Teori Belajar dan Pembelajaran, F. Arifin Toatubun TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN Peserta Didik dalam Teori Nativisme, Empirisme, Konvergensi dan Fitrah Oleh : F. Arifin Toatubun Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon Email: [email protected] Abstract: Belajar peserta didik dipengaruhi oleh berbagai faktor.Menurut teori nativisme, belajar peserta didik dipengaruhi oleh faktor keturunan (hereditas).Menurut teori empirisme, belajar peserta didik cenderung dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Namun, menurut teori konvergensi, baik hereditas maupun lingkungan memberikan andil bagi pesrta didik.Teori fitrah yang dikenal di dunia Islam memiliki relevansi dengan teori yang disebut terakhir itu. Menurut teori fitrah, hereditas yang dimiliki anak memiliki pengaruh sama kuat dengan faktor lingkungan, baik lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Keywords: Belajar dan pembelajaran, nativisme, empirisme, konvergensi, fitrah. Pendahuluan Belajar dan pembelajaran dua aktifitas yang hampir sama, sekalipun tidak dapat disamakan sepenuhnya. Jika belajar berkaitan dengan aktivitas individu, pembelajaran aktivitas yang diintervensi oleh pihak pengajar/guru untuk membantu individu/peserta didik tersebut untuk belajar secara bersama-sama.Belajar secara umum selalu berkaitan dengan perubahan yang terjadi dalam organisme atau perilaku.Perubahan tersebut karena adanya interaksi individu dengan lingkungan. Karena itu belajar selalu dikaitkan dengan proses yang membutuhkan waktu. Atas dasar itulah belajar juga dipandang sebagai hasil pengalaman. Disamping itu, belajar berkaitan dengan aspek relatif bertahannya. Untuk perilaku sebagai hasil belajar selalu berada dan tidak dapat disamakan dengan unjuk perilaku yang disebabkan faktor perkembangan dan kematangan, atau faktor lain yang menghasilkan unjuk perilaku berubah dari perilaku sebelumnya. Misalnya perilaku orang yang alergi kesalahan minum obat, perilaku orang yang mabuk karena kelebihan mengkonsumsi alkohol. Pembelajaran yang mulanya lebih dikenal dengan istilah mengajar sama, yaitu intervensi guru untuk menciptakan suasana bagi peserta didik belajar secara bersama. Kecenderungan penggunaan istilah pembelajaran Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon 139 Horizon Pendidikan, Vol. 8, Nomor 1, Januari-Juni 2013: 139-152 (instructtion) daripada istilah mengajar (teaching), tampaknya lebih banyak dipengaruhi oleh faktor kesan mengajar itu mengalihkan atau mentransfer sejumlah ilmu pengetahuan, sikap dan keterampilan kepada peserta didik. Pandangan ini telah ditinggalkan oleh banyak ahli pendidikan karena berkesan ada sumber utama pada guru dengan menempatkan peserta didik pada posisi yang lemah untuk menerima.1 Konsep pembelajaran lebih menekankan pada upaya guru melalui strategi yang terencana dan sistematis untuk membantu peserta didik agar belajar secara maksimal.Disini yang paling utama mengkondisikan iklim/ suasana kondusif agar kegiatan belajar peserta didik lebih produktif sesuai dengan tingkat perkembangan dan potensi yang ada padanya.Kegiatan belajar individu akan menjadi lebih produktif, termasuk dalam kegiatan pembelajaran, apabila diperhatikan secara seksama dan diterapkannya prinsip-prinsip belajar yang dikenal dalam dunia pendidikan secara tepat dan benar untuk kepentingan belajar peserta didik.Penerapan prinsip-prinsip belajar untuk membantu optimalisasi produktifitas belajar peserta didik membutuhkan kesiapan dan kerja keras guru dalam merancang dan melaksanakan prinsip-prinsip belajar dimaksud dalam proses pembelajaran yang dilakukannya.2 Oleh sebab itu, hasil belajar peserta didik di sekolah dipengaruhi oleh kemampuan peserta didik dan kualitas guru. Pendapat ini sejalan dengan teori belajar dari Bloom yang mengatakan bahwa ada tiga variabel utama dalam teori belajar di sekolah, yakni karakteristik individu, kualitas pengajaran, dan hasil belajar peserta didik.3 Faktor yang berperan dalam mengupayakan produktivitas belajar peserta didik memperhatikan sepenuhnya perbedaan-perbedaan individual dalam diri peserta didik. Peserta didik pada hakekatnya mahkluk individual dengan karakteristiknya sendiri-sendiri. Namun, sebagai mahkluk sosial individual tersebut harus belajar secara bersama-sama dalam kelas dengan peserta didik yang lain dengan perbedaan individualnya juga. Dalam kondisi inilah kepiawan guru dalam menentukan dan menerapkan strategi pembelajaran yang tepat merupakan formula mengatasi masalah tersebut.4 Belajar mengajar sebagai suatu sistem meliputi komponen antara lain, tujuan, bahan, peserta didik, guru, metode, situasi dan evaluasi.5 Selain sistem tersebut, proses pembelajaran harus menggunakan pendekat-an 1 Ismail Titapele, Belajar dan Pem-belajaran, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Pattimura Ambon, 1999, h. 1-2. 2 Ibid. 3 Ahmad Sabri, Strategi Belajar Meng-ajar Micro Teaching (Cet. II; PT Ciputra Press: Jakarta, 2007), h. 46. 4 Titapele, Belajar dan Pembelajaran, h.2. 5 Ahmad Sabri, Strategi Belajar Meng-ajar, h. 17. 140 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon Teori Belajar dan Pembelajaran, F. Arifin Toatubun PAKEM, yaitu sebuah pendekatan yang memungkinkan peserta didik mengerjakan kegiatan beragam untuk mengembangkan keterampilan, sikap dan pemahamannya dengan menekankan belajar sambil bekerja. Sementara guru menggunakan berbagai sumber dan alat bantu belajar agar pembelajaran lebih menarik, menyenangkan dan efektif.6 Konsep belajar yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan cukup banyak dan bervariasi. Hal tersebut bergantung pada aliran psikologi yang dianutnya. Demikian dengan konsep tentang kesamaan yang dapat dipertemukan sebagai suatu landasan pijak bagi perancang dan praktisi pendidikan. Beberapa aliran yang mempunyai teori belajar dan pembelajaran yang berbeda itu, misalnya nativisme dengan tokoh-tokohnya Descartes dan Leiburiz, naturalisme yang dipelopori J.J. Rousseau, filosof Prancis, Empirisme dengan tokoh Jhon Locke, konvergensi dengan tokohnya William Stern dan Fitrah dalam Islam. Belajar dan Pembelajaran Belajar dan pembelajaran dua peristilahan yang memiliki pengertian berbeda, tetapi keduanya memiliki persamaan, terutama berkenaan dengan aktivitas, mental maupun fisik. Jika belajar lebih cenderung pada aktivitas individu, pembelajaran berkaitan dengan intervensi pihak lain untuk menjadikan aktivitas individu belajar secara maksimal. Optimalisasi proses pembelajaran ditentukan oleh kedua pihak, peserta didik, dan pengajar yang mengelola proses pembelajaran. Berbagai dampak yang berkaitan dengan belajar dan pembelajaran mesti dikuasai oleh seorang tenaga pendidik yang melaksanakan tugas pembelajaran. 1. Belajar Belajar, learning memiliki pengertian bervariasi tergantung pada wawasan masyarakat pengguna istilah belajar tersebut. Di banyak kalangan belajar diberi pengertian sebagai suatu usaha dimana orang dari tidak tahu menjadi tahu, sebagaimana pendapat Ernes.E.R Hilgard yang dikutip Yatim Riyanto dalam bukunya berjudul paradigma baru pembelajaran dikatakan sebagai berikut. Learning The Prancessby wich an activity originates or is charged trougt training producedurs (whther in the laboratory or in the natural environ-ments) as disitinguished from changes by factor not attributable to training. Artinya, seseorang dapat dikatakan kalau dapat 6 Jamal Ma’mur Asmani, 7 Tips Aplikasi PAKEM (Pembelajarn Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan) Mencipt kan Metode Pembela-jaran yang Aktif dan Menyenangkan (Cet. I; Diva Press: Yogyakarta, 2011), h. 59-60. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon 141 Horizon Pendidikan, Vol. 8, Nomor 1, Januari-Juni 2013: 139-152 melakukan sesuatu dengan cara latihan-latihan sehingga yang ber-sangkutan menjadi berubah.7 Menurut Walker, belajar adalah suatu perubahan dalam pelaksanaan tugas yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman, dan tidak ada sangkut pautnya dengan kematangan rohania, kelelahan, motivasi, perubahan dalam situasi stimulus atau faktor-faktor samar-samar lainnya yang tidak berhubungan langsung, dengan kegiatan belajar.8 Menurut Crow and Crow, belajar berarti berubah, belajar berkenaan dengan perubahan kebiasaankebiasaan, pengetahuan, sikap. Pengertian ini menekankan pada aspek terjadinya perubahan (berubah). Perubahan tersebut adalah hasil perolehan berupa kebiasaan-kebiasaan penegetahuan maupun sikap. Jika terjadi suatu perubahan yang dialami seseorang yang berkenaan dengan aspek kebiasaankebiasaan, pengetahuan dan sikap dapat dikatakan sebagai belajar. Pandangan Crow and Crow tersebut mendapat pengakuan dari ahli lainnya, seperti Cronbach dan Hilgard.9 Menurut Skiner, belajar adalah suatu kontrol dan pembentukan tingka laku di dalam suatu proses.10 Dari pengertian ini Skiner memberi tekanan aspek kontrol dan pembentukan. Kontrol yang ditekan Skiner mengacu pada stimulus. Sedangkan pembentukan sebagai hasil yang dicapai dalam membentuk tingka laku. Di sini terdapat keterkaitan antara aspek pengontrolan dengan pembentukan prilaku yang dikehendaki. Menurut Fontana, belajar adalah suatu proses perubahan yang relatif tetap dalam tingka laku seseorang sebagai hasil pengalaman.11 Dalam hubungan ini terdapat tiga aspek penting yang dapat tekanan yaitu: Belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku Bahwa perubahan tersebut adalah hasil dari pengalaman. Bahwa perubahan tersebut terjadi pada perilaku yang mungkin Ketiga penjelasan tersebut penting untuk dikaji lebih lanjut. Belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada aspek ini sebagai bagian terpenting, kemungkinan terjadi perubahan perilaku. Seseorang dapat dikatakan telah belajar jika pada dirinya terdapat perubahan, dan perubahan 7 Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pem-belajaran, Sebagai Referenis Bagi Pendidik Dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif dan Berkualitas, (Cet. II: Surabaya, Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 45. 8 Ibid., h. 5. 9 Lihat Knowles. M, The adult Learner: A Neglected Speacies Second Edition, Gulf Publishing Company, Houston, 1981, h. 21. 10 Ibid, h. 22. 11 Winartaputra Udin dan Rosita Tita, Belajar Pembinaan Kelembagaan Agama Isalam dan UT, Jakarta 1994,h. 51. 142 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon Teori Belajar dan Pembelajaran, F. Arifin Toatubun tersebut memang dimungkinkan untuk dapat terjadi pada diri seseorang, baik dalam jumlah besar maupun kecil. Belajar berhubungan dengan kesiapan dan kemampuan individu untuk melakukan aktivitas belajar yang dapat merubah perilakunya. Belajar dapat berlangsung apabila terdapat kesiapan menatal maupun fisik individu. Dalam hal termasuk faktor perkembangan individu tersebut, apakah telah siap untuk belajar? Perubahan tersebut hasil dari pengalaman. Pengalaman dalam aspek ini aktivitas mental dan fisik individu yang terlibat dalam suatu proses yang disadari dan mampu membentuk perubahan pada salah satu organisme atas diri individu. Setiap perubahan yang terjadi dan dapat dikatakan belajar jika hasil dari pengalaman individu tersebut sewaktu terlibat dalam suatu proses yang disebut belajar. Tidak semua perubahan perilaku dapat dikatakan sebagai hasil belajar. Perubahan tersebut terjadi pada perilaku yang mungkin. Tidak semua perubahan perilaku dimungkinkan untuk dicapai/dikuasai individu melalui suatu proses belajar. Ada perilaku yang terjadi karena faktor lain, apakah karena faktor fisik atau mental. Menurut Gagne dan Berliner, belajar adalah sebagai proses yang karenanya suatu organisme mengubah perilaku sebagai hasil pengalaman. Dalam hubungan ini belajar dapat ditinjau dalam tiga aspek yaitu: Belajar sebagai proses memerlukan waktu, yang dapat berlangsung secara singkat, tetapi dapat juga berlangsung dalam waktu yang lama. Di sini belajar dapat diukur, dengan jalan membandingkan antara apa yang dapat dilakukan oleh organisme di saat tertentu dengan apa yang dapat dilakukan di saat berikutnya. Dalam hal ini belajar membutuhkan waktu, karena itulah belajar, disebut sebagai proses. Belajar sebagai hasil pengalaman bermakna bahwa perubahan perilaku yang disebabkan oleh pengalaman semata yang dapat disebut belajar. Jadi, tidak semua perubahan perilaku dapat dikatakan sebagai hasil belajar. Sebab, ada juga perubahan perilaku karena faktor psikologis seperti kesalahan menkonsumsi makanan, seperti alkohol dan obat, kematangan pertumbuhan seperti merangkak, berjalan dan sebagainya. 2. Pembelajaran Istilah “pembelajaran” cenderung digunakan sebagai pengganti mengajar. Kecenderungan tersebut untuk menghindari kesan memberi dari pihak guru kepada perseta didik sebagai subjek didik kecenderunagn atau pertimbangan lain penghindaran konsep yang mengatakan bahwa mengajar itu proses penyampaian atau penerusan pengetahuan yang ditinggalkan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon 143 Horizon Pendidikan, Vol. 8, Nomor 1, Januari-Juni 2013: 139-152 semakin banyak orang.12Jika mengajar terjemahan dari teaching (Inggris), istilah pembelajaran terjemahan dari kata instruction, kegiatan mengelola proses belajar mengajar. Dalam hubungan ini pembelajaran diartikan sebagai proses yang membuat orang melakukan proses belajar sesuai dengan rancangan. Disini unsur kesengajaan dari pihak luar individu yang melakukan proses belajar merupakan ciri utama dari konsep intruction.13Jadi, pada hakekatnya proses pembelajaran berkenaan dengan intervensi pihak luar, dalam hal ini seorang pengajar harus mampu untuk memfasilitaskan kondisi yang optimal agar kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik atau orang lain yang terlibat dalam kegiatan pembela-jaran tersebut berlangsung secara baik dan maksimal. Salah satu ciri utama yang akan dalam kegiatan pembelajaran adalah terdapatnya unsur-unsur peng-ajar dengan unsur peserta didik. Secara global ada dua pendekatan psikologi dalam melihat proses belajar yakni pendekatan connectionist or behaviorist disatu pihak dan pendekatan cognitive or cognitive field dilain pihak. Pendekatan pertama melihat proses belajar sebagai proses terjadinya hubungan antara stimulus atau rangsangan dengan respons atau jawaban antara stimulus dengan penguatan (reinforcement). Pendekatan kedua mengatakan bahwa proses belajar tidak semata-mata hasil hubungan stimulus dan respons, tatapi lebih merupakan hasil dari kemampuan mental individu dalam melakukan fungsifungsi psikologis seperti konsep dan ingatan. Pendekatan pertama menekankan pada unsur eksternal individu dalam hal ini lingkungannya yang memberi stimulus, sedangkan pendekatan kedua menitikberatkan pada potensi diri individu.14 Optimalisasi kegiatan belajar dapat terwujud bagi peserta didik dalam suatu kegiatan pembelajaran lebih banyak bergantung pada faktor eksternal, yaitu guru. Sekalipun peserta didik memiliki potensi diri, tetapi potensi tersebut harus dirangsang dalam kegitan pembelajaran. Dalam pembelajaran terdapat dua unsur utama yang menentukan terjadi suatu proses pembelajaran yaitu: unsur peserta didik dan unsur pendidik (guru). Dilihat dari aspek status, terdapat kecenderungan posisi guru berada pada peserta didik, tetapi peserta didik jauh lebih penting. Keberadaan pengajar suatu proses pembelajaran karena ada peserta didik yang harus dilayani aktivitas belajarnya. Guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran, sama-sama subjek sebab antar guru dan peserta didik sama-sama membutuhkan. Kehadiran guru untuk suatu proses pembelajaran adalah 12 Joni Raka. T, Keterampilan Membuka dan Menutup Pembelajaran (Editor), Dirjen Dikti, P2LPTK, Jakarta, 1984, h. 55. 13 Winataputra. Belajar Pembinaan Kelembagaan Agama Isalam dan UT, h. 58. 14 Fontana. D, Psychology For Teacher, A Wheaten, London, 1981, h. 60. 144 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon Teori Belajar dan Pembelajaran, F. Arifin Toatubun untuk membantu belajar peserta didik, dimana guru berupaya merancang dan menciptakan kondisi yang bisa efisien dan efektif bagi kegiatan belajar peserta didik, bukan untuk guru, tetapi selalu untuk peserta didik. 1. Aliran Nativisme Aliran Nativisme dipelopori oleh Arthur Schopenhauer (Filosof Jerman 1788-18600 berpendapat bahwa “The world is my idea, the world like man, is through idea”. Segala kejadian di dunia dipandang sebagai manifestasi dari benih sejak semula. Perkembangan manusia merupakan penjabaran yang telah dibawa sejak lahir.15Aliran ini berkeyakinan bahwa anak yang baru lahir membawa bakat, kesanggupan, dan sifat-sifat tertentu. Bakat, kemampuan dan sifat-sifat yang dibawa sejak lahir menentukan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak manusia. Pendidikan dan lingkungan tidak berpengaruh terhadap perkembangan anak. Misalnya seorang anak yang memiliki bakat menulis, pikiran, perasaan, kemauan, dan seluruh kepribadiannya tertuju kepada menulis. Begitu pula penyayi, pemain bola dan lain-lain. 2. Aliran Empirisme Epirisme bertolak dari pandangan John Lock yang mementingkan rangsangan dari luar dalam perkembangan manusia. Ia menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan. Perkembangan pribadi manusia tergantung kepada pengaruh yang datang dari luar. John Lock sebagai toko empirisme, mengembalikan seluruh pengetahuan dan perkembangan manusia kepada pengalaman yang didapatnya dari lingkungannya. Respon manusia tidak berdaya sama sekali terhadap pengaruh yang ditimpakan lingkungan kepadanya.16 Pandangan John Lock tersebut dapat digolongkan sebagai pandangan enviromentalisme yang ekstrem. Penganut aliran empirisme memandang manusia sebagi makhluk pasif yang dapat dimanipulasi, misalnya melalui modivikasi (memperbaiki) tingka laku. Pengalaman yang diperoleh anak dalam kehidupannya diperoleh dari dunia sekitanya yang berupa stimulus-stimulus (rangsangan-rangsangan). Rangsangan ini berasal dari alam bebas, atau diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan. Aliran ini dipandang berat sebelah sebab hanya mementingkan peranan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dianggap tidak menentukan sama sekali. 15 Uyoh Sadulloh, Pedagogik Ilmu Mendidik (Cet. I; Bandung, Alfabeta, 2010), h. 104. 16 Ibid., h. 66. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon 145 Horizon Pendidikan, Vol. 8, Nomor 1, Januari-Juni 2013: 139-152 Pengalaman dalam pendidikan menujukkan ada anak yang berhasil dalam perkembangan pribadinya karena bakat, walaupun keadaan lingkungannya tidak mendukung. Keberhasilan tersebut disebabkan karena ada kemampuan yang berasal dari dalam diri anak. Maisalnya sering ditemukan anak yang memiliki kemampuan melukis, bernyanyi, atau pandai berpidato karena mewarisi kemampuan yang berasal dari orang tuanya, atau dari nenek kakeknya, sehingga ia mau mengembangkan kemampuan dasarnya tersebut, ia berusaha mendapatkan lingkungan yang dapat mengembang-kan bakat atau kemampuan yang telah ada dalam dirinya. Keadaan manusia saat dilahirkan diumpamakan Locke sebagai “tabularasa”, sebuah meja yang dilapisi lilin, yang digunakan disekolah dalam rangka belajar menulis. Pengalaman yang diperoleh orang dari lingkungannya yang mengoreksi tabularasa, jiwa manusia, yang masih kosong polos itu, karena kiasan ini menjadi demikian masyhur, teori yang dikemukakan Locke ini sering dijuluki sebagai “teori tabularasa. Teori tabularasa mengatakan bahwa anak yang baru dilahirkan itu dapat diumpamakan sebagai kertas putih bersih yang belum ditulisi.Sejak lahir anak tidak memiliki bakat dan pembawaan apa-apa, anak dapat dibentuk semuanya pendidik, disini kekuatan untuk membentuk anak berada pada pendidik, sehingga lingkungan dalam hal ini pendidikan berkuasa atas pendidikan anak.17 Pengalaman empirik (dari kehidupan nyata) anak yang diperoleh dari lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak. Menurut pandangan empirisme pendidik memegang peranan penting sebab pendidik dapat menyediakan lingkungan pendidikan kepada anak dan akan diterima oleh anak sebagai pengalaman-penga-laman. Pengalaman-pengalaman itu tentu yang sesuai dengan tujuan pen-didikan. Di abad ke-20 tokoh-tokoh pendidikan yang ajarannya dalam beberapa hal mengingatkan kepada John Lock, diantaranya: J. B Watson dari Amerika yang merupakan tokoh aliran behaviorisme. Behaviorisme tidak mengakui pemabawaan (keturunan) atau sifat-sifat yang diturunkan. Pendidikan, menurut behaviorisme, berarti pembentukan kebiasaan, yaitu menurut kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam lingkungan seorang anak. Melalui berbagai percobaan, di antaranya dengan menggunakan tikus dan bayi sebagai percobaan, Watson ini membuktikan, bahwa “man is boilt” (manusia dibentuk). Manusia itu hasil pembentukan, tidak dipengaruhi oleh apa yang dibawahnya sejak lahir. Kata Watson, “Kita memperlihatkan seekor ular, anjing atau tikus kepada bayi, yang belum pernah dilihatnya dan belum pernah takut kepadanya, bayi akan bermain-main dengannya. Lakukan barang ini sepuluh kali, hingga anda yakin benar bahwa ia tidak 17 Ibid, h. 67. 146 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon Teori Belajar dan Pembelajaran, F. Arifin Toatubun menakutinya. Sekarang ambillah sepotong besi. Perlihatkan kembali tikus tersebut. Tepat di saat bayi itu akan meraihnya, pukullah besi itu cukup keras di belakang telinganya. Anak terkejut dan mungkin menangis. Ulanglah tindakan ini berkali-kali, terjadilah perubahan yang penting pada anak. Tikus (dan atau hewan lain) diasosiasikan bayi dengan suara besi yang menakutkan dan penampilan tikus menimbulkan respon takut. Gejala ini, dalam peristilahan behaviorisme disebut bendera “conditioned emotinal response”, yang dipandang sebagai suatu bentuk dari refleks yang dikondisionisasikan.18 Menurut behaviorisme, ketakutan, kesenangan cinta kasih dan seluruh sifat dan sikap manusia, bahkan seluruh perkembangan manusia dapat dibentuk dan ditentukan melalui dikondisionisasikan. Give me a dozen healthy infants, welformed, and my own specitifed world to bring them up in and I’ll guarantee to take ayone at random and train him to become any type of specialist, I might select doctor, lawyer, artist, merchantchief and yes, oven beggar–man and thief, regardles of his talents, penchants, tendencies, abilities, vocation, and race of hits ancestors. Menurut Watson serahkan kepada saya dua belas bayi sehat, menarik, kemudian dia akan mengambil secara acak tanpa mempertim-bangkan bakat-bakatnya, kegemarannya, kecenderungan-kecenderungan-nya, kemampuan dan asal usul keturunannya. Bayi tersebut akan dilatih keahlian menurut kehendak Watson. Untuk menjadi dokter, pengacara, seniman, pengusaha, koki, sampai kepada pencuri atau penjahat sekalipun. Menurut Watson itu semua bisa terjadi. Pandangan “Tabularasa moderen” ini telah banyak mempengaruhi tokoh-tokoh psikologi, antropologi, dan telah masuk pulah ke dalam dunia pendidikan. Pendidikan dan pengaruh lingkungan dipandang mutlak menentukan perkembangan anak. Berlawanan dengan nativisme, teori tabularasa dari empirisme menunjukkan sikap optimis terhadap pendidikan hingga dijuluki optimisme pedagogis. Sebaliknya bersikap pesimis terhadap "bekal" yang diberikan alam kepada anak bersama kelahirannya, yang berupa bakat sehingga mendapat julukan pesimisme naturalistis.19 Kedua pandangan, nativisme dan empirisme atau tabularasa, bersifat ekstrem dan menyebelah. Patut diakui bahwa kedua pandangan terdapat banyak benarnya. Bagaimana cara menemukan pandangan yang memanfaatkan aspek-aspek positif yang terdapat dalam kedua pandangan tersebut. 3. Aliran Naturalisme 18 Ibid, h. 68. Ibid, h. 69. 19 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon 147 Horizon Pendidikan, Vol. 8, Nomor 1, Januari-Juni 2013: 139-152 Nature artinya alami, atau apa yang dibawa sejak lahir. Aliran, naturalisme yang dipelopori J.J Rousseau filosof Perancis (1712-1778) hampir senada dengan nativisme. Berbeda dengan Schopenhauer (nativisme), Rousseau berpandangan, semua anak yang dilahirkan berpembawaan baik, dan pembawaan baik, anak akan menjadi rusak karena dipengaruhi oleh lingkungan. Pendidikan yang diberikan orang dewasa bisa merusak pembawaan anak yang baik itu. Aliran ini bisa disebut juga negativisme, karena pendidik harus membiarkan pertumbuhan anak di alam. Pendidikan dalam arti bimbingan dari orang luar (orang dewasa) tidak diperlukan.20 Sebagai pendidik Rousseau mengajukan konsep "pendidikan alam". Anak dibiarkan tumbuh dan berkembang sendiri menurut alamnya, manusia atau masyarakat jangan mencampurinya. Upaya mengembangkan anak didik dilaksanakan dengan menyerahkannya ke alam, agar pembawaan yang baik tidak menjadi rusak oleh tangan manusia. Rousseau ingin menjauhkan anak dari segala keburukan masyarakat yang serba dibuat-buat sehingga kebaikan anak yang dibawa secara alamiah sejak saat kelahirannya akan berkembang secara spontan dan bebas. Dalam struktur jasmani dan rohaniah; Allah memberikan seperangkat kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkembang, dalam psikologi disebut potensialitas atau disposisi..21 4. Aliran Konvergensi Aliran konvergensi berasal dari ahli psikolog berkebangsaan Jerman bernama William Sterm yang berpendapat bahwa pembawaan dan lingkungan keduanya membentuk perkembangan manusia. Implikasi terhadap pendidikan bahwa dalam pelaksanaan pendidikan, kedua momen pembawaan dan lingkungan hendaknya mendapat perhatian seimbang. Dalam perkembangan manusia, pendidikan berperan penting, tetapi seorang pendidik tidak pada tempatnya dengan bangga menunjukkan: “Inilah hasil didikan saya”. 22 Ungkapan tersebut bila ditelaah tergantung pula dari situasi saat pendidikan itu berlangsung, dari cara anak menerimanya atau menolaknya, dari bakat dan kemampuan yang ada di anak, sulit ditentukan mana hasil didikan, mana penjabaran bakat dan bawaan. 5. Fitrah 20 Ibid, h. 66. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdipliner(Cet. IV; Jakarta, Bumi Aksara, 1996), h. 88. 22 Uyoh Sadulloh, Pedagogik Ilmu Mendidik, h. 69. 21 148 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon Teori Belajar dan Pembelajaran, F. Arifin Toatubun Kemampuan dasar atau pemba-waan dasar itu dalam pandangan Islam disebut dengan fitrah yang, secara eti-mologis, berarti kejadian.23 Al- Raghib Al-Asfahani ketika menjelaskan makna fitrah dari segi bahasa, ia mengung-kapkan kalimat Fhatara Allah al-Khalaq yang mengajarkan bahwa Tuhan itu Esa pada sifat-Nya dan Esa pada perbuatan-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Ikhlas ayat 1-4 sebagai berikut: )4(َحد َأ ) َوََلْ يَ ُك ْن لَوُ ُك ُف ًوا3( ) ََلْ يَلِ ْد َوََلْ يُولَ ْد2(الص َم ُد َّ ُ)اللَّو1(َحد َ قُ ْل ُى َو اللَّوُ أ Terjemahnya: Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.".24 Ayat pertama surat Al-Ikhlas tersebut pernyataan konkret yang merupakan substansi fitrah sejak manusia dalam rahim ibunya selama 120 hari (masa pranatal). Fitrah, kalimat tauhid (potensi), sebagaimana diinformasikan oleh Allah melalui firman-Nya Q.s. Ar-Ruum: 30: ِ ِ فَأَقِم وجهك لِلدِّي ِن حنِي ًفا فِطْرَة اللَّ ِو الَِِّت فَطَر النَّاس علَي ها ََل تَب ِد ِّين َ يل ِلَْل ِق اللَّ ِو َذل َ َْ َ ْ َْ َ َ َ َ ُ ك الد َ َ ْ ِ الْ َقيِّ ُم َولَ ِك َّن أَ ْكثَ َر الن )33( َّاس ََل يَ ْعلَ ُمو َن Terjemahnya: Maka adapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. 25 Bila diinterpretasikan, fitrah suatu daya untuk mengenal Allah Swt yang tertancap pada diri manusia. Fitrah suatu kekuatan atau kemampuan potensi terpendam yang menancap pada diri manusia sejak awal kejadiannya, untuk komitmen terhadap nilai-nilai keimanan kepadaNya.26Oleh karena itu, kata fitrah ber- makna kejadian yang didalamnya berisi potensi dasar beragama yang benar yaitu Allah Swt. Potensi dasar dalam keyakinan, pikiran, penghayatan dan pengamalan mewarnai segala 23 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, h. 88. Departemen Agama, Al-Qur’an & Terjemahnya (Semarang, PT Karya Toha, 1995), h. 485. 25 Ibid., h. 645. 26 Hasan Langgulung, Manusia dan Pen-didikan (Pustaka Al-Husna: Jakarta, 1986), h. 5. 24 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon 149 Horizon Pendidikan, Vol. 8, Nomor 1, Januari-Juni 2013: 139-152 aktivitas umat manusia dalam hidup dan kehidupannya di dunia. Potensi dasar ini pada awalnya tidak dapat diubah oleh siapapun atau lingkungan, karena fitrah itu merupakan ciptaan Allah yang tidak akan mengalami perubahan baik isi maupun bentuknya dalam tiap pribadi manusia sebelum ia dilahirkan ke dunia. Secara tegas Allah menginfor-masikan dalam firman-Nya QS. AlA’raf ayat 172 yang berbunyi: ِ ِ ِ ِ َ ُّوإِ ْذ أَخ َذ رب ت بَِربِّ ُك ْم قَالُوا ُ ك م ْن بَِِن آَ َد َم م ْن ظُ ُهوِرى ْم ذُِّريَّتَ ُه ْم َوأَ ْش َه َد ُى ْم َعلَى أَنْ ُفس ِه ْم أَلَ ْس َ َ َ بَلَى َش ِه ْدنَا Terjemahnya: … Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anakanak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi"…27 Ayat tersebut menjelaskan, setiap anak cucu Adam (manusia) sudah membawa potensi fitrah dalam pengakuannya dengan Sang Khaliq sebelum ia lahir ke dunia. Namun, potensi itu dalam perkembangan sesudah lahir ke dunia kadang bisa berkembang secara positif, dan kadang mengalami penyimpangan (negatif) sesuai sesuai dengan lingkungan pendidikan dimana anak itu berada. Hal ini dapat dibuktikan dengan Hadits Nabi Saw yang berbunyi: ) اوميجسانو (حديث مسلم, اوينصرانو,كل مولود يولد على الفطرة فآبواه يهودانو 28 Berdasarkan firman Allah Swt dan Hadits Nabi Saw.tersebut dapat diasumsikan bahwa fitrah didalam Islam bisa berkembang secara positif dan bisa pula mengandung negatif, ter-gantung seberapa besar pengaruh ling-kungan (milieau) pendidikan dimana anak itu berada. Penutup 27 Departemen Agama,Al-Qur’an & Terjemahnya ,h. 137. Abu Husayn Muslim bil-al-Hajjaj al-Qusyairy al-Naysabury, Shahih Muslim Juz III (Beirut: Dar al-Fikri, t.th), h. 144. 28 150 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon Teori Belajar dan Pembelajaran, F. Arifin Toatubun Belajar dan pembelajaran menurut Nativisme, anak ketika lahir telah membawa potensi. Perkembangan manusia merupakan penjabaran dari potensi itu sendiri, dan pendidikan tidak berpengaruh terhadap perkembangan anak. Aliran Empirisme berpandangan bahwa perkembangan anak ditentukan oleh lingkungan atau pengaruh lingkungan pendidikan, dan tidak mengakui perkembangan anak ditentukan oleh bawaan atau bakat anak. Naturalisme berpandangan, anak yang lahir berpembawaan baik, dan pembawaan baik tersebut akan menjadi rusak karena pengaruh lingkungan pendidikan. Aliran ini disebut negativisme, yakni pendidik harus membiarkan anak pada alam, bimbingan dari orang dewasa tidak diperlukan. Aliran Konvergensi dan fitrah, keduanya memiliki pandangan yang sama yaitu perkembangan anak ditentukan oleh faktor pembawaan dari dalam, dan faktor lingkungan/pendidikan sesudah lahir. Sedangkan perbedaan antalah kalimat Tauhid yaitu Allahu Ahad (Tuhan Yang Maha Esa). Esa pada Zat-Nya, Esa pada Sifat-Nya, dan Esa pada Perbuatan-Nya. Namun, fitrah ini juga ditentukan oleh pengaruh pendidikan sesudah lahir. DAFTAR PUSTAKA Asmani, Jamal Ma’mur. 7 Tips Aplikasi PAKEM (Pembelajarn Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenang-kan) Menciptakan Metode Pembelajaran yang Aktif dan Menye-nangkan. Cet. I; Diva Press: Yogyakarta, 2011. Arifin, M. Ilmu Pendidikan Islam, Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdi-sipliner, Cet. IV; Jakarta, Bumi Aksara, 1996. D., Fontana. Psychology For Teacher, A Wheaten, London, 1981. Departemen Agama Al-Qur’an & Terjemahnya, Semarang, PT Karya Toha, 1995. Langgulung, Hasan. Manusia dan Pendidikan. Pustaka Al-Husna: Jakarta, 1986. M, Knowles. The adult Learner: A Neglected Speacies Second Edition, Gulf Publishing Company, Houston. al-Naysabury, Abu Husayn Muslim bil-al-Hajjaj al-Qusyairy. Shahih Muslim Juz III, Beirut: Dar al-Fikri, t.th. Riyanto, Yatim. Paradigma Baru Pembelajaran, Sebagai Referenis bagi Pendidik dalam Implemen-tasi Pembelajaran Yang Efektif dan Berkualitas. Cet. II: Surabaya, Kencana Prenada Media Group, 2010. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon 151 Horizon Pendidikan, Vol. 8, Nomor 1, Januari-Juni 2013: 139-152 Sabri, Ahmad. Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching. Cet. II; PT Ciputra Press: Jakarta, 2007. Sadulloh, Uyoh. Pedagogik Ilmu Mendidik. Cet. I; Bandung, Alfabeta, 2010. T., Joni Raka. Ketrampilan membuka dan MenutupPembelajaran. (Editor), Dirjen Dikti, P2LPTK, Jakarta, 1984. Titapele, Ismail. Belajar dan Pembelajaran. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP): Universitas Pattimura Ambon, 1999. Udin, Winartaputra dan Rosita Tita. Belajar Pembinaan Kelembagaan Agama Isalam dan UT: Jakarta 1994. 152 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon