BAB II - Jurnal IAIN Ambon

advertisement
Teori Belajar dan Pembelajaran, F. Arifin Toatubun
TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Peserta Didik dalam Teori Nativisme, Empirisme, Konvergensi dan Fitrah
Oleh : F. Arifin Toatubun
Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
Email: [email protected]
Abstract:
Belajar peserta didik dipengaruhi oleh berbagai faktor.Menurut
teori nativisme, belajar peserta didik dipengaruhi oleh faktor
keturunan (hereditas).Menurut teori empirisme, belajar peserta
didik cenderung dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Namun,
menurut teori konvergensi, baik hereditas maupun lingkungan
memberikan andil bagi pesrta didik.Teori fitrah yang dikenal di
dunia Islam memiliki relevansi dengan teori yang disebut
terakhir itu. Menurut teori fitrah, hereditas yang dimiliki anak
memiliki pengaruh sama kuat dengan faktor lingkungan, baik
lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Keywords: Belajar dan pembelajaran, nativisme, empirisme, konvergensi,
fitrah.
Pendahuluan
Belajar dan pembelajaran dua aktifitas yang hampir sama, sekalipun
tidak dapat disamakan sepenuhnya. Jika belajar berkaitan dengan aktivitas
individu, pembelajaran aktivitas yang diintervensi oleh pihak pengajar/guru
untuk membantu individu/peserta didik tersebut untuk belajar secara
bersama-sama.Belajar secara umum selalu berkaitan dengan perubahan yang
terjadi dalam organisme atau perilaku.Perubahan tersebut karena adanya
interaksi individu dengan lingkungan. Karena itu belajar selalu dikaitkan
dengan proses yang membutuhkan waktu. Atas dasar itulah belajar juga
dipandang sebagai hasil pengalaman. Disamping itu, belajar berkaitan
dengan aspek relatif bertahannya. Untuk perilaku sebagai hasil belajar selalu
berada dan tidak dapat disamakan dengan unjuk perilaku yang disebabkan
faktor perkembangan dan kematangan, atau faktor lain yang menghasilkan
unjuk perilaku berubah dari perilaku sebelumnya. Misalnya perilaku orang
yang alergi kesalahan minum obat, perilaku orang yang mabuk karena
kelebihan mengkonsumsi alkohol.
Pembelajaran yang mulanya lebih dikenal dengan istilah mengajar
sama, yaitu intervensi guru untuk menciptakan suasana bagi peserta didik
belajar secara bersama. Kecenderungan penggunaan istilah pembelajaran
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
139
Horizon Pendidikan, Vol. 8, Nomor 1, Januari-Juni 2013: 139-152
(instructtion) daripada istilah mengajar (teaching), tampaknya lebih banyak
dipengaruhi oleh faktor kesan mengajar itu mengalihkan atau mentransfer
sejumlah ilmu pengetahuan, sikap dan keterampilan kepada peserta didik.
Pandangan ini telah ditinggalkan oleh banyak ahli pendidikan karena
berkesan ada sumber utama pada guru dengan menempatkan peserta didik
pada posisi yang lemah untuk menerima.1
Konsep pembelajaran lebih menekankan pada upaya guru melalui
strategi yang terencana dan sistematis untuk membantu peserta didik agar
belajar secara maksimal.Disini yang paling utama mengkondisikan iklim/
suasana kondusif agar kegiatan belajar peserta didik lebih produktif sesuai
dengan tingkat perkembangan dan potensi yang ada padanya.Kegiatan
belajar individu akan menjadi lebih produktif, termasuk dalam kegiatan
pembelajaran, apabila diperhatikan secara seksama dan diterapkannya
prinsip-prinsip belajar yang dikenal dalam dunia pendidikan secara tepat
dan benar untuk kepentingan belajar peserta didik.Penerapan prinsip-prinsip
belajar untuk membantu optimalisasi produktifitas belajar peserta didik
membutuhkan kesiapan dan kerja keras guru dalam merancang dan
melaksanakan prinsip-prinsip belajar dimaksud dalam proses pembelajaran
yang dilakukannya.2 Oleh sebab itu, hasil belajar peserta didik di sekolah
dipengaruhi oleh kemampuan peserta didik dan kualitas guru. Pendapat ini
sejalan dengan teori belajar dari Bloom yang mengatakan bahwa ada tiga
variabel utama dalam teori belajar di sekolah, yakni karakteristik individu,
kualitas pengajaran, dan hasil belajar peserta didik.3
Faktor yang berperan dalam mengupayakan produktivitas belajar
peserta didik memperhatikan sepenuhnya perbedaan-perbedaan individual
dalam diri peserta didik. Peserta didik pada hakekatnya mahkluk individual
dengan karakteristiknya sendiri-sendiri. Namun, sebagai mahkluk sosial
individual tersebut harus belajar secara bersama-sama dalam kelas dengan
peserta didik yang lain dengan perbedaan individualnya juga. Dalam kondisi
inilah kepiawan guru dalam menentukan dan menerapkan strategi
pembelajaran yang tepat merupakan formula mengatasi masalah tersebut.4
Belajar mengajar sebagai suatu sistem meliputi komponen antara lain,
tujuan, bahan, peserta didik, guru, metode, situasi dan evaluasi.5 Selain
sistem tersebut, proses pembelajaran harus menggunakan pendekat-an
1
Ismail Titapele, Belajar dan Pem-belajaran, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Pattimura Ambon, 1999, h. 1-2.
2
Ibid.
3
Ahmad Sabri, Strategi Belajar Meng-ajar Micro Teaching (Cet. II; PT Ciputra
Press: Jakarta, 2007), h. 46.
4
Titapele, Belajar dan Pembelajaran, h.2.
5
Ahmad Sabri, Strategi Belajar Meng-ajar, h. 17.
140
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
Teori Belajar dan Pembelajaran, F. Arifin Toatubun
PAKEM, yaitu sebuah pendekatan yang memungkinkan peserta didik
mengerjakan kegiatan beragam untuk mengembangkan keterampilan, sikap
dan pemahamannya dengan menekankan belajar sambil bekerja. Sementara
guru menggunakan berbagai sumber dan alat bantu belajar agar pembelajaran lebih menarik, menyenangkan dan efektif.6 Konsep belajar yang
dikemukakan oleh para ahli pendidikan cukup banyak dan bervariasi. Hal
tersebut bergantung pada aliran psikologi yang dianutnya. Demikian dengan
konsep tentang kesamaan yang dapat dipertemukan sebagai suatu landasan
pijak bagi perancang dan praktisi pendidikan.
Beberapa aliran yang mempunyai teori belajar dan pembelajaran yang
berbeda itu, misalnya nativisme dengan tokoh-tokohnya Descartes dan
Leiburiz, naturalisme yang dipelopori J.J. Rousseau, filosof Prancis,
Empirisme dengan tokoh Jhon Locke, konvergensi dengan tokohnya
William Stern dan Fitrah dalam Islam.
Belajar dan Pembelajaran
Belajar dan pembelajaran dua peristilahan yang memiliki pengertian
berbeda, tetapi keduanya memiliki persamaan, terutama berkenaan dengan
aktivitas, mental maupun fisik. Jika belajar lebih cenderung pada aktivitas
individu, pembelajaran berkaitan dengan intervensi pihak lain untuk
menjadikan aktivitas individu belajar secara maksimal. Optimalisasi proses
pembelajaran ditentukan oleh kedua pihak, peserta didik, dan pengajar yang
mengelola proses pembelajaran. Berbagai dampak yang berkaitan dengan
belajar dan pembelajaran mesti dikuasai oleh seorang tenaga pendidik yang
melaksanakan tugas pembelajaran.
1.
Belajar
Belajar, learning memiliki pengertian bervariasi tergantung pada
wawasan masyarakat pengguna istilah belajar tersebut. Di banyak kalangan
belajar diberi pengertian sebagai suatu usaha dimana orang dari tidak tahu
menjadi tahu, sebagaimana pendapat Ernes.E.R Hilgard yang dikutip Yatim
Riyanto dalam bukunya berjudul paradigma baru pembelajaran dikatakan
sebagai berikut. Learning The Prancessby wich an activity originates or is
charged trougt training producedurs (whther in the laboratory or in the
natural environ-ments) as disitinguished from changes by factor not
attributable to training. Artinya, seseorang dapat dikatakan kalau dapat
6
Jamal Ma’mur Asmani, 7 Tips Aplikasi PAKEM (Pembelajarn Aktif, Kreatif, Efektif
dan Menyenangkan) Mencipt kan Metode Pembela-jaran yang Aktif dan Menyenangkan
(Cet. I; Diva Press: Yogyakarta, 2011), h. 59-60.
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
141
Horizon Pendidikan, Vol. 8, Nomor 1, Januari-Juni 2013: 139-152
melakukan sesuatu dengan cara latihan-latihan sehingga yang ber-sangkutan
menjadi berubah.7
Menurut Walker, belajar adalah suatu perubahan dalam pelaksanaan
tugas yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman, dan tidak ada sangkut
pautnya dengan kematangan rohania, kelelahan, motivasi, perubahan dalam
situasi stimulus atau faktor-faktor samar-samar lainnya yang tidak berhubungan langsung, dengan kegiatan belajar.8 Menurut Crow and Crow,
belajar berarti berubah, belajar berkenaan dengan perubahan kebiasaankebiasaan, pengetahuan, sikap. Pengertian ini menekankan pada aspek
terjadinya perubahan (berubah). Perubahan tersebut adalah hasil perolehan
berupa kebiasaan-kebiasaan penegetahuan maupun sikap. Jika terjadi suatu
perubahan yang dialami seseorang yang berkenaan dengan aspek kebiasaankebiasaan, pengetahuan dan sikap dapat dikatakan sebagai belajar.
Pandangan Crow and Crow tersebut mendapat pengakuan dari ahli lainnya,
seperti Cronbach dan Hilgard.9 Menurut Skiner, belajar adalah suatu kontrol
dan pembentukan tingka laku di dalam suatu proses.10 Dari pengertian ini
Skiner memberi tekanan aspek kontrol dan pembentukan. Kontrol yang
ditekan Skiner mengacu pada stimulus. Sedangkan pembentukan sebagai
hasil yang dicapai dalam membentuk tingka laku. Di sini terdapat
keterkaitan antara aspek pengontrolan dengan pembentukan prilaku yang
dikehendaki.
Menurut Fontana, belajar adalah suatu proses perubahan yang relatif
tetap dalam tingka laku seseorang sebagai hasil pengalaman.11 Dalam
hubungan ini terdapat tiga aspek penting yang dapat tekanan yaitu:



Belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku
Bahwa perubahan tersebut adalah hasil dari pengalaman.
Bahwa perubahan tersebut terjadi pada perilaku yang mungkin
Ketiga penjelasan tersebut penting untuk dikaji lebih lanjut. Belajar
harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada aspek ini sebagai
bagian terpenting, kemungkinan terjadi perubahan perilaku. Seseorang dapat
dikatakan telah belajar jika pada dirinya terdapat perubahan, dan perubahan
7
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pem-belajaran, Sebagai Referenis Bagi Pendidik
Dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif dan Berkualitas, (Cet. II: Surabaya,
Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 45.
8
Ibid., h. 5.
9
Lihat Knowles. M, The adult Learner: A Neglected Speacies Second Edition, Gulf
Publishing Company, Houston, 1981, h. 21.
10
Ibid, h. 22.
11
Winartaputra Udin dan Rosita Tita, Belajar Pembinaan Kelembagaan Agama
Isalam dan UT, Jakarta 1994,h. 51.
142
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
Teori Belajar dan Pembelajaran, F. Arifin Toatubun
tersebut memang dimungkinkan untuk dapat terjadi pada diri seseorang,
baik dalam jumlah besar maupun kecil.
Belajar berhubungan dengan kesiapan dan kemampuan individu untuk
melakukan aktivitas belajar yang dapat merubah perilakunya. Belajar dapat
berlangsung apabila terdapat kesiapan menatal maupun fisik individu.
Dalam hal termasuk faktor perkembangan individu tersebut, apakah telah
siap untuk belajar? Perubahan tersebut hasil dari pengalaman. Pengalaman
dalam aspek ini aktivitas mental dan fisik individu yang terlibat dalam suatu
proses yang disadari dan mampu membentuk perubahan pada salah satu
organisme atas diri individu. Setiap perubahan yang terjadi dan dapat
dikatakan belajar jika hasil dari pengalaman individu tersebut sewaktu
terlibat dalam suatu proses yang disebut belajar. Tidak semua perubahan
perilaku dapat dikatakan sebagai hasil belajar. Perubahan tersebut terjadi
pada perilaku yang mungkin. Tidak semua perubahan perilaku dimungkinkan untuk dicapai/dikuasai individu melalui suatu proses belajar. Ada
perilaku yang terjadi karena faktor lain, apakah karena faktor fisik atau
mental.
Menurut Gagne dan Berliner, belajar adalah sebagai proses yang
karenanya suatu organisme mengubah perilaku sebagai hasil pengalaman.
Dalam hubungan ini belajar dapat ditinjau dalam tiga aspek yaitu: Belajar
sebagai proses memerlukan waktu, yang dapat berlangsung secara singkat,
tetapi dapat juga berlangsung dalam waktu yang lama. Di sini belajar dapat
diukur, dengan jalan membandingkan antara apa yang dapat dilakukan oleh
organisme di saat tertentu dengan apa yang dapat dilakukan di saat
berikutnya. Dalam hal ini belajar membutuhkan waktu, karena itulah
belajar, disebut sebagai proses. Belajar sebagai hasil pengalaman bermakna
bahwa perubahan perilaku yang disebabkan oleh pengalaman semata yang
dapat disebut belajar. Jadi, tidak semua perubahan perilaku dapat dikatakan
sebagai hasil belajar. Sebab, ada juga perubahan perilaku karena faktor
psikologis seperti kesalahan menkonsumsi makanan, seperti alkohol dan
obat, kematangan pertumbuhan seperti merangkak, berjalan dan sebagainya.
2.
Pembelajaran
Istilah “pembelajaran” cenderung digunakan sebagai pengganti
mengajar. Kecenderungan tersebut untuk menghindari kesan memberi dari
pihak guru kepada perseta didik sebagai subjek didik kecenderunagn atau
pertimbangan lain penghindaran konsep yang mengatakan bahwa mengajar
itu proses penyampaian atau penerusan pengetahuan yang ditinggalkan oleh
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
143
Horizon Pendidikan, Vol. 8, Nomor 1, Januari-Juni 2013: 139-152
semakin banyak orang.12Jika mengajar terjemahan dari teaching (Inggris),
istilah pembelajaran terjemahan dari kata instruction, kegiatan mengelola
proses belajar mengajar. Dalam hubungan ini pembelajaran diartikan
sebagai proses yang membuat orang melakukan proses belajar sesuai
dengan rancangan. Disini unsur kesengajaan dari pihak luar individu yang
melakukan proses belajar merupakan ciri utama dari konsep
intruction.13Jadi, pada hakekatnya proses pembelajaran berkenaan dengan
intervensi pihak luar, dalam hal ini seorang pengajar harus mampu untuk
memfasilitaskan kondisi yang optimal agar kegiatan belajar yang dilakukan
peserta didik atau orang lain yang terlibat dalam kegiatan pembela-jaran
tersebut berlangsung secara baik dan maksimal. Salah satu ciri utama yang
akan dalam kegiatan pembelajaran adalah terdapatnya unsur-unsur peng-ajar
dengan unsur peserta didik.
Secara global ada dua pendekatan psikologi dalam melihat proses
belajar yakni pendekatan connectionist or behaviorist disatu pihak dan
pendekatan cognitive or cognitive field dilain pihak. Pendekatan pertama
melihat proses belajar sebagai proses terjadinya hubungan antara stimulus
atau rangsangan dengan respons atau jawaban antara stimulus dengan
penguatan (reinforcement). Pendekatan kedua mengatakan bahwa proses
belajar tidak semata-mata hasil hubungan stimulus dan respons, tatapi lebih
merupakan hasil dari kemampuan mental individu dalam melakukan fungsifungsi psikologis seperti konsep dan ingatan. Pendekatan pertama
menekankan pada unsur eksternal individu dalam hal ini lingkungannya
yang memberi stimulus, sedangkan pendekatan kedua menitikberatkan pada
potensi diri individu.14 Optimalisasi kegiatan belajar dapat terwujud bagi
peserta didik dalam suatu kegiatan pembelajaran lebih banyak bergantung
pada faktor eksternal, yaitu guru. Sekalipun peserta didik memiliki potensi
diri, tetapi potensi tersebut harus dirangsang dalam kegitan pembelajaran.
Dalam pembelajaran terdapat dua unsur utama yang menentukan terjadi
suatu proses pembelajaran yaitu: unsur peserta didik dan unsur pendidik
(guru).
Dilihat dari aspek status, terdapat kecenderungan posisi guru berada
pada peserta didik, tetapi peserta didik jauh lebih penting. Keberadaan
pengajar suatu proses pembelajaran karena ada peserta didik yang harus
dilayani aktivitas belajarnya. Guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran, sama-sama subjek sebab antar guru dan peserta didik sama-sama
membutuhkan. Kehadiran guru untuk suatu proses pembelajaran adalah
12
Joni Raka. T, Keterampilan Membuka dan Menutup Pembelajaran (Editor), Dirjen
Dikti, P2LPTK, Jakarta, 1984, h. 55.
13
Winataputra. Belajar Pembinaan Kelembagaan Agama Isalam dan UT, h. 58.
14
Fontana. D, Psychology For Teacher, A Wheaten, London, 1981, h. 60.
144
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
Teori Belajar dan Pembelajaran, F. Arifin Toatubun
untuk membantu belajar peserta didik, dimana guru berupaya merancang
dan menciptakan kondisi yang bisa efisien dan efektif bagi kegiatan belajar
peserta didik, bukan untuk guru, tetapi selalu untuk peserta didik.
1.
Aliran Nativisme
Aliran Nativisme dipelopori oleh Arthur Schopenhauer (Filosof
Jerman 1788-18600 berpendapat bahwa “The world is my idea, the world
like man, is through idea”. Segala kejadian di dunia dipandang sebagai
manifestasi dari benih sejak semula. Perkembangan manusia merupakan
penjabaran yang telah dibawa sejak lahir.15Aliran ini berkeyakinan bahwa
anak yang baru lahir membawa bakat, kesanggupan, dan sifat-sifat tertentu.
Bakat, kemampuan dan sifat-sifat yang dibawa sejak lahir menentukan
dalam pertumbuhan dan perkembangan anak manusia. Pendidikan dan
lingkungan tidak berpengaruh terhadap perkembangan anak. Misalnya
seorang anak yang memiliki bakat menulis, pikiran, perasaan, kemauan, dan
seluruh kepribadiannya tertuju kepada menulis. Begitu pula penyayi,
pemain bola dan lain-lain.
2.
Aliran Empirisme
Epirisme bertolak dari pandangan John Lock yang mementingkan
rangsangan dari luar dalam perkembangan manusia. Ia menyatakan bahwa
perkembangan anak tergantung kepada lingkungan. Perkembangan pribadi
manusia tergantung kepada pengaruh yang datang dari luar. John Lock
sebagai toko empirisme, mengembalikan seluruh pengetahuan dan perkembangan manusia kepada pengalaman yang didapatnya dari lingkungannya.
Respon manusia tidak berdaya sama sekali terhadap pengaruh yang
ditimpakan lingkungan kepadanya.16 Pandangan John Lock tersebut dapat
digolongkan sebagai pandangan enviromentalisme yang ekstrem. Penganut
aliran empirisme memandang manusia sebagi makhluk pasif yang dapat dimanipulasi, misalnya melalui modivikasi (memperbaiki) tingka laku.
Pengalaman yang diperoleh anak dalam kehidupannya diperoleh dari
dunia sekitanya yang berupa stimulus-stimulus (rangsangan-rangsangan).
Rangsangan ini berasal dari alam bebas, atau diciptakan oleh orang dewasa
dalam bentuk program pendidikan. Aliran ini dipandang berat sebelah sebab
hanya mementingkan peranan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan.
Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dianggap tidak
menentukan sama sekali.
15
Uyoh Sadulloh, Pedagogik Ilmu Mendidik (Cet. I; Bandung, Alfabeta, 2010), h.
104.
16
Ibid., h. 66.
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
145
Horizon Pendidikan, Vol. 8, Nomor 1, Januari-Juni 2013: 139-152
Pengalaman dalam pendidikan menujukkan ada anak yang berhasil
dalam perkembangan pribadinya karena bakat, walaupun keadaan lingkungannya tidak mendukung. Keberhasilan tersebut disebabkan karena ada
kemampuan yang berasal dari dalam diri anak. Maisalnya sering ditemukan
anak yang memiliki kemampuan melukis, bernyanyi, atau pandai berpidato
karena mewarisi kemampuan yang berasal dari orang tuanya, atau dari
nenek kakeknya, sehingga ia mau mengembangkan kemampuan dasarnya
tersebut, ia berusaha mendapatkan lingkungan yang dapat mengembang-kan
bakat atau kemampuan yang telah ada dalam dirinya.
Keadaan manusia saat dilahirkan diumpamakan Locke sebagai “tabularasa”, sebuah meja yang dilapisi lilin, yang digunakan disekolah dalam
rangka belajar menulis. Pengalaman yang diperoleh orang dari lingkungannya yang mengoreksi tabularasa, jiwa manusia, yang masih kosong polos
itu, karena kiasan ini menjadi demikian masyhur, teori yang dikemukakan
Locke ini sering dijuluki sebagai “teori tabularasa.
Teori tabularasa mengatakan bahwa anak yang baru dilahirkan itu
dapat diumpamakan sebagai kertas putih bersih yang belum ditulisi.Sejak
lahir anak tidak memiliki bakat dan pembawaan apa-apa, anak dapat dibentuk semuanya pendidik, disini kekuatan untuk membentuk anak berada
pada pendidik, sehingga lingkungan dalam hal ini pendidikan berkuasa atas
pendidikan anak.17 Pengalaman empirik (dari kehidupan nyata) anak yang
diperoleh dari lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak. Menurut pandangan empirisme pendidik memegang
peranan penting sebab pendidik dapat menyediakan lingkungan pendidikan
kepada anak dan akan diterima oleh anak sebagai pengalaman-penga-laman.
Pengalaman-pengalaman itu tentu yang sesuai dengan tujuan pen-didikan.
Di abad ke-20 tokoh-tokoh pendidikan yang ajarannya dalam
beberapa hal mengingatkan kepada John Lock, diantaranya: J. B Watson
dari Amerika yang merupakan tokoh aliran behaviorisme. Behaviorisme
tidak mengakui pemabawaan (keturunan) atau sifat-sifat yang diturunkan.
Pendidikan, menurut behaviorisme, berarti pembentukan kebiasaan, yaitu
menurut kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam lingkungan seorang anak.
Melalui berbagai percobaan, di antaranya dengan menggunakan tikus dan
bayi sebagai percobaan, Watson ini membuktikan, bahwa “man is boilt”
(manusia dibentuk). Manusia itu hasil pembentukan, tidak dipengaruhi oleh
apa yang dibawahnya sejak lahir. Kata Watson, “Kita memperlihatkan
seekor ular, anjing atau tikus kepada bayi, yang belum pernah dilihatnya dan
belum pernah takut kepadanya, bayi akan bermain-main dengannya.
Lakukan barang ini sepuluh kali, hingga anda yakin benar bahwa ia tidak
17
Ibid, h. 67.
146
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
Teori Belajar dan Pembelajaran, F. Arifin Toatubun
menakutinya. Sekarang ambillah sepotong besi. Perlihatkan kembali tikus
tersebut. Tepat di saat bayi itu akan meraihnya, pukullah besi itu cukup
keras di belakang telinganya. Anak terkejut dan mungkin menangis.
Ulanglah tindakan ini berkali-kali, terjadilah perubahan yang penting pada
anak. Tikus (dan atau hewan lain) diasosiasikan bayi dengan suara besi yang
menakutkan dan penampilan tikus menimbulkan respon takut. Gejala ini,
dalam peristilahan behaviorisme disebut bendera “conditioned emotinal
response”, yang dipandang sebagai suatu bentuk dari refleks yang
dikondisionisasikan.18 Menurut behaviorisme, ketakutan, kesenangan cinta
kasih dan seluruh sifat dan sikap manusia, bahkan seluruh perkembangan
manusia dapat dibentuk dan ditentukan melalui dikondisionisasikan.
Give me a dozen healthy infants, welformed, and my own specitifed
world to bring them up in and I’ll guarantee to take ayone at random and
train him to become any type of specialist, I might select doctor, lawyer,
artist, merchantchief and yes, oven beggar–man and thief, regardles of his
talents, penchants, tendencies, abilities, vocation, and race of hits ancestors.
Menurut Watson serahkan kepada saya dua belas bayi sehat, menarik,
kemudian dia akan mengambil secara acak tanpa mempertim-bangkan
bakat-bakatnya,
kegemarannya,
kecenderungan-kecenderungan-nya,
kemampuan dan asal usul keturunannya. Bayi tersebut akan dilatih keahlian
menurut kehendak Watson. Untuk menjadi dokter, pengacara, seniman,
pengusaha, koki, sampai kepada pencuri atau penjahat sekalipun. Menurut
Watson itu semua bisa terjadi. Pandangan “Tabularasa moderen” ini telah
banyak mempengaruhi tokoh-tokoh psikologi, antropologi, dan telah masuk
pulah ke dalam dunia pendidikan.
Pendidikan dan pengaruh lingkungan dipandang mutlak menentukan
perkembangan anak. Berlawanan dengan nativisme, teori tabularasa dari
empirisme menunjukkan sikap optimis terhadap pendidikan hingga
dijuluki optimisme pedagogis. Sebaliknya bersikap pesimis terhadap
"bekal" yang diberikan alam kepada anak bersama kelahirannya, yang
berupa bakat sehingga mendapat julukan pesimisme naturalistis.19 Kedua
pandangan, nativisme dan empirisme atau tabularasa, bersifat ekstrem dan
menyebelah. Patut diakui bahwa kedua pandangan terdapat banyak
benarnya. Bagaimana cara menemukan pandangan yang memanfaatkan
aspek-aspek positif yang terdapat dalam kedua pandangan tersebut.
3.
Aliran Naturalisme
18
Ibid, h. 68.
Ibid, h. 69.
19
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
147
Horizon Pendidikan, Vol. 8, Nomor 1, Januari-Juni 2013: 139-152
Nature artinya alami, atau apa yang dibawa sejak lahir. Aliran, naturalisme yang dipelopori J.J Rousseau filosof Perancis (1712-1778) hampir
senada dengan nativisme. Berbeda dengan Schopenhauer (nativisme),
Rousseau berpandangan, semua anak yang dilahirkan berpembawaan baik,
dan pembawaan baik, anak akan menjadi rusak karena dipengaruhi oleh
lingkungan. Pendidikan yang diberikan orang dewasa bisa merusak
pembawaan anak yang baik itu. Aliran ini bisa disebut juga negativisme,
karena pendidik harus membiarkan pertumbuhan anak di alam. Pendidikan
dalam arti bimbingan dari orang luar (orang dewasa) tidak diperlukan.20
Sebagai pendidik Rousseau mengajukan konsep "pendidikan alam".
Anak dibiarkan tumbuh dan berkembang sendiri menurut alamnya,
manusia atau masyarakat jangan mencampurinya. Upaya mengembangkan
anak didik dilaksanakan dengan menyerahkannya ke alam, agar pembawaan yang baik tidak menjadi rusak oleh tangan manusia. Rousseau
ingin menjauhkan anak dari segala keburukan masyarakat yang serba
dibuat-buat sehingga kebaikan anak yang dibawa secara alamiah sejak saat
kelahirannya akan berkembang secara spontan dan bebas. Dalam struktur
jasmani dan rohaniah; Allah memberikan seperangkat kemampuan dasar
yang memiliki kecenderungan berkembang, dalam psikologi disebut
potensialitas atau disposisi..21
4. Aliran Konvergensi
Aliran konvergensi berasal dari ahli psikolog berkebangsaan Jerman
bernama William Sterm yang berpendapat bahwa pembawaan dan lingkungan keduanya membentuk perkembangan manusia. Implikasi terhadap
pendidikan bahwa dalam pelaksanaan pendidikan, kedua momen pembawaan dan lingkungan hendaknya mendapat perhatian seimbang. Dalam
perkembangan manusia, pendidikan berperan penting, tetapi seorang
pendidik tidak pada tempatnya dengan bangga menunjukkan: “Inilah hasil
didikan saya”. 22 Ungkapan tersebut bila ditelaah tergantung pula dari
situasi saat pendidikan itu berlangsung, dari cara anak menerimanya atau
menolaknya, dari bakat dan kemampuan yang ada di anak, sulit ditentukan mana hasil didikan, mana penjabaran bakat dan bawaan.
5.
Fitrah
20
Ibid, h. 66.
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdipliner(Cet. IV; Jakarta, Bumi Aksara, 1996), h. 88.
22
Uyoh Sadulloh, Pedagogik Ilmu Mendidik, h. 69.
21
148
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
Teori Belajar dan Pembelajaran, F. Arifin Toatubun
Kemampuan dasar atau pemba-waan dasar itu dalam pandangan
Islam disebut dengan fitrah yang, secara eti-mologis, berarti kejadian.23
Al- Raghib Al-Asfahani ketika menjelaskan makna fitrah dari segi bahasa,
ia mengung-kapkan kalimat Fhatara Allah al-Khalaq yang mengajarkan
bahwa Tuhan itu Esa pada sifat-Nya dan Esa pada perbuatan-Nya, tidak
ada sekutu bagi-Nya, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Ikhlas ayat
1-4 sebagai berikut:
)4(‫َحد‬
َ‫أ‬
‫) َوََلْ يَ ُك ْن لَوُ ُك ُف ًوا‬3( ‫) ََلْ يَلِ ْد َوََلْ يُولَ ْد‬2(‫الص َم ُد‬
َّ ُ‫)اللَّو‬1(‫َحد‬
َ ‫قُ ْل ُى َو اللَّوُ أ‬
Terjemahnya:
Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula
diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.".24
Ayat pertama surat Al-Ikhlas tersebut pernyataan konkret yang
merupakan substansi fitrah sejak manusia dalam rahim ibunya selama 120
hari (masa pranatal). Fitrah, kalimat tauhid (potensi), sebagaimana
diinformasikan oleh Allah melalui firman-Nya Q.s. Ar-Ruum: 30:
ِ
ِ ‫فَأَقِم وجهك لِلدِّي ِن حنِي ًفا فِطْرَة اللَّ ِو الَِِّت فَطَر النَّاس علَي ها ََل تَب ِد‬
‫ِّين‬
َ ‫يل ِلَْل ِق اللَّ ِو َذل‬
َ َْ َ ْ
َْ َ َ َ
َ
ُ ‫ك الد‬
َ
َ ْ
ِ ‫الْ َقيِّ ُم َولَ ِك َّن أَ ْكثَ َر الن‬
)33( ‫َّاس ََل يَ ْعلَ ُمو َن‬
Terjemahnya:
Maka adapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah
itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. 25
Bila diinterpretasikan, fitrah suatu daya untuk mengenal Allah Swt
yang tertancap pada diri manusia. Fitrah suatu kekuatan atau kemampuan
potensi terpendam yang menancap pada diri manusia sejak awal
kejadiannya, untuk komitmen terhadap nilai-nilai keimanan kepadaNya.26Oleh karena itu, kata fitrah ber- makna kejadian yang didalamnya
berisi potensi dasar beragama yang benar yaitu Allah Swt. Potensi dasar
dalam keyakinan, pikiran, penghayatan dan pengamalan mewarnai segala
23
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, h. 88.
Departemen Agama, Al-Qur’an & Terjemahnya (Semarang, PT Karya Toha,
1995), h. 485.
25
Ibid., h. 645.
26
Hasan Langgulung, Manusia dan Pen-didikan (Pustaka Al-Husna: Jakarta, 1986),
h. 5.
24
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
149
Horizon Pendidikan, Vol. 8, Nomor 1, Januari-Juni 2013: 139-152
aktivitas umat manusia dalam hidup dan kehidupannya di dunia. Potensi
dasar ini pada awalnya tidak dapat diubah oleh siapapun atau lingkungan,
karena fitrah itu merupakan ciptaan Allah yang tidak akan mengalami
perubahan baik isi maupun bentuknya dalam tiap pribadi manusia sebelum
ia dilahirkan ke dunia.
Secara tegas Allah menginfor-masikan dalam firman-Nya QS. AlA’raf ayat 172 yang berbunyi:
ِ
ِ
ِ
ِ َ ُّ‫وإِ ْذ أَخ َذ رب‬
‫ت بَِربِّ ُك ْم قَالُوا‬
ُ ‫ك م ْن بَِِن آَ َد َم م ْن ظُ ُهوِرى ْم ذُِّريَّتَ ُه ْم َوأَ ْش َه َد ُى ْم َعلَى أَنْ ُفس ِه ْم أَلَ ْس‬
َ َ َ
‫بَلَى َش ِه ْدنَا‬
Terjemahnya:
… Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anakanak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi
saksi"…27
Ayat tersebut menjelaskan, setiap anak cucu Adam (manusia) sudah
membawa potensi fitrah dalam pengakuannya dengan Sang Khaliq
sebelum ia lahir ke dunia. Namun, potensi itu dalam perkembangan
sesudah lahir ke dunia kadang bisa berkembang secara positif, dan kadang
mengalami penyimpangan (negatif) sesuai sesuai dengan lingkungan pendidikan dimana anak itu berada. Hal ini dapat dibuktikan dengan Hadits
Nabi Saw yang berbunyi:
)‫ اوميجسانو (حديث مسلم‬,‫ اوينصرانو‬,‫كل مولود يولد على الفطرة فآبواه يهودانو‬
28
Berdasarkan firman Allah Swt dan Hadits Nabi Saw.tersebut dapat
diasumsikan bahwa fitrah didalam Islam bisa berkembang secara positif
dan bisa pula mengandung negatif, ter-gantung seberapa besar pengaruh
ling-kungan (milieau) pendidikan dimana anak itu berada.
Penutup
27
Departemen Agama,Al-Qur’an & Terjemahnya ,h. 137.
Abu Husayn Muslim bil-al-Hajjaj al-Qusyairy al-Naysabury, Shahih Muslim Juz
III (Beirut: Dar al-Fikri, t.th), h. 144.
28
150
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
Teori Belajar dan Pembelajaran, F. Arifin Toatubun
Belajar dan pembelajaran menurut Nativisme, anak ketika lahir telah
membawa potensi. Perkembangan manusia merupakan penjabaran dari
potensi itu sendiri, dan pendidikan tidak berpengaruh terhadap perkembangan anak. Aliran Empirisme berpandangan bahwa perkembangan
anak ditentukan oleh lingkungan atau pengaruh lingkungan pendidikan,
dan tidak mengakui perkembangan anak ditentukan oleh bawaan atau
bakat anak. Naturalisme berpandangan, anak yang lahir berpembawaan
baik, dan pembawaan baik tersebut akan menjadi rusak karena pengaruh
lingkungan pendidikan. Aliran ini disebut negativisme, yakni pendidik
harus membiarkan anak pada alam, bimbingan dari orang dewasa tidak
diperlukan. Aliran Konvergensi dan fitrah, keduanya memiliki pandangan
yang sama yaitu perkembangan anak ditentukan oleh faktor pembawaan
dari dalam, dan faktor lingkungan/pendidikan sesudah lahir. Sedangkan
perbedaan antalah kalimat Tauhid yaitu Allahu Ahad (Tuhan Yang Maha
Esa). Esa pada Zat-Nya, Esa pada Sifat-Nya, dan Esa pada Perbuatan-Nya.
Namun, fitrah ini juga ditentukan oleh pengaruh pendidikan sesudah lahir.
DAFTAR PUSTAKA
Asmani, Jamal Ma’mur. 7 Tips Aplikasi PAKEM (Pembelajarn Aktif,
Kreatif, Efektif dan Menyenang-kan) Menciptakan Metode Pembelajaran yang Aktif dan Menye-nangkan. Cet. I; Diva Press:
Yogyakarta, 2011.
Arifin, M. Ilmu Pendidikan Islam, Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdi-sipliner, Cet. IV; Jakarta, Bumi
Aksara, 1996.
D., Fontana. Psychology For Teacher, A Wheaten, London, 1981.
Departemen Agama Al-Qur’an & Terjemahnya, Semarang, PT Karya Toha,
1995.
Langgulung, Hasan. Manusia dan Pendidikan. Pustaka Al-Husna: Jakarta,
1986.
M, Knowles. The adult Learner: A Neglected Speacies Second Edition,
Gulf Publishing Company, Houston.
al-Naysabury, Abu Husayn Muslim bil-al-Hajjaj al-Qusyairy. Shahih
Muslim Juz III, Beirut: Dar al-Fikri, t.th.
Riyanto, Yatim. Paradigma Baru Pembelajaran, Sebagai Referenis bagi
Pendidik dalam Implemen-tasi Pembelajaran Yang Efektif dan
Berkualitas. Cet. II: Surabaya, Kencana Prenada Media Group, 2010.
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
151
Horizon Pendidikan, Vol. 8, Nomor 1, Januari-Juni 2013: 139-152
Sabri, Ahmad. Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching. Cet. II; PT
Ciputra Press: Jakarta, 2007.
Sadulloh, Uyoh. Pedagogik Ilmu Mendidik. Cet. I; Bandung, Alfabeta,
2010.
T., Joni Raka. Ketrampilan membuka dan MenutupPembelajaran. (Editor),
Dirjen Dikti, P2LPTK, Jakarta, 1984.
Titapele, Ismail. Belajar dan Pembelajaran. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP): Universitas Pattimura Ambon, 1999.
Udin, Winartaputra dan Rosita Tita. Belajar Pembinaan Kelembagaan
Agama Isalam dan UT: Jakarta 1994.
152
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
Download