemeliharaan, pelestarian dan
pengembangan lingkungan diakui sebagai bagian dari lima maslahat pokok
atau lima komponen utama (Qaradhawi, 2002), yaitu: (1) Menjaga lingkungan
sama dengan menjaga agama (hifdh ad-din). (2) Menjaga lingkungan sama
dengan menjaga jiwa (hifdh al-nafs). (3) Menjaga lingkungan sama dengan
menjaga keturunan (hifdh al-nasb). (4) Menjaga lingkungan sama dengan
menjaga akal (hifdh al-aql), dan (5) Menjaga lingkungan sama dengan menjaga
harta (hifdh al-mal). Allah berfirman dalam QS an-Nisa ayat 5, yang artinya:
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna
akalnya, harta yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan”. Dalam konteks
kesejahteraan manusia, islam menilai bahwa kesejahteraan memiliki bersifat
holistik dan memiliki dua dimensi, yaitu duniawi dan akherat. Zadjuli (2007)
menyatakan bahwa kesejahteraan dapat dicapai kalau manusia terbebas dari
empat hal, yaitu: kebodohan, kemiskinan, kesakitan, dan kebathilan. Zadjuli
(2007) juga menilai bahwa untuk mengembangkan kualitas manusia, maka
manusia harus terbebas dari tujuh macam nafsu, yaitu: nafsu lawwammah,
amarah, mulhimmah, muthmainah, rodhiyah, mardhiyah, dan kammilah. Ke
tujuh nafsu yang ada pada diri manusia pada dasarnya akan menentukan
kualitas kehidupan manusia dalam kehidupan dunia maupun akherat.
Dalam studi ini terdapat beberapa temuan teoritis yang meliputi: (1)
Pengelolaan lingkungan perusahaan islami yang terintegrasi, meliputi niat
untuk memperbaiki lingkungan, melibatkan karyawan, dan integrasi dengan
supplier memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja lingkungan islami,
kinerja perusahaan islami, penyerapan tenaga kerja, dan kesejahteraan
karyawan islami. (2) Terdapat pengaruh signifikan antara kinerja lingkungan
islami dengan kinerja perusahaan islami, dan kesejahteraan karyawan
171
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
islami. (3) Penyerapan tenaga kerja memiliki pengaruh signifikan terhadap
kesejahteraan karyawan islami. Temuan lain juga menunjukkan adanya
pengaruh positif dan signifikan antara pengelolaan lingkungan perusahaan
islami dengan kinerja lingkungan islami maupun dengan kinerja perusahaan
islami.
Kesimpulan
Dikaitkan dengan hasil studi yang telah dilakukan yang menunjukkan
adanya pengaruh signifikan antara pengelolaan lingkungan islami terhadap
kesejahteraan karyawan islami, maka pengelolaan lingkungan islami yang
lebih baik akan dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan islami. Namun
demikian dalam kenyataannya pengelolaan lingkungan yang diterapkan pada
industri konveksi masih belum menggambarkan hasil yang optimal. Dimensi
inisiatif lingkungan sebagai upaya awal dalam mewujudkan proses produksi
dan produk yang ramah lingkungan belum didukung oleh penyediaan bahan
baku yang pengadaannya memperhatikan kelestarian lingkungan. Perusahaan
konveksi juga mengindikasikan belum adanya upaya-upaya yang serius dalam
aktivitas produksi yang dapat mengurangi limbah. Selain itu juga minimnya
penggunaan teknologi bersih sebagai metode untuk mengurangi limbah
hasil produksi. Pada dimensi keterlibatan karyawan, nampak bahwa peran
karyawan belum optimal dalam kaitannya dengan penciptaan lingkungan
perusahaan yang baik. Hasil studi mengindikasikan bahwa karyawan belum
dilibatkan dalam kegiatan training kaitannya dengan upaya perbaikan kualitas
lingkungan. Temuan dalam studi terkait dengan pengelolaan lingkungan
perusahaan islami mengindikasikan bahwa secara umum fungsi manusia
sebagai khalifatullah belum dijalankan dengan baik dan sistematis terutama
oleh para pelaku usaha bidang konveksi di Provinsi Jawa Tengah.
Hasil studi mengindikasikan bahwa upaya-upaya yang dilakukan oleh
pihak manajemen pada industri konveksi untuk tidak melakukan kerusakan
lingkungan ternyata belum dilakukan secara optimal. Pengelolaan lingkungan
perusahaan islami yang tidak baik akan menimbulkan kinerja lingkungan
islami yang tidak baik juga. Perintah Allah SWT kepada manusia agar tidak
melakukan kerusakan lingkungan hidup sebagaimana yang tercantum dalam
QS al-A’raaf ayat (7:56) belumlah dilakukan secara optimal. Kesimpulan
172
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
ini didukung oleh hasil studi yang menunjukkan bahwa belum adanya
pengurangan limbah padat sebagai akibat dari proses produksi, dan belum
adanya metode baru yang ditujukan untuk mengurangi konsumsi enerji.
Islam memandang bahwa kesejahteraan bersifat komprehensif, karena
kesejahteraan dalam Islam bertujuan mencapai kesejahteraan umat manusia
secara menyeluruh, sedangkan kesejahteraan ekonomi hanya merupakan
sebagian dari padanya. Sosok manusia terdiri dari fisik dan jiwa, karenanya
kebahagiaan haruslah seimbang di antara keduanya. Demikian pula manusia
memiliki dimensi individu, tetapi tidak dapat terlepas dari lingkungan sosial.
Manusia akan merasa bahagia jika terdapat keseimbangan di antara dirinya
sendiri dengan lingkungan sosialnya. Perusahaan konveksi di Provinsi Jawa
Tengah telah menunjukkan komitmennya untuk meningkatkan kesejahteraan
karyawan. Namun demikian kenaikan kesejahteraan karyawan masih perlu
ditingkatkan, mengingat tingkat pendapatan karyawan sebagian besar masih
tergolong rendah, dan tingkat pendidikan karyawan juga didominasi oleh
karyawan yang berpendidikan lulus SD dan lulus SMP yang mencapai 85
persen. Sementara itu indikator tingkat kesakitan karyawan menunjukkan
kecenderungan menurun selama lima tahun terakhir. Dalam pelaksanaan
sholat wajib, hasilnya menunjukkan bahwa semua karyawan diwajibkan untuk
melaksanakan sholat wajib pada saat di perusahaan, khususnya untuk sholat
dluhur dan sholat ashar. Kaitannya dengan pembayaran zakat dan infaq oleh
karyawan perusahaan konveksi islami hasilnya menunjukkan bahwa semua
karyawan telah melaksanakan pembayaran zakat dan infaq.
Saran
Lingkungan hidup adalah ciptaan Allah SWT dan sebagai makhluk Allah
yang diamanatkan kepada manusia untuk dijaga, dipelihara, dan dilindungi.
Sumber daya alam bukanlah barang dagangan yang dapat dieksploitasi
sampai habis demi keuntungan materiil. Keseimbangan kehidupan di alam
semesta harus tetap tercipta dengan sempurna. Allah menciptakan lingkungan
dengan sempurna dan satu sama lain saling berhubungan dan bergantung
dalam mata rantai kehidupan.
Perlunya meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam
pemeliharaan, perlindungan, dan pelestarian lingkungan yang merupakan
bagian integral dari ajaran islam. Kesadaran dan partisipasi masyarakat
173
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
dapat diterapkan mulai dini dengan memperkenalkan isu lingkungan melalui
pendidikan formal (pendidikan dasar sampai perguruan tinggi), maupun nonformal (pesantren, majelis ta’lim, dan pengajian). Peran pemerintah perlu
ditingkatkan melalui penciptaan dan pengefektivan regulasi bidang lingkungan
dengan berlaku tegas kepada pihak-pihak yang melanggar peraturan untuk
mewujudkan kemaslahatan dalam pembangunan yang ramah lingkungan.
Pada lingkup perusahaan konveksi di Jawa Tengah perlu adanya
perubahan pandangan bahwa untuk meningkatkan kinerja lingkungan harus
diawali dengan adanya niat atau inisiatif untuk memperbaiki lingkungan,
melibatkan seluruh karyawan di perusahaan, dan melibatkan supplier sebagai
pihak yang selalu berhubungan dengan perusahaan.
174
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
B. PENGARUH KUALITAS MANAJEMEN LINGKUNGAN TERHADAP
KEUNGGULAN BERSAING PADA INDUSTRI MANUFAKTUR DI
JAWA TENGAH
oleh : Budhi Cahyono,SE.MSi & Heru Sulistyo,SE.MSi
ABSTRACT
Quality revolution programs have position quality as main object. Corporates focus on continuous improvement and how to create customer satisfaction continually. The other side, Berry and Rondinelli (1998) say that in the
twenty first centurry indicated as a new revolution industry, especially in environmental management. This fact have make corporates must redefinition to
their object, they not only exploiting human resources and natural resources,
but also how they must responsibility to environmental.
This research is design to know the impact of environmental management (EM) practices to competitive advantage. The first hypothesis focus the
impact EM on corporate performance and the second hypothesis emphazises
the impact corporate performance on competitive advantage. Corporate performance is positioned as intervening variable. Data was collected by mail
survey with object corporates that resistance on environmental problem. Population are all corporate that resistance to environmental problem and the
reseach variabel are: quality environmental management, corporate performance and competitive advantage.
Respond rate from questionare that mailed reach 24% from total population 100 corporates. All item in three variabel were measured by 5 point
Likert-scale (stongly disagre to strongly agree) and all items were valid. By
alpha cronbach, all variables indicate reliable (QEM = 0,7789, CP = 0,8433,
CA = 0,7827). This result indicate that quality environmental management
has negative impact on corporate performance. The other result indicate that
corporate performance has positive impact on competitive advantage. QEM
cannot increase corporate performance at short time, like profit, competitiveness, financial performance, but corporate can reach the result in long time.
175
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
PENDAHULUAN
Perubahan dunia global telah menciptakan kompetisi yang sangat
ketat diantara perusahaan dalam meraih keunggulan kompetitif. Batas
negara yang semakin kabur memberikan peluang bagi perusahaan
multinasional untuk melakukan ekspansi di setiap negara, khususnya di
Indonesia melalui kompetensi yang telah dimiliki. Perusahaan dipacu untuk
selalu menciptakan inovasi produk baru yang berkualitas dalam memberikan
kepuasan kepada pelanggan melalui time based competition. Menurut Noori
(1990), perubahan teknologi yang cepat dan mengarah pada otomatisasi
berdampak pada siklus hidup pemasaran produk semakin pendek, pasar
menuntut semakin beragamnya produk tanpa meningkatkan volume, pasar
menjadi peka waktu (time sensitive) dan pasar menjadi peka ongkos (cost
sensitive) Bagi perusahaan yang memproduksi barang atau jasa bertaraf
internasional, penyediaan produk yang berkualitas menjadi tuntutan agar
dapat bertahan hidup dalam persaingan (Banks, 1989). Makin meningkatnya
selera, pengetahuan, budaya konsumen, gaya hidup, daya beli konsumen,
berdampak pada tuntutan permintaan terhadap kualitas produk yang handal.
Perusahaan harus selalu memperhatikan voice of customer agar dapat
bersaing di pasar global.
Kualitas merupakan sesuatu yang memuaskan konsumen, sehingga
setiap upaya pengembangan kualitas harus dimulai dari pemahaman
terhadap persepsi dan kebutuhan konsumen (Spencer, 1994). Kualitas saat
ini tidak diukur dari hasil akhir proses produksi, tetapi lebih mendasarkan
pada manajemen organisasi secara keseluruhan dalam memproses produk
(Clement ,1993). Penanganan kualitas secara menyeluruh akan memberikan
tingkat laba yang tinggi. Hubungan antara kualitas dengan tingkat laba
dikemukakan oleh Evans, James dan Lindsay (1996). Tingkat laba yang tinggi
dicapai mulai dari perbaikan kualitas desain, akan menciptakan nilai dirasakan
yang tinggi. Bila nilai yang dirasakan tinggi maka akan meningkatkan market
share dan harga yang tinggi , sehingga terjadi peningkatan revenue dan
akhirnya menghasilkan laba yang tinggi. Konsep pengembangan kualitas
mencakup beberapa dimensi kualitas seperti peran top manajemen, fokus
pada konsumen, peranan karyawan, kualitas disain produk/jasa , penggunaan
alat kontrol dan informasi, manajemen kualitas pemasok dan pelatihan (Sarap
176
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
, Benson and Schroeder 1989; Dumond 1995; Black and Porter 1996; Ahire,
Golhar and Waller 1996; Lindsay and Wagner 1996). Keberhasilan perusahaan
melakukan manajemen kualitas akan meningkatkan kinerja perusahaan .
Kinerja perusahaan yang unggul akan menciptakan keunggulan bersaing
melalui pemenuhan kepuasan pelanggan.
Paradigma baru dalam bisnis yang semakin global dan liberal tidak hanya
menekankan pada aspek manajemen kualitas total (Total Quality Management)
melalui standarisasi mutu untuk meraih keunggulan kompetitif, tetapi juga pada
aspek manajemen kualitas lingkungan (Quality Environmental Management).
Globalisasi telah mendorong produk-produk yang diperdagangkan harus
bersahabat dengan lingkungan, sehingga kesadaran para konsumen terhadap
produk yang tidak mencemari lingkungan semakin meningkat. Lingkungan
diposisikan sebagai modal dasar keunggulan bersaing guna menciptakan
efisiensi ekonomi secara seimbang dan terintegrasi sehingga tercapai kondisi
menang-menang (win-win situation). Pendekatan QEM lebih melengkapi
TQM dalam memberikan kepuasan pelanggan, khususnya penekanan
pada pelanggan yang lebih luas yaitu pelanggan internal (seluruh bagian
departemen dan tingkatan manajemen yang lebih tinggi) dan pelanggan
eksternal (konsumen, regulasi, legislasi, masyarakat, kelompok pencinta
lingkungan, dan dampak terhadap lingkungan). Dalam konsep pembiayaan
TQEM telah mencerminkan ada tidaknya upaya willingness to pay.
Perusahaan perlu menanggapi secara terencana dan perlu menetapkan
secara eksplisit sasaran-sasaran lingkungan (environmental goals) (Newman
and Breeden, 1992). Beberapa perusahaan mempunyai keunggulan kompetitif
dalam menerapkan QEM seperti perusahaan Aqua Golden Missisippi,
perusahaan 3M (strategi pollution prevention pays), perusahaan Eastman
Kodak di Amerika dan telah mendapatkan tanggapan positif dari stakeholders.
Riset ini berusaha menguji secara empirik keterkaitan QEM terhadap kinerja
perusahaan yang dapat diraih perusahaan manufaktur di Jawa Tengah dalam
menghadapi perdagangan bebas di era global.
Penerapan QEM diperlukan perusahaan dalam bersaing di pasar
global, khususnya menghadapi green customers, maka sangat penting untuk
menguji dampak penerapan QEM terhadap Corporate Performance dalam
meraih keunggulan kompetitif. Perlu juga menganalisis Corporate Performance
177
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
yang dicapai perusahaan dalam menciptakan keunggulan kompetitif. Secara
spesifik, pertanyaan riset dalam penelitian ini adalah :
Apakah penerapan Quality Environmental Management mempengaruhi
kinerja perusahaan? dan sejauh mana kinerja perusahaan mampu
mempengaruhi keunggulan kompetitif ?
Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui respon perusahaan
terhadap isu lingkungan yang menjadi tuntutan stakeholders dan mengetahui
dampak QEM terhadap kinerja perusahaan (corporate performance). Terakhir
untuk mengetahui peran Corporate Performance yang dicapai perusahaan
dalam mencapai keunggulan kompetitif. Riset yang dilakukan diharapkan
dapat memberikan manfaat sebagi berikut : bagi perusahaan, sebagai
masukan didalam meningkatkan kinerja perusahaan dalam rangka mencapai
keunggulan kompetitif dan bagi Pemerintah, sebagai masukan dalam
membuat dan menerapkan kebijakan, khususnya regulasi yang berkaitan
dengan lingkungan.
LITERATUR REVIEW
Manajemen Kualitas
Tingkat persaingan dalam industri manufaktur sudah semakin ketat.
Level persaingan sudah bergeser dari level negara, level perusahaan sampai
pada level produk. Hammer (1993), mengindikasikan bahwa persaingan yang
muncul menyangkut 3C. Pertama customer, konsumen semakin kritis dalam
memilih produk dan tidak lagi melihat asal produk maupun yang menghasilkan
produk. Kualitas produk cenderung menjadi pertimbangan utama dalam
pilihan konsumen. Kedua competition, tingkat persaingan sudah semakin
ketat dan menurut D’Aveni (1996) tingkat persaingan sudah mengarah pada
hipercompetition. Ketiga change, yang diindikasikan selalu muncul perubahanperubahan, baik perubahan internal maupun eksternal perusahaan. Perubahan
ini menuntut perusahaan untuk dapat mengantisipasinya, agar tetap mampu
bertahan.
Menghadapi berbagai tantangan tersebut, perusahaan dikondisikan
untuk melakukan quality revolution, sehingga mampu meningkatkan internal
maupun eksternal competition. Fenomena quality revolution ternyata
mendapat sambutan yang baik dari berbagai perusahaan. Usaha-usaha yang
178
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
dilakukan difokuskan pada upaya meningkatkan kualitas dalam berbagai
aspek perusahaan. Suatu program yang dapat dilakukan misalnya total
quality management (TQM). Wollner (1992) mensinyalir bahwa perusahaanperusahaan yang menerapkan program kualitas dapat membantu perusahaan
dalam meningkatkan kepuasan konsumen, kepuasan karyawan dan
produktivitas karyawan. Lebih jauh lagi Cole dan Philips (1993) dalam studinya
mengkonfirmasikan bahwa program kualitas mempunyai keuntungankeuntungan yang bersifat strategis, diantaranya perluasan market share dan
meningkatkan return on investment.
Dalam menerapkan program kualitas secara umum lebih mengutamakan
pada pemahaman dan perbaikan dalam proses organisasional, yang terfokus
pada kebutuhan konsumen, serta melibatkan karyawan dan memotivasinya
untuk mencapai output yang berkualitas. Pengimplementasian program
kualitas terdapat dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Pertama, menyangkut
hard side, yang mengutamakan pada perbaikan dalam proses produksi
yang diawali dengan desain produk dan sistem pengawasan. Berbagai
instrumen yang digunakan dalam fase ini misalnya: Concurrent Engineering
(CE), Quality Function Deployment (QFD), Just-in Time (JIT), dan Statistical
Product Control (SPC). Kedua disebut dengan soft side, yang cenderung
lebih mengutamakan pada peran customer dan karyawan melalui komitmen
mereka untuk memperbaiki kualitas dalam organisasi. Soft side cenderung
mengutamakan pada menejemen sumber daya manusia yang disinyalir
kurang mendapat perhatian. Hasil dari penerapan program kualitas biasanya
akan menciptakan berbagai kebijakan kualitas yang baru, seperti struktur
organisasi, proses operasional, evaluasi kinerja.
Berbagai Dimensi Kualitas
Pemahaman tentang kualitas selalu mengalami pergeseran dari waktu
ke waktu. Tuchman (1980) mendefinisikan kualitas adalah excellence, yang
terfokus pada cara menginvestasikan keahlian dan usaha untuk menciptakan
hasil yang sebaik mungkin. Definisi ini mendapat tentangan dari Feigenbaum.
Feigenbaum (1961) lebih mendefinisikan kualitas sebagai sebuah value, yang
berarti menciptakan nilai yang terbaik secara kondisional bagi konsumen
tertentu. Dia menekankan pada masalah harga dan pemakaian akhir.
179
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
Secara lebih mendetail, diarahkan bagaimana produk dan jasa diciptakan
dengan memenuhi karakteristik marketing, engineering, manufacturing dan
maintenance.
Pendapat tentang variabel-variabel yang terkait dengan manajemen
kualitas juga berbeda-beda diantara tokoh-tokoh manajemen. Deming
(1986) dalam framework-nya lebih menekankan pada pendekatan sistemik,
yakni pentingnya kepemimpinan dan tuntutan untuk mengurangi variasi
dalam proses organisasional. Juran (1989) lebih mengutamakan pada
proses, yang meliputi tiga aktivitas,yaitu quality planning, quality control dan
quality improvement, serta mengedepankan pendekatan alat-alat statistik
untuk meminimalisir kerusakan. Berbagai studi juga sudah dilakukan yang
berhubungan dengan menejemen kualitas. Garvin (1991), mengulas berbagai
variabel yang berhubungan dengan menejemen kualitas. Dia menyoroti
standar yang digunakan oleh Malcolm Baldridge National Quality Award
(MBNQA) yang merupakan penghargaan dibidang kualitas menejemen yang
ditujukan terhadap tiga kategori, yakni manufacturing, service dan small
industries. Variabel yang dinilai dalam MBNQA meliputi tujuh poin, antara
lain : leadership, information and analysis, strategic quality planning, human
resources utilization, quality assurance of products and services, quality result
dan customer satisfaction.
Studi lain tentang dimensi kualitas juga dilakukan oleh Schleisinger
dan Heskett (1997). Melalui model service profit chain model, mereka dalam
menilai kualitas menekankan pada keterkaitan antara customer satisfaction,
employee satisfaction dan employee service quality. Schleisinger dan Heskett
(1997) berargumentasi bahwa kepuasan konsumen berawal dari adanya
kepuasan karyawan dalam perusahaan. Kepuasan karyawan selanjutnya
akan mempengaruhi kualitas pelayanan karyawan, sehingga ketiga dimensi
kualitas ini saling terkait dalam mempengaruhi kinerja perusahaan maupun
dalam mencapai keunggulan kompetitif.
Hubungan Manejemen Kualitas dengan Kinerja Perusahaan
Berbagai studi yang sudah dilakukan menunjukkan adanya kontradiksi
satu sama lainnya. Garvin (1991), dalam penelitiannya terhadap perusahaanperusahaan manufaktur di AS, dengan menggunakan variabel-variabel
180
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
penilaian dari MBNQA, mengindikasikan dua hal yang bertentangan dengan
pemberian penghargaan tersebut. Pertama, munculnya biaya yang sangat
besar yang harus dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan yang akan
memperebutkan Baldridge Award. Namun ada sanggahan dari pihak MBNQA,
bahwa hendaknya perusahaan-perusahaan yang bersaing dalam Award ini
memandang biaya sebagai suatu investasi dalam perbaikan kualitas dan
bukan sebagai cost. Untuk mengimplementasikan program ini, perusahaan
harus menciptakan program kualitas yang berorientasi pada konsumen yang
dikendalikan oleh menejer senior, keterlibatan karyawan, pemahaman proses
internal dan penerapan menejemen by-fact, bukan mendasarkan pada
insting maupun perasaan. Kedua, adanya mitos bahwa penghargaan yang
diberikan gagal meningkatkan kinerja perusahaan, terutama kinerja finansial.
Kritik ini dibantah oleh pengelola Baldridge Award, yang mengatakan bahwa
kritik tersebut benar tetapi salah. Baldrige Award dalam jangka pendek
diibaratkan seperti air dengan minyak. Keduanya tidak dapat dicampurkan,
dan penghargaan ini hanya dapat dinikmati dalam jangka panjang.
Hasil penelitian lain dilakukan oleh General Accounting Office (GAO),
1990 yang didasarkan pada program kualitas terhadap 20 perusahaan di AS,
hasilnya menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara praktekpraktek total quality dengan kriteria Baldrige dengan kinerja perusahaan,
kinerja perusahaan diukur berdasarkan hubungan karyawan, produktivitas,
kepuasan konsumen dan profitabilitas. Temuan lain dari GOA menunjukkan
bahwa dari ke-20 perusahaan mempunyai pendekatan dan tehnik yang
berbeda dalam mengimplementasikan program kualitas, namun secara
prinsip mereka sama, yakni fokus pada konsumen, kepemimpinan menejemen
puncak, komitmen untuk training karyawan dan pemberdayaan. Studi
dari GAO merupakan tahapan besar dalam upaya mengimplementasikan
kuantifikasi praktek-praktek TQM dan efeknya terhadap kinerja perusahaan.
Dalam studi ini indikator kinerja terdiri dari kinerja karyawan, operasional,
kepuasan konsumen dan kinerja keuangan.
Manajemen Kualitas Lingkungan
Isu krisis lingkungan dan pengurasan sumber daya alam telah merebak
pada dua dekade belakangan ini. Banyak perusahaan enggan menerapkan
181
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
perlindungan lingkungan ke dalam proses produksi karena dianggap akan
meningkatkan biaya produksi yang pada akhirnya mengurangi keuntungan.
Ketidakpedulian terhadap permasalahan pencemaran dan pengrusakan
lingkungan hidup bisa mempengaruhi berfungsinya sistem ekonomi. Kemajuan
iptek dan meningkatnya kesejahteraan Masyarakat telah menumbuhkan
kesadaran akan lingkungan yang bersih dan sehat. Pendekatan stakeholders
memberikan tekanan politik pada perusahaan, akibat pemerintah Indonesia
mengadopsi kebijakan pembangunan yang berkesinambungan (sustainable
development). Orientasi kegiatan bisnis hanya memaksimalisasi laba untuk
memuaskan pemilik perusahaan, akibatnya masyarakat harus menanggung
dampak negatif dari aktivitas bisnis perusahaan (social cost). Tekanan
masyarakat terhadap perusahaan yang kurang peduli terhadap lingkungan
akan semakin tinggi dan pemerintah akan memberlakukan peraturan
lingkungan yang semakin ketat dengan sangsi berat bagi pelanggannya
(sebagai contoh : ditutupnya aktivitas bisnis PT. Indorayon Utama oleh
Pemerintah). Dengan menerapkan manajemen lingkungan yang efektif,
perusahaan dapat menghindari kerugian dan biaya yang besar serta dakwaan
kejahatan organisasi (organization’s malfeasance). Perusahaan perlu
menanggapi secara terencana, terintegrasi dan menetapkan secara eksplisit
sasaran-sasaran lingkungan yang cocok dengan kekuatan dan strategi bisnis
jangka panjang dan mempertahankan reputasi (Newman and Breeden,
1992).
Perdagangan bebas mensyaratkan produk harus bersahabat dengan
lingkungan, sehingga perusahaan perlu menyusun strategi bisnis yang
menyeluruh. Menurut Blanchard dalam Ottman (1994) bisnis yang sukses
pada abad 21 perlu memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap lingkungan.
Inovasi-inovasi yang berkaitan dengan lingkungan fisik menjadi bagian
integral dalam strategi pemasaran (Coddington, 1993) dan saat ini perhatian
utama perusahaan dicurahkan pada environmental marketing (Kotler dalam
Ottman, 1994). Konsekuensinya konsumerisme lingkungan, yaitu upaya yang
dilakukan oleh konsumen untuk melindungi diri mereka dan bumi ini dengan
membeli produk yang dianggap hijau (Green Customer) menjadi trend baru.
Produk-produk dievaluasi tidak hanya berdasarkan kinerja atau harga, tetapi
juga berdasarkan tanggung jawab sosial dari produsen. Nilai utama produk
182
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
itu mencakup aspek-aspek keramahan lingkungan dari produk itu sendiri dan
kemasannya.
Penelitian yang dilakukan A Gallup Poll (1993) mengindikasikan bahwa
sebagian besar konsumen Amerika mempertimbangkan citra perusahaan
yang berhubungan dengan lingkungan dalam membuat keputusan pembelian
dan bersedia membayar lebih untuk produk yang ramah lingkungan (Bhat,
1993). Riset pemasaran yang dilakukan Hemphill (1995) terhadap perusahaan
FIND/SVP menunjukkan bahwa pada tahun 1995 konsumen mengeluarkan
$8.8 billion untuk produk yang ramah lingkungan (green product) dan lima kali
lebih banyak dibanding tahun 1990 sebesar $1.8 billion.
Memposisikan TQM dalam pengelolaan lingkungan memunculkan
konsep Total Quality Environment Management. Manfaat penerapan TQEM
mencerminkan manfaat penerapan TQM, yaitu memperbaiki kepuasan
pelanggan, memperbaiki efektivitas organisasi dan meningkatkan daya saing,
serta mencegah terjadinya pencemaran dan pengrusakan lingkungan. TQEM
mendefinisikan pelanggan lebih luas, yaitu pelanggan internal (seluruh bagian
departemen dan tingkatan manajemen yang lebih tinggi) dan pelanggan
eksternal (konsumen, regulasi, legislasi, masyarakat, kelompok pencinta
lingkungan). Perusahaan harus mengkaji ulang untuk mewujudkan keunggulan
lingkungan sebagai dimensi pokok dari keseluruhan strategi bisnis tanpa
mempengaruhi corporate performance, profitabilitas dan pertumbuhan (Greeno
and Robinson, 1992). Kepedulian lingkungan seperti yang dikembangkan oleh
PT. Aqua Golden Missisipi dalam jangka pendek memerlukan biaya besar,
tetapi dalam jangka panjang profitabilitas perusahaan tidak terganggu dan
memberikan corporate performance dan keunggulan kompetitif yang matang.
Kemampuan perusahaan penerapan n TQEM menjadi penentu keberhasilan
bisnis abad 21 dalam mencapai keunggulan kompetitif.
Penerapan manajemen lingkungan dan kinerja lingkungan yang baik
dapat menciptakan keunggulan kompetitif (Bonifant, Arnold and Long 1995;
Dechant and Altman 1994; Ekington 1994; Maxwel 1996, Porter and Linde
1995; Shrivastava 1995). Penerapan TQEM di dalam tingkat korporat akan
berakumulasi secara global (makro) dan dapat digunakan untuk mencapai
efisiensi ekonomi.
183
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
Kerangka Pemikiran dan Model Penelitian
Riset ini menguji keterkaitan antara Quality Environmental Management
terhadap kinerja perusahaan dalam meraih keunggulan kompetitif. Model
dalam penelitian ini sebagai berikut :
Gambar 1. Model Penelitian
Hipotesis
Riset yang dilakukan beberapa peneliti menunjukkan bahwa
perusahaan yang menerapkan quality environmental management
memberikan dampak pada peningkatan kinerja perusahaan. Manfaat
penerapan quality environmental management mencerminkan manfaat
penerapan quality management, yaitu memperbaiki kepuasan pelanggan,
memperbaiki efektivitas organisasi dan meningkatkan daya saing, serta
mencegah terjadinya pencemaran dan pengrusakan lingkungan.
H1: Penerapan quality environmental management memberikan
dampak pada kinerja perusahaan.
Bila perusahaan mampu menghasilkan kinerja perusahaan yang
baik, maka akan meningkatkan daya saing perusahaan. Kemampuan daya
saing perusahaan yang tinggi akan memberikan keunggulan kompetitif.
H2: Keunggulan kompeititif perusahaan dipengaruhi oleh tingkat
kinerja perusahaan
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kausal efek, yang
bertujuan untuk mendeteksi sejauh mana independen variabel berpengaruh
terhadap dependen variabelnya. Obyek penelitian ini mencakup perusahaan
184
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
manufaktur di Jawa Tengah yang sensitive terhadap masalah lingkungan.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan manufaktur
di Jawa Tengah yang sensitif terhadap masalah lingkungan, seperti : Cruide
petroleum & natural gas product, Metal & Allied Products, Chemicals, plastics
& packaging, animal feed, wood industries, pulp & paper, textile, garment,food
and beverages, pharmaceuticals . Teknik sampling yang digunakan adalah
purposive sampling, artinya peneliti hanya mengambil sampel perusahaan
yang rentan terhadap masalah lingkungan. Jumlah sampel yang diambil
sebanyak 100 perusahaan yang rentan terhadap permasalahan lingkungan.
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan mail survey, yang
ditujukan kepada para middle manajer, khususnya manajer yang langsung
bertanggung jawab terhadap kualitas produk, yakni manajer produksi.
Variabel-variabel dalam penelitian terdiri dari variabel independen
dan variabel dependen. Variabel independen : Quality Environmental
Management (QEM), Variabel Intervening : Corporate Performance (CP) dan
variabel dependennya : Competitive Advantage (CA).
Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner . Masingmasing varaibel penelitian diukur dengan menggunakan skala Likert 1 sampai
dengan 5 ( sangat tidak setuju – sangat setuju). Praktek Quality Environmental
Management oleh perusahaan diukur dengan menggunakan item: focus
on prevention, regulatory flexibility, availability of resources, management
responsiveness, innovation, financial impact. Untuk mengidentifikasi
Corporate Performance diukur dengan menggunakan item: short-term
performance, longterm performance, productivity, cost performance,
profitability, competitiveness, sales growth, earning growth, market Share,
employee related, operating, customer satisfaction dan financial performance.
Competitive Advantage perusahaan dapat diukur dengan item: cost structure,
product quality, reputation with customers, ability to compete in international
markets, and the development of unique or inimitable competitive advantage.
Data yang sudah terkumpul kemudian diuji validitas dan reliabilitas.
Uji validitas yang digunakan adalah validitas konstruk dengan menggunakan
teknik product moment dari Karl Pearson. (Emory dan Cooper, 1995).
Pengujian reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana suatu alat
ukur dapat memperoleh hasil yang konsisten dari sebuah pengukuran (Emory
185
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
dan Cooper, 1995). Teknik yang digunakan untuk mengukur reliabilitas adalah
koefisien alpha (Cronbach, 1951). Data Primer dengan yang diperoleh dari
pengiriman kuesioner kepada Manajer kualitas perusahaan manufaktur di
Jawa Tengah yang sensitive terhadap masalah lingkungan, sedangkan data
Sekunder diperoleh melalui BPS tahun 1999, journal ilmiah, CD ROM.
Metode statistik yang digunakan untuk menganalisis QEM terhadap
Corporate Performance dalam meraih keunggulan kompetitif adalah regression
analysis. Simple regression analysis digunakan untuk menguji hubungan
antara QEM dengan corporate performance yang dicapai perusahaan
manufaktur di Jawa Tengah terhadap competitive advantage dalam bersaing
di pasar global.
CP CP β0 β1 CA CA β0 β1 Secara lengkap model persamaan
= βo + β1 QEM
= Corporate Performance
= Intersep
= Koefisien regresi QEM
= βo + β1CP
= Competitive Advantage
= Intersep
= Koefisien regresi corporate performance
Hasil yang Diharapkan
Studi yang diusulkan untuk mengetahui penerapan QEM terhadap
kinerja perusahaan manufaktur di Jawa Tengah dalam mencapai keunggulan
kompetitif, khususnya daya saing ekspor produk perusahaan manufaktur go
public di pasar internasional. Bila keunggulan kompetitif dapat dicapai melalui
penerapan QEM secara benar dan terpadu akan menghasilkan efisiensi
ekonomi dengan menjadikan lingkungan sebagai aset dalam pertumbuhan
ekonomi. Semakin efisien suatu perusahaan , maka barang dan jasa yang
ditawarkan semakin meningkat daya saingnya di pasar global, khususnya
melalui program pencapaian standarisasi internasional ISO 9000 dan ISO
14000.
186
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
Melalui riset ini dapat dijadikan rekomendasi bagi pihak terkait
dalam mengembangkan kebijakan pengembangan, khususnya berkaitan
dengan penerapan regulasi lingkungan dan insentif yang fleksibel dalam
mengembangkan manajemen lingkungan serta mendorong perusahaan
untuk memperoleh sertifikasi ISO 9000 dan ISO 14000. Berbagai macam
program domestik seperti ECOLABEL dan business performance rating
programs telah dikembangkan untuk disesuaikan dengan ISO 14000. Selain
itu pemerintah dapat mendorong sikap manajemen untuk menjadi proaktif
dan inovatif dalam menghadapi isu lingkungan agar menjadi leader dalam
bisnisnya sekaligus bisa menunjukkan kepedulian dan tanggung jawab
mereka terhadap lingkungan.
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel perusahaanperusahaan manufaktur yang rentan terhadap masalah lingkungan di Jawa
Tengah. Perusahaan yang sensitif terhadap masalah lingkungan terutama
dikaitkan dengan proses mendapatkan bahan baku, proses produksinya dan
juga proses pembuangan limbah hasil produksi. Respond rate dari jumlah
sampel yang ditentukan sebanyak 100 perusahaan dengan menggunakan
mail survey, jumlah jawaban yang kembali dan datanya layak dianalisis
sebesar 42 responden (24%). Dua jawaban responden dianggap tidak baik,
karena pengisiannya kurang lengkap. Tingkat respon yang belum tinggi
mengindikasikan belum adanya keterbukaan dari perusahaan, terutama
kaitannya dengan masalah-masalah yang sensitif, yakni masalah kepedulian
terhadap lingkungan. Berdasarkan pada mail survey dan data responden
yang kembali ke peneliti, distribusi jenis perusahaan yang dijadikan responden
seperti tabel 4.1
Responden dalam penelitian ini sebagian besar adalah perusahaan
tekstil (40,5%), mengingat perusahaan tekstil cenderung memiliki masalahmasalah lingkungan yang serius, sehingga dijadikan fokus dalam penentuan
sample. Jenis perusahaan yang lainnya meliputi perusahaan gas, sabun
mandi, jamu dan kosmetik dan pupuk. Perusahaan yang dijadikan sampel
memiliki variasi dalam pemasaran hasil produksinya, yakni 14,3% perusahaan
mengeksport semua produknya, 50% menjual produknya di dalam negeri dan
187
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
Tabel 4.1
Distribusi Berdasarkan Jenis Perusahaan
35,7% diekspor dan dijual di dalam negeri. Jumlah tenaga kerja dari perusahaan
yang dijadikan responden yang berjumlah lebih besar dari 100 orang adalah
69% atau menurut ketentuan Biro Pusat Statistik (BPS), perusahaan dengan
tenaga kerja lebih dari 100 orang digolongkan sebagai perusahaan besar.
Sedangkan untuk perusahaan yang jumlah tenaga kerjanya 21-100 orang
sebanyak 16,7%, tergolong dlam perusahaan sedang dan untuk perusahaan
kecil sebanyak 14,3%
Suatu hasil yang cukup memprihatinkan, yakni mengenai keterlibatan
perusahaan secara langsung maupun melalui asosiasi terhadap peran aktif
dalam pembentukan UU/PP mengenai lingkungan, ternyata 66,7% responden
tidak pernah berperan aktif, sedangkan 33,3% pernah berperan dalam
pembentukan UU/PP.
Disamping itu juga terdapat temuan dalam kaitannya dengan pernah
tidaknya perusahaan-perusahaan menerima penyuluhan tentang Analisis
mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), 66,7% menyatakan tidak pernah,
sehingga dapat digunakan sebagai gambaran, bagaimana perusahaan
dapat mewujudkan kepedulian terhadap lingkungan kalau pemahaman dan
pengetahuan mengenai lingkungan belum pernah didapatkan.
Pengujian Validitas dan Reliabilitas
Pengujian validitas dilakukan terhadap semua item pertanyaan, yang
dimaksudkan untuk menilai apakah item pertanyaan menggambarkan variabel
yang diteliti. Pengujian validitas dilakukan dengan mengkorelasikan antara
masing-masing item dengan total skor pada variabel yang bersangkutan.
Kriteria validitas dilakukan dengan membandingkan level signifikansi dari hasil
188
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
korelasi masing-masing item dengan total skor. Nilai signifikansi dari analisis
korelasi menunjukkan nilai signifikansi semua item dalam variabel kualitas
manajemen lingkungan (QEM), kinerja perusahaan (CP) dan keunggulan
bersaing (CA) ada dibawah 0,05.
Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menilai besarnya Alpha
Cronbach. Hasil pengujian reliabilitas menunjukkan nilai alpha untuk masingmasing variabel penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel 4.6
Nilai alpha cronbach untuk QEM,CP dan CA
Dari hasil analisis reliabilitas menunjukkan bahwa ketiga variabel
penelitian cukup reliabel. Nunnally (1960), menyatakan suatu variabel
dikatakan mempunyai reliabilitas apabila nilai alpha cronbach-nya minimal
0,60. Berdasarkan uji validitas dan reliabilitas, maka semua item dinyatakan
valid, demikian juga semua variabel dinyatakan reliabel, sehingga dapat
digunakan untuk analisis selanjutnya.
Analisis Kuantitatif
Berdasarkan hasil perhitungan, dapat diketahui besarnya nilai mean
dan standar deviasi untuk masing-masing item dalam variabel penelitian
seperti tabel 4.7
Mendasarkan pada nilai mean dan standar deviasi, menunjukkan
bahwa kaitannya dengan penerapan manajemen kualitas, beberapa item
yang mendapat perhatian cukup baik meliputi: pencegahan polusi udara,
air limbah, penciptaan produk yang ramah lingkungan dan perlindungan
terhadap karyawan. Sedangkat kinerja perusahaan yang cukup baik terkait
dengan penurunan komplain konsumen terhadap produk perusahaan dan
penurunan tingkat absensi karyawan. Perusahaan-perusahaan yang rentan
terhadap masalah lingkungan dalam mencapai keunggulan bersaing lebih
mendasarkan pada peningkatan kepuasan konsumen, terutama hubungannya
189
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
Tabel 4.7
Mean dan standar deviasi
dengan kecepatan dalam pengiriman barang dan penyesuaian desain produk
dengan permintaan konsumen, serta sedikit melakukan berbagai inovasi
produk.
Hasil analisis regresi sederhana untuk menguji pengaruh quality
environmental management (QEM) terhadap corporate performance (CP)
mengindikasikan bahwa terdapat pengaruh negatif, dengan nilai ‘t’ = -0,534
dan sign. 0,596, serta nilai R2 = 0,007). Dari hasil pengujian regresi tersebut
menunjukkan bahwa secara umum penerapan praktek-praktek manajemen
lingkungan pada industri manufaktur yang rentan terhadap lingkungan di
Jawa Tengah memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan. Secara
teoritis menunjukkan bahwa kepedulian perusahaan terhadap praktek-
190
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
praktek yang mengarah pada kualitas lingkungan, seperti pencegahan polusi
(air, udara dan suara), perlindungan terhadap pekerja, kepedulian terhadap
masyarakat sekitar maupun terhadap keluarga karyawan serta kepedulian
dalam menghasilkan produk yang ramah lingkungan memiliki pengaruh
negatif dan tidak signifikan, artinya masih belum memberikan hasil yang
memuaskan, kaitannya dengan peningkatan kinerja perusahaan, seperti
peningkatan volume penjualan, kenaikan pangsa pasar, penurunan komplain
konsumen terhadap produk perusahaan dan penurunan perputaran karyawan.
Disinyalir juga bahwa penerapan manajemen kulitas di lingkungan industri
manufaktur Jawa Tengah belum terwujud dengan baik, karena pemahaman
tentang manajemen kualitas masih belum baik, terbukti dengan jumlah
perusahaan yang dijadikan sampel, sebanyak 66,7% tidak pernah menerima
dan mengikuti penyuluhan mengenai amdal.
Disamping itu pemahaman yang kurang terhadap kepedulian
lingkungan, dan menganggap bahwa penerapan manajemen lingkungan
yang proaktif memerlukan investasi yang cukup besar dan tidak dapat
dinikmati dalam jangka pendek. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan
studi yang dilakukan oleh General Accounting Office (GAO) pada tahun 1990
yang menghasilkan adanya hubungan positif antara penerapan program
kualitas dengan kinerja perusahaan yang diterapkan pada 20 perusahaan di
Amerika Serikat. Selanjutnya hipotesis I yang menyebutkan penerapan quality
environmental management memberikan dampak pada kinerja perusahaan
ditolak.
Hasil persamaan regresi antara corporate performance (CP) dengan
competitive advantage (CA) menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang
positif dan signifikan (‘t’ = 6,183 dengan sign. 0,000, R2 = 0,489). Hal ini
mengindikasikan bahwa kinerja perusahaan yang dicapai oleh industri
manufaktur di Jawa Tengah, kaitannya dengan peningkatan volume penjualan,
pangsa pasar, komplain konsumen, turn over karyawan dan tingkat absensi
karyawan mampu memberikan dasar yang baik dalam kaitannya dengan
kemampuan perusahaan untuk mencapai keunggulan bersaing. Keunggulan
bersaing dalam konteks penelitian ini difokuskan pada persaingan dalam
industri masing-masing, penciptaan desain produk secara berkelanjutan,
kapasitas produksi hubungannnya dengan permintaan konsumen, inovasi
191
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
produk, kecepatan pengiriman barang, penggunaan tehnologi baru dan
pelayanan purna jual. Hasil ini mendukung hipotesis kedua, yakni adanya
pengaruh antara kinerja perusahaan dengan keunggulan bersaing.
Penutup
Kepedulian perusahaan-perusahaan manufaktur di Jawa Tengah
kaitannya dengan masalah lingkungan masih belum memuaskan, mengingat
tingkat respond rate yang masih rendah terhadap kuesioner yang dikirim,
yakni sebanyak 42 responden dari 150 (28%). Hal ini mengindikasikan bahwa
masalah tanggung jawab lingkungan masih belum mendapatkan perhatian
yang serius, seperti pencegahan polusi, air limbah maupun penciptaan
produk-produk yang ramah lingkungan. Kualitas manajemen lingkungan
berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan, sehingga investasi
yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas lingkungan dan menghasilkan
produk-produk yang ramah lingkungan masih dipandang sebagai beban
bagi perusahaan, kaitannya dengan cost yang semakin tinggi. Dilain pihak,
konsumen secara umum belum terlalu mempedulikan terhadap produk-produk
yang dikonsumsi, terutama berhubungan dengan green product. Kepedulian
konsumen juga belum dimunculkan, walaupun sudah ada undang-undang
yang mengatur perlindungan konsumen, yakni UU no 8 tahun 1999. Salah
satu pasalnya, yaitu pasal 8 ayat 1 (a), menyebutkan bahwa pelaku usaha
dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa
yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan
dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hasil lain menunjukkan bahwa kinerja perusahaan mempunyai
pengaruh positif terhadap keunggulan bersaing, berarti bahwa praktek-praktek
manajemen kualitas yang diterapkan oleh perusahaan manufaktur, terutama
menyangkut besarnya pangsa pasar, komplain konsumen terhadap produk
perusahaan, tingkat absensi karyawan dan tingkat perputaran karyawan
merupakan dasar bagi penciptaan keunggulan bersaing. Porter (1985),
menyatakan bahwa beberapa hal yang dapat dimunculkan perusahaan
sebagai variabel keunggulan bersaing adalah inovasi produk dan differensiasi.
Keunggulan bersaing dalam penelitian ini meliputi: desain produk, kapasitas
produksi dihubungkan dengan permintaan konsumen, inovasi produk,
192
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
kecepatan pengiriman dan penggunaan tehnologi baru.
Penerapan kualitas manajemen belum mendapatkan perhatian yang
serius. Keterlibatan berbagai pihak, seperti pemerintah, lembaga konsumen,
legeslatif dan para environmentalist masih perlu ditingkatkan kaitannya
dengan memadukan antara kepentingan bisnis dan kepentingan kelestarian
lingkungan. Lingkungan dalam konteks kualitas manajemen diartikan luas,
yakni meliputi lingkungan internal (karyawan) dan lingkungan eksternal
(konsumen).
Perusahaan sudah saatnya memandang bahwa perbaikan kualitas
manajemen lingkungan merupakan suatu tuntutan, kaitannya dengan
penciptaan keunggulan bersaing perusahaan dan kepedulian kepada
konsumen, terutama konsumen manca negara. Biaya yang digunakan untuk
meningkatkan perbaikan kualitas lingkungan harus dipandang sebagai
investasi, yang dapat dinikmati dalam jangkan menengah dan panjang.
193
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
C. Identifikasi berbagai Dimensi Manajemen Lingkungan
dan Dampaknya terhadap Kinerja Lingkungan
oleh: Budhi Cahyono, SE.MSi
ABSTRACT
The objective of this article is to investigate correlation between
environmental management dimensionspractices and environmental
performance, with size company as a moderating variable. Object of
the research is manufacture industries at Central Java. Environmental
management dimensions include: the driving of environmental management
and proactive environmental management.
The population for this research are all manufactur industries in Central
Java Indonesia that resistance to environmental. Number of respondent in
this research are 143 company, 51 big company and 92 medium company.
Companies category are: textil, furniture, ciggarette, wood processing,
manure, printing, fish processing, pantile and medecine. Research variabel are
Driving environmental management (4 indicators). Proactive environmental
management (6 indicators), and Environmental performance (7 indicators).
Data were collected by mail survey and interview with company leader. This
research use interaction regression analysis.
The result indicate that the beginner analysis, the environental
dimensions have positif impact on environmental performance. The later result
indicate that the interaction between environmental management dimensions
and the size of company (big and medium company) have no significant effect
on environmental performance, or the company size not as a moderating
variabel.
Key words: driving of environmental management, proactive environmental
management, environmental perfomance.
194
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
PENDAHULUAN
Isu lingkungan mengindikasikan bahwa tidak hanya menekankan
pada aspek manajemen kualitas total (Total Quality Management) melalui
standarisasi mutu untuk meraih keunggulan kompetitif, tetapi juga pada aspek
kualitas manajemen lingkungan (Quality of Environmental Management).
Globalisasi telah mendorong produk-produk yang diperdagangkan harus
bersahabat dengan lingkungan, sehingga kesadaran para konsumen terhadap
produk yang tidak mencemari lingkungan semakin meningkat. Lingkungan
diposisikan sebagai modal dasar keunggulan bersaing guna menciptakan
efisiensi ekonomi secara seimbang dan terintegrasi sehingga tercapai kondisi
win-win solution. Perusahaan perlu menanggapi secara terencana dan perlu
menetapkan secara eksplisit sasaran-sasaran lingkungan (Newman and
Breeden, 1992).
Para industrialis dan pimpinan perusahaan yang peduli terhadap
pengembangan yang berkelanjutan memprediksikan bahwa pada tahun 1900an terjadi perubahan pemikiran lingkungan dan mengarah pada sebuah new
industrial revolution. Hal ini akan menimbulkan trend yang sangat powerfull
dan mempengaruhi aturan-aturan permainan dalam bisnis. Perubahanperubahan yang cepat terjadi dalam manajemen lingkungan proaktif sejak
tahun 1990-an dan menuju pada sebuah revolusi industri yang baru di abad 21
ini. Keberlangsungan lingkungan yang merupakan sebuah kebutuhan untuk
melindungi lingkungan dan konservasi sumber daya alam merupakan sebuah
nilai yang diyakini oleh perusahaan-perusahaan yang sukses dan kompetitif,
sehingga tantangan lingkungan menjadi salah satu isue sentral di abad-21
ini. Kepedulian utama dari sektor bisnis saat ini adalah bagaimana melakukan
manajemen terhadap dampak lingkungan secara efektif dan efisien. Fenomena
ini akan merubah strategi perusahaan pada sekedar memenuhi aturan-aturan
yang ada ke manajemen lingkungan yang proaktif.
Isu krisis lingkungan dan pengurasan sumber daya alam telah merebak
pada dua dekade belakangan ini. Banyak perusahaan enggan menerapkan
perlindungan lingkungan ke dalam proses produksi karena dianggap akan
meningkatkan biaya produksi yang pada akhirnya mengurangi keuntungan.
Ketidakpedulian terhadap permasalahan pencemaran dan pengrusakan
lingkungan hidup bisa mempengaruhi berfungsinya sistem ekonomi. Kemajuan
195
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
iptek dan meningkatnya kesejahteraan Masyarakat telah menumbuhkan
kesadaran akan lingkungan yang bersih dan sehat. Orientasi kegiatan
bisnis hanya memaksimalisasi laba untuk memuaskan pemilik perusahaan,
akibatnya masyarakat harus menanggung dampak negatif dari aktivitas bisnis
perusahaan (social cost). Tekanan masyarakat terhadap perusahaan yang
kurang peduli terhadap lingkungan akan semakin tinggi dan pemerintah akan
memberlakukan peraturan lingkungan yang semakin ketat dengan sangsi
berat bagi pelanggannya. Perusahaan perlu menanggapi secara terencana,
terintegrasi dan menetapkan secara eksplisit sasaran-sasaran lingkungan
yang cocok dengan kekuatan dan strategi bisnis jangka panjang dan
mempertahankan reputasi (Newman and Breeden, 1992).
Memposisikan TQM dalam pengelolaan lingkungan memunculkan
konsep Total Quality Environment Managemen (TQEM)t. Manfaat penerapan
TQEM mencerminkan manfaat penerapan TQM, yaitu memperbaiki kepuasan
pelanggan, memperbaiki efektivitas organisasi dan meningkatkan daya saing,
serta mencegah terjadinya pencemaran dan pengrusakan lingkungan. TQEM
mendefinisikan pelanggan lebih luas, yaitu pelanggan internal (seluruh
bagian dan tingkatan manajemen yang lebih tinggi) dan pelanggan eksternal
(konsumen, regulasi, legislasi, masyarakat, kelompok pencinta lingkungan).
Perusahaan harus mengkaji ulang untuk mewujudkan keunggulan lingkungan
sebagai dimensi pokok dari keseluruhan strategi bisnis tanpa mempengaruhi
corporate performance, profitabilitas dan pertumbuhan (Greeno and Robinson,
1992). Kinerja lingkungan merupakan indikator performa perusahaan
dalam melaksanakan manajemen lingkungan. Kinerja akat terkait dengan:
kemampuan perusahaan dalam mengadopsi berbagai kebijakan lingkungan,
tingkat efektivitas program lingkungan, bagaimana perusahaan melakukan
bencmark dengan perusahaan leader, keterlibatan karyawan dalam peduli
lingkungan, dampak isu lingkungan terhadap permintaan produk, sistem
formal yang dilakukan perusahaan dalam memonitor lingkungan, dan
pengembangan anggaran untuk perbaikan lingkungan.
Berbagai dorongan untuk mengelola lingkungan dapat berasal dari
stakeholders, konsumen, pemerintah, cost factors, dan kebutuhan persaingan
akan berdampak pada inisiatif perusahaan mengelola lingkungan lebih
baik. Penerapan manajemen lingkungan dan kinerja lingkungan yang baik
196
dapat menciptakan keunggulan kompetitif (Bonifant, Arnold and Long 1995;
Dechant and Altman 1994; Ekington 1994; Maxwel 1996, Porter and Linde
1995; Shrivastava 1995). Artinya bahwa perlu adanya perubahan fenomena
pengelolaan lingkungan dari yang bersifat reaktif menuju pengelolaan
lingkungan yang proaktif. Pengelolaan lingkungan bagi perusahaan besar
dan sedang memiliki karakteristik yang berbeda. Penelitian yang dilakukan
Cahyono (2006) untuk variabel Dorongan manajemen lingkungan antara
perusahaan besar dan perusahaan sedang mengindikasikan bahwa dari
empat indikator variabel DML tidak terdapat perbedaan dalam kaitannya
dengan berbagai kekuatan yang mendorong perusahaan untuk melakukan
kepedulian terhadap lingkungan. Hasil lain juga menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara perusahaan besar dan menengah dalam
dimensi manajemen lingkungan proaktif, dengan pengecualian untuk indikator
penggunaan tehnologi yang mampu meminimisasi waste dengan menciptakan
reuse dan recycling terhadap sisa bahan baku, dan indikator kaitannya dengan
desain produk untuk dapat di daur ulang. Berbagai ketidaksepakatan terhadap
atribut-atribut yang menyebabkan kegagalan organisasi mencapai sukses
dalam melaksanakan program kualitas tergantung oleh ukuran perusahaan,
dan karakteristik industri (Cole, 1993). Perusahaan kecil belum menganggap
bahwa kepedulian lingkungan merupakan faktor kritikal dalam memperbaiki
produktivitas (Amba-Rao, 1985). Temuan ini mengindikasikan bahwa ukuran
perusahaan memiliki tingkat kepedulian yang berbeda dalam melaksanakan
praktek-praktek perbaikan kualitas.
Artikel ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi berbagai dorongan
yang dapat mengakibatkan perusahaan-perusahaan melakukan kepedulian
terhadap lingkungan. Disamping itu juga untuk mengetahui seberapa jauh
perusahaan telah secara proaktif melakukan kepedulian terhadap lingkungan
dengan mengetahui kinerja lingkungannya. Selain itu perbedaan ukuran
perusahaan akan diuji sebagai variabel moderating atau tidak dalam
hubungannya antara dimensi kualitas lingkungan dengan kinerja lingkungan.
TINJAUAN PUSTAKA
Dorongan Manajemen Lingkungan
Permasalahan lingkungan senantiasa muncul terus menerus seiring
197
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
dengan eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran. Perusahaan
harusnya menyadari dan bertanggung jawab terhadap lingkunan global yang
semakin memanas, penciptaan produk yang bersih, dan pengadaan bahan baku
yang ramah lingkungan. Di beberapa negara industri, perusahaan-perusahaan
sudah menyadari pentinnya going green, dan untuk merealisasikannya diambil
tindakan dengan mengurangi polusi dan meningkatkan profit secara simultan.
Menurut Hart (1998), akan permasalahan dalam kerusakan lingkungan adalah
pertumbuhan penduduk yang pesat dan pertumbuhan ekonomi yang cepat,
dan pada saat yang sama pertumbuhan industri juga cukup pesat yang diikuti
dengan eksploitasi sumber daya alam, penggunaan tehnologi pada hampir
setiap perusahaan, keinginan untuk mengikuti globalisasi.
Mewujudkan perusahaan yang greening memiliki konsekwensi yang
besar dari segi cost, namun harus menjadi bagian dari pengembangan strategi
perusahaan. Berbagai aktivitas mendasar kaitannya dengan menciptakan
tanggung jawab terhadap lingkungan antara lain: (1) Pollution prevention,
dilakukan dengan menciptakan pengawasan polusi, artinya membersihkan
segala yang tidak berguna setelah menghasilkan produk. (2) Product
stewardship, yang dilakukan tidak hanya dengan meminimisasi polusi dari
proses produksi, tetapi juga dampak lingkungan yang terkait dengan siklus
hidup suatu produk. Design for environmental (DFE), merupakan alat untuk
memudahkan melakukan recovery, reuse atau recycle terhadap produk.
(3) Clean technology, perusahaan yang memiliki pemikiran jauh kedepan
tentunya harus merencanakan untuk investasi dibidang tehnologi. Keberadaan
tehnologi, seperti industri kimia sangat rentan terhadap lingkungan.
Berry dan Rondinelli (1998), mengungkapkan bahwa pada abad ke-21
ini merupakan a new industrial revolution. Hal ini didasari oleh survey yang
dilakukan terhadap lebih dari 400 eksekutif senior berbagai perusahaan di
dunia, yang menemukan bahwa 92% dari mereka setuju bahwa berbagai
tantangan lingkungan merupakan isue sentral pada abad ini. Para eksekutif
perusahaan juga bahwa pengontrolan polusi merupakan tanggung jawab
perusahaan. Temuan lain menyatakan bahwa 83% dari para eksekutif
perusahaan menyatakan tetap bertanggungjawab terhadap produk mereka
setelah diproduksi. Hal ini menjadikan sebuah fenomena bahwa sebagian
besar perusahaan berusaha memenej dampak lingkungan secara efektif dan
198
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
efisien dalam kerangka supply chain environmental management. Revolusi
pemikiran tentang lingkungan terjadi dalam tiga tahap, yaitu: (1) tahun 1960an dan 1970-an berawal dari krisis lingkungan, perusahaan berusaha untuk
melakukan pengawasan terhadap kerusakan-kerusakan yang terjadi. (2)
Tahun 1980-an merupakan era reaktif yang berusaha untuk menepati segala
peraturan pemerintah tentang lingkungan dan meminimisasi biaya komplain.
Era 1990-an perusahaan sudah menyadari perlunya pendekatan proaktif
terhadap tuntutan lingkungan dengan mengantisipasi dampak lingkungan
terhadap kegiatan operasional perusahaan, antara lain dengan berusaha
mengurangi waste dan dampak yang ditimbulkan oleh polusi dan menemukan
cara-cara positif untuk memperoleh keunggulan melalui peluang bisnis dengan
total quality environmental management (TQEM).
Bagi beberapa perusahaan, nilai-nilai lingkungan menjadi bagian integral
dari budaya dan proses manajemen. Kepedulian terhadap lingkungan akan
berdampak pada munculnya peluang baru untuk menciptakan green products,
processes dan technologies. Berry dan Rondinelly (1998), mensinyalir
ada empat kekuatan yang mempengaruhi perusahaan untuk melakukan
manajemen lingkungan yang proaktif. Pertama, Regulatory demand, tanggung
jawab perusahaan terhadap lingkungan muncul sejak 30 tahun terakhir ini,
setelah masyarakat meningkatkan tekanannya kepada pemerintah untuk
menetapkan peraturan pemerintah sebagai dampak meluasnya polusi. Sistem
pengawasan manajemen lingkungan menjadi dasar untuk skor lingkungan,
seperti program-program kesehatan dan keamanan lingkungan. Perusahaan
merasa penting untuk bisa mendapatkan penghargaan di bidang lingkungan,
dengan berusaha menerapkan prinsip-prinsip TQEM secara efektif, misalnya
dengan penggunaan tehnologi pengontrol polusi, dengan penggunaan clean
technology. Regulasi lingkungan sering dianggap ancaman dan pembatasan
dalam melakukan inovasi. Porter (1995), mengindikasikan bahwa dalam
pembuatan regulasi lingkungan hendaknya melibatkan para enviromentalist,
legeslatif dan perusahaan, sehingga dapat menciptakan mata rantai ekonomi,
yakni environment, produktivitas sumber daya, inovasi dan persaingan.
Kedua, cost factors, tidak adanya komplain terhadap produk-produk
perusahaan, akan membawa konsekwensi munculnya biaya pengawasan
kualitas yang tinggi, karena semua aktivitas yang terlibat dalam proses produksi
199
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
perlu dipersiapkan dengan baik. Hal ini secara langsung akan berdampak
pada munculnya biaya yang cukup tinggi, seperti biaya sorting bahan baku,
biaya pengawasan proses produksi, biaya pengetesan dll. Konseksensi
perusahaan untuk mengurangi polusi juga berdampak pada munculnya
berbagai biaya, seperti penyediaan pengolahan limbah, penggunaan mesin
yang clean technology, biaya pencegahan kebersihan.
Ketiga, stakeholder forces. Strategi pendekatan proaktif terhadap
manajemen lingkungan dibangun berdasarkan prinsip-prinsip manajemen,
yakni mengurangi waste dan mengurangi biaya produksi, demikian juga
respond terhadap permintaan konsumen dan stakeholder. Perusahaan akan
selalu berusaha untuk memuaskan kepentingan stakeholder yang bervariasi
dengan menemukan berbagai kebutuhan akan manajemen lingkungan yang
proaktif. Perusahaan dapat mendefinisikan misi baru, dengan memperbaruhi
sistem nilai perusahaan, melakukan manajemen perubahan, akselerasi
terhadap training dan education, memodifikasi perilaku melalui organisasi.
Keempat, competitive requirements, semakin berkembangnya pasar
global dan munculnya berbagai kesepakatan perdagangan sangat berpengaruh
pada munculnya gerakan standarisasi untuk manajemen kualitas lingkungan.
Persaingan nasional maupun internasional telah menuntut perusahaan untuk
dapat mendapatkan jaminan dibidang kualitas, antara lain seri ISO 9000.
Sedangkan untuk seri ISO 14000 dominan untuk standar internasional dalam
sistem manajemen lingkungan. Keduanya memiliki perbedaan dalam kriteria
dan kebutuhannya, namun dalam pelaksanaannya saling terkait, yakni
dengan mengintegrasikan antara sistem manajemen lingkungan dan sistem
manajemen perusahaan. Untuk mencapai keunggulan dalam persaingan,
dapat dilakukan dengan menerapkan green alliances Hartman dan Stafford
(1995). Green alliances merupakan partner diantara pelaku bisnis dan
kelompok lingkungan untuk mengintegrasikan antara tanggung jawab
lingkungan perusahaan dengan tujuan pasar.
Manajemen Lingkungan Proaktif
Berbagai dorongan diatas mengkondisikan perusahaan untuk
melakukan manajemen lingkungan secara proaktif. Sistem manajemen
proaktif merupakan sistem manajemen lingkungan yang komprehensif yang
200
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
terdiri dari kombinasi dari lima pendekatan, antara lain : (1) minimisasi dan
pencegahan waste, (2) manajemen demand side, (3) desain lingkungan (4)
product stewardship dan (5) akuntansi full-costing.
Minimisasi dan pencegahan waste, perlindungan lingkungan yang
efektif sangat membutuhkan aktivitas pencegahan terhadap aktivitas yang
tidak berguna. Pencegahan polusi merupakan penggunaan material atau
bahan baku, merupakan penggunaan material atau bahan baku, merupakan
penggunaan material atau bahan baku, proses produksi atau praktek-praktek
yang dapat mengurangi, miminimisasi atau mengeliminasi penyebab polusi
atau sumber-sumber polusi. Tehnologi yang terkait dengan pencegahan
polusi dalam bidang manufaktur meliputi: pengganti bahan baku, modifikasi
proses, penggunaan kembali material, recycling material dalam proses
selanjutnya (recycling), dan penggunaan kembali material dalam proses yang
berbeda (reuse). Semakin meningkatnya tuntutan aturan dan meningkatnya
cost untuk pengawasan polusi menjadi faktor penggerak bagi perusahaan
untuk menemukan cara-cara yang efektif untuk mencegah polusi. Pada era
1980-an, sejumlah bisnis mulai memfokuskan, mengantisipasi dan mencegah
masalah-masalah waste, sebelum hal ini terjadi.
Demand-side management, merupakan sebuah pendekatan dalam
pencegahan polusi yang asal mulanya digunakan dalam dunia industri.
Konsep ini difokuskan pada pemahaman kebutuhan dan preferensi konsumen
dalam penggunaan produk, dan didasarkan pada tiga prinsip yang mendasar,
yaitu: tidak menyisakan produk yang waste, menjual sesuai dengan
jumlah kebutuhan konsumen dan membuat konsumen lebih effisien dalam
menggunakan produk. Demand-side management industri mengharuskan
perusahaan untuk melihat dirinya sendiri dalam cara pandang baru, sehingga
dapat menemukan peluang-peluang bisnis baru.
Desain lingkungan, merupakan bagian integral dari proses pencegahan
polusi dalam manajemen lingkungan proaktif. Perusahaan sering dihadapkan
pada ineffisiensi dalam mendesain produk, misalnya produk tidak dapat dirakit
kembali, di upgrade kembali, tidak dapat di recycle. Design for environmental
(DFE) dimaksudka untuk mengurangi biaya reprosesing dan mengembalikan
produk ke pasar secara lebih cepat dan ekonomis.
Product stewardship merupakan praktek-praktek yang dilakukan untuk
201
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
mengurangi resiko terhadap lingkungan melalui masalah-masalah dalam
desain, manufaktur, distribusi, pemakaian atau penjualan produk. Di beberapa
negara telah muncul peraturan bahwa perusahaan bertanggung jawab untuk
melakukan re-claim, re-cycling dan re-manufacturing produk mereka. Dengan
menggunakan life cycle analysis dapat ditentukan cara-cara perusahaan
dalam mengurangi atau mengelimasi waste dalam seluruh tahapan, mulai
dari bahan mentah, produksi, distribusi dan penggunaan oleh konsumen.
Alternatif produk yang memiliki less pollution dan alternatif material, sumber
energi, metode prosessing yang mengurangi waste menjadi kebutuhan bagi
perusahaan.
Full cost environmental accounting, konsep cost environmental secara
langsung akan berpengaruh terhadap individu, masyarakat dan lingkungan,
yang biasanya tidak mendapatkan perhatian dari perusahaan. Full cost
accounting berusaha mengidentifikasi dan mengkuantifikasi kinerja biaya
lingkungan sebuah produk, proses produksi dan sebuah proyek dengan
mempertimbangkan empat macam biaya, yaitu : (1) biaya langsung, seperti
biaya tenaga kerja, biaya modal dan biaya bahan mentah. (2) biaya tidak
langsung, seperti biaya monitoring dan reporting. (3) biaya tidak menentu,
misalnya biaya perbaikan. (4) biaya yang tidak kelihatan, seperti biaya publik
relation dan good will.
Kinerja Lingkungan
Sebagai ukuran keberhasilan perusahaan dalam melaksanakan
manajemen lingkungan proaktif, maka dapat dilakukan dengan mengidentifikasi
kinerja lingkungan proaktif. Penerapan manajemen lingkungan proaktif
memerlukan keterlibatan beberapa prinsip dasar kedalam strategi perusahaan.
Prinsip-prinsip tersebut antara lain :
1. Mengadopsi kebijakan lingkungan yang bertujuan mengeleminasi
polusi berdasarkan pada posisi siklus hidup operasional perusahaan,
dan mengkomunikasikan kebijakan keseluruh perusahaan dan para
stakeholder.
2. Menetapkan secara obyektif kriteria efektivitas program lingkungan.
3. Membandingkan kinerja lingkungan perusahaan dengan perusahaanperusahaan yang merupakan leader dalam satu industri dengan
202
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
benchmarking dan menetapkan best practice.
4. Mengumumkan pandangan perusahaan bahwa kinerja lingkungan
merupakan tanggung jawab seluruh karyawan.
5. Menganalisis dampak berbagai isue lingkungan dalam kaitannya dengan
permintaan dimasa depan terhadap produk dan persaingan industri.
6. Memberanikan diri melakukan diskusi tentang isu-isu lingkungan,
khususnya melalui rapat pimpinan.
7. Mengembangkan dan mengaplikasikan sebuah sistem formal untuk
memonitor berbagai perubahan aturan yang diusulkan dan menyetujui
atau menepati perubahan aturan tersebut.
8. Mengembangkan anggaran untuk pembiayaan lingkungan.
9. Mengidentifikasi
dan
mengkuantifikasikan
pertanggungjawaban
lingkungan.
Penelitian Terdahulu.
Penelitian yang dilakukan oleh Brown dan Karagozoglu (1998) yang
berjudul current practice in environmental management didasari pada
kepeduliannya terhadap manajemen lingkungan. Perusahaan cenderung
melakukan usaha-usaha yang serius untuk melakukan perubahan dalam
produk dan proses dan lebih bertanggung jawab serta menjadikan perusahaan
yang green. Permasalahan mendasar adalah praktek-praktek apakah yang
terkait dengan manajemen lingkungan ? Terdapat empat variabel dalam
penelitian ini yang terkait dengan respon perusahaan terhadap hukum dan
peraturan-peraturan lingkungan. Pertama pengawasan terhadap polusi, kedua
menyangkut environmental stewardship, yang mengkondisikan perusahaan
untuk secara serius dan menentukan cara-cara atau metode yang diperlukan.
Ketiga, perusahaan secara proaktif menindaklanjuti berbagai peraturan
tentang lingkungan. Keempat, menerapkan praktek-praktek manajerial
untuk keberlangsungan lingkungan. Responden penelitian terdiri dari 83
perusahaan, 43 perusahaan merupakan high tech (perusahaan elektronik)
dan 40 perusahaan merupakan perusahaan yang rentan dengan masalah
lingkungan, seperti: perusahaan batery, perusahaan cat, perusahaan tinta,
perusahaan paper dan pulp. Perusahaan digolongkan dalam perusahaan
besar dan kecil dengan mendasarkan pada jumlah karyawan dan jumlah
203
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
penjualan. Data diperoleh dari mail survey dengan menggunakan indikator
sebanyak 30 dan pengukurannya dengan 7 point Likert scale. Variabel
penelitian difokuskan pada: upaya pencegahan polusi, fleksibilitas dalam
menanggapi peraturan, pemanfaatan sumber daya, tingkat responsiveness
pihak manajemen, inovasi perusahaan, perbandingan kinerja lingkungan,
kinerja lingkungan dan dampak financial.
Hasilnya mengindikasikan bahwa untuk semua perusahaan menyadari
bahwa peraturan yang diciptakan selama lima tahun terakhir telah mengkonsentrasikan penuh untuk melakukan upaya-upaya pencegahan polusi
dan masalah lingkungan yang lain. Hasil lain menunjukkan bahwa peraturan pemerintah masih belum mampu berdampak pada perusahaan untuk
melakukan tehnik-tehnik yang inovatif. 39% dari responden mengaku bahwa
mereka menggunakan sumberdaya untuk tujuan memperbaiki lingkungan.
Hanya 47% perusahaan yang memiliki responsiveness terhadap lingkungan. Dibidang kinerja lingkungan, dengan menggunakan variabel seperti material yang recycleable, pengurangan emisi, efisiensi penggunaan material
dan sumber yang lain, penggunaan energy untuk mencegah polusi, hasilnya
menunjukkan bahwa hampir dari 50% responden percaya mereka sebagai
pemimpin disektor masing-masing. Hanya 13% responden yang mengatakan
bahwa kepedulian lingkungan mempengaruhi kinerja lingkungan, dan hanya
7% responden menyatakan bahwa kepedulian lingkungan berdampak pada
kinerja finansial.
Ahire (1995) dalam penelitiannya yang bertujuan menguji perbedaan
berbagai praktek manajemen kualitas antara perusahaan besar dan perusahaan kecil yang menerapkan program kualitas dengan menggunakan indikator dari MBNQA, hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan dalam penerapan manajemen kualitas antara perusahaan besar dengan perusahaan
kecil. Indikator yang digunakan meliputi: komitmen manjemen puncak, fokus
konsumen, kualitas manajemen dari supplier, kualitas desain, benchmarking,
penggunaan SPC, informasi kualitas internal, keterlibatan karyawan, training karyawan, pemberdayaan karyawan, dan kualitas produk. Permasalahan
perusahaan kecil pada keterbatasan pasar, sumberdaya yang kurang, dan
kekurangan keterampilan manajerial. Sedangkan kekuatan untuk perusahaan
kecil terletak pada fleksibilitas proses produksi dan tingkat inovasi yang lebih
204
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
baik dibanding perusahaan besar.
Penelitian yang dilakukan oleh Cahyono (2006), hasilnya mengindikasikan tidak adanya perbedaan signifikan dalam praktek-praktek menajemen lingkungan antara perusahaan besar dan perusahaan sedang pada
industri manufaktur di Jateng untuk variabel dorongan manajemen lingkungan. Sedangkan hasil lain menunjukkan bahwa pada variabel manajemen
lingkungan proaktif, perbedaan terjadi pada indikator penggunaan tehnologi
yang dapat mengurangi polusi udara, air dan suara. Perbedaan juga terdapat
pada perciptaan produk yang efisien bagi konsumen. Selain itu perbedaan
juga ditemukan pada indikator desain produk yang dapat didaur ulang, dan
penggunaan tehnologi yang dapat me-reuse dan me-recycling terhadap sisasisa bahan baku. Hasil pengujian perbedaan untuk kinerja lingkungan antara
perusahaan besar dan sedang , mengindikasikan bahwa perbedaannya
terdapat pada 2 indikator, pertama: keberhasilan perusahaan mengadopsi
kebijakan lingkungan kaitannya dengan pencegahan polusi sebagai bagian
integral dari kebijakan perusahaan. Kedua: keberhasilan perusahaan dalam
melaksanakan program-program kepedulian lingkungan.
Mendasarkan pada landasan teori dan penelitian yang terdahulu,
maka identifikasi yang mendorong perusahaan untuk melakukan atau menerapkan manajemen lingkungan perlu dikaji. Disamping itu sejauh mana perusahaan telah secara proaktif peduli terhadap manajemen lingkungan. Kajian selanjutnya difokuskan pada keberasaan variabel ukuran perusahaan,
apakah sebagai moderating variabel dalam hubungannya antara independen
dan dependen variabel. Dari keterkaitan tersebut maka dapat dibuat kerangka
penelitian seperti pada gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Penelitian
205
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
Mendasarkan pada landasan teori dan penelitian-penelitian terdahulu,
maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut :
H1: Dorongan manajemen lingkungan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja lingkungan.
H2: Manajemen lingkungan proaktif berpengaruh signifikan terhadap
kinerja lingkungan.
H3: Interaksi dorongan manajemen lingkugan dan size perusahaan
berpengaruh signifikan terhadap kinerja lingkungan.
H4: Interaksi manajemen lingkungan proaktif dan size perusahaan
berpengaruh signifikan terhadap kinerja lingkungan.
METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif analitis, dengan
memfokuskan pada identifikasi yang mendalam tentang pelaksanaan dorongan
manajemen lingkungan, pelaksanaan manajemen lingkungan proaktif dan
kinerja lingkungan. Disamping itu juga penelitian ini juga mengetahui interaksi
antara dimensi manajemen lingkungan dengan size perusahaan dengan
kinerja lingkungan.
Adapun metode dan teknik penelitian yang digunakan adalah
penggabungan antara studi literatur, observasi responden, metode wawancara
dengan manajemen perusahaan secara terstruktur dan wawancara
mendalam (indeep interview). Keseluruhan metode tersebut akan dibantu
dengan pendekatan Statistical Program for Social Analysis (SPSS) untuk
mempermudah dalam menganalisis data.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan di Jawa Tengah,
yang terdiri dari perusahaan besar dan perusahaan sedang. Perusahaan
besar dengan kriteria jumlah karyawan lebih besar dari 100 orang, sedangkan
perusahaan sedang dengan jumlah karyawan antara 20 s/d 100 orang
(BPS 2003). Jumlah populasi sebesar 3.286 perusahaan. Adapun jumlah
sampel yang diambil sebesar 5%, atau sejumlah 164 perusahaan. Sampel
penelitian difokuskan pada perusahaan yang rentan terhadap lingkungan,
206
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
yaitu: perusahaan tekstil, gas, kimia, sabun, makanan ternak, makanan dan
minuman, farmasi.
Variabel Penelitian dan Pengukuran
Semua indikator dalam variabel penelitian diukur dengan menggunakan
tujuh point Likert scale (sangat setuju – sangat tidak setuju). Ukuran
perusahaan dikelompokkan dalam peruahaan besar dan perusahaan sedang.
Variabel dorongan manajemen lingkungan (DML) menggunakan 4 indikator,
yaitu: tuntutan peraturan pemerintah, tuntutan cost factors, tuntutan kekuatan
stakeholder, dan tuntutan persaingan. Variabel manajemen lingkungan
proaktif (MLP) memiliki enam indikator, yaitu: minimisasi waste, pencegahan
polusi, sisi permintaan, desain lingkungan, product stewardship, dan fullcost environmental accounting. Variabel kinerja lingkungan menggunakan
tujuh indikator, yaitu: adopsi thd kebijakan lingkungan, efektivitas program
lingkungan, bencmarking dengan perusahaan leader, keterlibatan karyawan
dalam penanganan lingkungan, dampak isu lingkungan terhadap permintaan
produk, sistem formal untuk memonitor lingkungan, dan mengembangkan
anggaran untuk biaya lingkungan. Analisis yang digunakan dalam penelitian
ini adalah regression hirarchy analysis, yang dilakukan secara bertahap
dengan memasukkan variabel interaksi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identitas Responden
Perusahaan yang dijadikan sampel untuk penelitian ini, ternyata tidak
seluruhnya memberikan tanggapan. Jumlah responden yang valid untuk
dianalisis adalah sebesar 143 perusahaan (87,19%), yang terdiri dari 51
perusahaan besar dan 92 perusahaan sedang. Penyebaran lokasi perusahaan
yang menjadi responden dalam penelitian ini tersebar di lingkungan Propinsi
Jawa Tengah, adapun jumlah masing-masing responden untuk setiap
kabupaten atau kota adalah: Banyumas (5), Cilacap (4), Demak (18), Jepara
(14), Kabupaten Semarang (2), Kebumen (15), Kendal (7), Kudus (13), Lasem
(19), Pati (6), Pekalongan (20), Rembang (9), Kota Semarang (14), Solo (1),
Tegal (2).
Berdasarkan pada jenis produk yang dihasilkan oleh perusahaan
207
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
manufaktur yang menjadi sampel penelitian, prosentase terbesar antara lain:
perusahaan rokok, mebel, pengolahan kayu, batik tulis, ikan kering, tekstil,
gula tumbu, genteng, terasi, tapioka, ikan, obat-obatan, ban, kacang asin
dan eternit. Perusahaan-perusahaan ini memiliki dampak lingkungan dalam
melaksanakan proses produksinya. Dampak lingkungan dapat dikategorikan
dalam bebarapa kategori, seperti: menimbulkan polusi udara, polusi air
dan polusi suara sebagai dampak dari aktivitas proses produksi. Berbagai
perusahaan yang dijadikan sampel masing-masing memiliki karakteristik
sendiri-sendiri dalam kaitannya dengan permasalahan lingkungan. Perusahaan
mebel memiliki dampak pada polusi udara dari kegiatan pemotongan kayu
dan penghalusan kayu. Polusi yang ditimbulkan berupa munculnya debu
halus sebagai proses dari pemotongan dan penghalusan kayu. Disamping
itu juga muncul polusi yang disebabkan oleh suara yang begitu keras pada
saat pemotongan maupun penghalusan kayu. Perusahaan mebel banyak
ditemukan di Kabupaten Jepara dan Kabupaten Demak. Industri batik tulis
yang terdapat di Kota Pekalongan banyak menimbulkan polusi air sebagai
hasil dari proses pencucian kain. Sedangkan untuk perusahaan terasi, tapioka,
gula tumbu, ikan kering dan ikan pindang kecenderungan polusinya adalah
polusi udara berupa bau yang tidak enak, terutama pada saat musim hujan.
Hasil penelitian juga mencatat lama perusahaan beroperasi dapat
disimpulkan bahwa usia perusahaan di yang menjadi sampel rata-rata
berumur 4 sampai dengan 12 tahun. Hal ini dapat diindikasikan bahwa umur
perusahaan akan sangat mempengaruhi pada aktivitas proses produksinya
sehingga jumlah polusi juga akan semakin meningkat. Dalam memasarkan
hasil produksinya, perusahaan-perusahaan di Jawa Tengah sebagaian
besar masih memasarkan produknya di dalam negeri, yakni sebanyak 121
perusahaan atau 83,4%. Sedangkan perusahaan yang seluruhnya ekspor
sebanyak 4 perusahaan atau 2,8%, dan perusahaan yang pemasaran
produknya di dalam negeri dan di luar negeri sebanyak 18 perusahaan atau
12,4%.
Uji Kualitas Kuesioner
Pengujian kualitas instrumen penelitian atau kuesioner perlu dilakukan
terhadap semua variabel atau indikator yang digunakan dalam penelitian.
208
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
Sedangkan untuk pengujian validitas dilakukan dengan uji korelasi antara
masing-masing indikator dengan total indikatornya. Hasil pengujian validitas
menyatakan bahwa seluruh indikator variabel penelitian dinyatakan valid,
karena nilai signifikansi dari korelasi antara masing-masing indikator dengan
total indikatornya dibawah 0,05.
Sedangkan hasil uji reliabilitas terhadap masing-masing variabel
dilakukan dengan melihat nilai cronbach alpha. Nilai Cronbach alpha masingmasing variabel yaitu: DML (0,8711), MLP (0,8462) dan KL (0,8411). Hasil
ini mengindikasikan bahwa semua variabel dalam penelitian ini memenuhi
syarat reliabilitas. Sebuah variabel dikatakan reliabel menurut Nunnaly (1967)
apabila memiliki nilai cronbach alpha minimal 0,60.
Nilai Mean dan Standar Deviasi Indikator
Hasil dari jawaban responden mengenai dorongan manajemen
lingkungan menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang menjadi
responden menyatakan peduli terhadap permasalahan lingkungan (polusi
udara, limbah, polusi suara) karena adanya komplain terhadap produk-produk
perusahaan (4,97), kemudian kepedulian terhadap lingkungan disebabkan
oleh tuntutan stakeholder (masyarakat sekitar, karyawan dana manajemen
perusahaan). Kepedulian terhadap masalah lingkungan yang disebabkan oleh
tuntutan persaingan dan tuntutan peraturan-peraturan dibidang lingkungan
memiliki peringkat yang rendah, artinya belum menjadi alasan utama bagi
perusahaan-perusahaan manufaktur di Jawa Tengah untuk mengadopsi
berbagai peraturan tentang lingkungan. Hal ini mengindikasikan bahwa
peran konsumen sangatlah besar kaitannya dengan kepedulian perusahaan
terhadap masalah-masalah lingkungan. Disamping itu juga keberadaan
masyarakat dan karyawan perusahaan sangat mempengaruhi perusahaan
untuk selalu peduli terhadap lingkungan. Sehingga faktor kepedulian terhadap
lingkungan didominasi oleh adanya keinginan untuk mengurangi komplain
dari konsumen yang menggunakan atau mengkonsumsi produk perusahaan
dan masyarakat yang berada pada lingkungan perusahaan. Aturan-aturan
di bidang lingkungan dan tuntutan persaingan, mendasarkan pada hasil
penelitian ini belum dijadikan sebagai faktor pendorong dalam masalahmasalah kepedulian terhadap lingkungan.
209
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
Manajemen Lingkungan Proaktif (MLP) dalam penelitian ini dimaksudkan
dengan sejauh mana perusahaan telah melaksanakan manajemen
lingkungan secara proaktif. Sistem manajemen proaktif merupakan sistem
manajemen lingkungan yang komprehensif yang terdiri dari kombinasi dari
lima pendekatan, yaitu: minimisasi dan pencegahan waste, manajemen
demand side, desain lingkungan, product stewardship dan akuntansi fullcosting. Mendasarkan pada hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat beberapa indikator yang memiliki skor mean tinggi dan skor mean
rendah. Indikator yang memiliki skor tinggi antara lain:
- Menyangkut pemahaman perusahaan terhadap keinginan konsumen
dengan selalu menciptakan produk yang efisien bagi konsumen.
- Menyangkut perusahaan melakukan tindakan yang dapat mengurangi
resiko terhadap lingkungan sebagai konsekwensi dari kegiatan produksi,
distribusi dan konsumsi.
- Menyangkut pengalokasian biaya yang proporsional untuk mengantisipasi
dan peduli terhadap dampak lingkungan.
Sedangkan tanggapan responden yang menurut persepsi mereka
kurang mendapatkan perhatian, antara lain indikator: pendesainan produk
yang dapat didaur ulang, penggunaan tehnologi yang mampu meminimisasi
waste dengan menciptakan reuse dan recycling terhadap sisa bahan baku,
dan penggunaan tehnologi yang dapat mengurangi polusi udara, air maupun
suara.
Hasil ini dapat disimpulkan bahwa kecenderungan perusahaan
melakukan manajemen secara proaktif sangat terkait dengan keberadaan
konsumen yang membeli produk mereka, sehingga diciptakanlah produk
yang efisien bagi konsumen. Perusahaan juga sudah menyadari adanya
dampak linkungan sebagai hasil dari kegiatan produksi, sehingga mereka
mengalokasikan dana secara proporsional untuk mengantisipasi berbagai
dampak lingkungan. Di sisi lain perusahaan-perusahaan yang menjadi
responden belum cukup memberikan perhatian pada desain ulang terhadap
produk-produk yang dihasilkan, sehingga mereka menganggap bahwa produk
setelah dipasarkan sudah bukan tanggung jawab perusahaan lagi, sehingga
desain produk agar dapat didaur ulang masih belum sepenuhnya dipikirkan.
210
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
Demikian juga dengan penggunaan tehnologi yang dapat mengurangi atau
meminimisasi waste juga masih belum diperhatikan oleh responden.
Sebagai ukuran keberhasilan perusahaan dalam melaksanakan
manajemen lingkungan secara proaktif, salah satu indikatornya adalah
bagaimana kinerja lingkungannya. Penerapan manajemen lingkungan
proaktif memerlukan keterlibatan beberapa prinsip dasar ke dalam strategi
perusahaan, misalnya: keberhasilan perusahaan dalam mengadopsi
kebijakan lingkungan sebagai bagian integral dari kebijakan perusahaan,
perusahaan berhasil melaksanakan program-program kepedulian lingkungan,
perusahaan berhasil melakukan benchmarking dan best practice terhadap
perusahaan yang sukses, kinerja lingkungan merupakan tanggung jawab
dan melibatkan seluruh karyawan, perusahaan sadar bahwa lingkungan
berdampak pada permintaan produk di masa mendatang, perlunya sistem
formal untuk memonitor perubahan-perubahan dan menindaklanjuti aturan
dibidang lingkungan.
Hasil penelitian menunjukkan adanya indikator-indikator yang menurut
persepsi responden memiliki skor mean tinggi dan juga ada indikator yang
memiliki skor mean dalam kelompok rendah kaitannya dengan kinerja
lingkungan yang dicapai perusahaan. Skor yang masuk dalam kategori tinggi
antara lain:
- Perusahaan meyakini bahwa kinerja lingkungan merupakan tanggung
jawab perusahaan dan melibatkan seluruh karyawan.
- Perusahaan mengembangkan anggaran yang proporsional untuk
mengatasi masalah-masalah lingkungan, dan
- Perusahaan menyadari dampak yang ditimbulkan oleh masalah lingkungan
sangat permintaan produk di masa yang akan datang.
Disisi lain perusahaan-perusahaan responden masih memberikan
penilaian yang kurang terhadap beberapa indikator variabel kinerja lingkungan.
Sebagai contoh secara umum perusahaan belum melakukan benchmarking
dan best practice terhadap perusahaan lain yang memiliki kinerja lingkungan
yang lebih baik. Disamping itu pengembangan sistem formal untuk memonitor
perubahan-perubahan dan menindaklanjuti aturan-aturan bidang lingkungan
masih belum sepenuhnya mendapatkan perhatian dari responden
211
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
Dari hasil penelitian ini dapat diindikasikan bahwa kinerja lingkungan
pada industri manufaktur di Jawa Tengah masih cenderung dipengaruhi oleh
faktor-faktor internal yang dapat dengan mudah dikendalikan oleh perusahaan.
Sedangkan kinerja lingkungan yang berkaitan dengan faktor-faktor eksternal
masih belum mendapatkan tanggapan yang memadai, misalnya perlunya
benchmarking dan best practice terhadap perusahaan lain yang telah sukses
mengelola lingkungan dan sistem formal untuk memonitor aturan-aturan
lingkungan.
Hasil Uji Regresi Interaksi
Pengujian dengan menggunakan analisis regresi dilakukan setelah
data yang masuk memenuhi syarat validitas dan reliabilitas. Analisis regresi
dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh independen variabel dengan
dependen variabel, dalam hal ini untuk mengetahui pengaruh antara Dorongan
Manajemen Lingkungan (DML) dan Manajemen Lingkungan Proaktif (MLP)
terhadap Kinerja Lingkungan (KL). Ringkasan analisis regresi dapat dilihat
pada tabel 2.
Mendasarkan pada Tabel 2 yang merupakan hasil dari analisis regresi
hirarki menunjukkan bahwa pada regresi tahap pertama, ukuran perusahaan
Tabel 2
Hasil Analisis Regresi Hirarki
212
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja lingkungan. Selanjutnya pada
hasil regresi tahap kedua yang menguji pengaruh antara independen variabel
dengan variabel kinerja lingkungan, hasilnya menunjukkan bahwa dorongan
manajemen lingkungan memiliki pengaruh positif pada taraf signifikansi 0,002.
Hal ini mengindikasikan bahwa semakin meningkatnya kesadaran perusahaan
terhadap berbagai dorongan yang menuntut untuk melakukan pengelolaan
terhadap lingkungan yang lebih baik akan berdampak pada peningkatan
kinerja lingkungan. Konteks kesadaran perusahaan dalam penelitian ini
adalah kesungguhan perusahaan dalam menindaklanjuti berbagai dorongan
untuk memiliki kepeduliah terhadap lingkungan, baik berasal dari konsumen,
pemerintah, persaingan, biaya, maupun masyarakat.
Sedangkan variabel manajemen lingkungan proaktif juga memiliki
pengaruh positif terhadap kinerja lingkungan dengan taraf signifikansi 0,000.
Temuan ini mengindikasikan bahwa perilaku perusahaan yang mengarah pada
kegiatan yang proaktif ternyata dapat meningkatkan kinerja lingkungan. Perilaku
proaktif sangatlah dipengaruhi oleh kesadaran perusahaan terhadap insisiatif
perbaikan dan kepedulian lingkungan, yang tidak hanya mengandalkan atau
memenuhi berbagai ketentuan peraturan-peraturan akan lingkungan, namun
lebih jauh perusahaan memiliki inisiatif yang tinggi terhadap pemenuhan
usaha-usaha yang menekankan pada minimisasi waste, pencegahan polusi,
desain lingkungan, pengelolaan produk mulai dari mendapatkan bahan
baku, proses produksi sampai dengan produk dipasarkan, dan menerapkan
akuntansi lingkungan pada laporan keuangannya.
Hasil regresi interaksi dilakukan dengan mengkalikan antara masingmasing variabel independen dengan size perusahaan, kemudian diregresikan
dengan kinerja lingkungan. Pada tabel 2, menunjukkan bahwa setelah
memasukkan variabel size perusahaan, ternyata hasil regresi antara interaksi
pertama (DML*Size) dengan kinerja lingkungan tidak signifikan (beta= -0,1,108,
sig = 0,299). Hal ini berarti bahwa variabel size tidak memoderasi hubungan
antara dorongan manajemen lingkungan dengan kinerja lingkungan. Hasil
regresi interaksi antara variabel DML*size dengan kinerja lingkungan juga
menunjukkan hasil yang tidak signifikan (beta = -0,008, sig = 0,423), artinya
bahwa ukuran perusahaan tidak memoderasi hubungan antara manajemen
lingkungan proaktif dengan kinerja lingkungan.
213
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
Kesimpulan
Kepedulian terhadap masalah lingkungan yang mendorong perusahaan
untuk memperhatikan masalah lingkungan cenderung dipengaruhi oleh
adanya komplain terhadap produk-produk perusahaan, selain itu juga adanya
tuntutan dari stakeholders, seperti: konsumen, masyarakat, dan pemilik modal.
Tuntutan terhadap peraturan-peraturan pemerintah dan tuntutan persaingan
belum sepenuhnya menjadi faktor pendorong bagi perusahaan untuk peduli
terhadap masalah-masalah lingkungan. Pelaksanaan manajemen lingkungan
secara proaktif dipengaruhi oleh adanya tuntutan konsumen terhadap produk
yang efisien. Selain itu juga dipengaruhi oleh keinginan untuk mengurangi
resiko sebagai akibat dari kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi.
Sedangkan dalam variabel kinerja lingkungan, perusahaan cenderung
menganggap bahwa kinerja lingkungan merupakan tanggung jawab dan
melibatkan seluruh karyawan. Kinerja lingkungan juga dikaitkan dengan isu
dampak lingkungan terhadap permintaan produk di masa mendatang, dan
perlunya pengadopsian kebijakan lingkungan kaitannya dengan pencegahan
polusi sebagai bagian integral dari kebijakan perusahaan.
Dalam semua indikator variabel dorongan manajemen lingkungan tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antara perusahaan besar dan perusahaan
sedang. Sedangkan dalam indikator variabel manajemen lingkungan proaktif
terdapat perbedaan yang signifikan antara perusahaan besar dan perusahaan
sedang kaitannya dengan penggunaan tehnologi yang mampu meminimisasi
waste dengan menciptakan reuse dan recycling terhadap sisa bahan baku,
dan kaitannya dengan desain kemasan produk yang dapat didaur ulang.
Ukuran perusahaan tidak memberikan efek moderasi dalam hubungan
antara variabel dorongan manajemen lingkungan dan manajemen lingkungan
proaktif dengan kinerja lingkungan.
Saran
Perlunya sebuah sistem manajemen lingkungan dengan melibatkan
stakeholders untuk melakukan sosialisasi, pelaksanaan dan pengawasan
secara lebih intensif sehingga dapat menjamin pelaksanaan manajemen
lingkungan yang lebih baik bagi perusahaan-perusahaan manufaktur.
Disamping itu juga perlu peningkatan peran lembaga yang terkait langsung
214
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
dengan masalah lingkungan, yaitu Bapedalda Propinsi dan Bapedalda Kota
atau Kabupaten dalam menjamin pelaksanaan manajemen lingkungan
yang efektif bagi perusahaan manufaktur. Pada kajian tentang manajemen
lingkungan mendatang dapat difokuskan pada jenis industri tertentu (misal:
batik, mebel, tembakau). Pengembangan penelitian dapat diarahkan pada
variabel inisiatif lingkungan, supply chain environmental management (SCEM),
sustainability, keterlibatan karyawan, dan competitiveness.
215
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
D. Pengaruh Dorongan Manajemen Lingkungan dan
Manajemen Lingkungan Proaktif terhadap Kinerja
Lingkungan
Oleh: Budhi Cahyono, SE.MSi
ABSTRACT
Environmental issue is very relevan to understanding and sustainability
for research. Care to environmental for manufactures indicate can increasing
environmental performance as part of business strategy. This fenomena is
very interest to empirical study, especially to understand what the dominant
factors that influence corporates care to environmental problems, especially
to manufactures at Central Java. Second, how long application of proactive
environmental management was impact on environmental performance, and
the third how impact environmental drives of environmental management and
proactive environmental management to environmental performance.
The population for this research are all manufacture industries
in Central Java Indonesia that resistance to environmental. Number of
respondent in this research are 143 company, 51 for big company and 92
for medium company. Companies category are: textil, furniture, ciggarette,
wood processing, manure, printing, fish processing, pantile and medecine.
Research variabel are Driving environmental management (4 indicators).
Proactive environmental management (6 indicators), and Environmental
performance (7 indicators). Data were collected by mail survey and interview
with company leader. This research use qualitative and quantitative analysis
(multiple regression and different test)
This investigation indicate that 58,9% responden little understand
about environmental regulatory. Careness company for environmental are
dominated by complain customer to company products and stakeholders forces
driving. Environmental performance is dominated by company responsibility
to environmental problems and employee involvement. Driving environmental
management variable and Proactive environmental management variable have
216
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
significant impact on environmental performance, and the two independent
variabel have contributioan as big as 71,4% to dependent variable. Based on
difference test, there are significance differences on proactive environmental
management variable, especially on technology using that can minimize
waste and create reuse and recycling for unuser material. From environmental
performance variable, there is differences among big corporate and medium
corporate to adoption model for environmental regulation and environmental
careness programs.
Key words: Driving environmental management, Proactive environmental
management, and Environmental performance.
PENDAHULUAN
Paradigma baru dalam bisnis yang semakin global dan liberal
tidak hanya menekankan pada aspek manajemen kualitas total (Total
Quality Management) melalui standarisasi mutu untuk meraih keunggulan
kompetitif, tetapi juga pada aspek kualitas manajemen lingkungan (Quality
of Environmental Management). Globalisasi telah mendorong produk-produk
yang diperdagangkan harus bersahabat dengan lingkungan, sehingga
kesadaran para konsumen terhadap produk yang tidak mencemari lingkungan
semakin meningkat. Perusahaan perlu menanggapi secara terencana dan
perlu menetapkan secara eksplisit sasaran-sasaran lingkungan (environmental
goals) (Newman and Breeden, 1992). Beberapa perusahaan mempunyai
keunggulan kompetitif dalam menerapkan QEM seperti perusahaan Aqua
Golden Missisippi, perusahaan 3M (strategi pollution prevention pays),
perusahaan Eastman Kodak di Amerika dan telah mendapatkan tanggapan
positif dari stakeholders. Penerapan QEM diperlukan perusahaan dalam
bersaing di pasar global, khususnya menghadapi green customers.
Para industrialis dan pimpinan perusahaan yang peduli terhadap
pengembangan yang berkelanjutan memprediksikan bahwa pada tahun 1900an terjadi perubahan pemikiran lingkungan dan mengarah pada sebuah new
industrial revolution. Hal ini akan menimbulkan trend yang sangat powerfull
dan mempengaruhi aturan-aturan permainan dalam bisnis. Perubahanperubahan yang cepat terjadi dalam manajemen lingkungan proaktif sejak
217
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
tahun 1990-an dan menuju pada sebuah revolusi industri yang baru di abad
21 ini. Keberlangsungan lingkungan yang merupakan sebuah kebutuhan
untuk melindungi lingkungan dan konservasi sumber daya alam merupakan
sebuah nilai yang diyakini oleh perusahaan-perusahaan yang sukses dan
kompetitif, sehingga tantangan lingkungan menjadi salah satu isue sentral di
abad 21 ini. Berbagai perusahaan telah menyepakati untuk melakukan kontrol
terhadap polusi, dan bertanggung jawab terhadap produknya setelah mereka
memasarkan kepada konsumen. Kepedulian utama dari sektor bisnis saat
ini adalah bagaimana melakukan manajemen terhadap dampak lingkungan
secara efektif dan efisien. Fenomena ini akan merubah strategi perusahaan
pada sekedar memenuhi aturan-aturan yang ada ke manajemen lingkungan
yang proaktif.
Isu krisis lingkungan dan pengurasan sumber daya alam telah merebak
pada dua dekade belakangan ini. Banyak perusahaan enggan menerapkan
perlindungan lingkungan ke dalam proses produksi karena dianggap akan
meningkatkan biaya produksi yang pada akhirnya mengurangi keuntungan.
Ketidakpedulian terhadap permasalahan pencemaran dan pengrusakan
lingkungan hidup bisa mempengaruhi berfungsinya sistem ekonomi. Kemajuan
iptek dan meningkatnya kesejahteraan Masyarakat telah menumbuhkan
kesadaran akan lingkungan yang bersih dan sehat. Pendekatan stakeholders
memberikan tekanan politik pada perusahaan, akibat pemerintah Indonesia
mengadopsi kebijakan pembangunan yang berkesinambungan (sustainable
development). Orientasi kegiatan bisnis hanya memaksimalisasi laba untuk
memuaskan pemilik perusahaan, akibatnya masyarakat harus menanggung
dampak negatif dari aktivitas bisnis perusahaan (social cost). Tekanan
masyarakat terhadap perusahaan yang kurang peduli terhadap lingkungan
akan semakin tinggi dan pemerintah akan memberlakukan peraturan
lingkungan yang semakin ketat dengan sangsi berat bagi para pelanggar.
Perusahaan perlu menanggapi secara terencana, terintegrasi dan menetapkan
secara eksplisit sasaran-sasaran lingkungan yang cocok dengan kekuatan
dan strategi bisnis jangka panjang dan mempertahankan reputasi (Newman
and Breeden, 1992).
Memposisikan TQM dalam pengelolaan lingkungan memunculkan
konsep Total Quality Environment Management. Manfaat penerapan TQEM
218
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
mencerminkan manfaat penerapan TQM, yaitu memperbaiki kepuasan
pelanggan, memperbaiki efektivitas organisasi dan meningkatkan daya
saing, serta mencegah terjadinya pencemaran dan pengrusakan lingkungan.
TQEM mendefinisikan pelanggan lebih luas, yaitu pelanggan internal
(seluruh bagian departemen dan tingkatan manajemen yang lebih tinggi) dan
pelanggan eksternal (konsumen, regulasi, legislasi, masyarakat, kelompok
pencinta lingkungan). Perusahaan harus mengkaji ulang untuk mewujudkan
keunggulan lingkungan sebagai dimensi pokok dari keseluruhan strategi bisnis
tanpa mempengaruhi corporate performance, profitabilitas dan pertumbuhan
(Greeno and Robinson, 1992).
Penerapan manajemen lingkungan dan kinerja lingkungan yang
baik dapat menciptakan keunggulan kompetitif (Bonifant, Arnold and Long
1995; Dechant and Altman 1994; Ekington 1994; Maxwel 1996, Porter and
Linde 1995; Shrivastava 1995). Penerapan TQEM di dalam tingkat korporat
akan berakumulasi secara global (makro) dan dapat digunakan untuk
mencapai efisiensi ekonomi. Artikel ini dimaksudkan untuk mengetahui dan
mengidentifikasi berbagai dorongan yang dapat mengakibatkan perusahaanperusahaan melakukan kepedulian terhadap lingkungan. Disamping itu juga
untuk mengetahui seberapa jauh perusahaan telah secara proaktif melakukan
kepedulian terhadap lingkungan dengan mengetahui kinerja lingkungannya.
Penelitian juga dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan dalam
praktek-praktek manajemen lingkungan antara perusahaan-perusahaan
besar dengan perusahaan-perusahaan sedang.
TINJAUAN PUSTAKA
Dorongan Manajemen Lingkungan
Revolusi dibidang lingkungan hampir terjadi dalam tiga dekade dan
memunculkan perubahan yang dramatis bagi perusahaan dalam mengelola
bisnisnya (Hart, 1997). Permasalahan lingkungan senantiasa muncul terus
menerus seiring dengan eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran.
Perusahaan harusnya menyadari dan bertanggung jawab terhadap lingkunan
global yang semakin memanas, penciptaan produk yang bersih. Di beberapa
negara industri, perusahaan-perusahaan sudah menyadari pentinnya going
green, dan untuk merealisasikannya diambil tindakan dengan mengurangi
219
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
polusi dan meningkatkan profit secara simultan. Menurut Hart (1998), akan
permasalahan dalam kerusakan lingkungan adalah pertumbuhan penduduk
yang pesat dan pertumbuhan ekonomi yang cepat, dan pada saat yang sama
pertumbuhan industri juga cukup pesat yang diikuti dengan eksploitasi sumber
daya alam, penggunaan tehnologi pada hampir setiap perusahaan, keinginan
untuk mengikuti globalisasi.
Mewujudkan perusahaan yang greening memiliki konsekwensi yang
besar dari segi cost, namun harus menjadi bagian dari pengembangan strategi
perusahaan. Berbagai aktivitas mendasar kaitannya dengan menciptakan
tanggung jawab terhadap lingkungan antara lain: (1) Pollution prevention,
dilakukan dengan menciptakan pengawasan polusi, artinya membersihkan
segala yang tidak berguna setelah menghasilkan produk. (2) Product
stewardship, yang dilakukan tidak hanya dengan meminimisasi polusi dari
proses produksi, tetapi juga dampak lingkungan yang terkait dengan siklus
hidup suatu produk. Design for environmental (DFE), merupakan alat untuk
memudahkan melakukan recovery, reuse atau recycle terhadap produk.
(3) Clean technology, perusahaan yang memiliki pemikiran jauh kedepan
tentunya harus merencanakan untuk investasi dibidang tehnologi. Keberadaan
tehnologi, seperti industri kimia sangat rentan terhadap lingkungan.
Berry dan Rondinelli (1998), mengungkapkan bahwa pada abad ke-21
ini merupakan a new industrial revolution. Hal ini didasari oleh survey yang
dilakukan terhadap lebih dari 400 eksekutif senior berbagai perusahaan di
dunia, yang menemukan bahwa 92% dari mereka setuju bahwa berbagai
tantangan lingkungan merupakan isue sentral pada abad ini. Para eksekutif
perusahaan juga bahwa pengontrolan polusi merupakan tanggung jawab
perusahaan. Temuan lain menyatakan bahwa 83% dari para eksekutif
perusahaan menyatakan tetap bertanggungjawab terhadap produk mereka
setelah diproduksi. Hal ini menjadikan sebuah fenomena bahwa sebagian
besar perusahaan berusaha memenej dampak lingkungan secara efektif dan
efisien. Revolusi pemikiran tentang lingkungan terjadi dalam tiga tahap, yaitu:
(1) tahun 1960-an dan 1970-an berawal dari krisis lingkungan, perusahaan
berusaha untuk melakukan pengawasan terhadap kerusakan-kerusakan
yang terjadi. (2) Tahun 1980-an merupakan era reaktif yang berusaha untuk
menepati segala peraturan pemerintah tentang lingkungan dan meminimisasi
220
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
biaya komplain. Era 1990-an perusahaan sudah menyadari perlunya
pendekatan proaktif terhadap tuntutan lingkungan dengan mengantisipasi
dampak lingkungan terhadap kegiatan operasional perusahaan, antara lain
dengan berusaha mengurangi waste dan dampak yang ditimbulkan oleh polusi
dan menemukan cara-cara positif untuk memperoleh keunggulan melalui
peluang bisnis dengan total quality environmental management (TQEM).
Bagi beberapa perusahaan, nilai-nilai lingkungan menjadi bagian
integral dari budaya dan proses manajemen. Kepedulian terhadap lingkungan
akan berdampak pada munculnya peluang baru untuk menciptakan green
products, processes dan technologies. Berry dan Rondinelly (1998),
mensinyalir ada beberapa kekuatan yang mempengaruhi perusahaan untuk
melakukan manajemen lingkungan yang proaktif.
Gambar 2.1.
Kerangka Pemikiran
Sumber: Berry dan Rondinelli (1998)
Regulatory demand, tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan
muncul sejak 30 tahun terakhir ini, setelah masyarakat meningkatkan
tekanannya kepada pemerintah untuk menetapkan peraturan pemerintah
sebagai dampak meluasnya polusi. Sistem pengawasan manajemen
lingkungan menjadi dasar untuk skor lingkungan, seperti program-program
kesehatan dan keamanan lingkungan. Perusahaan merasa penting untuk
bisa mendapatkan penghargaan di bidang lingkungan, dengan berusaha
221
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
menerapkan prinsip-prinsip TQEM secara efektif, misalnya dengan
penggunaan tehnologi pengontrol polusi, dengan penggunaan clean
technology. Berbagai macam regulasi tentang lingkunan belum mampu
menciptakan win-win solution diantara pihak terkait dalam menciptakan
inovasi dan persaingan serta tingkat produktivitas yang tinggi terhadap seluruh
perusahaan. Regulasi lingkungan sering dianggap ancaman dan pembatasan
dalam melakukan inovasi. Porter (1995), mengindikasikan bahwa dalam
pembuatan regulasi lingkungan hendaknya melibatkan para enviromentalist,
legeslatif dan perusahaan, sehingga dapat menciptakan mata rantai ekonomi,
yakni environment, produktivitas sumber daya, inovasi dan persaingan.
Cost factors, tidak adanya komplain terhadap produk-produk
perusahaan, akan membawa konsekwensi munculnya biaya pengawasan
kualitas yang tinggi, karena semua aktivitas yang terlibat dalam proses produksi
perlu dipersiapkan dengan baik. Hal ini secara langsung akan berdampak
pada munculnya biaya yang cukup tinggi, seperti biaya sorting bahan baku,
biaya pengawasan proses produksi, biaya pengetesan dll. Konseksensi
perusahaan untuk mengurangi polusi juga berdampak pada munculnya
berbagai biaya, seperti penyediaan pengolahan limbah, penggunaan mesin
yang clean technology, biaya pencegahan kebersihan.
Stakeholder forces. Strategi pendekatan proaktif terhadap manajemen
lingkungan dibangun berdasarkan prinsip-prinsip manajemen, yakni
mengurangi waste dan mengurangi biaya produksi, demikian juga respond
terhadap permintaan konsumen dan stakeholder. Perusahaan akan selalu
berusaha untuk memuaskan kepentingan stakeholder yang bervariasi dengan
menemukan berbagai kebutuhan akan manajemen lingkungan yang proaktif.
Perusahaan dapat mendefinisikan misi baru, dengan memperbaruhi sistem
nilai perusahaan, melakukan manajemen perubahan, akselerasi terhadap
training dan education, memodifikasi perilaku melalui organisasi.
Competitive requirements, semakin berkembangnya pasar global dan
munculnya berbagai kesepakatan perdagangan sangat berpengaruh pada
munculnya gerakan standarisasi untuk manajemen kualitas lingkungan.
Persaingan nasional maupun internasional telah menuntut perusahaan
untuk dapat mendapatkan jaminan dibidang kualitas, antara lain seri ISO
9000. Sedangkan untuk seri ISO 14000 dominan untuk standar internasional
222
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
dalam sistem manajemen lingkungan. Keduanya memiliki perbedaan dalam
kriteria dan kebutuhannya, namun dalam pelaksanaannya saling terkait,
yakni dengan mengintegrasikan antara sistem manajemen lingkungan
dan sistem manajemen perusahaan. Untuk mencapai keunggulan dalam
persaingan, dapat dilakukan dengan menerapkan green alliances Hartman
dan Stafford (1995). Green alliances merupakan partner diantara pelaku
bisnis dan kelompok lingkungan untuk mengintegrasikan antara tanggung
jawab lingkungan perusahaan dengan tujuan pasar.
Manajemen Lingkungan Proaktif
Berbagai dorongan diatas mengkondisikan perusahaan untuk
melakukan manajemen lingkungan secara proaktif. Sistem manajemen
proaktif merupakan sistem manajemen lingkungan yang komprehensif yang
terdiri dari kombinasi dari lima pendekatan, antara lain : (1) minimisasi dan
pencegahan waste, (2) manajemen demand side, (3) desain lingkungan (4)
product stewardship dan (5) akuntansi full-costing.
Minimisasi dan pencegahan waste, perlindungan lingkungan yang
efektif sangat membutuhkan aktivitas pencegahan terhadap aktivitas yang
tidak berguna. Pencegahan polusi merupakan penggunaan material atau
bahan baku, merupakan penggunaan material atau bahan baku, merupakan
penggunaan material atau bahan baku, proses produksi atau praktek-praktek
yang dapat mengurangi, miminimisasi atau mengeliminasi penyebab polusi
atau sumber-sumber polusi. Tehnologi yang terkait dengan pencegahan
polusi dalam bidang manufaktur meliputi: pengganti bahan baku, modifikasi
proses, penggunaan kembali material, recycling material dalam proses
selanjutnya (recycling), dan penggunaan kembali material dalam proses yang
berbeda (reuse). Semakin meningkatnya tuntutan aturan dan meningkatnya
cost untuk pengawasan polusi menjadi faktor penggerak bagi perusahaan
untuk menemukan cara-cara yang efektif untuk mencegah polusi. Pada era
1980-an, sejumlah bisnis mulai memfokuskan, mengantisipasi dan mencegah
masalah-masalah waste, sebelum hal ini terjadi.
Demand-side management, merupakan sebuah pendekatan dalam
pencegahan polusi yang asal mulanya digunakan dalam dunia industri.
Konsep ini difokuskan pada pemahaman kebutuhan dan preferensi konsumen
223
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
dalam penggunaan produk, dan didasarkan pada tiga prinsip yang mendasar,
yaitu: tidak menyisakan produk yang waste, menjual sesuai dengan
jumlah kebutuhan konsumen dan membuat konsumen lebih effisien dalam
menggunakan produk. Demand-side management industri mengharuskan
perusahaan untuk melihat dirinya sendiri dalam cara pandang baru, sehingga
dapat menemukan peluang-peluang bisnis baru.
Desain lingkungan, merupakan bagian integral dari proses pencegahan
polusi dalam manajemen lingkungan proaktif. Perusahaan sering dihadapkan
pada ineffisiensi dalam mendesain produk, misalnya produk tidak dapat dirakit
kembali, di upgrade kembali, tidak dapat di recycle. Design for environmental
(DFE) dimaksudka untuk mengurangi biaya reprosesing dan mengembalikan
produk ke pasar secara lebih cepat dan ekonomis.
Product stewardship merupakan praktek-praktek yang dilakukan untuk
mengurangi resiko terhadap lingkungan melalui masalah-masalah dalam
desain, manufaktur, distribusi, pemakaian atau penjualan produk. Dibeberapa
negara telah muncul peraturan bahwa perusahaan bertanggung jawab untuk
melakukan reclaim, recycling dan remanufakturing produk mereka. Dengan
menggunakan life cycle analysis dapat ditentukan cara-cara perusahaan
dalam mengurangi atau mengelimasi waste dalam seluruh tahapan, mulai
dari bahan mentah, produksi, distribusi dan penggunaan oleh konsumen.
Alternatif produk yang memiliki less pollution dan alternatif material, sumber
energi, metode prosessing yang mengurangi waste menjadi kebutuhan bagi
perusahaan.
Full cost environmental accounting, konsep cost environmental secara
langsung akan berpengaruh terhadap individu, masyarakat dan lingkungan,
yang biasanya tidak mendapatkan perhatian dari perusahaan. Full cost
accounting berusaha mengidentifikasi dan mengkuantifikasi kinerja biaya
lingkungan sebuah produk, proses produksi dan sebuah proyek dengan
mempertimbangkan empat macam biaya, yaitu : (1) biaya langsung, seperti
biaya tenaga kerja, biaya modal dan biaya bahan mentah. (2) biaya tidak
langsung, seperti biaya monitoring dan reporting. (3) biaya tidak menentu,
misalnya biaya perbaikan. (4) biaya yang tidak kelihatan, seperti biaya publik
relation dan good will.
224
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
Kinerja Lingkungan
Sebagai ukuran keberhasilan perusahaan dalam melaksanakan
manajemen lingkungan proaktif, maka dapat dilakukan dengan mengidentifikasi
kinerja lingkungan proaktif. Penerapan manajemen lingkungan proaktif
memerlukan keterlibatan beberapa prinsip dasar kedalam strategi perusahaan.
Prinsip-prinsip tersebut antara lain :
a. Mengadopsi kebijakan lingkungan yang bertujuan mengeleminasi
polusi berdasarkan pada posisi siklus hidup operasional perusahaan,
dan mengkomunikasikan kebijakan keseluruh perusahaan dan para
stakeholder.
b. Menetapkan secara obyektif kriteria efektivitas program lingkungan.
c. Membandingkan kinerja lingkungan perusahaan dengan perusahaanperusahaan yang merupakan leader dalam satu industri dengan
benchmarking dan menetapkan best practice.
d. Mengumumkan pandangan perusahaan bahwa kinerja lingkungan
merupakan tanggung jawab seluruh karyawan.
e. Menganalisis dampak berbagai isue lingkungan dalam kaitannya dengan
permintaan dimasa depan terhadap produk dan persaingan industri.
f. Memberanikan diri melakukan diskusi tentang isu-isu lingkungan,
khususnya melalui rapat pimpinan.
g. Mengembangkan dan mengaplikasikan sebuah sistem formal untuk
memonitor berbagai perubahan aturan yang diusulkan dan menyetujui
atau menepati perubahan aturan tersebut.
h. Mengembangkan anggaran untuk pembiayaan lingkungan.
i. Mengidentifikasi
dan
mengkuantifikasikan
pertanggungjawaban
lingkungan.
Penelitian Terdahulu.
Penelitian yang dilakukan oleh Brown dan Karagozoglu (1998) yang
berjudul current practice in environmental management didasari pada
kepeduliannya terhadap manajemen lingkungan. Perusahaan cenderung
melakukan usaha-usaha yang serius untuk melakukan perubahan dalam
produk dan proses dan lebih bertanggung jawab serta menjadikan perusahaan
225
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
yang green. Permasalahan mendasar adalah praktek-praktek apakah yang
terkait dengan manajemen lingkungan ? Terdapat empat variabel dalam
penelitian ini yang terkait dengan respon perusahaan terhadap hukum dan
peraturan-peraturan lingkungan. Pertama pengawasan terhadap polusi, kedua
menyangkut environmental stewardship, yang mengkondisikan perusahaan
untuk secara serius dan menentukan cara-cara atau metode yang diperlukan.
Ketiga, perusahaan secara proaktif menindaklanjuti berbagai peraturan
tentang lingkungan. Keempat, menerapkan praktek-praktek manajerial
untuk keberlangsungan lingkungan. Responden penelitian terdiri dari 83
perusahaan, 43 perusahaan merupakan high tech (perusahaan elektronik)
dan 40 perusahaan merupakan perusahaan yang rentan dengan masalah
lingkungan, seperti: perusahaan batery, perusahaan cat, perusahaan tinta,
perusahaan paper dan pulp. Perusahaan digolongkan dalam perusahaan
besar dan kecil dengan mendasarkan pada jumlah karyawan dan jumlah
penjualan. Data diperoleh dari mail survey dengan menggunakan indikator
sebanyak 30 dan pengukurannya dengan 7 point Likert scale. Variabel
penelitian difokuskan pada: upaya pencegahan polusi, fleksibilitas dalam
menanggapi peraturan, pemanfaatan sumber daya, tingkat responsiveness
pihak manajemen, inovasi perusahaan, perbandingan kinerja lingkungan,
kinerja lingkungan dan dampak financial.
Hasilnya mengindikasikan bahwa untuk semua perusahaan
menyadari bahwa peraturan yang diciptakan selama lima tahun terakhir telah
mengkonsentrasikan penuh untuk melakukan upaya-upaya pencegahan polusi
dan masalah lingkungan yang lain. Hasil lain menunjukkan bahwa peraturan
pemerintah masih belum mampu berdampak pada perusahaan untuk
melakukan tehnik-tehnik yang inovatif. 39% dari responden mengaku bahwa
mereka menggunakan sumberdaya untuk tujuan memperbaiki lingkungan.
Hanya 47% perusahaan yang memiliki responsiveness terhadap lingkungan.
Dibidang kinerja lingkungan, dengan menggunakan variabel seperti material
yang recycleable, pengurangan emisi, efisiensi penggunaan material dan
sumber yang lain, penggunaan energy untuk mencegah polusi, hasilnya
menunjukkan bahwa hampir dari 50% responden percaya mereka sebagai
pemimpin disektor masing-masing. Hanya 13% responden yang mengatakan
bahwa kepedulian lingkungan mempengaruhi kinerja lingkungan, dan hanya
226
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
7% responden menyatakan bahwa kepedulian lingkungan berdampak pada
kinerja finansial.
Penelitian yang lain dilakukan oleh Cahyono (2002) terhadap
perusahaan manufaktur di Jawa Tengah dengan judul pengaruh kualitas
manajemen lingkungan terhadap kinerja, dengan kinerja perusahaan sebagai
moderating variabel. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan
manufaktur yang rentan terhadap lingkungan, seperti: perusahaan gas,
kimia, plastik, makanan ternak, industri kayu, tekstil, garment, makanan
dan minuman, farmasi. Data diperoleh dengan menggunakan mail survey
terhadap 150 perusahaan, yang ditujukan kepada middle manajer (manajer
produksi). Variabel praktek kualitas manajemen lingkungan diukur dengan:
pencegahan polusi, fleksibilitas aturan, pemanfaatan sumberdaya, respon
manajemen, inovasi, dampak finansial. Kinerja perusahaan diukur dengan:
kinerja jangka pendek, kinerja jangka panjang, produktivitas, kinerja biaya,
profit, kemampuan bersaing, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan laba,
market share, kepuasan konsumen. Sedangkan kinerja diukur dengan:
kualitas produk, reputasi dengan konsumen, kemampuan bersaing di pasar
internasional dan pengembangan produk yang unik.
Hasilnya menunjukkan bahwa respond rate sebesar 28%. Keterlibatan
perusahaan dalam peran aktif pembentukan peraturan dibidang lingkungan
sangat rendah (67% belum pernah terlibat). 60% responden juga menyatakan
belum pernah mengikuti atau menerima penyuluhan tentang AMDAL. Hasil lain
mengindikasikan bahwa kualitas manajemen lingkungan tidak berpengaruh
signifikan terhadap kinerja. Hasil kedua setelah kualitas manajemen lingkungan
dipadukan dengan kinerja perusahaan berpengaruh terhadap kinerja. Kinerja
perusahaan berpengaruh signifikan terhadap kinerja.
Mendasarkan pada penelitian yang terdahulu, maka identifikasi yang
mendorong perusahaan untuk melakukan atau menerapkan manajemen
lingkungan perlu dikaji. Disamping itu sejauh mana perusahaan telah secara
proaktif peduli terhadap manajemen lingkungan. Keduanya, pada tahap
terakhir akan dikaitkan dengan kinerja lingkungan. Dari keterkaitan tersebut
maka dapat dibuat kerangka penelitian seperti pada gambar 2.2
227
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
Gambar 2.2.
Kerangka Penelitian
Mendasarkan pada landasan teori dan penelitian-penelitian terdahulu,
maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut :
H1: Dorongan manajemen lingkungan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja lingkungan.
H2: Manajemen lingkungan proaktif berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja lingkungan.
METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif analitis, dengan
memfokuskan pada identifikasi yang mendalam tentang pelaksanaan dorongan manajemen lingkungan, pelaksanaan manajemen lingkungan proaktif dan kinerja lingkungan. Identifikasi dorongan manajemen lingkungan untuk mengetahui apa yang melatar belakangi perusahaan merespon dorongan manajemen lingkungan. Sedangkan identifikasi manajemen lingkungan
proaktif dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh manajemen perusahaan
sudah secara proaktif peduli terhadap manajemen lingkungan. Identifikasi
kinerja lingkungan dimaksudkan untuk menilai sejauh mana keunggulan yang
dicapai perusahaan dibidang lingkungan.
Adapun metode dan teknik penelitian yang digunakan adalah penggabungan antara studi literatur, observasi responden, metode wawancara
228
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
Tabel 1
Variabel Penelitian dan Pengukuran
dengan manajemen perusahaan secara terstruktur dan wawancara mendalam (indeep interview).
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan di Jawa
Tengah, yang terdiri dari perusahaan besar dan perusahaan sedang.
Perusahaan besar dengan kriteria jumlah karyawan lebih besar dari 100
orang, sedangkan perusahaan sedang dengan jumlah karyawan antara 20 s/d
100 orang. Menurut data BPS (2003), jumlah perusahaan manufaktur di Jawa
229
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
Tengah adalah 3.000. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah sebesar 5%
dari populasi atau berjumlah 150 perusahaan. Sampel penelitian difokuskan
pada perusahaan yang rentan terhadap lingkungan, yaitu: perusahaan tekstil,
gas, kimia, sabun, makanan ternak, makanan dan minuman, farmasi.
Untuk mengetahui pengaruh antara dorongan manajemen lingkungan
dan manajemen lingkungan proaktif terhadap kinerja lingkungan digunakan
analisis regresi berganda. Adapun untuk mengidentifikasi variabel dorongan
manajemen lingkungan, manajemen lingkungan proaktif dan kinerja lingkungan
dilakukan dengan analisis deskriptif (uji mean).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Populasi dalam penelitian ini terdiri dari perusahaan manufaktur besar
(jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang) dan perusahaan manufaktur
sedang (jumlah tenaga kerja antara 20 sampai dengan 99 orang) yang
beroperasi di Propinsi Jawa Tengah. Jumlah sampel yang memenuhi syarat
untuk dianalisis dalam penelitian ini berjumlah 143 perusahaan yang terdiri
dari 51 perusahaan besar dan 92 perusahaan sedang. Pengambilan data
penelitian dilakukan dengan beberapa pendekatan, antara lain: mail survey
dan interview ke perusahaan.
Penyebaran lokasi perusahaan yang menjadi responden dalam
penelitian ini tersebar di lingkungan Propinsi Jawa Tengah, adapun jumlah
masing-masing responden untuk setiap kabupaten atau kota adalah:
Banyumas (5), Cilacap (4), Demak (18), Jepara (14), Kabupaten Semarang
(2), Kebumen (15), Kendal (7), Kudus (13), Lasem (19), Pati (6), Pekalongan
(20), Rembang (9), Kota Semarang (14), Solo (1), Tegal (2).
Berdasarkan pada jenis produk yang dihasilkan oleh perusahaan
manufaktur yang menjadi sampel penelitian, prosentase terbesar antara
lain: perusahaan rokok, mebel, pengolahan kayu, batik tulis, ikan kering,
gula tumbu, genteng, terasi, tapioka, ikan, obat-obatan, ban, kacang asin
dan eternit. Perusahaan-perusahaan ini memiliki dampak lingkungan dalam
melaksanakan proses produksinya. Dampak lingkungan dapat dikategorikan
dalam bebarapa kategori, seperti: menimbulkan polusi udara, polusi air dan
polusi suara sebagai dampak dari aktivitas proses produksi.
Berbagai perusahaan yang dijadikan sampel masing-masing memiliki
230
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
karakteristik sendiri-sendiri dalam kaitannya dengan permasalahan lingkungan.
Perusahaan mebel memiliki dampak pada polusi udara dari kegiatan
pemotongan kayu dan penghalusan kayu. Polusi yang ditimbulkan berupa
munculnya debu halus sebagai proses dari pemotongan dan penghalusan
kayu. Disamping itu juga muncul polusi yang disebabkan oleh suara yang
begitu keras pada saat pemotongan maupun penghalusan kayu. Perusahaan
mebel banyak ditemukan di Kabupaten Jepara dan Kabupaten Demak. Industri
batik tulis yang terdapat di Kota Pekalongan banyak menimbulkan polusi air
sebagai hasil dari proses pencucian kain. Sedangkan untuk perusahaan
terasi, tapioka, gula tumbu, ikan kering dan ikan pindang kecenderungan
polusinya adalah polusi udara berupa bau yang tidak enak, terutama pada
saat musim hujan.
Hasil penelitian juga mencatat lama perusahaan beroperasi dapat
disimpulkan bahwa usia perusahaan di yang menjadi sampel rata-rata
berumur 4 sampai dengan 12 tahun. Hal ini dapat diindikasikan bahwa umur
perusahaan akan sangat mempengaruhi pada aktivitas proses produksinya
sehingga jumlah polusi juga akan semakin meningkat. Dalam memasarkan
hasil produksinya, perusahaan-perusahaan di Jawa Tengah sebagaian
besar masih memasarkan produknya di dalam negeri, yakni sebanyak 121
perusahaan atau 83,4%. Sedangkan perusahaan yang seluruhnya ekspor
sebanyak 4 perusahaan atau 2,8%, dan perusahaan yang pemasaran
produknya di dalam negeri dan di luar negeri sebanyak 18 perusahaan atau
12,4%.
Sebagai awal untuk mengetahui bagaimana perusahaan-perusahaan
di Jawa Tengah merasa peduli terhadap masalah-masalah lingkungan, maka
dalam penelitian ini juga perlu ditanyakan mengenai: Apakah perusahaan
secara rutin mendapatkan bimbingan dan pengarahan tentang masalah
lingkungan dari Bapedalda Jawa Tengah maupun Bapedalda Kota atau
Kabupaten. Berdasarkan pada hasil survey ke perusahaan-perusahaan dapat
diketahui bahwa sebanyak 83 perusahaan atau 57,2% menyatakan bahwa
mereka belum pernah mendapatakan bimbingan dan pengarahan tentang
lingkungan dari Bapedalda Propinsi maupun Kabupaten atau Kota. Sebanyak
60 perusahaan menyatakan pernah mendapatkan bimbingan dan pengarahan
dari Bapedalda dengan frekwensi mulai dari 0,5 tahun sekali sampai dengan
231
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
2 tahun sekali. Dari perusahaan yang menyatakan pernah mendapatkan
bimbingan dan pengarahan dari Bapedalda, sebanyak 35 perusahaan
menyatakan mereka menerima bimbingan dan pengarahan setiap setengah
tahun sekali. Perusahaan yang menyatakan penyuluhan sebanyak setahun
sekali sejumlah 13 atau 9%. Sebanyak 9 perusahaan menyatakan 2 tahun
sekali dan tiga perusahaan menyatakan lebih dari 2 tahun.
Berdasarkan pada pemasaran hasil produksi, maka sebagian besar
produk yang dihasilkan perusahaan dipasarkan di dalam negeri. Adapun secara
terperinci, pemasaran hasil produksi adalah: seluruhnya ekspor sebanyak 4
perusahaan (2,8%), seluruhnya dipasarkan di dalam negeri sebanyak 121
perusahaan (83,4%), dan perusahaan yang pasarannya di luar negeri dan
di dalam negeri sebanyak 18 perusahaan (12,4%). Peran Bapedalda tingkat
propinsi maupun Bapedalda tingkat kota atau kabupaten dalam mengawal
pelaksanaan manajemen lingkungan sangatlah penting. Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebesar 60 perusahaan atau 41,4% menyatakan pernah
mendapatkan pembimbingan dan pengarahan dari Bappedalda. Disamping
itu yang cukup memprihatinkan, yakni sebanyak 83 perusahaan yang
menjadi responden atau 57,2% belum pernah mendapatakan pembinaan dan
pengarahan dari Bapedalda. Perusahaan yang pernah menerima pembinaan
dan pengarahan dari Bapedalda menyatakan mereka menerima pengarahan
dan pembinaan periodenya bervariasi, ada yang setengah tahun sekali, satu
tahun sekali, dua tahun sekali, bahkan ada yang lebih dari dua tahun dan
ada juga yang bersifat insidental. Materi yang diterima perusahaan kaitannya
dengan masalah-masalah lingkungan, antara lain: house keeping dan
pengelolaan limbah cair, pencemaran lingkungan, laporan hasil efluen IPAL,
jenis produk yang berkualitas
Untuk dapat menciptakan keberhasilan dalam bersikap reaktif atau
proaktif terhadap masalah lingkungan, maka pemahaman terhadap aturanaturan, baik Undang-undang, Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Menteri
(Kepmen) perlu dipahami oleh para pelaku bisnis manufaktur. Hal ini tentunya
merupakan niat awal bagi para pelaku bisnis untuk peduli terhadap lingkungan
dengan memahami berbagai aturan yang ada.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa pemahaman terhadap
berbagai peraturan perundang-undangan dibidang lingkungan dari responden,
232
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
baik perusahaan-perusahaan besar maupun perusahaan-perusahaan sedang
menyatakan bahwa hanya 74 atau (6,5%) yang menyatakan sangat faham
terhadap berbagai perundang-undangan dibidang lingkungan. Perusahaan
yang sangat paham terhadap adanya perundangan bidang lingkungan
didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar. Perusahaan-perusahaan
yang menjadi responden dan menyatakan cukup paham sebanyak sebanyak
397 (34,7%), perusahaan yang menyatakan kurang faham sebanyak 432
atau 37,8%, dan perusahaan yang menyatakan sama sekali tidak paham
sebanyak 241 atau (21,1%).
Dari perusahaan yang menyatakan sangat paham terhadap berbagai
perundang-undangan dibidang lingkungan, maka perundang-undangan yang
mereka pahami antara lain: Peraturan Pemerintah (PP) No 20 Th 1990 Tentang
Pengendalian Pencemaran Air, PP No 51 Th 1993 Tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan dan Kepmen LH No.KEP.12/MENLH/3/1994 tentang
Pedoman Umum Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan.
Hasil ini mengindikasikan bahwa secara keseluruhan perusahaanperusahaan yang menjadi responden belum sepenuhnya mengetahui dan
mamahami berbagai peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan,
sehingga hasil ini akan mempengaruhi penerapan manajemen lingkungan
di masing-masing perusahaan. Penerapan manajemen lingkungan sangat
ditentukan oleh pemahaman manajemen perusahaan terhadap berbagai
aturan lingkungan, sehingga aturan ini dapat sebagai sistem kontrol.
Uji Kualitas Kuesioner
Pengujian kualitas instrumen penelitian atau kuesioner perlu dilakukan
terhadap semua variabel atau indikator yang digunakan dalam penelitian.
Sedangkan untuk pengujian validitas dilakukan dengan uji korelasi antara
masing-masing indikator dengan total indikatornya. Hasil pengujian validitas
menyatakan bahwa seluruh indikator variabel penelitian dinyatakan valid,
karena nilai signifikansi dari korelasi antara masing-masing indikator dengan total indikatornya dibawah 0,05. Sedangkan hasil uji reliabilitas terhadap
masing-masing variabel dilakukan dengan melihat nilai cronbach alpha. Nilai
cronbach alpha masing-masing variabel yaitu: DML (0,8711), MLP (0,8472)
233
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
dan KL (0,8418). Hasil ini mengindikasikan bahwa semua variabel dalam
penelitian ini memenuhi syarat reliabilitas. Sebuah variabel dikatakan reliabel
menurut Nunnaly (1967) apabila memiliki nilai cronbach alpha minimal 0,60.
Hasil dari jawaban responden mengenai dorongan manajemen lingkungan menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang menjadi responden menyatakan peduli terhadap permasalahan lingkungan (polusi udara, limbah, polusi suara) karena adanya komplain terhadap produk-produk perusahaan, kemudian kepedulian terhadap lingkungan disebabkan oleh tuntutan
stakeholder (masyarakat sekitar, karyawan dana manajemen perusahaan).
Kepedulian terhadap masalah lingkungan yang disebabkan oleh tuntutan
persaingan dan tuntutan peraturan-peraturan dibidang lingkungan memiliki
peringkat yang rendah, artinya belum menjadi alasan utama bagi perusahaanperusahaan manufaktur di Jawa Tengah untuk mengikutinya.
Manajemen Lingkungan Proaktif (MLP) dalam penelitian ini dimaksudkan dengan sejauh mana perusahaan telah melaksanakan manajemen
lingkungan secara proaktif. Sistem manajemen proaktif merupakan sistem
manajemen lingkungan yang komprehensif yang terdiri dari kombinasi dari
lima pendekatan, yaitu: minimisasi dan pencegahan waste, manajemen demand side, desain lingkungan, product stewardship dan akuntansi full-costing.
Mendasarkan pada hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
beberapa indikator yang memiliki skor mean tinggi dan skor mean rendah.
Indikator yang memiliki skor tinggi antara lain:
- Menyangkut pemahaman perusahaan terhadap keinginan konsumen
dengan selalu menciptakan produk yang efisien bagi konsumen.
- Menyangkut perusahaan melakukan tindakan yang dapat mengurangi
resiko terhadap lingkungan sebagai konsekwensi dari kegiatan produksi,
distribusi dan konsumsi.
- Menyangkut pengalokasian biaya yang proporsional untuk mengantisipasi
dan peduli terhadap dampak lingkungan.
Sedangkan tanggapan responden yang menurut persepsi mereka
kurang mendapatkan perhatian, antara lain indikator: pendesainan produk
yang dapat didaur ulang, penggunaan tehnologi yang mampu meminimisasi
waste dengan menciptakan reuse dan recycling terhadap sisa bahan baku,
234
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
dan penggunaan tehnologi yang dapat mengurangi polusi udara, air maupun
suara.
Hasil ini dapat disimpulkan bahwa kecenderungan perusahaan
melakukan manajemen secara proaktif sangat terkait dengan keberadaan
konsumen yang membeli produk mereka, sehingga diciptakanlah produk
yang efisien bagi konsumen. Perusahaan juga sudah menyadari adanya
dampak linkungan sebagai hasil dari kegiatan produksi, sehingga mereka
mengalokasikan dana secara proporsional untuk mengantisipasi berbagai
dampak lingkungan. Disisi lain perusahaan-perusahaan yang menjadi
responden belum cukup memberikan perhatian pada desain ulang terhadap
produk-produk yang dihasilkan, sehingga mereka menganggap bahwa produk
setelah dipasarkan sudah bukan tanggung jawab perusahaan lagi, sehingga
desain produk agar dapat didaur ulang masih belum sepenuhnya dipikirkan.
Demikian juga dengan penggunaan tehnologi yang dapat mengurangi atau
meminimisasi waste juga masih belum diperhatikan oleh responden.
Sebagai ukuran keberhasilan perusahaan dalam melaksanakan
manajemen lingkungan secara proaktif, salah satu indikatornya adalah
bagaimana kinerja lingkungannya. Penerapan manajemen lingkungan
proaktif memerlukan keterlibatan beberapa prinsip dasar ke dalam strategi
perusahaan, misalnya: keberhasilan perusahaan dalam mengadopsi
kebijakan lingkungan sebagai bagian integral dari kebijakan perusahaan,
perusahaan berhasil melaksanakan program-program kepedulian lingkungan,
perusahaan berhasil melakukan benchmarking dan best practice terhadap
perusahaan yang sukses, kinerja lingkungan merupakan tanggung jawab
dan melibatkan seluruh karyawan, perusahaan sadar bahwa lingkungan
berdampak pada permintaan produk di masa mendatang, perlunya sistem
formal untuk memonitor perubahan-perubahan dan menindaklanjuti aturan
dibidang lingkungan.
Hasil penelitian menunjukkan adanya indikator-indikator yang menurut
persepsi responden memiliki skor mean tinggi dan juga ada indikator yang
memiliki skor mean dalam kelompok rendah kaitannya dengan kinerja
lingkungan yang dicapai perusahaan. Skor yang masuk dalam kategori tinggi
antara lain:
- Perusahaan meyakini bahwa kinerja lingkungan merupakan tanggung
235
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
jawab perusahaan dan melibatkan seluruh karyawan.
- Perusahaan mengembangkan anggaran yang proporsional untuk
mengatasi masalah-masalah lingkungan, dan
- Perusahaan menyadari dampak yang ditimbulkan oleh masalah lingkungan
sangat permintaan produk di masa yang akan datang.
Disisi lain perusahaan-perusahaan responden masih memberikan
penilaian yang kurang terhadap beberapa indikator variabel kinerja lingkungan.
Sebagai contoh secara umum perusahaan belum melakukan benchmarking
dan best practice terhadap perusahaan lain yang memiliki kinerja lingkungan
yang lebih baik. Disamping itu pengembangan sistem formal untuk memonitor
perubahan-perubahan dan menindaklanjuti aturan-aturan bidang lingkungan
masih belum sepenuhnya mendapatkan perhatian dari responden
Hasil Uji Regresi
Pengujian dengan menggunakan analisis regresi dilakukan setelah
data yang masuk memenuhi syara validitas dan reliabilitas. Analisis regresi
dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh independen variabel dengan
dependen variabel, dalam hal ini untuk mengetahui pengaruh antara Dorongan
Manajemen Lingkungan (DML) dan Manajemen Lingkungan Proaktif (MLP)
terhadap Kinerja Lingkungan (KL). Ringkasan analisis regresi dapat dilihat
pada tabel 2 dibawah ini.
Tabel 2
Hasil Uji Regresi
Mendasarkan pada tabel 2. diketahui bahwa nilai konstanta adalah
sebesar 9,257, artinya memiliki tanda positif atau kinerja lingkungan cenderung
positif walaupun tidak terdapat DML maupun MLP. Sedangkan DML memiliki
236
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
pengaruh yang positif dan signifikan (t = 16,405, sign. 0.000) terhadap Kinerja
lingkungan, demikian juga MLP juga mempunyai pengaruh yang positif
dan signifikan terhadap Kinerja lingkungan (t = 3,189 , sign. 0,002). Hal ini
dapat disimpulkan bahwa apabila ada perbaikan-perbaikan dalam Dorongan
Manajemen Lingkungan dan Manajemen Lingkungan Proaktif akan dapat
meningkatkan Kinerja Lingkungan.
Hasil lain menunjukkan bahwa nilai R-square adalah 0,714 atau
(71,4%), hal ini menunjukkan bahwa kontribusi independen variabel (DML
dan MLP) terhadap Kinerja lingkungan adalah sebesar 71,4%, hasil ini
juga didukung bahwa secara bersama-sama kedua variabel independen
berpengaruh secara signifikan terhadap dependen variabel (F = 174,825 ,
sign. 0,000)
Kesimpulan
1. Respond rate dalam penggunaan mail survey masih sangat rendah,
sehingga dapat disimpulkan bahwa permasalahan manajemen lingkungan
belum sepenuhnya mendapatkan perhatian dari perusahaan yang menjadi
responden. Mereka menganggap masalah manajemen lingkungan masih
menjadi ancaman perusahaan dan bukannya sebagai bagian integral dari
persaingan.
2. Responden yang faham terhadap berbagai indikator-indikator berbagai
peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan sebanyak 74 atau
6,5%, yang cukup faham sebanyak 397 atau 34,7%, yang kurang faham
sebanyak 432 atau 37,8%, dan yang tidak faham berjumlah 241 atau
21,1%. Hal ini mengindikasikan bahwa pemahaman responden terhadap
peraturan-peraturan di bidang lingkungan masih perlu ditingkatkan,
mengingat hal ini merupakan tahapan awal dan merupakan landasan
normatif bagi perusahaan untuk mencapai kinerja lingkungan.
3. Perusahaan menyatakan bahwa kepedulian terhadap masalah lingkungan
yang mendorong mereka untuk memperhatikan masalah lingkungan
cenderung dipengaruhi oleh adanya komplain terhadap produk-produk
perusahaan, selain itu juga adanya tuntutan dari stakeholders, seperti:
konsumen, masyarakat, dan pemilik modal. Tuntutan terhadap peraturanperaturan pemerintah dan tuntutan persaingan belum sepenuhnya menjadi
237
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
faktor pendorong bagi perusahaan untuk peduli terhadap masalah-masalah
lingkungan.
4. Pelaksanaan manajemen lingkungan secara proaktif dipengaruhi oleh
adanya tuntutan konsumen terhadap produk yang efisien. Selain itu juga
dipengaruhi oleh keinginan untuk mengurangi resiko sebagai akibat dari
kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi. Sedangkan dalam variabel
kinerja lingkungan, perusahaan cenderung menganggap bahwa kinerja
lingkungan merupakan tanggung jawab dan melibatkan seluruh karyawan.
Kinerja lingkungan juga dikaitkan dengan isu dampak lingkungan terhadap
permintaan produk di masa mendatang, dan perlunya pengadopsian
kebijakan lingkungan kaitannya dengan pencegahan polusi sebagai
bagian integral dari kebijakan perusahaan.
5. Variabel dorongan manajemen lingkungan dan manajemen lingkungan
proaktif memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja lingkungan,
dan kedua varaibel tersebut memiliki kontribusi sebesar 71,4% terhadap
kinerja lingkungan. Dalam berbagai indikator variabel dorongan
manajemen lingkungan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
perusahaan besar dan perusahaan sedang. Sedangkan dalam indikator
variabel manajemen lingkungan proaktif terdapat perbedaan yang
signifikan antara perusahaan besar dan perusahaan sedang kaitannya
dengan penggunaan tehnologi yang mampu meminimisasi waste dengan
menciptakan reuse dan recycling terhadap sisa bahan baku, dan kaitannya
dengan desain kemasan produk yang dapat didaur ulang. Semua indikator
kinerja lingkungan untuk perusahaan besar dan perusahaan sedang tidak
terdapat perbedaan yang signifikan, kecuali pada indikator pengadopsian
terhadap kebijakan lingkungan kaitannya dengan pencegahan polusi
sebagai bagian integral dari kebijakan perusahaan, dan pelaksanaan
program-program kepedulian lingkungan.
Saran
1. Perlunya sebuah sistem manajemen lingkungan dengan melibatkan
stakeholders untuk melakukan sosialisasi, pelaksanaan dan pengawasan
secara lebih intensif sehingga dapat menjamin pelaksanaan manajemen
lingkungan yang lebih baik bagi perusahaan-perusahaan manufaktur.
238
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
2. Perlunya peningkatan peran lembaga yang terkait langsung dengan
masalah lingkungan, yaitu Bapedalda Propinsi dan Bapedalda Kota atau
Kabupaten dalam menjamin pelaksanaan manajemen lingkungan yang
efektif bagi perusahaan manufaktur.
Keterbatasan dan Penelitian Mendatang
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah menyangkut obyek penelitian
yang terlalu luas, sehingga kajiannya kurang spesifik. Selain itu juga perlu
dibedakan berbagai perilaku manajemen lingkungan antara perusahaan
besar dengan perusahaan sedang untuk menilai ada tidaknya perbedaan
diantara keduanya. Penelitian mendatang dapat difokuskan pada perusahaanperusahaan manufaktur secara lebih spesifik, sehingga dapat digunakan
sebagai bahan kebijakan terhadap industri-industri tertentu. Pembandingan
berbagai dimensi manajemen lingkungan antara perusahaan besar, sedang
maupun perusahaan kecil dalam pengelolaan manajemen lingkungan menarik
untuk diteliti.
239
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
E.IMPLEMENTASI PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN
PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA LINGKUNGAN DAN
KINERJA PERUSAHAAN PADA INDUSTRI KECIL MENENGAH
Oleh: Budhi Cahyono
ABSTRACT
Issues in environmental management are relevant to study along with
the development of industrial activities, especially in Indonesia. Indonesia as a
part of Southeast Asian countries will be the destination of industrial activities
because this region is claimed to be low-cost industrial area (Rao, 2004),
where 70% of industrial activity will be focused on South-East Asia. Industrial
activities will cause environmental problems, such as air, land, sound, and
water pollution, as an impact of the poor environment. This phenomenon
is very important to study, especially on the aspects of environmental
management. The first objective of the study is designed to investigate the
relationship between environment initiative, employee involvement, and
supplier integration on environment performance. The second objective of
the study is designed to investigate the relationship between environmental
performance on the corporate performance. This study also aims to investigate
the impact of independent variable on dependent variable, that mediated by
intervening variabel environment performance. This investigated use trimmed
model as a ending model from path analysis.
The population of this study consists of 85 corporetes where operations
on industrial centre in Semarang municipality. All of the variables are measured
with four indicators for every indicators. The data were collected from primary
and secondary data. The primary data get from interview with respondent,
and focus group discussions. The secondary data get from statistics central
beurue, journals, tex books, and precedence research. The analysis data
using path analysis that solved by multiple regression.
The result of the study shows that, first: the independent variables
environmental initiative and employee involvement have significant influence
240
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
on environmental performance. Second, supplier integration has direct
effect on corpporate performance. Third, environmental management has a
significant influence on corporate performance. At last, the result of trimmed
model show that environmental performance as a mediating variables from
correlations among environment initiative, employee involvement on corporate
performance.
Keywords:Environment Initiative, Employee Involvement, Supplier Integration,
Environmental Performance, and Corporate Performance.
Pendahuluan
Munculnya isu lingkungan yang diperkuat oleh pernyataan Rao (2004)
yang menyatakan bahwa kegiatan operasional industri manufaktur yang
mendekati 70% akan dilakukan di wilayah Asia Tenggara, mengingat di kawasan
ini merupakan a cheaper production house. Polusi sebagai dampak lingkungan
terjadi pada berbagai tahapan kegiatan produksi dan konsumsi akan muncul dan
merupakan fenomena menarik untuk dikaji terhadap dampak lingkungan yang
dimunculkan. Konsep greening supply chain management yang dikemukakan
oleh Rao (2002) telah mengkaitkan antara inisiatif lingkungan dengan kinerja
lingkungan, rantai supply manajemen lingkungan, dan kinerja ekonomi.
Sementara itu dalam penelitian tentang greening production, tanggung jawab
lingkungan menuntut adanya keterlibatan karyawan dan integrasi dengan
supplier dalam menciptakan produksi bersih. Keterlibatan karyawan memiliki
pengaruh langsung terhadap greening production. Kajian ini menilai bahwa
pengelolaan lingkungan merupakan konsep penting dalam mencapai kinerja
lingkungan maupun kinerja perusahaan. Konsep pengelolaan lingkungan
merupakan perpaduan dari kajian Rao (2002, 2004), dan akan difokuskan
pada variabel inisiatif lingkungan, keterlibatan karyawan, dan integrasi
dengan supplier. Inisiatif lingkungan merupakan prakarsa dalam pengelolaan
perusahaan untuk memperbaiki kinerja lingkungan perusahaan, memperbaiki
komplain, dan meningkatkan keunggulan bersaing Rao (2004). Cotton dalam
Daily dan Huang (2001), mendefinisikan keterlibatan karyawan sebagai
proses partisipatif dalam menggunakan kemampuan karyawan dan komitmen
karyawan secara menyeluruh untuk mencapai sukses organisasi. Sementara
241
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
integrasi supplier didefinisikan sebagai keterkaitan antara perusahaan dengan
supplier dalam menciptakan keunggulan di bidang lingkungan Ahmed (2004).
Keterkaitan antara kinerja lingkungan dengan kinerja perusahaan masih
merupakan perdebatan diantara beberapa peneliti, sehingga sangat menarik
dan menjadi unik untuk dilakukan kajian yang lebih mendalam. Studi difokuskan
pada sentra-sentra industri. Sentra industri merupakan pengelompokkan
industri yang memiliki kegiatan dan produk yang sama dan berada pada suatu
lokasi tertentu. Pada penelitian tentang dorongan manajemen lingkungan
dan manajemen lingkungan proaktif (Cahyono, 2006), obyek penelitiannya
adalah industri manufaktur di Provinsi Jawa Tengah, hasilnya kurang fokus
untuk pengambilan kebijakan, mengingat respondennya sangat heterogen,
yaitu semua jenis industri manufaktur. Penelitian ini akan memfokuskan pada
sentra-sentra industri. Rock and Aden (1999) menemukan adanya faktor
karakteristik perusahaan, tuntutan regulasi, tekanan masyarakat dan pasar
berpengaruh terhadap investasi perusahaan dalam pencegahan polusi dalam
hubungannya dengan praktek-praktek manajemen lingkungan. Temuan lain
menunjukkan bahwa hanya karakteristik perusahaan (ukuran dan sektor)
yang mempengaruhi pengurangan biaya polusi.
Dilihat dari distribusi persentase Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku di Kota Semarang,
menunjukkan bahwa pada tahun 2003 kontribusi sektor industri pengolahan
memiliki kontribusi sebesar 39,33 persen, dan pada tahun 2004 dan tahun 2005
sedikit mengalami penurunan. Semakin tingginya sumbangan sektor industri
pengolahan dan tingkat kontribusinya yang cenderung tetap selama tiga tahun
terakhir, maka diduga akan menimbulkan pengaruh yang serius terhadap
keberadaan masalah-masalah lingkungan sebagai akibat dari kegiatan yang
dilakukan oleh sektor industri. Dampak yang muncul dari semakin banyaknya
sektor industri pengolahan adalah semakin meningkatnya aktivitas industri,
khususnya industri manufaktur. Selanjutnya akan berdampak pada masalahmasalah lingkungan, seperti polusi udara, polusi air, polusi suara, dan proses
pengadaan bahan baku dari supplier.
Fenomena tuntutan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan adanya
kecenderungan bergesernya kegiatan produksi di wilayah Asia Tenggara, akan
mendorong pada kegiatan investasi yang lebih besar. Pertumbuhan ekonomi
242
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
akan diikuti oleh berbagai kegiatan manufaktur melalui pendirian perusahaanperusahaan, baik yang berskala besar, sedang, maupun kecil. Kenyataan
bahwa wilayah Asia Tenggara sebagai wilayah a cheaper production house akan
memberikan daya tarik bagi para investor untuk menginvestasikan dananya di
wilayah Asia Tenggara. Masalah yang muncul dengan semakin meningkatnya
kegiatan manufaktur antara lain permasalahan kerusakan lingkungan
melalui eksploitasi sumber daya alam yang tidak terbatas, dan pengelolaan
lingkungan yang tidak memperhatikan kelestarian dan keberlangsungan
lingkungan. Selama ini kajian tentang pengelolaan lingkungan dan kaitannya
dengan kinerja lingkungan dan perusahaan, khususnya pada industri kecil
dan menengah (IKM) yang terhimpun dalam sentra-sentra industri masih
belum banyak dilakukan, khususnya di Indonesia. Studi ini dimaksudkan
untuk menelaah permasalahan pengelolaan lingkungan, ditinjau dari faktor
inisiatif lingkungan, keterlibatan karyawan, dan integrasi dengan supplier.
Cahyono (2007), melalui mail survey terhadap industri manufkatur
di Jawa Tengah menemukan bahwa dari sejumlah 143 perusahaan yang
menjadi responden, sebanyak 6,5% yang sangat faham terhadap berbagai
peraturan pemerintah tentang lingkungan. 34,7% cukup faham, 37,8%
kurang faham dan sebanyak 21,1% tidak faham. Temuan lain menunjukkan
bahwa upaya-upaya yang dilakukan oleh industri manufaktur di Jawa Tengah
terhadap permasalahan lingkungan kecenderungannya masih reaktif. Reaktif
merupakan fase kedua dalam tahapan pengelolaan lingkungan, yakni
dengan melakukan perbaikan setelah adanya peraturan yang mewajibkan
(Berry and Rondinelly, 1998). Artinya sebagian besar industri manufaktur di
Jateng dalam menyelesaikan permasalahan lingkungan dilakukan setelah
terjadi atau munculnya masalah lingkungan, misalnya: polusi udara, limbah
cair yang membahayakan. Masalah lingkungan juga diperparah dengan
minimnya pemahaman industri manufaktur terhadap berbagai peraturan
tentang lingkungan. Perusahaan-perusahaan manufaktur dalam melakukan
kepedulian terhadap lingkungan cenderung dipengaruhi oleh adanya komplain
dari konsumen dan tuntutan dari stakeholders, sehingga belum disadarinya
bahwa masalah lingkungan memerlukan tidak hanya sekedar tuntutan dari
pihak luar, namun seharusnya menjadi tindakan proaktif.
Terdapat perbedaan pandangan terhadap pengaruh antara kinerja
243
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
lingkungan dan kinerja perusahaan. Penelitian Naffzinger (2003) usahausaha di bidang lingkungan memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan,
dengan pengecualian pada indikator keuntungan, pendapatan, dan efisiensi
operasional. Freeman (1994) dalam penelitiannya menemukan bahwa
inisiatif lingkungan memiliki dampak negatif terhadap kinerja perusahaan.
Namun dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Porter and Linde (1995),
Ahmed et al. (1998), menemukan bahwa kepedulian terhadap lingkungan
secara proaktif dapat menciptakan keuntungan dalam jangka panjang. Dalam
penelitiannya, Clelland et al., (2000) menghadirkan bukti-bukti bahwa praktekpraktek pencegahan polusi dan minimisasi waste akan dapat mencapai
efisiensi operasional. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Ahmed et.
al., (2003) yang menemukan hubungan positif antara usaha-usaha perbaikan
lingkungan perusahaan dengan efisiensi operasional. Pandangan tradisional
meyakini bahwa aktivitas lingkungan akan berpengaruh negatif terhadap
kinerja perusahaan, karena akan menimbulkan investasi besar dalam
mencapai lingkungan yang berkualitas (Naffziger, 2003). Disisi lain pandangan
tradisional tidak terbukti kebenarannya. Kepedulian terhadap lingkungan
secara proaktif akan berdampak pada keuntungan ekonomis dalam jangka
pangjang, dibuktikan dengan kenyataan bahwa perusahaan yang mencapai
kesuksesan karena menggunakan strategi kesadaran lingkungan (Ahmed et
al., 1998).
Mendasarkan berbagai temuan, maka permasalahan lingkungan
masih perlu ditindaklanjuti, khususnya dalam pengelolaan lingkungan pada
industri kecil menengah. Pengelolaan difokuskan pada bagaimana sistem
pengelolaan lingkungan yang mampu meningkatkan kinerja lingkungan
dan akhirnya berdampak pada peningkatan kinerja perusahaan, dengan
mendasarkan pada variabel inisiatif lingkungan, keterlibatan karyawan dan
integrasi dengan supplier.
TINJAUAN PUSTAKA
Green Theory (Eckersly, 2006).
Perhatian terhadap lingkungan mulanya dipengaruhi oleh International
Relations (IR) teori. Teori IR dengan jelas memperkenalkan krisis ekologi yang
kemudian memunculkan green theory dalam ilmu-ilmu sosial dan humaniora.
244
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
Neorealism dan neoliberalism telah banyak memunculkan masalah-masalah
lingkungan sebagai sebuah isu baru. Pendekatan green theory menawarkan
new green interpretation yang memfokuskan pada keadilan internasional
melalui keamanan ekologi, pengembangan yang berkelanjutan, dan keadilan
lingkungan. Kerusakan lingkungan disebabkan oleh aktivitas manusia
memiliki sejarah yang lama dan kompleks. Globalisasi dan revolusi industri
disinyalir sebagai penyebab kerusakan lingkungan dan menimbulkan masalah
lingkungan di seluruh dunia. Pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat,
penggunaan tehnologi-tehnologi baru, meningkatnya populasi penduduk
sangat berdampak pada peningkatan kebutuhan energi dan konsumsi sumber
daya, meningkatnya sumber-sumber polusi dan sisa-sisa produksi.
Pada tahun 1990-an terminologi green sering digunakan sebagai
kepedulian terhadap lingkungan, sehingga diposisikan sebagai sebuah
tradisi politik baru yang memberikan tantangan terhadap dua tradisi politik
yang berpengaruh, yaitu liberalisme dan sosialisme (Eckersly, 2006). Dalam
gambaran yang lebih luas, green political theory memberikan kritik terhadap
kapitalisme barat dan sosialisme yang menganut ideologi industrialisasi,
dengan memusatkan pada peran pasar (liberalisme) dan peran negara
(sosialisme).
Faham liberalisme dan sosialisme dikembangkan dengan dasar
premis yang sama, yang mengasumsikan bahwa sumber daya alam
dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan kemajuan tehnologi dimana
keduanya sangat diinginkan dan tidak dapat dielakkan. Tradisi politik sangat
optimis bahwa ilmu dan tehnologi merupakan ide yang baik bagi manusia
untuk mendominasi dan memanipulasi alam melalui eksploitasi berkelanjutan
dengan alasan untuk kemajuan manusia. Pada akhir tahun 1970-an dan
awal tahun 1980-an para ahli green politics mengakui bahwa nilai-nilai moral
harus dikedepankan sebagai centre of value. Mereka menolak arogansi, self
interest, dan kebodohan seperti yang dilakukan oleh faham liberalisme dan
sosialisme, kemudian dibentuklah filosofi ekosentrik (ecology-centred) yang
mencoba untuk memahami seluruh sisi kehidupan. Dari perspektif ekosentrik
kepedulian lingkungan tidak hanya difokuskan pada perlindungan kesehatan
dan kemakmuran manusia dan generasi-genarasi mendatang, tetapi juga
memberikan perhatian pada perlunya membatasi eksploitasi sumber-sumber
245
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
daya alam.
Eckersley, (2006) mensinyalir tuntutan terhadap keadilan lingkungan
dapat diwujudkan dengan :
1. Pengakuan terhadap masyarakat yang bermoral dipengaruhi oleh besarnya
resiko ekologi. (tidak hanya seluruh penduduk, tetapi seluruh manusia,
generasi mendatang, dan spesies selain manusia)
2. Partisipasi masyarakat dan lembaga dalam pengambilan keputusan
tentang lingkungan.
3. Pendekatan pencegahan untuk menjamin resiko yang minimal kaitannya
dengan masyarakat luas.
4. Terdapatnya distribusi yang fair terhadap resiko yang ditimbulkan.
5. Memperbaiki dan memberikan kompensasi terhadap instansi yang
memunculkan masalah-masalah lingkungan.
Environment Management System (Hussey, 2003)
Menurut Darnall dalam Hussey, 2003, Environmental Management
Systems (EMS) merupakan sebuah paket formal yang terdiri dari prosedurprosedur dan kebijakan-kebijakan yang menjelaskan bagaimana sebuah
organisasi akan mengatur dampak-dampak lingkungan yang potensial.
EMS merupakan sebuah pendekatan terstruktur kaitannya dengan isu-isu
manajemen lingkungan dan memberikan dasar dalam menjamin komplain dan
kinerja perusahaan. Sedangkan Environment Protection Agency (EPA) dalam
Begerson (2005) mendefinisikan EMS sebagai sebuah siklus berkelanjutan
yang meliputi perencanaan, implementasi, pemeriksaan dan perbaikan prosesproses dan tindakan-tindakan yang mengikat organisasi untuk mengkaitkan
antara tujuan bisnis dan tujuan lingkungan. International Standard Organization
(ISO) 14001 mendefinisikan EMS sebagai bagian dari keseluruhan sistem
manajemen yang terdiri dari struktur organisasi, aktivitas perencanaan,
pertanggungjawaban, praktek-praktek, prosedur-prosedur, proses-proses
dan sumberdaya untuk mengembangkan, mengimplementasikan, mencapai,
memeriksa, dan memelihara kebijakan-kebijakan lingkungan.
Konsep EMS yang telah didefinisikan menunjukkan bahwa manajemen
lingkungan menyatu dengan manajemen bisnis organisasi. Manajemen
lingkungan menjadi tanggung jawab seluruh karyawan dalam menciptakan
246
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
lingkungan yang sehat dan aman. Bergeson (2005) menyatakan bahwa
terdapat empat pendorong dalam pengembangan dan implementasi EMS.
Pertama, adanya tuntutan akan sertifikasi, sehingga dibutuhkan pelaporan
dan prosedur dalam menyiapkan dan melaporkan informasi-informasi
yang dibutuhkan. Manajemen harus memperhatikan standar kinerja dalam
mengelola perusahaan. Kedua, adanya kebutuhan untuk inovasi bahan bakar
dalam pengembangan EMS. Perusahaan secara kontinyu memikirkan caracara baru dan lebih baik untuk mencapai pengembangan yang berkelanjutan,
persaingan dan kemakmuran. Desain dan implementasi EMS merupakan
bagian dari proses inovasi dan instrumen dalam menghemat sumber daya
perusahaan dan maksimisasi pencegahan polusi. Ketiga, adanya insentif bagi
perusahaan yang dapat mengembangkan dan mengimplementasikan EMS.
Keempat, adanya tuntatan perubahan cara-cara dalam mengelola bisnis.
Penerapan EMS dapat mempengaruhi peningkatan kinerja lingkungan,
khususnya pada pengurangan pengotoran, pencegahan polusi, dan efisiensi
organisasi. Model EMS memiliki siklus perbaikan secara terus-menerus yang
mendasarkan pada proses plan, do, check dan act. EMS mendasarkan pada
pendekatan ISO 14001 memiliki lima komponen utama, yaitu:
1. Environmental policy, merupakan sebuah komitmen tertulis dari manajemen
puncak yang memberikan petunjuk kepada organisasi secara menyeluruh.
Secara ideal penetapan kebijakan melibatkan input-input substansial
yang bersumber dari karyawan. Setelah mengadopsi kebijakan, seluruh
karyawan diberikan informasi tentang kebijakan perusahaan, tindakan
pencegahan, bagaimana kebijakan berdampak pada seluruh karyawan,
dan apa tanggungjawab mereka kaitannya dengan kebijakan tersebut.
2. Planning, perusahaan menunjukkan secara detail proses pelaksanaan
dan evaluasi, identifikasi dan pengujian berbagai aspek dan dampak
lingkungan,
mengidentifikasi
kebutuhan,
menetapkan
prioritas,
mengembangkan tujuan dan target, dan memaparkan program kaitannya
dengan pencapaian tujuan.
3. Implementation and operation, yaitu dengan melibatkan sumberdaya,
delegasi tanggungjawab, pemaparan tugas-tugas yang harus dilakukan,
meyakinkan bahwa seluruh karyawan memiliki pemahaman tentang EMS.
Komunikasi internal dan eksternal sangat dibutuhkan untuk memonitor,
247
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
yang didukung oleh dokumentasi EMS, pengawasan dokumen dan
pengawasan operasional EMS.
4. Monitoring and corrective action, dilakukan oleh organisasi dalam mengaudit
atau mengevaluasi kinerjanya. Audit dapat dilakukan oleh internal
organisasi maupun oleh pihak luar. Masalah-masalah yang ditemukan
dalam implementasi EMS akan diidentifikasi dan didokumentasi untuk
menentukan tindakan-tindakan korektif yang diperlukan, yang kemudian
didokumentasi dan dilaporkan.
5. Management review, dilakukan secara periodik oleh manajemen puncak
terhadap keseluruhan pelaksanaan EMS dan penentuan pelaksanaan
selanjutnya. Review dapat meliputi review kebijakan, aspek dan dampak
lingkungan, aturan-aturan, tujuan dan kinerja. Kesemuanya dapat dilakukan
perubahan-perubahan mendasarkan pada pertimbangan hasil review.
Penfold (2002), mengidentifikasi terdapat lima dasar dalam partnership,
pertama: menerapkan sepuluh elemen EMS secara umum yang meliputi:
environmental policy, environmental impacts, legal and other requirements,
objectives and targets, roles and responsibilities, record keeping and
reporting, training, emergency response, assessment dan corrective action.
Kedua, perlu adanya submission terhadap laporan tahunan EMS, confirmity,
tindakan koreksi, dan menciptakan output. Ketiga, perlunya menciptakan
komitmen terhadap berbagai aturan. Keempat, secara berkelanjutan
memaparkan EMS dengan menampilkan laporan-laporan yang dibutuhkan.
Kelima, evaluasi terhadap EMS yang dilakukan oleh departemen lingkungan.
Evaluasi dilakukan dengan cara mengkomunikasikan anggota departemen
dengan perwakilan EMS. Secara ideal pelaksanaan EMS dapat dilakukan
dengan benchmarking, yaitu membandingkan kinerja lingkungan perusahaan
dengan kinerja industri secara keseluruhan.
Revolusi di bidang lingkungan hampir terjadi dalam tiga dekade dan
memunculkan perubahan yang dramatis bagi perusahaan dalam mengelola
bisnisnya (Hart, 1997). Permasalahan lingkungan senantiasa muncul terus
menerus seiring dengan eksploitasi sumber daya alam secara besarbesaran. Perusahaan harus menyadari dan bertanggung jawab terhadap
lingkungan global yang semakin memanas dengan penciptaan produk
248
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
yang bersih. Di beberapa negara industri, perusahaan-perusahaan sudah
menyadari pentingnya going green, dan untuk merealisasikannya diambil
tindakan dengan mengurangi polusi dan meningkatkan profit secara simultan.
Menurut Hart (1997), akar permasalahan dalam kerusakan lingkungan adalah
pertumbuhan penduduk yang pesat dan pertumbuhan ekonomi yang cepat,
dan pada saat yang sama pertumbuhan industri juga cukup pesat yang diikuti
dengan eksploitasi sumber daya alam, penggunaan teknologi pada hampir
setiap perusahaan, keinginan untuk mengikuti globalisasi.
Berbagai aktivitas mendasar kaitannya dengan menciptakan tanggung
jawab terhadap lingkungan, menurut Berry dan Rondinelli (1998), antara lain:
(1) Pollution prevention, dilakukan dengan menciptakan pengawasan polusi,
artinya membersihkan segala yang tidak berguna setelah menghasilkan
produk. (2) Product stewardship, yang dilakukan tidak hanya dengan
meminimisasi polusi dari proses produksi, tetapi juga dampak lingkungan
yang terkait dengan siklus hidup suatu produk. Design for environmental
(DFE), merupakan alat untuk memudahkan melakukan recovery, reuse atau
recycle terhadap produk. (3) Clean technology, perusahaan yang memiliki
pemikiran jauh ke depan tentunya harus merencanakan untuk investasi di
bidang teknologi. Keberadaan teknologi, seperti industri kimia sangat rentan
terhadap lingkungan.
Berry dan Rondinelli (1998), mengungkapkan bahwa pada abad ke21 ini merupakan a new industrial revolution. Kesimpulan tentang revolusi
industri baru didasarkan pada survei yang dilakukan terhadap lebih dari 400
eksekutif senior berbagai perusahaan di dunia, yang menemukan bahwa 92%
dari mereka setuju bahwa berbagai tantangan lingkungan merupakan isu
sentral pada abad ini. Para eksekutif perusahaan juga bahwa pengontrolan
polusi merupakan tanggung jawab perusahaan, dan menjadikan sebuah
fenomena bahwa sebagian besar perusahaan berusaha mengelola dampak
lingkungan secara efektif dan efisien. Revolusi pemikiran tentang lingkungan
terjadi dalam tiga tahap, yaitu: (1) tahun 1960-an dan 1970-an berawal dari
krisis lingkungan, perusahaan berusaha untuk melakukan pengawasan
terhadap kerusakan-kerusakan yang terjadi. (2) Tahun 1980-an merupakan
era reaktif yang berusaha untuk menepati segala peraturan pemerintah
tentang lingkungan dan meminimisasi biaya komplain. Era 1990-an
249
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
perusahaan sudah menyadari perlunya pendekatan proaktif terhadap tuntutan
lingkungan dengan mengantisipasi dampak lingkungan terhadap kegiatan
operasional perusahaan, antara lain dengan berusaha mengurangi waste
dan dampak yang ditimbulkan oleh polusi dan menemukan cara-cara positif
untuk memperoleh keunggulan melalui peluang bisnis dengan total quality
environmental management (TQEM). Bagi beberapa perusahaan, nilai-nilai
lingkungan menjadi bagian integral dari budaya dan proses manajemen.
Kepedulian terhadap lingkungan akan berdampak pada munculnya peluang
baru untuk menciptakan green products, processes dan technologies.
Berdasarkan fenomena pengelolaan lingkungan fokus utamanya masih
mengutamakan kepentingan individu pelaku bisnis. Pengelolaan lingkungan
secara terorganisir dimulai pada tahun 1960-an yang mengandalkan pada
kegiatan pengawasan setelah terjadi kerusakan, artinya para industrialis
belum memandang masalah lingkungan sebagai bagian utama dari strategi
perusahaan. Di samping itu tindakan untuk pelestarian dan konservasi
lingkungan belum mendapatkan prioritas. Fokus utama masih bersifat
internal, seperti penciptaan produk yang ramah lingkungan, proses produksi
dan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan.
Revolusi dalam pemikiran di bidang lingkungan dibagi dalam tiga
tahapan (Berry and Rondinelli, 1998), yaitu: (1) Unprepared atau model krisis,
(2) Reactive atau model cost, dan (3) Proactive atau model keberlanjutan
bisnis. Pada unprepared atau model krisis terjadi antara tahun 1960-1970
yang memfokuskan pada penanggulangan berbagai krisis lingkungan yang
terjadi dan mencoba mengontrol berbagai kerusakan yang terjadi. Pada
tahap kedua, yaitu model reaktif terjadi pada tahun 1980 ditandai keingingan
perusahaan untuk mengadopsi berbagai regulasi pemerintah di bidang
lingkungan yang pada saat itu mulai tumbuh dengan pesat, sehingga perlu di
dilakukan upaya-upaya untuk meminimisasi biaya-biaya komplain.
Pada era manajemen lingkungan proaktif yang terjadi mulai tahun
1990-an, perusahaan-perusahaan mulai memikirkan antisipasi dampak
lingkungan terhadap operasionalisasi perusahaan dengan melakukan
pengukuran terhadap upaya untuk mengurangi waste dan polusi sehubungan
dengan munculnya berbagai regulasi bidang lingkungan dengan menemukan
upaya-upaya positif dalam rangka mencapai keunggulan bisnis melalui total
250
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
quality environmental management (TQEM). Pada tahapan ini, perusahaan
berupaya untuk melakukan pencegahan polusi dan melakukan eksplorasi
untuk menciptakan peluang-peluang baru dalam mengembangkan green
product, green process, dan green technology.
Gambar 1
Tahapan Manajemen Lingkungan Perusahaan
Sumber: Berry And Rondinelli (1998)
Penelitian Terdahulu
Cahyono dan Sulistyo (2002) meneliti tentang kualitas manajemen
lingkungan dan keunggulan bersaing, dengan kinerja perusahaan sebagai
moderating variabel. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan
manufaktur yang rentan terhadap lingkungan di Provinsi Jawa Tengah, seperti:
perusahaan gas, kimia, plastik, makanan ternak, industri kayu, tekstil, garmen,
makanan dan minuman, farmasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa respond
rate sebesar 28%. Keterlibatan perusahaan dalam peran aktif pembentukan
peraturan di bidang lingkungan sangat rendah (67% belum pernah terlibat).
251
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
Sejumah 60% responden juga menyatakan belum pernah mengikuti atau
menerima penyuluhan tentang AMDAL. Hasil lain mengindikasikan bahwa
kualitas manajemen lingkungan tidak berpengaruh signifikan terhadap
keunggulan bersaing. Hasil kedua setelah kualitas manajemen lingkungan
diinteraksikan dengan kinerja perusahaan berpengaruh signifikan terhadap
keunggulan bersaing.
Penelitian Rao (2004), menguji tentang variabel-variabel yang
mempengaruhi greening production. Terdapat lima variabel yang berhubungan
dengan greening production, yaitu: tanggung jawab sosial perusahaan, Total
Quality Environmental Management (TQEM), integrasi supplier, keterlibatan
karyawan, dan produksi bersih. Penelitian ini dilakukan di Asia Tenggara
dengan menggunakan obyek perusahaan-perusahaan yang ada di Malaysia,
Indonesia, Thailand dan Philipina. Responden dalam penelitian ini sebanyak
52 responden dengan jumlah indikator sebanyak 64. Hasilnya menunjukkan
bahwa keterlibatan karyawan (worker involvement) memiliki pengaruh
langsung dan signifikan terhadap greening production, di samping variabel
cleaner production. TQEM memiliki pengaruh tidak langsung terhadap
greening production, yakni melalui variabel keterlibatan karyawan, integrasi
supplier dan cleaner production. Sementara variabel corporate environmental
responsibility berpengaruh terhadap TQEM dan worker involvement.
Dalam penelitian yang lain, Rao (2002) melakukan studi tentang
greening the supply chain dengan obyek industri di Asia Tenggara, yakni di
negara Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapore dan Philipina. Penelitian ini
bertujuan mengeksplorasi dan mengetahui hubungan antara berbagai variabel
lingkungan yang mempengaruhi kinerja ekonomi. Jumlah sampel sebanyak
52 perusahaan dengan indikator sebanyak 64, dan cara mendapatkan data
dengan mail survei. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa terkait dengan
variabel inisiatif lingkungan menghasilkan indikator-indikator antara lain:
optimasi pengurangan emisi udara, penerapan berbagai kriteria lingkungan,
penggunaan material yang ramah lingkungan dan optimisasi proses untuk
pengurangan kebisingan. Keuntungan penerapan manajemen lingkungan
terkait dengan: perbaikan imej perusahaan, perbaikan terhadap komplain
lingkungan, meningkatkan efisiensi, dan komitmen sosial. Hasil analisis SEM
mengindikasikan bahwa kinerja ekonomi dipengaruhi oleh daya saing dan
252
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
tidak dipengaruhi oleh kinerja lingkungan. Kinerja lingkungan dipengaruhi
oleh inisiatif lingkungan dan supply chain environmental management.
Penelitian Ahmed (2004) bertujuan untuk menginvestigasi hubungan
antara environmental concern, environmental effort dan dampaknya
terhadap company performance pada industri otomotif, perusahaan kertas,
pabrikasi, perakitan, industri kimia, rumah sakit, hotel, dan industri makanan
di Amerika Serikat. Hasilnya mengindikasikan adanya hubungan signifikan
antara environmental concern dan environmental effort. Selain itu juga
terdapat hubungan signifikan antara environmental effort dengan efisiensi
operasional dan imej perusahaan. Di lain pihak hasil penelitian menunjukkan
terdapat pengaruh negatif environmental effort terhadap profit. Ditemukan
juga bahwa perusahaan dengan konsern top management yang tinggi
merasakan bahwa strategi lingkungan memiliki dampak signifikan terhadap
pendapatan, konsumen, supplier, efisiensi operasi dan imej perusahaan,
dengan pengecualian untuk profit. Hasil penelitian juga mengindikasikan tidak
ada perbedaan signifikan berbagai indikator yang terkait dengan concern dan
effort antara perusahaan yang telah mempublikasikan program lingkungan
dengan perusahaan yang tidak mempublikasikan.
Penelitian Naffziger (2003) dilatarbelakangi oleh keinginan melakukan
proteksi dan preservasi terhadap lingkungan alam. Inisiatif untuk menciptakan
green muncul dalam berbagai organisasi bisnis. Organisasi bisnis diharapkan
dapat lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan dari waktu-waktu yang
lalu. Berbagai keyakinan tradisional menyatakan bahwa aktivitas lingkungan
memiliki dampak negatif terhadap kinerja perusahaan, seperti pertumbuhan
penjualan dan profit. Namun Bandley (1993) menyatakan ada indikasi bahwa
pelaksanaan manajemen lingkungan secara proaktif akan berdampak pada
keuntungan ekonomi dalam jangka panjang. Hasil penelitian Naffziger
(2003), menunjukkan bahwa konsepsualisasi environmental concern,
environmental effort dan kinerja perusahaan sangat terkait. Peningkatan
environmental concern akan meningkatkan environmental effort, dan
meningkatkan pula kinerja perusahaan. Ashrof (1993) menyimpulkan bahwa
environmental effort berhubungan positif dengan kinerja perusahaan, selain
untuk indikator keuntungan, pendapatan dan efisiensi operasional. Hasil lain
mengindikasikan bahwa perusahaan dengan konsern top manajemen tinggi
253
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
memiliki environmental effort yang lebih baik dibanding perusahaan tingkat
environmental konsern-nya rendah. Di samping itu juga perusahaan yang
environmental konsern-nya tinggi cenderung memiliki kinerja perusahaan
yang lebih baik, khususnya dalam profit dan efisiensi operasional.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Cahyono (2007) pada industri
manufaktur di Jawa Tengah, mengindikasikan bahwa 34,7% dari responden
menyatakan kurang paham dan 21,1% tidak paham terhadap berbagai
peraturan pemerintah tentang lingkungan. Disamping itu ada perbedaan
dalam berbagai praktek manajemen lingkungan antara perusahaan besar
dan sedang kaitannya dengan dorongan manajemen lingkungan, manajemen
lingkungan proaktif dan kinerja manajemen lingkungan. Penelitian ini dengan
melibatkan responden perusahaan besar sebanyak 51 perusahaan dan
perusahaan sedang sebanyak 92 perusahaan. Kelompok industri yang diteliti
antara lain: perusahaan mebel, pengelahan kayu, rokok, pakaian jadi, tekstil,
alat kedokteran, pupuk, pertambangan, batik tulis, ikan kering, plastik, dan
mori blaco. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya pengaruh yang positif
dan signifikan antara dorongan manajemen lingkungan dan manajemen
lingkungan proaktif terhadap kinerja lingkungan.
Desain Penelitian
Rao (2004), mengidentifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi
produksi ramah lingkungan diawali dengan variabel tanggung jawab lingkungan
perusahaan, total quality environmental management (TQEM), keterlibatan
karyawan, integrasi supplier, dan produksi bersih. Sementara itu dalam
konsep greening the supply chain, Rao (2002) mengindikasikan bahwa kinerja
lingkungan dipengaruhi oleh inisiatif lingkungan dan supply chain environment
management (SCEM). Kinerja lingkungan berdampak pada kemampuan
bersaing dan kinerja ekonomi. Naffziger (2003), menemukan bahwa konsern
terhadap lingkungan akan meningkatkan usaha-usaha perbaikan lingkungan,
dan pada akhirnya akan meningkatkan kinerja perusahaan melalui keuntungan,
pendapatan, kepuasan konsumen, hubungan baik dengan supplier, efisiensi
operasional, dan meningkatnya imej perusahaan.
Berdasarkan pada masalah penelitian, dan kajian pustaka yang telah
diuraikan, maka dalam penelitian ini didesain untuk mengkaitkan variable
254
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
inisiatif lingkungan, keterlibatan karyawan, integrasi supplier, kinerja lingkungan
dan kinerja perusahaan sebagaimana dipaparkan dalam Kerangka Penelitian
(gambar 2)
Gambar 2
Kerangka Penelitian
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif analitis, dengan
memfokuskan pada identifikasi yang mendalam tentang pengaruh pengelolaan
lingkungan perusahaan melalui dimensi inisiatif lingkungan, keterlibatan
karyawan, dan integrasi dengan supplier, terhadap kinerja lingkungan dan
kinerja perusahaan.
Adapun metode dan teknik penelitian yang digunakan adalah
penggabungan antara studi literatur, observasi responden, metode wawancara
dengan manajemen perusahaan secara terstruktur dan wawancara mendalam
(indeep interview), yang diharapkan dapat memperoleh informasi dari
responden secara lengkap. Variabel penelitian meliputi: inisiatif lingkungan,
keterlibatan karyawan, integrasi supplier, kinerja lingkungan ,dan kinerja
perusahaan. Inisiatif lingkungan memiliki indikator: upaya penggunaan bahan
baku ramah lingkungan, upaya mengurangi waste, upaya mengurangi polusi
air, udara dan suara, dan upaya penggunaan teknologi bersih. Keterlibatan
karyawan memiliki indikator; jaminan keterlibatan karyawan, training karyawan,
255
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
kejelasan tugas karyawan, dan standar keterlibatan karyawan. Integrasi
supplier memiliki indikator; pemilihan supplier dengan kriteria lingkungan,
mempresur supplier untuk peduli lingkungan, membantu supplier memaparkan
Environmental Management System/EMS, dan menginformasikan pentingnya
produksi bersih. Kinerja lingkungan memiliki indikator: berkurangnya polusi air,
udara dan suara, berkurangnya waste, berkurangnya komplain masyarakat,
dan berkurangnya konsumsi energi. Kinerja perusahaan memiliki indikator:
peningkatan keuntungan, peningkatan pangsa pasar, peningkatan daya
saing, dan peningkatan imej perusahaan. Semua indikator diukur dengan
menggunakan 5 poin skala Likert (sangat setuju – sangat tidak setuju).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan kecil dan
menengah yang beroperasi di Kota Semarang dan mengelompok dalam
sentra-sentra industri. Sementara sentra-sentra industri yang dijadikan obyek
dalam studi ini antara lain: sentra pengolahan hasil ikan (pengasapan ikan,
ikan asin dan trasi), sentra tahu dan tempe, sentra batik, dan sentra konveksi.
Teknik sampling yang digunakan adalah kluster sampling, yaitu merupakan
teknik sampling dengan karakteristik terdapat heterogenitas antar kelompok
dan homogenitas dalam kelompok, kemudian diambil beberapa kelompok
terpilih untuk diinvestigasi (Sekaran, 2003).
Data primer dalam penelitian ini sangat dominan, yang terdiri dari datadata yang dikumpulkan melalui deep interview secara langsung dengan para
pimpinan atau manajer perusahaan dalam hubungannya dengan pengelolaan
lingkungan, kinerja lingkungan dan kinerja perusahaan. Adapun instrumen
untuk mendapatkan data primer menggunakan kuesioner yang terdiri dari
pertanyaan-pertanyaan kuantitatif dan kualitatif guna mendapatkan data
yang valid dan lengkap. Data sekunder dalam penelitian diperoleh dari second
hand yang terkait dengan topik penelitian. Adapun data sekunder bersumber
dari Biro Pusat Statistik (BPS) Kota Semarang dalam angka, kajian literatur.
Analisis yang digunakan dalam kajian ini adalah analisis kualitatif
dan kuantitatif. Analisis kualitatif dimaksudkan untuk mengkaji berbagai
variabel penelitian untuk mendapatkan informasi yang komprehensif tentang
pengelolaan lingkungan pada sentra-sentra industri. Analisis kuantitatif
dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antar variabel dalam model
penelitian. Adapun analisis yang digunakan adalah analisis jalur (path
256
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
analysis). Bentuk hubungan antar variabel dalam penelitian ini menggunakan
model yang tidak sederhana, yaitu adanya variabel yang berperan ganda,
menjadi variabel independen dalam satu hubungan, namun juga menjadi
variabel dependen dalam hubungan yang lain. Penggunaan analisis jalur
dikarenakan hubungan antar variabel bersifat linier, aditif dan sistem aliran
kausal ke satu arah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Table 2 menunjukkan gambaran tentang sentra-sentra industri di Kota
Semarang yang dikelompokkan menjadi tujuh sentra, yaitu sentra pengasapan
ikan, tahu, tempe, batik, trasi, ikan asin, dan konveksi. Jumlah perusahaan yang
mendominasi dalam studi ini adalah sentra pengasapan ikan sebesar 42%,
sentra tahu 14%, dan sentra trasi sebesar 11%. Sementara itu sentra tempe,
sentra batik, sentra konveksi sebesar 8%, dan sentra ikan asin sebanyak 9%.
Nilai produksi terbesar dalam sentra industri adalah industri tempe sebesar
153.600 Kg, dan sentra pengasapan ikan menggunakan bahan baku per
harinya sebanyak 98.700 Kg. industri pengasapan ikan merupakan industri
utama di Kota Semarang, mengingat keberadaan bahan baku (ikan tongkol,
ikan pee) sangat mencukupi.
Table 2
Data Sentra-sentra Industri di Kota Semarang
Sentra pengasapan ikan berpusat di daerah Semarang utara (kelurahan
Bandarharjo, Mangunharjo, dan Tawang Mas). Sentra tahu berpusat di
kelurahan Jomblang, sentra tempe dipusatkan di kelurahan Krobokan.
Sementara sentra tahu berpusat di kelurahan Lamper Lor, dan Sekayu. Untuk
257
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
sentra batik dipusatkan di Bukit Kencana Jaya, sentra trasi berpusat di Tawang
Mas dan Mangunharjo. Sementara sentra konveksi berpusat di Kauman dan
Sendangguwo.
Nilai Mean dan Standar Deviasi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai mean dari jawaban responden
untuk empat indkator variabel inisiatif lingkungan menunjukkan nilai dibawah
3, yaitu 2,553. Artinya bahwa kegiatan inisiatif lingkungan yang dilakukan
oleh sentra-sentra industri di Kota Semarang belum dijalankan secara benar
dan serius, karena nilainya masih di bawah rata-rata. Namun demikian untuk
indikator upaya penggunaan bahan baku ramah lingkungan dan upaya
mengurangi waste menunjukkan hasil yang mendekati baik, artinya sentrasentra industri memiliki keinginan atau kemauan dalam penggunaan bahan
baku yang ramah lingkungan dan melakukan upaya-upaya dalam mengurangi
waste kaitannya dengan upaya-upaya awal dalam perbaikan lingkungan.
Nilai rata-rata jawaban responden untuk variabel keterlibatan karyawan
sebesar 2,435 dan masih dibawah nilai rata-rata tiga, artinya bahwa keterlibatan
karyawan dalam sentra-sentra industri kecil menengah di Kota Semarang masih
belum optimal. Kurangnya keterlibatan karyawan diindikasikan dengan belum
adanya standar keterlibatan karyawan dan jaminan keterlibatan karyawan.
Sementara itu kejelasan tugas karyawan yang berkaitan dengan peningkatan
kualitas lingkungan sudah ada walaupun belum seluruh sentra menerapkan.
Sedangkan training karyawan sebenarnya sudah sering dilakukan, baik oleh
manajemen perusahaan, perguruan tinggi, maupun oleh pihak pemerintah
kota, dalam hal ini Bapedalda Kota Semarang.
Nilai rata-rata variabel keterlibatan supplier sebesar 2,212, dan
masih dibawan rata-rata tiga, artinya bahwa integrasi dengan supplier yang
dilakukan oleh sentra-sentra industri di Kota Semarang masih menunjukkan
kondisi yang belum optimal, keberadaan supplier masih bersifat terpisah dan
belum menjadikan supplier sebagai partner perusahaan kaitannya dengan
tanggung jawab bersama dalam meningkatkan kualitas dan keberlangsungan
lingkungan. Temuan ini didukung utamanya oleh indikator pertama dan kedua.
Indikator pertama dapat dijelaskan bahwa secara umum sentra-sentra industri
belum melakukan pemilihan supplier dengan mempertimbangkan kelestarian
258
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
lingkungan. Sementara indikator kedua, artinya bahwa sentra-sentra industri
belum melakukan tekanan atau mempengaruhi supplier untuk peduli
terhadap keberlangsungan lingkungan. Sedangkan untuk indikator membantu
supplier memaparkan sistem manajemen lingkungan dan menginformasikan
pentingnya produksi bersih secara umum sudah dilakukan walaupun skornya
belum maksimal.
Berdasarkan jawaban responden, maka nilai rata-rata variabel kinerja
lingkungan sebesar 2,812, artinya masih di bawah nilai rata-rata tiga. Temuan
ini mengindikasikan bahwa kinerja lingkungan pada sentra-sentra industri di
Kota Semarang belum maksimal, artinya upaya-upaya yang dilakukan oleh
sentra industri belum sepenuhnya dapat mengurangi polusi, mengurangi
waste, mengurangi komplain masyarakat, maupun pengurangan konsumsi.
Fenomena ini merupakan penyumbang terhadap kondisi lingkungan yang
semakin tidak baik. Indikator yang memberikan kontribusi besar dalam
mewujudkan rendahnya kualitas lingkungan antara lain masih belum
mampunya sentra-sentra industri dalam upaya mengurangi polusi, baik
polusi udara, air maupun suara, demikian juga untuk pengurangan limbah
sebagai hasil dari kegiatan perusahaan. Disamping itu ada indikasi bahwa
sentra-sentra industri belum mampu untuk mengurangi konsumsi energi atau
menggunakan energi alternatif yang lebih ramah lingkungan. Sementara itu
dalam kaitannya dengan berkurangnya waste atau tindakan-tindakan yang
tidak menciptakan nilai tambah dan komplain masyarakat, sentra-sentra
industri di Kota Semarang memiliki kecenderungan yang lebih baik, walaupun
nilai skornya masih di bawah rata-rata.
Nilai rata-rata variabel kinerja perusahaan sebesar 2,573, dan masih di
bawah nilai rata-rata tiga. Artinya bahwa kinerja perusahaan pada sentra-sentra
industri di Kota Semarang menunjukkan kinerja yang belum bagus pada tiga
tahun terakhir. Kurang baiknya kinerja perusahaan dipengaruhi oleh indikator
peningkatan keuntungan yang cenderung tidak meningkat. Selain itu juga
kaitannya dengan peningkatan pangsa pasar yang memiliki kecenderungan
tidak tercapai. Sementara itu kaitannya dengan imej perusahaan, secara
umum sentra-sentra industri di Kota Semarang ada kecenderungan semakin
dikenal oleh masyarakat.
259
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Hasil pengujian validitas dilakukan dengan mengkorelasikan antara
indikator dengan variabelnya masing-masing. Selanjutnya untuk mengetahui
suatu indicator valid atau tidak, ditentukan dengan nilai signifikansi korelasi
tersebut. Berdasarkan pada nilai signifikansi, dapat disimpulkan bahwa semua
indicator penelitian dikategorikan valid, karena memiliki nilai signifikansi < 0,05.
Sementara itu pengujian reliabilitas dilakukan dengan melihat nilai Cronbach
alpha (α). Dalam penelitian ini diketahui bahwa nilai α untuk masing-masing
variabel adalah sebagai berikut: Inisiatif lingkungan = 0,771, Integrasi supplier
= 0,830, Keterlibatan karyawan = 0,621, Kinerja lingkungan = 0,773, dan
Kinerja perusahaan = 0,664.
Hasil Path Analisis
Berdasarkan hasil perhitungan regresi berganda menunjukkan bahwa
variabel inisiatif lingkungan memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja
lingkungan (t = 5,563 dan sign. 0,000), namun tidak berpengaruh langsung
terhadap kinerj perusahaan. Variabel keterlibatan karyawan memiliki
pengaruh signifikan terhadap kinerja lingkungan (t = 2,039 sign. 0,045),
namun tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja perusahaan. Variabel
integrasi supplier tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja lingkungan,
namun memiliki pengaruh langsung terhadap kinerja perusahaan (t = 9,041
sign. 0,000). Hubungan selanjutnya, bahwa variabel kinerja lingkungan
berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan (t = 2,748 sign. 0,007).
260
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
Inisiatif lingkungan memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja
lingkungan, namun tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Temuan
ini mengindikasikan bahwa berbagai upaya yang terkait dengan perbaikan
inisiatif lingkungan akan memperbaiki kinerja lingkungan. Indikator dalam
variabel inisiatif lingkungan yang memiliki pengaruh dominan terhadap
kinerja lingkungan antara lain: upaya penggunaan bahan baku yang ramah
lingkungan, upaya mengurangi waste, dan upaya penggunaan teknologi
bersih.
Keterlibatan karyawan memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja
lingkungan, namun tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja perusahaan.
Indikator dari variabel keterlibatan karyawan yang memiliki pengaruh dominan
terhadap kinerja lingkungan antara lain: jaminan keterlibatan karyawan dan
standar keterlibatan karyawan.
Variabel integrasi dengan supplier tidak memiliki pengaruh terhadap
kinerja lingkungan, namun memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja
perusahaan. Indikator-indikator dari variabel integrasi supplier yang memiliki
pengaruh dominan terhadap kinerja perusahaan antara lain: pemilihan supplier
dengan kriteria lingkungan dan menginformasikan pentingnya produksi
bersih. Variabel kinerja lingkungan berpengaruh signifikan terhadap kinerja
perusahaan, artinya bahwa kinerja lingkungan yang semakin meningkat akan
dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Adapun indikator-indikator yang
dominan dalam mempengaruhi kinerja perusahaan antara lain: berkurangnya
polusi air, udara dan suara. Selain itu juga berkurangnya komplain dari
masyarakat akan berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan.
Secara keseluruhan dalam hubungan antar variabel penelitian dapat
disimpulkan bahwa hanya dua variabel independen yang mempengaruhi
kinerja lingkungan, yaitu variabel inisiatif lingkungan dan variabel keterlibatan
karyawan, sementara variabel integrasi supplier tidak berpengaruh terhadap
kinerja lingkungan. Variabel integrasi supplier justru berpengaruh langsung
terhadap kinerja perusahaan. Berdasarkan temuan menunjukkan bahwa
kinerja lingkungan hanya memediasi hubungan antara inisiatif lingkungan dan
keterlibatan karyawan terhadap kinerja perusahaan, sementara itu variabel
kinerja lingkungan tidak memediasi hubungan antara integrasi supplier
dengan kinerja perusahaan.
261
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
Trimmed Model
Uji validitas koefisien path pada setiap jalur untuk pengaruh langsung
adalah sama dengan pada regresi, menggunakan nilai p dari uji t, yaitu
pengujian koefisien regresi variabel dibakukan secara parsiil. Berdasarkan
theory triming, maka jalur-jalur yang nonsignifikan dihilangkan, sehingga
diperoleh model yang didukung oleh data empirik. Jalur yang dicetak tebal
pada gambar 5.2 dipandang bermakna (p value kecil). Inisiatif lingkungan
berpengaruh tidak lansung terhadap kinerja perusahaan, dan dimediasi oleh
kinerja lingkungan. Sementara itu keterlibatan karyawan memiliki pengaruh
tidak langsung terhadap kinerja perusahaan. Berdasarkan temuan dalam
trimmed model, variabel integrasi dengan supplier berpengaruh langsung
terhadap kinerja perusahaan.
Dengan demikian terdapat dua pengaruh yang tidak langsung
(indirect),kaitannya dengan hubungan antar variabel penelitian. Pertama
inisiatif lingkungan berpengaruh ke kinerja perusahaan melalui kinerja
lingkungan, dengan koefisien pengaruh tidak langsung sebesar: 0,571 x 0,263
= 0,150.
Kedua pengaruh variabel keterlibatan karyawan terhadap kinerja
perusahaan juga bersifat tidak langsung, yaitu melalui kinerja lingkungan,
dengan koefisien pengaruh tidak langsung sebesar: 0,188 x 0,263 = 0,049.
Sementara itu jalur-jalur yang nonsignifikan, antara lain: pengaruh inisiatif
lingkungan terhadap kinerja perusahaan, pengaruh integrasi supplier dengan
Gambar 3
Hasil Trimmed Model
262
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
kinerja lingkungan, dan pengaruh antara keterlibatan karyawan dengan
kinerja perusahaan. Berdasarkan pada hasil trimmed model, maka model
penelitian yang semula dan menunjukkan hubungan antar variabel menjadi
berubah sebagaimana terdapat pada Gambar 3. Perubahan terjadi, bahwa
variabel kinerja lingkungan memediasi hubungan antara inisiatif lingkungan,
keterlibatan karyawan terhadap kinerja perusahaan, sedangkan integrasi
supplier berpengaruh langsung terhadap kinerja perusahaan.
Langkah selanjutnya dalam analisis path adalah pemiriksaan validitas
model. Valid tidaknya suatu hasil analisis tergantung dari terpenuhi atau
tidaknya asumsi yang melandasinya. Setelah diketahui trimmed modelnya,
maka selanjutnya ditentukan koefisien determinasi total.
Adapun perhitungan determinasi total mendasarkan pada nilai R square
dari dua persamaan regresi berganda. Persamaan pertama menghasilkan
nilai R2 sebesar 0,456, dan persamaan kedua mengahasilkan nilai R2
sebesar 0,593. Berdasarkan kedua nilai R2, maka dapat ditentukan koefisien
determinasi total sebagai berikut :
R2m = 1- P2e1 x P2e2…………….. P2ep
R2m = 1- (0,456)2 X (0,593)2
R2m = 0,9269
Artinya keragaman data yang dapat dijelaskan oleh model tersebut
adalah sebesar 92,69 % atau dengan kata lain informasi yang terkandung
dalam data 92,69% dapat dijelaskan oleh model tersebut. Sedangkan yang
7,31% dijelaskan oleh variabel lain (yang belum terdapat dalam model) dan
error.
Pembahasan
Minimnya prlaksanaan praktek-praktek pengelolaan lingkungan yang
terjadi di sentra-sentra industri di Kota Semarang menunjukkan bahwa isu
lingkungan belum mendapatkan perhatian yang serius bagi pelaku usaha.
Tujuan perusahaan masih difokuskan pada bagaimana mendapatkan profit
yang setinggi-tingginya, namun masalah lingkungan belum menjadi bagian
dari strategi perusahaan. Kondisi ini didukung dengan tanggapan responden
terhadap beberapa variabel penelitian yang nilai rata-ratanya dibawah tiga
dengan mendasarkan pada 5 point Likert scale. Kurangnya peduli terhadap
263
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
masalah lingkungan tentunya akan sangat memiliki resiko yang besar
dalam jangka panjang, seperti kualitas udara yang semakin jelek, air limbah
yang semakin banyak, komplain masyarakat sebagai dampak dari aktivitas
perusahaan.
Temuan ini identik dengan beberapa temuan sebelumnya, misalnya
temuan Brown dan Karagozoglu (1998) mengungkap praktek-praktek
apakah yang terkait dengan manajemen lingkungan. Semua perusahaan
menyadari bahwa peraturan yang diciptakan selama lima tahun terakhir telah
mengkonsentrasikan penuh untuk melakukan upaya-upaya pencegahan
polusi dan masalah lingkungan yang lain, namun hanya sebanyak 39%
responden menyatakan bahwa mereka menggunakan sumberdaya untuk
tujuan memperbaiki lingkungan. Sejumlah 47% perusahaan yang memiliki
responsiveness terhadap lingkungan. Cahyono dan Sulistyo (2002) meneliti
tentang kualitas manajemen lingkungan dan keunggulan bersaing, dengan
kinerja perusahaan sebagai moderating variabel, hasilnya menunjukkan
bahwa respond rate hanya sebesar 28%. Keterlibatan perusahaan dalam
peran aktif pembentukan peraturan di bidang lingkungan sangat rendah (67%
belum pernah terlibat). Sejumah 60% responden juga menyatakan belum
pernah mengikuti atau menerima penyuluhan tentang AMDAL.
Penelitian Rao (2004), menguji tentang variabel-variabel yang
mempengaruhi greening production. Hasilnya menunjukkan bahwa keterlibatan
karyawan (worker involvement) memiliki pengaruh langsung dan signifikan
terhadap greening production, di samping variabel cleaner production. TQEM
memiliki pengaruh tidak langsung terhadap greening production, yakni melalui
variabel keterlibatan karyawan, integrasi supplier dan cleaner production.
Sementara variabel corporate environmental responsibility berpengaruh
terhadap TQEM dan worker involvement.
Mendasarkan pada tahapan pelaksanaan manajemen lingkungan,
maka kondisi sentra-sentra industri di Kota Semarang masih dalam keadaan
Unprepared atau model krisis. Unprepared atau model krisis merupakan
model yang paling awal atau model pasif dalam pengelolaan lingkungan
yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan sekitar tahun 1960-1970, dan
memfokuskan pada penanggulangan berbagai krisis lingkungan yang terjadi
dan mencoba mengontrol berbagai kerusakan yang terjadi. Penyelamatan
264
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
lingkungan dilakukan pada saat terjadi kerusakan, dan kemudian melakukan
perbaikan. Perusahaan belum menindaklanjuti berbagai peraturan bidang
lingkungan, apalagi melaksanakan kepedulian secara proaktif.
Variabel inisiatif lingkungan dan keterlibatan karyawan memiliki
pengaruh tidak langsung terhadap kinerja perusahaan, namun dimediasi oleh
kinerja lingkungan. Temuan ini memiliki makna bahwa kinerja lingkungan
sebagai variabel intervening dalam hubungan antara inisiatif lingkungan
dan keterlibatan karyawan terhadap kinerja perusahaan. Atau dengan
kata lain bahwa kinerja perusahaan dapat tercapai apabila didahului oleh
kinerja lingkungan. Variabel inisiatif lingkungan dan keterlibatan karyawan
memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel kinerja lingkungan, namun
demikian variabel inisiatif lingkungan memiliki pengaruh yang lebih besar.
Temuan ini mengindikasikan bahwa dalam menciptakan kinerja lingkungan
sangat dipengaruhi oleh inisiatif lingkungan. Inisiatif lingkungan yang diukur
dengan empat indikator, antara lain upaya penggunaan bahan baku ramah
lingkungan, upaya mengurangi waste, upaya mengurangi polusi air, udara,
dan suara, serta upaya penggunaan teknologi bersih. Sementara itu dari
indikator kedua variabel yang dominan (nilai loading besar), yaitu indikator:
Upaya penggunaan bahan baku ramah lingkungan, Upaya mengurangi waste,
Jaminan keterlibatan karyawan, dan Standar keterlibatan karyawan.
Upaya penggunaan bahan baku yang ramah lingkungan memberikan
kontribusi yang besar dalam menciptakan kinerja lingkungan. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa dalam proses produksi akan sangat ditentukan oleh
bahan baku yang digunakan, sehingga keberadaan bahan baku yang ramah
lingkungan pada akhirnya akan menciptakan produk-produk yang bersifat
green product . dalam sentra pengasapan ikan, temuan ini dapat diaplikasikan
dengan penggunaan bahan baku ikan yang masih segar (tongkol, manyung,
pee) sehingga mampu meminimisasi bau yang ditimbulkan dan dapat lebih
menjamin kualitas produk. Sementara dalam sentra trasi juga memiliki
karakteristik yang sama.
Indikator upaya mengurangi waste juga memiliki pengaruh dominan
dalam meningkatkan kinerja lingkungan. Waste merupakan semua aktivitas
dan limbah yang tidak memiliki nilai tambah. Waste ini merupakan hasil dari
proses produksi, seperti; limbah pengasapan ikan, limbah cair dari sentra
265
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
tahu, limbah dari sentra trasi. Imbah cair dari sentra batik, serta limbah padat
yang berupa potongan kain yang berasal dari industri konveksi.
Sementara dari variabel keterlibatan karyawan terdapat dua indikator
yang memiliki pengaruh dominan, yaitu jaminan keterlibatan karyawan
dan standar keterlibatan karyawan. Jaminan keterlibatan karyawan pada
dasarnya mengindikasikan ada tidaknya jaminan yang diberikan kepada
karyawan sehubungan dengan penciptaan lingkungan perusahaan yang
bersih. Karyawan menilai bahwa tugas utama mereka terfokus dalam
kegiatan produksi sampai pada menghasilkan barang yang diinginkan oleh
perusahaan. Sementara masalah lingkungan merupakan masalah-masalah
yang timbul karena adanya efek dari kegiatan produksi. Kondisi ini tentunya
perlu kebijakan perusahaan untuk memberikan peran yang lebih besar kepada
karyawan, dan tentunya ada konsekwensinya. Sehingga bisa saja muncul
kebijakan lain dari perusahaan untuk menarik karyawan yang khusus bertugas
di bidang kebersihan lingkungan. Sehingga peran karyawan sebenarnya
ganda, yaitu bertugas di bidang produksi, dan bertugas yang berkaitan dengan
tanggungjawab terhadap lingkungan. Rao (2002), mengangkat variabel inisiatif
lingkungan sebagai bentuk awal kepedulian terhadap lingkungan. Inisiatif
lingkungan memiliki dampak terhadap kinerja lingkungan. Kinerja lingkungan
memiliki pengaruh tidak langsung terhadap kinerja ekonomi, karena harus
melalui variabel daya saing, artinya kinerja lingkungan yang dicapai harus
diikuti pula oleh daya saing perusahaan yang baik dalam industri.
Temuan berikutnya adalah bahwa integrasi dengan supplier memiliki
pengaruh langsung terhadap kinerja perusahaan. Artinya bahwa integrasi
dengan supplier tidak hanya terkait dengan masalah-masalah lingkungan,
namun lebih bermakna pada bentuk kerjasama antara perusahaan dengan
supplier. Kalau kerjasama dengan supplier semakin baik dengan cara memilih
supplier dengan kriteria lingkungan, mempresur supplier, menciptakan sistem
manajemen lingkungan, dan menginformasikan pentingnya produksi bersih
akan mampu meningkatkan kinerj perusahaan. Indikator integrasi supplier yang
dominan dalam meningkatkan kinerja perusahaan berdasarkan nilai loading
yaitu: pemilihan supplier dengan kriteria lingkungan dan menginformasikan
pentingnya produksi bersih. Pemilihan supplier merupakan tahap awal bagi
sentra-sentra dalam menentukan bahan-baku yang dibutuhkan, energi yang
266
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
akan digunakan, partner yang akan dipilih, dan asal karyawan yang akan
digunakan. Sementara untuk indikator menginformasikan pentingnya produksi
bersih sebagai indikator yang dominan, dapat diinterpretasikan bahwa
perusahaan sebenarnya sudah membatasi atau memberikan rambu-rambu
kaitannya dengan keinginan perusahaan untuk selalu melaksanakan clean
production, sehingga dapat memberikan pelajaran bagi supplier yang akan
masuk dengan memperhatikan nilai-nilai kelestarian dan keberlangsungan
lingkungan.
Temuan lain menunjukkan bahwa kinerja lingkungan memiliki pengaruh
signifikan terhadap kinerja perusahaan. Artinya bahwa semakin baiknya
kinerja lingkungan akan meningkatkan kinerja perusahaan. Temuan ini
mengindkasikan bahwa kinerja perusahaan dapat merupakan prediktor yang
baik terhadap kinerja perusahaan. Implikasinya bahwa kinerja lingkungan
dapat merupakan bagian dari strategi promosi perusahaan yang berada
dalam lingkungan persaingan dalam industrinya masing-masing. Adapun
indiaktor-indikator kinerja lingkungan yang memiliki loading faktor yang tinggi
yaitu: indikator berkurangnya polusi, dan berkurangnya komplain masyarakat.
Kedua indiaktor yang berpengaruh dominan ini memiliki kecenderungan yang
berhubungan langsung dengan masyarakat, seperti polusi dan komplain
masyarakat. Artinya bahwa kinerja lingkungan akan berdampak pada kinerja
perusahaan apabila perusahaan dapat menciptakan usaha-usaha untuk
mengurangi polusi (air, udara, dan suara), serta meminimisasi komplain dari
masyarakat sekitar sentra-sentra industris. Temuan ini mendukung hasil
penelitian yang dilakukan oleh Rao (2002), yang menyimpulkan bahwa
kinerja lingkungan memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan,
dan kinerja perusahaan berpengaruh terhadap daya saing. Ashrof (1993)
dan Naffziger (2003), juga menyimpulkan bahwa kinerja lingkungan memiliki
hubungan positif dengan kinerja perusahaan.
Nilai R square sebesar 92,69% artinya bahwa keragaman data yang
dapat dijelaskan oleh model tersebut adalah sebesar 92,69 % atau dengan
kata lain informasi yang terkandung dalam data 92,69% dapat dijelaskan oleh
model tersebut. Sedangkan yang 7,31% dijelaskan oleh variabel lain (yang
belum terdapat dalam model) dan error.
267
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
PENUTUP
Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik
kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:
1. Praktek-praktek pengelolaan lingkungan pada sentra-sentra industri di
Kota Semarang masih belum dilaksanakan secara optimal, kaitannya
dengan variabel-variabel yang diteliti, yaitu: inisiatif lingkungan, keterlibatan
karyawan, integrasi supplier, kinerja lingkungan dan kinerja perusahaan.
2. Variabel kinerja lingkungan memediasi hubungan antara variabel inisiatif
lingkungan dan keterlibatan karyawan dengan kinerja perusahaan.
3. Variabel integrasi supplier berpengaruh langsung terhadap kinerja
perusahaan.
4. Keragaman data yang dapat dijelaskan oleh model tersebut adalah
sebesar 92,69 % atau dengan kata lain informasi yang terkandung dalam
data 92,69% dapat dijelaskan oleh model tersebut. Sedangkan yang
7,31% dijelaskan oleh variabel lain (yang belum terdapat dalam model)
dan error.
Saran-saran yang dapat disampaikan setelah melakukan kajian tentang
pengelolaan lingkungan antara lain:
1. Perlu adanya peningkatan peran perusahaan (sentra-sentra) dalam
pengelolaan lingkungan dengan memfokuskan pada:
1. Peningkatan peran sentra melalui variabel inisiatif lingkungan melalui
upaya-upaya pengurangan polusi air, suara dan suara. Disamping itu juga
perlu adanya upaya untuk menggunakan teknologi bersih.
2. Peningkatan peran sentra melalui variabel keterlibatan dengan menekankan
pada perlunya training-training karyawan untuk menciptakan produksi
bersih dan kualitas lingkungan.
2. Peningkatan peran sentra-sentra untuk mencapai kinerja perusahaan
dengan memberikan bantuan kepada supplier untuk menerapkan sistem
manajemen lingkungan dan menginformasikan pentingnya produksi
bersih.
3. Sementara itu untuk meningkatkan kinerja perusahaan perlu didukung
oleh peningkatan kinerja lingkungan, terutama berbagai kegiatan internal
perusahaan melalui peningkatkan usaha-usaha dalam mengurangi waste
dan pengurangan konsumsi energi.
268
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian dimaksudkan untuk mengevaluasi penelitian
yang sudah dilakukan, sehingga dapat digunakan sebagai petunjuk bagi para
peneliti selanjutnya kaitannya dengan pengembangan model pengelolaan
lingkungan. Adapun berbagai keterbatasan yang muncul antara lain:
1. Obyek penelitian sangat beragam yang terdiri dari sentra-sentra industri,
dimana masing-masing sentra memiliki karakteristik yang berbeda,
sehingga kesimpulan yang dibuat cenderung bias. Saran bagi peneliti
selanjutnya adalah memfokuskan pada sentra industri tertentu, namun
memiliki area penelitian yang lebih luas, misalnya: lingkup Jawa Tengah
atau Indonesia.
2. Penelitian ini merupakan kajian empiris, sehingga tantangan yang muncul
adalah bagaimana implementasi hasil penelitiannya. Kajian mendatang
akan lebih sempurna kalau melibatkan instansi pengelola lingkungan
pada tingkat daerah untuk bersama-sama merumuskan desain penelitian
dari awal dan melibatkan dalam proses penelitian. Konsep ini diharapkan
dapat memberikan output yang aplikatif dalam meningkatkan kualitas
lingkungan.
269
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
DAFTAR PUSTAKA
Afzalurrahman (1995). Doktrin Ekonomi Islam jilid 2. PT Dana Bhakti Waqaf.
Yogyakarta
Afzalurrahman (1997). Muhammad sebagai Seorang Pedagang. Yayasan
Swarna Bhumy, Jakarta
Ahmed NU, Montagno RV, Naffziger DW, 2004. Environmental Concerns, Effort
and Impact: An empirical Study. Mid American Journal of Business, Vol.
18, No.1.
Ahire SL dan Golhar DY (1995); Quality Management in Large vs Small Firms;
An Empirical Investigation; Journal of Small Business Management
Ahire, Sanjay L, Damodar Y. Golhar and Matthew A. Waller (1996),
“Development and Validation of TQM Implementation Constructs”,
Decisions Sciences, Winter, vol. 27 (1).
Alim Y, 2006. Lingkungan dan Aksioma Kerakusan.www.Hidayatullah.com
Angell LC, 1993. Environmental Management as a Competitive Priority.
Proceding of the Annual Meeting of the Decisions Sciences Institute,
Washington DC
Allison, PD; Testing for Interaction in Multiple Regression; American Journal of
Sociology, Volume 83, Number 1
Berry A Michael and Dennis A Rondinelli (1998),”Proactive Corporate
Environmental Management: A New Industrial Revolution,” Academy of
Management Executive, Volume 12 Number 2.
Bonifant, B.C. Arnold M.B., and F.J Long (1995),”Gaining Competitive
Advantage Through Environmental Investments,’Busineess Horizons,
July-Agustus.
Blackburn dan Rosen (1993); Total Quality and Human Resources
Management: lesson learned from Baldrige Award-winning companies;
Academy of Management Executive, Vol 7 No.3
Boiral Olivier and Sala Marie Jean (1998),”Environmental Management:
Should Industry Adopt ISO 14001?,” Business Horizons, JanuaryFebruary .
Biro Pusat Statistik (BPS), (2003); Daftar nama dan alamat perusahaan
industri besar dan sedang.
270
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
Brown B Warren and Karagozoglu Necmi (1998),”Current Practices in
Environmental Management, “Business Horizons, July-Augusts, pp.1218.
Babbie Earl, 1995. The Practice of Social Research, California; Wadsworth
Publishing Company, USA
Banerjee, SB, 2001. Corporate Environmental Strategies and Action.
Management Science 39/1
Bandley, P 1992. Green is a Buy Signal. Far Eastern Economic Review, 155
(7)
Biro Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah, 2005. Direktori Industri
Pengolahan Jawa Tengah.
B.C. Bonifant, M.B. Arnold, and F.J Long (1995),”Gaining Competitive
Advantage Through Environmental Investments,’Busineess Horizons,
July-Agustus.
Banks, Jerry (1989), Principles of Quality Control, John Wiley and Sons, Inc.
New York
B.C. Bonifant, M.B. Arnold, and F.J Long (1995),”Gaining Competitive
Advantage Through Environmental Investments,’Busineess Horizons,
July-Agustus.
Bhat, Vasanthakumar N (1993),’A Blueprint for Green Product Development,’
Industrial Management, vol. 35, No. 2.
Blackburn dan Rosen (1993); Total Quality and Human Resources
Management: lesson learned from Baldrige Award-winning companies;
Academy of Management Executive, Vol 7 No.3
Black, Simon A and Leslie J. Porter (1996),”Identification of the Critical Factor
of TQM,” Decisions Sciences, Winter, Vol. 27 (1).
Blalock, H.M, Jr (1965),”Theory Building and Concept of Interaction,” American
Sosiological Review 30 (June).
Boiral Olivier and Sala Marie Jean (1998),”Environmental Management:
Should Industry Adopt ISO 14001?,” Business Horizons, JanuaryFebruary.
Brown B Warren and Karagozoglu Necmi (1998),”Current Practices in
Environmental Management, “Business Horizons, July-Augusts.
Berry A Michael and Dennis A Rondinelli, 1998. Proactive Corporate
271
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
Environmental Management: A New Industrial Revolution. Academy of
Management Executive. Vol.12 no.2
Brown B Warren and Karagozoglu Necmi, 1998. Current Practices in
Environmental Management. Business Horizons. July-August
Cahyono B (2002); Pengaruh kualitas manajemen lingkungan terhadap kinerja
pada industri manufaktur di Jawa Tengah; Jurnal bisnis strategi Program
MM Undip, Vol. 9/Juli/Th.VII/2002; ISSN: 1410-1246, Terakreditasi SK
No. 118/DIKTI/KEP.2001.
Cahyono B (2000); Proactive environmental management: strategi untuk
mencapai keunggulan dalam persaingan internasional; Manajemen
Usahawan Indonesia, No.09 Th.XXIX September; ISSN: 0302-9859.
Cahyono B (2003); Mengantisipasi isue green customer melalui proactive
corporate environmental management (PCEM); Manajemen Usahawan
Indonesia FE-UI, No.12 Th.XXXII, September; ISSN: 0302-9859,
Akreditasi: No. 134/DIKTI/KEP/2001.
Cahyono B (2006); Identifikasi Dorongan Manajemen Lingkungan dan
Manajemen Lingkungan Proaktif dan Dampaknya terhadap Kinerja
Lingkungan: Laporan Penelitian Hibah bersaing XIV, Dirjen Dikti, tahun
2000
Cooper R Donald and Emory William (1995), Business Research Methods,
5th ED by Richard D Irwin, Inc
Chapra U. (2000). The Future of Economics; An Islamic Perspective. Leicester
United Kingdom, The Islamic Foundation.
Corbett and Cutler (2000). Environmental Management Systems in the
New Zealand Plastics Industry. International Journal of Operations &
Production Management. Vol. 20, No. 2
Clement, Richard Barret (1993), Quality Manager’s Complete Guide to ISO
9000, Prentice Hall, Englewood Cliff, New Jersey.
Cole, RE (1983); Improving Product Quality Through Continous Feedback;
Management Review, Vol 72
Chen (2011). Green organization identity: sources and consequence.
Management decision, Vol. 49, No 3. emerald group publishing
limited.
Dechant and Altman (1994). Environmental leadership: form compliance to
272
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
competitive advantage”. Academy of management executive, Vol. 8
No. 3
Day and Wensley, 1988. Assesing Advantage: a Framework for Diagnosing
Competitive Superiority; Journal of Marketing.
Departemen Agama, 1999. Al-Qur’an dan terjemahnya; Jakarta.
Dean dan Bowen (1994); Management theory and total quality: improving
research and practice through theory development; The Academy of
Management Review, Vol. 19 No. 3
Dumond, Ellen, J. (1995),” Learning from the Quality Improvement Process,”
Experience from US Manufacturing Firms,” Production and Inventory
Management Journal, Forth Quarter, pp. 7-13.
Eckersley R. (2006). Green Theory; http://www.oup.com/uk/orc/
bin/97800199298334/dunne chap13.pdf.
Florida R. and Davidson D, 2001. Gaining from Green Management :
Environmental Mangement System Inside and Outside the Factory;
California Management Review, Vol. 43, No. 3
Fiol, CM (1991). Managing culture as a competitive resources: an identity-based
view of sustainable competitive advantage. Journal of management,
Vol 17 No 1.
Garvin (1991); How baldrige award really works; Harvard Business Review;
November-Desember.
Greeno, J. Ladd and Robinson, S. Nobel (1992),” Rethingking Corporate
Environment Management,” The Columbia Journal of World Business,
Vol. 27. No. 3.
Garvin (1991); How baldrige award really works; Harvard Business Review;
November-Desember.
Grant, Shani dan Krishnan (1994); TQM’s Challenge to Management Theory
and Practice; Sloan Management Review; winter
Greeno, J. Ladd and Robinson, S. Nobel (1992),” Rethingking Corporate
Environment Management,” The Columbia Journal of World Business,
Vol. 27. No. 3. Pp.223-232.
Gupta M and Sharma K, 1996. Environmental Operations Management: an
Opportunity for Improvement. Production and Inventory Management
Journal, third quarter.
273
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
Hart L Stuart, 1997. Beyond Greening Strategies for a Sustainable World,
Harvard Business Review, January-February
Hartman L Cathy and Stafford R Edwin (1997),” Green Alliances: Building
New Business with Environmental Groups,” Long Range Planning, vol.
30, no.2, pp.
Hemphill, Thomas (1995),”Marketer New Motto: It Keen to Be Keen,”Business
& Society Review, vol.15, no. 78,p.3.
Hafifuddin D, (2002), Manajemen Syariah dalam Praktek. Penerbit Gema
Insani Press, Jakarta
Hair JF, Anderson R, Tatham R dan Black W, 1992. Multivariat Data Analysis
with Reading, third edition; Macmillan publishing company.
Hamdan, 2007. Pustaka al-Furqan Yogyakarta. Kecerdasan Kenabian
(Prophetic Intellegence); Mengembangkan potensi robbani melalui
peningkatan kesehatan rohani
Hanna, Newman and Johnson, 2000. Linking Operational and Environmental
Emprovement Through Employee Involvement; International Journal of
Operations and Production Management, Vol. 20, No. 2
Hussey DM (2003). The Development and Validation of an Environmental
Performance Model. Dissetation at University of Wisconsin-Madison
Jemines and Lorente, 2001. Environmental Performance as an Operations
Objective. International Journal of Operations & Production
Management. Vol. 21, No 12.
Khan dan Akram (1996). Ajaran Nabi Muhammad SAW tentang Ekonomi
(Kumpulan hadits-hadits pilihan tentang Ekonomi). Penerbit PT Bank
Muamalat Indonesia, Jakarta.
KLH, Depag dan MUI, 1997. Islam dan Lingkungan Hidup; Jakarta; Yayasan
Swarna Bhumy.
Kitazawa S and Sarkis J, 2000. The Relationship Between ISO 14001 and
Continuous Sources Reduction Programs; International Journal of
Operations and Production Management, Vol. 20, No. 2
Lamming R, 1999. The Environment as a Supply Chain Management Issue.
British Journal of Management, Vol. 7
Mc Williams and Siegel, 2001. Corporate Social Responsibility: A Theory of
the Firm Perspective. Academy of Management Review 26 (1)
274
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
Maxwell James, Rothenberg Sandra, Briscoe Forrest, Marcus Alfred
(1997),”Green Schemes: Corporate Environmental Strategies and Their
Implementation,” California Management Review, vol 39, no.3, spring.
M.E. Porter and C Van der Linde (1995),” Green and Competitive: Ending the
Stalemate,” Harvard Business Review, September-October.
Maxwell James, Rothenberg Sandra, Briscoe Forrest, Marcus Alfred
(1997),”Green Schemes: Corporate Environmental Strategies and Their
Implementation,” California Management Review, vol 39, no.3, spring.
Madu, Kuei, and Jacob (1996). An Empirical Assesessment of the Influence
of Quality Dimensions on Organizational Performance. International
Journal of Production Research. Vol. 34 No. 7.
Michael, B, 2003. Corporate Social Responsibility in International Development:
An overview and Critique. Corporate Social Responsibility and
Environmental Management, vol 10.
Naffziger, 2003. Perception of Environmental Consciousness in US Small
Business: An Empirical Study, SAM Advance Management Journal,
Spring.
M. Sharfman, R.T. Ellington, and M. Leo,” The Next Step in Becoming
Green:Life Cycle Oriented Environmental Management,” Business
Horizons, May-June.
Newman, John. C. and Breeden, Kay. M. (1992), Managing in the Environmental
Era: Lessons from Environmental Leaders,” The Columbia Journal of
World Business, vol. 27 N0. 3.
Noori, Hamid (1990), Managing The Dynamics of New Technology: Issues in
Manufacturing Management, Prentice hall, New jersey.
Ottman, J.A. (1994),’ Green Marketing: Challenges and Opportunities for New
Marketing Age”, NTC Publishing Group, Lincolwood.
Qardhawi dan Syeikh yusuf (1997). Pesan Nilai dan Moral dalam Perekonomian
Islam. Robbani Press, Jakarta.
Rock, M.T. and J. Aden (1999), “Initiating Environmental Behaviour in
Manufacturing Plants in Indonesia”, Journal of Environment and
Development, 8(4).
Phillips, Chang dan Buzzle (1983); Quality cost position and business
275
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
performance: a test of some key hypotheses; Journal of Marketing, Vol
7.
Porter ME (1985). Competitive advantage. The free press, New York
P. Shrivastava (1995),”Environmental Technologies and Competitive
Advantage,” Strategic Management Journal, Summer.
Saraph, Jayant V., P. George Benson and Roger G. Schroeder (1989),”An
Instrument for Measuring the Critical Factor of Quality Management,”
Decisions Science, 20(4).
Spencer, barbara A, (1994),”Model of Organization and Total Quality
Management: A Comparison and Critical Evaluation,” The Academy of
Management Review, Vol. 19 (3), July.
Rao P, 2002. Greening the Supply Chain: a New Initiative in South East Asia.
International Journal of Operations and Production Management, Vol.
22, No. 6
--------, 2003. Corporate Environmental Indicators, Environmental Performance
and Industry Competitiveness for the SMEs in the Philiphines. Paper is
based on the Empirical Research funded by NEDA and UNDP
--------, 2004. Greening Production: a South-East Asian Experience.
International Journal of Operations and Production Management, Vol.
24, Number 3
Rao P, Castillo O, Intal P, and Sajid A, 2004. Environmental Indicators for
Small and Medium Enterprises In the Philippines, An Empirical
Research, Partnership for Sustainable Development, November 7-10,
12th International Conference of Greening of Industry Network Hong
Kong.
Regulation of Indonesian Republic No. 4th Th 1982: Principels of Environment
Management
Ruky AS (2001). Manajemen Penggajian dan Pengupahan Karyawan
Perusahaan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Rahardjo D, (2002). Ensiklopedia Al-Qur’an; Tafsir sosial berdasarkan Konsepkonsep kunci Jakarta. Penerbit Paramadina,
Rondinelli and Vastag (1996). International Environmental Management
Standard and Corporate Policies: An Integratif Framework. California
Management Review
276
Bab X RISET-RISET MANAJEMEN LINGKUNGAN
Russel and Taylor, 2000. Operations Management third editions; New York.
Prentice Hall International..
Sekaran U (2003). Research method for Business. John Wiley & Sons Inc.
USA
Shihab Q (2002). Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an.
Penerbit Lentera Hati, Jakarta
Statistik Indonesia (2003). Badan Pusat Statistik (BPS). Indonesia
Susi Sarumpaet & Greg Shailer (2009). Corporate Environmental Visibility,
Environmental Performance and Disclosure Strategies, 8th International
Conference on Corporate Social Responsibility 8-11 Sept 2009.
Solimun, Nurjanah dan Rinaldo, 2006. Pemodelan Persamaan Struktural
Pendekatan PLS dan SEM, Malang. Fakultas Mipa dan Program Pasca
Sarjana Unibraw.
Statistical Central Beureu (2003); The list of name and address of small and
medium enterprises
Theyel G, 2000. Management Practices for Environmental Innovation and
Performance. International Journal of Operations and Production
Management. Volume 20, No. 2th
Tanjung H, Arep, Ishak. (2003). Manajemen Sumberdaya Manusia. Cetakan
kedua. Penerbit Universitas Trisakti Jakarta.
________ ,(2003). Manajemen Motivasi. Penerbit PT Gramedia Widiasarana
Indonesia, Jakarta
Tropman EJ (2001). The Compensation Solution. How to develop an
Employee-Driven Rewaed System. John Wiley & Sons, Inc
Triyuwono I, 2006. Akuntansi Syariah: Perspektif, Metodologi dan Teori,
Jakarta; PT RadjaGrafindo Persada.
Undang-undang Republik Indonesia (UU RI) No. 4 Th 1982 Tentang Ketentuanketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Wilson R (1985). Bisnis menurut Islam. Teori dan Praktek (terjemahan). PT
Intermasa
Waldman (1994); The contribution of total quality management to a theory of
work performance, The Academy of Management Review, vol. 19 (3),
July
277
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
Yunus M (1973). Hikmah Pembentukan hukum-hukum yang diperintahkan
Allah (Hukum Islam), Kamus Arab-Indonesia, Yayasan Penyelenggara
Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, Jakarta
Yavie A, 2006. Merintis Fiqh Lingkungan Hidup, Jakarta; Ufuk Press, PT
Cahaya Insan Suci.
Zadjuli, 2007. Reformasi Ilmu Pengetahuan dan Pembangunan Masyarakat
Madani di Indonesia, Surabaya; Program Doktor Program Studi
Ekonomi, Minat Studi Ilmu Ekonomi Islam, Program Pasca Sarjana
Universitas Airlangga.
278
279
MANAJEMEN LINGKUNGAN
(Konsep dan Aplikasi dalam Perspektif Islami)
Profil Penulis
Lahir di Yogyakarta, pada tanggal 11 September 1968. Lulus S-1 pada
tahun 1991 dari Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen, Universitas
Jenderal Soedirman Purwokerto dan melanjutkan pendidikan S-2 pada tahun 1996 – 1998 di Program Pasca
Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan konsentrasi, Manajemen Operasi dan menempuh pendidikan S-3 di Universitas Airlangga Surabaya (2005-2010) konsentrasi manajemen lingkungan.
Jabatan yang pernah di amanahkan, antara lain: Sekretaris jurusan manajemen FE Unissula (1999-2003),
Sekretaris Lembaga Penelitian Unissula (1999-2008), Pimpinan Redaksi Jurnal EKOBIS FE Unissula (2002-2007).
Saat ini mendapat amanah sebagai ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan (LPP) Unissula (2010-2013)
serta pimpinan redaksi Jurnal Riset Bisnis Indonesia (JRBI) Program MM Unissula.
Karya ilmiah penulis pernah diterbitkan pada berbagai jurnal terakreditasi baik di dalam Unissula maupun
di luar Unissula, seperti: Manajemen Usahawan Indonesia FE UI Jakarta, Jurnal Bisnis Strategi MM Undip, Jurnal
Ekobis FE Unissula, Media Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang, Majalah Gema Stikubank STIE Stikubank Semarang, Jurnal Manajemen dan Bisnis program MM-UNIGA Malang, jurnal Kajian Bisnis STIE Widya
Wiwaha Yogyakarta, dan Jurnal ekonomi dan manajemen DINAMIKA Universitas Negeri Semarang.
Kegiatan saat ini, aktif di bidang penelitian kerjasama dengan beberapa Pemkab dan Pemkot, antara lain:
Bappeda Kota Semarang, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Klaten, Kabupaten Demak dengan kajian tentang
kajian PAD, potensi daerah, potensi parkir, optimalisasi retribusi pasar, pengelolaan lingkungan, kebutuhan
pelatihan bagi pejabat struktural, survey kepuasan pelanggan masyarakat individual. Sebagai pembicara
dalam seminar nasional tentang climate change problems di Unika Soegijapranata (2010).
Bidang konsentrasi yang ditekuni antara lain: Manajemen Operasi, Manajemen Lingkungan, Manajemen
Kualitas, Pengantar Bisnis, dan Metode Penelitian. Saat ini masih mengajar di program S-1 manajemen dan
akuntansi, serta program MM FE Unissula. Buku-buku yang pernah ditulis antara lain: Manajemen Operasi
(2005), Pengantar Bisnis (2007), Manajemen Lingkungan (Konsep dan aplikasi dalam perspektif Islam, 2011)
Dr. Budi Cahyono, SE, MSi
Alamat e-mail: [email protected]
HP: 08156506234
Alamat rumah: Jl. Pucang Asri 8/1, Pucanggading, Demak
Alamat Kantor:
Fakultas Ekonomi Unissula
Jl. Kaligawe Km 4 Semarang
Telp. (024) 6583584; Psw 494
280
Download